BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevan...

21
14 BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevan Penelitian Etnolinguistik pernah diteliti oleh Sukarno (2005), Harto Wicaksono (2013), Wahyu Widodo (2012), Alip Sugiyanto (2014), Robson, Stuart & Yacinta Kurniasih (2000), Siane F. Walangarei (2013), Kartubi (2012), Braker (1999a), Wahyono (2013), Damesi (2013), Burgos-Martinez (2013), danSyarifuddin (2008). Sukarno (2005) dalam tesisnya yang berjudulBahasa Ritual Pertanian Sawah Petani Jawa Tradisional: Studi Kasus di Desa Plosorejo Kecamatan Matesih Kabupaten Karanganyarmengulas (1)wujud wacana ritual berupa kohesi gramatikal, yaitu referensi eksofora maupun endofora, substitusi dan elipsis, sedangkan kohesi leksikal berupa repetisi, antonimi, sinonimi dan ekuivalensi,(2) wujud fungsional bahasa ritual berupa fungsi emotif untuk mengungkapkan pengharapan dan permintaan, (3) pandangan hidup dan cara berfikir petani Jawa tradisional, (4) aspek nonverbal dalam ritual pertanian petani Jawa,dan(5)pengaruh perkembangan ilmu pengetahun dan teknologi bagi pertanian padi petani Jawa tradisional. Harto Wicaknono (2013) dalam tesisnya yang berjudul Pengobatan Dongke dalam Konteks Kosmologi Jawa pada Masyarakat Tanggulangin Kabupaten Tuban: Suatu Kajian Etnomedisin Jawamengulas (1)pemahaman masyarakat mengenai konsep sehat, sakit, dan penyebab sakit Desa Tanggulangin, (2) cara masyarakat mengidentifikasi dan merespons penyakit serta perilaku pencegahan penyakit, dan(3) perubahan-perubahan sosial dan pilihan rasional masyarakat dalam melakukan pengobatan.

Transcript of BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevan...

Page 1: BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevan …abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/S111408009_bab2.pdf · Menurut Foley (2001:1), Linguistik Antropologi adalah bagian dari linguistik

14

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Penelitian yang Relevan

Penelitian Etnolinguistik pernah diteliti oleh Sukarno (2005), Harto Wicaksono

(2013), Wahyu Widodo (2012), Alip Sugiyanto (2014), Robson, Stuart & Yacinta

Kurniasih (2000), Siane F. Walangarei (2013), Kartubi (2012), Braker (1999a),

Wahyono (2013), Damesi (2013), Burgos-Martinez (2013), danSyarifuddin (2008).

Sukarno (2005) dalam tesisnya yang berjudul“Bahasa Ritual Pertanian Sawah

Petani Jawa Tradisional: Studi Kasus di Desa Plosorejo Kecamatan Matesih Kabupaten

Karanganyar” mengulas (1)wujud wacana ritual berupa kohesi gramatikal, yaitu

referensi eksofora maupun endofora, substitusi dan elipsis, sedangkan kohesi leksikal

berupa repetisi, antonimi, sinonimi dan ekuivalensi,(2) wujud fungsional bahasa ritual

berupa fungsi emotif untuk mengungkapkan pengharapan dan permintaan, (3)

pandangan hidup dan cara berfikir petani Jawa tradisional, (4) aspek nonverbal dalam

ritual pertanian petani Jawa,dan(5)pengaruh perkembangan ilmu pengetahun dan

teknologi bagi pertanian padi petani Jawa tradisional.

Harto Wicaknono (2013) dalam tesisnya yang berjudul “Pengobatan Dongke

dalam Konteks Kosmologi Jawa pada Masyarakat Tanggulangin Kabupaten Tuban:

Suatu Kajian Etnomedisin Jawa” mengulas (1)pemahaman masyarakat mengenai

konsep sehat, sakit, dan penyebab sakit Desa Tanggulangin, (2) cara masyarakat

mengidentifikasi dan merespons penyakit serta perilaku pencegahan penyakit, dan(3)

perubahan-perubahan sosial dan pilihan rasional masyarakat dalam melakukan

pengobatan.

Page 2: BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevan …abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/S111408009_bab2.pdf · Menurut Foley (2001:1), Linguistik Antropologi adalah bagian dari linguistik

15

Wahyu Widodo (2012) dalam tesisnya yang berjudul “Mantra Kidung Jawa:

Kajian Repetisi dan Fungsi” mengulas repetisi gramatikal, leksikal, dan semantik.

Fungsi repetisi dapat menumbuhkan keyakinan pada pengamal mantra.

Alip Sugianto (2014) dalam tesis berjudul ”Gaya Bahasa dan Budaya Mantra

Warok Reog Ponorogo: Kajian Etnolinguistik” mengulas (1) ekspresi verbal dan

nonverbal dalam kajian stilistika yang didalamnya terdapat repetisi, (2) menjelaskan

pandangan hidup, pola pikir, dan pandangan terhadap dunia para Warok Reog

Ponorogo,dan(3) alasan mantra merupakan bagian penting dalam kesenianReog

Ponorogo.

Robson, Stuart,& Yacinta Kurniasih (2000:297–302) dalam artikel berjudul

“Describing Character in Javanese Three Grammatical Categories”, yang dimuat

dalam jurnal Bahasa dan Budaya Bijdragen menjelaskan karakter masyarakat Jawa yang

tercermin dalam tiga kategori sintaksis, yaitu adjektiva, nomina, dan verba.

Dalamartikeltersebut, disimpulkan bahwa melalui tiga kategori sintaksis bahasa Jawa

terdapat fakta bahwa dalam beberapa kata sifat menunjukkan karakter masyarakat Jawa

sebagai masyarakat yang senantiasa menyatu dengan alam. Kata kerja menunjukkan

karakter masyarakat yang bertanggung jawab, memiliki kecenderungan untuk

melakukan pekerjaan dengan tekun, dan kadangada kata yang dihasilkan itumemiliki

tambahan nuansa negatif' ‘untuk melakukan terlalu banyak atau terlalu

mudah’sepertifrasaaja gumunan. Dalam beberapa kata benda menunjukkan karakter

masyarakat Jawa yang luwes termasuk 'untuk menempati posisi tertentu', 'bergerak

dengan cara tertentu', 'berada dalam keadaan tertentu', atau 'untuk menghasilkan

sesuatu’.

Page 3: BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevan …abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/S111408009_bab2.pdf · Menurut Foley (2001:1), Linguistik Antropologi adalah bagian dari linguistik

16

Siane F. Walangarei (2013) dalam makalah yang berjudul “Sikap dan Perilaku

Masyarakat Terhadap Simbol-Simbol Budaya:Suatu Kajian Etnolinguistik”,

membahasbentuk simbol masyarakat Tondano, makna dan pola pikir yang terkandung

dalam simbol, dan tanda budaya pada masyarakat Tondano. Simbol-simbol yang diteliti

merupakan perilaku nonverbal berupa unsur material, gerak atau kinetik, dan suara.

Kartubi (2012) dalam makalah yang berjudul “Bahasa, Kebudayaan Material, dan

Tradisi Lisan: Studi Etnolinguistik Orang Kui di Alor, Nusa Tenggara Timur”, mengulas

tentang situasi kebahasaan orang Kui di Alor; materialisasi struktur sosial orang Kui

yang tercermar dalam tradisi lisan (lego-lego) dan mitologi; serta penggunaan aspek

untuk mengonstruksi identitas etnik.

Braker (1999a) dalam makalah yang berjudul “Reflection on the Meaning of a

Sacred Song Text” mengulas teks lagu Jawa yang dianggap sakral dandi dalamnya

terdapat mitos Kanjeng Ratu Kidul. Makna yang diulang mengenai makna kultur

berdasarkan sistem kognisi masyarakat Jawa.

Wahyono (2013) dalam makalahnya yang berjudul “Ethnicity as Identity in

Packaging Design of Traditional Medicine (Jamu) for Women”, mengulas etnisitas yang

menjadi identitas dalam produk jamu tradisional. Dalam penelitian ini, desain kemasan

jamu ini seolah membuka fakta bahwa penanda ‘etnisitas’ dapat berperan penting dalam

penyampaian pesan. Konstruksi etnisitas Jawa sangat kuat selain pada pose dan objek

juga pada pesan linguistiknya, khususnya pada pemberian nama produk. Melalui pose,

objek dan simbol-simbol, wanita dikonstruksikan sebagai wanita modern dan tradisional

beserta ciri-ciri etnisitasnya. Wahyono menganalisis berdasarkan teori semiotika

Rolland Barthes yang mengungkap pesan linguistik, pesan denotatif dan konotatif.

Page 4: BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevan …abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/S111408009_bab2.pdf · Menurut Foley (2001:1), Linguistik Antropologi adalah bagian dari linguistik

17

Damesi (2013) dalam makalahnya yang berjudul “On The Metaphorical

Connectivity of Cultural Sign Systems” mengulas hubungan metafora dari sistem tanda

budaya dalam analisis linguistik dan budaya. Teori budaya, berdasarkan tanda-tanda dan

sistem yang ditemukan,merupakan ilmu interdisipliner. Bentuk-bentuk budaya (bahasa,

meterial, keindahan, ritual) terhubung satu sama lain dalam beberapa cara. Dengan

muculnya teori konseptual metafora, artikel ini mengklaim bahwa mekanisme atau

metafor kognitif yang menghubungkan bentuk satuan lingual dapat ditemukan dalam

kerangka teori ini. Hal ini juga menempatkan metafor sebagai mitra atau terkait dengan

unsur nonverbal. Dengan cara ini, dimungkinkan untuk menghubungkan tanda-tanda

dan sistem satu sama lain dalam jaringan penyaluran makna yang merupakan suatu

budaya.

Burgos-Martinez (2013) dalam makalahnya yang berjudul “Hilang Bersama

Anging: The Impact of Environmental Change on Language Development among Two

Bajau Communities of the Celebes Sea”, mengulas secara detail potret dua kelompok

yang dirasa tidak sama dari suku Bajau (Sama-Bajau yang tinggal menetap dan Bajau

Palao yang nomaden), memahami dan perubahan dalam lingkungan mereka. Metode

yang digunakan dalampenelitian ini, yaitumetode etnografi.

Syarifuddin (2008)mengulas sedikit mengenai mantra sakit pada bahasa dan Suku

Bajo. Peneliti berfokus pada ranah nelayan pada Suku Bajo tentang aspek fonologi,

struktur kalimat,dan konstruksi wacana. Mantra-mantra yang dianalisis adalah mantra-

mantra dalam aktivitas akan, sedang, dan setelah melaut pada bahasa dan Suku Bajo.

Berdasarkan uraian dan hasil review di atas, penelitian mengenai ranah kesehatan

belum pernah diteliti secara khusus dan mendalam. Adapun Wahyu Widodo (2012)

dalam Kidung Warawedha terdapat variasi data dan hanya memfokuskan penelitianpada

Page 5: BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevan …abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/S111408009_bab2.pdf · Menurut Foley (2001:1), Linguistik Antropologi adalah bagian dari linguistik

18

repetisi. Sukarno (2005) mengulas mantra dalam ranah pertanian dan Alip Sugiyanto

(2014) meneliti mantra Reog yang keduanya lebih memfokuskan pada kajianrepetisi

berdasarkan perspektif analisis wacana dan stilistika.Robson, Stuart,& Yacinta

Kurniasih (2000:297–302)hanyamengulaskarakteristik masyarakat Jawa berdasarkan

beberapa leksikon bahasa Jawa tanpa adanya data yang spesifik padaranah tertentu.

Siane F. Walangarei (2013), Katubi (2012),Braker (1999a), danDamesi (2013) mengulas

ekspresi nonverbal yang dianalisis berdasarkan makna semiotika.Pada penelitian di atas

disimpulkan adanya pola pikir, pandangan hidup, pandangan dunia berdasarkan makna

simbolik dari perilaku nonverbal. Oleh karena itu, peneliti mempunyai kesempatan

untuk meneliti perilaku verbal dan nonverbal dalam ranah kesehatan pada masyarakat

Dusun Tambran Kidul Kecamatan Semin Kabupaten Gunungkidul. Sebuah matra

menjadi indah bukan hanya pada repetisi saja tetapi pembentukan kata polimorfemis

yang menjadikan mantra itu memiliki ciri khas yang lain juga. Selain itu, perilaku

verbal dan nonverbal juga mengandung nilai-nilai budaya yang dapat diterapkan dalam

kehidupan masyarakat tersebut.

B. Tinjauan Pustaka

1. Kajian Etnolinguistik

Istilah Linguistik Antropologi seringkali tumpang tindih dengan istilah

Antropologi Linguistik sehingga dalam praktiknya, kedua istilah itu digunakan

secara berbeda berdasarkan penekanan subjek yang berbeda yaitu dari perspektif

yang dominan linguistik atau antropologi. Foley dalam karangan Greemberg

(1975), Anthropological Linguistic, menyatakanbahwa penekanan subjek yang

lebih dominan berfokus pada kajian linguistik. Namun, Duranti (1997) dalam

Page 6: BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevan …abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/S111408009_bab2.pdf · Menurut Foley (2001:1), Linguistik Antropologi adalah bagian dari linguistik

19

karangan berjudul Linguistic Anthropology, menegaskanbahwa penekanannya lebih

terarah kepada perspektif antropologi. Dengan demikian, pandangan yang

dikemukakan Duranti lebih cenderung identik dengan model Etnolinguistik yang

selalu berkembang di Eropa (Fernandez, 2015).

Crystal (1987)menyebutkanbahwa etnolinguistik merupakan cabang ilmu

linguistik yang mempelajari bahasa terkait dengan seluruh peringkat variabel ekstra

linguistik di mana diidentifikasikan basis sosial dari komunikasi,

sepertihalnyaWinick, (Mario Pei dan Gaynor [1980]) yang menjelaskan istilah

Etnolinguistik sebagai sebuah kajian sistemik mengenai hubungan Linguistik dan

Etnologi. Adapun Etnologi atau Antropologi Budaya adalah kajian budaya atas

dasar komparatif dan Teori Kebudayaan. Kajian ini dibedakan dari Etnografi

karena Etnologi lebih cenderung terfokus pada teori dan kajian bandingan terhadap

lambang-lambang. Namun, oleh para sarjana Barat penggunaan istilah ini

adakalanya mirip juga dengan etnografi.Etnografi adalah kajian tentang suatu

kebudayaan yang spesifik dan individual tentang suatu suku bangsa (Fernandez,

2015:3). Menurut Foley (2001:1), Linguistik Antropologi adalah bagian dari

linguistik yang menaruh perhatian pada bahasa dalam konteks sosial dan budaya

yang lebih luas dan juga peran bahasa dalam menempa dan memelihara praktik

budaya dan struktur sosial. Pendapat lain dikemukakan oleh Sibarani (2004:50),

bahwaantropolinguistik adalah cabang linguistik yang mempelajari variasi dan

penggunaan bahasa dalam hubungannya dengan perkembangan waktu, perbedaan

tempat komunikasi, sistem kekerabatan, pengaruh kebiasaan etnik, kepercayaan,

etika berbahasa, adat-istiadat, dan pola-pola kebudayaan lain dari suatu suku

bahasa.

Page 7: BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevan …abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/S111408009_bab2.pdf · Menurut Foley (2001:1), Linguistik Antropologi adalah bagian dari linguistik

20

Linguistik Antropologi bertujuan umum untuk memberikan pemahaman

tentang aspek aneka bahasa sebagai seperangkat praktik budaya, yaitu sebagai

sistem komunikasi yang memungkinkan untuk interpsychological (antara individu)

dan intrapsychological (dalam individu yang sama) sebagairepresentasi dari tatanan

sosial dan membantu orang menggunakan representasi tersebut untuk tindakan

sosial (Duranti, 1997:3).

2. Etnosains dalam Kajian Etnolinguistik

Istilah etnosains (ethnoscience) juga dikenal dengan the new ethnography

atau cognitive anthropology (Spradley, 1997:xix). Secara metodologis, etnosains

dipandang cukup memadai untuk mengungkap aspek pengetahuan manusia yang

membimbing perilaku sehari-harinya. Penekanan etnosains terletakpada sistem atau

perangkat pengetahuan yang merupakan pengetahuan khas dari suatu masyarakat

yang menunjukkan kelompok tersebut bertahan hidup yang dimiliki suatu bangsa

lebih tepat lagi suku bangsa atau kelompok sosial tertentu (Ahimsa-Putra dalam

Wakit Abdullah, 2013:14).

3. Tradisi Lisan dalam Kajian Etnolinguistik

Tradisi lisan adalah kegiatan budaya tradisional suatu komunitas yang

diwariskan secara turun-temurun dengan media lisan dari satu generasi ke generasi

lain, baik berupa susunan kata-kata lisan (verbal) maupun tradisi lain yang bukan

lisan (nonverbal). Tradisi budaya atau tradisi lisan memiliki ciri-ciri berikut ini. (1)

Merupakan kegiatan budaya berbentuk lisan, sebagian lisan, dan bukan lisan; (2)

Memiliki konteks penggunaannya, yakni konteks situasi, konteks sosial, konteks

Page 8: BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevan …abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/S111408009_bab2.pdf · Menurut Foley (2001:1), Linguistik Antropologi adalah bagian dari linguistik

21

budaya, dan konteks ideologi; (3) Dapat diamati dan ditonton; (4) Bersifat

tradisional; (5) Diwariskan secara turun-temurun; (6) Proses penyampaian ‘dari

mulut ke telinga’; (7) Mengandung nilai-nilai dan norma-norma budaya; (8)

Memiliki versi-versi; (9) Milik bersama komunitas tertentu; (10) Berpotensi

direvitalisasi, dilestarikan, dan diangkat sebagai sumber industri budaya (Sibarani,

2014: 125–126).

Wujud tradisi lisan atau tradisi budaya itu dapat berupa (1) tradisi

berkesusastraaan lisan seperti tradisi menggunakan bahasa rakyat, tradisi

penyebutan ungkapan tradisional, tradisi pertanyaan tradisional atau berteka-teki,

berpuisi rakyat, bercerita rakyat, melantunkan nyanyian rakyat, dan memberikan

gelar kebangsawanan; (2) tradisi pertunjukan dan permainan rakyat seperti

kepercayaan rakyat, teater rakyat, permainan rakyat, tari rakyat, adatistiadat,

upacara atau ritual, dan pesta rakyat; (3) tradisi upacara adat dan ritual seperti

upacara yang berkenaan dengan siklus kehidupan (kelahiran, pernikahan,

dankematian) dan upacara yang berkenaan dengan siklus mata pencaharian

(menanan, merawat, dan memanen); (4) tradisi teknologi tradisional seperti

arsitektur rakyat, ukiran rakyat, pembuatan pupuk tradisional, kerajinan tangan

rakyat, keterampilan menjahit pakaian, keterampilan perhiasan adat, pengolahan

makanan dan minuman rakyat, sertaperamuan obat-obatan tradisional; (5) tradisi

pelambangan atau simbolisme seperti tradisi gerak isyarat tradisional, bunyi isyarat

untuk komunikasi rakyat; (6) tradisi musik rakyat seperti tradisi mempertunjukkan

permainan gendang, seruling, dan alat-alat musik lainnya.

Kandungan (content) yang dapat digali dari wujud tradisi lisan atau tradisi

budaya tersebut dapat berupa: 1) usege (cara-cara), yakni berkaitan dengan cara

Page 9: BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevan …abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/S111408009_bab2.pdf · Menurut Foley (2001:1), Linguistik Antropologi adalah bagian dari linguistik

22

melakukan sesuatu seperti cara makan, cara berpakaian, cara menari, dan cara

melaksanakan upacara atau ritual; 2) falksways (kebiasaan), yaitu berkaitan

dengansejumlah kebiasaan yang dilakukan masyarakat seperti menghormati orang

yang lebih tua; 3) mores atau ethics (moral atau etika), yaitu berkaitan dengan

sejumlah perbuatan yang diperbolehkan dan yang dilarang dalam kehidupan

bermasyarakat; 5) custom (adatistiadat), yaitu berkaitan dengan adat yang harus

diketahui dan ditaati oleh setiap individu dan masyarakatnya; 6) skill

(keterampilan), berkaitan dengan keterampilan membuatproduk tradisional; dan 7)

competence (kompetensi), yakni berkaitan dengan kemampuan tentang sesuatu

terutama pengetahuan masa lalu(Sibarani,2014:126).

Jan Harold Brunvand dalam Yapi-Taum (2011:65–66) membagi bahan-bahan

tradisi lisan, yaitu:

a. Tradisi Verbal

Tradisi verbal mencakup lima kategori, yakni (1) ungkapan tradisional

termasuk pepatah, peribahasa, dan wasita adi; (2) nyanyian rakyat; (3) bahasa

rakyat, seperti dialek, julukan, sindiran, gelar-gelar, bahasa sandi; (4) teka-teki;

dan (5) cerita rakyat, seperti dongeng, mitos legenda, sage, dancerita jenaka.

b. Tradisi Nonverbal

Tradisi nonverbal mencakup dua tipologi dasar, yakni (1) tradisi yang

berciri material (misalnya mainan, makanan, minuman, peralatan dan senjata,

alat-alat musik, pakaian dan perhiasan, obat-obatan, seni kerajinan tangan, dan

arsitektur rakyat); (2) tradisi nonmaterial (irama musik gamelan Bali, Jawa,

Sunda, dll; menganggukkan kepala, menggelengkan kepala, dan lain

sebagainya).

Page 10: BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevan …abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/S111408009_bab2.pdf · Menurut Foley (2001:1), Linguistik Antropologi adalah bagian dari linguistik

23

Ditinjau dari aspek kebahasaan, kebudayaan material diungkapkan

dengan unsur leksikal bahasa berkategori nomina. Nomina (kata benda) dapat

dilihat dari segi semantik, sintaktis, dan segi bentuk. Menurut penggolongan

semantik, unsur leksikal kebudayaan material termasuk ke dalam kategori

semantik tidak bernyawa dan mengacu pada benda-benda sebagai hasil fisik

dari aktivitas, perbuatan, atau karya manusia, yang dibutuhkan dan diberi nama

oleh manusia pemilik kebudayaan. Dengan demikian, kebudayaan material

diungkapkan dalam unsur leksikal atau kata yang dapat menyampaikan

informasi secara faktual melalui rujukan ke benda tak bernyawa.

Kebudayaan material tertentu diciptakan secara khusus bersifat

komunikatif dan representatif. Layaknya kata dan bahasa yang bersifat arbitrer,

simbol-simbol dalam kebudayaan material seringkali juga bersifat arbitrer

(sewenang-wenang dalam penyampaian makna). Sistem makna dalam kajian

kebudayaan material pun dapat dianalogikan dengan kajian sistem makna

dalam bahasa yang disusun secara sintagmatik dan paradigmatik. Bahkan,

menurut Hodder (19997:548), kini berbagai penelitian kebudayaan material

menaruh perhatian pada batasan analogi antara kebudayaan material dengan

bahasa, yang membuat pemaknaan kebudayaan material dan menjadi lebih

jelas. Namun, harus diingat bahwa mayoritas simbol-simbol material memiliki

dimensi ‘pemaknaan’ yang berbeda dengan bahasa. Simbol-simbol material

memiliki dimensi pemaknaan abstrak berdasar pola hubungan dan pola

penerapan (Kartubi, 2011:4).

4. Mantra dan Jenis Mantra

Page 11: BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevan …abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/S111408009_bab2.pdf · Menurut Foley (2001:1), Linguistik Antropologi adalah bagian dari linguistik

24

Mantra adalah perkataan atau ucapan yang memiliki kekuatan gaib (Alwi,dll,

2008:713). Mantra sering dijadikan dasar kasekten orang Jawa. Melalui mantra,

orang Jawa dapat lebih sakti jika diterapkan sebagaimana mestinya. Mantra

semacam rapal (ucapan) magis yang dapat digunakan untuk tameng (menjaga)diri

dari gangguan apa saja. Penggunaan mantra tidaksekadar dihafalkan begitu saja.

Mantra perlu disertai laku khusus, seperti halnya tapa brata. Upaya mencegah

hawa nafsu akan menyebabkan mantra semakin ampuh (sakti). Mantra sering

berupa aji-aji, yaitu sebuah bekal keampuhan diri. Jika aji-aji yang berupa mantra

tersebut di-watek (dibaca dengan batin) dan disertai keheningan, makayang

diinginkan akan tercapai. Aji-aji tersebut merupakan gambaran hidup supranatural

orang Jawa. MenurutEndraswara(2012: 125–126), kata-kata (mantra) memiliki

kekuatan supranatural yang luar biasa jika diyakini.

Hartanta dalam Widodo (2010: 43–47) membagi mantra berdasarkan fungsi

atau gunanya sebagai berikut. (1) Mantra pengasihan yaitu mantra yang memiliki

kekuatan untuk memikat lawan jenis atau objek sasaran tertentu yang menjadi

sasaran. Objek sasaran akan terpesona dengan sang pengamal mantra. (2) Mantra

kanuragan atau mantra aji-aji untuk mencapai kekebalan tubuh. (3) Mantra

kasukman yaitu mantra yang terdapat dalam olah batin atau pendakian ke alam

batin. (4) Mantra pertanian yaitu mantra yang digunakan dalam ritual-ritual

pertanian ketika menabur benihatau memetik panen untuk mencapai keselarasan

dengan alam. (5) Mantra penglarisan yaitu mantra yang digunakan untuk

menarikdatangnya rejeki melalui jalan perniagaan. (6) Mantra penyuwunan yaitu

mantra yang digunakan pada saat kegiatan-kegiatan tertentu untuk memperoleh

keselamatan, misalnya, mendirikan rumah, menggali sumur, menebang pohon, dan

Page 12: BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevan …abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/S111408009_bab2.pdf · Menurut Foley (2001:1), Linguistik Antropologi adalah bagian dari linguistik

25

sebagainya. (7) Mantra panulakan yaitu mantra yang digunakan untuk melindungi

diri dari gangguan-gangguan orang-orang jahat atau makhluk halus untuk

memperloleh keselamatan. (8) Mantra pengobatan yaitu mantra yang digunakan

untuk pengobatan penyakit-penyakit tertentu. (9) Mantra trawangan/sorog yaitu

mantra yang digunakan untuk menembus dimensi alam lain. (10) Mantra

penglarutan yaitu mantra yang digunakan untuk merendam amarah atau emosi

seseorang. (11) Mantra sirep atau penglerepan yaitu mantra yang digunakan untuk

menidurkan seseorang dalam jangka waktu tertentu (hipnotis). (12) Mantra

pengracutan yaitu mantra yang digunakan untuk melarutkan ilmu seseorang ketika

menjelang ajal. (13) Mantra dhanyangan yaitu mantra yang digunakan untuk

berkomunikasi dengan roh-roh tertentu.

5. StrukturMakro dan Struktur Mikro

Menurut Sibarani (2013:3,10), studi bahasa dalam bidang antropolinguistik

dikaitkan dengan peran bahasa dalam seluk-beluk kehidupan manusia. Kebudayaan

merupakan aspek yang paling dominan dalam kehidupan manusia sehingga segala

hierarki kajian bahasa dalam bidang antropolinguistik dianalisis dalam kaitannya

dengan kebudayaan. Studi bahasa ini disebut dengan memahami bahasa dalam

konteks budaya. Studi budaya dalam bidang antropolinguistik berarti memahami

seluk-beluk budaya dari kajian linguistik atau memahami kebudayaan melalui

bahasa. Studi aspek-aspek lain kehidupan manusia selain kebudayaan seperti politik

dan agama dapat dipelajari dari kejadian bahasa sehingga bidang itu juga menarik

dalam kajian.

Page 13: BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevan …abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/S111408009_bab2.pdf · Menurut Foley (2001:1), Linguistik Antropologi adalah bagian dari linguistik

26

Dari sudut etnolinguistik, semua ragam bahasa menggambarkan cara berpikir

masyarakatnya dan berbicara sesuai dengan cara berpikirnya termasuk cara-cara

dalam seluk-beluk kebudayaannya (Sibarani, 2004). Asumsi ini mendorong peran

etnolinguistik dalam kajian tradisi lisan atau tradisi budaya khususnya yang

memiliki unusr-unsur verbal. Melalui unsur-unsur itu, etnolinguistik mengkaji

struktur bahasa tradisi lisan atau tradisi budaya terutama untuk menemukan formula

atau kaidah unsur verbal itu. Struktur itu boleh berupa struktur makro dan struktur

mikro. Dalam tradisi lisan, sebuah teks seringkali didampingi oleh unsur-unsur

nonverbal yang disebut dengan ‘ko-teks’ (co-text). Ko-teks berupa unsur

paralinguistik, unsur proksemik, unsur kinetik atau unsur material yangkesemuanya

penting untukdipertimbangkan dalam menganalisis struktur teks. Ketika ada proses

bermantra, bukan hanya struktur mantranya yang perlu dianalisis, tetapi juga

struktur unsur nonverbalnya sebagai ko-teks seperti tekanan suara, tinggi rendahnya

suara, penjagaan jarak antara pemantra dengan pendengar, dangerak isyarat

pemantra atau benda-benda yang digunakan oleh pemantra. Keseluruhan teks dan

ko-teks ini menjadi satu kesatuan dalam produksi dan distribusi tradisi lisan. Di

samping pentingnya ko-teks, pemahaman makna dan fungsi teks tradisi lisan juga

perlu mempertimbangkan konteks tradisi lisan. Konteks tradisi lisan dapat berupa

konteks budaya, konteks ideologi, konteks situasi, dan konteks sosial.

Dalam membicarakan struktur teks tradisi lisan atau tradisi budaya,

dipergunakan konsep struktur wacana Van Dijk dengan modifikasi berdasarkan

kebutuhan kajian tradisi lisan. Dalam berbagai tulisannya, Van Dijk (1985a:1–

8;1985b:1–10; 1985c:1–11; 1985d:1–8) menyebutkan bahwa ada tiga kerangka

Page 14: BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevan …abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/S111408009_bab2.pdf · Menurut Foley (2001:1), Linguistik Antropologi adalah bagian dari linguistik

27

struktural teks yakni struktur mikro, struktur alur dan struktural makro. Pada

penelitian ini menggunakan struktur mikro dan struktur makro.

Struktur mikro adalah struktur teks secara linguistik teoritis. Linguistik

teoritis yang dimaksud di sini mencakup tataran bahasa seperti bunyi (fonologi),

kata (morfologi), kalimat (sintaksis), wacana (diskursus), makna (semantik),

maksud (pragmatik), gaya bahasa (stilistika), dan bahasa kiasan (figuratif).

Penelitian teks dalam struktur mikro perlu memahami terlebihdahuluseluk-beluk

kajian fonemik dan fonetik, seluk-beluk pembentukan kata dari susunan morfem,

seluk-beluk frasa, klausa, dan kalimat, seluk-beluk hubungan antarkalimat dan

antarparagraf, seluk-beluk makna dan maksud, dan seluk-beluk gaya bahasa. Kajian

struktur mikro ini dapat dilaksanakan secara bersama-sama, tetapi dapat juga dipilih

tataran tertentu sesuai dengan kebutuhan analisis dan sesuai dengan karakteristik

teks tradisi lisan yangdikaji. Kajian fonologi dan morfologi, misalnya, lebih

berperan untuk kajian teks pantun daripada teks mitos, sedangkan kajian sintaksis

dan wacana lebih berperan dalam kajian teks mitos daripada teks pantun (Sibarani,

2014:326–330).

Struktur makro mengacu pada peristiwa tutur. Menurut Chaer (2010: 47-

48), peristiwa tutur adalah terjadinya atau berlangsungnya interaksi linguistik dalam

satu bentuk ujaran atau lebih yang melibatkan dua pihak, yaitu penutur dan lawan

tutur, dengan satu pokok tuturan, di dalam waktu, tempat, dan situasi tertentu. Dell

Hymes ( 1972 ), seorang pakar sosiolinguistik terkenal, bahwa suatu peristiwa tutur

harus memenuhi delapan komponen, yang bila huruf-huruf pertamanya dirangkai

menjadi akronim SPEAKING. Kedelapan komponen itu adalah Setting and scene,

Page 15: BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevan …abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/S111408009_bab2.pdf · Menurut Foley (2001:1), Linguistik Antropologi adalah bagian dari linguistik

28

Participants, Ends: Purpose dan goal, Act sequences, Key: tone or spiritof act,

Instrumentalities, Norms of interaction and interpretation, Genres.

6. Semantik Kultural dalam Kajian Etnolinguistik

Adapun semantik kultur (cultural semantics) yaitu makna yang dimiliki

bahasa sesuai dengan konteks budaya penuturnya (Subroto, 1998). Pendekatan

budaya/kebudayaan terhadap arti disebut pula pandangan reduksionisme budaya

(cultural reductionism). Pandangan ini menyatakan bahwa budaya adalah penentu

terakhir terhadap arti atau arti bahasa sepenuhnya ditentukan oleh konteks budaya

di mana bahasa itu dipakai (Frawley, 1992:45;Subroto, 2011:17 dalam Wakit

Abdullah, 2013:16). Dengan demikian, arti kultur sebuah bahasa adalah arti

yangsecara khas mengungkapkan unsur-unsur budaya dan keperluan budaya secara

khas aspek kebudayaannya (Subroto, 2011:36).

7. Semiotik dalam Kajian Etnolinguistik

Pendekatan semiotik ini digunakan untuk menunjang kajian etnolinguistik.

Semiotik dipilih berdasarkan kegunaannya, karena semiotik berkaitan dengan

semantik kultur yang digunakan untuk memaknai perilaku verbal, sedangkan

semiotik untuk memaknai perilaku nonverbal.Teori pelengkap ini dipilih secara

mana suka atau arbiter.

Pendekatan terhadap arti/makna ‘tanda’, yaitu meliputi (1) arti dengan

penunjukkan (meaning as reference), (2) arti sebagai bentuk logika (meaning as

Page 16: BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevan …abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/S111408009_bab2.pdf · Menurut Foley (2001:1), Linguistik Antropologi adalah bagian dari linguistik

29

logical form), (3) arti berdasarkan konteks dan penggunaan (meaning as contect

and us), (4) arti sebagai budaya (meaning as culture), dan (5) arti sebagai struktur

konseptual (meaning as conceptual structure) (Frawley, 1992; dalam Subroto,

2011:12). Melengkapi pendekatan tersebut, dalam perkembangannya, semiotik

dikenal memiliki lima pendekatan, yaitu pendekatan (1) logis, (2) struktural, (3)

fenomenologis, (4) pragmatis, dan (5) budaya (Christomy dan Yuwono, 2004:vi).

Berdasarkan hubungan antara penanda dan petandanya ada tiga jenis tanda, yaitu

ikon, indeks, dan simbol. Ikon adalah tanda yang penanda dan petandanya

menunjukkan ada hubungan yang bersifat alamiah, yaitu penanda sama dengan

petandanya (misalnya gambar, potret, danpatung). Indeks adalah tanda yang

penanda dan petandanya menunjukkan adanya hubungan alamiah yang bersifat

kausalitas (misal asap menandai apidan mendung menandai hujan). Sementaraitu,

simbol adalah tanda yang penanda dan petandanya tidak menunjukkan hubungan

alamiah, hubungannya arbitrer (semau-maunya) berdasarkan konvensi (misalnya

kata ibu [penanda] menandai ‘orang yang melahirkan kita’, dalamBahasa Inggris

disebutmother, sedangkandalamBahasa Perancis disebutLa mere). Di samping

ketiga tanda itu, ada pula tanda yang disebut (4) simtom (gejala), yaitu tanda yang

menunjukkanpetandanya belum pasti (misal suhu panas orang sakit sebagai gejala

sakit apa?) (Preminger, 1974:980; Lyons, 1997:100–108; Pradopo, 1999:76; Wakit,

2013:16–17).

Kajian semiotik dalam penelitian ini digunakan untuk mengungkap makna

unsur nonvernal dalam ranah kesehatan. Unsur nonverbal berisi simbol-simbol

yang terdapat dalam perilaku nonverbal yang berupasarana dalam praktik

penyembuhan, gerak, nada, tenakan, dan intonasi.

Page 17: BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevan …abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/S111408009_bab2.pdf · Menurut Foley (2001:1), Linguistik Antropologi adalah bagian dari linguistik

30

8. Pola Pikir, Pandangan Hidup, dan Pandangan Dunia

Konsep pola pikir dalam tulisan ini mengacu kepada beberapa pendapat, di

antaranya Casson (1981) dan Ahimsa-Putra (1985;1997). Menurut Casson

(1981:11–12), bahasa atau lebih tepatnya struktur bahasa dapat membentuk pola

berpikir penutur-penuturnya. Menurut pemakaian kata, sekelompok orang dapat

dilihat dan dimengerti bagaimana mereka memandang dan mengonsepsikan

lingkungan atau dunianya, misalnya melalui cara mengonsepsikan dunia binatang

atau tumbuhan. Lebih jelas lagi, cara sekelompok orang mengonsepkan atau

melihat dunianya dapat dilihat melalui struktur dan organisaai kategori konsep pada

sistem klasifikasi taksonomi. Dengan demikian, pola pikir, menurut Casson

(1981:75) adalah inferensi atau integrasi kategori konsep yang diperoleh melalui

tindak klasifikasi yang hasilnya merupakan bentuk skemata. Hal ini dapat

disimpulkan bahwa pola pikir meliputi model, cara, gagasan, dan proses yang

dipakai sebagai pedoman, kesimpulan, dan bentuk konsep (Casson dalam

Fernandez, 2015:41).

Pandangan di atas dipertegas lagi oleh Ahimsa-Putra (1985:107).Pola pikir

adalah pengetahuan suatu masyarakat yang isinya antara lain klasifikasi-klasifikasi,

aturan-aturan, prinsip-prinsip yang sebagaimana dinyatakan melalui bahasa. Dalam

bahasa inilah tersimpan nama-nama berbagai benda yang ada dalam lingkungan

manusia. Dari nama-nama ini dapat diketahui patokan yang dipakai oleh suatu

masyarakat untuk membuat klasifikasi-klasifikasi, yang berarti juga dapat diketahui

‘pandangan hidup’ pendukung kebudayaan tersebut. Melalui bahasa inilah berbagai

pengetahuan, baik yang tersembunyi (tacit) maupun yang terungkap (explicit) oleh

Page 18: BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevan …abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/S111408009_bab2.pdf · Menurut Foley (2001:1), Linguistik Antropologi adalah bagian dari linguistik

31

peneliti. Pandangan hidup itu sendiri adalah konsep yang dimiliki seseorang atau

golongan dalam masyarakat yang bermaksud menanggapi dan menerangkan segala

masalah di dunia ini (KBBI, 2008:1011). Adapun pandangan dunia adalah

bagaimana masyarakat memandang dunia.

9. Konsep Sehat dan Sakit Secara Umum

a. Konsep Sehat

Sehat merupakan sebuah keadaan yang tidak hanya terbebas dari penyakit

akan tetapi juga meliputi seluruh aspek kehidupan manusia yang meliputi aspek

fisik, emosi, sosial, dan spiritual. Beberapa definisi sehat, yaitusebagaiberikut.

1) Sehat menurut WHO (1927)

Sehat adalah keadaan utuh secara fisik, jasmani, mental, dan sosial

dan bukan hanya suatu keadaan yang bebas daripenyakit cacat dan

kelemahan. Mengandung 3 karakteristik :

a) Merefleksikan perhatian pada individu sebagai manusia.

b) Memandang sehat dalam konteks lingkungan internal dan eksternal.

c) Sehat diartikan sebagai hidup yang kreatif dan produktif.

2) Sehat menurut UU No.23/1992 tentang Kesehatan

Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan (jasmani), jiwa

(rohani) dan sosial yang memungkinkan hidup produktif secara sosial dan

ekonomi.

b. Konsep Sakit

Sakit adalah keadaan dimana fisik, emosional, intelektual, sosial,

perkembangan, seseorang berkurang atau terganggu, dan bukan hanya keadaan

Page 19: BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevan …abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/S111408009_bab2.pdf · Menurut Foley (2001:1), Linguistik Antropologi adalah bagian dari linguistik

32

terjadinya proses penyakit.Oleh karena itu, sakit tidak sama dengan penyakit.

Sebagai contoh klien dengan leukemia yang sedang menjalani pengobatan

mungkin akan mampu berfungsi seperti biasanya, sedangkan klien lain dengan

kanker payudara yang sedang mempersiapkan diri untuk menjalani operasi

mungkin akan merasakan akibatnya pada dimensi lain, selain dimensi

fisik.Beberapa definisi sakit, yaitusebagaiberikut.

1) Sakit menurut Parson (1972)

Sakit adalah gangguan dalam fungsi normal individu sebagai totalitas,

termasuk keadaan organisme sebagai sistem biologis dan penyesuaian sosialnya.

2) Sakit menurut Zaidin Ali (1998)

Sakit adalah suatu keadaan yang mengganggu keseimbangan status

kesehatan biologis (jasmani), psikologis (mental), sosial, dan spiritual yang

mengakibatkan gangguan fungsi tubuh, produktivitas, dan kemandirian individu

baik secara keseluruhan maupun sebagian.http://harmokosaja.blogspot.

com/2013/06/persepsi-masyarakat-tentang-sehat-sakit.html.

C. Kerangka Berpikir

Berdasarkan pada tujuan penelitian, dapatdiketahuibahwapermasalahan yang

akan dicari jawabannya dalam penelitian ”Perilaku Verbal dan Nonverbal dalam

RanahKesehatan pada Masyarakat di Dusun Tambran Kidul Kecamatan

SeminKabupaten Gunungkidul (Kajian Etnolinguistik)” adalah (1)pandangan sehat dan

sakit menurut sistem kognisi masyarakat di Dusun Tambran Kidul Kecamatan Semin

Kabupaten Gunungkidul; (2) perilaku verbal dan nonverbal dalam praktik penyembuhan

penyakit pada masyarakat di Dusun Tambran Kidul Kecamatan Semin Kabupaten

Page 20: BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevan …abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/S111408009_bab2.pdf · Menurut Foley (2001:1), Linguistik Antropologi adalah bagian dari linguistik

33

Gunungkidul; (3) mengapa perilaku verbal dan nonverbal sangat penting dan

merupakan satu-kesatuan dalam praktik penyembuhan penyakit pada masyarakat di

Dusun Tambran Kidul Kecamatan Semin Kabupaten Gunungkidul; dan (4) pola pikir,

pandangan hidup, dan pandangan dunia pada masyarakat di Dusun Tambran Kidul

Kecamatan Semin Kabupaten Gunungkidul. Untuk mencapai jawaban tersebut, pada

penelitian inidigunakan pola pikir pendekatan Etnolinguistik. Berikut adalah alur

kerangka pikir penelitian.

ALUR KERANGKA PIKIR PENELITIAN

PERILAKU VERBAL DAN NONVERBAL DALAMRANAH KESEHATAN PADA MASYARAKAT DI DUSUN

TAMBRAN KIDUL KECAMATAN SEMINKABUPATEN GUNUNGKIDUL

Etnolinguistik

Konsepsehat dan

sakit

Sistemkognisi

Perilaku verbal dannonverbal

Mengapa perilakuverbal dan nonverbal

penting

KonteksSistemkognisi

Kinetikatau gerak

Unsurmaterial

Strukturmikro

Strukturmakro

Ko-teks

BudayaSosial dan

EkonomiSituasi dan

GeografiSpiritual

Teks

Page 21: BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevan …abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/S111408009_bab2.pdf · Menurut Foley (2001:1), Linguistik Antropologi adalah bagian dari linguistik

34

Diagram 2.1: Alur Kerangka Pikir Penelitian

Pandangan hidup,pola pikir, dan pandangan dunia