BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Alumuniumeprints.umm.ac.id/41899/3/BAB II.pdfLas Gas atau Las Karbit...

15
5 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Alumunium Alumunium adalah logam yang memiliki kekuatan yang relatif rendah dan lunak. Alumunium merupakan logam yang ringan dan memiliki ketahanan korosi yang baik, hantaran listrik yang baik dan sifat- sifat lainnya. Umumnya alumunium dicampur dengan logam alinya sehingga membentuk alumunium paduan. Materil ini dimanfaakan bukan saja untuk peralatan rumah tangga, tetapi juga dipakai untuk kerperluan industr, kontruksi, dan lain sebagainya (surdia, 1992) Pada tabel 1.Menunjukan berbagai jenis unsur logam dan jumlah masing- masing unsur logam tersebut Tabel 1. Urutan penggunaan berbagai jenis pada logam (Sonowan, dkk, 2003) unsur logam jumlah ton Fe 700.000 Al 18.000 Cu 85.000 Zn 6.000 Pb 4.500 Cr 1.800 Ni 600 Sn 250 Mg 250 Ti 50 Plastik 65.000 Alumunium murni sangat lunak, kekuatan rendah dan tidak dapat digunakan pada berbagai keperluan. Dengan memadukan unsur-unsur lainya, sifat murni alumunium dapat diperbaiki. Adanya penambahan

Transcript of BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Alumuniumeprints.umm.ac.id/41899/3/BAB II.pdfLas Gas atau Las Karbit...

Page 1: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Alumuniumeprints.umm.ac.id/41899/3/BAB II.pdfLas Gas atau Las Karbit (Oxy-acetylene welding / OAW) Pengelasan dengan oksi - asetilin adalah proses pengelasan

5

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Alumunium

Alumunium adalah logam yang memiliki kekuatan yang relatif

rendah dan lunak. Alumunium merupakan logam yang ringan dan

memiliki ketahanan korosi yang baik, hantaran listrik yang baik dan sifat-

sifat lainnya. Umumnya alumunium dicampur dengan logam alinya

sehingga membentuk alumunium paduan. Materil ini dimanfaakan bukan

saja untuk peralatan rumah tangga, tetapi juga dipakai untuk kerperluan

industr, kontruksi, dan lain sebagainya (surdia, 1992)

Pada tabel 1.Menunjukan berbagai jenis unsur logam dan jumlah masing-

masing unsur logam tersebut

Tabel 1. Urutan penggunaan berbagai jenis pada logam

(Sonowan, dkk, 2003)

unsur logam jumlah ton

Fe 700.000

Al 18.000

Cu 85.000

Zn 6.000

Pb 4.500

Cr 1.800

Ni 600

Sn 250

Mg 250

Ti 50

Plastik 65.000

Alumunium murni sangat lunak, kekuatan rendah dan tidak dapat

digunakan pada berbagai keperluan. Dengan memadukan unsur-unsur

lainya, sifat murni alumunium dapat diperbaiki. Adanya penambahan

Page 2: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Alumuniumeprints.umm.ac.id/41899/3/BAB II.pdfLas Gas atau Las Karbit (Oxy-acetylene welding / OAW) Pengelasan dengan oksi - asetilin adalah proses pengelasan

6

unsur-unsur logam lain akan mengakibatkan berkurangnya sifat tahan

korosi dan berkurangnya keuletan dari alumunium tersebut. Dengan

penambahan sedikit mangan, besi, timah putih dan tembaga sangat

berpengaruh terhadap sifat tahan korosinya namun akan berpengaruh pada

kekuatan dll

Tabel 2. Menunjukan jenis alumunium dan unsur paduan dari masing-

masing seri serta penamaanya

Tabel 2. Wrought Alumunium Alloys Group (Sonowan, dkk, 2003)

Tabel 3. Menunjukan klasifikasi alumunium paduan yang dapat dilakukan

dengan cara penempaan untuk pengerjaanya, dan sudah disesuaikan pada

standar seri serta paduan utamanya

Tabel 3. Klasifikasi Paduan Alumunium Tempaan (Sonowan, dkk, 2003)

Page 3: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Alumuniumeprints.umm.ac.id/41899/3/BAB II.pdfLas Gas atau Las Karbit (Oxy-acetylene welding / OAW) Pengelasan dengan oksi - asetilin adalah proses pengelasan

7

2.1.1 Unsur-unsur paduan alumunium

a. Copper (Cu), menaikkan kekuatan dan kekerasan, namun

menurunkan elongasi (pertambahan panjang pangjangan saat

ditarik). Kandungan Cu dalam alumunium yang paling optimal

adalah antara 4-6%.

b. Zink atau Seng (Zn), menaikkan nilai tensile.

c. Mangan (Mn), menaikkan kekuatan dalam temperature tinggi.

d. Magnesium (Mg), menaikkan kekuatan alumunium dan

menurunkan nilai ductility-nya. Ketahanan korosi

dan weldability juga baik.Silikon (Si), menyebabkan paduan

alumunium tersebut bisa diperlakukan panas untuk menaikkan

kekerasannya.

e. Lithium (Li), ditambahkan untuk memperbaiki sifat tahan

oksidasinya.

2.1.2 Sifat mekanik alumunium

Untuk dapat menggunakan bahan teknik dengan tepat, maka

harus dikenali dengan baik sifat-sifat bahan teknik yang mungkin

akan dipilih untuk dipergunakan.

Didalam teknik mesin sifat mekanik memegang peranan sangat

penting, disamping beberapa sifat kimia (tahan korosi), sifat

thermal dan sifat fisik. Korosi merupakan masalah yang sangat

serius dalam dunia teknik

Sifat mekanik adalah sifat mekanik yang menyatakan

kemampuan suatu bahan atau gaya dan energi tanpa menimbulkan

kerusakan pada bahan atau komponen tersebut, namun pada

dasarnya tidak ada bahan yang tidak memiliki kekurangan.

Misalnya alumunium mempunyai sifat mekanik cukup baik tetapi

mempunyai sifat lunak, maka sifat lunak ini dapat di antisipasi

dengan melakukan heat treatment kemudian didinginkan secara

cepat (quenching) dan lain lain, jadi tidak harus mencari bahan lain

yang lebih keras

Page 4: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Alumuniumeprints.umm.ac.id/41899/3/BAB II.pdfLas Gas atau Las Karbit (Oxy-acetylene welding / OAW) Pengelasan dengan oksi - asetilin adalah proses pengelasan

8

Beberapa sifat mekanik dari alumunium antara lain :

Kekuatan tarik

a. Kekuatan tarik adalah besar tegangan yang didapatkan ketika

dilakukan pengujian tarik. Kekuatan tarik ditunjukkan oleh

nilai tertinggi dari tegangan pada kurva tegangan-regangan

hasil pengujian, dan biasanya terjadi ketika terjadinya necking.

Kekuatan tarik bukanlah ukuran kekuatan yang sebenarnya

dapat terjadi di lapangan, namun dapat dijadikan sebagai suatu

acuan terhadap kekuatan bahan.

Kekuatan tarik pada aluminium murni pada berbagai perlakuan

umumnya sangat rendah, yaitu sekitar 90 MPa, sehingga untuk

penggunaan yang memerlukan kekuatan tarik yang tinggi,

aluminium perlu dipadukan. Dengan dipadukan dengan logam

lain, ditambah dengan berbagai perlakuan termal, aluminium

paduan akan memiliki kekuatan tarik hingga 200 Mpa. (I Dewa

Made.Krishna.Muku, 2009)

b. Kekerasan

Kekerasan gabungan dari berbagai sifat yang terdapat dalam

suatu bahan yang mencegah terjadinya suatu deformasi

terhadap bahan tersebut. Ketika diaplikasikan suatu gaya.

Kekerasan suatu bahan dipengaruhi oleh elastisitas, plastisitas,

viskoelastisitas, kekuatan tarik, ductility, dan sebagainya.

Kekerasan dapat diuji dan diukur dengan berbagai metode.

Yang paling umum adalah metode Brinnel, Vickers, Mohs, dan

Rockwell. Kekerasan bahan aluminium murni sangatlah

Page 5: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Alumuniumeprints.umm.ac.id/41899/3/BAB II.pdfLas Gas atau Las Karbit (Oxy-acetylene welding / OAW) Pengelasan dengan oksi - asetilin adalah proses pengelasan

9

kecil, yaitu sekitar 20 skala Brinnel, sehingga dengan sedikit

gaya saja dapat mengubah bentuk logam. Untuk kebutuhan

aplikasi yang membutuhkan kekerasan, aluminium perlu

dipadukan dengan logam lain dan/atau diberi perlakuan termal

atau fisik. Aluminium dengan 4,4% Cu dan diperlakukan

quenching, lalu disimpan pada temperatur tinggi dapat

memiliki tingkat kekerasan Brinnel sebesar 160. (I Dewa

Made.Krishna.Muku, 2009)

c. Ductility (kelenturan)

Ductility didefinisikan sebagai sifat mekanis dari suatu bahan

untuk menerangkan seberapa jauh bahan dapat diubah

bentuknya secara plastis tanpa terjadinya retakan. Dalam suatu

pengujian tarik, ductility ditunjukkan dengan bentuk

neckingnya material dengan ductility yang tinggi akan

mengalami necking yang sangat sempit, sedangkan bahan yang

memiliki ductility rendah, hampir tidak mengalami necking.

Sedangkan dalam hasil pengujian tarik, ductility diukur dengan

skala yang disebut elongasi. Elongasi adalah seberapa besar

pertambahan panjang suatu bahan ketika dilakukan uji

kekuatan tarik. (I Dewa Made.Krishna.Muku, 2009)

d. Recyclability (daya untuk didaur ulang)

Aluminium adalah 100% bahan yang dapat didaur ulang tanpa

penurunan dari kualitas awalnya, peleburannya memerlukan

sedikit energi, hanya sekitar 5% dari energi yang diperlukan

untuk memproduksi logam utama yang pada awalnya

diperlukan dalam proses daur ulang. (I Dewa

Made.Krishna.Muku, 2009)

Page 6: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Alumuniumeprints.umm.ac.id/41899/3/BAB II.pdfLas Gas atau Las Karbit (Oxy-acetylene welding / OAW) Pengelasan dengan oksi - asetilin adalah proses pengelasan

10

2.2 Pengelasan

Pengelasan merupakan salah satu jenis penyambungan diantara

penyambungan yang lain seperti baut dan keling. Berbeda antara keduanya

bahwa pengelasan membutuhkan perhatian yang khusus diantaranya

adalah jenis pengelasan, klasifikasi pengelasan, dan karakteristiknya.

Menurut Deutsche Industrie Normen (DIN) las adalah ikatan metalurgi

pada sambungan logam paduan yang dilaksanakan dalam keadan cair dari

definisi tersebut dapat dijelaskan lebih lanjut bahwa las adalah suatu

proses dimana bahan dengan jenis yang sama digabungkan menjadi satu

sehingga terbentuk suatu sambungan melalui ikatan kimia yang dihasilkan

dari pemakaian panas dan tekanan.(Harsono Wiryosumarto & Thosie

Okumura, 2000)

2.2.1 Jenis-Jenis Pengelasan

A. Pengelasan Cair

Las Busur Listrik (Electric Arc Welding)

a. Las Flash Butt (Flash Butt Welding)

Flash butt merupakan metode pengelasan yang dilakukan

dengan menggabungkan antara loncatan elektron dengan

tekanan, di mana benda kerja yang dilas dipanasi dengan energi

loncatan elektron 7 kemudian ditekan dengan alat sehingga

bahan yang dilas menyatu dengan baik.

b. Las Elektroda Terumpan (Consumable Electrode)

Consumable electrode (elektroda terumpan) adalah pengelasan

dimana elektroda las juga berfungsi sebagai bahan tambah. Las

elektroda terumpan terdiri dari:

c. Las MIG (Metal Inert Gas)

Las MIG atau las busur listrik adalah pengelasan dimana panas

yang ditimbulkan oleh busur listrik antara ujung elektroda dan

bahan dasar, karena adanya arus listrik dan menggunakan

Page 7: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Alumuniumeprints.umm.ac.id/41899/3/BAB II.pdfLas Gas atau Las Karbit (Oxy-acetylene welding / OAW) Pengelasan dengan oksi - asetilin adalah proses pengelasan

11

elektrodanya berupa gulungan kawat yang berbentuk rol yang

gerakannya diatur oleh pasangan roda gigi yang digerakkan

oleh motor listrik.

d. Las Listrik (Shielded Metal Arc Welding/SMAW)

SMAW (Shielded Metal Arc Welding) adalah proses

pengelasan dengan mencairkan material dasar yang

menggunakan panas dari listrik melalui ujung elektroda dengan

pelindung berupa fluks atau slag yang ikut mencair ketika

pengelasan

e. Las Busur Terpendam (Submerged Arc Welding/SAW)

Prinsip dasar pengelasan ini adalah menggunakan arus listrik

untuk menghasilkan busur (Arc) sehingga dapat melelehkan

kawat pengisi lasan (filler wire), dalam pengelasan SAW ini

cairan logam lasan terendam dalam fluks yang melindunginya

dari kontaminasi udara, yang kemudian fluks tersebut akan

membentuk terak las (slag) yang cukup kuat untuk melindungi

logam lasan hingga membeku.

f. Las Elektroda Tak Terumpan (Non ConsumableElectrode)

Non consumable electrode adalah pengelasan dengan

menggunakan elektroda, di mana elektroda tersebut tidak

berfungsi sebagai bahan tambah. Elektroda hanya berfungsi

sebagai pembangkit nyala listrik.

Page 8: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Alumuniumeprints.umm.ac.id/41899/3/BAB II.pdfLas Gas atau Las Karbit (Oxy-acetylene welding / OAW) Pengelasan dengan oksi - asetilin adalah proses pengelasan

12

Las Tahanan (Resistance Welding)

g. Las Titik (Spot Welding)

Pengelasan dilakukan dengan mengaliri benda kerja dengan

arus listrik melalui elektroda, karena terjadi hambatan diantara

kedua bahan yang disambung, maka timbul panas yang dapat

melelehkan permukaan bahan dan dengan tekanan akan terjadi

sambungan.

h. Las Kelim ( Seam Welding)

Ditinjau dari prinsip kerjanya, las kelim sama dengan las titik,

yang berbeda adalah bentuk elektrodanya. Elektroda las kelim

berbentuk silinder.

i. Las Gas atau Las Karbit (Oxy-acetylene welding / OAW)

Pengelasan dengan oksi - asetilin adalah proses pengelasan

secara manual dengan pemanasan permukaan logam yang akan

dilas atau disambung sampai mencair oleh nyala gas asetilin

melalui pembakaran C2H2 dengan gas O2 dengan atau tanpa

logam pengisi.

j. Las Sinar Laser

Pengelasan sinar laser adalah pengelasan yang memanfaaatkan

gelombang cahaya sinar laser yang dialirkan lurus kedepan

tanpa penyebaran terhadap benda kerja sehingga menghasilkan

panas dan melelehkan logam yang akan dilas.

Page 9: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Alumuniumeprints.umm.ac.id/41899/3/BAB II.pdfLas Gas atau Las Karbit (Oxy-acetylene welding / OAW) Pengelasan dengan oksi - asetilin adalah proses pengelasan

13

k. Las Sinar Elektron

Prinsip kerjanya adalah adanya energi panas didapat dari energi

sebuah elektron yang di tumbukkan pada benda kerja, elektron

yang dipancarkan oleh katoda ke anoda difokuskan oleh lensa

elektrik ke sistim defleksi. Sistim defleksi meneruskan sinar

elektron yang sudah fokus ke benda kerja. Sinar yang sudah

fokus tersebut digunakan untuk melakukan pengelasan benda

kerja.

B. Pengelasan Padat

a. Friction Stir Welding

Friction stir welding merupakan proses penyambungan logam

dengan memanfaatkan energi panas yang diakibatkan karena

adanya gesekan dari dua material.

b. Cold Welding

Pengelasan dingin (Cold welding) adalah pengelasan yang

dilakukan dalam keadaan dingin. Yang dimaksud dingin di sini,

bukan berarti tidak ada panas, panas dapat saja terjadi dari

proses tersebut, namun tidak melebihi suhu rekristalisasi logam

yang dilas

c. Las Tempa

Penyambungan logam dengan cara ini dilakukan dengan

memanasi ujung logam yang akan disambung kemudian

ditempa, maka terjadilah sambungan. Panas yang dibutuhkan

sedikit di atas suhu rekristalisasi logam, sehingga logam masih

dalam keadaan padat

Page 10: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Alumuniumeprints.umm.ac.id/41899/3/BAB II.pdfLas Gas atau Las Karbit (Oxy-acetylene welding / OAW) Pengelasan dengan oksi - asetilin adalah proses pengelasan

14

2.3 Korosi

Korosi berasal dari bahasa latin “Corrode” yang artinya berkarat

atau perusakanlogam. Korosi atau yang lebih dikenal dengan istilah

pengaratan merupakanperistiwa kerusakan suatu logam yang terjadi karena

adanya faktor metalurgi(pada material itu sendiri) serta akibat dari

pengaruh lingkungan (suhu,kelembaban dan lainnya) sehingga dapat

menurunkan kualitas bahan logamtersebut (Bayliss and Deacon, 2002).

Korosi tidak hanya melibatkan reaksi kimianamun juga reaksi

elektrokimia. Reaksi elektrokimia melibatkan perpindahanelektron-

elektron. Perpindahan elektron ini merupakan hasil dari reaksi

redoks(reduksi-oksidasi). Mekanisme korosi melalui reaksi elektrokimia

melibatkan reaksi anodik di daerah anoda (Perez, 2004). Berikut reaksi

anodik yangterjadi pada korosi logam:

M → Mn+ + ne- (1)

Proses korosi dari logam M adalah proses oksidasi logam menjadi satu ion

(n+) dalam pelepasan n elektron. Nilai dari n tergantung dari sifat

logam,contohnya :

jika pada besi maka reaksi yang terjadi sebagai berikut

(Broomfield, 2007).

Fe → Fe2+ + 2e- (2)

Reaksi katodik juga berlangsung di proses korosi. Reaksi katodik terjadi

pada daerah katoda. Beberapa jenis reaksi katodik yang terjadi selama

proses korosi antara lain:

Pelepasan gas hidrogen 2H+ + 2e- → H2 (3)

Reduksi oksigen O2 + 2(H2O) + 4e- → 4OH- (4)

Reduksi ion logam Fe3+ + e- → Fe2+ (5)

Pengendapan logam 3Na+ + 3e- → 3Na (6)

Reaksi katodik dimana oksigen dari udara akan larut dalam larutan terbuka

Page 11: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Alumuniumeprints.umm.ac.id/41899/3/BAB II.pdfLas Gas atau Las Karbit (Oxy-acetylene welding / OAW) Pengelasan dengan oksi - asetilin adalah proses pengelasan

15

Secara umum korosi yang terjadi pada suatu larutan diawali dengan

teroksidasinya logam di dalam larutan sehingga logam tersebut

melepaskan elektron untuk membentuk ion logam yang bermuatan positif.

Pada kondisi ini, larutan akan bertindak sebagai katoda dengan reaksi

umum yang terjadi adalah pelepasan H2 (Reaksi 3) dan reduksi O2

(Reaksi 4), akibat ion H+ dan H2O yang tereduksi. Reaksi ini terjadi pada

permukaan logam yang selanjutnya akan mengakibatkan pengikisan akibat

pelarutan logam ke dalam larutan secara

berulang-ulang (Jones, 1992).

Gambar 2.1 Mekanisme korosi (Broomfield, 2007).

Gambar 1 menunjukkan bagaimana korosi pada logam besi (Fe).

Mekanisme korosi pada logam besi (Fe) dituliskan sebagai berikut:

Fe (s) + H2O (l) + ½ O2(g) → Fe(OH)2 (s) (7)

Ferro hidroksida (Fe(OH)2 ) yang dihasilkan pada reaksi di atas

merupakan hasil sementara yang dapat teroksidasi secara alami oleh air

dan udara menjadi ferri hidroksida (Fe(OH)3), dari mekanisme reaksi

berikut:

4 Fe(OH)2(s) + O2 (g) + 2H2O(l) → 4Fe(OH)3 (s) (8)

Ferri hidroksida (Fe(OH)3) yang terbentuk akan berubah menjadi Fe2O3

yang berwarna merah kecoklatan yang selanjutnya kita sebut sebagai

karat, melalui reaksi berikut (Broomfield, 2007).

2Fe(OH)3 → Fe2O3 + 3H2O (9)

Page 12: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Alumuniumeprints.umm.ac.id/41899/3/BAB II.pdfLas Gas atau Las Karbit (Oxy-acetylene welding / OAW) Pengelasan dengan oksi - asetilin adalah proses pengelasan

16

2.4 Pengujian Impact

Pengujian bahan adalah suatu metode yang digunakan untuk menguji

kekuatan suatu bahan/material dengan cara memberikan beban gaya yang

sesumbu. Pengujian impact menurut (Malau, 2008), bertujuan untuk

mengetahui kemampuan spesimen menyerap energi yang diberikan. Pengujian

impact merupakan salah satu proses pengukuran terhadap sifat kerapuhan

bahan. Sifat keuletan atau toughness dari suatu bahan yang tidak dapat

terdeteksi oleh pengujian lain, jika dua buah bahan akan memiliki sifat yang

mirip sama namun jika diuji dengan impact test itu akan berbeda. Pengujian

impact dilakukan untuk mengetahui kekuatan bahan terhadap pembebanan

kejut (shock resistance), seperti kerapuhan yang disebabkan oleh perlakuan

panas atau sifat kerapuhan dari produk tuangan (Casting) serta pengaruh

bentuk dari produk tersebut.

Pengujian impact merupakan respon terhadap beban kejut atau beban

tiba-tiba. Pengujian ini dilakukan pada mesin uji yang dirancang dengan

memilki sebuah pendulum dengan berat tertentu yang mengayun dari suatu

ketinggian untuk memberikan beban kejut, dalam pengujian ini terdapat dua

macam cara pengujian yakni cara “Izod”dan cara “Charpy” yang berbeda

menurut arah pembebanan terhadap bahan uji serta kedudukan bahan uji

(Sudjana, 2008: 453). Pada pengujian standar Charpy dan Izod, dirancang dan

digunakan untuk mengukur energi impak yang dikenal dengan ketangguhan

takik. Spesimen charpy berbentuk batang dengan penampang lintang bujur

sangkar dengan takikan V oleh proses permesinan.

Pembebanan dalam proses pengujian pukul takik (impact test),

diberikan oleh ayunan pendulum dengan berat G dan jarak terhadap sumbu

putar R yang bergerak dari ketinggian h1 pada sudut awal α.

Page 13: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Alumuniumeprints.umm.ac.id/41899/3/BAB II.pdfLas Gas atau Las Karbit (Oxy-acetylene welding / OAW) Pengelasan dengan oksi - asetilin adalah proses pengelasan

17

Gambar 2.2. Ilustrasi Skematis Pengujian Impact Charpy

Pada uji impact, energi yang diserap untuk mematahkan benda uji harus

diukur. Setelah bandul dilepas maka benda uji akan patah, setelah itu bandul akan

berayun kembali, semakin besar energi yang terserap, semakin rendah ayunan

kembali dari bandul. Energi terserap biasanya dapat dibaca langsung pada skala

penunjuk yang telah dikalibrasi yang terdapat pada mesin penguji. Energi terserap

juga dapat dituliskan dalam bentuk rumus :

E = m . g (h1-h2) = gaya x jarak (Wibowo, 2013)

dimana :

E = energi terserap = tenaga untuk mematahkan benda uji (Joule)

m = massa pendulum (kg)

g = percepatan gravitasi (m/s2) = 10 m/s2

h1 = tinggi jatuh palu godam (m) = R+R sin (α - 90)

h2 = tinggi ayunan palu godam (m) = R+R sin (β - 90)

R = jarak titik putar ke titik berat palu godam (m)

α = sudut jatuh (°)

β = sudut ayun (°)

Sehingga :

Harga impact =

Page 14: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Alumuniumeprints.umm.ac.id/41899/3/BAB II.pdfLas Gas atau Las Karbit (Oxy-acetylene welding / OAW) Pengelasan dengan oksi - asetilin adalah proses pengelasan

18

2.4.1 Model Kegagalan

Menurut Afrizal dan Richardo (2011: 17), pengamatan dari impact

charpy dapat dilakukan melalui penelaahan permukaan patahan, seperti:

patahan berserat, patahan granular, atau patahan belah, dan patahan

campuran dari keduanya. Bentuk patahan yang berbeda-beda ini dapat

ditentukan dengan mudah, walaupun pengamatan permukaan patahan

tidak diperbesar. Model patahan komposit sandwich yang mengalami

beban impact biasanya berupa pull-out, core shear, delaminasi dan

indentation dan lain lain.

a) Perilaku gagal core shear biasanya terjadi pada balok sandwich dengan

skin yang relatif tebal dengan span yang pendek. Kegagalan didominasi

oleh lemahnya kekuatan core yang digunakan.

b) Kegagalan pull-out merupakan jenis kerusakan yang terjadi karena

lepasnya ikatan antara serat dengan epoksi terjadi karena air berdifusi ke

dalam serat terutama serat yang bersifat hydrophilic sehingga daya ikat

antara serat dengan matrik semakin rendah.

c) Pull-in merupakan perbedaan tegangan rata-rata dari komposit dapat

disebabkan oleh beberapa sebab diantaranya adalah kekuatan komposit

yang kurang merata disetiap tempat dan distribusi serat yang kurang

merata sehingga energi yang diserap menjadi lebih kecil.

d) First crack merupakan kerusakan yang terjadi pada saat awal pembebanan

yang mengakibatkan keretakan pada spesimen. Keretakan awal pada

spesimen ini sering terjadi pada bidang yang mendapat titik pembebanan.

Kerusakan ini terjadi karena bahan material spesimen bersifat getas dan

tidak mampu menahan geser yang diberikan.

e) Finally crack merupakan batas titik akhir dari kerusakan yang terjadi pada

kerusakan awal. Finally crack terjadi karena material spesimen mampu

Page 15: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Alumuniumeprints.umm.ac.id/41899/3/BAB II.pdfLas Gas atau Las Karbit (Oxy-acetylene welding / OAW) Pengelasan dengan oksi - asetilin adalah proses pengelasan

19

menyerap energi pembebanan yang diberikan, sehingga material spesimen

tidak sampai putus karena pembebanan.

f) Kegagalan delaminasi merupakan jenis kerusakan yang berbentuk

pengelupasan pada permukaan. Delaminasi sering terjadi pada struktur

bertulang akibat kurangnya lapisan perekat. Kerusakan ini bisa terjadi

pada konstruksi karena kegagalan pada pembuatan campuran, reaksi

kimia, kelebihan beban dan sebagainya, oleh karena itu perlu

diperhitungkan agar kerusakan ini tidak terjadi pada konstruksi.