BAB II LANDASAN TEORI II.1 Perpajakan II.1.1 …thesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00500-AK...

29
1 BAB II LANDASAN TEORI II.1 Perpajakan II.1.1 Definisi Pajak Definisi pajak berdasarkan undang-undang dan dari berbagai pakar pajak sangat banyak serta bervariasi. Berikut ini definisi pajak menurut undang-undang dan beberapa pakar pajak yang ada yaitu : Menurut Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Nomor 28 Tahun 2007, “Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Menurut Liberti Pandiangan, “pajak adalah pembayaran (pengalihan) sebagian harta kekayaan yang dimiliki oleh masyarakat kepada negara yang dapat dipaksakan berdasarkan undang-undang, namun pembayarannya tidak mendapatkan suatu balas jasa secara langsung, untuk digunakan membiayai pengeluaran negara guna meningkatkan kualitas masyarakatnya”.

Transcript of BAB II LANDASAN TEORI II.1 Perpajakan II.1.1 …thesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00500-AK...

1

BAB II

LANDASAN TEORI

II.1 Perpajakan

II.1.1 Definisi Pajak

Definisi pajak berdasarkan undang-undang dan dari berbagai pakar pajak

sangat banyak serta bervariasi. Berikut ini definisi pajak menurut undang-undang dan

beberapa pakar pajak yang ada yaitu :

Menurut Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Nomor

28 Tahun 2007, “Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh

orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan

tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara

bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.

Menurut Liberti Pandiangan, “pajak adalah pembayaran (pengalihan) sebagian

harta kekayaan yang dimiliki oleh masyarakat kepada negara yang dapat dipaksakan

berdasarkan undang-undang, namun pembayarannya tidak mendapatkan suatu balas

jasa secara langsung, untuk digunakan membiayai pengeluaran negara guna

meningkatkan kualitas masyarakatnya”.

2

Menurut Rochmat Sumitro (2008), “Pajak adalah peralihan kekayaan dari

pihak rakyat kepada kas negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya

digunakan untuk simpanan publik (public saving) yang merupakan sumber utama

untuk membiayai investasi publik (public investment)”.

Menurut Dr. Soeparman Soemahamidjaja, “pajak adalah iuran wajib, berupa

uang atau barang yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum,

guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai

kesejahteraan umum”.

II.1.2 Fungsi Pajak

Fungsi pajak dalam buku Erly Suandy (2008:13) mempunyai 2 fungsi yaitu :

1. Fungsi Budgetair atau Finansial

Fungsi budgetair atau finansial yaitu fungsi yang mengumpulkan uang

dari sektor pajak sebanyak-banyaknya yang digunakan untuk membiayai

pengeluaran negara.

2. Fungsi Regulerend atau Mengatur

Fungsi regulerend atau mengatur yaitu fungsi pajak yang mengatur dalam

bidang masyarakat, ekonomi, politik, dan sosial yang digunakan untuk

mencapai tujuan tertentu dan menjaga kestabilan dalam bidang tersebut

seperti menjaga kestabilan inflasi.

3

II.1.3 Syarat-syarat pemungutan pajak

Syarat-syarat pemungutan pajak dalam buku Mardiasmo (2012:2) yaitu :

1. Pemungutan pajak harus adil (Syarat keadilan)

Pemungutan pajak yang dikenakan secara adil dan melihat kemampuan

Wajib Pajak dalam membayar pajak.

2. Pemungutan pajak harus berdasarkan undang-undang (Syarat Yuridis)

Pemungutan pajak yang diatur dalam pasal 23 ayat 2 UUD 1945 untuk

memberikan jaminan hukum yang adil baik bagi negara maupun Warga

Negara Indonesia.

3. Tidak mengganggu perekonomian (Syarat Ekonomis)

Pemungutan pajak harus menjaga keseimbangan kehidupan perekonomian

dan tidak menganggu kehidupan ekonomi dari Wajib Pajak.

4. Pemungutan pajak harus efisien (Syarat Finansial)

Pemungutan pajak harus dapat ditekan sehingga biaya pemungutan pajak

tidak terlalu besar.

5. Sistem pemungutan pajak harus sederhana

Pemungutan pajak dilakukan secara sederhana yang berguna bagi

masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.

II.1.4 Sistem pemungutan pajak

Dalam buku Mardiasmo (2009:7) sistem pemungutan pajak dibagi atas 3

macam yaitu :

4

1. Official assessment system adalah suatu sistem pemungutan pajak yang

memberikan wewenang kepada pemungut pajak untuk menentukan

besarnya pajak yang harus dibayar oleh seseorang atau Wajib Pajak.

2. Self assessment system adalah suatu sistem pemungutan pajak yang

memberi wewenang penuh kepada Wajib Pajak untuk menghitung,

memperhitungkan, menyetorkan, dan melaporkan sendiri besarnya utang

pajak pada suatu tahun pajak.

3. Witholding system adalah suatu sistem pemungutan pajak yang

memberikan wewenang pada pihak ketiga (selain Fiskus dan Wajib Pajak)

untuk memotong atau memungut besarnya pajak yang terutang pada suatu

tahun pajak.

II.1.5 Teori Pemungutan Pajak

Dalam buku Erly Suandy (2008:28) terdapat lima teori pemungutan pajak

yaitu :

1. Teori Asuransi

Teori Asuransi merupakan teori pemungutan pajak dimana pembayaran

pajak yang dibayarkan oleh warga negara sebagai premi untuk

mendapatkan perlindungan dari negara.

2. Teori Kepentingan

5

Teori kepentingan merupakan teori pemungutan pajak dimana negara

memperhatikan pembagian beban pajak yang harus dipungut dari warga

negaranya berdasarkan pada kepentingan masing-masing individu.

3. Teori Gaya Pikul

Dasar teori pemungutan pajak ini adalah asas keadilan yaitu setiap orang

yang dikenakan pajak harus sama besarnya atau adil dan pajak yang

dibayarkan oleh wajib pajak berdasarkan kemampuan ekonomi Wajib

Pajak.

4. Teori gaya Beli

Teori ini menekankan bahwa pembayaran pajak yang dilakukan

masyarakat kepada negara dimaksudkan untuk memelihara kesejahteraan

masyarakat dalam negara yang bersangkutan.

5. Teori Bakti

Teori Bakti ini menekankan pada negara mempunyai hak mutlak untuk

memungut pajak dan sebagai organisasi yang mempunyai tugas untuk

menyelenggarakan kepentingan umum maka rakyat harus membayar pajak

kepada negara sebagai kewajiban dan tanda bakti kepada negara.

III.1.6 Yurisdiksi Pemungutan Pajak

Dalam buku Wirawan B. Ilyas dan Richard Burton (2007:18) terdapat tiga

yurisdiksi pemungutan pajak yaitu :

6

1. Asas Tempat Tinggal

Merupakan suatu asas pemungutan pajak berdasarkan tempat tinggal atau

domisili seseorang atau Wajib Pajak dalam suatu negara.

2. Asas Kebangsaan

Merupakan suatu asas pemungutan pajak yang didasarkan pada

kebangsaan dari wajib pajak tanpa melihat dari mana sumber penghasilan

tersebut didapatkan oleh Wajib Pajak.

3. Asas Sumber

Merupakan suatu asas pemungutan pajak yang didasarkan pada sumber

penghasilan atau tempat penghasilan berada di suatu negara.

II.1.7 Penggolongan Jenis Pajak

Dalam buku Mardiasmo (2009:5) pengelompokkan pajak digolongkan

menurut golongannya, menurut sifatnya, dan menurut lembaga pemungutnya sebagai

berikut :

A. Jenis-jenis pajak menurut sifatnya yaitu :

a. Pajak langsung yaitu pajak yang bebannya harus ditanggung sendiri oleh

Wajib Pajak dan tidak dapat dilimpahkan kepada orang lain.

b. Pajak tidak langsung yaitu beban pajak yang dapat dialihkan kepada orang

lain.

7

B. Jenis pajak menurut sifatnya yaitu :

a. Pajak subjektif yaitu pajak yang memperhatikan keadaan Wajib Pajak dari

segi kemampuan ekonominya.

b. Pajak objektif yaitu pajak yang melihat pada objek pajaknya, tanpa

memperhatikan keadaan dari Wajib Pajak.

C. Menurut lembaga pemungutnya yaitu :

a. Pajak pusat yaitu pajak yang dipungut oleh Pemerintah Pusat dan

digunakan untuk membiayai kebutuhan rumah tangga negara dan

dimasukkan ke dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

b. Pajak daerah yaitu pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah dan

digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah dan dimasukkan ke

dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

II.2 Pajak Pertambahan Nilai

II.2.1 Dasar Hukum PPN dan Perubahan Undang-Undang PPN

Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai telah beberapa kali diubah dan

terakhir diubah dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 menjadi dasar hukum

Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. Berikut ini

merupakan perubahan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai yaitu :

8

a. Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai yang pertama kali digunakan

sebagai dasar hukum yaitu Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1984

b. Perubahan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1984 digantikan Undang-

Undang 11 Tahun 1994.

c. Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai mengalami perubahan kembali

dengan diganti menjadi Uundang-Undang Nomor 18 Tahun 2000.

d. Perubahan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 diubah menjadi Undang-

Undang Nomor 42 Tahun 2009 dan digunakan sebagai dasar hukum Pajak

Pertambahan Nilai sampai sekarang.

II.2.2 Pengertian Pajak Pertambahan Nilai

Definisi Pajak Pertambahan Nilai menurut undang-undang sebagai berikut :

Menurut Undang-undang No. 42 tahun 2009, Pajak Pertambahan Nilai adalah

“Pajak atas konsumsi barang dan jasa di Daerah Pabean yang dikenakan secara

bertingkat di setiap jalur produksi dan distribusi”.

II.2.3 Karakteristik Pajak Pertambahan Nilai di Indonesia

Menurut Siti Resmi (2004:440) Karakteristik Pajak Pertambahan Nilai yaitu :

1. Pajak tidak langsung

Beban Pajak Pertambahan Nilai dapat dialihkan kepada pihak lain. Pihak

yang menyerahkan barang atau jasa sebagai yang membayar pajak,

9

sedangkan pihak yang menanggung beban pajak berada pada penanggung

pajak.

2. Pajak objektif

Pajak Pertambahan Nilai sangat ditentukan oleh adanya objek pajak. Kondisi

subjektif tidak dipertimbangkan.

3. Multistage Tax

Pajak Pertambahan Nilai dikenakan secara bertahap pada jalur produksi dan

distribusi.

4. Nonkumulatif

Pajak Pertambahan Nilai tidak bersifat kumulatif walaupun PPN memiliki

karakteristik multistage tax karena menggunakan mekanisme pengkreditan

Pajak Masukan.

5. Tarif Tunggal

Pajak Pertambahan Nilai di Indonesia hanya dikenakan tarif tunggal yaitu

sebesar 10%.

6. Credit Method/Invoice method/Indirect substruction method

Metode ini mengandung pengertian bahwa sistem metode kredit dengan

menggunakan rumus yaitu Pajak Keluaran dikurangi Pajak Masukan.

7. Pajak atas Konsumsi Dalam Negeri

Pajak atas konsumsi Dalam Negeri ini menggunakan prinsip tempat tujuan

dimana pajak dikenakan di tempat barang atau jasa akan dikonsumsi.

8. Consumption Type Value Added Tax (VAT)

10

Pajak Pertambahan Nilai di Indonesia, Pajak Masukan atas pembayaran

pajak saat pembelian barang atau jasa dapat dikreditkan dengan Pajak

Keluaran yang dikenakan atas penyerahan barang atau jasa.

II.2.4 Sifat, Tipe dan Prinsip Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai

A. Sifat pemungutan Pajak Pertambahan Nilai menurut Liberty Pandiangan

(1993) yaitu sebagai berikut :

1. Sebagai Pajak Tidak Langsung

Pajak yang dikenakan kepada pihak yang memanfaatkan barang atau jasa

yang berasal dari penyerahan barang atau jasa oleh Pengusaha Kena

Pajak, dan yang akan dipungut pajaknya oleh Pengusaha Kena Pajak

kepada pihak yang memanfaatkan barang atau jasa.

2. Menganut Prinsip Tujuan

Prinsip Tujuan ini diartikan pengenaan pajak atas konsumsi barang dan

jasa di mana barang dan jasa tersebut dipakai dan dimanfaatkan maka

dikenakan Pajak Pertambahan Nilai.

3. Mempergunakan Metode Pengkreditan

Dalam sistem Pajak Pertambahan Nilai mempergunakan indirect

substraction method dimana PPN dihitung dengan cara Pajak Keluaran

dikurangi dengan Pajak Masukan.

4. Sistem Tarif Tunggal

11

Tarif pajak yang ada dalam PPN hanya satu atau tunggal yaitu sebesar

10% dan tarif atas ekspor barang yaitu sebesar 0%.

5. Bentuk PPN Dipilih tipe General Consumption VAT

Dalam Pajak Pertambahan Nilai dihitung dari total penerimaan kotor yang

dikurangi dengan pajak yang telah dibayar atas pembelian dan

pemanfaatan barang modal dan bahan baku maupun barang pembantu.

B. Tipe Pemungutan PPN

Menurut Liberty Pandiangan (1993:8) Tipe pemungutan atau perlakuan

perolehannya barang modal dapat diklasifikasikan dalam :

1. General Consumption Value Added Tax Type

Tipe ini mempunyai arti bahwa Pajak Pertambahan Nilai yang sudah dibayar

oleh pengusaha pada waktu pembelian barang atau jasa, PPN tersebut

dikembalikan secara tidak langsung dengan cara melalui pengkreditan.

2. Gross Product Value Added Tax Type

Pajak dihitung dari seluruh jumlah pendapatan kotor hasil produksi,

dikurangi dengan pajak yang telah dibayar atas perolehan bahan-bahan tanpa

fasilitas pengurangan untuk biaya barang atau modal.

3. Net Income Value Added Tax Type

Pajak dihitung dari seluruh pendapatan kotor dikurangi penyusutan dan

penghapusan barang modal dan bahan-bahan.

12

C. Prinsip Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai

Menurut Liberty Pandiangan (1993) mekanisme pemungutan PPN, terdapat

2 (dua) prinsip pemungutan yaitu :

1. Prinsip Tempat Tujuan (destination principle)

Pada prinsip ini Pajak Pertambahan Nilai dipungut dimana tempat barang

atau jasa tersebut dikonsumsi;

2. Prinsip Tempat Asal (origin principle)

Pada prinsip tempat asal ini bahwa Pajak Pertambahan Nilai dikenakan

dimana tempat asal barang atau jasa yang akan dikonsumsi.

II.2.5 Kewajiban Bendahara Pemerintah Sebagai Pemungut PPN atau PPnBM

Menurut buku Panduan Bagi KPPN dan Bendahara Pemerintah Sebagai

Pemotong/Pemungut Pajak-Pajak Negara (2009:66) yaitu :

a. Mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP.

KPP Pratama atau KPPN atau Bendahara sebagai pemungut PPN ditetapkan

dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 563/KMK.03/2003 tanggal 24

Desember 2003 sehingga tidak perlu lagi ada Surat Keputusan Khusus

Penunjukkan sebagai Pemungut Pajak, namun tetap wajib mendaftarkan diri

untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak.

b. Memungut, menyetor, dan melaporkan PPN dan PPnBM yang terutang oleh

PKP atas penyerahan BKP atau JKP kepada instansi Pemerintah.

13

II.2.6 Objek Pajak Pertambahan Nilai dan Bukan Merupakan Objek Pajak

Pertambahan Nilai adalah sebagai berikut :

A. Berdasarkan pasal 4 Undang-Undang PPN Nomor 42 Tahun 2009 diatur

bahwa objek Pajak Pertambahan Nilai sebagai berikut :

a. Penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang

dilakukan oleh pengusaha

b. Impor Barang Kena Pajak

c. Penyerahan Jasa Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di

dalam Daerah Pabean

d. Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari Luar Daerah

Pabean di dalam Daerah Pabean

e. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam

Daerah Pabean

f. Ekspor Barang Kena Pajak berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak

g. Ekspor Barang Kena Pajak tidak berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak

h. Ekspor jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak.

B. Berdasarkan pasal 4A Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 barang yang

tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai sebagai berikut:

a. Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil

langsung dari sumbernya

b. Barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak

14

c. Makanan dan minuman yang disajikan di Hotel, Restoran, Rumah

makan, Warung, dan sejenisnya, meliputi makanan dan minuman baik

yang dikonsumsi di tempat maupun termasuk makanan dan minuman

yang diserahkan oleh usaha jasa boga atau katering, dan

d. Uang, emas batangan, dan Surat berharga.

C. Berdasarkan pasal 4A Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 jasa yang

tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai sebagai berikut :

a. Jasa di bidang pelayanan kesehatan medik.

b. Jasa di bidang pelayanan sosial.

c. Jasa di bidang pengiriman surat dengan perangko.

d. Jasa di bidang keagamaan.

e. Jasa di bidang pendidikan.

f. Jasa di bidang kesenian dan hiburan yang telah dikenakan pajak tontonan

termasuk jasa di bidang kesenian yang tidak bersifat komersial seperti

pementasan kesenian tradisional yang diselenggarakan secara Cuma-

Cuma.

g. Jasa di bidang penyiaran yang bukan bersifat iklan yaitu jasa penyiaran

radio atau televisi yang dilakukan oleh instansi pemerintah ataua

swasta yang bukan bersifat iklan dan tidak dbiayai oleh sponsor yang

bertujuan komersial

15

h. Jasa di bidang angkutan umum di darat dan di air yaitu jasa angkutan

umum di darat, di laut, di danau, dan di sungai yang dilakukan oleh

pemerintah atau swasta.

i. Jasa di bidang tenaga kerja.

j. Jasa di bidang perhotelan.

II.2.7 Objek Pemungutan PPN dan PPnBM

Berdasarkan buku Panduan Bagi KPPN dan Bendahara Pemerintah Sebagai

Pemotong/Pemungut Pajak-Pajak Negara (2009:67) objek PPN yang dipungut oleh

Bendahara Pemerintah yaitu :

A. Pemungut Pajak Pertambahan Nilai wajib memungut, menyetor dan

melaporkan PPN atas :

a. Penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang dilakukan oleh

PKP Rekanan;

b. Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean

di dalam Daerah Pabean;

c. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah

Pabean.

B. PPnBM hanya dipungut dalam hal Pengusaha Kena Pajak rekanan adalah

pabrikan dari Barang Kena Pajak yang tergolong mewah.

16

II.2.8 Dasar Pengenaan Pajak

Dasar pengenaan pajak untuk Pajak Pertambahan Nilai adalah jumlah harga jual,

penggatian, nilai impor, nilai ekspor, nilai lain yang ditetapkan dengan Peraturan

Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2002 Pasal 4 ayat (1) dan telah diubah

menjadi Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2012 yang dipakai

sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terutang. Dasar pengenaan pajak ada

beberapa macam yaitu :

1. Harga jual

Harga jual adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau

seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan Barang Kena Pajak, tidak

termasuk Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut menurut Undang-Undang

PPN dan PPnBM dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak.

2. Penggantian

Penggantian adalah nilai berupa uang termasuk semua biaya yang diminta atau

seharusnya diminta oleh pemberi jasa karena penyerahan Jasa Kena Pajak,

tidak termasuk pajak yang dipungut menurut undang-undang dan potongan

harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak.

3. Nilai Ekspor

Nilai ekspor adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta

atau yang seharusnya diminta oleh Eksportir.

4. Nilai Impor

17

Nilai impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan bea

masuk ditambah pungutan lainnya yang dikenakan berdasarkan ketentuan

dalam peraturan perundang-undangan Pabean untuk impor Barang Kena

Pajak, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut menurut

Undang-Undang PPN dan PPnBM.

5. Nilai Lain

Suatu nilai yang Ditetapkan sebagai Dasar Pengenaan Pajak untuk

menghitung Pajak Pertambahan Nilai yang terutang dan diatur dalam

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 75/PMK.03/2010 Dasar Pengenaan Pajak

untuk Nilai lain yaitu :

a. untuk pemakaian sendiri Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak

adalah Harga Jual atau Penggantian setelah dikurangi laba kotor;

b. untuk pemberian cuma-cuma Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak

adalah Harga Jual atau Penggantian setelah dikurangi laba kotor;

c. untuk penyerahan media rekaman suara atau gambar adalah perkiraan

harga jual rata-rata;

d. untuk penyerahan film cerita adalah perkiraan hasil rata-rata per judul film;

e. untuk penyerahan produk hasil tembakau adalah sebesar harga jual eceran;

f. untuk Barang Kena Pajak berupa persediaan dan/atau aktiva yang menurut

tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat

pembubaran perusahaan, adalah harga pasar wajar;

18

g. untuk penyerahan Barang Kena Pajak dari pusat ke cabang atau sebaliknya

dan/atau penyerahan Barang Kena Pajak antar cabang adalah harga pokok

penjualan atau harga perolehan;

h. untuk penyerahan Barang Kena Pajak melalui pedagang perantara adalah

harga yang disepakati antara pedagang perantara dengan pembeli;

i. untuk penyerahan Barang Kena Pajak melalui juru lelang adalah harga

lelang;

j. untuk penyerahan jasa pengiriman paket adalah 10% (sepuluh persen) dari

jumlah yang ditagih atau jumlah yang seharusnya ditagih; atau

k. untuk penyerahan jasa biro perjalanan atau jasa biro pariwisata adalah 10%

(sepuluh persen) dari jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih.

II.2.9 Tarif Pajak Pertambahan Nilai dan Contoh Penghitungan

Tarif PPN yang berlaku saat ini adalah 10% (sepuluh persen). Sedangkan tarif

PPN atas ekspor Barang Kena Pajak (BKP) adalah 0%.

Pengenaan tarif 0% bukan berarti pembebasan dari pengenaan Pajak Pertambahan

Nilai. Tetapi Pajak Masukan yang telah dibayar dari barang yang diekspor dapat

dikreditkan.

� Contoh penghitungan Pajak Pertambahan Nilai

� Pengusaha Kena Pajak “A” menjual BKP secara tunai kepada Pengusaha

Kena Pajak “X” dengan harga jual Rp 20.000.000. PPN yang terutang :

10% x Rp 20.000.000 = Rp 2.000.000

19

PPN sebesar Rp 2.000.000 merupakan Pajak Keluaran, yang dipungut oleh

Pengusaha Kena Pajak “A”, sedangkan bagi Pengusaha Kena Pajak “X”

PPN tersebut merupakan Pajak Masukan.

II.3 Pajak Masukan

II.3.1 Pajak Masukan Yang Dapat Dikreditkan

Pajak Masukan yang dapat dikreditkan menurut Undang-Undang No.42 Tahun

2009 yaitu :

a. Pengkreditan Pajak Masukan oleh Pengusaha Kena Pajak yang masih dalam

tahap belum produksi terbatas Pajak Masukan yang berasal dari perolehan

atau impor barang modal (pasal 9 ayat (2a).

b. Dalam pasal 9 ayat 14 Pengkreditan Pajak Masukan atas Barang Kena Pajak

yang dialihkan dalam rangka restrukturisasi usaha, maka Pajak Masukan atas

Barang Kena Pajak yang dialihkan yang belum dikreditkan oleh Pengusaha

Kena Pajak yang mengalihkan, dapat dikreditkan oleh Pengusaha Kena Pajak

yang menerima pengalihan dapat dikreditkan oleh Pengusaha Kena Pajak

yang menerima pengalihan sepanjang Faktur Pajaknya diterima setelah

terjadinya pengalihan dan Pajak Masukan tersebut belum dibebankan sebagai

biaya.

20

II.3.2 Pajak Masukan Yang Tidak Dapat Dikeditkan

Menurut Undang-Undang PPN Nomor 42 Tahun 2009 Pengeluaran yang tidak

dapat dikreditkan sebagai Pajak Masukan yaitu :

a. Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak sebelum pengusaha

dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.

b. Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang tidak mempunyai

hubungan langsung dengan kegiatan usaha.

c. Perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor berupa sedan dan station

wagon, kecuali merupakan barang dagangan atau disewakan.

d. Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud atau pemanfaatan Jasa Kena

Pajak dari luar Daerah Pabean sebelum pengusaha dikukuhkan sebagai

Pengusaha Kena Pajak.

e. Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Faktur Pajaknya

tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 ayat (5)

atau ayat (9) atau tidak mencantumkan nama, alamat, dan nomor Wajib

Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak.

f. Pemanfaataan Barang Kena Pajak tidak berwujud atau pemanfaataan Jasa

Kena Pajak dari luar Daerah Pabean yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi

ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 ayat (6).

g. Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Pajak Masukannya

ditagih dengan penerbitan ketetapan pajak.

21

h. Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Pajak Masukannya

tidak dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai,

yang ditemukan pada wakttu dilakukan pemeriksaan.

i. Perolehan Barang Kena Pajak selain barang modal atau Jasa Kena Pajak

sebelum Pengusaha Kena Pajak berproduksi sebagaimana dimaksud pada

butir 2.

II.4 Saat dan Tempat Pajak Terutang

II.4.1 Saat Terutangnya Pajak

Menurut Pasal 11 ayat 1 Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai Nomor 42

Tahun 2009 saat terutangnya pajak terjadi pada saat :

1. Penyerahan Barang kena Pajak

2. Impor Barang kena Pajak

3. Penyerahan Jasa Kena Pajak

4. Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean

5. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar daerah Pabean

6. Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud

7. Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud

8. Ekspor Jasa Kena Pajak

22

II.4.2 Tempat Terutang Pajak

Berdasarkan Pasal 12 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 ditetapkan bahwa

tempat terutang Pajak Pertambahan Nilai adalah :

1. Tempat tinggal atau tempat kedudukan.

2. Tempat kegiatan usaha dilakukan.

3. Tempat Barang Kena Pajak dimasukkan, dalam hal impor.

4. Tempat lain selain tempat tinggal atau tempat kedudukan atau tempat

kegiatan usaha dilakukan yang diatur dengan Peraturan Direktorat Jenderal

Pajak.

5. Satu tempat atau lebih yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pajak

sebagai tempat pemusatan pajak terutang atas pemberitahuan secara tertulis

dari Pengusaha Kena Pajak.

6. Tempat tinggal atau tempat kedudukan dan/atau tempat kegiatan usaha

dilakukan dalam hal pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud

dan/atau Jasa kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean.

II.5 Faktur Pajak

II.5.1 Fungsi Faktur Pajak

Menurut Waluyo (2009) Faktur Pajak mempunyai fungsi yaitu :

a. Sebagai bukti pungut PPN yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak atau

Direktorat Jenderal Bea dan Cukai

23

b. Sebagai bukti pembayaran PPN yang telah dilakukan oleh pembeli Barang

Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak kepada Pengusaha Kena Pajak

atau Direktorat Bea dan Cukai.

c. Sebagai sarana pengawasan administrasi terhadap kewajiban perpajakan.

II.5.2 Jenis-jenis Faktur Pajak

Dalam ketentuan lama yang mengatur ketentuan Faktur Pajak Standar dan

Sederhana diatur dalam Keputusan Direktorat Jenderal Pajak Nomor KEP-128/PJ/2004.

Adanya perubahan peraturan yang sebelumnya Keputusan Direktorat Jenderal Pajak

Nomor KEP-128/PJ/2004 menjadi Peraturan Direktorat Jenderal Pajak Nomor

13/PJ/2010 yang meniadakan Faktur Pajak Sederhana dan Standar dan digantikan

dengan nama Faktur Pajak dan sejak bulan April 2010 mulai diberlakukannya Faktur

Pajak tersebut. Saat ini sejak diberlakukan Faktur Pajak, dan dihapuskannya Pasal 9

ayat (8) huruf e dan Pasal 13 ayat (7) dalam Undang-Undang terbaru PPN Nomor 42

Tahun 2009 serta dalam Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai Nomor 42 Tahun

2009 hanya dikenal tiga jenis Faktur Pajak yaitu :

a. Faktur Pajak (Faktur yang memenuhi kriteria Pasal 13 ayat (5) dan ayat (9)

UU PPN

b. Faktur Pajak Gabungan

c. Dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak.

24

II.5.3 Syarat Formal Pembuatan Faktur Pajak

Berdasarkan Pasal 13 Ayat (5) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai Nomor

42 Tahun 2009 dalam Faktur Pajak harus dicantumkan keterangan tentang penyerahan

Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang paling sedikit memuat :

a. Nama, alamat dan NPWP yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa

Kena Pajak;

b. Nama, alamat dan NPWP pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa

Kena Pajak;

c. Jenis barang atau jasa, jumlah harga jual atau penggantian dan potongan

harga;

d. PPN yang dipungut;

e. Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) yang dipungut:

f. Kode, nomor seri dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan

g. Nama dan tanda tangan yang berhak mendatangani Faktur pajak.

II.5.4 Format Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak

Ketentuan Pemberian kode dan nomor seri Faktur Pajak Standar sesuai dengan

Peraturan Direktorat Jenderal Pajak Nomor PER-159/PJ.2006 yaitu sebagai berikut :

A. Tata Cara Penggunaan Kode dan Nomor seri Faktur Pajak Standar

a. Kode transaksi diisi dengan ketentuan sebagai berikut :

25

01 Digunakan atas penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak

kepada pihak lain yang bukan pemungut PPN (termasuk penyerahan

kepada Perwakilan Negara Asing atau perwakilan Organisasi

Internasional yang tidak mendapat persetujuan untuk diberikan fasilitas

perpajakan oleh Menteri Keuangan) dan penyerahan Barang Kena Pajak

atau Jasa Kena Pajak antar pemungut PPN (selain Bendaharawan) yang

PPN dipungut oleh pihak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau

Jasa Kena Pajak.

02 Digunakan untuk penyerahan kepada pemungut PPN Bendahara

Pemerintah.

03 Digunakan untuk penyerahan kepada pemungut PPN lainnya (selain

Bendahara Pemerintah), kode ini digunakan atas penyerahan Barang

Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak kepada pemungut PPN selain

Bendahara Pemerintah, dalam hal ini Kontraktor Production Sharing

(KPS) Migas selaku pemungut PPN.

04 Digunakan untuk penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak

yang menggunakan Dasar Pengenaan Pajak nilai lain kepada selain

pemungut PPN.

05 Digunakan atas penyerahan Barang Kena Pajak/Jasa Kena Pajak yang

PPN-nya dihitung dengan menggunakan Deemed Pajak Masukan.

06 Digunakan untuk penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak

yang menggunakan tarif selain 10% dan penyerahan hasil tembakau yang

26

dibuat di dalam negeri oleh Pengusaha Pabrik hasil tembakau atau hasil

tembakau yang dibuat di luar negeri oleh Importir hasil tembakau.

07 Digunakan dalam penyerahan PPN dan PPnBM tidak dipungut

berdasarkan peraturan khusus yang berlaku antara lain :

a. Tentang Bea Masuk, Bea Masuk Tambahan Pajak Pertambahan

Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dan Pajak

Penghasilan dalam rangka proyek pemerintah yang dibiayai dengan

Dana Pinjaman/Hibah Luar Negeri.

b. Perlakuan perpajakan bagi Pengusaha Kena Pajak berstatus

Entrepot Produksi Tujuan Ekspor (EPTE) dan Perusahaan

Pengolahan di Kawasan Berikat (KB).

c. Tempat Penimbunan Berikat.

d. Perlakuan Perpajakan di Kawasan Pengembangan Ekonomi

Terpadu.

e. Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas

Barang Mewah di Kawasan Berikat Daerah Industri Pulau Batam.

f. Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Avtur untuk

keperluan penerbangan internasional.

g. Toko bebas area.

h. Perlakuan PPN dan PPnBM atas impor Barang Kena Pajak yang

dibebaskan Bea Masuk.

i. Perlakuan perpajakan dan Kepabeanan dalam rangka proyek

pengembangan Pulau Bintan dan Pulau Karimun.

27

j. Tempat Penimbunan Berikat di Pulau Batam, Bintan, dan Karimun.

08 digunakan untuk penyerahan yang dibebaskan dari pengenaan PPN.

09 digunakan untuk penyerahan aktiva kepada selain pemungut PPN.

II.5.5 Saat Pembuatan Faktur Pajak

Dalam Undang-Undang No.42 Tahun 2009 saat pembuatan Faktur Pajak harus

dibuat pada saat yaitu ;

1. Saat penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak;

2. Saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi

sebelum penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau sebelum penyerahan Jasa

Kena Pajak;

3. Saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap

pekerjaan;

4. Saat lain yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

II.6 Kewajiban Penyetoran dan Pelaporan PPN Bagi Bendahara Pemerintah

Dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.03/2007 yang mengatur

tentang penentuan tanggal jatuh tempo pembayaran dan penyetoran pajak, penentuan

tempat pembayaran pajak, dan tata cara pembayaran tata, penyetoran dan pelaporan

pajak, serta tata cara pengangsuran dan penundaan pembayaran pajak, dalam peraturan

tersebut telah mengalami perubahan dalam hal pelaporan yang diubah dan

28

disempurnakan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 80/PMK.03/2010 yang

mengatur tentang penentuan tanggal jatuh tempo pembayaran dan penyetoran pajak,

penentuan tempat pembayaran pajak, dan tata cara pembayaran, penyetoran dan

pelaporan pajak, serta tata cara pengangsuran dan penundaan pembayaran pajak.

Berikut ini tabel tanggal penyetoran dan pelaporan PPN sebagai berikut :

Tabel II.1

Tabel Tanggal Penyetoran dan Tanggal Pelaporan

Tanggal Penyetoran Tanggal Pelaporan

PPN

a. Untuk Bendahara pengeluaran sebagai pemungut PPN,paling lama tanggal 7 bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.

b. Untuk Pejabat Penandatanganan Surat Perintah Membayar sebagai pemungut PPN, harus disetor pada hari yang sama dengan pelaksanaan pembayaran kepada Pengusaha Kena Pajak Rekanan Pemerintah melalui KPPN.

a. Paling lama akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.

b. Paling lama akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.

29