BAB II ONIN -...
Transcript of BAB II ONIN -...
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kecemasan
1. Pengertian
Kecemasan adalah keadaan dimana seseorang mengalami perasaan
gelisah atau cemas dan aktivitas sistem saraf otonom dalam berespon
terhadap ancaman yang tidak jelas dan tidak spesifik (Carpenito, 1999),
sedangkan menurut nettina (2001) kecemasan adalah perasaan khawatir
subjektif dan ketegangan yang dimanitestasikan oleh tingkah laku
psikofisiologis dan berbagai pola perilaku.
Kecemasan merupakan pengalaman manusia yang universal, suatu
respon emosional yang tidak baik dan penuh kakhawatiran. Suatu rasa yang
tidak terekspresikan dan tidak terarah karena suatu sumber ancaman atau
pikiran sesuatu yang akan datang tidak jelas dan tidak teridentifikasi
(Kaplan & Sadock, 1999).
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan pengertian dari
kecemasan adalah keadaan dimana seseorang mengalami perasaan gelisah,
kekhawatiran atau cemas yang bersifat subyektif dan adanya aktifitas
system saraf otonom dalam berespon terhadap ancaman yang tidak jelas dan
tidak spesifik yang dimanifestasikan oleh tingkah laku psikologi dan berbaai
pola perilaku.
2. Fungsi adaptif dari kecemasan.
8
Kecemasan merupakan tanda akan adanya bahaya bagi ego. Ego
menjaga keseimbangan antara id dan super ego dan antara individu yang
bersangkutan dengan dunia luar. Keseimbangan itu dipertahankan dengan
memuaskan dorongan id, mensublimasikan atau merepresikannya. Represi
merupakan profesi yang automatic. Dorongan atau pikiran yang tidak dapat
diterima oleh ego dasangkal (denial) atau disingkirkan dari kesadaran (alam
sadar) dan di tanam di alam tidak sadar (represi dan supresi). Bila data yang
direpresikan dengan ego yang merepresikan tercantum sehingga timbul
gejala kecemasan (Depkes RI, 1996).
Kaplan & Saddock (1999) menyatakan bahwa kecemasan sebagai suatu
sinyal peringatan, kecemasan dapat dianggap sebagai emosi yang sama
seperti ketakutan. Kecemasan memperingatkan adanya ancaman eksternal
dan internal. Pada tingkat yang lebih rendah kecemasan memperingatkan
ancaman akan cedera pada tubuh, rasa takut, keputusasaan, kemungkinan
hukuman, atau frustasi dari kebutuhan sosial atau tubuh, perpisahan dari
orang yang dicintai, gangguan pada keberhasilan atau status seseorang dan
akhirnya ancaman pada kesatuan atau keutuhan seseorang. Kecemasan akan
mengarah seseorang untuk mengambil langkah yang diperlukan untuk
mencegah ancaman atau meringankan akibatnya.
Sedangkan menurut Long, B.C (1996) kecemasan terjadi ketika
seseorang merasa terancam, baik secara fisik maupun secara psikologis,
seperti harga diri, gambaran diri. Kecemasan dapat dimanifestasikan yang
ringan sampai dengan tingkatan yang panik. Selain itu Hudak & Gallo
9
(1997) menambahkan kecemasan dapat terjadi bila ada ancaman
ketidakberdayaan, kehilanagn pertahanan, perasaan terisolasi dan juga takut
mati.
3. Rentang respon kecemasan.
Menurut Stuart & Sundeen (1998), rentang respon kecemasan dapat
digambarkan dalam rentang respon adaptif sampai maladaptive. Reaksi
terhadap kecemasan dapat bersifat konstruktif dan destruktif. Bersifat
konstruktif seperti motivasi individu untuk belajar, mengajar perubahan
terutama perubahan terhadap perasaan tidak nyaman serta berfokus pada
proses perubahan, sedangkan reaksi kecemasan yang bersifat destruktif
seperti menimbulkan tingkah laku maladaptif, disfungsi yang menyangkut
kecemasan berat dan panic. Rentang respon kecemasan dapat digambarkan
sebagai berikut :
Respon adaptif
Bagan : Rentang Respon Kecemasan.
Sumber :Stuart dan Sundeen (1998)
a. Kecemasan ringan
Kecemasan ringan berhubungan dengan ketegangan dalam
kehidupan sehari-hari dan menyebabkan seseorang menjadi waspada dan
meningkatkan lahan persepsinya. Kecemasan dapat memotivasi belajar
dan menghasilkan pertumbuhan dan kretivitas.
Antisipasi Ringan Sedang Berat Panik
Respon Maladaptif
10
Respon fisik pada cemas ringan seperti : ketegangan otot ringan,
sadar akan lingkungan, rileks atau sedikit gelisah dan penuh perhatian
rajin. Respon kognitif pada cemas ringan seperti : lapang persepsi luas,
perasaan gagal sedikit, waspada dan memperhatikan banyak hal,
mempertimbangkan informasi, tingkat pembelajaran optimal. Respon
afektif pada cemas ringan seperti : perilaku otomatis, sedikit tidak sabar,
aktivitas menyendiri, testimulasi, tenang (Videbeck, 2008).
b. Kecemasan sedang
Kecemasan sedang memungkinkan seseorang untuk memusatkan
pada hal yang penting dan mengesampingkan yang lain, sehingga
seseorang mengalami perhatian yang selektif, namun dapat melakukan
sesuatu yang lebih terarah.
Respon fisik pada cemas sedang seperti : ketegangan otot sedang,
tanda-tanda fital meningkat, pupil dilatasi, sering mondar-mandir,
memukulkan tangan, suara berubah menjadi bergetar dan nada suara
tinggi, kewaspadaan dan ketegangan meningkat, sering berkemih, sakit
kepala, pola tidur berubah, nyeri punggung. Respon kognitif pada cemas
sedang seperti : lapang persepsi menurun, tidak perhatian secara selektif,
fokus terhadap stimulasi meningkat, rentang perhatian menurun,
penyelesaian masalah menurun. Respon afektif pada cemas sedang
seperti : tidak nyaman, mudah tersinggung, kepercayaan diri goyah, tidak
sabar (Videbeck, 2008).
c. Kecemasan berat
11
Kecemasan berat sangat mengurangi lahan persepsi seseorang.
Seseorang cenderung untuk memusatkan pada sesuatu yang terinci dan
spesifik dan tidak dapat berfikir tentang hal lain. Semua perilaku
ditunjukan untuk mengurangi ketegangan. Orang tersebut memerlukan
banyak pengarahan untuk dapat memusatkan pada suatu area lain.
Respon fisik pada cemas berat seperti : ketegangan otot berat,
hiperventilasi, kontak mata buruk, pengeluaran keringat meningkat,
bicara cepat dan nada suara tinggi, tindakan tanpa tujuan dan
serampangan, rahang meregang dan menggertakkan gigi, kenutuhan
ruang gerak meningkat, mondar-mandir, dan meremas tangan serta
gemetar. Respon kognitif pada cemas berat seperti : lapang persepsi
terbatas, proses berfikir terpecah-pecah, sulit berfikir, penyelesaian
masalah buruk, tidak mampu mempertimbangkan informasi. Respon
afektif pada cemas berat seperti : sangat cemas, agitas, takut, bingung,
merasa tidak adekuat, menarik diri, penyangkalan, ingin bebas
(Videbeck, 2008).
d. Panik
Tingkat panik dari kecemasan berhubungan dengan terperangah,
ketakutan dan teror, karena mengalami kehilangan kendali, orang yang
mengalami panik tidak mampu melakukan sesuatu walaupun dengan
pengarahan. Panik melibatkan disorganisasi kepribadian, dengan panik
terjadi peningkatan motorik, menurunnya kemampuan untuk
12
berhubungan dengan orang lain, persepsi yang menyimpang dan
kehilangan pemikiran yang rasional.
Respon fisik pada panik seperti : keteganagn otot sangat berat,
agitasi motorik kasar, pupil dilatasi, tanda-tanda vital meningkat
kemudian menurun, tidak dapat tidur. Respon kognitif pada panik seperti
: persepsi sangat sempit, pikiran tidak logis, kepribadian kacau, tidak
dapat menyelesaikan masalah, fokus pada pikiran sendiri, tidak rasional,
sulit memahami stimulus eksternal, halusinasi mungkin terjadi. Respon
afektif pada panic seperti : merasa terbabani, lepas kendali, mengamuk,
marah, mengharapkan hasil yang buruk, kaget, takut, dan lelah
(Videbeck, 2008).
4. Faktor yang mempengaruhi kecemasan.
Menurut Kozier (2004) kecemasan dapat dipengaruhi oleh banyak faktor
antara lain ;
a. Sifat stressor.
Sifat stressor dapat berubah secara tiba-tiba atau berangsur-angsur dan
dapat dipengaruhi seseorang dalam menghadapi kecemasan, tergantung
mekanisme koping seseorang.
b. Jumlah stressor yang bersamaan.
13
Pada waktu yang sama terdapat sejumlah stressor yang harus dihadapi
bersama. Semakin banyak stressor yang dialami seseorang, semakin
besar dampaknya bagi fungsi tubuh sehingga jika terjadi stressor yang
kecil dapat mengakibatkan reaksi yang berlebihan.
c. Lama stressor.
Lamanya waktu terpapar stressor dapat menurunkan kemampuan
seseorang untuk dapat mengatasi masalah dan dapat mempengaruhi
respon tubuh, misalnya : saat orang tua memikirkan tentang biaya
pendidikan sang anak merupakan saat orang tua berada dalam kecemasan
karena mahalnya biaya pendidikan.
d. Pengalaman masa lalu.
Pengalaman masa lalu individu dalam menghadapi kecemasan dapat
mempengaruhi individu ketika menghadapi stressor yang sama karena
individu memiliki kemampuan beradaptasi/meknisme koping yang lebih
baik, sehingga tingkat kecemasan pun akan berbeda, dapat menunjukan
tingkat kecemasan yang lebih ringan.
e. Tingkat perkembangan.
Tingkat perkembangan individu dapat membentuk kemampuan adaptasi
yang semakin baik terhadap stressor. Pada tiap tingkat perkembangan
terdapat sifat stressor yang berbeda sehingga resiko terjadinya stress dan
kecemasan berbeda pula.
14
5. Gejala klinis kecemasan.
Gejala kecemasan baik yang bersifat akut maupun kronik (menahun)
merupakan komponen utama bagi hamper semua gangguan jiwa atau
psychiatric (Hawari, 2001).
Keluhan-keluhan yang sering dikemukakan oleh orang yang
mengalami gangguan kecemasan antara lain: cemas, perasaan khawatir,
firasat buruk, takut akan pikirannya sendiri, mudah tersinggung, merasa
tegang, tidak tenang, gelisah, mudah terkejut, takut sendirian, takut pada
keramaian dan banyak orang, gangguan pola tidur, mimpi-mimpi yang
menegangkan, gangguan konsentrasi dan daya ingat, serta keluhan-keluhan
somatic, misalnya rasa sakit pada otot dan tulang, pendengaran berdenging
(tinitus), jantung berdebar-debar, gangguan pencernaan, sesak nafas,
gangguan perkemihan, sakit kepala dan lain sebagainya (Hawari, 2001).
Orang dengan kepribadian pencemas tidak selamanya mengeluh hal-
hal yang sifatnya psikis dengan keluhan-keluhan fisik (somatic) dan juga
tumpang tindih dengan cirri-ciri kepribadian depresif, atau dengan kata lain
batasannya seringkali tidak jelas (Hawari, 2001).
B. Konsep Dasar Pendidikan
1. Pengertian
Pendidikan adalah proses dimana seseorang mengembangkan sikap
dan bentuk-bentuk tingkah laku lainnya di dalam masyarakat dalam
Dictionary of Education (MKDK IKIP SMG, 1989). Menurut Crow & Crow
15
pendidikan adalah suatu proses yang berisi berbagai macam kegiatan yang
cocok bagi individu untuk kehidupan sosialnya, membantu meneruskan adat
dan budaya serta perkembangan sosial dari generasi ke generasi (MKDK
IKIP SMG, 1989). Menurut Ki hajar Dewantoro pada Kongres Taman
Siswa I 1930 pendidikan adalah daya upaya untuk memajukan
bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intelek), dan
tumbuh anak. Pendidikan adalah rangkaian upaya untuk menelorkan
segenap bakat dan potensi individu dibantu oleh teknik-teknik ilmiah dan
seni pengadilan guna mempengaruhi pribadi dan kelompok untuk
membangun diri sendiri dan lingkungan sekitar (Kartono, Kartini, 1992).
Definisi lain menurut M.J Langevelt, bahwa pendidikan adalah setiap usaha,
pengruh, perlindungan dan bantuan yang diberikan kepada anak, yang
tertuju kepada kedewasaan (jasmani dan rohani) atau pendewasaan anak
(Notoatmodjo, 2003).
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi pendidikan.
a. Umur.
Umur merupakan indikator kedewasaan seseorang, semakin bertambah
umur pendidikan yang didapat akan lebih banyak. Baik itu pendidikan
formal maupun pendidikan non formal yang diinginkan adalah terjadi
perubahan kemampuan, penampilan atau perilakunya. Selanjutnya
perubahan perilaku didasari adanya perubahan atau penambahn
pengetahuan, sikap, atau ketrampilan (Notoatmodjo, 2003).
b. Tingkat sosial ekonomi.
16
Tingkat sosial ekonomi sangat mempengaruhi perbaikan pendidikan dan
perbaikan pelayanan kesehatan yang diinginkan oleh masyarakat. Rata-
rata keluarga dengan sosial ekonomi yang cukup baik akan memilih
tingkat pendidikan dan sarana kesehatan yang bagus dan bermutu
(Effendy, 1998;Notoatmodjo, 2003).
c. Lingkungan.
Lingkungan mempunyai pengaruh yang besar dalam pendidikan
seseorang. Seperti contoh orang yang berada dalam lingkungan keluarga
yang mendukung serta mengutamakan pendidikan mereka akan lebih
termotivasi untuk belajar. Sehingga pengetahuan yang mereka peroleh
akan lebih baik dibandingkan dengan seseorang yang keluarganya tidak
mendukung untuk merasakan bangku sekolahan (Effendy,
1998;Notoatmodjo, 2003).
3. Ruang lingkup pendidikan.
a. Pendidikan formal adalah pendidikan yang mempunyai bentuk atau
organisasi tertentu seperti di sekolah atau universitas (Satmoko, 1991).
b. Pendidikan non formal adalah meliputi berbagai usaha khusus yang
diselenggarakan secara terorganisasi dan terutama generasi muda, orang
dewasa, yang tidak dapat sepenuhnya atau sama sekali tidak
berkesempatan mengikuti pendidikan formal dapat memiliki pengetahuan
praktis dan ketrampilan dasar yang diperlukan (Satmoko, 1991).
17
4. Jenis pendidikan formal.
a. Pendidikan umum adalah pendidikan yang mengutamakan peningkatan
pengetahuan dan ketrampilan peserta didik dengan pengkususan yang
diajarkan pada tahun-tahun akhir masa pendidikan seperti SD, SMP,
SMU.
b. Pendidikan kejuruan adalah jenis pendidikan yang mengajarkan peserta
didik untuk dapat bekerja dalam bidang tertentu (Husain, 1995).
C. Keluarga
1. Pengertian
Banyak ahli mendefinisikan tentang keluarga sesuai dengan perkembangan
sosial dimasyarakat. Berikut ini akan dikemukakan pengertian keluarga
menurut beberapa ahli.
a. Duvall dan Logan (1896) dalam Murwani (2007)
Keluarga adalah sekumpulan orang dengan ikatan perkawinan, kelahiran,
dan adobsi yang bertujuan untuk menciptakan, mempertahankan budaya,
dan meningkatkan perkembangan fisik, mental emosional serta sosial
dari setiap anggota keluarga.
b. Bailon dan Maglaya (1978) dalam Murwani (2007)
Keluarga adalah dua atau lebih individu yang hidup dalam satu rumah
tangga karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adobsi. Mereka
saling berinteraksi satu dengan yang lainnya, mempunyai peran masing-
masing dan menciptakan serta mempertahankan suatu budaya.
18
c. WHO (1969) dalam Mubarak dkk (2006)
Keluarga adalah anggota rumah tangga yang saling berhubungan melalui
pertalian darah, adobsi atau perkawinan.
Dari ketiga definisi di atas dapat disimpulkan bahwa keluarga merupakan
suatu kumpulan anggota keluarga yang saling berhubungan melalui
pertalian darah, adobsi atau perkawinan yang bertujuan untuk menciptakan
mempertahankan budaya keluarga.
2. Fungsi keluarga
Menurut Mubarak dkk (2006) fungsi keluarga dibagi menjadi 5, yaitu
fungsi biologis, fungsi psikologis, fungsi sosialisasi, fungsi ekonomi, dan
fungsi pendidikan. Fungsi ekonomi keluarga adalah mencari sumber-sumber
penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga, dan menabung untuk
memenuhi kebutuhan keluarga di masa yang akan dating. Fungsi keluarga
dibidang pendidikan adalah menyekolahkan anak untuk memberikan
pengetahuan, ketrampilan, dan membentuk perilaku anak sesuai dengan
bakat dan minat yang dimilikinya; mempersiapkan anak untuk kehidupan
dewasa yang akan dating dalam memenuhi perannya sebagai orang dewasa;
mendidik anak sesuai dengan tingkat perkembangannya.
3. Tugas Keluarga
Dalam Mubarak dkk (2006), dalam sebuah keluarga ada beberapa
tugas dasar didalamnya terdapat delapan tugas pokok sebagai berikut: a)
19
Pemeliharaan fisik keluarga dan para anggotanya; b) memelihara sumber-
sumber daya yang ada dalam keluarga; c) Pembagian tugas masing-masing
anggotanya sesuai dengan kedudukannya masing-masing; d) Sosialisasi
antar anggota keluarga; e) pengaturan jumlah anggota keluarga; f)
Pemeliharaan ketertiban anggota keluarga; g) Penempatan anggota-anggota
keluarga dalam masyarakat yang lebih luas; h) Membangkitkan dorongan
dan semangat para anggota keluarga.
4. Tahapan keluarga sejahtera
a. Keluarga pra sejahtera
Yaitu keluarga yang belum dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara
minimal, yaitu kebutuhan pengajaran agama, pangan, sandang, papan,
dan kesehatan, atau keluarga yang belum dapat memenuhi salah satu atau
lebih indikator keluarga sejahtera tahap 1 (Mubarok dkk, 2006).
b. Keluarga sejahtera tahap I
Yaitu keluarga-keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasarnya
secara minimal tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan sosial
psikologisnya, yaitu kebuthan pendidikan, keluarga berencana (KB),
interaksi dalam keluarga, interaksi dengan lingkungan tempat tinggal,
dan transportasi (Mubarak dkk, 2006).
c. Keluarga sejahtera tahap II
20
Adalah keluarga-keluarga yang disamping telah dapat memenuhi
kebutuhan dasarnya secara minimal serta telah dapat memenuhi
kebutuhan sosial psikologisnya, tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan
pengembangannya, seperti kebutuhan untuk menabung dan memperoleh
informasi (Mubarak dkk, 2006).
d. Keluarga sejahtera tahap III
Yaitu keluarga-keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan seluruh
kebutuhan dasar, sosial psikologis dan kebutuhan pengembangan
keluarganya, tetapi belum dapat memberikan sumbangan (Konstribusi)
yang maksimal terhadap masyarakat secara teratur (dalam waktu tetentu)
dalam bentuk : material dan keuangan untuk sosial kemasyarakatan dan
juga berperan aktif dalam kegiatan kemasyarakatan (Mubarak dkk,
2006).
e. Keluarga sejahtera tahap III plus
Yaitu keluarga-keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasar,
sosial psikologis dan pengembangannya telah terpenuhi serta memiliki
keperdulian sosial yang tinggi pada masyarakat (Mubarak dkk, 2006).
D. Status Ekonomi
1. Pengertian
21
Status ekonomi adalah sebuah komponen kelas sosial, mengacu pada
tingkat pendapatan keluarga dan sumber pendapatan. Pendapatan yang
mencukupi kebutuhan-kebutuhan keluarga umumnya berasal dari pekerjaan
para anggota keluarga dan sumber-sumber pribadi seperti pensiun dan
bantuan-bantuan (non publik) (Friedman, 1989). Sementara upah atau
penghasilan yang sebagian barasal dari bantuan-bantuan umum atau
pengangguran umumnya bersifat marginal, tidak stabil, atau benar-benar
tidak memadai. Upah adalah suatu penerimaan sebagai imbalan dari
pengusaha kepada buruh untuk sesuatu pekerjaan atau jasa yang telah atau
akan dilakukan, dinyatakan atau dinilai dalam bentuk uang yang ditetapkan
menurut suatu persetujuan, atau peraturan perundang-undangan atau
dibayarkan atas dasar suatu perjanjian kerja antara pengusaha dengan buruh,
termasuk tunjangan baik untuk buruh sendiri maupun keluarganya (BPS
Kota Semarang). Upah Minimum(UM) adalah upah bulanan terendah yang
terdiri dari upah pokok dan tunjangan tetap (BPS Kota Semarang).
Berdasarkan data UMR dari BPS Kota Semarang pada tahun 2009 bahwa
sebesar Rp. 838.500,-/Bulan.
Keluarga yang berfungsi secara tidak adekuat dalam bidang ini
menunjukan karakteristik yaitu
a. Penghasilan seluruhnya berasal dari bantuan umum karena kaum dewasa
dalam keluarga gagal atau tidak mampu bekerja.
22
b. Penghasilan yang berasal dari bantuan kesejahteraan dengan cara-cara
curang.
c. Jumlah penghasilan yang terlalu rendah atau tidak cukup sehingga
sehingga kebutuhan-kebutuhab pokok tidak terpenuhi.
2. Kelas sosial ekonomi
Adapun pembagian kelas-kelas sosial di keluarga (Friedman, 1989):
a. Keluarga kelas atas
Keluarga-keluarga kelas atas di bagi menjadi dua pengelompokan :
keluarga kelas atas yang telah terbentuk (atas-atas) dan kelas-kelas yang
orang kaya baru (kelas bawah-atas). Keluarga-keluarga yang telah
memiliki kekayaan selama dua generasi digolongkan dalam kelas
kelompok yang terbentuk, sedangkan yang baru saja menjadi kaya
dikelompokan dalam kelompok kedua.
b. Keluarga Kelas Atas-Bawah Baru
Orang kaya baru kekurangan jaminan financial yang disediakan oleh
kelompok yang punya pertalian persaudaraan dalam keluarga kelas atas-
atas. Anggota-anggota mampu hidup dalam suatu gaya hidup yang
menggambarkan gaya hidup kelas atas yang mapan, namun mereka
kurang memiliki sejarah yang panjang tentang kekuasaan dan riwayat
keluarga.
c. Keluarga-keluarga kelas menengah
Kelas menengah dipandang dominan baik dari segi jumlah maupun
sosial, dalam pengertian bahwa mereka yang paling mampu
23
menyebarkan pandangan-pandangan mereka tentang perilaku apa yang
benar, pantas, dan diharapkan, apakah itu di dalam keluarga, sekolah,
atau lembaga kesehatan. Dominasi ini semata-mata karena posisi-posisi
kunci dari golongan menengah didalam pemerintahan, pendidikan, dan
komunikasi masa.
d. Keluarga kelas menengah-bawah
Kelas menengah bawah ini mewakili beraneka ragam latar belakang
kebangsaan dan etnis. Seperti kelas di atas mereka, keluarga-keluarga ini
relative stabil meskipun ada masalah-masalah ekonomi dan pendidikan
anak. Seringkali para siswa melaporkan konflik-konflik diantara mereka
dengan orang tua. Orang harus bekerja agar dapat menyekolahkan anak,
yang sebaliknya memperkenalkan kepada anak-anak mereka sejumlah
nilai yang sering kali menimbulkan konflik dengan orang tua.
e. Keluarga kelas pekerja
Keluarga-keluarga kelas pekerja umumnya datang dari latar belakang
pedesaan. Keluarga-keluarga pindah ke kota-kota karena kemajuan
teknologi dan dibutuhkan tenaga-tenaga terampil. Kaum dari kelas
pekerja terdiri dari pekerja-pekerja trampil, pekerja-pekerja semitrampil
di pabrik-pabrik, pekerja nelayan, bahkan sejumlah pedagang kecil yang
mempunyai pekerjaan tetap, meskipun seringkali mereka tidak dibayar
dengan baik. Kaum elit dari kelas pekerja tukang listrik, tukang cat, dan
operator-operator terampil kadang-kadang dipandang sebagai anggota
kelompok kelas menengah. Bagi anggota dari kelas ini yang bergerak
24
dalam bidang perdagangan, dan tergantung kepadan irama siklus bisnis,
stabilitas ekonominya kurang.
f. Keluarga kelas bawah.
Keluarga kelas bawah adalah keluarga yang berada pada garis
kemiskinan, meskipun tingkat kemiskinan tersebut beraneka ragam. Juga
dalam gaya hiduppun terdapat daerah-daerah pedesaan versus perkotaan,
dan dalam komunitas-komunitas regional dan etnis yang berbeda/kelas
sosial bawah. Akan tetapi umumnya karakteristik sosial yang umum dari
keluarga kelas bawah adalah berikut ini :
1) Pendidikan formal 8 tahun atau kurang.
2) Pekerjaan pria hampir selalu membutuh tenaga terampil atau
nonterampil. Pola kerja bersifat sporadis, dengan masa menganggur
yang lama. Juga terdapat kemungkinan besar wanita bekerja dalam
suatu pekerjaan yang tidak membutuhkan ketrampilan atau pekerjaan.
3) Karena pengangguran dan kurangnya lapangan pekerjaan serta
rendahnya gaji, keluarga-keluarga kelas bawah membuat daftar yang
besar pada daftar nama bantuan publik.
4) Jika mereka tinggal di kota, tempat tinggal mereka adalah daerah-
daerah kumuh, biasanya di rumah-rumah tua, bobrok, bangunan-
bangunan diubah menjadi apartemen-apartemen kecil. Perbandingan
jumlah penghuni dalam satu ruangan biasanya adalah tiga hingga
empat per ruangan, seringkali 20 orang menggunakan satu toilet (Bell,
1971).
25
Berdasarkan hasil penelitian Astuti (2008) tentang sumber masalah
kecemasan masa kini di Jawa Tengah ada 28,2% responden yang memilih
biaya pendidikan anak sebagai kebutuhan termahal yang harus
dikeluarkan orang tua, menyusul biaya kesehatan sebesar 13,3%.
Sedangkan biaya lainnya seperti fasilitas, hiburan dan sejenisnya
dianggap sebagai biaya termahal oleh 4,4% responden. Sebagian besar
responden 75,5% mengatakan terkadang merasakan cemas kalau-kalau
tidak bisa memenuhi kebutuhan anak terutama pendidikannya, sisanya
17,7% mengaku selalu merasa cemas dan hanya sebagian kecil 6,6% yang
menjawab tidak pernah merasakan kecemasan sama sekali.
E. Kerangka Teori
Bagan 1 Kerangka Teori (Kozier, 2004; Stuart & Sundeen, 1998)
Faktor-faktor yang mempengaruhi cemas:
• Sifat Stressor (Status Ekonomi)
• Jumlah Stress yang bersamaan
• Lama Stressor
• Pengalaman masa lalu
• Tingkat perkembangan
Kecemasan orang tua pada kelangsungan pendidikan anak
Tingkatan cemas:
• Ringan
• Sedang
• Berat
• Panik
26
F. Kerangka Konsep
Bagan 2 Kerangka Konsep
G. Variabel Penelitian
1. Variabel Independen
Variabel Independen adalah variabel yang menjadi penyebab timbulnya atau
berubahnya variabel dependen. Dalam peneltian ini variabel independennya
adalah status ekonomi.
2. Variabel dependen
Variabel dependen adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi
akibat, karena adanya variabel independen. Variabel dependen dalam
peneltian ini adalah tingkat kecemasan.
Status ekonomi Cemas orang tua yang memiliki anak usia sekolah
27
H. Hipotesis
Ada hubungan status ekonomi dengan tingkat kecemasan orang tua yang
memiliki anak usia sekolah.