BAB II LANDASAN TEORI TENTANG PENDIDIKAN...

23
14 BAB II LANDASAN TEORI TENTANG PENDIDIKAN AGAMA ISLAM NONFORMAL DAN KESEHATAN MENTAL LANSIA A. Tinjauan Tentang Pendidikan Agama Islam Non Formal 1. Pengertian Pendidikan Agama Islam Nonformal Menurut Zakiyah Daradjat adalah suatu usaha untuk membina dan mengasuh peserta didik agar senantiasa dapat memahami ajaran Islam secara menyeluruh. Lalu peserta didik menghayati tujuan, yang pada akhirnya dapat mengamalkan serta menjadikan Islam sebagai pandangan hidup. 1 Tayar Yusuf mengartikan Pendidikan Agama Islam nonformal sebagai usaha sadar generasi tua untuk pengetahuan, kecakapan, dan ketrampilan kepada generasi muda agar kelak menjadi manusia bertaqwa kepada Allah SWT. 2 Sedangkan menurut A.Tafsir, Pendidikan Agama Islam nonformal adalah bimbingan yang diberikan seseorang kepada seseorang agar ia berkembang secara maksimal sesuai dengan ajaran Islam. 3 Jadi, Pendidikan Agama Islam nonformal adalah upaya mendidik agama Islam atau ajaran Islam dan nilai-nilainya, agar menjadi way of life (pandangan dan sikap hidup) seseorang. Dalam pengertian ini terwujud dalam bentuk: Pertama Segenap kegiatan yang dilakukan seseorang atau suatu lembaga untuk membantu seorang/sekelompok peserta didik dalam menanamkan dan menumbuh-kembangkan ajaran Islam dan nilai-nilai Islam. Kedua, Segenap fenomena/peristiwa perjumpaan antara dua orang/lebih yang dampaknya ialah tertanamnya atau tumbuh kembangnya ajaran Islam dan Islam nilai-nilainya pada salah satu atau beberapa pihak. 4 1 Abdul Majid, Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2004), Cet 1, hlm. 130. 2 Ibid. 3 Ibid. 4 Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam; Upaya Mengefektifkan PAI di Sekolah, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001), hlm. 37.

Transcript of BAB II LANDASAN TEORI TENTANG PENDIDIKAN...

14

BAB II

LANDASAN TEORI TENTANG

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM NONFORMAL

DAN KESEHATAN MENTAL LANSIA

A. Tinjauan Tentang Pendidikan Agama Islam Non Formal

1. Pengertian Pendidikan Agama Islam Nonformal

Menurut Zakiyah Daradjat adalah suatu usaha untuk membina dan

mengasuh peserta didik agar senantiasa dapat memahami ajaran Islam

secara menyeluruh. Lalu peserta didik menghayati tujuan, yang pada

akhirnya dapat mengamalkan serta menjadikan Islam sebagai pandangan

hidup.1

Tayar Yusuf mengartikan Pendidikan Agama Islam nonformal

sebagai usaha sadar generasi tua untuk pengetahuan, kecakapan, dan

ketrampilan kepada generasi muda agar kelak menjadi manusia bertaqwa

kepada Allah SWT.2 Sedangkan menurut A.Tafsir, Pendidikan Agama

Islam nonformal adalah bimbingan yang diberikan seseorang kepada

seseorang agar ia berkembang secara maksimal sesuai dengan ajaran

Islam.3

Jadi, Pendidikan Agama Islam nonformal adalah upaya mendidik

agama Islam atau ajaran Islam dan nilai-nilainya, agar menjadi way of life

(pandangan dan sikap hidup) seseorang. Dalam pengertian ini terwujud

dalam bentuk: Pertama Segenap kegiatan yang dilakukan seseorang atau

suatu lembaga untuk membantu seorang/sekelompok peserta didik dalam

menanamkan dan menumbuh-kembangkan ajaran Islam dan nilai-nilai

Islam. Kedua, Segenap fenomena/peristiwa perjumpaan antara dua

orang/lebih yang dampaknya ialah tertanamnya atau tumbuh kembangnya

ajaran Islam dan Islam nilai-nilainya pada salah satu atau beberapa pihak.4

1 Abdul Majid, Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi,

(Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2004), Cet 1, hlm. 130. 2 Ibid. 3 Ibid. 4 Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam; Upaya Mengefektifkan PAI di Sekolah,

(Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001), hlm. 37.

15

Ruang lingkup pendidikan Agama Islam nonformal ini meliputi

keserasian, keselarasan dan keseimbangan antara; hubungan manusia

dengan Allah SWT, hubungan manusia dengan sesama manusia, hubungan

manusia dengan dirinya sendiri, dan hubungan manusia dengan mahluk

lain dan lingkungannya.5 Adapun ruang lingkup bahan pelajarannya

meliputi tujuh unsur pokok yaitu; Keimanan, Ibadah, Al-quran, Akhlak,

Muamalah, Syari’ah, dan Tarikh.6

Berangkat dari pengertian di atas maka menurut hemat penulis

bahwa pengertian pendidikan agama Islam nonformal adalah segala usaha-

usaha atau tindakan-tindakan dan kegiatan ditujukan untuk meningkatkan

kualitas dalam beragama baik dalam bidang tauhid (akidah), bidang

peribadatan (syari’ah), bidang akhlak, dan bidang kemasyarakatan pada

umumnya. Dapat diketahui bahwa pengertian Pendidikan Agama Islam

nonformal tidaklah terlepas dari pengembangan sub sistem pendidikan

nasional sebagai wahana pembinaan dari lembaga pendidikan secara

keseluruhan. Karena pada dasarnya sebuah Panti adalah termasuk kategori

pendidikan non-formal.

Pendidikan agama Islam nonformal bukanlah suatu proses yang

dapat terjadi dengan cepat dan dipaksakan, tetapi berjalan secara

berangsur-angsur, wajar, sehat dan sesuai dengan pertumbuhan,

kemampuan dan keistimewaan umur yang sedang dilalui oleh lansia.7

Manusia sebagai peserta didik tidak pula ditentukan atau dibatasi

umurnya. Berarti, manusia disuruh belajar sepanjang hayatnya.8 Dengan

azas pendidikan seumur hidup atau lebih dikenal dengan istilah life long

5 Endang Saifudin Anshari, Kuliah al-Islam PAI di Perguruan Tinggi, (Jakarta: Rajawali,

1992), hlm.2. 6 H.M. Chabib Thoha, Abdul Mu’ti, PBM-PAI di Sekolah; Eksistensi dan Proses Belajar-

Mengajar Pendidikan Agama Islam, (Yogyakarta: Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo dan Pustaka Pelajar, 1998), Cet.1, hlm. 183.

7 Zakiah Daradjat, Pendidikan Agama dalam Pembinaan Mental, (Jakarta: Buan Bintang, 1982), hlm. 69-70.

8 Erwati Aziz, Prinsip-prinsip Pendidikan Islam, (Solo: Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2003), hlm. 42.

16

education.9 Berkaitan dengan hal ini Az-Zarnuji dalam kitab Ta'lim al-

Muta'allim, sebagaimana Rasulullah saw. bersabda yang artinya

“Tuntutlah ilmu pengetahuan dari ayunan sampai keliang lahat (kubur)” .10

Berangkat dari sabda Rasul di atas, bahwa pendidikan Agama

Islam nonformal yang bersumber dari ajaran wahyu dan diterapkan Rasul

saw. telah lama mengenal konsep pendidikan seumur hidup. Konsep ini

pula yang diterapkan dalam sistem pendidikan Islam. Bentuk konsep

pendidikan tanpa batas usia.11

Setiap individu dibebankan kewajiban untuk menerima pendidikan

sepanjang hayatnya. Dengan kata lain, selagi manusia mempunyai nafas

kehidupan, ia senantiasa diminta untuk belajar, bahkan ketika nafas sudah

hampir keluar dari badanpun masih diperintahkan untuk mengajarinya

melalui talqin (mengajar manusia yang pasif).

Lansia adalah orang yang sudah tua, pikun, tenaga berkurang,

menurunnya ketahanan tubuh dan biasanya tumbuh uban di kepalanya atau

mereka yang telah menjalani siklus kehidupan di atas usia 65 tahun. Oleh

karena itu pendidikan yang dilakukan menyesuaikan dari pribadi dengan

pemahaman keagamaannya masing-masing sehingga dalam pendidikan

agama Islam non formal pada peserta didik (warga panti) memerlukan

kecermatan di dalam memilih metode, materi dan kesabaran dari pendidik

serta lebih menitikberatkan pada pendidikan ke arah individual dan

dikombinasi secara klasikal.

2. Tujuan Pendidikan Agama Islam Nonformal

Tujuan pendidikan Agama Islam non formal adalah :

a. Pendidikan Agama Islam nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat.

9 Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 1991), hlm.

233. 10 Az-Zarnuji, Ta’lim al-Muta’allim, (Surabaya: Maktabah Syaikh Muhammad bin

Ahmad Nabhan wa Auladihi, t.th.), hlm. 36. 11 Jalaluddin, Teologi Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001), hlm. 108.

17

b. Pendidikan Agama Islam nonformal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian professional.

c. Pendidikan Agama Islam nonformal meliputi kecapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan kesetraan, serta pendidikan lain yang ditujuakan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik.

d. Satuan Pendidikan Agama Islam nonformal terdiri atas lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat, dan majelis taklim, serta satuan pendidikan yang sejenis.

e. Kursus dan pelatihan diselenggarakan bagi masyarakat yang memerlukan bekal pengetahuan, keterampilan, kecakapan hidup, dan sikap untuk mengembangkan diri, mengembangkan profesi, bekerja, usaha mandari, usaha mandiri, dan/ melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.

f. Hasil Pendidikan Agama nonformal dapat dihargai serta dengan hasil program pendidikan agama Islam nonformal setelah proses penetian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh Pemerintah yang atau Pemerintah Daerah dengan mengacu pada standar nasional pendidikan.

g. Ketentuan mengenai penyelenggaraan pendidikan agama Islam nonformal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) , ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.12

Adapun tujuan pendidikan agama Islam nonformal menurut

Muhaimin yaitu untuk meningkatkan keyakinan, pemahaman,

penghayatan dan pengalaman ajaran agama Islam pada lansia, sehingga

mereka menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Allah

SWT.13

Tujuan yang dimaksud di sini artinya setelah pendidikan agama

Islam nonformal dilakukan diharapkan lansia dengan sendirinya akan

menjadikan agama sebagai pedoman dan pengendalian tingkah laku, sikap

serta perbuatannya dalam kehidupan sehari-hari. Apabila ajaran agama

telah masuk menjadi bagian dari pribadi lansia yang telah terdidik itu,

12 Undang-undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003, " tentang Sistem Pendidikan

Nasional dan Penjelasannya, (Bandung: Citra Umbara, 2003), hlm. 14-15. 13 Muhaimin, et.al., Paradigma Pendiidkan Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001),

hlm. 78.

18

maka dengan sendirinya para lansia akan mematuhi segala larangan dan

mengerjakan segala perintah-Nya.

Dengan mendasar pada tujuan pendidikan agama Islam nonformal

di atas, maka bisa pahami bahwa proses pendidikan yang dilakukan

supaya para lansia semakin dekat kepada Allah dan lebih tekun

beribadahnya, sehingga mereka menikmati sisa hidupnya di panti dengan

ketentraman lahir batin untuk mencapai kebahagiaan serta meninggal

dengan Khusnu al-Khatimah.

Karena pendidikan agama Islam nonformal merupakan bagian dari

kegiatan pendidikan agama Islam nonformal, maka tujuan pendidikan ini

lebih lanjut sama dengan tujuan pendidikan agama yang menurut Hery

Noer Ali dan Munzier mencakup beberapa hal yang di antaranya:

a. Agama Islam menyeru manusia agar beriman dan bertaqwa.

b. Agama Islam menekankan amal shaleh dan menetapkan bahwa iman

selalu diwujudkan dengan amal shaleh tersebut

c. Agama Islam menekankan pentingnya berakhlak yang mulia.14

Pada intinya tujuan pendidikan agama Islam nonformal

sebagaimana di atas tidak lain, untuk lebih meningkatkan keyakinan,

pemahaman, penghayatan dan pengamalan ajaran agama yang telah

diajarkan oleh pendidik kepada peserta didik (warga panti) supaya

terhindar dari gangguan jiwa (depresi, takut, cemas)

3. Materi dan Metode pendidikan Agama Islam Nonformal

a. Materi pendidikan Agama Islam Nonformal

Pada dasarnya materi pendidikan agama Islam nonformal

meliputi; akidah, syari’ah, dan akhlak. Untuk lebih jelasnya, berikut

penulis sajikan rincian masing-masing item.

1) Akidah

Akidah atau keimanan dalam Islam merupakan hakekat yang

meresap ke dalam hati dan akal, bukan sekedar semboyan yang

14 Hery Noer Aly dan Munzier, Watak Pendidikan Islam¸(Jakarta: Friska Agung Insani,

2000), hlm. 138-140.

19

diucapkan karena akidah merupakan akar dan pokok agama Islam.

Akidah Islam terefleksikan dalam rukun iman yaitu iman kepada

Allah SWT, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para Rasul-Nya,

hari akhir serta qadha dan qadar.15

Sayyid Abul A’la al-Maududi, dalam bukunya “Toward

Understanding Islam” mengemukakan beberapa pengaruh iman

terhadap mental seseorang yaitu:

a) A believer in this kalima can never be narrow minded or

shriveled in outlook.

b) This belief produces in man the highest degree of self-respect

and self-esteem.

c) This belief makes man virtuous and upright.16

Artinya:

a) Orang yang percaya kepada kalimat atau pernyataan ini

(percaya kepada Allah) tidak akan mempunyai pandangan yang

sempit dan picik.

b) Kepercayaan ini menumbuhkan sifat penghargaan dan

penghormatan pada diri sendiri.

c) Kepercayaan (tauhid) ini membuat manusia menjadi baik

(shaleh) dan adil (jujur).

Dari keterangan di atas, jelaslah bahwa betapa pentingnya

pendidikan agama Islam bagi lansia, karena iman yang di

realisasikan dalam bentuk ajaran agama merupakan unsur

terpenting dalam kesehatan mental lansia dan sebagai pengendali

sikap, ucapan, tindakan dan perbuatannya dalam kehidupan sehari-

hari.

15 Yusuf Qardhawi, Masyarakat Berbasis Syari’at Islam (Akidah, Syari’ah, Akhlak),

(Solo: Era Intermedia, 2003), hlm. 19. 16 Sayyid Abul A’la al-Maududi, Toward Understanding Islam, (Kuwait: International

Federation of Student Organization, 1992), hlm. 74-75.

20

2) Syari’ah

Syari’ah dalam Islam berhubungan erat dengan amal lahir

(nyata) dalam rangka mentaati peraturan dan hukum Allah, guna

mengatur hubungan antara manusia dengan Allah dan mengatur

pergaulan hidup antara sesama manusia.17

Perwujudan dan adanya hubungan antara manusia dengan

Tuhannya adalah dengan komunikasi kalbu melalui ibadah shalat,

dzikir dan do’a-do’a, maka penulis menjelaskan tentang arti

pentingnya shalat wajib bagi kesehatan mental khususnya bagi

lansia serta pengertian dzikir dan do’a-do’a.

Shalat adalah kewajiban harian yang sudah jelas bilangannya

yakni lima kali sehari semalam, telah ditentukan waktu dan jumlah

rakaatnya, demikian pula rukun-rukunnya, yakni dimulai dari

takbiratul ihram lantas di akhiri dengan salam.18 Shalat juga

merupakan satu di antara sekian banyak ajaran-ajaran Islam yang

mampu menjadi terapi dan menjaga kesehatan fisik dan psikis

(mental) seseorang.19 Seperti Firman Allah SWT surat al-Ankabut

ayat 45 menjelaskan tentang manfaat shalat.

)45: العنكبوت ( والمنكر ولذكر الله أكبر تنهى عن الفحشاءإن الصلوة … Sesungguhnya shalat itu mencegah dari perbuatan-perbuatan keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadah-ibadah yang lain) … (QS. Al-Ankabut: 45)20

Ayat tersebut menunjukkan bahwa orang yang menjalankan

shalat dengan khusu’ artinya menghayati serta mengerti apa yang

diucapkan akan banyak memperoleh manfaat, antara lain

17 Zuhairini, dkk., op. cit., hlm. 61. 18 Yusuf al-Qardhawi, Karakteristik Islam Kajian Analitik, (Surabaya: Risalah Gusti,

2000), hlm. 216. 19 M. Sholeh dan Imam Musbikin, Agama sebagai Terapi (Menuju Ilmu Kedokteran

Holistik), (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), hlm. 195. 20 Soenarjo, dkk., Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: Depag RI, 1989), hlm. 635.

21

ketenangan hati, perasaan aman dan terlindung, serta berperilaku

baik (menjauhkan diri dari perbuatan keji dan mungkar).

Kita sebagai umat Islam hendaklah terbiasa dalam

melaksanakan shalat karena shalat mempunyai nilai-nilai utama

yaitu jalinan hubungan yang erat antara makhluk dengan khaliknya

serta mendidik seorang muslim senantiasa memusatkan usaha,

pikiran, akal, pikiran dan perjuangan pada titik tujuan yang

mendatangkan keberhasilan, keberuntungan dan kebahagiaan yaitu

mendapat keridhaan Allah.21 Shalat juga merupakan ibadah yang

pertama kali akan dihisab atas setiap muslim di hari kiamat.

Selain bimbingan shalat, ada pula bimbingan dzikir dan

do’a-do’a. dzikir memiliki makna mengingat segala keagungan dan

kasih sayang Allah SWT. yang telah diberikan kepada kita, sambil

mentaati segala perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.22

Apabila seorang muslim membiasakan diri mengingat Allah

(berdzikir), maka ia akan merasa bahwa ia dekat dengan Allah dan

berada dalam perlindungan dan penjagaan-Nya. Dengan demikian,

akan timbul pada dirinya perasaan percaya pada diri sendiri, teguh,

tenang, tenteram, dan bahagia.23 Firman Allah SWT:

كمأذكر نيو152: البقرة.... (فاذكر(

Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu … (WS. Al-Baqarah: 152)24

Kata-kata dzikir yang kita dengar sehari-hari dapat juga

berarti do’a atau pengharapan, tahmid, syukur dan pengagungan

serta sanjungan kepada Allah SWT. Pengertian ini diambil dari

praktek shalat, seperti kita ketahui, sehabis shalat setiap orang

21 Mohammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Grafindo Persada, 2003),

hlm. 263. 22 Abdul Mujib, Jusuf Mudzakir, Nuansa-Nuansa Psikologi Islam, (Jakarta: Raja

Grafindo Persada, 2002), hlm. 236. 23 M. Ustman Najati, Al-Qur’an dan Ilmu Jiwa, (Bandung: Pustaka, 1997), hlm. 35. 24 Soenarjo, dkk., op. cit., hlm. 38.

22

disunahkan berdzikir. Dzikir seusai shalat ini adalah membaca

tasbih, tahmid dan takbir, masing-masing tiga puluh tiga kali. Di

samping itu juga dibaca istighfar, tahlil dan do’a-do’a.

Do’a dan juga membaca al-Qur’an merupakan rangkaian

dari arti dzikir. Dengan demikian maka tujuan utama pendidikan

atau pengajaran pada lansia bertujuan supaya para lansia selalu

ingat pada Allah Yang Maha Kuasa, yang telah memberikan

nikmat sampai kita tak dapat menghitung berapa banyaknya.

Melalui dzikir ketenangan jiwa akan diperoleh karena manusia

sadar akan dirinya ingat kepada Allah, serta merasa Allah

mengetahui, mendengar dan memperhatikan do’anya. Mengingat

Allah juga dapat membersihkan pikiran dari bayang-bayangan

negatif yang akan menghantui diri manusia. Hal itu berarti dapat

mencegah seseorang dari gangguan jiwa (gelisah, cemas, takut,

depresi).

Adapun bimbingan do’a yang dimaksud dalam skripsi ini

adalah do’a yang dibaca sehari-hari dan mudah untuk dihafal oleh

para lansia, seperti: do’a untuk kesejahteraan hidup di dunia

akhirat, do’a mohon ampun untuk diri pribadi dan orang tuanya,

do’a sebelum dan sesudah makan, do’a sebelum dan sesudah tidur

dan do’a-do’a lainnya.

Diharapkan dengan memberikan pendidikan agama Islam

yang berupa shalat, dzikir, do’a-do’a dan ibadah lainnya kepada

lansia supaya dapat membangkitkan perasaan bahagia dan

kenyamanan serta meningkatkan nilai spiritual agama mereka.25

Selain itu juga bertujuan untuk memberi bekal supaya para lansia

senantiasa ingat kepada Allah sehingga mereka memperoleh

kedekatan diri kepada Allah serta ketenangan jiwa. Ditinjau dari

25 M. Utsman Najati, Psikologi dalam Perspektif Hadits (al-Hadits wa ‘Ulum an-Nafs),

(Jakarta: Pustaka al-Husana Baru, 2004), hlm. 300.

23

kesehatan mental dzikir dan do’a dapat berfungsi untuk menjaga

kesehatan mental.

3) Akhlak

Akhlak adalah jamak dari khuluq yang berarti kebiasaan,

perangai, tabi’at, watak, dan sopan-santun. Akhlak yaitu

kemampuan jiwa untuk melahirkan suatu perbuatan secara spontan,

tanpa pemikiran atau pemaksaan.26 Sedang menurut Imam Al-

Ghazali dalam kitab Ihya' Ulumuddin sebagai berikut:

فاخللق عبارة عن هيئة ىف ا لنفس را سخة عنها تصد ر األ فعال 27بسهو لة ويسر من غري حاجة اىل فكر وروية

Artinya:"Akhlak adalah sifat-sifat yang tertanam dalam jiwa, yang menimbulkan segala perbuatan dengan gampang dan mudah, tanpa memerlukan pikiran dan pertimbangan".

Dengan demikian pendidikan mengenai akhlak ini bersifat

fundamental dan sangat menentukan terhadap perbaikan kondisi

kehidupan warga panti (lansia). Pembinaan akhlak bagi para lansia

sangat penting, sebab dengan diberi materi akhlak mereka akan

tahu dan mengerti bagaimana tata cara bergaul dengan sesamanya

dengan pergaulan yang baik sesuai dengan etika dan norma Islam

yang telah diajarkan oleh Rasulullah, seperti dalam sabdanya:

قال رسول اهللا صلى اهللا عليه :عن ابى هريرة رضي اهللا عنه قال 28)رواه البخارى(وسلم انما بعثت ألتمم صالح األخالق

Artinya: “Dari Abi Hurairah r.a berkata bahwa Rasullah saw bersabda : Bahwasanya aku diutus Allah hany untuk menyempurnakan kebaikan akhlak (budi pekerti)”. (HR. Bukhari)

26 Suwito, Filsafat Pendidikan Akhlak Ibu Miskawaih, (Yogyakarta: Belukar, 2004), hlm.

31. 27 Iamam al-Ghazali, Ihya' Ulumuddin, Juz III (Beirut: Dar al-Fikr, t.th), hlm. 52 28 Jalaluddin Abdurrahman, Jami’ As Shaghir, Indonesia Dar Al Ihya Al Kuthub Al

Arabiyah, tth, Juz .1 Hlm. 103.

24

Dari hadits di atas, bahwa nabi Muhammad saw. diutus

Allah ke dunia ini tidak lain dengan tujuan untuk mengajarkan

kepada semua umat manusia terutama umat Islam dengan akhlak

yang baik yang sesuai dengan ajaran Islam. Dengan berakhlak baik

dan terpuji maka hidup mereka akan menjadi tenang, tentram,

damai, bahagia dan sejahtera.

Dari uraian di atas, dapat penulis simpulkan bahwa kesulitan

yang dialami orang yang telah berusia lanjut merupakan kenyataan

maka dalam pendidikan agama Islam nonformal yang baik dan

tepat adalah dengan mengembangkan sikap sosial dan memahami

orang yang dididik dengan kesabaran, karena orang yang dididik

tersebut mempunyai banyak kekurangan, terutama dalam hal

fungsi panca indera. Jadi, untuk mengurangi kesulitan dalam

menyampaikan materi pendidikan agama Islam nonformal pada

peserta didik (warga panti), salah satunya adalah memahami sikap

orang yang dididik dan mengarahkan pada hal-hal yang lebih baik

dengan pelan, agar mereka tidak kaku dan merekapun akhirnya

dapat menyesuaikan diri dalam lingkungannya sehingga dapat

menerima materi dari pendidikan agama Islam nonformal dengan

baik dan diharapkan peserta didik (warga panti) mengamalkannya

dalam kehidupan sehari-hari di panti.

b. Metode Pendidikan Agama Islam Nonformal

Sejalan dengan tujuan yang hendak dicapai dalam pelaksanaan

pendidikan agama Islam non formal diperlukan berbagai metode yang

dapat mengantarkan menuju terlaksananya pendidikan dengan baik,

sehingga peserta didik (warga panti) mampu mengembangkan diri

dalam kehidupan, terutama dalam memahami, menghayati dan

mengamalkan ajaran agama Islam dalam kehidupan sehari-hari.29

29 M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam dan Praktek Berdasarkan Pendekatan

Interdisipliner, (Jakarta: Bumi Aksara, 2000), hlm. 4.

25

Metode yang digunakan dalam pelaksanaan pendidikan agama

Islam non formal terhadap para lansia antara lain sebagai berikut:

1) Metode Ceramah

Metode ceramah ialah sebuah bentuk interaktif, edukatif,

melalui penerangan dan penuturan secara lisan oleh guru terhadap

sekelompok pendengar (peserta didik) untuk memperjelas

uraiannya dapat digunakan alat-alat bantu mengajar. Namun

demikian media utama komunikasi interaksinya adalah bahasa

lisan.30 Dalam pendidikan agama Islam, hampir semua bahan atau

materinya dapat disampaikan dengan metode ceramah baik tentang

akidah, syari’ah maupun akhlak.

2) Metode Tanya Jawab

Metode Tanya jawab ialah cara penyajian materi dalam

bentuk pertanyaan yang harus di jawab, terutama dari guru kepada

peserta didik atau dapat juga dari peserta didik kepada guru.

Dengan metode Tanya jawab, pengertian dan pemahaman materi

dapat diperoleh lebih mantap. Sehingga segala bentuk

kesalahpahaman dan kelemahan daya tangkap terhadap materi

dapat dihindari semaksimal mungkin.31

3) Metode Demonstrasi

Metode demonstrasi yaitu metode mengajar dengan

menggunakan alat peraga (meragakan) to show atau

memperkenalkan atau mempertontonkan.32

Sedangkan menurut Usman Basyiruddin, metode

demonstrasi adalah salah satu teknik mengajar yang dilakukan oleh

seorang guru atau orang lain yang dengan sengaja diminta atau

peserta didik sendiri ditunjuk untuk memperlihatkan bagaimana

30 Zuhairini, dkk., Metode Pendidikan Agama, (Solo: Ramadhani, 1993), hlm. 74. 31 Arief Armai, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Pers,

2002), hlm. 141. 32 Tayar Yusuf, Saiful Anwar, Metodologi Pengajaran Agama Islam dan Bahasa Arab,

(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997), hlm. 49.

26

tentang suatu proses atau cara melakukan sesuatu. Misalnya

demonstrasi tentang cara shalat yang benar dan sebagainya.33

4. Perbedaan Pendidikan Nonformal dan Formal

Pendidikan non formal mempunyai perbedaan dengan pendidikan

formal. Sudjana menjelaskan bahwa pendidikan nonformal mempunyai

derajat keketatan dan keseragaman yang lebih longgar dibanding dengan

tingkat keketatan dan keseragaman pendidikan formal. Pendidikan non

formal memiliki bentuk dan isi program yang bervariasi, sedangkan

pendidikan formal, pada umumnya, memiliki bentuk dan isi program yang

seragam untuk setiap satuan, jenis dan jenjang pendidikan. Perbedaan ini

pun tampak pada teknik-teknik yang digunakan dalam mendiagnosis,

merencanakan, dan mengevaluasi proses, hasil dan dampak program

pendidikan.Tujuan program pendidikan nonformal tidak seragam,

sedangkan tujuan program pendidikan formal seragam untuk setiap

satuan dan jenjang pendidikan.34

Peserta didik (warga belajar) dalam program pendidikan

nonformal tidak memiliki persyaratan ketat sebagaimana persyaratan yang

berlaku bagi peserta didik pendidikan formal. Tanggung jawab

pengelolaan dan pembiyaan pendidikan non formal dipikul oleh pihak

yang berbeda-beda, baik pihak pemerintah, lembaga kemasyarakatan,

maupun perorangan yang berminat untuk menyelenggarakan program

pendidikan. Di pihak lain, tanggung jawab pengelolaan program

pendidikan formal pada umumnya berbeda pada pihak pemerintah dan

lembaga yang khusus menyelenggarakan pendidikan persekolahan.

Dengan demikian, perbedaan antara kedua luhur pendidikan itu terdapat

dalam berbagai segi, baik sitem maupun penyelenggaraannya.35

33 Usman Basyiruddin, Metodologi Pembelajaran Agama Islam, (Jakarta: Ciputat Pers,

2002), hlm. 45. 34 Sudjana, Pendidikan Nonformal, Wawasan, Sejarah Perkembangan, Filsafat dan Teori

Pendukung, Serta Asas, (Bandung: Falah Pruduction, 2004), hlm. 15. 35 Ibid., hlm. 16

27

Dengan demikian perkembangannya berbagai ragam program

pendidikan nonformal, maka relatif sulit untuk mengidentifikasikan dan

menganalisis secara cermat tentang dimensi-dimensi yang terdapat dalam

setiap komponen pendidikan nonformal dan prosedur

penyelenggaraanya. Sedangkan untuk mengenali komponen dan

mekanisme penyelenggaraan program pendidikan non formal relative

mudah untuk dilakukan. Namun, upaya mempelajari berbagai cirri

pendidikan nonformal terus dilakukan oleh para pendidikan dalam

mengenali perbedaan yang lebih jelas antara jalur pendidikan nonformal

dan jalur pendidikan formal.

Perbedaan Karakteristik Program-program36

Program Pendidikan Formal Program Pendidikan Nonformal 1. Jangka panjang dan dan

umum bertujuan membekali peserta didik dengan kemampuan umum untuk kehidupan masa depan..

2. Hasil belajar akhir ditandai dengan pengesahan kemampuan ijazah. Ijazah diperlukan untuk memperoleh pekerjaan, kedudukan, dan atau melanjutkan studi ke jenjang lebih tinggi. Ganjaran atas keberhasilan terutama diperoleh pada akhir program.

1. Jangka pendek dan khusus bertujuan memenuhi kebutuhan tertentu yang funsional dalam kehidupan masa kini dan masa depan.

2. Kurangnya menekankan pentingya ijazah, hasil belajar, berijazah atau tidak, dapat diterapkan langsung dalam kehidupan di lingkungan pekerjaan atau dimasyarakat. Ganjaran diperoleh selama proses dan akhir program berwujud hasil, produk, pendapatan dan keterampilan.

B. Tinjauan tentang Kesehatan Mental

1. Pengertian Kesehatan Mental

Kondisi mental sangat menentukan dalam hidup ini, karena hanya

orang yang sehat mentalnya sajalah yang dapat mengatasi kesukaran-

kesukaran hidup atau rintangan-rintangan dalam hidup, merasa tentram,

36 Sudjana, op. cit., hlm. 29-30.

28

bahagia, merasa berguna bagi dirinya maupun bagi lingkungan

masyarakat.

Kesehatan mental atau mental hygiene terdiri dari dua kata yaitu

“mental dan hygiene”. Hygiene berasal dari bahasa Yunani “hygeia” yang

artinya ilmu kesehatan, sedang mental berasal dari bahasa Latin “means”

yang berarti jiwa, sukma, roh. Dengan demikian kesehatan mental adalah

ilmu yang mempelajari tentang kesehatan jiwa atau mental.37

Kesehatan mental menurut M. Ustman Najati dalam kitab al-Hadits

an-Nabawi wa Ilm an-Nafs yaitu

مع حد , الصحة النفسية هى تكيف االفراد مع أنفسهم و مع العامل عموماو , أقصى من النجاح و الرضا و االنشراح و السلوك االجتماعى السليم

38.القدرة على مواجهة حقائق احلياة و قبوهلا

Artinya: Kesehatan mental adalah kemampuan adaptasi seseorang dengan dirinya sendiri dan dengan alam sekitar secara umum, sehingga ia merasa senang, bahagia, hidup dengan lapang, berperilaku sosial secara normal serta mampu menghadapi dan menerima berbagai kenyataan hidup.

Menurut Zakiah Daradjat kesehatan mental yaitu terwujudnya

keserasian yang sungguh-sungguh antara fungsi-fungsi kejiwaan dan

terciptanya penyesuaian diri antara manusia dengan dirinya sendiri dan

lingkungannya berlandaskan keimanan dan ketakwaan, serta bertujuan

untuk mencapai hidup yang bermakna dan bahagia dunia akhirat.39

Dari definisi kesehatan mental yang diuraikan Zakiah Daradjat,

Seperti keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Menurut

beliau aspek agama harus masuk dalam kesehatan mental, karena agama

memiliki peranan yang besar dalam kehidupan manusia. Agama

merupakan salah satu kebutuhan psikis manusia yang perlu dipenuhi oleh

37 Kartini Kartono dan Jenny Andari, Hygiene Mental dan Kesehatan Mental dalam Islam¸ (Bandung: Mandar Maju, 1989), hlm. 3.

38 M. Ustman Najati, Al-Hadits an-Nabawi wa Ilm an-Nafs, (Mesir: Dar Asy-Syuruq, t.th), hlm. 271.

39 Zakiah Daradjat, Kesehatan Mental, (Jakarta: Gunung Agung, 1975), hlm. 13.

29

setiap orang yang merindukan ketentraman dan kebahagiaan. Kebutuhan

psikis manusia akan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT. tidak

akan terpenuhi kecuali dengan agama. Berdasarkan uraian di atas, maka

pengertian keseatan mental yang dipegang dan dipedomani dalam tulisan

yang ditulis oleh Zakiah Daradjat yang berdasarkan atas kekuatan spiritual

agama Islam. Hanya dengan kesehatan mental dalam arti yang

sesungguhnya. Tanpa pengertian demikian, orang mungkin saja dapat

memperoleh kondisi mental yang memadai tetapi itu dalam arti yang

semu, karena kesehatan mental yang sesungguhnya adalah mencakup

keseluruhan aspek kehidupan manusia di dunia dan akhirat.

Menurut pandangan Islam, mental yang sehat tidak hanya terhindar

dari penyakit kejiwaan yang memiliki dimensi duniawi, melainkan juga

mencakup dimensi ukhrawi. Ayat al-Qur’an yang berkaitan dengan

kesehatan mental antara lain:

دوا إميانا مع هو الذي أنزل السكينة في قلوب المؤمنني ليزداانهم4: الفاتح......(إمي(

Dialah yang telah menurunkan ketenangan kedalam hati setiap orang –orang mukmin supaya keimanan mereka bertambah disamping keimanan mereka (yang telah ada). (QS. Al-Fath: 4)40

Dari keterangan diatas dengan tegas Allah SWT, menerangkan

bahwa dengan mendekatkan diri kepada Allah SWT maka akan

tercurahlah ketenangan jiwa dalam hati. Sebab Allah adalah Tuhan Yang

Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana yang dapat memberikan

ketenangan jiwa kedalam hati orang yang beriman.

2. Ciri-ciri Mental yang Sehat

Ada yang mengatakan bahwa yang menjadi syarat umum bagi

kesehatan mental adalah tidak adanya konflik batin dan suksesnya

penyesuaian diri dengan lingkungannya, sebagaimana pendapat

behaviorisme sedangkan golongan psikoanalisa memberikan kriteria

40 Soenarjo, dkk., op. cit., hlm. 1059.

30

sejauhmana si aku (ego) dapat mempertahankan keakuannya menghadapi

dua kekuatan yaitu ia yang primitif dan super ego yang terlalu idealistik.41

Sedangkan Syamsu Yusuf mengemukakan beberapa karakteristik

atau manifestasi mental yang sehat sebagai berikut:42

3. Terhindarnya seseorang dari gejala-gejala gangguan jiwa dan penyakit

jiwa

4. Dapat menyesuaikan diri

5. Memanfaatkan potensi semaksimal mungkin

6. Tercapainya kebagian pribadi dan orang lain.

Menurut Rasmun, sikap mental yang sehat yaitu kemampuan

individu untuk menyesuaikan diri dengan diri sendiri, orang lain,

masyarakat dan lingkungan sebagai perwujudan keharmonisan fungsi

mental dan kesanggupannya menghadapi masalah yang biasa terjadi,

individu merasa puas dan mampu.43

Iman sebagai unsur terpenting dalam kesehatan mental yang

direalisasikan dalam bentuk ajaran agama, maka dalam Islam prinsip

pokok yang menjadi sumber kehidupan manusia adalah iman, karena iman

itu menjadi pengendali sikap, ucapan, tindakan dan perbuatan.44

Amal shaleh sebagai ciri kesehatan mental, karena amal shaleh

merupakan suatu dorongan (motivasi) atau kebutuhan yang sesuai dengan

usaha preventif atau penjagaan diri dari gangguan kejiwaan dan sebagai

perwujudan iman aktual yaitu sebagai bukti kualitas pribadi seseorang.

Kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat akan tercapai apabila manusia

41 Elmira N. Sumintardja, dkk., Metodologi Psikologi islam¸(Yogyakarta: Pustaka Pelajar,

2000), hlm. 45. 42 Syamsu Yusuf, Mental Hygiene (Pengembangan Kesehatan Mental dalam Kajian

Psikologi dan Agama), (Bandung: Bani Quraisy, 2004), hlm. 20. 43 Rasmun, Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatri Terintegrasi dengan Keluarga

untuk Perawat dan Mahasiswa Keperawatan, (Jakarta: Sagung Seto, 2001), hlm. 11. 44 Zakiah Daradjat, Islam dan Kesehatan Mental, (Jakarta: Gunung Agung, 1995), hlm.

11.

31

beramal shaleh dan berakhlak mulia, karena dengan perilaku semacam

itulah fitrah manusia yang asli itu terwujudkan dalam realitas kehidupan.45

Sedangkan takwa sebagai ciri kesehatan mental karena takwa

merupakan tujuan pokok bagi segala bentuk kehendak, perilaku dan

perbuatan keagamaan seseorang dalam rangka mencapai kebahagiaan lahir

batin dan dunia akhirat. Keimanan dan ketakwaan dapat mengendalikan

dan mengontrol perbuatan manusia agar tetap pada jalur yang telah

digariskan oleh agama serta menjauhi larangan dan melaksanakan perintah

Allah SWT.46

Kemudian pada tahun 1984 menyempurnakan batasan mental sehat

dengan menambahkan elemen spiritual (agama) sehingga sekarang ini

yang dimaksud dengan sehat tidak hanya sehat fisik, psikologis, dan sosial

tetapi juga sehat dalam arti spiritual atau agama, empat dimensi sehat bio,

psiko, sosial, spiritual.47

Dari uraian di atas jelas bahwa karakteristik atau ciri-ciri mental

yang sehat mencakup empat dimensi, yaitu sehat biologis, sehat

psikologis, sehat sosial, dan sehat spiritual. Dengan masuknya faktor

agama ini menunjukkan bahwa agama mempunyai hubungan yang erat

dengan kesehatan mental. Oleh karena itu, dapat diambil kesimpulan

bahwa orang sehat tidak sekedar sehat jasmani dan rohani saja, tapi juga

sehat secara sosial dan sehat secara spiritual.

C. Tinjauan tentang Kesehatan Mental Lansia

1. Pengertian lansia

Lansia mempunyai arti orang yang sudah tua, pikun, tenaga

berkurang, menurunnya ketahanan tubuh dan biasanya tumbuh uban di

45 Aunur Rahim Faqih, Bimbingan dan Konseling dalam Islam, (Yogyakarta: UII Press,

2001), hlm. 64. 46 Abdul Aziz Ahyadi, Psikologi Agama Kepribadian Muslim Pancasila, (Bandung: Sinar

Baru, 1988), hlm. 153. 47 Dadang hawari, Al-Qur’an Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa, (Yogyakarta:

Dana Bhakti Prima Yasa, 1999), hlm. 28.

32

kepalanya serta sudah tidak produktif lagi.48 Yang dimaksud dengan lansia

adalah mereka yang telah berumur 65 tahun ke atas.

Usia lanjut merupakan suatu periode unik dan sulit dalam hidup

kita.49 Suatu tahap peralihan dalam arti bahwa baik pria maupun wanita

harus menyesuaikan diri pada semakin berkurangnya tenaga mental dan

fisik. Masa ini adalah saat-saat untuk mensyukuri segala sesuatu yang

sudah ia capai di masa lalu.50 Pada saat ini keadaan fisiknya sudah jauh

menurun, bahkan ia mungkin sudah pensiun. Masa pensiun merupakan

salah satu cobaan yang cukup berat karena ini menimbulkan perasaan

tidak berguna lagi.

Menurut Undang-undang Nomor 4 tahun 1965 lansia adalah suatu

proses alami yang tidak dapat ditentukan oleh Tuhan YME. Umur manusia

sebagai makhluk hidup terbatas oleh peraturan alam.51 Semua orang akan

mengalami proses menjadi tua dan masa tua merupakan masa hidup

manusia yang terakhir, di mana pada masa ini seseorang mengalami

kemunduran fisik, mental dan sosial. Sedikit demi sedikit sampai tidak

dapat melakukan tugasnya sehari-hari lagi. Sehingga kebanyakan orang,

masa tua itu masa yang kurang menyenangkan.

The Liang Gie menjelaskan bahwa proses penuaan sebagaimana

mengutip dari Donald Roy Morse dan M. Lawrence Furst dalam buku

”Stess for Succes (1979)”, dapat dilihat dari tiga segi yaitu:52

1. Penuaan biologis

2. Penuaan psikologis

3. Penuaan sosiologis.

Proses penuaan dapat dihambat dengan perilaku hidup yang sehat,

makanan sehat, olah raga cukup, tidak merokok, dan berpikir positif.53

48 Jalaluddin, Psikologi Agama, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998), hlm. 101. 49 William Gladstone, Apakah Mental Anda Sehat, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan,

1994), hlm. 134. 50 Irwanto, dkk., Psikologi Umum, (Jakarta: Gramedia, 1989), hlm. 52. 51 Wahyudi Nugroho, Perawatan Lanjut Usia, (Jakarta: Buku Kedokteran EGC, 1992),

hlm. 14. 52 The Liang Gie, Strategi Hidup Sehat Terutama untuk Orang Usia Lanjut, (Yogyakarta:

PUBIB, 1999), hlm. 13.

33

Melihat cara menghambat penuaan di atas maka jelas dengan

mengamalkan ajaran agama Islam proses penuaan dapat dihambat, karena

ajaran Islam penuh dengan peraturan yang dapat menjamin kebahagiaan

pemeluknya. Sejak dari lahir sampai akhir hayat orang yang mengamalkan

ajaran Islam yaitu memperbanyak amal shaleh, tekun beribadah dan rajin

melaksanakan dzikrullah akan panjang umur serta tetap produktif (sehat

jasmani dan rohani).

2. Ciri-ciri lansia

Secara tradisional, keluarga merupakan sumber utama dari

pertolongan bagi lansia, karena pada umumnya lansia mempunyai ciri

khas antara lain:

a. Keterbatasan fungsi tubuh yang berhubungan dengan makin

meningkatnya usia.

b. Ketergantungan pada orang lain.

c. Mengisolasi diri atau menarik diri dari kegiatan kemasyarakatan

karena berbagai sebab, di antaranya setelah menjalani masa pensiun,

setelah kematian pasangan hidup dan lain-lain.54

Adapun ciri lain dari lansia dilihat dari segi keberagamaannya

sebagai berikut:

a. Meningkatkan kecenderungan untuk menerima pendapat keagamaan.

b. Mulai muncul pengakuan terhadap realitas tentang kehidupan akhirat

secara lebih sungguh-sungguh.

c. Timbul rasa takut kepada kematian yang meningkat sejalan dengan

pertambahan usia.

d. Perasaan takut pada kematian ini berdampak pada peningkatakan

pembentukan sikap keagamaan terhadap adanya kehidupan abadi atau

akhirat.55

53 Su’dan, Al-Qur’an dan Panduan Kesehatan Masyarakat, (Jakarta: dana Bhakti Prima

Yasa, 1997), hlm. 275. 54 http://www.e-psikologi.com/usia/160402.htm 55 Jalauddin, op.cit. hlm. 100.

34

Al-Qur’an selalu berupaya untuk mengarahkan manusia untuk tidak

merasa takut terhadap hal-hal yang biasanya membangkitkan rasa takut

bagi manusia, seperti mati dan jatuh miskin. Menurut M. Ustman Najati

dalam kitab al-Qur’an wa Ilm Nafs,

فهو , انه ينظر إىل املوت نظرة واقعية. املؤمن الصادق االميان ال خياف املوتفاذا جاء أجله فلن , و أن لكل انسان أجال حمددا, يعلم أنه حقيقة ال مفر منها

56.يستطيع أن يؤخرهArtinya: Orang mukmin yang benar-benar beriman tidak takut akan mati.

Ia memandang kematian dengan pandangan yang realistis, sebab ia tahu bahwa kematian merupakan realitas yang tidak bisa dihindari dan setiap manusia mempunyai ajal yang telah ditentukan. Apabila ajalnya datang, ia tidak akan bisa menundanya.

Sedangkan menurut Kalis (1963) dalam buku Invitation to the

Psychology of Religion, berpendapat bahwa deeply religious people, who

attended church most frequently, feared death the least. Irregular church

attenders had the highest degree of death anxiety.57

Artinya: Orang yang religius yang sering mendatangi tempat beribadah,

tingkat kecemasan matinya lebih rendah, sedangkan orang yang

jarang mendatangi tempat beribadah tingkat kecemasan matinya

lebih tinggi.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kematian tidak lain

hanyalah perpindahan dari kehidupan yang fana kepada kehidupan yang

abadi. Sehingga usia lanjut memang masa di mana kesadaran religius

harus lebih ditingkatkan dan diperkuat karena dengan iman dan takwa

kepada Allah para lansia mengganggap kematian bukan akhir tetapi

merupakan permulaan baru menyongsong akhir kehidupan dengan tenang

dan tentram. Dengan demikian, iman yang teguh merupakan senjata yang

paling ampuh untuk melawan rasa takut dalam menghadapi kematian.

56 Usman Najati, al-Qur’an wa Ilm Nafs, (Mesir: Dar asy-Sruruq, t.th), hlm. 273. 57 Raymond F. Paloutzian, Invitation to the Psychology of Religion, (America: Library of

Congress, 1996), hlm. 257.

35

3. Kesehatan Mental lansia

Di kalangan orang lansia, problem kesehatan mental juga perlu

memperoleh perhatian problem yang umum terjadi adalah depresi, karena

terjadinya penurunan sosial dan peran-peran sosial, dan kemungkinan

adanya faktor genetik, depresi di kalangan lansia sering terjadi.58

Untuk itu sangatlah penting dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan

pokok pada lansia, adapun kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh

lansia ialah beberapa kebutuhan pokok yang terdapat atau terasa oleh

setiap orang, baik anak kecil, orang dewasa, maupun lansia, yaitu

kebutuhan akan kasih sayang, rasa aman, harga diri, akan rasa bebas,

sukses dan akan rasa tahu (mengenal), serta akan pentingnya peran

agama.59 Apabila kebutuhan-kebutuhan tersebut tidak terpenuhi, orang

lansia akan merasa gelisah, cemas dan tidak enak. Sebaliknya jika

terpenuhi akan menimbulkan rasa senang, riang bahagia, bebas, sukses dan

optimis dalam menjalani kehidupan sehari-hari.

Kesehatan mental lansia yang baik adalah sehat secara duniawi,

ukhrawi, sa’adah dan spiritual. Karena itu mental sesuatu yang

menyangkut batin dan watak manusia yang bukan bersifat badan ataupun

tenaga, bukan hanya pembangunan fisik yang diperhatikan, melainkan

juga pembangunan psikis. Bahwa mental yang berhubungan dengan

pikiran, akal, dan ingatan harus dijaga dan dipelihara, karena dengan

mental yang sehat tubuh juga sehat.

Ketenangan hidup, ketenangan jiwa atau kebahagiaan batin tidak

bergantung pada faktor-faktor keadaan sosial, ekonomi, politik, adat

kebiasaan dan sebagainya. Karena kesehatan mentallah yang menentukan

apakah orang akan mempunyai kegairahan hidup atau bersifat pasif dan

tidak semangat.

58 Moeljono Notosoedirdjo, Latipun, Kesehatan Mental Konsep dan Penerapan, (Malang:

UMM Press, 2002), hlm. 169. 59 Zakiah Daradjat, Peranan Agama dalam Kesehatan Mental, (Jakarta: Gunung Agung,

1982), hlm. 35.

36

Untuk itu hendaknya kita memperlakukan para lansia dengan

perlakuan yang baik dan penuh kasih sayang, karena lansia dipandang tak

ubahnya seorang bayi yang membutuhkan pemeliharaan, perawatan serta

perhatian khusus dengan penuh kasih sayang sehingga mereka dapat

menikmati hari tuanya dengan bahagia.