digunakan agen untuk mempertanggungjawabkan kinerjanya. Laporan
keuangan juga merupakan sarana bagi prinsipal untuk menilai, mengukur,
dan mengawasi sampai sejauh mana agen tersebut bekerja untuk
meningkatkan kesejahteraannya dan dijadikan dasar dalam menentukan
jumlah kompensasi yang akan diterima oleh agen.
Setiap perusahaan harus memastikan bahwa asas Good Corporate
Governance diterapkan pada setiap aspek bisnis dan di semua jajaran
perusahaan. Sehubungan dengan itu, Komite Nasional Kebijakan
Governance (KNKG) mengeluarkan asas-asas dalam Pedoman Umum
Good Corporate Governance Indonesia tahun 2006 yaitu Transparansi
(Transparency), Akuntabilitas (Accountability), Responsibilitas
(Responsibility), Independensi (Independency), Kewajaran dan Kesetaraan
(Fairness) .
2.1.1.3 Komite Audit
Pengertian komite audit menurut Komite Nasional Kebijakan
Governance (2006) dalam Pedoman Umum Good Corporate Governance
Indonesia yaitu :
“Komite audit adalah sekelompok orang yang dipilih oleh kelompok yang lebih besar untuk mengerjakan pekerjaan tertentu atau untuk melakukan tugas-tugas khusus atau sejumlah anggota dewan komisaris perusahaan klien yang bertanggungjawab untuk membantu auditor dalam mempertahankan independensinya dari manajemen.”
9
Bursa Efek Indonesia (BEI) menyatakan bahwa komite audit adalah
komite yang dibentuk oleh dewan komisaris perusahaan, yang anggotanya
diangkat dan diberhentikan oleh dewan komisaris, yang bertugas untuk
membantu melakukan pemeriksaan atau penelitian yang dianggap perlu
terhadap pelaksanaan fungsi direksi dalam pengelolaan perusahaan
(Keputusan Direksi BEI No. Kep-315/BEI/062000).
Bapepam mengeluarkan Keputusan Ketua BAPEPAM No.
Kep-29/PM/2004 pada tanggal 24 September 2004 tentang pembentukan
dan pedoman pelaksanaan kerja komite audit yang berisi sebagai berikut
1. Anggota komite audit diangkat dan diberhentikan oleh Dewan
Komisaris dan dilaporkan kepada Rapat Umum Pemegang Saham
(RUPS).
2. Anggota komite audit yang merupakan komisaris independen
bertindak sebagai Ketua Komite Audit. Dalam hal ini Komisaris
Independen yang menjadi anggota Komite Audit lebih dari satu
orang maka salah satunya bertindak sebagai Ketua Komite Audit.
Adapun Persyaratan Keanggotaan Komite Audit sesuai Keputusan Ketua
BAPEPAM No. Kep-41/PM/2003 tanggal 22 Desember 2003 dan setelah di
revisi dengan dikeluarkannya Keputusan Ketua BAPEPAM No.
Kep-29/PM/2004 pada tanggal 24 September 2004 tentang pembentukan
dan pedoman pelaksanaan kerja komite audit adalah sebagai berikut :
10
1. Memiliki integritas yang tinggi, kemampuan, pengetahuan dan
pengalaman yang memadai sesuai dengan latar belakang
pendidikannya, serta mampu berkomunikasi dengan baik.
2. Salah seorang dari anggota Komite Audit memiliki latar belakang
pendidikan akuntansi atau keuangan.
3. Memiliki pengetahuan yang cukup untuk membaca dan memahami
laporan keuangan.
4. Memiliki pengetahuan yang memadai tentang peraturan
perundangan di bidang pasar modal dan peraturan perundang-
undangan terkait lainnya.
5. Bukan merupakan orang dalam Kantor Akuntan Publik, Kantor
Konsultan Hukum, atau pihak lain yang memberi jasa audit, jasa non
audit dan atau jasa konsultasi lain kepada Emiten atau Perusahaan
Publik yang bersangkutan dalam waktu 6 (enam) bulan terakhir
sebelum diangkat oleh Komisaris.
6. Bukan merupakan orang yang mempunyai wewenang dan tanggung
jawab untuk merencanakan, memimpin, atau mengendalikan
kegiatan Emiten atau Perusahaan Publik dalam waktu 6 (enam)
bulan terakhir sebelum diangkat oleh Komisaris, kecuali Komisaris
Independen.
7. Tidak mempunyai saham baik langsung maupun tidak langsung pada
Emiten atau Perusahaan Publik. Dalam hal anggota Komite Audit
11
memperoleh saham akibat suatu peristiwa hukum maka dalam
jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan setelah diperolehnya
saham tersebut wajib mengalihkan kepada pihak lain.
8. Tidak mempunyai :
1. Hubungan keluarga karena perkawinan dan keturunan
sampai derajat kedua, baik secara horizontal maupun vertikal
dengan Komisaris, Direksi, atau Pemegang Saham Utama
Emiten atau Perusahaan Publik, dan atau
2. Hubungan usaha baik langsung maupun tidak langsung yang
berkaitan dengan kegiatan usaha Emiten atau
PerusahaanPublik.
Dalam rangka penyelenggaraan pengelolaan perusahaan yang baik
(Good Corporate Governance) BEI mewajiban perusahaan tercatat
memiliki komisaris independen dan komite audit. Keanggotaan komite audit
sekurang-kurangnya tiga anggota dan seorang diantaranya Komisaris
independen perusahaan tercatat sekaligus menjadi ketua komite. Sebaliknya,
pihak lain adalah pihak ekstern yang independen dan sekurang-kurangnya
salah seorang memiliki kemampuan di bidang akuntansi dan keuangan.
Tanggung jawab komite audit meliputi : memilih auditor independen,
mengawasi proses audit dan memastikan kualitas laporan keuangan.
12
Bapepam (2000) juga menyatakan bahwa Komite Audit bertanggung jawab
untuk :
1. Melakukan penelaahan atas informasi keuangan yang akan
dikeluarkan perusahaan, seperti laporan keuangan, proyeksi, serta
informasi keuangan lainnya.
2. Melakukan penelaahan atas ketaatan perusahaan terhadap peraturan
perundang-undangan di bidang pasar modal dan peraturan lain yang
berkaitan dengan kegiatan perusahaan.
3. Melakukan penelaahan atas kecukupan pemeriksaan yang dilakukan
oleh Akuntan Publik untuk memastikan semua resiko yang penting
telah dipertimbangkan.
2.1.1.4. Independensi Dewan Komisaris
FCGI (2000) menyatakan bahwa keberadaan komisaris independen telah
diatur dalam Bursa Efek Jakarta melalui peraturan BEJ tanggal 1 Juli 2000.
Dikemukan bahwa perusahaan yang listed di bursa harus mempunyai
komisaris independen yang secara proporsional sama dengan jumlah saham
yang dimiliki pemegang saham minoritas (bukan controlling shareholders).
Dalam peraturan ini, jumlah persyaratan minimal adalah 30 % dari seluruh
Dewan Komisaris. Tujuan diangkatnya Komisaris Independen adalah untuk
melindungi kepentingan pemegang saham minoritas. Salah satu hak
pemegang saham adalah memperoleh laporan keuangan yang berkualitas
13
sedangkan integritas pelaporan keuangan perusahaan dapat dilihat dari
ketepatan waktu pelaporan.
2.1.1.5. Efektifitas Komite Audit
Komite audit yang efektif bekerja sebagai suatu alat untuk meningkatkan
efektifitas, tanggung jawab, keterbukaan dan objektifitas dewan komisaris
dan memiliki fungsi untuk : (1) memperbaiki mutu laporan keuangan
dengan mengawasi laporan keuangan atas nama dewan komisaris, (2)
menciptakan iklim disiplin dan kontrol yang akan mengurangi kemungkinan
penyelewengan-penyelewengan, (3) memungkinkan anggota non eksekutif
menyumbankan suatu penilaian independen dan memainkan suatu peranan
yang positif, (4) membantu direktur keuangan dengan memberikan suatu
kesempatan di mana pokok-pokok persoalan yang penting yang sulit
dilaksanakan dapat dikemukakan, (5) memperkuat posisi auditor eksternal
dengan memberikan suatu saluran komunikasi terhadap pokok-pokok
persoalan yang memprihatinkan dengan efektif, memperkuat posisi auditor
internal dengan memperkuat independensinya dari manajemen, (7)
meningkatkan kepercayaan publik terhadap kelayakan dan objektifitas
laporan keuangan serta meningkatkan kepercayaan terhadap kontrol internal
yang lebih baik.
Frekuensi pertemuan merupakan salah satu karakteristik penting yang
harus dimiliki komite audit dan mempengaruhi efektifitas komite audit.
14
Frekuensi dan isi pertemuan tergantung pada tugas dan tanggung jawab
yang diberikan kepada komite audit. Jumlah pertemuan dapat ditentukan
berdasarkan ukuran perusahaan dan besarnya tugas yang diberikan kepada
komite audit. Namun, pada umumnya komite audit bersidang dua sampai
tiga kali dalam setahun yaitu sebelum laporan keuangan dikeluarkan,
sesudah pelaksanaan audit dan sebelum laporan keuangan dikeluarkan, serta
sebelum RUPS tahunan (Ataina 2000).
Anggota komite audit disyaratkan independen dan sekurang-kurangnya
ada satu orang yang memiliki kemampuan/pengalaman di bidang akuntansi
atau keuangan. Keberadaan anggota komite audit yang memiliki
kemampuan/pengalaman di bidang akuntansi atau keuangan sudah
disyaratkan oleh BEI, tetapi belum menjelaskan secara detail mengenai
kriteria orang yang mempunyai kemampuan di bidang akuntansi atau
keuangan.
The Sarbanes Oxley Act menyinggung tentang keberadaan ahli akuntansi
atau keuangan dalam Komite Audit tetapi tidak memberikan kriteria yang
pasti mengenai orang yang dapat disebut sebagai ”financial expert”.
Undang-undang ini hanya meminta SEC merumuskan kriteria ”financial
expert” dengan memperhatikan beberapa hal berikut :
1. Pengalaman sebelumnya sebagai akuntan public atau auditor,
CFO, controller, Chief Accounting Officer, atau posisi yang
sejenis.
15
2. Pemahaman terhadap Standar Akuntansi Keuangan dan
laporan keuangan.
3. Pengalaman dalam audit atas laporan keuangan perusahaan.
4. Pengalaman dalam pengendalian internal
5. Pemahaman atas akuntansi untuk penaksiran (estimates),
accruals, dan cadangan (reserves).
Kehadiran komite audit membantu dewan komisaris untuk mengawasi
manajemen dalam penyusunan laporan keuangan. Oleh karena itu, komite
audit diharapkan memiliki komitmen waktu yang tinggi. Komite audit
diharapkan memiliki banyak waktu untuk mengawasi proses pelaporan
keuangan perusahaan sehingga kemungkinan terjadinya manajemen laba
dapat berkurang. Komite audit yang bekerja dan menduduki posisi penting
di banyak perusahaan memiliki sedikit waktu untuk melaksanakan tanggung
jawabnya dalam pengawasan proses pelaporan keuangan.
2.1.1.6. Pengertian Manajemen Laba
National Association of Certified Fraud Examiners (dalam Sulistyanto
2008) berpendapat bahwa manajemen laba adalah kesalahan atau kelalaian
yang disengaja dalam membuat laporan mengenai fakta material atau data
akuntansi sehingga menyesatkan ketika semua informasi itu dipakai untuk
16
membuat pertimbangan yang akhirnya akan menyebabkan orang yang
membacanya akan mengganti atau mengubah pendapat atau keputusannya.
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa manajemen laba
merupakan aktivitas manajerial untuk mempengaruhi dan mengintervensi
laporan keuangan. Manajemen laba yang dilakukan seorang manajer
merupakan permainan memilih metode dan standar akuntansi yang sesuai
dengan kebutuhannya dan diungkapkan dalam laporan keuangan. Akuntansi
akrual yang dicatat dengan basis akrual merupakan subjek manajerial
discretion, karena fleksibilitas yang diberikan oleh GAAP memberikan
dorongan kepada manajer untuk memodifikasi laporan keuangan agar dapat
menghasilkan laporan laba seperti yang diinginkan, meskipun menciptakan
distorsi dalam pelaporan laba (Watts dan Zimmerman 1986).
Manajemen laba dilakukan dengan memanfaatkan ketidaktahuan orang
lain akan informasi mengenai perusahaan yang sesungguhnya. Oleh karena
itu, manajemen laba dianggap sebagai perbuatan curang.
2.1.1.7. Motivasi Manajemen Laba
Perilaku manajemen laba dapat dijelaskan oleh Positive Accounting
Theory (PAT) dan Agency Theory. Tiga hipotesis PAT yang dapat dijadikan
dasar pemahaman tindak manajemen laba yaitu (Watts dan Zimmerman
1986) : (1) Bonus plan hypothesis, menegaskan bahwa manajer perusahaan
dengan rencana bonus lebih cenderung untuk memilih prosedur akuntansi
17
yang memuat laba yang dilaporkan menjadi lebih tinggi. (2) Debt (equity)
hypothesis, menegaskan bahwa perusahaan dengan rasio debt to equity lebih
besar, cenderung untuk memilih prosedur-prosedur akuntansi yang dapat
menaikan labanya. (3) Political cost hypothesis, menegaskan gahwa
perusahaan cenderung memilih dan menggunakan metode-metode akuntansi
yang dapat menurunkan laba bersih yang dilaporkan.
Motivasi-motivasi yang sejalan dengan hipotesis teori akuntansi positif
yang telah dijelaskan di atas adalah (Scott dalam Sanjaya (2008)) yaitu :
(1) Motivasi bonus, yaitu manajer perusahaan lebih cenderung untuk
memilih prosedur-prosedur akuntansi yang menggeser earnings yang
dilaporkan dari periode masa depan ke periode sekarang. (2) Motivasi
kontraktual lainnya, yaitu suatu perusahaan yang rasio debt/equity lebih
besar, lebih cenderung manajer perusahaan ini untuk memilih prosedur-
prosedur akuntansi yang menggeser earnings yang dilaporkan dari periode
masa depan ke periode sekarang. (3) Motivasi politik, yaitu Perusahaan
akan melakukan manajemen laba untuk menurunkan visibilitinya dengan
cara menggunakan prosedur akuntansi untuk menurunkan laba bersih yang
dilaporkan. (4) Motivasi pajak, yaitu Manajer termotivasi untuk melakukan
praktik manajemen laba karena income taxation. (5) Pergantian CEO, yaitu
Motivasi manajemen laba ada di sekitar waktu pergantian CEO. Hipotesis
rencana bonus menjelaskan bahwa CEO yang akan diganti melakukan
pendekatan strategi untuk memaksimalisasi laba supaya bonusnya naik.
18
CEO perusahaan yang kinerjanya buruk mungkin memaksimalkan laba. (6)
Motivasi pasar modal, yaitu Motivasi pasar modal muncul karena informasi
akuntansi digunakan secara luas oleh investor dan para analis keuangan
untuk menilai saham. Dalam hal demikian, kondisi ini dapat menciptakan
kesempatan bagi manajer untuk memanipulasi earnings dengan cara
mempengaruhi performan harga saham jangka pendek.
2.1.1.8. Teknik Manajemen Laba
Teknik dan pola manajemen laba menurut Setiawati dan Na’im (2000)
dapat dilakukan dengan tiga teknik yaitu : (1) memanfaatkan peluang untuk
membuat estimasi akuntansi. Manajemen dapat mempengaruhi laba melalui
perkiraan terhadap estimasi akuntansi antara lain estimasi tingkat piutang
tak tertagih, estimasi kurun waktu depresiasi aktiva tetap atau amortisasi
aktiva tak berwujud, estimasi biaya garansi, dll. (2) mengubah metode
akuntansi. Manajemen laba dapat dilakukan dengan mengubah metode
akuntansi yang digunakan ntuk mencatat suatu transaksi. Contohnya
mengubah metode depresiasi aktiva tetap, dari metode depresiasi angka
tahun ke metode depresiasi garis lurus. (3) menggeser periode biaya atau
pendapatan. Manajemen laba dapat dilakukan dengan menggeser periode
atau pendapatan. Contohnya mempercepat/menunda pengeluaran untuk
penelitian dan pengembangan sampai pada periode akuntansi berikutnya,
mempercepat/menunda pengeluaran promosi sampai periode berikutnya,
19
mempercepat/menunda pengiriman produk ke pelanggan, mengatur saat
penjualan aktiva tetap yang sudah tidak dipakai.
2.1.1.9. Implikasi Manajemen Laba
Ketidakselarasan perilaku atau tujuan antara pemilik dan manajer
perusahaan menimbulkan agency cost dalam hubungan keagenan apapun,
termasuk hubungan di dalam kontrak kerja antara pemegang saham dan
manajer perusahaan. Oleh sebab itu, dalam hubungan keagenan, setiap pihak
akan menanggung biaya keagenan, tidak hanya prinsipal tetapi juga agen.
Manajer perusahaan harus menanggung akibat dari manajemen laba yaitu
berupa kemungkinan kesulitan keuangan atau kebangkrutan di masa depan.
Investor harus menanggung implikasi berupa hilangnya kesempatan
memperoleh return dan kehilangan modal yang telah ditanamkannya.
Akuntan publik harus menanggung implikasi berupa keraguan masyarakat
terhadap komitmen etis dan moralnya karena menjalin konspirasi dengan
dunia usaha. Pemerintah harus menanggung implikasi berupa kehilangan
kesempatan untuk memperoleh pajak. Regulator harus menanggung
implikasi berupa hilangnya integritas dan kredibilitas karena regulasinya
mudah dipermainkan. Kreditur harus menanggung implikasi berupa
kehilangan kesempatan memperoleh return dan dana yang dipinjamkan
kepada perusahaan bersangkutan. Masyarakat harus menanggung implikasi
berupa hancurnya perekonomian (Sulistyanto 2008).
20
2.1.1.10. Discretionary Accruals
Manajemen laba dapat terjadi karena penyusunan laporan keuangan
menggunakan dasar akrual. Sistem akuntansi akrual sebagaimana yang ada
pada prinsip akuntansi yang diterima umum memberikan kesempatan
kepada manajer untuk membuat pertimbangan akuntansi yang akan
memberi pengaruh kepada pendapatan yang dilaporkan. Dengan dasar
accrual ini, pengaruh transaksi dan peristiwa lainnya diakui pada saat
kejadian (bukan pada saat kas atau setara kas diterima atau dibayar) dan
dicatat dalam catatan akuntansi serta dilaporkan dalam laporan keuangan
pada periode yang bersangkutan. Laporan keuangan yang disusun
berdasarkan akrual memberikan informasi kepada pemakai tidak hanya
transaksi masa lalu yang melibatkan penerimaan atau pembayaran kas,
tetapi juga kewajiban pembayaran kas di masa depan serta sumber daya
yang mempresentasikan kas yang akan diterima di masa depan (IAI 2002).
Terdapat dua konsep accrual yaitu discretionary accruals dan non
discretionary accrual. Discretionary accrual adalah pengakuan akrual laba
atau beban yang bebas, tidak diatur dan merupakan pilihan kebijakan
manajeme. Sedangkan non discretionary accrual adalah pengakuan akrual
laba yang wajar, yang tunduk pada suatu standar atau prinsip akuntansi yang
berlaku umum.
21
2.1.2. Penelitian Terdahulu
Keberadaan komite audit bermanfaat untuk menjamin transparansi,
keterbukaan laporan keuangan, keadilan untuk semua stakeholder, dan
pengungkapan semua informasi telah dilakukan oleh manajemen meski ada
konflik kepentingan. Komite audit dan komisaris independen merupakan
pihak yang melakukan pengawasan dan pengendalian untuk menciptakan
keadilan, transparansi, akuntabilitas, dan responsibilitas. Keempat faktor
inilah yang membuat laporan keuangan menjadi lebih berkualitas
(Sulistyanto 2008). Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa kualitas
laporan keuangan dipengaruhi oleh kualitas dan karakteristik komite audit.
Xie et al (2003), dalam Sanjaya (2008) membukukan bahwa dewan
komisaris independen dan komite audit yang aktif serta berpengetahuan di
bidang keuangan menjadi faktor penting untuk mencegah kecenderungan
manajer untuk melakukan manajemen laba.
Vafeas (2005) dalam sanjaya (2008) menemukan bahwa ketika komite
audit lebih banyak melakukan pertemuan dan lebih independen, manajer
kemungkinan tidak menaikkan laba. Oleh karena itu, dapat disimpulkan
bahwa melalui pertemuan dan pengamatan secara langsung, komite audit
diharapkan dapat mengurangi tingkat manajemen laba.
Pramudji dan Trihartati (2009) menemukan bahwa setiap variabel
independen (independensi, keahlian, frekuensi pertemuan, dan komitmen
22
waktu komite audit) memiliki hasil yang berbeda-beda terhadap variabel
dependennya (manajemen laba) dan tidak ada yang sama.
Farida, Prasetyo dan Herwiyanti (2010) menemukan bahwa semua
variabel independen (ukuran dewan komisaris, komposisi dewan komisaris
independen, komite audit, kepemilikan institusional, dan kepemilikan
manajerial) tidak ada yang berpengaruh secara signifikan, kecuali variabel
kepemilikan manajerial terhadap manajemen laba.
2.2. Kerangka Pemikiran
Banyaknya kasus manipulasi terhadap laba yang sering dilakukan oleh
manajemen mendorong perusahaan untuk menerapkan prinsip good
corporate governance sehingga dapat meminimalkan praktik manajemen
laba. Salah satu mekanisme yang digunakan dalam penerapan good
corporate governance adalah dibentuknya komite audit. Keberadaan komite
audit diduga dapat mempengaruhi praktik manajemen laba. Oleh karena itu
diadakan penelitian lebih lanjut untuk menguji efektifitas komite audit yang
lebih menekankan pada karakteristik komite audit apa sajakah yang
berpengaruh terhadap manajemen laba sehingga dapat meminimalisasi
manajemen laba tersebut.
Kerangka pemikiran mengenai hubungan antar variabel penelitian dapat
diilustrasikan seperti pada bagan di bawah ini :
23
Gambar 2.2 Bagan Kerangka Pemikiran Penelitian
2.2.1. Identifikasi Variable
Variabel merupakan sebuah konsep yang mempunyai variasi nilai
yang dapat diidentifikasi melalui kerangka pemikiran yang telah ditentukan.
Variabel yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah variable
dependen dan variabel independen. Variabel dependen merupakan variabel
yang tergantung atau dipengaruhi oleh variabel lainnya. Variabel dependen
dalam penelitian ini adalah manajemen laba. Variabel independen
Keahlian Komite Audit(X2)
Frekuensi Pertemuan KomiteAudit(X3)
Manajemen Laba(Y)
24
Independensi DewanKomisaris
(X1)
Komitmen Waktu KomiteAudit(X4)
merupakan variabel bebas yang tidak terikat oleh variabel manapun dan
biasanya mempengaruhi variabel dependen. Variabel independen dalam
penelitian ini adalah independensi dewan komisaris, keahlian komite audit,
frekuensi pertemuan komite audit, dan komitmen waktu komite audit.
2.2.2. Definisi Variabel
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah manajemen laba.
Perhitungannya diperoleh dengan menggunakan model agregat accrual.
Model tersebut menggunakan Discretionary Accruals (DACC) yang
digunakan sebagai proksi manajemen laba. Model ini menggunakan semua
komponen laporan keuangan untuk mendeteksi rekayasa keuangan.
Manajemen laba ini yang akan menjadi variabel yang dipengaruhi oleh
beberapa faktor.
Variabel independen dalam penelitian ini adalah independensi dewan
komisaris, keahlian komite audit, frekuensi pertemuan komite audit, dan
komitmen waktu komite audit. Independensi komisaris independen diukur
dengan membandingkan jumlah komisaris independen terhadap jumlah
dewan komisaris seluruhnya, Keahlian komite audit diukur dengan
membandingkan jumlah anggota komite audit yang berlatar belakang
pendidikan akuntansi terhadap jumlah anggota komite audit seluruhnya.
Frekuensi pertemuan antar anggota komite audit diukur dengan jumlah
pertemuan antar anggota komite audit yang dilakukan dalam satu tahun.
25
Komitmen waktu anggota komite audit diukur dengan variabel skor, yaitu
memberikan nilai 3 apabila komite audit bekerja di tiga perusahaan, nilai 2
apabila komite audit bekerja di 2 perusahaan, dan nilai 1 apabila komite
audit bekerja di satu perusahaan.
2.3. Hipotesis
Berdasarkan perumusan masalah dan penelitian-penelitian sebelumnya,
maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut :
H1 : Terdapat hubungan yang positif antara independensi dewan
komisaris dengan manajemen laba.
H2 : Terdapat hubungan yang negatif antara keahlian komite audit
dengan manajemen laba.
H3 : Terdapat hubungan yang negatif antara frekuensi pertemuan komite
audit dengan manajemen laba.
H4 : Terdapat hubungan yang negatif antara komitmen waktu komite
audit dengan manajemen laba.
.
26
Top Related