Bab II Napza
-
Upload
orien-zaoldyeck -
Category
Documents
-
view
387 -
download
1
Transcript of Bab II Napza
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Permasalahan
Data Badan Narkotika Kota (BNK) menunjukan pada 2009 dari 993 pengguna
narkoba yang ditangkap 40 orangnya adalah perempuan. Hingga pertengahan 2010, dari
400 pengguna narkoba yang ditangkap, jumlah perempuan meningkat menjadi 50 orang.
Dari hasil razia BNK bersama Polrestro Jakarta Pusat selama tahun 2009 dengan jumlah
993 tersangka, 3 di antaranya produsen, 50 persen bandar, sisanya merupakan pengedar
merangkap pemakai. Sebanyak 40 pemakai di antaranya perempuan.
Data ini menunjukkan secara perlahan, tetapi pasti banyak kaum perempuan
yang terjerat penyalahgunaan narkoba. Diduga penyalahgunaan dan penyebab utama
keterlibatan perempuan dengan barang terlarang tersebut diawali ketidaktahuan
ditambah kondisi perekonomian keluarga yang kurang mampu. Terlebih, banyaknya
WNA kulit hitam yang bermukim di lingkungan padat dan mengiming-imingi serta
menawari berbagai kebutuhan dan akhirnya dijadikan kurir.
Melihat permasalahan NAPZA kian meluas, Depsos kemudian membuka panti-
panti rehabilitasi sosial sejak tahun 1973. Pada tahun 1986, Depsos membuka PSPP
Mandiri di Semarang dan panti-panti lainnya di sejumlah kota seperti Medan, Bogor.
Dikatakan, peran serta masyarakat dalam rehabilitasi sosial terus meningkat. Hal itu
ditunjukkan dengan tumbuhnya lembaga-lembaga pelayanan dan rehabilitasi sosial bagi
korban NAPZA. Sejauh ini, tercatat sebanyak 78 lembaga tersebar di seluruh
Indonesia.
Lembaga-lembaga tersebut telah merehabilitasi 22.466 orang. Sedangkan
jumlah eks korban NAPZA yang sudah menerima pelayanan rehabilitasi sosial tahun
2001-2008 sebanyak 46.733 orang," ujarnya. Sementara, dari hasil temuan UNODC
pada tahun 2006, diketahui bahwa penyalahguna NAPZA jenis ganja di dunia mencapai
162,4 juta orang. Sedangkan untuk amphetamin tipe stimulan (ATS) sebanyak 35 juta
1
orang.Dijelaskan, dari jumlah tersebut, pengguna shabu mencapai 25 juta dan ekstasi 10
juta jiwa. Untuk kokain 13,4 juta orang, dan ophiat 15,9 juta jiwa.
Sementara para pemerhati dan praktisi masalah sosial mengatakan, pecandu
NAPZA jenis suntik tidak menggunakan jarum suntiknya sendirian selama bertahun-
tahun. Sehingga, angka pengguna NAPZA tersebut dipastikan akan terus meningkat.
Adapun pemilik panti rehabilitasi adiksi dr Albari Hussein menyatakan, tidak
semua pengguna NAPZA tertampung dalam panti rehabilitasi.
1.2 Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memahami tentang konsep asuhan keperawatan pada pasien
dengan ketergantungan napza
2. Tujuan Khusus
Memahami konsep asuhan keperawatan yang baik pada anak keperawatan pada
klien dengan ketergantungan napza, yang meliputi:
a. Pengkajian pada klien dengan ketergantungan napza
b. Kemungkinan diagnosa pada klien dengan ketergantungan napza
c. Perencanaan pada klien dengan ketergantungan napza
d. Implementasi pada klien dengan ketergantungan napza
e. Evaluasi pada klien dengan ketergantungan napza
1.3 Sistematika Penulisan
Makalah ini terdiri dari tiga bab, yaitu :
BAB I PENDAHULUAN
Pendahuluan berisi latar belakang, tujuan umum, tujuan khusus dan sistematika
penulisan.
BAB II PEMBAHASAN
Pembahasan berisi penjelasan mengenai
2
BAB III SIMPULAN
Merupakan rangkuman dari hasil pembahasan yang berisi simpulan secara
keseluruhan.
3
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Konsep Dasar
2.1.1 Pengertian NAPZA
NAPZA adalah kepanjangan dari narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya.
Menurut Undang-Undangno. 35 tahun 2009, narkotika adalah zat atau obat yang
berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat
menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai
menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.
Menurut Undang-Undang No. 5 tahun 1997, psikotropika adalah zat atau obat,
baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiatpsikoaktif melalui
pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas
padaaktivitas mental dan perilaku.
Zat adiktif lainnya adalah zat, bahan kimia, dan biologi dalam bentuk tunggal
maupun campuran yang dapat membahayakan kesehatan lingkungan hidup secara
langsung dan tidak langsung yang mempunyai sifat karsinogenik, teratogenik,
mutagenik, korosif, dan iritasi. Bahan-bahan berbahaya ini adalah zat adiktif yang
bukan termasuk ke dalam narkotika dan psikoropika, tetapi mempunyai pengaruh dan
efek merusak fisik seseorang jika disalahgunakan (Wresniwiro dkk. 1999).
Penyalahgunaan zat adalah penggunaan zat secara terus-menerus bahkan
sampai/setelah terjadi masalah. (Stuart & Sundeen, 1998)
Jadi, penyalahgunaan NAPZA adalah kondisi dimana zat yang berasal dari
tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menekan
susunan saraf pusat sehingga menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, fisik,
dan mental, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan
ketergantungan.
2.1.2 Jenis-jenis NAPZA
a. Narkotika
Jenis-jenis narkotika berdasarkan bahan pembuatannya adalah:
4
1. Narkotika alami yaitu zat dan obat yang langsung dapat dipakai sebagai narkotik
tanpa perlu adanya proses fermentasi, isolasi dan proses lainnya terlebih dahulu
karena bisa langsung dipakai dengan sedikit proses sederhana. Bahan alami tersebut
umumnya tidak boleh digunakan untuk terapi pengobatan secara langsung karena
terlalu berisiko. Contoh narkotika alami yaitu seperti ganja dan daun kokain.
2. Narkotika sintetis adalah jenis narkotika yang memerlukan proses yang bersifat
sintesis untuk keperluan medis dan penelitian sebagai penghilang rasa
sakit/analgesik. Contohnya yaitu seperti amfetamin, metadon, dekstropropakasifen,
deksamfetamin, dan sebagainya. Narkotika sintetis dapat menimbulkan dampak
sebagai berikut:
Depresan = membuat pemakai tertidur atau tidak sadarkan diri.
Stimulan = membuat pemakai bersemangat dalam beraktivitas kerja dan merasa
badan lebih segar.
Halusinogen = dapat membuat si pemakai jadi berhalusinasi yang mengubah
perasaan serta pikiran.
3. Narkotika semi sintetis yaitu zat/obat yang diproduksi dengan cara isolasi, ekstraksi,
dan lain sebagainya seperti heroin, morfin, kodein, dan lain-lain.
Menurut UU No. 5 tahun 1997 narkotika terdiri dari 3 golongan, yaitu :
1. Golongan I : Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan
pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta
mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan. Contoh :
Heroin, Kokain, Ganja.
2. Golongan II : Narkotika yang berkhasiat pengobatan, digunakan sebagai pilihan
terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan / atau untuk tujuan
pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi
mengakibatkan ketergantungan. Contoh : Morfin, Petidin.
3. Golongan III : Narkotika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan
dalam terapi dan / atau tujuan pengebangan ilmu pengetahuan serta mempunyai
potensi ringan mengakibatkan ketergantungan. Contoh : Codein.
5
b. Psikotropika
Menurut Kepmenkes RI No. 996/MENKES/SK/VIII/2002, psikotropika adalah zat
atau obat, baik sintesis maupun semisintesis yang berkhasiat psikoaktif melalui
pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yangmenyebabkan perubahan khas pada
aktivitas mental dan perilaku. Zat yang tergolong dalam psikotropika (Hawari, 2006)
adalah: stimulansiayang membuat pusat syaraf menjadi sangat aktif karena
merangsangsyaraf simpatis. Termasuk dalam golongan stimulan adalah
amphetamine,ektasy (metamfetamin), dan fenfluramin. Amphetamine sering
disebutdengan speed, shabu-shabu, whiz, dan sulph. Golongan stimulan lainnyaadalah
halusinogen yang dapat mengubah perasaan dan pikiran sehinggaperasaan dapat
terganggu. Sedative dan hipnotika seperti barbiturat danbenzodiazepine merupakan
golongan stimulan yang dapat mengakibatkanrusaknya daya ingat dan kesadaran,
ketergantungan secara fisik danpsikologis bila digunakan dalam waktu lama.
c. Zat Adiktif Lainnya
Zat adiktif lainnya adalah zat, bahan kimia, dan biologi dalam bentuk tunggal maupun
campuran yang dapat membahayakan kesehatan lingkungan hidup secara langsung dan
tidak langsung yang mempunyai sifat karsinogenik, teratogenik, mutagenik, korosif, dan
iritasi. Bahan-bahan berbahaya ini adalah zat adiktif yang bukan termasuk ke dalam
narkotika dan psikoropika, tetapi mempunyai pengaruh dan efek merusak fisik
seseorang jika disalahgunakan (Wresniwiro dkk. 1999). Adapun yang termasuk zat
adiktif ini antara lain:
1. Minuman Alkohol : mengandung etanol etil alkohol, yang berpengaruh menekan
susunan saraf pusat, dan sering menjadi bagian dari kehidupan manusia sehari – hari
dalam kebudayaan tertentu. Jika digunakan bersamaan dengan Narkotika atau
Psikotropika akan memperkuat pengaruh obat / zat itu dalam tubuh manusia. Ada 3
golongan minuman beralkohol :
a. Golongan A : kadar etanol 1 – 5 % ( Bir ).
b. Golongan B : kadar etanol 5 – 20 % ( Berbagai minuman anggur )
c. Golongan C : kadar etanol 20 – 45 % ( Whisky, Vodca, Manson House, Johny
Walker ).
6
2. Inhalasi ( gas yang dihirup ) dan solven ( zat pelarut ) mudah menguap berupa
senyawa organik, yang terdapat pada berbagai barang keperluan rumah tangga, kantor,
dan sebagai pelumas mesin. Yang sering disalahgunakan adalah : Lem, Tiner,
Penghapus Cat Kuku, Bensin.
3. Tembakau : pemakaian tembakau yang mengandung nikotin sangat luas di
masyarakat.
Dalam upaya penanggulangan NAPZA di masyarakat, pemakaian rokok dan
alkohol terutama pada remaja, harus menjadi bagian dari upaya pencegahan, karena
rokok dan alkohol sering menjadi pintu masuk penyalahgunaan NAPZA lain yang
berbahaya.
d. Jenis NAPZA yang sering disalahgunakan
Di dalam masyarakat NAPZA / NARKOBA yang sering disalahgunakan adalah :
1) Opioida, terdapat 3 golongan besar :
a. Opioida alamiah ( Opiat ) : Morfin, Opium, Codein.
b. Opioida semisintetik : Heroin / putauw, Hidromorfin.
c. Opioida sintetik : Metadon.
Nama jalanan dari Putauw : ptw, black heroin, brown sugar.
Heroin yang murni berbentuk bubuk putih, sedangkan yang tidak murni berwarna
putih keabuan.
Dihasilkan dari getah Opium poppy diolah menjadi morfin dengan proses tertentu
dihasilkan putauw, yang kekuatannya 10 kali melebihi morfin.Sedangkan opioda
sintetik mempunyai kekuatan 400 kali lebih kuat dari morfin. Morfin, Codein,
Methadon adalah zat yang digunakan oleh dokter sebagai penghilang sakit yang sangat
kuat, misalnya pada opreasi, penderita cancer.
Reaksi dari pemakaian ini sangat cepat yang kemudian menimbulkan perasaan
ingin menyendiri untuk menikmati efek rasanya dan pada taraf kecanduan pemakai akan
kehilangan percaya diri hingga tak mempunyai keinginan untuk bersosialisasi. Pemakai
akan membentuk dunianya sendiri, mereka merasa bahwa lingkungannya menjadi
musuh.
7
2) Kokain
Kokain berupa kristal putih, rasanya sedikit pahit dan lebih mudah larut
Nama jalanan : koka, coke, happy dust, chalie, srepet, snow / salju.
Cara pemakainnya : membagi setumpuk kokain menjadi beberapa bagian berbaris lurus
diatas permukaan kaca atau alas yang permukaannya datar kemudian dihirup dengan
menggunakan penyedot seperti sedotan atau dengan cara dibakar bersama dengan
tembakau. Penggunaan dengan cara dihirup akan beresiko kering dan luka pada sekitar
lubang hidung bagian dalam.
Efek pemakain kokain : pemakai akan merasa segar, kehilangan nafsu makan,
menambah percaya diri, dan dapat menghilangkan rasa sakit dan lelah.
3) Kanabis
Nama jalanan : cimeng, ganja, gelek, hasish, marijuana, grass, bhang.
Berasal dari tanaman kanabis sativa atau kanabis indica.
Cara penggunaan : dihisap dengan cara dipadatkan menyerupai rokok atau dengan
menggunakan pipa rokok.
Efek rasa dari kanabis tergolong cepat, pemakai cenderung merasa lebih santai, rasa
gembira berlebihan ( euphoria ), sering berfantasi / menghayal, aktif berkomunikasi,
selera makan tinggi, sensitive, kering pada mulut dan tenggorokan.
4) Amphetamine
Nama jalanan : seed, meth, crystal, whiz.
Bentuknya ada yang berbentuk bubuk warna putih dan keabuan dan juga tablet.
Cara penggunaan : dengan cara dihirup. Sedangkan yang berbentuk tablet diminum
dengan air.
Ada 2 jenis Amphetamine :
a. MDMA ( methylene dioxy methamphetamine )
Nama jalanan : Inex, xtc.
Dikemas dalam bentuk tablet dan capsul.
b. Metamphetamine ice
Nama jalanan : SHABU, SS, ice.
Cara pengunaan dibakar dengan mengunakan alumunium foil dan asapnya dihisap
atau dibakar dengan menggunakan botol kaca yang dirancang khusus ( boong ).
8
5) LSD (Lysergic Acid)
Termasuk dalam golongan halusinogen.
Nama jalanan : acid, trips, tabs, kertas.
Bentuk : biasa didapatkan dalam bentuk kertas berukuran kotak kecil sebesar
seperempat perangko dalam banyak warna dan gambar. Ada juga yang berbentuk pil
dan kapsul.
Cara penggunaan : meletakan LSD pada permukaan lidah, dan bereaksi setelah 30 –
60 menit kemudian, menghilang setelah 8 – 12 jam.
Efek rasa : terjadi halusinasi tempat, warna, dan waktu sehingga timbul obsesi yang
sangat indah dan bahkan menyeramkan dan lama – lama menjadikan penggunaanya
paranoid.
6) Sedatif – Hipnotik ( Benzodiazepin )
Termasuk golongan zat sedative ( obat penenang ) dan hipnotika ( obat tidur ).
Nama jalanan : Benzodiazepin : BK, Dum, Lexo, MG, Rohyp.
Cara pemakaian : dengan diminum, disuntikan, atau dimasukan lewat anus.
Digunakan di bidang medis untuk pengobatan pada pasien yang mengalami
kecemasan, kejang, stress, serta sebagai obat tidur.
7) Solvent / Inhalasi
Merupakan uap gas yang digunakan dengan cara dihirup. Contohnya : Aerosol,
Lem, Isi korek api gas, Tiner, Cairan untuk dry cleaning, Uap bensin.
Biasanya digunakan dengan cara coba – coba oleh anak di bawah umur, pada
golongan yang kurang mampu.
Efek yang ditimbulkan : pusing, kepala berputar, halusinasi ringan, mual, muntah
gangguan fungsi paru, jantung dan hati.
8) Alkohol
Merupakan zat psikoaktif yang sering digunakan manusia
Diperoleh dari proses fermentasi madu, gula, sari buah dan umbi – umbian yang
mengahasilkan kadar alkohol tidak lebih dari 15 %, setelah itu dilakukan proses
penyulingan sehingga dihasilkan kadar alkohol yang lebih tinggi, bahkan 100 %.
Nama jalanan : booze, drink.
Efek yang ditimbulkan : euphoria, bahkan penurunan kesadaran
9
2.1.3 Tanda dan Gejala
Tanda
dan
gejala
Opiat Ganja Alkohol AmfetaminZat
halusinogenik
Intoksikasi Eforia
Mengantuk
Bicara cadel
Konstipasi
Penurunan
kesadaran
Gerakan
lambat
Eforia
Mata merah
Mulut kering
Banyak
bicara dan
tertawa
Nafsu makan
meningkat
Gangguan
persepsi
Nadi
meningkat
Cemas
Mata merah
Bicara
cadel
Jalan
sempoyong
an
Perubahan
persepsi
Penurunan
kemampua
n menilai
Gerakan
tidak
terkoordinir
Agresif
Selalu
terdorong
untuk
bergerak
Berkeringat
Bergetar
Cemas
Depresi
Paranoid
Nadi cepat
TD naik
Agresif
Tegang
Euforia
Kejang
Halusinasi
Ilusi
Depresi
Daya nilai
terganggu
Kecemasan
Gejala
putus zat
Nyeri
Mata dan
hidung berair
Perasaan
panas dingin
Diare
Gelisah
Tidak bisa
tidur
Pupil
midriasis
Jarang
ditemukan
Cemas
Tangan
gemetar
Perubahan
persepsi
Gangguan
daya ingat
Tidak bisa
tidur
Tremor
Nadi cepat
Cemas
Depresi
Muka merah
Mudah
marah
Tangan
gemetar
Mual muntah
Tidak bisa
tidur
Tentamen
10
Mual muntah Berkeringat
Mual
muntah
Agresif
suicide
Lelah
Murung
Timbulnya
intoksikasi
Kurang dari 6
sampai dengan
24 jam
Beberapa
jam,
beberapa
hari-
sedativa:
kurang dari
6 jam - 1
minggu
Pemeriksa
an
diagnostik
dan lab
EEG,
urinalisis, urin
lengkap, darah
rutin, khusus
pada alkohol
(Gamma GT,
SGOT,
Trigliserida,
kolesterol)
EEG,
urinalisis,
urin
lengkap,
darah rutin
Urinalisis,
HbsAg,
HIV, EEG,
darah rutin
EEG,
urinalisis, urin
lengkap, darah
rutin, EKG,
foto thorax
EKG,
urinalisis, urin
lengkap, darah
rutin, foto
thorax
2.1.4 Rentang Respon
11
Respon adaptif Maladaptif
Natural
high aktivitas
fisik,
meditasi
Penggunaan
jarang zat:
tobacco,
caffeine,
alcohol, obat-
obat resep dan
terlarang
Penggunaan
sering
- Dependence
- Substance
abuse
- Withdrawal
- tolerance
Respon adaptif – maladaptif dari rentang respon penggunaan zat kimiawi sebagai
koping adalah sebagai berikut :
a. Beberapa NAPZA secara alamiah ada di dalam individu (endorphin), berguna
untuk kebutuhan hidup sehari-hari seperti melakukan aktivitas fisik, meditasi, tetapi
dalam kadar yang selalu ada pada keseimbangan
b. Beberapa individu mengkonsumsi NAPZA seperti: tembakau, kafein, alkohol, obat-
obat resep, dan terlarang dengan penggunaan jarang, sehingga terjadi
ketidakseimbangan akibat adanya peningkatan kadar zat di dalam tubuh
c. Penggunaan zat semakin sering dan ketagihan
d. Ketergantungan zat adiktif (dependence)
Ketergantungan zat adiktif (dependence) adalah kondisi penyalahgunaan yang
lebih berat, telah terjadiketergantungan fisik dan psikologis. Ketergantungan fisik
ditandai dengan kondisi toleransi dan sindroma putus zat
e. Penyalahgunaan zat adiktif (substance abuse)
Penyalahgunaan zat adiktif (substance abuse) adalah penggunaan zat yang
bersifat patologis, relative digunakan lebih sering dari biasanya, walupub pengguna
menderita cukup serius akibat penggunaan tersebut tetapi individu tidak mampu
untuk menghentikan, penggunaan telah berlangsung kurang lebih 1 bulan, sehingga
terjadi penyimpangan perilaku dan mengganggu fungsi sosial, pekerjaan, dan
pendidikan
f. Sindroma putus zat (withdrawal)
12
Pada pemakaian yang terus menerus akan tercapai tingkat dosis toleransi yang
cukup tinggi, jika pengguna menghentikan akan timbul gejala-gejala tertentu sesuai
jenis zat yang disalahgunakannya
g. Toleransi zat (tolerance)
Kondisi ini adalah terjadinya sejumlah penggunaan zat adiktif untuk mencapai
tujuan dari seorang penyalahguna. Kondisi toleransi ini akan terus berlangsung
sampai mencapai dosis yang optimal (overdosis)
2.1.5 Klasifikasi Penyalahgunaan NAPZA
a. Gangguan penggunaan zat: eksperimental
Gangguan penggunaan zat: eksperimental adalah kondisi penggunaan taraf
awal, disebabkan rasa ingin tahu remaja sesuai dengan tumbuh kembang, biasanya
ingin mencari pengalaman baru, sering dikatakan taraf coba-coba
b. Gangguan penggunaan zat: recreational
Penggunaan zat adiktif pada saat berkumpul dengan teman-teman, misal
pertemuan malam mingguan, acara ulang tahun. Penggunaan ini bertujuan rekreasi
kelompok teman sebaya.
c. Gangguan penggunaan zat: situasional
Mempunyai tujuan secara individual, sudah merupakan kebutuhan bagi dirinya
sendiri. Seringkali penggunaan ini merupakan cara untuk mengatasi atau melarikan
diri dari masalah yang dihadapi, saat terjadinya konflik, stress dan frustasi.
d. Penyalahgunaan zat: substance abuse
Penyalahgunaan zat: substance abuse adalah pola penggunaan zat yang
patologis, minimal 1 bulan, sulit menghentikan sehingga terjadi penyimpangan;
perilaku, alam perasaan, memori, proses pikir dan kondisi fisik, dimana obat
digunakan terus menerus, setiap ada masalah atau situasi yang mengancam serta
kegagalan dalam menyelesaikan peran atau tanggung jawab dalam pekerjaan,
sekolah atau rumah.
e. Ketergantungan zat adiktif
13
Penggunaan zat yang menyebabkan ketergantungan fisik dan psikis, dengan
manifestasi terus menerus menggunakan zat, walaupun tahu dapat menyebabkan
ketergantungan.
2.1.6 Penatalaksanaan
a. Pengobatan
Usaha pengobatan dan rehabilitasi dalam bidang ketergantungan obat, satu dengan
yang lainnya sangat erat hubungannya dan tidak bisa dipisah-pisahkan dan sebaiknya di
usahakan secara bersama. Kedua bidang usaha ini titidak saja dikerjakan oleh tenaga
kedokteran, tetapi disiplin dan instansi lain harus diikutsertakan, misalnya instansi
social, pendidikan, kepolisian, lembaga di masyarakat dan lain-lain.
Sasaran dan tujuan dari terapi yang ideal adalah pasien sama sekali tidak memakai
obat (total abstinence) ketidaktergantungan terhadap obat, kemampuan dalam pekerjaan
atau dapat melanjutkan sekolahnya secara teratur, dapat menyesuaikan diri secara
memuaskan dalam masyarakat dan memperoleh keadaan emosional yang stabil. Tetapi
kenyataannya sasaran ideal ini jarang tercapai, walaupun tesedia tenaga, alat dan
fasilitas serba cukup. Maka perlu ditentukan sasaran yang lebih sederhana dan nyata,
misalnya tidak ditekankan lagi pada total abstinence, tetapi bertujuan pada kemantapan
dalm pekerjaan, sekolah secara teratur, penyesuaian dalam masyarakatdan
menghilangkan perbuatan kriminal.
Terapi dan rehabilitasi pada ketergantungan obat meliputi :
a. Terapi pada keadaaan intoksitas akut
Prinsip utama pada terapi ini adalah mempertahankan fungsi-fungsi vital
( pernapasan dan aliran darah)
1) Usaha agar pasien tetap sadar, misalnya dengan mengajak pasien berbicara atau
member kopi kental
2) Usakan tubuh pasien tidak kedinginan (diselimuti).
3) Bila pasien baru saja makan obat narkotika, usahakan agar pasien muntah dengan
merangsang tenggorokannya. Bila obat narkotika barusaja disuntikan melalui
14
vena, ikatlah lengannya, sedemikian rupa sehingga tidak menghambat pembuluh
arteri.
4) Apabila pernapasan lambat dan dangkal, usahakan pernapasan buatan dan kalau
perlu bawa ke I.C.U
b. Terapi pada Keadaan Lepas Obat (Detoxification Withdrawal Treatment)
Terapi ini harus memperhatikan derajat ketergantungan fisik atau derajat atau
derajat toleransi pasien terhadap jenis obat yang digunakan oleh pasien.
Bahan-bahan seperti marihuana dan hashish jarang menimbulkan reaksi yang cukup
hebat dan memerlukan pertolongan medis pada keadaan lepas obat. Kadang-kadang
timbul keadaan panic yang akut, dan pertolongan harus dipusatkan pada latar belakang
persoalan kepribadian pemakai dan bukan pada obat itu sendiri.
Pengobatan simptomatik saja biasanya sudah mencukupi selama masa lepas obat,
tapi kadang-kadang dipelukan pengobatan komplikasi medik.
c. Terapi pada komplikasi medik (fisik, psikologik atau psikiatrik) dan sosial
1) Komplikasi fisik (misalnya hepatitis, abses, bronchitis dan sebagainya),
ditanggulangi menurut pengobatan yang lazim untuk masing-masing keadaan.
2) Komplikasi psikologi atau psikiatrik
Sebagaimana diketahui banyak diantara pasien ketergantungan obat yang
mempunyai gangguan jiwa seperti kelainan kepribadian, kepribadian yang imatur,
anxietas, depresi bahkan psikotik. Kelainan psikiatrik dapat merupakan penyebab
penyalahgunaan obat, akan tetapi penyalahgunaan obat dapat menimbulkan
kelainan psikiatrik. Tindakan perawatan sesuai dengan gejala psikiatrik.
3) Komplikasi social
Usaha ditujukan untuk meningkatkan perasaan tanggungjawab social, baik bagi
penyalahguna obat maupun keluarganya melali kegiatan individual atau social
case work, social group work, family case work, dan community guidance di
tempat penyalahgunaan obat atau lingkungan sekitarnya berupa penerangan yang
terus-menerus kapada kelompok khusus (pasien maupun orang yang berhubungan
dengan mereka).
15
b. Rehabilitasi
Rehabilitasi adalah usaha memberikan bimbingan dan pengarahan yang
sistematik dan kontinu dan dilakukan bersama-sama orang tua.
Selain rehabilitasi juga resosialisasi dan edukasi diberikan pada pasien dalam
masyarakat seperti vocational training (usaha untuk mengembangkan keluwesan dan
kecekatan dalam melakukan keterampilan rumah tangga sehari-hari, mengatur dan
menyesuaikan diri dengan lingkungannya, latihan pelbagai keterampilan), penyaluran
pada lowongan-lowongan pekerjaan, penyaluan kesekolah, pembinaan hubungan yang
baik dan bemanfaat dengan keluarga, masyarakat dan sebagainya.
Terapi dan rehabilitasi pasien dengan ketergantungan obat bukanlah persoalan
fisik atau badaniah semata-mata, seperti penyakit malaria atau thypoid melainkan juga
persoalan mental atau psikologik dan social.
Yang terpenting adalah pembinaan mental pasien, seorang pasien bila ingin
sembuh betul-betul harus mengubah mentalnya sedemikian rupa, sehingga ia kuat
menahan godaan atau menghadapi persoalan hidup yang bias menjatuhkan dirinya lagi
ke dalam perangkap ketergantungan obat.
Kesedian mental untuk menjalani terapi dan rehabilitasi adalh syarat pertama,
termasuk kesediaan mental untuk mengubah kepribadian kearah kepribadian yang lebih
matang (mature) dan luwes (flexible).
2.2 Konsep Asuhan Keperawatan Penyalahgunaan NAPZA
2.2.1 Pengkajian
1. Faktor Predisposisi
a. Faktor Biologis
1) Akibat pemakaian yang lama
a) Opiat (heroin, putaw)
- Paru: bronkhopneumonia, edema paru
- Jantung: endokarditis
- Hepar: hepatitis C
- Penyakit menular seksual & HIV/AIDS
16
b) Kanabis (ganja, cimeng)
- Daya tahan tubuh menurun dan mudah infeksi
- Kerusakan mukosa mulut berwarna hitam & kotor
- Radang saluran nafas kronis (bronkhitis)
c) Kokain
- Aritmia jantung
- Ulkus lambung
- Perforasi septum nasi
- Kerusakan paru
- Malnutrisi , karena makan tidak teratur dan tidak diperhatikan & anemia
d) Alkohol
- Sal.Cerna: tukak lambung, perdarahan usus dan gastritis, kanker
- Hepar: sirosis hepatis & kanker hati
e) Stimulansia (amfetamin, ekstasi, shabu)
- Perdarahan intrakranial
- Denyut jantung tidak teratur
- Malnutrisi & anemia
- Gangguan jiwa (depresi berat, psikosis,paranoid)
f) Inhalansia
- Toksis pada hepar, otak, paru, jantung & ginal
- Cepat lelah
- Kulit membiru
2) Akibat pola hidup yang berubah
- Berkurangnya selera makan.
- Kurangnya perhatian terhadap mutu makanan & kebersihan diri,kurang
gizi, kurus, pucat, penyakit kulit & gigi berlubang.
3) Akibat alat suntik & bahan pencampur yang tidak steril
- Sepsis, abses, hepatitis disebabkan karena obat pelarut atau alat suntik yang
tidak steril.
- Endokarditis dijumpai pada pasien yang mempergunakan obat secara
suntikan dan seringkali gejala satu-satunya yang ditemukan adalah demam.
17
- HIV/AIDS
- Tetanus
- Infeksi kulit/abses pada bekas suntikan
4) Komplikasi pada persalinan
Apabila ibu yang sedang hamil memakai obat jenis opiat, barbiturat atau
minum alkohol sampai saat terakhir kehamilannya, maka bayi yang dilahirkan akan
mengalami gejala lepas obat yang berbahaya. Gejala yang tampak yaitu:
- Irritable
- Tremor
- Menangis dengan suara tinggi
- Napasnya cepat
- Banyak keringat
- Keluar air mata
- Mencret
- Muntah
- Tak suka makan
- Kejang-kejang
- Cyanosis
- Bisa hingga Koma
b. Faktor Psikologi
Kepribadian: dependen, anti sosial, mudah cemas, gelisah, dan curiga.
Komunikasi: pembicaraan kacau
Disfungsi keluarga : tidak stabil, tidak adanya contoh peran yang positif, orang
tua yang adiksi, pola asuh keluarga yang salah atau otoriter, atau terlalu
permisif.
Harga diri rendah sering berhubungan dengan penganiayaan pada masa kanak-
kanak
Depresi : Depresi banyak dijumpai pada pasien penyalahgunaan obat, baik
sebagai penyebab maupun sebagai akibat penyalahgunaan obat. Keadaan depresi
juga dijumpai pada pasien yang menghentikan kebiasaannya memakai
amfetamin. (Stuart & Sundeen, 1998)
18
c. Faktor Sosial Kultur
Kemiskinan, pengangguran, daerah tertentu yang menggunakan alkohol pada
upacara adat dan keagamaan, lingkungan tempat tinggal, teman sekolah, teman
sebaya banyak menggunakan atau mengedarkan zat, ketersediaan dan penerimaan
sosial terhadap penggunaan obat, ambivalens sosial tentang penggunaan dan
penyalahgunaan berbagai zat (tembakau, alkohol, dan marijuana), sikap, nilai,
norma, dan sanksi kultural, kebangsaan etnisiti, dan agama, kemiskinan dengan
keluarga yang tidak stabil dan keterbatasan kesempatan. (Stuart & Sundeen, 1998)
3. Faktor Presipitasi
d. Pernyataan untuk mandiri sehingga butuh teman sebaya sebagai pengakuan.
e. Problem solving: konflik, stress, jenuh, gelisah, tegang, akibat kehilangan orang
terdekat, drop out sekolah, phk.
f. Kebutuhan pertumbuhan perkembangan, seperti rasa ingin tahu, pengalaman
baru, tumbuh kembang yang menyimpang pada pra atau pubertas.
g. Terapi menghilangkan rasa nyeri, memberikan rasa segar, depresi, cemas
h. Diasingkan dari lingkungan sosial, tekanan teman sebaya (dibujuk atau diancam)
i. Kompleksitas dan ketegangan akibat kehidupan modern
b. Tersedianya, mudah mendapatkan dan anggapan bahwa zat adiktif dapat
menyelesaikan masalah serta pengaruh film.
c. Putus zat yaitu penghentian penggunaan zat adiktif yang akan menimbulkan
gejala-gejala yang dinamakan kondisi withdrawl.
(Stuart & Sundeen, 1998)
3. Sumber-sumber Koping
Komunikasi efektif, assertif, sistem pendukung sosial yang kuat, alternatif
kegiatan yang menyenangkan, teknik reduksi stres, keterampilan kerja, motivasi untuk
merubah perilaku. (Stuart & Sundeen, 1998)
19
4. Mekanisme Koping
Penyalahgunaan zat menunjukan kegagalan upaya mengatasi masalah.
Mekanisme koping yang lebih sehat dan perilaku adaptif lain mungkin tidak adekuat
atau tidak mengembangkan. Mekanisme pertahanan ego yang khas digunakan oleh
penyalahgunaan zat meliputi: denial, rasionalisasi, memproyeksikan tanggung jawab
terhadap perilakunya, dan mengurangi jumlah alkohol atau obat yang digunakan. (Stuart
& Sundeen, 1998)
5. Perilaku
Perilaku yang menunjukkan terdapatnya masalah penyalahgunaan zat
dapat dikaji dengan menggunakan alat penyaring. Alat penyaring itu
diantaranya yaitu Alat Penyaring Penyalahgunaan Obat Ringkas Brief Drug
Abuse Screening Tool (B-DAST) dan CAGE untuk alkoholisme. Sementara itu
terdapat tabel yang dapat digunakan untuk membadingkan kadar alkohol darah
dengan perilaku yang tampak dan terdapat tabel untuk meringkas perilaku yang
berhubungan dengan penyalahgunaan zat.
(Stuart & Sundeen, 1998)
6. Pemeriksaan Diagnostik dan Lab
Alkohol Ganja Oploida XTC Zat Hal
Pemeriksa
an
diagnostik
& lab
EEG,
Urinalisis,
urine
lengkap,
darah rutin,
khusus pada
alkohol(gam
ma GT,
SGOT,
Trigliserid,
EEG
urinali
sis,
urine
lengka
p,
darah
rutin
Urinalisis,
HbsAg,
HIV,
EEG,
darah rutin
Urinalisis,
urine
lengkap,
EKG,
EEG, foto
thorax,
darah rutin
Urinalisis,
urine
lengkap,
EKG, foto
thorax, darah
rutin
20
kholesterol)
2.2.2 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan Primer pada klien dengan penyalahgunaan zat menurut NANDA,
adalah:
a. Respon Biologis:
Gangguan tumbuh kembang, potensial infeksi, gangguan rasa nyaman: nyeri, Self
Care deficit, disfungsi sexual, gangguan pola tidur, Resiko mencederai diri orang lain
dan lingkungan.
b. Respon Kognitif
Gangguan proses pikir, gangguan sensori persepsi: halusinasi
c. Respon Psikososial
Cemas, gangguan komunikasi verbal, koping individu tidak efektif, perubahan proses
keluarga, harga diri rendah, isolasi sosial, resiko bunuh diri.
d. Respon spiritual
Berduka disfungsional, ketidakberdayaan, keputusasaan.
Diagnosa yang sering muncul adalah koping individu tidak efektif dan perubahan
proses pikir
21
22
2.2.3 Perencanaan Keperawatan
No
.
Diagnosa
Keperawatan
Intervensi ImplementasidanEval
uasiFormatifTujuan Tindakan Rasional
1. Koping
individu
inefektif
Pasien akan
mengganti perilaku
penyalahgunan obat
dengan respon
koping yang sehat
1. Konfrontasi pasien
dengan perilaku
penyalahgunaan
obat dan
konsekuensinya
2. Bantu pasien untuk
mengidentifikasi
masalah
penyalahgunaan zat
yang dialaminya
3. Libatkan pasien
dalam menguraikan
situasi yang
menyebabkan
perilaku
penyalahgunaan zat
4. Beri dukungan dan
Motivasintukberubahberhub
ungandenganpengakuanterh
adapmasalah yang
menimbulkankemurunganba
giindividu
Identifikasi factor
predisposisisdan stressor
pencetusharusmendahuluipe
rencanaanuntukresponsperil
aku yang lebihadaptif
23
harapan bahwa
pasien mempunyai
kekuatan utuk
mengatasi
masalahnya
Pasien akan
menerima tanggung
jawab atas
perilakunya
1. Dukung pasien untuk
mau ikut serta dalam
program pengobatan
2. Diskusikan bersama
pasien tentang
kontrak tertulis untuk
perubahan perilaku
yang ditandatangani
oleh pasien dan
perawat
3. Bantu pasien
mengidentifikasi dan
mengadopsi respon
kopig yang lebih
sehat
Denial
danrasionalisasimerupakan
mekanismekopingdisfungsi
onal yang menghambat
proses penyembuhan.
Komitmenpribadiakanmend
ukungkeberhasilanuntuktida
kmenggunakanzat.
24
Pasien akan
mengidentifikasi dan
mengungkapkan
sistem dukungan
sosial
1. Identifikasi dan
kaji sistem
dukungan sosial
yang tersedia
2. Berikan
dukungan kepada
orang terdekat
3. Jelaskan kepada
pasien dan orang
terdekat
mengenai
masalah
penyalahgunaan
zat dan sumber
yang tersedia
4. Rujuk pasien ke
tempat yang
sesuai dan
berikan
1. Pemakai zat sering
merasa tergantung
dan terisolasi sosial
dan mereka
menggunakan zat
untuk memulihkan
rasa percaya dalam
situasi sosial
2. Perilaku
penyaahgunaan zat
mengasingkan orang
terdekat,
meningkatkan
perasaan terisolasi
3. Sulit untuk
memanipulasi orang
yang telah berperan
serta dalam perilaku
yang sama
5.
25
dukungan sampai
pasien aktif
dalam program
4. Sistem dukungan
sosial harus selalu
ada dan dapat
diterima pasien.
2. Perubahan
proses pikir
Pasienakanmengatas
iadiksinyadenganam
andanmeminimalkap
erasaantidaknyaman
Pasienakanmenarikd
iridariketergantunga
npadazat
1. Asuhanfisiksuportif:
tanda-tanda vital,
nutrisi, hidrasi,
tindakanpencegahan
terhadapkejang
2. Memberikanpengob
atabsesuaidengajad
waldetoksifikasi
1. Detoksifikasiketergantu
ngansecarafisikdapatber
bahayadanselalutidakny
aman
2. keamananfisikpasienhar
usmerupakanprioritasut
amadalamintervensikep
erawatan.
Pasienakandisorienta
siterhadapwaktu,
tempat, orang,
3. Kajiorientasiseserin
gmungkin;orientasip
asienjikadiperlukan;
3. Fungsikognitifbiasanya
dipengaruhiolehadikasi;
disorientasimenakutkan
26
dansituasi tempatkan jam
dankalenderditempa
t yang
dapatdiolihatolehpas
ien.
pasien
Pasienakanmelapork
angejalaputusobat
4. Observasigejalaputu
szatsecaraseksamad
engansegeralaporka
ngejala yang
dicurigai
4. Gejalaputuszatdapatme
mberikanmotivasi yang
kuatuntukterusmenggun
akanzat;pengambilanke
putusantergangguolehp
enggunaanzat
Pasienakanmenapsir
kan stimulus
lingkungansecaraben
ar
5. Jelaskansemuanterv
ensi ; tugaskanstaf
yang konsisten ;
berikanpenerangana
ngredup di
kamr;hindarkansuar
aberisik;anjurkankel
uargaatauteman
yang
5. Perubahnsensoridanpers
epsi yang
berhubungandenganpen
ggunaaanobatataualcoh
ol merupakanhal yang
menakutkan ;
secarakonsistenmengur
angiebutuhanuntukmen
afsirkan stimulus
27
dapatdipercayauntuk
menemanipasien
Pasienakanmengenal
danmembicarakante
ntanghalusinasidand
elusinya
6. Observasiresponterh
adap stimulus
internal;anjurkanpas
ienuntukmenguraika
nhalusinasidandelusi
nya ;
jelaskanhubunganan
tarapengalamanterse
butdengaputuszatadi
ktif.
6. Membantupasienuntuk
mengidentifikasiwaham
ataupengalamanhalusin
asidanmenghubungkann
yadenganputuszatmerup
akanhal yang
menimbulkan rasa
tentrambagipasien.
28
2.2.4 Implementasi
Pelaksanaan tindakan keperawatan disesuaikan dengan perencanaan yang telah di
buat.
2.2.5 Evaluasi
Didasarkan pada kriteria evaluasi atau evaluasi hasil :
a.Apakah intervensi yang diberikan dapat mencapai tujuan?
b.Apakah klien dapat berkomunikasi tanpa defensif?
c.Apakah klien dapat memberi reaksi yang epat atau sesuai dan dapat memenej
kebutuhan sehari-hari tanpa menggunakan zat atau obat?
d.Apakah kluien aktif di berbagai aktivitas serta sosialisasi?
e.Apakah klien dapat menggunakan sumber-seumber internal sehingga dapat
produktif?
f.Apakah koping klien sudah adaptif?
g.Adakah dukungan keluarga dan lingkungan?
29
DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI. Pedoman Perawatan Psikiatrik. Jakarta: Depkes RI
Hawari, D. 1999. NAZA. PT. Yogyakarta: Dana Bhakti Prima Yasa
Morgan & Morgan. 1991. Segi Praktis Psikiatrik. Jakarta: Binarupa Aksara
Stuart & Sundeen. 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta:. EGC
Townsend, M. 1998. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Pada Keperawatan Psikiatrik.
Jakarta: EGC
Undang-Undangno. 35 tahun 2009 tentang Narkotika
Undang-Undang No. 5 tahun 1997 tentang Psikotropika
Zainal. 2007. Napza, Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif. http://zenc.wordpress.
com/2007/06/13/napza-narkotika-psikotropika-dan-zat-aditif/ [di ambil tanggal 29
April 2011]
30