BAB II manajemen

28
digunakan agen untuk mempertanggungjawabkan kinerjanya. Laporan keuangan juga merupakan sarana bagi prinsipal untuk menilai, mengukur, dan mengawasi sampai sejauh mana agen tersebut bekerja untuk meningkatkan kesejahteraannya dan dijadikan dasar dalam menentukan jumlah kompensasi yang akan diterima oleh agen. Setiap perusahaan harus memastikan bahwa asas Good Corporate Governance diterapkan pada setiap aspek bisnis dan di semua jajaran perusahaan. Sehubungan dengan itu, Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) mengeluarkan asas-asas dalam Pedoman Umum Good Corporate Governance Indonesia tahun 2006 yaitu Transparansi ( Transparency ), Akuntabilitas ( Accountability ), Responsibilitas ( Responsibility ), Independensi ( Independency ), Kewajaran dan Kesetaraan ( Fairness ) . 2.1.1.3 Komite Audit 9

description

AKUTANSI

Transcript of BAB II manajemen

Page 1: BAB II manajemen

digunakan agen untuk mempertanggungjawabkan kinerjanya. Laporan

keuangan juga merupakan sarana bagi prinsipal untuk menilai, mengukur,

dan mengawasi sampai sejauh mana agen tersebut bekerja untuk

meningkatkan kesejahteraannya dan dijadikan dasar dalam menentukan

jumlah kompensasi yang akan diterima oleh agen.

Setiap perusahaan harus memastikan bahwa asas Good Corporate

Governance diterapkan pada setiap aspek bisnis dan di semua jajaran

perusahaan. Sehubungan dengan itu, Komite Nasional Kebijakan

Governance (KNKG) mengeluarkan asas-asas dalam Pedoman Umum

Good Corporate Governance Indonesia tahun 2006 yaitu Transparansi

(Transparency), Akuntabilitas (Accountability), Responsibilitas

(Responsibility), Independensi (Independency), Kewajaran dan Kesetaraan

(Fairness) .

2.1.1.3 Komite Audit

Pengertian komite audit menurut Komite Nasional Kebijakan

Governance (2006) dalam Pedoman Umum Good Corporate Governance

Indonesia yaitu :

“Komite audit adalah sekelompok orang yang dipilih oleh kelompok yang lebih besar untuk mengerjakan pekerjaan tertentu atau untuk melakukan tugas-tugas khusus atau sejumlah anggota dewan komisaris perusahaan klien yang bertanggungjawab untuk membantu auditor dalam mempertahankan independensinya dari manajemen.”

9

Page 2: BAB II manajemen

Bursa Efek Indonesia (BEI) menyatakan bahwa komite audit adalah

komite yang dibentuk oleh dewan komisaris perusahaan, yang anggotanya

diangkat dan diberhentikan oleh dewan komisaris, yang bertugas untuk

membantu melakukan pemeriksaan atau penelitian yang dianggap perlu

terhadap pelaksanaan fungsi direksi dalam pengelolaan perusahaan

(Keputusan Direksi BEI No. Kep-315/BEI/062000).

Bapepam mengeluarkan Keputusan Ketua BAPEPAM No.

Kep-29/PM/2004 pada tanggal 24 September 2004 tentang pembentukan

dan pedoman pelaksanaan kerja komite audit yang berisi sebagai berikut

1. Anggota komite audit diangkat dan diberhentikan oleh Dewan

Komisaris dan dilaporkan kepada Rapat Umum Pemegang Saham

(RUPS).

2. Anggota komite audit yang merupakan komisaris independen

bertindak sebagai Ketua Komite Audit. Dalam hal ini Komisaris

Independen yang menjadi anggota Komite Audit lebih dari satu

orang maka salah satunya bertindak sebagai Ketua Komite Audit.

Adapun Persyaratan Keanggotaan Komite Audit sesuai Keputusan Ketua

BAPEPAM No. Kep-41/PM/2003 tanggal 22 Desember 2003 dan setelah di

revisi dengan dikeluarkannya Keputusan Ketua BAPEPAM No.

Kep-29/PM/2004 pada tanggal 24 September 2004 tentang pembentukan

dan pedoman pelaksanaan kerja komite audit adalah sebagai berikut :

10

Page 3: BAB II manajemen

1. Memiliki integritas yang tinggi, kemampuan, pengetahuan dan

pengalaman yang memadai sesuai dengan latar belakang

pendidikannya, serta mampu berkomunikasi dengan baik.

2. Salah seorang dari anggota Komite Audit memiliki latar belakang

pendidikan akuntansi atau keuangan.

3. Memiliki pengetahuan yang cukup untuk membaca dan memahami

laporan keuangan.

4. Memiliki pengetahuan yang memadai tentang peraturan

perundangan di bidang pasar modal dan peraturan perundang-

undangan terkait lainnya.

5. Bukan merupakan orang dalam Kantor Akuntan Publik, Kantor

Konsultan Hukum, atau pihak lain yang memberi jasa audit, jasa non

audit dan atau jasa konsultasi lain kepada Emiten atau Perusahaan

Publik yang bersangkutan dalam waktu 6 (enam) bulan terakhir

sebelum diangkat oleh Komisaris.

6. Bukan merupakan orang yang mempunyai wewenang dan tanggung

jawab untuk merencanakan, memimpin, atau mengendalikan

kegiatan Emiten atau Perusahaan Publik dalam waktu 6 (enam)

bulan terakhir sebelum diangkat oleh Komisaris, kecuali Komisaris

Independen.

7. Tidak mempunyai saham baik langsung maupun tidak langsung pada

Emiten atau Perusahaan Publik. Dalam hal anggota Komite Audit

11

Page 4: BAB II manajemen

memperoleh saham akibat suatu peristiwa hukum maka dalam

jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan setelah diperolehnya

saham tersebut wajib mengalihkan kepada pihak lain.

8. Tidak mempunyai :

1. Hubungan keluarga karena perkawinan dan keturunan

sampai derajat kedua, baik secara horizontal maupun vertikal

dengan Komisaris, Direksi, atau Pemegang Saham Utama

Emiten atau Perusahaan Publik, dan atau

2. Hubungan usaha baik langsung maupun tidak langsung yang

berkaitan dengan kegiatan usaha Emiten atau

PerusahaanPublik.

Dalam rangka penyelenggaraan pengelolaan perusahaan yang baik

(Good Corporate Governance) BEI mewajiban perusahaan tercatat

memiliki komisaris independen dan komite audit. Keanggotaan komite audit

sekurang-kurangnya tiga anggota dan seorang diantaranya Komisaris

independen perusahaan tercatat sekaligus menjadi ketua komite. Sebaliknya,

pihak lain adalah pihak ekstern yang independen dan sekurang-kurangnya

salah seorang memiliki kemampuan di bidang akuntansi dan keuangan.

Tanggung jawab komite audit meliputi : memilih auditor independen,

mengawasi proses audit dan memastikan kualitas laporan keuangan.

12

Page 5: BAB II manajemen

Bapepam (2000) juga menyatakan bahwa Komite Audit bertanggung jawab

untuk :

1. Melakukan penelaahan atas informasi keuangan yang akan

dikeluarkan perusahaan, seperti laporan keuangan, proyeksi, serta

informasi keuangan lainnya.

2. Melakukan penelaahan atas ketaatan perusahaan terhadap peraturan

perundang-undangan di bidang pasar modal dan peraturan lain yang

berkaitan dengan kegiatan perusahaan.

3. Melakukan penelaahan atas kecukupan pemeriksaan yang dilakukan

oleh Akuntan Publik untuk memastikan semua resiko yang penting

telah dipertimbangkan.

2.1.1.4. Independensi Dewan Komisaris

FCGI (2000) menyatakan bahwa keberadaan komisaris independen telah

diatur dalam Bursa Efek Jakarta melalui peraturan BEJ tanggal 1 Juli 2000.

Dikemukan bahwa perusahaan yang listed di bursa harus mempunyai

komisaris independen yang secara proporsional sama dengan jumlah saham

yang dimiliki pemegang saham minoritas (bukan controlling shareholders).

Dalam peraturan ini, jumlah persyaratan minimal adalah 30 % dari seluruh

Dewan Komisaris. Tujuan diangkatnya Komisaris Independen adalah untuk

melindungi kepentingan pemegang saham minoritas. Salah satu hak

pemegang saham adalah memperoleh laporan keuangan yang berkualitas

13

Page 6: BAB II manajemen

sedangkan integritas pelaporan keuangan perusahaan dapat dilihat dari

ketepatan waktu pelaporan.

2.1.1.5. Efektifitas Komite Audit

Komite audit yang efektif bekerja sebagai suatu alat untuk meningkatkan

efektifitas, tanggung jawab, keterbukaan dan objektifitas dewan komisaris

dan memiliki fungsi untuk : (1) memperbaiki mutu laporan keuangan

dengan mengawasi laporan keuangan atas nama dewan komisaris, (2)

menciptakan iklim disiplin dan kontrol yang akan mengurangi kemungkinan

penyelewengan-penyelewengan, (3) memungkinkan anggota non eksekutif

menyumbankan suatu penilaian independen dan memainkan suatu peranan

yang positif, (4) membantu direktur keuangan dengan memberikan suatu

kesempatan di mana pokok-pokok persoalan yang penting yang sulit

dilaksanakan dapat dikemukakan, (5) memperkuat posisi auditor eksternal

dengan memberikan suatu saluran komunikasi terhadap pokok-pokok

persoalan yang memprihatinkan dengan efektif, memperkuat posisi auditor

internal dengan memperkuat independensinya dari manajemen, (7)

meningkatkan kepercayaan publik terhadap kelayakan dan objektifitas

laporan keuangan serta meningkatkan kepercayaan terhadap kontrol internal

yang lebih baik.

Frekuensi pertemuan merupakan salah satu karakteristik penting yang

harus dimiliki komite audit dan mempengaruhi efektifitas komite audit.

14

Page 7: BAB II manajemen

Frekuensi dan isi pertemuan tergantung pada tugas dan tanggung jawab

yang diberikan kepada komite audit. Jumlah pertemuan dapat ditentukan

berdasarkan ukuran perusahaan dan besarnya tugas yang diberikan kepada

komite audit. Namun, pada umumnya komite audit bersidang dua sampai

tiga kali dalam setahun yaitu sebelum laporan keuangan dikeluarkan,

sesudah pelaksanaan audit dan sebelum laporan keuangan dikeluarkan, serta

sebelum RUPS tahunan (Ataina 2000).

Anggota komite audit disyaratkan independen dan sekurang-kurangnya

ada satu orang yang memiliki kemampuan/pengalaman di bidang akuntansi

atau keuangan. Keberadaan anggota komite audit yang memiliki

kemampuan/pengalaman di bidang akuntansi atau keuangan sudah

disyaratkan oleh BEI, tetapi belum menjelaskan secara detail mengenai

kriteria orang yang mempunyai kemampuan di bidang akuntansi atau

keuangan.

The Sarbanes Oxley Act menyinggung tentang keberadaan ahli akuntansi

atau keuangan dalam Komite Audit tetapi tidak memberikan kriteria yang

pasti mengenai orang yang dapat disebut sebagai ”financial expert”.

Undang-undang ini hanya meminta SEC merumuskan kriteria ”financial

expert” dengan memperhatikan beberapa hal berikut :

1. Pengalaman sebelumnya sebagai akuntan public atau auditor,

CFO, controller, Chief Accounting Officer, atau posisi yang

sejenis.

15

Page 8: BAB II manajemen

2. Pemahaman terhadap Standar Akuntansi Keuangan dan

laporan keuangan.

3. Pengalaman dalam audit atas laporan keuangan perusahaan.

4. Pengalaman dalam pengendalian internal

5. Pemahaman atas akuntansi untuk penaksiran (estimates),

accruals, dan cadangan (reserves).

Kehadiran komite audit membantu dewan komisaris untuk mengawasi

manajemen dalam penyusunan laporan keuangan. Oleh karena itu, komite

audit diharapkan memiliki komitmen waktu yang tinggi. Komite audit

diharapkan memiliki banyak waktu untuk mengawasi proses pelaporan

keuangan perusahaan sehingga kemungkinan terjadinya manajemen laba

dapat berkurang. Komite audit yang bekerja dan menduduki posisi penting

di banyak perusahaan memiliki sedikit waktu untuk melaksanakan tanggung

jawabnya dalam pengawasan proses pelaporan keuangan.

2.1.1.6. Pengertian Manajemen Laba

National Association of Certified Fraud Examiners (dalam Sulistyanto

2008) berpendapat bahwa manajemen laba adalah kesalahan atau kelalaian

yang disengaja dalam membuat laporan mengenai fakta material atau data

akuntansi sehingga menyesatkan ketika semua informasi itu dipakai untuk

16

Page 9: BAB II manajemen

membuat pertimbangan yang akhirnya akan menyebabkan orang yang

membacanya akan mengganti atau mengubah pendapat atau keputusannya.

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa manajemen laba

merupakan aktivitas manajerial untuk mempengaruhi dan mengintervensi

laporan keuangan. Manajemen laba yang dilakukan seorang manajer

merupakan permainan memilih metode dan standar akuntansi yang sesuai

dengan kebutuhannya dan diungkapkan dalam laporan keuangan. Akuntansi

akrual yang dicatat dengan basis akrual merupakan subjek manajerial

discretion, karena fleksibilitas yang diberikan oleh GAAP memberikan

dorongan kepada manajer untuk memodifikasi laporan keuangan agar dapat

menghasilkan laporan laba seperti yang diinginkan, meskipun menciptakan

distorsi dalam pelaporan laba (Watts dan Zimmerman 1986).

Manajemen laba dilakukan dengan memanfaatkan ketidaktahuan orang

lain akan informasi mengenai perusahaan yang sesungguhnya. Oleh karena

itu, manajemen laba dianggap sebagai perbuatan curang.

2.1.1.7. Motivasi Manajemen Laba

Perilaku manajemen laba dapat dijelaskan oleh Positive Accounting

Theory (PAT) dan Agency Theory. Tiga hipotesis PAT yang dapat dijadikan

dasar pemahaman tindak manajemen laba yaitu (Watts dan Zimmerman

1986) : (1) Bonus plan hypothesis, menegaskan bahwa manajer perusahaan

dengan rencana bonus lebih cenderung untuk memilih prosedur akuntansi

17

Page 10: BAB II manajemen

yang memuat laba yang dilaporkan menjadi lebih tinggi. (2) Debt (equity)

hypothesis, menegaskan bahwa perusahaan dengan rasio debt to equity lebih

besar, cenderung untuk memilih prosedur-prosedur akuntansi yang dapat

menaikan labanya. (3) Political cost hypothesis, menegaskan gahwa

perusahaan cenderung memilih dan menggunakan metode-metode akuntansi

yang dapat menurunkan laba bersih yang dilaporkan.

Motivasi-motivasi yang sejalan dengan hipotesis teori akuntansi positif

yang telah dijelaskan di atas adalah (Scott dalam Sanjaya (2008)) yaitu :

(1) Motivasi bonus, yaitu manajer perusahaan lebih cenderung untuk

memilih prosedur-prosedur akuntansi yang menggeser earnings yang

dilaporkan dari periode masa depan ke periode sekarang. (2) Motivasi

kontraktual lainnya, yaitu suatu perusahaan yang rasio debt/equity lebih

besar, lebih cenderung manajer perusahaan ini untuk memilih prosedur-

prosedur akuntansi yang menggeser earnings yang dilaporkan dari periode

masa depan ke periode sekarang. (3) Motivasi politik, yaitu Perusahaan

akan melakukan manajemen laba untuk menurunkan visibilitinya dengan

cara menggunakan prosedur akuntansi untuk menurunkan laba bersih yang

dilaporkan. (4) Motivasi pajak, yaitu Manajer termotivasi untuk melakukan

praktik manajemen laba karena income taxation. (5) Pergantian CEO, yaitu

Motivasi manajemen laba ada di sekitar waktu pergantian CEO. Hipotesis

rencana bonus menjelaskan bahwa CEO yang akan diganti melakukan

pendekatan strategi untuk memaksimalisasi laba supaya bonusnya naik.

18

Page 11: BAB II manajemen

CEO perusahaan yang kinerjanya buruk mungkin memaksimalkan laba. (6)

Motivasi pasar modal, yaitu Motivasi pasar modal muncul karena informasi

akuntansi digunakan secara luas oleh investor dan para analis keuangan

untuk menilai saham. Dalam hal demikian, kondisi ini dapat menciptakan

kesempatan bagi manajer untuk memanipulasi earnings dengan cara

mempengaruhi performan harga saham jangka pendek.

2.1.1.8. Teknik Manajemen Laba

Teknik dan pola manajemen laba menurut Setiawati dan Na’im (2000)

dapat dilakukan dengan tiga teknik yaitu : (1) memanfaatkan peluang untuk

membuat estimasi akuntansi. Manajemen dapat mempengaruhi laba melalui

perkiraan terhadap estimasi akuntansi antara lain estimasi tingkat piutang

tak tertagih, estimasi kurun waktu depresiasi aktiva tetap atau amortisasi

aktiva tak berwujud, estimasi biaya garansi, dll. (2) mengubah metode

akuntansi. Manajemen laba dapat dilakukan dengan mengubah metode

akuntansi yang digunakan ntuk mencatat suatu transaksi. Contohnya

mengubah metode depresiasi aktiva tetap, dari metode depresiasi angka

tahun ke metode depresiasi garis lurus. (3) menggeser periode biaya atau

pendapatan. Manajemen laba dapat dilakukan dengan menggeser periode

atau pendapatan. Contohnya mempercepat/menunda pengeluaran untuk

penelitian dan pengembangan sampai pada periode akuntansi berikutnya,

mempercepat/menunda pengeluaran promosi sampai periode berikutnya,

19

Page 12: BAB II manajemen

mempercepat/menunda pengiriman produk ke pelanggan, mengatur saat

penjualan aktiva tetap yang sudah tidak dipakai.

2.1.1.9. Implikasi Manajemen Laba

Ketidakselarasan perilaku atau tujuan antara pemilik dan manajer

perusahaan menimbulkan agency cost dalam hubungan keagenan apapun,

termasuk hubungan di dalam kontrak kerja antara pemegang saham dan

manajer perusahaan. Oleh sebab itu, dalam hubungan keagenan, setiap pihak

akan menanggung biaya keagenan, tidak hanya prinsipal tetapi juga agen.

Manajer perusahaan harus menanggung akibat dari manajemen laba yaitu

berupa kemungkinan kesulitan keuangan atau kebangkrutan di masa depan.

Investor harus menanggung implikasi berupa hilangnya kesempatan

memperoleh return dan kehilangan modal yang telah ditanamkannya.

Akuntan publik harus menanggung implikasi berupa keraguan masyarakat

terhadap komitmen etis dan moralnya karena menjalin konspirasi dengan

dunia usaha. Pemerintah harus menanggung implikasi berupa kehilangan

kesempatan untuk memperoleh pajak. Regulator harus menanggung

implikasi berupa hilangnya integritas dan kredibilitas karena regulasinya

mudah dipermainkan. Kreditur harus menanggung implikasi berupa

kehilangan kesempatan memperoleh return dan dana yang dipinjamkan

kepada perusahaan bersangkutan. Masyarakat harus menanggung implikasi

berupa hancurnya perekonomian (Sulistyanto 2008).

20

Page 13: BAB II manajemen

2.1.1.10. Discretionary Accruals

Manajemen laba dapat terjadi karena penyusunan laporan keuangan

menggunakan dasar akrual. Sistem akuntansi akrual sebagaimana yang ada

pada prinsip akuntansi yang diterima umum memberikan kesempatan

kepada manajer untuk membuat pertimbangan akuntansi yang akan

memberi pengaruh kepada pendapatan yang dilaporkan. Dengan dasar

accrual ini, pengaruh transaksi dan peristiwa lainnya diakui pada saat

kejadian (bukan pada saat kas atau setara kas diterima atau dibayar) dan

dicatat dalam catatan akuntansi serta dilaporkan dalam laporan keuangan

pada periode yang bersangkutan. Laporan keuangan yang disusun

berdasarkan akrual memberikan informasi kepada pemakai tidak hanya

transaksi masa lalu yang melibatkan penerimaan atau pembayaran kas,

tetapi juga kewajiban pembayaran kas di masa depan serta sumber daya

yang mempresentasikan kas yang akan diterima di masa depan (IAI 2002).

Terdapat dua konsep accrual yaitu discretionary accruals dan non

discretionary accrual. Discretionary accrual adalah pengakuan akrual laba

atau beban yang bebas, tidak diatur dan merupakan pilihan kebijakan

manajeme. Sedangkan non discretionary accrual adalah pengakuan akrual

laba yang wajar, yang tunduk pada suatu standar atau prinsip akuntansi yang

berlaku umum.

21

Page 14: BAB II manajemen

2.1.2. Penelitian Terdahulu

Keberadaan komite audit bermanfaat untuk menjamin transparansi,

keterbukaan laporan keuangan, keadilan untuk semua stakeholder, dan

pengungkapan semua informasi telah dilakukan oleh manajemen meski ada

konflik kepentingan. Komite audit dan komisaris independen merupakan

pihak yang melakukan pengawasan dan pengendalian untuk menciptakan

keadilan, transparansi, akuntabilitas, dan responsibilitas. Keempat faktor

inilah yang membuat laporan keuangan menjadi lebih berkualitas

(Sulistyanto 2008). Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa kualitas

laporan keuangan dipengaruhi oleh kualitas dan karakteristik komite audit.

Xie et al (2003), dalam Sanjaya (2008) membukukan bahwa dewan

komisaris independen dan komite audit yang aktif serta berpengetahuan di

bidang keuangan menjadi faktor penting untuk mencegah kecenderungan

manajer untuk melakukan manajemen laba.

Vafeas (2005) dalam sanjaya (2008) menemukan bahwa ketika komite

audit lebih banyak melakukan pertemuan dan lebih independen, manajer

kemungkinan tidak menaikkan laba. Oleh karena itu, dapat disimpulkan

bahwa melalui pertemuan dan pengamatan secara langsung, komite audit

diharapkan dapat mengurangi tingkat manajemen laba.

Pramudji dan Trihartati (2009) menemukan bahwa setiap variabel

independen (independensi, keahlian, frekuensi pertemuan, dan komitmen

22

Page 15: BAB II manajemen

waktu komite audit) memiliki hasil yang berbeda-beda terhadap variabel

dependennya (manajemen laba) dan tidak ada yang sama.

Farida, Prasetyo dan Herwiyanti (2010) menemukan bahwa semua

variabel independen (ukuran dewan komisaris, komposisi dewan komisaris

independen, komite audit, kepemilikan institusional, dan kepemilikan

manajerial) tidak ada yang berpengaruh secara signifikan, kecuali variabel

kepemilikan manajerial terhadap manajemen laba.

2.2. Kerangka Pemikiran

Banyaknya kasus manipulasi terhadap laba yang sering dilakukan oleh

manajemen mendorong perusahaan untuk menerapkan prinsip good

corporate governance sehingga dapat meminimalkan praktik manajemen

laba. Salah satu mekanisme yang digunakan dalam penerapan good

corporate governance adalah dibentuknya komite audit. Keberadaan komite

audit diduga dapat mempengaruhi praktik manajemen laba. Oleh karena itu

diadakan penelitian lebih lanjut untuk menguji efektifitas komite audit yang

lebih menekankan pada karakteristik komite audit apa sajakah yang

berpengaruh terhadap manajemen laba sehingga dapat meminimalisasi

manajemen laba tersebut.

Kerangka pemikiran mengenai hubungan antar variabel penelitian dapat

diilustrasikan seperti pada bagan di bawah ini :

23

Page 16: BAB II manajemen

Gambar 2.2 Bagan Kerangka Pemikiran Penelitian

2.2.1. Identifikasi Variable

Variabel merupakan sebuah konsep yang mempunyai variasi nilai

yang dapat diidentifikasi melalui kerangka pemikiran yang telah ditentukan.

Variabel yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah variable

dependen dan variabel independen. Variabel dependen merupakan variabel

yang tergantung atau dipengaruhi oleh variabel lainnya. Variabel dependen

dalam penelitian ini adalah manajemen laba. Variabel independen

Keahlian Komite Audit(X2)

Frekuensi Pertemuan KomiteAudit(X3)

Manajemen Laba(Y)

24

Independensi DewanKomisaris

(X1)

Komitmen Waktu KomiteAudit(X4)

Page 17: BAB II manajemen

merupakan variabel bebas yang tidak terikat oleh variabel manapun dan

biasanya mempengaruhi variabel dependen. Variabel independen dalam

penelitian ini adalah independensi dewan komisaris, keahlian komite audit,

frekuensi pertemuan komite audit, dan komitmen waktu komite audit.

2.2.2. Definisi Variabel

Variabel dependen dalam penelitian ini adalah manajemen laba.

Perhitungannya diperoleh dengan menggunakan model agregat accrual.

Model tersebut menggunakan Discretionary Accruals (DACC) yang

digunakan sebagai proksi manajemen laba. Model ini menggunakan semua

komponen laporan keuangan untuk mendeteksi rekayasa keuangan.

Manajemen laba ini yang akan menjadi variabel yang dipengaruhi oleh

beberapa faktor.

Variabel independen dalam penelitian ini adalah independensi dewan

komisaris, keahlian komite audit, frekuensi pertemuan komite audit, dan

komitmen waktu komite audit. Independensi komisaris independen diukur

dengan membandingkan jumlah komisaris independen terhadap jumlah

dewan komisaris seluruhnya, Keahlian komite audit diukur dengan

membandingkan jumlah anggota komite audit yang berlatar belakang

pendidikan akuntansi terhadap jumlah anggota komite audit seluruhnya.

Frekuensi pertemuan antar anggota komite audit diukur dengan jumlah

pertemuan antar anggota komite audit yang dilakukan dalam satu tahun.

25

Page 18: BAB II manajemen

Komitmen waktu anggota komite audit diukur dengan variabel skor, yaitu

memberikan nilai 3 apabila komite audit bekerja di tiga perusahaan, nilai 2

apabila komite audit bekerja di 2 perusahaan, dan nilai 1 apabila komite

audit bekerja di satu perusahaan.

2.3. Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah dan penelitian-penelitian sebelumnya,

maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut :

H1 : Terdapat hubungan yang positif antara independensi dewan

komisaris dengan manajemen laba.

H2 : Terdapat hubungan yang negatif antara keahlian komite audit

dengan manajemen laba.

H3 : Terdapat hubungan yang negatif antara frekuensi pertemuan komite

audit dengan manajemen laba.

H4 : Terdapat hubungan yang negatif antara komitmen waktu komite

audit dengan manajemen laba.

.

26