PERATURAN DAERAH KOTA AMBON No 03 2009.pdfPajak Dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Republik...

30
PERATURAN DAERAH KOTA AMBON NOMOR - 3 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA AMBON NOMOR 3 TAHUN 2003 TENTANG PAJAK HIBURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA AMBON, Menimbang : a. bahwa beberapa ketentuan dalam Peraturan Daerah Kota Ambon Nomor 3 Tahun 2003 tentang Pajak Hiburan sudah tidak sesuai dengan kondisi riil saat ini sehingga perlu dirubah; b. bahwa perubahan sebagaimana dimaksud pada huruf a adalah untuk meningkatkan efektivitas pungutan Pajak Hiburan; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu membentuk Peraturan Daerah Kota Ambon tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kota Ambon Nomor 3 Tahun 2003 tentang Pajak Hiburan. Mengingat : 1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 18 ayat (6); 2. Undang-Undang Nomor 60 Tahun 1958 Tentang Penetapan Undang-Undang Darurat Nomor 23 Tahun 1957 Tentang Pembentukan Daerah-Daerah Swatantra Tingkat II Dalam Daerah Swatantra Tingkat I Maluku (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1957 Nomor 80), sebagai Undang- Undang (Lembaran Negara Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1958 Nomor 111; Tambahan Lembaran Negara Nomor 1645); 3. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3262), sebagaimana telah diubah untuk ke tiga kalinya dengan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 85; Tambahan Lembaran Negara Nomor 4740); 1

Transcript of PERATURAN DAERAH KOTA AMBON No 03 2009.pdfPajak Dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Republik...

PERATURAN DAERAH KOTA AMBON

NOMOR - 3 TAHUN 2009

TENTANG

PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA AMBON NOMOR 3 TAHUN 2003 TENTANG PAJAK HIBURAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA AMBON,

Menimbang : a. bahwa beberapa ketentuan dalam Peraturan Daerah Kota Ambon Nomor 3 Tahun 2003 tentang Pajak Hiburan sudah tidak sesuai dengan kondisi riil saat ini sehingga perlu dirubah;

b. bahwa perubahan sebagaimana dimaksud pada huruf a adalah untuk meningkatkan efektivitas pungutan Pajak Hiburan;

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu membentuk Peraturan Daerah Kota Ambon tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kota Ambon Nomor 3 Tahun 2003 tentang Pajak Hiburan.

Mengingat : 1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 18 ayat (6);

2. Undang-Undang Nomor 60 Tahun 1958 Tentang Penetapan Undang-Undang Darurat Nomor 23 Tahun 1957 Tentang Pembentukan Daerah-Daerah Swatantra Tingkat II Dalam Daerah Swatantra Tingkat I Maluku (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1957 Nomor 80), sebagai Undang-Undang (Lembaran Negara Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1958 Nomor 111; Tambahan Lembaran Negara Nomor 1645);

3. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3262), sebagaimana telah diubah untuk ke tiga kalinya dengan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 85; Tambahan Lembaran Negara Nomor 4740);

1

2

4. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 41; Tambahan Lembaran Negara Nomor 3685) sebagaimana telah dirubah dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 246; Tambahan Lembaran Negara Nomor 4048);

5. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 42; Tambahan Lembaran negara Nomor 3686), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 129; Tambahan lembaran Negara Nomor 3987);

6. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 27; Tambahan Lembaran Negara Nomor 4190);

7. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125; Tambahan Lembaran Negara Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 38; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4493) yang telah ditetapkan menjadi Undang-undang dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548); sebagaimana telah dirubah untuk kedua kalinya dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59; Tambahan Lembaran Negara Nomor 4844);

8. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126; Tambahan Lembaran Negara Nomor 4438);

3

9. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1955 tentang Pembentukan Kota Ambon Sebagai Daerah yang Berhak Mengatur dan Mengurus Rumah Tangganya Sendiri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1955 Nomor 30, Tambahan Lembaran Negara Nomor 809);

10. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1979 tentang Perubahan Batas Wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Ambon (Lembaran Negara Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1979 Nomor 20; Tambahan Lembaran Negara Nomor 3137);

11. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah (Lembaran Negara Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 118; Tambahan Lembaran Negara Nomor 4138);

12. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165; Tambahan Lembaran Negara Nomor 4593);

13. Peraturan Daerah Kota Ambon Nomor 3 Tahun 2003 tentang Pajak Hiburan (Lembaran Daerah Kota Ambon Tahun 2003 Nomor 3 Seri A Nomor 03);

14. Peraturan Daerah Kota Ambon Nomor 1 Tahun 2009 tentang Pokok-Pokok Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Daerah Kota Ambon Tahun 2009 Nomor 1 Seri A Nomor 01, Tambahan Lembaran Daerah Nomor 242);

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA AMBON

Dan

WALIKOTA AMBON

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA AMBON NOMOR 3 TAHUN 2003 TENTANG PAJAK HIBURAN

Pasal I

Beberapa ketentuan dalam Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2003 tentang Pajak Hiburan (Lembaran Daerah Kota Ambon Tahun 2003 Nomor 3 Seri A Nomor 3) diubah sebagai berikut :

4

1. Ketentuan dalam Pasal 1 ditambah 8 (delapan) angka, yakni angka 3A, 3B, 3C, 4A, 17A, 17B, 17C, 17D, dan 17E; angka 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, dan 17 diubah, angka 12 berubah susunannya menjadi angka 17 dan seterusnya mengalami perubahan susunan, sehingga Pasal 1 berbunyi sebagai berikut :

Pasal 1 (3A) Dinas adalah Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Aset Ekonomi

Daerah Kota Ambon; (3B) Kepala Dinas adalah Kepala Dinas Pendapatan dan Pengelolaan

Aset Ekonomi Daerah Kota Ambon; (3C) Pejabat yang ditunjuk adalah pegawai pada Dinas Pendapatan

dan Pengelolaan Aset Ekonomi Daerah yang diberi tugas tertentu di bidang Pajak Daerah dan mendapat pendelegasian dari Kepala Daerah;

(4) Badan adalah Bentuk badan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik Negara atau daerah dengan nama atau bentuk apapun, persekutuan, perkumpulan, firma, kongsi, koperasi, atau organisasi yang sejenis, lembaga, dana pensiun, bentuk usaha tetap serta bentuk badan usaha lainnya;

(4A) Pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat;

(10) Surat Pemberitahuan Pajak Daerah, yang selanjutnya disingkat SPTPD adalah Surat yang digunakan oleh wajib pajak untuk melaporkan perhitungan dan pembayaran pajak yang terutang menurut peraturan perundang-undangan perpajakan daerah;

(11) Surat Ketetapan Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat SKPD adalah Surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pajak yang terutang;

(12) Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar yang selanjutnya disingkat SKPDKB adalah Surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pajak yang terutang, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi sanksi administrasi dan jumlah yang masih harus dibayar;

(13) Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan yang selanjutnya disingkat SKPDKBT adalah ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan;

(14) Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar yang selanjutnya disingkat SKPDLB adalah Surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar daripada pajak yang terutang atau tidak seharusnya terutang;

5

(15) Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil yang selanjutnya disingkat SKPDN adalah Surat ketetapan yang menentukan jumlah pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak terutang dan tidak ada kredit pajak;

(16) Surat Tagihan Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat STPD adalah Surat untuk melakukan tagihan pajak dan atau sanksi administrasi berupa bunga dan atau denda;

(17) Surat Setoran Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat SSPD adalah Surat yang digunakan oleh wajib pajak untuk melakukan pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang ke kas daerah atau ke tempat lain yang ditunjuk oleh Kepala Daerah;

(17A) Sengketa pajak daerah adalah sengketa yang timbul dalam bidang perpajakan antara wajib pajak atau penanggung pajak dengan pejabat yang berwenang sebagai akibat dikeluarkannya keputusan yang dapat diajukan banding atau gugatan kepada pengadilan pajak berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan, termasuk gugatan atas pelaksanaan penagihan berdasarkan undang-undang penagihan pajak dengan paksa;

(17B) Banding adalah upaya hukum yang dapat dilakukan oleh wajib pajak atau penanggung pajak terhadap suatu keputusan yang dapat diajukan banding berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku;

(17C) Gugatan adalah upaya hukum yang dapat dilakukan oleh wajib pajak atau penanggung pajak terhadap pelaksanaan penagihan pajak atau terhadap keputusan yang dapat diajukan gugatan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku;

(17D) Pengadilan pajak adalah badan peradilan yang melaksanakan kekuasaan kehakiman bagi wajib pajak atau penanggung pajak yang mencari keadilan terhadap sengketa pajak;

(17E) Penyidikan adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh penyidik pegawai negeri sipil untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana pelanggaran peraturan daerah serta menemukan tersangkanya;

(18) Penyidik pegawai negeri sipil yang selanjutnya disingkat PPNS adalah pegawai negeri sipil tertentu di lingkungan pemerintah kota Ambon yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan terhadap pelanggaran peraturan daerah yang memuat ketentuan pidana.

2. Ketentuan Pasal 2 ayat (3) diubah sehingga berbunyi :

Pasal 2

(3) Hiburan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi : a. Pertunjukkan film (layar tancap, VCD, LD, DVD);

6

b. Pertunjukkan kesenian (tari, lomba pop singer, festival kesenian tradisional/modern, pertunjukkan sirkus)

c. Pagelaran Musik dan Tari; d. Diskotik; e. Karaoke; f. Kelab Malam; g. Permainan Bilyar; h. Permainan Ketangkasan; i. Panti Pijat; j. Mandi Uap; k. Pertandingan Olah Raga; l. Pameran Buku; m. Senam Kebugaran (Fitnes).

3. Ketentuan Pasal 5 huruf a mengalami perubahan pada angka persentase dari

30% menjadi 15%, huruf b dari 20% menjadi 10%, huruf c dari 25% menjadi 10%, huruf d dari 35% menjadi 15%, huruf e dari 30% menjadi 20%, huruf f dari 35% menjadi 25% ditambah penjelasan, huruf g dari 30% menjadi 15%, huruf h dari 25% menjadi 15% ditambah Penjelasan, huruf i dari 30% menjadi 25%, huruf j dari 30% menjadi 25%, huruf k dari 25% menjadi 15%, huruf l dari 10% menjadi 5%, huruf m dari 15% menjadi 10%, huruf n perubahan pada kalimat dengan menambahkan kata-kata senam kebugaran sebelum kata (Fithnes), dan penambahan huruf p dan q, lengkapnya Pasal 5 berbunyi:

Pasal 5

a. Pertunjukkan film termasuk layar tancap, VCD, LD, DVD ditetapkan

sebesar 15% (limabelas persen); b. Pertunjukkan kesenian (tari, lomba pop singer, festival kesenian

tradisional/modern, pertunjukkan sirkus) ditetapkan sebesar 5% (lima persen);

c. Pagelaran musik ditetapkan sebesar 10% (sepuluh persen); d. Diskotik ditetapkan sebesar 15% (limabelas persen); e. Karaoke ditetapkan sebesar 20% (duapuluh persen); f. Klub malam ditetapkan sebesar 25% (duapuluh lima persen); g. Permainan bilyar ditetapkan sebesar 15% (limabelas persen); h. Permainan ketangkasan ditetapkan sebesar 15% (limabelas persen); i. Panti pijat ditetapkan sebesar 25% (duapuluh lima persen); j. Mandi uap ditetapkan sebesar 25% (duapuluh lima persen); k. Pertandingan olahraga ditetapkan sebesar 15% (limabelas persen); l. Pameran buku ditetapkan sebesar 5% (lima persen); m. Senam kebugaran (Fithnes) ditetapkan sebesar 10% (sepuluh persen).

4. Ketentuan Pasal 7 diubah sehingga berbunyi :

Pasal 7

Besarnya pajak yang terhutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak dengan dasar pengenaan pajak

7

5. Judul BAB V dan Pasal 8 diubah sehingga berbunyi :

BAB V MASA PAJAK, TAHUN PAJAK, SAAT TERHUTANG PAJAK, DAN

WILAYAH PEMUNGUTAN PAJAK

Pasal 8

Masa pajak adalah jangka waktu yang lamanya sama dengan 1 (satu) bulan takwim atau jangka waktu lain yang ditetapkan dengan peraturan kepala daerah.

6. Judul BAB VI diubah sehingga berbunyi sebagai berikut :

BAB VI

PENGUKUHAN, PENDAFTARAN, PERHITUNGAN DAN PENETAPAN PAJAK

7. Diantara Pasal 11 dan Pasal 12 disispkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 11A

sehingga berbunyi :

Pasal 11A

(1) Wajib pajak wajib mendaftarkan usahanya kepada kepala daerah melalui dinas.

(2) Pendaftaran dilakukan selambat-lambatnya 30 (tigapuluh) hari sebelum dimulainya kegiatan usaha dan telah memiliki SITU.

(3) Setelah melakukan pendaftaran, wajib pajak dikukuhkan dan diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak Daerah (NPWPD).

(4) Pengukuhan wajib pajak ditetapkan dengan surat keputusan kepala daerah.

8. Ketentuan Pasal 12 diubah sehingga berbunyi :

Pasal 12

(1) Wajib pajak yang telah memiliki NPWP setiap awal masa pajak wajib mengisi SPTPD.

(2) SPTPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus di isi dengan jelas, lengkap, dan benar serta ditandatangani oleh wajib pajak atau kuasanya.

(3) SPTPD sebagaimana di maksud ayat (1) harus disampaikan kepada kepala daerah melalui dinas selambat-lambatnya 15 (limabelas) hari setelah berakhirnya masa pajak.

(4) Kepala Daerah atas permohonan wajib pajak dengan alasan yang sah dan dapat diterima dapat memperpanjang jangka waktu penyampaian SPTPD sebagaimana dimaksud pada ayat (3) untuk jangka waktu tertentu.

8

(5) SPTPD dianggap tidak dimasukkan jika wajib pajak tidak melaksanakan atau tidak sepenuhnya melaksanakan ketentuan pengisian dan penyampaian SPTPD yang telah ditetapkan.

(6) Wajib pajak yang tidak melaporkan atau melaporkan tidak sesuai dengan batas waktu yang telah ditentukan akan dikenakan sanksi administrasi berupa denda sesuai dengan peraturan daerah ini.

(7) Tata cara pendaftaran objek pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), (2), (3), (4) di atas, di atur lebih lanjut dengan peraturan kepala daerah.

9. Ketentuan Pasal 13 diubah sehingga berbunyi :

Pasal 13

(1) Berdasarkan SPTPD yang disampaikan oleh wajib pajak, kepala daerah atau kepala dinas menetapkan pajak terhutang dengan menerbitkan SKPD.

(2) SKPD harus dilunasi oleh wajib pajak selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari sejak diterimanya SKPD.

(3) Apabila setelah lewat waktu yang ditentukan wajib pajak tidak atau kurang membayar pajak terhutang dalam SKPD, wajib pajak dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan dan ditagih dengan menerbitkan STPD.

10. Ketentuan Pasal 14 ayat 1 dan 2 diubah, selanjutnya ayat 3 huruf a, b, dan c

diubah, selanjutnya ayat 4, 5, dan 7 diubah sehingga berbunyi :

Pasal 14 (1) Wajib pajak yang mengisi sendiri SPTPD sebagaimana dimaksud pada

Pasal 11 ayat (1) digunakan untuk menghitung, memperhitungkan dan menetapkan pajak sendiri yang terhutang.

(2) Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah saat terhutangnya pajak, kepala daerah dapat menerbitkan : a. Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain pajak

yang terhutang tidak atau kurang di bayar, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan dihitung sejak saat terhutangnya pajak;

b. Apabila SPTPD tidak disampaikan dalam jangka waktu yang ditentukan dan telah ditegur secara tertulis, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan dihitung sejak saat terhutangnya pajak; dan

9

c. Apabila kewajiban mengisi SPTPD tidak dipenuhi, pajak yang terhutang dihitung secara jabatan dan dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan 2% (dua persen) sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama (3 (tiga) bulan dihitung sejak saat terhutangnya pajak

(4) SKPDKBT sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b diterbitkan apabila ditemukan data baru atau data yang semula belum terungkap yang menyebabkan penambahan jumlah pajak yang terhutang, akan dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah kekurangan pajak tersebut.

(5) SKPDN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c diterbitkan apabila jumlah pajak yang terhutang sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terhutang dan tidak ada kredit pajak.

(6) Penambahan jumlah pajak yang terhutang sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak dikenakan apabila wajib pajak melaporkan sendiri tindakan pemeriksaan.

11. Diantara Pasal 14 dan Pasal 15 disisipkan 1 Pasal baru yaitu Pasal 14A,

yang berbunyi :

Pasal 14A

(1) Kepala daerah dapat menerbitkan STPD apabila : a. Pajak dalam masa pajak tidak atau kurang dibayar b. Hasil penelitian SPTPD terdapat kekurangan pembayaran sebagai

akibat salah tulis dan atau salah hitung (2) Penerbitan STPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) butir a, wajib

pajak dikenakan sanksi administrasi berupa bunga 10% (sepuluh persen), dan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) butir b, wajib pajak dikenakan denda

12. Judul BAB VII diubah sehingga berbunyi :

BAB VII PEMBAYARAN

13. Ketentuan Pasal 16 mengalami perbaikan dan penambahan sebagai berikut: - pada ayat (2) kata ”mengurus” diantara kata ”untuk” dan kata ” pajak”

diganti dengan kata ”mengangsur”. - ”ayat (3) setelah kata ”sebulan” ditambahkan kata-kata ”dari jumlah yang

belum atau dibayar”. - diantara ayat (3) dan ayat (4) disisipkan ayat (4) yang baru, sehingga

ayat (4) berubah menjadi ayat (5) dengan mengganti kata ”oleh” dengan kata-kata”dengan peraturan”, lengkapnya pasal 16 ayat (2), (3), (4), dan (5) berbunyi :

10

Pasal 16

(2) Kepala daerah memberikan persetujuan kepada wajib pajak untuk mengangsur pajak terhutang dalam kurung waktu tertentu, setelah memenuhi persyaratan yang ditentukan.

(3) Angsuran pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus dilakukan secara teratur dan berturut-turut dengan kenaikan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan dari jumlah yang belum atau kurang bayar.

(4) Kepala daerah dapat memberikan persetujuan kepada wajib pajak untuk menunda pembayaran pajak sampai batas waktu yang ditentukan setelah memenuhi persyaratan kenaikan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan dari jumlah yang belum atau kurang dibayar.

(5) Persyaratan untuk dapat mengangsur dan menunda pembayaran serta tata cara pembayaran angsuran dan penundaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (4) ditetapkan dengan peraturan kepala daerah.

14. Ketentuan Pasal 17 ayat 1 dan 2 mengalami perubahan masing-masing

pada ayat (1) angka ‘14’ diantara kata ‘pasal’ dan kata ‘diberikan’ diubah dengan angka ‘15’, selanjutnya pada ayat (2) kata ‘oleh’ diganti dengan kata-kata ‘dengan keputusan’ sehingga lengkapnya pasal 17 berbunyi :

Pasal 17

(1) Setiap pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15

diberikan tanda bukti pembayaran dan dicatat dalam buku penerimaan (2) Bentuk, jenis, isi, ukuran tanda bukti pembayaran dan buku penerimaan

pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan keputusan kepala daerah

15. Judul BAB VIII diubah sehingga berbunyi :

BAB VIII

PENAGIHAN PAJAK

16. Ketentuan Pasal 18 diubah, yang berbunyi :

Pasal 18

(1) Apabila pajak terhutang tidak dilunasi setelah jatuh tempo pembayaran, kepala daerah atau kepala dinas melakukan tindakan penagihan pajak.

(2) Penagihan pajak dilakukan terhadap pajak terhutang dalam SKPD, SKPDKBT,SKPDKBT, dan STPD yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah.

(3) Penagihan pajak dilakukan dengan terlebih dahulu memberikan surat teguran atau surat peringatan atau surat lain yang sejenis sebagai langkah awal tindakan penagihan pajak yang dikeluarkan 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo pembayaran dan dikeluarkan oleh kepala dinas.

11

(4) Dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari setelah surat teguran atau surat peringatan atau surat lain yang sejenis diterima, wajib pajak harus melunasi pajak yang terhutang.

17. Ketentuan Pasal 24, kata “oleh” diganti dengan kata-kata “dengan keputusan”,

yang berbunyi :

Pasal 24

Bentuk, jenis, dan isi formulir yang digunakan untuk pelaksanaan penagihan pajak daerah ditetapkan dengan peraturan kepala daerah.

18. Ketentuan Pasal 26 ayat 2, kata “oleh” diganti dengan kata-kata “dengan

peraturan”, yang berbunyi :

Pasal 26 (2) Tata cara pemberian pengurangan, keringanan dan pembebasan pajak

sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) ditetapkan dengan peraturan kepala daerah.

19. Judul BAB X diubah, yang berbunyi :

BAB X

PEMBETULAN, PEMBATALAN, PENGURANGAN KETETAPAN PAJAK DAN

PENGHAPUSAN ATAU PENGURANGAN SANKSI ADMINISTRASI

20. JuduL BAB XI diubah, Pasal 29 dan Pasal 30 diubah, dan diantara Pasal 29 dan Pasal 30 disisipkan 2 (dua) pasal yakni Pasal 29A dan Pasal 29B sehingga berbunyi :

BAB XI

KEBERATAN, BANDING, DAN GUGATAN

Pasal 29 (1) Wajib pajak dapat mengajukan permohonan banding kepada

pengadilan pajak terhadap keputusan mengenai keberatannya yang ditetapkan oleh kepala daerah atau pejabat yang berwenang.

(2) Pengajuan permohonan banding kepada pengadilan pajak berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(3) Pengajuan permohonan banding sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menunda kewajiban membayar pajak.

Pasal 29A

(1) Wajib pajak dapat mengajukan gugatan kepada pengadilan pajak

berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

12

(2) Pengajuan gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menunda kewajiban membayar pajak.

Pasal 29B Wajib pajak dapat mengajukan keberatan, banding dan gugatan kepada kepala daerah atau pejabat atas perbuatan pelanggaran yang dilakukan dalam perhitungan dan penetapan pajak maupun perbuatan melanggar hukum lainnya.

Pasal 30

Apabila pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud pada Pasal 28 atau pengajuan banding dan gugatan sebagaimana dimaksud pada Pasal 29 dan Pasal 29A dikabulkan sebagian atau seluruhnya, kelebihan pembayaran pajak dikembalikan dengan ditambah bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan untuk paling lama 24 (duapuluh empat) bulan.

21. Diantara BAB XII dan BAB XIII disisipkan 1 (satu) bab baru yaitu BAB XIIA,

diantara Pasal 32 dan Pasal 33 disisipkan 2 (dua) pasal yakni Pasal 32A dan Pasal 32B, yang berbunyi :

BAB XIIA

BAGI HASIL PAJAK DAN BIAYA PEMUNGUTAN PAJAK

Pasal 32A

(1) Hasil penerimaan pajak disetorkan ke kas daerah (2) Pajak yang dipungut sebagian diperuntukkan bagi negeri di wilayah

daerah tempat pemungutan pajak

Pasal 32B

(1) Kegiatan pemungutan dan pengelolaan pajak dikenakan biaya pemungutan sebesar 5% (lima persen) dari hasil penerimaan pajak yang telah disetorkan ke kas daerah

(2) Biaya pemungutan adalah biaya yang diberikan kepada aparat pelaksana pemungutan dan aparat penunjang dalam rangka pemungutan pajak

(3) Alokasi biaya pemungutan pajak ditetapkan dengan peraturan kepala daerah

13

22. Judul BAB XIII diubah dan diantara Pasal 33 dan Pasal 34 disisipkan Pasal 33A, yang berbunyi :

BAB XIII

KADALUWARSA PENAGIHAN PAJAK DAN PENGHAPUSAN PIUTANG PAJAK

23. Di antara BAB XIII dan Pasal 34 disisipkan 1 (satu) pasal baru yaitu Pasal

33A, yang berbunyi :

Pasal 33A

(1) Piutang pajak yang penagihannya sudah kedaluwarsa dapat dihapuskan.

(2) Penghapusan piutang pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh kepala daerah berdasarkan permohonan penghapusan piutang pajak dari kepala dinas.

(3) Berdasarkan permohonan tersebut, kepala daerah menetapkan penghapusan piutang pajak dengan terlebih dahulu mendapat pertimbangan dari tim yang dibentuk oleh kepala daerah.

24. Diantara Pasal 33A dan BAB XIV ditambahkan 1 Bab baru yaitu BAB XIII A, yang berbunyi :

BAB XIII A

PELAKSANAAN DAN PENGAWASAN 25. Diantara BAB XIIIA dan BAB XIV disisipkan 1 Pasal baru yaitu Pasal 33B,

yang berbunyi :

Pasal 33B

(1) Pelaksanaan peraturan daerah ini dilaksanakan oleh Dinas yang ditunjuk oleh kepala daerah.

(2) Pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan daerah ini dilakukan oleh pengawas fungsional, bagian hukum dan satuan polisi pamong praja.

29. Diantara Pasal 33B dan BAB XIV disisipkan 1 BAB baru yaitu BAB XIII B,

yang berbunyi :

14

BAB XIII B SANKSI ADMINISTRASI

30. Diantara BAB XIIIB dan BAB XIV disisipkan 1 Pasal baru yaitu Pasal 33C,

yang berbunyi :

Pasal 33C

(1) Setiap pelanggaran terhadap ketentuan dari peraturan daerah ini, dikenakan sanksi administrasi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(2) Sanksi administrasi yang dapat dikenakan terhadap perbuatan pelanggaran ketentuan dalam peraturan daerah berupa : a. Pengenaan denda dan/atau bunga; b. Teguran, peringatan, teguran dan surat lain yang sejenis; c. Surat paksa, penyitaan, dan pelelangan; d. Penutupan tempat usaha untuk sementara; e. Pencabutan izin usaha untuk sementara; dan f. Pencabutan izin usaha.

(3) Pengenaan sanksi administrasi dapat dilakukan secara bersamaan dengan sanksi pidana sebagaimana diatur dalam peraturan daerah ini.

31. Ketentuan BAB XIV Pasal 34 dan BAB XV Pasal 35, Pasal 36 dan Pasal 37

berbubah susunannya sehingga berbunyi sebagai berikut :

BAB XIV KETENTUAN PIDANA

Pasal 34

(1) Wajib pajak yang karena kealpaannya tidak menyampaikan SPTPD

atau mengisi dengan tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak benar sehingga merugikan keuangan daerah dapat di pidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak 2 (dua) kali jumlah pajak yang terhutang.

(2) Wajib pajak yang dengan sengaja tidak menyampaikan SPTPD atau mengisi dengan tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak benar sehingga merugikan keuangan daerah dapat di pidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak yang terhutang.

(3) Pejabat yang ditunjuk atau aparatur pemerintah yang karena kealpaannya tidak memenuhi kewajiban merahasiakan keterangan tentang wajib pajak yang disampaikan kepadanya di pidana dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp. 2.000.000,- (dua juta rupiah).

15

Pasal 35

Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada Pasal 34 tidak dituntut setelah melampaui jangka waktu 10 (sepuluh) tahun Sejas saat terhutangnya Pajak dan berakhirnya Masa Pajak.

Pasal 36

Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada pasal 34 adalah pelanggaran.

BAB XV KETENTUAN PENYIDIKAN

Pasal 37

(1) Penyidik pegawai negeri sipil melakukan penyidikan berdasarkan

undang-undang nomor 8 tahun 1981 tentang hukum acara pidana terhadap tindak pidana dibidang perpajakan.

(2) Wewenang penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah : a. Menerima, mencari, mengumpulkan, dan memiliki keterangan atau

laporan berkenan dengan tindak pidana di bidang perpajakan daerah agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lengkap dan jelas;

b. Meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana di bidang perpajakan daerah tersebut;

c. Meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana di bidang perpajakan daerah;

d. Memeriksa buku-buku, catatan-catatan dan dokumen-dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang perpajakan daerah;

e. Melakukan penggeledahan untuk mendapat bahan bukti pembukuan, pencatatan dan dokumen-dokumen lain serta melakukan penyitaan terhadap barang bukti tersebut;

f. Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana dibidang perpajakan daerah;

g. Menyuruh berhenti, melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang dan atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud pada huruf (e);

h. Memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana di bidang perpajakan daerah;

i. Memanggil orang untuk di dengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;

j. Menghentikan penyidikan; dan

16

k. Melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan daerah menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan.

(3) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan

dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada penuntut umum, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang nomor 8 tahun 1981 tentang hukum acara pidana.

32. Diantara BAB XV dan BAB XVI disisipkan 1 (satu) bab dan diantara Pasal 37 dan Pasal 38 disisipkan 4 (empat) Pasal, yakni BAB XVA dan Pasal 37ª, Pasal 37B, Pasal 37C, dan Pasal 37D sehingga berbunyi sebagai berikut :

BAB XVA

PENEGAKKAN HUKUM

Pasal 37A (1) Penegakkan hukum pelaksanaan peraturan daerah ini dilakukan oleh

dinas bersama-sama dengan satuan polisi pamong praja serta dinas/lembaga yang berwenang lainnya.

(2) Penegakkan hukum sebagaimana dimaksud ayat (1) meliputi tindakan preventif dan tindakan represif.

Pasal 37 B Tindakan preventif sebagaimana dimaksud pasal 37 A ayat (2) meliputi : a. Pembinaan, kesadaran huikum aparatur dan masyarakat; b. Peningkatan profesionalisme aparatur pelaksana; dan c. Peningkatan peran dan fungsi pelaporan.

Pasal 37 C

Tindakan represif sebagaimana dimaksud pasal 37 A ayat (2) meliputi : a. Tindakan penertiban terhadap perbuatan-perbuatan orang atau badan

hukum yang tidak melaksanakan ketentuan dalam peraturan daerah dan peraturan pelaksanaannya; dan

b. Penyerahan penanganan pelanggaran peraturan daerah dan peraturan pelaksanaannya kepada lembaga yang berwenang.

Pasal 37 D

Masyarakat dapat melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kewajiban wajib pajak apabila terjadi pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana diatur dalam peraturan daerah ini.

Pasal II

Peraturan daerah ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya memerintahkan pengundangan peraturan daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kota Ambon

Ditetapkan di Ambon pada tanggal, 4 Desember 2009 WALIKOTA AMBON,

dto

MARCUS JACOB PAPILAJA Diundangkan di Ambon pada tanggal, 4 Desember 2009 SEKRETARIS KOTA AMBON,

dto Ny. HESINA JOHANNA HULISELAN/T

LEMBARAN DAERAH KOTA AMBON TAHUN 2009 NOMOR 9

Salinan sesuai dengan aslinya.

An. Sekretaris Kota Ambon Asisten Pemerintahan

Ub. Kepala Bagian Hukum

Sekretariat Kota Ambon,

E. SILOOY, SH., MH NIP : 19631204 1999803 1 006

17

18

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA AMBON

NOMOR - 3 TAHUN 2009

TENTANG

PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA AMBON NOMOR 3 TAHUN 2003 TENTANG PAJAK HIBURAN

I. UMUM

Peraturan Daerah Kota Ambon Nomor 3 Tahun 2003 tentang Pajak Hiburan (Lembaran Daerah Kota Ambon Nomor 3 Tahun 2003 Seri A Nomor 3), sebagai pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Dalam pelaksanaannya, objek Pajak Hiburan sebagaimana diatur dalam Pasal 2 dan tarif pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 5 Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2003 dalam kenyataannya tidak sesuai lagi dengan perkembangan perekonomian masyarakat dan aktivitas hiburan di Kota Ambon.

Selain itu, beberapa materi muatan lainnya yang perlu dilakukan perubahan untuk memperjelas materi muatan Peraturan Daerah ini sekaligus berkaitan dengan pengaturan perlindungan hukum bagi wajib pajak yang didasarkan pada Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak. Mekanisme penyelesaian sengketa pajak antara wajib pajak dan fiskus (Pemerintah Daerah) harus diatur secara jelas untuk memberikan jaminan perlindungan hukum.

II. PASAL DEMI PASAL Pasal I Angka 1

Pasal 1 Pasal ini memuat pengertian, singkatan yang dipergunakan dalam peraturan daerah ini. Dengan adanya istilah tersebut dimaksudkan untuk mencegah timbulnya salah tafsir dan pengertian dalam memahami dan melaksanakan pasal-pasal. Pengertian ini diperlukan karena istilah-istilah tersebut mengandung pengertian yang baku dan teknis dalam bidang pajak.

19

Angka 2 Pasal 2

Cukup jelas Angka 3

Pasal 5 Huruf a

Termasuk dalam pengertian sarana fisik di bioskop adalah pertunjukkan film termasuk kelas bioskop. Pertunjukkan film lainnya dalam berbagai bentuk wajib menggunakan tanda masuk yang diberi nilai nominal dan mendapatkan legalisasi dari Pemerintah Kota.

Huruf b Hiburan berupa kesenian tradisional dikenakan tarif yang lebih rendah dari hiburan lainnya.

Huruf c Cukup jelas

Huruf d Cukup jelas

Huruf e Cukup jelas

Huruf f yang dimaksud dengan klub malam adalah tempat hiburan malam yang menyediakan musik secara hidup (live) dan kesempatan untuk berdansa-dansi

Huruf g Cukup jelas

Huruf h yang dimaksud dengan permainan ketangkasan adalah permainan yang membutuhkan ketrampilan atau kemahiran/ kecakapan tertentu, contoh : game, playstation, videogame, lempar bola, lempar gelang, sirkus dan lain-lain yang sejenis yang dilokalisir dan bersifat komersiil

Huruf i Cukup jelas

Huruf j Cukup jelas

20

Huruf k Cukup jelas

Huruf l Cukup jelas

Huruf m Cukup jelas

Angka 4

Pasal 7 Cukup jelas

Angka 5 Pasal 8

Cukup jelas

Angka 6 Cukup jelas

Angka 7

Pasal 11A Ayat (1)

Untuk mendapatkan SITU, wajib pajak mengurusnya pada Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota

Ayat (2) Cukup jelas

Ayat (3) Cukup jleas

Ayat (4) Cukup jelas

Angka 8

Pasal 12 Ayat (1)

Cukup jelas Ayat (2)

Cukup jelas Ayat (3)

Cukup jelas

21

Ayat (4) Cukup jelas

Ayat (5) Cukup jelas

Ayat (6) Cukup jelas

Ayat (7) Cukup jelas

Angka 9 Pasal 13

Ayat (1) Cukup jelas

Ayat (2) Cukup jelas

Ayat (3) Cukup jelas

Angka 10 Pasal 14

Ayat (1) Cukup jelas

Ayat (2) Ayat ini mengatur tentang penerbitan SKPD atas pajak yang dibayar sendiri. Penerbitan SKPD ditujukan kepada wajib pajak tertentu yang disebabkan oleh ketidakbenaran dalam pengisian SPTPD atau karena ditemukannya data fiscal yang tidak dilaporkan oleh wajib pajak. Ketentuan ayat ini memberikan kewenangan kepada Walikota untuk dapat menerbitkan SKPDKB, SKPDKBT, dan SKPDN, hanya terhadap kasus-kasus tertentu seperti tersebut dalam ayat ini, dengan kata lain hanya terhadap wajib pajak tertentu yang nyata-nyata atau berdasarkan hasil pemeriksaan tidak memenuhi kewajiban formal dan/atau kewajiban material. Huruf a Cukup jelas Huruf b Cukup jelas

22

Huruf c Cukup jelas

Ayat (3)

Huruf a Ayat ini mengatur sanksi terhadap wajib pajak yang tidak memenuhi kewajiban perpajakannya, yaitu dikenakan sanksi administrasi berupa bunga 2% (dua persen) sebulan dari pajak yang tidak atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 (duapuluh empat) bulan atas pajak yang tidak atau terlambat dibayar. Sanksi administrasi berupa bunga dihitung sejak saat terhutangnya pajak sampai dengan ditebitkannya SKPDKB.

Huruf b Cukup jelas

Huruf c Dalam hal kewajiban mengisi SPPD tidak dipenuhi oleh wajib pajak sebagaimana dimaksud pada Pasal 11 ayat (2), maka Walikota karena jabatannya dapat menerbitkan SKPDKB dengan dikenakan sanksi administrasi sebesar 25% (duapuluh lima persen) dari pokok pajak ditambah sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 (duapuluh empat) bulan. Sanksi administrasi berupa bunga dihitung sejak saat terutangnya pajak sampai dengan diterbitkannya SKPDKB.

Ayat (4) Dalam hal wajib pajak tidak memenuhi kewajiban perpajakannya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b yaitu dengan ditemukannya data baru dan/atau data yang semula belum terungkap yang berasal dari hasil pemeriksaan sehingga pajak yang terungkap bertambah, maka terhadap wajib pajak dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan 100% (seratus persen) dari jumlah kekurangan pajak. Sanksi administrasi ini tidak dikenakan apabila wajib pajak melaporkannya sebelum diadakan tindakan pemeriksaan.

23

Ayat (5) Cukup jelas

Ayat (7) Cukup jelas

Angka 11

Pasal 14A Ayat (1)

Berkaitan dengan penetapan pajak, setelah adanya penerbitan SKPDKB, SKPDKBT, dan SKPDN, dan pelanggaran terhadapnya maka penagihan dapat dilakukan dengan menggunakan STPD. Untuk itu, pengaturan STPD diatur sebagai kelanjutan dari penerbitan SKPDKB, SKPDKBT, dan SKPDN. Huruf a Cukup jelas Huruf b Cukup jelas

Ayat (2) Cukup jelas

Angka 12

Cukup jelas Angka 13

Pasal 16 Ayat (2)

Cukup jelas Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4) Cukup jelas

Ayat (5) Cukup jelas

24

Angka 14 Pasal 17

Ayat (1) Cukup jelas

Ayat (2) Cukup jelas

Angka 15

Cukup jelas Angka 16

Pasal 18 Ayat (1)

Cukup jelas Ayat (2)

Cukup jelas Ayat (3)

Surat lain yang sejenis yang dimaksud dalam ayat ini adalah surat yang diterbitkan oleh Kepala Dinas yang ditunjuk sebagai fiskus yang menegur atau memperingatkan kepada wajib pajak untuk melunasi utang pajak seperti kwitansi, nota.

Ayat (4) Cukup jelas

Angka 17 Pasal 24

Cukup jelas

Angka 18 Pasal 26

Ayat (2) Tata cara pemberian pengurangan, keringanan dan pembebasan pajak sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) ditetapkan dengan peraturan kepala daerah.

Angka 19 Cukup jelas

25

Angka 20 Pasal 29

Ayat (1) Cukup jelas

Ayat (2) Yang dimaksud dengtan peraturan perundang-undangan dalam ketentuan ini adalah Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak

Ayat (3) Ketentuan ini perlu dicantumkan dengan maksud agar wajib pajak tidak menghindarkan kewajibannya untuk membayar pajak yang telah ditetapkan dengan dalih mengajukan permohonan banding, sehingga dapat dicegah terganggunya penerimaan daerah

Pasal 29A Ayat (1)

Yang dimaksud dengan peraturan perundang-undangan dalam ketentuan ini adalah Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak.

Ayat (2) Ketentuan ini perlu dicantumkan dengan maksud agar wajib pajak tidak menghindarkan kewajibannya untuk membayar pajak yang telah ditetapkan dengan dalih mengajukan gugatan, sehingga dapat dicegah terganggunya penerimaan daerah. Pengajuan gugatan tidak menunda kewajiban membayar pajak didasarkan pada legalitas formal yang melahirkan asas praesumptio iustae causa atau asas praduga rechtmatig (vermoeden van rechtmatigheid), bahwa setiap tindakan pemerintah selalu harus dianggap rechtmatig sampai ada pembatalannya

Pasal 29B Dalam pengajuan keberatan, banding, dan gugatan, wajib pajak juga dapat mengajukannya berkaitan dengan adanya perbuatan pelanggaran yang dilakukan oleh Walikota atau Kepala Dinas. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan jaminan perlindungan hukum bagi wajib pajak.

Pasal 30

Yang dimaksud dengan pengakuan utang secara tidak langsung adalah wajib pajak secara nyata-nyata langsung mengatakan bahwa ia mengakui mempunyai utang pajak kepada Pemerintah Kota.

26

Angka 21 Pasal 32A

Ayat (1) Cukup jelas

Ayat (2) Yang dimaksud dengan ayat ini adalah bahwa bagian Negeri dari hasil penerimaan pajak hiburan diatur dengan peraturan daerah tersendiri.

Pasal 32B Ayat (1)

Cukup jelas Ayat (2)

Cukup jelas Ayat (3)

Cukup jelas

Angka 22 Cukup jelas

Angka 23 Pasal 33A

Ayat (1) Cukup jelas

Ayat (2) Cukup jelas

Ayat (3) Cukup jelas

Angka 24 Pasal 33B

Maksud dimasukkannya rumusan pelaksanaan dan pengawasan ini untuk memperjelas aparatur yang berwenang untuk melakukan penagihan terhadap pungutan pajak, adanya fungsi pengawasan yang dilakukan oleh aparatur diantaranya oleh Pengawas Fungsional, Bagian Hukum dan Satuan Polisi Pamong Praja

27

Angka 25 Pasal 33C

Ayat (1) Sanksi administrasi sebagai instrument kekuasaan yang bersifat hukum publik yang dapat digunakan oleh pemerintah sebagai reaksi atas ketidakpatuhan terhadap kewajiban yang terdapat dalam Peraturan Daerah ini. Sanksi administrative bersifat reparatoir diterapkan sebagai reaksi terhadap pelanggaran norma, yang ditujukan untuk mengembalikan pada keadaan semula sebelum terjadinya pelanggaran yang dilakukan dengan paksaan pemerintahan (bestuursdwang) dan pengenaan uang paksa (dwangsom), sedangkan sanksi punitive semata-mata ditujukan untuk memberikan hukuman pada seseorang dengan pengenaan denda administrative (bestuursboete). Selain itu pula dikenal sanksi regresif (refressieve sancties) yang diterapkan sebagai reaksi atas ketidakpatuhan terhadap ketentuan-ketentuan yang terdapat pada keputusan yang diterbitkan. Sanksi regresif ditujukan pada keadaan hukum semula, sebelum diterbitkannya keputusan yang dilakukan dalam bentuk penarikan dan pencabutan keputusan tersebut.

Ayat (2)

Huruf a Cukup jelas Huruf b Cukup jelas Huruf c Cukup jelas Huruf d Cukup jelas Huruf e Cukup jelas Huruf f Cukup jelas

28

Ayat (3) Ketentuan ini merupakan penerapan sanksi administrative secara kumulatif eksternal. Secara kumulasi eksternal di mana penerapan sanksi administrative secara bersama-sama dengan sanksi lain, seperti sanksi pidana dan sanksi perdata. Untuk sanksi pidana dapat diterapkan bersama-sama dengan sanksi administrasi, dalam hal ini tidak diterapkan prinsip “neb is in idem” (tidak dua kali mengenai hal atau perkara yang sama), karena antara sanksi administrasi dengan sanksi administrasi ditujukan kepada perbuatan, sifatnya reparatoir-Condemnatir dan tanpa melalui peradilan karena dilakukan secara langsung oleh pemerintah, sedangkan sanksi pidana ditujukan kepada pelaku, sifatnya Condemnatoir dan melalui peradilan.

Angka 26

Pasal 34 Ayat (1)

Dengan adanya sanksi pidana diharapkan timbulnya kesadaran wajib pajak untuk memenuhi kewajibannya. Yang dimaksud dengan kealpaan berarti tidak sengaja, lalai, tidak berhati-hati, atau kurang mengindahkan kewajibannya sehingga perbuatan tersebut menimbulkan kerugian daerah.

Ayat (2) Perbuatan atau tindakan sebagaimana dimaksud dalam ayat ini yang dilakukan dengan sengaja dikenakan sanksi yang lebih berat dari alpa, mengingat pentingnya penerimaan pajak bagi daerah.

Ayat (3) Ketentuan pidana ini dimaksudkan agar wajib pajak dan Kepala Dinas atau aparatur pemerintahan lainnya menjalankan hak dan kewajibannya dengan benar.

Pasal 35 Cukup jelas

Pasal 36 Ketentuan ini dimaksudkan guna memberikan suatu kepastian hukum bagi wajib pajak, penuntut umum dan hakim.

29

Pasal 37 Ayat (1)

Penyidik di bidang perpajakan daerah adalah pejabat pegawai negeri sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Kota yang diangkat oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan daerah dilaksanakan menurut ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang berlaku.

Ayat (2) Cukup jelas

Ayat (3) Cukup jelas

Angka 27

Pasal 37A Ayat (1)

Ketentuan penegakkan hukum merupakan instrument yang sangat dibutuhkan dalam peraturan daerah ini. Agar Peraturan Daerah dapat berjalan dengan baik diperlukan adanya instrument hukum agar setiap orang yang diatur dalam Peraturan Daerah ini harus menaati peraturan daerah ini, sekaligus adanya peran serta masyarakat untuk membantu pemerintah daerah dalam melakukan penegakkan hukum peraturan daerah. Penegakkan hukum dalam pelaksanaan peraturan daerah ini dilakukan oleh Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Asset Daerah Kota Ambon bersama-sama dengan Satuan Polisi Pamong Praja serta dinas atau instansi terkait lainnya. Penegakkan hokum ini meliputi tindakan preventif dan tindakan represif.

Ayat (2) Cukup jelas

Pasal 37B Cukup jelas

30

Pasal 37C Yang dimaksud dengan lembaga yang berwenang dalam peraturan daerah ini adalah lembaga yang melakukan penyidikan terhadap tindak pidana yang bersifat pelanggaran meliputi kepolisian dan kejaksaan.

Pasal 37D

Cukup jelas Pasal II

Cukup jelas

TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KOTA AMBON NOMOR 244