BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pemimpin 2.1.1 Definisi Pemimpin · Adapun peran pemimpin dibagi menjadi...
Transcript of BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pemimpin 2.1.1 Definisi Pemimpin · Adapun peran pemimpin dibagi menjadi...
8 Universitas Kristen Petra
BAB II
LANDASAN TEORI
Dalam penelitian ini yang berjudul Peran Pemimpin Dalam Meningkatkan
Kinerja Karyawan di PT. Megah Jaya Cemerlang diperlukan teori - teori yang
dapat mendukung penelitian ini, antara lain teori tentang pemimpin, manajemen,
dan kinerja karyawan.
2.1 Pemimpin
2.1.1 Definisi Pemimpin
Winardi (2004) mendefinisikan pemimpin sebagai seorang yang karena
kecakapan-kecakapan pribadinya dengan atau tanpa pengangkatan resmi dapat
mempengaruhi kelompok yang dipimpinnya untuk mengarahkan usaha bersama
kearah pencapaian sasaran-sasaran tertentu.
Pengertian lain tentang pemimpin disampaikan oleh Tanembaum
sebagaimana dikutip oleh Martha (2011) yang mengatakan bahwa pemimpin
adalah mereka yang menggunakan wewenang formal untuk mengorganisasikan,
mengarahkan, mengontrol para bawahan yang bertanggung jawab, supaya semua
bagian pekerjaan dikoordinasi demi mencapai tujuan perusahaan.
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa seorang pemimpin adalah
seseorang yang mempunyai wewenang formal dan dapat mempengaruhi
kelompok yang dipimpinnya untuk mengarahkan serta mengontrol para bawahan
pada perusahaan dengan tujuan untuk mencapai sasaran perusahaan.
2.1.2 Perbedaan Manajer dengan Pemimpin
Ada perbedaan antara pemimpin dan manajer, menurut Warren Bennis
(dalam Purnomolastu, 2009) menjelaskan perbedaan peran antara manajer dan
pemimpin adalah sebagai berikut :
Manajer mengelola sedangkan pemimpin menginovasi
Manajer adalah tiruan sedangkan pemimpin original
Manajer mempertahankan pemimpin mengembangkan
9 Universitas Kristen Petra
Manajer berfokus pada sistem dan struktur sedangkan pemimpin fokus
kepada orang
Manajer bergantung kepada pengawasan sedangkan pemimpin
membangkitkan kepercayaan
Manajer melihat jangka pendek sedangkan pemimpin melihat
perspektif jangka panjang
Manajer bertanya kapan dan bagaimana sedangkan pemimpin bertanya
apa dan mengapa
Manajer melihat hasil pokok sedangkan pemimpin menatap masa
depan
Manajer meniru sedangkan pemimpin melahirkan
Manajer menerima status quo sedangkan pemimpin menantangnya
Manajer adalah prajurit yang baik sedangkan pemimpin adalah dirinya
sendiri
Manajer melakukan hal-hal dengan benar sedangkan pemimpin
melakukan hal-hal yang benar
Dari perbedaan diatas kita bisa mengambil kesimpulan bahwa seorang
manajer hanya berurusan dengan benda-benda, struktur, sistem dan efisiensi.
Sedangkan seorang pemimpin berurusan dengan efektivitas, orang, pemberdayaan
dan peyaluran potensi yang dimiliki oleh orang lain.
2.1.3 Peran Pemimpin
Peran pemimpin dalam setiap organisasi bisa berbeda dengan organisasi
lain tergantung pada spesifikasinya, perbedaannya bisa disebabkan jenis
organisasi yang berbeda dan situasi sosial yang ada. Pemimpin merupakan salah
satu unsur penentu keberhasilan organisasi, terlebih lagi dalam menuju perubahan.
Adapun peran pemimpin dibagi menjadi 2 (Kasali, 2007) yaitu sebagai :
1. Kontrol
2. Suatu Pembentukan
10 Universitas Kristen Petra
1. Pemimpin Sebagai Kontrol
Ini mendasari karakterisasi klasik dari sebuah pemimpin dimana
melibatkan kegiatan seperti merencanakan, mengorganisasikan,
memimpin, mengkoordinasi dan mengendalikan. Ini adalah salah satu
yang berpengaruh dan terus digunakan sampai saat ini. Biasanya,
organisasi diperlakukan seolah-olah sebuah mesin. Tergantung pemimpin
untuk mendorong mesin itu ke arah yang diinginkannya. Para staf akan
diberitahukan mengenai apa peran mereka, akan diletakkan di departemen
mana dan unit bisnis apa yang akan dialokasikan sehingga sebuah mesin
dapat dijalankan secara efisien dan menghasilkan produk/jasa. Sebagai
contohnya : Director, Navigator, dan Caretaker.
2. Pemimpin Sebagai Suatu Pembentukan
Pemimpin sebagai suatu pembentukan berkaitan dengan mengelola
serta mengawasi pembentukan yang terjadi di dalam suatu organisasi. Hal
ini sering dikaitkan dengan gaya mengelola yang partisipatif, dimana
orang akan terdorong untuk melibatkan diri dalam mengambil segala
keputusan dan membantu mengidentifikasi bagaimana masalah dapat
diselesaikan dengan cara yang lebih baik agar kesalahan serupa tidak
terulang kembali. Proses mengelola orang yaitu dengan membentuk pola
tingkah laku dan pembawaan sifat, ini akan mendorong mereka untuk
mengambil tindakan yang paling menguntungkan bagi organisasi. Sangat
dimungkinkan untuk membentuk organisasi atau staf dalam berbagai cara
yang diterapkan oleh perusahaan, baik melalui penghargaan, menanamkan
serangkaian nilai-nilai tertentu dengan menyediakan beberapa jenis
sumber daya informasi, atau dengan menyediakan beberapa jenis peluang
lebih daripada yang lain. Kemampuan menyediakan organisasi dengan
persyaratan operasional dapat membantu fungsi secara efektif, bahkan di
saat adanya ketidakpastian yang tinggi atau ambiguitas. Sebagai
contohnya: Coach, Interpreter, dan Nurturer
11 Universitas Kristen Petra
Setelah kita tahu bahwa pemimpin dibagi 2 bentuk, kita akan membahas 6
peran pemimpin yang ada di dalam 2 bentuk tersebut ( Kasali, 2007 ) :
1. Peran Pemimpin Sebagai Director
Tipe peran pemimpin ini sangat mungkin diterapkan pada organisasi
yang tertutup dengan eksekutifnya yang cenderung otonom, memiliki
kapasitas yang tidak terbatas dalam melakukan perubahan. Director dapat
menggerakkan seluruh sumber daya, memberikan arahan, visioning,
melakukan implementasi dan mengendalikannya (Kasali, 2007).
2. Peran Pemimpin Sebagai Navigator
Disini lingkungan sedikit kurang terkendali sehingga hasil yang
dicapai tidak 100% dapat diselesaikan. Oleh karena itu, pemimpin
menggunakan beberapa cara dalam menangani perusahaannya. Seperti
nahkoda, yang bertindak sebagai pemimpin di kapal laut, dia tahu bahwa
dia tidak dapat mengubah arah angin, meniadakan badai, tapi dia harus
bertindak. Kalau arah angin tidak bisa diubah olehnya, maka dia harus
merubah posisi kapalnya agar sesuai dan dapat bergerak ke arah yang
ingin dituju, dengan kata lain, kendali berada di tangannya, sehingga masa
depan dapat dikendalikan, meskipun tidak 100% (Kasali, 2007).
3. Peran Pemimpin Sebagai Caretaker
Menyadari keadaan lingkungan bergerak liar dan diwarnai konflik,
serta tidak dapat dikendalikan, pendekatan kontrol menjadi serba salah.
Terapi eksekutif ini masih dapat menggerakkan bawahan-bawahannya
agar bertindak lebih entrepreneurial dan inovatif sehingga sasaran menjadi
lebih mudah dicapai. Ia masih bisa merasakan bahwa masalah organisasi
sedang berada di mana-mana, dan oleh karena itu dapat dikendalikan
dengan cara yang berbeda-beda (Kasali, 2007).
4. Peran Pemimpin Sebagai Coach
Dalam keadaaan yang relative terbuka, untuk menghindari terjadinya
kekacauan dan sekaligus untuk mengubah budaya, pemimpin dapat saja
menerapkan cara yang lebih halus, yaitu dengan pendekatan shaping.
Dalam pendekatan ini, pemimpin menjalankan peran layaknya seorang
pelatih pada tim olahraga. Ia tidak turun sendirian tetapi duduk di pinggir
12 Universitas Kristen Petra
lapangan, melihat anak didiknya bermain apa yang telah diajarkan selama
ini di lapangan, memberi arahan, memberi inspirasi sekaligus
menyemangati anak-anak didiknya (Kasali, 2007).
5. Peran Pemimpin Sebagai Interpreter
Disini pemimpin menghadapi persoalan yang sama, tipe interpreter
menempatkan pemimpin sebagai sosok yang mampu menafsirkan apa
yang akan terjadi pada perusahaannya baik di dalam maupun luar. Dia
sadar betul bahwa dirinya tidak punya kuasa penuh, tetapi dia punya
kecerdasan membaca tanda-tanda ”zaman” dan memberikan visi untuk
berubah. Selebihnya bawahan harus bekerja sendiri untuk
menyelesaikannya (Kasali, 2007)
6. Peran Pemimpin Sebagai Nurturer
Pemimpin tipe ini memposisikan diri hanya untuk menjaga dan
menemani pasien yang sakit, hidup tanpa harapan, dan memberi harapan
agar tetap semangat karena pasiennya sedang sakit. Barangkali tugasnya
sekedar memberi harapan karena hanya itulah yang masih dimiliki pasien.
Ia mengalami kesulitan memimpin karena perusahaan dan lingkungan
benar-benar kacau. Tak ada yang bisa menerka seberapa besar ia akan
berhasil. Untuk mengelola perubahan, diasumsikan bahwa perubahan kecil
dapat memiliki dampak besar pada organisasi dan pemimpin tidak mampu
mengendalikan hasil dari perubahan ini. Namun, mereka mungkin
memelihara organisasi mereka, memfasilitasi kualitas organisasi yang
memungkinkan mengorganisir diri yang positif. (Kasali, 2007).
Dalam situasi ini pemimpin perubahan memegang peranan terhadap semua
yang terjadi di perusahaan yang dia pegang. Pemimpin harus mengkoordinasi
perubahan yang terjadi dalam perusahaan supaya perusahaan tetap stabil dan tetap
bertumbuh.
Sedangkan menurut teori lain sebagai pembanding yaitu Irawanto (2008)
peran pemimpin adalah pemimpin yang berorentasi meningkatkan kemampuan
berfokus pada pengembangan keterampilan pegawai untuk meningkatkan kualitas
kinerja pegawai. Keberhasilan perusahaan dipengarui oleh peran pemimpin yang
13 Universitas Kristen Petra
memiliki kualitas dan komitmen terhadap organisasi. Konsepsi peran pemimpin
meliputi proses, aktivitas, dan fungsi yang dilakukan oleh seorang pemimpin.
Menurut Irawanto (2008:11). Ada tiga peran pemimpin yaitu :
1. Peran Interpersonal (Irawanto, 2008)
Figurehead (simbol organisasi), peran simbolis seorang pemimpin di
dalam organisasi seperti menghadiri pertemuan, upacara, menerima
tamu,dll.
Leader (pemimpin), peran ini adalah peran utama seorang pemimpin
baik secara langsung maupun tidak langsung kepada para
bawahannya,baik bersifat formal maupun informal.
Liason Manager (penghubung), peran ini menuntut seorang pemimpin
bertindak sebagai titik utama komunikasi dalam organisasi. Maka
seorang pemimpin diharapkan mempunyai kemampuan membuat
jaringan komunikasi sebaik mungkin dan menempatkan diri sebagai
sumber “data”.
2. Peran Informasional (Irawanto, 2008)
Monitor (pengawas), peran ini adalah peran sentral seorang pemimpin
dalam mencari dan menerima sumber informasi baik dari luar maupun
dalam organisasi. Peran ini menuntut seorang pemimpin untuk dapat
berpikir cerdik karena pada peran inilah sistem organisasi bersumber
dan suka tidak suka pemimpin harus dapat melakukan peran ini dengan
sebaik mungkin.
Disseminator (penyebar), peran ini menuntut seorang pemimpin untuk
mem-filter informasi-informasi dari luar organisasi serta memutuskan
mana yang berguna atau tidak berguna serta mendistribusikannya
kepada bawahan.
Spokesman (juru bicara), peran ini sering juga disebut sebagai peran
Humas (hubungan masyarakat),karena dalam peran ini seorang
pemimpin dituntut dapat memberikan informasi yang bernilai kepada
orang-orang di luar maupun organisasi serta bernegosiasi dengan
mereka serta sesuai dengan nilai-nilai utama organisasi.
14 Universitas Kristen Petra
3. Peran Pengambilan Keputusan (Irawanto, 2008)
Disturbance Handler (penghalau gangguan), peran ini sering juga
disebut sebagai peran pemecah kebuntuan. Jika ada gangguan-
gangguan yang bersumber dari dalam maupun luar organisasi dan para
bawahan tidak tahu bagaimana mengatasinya secara tepat,bantuan
seorang pemimpin sangatlah dibutuhkan dalam kondisi seperti ini.
Resources Allocator (pembagi sumber dana), peran ini menuntut
seorang pemimpin untuk dapat membagi secara tepat, adil dan sesuai
sumber-sumber yang dibutuhkan untuk aktivitas organisasi. Di
antaranya adalah penjadwalan kerja, memastikan mekanisme kerja
organisasi sesuai dengan prosedur,dll.
Negosiator (pelaku negosiasi), peran ini menuntut seorang pemimpin
untuk dapat bernegosiasi dengan pihak-pihak luar organisasi. Peran ini
mutlak membutuhkan peran-peran seperti spokesman,figurehad dan
resources allocator.
2.1.4 Teori pemimpin
Untuk mengetahui teori-teori tentang seorang pemimpin, dapat dilihat dari
beberapa literatur yang pada umumnya membahas hal-hal yang sama. Dari
literatur itu diketahui ada teori yang menyatakan bahwa pemimpin itu dilahirkan,
bukan dibuat. Ada pula yang menyatakan bahwa pemimpin itu terjadi karena
adanya kelompok orang-orang, dan ia melakukan pertukaran dengan yang
dipimpin. Teori lain mengemukakan bahwa pemimpin timbul karena situasinya
memungkinkan. Selain itu ada teori yang melihat pemimpin lewat perilaku
organisasi. Teori ini menekankan bahwa ada faktor-faktor yang menentukan yaitu
pemimpin sendiri dalam kognisinya, situasi lingkungan dan perilakunya sendiri.
Teori tentang pemimpin (Robbins, 2003, p. 40-46) terdiri atas:
Teori Sifat
Usaha-usaha penelitian terhadap pembatasan sifat-sifat ini telah
menemukan jalan buntu. Bila pencarian ditujukan untuk
mengidentifikasi sederetan sifat yang akan selalu membedakan antara
15 Universitas Kristen Petra
pemimpin dengan pengikut dan pemimpin yang efektif dengan yang
tidak efektif, maka pencarian tersebut mengalami kegagalan.
Teori Perilaku
Pendekatan individu tidak hanya menghasilkan jawaban yang lebih
definitif tentang hakikat seorang pemimpin, namun, jika sukses, akan
membawa sedikit perbedaan dibanding dengan pendekatan sifat. Jika
penelitian sifat berhasil, itu akan memberikan dasar untuk memilih
orang yang tepat untuk mengisi posisi formal dalam sebuah kelompok
atau organisasi yang membutuhkan seorang pemimpin.
Teori Kemungkinan (Kontijensi)
Sudah semakin jelas bagi mereka yang mempelajari fenomena dalam
memprediksi keberhasilan pemimpin yang lebih kompleks daripada
batasan sifat atau perilaku yang diinginkan. Kegagalan dalam
menciptakan hasil yang konsisten akan membawa semuanya ke fokus
yang baru terhadap pengaruh-pengaruh situasi.
2.1.5 Tugas Pemimpin
Dalam melakukan menjalankan perannya sebagai pemimpin, pemimpin
juga mempunyai tugas yang wajib dilakukan. Menurut James A.F Stonen, (2003,
p.59) tugas utama seorang pemimpin adalah:
1. Pemimpin bekerja dengan orang lain
Seorang pemimpin bertanggung jawab untuk bekerja dengan orang
lain, salah satu dengan atasannya, staf, teman sekerja atau atasan lain
dalam organisasi baik orang diluar organisasi.
2. Pemimpin adalah tanggung jawab dan mempertanggung jawabkan
(akuntabilitas).
Seorang pemimpin bertanggung jawab untuk menyusun tugas,
menjalankan tugas, mengadakan evaluasi, untuk mencapai outcome
yang terbaik. Pemimpin bertanggung jawab untuk kesuksesan stafnya
tanpa kegagalan.
16 Universitas Kristen Petra
3. Pemimpin menyeimbangkan pencapaian tujuan dan prioritas
Proses kepemimpinan dibatasi sumber, jadi pemimpin harus dapat
menyusun tugas dengan mendahulukan prioritas. Dalam upaya
pencapaian tujuan pemimpin harus dapat mendelegasikan tugas-
tugasnya kepada staf. Kemudian pemimpin harus dapat mengatur
waktu secara efektif,dan menyelesaikan masalah secara efektif.
4. Pemimpin harus berpikir secara analitis dan konseptual
Seorang pemimpin harus menjadi seorang pemikir yang analitis dan
konseptual. Selanjutnya dapat mengidentifikasi masalah dengan
akurat. Pemimpin harus dapat menguraikan seluruh pekerjaan menjadi
lebih jelas dan kaitannya dengan pekerjaan lain.
5. Pemimpin adalah politisi dan diplomat
Seorang pemimpin harus mampu mengajak dan melakukan kompromi.
Sebagai seorang diplomat, seorang pemimpin harus dapat mewakili
tim atau organisasinya.
6. Pemimpin membuat keputusan yang sulit
Seorang pemimpin harus dapat memecahkan masalah jika terjadi
masalah baik dari dalam maupun luar perusahaan.
2.1.6 Ciri pemimpin
Pemimpin yang efektif mempunyai ciri-ciri/sifat-sifat tertentu yang
melekat pada dirinya dan hanya dijumpai pada orang-orang yang memang
mempunyai bakat memimpin. Ciri-ciri sifat ini Menurut Irawanto (2008 : 25)
ialah:
1. Percaya diri
Secara realistis seorang pemimpin harus mempunyai kepercayaan diri
yang tinggi,karena pada merekalah para bawahan akan mengikuti
gerak-geriknya. Ciri/sifat ini adalah kunci utama dalam proses
kepemimpinan seseorang.
2. Rendah hati
Bersikap rendah hati dalam situasi-situasi tertentu sangat diperlukan.
17 Universitas Kristen Petra
3. Dapat dipercaya
Kejujuran adalah kunci utama dari ciri/sifat pemimpin. Selalu
konsisten apa yang diucapkan dan dilaksanakan. Mengungkapkan
kebenaran merupakan kunci utama dari ciri/sifat ini.
4. Terbuka
Untuk menjadi pemimpin yang efektif dibutuhkan keterbukaan serta
mau dan mudah bergaul dengan siapa saja.
5. Ketegasan
Tegas adalah kunci utama pemimpin yang efektif. Keinginan yang
gigih untuk mencapai tujuan yang diinginkan akan menjadi teladan
bagi bawahannya. Perlu diingat bahwa tegas bukan berarti agresif dan
pasif.
6. Emosi stabil
Mempunyai ciri/sifat emosi yang stabil merupakan kunci dalam
kepemimpinan efektif karena bawahan membutuhkan konsistensi dari
pemimpin mereka.
7. Antusiasisme
Pemimpin efektif harus antusias karena bawahan akan menilai
kegigihan pemimpin dari ciri/sifat ini.
8. Rasa humor
Ciri/sifat ini lebih diarahkan pada pendekatan orang-perorangan,
dimana dalam situasi-situasi tertentu bawahan membutuhkan hiburan-
hiburan segar dan akan menyenangkan jika hiburan itu berasal dari
pemimpin mereka.
9. Hangat
Bersikap hangat kepada bawahan akan meningkatkan cara pandang
bawahan kepada pemimpin mereka atau mungkin bisa meningkatkan
citra pemimpin sebagai karisma.
10. Tahan Frustasi
Pemimpin selalu berhadapan dengan ketidakpastian. Siap dengan
segala konsukuensi adalah ciri/sifat yang harus ditonjolkan, sehingga
tujuan yang dikehendaki dapat tercapai.
18 Universitas Kristen Petra
2.1.7 Rintangan Pemimpin
Dalam menjalankan peranannya sebagai pemimpin tentu ada saja
rintangan yang menghadang baik dari dalam diri pemimpin maupun dari luar diri
pemimpin. Menurut Hamid (2007, p.38), ada 2 rintangan dalam pemimpin :
1. Rintangan Personal
Kurang jelasnya tujuan yang bersifat formal, pribadi, dan pemetaan
jalan bagaimana memenuhi tujuan tersebut. Hal-hal itu harus ditulis
dan dalam genggaman tangan,tidak hanya berputar-putar di sekitar
kepala anda.
Tidak adanya pemahaman yang jelas mengenai kekuatan diri dan
bidang-bidang yang harus diperkuat(ini membutuhkan masukan dari
orang lain, ditambahkan rencana perbaikan).
Percaya bahwa ada sesuatu yang disebut “etika bisnis” yang berupa
dua standar : satu untuk kehidupan pribadi kita dan satunya lagi ntuk
kehidupan profesi kita.
Kurangnya kedermawanan, tidak berbagi gagasan, waktu, keberanian,
penghormatan, pujian, dan umpak balik dengan orang lain. Akibatnya
jelas, kita memperoleh perlakuan yang sama dari mereka.
Memimpin dari belakang yang sifatnya sementara, pasif dan tidak
bertanggung jawab.
Selalu memaksakan apa yang tidak bisa dilakukan dengan baik oleh
orang lain daripada membangun kekuatan mereka, apa yang bisa
dilakukan dengan sangat baik oleh mereka.
Kurangnya pendekatan positif pada isu-isu serius,gagal memberikan
solusi.
Tidak bertanggung jawab terhadap pembelajaran dan pengembangan
diri seseorang.
Rintangan personal ini bersumber dari pemimpin itu sendiri, dimana tidak
ada pemahaman yang jelas tentang bagaimana cara memimpin yang baik.
Kurangnya pemahaman personal dalam diri pemimpin dapat menjadi faktor
penghambat untuk mencapai tujuan perusahaan, seperti pemimpin baru yang
belum jelas bagaimana mengelola perusahaan yang dia pimpin.
19 Universitas Kristen Petra
2. Rintangan Institusional
Struktur hierarki yang membatasi, menggencet dan menyulitkan orang.
Budaya korporat dan yang mendorong mediokritas.
Budaya korporat dan praktik-praktik yang membunuh pegawai.
Rasisme dan seksisme yang dijalankan diam-diam.
Akuntabilitas yang tidak jelas.
Tidak adanya pembedaan yang tajam antara governance (pengaturan)
dan manajemen (pengelolaan) dan antara kebijakan dan operasi,tanpa
adanya peran dan tanggung jawab yang dijabarkan secara jelas.
Tidak ada rencana mentoring buat membimbing para staf.
Mentalitas yang tidak melihat orang sebagai aset perusahaan yang
paling berharga.
Gagal membangun dari sekarang seubah organisasi sangat pluralistik
yang mewadahi keragaman dewan direksi dan tim manajemen puncak.
Tidak bersatunya kata dan perbuatan,tingkah laku tim manajemen
tidak sesuai dengan perkataannya.
Struktur staf yang statis,tidak ada rotasi pekerjaan atau perluasan kerja.
Tiadanya perencanaan yang jelas dan formal mengenal apa itu sukses.
Rintangan institusional ini berasal dari budaya perusahaan yang tidak
dikelola dengan baik sehingga muncul budaya organisasi yang salah seperti saling
menjatuhkan antar pegawai, tidak ada koordinasi yang baik dalam budaya
perusahaan sehingga tidak ada rotasi pekerjaan. Pada akhirnya akan menghambat
pemimpin dalam mengelola perusahaan.
2.2 Manajemen
Dalam menjalankan bisnisnya, tentu saja PT. Megah Jaya Cemerlang
membutuhkan manajemen sebagai suatu wadah yang mengkoordinasikan
perusahaan, menjalankan, mengelola, dan mengawasi untuk mencapai tujuan
perusahaan. Oleh karena itu perlu penjelasan tentang teori manajemen dan fungsi-
fungsi manajemen.
20 Universitas Kristen Petra
2.2.1 Pengertian Manajemen
Manajemen adalah seperti yang diuraikan oleh G.R. Terry menurutnya
manajemen adalah suatu proses khusus yang terdiri dari perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan yang dilakukan untuk
menentukan serta mencapai sasaran yang telah ditentukan melalui pemanfaatan
sumber daya manusia dan lainnya)” (Dalam Hasibuan 2005).
Harold Koontz dan Cyrill O’Donnel, ahli lainnya mengartikan manajemen
adalah usaha mencapai suatu tujuan tertentu melalui kegiatan orang lain. Dengan
demikian manajer mengadakan koordinasi atas sejumlah aktivitas orang lain yang
meliputi perencanaan, pengorganisasian, penempatan, pengarahan, dan
pengendalian (dalam Hasibuan 2005).
Manajemen berasal dari kata to manage yang artinya mengatur, istilah
manajemen (management) telah diartikan oleh berbagai pihak dengan perspektif
yang berbeda, misalnya pengelolaan, pembinaan, pengurusan, ketatalaksanaan,
kepemimpinan, pemimpin, ketata pengurusan, administrasi, dan sebagainya.
Untuk lebih jelasnya ada beberapa definisi atau pengertian dari manajemen, yaitu
sebagai berikut : John D. Millett membatasi manajemen adalah suatu proses
pengarahan dan pemberian fasilitas kerja kepada orang yang diorganisasikan
dalam kelompok formal untuk mencapai tujuan” (Dalam Siswanto, 2007).
Berdasarkan uraian pembahasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa
manajemen merupakan suatu ilmu dan seni, sebab antara keduanya tidak bisa
dipisahkan. Manajemen sebagai suatu ilmu pengetahuan, karena telah dipelajari
sejak lama, dan telah diorganisasikan menjadi suatu teori. Manajemen dapat
diartikan sebagai kolektivitas yaitu merupakan suatu kumpulan dari orang-orang
yang bekerja sama untuk mencapai suatu tujuan bersama. Kolektivitas atau
kumpulan orang-orang inilah yang disebut dengan manajemen, sedang orang yang
bertanggung jawab terhadap terlaksananya suatu tujuan atau berjalannya aktivitas
manajemen disebut Manajer.
2.2.2 Pengertian Manajemen Operasional
Operasi adalah suatu aktivitas dalam mentransformasikan input-input
menjadi output-output yang dapat menambah nilai pada barang atau jasa. Jadi
21 Universitas Kristen Petra
pengertian dari manajemen operasional adalah seluruh aktivitas untuk mengatur
dan mengkoordinir faktor-faktor produksi secara efektif dan efisien untuk dapat
menciptakan dan menambah nilai dan benefit dari produk (barang dan jasa) yang
dihasilkan oleh sebuah organisasi (Anoraga, 2009).
Beberapa definisi manajemen operasi yang disampaikan oleh para ahli
manajemen operasional diantaranya :
a. Heizer dan Render (2005)
“Serangkaian kegiatan yang membuat barang dan jasa melalui perubahan dari
masukan dan keluaran”.
b. Russel and Taylor (2002)
“Fungsi atau sistem yang melakukan kegiatan proses pengolahan masukan
keluaran dengan nilai tambah yang besar” (Dalam Murdifin Haming 2003).
c. Eddy Herjanto (2007)
“Manajemen operasi adalah suatu kegiatan yang berhubungan dengan
pembuatan barang, jasa dan kombinasinya, melalui proses transformasi dari
sumber daya produksi menjadi keluaran yang diinginkan”.
d. Suryadi Prawirosentono (2001)
“Manajemen produksi (operasi) adalah perencanaan, pelaksanaan dan
pengawasan dari urutan berbagai kegiatan untuk membuat barang (produk)
yang berasal dari bahan baku dan bahan penolong lain”.
e. Agus Ahyari (http://www.geocities.com/agus_lecturer)
“Manajemen operasi merupakan proses kegiatan untuk mengadakan
perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengkoordinasian dari produksi
dan proses produksi”.
Berdasarkan teori dari manajemen operasi di atas, dapat didefinisikan
bahwa manajemen operasional merupakan suatu rangkaian kegiatan dalam
mengubah atau mentransformasikan semua masukan (input) perusahaan menjadi
keluaran (output) perusahaan atau sebagai kegiatan untuk menghasilkan sesuatu
produk.
22 Universitas Kristen Petra
2.2.3 Fungsi Manajemen
Adapun dari pengertian manajemen di atas dapat dikemukakan fungsi-
fungsi manajemen, menurut Zulkifli (2003) memberikan penjelasan secara umum
mengenai fungsi-fungsi manajemen sebagai berikut:
a. Planning (Perencanaan)
Perencanaan merupakan fungsi manajemen yang berkaitan dengan
penyusunan tujuan dan menjabarkannya dalam bentuk perencanaan untuk
mencapai tujuan tersebut.
b. Organizing (Pengorganisasian)
Keseluruhan proses pengelompokan orang-orang, alat-alat, tugas, tanggung
jawab atau wewenang sedemikian rupa sehingga tercipta organisasi yang
dapat digerakkan sebagai suatu kesatuan dalam rangka mencapai tujuan yang
telah ditetapkan.
c. Staffing (Pengaturan Karyawan)
Pengaturan karyawan berkaitan dengan kegiatan bimbingan dan pengaturan
kerja personel unit masing-masing manajemen sampai pada kegiatan seperti
seleksi, penempatan, pelatihan, pengembangan, dan kompensasi, sebagai
bagian dari bantuan unit pada unit personalia organisasi.
d. Directing (Pengarahan)
Pengarahan berkaitan dengan kegiatan melakukan pengarahan-pengarahan,
tugas-tugas, dan instruksi.
e. Controlling (Pengawasan)
Kegiatan manajemen yang berkaitan dengan pemeriksaan untuk menentukan
apakah pelaksanaannya sudah dikerjakan sesuai dengan perencanaan, sudah
sampai sejauh mana kemajuan, serta melakukan koreksi bagi pelaksanaan
yang belum terselesaikan sesuai rencana.
2.3 Kinerja
Penilaian kerja seorang karyawan dalam melaksanakan tugas yang telah
diberikan oleh perusahaan kepadanya tentu ada tolok ukur atau standar kerja kerja
yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Hasil kerja karyawan dapat dilihat dari
kinerjanya diperusahaan, adapun berikut adalah teori tentang kinerja.
23 Universitas Kristen Petra
2.3.1 Pengertian Kinerja
Menurut Mangkunegara ( 2000, p: 67 ), Kinerja adalah hasil kerja secara
kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang pegawai dalam melaksanakan
tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.
Menurut Fuad Mas’ud (2004) kinerja adalah hasil pencapaian dari usaha
yang telah dilakukan yang dapat diukur dengan indikator-indikator tertentu.
Kinerja merupakan kondisi yang harus diketahui dan diinformasikan kepada
pihak-pihak tertentu untuk mengetahui tingkat pencapaian hasil suatu instansi
dihubungkan dengan visi yang diemban suatu organisasi serta mengetahui
dampak positif dan negatif suatu kebijakan operasional yang diambil. Dengan
adanya informasi mengenai kinerja suatu instansi pemerintah, akan dapat diambil
tindakan yang diperlukan seperti koreksi atas kebijakan, meluruskan kegiatan-
kegiatan utama, dan tugas pokok instansi, bahan untuk perencanaan, menentukan
tingkat keberhasilan instansi untuk memutuskan suatu tindakan, dan lain-lain.
Pada dasarnya kinerja merupakan sesuatu hal yang bersifat individual,
karena setiap karyawan memiliki tingkat kemampuan yang berbeda dalam
mengerjakan tugasnya. Kinerja tergantung pada kombinasi antara kemampuan,
usaha, dan kesempatan yang diperoleh. Hal ini berarti bahwa kinerja merupakan
hasil kerja karyawan dalam bekerja untuk periode waktu tertentu. Jadi penekanan
pada hasil kerja yang diselesaikan karyawan dalam periode tertentu.
Tingkat kinerja karyawan diukur melalui pengamatan kepada atasan
terhadap bawahan dari masing-masing unit kerja dengan beberapa alternatif
penilaian maupun melalui wawancara langsung di lapangan kerja. Informasi yang
diperoleh dari penilaian kinerja tersebut dapat digunakan oleh penyedia atau
supervisor dalam mengelola kinerja karyawan, mengetahui penyebab kelemahan
maupun keberhasilan kinerja karyawan, dan dalam menentukan target maupun
tindakan koreksi untuk mencapai tujuan badan usaha.
2.3.2 Kinerja Karyawan
Menurut Cokroaminoto (2007) pengertian kinerja karyawan menunjuk
pada kemampuan karyawan dalam melaksanakan keseluruhan tugas-tugas yang
menjadi tanggung jawabnya. Tugas-tugas tersebut biasanya berdasarkan
24 Universitas Kristen Petra
indikator-indikator keberhasilan yang sudah ditetapkan. Sebagai hasilnya akan
diketahui bahwa seseorang karyawan masuk dalam tingkatan kinerja tertentu.
Tingkatannya dapat bermacam istilah. Kinerja karyawan dapat dikelompokkan ke
dalam: tingkatan kinerja tinggi, menengah atau rendah. Dapat juga
dikelompokkan melampaui target, sesuai target atau di bawah target. Berangkat
dari hal-hal tersebut, kinerja dimaknai sebagai keseluruhan “unjuk kerja” dari
seorang karyawan.
2.3.3 Jenis-jenis kinerja
Kinerja suatu organisasi, baik yang bergerak di bidang yang berorientasi
mencari keuntungan, organisasi pemerintah atau organisasi pendidikan semuanya
tergantung kinerja dari peserta organisasi yang bersangkutan. Meskipun setiap
organisasi memiliki ragam tujuan yang berbeda dinilai berkinerja baik bila meraih
keberhasilan. Hal ini disebabkan etos kerja dalam bentuk kinerja karyawan
sebagai pelaku organisasi yang baik. Keberhasilan organisasi dengan ragam
kinerja tergantung kepada kinerja para peserta organisasi yang bersangkutan.
Unsur manusialah yang memegang peranan sangat penting dan menentukan
keberhasilan mencapai tujuan organisasi. Di dalam organisasi di kenal tiga jenis
kinerja (Prabu Mangkunegara, 2005), yakni:
a. Kinerja Strategik.
Kinerja strategik biasanya berkaitan dengan strategi dalam penyesuaian
terhadap lingkungannya dan kemampuan di mana suatu organisasi berada.
Biasanya kebijakan strategik dipegang oleh top manager karena
menyangkut strategi menghadapi pihak luar, dan juga kinerja strategik
harus mampu membuat visi kedepan tentang kondisi makro ekonomi
negara yang berpengaruh pada kelangsungan organisasi.
b. Kinerja Administratif.
Kinerja administratif berkaitan dengan kinerja administrasi organisasi.
Termasuk didalamnya tentang struktur administratif yang mengatur
hubungan otoritas (wewenang) dan tanggung jawab dari orang yang
menduduki jabatan atau bekerja pada unit-unit kerja yang terdapat dalam
organisasi. Disamping itu, kinerja administratif berkaitan dengan kinerja
25 Universitas Kristen Petra
dari mekanisme aliran informasi antar unit kerja dalam organisasi, agar
tercapai sinkronisasi kerja antar unit kerja.
c. Kinerja Operasional.
Kinerja operasional berkaitan dengan efektifitas penggunaan setiap sumber
daya yang digunakan organisasi. Kemampuan mencapai efektifitas
penggunaan sumber daya (modal, bahan baku, teknologi dan lain-lain)
tergantung kepada sumber daya manusia yang mengerjakan.
2.3.4 Unsur-unsur Kinerja
Pada umumnya menurut B. Siswanto Sastrohadiwiryo (2005: 235),
terdapat unsur-unsur yang perlu diadakan penilaian dalam proses penilaian kinerja
adalah sebagai berikut :
1. Kesetiaan
Kesetiaan yang dimaksud adalah tekad dan kesanggupan menaati,
melaksanakan dan mengamalkan sesuatu yang ditaati dengan penuh
kesadaran dan tanggung jawab. Tekad dan kesanggupan tersebut harus
dibuktikan dengan sikap dan perilaku tenaga kerja yang bersangkutan
dalam kegiatan sehari-hari serta dalam melaksanaan tugas dan pekerjaan
yang diberikan kepadanya. Kesetiaan tenaga kerja terhadap perusahaan
sangat berhubungan dengan pengabdiannya. Pengabdian yang dimaksud
adalah sumbangan pikiran dan tenaga yang ikhlas dengan mengutamakan
kepentingan publik.
2. Hasil kerja
Yang dimaksud dengan hasil kerja adalah kinerja yang dicapai oleh
seorang tenaga kerja dalam melaksanakan tugas dan pekerjaan yang
diberikan kepadanya. Pada umumnya kerja seorang tenaga kerja antara
lain dipengaruhi oleh kecakapan, keterampilan, pengalaman, dan
kesungguhan tenaga kerja yang bersangkutan.
3. Tanggung jawab
Tanggung jawab adalah kesanggupan seorang tenaga kerja dalam
menyelesaikan tugas dan pekerjaan yang diserahkan kepadanya dengan
26 Universitas Kristen Petra
sebaik-baiknya dan tepat waktu serta berani memikul resiko atas
keputusan yang diambilnya atau tindakan yang dilakukannya.
4. Ketaatan
Yang dimaksud ketaatan adalah kesanggupan seorang tenaga kerja
untuk mentaati segala ketetapan, peraturan perundang-undangan dan
peraturan kedinasan yang berlaku, mentaati perintah kedinasan yang
diberikan atasan yang berwenang, serta kesanggupan untuk tidak
melanggar larangan yang telah ditetapkan perusahaan maupun pemerintah,
baik secara tertulis maupun tidak tertulis.
5. Kejujuran
Yang dimaksud dengan kejujuran adalah ketulusan hati seorang
tenaga kerja dalam melaksanakan tugas dan pekerjaan serta kemampuan
untuk tidak menyalahgunakan wewenang yang telah diberikan kepadanya.
6. Kerjasama
Kerjasama adalah kemampuan seorang tenaga kerja untuk bekerja
sama dengan orang lain dalam menyelesaikan suatu tugas dan pekerjaan
yang telah ditetapkan, sehingga mencapai daya guna dan hasil guna yang
sebesar-besarnya.
7. Prakarsa
Prakarsa adalah kemampuan seorang tenaga kerja untuk
mengambil keputusan, langkah-langkah atau melaksanakan sesuatu
tindakan yang diperlukan dalam melaksanakan tugas pokok tanpa
menunggu perintah dan bimbingan dari manajemen lainnya.
8. Kepemimpinan
Yang dimaksud dengan kepemimpinan adalah kemampuan yang
dimiliki seorang tenaga kerja untuk meyakinkan orang lain (tenaga kerja
lain) sehingga dapat dikerahkan secara maksimum untuk melaksanakan
tugas pokok. Penilaian unsur kepemimpinan bagi tenaga kerja sebenarnya
khusus diperuntukkan bagi tenaga kerja yang memiliki jabatan di seluruh
hirarki dalam perusahaan.
27 Universitas Kristen Petra
2.3.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Karyawan
Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan menurut Robert L.
Mathis dan John H. Jackson (2001 : 82) faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja
individu tenaga kerja, yaitu:
1. Kemampuan mereka,
2. Motivasi,
3. Dukungan yang diterima,
4. Keberadaan pekerjaan yang mereka lakukan, dan
5. Hubungan mereka dengan organisasi.
Terdapat hal-hal dari luar (eksternal) yang dapat mempengaruhi kinerja
karyawan dalam kesehariannya. Hal-hal tersebut antara lain :
1. Peran pemimpin.
2. Ketergantungan.
3. Hubungan atasan dengan bawahan.
4. Kultur yang terbangun.
5. Kemampuan dan ilmu pengetahuan yang dimiliki.
6. Sistem penilaian kerja yang diberlakukan.
2.3.6 Penilaian Kinerja Karyawan
Andrew F. Sikula dalam Hasibuan (2005) juga menyatakan penilaian
kinerja adalah evaluasi yang sistematis terhadap pekerjaan yang telah dilakukan
oleh karyawan dan ditujukan untuk pengembangan.
Dale Yoder dalam Hasibuan (2005) mendefinisikan penilaian kinerja
merupakan prosedur yang formal dilakukan di dalam organisasi untuk
mengevaluasi pegawai dan sumbangan serta kepentingan bagi pegawai.
Menurut B. Siswanto Sastrohadiwiryo (2005: 232), penilaian kinerja
merupakan proses subjektif yang menyangkut penilaian manusia. Dikatakan
penilaian kinerja subjektif, karena kebanyakan pekerjaan benar-benar tidak
mungkin diukur secara obyektif, hal ini disebabkan beberapa alasan, termasuk
alasan kerumitan dalam tugas pengukuran, lingkaran yang berubah-ubah, dan
kesulitan dalam merumuskan tugas dan pekerjaan individual tenaga kerja secara
28 Universitas Kristen Petra
rinci. Dengan demikian, penilaian kinerja sangat mungkin keliru dan sangat
mudah dipengaruhi oleh sumber yang tidak aktual. Tidak sedikit sumber tersebut
mempengaruhi proses penilaian sehingga harus diperhitungkan dan
dipertimbangkan dengan wajar. Penilaian kinerja dianggap memenuhi sasaran
apabila memiliki dampak yang baik pada tenaga kerja yang baru dinilai
kinerja/keragamannya.
2.3.6.1 Karakteristik Penilaian Kinerja Karyawan
Menurut Henry Simamora (2004: 362-363), meskipun mustahil
mengidentifikasi setiap kriteria kinerja yang universal yang dapat diterapkan pada
semua pekerjaan, adalah mungkin menentukan beberapa karakteristik yang harus
dimiliki oleh kriteria apabila kriteria itu diharapkan bermanfaat bagi penilaian
kinerja. Karakteristiknya adalah:
1. Kriteria yang baik harus mampu diukur dengan cara-cara yang dapat
dipercaya. Konsep keandalan pengukuran mempunyai dua komponen:
stabilitas dan konsistensi. Stabilitas menyiratkan bahwa pengukuran
kriteria yang dilaksanakan pada waktu yang berbeda haruslah mencapai
hasil yang kira-kira serupa. Konsistensi menunjukkan bahwa pengukuran
kriteria yang dilakukan dengan metode yang berbeda atau orang yang
berbeda harus mencapai hasil yang kira-kira sama.
2. Kriteria yang baik harus mampu membedakan individu-individu sesuai
dengan kinerja mereka. Salah satu tujuan penilaian kinerja adalah evaluasi
kinerja anggota organisasi. Jikalau kriteria semacam itu memberikan skor
yang identik kepada semua orang, maka kriteria tersebut tidak berguna
untuk mendistribusikan kompensasi atas kinerja, merekomendasikan
kandidat untuk promosi, ataupun menilai kebutuhan-kebutuhan pelatihan
dan pengembangan.
3. Kriteria yang baik haruslah sensitif terhadap masukan dan tindakan
pemegang jabatan. Karena tujuan penilaian kinerja adalah untuk menilai
efektivitas individu anggota organisasi, kriteria efektivitas yang dipakai
dalam sistem itu haruslah di bawah kebijakan pengendalian orang yang
sedang dinilai.
29 Universitas Kristen Petra
4. Kriteria yang baik harus dapat diterima oleh individu yang mengetahui
kinerjanya sedang dinilai. Penting agar orang-orang yang kinerjanya
sedang diukur merasa bahwa kinerja yang sedang digunakan memberikan
petunjuk yang adil dan benar tentang kinerja mereka.
Pada dasarnya, belum ada kesepakatan diantara para ahli mengenai
karakteristik pengukuran kinerja. Namun, sebagai pembanding, akan disajikan
karakteristik menurut beberapa penulis.
Menurut Cascio (2003: 336-337), kriteria sistem pengukuran kinerja adalah
sebagai berikut:
1. Relevan (relevance). Relevan mempunyai makna (1) terdapat kaitan yang
erat antara standar untuk pekerjaan tertentu dengan tujuan organisasi, dan
(2) terdapat keterkaitan yang jelas antara elemen-elemen kritis suatu
pekerjaan yang telah diidentifikasi melalui analisis jabatan dengan
dimensi-dimensi yang akan dinilai dalam form penilaian.
2. Sensitivitas (sensitivity). Sensitivitas berarti adanya kemampuan sistem
penilaian kinerja dalam membedakan pegawai yang efektif dan pegawai
yang tidak efektif.
3. Reliabilitas (reliability). Reliabilitas dalam konteks ini berarti konsistensi
penilaian. Dengan kata lain sekalipun instrumen tersebut digunakan oleh
dua orang yang berbeda dalam menilai seorang pegawai, hasil
penilaiannya akan cenderung sama.
4. Akseptabilitas (acceptability). Akseptabilitas berarti bahwa pengukuran
kinerja yang dirancang dapat diterima oleh pihak-pihak yang
menggunakannya.
5. Praktis (practicality). Praktis berarti bahwa instrumen penilaian yang
disepakati mudah dimengerti oleh pihak-pihak yang terkait dalam proses
penilaian tersebut.
30 Universitas Kristen Petra
Pendapat senada dikemukakan oleh Noe et al (2003: 332-335), bahwa
kriteria sistem pengukuran kinerja yang efektif terdiri dari beberapa aspek sebagai
berikut:
1. Mempunyai Keterkaitan yang Strategis (strategic congruence). Suatu
pengukuran kinerja dikatakan mempunyai keterkaitan yang strategis jika
sistem pengukuran kinerjanya menggambarkan atau berkaitan dengan
tujuan-tujuan organisasi. Sebagai contoh, jika organisasi tersebut
menekankan pada pentingnya pelayanan pada pelanggan, maka
pengukuran kinerja yang digunakan harus mampu menilai seberapa jauh
pegawai melakukan pelayanan terhadap pelanggannya.
2. Validitas (validity). Suatu pengukuran kinerja dikatakan valid apabila
hanya mengukur dan menilai aspek-aspek yang relevan dengan kinerja
yang diharapkan.
3. Reliabilitas (reliability). Reliabilitas berkaitan dengan konsistensi
pengukuran kinerja yang digunakan. Salah satu cara untuk menilai
reliabilitas suatu pengukuran kinerja adalah dengan membandingkan dua
penilai yang menilai kinerja seorang pegawai. Jika nilai dari kedua penilai
tersebut relatif sama, maka dapat dikatakan bahwa instrumen tersebut
reliabel.
4. Akseptabilitas (acceptability). Akseptabilitas berarti bahwa pengukuran
kinerja yang dirancang dapat diterima oleh pihak-pihak yang
menggunakannya. Hal ini menjadi suatu perhatian serius mengingat
sekalipun suatu pengukuran kinerja valid dan reliabel, akan tetapi cukup
banyak menghabiskan waktu penilai, sehingga penilai tidak nyaman
menggunakannya.
5. Spesifisitas (specificity). Spesifisitas adalah batasan-batasan dimana
pengukuran kinerja yang diharapkan disampaikan kepada para pegawai
sehingga para pegawai memahami apa yang diharapkan dari mereka dan
bagaimana cara untuk mencapai kinerja tersebut. Spesifisitas berkaitan erat
dengan tujuan strategis dan tujuan pengembangan manajemen kinerja.
31 Universitas Kristen Petra
2.3.6.2 Pengukuran Kinerja Karyawan
Menurut Williams (1998), kinerja karyawan dapat diukur melalui:
1. Quality of Work
Adalah penilaian terhadap karyawan berdasarkan standar hasil kinerja,
ketepatan, ketelitian, dan kebersihan.
2. Quantity of Work
Adalah penilaian terhadap karyawan berdasarkan jumlah dari hasil
kerja saat kondisi normal maupun kondisi tidak normal.
3. Timeliness of Work
Adalah penilaian terhadap karyawan berdasarkan penyelesaian
pekerjaan sesuai rencana, memenuhi target berdasarkan tanggal yang
ditentukan dan waktu yang ditetapkan.
4. Organization of Work
Adalah penilaian terhadap karyawan berdasarkan pekerjaan yang
direncanakan dengan baik, menggunakan pendekatan yang sesuai
dalam membawa pekerjaan itu keluar dan penggunaan alat-alat kerja,
peralatan dan tempat kerja yang sudah diatur sebaik mungkin.
Semakin tinggi kinerja seorang karyawan maka semakin tinggi pula job
satisfaction seorang karyawan. Hal ini bisa dilihat pada kinerja yang baik secara
khusus akan menunjuk pada tingginya penghargaan terhadap hal ekonomis,
kemasyarakatan dan kejiwaan. Apabila penghargaan ini diberikan secara adil dan
pantas maka kepuasan akan terbukti karena karyawan merasa sudah sepantasnya
dan sesuai dengan hasil kinerja mereka begitu juga sebaliknya.
2.3.6.3 Sasaran Penilaian Kinerja Karyawan
Penilaian kinerja karyawan memiliki beberapa sasaran seperti yang
dikemukakan Agus Sunyoto dalam A.A. Anwar Prabu Mangkunegara, (2005: 11)
yaitu:
1. Membuat analisis kerangka dari waktu yang lalu secara
berkesinambungan dan periodik baik kinerja karyawan maupun kinerja
organisasi.
32 Universitas Kristen Petra
2. Membuat evaluasi kebutuhan pelatihan dari para karyawan melalui
audit keterampilan dan pengetahuan sehingga dapat mengembangkan
kemampuan dirinya. Atas dasar evaluasi kebutuhan pelatihan ini dapat
menyelenggarakan program pelatihan dengan tepat.
3. Menentukan sasaran dari kinerja yang akan datang dan memberikan
tanggung jawab yang harus diperbuat oleh karyawan, mutu dan bahan
baku yang harus dicapai, sarana dan prasarana yang diperlukan untuk
meningkatkan kinerja karyawan.
4. Menentukan potensi karyawan yang berhak memperoleh promosi, dan
kalau berdasarkan hasil diskusi antara karyawan dengan pimpinan itu
untuk menyusun suatu proposal mengenai sistem bijak (merit system)
dan sistem promosi lainnya, seperti imbalan (yaitu reward system
recommendation)
2.3.6.4 Pendekatan Penilaian Kinerja Karyawan
Proses penilaian kinerja menghasilkan suatu evaluasi kinerja karyawan di
waktu yang lalu dan atau prediksi kinerja karyawan di waktu yang akan datang.
Proses penilaian ini kurang mempunyai nilai bila para karyawan tidak menerima
umpan balik mengenai kinerja mereka. Tanpa umpan balik, perilaku karyawan
tidak akan dapat diperbaiki. Oleh karena itu, bagian kritis proses penilaian adalah
wawancara eksklusif. Menurut T. Hani Handoko (2001: 152-153), wawancara
eksklusif adalah proses peninjauan kembali prestasi kerja yang diberikan kepada
karyawan, umpan balik tentang prestasi kerja di masa lalu dan potensi mereka.
Penilai bisa memberikan umpan balik ini melalui beberapa pendekatan:
1. Tell and Sell Approach
Me-review prestasi kerja karyawan dan mencoba untuk meyakinkan
karyawan untuk berprestasi lebih baik. Pendekatan ini paling baik
digunakan untuk para karyawan baru.
2. Tell and Listen Approach
Memungkinkan karyawan untuk menjelaskan berbagai alasan latar
belakang dan perasaan defensif mengenai prestasi kerja. Ini bermaksud
33 Universitas Kristen Petra
untuk mengatasi reaksi-reaksi tersebut dengan konseling tentang
bagaimana cara berprestasi lebih baik.
3. Problem Solving Approach
Mengidentifikasi masalah-masalah yang menggangu prestasi kerja
karyawan. Kemudian melalui latihan, coaching atau konseling, upaya-
upaya dilakukan untuk memecahkan penyimpangan-penyimpangan
(sering diikuti dengan penetapan sasaran-sasaran prestasi kerja di
waktu yang akan datang).
Alasan dilakukannya penilaian kinerja. Pertama, penilaian harus
memainkan peran yang terintegrasi dalam proses mengetahui kinerja karyawan
dalam perusahaan. Kedua, penilaian memungkinkan atasan dan bawahan
menyusun rencana untuk mengoreksi semua kekurangan yang ditemukan dalam
penilaian dan untuk menegaskan hal-hal yang telah dilakukan dengan benar oleh
bawahan. Ketiga, penilaian memberi kesempatan meninjau keputusan untuk
meningkatkan gaji dan promosi karyawan (Dessler, 2003, p.241).
2.3.6.5 Tujuan Penilaian Kerja Karyawan
Tujuan dari penilaian kinerja adalah untuk memperbaiki atau
meningkatkan kinerja organisasi dari SDM organisasi. Secara spesifik, tujuan dari
penilaian kinerja sebagaimana dikemukakan Agus Sunyoto dalam A.A. Anwar
Prabu Mangkunegara, (2005: 10) adalah:
1. Meningkatkan saling pengertian antara karyawan tentang persyaratan
kinerja supaya hubungan antar karyawan terjalin dengan baik, dan juga
untuk meminimalkan konflik.
2. Mencatat dan mengakui hasil kerja seseorang karyawan, sehingga
mereka termotivasi untuk berbuat yang lebih baik, atau sekurang-
kurangnya berprestasi sama dengan prestasi yang terdahulu.
Contohnya, dulu hanya bekerja dengan hasil 100 lembar, sekarang bisa
150 lembar atau dulu bawahan sekarang menjadi kepala bagian karena
prestasi kerjanya meningkat.
34 Universitas Kristen Petra
3. Memberikan peluang kepada karyawan untuk mendiskusikan
keinginan dan aspirasinya dan meningkatkan kepedulian terhadap karir
atau terhadap pekerjaan yang diembannya sekarang. Gunanya supaya
karyawan mempunyai peluang meraih prestasi kerja yang lebih baik,
kenyamanan kerja, dan gaji yang meningkat.
4. Mendefinisikan atau merumuskan kembali sasaran masa depan,
sehingga karyawan termotivasi untuk berprestasi sesuai dengan
potensinya.
5. Memeriksa rencana pelaksanaan dan pengembangan yang sesuai
dengan kebutuhan pelatihan, khusus rencana diklat, dan kemudian
menyetujui rencana itu jika tidak ada hal-hal yang perlu diubah.
2.3.6.6 Manfaat Penilaian Kinerja Karyawan
Adapun manfaat penilaian kinerja bagi semua pihak menurut Rivai dan
Basri yaitu agar mereka mengetahui manfaat yang dapat mereka harapkan. Pihak-
pihak yang berkepentingan dalam penilaian adalah :
1. Orang yang dinilai (karyawan),
2. Penilai (atasan, supervisor, pimpinan, manajer, konsultan), dan
3. Perusahaan.
a. Manfaat bagi karyawan yang dinilai
Bagi karyawan yang dinilai, keuntungan pelaksanaan penilaian kerja
adalah ( Rivai&Basri, 2004 : 58 ), antara lain :
1. Meningkatkan motivasi karyawan supaya kinerjanya meningkat
sehingga memperoleh prestasi kerja.
2. Meningkatkan kepuasan hidup. Maksudnya mendapat kenyamanan
dan keamanan dalam bekerja serta mendapat gaji yang sesuai.
3. Adanya kejelasan standar hasil yang diterapkan mereka. Dari prosedur
standar yang telah ditetapkan, terlihat hasil yang jelas.
4. Umpan balik dari kinerja lalu yang kurang akurat dan konstruktif
sekarang diusahakan menjadi akurat.
35 Universitas Kristen Petra
5. Pengetahuan tentang kekuatan dan kelemahan menjadi lebih besar,
membangun kekuatan dan mengurangi kelemahan semaksimal
mungkin. Hal ini dapat mengurangi turn-over yang dilakukan
karyawan itu sendiri.
6. Adanya kesempatan untuk berkomunikasi ke atas. Dengan adanya
penilaian ini, hubungan karyawan dan atasan menjadi jelas dan tidak
menutup kemungkinan terjadi hubungan yang harmonis sehingga
karyawan loyal terhadap perusahaan.
7. Peningkatan pengertian tentang nilai pribadi. Menyadari kapasitas dan
kuantitas yang dimiliki oleh karyawan tersebut sehingga dapat
mengintropeksi diri untuk peningkatan mutu kinerjanya.
8. Kesempatan untuk mendiskusikan permasalahan pekerjaan dan
bagaimana mereka mengatasinya. Permasalahan dan solusi akan
menjadi lebih jelas.
9. Suatu pemahaman untuk mencapai harapan tersebut.
10. Kesempatan untuk mendiskusikan cita-cita dan bimbingan apapun
dorongan atau pelatihan yang diperlukan untuk memenuhi cita-cita
karyawan.
11. Meningkatkan hubungan yang harmonis dan aktif dengan atasan.
b. Manfaat Bagi Penilai (Supervisor/Manager/Penyedia)
Bagi penilai, manfaat pelaksanaan penilaian kerja ( Rivai & Basri,
2004 : 60 ) adalah :
1. Kesempatan untuk mengukur dan mengidentifikasikan kecenderungan
kinerja karyawan untuk perbaikan manajemen selanjutnya. Tidak tetap
pada mutu kinerja yang selalu sama setiap tahunnya.
2. Kesempatan untuk mengembangkan suatu pandangan umum tentang
pekerjaan individu dan departemen yang lengkap.
3. Memberikan peluang untuk mengembangkan sistem pengawasan baik
untuk pekerjaan manajer sendiri, maupun pekerjaan dari bawahannya.
4. Identifikasi gagasan untuk peningkatan tentang nilai pribadi. Menjadi
bahan pertimbangan yang perlu untuk dipikirkan sebagai masukan
36 Universitas Kristen Petra
5. Peningkatan kepuasan kerja. Manager dapat mengerti tingkat kepuasan
kerja karyawannya seberapa agar karyawan loyal terhadap perusahaan
itu.
6. Pemahaman yang lebih baik terhadap karyawan, tentang rasa takut,
rasa grogi, harapan, dan aspirasi mereka sehingga terjalin hubungan
yang baik.
7. Meningkatkan kepuasan kerja baik terhadap karyawan dari para
manajer maupun dari para karyawan.
8. Kesempatan untuk menjelaskan tujuan dan prioritas penilai dengan
memberikan pandangan yang lebih baik terhadap bagaimana mereka
dapat memberikan kontribusi yang lebih besar kepada perusahaan.
9. Meningkatkan rasa harga diri yang kuat diantara manajer dan juga para
karyawan, karena telah berhasil mendekatkan ide dari karyawan
dengan ide para manajer.
10. Sebagai media untuk mengurangi kesenjangan antara sasaran individu
dengan sasaran kelompok atau sasaran departemen SDM atau sasaran
perusahaan.
11. Kesempatan bagi para manajer untuk menjelaskan pada karyawan apa
yang sebenarnya diinginkan oleh perusahaan dari para karyawan
sehingga para karyawan dapat mengukur dirinya, menempatkan
dirinya, dan berjaya sesuai dengan harapan dari manajer.
12. Sebagai media untuk meningkatkan interpersonal relationship atau
hubungan antara pribadi antara karyawan dan manajer.
13. Dapat sebagai sarana meningkatkan motivasi karyawan dengan lebih
memusatkan perhatian kepada mereka secara pribadi. Manajer
mengetahui siapa saja yang perlu dimotivasi lebih dan dengan cara
apa.
14. Merupakan kesempatan berharga bagi manajer agar dapat menilai
kembali apa yang telah dilakukan sehingga ada kemungkinan me-
revisi target atau menyusun prioritas kembali.
15. Bisa mengidentifikasikan kesempatan untuk rotasi atau perubahan
tugas karyawan. Dilakukan supaya tidak terjadi kejenuhan dalam
37 Universitas Kristen Petra
bekerja dan mencari karyawan yang memang berbakat dalam
bidangnya.
c. Manfaat Bagi Perusahaan
Bagi perusahaan, manfaat penilaian ( Rivai & Basri, 2004 : 62 ) antara
lain :
1. Perbaikan seluruh simpul unit-unit yang ada dalam perusahaan karena
komunikasi menjadi lebih efektif mengenai tujuan perusahaan dan
nilai budaya perusahaan.
2. Peningkatan rasa kebersamaan dan loyalitas.
3. Peningkatan kemampuan dan kemauan manajer untuk menggunakan
ketrampilan dan keahlian memimpinnya untuk memotivasi karyawan
dan mengembangkan kemauan dan ketrampilan karyawan.
4. Meningkatkan pandangan secara luas menyangkut tugas yang
dilakukan oleh masing-masing karyawan.
5. Meningkatkan kualitas komunikasi antara pemilik perusahaan dengan
karyawannya supaya tidak terjadi kesalah-pahaman
6. Meningkatkan motivasi karyawan secara keseluruhan. Otomatis akan
menguntungkan perusahaan jika karyawan dapat bekerja dengan baik
7. Meningkatkan keharmonisan hubungan dalam pencapaian tujuan
perusahaan.
8. Peningkatan segi pengawasan melekat dari setiap kegiatan yang
dilakukan oleh setiap karyawan. Seperti segi keamanan dan
kenyamanan kerja.
9. Harapan dan pandangan jangka panjang dapat dikembangkan.
10. Untuk mengenali lebih jelas pelatihan dan pengembangan yang
dibutuhkan, supaya di lain waktu proses pelatihan akan lebih baik lagi.
11. Kemampuan mengenali setiap permasalahan dan menyelesaikannya.
12. Sebagai sarana penyampaian pesan bahwa karyawan itu dihargai oleh
perusahaan.
13. Budaya perusahaan menjadi mapan. Setiap kelalaian dan
ketidakjelasan dalam membina sistem dan prosedur dapat dihindarkan
38 Universitas Kristen Petra
dan kebiasaan yang baik dapat diciptakan dan dipertahankan. Berita
baik bagi setiap orang dan setiap karyawan akan mendukung
pelaksanaan penilaian kinerja, mau berpartisipasi secara aktif dan
pekerjaan selanjutnya dari penilaian kinerja akan menjadi lebih baik.
14. Karyawan yang potensial dan memungkinkan untuk menjadi pimpinan
perusahaan atau sedikitnya yang dapat dipromosikan menjadi lebih
mudah terlihat, mudah diidentifikasikan, mudah dikembangkan lebih
lanjut, dan memungkinkan peningkatan tanggung jawab secara kuat.
15. Jika penilaian kinerja ini telah melembaga dan keuntungan yang telah
diperoleh perusahaan menjadi lebih besar, penilaian kinerja akan
menjadi salah satu sarana yang paling utama dalam meningkatkan
kinerja perusahaan.
Banyak manfaat yang diperoleh perusahaan dalam meningkatkan kinerja
karyawannya, seperti karyawan menjadi loyal, meningkatkan kualitas
karyawannya, dan juga memperoleh budaya perusahaan yang positif yang dapat
menjadi panutan perusahaan lain.
2.3.7 Peningkatan Kinerja Karyawan
Kinerja Karyawan dapat ditingkatkan dengan cara proses pelatihan.
Menurut Menurut Nitisemito (dalam Hutagaol, 2002) bahwa pelatihan adalah
suatu kegiatan perusahaan yang bertujuan untuk dapat memperbaiki dan
mengembangkan keterampilan, sikap, tingkah laku dan pengetahuan dari para
karyawan sesuai dengan keinginan dari perusahaan yang bersangkutan.
Pelatihan kerja dilakukan untuk meningkatkan kemampuan yang ada
dalam diri karyawan. Dengan adanya pelatihan, karyawan dapat memperbaiki
kelemahan-kelemahan yang ada dan semakin meningkatkan kelebihan-kelebihan
ataupun keterampilan yang dimiliki karyawan. Jadi pelatihan kerja merupakan
suatu hal yang harus dipertimbangkan perusahaan apabila perusahaan ingin tetap
memiliki karyawan yang berkualitas dan mampu menghadapi tantangan-tantangan
dan perubahan yang terjadi dalam lingkungan kerja, terutama kemajuan di masa
kini.
39 Universitas Kristen Petra
2.3.7.1 Metode Pelatihan Kerja Karyawan
Menurut Hariandja (2002), metode pelatihan kerja untuk meningkatkan
kinerja karyawan terdiri atas :
a. Metode Pelatihan On The Job Training, yang terbagi atas : Hariandja
(2002)
1. Job Instruction Training (Latihan Istruksi Jabatan) adalah
pelatihan dimana ditentukan seseorang (biasanya manajer)
bertindak sebagai pelatih untuk menginstruksikan bagaimana
melakukan pekerjaan tertentu dalam proses kerja.
2. Coaching adalah bentuk pelatihan yang dilakukan di tempat kerja
oleh atasan dengan membimbing petugas melakukan pekerjaan
secara informal dan biasanya tidak terencana, misalnya bagaimana
melakukan pekerjaan, bagaimana memecahkan masalah dan
sebagainya.
3. Job Rotation adalah program yang direncanakan secara formal
dengan menugaskan karyawan pada beberapa pekerjaan berbeda
dan dalam kegiatan yang berbeda dengan organisasi untuk
menambah pengetahuan mengenai pekerjaan dalam organisasi
tersebut. Ini biasanya dilakukan utuk memahami aktivitas-aktivitas
organisasi yang lebih luas.
4. Internship (magang) adalah yang mengkombinasikan antara
pelajaran di kelas dengan praktek di lapangan, yaitu sejumlah teori
diberikan kepada peserta, peserta dibawa praktek ke lapangan.
b. Metode Pelatihan Off The Job Training, yang terbagi atas : Hariandja
(2002)
1. Lecture (kuliah) adalah persentase atau ceramah yang diberikan
oleh pengajar kepada sekelompok pendengar, biasanya cukup
besar. Disini pula komunikasi yang terjadi satu arah. Pengajar
dapat menggunakan berbagai alat peraga, memberikan kesempatan
untuk bertanya atau berdiskusi, meskipun tidak insentif, metode ini
biasanya digunakan untuk memberikan pengetahuan umum kepada
peserta.
40 Universitas Kristen Petra
2. Video Persentation adalah pelajaran yang disajikan melalui film,
televisi atau video tentang pengetahuan atau bagaimana melakukan
suatu pekerjaan. Ini dilakukan bilamana peserta cukup banyak dan
masalah yang dijelaskan tidak begitu kompleks.
3. Simulation adalah latihan yang diberikan di sebuah tempat yang
khusus dirancang menyerupai tempat kerja, yang dilengkapi
dengan berbagai peralatan seperti di tempat kerja.
4. Role Playing adalah metode pelatihan yang dilakukan dengan cara
para peserta diberi peran tertentu untuk bertindak dalam situasi
khusus. Ini dimaksudkan unutk dapat merasakan apa yang
dirasakan orang lain, misalnya pelanggan, atasan, rekan kerja,
sehingga peserta dapat berinteraksi dengan baik terhadap orang
lain.
5. Case Study adalah kasus yang dilakukan dengan memberikan
beberapa kasus tertentu, kemudian peserta diminta untuk
memecahkan kasus tersebut melalui diskusi kelompok belajar.
6. Self-Study adalah meminta peserta untuk belajar sendiri melalui
rancangan materi yang disusun dengan baik, seperti melalui bahan
bacan, video dan lainnya, hal ini biasanya dilakukan karena adanya
hambatan-hambatan geografis, sulit untuk bertemu langsung atau
biayanya sangat tinggi jika peserta harus dikumpulkan di satu
tempat.
7. Program Learning adalah bentuk latihan dengan menyiapkan
seperangkat pertanyaan dan jawaban secara tertulis dalam buku
atau dalam sebuah program komputer. Setelah peserta membaca
dan menjawab pertanyaan, peserta memberikan feedback.
Kemudian feedback dapat diketahui hasilnya.
8. Laboratory Training adalah latihan untuk meningkatkan
kemampuan hubungan antar pribadi, melalui sharing pengalaman,
perasaan, persepsi, dan perilaku di antara beberapa peserta.
9. Action Learning (belajar bertindak) ada yang melalui kelompok
kecil dalam memecahkan berbagai persoalan dalam bekerja yang
41 Universitas Kristen Petra
dibantu oleh seorang ahli dan biasa dari dalam perusahaan atau dari
luar perusahaan.
2.3.7.2 Mengevaluasi Pelatihan Kerja Karyawan
Melakukan penilaian atau evaluasi program pelatihan yang telah
dilaksanakan adalah penting untuk mengukur seberapa jauh program pelatihan
pelatihan tersebut dapat memberikan dampak positif bagi perkembangan kinerja
karyawan dan kemajuan organisasi. Menurut Hariandja (2002) ada empat
tingkatan sebagai basis evaluasi, yaitu :
a. Tingkatan Reaksi
Penilaian ditekankan pada bagaimana reaksi peserta pelatihan terhadap
program pelatihan yang diikutinya. Reaksi-reaksi dari peserta dicatat
dalam sebuah lembar yang memuat informasi tentang perasaan,
keinginan, dan penilaian mereka terhadap lingkungan latihan maupun
pelatih mereka.
b. Tingkat Pembelajaran
Tahap ini dilakukan penilaian sejauh mana peserta pelatihan
mempelajari fakta, prinsip-prinsip dan pendekatan-pendekatan yang
tercakup dalam latihan. Hasil akhir yang diperoleh dari evaluasi
tingkat ini adalah umpan balik tentang bagaimana hasil pelatihan
setelah peserta bekerja di tempat kerja asalnya.
c. Tingkatan Perilaku dan Perubahan Keahlian
Penilaian ini ditekankan pada sejauh mana tingkah laku dalam
pekerjaan berubah karena mengikuti pelatihan. Cara yang digunakan
dalam penilaian ini adalah dengan melakukan observasi terhadap
perilaku setelah kembali masuk kerja.
d. Tingkatan Dampak
Yang dinilai dalam tingkatan ini adalah apakah hasil akhir yang
diperoleh dari program pelatihan secara signifikan memiliki
keterkaitan erat dengan rencan bisnis organisasi serta tujuan-tujuan
strategis organisasi.
42 Universitas Kristen Petra
2.4 Tautan Antar Konsep
Peran seorang pemimpin mempunyai peran yang penting pada sebuah
perusahaan. Fungsi pemimpin tidak hanya sekedar membimbing dan
mengarahkan bawahannya, namun yang terpenting adalah bagaimana pemimpin
mampu memberikan visi dan misi atau arah yang jelas kemana perusahaan akan
dibawa. Pemimpin harus mampu mengelola sumber daya yang dimiliki dengan
baik.
Pemimpin harus dapat meningkatkan kinerja karyawan dalam
manajemennya, terutama di bagian produksi karena perusahaan ini adalah
perusahaan yang bergerak di bidang produksi barang. Kinerja merupakan hasil
pelaksanaan suatu pekerjaan baik bersifat fisik atau material maupun non fisik
atau non material. Jadi kinerja karyawan adalah hasil kerja karyawan yang dicapai
setelah mereka melaksanakan keseluruhan tugas yang menjadi tanggung
jawabnya. Hasil kerja ini dapat berupa fisik atau non fisik dan material atau non
material. Dalam mencapai keberhasilan dari pekerjaannya, ada beberapa hal yang
harus diperhatikan oleh seorang pemimpin, terutama hal-hal yang dapat
mempengaruhi kinerja karyawan, seperti yang sudah dibahas sebelumnya. Jadi,
peran seorang pemimpin dalam sebuah organisasi sangatlah penting dalam
mendukung kinerja karyawan. Pemimpin yang menjalankan perannya dengan baik
akan mendukung karyawan untuk memenuhi unsur-unsur kinerja yaitu menjadi
karyawan yang berprestasi dalam bekerja, dapat bekerjasama dengan yang lain,
disiplin, setia, taat, dan bertanggung jawab sehingga karyawan dapat bekerja
dengan baik dan mencapai hasil yang baik pula untuk mencapai tujuan
perusahaan.
Peningkatan kinerja karyawan tidak lepas dari penilaian kinerja karyawan,
dilihat dari 4 indikator, yaitu : quantity of work, quality of work, timeliness of
work, organization of work. Metode penilaian karyawan dan pelatihan yang juga
dapat diberikan oleh pemimpinnya, A.A. Anwar Prabu Mangkunegara, (2005).
Metode penilaian dan pelatihan karyawan dapat diberikan baik secara langsung
maupun tidak langsung dan material maupun bukan material seperti yang telah
disebutkan di atas. Diharapkan dengan pelatihan karyawan mampu bekerjasama
43 Universitas Kristen Petra
dalam tim, mempunyai prestasi kerja, disiplin, dan lainnya agar tujuan perusahaan
tercapai dengan baik.
2.5 Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu ini mengambil contoh dari penelitian Felicia Dewi
Wibowo pada tahun 2006 yang memiliki judul “Analisis Peran pemimpin dan
Pengembangan Karir Terhadap Komitmen Organisasi Dalam Meningkatkan
Kinerja Karyawan (Studi Kasus: PT. Bank Maspion Indonesia Cabang
Semarang). Penelitian ini bertujuan untuk (1) Menganalisis peran pemimpin (role
leadership) terhadap komitmen organisasi (organizational commitment). (2)
Menganalisis peran pemimpin (role leader) terhadap kinerja karyawan (employee
performance). (3) Menganalisis pengembangan karir karyawan (career
development) terhadap komitmen organisasi (organizational commitment). (4)
Menganalisis pengembangan karir karyawan (career development) terhadap
kinerja karyawan (employee performance). (5) Menganalisis komitmen organisasi
(organizational commitment) terhadap kinerja karyawan (employee performance).
Dalam penelitian ini populasi yang digunakan adalah seluruh karyawan
pada PT. Bank Maspion Indonesia Cabang Semarang sebanyak 102 karyawan.
Populasi sampel diambil dengan cara sensus. Variabel yang digunakan adalah
peran pemimpin, pengembangan karier karyawan, komitmen organisasi, dan
kinerja karyawan. Analisa yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan
analisis deskriptif dan metode korelasi ini dilakukan dengan menggunakan metode
korelasi pearson.
Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa : (1) peran pemimpin
berpengaruh pada komitmen organisasi yang dilihat dari angka signifikan sebesar
0,006 (signifikan pada level 5%). Hal ini mendukung penelitian Challagalla dan
Shervani, (1996) yang mengatakan kontrol kecakapan yang dilakukan pemimpin
(supervisor/manajer) yang menekankan pengembangan keahlian dan kemampuan
individu merupakan sebuah usaha untuk mempengaruhi kinerja dengan
memastikan bahwa para pegawai memiliki perangkat keahlian dan kemampuan
yang memungkinkan tumbuhnya kinerja yang baik. Hasil penelitian ini
menyatakan bahwa manager PT. Bank Maspion mempunyai orientasi fokus pada
44 Universitas Kristen Petra
ketrampilan dan kemampuan dapat meningkatkan pengetahuan prosedural
karyawan, sangat membantu dan memotivasi mereka untuk belajar lebih baik
cara-cara untuk mengerjakan tugas. (2) peran pemimpin berpengaruh pada kinerja
karyawan, yang dilihat dari nilai signifikansi sebesar 0,034 (signifikan pada level
5%). Hal ini mendukung penelitian Kohli et al., (1998) yang mengatakan bahwa
manajer yang berorientasi kemampuan dan menekankan pengembangan
ketrampilan dapat meningkatkan pengetahuan prosedural karyawan. Ketertarikan
pada tugas yang lebih besar, motivasi intrinsik yang lebih tinggi, dan fokus pada
isi tugas-tugas akan membawa pada meningkatnya kinerja karyawan. (3) ada
pengaruh antara pengembangan karir dengan komitmen organisasi. Hal ini
mendukung penelitian Applebaum et al (2001) dan Cianni dan Wnuck (1997)
yang mengatakan bahwa pengembangan karir berhubungan positif dengan
komitmen organisasi, dimana karyawan yang mempunyai kesempatan yang tinggi
meningkatkan karirnya akan merangsang motivasinya untuk bekerja lebih baik.
Perusahaan yang mempunyai model yang sistematis dalam pengembangan karir
karyawannya akan mempunyai komitmen yang tinggi. (4) ada pengaruh antara
pengembangan karir dengan kinerja karyawan. Hal ini mendukung penelitian
Applebaum et al (2001) dan Cianni dan Wnuck (1997) yang mengatakan bahwa
pengembangan karir berhubungan positif dengan kinerja karyawan, hal tersebut
dapat disimpulkan bahwa pengembangan karir yang baik yang diraih karyawan
maka kinerjanya akan meningkat atau dengan kata lain pengembangan karir
berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan. (5) ada pengaruh antara
komitmen organisasi dengan kinerja karyawan. Hal ini mendukung penelitian
McNeese-Smith (1996) yang menyatakan bahwa komitmen organisasional
berhubungan positif dengan kinerja karyawan. Manager yang dapat
menumbuhkan komitmen yang kuat untuk para personelnya akan membuahkan
produktivitas yang maksimal, kinerja yang tinggi serta pertanggung jawaban
perusahaan yang lebih baik. Komitmen karyawan PT. Bank Maspion Semarang
mempunyai komitmen yang tinggi pada perusahaan.
45 Universitas Kristen Petra
2.6 Kerangka Konseptual
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual
Sumber : Kasali (2007), William (1998), Zulkifli (2003) diolah kembali.
Manajer Operasional dalam menjalankan fungsi manajemen operasi yaitu
planning, staffing, controlling, directing, dan organizing di dalam perusahaan
dengan menerapkan enam peran pemimpin antara lain sebagai director, motivator,
navigator, interpreter, caretaker, atau nurturer untuk mengendalikan quality of
work, quantity of work, timeliness of work, dan organization of work perusahaan
guna peningkatan kinerja karyawan.