BAB II LANDASAN TEORI Pengendalian Kualitas Definisi Kualitas

21
5 BAB II LANDASAN TEORI Pada bab landasan teori akan membahas referensi atau pustaka yang akan digunakan untuk menganalisis dan mengolah data. Berikut penjelasan lebih lanjut mengenai masing-masing bagian. 2.1. Pengendalian Kualitas 2.1.1. Definisi Kualitas Kualitas merupakan aspek penting bagi perkembangan perusahaan. Saat ini semakin banyak perusahaan-perusahaan yang mengubah strateginya untuk menghasilkan produk atau jasa yang sesuai kebutuhan konsumen, agar dapat bersaing dan menguasai pasar domestik dan maupun luar negeri. Sementara itu, untuk menjaga konsistensi kualitas produk dan jasa yang dihasilkan sesuai dengan tuntutan konsumen, perlu dilakukan pengendalian kualitas (Quality Control) atas aktivitas proses yang dijalani. Maka dari itu, perlu menciptakan sistem yang dapat mencegah timbulnya masalah mengenai kualitas agar kesalahan yang pernah terjadi tidak terulang lagi. Faktor utama yang menentukan kinerja suatu perusahaan adalah kualitas produk dan jasa yang dihasilkan. Produk dan jasa yang berkualitas adalah produk dan jasa yang sesuai dengan apa yang diinginkan konsumennya. Oleh karena itu organisasi atau perusahaan perlu mengenal konsumen atau pelanggannya dan mengetahui kebutuhan dan keinginannya. Ada banyak definisi kualitas, yang sebenarnya definisi tersebut hampir sama antara yang satu dengan yang lain. Definisi kualitas menurut beberapa ahli antara lain (Ariani, 2004): 1) Juran (1962), β€œKualitas adalah kesesuaian dengan tujuan atau manfaatnya”. 2) Crosby (1979), β€œKualitas adalah kesesuaian dengan kebutuhan yang meliputi availability, delivery, reliability, maintainability, dan cost effectiveness”. 3) Deming (1982), β€œKualitas harus bertujuan memenuhi kebutuhan pelanggan sekarang dan di masa mendatang”. 4) Feigenbahum (1991), β€œKualitas merupakan keseluruhan karakteristik produk dan jasa yang meliputi marketing, engineering, manufacture, dan

Transcript of BAB II LANDASAN TEORI Pengendalian Kualitas Definisi Kualitas

Page 1: BAB II LANDASAN TEORI Pengendalian Kualitas Definisi Kualitas

5

BAB II

LANDASAN TEORI

Pada bab landasan teori akan membahas referensi atau pustaka yang akan

digunakan untuk menganalisis dan mengolah data. Berikut penjelasan lebih lanjut

mengenai masing-masing bagian.

2.1. Pengendalian Kualitas

2.1.1. Definisi Kualitas

Kualitas merupakan aspek penting bagi perkembangan perusahaan. Saat

ini semakin banyak perusahaan-perusahaan yang mengubah strateginya untuk

menghasilkan produk atau jasa yang sesuai kebutuhan konsumen, agar dapat

bersaing dan menguasai pasar domestik dan maupun luar negeri. Sementara itu,

untuk menjaga konsistensi kualitas produk dan jasa yang dihasilkan sesuai dengan

tuntutan konsumen, perlu dilakukan pengendalian kualitas (Quality Control) atas

aktivitas proses yang dijalani. Maka dari itu, perlu menciptakan sistem yang dapat

mencegah timbulnya masalah mengenai kualitas agar kesalahan yang pernah

terjadi tidak terulang lagi. Faktor utama yang menentukan kinerja suatu

perusahaan adalah kualitas produk dan jasa yang dihasilkan. Produk dan jasa yang

berkualitas adalah produk dan jasa yang sesuai dengan apa yang diinginkan

konsumennya. Oleh karena itu organisasi atau perusahaan perlu mengenal

konsumen atau pelanggannya dan mengetahui kebutuhan dan keinginannya.

Ada banyak definisi kualitas, yang sebenarnya definisi tersebut hampir

sama antara yang satu dengan yang lain. Definisi kualitas menurut beberapa ahli

antara lain (Ariani, 2004):

1) Juran (1962), β€œKualitas adalah kesesuaian dengan tujuan atau manfaatnya”.

2) Crosby (1979), β€œKualitas adalah kesesuaian dengan kebutuhan yang meliputi

availability, delivery, reliability, maintainability, dan cost effectiveness”.

3) Deming (1982), β€œKualitas harus bertujuan memenuhi kebutuhan pelanggan

sekarang dan di masa mendatang”.

4) Feigenbahum (1991), β€œKualitas merupakan keseluruhan karakteristik produk

dan jasa yang meliputi marketing, engineering, manufacture, dan

Page 2: BAB II LANDASAN TEORI Pengendalian Kualitas Definisi Kualitas

6

maintenance, dimana produk dan jasa tersebut dalam pemakaianya akan

sesuai dengan kebutuhan dan harapan pelanggan”.

5) Elliot (1993), β€œKualitas adalah sesuatu yang berbeda untuk orang yang

berbeda dan tergantung pada waktu dan tempat, atau dikatakan sesuai dengan

tujuan”.

6) Scherkenbach (1991), β€œKualitas ditentukan oleh pelanggan, pelanggan

menginginkan produk dan jasa yang sesuai dengan kebutuhan dan harapannya

pada suatu tingkat harga tertentu yang menunjukkan nilai produk tersebut”.

7) Goetch dan Davis (1995), β€œKualitas adalah kondisi dinamis yang berkaitan

dengan produk, pelayanan, orang, proses dan lingkungan yang memenuhi atau

melibihi harapan pelanggan”.

Dari beberapa definisi kualitas tersebut secara garis besar kualitas adalah

keseluruhan ciri atau karakteristik produk atau jasa yang tujuannya untuk

memenuhi kebutuhan dan harapan pelanggan. Selain itu, kualitas memerlukan

suatu proses perbaikan yang terus menerus (continous improvement process) yang

dapat diukur, baik secara individual, organisasi, korporasi, dan tujuan kinerja.

Kualitas pada industri manufaktur selain menekankan pada produk yang

dihasilkan, juga perlu diperhatikan kualitas pada proses produksi. Karena itu lebih

baik apabila perhatian pada kualitas bukan hanya pada produk akhir, melainkan

proses produksinya atau produk yang masih ada dalam proses (work in process),

sehingga bila diketahui ada cacat atau kesalahan masih dapat diperbaiki. Dengan

demikian, produk akhir yang dihasilkan adalah produk yang bebas cacat dan tidak

ada lagi pemborosan yang harus dibayar mahal karena produk tersebut harus

dibuang atau dilakukan proses pengerjaan ulang (rework).

2.1.2. Pengendalian kualitas

Pengendalian kualitas merupakan teknik penyelesaian masalah yang

digunakan untuk memonitor, mengendalikan, menganalisis, mengelolah, dan

memperbaiki produk dan proses menggunakan metode-metode statistik (Ariani,

2004 hal 54). Pengendalian kualitas statistik (Statistical quality control) sering

disebut sebagai pengendalian proses statistik (Statistical process control). Dengan

Page 3: BAB II LANDASAN TEORI Pengendalian Kualitas Definisi Kualitas

7

mengunakan pengendalian proses statistik ini maka dapat dilakukan analisis dan

meminimasi penyimpangan atau kesalahan, mengkuantifikasikan kemampuan

proses, menggunakan pendekatan statistik dengan dasar Six Sigma dan membuat

hubungan antara konsep dan teknik yang ada untuk mengadakan perbaikan proses.

Sasaran pengendalian proses statistik adalah mengurangi penyimpangan

karena penyebab khusus (assignable cause) dalam proses dan dengan cara

mencapai stabilitas dalam proses. Apabila stabilitas tercapai, kemampuan proses

dapat diperbaiki dengan mengurangi penyimpangan karena sebab umum (common

cause) seperti penyimpangan dalam bahan baku, kondisi emosional karyawan,

penurunan kinerja mesin, penurunan suhu udara, dsb (Antony et al., 2000)

(dikutip dalam Ariani 2004). Pengendalian proses statistik memiliki berbagai

manfaat bagi organisasi atau perusahaan yang menerapkannya. Menurut Antony

et al. (2000) (dikutip dalam Ariani, 2004) ada beberapa manfaat pengendalian

proses statistik yaitu:

1) Tersedianya informasi bagi karyawan apabila akan memperbaiki proses.

2) Membantu karyawan memisahkan sebab umum dan sebab khusus terjadinya

kesalahan.

3) Tersedianya Bahasa yang umum dalam kinerja proses untuk berbagai pihak.

4) Menghilangkan penyimpangan karena sebab khusus untuk mencapai

konsistensi dan kinerja yang lebih baik.

5) Pengertian yang lebih baik mengenai proses.

6) Pengurangan waktu yang berarti dalam penyelesaian masalah kualitas.

7) Pengurangan biaya pembuangan produk cacat, pengerjaan ulang terhadap

produk cacat, inspeksi ulang, dan sebagainya.

8) Komunikasi yang lebih baik dengan pelanggan tentang kemampuan produk

dalam memenuhi spesifikasi pelanggan.

9) Membuat organisasi lebih berorientasi pada data statistik dari pada hanya

berupa asumsi saja.

10) Perbaikan proses sehingga kualitas produk menjadi lebih baik, biaya lebih

rendah, dan produktivitas meningkat.

Page 4: BAB II LANDASAN TEORI Pengendalian Kualitas Definisi Kualitas

8

2.2. Six Sigma

2.2.1. Sejarah Six Sigma

Menurut Gaspersz (2002) Six Sigma merupakan suatu metode atau teknik

pengendalian dan peningkatan kualitas dramatik yang diterapkan oleh perusahaan

Motorola sejak tahun 1986. Metode ini merupakan terobosan baru dalam bidang

manajemen kualitas. Banyak ahli manajemen kualitas menyatakan bahwa metode

Six Sigma Motorola dikembangkan dan diterima secara luas oleh dunia industri,

karena manajemen industri frustasi terhadap sistem-sistem manajemen kualitas

yang ada tidak mampu melakukan peningkatan kualitas menuju tingkat kegagalan

nol. Prinsip-prinsip pengendalian dan peningkatan kualitas Six Sigma Motorola

mampu menjawab tantangan ini, dan terbukti perusahaan Motorola selama kurang

lebih 10 tahun setelah implementasi konsep Six Sigma telah mampu mencapai

tingkat kualitas 3,4 DPMO (Defects per Million Opportunities).

Setelah Motorola memenangi perhargaan MBNQA (Malcolm Baldrige

National Quality Award) pada tahun 1988, rahasia kesuksesan mereka menjadi

pengetahuan publik dan sejak saat itu program Six Sigma yang diterapkan

Motorola menjadi sangat terkenal di Amerika Serikat. Banyak perusahaan-

perusahaan kelas dunia, seperti General Electric, Alliedsignal, Dupont Chemical

Kodak, dan lain-lain mulai melakukan revolusi dalam sistem manajemen kualitas

mereka mengikuti prinsip-prinsip Six Sigma.

2.2.2. Definisi Six Sigma

Menurut Pande dan Holpp (2002) Six Sigma adalah sebuah cara untuk

mengelolah sebuah bisnis atau departemen untuk mengedepankan pelanggan dan

menggunakan fakta dan data untuk mendapatkan solusi-solusi yang lebih baik.

Target utama six sigma adalah meningkatkan kepuasan pelanggan, mengurangi

waktu siklus, dan mengurangi defect (cacat). Menurut Hidayat (2007) Six Sigma

adalah suatu metodologi bisnis yang bertujuan meningkatkan nilai-nilai

kapabilitas dari aktivitas proses bisnis.

Tujuan Six Sigma adalah meningkatkan kinerja bisnis dengan mengurangi

berbagai variasi proses yang merugikan, mereduksi kegagalan produk/proses,

Page 5: BAB II LANDASAN TEORI Pengendalian Kualitas Definisi Kualitas

9

menekan cacat-cacat produk, meningkatkan keuntungan, mendongkrak moral

personil/karyawan dan meningkatkan kualitas produk pada tingkat yang

maksimal. Istilah Sigma diambil dari terminologi statistika, di mana sigma (Οƒ)

adalah standar deviasi. Standar deviasi adalah cara statistikal untuk

mengambarkan banyak variasi yang terjadi dalam sekumpulan data, sekelompok

item, atau sebuah proses (Pande dan Hollp, 2002 hal 10). Standar deviasi dalam

distribusi normal dengan probabilitas Β± 6 (enam) atau sama dengan Pvalue =

0,999996 atau efektivitas sebesar 99,996%.

2.2.3. Konsep Six Sigma

Apabila produk (barang atau jasa) diproses pada tingkat kualitas Six

Sigma, perusahaan boleh mengharapkan 3,4 DPMO (Defects per Million

Opportunities) atau mengharapkan bahwa 99,99966 % dari apa yang diharapkan

pelanggan akan ada dalam produk itu. Target dari pengendalian kualitas Six Sigma

sebesar 3,4 DPMO tidak diinterpretasikan sebagai 3,4 unit output yang cacat dari

sejuta unit output yang diproduksi, tetapi diinterpretasikan sebagai dalam satu unit

produk tunggal terdapat rata-rata kesempatan untuk gagal dari suatu karakteristik

CTQ adalah hanya 3,4 DPMO. Atau dalam arti lain, dalam satu juta unit/proses

hanya diperkenankan mengalami kegagalan atau cacat sebanyak 3,4 unit/proses.

Maka dari itu derajat konsistensi Six Sigma sangat tinggi dengan standar deviasi

yang sangat rendah (Hidayat, 2007 hal 29). Dengan demikian Six Sigma dapat

dijadikan ukuran target kinerja sistem industri tentang bagaimana baiknya suatu

proses. Semakin tinggi target sigma yang dicapai, kinerja sistem industri akan

semakin baik. Konversi yield (probabilitas tanpa cacat) ke nilai DPMO dan nilai

sigma dapat dilihat pada tabel berikut:

Page 6: BAB II LANDASAN TEORI Pengendalian Kualitas Definisi Kualitas

10

Tabel 2.1 Tabel konversi Six Sigma

Yield Defect per Million Opportunities (DPMO) Sigma

30,8538% 691.462 (sangat tidak kompetitif) 1-sigma

69,1462% 308.548 (rata-rata industri Indonesia) 2-sigma

93,3193% 66.807 3-sigma

99,3790% 6.210 (rata-rata industri USA) 4-sigma

99,9767% 233 5-sigma

99,99966% 3.4 (industri kelas dunia) 6-sigma (Sumber: Gaspersz 2002)

Terdapat enam aspek kunci yang perlu diperhatikan dalam aplikasi konsep

Six Sigma yaitu (Gaspersz, 2002 hal 9):

1) Identifikasi pelanggan.

2) Identifikasi produk .

3) Identifikasi kebutuhan dalam memproduksi produk untuk pelanggan .

4) Definisikan proses.

5) Hindari kesalahan dalam proses dan hilangkan semua pemborosan yang ada.

6) Tingkatkan proses secara terus menerus menuju target Six Sigma.

Apabila konsep Six Sigma akan diterapkan dalam bidang manufacturing,

perhatikan enam aspek berikut:

1) Identifikasi karakteristik produk yang akan memuaskan pelanggan (sesuaikan

kebutuhan dan ekspetasi pelanggan).

2) Mengklasifikasikan semua karakteristik kualitas itu sebagai CTQ (Critical to

Quality)

3) Menentukan apakah setiap CTQ itu dapat dikendalikan melalui pengendalian

material, mesin, proses kerja, dll.

4) Menentukan batas maksimum toleransi untuk setiap CTQ sesuai yang

diinginkan pelanggan (menentukan nilai USL dan LSL dari setiap CTQ).

5) Menentukan maksimum variasi proses untuk setiap CTQ (menentukan nilai

maksimum standar deviasi untuk setiap CTQ).

6) Mengubah desain produk atau proses sedemikian rupa agar mampu mencapai

nilai target Six Sigma, yang berarti memiliki indeks kemampuan proses , Cpm

minimum sama dengan dua (Cpm β‰₯ 2).

Page 7: BAB II LANDASAN TEORI Pengendalian Kualitas Definisi Kualitas

11

2.2.4. Tahap Pengendalian Kulitas Six Sigma DMAIC

Tahap Six Sigma dapat dilakukan menggunakan pendekatan DMAIC

(Define, Measure, Analyze, Improve, and Control). DMAIC merupakan proses

untuk peningkatan terus menerus menuju target Six Sigma. Berikut tahapan-

tahapan DMAIC:

1. Define

Define merupakan langkah operasional pertama dalam peningkatan kualitas

Six Sigma. Pada tahap ini perlu mendefinisikan beberapa hal yang berkaitan

dengan (Gaspersz, 2002 hal 31):

1) Kriteria pemilihan proyek Six Sigma.

Kata kunci dalam hal ini adalah prioritas, artinya harus menetapkan

prioritas utama tentang masalah-masalah peningkatan kualitas mana yang

akan ditangani terlebih dahulu. Pemilihan proyek terbaik adalah berdasarkan

pada identifikasi proyek yang terbaik sepadan dengan kebutuhan, kapabilitas

dan tujuan organisasi yang sekarang.

2) Peran dan tanggung jawab dari orang-orang yang akan terlibat dalam proyek

Six Sigma.

Terdapat beberapa orang atau kelompok orang dengan peran serta gelar

yang umum dipakai dalam program Six Sigma. Deskripsi pekerjaan dari

orang-orang yang terlibat dalam peningkatan program Six Sigma yaitu sebagai

berikut:

a) Dewan Kepemimpinan.

Komite pengarah Six Sigma atau senior champions merupakan orang-

orang yang berada pada posisi manajer puncak (top management) dari

organisasi. Peran dalam posisi ini adalah menetapkan visi, peran, dan

infrastruktur dari Six Sigma, memilih proyek-proyek spesifik Six Sigma

dan mengalokasikan sumber-sumber daya, serta meninjau kemajuan

proyek Six Sigma.

b) Champions.

Champions merupakan pemimpin dari unit bisnis strategis, pemimpin tim

manajemen proyek yang berada dilokasi pembangunan proyek atau

Page 8: BAB II LANDASAN TEORI Pengendalian Kualitas Definisi Kualitas

12

kepala dari fungsi-fungsi utama dalam organisasi. Champions

bertanggung jawab untuk mengidentifikasi, memilih, mengeksekusi, dan

menindaklanjuti proyek-proyek Six Sigma yang ditangani oleh Black

Belts.

c) Master Black Belts.

Master Black Belts merupakan individu-individu yang dipilih oleh

champions untuk bertindak sebagai tenaga ahli atau konsultan dalam

perusahaan untuk menyebarluaskan pengetahuan-pengetahuan strategis

yang bersifat terobosan-terobosan Six Sigma ke seluruh organisasi. Master

Black Belts melatih Black Belts dan Green Belts, serta

mengkominikasikan status dan kemajuan secara keseluruhan dari proyek

Six Sigma di dalam area tanggung jawab mereka.

d) Black Belts.

Black Belts merupakan para peserta pelatihan yang dilatih secara intensif

dalam hal solusi masalah statistik. Peran Black Belts adalah menerapakan

dan menyebarluaskan konsep-konsep Six Sigma dari suatu proyek ke

proyek yang lain.

e) Green Belts.

Green Belts merupakan individu-individu yang bekerja paruh waktu (part

time) dalam area spesifik atau mengambil tanggung jawab pada proyek-

proyek kecil dalam lingkup proyek Six Sigma yang ditangani oleh Black

Belts.

3) Kebutuhan pelatihan orang-orang yang terlibat dalam proyek Six Sigma.

Orang-orang yang akan terlibat dalam proyek Six Sigma yang telah dipilih

berdasarkan kriteria-kriteria pemilihan proyek Six Sigma yang ditetapkan

harus memperoleh pelatihan tentang Six Sigma.

4) Proses-proses kunci dalam proyek Six Sigma

Mendefiniskan proses-proses kunci, sekuens proses beserta interaksinya,

serta pelanggan yang terlibat dalam setiap proses itu. Sebelum mendefinisikan

proses kunci beserta pelanggan dalam proyek Six Sigma, perlu mengetahui

model proses β€œSIPOC (Suppliers-Inputs-Processes-Outputs-Customers)”.

Page 9: BAB II LANDASAN TEORI Pengendalian Kualitas Definisi Kualitas

13

SIPOC merupakan suatu alat yang berguna dan paling banyak dipergunakan

dalam manajemen dan peningkatan proses. Nama SIPOC merupakan akronim

dari lima elemen utama dalam sistem kualitas, yaitu:

a) Suppliers

Merupakan orang atau kelompok orang yang memberikan informasi kunci,

material atau sumber daya lain kepada proses. Jika suatu proses terdiri dari

beberapa sub proses, maka sub proses sebelumnya dapat dianggap sebagai

pemasok internal (internal suppliers).

b) Inputs

Merupakan segala sesuatu yang diberikan oleh pemasok (suppliers)

kepada proses.

c) Processes

Merupakan sekumpulan langkah yang mentransfromasi dan secara ideal,

menambah nilai kepada inputs (proses transformasi nilai tambah kepada

inputs). Suatu proses biasanya terdiri dari beberapa sub proses.

d) Outputs

Merupakan produk (barang atau jasa) dari suatu proses.

e) Customers

Merupakan orang atau kelompok orang, atau sub proses yang menerima

outputs.

(Sumber: Tannady, 2015)

Gambar 2.1 Diagram SIPOC

5) Kebutuhan spesifik dari pelanggan.

Langkah pertama dalam mendefinisikan kebutuhan spesifik dari pelanggan

adalah memahami dan membedakan di antara dua kategori persyaratan kritis,

yaitu persyaratan output dan persyaratan pelayanan. Persyaratan output dan

Page 10: BAB II LANDASAN TEORI Pengendalian Kualitas Definisi Kualitas

14

persyaratan pelayanan itu kemudian didefinisikan melalui karakteristik

kualitas, yang selanjutnya akan menjadi CTQ (Critical to Quality) dalam

proyek Six Sigma.

6) Pernyataan tujuan proyek Six Sigma.

Mendefinisikan isu-isu, nilai-nilai, dan sasaran atau tujuan dari proyek Six

Sigma. Pernyataan tujuan yang benar adalah apabila mengikuti prinsip SMART

Sebagai berikut:

a) Specific

Tujuan proyek peningkatan kualitas Six Sigma harus bersifat spesifik yang

dinyatakan secara tegas.

b) Measurable

Tujuan proyek peningkatan kualitas Six Sigma harus dapat diukur

menggunakan indikator yang tepat guna mengevaluasi keberhasilan,

peninjauan ulang, dan tindakan perbaikan di waktu mendatang.

c) Achievable

Tujuan proyek peningkatan kualitas Six Sigma harus dapat dicapai melalui

usaha-usaha yang menantang (challenging efforts).

d) Result-oriented

Tujuan proyek peningkatan kualitas Six Sigma harus berfokus pada hasil-

hasil berupa pencapaian target-target kualitas yang ditetapkan, yang

ditunjukkan melalui DPMO, dll.

e) Time-bound

Tujuan proyek peningkatan kualitas Six Sigma harus menetapkan batas

waktu pencapaian tujuan itu dan harus dicapai secara tepat waktu.

2. Measure

Measure merupakan langkah operasional kedua dalam peningkatan kualitas

Six Sigma. Terdapat tiga hal pokok yang harus dilakukan dalam tahap Measure

yaitu (Gaspersz, 2002 hal 72):

Page 11: BAB II LANDASAN TEORI Pengendalian Kualitas Definisi Kualitas

15

1) Memilih atau menentukan karakteristik kualitas (CTQ)

Critical to Quality (CTQ) merupakan atribut-atribut dari suatu produk atau

proses yang sangat penting diperhatikan karena berkaitan langsung dengan

kebutuhan dan kepuasan pelanggan.

2) Mengembangkan rencana pengumpulan data

Pada dasarnya pengukuran karakteristik kualitas dapat dilakukan pada tiga

tingkat, yaitu:

a) Pengukuran pada tingkat proses

Mengukur setiap langkah atau aktivitas dalam proses dan karakteristik

kualitas input yang diserahkan oleh pemasok (supplier) yang

mengendalikan dan mempengaruhi karakteristik kualitas output yang

diinginkan. Contoh pengukuran pada tingkat proses adalah cycle time.

b) Pengukuran pada tingkat ouput

Mengukur karakteristik kualitas output yang dihasilkan dari suatu proses

dibandingkan terhadap spesifikasi karakteristik kualitas yang diinginkan

oleh pelanggan. Contoh pengukuran pada tingkat output adalah banyaknya

unit produk yang tidak memenuhi spesifikasi yang ditetapkan (banyak

produk cacat).

c) Pengukuran pada tingkat outcome

Mengukur bagaimana baiknya suatu produk (barang atau jasa) itu

memenuhi kebutuhan spesifik dan ekspetasi rasional dari pelanggan.

Contoh pengukuran pada tingkat outcome adalah tingkat kepuasan

pelanggan.

3) Mengukur baseline kinerja (performance baseline)

Six Sigma berfokus pada upaya-upaya dalam peningkatan kualitas menuju

kegagalan nol (Zero defect) sehingga memberikan kepuasan total 100%

kepada pelanggan. Oleh karena itu harus mengetahui tingkat kinerja yang

sekarang (current performance) atau dalam Six Sigma disebut baseline

kinerja. Baseline kinerja dalam Six Sigma ditetapkan menggunakan satuan

pengukuran DPMO (Defect per million opportunities) dan tingkat kapabilitas

Page 12: BAB II LANDASAN TEORI Pengendalian Kualitas Definisi Kualitas

16

sigma (sigma level). Pengukuran nilai DPMO dan kapabilitas sigma dapat

dihitung dengan rumus sebagai berikut:

𝐷𝑃𝑀𝑂 = (π‘π‘Žπ‘›π‘¦π‘Žπ‘˜ π‘π‘Ÿπ‘œπ‘‘π‘’π‘˜ π‘¦π‘Žπ‘›π‘” π‘π‘Žπ‘π‘Žπ‘‘

π‘π‘Žπ‘›π‘¦π‘Žπ‘˜ π‘π‘Ÿπ‘œπ‘‘π‘’π‘˜ π‘¦π‘Žπ‘›π‘” π‘‘π‘–π‘π‘’π‘Ÿπ‘–π‘˜π‘ π‘Ž π‘₯ 𝐢𝑇𝑄 π‘π‘œπ‘‘π‘’π‘›π‘ π‘–π‘Žπ‘™) π‘₯ 1.000.000 ……. (1)

Selanjutnya untuk perhitungan nilai sigma dapat menggunakan tabel konversi

DPMO ke nilai sigma atau dapat menggunakan program Microsoft Excel

dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:

π‘π‘–π‘™π‘Žπ‘– π‘†π‘–π‘”π‘šπ‘Ž = π‘›π‘œπ‘Ÿπ‘šπ‘ π‘–π‘›π‘£ (1.000.000βˆ’π·π‘ƒπ‘€π‘‚

1.000.000) + 1.5 ……………..……….. (2)

3. Analyze

Analyze merupakan langkah operasional ketiga dalam peningkatan kualitas Six

Sigma. Pada tahap ini perlu melakukan identifikasi masalah secara cepat,

menemukan sumber dan akar penyebab masalah kualitas, serta mengajukan solusi

masalah yang efektif dan efisien untuk mengambil tindakan menghilangkan akar-

akar penyebab itu. Selanjutnya akar-akar penyebab dari masalah yang ditemukan

itu dimasukkan ke dalam diagram sebab akibat yang telah mengkategorikan

sumber-sumber berdasarkan prinsip yaitu manusia, mesin, metode, material dan

lingkungan (Gaspersz, 2002 hal 200).

4. Improve

Improve merupakan langkah operasional keempat dalam peningkatan kualitas

Six Sigma. Setelah sumber-sumber dan akar penyebab dari masalah kualitas

terdientifikasi pada tahap analyze, maka perlu dilakukan penetapan rencana

tindakan (action plan) untuk peningkatan kualitas Six Sigma. Pada dasarnya

rencana-rencana tindakan (action plan) mendeskripsikan tentang alokasi sumber-

sumber daya prioritas atau alternatif yang dilakukan dalam implementasi dari

rencana itu (Gaspersz, 2002 hal 282).

Page 13: BAB II LANDASAN TEORI Pengendalian Kualitas Definisi Kualitas

17

5. Control

Control merupakan langkah operasional terakhir dalam peningkatan kualitas

Six Sigma. Pada tahap ini hasil-hasil peningkatan kualitas didokumentasikan dan

disebarluaskan, praktek-praktek terbaik yang sukses dalam meningkatkan proses

di standarisasikan dan sebarluaskan, prosedur-prosedur didokumentasikan dan

dijadikan pedoman kerja standar, serta kepemilikan atau tanggung jawab

ditransfer dari tim Six Sigma kepada pemilik atau penanggung jawab proses, yang

berarti proyek Six Sigma berakhir pada tahap ini. Standarisasi dimaksudkan untuk

mencegah masalah yang sama terulang kembali (Gaspersz, 2002 hal 293).

2.3. Tools of Quality Yang Digunakan Dalam Six Sigma

Ada berbagai alat perbaikan kualitas yang dapat digunakan dalam Six Sigma,

yaitu:

2.3.1. Flow chart

Flow chart merupakan diagram yang menunjukkan aliran atau urutan

suatu proses atau peristiwa. Diagram tersebut akan memudahkan dalam

menggambarkan suatu sistem, mengidentifikasi masalah, dan melakukan tindakan

pengendalian. Diagram tersebut akan lebih baik apabila disusun oleh suatu tim,

sehingga dapat diketahui serangkaian proses secara jelas dan tepat. Tindakan

perbaikan dapat dicapai dengan pengurangan atau penyederhanaan tahapan

proses, pengkombinasian proses, atau membuat frekuensi terjadinya langkah atau

proses lebih efisien (Ariani, 2004 hal 29). Adapun contoh digram flow chart dapat

dilihat pada gambar 2.2.

Page 14: BAB II LANDASAN TEORI Pengendalian Kualitas Definisi Kualitas

18

(Sumber: Tannady, 2015)

Gambar 2.2 Flow chart

2.3.2. Diagram pareto

Menurut Ariani (2004, hal 19) Diagram pareto diperkenalkan oleh seorang

ahli yaitu Alfredo Pareto (1848-1923). Diagram pareto ini merupakan suatu

gambar yang mengurutkan klasifikasi data dari kiri ke kanan menurut urutan

ranking tertinggi hingga terendah. Hal ini dapat membantu menemukan

permasalahan yang paling penting untuk segera diselesaikan (rangking tertinggi)

sampai dengan masalah yang tidak harus diselesaikan (rangking terendah). Prinsip

diagram pareto menyatakan bahwa 80% permasalahan perusahaan merupakan

hasil dari penyebab yang hanya 20%. Diagram pareto juga dapat mengidentifikasi

masalah yang paling penting yang mempengaruhi usaha perbaikan kualitas dan

memberikan petunjuk dalam mengalokasikan sumber daya yang terbatas untuk

menyelesaikan masalah.

Selain itu diagram pareto juga dapat digunakan untuk membandingkan

kondisi proses, misalnya ketidaksesuaian proses sebelum dan sesudah diambil

tindakan perbaikan terhadap proses. Hasil diagram pareto dapat digunakan

diagram sebab akibat untuk memetakan faktor-faktor penyebab masalah.

Pemecahan masalah haruslah berfokus atau memprioritaskan 80% penyebab

mayoritas/dominan terlebih dahulu.

Page 15: BAB II LANDASAN TEORI Pengendalian Kualitas Definisi Kualitas

19

Langkah-langkah penyusunan diagram pareto,yaitu:

1. Menentukan metode atau arti dari pengklasifikasian data, misalnya

berdasarkan masalah, penyebab, jenis ketidaksesuaian dan sebagainya.

2. Menentukan satuan yang digunakan untuk membuat urutan karakteristik-

karakteristik tersebut, misalnya rupiah, frekuensi, unit dan sebagainya.

3. Mengumpulkan data sesuai dengan interval waktu yang telah dilakukan.

4. Merangkum data dan membuat rangking kategori data tersebut dari yang

terbesar hingga yang terkecil.

5. Menghitung frekuensi kumulatif atau persentase kumulatif yang digunakan.

6. Menggambar diagram batang, menunjukkan tingkat kepentingan relatif

masing-masing masalah. Mengidentifikasi beberapa hal penting untuk

mendapat perhatian. Adapun contoh digram pareto dapat dilihat pada gambar

2.3.

(Sumber: Tannady, 2015)

Gambar 2.3 Diagram pareto

2.3.3. Diagram sebab akibat

Diagram sebab akibat (cause and effect diagram) atau diagram Ishikawa,

diagram ini dikembangkan oleh Dr. Kaoru Ishikawa pada tahun 1943. Diagram ini

tampak seperti tulang ikan, sehingga sering juga disebut dengan diagram tulang

ikan (fishbone diagram). Diagram sebab akibat menggambarkan garis dan simbol-

simbol yang menunjukkan hubungan antara akibat dan penyebab suatu masalah.

Page 16: BAB II LANDASAN TEORI Pengendalian Kualitas Definisi Kualitas

20

Diagram ini digunakan untuk mengetahui akibat dari suatu masalah untuk

selanjutnya diambil suatu tindakan perbaikan. Penyebab masalah ini dapat berasal

dari berbagai sumber utama, yaitu:

a) Manusia

Berkaitan dengan kekurangan dalam pengetahuan (tidak terlatih, tidak

berpengalaman), kekurangan dalam keterampilan dasar yang berkaitan dengan

mental dan fisik, kelelahan, stress, ketidakpedulian, dll.

b) Mesin dan peralatan

Berkaitan dengan tidak ada sistem perawatan preventif terhadap mesin-mesin

produksi, termasuk fasilitas dan peralatan lain, tidak sesuai dengan spesifikasi

tugas, tidak dikalibrasi, terlalu complicated, terlalu panas, dll.

c) Metode kerja

Berkaitan dengan tidak ada prosedur dan metode kerja yang benar, tidak jelas,

tidak diketahui, tidak terstandarisasi, tidak cocok, dll.

d) Material

Berkaitan dengan ketiadaan spesifikasi kualitas dari bahan baku dan bahan

baku penolong yang digunakan, ketidaksesuaian dengan spesifikasi kualitas

bahan baku dan bahan penolong yang ditetapkan, ketiadaan penanganan yang

efektif terhadap bahan baku dan bahan penolong itu, dll.

e) Lingkungan

Berkaitan dengan tempat dan waktu kerja yang tidak memperhatikan aspek

kebersihan, kesehatan dan keselamatan kerja, dan lingkungan kerja yang

kondusif, kekurangan dalam lampu penerangan, ventilasi yang buruk,

kebisingan yang berlebihan, dll.

Untuk mencari berbagai penyebab tersebut dapat digunakan teknik

brainstorming dari seluruh personil yang terlibat dalam proses yang sedang

dianalisis (Ariani, 2004, hal 24). Adapun contoh digram sebab akibat dapat dilihat

pada gambar 2.4.

Page 17: BAB II LANDASAN TEORI Pengendalian Kualitas Definisi Kualitas

21

(Sumber: Tannady, 2015)

Gambar 2.4 Diagram sebab akibat

2.3.4. FMEA (Failure Mode and Effect Analysis)

Menurut Gaspersz (2002, hal 246) FMEA adalah suatu prosedur

terstruktur untuk mengidentifikasi dan mencegah sebanyak mungkin mode

kagagalan (failure modes). Suatu mode kegagalan adalah apa saja yang termasuk

dalam kecacatan / kegagalan dalam desain, kondisi di luar batas spesifikasi yang

telah ditetapkan, atau perubahan-perubahan dalam produk yang menyebabkan

terganggunya fungsi dari produk tersebut. Menurut Hidayat (2007 hal 244),

FMEA adalah sistematika dari aktivitas yang mengidentifikasi dan mengevaluasi

tingkat kegagalan (failure) potensial yang ada pada sistem, produk, atau proses

terutama pada bagian akar-akar fungsi produk/proses pada faktor-faktor yang

mempengaruhi produk/proses. Tujuan FMEA adalah mengembangkan,

meningkatkan, dan mengendalikan nilai probabilitas dari failure yang terdeteksi

dari sumber (input) dan juga mereduksi efek-efek yang ditimbulkan oleh kejadian

failure tersebut. Menurut Tannady (2015) FMEA adalah alat perbaikan kualitas

yang berbentuk tabel dan berfungsi untuk mengidentifikasi dampak dari

kegagalan proses/desain, memberikan analisa mengenai prioritas dari

penanggulangan dengan menggunakan parameter nilai resiko prioritas atau Risk

Priority Number (RPN), mengidentifikasi modus kegagalan potensial, serta

meminimumkan peluang kegagalan di kemudian hari.

Page 18: BAB II LANDASAN TEORI Pengendalian Kualitas Definisi Kualitas

22

FMEA terdiri dari FMEA desain dan FMEA proses. FMEA desain

berfungsi untuk mendefinisikan akibat-akibat kegagalan yang terkait dengan

kegagalan pada tahap mendesain, kemudian membuat prioritas

penanggulangannya, agar rancangan dari produk yang akan didesain dapat

memenuhi keinginan dari pelanggan, hal ini juga membutuhkan desain masukan

dari pelanggan. Contoh dari kegagalan akibat desain adalah kesalahan dalam

menentukan jenis produk yang akan dijual, kesalahan dalam melakukan

pengembangan produk yang diestimasikan akan disukai oleh pasar. FMEA proses

berfungsi untuk mendefinisikan akibat-akibat kegagalan yang terkait dengan

kegagalan pada tahap proses, kemudian membuat prioritas penanggulangannya,

agar rancangan dari produk yang akan diproduksi dapat memenuhi keinginan dari

pelanggan, hal ini biasanya dapat dideteksi pada saar proses tengah berlangsung,

terdeteksi pada pengecekan setiap pemberhentian lini produksi. Contoh dari

kegagalan akibat proses adalah cacat pada produk akibat human error, cacat

produk akibat performa mesin kerja, cacat produk akibat tidak sesuainya dengan

SOP (Standar Operasional Prosedur).

Tabel FMEA adalah lembar kerja yang berisi input analisa FMEA. Untuk

mengisi tabel FMEA, perlu mengetahui terlebih dahulu item-item apa saja yang

terdapat pada tabel FMEA. Berikut adalah item-item yang terdapat pada tabel

FMEA:

1) Deskripsi part atau proses, yaitu part atau proses yang akan menjadi subyek

dari analisis.

2) Mode of failure potensial, yaitu suatu mode kegagalan yang terkait dengan

proses atau part.

3) Effect of failure potensial, yaitu efek atau akibat yang ditimbulkan dari mode

kegagalan yang terjadi.

4) (Severity) (S) yaitu seberapa besar dampak pengaruh efek dari suatu mode

kegagalan. Penilaian severity menggunakan skala 1 sampai 10 yang

ditunjukkan pada tabel 2.2 sebagai berikut:

Page 19: BAB II LANDASAN TEORI Pengendalian Kualitas Definisi Kualitas

23

Tabel 2.2 Rangking Severity

Rangking Kriteria

1

Negligible severity (pengaruh buruk yang dapat diabaikan). Tidak

perlu memikirkan bahwa akibat ini akan berdampak pada kinerja

produk. Pengguna akhir mungkin tidak akan memperhatikan

kecacatan atau kegagalan ini.

2

3

Mild severity (pengaruh buruk yang ringan/sedikit). Akibat yang

ditimbulkan hanya bersifat ringan. Pengguna akhir tidak akan

merasakan perubahan kinerja. Perbaikan dapat dikerjakan saat

pemeliharaan reguler (regular maintenance).

4

5

6

Moderate severity (pengaruh buruk yang moderat). Pengguna

akhir akan merasakan penurunan kinerja atau penampilan, namun

masih berada dalam batas toleransi. Perbaikan yang dapat

dilakukan tidak akan mahal, jika terjadi downtime hanya dalam

waktu singkat.

7

8

High severity (pengaruh buruk yang tinggi). Pengguna akhir akan

merasakan akibat buruk yang tidak dapat diterima, berada diluar

batas toleransi. Akibat yang akan terjadi tanpa pemberitahuan atau

peringatan terlebih dahulu. Downtime akan berakibat biaya yang

sangat mahal. Penurunan kinerja dalam area yang berkaitan

dengan peraturan pemerintah, namun tidak berkaitan dengan

keamanan dan keselamatan.

9

10

Potential safety problems (masalah keselamatan/keamanan

potensial). Akibat yang ditimbulkan sangat berbahaya yang dapat

terjadi tanpa pemberitahuan atau peringatan terlebih dahulu.

Bertentangan dengan hukum. (Sumber: Gaspersz, 2002 hal 250)

5) Cause of failure potensial, yaitu penyebab dari mode kegagalan yang terjadi.

6) (Occurrence) (O), yaitu

Occurrence adalah seberapa besar peluang frekuensi suatu masalah terjadi

karena mode kagagalan. Penilaian occurance menggunakan skala 1 sampai 10

yang ditunjukkan pada tabel 2.3 sebagai berikut:

Page 20: BAB II LANDASAN TEORI Pengendalian Kualitas Definisi Kualitas

24

Tabel 2.3 Rangking Occurrence

Rangking Kriteria Tingkat

1 Tidak mungkin bahwa penyebab ini yang

mengakibatkan mode kegagalan.

1 dalam 1.000.000

2

3 Kegagalan akan jarang terjadi.

1 dalam 20.000

1 dalam 4.000

4

5

6

Kegagalan agak mungkin terjadi.

1 dalam 1.000

1 dalam 400

1 dalam 80

7

8 Kegagalan sangat mungkin terjadi.

1 dalam 40

1 dalam 20

9

10

Hampir dapat dipastikan bahwa kegagalan

akan terjadi.

1 dalam 8

1 dalam 2 (Sumber: Gaspersz, 2002 hal 251)

7) Current control, yaitu metode atau tindakan tertentu yang telah dilakukan

perusahaan saat ini untuk mendeteksi atau mengatasi mode kegagalan yang

terjadi.

8) Detection (D), yaitu penilaian bagaimana kemampuan efektivitas dari metode

deteksi atau pencegahan saat ini untuk mengendalikan atau mengontrol mode

kegagalan yang terjadi. Penilaian Detection menggunakan skala 1 sampai 10

ditunjukkan pada tabel 2.4 sebagai berikut:

Tabel 2.4 Rangking Detection

Rangking Kriteria Tingkat kejadian

penyebab

1

Metode pencegahan atau deteksi sangat

efektif. Tidak ada kesempatan bahwa

penyebab mungkin masih muncul atau terjadi.

1 dalam 1.000.000

2

3

Kemungkinan bahwa penyebab itu terjadi

rendah.

1 dalam 200.000

1 dalam 4.000

4

5

6

Kemungkinan penyebab terjadi bersifat

moderat. Metode pencegahan atau deteksi

masih memungkinkan kadang-kadang

penyebab itu terjadi.

1 dalam 1.000

1 dalam 400

1 dalam 80

7

8

Kemungkinan bahwa penyebab itu terjadi

masih tinggi. Metode pencegahan atau deteksi

kurang efektif, karena penyebab masih

berulang kembali.

1 dalam 40

1 dalam 20

9

10

Kemungkinan bahwa penyebab itu terjadi

sangat tinggi. Metode deteksi kurang efektif,

penyebab akan selalu terjadi

1 dalam 8

1 dalam 2

(Sumber: Gaspersz, 2002 hal 254)

Page 21: BAB II LANDASAN TEORI Pengendalian Kualitas Definisi Kualitas

25

9) RPN (Risk Priority Number)

RPN merupakan hasil perkalian antara Severity, Occurrence dan Detection.

𝑅𝑃𝑁 = 𝑆 π‘₯ 𝑂 π‘₯ 𝐷. Setelah itu menyusun RPN dari yang terbesar sampai yang

terkecil, maka dari hasil RPN itu dapat menentukan mode kegagalan yang

paling kritis sehingga perlu mendahulukan tindakan korektif pada mode

kegagalan itu.

9) Action recommendation, yaitu tindakan rekomendasi perbaikan untuk

mengurangi kemungkinan penyebab munculnya mode kegagalan itu akan

terjadi dan meningkatkan efektivitas dari metode-metode pencegahan atau

deteksi.

Tabel 2.4 Tabel FMEA

Deskripsi

part/proses

Mode of

failure

potensial

Effect of

failure

potensial

S

Causes

of

failure

O Current

control D RPN

Action

recommendation