BAB II PPOK
-
Upload
harmai-linda -
Category
Documents
-
view
26 -
download
6
description
Transcript of BAB II PPOK
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK)
2.1.1 DEFINISI PPOK
PPOK adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara di
saluran napas yang bersifat progressif nonreversibel atau reversibel parsial (PDPI:2003).
2.1.2 EPIDEMIOLOGI PPOK
Saat ini penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) merupakan masalah kesehatan
global. Data prevalensi, morbiditas dan mortalitas berbeda tiap negara namun secara umum
terkait langsung dengan prevalensi merokok dan pada beberapa negara dengan polusi udara
akibat pembakaran kayu dan bahan-bahan biomasa lain (Maranatha:2010).
Prevalensi PPOK cenderung meningkat. Menurut The Latin American Project for the
investigation of Obstructive Lung Disease (PLATINO) prevalensi PPOK stadium I dan yang
lebih parah pada umur >60 tahun antara 18,4 % - 32,1 %. Di 12 negara Asia Pasifik
prevalensi PPOK stadium sedang-berat pada umur ≥30 tahun 6,3%. Penyakit paru obstruktif
kronik merupakan penyebab morbiditas dan mortalitas kronis ke 4 di Amerika serikat.
Di Indonesia tidak ada data yang akurat tentang kekerapan PPOK. Pada Survai Kesehatan
Rumah Tangga (SKRT) 1986 asma, bronkitis kronik dan emfisema menduduki peringkat ke -
5 sebagai penyebab kesakitan terbanyak dari 10 penyebab kesakitan utama. SKRT Depkes RI
1992 menunjukkan angka kematian karena asma, bronkitis kronik dan emfisema menduduki
peringkat ke - 6 dari 10 penyebab tersering kematian di Indonesia (PDPI:2003).
2.1.3 ETIOLOGI PPOK
Faktor risiko terjadinya PPOK:
1. Kebiasaan merokok merupakan satu - satunya penyebab kausal yang terpenting, jauh lebih
penting dari faktor penyebab lainnya.
Dalam pencatatan riwayat merokok perlu diperhatikan :
a. Riwayat merokok
- Perokok aktif
- Perokok pasif
- Bekas perokok
b. Derajat berat merokok dengan Indeks Brinkman (IB), yaitu perkalian jumlah rata-rata
batang rokok dihisap sehari dikalikan lama merokok dalam tahun :
- Ringan : 0-200
- Sedang : 200-600
- Berat : >600
2. Riwayat terpajan polusi udara di lingkungan dan tempat kerja
3. Hipereaktiviti bronkus
4. Riwayat infeksi saluran napas bawah berulang
5. Defisiensi antitripsin alfa - 1, umumnya jarang terdapat di Indonesia
2.1.4 KLASIFIKASI PPOK
Berdasar hasil spirometri keparahan PPOK dibagi menjadi 4
Stadium I: ringan FEV1/FVC < 0,7
FEV1 >80% prediksi
Stadium II: sedang FEV1/FVC < 0,7
50% ≤ FEV1 < 80% prediksi
Stadium III: berat FEV1/FVC < 0,7
30%≤ FEV1 < 50% prediksi
Stadium IV: sangat berat FEV1/FVC < 0,7
FEV1< 30% prediksi atau FEV1 <50% +
gagal napas kronik
2.1.5 PATOLOGI PPOK
Perubahan-perubahan patologik yang khas untuk PPOK dijumpai di: saluran napas
proksimal, saluran napas perifer, parenkim paru dan vaskuler pulmonal. Perubahan tersebut
berupa inflamasi kronik dengan peningkatan jumlah sel-sel inflamasi spesifik diberbagai
bagian paru dan perubahan struktural akibat inflamasi dan perbaikan (repair) berulang.
Secara umum inflamasi dan perubahan struktural pada saluran napas meningkat sebanding
dengan keparahan penyakit dan menetap walaupun berhenti merokok.
1. Saluran napas proksimal (trakea, bronkus dengan diameter internal > 2mm):
1.1. Sel inflamasi: makrofag meningkat, sel T CD8+ meningkat, neutrofil atau
eosinofil sedikit.
1.2. Perubahan struktural: sel goblet meningkat, kelenjar submukosa membesar,
metaplasia skuamus dari epitel.
2. Saluran napas perifer (bronkioli dengan diameter internal < 2 mm):
2.1. Sel inflamasi: makrofag meningkat, sel T meningkat (CD8+ > CD4+), sel B,
folikel limfoid meningkat, fibroblast meningkat neutrofil atau eosinofil sedikit.
2.2. Perubahan struktural: penebalan dinding saluran napas, fibrosis peribronkial
eksudat inflamasi pada lumen saluran napas, penyempitan saluran napas.
3. Parenkim paru (bronkioli respirasi dan alveoli):
3.1. Sel inflamasi: makrofag meningkat, sel T CD8+ meningkat.
3.2. Perubahan struktural: destruksi dinding alveoli, apoptosis sel epitel dan
endotel.
Emfisema sentrilobuler: dilatasi dan destruksi bronkioli respirasi terutama
dijumpai pada perokok.
Emfisema panasiner: destruksi sakus alveolaris dan juga bronkioli respirasi
terutama dijumpai pada defisiensi a1 antitripsin.
4. Vaskuler pulmonal:
4.1. Sel inflamasi: makrofag meningkat, sel T meningkat.
4.2. Perubahan struktural: tunika intima menebal, disfungsi sel endotel, otot polos
meningkat menyebabkan hipertensi pulmonal. Struktural yang banyak terkena
adalah parenkim paru dan saluran napas perifer.
2.1.6 PATOGENESIS PPOK
Merokok adalah faktor risiko utama PPOK walaupun partikel noxious inhalasi lain
dan berbagai gas juga member kontribusi. Merokok inhalasi lain dan berbagai gas juga
memberi kontribusi. Merokok menyebabkan inflamasi paru. Karena sebab yang belum
diketahui sampai sekarang beberapa perokok menunjukkan peningkatan respon inflamasi
normal, protektif dari paparan inhalasi yang akhirnya menyebabkan kerusakan jaringan,
gangguan mekanisme pertahanan yang membatasi destruksi jaringan paru dan memutus
mekanisme perbaikan, ini membawa perubahan berupa lesi patologi yang khas PPOK. Di
samping inflamasi ada proses lain yang juga penting pada pathogenesis PPOK adalah
ketidakseimbangan protease dan antiprotease dan stress oksidatif.
2.1.7 GAMBARAN KLINIS PPOK
2.1.7.1 Anamnesis
- Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala pernapasan
- Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja
- Riwayat penyakit emfisema pada keluarga
- Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, mis berat badan lahir rendah (BBLR),
infeksi saluran napas berulang, lingkungan asap rokok dan polusi udara
- Batuk berulang dengan atau tanpa dahak
- Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi
2.1.7.2 Pemeriksaan fisis
PPOK dini umumnya tidak ada kelainan
• Inspeksi
- Pursed - lips breathing (mulut setengah terkatup mencucu)
- Barrel chest (diameter antero - posterior dan transversal sebanding)
- Penggunaan otot bantu napas
- Hipertropi otot bantu napas
- Pelebaran sela iga
- Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis di leher dan edema
tungkai
- Penampilan pink puffer atau blue bloater
• Palpasi
Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar
• Perkusi
Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak diafragma rendah, hepar
terdorong ke bawah
• Auskultasi
- suara napas vesikuler normal, atau melemah
- terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada ekspirasi paksa
- ekspirasi memanjang
- bunyi jantung terdengar jauh
Pink puffer
Gambaran yang khas pada emfisema, penderita kurus, kulit kemerahan dan pernapasan
pursed – lips breathing
Blue bloater
Gambaran khas pada bronkitis kronik, penderita gemuk sianosis, terdapat edema tungkai dan
ronki basah di basal paru, sianosis sentral dan perifer
Pursed - lips breathing
Adalah sikap seseorang yang bernapas dengan mulut mencucu dan ekspirasi yang
memanjang. Sikap ini terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk mengeluarkan retensi CO2
yang terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi pada
gagal napas kronik
2.2 ROKOK
2.3.1 DEFINISI ROKOK
Rokok adalah silinder dari kertas berukuran panjang antara 70 hingga 120 mm (bervariasi
tergantung negara) dengan diameter sekitar 10 mm yang berisi daun-daun tembakau yang
telah dicacah (www.resp.usu.ac.id). Rokok dibakar pada salah satu ujungnya dan dibiarkan
membara agar asapnya dapat dihirup lewat mulut pada ujung lainnya.
2.3.2 JENIS ROKOK
Menurut Sitepoe, M. (1997), rokok berdasarkan bahan baku atau isi di bagi tiga jenis:
1. Rokok Putih : rokok yang bahan baku atau isinya hanya daun tembakau yang diberi saus
untuk mendapatkan efek rasa dan aroma tertentu.
2. Rokok Kretek : rokok yang bahan baku atau isinya berupa daun tembakau dan cengkeh
yang diberi saus untuk mendapatkan efek rasa dan aroma tertentu.
3. Rokok Klembak : rokok yang bahan baku atau isinya berupa daun tembakau, cengkeh, dan
kemenyan yang diberi saus untuk mendapatkan efek rasa dan aroma tertentu.
Rokok berdasarkan penggunaan filter dibagi dua jenis :
1. Rokok Filter (RF) : rokok yang pada bagian pangkalnya terdapat gabus.
2. Rokok Non Filter (RNF) : rokok yang pada bagian pangkalnya tidak terdapat gabus.
2.3.3 KANDUNGAN ROKOK
Pada saat rokok dihisap komposisi rokok yang dipecah menjadi komponen lainnya,
misalnya komponen yang cepat menguap akan menjadi asap bersama-sama dengan
komponen lainnya terkondensasi. Dengan demikian komponen asap rokok yang dihisap oleh
perokok terdiri dari bagian gas (85%) dan bagian partikel (15%).
Rokok mengandung kurang lebih 4.000 jenis bahan kimia, dengan 40 jenis di
antaranya bersifat karsinogenik (dapat menyebabkan kanker), dan setidaknya 200 diantaranya
berbahaya bagi kesehatan. Racun utama pada rokok adalah tar, nikotin, dan karbon
monoksida (CO). Selain itu, dalam sebatang rokok juga mengandung bahan-bahan kimia lain
yang tak kalah beracunnya (David E, 2003). Zat-zat beracun yang terdapat dalam rokok
antara lain adalah sebagai berikut :
1. Nikotin
Komponen ini paling banyak dijumpai di dalam rokok. Nikotin yang terkandung di
dalam asap rokok antara 0.5-3 ng, dan semuanya diserap, sehingga di dalam cairan darah atau
plasma antara 40-50 ng/ml. Nikotin merupakan alkaloid yang bersifat stimulan dan pada
dosis tinggi bersifat racun. Zat ini hanya ada dalam tembakau, sangat aktif dan
mempengaruhi otak atau susunan saraf pusat. Nikotin juga memiliki karakteristik efek adiktif
dan psikoaktif. Dalam jangka panjang, nikotin akan menekan kemampuan otak untuk
mengalami kenikmatan, sehingga perokok akan selalu membutuhkan kadar nikotin yang
semakin tinggi untuk mencapai tingkat kepuasan dan ketagihannya. Sifat nikotin yang adiktif
ini dibuktikan dengan adanya jurang antara jumlah perokok yang ingin berhenti merokok dan
jumlah yang berhasil berhenti (Pdpersi, 2006).
Nikotin yaitu zat atau bahan senyawa porillidin yang terdapat dalam Nicotoana
Tabacum, Nicotiana Rustica dan spesies lainnya yang sintesisnya bersifat adiktif dapat
mengakibatkan ketergantungan. Nikotin ini dapat meracuni saraf tubuh, meningkatkan
tekanan darah, menyempitkan pembuluh perifer dan menyebabkan ketagihan serta
ketergantungan pada pemakainya.
2. Karbon Monoksida (CO)
Gas karbon monoksida (CO) adalah sejenis gas yang tidak memiliki bau. Unsur ini
dihasilkan oleh pembakaran yang tidak sempurna dari unsur zat arang atau karbon. Gas
karbon monoksida bersifat toksis yang bertentangan dengan oksigen dalam transpor maupun
penggunaannya. Gas CO yang dihasilkan sebatang rokok dapat mencapai 3-6%, sedangkan
CO yang dihisap oleh perokok paling rendah sejumlah 400 ppm (parts per million) sudah
dapat meningkatkan kadar karboksi haemoglobin dalam darah sejumlah 2-16% (Sitepoe, M.,
1997).
3. Tar
Tar merupakan bagian partikel rokok sesudah kandungan nikotin dan uap air
diasingkan. Tar adalah senyawa polinuklin hidrokarbon aromatika yang bersifat
karsinogenik. Dengan adanya kandungan tar yang beracun ini, sebagian dapat merusak sel
paru karena dapat lengket dan menempel pada jalan nafas dan paru-paru sehingga
mengakibatkan terjadinya kanker. Pada saat rokok dihisap, tar masuk kedalam rongga mulut
sebagai uap padat asap rokok. Setelah dingin akan menjadi padat dan membentuk endapan
berwarna coklat pada permukaan gigi, saluran pernafasan dan paru-paru. Pengendapan ini
bervariasi antara 3-40 mg per batang rokok, sementara kadar dalam rokok berkisar 24-45 mg.
Sedangkan bagi rokok yang menggunakan filter dapat mengalami penurunan 5-15 mg.
Walaupun rokok diberi filter, efek karsinogenik tetap bisa masuk dalam paru-paru, ketika
pada saat merokok hirupannya dalam-dalam, menghisap berkali-kali dan jumlah rokok yang
digunakan bertambah banyak (Sitepoe, M., 1997).
4. Timah Hitam (Pb)
Timah Hitam (Pb) yang dihasilkan oleh sebatang rokok sebanyak 0,5 ug. Sebungkus
rokok (isi 20 batang) yang habis dihisap dalam satu hari akan menghasilkan 10 ug. Sementara
ambang batas bahaya timah hitam yang masuk ke dalam tubuh adalah 20 ug per hari (Sitepoe,
M., 1997).
5. Amoniak
Amoniak merupakan gas yang tidak berwarna yang terdiri dari nitrogen dan hidrogen.
Zat ini tajam baunya dan sangat merangsang. Begitu kerasnya racun yang ada pada ammonia
sehingga jika masuk sedikit pun ke dalam peredaran darah akan mengakibatkan seseorang
pingsan atau koma.
6. Hidrogen Sianida (HCN)
Hidrogen sianida merupakan sejenis gas yang tidak berwarna, tidak berbau dan tidak
memiliki rasa. Zat ini merupakan zat yang paling ringan, mudah terbakar dan sangat efisien
untuk menghalangi pernapasan dan merusak saluran pernapasan. Sianida adalah salah satu zat
yang mengandung racun yang sangat berbahaya. Sedikit saja sianida dimasukkan langsung ke
dalam tubuh dapat mengakibatkan kematian
7. Nitrous Oxide
Nitrous oxide merupakan sejenis gas yang tidak berwarna, dan bila terhisap dapat
menyebabkan hilangnya pertimbangan dan menyebabkan rasa sakit.
8. Fenol
Fenol adalah campuran dari kristal yang dihasilkan dari distilasi beberapa zat organic
seperti kayu dan arang, serta diperoleh dari tar arang. Zat ini beracun dan membahayakan
karena fenol ini terikat ke protein dan menghalangi aktivitas enzim.
9. Hidrogen sulfida
Hidrogen sulfida adalah sejenis gas yang beracun yang gampang terbakar dengan bau yang
keras. Zat ini menghalangi oksidasi enzim (zat besi yang berisi pigmen).
2.3 PERILAKU MEROKOK
2.4.1 DEFINISI
Perilaku merokok adalah aktivitas seseorang yang merupakan respons orang tersebut
terhadap rangsangan dari luar yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi seseorang untuk
merokok dan dapat diamati secara langsung.
Sedangkan menurut Istiqomah Merokok adalah membakar tembakau kemudian
dihisap, baik menggunakan rokok maupun menggunakan pipa. Temparatur sebatang rokok
yang tengah dibakar adalah 90 derajat Celcius untuk ujung rokok yang dibakar, dan 30
derajat Celcius untuk ujung rokok yang terselip di antara bibir perokok (Istiqomah, 2003).
1.4.2 TIPE PEROKOK
Berdasarkan derajatnya:
1. Perokok sangat berat, dia mengkonsumsi rokok lebih dari 31 batang perhari dan
selang merokoknya lima menit setelah bangun pagi.
2. Perokok berat, merokok sekitar 21-30 batang sehari dengan selang waktu sejak
bangun pagi berkisar antara 6-30 menit.
3. Perokok sedang, menghabiskan rokok 11-21 batang dengan selang waktu 31-60 menit
setelah bagun pagi.
4. Perokok ringan, menghabiskan rokok sekitar10 batang dengan selang waktu 60 menit
dari bangun pagi.
Berdasarkan pelakunya:
1. Perokok Pasif
Perokok pasif dalah asap rokok yang di hirup oleh seseorang yang tidak merokok
(Pasive Smoker). Asap rokok merupakan polutan bagi manusia dan lingkungan sekitarnya.
Asap rokok lebih berbahaya terhadap perokok pasif daripada perokok aktif. Asap rokok yang
dihembuskan oleh perokok aktif dan terhirup oleh perokok pasif, lima kali lebih banyak
mengandung karbon monoksida, empat kali lebih banyak mengandung tar dan nikotin
(Wardoyo, 1996).
2. Perokok Aktif
Menurut Bustan (1997) rokok aktif adalah asap rokok yang berasal dari hisapan
perokok atau asap utama pada rokok yang dihisap (mainstream). Dari pendapat di atas dapat
ditarik kesimpulan bahwa perokok aktif adalah orang yang merokok dan langsung menghisap
rokok serta bisa mengakibatkan bahaya bagi kesehatan dir
Menurut Tomkins dalam Sarafino,(1994) ada 4 tipe perilaku merokok berdasarkan
Management of affect theory, keempat tipe tersebut adalah:
1. Pengaruh Positif, individu mau merokok karena merokok memberi perasaan positif
baginya. Dia menjadi senang dan tenang saat merokok.
2. Pengaruh Negatif, merokok dapat meredakan emosi-emosi negatif dalam hidupnya.
3. Ketergantungan Fisiologis, perilaku merokok yang sudah jadi kebiasaan. Secara fisik
individu sudah merasa ketagihan untuk merokok dan dia tidak dapat menghindar atau
menolak permintaan yang berasal dari dalam dirinya sendiri.
4. Ketergantungan Psikologis, kondisi ketika individu merasakan, memikirkan dan
memutuskan untuk merokok terus menerus. Dalam keadaan apa saja dan dimana saja ia
selalu cenderung ingin merokok. ( Dariyo, 2004 ).