BAB II MEKANISME PENYELESAIAN PERSELISIHAN...

40
BAB II MEKANISME PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL A. Ruang Lingkup Perselisihan Hubungan Industrial 1. Sejarah Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Dalam bidang perburuhan, perselisihan ini mulai dikenal sejak zaman pemerintahan Hindia Belanda yakni bermula sebagai akibat dari buruh kereta api yang pertama kali melakukan pemogokan. 22 22 H. Zainal Asikin, Dasar-Dasar Hukum Perburuhan, (Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2006), hal. 206. Di mana yang pertama kali diatur oleh Pemerintah Hindia Belanda dalam bidang ketenagakerjaan adalah cara penyelesaian perselisihan hubungan industrial, khususnya di sektor pengangkutan kereta api dengan dibentuknya verzoeningsraad (dewan pendamai). Peraturan tentang dewan pendamai bagi perusahaan kereta api dan term untuk Jawa dan Madura adalah Universitas Sumatera Utara

Transcript of BAB II MEKANISME PENYELESAIAN PERSELISIHAN...

Page 1: BAB II MEKANISME PENYELESAIAN PERSELISIHAN …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/37044/5/Chapter II.pdf · 23 Zaeni Asyhadie II, Kerja Hukum Ketenagakerjaan Bidang Hubungan

BAB II

MEKANISME PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

A. Ruang Lingkup Perselisihan Hubungan Industrial

1. Sejarah Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial

Dalam bidang perburuhan, perselisihan ini mulai dikenal sejak zaman

pemerintahan Hindia Belanda yakni bermula sebagai akibat dari buruh kereta api

yang pertama kali melakukan pemogokan.22

22 H. Zainal Asikin, Dasar-Dasar Hukum Perburuhan, (Jakarta, PT Raja Grafindo Persada,

2006), hal. 206.

Di mana yang pertama kali diatur oleh

Pemerintah Hindia Belanda dalam bidang ketenagakerjaan adalah cara penyelesaian

perselisihan hubungan industrial, khususnya di sektor pengangkutan kereta api

dengan dibentuknya verzoeningsraad (dewan pendamai). Peraturan tentang dewan

pendamai bagi perusahaan kereta api dan term untuk Jawa dan Madura adalah

Universitas Sumatera Utara

Page 2: BAB II MEKANISME PENYELESAIAN PERSELISIHAN …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/37044/5/Chapter II.pdf · 23 Zaeni Asyhadie II, Kerja Hukum Ketenagakerjaan Bidang Hubungan

Regerings Besluit tanggal 26 Februari 1923, Stb. 1923 No. 80 yang kemudian diganti

dengan Stb. 1926 No. 224. Namun, pada tahun 1937 peraturan di atas dicabut dan

diganti dengan Regerings Besluit tanggal 24 November 1937, Stb. 1937 No. 31

Tentang Peraturan Dewan Pendamai bagi perusahaan kereta api dan term yang

berlaku untuk seluruh Indonesia.23

Sedangkan tugas dewan pendamai ini ialah : memberi perantaraan jika di

perusahaan kereta api dan trem timbul atau akan terjadi perselisihan perburuhan yang

akan atau telah mengakibatkan pemogokan atau dengan jalan lain merugikan

kepentingan umum. Pada tahun 1939 dikeluarkan peraturan cara menyelesaikan

perselisihan perburuhan pada perusahaan lain di luar kereta api (S. 1939 Nomor 407)

Regerings Besluit tanggal 20 Juli 1939 peraturan ini kemudian diubah dengan S. 1948

Nomor 238.

24

Itulah peraturan-peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah Hindia Belanda

sehubungan dengan masalah perselisihan perburuhan pada waktu itu terjadi.

Selanjutnya pada awal kemerdekaan perselisihan industrial tidak begitu tajam atau

belum sampai pada taraf yang penting dan mengganggu perekonomian. Hal ini dapat

dimaklumi karena segala perhatian bangsa dan seluruh rakyat Indonesia pada waktu

itu ditujukan pada bagaimana cara mempertahankan negara kita yang ingin direbut

kembali oleh pemerintah Belanda.

25

23 Zaeni Asyhadie II, Hukum Kerja Hukum Ketenagakerjaan Bidang Hubungan Kerja,

(Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2007), hal. 129. 24 H. Zainal Asikin, Op.Cit. hal. 208. 25 Ibid. hal. 209.

Universitas Sumatera Utara

Page 3: BAB II MEKANISME PENYELESAIAN PERSELISIHAN …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/37044/5/Chapter II.pdf · 23 Zaeni Asyhadie II, Kerja Hukum Ketenagakerjaan Bidang Hubungan

Perselisihan-perselisihan perburuhan yang besar dan penting yang disertai

pemogokan mulai timbul setelah pengakuan kedaulatan, karena kaum buruh dan

rakyat pada umumnya dengan penuh kesadaran akan harga pribadi mulai

membelokkan perhatiannya ke arah perjuangan dalam lapangan sosial ekonomi.26

Namun, karena terus-menerus terjadi pemogokan yang menyebabkan keamanan dan

ketertiban sangat terganggu, dikeluarkanlah Peraturan Kekuasaan Militer tanggal 13

Februari 1951 Nomor 1 Tentang Penyelesaian Pertikaian Perburuhan. Peraturan ini

melarang adanya pemogokan di perusahaan yang vital, yakni dengan mengancam

barang siapa yang melakukan pemogokan dan atau menutup perusahaan dihukum

dengan hukuman kurungan setinggi-tingginya satu tahun atau denda setinggi-

tingginya Rp 10.000,00.27

Namun, karena dalam kenyataannya peraturan ini tidak membawa hasil

seperti yang diinginkan maka pada tahun 1951 juga pemerintah mengeluarkan

undang-undang yakni Undang-Undang Darurat Nomor 16 Tahun 1951 Tentang

Penyelesaian Perselisihan Perburuhan.

28

26 Agusmidah, Dinamika Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, (Medan USU Press, 2010), hal.

140. 27 Zaeni Asyhadie II, Op.Cit. hal 132. 28 H. Zainal Asikin, Op.Cit. hal. 211.

Dan ternyata dalam pelaksanaannya juga

belum mampu menuntaskan masalah-masalah perburuhan pada masa itu. Undang-

undang darurat ini sering mendapat kecaman dari para pihak, khususnya serikat buruh

karena dipandangnya sebagai peraturan pengekangan terhadap hak mogok karena

pihak yang hendak melakukan tindakan terhadap pihak lainnya, harus

Universitas Sumatera Utara

Page 4: BAB II MEKANISME PENYELESAIAN PERSELISIHAN …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/37044/5/Chapter II.pdf · 23 Zaeni Asyhadie II, Kerja Hukum Ketenagakerjaan Bidang Hubungan

memberitahukan maksudnya dengan surat kepada panitia daerah. Tindakan itu baru

boleh dilakukan secepat-cepatnya tiga minggu sesudah pemberitahuan itu diterima

oleh panitia daerah. Pelanggaran terhadap ketentuan ini diancam dengan pidana.29

Adanya kecaman-kecaman inilah yang mendorong dicabutnya Undang-

Undang Darurat Nomor 16 Tahun 1951 dan sebagai penggantinya pada tanggal 8

April 1957 diundangkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1957 Tentang

Penyelesaian Perselisihan Perburuhan (LN. 1957 Nomor 42).

30

Undang-Undang No. 22 Tahun 1957 Tentang Penyelesaian Perselisihan

Perburuhan pada tahap awal mensyaratkan perselisihan diselesaikan secara

musyawarah untuk mencapai mufakat yang dilaksanakan oleh para pihak yang

berselisih. Apabila tidak dicapai perdamaian antara pihak yang berselisih setelah

dicari upaya penyelesaian oleh para pihak, maka baru diusahakan penyelesaiannya

oleh Badan Penyelesaian Perselisihan Perburuhan. Badan ini juga dalam mencari

penyelesaian harus tetap berpedoman pada asas musyawarah untuk mencapai mufakat

serta harus pula memberi kesempatan kepada para pihak yang berselisih sebelum

mengambil keputusan.

31

Berdasarkan Pasal 1 ayat (e) Undang-Undang No. 22 Tahun 1957 Tentang

Penyelesaian Perselisihan Perburuhan, secara tegas untuk yang pertama kali dikenal

sebutan pegawai yang diberi tugas untuk memberikan perantaraan (Pasal 3 ayat (2)).

Pegawai adalah pegawai Departemen Tenaga Kerja yang ditunjuk oleh Menteri

29 Zaeni Asyhadie II, Op.Cit. hal. 133. 30 H. Zainal Asikin, Op.Cit. hal. 212. 31 Agusmidah, Op.Cit. hal. 144.

Universitas Sumatera Utara

Page 5: BAB II MEKANISME PENYELESAIAN PERSELISIHAN …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/37044/5/Chapter II.pdf · 23 Zaeni Asyhadie II, Kerja Hukum Ketenagakerjaan Bidang Hubungan

Tenaga Kerja untuk memberikan perantaraan dalam perselisihan perburuhan. Dalam

pelaksanaan tugasnya, pegawai perantara dapat bertindak sebagai juru penengah, juru

pendamai, atau sebagai juru pemisah.32

a. Terjadi perbedaan paham dalam pelaksanaan hukum perburuhan. Hal ini

tercermin dari tindakan pekerja/ buruh atau pengusaha yang melanggar suatu

ketentuan hukum. Misalnya pengusaha tidak mempertanggungkan buruh/

pekerjanya pada program Jamsostek, membayar upah di bawah ketentuan standar

minimum yang berlaku, tidak memberikan cuti dan sebagainya.

2. Jenis Perselisihan Hubungan Industrial

Menurut Charles D. Drake perselisihan antara pekerja/ buruh dengan

pengusaha dapat terjadi karena didahului oleh pelanggaran hukum juga dapat terjadi

karena bukan pelanggaran hukum. Perselisihan perburuhan yang terjadi akibat

pelanggaran hukum pada umumnya disebabkan karena :

b. Tindakan pengusaha yang diskriminatif, misalnya jabatan, jenis pekerjaan,

pendidikan, masa kerja yang sama tapi karena perbedaan jenis kelamin lalu

diperlakukan berbeda.33

Sedangkan perselisihan perburuhan yang terjadi tanpa didahului oleh suatu

pelanggaran, umumnya disebabkan oleh :

a. Perbedaan dalam menafsirkan hukum perburuhan. Misalnya menyangkut cuti

melahirkan dan gugur kandungan, menurut pengusaha buruh/ pekerja wanita

32 Adrian Sutedi, Op.Cit. hal. 102. 33 Lalu Husni, Op.Cit. hal. 42

Universitas Sumatera Utara

Page 6: BAB II MEKANISME PENYELESAIAN PERSELISIHAN …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/37044/5/Chapter II.pdf · 23 Zaeni Asyhadie II, Kerja Hukum Ketenagakerjaan Bidang Hubungan

tidak berhak atas cuti penuh karena mengalami gugur kandungan, tetapi menurut

buruh/ serikat buruh hak cuti harus tetap diberikan dengan upah penuh meskipun

buruh hanya mengalami gugur kandungan atau tidak melahirkan.

b. Terjadi karena ketidaksepahaman dalam perubahan syarat-syarat kerja, misalnya

buruh/ serikat buruh menuntut kenaikan upah, uang makan, transport, tetapi

pihak pengusaha tidak menyetujuinya.34

Berdasarkan ketentuan Pasal 2 Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 Tentang

Penyelesaian Hubungan Industrial, bahwa jenis-jenis perselisihan hubungan industrial

meliputi :

a. Perselisihan hak, yaitu perselisihan yang timbul karena tidak dipenuhinya hak,

akibat adanya perbedaan pelaksanaan atau penafsiran terhadap ketentuan

peraturan perundang-undangan, perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau

perjanjian kerja bersama.35

Dari pengertian di atas jelaslah bahwa perselisihan hak (rechtsgeschil)

merupakan perselisihan hukum karena perselisihan ini terjadi akibat pelanggaran

kesepakatan yang telah dibuat oleh para pihak termasuk di dalamnya hal-hal

yang sudah ditentukan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Karena itu, menurut Imam Soepomo, perselisihan hak terjadi karena tidak adanya

persesuaian paham mengenai pelaksanaan hubungan kerja.

34 Ibid. 35 Asri Wijayanti, Op.Cit. hal. 180.

Universitas Sumatera Utara

Page 7: BAB II MEKANISME PENYELESAIAN PERSELISIHAN …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/37044/5/Chapter II.pdf · 23 Zaeni Asyhadie II, Kerja Hukum Ketenagakerjaan Bidang Hubungan

b. Perselisihan kepentingan, yaitu perselisihan yang timbul dalam hubungan kerja

karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pembuatan, dan/ atau

perubahan syarat-syarat kerja yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, atau

peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.36 Dari pengertian mengenai

perselisihan kepentingan tersebut, jelaslah perbedaannya dengan perselisihan

hak. Di mana tentang perselisihan hak, objek sengketanya adalah tidak

dipenuhinya hak yang telah ditetapkan karena adanya perbedaan dalam

implementasi atau penafsiran ketentuan peraturan perundang-undanngan,

perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama yang

melandasi hak yang disengketakan. Sedangkan dalam perselisihan kepentingan,

objek sengketanya karena tidak adanya kesesuaian paham/ pendapat mengenai

pembuatan, dan/ atau perubahan syarat-syarat kerja yang ditetapkan dalam

perjanjian kerja, atau peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

Dengan kata lain, dalam perselisihan hak yang dilanggar adalah hukumnya, baik

yang ada dalam peraturan perundang-undangan, dalam perjanjian kerja, peaturan

perusahaan, atau perjanjian kerja bersama. Sedangkan dalam perselisihan

kepentingan menyangkut pembuatan hukum dan/ atau perubahan terhadap

substansi hukum yang sudah ada.37

c. Perselisihan pemutusan hubungan kerja, yaitu perselisihan yang timbul karena

tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pengakhiran hubungan kerja yang

36 Ibid. 37 Lalu Husni, Op.Cit. hal.45.

Universitas Sumatera Utara

Page 8: BAB II MEKANISME PENYELESAIAN PERSELISIHAN …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/37044/5/Chapter II.pdf · 23 Zaeni Asyhadie II, Kerja Hukum Ketenagakerjaan Bidang Hubungan

dilakukan oleh salah satu pihak.38 Perselisihan mengenai pemutusan hubungan

kerja yang paling banyak terjadi selama ini. Pemutusan hubungan kerja dapat

terjadi atas inisiatif dari pihak pengusaha maupun buruh/ pekerja, di mana dari

pihak pengusaha melakukan pemutusan hubungan kerja dikarenakan buruh/

pekerja melakukan berbagai tindakan pelanggaran. Demikian sebaliknya, para

buruh/ pekerja juga dapat mengajukan permohonan untuk dilakukan pemutusan

hubungan pemutusan kerja karena pihak pengusaha tidak melaksanakan

kewajiban yang teelah disepakati atau bertindak sewenang-wenang kepada

buruh/ pekerja. Pemutusan Hubungan Kerja seringkali tidak dapat dihindari. Hal

ini dapat dipahani karena hubungan antara buruh/ pekerja dengan pengusaha

didasarkan atas kesepakatan untuk mengikatkan diri dalam suatu hubungan kerja.

Jika salah satu pihak sudah tidak menghendaki lagi untuk terikat atau diteruskan

dalam hubungan kerja, sulit untuk mempertahankan hubungan kerja yang

harmonis di antara kedua belah pihak.39

d. Perselisihan antarserikat pekerja/ serikat buruh, yaitu perselisihan antara serikat

pekerja/ serikat buruh dengan serikat pekerja/ serikat buruh lain hanya dalam satu

perusahaan, karena tidak adanya persesuaian paham mengenai keanggotaan,

pelaksanaan hak, dan kewajiban keserikatpekerjaan.

40

38 Asri Wijayanti, Loc.Cit. 39 Lalu Husni, Op.Cit. hal. 47. 40 Asri Wijayanti, Loc.Cit.

Perselisihan ini biasanya

Universitas Sumatera Utara

Page 9: BAB II MEKANISME PENYELESAIAN PERSELISIHAN …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/37044/5/Chapter II.pdf · 23 Zaeni Asyhadie II, Kerja Hukum Ketenagakerjaan Bidang Hubungan

menyangkut masalah dominasi keanggotaan dan keterwakilan dalam

perundingan pembuatan perjanjian kerja bersama (PKB) di suatu perusahaan.41

Dengan pertimbangan-pertimbangan di atas, Undang-Undang No. 2 Tahun

2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial mengatur penyelesaian

perselisihan hubungan industrial yang disebabkan oleh :

a. Perbedaan pendapat atau kepentingan mengenai keadaan ketenagakerjaan yang

belum diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja

bersama, atau peraturan perundang-undangan.

b. Kelalaian atau ketidakpatuhan salah satu atau para pihak dalam melaksanakan

ketentuan normatif yang telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan

perusahaan, perjanjian kerja bersama, atau peraturan perundang-undangan.

c. Pengakhiran hubungan kerja.

d. Perbedaan pendapat antarserikat pekerja/ serikat buruh dalam satu perusahaan

mengenai pelaksanaan hak dan kewajiban keserikatpekerjaan.42

B. Tata Cara Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial di Luar Pengadilan

1. Penyelesaian melalui Bipartit

Perselisihan hubungan industrial wajib diupayakan penyelesaiannya terlebih

dahulu melalui perundingan bipartit secara musyawarah untuk mufakat. Penyelesaian

perselisihan yang demikian merupakan penyelesaian perselisihan terbaik karena

41 Maimun, Hukum Ketenagakerjaan Suatu Pengantar, (Jakarta, PT Pradnya Paramita, 2007),

hal. 153. 42 Ibid. hal. 182.

Universitas Sumatera Utara

Page 10: BAB II MEKANISME PENYELESAIAN PERSELISIHAN …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/37044/5/Chapter II.pdf · 23 Zaeni Asyhadie II, Kerja Hukum Ketenagakerjaan Bidang Hubungan

masing-masing pihak dapat langsung berbicara dan dapat memperoleh kepuasan

tersendiri dikarenakan tidak ada campur tangan dari pihak ketiga. Selain itu,

penyelesaian perselisihan melalui bipartit dapat menekan biaya dan menghemat

waktu. Itulah sebabnya UU No. 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan

Hubungan Industrial Pasal 3 mengharuskan perundingan bipartit secara musyawarah

untuk mufakat dilakukan terlebih dahulu dalam setiap perselisihan hubungan

industrial sebelum diajukan kepada lembaga penyelesaian perselisihan.

Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 10 Undang-Undang No. 2 Tahun 2004

Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, perundingan bipartit adalah

perundingan antara pekerja/ buruh atau serikat pekerja/ serikat buruh dengan

pengusaha untuk menyelesaikan perselisihan hubungan industrial. Upaya bipartit

diatur dalam Pasal 3 sampai dengan Pasal 7 Undang-Undang No. 2 Tahun 2004

Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.

Penyelesaian perselisihan melalui bipartit harus diselesaikan paling lama 30

(tiga puluh) hari kerja sejak tanggal dimulainya perundingan. Apabila dalam jangka

waktu 30 (tiga puluh) hari salah satu pihak menolak untuk berunding atau telah

dilakukan perundingan, tetapi tidak mencapai kesepakatan, maka perundingan bipartit

dianggap gagal.43

Apabila dalam perundingan bipartit berhasil mencapai kesepakatan maka

dibuat perjanjian bersama (PB) yang mengikat dan menjadi hukum serta wajib

dilaksanakan oleh para pihak. Dalam hal perjanjian bersama (PB) tidak dilaksanakan

43 Asri Wijayanti, Op.Cit, hal. 185.

Universitas Sumatera Utara

Page 11: BAB II MEKANISME PENYELESAIAN PERSELISIHAN …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/37044/5/Chapter II.pdf · 23 Zaeni Asyhadie II, Kerja Hukum Ketenagakerjaan Bidang Hubungan

oleh salah satu pihak maka pihak yang dirugikan dapat mengajukan permohonan

eksekusi pada Pengadilan Hubungan Industrial di Pengadilan Negeri di wilayah

perjanjian bersama (PB) didaftar untuk mendapat penetapan eksekusi.44 Apabila

perundingan bipartit gagal maka salah satu atau kedua belah pihak mencatatkan

perselisihannya kepada instansi yang bertanggungjawab di bidang ketenagakerjaan

setempat dengan melampirkan bukti bahwa upaya-upaya penyelesaian melalui

perundingan bipartit telah dilakukan.45 Apabila bukti tersebut tidak dilampirkan

risalah penyelesaian secara bipartit, instansi tersebut harus mengembalikan berkas

untuk dilengkapi paling lambat tujuh hari sejak diterimanya pengembalian.46

a. nama lengkap dan alamat para pihak;

Berdasarkan Pasal 6 ayat (2) Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 Tentang

Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial diatur mengenai risalah perundingan

yang bunyinya sebagai berikut :

“ Risalah perundingan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya memuat :

b.tanggal dan tempat perundingan; c. pokok masalah atau alasan perselisihan; d.pendapat para pihak; e. kesimpulan atau hasil perundingan; dan f. tanggal serta tanda tangan para pihak yang melakukan perundingan.

Tidak adanya pihak ketiga dalam penyelesaian secara bipartit ini

menunjukkan proses yang dijalankan adalah negosiasi. Di mana negosiasi merupakan

komunikasi dua arah yang dirancang untuk mencapai kesepakatan pada saat kedua

44 Adrian Sutedi, Op.Cit, hal. 110. 45 Asri Wijayanti, Loc.Cit. 46 Zaeni Asyhadie II, Op.Cit, hal.150.

Universitas Sumatera Utara

Page 12: BAB II MEKANISME PENYELESAIAN PERSELISIHAN …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/37044/5/Chapter II.pdf · 23 Zaeni Asyhadie II, Kerja Hukum Ketenagakerjaan Bidang Hubungan

belah pihak memiliki berbagai kepentingan yang sama maupun yang berbeda.

Negosiasi merupakan sarana bagi pihak-pihak yang bersengketa untuk mendiskusikan

penyelesaiannya tanpa keterlibatan pihak ketiga penengah, baik yang tidak

berwenang mengambil keputusan (mediasi) maupun yang berwenang (arbitrase dan

litigasi).47

a. Bagaimana kebutuhan anda terhadap pihak lawan.

Ciri khas daripada negosiasi adalah adanya tawar-menawar antara para

pihak, di mana tawar-menawar tersebut bersifat relatif dan tergantung dari beberapa

hal, yaitu :

b. Bagaimana kebutuhan pihak lain terhadap anda.

c. Bagaimana alternatif kedua belah pihak dan

d. Apa persepsi para pihak mengenai kebutuhan serta pilihan-pilihannya.48

Untuk melakukan negosiasi yang baik dan berhasil diperlukan suatu strategi

atau taktik negosiasi, di mana setiap negosiator diharuskan mampu mengetahui

kemampuan terendah mereka sendiri dan kemampuan pihak lawan dalam tawar-

menawar. Selain itu dalam melakukan negosiasi, negosiator harus berusaha mencari

informasi dari pihak lain untuk melakukan tawar-menawar yang akan dijadikan dasar

untuk memperkirakan kemampuan pihak lain.

Dalam Undang-Undang No. 22 tahun 1957 Tentang Penyelesaian Perselisihan

Perburuhan, bipartit sistem adalah upaya damai antara buruh dengan majikan

(pengusaha) atau mencari penyelesaian perselisihan secara damai dengan jalan

47 Suyud Margono, Op.Cit, hal. 49. 48 Lalu Husni, Op.Cit, hal. 57.

Universitas Sumatera Utara

Page 13: BAB II MEKANISME PENYELESAIAN PERSELISIHAN …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/37044/5/Chapter II.pdf · 23 Zaeni Asyhadie II, Kerja Hukum Ketenagakerjaan Bidang Hubungan

perundingan. Apabila pada perusahaan itu memiliki SPSI (Serikat Pekerja Seluruh

Indonesia), maka kepentingan buruh diwakili oleh SPSI, akan tetapi apabila belum

ada, maka buruh mewakili kepentingannya sendiri.49

Akan tetapi apabila pihak-pihak yang berselisih tidak dapat menyelesaikan

persoalannya itu sendiri dan tidak berkehendak menyelesaikannya dengan arbitrase

oleh juri (dewan pemisah) maka hal itu oleh para pihak atau oleh salah satu pihak

diberitahukan secara tertulis kepada Pegawai Kementerian Perburuhan yang ditunjuk

oleh Menteri Perburuhan untuk memberikan perantaran dalam perselisihan hubungan

industrial.

50

Setelah menerima pemberitahuan tersebut maka pegawai Depnaker

(Departemen Tenaga Kerja dan Transmigasi) mengadakan penyelidikan tentang

duduknya perkara perselisihan dan sebab-sebabnya, selambat-lambatnya 7 (tujuh)

hari terhitung mulai tanggal penerimaan surat pemberitahuan tersebut, jika pegawai

berpendapat bahwa suatu perselisihan tidak dapat diselesaikan dengan perantaraan

olehnya, maka hal itu oleh pegawai segera diserahkan kepada Panitia Daerah, dengan

memberitahukan hal itu kepada pihak-pihak yang berselisih.

51

Tetapi jika perundingan antara kedua belah pihak itu menghasilkan

persetujuan maka persetujuan yang telah disepakati tersebut disusun menjadi suatu

49 Darwan Prinst, Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, (Bandung, PT Citra Aditya Bakti, 1994), hal. 182.

50 Ibid. 51 Ibid.

Universitas Sumatera Utara

Page 14: BAB II MEKANISME PENYELESAIAN PERSELISIHAN …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/37044/5/Chapter II.pdf · 23 Zaeni Asyhadie II, Kerja Hukum Ketenagakerjaan Bidang Hubungan

perjanjian perburuhan yang memiliki kekuatan hukum sebagai undang-undang dan

wajib dilaksanakan oleh pihak-pihak yang mengadakan perjanjian tersebut.

2. Penyelesaian melalui Mediasi

Upaya penyelesaian perselisihan melalui mediasi diatur dalam Pasal 8 sampai

dengan Pasal 16 Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian

Perselisihan Hubungan Industrial. Mediasi adalah intervensi terhadap suatu sengketa

oleh pihak ketiga yang dapat diterima, tidak berpihak dan netral serta membantu para

pihak yang berselisih mencapai kesepakatan secara sukarela terhadap permasalahan

yang disengketakan. Penyelesaian perselisihan melalui mediasi dilakukan oleh

mediator yang berada di setiap kantor instansi yang bertanggung jawab di bidang

ketenagakerjaan Kabupaten/ Kota.52

a. Jika perundingan bipartit gagal, salah satu atau kedua belah pihak mencatatkan

perselisihannya kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang

ketenagakerjaan setempat dengan melampirkan bukti upaya penyelesaian secara

bipartit sudah dilakukan;

Penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui mediasi menurut

ketentuan Pasal 4 Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian

Perselisihan Hubungan Industrial, didahului dengan tahapan sebagai berikut :

b. Setelah menerima pencatatan, instansi yang bertanggung jawab di bidang

ketenagakerjaan wajib menawarkan kepada para pihak untuk menyepakati

memilih penyelesaian melalui konsiliasi atau arbitrase;

52 Asri Wijayanti, Op.Cit, hal. 187.

Universitas Sumatera Utara

Page 15: BAB II MEKANISME PENYELESAIAN PERSELISIHAN …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/37044/5/Chapter II.pdf · 23 Zaeni Asyhadie II, Kerja Hukum Ketenagakerjaan Bidang Hubungan

c. Jika dalam waktu 7 (tujuh) hari para pihak tidak menetapkan pilihan, instansi

yang bertanggung jawab di bidang ketenagakeerjaan melimpahkan penyelesaian

kepada mediator.53

Pemerintah mengangkat seorang mediator yang bertugas melakukan mediasi

dalam menyelesaikan sengketa antara buruh/ pekerja dengan pengusaha, di mana

pengangkatan dan akomodasi mediator ditetapkan oleh Menteri Tenaga Kerja.

Berdasarkan ketentuan yang berlaku umum, penyelesaian perselisihan melalui

mediasi tidak terdapat unsur paksaan. Para pihak meminta secara sukarela kepada

mediator untuk membantu penyelesaian konflik yang terjadi. Oleh sebab itu, mediator

tidak memiliki kewenangan untuk memaksa, mediator hanya berkewajiban bertemu

atau mempertemukan pihak yang bersengketa dan berkedudukan membantu para

pihak agar dapat mencapai kesepakatan yang hanya dapat diputuskan oleh para pihak

yang berselisih.

Berdasarkan ketentuan Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 Tentang

Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, dalam proses penyelesaian

perselisihan melalui mediasi, mediator harus sudah mengadakan penelitian mengenai

duduk perkaranya dan harus segera mengadakan sidang mediasi dalam waktu

selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah menerima pelimpahan perkara

perselisihan. Dalam jangka waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja sejak

menerima pelimpahan perselisihan, mediator harus sudah menyelesaikan tugas

mediasi tersebut.

53 Lalu Husni, Op.Cit, hal. 62.

Universitas Sumatera Utara

Page 16: BAB II MEKANISME PENYELESAIAN PERSELISIHAN …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/37044/5/Chapter II.pdf · 23 Zaeni Asyhadie II, Kerja Hukum Ketenagakerjaan Bidang Hubungan

Mediator dapat memanggil saksi atau saksi ahli untuk hadir dalam sidang

mediasi guna diminta dan didengar keterangannya. Setiap orang yang dimintai

keterangan oleh mediator dalam dalam sidang mediasi wajib untuk memberikannya

termasuk memperlihatkan bukti-bukti atau surat-surat yang diperlukan, misalnya

buku tentang upah, surat perjanjian kerja, surat perintah lembur, dan lain-lain.

Apabila pihak yang diminta keterangan ini tidak bersedia memberikannya maka dapat

dikenai sanksi pidana kurungan paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 6

(enam) bulan dan atau denda paling sedikit Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah)

dan paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).54

Apabila dalam sidang mediasi tercapai kesepakatan, maka dibuat perjanjian

bersama yang ditandatangani para pihak dan disaksikan mediator untuk didaftarkan

pada Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah para pihak

mengadakan perjanjian bersama untuk mendapatkan Akta Bukti Perjanjian

Bersama.

Saksi atau saksi ahli

yang datang memenuhi panggilan dalam sidang mediasi tersebut berhak untuk

memperoleh penggantian biaya perjalanan dan juga akomodasi yang jumlahnya

ditetapkan dengan Keputusan Menteri. Keterangan-keterangan yang diperoleh dari

kesaksian para saksi maupun saksi ahli wajib dijaga kerahasiannya oleh mediator.

55

a. Mediator mengeluarkan anjuran tertulis;

Namun jika tidak tercapai kesepakatan dalam penyelesaian perselisihan

melalui mediasi, maka :

54 Maimun, Op.Cit, hal. 156. 55 Ibid.

Universitas Sumatera Utara

Page 17: BAB II MEKANISME PENYELESAIAN PERSELISIHAN …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/37044/5/Chapter II.pdf · 23 Zaeni Asyhadie II, Kerja Hukum Ketenagakerjaan Bidang Hubungan

b. Anjuran tertulis sebagaimana dimaksud pada huruf a dalam waktu selambat-

lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja sejak sidang mediasi pertama harus sudah

disampaikan kepada para pihak;

c. Para pihak harus sudah harus memberikan jawaban secara tertulis kepada

mediator yang isinya menyetujui atau menolak anjuran tertulis dalam waktu

selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja setelah menerima anjuran tertulis;

d. Pihak yang tidak memberikan pendapatnya sebagaimana dimaksud pada huruf c

dianggap menolak anjuran tertulis;

e. Dalam hal para pihak menyetujui anjuran tertulis sebagaimana dimaksud dalam

huruf a, maka dalam waktu selambat-lambatnya 3 (tiga) hari kerja sejak anjuran

tertulis disetujui, mediator harus sudah selesai membantu para pihak membuat

Perjanjian Bersama untuk kemudian didaftar di Pengadilan Hubungan Industrial

pada Pengadilan Negeri di wilayah hukum pihak-pihak mengadakan Perjanjian

Bersama untuk mendapatkan akta bukti pendaftaran.56

Apabila Perjanjian Bersama yang telah didaftarkan tersebut tidak

dilaksanakan oleh salah satu pihak, pihak yang dirugikan dapat mengajukan

permohonan eksekusi kepada Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan

Negeri di wilayah Perjanjian Bersama didaftarkan untuk mendapat penetapan

eksekusi.

57

56 Asri Wijayanti, Op.Cit, hal. 187. 57 Agusmidah, Op.Cit, hal. 154.

Namun jika pemohon eksekusi berdomisili di luar Pengadilan Negeri

tempat Perjanjian Bersama tersebut, maka pemohon eksekusi dapat mengajukan

Universitas Sumatera Utara

Page 18: BAB II MEKANISME PENYELESAIAN PERSELISIHAN …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/37044/5/Chapter II.pdf · 23 Zaeni Asyhadie II, Kerja Hukum Ketenagakerjaan Bidang Hubungan

permohonan eksekusi tersebut kepada Pengadilan Hubungan Industrial pada

Pengadilan Negeri di wilayah domisili pemohon eksekusi untuk kemudian dapat

diteruskan ke Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri yang

berkompeten untuk melaksanakan eksekusi.

Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif

Penyelesaian Sengketa, nampak tidak adil. Lembaga Arbitrase dalam Undang-

Undang ini, dibahas secara lengkap dan sempurna dalam 80 pasal, sedangkan

Alternatif Penyelesaian Sengketa hanya disebut dalam 2 pasal saja, yaitu dalam Pasal

1 butir 10 dan dalam Pasal 6, yang terdiri atas 9 ayat.58

Dalam Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan

Penyelesaian Sengketa Alternatif ini, mengenai penyelesaian perselisihan secara

mediasi diatur dalam Pasal 6 ayat (3) sampai dengan ayat (9). Hanya saja dalam

Undang-Undang ini disebutkan jika mediator yang ditunjuk oleh para pihak tidak

membawa hasil, para pihak dapat menghubungi sebuah Lembaga Arbitrase atau

lembaga penyelesaian sengketa untuk menunjuk seorang mediator. Mediator yang

ditunjuk dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari harus mengupayakan

penyelesaian secara tertulis dan ditandatangani para pihak serta harus didaftarkan di

Pengadilan Negeri. Jika mediasi tidak berhasil mendamaikan para pihak, berdasarkan

kesepakatan para pihak secara tertulis dapat mengajukan penyelesaian perselisihan

melalui Lembaga Arbitrase. Penyelesaian secara mediasi dalam Undang-Undang No.

58 Pendapat Retnowulan Sutantio seperti dikutip dari buku yang berjudul Mediasi dan

Perdamaian (Jakarta, Mahkamah Agung Republik Indonesia, 2005), hal. 23.

Universitas Sumatera Utara

Page 19: BAB II MEKANISME PENYELESAIAN PERSELISIHAN …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/37044/5/Chapter II.pdf · 23 Zaeni Asyhadie II, Kerja Hukum Ketenagakerjaan Bidang Hubungan

30 Tahun 1999 hampir sama dengan tata cara yang diatur dalam Undang-Undang No.

2 Tahun 2004.59

Dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 1957 Tentang Penyelesaian

Perselisihan Perburuhan, tidak menggunakan kalimat penyelesaian melalui mediasi

tetapi menggunakan kallimat penyelesaian secara tripartit sistem. Pengertian

penyelesaian perburuhan/ industrial secara tripartit yaitu bahwa perselisihan tersebut

terjadi antara pekerja/buruh dengan pengusaha tidak dapat diselesaikan secara

bipartit, maka upaya selanjutnya diselesaikan melalui forum yang dihadiri oleh wakil

pengusaha, wakil pekerja/ buruh (SPSI) dan wakil Pemerintah c.q. Departemen

Tenaga Kerja.

60

Apabila dalam suatu perselisihan satu pihak hendak melakukan tindakan

(pemutusan hubungan kerja, tidak membayar upah, dan lain-lain) terhadap pihak lain

maka maksud tersebut harus diberitahukan dengan surat kepada pihak lainnya dan

kepada Ketua Panitia Daerah. Dalam surat tersebut harus diterangkan bahwa benar-

Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Daerah (P4D) didirikan di

tempat yang ditetapkan oleh Menteri Tenga Kerja sebagaimana diatur dalam Pasal 5

ayat (1) Undang-Undang No. 22 Tahun 1957 Tentang Penyelesaian Perselisihan

Perburuhan. Oleh karena itu, tidak di seluruh Kantor Departemen Tenaga Kerja

Tingkat II memiliki Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Daerah, melainkan

hannya di tempat-tempat yang ditentukan oleh Menteri Tenaga Kerja.

59 Lalu Husni, Op.Cit, hal. 66. 60 Hartono Widodo, dkk, Segi Hukum Penyelesaian Perselisihan Perburuhan, (Jakarta, CV

Rajawali, 1992), hal. 50.

Universitas Sumatera Utara

Page 20: BAB II MEKANISME PENYELESAIAN PERSELISIHAN …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/37044/5/Chapter II.pdf · 23 Zaeni Asyhadie II, Kerja Hukum Ketenagakerjaan Bidang Hubungan

benar telah diadakan perundingan yang mendalam mengenai pokok-pokok

perselisihan antara buruh dan majikan yang dikuasai/ diperantarai oleh Pegawai atau

benar-benar permintaan untuk berunding telah ditolak dan pihak lainnya atau telah

dua kali dalam jangka waktu dua minggu tidak berhasil mengajak pihak lainnya

untuk berunding mengenai hal-hal yang menyangkut perselisihan.61 Kemudian

penerimaan pemberitahuan tersebut oleh Ketua Panitia Daerah dicatat tanggal, hari

penerimaan, dan diberitahukan dengan surat kepada pihak-pihak yanng berselisih.62

(1) Panitia Daerah memberikan perantaraan untuk menyelesaikan perselisihan segera setelah menerima penyerahan perkara perselisihan termaksud pada Pasal 4 ayat (2);

Dalam Pasal 7 Undang-Undang No. 22 Tahun 1957 Tentang Penyelesaian

Perselisihan Perburuhan mengatur sebagai berikut :

(2) Panitia Daerah negara mengadakan perundingan dengan pihak-pihak yang berselisihan dan mengusahakan serta memimpin perundingan-perundingan antara pihak yang bersselisih ke arah mencapai penyelesaian secara damai;

(3) Persetujuan yang tercapai karena perundingan termaksud pada Pasal 4 ayat (1) mempunyai kekuatan hukum sebagai perjanjian perburuhan.

Dari perumusan pasal tersebut di atas, dapat dimengerti bahwa P4D juga

adalah sebagai perantara untuk menyelesaikan perselisihan secara damai. Untuk itu ia

harus menggunakan segala upaya dan menimbang sesuatu dengan mengingat hukum,

perjanjian yang ada, kebiasaan, keadilan dan kepentingan negara. P4D berhak

memberikan putusan yang berupa anjuran kepada pihak-pihak yang berselisih.63

61 Darwan Prinst, Op.Cit, hal. 184. 62 Ibid. 63 Ibid.

Hal

tersebut dimaksudkan agar para pihak yang berselisih dapat menerima suatu

Universitas Sumatera Utara

Page 21: BAB II MEKANISME PENYELESAIAN PERSELISIHAN …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/37044/5/Chapter II.pdf · 23 Zaeni Asyhadie II, Kerja Hukum Ketenagakerjaan Bidang Hubungan

penyelesaian tertentu. Di samping itu, Panitia Daerah berhak memnberikan putusan

yang bersifat mengikat, bilamana suatu perselisihan sukar diselesaikan dengan suatu

putusan yang berupa anjuran (Pasal 8 Undang-Undang No. 22 Tahun 1957) dan

putusan ini diserahkan kepada mereka yang berselisih dengan melalui surat pos

tercatat atau dengan perantaraan pegawai kepaniteraan P-4 Daerah.64

Konsiliasi Hubungan Industrial yang selanjutnya disebut konsiliasi adalah

penyelesaian perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja atau

perselisihan antarserikat pekerja/ serikat buruh hanya dalam satu perusahaan melalui

musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih konsiliator yang netral.

3. Penyelesaian melalui Konsiliasi

Penyelesaian melalui konsiliasi (conciliation) ini dilakukan melalui seorang

atau beberapa orang atau badan sebagai penengah yang disebut konsiliator dengan

mempertemukan atau memberi fasilitas kepada pihak-pihak yang berselisih untuk

menyelesaikan perselisihannya secara damai. Konsiliator ikut serta secara aktif

memberikan solusi terhadap masalah yang diperselisihkan.

65

64 Hartono Widodo, dkk, Op.Cit, hal.51. 65 Pasal 1 angka 13 Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan

Hubungan Industrial

Sedangkan yang dimaksud dengan Konsiliator Hubungan Industrial yang selanjutnya

disebut dengan konsiliator adalah seorang atau lebih yang memenuhi syarat-syarat

sebagai konsiliator ditetapkan oleh Menteri, yang bertugas melakukan konsiliasi dan

wajib memberikan anjuran tertulis kepada para pihak yang berselisih untuk

Universitas Sumatera Utara

Page 22: BAB II MEKANISME PENYELESAIAN PERSELISIHAN …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/37044/5/Chapter II.pdf · 23 Zaeni Asyhadie II, Kerja Hukum Ketenagakerjaan Bidang Hubungan

menyelesaikan perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja atau

perselisihan antarserikat pekerja/ serikat buruh hanya dalam satu perusahaan.66

Tata cara penyelesaian perselisihan melalui konsiliasi tidak jauh berbeda

dengan tata cara penyelesaian perselisihan melalui mediasi, yaitu menyelesaikan

perselisihan di luar pengadilan untuk tercapainya kesepakatan dari para pihak yang

berselisih. Demikian juga dengan jangka waktu penyelesaiannya, undang-undang

memberikan waktu penyelesaian selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja

terhitung sejak menerima permintaan penyelesaian perselisihan sama halnya dengan

proses penyelesaian perselisihan melalui mediasi. Yang perlu diperhatikan bahwa,

berbeda dengan mediator, seorang konsiliator bukan berstatus sebagai pegawai

pemerintah. Konsiliator dapat memberikan konsiliasi setelah memperoleh izin dan

terdaftar di kantor instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan

kabupaten/ kota.

67

Konsiliator tidak diberikan kewenangan dalam menyelesaikan perselisihan

hak terkadang dipertanyakan oleh sebagian kalangan. Kemudian dikemukakan salah

satu alasan, bahwa akan timbul kesan monopoli kewenangan dan atau meragukan

kemampuan konsiliator untuk menangani perselisihan hak/ hukum, padahal syarat

untuk menjadi konsiliator selain memiliki pengalaman di bidang hubungan industrial

Lingkup perselisihan yang dapat ditangani melalui konsiliasi

adalah perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja dan

perselisihan antarserikat pekerja/ serikat buruh dalam satu perusahaan

66 Pasal 1 angka 14 Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan

Hubungan Industrial 67 Adrian Sutedi, Op.Cit, hal. 112.

Universitas Sumatera Utara

Page 23: BAB II MEKANISME PENYELESAIAN PERSELISIHAN …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/37044/5/Chapter II.pdf · 23 Zaeni Asyhadie II, Kerja Hukum Ketenagakerjaan Bidang Hubungan

sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun, juga menguasai peraturan perundang-undangan

di bidang ketenagakerjaan sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 19 ayat (1).68

a. Beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;

Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh seorang konsiliator adalah sebagai

berikut :

b. Warga negara Indonesia;

c. Berumur sekurang-kurangnya 45 tahun;

d. Berpendidikan sekurang-kurangnya Strata Satu (S1);

e. Berbadan sehat menurut surat keterangan dokter;

f. Berwibawa, jujur, adil, dan berkelakuan tidak tercela;

g. Memiliki pengalaman di bidang hubungan industrial sekurang-kurangnya 5

(lima) tahun, yakni :

1) Penyelesaian perselisihan hubungan industrial;

2) Kuasa hukum penyelesaian perselisihan hubungan industrial;

3) Pengurus serikat pekerja/ serikat buruh atau pengurus organisasi pengusaha;

4) Konsultan hukum di bidang hubungan industrial;

5) Pengelola sumber daya manusia di perusahaan;

6) Dosen, tenaga pengajar, dan peneliti di bidang hubungan industrial;

7) Narasumber atau pembicara dalam seminar, lokakarya, symposium dan lain-

lain di bidang hubungan industrial;

h. Menguasai peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan;

68 Agusmidah, Op.Cit, hal. 156.

Universitas Sumatera Utara

Page 24: BAB II MEKANISME PENYELESAIAN PERSELISIHAN …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/37044/5/Chapter II.pdf · 23 Zaeni Asyhadie II, Kerja Hukum Ketenagakerjaan Bidang Hubungan

i. Syarat lain yang ditetapkan oleh Menteri.69

Apabila seorang calon konsiliator tidak memenuhi pengalaman lima tahun

untuk salah satu kegiatan, maka pengalaman lima tahun tersebut dapat diperhitungkan

dari penggabungan beberapa kegiatan dimaksud dengan dibuktikan oleh surat

keterangan kepala instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan

kabupaten/ kota setempat.

Berdasarkan ketentuan di dalam Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 Tentang

Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, maka penyelesaian perselisihan

melalui konsiliasi dilakukan dengan cara sebagai berikut :

a. Penyelesaian oleh konsiliator dilaksanakan setelah para pihak mengajukan

permintaan penyelesaian secara tertulis kepada konsiliator yang ditunjuk dan

disepakati oleh para pihak;70

b. Dalam waktu paling lambat 7 (tujuh) hari setelah menerima pelimpahan

penyelesaian perselisihan secara tertulis, konsiliator harus sudah mengadakan

penelitian tentang duduknya perkara dan selambat-lambatnya pada hari kerja

kedelapan harus sudah dilakukan sidang konsiliasi pertama;

71

c. Konsiliator dapat memanggil saksi atau saksi ahli untuk hadir dalam sidang

konsiliasi guna diminta dan didengar keterangannya;

72

69 Zaeni Asyhadie I, Op.Cit, hal. 117. 70 Pasal 18 ayat (2) Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan

Hubungan Industrial. 71 Pasal 20 Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan

Industrial. 72 Pasal 21 ayat (1) Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan

Hubungan Industrial.

Universitas Sumatera Utara

Page 25: BAB II MEKANISME PENYELESAIAN PERSELISIHAN …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/37044/5/Chapter II.pdf · 23 Zaeni Asyhadie II, Kerja Hukum Ketenagakerjaan Bidang Hubungan

d. Dalam hal tercapai kesepakatan penyelesaian perselisihan hubungan industrial

melalui konsiliasi, maka dibuat Perjanjian Bersama yang ditandatangani oleh

para pihak dan disaksikan oleh konsiliator dan di daftar di Pengadilan Hubungan

Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah hukum pihak-pihak mengadakan

Perjanjian Bersama untuk mendapatkan akta bukti pendaftaran;73

e. Dalam hal tidak tercapainya kesepakatan penyelesaian perselisihan melalui

konsiliasi, maka :

1) Konsiliator mengeluarkan anjuran tertulis;

2) Anjuran tertulis tersebut selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari sejak sidang

konsiliasi pertama harus sudah disampaikan kepada para pihak;

3) Para pihak dalam waktu 10 (sepuluh) hari sejak menerima anjuran tersebut

sudah harus memberikan jawaban kepada konsiliator yang isinya menyetujui

atau menolak anjuran yang dibuat konsiliator;

4) Jika para pihak tidak memberikan pendapatnya, maka dia dianggap menolak

anjuran tertulis tersebut;

5) Jika anjuran tertulis tersebut disetujui, maka dalam waktu selambat-

lambatnya 3 (tiga) hari sejak anjuran tertulis tersebut disetujui, konsiliator

harus sudah selesai membantu para pihak membuat Perjanjian Bersama yang

kemudian akan didaftarkan ke Pengadilan Hubungan Industrial di

73 Pasal 23 ayat (1) Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan

Hubungan Industrial.

Universitas Sumatera Utara

Page 26: BAB II MEKANISME PENYELESAIAN PERSELISIHAN …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/37044/5/Chapter II.pdf · 23 Zaeni Asyhadie II, Kerja Hukum Ketenagakerjaan Bidang Hubungan

Pengadilan Negeri di wilayah hukum para pihak mengadakan Perjanjian

Bersama tersebut untuk kemudian mendapatkan akta bukti pendaftaran.74

f. Apabila Perjanjian Bersama yang telah didaftarkan tersebut tidak dilaksanakan

oleh salah satu pihak, pihak yang dirugikan dapat mengajukan permohonan

eksekusi kepada Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di

wilayah Perjanjian Bersama didaftarkan untuk mendapat penetapan eksekusi.

75

g. Dalam hal di mana pemohon eksekusi berdomisili di luar Pengadilan Negeri

tempat pendaftaran Perjanjian Bersama, maka pemohon eksekusi dapat

mengajukan permohonan tersebut melalui Pengadilan Hubungan Industrial di

wilayah domisili pemohon eksekusi untuk kemudian diteruskan ke Pengadilan

Hubungan Industrial di Pengadilan Negeri yang berkompeten dalam

melaksanakan eksekusi tersebut.

76

h. Jika anjuran tertulis yang dibuat oleh konsiliator ditolak oleh salah satu pihak,

maka salah satu pihak atau para pihak dapat melanjutkan penyelesaian pada

Pengadilan Negeri setempat.

77

i. Konsiliator harus sudah menyelesaikan tuganya dalam waktu selambat-

lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja sejak menerima permintaan penyelesaian

perselisihan.

78

74 Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan

Hubungan Industrial. 75 Pasal 23 ayat (1) huruf b Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian

Perselisihan Hubungan Industrial. 76 Pasal 23 ayat (3) huruf c Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian

Perselisihan Hubungan Industrial. 77 Pasal 24 ayat (1) Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan

Hubungan Industrial.

Universitas Sumatera Utara

Page 27: BAB II MEKANISME PENYELESAIAN PERSELISIHAN …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/37044/5/Chapter II.pdf · 23 Zaeni Asyhadie II, Kerja Hukum Ketenagakerjaan Bidang Hubungan

4. Penyelesaian melalui Arbitrase

Arbitrase merupakan penyelesaian sengketa di luar pengadilan berdasarkan

kesepakatan para pihak yang dilakukan oleh pihak ketiga yang disebut arbiter dan

para pihak menyatakan akan menaati putusan yang diambil oleh arbiter. Arbitrase

hubungan industrial yang diatur dalam Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 Tentang

Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial merupakan pengaturan khusus bagi

penyelesaian sengketa di bidang hubungan industrial, sesuai dengan asas hukum lex

specialis derogate lex generalis.

Lembaga arbitrase di Indonesia bukanlah hal yang baru, tapi sesungguhnya

sudah dikenal sejak lama, salah satu ketentuan yang merupakan sumber hukum

dilaksanakan arbitrase sebelum adanya Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 adalah

ketentuan yang diatur dalam Pasal 337 Reglement Indonesia yang diperbaharui (Het

Herzienen Indonesisich Reglement, Staatsblad 1941; 44) atau Pasal 705 Reglement

acara untuk daerah luar Jawa dan Madura (Rechtsreglement Buitengwesten,

Staatsblad 1927; 227).79 Namun pengaturan-pengaturan tersebut dinyatakan tidak

berlaku lagi dengan diundangkannya Undang-Undang No. 30 Tahun 1999.80

78 Pasal 25 Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan

Industrial. 79 Lalu Husni, Op.Cit, hal. 71. 80 Ibid.

Universitas Sumatera Utara

Page 28: BAB II MEKANISME PENYELESAIAN PERSELISIHAN …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/37044/5/Chapter II.pdf · 23 Zaeni Asyhadie II, Kerja Hukum Ketenagakerjaan Bidang Hubungan

Sebagai undang-undang yang bersifat khusus, Undang-Undang No. 2 Tahun

2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial memberikan pengertian

Arbitrase Hubungan Industrial yang selanjutnya disebut arbitrase adalah penyelesaian

suatu perselisihan kepentingan, dan perselisihan antarserikat pekerja/ serikat buruh

hanya dalam satu perusahaan, di luar Pengadilan Hubungan Industrial melalui

kesepakatan tertulis dari para pihak yang berselisih untuk menyelesaikan perselisihan

kepada arbiter yang putusannya mengikat para pihak dan bersifat final.81

a. Nama lengkap dan alamat atau tempat kedudukan para pihak yang berselisih;

Sedangkan

yang dimaksud dengan Arbiter Hubungan Industrial selanjutnya disebut arbiter

adalah seorang atau lebih yang dipilih oleh para pihak yang berselisih dari daftar

arbiter yang ditetapkan oleh Menteri untuk memberikan putusan mengenai

perselisihan kepentingan, dan perselisihan antarserikat pekerja/ serikat buruh hanya

dalam satu perusahaan yang diserahkan penyelesaiannya melalui arbitrase yang

putusannya mengikat para pihak dan bersifat final.

Penyelesaian perselisihan melalui arbitrase dilakukan dengan dasar adanya

kesepakatan dari para pihak yang berselisih dan kemudian dinyatakan secara tertulis

dalam surat perjanjian arbitrase. Surat perjanjian arbitrase tersebut dibuat rangkap 3

(tiga) dan masing-masing pihak mendapat 1 (satu) yang memiliki kekuatan hukum

yang sama, di mana surat perjanjian arbitrase tersebut memuat :

81 Pasal 1 angka 15 Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan

Hubungan Industrial.

Universitas Sumatera Utara

Page 29: BAB II MEKANISME PENYELESAIAN PERSELISIHAN …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/37044/5/Chapter II.pdf · 23 Zaeni Asyhadie II, Kerja Hukum Ketenagakerjaan Bidang Hubungan

b. Pokok-pokok persoalan yang menjadi perselisihan dan yang diserahkan kepada

arbitrase untuk diselesaikan dan diambil putusan;

c. Jumlah arbiter yang disepakati;

d. Pernyataan para pihak yang berselisih untuk tunduk dan menjalankan keputusan

arbitrase;

e. Tempat, tanggal pembuatan surat perjanjian, dan tanda tangan para pihak yang

berselisih.82

Jika para pihak sudah menandatangani surat perjanjian arbitrase, mereka

berhak untuk memilih arbiter dari daftar arbiter yang telah ditetapkan oleh Menteri

Tenaga Kerja. Arbiter bukan PNS di lingkungan Departemen Tenaga Kerja dan

Transmigrasi tetapi masyarakat yang telah mendapat legitimasi dan diangkat oleh

Menteri, yang mempunyai wilayah kewenangan secara nasional.

83

Dalam hal arbiter telah menerima penunjukan dan telah menandatangani surat

perjanjian, maka yang bersangkutan tidak dapat menarik diri kecuali atas persetujuan

dari para pihak. Arbiter yang telah ditunjuk oleh para pihak dapat mengajukan

tuntutan ingkar kepada Pengadilan Negeri apabila cukup alasan dan bukti otentik

yang menimbulkan keraguan bahwa arbiter akan melakukan tugasnya tidak secara

bebas dan akan berpihak dalam mengambil putusan. Tuntutan ingkar terhadap

82 Asri Wijayanti, Op.Cit, hal. 192. 83 Agusmidah, Op.Cit, hal. 159.

Universitas Sumatera Utara

Page 30: BAB II MEKANISME PENYELESAIAN PERSELISIHAN …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/37044/5/Chapter II.pdf · 23 Zaeni Asyhadie II, Kerja Hukum Ketenagakerjaan Bidang Hubungan

seorang arbiter dapat juga diajukan jika terbukti adanya hubungan kekeluargaan atau

pekerjaan dengan salah satu pihak atau kuasanya.84

1. Penyelesaian perselisihan hubungan industrial oleh arbiter harus diawali dengan

upaya mendamaikan kedua belah pihak yang berselisih.

Tata cara penyelesaian perselisihan melalui arbitrase yang diatur dalam Pasal

44 sampai dengan Pasal 52 Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian

Perselisihan Hubungan Industrial adalah :

2. Apabila para pihak berhasil berdamai, arbiter atau majelis arbiter wajib membuat

Akte Perdamaian yang ditandatangani oleh para pihak yang berselisih dan arbiter

atau majelis arbiter.

3. Akte perdamaian tersebut didaftar di Pengadilan Hubungan Industrial pada

Pengadilan Negeri di wilayah arbiter mengadakan perdamaian.

Pendaftaran akte perdamaian dapat dilakukan dengan cara akte perdamaian yang

telah didaftar tersebut diberi akta bukti pendaftaran di mana hal tersebut

merupakan bagian yang tidak dapat terpisahkan dari akte perdamaian.

4. Apabila akte perdamaian tidak dilaksanakan oleh salah satu pihak, pihak yang

dirugikan dapat mengajukan permohonan eksekusi kepada Pengadilan Hubungan

Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah akte perdamaian didaftar untuk

mendapat penetapan eksekusi. Namun, jika pemohon eksekusi berdomisili di luar

Pengadilan Negeri tempat pendaftaran akte perdamaian, maka pemohon eksekusi

dapat mengajukan permohonan eksekusinya kepada Pengadilan Hubungan

84 Lalu Husni, Op.Cit, hal. 74.

Universitas Sumatera Utara

Page 31: BAB II MEKANISME PENYELESAIAN PERSELISIHAN …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/37044/5/Chapter II.pdf · 23 Zaeni Asyhadie II, Kerja Hukum Ketenagakerjaan Bidang Hubungan

Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah domisili pemohon eksekusi untuk

diteruskan ke Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri yang

berkompeten dalam melaksanakan eksekusi.

5. Apabila upaya perdamaian yang ditempuh gagal, arbiter atau majelis arbiter

meneruskan sidang arbitrase.

6. Arbiter atau majelis arbiter dapat memanggil seorang saksi atau lebih atau

seorang saksi ahli atau lebih untuk didengar keterangannya.

7. Putusan sidang arbitrase ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan

yang berlaku, perjanjian, kebiasaan, keadilan, dan kepentingan umum.

8. Putusan arbitrase memuat :

a. Kepala keputusan yang berbunyi ”DEMI KEADILAN BERDASARKAN

KETUHANAN YANG MAHA ESA”.

b. Nama lengkap dan alamat arbiter atau majelis arbiter.

c. Nama lengkap dan alamat para pihak.

d. Hal-hal yang termuat di dalam Surat Perjanjian yang diajukan oleh para

pihak yang berselisih.

e. Ikhtisar dari tuntutan, jawaban, dan penjelasan lebih lanjut dari para pihak

yang berselisih.

f. Pertimbangan yang menjadi dasar keputusan.

g. Mulai berlakunya putusan.

h. Tanda tangan arbiter atau majelis arbiter.

Universitas Sumatera Utara

Page 32: BAB II MEKANISME PENYELESAIAN PERSELISIHAN …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/37044/5/Chapter II.pdf · 23 Zaeni Asyhadie II, Kerja Hukum Ketenagakerjaan Bidang Hubungan

9. Dalam putusan, ditetapkan selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari harus

sudah dilaksanakan.

10. Putusan arbitrase mempunyai kekuatan hukum yang mengikat para pihak yang

berselisisih dan putusan tersebut merupakan putusan yang bersifat akhir dan

tetap.

11. Putusan arbitrase didaftarkan kepada Pengadilan Hubungan Industrial pada

Pengadilan Negeri di wilayah arbiter menetapkan putusan.

12. Apabila putusan arbitrase tersebut tidak dilaksanakan oleh salah satu pihak, maka

pihak yang dirugikan dapat mengajukan permohonan fiat eksekusi ke Pengadilan

Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi

tempat kedudukan pihak terhadap siapa putusan itu harus dijalankan, agar

putusan diperintahkan untuk dilaksanakan.

13. Terhadap keputusan arbitrase, salah satu pihak atau para pihak dapat mengajukan

permohonan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung dalam waktu

selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja sejak ditetapkannya putusan

arbitrase. Dalam hal permohonan tersebut dikabulkan, Mahkamah Agung

menetapkan akibat dari pembatalan baik seluruhnya maupun sebagian putusan

arbitrase.85

Banyak para pihak yang sedang berselisih cenderung memilih jalur mediasi

dibandingkan melalui jalur konsiliasi maupun arbitrase, di mana dalam mediasi

penanggungan biaya yang timbul ditanggung oleh Pemerintah,beda halnya pada

85 Agusmidah, Op.Cit, hal. 159-161.

Universitas Sumatera Utara

Page 33: BAB II MEKANISME PENYELESAIAN PERSELISIHAN …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/37044/5/Chapter II.pdf · 23 Zaeni Asyhadie II, Kerja Hukum Ketenagakerjaan Bidang Hubungan

konsiliasi maupun arbitrase yang penanggungan biayanya ditanggung oleh para pihak

yang berselisih karena pihak konsiliator maupun arbiter berasal dari pihak swasta

yang tidak ditanggung biaya oleh negara.

Meskipun mediator, konsiliator hanya berwenang mengeluarkan anjuran

penyelesaian kepada para pihak, tapi bilamana anjuran tersebut diterima, sifatnya

mengikat serta dapat dilaksanakan melalui fiat eksekusi seperti putusan arbiter.

Karena itu seharusnya diatur pula bahwa mediator, konsiliator dalam mengeluarkan

anjuran tertulis harus berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku,

perjanjian, kebiasaan, keadilan dan kepentingan umum sebagaimana halnya dengan

dasar putusan arbiter.86

a. Di tingkat pertama mengenai perselisihan hak dan perselisihan pemutusan

hubungan kerja;

C. Penyelesaian melalui Pengadilan Hubungan Industrial

Pengadilan Hubungan Industrial merupakan pengadilan khusus yang berada

pada lingkungan peradilan umum, yang bertugas dan berwenang untuk memeriksa

dan memutus :

b. Di tingkat pertama dan terakhir mengenai perselisihan kepentingan dan

perselisihan antarserikat pekerja/ serikat buruh dalam satu perusahaan.87

Berdasarkan Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian

Perselisihan Hubungan Industrial, Pengadilan Hubungan Industrial untuk pertama

86 Lalu Husni, Op.Cit, hal. 78. 87 Zaeni Asyhadie II, Op.Cit, hal. 158.

Universitas Sumatera Utara

Page 34: BAB II MEKANISME PENYELESAIAN PERSELISIHAN …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/37044/5/Chapter II.pdf · 23 Zaeni Asyhadie II, Kerja Hukum Ketenagakerjaan Bidang Hubungan

kalinya dibentuk pada setiap Pengadilan Negeri Kabupaten/ Kota di setiap ibukota

provinsi yang mempunyai daerah hukum meliputi seluruh wilayah provinsi

bersangkutan dan pada Mahkamah Agung di tingkat kasasi. Untuk Kabupaten/ Kota

yang padat industri juga dibentuk Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan

Negeri setempat. Susunan hakim Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan

Negeri terdiri dari Hakim, Hakim Ad-Hoc, Panitera Muda dan Panitera Pengganti.88

Di mana Ketua Pengadilan Hubungan Industrial adalah Ketua Pengadilan Negeri

setempat, dengan Majelis Hakim terdiri dari 1 (satu) Ketua Majelis dari Hakim

Karier, 2 (dua) anggota Hakim Ad-Hoc masing-masing dari unsur pengusaha dan

unsur pekerja yang diangkat oleh Presiden atas usul Ketua Mahkamah Agung.89

Sedangkan susunan hakim pada Mahkamah Agung terdiri dari Hakim Agung, Hakim

Agung Ad-Hoc dan Panitera.90

Untuk dapat diangkat menjadi Hakim Ad-Hoc pada Pengadilan Hubungan

Industrial dan Hakim Ad-Hoc pada Mahkamah Agung, maka harus memenuhi

persyaratan-persyaratan sebagaimana yang ditetapkan oleh undang-undang.

91

Demikian juga, seorang Hakim Ad-Hoc tidak diperbolehkan untuk merangkap

jabatan sebagaimana juga yang telah ditentukan oleh undang-undang.

92

88 Maimun, Op.Cit, hal. 169. 89 Agusmidah, Op.Cit, hal. 163. 90 Maimun, Op.Cit. 91 Lihat Pasal 64 Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan

Hubungan Industrial 92 Lihat Pasal 66 Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan

Hubungan Industrial

Universitas Sumatera Utara

Page 35: BAB II MEKANISME PENYELESAIAN PERSELISIHAN …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/37044/5/Chapter II.pdf · 23 Zaeni Asyhadie II, Kerja Hukum Ketenagakerjaan Bidang Hubungan

Masa tugas Hakim Ad-Hoc pada Pengadilan Hubungan Industrial dan Hakim

Ad-Hoc pada Mahkamah Agung adalah lima tahun dan kemudian dapat diangkat

kembali untuk satu kali masa jabatan. Namun demikian, dalam masa tugasnya Hakim

Ad-Hoc pada Pengadilan Hubungan Industrial dan pada Mahkamah Agung dapat

diberhentikan dengan hormat dari jabatannya.93

Hukum acara yang berlaku pada Pengadilan Hubungan Industrial adalah

hukum acara perdata yang berlaku pada pengadilan dalam lingkungan peradilan

umum kecuali bila ada hal-hal yang diatur secara khusus dalam Undang-Undang No.

2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. Para pihak

yang berperkara di Pengadilan Hubungan Industrial tidak dikenakan biaya apapun

juga termasuk biaya eksekusi apabila nilai gugatannya di bawah Rp 150.000.000,00

(seratus lima puluh juta rupiah) dalam proses beracara.

94

a. Gugatan;

Beracara di Pengadilan Hubungan Industrial dilakukan dengan pemeriksaan

acara biasa dan pemeriksaan dengan acara cepat. Pemeriksaan melalui acara biasa

meliputi tahapan-tahapan sebagai berikut :

b. Jawaban tergugat;

c. Replik (tanggapan penggugat atas jawaban tergugat);

d. Duplik (tanggapan tergugat atas replik penggugat);

e. Pembuktian (surat dan saksi-saksi);

93 Lihat Pasal 67 ayat (1) Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian

Perselisihan Hubungan Industrial 94 Maimun, Op.Cit, hal. 173.

Universitas Sumatera Utara

Page 36: BAB II MEKANISME PENYELESAIAN PERSELISIHAN …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/37044/5/Chapter II.pdf · 23 Zaeni Asyhadie II, Kerja Hukum Ketenagakerjaan Bidang Hubungan

f. Kesimpulan para pihak, dan

g. Putusan hakim.95

Penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui jalur pengadilan

dilakukan dengan pengajuan gugatan yang daerah hukumnya meliputi tempat pekerja/

buruh. Di mana dalam pengajuan gugatan harus dilampiri dengan risalah

penyelesaian melalui mediasi dan konsiliasi. Bila gugatan tersebut tidak dilampiri

dengan risalah tersebut, Pengadilan Hubungan Industrial wajib mengembalikan

gugatan tersebut kepada penggugat.

96 Dalam hal suatu perselisihan melibatkan lebih

dari satu penggugat dapat diajukan secara kolektif dengan memberikan kuasa khusus.

Serikat pekerja/ serikat buruh dan organisasi pengusaha dapat bertindak sebagai

kuasa hukum untuk beracara di Pengadilan Hubungan Industrial untuk mewakili

anggotanya.97

Hakim yang menerima pengajuan gugatan wajib memeriksa isi gugatan dan

bila terdapat kekurangan, hakim meminta penggugat untuk menyempurnakan

gugatannya. Kemudian, Ketua Pengadilan Negeri harus sudah menetapkan Majelis

Hakim yang akan memeriksa dan memutus perselisihan hubungan industrial tersebut

selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari setelah menerima gugatan.

98

95 Adrian Sutedi, Op.Cit, hal. 132. 96 Zaeni Asyhadie II, Op.Cit, hal. 162. 97 Zaeni Asyhadie I, Op.Cit, hal.131. 98 Zaeni Asyhadie II, Op.Cit, hal. 163.

Setelah Majelis

Hakim ditetapkan, Ketua Majelis Hakim harus sudah menentukan tanggal

persidangan dalam waktu selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari sejak penetapan Majelis

Universitas Sumatera Utara

Page 37: BAB II MEKANISME PENYELESAIAN PERSELISIHAN …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/37044/5/Chapter II.pdf · 23 Zaeni Asyhadie II, Kerja Hukum Ketenagakerjaan Bidang Hubungan

Hakim tersebut. Pemanggilan para pihak yang berselisih untuk datang ke persidangan

dilakukan secara sah dengan surat panggilan sidang, di mana pemberian surat

panggilan sidang kepada pihak yang dipanggil atau melalui orang lain harus

dilakukan dengan bukti tanda terima.99 Namun apabila salah satu pihak atau bahkan

kedua belah pihak tidak dapat hadir tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan

pada sidang pertama, maka Ketua Majelis Hakim harus menetapkan hari sidang

berikutnya paling lambat tujuh hari kerja sejak tanggal penundaan sidang pertama di

mana penundaan tersebut hanya dapat dilakukan paling banyak dua kali. Dan jika

penggugat atau kuasa hukumnya tidak menghadap pengadilan pada sidang penundaan

terakhir maka gugatannya dianggap gugur tetapi masih diberikan kesempatan untuk

mengajukan gugatan sekali lagi. Sedangkan bagi pihak tergugat ataupun kuasa

hukumnya yang tidak datang pada persidangan penundaan terakhir, majelis hakim

tetap dapat memeriksa dan memutus perkara tanpa kehadiran tergugat.100

99 Maimun, Op.Cit, hal. 174. 100 Adrian sutedi, Loc.Cit.

Selain pemeriksaan dengan acara biasa, dalam Pengadilan Hubungan

Industrial juga dikenal pemeriksaan dengan acara cepat. Dalam Pasal 98 ayat (1)

Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan

Industrial menyatakan sebagai berikut :

”Apabila terdapat kepentingan para pihak dan/ atau salah satu pihak yang cukup mendesak yang harus dapat disimpulkan dari alasan-alasan permohonan dari yang berkepentingan, para pihak dan/ atau salah satu pihak dapat memohon kepada Pengadilan Hubungan Industrial supaya pemeriksaan sengketa dipercepat.”

Universitas Sumatera Utara

Page 38: BAB II MEKANISME PENYELESAIAN PERSELISIHAN …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/37044/5/Chapter II.pdf · 23 Zaeni Asyhadie II, Kerja Hukum Ketenagakerjaan Bidang Hubungan

Apabila ada permohonan pemeriksaan dengan acara cepat, maka dalam

jangka waktu tujuh hari kerja setelah diterimanya permohonan tersebut, Ketua

Pengadilan Negeri mengeluarkan penetapan mengenai dikabulkan atau tidak

dikabulkannya permohonan tersebut.101 Terhadap penetapan tersebut tidak dapat

digunakan upaya hukum misalnya banding, kasasi ataupun peninjauan kembali sebab

hanya merupakan penetapan. Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 ayat (1)

dikabulkan, Ketua Pengadilan Negeri dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja sejak

dikeluarkannya penetapan dimaksud dalam ayat (2) menentukan Majelis Hakim, hari,

tempat dan waktu sidang tanpa melalui prosedur pemeriksaan.102

a. Kepala putusan berbunyi : ”DEMI KEADILAN BERDASARKAN

KETUHANAN YANG MAHA ESA”;

Dalam perkara perdata pada umumnya tidak dikenal acara pemeriksaan cepat,

semua perkara diselesaikan menggunakan pemeriksaan dengan acara biasa.

Pemerisaan dengan acara cepat dikenal dalam perkara pidana untuk pemeriksaan

tindak pidana ringan dengan ancaman hukuman paling lama 3 (tiga) bulan atau denda

paling tinggi Rp 7.500,00 (tujuh ribu lima ratus rupiah), demikian juga dalam

pemeriksaan perkara pelanggaran lalu lintas, namun biaya yang dikeluarkan pada

umumnya jauh lebih besar daripada yang ditetapkan oleh undang-undang.

Putusan Majelis Hakim harus memuat hal-hal sebagai berikut :

101 Ibid, hal. 133. 102 Lihat Pasal 99 ayat (1) Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian

Perselisihan Hubungan Industrial

Universitas Sumatera Utara

Page 39: BAB II MEKANISME PENYELESAIAN PERSELISIHAN …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/37044/5/Chapter II.pdf · 23 Zaeni Asyhadie II, Kerja Hukum Ketenagakerjaan Bidang Hubungan

b. Nama, jabatan, kewarganegaraan, tempat kediaman atau tempat kedudukan para

pihak yang berselisih;

c. Ringkasan pemohon/ penggugat dan jabatan termohon/ tergugat yang jelas;

d. Pertimbangan terhadap setiap bukti dan data yang diajukan hal yang terjadi

dalam persidangan selama sengketa itu diperiksa;

e. Alasan hukum yang menjadi dasar putusan;

f. Amar putusan tentang sengketa;

g. Hari, tanggal putusan, nama Hakim, Hakim Ad-Hoc yang memutus, nama

Panitera serta keterangan tentang hadir atau tidak hadirnya para pihak.103

Putusan Majelis Hakim harus diambil dengan mempertimbangkan hukum

perjanjian yang ada, kebiasaan dan keadilan serta harus dibacakan dalam sidang yang

terbuka untuk umum, di mana setiap orang yang hadir dalam persidangan wajib

menghormati tata tertib persidangan. Apabila salah satu pihak tidak hadir dalam

sidang pembacaan putusan, maka Ketua Majelis Hakim harus memerintahkan

Panitera Pengganti untuk menyampaikan pemberitahuan putusan kepada pihak yang

tidak hadir dalam waktu selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak putusan

dijatuhkan.

104

Apabila salah satu pihak atau kedua belah pihak merasa keberatan atas

putusan Pengadilan Hubungan Industrial tersebut, maka dapat mengajukan kasasi ke

Mahkamah Agung. Tidak semua perkara perselisihan hubungan industrial yang telah

103 Pasal 102 ayat (1) Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan

Hubungan Industrial 104 Maimun, Op.Cit, hal. 174.

Universitas Sumatera Utara

Page 40: BAB II MEKANISME PENYELESAIAN PERSELISIHAN …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/37044/5/Chapter II.pdf · 23 Zaeni Asyhadie II, Kerja Hukum Ketenagakerjaan Bidang Hubungan

diputus pada pengadilan tingkat pertama dapat diajukan kasasi. Perkara yang dapat

diajukan kasasi adalah perselisihan hak dan perselisihan pemutusan hubungan kerja,

dua perkara lainnya yaitu perselisihan kepentingan dan perselisihan antarserikat

pekerja/ serikat buruh dalam satu perusahaan , tidak dapat diajukan kasasi karena

putusan pada pengadilan tingkat pertama bersifat final dan tetap.105

Pengajuan kasasi harus dilakukan secara tertulis dan dapat disampaikan

melalui Sub-Kepaniteraan Pengadilan Hubunngan Industrial pada Pengadilan Negeri

setempat dalam waktu selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja. Perselisihan

yang dimohonkan kasasi tersebut diperiksa dan diputus oleh Majalis Hakim Kasasi

yang terdiri dari satu orang Hakim Agung dan dua orang Hakim Ad-Hoc Agung yang

susunan majelisnya ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung. Tata cara penyelesaian

oleh Majelis Hakim Kasai dilakukan sesuai peraturan perundang-undangan yang

berlaku dan putusan mengenai perselisihan oleh Majelis Hakim Kasasi harus sudah

dilakukan selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal penerimaan

permohonan kasasi.

106

105 Adrian Sutedi, Op.Cit, hal. 134. 106 Maimun, Op.Cit, hal. 175.

Universitas Sumatera Utara