BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Gaya Bahasaeprints.umm.ac.id/59778/5/BAB II.pdf · Contoh: angin yang...
Transcript of BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Gaya Bahasaeprints.umm.ac.id/59778/5/BAB II.pdf · Contoh: angin yang...
10
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Gaya Bahasa
Menurut Tarigan (2013:04) gaya bahasa adalah bahasa indah yang
digunakan untuk meningkatkan efek dengan jalan memperkenalkan serta
membandingkan suatu benda atau hal tertentu dengan benda atau hal lain yang
lebih umum. Stile, (style, gaya bahasa) adalah cara pengucapan bahasa dalam
prosa, atau bagaimana seseorang pengarang mengungkapkan sesuatu yang akan
dikemukakan. (Nurgiyantoro, 2010:276). Menurut penjelasan Harimurti
Kridalaksana (dalam Okke, 2002:45) gaya bahasa (style) mempuyai tiga
pengertian yaitu: (1) pemanfaatan atas kekayaan bahasa oleh seseorang dalam
bertutur atau menulis; (2) pemakaian ragam tertentu untuk memperoleh efek-efek
tertentu; (3) keseluruhan ciri-ciri bahasa sekelompok penulis sastra. Dari berbagai
pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa gaya bahasa yang digunakan oleh
para pengarang dalam karyanya bertujuan untuk lebih memperindah sebuah karya
agar menarik para pembaca dan dapat meyampaikan maksud pengarang.
Penggunaan bahasa yang beraneka ragam, seorang penulis dalam
menciptakan sebuah karya sastranya pasti memiliki tujuan tertentu sesuai dengan
fungsi bahasa yang telah dipergunakan. Oleh karena itu setiap penggunaan bahasa
yang berbeda pasti memiliki fungsi yang berbeda pula. Keraf dalam bukunya
menyebutkan bahwa, bahasa memiliki beberapa fungsi yaitu menjelaskan,
memperkuat, menghidupkan objek mati, menstimulus asosiasi, menimbulkan
gelak ketawa, atau untuk hiasan (Keraf, 2016:129). Selain itu menurut Laila
11
(2016:148-149) gaya bahasa digunakan penyair dalam puisinya untuk
meningkatkan efek asosiasi tertentu, membandingkan sesuatu dengan yang lain,
serta untuk memperoleh aspek keindahan.
Gaya bahasa dibagi menjadi 2 kelompok yaitu gaya bahasa retoris yang
semata-mata merupakan penyimpangan dari kostruksi biasa untuk mencapai efek
tertentu, dan gaya bahasa kias merupakan penyimpangan yang lebih jauh
khususnya dalam bidang makna (Keraf, 2016:129). Selain itu Tarigan (2013:05)
dalam bukunya mengelompokkan gaya bahasa ke dalam empat bagian yaitu
perbandingan, pertentangan, pertautan dan perulangan.
2.1.1 Gaya Bahasa Kias
Gaya bahasa kias adalah gaya bahasa yang maknanya tidak dapat ditafsirkan
sesuai dengan makna kata-kata yang membentuknya (Nurgiyantoro, 2010:298).
Sebuah karya sastra terutama karya fiksi para pengarang sering sekali
menggunakan bahasa-bahasa indah. Agar meningkatkan kesan keindahan
sehingga menarik perhatian pembaca pengarang sering menggunakan bahasa yang
berbeda dari bahasa sehari-hari, yakni seperti gaya bahasa kiasan. Seperti yang
diungkapkan oleh Puspidalia (2015:261) penggunaan bahasa kias dalam karya
sastra dimaksudkan untuk memperoleh efek estetis atau keindahan sehingga
pembaca akan lebih tertarik.
Gaya bahasa kias digolongkan (Keraf, 2016:136-145) menjadi beberapa
bagian diantaranya adalah: simile, metafora, alegori, personifikasi, alusi, eponim,
epitet, sinekdok, metonemia, antonomasia, hipalase, ironi, satir, inuendo,
antifrasis, dan paronomasia. Simile yang berarti perbandingan yang bersifat
12
eksplisit atau menyatakan langsung sesuatu sama dengan hal yang lain. Secara
eksplisit menunjukkan kesamaan itu menggunakan kata-kata: seperti, ibarat, sama,
sebagai, bagaikan, laksana, dan sebagainya. Contoh: bibirnya seperti delima
merekah.
Metafora adalah semacam analogi yang membandingkan dua hal secara
langsung, tetapi dalam bentuk yang singkat. Metafora sebagai perbandingan
langsung, tidak mempergunakan kata penghubung sebagai keterangan sehingga
pokok pertama langsung dihubungkan dengan pokok ke dua secara beruntut.
Contoh: pemuda bunga bagsa,. Dalam contoh tersebut yang dikiaskan adalah kata
pemuda dengan bunga. Pemuda merupakan seseorang sedangkan bunga adalah
tumbuhan yang terlihat indah.
Alegori yang merupakan perluasan dari metafora yang berbentuk suatu
kisah. Biasanya alegori menggunakan suatu cerita singkat yang mengandung
kiasan. Dalam alegori, nama-nama pelakunya adalah sifat-sifat yang abstrak, serta
tujuannya selalu jelas tersurat. Contoh: jika memang jodoh tidak akan kemana
seperti cerita Adam dan Hawa yang dipisahkan namun pada akhkirnya akan
bersatu kembali. Pada contoh tersebut menggunakan cerita Adam dan Hawa
sebagai acuan atau contoh. Oleh karena itu contoh tersebut dapt dikategorikan
dalam gaya bahasa alegori.
Personifikasi menggambarkan benda-benda mati seolah-olah memiliki sifat-
sifat kemanusiaan. Personifikasi merupakan suatu corak khusus dari metafora
yang mengiaskan benda mati seolah-olah bertindak, berbuat, berbicara, seperti
manusia. Contoh: angin yang meraung di tengah malam yang berarti ‘angin
berhembus kencang’. Angin merupakan sesuatu yang tidak tampak dan tidak
13
hidup namun dapat dirasakan keberadaannya. Dalam contoh tersebut dikiaskan
seolah-olah hidup karena dapat meraung-raung.
Alusi adalah semacam acuan yang berusaha mensugestikan kesamaan antara
orang, tempat, atau peristiwa. Biasanya alusi merupakan sebuah referensi yang
eksplisit atau implisit terhadap peristiwa, tokoh, tempat dalam kehidupannyata.
Misalkan dulu ada yang mengatakan bahwa: Kota Aceh adalah serambi Makkah.
Eponim adalah gaya dimana seseorang yang namanya sering dihubungkan
dengan sifat tertentu. Tentu saja tidak sembarang orang dapat dijadikan sebagai
acuan. Biasanya yang sering digunakan adalah tokoh-tokoh terkenal yang
memiliki ciri khas tertentu dan mudah diingat masyarakat umum. Misalnya nama
Luna Maya di gunakan untuk seseorang yang tampak cantik.
Epitet semacam acuan yang menyatakan suatu sifat atau ciri yang khas dari
seseorang atau sesuatu hal. Berbeda dengan eponim yang menggunakan nama
orang lain, epitet merupakan sebutan lain dari objek yang dimaksud. Contoh Raja
hutan sebutan untuk singa jantan.
Sinekdoke menggunakan sebagian dari sesuatu hal untuk menyatakan
keseluruhan atau sebaliknya. Misalkan: setiap kepala dikenakan sumbangan
sebesar Rp 1.000,-. Maksud dari contoh tersebut adalah penarikan sumbangan
yang ditujukan kepada setiap keluarga, namun menggunakan kata kepala untk
memudahkan menyebutkan secara keseluruhan setiap anggota yang ada dalam
keluarga.
Metonimia gaya bahasa yang menggunakan sebuah kata untuk menyatakan
suatu hal lain. Membandingkan sesuatu yang memiliki hubungan sebab akibat.
Misalkan: pena lebih berbahaya dari pedang. Dalam contoh tersebut pena adalah
14
sebab sedangkan pedang adalah akibat. Karena jika seseorang mengungkapkan
sesutu yang buruk dalam sebuah tulisan, maka tulisan tersebut dapat
membahayakan orang lain.
Antonomasia berwujud penggunaan sebuah epitet untuk menggantikan
nama diri, atau gelar resmi, atau jabatan. Contohnya: raja, ratu, Pak mentri, Pak
presiden,. Dengan kata lain antonomasia dapat disebut juga sebagai julukan.
Hipalase menggunakan kata tertentu untuk menerangkan sebuah kata. Atau
secara singkat hipalase dapat diartikan suatu kebalikan dari suatu relasi alamiah
antara dua komponen gagasan. Misalkan : ia berbaring di atas bantal yang
gelisah.
Ironi merupakan sebuah sindiran yang memiliki makna dan atau maksud
berlainan. Misalkan anda cepat sekali datangnya hingga pantat saya terasa panas
dan hampir pergi. Kalimat untuk menyindir seseorang yang terlambat datang.
Satire merupakan ungkapan yang menertawakan atau menolak sesuatu. Satir
juga dapat dikatakan sebuah sindiran untuk keadaan seseorang. Misalkan:
berhentilah makan sebelum kenyang. Kalimat tersebut diucapkan oleh orang
pertama kepada orang kedua, di depan orang ketiga yang rakus.
Inuendo semacam sindiran dengan mengecilkan kenyataan yang sebenarnya.
Misalkan: Ia menjadi kaya raya karena sedikit mengadakan komersialisasi
jabatan.
Antifrasis adalah pengunaan kata dengan makna kebalikannya. Misalkan: Si
tuan putri akan segera tiba. Kalimat tersebut dimaksudkan untuk orang yang
buruk rupa.
15
Paronomasia sebuah kiasan dengan menggunakan kemiripan bunyi.
Misalkan: saya bukan beruang tapi saya beruang. Persamaan bunyi antara
binatang beruang dengan orang yang memiliki uang.
2.1.2 Gaya Bahasa Perbandingan
Terdapat beberapa ragam gaya bahasa yang telah dijelaskan oleh Tarigan .
Menurut beliau ada sekitar 10 ragam gaya bahasa perbandingan yakni:
perumpamaan, metafora, personifikasi, depersonifikasi, alegori, antitesis,
pleonasme, perifrasis, prolepsis, dan koreksio. Untuk lebih jelasnya mari kita
simak gambar berikut ini:
Perumpamaan adalah perbandingan dua hal yang pada hakikatnya
berhubungan dan yang sengaja kita anggap sama. Dalam gaya bahasa ini
seringkali menggunakan kata-kata seperti; ibarat; bak; sebagai; umpama; laksana;
penaka; maupun serupa. Contoh: dua kakak beradik itu sifatnya seperti air
dengan minyak dalam kalimat tersebut menunjukkan perbandingan dua hal yang
tidak dapat bersatu.
Metafora adalah perbandingan yang implisit di antara dua hal yang berbeda.
Di dalamnya terlihat dua gagasan: yang satu adalah suatu kenyataan; dan yang
satu lagi adalah sebagai pembanding terhadap kenyataan tadi. Misalkan kata
adalah pedang tajam.
Personifikasi adalah gaya bahasa yang melekatkan sifat insani kepada benda
yang tak bernyawa dan ide yang abstrak. Contohnya adalah seperti tiang rumah
berdiri dengan tegak. Dalam kalimat tersebut terdapat kata berdiri tegak yang
identik dilakukan oleh manusia namun digunakan untuk benda mati seperti tiang.
16
Depersonifikasi adalah gaya bahasa yang melekatkan sifat benda pada
manusia yang lebih bersifat pada pengandaian. Gaya bahasa ini kebalikan dari
gaya bahasa personifikasi misalnya dalam contoh berikut: jikalau kau bunga maka
aku akan jadi kumbanganya.
Alegori adalah cerita yang dikisahkan dalam lambang-lambang; merupakan
metafora yang diperluas. Alegori biasanya mengandung sifat-sifat moral atau
spiritual manusia. Biasanya alegori merupakan cerita-cerita yang panjang dan
rumit dengan maksud dan tujuan yang terselubung dan tersembunyi bagi
pembaca. Seperti cerita tentang Adam dan Hawa, Kancil dan Petani, dll.
Antitesis adalah gaya bahasa yang mengadakan perbandingan antara dua
antonim. Dengan kata lain menggunakan kata-kata yang mengandung ciri-ciri
semantik yang bertentangan. Contoh: kecantikannya justru mencelakakannya.
Pleonasme adalah pemakaian kata yang berlebihan dan bila kata yang
berlebihan itu dihilangkan artinya tetap utuh. Misalkan dalam contoh: saya telah
mencatat kejadian itu dengan tangan saya sendiri, jika frasa “dengan tangan saya
sendiri” dihilangkan makna kalimat tersebut masih tetap sama.
Perifrasis cukup mirip dengan pleonasme, dan kata yang berlebihan itu
dapat diganti dengan satu kata saja. Contoh pemuda itu menumpahkan segala isi
hati dan harapannya kepada gadis desa itu. Kata “segala isi hati dan harapan”
dapat digantikan dengan kata cinta yang mewakili perasaannya.
Prolepsis adalah gaya yang berwujud mempergunakan lebih dari satu atau
beberapa kata sebelum gagasan ataupun peristiwa yang sebenarnay terjadi.
Dengan kata lain dapat diartikan sebagai kalimat pengantar atau pembuka.
17
Semisal “mobil yang malang itu ditabrak oleh truk”. Kalimat tersebut dapat
digunakan sebagai awalan untuk mencerikan tentang kecelakann tragis.
Koreksio adalah gaya bahasa yang berupa penegasan sesuatu tetapi
kemudian diperbaiki atau dikoreksi. Koreksio berarti pembenaran kembali kata-
kata yang telah digunakan. Seperti dalam kalimat berikut: tadi siang saya sudah
sarapan, eh bukan tadi pagi maksudnya. Dalam contoh tersebut terdapat
kesalahan pengguaan kata tadi siang kemudian dibenarkan menjadi tadi pagi.
Selain dari pendapat Tarigan Okke dalam penelitiannya menyebutkan empat
jenis gaya bahasa yang didasarkan dengan perbandigan makna, diantaranta
sebagai berikut: simile, metafora, personifikasi, dan depersonifikasi.
a. Simile yang didalamnya terdapat dua kata (atau bentuk lainnya) yang masing-
masing menampilkan konsep dan acuan yang berbeda. Contoh: wajah ibu dan
anak ibu itu bagaikan pinang dibelah dua.
b. Metafora hampir sama dengan simile yakni memiliki dua kata yang dapat
diperbandingkan. Namun salah satu unsur bahasa yang dibandingkan, tidak
muncul atau bersifat implisit. Contoh: banyak pemuda yang ingin mempersunting
mawar desa itu.
c. Personifikasi adalah majas yang menampilkan binatang, tanaman, atau benda
sebagai manusia. Contoh: melambai-lambai, nyiur di pantai.
d. Depersonifikasi adalah kebalikan dari personifikasi dimana majas yang
menampilkan manusia sebagai binatang, tumbuha, atau benda lainnya. Contoh:
dia memiliki watak yang sangat keras.
18
2.2 Gaya Bahasa Kias Perbandingan
Gaya bahasa kias ini pertama tama dibentuk berdasarkan perbandingan atau
persamaan. Membandingan sesuatu dengan sesuatu hal yang lain, berarti mencoba
menemukan ciri-ciri yang menunjukkan kesamaan antara kedua hal tersebut.
Perbandingan sebenarnya mengandung dua pengertian, yaitu perbandingan yang
termasuk dalam gaya bahasa polos atau langsung, dan perbandingan yang
termasuk dalam gaya bahasa kias (Keraf, 2016:136).
Dijelaskan pula untuk menetapkan apakah suatu perbandigan itu merupakan
bahasa kias atau tidak, hendaknya diperhatikan tiga hal berikut: 1). Tetapkanlah
terlebih dahulu kelas kedua hal yang diperbandingkan. 2). Perbandigkan tingkat
kesamaan atau perbedaan antara kedua hal tersebut. 3). Perhatikan konteks
dimana ciri-ciri kedua hal itu diketemukan. Jika tidak ada kesamaan maka
perbandigan itu adalah bahasa kias.
Seperti penjelasan penggolongan gaya bahasa kias dan perbandingan oleh
Keraf dan Tarigan yang telah dijabarkan pada poin sebelumnya dan diperkuat
oleh pendapat Okke maka dapat digolongkan gaya bahasa yang termasuk dalam
gaya bahasa kias perbandigan adalah sebagai berikut:
Gaya bahasa yang pertama adalah perumpamaan atau simile. Perumpamaan
adalah perbandingan dua hal yang pada hakikatnya berhubungan dan yang sengaja
kita anggap sama. Dalam gaya bahasa ini seringkali menggunakan kata-kata
seperti; ibarat; bak; sebagai; umpama; laksana; penaka; mupun serupa. Contoh:
kedua kakak beradik itu seperti air dengan minyak yang tidak dapat bersatu.
Kalimat tersebut menunjukkan adanya perbandingan antara sifat manusia dengan
dua benda mati yang tidak dapat bersatu. Terdapat kata seperti yang digunakan
19
untuk membandingkan sesuatu hal dengan yang lain. Data tersebut dikategorikan
dalama gaya bahasa kias karena menyamakan sifat manusia yang berbeda dan
saling bertentangan sehingga tampak seperti minyak dan air yang tidak dapat
bersatu.
Metafora adalah perbandingan yang implisit di antara dua hal yang berbeda.
Di dalamnya terlihat dua gagasan yang satu adalah suatu kenyataan dan yang satu
lagi adalah sebagai pembanding terhadap kenyataan tadi. Misalkan kata adalah
pedang tajam. Data tersebut dikatakan metafora karena membandingkan kata
dengan pedang tajam secara langsung tanpa menggunakan kata pembanding. Data
tersebut dianggap sebagai gaya bahasa kias karena kata-kata manusia yang kasar
dapat melukai perasaan seseorang seperti pedang yang dapat melukai orang lain.
Sedangkan unsur pembandingnya terletah pada kata yang merupakan sebuah
ucapan, dan pedang yang merupakan senjata, namun kedua hal tersebut secara
implisit memiliki makna yang sama yakni “tajam”.
Personifikasi adalah gaya bahasa yang melekatkan sifat insani kepada benda
yang tak bernyawa dan ide yang abstrak. Contohnya adalah seperti tiang rumah
berdiri dengan tegak. Dalam kalimat tersebut terdapat kata berdiri tegak yang
identik dilakukan oleh manusia namun digunakan untuk benda mati seperti tiang.
Unsur pembandingnya adalah benda mati (tiang) dengan perilaku manusia
(berdiri). Kedua hal tersebut memiliki persamaan yakni “tegak lurus” yang
digunakan untuk sebuah kiasan.
Depersonifikasi adalah gaya bahasa yang melekatkan sifat benda pada
manusia yang lebih bersifat pada pengandaian. Gaya bahasa ini kebalikan dari
gaya bahasa personifikasi misalnya dalam contoh berikut: jikalau kau bunga maka
20
aku akan jadi kumbangnya. Pada dasarnya manusia dengan bunga merupakan
sesuatu yang sangat berbeda namun dalam data tersebut dinyatakan sama, karena
penulis mengibaratkan hubungan dua manusia sama dengan sekor kumbang dan
bunga yang saling membutuhkan. Unsur pembedanya terletah pada kamu dan aku
(manusia) dengan bunga (tumbuhan), kumbang (hewan).
Alegori adalah cerita yang dikisahkan dalam lambang-lambang; merupakan
metafora yang diperluas. Alegori biasanya mengandung sifat-sifat moral atau
spiritual manusia. Biasanya alegori merupakan cerita-cerita yang panjang dan
rumit dengan maksud dan tujuan yang terselubung dan tersembunyi bagi
pembaca. Seperti cerita tentang Adan dan Hawa, kancil dan petani. Misalkan: kita
terhalang jarak dan waktu namun aku yakin kita kan bertemu seperti Adam dan
Hawa yang telah lama terpisah. Kalimat tersebut dalam kategori gaya bahasa
perbandingan karena terdapat seuatu yang beda yakni cerita Aku (saat ini) dengan
cerita dari umat muslim tentang kisah Adam dan Hawa pada masa lalu. Dari data
tersebut kita dapat melihat adanya unsur kiasan antara cerita saat ini dengan kisah
masa lalu yang pastinya berbeda, namun dianggap sama karena merujuk pada
‘takdir.
2.3 Fungsi Gaya Bahasa
Nuroh (2011:25) mengatakan gaya bahasa memiliki fungsi terhadap
penyampaian ide pengarang dalam bentuk informasi terutama dalam karya sastra.
Selain pendapat Nuroh Keraf mengatakan bahwa fungsi gaya bahasa adalah
menjelaskan, memperkuat, menghidupkan objek mati, menstimulus asosiasi,
menimbulkan gelak tawa, dan untuk hiasan. Menurut Ali Imron dalam Sarah
21
(2016:27) menyebutkan ada beberapa fungsi gaya bagasa dalam karya sastra
diantaranya adalah 1) meningkatkan minat pembaca untuk mengikuti apa yang
disampaikan pengarang; 2) memengaruhi atau meyakinkan pembaca agar semakin
yakin terhadap apa yang disampaikan pengarang; 3) menciptakan keadaan
perasaan hati tertentu agar dapat membawa pembaca hanyut dalam suasana
tertentu, seperti kesan baik atau buruk, perasaan senang atau benci dan
sebagainya; 4) memperkuat efek terhadap gagasan agar dapat membuat pembaca
terkesan oleh gagasan yang disampaikan pengarang. Dari beberapa pendapat
tersebut peneliti menyimpulkan bahwa gaya bahasa dalam karya sastra memiliki
beberapa fungsi yaitu menggambarkan, memperjelas, dan memperindah.
Fungsi gaya bahasa menggambarkan adalah ketika pengarang
mengungkapkan sesuatu hal yang abstrak atau tidak jelas kemudian pengarang
mengambil pembanding dengan sesuatu yang lebih jelas. Misalkan ketika
pengarang ingin memberitahukan sifat tokoh utama yang buruk. Dalam kasus
tersebut untuk menciptakan cerita yang menarik pengarang tidak akan
menyebutkan secara langsung bahwa tokoh utama memiliki sifat yang buruk, akan
tetapi dengan berbagai gaya bahasa pengarang akan menggambarkan sifat tokoh
utama dengan hal-hal yang lain seperti mengibaratkan dengan sampah
masyarakat, bajingan, penjahat, dan sebagainya.
Menjelaskan maksudnya adalah jika data tersbut terdapat dalam narasi
pengarang yang bertujuan untuk memaparkan apa yang ingin disampaikan kepada
pembaca. Selain itu dapat meyakinkan pembaca agar pembaca semakin percaya
terhadap apa yang disampaikan oleh pengarang. Misalkan ketika dalam cerita si
tokoh utama mengalami situasi di mana ia harus merelakan sesuatu, maka
22
pengarang dapat menggunakan beberapa ungkapan seperti dengan berat hati, tak
kuasa membendung air mata, dan lain sebagainya untuk menjelaskan isi batin si
tokoh.
Semakin banyak gaya bahasa yang digunakan maka karya sastra yang
dihasilkan akan semakin menarik. Hal itu sesuai dengan fungsi gaya bahasa
sebagai hiasan. Bukan hanya untuk penjelasan saja, ragam gaya bahasa dalam
karya sastra sangat berpengaruh besar dalam menghidupkan dan mengembangkan
imajinasi pembaca agar tampak seperti nyata. Misalkan pengibaratan manusia
seperti bunga, bintang, bulan atau benda-benda yang memiliki sifat yang sama
akan lebih dramatis jika dibandingkan dengan pengungkapan secara langsung.