BAB II PEMBAHASAN HUBUNGAN KERJASAMA INDONESIA-JEPANG …
Transcript of BAB II PEMBAHASAN HUBUNGAN KERJASAMA INDONESIA-JEPANG …
33
BAB II
PEMBAHASAN
HUBUNGAN KERJASAMA INDONESIA-JEPANG
TERKAIT PENGIRIMAN PERAWAT MELALUI KERANGKA IJEPA
Pada bab ini akan menjelaskan mengenai hubungan kerjasama Indoneia
Jepang terkait implementasi IJEPA (Indonesia-Japan Economic Partnership
Agreement) dalam memenuhi kebutuhan Nurse dan Careworkers di Jepang.
Pembahasan pada bab ini disertai dengan beberapa sub bab yang akan
memaparkan mengenai EPA (Economic Partnership Agreement) sebagai model
kerjasama Indonesia-Jepang, skema pengiriman Nurse dan Careworkers ke
Jepang dalam kerangka IJEPA, serta health-care system dan fenomena aging
population (Penuaan Populasi) di Jepang.
2.1 EPA (Economic Partnership Agreement) Sebagai Model Kerjasama
Indonesia-Jepang
Perjanjian IJEPA dilaksanakan dalam kerangka Comprehensive Economic
Partnership Agreements (CEPS) Jepang yang dilakukan dengan beberapa negara
anggota ASEAN (Association South East Asia Nation).20
Sehingga IJEPA
menjadi pengalaman pertama yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia secara
20
Endah A, Pemanfaatan Kerja sama Indonesiap-Jepang Economic Partnership
Agreement IJEPA) dan Indonesia-Pakistan Preferential Trade Agreement (IPPTA),
Universitas Indonesia, diakses dalam
http://jurnal.kemendag.go.id/bilp/article/download/313/182 (15/11/2020, 10.17 WIB)
34
bilateral dengan Jepang. IJEPA menjadi suatu bentuk free trade agreement
dengan bentuk G to G dalam kerangka perjanjian kerjasama ekonomi. Akan tetapi
kerangka EPA memiliki perbedaan dengan kerangka FTA (free trade agreement)
dimana EPA memiliki 13 bidang kerjasama.
2.1.1 EPA (Eeconomic Partnership Agreement) Jepang Dengan Pemerintah
Indonesia
Economic Partnership Agreement adalah perjanjian internasional untuk
menderegulasikan peraturan-peraturan bagi penanaman modal dan pengendalian
imigrasi sebagai tambahan dari isi kesepakatan.21
EPA merupakan gaya dan
model kerjasama baru dari Free Trade Agreement (FTA) diantara negara-negara
dunia. Akan tetapi, dalam konsep kerjasama EPA, ruang lingkup kerjasama yang
diusung lebih meluas ke dalam berbagai sektor kerjasama lainnya. Indonesia-
Japan Economic Agreement adalah salah satu bentuk kerjasama EPA yang dijalin
oleh pemerintah Jepang dan pemerintah Indonesia. Economic Partnership
Agreement yang dijalin antara pemerintah Indonesia dan Jepang bertujuan untuk
membangun kerangka kerja dan untuk meningkatkan lebih dekat kerjasama
diberbagai bidang yang telah disepakati dalam perjanjian ini.
Perjanjian kemitraan Economic Partnership Agreement (EPA) adalah satu
undang-undang migrasi yang membuka Jepang sebagai salah satu negara yang
akan dikunjungi oleh perawat migran. Kerjasama ini akan memobilisasi angkatan
21
Departemen Ekonomi, Perdagangan dan Perindustrian Jepang, “Bagaimana menikmati
Preferensi Tarif Melalui EPA/FTA saat mengimpor dari Jepang”, JETRO. Diakses di
https://www.jetro.go.jp/ext_images/indonesia/jiepa/index.html/BrosurEPAind2009.pdf
(4/11/2019,21.32 WIB)
35
kerja dari negara berkembang ke Jepang sebagai negara maju yang akan
menampung permintaan tenaga kerja dalam sistem asuransi perawatan jangka
panjang dimana terjadinya kondisi sektor perawat yang tidak lagi menarik minat
kaum muda Jepang untuk mengisi pekerjaan jenis 3K (Kitanai, Kitsui, Kikken)
atau lebih dikenal dengan 3D. Jepang sendiri melakukan kerjasama ini dengan 3
negara berkembang di kawasan Asia Tenggara yakni Vietnam, Philipina, dan
Indonesia. Pada tabel dibawah ini merupakan model dari Economic Partnership
Agreement Jepang dengan negara-negara mitranya yang melakukan kerjasama
pengiriman perawat ke Jepang. Pada tabel di bawah ini, BP2MI merupakan badan
pemerintah yang bertanggung jawab dalam aktivitas pengiriman perawat ke
Jepang. Sementara itu, lembaga atau badan pemerintah Jepang diwakilkan oleh
JICWELS.
36
Tabel 2.1 Kerangka EPA Terhadap Pengiriman Nurse dan Careworker
Perawat Careworker
Tujuan Mendapatkan sertifikat perawat
dan lanjut bekerja setelahnya
Mendapatkan sertifikat care-worker dan
lanjut bekerja setelahnya
Status visa Nurse and Certified Care-worker candidate under EPA
Kegiatan
(sebelum
lulus ujian
sertifikasi)
Pelatihan dan bekerja pada
rumah sakit Jepang
Pelatihan dan bekerja di fasilitas perawatan
di dalam negeri Jepang
Kegiatan
(setelah
lulus ujian
sertifikasi)
Bekerja sebagai perawat diakui di
fasilitas rumah sakit di dalam negeri
Jepang
Bekerja sebagai care-worker diakui di
fasilitas perawatan di dalam negeri Jepang
Periode izin
tinggal
Sebelum mendapat sertifikasi : maksimum 3 tahun bagi perawat dan 4 tahun bagi
care-worker
Apabila gagal mendapatkan sertifikasi dalam waktu yang disediakan diatas, akan
dipulangkan ke Indonesia setelah habis masa ijin tinggalnya. (Setelah pulang ke
Indonesia masih dapat datang ke Jepang untuk mengikuti ujian sertifikasi)
Setelah mendapatkan sertifikasi: Dapat memperbaharui ijin tinggal berkali-kali tanpa
batas
Untuk melindungi pasar tenaga kerja lokal, jumlah yang direkrut tiap tahun akan
dibatasi (200 orang perawat dan 300 orang care-worker, 2013)
Syarat
imigrasi
Memiliki S1 atau D3-keperawatan
Min 2 tahun pengalaman kerja
sebagai perawat
Menandatangani kontrak kerja
Lulusan S1 atau D3 dan diakui
sebagai tenaga kerja care-worker oleh
pemerintah Indonesia, atau memiliki S1 atau
D3-keperawatan
Menandatangani kontrak kerja
Program
Training
bahasa
Jepang
½ tahun pelatihan di Indonesia & ½ tahun pelatihan di Jepang
(kandidat yang mempunyai
JLPT N2 dapat melewati tahap ini)
Lembaga/
Badan
Pengirim
Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia
(BP2MI)
Lembaga/
Badan
Penerima
Japan International Corporation of Welfare Service (JICWELS)
Sumber : Ministry of Health, Labour and Walfare dalam ITPC Osaka22
22
ITPC Osaka, “Market Intelligence-Perawat dan Careworker. Retrieved from” , diakses
dalam http://djpen.kemendag.go.id/membership/data/files/432d3-Martel-ITPC-Osaka-
Perawat-&-Care-Worker-Final-2013.pdf
37
2.1.2 Pembentukan IJEPA Sebagai Kerangka Kerjasama G to G
Pengiriman Perawat Indonesia Ke Jepang
Pada tahun 2003 pertemuan pertama pembahasan IJEPA dilaksanakan oleh
Perdana Menteri Junichiro Koizumi dan Presiden Megawati Soekarnoputri.23
Dalam pertemuan ini, kedua perwakilan sepakat untuk melakukan pembahasan
pembentukan kemitraan ekonomi Indonesia Jepang. Kemudian pada tahun 2004
Jepang dan Indonesia melakukan penyelesaian terhadap Joint Study Group (JSG)
pendirian Economic Partnership Agreement antara Indonesia dan Jepang.
Berlanjut ditahun 2005 yakni dialksanakannya pertemuan yang ketiga kali
diwakilkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sekaligus
mengumumkan dimulainya perundingan pembentukan IJEPA. Pada tahun 2007,
pemerintah Indonesia-Jepang kembali melanjutkan penyelesaian perundingan
IJEPA setelah mlewati tujuh putaran perundingan.
Perjanjian kerjsama IJEPA ini ditandatangani oleh Presiden Indonesia
yang ke 6 yakni bapak Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sedangkan pihak
Jepang ditandatangi oleh Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe. Akhirnya
perjanjian kemitraan ini resmi diberlakukan pada tanggal 1 Juli 2008. Negosiasi
mengenai perjanjian Indonesia-Jepang kemudian dilanjutkan dengan
pembentukan kesepakatan kerangka kerjasama yang telah disahkan oleh
pemerintah Indonesia. Hal ini dapat dilihat berdasarkan kepada “PERPRES
23
Kementerian Perdagangan RI, Fact Sheet Indonesia-Japan Econic Partnership
Agreement (IJEPA), dalam
http://ditjenppi.kemendag.go.id/assets/files/publikasi/doc_20180515_fact-sheet-
indonesia-japan-economic-partnership-agreement-ijepa1.pdf (15/11/2020, 13.07 WIB)
38
NO.36 TH 2008” mengenai pengesahan persetujuan antara RI dan Jepang
mengenai suatu kemitraan ekonomi yang dikenal dengan IJEPA.24
Terdapat 3 pilar utama di dalam perjanjian kerjasama IJEPA. Pilar
tersebut kemudian menjadi pondasi terhadap Indonesia-Jepang dalam
implementasi kerjasama ekonomi kemitraan ini.25
Adapun tiga pilar IJEPA yaitu :
Liberalization (Liberalisasi perdagangan), Facilitation (Fasilitas dalam
Perdagangan) serta Capacity Building (Meningkatkan Kapasitas Daya Saing).
Sedangkan hal yang menjadi cakupan dalam kerjasama perjanjian IJEPA meliputi
13 sektor kerjasama yaitu26
: Kebijakan mengenai persaingan usaha (Competition
Policy), Pengadaan pemerintah (Government Procurement), Investasi
(Investment), Peraturan dasar (Rules of Origin), Prosedur tentang ekspor impor
dan bea cukai (Custom Procedures), Sumber daya energi dan mineral (Energy &
Mineral Resources), Improvement of Business Environment, Kerjasama
(Cooperation), Perdagangan (Trade in Goods), Perdagangan jasa (Trade in
Service), Pergerakan alami manusia (Movement of Natural Persons), dan Hak
milik intelektual (Intellectual Property Rights).
Berdasarkan latarbelakang dari pembentukan perjanjian IJEPA ini
khusunya dalam hal penerimaan nurse dan careworkers oleh Jepang, yakni
dikarenakan antisipasi terhadap adanya kebutuhan akan perawat di tahun 2010.
24
PERPRES RI Nomor 36 Tahun 2008, diakses dalam
https://jdih.kemenkeu.go.id/fulltext/2008/36TAHUN2008PERPRES.HTM 25
Kedalaman Struktur Industri Yang Mempunyai Daya Saing di Pasar Global, diakses
dalam https://kemenperin.go.id/download/131/Kedalaman-Struktur-Industri-yang-
Mempunyai-Daya-Saing-di-Pasar-Global 26
Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement (IJEPA), Direktorat JenderaL
Perundingan Perdagangan Internasional, dari
http://ditjenppi.kemendag.go.id/index.php/bilateral/asia-selatan-tengah-dan-timur/jepang
39
Berdaarkan 6th Nursing Personnel Supply and Demand Projection, Jepang akan
membutuhkan 15.900 perawat tambahan untuk memenuhi proyeksi permintaan
perawat yakni 1.406.000 perawat.27
Sedangkan kuota yang diberikan kepada
Indonesia adalah sebanyak 550 tenaga perawat/tahun.28
Dengan adanya kondisi
aging population, permintaan akan tenaga kerja perawat terus menjadi perhatian
serius bagi Jepang.
2.1.3 Tujuan Serta Manfaat Indonesia-Japan Economic Partnership
Agreement (IJEPA)
Perjanjian IJEPA diantara pemerintah Indonesia dengan pemerintah
Jepang ini adalah suatu perjanjian kerjasama ekonomi yang bertujuan untuk
meningkatkan aktivitas perdagangan dan juga investasi antara Indonesia dan
Jepang serta pada pasar regional melalui 3 pilar utama IJEPA yaitu :29
1. Liberalization (Liberalisasi perdagangan), dalam hal ini IJEPA menghapus
atau mengurangi bea masuk (hambatan dalam perdagangan) dan investasi
(perbaikan dan kepastian hukum). Selain itu, Jepang juga menurunkan hingga
90 % dari total 9.262 pos tarif Jepang, sementara itu Indonesia membuka
sebesar 92,5 % dari total 11.163 pos tarif Indonesia.
27
Ayaka Matsuno, Nurse Migration : The Asian Perspective, ILO, diakses dalam
https://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/---asia/---ro-
bangkok/documents/publication/wcms_160629.pdf (15/11/2020, 15.19 WIB) 28
R1, Jepang Membutuhkan Ratusan Perawat dan Pengasuh dari Indonesia, diakses
dalam https://reaktor.co.id/jepang-membutuhkan-ratusan-perawat-dari-indonesia/
(15/11/2020, 20.23 WIB) 29
Fact Sheet Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement, Kementerian
Perdagangan RI, dari
http://ditjenppi.kemendag.go.id/assets/files/publikasi/doc_20180515_fact-sheet-
indonesia-japan-economic-partnership-agreement-ijepa1.pdf
40
2. Facilitation (Fasilitasi Perdagangan), IJEPA memberikan fasilitas bagi kedua
belah pihak (Indonesia-Jepang) dalam menjalankan kerjasama standarisasi,
pelabuhan, bea cukai, dan jasa perdagangan. Di samping itu, IJEPA juga
sebagai pengatur dalam perbaikan iklim investasi sehingga nantinya dapat
meninggikan kepercayaan dari investor-investor atau pebisnis Jepang untuk
melakukan investasi di Indonesia. Pemerintah Indonesia memberi fasilitas
kepada Jepang yaitu dalam bentuk modal yang tidak diproduksi di dalam
negeri yang ditujukan pada industri sektor penggerak, (kendaraan bermotor
dan komponennya, elektrik dan elektronik, dan industry peralatan energi).
3. Capacity Building, IJEPA memberi ruang kepada kedua negara untuk
menjalankan kerjasama yang bertujuan untuk meningkatkan daya persaingan
para produsen yang ada di Indonesia. Hal ini sebagai bentuk imbalan balik
oleh Jepang terkait terdapatnya transmisi teknologi juga pengertahuan untuk
peningkatkan performa industri di Indonesia agar bisa melahirkan produk
dengan nilai jual yang lebih tinggi.
Dengan adanya IJEPA ini, Indonesia dapat mengirimkan tenaga kerjanya
yang berpendidikan atau berkualitas tinggi ke Jepang. Kondisi pemuda di Jepang
tidak berminat untuk bekerja di industry yang berkategori dusty (berdebu), dirty
(kotor), danger (berbahaya) dan industry lainnya yang membutuhkan kemampuan
tinggi, focus yang tinggi, serta semacamnya. Selain di industry berat, dalam
bidang kesehatan, Jepang juga akan memerlukan banyak tenaga kesehatan seperti
perawat dan pengasuh orang tua yang dikarenakan oleh semakin tingginya angka
harapan hidup “usia hidup”.
41
2.1.4 Pengiriman Perawat (Nurse dan Careworkers) ke Jepang Sebagai
Agenda Movement of Natural Person IJEPA
Kerjasama yang terjalin diantara pemerintah Indonesia dan pemerintah
melalui kerangka kerjasama ekonomi kemitraan IJEPA merupakan sebuah
kerjasama perdagangan bebas model baru dimana kerjasama IJEPA tidak meliputi
liberalisasi perdagangan barang dan jasa saja seperti yang tertera dan
diimplementasikan pada FTA. Akan tetapi, kerjasama dalam kerangka IJEPA ini
juga meliputi agenda ekonomi yang bersifat komprehensif yakni salah satunya
terkait peningkatan migrasi pekerja (Movement of Natural Person).30
Dalam hal
ini, pemerintah Jepang memberikan kesempatan kerja bagi tenaga kesehatan
Indonesia khususnya perawat untuk menjadi Nurse dan Caregiver/Careworkers di
Jepang.
Skema pengiriman tenaga kerja perawat dalam kerangka IJEPA adalah
program kerjasama berbentuk Government to Government antara Indonesia dan
Jepang. Terkait dengan tujuan yang ingin dicapai kedua negara dalam perjanjian
IJEPA, Indonesia dapat memperoleh satu sisi yang positif pada sektor Movement
of Natural Person. Tercatat sejak diresmikannya IJEPA dari tahun 2008-2019
(batch I- batch XII), Indonesia telah menempatkan sebanyak 653 perawat sebagai
kandidat nurse dan sebanyak 1.792 perawat sebagai kandidat careworker yang
ditempatkan di Jepang. Sekitar 159 kandidat nurse dan 392 kandidat careworker
30
Reni K, Pengaruh Profesionalisme, Pelatihan dan Motivasi Terhadap Kinerja Nurse
dan Caregiver Indonesia, Jurnal MIX, Vol, III, No, 2 2013, Jakarta. diakses dalam
https://mix.mercubuana.ac.id/media/152482-pengaruh-profesionalisme-pelatihan-dan-m-
a69cbc90.pdf (15/11/2020, 16.09 WIB)
42
diantara jumlah total tersebut dinyatakan lulus ujian nasional keperawatan di
Jepang dalam kurun waktu 8 tahun (2010-2018).31
2.2 Skema Pengiriman Nurse dan Careworkers ke Jepang Dalam
Kerangka IJEPA
Pengiriman perawat Indonesia sebagai nurse dan careworker di Jepang,
memiliki beberapa syarat yang wajib dipenuhi bagi calon perawat yang akan
melakukan pendaftaran kerja di Jepang. Mengenai perawat yang bisa dikirimkan
ke Jepang, pertama peserta diharuskan untuk memenuhi beberapa syarat salah
satunya yang paling utama yaitu kandidat perawat IJEPA harus memiliki
kemampuan bahasa Jepang minimal level N5. Sertifikat level N5 ini diwajibkan
karena selanjutnya akan dilaksanakan pelatihan bahasa Jepang yang dilakukan
oleh pemerintah di Indonesia selama ½ tahun. Pelatihan bahasa tersebut bertujuan
untuk bisa mendapatkan sertifikat bahasa Jepang N4 yang dikeluarkan dari Japan
Foundation.32
Selanjutnya, hanya peserta yang dinyatakan lulus ujian N4 yang
bisa diberangkatkan ke Jepang.
Dalam draft perjanjian kemitraan ekonomi Indonesia Jepang (IJEPA),
penjelasan terkait pengiriman tenaga perawat Indonesia untuk bekerja di Jepang
terdapat pada pembahasan annex 10 “komitmen khusus untuk pergerakan orang
31
“Yang Terampil, Yang Disuka” Kemenko PMK, diakses dalam
https://www.kemenkopmk.go.id/yang-terampil-yang-disuka (15/11/2020, 16.11 WIB) 32
BP2MI, “Pengumuman Pendaftaran Penempatan Calon Kandidat Nurse Pekerja Migran
Indonesia (PMI) Nurse (Kangoshi) dan Calon Kandidat Careworkers (Kaigofukushishi)
Program G to G Ke Jepang Batch XIV Penempatan Tahun 2021”, diakses dari
https://bp2mi.go.id/gtog-detail/jepang/pengumuman-pendaftaran-penempatan-calon-
kandidat-pekerja-migran-indonesia-pmi-nurse-kangoshi-dan-calon-kandidat-pmi-
careworker-kaigofukushishi-program-g-to-g-ke-jepang-batch-xv-penempatan-tahun-2022
(27/03/2021, 15.48 WIB)
43
perorangan ”, bagian 1, section 6 “Orang perseorangan di Indonesia yang terlibat
dalam penyediaan layanan sebagai perawat atau pekerja perawatan bersertifikat
atau kegiatan terkait berdasarkan kontrak pribadi dengan organisasi publik atau
swasta di Jepang”.33
Pada section ke 6 tersebut juga termuat persyaratan yang
ditetapkan oleh pemerintah Jepang untuk tenaga perawat Indonesia yang akan
bekerja sebagai nurse dan careworkerss di Jepang. Di bawah ini merupakan syarat
umum bagi kandidat perawat IJEPA :
1. Perawat berkualifikasi yang terdaftar berdasarkan hukum dan peraturan
Indonesia, telah menempuh minimal Diploma III dari fakultas
keperawatan disalah satu Universitas di Indonesia, dengan total
pengalaman kerja sebagai perawat minimal dua tahun.
2. Ditunjuk dan diberitahukan kepada pemerintah Jepang oleh pemerintah
Indonesia
3. Memasuki Jepang pada tanggal yang ditentukan oleh pemerintah
Jepang
4. Akan terlibat dalam salah satu aktivitas berikut selama tinggal
sementara di Jepang untuk memenuhi syarat sebagai perawat di bawah
hukum dan peraturan Jepang (Kangoshi)
a. Kegiatan menjalani kursus pelatihan, termasuk pelatihan Bahasa
Jepang selama enam bulan
33
Shobichatul A, Stedi W, Sri P, “Pengiriman Tenaga Perawat dan Careworker
Indonesia ke Jepang dalam Kerangka Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement
(IJEPA)”, Vol, 1, No,3 (2018), Yogyakarta: Universitas Gajah Mada, hal. 97.
(20/11/2020, 20.58 WIB)
44
b. Kegiatan memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang
diperlukan melalui pelatihan di bawah pengawasan “kangoshi” di
rumah sakit, setelah menyelesaikan pelatihan sebagaimana
dimaksud dalam sub-ayat (i).
Dengan berdasar pada syarat umum yang ditetapkan oleh Jepang
tersebut, maka disimpulkan bahwa kandidat perawat yang bisa lulusan untuk
bekerja sebagai nurse dan caroworkers di Jepang adalah perawat yang teregistrasi
berdasarkan ketentuan yang berlaku di Indonesia. Para kandidat perawat tidak
hanya diharuskan merupakan lulusan D3-Perawat dan S1-Perawat saja akan tetapi
para kandidat diharuskan untuk mempunyai pengalaman bekerja dengan
sekurang-kurangnya selama 2 tahun setelah dinyatakan lulus dari pendidikannya.
Selain itu, persyaratan utama lain yang ditetapkan Jepang, para kandidat perawat
yang dinyatakan lulus saat seleksi pengiriman ke Jepang, wajib untuk
menjalankan pelatihan-pelatihan termasuk pemantapan bahasa Jepang yang
berlangsung selama ½ tahun selama masa tinggal sementaranya.
Para kandidat perawat yang sudah selesai mengikuti pelatihan yang
diselenggarakan di Jepang selama ½ tahun tersebut, mereka wajib untuk
mengikuti pelatihan selanjutnya yang dilaksanakan di Rumah Sakit tempatnya
bekerja untuk memperoleh pengetahuan juga kemampuan lain yang dibutuhkan
sebagai perawat di Jepang dengan diawasi secara langsung oleh kangoshi Jepang.
Segala proses tersebut merupakan prosedur yang wajib dilalui oleh kandidat
perawat IJEPA yang bertujuan untuk bisa mendapatkan legalisasi sebagai
kangoshi berdasarkan aturan dan hukum yang ada di Jepang.
45
2.2.1 Program Kokka Shiken Jepang
Ujian nasional atau kokka shiken ini merupakan syarat yang wajib
ditempuh oleh semua kandidat perawat EPA untuk dapat ditetapkan sebagai
nurse/careworkers berdasarkan hukum yang berlaku di Jepang. 34
Program ujian
keperawatan Jepang ini bertujuan sebagai syarat untuk bisa memperoleh jabatan
sebagai nurse atau careworkers di Jepang dimana selama magang di Jepang
mereka masih sebagai kandidat magang saja.35
Lulus ujian nasional perawat di
Jepang merupakan rintangan yang sangat berat untuk diatasi.
Para tenaga kerja nurse dan careworker yang akan bekerja di Jepang
memiliki potensi gaji yang berkisar antara 175 ribu yen hingga 250 ribu yen.36
Kandidat perawat IJEPA di Jepang yang masih menjalankan magang di Rumah
Sakit atau instansi lainnya mendapatkan kompensasi gaji dengan nilai yang cukup
besar yakni sebesar Rp 16.000.000 setiap bulannya dan sudah termasuk pajak.
Selain itu, kandidat perawat IJEPA juga mendapatkan bonus setiap 6 bulan sekali
yakni sebesar Rp.30.000.000.37
Bahkan gaji tersebut juga bisa lebih besar
tergantung dengan perjanjian kontrak di instansi kerja para kandidat perawat.
Selain itu, mereka juga mendapatkan fasilitas berupa tempat tinggal. Selain itu
34
Mentari Dhea A, Peningkatan Daya Saing Indonesia di bidang Keperwaatan Melalui
Implementasi IJEPA Tahun 2008-2013, diakses dalam https://hi.fisip.uns.ac.id/wp-
content/uploads/2018/03/PENINGKATAN-DAYA-SAING-INDONESIA-DI-BIDANG-
KEPERAWATAN-MELALUI-IMPLEMENTASI-INDONESIA-JAPAN-ECONOMIC-
PARTNERSHIP-AGREEMENT-IJEPA-TAHUN-2008-2013.pdf (18/9/2020, 17.28
WIB) 35
Ibid 36
Elvan Dany Sutrisno, BNP2TKI: Perawat Lansia Asal Indonesia Disukai di Jepang,
Detiknews, 25 Mei 2015, diakses dalam https://news.detik.com/berita/d-2924418/bnp2tki-
perawat-lansia-asal-indonesia-disukai-di-jepang 37
Ani Nunung Aryani, Banyak Peluang Menjadi Perawat di Jepang, Pikiran Rakyat.com,
diakses dalam https://www.pikiran-rakyat.com/jawa-barat/pr-01310254/banyak-peluang-
menjadi-perawat-di-jepang
46
kandidat perawat IJEPA juga difasilitasi layanan transportasi gratis. Para kandidat
perawat tersebut mendapatkan kontrak magang kerja selama 3 tahun dan bisa
diperpanjang lagi 2 tahun. Sedangkan bagi kandidat perawat IJEPA yang
dinyatakan lulus seleksi ujian keperawatan di Jepang, mereka bisa mendapatkan
gaji yang berkisar sebesar 280.000 yen yang setara dengan Rp.35.000.000.38
Selain itu, mereka yang sudah lulus ujian keperawatan di Jepang (registered nurse
Japan) dapat bekerja di Rumah Sakit atau layanan kesehatan lain di Jepang
hingga mereka pensiun. Selain itu, mereka yang lulus ujian juga diperbolehkan
untuk mengajak keluarganya untuk tinggal di Jepang.39
Dalam mengikuti ujian perawat di Jepang, terdapat perbedaan diantara
program kangoshi dan kaigofukushishi. Untuk kandidat sebagai kangoshi, apabila
mereka ingin tetap kerja di Jepang dengan jumlah pendapatan yang lebih tinggi
maka kandidat kangoshi diharuskan untuk lulus ujian keperawatan. Hal sulit yang
harus ditempuh dalam ujian ini yaitu, baik tulisan dan bahasa yang digunakan
pada saat ujian menggunakan bahasa Jepang. Sehingga kandidat harus betul-betul
berkompeten dalam berbahasa Jepang. Pemerintah Jepang menetapkan
kesempatan Ujian sebanyak 3 kali (1x/tahun) dengan kurun waktu 3 tahun.
Apabila kandidat dinyatakan tidak lulus, para kandidat kangoshi diwajibkan untuk
pulangng ke Indonesia. Akan tetapi, terdapat pilihan kedua yakni dapat
38
Septian Deny, Kerja Jadi Perawat di Jepang, TKI Bisa Kantongi Rp.35 Juta per Bulan,
Liputan6, diakses dalam https://www.liputan6.com/bisnis/read/3685262/kerja-jadi-
perawat-di-jepang-tki-bisa-kantongi-rp-35-juta-per-bulan (20/09/19, 08.12 WIB) 39
Wow, Gaji Perawat Indonesia di Jepang Capai Rp 35 Juta, jpnn.com, diakses dalam
https://www.jpnn.com/news/wow-gaji-perawat-indonesia-di-jepang-capai-rp-35-juta
(20/09/19, 08.17 WIB)
47
menambah masa kerjanya 1 tahun (disepakati bersama oleh kandidat dan tempat
kerja).
Sementara itu bagi kandidat careworkers atau Kaigofukushishi, jika
menginginkan untuk bisa terus kerja dan dengan gaji yang lebih tinggi dari
sebelumnya di Jepang, maka kandidat diharuskan lolos saat ujian keperawatan di
Jepang. Sama halnya seperti pada ujian kangoshi, baik bahasa dan tulisan pada
soal dalam ujian tersebut menggunakan bahasa Jepang. Pada kandidat
kaigofukushishi, Jepang memberikan kesempatan mengikuti ujian tersebut yakni
sekali saja dalam kurun waktu 3 tahun magang di Jepang. Sehingga apabila
kandidat dinyatakan tidak lulus, kandidat tersebut diawajibkan untuk pulang ke
Indonesia. Terdapat juga pilihan kedua yakni kandidat dapat memperpanjang
masa bekerjanya selama 1 tahun. (disepakati bersama oleh kandidat dan tempat
kerja).
Para kandidat perawat yang sebelumnya bekerja sebagai asisten kangoshi
dan asisten kaigofukushishi bisa memperoleh pekerjaan yang sesuai harapannya
serta berdasarkan hukum dan standar yang ditetapkan oleh pemerintah Jepang
yakni sebagai nurse (kangoshi) dan careworker (kaigofukushishi). Setelah resmi
menjadi kangoshi dan careworkers, tenaga perawat Indonesia juga akan
mendapatkan kompensasi gaji yang sama dengan seluruh kangoshi Jepang seperti
yang telah dijelaskan pada paragraph sebelumnya. Apabila telah lulus ujian
keperawatan Jepang, tenaga perawat Indonesia juga bisa menambah kontrak
kerjanya dalam jangka yang lama juga memperoleh sertifikat lisensi keperawatan
48
Jepang yang umumnya sama dengan yang didapatkan oleh kangoshi Jepang.40
Secara umum, para kandidat perawat IJEPA yang kesulitan dalam pelaksanaan
ujian keperawatan Jepang mengalami kendala yang sama yakni terkait kendala
bahasa yang digunakan dalam ujian tersebut.
Berdasarkan data sekunder yang ditemukan oleh penulis dari wawancara
kepada 20 kandidat perawat IJEPA, terdapat beberapa kendala yang dialami oleh
kandidat perawat IJEPA dalam mengikuti kokka shiken. Adapun ringkasan
kendala-kendala tersebut yaitu sebagai berikut :41
1. Materi ujian yang berbeda dengan materi dunia keperawatan di Indonesia
2. Cakupan materi yang banyak akan tetapi materi yang keluar pada saat ujian
hanya sedikit.
3. Sulitnya untuk memahami bahasa, tulisan, dan kalimat bahasa Jepang yang
digunakan pada saat ujian
4. Sulitnya untuk memahami bahasa dalam dunia keperawatan, dan tulisan medis
dalam Bahasa Jepang
5. Kandidat diwajibkan menghafal hukum dan peraturan di Jepang.
Berdasarkan kesulitan yang disebutkan di atas, kandidat perawat IJEPA
perlu membagi waktunya untuk bisa belajar dan mempersiapkan dirinya
40
BNP2TKI, “Penempatan TKI Perawat G to G Ke Jepang Capai 1048 Orang” dalam
Peningkatan Daya Saing Indonesia di Bidang Keperawatan melalui Implementasi
Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement (EPA) Tahun 2008-2013 diakses dari
https://hi.fisip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2018/03/PENINGKATAN-DAYA-SAING-
INDONESIA-DI-BIDANG-KEPERAWATAN-MELALUI-IMPLEMENTASI-
INDONESIA-JAPAN-ECONOMIC-PARTNERSHIP-AGREEMENT-IJEPA-TAHUN-
2008-2013.pdf (18/9/2020, 16.27 WIB) 41
Hasil wawancara pada 20 kandidat perawat IJEPA, lihat lampiran (9-10 Februari 2021)
49
mengikuti kokka shiken di tengah rutinitas mereka sebagai kandidat perawat
magang saat belum megikuti atau lulus ujian keperawatan Jepang. Sehingga,
berdasarkan pendapat kandidat perawat IJEPA yang menjadi responden pada
wawancara dalam penelitian ini, kesulitan dalam membagi waktu untuk belajar di
tengah jam kerja yang padat juga menjadi kesulitan tersendiri dalam mengikuti
ujian kokka shiken Jepang. Pada tabel 2.2 berikut ini adalah data jumlah kandidat
perawat IJEPA yang lulus ujian keperawatan di Jepang dan menjadi tenaga nurse
dan careworkers resmi berdasarkan hukum yang berlaku di Jepang.
Tabel 2.2 Jumlah Kandidat Perawat Yang Lulus Ujian Keperawatan Jepang
(Kokka Shiken) Tahun 2010-2019
Tahun Kangoshi
(nurse)
Kaigofukushishi
(careworkers) Jumlah
2010 2 - 2
2011 15 - 15
2012 34 35 69
2013 20 86 106
2014 16 46 62
2015 11 47 58
2016 11 48 59
2017 21 68 89
2018 29 62 91
2019 15 78 93
TOTAL 174 470 644
Sumber : BP2MI42
Sementara itu, berdasarkan pengumpulan data sekunder yang ditemukan oleh
peneliti melalui wawancara yang dilakukan pada 20 kandidat perawat IJEPA,
sebesar 11 orang sudah pernah mengikuti kokka shiken atau ujian keperawatan
42
Pusat Data dan Infonrmasi, BP2MI “Statistik Perlindungan dan Penempatan”, diakses
dari https://bp2mi.go.id/statistik-penempatan (20/11/2020, 23.12 WIB)
50
Jepang dan 6 diantaranya sudah lulus ujian dan menjadi tenaga nurse atau
careworkers di Jepang.
2.3 Health-care System dan Fenomena Aging Population (Penuaan
Populasi) di Jepang
Sistem jaminan sosial Jepang secara kasar dibagi menjadi empat pilar
komponen yaitu : asuransi sosial, kesejahteraan sosial, bantuan publik, dan
kesehatan masyarakat. Asuransi sosial inti adalah sistem wajib yang menjamin
mata pencaharian warga dengan memberikan sejumlah uang tunai atau tunjangan
dalam bentuk barang jika terjadi suatu kejadian yang perlu untuk mendapatkan
asuransi kesehatan yaitu, penyakit, cedera, persalinan, kematian, usia tua, cacat,
kehilangan pekerjaan, dan lain sebagainya. Dalam sistem asuransi kesehatan,
tertanggung membayar sejumlah uang setiap bulan kepada perusahaan asuransi.
Warga negara Jepang harus dilindungi oleh salah satu asuransi medis berikut:
1) asuransi kesehatan karyawan untuk individu yang bekerja
2) asuransi kesehatan nasional untuk individu yang bekerja sendiri dan
mereka yang tidak bekerja
3) sistem perawatan kesehatan untuk lansia tahap lanjut untuk orang berusia
75 tahun atau lebih.
Tidak terlepas dari sistem kesehatan di Jepang, saat ini Jepang sendiri
termasuk salah satu negara yang memiliki populasi lansia (lanjut usia) dengan
jumlah yang tinggi diantara negara-negara lainnya. Populasi penduduk lansia di
51
Jepang saat ini dinyatakan sudah menduduki rekor baru diantara negara-negara
lainnya. Hal ini dapat dilihat dengan fakta bahwa sejumlah satu dari tiga
penduduk di Jepang saat ini berusia 65 atau di atas 65 tahun. Jepang mengabarkan
bahwa Jepang saat ini tengah menduduki rasio paling tinggi di dunia terhadap
tingginya jumlah angka penduduk lansia yang menempati angka 35.600.000
penduduk yang jika dinyatakan dalam persentase maka sebesar 28 % penduduk di
Jepang adalah penduduk lanjut usia.43
Sementara itu, Jepang juga menjadi negara
dengan jumlah populasi lanjut usia di atas 100 tahun terbanyak di dunia yang
dikenal dengan sebutan centenarians. Pada tahun 2018 jumlah cantenarians di
Jepang berkisar sejumlah 69.785 orangn dimana 88.1 % dari total tersebut adalah
wanita.44
Pada bulan januari tahun 2019 lalu, Jepang mencapai penurunan
populasi paling banyak semenjak tahun 1968 dengan jumlah penurunan mencapai
angka 433.000 yang disebabkan oleh sedikitnya angka kelahiran penduduk di
Jepang.45
Tingginya jumlah penduduk lanjut usia di Jepang tidak luput oleh
pengaruh dari kualitas sistem perawatan kesehatan di jepang. Sistem perawatan
kesehatan Jepang adalah salah satu dari negara dengan sistem kesehatan yang
43
Ukirsari M, “Jepang Raih Rekor Dunia Jumlah Lansia Terbanyak”, diakses dalam
https://www.suara.com/health/2018/09/19/120000/jepang-raih-rekor-dunia-jumlah-lansia-
terbanyak (20/11/2020, 09.24 WIB) 44
ADP, “Jumlah Lansia di Jepang Menembus Rekor Terbanyak, 90% Dari Mereka
Adalah Wanita”, diakses dalam https://anibee.tv/japan-news/jumlah-lansia-di-jepang-
menembus-rekor-terbanyak-90-dari-mereka-adalah-wanita/ (20/11/2020, 09.30 WIB) 45
Japantoday.com dalam Bayu Widhayasa, Jepang Alami Penurunan Populasi Terbesar
50 Tahun Terakhir”, diakses dalam https://www.idntimes.com/news/world/bayu-
widhayasa/jepang-alami-penurunan-populasi-terbesar-50-tahun-terakhir-c1c2/4
(20/11/2020, 09.42 WIB)
52
terbaik di dunia.46
Hal ini dibuktikan oleh adanya fenomena jumlah aging
population Jepang berarti penduduk lansia di Jepang memiliki harapan hidup yang
lebih panjang dibandingkan negara lain. Seiring dengan pertumbuhan ekonomi
Jepang pasca Perang Dunia II dan difasilitasi oleh sistem perawatan kesehatan,
Jepang menjadi negara maju yang paling maju secara medis dunia, terutama
dalam jumlah layanannya.47
Berdasarkan fenomena aging population yang sedang
berlangsung di Jepang, kebutuhan Jepang terhadap tenaga kesehatan akan terus
meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah fasilitas perawatan kesehatan
bagi lanjut usia di Jepang.
2.3.1 Kondisi Demografi Jepang Terkait Terjadinya Fenomena Aging
Population (Penuaan Populasi)
Pada saat ini Jepang sedang mengalami kondisi penuaan populasi (Aging
Population) yang telah berlangsung lama bahkan jauh sebelum dimulainya
perundingan dan peresmian perjanjian Indonesia-Japan Economic Partnership
Agreement (IJEA). Pada tahun 2009 proporsi orang berusia 65 tahun ke atas
mencapai total populasi tertinggi dunia yakni sebanyak 23%. Hingga tahun 2030
nanti di Jepang, diperkirakan satu dari setiap tiga orang akan berusia 65 tahun ke
atas dan satu dari lima orang akan berusia 75 tahun ke atas.48
46
International Student Insurance, “Healthcare in Japan”, diakses dalam
https://www.internationalstudentinsurance.com/japan-student-insurance/healthcare-in-
japan.php (22/11/2020, 09.48 WIB)
47
Hideki Nomura, “The Japanese Healthcare System”, NCBI, diakses dari
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1226232/ (20/11/2020, 09.55 WIB) 48
Simran Walia, How Does Japan’s Aging Society Affect Its Economy, diakses dari
https://thediplomat.com/2019/11/how-does-japans-aging-society-affect-its-
53
Adapun pemicu terjadinya penuaan populasi di Jepang telah dimulai
pasca Perang Dunia II dimana kelahiran penduduk Jepang tahun 1947-1949 kini
memasuki usia di atas 65 tahun dan penduduk Jepang kelahiran awal tahun 70-an
saat ini tengah berusia 70 tahun. Pada tahun 2020 ini, penduduk usia tua tersebut
mencapai 36.12 Juta dan diperkiram mencapi 37,01 Juta di tahun 2033.49
Faktor
lain yang menyebabkan terjadinya penuaan populasi di Jepang yakni menurunnya
angka rasio kesuburan penduduk Jepang yang terus menurun drastis.pada tahun
1947 mengalami penurunan tajam dari 4,5 menjadi 2,1 di tahun 1960 dan menjadi
1.42 pada tahun 1995.50
Semakin tingginya peluang wanita untuk mendapatkan
pekerjaan dan memiliki penghasilan di Jepang maka akan menyebabkan
penurunan rasio keseburuan. Alasan lain yang menyebabkan aging population
Jepang yakni karena tingginya harapan hidup di Jepang dimana Jepang sendiri
memiliki harapan hidup tertiggi dari semua negara industri utama.51
Selain itu,
adanya perubahan komposisi penduduk akibat perbaikan kesehatan di Jepang juga
menjadi salah satu penyebab terjadinya penuaan populasi Jepang. Menurunya
angka pernikahan di Jepang yang disebabkan oleh fenomena penundaan nikah
(bankonka) juga tidak luput dari penyebab menurunnya angka kelahiran di
economy/#:~:text=More%20than%2020%20percent%20of,people%2075%2Dplus%20ye
ars%20old. (15/11/2020, 11.17 WIB) 49
Lembaga Penelitian Kependudukan dan Jaminan Sosial Nasionalm jepang-
NIPSSR,2012) dalam 50
Nauhiro Yashiro, Aging of the population in Japan and its implications to the other
Asian countries. Asian Economics Journal, 8(2), 245-261. diakses dalam
https://www.sciencedirect.com/science/article/abs/pii/S1049007897900191 (15/11/2020,
09.13 WIB) 51
ibid
54
Jepang.52
Harapan hidup masyarakat Jepang terus meningkat dari 79,64 menjadi
86,39 di tahun 2010 dan diprediksikan akan terus terjadi peningkatan diangka
84,19 untuk laki-laki serta 90,93 untuk perempuan di tahun 2060 mendatang.53
2.3.2 Hubungan antara Aging Population dan Kebutuhan Perawat di
Jepang
a. Program “Asuransi Perawatan Jangka Panjang Lansia” atau LTCI
di Jepang
Program asuransi kesehatan terhadap lansia di Jepang dikenal dengan
nama Long-Term Care Insurance (LTCI) yang merupakan sebuah program
pemerintah yang mulai diperkenalkan pada tahun 2000. Sebelum
diperkenalkannya LTCI program, Jepang sudah memiliki program perawatan lain
akan tetapi masih mengalami berbagai kendala dan kekurangan di dalam
penerapannya. Program LTCI merupakan program perawatan jangka panjang atau
yang dikenal dengan sebutan Kaigo Hoken yang ditujukan untuk memberikan
perawatan terhadap penduduk Jepang berusia lanjut dengan kondisi yang lemah
baik di lingkungan institusi maupun komunitasnya.54
Program Long-Term Care Insurance (LTCI) ini dilatarbelakangi oleh
kondisi bertambahnya usia penduduk Jepang dan tingginya kebutuhan akan
52
Yusy W, Rindu A, Fenomena Perunurunan Angka Kelahiran di Jepang Pasca Perang
Dunia II Sampai 2012, Jurnal Al-Azhar Seri Pranata Sosial, Vol, 2, No, 3 (Maret 2014),
Jakarta:Al-Azhar diakses dalam
https://jurnal.uai.ac.id/index.php/SPS/article/download/168/157 (15/11/2020, 09.19 WIB) 53
Amri & Hafidz, “Wah, 2060 Penduduk Jepang Susut Tiga Kali Lipat”, diakses dalam
https://www.republika.co.id/berita/internasional/global/12/01/31/lynfhk-wah-2060-
penduduk-jepang-susut-tiga-kali-lipat (15/11/2020, 10.11 WIB) 54
John Creighton C, “Japan’s Long Term Care Insurance System”, diakses dalam
https://link.springer.com/chapter/10.1057/9781137402639_2 (20/11/2020, 10.05 WIB)
55
perawatan jangka panjang yang dikarenakan oleh semakin banyaknya jumlah
lansia di Jepang. Perubahan dalam lingkungan sekitar seperti keluarga yakni
terjadinya penuaan terhadap pengasuh orang tua di dalam anggota keluarga juga
mendorong terbentuknya program LTCI ini.55
Pada awalnya tugas merawat orang
tua di Jepang merupakan tugas dari menantu laki-laki atau perempuan akan tetapi,
seiring dengan perkembangan dunia pendidikan dan ekonomi Jepang, hal tersebut
semakin berkembang dan semakin sulit bagi menantulaki-laki maupun perempuan
untuk mengasuh orang tua dikarenakan kontribusi mereka di dalam dunia
pekerjaan.56
Sehingga beberapa faktor tersebut menjadi alasan munculnya suatu
program perawatan terhadap orang tua berusia lanjut atau lansia di Jepang.
b. Faktor Penyebab Kurangnya Ketersediaan Nurse dan Careworkers
di Jepang
Banyak negara di dunia terutama negara-negara inti tengah mengalami
permasalahan kurangnya tenaga kerja perawat salah satunya yakni Jepang. Setiap
tahunnya Jepang merekrut 55.000 perawat baru. Akan tetapi pada waktu yang
bersamaan juga terdapat sekitar 40.000 perawat meninggalkan profesinya
sehingga Jepang tidak dapat memenuhi jumlah kurangnya tenaga kerja perawat
yang dibutuhkannya tersebut.57
55
Health and Walfare Bureau for the Elderly, Long-Term Care System of Japan, MHLW,
diakses dalam https://www.mhlw.go.jp/english/policy/care-welfare/care-welfare-
elderly/dl/ltcisj_e.pdf (20/11/2020, 10.12 WIB) 56
Kurniawaty I, Japan Aging Issues, Long Term Care Insurance (LTCI) and The
Migration of Indonesian Nurse to Enter Japan Labor Market, Journal of Strategic Global
Studies, Vol, 2, No, 2 (July 2020), Jakarta: Universitas Indonesia, diakses dari
https://scholarhub.ui.ac.id/cgi/viewcontent.cgi?article=1044&context=jsgs (20/11/2020,
10.17 WIB) 57
ibid
56
Pemerintah Jepang telah mengadopsi kebijakan untuk menghadapi
permasalahan ketersediaan perawat di Jepang. Berbagai kebijakan yang
diperkenalkan pemerintah diantaranya yakni sistem beasiswa pemerintah untuk
mahasiswa perawat yang diperkenalkan pada tahun 1962, dan kemudian pada
tahun 1963 yakni meningkatkan alokasi anggaran untuk institusi pendidikan
keperawatan. Hal tersebut mampu menyebabkan terjadinya peningkatan jumlah
perawat di Jepang hingka 5,8 kali lipat dari dekade sebelumnya. 58
Namun,
dikarenakan sistem perawatan kesehatan di Jepang yang semakin maju dan jumlah
pasien yang terus meningkat, permintaan akan tenaga perawat di Jepang terus
mengalami peningkatan yang melebihi dari ketersediaan tenaga perawat di
Jepang. Dengan demikian, faktor utama dibalik kekurangan tenaga kerja perawat
di Jepang yakni sebagai berikut :59
1. Peningkatan jumlah tempat tidur di rumah sakit
Pada tahun 1985, pemerintah Jepang mengusulkan undang-undang untuk
membatasi peningkatan jumlah tempat tidur rumah sakit tanpa pandang bulu.
Sebelum undang-undang tersebut diberlakukan, administrator rumah sakit segera
memasang 132.000 tempat tidur baru, sehingga memicu kekurangan saat ini.60
58
Nursing in Japan, diakses dalam
https://www.nurse.or.jp/jna/english/nursing/employment.html (20/02/2021, 03.05 WIB) 59
Aikoi Sawada, “The Nurse Shortage Problem in Japan” diakses di
https://journals.sagepub.com/doi/abs/10.1177/096973309700400309?journalCode=neja
(20/02/2021, 03.05 WIB) 60
Nippon Kango Kyokai (Japan Nursing Association). Heisei 3 nenban kango hakusho
(Nursing White Paper of 1991). Tokyo: JNA, 1991: 13 dalam Aikoi Sawada, “The Nurse
Shortage Problem in Japan” diakses di
https://journals.sagepub.com/doi/abs/10.1177/096973309700400309?journalCode=neja
(20/02/2021, 03.05 WIB)
57
2. Perawatan medis yang lebih maju
Pada tahun 1958, hukum medis Jepang mewajibkan administrator rumah sakit
untuk menyediakan satu perawat untuk setiap empat pasien. Sejak itu, perawatan
medis yang kompleks telah meningkat, sehingga standar satu perawat per dua atau
tiga pasien diusulkan untuk bangsal perawatan kritis seperti unit perawatan
intensif.61
Dari 10.000 rumah sakit di Jepang , hanya 39% yang mematuhi standar
ini.62
Dengan kemajuan modern dalam pengobatan, perawatan berteknologi tinggi
membutuhkan lebih banyak perawat.
3. Kondisi kerja yang buruk dan ketidakpuasan kerja
Diakui secara luas bahwa perawat bekerja dalam kondisi yang buruk, terlalu
banyak bekerja, dan gaji yang rendah. Rata-rata, seorang perawat Jepang bekerja
shift malam sembilan kali sebulan, selama itu, dua perawat biasanya harus
merawat 40-50 pasien. Kondisi pasien seringkali menjadi kritis pada malam hari
sehingga sulit bagi perawat untuk istirahat. Selain itu, gaji perawat lebih rendah
daripada wanita karir lainnya.63
Dalam lingkungan medis berteknologi tinggi saat
ini, perawat Jepang masih berfungsi sebagai asisten dokter. Oleh karena itu,
61
Ishihara A, Sugita T, Nagatoya Y et al. Kangoshi (Nursing history). Tokyo: Igakushoin,
1984: 190 dalam dalam Aikoi Sawada, “The Nurse Shortage Problem in Japan” diakses
di
https://journals.sagepub.com/doi/abs/10.1177/096973309700400309?journalCode=neja
(20/02/2021, 03.05 WIB) 62
Tachiki K. Kangofu fusoku (The shortage of nurses). Tokyo: Asahi Sonolama, 1991.
dalam Aikoi Sawada, “The Nurse Shortage Problem in Japan” diakses di
https://journals.sagepub.com/doi/abs/10.1177/096973309700400309?journalCode=neja
(20/02/2021, 03.05 WIB) 63
ibid
58
mereka menjadi tidak puas, dengan ini menjadi alasan utama mereka
meninggalkan pekerjaan mereka.64
4. Sistem pendidikan keperawatan yang buruk dan rumit
Ada banyak jenis sekolah pelatihan perawat Jepang. Sebagian besar bukanlah
perguruan tinggi keperawatan tetapi hanya sekolah kejuruan yang menyediakan
kursus pelatihan yang berlangsung selama dua atau tiga tahun. Di Jepang, latar
belakang pendidikan seseorang sangat penting, jadi, anak muda yang cerdas
cenderung bersekolah di perguruan tinggi dan universitas daripada ke sekolah
kejuruan. Saat ini sekitar 40% anak muda Jepang bersekolah di perguruan tinggi
atau universitas. Jika mereka tidak tertarik pada sekolah perawat, maka mereka
tidak akan bersekolah di sekolah tersebut.
5. Rendahnya posisi sosial perawat di Jepang
Faktor kelima penyebab kekurangan perawat adalah rendahnya posisi sosial
perawat di Jepang. Bahkan sekarang, banyak orang yang menganggap perawat
hanya sebagai pembantu, atau pembantu dokter. Banyak dokter juga memandang
perawat hanya sebagai pembantu mereka, dan bukan sebagai spesialis dalam seni
merawat. Status mereka yang rendah telah menyebabkan kondisi kerja yang
buruk, gaji yang rendah dan sistem pendidikan yang buruk. Akibatnya, setiap
tahun banyak perawat meninggalkan pekerjaannya dan kekurangan perawat
semakin parah.
64
Nippon Kango Kyokai (Japan Nursing Association). Heisei 3 nenban kango hakusho
(Nursing White Paper of 1991). Tokyo: JNA, 1991: 13 dalam Aikoi Sawada, “The Nurse
Shortage Problem in Japan” diakses di
https://journals.sagepub.com/doi/abs/10.1177/096973309700400309?journalCode=neja
(20/02/2021, 03.05 WIB)
59
Berdasarkan penjelasan di atas, kurangnya dan berhentinya tenaga
perawat di Jepang yakni disebabkan oleh permasalahan dunia kesehatan Jepang
yang sudah berlangsung lama. Permasalahan tersebut yakni dikarenakan oleh
faktor jam kerja perawat.65
Banyak perawat Jepang yang sangat lelah, baik secara
fisik maupun mental. Beberapa perawat bahkan meninggal karena 'karoshi', yang
berarti kematian akibat terlalu banyak bekerja. Tragedi ini terkait dengan berapa
kali perawat bekerja pada shift malam. Berdasarkan survey JNA 2008
menunjukkan bahwa 1 dari 23 orang bekerja pada tingkat yang dianggap
menyebabkan kematian akibat jam kerja lembur (dalam shift dengan lembur lebih
dari 60 jam per bulan).66
Sebagai contoh penyebab seorang perawat di Jepang meninggal
mendadak yakni disebabkan oleh terjadinya insufisiensi jantung perawat setelah
bertugas terus menerus selama 34 jam. Pada tahun 1965, Otoritas Personalia
Nasional Jepang memberikan rekomendasi mengenai pola kerja shift malam
perawat. Pola ini menganjurkan bahwa harus ada lebih dari satu perawat pada
shift malam dan setiap perawat harus bekerja kurang dari delapan shift malam per
bulannya demi kondisi perawat itu sendiri dan kondisi pasien. Rekomendasi ini
belum dipertimbangkan oleh sebagian besar pengelola rumah sakit karena adanya
kondisi kekurangan tenaga perawat.67
Sebesar 60% perawat di Jepang saat ini
65
Ibid 66
“Nursing in Japan : Employement status of nursing personnel”, Japanese Nursing
Association, diakses dalam https://www.nurse.or.jp/jna/english/nursing/employment.html
(20/11/2020, 10, 23 WIB) 67
Ejiri N, Sugiyama K, Udagawa S et al. Kangofu wo fuyashite (The urgent need to
increase the number of nurses). Tokyo: Shin Nippon Shuppansha, 1991: 14–27 dalam
Aikoi Sawada, “The Nurse Shortage Problem in Japan” diakses di
60
banyak yang mengeluhkan masalah kesehatan seperti mata tegang, sakit kepala,
leher kaku, bahu kaku, kelelahan fisik dan mental kronis, juga depresi. Selain itu,
ada juga peningkatan risiko kelainan janin di antara keturunan perawat Jepang.68
Kondisi yang keras ini kemudian akan mempengaruhi pasien secara langsung.
Mereka tidak dapat menerima perawatan yang memadai dari perawat yang lelah
dan terlalu banyak bekerja Perawat cenderung membuat kesalahan penilaian yang
ceroboh karena terlalu banyak bekerja.
https://journals.sagepub.com/doi/abs/10.1177/096973309700400309?journalCode=neja
(20/02/2021, 03.05 WIB) 68
Tachiki K. Kangofu fusoku (The shortage of nurses). Tokyo: Asahi Sonolama, 1991
dalam Aikoi Sawada, “The Nurse Shortage Problem in Japan” diakses di
https://journals.sagepub.com/doi/abs/10.1177/096973309700400309?journalCode=neja
(20/02/2021, 03.05 WIB)