KEBAHAYAAN PEMIMPIN-PEMIMPIN SEKTE
Transcript of KEBAHAYAAN PEMIMPIN-PEMIMPIN SEKTE
1
Joe Navarro menulis buku terbarunya yang
terbit tahun ini, “Dangerous Personalities,”
tentang orang-orang berpribadi berbahaya:
Narsis hanya memuja diri sendiri, Paranoid
yang penuh misteri dan Predator
yang memangsa orang-orang
yang terlanjur sudah percaya
kepadanya. Buku yang patut
dibaca bagi anak muda yang
ingin menikah agar segera tahu
dan menghindar dari calon pacar
yang memiliki personalitas
berbahaya. Bahkan patut dibaca
oleh ibu rumah tangga, pegawai,
bos dan siapa saja demi untuk
tanggap dini dan melindungi diri
dari orang-orang yang berbahaya
bisa melukai jiwa raga.
Personalitas berbahaya ini bisa
siapa saja: pacar, karyawan, bos,
dokter, tukang kayu, dsb.
Tetapi bagaimana jika ada
pemuka-pemuka agama memiliki
personalitas yang berbahaya?
Seorang predator yang menelan
jiwa pengikutnya? Seorang
narsis yang ingin menjadi ilah
karena diidolakan pengikutnya?
Seorang paranoid megalomania
delusional yang membawa
pengikutnya berjiwa sektarian?
Dalam pengalamannya 25 tahun
lebih mengenali personalitas
yang berbahaya di tengah
pemimpin-pemimpin agama, Joe Navarro
menulis artikel ini untuk memberikan
kewaspadaan atas kebahayaan yang
ditimbulkan kepada pengikut mereka.
“Kapankah seorang pemimpin sekte
menjadi “jahat” atau “rusak?” Atau tepatnya
lagi, “Kapankah sesorang pemimpin sekte
sakit jiwa atau menjadi berbahaya bagi
orang-orang lain?” Ini adalah pertanyaan
yang tepat sebab ditinjau dari catatan
sejarah dapat terlihat besarnya dampak
berbahaya secara emosional, kejiwaan,
kerohanian, badani, atau keuangan yang
diakibatkan oleh berbagai
pemimpin-pemimpin sekte di seluruh dunia.
Dalam penyelidikannya sebagai agen FBI
khusus bidang pengawasan bagi ajaran sekte
dan pemimpin sekte, Navarro
dapat mengantipasi dengan jeli
bahwa seseorang itu berbahaya,
dan amatlah yakin dapat
mencederai orang-orang lain.
Dalam penyelidikannya atas
hidup, ajaran, dan prilaku dari
Jim Jones (Jonestown Guyana),
David Karesh (Branch
Davidians), Stewart Traill (The
Church of Bible Understanding),
Charles Manson, Shoko Asahara
(Aum Shinrikyo), Joseph Di
Mambro (The Order of the Solar
Temple aka Ordre du Temple
Solaire), Marshall Heff
Applewhit (Heaven’s Gate),
Bhagwan Rajneesh (Rajneesh
Movement), and Warren Jeffs
(pemimpin ajaran poligami),
Navarro menyimpulkan bahwa
terlihat jelas semua individu
pemimpin agama ini adalah
orang-orang narsistik sakit jiwa
(pathologically narcissistic).
Mereka semua memiliki
keyakinan yang berkelebihan
bahwa mereka begitu spesial, dan
hanya mereka sajalah yang
memiliki semua jawaban atas
segala persoalan, dan mereka patut
dihormati. Mereka menuntut kesetiaan total
dari pengikut-pengikut mereka, mereka
R E C I S y d n E y n E w S l E t t E R V o l 8 8 , o C t o b E R - n o V E m b E R 2 0 1 4
B a c k t o B a s i c
Bersambung ke halaman 2....
KEBAHAYAAN PEMIMPIN-PEMIMPIN SEKTE
2
menilai diri berlebihan dan pada saat yang
sama merendahkan orang-orang di
sekeliling mereka. Mereka tidak sanggup
menerima kritikan, dan terlebih lagi mereka
tidak boleh diragukan atau ditantang. Dan
tentunya, walaupun adanya ciri-ciri yang
buruk dalam diri mereka,
mereka tidak menghadapi
kesulitan apapun untuk
menjadi daya tarik bagi
orang-orang yang bersedia
mengabaikan semua
ciri-ciri buruk mereka.
Jika anda mengetahui
adanya seorang pemimpin
sekte agama yang
memiliki hampir semua
dari ciri-ciri di atas maka
besarlah kemungkinan dia
akan mencederai banyak
orang secara emosional,
kejiwaan, fisik,
kerohanian, atau finansial,
yaitu mereka yang
mengasihinya.
Dalam bukunya,
Dangerous Personalities,
Navarro menyebutkan
sejumlah checklist untuk
mengetahui ciri-ciri dari
pemimpin sekte yang berjiwa patologis
(narsis dan predator) agar anda bersikap
hati-hati, dan jika perlu lari atau menghindar
sedapat mungkin:
1. Dia memiliki ide membesar-besarkan
diri penuh keyakinan akan siapa dirinya dan
apa yang dapat dicapainya.
2. Terlena dengan fantasi akan sukses,
kuasa atau kehebatan yang tanpa batas.
3. Menuntut ketaatan buta yang tidak
boleh dipertanyakan.
4. Mengharapkan rasa kagum
berkelebihan dari para pengikut dan orang
luar.
5. Rasa memiliki hak – mengharapkan
diperlakukan spesial setiap saat.
6. Eksploitasi orang-orang dengan
meminta uang mereka atau menaruh
orang-orang dalam kondisi bahaya secara
finansial.
7. Arogan dan sombong dalam sikap atau
prilaku.
8. Memiliki rasa berkuasa berkelebihan
sehingga dia membengkokkan aturan dan
melanggar hukum.
9. Mencari keuntungan secara seksual dari
anggota-anggota sekte yang dipimpin.
10. Seks sebagai sebuah keharusan bagi
orang-orang dewasa sebagai bagian dari
ritual sekte.
11. Sangat hipersensitif akan diri atau
bagaimana pandangan orang lain.
12. Merendahkan orang-orang di depan
publik sebagai orang yang inferior, tidak
mampu, atau tidak berguna.
13. Membuat orang-orang harus mengakui
kesalahan di depan publik lantas mengejek
atau mempermalukan mereka dengan
mengorek-ngorek kelemahan orangyang
bersalah.
14. Mengabaikan kebutuhan orang-orang
lain, termasuk: kebutuhan
biologis, fisik, emosional,
dan finansial.
15.Berkicau sombong
terus-menerus atas semua
pencapaiannya.
16.Haus menjadi pusat
perhatian dan melakukan
sesuatu untuk menarik
perhatian orang-orang,
seperti datang terlambat,
memakai baju yang menarik
perhatian, berpidato sangat
dramatis, atau masuk
ruangan dengan tindakan
yang menarik perhatian.
17.Menuntut selalu memiliki
yang terbaik (rumah, mobil,
perhiasan, pakaian) dan
orang-orang lain diberikan
barang dan fasilitas lebih
rendah darinya.
18.Nampaknya tidak tulus
menyimak kebutuhan orang
lain, komunikasinya lebih
sering satu arah mendikte.
19. Arogan, membesarkan diri, dan haus
control adalah bagian dari personalitasnya.
20. Melihat orang lain sebagai obyek untuk
diperalat, dimanipulasi atau dikeruk bagi
kepentingan sendiri.
21. Ketika dikritik, dia cenderung meledak
bukan saja dengan marah tetapi murka yang
benci.
22. Setiap orang yang mengkritik atau
mempertanyakannya akan dipanggil sebagai
“musuh.”
23. Menyebut orang-orang lain yang bukan
pengikutnya sebagai “musuh.”
.....KEbahayaan PEmImPIn-PEmImPIn SEKtE...daRI hal 1
Bersambung ke halaman 3....
3
.....KEbahayaan PEmImPIn-PEmImPIn SEKtE...daRI hal 2
24. Bertindak dengan memaksa kehendak
dengan berbagai cara, tanpa ada keinginan
mengerti apa yang dipikirkan atau yang
diinginkan oleh orang-orang lain.
25. Mempercayai dirinya bagai mahakuasa.
26. Memiliki jawaban atau solusi “ajaib”
atas semua permasalahan.
27. Kelihatan mengagumkan.
28. Kebiasaan merendahkan orang lain
sebagai inferior dan hanya dirinya yang
superior.
29. Memiliki semacam kepribadian yang
dingin dan menjaga
jarak agar
orang-orang
menduga-duga
siapakah dia
sesungguhnya atau
apakah mereka
sungguh
mengenalnya.
30. Mudah
tersinggung jika
melihat orang-orang
bosan, mengabaikan
atau menganggapnya
tidak penting.
31. Memperlakukan
orang lain dengan
arogan dan
merendahkan.
32. Terus-menerus
mengamati siapa
yang menjadi
ancaman baginya
atau siapa yang
menyembahnya.
33. Kata “Aku”
mendominasi
pembicaraan. Dan dia tidak sadar betapa
sering dia mengacu kepada diri sendiri.
34. Benci jika dipermalukan atau terlihat
gagal di depan publik – dia akan
menghadapinya dengan murka yang bengis.
35. Nampaknya tidak merasa bersalah
akesalahan yang diperbuat dan tidak merasa
perlu meminta maaf atas prilakunya.
36. Percaya diri memiliki solusi dan
jawaban atas persoalan dunia.
37. Percaya dirinya adalah ilahi atau wakil
yang terpilih dari yang ilahi.
38. Kaku, tidak mau berubah, atau tidak
sensitive demikianlah kita gambarkan
caranya berpikir.
39. Berusaha mengontrol atas apa saja yang
dilakukan, dibaca, atau dipikirkan oleh
orang-orang lain.
40. Setiap anggota sektenya diisolasi dari
keluarganya atau dari dunia luar.
41. Mengamati atau membatasi hubungan
dengan keluarga dan dunia luar.
42. Bertindak pada sedikit tetapi menuntut
paling banyak.
43. Selalu menekankan bahwa dia
“ditentukan menjadi besar” atau dia akan
jadi “martir.”
44. Sangat lapar pemujaan dan penghargaan
dan sering memancing untuk dipuji.
45. Menggunakan desakan atau tindakan
untuk mencari dan mendapatkan pujian dari
anggota atau mereka yang memujanya.
46. Melihat diri sebagai seorang yang
“tidak bisa dihentikan” dan bahkan
mengatakan hal demikian juga.
47. Menutup-nutupi latar belakang atau
keluarga agar jangan diketahui sebagai
orang yang biasa saja.
48. Tidak pernah berpikir ada yang salah
dengan dirinya – kenyataannya selalu
melihat diri sempurna atau “diberkati.”
49. Mengambil kebebasan untuk pergi
meninggalkan, bepergian, mengatur hidup,
dan kebebasan pengikut-pengikutnya.
50. Mengisolasikan pengikutnya secara
harafiah, seperti pergi ke tempat terpencil,
agar tidak
diamat-amati.
Ketika pemimpin
sekte atau organisasi
agama memiliki
sejumlah besar
ciri-ciri tersebut
maka kita dapat
antisipasi akan ada
satu saat terjadi, dan
terlanjur sudah,
kerusakan akibat
abusif secara
emosional, kejiwaan,
atau finansial kepada
mereka yang
mengidolakannya.
Jika ciri-ciri ini
terlihat dekat dan
lazim dengan
pemimpin-pemimpin,
atau kelompok, sekte,
atau organisasi yang
anda amati, maka
pencederaan jiwa dan
emosi akan terjadi
walau mereka belum
melihat kenyataan ini.
* * * * * * * * * * * *
Sumber dari artikel “Dangerous Cult
Leaders” Spycatcher, publikasi pada tanggal
25 Agustus 2012 dan buku Dangerous
Personalities (New York: Rodale, 2014)
oleh Joe Navarro, M.A. (25 tahun veteran
agen FBI)
4
Allah yang berdaulat mutlak atas segala
sesuatu adalah Allah yang menyatakan
diri-Nya kepada semua manusia melalui
wahyu umum dan kepada umat pilihan-Nya
melalui wahyu khusus. Salah satu bentuk
wahyu khusus Allah yaitu Kristus dan Alkitab.
Alkitab disebut wahyu Allah karena Alkitab
diilhamkan oleh Allah. Alkitab diilhamkan
Allah dengan cara Allah memakai sarana para
penulis Alkitab yaitu para nabi, rasul, dll yang
dipakai Allah untuk mengomunikasikan
wahyu-Nya kepada manusia, sehingga Alkitab
dapat dipahami dengan bahasa manusia. Oleh
karena itu, tidak heran, di dalam Alkitab, kita
menemukan begitu
banyak jenis literatur
mulai dari sejarah, puisi,
kata-kata bijak, dll.
Semuanya ini
membuktikan Allah
dapat memakai semua
bentuk literatur manusia
untuk menyatakan
kehendak-Nya bagi
umat-Nya.
Bagaimana kita
mengetahui bahwa
Alkitab diilhamkan
Allah? Di PL, kita
menemukan begitu
banyak tulisan “Allah
berfirman” (Kej. 1:22;
17:9; 35:10; dst). Di PB,
Kristus di keempat Injil
mengutip PL (Mat.
4:10; 26:31; Mrk. 7:6;
dst) dan karena Kristus
adalah Allah, maka para penulis kitab Injil
menuliskan kata-kata Kristus sebagai kata-kata
Allah sendiri. Hal ini ditandai dengan
seringnya Kristus berkata, “Aku berkata
kepadamu ... ” (Mat. 5:18, 20, 22, 44; dst) dan
perkataan-Nya lain seperti “Akulah...” (Yoh.
6:35; 9:5; 10:9, 11; 11:25; 14:6; 15:1) Selain
itu di PB, Rasul Paulus dalam surat-suratnya
merujuk pada perkataan Kristus di dalam Injil
dan Petrus pun dalam surat-suratnya merujuk
pada surat-surat Paulus (2Ptr. 3:15). Semuanya
ini membuktikan bahwa Alkitab diilhamkan
oleh Allah.
Mengapa firman Allah ini berbentuk tulisan?
Firman-Nya ini berbentuk tulisan dengan
maksud demi “pemeliharaan dan penyebaran
kebenaran tersebut secara lebih baik, dan demi
peneguhan dan penghiburan yang makin pasti
bagi Gereja-Nya dalam melawan kecemaran
daging, dan melawan niat jahat Iblis dan dunia,
...” (Pengakuan Iman Westminster I.1)
Karena Alkitab diilhamkan Allah, maka
dengan sendirinya, Alkitab itu berotoritas. Apa
arti otoritas Alkitab? Otoritas Alkitab berarti
Alkitab menjadi sumber sekaligus dasar
membangun ajaran dan praktik hidup Kristiani
yang bertanggung jawab. Pengakuan Iman
Westminster menegaskan hal ini, “Hakim
Tertinggi yang olehnya semua kontroversi
agama harus diputuskan, dan semua dekrit dari
konsili-konsili, pendapat dari penulis-penulis
kuno, doktrin manusia, dan spirit pribadi,
harus diperiksa, yang pada keputusan-Nya kita
harus bersandar, hanyalah Roh Kudus yang
berbicara di dalam Alkitab.” (Pengakuan Iman
Westminster I.10) Bukan hanya itu saja,
Alkitab juga menjadi sumber kita menafsirkan
Alkitab. Artinya, kita menafsirkan Alkitab
bukan dengan tradisi gereja maupun Tradisi
rasuli seperti yang diimani oleh Gereja
Katolik, tetapi kita menafsirkan Alkitab
dengan membiarkan Alkitab menjelaskan
dirinya sendiri.
Dari sini, kita belajar bahwa otoritas Alkitab
berkaitan erat dengan otoritas Allah sebagai
penulisnya (2Tim. 3:16-17; 2Ptr. 1:19-20).
Pengakuan Iman Belgia mengajarkan,
... Bukan hanya karena Gereja menerimanya,
dan menganggapnya begitu, melainkan
terutama karena Roh Kudus menyaksikan di
dalam hati kita,
bahwa kitab-kitab ini berasal dari Allah,
...
(Pengakuan Iman Belgia Pasal 5)
Prof. Wayne Grudem, Ph.D. mengajarkan
konsep ini secara implisit dengan mengatakan
bahwa ketika kita meragukan otoritas Alkitab
dengan tidak mempercayainya, maka kita
sebenarnya sedang meragukan otoritas Allah
dan ketika kita meragukan otoritas Allah
dengan tidak mempercayai-Nya, itu berarti
kita menempatkan diri kita sebagai otoritas
yang lebih tinggi dari Allah.
Bagaimana dengan kita?
Kita yang mengaku
bertheologi Reformed,
sudahkah kita
benar-benar tunduk pada
otoritas Alkitab?
Ketundukan kita
ditandai bukan dengan
perkataan kita saja,
tetapi dengan tindakan
nyata yang selalu
menguji segala sesuatu
baik ajaran maupun
praktik hidup kita
dengan Alkitab dan
kerelaan kita mengubah
ajaran maupun praktik
hidup kita yang jelas
bertentangan dengan
ajaran Alkitab dengan
penafsiran yang
bertanggung jawab.
Apakah hal ini berarti kita menyesampingkan
pengalaman rohani, Tradisi rasuli, pemimpin
gereja (pendeta), dll? Kita akan membahas hal
ini di bagian 2.
--Bersambung--
Denny Teguh Sutandio, S.S. yang lahir di
Surabaya, 19 Juli 1985 adalah jemaat Gereja
Kristus Rahmani Indonesia (GKRI) Exodus,
Surabaya yang digembalakan oleh Pdt. Yakub
Tri Handoko, Th.M. Studi theologi awam
bidang Biblika, Historika, dan Doktrin di
Sekolah Theologi Awam Reformed (STAR)
dari GKRI Exodus dan aktif membaca
buku-buku theologi bermutu. Telah menulis
beberapa buku dan artikel-artikel doktrin dan
praktika.
oleh: Denny Teguh Sutandio
Reformed in Brief-2 (Seri Pengajaran Theologi Reformed Secara Singkat dan Praktis):
OTORITAS ALKITAB-1: InSpIRASI dAn OTORITAS ALKITAB
5
Ayat-ayat Alkitab yang Sulit Ditafsir
Q: Bagaimana mengerti kisah Hakim-hakim
11:29-40, ketika Yefta bersumpah untuk
memberi korban bakaran dari siapa yang
pertama kali menyambut kepulangannya,
apakah berarti terjadi pengorbanan manusia
di mezbah? Jika benar demikian, bagaimana
menjelaskan Alkitab memuji iman Yefta?
A: Apakah betul Yefta mengorbankan anak
demi untuk menggenapkan nazarnya yang
sangat bodoh itu? Jawaban yang diberikan
kebanyakan orang adalah “iya.” Tetapi saya
lebih setuju untuk menafsirkan bahwa nazar
Yefta ini tidak bermaksud secara harafiah
membunuh seseorang, melainkan nazar ini
bisa bermakna simbolis memberi
persembahan yang teragung kepada Tuhan.
Pandangan saya ini berdasarkan beberapa
pertimbangan ini.
1. Penulis Ibrani menyatakan secara positif
akan iman Yefta (Ibr 11:32-34). Yefta
termasuk dalam tokoh-tokoh iman yang
menyatakan iman dan menjalankan keadilan.
Apakah penulis Ibrani dapat dikatakan
berlaku benar memasukkan Yefta dalam
daftar ini, jikalau tindakan akhir yang dicatat
dalam Hakim-Hakim adalah membunuh dan
mengorbankan anaknya di mezbah?
2. Dalam Hakim 11:29, disebutkan bahwa
Roh Tuhan menghinggapi Yefta, lalu di ayat
30 selanjutnya Yefta mengeluarkan nazar
yang menghebohkan ini. Secara konteks
yang dekat ini, jelas sekali bahwa nazar
Yefta dicetuskan sebagai hasil dari dipenuhi
oleh Roh Kudus. Agak sukar dimengerti jika
nazar ini ditafsir Yefta melakukan tindakan
yang bertentangan dengan Roh. Kita bisa
melihat pola yang diberikan oleh kitab
Hakim-Hakim apa artinya ketika seorang
hakim dipenuhi/dihinggapi oleh Roh Allah,
mereka melakukan hal yang positif dan luar
biasa seperti Samson meremukkan seekor
singa (14:6) dan mengalahkan musuh
(15:14,19).
3. Kita dapat menyimpulkan bahwa Yefta
tahu jelas tidaklah mungkin seekor binatang
atau binatang peliharaan yang akan lari
keluar menyambut kepulangannya.
Kesimpulan ini bisa terlihat dari ayat 31 “apa
yang keluar dari pintu rumahku untuk
menemui aku…,” kata “menemui”
senantiasa dipakai berarti menemui manusia
dan bukan hewan. Alasan kedua, yaitu dalam
konteks budaya zaman itu, ketika para pria
pulang dari peperangan, maka para wanita
lazim untuk menyambut dengan girang dan
mengadakan perayaan kemenangan (lih. Kel
15:20; 1 Sam 18:6).
4. Dengan latar belakang dari poin-poin di
atas, maka apakah kita harus menafsir kata
“persembahan bakaran” sebagai
persembahan dalam arti harafiah:
mengorbankan manusia? Setidaknya kita
bisa melihat adanya ayat dalam Perjanjian
Lama yang memakai kata “korban”
(sacrifice) bersifat simbolis, seperti Mazmur
51:19 “Korban sembelihan kepada Allah
ialah jiwa yang hancur.” Sehingga kita bisa
menafsirkan bahwa Yefta dengan dihinggapi
Roh Allah atasnya, memakai kata “korban
sembelihan” yang berarti simbolis: dedikasi
yang termulia dan paling sempurna yang
diberikan kepada Tuhan.
5. Anak perempuan Yefta bersedia
menggenapkan nazar ayahnya ini, bukan
dikorbankan melainkan dedikasi
keperawanannya (11:37). Ia meminta waktu
dua bulan untuk meratapi keperawanannya,
dan Alkitab mencatat bahwa ia
menggenapkan nazar ayahnya dengan tidak
memiliki seorang pria dalam hidupnya.
6. Nazar Yefta ini, dalam dorongan Roh
Allah, adalah sebagai satu korban
persembahan memberikan salah satu anggota
rumahnya, dan yang tidak disangka-sangka
adalah anak perempuan yang dikasihinya,
untuk dipisahkan sebagai pelayan penuh bagi
Tuhan, dan bukan melakukan pekerjaan
normal di rumah seperti menikah dan punya
anak. Di sinilah kita melihat hidup Yefta
menjadi bayang-bayang bagi Yesus Kristus
yang rela datang menggenapkan rencana
Bapa-Nya di sorga dengan sepenuh hati
sebagai penyataan persembahan hidup yang
terbesar. Nazar Yefta adalah cetusan hati
untuk memberi yang terbaik bagi Tuhan, dan
pengorbanan ini semakin besar
pengorbanannya, ketika yang akhirnya harus
diberikan adalah anak yang paling dikasihi.
Q & A (Question and Answer)
6
LIPUTAN PERISTIWA Father’s Day
Food Bazaar
7
Father’s Day, One Day Seminar, Revival Night andIndonesian Food Bazaar 2014
1 Day Seminar
Revival Night
8
II Samuel 6 berkisah tentang Daud yang begitu
bahagia karena berhasil membawa pulang
Tabut Perjanjian ke kota Yerusalem. Sepanjang
arak-arakan pengangkutan tabut itu, ia menari
dan meloncat-loncat dengan sekuat tenaga.
Seluruh orang Israel pun turut bersuka ria.
Sayangnya, istrinya sendiri, Mikhal, malu
melihat perilaku suaminya. Ia tidak setuju bila
raja Israel sampai menari-nari di depan rakyat-
nya. Menurunkan martabat.
Dilarang Memakai Alat Musik
Walaupun Perjanjian Lama mencatat pemaka-
ian alat musik yang beraneka ragam untuk
penyembahan
umat Allah, Per-
janjian Baru
tidak menye-
butkan satupun
alat musik
dalam ibadah.
Konon, gereja
purba melarang
pemakaian alat
musik karena
asosiasinya yang
erat dengan
penyembahan
berhala dan ke-
bejatan moral.
Tarian juga
bernasib sama:
Dilarang!
Clement dari
Alexandria, seo-
rang bapa
gereja, menye-
but permainan
alat musik seba-
gai “teater untuk pemabuk.”
Lebih Baik Diam!
Sejarah gereja memang memberi banyak bukti
tentang kecintaan umat Allah akan musik dan
nyanyian. Namun, tahukah Anda bahwa seo-
rang bapa gereja dari Mesir bernama Pambo
(meninggal sekitar tahun 375) pernah meny-
atakan bahwa lebih baik diam daripada
bernyanyi? Menurutnya, berdiam diri meno-
long jiwa untuk menyembah ketimbang
bernyanyi yang diibaratkan sama seperti
“suara lenguh lembu.” Nah lho!?
Bolehkah Wanita Bernyanyi Dalam Ibadah?
Pada awal abad ke-4, para pemimpin gereja
berbeda pendapat perihal apakah wanita di-
izinkan bernyanyi dalam ibadah. Ambrosius
(330-397) membela hak wanita untuk turut
bernyanyi memuji Allah. Namun, Isidore dari
Pelusium (meninggal sekitar tahun 435)
melarang wanita bernyanyi. Baginya, suara
wanita saat bernyanyi dapat merangsang piki-
ran jorok. Alamak!
Perintis Solmisasi yang Dikucilkan
Guido dari Arrezo (990-1050) diakui oleh para
ahli musik sebagai perintis sistem solmisasi.
Sebenarnya, ia adalah seorang rahib yang
berusaha membantu paduan suara anak ketika
itu untuk belajar musik. Namun, upayanya ini
membuat rekan-rekan biarawan lainnya
khawatir. Mereka takut bila para murid akan
cepat juga mempelajari musik duniawi. Kare-
nanya, Guido sempat diusir dari biara!
Musik Polifoni versus Musik Monofoni
Selama berabad-abad, gereja memakai
nyanyian dengan satu melodi (monofoni) yang
dikenal sebagaiplainchant. Memasuki zaman
Renaisans, nyanyian dengan banyak melodi
yang dinyanyikan secara paralel (polifoni)
mulai digubah untuk kepentingan gereja. Pe-
rubahan ini juga diserang banyak pemimpin
gereja. Ada yang menyamakan musik polifoni
sebagai “konser kegaduhan” dan “ringkikan
pengundang nafsu syahwat.” Maklum saja,
pada zaman itu lute memang lebih sering men-
giringi lagu balada percintaan.
Tarian Murahan dari Jenewa
John Calvin (1509-1564) menggunakan
melodi populer dari masyarakat Jenewa yang
penuh semangat untuk semua lagu gereja. Ia
juga berusaha supaya syair lagu-lagu diangkat
dari Mazmur (Psalmody) dan beberapa teks
dari Perjanjian
Baru seperti
Doa Bapa
Kami. Namun,
lagu gereja
yang bergairah
ini malah di-
hina oleh Ratu
Elizabeth dari
Inggris seba-
gai “tarian mu-
rahan dari
Jenewa.”
Butuh 80
Tahun
Orgel pertama
kali diperke-
nalkan dalam
ibadah gereja
Reformed di
Belanda pada
tahun 1560-an.
Namun, perke-
nalan ini sama
sekali tidak berlangsung mulus. Dewan kota
yang mendukung orgel harus bertengkar den-
gan dewan gereja yang menentang orgel.
Perselisihan ini berlangsung hampir 80 tahun!
Barulah pada tahun 1640-an orgel akhirnya di-
terima oleh semua pihak.
Butuh 80 Tahun
Orgel pertama kali diperkenalkan dalam
ibadah gereja Reformed di Belanda pada tahun
1560-an. Namun, perkenalan ini sama sekali
oleh: G.I. Jimmy Setiawan (Direktur Mentoring Center for Worship Renewal)
SuAmI menARI, ISTRI meRenguT:Selalu Kontroversial, Belajar dari Sejarah
Bersambung ke halaman 9....
9
tidak berlangsung mulus. Dewan kota yang
mendukung orgel harus bertengkar dengan
dewan gereja yang menentang orgel. Perselisi-
han ini berlangsung hampir 80 tahun! Barulah
pada tahun 1640-an orgel akhirnya diterima
oleh semua pihak.
Pendobrak Psalmody
Isaac Watts (1674-1748) adalah “Bapa
Hymnody Inggris.” Ia memelopori penulisan
himne modern dalam bahasa Inggris. Sebagai
seorang Kalvinis, ia tidak puas dengan keter-
batasan Psalmody. Ia pun memberanikan diri
menulis lagu-lagu yang tidak lagi berdasarkan
Mazmur. Seorang tokoh gereja koloni di
Amerika Serikat, Cotton Mather, memuji lagu-
lagu Watts. Namun, ia tidak menyarankannya
untuk dinyanyikan di gereja. Cukup di rumah!
Orgel Bagi Kerohanian yang Rendah
Saat alat musik orgel beranjak populer di
kalangan gereja di Amerika Serikat pada abad
ke-19, Alexander Campbell, seorang
pengkhotbah ternama, dengan sinis berkata,
“Bagi mereka yang tidak memiliki kerohanian
yang sungguh-sungguh… alat musik seperti itu
bukan hanya disukai tetapi dibutuhkan untuk
menggerakkan jiwa mereka.” Pengkhotbah
lain, Moses E. Lard, bahkan menganjurkan su-
paya jemaat lebih baik keluar dari gereja yang
memakai orgel.
Anehnya Nyanyian Solo
Suara Ira Sankey (1840-1908) begitu dipakai
Tuhan dalam ibadah penjangkauan yang dip-
impin oleh Pendeta D. L. Moody. Banyak pen-
dengar yang tersentuh oleh nyanyian solo
Sankey. Nyanyian Sankey dan khotbah Moody
menjadi kunci kebangunan rohani di mana-
mana. Namun, ada pemimpin gereja yang
menolak nyanyian solo karena memang tidak
biasa pada zaman itu untuk acara-acara
kegerejaan. “Nyanyian solo tempatnya di
gedung konser!” keluh mereka.
“Anti Kristus” yang Melayani Banyak Orang
William Booth (1829-1912), pendiri Bala Ke-
selamatan, dikenal sebagai penginjil yang
melayani masyarakat miskin. Ia memakai alat
musik yang berisik seperti terumpet dan
melodi sekuler dalam pelayanannya. Bahkan,
ia mengajak jemaat bertepuk tangan dalam
ibadah. Karenanya, ia sampai dijuluki “anti
Kristus” oleh Anthony Cooper, pendeta Inggris
lainnya. Bahkan ada yang mengatakan bahwa
ia meminjam melodi dari setan.
Mari Balik ke Masa Lalu
Pada pertengahan abad ke-20, seorang profe-
sor musik bernama Richard T. Gore mener-
bitkan tulisannya yang berjudul “Penghujatan
Dalam Musik.” Dalam tulisannya, ia menye-
butkan bahwa semua musik gereja yang
beredar saat itu sebagai “penghujatan,” “gema
dari rumah bordil,” dan “persembahan yang
tidak hormat kepada Allah.” Dia membujuk
pembacanya untuk kembali kepada Gregorian
Chant dan musik polifoni Barok seperti kan-
tata Bach!
Bagaimana dengan Gaya Musik Pop Masa
Kini?
Sejak paruh akhir abad ke-20, gaya musik pop
merambah ke dalam ibadah gereja. Sekali lagi,
sebagaimana yang sudah ditunjukkan oleh se-
jarah, perubahan ini juga mengundang kontro-
versi. Calvin Johansson, seorang profesor
musik gereja, tidak segan-seganmengatakan,
“Musik pop, atau apapun namanya, adalah he-
donistik… Kita patut menyimpulkan bahwa
penggunaan musik pop sebagai medium untuk
berita Injil adalah salah!”
Bagaimana di Indonesia?
Sebagian kalangan masih bersikeras menen-
tang masuknya gaya musik pop dan sejenisnya
ke dalam gereja. Seorang pembicara musik
gereja senior meradang, “Masak gereja jadi
night club?!” Seorang Doktor Teologi
menuliskan di blog-nya, “Musik gereja tidak
boleh meminjam dari dunia musik kontem-
porer Kristen karena… perwakilan dari suatu
roh yang asing.” Bahkan seorang pengkhotbah
terkenal pernah berseru dari mimbar, “Musik
ini adalah musik sampah!”Hmmm…
Bagaimana dengan Anda?
Sejarah yang Berulang!
Orgel, piano, dan gitar pernah melewati masa-
masa “penganiayaan”. Mereka dikutuk dan di-
cibir oleh gereja di masa lalu dengan pelbagai
alasan yang sama seperti asal muasalnya dari
luar gereja,
asosiasinya dengan keduniawian, dianggap
tidak layak untuk penyembahan kepada Allah
yang Besar, sampai alat musik setan!
Sekarang, drum set yang sedang dipeributkan.
Tampaknya, sejarah terus berulang tanpa kita
sadari. Akankah 100 tahun dari sekarang, drum
set akan diterima dengan baik oleh gereja dan
bahkan dianggap sebagai instrumen ibadah
yang utama seperti piano sekarang? Hanya
Tuhan yang tahu.
Referensi:
1. http://www.buildingchurchleaders.com/ar-
ticles/2003/churchcentral-030512.html?start=1
2. http://truthmagazine.com/archives/vol-
ume23/TM023326.html
3. http://truthmagazine.com/archives/vol-
ume23/TM023333.html
4. http://www.truthmagazine.com/historical-
study-of-controversy-over-instrumental-music-
in-worship-3
5.
https://www.ministrymagazine.org/archive/194
8/September/controversy-over-protestant-
church-music
6. http:// www.buletinpillar.org/artikel/dog-
matisme -dalam-musik#hal-1
7. http://
www.gkagloria.or.id/artikel/index.php
8. http:// graphe-
ministry.org/articles/?p=1166
9. Journal of the American Musicological
Society, Volume 7 (1954).
10. Andrew Wilson-Dickson, The Story of
Christian Music (Oxford: Lion Publishing,
1992).
11. Barry Liesch, The New Worship (Grand
Rapids: Baker
12. Brian Wren, Praying Twice (Louisville:
Westminster John Knox Press, 2000).
13. Paul Westermeyer, Te Deum (Minneapo-
lis: Fortress Press, 1998).
14. Richard J. Mouw & Mark A. Noll (editor),
Wonderful Words of Life (Grand Rapids:
William B. Eerdmans Publishing Company,
2004).
15. Steve Miller, The Contemporary Christian
Music Debate (Wheaton:Tyndale House Pub-
lishers, 1993).
Catatan Redaksi:
GI. Jimmy Setiawan meraih gelar Master of
Theological Studies dalam teologi penyemba-
han dengan predikat memuaskan di Calvin
Theological Seminary, Amerika Serikat.
Calvin Institute of Christian Worship dari
Calvin College menganugerahkannya CICW
Liturgical Studies Award atas prestasinya
dalam studi penyembahan. Setelah kembali ke
Indonesia, ia mendirikan Mentoring Center for
Worship Renewal.
.....SuamI mEnaRI, IStRI mEREngut .....daRI hal 8
10
Uria. Bukan itu saja, raja Daud juga terlihat
sebagai raja yang memberikan penghargaan
kepada Uria yang telah berjuang. Almost per-
fect crime! Kecuali satu hal muncul: Uria
hanya tidur di luar. Orang lain boleh berpen-
dapat bahwa kandungan Batsyeba adalah
buah Uria, tetapi Uria tahu jelas nantinya jika
anak itu lahir, anak itu bukan anaknya.
Banyak orang bisa tersamar dengan pikiran
licik Daud ini, tetapi akal sehat Uria tidak
bisa ditipu. Sebelum semua motif licik ini
muncul di permukaan kemudian hari, Uria
harus dikubur habis. Harus sekarang! Sebab
Uria belum tahu.
Sampai detik ini, semua rakyat tahu reputasi
mulia raja Daud. Dia membunuh musuh,
tidak pernah membunuh kawan dan rekan
seperjuangan. Dia telah memberi yang terbaik
dan berkorban bagi kesejahteraan rakyat dan
senantiasa membenci ketidak-adilan terhadap
perampasan hak orang kecil. Reputasi mulia
raja Daud ini harus tetap terjaga sekalipun di
dalam kelicikan jahat akan membunuh Uria
yakni Uria harus mati, tetapi mati sebagai
pahlawan. Ini bukan pembunuhan. Ini sebuah
pengorbanan.
Keberanian dan dedikasi mati sahid dari Uria
adalah kekuatan besarnya. Tetapi sekaligus
loophole yang bisa dipakai. Karena dia berani
dan berdedikasi, maka tidak akan ada yang
curiga jika Uria dikirim ke barisan terdepan
di medan pertempuran. Sejarah kerajaan akan
mencatat Uria sebagai pahlawan yang gugur
dengan gagah berani dan hanya segelintir
orang yang tahu bahwa dia di plot untuk ter-
bunuh. Ah, ini hanya rumor, sebuah kasak-
kusuk saja.
Dari berpikir licik, kini raja Daud mengambil
pikiran jahat dan gelap demi reputasinya tidak
terbongkar. Pikiran gelap ini dituangkan di
atas sebuah surat rahasia untuk diserahkan
kepada panglima Yoab di medan perang.
Surat ini diantar oleh Uria. Ia mengantar surat
kematiannya sendiri. Sejauh ini, semua
strategi pikiran jahat ini hanya ada di otak
raja Daud. Dengan surat ini, dia beresiko ra-
hasia ini sekarang diketahui oleh panglima
Yoab juga. Daud yakin Yoab akan eksekusi
permintaannya, sebab tangan Yoab juga
bersimbah darah Abner yang tidak bersalah
yang dibunuhnya. Dosa Yoab ini diperalat
Daud sehingga Yoab pasti akan melakukan
apa saja yang minta Daud dan dia tutup
mulut. Dan “rahasia” Daud ini juga nantinya
akan dipakai oleh Yoab untuk melakukan apa
saja, termasuk melanggar semua titah Daud,
dan Daud tidak berdaya menyentuh Yoab.
Dua orang yang melakukan dosa yang sama
akan saling menutupi dan saling memperalat.
Daud memang berkuasa dan hebat, bagai
dewa, apa saja yang diinginkan didapat dan
apa saja yang direkayasa tercapai. Pem-
bunuhan Uria adalah rekayasa Daud dan
Yoab. Tetapi berita yang sampai ke istana dan
telinga rakyat: Uria gugur dalam peperangan.
Berita sedih ini diam-diam diterima dengan
gembira oleh raja Daud. Berita sedih ini tidak
boleh berlalu begitu saja. Berita sedih ini,
atau tepatnya kebusukan ini, harus dijadikan
momentum kemuliaan. Pertama-tama, jen-
deral Uria segera dianugerahi bintang jasa
utama dan pahlawan nasional. Kedua, janda
dan keluarganya harus dipelihara hidupnya,
maka raja Daud mengambil Batsyeba menjadi
salah-satu dari istrinya. Sebuah klimaks yang
manis: tidak ada rekayasa Daud membunuh
Uria dan mendapatkan Batsyeba, melainkan
Daud memelihara hidup keluarga pahlawan
Uria dengan menikahi Batsyeba, jandanya
yang sedang hamil. Ia bisa mengatur
sedemikian rupa sehingga berbuat dosa, ia
tidak dihukum dan menghilangkan nyawa
seseorang dengan cara yang licik, dia dipan-
dang berjasa menikahi janda orang yang di-
bunuhnya. Karena ia berpikir dia adalah
tuhan. Almost perfect crime! Ada satu hal
yang jangan takabur: ada Tuhan yang benar
yang berdaulat.
Siapapun mereka: pemimpin negara, pemilik
perusahaan, ketua partai, ketua sinode atau
jawara apapun, ketika mereka berlakon bagai
tuhan maka mereka sedang dimabukkan oleh
self-glory yang destruktif. Mereka yang
berpikir bisa merubah dosa terlarang menjadi
mulia diri, memutarbalik kesalahan dengan
menuding orang lain, mencabut hak
pelayanan seseorang dengan alasan men-
jalankan kehendak Allah, dan berpura-pura
terlihat berjasa menolong padahal sesungguh-
nya bermaksud membunuhnya, karena
mereka dipandang berkarisma, berjasa, berko-
rban dan berkarunia. Mereka berani
melakukan sebuah perfect crime, sebab
mereka yakin orang-orang tidak akan mem-
percayainya. Dan mereka akan semakin be-
rani, sebab perfect menjelang ending-nya
sesuai perencanaan, sampai titik dimana Alk-
itab berkata, “Hal itu jahat di mata Tuhan” (2
Samuel 11:27). Anda bukan tuhan! ALMOST
perfect crime!
Mang Bijak
.....thE PERFECt CRImE.....daRI hal 12puisi
Make Me What You Will,
Lord
Make me what You will, Lord,
and set me where You will.
Let me be a vessel of silver or gold,
or a vessel of wood or stone,
just so I am a vessel of honor;
of whatever form or metal,
whether higher or lower,
finer or coarser,
I am content.
If I am not the head or the eye or the ear,
one of the nobler and more honorable
instruments
You will employ,
let me be the hand or the foot,
one of the most laborious and lowest and most
contemptible of all the servants of my Lord.
Let my dwelling be on the dunghill,
my portion in the wilderness,
my name and lot be amongst the hewers of
wood,
or drawers of water,
among the door-keepers of Your house:
anywhere, where I may be serviceable.
I put myself wholly into Your hands.
Put me to what You will,
rank me with whom You will,
put me to doing,
put me to suffering.
Let me be employed for You or
laid aside for You;
exalted for You or trodden under foot for You.
Let me be full; let me be empty;
let me have all things; let me have nothing.
I freely and heartily resign all to
Your pleasure and disposal.
- John Wesley
11
RESEnSI buKu
THE PRODIGAL GOD ( PENGARANG: TIMOTHY KELLER )
Timothy Keller dalam bukunya yang berjudul The Prodigal God mengupas
mengenai perumpamaan anak yang hilang yang tercatat di dalam injil Lukas.
Seperti tercatat di dalam injil Lukas, ketika Yesus menceritakan perumpamaan
ini, kita mendapati bahwa orang-orang yang datang ingin mendengar Yesus
terbagi menjadi 2 kelompok. Kelompok pertama adalah pemungut-pemungut
cukai dan para pendosa – dilambangkan sebagai anak bungsu, sedangkan
kelompok kedua berisi orang-orang Farisi dan imam-imam – dilambangkan
sebagai anak sulung.
Seringkali hal yang ditekankan melalui perumpamaan ini adalah bagaimana
besar kasih Tuhan terhadap orang-orang berdosa, yang dilambangkan oleh sang
ayah yang mau menerima anaknya kembali tanpa memedulikan kesalahan yang
diperbuat oleh sang anak bungsu. Namun Tim Keller mengatakan bahwa target
sebenarnya dari perumpamaan ini bukanlah hanya tertuju kepada ‘anak bungsu’
yang melambangkan orang-orang berdosa yang tidak peduli dan menolak
kebaikan dan kasih Tuhan, tetapi juga kepada ‘anak sulung’ yang melambangkan
orang-orang percaya yang mematuhi perintah-perintah Tuhan, tetapi sebenarnya
tidak memiliki hubungan personal yang dekat kepada Tuhan sehingga mereka
gagal mengerti akan Tuhan dan anugerahNya.
Kisah ini seringkali membuat kita berpikir bahwa sang anak bungsu hilang atau
tersesat secara spiritual, tetapi ketika kita kupas lebih dalam lagi maka kita akan
melihat dengan jelas bahwa sang anak sulung pun sebenarnya juga hilang atau
tersesat secara spiritual. Perumpamaan ini menunjukkan bagaimana sang anak
bungsu begitu memusatkan segala sesuatu pada dirinya sendiri, tetapi terlebih
lagi kisah ini juga menegur dengan tegas sang anak sulung yang begitu
membanggakan moralitasnya sehingga ia tidak benar-benar menggenggam
esensi yang benar mengenai injil Kristus.
Banyak orang menganggap bahwa esensi Kekristenan terdapat pada bagaimana mereka menjalani moralitas mereka, dimana mereka percaya
bahwa apa yang Tuhan inginkan adalah mereka menjalani kehidupan dengan perilaku yang lebih baik. Mereka beranggapan bahwa apa yang
dimaksud dengan dosa adalah sekedar melanggar peraturan-peraturan. Namun dari kisah ini kita dapat melihat bahwa sang anak sulung yang
kelihatannya tidak melanggar peraturan-peraturan ataupun melakukan perilaku-perilaku yang tidak bermoral-pun juga bisa sama hilang dan
tersesat seperti mereka yang tidak bermoral dan hidup tanpa mematuhi aturan apapun. Ia begitu patuh dan berbuat begitu banyak kebaikan,
tetapi bukan didasari untuk menyenangkan hati Tuhan ataupun karena mereka betul-betul mengasihi Tuhan. Moralisme akan menghasilkan
orang-orang berdosa yang (berpotensi) berperilaku lebih baik, tetapi hanya Injil Kristus yang sanggup mengubahkan hati orang-orang berdosa
yang akan tercermin di dalam kehidupan mereka. Dengan demikian kita dapat dengan jelas melihat bahwa masing-masing anak sama-sama
memberontak kepada sang ayah – yang satu dengan berbuat hal-hal yang sangat buruk dan yang lain dengan melakukan perbuatan yang sangat
baik.
Buku ini bukan hanya menenangkan dan meyakinkan bahwa tidak ada dosa sebesar apapun yang melebihi besar anugerah Tuhan, sehingga
selalu ada harapan akan keselamatan bagi mereka yang belum percaya ataupun sudah membalikkan badan terhadap Tuhan. Tetapi buku ini
juga menegur dengan keras orang-orang Kristen yang mejalani kehidupan moral yang baik dan sudah menerima anugerah Tuhan tetapi malah
merasa superior dan gagal untuk menyadari bahwa tidak ada satu perbuatan baik pun yang sudah kita lakukan untuk mendapatkan anugerah
tersebut dan gagal untuk menyalurkan anugerah itu kepada mereka yang belum percaya ataupun mereka yang menjalankan kehidupan yang
tidak begitu bermoral. Kita selalu sadar bahwa sang anak bungsu harus bertobat akan perbuatan buruknya dan kembali ke jalan yang benar,
namun seringkali kita lupa bahwa sang anak sulung pun harus bertobat akan segala kebaikan yang ia lakukan yang tidak didasari oleh Injil
Kristus.
Tidak ada dosa yang begitu besar sehingga seseorang ada diluar jangkauan keselamatan Kristus dan tidak ada orang yang begitu baik dan
benar sehingga Ia tidak memerlukan Kristus untuk menyelamati dirinya. Sudahkah kita sebagai orang Kristen betul-betul memahami anugerah
yang sudah kita terima dan menjalani hidup kita sesuai dengan anugerah itu? (JJ)
puisi
12
Penanggung Jawab: Pdt Effendi Susanto Sth • tim Redaksi: Albert K, Putra, Mark, Monica Puspita Dwika & Jessica Jap• Photographer: Edi Hilman • Email: [email protected]
Gembala Sidang: Pdt. Effendi Susanto S.Th. Ph. (61-2) 9482 5220 Mob: 0411 234 678Sekretariat: Unit 13 / 20 - 22 College Crescent, Hornsby, NSW 2077Kebaktian Umum: Minggu jam 9.30 pagi Kebaktian Kaum Muda: Minggu jam 16.30 sorePersekutuan Remaja dan Sekolah Minggu: Minggu jam 9.30 pagi Persekutuan Doa: Minggu jam 9.00 pagiTempat Kebaktian: 1 - 3 Pearson St, Gladesville, SydneySydney Life Community: Shop 96, 732 Harris St,Apartment Taragon (Next to Rest. Lestari), Ultimo, NSW 2007Website: www.recisydney.org
reformed eVANGeLICAL CHUrCH of INdoNesIA, sYdNeY
thE almoSt PERFECt CRImE
Dia bermalas-malasan di sotoh istana, puncak
yang tertinggi dari semua bangunan yang ada,
simbol kebesaran tertinggi, sebab dia seorang
raja. Bukan raja sembarangan, melainkan raja
yang sukses, hebat, penuh bakat dan jiwa be-
rani. Dia berselonjor malas-malasan, sebab
tidak ada lagi yang perlu dibuktikan. Bawahan
sedang pergi berperang
merebut wilayah lain,
dan jika berhasil maka
wilayah itu toh akhirnya
diklaim miliknya. Dia
telah meraih segala hal.
Dia telah menggapai
dan menggenggam
segala sesuatu. Sembari
berbaring di kursi
malas, matanya berputar
melihat sekeliling. Se-
jauh matanya meman-
dang, semua yang
dilihat adalah miliknya.
Semua yang dipandan-
gnya adalah miliknya-
kah? Ternyata tidak!
Ketika matanya melihat
satu sosok wanita telan-
jang sedang mandi,
tubuh molek ini milik
orang lain. Wanita itu
isteri orang lain, isteri
Uria, bawahannya.
Tetapi tubuh indah itu selalu terbayang dalam
pikiran raja Daud, sayang jika dia tidak memi-
likinya. Bukankah dia seorang raja? Dan men-
jadi raja berarti terkandung di dalamnya segala
hak untuk mendapatkan apa yang diinginkan-
nya? He is craving for illicit sex, dia ngidam
akan seks icip-icip yang terlarang. Maka…
Daud berselingkuh dengan Batsyeba. Nafsu
ingin ini terpenuhi bukan karena dorongan bi-
rahi semata. Dia sedang berada di puncak ke-
jayaan, reputasi tertinggi telah tercapai.
Self-glory! Reputasi agung telah diraihnya se-
bagai pejuang yang berani berkorban. Dahulu
rakyat berpantun, “Saul membunuh ribuan
musuh, tetapi Daud membunuh jutaan musuh,”
sekarang telah menjadi “national anthem.” Dia
memakan buah terlarang ini sebab reputasi
self-glory-nya besar dan perbuatan remeh ini
tidak akan dipercayai orang. Siapa yang per-
caya Daud berselingkuh? Siapa yang percaya
Daud berani tidur dengan isteri bawahan?
Catatan sejarahnya memberitahu bahwa Daud
memperlakukan wanita dengan terhormat.
Ingat Abigail, istri Nabal, walau cantik tetapi
Daud perlakukan dengan hormat. Di puncak
jaya, Daud percaya dia berkuasa memperli-
hatkan good images apa yang harus ditonton
dan menyembunyikan bayangan gelapnya dari
publik. Almost perfect crime! Hampir sem-
purna perselingkuhan ini ditutupi tanpa jejak.
Kecuali satu hal di luar scenario muncul: Bat-
syeba hamil!
Dari nafsu liar menghasilkan pikiran kotor,
dan kini berkembang pikiran licik. Segera
surat dilayangkan kepada panglima Yoab
bahwa raja ingin mendengar berita terbaru dari
medan perang dan
khusus meminta Uria
kembali untuk menje-
laskan secara rinci. Ini
berita penting, masalah
keamanan negara. Raja
Daud menggumpulkan
tentunya para penasehat
dan punggawa istana
untuk mendengar current
affair dari di medan
perang. Di depan umum,
Daud spontan menghar-
gai jasa perjuangan Uria,
padahal itu bukan peng-
hargaan tetapi penyua-
pan, “Uria, pulanglah,
lepas kangenmu kepada
istrimu,” titah raja Daud.
Di depan umum, peng-
hargaan ini adalah “
maksud mulia” raja
Daud, tidak ada seorang
pun yang tahu di ba-
liknya adalah maksud
licik agar tersamarlah siapa bapak sesungguh-
nya dari janin di kandungan Batsyeba. Bahkan
Daud membuat Uria mabuk agar Uria kehilan-
gan kesadaran 100 persen, sehingga dia tidak
terlalu yakin apakah telah tidur bersama
istrinya atau tidak. Sungguh licik! Bukan saja
raja Daud telah mencicipi harta indah Uria,
sekarang ia mau mencederai akal sehat Uria.
Banyak orang tahu bahwa Uria pulang dan jika
nanti Batsyeba melahirkan anak, tentu itu anak
Bersambung ke halaman 10....