BAB II LANDASAN TEORI A. Pacaran 1. Definisi...

30
14 BAB II LANDASAN TEORI A. Pacaran 1. Definisi Pacaran Menurut DeGenova & Rice (2005) pacaran adalah menjalankan suatu hubungan dimana dua orang bertemu dan melakukan serangkaian aktivitas bersama agar dapat saling mengenal satu sama lain. Menurut Bowman (1978) pacaran adalah kegiatan bersenang-senang antara pria dan wanita yang belum menikah, dimana hal ini akan menjadi dasar utama yang dapat memberikan pengaruh timbal balik untuk hubungan selanjutnya sebelum pernikahan di Amerika. Benokraitis (1996) menambahkan bahwa pacaran adalah proses dimana seseorang bertemu dengan seseorang lainnya dalam konteks sosial yang bertujuan untuk menjajaki kemungkinan sesuai atau tidaknya orang tersebut untuk dijadikan pasangan hidup. Menurut Saxton (dalam Bowman, 1978), pacaran adalah suatu peristiwa yang telah direncanakan dan meliputi berbagai aktivitas bersama antara dua orang (biasanya dilakukan oleh kaum muda yang belum menikah dan berlainan jenis). Kyns (1989) menambahkan bahwa pacaran adalah hubungan antara dua orang yang berlawanan jenis dan mereka memiliki keterikatan emosi, dimana hubungan ini didasarkan karena adanya perasaan-perasaan tertentu dalam hati masing-masing. Menurut Reiss (dalam Duvall & Miller, 1985) pacaran adalah hubungan antara pria dan wanita yang diwarnai keintiman. Menurut Papalia, Olds Universitas Sumatera Utara

Transcript of BAB II LANDASAN TEORI A. Pacaran 1. Definisi...

Page 1: BAB II LANDASAN TEORI A. Pacaran 1. Definisi Pacaranrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23381/3/Chapter II.pdf · 14 BAB II LANDASAN TEORI A. Pacaran 1. Definisi Pacaran Menurut

14

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Pacaran

1. Definisi Pacaran

Menurut DeGenova & Rice (2005) pacaran adalah menjalankan suatu

hubungan dimana dua orang bertemu dan melakukan serangkaian aktivitas

bersama agar dapat saling mengenal satu sama lain. Menurut Bowman (1978)

pacaran adalah kegiatan bersenang-senang antara pria dan wanita yang belum

menikah, dimana hal ini akan menjadi dasar utama yang dapat memberikan

pengaruh timbal balik untuk hubungan selanjutnya sebelum pernikahan di

Amerika.

Benokraitis (1996) menambahkan bahwa pacaran adalah proses dimana

seseorang bertemu dengan seseorang lainnya dalam konteks sosial yang bertujuan

untuk menjajaki kemungkinan sesuai atau tidaknya orang tersebut untuk dijadikan

pasangan hidup. Menurut Saxton (dalam Bowman, 1978), pacaran adalah suatu

peristiwa yang telah direncanakan dan meliputi berbagai aktivitas bersama antara

dua orang (biasanya dilakukan oleh kaum muda yang belum menikah dan

berlainan jenis).

Kyns (1989) menambahkan bahwa pacaran adalah hubungan antara dua

orang yang berlawanan jenis dan mereka memiliki keterikatan emosi, dimana

hubungan ini didasarkan karena adanya perasaan-perasaan tertentu dalam hati

masing-masing. Menurut Reiss (dalam Duvall & Miller, 1985) pacaran adalah

hubungan antara pria dan wanita yang diwarnai keintiman. Menurut Papalia, Olds

Universitas Sumatera Utara

Page 2: BAB II LANDASAN TEORI A. Pacaran 1. Definisi Pacaranrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23381/3/Chapter II.pdf · 14 BAB II LANDASAN TEORI A. Pacaran 1. Definisi Pacaran Menurut

15

& Feldman (2004), keintiman meliputi adanya rasa kepemilikan. Adanya

keterbukaan untuk mengungkapkan informasi penting mengenai diri pribadi

kepada orang lain (self disclosure) menjadi elemen utama dari keintiman.

Berdasarkan pernyataan-pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa

pacaran adalah serangkaian aktivitas bersama yang diwarnai keintiman (seperti

adanya rasa kepemilikan dan keterbukaan diri) serta adanya keterikatan emosi

antara pria dan wanita yang belum menikah dengan tujuan untuk saling mengenal

dan melihat kesesuaian antara satu sama lain sebagai pertimbangan sebelum

menikah.

2. Karakteristik Pacaran

Pacaran merupakan fenomena yang relatif baru, sistem ini baru muncul

setelah perang dunia pertama terjadi. Hubungan pria dan wanita sebelum

munculnya pacaran dilakukan secara formal, dimana pria datang mengunjungi

pihak wanita dan keluarganya (dalam DeGenova & Rice, 2005).

Menurut DeGenova & Rice (2005), proses pacaran mulai muncul sejak

pernikahan mulai menjadi keputusan secara individual dibandingkan keluarga dan

sejak adanya rasa cinta dan saling ketertarikan satu sama lain antara pria dan

wanita mulai menjadi dasar utama seseorang untuk menikah.

Pacaran saat ini telah banyak berubah dibandingkan dengan pacaran pada

masa lalu. Hal ini disebabkan telah berkurangnya tekanan dan orientasi untuk

menikah pada pasangan yang berpacaran saat ini dibandingkan sebagaimana

budaya pacaran pada masa lalu (dalam DeGenova & Rice, 2005). Tahun 1700 dan

1800, pertemuan pria dan wanita yang dilakukan secara kebetulan tanpa mendapat

Universitas Sumatera Utara

Page 3: BAB II LANDASAN TEORI A. Pacaran 1. Definisi Pacaranrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23381/3/Chapter II.pdf · 14 BAB II LANDASAN TEORI A. Pacaran 1. Definisi Pacaran Menurut

16

pengawasan akan mendapat hukuman. Wanita tidak akan pergi sendiri untuk

menjumpai pria begitu saja dan tanpa memilih-milih. Pria yang memiliki

keinginan untuk menjalin hubungan dengan seorang wanita maka ia harus

menjumpai keluarga wanita tersebut, secara formal memperkenalkan diri dan

meminta izin untuk berhubungan dengan wanita tersebut sebelum mereka dapat

melangkah ke hubungan yang lebih jauh lagi. Orangtua memiliki pengaruh yang

sangat kuat, lebih dari yang dapat dilihat oleh seorang anak dalam

mempertimbangkan keputusan untuk sebuah pernikahan.

Tidak ada jaminan apakan hubungan pacaran yang dibina akan berakhir

dalam pernikahan, karena dalam berpacaran tidak ada komitmen untuk

melanjutkan hubungan tersebut ke jenjang yang lebih tinggi. Menurut Newman &

Newman (2006), faktor utama yang menentukan apakah suatu hubungan pacaran

dapat berakhir dalam ikatan pernikahan ialah tergantung pada ada atau tidaknya

keinginan yang mendasar dari diri individu tersebut untuk menikah.

Murstein (dalam Watson, 2004) mengatakan bahwa pada saat seorang

individu menjalin hubungan pacaran, mereka akan menunjukkan beberapa tingkah

laku seperti memikirkan sang kekasih, menginginkan untuk sebanyak mungkin

menghabiskan waktu dengan kekasih dan sering menjadi tidak realistis terhadap

penilaian mengenai kekasih kita. Menurut Bowman & Spanier (1978), pacaran

terkadang memunculkan banyak harapan dan pikiran-pikiran ideal tentang diri

pasangannya di dalam pernikahan. Hal ini disebabkan karena dalam pacaran baik

pria maupun wanita berusaha untuk selalu menampilkan perilaku yang terbaik di

Universitas Sumatera Utara

Page 4: BAB II LANDASAN TEORI A. Pacaran 1. Definisi Pacaranrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23381/3/Chapter II.pdf · 14 BAB II LANDASAN TEORI A. Pacaran 1. Definisi Pacaran Menurut

17

hadapan pasangannya. Inilah kelak yang akan mempengaruhi standar penilaian

seseorang terhadap pasangannya setelah menikah.

3. Komponen Pacaran

Menurut Karsner (2001) ada empat komponen penting dalam menjalin

hubungan pacaran. Kehadiran komponen-komponen tesebut dalam hubungan

akan mempengaruhi kualitas dan kelanggengan hubungan pacaran yang dijalani.

Adapun komponen-komponen pacaran tersebut, antara lain:

a. Saling Percaya (Trust each other)

Kepercayaan dalam suatu hubungan akan menentukan apakah suatu

hubungan akan berlanjut atau akan dihentikan. Kepercayaan ini meliputi

pemikiran-pemikiran kognitif individu tentang apa yang sedang dilakukan

oleh pasangannya.

b. Komunikasi (Communicate your self)

Komunikasi merupakan dasar dari terbinanya suatu hubungan yang baik

(Johnson dalam Supraktik, 1995). Feldman (1996) menyatakan bahwa

komunikasi merupakan situasi dimana seseorang bertukar informasi

tentang dirinya terhadap rang lain.

c. Keintiman (Keep the romance alive)

Keintiman merupakan perasaan dekat terhadap pasangan (Stenberg dalam

Shumway, 2004). Keintiman tidak hanya terbatas pada kedekatan fisik

saja. Adanya kedekatan secara emosional dan rasa kepemilikan terhadap

pasangan juga merupakan bagian dari keintiman. Oleh karena itu, pacaran

jarak jauh juga tetap memiliki keintiman, yakni dengan adanya kedekatan

Universitas Sumatera Utara

Page 5: BAB II LANDASAN TEORI A. Pacaran 1. Definisi Pacaranrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23381/3/Chapter II.pdf · 14 BAB II LANDASAN TEORI A. Pacaran 1. Definisi Pacaran Menurut

18

emosional melalui kata-kata mesra dan perhatian yang diberikan melalui

sms, surat atau email.

d. Meningkatkan komitmen (Increase Commitment)

Menurut Kelly (dalam Stenberg, 1988) komitmen lebih merupakan

tahapan dimana seseorang menjadi terikat dengan sesuatu atau seseorang

dan terus bersamanya hingga hubungannya berakhir. Individu yang sedang

pacaran, tidak dapat melakukan hubungan spesial dengan pria atau wanita

lain selama ia masih terikat hubungan pacaran dengan seseorang.

4. Alasan Berpacaran

Menurut DeGenova & Rice (2005) ada beberapa hal yang menyebabkan

individu-individu berpacaran, antara lain:

a. Pacaran sebagai bentuk rekreasi.

Satu alasan bagi pasangan untuk keluar secara sederhana adalah untuk

bersantai-santai, menikmati diri mereka sendiri dan memperoleh

kesenangan. Pacaran merupakan suatu bentuk hiburan an ini jugalah yang

menjadi tujuan akhir dari pacaran itu sendiri.

b. Pacaran memberikan pertemanan, persahabatan dan keintiman pribadi.

Banyak kaum muda yang memiliki dorongan yang kuat untuk

mengembangkan kedekatan dan hubungan yang intim melalui pacaran.

c. Pacaran adalah bentuk sosialisasi.

Pacaran membantu seseorang untuk mempelajari kealian-keahlian sosial,

menambah kepercayaan diri dan ketenangan, dan mulai menjadi ahli

dalam seni berbicara, bekerjasama, dan perhatian terhadap orang lain.

Universitas Sumatera Utara

Page 6: BAB II LANDASAN TEORI A. Pacaran 1. Definisi Pacaranrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23381/3/Chapter II.pdf · 14 BAB II LANDASAN TEORI A. Pacaran 1. Definisi Pacaran Menurut

19

d. Pacaran berkontribusi untuk pengembangan kepribadian.

Salah satu cara bagi individu untuk mengembangkan identitas diri mereka

adalah melalui berhubungan dengan orang lain. Kesuksesan seseorang

dalam pengalaman berpacaran merupakan bagian dari perkembangan

kepribadian. Satu dari alasan-alasan kaum muda berpacaran adalah karena

hubungan tersebut memberi mereka keamanan dan perasaan dihargai

secara pribadi.

e. Pacaran memberikan kesempatan untuk mencoba peran gender.

Peran gender harus dipraktekkan dalam situasi kehidupan nyata dengan

pasangan. Banyak wanita saat ini menyadari bahwa mereka tidak dapat

menerima peran tradisionalnya yang pasif; pacaran membantu mereka

mengetahui hal ini dan belajar jenis peran apa saja yang mereka temukan

dalam hubungan yang dekat.

f. Pacaran adalah cara untuk memenuhi kebutuhan akan cinta dan kasih

sayang. Kebutuhan akan kasih sayang ini merupakan satu dari motif utama

orang berpacaran.

g. Pacaran memberikan kesempatan bagi pencobaan dan kepuasan seksual.

Pacaran menjadi lebih berorientasi seksual, dengan adanya peningkatan

jumlah kaum muda yang semakin tertarik untuk melakukan hubungan

intim (Michael dalam DeGenova & Rice, 2005).

h. Pacaran adalah cara untuk menyeleksi pasangan hidup.

Kesesuaian dari seleksi pasangan menganjurkan agar individu-individu

yang memiliki kecocokan yang baik dalam karakteristik-karakteristik

Universitas Sumatera Utara

Page 7: BAB II LANDASAN TEORI A. Pacaran 1. Definisi Pacaranrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23381/3/Chapter II.pdf · 14 BAB II LANDASAN TEORI A. Pacaran 1. Definisi Pacaran Menurut

20

pokok untuk dapat menikah satu sama lain karena kecocokan dapat

meningkatkan kemungkinan bahwa mereka akan mampu membentuk

hubungan yang saling memuaskan.

i. Pacaran mempersiapkan individu menuju pernikahan.

Pacaran dapat mengembangkan pemahaman yang lebih baik tentang sikap

dan perilaku pasangan satu sama lain; pasangan dapat belajar bagaimana

cara mempertahankan hubungan dan bagaimana mendiskusikan dan

menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang terjadi.

Duvall & Miller (1985) menambahkan beberapa alasan lain mengapa

orang-orang berpacaran, yakni bahwa pacaran dilihat sebagai sesuatu yang

menyenangkan dan menghibur. Beberapa orang berpacaran karena begitulah yang

semua orang lakukan. Seseorang berpacaran karena itulah yang diharapkan; jika

tidak pacaran, orang akan mengira ada yang salah pada dirinya. Tekanan sosial

dan penghindaran dari kritik sosial juga menjadi alasan orang berpacaran. Bahkan

banyak lagi orang yang tidak tahu mengapa mereka berpacaran. Pacaran hanya

dijadikan sebagai sebuah cara untuk melewati masa antara pubertas dan dewasa

awal.

5. Model - Model Pacaran

Menurut Duvall & Miller (1985) ada beberapa tingkatan dalam pacaran :

a. Casual Dating

Universitas Sumatera Utara

Page 8: BAB II LANDASAN TEORI A. Pacaran 1. Definisi Pacaranrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23381/3/Chapter II.pdf · 14 BAB II LANDASAN TEORI A. Pacaran 1. Definisi Pacaran Menurut

21

Tahap ini biasanya dimulai dengan “pacaran keliling” pada orang muda.

Orang dalam tahap ini biasanya berpacaran dengan beberapa orang dalam

satu waktu.

b. Regular Dating

Ketika seseorang untuk alasan yang bermacam-macam memilih sebagai

pasangan yang lebih disukai, kemungkinan besar hubungan itu akan

menetap. Pasangan pada tahap ini seringkali pergi bersama dengan

pasangannya dan mengurangi atau menghentikan hubungan dengan

pasangan yang lain. Tahap perkembangan hubungan ini terjadi ketika

seorang atau kedua pasangan berharap bahwa mereka akan saling melihat

satu sama lain lebih sering dibanding yang lain. Jika hubungan ini dapat

memenuhi kebutuhan pasangannya, hubungan ini akan meningkat secara

eksklusif (terpisah dari yang lain).

c. Steady Dating

Tahap ini adalah fase yang serius dan lebih kuat dari fase dating regularly.

Pasangan dalam tahap ini biasa memberikan beberapa simbol nyata

sebagai bentuk komitmen mereka terhadap pasangannya. Mahasiswa pria

bisa memberikan pasangannya berupa pin persaudaraan, kalung, dll

sebagai wujud keseriusan mereka dalam hubungan tersebut.

d. Engagement (Tunangan)

Tahap pengakuan kepada publik bahwa pasangan ini berencana untuk

menikah.

Universitas Sumatera Utara

Page 9: BAB II LANDASAN TEORI A. Pacaran 1. Definisi Pacaranrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23381/3/Chapter II.pdf · 14 BAB II LANDASAN TEORI A. Pacaran 1. Definisi Pacaran Menurut

22

B. Ta’aruf

1. Definisi Ta’aruf

Menurut kamus Al Muhith (dalam Ummi, 2002) ta’aruf adalah saling

berkenalan satu sama lain. Hidayat (dalam Ummi, 2002) menambahkan

pengertian ta’aruf merupakan komunikasi timbal balik antara laki-laki dan

perempuan untuk saling mengenal dan saling memperkenalkan diri yang

berkaitan dengan masalah nikah.

Abdullah (2003) mendefinisikan ta’aruf sebagai proses mengenal dan

penjajakan calon pasangan dengan bantuan dari seseorang atau lembaga yang

dapat dipercaya sebagai perantara atau mediator untuk memilihkan pasangan

sesuai dengan kriteria yang diinginkan sebagai proses awal untuk menuju

pernikahan. Selanjutnya menurut Sakti (dalam Ummi, 2002) ta’aruf sebetulnya

merupakan langkah untuk memantapkan diri sebelum melangkah ke pernikahan.

Menurut Amran (dalam Ummi, 2002) sebelum ta’aruf dilaksanakan,

masing-masing pihak baik laki-laki maupun perempuan telah memiliki informasi

tentang kepribadian masing-masing calon dengan saling bertukar biodata dan foto,

yang diperoleh melalui mediator atau orang ketiga yang dipercaya sebagai

perantara. Orang yang dimaksud sebagai perantara atau mediator dalam proses

ta’aruf adalah orang yang paling dekat dan mengenal kepribadian individu yang

akan melakukan ta’aruf, seperti orangtua, guru ngaji, atau sahabat yang dipercaya,

sehingga diharapkan ia dapat memberikan informasi dan penjelasan yang benar

dan akurat serta menyeluruh mengenai individu tersebut.

Universitas Sumatera Utara

Page 10: BAB II LANDASAN TEORI A. Pacaran 1. Definisi Pacaranrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23381/3/Chapter II.pdf · 14 BAB II LANDASAN TEORI A. Pacaran 1. Definisi Pacaran Menurut

23

Berdasarkan pernyataan-pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa

ta’aruf adalah proses saling mengenal dan memperkenalkan diri yang berkaitan

dengan masalah nikah antara pria dan wanita dengan tujuan untuk memantapkan

diri masing-masing sebelum melangkah ke jenjang pernikahan dan dalam proses

pertemuannya kedua pihak didampingi oleh mediator.

2. Karakteristik Ta’aruf

Menurut Assyarkhan (dalam http://marsandhy.multiply.com) ada beberapa

ketentuan yang harus dipatuhi dalam melakukan penjajagan yang islami, yaitu:

a. Tidak Berduaan (Tidak ber- Khalwat)

Khalwat adalah bersendirian dengan seorang perempuan lain. Perempuan

lain yang dimaksud yaitu: bukan istri, bukan salah satu kerabat yang

haram dikawin untuk selama-lamanya, seperti ibu, saudara, bibi dan

sebagainya. Ini dilakukan demi menjaga kedua insan tersebut dari

perasaan-perasaan yang tidak baik yang biasa bergelora dalam hati ketika

bertemunya dua jenis itu, tanpa ada orang ketiganya. Dalam hal ini

Rasulullah bersabda sebagai berikut:

"Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka jangan sekali-kali dia bersendirian dengan seorang perempuan yang tidak bersama mahramnya, karena yang ketiganya ialah syaitan." (Riwayat Ahmad).

b. Tidak Melihat Lawan Jenis dengan Bersyahwat

Di antara sesuatu yang diharamkan Islam dalam hubungannya dengan

masalah gharizah, yaitu pandangan seorang laki-laki kepada perempuan

dan seorang perempuan memandang laki-laki. Mata adalah kuncinya hati,

Universitas Sumatera Utara

Page 11: BAB II LANDASAN TEORI A. Pacaran 1. Definisi Pacaranrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23381/3/Chapter II.pdf · 14 BAB II LANDASAN TEORI A. Pacaran 1. Definisi Pacaran Menurut

24

dan pandangan adalah jalan yang membawa fitnah dan sampai kepada

perbuatan zina. Seperti yang Allah firmankan dalam surat An-Nur: 30

berikut:

“Katakanlah kepada laki-laki yang berimanan, agar mereka menjaga pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu lebih suci bagi mereka. Sungguh, Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.”

c. Menundukkan Pandangan

Menundukkan pandangan itu bukan berarti memejamkan mata dan

menundukkan kepala ke tanah. Apa yang dimaksud menundukkan

pandangan di sini maksudnya adalah menjaga pandangan agar tidak

dilepaskan begitu saja tanpa kendali sehingga dapat menelan perempuan-

perempuan atau laki-laki yang beraksi. Pandangan yang terpelihara,

apabila memandang kepada jenis lain tidak mengamat-amati

kecantikannya dan tidak lama menoleh kepadanya serta tidak melekatkan

pandangannya kepada yang dilihatnya itu.

Rasulullah berpesan pada Ali r.a sebagai berikut:

"Hai Ali! Jangan sampai pandangan yang satu mengikuti pandangan lainnya. Kamu hanya boleh pada pandangan pertama, adapun yang berikutnya tidak boleh." (Riwayat Ahmad, Abu Daud dan Tarmizi) Rasulullah s.a.w. menganggap pandangan liar dan menjurus kepada lain jenis, sebagai suatu perbuatan zina mata. Sabda beliau: "Dua mata itu bisa berzina, dan zinanya ialah melihat." (Riwayat Bukhari)

Universitas Sumatera Utara

Page 12: BAB II LANDASAN TEORI A. Pacaran 1. Definisi Pacaranrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23381/3/Chapter II.pdf · 14 BAB II LANDASAN TEORI A. Pacaran 1. Definisi Pacaran Menurut

25

d. Tidak Berhias Yang Berlebihan (Tabarruj)

Tabarruj ini mempunyai bentuk dan corak yang bermacam-macam yang

sudah dikenal oleh orang-orang banyak sejak zaman dahulu sampai

sekarang. Ahli-ahli tafsir dalam menafsirkan ayat yang mengatakan:

"Dan tinggallah kamu (hai isteri-isteri Nabi) di rumah-rumah kamu dan jangan kamu menampak-nampakkan perhiasanmu seperti orang jahiliah dahulu.” (QS Al-Ahzab: 33)

Ta’aruf adalah suatu proses yang dilakukan oleh individu-individu yang

telah memiliki komitmen untuk menikah. Pernikahan akan terjadi bila kedua

belah pihak dalam proses ta’aruf sepakat untuk melanjutkan hubungannya ke

tahap pernikahan, dan sebaliknya pernikahan tidak akan terjadi bila kedua belah

pihak atau salah satu pihak tidak sepakat untuk melakukannya, dengan begitu

maka proses ta’aruf berakhir sampai disitu, dan masing-masing pihak akan

berusaha kembali melakukan proses ta’aruf dengan calon pasangan yang lain.

3. Alasan Ta’aruf

Alasan orang memilih ta’aruf sebagai proses pencarian dan penjajagan

calon pasangan hidupnya adalah karena proses ta’aruf ini sesuai dengan ajaran

Islam yang terkandung dalam Al-Qur’an dan Hadist; antara lain:

a. “Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.” (Surat Al-Israa’ : 32).

Zina yang dimaksudkan dalam ayat di atas diperjelas dalam hadist

Rasulullah Saw yang berbunyi:

“Telah ditakdirkan bagi anak Adam bagiannya dari zina yang pasti akan ia lakukan dan tak bisa dihindarinya. Adapun mata maka zinanya adalah

Universitas Sumatera Utara

Page 13: BAB II LANDASAN TEORI A. Pacaran 1. Definisi Pacaranrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23381/3/Chapter II.pdf · 14 BAB II LANDASAN TEORI A. Pacaran 1. Definisi Pacaran Menurut

26

melihat, zinanya telinga adalah mendengar, sedangkan zinanya lidah adalah berbicara dan zinanya tangan adalah menyentuh, dan zinanya kaki adalah melangkah, sedangkan zinanya hati adalah membayangkan dan berangan-angan, adapun yang akan membuktikannya adalah kemaluan, ataupun akan mendustakannya.”

b. “....Wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik, dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula), dan wanita yang baik-baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita yang baik-baik (pula)”. (Surat An-Nur : 26 ).

Ayat ini meyakinkan individu yang ta’aruf bahwa jodoh mereka kelak

akan sesuai dengan diri mereka sendiri, jika ia adalah laki-laki yang baik,

maka jodohnya kelak pun adalah wanita yang baik, begitu pula sebaliknya,

maka mereka yang ta’aruf tidak merasa takut lagi dengan siapa pun jodoh

mereka kelak.

c. "Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka jangan sekali-kali dia bersendirian dengan seorang perempuan yang tidak bersama mahramnya, karena yang ketiganya ialah syaitan." (HR. Ahmad).

Hadist di atas menerangkan bahwa pria dan wanita yang bukan muhrim

dilarang untuk berdua-duaan. Proses ta’aruf yang selalu didampingi

mediator dalam setiap pertemuaannya merupakan sebuah proses

perkenalan pria dan wanita yang sesuai dengan ajaran Islam, sesuai

dengan hadist di atas.

d. "Wanita itu dinikahi karena empat hal, yaitu karena hartanya, keturunannya, kecantikannya dan agamanya. Maka pilihlah berdasarkan agamanya maka kamu akan selamat." (HR. Abi Hurairah).

Keutamaan dalam pemilihan pasangan melalui ta’aruf adalah karena

dalam proses ini landasan agama seseorang menjadi pertimbangan utama

Universitas Sumatera Utara

Page 14: BAB II LANDASAN TEORI A. Pacaran 1. Definisi Pacaranrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23381/3/Chapter II.pdf · 14 BAB II LANDASAN TEORI A. Pacaran 1. Definisi Pacaran Menurut

27

dalam penentuan pasangan. Mediator dalam proses ta’aruf selain berfungsi

menjadi perantara antara pria dan wanita yang ingin menikah, juga

berperan menjadi informan tentang bagaimana agama individu yang

ta’aruf tersebut. Agama disini maksudnya menggambarkan bagaimana

tingkat pemahaman individu tentang Islam dan aplikasi individu tersebut

dalam menjalankan ajaran Islam dalam kehidupannya sehari-hari.

4. Model - Model Ta’aruf

Menurut Jundy (dalam Al-Izzah, 2002) ada beberapa model ta’aruf, yaitu:

a. Otoritas pembina

Pembina disini adalah guru ngaji atau ustadz. Proses ta’aruf pada model

pertama ini berjalan sangat ketat. Interaksi antara kedua pasangan yang

akan ta’aruf mendapat pengawasan intensif. Pertemuan-pertemuan harus

dengan sepengetahuan pembina.

b. Rekomendasi teman

Pada model ta’aruf ini calon pendamping direkomendasikan oleh teman.

Jika orang tersebut setuju maka proses dilanjutkan dengan

memberitahukan kepada pembina. Apabila pembina setuju maka proses

ta’aruf dilanjutkan dengan mempertemukan kedua pasangan tersebut

dengan didampingi pembina atau teman yang merekomendasikan tersebut.

c. Pilihan Pribadi

Model ini tidak jauh beda dengan model kedua. Dimana orang yang akan

ta’aruf tersebut sudah pernah melihat calon yang akan berproses dalam

Universitas Sumatera Utara

Page 15: BAB II LANDASAN TEORI A. Pacaran 1. Definisi Pacaranrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23381/3/Chapter II.pdf · 14 BAB II LANDASAN TEORI A. Pacaran 1. Definisi Pacaran Menurut

28

ta’aruf tersebut. Cara yang ditempuh adalah dengan meminta bantuan

pembina atau orang lain.

5. Proses Ta’aruf

Proses ta’aruf berbeda dengan proses-proses lain yang dilakukan untuk

mendapatkan calon pasangan hidup. Ada beberapa prosedur dan tata cara yang

dapat dilakukan seseorang sebelum ta’aruf sampai pada proses ta’aruf itu sendiri

(dalam http://blankdakruz.multiply.com), antara lain:

a. Individu yang sudah siap menikah saling tukar menukar CV (Curriculum

Vitae) yang berisi; harapan, cita-cita pernikahan, tipe pasangan yang

diinginkan, dll.

b. Mencantumkan foto diri yang terbaru.

c. Jika kedua pihak merasa cocok dengan CV yang dibaca, barulah proses

ta’aruf dapat dilaksanakan.

d. Pria datang ke tempat wanita atau ke tempat yang telah disepakati bersama

dengan ditemani mediator, tidak sendirian.

e. Pihak wanita juga hadir dengan ditemani mediator, sehingga kedua calon

tidak bertemu berdua-duaan.

f. Masing-masing pihak, dipersilakan untuk saling bertanya mengenai visi

dan misi hidup dan pernikahannya. Saling membuka kekurangan dan

kelebihan masing-masing. Contohnya mengenai riwayat sakit yang pernah

diderita.

g. Setelah itu, keduanya dipersilakan untuk sholat istikharoh (mohon

petunjuk) sebelum menentukan pilihan. Jika keduanya setuju, maka proses

Universitas Sumatera Utara

Page 16: BAB II LANDASAN TEORI A. Pacaran 1. Definisi Pacaranrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23381/3/Chapter II.pdf · 14 BAB II LANDASAN TEORI A. Pacaran 1. Definisi Pacaran Menurut

29

ini akan belanjut ke pernikahan. Tetapi jika tidak, maka proses yang telah

dilalui akan dijaga kerahasiaannya.

C. Pernikahan

1. Definisi Pernikahan

Duvall dan Miller (1986) mendefinisikan pernikahan sebagai hubungan

antara pria dan wanita yang diakui dalam masyarakat yang melibatkan hubungan

seksual, adanya penguasaan dan hak mengasuh anak, dan saling mengetahui tugas

masing-masing sebagai suami dan istri. Pasal 1 Undang-undang Pernikahan No 1

menyatakan bahwa pernikahan adalah suatu ikatan lahir batin antara seorang pria

dan wanita sebagai suami dan istri dengan tujuan membentuk keluarga yang

bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (Munandar, 2001).

Menurut Dariyo (2003) pernikahan merupakan ikatan kudus antara

pasangan dari seorang laki-laki dan seorang perempuan yang telah menginjak atau

dianggap telah memiliki umur cukup dewasa. Pernikahan dianggap sebagai ikatan

kudus (holly relationship) karena hubungan pasangan antara seorang laki-laki dan

seorang perempuan telah diakui secara sah dalam hukum agama.

Gardiner & Myers (dalam Papalia, Olds & Feldman, 2004) menambahkan

bahwa pernikahan menyediakan keintiman, komitmen, persahabatan, cinta dan

kasih sayang, pemenuhan seksual, pertemanan dan kesempatan untuk

pengembangan emosional seperti sumber baru bagi identitas dan harga diri.

Berdasarkan pernyataan-pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa

pernikahan adalah ikatan lahir dan batin yang suci antara pria dan wanita yang

Universitas Sumatera Utara

Page 17: BAB II LANDASAN TEORI A. Pacaran 1. Definisi Pacaranrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23381/3/Chapter II.pdf · 14 BAB II LANDASAN TEORI A. Pacaran 1. Definisi Pacaran Menurut

30

melibatkan hubungan seksual, hak pengasuhan anak dan adanya pembagian peran

suami – istri serta adanya keintiman, komitmen, persahabatan, cinta dan kasih

sayang, pemenuhan seksual, pertemanan dan kesempatan untuk pengembangan

emosional antara suami dan istri.

2. Fase Pernikahan

Chudori (1997) menyatakan bahwa ada beberapa fase dalam pernikahan

yang tidak dapat tidak, mesti dilalui oleh setiap pasangan suami istri, antara lain:

a. Fase bulan madu

Dalam fase ini, keindahan suasana hari-hari pertama pernikahan masih

dapat dinikmati berdua. Kemesraan yang diimpikan sebelumnya dapat

lebih dirasakan berdua karena dengan dikukuhkannya ikatan pernikahan,

berarti kedua insan yang saling mengasihi dan mencintai dapat

memanifestasikan impiannya itu secara lebih konkrit. Tidak ada lagi

batasan-batasan yang menjadi penghalang seperti ketika masih belum

menikah. Fase ini merupakan masa yang indah karena masing-masing

pihak berupaya untuk membahagiakan pasangannya.

b. Fase pengenalan kenyataan

Setelah bulan madu terlewati, kenyataan pernikahan mau tidak mau harus

dihadapi. Keakraban fase bulan madu perlahan-lahan akan pudar karena

masing-masing pihak harus kembali dengan kesibukannya. Suami harus

bekerja di kantornya, istri pun mulai sibuk dengan hal-hal yang sama atau

sibuk mengurusi pekerjaan rumah tangga. Apabila waktu suami lebih

banyak di kantor, istri akan kecewa, karena istri beranggapan suami lebih

Universitas Sumatera Utara

Page 18: BAB II LANDASAN TEORI A. Pacaran 1. Definisi Pacaranrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23381/3/Chapter II.pdf · 14 BAB II LANDASAN TEORI A. Pacaran 1. Definisi Pacaran Menurut

31

mementingkan pekerjaan dari pada memperhatikan dirinya. Sebaliknya

sang suami menganggap istrinya tidak lagi peduli dengan dirinya karena

tidak sempat lagi mengurus tubuh dan wajahnya. Hal-hal inilah yang turut

mempengaruhi kepuasan dalam pernikahan, apabila terjadi kesenjangan

antara apa yang dibayangkan dengan kenyataan yang dihadapi.

c. Fase krisis pernikahan

Setelah menyadari kenyataan suami istri sebenarnya, bisa timbul

kecurigaan satu sama lain. Bila suami kerja lembur misalnya, kadang istri

curiga yang lain-lain sehingga pulang terlambat. Demikian pula jika suami

terlalu lelah sehingga mengurangi aktivitas seksualnya. Hal demikian pula

terjadi pada sebaliknya. Fase ini adalah masa paling rawan, sehingga

apabila tidak ada kesadaran dari masing-masing pihak bahwa pernikahan

tidak hanya selalu berisi kemesraan, maka bukan tidak mungkin akan

mengancam kebahagiaan rumah tangga.

d. Fase menerima kenyataan

Setelah fase krisis pernikahan terlalui, maka masing-masing pihak sudah

menerima kenyataan yang sebenarnya, baik kelebihan maupun kekurangan

pasangannya. Penerimaan kenyataan ini membuat masing-masing pihak

dengan kelebihan yang dimiliki berusaha untuk mengatasi kelemahan yang

ada dalam diri pasangannya. Selanjutnya kelemahan masing-masing dapat

dicarikan jalan keluarnya dengan baik, bukan saling menuduh ataupun

saling mencurigai dan saling menyalahkan, akan tetapi saling menutupi

Universitas Sumatera Utara

Page 19: BAB II LANDASAN TEORI A. Pacaran 1. Definisi Pacaranrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23381/3/Chapter II.pdf · 14 BAB II LANDASAN TEORI A. Pacaran 1. Definisi Pacaran Menurut

32

satu sama lain, saling melengkapi kekurangan pasangan dengan kelebihan

yang dimilikinya.

e. Fase kebahagiaan sejati

Fase ini masing-maisng pihak telah betul-betul menyadari arti sebuah

pernikahan. Pernikahan tidak selamanya mulus seperti yang dibayangkan.

Pernikahan ada kalanya juga tersandung oleh kerikil tajam, ada

gelombang-gelombang yang tidak terduga yang menghantam bahtera

rumah tangga, ada perbedaan pendapat, ada duka, derita, ada suka dan

yang paling penting menyadari bahwa setiap pasangan mempunyai

kekurangan yang tidak mungkin dirubah. Kebahagiaan sejati bukan hanya

karena keindahan, kenikmatan dan kemesraan belaka, tetapi masuk

diantaranya jika keduanya mampu mengatasi persoalan yang timbul dalam

rumah tangga. Mampu bahagia karena bisa menerima kekurangan

pendamping hidupnya sendiri.

Lamanya fase yang dilalui oleh masing-masing pasangan memang tidak

sama, ada yang singkat ada pula yang lama, sangat relatif. Semakin dewasa pola

pikir, daya nalar dan kesadaran masing-masing pihak, akan semakin cepat pula

pasangan suami istri mewujudkan cita-cita pernikahannya, memperoleh

kebahagian sejati dalam rumah tangga. Menikmati kebahagiaan ikatan pernikahan

dengan segala masalah-masalahnya.

Universitas Sumatera Utara

Page 20: BAB II LANDASAN TEORI A. Pacaran 1. Definisi Pacaranrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23381/3/Chapter II.pdf · 14 BAB II LANDASAN TEORI A. Pacaran 1. Definisi Pacaran Menurut

33

D. Kepuasan Pernikahan

1. Definisi Kepuasan Pernikahan

Menurut Lemme (1995) kepuasan pernikahan adalah evaluasi suami istri

terhadap hubungan pernikahan yang cenderung berubah sepanjang perjalanan

pernikahan itu sendiri. Kepuasan pernikahan dapat merujuk pada bagaimana

pasangan suami istri mengevaluasi hubungan pernikahan mereka, apakah baik,

buruk, atau memuaskan (Hendrick & Hendrick, 1992). Menurut Hughes & Noppe

(1985), kepuasan pernikahan yang dirasakan oleh pasangan tergantung pada

tingkat dimana mereka merasakan pernikahannya tersebut sesuai dengan

kebutuhan dan harapannya.

Tingkat kepuasan pernikahan berubah seiring berjalannya waktu.

Beberapa penelitian yang dilakukan oleh Rollins & Cannon, 1974; Rollins &

Feldman, 1970; Spanier, Lewis, & Cole, 1975 menyimpulkan suatu indikasi

kepuasan pernikahan dalam kehidupan pernikahan mengikuti kurva U. Tingkat

kepuasan tertinggi dirasakan pada periode sebelum memiliki anak, tingkat

kepuasan terendah dirasakan pada saat anak-anak berada pada usia sekolah dan

remaja, lalu tingkat kepuasan tertinggi sekali lagi dirasakan pada saat anak-anak

telah tumbuh dewasa dan telah meninggalkan rumah (Bradburry & Fincham dan

Gottman dalam Fuller & Fincham dalam L’Abate, 1975).

Duvall & Miller (1985) menyebutkan bahwa masa-masa awal dari

pernikahan adalah puncak dari kepuasan pernikahan. Beragamnya pendapat yang

dikemukakan oleh masing-masing ahli memberikan suatu gambaran tidak adanya

Universitas Sumatera Utara

Page 21: BAB II LANDASAN TEORI A. Pacaran 1. Definisi Pacaranrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23381/3/Chapter II.pdf · 14 BAB II LANDASAN TEORI A. Pacaran 1. Definisi Pacaran Menurut

34

tingkat kepuasan pernikahan absolut yang mengesankan pada beragam periode

pernikahan (Fuller & Fincham dalam L’Abate, 1975).

Hurlock (1999) mengatakan bahwa pada masa awal pernikahan setiap

pasangan memasuki tahap dimana mereka dituntut menyatukan banyak aspek

yang berbeda dalam diri masing-masing. Kemampuan pasangan untuk

menyatukan aspek yang berbeda ini akan menentukan tingkat harmonisasi suatu

keluarga. Dilanjutkan oleh Hurlock bahwa kemampuan suami istri dalam

menyatukan perbedaan ini sangat ditentukan oleh kematangan penyesuaian diri

diantara mereka, sehingga mereka dapat membina hubungan baik dalam

kehidupan pernikahan di masa-masa selanjutnya yang juga akan mempengaruhi

tingkat kepuasan mereka dalam pernikahan.

Berdasarkan hal di atas, dapat disimpukan bahwa kepuasan pernikahan

adalah evaluasi suami istri terhadap hubungan pernikahannya yang cenderung

berubah-ubah sepanjang waktu serta dipengaruhi oleh kematangan penyesuaian

dan adanya kesesuaian antara kebutuhan dan harapan yang dimiliki suami / istri

dengan kenyataan dalam pernikahan itu sendiri.

2. Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Pernikahan

Menurut Hendrick & Hendrick (1992), ada dua faktor yang dapat

mempengaruhi kepuasan pernikahan, yaitu:

a. Premarital Factors

1) Latar Belakang Ekonomi, dimana status ekonomi yang dirasakan tidak

sesuai dengan harapan dapat menimbulkan bahaya dalam hubungan

pernikahan.

Universitas Sumatera Utara

Page 22: BAB II LANDASAN TEORI A. Pacaran 1. Definisi Pacaranrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23381/3/Chapter II.pdf · 14 BAB II LANDASAN TEORI A. Pacaran 1. Definisi Pacaran Menurut

35

2) Pendidikan, dimana pasangan yang memiliki tingkat pendidikan yang

rendah, dapat merasakan kepuasan yang lebih rendah karena lebih

banyak menghadapi stressor seperti pengangguran atau tingkat

penghasilan rendah.

3) Hubungan dengan orantua yang akan mempengaruhi sikap anak

terhadap romantisme, pernikahan dan perceraian.

b. Postmarital Factors

1) Kehadiran anak, sangat berpengaruh terhadap menurunnya kepuasan

pernikahan terutama pada wanita (Bee & Mitchell, 1984). Penelitian

menunjukkan bahwa bertambahnya anak bisa menambah stress

pasangan, dan mengurangi waktu bersama pasangan (Hendrick &

Hendrick, 1992). Kehadiran anak dapat mempengaruhi kepuasan

pernikahan suami istri berkaitan dengan harapan akan keberadaan anak

tersebut.

2) Lama Pernikahan, dimana dikemukakan oleh Duvall bahwa tingkat

kepuasan pernikahan tinggi di awal pernikahan, kemudian menurun

setelah kehadiran anak dan kemudian meningkat kembali setelah anak

mandiri.

Menurut Holahan & Levenson (dalam Lemme, 1995), pria lebih puas

dengan pernikahannya daripada wanita. Pada umumnya wanita lebih sensitif

daripada pria dalam menghadapi masalah dalam hubungan pernikahannya.

Penelitian menunjukkan bahwa penurunan dan penyebab menurunnya kepuasan

Universitas Sumatera Utara

Page 23: BAB II LANDASAN TEORI A. Pacaran 1. Definisi Pacaranrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23381/3/Chapter II.pdf · 14 BAB II LANDASAN TEORI A. Pacaran 1. Definisi Pacaran Menurut

36

pernikahan lebih dirasakan oleh istri daripada suami (Rollins & Feldman dalam

Brigham, 1986).

Adhim (2004) mengatakan bahwa pasangan yang telah berkenalan secara

intensif dengan pacaran kemudian menikah, dalam benak mereka telah tertanam

seakan mereka telah saling mengenal dengan baik. Menurut Adhim (2004),

persepsi tentang pasangan akan menumbuhkan harapan-harapan tertentu terhadap

pernikahan. Resiko dari setiap harapan adalah kekecewaan, dan kekecewaan tentu

saja akan mempertajam perselisihan dan memperlemah kemampuan

menyesuaikan diri. Seringkali, ketika harapan tersebut tidak ditemui dalam

pernikahan maka ini akan menyebabkan ketidakpuasan yang pada akhirnya dapat

berujung pada perceraian.

Kepuasan pernikahan juga dipengaruhi oleh faktor agama. Menurut

Abdullah (2003), seseorang yang mengawali segalanya dengan motivasi iman dan

ibadah pada Tuhan semata akan merasakan kepuasan dalam hidupnya. Hal ini

didukung oleh Clark (1998) yang menyatakan bahwa agama memiliki peranan

penting dalam pembentukan sikap terhadap pernikahan dan selanjutnya akan

mempengaruhi perilaku yang berhubungan dengan pernikahan. Clark

menambahkan bahwa ketaatan beragama berhubungan dengan kestabilan

pernikahan.

Berdasarkan pernyataan-pernyataan di atas, maka ada beberapa faktor

yang dapat mempengaruhi kepuasan pernikahan, antara lain : latar belakang

ekonomi, pendidikan, hubungan pernikahan orangtua, kehadiran anak, lama

perkawinan, persepsi dan agama, serta jenis kelamin.

Universitas Sumatera Utara

Page 24: BAB II LANDASAN TEORI A. Pacaran 1. Definisi Pacaranrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23381/3/Chapter II.pdf · 14 BAB II LANDASAN TEORI A. Pacaran 1. Definisi Pacaran Menurut

37

3. Aspek Kepuasan Pernikahan

Menurut Olson & Fowers (dalam Saragih, 2003), ada beberapa area-area

dalam pernikahan yang dapat digunakan untuk mengukur kepuasan pernikahan.

Area-area tersebut antara lain:

a. Communication

Area ini melihat bagaimana perasaan dan sikap individu dalam

berkomunikasi dengan pasangannya. Area ini berfokus pada rasa senang

yang dialami pasangan suami istri dalam berkomunikasi, dimana mereka

saling berbagi dan menerima informasi tentang perasaan dan pikirannya.

Laswell (1991) membagi komunikasi pernikahan menjadi lima elemen

dasar, yaitu: keterbukaan diantara pasangan (opennes), kejujuran terhadap

pasangan (honesty), kemampuan untuk mempercayai satu sama lain

(ability to trust), sikap empati terhadap pasangan (empathy) dan

kemampuan menjadi pendengar yang baik (listening skill).

b. Leisure Activity

Area ini menilai pilihan kegiatan yang dilakukan untuk mengisi waktu

senggang yang merefleksikan aktivitas yang dilakukan secara personal

atau bersama. Area ini juga melihat apakah suatu kegiatan dilakukan

sebagai pilihan individu atau pilihan bersama serta harapan-harapan dalam

mengisi waktu luang bersama pasangan.

c. Religious Orientation

Area ini menilai makna keyakinan beragama serta bagaimana

pelaksanaannya dalam kehidupan sehari-hari. Jika seseorang memiliki

Universitas Sumatera Utara

Page 25: BAB II LANDASAN TEORI A. Pacaran 1. Definisi Pacaranrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23381/3/Chapter II.pdf · 14 BAB II LANDASAN TEORI A. Pacaran 1. Definisi Pacaran Menurut

38

keyakinan beragama, dapat dilihat dari sikapnya yang peduli teradap hal-

hal keagamaan dan mau beribadah. Umumnya, setelah menikah individu

akan lebih memperhatikan kehidupan beragama. Orangtua akan

mengajarkan dasar-dasar dan nilai-nilai agama yang dianut kepada

anaknya. Mereka juga akan menjadi teladan yang baik dengan

membiasakan diri beribadah dan melaksanakan ajaran agama yang mereka

anut.

d. Conflict Resolution

Area ini berfokus untuk menilai persepsi suami istri teradap suatu masalah

serta bagaimana pemecahannya. Diperlukan adanya keterbukaan pasangan

untuk mengenal dan memecahkan masalah yang muncul serta strategi

yang digunakan untuk mendapatkan solusi terbaik. Area ini juga menilai

bagaimana anggota keluarga saling mendukung dalam mengatasi masalah

bersama-sama serta membangun kepercayaan satu sama lain.

e. Financial Management

Area ini menilai sikap dan cara pasangan mengatur keuangan, bentuk-

bentuk pengeluaran dan pembuatan keputusan tentang keuangan. Konsep

yang tidak realistis, yaitu harapan-harapan yang melebihi kemampuan

keuangan, harapan untuk memiliki barang yang diinginkan, serta

ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan hidup dapat menjadi

masalah dalam pernikahan (Hurlock, 1999). Konflik dapat muncul jika

salah satu pihak menunjukkan otoritas terhadap pasangannya juga tidak

percaya terhadap kemampuan pasangan dalam mengelola keuangan.

Universitas Sumatera Utara

Page 26: BAB II LANDASAN TEORI A. Pacaran 1. Definisi Pacaranrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23381/3/Chapter II.pdf · 14 BAB II LANDASAN TEORI A. Pacaran 1. Definisi Pacaran Menurut

39

f. Sexual Orientation

Area ini berfokus pada refleksi sikap yang berhubungan dengan masalah

seksual, tingkah laku seksual, serta kesetiaan terhadap pasangan.

Penyesuaian seksual dapat menjadi penyebab pertengkaran dan

ketidakbahagiaan apabila tidak dicapai kesepakatan yang memuaskan.

Kepuasan seksual dapat terus meningkat seiring berjalannya waktu. Hal ini

bisa terjadi karena kedua pasangan telah memahami dan mengetahui

kebutuhan mereka satu sama lain, mampu mengungkapkan hasrat dan

cinta mereka, juga membaca tanda-tanda yang diberikan pasangan

sehingga dapat tercipta kepuasan bagi pasanga suami istri.

g. Family and Friends

Area ini dapat melihat bagaimana perasaan dan perhatian pasangan

terhadap hubungan kerabat, mertua serta teman-teman. Area ini

merefleksikan harapan dan perasaan senang menghabiskan waktu bersama

keluarga besar dan teman-teman. Pernikahan akan cenderung lebih sulit

jika salah satu pasangan menggunakan sebagian waktunya bersama

keluarganya sendiri, jika ia uga mudah dipengaruhi oleh keluarganya dan

jika ada keluarga yang datang dan tinggal dalam waktu lama (Hurlock,

1999).

h. Children and Parenting

Area ini menilai sikap dan perasaan tentang memiliki dan membesarkan

anak. Fokusnya adalah bagaimana orangtua menerapkan keputusan

mengenai disiplin anak, cita-cita terhadap anak serta bagaimana pengaruh

Universitas Sumatera Utara

Page 27: BAB II LANDASAN TEORI A. Pacaran 1. Definisi Pacaranrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23381/3/Chapter II.pdf · 14 BAB II LANDASAN TEORI A. Pacaran 1. Definisi Pacaran Menurut

40

kehadiran anak terhadap hubungan dengan pasangan. Kesepakatan antara

pasangan dalam hal mengasuh dan mendidik anak penting halnya dalam

pernikahan. Orangtua biasanya memiliki cita-cita pribadi terhadap

anaknya yang dapat menimbulkan kepuasan bila itu dapat terwujud.

i. Personality Issue

Area ini melihat penyesuaian diri dengan tingkah laku, kebiasaan-

kebiasaan serta kepribadian pasangan. Biasanya sebelum menikah individu

berusaha menjadi pribadi yang menarik untuk mencari perhatian

pasangannya bahkan dengan berpura-pura menjadi orang lain. Setelah

menikah, kepribadian yang sebenarnya akan muncul. Setelah menikah

perbedaan ini dapat memunculkan masalah. Persoalan tingkah laku

pasangan yang tidak sesuai harapan dapat menimbulkan kekecewaan,

sebaliknya jika tingkah laku pasangan sesuai yang diinginkan maka akan

menimbulkan perasaan senang dan bahagia.

j. Egalitarian Role

Area ini menilai perasaan dan sikap individu terhadap peran yang beragam

dalam kehidupan pernikahan. Fokusnya adalah pada pekerjaan, tugas

rumah tangga, peran sesuai jenis kelamin dan peran sebagai orangtua.

Suatu peran harus mendatangkan kepuasan pribadi. Pria dapat

bekerjasama dengan wanita sebagai rekan baik di dalam maupun di luar

rumah. Suami tidak merasa malu jika penghasilan istri lebih besar juga

memiliki jabatan yang lebih tinggi. Wanita mendapatkan kesempatan

untuk mengembangkan potensi yang dimilikinya serta memanfaatkan

Universitas Sumatera Utara

Page 28: BAB II LANDASAN TEORI A. Pacaran 1. Definisi Pacaranrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23381/3/Chapter II.pdf · 14 BAB II LANDASAN TEORI A. Pacaran 1. Definisi Pacaran Menurut

41

kemampuan dan pendidikan yang dimiliki untuk mendapatkan kepuasan

pribadi.

4. Kriteria Kepuasan Pernikahan

Menurut Skolnick (dalam Lemme, 1995), ada beberapa kriteria dari

pernikahan yang memiliki kepuasan yang tinggi, antara lain:

a. Adanya relasi personal yang penuh kasih sayang dan menyenangkan,

dimana dalam keluarga terdapat hubungan yang hangat, saling berbagi dan

menerima antar sesama anggota dalam keluarga.

b. Kebersamaan, adanya rasa kebersamaan dan bersatu dalam keluarga.

Setiap anggota keluarga merasa menyatu dan menjadi bagian dalam

keluarga.

c. Model parental role yang baik

Pola orangtua yang baik akan menjadi contoh yang baik bagi anak-anak

mereka. Hal ini bisa memberntuk keharmonisan dalam keluarga.

d. Penerimaan terhadap konflik-konflik

Konflik yang muncul dalam keluarga dapat diterima secara normatif, tidak

dihindari melainkan berusaha untuk diselesaikan dengan baik dan

menguntungkan bagi semua anggota keluarga.

e. Kepribadian yang sesuai

Dimana pasangan memiliki kecocokan dan saling memahami satu sama

lain. Hal yang penting juga yaitu adanya kelebihan yang satu dapat

menutupi kekurangan yang lainnya sehingga pasangan dapat saling

melengkapi satu sama lain.

Universitas Sumatera Utara

Page 29: BAB II LANDASAN TEORI A. Pacaran 1. Definisi Pacaranrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23381/3/Chapter II.pdf · 14 BAB II LANDASAN TEORI A. Pacaran 1. Definisi Pacaran Menurut

42

f. Mampu memecahkan konflik

Levenson (dalam Lemme, 1995) mengatakan bahwa kemampuan

pasangan untuk memecahkan masalah serta strategi yang digunakan oleh

pasangan untuk menyelesaikan konflik yang ada dapat mendukung

kepuasan pernikahan pasangan tersebut.

E. Kepuasan Pernikahan Pasangan Yang Menikah Dengan Pacaran

Kepuasan pernikahan pasangan yang menikah dengan pacaran adalah

evaluasi suami istri terhadap hubungan pernikahannya yang cenderung berubah-

ubah sepanjang waktu serta dipengaruhi oleh kematangan penyesuaian dan adanya

kesesuaian antara kebutuhan dan harapan yang dimiliki suami / istri yang menikah

melalui pacaran dengan kenyataan yang dihadapi dalam pernikahan itu sendiri.

F. Kepuasan Pernikahan Pasangan Yang Menikah Dengan Ta’aruf

Kepuasan pernikahan pasangan yang menikah dengan ta’aruf adalah

evaluasi suami istri terhadap hubungan pernikahannya yang cenderung berubah-

ubah sepanjang waktu serta dipengaruhi oleh kematangan penyesuaian dan adanya

kesesuaian antara kebutuhan dan harapan yang dimiliki suami / istri yang menikah

melalui ta’aruf dengan kenyataan yang dihadapi dalam pernikahan itu sendiri.

Universitas Sumatera Utara

Page 30: BAB II LANDASAN TEORI A. Pacaran 1. Definisi Pacaranrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23381/3/Chapter II.pdf · 14 BAB II LANDASAN TEORI A. Pacaran 1. Definisi Pacaran Menurut

43

Universitas Sumatera Utara