BAB II LANDASAN TEORI A. Atribusi 1. Definisi...

29
12 BAB II LANDASAN TEORI A. Atribusi 1. Definisi Atribusi Kajian tentang atribusi pada awalnya dilakukan oleh Heider. Dalam tradisi fenomenologi, pertanyaan yang diajukan adalah bagaimana kita melakukan kontak dengan dunia nyata jika pikiran kita hanya memiliki data indrawi (kesan dan penngalaman). Psikologi gestalt mencoba untuk mengenali prinsip-prinsip yang mengatur bagaimana pikiran membuat penyimpulan tentang dunia dari data indrawi. Dalam situasi sosial secara konstan berusaha untuk memahami perilaku orang lain, dan kemudian menarik kesimpulan apa yang mendasari atau melatarbelakangi perilaku tersebut. Menurut Dayakisni (2006:52) Atribusi merupakan proses dilakukan untuk mencari sebuah jawaban atau pertanyaan mengapa atau apa sebabnya atas perilaku orang lain ataupun diri sendiri. Proses atribusi ini sangat berguna untuk membantu pemahaman kita akan penyebab perilaku dan merupakan mediator penting bagi reaksi kita terhadap dunia sosial. Sarwono (2009) atribusi merupakan analisis kausal, yaitu penafsiran terhadap sebab-sebab dari mengapa sebuah fenomen menampilkan gejala-gejala tertentu. Baron (2004) atribusi bearti upaya kita untuk memahami penyebab di balik perilaku orang lain, dan dalam beberapa kasus, juga penyebab dibalik perilaku kita sendiri.

Transcript of BAB II LANDASAN TEORI A. Atribusi 1. Definisi...

12

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Atribusi

1. Definisi Atribusi

Kajian tentang atribusi pada awalnya dilakukan oleh Heider.

Dalam tradisi fenomenologi, pertanyaan yang diajukan adalah bagaimana

kita melakukan kontak dengan dunia nyata jika pikiran kita hanya memiliki

data indrawi (kesan dan penngalaman). Psikologi gestalt mencoba untuk

mengenali prinsip-prinsip yang mengatur bagaimana pikiran membuat

penyimpulan tentang dunia dari data indrawi. Dalam situasi sosial secara

konstan berusaha untuk memahami perilaku orang lain, dan kemudian

menarik kesimpulan apa yang mendasari atau melatarbelakangi perilaku

tersebut.

Menurut Dayakisni (2006:52) Atribusi merupakan proses

dilakukan untuk mencari sebuah jawaban atau pertanyaan mengapa atau apa

sebabnya atas perilaku orang lain ataupun diri sendiri. Proses atribusi ini

sangat berguna untuk membantu pemahaman kita akan penyebab perilaku

dan merupakan mediator penting bagi reaksi kita terhadap dunia sosial.

Sarwono (2009) atribusi merupakan analisis kausal, yaitu penafsiran terhadap

sebab-sebab dari mengapa sebuah fenomen menampilkan gejala-gejala

tertentu. Baron (2004) atribusi bearti upaya kita untuk memahami penyebab

di balik perilaku orang lain, dan dalam beberapa kasus, juga penyebab dibalik

perilaku kita sendiri.

13

Atribusi merupakan suatu proses penilaian tentang penyebab, yang

dilakukan individu setiap hari terhadap berbagai peristiwa, dengan atau tanpa

disadari. Atribusi terdiri dari 3 dimensi yaitu; 1) lokasi penyebab, masalah

pokok yang paling umum dalam persepsi sebab akibat adalah apakah suatu

peristiwa atau tindakan tertentu disebabkan oleh keadaan internal (hal ini

disebut sebagai atribusi internal) atau kekuatan eksternal (atribusi eksternal);

2) stabilitas, dimensi sebab akibat yang kedua adalah berkaitan dengan

pertanyaan apakah penyebab dari suatu peristiwa atau perilaku tertentu itu

stabil atau tidak stabil. Dengan kata lain stabilitas mengandung makna

seberapa permanen atau berubah-ubahnya suatu sebab; 3) pengendalian,

dimensi ini berkaitan dengan pertanyaan apakah suatu penyebab dapat

dikendalikan atau tidak dapat dikendalikan oleh seorang individu. (dalam

Nurhayati, 2005:3-4).

2. Tujuan melakukan proses atribusi

Ada dua macam asumsi tentang tujuan proses atribusi :

a. Proses atribusi mempunyai tujuan untuk memperoleh

pemahaman terhadap dunia. Kesimpulan-kesimpulan dibuat

untuk memahami lingkungan dan memprediksi kejadian-kejadian

di masa yang akan datang

b. Proses atribusi yang dipelajari secara alami dan mempunyai

tujuan untuk menjelaskan tindakan-tindakannya sendiri serta

berusaha untuk mengendalikan tindakan-tindakan orang lain

yang mempunyai hubungan interpersonal dekat dengan dirinya.

14

3. Model-model proses atribusi

a. Model Heider

Analisa secara sistematik tentang bagaimana orang

menginterprestasikan sebab perilaku orang lain pada awalnya

dilakukan oleh Heider (dalam Hudaniah, 2006:53). Heider

mengemukakan bahwa masing-masingdari kita dalam interaksi

sehari-hari dengan orang lain akan bertingkah laku mirip seorang

ilmuwan. Dalam menginterprestasi perilaku orang lain, orang

menggunakan prinsip-prinsip kausal yang naluriah dan

commonsense psikologi dalam memutuskan apakah perilaku

orang lain diatribusikan pada faktor disposisi internal atau tidak.

Menurut model Heider, perilaku seseorang dapat

disimpulkan disebabkan oleh kekuatan-kekuatan internal

(termasuk disposisi). Kekuatan-kekuatan lingkungan terdiri dari

faktor situasi yang menekan, sehingga memunculkan perilaku

tertentu. Kekuatan-kekuatan internal (personal forces) dilihat

sebagai hasil dari kemampuan (ability), power dan usaha yang

ditunjukkan seseorang.

b. Teori inferensi korespondensi

Edward jones dan koleganya (dalam Hudaniah, 2006:53)

mempelajari pengaruh kekuatan disposisional dan lingkungan

pada atribusi kausal. Mereka menganalisa kondisi-kondisi yang

memunculkan atribusi disposisional, atau apa yang mereka sebut

dengan istilah inferensi korespodensi, yaitu kasus dimana

15

pengamat memutuskan bahwa disposisi khusus dari actor (persin

stimuli) adalah penjelasan yang cukup masuk akal bagi perilaku

atau tindakan actor.

c. Teori Kelley atribusi kausal

Atribusi kausal, memfokuskan diri pada pertanyaan apakah

perilaku seseorang berasal dari faktor internal atau eksternal.

Untuk menjawab pertanyaan ini ada beberapa aspek yang mesti

dipertimbangkan, yaitu consensus, konsistensi, dan distingsi.

Ketika terdapat dua atau lebih kemungkinan faktor penyebab suatu

perilaku, kita cenderung untuk mengabaikan peran salah satu dari

antaranya hal ini dikenal sebagai suatu efek discounting. Ketika suatu

penyebab yang memfasilitasi munculnya suatu perilaku dan penyebab

yang mengeliminasi terjadinya suatu perilaku, keduanya sama-sama hadir

namun perilaku tersebut tetap muncul, kita member nilai tambah pada

faktor yang memfasilitasi lahirnya perilaku tadi, hal ini disebut

augmenting.

Atribusi sering kali keliru. Satu dari tipe kesalahan paling sering

terjadi adalah bias korespondensi, yaitu kecenderungan untuk menjelaskan

perilaku seseorang sebagai cerminan dari disposisinya, padahal faktor

situasionalnya juga hadir. Kecenderungan ini lebih kuat terjadi di

masyarakat dengan latar budaya barat. Dua jenis dari kesalahan atribusi

lainnya adalah efek actor pengamat, yaitu kecenderungan untuk

mengatribusi perilaku lebih pada faktor eksternal daripada faktor internal,

dan bias mengutamakan diri sendiri, yaitu kecenderungan untuk

16

mengatribusi perilaku positif kita pada faktor internal, dan perilaku negatif

kita pada faktor eksternal. (Baron, 2004:57-61)

B. Keputusan Membeli

1. Definisi Keputusan Membeli

Pilihan produk konsumen dan pilihan-pilihan jasa berubah secara

terus menerus. Seorang manajer pemasaran harus mempunyai

pengetahuan seksama tentang perilaku konsumen agar dapat memberikan

definisi pasar yang baik untuk mengikuti perubahan yang konsisten dan

terus-menerus ini, serta untuk merancang bauran pemasaran yang tepat.

Perilaku konsumen mengambarkan bagaimana konsumen membuat

keputusan-keputusan pembelian dan bagaimana mereka menggunakan

dan mengatur pembelian barang atau jasa.

Schiffaman & Kanuk (dalam Fadilah, 2013:1136) mendefinisikan

suatu keputusan sebagai pemilihan suatu tindakan dari dua atau lebih

pilihan alternatif. Setiadi (dalam Nofiawaty, 2014) menyatakan bahwa

yang dimaksud dengan pengambilan keputusan adalah proses

pengintegrasian yang mengkombinasikan pengetahuan untuk

mengevalusai dua atau lebih perilaku alternatif dan memilih salah satu

diantaranya. Hasil dari proses pengintegrasian ini adalah suatu pilihan,

yang disajikan secara kognitif sebagai keinginan berprilaku.

Peter-Olson (dalam Nitisusanto, 2012:195) menegaskan bahwa

pengambilan keputusan konsumen merupakan proses interaksi antara

sikap efektif, sikap kognitif, sikap behavioral dengan faktor lingkungan

dengan mana manusia melakukan pertukaran dalam semua aspek

17

kehidupanya. Sikap kognitif merefleksikan sikap pemahaman, sikap

efektif merefleksikan sikap keyakinan, dan sikap behavioral

merefleksikan sikap tindakan nyata. Keputusan membeli atau tidak

membeli merupakan bagian dari unsur yang melekat pada diri individu

konsumen yang disebut behavior dimana ia merujuk kepada tindakan

fisik yang nyata, dapat dilihat dan dapat diukur oleh orang lain.

Keputusan pembelian konsumen menurut Kotler dan Keller

terjemahan Sabran (dalam Suryana, 2013:193-194) adalah tahap di mana

konsumen juga mungkin membentuk niat untuk membeli produk yang

paling disukai, di mana keputusan konsumen untuk memodifikasi,

menunda, atau menghindar sangat dipengaruhi risiko yang dirasakan, atau

juga dapat diartikan sebagai sebuah proses pendekatan penyelesaian

masalah yang terdiri dari pengenalan masalah, mencari informasi,

beberapa penilaian alternatif, membuat keputusan membeli, dan perilaku

setelah membeli yang dilalui konsumen.

Menurut Ujang Sumarwan (dalam Lestari, 2013:1096) bahwa

keputusan konsumen untuk memutuskan membeli atau mengkonsumsi

produk tertentu akan diawali oleh langkah-langkah yaitu pengenalan

kebutuhan, waktu, perubahan situasi, pemilikan produk, konsumsi

produk, perbedaan individu, pengaruh pemasaran, pencaria informasi,

pencarian internal, dan pencarian internal.

Dalam proses keputusan membeli barang, konsumen seringkali ada

lebih dari dua pihak yang terlibat dalam proses pertukaran atau

pembeliannya. Tjiptono (1995:23) mengemukakan ada enam peranan

18

yang dapat dilakukan seseorang dalam kaitannya dengan keputusan

pembelian konsumen, yaitu:

a. Pemrakarsa (initiator), yaitu orang yang pertama kali

menyadari adanya keinginan atau kebutuhan yang belum

terpenuhi dan menyarankan untuk membeli sesuatu barang atau

jasa.

b. Pembawa pengaruh (influencer), yaitu orang yang pandangan

atau nasihatnya mempengaruhi keputusan pembelian.

Pengambil keputusan (decider), yaitu orang yang menentukan

keputusan pembelian, misalnya apakah jadi membeli, apa yang

dibeli, bagaimana cara membeli, atau di mana membelinya.

Pembeli (buyer), yaitu orang yang melakukan pembelian

aktual.

c. Pemakai (user), yaitu orang yang mengkonsumsi atau

menggunakan barang atau jasa yang dibeli.

d. Penilai (evaluator), yaitu orang yang memberikan umpan balik

tentang kemampuan produk yang dipilih dalam memberikan

kepuasan.

Setelah mempelajari hal-hal yang mempengaruhi pembeli,

pemasar sebaiknya mempelajari bagaimana konsumen mengambil

keputusan dalam membeli. Kegiatan membeli merupakan suatu rangkaian

tindakan fisik yang dilakukan seseorang dalam melakukan pembelian.

Dari beberapa definisi diatas dapat diketahui keputusan merupakan

upaya dalam rangka menjawab masalah yang muncul, dimana masalah

19

tersebut berasal dari adanya kesenjangan antara keadaan yang terjadi

dengan harapan. Sehingga pengambilan keputusan diartikan sebagai suatu

kegiatan individu yang secara langsung terlibat dalam mendapatkan dan

mempergunakan barang yang ditawarkan.

Menurut Suwasta dan Handoko (dalam janah, 2013:123) ada empat

aspek keputusan pembelian antara lain :

a. Pertimbangan produk

Segala sesuatu barang yang disediakan oleh toko untuk

memenuhi kebutuhan.

b. Pertimbangan Harga

Sejumlah uang (ditambah beberapa barang kalau mungkin)

c. Pertimbangan lokasi

Lokasi yang dimaksud adalah lokasi toko

d. Pertimbangan pelayanan

Pelayanan kepada konsumen merupakan salah satu faktor yang

cukup penting untuk mempengaruhi image konsumen dalam

menentukan pembelian

2. Proses dalam keputusan membeli

Dalam proses pengambilan keputusan membeli, konsumen melewati lima

tahap : pengenalan masalah, pencarian informasi, evaluasi terhadap

alternative-alternatif, keputusan pembelian, dan tingkah laku setelah

pembelian (Lamb dkk, 2001:188)

20

Model ini menekankan bahwa proses pembelian dimulai jauh

sebelum saat dilaksanakan pembelian dan mempunyai konsekuensi jauh

setelah pembelian. Hal ini mendorong pemasar untuk menitik beratkan

perhatian pada proses pembelian keseluruhan, bukan sekedar pada

keputusan pembelian.

a. Pengenalan masalah

Proses pembelian dimulai ketika pembeli menyadari bahwa terdapat

suatu masalah atau kebutuhan yang dipicu oleh rangsangan internal

maupun eksternal. Pada tahap ini pemasar harus meneliti konsumen

untuk menemukan jenis kebutuhan atau masalah apa yang timbul dan

apa yang menyebabkannya, lalu bagaimana masalah itu dapat

mengarahkan konsumen pada produk tertentu

Pengenalan Masalah

Pencarian Informasi

Evaluasi Alternatif

Keputusan Pembelian

Tingkah laku setelah pembelian

21

b. Pencarian informasi

Pada tahap ini konsumen ingin mengumpulkan informasi sebanyak

mungkin terkait produk yang akan dibelinya. Semakin banyak

informasi yang diperoleh, kesadaran konsumen dan pengetahuan akan

merek dan fitur yang tersedia meningkat. Sehingga perusahaan harus

mendesain bauran pemasarannya untuk membuat konsumen

menyadari dan mengetahui merek atau toko tersebut.

c. Evaluasi alternative

Pada tahap ini konsumen memproses informasi untuk mengevaluasi

toko alternatif dan sekelompok pilihan. Cara konsumen mengevaluasi

alternatif bergantung pada konsumen pribadi dan situasi pembelian

tertentu, sehingga pemasar harus mempelajari pembeli untuk

menemukan bagaimana pembeli mengevaluasi pilihan toko untuk

selanjutnya mempengaruhi keputusan pembeli.

d. Keputusan pembelian

Secara umum keputusan pembelian konsumen adalah membeli ditoko

yang mereka sukai. Tetapi ada dua faktor yang mempengaruhi

keputusan pembelian yakni sikap orang lain dan faktor situasional

yang tidak diantisipasi

e. Perilaku pasca pembelian

Pada tahap ini, pembeli sudah dapat memberikan evaluasi tentang

apakah produk yang dibelinya sudah dapat memenuhi kebutuhan atau

menyelesaikan masalah atau justru pembeli tidak mendapatkan

manfaat sama sekali dari suatu produk.

22

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan membeli

Konsumen mengambil banyak macam keputusan membeli setiap

hari. Kebanyakan perusahaan besar meneliti keputusan membeli

konsumen secara amat rinci untuk menjawab pertanyaan mengenai apa

yang dibeli konsumen, bagaimana dan berapa banyak mereka membeli.

Untuk menjawab pertanyaan tersebut tidaklah mudah. Salah satu cara

yang bisa membantu memahami hal tersebut adalah dengan mengetahui

faktor-faktor yang mempengaruhi pembelian.

Menurut Kotler dan Amstrong (dalam Hurriyati, 2010:93), faktor-

faktor yang mempengaruhi keputusan membeli konsumen terdiri dari

budaya, sosial, pribadi, dan psikologi

a. Faktor Kebudayaan

Faktor budaya memberikan pengaruh paling luas dan dalam

tingkah laku konsumen. Pemasaran harus mengetahui peran yang

dimainkan oleh budaya, subbudaya, dan kelas sosial pembeli.

1. Budaya

Budaya adalah penyebab paling mendasar dari keinginan dan

tingkah laku seseorang. Budaya merupakan kumpulan nilai-nilai dasar,

persepsi, keinginan, dan tingkah laku yang dipelajari oleh seorang

anggota masyarakat dari keluarga dan lembaga penting lainnya.

Setiap kelompok atau masyarakat mempunyai suatu budaya, dan

pengaruh budaya pada tingkah laku membeli bervariasi amat besar dari

negara ke negara. Kegagalan menyesuaikan perbedaan ini dapat

menghasilkan pemasaran yang tidak efektif atau kesalahan yang

23

memalukan. Pemasar selalu mencoba menemukan pergeseran budaya

agar dapat mengetahui produk baru yang mungkin diinginkan.

2. Sub-budaya

Setiap budaya terdiri dari beberapa subbudaya yang lebih kecil,

atau kelompok orang yang mempunyai sistim nilai sama berdasarkan

pada pengalaman hidup dan situasi. Subbudaya termasuk nasionalitas,

agama, kelompok ras, dan wilayah geografi. Banyak subbudaya

membentuk segmen pasar penting, dan pemasar seringkali merancang

produk dan program pemasaran yang disesuaikan dengan kebutuhan

mereka.

3. Kelas sosial

Hampir setiap masyarakat mempunyai semacam bentuk struktur

kelas sosial. Kelas sosial adalah divisi masyarakat yang relatif permanen

dan teratur dengan para anggotanya menganut nilai-nilai, minat, dan

tingkah laku yang serupa. Ahli ilmu sosial mengenali ada tujuh kelas

sosial di Amerika yaitu, kelas atas tinggi (kurang dari 1 persen), kelas

atas rendah (kira-kira 2 persen), menengah atas (12 persen), kelas

menengah (32 persen), kelas pekerja (38 persen), kelas bawah tinggi (9

persen), kelas bawah rendah (7 persen).

Kelas sosial bukan ditentukan oleh satu faktor tunggal,seperti

pendapatan, tetapi diukur sebagai kombinasi dari pekerjaan, pendapatan,

pendidikan, kebudayaan, dan variabel lain. Kelas sosial menunjukkan

pilihan produk dan merek tertentu dalam bidang-bidang seperti pakaian,

peralatan rumah tangga, aktivitas di waktu senggang, dan mobil.

24

b. Faktir-faktor sosial

1. Tingkah laku konsumen juga dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial,

seperti kelompok kecil, keluarga, serta peran dan status sosial

konsumen.

a. Kelompok

1) Kelompok keanggotaan

Tingkah laku seseorang dipengaruhi oleh banyak kelompok kecil.

Kelompok yang mempunyai pengaruh langsung dan seseorang yang

menjadi anggotanya disebut kelompok keanggotaan. Beberapa

merupakan kelompok primer yang mempunyai interaksi reguler tapi

informal seperti keluarga, teman, tetangga, dan rekan sekerja. Beberapa

merupakan kelompok sekunder, yang mempunyai interaksi lebih formal

dan kurang reguler.

2) Kelompok acuan

Kelompok acuan berfungsi sebagai titik perbandingan atau acuan

langsung (tatap muka) atau tidak langsung dalam membentuk sikap atau

tingkah laku seseorang. Orang seringkali dipengaruhi oleh kelompok

acuan yang dia sendiri tidak menjadi anggotanya. Di dalam kelompok

acuan ada pemuka pendapat yaitu orang yang karena ketrampilan,

pengetahuan, kepribadian, atau karakteristik lain yang special memberi

pengaruh pada yang lain. Pemasar mencoba mengidentifikasi produknya

pada pemuka pendapat dan melakukan usaha pemasaran langsung

terhadap mereka.

25

b. Keluarga

Anggota keluarga dapat amat mempengaruhi tingkah laku

pembeli. Keluarga adalah organisasi pembelian konsumen yang paling

penting dalam masyarakat, dan telah diteliti secara mendalam. Pemasar

tertarik dalam peran dan pengaruh suami, istri, dan anak-anak pada

pembelian berbagai produk dan jasa.

c. Peran dan status

Posisi dalam setiap kelompok dapat ditentukan dalam bentuk peran

dan status. Peran terdiri dari aktivitas yang diharapkan dilakukan

seseorang menurut orang-orang yang ada di sekitarnya. Setiap peran

membawa status yang mencerminkan penghargaan yang diberikan oleh

masyarakat. Orang seringkali memilih produk yang menunjukkan

statusnya dalam masyarakat.

2. Faktor-faktor pribadi

Keputusan membeli juga dipengaruhi oleh karakteristik pribadi

seperti umur dan tahap daur hidup, pekerjaan, situasi ekonomi, gaya hidup,

serta kepribadian konsep diri pembeli.

a. Umur dan tahap daur hidup

Orang merubah barang dan jasa yang mereka beli selama masa

hidupnya. Selera akan makanan, pakaian, perabot, dan rekreasi seringkali

berhubungan dengan umur. Membeli juga dibentuk oleh tahap daur hidup

keluarga tahap-tahap yang mungkin dilalui oleh keluarga sesaui dengan

kedewasaannya. Pemasar seringkali menentukan sasaran pasar dalam

26

bentuk tahap daur hidup dan mengembangkan produk yang sesuai serta

rencana pemasaran untuk setiap tahap.

b. Pekerjaan

Pekerjaan seseorang mempengaruhi barang dan jasa yang

dibelinya. Pekerja kasar cenderung membeli lebih banyak pakaian untuk

bekerja, sedangkan pekerja kantor membeli lebih banyak jas dan dasi.

Pemasar berusaha untuk mengenali kelompok pekerjaan yang mempunyai

minat diatas rata-rata akan produk dan jasa mereka. Sebuah perusahaan

bahkan dapat melakukan spesialisasi dalam memasarkan produk menurut

kelompok pekerjaan tertentu.

c. Situasi ekonomi

Situasi ekonomi akan mempengaruhi pilihan produk. Pemasar

produk yang peka terhadap pendapatan mangamati kecenderungan dalam

pendapatan pribadi, tabungan, dan tingkat minat. Bila indikator ekonomi

menunjukkan resesi, pemasar dapat mengambil langkah-langkah untuk

merancang ulang, memposisikan kembali, dan mengubah harga

produknya.

d. Gaya hidup

Orang yang berasal dari subbudaya, kelas sosial, dan pekerjaan

yang sama mungkin mempunyai gaya hidup yang jauh berbeda. Gaya

hidup adalah pola kehidupan seseorang yang diwujudkan dalam

psikografik-nya. Gaya hidup termasuk pengukuran dimensi AIO utama

dari para konsumen, aktivitas (pekerjaan, hobi, berbelanja, olahraga,

kegiatan sosial), minat (makanan, mode, keluarga, rekreasi), dan opini

27

(mengenai diri mereka sendiri, isu sosial, bisnis, produk). Gaya hidup

mencakup sesuatu yang lebih dari sekedar kelas sosial atau kepribadian

seseorang; gaya hidup menampilkan pola beraksi dan berinteraksi

seseorang secara keseluruhan di Indonesia.

e. Kepribadian dan konsep diri

Kepribadian setiap orang yang jelas mempengaruhi tingkah laku

membelinya. Kepribadian mengacu pada karakteristik psikologi unik yang

menyebabkan respons yang relative konsisten dan bertahan lama terhadap

lingkungan diri sendirinya. Kepribadian biasanya diuraikan dalam arti

sifat-sifat seperti rasa percaya diri, dominasi, kemudahn bergaul, otonomi,

mempertahankan diri, kemampuan menyesuaikan diri, dan keagresifan.

Dasar pemikiran konsep diri adalah bahwa apa yang dimiliki seseorang

member kontribusi dan mencerminkan identitas mereka; artinya “kami

adalah apa yang menjadi milik kami”. Jadi, agar dapat memahami tingkah

laku konsumen, pertama-tama pemasar harus memahami hubungan antara

konsep diri konsumen dan miliknya.

3. Faktor-faktor psikologis

Piliha barang yang dibeli seseorang lebih lanjut dipengaruhi oleh

empat faktor psikologis yang penting yaitu motivasi, persepsi,

pengetahuan, serta keyakinan dan sikap .

a. Motivasi

Seseorang mempunyai banyak kebutuhan pada suatu saat. Ada

kebutuhan biologis, yang muncul dari keadaan yang tegang seperti lapar,

haus, atau merasa tidak nyaman. Yang lainnya adalah kebutuhan

28

psikologis, yang muncul dari kebutuhan akan pengakuan, penghargaan,

atau rasa memiliki. Kebanyakan dari kebutuhan ini tidak cukup kuat untuk

memitivasi seseorang supaya bertindak pada suatu saat. Kebutuhan

berubah menjadi motif kalau merangsang sampai tingkat intensitas yang

mencukupi. Motif atau dorongan adalah kebutuhan yang cukup menekan

untuk mengarahkan seseorang mencari kepuasan.

b. Persepsi

Seseorang yang termotivasi siap untuk bertindak. Bagaimana orang

bertindak dipengaruhi oleh persepsinya mengenai situasi. Dua orang

dengan motivasi yang sama dan dalam situasi sama mungkin mengambil

tindakan yang jauh berbeda karena mereka memandang situasi secara

berbeda. Persepsi adalah proses yang dilalui orang dalam memilih,

mengorganisasikan, dan menginterprestasikan informasi guna membentuk

gambaran berarti mengenai dunia. Orang juga dapat membentuk persepsi

berbeda dari rangsangan yang sama karena tiga macam proses penerimaan

indera : perhatian yang selektif, distorsi selektif, dan ingatan selektif.

Perhatian selektif merupakan kecenderungan bagi manusia untuk

menyaring sebagian besar informasi yang mereka hadapi, berarti bahwa

pemasar harus bekerja cukup keras untuk menarik perhatian konsumen.

c. Pengetahuan

Dorongan merupakan rangsangan kuat internal yang menyebabkan

adanya tindakan. Dorongan menjadi motif kalau diarahkan pada obyek

rangsangan. Isyarat adalah rangsangan kecil yang menentukan kapan,

dimana, dan bagaimana seseorang akan memberikan respons. Apabila

29

respon tersebut memberikan pengalaman yang menyenangkan, maka

respons tersebut akan dibenarkan dan diperkuat.

Pentingnya praktik dari teori pengetahuan bagi pemasar adalah

mereka dapat membentuk permintaan akan suatu produk dengan

menghubungkannya dengan dorongan yang kuat, menggunakan petunjuk

yang membangkitkan motivasi, dan memberikan pembenaran positif.

d. Keyakinan dan sikap

Keyakinan adalah pemikiran deskriptif yang dimiliki seseorang

mengenai sesuatu. Pemasar tertarik pada keyakinan bahwa orang

merumuskan mengenai produk dan jasa spesifik, karena keyakinan ini

menyusun citra produk dan merek yang mempengaruhi tingkah laku

membeli. Bila ada sebagian keyakinan yang salah dan menghalangi

pembelian, pemasar pasti ingin meluncurkan usaha untuk mengoreksinya.

Orang mempunyai sikap terhadap agama, politik, pakaian, music,

makanan, dan hampir segala sesuatu yang lain. Sikap menguraikan

evaluasi, perasaan, dan kecenderungan dari seseorang terhadap suatuk

obyek atau ide yang relative konsisten.

C. Citra Toko

1. Definisi Citra toko (Store Image)

Store image atau disebut juga citra toko mungkin sudah tidak asing

lagi di telingga kita karena citra toko itu berkaitan dengan manajemen ritel

atau perdangangan eceran yang sehari-hari terlihat di kanan kiri kita,

contohnya saja toko. Toko pun dalam hal ini memiliki tipe yang berbeda-

beda, diantaranya toko yang berskala besar atau bisa disebut juga

30

supermarket atau hypermarket, contohnya Ramayana, kirana, matahari,

dan lain sebagainya dan toko berskala kecil atau disebut juga pedagang

eceran, yaitu toko di kanan kiri kita.

Menurut Sopiah dan Syihabuddin (2008:174) citra toko memiliki

pengertian pandangan atau persepsi masyarakat terhadap nama atau

produk toko secara efektif baik dari segi nilai, kualitas dan harga.

Penciptaan citra toko sangat penting karena berpengaruh terhadap perilaku

konsumen. Jadi Citra Toko dari suatu tempat berbelanja menjadi penting

bagi konsumen, karena konsumen umumnya lebih memilih pusat

perbelanjaan yang memberikan citra yang baik pada mereka.

Menurut Kotler, citra toko merupakan sikap dan tindakan

seseorang terhadap suatu obyek sangat dikondisikan citra dari obyek

tersebut. Citra toko merupakan persepsi konsumen atau perasaaan

konsumen terhadap suatu toko maka hal yang samapun dapat dipandang

berbeda oleh konsumen. Sedangkan menurut citra toko : A store image

can be defined as the customer’s perception of the store versus competitor

stores. Jadi dapat diartikan citra toko adalah bagaimana persepsi

konsumen terhadap suatu toko dibandingkan dengan toko lainnya.

Masing-masing konsumen mempunyai persepsi yang berbeda antara toko

yang satu dengan yang lainnya tergantung dari citra setiap toko. Bloemer

dan Schroder menyatakan citra toko dibangun dari elemen bauran

pemasaran eceran. Komponen-komponen atribut pembentuk citra toko

yaitu produk, pelayanan, atmosfer toko, dan promosi. (Suryana, 2013:193)

31

Sangatlah penting membangun citra yang sesuai dengan

keseluruhan toko yang dijalanka, bagi seorang peritel, citra toko

merupakan gambaran jiwa, atau kepribadian toko yang oleh pemiliknya

berusaha disampaikan kepada pelanggan. Sementara bagi pelanggan, citra

toko merupakan sikap individu dari toko tersebut. Citra atau image toko

dipengaruhi oleh periklanan yang dilakukan, pelayanan, kesenangan,

layout toko, dan personil toko. Konsumen cenderung berbelanja ditoko-

toko yang sesuai dengan image yang dibangunya, dan peritel dianggap

berhasil menyampaikan citra tokonya jika terdapat kesesuaian antara citra

yang dibagun dengan kesan yang ada pada konsumen sasaranya.

Konsumen yang memiliki perhatian terhadap citra toko, tetapi memiliki

pengalaman yang tidak menyenangkan saat berbelanja disuatu toko dalam

jangka panjang akan bisa menurunkan citra toko. Oleh karena itu para

franchiser harus lebih berhati-hati dalam memilih dan mengawasi para

franchisee-nya. (Sopiah dan Syihabudhin, 2008:104-105)

Peter dan Olson (2000:248-249) memandang citra toko sebagai apa

yang dipikirkan konsumen tentang suatu toko. Termasuk didalamnya

adalah persepsi dan sikap yang didasarkan pada sensasi dari rangsangan

yang berkaitan dengan toko yang diterima melalui kelima indera. Dimensi-

dimensi citra toko yang biasa dipelajari diantaranya barang dagangan,

layanan yang diberikan, jumlah pelanggan, fasilitas fisik, promosi dan

kenyamanan. Suasana toko juga sering menjadi bagian dari citra toko.

Citra toko dapat terbentuk dengan menghadirkan dan

mengkombinasikan beberapa unsur bauran ritel (retail mix). Menurut Lavy

32

and Weitz (2009) bauran ritel terdiri atas merchandising, pricing,

promotions, location, retail service, dan store atmosphere.

Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat dipahami bahwa citra

toko adalah suatu sikap atau pandangan konsumen terhadap sebuah toko.

Sangatlah penting sebagai peritel untuk memperhatikan sebuha citra toko.

Karena citra toko yang baik akan mendatangkan konsumen untuk

berbelanja ditoko tersebut. Komponen citra toko yang harus diperhatikan

oleh manager atau peritel diantaranya adalah barang dagangan, suasana

toko, pelayanan toko, dan lain sebagainya.

2. Mewujudkan Citra Toko (Store Image)

Menurut Sopiah dan Syihabuddin (2008:139), menciptakan store

image yang baik bagi konsumen adalah pekerjaan yang tidak mudah.

Image adalah suatu bayangan atau gambaran yang ada dalam benak

seseorag yang timbul karena emosi atau reaksi terhadap lingkungan di

sekitarnya. Image sebuah toko terhadap konsumen dapat

diciptakan/diwujudkan dengan cara :

a. Menyajikan produk yang lengkap, bermutu dan berkualitas.

b. Menetapkan harga dengan wajar.

c. Tata ruang toko yang nyaman

d. Customer service (pelayanan pramuniaga yang sopan dan

terlatih).

3. Strategi mempertahankan Citra Toko

Beberapa strategi yang bisa dilakukan untuk para peritel guna

mempertahankan citra sebuah toko antara lain:

33

a. Strategi penentuan produk yang sesuai dengan image toko.

Maksudnya, dalam strategi ini toko tersebut harus menjual

barang-barang dalam kategori tertentu saja. Toko harus mampu

membedakan barang tersebut dari barang ditoko lainnya.

b. Strategi penentuan target pasar.

Strategi ini harus sesuai dengan citra toko.. hal ini berkaitan

dengan pasar konsumen yang akan dituju apakah toko tersebut

menjual barang untuk kalangan bawah, menengah, atau atas.

c. Strategi penepatan harga.

Tujuan penetapan harga ini bertujuan meningkatkan persepsi

konsumen terhadap bauran keseluruhan barang yang dijual atau

ditawarkan di toko tersebut.

d. Strategi pelayanan jasa atau service.

Tujuan dari strategi ini adalah upaya memberikan pelayanan

yang sebaik-baiknya kepada konsumen agar terbentuknya

kepuasan pada pelayanan toko tersebut. Dalam strategi ini

terdapat empat unsure yakni kecepatan, ketepatan, keramahan,

dan kenyamanan.

e. Strategi penanganan keluhan pada konsumen

Tujuan dari strategi ini adalah untuk menangani konsumen

yang mengalami keluhan, baik dari pelayana, produk yang

kurang baik atau sudah tidak laku dijual (Sopiah dan

Syihabuddin, 2008:174-76)

34

Strategi ini sangat penting untuk diterapkan oleh para peritel,

hal ini dikarenakan agar dapat mempertahankan keutuhan dari sebuah

citra toko. Dengan harapan para konsumen dapat terus melakukan

upaya belanja ulang di toko tersebut.

4. Komponen Citra Toko

Menurut Sopiah dan Syihabudhin (2008:138) citra toko adalah

kepribadian sebuah toko. Kepribadian atau image toko

menggambarkan apa yang dilihat dan dirasakan oleh konsumen

terhadap toko tertentu. Image sebuah toko dapat diciptakan dengan

pembentukan citra toko melalui :

1. Menyajikan produk yang lengkap dan berkualitas.

Kelengkapan produk harus sesuai dengan harapan

belanja dari pasar sasarannya. Toko harus memutuskan

keluasan dan kedalaman keragaman produk. Dimensi

barang dagangan meliputi pemilihan barang yang

didagangkan, style, kualitas, serta harga barang.

2. Menetapkan harga dengan wajar.

Harga adalah faktor penting dan harus diputuskan

dalam kaitannya dengan pasar sasarannya, keragaman

produk dan layanan, dan pesaingnya. Pengecer juga harus

memperhatikan strategi dalam menetapkan harga.

Menetapkan harga yang rendah dapat menjadi daya tarik

bagi pengunjung yang datang.

35

3. Tata ruang yang nyaman.

Merupakan tata letak toko untuk menentukan lokasi

dimana akan memajang produk, pengaturan penataan

barang dagangan didalam fasilitas toko.

4. Customer service.

Pelayanan pramuniaga yang sopan dan terlatih yang

mengacu pada karakteristik umum karyawan yaitu

kesopanan, kerapian, ramah, berwawasan, terorientasi pada

pelayanan.

Sedangkan Menurut Utami (2010:271) menyatakan komponen-

komponen yang dapat menjadi dasar konsumen dalam berbelanja di toko

yaitu sebagai berikut :

Dimensi Komponen Isi dari komponen

Barang

dagangan

Kualitas

a. Kualitas terbaik dibandingkan dengan toko

yang lain

b. Kualitas terbaik dan sesuai dengan harga

yang diberikan

c. Kualitas terbaik secara keseluruhan

Harga

a. Harga yang lebih rendah dibandingkan

dengan toko yang lain

b. Harga yang beralasan dibandingkan

terhadap produk

c. Harga rendah secara keseluruhan terhadap

harga produk

Keanekaragaman a. Ketersediaan produk baru (produk fesyen)

merek yang bervariasi

b. Berbagai macam desain produk dan warna

36

c. Berbagai macam variasi produk

d. Ketersediaan berbagai macam merek dan

produk untuk dipilih

Promosi Promosi

a. Frekuensi penjualan

b. Lingkup penjualan produk

c. Penyediaan informasi produk baru

d. Undangan atas perayaan kultural dan

penjualan khusus

e. Frekuensi acara pemberian hadiah

f. Penempatan katalog dengan tepat

g. Berbagai macam hadiah

h. Keuntungan dari promosi kartu kredit (masa

kredit yang panjang dan pendapatan poin)

Iklan

a. Penyediaan informasi iklan

b. Iklan rencana belanja yang berguna

c. Iklan dengan daya tarik

d. Iklan yang terpercaya

Kenyamanan Kenyamanan

Berbelanja

a. Keleluasan bergerak didalam toko

b. Kemudahan menemukan barang-barang

yang diinginkan

c. Memungkinkan untuk melakukan

pembelanjaan secara menyeluruh

d. Kenyamanan belanja secara menyeluruh

Letak yang Strategis a. Kemudahan jalan masuk dan keluar ke

tempat parker

b. Terdapat jalur penghubung dengan

transportasi publik (bus dan subway)

c. Kedekatan jarak dengan rumah dan kantor

d. Akses bus yang terjadwal

e. Penyediaan lahan parker gratis

37

Fasilitas Toko

a. Kemudahan menggunakan fasilitas toko

b. Berbagai macam tempat istirahat (kamar

mandi, tempat duduk)

c. Fasilitas yang bersih

d. Fasilitas yang modern

Pelayanan Toko

Pelayanan Penjual

a. Tenaga penjualan yang ramah

b. Adanya bantuan dari tenaga penjualan atas

informasi yang terkait dengan produk

c. Penyediaan informasi terbaru dan tenaga

penjualan

d. Pemberian ungkapan persetujuan dan solusi

atas keluhan pada tenaga penjualan

e. Pelayanan konsumen yang menakjubkan

Layanan Kredit

a. Penerimaan atas berbagai macam kartu

kredit

b. Kemudahan pegembalian dan penukaran

barang-barang yang tidak dapat digunakan

atau dikembalikan.

Atmosfer Toko a. Atmosfer toko yang menyenangkan

b. Atmosfer toko yang santai

c. Dekorasi dan presentasi produk yang bagus

d. Atmosfer pencahayaan, warna dan fasilitas

yang mewah

Merek Terkenal Berkelas a. Nama merek yang terkenal

b. Citra kelas tinggi (high-class)

Dari penjelasan tabel diatas dapat dipahami bahwa untuk membangun

sebuah citra toko yang baik, maka hal-hal yang harus diperhatikan

diantaranya adalah (1) barang dangan yang mengcakup kualitas, harga dan

38

keanekaragaman barang (2) Promosi yang mengcakup iklan (3) kenyamanan

yang mengcakup kenyamanan dalam berbelanja dan letak yang strategis (4)

fasilitas toko (5) pelayanan toko yang mencakup pelayanan penjual dan

layanan kredit (6) atmosfer toko dan yang terakhir adalah (7) merek terkenal.

Jika semua itu terpenuhi maka sebuah toko bisa dianggap sebagai toko yang

memiliki citra yang baik, sehingga memiliki peluang untuk menjadi pusat

tujaun perbelanjaan konsumen.

D. Peran Citra Toko dengan Keputusan Membeli

Memelihara citra toko merupakan salah satu alat yang sangat penting

bagi peritel untuk menarik dan memenuhi kepuasan konsumen. Menurut

Utami (2010 : 271) terdapat enak komponen citra toko yang membuat toko

menarik sehingga dapat mempengaruhi minat beli konsumen menjadi

keputusan pembelian konsumen pada saat melakukan kegiatan berbelanja,

yaitu : barang dagangan, promosi, kenyamanan, fasilitas toko, pelayanan

toko, atmosfer toko, merek terkenal.

Konsumen yang memasuki toko memiliki kesan tersendiri terhadap

toko tersebut, seperti kesan terhadap harga produk, pelayanan, yang diberikan

oleh karyawan atau kesan terhadap barang yang ada. Setiap toko berusaha

untuk menciptakan citra toko yang baik dimata konsumen, karena citra yang

dimiliki konsumen terhadap toko pada akhirnya akan menimbulkan penilaian

konsumen akan keberadaan toko tersebut. Menurut Loundon dan Bitta

(dalam Yanto, 2013) konsumen mempunyai criteria evaluasi toko tertentu

dalam pikiran konsumen dan membandingkan persepsi mereka pada

39

karakteristik toko dan sebagai hasil dari proses ini, toko dikategorikan dapat

diterima dan tidak dapat diterima.

Menurut Hansen dan Deutscher (dalam Yanto, 2013) terdapat

Sembilan dimensi dari citra toko (Store imagr), yaitu dimensi barang,

dagangan, dimensi pelayanan, dimensi para langganan, dimensi fasilitas fisik,

convenience, promosi, atmosfer toko, institusional, dan posttransaksi. Store

Image dianggap sebagai salah satu aset yang berharga bagi sebuah usaha.

Menurut Simora (dalam Yanto, 2013) menyatakan bahwa seperti produk,

sebuah toko juga mempunyai kepribadian. Bahkan beberapa toko mempunyai

citra yang sangat jelas dalam benak konsumen. Dengan kata lain store image

adalah kepribadian sebuah toko. Kepribadian atau store image

menggambarkan apa yang dilihat dan dirasakan oleh konsumen terhadap toko

tertentu. Store image dengan sendirinya akan mampu mendiferensiasikan

sebuah toko sehingga positioning toko bersangkutan menjadi jelas,

positioning ini merupakan sebuah daya tarik kepada konsumen sehingga

dapat mempengaruhi minat konsumen dan menjadi keputusan pembelian

konsumen pada saat melakukan kegiatan berbelanja ke toko yang

bersangkutan.

Berdasarkan teori yang ada, maka dapat disimpulkan bahwa citra toko

memiliki hubungan dengan keputusan pembelian, hal ini didukung oleh teori

Kotler (dalam Yanto, 2013), bahwa citra toko yang baik dimata konsumen

menciptakan nama toko yang baik pula. Secara teoritis keputusan pembelian

yang dilakukan oleh konsumen terhadap barang yang ditawarkan sangat

dipengaruhi oleh harga, produk, pelayanan, lokasi perusahaan atau toko,

40

promosi, dan fasilitas fisik. Untuk itu perusahaan harus tanggap terhadap apa

yang harus dilakukan terkait dengan kelangsungan hidup usahanya, karena

konsumen akan semakin selektif dalam melakukan pembelian untuk

memenuhi kebutuhanya.

E. Hipotesis Penelitian

Hipotesis biasanya menunjuk pada hubungan maupun peran antara dua

atau lebih variabel (Arikunto, 2005:43). Pada penelitian ini, peneliti

menggunakan dua variabel yaitu citra toko dan keputusan membeli. Sehingga

deperlukan hipotesis. Berdasarkan uraian diatas, peneliti mengajukan

hipotesis, yaitu :

1. Ha : Ada hubungan antara citra toko Giant dengan keputusan

membeli.

2. H0 : Tidak ada hubungan antara citra toko Giant dengan

keputusan membeli.