Bab II Napza

44
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Data Badan Narkotika Kota (BNK) menunjukan pada 2009 dari 993 pengguna narkoba yang ditangkap 40 orangnya adalah perempuan. Hingga pertengahan 2010, dari 400 pengguna narkoba yang ditangkap, jumlah perempuan meningkat menjadi 50 orang. Dari hasil razia BNK bersama Polrestro Jakarta Pusat selama tahun 2009 dengan jumlah 993 tersangka, 3 di antaranya produsen, 50 persen bandar, sisanya merupakan pengedar merangkap pemakai. Sebanyak 40 pemakai di antaranya perempuan. Data ini menunjukkan secara perlahan, tetapi pasti banyak kaum perempuan yang terjerat penyalahgunaan narkoba. Diduga penyalahgunaan dan penyebab utama keterlibatan perempuan dengan barang terlarang tersebut diawali ketidaktahuan ditambah kondisi perekonomian keluarga yang kurang mampu. Terlebih, banyaknya WNA kulit hitam yang bermukim di lingkungan padat dan mengiming-imingi serta menawari berbagai kebutuhan dan akhirnya dijadikan kurir. Melihat permasalahan NAPZA kian meluas, Depsos kemudian membuka panti-panti rehabilitasi sosial sejak tahun 1973. Pada tahun 1986, Depsos membuka PSPP Mandiri di Semarang dan panti-panti lainnya di sejumlah kota seperti 1

Transcript of Bab II Napza

Page 1: Bab II Napza

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Permasalahan

Data Badan Narkotika Kota (BNK) menunjukan pada 2009 dari 993 pengguna

narkoba yang ditangkap 40 orangnya adalah perempuan. Hingga pertengahan 2010, dari

400 pengguna narkoba yang ditangkap, jumlah perempuan meningkat menjadi 50 orang.

Dari hasil razia BNK bersama Polrestro Jakarta Pusat selama tahun 2009 dengan jumlah

993 tersangka, 3 di antaranya produsen, 50 persen bandar, sisanya merupakan pengedar

merangkap pemakai. Sebanyak 40 pemakai di antaranya perempuan.

Data ini menunjukkan secara perlahan, tetapi pasti banyak kaum perempuan

yang terjerat penyalahgunaan narkoba. Diduga penyalahgunaan dan penyebab utama

keterlibatan perempuan dengan barang terlarang tersebut diawali ketidaktahuan

ditambah kondisi perekonomian keluarga yang kurang mampu. Terlebih, banyaknya

WNA kulit hitam yang bermukim di lingkungan padat dan mengiming-imingi serta

menawari berbagai kebutuhan dan akhirnya dijadikan kurir.

Melihat permasalahan NAPZA kian meluas, Depsos kemudian membuka panti-

panti rehabilitasi sosial sejak tahun 1973. Pada tahun 1986, Depsos membuka PSPP

Mandiri di Semarang dan panti-panti lainnya di sejumlah kota seperti Medan, Bogor.

Dikatakan, peran serta masyarakat dalam rehabilitasi sosial terus  meningkat. Hal itu

ditunjukkan dengan tumbuhnya lembaga-lembaga pelayanan dan rehabilitasi sosial bagi

korban NAPZA. Sejauh ini, tercatat sebanyak 78 lembaga tersebar di seluruh

Indonesia. 

Lembaga-lembaga tersebut telah merehabilitasi 22.466 orang. Sedangkan 

jumlah eks korban NAPZA yang sudah menerima pelayanan rehabilitasi sosial tahun

2001-2008 sebanyak 46.733 orang," ujarnya. Sementara, dari hasil temuan UNODC

pada tahun 2006, diketahui bahwa penyalahguna NAPZA jenis ganja di dunia mencapai

162,4 juta orang.  Sedangkan untuk amphetamin tipe stimulan (ATS) sebanyak 35 juta

1

Page 2: Bab II Napza

orang.Dijelaskan, dari jumlah tersebut, pengguna shabu mencapai 25 juta dan ekstasi 10

juta jiwa. Untuk kokain 13,4 juta orang, dan ophiat 15,9 juta jiwa. 

Sementara para pemerhati dan praktisi masalah sosial mengatakan, pecandu

NAPZA jenis suntik tidak menggunakan jarum  suntiknya sendirian selama bertahun-

tahun. Sehingga, angka pengguna NAPZA tersebut dipastikan akan terus meningkat. 

Adapun pemilik panti rehabilitasi adiksi dr Albari Hussein menyatakan, tidak

semua pengguna NAPZA tertampung dalam panti rehabilitasi.

1.2 Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Mahasiswa mampu memahami tentang konsep asuhan keperawatan pada pasien

dengan ketergantungan napza

2. Tujuan Khusus

Memahami konsep asuhan keperawatan yang baik pada anak keperawatan pada

klien dengan ketergantungan napza, yang meliputi:

a. Pengkajian pada klien dengan ketergantungan napza

b. Kemungkinan diagnosa pada klien dengan ketergantungan napza

c. Perencanaan pada klien dengan ketergantungan napza

d. Implementasi pada klien dengan ketergantungan napza

e. Evaluasi pada klien dengan ketergantungan napza

1.3 Sistematika Penulisan

Makalah ini terdiri dari tiga bab, yaitu :

BAB I PENDAHULUAN

Pendahuluan berisi latar belakang, tujuan umum, tujuan khusus dan sistematika

penulisan.

BAB II PEMBAHASAN

Pembahasan berisi penjelasan mengenai

2

Page 3: Bab II Napza

BAB III SIMPULAN

Merupakan rangkuman dari hasil pembahasan yang berisi simpulan secara

keseluruhan.

3

Page 4: Bab II Napza

BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Konsep Dasar

2.1.1 Pengertian NAPZA

NAPZA adalah kepanjangan dari narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya.

Menurut Undang-Undangno. 35 tahun 2009, narkotika adalah zat atau obat yang

berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat

menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai

menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.

Menurut Undang-Undang No. 5 tahun 1997, psikotropika adalah zat atau obat,

baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiatpsikoaktif melalui

pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas

padaaktivitas mental dan perilaku.

Zat adiktif lainnya adalah zat, bahan kimia, dan biologi dalam bentuk tunggal

maupun campuran yang dapat membahayakan kesehatan lingkungan hidup secara

langsung dan tidak langsung yang mempunyai sifat karsinogenik, teratogenik,

mutagenik, korosif, dan iritasi. Bahan-bahan berbahaya ini adalah zat adiktif yang

bukan termasuk ke dalam narkotika dan psikoropika, tetapi mempunyai pengaruh dan

efek merusak fisik seseorang jika disalahgunakan (Wresniwiro dkk. 1999).

Penyalahgunaan zat adalah penggunaan zat secara terus-menerus bahkan

sampai/setelah terjadi masalah. (Stuart & Sundeen, 1998)

Jadi, penyalahgunaan NAPZA adalah kondisi dimana zat yang berasal dari

tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menekan

susunan saraf pusat sehingga menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, fisik,

dan mental, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan

ketergantungan.

2.1.2 Jenis-jenis NAPZA

a. Narkotika

Jenis-jenis narkotika berdasarkan bahan pembuatannya adalah:

4

Page 5: Bab II Napza

1. Narkotika alami yaitu zat dan obat yang langsung dapat dipakai sebagai narkotik

tanpa perlu adanya proses fermentasi, isolasi dan proses lainnya terlebih dahulu

karena bisa langsung dipakai dengan sedikit proses sederhana. Bahan alami tersebut

umumnya tidak boleh digunakan untuk terapi pengobatan secara langsung karena

terlalu berisiko. Contoh narkotika alami yaitu seperti ganja dan daun kokain.

2. Narkotika sintetis adalah jenis narkotika yang memerlukan proses yang bersifat

sintesis untuk keperluan medis dan penelitian sebagai penghilang rasa

sakit/analgesik. Contohnya yaitu seperti amfetamin, metadon, dekstropropakasifen,

deksamfetamin, dan sebagainya. Narkotika sintetis dapat menimbulkan dampak

sebagai berikut:

Depresan = membuat pemakai tertidur atau tidak sadarkan diri.

Stimulan = membuat pemakai bersemangat dalam beraktivitas kerja dan merasa

badan lebih segar.

Halusinogen = dapat membuat si pemakai jadi berhalusinasi yang mengubah

perasaan serta pikiran.

3. Narkotika semi sintetis yaitu zat/obat yang diproduksi dengan cara isolasi, ekstraksi,

dan lain sebagainya seperti heroin, morfin, kodein, dan lain-lain.

Menurut UU No. 5 tahun 1997 narkotika terdiri dari 3 golongan, yaitu :

1.  Golongan I : Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan

pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta

mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan. Contoh :

Heroin, Kokain, Ganja.

2.  Golongan II : Narkotika yang berkhasiat pengobatan, digunakan sebagai pilihan

terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan / atau untuk tujuan

pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi

mengakibatkan ketergantungan. Contoh : Morfin, Petidin.

3. Golongan III : Narkotika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan

dalam terapi dan / atau tujuan pengebangan ilmu pengetahuan serta mempunyai

potensi ringan mengakibatkan ketergantungan. Contoh : Codein.

5

Page 6: Bab II Napza

b. Psikotropika

Menurut Kepmenkes RI No. 996/MENKES/SK/VIII/2002, psikotropika adalah zat

atau obat, baik sintesis maupun semisintesis yang berkhasiat psikoaktif melalui

pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yangmenyebabkan perubahan khas pada

aktivitas mental dan perilaku. Zat yang tergolong dalam psikotropika (Hawari, 2006)

adalah: stimulansiayang membuat pusat syaraf menjadi sangat aktif karena

merangsangsyaraf simpatis. Termasuk dalam golongan stimulan adalah

amphetamine,ektasy (metamfetamin), dan fenfluramin. Amphetamine sering

disebutdengan speed, shabu-shabu, whiz, dan sulph. Golongan stimulan lainnyaadalah

halusinogen yang dapat mengubah perasaan dan pikiran sehinggaperasaan dapat

terganggu. Sedative dan hipnotika seperti barbiturat danbenzodiazepine merupakan

golongan stimulan yang dapat mengakibatkanrusaknya daya ingat dan kesadaran,

ketergantungan secara fisik danpsikologis bila digunakan dalam waktu lama.

c. Zat Adiktif Lainnya

Zat adiktif lainnya adalah zat, bahan kimia, dan biologi dalam bentuk tunggal maupun

campuran yang dapat membahayakan kesehatan lingkungan hidup secara langsung dan

tidak langsung yang mempunyai sifat karsinogenik, teratogenik, mutagenik, korosif, dan

iritasi. Bahan-bahan berbahaya ini adalah zat adiktif yang bukan termasuk ke dalam

narkotika dan psikoropika, tetapi mempunyai pengaruh dan efek merusak fisik

seseorang jika disalahgunakan (Wresniwiro dkk. 1999). Adapun yang termasuk zat

adiktif ini antara lain:

1. Minuman Alkohol : mengandung etanol etil alkohol, yang berpengaruh menekan

susunan saraf pusat, dan sering menjadi bagian dari kehidupan manusia sehari – hari

dalam kebudayaan tertentu. Jika digunakan bersamaan dengan Narkotika atau

Psikotropika akan memperkuat pengaruh obat / zat itu dalam tubuh manusia. Ada 3

golongan minuman beralkohol :

a. Golongan A : kadar etanol 1 – 5 % ( Bir ).

b. Golongan B : kadar etanol 5 – 20 % ( Berbagai minuman anggur )

c. Golongan C : kadar etanol 20 – 45 % ( Whisky, Vodca, Manson House, Johny

Walker ).

6

Page 7: Bab II Napza

2. Inhalasi ( gas yang dihirup ) dan solven ( zat pelarut ) mudah menguap berupa

senyawa organik, yang terdapat pada berbagai barang keperluan rumah tangga, kantor,

dan sebagai pelumas mesin. Yang sering disalahgunakan adalah : Lem, Tiner,

Penghapus Cat Kuku, Bensin.

3. Tembakau : pemakaian tembakau yang mengandung nikotin sangat luas di

masyarakat.

Dalam upaya penanggulangan NAPZA di masyarakat, pemakaian rokok dan

alkohol terutama pada remaja, harus menjadi bagian dari upaya pencegahan, karena

rokok dan alkohol sering menjadi pintu masuk penyalahgunaan NAPZA lain yang

berbahaya.

d. Jenis NAPZA yang sering disalahgunakan

Di dalam masyarakat NAPZA / NARKOBA yang sering disalahgunakan adalah :

1) Opioida, terdapat 3 golongan besar :

a. Opioida alamiah ( Opiat ) : Morfin, Opium, Codein.

b. Opioida semisintetik : Heroin / putauw, Hidromorfin.

c. Opioida sintetik : Metadon.

Nama jalanan dari Putauw : ptw, black heroin, brown sugar.

Heroin yang murni berbentuk bubuk putih, sedangkan yang tidak murni berwarna

putih keabuan.

Dihasilkan dari getah Opium poppy diolah menjadi morfin dengan proses tertentu

dihasilkan putauw, yang kekuatannya 10 kali melebihi morfin.Sedangkan opioda

sintetik mempunyai kekuatan 400 kali lebih kuat dari morfin. Morfin, Codein,

Methadon adalah zat yang digunakan oleh dokter sebagai penghilang sakit yang sangat

kuat, misalnya pada opreasi, penderita cancer.

Reaksi dari pemakaian ini sangat cepat yang kemudian menimbulkan perasaan

ingin menyendiri untuk menikmati efek rasanya dan pada taraf kecanduan pemakai akan

kehilangan percaya diri hingga tak mempunyai keinginan untuk bersosialisasi. Pemakai

akan membentuk dunianya sendiri, mereka merasa bahwa lingkungannya menjadi

musuh.

7

Page 8: Bab II Napza

2) Kokain

Kokain berupa kristal putih, rasanya sedikit pahit dan lebih mudah larut

Nama jalanan : koka, coke, happy dust, chalie, srepet, snow / salju.

Cara pemakainnya : membagi setumpuk kokain menjadi beberapa bagian berbaris lurus

diatas permukaan kaca atau alas yang permukaannya datar kemudian dihirup dengan

menggunakan penyedot seperti sedotan atau dengan cara dibakar bersama dengan

tembakau. Penggunaan dengan cara dihirup akan beresiko kering dan luka pada sekitar

lubang hidung bagian dalam.

Efek pemakain kokain : pemakai akan merasa segar, kehilangan nafsu makan,

menambah percaya diri, dan dapat menghilangkan rasa sakit dan lelah.

3) Kanabis

Nama jalanan : cimeng, ganja, gelek, hasish, marijuana, grass, bhang.

Berasal dari tanaman kanabis sativa atau kanabis indica.

Cara penggunaan : dihisap dengan cara dipadatkan menyerupai rokok atau dengan

menggunakan pipa rokok.

Efek rasa dari kanabis tergolong cepat, pemakai cenderung merasa lebih santai, rasa

gembira berlebihan ( euphoria ), sering berfantasi / menghayal, aktif berkomunikasi,

selera makan tinggi, sensitive, kering pada mulut dan tenggorokan.

4) Amphetamine

Nama jalanan : seed, meth, crystal, whiz.

Bentuknya ada yang berbentuk bubuk warna putih dan keabuan dan juga tablet.

Cara penggunaan : dengan cara dihirup. Sedangkan yang berbentuk tablet diminum

dengan air.

Ada 2 jenis Amphetamine :

a. MDMA ( methylene dioxy methamphetamine )

Nama jalanan : Inex, xtc.

Dikemas dalam bentuk tablet dan capsul.

b. Metamphetamine ice

Nama jalanan : SHABU, SS, ice.

Cara pengunaan dibakar dengan mengunakan alumunium foil dan asapnya dihisap

atau dibakar dengan menggunakan botol kaca yang dirancang khusus ( boong ).

8

Page 9: Bab II Napza

5) LSD (Lysergic Acid)

Termasuk dalam golongan halusinogen.

Nama jalanan : acid, trips, tabs, kertas.

Bentuk : biasa didapatkan dalam bentuk kertas berukuran kotak kecil sebesar

seperempat perangko dalam banyak warna dan gambar. Ada juga yang berbentuk pil

dan kapsul.

Cara penggunaan : meletakan LSD pada permukaan lidah, dan bereaksi setelah 30 –

60 menit kemudian, menghilang setelah 8 – 12 jam.

Efek rasa : terjadi halusinasi tempat, warna, dan waktu sehingga timbul obsesi yang

sangat indah dan bahkan menyeramkan dan lama – lama menjadikan penggunaanya

paranoid.

6) Sedatif – Hipnotik ( Benzodiazepin )

Termasuk golongan zat sedative ( obat penenang ) dan hipnotika ( obat tidur ).

Nama jalanan : Benzodiazepin : BK, Dum, Lexo, MG, Rohyp.

Cara pemakaian : dengan diminum, disuntikan, atau dimasukan lewat anus.

Digunakan di bidang medis untuk pengobatan pada pasien yang mengalami

kecemasan, kejang, stress, serta sebagai obat tidur.

7) Solvent / Inhalasi

Merupakan uap gas yang digunakan dengan cara dihirup. Contohnya : Aerosol,

Lem, Isi korek api gas, Tiner, Cairan untuk dry cleaning, Uap bensin.

Biasanya digunakan dengan cara coba – coba oleh anak di bawah umur, pada

golongan yang kurang mampu.

Efek yang ditimbulkan : pusing, kepala berputar, halusinasi ringan, mual, muntah

gangguan fungsi paru, jantung dan hati.

8) Alkohol

Merupakan zat psikoaktif yang sering digunakan manusia

Diperoleh dari proses fermentasi madu, gula, sari buah dan umbi – umbian yang

mengahasilkan kadar alkohol tidak lebih dari 15 %, setelah itu dilakukan proses

penyulingan sehingga dihasilkan kadar alkohol yang lebih tinggi, bahkan 100 %.

Nama jalanan : booze, drink.

Efek yang ditimbulkan : euphoria, bahkan penurunan kesadaran

9

Page 10: Bab II Napza

2.1.3 Tanda dan Gejala

Tanda

dan

gejala

Opiat Ganja Alkohol AmfetaminZat

halusinogenik

Intoksikasi Eforia

Mengantuk

Bicara cadel

Konstipasi

Penurunan

kesadaran

Gerakan

lambat

Eforia

Mata merah

Mulut kering

Banyak

bicara dan

tertawa

Nafsu makan

meningkat

Gangguan

persepsi

Nadi

meningkat

Cemas

Mata merah

Bicara

cadel

Jalan

sempoyong

an

Perubahan

persepsi

Penurunan

kemampua

n menilai

Gerakan

tidak

terkoordinir

Agresif

Selalu

terdorong

untuk

bergerak

Berkeringat

Bergetar

Cemas

Depresi

Paranoid

Nadi cepat

TD naik

Agresif

Tegang

Euforia

Kejang

Halusinasi

Ilusi

Depresi

Daya nilai

terganggu

Kecemasan

Gejala

putus zat

Nyeri

Mata dan

hidung berair

Perasaan

panas dingin

Diare

Gelisah

Tidak bisa

tidur

Pupil

midriasis

Jarang

ditemukan

Cemas

Tangan

gemetar

Perubahan

persepsi

Gangguan

daya ingat

Tidak bisa

tidur

Tremor

Nadi cepat

Cemas

Depresi

Muka merah

Mudah

marah

Tangan

gemetar

Mual muntah

Tidak bisa

tidur

Tentamen

10

Page 11: Bab II Napza

Mual muntah Berkeringat

Mual

muntah

Agresif

suicide

Lelah

Murung

Timbulnya

intoksikasi

Kurang dari 6

sampai dengan

24 jam

Beberapa

jam,

beberapa

hari-

sedativa:

kurang dari

6 jam - 1

minggu

Pemeriksa

an

diagnostik

dan lab

EEG,

urinalisis, urin

lengkap, darah

rutin, khusus

pada alkohol

(Gamma GT,

SGOT,

Trigliserida,

kolesterol)

EEG,

urinalisis,

urin

lengkap,

darah rutin

Urinalisis,

HbsAg,

HIV, EEG,

darah rutin

EEG,

urinalisis, urin

lengkap, darah

rutin, EKG,

foto thorax

EKG,

urinalisis, urin

lengkap, darah

rutin, foto

thorax

2.1.4 Rentang Respon

11

Page 12: Bab II Napza

Respon adaptif Maladaptif

Natural

high aktivitas

fisik,

meditasi

Penggunaan

jarang zat:

tobacco,

caffeine,

alcohol, obat-

obat resep dan

terlarang

Penggunaan

sering

- Dependence

- Substance

abuse

- Withdrawal

- tolerance

Respon adaptif – maladaptif dari rentang respon penggunaan zat kimiawi sebagai

koping adalah sebagai berikut :

a. Beberapa NAPZA secara alamiah ada di dalam individu (endorphin), berguna

untuk kebutuhan hidup sehari-hari seperti melakukan aktivitas fisik, meditasi, tetapi

dalam kadar yang selalu ada pada keseimbangan

b. Beberapa individu mengkonsumsi NAPZA seperti: tembakau, kafein, alkohol, obat-

obat resep, dan terlarang dengan penggunaan jarang, sehingga terjadi

ketidakseimbangan akibat adanya peningkatan kadar zat di dalam tubuh

c. Penggunaan zat semakin sering dan ketagihan

d. Ketergantungan zat adiktif (dependence)

Ketergantungan zat adiktif (dependence) adalah kondisi penyalahgunaan yang

lebih berat, telah terjadiketergantungan fisik dan psikologis. Ketergantungan fisik

ditandai dengan kondisi toleransi dan sindroma putus zat

e. Penyalahgunaan zat adiktif (substance abuse)

Penyalahgunaan zat adiktif (substance abuse) adalah penggunaan zat yang

bersifat patologis, relative digunakan lebih sering dari biasanya, walupub pengguna

menderita cukup serius akibat penggunaan tersebut tetapi individu tidak mampu

untuk menghentikan, penggunaan telah berlangsung kurang lebih 1 bulan, sehingga

terjadi penyimpangan perilaku dan mengganggu fungsi sosial, pekerjaan, dan

pendidikan

f. Sindroma putus zat (withdrawal)

12

Page 13: Bab II Napza

Pada pemakaian yang terus menerus akan tercapai tingkat dosis toleransi yang

cukup tinggi, jika pengguna menghentikan akan timbul gejala-gejala tertentu sesuai

jenis zat yang disalahgunakannya

g. Toleransi zat (tolerance)

Kondisi ini adalah terjadinya sejumlah penggunaan zat adiktif untuk mencapai

tujuan dari seorang penyalahguna. Kondisi toleransi ini akan terus berlangsung

sampai mencapai dosis yang optimal (overdosis)

2.1.5 Klasifikasi Penyalahgunaan NAPZA

a. Gangguan penggunaan zat: eksperimental

Gangguan penggunaan zat: eksperimental adalah kondisi penggunaan taraf

awal, disebabkan rasa ingin tahu remaja sesuai dengan tumbuh kembang, biasanya

ingin mencari pengalaman baru, sering dikatakan taraf coba-coba

b. Gangguan penggunaan zat: recreational

Penggunaan zat adiktif pada saat berkumpul dengan teman-teman, misal

pertemuan malam mingguan, acara ulang tahun. Penggunaan ini bertujuan rekreasi

kelompok teman sebaya.

c. Gangguan penggunaan zat: situasional

Mempunyai tujuan secara individual, sudah merupakan kebutuhan bagi dirinya

sendiri. Seringkali penggunaan ini merupakan cara untuk mengatasi atau melarikan

diri dari masalah yang dihadapi, saat terjadinya konflik, stress dan frustasi.

d. Penyalahgunaan zat: substance abuse

Penyalahgunaan zat: substance abuse adalah pola penggunaan zat yang

patologis, minimal 1 bulan, sulit menghentikan sehingga terjadi penyimpangan;

perilaku, alam perasaan, memori, proses pikir dan kondisi fisik, dimana obat

digunakan terus menerus, setiap ada masalah atau situasi yang mengancam serta

kegagalan dalam menyelesaikan peran atau tanggung jawab dalam pekerjaan,

sekolah atau rumah.

e. Ketergantungan zat adiktif

13

Page 14: Bab II Napza

Penggunaan zat yang menyebabkan ketergantungan fisik dan psikis, dengan

manifestasi terus menerus menggunakan zat, walaupun tahu dapat menyebabkan

ketergantungan.

2.1.6 Penatalaksanaan

a. Pengobatan

Usaha pengobatan dan rehabilitasi dalam bidang ketergantungan obat, satu dengan

yang lainnya sangat erat hubungannya dan tidak bisa dipisah-pisahkan dan sebaiknya di

usahakan secara bersama. Kedua bidang usaha ini titidak saja dikerjakan oleh tenaga

kedokteran, tetapi disiplin dan instansi lain harus diikutsertakan, misalnya instansi

social, pendidikan, kepolisian, lembaga di masyarakat dan lain-lain.

Sasaran dan tujuan dari terapi yang ideal adalah pasien sama sekali tidak memakai

obat (total abstinence) ketidaktergantungan terhadap obat, kemampuan dalam pekerjaan

atau dapat melanjutkan sekolahnya secara teratur, dapat menyesuaikan diri secara

memuaskan dalam masyarakat dan memperoleh keadaan emosional yang stabil. Tetapi

kenyataannya sasaran ideal ini jarang tercapai, walaupun tesedia tenaga, alat dan

fasilitas serba cukup. Maka perlu ditentukan sasaran yang lebih sederhana dan nyata,

misalnya tidak ditekankan lagi pada total abstinence, tetapi bertujuan pada kemantapan

dalm pekerjaan, sekolah secara teratur, penyesuaian dalam masyarakatdan

menghilangkan perbuatan kriminal.

Terapi dan rehabilitasi pada ketergantungan obat meliputi :

a. Terapi pada keadaaan intoksitas akut

Prinsip utama pada terapi ini adalah mempertahankan fungsi-fungsi vital

( pernapasan dan aliran darah)

1) Usaha agar pasien tetap sadar, misalnya dengan mengajak pasien berbicara atau

member kopi kental

2) Usakan tubuh pasien tidak kedinginan (diselimuti).

3) Bila pasien baru saja makan obat narkotika, usahakan agar pasien muntah dengan

merangsang tenggorokannya. Bila obat narkotika barusaja disuntikan melalui

14

Page 15: Bab II Napza

vena, ikatlah lengannya, sedemikian rupa sehingga tidak menghambat pembuluh

arteri.

4) Apabila pernapasan lambat dan dangkal, usahakan pernapasan buatan dan kalau

perlu bawa ke I.C.U

b. Terapi pada Keadaan Lepas Obat (Detoxification Withdrawal Treatment)

Terapi ini harus memperhatikan derajat ketergantungan fisik atau derajat atau

derajat toleransi pasien terhadap jenis obat yang digunakan oleh pasien.

Bahan-bahan seperti marihuana dan hashish jarang menimbulkan reaksi yang cukup

hebat dan memerlukan pertolongan medis pada keadaan lepas obat. Kadang-kadang

timbul keadaan panic yang akut, dan pertolongan harus dipusatkan pada latar belakang

persoalan kepribadian pemakai dan bukan pada obat itu sendiri.

Pengobatan simptomatik saja biasanya sudah mencukupi selama masa lepas obat,

tapi kadang-kadang dipelukan pengobatan komplikasi medik.

c. Terapi pada komplikasi medik (fisik, psikologik atau psikiatrik) dan sosial

1) Komplikasi fisik (misalnya hepatitis, abses, bronchitis dan sebagainya),

ditanggulangi menurut pengobatan yang lazim untuk masing-masing keadaan.

2) Komplikasi psikologi atau psikiatrik

Sebagaimana diketahui banyak diantara pasien ketergantungan obat yang

mempunyai gangguan jiwa seperti kelainan kepribadian, kepribadian yang imatur,

anxietas, depresi bahkan psikotik. Kelainan psikiatrik dapat merupakan penyebab

penyalahgunaan obat, akan tetapi penyalahgunaan obat dapat menimbulkan

kelainan psikiatrik. Tindakan perawatan sesuai dengan gejala psikiatrik.

3) Komplikasi social

Usaha ditujukan untuk meningkatkan perasaan tanggungjawab social, baik bagi

penyalahguna obat maupun keluarganya melali kegiatan individual atau social

case work, social group work, family case work, dan community guidance di

tempat penyalahgunaan obat atau lingkungan sekitarnya berupa penerangan yang

terus-menerus kapada kelompok khusus (pasien maupun orang yang berhubungan

dengan mereka).

15

Page 16: Bab II Napza

b. Rehabilitasi

Rehabilitasi adalah usaha memberikan bimbingan dan pengarahan yang

sistematik dan kontinu dan dilakukan bersama-sama orang tua.

Selain rehabilitasi juga resosialisasi dan edukasi diberikan pada pasien dalam

masyarakat seperti vocational training (usaha untuk mengembangkan keluwesan dan

kecekatan dalam melakukan keterampilan rumah tangga sehari-hari, mengatur dan

menyesuaikan diri dengan lingkungannya, latihan pelbagai keterampilan), penyaluran

pada lowongan-lowongan pekerjaan, penyaluan kesekolah, pembinaan hubungan yang

baik dan bemanfaat dengan keluarga, masyarakat dan sebagainya.

Terapi dan rehabilitasi pasien dengan ketergantungan obat bukanlah persoalan

fisik atau badaniah semata-mata, seperti penyakit malaria atau thypoid melainkan juga

persoalan mental atau psikologik dan social.

Yang terpenting adalah pembinaan mental pasien, seorang pasien bila ingin

sembuh betul-betul harus mengubah mentalnya sedemikian rupa, sehingga ia kuat

menahan godaan atau menghadapi persoalan hidup yang bias menjatuhkan dirinya lagi

ke dalam perangkap ketergantungan obat.

Kesedian mental untuk menjalani terapi dan rehabilitasi adalh syarat pertama,

termasuk kesediaan mental untuk mengubah kepribadian kearah kepribadian yang lebih

matang (mature) dan luwes (flexible).

2.2 Konsep Asuhan Keperawatan Penyalahgunaan NAPZA

2.2.1 Pengkajian

1. Faktor Predisposisi

a. Faktor Biologis

1) Akibat pemakaian yang lama

a) Opiat (heroin, putaw)

- Paru: bronkhopneumonia, edema paru

- Jantung: endokarditis

- Hepar: hepatitis C

- Penyakit menular seksual & HIV/AIDS

16

Page 17: Bab II Napza

b) Kanabis (ganja, cimeng)

- Daya tahan tubuh menurun dan mudah infeksi

- Kerusakan mukosa mulut berwarna hitam & kotor

- Radang saluran nafas kronis (bronkhitis)

c) Kokain

- Aritmia jantung

- Ulkus lambung

- Perforasi septum nasi

- Kerusakan paru

- Malnutrisi , karena makan tidak teratur dan tidak diperhatikan & anemia

d) Alkohol

- Sal.Cerna: tukak lambung, perdarahan usus dan gastritis, kanker

- Hepar: sirosis hepatis & kanker hati

e) Stimulansia (amfetamin, ekstasi, shabu)

- Perdarahan intrakranial

- Denyut jantung tidak teratur

- Malnutrisi & anemia

- Gangguan jiwa (depresi berat, psikosis,paranoid)

f) Inhalansia

- Toksis pada hepar, otak, paru, jantung & ginal

- Cepat lelah

- Kulit membiru

2) Akibat pola hidup yang berubah

- Berkurangnya selera makan.

- Kurangnya perhatian terhadap mutu  makanan & kebersihan diri,kurang

gizi, kurus, pucat, penyakit kulit & gigi berlubang.

3) Akibat alat suntik & bahan pencampur yang tidak steril

- Sepsis, abses, hepatitis disebabkan karena obat pelarut atau alat suntik yang

tidak steril.

- Endokarditis dijumpai pada pasien yang mempergunakan obat secara

suntikan dan seringkali gejala satu-satunya yang ditemukan adalah demam.

17

Page 18: Bab II Napza

- HIV/AIDS

- Tetanus

- Infeksi kulit/abses pada bekas suntikan

4) Komplikasi pada persalinan

Apabila ibu yang sedang hamil memakai obat jenis opiat, barbiturat atau

minum alkohol sampai saat terakhir kehamilannya, maka bayi yang dilahirkan akan

mengalami gejala lepas obat yang berbahaya. Gejala yang tampak yaitu:

- Irritable

- Tremor

- Menangis dengan suara tinggi

- Napasnya cepat

- Banyak keringat

- Keluar air mata

- Mencret

- Muntah

- Tak suka makan

- Kejang-kejang

- Cyanosis

- Bisa hingga Koma

b. Faktor Psikologi

Kepribadian: dependen, anti sosial, mudah cemas, gelisah, dan curiga.

Komunikasi: pembicaraan kacau

Disfungsi keluarga : tidak stabil, tidak adanya contoh peran yang positif, orang

tua yang adiksi, pola asuh keluarga yang salah atau otoriter, atau terlalu

permisif.

Harga diri rendah sering berhubungan dengan penganiayaan pada masa kanak-

kanak

Depresi : Depresi banyak dijumpai pada pasien penyalahgunaan obat, baik

sebagai penyebab maupun sebagai akibat penyalahgunaan obat. Keadaan depresi

juga dijumpai pada pasien yang menghentikan kebiasaannya memakai

amfetamin. (Stuart & Sundeen, 1998)

18

Page 19: Bab II Napza

c. Faktor Sosial Kultur

Kemiskinan, pengangguran, daerah tertentu yang menggunakan alkohol pada

upacara adat dan keagamaan, lingkungan tempat tinggal, teman sekolah, teman

sebaya banyak menggunakan atau mengedarkan zat, ketersediaan dan penerimaan

sosial terhadap penggunaan obat, ambivalens sosial tentang penggunaan dan

penyalahgunaan berbagai zat (tembakau, alkohol, dan marijuana), sikap, nilai,

norma, dan sanksi kultural, kebangsaan etnisiti, dan agama, kemiskinan dengan

keluarga yang tidak stabil dan keterbatasan kesempatan. (Stuart & Sundeen, 1998)

3. Faktor Presipitasi

d. Pernyataan untuk mandiri sehingga butuh teman sebaya sebagai pengakuan.

e. Problem solving: konflik, stress, jenuh, gelisah, tegang, akibat kehilangan orang

terdekat, drop out sekolah, phk.

f. Kebutuhan pertumbuhan perkembangan, seperti rasa ingin tahu, pengalaman

baru, tumbuh kembang yang menyimpang pada pra atau pubertas.

g. Terapi menghilangkan rasa nyeri, memberikan rasa segar, depresi, cemas

h. Diasingkan dari lingkungan sosial, tekanan teman sebaya (dibujuk atau diancam)

i. Kompleksitas dan ketegangan akibat kehidupan modern

b. Tersedianya, mudah mendapatkan dan anggapan bahwa zat adiktif dapat

menyelesaikan masalah serta pengaruh film.

c. Putus zat yaitu penghentian penggunaan zat adiktif yang akan menimbulkan

gejala-gejala yang dinamakan kondisi withdrawl.

(Stuart & Sundeen, 1998)

3. Sumber-sumber Koping

Komunikasi efektif, assertif, sistem pendukung sosial yang kuat, alternatif

kegiatan yang menyenangkan, teknik reduksi stres, keterampilan kerja, motivasi untuk

merubah perilaku. (Stuart & Sundeen, 1998)

19

Page 20: Bab II Napza

4. Mekanisme Koping

Penyalahgunaan zat menunjukan kegagalan upaya mengatasi masalah.

Mekanisme koping yang lebih sehat dan perilaku adaptif lain mungkin tidak adekuat

atau tidak mengembangkan. Mekanisme pertahanan ego yang khas digunakan oleh

penyalahgunaan zat meliputi: denial, rasionalisasi, memproyeksikan tanggung jawab

terhadap perilakunya, dan mengurangi jumlah alkohol atau obat yang digunakan. (Stuart

& Sundeen, 1998)

5. Perilaku

Perilaku yang menunjukkan terdapatnya masalah penyalahgunaan zat

dapat dikaji dengan menggunakan alat penyaring. Alat penyaring itu

diantaranya yaitu Alat Penyaring Penyalahgunaan Obat Ringkas Brief Drug

Abuse Screening Tool (B-DAST) dan CAGE untuk alkoholisme. Sementara itu

terdapat tabel yang dapat digunakan untuk membadingkan kadar alkohol darah

dengan perilaku yang tampak dan terdapat tabel untuk meringkas perilaku yang

berhubungan dengan penyalahgunaan zat.

(Stuart & Sundeen, 1998)

6. Pemeriksaan Diagnostik dan Lab

Alkohol Ganja Oploida XTC Zat Hal

Pemeriksa

an

diagnostik

& lab

EEG,

Urinalisis,

urine

lengkap,

darah rutin,

khusus pada

alkohol(gam

ma GT,

SGOT,

Trigliserid,

EEG

urinali

sis,

urine

lengka

p,

darah

rutin

Urinalisis,

HbsAg,

HIV,

EEG,

darah rutin

Urinalisis,

urine

lengkap,

EKG,

EEG, foto

thorax,

darah rutin

Urinalisis,

urine

lengkap,

EKG, foto

thorax, darah

rutin

20

Page 21: Bab II Napza

kholesterol)

2.2.2 Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan Primer pada klien dengan penyalahgunaan zat menurut NANDA,

adalah:

a. Respon Biologis:

Gangguan tumbuh kembang, potensial infeksi, gangguan rasa nyaman: nyeri, Self

Care deficit, disfungsi sexual, gangguan pola tidur, Resiko mencederai diri orang lain

dan lingkungan.

b. Respon Kognitif

Gangguan proses pikir, gangguan sensori persepsi: halusinasi

c. Respon Psikososial

Cemas, gangguan komunikasi verbal, koping individu tidak efektif, perubahan proses

keluarga, harga diri rendah, isolasi sosial, resiko bunuh diri.

d. Respon spiritual

Berduka disfungsional, ketidakberdayaan, keputusasaan.

Diagnosa yang sering muncul adalah koping individu tidak efektif dan perubahan

proses pikir

21

Page 22: Bab II Napza

22

Page 23: Bab II Napza

2.2.3 Perencanaan Keperawatan

No

.

Diagnosa

Keperawatan

Intervensi ImplementasidanEval

uasiFormatifTujuan Tindakan Rasional

1. Koping

individu

inefektif

Pasien akan

mengganti perilaku

penyalahgunan obat

dengan respon

koping yang sehat

1. Konfrontasi pasien

dengan perilaku

penyalahgunaan

obat dan

konsekuensinya

2. Bantu pasien untuk

mengidentifikasi

masalah

penyalahgunaan zat

yang dialaminya

3. Libatkan pasien

dalam menguraikan

situasi yang

menyebabkan

perilaku

penyalahgunaan zat

4. Beri dukungan dan

Motivasintukberubahberhub

ungandenganpengakuanterh

adapmasalah yang

menimbulkankemurunganba

giindividu

Identifikasi factor

predisposisisdan stressor

pencetusharusmendahuluipe

rencanaanuntukresponsperil

aku yang lebihadaptif

23

Page 24: Bab II Napza

harapan bahwa

pasien mempunyai

kekuatan utuk

mengatasi

masalahnya

Pasien akan

menerima tanggung

jawab atas

perilakunya

1. Dukung pasien untuk

mau ikut serta dalam

program pengobatan

2. Diskusikan bersama

pasien tentang

kontrak tertulis untuk

perubahan perilaku

yang ditandatangani

oleh pasien dan

perawat

3. Bantu pasien

mengidentifikasi dan

mengadopsi respon

kopig yang lebih

sehat

Denial

danrasionalisasimerupakan

mekanismekopingdisfungsi

onal yang menghambat

proses penyembuhan.

Komitmenpribadiakanmend

ukungkeberhasilanuntuktida

kmenggunakanzat.

24

Page 25: Bab II Napza

Pasien akan

mengidentifikasi dan

mengungkapkan

sistem dukungan

sosial

1. Identifikasi dan

kaji sistem

dukungan sosial

yang tersedia

2. Berikan

dukungan kepada

orang terdekat

3. Jelaskan kepada

pasien dan orang

terdekat

mengenai

masalah

penyalahgunaan

zat dan sumber

yang tersedia

4. Rujuk pasien ke

tempat yang

sesuai dan

berikan

1. Pemakai zat sering

merasa tergantung

dan terisolasi sosial

dan mereka

menggunakan zat

untuk memulihkan

rasa percaya dalam

situasi sosial

2. Perilaku

penyaahgunaan zat

mengasingkan orang

terdekat,

meningkatkan

perasaan terisolasi

3. Sulit untuk

memanipulasi orang

yang telah berperan

serta dalam perilaku

yang sama

5.

25

Page 26: Bab II Napza

dukungan sampai

pasien aktif

dalam program

4. Sistem dukungan

sosial harus selalu

ada dan dapat

diterima pasien.

2. Perubahan

proses pikir

Pasienakanmengatas

iadiksinyadenganam

andanmeminimalkap

erasaantidaknyaman

Pasienakanmenarikd

iridariketergantunga

npadazat

1. Asuhanfisiksuportif:

tanda-tanda vital,

nutrisi, hidrasi,

tindakanpencegahan

terhadapkejang

2. Memberikanpengob

atabsesuaidengajad

waldetoksifikasi

1. Detoksifikasiketergantu

ngansecarafisikdapatber

bahayadanselalutidakny

aman

2. keamananfisikpasienhar

usmerupakanprioritasut

amadalamintervensikep

erawatan.

Pasienakandisorienta

siterhadapwaktu,

tempat, orang,

3. Kajiorientasiseserin

gmungkin;orientasip

asienjikadiperlukan;

3. Fungsikognitifbiasanya

dipengaruhiolehadikasi;

disorientasimenakutkan

26

Page 27: Bab II Napza

dansituasi tempatkan jam

dankalenderditempa

t yang

dapatdiolihatolehpas

ien.

pasien

Pasienakanmelapork

angejalaputusobat

4. Observasigejalaputu

szatsecaraseksamad

engansegeralaporka

ngejala yang

dicurigai

4. Gejalaputuszatdapatme

mberikanmotivasi yang

kuatuntukterusmenggun

akanzat;pengambilanke

putusantergangguolehp

enggunaanzat

Pasienakanmenapsir

kan stimulus

lingkungansecaraben

ar

5. Jelaskansemuanterv

ensi ; tugaskanstaf

yang konsisten ;

berikanpenerangana

ngredup di

kamr;hindarkansuar

aberisik;anjurkankel

uargaatauteman

yang

5. Perubahnsensoridanpers

epsi yang

berhubungandenganpen

ggunaaanobatataualcoh

ol merupakanhal yang

menakutkan ;

secarakonsistenmengur

angiebutuhanuntukmen

afsirkan stimulus

27

Page 28: Bab II Napza

dapatdipercayauntuk

menemanipasien

Pasienakanmengenal

danmembicarakante

ntanghalusinasidand

elusinya

6. Observasiresponterh

adap stimulus

internal;anjurkanpas

ienuntukmenguraika

nhalusinasidandelusi

nya ;

jelaskanhubunganan

tarapengalamanterse

butdengaputuszatadi

ktif.

6. Membantupasienuntuk

mengidentifikasiwaham

ataupengalamanhalusin

asidanmenghubungkann

yadenganputuszatmerup

akanhal yang

menimbulkan rasa

tentrambagipasien.

28

Page 29: Bab II Napza

2.2.4 Implementasi

Pelaksanaan tindakan keperawatan disesuaikan dengan perencanaan yang telah di

buat.

2.2.5 Evaluasi

Didasarkan pada kriteria evaluasi atau evaluasi hasil :

a.Apakah intervensi yang diberikan dapat mencapai tujuan?

b.Apakah klien dapat berkomunikasi tanpa defensif?

c.Apakah klien dapat memberi reaksi yang epat atau sesuai dan dapat memenej

kebutuhan sehari-hari tanpa menggunakan zat atau obat?

d.Apakah kluien aktif di berbagai aktivitas serta sosialisasi?

e.Apakah klien dapat menggunakan sumber-seumber internal sehingga dapat

produktif?

f.Apakah koping klien sudah adaptif?

g.Adakah dukungan keluarga dan lingkungan?

29

Page 30: Bab II Napza

DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI. Pedoman Perawatan Psikiatrik. Jakarta: Depkes RI

Hawari, D. 1999. NAZA. PT. Yogyakarta: Dana Bhakti Prima Yasa

Morgan & Morgan. 1991. Segi Praktis Psikiatrik. Jakarta: Binarupa Aksara

Stuart & Sundeen. 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta:. EGC

Townsend, M. 1998. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Pada Keperawatan Psikiatrik.

Jakarta: EGC

Undang-Undangno. 35 tahun 2009 tentang Narkotika

Undang-Undang No. 5 tahun 1997 tentang Psikotropika

Zainal. 2007. Napza, Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif. http://zenc.wordpress.

com/2007/06/13/napza-narkotika-psikotropika-dan-zat-aditif/ [di ambil tanggal 29

April 2011]

30