BAB II LANDASAN TEORI...7 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Disiplin Kerja 2.1.1. Pengertian Disiplin Kerja...

17
7 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Disiplin Kerja 2.1.1. Pengertian Disiplin Kerja Secara umum disiplin merupakan sifat mental yang tercermin dalam perbuatan tingkah laku perorangan, kelompok atau masyarakat berupa kepatuhan atau ketaatan terhadap peraturan, etika dan norma yang berlaku. Menurut Handoko dalam (Hamali, 2018) Disiplin adalah kegiatan manajemen untuk menjalankan stanadar standar organisasional. Menurut Rivai dalam (Widayaningtyas, 2016) mengatakan bahwa : Disiplin kerja adalah suaatu alat yang digunakan para manajer untuk berkomunikasi dengan karyawan agar mereka bersedia untuk mengubah suatu perilaku serta sebagai suatu upaya untuk meningkatkan kesadaran dan kesediaan seseorang menaati semua peraturan perusahaan dan norma-norma sosial yang berlaku. Menurut Sastrohadiwiryo Siswanto dalam (Supomo & Nurhayati, 2018) disiplin kerja dapat didefinisikan sebagai suatu sikap menghargai, menghormati, patuh, dan taat terhadap peraturan peraturan yang berlaku baik secara tertulis maupun yang tidak tertulis. Sedangkan Menurut Sutrisno dalam (Supomo & Nurhayati, 2018) Disiplin kerja adalah perilaku seseorang yang sesuai dengan peraturan, prosedur kerja yang ada. Berdasarkan pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa dengan adanya disiplin kerja yang tinggi maka tujuan yang telah ditetapkan oleh perusahaan akan

Transcript of BAB II LANDASAN TEORI...7 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Disiplin Kerja 2.1.1. Pengertian Disiplin Kerja...

7

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. Disiplin Kerja

2.1.1. Pengertian Disiplin Kerja

Secara umum disiplin merupakan sifat mental yang tercermin dalam perbuatan

tingkah laku perorangan, kelompok atau masyarakat berupa kepatuhan atau ketaatan

terhadap peraturan, etika dan norma yang berlaku.

Menurut Handoko dalam (Hamali, 2018) Disiplin adalah kegiatan manajemen

untuk menjalankan stanadar – standar organisasional.

Menurut Rivai dalam (Widayaningtyas, 2016) mengatakan bahwa :

Disiplin kerja adalah suaatu alat yang digunakan para manajer untuk

berkomunikasi dengan karyawan agar mereka bersedia untuk mengubah suatu

perilaku serta sebagai suatu upaya untuk meningkatkan kesadaran dan

kesediaan seseorang menaati semua peraturan perusahaan dan norma-norma

sosial yang berlaku.

Menurut Sastrohadiwiryo Siswanto dalam (Supomo & Nurhayati, 2018)

disiplin kerja dapat didefinisikan sebagai suatu sikap menghargai, menghormati,

patuh, dan taat terhadap peraturan – peraturan yang berlaku baik secara tertulis

maupun yang tidak tertulis.

Sedangkan Menurut Sutrisno dalam (Supomo & Nurhayati, 2018) Disiplin

kerja adalah perilaku seseorang yang sesuai dengan peraturan, prosedur kerja yang

ada.

Berdasarkan pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa dengan adanya

disiplin kerja yang tinggi maka tujuan yang telah ditetapkan oleh perusahaan akan

8

berjalan dengan baik. Jadi, dapat dikatakan bahwa kedisiplinan merupakan kunci

keberhasilan dalam perusahaan tersebut.

2.1.2. Indikator – Indikator Kedisiplinan

Menurut Hasibuan dalam (Irawan, 2018) banyak indikator – indikator yang

memengaruhi tingkat kedisiplinan karyawan suatu organisasi. Adapun indikator

kedisiplinan sebagai berikut :

1. Tujuan dan Kemampuan

Tujuan dan kemampuan seseorang ikut mempengaruhi tingkat kedisiplinan

karyawan. Tujuan yang akan dicapai harus jelas dan ditetapkan secara ideal serta

cukup menantang bagi kemampuan karyawan. Hal ini berarti bahwa tujuan

(pekerjaan) yang dibebankan kepada seseorang harus sesuai dengan kemampuan

karyawan yang bersangkutan, agar dia bekerja sungguh – sungguh dan disiplin dalam

mengerjakannya.

2. Teladan Pimpinan

Teladan pimpinan sangat berperan dalam menentukan kedisiplinan karyawan karena

pimpinan dijadikan teladan dan panutan oleh para bawahannya. Pimpinan harus

memberi contoh yang baik, berdisiplin baik, jujur, adil, serta kata dengan perbuatan.

3. Balas Jasa

Balas jasa (gaji dan kesejahteraan) ikut mempengaruhi kedisiplinan karyawan, karena

balas jasa akan memberikan kepuasan dan kecintaan karyawan terhadap

perusahaannya/pekerjaannya. Jika kecintaan karyawan semakin baik terhadap

pekerjaan, kedisiplinan mereka akan semakin baik pula.

9

4. Keadilan

Keadilan ikut mendorong terwujudnya kedisiplinan karyawan. Karena ego dan sifat

manusia yang selalu merasa dirinya penting dan selalu ingin diperlakukan sama

dengan manusia lainnya.

5. Waskat

Waskat (pengawasan melekat) adalah tindakan nyata dan paling efektif dalam

mewujudkan kedisiplinan karyawan. Dengan sanksi hukuman yang semakin berat,

karyawan akan semakin takut melanggar peraturan-peraturan perusahaan, sikap dan

perilaku indisipliner karyawan akan berkurang.

6. Sanksi Hukuman

Sanksi hukuman berperan penting dalam memelihara kedisiplinan karyawan. Dengan

sanksi hukuman yang semakin berat, karyawan akan semakin takut untuk melanggar

peraturan – peraturan perusahaan, sikap dan perilaku indisipliner karyawan akan

berkurang.

7. Ketegasan

Ketegasan pemimpin dalam melakukan tindakan akan mempengaruhi kedisiplinan

karyawan. Pimpinan harus berani dan tegas, bertindak untuk menghukum setiap

karyawan yang indisipliner sesuai dengan sanksi hukuman yang telah ditetapkan.

8. Hubungan Kemanusiaan

Hubungan kemanusiaan yang harmonis diantaranya sesama karyawan ikut

menciptakan kedisiplinan yang baik pada suatu perusahaan.

10

2.1.3. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Disiplin Kerja

Menurut Sutrisno dalam (Hamali, 2018) faktor – faktor yang memengaruhi

disiplin kerja karyawan adalah :

1. Besar Kecilnya Pemberian Kompensasi

Besar kecilnya kompensasi dapat memengaruhi tegaknya disiplin. Para karyawan

akan mematuhi segala peraturan yang berlaku, jika karyawan merasa mendapat

jaminan balas jasa yang setimpal dengan jerih payahnya yang telah dikontribusikan

bagi perusahaan. Karyawan yang menerima kompensasi memadai akan dapat bekerja

tenang dan tekun, serta selalu berusaha bekerja dengan sebaik–baiknya. Karyawan

yang merasa kompensasi yang diterimanya jauh dari memadai, maka akan berfikir

mendua dan berusaha untuk mencari tambahan penghasilan lain di luar, sehingga

menyebabkan karywan tersebut sering mangkir dan sering minta izin keluar.

2. Ada tidaknya Keteladanan Pimpinan dalam Perusahaan

Keteladanan pimpinan sangat penting sekali, karena dalam lingkungan perusahaan,

semua karyawan akan selalu memerhatikan bagaimana pimpinan dapat menegakkan

disiplin dirinya dan bagaimana pimpinan dapat mengendalikan dirinya dari ucappan,

perbuatan, dan sikap yang dapat merugikan aturan disiplin yang ditetapkan.

3. Ada tidaknya Aturan pasti yang dapat dijadikan Pegangan

Pembinaan disiplin tidak akan dapat terlaksana dalam perusahaan, jika tidak ada

aturan tertulis yang pasti untuk dapat dijadikan pegangan bersama. Disiplin tidak

mungkin ditegakkan jika peraturan yang dibuat hanya berdasarkan instruksi lisan

yang dapat berubah – ubah sesuai dengan kondisi dan situasi.

11

4. Keberanian Pimpinan dalam mengambil Tindakan

Keberanian pimpinan untuk mengambil tindakan sangat diperlukan ketika ada

seorang karyawan yang mendengar disiplin, yang sesuai dengan tingkat pelanggaran

yang dibuatnya. Tindakan tegas yang diambil oleh seorang pimpinan akan membuat

karyawan merasa terlindungi dan membuat karyawan berjanji tidak akan mengulangi

kesalahan yang telah dilakukan.

5. Ada tidaknya pengawasan Pimpinan

Orang yang paling tepat melaksanakan pengawasan terhadap disiplin ini tentulah

atasan langsung para karyawan yang bersangkutan. Hal ini disebabkan para atasan

langsung itulah yang paling tahu dan paling dekat dengan para karyawan yang ada di

baawahnya. Pengawasan yang dilaksanakan atasan langsung ini sering disebut

WASKAT. Seorang pemimpin bertanggung jawab melaksanakan pengawasan

melekat ini pada tingkat manapun, sehingga tugas-tugas yang dibebankan kepada

bawahan tidak menyimpang dari apa yang telah ditetapkan.

6. Ada tidaknya perhatian kepada para karyawan

Pimpinan yang berhasil memberi perhatian yang besar kepada para karyawan akan

dapat menciptakan disiplin kerja yang baik. Seorang pemimpin tidak hanya dekat

dalam arti jarak fisik, tetapi juga mempunyai jarak dekat dalam artian batin. Pimpinan

yang mau memberikan perhatian kepada karyawan akan selalu dihormati dan dihargai

oleh para karyawan sehingga akan berpengaruh besar kepada prestasi, semangat

kerja, dan moral kerja karyawan.

7. Diciptakan kebiasaan-kebiasaan yang mendukung tegaknya disiplin, antara lain :

12

Saling menghormati bila bertemu di lingkungan kerja

Melontarkan pujian sesuai dengan tempat dan waktunya, sehingga para karyawan

akan turut merasa bangga dengan pujian tersebut

Sering mengikutsertakan karyawan didalam pertemuan-pertemuan, apalagi

pertemuan yang berkaitan dengan nasib dan pekerjaan karyawan.

Memberi tahu bila ingin meninggalkan tempat kepada rekan sekerja, dengan

menginformasikan kemana dan untuk urusan apa, walaupun kepada bawahan

sekalipun.

2.1.4. Fungsi Disiplin Kerja

Menurut Tu’u dalam (Hartatik, 2014) mengemukakan beberapa fungsi disiplin,

yaitu :

1. Menata kehidupan bersama

Disiplin berfungsi mengatur kehidupan bersama dalam suatu kelompok tertentu atau

masyarakat. Dengan begitu hubungan yang terjalin antara individu satu dengan

lainnya menjadi lebih baik dan lancar.

2. Membangun kepribadian

Disiplin juga dapat membangun kepribadian seorang pegawai. Lingkungan yang

memiliki disiplin tinggi sangat berpengaruh terhadap kepribadian seseorang.

Lingkungan organisasi yang memiliki keadaan yang tenang, tertib, dan tenteram

sangat berperan dalam membangun kepribadian yang baik.

3. Melatih Kepribadian

13

Disiplin merupakan sarana untuk melatih kepribadian pegawai agar senantiasa

menunjukkan kinerja yang baik. Sikap, perilaku, dan pola kehidupan yang baik dan

berdisiplin terbentuk melalui satu proses yang panjang. Salah satu proses untuk

membentuk kepribadian tersebut dilakukan melalui latihan.

4. Hukuman

Disiplin yang disertai ancaman sanksi atau ukuran sangat penting, karena dapat

memberikan dorongan kekuatan untuk menaati dan mematuhinya. Tanpa ancaman

hukuman, dorongan ketaatan dan kepatuhan akan menjadi lemah, serta motivasi

untuk mengikuti aturan yang berlaku menjadi berkurang.

5. Menciptakan lingkungan kondusif

Fungsi disiplin kerja dalam membentuk sikap, perilaku, dan tata kehidupan

berdisiplin di dalam lingkungan ditempat seseorang itu berbeda, termasuk lingkungan

kerja, sehingga tercipta suasana tertib dan teratur dalam pelaksanaan pekerjaan.

2.1.5. Tujuan Disiplin Kerja

Menurut Sastrohadiwiryo dalam (Supomo & Nurhayati, 2018) tujuan dari disiplin

kerja, yaitu :

1. Agar para tenaga kerja menepati segala peraturan dan kebijakan ketenagakerjaan

maupun peraturan dan kebijakan instansi yang berlaku baik tertulis maupun tidak

tertulis, serta melaksanakan perintah manajemen.

2. Dapat menggunakan dan memelihara sarana dan prasarana, barang dan jasa instansi

dengan sebaik-baiknya.

14

3. Dapat bertindak dan berperilaku sesuai norma-norma yang berlaku.

4. Tenaga kerja mampu menghasilkan kinerja kerja pegawai yang tinggi sesuai dengan

harapan instansi, baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang.

2.1.6. Jenis – Jenis Disiplin Kerja

Menurut Hartatik dalam (Pramularso, 2017) mengemukakan bahwa disiplin kerja

ada 5 jenis yaitu :

1. Disiplin Diri

Sikap disiplin dikembangkan atau dikontrol oleh diri sendiri. Hal ini merupakan

manifestasi atau aktualisasi dari tanggung jawab pribadi yang berarti mengakui dan

menerima nilai-nilai yang ada di luar dirinya.

2. Disiplin Kelompok

Disiplin Kelompok adalah patut, taat, dan tunduknya kelompok terhadap peraturan,

perintah, dan ketentuan yang berlaku, serta mampu mengendalikan diri dari dorongan

kepentingan dalam upaya pencapaian cita-cita dan tujuan tertentu, serta memelihara

stabilitas organisasi dan menjalankan standar-standar organisasional.

3. Disiplin Preventif

Disiplin preventif adalah disiplin yang ditunjukkan untuk mendorong pegawai agar

berdisiplin dengan menaati dan mengikuti berbagai standar serta peraturan yang telah

ditetapkan.

4. Disiplin Korektif

15

Disiplin korektif merupakan suatu upaya untuk memperbaiki dan menindak pegawai

yang melakukan pelanggaran terhaap aturan yang berlaku.

5. Disiplin progresif

Disiplin progresif merupakan pemberian hukuman yang lebih berat terhadap

pelanggaran yang berulang

2.2. Kinerja

2.2.1. Pengertian Kinerja

Kinerja merupakan hasil kerja yang dicapai pegawai dalam mengemban tugas dan

pekerjaan yang berasal dari perusahaan. Istilah kinerja adalah performance yang artinya

adalah performa.

Menurut Rahadi dalam (Widiyanti & Fitriani, 2017) mengatakan bahwa :

Kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau kelompok orang

dalam suatu suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab

masing-masing dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan

secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun etika.

Menurut Mangkunegara dalam (M.T & Daryanto, 2017) kinerja adalah hasil kerja

baik secara kualitas maupun kuantitas yang dicapai oleh seseorang dalam melaksanakan

tugas sesuai tanggung jawab yang diberikan.

Menurut Desssler dalam (M.T & Daryanto, 2017) Kinerja merupakan prestasi

kerja, yaitu perbandingan antara hasil kerja dengan standar yang ditetapkan.

Berdasarkan beberapa pengertian kinerja diatas dapat disimpulkan bahwa kinerja

adalah hasil kerja yang diperoleh seseorang dalam suatu organisasi untuk mencapai tujuan

organisasi tersebut.

16

2.2.2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja

Kinerja tidak berdiri dengan sendirinya, ada beberapa faktor-fakor yang

memengaruhi kinerja. Menurut Amstrong dalam (Sopiah & Sangadji, 2018) faktor kinerja

adalah :

1. Personal Factors (faktor individu). Faktor individu berkaitan dengan keahlian,

motivasi, komitmen, dan lain-lain.

2. Leadership Factors (faktor kepemimpinan). Faktor kepemimpinan berkaitan dengan

kualitas dukungan dan pengarahan yang diberikan oleh pimpinan, manajer, atau ketua

kelompok kerja.

3. Team Factors (faktor kelompok/rekan kerja). Faktor kelompok/rekan kerja berkaitan

dengan kuaitas dukungan yang diberikan oleh rekan kerja.

4. System Factors (faktor sistem). Faktor sistem berkaitan dengan sistem metode kerja

yang ada dan fasilitas yang disediakan oleh organisasi.

5. Contextuallsituational Factors (faktor situasi). Faktor situasi berkaitan dengan

tekanan dan perubahan lingkungn, baik lingungn nternal aupun eksternal.

2.2.3. Indikator Kinerja Karyawan

Menurut Robbins dalam (M. T & Daryanto, 2017:107) mengatakan bahwa

indikator kinerja karyawan sebagai berikut :

1. Kualitas, kualitas kerja diukur dari persepsi karyawan terhadap kualitas pekerjaan

yang dihasilkan serta kesempurnaan tugas terhadap keterampilan dan kemampuan

karyawan.

17

2. Kuantitas, merupakan jumlah yang dihasilkan dinyatakan dalam istilah seperti

jumlah unit, jumlah siklus aktivitas yang diselesaikan.

3. Ketepatan waktu, Merupakan tingkat aktivitas diselesaikan pada awal waktu yang

dinyatakan, dilihat dari sudut koordinasi dengan hasil output serta memaksimalkan

waktu yang tersedia untuk aktivitas lain.

4. Efektvitas. Merupakan tingkat penggunaan sumber daya organisasi (tenaga, uang,

teknologi, bahan baku) dimaksimalkan dengan maksud menaikkan hasil dari dalam

menggunakan sumber daya.

5. Kemandirian. Merupakan tingkat seorang karyawan yang nantinya akan dapat

menjalankan fungsi kerjanya komitmen kerja. Merupakan suatu tigkat dimana

karyawan mempunyai komitmen kerja dengan instansi dari tanggung jawab

karyawan terhadap perusahaan dimana dia bekerja.

2.3. Konsep Dasar Operasional dan Perhitungan

2.3.1. Kisi-Kisi Operasional Variabel

Kisi-kisi operasional variabel ini penulis menggunakan dan menyusun daftar

pernyataan kuisioner. Digambarkan dalam tabel dimensi dan indikator sebagai berikut:

Tabel II.1

Kisi-Kisi Operasional Variabel Disiplin Kerja (X)

Variabel Dimensi Indikator Butir

Disiplin

Kerja

(X)

Tujuan dan Kemampuan Beban kerja sesuai dengan

kemampuan karyawan

1,2

Teladan Pimpinan Pemimpin sebagai suri tauladan dan

panutan

3

18

Balas Jasa Memberikan upah sesuai

kemampuan

4

Keadilan Berperilaku adil terhadap seluruh

karyawan

5

Waskat (Pengawasan) Pimpinan aktif mengawasi

karyawan secara langsung

6

Sanksi Hukuman Pelaksanaan hukuman ketika

melakukan kesalahan

7

Ketegasan Penindakan yang konsisten dalam

melaksanakan peraturan

8,9

Hubungan Kemanusiaan Pemimpin menciptakan

keharmonisan dengan karyawan

10

Sumber: (Supomo & Nurhayati, 2018)

Tabel II.2

Kisi-Kisi Operasional Variabel Kinerja Karyawan (Y)

Variabel Dimensi Indikator Butir

Kinerja

Karyawan

(Y)

Kualitas Ketelitian, kerapian, kelengkapan

dalam menangani tugas-tugas di

perusahaan

1,2

Kuantitas Banyaknya pekerjaan yang

dihasilkan oleh karyawan

3,4

Ketepatan Waktu Tepat waktu dalam melaksanakan

pekerjaan

5,6

Efektivitas Menggunakan sumber daya yang

disediakan secara optimal oleh

karyawan

7,8

Kemandirian Bertanggung jawab dalam hal

apapun yang dilakukan oleh

karyawan

9,10

Sumber: Robbins dalam (M. T & Daryanto, 2017:107)

2.3.2. Uji Instrumen Penelitian

1. Uji Validitas

19

Menurut Priyanto dalam (Pramularso, 2017) Uji validitas item digunakan untuk

mengetahui seberapa cermat suatu item dalam mengukur objeknya. Item dikatakan

valid jika ada korelasi dengan skor total. Pengujian validitas item dalam spss bisa

menggunakan dua metode analisis yaitu Korelasi Pearson atau Corrected item Total

Correlation. Teknik uji validitas item dengan korelasi pearson dilakukan dengan cara

mengkorelasikan skor item dengan skor total item, kemudian pengujian signifikasi

dilakukan dengan kriteria r tabel pada tingkat signifikasikan 0.05 dengan uji 2 sisi.

Jika nilai positif r hitung >r tabel, maka item dapat dinyatakan valid (demikian pula

sebaliknya). Dalam penelitian ini validitas menggunakan teknik Korelasi Pearson

Product Moment dengan melihat r hitung SPSS dan r tabel nilai product moment.

2. Reliabilitas

Uji reliabilitas menurut Priyanto dalam (Widiyanti & Fitriani, 2017) yaitu “uji

reliabilitas digunakan untuk mengetahui keajegan atau konsistensi alat ukur yang

biasanya menggunakan kuesioner”. Metode yang sering digunakan dalam penelitian

untuk mengukur skala rentangan adalah Cronbach Alpha. Uji reliabilitas merupakan

kelanjutan dari uji validitas dimana item yang masuk pengujian adalah item yang

valid saja. Reabilitas suatu variabel yang dikatakan reliabel jika suatu koefisien alpha

> 0,60. Sebab kuesioner dinyatakan reliabel jika mempunyai nilai alpha lebih besar

dari 0,60.

2.3.3. Konsep Dasar Perhitungan

1. Populasi

20

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai

kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan

kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2016)

2. Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi

tersebut. Bila populasi besar, dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang

ada pada populasi, misalnya karena keterbatasan dana, tenaga, dan waktu, maka

peneliti dapat menggunakan sampel yang diambil dari populasi itu (Sugiyono, 2016).

Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode random sampling, yang dimaksud

dengan teknik sampel dari anggota populasi yang dilakukan secara acak tanpa

memperhatikan setara yang ada dalam populasi itu. Sampel merupakan bagian dari

populasi. Dalam menentukan jumlah sampel, peneliti menggunakan rumus Slovin

sebagai berikut :

n = 𝑁

1+(𝑁𝑥𝑒2)

n = ukuran sampel/jumlah responden

N = ukuran populasi

e = batas kesalahan yang ditolerir sebesar 5%

3. Teknik Sampling

Probability Sampling adalah teknik pengambilan sampel yang memberikan peluang

yang sama bagi setiap unsur (anggota) populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel

(Sugiyono, 2016)

4. Skala Likert

21

Menurut (Sugiyono, 2016) Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat,

dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial. Dalam

penelitian, fenomena sosial ini telah ditetapkan secara spesifik oleh peneliti, yang

selanjutnya disebut sebagai variabel penelitian.

Tabel II.3

Skor berdasarkan Skala Likert

Jawaban Skor

Sangat Setuju 5

Setuju 4

Ragu-ragu 3

Tidak Setuju 2

Sangat Tidak Setuju 1

Sumber : (Sugiyono, 2016)

5. Koefisien Korelsasi

Menurut Sugiyono dalam (Widiyanti & Fitriani, 2017) uji koefisiensi korelasi adalah

teknik yang digunakan untuk mencari hubungan dan membuktikan hipotesis

hubungan dua variabel berbentuk interval dan dari sumber data yang sama. Berikut

rumus yang digunakan untuk mencari koefisiensi korelasi (r) :

n ∑ 𝑥𝑦 − ∑ 𝑥 ∑ 𝑦

√{𝑛 ∑ 𝑥2 − (∑ 𝑥)2}{𝑛 ∑ 𝑦2 − (∑ 𝑦)2}

Keterangan :

rxy = Koefisien Korelasi

22

n = Jumlah Responden

∑ 𝑥 = Total Jumlah Variabel X

∑ 𝑦 = Total Jumlah Variabel Y

∑ 𝑥2 = Kuadrat dari total jumlah variabel X

∑ 𝑦2 = Kuadrat dari total jumlah variabel Y

∑ 𝑥𝑦 = Hasil perkalian dari total jumlah variabel X dan Y

Adapun interpretasi dari hasil uji korelasi adalah seperti di dalam tabel II.4 sebagai

berikut :

Tabel II.4

Tabel Interpretasi

Interval Koefisien Tingkat Hubungan

0,00 – 0,19 Sangat Rendah

0,20 – 0,399 Rendah

0,40 – 0,599 Sedang

0,60 – 0,799 Kuat

0,80 – 1,000 Sangat Kuat

Sumber : Sugiyono dalam Widiyanti & Fitriani (2017)

6. Koefisien Determinasi

Menurut Sugiyono dalam (Supomo & Nurhayati, 2018) untuk mencari pengaruh

varian variabel dapat digunakan teknis statistik dengan menghitung besarnya

koefisien determinasi. Koefisien Determinasi dihitung dengan mengkuadratkan

koefisien korelasi yang telah ditemukan dengan rumus sebagai berikut :

KD = r² x 100%

23

Dimana :

KD = Besarnya koefisien penentu (determinasi)

r = Koefisien korelasi

7. Persamaan Regresi

Menurut Sugiyono dalam (Yuliantari & Ulfa, 2016) rumus koefisien regresi dapat

digunakan untuk melakukan prediksi seberapa tinggi nilai variabel dependen (Kinerja

Karyawan) bila nilai variabel independen (Disiplin Kerja) dimanipulasi (diubah-

ubah) untuk teknik persamaan regresi yang penulis gunakan adalah rumus persamaan

regresi product moment dapat dirumuskan sebagai berikut :

Y = a + bX

Dimana :

Y = Nilai yang diprediksikan

a = Konstanta atau bila harga X=0

b = Koefisien regresi, yaitu peningkatan atau penurunan variabel

yang didasarkan pada variabel X

X = Nilai variabel independen