BAB II PEMBAHASAN KERANGKA TEORITIS, HASIL PENELITIAN, DAN...
Transcript of BAB II PEMBAHASAN KERANGKA TEORITIS, HASIL PENELITIAN, DAN...
BAB II
PEMBAHASAN
KERANGKA TEORITIS, HASIL PENELITIAN, DAN ANALISIS
A. Kerangka Teoritis
1. Partisipasi
Pengertian partisipasi menurut para ahli:
Menurut Ach. Wazir Ws., et al. partisipasi bisa diartikan sebagai keterlibatan
seseorang secara sadar ke dalam interaksi sosial dalam situasi tertentu. Dengan
pengertian itu, seseorang bisa berpartisipasi bila ia menemukan dirinya dengan atau
dalam kelompok, melalui berbagai proses berbagi dengan orang lain dalam hal nilai,
tradisi, perasaan, kesetiaan, kepatuhan dan tanggungjawab bersama.1
Mikkelsen membagi partisipasi menjadi 6 (enam) pengertian, yaitu:2
1. Partisipasi adalah kontribusi sukarela dari masyarakat kepada proyek tanpa
ikut serta dalam pengambilan keputusan.
2. Partisipasi adalah “pemekaan” (membuat peka) pihak masyarakat untuk
meningkatkan kemauan menerima dan kemampuan untuk menanggapi
proyek-proyek pembangunan.
1 Ach. Wazir Ws., et al., ed. (1999). Panduan Penguatan Menejemen Lembaga Swadaya Masyarakat. Jakarta:
Sekretariat Bina Desa dengan dukungan AusAID melalui Indonesia HIV/AIDS and STD Prevention and Care Project. hal. 29.
2 Mikkelsen, Britha. (1999). Metode Penelitian Partisipatoris dan Upaya-upaya Pemberdayaan: sebuah buku
pegangan bagi para praktisi lapangan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. hal. 64.
3. Partisipasi adalah keterlibatan sukarela oleh masyarakat dalam perubahan
yang ditentukannya sendiri.
4. Partisipasi adalah suatu proses yang aktif, yang mengandung arti bahwa orang
atau kelompok yang terkait, mengambil inisiatif dan menggunakan
kebebasannya untuk melakukan hal itu.
5. Partisipasi adalah pemantapan dialog antara masyarakat setempat dengan para
staf yang melakukan persiapan, pelaksanaan, monitoring proyek, agar supaya
memperoleh informasi mengenai konteks lokal, dan dampak-dampak sosial.
6. Partisipasi adalah keterlibatan masyarakat dalam pembangunan diri,
kehidupan, dan lingkungan mereka.
1.1. Partisipasi Masyarakat
Partisipasi masyarakat menurut Isbandi adalah keikutsertaan
masyarakat dalam proses pengidentifikasian masalah dan potensi yang ada di
masyarakat, pemilihan dan pengambilan keputusan tentang alternatif solusi
untuk menangani masalah, pelaksanaan upaya mengatasi masalah, dan
keterlibatan masyarakat dalam proses mengevaluasi perubahan yang terjadi.3
Partisipasi masyarakat dapat didefinisikan dengan:4
a. Adanya subyek yang berinteraksi, yaitu individu yang berada dalam
satu unit masyarakat (kelompok), organisasi perekonomian,
pemerintah dan bangsa. Masing-masing memiliki keleluasaan untuk
mengambil keputusan, tetapi terikat dalam suatu ikatan solidaritas
tertentu untuk mewujudkan kepentingan atau rencana bersama.
3 Isbandi Rukminto Adi. (2007). Perencanaan Partisipatoris Berbasis Aset Komunitas: dari Pemikiran Menuju
Penerapan. Depok: FISIP UI Press. hal. 27. 4 Mulyono S, 1996. Teori Pengambilan Keeputusan. Edisi Revisi, Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI, Jakarta
b. Adanya kerelaan dan kesadaran dari individu untuk menjalankan
peranan yang diberikan oleh kelompok secara ikhlas. Keikutsertaan
tidak atas dasar kekuasaan pemimpin.
c. Partisipasi berkonotasi kepada keterlibatan anggota perorangan dalam
proses pengelolaan dalam suatu kegiatan (pengambilan keputusan
bersama, pengarahan, sumber daya, pengawasan dan penyesuaian).
Dari indikasi tersebut, pengertian partisipasi dapat diartikan sebagai
keterlibatan secara nyata sejumlah orang di dalam situasi atau kegiatan yang
dapat mempertinggi kesejahteraan secara sosial, ekonomi, pendapatan,
keamanan atau rasa mempertinggi diri dan kepercayaan mereka. Wujud
partisipasi secara aktif dari masyarakat akan membawa keuntungan, yaitu
sebagai berikut:
a. Dapat mencerminkan pemahaman masyarakat atas program yang
dilaksanakan, sehingga akan terdapat antara keinginan masyarakat
dengan tujuan program.
b. Partisipasi masyarakat dapat menumbuhkan saling pengertian antara
golongan dalam stratifikasi sosial.
c. Partisipasi masyarakat dapat mengembangkan keterampilan dan
selanjutya menumkembangkan rasa percaya diri untuk bekerja,
bertindak dan tidak apatis.
d. Peran serta mencerminkan pengakuan eksistensi seseorang dalam
masyarakat sebagai subyek yang ikut serta bertanggungjawab dalam
pelaksanaan program.
Dalam meningkatkan partisipasi masyarakat, maka ada dua hal yang
mempengaruhi tingkat partisipasi seseorang atau kelompok masyarakat
meliputi dua hal, yaitu:
a. Faktor internal yang mencakup ciri-ciri atau karakteristik individu.
b. Faktor eksternal yang merupakan faktor diluar karakteristik
individu.
Faktor internal meliputi umur, pendidikan formal, pendidikan non formal, luas
lahan garapan, pendapatan, pengalaman berusaha, kekosmopolitan, sedangkan
faktor eksternal meliputi hubugan antara pengelola dengan petani penggarap,
pelayanan pengelola dan kegiatan penyuluhan.
1.2.Pentingnya Partisipasi
Partisipasi masyarakat merupakan faktor penting dalam pembangunan,
sehingga hampir semua negara mengakui adanya kebutuhan akan partisipasi
dalam semua proses pembangunan. Hal ini terlihat dengan munculnya konsep
pembangunan dari bawah yang melibatkan peran serta masyarakat (bottom up)
untuk mengimbangi modus konsep pembangunan dari atas (top down).5
Partisipasi masyarakat memiliki arti yang penting dan strategis dalam
perencanaan pembangunan. Keterlibatan masyarakat menjadi penting, artinya
dalam perencanaan pembangunan sebagai berikut: 6
1. Berupaya memadukan atau mengawinkan model top down dan bottom up
agar program pembangunan tersebut dapat diterima sepenuh hati.
2. Memotivasi rakyat untuk menumbuhkan rasa meluhandarbeni terhadap
hasil pembangunan. Kesadaran dalam berpartisipasi ini sangat penting
5 Zulkarnain dan Dodo, S. 1989. Pembangunan Berorientasi Kerakyatan, Sebuah Model Radiasi LSM. Makalah
dalam Pembangunan Masyarakat Pedesaan UGM. Yogyakarta. 6 Soetrisno. 1995. Menuju Masyarakat Partisipatif. Penerbit Karnisius. Yogyakarta.
artinya, terutama bila dikaitkan dengan perawatan atau pengelolaan hasil
pembangunan.
Sentosa dalam Atmanto mengemukakan beberapa unsur penting dari
partisipasi sebagai berikut: 7
1. Komunitas yang menumbuhkan pengertian yang efektif.
2. Perubahan sikap, pendapat dan tingkah laku yang diakibatkan oleh
pengertian yang menumbuhkan kesadaran.
3. Kesadaran yang didasarkan atas perhitungan dan pertimbangan.
4. Enthousiasme atau spontanitas, yaitu kesediaan melakukan sesuatu yang
tumbuh dari dalam lubuk hati sendiri tanpa dipaksa orang lain.
5. Adanya rasa tanggung jawab terhadap kepentingan bersama.
1.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Partisipasi
Tjokroamidjojo mengungkapkan faktor-faktor yang perlu mendapatkan
perhatian dalam partisipasi masyarakat adalah:8
a. Faktor kepemimpinan, dalam menggerakkan partisipasi sangat
diperlukan adanya pimpinan dan kualitas.
b. Faktor komunikasi, gagasan-gagasan, ide, kebijaksanaan dan rencana-
rencana baru akan mendapat dukungan bila diketahui dan dimengerti
oleh masyarakat.
c. Faktor pendidikan, dengan tingkat pendidikan yang memadai,
individu/ masyarakat akan dapat memberikan partisipasi yang
diharapkan.
7 Atmanto. 1995. Peran Pemerintah dan Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan Hutan Kota: Studi Kasus
di Kelurahan Krobokan Kecamatan Semarang Barat, Kotamadya Semarang. Tesis. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. 8 Tjokroamidjodjo. 1996. Perencanaan Pembangunan. Gunung Agung. Jakarta.
Hubeis, Syafri, Aida dan Vitayala mengatakan bahwa bentuk peran serta
masyarakat akan sangat dipengaruhi oleh latar belakang masyarakat,
mencakup karakteristik sosial ekonomi, dan lingkungan budaya di mana
masyarakat bertempat tinggal. Semua ini erat pula kaitannya dengan tipe dan
jenis proyek pembangunan yang akan diintroduksikan kepada masyarakat.9
2. Teori Peran Dalam Sosiologi Hukum
Balai Taman Nasional Gunung Merbabu dan masyarakat yang salah
satunya adalah masyarakat Dusun Cuntel memiliki peran penting dalam
menumbuhkan rasa partisipatif terhadap kelestarian hutan khususnya yang ada di
Gunung Merbabu. Peran adalah pola perilaku yang diharapkan dilakukan oleh
seseorang yang memiliki atau menduduki suatu status dan posisi tertentu dalam
organisasi, kelompok atau lembaga-lembaga.10
Peran adalah suatu kompleks pengharapan manusia terhadap caranya
individu harus bersikap dan berbuat dalam situasi tertentu yang berdasarkan status
dan fungsi sosialnya. Sebagai pola perikelakuan, maka peranan mempunyai
beberapa unsur, yakni antara lain :11
a. Peranan ideal, sebagaimana dirumuskan atau diharapkan oleh masyarakat,
terhadap status-status tertentu. Peranan ideal tersebut merumuskan hak-hak
dan kewajiban-kewajiban yang terkait pada status-status tertentu.
b. Peran yang dianggap oleh dirinya sendiri, peranan ini merupakan hal yang
oleh individu harus dilakukan pada situasi-situasi tertentu. Artinya, seorang
9 Hubeis et al, (1990) Hubeis, Syafri, Aida dan Vitayala. 1990. Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan.
Makalah Disampaikan pada Sarasehan Lahan Kering di Gunung Walad Sukabumi. 15 - 17 Juni. Sukabumi. 10
Robert M.Z Lawang, Buku Pokok Pengantar Sosiologi, Penerbit Karunia, Jakarta, hlm.85. 11
Soerjono Soekanto, Memperkenalkan Sosiologi, Penerbit CV, Rajawali, Jakarta, 1982, hlm. 30.
individu menganggap bahwa dalam situasi-situasi tertentu (yang
dirumuskannya sendiri), dia harus melaksanakan peranan tertentu.
Peranan yang dilaksanakan atau dikerjakan, ini merupakan peranan yang
sesungguhnya dilaksanakan oleh individu di dalam kenyataannya, yang terwujud
dalam perikelakuan yang nyata. Peranan yang dilaksanakan dalam kenyataan,
mungkin saja berbeda dengan peranan ideal maupun peranan yang di anggap oleh
dirinya sendiri. Peranan yang dilaksanakan secara aktual senantiasa dipengaruhi
oleh sistem kepercayaan, harapan-harapan, persepsi, dan juga oleh kepribadian
individu yang bersangkutan.
Menurut Soerjono Soekanto, Peran (role) merupakan aspek dinamis
kedudukan (status). Apabila seseorang melaksanakan hak-hak yang kewajiban-
kewajiban sesuai dengan kedudukan, maka dia menjalankan suatu peranan.12
Suatu peranan mencakup paling sedikit tiga hal, antara lain :13
1) Peranan adalah meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau
tempat seseorang dalam masyarakat. Peran dalam arti ini merupakan
rangkaian peraturan-peraturan yang membimbing seseorang dalam kehidupan
masyarakat.
2) Peranan adalah suatu konsep perihal apa yang dapat dilakukan oleh individu
dalam masyarakat sebagai organisasi.
3) Peranan juga dapat dikatakan perilaku individu yang penting bagi struktur
sosial.
Peranan bertujuan agar di antara individu yang melaksanakan peranan
dengan orang-orang disekitarnya yang bersangkutan atau ada hubungan dengan
12
Seorjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, Penerbit Yayasan Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta, 1974, hlm. 130. 13
Ibid, hlm. 131.
peran tersebut, akan terdapat hubungan yang diatur oleh nilai-nilai sosial yang
diterima dan ditaati kedua belah pihak.
Pembahasan perihal aneka macam peranan yang melekat pada individu-
individu dalam masyarakat penting bagi hal-hal sebagai berikut :14
a. Peranan-peranan tertentu harus dilaksanakan apabila struktur masyarakat
hendak dipertahankan kelangsungannya.
b. Peranan tersebut seyogyanya diletakkan pada individu-individu yang oleh
masyarakat di anggap mampu melaksanakannya.
c. Dalam masyarakat kadangkala dijumpai individu-individu yang tak
mampu melaksanakan peranannya sebagaimana diharapkan oleh
masyarakat karena mungkin pelaksanaannya memerlukan pengorbanan arti
kepentingan-kepentingan pribadi yang terlalu banyak.
d. Apabila semua orang sanggup dan mampu melaksanakan peranannya,
belum tentu masyarakat akan dapat memberikan peluang-peluang yang
seimbang.
Akan tetapi, didalam interaksi sosial terkadang kala kurang disadari
bahwa yang paling penting adalah melaksanakan peranan dari pada kedudukan
sehingga terjadi hubungan-hubungan yang timpang yang tidak seharusnya
terjadi. Hubungan yang timpang tersebut lebih cenderung mementingkan
bahwa suatu pihak hanya mempunyai hak saja, sedangkan pihak lain hanyalah
mempunyai kewajiban belaka. 15
14
Budi Sulistyowati, Soerjono Soekanto, ed., Sosiologi Suatu Pengantar, PT.Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2014, hlm. 213.
15 Ibid, hlm. 214.
3. Perlindungan Hutan
Dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan
menjelaskan tentang perlindungan hutan sebagaimana diatur dalam Pasal 47
bahwa perlindungan hutan dan kawasan hutan merupakan usaha untuk:
a. Mencegah dan membatasi kerusakan hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan
yang disebabkan oleh perbuatan manusia, ternak, kebakaran, daya-daya alam,
hama, serta penyakit.
b. Mempertahankan dan menjaga hak-hak negara, masyarakat, dan perorangan
atas hutan, kawasan hutan, hasil hutan, investasi serta perangkat yang
berhubungan dengan pengelolaan hutan.
Dijelaskan pada Pasal 48 yang menjelaskan berbagai hal yaitu:
(1) Pemerintah mengatur perlindungan hutan, baik di dalam maupun di luar
kawasan hutan.
(2) Perlindungan hutan pada hutan negara dilaksanakan oleh pemerintah.
(3) Pemegang izin usaha pemanfaatan hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
27 dan Pasal 29, serta pihak-pihak yang menerima wewenang pengelolaan
hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34, diwajibkan melindungi hutan
dalam areal kerjanya.
(4) Perlindungan hutan pada hutan hak dilakukan oleh pemegang haknya.
(5) Untuk menjamin pelaksanaan perlindungan hutan yang sebaik-baiknya,
masyarakat diikutsertakan dalam upaya perlindungan hutan.
(6) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3),
ayat (4), dan ayat (5) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 49 mengatur tentang pemegang hak atau izin bertanggung jawab atas
terjadinya kebakaran hutan di areal kerjanya.
Dan dalam Pasal 50 dijelaskan bahwa:
(1) Setiap orang dilarang merusak prasarana dan sarana perlindungan hutan.
(2) Setiap orang yang diberikan izin usaha pemanfaatan kawasan, izin usaha
pemanfaatan jasa lingkungan, izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dan
bukan kayu, serta izin pemungutan hasil hutan kayu dan bukan kayu, dilarang
melakukan kegiatan yang menimbulkan kerusakan hutan.
(3) Setiap orang dilarang:
a. mengerjakan dan atau menggunakan dan atau menduduki kawasan hutan
secara tidak sah
b. merambah kawasan hutan
c. melakukan penebangan pohon dalam kawasan hutan dengan radius atau
jarak sampai dengan:
1. 500 (lima ratus) meter dari tepi waduk atau danau
2. 200 (dua ratus) meter dari tepi mata air dan kiri kanan sungai di
daerah rawa
3. 100 (seratus) meter dari kiri kanan tepi sungai
4. 50 (lima puluh) meter dari kiri kanan tepi anak sungai
5. 2 (dua) kali kedalaman jurang dari tepi jurang
6. 130 (seratus tiga puluh) kali selisih pasang tertinggi dan pasang
terendah dari tepi pantai.
d. membakar hutan
e. menebang pohon atau memanen atau memungut hasil hutan di dalam
hutan tanpa memiliki hak atau izin dari pejabat yang berwenang
f. menerima, membeli atau menjual, menerima tukar, menerima titipan,
menyimpan, atau memiliki hasil hutan yang diketahui atau patut diduga
berasal dari kawasan hutan yang diambil atau dipungut secara tidak sah
g. melakukan kegiatan penyelidikan umum atau eksplorasi atau eksploitasi
bahan tambang di dalam kawasan hutan, tanpa izin Menteri
h. mengangkut, menguasai, atau memiliki hasil hutan yang tidak dilengkapi
bersama- sama dengan surat keterangan sahnya hasil hutan
i. menggembalakan ternak di dalam kawasan hutan yang tidak ditunjuk
secara khusus untuk maksud tersebut oleh pejabat yang berwenang
j. membawa alat-alat berat dan atau alat-alat lainnya yang lazim atau patut
diduga akan digunakan untuk mengangkut hasil hutan di dalam kawasan
hutan, tanpa izin pejabat yang berwenang
k. membawa alat-alat yang lazim digunakan untuk menebang, memotong,
atau membelah pohon di dalam kawasan hutan tanpa izin pejabat yang
berwenang
l. membuang benda-benda yang dapat menyebabkan kebakaran dan
kerusakan serta membahayakan keberadaan atau kelangsungan fungsi
hutan ke dalam kawasan hutan
m. mengeluarkan, membawa, dan mengangkut tumbuh-tumbuhan dan satwa
liar yang tidak dilindungi undang-undang yang berasal dari kawasan hutan
tanpa izin dari pejabat yang berwenang.
(4) Ketentuan tentang mengeluarkan, membawa, dan atau mengangkut tumbuhan
dan atau satwa yang dilindungi, diatur sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
Pasal 51 menjelaskan bahwa:
(1) Untuk menjamin terselenggaranya perlindungan hutan, maka kepada pejabat
kehutanan tertentu sesuai dengan sifat pekerjaannya diberikan wewenang
kepolisian khusus.
(2) Pejabat yang diberi wewenang kepolisian khusus sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) berwenang untuk:
a. mengadakan patroli/perondaan di dalam kawasan hutan atau wilayah
hukumnya
b. memeriksa surat-surat atau dokumen yang berkaitan dengan pengangkutan
hasil hutan di dalam kawasan hutan atau wilayah hukumnya
c. menerima laporan tentang telah terjadinya tindak pidana yang menyangkut
hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan;
d. mencari keterangan dan barang bukti terjadinya tindak pidana yang
menyangkut hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan
e. dalam hal tertangkap tangan, wajib menangkap tersangka untuk diserahkan
kepada yang berwenang
f. membuat laporan dan menandatangani laporan tentang terjadinya tindak
pidana yang menyangkut hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan
Pengelolaan hutan yang bersifat perlindungan dan pemanfaatan
merupakan tindakan pengelolaan kawasan dimana kawasan hutan diproteksi
namun sumberdaya yang terdapat di dalamnya baik berupa kayu maupun non
kayu bisa dimanfaatkan secara langsung dan terbatas selama tidak melakukan
perubahan atas fungsi hutan. Cara-cara semacam ini banyak dijumpai dalam
kasus pengelolaan hutan adat yang tidak hanya sekedar dilindungi namun
sumberdaya yang ada di dalamnya baik kayu maupun non kayu boleh
dimanfaatkan secara terbatas hanya untuk pemenuhan kebutuhan sendiri dan
tidak untuk tujuan komersial. Pemanfaatan hasil hutan untuk tujuan komersial
hanya diperbolehkan kalau sifatnya untuk memenuhi kebutuhan desa atau
kebutuhan bersama (menyangkut kebutuhan masyarakat seperti pengadaan
fasilitas umum dan sebagainya).16
Konsepsi hutan dalam hukum lokal mengandung falsafah hidup bahwa
segala jenis makhluk hidup dalam hutan, baik yang berupa tumbuhan, binatang,
bahkan makhluk ghaib masing-masing memiliki fungsi dan peranan tersendiri,
yang secara bersinergi menjaga keteraturan, kebaikan dan keseimbangan alam.
Keteraturan, kebaikan dan keseimbangan alam semesta dalam hubungannya
dengan fungsi hutan, seperti tidak terjadi banjir, longsor, kekeringan, memelihara
kesuburan tanah, dan mencegah terjadinya bencana alam lain yang dapat
mengganggu ketentraman dan kedamaian hidup seluruh anggota komunitas,
seperti wabah penyakit menular dan gangguan binatang buas.17
Andry Harijanto Hartiman menyatakan, keadaan hutan yang makin rusak
karena perambahan orang yang tidak bertanggung jawab, merupakan bukti belum
berjalannya kerja sama antara pemerintah dan masyarakat hukum adat. Oleh
karena itu, pembangunan kehutanan yang berkelanjutan dan berkeadilan dapat
tercapai, apabila ada perubahan paradigma. Paradigma baru pembangunan
kehutanan dimaksud ialah pergeseran orientasi dari pengelolaan hutan menjadi
pengelolaan sumberdaya (resourcesbased management), pengelolaan yang
sentralistik menjadi desentralistik, serta pengelolaan sumberdaya yang lebih
16
M.Yamani dan Kusmito Gunawan, “Strategi Perlindungan Hutan Pada Enam Komunitas Adat Daerah Bengkulu Sebuah Upaya Menemukan Model Pelestarian Hutan Berbasis Hukum Lokal.” Laporan Penelitian Hibah Bersaing Lanjutan Dikti Tahun II. Lembaga Penelitian Universitas Bengkulu, 2010, hlm. 73. 17 Bernard Steny, “Plurasisme Hukum: Antara PERDA Pengakuan Masyarakat Adat dan Otonomi Hukum Lokal”,
Jurnal Pembaruan Desa dan Agraria, Vol III/Tahun III/2006, IPB, hlm. 83.
berkeadilan. Untuk itu jelas masyarakat hukum adat yang berada di sekitar hutan
perlu dilibatkan seperti amanah undang-undang.18
Usaha perlindungan hutan adalah suatu usaha untuk mencegah terjadinya
kerusakan hutan akibat pendudukan hutan secara tidak sah, penggunaan hutan
yang menyimpang dari fungsinya, dan pengusahaan hutan yang tidak
bertanggungjawab, penambangan liar, pencurian kayu dan penebangan tanpa izin,
penggembalaan ternak dan akibat kebakaran, gangguan hama, dan penyakit serta
daya alam.19
Yahya Harahap menyebutkan penegakan hukum lingkungan berkaitan
dengan salah satu hak asasi manusia, yaitu perlindungan setiap orang atas
pencemaran lingkungan atau environmental protection. Hal ini didasarkan pada
munculnya berbagai tuntutan hak perlindungan atas lingkungan antara lain:20
1. Perlindungan atas harmonisasi menyenangkan antara kegiatan produksi
dengan lingkungan manusia (encourage productive and enjoyable harmony
between man and his environment).
2. Perlindungan atas upaya pencegahan (prevent) atau melenyapkan kerusakan
(eliminate damage) terhadap lingkungan dan biosper serta mendorong
(stimulate) kesehatan dan kesejahtraan manusia.
18
Andri Harijanto Hartiman, Ketaatan Otomatis Spontan Pada Hukum Adat Studi Kasus Dalam Masyarakat Suku Enggano, artikel dalam Jurnal Penelitian Hukum, Tahun III, Edisi VI, Nomor 1, Januari 1998, Fakultas Hukum Universitas Bengkulu, 1998, halaman 21. 19
Salim, H.S. Dasar-Dasar Hukum Kehutanan, Sinar Grafika, Jakarta, 2005, hlm. 114. 20 Yahya Harahap, 1997, Beberapa Tinjauan Mengenai Sistem Peradilan dan Penyelesaian Sengketa, Citra
Adtya Bakti, Bandung halaman 339.
3. Hak perlindungan atas pencemaran udara (air polution) yang ditimbulkan
pabrik dan kendaraan bermotor dari gas beracun karbon monoksida (carbon
monoxide), nitrogen oxide dan hidro karbon, sehingga udara bebas dari
pencemaran.
4. Menjamin perlindungan atas pencemaran limbah industri di darat, sungai dan
lautan, sehingga semua sumber air terhindar dari segala bentuk pencemaran
limbah (clean water).
Perlindungan hutan diperlukan untuk mencegah atau mengurangi adanya
kerusakan hutan misalnya disebabkan oleh kebakaran hutan.
Kebakaran hutan dapat terjadi 99% disebabkan oleh manusia baik sengaja
maupun tidak sengaja, sedangkan faktor alam hanya memegang peranan yang
sangat kecil yaitu hanya 1%.21
a. Faktor Alam
Faktor alami kebakaran hutan dan lahan diantaranya terjadi karena petir.
Hasilnya percikan api dari petir yang mengenai bahan bakar tidak dapat
berkembang dan menjalar ke bagian yang lebih luas. Lokasi hutan yang
berdekatan dengan gunung berapi juga beresiko terhadap kebakaran hutan
karena udara yang dihasilkan dapat mengeringkan bahan bakar sehingga
kemampuan bahan bakar untuk terbakar menjadi meningkat. Unsur yang
memperluas kebakaran hutan sangat dipengaruhi oleh faktor alam.
b. Faktor Manusia
Penyebab langsung kebakaran hutan dan lahan di Indonesia adalah api
digunakan dalam pembukaan lahan, api digunakan sebagai senjata dalam
21
Syaufina L. 1988. Pola Penyebaran Kebakaran Hutan Menurut Musim di Jawa Tengah. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan IPB.
permasalahan konflik tanah, api menyebar secara tidak sengaja, dan api yang
berkaitan dengan ekstraksi sumberdaya alam. Sedangkan penyebab kebakaran
secara tidak langsung yaitu penguasaan lahan, alokasi penggunaan lahan,
alokasi penggunaan lahan, insentif/disinsentif ekonomi, degradasi hutan dan
lahan, dampak dariperubahan karakteristik kependudukan, dan lemahnya
kapasitas kelembagaan.
B. Hasil Penelitian
Dari hasil penelitian penulis menjelaskan 3 hal yang antara lain mengenai
gambaran umum wilayah penelitian, hasil wawancara, dan analisa. Hal ini bertujuan
untuk memberikan gambaran umum tentang keadaan dan situasi wilayah penelitian,
serta untuk mengetahui berbagai hal mengenai partisipasi masyarakat Desa Cuntel
tentang pelestarian hutan Gunung Merbabu.
1. Gambaran Umum Wilayah Penelitian.
Dalam penjelasan ini, penulis melakukan penelitian di dua tempat yaitu
Balai Taman Nasional Gunung Merbabu dan Dusun Cuntel.
a. Taman Nasional Gunung Merbabu (TNGMb) adalah kawasan konservasi
yang merupakan alih fungsi dari kawasan Hutan Lindung yang
sebelumnya dikelola oleh Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah seluas
5.718,5 Ha. Dan kawasan Taman Wisata Alam (TWA) seluas 6,5 Ha
(ditunjuk berdasarkan SK Menteri Pertanian Nomor : 59/Kpts/Um/2/1975
tanggal 18 Februari 1975) yang sebelumnya dikelola oleh Balai
Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jawa Tengah menjadi Taman
Nasional Gunung Merbabu sesuai Keputusan Menteri Kehutanan Nomor :
SK.135/Menhut-II/2004 tanggal 4 Mei 2004, tentang Perubahan Fungsi
Kawasan Hutan Lindung Dan Taman Wisata Alam Pada Kelompok Hutan
Gunung Merbabu Seluas + 5.725 (Lima Ribu Tujuh Ratus Dua Puluh
Lima) Hektar, Yang Terletak Di Kabupaten Magelang, Semarang dan
Boyolali, Provinsi Jawa Tengah Menjadi Taman Nasional Gunung
Merbabu Kawasan hutan Gunung Merbabu ditunjuk sebagai kawasan TN
Gunung Merbabu dengan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor:
435/Kpts-II/1999 tanggal 15Juni 1999 sebagaimana telah diubah dengan
Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: 359/Menhut-II/2004 tanggal 1
Oktober 2004. Berdasarkan hasil rekonstruksi batas yang dilaksanakan
oleh BPKH Wilayah XI Jawa – Madura pada tahun 2007 dan realisasi
batas kawasan hutan TN Gunung Merbabu telah temu gelang, dengan
panjang batas luar 147,49 km tanpa batas enclave dan luas 5.963,30 Ha.
Berita Acara Tata Batas (BATB) beserta peta lampirannya telah
ditandatangani oleh Panitia Tata Batas Kawasan Hutan Kabupaten
Magelang dan Laporan RekonstruksiBatas Kabupaten Semarang dan
Kabupaten Boyolali. Berdasarkan peta hasil pengukuran tata batas
Kawasan Hutan Taman Nasional Gunung Merbabu dan Peta Rupa Bumi
Indonesia skala 1 : 25.000, lembar 1408-524 dan1408-522 per tahun 2013,
status kawasan TN Gunung Merbabu ditetapkan dengan Keputusan
Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor: SK.3623/Menhut-
VII/KUH/2014 tanggal 6 Mei 2014 tentang Penetapan Kawasan Hutan
Taman Nasional Gunung Merbabu 5.820,49 (Lima Ribu Delapan Ratus
Dua Puluh dan Empat Puluh Sembilan Perseratus) Hektar di Kabupaten
Semarang, Kabupaten Boyolali, dan Kabupaten Magelang,Provinsi Jawa
Tengah.22
b. Lokasi penelitian yang kedua adalah Dusun Cuntel. Suatu dusun di lereng
Gunung Merbabu yang berada di wilayah Desa Kopeng Kecamatan
Getasan Kabupaten Semarang. Dengan jumlah penduduk 158 KK (Kartu
22 http://www.tngunungmerbabu.org/index.php?mod=halaman&pg=halaman_detail&id=1 dikunjungi pada
tanggal 2 Mei 2017 Pukul 14.26 WIB
Keluarga) yang masyarakatnya sebagian besar adalah petani. Daerah
ini terletak di ketinggian 1500-1800 mdpl dengan suhu udara berkisar
16°C-18°C.23
Penulis melakukan penelitian di Dusun Cuntel untuk
mengetahui bagaimana peran masyarakat di Dusun Cuntel terhadap hutan
Gunung Merbabu.
2. Gambaran Umum Tentang Gunung Merbabu.
Gunung Merbabu adalah gunung api yang bertipe Strato yang terletak
secara geografis pada 7,5 LS dan 110,4 BT. Secara administratif gunung ini
berada di wilayah Kabupaten Magelang di lereng sebelah barat dan Kabupaten
Boyolali di lereng sebelah timur dan selatan, Kota Salatiga dan Kabupaten
Semarang di lereng sebelah utara, Provinsi Jawa Tengah. Gunung Merbabu
dikenal melalui naskah-naskah masa pra-Islam sebagai Gunung Damalung. Di
lerengnya pernah terdapat pertapaan terkenal dan pernah disinggahi oleh
Bujangga Manik pada abad ke-15. Menurut etimologi, "merbabu" berasal dari
gabungan kata "meru" (gunung) dan "abu" (abu). Nama ini baru muncul pada
catatan-catatan Belanda. Gunung ini pernah meletus pada tahun 1560 dan 1797.
Dilaporkan juga pada tahun 1570 pernah meletus, akan tetapi belum dilakukan
konfirmasi dan penelitian lebih lanjut. Puncak gunung Merbabu berada pada
ketinggian 3.145 meter di atas permukaan air laut. Gunung Merbabu mempunyai
kawasan Hutan Dipterokarp Bukit, Hutan Dipterokarp Atas, Hutan Montane, dan
hutan Ericaceous atau hutan gunung. 24
23
Wawancara Bapak Sumarno, Kepala Dusun di Dusun Cuntel. 24
http://www.tngunungmerbabu.org/index.php?mod=halaman&pg=halaman_detail&id=1 dikunjungi pada tanggal 2 Mei 2017 Pukul 14.26 WIB
2.1. Jenis Hutan
Hutan Dipterokarp Bukit adalah kawasan hutan yang terdapat di
ketinggian antara 300 sampai 750 meter. Hutan Dipterokarp Atas
ketinggian 750 sampai 1,200 meter. Hutan Montane 1,200 sampai 1,500
meter. Hutan Ericaceous > 1,500 meter.
Gunung Merbabu (3.142 m dpl), merupakan gunung yang tergolong
dalam gunung api tua yang terletak bersebelahan dengan Gunung
Merapi yang merupakan salah satu gunung api aktif. Gunung Merbabu
mempunyai banyak puncak-puncak bayangan (bukan puncak asli).
Karena banyaknya puncak ini seringkali para pendaki mengeluh dan
jenuh tapi justru hal inilah yang menjadikan gunung ini menantang
untuk para pendaki.
Puncak Gunung Merbabu terdiri atas dua puncak yaitu Puncak Sarip
yang terletak pada ketinggian 3.120 m dpl dan Puncak Kenteng Songo
dengan ketinggian 3.142 m dpl. Kedua puncak ini mempunyai
panorama alam yang berbeda. Untuk menuju ke puncak Gunung
Merbabu ada 2 (dua) jalur utama lewat Selo/Boyolali dan lewat
Tekelan/Kopeng. Kedua jalur mempunyai medan perjalanan yang
berbeda. Kalau kita lewat Selo jaraknya lebih jauh tapi mempunyai
panorama yang indah. Pohon pohon pinus di sepanjang jalan terasa
menciptakan kenyamanan selama perjalanan dan bisa memandang
lereng Gunung Merapi lebih dekat. Perjalanan lewat Tekelan/Kopeng
jalurnya lebih landai tetapi karena erosi oleh aliran air hujan
menyebabkan rute penjalanan menjadi dua yaitu jalur lama dan jalur
baru.
Kawasan di sekitar lereng Gunung Merbabu banyak di tanami oleh
sayuran pada musim penghujan dan waktu musim kemarau ditanami
tembakau. Kualitas tembakau di sini terkenal baik dan menjaditumpuan
penghasilan utama penduduk Selo. Hutan di lereng Gunung Merbabu
banyak didominasi oleh pohon cemara dan akasia, dan dihuni oleh
Kijang dan monyet.25
2.2. Jalur Pendakian.26
Ada beberapa jalur resmi untuk melakukan pendakian di Gunung
Merbabu seperti:
2.2.1 Jalur Selo
Kecamatan Selo masuk wilayah Kabupaten boyolali, Jawa
Tengah. Selo berada di tengah-tengah antara Gunung Merbabu dan
Gunung Merapi. Pendaki yang hendak menapaki puncak Gunung
Merapi lebih suka mengambil jalur dari Selo ini. Sedangkan
Pendaki Gunung Merbabu lebih suka mendaki dari Kopeng dan
turun di Selo. Untuk mendaki ataupun turun gunung Merbabu
lewat jalur Selo sebaiknya membawa pemandu atau harus ada
pendaki yang pernah melewati jalur ini. Hal ini disebabkan karena
banyaknya percabangan yang bisa menyesatkan pendaki.
Meskipun nantinya akan sampai di perkampungan, namun sulit
sekali mencari kendaraan umum dan tidak ada sumber air. Selain
itu jalur yang salah akan melintasi sisi jurang terjal yang sangat
berbahaya.
25
Ibid. 26
Ibid.
Untuk menuju ke Selo bisa ditempuh dari Magelang atau dari
Boyolali. Namun lebih mudah memperoleh kendaraan umum dari
Boyolali. Untuk menuju ke kota Boyolali dari Semarang naik bus
ke Solo atau sebaliknya dari Solo naik bus jurusan Semarang turun
di kota Boyolali. Apabila dari kota Yogyakarta harus naik bus
jurusan Solo turun di Kartasura, kemudian ganti bus jurusan Solo
Semarang turun di kota Boyolali. Untuk menuju ke Selo dari kota
Boyolali menggunakan bus kecil jurusan Selo. Bus yang langsung
ke Selo agak jarang biasanya hanya sampai Pasar Cepogo, dan dari
pasar Cepogo ganti lagi bus kecil yang menuju Selo. Dari kota
Boyolali bus kecil yang menuju Selo ini tidak parkir di terminal
Boyolali. Pendaki harus sedikit berjalan kaki ke Pasar Sapi di
mana bus kecil jurusan Cepogo/Selo berhenti mencari penumpang.
Di Pasar ini terdapat patung Sapi yang melambangkan industri
peternakan sapi yang menjadi andalan pendapatan masyarakat
Boyolali.
Air bersih agak sulit di dapat di Selo, penduduk desa Lencoh yang
berada di lereng gunung Merapi untuk memperoleh air bersih
harus menyalurkan air bersih yang berasal dari gunung Merbabu.
Sehingga di Selo jarang terdapat hotel, losmen, atau penginapan.
Pendaki biasa menginap di basecamp pendakian Gunung Merapi
maupun Gunung Merbabu.
Setelah mendaftar di Kantor Polisi Selo, untuk menuju ke
basecamp Gunung Merbabu, dari Selo tepatnya dari kantor Polisi,
pendaki harus berjalan kaki menyusuri jalan aspal sekitar 1 jam,
cukup jauh dan menanjak sehingga cukup melelahkan. Melintasi
perkampungan penduduk dan ladang-ladang yang berada di
lereng-lereng terjal. Pendaki bisa menyewa mobil bak sayuran
untuk menuju ke basecamp, atau bisa juga naik ojek. Untuk
pemanasan pendakian, berjalan kaki bisa menjadi pilihan yang
lebih murah. Truk tidak bisa mencapai basecamp karena ada portal
dan jalan yang dilalui rawan longsor. Jalur pendakian masih cukup
landai, namun akan banyak dijumpai pertigaan, maupun
perempatan jalur yang menuju ke perkampungan penduduk,
maupun jalur penduduk mencari kayu bakar dan rumput, untuk itu
tetap pilih jalur yang paling lebar. Berjalan sekitar satu jam akan
sampai di Mpitian yang berupa perempatan jalur.
Dari Mpitian masih agak landai melintasi hutan akan berjumpa
dengan sungai kering yang berisi pasir. Setelah menyeberangi
sungai kering jalur mulai agak menanjak namun masih melintasi
hutan. Setelah berjalan sekitar satu jam dari sungai kering ini jalur
terjal sekali meliuk mendaki bukit dan sampailah kita di tikungan
macan.
Di Tikungan Macan ini kita bisa memandang ke bawah ke arah
jurang yang masih diselimuti hutan yang lebat. Di tikungan Macan
ini pendaki yang turun bisa kesasar karena jalur yang sebenarnya
berada disisi samping bukan lurus ke bawah.
Dari Tikungan Macan jalur mulai sedikit terbuka, namun masih
melintasi hutan yang sudah tidak terlalu lebat lagi. Jalur mulai
menanjak, setengah jam berikutnya jalur mulai agak sulit dan
semakin terjal. Sekitar satu jam dari Tikungan Macan pendaki
akan sampai di Batu Tulis. Batu Tulis adalah tempat terbuka yang
cukup luas, di tengahnya terdapat sebuah batu yang cukup besar.
Pemandangan indah di sekitar Batu Tulis bisa menjadi pengobat
lelah. Banyak terdapat Edelweiss yang tumbuh tinggi dan besar
sehingga bisa digunakan untuk berteduh. Pendaki yang turun
Gunung Merbabu, di Batu Tulis ini terdapat juga jalur alternatif
yang kelihatan sangat jelas namun sedikit mendaki bukit. Jalurnya
berbahaya melintasi punggungan yang sempit dengan sisi jurang di
kira dan kanan, sebaiknya tidak melewati jalur ini, tetaplah
mengikuti jalur yang resmi.
Dari Batu Tulis medan mulai terbuka berupa padang rumput yang
sangat terjal dan berdebu. Bila di musim hujan jalur ini licin sekali
sehingga perlu perjuangan sangat keras untuk merangkak ke
bergerak ke atas. Puncak Gunung Merbabu masih belum kelihatan,
pendaki masih harus melewati empat buah bukit yang terjal untuk
sampai di puncak Gunung Merbabu.
Sekitar 1 jam berjuang melintasi medan yang berat dan terjal
pendaki akan sampai di puncak bukit, selanjutnya turun dan landai
melintasi padang rumput. Pemandangan sekitar di Padang Rumput
ini sangat indah, seperti bukit-bukit Teletubies. Sedikit naik bukit
dan kemudian turun lagi pendaki akan sampai di Jemblongan yakni
sebuah tempat yang banyak di tumbuhi Edelweiis dalam ukuran
besar dan rapat sehingga sehingga membentuk hutan yang rindang.
Pendaki bisa beristirahat sejenak sambil tiduran di bawah
rindangnya hutan Edelweiss. Di sini adalah tempat terakhir yang
bisa digunakan untuk berteduh dan beristirahat dengan nyaman,
karena jalur selanjutnya berupa padang rumput terbuka yang
kering dan sangat terjal, berdebu di musim kemarau dan sangat
licin di musim hujan.
Dari Jemblongan kembali pendaki harus berjuang untuk mendaki
bukit yang terjal, licin dan berdebu. Puncak Gunung Merbabu
masih belum kelihatan karena tertutup bukit. Pemandangan alam
cukup menghibur, di sisi kiri terdapat Gunung Kenong dan di sisi
kanan terdapat gunung Kukusan yang runcing dan terjal.
Setelah berjalan sekitar 1 jam akan tampak puncak Gunung
Merbabu. Pemandangan yang sangat indah di depan mata,
sekaligus pemandangan yang mencengangkan, karena kita
memandang jalur medan terjal yang harus kita tempuh untuk
menggapai puncak gunung Merbabu. Berbalik arah pemandangan
ke arah Gunung Merapi juga sangat indah sekali. Bila kita berjalan
dengan cermat sekitar sekitar 25 meter di sebelah kanan jalur akan
kita temukan sebuah batu berlobang yang keramat.
Sekitar 30 menit hingga 1 jam diperlukan perjuangan akhir dengan
menapaki jalur padang rumput yang terjal dan berdebu untuk
mencapai Puncak tertinggi gunung Merbabu. Setibanya di Puncak
Gunung Merbabu, untuk menuju Puncak Kenteng Songo kita
berjalan sekitar 10 menit ke arah Timur.
Di Puncak Kenteng Songo terdapat batu berlobang yang
dikeramatkan masyarakat. Di puncak ini terdapat batu kenteng /
lumpang / berlubang dengan jumlah 9 buah yang hanya bisa
dilihat, menurut penglihatan paranormal. Mata biasa hanya melihat
4 buah batu berlobang.
Dari puncak Kenteng songo kita dapat memandang Gunung
Merapi dengan puncaknya yang mengepulkan asap setiap saat,
nampak dekat sekali. Ke arah barat tampak Gunung Sumbing dan
Sindoro yang kelihatan sangat jelas dan indah. Lebih dekat lagi
tampak Gunung Telomoyo dan Gunung Ungaran. Dari kejauhan ke
arah timur tampak Gunung Lawu dengan puncaknya yang
memanjang.
Transportasi
Selo dari Semarang-Solo
1. Bus Jurusan Semarang-Solo turun di kota boyolali.
2. Bus kecil dari Pasar Sapi Boyolali ke Cepogo/Selo.
3. Bus kecil dari Pasar Cepogo ke Selo.
Selo lewat Magelang
1. Bus jurusan Yogya - Semarang turun di Blabak (sebelum
kota Magelang)
2. Angkot ke desa Sawangan disambung mobil bak sayuran
ke jurusan Klakah, sambung lagi mobil sayuran ke Selo.
Ada juga bus kecil jurusan magelang ke boyolali turun di
Selo.
Selo dari Yogyakarta-Solo
1. Bus jurusan Yogya-Solo turun di kota Kartasura.
2. Bus jurusan Solo-Semarang turun di terminal Boyolali.
3. Bus Kecil dari Pasar Sapi Boyolali ke Cepogo/Selo
4. Bus kecil dari Pasar Cepogo ke Selo.
Tempat Wisata
Kecamatan Selo merupakan salah satu Kecamatan di Kabupaten
Boyolali, letaknya diantara Gunung Merapi dan Merbabu dengan
ketinggian 1300-1500 m di atas permukaan laut menjadikan
daerah ini dingin dan memiliki pemandangan yang indah. Wilayah
seluas 11766,4 ha berupa hutan lindung sehingga menopang objek
wisata kawasan Selo.
Di Kawasan Selo terdapat objek-objek wisata dan budaya yang
merupakan peninggalan jaman kerajaan Mataram, Belanda
maupun Jepang yakni:
Goa Raja
Goa Jepang
Petilasan Kebo Kanigoro
Makam ki Hajar Saloka
Hutan Lindung Genting
Theater New Selo
Tempat Ziarah
Watu Gubug
Puncak Syarief
Kenteng Songo
Petilasan Kebo Kanigoro,
Makam ki Hajar Saloka,
2.2.2 Jalur Kopeng Thekelan-Selo
Dari Jakarta bisa naik kereta api atau bus ke Semarang,
Yogyakarta atau Solo. Dilanjutkan dengan bus jurusan Solo-
Semarang turun di kota Salatiga, dilanjutkan dengan bus kecil ke
Kopeng. Dari Yogyakarta naik bus ke Magelang, dilanjutkan
dengan bus kecil ke Kopeng. Dari kopeng terdapat banyak jalur
menuju ke Puncak, namun lebih baik melewati desa tekelan karena
terdapat Pos yang dapat memberikan informasi maupun berbagai
bantuan yang diperlukan. Pos Tekelan dapat ditempuh melalui
bumi perkemahan Umbul Songo.
Di bumi perkemahan Umbul Songo Anda dapat beristirahat
menunggu malam tiba, karena pendakian akan lebih baik
dilakukan malam hari tiba dipuncak menjelang matahari
terbit. Andapun dapat beristirahat di Pos Thekelan yang
menyediakan tempat untuk tidur, terutama bila tidak membawa
tenda. Dapat juga berkemah di Pos Pending karena di tiga tempat
ini kita bisa memperoleh air bersih.
Perjalanan dari Pos Tekelan yang berada ditengah perkampungan
penduduk, dimulai dengan melewati kebun penduduk dan hutan
pinus. Dari sini kita dapat menyaksikan pemandangan yang sangat
indah ke arah gunung Telomoyo dan Rawa Pening.
Di Pos Pending kita dapat menemukan mata air, juga kita akan
menemukan sungai kecil (Kali Sowo). Sebelum mencapai Pos I
kita akan melewati Pereng Putih kita harus berhati-hati karena
sangat terjal. Kemudian kita melewati sungai kering, dari sini
pemandangan sangat indah ke bawah melihat kota Salatiga
terutama di malam hari.
Dari Pos I kita akan melewati hutan campuran menuju Pos II,
menuju Pos III jalur mulai terbuka dan jalan mulai menanjak
curam. Kita mendaki gunung Pertapan, hempasan angin yang
kencang sangat terasa, apalagi berada di tempat terbuka. Kita
dapat berlindung di Watu Gubug, sebuah batu berlobang yang
dapat dimasuki 5 orang. Watu Gubug konon merupakan pintu
gerbang menuju kerajaan makhluk ghaib. Bila ada badai sebaiknya
tidak melanjutkan perjalanan karena sangat berbahaya. Mendekati
pos empat kita jalur agak curam dan banyak pasir maupun kerikil
kecil sehingga licin, angin kencang membawa debu dan pasir
sehingga harus siap menutup mata bila ada angin kencang. Pos IV
yang berada di puncak Gunung Watu Tulis dengan ketinggian
mencapai 2.896 mdpl ini, disebut juga Pos Pemancar karena di
puncaknya terdapat sebuah Pemancar Radio.
Menuju Pos V jalur menurun, pos ini dikelilingi bukit dan tebing
yang indah. Kita dapat turun menuju kawah Condrodimuko. Dan
disini terdapat mata air, bedakan antara air minum dan air
belerang.
Perjalanan dilanjutkan dengan melewati tanjakan yang sangat
terjal serta jurang disisi kiri dan kanannya. Tanjakan ini
dinamakan Jembatan Setan. Kemudian kita akan sampai di
persimpangan, ke kiri menuju Puncak Syarif (Gunung
Pregodalem) dan ke kanan menuju puncak Kenteng Songo (
Gunung Kenteng Songo) yang memanjang.
Transportasi
Kopeng dari Solo-Semarang
1. Bus Jur. Solo - Semarang, turun di Pasar Sapi (Salatiga)
2. Bus Kecil Jurusan Magelang - Kopeng turun di Kopeng
Kopeng Semarang-Yogyakarta
1. Bus Jur. Yogya-Semarang turun di Magelang.
2. Bus Kecil Jurusan Magelang - Salatiga turun di
Kopeng.
Tempat Wisata
Kopeng
Air Terjun Umbul Songo
Rawapening
Palagan Ambarawa
Musium Kereta Api
Tempat Ziarah
Watu Gubug
Puncak Syarief
Kenteng Songo
Legenda
Masyarakat di sekitar Kopeng di lereng Gunung Merbabu
mayoritas beragama Budha sehingga akan kita temui beberapa
Vihara. Penduduk sering melakukan meditasi atau bertapa dan
banyak tempat-tempat menuju puncak yang dikeramatkan.
Pantangan bagi pendaki untuk tidak buang air di Watu Gubug dan
sekitar Kawah. Pendaki tidak diperkenan kan memakai pakaian
warna merah dan hijau. Pada tahun baru jawa 1 suro penduduk
melakukan upacara tradisional di kawah Gunung Merbabu. Dahulu
anak-anak wanita di desa tekelan dibiarkan berambut gimbal untuk
melindungi diri dan agar memperoleh keselamatan.
2.2.3 Jalur Wekas
Untuk menuju ke Desa Wekas kita harus naik mobil Jurusan
Kopeng - Magelang turun di Kaponan, yakni sekitar 9 Km dari
Kopeng, tepatnya di depan gapura Desa Wekas. Dari Kaponan
pendaki berjalan kaki melewati jalanan berbatu sejauh sekitar 3
Km menuju pos Pendakian. Jalur ini sangat populer dikalangan
para Remaja dan Pecinta Alam kota Magelang, karena lebih dekat
dan banyak terdapat sumber air, sehingga banyak remaja yang
suka berkemah di Pos II terutama di hari libur. Wekas merupakan
desa terakhir menuju puncak yang memakan waktu kira-kira 6-7
jam. Jalur wekas merupakan jalur pendek sehingga jarang terdapat
lintasan yang datar membentang. Lintasan pos I cukup lebar
dengan bebatuan yang mendasarinya. Sepanjang perjalanan akan
menemui ladang penduduk khas dataran. Rute menuju pos I cukup
menanjak dengan waktu tempuh 2 jam. Pos I merupakan sebuah
dataran dengan sebuah balai sebagai tempat peristirahatan. Di
sekitar area ini masih banyak terdapat warung dan rumah
penduduk. Selepas pos I, perjalanan masih melewati ladang
penduduk, kemudian masuk hutan pinus. Waktu tempuh menuju
pos II adalah 2 jam, dengan jalur yang terus menanjak curam. Pos
II merupakan sebuah tempat yang terbuka dan datar, yang biasa
didirikan hingga beberapa puluhan tenda. Pos II ini banyak
digunakan oleh para remaja untuk berkemah. Sehingga pada hari-
hari tertentu banyak penduduk yang berdagang makanan. Pada
area ini terdapat sumber air yang di salurkan melalui pipa-pipa
besar yang ditampung pada sebuah bak. Dari Pos II terdapat jalur
buntu yang menuju ke sebuah sungai yang dijadikan sumber air
bagi masyarakat sekitar Wekas hingga desa-desa di sekitarnya.
Jalur ini mengikuti aliran pipa air menyusuri tepian jurang yang
mengarah ke aliran sungai dibawah kawah. Terdapat dua buah
aliran sungai yang sangat curam yang membentuk air terjun yang
bertingkat-tingkat, sehingga menjadi suatu pemandangan yang
sangat luar biasa dengan latar belakang kumpulan puncak - puncak
Gunung Merbabu.
Selepas pos II jalur mulai terbuka hingga bertemu dengan
persimpangan jalur Kopeng yang berada di atas pos V (Watu
Tulis), jalur Kopeng. Dari persimpangan ini menuju pos Helipad
hanya memerlukan waktu tempuh 15 menit. Suasana dan
pemandangan di sekitar Pos Helipad ini sungguh sangat luar biasa.
Di sebelah kanan terbentang Gunung Kukusan yang di puncaknya
berwarna putih seperti muntahan belerang yang telah mengering.
Di depan mata terbentang kawah yang berwarna keputihan. Di
sebelah kanan di dekat kawah terdapat sebuah mata air, pendaki
harus dapat membedakan antara air minum dan air belerang.
Perjalanan dilanjutkan dengan melewati tanjakan yang sangat
terjal serta jurang disisi kiri dan kanannya. Tanjakan ini
dinamakan Jembatan Setan. Kemudian kita akan sampai di
persimpangan, ke kiri menuju Puncak Syarif (Gunung
Prengodalem) dan ke kanan menuju puncak Kenteng Songo
(Gunung Kenteng Songo) yang memanjang.
Transportasi
Wekas dari Solo-Semarang
1. Bus Jur. Solo - Semarang, turun di Pasar Sapi (Salatiga)
2. Bus Kecil Jurusan Salatiga -Magelang turun di Pasar
Kaponan
Wekas Semarang-Yogya
1. Bus Jur. Yogya-Semarang turun di Magelang.
2. Bus Kecil Jurusan Magelang - Salatiga turun di Pasar
Kaponan
2.2.4 Jalur Kopeng-Cuntel
Untuk menuju ke dusun Cuntel dapat ditempuh dari kota Salatiga
menggunakan mini bus jurusan Salatiga Magelang turun di areal
wisata Kopeng, tepatnya di Bumi perkemahan Umbul Songo.
Perjalanan dimulai dengan berjalan kaki menyusuri Jalan setapak
berbatu yang agak lebar sejauh 2,5 km, di sebelah kiri adalah
Bumi Perkemahan Umbul Songo. Setelah melewati Umbul Songo
berbelok ke arah kiri, di sebelah kiri adalah hutan pinus setelah
berjalan kira-kira 500 meter di sebelah kiri ada jalan setapak ke
arah hutan pinus, jalur ini menuju ke desa Thekelan. Untuk
menuju ke Dusun Cuntel berjalan terus mengikuti jalan berbatu
hingga ujung. Banyak tanda penunjuk arah baik di sekitar desa
maupun di jalur pendakian. Di Basecamp Dusun Cuntel yang
berada di tengah perkampungan ini, pendaki dapat beristirahat dan
mengisi persediaan air. Setelah meninggalkan perkampungan,
perjalanan dilanjutkan dengan melintasi perkebunan penduduk.
Jalur sudah mulai menanjak mendaki perbukitan yang banyak
ditumbuhi pohon pinus. Jalan setapak berupa tanah kering yang
berdebu terutama di musim kemarau, sehingga mengganggu mata
dan pernafasan. Setelah berjalan sekitar 30 menit dengan
menyusuri bukit yang berliku-liku pendaki akan sampai di pos
Bayangan I. Di tempat ini pendaki dapat berteduh dari sengatan
matahari maupun air hujan. Dengan melintasi jalur yang masih
serupa yakni menyusuri jalan berdebu yang diselingi dengan
pohon-pohon pinus, sekitar 30 menit akan sampai di Pos
Bayangan II. Di pos ini juga terdapat banguanan beratap untuk
beristirahat.
Transportasi
Kopeng dari Solo-Semarang
1. Bus Jur. Solo - Semarang, turun di Pasar Sapi (Salatiga)
2. Bus Kecil Jurusan Magelang - Kopeng turun di Kopeng
Kopeng Semarang-Yogya
1. Bus Jur. Yogya-Semarang turun di Magelang.
2. Bus Kecil Jurusan Magelang - Salatiga turun di Kopeng.
3. Gambaran Dari Peraturan Pemerintah Terhadap Pelestarian Hutan.
Penulis memberikan dua Peraturan Pemerintah dalam penelitian ini. Yaitu
Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004 Tentang Perlindungan Hutan dan
Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2011 Tentang Kawasan Suaka Alam Dan
Kawasan Pelestarian Alam.
a. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004 Tentang
Perlindungan Hutan, ada beberapa hal yang di kutip oleh penulis.
Pasal 1 angka 1 menjelaskan bahwa perlindungan hutan adalah usaha
untuk mencegah dan membatasi kerusakan hutan, kawasan hutan dan hasil
hutan, yang disebabkan oleh perbuatan manusia, ternak, kebakaran, daya-
daya alam, hama dan penyakit, serta mempertahankan dan menjaga hak-
hak negara, masyarakat dan perorangan atas hutan, kawasan hutan, hasil
hutan, investasi serta perangkat yang berhubungan dengan pengelolaan
hutan.
Pasal 2 dan 3 menjelaskan bahwa perlindungan hutan merupakan bagian
dari kegiatan pengelolaan hutan. Dan perlindungan tersebut menjadi
kewenanan Pemerintah dan / atau Pemerintah Daerah. Dalam Pasal 5
menjelaskan bahwa penyelenggaraan perlindungan hutan bertujuan untuk
menjaga hutan, hasil hutan, kawasan hutan dan lingkungannya, agar
fungsi lindung, fungsi konservasi, dan fungsi produksi, tercapai secara
optimal dan lestari. Dijelaskan pula pada Pasal 6 bahwa prinsip-prinsip
perlindungan hutan meliputi mencegah dan membatasi kerusakan hutan,
kawasan hutan dan hasil hutan, yang disebabkan oleh perbuatan manusia,
ternak, kebakaran, daya-daya alam, hama, serta penyakit. Dan
mempertahankan dan menjaga hak-hak negara, masyarakat, dan
perorangan atas hutan, kawasan hutan, hasil hutan, investasi serta
perangkat yang berhubungan dengan pengelolaan hutan.
Mengingat Gunung Merbabu rawan kebakaran bahkan sudah menjadi hal
biasa bahwa setiap tahun Gunung Merbabu mengalami kebakaran. Maka
dari itu diperlukan pencegahan atau perlindungan hutan dari kebakaran
sebagaimana dimaksud pada Pasal 6 adalah untuk menghindari kerusakan
hutan yang disebabkan oleh perbuatan manusia atau daya-daya alam.
Perbuatan manusia sebagaimana yang dimaksud yaitu melakukan
pembakaran hutan tanpa izin atau membuang benda-benda yang dapat
menyebabkan kebakaran. Sedangkan daya-daya alam tersebut yaitu
akibat-akibat petir, gunung berapi, reaksi sumber daya alam dan atau
gempa.
b. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2011 Tentang Kawasan Suaka
Alam Dan Kawasan Pelestarian Alam.
Dalam Peraturan Pemerintah ini, beberapa hal yang dikutip penulis antara
lain yaitu dalam Pasal 1 angka 2 Kawasan Pelestarian Alam selanjutnya
disingkat KPA adalah kawasan dengan ciri khas tertentu, baik di daratan
maupun di perairan yang mempunyai fungsi pokok perlindungan sistem
penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan
satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan
ekosistemnya. Jika ketentuan ini dikaitkan dengan kawasan hutan di
Gunung Merbabu yang dimana juga merupakan sistem penyangga
kehidupan masyarakat khususnya Dusun Cuntel, hutan di Gunung
Merbabu merupakan sumber kehidupan bagi masyarakat Dusun Cuntel.
Maka dari itu harus dijaga kelestarian dari hutan di Gunung Merbabu.
Dalam Pasal 18 dijelaskan tentang zonasi. Zonasi pengelolaan pada
kawasan taman nasional meliputi:
zona inti
zona rimba
zona pemanfaatan
zona lain sesuai dengan keperluan.
Masyarakat Dusun Cuntel memberikan usulan kepada Taman Nasional
yaitu kawasan zona rumput. Mengapa demikian karena masyarakat masih
kebingungan untuk memasuki kawasan dalam hal mencari rumput. Selain
itu masyarakat dikira mengambil kayu di hutan Gunung Merbabu padahal
mereka ingin mencari rumput.
4. Hasil Wawancara Dengan Masyarakat Dusun Cuntel.
Wawancara yang dilakukan penulis di Dusun Cuntel, dilakukan dengan 4
responden yaitu Bapak Piyono, Bapak Panjul, Bapak Marsudi, Bapak Sumarno
selaku Kepala Dusun di Dusun Cuntel.
Tabel 1
Identitas Responden pada Masyarakat Dusun Cuntel
Nama Umur Profesi
Piyono 48 tahun Petani
Panjul 41 tahun Petani
Marsudi 44 tahun Petani
Sumarno 59 tahun Petani
Hasil wawancara dengan responden
di Dusun Cuntel Kecamatan Getasan
Masyarakat Dusun Cuntel yang mayoritas berprofesi sebagai petani, sangat
bergantung dengan alam. Misalnya air. Air yang mereka gunakan untuk
kebutuhan sehari – hari untuk mereka konsumsi ataupun mereka gunakan untuk
kebutuhan bercocok taman tersebut berasal dari gunung merbabu.27
Penyerapan
air untuk kebutuhan masyarakat ini bergantung pada jenis pohon yang ada di
hutan Gunung Merbabu. Pada peralihan fungsi hutan dari perhutani secara besar –
27
Wawancara Bapak Sumarno, Kepala Dusun di Dusun Cuntel Kecamatan Getasan. Tanggal 4 Maret 2017, pukul 14.15 WIB.
besaran mengubah tanaman yang sebelumnya pohon dengan daun lebar seperti
manis jangan diubah menjadi pohon dengan daun jarum seperti pinus. Hal
tersebut akan berdampak pada penyerapan air. Mengapa demikian, karena pohon
yang memiliki daya serap untuk bisa menyerap air dan setelah itu bisa digunakan
masyarakat adalah jenis pohon dengan daun lebar salah satunya yaitu pohon
manis jangan. Dan jenis pohon daun jarum seperti pinus daya serap air tidak
bagus seperti pohon daun lebar.28
Disinilah peran masyarakat diperlukan untuk menjaga kelestarian hutan di
Gunung Merbabu agar masyarakat dapat memanfaatkan hutan di Gunung
Merbabu untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari. Masyarakat sangat berperan
penting dalam menjaga kelestarian hutan yang ada di Gunung Merbabu.
Masyarakat Dusun Cuntel berpartisipasi dalam menjaga kelestarian hutan yang
ada di Gunung Merbabu. Masyarakat Dusun Cuntel ini membentuk suatu
kelompok pecinta alam yang tentunya beranggotakan dari masyarakat Dusun
Cuntel itu sendiri. Kelompok pecinta alam ini dibentuk salah satu tujuannya yaitu
untuk menjaga kelestarian hutan di Gunung Merbabu. Kegiatan yang mereka
lakukan seperti reboisasi, perawatan pohon yang baru ditanam, mereka
melakukan semua kegiatan tersebut karena mereka sadar bahwasanya kegiatan
yang mereka lakukan itu tidak lain untuk kebutuhan mereka saat ini ataupun
kebutuhan yang akan datang.29
Dalam hal pelestarian hutan di Gunung Merbabu, masyarakat Dusun Cuntel
memiliki respon yang positif. Tidak ada sikap apatis dari masyarakat Dusun
Cuntel atas kegiatan pelestarian hutan di Gunung Merbabu.
28
Wawancara Bapak Piyono, masyarakat Dusun Cuntel Kecamatan Getasan. Tanggal 4 Maret 2017, pukul 15.45 WIB. 29
Wawancara Bapak Panjul, masyarakat Dusun Cuntel Kecamatan Getasan. Tanggal 4 Maret 2017, pukul 14.51 WIB.
Rasa partisipatif yang timbul dalam masyarakat Dusun Cuntel ini turun temurun
dari pendahulu mereka. Mereka dilatih untuk menjaga kelestarian hutan yang ada
di Gunung Merbabu ini sejak masih kecil. Dan dari data di atas telah
menunjukkan bahwa rasa partisipatif tersebut tidak melihat dari kalangan.
Kalangan muda sampai orang tua tetap memiliki rasa partisipatif untuk menjaga
kelestarian hutan yang ada di Gunung Merbabu.30
Kegiatan yang dilakukan masyarakat Dusun Cuntel untuk melestarikan
hutan di Gunung Merbabu yaitu reboisasi, perawatan pohon yang baru ditanam.
Reboisasi yang dilakukan masyarakat ini adalah inisiatif dari masyarakat sendiri.
Mereka merawat bibit-bibit yang akan mereka tanam dan menanam sendiri di
kawasan hutan Gunung Merbabu. Mengapa masyarakat melakukan hal tersebut,
karena dari Dusun maupun Desa itu tidak ada program kegiatan pelestarian hutan
yang ada di Gunung Merbabu. Paguyuban yang ada di Dusun juga tidak memiliki
program pelestarian hutan. Paguyuban tersebut hanya bekerja dalam kegiatan
peternakan yaitu ternak sapi dan produksi terong belanda. Jadi yang memiliki
kegiatan dalam pelestarian hutan hanya pecinta alam masyarakat Dusun Cuntel.31
Masyarakat sudah memiliki rasa partisipatif terhadap hutan yang ada di
Gunung Merbabu sejak sebelum ditetapkannya kawasan hutan oleh Taman
Nasional. Masyarakat Dusun Cuntel ini sudah melakukan reboisasi maupun
perawatan terhadap pohon yang baru ditanam. Penetapan kawasan hutan oleh
Taman Nasional, menimbulkan pro dan kontra dengan masyarakat. Masyarakat
sempat menolak Taman Nasional ini atas penetapan kawasan hutan di Gunung
30
Wawancara Bapak Marsudi, Masyarakat Dusun Cuntel Kecamatan Getasan. Tanggal 4 Maret 2017, pukul 15.20 WIB. 31
Wawancara Bapak Sumarno, Kepala Dusun di Dusun Cuntel Kecamatan Getasan. Tanggal 4 Maret 2017, pukul 14.15 WIB.
Merbabu. Masyarakat berpandangan bahwa mereka tidak akan bisa lagi
menikmati hasil hutan di kawasan hutan Gunung Merbabu.
Sebelum ditetapkannya kawasan hutan oleh Taman Nasional, masyarakat
Dusun Cuntel dapat memanfaatkan hutan di Gunung Merbabu dengan bebas.
Mereka bisa mengambil rumput dimanapun rumput itu berada. Tetapi sejak
ditetapkannya kawasan hutan oleh Taman Nasional, masyarakat terbatasi untuk
menikmati hasil hutan di Gunung Merbabu. Mereka tidak bisa lagi mengambil
rumput di sembarang tempat karena akses masuk hutanpun sudah terbatas.
Masyarakat juga merasa kebingungan untuk mencari rumput karena akses yang
terbatas tersebut. Mereka ingin mencari rumput tetapi di sisi lain mereka dikira
akan mengambil kayu. Masyarakat juga mengusulkan kepada Taman Nasional
agar ditetapkannya zona rumput. Selain akses yang terbatas, masyarakat Dusun
Cuntel merasa status hutan di Gunung Merbabu ini lucu. Mengapa demikian,
karena terdapat hutan dengan luas 1,3 Ha yang dinamakan hutan Pangonan dan
hutan ini berada di tengah-tengah kawasan Taman Nasional tetapi hutan
pangonan ini bukan termasuk hutan negara. Hutan pangonan ini dikelola oleh
masyarakat sebelum adanya Taman Nasional Gunung Merbabu. Negara tidak
ingin menghilangkan apa yang sudah ada, maka dari itu hutan pangonan ini tetap
dikelola oleh masyarakat sampai sekarang.
5. Wawancara di Balai Taman Nasional Gunung Merbabu
Dalam rangka melestarikan hutan yang ada di Gunung Merbabu, Balai
Taman Nasional Gunung Merbabu memiliki beberapa program yaitu 3P,
Perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan. Perlindungan yaitu melindungi
ekosistem maupun sumber daya alam yang ada di Gunung Merbabu. Dalam hal
pengawetan yaitu untuk flora dan fauna. Pengertian pengawetan bukan berarti
mengawetkan flora fauna yang sudah mati tetapi menjaga flora fauna tersebut
agar tetap lestari. Karena hal ini akan berdampak ke progam yang ketiga yaitu
pemanfaatan. Apabila hutan yang ada di Gunung Merbabu kelestriannya terjaga,
maka sumber air yang terdapat di Gunung Merbabu juga akan melimpah. Dan hal
ini tentunya akan bermanfaat bagi kebutuhan masyarakat luas.32
Memanfaatkan
hutan Gunung Merbabu juga ada batasan yaitu hanya boleh memanfaatkan hutan
dalam zona tradisional. Dan masyarakat memanfaatkan hutan tidak diperbolehkan
untuk komersial.
Untuk menjaga perlindungan kawasan, Balai Taman Nasional Gunung
Merbabu mengajak masyarakat turut serta berpartisipasi dalam menjaga
perlindungan hutan. Masyarakat berperan penting dalam menjaga perlindungan
hutan agar tetap lestari. Karena hutan yang ada di Gunung Merbabu dengan luas
sekitar 50.000 ha tidak memungkinkan Balai Taman Nasional Gunung Merbabu
untuk melaksanakan program-progam tersebut. Maka dari itu dibutuhkan peran
dari msyarakat untuk membantu menjaga perlindungan hutan di Gunung
Merbabu. Selain itu juga terdapat masyarakat binaan dari Taman Nasional
Gunung Merbabu yaitu Masyarakat Peduli Api (MPA) dan Masyarakat Mitra
Polhut (MMP). Masyarakat binaan Taman Nasional ini membantu dalam rangka
menjaga perlindungan hutan. Masyarakat sangat kooperatif dalam menjaga
perlindungan hutan. Peran masyarakat seperti inilah yang dibutuhkan Balai
Taman Nasional Gunung Merbabu untuk menjaga kelestarian hutan Gunung
Merbabu. Menjaga perlindungan hutan tidak lepas dari gangguan-gangguan
seperti pemburuan satwa liar, penebangan liar dan kebakaran hutan.
32
Wawancara dengan Ibu Kristina Dewi, Koordinator Pemanfaatan Humas dan Kerja Sama Balai Taman Nasional Gunung Merbabu, pada tanggal 5 Mei 2017 pukul 13.40 WIB.
Balai Taman Nasional Gunung Merbabu melakukan sosialisasi karena
dampak dari terjadinya kebakaran hutan di kawasan Taman Nasional Gunung
Merbabu, maka dari perlu adanya upaya-upaya pencegahan dan pengendalian
kebakaran hutan.
Tujuan dari kegiatan Sosialisasi Pencegahan Kebakaran Hutan antara:
1. Meningkatkan peran seeta masyarakat sekitar kawasan dalam
usaha pencegahan atau pengendalian kebakaran hutan.
2. Memeberikan pemahaman kepada masyaraka maupun pengurus
desa tentang dan dampak terjadinya kebakaran hutan.
3. Menekan tingkat kerusakan sumber daya alam hayati dan
ekosistemnya di kawasan Taman Nasional Gunung Merbabu akibat
kerusakan hutan atau kebakaran hutan.
4. Menyelamatkan keanekaragaman hayati dan ekosistemnya di
kawasan Taman Nasional Gunung Merbabu dari dampak negatif
kebakaran hutan.
C. Analisis
Dalam penulisan analisis, penulis membagi menjadi dua poin yaitu analisis
terhadap partisipasi masyarakat terhadap pengelolaan hutan di kawasan Gunung
Merbabu dan analisis tentang faktor-faktor yang mempengaruhi masyarakat terhadap
pengelolaan hutan di kawasan Gunung merbabu.
Analisis terhadap partisipasi masyarakat terhadap pengelolaan hutan di kawasan
Gunung Merbabu, menjelaskan tentang rasa partisipatif yang timbul dari masyarakat
dan tindakan apa yang mencerminkan rasa partisipatif tersebut dalam pengelolaan
hutan Gunung Merbabu. Sedangkan dalam analisis tentang faktor-faktor yang
mempengaruhi masyarakat terhadap pengelolaan hutan di kawasan Gunung merbabu
menjelaskan tentang faktor apa yang mempengaruhi rasa partisipatif dari masyarakat
dalam pengelolaan hutan Gunung Merbabu.
1. Analisis terhadap partisipasi masyarakat terhadap pengelolaan hutan di
kawasan Gunung Merbabu.
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, adalah dasar
hukum yang merupakan payung bagi lahirnya berbagai produk hukum yang
mengatur hutan. Permasalahannya adalah, untuk menuju kepada implementasi
undang-undang tersebut berikut peraturan pelaksanaannya, seharusnya masyarakat
mengetahui dan memahami peraturan dimaksud sebelum turut berpartisipasi
sesuai dengan hak dan kewajibannya di dalam implementasi peraturan dimaksud.
Sehingga dalam konteks studi ini, pengetahuan masyarakat tentang peraturan
dimaksud penting untuk diketahui. Dari penelitian pada masyarakat Dusun Cuntel
yang merupakan salah satu Dusun yang berlokasi di kawasan hutan Gunung
Merbabu, tidak lebih dari 50% dari jumlah masyarakat di Dusun Cuntel yang
mengetahui adanya Undang-Undang Kehutanan. Hanya sekitar 35% masyarakat
yang mengetahui adanya Undang-Undang Kehutanan. Akan tetapi, hal tersebut
tidak menutupi kemungkinan akan masyarakat memiliki sikap peduli terhadap
pelestarian hutan. Masyarakat Dusun Cuntel memiliki rasa partisipatif dalam
melestarikan hutan Gunung Merbabu.
Dalam Pasal 21 Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 Tentang Kehutanan
menjelaskan tentang kegiatan Pengelolaan hutan yang meliputi:
a. tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan,
b. pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan hutan,
c. rehabilitasi dan reklamasi hutan, dan
d. perlindungan hutan dan konservasi alam.
Melihat ketentuan tersebut masyarakat Dusun Cuntel memiliki berbagai kegiatan
dalam rangka menjaga kelestarian hutan seperti reboisasi, perawatan pohon yang
baru ditanam. Dalam pemanfaatan hutan pun masyarakat memanfaatkan hutan
pada zona tradisional. Karena dari pihak Balai Taman Nasional Gunung
Merbabu tidak mengijinkan untuk memanfaatkan hutan pada zona yang lain.
Pernyataan tersebut juga diatur dalam Pasal 24 Undang-Undang Nomor 41 tahun
1999 Tentang Kehutanan yang menjelaskan bahwa pemanfaatan kawasan hutan
dapat dilakukan pada semua kawasan hutan kecuali pada hutan cagar alam serta
zona inti dan zona rimba pada taman nasional. Ketentuan dari pihak Balai Taman
Nasional Gunung Merbabu mengatur bahwa masyarakat dapat memanfaatkan
hutan seperti air, rumput, dan ranting pohon yang ada di zona tradisional. Air
yang dimanfaatkan pun juga harus dialirkan terlebih dahulu ke penampungan.
Tidak boleh langsung diambil dari sumbernya.
Partisipasi masyarakat terhadap kawasan hutan Gunung Merbabu oleh
Masyarakat Dusun Cuntel terbilang cukup baik. Tetapi masih kekurangan dari
sikap partisipasi mereka. Karena masih ada pohon yang ditebang tetapi hanya
diambil kulitnya dan batang pohon dibiarkan begitu saja. Kerusakan hutan
seperti ini akan berakibat pada sumber air.
Mereka sadar bahwa anak cucu mereka nanti juga membutuhkan hasil
hutan terutama di kawasan Gunung Merbabu. Masyarakat juga melakukan
per+lindungan terhadap hutan. Balai Taman Nasional Gunung Merbabu
memiliki masyarakat binaan di Dusun Cuntel yang juga melakukan perlindungan
terhadap kawasan hutan Gunung Merbabu. Masyarakat binaan tersebut yaitu
Masyarakat Mitra Polhut dan Masyarakat Peduli Api. Masyarakat Mitra Polhut
merupakan kelompok masyarakat di sekitar hutan yang membantu Polhut dalam
pelaksanaan perlindungan hutan di bawah koordinasi, pembinaan dan
pengawasan instansi pembina. Melalui keberadaan Masyarakat Mitra Polhut,
diharapkan dapat meningkatkan peran dan partisipasi masyarakat dalam upaya
perlindungan hutan khususnya di kawasan konservasi. Sedangkan dengan
keberadaan Mayarakat Peduli Api, diharapkan dapat meningkatkan kesadaran
dan partisipasi masyarakat agar dapat menyikapi tiap ancaman seperti
menyikapi kebakaran dengan baik..
2. Analisis tentang faktor-faktor yang mempengaruhi masyarakat terhadap
pengelolaan hutan di kawasan Gunung merbabu.
Menurut persepsi masyarakat, bahwa kewajiban menjaga kelestarian hutan
sebagai perimbangan dari adanya hak menanam hutan, bukan dalam penegakan
hukum melainkan sebagai bentuk pemenuhan kebutuhan sosial ekonomi
masyarakat yang tinggal di kawasan hutan. Mereka merasa harus menjaga
kelestarian hutan karena hutan merupakan tempat mereka menggantungkan hidup.
Dalam Pasal 60 ayat (2) Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 Tentang
Kehutanan masyarakat dan atau perorangan berperan serta dalam pengawasan
kehutanan. Dan Pasal 69 ayat (1) menjelaskan masyarakat berkewajiban untuk ikut
serta memelihara dan menjaga kawasan hutan dari gangguan dan perusakan. Peran
serta masyarakat dalam menjaga kelestarian hutan adalah suatu kewajiban yang
harus dilaksanakan oleh masyarakat karena diatur dalam undang-undang.
Dari ketentuan tersebut, masyarakat sadar bahwa memiliki kewajiban dalam
pengelolaan hutan. Faktor-faktor yang mempengaruhi masyarakat dalam menjaga
kelestarian hutan salah satunya adalah faktor kebutuhan hidup. Faktor ini sangat
mempengaruhi rasa partisipatif masyarakat. Karena masyarakat akan tetap
memanfaatkan hutan untuk generasi-generasi mereka nantinya. Kebutuhan air
masyarakat sangat bergantung pada hutan di Gunung Merbabu. Apabila terjadi
kerusakan hutan dan sumber daya air semakin berkurang, akan berdampak pada
kebutuhan air untuk kebutuhan sehari-hari oleh masyarakat. Masyarakat
menginginkan sumber air tetap mengalir, maka dari itu peran serta masyarakat
dalam pengelolaan hutan untuk menjaga kelestarian alam sangat dibutuhkan.
Selain itu dalam pengelolaan hutan ini untuk menjaga dari bencana yang dapat
terjadi. Apabila hutan Gunung Merbabu rusak akibat penebangan liar ataupun
kegiatan lain yang dapat mengakibatkan hutan menjadi rusak bisa terjadi bencana
seperti tanah longsor maupun kebakaran. Meskipun hampir setiap tahun Gunung
Merbabu terjadi kebakaran, masyarakat dengan melakukan pengelolaan hutan
bermaksud untuk meminimalisir luasnya hutan yang terbakar.
Masyarakat tidak bisa apabila hanya mengandalkan pihak dari Taman
Nasional untuk melakukan kegiatan pengelolaan hutan Gunung Merbabu.
Mengingat luas hutan Gunung Merbabu yang lebih dari 50.000 ha dengan personil
dari taman nasional yang hanya 50 orang tidak memungkinkan untuk
melaksanakan kegiatan pengelolaan hutan di Gunung Merbabu. Untuk mengatasi
keterbatasan personil dari pihak Taman Nasional. Balai Taman Nasional Gunung
Merbabu membuat masyarakat binaan yang disebut sebagai Masyarakat Mitra
Polhut dan Masyarakat Peduli Api. Masyarakat binaan dari Taman Nasional ini
sangat membantu pihak Taman Nasional dalam memaksimalkan kegiatan
pengelolaan hutan Gunung Merbabu.
Tetapi diluar dari Masyarakat Mitra Polhut maupun Masyarakat Peduli Api
yang merupakan masyarakat binaan Taman Nasional, masyarakat umum yang
lainnya juga turut berpartisipasi jalam pengelolaan hutan. Dengan adanya pecinta
alam dari masyarakat Dusun Cuntel yang merupakan objek dari penelitian ini
mereka turut berpartisipasi dalam pengelolaan hutan. Dengan kegiatan reboisasi,
perawatan pohon yang baru ditanam, perawatan jalur pendakian maupun bersih
gunung adalah bentuk dari partisipasi dalam pengelolaan hutan di Gunung
Merbabu.