BAB II Profesi Mintarsih

46
BAB II GURU DAN TUNTUTAN KOMPETENSI PROFESI Kemerosotan pendidikan bukan diakibatkan oleh kurikulum tetapi oleh kurangnya kemampuan profesionalisme guru menggunakan kurikulum tersebut dalam kegiatan belajar mengajar dan keengganan siswa belajar sungguh-sungguh karena berbagai alasan salah satu alasannya pendekatan guru dalam memberikan pelajaran cenderung tidak menarik. Tentu saja ada guru yang betul-betul menguasai materi pelajaran dan menggunakan pendekatan yang menarik dan komunikatif, tetapi jumlah mereka tidak banyak. Kemampuan dan kualitas guru melaksanakan tugas sebagai pendidik selalu disebut menjadi guru yang profesional atau tidak profesional. Profesionalisme menekankan kepada penguasaan ilmu pengetahuan khususnya materi pelajaran yang menjadi tanggungjawabnya, kemudian kemampuan manajemen pembelajaran beserta strategi penerapannya. Profesionalisme bukan sekadar pengetahuan teknologi dan manajemen tetapi harus didukung sikap responsif mampu menyelesaikan masalah-masalah pembelajaran. Pengembangan profesionalisme guru tentu harus lebih baik dan ideal dibanding seorang teknisi. Guru bukan hanya memiliki keterampilan yang tinggi dalam hal pengajaran tetapi memiliki suatu tingkah laku pedagogik yang dipersyaratkan. GURU akan diposisikan sebagai suatu profesi, harkat dan 31

Transcript of BAB II Profesi Mintarsih

Page 1: BAB II Profesi Mintarsih

BAB II

GURU DAN TUNTUTAN KOMPETENSI PROFESI

Kemerosotan pendidikan bukan diakibatkan oleh kurikulum tetapi oleh kurangnya

kemampuan profesionalisme guru menggunakan kurikulum tersebut dalam kegiatan belajar

mengajar dan keengganan siswa belajar sungguh-sungguh karena berbagai alasan salah satu

alasannya pendekatan guru dalam memberikan pelajaran cenderung tidak menarik. Tentu saja

ada guru yang betul-betul menguasai materi pelajaran dan menggunakan pendekatan yang

menarik dan komunikatif, tetapi jumlah mereka tidak banyak. Kemampuan dan kualitas guru

melaksanakan tugas sebagai pendidik selalu disebut menjadi guru yang profesional atau tidak

profesional. Profesionalisme menekankan kepada penguasaan ilmu pengetahuan khususnya

materi pelajaran yang menjadi tanggungjawabnya, kemudian kemampuan manajemen

pembelajaran beserta strategi penerapannya.

Profesionalisme bukan sekadar pengetahuan teknologi dan manajemen tetapi harus

didukung sikap responsif mampu menyelesaikan masalah-masalah pembelajaran. Pengembangan

profesionalisme guru tentu harus lebih baik dan ideal dibanding seorang teknisi. Guru bukan hanya

memiliki keterampilan yang tinggi dalam hal pengajaran tetapi memiliki suatu tingkah laku

pedagogik yang dipersyaratkan. GURU akan diposisikan sebagai suatu profesi, harkat dan

martabatnya sebagaimana halnya akuntan, dokter dan pengacara. Tujuan dijadikannya guru

sebagai suatu profesi adalah sebagai bagian dari peningkatan kualitas sumberdaya manusia pada

jalur pendidikan.

Kebijakan merubah kedudukan guru hanya sekedar sebagai pegawai menjadi seorang

yang diakui menjadi pemangku jabatan profesional diharapkan bakal mengangkat harkat dan

wibawa guru menjadi guru yang sejati. Peningkatan kualitas guru dengan lebih dulu memperbaiki

kualifikasinya berpendidikan S1 atau DIV merupakan langkah-langkah strategis meningkatkan

status guru menjadi pemangku jabatan profesional. Secara konkret, program yang akan

dilaksanakan untuk mengukuhkan status profesional berbentuk sertifikasi guru. Mereka yang

direkrut menjadi guru dan yang sudah menjadi guru secara perlahan harus memenuhi proses

sertifikasi hingga akhirnya layak untuk diberi sertifikat profesi, berhak memangku jabatan profesi

guru dan memiliki kemampuan sebagai guru khususnya pada pendidikan dasar dan menengah.

Kompetensi Guru

31

Page 2: BAB II Profesi Mintarsih

Apakah yang dimaksud dengan kompetensi itu? Badan Standar Nasional Pendidikan

(BSNP) mengembangkan standar kompetensi guru dan dosen, karena badan inilah yang memiliki

kewenangan untuk mengembangkan standar kompetensi guru dan dosen yang hasilnya

ditetapkan dengan Peraturan Menteri. Namun demikian dapat dicermati pendapat Johnson (1974)

yang mengatakan kompetensi merupakan perilaku rasional guna mencapai tujuan yang

dipersyaratkan sesuai dengan kondisi yang diharapkan (Sanjaya, 2006:17). Menurut UU No. 14

tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Pasal 1, Ayat 10, disebutkan ”Kompetensi adalah

seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai

oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalan”. Kompetensi merupakan

peleburan dari pengetahuan (daya pikir), sikap (daya kalbu), dan keterampilan (daya pisik) yang

diwujudkan dalam bentuk perbuatan.

Usman (2004) membedakan kompetensi guru menjadi dua, yaitu kompetensi pribadi dan

kompetensi profesional. Kemampuan pribadi meliputi (1) kemampuan mengembangkan

kepribadian, (2) kemampuan berinteraksi dan berkomunikasi, (3) kemampuan melaksanakan

bimbingan dan penyuluhan. Sedangkan kompetensi profesional meliputi: (1) penguasaan terhadap

landasan kependidikan, dalam kompetensi ini termasuk (a) memahami tujuan pendidikan, (b)

mengetahui fungsi sekilah di masyarakat, (c) mengenal rinsip-prinsip psikologi pendidikan; (2)

menguasai bahan pengajaran, artinya guru harus memahami dengan baik materi pelajaran yang

ajarkan. Penguasaan terhadap materi pokok yang ada pada kurikulum maupun bahan pengayaan;

(3) kemampuan menyusun program pengajaran, mencakup kemampuan menetapkan kopetensi

belajar, mengembangkan bahan pelajaran dan mengembangkan strategi pembelajaran; dan (4)

kemampuan menyusun perangkat penilaian hasil belajar dan proses pembelajaran. Kompetensi

guru, menurut Sanjaya (2006:17) bukan hanya kompetensi pribadi dan kompetensi profesional,

tetapi terdapat sejumlah kompetensi yang dimiliki oleh seorang guru meliputi kompetensi pribadi,

profesional, dan sosial kemasyarakatan. Sedangkan menurut, PP No. 19 Tahun 2005 Pasal 28,

Ayat 3 dan UU No. 14 Tahun 2005 Pasal 10, Ayat 1, menyatakan ”Kompetensi pendidik sebagai

agen pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan anak usia dini

meliputi: (a) kompetensi pedagogik, (b) kompetensi kepribadian, (c) kompetensi profesional, dan

(d) kompetensi sosial.

Pengkategorian keempat kompetensi tersebut menurut Selamet, PH (2006) telah

mengundang kritik dari publik karena keempatnya belum menampakkan sosok utuh kompetensi

guru yang profesional, lebih-lebih istilah kompetensi profesional. Guru profesional bukanlah hanya

32

Page 3: BAB II Profesi Mintarsih

untuk satu kompetensi saja yaitu kompetensi profesional, tetapi guru profesional semestinya

meliputi semua kompetensi. Terlepas setuju atau tidak setuju terhadap ke empat kompetensi guru

tersebut, toh secara resmi mereka telah menjadi legislasi dan regulasi yang harus ditaati, kecuali

ada pihak yang mengusulkan diadakannya yudicial review terhadap ke empat kompetensi guru

tersebut (adakah pihak yang dirugikan?). Sementara itu, kompetensi dosen sama sekali tidak

ditulis pada UU 14/2005 dan PP 19/2005 tersebut. Ke empat kategori kompetensi tersebut masih

dapat dipakai dengan modifikasi istilah dan isinya.

Istilah kompetensi profesional menurut Slamet PH (2006) diganti dengan kompetensi

bidang studi (subject matter competency). Istilah kompetensi kepribadian diganti dengan istilah

kompetensi etika profesi. Catatan: secara kolaboratif Direktorat Pengembangan Profesi

Guru/Pendidik pada Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan

bersama Direktorat Ketenagaan pada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi menyusun penjabaran

ke empat (4) kompetensi guru tersebut menjadi sub-sub kompetensi, indikator esensial, dan

deskriptornya untuk kepentingan penyusunan instrumen sertifikasi guru, yang tentu saja dapat

menyesuaikan diri dengan rumusan standar kompetensi yang dikembangkan BSNP. Kompetensi

guru dan dosen berbeda. Kompetensi guru terfokus pada kemampuan mendidik. Sementara itu,

kompetensi dosen mencakup kemampuan mendidik, meneliti, dan mengabdi pada masyarakat.

Kompetensi dan sub-kompetensi untuk guru dan dosen berdasarkan pemikiran Slamet

PH (2006) dikembangkan sebagai berikut. Pertama, Kompetensi Bidang Studi terdiri dari Sub-

Kompetensi (1) memahami matapelajaran yang telah dipersiapkan untuk mengajar; (2) memahami

standar kompetensi dan standar isi mata pelajaran yang tertera dalam Peraturan Menteri serta

bahan ajar yang ada dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP); (3) memahami struktur,

konsep, dan metode keilmuan yang menaungi materi ajar; (4) memahami hubungan konsep antar

matapelajaran terkait; dan (5) menerapkan konsep-konsep keilmuan dalam kehidupan sehari-hari.

Kedua, Kompetensi Pedagogik terdiri dari Sub-Kompetensi (1) berkontribusi dalam

pengembangan KTSP yang terkait dengan matapelajaran yang diajarkan; (2) mengembangkan

silabus matapelajaran berdasarkan standar kompetensi (SK) dan kompetensi dasar (KD); (3)

merencanakan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) berdasarkan silabus yang telah

dikembangkan; (4) merancang manajemen pembelajaran dan manajemen kelas; (5)

melaksanakan pembelajaran yang pro-perubahan (aktif, kreatif, inovatif, eksperimentatif, efektif

dan menyenangkan); (6) menilai hasil belajar siswa secara otentik; (7) membimbing peserta didik

dalam berbagai aspek, misalnya: pelajaran, kepribadian, bakat, minat, dan karir; dan (8)

mengembangkan profesionalisme diri sebagai guru. Ketiga, Kompetensi Etika Profesi terdiri dari

33

Page 4: BAB II Profesi Mintarsih

Sub-Kompetensi (1) memahami, menghayati, dan melaksanakan kode etik guru Indonesia; (2)

memberikan layanan pendidikan dengan sepenuh hati, profesional, dan ekspektasi yang tinggi

terhadap peserta didiknya; (3) menghargai perbedaan latarbelakang peserta didiknya dan

berkomitmen tinggi untuk meningkatkan prestasi belajarnya; (4) menunjukkan dan

mempromosikan nilai-nilai, norma-norma, sikap, dan perilaku positif yang mereka harapkan dari

peserta didiknya; (5) memberikan kontribusi terhadap pengembangan sekolah umumnya dan

pembelajaran khususnya; (6) menjadikan dirinya sebagai bagian integral dari sekolah; (7)

bertanggung jawab terhadap prestasinya; (8) melaksanakan tugasnya dalam koridor peraturan

perundang-undangan yang berlaku dan dalam koridor tata pemerintahan yang baik (good

governance); (9) mengembangkan profesionalisme diri melalui evaluasi diri, refleksi, dan

pemutakhiran berbagai hal yang terkait dengan tugasnya; dan (10) Memahami, menghayati, dan

melaksanakan landasan- landasan pendidikan: yuridis, filosofis, dan ilmiah. Keempat, Kompetensi

Sosial terdiri dari Sub-Kompetensi (1) memahami dan menghargai perbedaan (respek) serta

memiliki kemampuan mengelola konflik dan benturan; (2) melaksanakan kerjasama secara

harmonis dengan kawan sejawat, kepala sekolah dan wakil kepala sekolah, dan pihak-pihak terkait

lainnya; (3) membangun kerja tim (teamwork) yang kompak, cerdas, dinamis, dan lincah; (4)

melaksanakan komunikasi (oral, tertulis, tergambar) secara efektif dan menyenangkan dengan

seluruh warga sekolah, orangtua peserta didik, dengan kesadaran sepenuhnya bahwa masing-

masing memiliki peran dan tanggung jawab terhadap kemajuan pembelajaran; (5) memiliki

kemampuan memahami dan menginternalisasikan perubahan lingkungan yang berpengaruh

terhadap tugasnya; (6) memiliki kemampuan mendudukkan dirinya dalam sistem nilai yang berlaku

di masyarakat sekitarnya; dan (7) melaksanakan prinsip-prinsip tata kelola yang baik (misalnya:

partisipasi, transparansi, akuntabilitas, penegakaan hukum, dan profesionalisme). Keempat

kompetensi tersebut tidak menekankan pada penguasaan materi pelajaran, karena jika seorang

guru telah berpendidikan S1 atau D –IV tentu saja secara teoritik guru tersebut telah menguasai

materi pelajaran sesuai bidang studi yang menjadi tanggung jawabnya

Sedangkan kompetensi dan sub-kompetensi dosen dapat dikembangkan sebagai

berikut. Pertama, Kompetensi Bidang Studi terdiri dari Sub-Kompetensi (1) memahami mata

kuliah yang telah dipersiapkan untuk mengajar; (2) memahami kompetensi, kurikulum, dan materi

pokok yang dikuliahkan di perguruan tingginya; (3) memahami struktur, konsep, dan metode

keilmuan yang menaungi materi kuliah; (4) memahami hubungan konsep antar mata kuliah terkait;

(5) menerapkan konsep-konsep keilmuan dalam kehidupan sehari-hari; dan (6) mengembangkan

bidang studi yang ditekuni. Kedua, Kompetensi Pedagogik terdiri dari Sub-Kompetensi (1)

34

Page 5: BAB II Profesi Mintarsih

berkontribusi dalam pengembangan kurikulum yang terkait dengan mata kuliah yang diajarkan; (2)

mengembangkan silabus mata kuliah berdasarkan kompetensi yang telah dikembangkan; (3)

merencanakan rencana pelaksanaan kuliah berdasarkan silabus yang telah dikembangkan; (4)

merancang manajemen perkuliahan, manajemen kelas dan laboratorium; (5) melaksanakan

perkuliahan yang pro-perubahan (aktif, kreatif, inovatif, eksperimentatif, efektif, menyenang-kan,

dan yang mendorong keingintahuan); (6) menilai hasil belajar mahasiswa secara otentik; (7)

membimbing mahasiswa dalam berbagai aspek, misalnya: pendidikan, kepribadian, bakat, minat,

dan karir; (8) menulis buku teks yang sinergis secara tekstual, aktual, dan faktual; (9)

mengembangkan profesionalisme diri sebagai dosen; dan (10) mengembangkan e-learning

sebagai salah satu metode pembelajaran. Ketiga, Kompetensi Etika Profesi terdiri dari Sub-

Kompetensi (1) memahami, menghayati, dan melaksanakan kode etik dosen Indonesia (belum

dibuat); (2) memberikan layanan pendidikan dengan sepenuh hati, profesional, dan ekspektasi

yang tinggi terhadap mahasiswa; (3) menghargai perbedaan latarbelakang mahasiswa dan

berkomitmen tinggi untuk meningkatkan prestasi belajarnya; (4) menunjukkan dan

mempromosikan nilai-nilai, norma-norma, sikap, dan perilaku positif yang mereka harapkan dari

mahasiswanya; (5) memberikan kontribusi terhadap pengembangan jurusan/program studi

umumnya dan perkuliahan khususnya; (6) menjadikan dirinya sebagai bagian integral dari

perguruan tingginya; (7) bertanggung jawab terhadap prestasinya; (8) melaksanakan tugasnya

dalam koridor peraturan perundang-undangan yang berlaku dan dalam koridor tata pemerintahan

yang baik (good governance); (9) mengembangkan profesionalisme diri melalui evaluasi diri,

refleksi, dan pemutakhiran berbagai hal yang terkait dengan tugasnya; dan (10) memahami,

menghayati, dan melaksanakan landasan- landasan pendidikan: yuridis, filosofis, dan ilmiah.

Keempat, Kompetensi Sosial terdiri dari Sub-Kompetensi (1) memahami dan menghargai

perbedaan (respek) serta memiliki kemampuan mengelola konflik dan benturan; (2) melaksanakan

kerjasama secara harmonis dengan sesama dosen, ketua jurusan, dekan, rektor/ketua, dan pihak-

pihak terkait lainnya; (3) membangun kerja tim (teamwork) yang kompak, cerdas, dinamis, dan

lincah; (4) melaksanakan komunikasi (oral, tertulis, tergambar) secara efektif dan menyenangkan

dengan: warga jurusan, fakultas, dan universitas; mahasiswa; orangtua mahasiswa; dan dengan

kesadaran sepenuhnya bahwa masing-masing memiliki peran dan tanggung jawab terhadap

kemajuan perkuliahan; (5) memiliki kemampuan memahami dan menginter- nalisasikan perubahan

lingkungan yang berpengaruh terhadap tugasnya (ipteks, legislasi dan regulasi, globalisasi, dan

sebagainya); (6) memiliki kemampuan mendudukkan dirinya dalam sistem nilai yang berlaku di

masyarakat sekitarnya; dan 7) melaksanakan prinsip-prinsip tata kelola yang baik (misalnya:

35

Page 6: BAB II Profesi Mintarsih

partisipasi, transparansi, akuntabilitas, penegakaan hukum, dan profesionalisme). Kelima,

Kompetensi Penelitian terdiri dari Sub-Kompetensi (1) memahami filsafat ilmu di bidang studiya;

(2) menguasai teori-teori (klasik dan mutakhir) bidang ilmu yang ditekuni; (3) memahami

pendekatan pengembangan ilmu yang ditekuni; (4) memahami paradigma-paradigma dan

pendekatan- pendekatan penelitian di bidang ilmunya; (5) memahami metodologi-metodologi

penelitian di bidang ilmunya; (6) memahami metode-metode penelitian di bidang ilmu yang

ditekuni; (7) memahami alat analisis data, baik secara kuantitatif (statistika) maupun kualitatif; (8)

memahami hal-hal aktual dan faktual di bidang ilmu yang ditekuni; (9) mempublikasikan temuan-

temuan penelitian ilmiah/artikel ilmiah pada jurnal-jurnal tingkat lokal, nasional, dan internasional;

(10) menghadiri seminar-seminar atau pertemuan-pertemuan ilmiah lainnya dalam rangka

memutakhirkan bidang ilmu yang ditekuni; (11) selalu mengembangkan dirinya dalam filsafat ilmu,

teori-teori, paradigma penelitian, pendekatan penelitian, metodologi penelitian, metode penelitian,

dan teknik-teknik analisis data secara kuantitatif (statistika) dan kualitatif; (12) memahami

permasalahan yang dihadapi oleh ilmu, negara, dan masyarakat dalam lingkup bidang ilmu yang

ditekuni; (13) menggunakan ICT mutakhir dan canggih untuk mendukung pengembangan ilmunya;

(14) selalu bergesekan dengan nilai-nilai progresif di bidang ilmunya melalui berbagai cara

(membaca, mengakses internet, sesrawung dengan para ilmuwan (scientists & scholars),

cendekiawan, dan teknokrat; (15) rajin melakukan penelitian untuk memecahkan permasalahan

yang dihadapi oleh: ilmu pengetahuan yang ditekuni, negara, dan masyarakat; (16) terbuka

terhadap kritik, masukan dan saran perbaikan terhadap hasil-hasil karyanya; dan (17)

membudayakan penelitian di kampusnya. Keenam, Kompetensi pengabdian pada masyarakat

terdiri dari Sub-Kompetensi (1) memahami permasalahan yang sebenarnya dan menawarkan

solusi yang tepat untuk memecahkan permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat; (2) menjalin

kemitraan secara sinergis dengan masyarakat dalam rangka saling memajukan dan

mengembangkan; (3) menjalin kerjasama dengan pemerintah daerah dalam rangka untuk

memajukan daerahnya; (4) menyebarluaskan ilmunya kepada masyarakat dalam rangka ikut

mencerdaskan bangsa; (5) memfasilitasi pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah dalam

rangka menggulirkan desentralisasi dan otonomi daerah di bidang keahliannya; (6) melakukan

advokasi terhadap masyarakat tentang pentingnya perbaikan kehidupan dan upaya-upaya yang

perlu ditempuh, sesuai dengan bidang keahlian yang ditekuni; (7) melakukan survei masyarakat

yang hasilnya dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam menyusun program

pengabdian pada masyarakat; (8) kerjasama dengan Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi

dalam rangka untuk mengurangi pengangguran; (9) melaksanakan berbagai promosi perguruan

36

Page 7: BAB II Profesi Mintarsih

tingginya melalui pameran, brosur, siaran televisi, siaran radio, open house, presentasi, news

releases, seminar, dan cara-cara lain yang efektif dalam rangka mengenalkan program-program

yang ditawarkan oleh perguruan tingginya; (10) kerjasama dengan pemerintah daerah dalam

rangka untuk memajukan daerahnya; (11) menyelenggarakan praktek pengalaman lapangan yang

mampu memperbaiki kondisi/situasi dan praktek-praktek yang telah berlangsung selama ini; dan

(12) memberikan layanan terbuka kepada masyarakat melalui konsultasi kepada dosen-dosen

terkait dengan permasalahan yang dihadapi.

Memang hal yang harus diperhatikan secara sungguh-sungguh menurut Qomari dan

Sagala (2004:110) adalah bagaimana memberikan prioritas yang tinggi kepada guru sehingga

mereka dapat memperoleh kesempatan untuk selalu meningkatkan kemampuannya yang

berkaitan dengan tugas meningkatkan kemampuan melaksanakan tugas sebagai guru. Guru juga

harus diberikan kepercayaan, disamping untuk melaksanakan tugasnya sebagai guru, yakni

melakukan proses belajar mengajar yang baik, kepada mereka juga perlu diberikan dorongan dan

suasana yang kondusif untuk menemukan berbagai alternatif metode dan cara mengembangkan

proses pembelajaran yang sesuai dengan kemampuan guru dan perkembangan jaman. Agar

dapat meningkatkan kemampuan dan keterlibatannya dalam melaksanakan tugas sebagai guru,

maka guru harus mengikuti program sertifikasi agar guru dan dosen memahami, menguasai, dan

terampil menggunakan sumber-sumber belajar baru dan menguasai kompetensi pedagogik,

kompetensi kepribadian, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial sebagai bagian dari

kemampuan profesional guru.

Beberapa hal pokok dijadikan pertimbangan sertifikasi dan profesionalisme guru dan

dosen yaitu (1) kompetensi guru terfokus pada kemampuan mendidik yaitu Kompetensi bidang

studi, Kompetensi pedagogik, Kompetensi etika Profesi, dan kompetensi social; (2) kompetensi

dosen mencakup kemampuan mendidik, meneliti dan kemampuan mengabdi kepada masyarakat,

Kompetensi bidang studi, kompetensi pedagogik, kompetensi etika profesi, kompetensi social,

kompetensi penelitian, dan kompetensi pengabdian kepada masyarakat; (3) kompetensi dan

profesionalisme guru belum sepenuhnya dipahami dan diyakini oleh guru dan dosen sebagai

bagian dari upaya peningkatan mutu pendidikan dalam arti luas; (4) profesionalisme guru dan

dosen dirancang dalam skema optimalisasi pemberdayaan guru dan dosen; (5) kompetensi dan

profesionalisme guru dan dosen mutlak diperlukan dalam rangka meningkatkan kualitas anak

bangsa; (6) sikap profesionalisme guru adalah respons guru terhadap dimensi-dimensi

profesionalisme guru yang memerlukan keahlian, kemahiran, kecakapan serta memenuhi standar

mutu atau anorma tertetu; (7) program pendidikan profesi diakhiri dengan uji sertifikasi pendidik;

37

Page 8: BAB II Profesi Mintarsih

(8) uji sertifikasi pendidikan dilakukan melalui ujian tertulis dan ujian kinerja sesuai dengan standar

kompetensi; dan (9) sertifikasi pendidik bagi calon gru dipenuhi sebelum yang bersangkutan

diangkat menjadi guru.

Proporsi antara pengetahuan, sikap, dan keterampilan sangat tergantung pada jenis

pekerjaan. Misalnya, pekerjaan pertukangan kayu memerlukan porsi keterampilan pisik lebih

besar dari pada pengetahuan dan sikap, pekerjaan kedokteran bedah memerlukan porsi

pengetahuan, keterampilan dan sikap secara seimbang, dan pekerjaan sosial memerlukan porsi

sikap lebih besar dari pada pengetahuan dan keterampilan. Dengan demikian, istilah kompetensi

sangat kontekstual dan tidak universal untuk semua jenis pekerjaan. Setiap jenis pekerjaan

memerlukan porsi yang berbeda-beda antara pengetahuan, sikap, dan keterampilannya.

Pekerjaan-pekerjaan berkerah putih, pengetahuan lebih besar porsinya dari pada sikap

dan keterampilan, dan pekerjaan berkerah biru memerlukan porsi keterampilan pisik lebih besar

dari pada pengetahuan dan sikap. Kemampuan dasar meliputi daya pikir, daya kalbu, dan daya

raga yang diperlukan oleh peserta didik untuk terjun di masyarakat dan untuk mengembangkan

dirinya. Daya pikir terdiri dari daya pikir analitis, deduktif, induktif, ilmiah, kritis, kreatif, eksploratif,

diskoveri, nalar, lateral, dan berpikir sistem (berpikir sistem paling sulit dan jarang diajarkan;

berpikir sistem adalah berpikir membangun keberadaan hal menurut kriteria sistem dimana sistem

mempunyai ciri utuh dan benar menurut hukum-hukum ketetapan Nya).

Daya kalbu terdiri dari daya spiritual, emosional, moral, rasa kasih sayang, kesopanan,

toleransi, kejujuran dan kebersihan, disiplin diri, harga diri, tanggung jawab, keberanian moral,

kerajian, komitmen, estetika, dan etika. Daya raga meliputi kesehatan, kestaminaan, ketahanan,

dan keterampilan (olah raga, kejuruan, dan kesenian, baik seni suara, seni rupa, maupun seni

kriya). Sedangkan kemampuan fungsional antara lain meliputi kemampuan memanfaatkan ilmu

pengetahuan dan teknologi serta seni dalam kehidupan, kemampuan mengelola sumberdaya

(sumberdaya manusia dan sumberdaya selebihnya yaitu uang, bahan, alat, bekal, dsb.),

kemampuan bekerjasama, kemampuan mamanfaatkan informasi, kemampuan menggunakan

sistem dalam kehidupan, kemampuan manajerial dan kepemimpinan, kemampuan berwirausaha,

kemampuan kejuruan, kemampuan menjaga harmoni dengan lingkungan, kemampuan

mengembangkan karir, dan kemampuan menyatukan bangsa berdasarkan Pancasila.

Pemerintah harus berjalan bersama dalam mengaplikasi kompetensi guru tersebut.

Berangkat dari keyakinan adanya perubahan peningkatan status guru dan apresiasi lingkungan

yang tinggi, tentunya kompetensi merupakan langkah kedua yang perlu dicapai. Kompetensi

intelektual yang merupakan berbagai perangkat pengetahuan dalam diri individu yang diperlukan

38

Page 9: BAB II Profesi Mintarsih

untuk menunjang berbagai aspek unjukkerja sebagai guru profesional, dapat digali dengan

program peningkatan kualitas diri dari pemerintah. Sedangkan kompetensi fisik dan individu,

berkaitan erat dengan perangkat perilaku yang berhubungan dengan kemampuan individu dalam

mewujudkan dirinya sebagai pribadi yang mandiri untuk melakukan transformasi diri, identitas diri

dan pemahaman diri.

Pada kompetensi sosial, masyarakat adalah perangkat perilaku yang merupakan dasar

bagi pemahaman diri dengan bagian yang tidak terpisahkan dari lingkungan sosial serta

tercapainya interaksi sosial secara objektif dan efisien. Ini merupakan penghargaan guru di

masyarakat, sehingga mereka mendapatkan kepuasan diri dan mengasilkan kerja yang nyata dan

efisien, terutama dalam pendidikan nasional. Kompetensi sosial mencakup perangkat perilaku

yang menyangkut: Kemampuan interaktif yaitu kemampuan yang menunjang efektivitas interaksi

dengan orang lain seperti keterampilan ekspresi diri, berbicara efektif, memahami pengaruh orang

lain terhadap diri sendiri, menafsirkan motif orang lain, mencapai rasa aman bersama orang lain;

Keterampilan memecahkan masalah kehidupan seperti mengatur waktu, uang, kehidupan

berkeluarga, memahami nilai kehidupan dan sebagainya. Sedangkan kompetensi spiritual yaitu

pemahaman, penghayatan dan pengamalan kaidah agama dalam berbagai aspek kehidupan.

Pengembangan Standar Kompetensi Guru dan Dosen

Pengembangan standar kompetensi ditujukan untuk menjamin mutu guru dan dosen

sehingga pelayanan pendidikan dapat ditingkatkan kualitasnya, yang pada gilirannya mutu

pendidikan dapat ditingkatkan. Standar kompetensi guru dan dosen dapat digunakan sebagai

kriteria untuk seleksi dan rekrutmen, penempatan, pengembangan, penilaian, dan penentuan

kesejahteraan. Standar kompetensi guru dan dosen dikembangkan secara terencana, terarah, dan

berkelanjutan sesuai tuntutan perubahan, baik lokal, nasional, regional, maupun internasional.

Selain itu, standar kompetensi guru dan dosen digunakan sebagai acuan untuk penyusunan

kurikulum, pedoman penyelenggaraan proses belajar mengajar, dan penilaian pendidikan guru dan

dosen, baik untuk pendidikan prajabatan maupun pendidikan dalam jabatan.

Standar kompetensi guru dan dosen juga berfungsi sebagai dasar dalam perencanaan,

pelaksanaan, dan pengawasan guru dan dosen dalam rangka mewujudkan pendidikan nasional

yang bermutu tinggi. Komponen standar kompetensi guru terdiri dari kemampuan dalam

pengelolaan pembelajaran yaitu (1) menyusun silabus pembelajaran; (2) menyusun rencana

pembelajaran; (3) pelaksanaan intraksi belajar mengajar; (4) penilaian prestasi belajar peserta

didik; (5) pelaksanaan tindak lanjut hasil penilaian prestasi belajar; dan (5) pelaksanaan bimbingan

belajar peserta didik.

39

Page 10: BAB II Profesi Mintarsih

Setelah menyusun silabus pembelajaran dan dilanjutkan dengan rencana pembelajaran

guru harus mampu (1) mendeskripsikan tujuan dan indikator pembelajaran; (2)

memilih/menentukan materi; (3) menentukan metode/strategi pembelajaran; (4) memilih media

pembelajaran; (5) menentukan teknik penilaian; dan (6) mengalokasikan waktu. Dalam hal

pelaksanaan intraksi B-M guru mampu (1) membuka pelajaran; (2) menggunakan metode /strategi;

(3) menggunakan alat praga/media; (4) menggunakan bahasa yang komonukatif. Guru harus

mampu memotivasi siswa dengan cara (1) mengorganisasikan kegiatan; (2) berinteraksi dengan

siswa secara komunikatif; (3) menyimpulkan pembelajaran; (4) memberikan umpan balik

pelaksanaan penilaian; dan (5) menggunakan waktu. Bagaimana penilaian prestasi belajar siswa,

tentu saja guru harus mampu (1) memiliki soal dengan tingkat pembeda; (2) memperbaiki soal

yang tidak valid; (3) memeriksa jawaban; (4) mengklasifikasikan hasil-hasil ujian; (5) menyusun

laporan hasil penilaian; (6) membuat interpretasi antar soal berdasarkan hasil penilaian; (7)

menentukan korelasi antar soal berdasarkan hasil penilaian; (8) mengidentifikasi tingkat variasi

hasil penilaian; dan (9) kesimpulan dan hasil penilaian secara jelas dan logis.

Dalam hal pelaksanaan tindak lanjut hasil penilaian prestasi belajar, maka guru harus

mampu (1) mengklasifikasikan kemampuan peserta didik; (2) mengidentifikasi kebutuhan

perbaikan dan pengayaan; dan (3) mengevaluasi hasil perbaikan dan pengayaan. Untuk

pelaksanaan bimbingan belajar guru mampu (1) menyusun program bimbingan, melaksanakan

bimbingan, mengevaluasi program bimbingan, dan menganalisis hasil evaluasi program bimbingan

yang menjadi tanggung jawabnya; (2) melaksanakan tindak lanjut program bimbingan; (3)

menunjukkan kecerdasan dalam berpikir dan bertindak; (4) menunjukkan sikap disiplin; (5)

meningkatkan kreativitas; (6) memiliki sikap bertanggung jawab dalam melaksanakan tugas; (7)

menujukkan sikap mampu mengendalikan diri (emosi); (8) menampilkan prilaku tidak cepat putus

asa; (9) memiliki motivasi untuk berprestasi; (14) menunjukkan sikap suka membantu; (10)

memahami perbedaan individu; (11) melakukan komunikasi yang baik di lingkungan tempat

tugasnya; (12) menguasai kelas; (13) menerima pendapat orang lain; dan (14) menampilkan

prilaku mau bekerja sama.

Indikator pengembangan diri bagi guru antara lain (1) mengikuti perkembangan IPTEKS

yang mendukung potensi melalui berbagai kegiatan ilmiah; (2) menterjemahkan buku

pelajaran/karya ilmiah; (3) mengembangkan berbagai model pembelajaran; (4) menulis makalah,

menyusun/menulis diktat pelajaran, menulis modul pelajaran, dan menulis kerya ilmiah populer; (5)

melakukan penelitian ilmiah (action research); (6) menemukan teknologi tepat guna; (7) membuat

40

Page 11: BAB II Profesi Mintarsih

alat peraga/Media dan menicptakan karya seni; (8) mengikuti pelatihan berakreditasi; (9) mengikuti

pendidikan kualifikasi; dan (10) mengikuti kegiatan pengembangan kurikulum.

Pengembangan profesi guru memiliki indikator khusus yaitu (1) mampu menghasilkan

siswa berprestasi dan berkualitas; (2) mampu menghasilkan tamatan dengan kualitas pemahaman

IPTEKS yang sesuai dengan perkembangan siswa; (3) mampu menghasilkan siswa yang berbudi

pekerti baik; dan (4) mampu membangun beerbagai keunggulan kelas/sekolah. Selama ini

dipahami ada 10 kemampuan dasar guru (1) mengembangkan kepribadian; (2) menguasai

landasan kependidikan; (3) menguasai bahan pengajaran; (4) menyusun program pengajaran; (5)

melaksanakan program pengajaran; (6) menilai hasil dan proses belajar mengajar yang telah

dilaksanakan; (7) menyelenggarakan program bimbingan; (8) menyelenggarakan administrasi

sekolah; (9) berintraksi dengan teman sejawat dan masyarkat; dan (10) menyelenggarakan

penelitian sederhana untuk kepentingan pengfajaran.

Suatu kompetensi ditunjukkan oleh penampilan atau unjuk kerja yang dapat

dipertanggungjawabkan (rasional) dalam upaya mencapai tujuan. Pekerjaan sebagai guru akan

memerlukan jenis kompetensi yang berkaitan dengan tugas dan tanggung jawab sebagai guru.

Misalnya, jenis pekerjaan kedokteran memerlukan kompetensi yang berbeda dengan jenis

pekerjaan pendidikan, jenis pekerjaan bisnis, dan jenis pekerjaan pertanian. Guru yang memiliki

kompetensi profesional akan dapat menyelenggarakan proses pembelajaran dan penilaian yang

menyenangkan bagi siswa dan guru, sehingga dapat mendorong tumbuhnya kreativitas belajar

pada diri siswa. Guru yang profesional mampu berinteraksi (berkomunikasi) secara efisien dan

efektif; menjalin kerja sama dengan instansi lain yang terkait dengan pembelajaran yang akan

diberikan (dalam praktek).

Dalam melaksanakan kegiatan belajar dan mengajar guru yang profesional mampu

mengembangkan media pembelajaran, memilih dan menggunakan sumber belajar, memanfaatkan

sarana dan lingkungan belajar, mengatur program pembelajaran dan jadwal akademik, memilih

dan menetapkan materi kontekstual dengan kebutuhan lapangan kerja, menerapkan strategi

pembelajaran yang lebih menekankan pada kebermaknaan hasil belajar, mengelola kelas

(classroom management), melaksanakan praktek dengan menghubungkan dan menyesuaikan

dengan tuntutan kebutuhan lapangan kerja, mengembangkan alat dan melaksanakan evaluasi

hasil belajar secara menyeluruh (mencakup aspek kognitif, afektif, psychomotorik serta intelektual

skill), memahami karakteristik siswa, memberi layanan bimbingan kepada siswa.

41

Page 12: BAB II Profesi Mintarsih

Dalam mengembangkan kemampuan profesional, guru dapat membagi perhatian

terhadap proses dan hasil belajar secara profesional, membaca hasil penelitian dan publikasi lain

yang bermanfaat bagi pengembangan diri dan profesinya, melakukan penelitian sederhana (action

research), serta memiliki wawasan global. Dengan demikian, guru yang kompeten adalah guru

yang memiliki pengetahuan yang cukup khususnya berkaitan dengan mata pelajaran yang menjadi

tanggung jawabnya, sikap yang jujur dan sudah menjadi kebiasaannya untuk bekerja keras, dan

keterampilan menyampaikan materi pelajaran dengan menggunakan metode dan media

pendidikan yang tepat untuk melakukan/mengerjakan kegiatan pembelajaran. Kemampuan guru

yang demikian ini memberi gambarn bahwa tidak semua orang bisa jadi guru, dan jabatan guru

bukan lagi alternatif bagi para sarjana non guru yang tidak dapat pekerjaan.

Guru Profesional Menerapkan Model Pembelajaran Aktif Kreatif Efektif dan Menyenangkan (PAKEM)

Model dan proses pembelajaran menurut Sagala (2006:174) akan menjelaskan makna

kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh pendidik selama pembelajaran belangsung. Setiap pengajar

atau pendidik akan alasan-alasan menagapa ia melakukan kegiatan dalam pembelajaran dengan

menentukan sikap tertentu. Rooijakkers (2003:13) mengemukakan bilamana pengajar tidak

mengetahui apa yang sebenarnya yang terjadi dalam pikiran peserta didiknya untuk mengerti

sesuatu, kiranya diapun tidak akan dapat memberi dorongan yang tepat kepada mereka yang

sedang belajar. Para murid akan mudah melupakan pelajaran yang diterimanya, jika pengajar tidak

memberi penjelasan yang benar dan menyenangkan (Sagala, 2006:174).

Dalam pikiran murid tidak terjadi gerak proses belajar, kalau hal baru dalam materi

pelajaran itu disajikan secara tidak jelas. Sejalan dengan hal itu Rooijakkers (2003:15)

menjelaskan bahwa keberhasilan seorang pengajar akan terjamin, jika pengajar itu dapat

mengajak para muridnya mengerti suatu masalah melalui semua tahap proses belajar, karena

dengan cara begitu murid akan memahami hal yang diajarkan. Dengan begitu dalam proses

pembelajaran pengajar harus dapat menggunakan model-model dan pendekatan mengajar yang

dapat menjamin pembelajaran berhasil sesuai yang direncanakan. Model mengajar dan proses

belajar dalam pembelajaran merupakan masalah yang kompleks, karena itu bagi para guru dan

tenaga kependidikan lainnya perlu memperkaya pemahamannya yang berkaitan dengan model

mengajar. Model mengajar menurut Sagala (2006:175) difahami sebagai kerangka konseptual

yang mendeskripsikan dan melukiskan prosedur sistematik dalam mengorganisasikan pengalaman

belajar dan pembelajaran untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman

bagi perencanaan pengajaran bagi para guru dalam melaksanakan aktivitas pembelajaran.

42

Page 13: BAB II Profesi Mintarsih

Pembelajaran adalah proses interaksi antara siswa dengan lingkungannya yang dibangun

interaksi secara penuh dengan memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk

berinteraksi dalam proses pembelajaran. Sedangkan belajar merupakan komponen ilmu

pendidikan yang berkenaan dengan tujuan dan bahan acuan interaksi, baik yang bersifat eksplisit

maupun implisit (tersembunyi). Teori-teori yang dikembangkan dalam komponen ini menurut

Sagala (2006:11) meliputi antara lain teori tentang tujuan pendidikan, organisasi kurikulum, isi

kurikulum, dan modul-modul pengembangan kurikulum. Kegiatan atau tingkah laku belajar terdiri

dari kegiatan psikhis dan fisis yang saling bekerjasama secara terpadu dan komprehensif integral.

Sejalan dengan itu, belajar dapat difahami sebagai berusaha atau berlatih supaya

mendapat suatu kepandaian. Dalam implementasinya, belajar adalah kegiatan individu

memperoleh pengetahuan, perilaku dan keterampilan dengan cara mengolah bahan belajar. Para

ahli psikologi dan guru-guru pada umumnya memandang belajar sebagai kelakuan yang berubah,

pandangan ini memisahkan pengertian yang tegas antara pengertian proses belajar dengan

kegiatan yang seamata-mata bersifat hafalan. Belajar merupakan kegiatan aktif siswa dalam

membangun makna atau pemahaman terhadap suatu konsep, sehingga dalam proses

pembelajaran siswa merupakan sentral kegiatan, pelaku utama dan guru hanya menciptakan

suasana yang dapat mendorong timbulnya motivasi belajar pada siswa. Belajar merupakan

tindakan dan perilaku siswa yang kompleks, sebagai tindakan belajar hanya dialami oleh siswa

sendiri dan belajar adalah sebagai suatu proses dimana suatu organisma berubah perilakunya

sebagai akibat dari pengalaman.

Jika guru dalam pembelajaran menggunakan pendekatan PAKEM (1) siswa menjadi aktif

dan kreatif; (2) guru sebagai fasilitator; (3) penerapan azas fleksibilitas; (4) persiapan guru matang;

(5) multi interaksi; (6) latihan dan tugas lebih intensif; (7) sumber belajar bermacam-macam; dan

(8) sudah memenfaatkan alat bantu. Untuk menerapkan model PAKEM guru yang memenuhi

persyaratan adalah (1) guru sebagai fasilitator, pembimbing, konsultan dan kawan belajar; (2)

belajar di arahkan oleh siswa dan belajar secara terbuka, ketat dengan waktu yang terbatas

fleksibel sesuai keperluan; (3) berdasarkan proyek dan masalah; (4) dunia nyata, dan refleksi

prinsip dan survei; (5) perancangan, penyelidikan, penemuan dan penciptaan hasilnya terbuka; (6)

colaboratif dan berfokus pada masyarakat; (7) keanekaragaman yang kreatif; (8) menggunakan

komputer dan interaksi multi media pembelajaran yang dinamis sebagai peralatan semua jenis

belajar; (9) komunikasi tidak terbatas ke seluruh dunia; dan (16) memanfaatkan pakar, penasehat,

kawan sebaya dan diri sendiri untuk menilai unjuk kerja.

43

Page 14: BAB II Profesi Mintarsih

Implementasi PAKEM dalam peraktek pembelajaran sangat penting untuk sekolah adalah

informasi, khusus contoh-contoh perkembangan yang langsung dari lapangan. Sekolah-sekolah

yang sudah mengimplementasikan PAKEM tentu sekolah yang menggunakan manajemen model

MBS (berdasar potensi sekolah) menyediakan informasi mengenai perkembangan sekolah. Guru

yang profesional pada dasarnya ditentukan oleh attitudenya yang berarti pada tataran kematangan

yang mempersyaratkan willingness dan ability, baik secara intelektual maupun pada kondisi yang

prima. Profesionalisasi harus dipandang sebagai proses yang terus menerus.

Guru dan siswa perlu bekal yang cukup untuk memenuhi kebutuhan manusia modern

mandiri, bekerjasama, berpikir kritis, memecahkan masalah, persaingan internasional

(Globalisasi), belajar lebih efektif/pendalaman, siswa lebih kritis, siswa menjadi lebih kreatif,

suasana dan pengalaman belajar bervariasi, meningkatkan kematangan emosional/sosial,

produktivitas siswa tinggi, dan siap menghadapi perubahan dan berpartisipasi dalam proses

perubahan. Dalam proses pengajaran, intinya adalah belajar para siswa, kadar tingginya kegiatan

belajar banyak dipengaruhi oleh pendekatan dan model belajar mengajar yang digunakan guru

apakah sudah PAKEM atau belum.

Guru Profesional Mengembangkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)

Kurikulum tidak hanya sekedar mempelajari mata pelajaran, tetapi lebih mengembangkan

pikiran, menambah wawasan, serta mengembangkan pengetahuan yang dimilikinya. Ia lebih

mempersiapkan peserta didik atau subjek belajar yang baik dalam memecahkan masalah

individualnya maupun masalah yang dihadapi oleh lingkungannya. Karena itu kurikulum diberi

konotasi sebagai usaha sekolah untuk mempengaruhi anak agar mereka dapat belajar dengan

baik didalam kelas, di halaman sekolah, di luar lingkungan sekolah atau semua kegiatan untuk

mempengaruhi subjek belajar sehingga menjadi pribadi yang diharapkan. Proses pengembangan

kurikuklum ialah kebutuhan untuk menspesifikasi peranan-peranan lulusan yang harus

dilaksanakan dalam bidang pekerjaan tertentu. Pada dasarnya kurikulum dirancang dengan

maksud mengembangkan siswa agar mampu melaksanakan peranan-peranan itu. Setelah

diadakan spesifikasi peranan yang meletakkan batas-batas di sekitar keseluruhan domain dalam

kurikulum tertentu, yang memungkinkan dilakukannya identifikasi tugas-tugas spesifik dalam

lingkup peranan tersebut (Sagala, 2006:232).

Oleh karena itu sekolah sebagai ujung tombak pelaksanaan kurikulum dituntut dapat

menjalin hubungan dengan lembaga lain yang terkait baik lembaga pemerintah maupun swasta.

Misalnya untuk pembekalan kecakapan vokasional sekolah perlu kerja sama dengan perusahaan,

44

Page 15: BAB II Profesi Mintarsih

dunia industri atau lembaga pendidikan dan latihan. Pada prinsipnya pengelolaan kurikulum pada

sekolah yang menggunakan model manajemen berbasis sekolah membagi peran dan tanggung

jawab masing-masing pelaksana pendidikan di lapangan (dinas pendidikan, pengawas sekolah,

kepala sekolah, guru, dan masyarakat) yang terkait dengan pelaksanaan kurikulum, pembiayaan

dan pengembangan silabus.

Sebelum implementasi kebijakan desentralisasi pemerintahan, beberapa sekolah di

Indonesia sudah melaksanakan model Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) secara mandiri dan

mereka mampu mengatasi banyak masalah-masalah yang berkaitan dengan pengembangan

sekolah secara internal. Sebagian sekolah dapat disebut sebagai pelopor, dan perkembangannya

sebenarnya cukup mengesankan. Sebagian kepala sekolah juga termasuk berani kalau kita

melihat keadaan lingkungan dan paradigma sistem manajemen pendidikan dan birokrasi urusan

pendidikan saat itu. Sagala (2006:17) mengatakan bahwa kemampuan dan ketekunan guru dalam

memecahkan masalah belajar siswanya dengan menggunakan langkah-langkah yang tertuang

dalam rencana pembelajaran, amat penting sebagai upaya yang dapat membantu memecahkan

masalah belajar peserta didiknya.

Inovasi-inovasi pembelajaran kreatif dapat diterapkan di kelas-kelas oleh guru-guru

melangkah menuju praktek-praktek peningkatan kualitas. Namun masih lebih banyak kepala

sekolah yang gamang untuk menerapkan model MBS dan para gurunya melaksanakan tugas

pendidikan cenderung seperti yang sudah berlangsung selama ini yaitu rutinitas belaka. Sekarang,

di beberapa provinsi di Indonesia mulai dapat dilihat kemampuan sebenarnya bagaimana sekolah-

sekolah tersebut mengimplementasikan model MBS karena dukungan yang diberikan dari

Pemerintah Daerah melalui Dinas Pendidikan masing-masing amat bervariasi. Transformasi yang

dilaksanakan beberapa sekolah ada yang luar biasa dan ada yang biasa-biasa saja.

Proses penerapan model MBS tidak dapat disebut baru di Indonesia, karena jika dilihat

dari keterlibatan masyarakat sesungguhnya sudah lama ada. Pelaksanaan manajemen

menggunakan model MBS pada sekolah-sekolah yang lebih progresif sekarang dibuktikan dapat

mengubah kebudayaan dan sistem supaya pengembangannya manajemen sekolah menjadi lebih

efektif dan "sustainable". Bersamaan dalam pelaksanaan model MBS di sekolah juga diterapkan

model Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang telah diversifikasi dari kurikulum sebelumnya.

Hal ini sangat dimungkinkan, artinya kurikulum dapat diperluas, diperdalam, dan disesuaikan

dengan keragaman kondisi dan kebutuhan baik yang menyangkut kemampuan atau potensi siswa

dan lingkungannya. Diversifikasi kurikulum diterapkan dalam upaya untuk menampung tingkat

kecerdasan dan kecepatan siswa yang tidak sama. Oleh sebab itu akselerasi belajar dimungkinkan

45

Page 16: BAB II Profesi Mintarsih

untuk diterapkan, begitu pula remidial dan pengayaan. Kurikulum berbasis kompetensi (KBK)

menurut Sagala (2006:243) adalah kurikulum yang ditujukan untuk menciptakan tamatan yang

kompeten dan cerdas dalam membangun identitas budaya dan bangsanya.

Semua hasil pendidikan merupakan pemilikan pengetahuan dan konsep-konsep keilmuan,

nilai, sikap, dan keterampilan yang terintegrasi, yang dapat digunakan dalam kehidupan

bermasyarakat. Implementasi KBK menuntut kemampuan sekolah untuk mengembangkan silabus

sesuai dengan kondisi dan kebutuhannya, dan penyusunannya dapat melibatkan instansi yang

relevan di daerah setempat, misalnya instansi pemerintah, swasta, perusahaan dan perguruan

tingggi. Pengelolaan Kurikulum Berbasis Kompetensi. Rekonseptualisasi kurikulum nasional yang

diwujudkan dalam Kurikulum Berbasis Kompentensi memiliki empat fokus utama, yaitu (1)

kejelasan kompetensi dan hasil belajar; (2) penilian berbasis kelas; (3) kegiatan belajar Mengajar;

dan (4) pengelolaan kurikulum berbasis sekolah.

Seiring dengan implementasi Kurikulum KBK pada pendidikan dasar dan menengah,

sedikit demi sedikit telah mengkikis keraguan dan kebingungan guru dalam mengimplementasikan

kurikulum. Pada awal implementasi sebagian guru pesimis mampukah ia melaksanakan tuntutan

KBK? Atau beranggapan paling hasil belajarnya ya sama dengan kurikulum terdahulu. Anggapan

itu semakin hilang seiring dengan bertambahnya wawasan dan pemahaman guru terhadap KBK

bagi guru yang sering diskusi dan mendapat kesempatan untuk berbagai penataran, tetapi bagi

guru yang sebaliknya tentu tetap saja membingungkan. Pemilihan model pembelajaran yang tepat

akan sangat menentukan minat dan partisipasi siswa dalam pembelajaran.

Melalui model pembelajaran yang tepat diharapkan siswa tidak hanya dapat pengetahuan,

namun juga memiliki kesan yang mendalam tentang materi pelajaran, sehingga dapat mendorong

siswa untuk mengimplementasikan konsep nilai-nilai ekonomi dalam kehidupan sehari-sehari. Ada

tiga tantangan besar yang dihadapi guru dalam mengimplementasikan KBK, yaitu (1) tatangan

bidang pengelolaan kurikulum (guru sebagai administrator); (2) bidang pelaksanaan pembelajaran;

dan (3) penilaian. Implementasi KBK berimplikasi pada munculnya serangkaian tuntutan yang

harus dipenuhi oleh guru dalam menjalan tugas keprofesionalannya yaitu mampu menganalisis,

menguasai dan menginplementasikan kurikulum dalam bentuk teori dan praktek; menguasai

materi bidang studi yang diajarkan; membuat rencana pembelajaran, memilih dan

mengembangkan materi dengan memperluas dan memperdalam dasar-dasar pengetahuan yang

lebih kuat dan mendasar, memilih dan menggunakan metode pembelajaran yang tepat. Pada

bidang pembelajaran diharapkan guru dapat menentukan model pembelajaran yang tepat

46

Page 17: BAB II Profesi Mintarsih

sehingga dapat menarik minat siswa terhadap pelajaran. Melalui model yang tepat diharapkan

siswa tidak hanya dapat pengetahuan satu konsep pengetahuan saja.

Namun juga mampu memberikan kesan yang mendalam pada siswa, sehingga dapat

mendorong siswa untuk mengimplementasikan konsep nilai-nilai ilmu pengetahuan yang

dipelajarinya dalam kehidupan sehari-sehari, karena materi pelajaran tersebut sangat relevan

dengan kehidupan masyarakat sehari-hari. Dalam perkembangannya setelah diterbitkan PP No.

19 tahun 2005 maka implementasi KBK yang sudah diterapkan sebelumnya harus melakukan

penyesuaian berkaitan dengan standar yang telah ditetapkan. UUSPN No. 20 tahun 2003 pasal 35

menyatakan standar nasional pendidikan terdiri atas standar isi, proses, kompetensi lulusan,

tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan

yang harus ditingkatkan secara berencana dan berkala.

Dalam menghadapi tantangan dan perubahan khususnya penyesuaian kurikulum model

KBK menjadi KTSP akan sangat tergantung pada profesionalisme guru. Perubahan mendasar

adalah yang tadinya kurikulum menjadi tanggung jawab pemerintah, sekarang berubah menjadi

tanggung jawab sekolah yang disebut Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah

pengayaan dari implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dalam pembelajaran, hal ini

menuntut adanya reorientasi pembelajaran. KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun,

dikembangkan, dan dilaksanakan oleh setiap satuan pendidikan yang sudah siap dan mampu

mengembangkannya. Sejalan dengan konsep KTSP tersebut UUSPN No. 20 tahun 2003 Pasal 36

ayat (1) menyatakan pengembangan kurikulum dilakukan dengan mengacu pada standar nasional

pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional dan ayat (2) menyatakan Kurikulum

pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai

dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik.

Struktur KTSP pada jenjang pendidikan dasar dan menengah tertuang dalam standar isi

yang terdapat dalam PP No. 19 tahun 2005. Adapun muatan KTSP meliputi sejumlah mata

pelajarn yang cakupan dan kedalamannya merupakan beban belajar bagi peserta didik pada

satuan pendidikan. Dalam hal ini guru perlu melakukan reorientasi terhadap perubahan dan

perkembangan kurikulum. Reorientasi tidak hanya sebatas istilah “teaching” menjadi “learning”

namun harus sampai pada operasional pelaksanaan pembelajaran sebagai implementasi dari

KTSP. Penyusunan KTSP merupakan bagian dari kegiatan perencanaan sekolah secara tim dan

kelembagaan. Kegiatannya dapat dalam bentuk rapat pleno sekolah yang dihadiri secara penuh

oleh dewan pendidik sebelum awal semester dimulai. Jika diperlukan dapat mengundang ahli

kurikulum baik yang sumbernya dari perguruan tinggi, pengawas, atau sejawat guru.

47

Page 18: BAB II Profesi Mintarsih

Implementasi proses pembelajaran harus mengacu pada beberapa prinsip, yaitu berpusat

pada siswa, belajar dengan melakukan, mengembangakan kemampuan sosial, mengembangkan

keingintahuan, imajinasi dan fitrah ber-Tuhan, mengembangkan ketrampilan pemecahan masalah,

mengembangkan kreativitas siswa, mengembangkan kemampuan menggunakan ilmu dan

teknologi, menumbuhkah kesadaran sebagai warga negara yang baik, belajar sepanjang hayat,

dan perpaduan kompetisi, kerjasama dan solidaritas. Dengan demikian KTSP harus

dikembangkan dengan memperhatikan standar kompetensi dan indikator kompetensi sebagai

dasar membuat penilaian penentuan kenaikan kelas dan kelulusan.

Dalam implementasi KTSP asumsi dasar belajar adalah belajar sebagai proses individual,

proses social, menyenangkan, tak pernah berhenti, dan membangun makna (Constructivism).

Konstruktivisme pada dasarnya merupakan sebuah teori tentang bagaimana orang belajar. Teori

Constructivism memandang seseorang sebagai makhluk yang aktif dalam mengkonstruksi ilmu

pengetahuan melalui interaksi dengan lingkungannya. Di dalam konteks pembelajaran, siswa

dipandang sebagai individu yang aktif membangun pemahamannya sendiri dan pengetahuan

dunia sekitarnyanya dengan mengalami sendiri dan merefleksikan pengalaman tersebut.

Proses Constructivism ini dikenal dengan istilah Pembelajaran Aktif Kreatif, Efektif, dan

Menyenangkan (PAKEM). Dalam Konstruktivisme, guru berperan sebagai fasilitator dalam proses

pembelajaran. Ia sebaiknya mengetahui tingkat kesiapan anak untuk menerima pelajaran,

termasuk memilih metode dan teknik yang tepat dan sesuai dengan tahap perkembangan anak.

Dalam kaitannya dengan pembelajaran mata pelajaran tertentu, guru seharusnya mengetahui

hakikat mata pelajaran itu sendiri, hakikat anak, dan cara mengajarkan mata pelajaran tersebut

menurut teori yang diterapkan. Guru yang tidak mengetahui ketiga hal tersebut di atas bagaikan

tidak mempunyai dasar dan tujuan yang jelas dalam mengajar.

Pembelajaran model PAKEM mempunyai paradigma yaitu mengajar – pembelajaran

(Teaching – Learning), penilaian – perbaikan terus menerus (Testing – Continuous improvement),

perkembangan IPTEK, POLITIK, SOSBUD. Perkembangan ilmu pengetahuan semakin lama

semakin cepat, dan teknologi Informasi/sumber belajar sangat beragam. Guru harus dapat

memahami konsep Konstruktivisme yang diimplementasikan pada pembelajaran model PAKEM

dalam kegiatan pembelajaran dan pengajaran. Guru juga harus mampu menarik hubungan antara

Konstruktivisme dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dalam kegiatan pembelajaran

dan pengajaran.

Memberikan contoh konkret pengajaran bidang studi yang diajarnya dengan

menggunakan teori Konstruktivisme. Beberapa ciri terpenting dari KTSP adalah (1) menganut

48

Page 19: BAB II Profesi Mintarsih

prinsip fleksibilitas. Setiap sekolah diberi kebebasan menambah empat jam pelajaran tambahan

per minggu, yang bisa diisi dengan apa saja baik yang wajib atau muatan lokal. Namun fleksibilitas

ini mesti diimbangi dengan potensi sekolah masing-masing serta pemenuhan standar isi seperti

digariskan Badan Standardisasi Nasional Pendidikan (BSNP); (2) KTSP dikembangkan melalui

beberapa hal, antara lain sesuai dengan potensi satuan pendidikan, potensi daerah, kondisi sosial

budaya masyarakat setempat, dan peserta didik; (3) guru kreatif dan siswa aktif. Kurikulum 2004

menghendaki guru lebih kreatif, walaupun aktivitas sebagian guru hanya sebatas mengajarkan apa

yang sudah ditetapkan dalam kurikulum. Guru harus bisa "meyakinkan" siswa untuk memberi

feedback dalam setiap pembelajaran. KTSP menggabungkan keduanya; (4) KTSP dikembangkan

dengan menganut prinsip diversifikasi. Dalam kurikulum ini standar isi dan standar kompetensi

lulusan yang dibuat BSNP itu dijabarkan dengan memasukkan muatan lokal, yakni lokal provinsi,

lokal kabupaten/kota, dan lokal sekolah. Dengan demikian, sekolah akan berperan sebagai

makelar kearifan lokal, melalui KTSP diharapkan adanya keseimbangan antara kepentingan

nasional dan kepentingan daerah; (5) KTSP sejalan dengan konsep desentralisasi pendidikan dan

manajemen berbasis sekolah (school-based management); 6) KTSP tanggap terhadap

perkembangan iptek dan seni. Inilah tantangan abad sekarang ini. Tanpa antisipasi cerdas

terhadap perkara ini, kurikulum menjadi tidak mampu mengahadapi teknologi yang serba canggih

ini. KTSP harus berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan dan kepentingan peserta didik

dan lingkungan, relevan dengan kebutuhan dan kehidupan, menyeluruh dan berkesinambungan,

dan mestinya sejalan dengan prinsip belajar sepanjang hayat; dan (7) KTSP beragam dan terpadu.

Walaupun sekolah diberi otonomi dalam pengembangannya.

Ada anggapan bahwa apa pun kurikulumnya, selama guru, sekolah, dan pengembang

kurikulumnya berpikiran tradisional, kurikulum itu tidak akan berdampak besar. Dalam kurikulum

2004 atau Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), siswa dituntut lebih kreatif. Wajar jika mereka

yang belum sempat melaksanakan KBK mendapat kesulitan dalam melaksanakan KTSP.

Kegagalan kurikulum selama ini antara lain karena penyeragaman di seluruh Indonesia, padahal

masing-masing daerah berbeda potensinya, sehingga kurikulum nasional tidak operasional.

Komite sekolah kini harus 'turun gunung' bersama guru dalam mengembangkan kurikulum.

Selama ini guru patuh pada petunjuk teknis dan petunjuk pelaksanaan yang disiapkan

oleh birokrat Depdiknas dan melaksanakan tugas lebih pada rutinitas akademis. Peluang bagi

sekolah untuk mengurus sendiri tidak hanya melalui manajemen sekolah menggunakan model

MBS memang perlu waktu lama, karena selama ini sekolah terbiasa diatur oleh pemerintah.

Aliran konstruktivisme (Constructivism) menawarkan solusi menjadikan suasana belajar secara

49

Page 20: BAB II Profesi Mintarsih

'berani' dan mendobrak kejumudan kurikulum melalui (1) kurikulum disajikan secara utuh,

menekankan konsep besar, lalu diikuti konsep-konsep kecil. Guru berpegang pada standar

kompetensi, dan tidak terjebak oleh hal-hal kecil, atau keterampilan- keterampilan dasar, atau

kompetensi dasar. Dalam konteks KTSP, pemahaman guru akan standar kompetensi dan standar

isi adalah sebuah niscaya; (2) kegiatan kurikuler mengandalkan sumber-sumber data primer dan

juga materi-materi buatan yang bermakna. Alam sekitar adalah data-data primer yang memiliki

potensi untuk dibermaknakan. Dengan begitu, buku teks tidak lagi menjadi sumber utama

sebagimana terbiasa pada kurikulum tradisional. KTSP tidak mesyaratkan adanya buku teks baru,

bukunya yang ada saja sudah memadai; (3) siswa diperlakukan sebagai 'pemikir' muda yang

belajar merumuskan teorinya sendiri. Keberanian siswa untuk bertanya dan berdebat adalah

indikator keberhasilan belajar. Ini berbeda dengan kelas tradisional yang cenderung menempatkan

siswa sebagai 'botol kosong' untuk diisi informasi oleh guru; (4) guru mengajar secara interaktif

dan komunikatif, yakni dengan kepandaian menerjemahkan lingkungan sekitar sehingga dapat

dipahami siswa. Ini berbeda dari guru tradisional yang cenderung berlagak didaktik dalam

menyebarkan informasi kepada siswa. Kebiasaan guru mengejar target kurikuler sesuai dengan

GBPP tidak sejalan dengan prinsip konstruktif, sebab sebuah informasi belum tentu materi ajar

yang bermakna (meaningful) dan terajarkan (teachable); (5) guru mencari tahu sudut pandang

siswa untuk memahami kadar pengetahuan siswa saat ini untuk dijadikan pijakan bagi pelajaran

yang akan datang. Ini berbeda dari kelas tradisional, di mana guru mencari jawaban yang benar

untuk memvalidasi pembelajaran siswa; (6) siswa bekerja dalam kelompok. Berbeda dari kelas-

kelas tradisional di mana siswa belajar secara mandiri. Justru dalam kelompoklah mereka

bersosialisasi dan berkolaborasi, sehingga secara kolektif memperoleh pencerahan lewat social

reconstructivism; dan (7) penilaian pembelajaran siswa dilakukan secara terintegrasi dalam

pengajaran dan dilakukan lewat observasi guru terhadap proses belajar siswa dalam kelompoknya

dan dengan mencermati portofolio siswa. Mekanisme ini berbeda dengan pendidikan tradisional

yang memisahkan penilaian dari pembelajaran, dan terlembaga secara formal lewat tes.

Penilaian Hasil Belajar

Penilaian hasil belajar idealnya dapat mengungkap semua askpek domain pembelajaran,

yaitu aspek kognitif, afektif dan psikomotor. Sebab siswa yang memiliki kemampuan kognitif baik

saat diuji dengan paper-and-pencil test belum tentu ia dapat menerapkan dengan baik

pengetahuannya dalam mengatasi permasalahan kehidupan (Green, 1975). Penilaian hasil belajar

sangat terkait dengan tujuan yang ingin dicapai dalam proses pembelajaran. Pada umumnya

50

Page 21: BAB II Profesi Mintarsih

tujuan pembelajaran mengikuti pengklasifikasian hasil belajar yang dilakukan oleh Bloom (1956),

yaitu cognitive, affective dan psychomotor. Kognitif adalah ranah yang menekankan pada

pengembangan kemampuan dan ketrampilan intelektual. Affective adalah ranah yang berkaitan

dengan pengembangan pengembangan perasaan, sikap nilai dan emosi. Sedangkan psychomotor

adalah ranah yang berkaitan dengan kegiatan-kegiatan atau ketrampilan motorik (Degeng: 2001).

Namun ketiga domain pembelajaran itu memang tidak dapat dipaksakan pada semua

mata pelajaran dalam porsi yang sama. Untuk matapelajaran ekonomi misalnya lebih menekankan

pada aspek kognigitive dan affecfetive dibandingkan dengan aspek psychomotor yang lebih

menekankan pada ketrampilan motorik. Fakta menunjukkan bahwa penilaian hasil belajar lebih

menitik beratkan pada aspek cognitive saja. Terbukti dengan tes-tes yang diselenggarakan

disekolah baik lisan maupun tulis lebih banyak mengarah pada pengungkapan kemapuan aspek

cognitive. Laporan hasil belajar yang disampaikan pada orang tua siswa (buku rapor) juga hanya

melaporkan kemampuan cognitive saja. Tuntutan pada KTSP itu penilaian harus mengarah pada

kompetensi siswa, sesuai dengan kompensi tuntutan kurikulum. Seyogyanya tidak ada persoalan

bagi sekolah karena yang diujikan adalah kompetensi dasar.

Kompentensi yang dimaksud pada kurikulum adalah kemampuan yang dapat dilakukan

peeserta didik yang mencakup pengetahuan, ketrampilan dan perilaku. Penilaian harus mengacu

pada pencapaian standar kompetensi sisiwa. Standar kompetensi adalah batas dan arah

kemamuan yang harus dan dapat dilakukan peserta didik setelah mengikuti proses penbelajaran

suatu mata pelajaran tenrtentu (Marpadi: 2003). Sistem penilaian yang diharapkan diterapkan

untuk mengukur hasil belajar siswa menurut kurikum 2004 adalah sistem penilaian yang

berkelanjutan. Dimana untuk mengetahui seberapa jauh peserta didik telah memiliki kompetensi

dasar maka diperlukan suatu sistem penilaian yang menyeluruh dengan mengunakan indikator-

indikator yang dikembangkan guru secara jelas.

Berkelanjutan berari semua indikator harus ditagih, kemudian hasilnya dianalisis untuk

menentukan kompetensi dasar yang telah dimiliki dan yang belum, serta untuk mengetahui

kesulitan peserta didik. Untuk itu perlu dikembangkan berbagai teknik penilaian dan ujian, seperti:

pertanyaan lisan, kuis, ulangan harian, tugas rumah, ulangan praktek, dan pengamatan (Marpadi:

2003). Pengembangan sistem penilaian berbasis kompetensi mencakup beberapa hal, yaitu (1)

standar kompetensi, adalah kemampuan yang harus dimiliki oleh lulusan dalam setiap mata

pelajaran. Hal ini memiliki implikasi yang sangat signifikan dalam perencanaan, metodelogi dan

51

Page 22: BAB II Profesi Mintarsih

pengelolaan penilaian; (2) kompetensi dasar, adalah kemampuan minimal dalam rangka mata

pelajaran yang harus dimiliki lulusan sekolah; (3) rencana penilaian, jadwal kegiatan penilaian

dalam satu semester dikembangkan bersamaan dengan pengembangan silabus; (4) proses

penilaian, pemilihan dan pengembangan teknik penilaiain, sistem pencatatan dan pengelolaan

proses; dan (5) proses implementasi menggunakan berbagai teknik penilaian.

Penilaian hasil belajar dalam KTSP dapat dilakukan dengan penilaian kelas, tes

kemampuan dasar, penilaian program, dan penilaian lainnya yang relevan. Penilaian kelas dapat

dilakukan dengan ulangan harian, ulangan umum, dan ujian akhir baik untuk kepentingan kenaikan

kelas maupun kelulusan. Mekanisme pelaksanaan ulangan harian tentu dilakukan setelah selesai

proses pembelajaran untuk mengetahui perolehan siswa terhadap kompetensi dasar tertentu.

Ulangan harian dilakukan minimal tiga kali dalam setiap semester berdasarkan soal yang sudah

dipersiapkan guru dalam rencana pembelajaran, selanjutnya guru dapat memberikan tugas-tugas

terstruktur yang berkaitan dengan materi pelajaran yang sedang dibahas.

Tujuan penilaian yang dilakukan guru di kelas dapat di arahkan pada empat hal (1)

keeping track, yaitu untuk menelusuri agar proses pembelajaran anak didik tetap sesuai dengan

rencana; (2) checking-up, yaitu untuk mengecek adakah kelemahan-kelemahan yang dialami anak

didik dalam proses pembelajaran; (3) finding-out, yaitu untuk mencari dan menemukan hal-hal

yang menyebabkan terjadinya kelemahan dan kesalahan dalam proses pembelajaran; dan (4)

summing-up, yaitu untuk menyimpulkan apakah anak didik telah mencapai kompetensi yang

ditetapkan atau belum. Agar tujuan penilaian tersebut tercapai, guru harus menggunakan berbagai

metoda dan teknik penilaian yang beragam sesuai dengan tujuan pembelajaran dan karakteristik

pengalaman belajar yang dilaluinya.

Tujuan dan pengalaman belajar tertentu mungkin cukup efektif dinilai melalui tes tertulis

(paper-pencil test), sedangkan tujuan dan pengalaman belajar yang lain (seperti bercakap dan

praktikum IPA) akan sangat efektif dinilai dengan tes praktek (performance assessment). Demikian

juga, metoda observasi sangat efektif digunakan untuk menilai aktivitas pembelajaran siswa dalam

kelompok, dan skala sikap (rating scale) sangat cocok untuk menilai aspek afektif, minat dan

motivasi anak didik. Oleh sebab itu, guru hendaknya memiliki pengetahuan dan kemahiran tentang

berbagai metoda dan teknik penilaian sehingga dapat memilih dan melaksanakan dengan tepat

metoda dan teknik yang dianggap paling sesuai dengan tujuan dan proses pembelajaran, serta

pengalaman belajar yang telah ditetapkan.

52

Page 23: BAB II Profesi Mintarsih

Di samping itu, tujuan utama dari penilaian berbasis kelas yang dilakukan oleh guru

adalah untuk memantau kemajuan dan pencapaian belajar siswa sesuai dengan matriks

kompetensi belajar yang telah ditetapkan, guru atau wali kelas. Dari hasil pantauan ini diharapkan

guru dapat mengembangkan sistem portofolio individu siswa (student portfolio) berisi kumpulan

yang sistematis tentang kemajuan dan hasil belajar siswa. Portofolio siswa memberikan gambaran

secara menyeluruh tentang proses dan pencapaian belajar siswa pada kurun waktu tertentu.

Portofolio siswa dapat berupa rekaman perkembangan belajar dan psikososial anak

(developmental), catatan prestasi khusus yang dicapai siswa (showcase), catatan menyeluruh

kegiatan belajar siswa dari awal sampai akhir (comprehensive), atau kumpulan tentang

kompetensi yang telah dikuasai anak secara kumulatif.

Portofolio ini sangat berguna baik bagi sekolah maupun bagi orang tua serta pihak-pihak

lain yang memerlukan informasi secara rinci tentang perkembangan belajar anak dan aspek

psikososialnya sehingga mereka dapat memberikan bimbingan. Hal ini sejalan dengan

pembelajaran konstruktivisme yaitu membangun ketersambungan antara pelajaran sebelumnya

dengan pelajaran selanjutnya. Penilaian dan pembelajaran yang demikian ini hanya mungkin jika

guru mengetahui sudut pandang siswa. Bila siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil, guru

dan pengembang kurikulum pun berkolaborasi dengan para pemangku peran dalam merumuskan

model penilaian dan pembelajaran. Jadi, siswa, guru, bahkan manajemen sekolah mengamalkan

ajaran social reconstructivism.

Hasil akhir penilaian hasil belajar siswa adalah ujian nasional (UN) atau apapun

istilahnya yang ditentukan pemerintah. Dalam semangat desentralisasi pendidikan, UN penting

demi pemetaan kemampuan, bukan hanya penentu kelulusan siswa. Dilihat dari hak dan otonomi

guru, seharusnya biarkan sekolah menentukan kriteria kelulusan masing-masing siswanya, yakni

dengan menggabungkan hasil UN dengan ujian sekolah masing-masing. Perlu ditegaskan ada

sejumlah fungsi UN, antara lain (1) diagnosis, yakni untuk mengetahui 'penyakit' yang diderita anak

didik untuk menentukan resep yang paling mujarab; (2) diferensiasi, yakni membeda-bedakan

kelompok siswa demi penentuan kebijakan yang layak ditempuh, dan (3) uji kompetensi, yakni

untuk mengetahui sejauh mana materi ajar dikuasai siswa. Fungsi pertama dan kedua selama ini

belum betul-betul dilaksanakan dalam penyelenggaraan UN, sehingga selama ini belum jelas

langkah korektif pemerintah sebagai respons terhadap hasil UN yang sangat beragam pada

kabupaten/kota ke kota, bahkan dari sekolah ke sekolah. Setelah penerapan KTSP maka untuk

keperluan sertifikasi, kinerja, dan bobot hasil belajar yang dicantumkan dalam ijazah tidaklah

53

Page 24: BAB II Profesi Mintarsih

semata-mata atas dasar penilaian UN pada jenjang akhir sekolah, tetapi harus mencantumkan

informasi lainnya yang menjadi bagian integral dari hasil belajar peserta didik.

.

54