BAB II Revisi 6 Bismillah

19
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Tinggi Lompatan 1.1. Definisi Tinggi Lompatan Tinggi lompatan didefinisikan sebagai seberapa tinggi seseorang dapat melompat pada saat posisi melayang di udara (Skurvydas et al, 2000). Pengukuran tinggi lompatan ini dapat dilakukan dengan berbagai cara. Salah satunya adalah dengan menggunakan rumus hasil formulasi Bosco et al (1982), yaitu : H = 11.226 x T f 2 (cm) Dengan T f = lama waktu melayang di udara (dalam detik) Tinggi lompatan saling berbanding lurus dengan daya ledak otot, dimana semakin baik daya ledak otot maka tinggi lompatan akan semakin tinggi (Bahtiar, 2006). Oleh karena

Transcript of BAB II Revisi 6 Bismillah

Page 1: BAB II Revisi 6 Bismillah

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Tinggi Lompatan

1.1. Definisi Tinggi Lompatan

Tinggi lompatan didefinisikan sebagai seberapa tinggi

seseorang dapat melompat pada saat posisi melayang di udara

(Skurvydas et al, 2000). Pengukuran tinggi lompatan ini dapat

dilakukan dengan berbagai cara. Salah satunya adalah dengan

menggunakan rumus hasil formulasi Bosco et al (1982), yaitu :

H = 11.226 x Tf2 (cm)

Dengan Tf = lama waktu melayang di udara (dalam detik)

Tinggi lompatan saling berbanding lurus dengan daya ledak

otot, dimana semakin baik daya ledak otot maka tinggi lompatan

akan semakin tinggi (Bahtiar, 2006). Oleh karena itu, pengukuran

daya ledak otot biasa dilakukan dengan mengukur tinggi lompatan

dengan metode vertical jump.

1.2. Yang Mempengaruhi Tinggi Lompatan

Ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi tinggi

lompatan. Menurut Marwanto (2007), beberapa hal yang

mempengaruhi lompatan antara lain :

Page 2: BAB II Revisi 6 Bismillah

1. Kekuatan / strength

Kekuatan otot berkaitan dengan kontraksi otot.

Kontraksi otot sendiri dibedakan menjadi kontraksi isometric

dan kontraksi isotonic (Guyton, 2008).

Perbedaan yang paling mendasar dari kedua kontraksi

ini adalah pada kontraksi isometric tidak terdapat pemendekan

otot, jadi secara kasat mata otot tidak terlihat berkontraksi.

Sedangkan kontraksi isotonic menunjukkan adanya

pemendekan otot yang nyata (Guyton, 2008).

Dari kontraksi otot akan didapatkan energy (ATP) yang

digunakan untuk kontraksi selanjutnya (Sherwood, 2002).

Semakin banyak energy yang dihasilkan maka kekuatan

kontraksi akan semakin besar. Kekuatan otot juga berkaitan

dengan kemampuan otot untuk menerima beban (Marwanto,

2007)

Ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi kekuatan

otot. Hal tersebut terdiri dari kecepatan kontraksi, kekakuan

jaringan penghubung antar otot dan penampang melintang dari

otot (Pujiatun, 2001). Massa otot juga berbanding lurus dengan

kekuatan otot (Markovic et al., 2005).

Kekuatan otot akan semakin besar apabila serabut

lintang ototnya banyak. Hal ini dapat dilihat dari penampang

melintang ototnya (Ganong, 2001)

Page 3: BAB II Revisi 6 Bismillah

2. Daya Ledak

Daya ledak merupakan suatu kemampuan otot dalam

mengatasi beban atau tahanan dalam suatu gerakan yang utuh

dalam waktu singkat atau dengan kata lain dengan kecepatan

tinggi (Marwanto, 2007; Utami, 2007; Pangemanan, 2008).

Dalam beberapa gerakan tubuh yang dinamis, seperti

menendang, melempar, memindah tempatkan sebagian atau

seluruh beban tubuh, daya ledak ini sangat dibutuhkan

(Rinaldy, 2008). Menurut Rinaldy (2008), daya ledak otot erat

kaitannya dan bahkan sangat bergantung dengan volume otot.

3. Panjang Tungkai

Panjang tungkai sangat berperan dalam kegiatan

olahraga, terutama pada saat melompat. Hal ini dikaitkan

dengan fungsi tungkai saat melompat, dimana tungkai akan

berguna sebagai pengungkit pada saat melakukan gerakan

lompatan. Panjang tungkai ini dapat diukur dengan cara

mengurangi tinggi duduk dengan tinggi berdiri, atau dapat

dilakukan dengan pengukuran saat berdiri saja (Marwanto,

2007).

Page 4: BAB II Revisi 6 Bismillah

1.3 Kontraksi Otot

1.3.1. Definisi

Kontraksi otot diartikan sebagai pemendekan atau

pengurangan dalam ukuran yang diakibatkan oleh suatu

peregangan pasif yang mendadak atau dapat juga akibat sentakan

pada tendonnya (Dorland, 2002).

Dalam kaitannya dengan aktivitas melompat, kontraksi otot

yang baik sangat berperan dalam keberhasilan lompatan, karena

kontraksi dari otot akan berpengaruh terhadap tenaga yang

dihasilkan oleh otot (Marwanto, 2007).

1.3.2. Morfologi Otot Rangka

Otot rangka, biasa disebut juga dengan otot lurik, merupakan

otot yang volunter, karena seluruh gerakannya dapat diatur dan

dikontrol dengan baik oleh setiap orang (Dion, 2005).

Otot lurik ini terdiri atas banyak bundle serabut paralel panjang

yang biasa disebut dengan serat otot. Serat otot ini merupakan

kumpulan sel berinti jamak (multinucleated cell) yang terdiri dari

kumpulan paralel ribuan miofibril (Gunawan, 2001).

Setiap serabut otot dilapisi oleh suatu membran sel yang

disebut dengan sarkolema. Masing – masing dari miofibril dibagi

menjadi lempengan Z yang disebut dengan sarkomer. Secara

mikroskopis akan tampak gambaran berupa garis berwarna terang

Page 5: BAB II Revisi 6 Bismillah

dan gelap. Filamen aktin akan membentuk pita I dan filamen

miosin akan membentuk zona H. Saat dimana filamen aktin dan

miosin akan saling tumpang tindih digambarkan dengan pita A

(Dion, 2005)

Pada dasarnya serabut otot lurik pada manusia dibedakan atas

dua jenis, yaitu serabut berkedut cepat (serabut cepat) dan serabut

berkedut lambat (serabut lambat) (Guyton, 2008). Serabut otot

cepat memiliki serabut yang besar dan memiliki reticulum

sarkoplasma yang luas, sehingga dapat dengan cepat melepaskan

ion – ion kalsium untuk mengawali kontraksi. Jenis serabut otot ini

mengandung lebih sedikit mitokondria dan suplai darah, karena

metabolism oksidatif tidak begitu penting pada serabut otot cepat.

Serabut otot lambat memiliki serabut yang kecil, sistem kapiler

yang lebih luas serta jumlah mitokondria yang sangat banyak.

Serabut jenis ini memiliki myoglobin yang banyak, dengan maksud

untuk suplai oksigen yang cepat menuju mitokondria. Serabut

berkedut cepat diperlukan pada aktivitas yang membutuhkan

kekuatan yang besar dalam waktu yang cepat, seperti gerakan

melompat, pelari cepat, dan sebagainya. Untuk serabut berkedut

lambat diperlukan dalam aktivitas yang memerlukan daya tahan

yang lama, seperti lari marathon, berenang, dan sebagainya

(Guyton, 2008)

Page 6: BAB II Revisi 6 Bismillah

1.3.3. Mekanisme Kontraksi Otot

Menurut Guyton (2008), mekanisme kontraksi otot dapat

dijelaskan sesuai dengan langkah – langkah berikut ini :

1. Adanya suatu rangsangan saraf berupa potensial aksi yang

menjalar di sepanjang saraf motorik hingga sampai ke nuro-

muscular junction. Pada ujung saraf ini akan mensekresi

asetilkolin, yaitu suatu neurotransmitter dalam jumlah sedikit.

2. Setelah asetilkolin disekresikan secara lokal pada tempat

tersebut, akan menyebabkan membran serabut otot untuk

membuka kanal – kanal asetilkolin yang selanjutnya

“mempersilakan” sejumlah besar ion natrium untuk berdifusi

ke bagian dalam membran serabut otot. Selanjutnya akan

terjadi potensial aksi pada membran.

3. Setelah potensial aksi menyebar pada seluruh membran

serabut otot, potensial aksi ini akan menyebabkan depolarisasi

membran otot. Kemudian dengan adanya potensial aksi yang

berjalan sepanjang serabut otot hingga ke dalam pusatnya,

akan merangsang reticulum sarkoplasma untuk mensekresikan

kalsium.

4. Ion kalsium akan menimbulkan kekuatan menarik untuk saling

mendekatkan filament aktin dan miosin, menyebabkan

filament – filament ini saling tumpang tindih dan terjadilah

kontraksi otot.

Page 7: BAB II Revisi 6 Bismillah

5. Setelah kurun waktu kurang dari 1 detik, ion kalsium akan

dipompa kembali masuk ke dalam reticulum sarkoplasma oleh

pompa membrane Ca++. Ion ini akan tetap disimpan hingga

potensial aksi berikutnya. Keluarnya ion kalsium kembali ke

dalam reticulum sarkoplasma menandakan akhir dari kontraksi

otot.

2. Lingkar Paha dan Lingkar Betis

2.1. Definisi

2.1.1. Lingkar Paha

Lingkar paha dapat didefinisikan sebagai lingkaran penuh paha

yang diukur dengan melingkarkan pita pengukur pada paha secara

horizontal tepat di bawah lipatan gluteus (Narendra, 2008)

Komponen penyusun paha secara berlapis dari luar ke

dalam terdiri dari kulit, jaringan lemak bawah kulit, fascia otot,

otot, serta pembuluh darah besar, lalu bagian paling dalam adalah

tulang (Snell, 2006).

2.1.2. Lingkar Betis

Lingkar betis dapat didefinisikan sebagai suatu dimensi metrik

melingkar pada betis yang dapat diukur tepat pada

kecembungannya yang maksimal (Narendra, 2004)

Page 8: BAB II Revisi 6 Bismillah

Komponen penyusun betis secara berlapis dari luar ke

dalam terdiri dari kulit, jaringan lemak bawah kulit, fascia otot,

otot, serta pembuluh darah besar, lalu bagian paling dalam adalah

tulang (Snell, 2006).

2.2. Faktor Yang Mempengaruhi

Tentu saja komponen terbesar pembentuk tungkai adalah

otot, karena otot merupakan alat penggerak tungkai. Dalam

perkembangannya, otot mengalami hiperplasi dan hipertrofi

sehingga membentuk suatu massa otot (Corwin, 2008). Dalam

pembentukan massa otot terdapat hal mendasar yang

mempengaruhi, yaitu sintesis protein dan degradasi protein.

Peningkatan sintesis protein akan menyebabkan peningkatan massa

otot, sedangkan degradasi protein akan menyebabkan penurunan

massa otot (Russel, 2010).

Menurut Russel (2010), sintesis protein meningkat pada

keadaan :

1. Asupan gizi yang baik

2. Pelatihan otot berkala

Degradasi protein meningkat pada keadaan :

1. Penyakit neuromuskuler (denervasi)

2. Penyakit kronis

Page 9: BAB II Revisi 6 Bismillah

3. Penuaan

2.3. Anatomi Otot Tungkai

Tungkai bawah dibagi menjadi beberapa region atau

bagian. Bagian itu terdiri dari otot – otot tungkai atas dan bawah.

Otot tungkai atas terbagi menjadi otot – otot ruang fascia anterior,

medial, dan posterior. Sedangkan pada tungkai bawah dibagi

menjadi otot – otot ruang fascia anterior, lateral, dan posterior

(Snell, 2006)

Pembagian ototnya menurut Snell (2006) adalah sebagai

berikut :

Otot – otot tungkai atas :

Ruang fascia anterior M. Sartorius

M. iliacus

M. Psoas

M. Pectineus

M. Quadriceps femoris, terdiri atas

M. Rectus femoris, M. Vastus

lateralis, M. Vastus medialis, M.

Vastus intermedius

Ruang fascia medial M. gracilis

M. adductor longus

Page 10: BAB II Revisi 6 Bismillah

M. adductor longus

M. adductor brevis

M. adductor magnus

M. obturatorius externus

Ruang fascia posterior M. biceps femoris

M. semitendinosus

M. semimembranosus

M. adductor magnus

Otot – otot tungkai bawah :

Ruang fascia anterior M. tibialis anterior

M. extensor digitorum longus

M. peroneus tertius

M. extensor hallucis longus

M. extensor digitorum brevis

Ruang fascia lateral M. peroneus longus

M. peroneus brevis

Ruang fascia posterior M. gastrocnemius

M. plantaris

M. soleus

M. popliteus

M. flexor digitorum longus

M. flexor hallucis longus

Page 11: BAB II Revisi 6 Bismillah

M. tibialis posterior

3. Hubungan Antara Lingkar Paha dan Betis Terhadap Tinggi

Lompatan

Tinggi lompatan dan keberhasilan lompatan akan sangat

dipengaruhi oleh beberapa hal yang sangat mendasar, yaitu daya ledak

otot, kekuatan, serta panjang tungkai (Marwanto, 2007).

Daya ledak otot dan kekuatan dari otot akan berbanding lurus

dengan masa otot (Markovic, et al., 2005). Artinya apabila masa otot

semakin besar, maka daya ledak serta kekuatannya akan semakin besar

(Sherwood, 2002). Apabila masa otot besar, maka serabut paralel dari otot

akan lebih banyak. Hal ini akan berhubungan erat dengan filamen aktin

dan miosin, dimana pada serabut paralel yang lebih panjang, filamen aktin

dan miosinnya akan semakin banyak (Gunawan, 2001). Dengan demikian,

ATP yang dihasilkan dari kontraksi otot yang akan digunakan untuk

kontraksi selanjutnya akan semakin banyak, sehingga akan menambah

daya ledak dan kekuatan dari otot (Suryanto, 2009).

Pada saat melompat, manusia akan mengandalkan tungkai sebagai

tumpuan. Otot – otot pada daerah paha dan betis akan sangat berperan

dalam keberhasilan lompatan. Otot yang memiliki daya ledak dan

kekuatan yang baik akan meningkatkan keberhasilan lompatan (Marwanto,

2007). Dengan menghitung lingkar paha dan betis, kita dapat

Page 12: BAB II Revisi 6 Bismillah

memperkirakan masa otot baik pada bagian paha maupun betis untuk

selanjutnya mengetahui sumbangsihnya dalam tinggi lompatan.

Page 13: BAB II Revisi 6 Bismillah

4. Kerangka Teori

5. Kerangka Konsep

6. Hipotesis

Ada hubungan antara lingkar paha dan betis terhadap tinggi lompatan.

Tinggi Lompatan

Lingkar Betis

Lingkar Paha

Panjang TungkaiTinggi Lompatan

StrengthDaya Ledak

Lingkar Paha & Lingkar Betis

Massa Otot

Penyakit Neuromuskular

Penyakit Kronis

Penuaan

Asupan Gizi

Latihan Otot Berkala