BAB II Preparasi Permukaan pada coating

33
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Korosi Korosi adalah proses degradasi material akibat bereaksi dengan lingkungan. Dengan adanya degradasi, maka luas permukaan material yang terkorosi menjadi berkurang sehingga kemampuan material tersebut untuk menerima beban akan berkurang pula. Oleh karena itu korosi dinilai sangat membahayakan. Selain itu korosi pun dapet mengurangi nilai estetika dari suatu material karena produk korosi yang tidak enak dipandang. Proses korosi ini pada dasarnya adalah reaksi elektrokimia, dimana ada bagian yang melepaskan elektron ( reaksi oksidasi pada anoda ) dan ada bagian yang menerima elektron (reaksi reduksi pada katoda ). Korosi merupakan proses yang alami, mengembalikan logam ke bentuk oksida seperti semula. Oleh karena itu proses

Transcript of BAB II Preparasi Permukaan pada coating

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Korosi

Korosi adalah proses degradasi material akibat bereaksi dengan

lingkungan. Dengan adanya degradasi, maka luas permukaan material yang

terkorosi menjadi berkurang sehingga kemampuan material tersebut untuk

menerima beban akan berkurang pula. Oleh karena itu korosi dinilai sangat

membahayakan. Selain itu korosi pun dapet mengurangi nilai estetika dari suatu

material karena produk korosi yang tidak enak dipandang. Proses korosi ini pada

dasarnya adalah reaksi elektrokimia, dimana ada bagian yang melepaskan elektron

( reaksi oksidasi pada anoda ) dan ada bagian yang menerima elektron (reaksi

reduksi pada katoda ). Korosi merupakan proses yang alami, mengembalikan

logam ke bentuk oksida seperti semula. Oleh karena itu proses korosi sama sekali

tak dapat di cegah, akan tetapi dapat dikendalikan .

Ada beberapa macam bentuk korosi tergantung pada proses terjadinya ,

diantaranya :

a. Korosi merata adalah korosi yang paling sering terjadi. Korosi ini

terjadi karena reaksi kimia atau elektrokimia yang terjadi secara

merata diseluruh permukaan sehingga logam menjadi lebih tipis dan

tidak jarang mengalami kegagalan.

b. Korosi galvanik adalah korosi yang terjadi akibat perbedaan

potensial. Korosi terjadi jika dua logam dengan perbedaan potensial

yang cukup jauh berada pada lingkungan yang korosif. Jika kedua

logam ini mengalami kontak maka elektron dapat mengalir melalu

kedua logam tersebut. Logam yang memiliki ketahanan korosi yang

rendah akan menjadi anodik dan yang memiliki ketahanan korosi

yang lebih tinggi akan menjadi katodik. Bagian anodik adalah bagian

yang akan terkorosi

c. Korosi celah adalah degradasi material yang terjadi pada daerah

celahan atau daerah yang tersembunyi pada permukaan logam akibat

pengaruh lingkungan yang korosif. Degradasi material ini pada

umumnya berhubungan dengan adanya sejumlah kecil larutan

tergenang pada permukaan logam yang disebabkan oleh adanya

lubang-lubang, permukaan gasket, lap joints, pengendapan pengotor-

pengotor di permukaan logam dan celah antara baut dan kepala paku.

d. Korosi Sumuran adalah degradasi atau kerusakan material sebagai

akibat adanya serangan intensif yang bersifat setempat dan

membentuk sumuran atau lubang-lubang. Lubang-lubang tersebut ada

yang berdiameter kecil ataupun berdiameter besar tetapi umumnya

diameter lubangnya kecil. Letak lubang-lubang yang terbentuk ada

yang terisolasi satu sama lain ataupun saling berdekatan sehingga

tampak seperti permukaan yang kasar.

e. Korosi erosi adalah degradasi material yang disebabkan oleh adanya

aliran fluida yang tinggi pada permukaan logam atau disebabkan oleh

adanya pergerakan relative antara fluida yang korosif dengan

permukaan material. Pada umumnya gerakan ini sangat cepat dan

dapat menimbulkan keausan mekanis atau abrasi. Akibatnya logam

berpindah dari permukaan sebagai ion-ion logam terlarut atau

terbentuk produk korosi yang berupa padatan dan terlepas secara

mekanis dari permukaannya. Pada beberapa kasus, kerusakan benda

kerja akibat serangan Korosi Erosi terjadi dalam waktu yang relatif

singkat.

f. Hidrogen Damage atau kerusakan karena hidrogen adalah kerusakan

suatu logam baik secara metallurgi maupun sifat-sifat mekanisnya

yang disebabkan oleh adanya hidrogen yang terlarut pada kisi-kisi

kristal logam. Mula-mula masuknya hidrogen ke dalam kisi-kisi

kristal mengakibatkan logam kehilangan keuletannya dan

menimbulkan brittle cracking. Kemudian hidrogen yang terlarut

dapat mengalami nukleasi menjadi gas hydrogen yang membentuk

rongga-rongga dalam (internal voids) dan surface blister. [ Mars G.

Fontana, 1987 ]

Pada dasarnya ada beberapa syarat-syarat terjadinya korosi, yaitu :

1. Anoda, tempat terjadinya reaksi oksidasi dimana ion negatif

berkumpul. Anoda adalah bagian yang akan terkorosi karena pada

saat elektron dilepaskan, maka ion-ion logam pun ikut terlepas

sehingga bagian anoda ini semakin terdegradasi seiring dengan

dilepaskannya elektron. Reaksi korosi logam M biasanya

dinyatakan dalam persamaan :

M → Mz+ + ze-

2. Katoda, tempat terjadinya reaksi reduksi dimana ion positif

berkumpul. Katoda merupakan bagian yang tidak akan terjadi

korosi. Ada dua kemungkinan reaksi yang terjadi pada katoda ,

yaitu :

a. pH<7 2H+ + e- → H2

b. pH>7 H2O + O2 → OH-

3. Media elektrolit, merupakan suatu penghantar yang mengalirkan

elektron antara anoda dan katoda. Dengan kata lain elektrolit

adalah lingkungan diluar logam yang dapat menghantarkan listrik

antara anoda dan katoda.

4. Metallic Pathway, atau bisa juga disebut konduktor. Dengan

adanya konduktor ini maka arus listrik dapat tercipta antara anoda

dan katoda yang timbul akibat pergerakan elektron antar

keduanya.

Korosi dengan syarat-syarat diatas dipastikan akan selalu terjadi karena

sekali lagi korosi adalah fenomena yang alami. Tetapi korosi tetaplah merugikan

untuk aplikasi produk apabila produk tersebut terbuat dari material yang mudah

terkorosi. Oleh karena itu dilakukan beberapa upaya pengendalian korosi, dimana

pengendalian tersebut bertujuan untuk meminimalisir kegagalan akibat korosi

karena korosi diharapkan dapat dikendalikan lajunya. Laju korosi ini sendiri

ditentukan oleh cepat lambatnya reaksi yang terjadi antara logam dengan

lingkungannya dan data laju korosi ini diperlukan untuk menentukan perkiraan

umur suatu produk atau konstruksi. Pada ISO 12944:2 dapat dilihat laju korosi

pada beberapa lingkungan mulai dari lingkungan pemukiman hingga lingkungan

laut ( marine ).

Tabel 1. Kategori lingkungan dan laju korosi berdasarkan ISO 12944:2[

http://www.living steel .org/corrosion-3 , 2012 ]

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa lingkungan memiliki peran penting

dalam laju korosi. Parameter lingkungan yang berpengaruh terhadap laju korosi

suatu material adalah :

1. Kelembaban

2. Oksigen

3. Garam ( chemical salt )

4. Temperatur

Oleh karena itu dibutuhkan suatu bentuk pengendalian korosi yang berguna

memisahkan material dari lingkungannya agar laju korosi menjadi dapet

terkendali.

2.2 Aplikasi Coating

Coating merupakan teknik pengendalian korosi yang paling banyak

digunakan di dunia. Coating dipilih karena penggunaanya yang praktis dan

ekonomis. Coating dilakukan dengan cara melapisi permukaan material dengan

material lain yang dapet berupa logam ataupun material organik. Pada dasarnya

fungsi coating tidaklah hanya untuk mengendalikan korosi melainkan aspek

dekoratif dimana warna dapat memperindah permukaan suatu material.

Mekanisme coating pada dasarnya adalah memisahkan material dari

lingkungannya yang mana lingkungan tersebut merupakan salah satu dari empat

syarat korosi terjadi. Oleh karena itu dengan dipisahkannya material dari

lingkungan, maka diharapkan laju korosi akan di minimalisir. Ada tiga

mekanisme penting yang terjadi pada proses coating, yaitu :

1. Barrier effect, adalah menciptakan rintangan atau hambatan yang

kuat untuk memisahkan permukaan logam dari elektrolitnya.

Maka semakin tebal dan semakin tebal lapisan coating maka

ketahanan korosi akan semakin meningkat. Akan tetapi ada batas

maksimum untuk ketebalan lapisan coating karena apabila lapisan

terlalu tebal maka coating tersebut menjadi getas dan mudah

retak.

2. Inhibitor effect, yaitu memberi peluang kepada air untuk

menembus rongga rongga lapisan coating untuk melarutkan

sebagian campuran anti karat yang terdapat pada pigmen yang

akan bereaksi membentuk lapisan.

3. Galvanic effect, yaitu lapisan yang diformulasikan mengandung

metallic zinc ( seng ) sehingga berfungsi sebagai anoda korban

sehingga membuat permukaan logam menjadi katoda.

Material coating biasa disebut cat, pada dasarnya terbentuk dari tiga

bagian penting yaitu solvent, pigmen dan resin. Resin adalah pengikat yang akan

membuat lapisan cat merekat dengan material. Pigmen ada lah zat pewarna yang

memiliki peran juga dalam mekanisme inhibitor effect dan yang terakhir solvent

adalah pelarut yang mempunyai peran penting melarutkan material pembentuk

coating tersebut hingga siap untuk digunakan. Coating terdiri dari tiga lapisan

yang seringkali disebut Total Coating System, lapisan-lapisan tersebut terdiri

dari :

1. Lapisan primer , adalah cat dasar yang befungsi untuk melindungi

permukaan logan agar tidak berkarat. Fungsi dititikberatkan

kepada pigmen sebagai corrosion resistance.

2. Lapisan Intermediate, adalah cat tengah yang berfungsi untuk

menambahkan ketebalan dan rintangan terhadap akses dari

lingkungan. Biasanya lapisan ini lebih tebal dari pada lapisan

primer dan top coat.

3. Top coat, adalah cat akhir yang berfungsi sebagai pelindung

paling luar terhadap akses lingkungan dan berfungsi pula sebagai

penambah keindahan atau estetika

2.3 Surface Preparation

Penggunaan coating dibanyak kalangan industri bukan berarti bahwa

coating adalah proses yang minim cacat. Seiring berjalannya waktu, terdapat

banyak masalah yang merujuk pada kegagalan coating sebelum waktunya (

prematur coating failure ) . Pada dasarnya coating dilakukan agar korosi dapat

dikendalikan, dengan kata lain ketika dilakukan aplikasi coating dapat

diperkirakan lama ketahanan coating tersebut dan waktu untuk melakukan

maintenance. Akan tetapi kegagalan prematur dalam coating sungguh meresahkan

karena apabila terjadi, maka korosi akan mucul diluar kontrol dan akan

membahayakan.

Pada dasarnya ada tiga faktor pentin agar coating dapat melakukan

fungsinya sebagai protektor secara maksimal, faktor yang perlu diperhatikan yaitu

:

1. Pemiliham material

2. Persiapan permukaan yang baik

3. Aplikasi coating yang tepat

Dan dari survey yang telah dilakukan , 70 – 80 % kegagalan prematur pada

coating terjadi akibat persiapan permukaan yang kurang baik.

Persiapan permukaan adalah proses preparasi sebelum dilakukannya

coating, proses ini bertujuan untuk menghasilkan permukaan logam yang sesuai

untuk dilapisi oleh material coating. Ada dua faktor penting dalam persiapan

permukaan ini , yaitu kebersiham dan kekasaran permukaan. Material yang bersih

adalah material yang bebas dari berbagai kontaminan yang akan mengurangi daya

lekat dari lapisan coating nantinya. Kontaminan – kontaminan tersebut antara

misalnya air, minyak, debu, karat, oksida dan lain lain. Sedangkan kekasaran

dilakukan agar permukaan dapat mengikat lapisan lebih kuat karena bertindak

seperti gigi ( mengikat ). Kontrol pada kebersihan dan kekasaran pada dasarnya

adalah menjaga kekuatan rekat agar tetap tinggi sehingga ketahanan korosinya

pun akan meningkat.

Kekuatan rekat pada dasarnya terbagi menjadi tiga, yaitu perekatan kimia,

perekatan polar dan perekatan mekanis. Masing-masing perekatan ini dapet

bekerja sama, minimal dua macam perekatan untuk mengikat antara cat dengan

substrat.

2.3.1 Perekatan kimia

Perekatan merupakan perekatan yang paling efektif. Perekatan ini

terjadi karena adanya ikatan kimia antara molekul cat dengan permukaan

substrat. Ikatan kimia ini disebut primary valance bold. Umumnya ikatan

ini banyak ditemukan pada logam yang dilapisi dengan inorganic zinc dan

dapat juga terjadi pada cat jenis epoxy. Molekul epoxy dapat terikat pada

substrat logam karena adanya metal hydroxide groups melalui proses

kondensasi , seperti diilustrasikan pada gambar. 2

Gambar 1 . Skema chemical adhesion antara cat dan substrat logam

[ Moch Syaiful Anwar et al, 2009 ]

2.3.2 Perekatan Polar

Perekatan polar terjadi karena terbentuknya ikatan polar antara

molekul cat dengan substrat logam. Ikatan polar molekul cat dengan

substrat logam, ikatan polar terjadi karena gaya tarik menarik antara grup

polar pada molekul-molekul resin cat dengan grup polar pada substrat

logam. Contohnya pada vinyl resin yang memiliki daya rekat yang kurang

pada permukaan substrat logam. Akan tetapi ketika sejumlah kecil asam

maleic tidak jenuh dipolimerisasikan ke dalam resin ini , akan membentuk

ikatan polar yang kuat sehingga daya rekat antara polimer dengan

permukaan logam menjadi kuat. Perekatan terbaik juga terjadi pada epoxy

yang menggabungkan antara grup hidroskil dan grup lainnya menjadi

molekul.

Gambar 2 Skema ikatan polar atau secondary valence bond [ Moch

Syaiful Anwar et al, 2009 ]

2.3.3 Perekatan Mekanik

Perekatan mekanik adalah perekatan yang berhubungan dengan

kekasaran permukaan atau anchor pattern substrat. Permukaan kasar

memberikan keuntungan pada lapis lindung cat yaitu dapat memperluar

permukaan yang akan dicat, meningkatkan sejumlah polar site,

meningkatkan gaya tarik menarik grup polar pada molekul organik, dan

meningkatkan daya rekat mekanik antara permukaan logam dan cat karena

keberadaan mechanical tooth. Gambar 4 menunjukan sketsa terjadinya

ikatan coating pada permukaan logam yang telah di lakukan pengkasaran .

Gambar 3 Skema ikatan kimia atau polar yang terjadi pada permukaan

[ Moch Syaiful Anwar et al, 2009 ]

Persiapan permukaan yang baik , yakni kebersihan dan kekasaran

permukaan akan meningkatkan pelekatan cat secara adhesif pada substrat

sehingga cat akan tahan terhadap kerusakan akibat perngaruh mekanik dari luar.

Apabila cat tidak merekat kuat secara adhesif pada permukaan substrat maka cat

tersebut akan mudah terkelupas ketika terkena gaya mekanik dari luar.

Pengelupasan tersebut dikenal sebagai delaminasi. Selain karena faktor persiapan

permukaan yang kurang memadai , delaminasi juga dipengaruhi sifat fisik cat itu

sendiri. Daya rekat adhesif seperti telah dikemukakan adalah kemampuan cat

untuk terikat dengan substrat. Adapun daya kohesif adalah kemampuan saling

merekat antar cat itu sendiri. Perlindungan terbaik cat diperoleh ketika daya

adhesif cat lebih besar dari pada daya kohesif cat tersebut sehingga ketika terjadi

perusakan oleh gaya mekanik dari luar tidak sampai menyebabkan delaminasi,

yakni hanya sebagian cat yang terkelupas. Cat terkelupas tidak sampai ke

permukaan substrat.

Gambar 4. Kegagalan adhesif, delaminasi [ Moch Syaiful Anwar et al,

2009 ]

Gambar 5. Kegagalan kohesif [ Moch Syaiful Anwar et al, 2009 ]

Untuk menghindari terjadinya kegagalan pada aplikasi coating, perlu

diperhatikan metode yang digunakan untuk melakukan preparasi permukaan. Ada

beberapa macam metode pada preparasi permukaan antara lain :

1. Solvent Cleaning , digunakan untuk membersihkan permukaan

dari kotoran seperti minyak, grease, debu, tanah dan paduan

organik yang ada di permukaan. Solvent yang dapat digunakan

adalah detergent / water steam , emulsion atau alkaline

cleaners dan chemical stripper

2. Solvent Vapor Cleaning , dapat digunakan untuk

menghilangkan semua kontaminan yang larut, tetapi tidak dapat

menghilangkan lapisan oksida yang terbentuk pada permukaan

logam. Untuk menghilangkan lapisan oksida ini perlu

ditambahkan mechanical cleaning atau abrasion .

3. Hand-Tool Cleaning, digunakan apabila alat yang digunakan

dengan mesin tidak ada atau tidak memungkinkan dan

pekerjaannya sedikit sehingga tidak ekonomis apabila

menggunakan mesin. Daerah las harus lebih diperhatikan

karena pada daerah ini banyak ditemui welding flux slag, dan

deposit karena kontaminan-kontaminan ini dapet menginisiasi

terjadinya coating failure pada daerah sambungan las. Handtool

cleaning digunakan untuk membersihkan permukaan dari

coating yang lama, karat, dan mill scale yang mudah terlepas

dari permukaan. Namun tidak dapat digunakan untuk

menghilangkan karat yang menempel dan mill scale. Metode

ini lambat dan digunakan untuk pembersihan lokal. Peralatan

handtool adalah scrapers, wire brushes, sanders, hammers,

chisels, chippings dan sebagainya.

4. Power-Tool Cleaning, yaitu duplikasi handtool, tetapi power

tool digerakan oleh mesin sehingga proses pembersihan lebih

cepat. Contoh power tool adalah sanders, grinders, wire

brushes, chipping hammers, dan needle guns. Beberapa power

tool dilengkapi dengan penghisap debu dan kotoran lain yang

dihasilkan dalam proses pembersihan permukaan. Hal ini

bertujuan untuk mengurangi polusi udara akibat proses

pembersihan. Power tool membershkan permukaan dengan

impact, abrasi atau keduanya, pembersihan dengan power tool

lebih murah dibandingkan dengan hand tool.

5. Acid pickling, pembersihan permukaan dengan metode ini

dengan mencelupkan logam ke dalam larutan asam. Larutan

asam akan bereaksi secara kimia atau elektrolisa dengan

permukaan logam sehingga permukaan logam akan bersih dari

oksida atau kontaminan lainnya. Sebelum proses acid pickling ,

permukaan logam telah dibersihkan terlebih dahulu. Larutan

asam yang umum digunakan adalah sulfuric, hydrochloric,

muriatic, nitric, hydroflouric, phosporic atau campuran

beberapa larutan asam. Agar proses ini efektif dalam

membersihkan permukaan, maka ada beberapa konsentrasi

larutan , temperatur dan waktu pencelupan. Hal ini

dimaksudkan agar yang terlarut hanya oksida atau kontaminan

lainnya, bukan logam induk yang ikut termakan oleh larutan

asam berikut.

6. Abrasive Blasting Cleaning , digunakan untuk menghilangkan

material asing dan untuk mengkasarkan permukaan dengan cara

menembakan partikel abrasive, memakai udara tekan diatas

substrat logam.

7. Water jetting , sangat efektif digunakan untuk membersihkan

permukaan dari kontaminan yang larut dalam air, karat,

coating, grease dan oil. Namun pembersihan permukaan

dengan menggunakan water jetting tidak menghasilkan profil

yang baru pada permukaan, tetapi profil yang lama yang telah

ada pada permukaan. Oleh karena itu proses ini digunakan

apabila profil yang lama dianggap sudah memadai. [ Moch

Syaiful Anwar et al, 2009 ]

2.4 Abrasive Blast Cleaning

Abrasive blast cleaning adalah metode yang dinilai paling produktif yang

digunakan pada preparasi permukaan untuk coating dimana aplikasi coating

membutuhkan kekasara permukaan dan kebersihan tingkat tingkat tinggi. Blast

cleaning adalah satu – satunya metode yang dapat memberikan permukaan yang

kasar juga kebersihan yang tinggi.

Abrasive blast cleaning dilakukan dengan menembakan material abrasive

dengan kecepatan mencapai 724 km / jam menuju permukaan logam. Material

abrasive yang ditembakan dengan kecepatan tersebut akan menghilangkan

kotoran- kotoran seperti sisa cat, karat, mill scale dan kotoran – kotoran lain yang

dapat menurunkan efektifitas penggunaan coating.

2.4.1 Peralatan Abrasive Blast Cleaning

Untuk melakukan abrasive blast cleaning dibutuhkan peralatan , antara

lain :

1. Kompresor udara

Kompresor udara merupakan sumber energi untuk blast cleaning. Jumlah

gaya yang ditembakan menuku permukaan logam sangat tergantung pada

volume dan tekanan udara pada nozzle. Semakin besar kompresor dan

semakin besar nozzle maka proses akan semakin efektif.

2. Selang udara

Selang udara adalah penghubung antara kompresor dan blast pot. Untuk

efisiensi blast cleaning , selang udara haruslah memiliki diameter dalam

yang besar untuk mengurangi gesekan dan menghindari hilangnya tekanan

udara. Diameter selang udara minimum yang disarankan adalah sebesar

31.75 mm ( 1-1/4 in). Akan tetapi selang udara yang sering digunakan

adalah selang udara dengan diameter 50.8 – 101.6 mm. Jika selang udara

terlalu kecil untuk dilewati udara, maka gesekan akan menyebabkan

hilangnya tekanan udara yang mengakibatkan berkurangnya efisiensi blast

cleaning.

3. Pendingin dan pengering udara

Kelembaban dan kabut minyak pada proses blast cleaning akan menjadi

masalah apabila jumlah udara yang ditembakan amatlah besar. Untuk itu

diperlukan pendingin dan pengering udara atau moisture and oil

separators untuk menghilangkan kontaminasi minyak dan kelembaban

udara. Separators biasanya terbuat dari suatu kamar dengan penyaring

mikron.

4. Blast pot

Blast pot adalah suatu tangki penyimpanan material abrasive yang

digunakan pada proses blast cleaning. Ukuran blast pot biasanya

ditentukan kapasitas abrasive material yang akan digunakan. Biasanya jika

blasting dilakukan , suatu blast pot memungkinkan proses selama 30 – 40

menit tanpa mengisi ulang material abrasive.

5. Blast Hose

Blast hose adalah selang yang menghubungkan blast pot dengan nozzle

yang membawa udara sekaligus material abrasive yang digunakan. Ukuran

minimal diameter dalam blast hose adalah 31.75 mm. Selang biasanya

dibuat fleksibel dibagian ujung agar memudahkan pengguna untuk

merubah arah saat blasting dilakukan.

6. Blast Nozzle

Blast nozzle adalah elemen terpenting dalam operasi blast cleaning.

Ukuran nozzle diidentifikasi dari diameter dalam lubang nozzle tersebut.

Diameter diukur dalam enam belas satuan per inchi. Contoh sebuah nozzle

dengan diameter 4.76 mm ( 3/16 in ) disebut nozzle dengan diameter No. 3

. Ukuran Nozzle tersedia hingga ukuran 15.9 mm diameter. Semakin besar

nozzle maka semakin tinggi pula efesiensi proses blast cleaning, akan

tetapi diameter nozzle tidaklah bisa terlalu besar karena untuk menjaga

tekanan pada nozzle yang haruslah 90 – 100 Psi. [ Gilbert Gedeon, 1995 ]

2.4.2 Jenis Material Abrasive

Tiap – tiap material abrasive akan meninggalkan jejak yang berbeda pada

permukaan logam . Akan tetapi perlu diketahui beberapa faktor sebelum

menentukan material abrasive yang akan digunakan, antara lain :

a. Tipe permukaan yang akan di bersihkan

b. Bentuk dari struktur

c. Tipe material yang akan dihilangkan

d. Permukaan akhir yang diinginkan

e. Profil permukaan

f. Reklamasi penggunaan material abrasive

g. Pengaruh lingkungan terhadap penggunaan material abrasive

tersebut. . [ Gilbert Gedeon, 1995 ]

Tipe abrasive material yang biasa digunakan berbeda ditiap negara di

dunia. Kategori umum dari jenis material abrasive adalah : steel shot, metal grit

dan mineral abrasive. Tiap jenis abrasive akan menghasilkan perbedaadn struktur

profil pada permukaan logam yang akan di blast cleaning. Rekomendasi

penggunaan material abrasive untuk proses blast cleaning dijelaskan yang

dijelaskan pada SSPC – AB 1 , antara lain :

1. Oksida alami.

Oksida alami seperti pasir silika merupakan material yang

paling bnyak digunakan di dunia karena ketersediaanya yang

banyak tersebar, biaya rendah dan efektifitas yang tinggi. Akan

tetapi penggunaan pasir silika telah dibatasi karena

penggunaanya yang membahayakan. Dimana penggunaan

pasir silika akan menghasilkan debu dengan intensitas tinggi

yang sanagat berbahaya bagi paru-paru.

2. Metallic abrasive

Metallic abrasive seperti steel shot dan steel grit merupakan

material abrasive yang efisien , keras dan tidak menghasilkan

banyak debu. Akan tetapi perlu diperhatikan penyimpanannya

agar tidak terjadi karat pada material abrasive ini. Biaya awal

untuk penggunaan material abrasive ini merupakan yang

paling tinggi dibandingkan yang lain, akan tetapi abrasive

jenis ini dapat digunakan berulang – ulang kali yang membuat

material abrasive jenis ini efektif ditinjau dari biaya.

3. Slag abrasive

Slag abrasive merupakan produk dari peleburan bijih yang

digunakan untuk material abrasive blasting. Abrasive jenis ini

mudah hancur dan tidak bisa digunakan kembali. Material ini

biasa digunakan untuk meningkatkan pH pada logam yang

bersifat asam yang akan di blasting.

4. Synthetic abrasives

Synthetic abrasives ( alumunium oksida dan silikon karbida )

dapat membersihkan permukaan hampir sama dengan logam

abrasives, bahkan tanpa resiko karat pada material abrasive.

Bersifat sangat keras dan rendah debu, akan tetapi biaya yang

diperlukan sangatlah tinggi dan harus di olah ulang untuk

penggunaan ekonomi.

Tabel 2 Karakteristik Material Abrasive [ Moch Syaiful et al, 2009 ]

Penggunaan abrasive material pada blast cleaning menjadi bermacam

klasifikasi, beberapa dapat di gunakan ulang secara efektif dan beberapa lainnya

sama sekali tidak dapat di gunakan secara berulang. Material abrasive yang tidak

dapat digunakan ulang harganya tidaklah mahal oleh karena itu material jenis ini

biasa digunaka apabila penggunaan ulang tidak masuk dalam rencana.

Dalam proses blast cleaning keasaman dari permukaan logam haruslah

netral. Oleh karena itu perlu diperhatikan apabila digunakan material abrasive

yang dicampur dengan air. Mengukur nilai pH cenderung mudah dilakukan dan

haruslah secara rutin di monitor karena abrasive dengan pH asam akan

menimbulkan korosi yang prematur pada baja dan dapat mengakibatkan

kegagalan coating. pH dapat diukut dengan penggunaan kertas lakmus atau pH

meter. Garam terlarut juga harus diperhatikan karena apabila ada garam terlarut

yang tersisa pada permukaan, ini akan menurunkan efektifitas coating dan

melemahkan kerekatan antara coating dan substrat logam. Oleh karena itu apa

bila air pada campuran material abrasive berasal dari air laut, tingkat garam

terlarutnya haruslah benar – benar di monitor. [ Gilbert Gedeon, 1995 ]