BAB II LANDASAN TEORI · 7 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Disiplin 2.1.1. Pengertian Disiplin Disiplin...
Transcript of BAB II LANDASAN TEORI · 7 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Disiplin 2.1.1. Pengertian Disiplin Disiplin...
7
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Disiplin
2.1.1. Pengertian Disiplin
Disiplin sangat penting untuk pertumbuhan organisasi, terutama untuk
meningkatkan kinerja karyawan agar tercapainya hasil memuaskan yang ingin diraih
setiap organisasi. Sikap disiplin juga sangat berpengaruh dalam melaksanakan
pekerjaan baik secara perorangan maupun secara kelompok. Disiplin yang baik
mencerminkan besarnya rasa tanggung jawab seseorang terhadap tugas-tugas yang
diberikan kepadanya. Hal ini mendorong gairah kerja, semangat kerja, dan
terwujudnya tujuan organisasi atau perusahaan, karyawan, dan masyarakat.
Kedisiplinan merupakan fungsi operatif MSDM yang terpenting karena semakin baik
disiplin karyawan, semakin tinggi prestasi kerja yang dapat dicapai. Tanpa disiplin
karyawan yang baik, sulit bagi organisasi perusahaan mencapai hasil yang optimal.
Menurut (Hasibuan, 2018), kedisiplinan adalah kesadaran dan kesediaan
seseorang menaati semua peraturan perusahaan dan norma-norma yang berlaku.
Disiplin juga mengandung pengertian sebagai sikap hormat terhadap
peraturan dan ketetapan organisasi atau perusahaan, yang ada didalam diri karyawan,
yang menyebabkan karyawan dapat menyesuaikan diri dengan sukarela pada
peraturan dan ketetapan perusahaan.
Menurut (Hamali, 2018), disiplin adalah suatu kekuatan yang berkembang
didalam tubuh karyawan dan menyebabkan karyawan dapat menyesuaikan diri
8
dengan sukarela pada keputusan peraturan, dan nilai-nilai tinggi dari pekerjaan dan
perilaku. Disiplin dalam arti sempit biasanya dihubungkan dengan hukuman.
Disiplin kerja adalah sikap kesediaan dan kerelaan seseorang untuk mematuhi
dan mentaati norma-norma peraturan yang berlaku disekitarnya, menurut Mulyadi
dalam (Pramularso, 2017).
Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial yang tidak selalu benar
melainkan juga bisa melakukan kesalahan, baik itu kesalahan yang besar maupun
kesalahan yang kecil. Untuk itu perlu adanya tindakan disiplin dari setiap individu
maupun kelompok agar kesalahan tersebut dapat dikurangi dan tidak melakukan
kesalahan lagi. Seorang karyawan yang memiliki tingkat disiplin yang baik maka
tidak perlu merasa takut untuk diawasi oleh atasan berbeda dengan karyawan yang
memiliki tingkat disiplin rendah yang akan merasa terganggu jika pekerjaannya
diawasi.
2.1.2. Tujuan dan Manfaat Disiplin Kerja
Dibuatnya peraturan-peraturan disetiap organisasi pasti memiliki maksud dan
tujuan tertentu agar para karyawan mentaati peraturan yang sudah ditetapkan.
Karyawan yang memiliki tingkat disiplin kerja yang tinggi, pastinya mengerti adanya
tujuan dan manfaat disetiap peraturan yang berlaku agar efektifitas di dalam
organisasi berjalan dengan baik.
Menurut Simamora dalam (Sinambela, 2018), tujuan utama tindakan
pendisiplinan adalah memastikan bahwa perilaku-perilaku pegawai konsisten dengan
aturan-aturan yang ditetapkan oleh organisasi.
Dalam hal ini, pimpinan harus menyadari bahwa tindakan pendisiplinan dapat
merupakan kekuatan positif bagi organisasi apabila diterapkan secara konsisten dan
9
berkeadilan. Sementara itu, tujuan berikutnya adalah menciptakan atau
mempertahankan rasa hormat dan saling percaya diantara supervisor dengan
bawahannya.
Menurut Handoko dalam (Sinambela, 2018) mengatakan bahwa:
“pendisiplinan untuk memperbaiki kegiatan diwaktu yang akan datang bukan
menghukum kegiatan dimasa lalu. Sementara itu, sasaran-sasaran tindakan
pendisiplinan hendaknya positif yang bersifat mendidik dan mengoreksi,
bukan tindakan negatif yang menjatuhkan pegawai yang berbuat salah.
Tindakan negatif ini biasanya mempunyai berbagai pengaruh sampingan
yang merugikan seperti hubungan emosional terganggu, absensi meningkat,
antipati atau kelesuan, dan ketakutan pada penyelia”.
Menurut Siswanto dalam (Sinambela, 2018), maksud dan sasaran dari disiplin
kerja adalah terpenuhinya beberapa tujuan, seperti:
1. Tujuan umum disiplin kerja
Tujuan umum disiplin kerja adalah demi kelangsungan perusahaan sesuai dengan
motif organisasi bagi yang bersangkutan baik hari ini, maupun hari esok.
2. Tujuan khusus disiplin kerja
Tujuan khusus, antara lain:
a. Untuk para pegawai menepati segala peraturan dan kebijakan
ketenagakerjaan maupun peraturan, serta kebijakan perusahaan yang berlaku,
baik itu tertulis maupun yang tidak tertulis serta melaksanakan perintah
manajemen.
b. Dapat melaksanakan pekerjaan sebaik-baiknya, serta mampu memberikan
servis yang maksimum pada pihak tertentu yang berkepentingan dengan
perusahaan sesuai dengan bidang pekerjaan yang diberikan kepadanya.
c. Dapat menggunakan dan memelihara sarana dan prasarana barang dan jasa
perusahaan dengan sebaik-baiknya.
10
d. Dapat bertindak dan berperilaku sesuai dengan norma-norma yang berlaku
pada perusahaan.
e. Tenaga kerja mampu memperoleh tingkat produktivitas yang tinggi sesuai
dengan harapan perusahaan, baik dalam jangka pendek maupun jangka
panjang.
Tujuan dan manfaat disiplin kerja merupakan suatu hal yang sangat penting
bagi setiap karyawan maupun perusahaan. Selain dapat mengurangi tingkat
kesalahan para karyawan, tujuan dari disiplin kerja juga dapat membuat sebuah
perusahaan mencapai target yang sudah ditetapkan.
2.1.3. Prinsip-prinsip Disiplin
Penegakan disiplin adalah keharusan bagi organisasi. Oleh karenanya, aturan
yang telah ditetapkan haruslah dilaksanakan dengan konsisten. Konsistensi inisangat
diperlukan untuk meyakinkan bahwa dalam seluruh anggota organisasi memahami
aturan tersebut dan bersedia mematuhinya. Untuk sebab itu prinsip-prinsip disiplin
kerja dibuat agar setiap individu bisa tetap konsisten dalam menjalankan
kedisiplinan. Berikut adalah prinsip-prinsip disiplin menurut para ahli.
Menurut Simamora dalam (Sinambela, 2018), terdapat tujuh prinsip baku
yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan disiplin kerja pegawai, sebagai berikut:
1. Prosedur dan kebijakan yang pasti
Kewajiban pimpinan adalah memberikan perhatian serius pada berbagai keluhan
pegawai. Hal ini akan mendorong pertumbuhan disiplin kerja pegawai dalam
organisasi. Tujuannya adalah bagaimana menciptakan bentuk disiplin yang
konstruktif dan positif melalui kepemimpinan yang sehat dan pelatihan yang
memadai bagi seluruh pegawai.
11
2. Tanggung jawab kepengawasan
Para pengawas biasanya bertanggung jawab untuk memulai tindakan disipliner.
Sebagian besar oraganisasi bergantung pada saat muncul masalah-masalah.
Pengawas biasanya mempunyai otoritas mengeluarkan peringatan-peringatan
verbal dan teguran-teguran lisan. Meskipun demikian, apabila dibutuhkan dapat
berupa teguran tertulis. Pengawas biasanya mempersiapkan teguran dengan
mengonsultasikannya kepada manajemen jenjang berikutnya.
3. Mengkomunikasikan berbagai peraturan
Para pegawai hendaknya mengetahui peraturan-peraturan perusahaan dan
standar, serta konsekuensi pelanggaran terhadapnya. Setiap penyelia dan pegawai
hendaknya memahami secara penuh kebijakan-kebijakan dan prosedur-prosedur
disiplin. Para pegawai yang melanggar suatu peraturan atau tidak memenuhi
kriteri kinerja hendaknya diberi peluang untuk mengoreksi perilaku mereka.
Dalam hal ini, para pegawai mesti mengetahui peraturan-peraturan sebelum
bertanggung jawab kepada atasannya. Biasanya, pegawai diberitahu tentang
peraturan-peraturan perusahaan melalui buku manual perusahaan dan program-
program baru orientasi pegawai baru.
4. Tanggung jawab pemaparan bukti
Individu haruslah dianggap tidak bersalah sampai dengan terbukti bahwa orang
tersebut benar-benar bersalah. Perusahaan harus membuktikan bahwa pegawai
nyata-nyata bersalah telah bersalah sebelum menjatuhkan hukuman. Para manajer
hendaknya mengumpulkan sejumlah bukti-bukti yang meyakinkan untuk
menjustifikasi disiplin. Bukti itu hendaknya didokumentasikan secara cermat
sehingga sulit dipertentangkan.
12
5. Perlakuan yang konsisten
Peraturan dan hukuman mestilah diberlakukan secara tidak berat sebelah dan
tanpa diskriminasi. Pemberlakuan disiplin yang tidak merata, bukan hanya dapat
merusak efektivitas dari sistem disiplin, melainkan juga dapat menciptakan
perasaan dikalangan pegawai bahwa terdapat favoritisme disatu sisi dan
diskriminasi disisi lain. Konsisten perlakuan adalah salah satu prinsip yang paling
dan yang kerap diabaikan. Manajemen hendaknya tidak menghukum seseorang
karena suatu pelanggaran dan tidak meniadakan pelanggaran yang sama yang
dilakukan oleh pegawai lain.
6. Pertimbangan atas berbagai situasi
Kebutuhan akan konsisten perlakuan tidaklah harus berarti bahwa dua orang
yang melakukan pelanggaran yang identik akan selalu mendapatkan hukuman
yang sama. Skala hukuman yang seragam bagi setiap pelanggaran akan membuat
disiplin menjadi lebih konsisten. Beberapa perjanjian kerja bahkan menentukan
hukuman-hukuman yang ditimpakan atas setiap jenis pelanggaran. Skala-skala
hukuman yang diterbitkan ada kemungkinan dapat mengurangi kemungkinan
tudingan para pegawai bahwa perasaan-perasaan pribadi dan favoritisme
mempengaruhi tindakan disipliner.
7. Peraturan dan hukuman yang masuk akal
Kendatipun perusahaan bebas membuat peraturan-peraturan apapun, tetapi
peraturan itu sepantasnya masuk akal dan normal. Sebagian besar orang bersedia
menerima peraturan perusahaan sebagai legitimasi apabila peraturan tersebut
berkaitan dengan operasi-operasi yang efesien dan aman, serta konsisten dengan
konvensi-konvensi yang berlaku ditengah masyarakat. Hukuman-hukuman
hendaknya wajar. Artinya, hukuman yang sangat keras atas pelanggaran kecil
13
tidak akan dianggap adil oleh pegawai. Peraturan dan hukuman yang tampaknya
tidak masuk akal dapat menciptakan sikap negatif terhadap disiplin dan
menumbuhkan sikap tidak kooperatif diantara para pegawai.
Dalam prinsip-prinsip yang sudah dijelaskan di atas, maka setiap perusahaan
berharap setiap karyawan dapat mematuhi setiap peraturan yang sudah ditetapkan
dan perusahaan juga bisa tegas dan konsisten dalam mempertimbangkan karyawan
yang lalai dalam menjalankan prinsip-prinsip disiplin.
2.1.4. Indikator-indikator Dalam Disiplin Kerja
Setiap disiplin kerja pasti memiliki indikator-indikator sebagai panduan agar
disiplin kerja dapat terlaksana dengan baik. Menurut Handoko dalam (Hamali, 2018),
indikator-indikator dalam disiplin kerja, sebagai berikut:
1. Disiplin preventif
Disiplin preventif adalah kegiatan yang dilaksanakan untuk mendorong para
karyawan agar mengikuti berbagai standar dan aturan, sehingga penyelewengan-
penyelewengan dapat dicegah. Sasaran pokoknya adalah untuk mendorong
disiplin diri di antara para karyawan. Disiplin preventif menjaga disiplin diri
karyawan bukan semata-mata karena dipaksa manajemen perusahaan.
Manajemen perusahaan mempunyai tanggung jawab untuk menciptakan suatu
iklim disiplin preventif dimana berbagai standar diketahui dan dipahami.
2. Disiplin korektif
Disiplin korektif adalah kegiatan yang diambil untuk menangani pelanggaran
terhadap aturan-aturan dan mencoba untuk menghindari pelanggaran-
pelanggaran lebih lanjut. Kegiatan korektif sering berupa suatu bentuk hukuman
dan disebut tindakan pendisiplinan (disciplinary action), contohnya tindakan
14
pendisiplinan bisa berupa peringatan atau skorsing. Sasaran-sasaran tindakan
pendisiplinan hendaknya positif, bersifat mendidik dan mengoreksi, bukan
tindakan negatif yang menjatuhkan karyawan yang berbuat salah.
3. Disiplin progresif
Perusahaan bisa menerapkan suatu kebijaksanaan disiplin progresif, artinya
memberikan hukuman-hukuman yang lebih berat terhadap pelanggaran-
pelanggaran yang berulang. Tujuannya adalah memberikan kesempatan kepada
karyawan untuk mengambil tindakan korektif sebelum hukuman-hukuman yang
lebih serius dilaksanakan. Disiplin progresif juga memungkinkan manajemen
untuk membantu karyawan memperbaiki kesalahan.
2.1.5. Indikator-indikator Kedisiplinan
Kedisiplinan juga memiliki indikator yang harus diketahui agar setiap orang
atau kelompok bisa memberikan hasil yang memuaskan. Menurut (Hasibuan, 2018),
pada dasarnya banyak indikator yang mempengaruhi tingkat kedisiplinan karyawan
suatu organisasi, diantaranya:
1. Tujuan dan kemampuan
Tujuan dan kemampuan ikut mempengaruhi tingkat kedisiplinan karyawan.
Tujuan yang dicapai harus jelas dan ditetapkan secara ideal serta cukup
menantang bagi kemampuan karyawan. Hal ini berarti bahwa tujuan (pekerjaan)
yang dibebankan kepada karyawan harus sesuai dengan kemampuan karyawan
bersangkutan, agar dia bekerja sungguh-sungguh dan disiplin dalam
mengerjakannya. Akan tetapi, jika pekerjaan itu diluar kemampuannya atau jauh
dibawah kemampuannya maka kesungguhan dan kedisiplinan karyawan rendah.
15
2. Teladan pimpinan
Teladan pimpinan sangat berperan dalam menentukan kedisiplinan karyawan
karena pimpinan dijadikan teladan dan panutan oleh para bawahannya. Pimpinan
harus memberi contoh yang baik, berdisipllin baik, jujur, adil, serta sesuai kata
dengan perbuatan. Dengan teladan pimpinan yang baik, kedisiplinan bawahan
pun akan ikut baik. Jika teladan pimpinan kurang baik (kurang berdisiplin), para
bawahan pun akan ikut kurang disiplin.
3. Balas jasa
Balas jasa (gaji dan kesejahteraan) ikut mempengaruhi kedisiplinan karyawan
karena balas jasa akan memberikan kepuasan dan kecintaan karyawan terhadap
perusahaan/pekerjaannya. Jika kecintaan karyawan semakin baik terhadap
pekerjaan, kedisiplinan mereka akan semakin baik pula. Untuk mewujudkan
kedisiplinan karyawan yang baik, perusahaan harus memberikan balas jasa yang
relatif besar. Kedisiplinan karyawan tidak mungkin baik apabila balas jasa yang
mereka terima kurang memuaskan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya berserta
keluarga.
4. Keadilan
Keadilan ikut mendorong terwujudnya kedisiplinan karyawan, karena ego dan
sifat manusia yang selalu merasa dirinya penting dan minta diperlakukan sama
dengan manusia lainnya. Keadilan yang dijadikan dasar kebijaksanaan dalam
pemberian balas jasa (pengakuan) atau hukuman akan merangsang terciptanya
kedisiplinan karyawan yang baik. Manajer yang cakap dalam memimpin selalu
berusaha bersikap adil terhadap semua bawahannya. Dengan keadilan yang baik
akan menciptakan kedisiplinan yang baik pula.
16
5. Waskat
Waskat (pengawasan melekat) adalah tindakan nyata dan paling efektif dalam
mewujudkan kedisiplinan karyawan perusahaan. Dengan waskat berarti atasan
harus aktif dan langsung mengawasi perilaku, moral, sikap, gairah kerja, dan
prestasi kerja bawahannya. Hal ini berarti atasan harus selalu ada/hadir ditempat
kerja agar dapat mengawasi dan memberikan petunjuk, jika ada bawahannya
yang mengalami kesulitan dalam menyelesaikan pekerjaannya. Waskat efektif
merangsang kedisiplinan dan moral kerja karyawan. Karyawan merasa
meendapat perhatian, bimbingan, petunjuk, pengarahan, dan pengawasan dari
atasannya.
6. Sanksi hukuman
Sanksi hukuman berperan penting dalam memelihara kedisiplinan karyawan.
Dengan sanksi hukuman yang semakin berat, karyawan akan semakin takut
melanggar peraturan-peraturan perusahaan, sikap, dan perilaku indisipliner
karyawan akan berkurang. Sanksi hukuman harus ditetapkan berdasarkan
pertimbangan logis, masuk akal, dan diinformasikan secara jelas kepada semua
karyawan.
7. Ketegasan
Ketegasan pimpinan dalam melakukan tindakan akan mempengaruhi kedisiplinan
karyawan perusahaan. Pimpinan harus berani dan tegas, bertindak untuk
menghukum setiap karyawan yang indisipliner sesuai dengan sanksi hukuman
yang telah ditetapkan. Pimpinan yang berani bertindak tegas menerapkan
hukuman bagi karyawan yang indisipliner akan disegani dan diakui
kepemimpinannya oleh bawahan. Dengan demikian, pimpinan akan dapat
memelihara kedisiplinan karyawan perusahaan. Sebaliknya apabila seorang
17
pemimpin kurang tegas atau tidak menghukum karayawan yang indisipliner, sulit
baginya untuk memelihara kedisiplinan bawahannya, bahkan sikap indisipliner
karyawan semakin banyak karena mereka beranggapan bahwa peraturan dan
sanksi hukumannya tidak berlaku lagi.
8. Hubungan kemanusiaan
Hubungan kemanusiaan yang harmonis diantara sesama karyawan ikut
menciptakan kedisiplinan yang baik pada suatu perusahaan. Hubungan-hubungan
baik bersifat vertikal maupun horizontal yang terdiri dari direct single
relationship, direct group relationship, dan cross relationship hendaknya
harmonis. Manajer harus berusaha menciptakan suasana hubungan kemanusiaan
yang serasi serta mengikat, vertikal maupun horizontal diantara semua
karyawannya. Terciptanya human relationship yang serasi akan mewujudkan
lingkungan dan suasana kerja yang nyaman. Hal ini akan memotivasi
kedisiplinan yang baik pada perusahaan.
Kedisiplinan adalah fungsi MSDM yang terpenting dan menjadi tolak ukur
untuk mengukur/mengetahui apakah fungsi-fungsi MSDM lainnya secara
keseluruhan telah dilaksanakan dengan baik atau tidak. Jadi, dapat dikatakan
kedisiplinan menjadi kunci terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan, dan
masyarakat. Dengan disiplin yang baik berarti karyawan sadar dan bersedia
mengerjakan semua tugasnya dengan baik.
2.2. Kinerja
2.2.1. Pengertian Kinerja
Kinerja di dalam suatu organisasi dilakukan oleh segenap sumber daya
manusia dalam organisasi, baik unsur pimpinan maupun pekerja. Banyak sekali
18
faktor yang dapat mempengaruhi sumber daya manusia dalam menjalankan
kinerjanya. Terdapat faktor yang berasal dari dalam diri sumber daya manusia sendiri
maupun dari luar dirinya. Kinerja dapat dipandang sebagai proses maupun hasil
pekerjaan. Kinerja juga merupakan salah satu ukuran yang biasa dipakai oleh banyak
organisasi maupun perusahaan dalam menilai karyawannya. Selain dari penilaian
yang menggunakan kinerja, karyawan juga dapat dinilai dari tingkat kehadiran atau
absensi, dedikasi dalam mengerjakan tugas yang diberikan, loyalitas pada perusahaan
dan pekerjaannya dan faktor-faktor lain.
Menyatakan kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau
kelompok orang dalam suatu organisasi sesuai dengan wewenang dan tanggung
jawab masing-masing dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan
secara legal tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun etika, menurut
Prawirosentono dalam (Supriatin, 2018).
Menurut Benardin dan Russel dalam (Priansa, 2017), kinerja merupakan hasil
yang diproduksi oleh fungsi pekerjaan tertentu atau kegiatan pada pekerjaan tertentu
selama periode waktu tertentu. Hasil kerja tersebut merupakan hasil kemampuan,
keahlian, dan keinginan yang dicapai.
Menurut Sinambela dalam (Syaifuddin, 2018) mengatakan bahwa “kinerja
pegawai didefinisikan sebagai kemampuan pegawai dalam melakukan suatu
keahlian tertentu. Kinerja pegawai sangatlah perlu, sebab dengan kinerja ini
akan diketahui seberapa jauh kemampuan pegawai dalam melaksanakan
tugas yang dibebankan kepadanya. Untuk itu diperlukan penentuan kriteria
yang struktur serta ditetapkan secara bersama-sama”.
Kinerja (performance) adalah hasil kerja yang dapat ditampilkan atau
penampilan kerja seorang karyawan, menurut Notoatmodjo dalam (Kurniasari,
2018).
19
Secara sederhana kinerja adalah ukuran seberapa baik pencapaian suatu
pekerjaan yang dibebankan perusahaan kepada karyawannya. Walaupun beberapa
perusahaan menggunakan ukuran atau barometer yang berbeda benda akan tetapi
banyak perusahaan menitik beratkan kepada jumlah yang dihasilkan oleh karyawan,
menurut (Syahyuni, 2018).
Dengan demikian, kinerja dapat diartikan sebagai pelaksanaan suatu
pekerjaan dan penyempurnaan pekerjaan tersebut sesuai dengan tanggung jawab
sehingga dapat mencapai hasil sesuai dengan yang diharapkan. Definisi tersebut
menunjukkan bahwa kinerja lebih ditekankan pada proses, dimana selama
pelaksanaan pekerjaan tersebut dilakukan penyempurnaan sehingga pencapaian hasil
perkerjaan atau kinerja dapat dioptimalkan.
2.2.2. Indikator Kinerja
Indikator kinerja atau performance indicators kadang-kadang dipergunakan
secara bergantian dengan ukuran kinerja (performance measures), tetapi banyak pula
yang membedakannya. Pengukuran kinerja berkaitan dengan hasil yang dapat
dikuantitatifkan dan mengusahakan data setelah kejadian. Sementara itu, indikator
kinerja dipakai untuk aktivitas yang hanya dapat ditetapkan secara lebih kualitatif
atas dasar perilaku yang dapat diamati.
Menurut (Wibowo, 2017), mengatakan bahwa terdapat tujuh indikator
kinerja. Dua di antaranya mempunyai peran sangat penting, yaitu tujuan dan motif.
Kinerja ditentukan oleh tujuan yang hendak dicapai dan untuk melakukannya
diperlukan adanya motif.
Menurut Hersey, Blanchard, dan Jhonson dalam (Wibowo, 2017), kaitan
diantara tujuh indikator tersebut, sebagai berikut:
20
1. Tujuan
Tujuan merupakan keadaan yang berbeda yang secara aktif dicari oleh seorang
individu atau organisasi untuk dicapai. Pengerttian tersebut mengandung makna
bahwa tujuan bukanlah merupakan persyaratan, juga bukan merupakan sebuah
keinginan. Untuk mencapai tujuan, diperlukan kinerja individu, kelompok, dan
organisasi. Kinerja individu maupun organisasi berhasil apabila dapat mencapai
tujuan yang diinginkan.
2. Standar
Standar mempunyai arti penting karena memberitahukan kapan suatu tujuan
dapat diselesaikan. Standar merupakan suatu ukuran apakah tujuan yang
diinginkan dapat dicapai. Tanpa standar, tidak dapat diketahui kapan suatu tujuan
tercapai. Standar menjawab pertanyaan tentang kapan kita tahu bahwa kita sukses
atau gagal. Kinerja seseorang dikatakan berhasil apabila mampu mencapai
standar yang ditentukan atau disepakati bersama antara atasan dan bawahan.
3. Umpan balik
Antara tujuan, standar, dan umpan balik bersifat saling terkait. Umpan balik
melaporkan kemajuan, baik kualitas maupun kuantitas, dalam mencapai tujuan
yang didefinisikan oleh standar. Umpan balik terutama penting ketika kita
mempertimbangkan real goals atau tujuan sebenarnya. Tujuan yang dapat
diterima oleh pekerja adalah tujuan yang bermakna dan berharga. Umpan balik
merupakan masukan yang dipergunakan untuk mengukur kemajuan kinerja,
standar, dan pencapaian tujuan. Dengan umpan balik dilakukan evaluasi terhadap
kinerja dan sebagai hasilnya dapat dilakukan perbaikan kinerja.
21
4. Alat atau sarana
Alat atau sarana merupakan sumber daya yang dapat dipergunakan untuk
membantu menyelesaikan tujuan dengan sukses. Alat atau sarana merupakan
faktor penunjang untuk pencapaian tujuan. Tanpa alat atau sarana, tugas
pekerjaan spesifik tidak dapat dilakukan dan tujuan tidak dapat diselesaikan
sebagaimana seharusnya. Tanpa alat tidak mungkin dapat melakukan pekerjaan.
5. Kompetensi
Kompetensi merupakan persyaratan utama dalam kinerja. Kompetensi
merupakan kemampuan yang dimiliki sesorang untuk menjalankan pekerjaan
yang diberikan kepadanya dengan baik. Orang harus melakukan lebih dari
sekedar belajar tentang sesuatu, orang harus dapat melakukan pekerjaannya
dengan baik. Kompetensi memungkinkan seseorang mewujudkan tugas yang
berkaitan dengan pekerjaan yang diperlukan untuk mencapai tujuan.
6. Motif
Motif merupakan alasan atau pendorong bagi seseorang untuk melakukan
sesuatu. Manajer memfasilitasi motivasi kepada karyawan dengan insentif berupa
uang, memberikan pengakuan, menetapkan tujuan menantang, menetapkan
standar terjangkau, meminta umpan balik, memberikan kebebasan melakukan
pekerjaan termasuk waktu melakukan pekerjaan, menyediakan sumber daya yang
diperlukan dan menghapuskan yang mengakibatkan disintensif.
7. Peluang
Pekerja perlu mendapatkan kesempatan untuk menunjukkan prestasi kerjanya.
Terdapat dua faktor yang menyumbangkan pada adanya kekurangan kesempatan
untuk berprestasi, yaitu ketersediaan waktu dan kemampuan untuk memenuhi
syarat. Tugas mendapatkan prioritas tinggi, mendapat perhatian lebih banyak,
22
dan mengambil waktu yang tersedia. Jika pekerja dihindari karena supervisor
tidak percaya terhadap kualitas atau kepuasan konsumen, mereka secara efektif
akan dihambat dari kemampuan memenuhi syarat untuk berprestasi.
2.2.3. Kriteria-kriteria Kinerja Pegawai
Menurut Schuler dan Jackson dalam (Priansa, 2017), menyebutkan tiga
kriteria yang berhubungan dengan kinerja sebagaimana dijelaskan dalam tabel II.1,
sebagai berikut:
Tabel II.1
Kriteria-kriteria kinerja pegawai
No. Kriteria Penjelasan
1. Sifat
Kriteria berdasarkan sifat memusatkan diri pada
karakteristik pribadi seseorang karyawan. Loyalitas,
keandalan, kemampuan berkomunikasi, dan keterampilan
memimpin merupakan sifat-sifat yang sering dinilai
selama proses penilaian. Jenis kriteria ini memusatkan
diri pada cara kerja seseorang, bukan pada yang dicapai
atau tidak dicapai seseorang dalam pekerjaannya.
2. Perilaku
Kriteria berdasarkan perilaku terfokus pada cara
pekerjaan dilaksanakan. Kriteria ini penting sekali bagi
pekerjaan yang membutuhkan hubungan antarpersonal
pegawai. Sebagai contoh, apakah pegawainya ramah atau
menyenangkan.
3. Hasil
Kriteria berkenan dengan hasil semakin populer dengan
semakin ditekannya produktivitas dan daya saing
Internasional. Kriteria ini berfokus pada apa yang telah
dicapai atau dihasilkan.
Sumber: (Priansa, 2017)
23
2.2.4. Pengukuran Kinerja Pegawai
Kinerja pegawai pada dasarnya diukur sesuai dengan kepentingan perusahaan
dan mempertimbangkan pegawai yang dinilainya. Pengukuran kinerja pegawai ini
sangat penting untuk digunakan dalam sebuah organisasi maupun perusahaan karena
dengan mengukur tingkat kinerja pegawai, perusahaan bisa melihat dan menilai
pegawai mana yang memiliki kinerja baik dan mana pegawai yang kinerjanya buruk.
Menurut Mondy, Noe, Premeaux dalam (Priansa, 2017), mengatakan bahwa
pengukuran kinerja dapat dilakukan dengan menggunakan dimensi, sebagai berikut:
1. Kuantitas pekerjaan (quantity of work)
Berkaitan dengan volume pekerjaan dan produktivitas kerja yang dihasilkan oleh
pegawai dalam kurun waktu tertentu.
2. Kualitas pekerjaan (quality of work)
Berkaitan dengan pertimbangan ketelitian, presisi, kerapihan, dan kelengkapan
dalam menangani tugas-tugas yang ada diperusahaan.
3. Kemandirian (dependability)
Berkenaan dengan pertimbangan derajat kemampuan pegawai untuk bekerja dan
mengemban tugas secara mandiri dengan meminimalisasi bantuan orang lain.
Kemandirian juga menggambarkan kedalaman komitmen yang dimiliki oleh
pegawai.
4. Inisiatif (initiative)
Berkenaan dengan pertimbangan kemandirian, fleksibilitas berfikir, dan
kesediaan untuk menerima tanggung jawab.
5. Adaptabilitas (adaptability)
Berkenaan dengan kemampuan untuk beradaptasi, mempertimbangkan
kemampuan untuk bereaksi terhadap mengubah kebutuhan dan kondisi-kondisi.
24
6. Kerja sama (cooperation)
Berkaitan dengan pertimbangan kemampuan untuk bekerja sama dengan orang
lain. Apakah assignements mencangkup lembur dengan sepenuh hati.
2.2.5. Faktor Pendorong Kinerja Individu
Dalam sebuah organisasi maupun perusahaan sangat terikat dengan sumber
daya manusianya. Semakin baik sumber daya manusia didalam setiap organisasi
maupun perusahan, maka akan semakin baik dan semakin berkembang juga
organisasi atau perusahaan tersebut. Untuk meningkatkan kinerja individu disetiap
perusahaan, maka perusahaan harus memberikan dorongan untuk para pegawainya.
Menurut Robbins dalam (Syaifuddin, 2018), mengatakan bahwa kinerja
adalah fungsi dari interaksi kemampuan atau ability (A), motivasi atau motivation
(M) dan kesempatan atau opportunity (O); yaitu kinerja = f (A x M x O). Artinya
kinerja merupakan fungsi kemampuan, motivasi, dan kesempatan.
Dengan kata lain, kinerja adalah tingkat-tingkat kinerja yang tinggi sebagian
merupakan fungsi dari tiadanya rintangan-rintangan pengendali pegawai itu.
Meskipun seorang individu bersedia dan mampu, bisa saja ada rintangan yang
menjadi penghambat, sebagaimana diperlihatkan pada gambar II.1, sebagai berikut:
Sumber: Blumberg dan Pringle dalam (Syaifuddin, 2018).
Gambar II.1
Hubungan Kinerja dengan Motivasi dan Kesempatan
Kemampuan
Motivasi Kesempata
n
25
2.3. Konsep Dasar Operasional dan Perhitungan
2.3.1. Kisi-kisi Operasional Variabel
Dalam kisi-kisi operasional ini menjelaskan tentang dimensi-dimensi dan
indikator yanng penulis jadikan sebuah pertanyaan untuk bahan kuesioner dalam
penelitian tugas akhir. Indikator serta dimensi didapatkan dari sumber-sumber yang
dikemukakan oleh para ahli.
Tabel II.2
Konsep dasar operasional variabel X (Disiplin)
Variabel Dimensi Indikator Butir
Pertanyaan
Variabel X
(Disiplin)
Tujuan dan
Kemampuan
Tujuan yang jelas dan
ideal 1,2
Teladan Pimpinan Menjadikan teladan dan
panutan 3
Balas Jasa Memberikan kepuasan dan
kecintaan 4
Keadilan Perlakuan yang sama antar
karyawan 5
Waskat Aktif dalam mengamati
dan memberi petunjuk 6
Sanksi Hukuman
Ditetapkan berdasarkan
pertimbangan logis dan
masuk akal
7
Ketegasan
Berani bertindak tegas
dalam mengambil
keputusan
8
Hubungan
Kemanusiaan
Menciptakan suasana
hubungan yang harmonis 9,10
Sumber: (Hasibuan, 2018)
26
Tabel II.3
Konsep dasar operasional variabel Y (Kinerja)
Variabel Dimensi Indikator Butir
Pertanyaan
Variabel Y
(Kinerja)
Tujuan Menunjukan arah tujuan
yang ingin dicapai 1
Standar Ukuran dari tujuan yang
ingin dicapai 2,3
Umpan Balik Masukan untuk mengukur
kemajuan kinerja 4
Alat atau Sarana Membantu menyelesaikan
tujuan 5,6
Kompetensi Mewujudkan tugas yang
diberikan 7
Motif
Pendorong untuk
seseorang melakukan
sesuatu
8,9
Peluang Mengambil waktu yang
tersedia 10
Sumber: (Wibowo, 2017)
2.3.2. Uji Instrumen Penelitian
Kualitas instrumen penelitian berkenan dengan validitas dan realibilitas
instrumen dan kualitas pengumpulan data berkenan ketepatan cara-cara yang
digunakan untuk mengumpulkan data. Instrumen yang telah teruji validitas dan
realibilitasnya, belum tentu dapat menghasilkan data yang valid dan reliabel.
Instrumen dalam penelitian kuantitatif dapat berupa tes, pedoman wawancara,
pedoman observasi, dan kuesioner.
1. Uji validitas
Uji validitas item digunakan untuk mengetahui seberapa cermat suatu item dalam
mengukur objeknya. Item dikatakan valid jika ada korelasi dengan skor total.
Pengujian validitas item dalam spss bisa menggunakan dua metode analisis yaitu
Korelasi Pearson atau Corrected item Total Correlation. Teknik uji validitas
item dengan korelasi pearson dilakukan dengan cara mengkoreksikan skor item
27
dengan skor total item, kemudian pengujian signifikasi dilakukan dengan kriteria
r tabel, maka item dapat dinyatakan valid (demikian pula sebaliknya). Dalam
penelitian ini validitas menggunakan teknik korelasi pearson product moment
dengan melihat r hitung SPSS dan r tabel nilai product moment. Menurut
Priyatno dalam (Pramularso, 2017).
2. Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas digunakan untuk mengetahui keajengan atau konsistensi alat ukur
yang biasanya menggunakan kuesioner. Metode yang sering digunakan dalam
penelitian untuk mengukur skala rentangan adalah Cronbach’s Alpha. Uji
reliabilitas merupakan kelanjutan dari uji validitas dimana item yang masuk
pengujian adalah item yang valid saja. Menurut Priyatno dalam (Widiyanti &
Fitriani, 2017).
Indikator nilai alpha cronbach’s untuk uji reliabilitas bisa dilihat pada tabel
II.4, sebagai berikut:
Tabel II.4
Alpha Cronbach’s
Nilai Alpha Cronback Keterangan
0,00 – 0,20 Kurang Reliabel
0,21 – 0,40 Sedikit Reliabel
0,41 – 0,60 Cukup Reliabel
0,61 – 0,80 Reliabel
0,81 – 1,00 Sangat Reliabel Sumber: (Widiyanti & Fitriani, 2017)
2.3.3. Konsep Dasar Perhitungan
Konsep dasar perhitungan beorisikan rumus-rumus yang digunakan dalam
penelitian. Terdapat beberapa rumus, sebagai berikut: populasi, sampel, skala likert,
uji koefisien korelasi, uji koefisien determinasi, dan persamaan regresi.
28
1. Populasi
Menurut (Sugiyono, 2016), populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas
objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan
oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.
2. Sampel
Menurut (Sugiyono, 2016), sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik
yang dimiliki oleh populasi tersebut. Bila populasi besar, dan peneliti tidak
mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi misalnya karena
keterbatasan dana, tenaga dan waktu, maka peneliti dapat menggunakan sampel
yang diambil dari populasi itu.
3. Skala Likert
Menurut (Sugiyono, 2016), skala likert digunakan untuk mengukur sikap,
pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena
sosial. Dalam penelitian, fenomena sosial ini telah ditetapkan secara spesifik oleh
peneliti, yang selanjutnya disebut sebagai variabel penelitian. Dengan skala
likert, maka variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi indikator variabel.
Kemudian indikator tersebut dijadikan sebagai titik tolak untuk menyusun item-
item instrumen yang dapat berupa pernyataan atau pertanyaan.
Tabel II.5
Skala Likert
Pertanyaan Skor
Sangat Setuju 5
Setuju 4
Ragu-ragu 3
Tidak Setuju 2
Sangat Tidak Setuju 1 Sumber: (Sugiyono, 2016)
29
4. Uji koefisiensi korelasi
Menurut (Sugiyono, 2016), uji koefisien korelasi adalah teknik yang digunakan
untuk mencari hubungan dan membuktikan hipotesis hubungan dua variabel
berbentuk interval dan dari sumber data yang sama.
Rumusan yang digunakan untuk mencari koefisiensi korelasi, sebagai berikut:
n ∑xy – ( ∑x ) ( ∑y )
r = [ n ( ∑x2 ) – ( ∑x )
2 ][ n ( ∑y
2 ) – ( ∑y )
2 ]
Keterangan:
r : Koefisien korelasi
n : Total responden
x : Variabel bebas (Disiplin Kerja)
y : Variabel terikat (Kinerja)
∑xy : Hasil perkalian dari total jumlah variabel x dan y
∑x : Total jumlah dari variabel x
∑y : Total jumlah dari variabel y
∑x2 : Kuadrat dari total jumlah variabel x
∑y2
: Kuadrat dari total jumlah variabel y
Untuk mengetahui hasil perhitungan dapat diketahui menggunakan pedoman
pada tabel II.6, sebagai berikut:
Tabel II.6
Interprestasi Koefisiensi Korelasi Nilai r
Interval Koefisien Tingkat Hubungan
0.00 – 0.199 Sangat Rendah
0.20 – 0.399 Rendah
0.40 – 0.599 Cukup
0.60 – 0.799 Kuat
0.80 – 1.00 Sangat Kuat
30
Sumber: (Sugiyono, 2016)
5. Uji Koefisien Determinasi
Menurut (Sugiyono, 2016), uji koefisien determinasi adalah untuk mencari
pengaruh varian variabel dapat digunakan teknik statistika dengan menghitung
besarnya koefisien determinasi. Koefisien determinasi dihitung dengan
mengkuadratkan koefisien korelasi yang telah ditemukan dengan rumus, sebagai
berikut:
Dimana:
KD : Besarnya koefisien tertentu (Determinasi)
r : Koefisien korelasi
6. Persamaan Regresi
Menurut (Sugiyono, 2016), persamaan regresi dapat digunakan untuk melakukan
prediksi seberapa tinggi nilai variabel dependen bila variabel independen
dimanipulasi (diubah-ubah).
Untuk teknik persamaan regresi yang penulis gunakan adalah rumus
persamaan regresi product moment dapat dirumuskan, sebagai berikut:
Dimana:
Y : Nilai yang diprediksikan
a : Konstanta atau bila harga x = 0
b : Koefisien regresi
x : Nilai variabel independen
KD = r2
x 100%
Y = a + bx
31
Menurut (Sugiyono, 2016), mengatakan bahwa harga a dan b dapat dicari
dengan rumus, sebagai berikut:
a = ∑y ( ∑x² ) – ( ∑x )( ∑y)
n∑x2 – ( ∑x )
2
b = n∑xy – ( ∑x )( ∑xy )
n∑x2 – ( ∑x
2 )
Keterangan:
n = Total responden
∑x = Total jumlah dari variabel x
∑y = Total jumlah dari variabel y
∑x2
= Kuadrat dari total jumlah variabel x
∑xy = Hasil perkalian dari total jumlah variabel x dan y