BAB II LANDASAN TEORIlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/BAB II_04-49.pdfmengintegrasikan...
Transcript of BAB II LANDASAN TEORIlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/BAB II_04-49.pdfmengintegrasikan...
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Pengertian Sistem Informasi
Sampai saat ini belum ada kesepakatan terhadap istilah sistem informasi; beberapa
penulis cenderung memilih istilah-istilah seperti 'sistem pengolahan informasi', 'sistem
informasi manajemen', 'sistem informasi /keputusan', atau sekedar 'sistem informasi',
yang perlu diingat adalah bahwa sistem pengolahan informasi berdasarkan komputer,
dirancang untuk mendukung fungsi operasi, manajemen, dan keputusan sebuah
organisasi.
data Pengolahan Informasi
Model Dasar sistem Informasi
Model Dasar ditambah penyimpanan data
Penyimpanan data
Masukan Pengolahan Informasi
Gambar 2.1. Model Dasar Sistem informasi (Davenport, 1998)
Menurut Davenport (1998), sistem informasi adalah sebagai sekumpulan dari
subsystem yang terdefinisi berdasarkan fungsional atau organisasi, yang membantu
pengambilan keputusan dan mengontrol organisasi dengan menggunakan technologi
informasi untuk menangkap, menyebarkan, menyimpan, menerima, memanipulasi atau
mempertunjukkan informasi yang dipakai dalam satu atau lebih bisnis proses
Sistem ERP (Enterprize Resource Planning) adalah sebuah sistem yang
mengintegrasikan semua informasi yang ada pada suatu perusahaan/ organisasi dan
dikategorikan sebagai sebuah sistem informasi yang sangat besar (Davenport,1998).
2.2. Pengembangan Software untuk Sistem Informasi
Pada tahun 1980 an, pembuatan software aplikasi besar dibuat secara factory-
centric . Jadi semakin banyak kode program yang dibuat, maka dibutuhkan semakin
banyak programer.
Cara-cara pembuatan program sekarang ini telah mengalami banyak perubahan.
Perubahan tersebut sangat mempengaruhi suplier dan konsumen dari sistem informasi
tersebut. Menurut Aoyama (1998) Faktor faktor yang mempengaruhi perubahan
pembuatan sistem informasi tersebut antara lain adalah tekanan untuk dapat mencapai
pasar dengan cepat, kebutuhan konsumen yang selalu berubah, internet, dan bahasa
pemrograman yang berkemampuan tinggi.
Salah satu proses pembaharuan dari proses pembuatan software adalah dengan
adanya iterative methods (Royce,1998). Metode ini memperbaiki original waterfall
process. Disamping itu terdapat pula banyak model model lain dalam melakukan
pembuatan software misalnya Spiral model oleh Boehm, yang melihat pembuatan
software dari manajemen risikonya. Model model pembuatan software muncul dari
pertengahan 1980, dan masih berlanjut sampai sekarang.
2.3. Implementasi Sistem Informasi
Banyak contoh dari kegagalan implementasi sistem informasi pada literature yang
ada. Menurut (Bowtell et all, 1999) yang mencoba menjelaskan mengapa sering terjadi
kegagalan pada proyek sistem informasi dan bagaimana menjamin kesuksesan proyek.
Sampai sekarang belum ada suatu kesepakatan tentang bagaimana mengukur
kesuksesan suatu proyek sistem informasi. Faktor faktor yang menyebabkan kesuksesan
suatu proyek implementasi sistem informasi tersebut sangat bervariasi, tergantung dari
sudut pandang stakeholders, karakteristik proyek yang berbeda beda dan beberapa sudut
pandang lain.
Markus and Tanis (2000) menulis bahwa kesuksesan tersebut tergantung pada
beberapa hal tergantung siapa yang mendefinisikannya. Dari sudut pandang manajer
proyek dan konsultan implementasi sistem informasi tersebut, mereka sering kali
mendefinisikan implementasi tersebut sukses jika telah menyelesaikan proyek tersebut
tepat waktu dan biaya. Tapi dari sudut pandang organisasi pengguna sistem informasi,
kesuksesan didefinisikan sebagai kegunaan sistem tersebut untuk bisa mencapai hasil
yang maksimal bagi bisnis mereka, dan biasanya mereka mengharapkan transisi yang
mulus dari sistem lama ke sistem baru, mendapatkan peningkatan dari bisnis mereka
seperti pengurangan inventori, atau dapat memperbaiki ketepatan dalam pengambilan
keputusan.
Pada waktu suatu sistem informasi selesai dibuat, dan akan diimplementasikan ke
suatu organisasi, maka akan mempengaruhi proses yang sudah ada dalam organisasi
tersebut. Disinilah biasanya pandangan antara stakeholder dengan konsultan pembuat
sistem informasi saling bertemu. Keluhan yang sering dikeluarkan adalah : “you built
what I told you, but not what I actually wanted. “
2.4. Resiko Sistem Informasi
Hirarki dari analisa resiko yang berkaitan dengan pembuatan sistem informasi
yang berbasis perangkat lunak adalah :
Gambar 2.2. menunjukkan bahwa resiko dapat diklasifikasikan dalam beberapa kategori.
Dimana menurut Carr (1993), tiap tiap resiko mempunyai masalah seperti :
• Biaya potensial
• Waktu
• Teknikal / konsekuensi bisnis
Untuk mencapai kesuksesan, suatu sistem informasi berbasis software harus memenuhi
kriteria teknikal dan kebutuhan bisnis nya, dalam batas batas waktu dan biaya yang sudah
ditentukan sebelumnya.
Sumber : Carr (1993)
Software Based System Risk
Technical Risk
Management Risk
Project Risk
Process Risk
Product Risk
Gambar 2.2. Hirarki Resiko Proyek Software
Resiko penentuan proyek perangkat lunak : mendefinisikan operasional,
organisasional, dan contract dari software (Pressman, 2000). Resiko proyek tersebut
terutama adalah tanggung jawab dari manajemen. Resiko dari proyek tersebut
menyangkut penentuan batasan kontrak, external interfaces, hubungan dengan suplier,
hubungan dengan vendor, support dari organisasi.
Resiko Proses : termasuk disini adalah manajemen dan prosedur pekerjaan yang
teknikal. Prosedur manajemen misalnya adalah cara cara planning, staffing, tracking,
quality assurance. Sedangkan resiko prosedur teknikal terutama ditemukan pada aktivitas
desain, program, dan testing.
Resiko Produk : Kegagalan dari suatu produk sistem informasi adalah sepenuhnya
tanggung jawab teknikal dari vendor. Kegagalan seringkali ditemukan pada stabilitas
standarisasi yang dibutuhkan, desain, daya guna produk, kompleksitas software, dan tes
atas software tersebut. Semakin fleksibel suatu sistem, maka resiko produk akan makin
sulit di kelola.
2.5. Kompleksitas Sistem Informasi
Pada tabel dibawah ini, dapat diketahui tingkat kompleksitas suatu sistem
informasi berdasarkan jumlah departemen yang ada di dalam suatu organisasi yang saling
terkait (Pressman, 2000). Semakin banyak departmen yang saling terkait dengan sistem
informasi, maka akan semakin tinggi tingkat resiko/ kemungkinan terjadinya efek yang
merugikan.
Di dalam tabel dijelaskan bahwa P adalah peluang kemungkinan terjadinya efek
yang merugikan.
Tabel 2.1. Kompleksitas Sistem Informasi
Pembuatan System Informasi
Kemungkinan terjadinya efek yang
merugikan
Low
(0.0<P<0.4)
Medium
(0.4<P<0.7)
High
(0.7<P<1.0)
Jumlah departmen yang terkait dengan
sistem informasi
1 2 5
Total waktu pembuatan sebuah sistem 5 man years 10 man years 20 man years
Perkiraan waktu implementasi proyek yang
dibutuhkan
<12 bulan 13 bulan – 24
bulan
> 24 bulan
Perkiraan perubahan fungsi organisasi yang
harus dilakukan , jika sistem baru
diimplementasikan
0-25% 25-50% 50-100%
Tingkat kompleksitas perubahan yang harus
dilakukan jika sistem baru
dimplementasikan
rendah sedang Tinggi
Sumber : Pressman (2000)
2.6. Strategi Implementasi
Ada 2 cara untuk mengimplementasikan suatu sistem yang rumit dan terkait
dengan berbagai departemen. Cara pertama adalah implementasi secara ‘phased’
sedangkan cara kedua adalah pendekatan implementasi secara ‘Big bang’ (O'Leary,
2000). Hal tersebut sangat tergantung pada struktur organisasi, kompleksitas organisasi,
isu ekonomi, partner bisnis, batasan waktu dan lokasi geografis.
Pendekatan implementasi secara ‘Big Bang’ yaitu implementasi secara simultan
dari banyak modul yang akan diimplementasikan. Sedangkan implementasi secara
‘phased’, yaitu model implementasi dengan cara setahap demi setahap, yang mengandung
desain, develop, testing, dan instalasi dari tiap tiap modul
2.7. Kasus Kasus Implementasi Sistem Informasi Yang Kompleks
Contoh implementasi sistem informasi yang gagal :
• Kodak, industri foto.
Mengimplementasikan SAP senilai US$ 500 juta
Penyebab kegagalan : belum diketahui
• Dell, industri komputer
Penyebab kegagalan : perubahan tidak bisa dilakukan secara cepat untuk
melakukan ordering, manufacturing dan pada sistem sistem yang lain.
• Boeing, industri manufactur pesawat terbang.
Mengimplementasi beberapa modul dari Baan
Penyebab kegagalan : tidak melakukan perencanaan sumber daya dengan baik
• The Kellog’s Company, industri makanan
Mengimplementasi Oracle.
Penyebab kegagalan : keadaan ekonomi yang tidak berkembang, dan tidak ada
pengurangan dalam biaya operasional bisnis (tapi berhasil melangsingkan
bisnisnya senilai US$ 70 juta)
• Nash Finch Co. industri supermarket
Menginvestasikan SAP US$70 juta, dan proyek dibatalkan
• Siemens Power Transmission , industri telekomunikasi.
Menginvestasikan Baan senilai US$ 12 juta, tapi proyek tidak bisa dilanjutkan
lagi, karena kekurangan dana.
• A-Dec Inc. pabrik pembuatan peralatan yang berhubungan dengan gigi
Penyebab kegagalan : karena biaya training yang terlalu mahal.
• Reebok , industri peralatan olahraga
Mengimplementasi SAP, tetapi sistem yang dibuat tidak sesuai dengan bisnis
proses yang ada dalam organisasi
• Nike, industri peralatan olahraga
Mengimplementasikan teknologi i2, dengan module demand and supply
planning senilai US$ 400 juta
Penyebab kegagalan : software sistem yang kurang memenuhi kebutuhan Nike
Contoh implementasi sistem informasi yang sukses :
• Earth Grains, industri : roti dan kue
Mengimplementasi R/3.
Penyebab sukses : strategi implementasi yang jelas, setiap departemen
menganalisis isu isu yang ada dan melaporkan ke pihak manajemen, adanya
sistem penghargaan untuk menyukseskan sistem tersebut, pengetahuan yang
mendalam tentang industri mereka sehingga mengetahui bisnis proses yang
penting/tidak penting.
• Compaq Computers.
Penyebab sukses : karena compaq mengimplementasi sistem ERP diluar bisnis
inti mereka, sehingga tidak mengganggu jalannya bisnis, contoh nya untuk
product forecasting.
• US Mint, industri pencetak logam koin
Mengimplementasikan People Soft senilai US$ 40 juta
Penyebab sukses : semua kebutuhan bisnis dapat di penuhi oleh sistem, karyawan
mendapatkan training penggunaan sistem, senior manajemen dari vendor ikut
terlibat, organisasi mengetahui bahwa perubahan tersebut mahal dan
menyakitkan. US Mint dapat menghemat US$ 80 juta selama 7 tahun setelah
sukses mengimplementasi sistem
• Mc Donalds, industri makanan cepat saji
Mengimplementasi Lawson Software
Penyebab sukses : software yang diimplementasi sudah stabil dan methodologi
dari implementasi sudah jelas.
• Dirona SA, produksi persediaan truk
Mengimplementasi Thru-Put Tech.
Berhasil mengurangi inventori, dan meningkatkan kecepatan pelayanan
pemesanan sampai 85% dari waktu sebelum implementasi sistem tersebut.
• Moore Corp, industri manufacture
Mengimplementasi SyncQuest Inc. Berhasil memperbaiki proses manufaktur,
meningkatkan skedul produksi sampai ke beberapa menit saja.
Kesuksesan dan kegagalan proyek proyek sistem informasi diatas adalah sedikit
dari beberapa contoh kasus yang dilaporkan. Contoh diatas hanya menunjukkan kepada
pembaca implikasi negatif yang akan terjadi bila terjadi kegagalan dalam implementasi
proyek sistem informasi yang kompleks dan mahal.
Banyak paper, jurnal dan buku yang mengatakan bahwa investasi yang mahal di
bidang sistem informasi tidak selalu menggaransi akan mendatangkan keuntungan bisnis
atau pembayaran kembali yang positif seperti yang dijanjikan (Wheatley, 2000). Tetapi
kenyataannya ditemukan bahwa hanya sepuluh sampai limabelas persen saja yang
mendatangkan keuntungan yang diharapkan.
2.8. Fenomena ERP (Enterprise Resource Planning)
Istilah Enterprise Resource Planning pertama kali muncul pada awal 1990,
dimana terdapat suatu paket software aplikasi yang mengintegrasikan semua informasi
dan proses bisnis. Software tersebut menyediakan fasilitas penginputan data yang
langsung bisa di gunakan bersama sama di seluruh organisasi yang berkepentingan.
Pertama kali ERP digunakan pada industri manufaktur dan planning sistem, yang
lebih dikenal sebagai Manufacturing Resource Planning (MRP II) sedangkan yang
merupakan jantung ERP adalah Material Resource Planning yang sudah dikenal sejak
1960. MRP merupakan manajemen material yang digunakan untuk merencanakan bahan
baku secara akurat di dalam suatu perusahaan manufaktur. MRP lebih proaktif terhadap
strategi pengadaan bahan baku untuk masa mendatang daripada sekedar mengetahui
kebutuhan bahan baku saat ini.
Sistem ERP yang ada pada mulanya melibatkan beberapa sub sistem produksi
seperti Master Production Scheduling (MPS), Material Requirement Planning (MRP),
Capacity Prequirement Planning (CRP) dan Shop Floor Control (SFC).
Tetapi sejalan dengan kemajuan teknologi dan kebutuhan perusahaan yang ada,
maka kini ERP tersebut berkembang atau terintegrasi dengan fungsi fungsi back-office
termasuk pengawasan manajemen, distribution system yang meliputi Sales Management,
Purchase Management, dan Inventory Management, serta terintegrasi pula dengan
Financial System yang meliputi : General Ledger, Account Receivable, Account
Payables, Cash Management dan Asset Management, termasuk didalamnya human
resources Management dan Payroll system.
ERP adalah sebuah proyek sistem informasi skala besar yang bisa membawa
pemegang saham kepada kerugian yang sangat besar (Austin, 1998) :
• Pengeluaran dana US$ 2 juta sampai US$ 200 juta di muka, untuk suatu teknologi
yang baru, dengan kemungkinan penghapusan proyek (karena kegagalan
sebagian atau seluruhnya) dari total investasi
• Jika tidak ingin kehilangan investasi yang sudah ditanamkan, maka investor harus
menanamkan modal sampai 2 kali lipat dana yang telah diinvestasikan untuk
menyelesaikan proyek tersebut.
2.9. ERP dan Perubahan organisasi
Setiap organisasi yang ada, biasanya terdiri dari struktur yang berbeda beda,
tergantung dari karakteristik organisasi, dan lingkungan dimana mereka berkompetisi.
Riset (Groth, 1999) mengindikasikan bahwa pengenalan teknologi informasi ke suatu
organisasi, akan merubah struktur organisasi yang sudah ada sebelumnya. Ada indikasi
yang kuat bahwa manfaat yang didapat dari implementasi ERP sistem sesungguhnya
berasal dari kemuan organisasi tersebut untuk beruhah. Sistem enterprise resource
planning hanya memfasilitasi perubahan ini saja (Martin 1998). Perubahan suatu
organisasi melahirkan istilah business process reengineering(BPR). Salah satu fokus dari
BPR adalah perubahan proses dan bukan perubahan teknologi.
Di Indonesia, sebagian besar perusahaan masih mempraktekkan sistem
management tradisional dengan emmperlakukan masing masing departemen yang ada
untuk melakukan fungsi fungsi tertentu dan terbatas. Misalnya departemen penjualan
hanya bertugas untuk menjual produk dan mengelola administrasi penjualan, sedangkan
bagian PPIC hanya bertugas untuk mengontrol persediaan dan memberikan instruksi
kerja untuk pembuatan produk tertentu kepada departemen produksi, serta departemen
produksi hanya bertugas untuk memproduksi produk yang dipesan. Hal ini akan
menimbulkan kesenjangan komunikasi dan kerjasama antar departemen di satu
perusahaan.
Diterapkannya suatu sistem informasi seperti ERP akan menunjang suatu kinerja
perusahaan secara keseluruhan dan terintegrasi dalam mencapai tingkat kualitas,
produktifitas dan keuntungan yang optimal namun dengan biaya yang seminimal
mungkin.
Berdasarkan studi yang dilakukan oleh satu perusahaan konsultasi manajemen,
menunjukkan perkembangan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi modern di
dalam bisnis manufaktur di Amerika Serikat yang mengalami perkembangan sebagai
berikut :
1971-1981 : Zero Inventory dan Material Requirement Planning (MRP)
1984-1993 : Total Quality Management (TQM), Just In Time (JIT) dan MRP II
1997- sekarang : Integrated Supply Chain, ERP Implementation and Customer
Relationship Management (CRM)
2.10. Critical Success Factors untuk Implementasi Sistem
Informasi
Critical Success Factors di bawah ini dapat membantu kinerja organisasi dalam
proses mengimplementasikan sebuah sistem informasi. Faktor faktor yang mungkin
dapat mempengaruhi proses implementasi suatu sistem informasi adalah (Applegate,
1999) : Bantuan dan keterlibatan dari top manajemen, Kebutuhan akan project champion,
user training, kemampuan organisasi menyerap teknologi, kemampuan untuk mengerti
proses bisnis, project planning, change management, dan manajemen proyek.
Tabel 2.2. Berbagai CSF Berdasarkan Beberapa Penulis
CSF
No.
Critical Success Factors Penulis
1 Framework pengambilan keputusan
yang tepat
(McCredie and Updegrove 1999)
2 Struktur manajemen (Sumner 1999) (Nelson and Somers 2001)
3 Bantuan dari Top manajemen (Holland and Light 1999; Sumner 1999;
Kuang et al. 2001; Nelson and Somers 2001)
4 Keahlian pihak luar (penggunaan
konsultan)
(McCredie and Updegrove 1999; Sumner
1999; Nelson and Somers 2001)
5 Team proyek yang seimbang (Wee 1999; Kuang et al. 2001)
6 Riset (McCredie and Updegrove 1999)
7 Tujuan, fokus dan batasan proyek yang
jelas
(Holland and Light 1999; Kuang et al. 2001)
8 Manajemen proyek (Holland and Light 1999; McCredie and
Updegrove 1999; Kuang et al. 2001; Nelson
and Somers 2001)
9 Manajemen yang mau berubah (Holland and Light 1999; McCredie and
Updegrove 1999; Kuang et al. 2001; Nelson
and Somers 2001)
10 Keikutsertaan user (McCredie and Updegrove 1999)
11 Training dan pendidikan tentang proyek
terkait
(McCredie and Updegrove 1999; Sumner
1999; Nelson and Somers 2001)
12 Kehadiran champion (Sumner 1999; Kuang et al. 2001; Nelson and
Somers 2001)
13 Customisasi software yang minimal (Kuang et al. 2001; Nelson and Somers 2001)
14 BPR (Business process reengineering) (Kuang et al. 2001; Nelson and Somers 2001)
15 Disiplin dan standarisasi (Sumner 1999)
16 Komunikasi yang efektif (Sumner 1999; Kuang et al. 2001)
17 Menugaskan orang untuk full time
mengawasi implementasi sistem
(McCredie and Updegrove 1999)
18 Pengetahuan yang cukup tentang teknik
dan bisnis proses
(Sumner 1999)
19 Kultur (Kuang et al. 2001)
20 Memonitor dan mengevaluasi
performance
(Kuang et al. 2001)
21 Testing and troubleshooting pada
software
(Kuang et al. 2001)
22 Ekspektasi manajemen (Nelson and Somers 2001)
23 Hubungan kerja dengan vendor /
pelanggan
(Nelson and Somers 2001)
24 Penggunaan alat alat development dari
vendor
(Nelson and Somers 2001)
25 Pemilihan paket yang tepat dari vendor (Nelson and Somers 2001)
26 Kooperasi dan komunikasi antar
departemen
(McCredie and Updegrove 1999; Nelson and
Somers 2001)
27 Isu hardware (McCredie and Updegrove 1999)
28 Informasi dan akses sekuriti (McCredie and Updegrove 1999)
29 Pendekatan implementasi (McCredie and Updegrove 1999)
2.11. Kerangka Kerja dalam Implementasi Sistem Informasi
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan sebelum melakukan implementasi
suatu sistem informasi (Manager Scope, 2003), diantaranya adalah :
Proses Bisnis : Sebelum dilakukan implementasi, yang perlu disiapkan adalah bussiness
process dan rencanan pengembangan perusahaan di masa depan termasuk kesenjangan-
kesenjangan antar divisi/ departemen yang harus dihilangkan.
Jasa Konsultasi : Pada umumnya perusahan melakukan konsultasi setelah mengalami
kendala. Padahal seharusnya kesenjangan tersebut dapat diketahui lebih dini juka
perusahaan melakkukan konsultasi dari awal, sehingga penyeda program aplikasi dapat
memberikan produk yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Untuk menjamin
keberhasilan ERP, jasa konsultasi tidak boleh dipisahkan dengan implementasinya.
Standarisasi : Tidak adanya standarisasi sistem yang digunakan akan menyebabkan
kesenjangan komunikasi dan kerjasama antar divisi yang ada dalam perusahaan tersebut.
Para manajer merasa hanya bertanggungjawab menyelesaikan tugas di departemennya
tanpa memperhatikan tujuan bisnis perusahaan secara keseluruhan. Sebagai contoh
adalah adanya kesenjangan antara departemen pemasaran yang seharusnya memberikan
informasi yang berkaitan dengan kebutuhan pelanggan atau perencanaan penjualan sesuai
permintaan pasar kepada departemen PPIC, departemen Produksi dan departemen
Pembelian. Pada tahap awal standarisasi akan menyulitkan pengguna yang memiliki
beragam kebutuhan berbeda untuk mengikuti suatu sistem, namun dalam jangka panjang
akan sangat berguna, karena sistem yang ada tidak terputus dan dapat terus berjalan.
Tim Implementasi : keberhasilan implementasi sistem informasi tidak hanya tergantung
pada external expert, tapi juga dari internal perusahaan. Satu cross functional team yang
berdedikasi tinggi, terdiri dari orang orang terbaik dari berbagai fungsi dalam organisasi
harus diwujudkan. Terciptanya komunikasi dan komitmen untuk memberikan tanggapan
dengan cepat dan tepat terhadap masalah yang timbul dalam implementasi sistem akan
menjamin suksesnya implementasi tersebut. Oleh karena itu diperlukan pula perubahan
bagi setiap individu di perusahaan sebagai usaha untuk mengelola aspek aspek negatif
seperti resistensi yang timbul seiring dengan berjalannya proses perubahan sistem
tersebut.
2.11.1. DeLone and McLean's I/S Success Model
Model dari DeLone dan McLean (1992) adalah kerangka kerja yang paling
direkomendasikan, sehubungan dengan kesuksesan sistem implementasi. Studi mereka
yang mengatakan bahwa tidak ada ‘satu ukuran’ dalam memandang sebuah kesuksesan
sistem informasi, sehingga dibuat enam faktor yang berbeda dalam ‘I/S Success Model’
seperti gambar dibawah ini.
Enam kategori sukses diidentifikasikan sebagai : kualitas sistem, kualitas informasi,
penggunaan, kepuasan pengguna, pengaruh individual dan pengaruh terhadap organisasi
Sumber : DeLone and McLean(1992)
Gambar 2.3. I/S Success Model
Kualitas sistem menyangkut tentang karakteristik sistem yang diharapkan, yang
berhubungan dengan tata cara informasi di simpan atau diolah.
Kualitas informasi menggarisbawahi tentang karakteristik dari informasi dan bentuk
informasi yang diharapkan.
Kegunaan dan kepuasan pengguna ditemukan dari studi yang berusaha mengukur dan
menganalisa interaksi antara produk sistem informasi dan penggunanya.
Pengaruh individual berkaitan dengan apakah pengaruh dari produk produk informasi
kepada pengambilan keputusan dari manajemen
Pengaruh organisasi didasarkan dari riset apakah ada efek tertentu dari produk informasi
kepada performance organisasi
System quality
Information quality
Use
User Satisfaction
System quality System quality
2.11.2. Holland and Light's Critical Success Factors Model
Model dari Holland dan Light (1999) adalah model yang menunjukkan strategi
dan faktor teknik yang ada dalam proses implementasi ERP, dilihat dari sudut pandang
manajemen organisasi.
Gambar 2.4. CSF Model dari Holland dan Light (1999)
ERP Implementation Process
Strategic Legacy System Business Vision ERP strategy Top Management Support Project Schedule and Plans
Tactical Client Consultation Personnel BPC and Software configuration Client Acceptance Monitoring and Feedback Communication