BAB II KONSEP DASAR A. Pengertian -...
Transcript of BAB II KONSEP DASAR A. Pengertian -...
7
BAB II
KONSEP DASAR
A. Pengertian
Menurut pendapat beberapa para ahli Thypus Abdominalis dapat di
definisikan suatu penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan oleh infeksi
Salmonella Thypi. Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang
sudah terkontaminasi oleh faeses dan urin dari orang yang terinfeksi kuman
Salmonella (Rahayuningsih,110:2010). Sedangkan menurut (Ngatsiyah, 236 :
2005) Thypus Abdominalis ialah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai
saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu,
gangguan pada pencernaan dan gangguan kesadaran, penyebab penyakit ini
adalah Salmonela Thyphosa.
Thypus Abdominalis adalah Penyakit infeksi akut usus halus, yang
disebabkan oleh Salmonella Thypi, Salmonella Parathypi A, Parathypi B,
Parathypi C, Parathyfoid biasanya lebih ringan dengan gambaran klinis sama.
( Riyadi,83 : 2011 ).
Berdasarkan pengertian diatas penulis menyimpulkan Thypus
Abdomonalis adalah penyakit infeksi akut yang terjadi pada saluran percernaan
dengan gejala demam lebih dari satu minggu yang disebabkan oleh kuman
Salmonella Thyposa yang dapat masuk melalui makanan, minuman yang sudah
terkontaminasi oleh feses dan urine dan mengalami gangguan kesadaran.
8
B. Anatomi dan Fisiologi Sistem Pencernaan
1. Anatomi system pencernaan
Gambar 2.1 struktur dari system pencernaan ( Muttaqin,3:2011 ).
System gastrointestinal ( disebut juga system pencernaan atau
system digestif ) terdiri atas saluran gastrointestinal dan organ aksesori.
Rongga mulut, faring, esophagus, lambung, usus halus, dan usus besar
merupakan komponen saluran gastrointestinal. Organ aksesori terdiri atas
gigi, lidah, serta beberapa kelenjar dan organ seperti kelenjar saliva, hati,
dan pancreas yang menyuplai sekresi ke saluran pencernaan.
9
Gambar 2.2 rongga mulut, lidah, kelenjar saliva dan gigi ( muttaqin,4: 2011 )
Rongga mulut atau nama lainnya rongga bukal atau oral mempunyai
beberapa fungsi diantaranya dapat menganalisis material makanan sebelum
menelan, proses mekanis dari ( gigi, lidah, dan permukaan palatum ),
lubrikasi oleh sekresi saliva serta digesti pada beberapa material karbohidrat
dan lamak.rongga mulut ini dibatasi oleh mukosa mulut yang memiliki
Stratified Squamus Epithelium. bagian atap dari rongga mulut adalah
palatum, sedangkan bagian dasar adalah lidah. Bagian posterior rongga
mulut terdapat uvula yang bergantung pada palatum.
Gambar 2.3 struktur lambung ( Muttaqin, 9: 2011 ).
10
Lambung terletak di bagian kiri atas abdomen tepat di bawah
diafragma. Dalam keadaan kosong, lambung berbentuk tabung-J, dan bila
penuh berbentuk seperti buah alpukat raksasa. Secara anatomis lambung
terbagi atas fundus, badan, dan antrum pilorikun atau pylorus. Sebelah
kanan atas lambung terdapat cekungan kurvatura minor dan bagian kiri
bawah lambung terdapat kurvatura mayaor.
Gambar 2.4 anatomi usus halus ( Muttaqin, 15: 2011 ).
Usus halus berjalan dari pylorus lambung ke sekum dan dapat di
bagi menjadi tiga bagian yaitu duodenum, jejunum, dan ileum. Panjang usus
halus diperkirakan 3,65-6,7 meter, duodenum mempunyai panjang sekitar
25 cm, jejunum mempunyai panjang 2,5 m dimana proses digesti kimia dan
absorpsi nutrisi terjadi di dalam jejunum, sedangkan ileum mempunyai
panjang sekitar 3,5 meter. Bagian ujung ileum memiliki katup ileosecal
yang mengontrol aliran material dari ileum ke usus besar.
11
Gambar 2.5 struktur anatomi dari kolon dan rektum ( Muttaqin, 15: 2011 ).
Kolon yang mempunyai panjang sekitar 90-150 cm, berjalan dari
ileum ke rectum. Bagian pertama kolon adalah sekum, dimana merupakan
bagian yang paling lebar. Kolon berjalan sekum ke atas menjadi kolon
kanan ( Kolon Asendens ) melintasi abdomen atas sebagai Kolon
Transverses, dan turun sebagai kolon kiri ( Kolon Desendens ) ke sigmoid,
yaitu bagian kolon yang paling sempit. Dari sigmoid, anatomi usus besar
dilanjutkan ke rectum.
2. Fisiologi system pencernaan manusia
Saluran pencernaan makanan merupakan saluran yang menerima
makanan dari luar dan mempersiapkannya untuk diserap oleh tubuh dengan
jalan proses pencernaan ( pengunyahan, penelanan, dan pencampuran )
dengan enzim dan zat cair yang terbentang dari mulut sampai anus.Susunan
saluran pencernaan terdiri dari:
a. Oris ( mulut )
Mulut atau oris adalah permulaan saluran pencernaan yang terdiri
atas 2 bagian yaitu :
12
1) bagian luar yang sempit atau vestibula yaitu ruang diantara gusi, gigi,
bibir dan pipi
2) bagian rongga mulut bagian dalam, yaitu rongga mulut yang dibatasi
sisinya oleh tulang maksilaris, platum, dan mandibularis, disebelah
belakang bersambung dengan faring.
b. Faring ( tekak )
Faring merupakan organ yang menghubungkan rongga mulut
dengan kerongkongan ( esophagus ). Didalam lengkung faring terdapat
tonsil ( amandel ) yaitu kumpulan kelenjar limfe yang banyak
mengandung limfosit dan merupakan pertahanan terhadap infeksi. Tekak
terdiri dari bagian superior ( bagian yang sama tinggi dengan hidung ),
bagian media ( bagian yang sama tinggi dengan mulut ), dan bagian
inferior ( bagian yang sama tinggi dengan laring). Bagian superior
disebut nasofaring, pada nasofaring bermuara tuba yang menghubungkan
tekak dengan ruang gendang telinga. Bagian media disebut orofaring,
bagian ini berbatas kedepan sampai di akar lidah bagian inferior disebuit
laringofaring yang menghubungkan orofaring dengan laring.
c. Esophagus ( kerongkongan )
Esophagus merupakan saluran yang menghubungkan tekak
dengan lambung, panjangnya ± 25 cm, mulai dari faring sampai pintu
masuk kardiak dibawah lambung. Terletak dibelakang trachea danm di
depan tulang punggung, setelah melalui thoraks menembus diafragma
masuk ke dalam abdomen menyambung dengan lambung.
13
d. Ventrikulus ( lambung )
Lambung atau sering disebut dengan gaster merupakan bagian
dari saluran yang dapat mengembang paling banyak terutama di daerah
epigaster. Lambung terdiri dari bagian atas fundus uteri berhubungan
dengan esophagus melalui orifisium pilorik, terletak di bawah diafragma
di depan pancreas dan limfa, menempel disebelah kiri fundus uteri.
Bagian lambung terdiri dari :
1) Fundus ventrikuli, bagian yang menonjol keatas terlrtak sebelah kiri
osteum kardium dan diasanya penuh berisi gas.
2) Korpus ventrikuli, setinggi osteum kardium, sustu lekukan pada
bagian bawah kurvatura minor.
3) Antrum pirolus, bagian lambung berbentuk tabung mempunyai otot
yang tebal membentuk sfingter pylorus.
4) Kurvatura minor, terdapat disebelah kanan lambung, terbentang dari
osteum kardiak sampai ke pylorus.
5) Kurvatura mayor, lebih panjang dari kurvatura minor, terbentang dari
sisi kiri osteum kardiak melalui fundus ventrikuli menuju ke kanan
sampai ke pylorus inferior. Ligamentum gastrolineasis terbentang dari
bagian atas kurvatura mayor sampai ke limfa.
6) Osteum kardiak, merupakan tempat esophagus bagian abdomen
masuk ke lambung. Pada bagian ini terdapat orifisium pilorik.
e. Intestinum minor ( usus halus )
Usus halus atau intestinum minor adalah bagian dari system
14
pencernaan makanan yang berpangkal pada pylorus dan berakhir pada
sekum panjangnya ± 6 m, merupakan saluran paling panjang tempat
proses pencernaan dan absopsi hasil pencernaan. Usus halus di daerah
umbilicus dan dikelilingi oleh usus besar dibagi dalam beberapa bagian :
1) Duodenum ( usus 12 jari )
Duodenum disebut juga usus 12 jari, panjangnya ± 25 cm, berbentuk
sepatu kuda melengkung ke kiri,pada lengkungan ini terdapat
pancreas.
2) Jejunum dan illeum
Jejunum dan ileum mempunyai panjang sekitar ± 6 m, dua perlima
bagian atas adalah ( jejunum ) dengan panjang ± 2-3 meter dan illeum
dengan panjang 4-5 meter. Lekukan jejunum dan illeum melekat pada
dinding abdomen posterior dengan perantara lipatan peritonium yang
berbentuk kipas dikenal sebagai mesenterium.
f. Intestinum mayor ( usus besar )
Usus besar atau intestinum mayor panjangnya ± 1,5 m, lebarnya
5-6 cm. fungsi usus besar adalah menyerap air dari makanan, tempat
tinggal bakteri koli, tempat feses.
1) Sekum
Dibawah sekum terdapat appendiks vermivomis yang berbentuk
seperti cacing sehingga disebut juga umbai cacing, panjangnya 6 cm.
2) Kolon asendens
Panjangnya 13 cm, terletak dibawah abdomen sebelah kanan,
15
membujur ke atas dari illeum kebawah hati.
3) Appendiks ( usus buntu )
4) Bagian dari usus besar yang muncul seperti corong dari ujung sekum,
mempunyai pintu keluar yang sempit tetapi masih memungkinkan
dapat dilewati oleh beberapa isi usus.
5) Kolonn tranvesum
Panjangnya ± 38 cm, membujur dari kolon asendens sampai ke kolon
desendens berada di bawah abdomen, sebelah kanan terdapat fleksura
hepatica dan sebelah kiri terdapat fleksura lienalis.
6) Kolon desendens
Panjangnya ± 25 cm, terletak di bawah abdomen bagian kiri
membujur dari atas ke bawah dan fleksura lienalis sampai ke depan
illeum kiri, bersambung dengan kolon sigmoid.
7) Kolon sigmoid
Kolon sigmoid merupakan lanjutan dari kolon desendens, terletak
miring dalam rongga pelvis sebelah kiri, bentuknya menyerupai huruf
S, ujung bawahnya berhubungan dengan rectum.
g. Rectum
Rectum terletak di bawah kolon sigmoid yang menghubungkan
intestinum mayor dengan anus, terletak dalam rongga pelvis di depan os
sacrum dan os koksigis.
16
h. Anus.
Anus adalah bagian dari saluran pencernaan yang
menghubungkan rectum dengan dunia luar ( udara luar ). Terletak di
dasar pelvis, dindingnya diperkuat oleh 3 sfingter:
1) Sfingter ani internus ( sebelah atas ), bekerja tidak menurut kehendak.
2) Sfingter levator ani, bekerja juga tidak menurut kehendak
3) Sfingter ani eksternus ( sebelah bawah ), bekerja menurut kehendak. (
Syaifuddin, E/3, 168-176 : 2006 )
C. Etiologi
Penyakit Thypus Abdominalis disebabkan oleh infeksi kuman
Salmonella Thyposa yang merupakan kuman gram negative, motil dan tidak
menghasilkan spora. Kuman ini dapat hidup baik sekali pada suhu tubuh
manusia maupun suhu yang sedikit lebih rendah, serta mati pada suhu 70ºC
ataupun oleh antiseptic. Sampai saat ini, diketahui bahwa kuman ini hanya
menyerang manusia. Salmonella Thyposa mempunyai 3 macam antigen, yaitu :
1. Antigen O = Ohne Hauch = antigen somatic ( tidak menyebar )
2. Antigen H = Hauch ( menyebar ), terdapat pada flagella dan bersifat
termolabil
3. Antigen V¹ = kapsul = merupakan kapsul yang meliputi tubuh kuman dan
melindungi antigen O terhadap fagositosis.
Ketiga jenis antigen tersebut didalam tubuh manusia akan menimbulkan
pembentulkan 3 macam antibody yang lazim disebut agglutinin. Salmonella
Thyposa juga dapat memperoleh plasmid factor-R yang berkaitan dengan
17
resistensi terhadap multiple antibiotic.Ada 3 spesies utama, yaitu :
1. Salmonella Thyposa ( satu serotiope )
2. Salmonella Choleraesius ( satu serotype )
3. Salmonella Enteretidis (lebih dari 1500 serotipe)
(Rampengan,47: 2007).
D. Patofisiologi
Penularan Salmonella Thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara,
yang dikenal dengan 5F yaitu : Food ( makanan ), Fingers ( jari tangan/ kuku ),
Fomitus ( muntah ), Fly ( lalat ), dan melalui Feses. Feses dan muntah pada
penderita Thypus abdominalis dapat menularkan kuman Salmonella Thypii
kepada orang lain. Kuman tersebut dapat di tularkan melalui perantara lalat
dimana lalat akan hinggap dimakanan yang akan dimakan oleh orang yang
sehat. Apabila orang tersebut kurang memperhatikan kebersihan dirinya seperti
mencuci tangan dan makanan yang tercemar kuman Salmonella Thypii masuk
ke tubuh orang yang sehat melalui mulut. Sebagian kuman akan dimusnahkan
oleh asam lambung, sebagian masuk ke usus halus, jaringan limfoid dan
berkembang biak menyerang villi usus halus. Kemudian kuman masuk ke
peredaran darah
( Bakteremia Primer ) dan mencapai sel-sel retikuloendoteleal, hati,
limfa dan organ lain. Proses ini terjadi pada masa tunas dan berakhir saat sel-
sel retikuloendoteleal melepaskan kuman kedalam peredaran darah dan
menimbulkan Bakteremia untuk kedua kali. Kemudia kuman masuk ke
beberapa jaringan organ tubuh terutama limfa, usus, dan kandung empedu.
18
Pada minggu I, terjadi hyperplasia Plaks Player pada kelenjar limfoid
usus halus. Minggu II terjadi nekrosis, minggu ke III terjadi ulserasi Plaks
Player, minggu IV terjadi penyembuhan dengan menimbulkan sikatrik. Ulkus
dapat menyebabkan perdarahan sampai perforasi usus hepar, kelenjar
mesentekial dan limfa membesar. Gejala demam disebabkan oleh endotoksin
sedangkan gejala saluran cerna karena kelainan pada usus halus. (
Rahayuningsih,110: 2010 ).
E. Manifestasi klinis
Masa tunas Thypus Abdominalis berlangsung antara 10-14 hari. Gejala-
gejala klinis yang timbul sangat bervariasi dari ringan sampai berat, dari
asimtomatik hingga gambaran penyakit yang khas disertai komplikasi hingga
kematian. Pada minggu pertama gejala klinis penyakit ini ditemukan keluhan
dengan gejala serupa dengan penyakit infeksi akut pada umumnya yaitu
demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi
atau diare, perasaan tidak enak di perut, batuk, dan epitaksis. Pada pemeriksaan
fisik hanya di dapatkan suhu badan meningkat. Sifat demam adalah meningkat
perlahan-lahan dan terutama pada sore hingga malam hari. Dalam minggu
kedua gejala-gajala menjadi lebih jelas berupa damam, bradikardia relatif (
bradikardia relative adalah peningkatan suhu 1ºC tidak diikuti peningkatan
denyut nadi 8 kali per menit), lidah yang berselaput ( kotor di tengah, tepi dan
ujung merah serta tremor ), hepatomegali, splenomegali, meteroismus,
gangguan mental berupa somnolen, stupor, koma, delirium, atau psikosis (
Sudoyo W,1752 : 2006 ).
19
F. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita Thypus Abdominalis
diantaranya :
1. Pada usus halus
a. Perdarahan usus : diketahui dengan pemeriksaan tinja dengan benzidin.
Dapat terjadi melena, disertai nyari perut dengan tanda renjatan.
b. Perforasi usus : biasa terjadi pada minggu ke III bagian distal illeum.
Perforasi yang tidak disertai peritonitis terjadi bila ada udara dirongga
peritoneum dengan tanda pekak hati menghilang, terdapat udara di hati
dan diafragma pada foto Rontgen abdomen posisi tegak.
c. Peritonitis : gejala akut abdomen yang ditemui nyeri perut hebat, dinding
abdomen tegang ( Defence Muscularis ), dan nyeri tekan.
2. Luar usus halus
Terdapat lokalisasi peradangan akibat sepsis ( Bakterinemia ) seperti
meningitis, kolesisitis, ensefalopati, dll. Infeksi sekunder :
bronkopneumonia. Masukan nutrisi kurang : dehidrasi dan asidosis, dan
perspirasi : suhu tubuh tinggi. (dermawan,111 : 2010 ).
G. Penatalaksanaan
Penderita yang dirawat dengan diagnosis Thypus Abdominalis harus
mendapatkan penanganan sebagai berikut :
1. Penatalaksanaan secara medik :
a. Isolasi pasien bertujuan agar penderita tidak terjangkit penyakit lain di
sekitarnya
20
b. Perawatan yang lebih baik untuk menghindari komplikasi, mengingat
sakit yang lama, lemah anoreksia, dll
c. Istirahat selama demam sampai dengan 2 minggu berfungsi untuk
mencegah perdarahan usus, setelah suhu normal kembali ( Bed Rest total
), boleh duduk, bila tidak panas boleh berdiri dan berjalan diruangan.
d. Diit : TKTP ( tinggi kalori tinggi protein ), tidak merangsang dan tidak
menimbulkan gas. Susu 2x satu gelas. Diit Thypus Abdominalis akut : “
bubur saring ”, setelah demam turun diberi bubur kasar 2 hari, kemudian
nasi tim dan ( nasi biasa setelah bebas dari demam 7 hari ). Untuk
penderita dengan kesadaran menurun : makanan cair lewat Naso Gastric
Tube, bila kesadaran baik diberikan makanan lunak ( Rahayuningsih,112
: 2010 ).
2. Terapi obat
a. Kloramfenikol dosis tinggi yaitu 100 mg/kg BB/ hari oral atau IM/IV bila
dianjurkan.
b. Tiamfenikol
Dengan pemberian tiamfenikol demam turun setelah 5-6 hari.
Komplikasi hematologi pada pengguna tiamfenikol jarang terjadi. Dosis
oral yang di anjurkan 50-100 mg/kg BB/ hari, selama 10-14 hari.
c. Kotrimoxazol
Kelebihan kotrimoxazol bagi penderita Thypus Abdominalis antara lain
digunakan untuk kasus yang resisten terhadap kloramfenikol, penyerapan
di usus cukup baik, dan kemungkinan timbulnya kekambuhan
21
pengobatan lebih kecil dibandingkan dengan kloramfenikol.
Kelemahannya adalah dapat terjadi Skin Rash ( 1-15 % ), sindrom Steven
Jhonson, trombositopenia, Anemia Megaloblastik.
d. Ampixillin dan amoxillin
Ampixillin mempunyai dara bakteri yang lambat untuk menurunkan
demam di banding dengan kloramfenikol tapi lebih efektif untuk
mengobati karier serta kurang toksis. Kelemahannya dapat terjai skin
rash ( 3-18% ), dan diare ( 11% ) Amoxillin mempunyai daya bakteri
yang sama dengan ampixillin, tetapi penyerapan per oral lebih baik
sehingga kadar obat yang tercapai 2 kali lebih tinggi, dasn lebih sedikit
timbulnya kekambuhan ( 2-5 % ) dan karier ( 0-5 % ). Dosis yang di
anjurkan adalah :
1) Ampixillin 100-200 mg/ kg BB/hari, selama 10-14 hari
2) Amoxillin 100 mg/kg BB/ hari, selama 10-14 hari
( T.H.Rampegan, 60 : 2010 ).
H. Pengkajian Fokus
1. Pengkajian Fokus menurut ( Rahayuningsih, 114.2010 ).
a. Wawancara
1) Riwayat kesehatan sekarang.
Mengapa pasien masuk rumah sakit dan apa keluhan utama pasien,
sehingga dapat ditegakkan prioritas masalah keperawatan yang dapat
muncul.
22
2) Riwayat kesehatan sebelumnya
Apakah pasien sudah pernah sakit dan dirawat dengan penyakit yang
sama
3) Riwayat kesehatan keluarga
Apakah dalam keluarga pasien ada yang sakit seperti pasien
4) Riwayat psikososial
a) Intrapersonal : perasaan yang dirasakan pasien ( cemas atau sedih )
b) Interpersonal : hubungan dengan orang lain
5) Pola fungsi kesehatan
Kaji tanda dan gejala meningkatnya suhu tubuh terutama malam hari,
nyeri kepala, lidah kotor, epistaksis dan penurunan kesadaran. Pola
nutrisi dan metabolisme : biasanya nafsu makan pasien berkurang
karena terjadi gangguan pada usus halus
6) Pola istirahat tidur
Selama sakit pasien merasakan tidak dapat istirahat karena sakit pada
perutnya, mual, muntah, dan kadang diare.
7) Pemeriksaan fisik
a) Kesadaran dan keadaan umum pasien
Kaji kesadaran pasien dari sadar sampai tidak sadar untuk
mengetahui berat ringannya prognosis penyakit
b) Kaji tanda-tanda vital meliputi tekanan darah, nadi, pernafasan dan
suhu yang merupakan tolak ukur dari pasien
c) Pemeriksaan fisik kepala sampai kaki ( Inspeksi, Palpasi, Perkusi
23
dan Auskultasi )
d) Kaji penurunan berat badan untuk mengetahui terjadi peningkatan
gangguan nutrisi.
I. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium :
1. Pemeriksaan darah tepi : terdapat gambaran leucopenia, limpositosis
relative dan eosinofilia pada awal penyakit, trombositopenia ringan dan
pemeriksaan SGOT ( Serum Glutamic Oxaloacetic Transminase ) serta
SGPT ( Serum Glutamic Piruvic Transminase ) pada pasien dengan
Thypus Abdominalis biasanya meningkat dan akan kembali normal setelah
sembuh.
2. Pemeriksaan sum-sum tulang : gambaran sum-sum tulang berupa hiperaktif
Sistem Retikulo Endothelial ( RES ) dengan adanya sel makrofag dan
system Eritopoesis, Granulopoesis dan Trombopoesis berkurang.
3. Biakan/ kultur empedu : basil Salmonella Thyposa ditemukan pada darah (
minggu I ), feses dan urine. Hasil positif ( + ) untuk menegakkan diagnosa,
hasil negative ( - ) menentukan penderita sembuh dan tidak menjadi karier.
4. Pemeriksaan Widal :
a) Dasar pemeriksan adalah reaksi aglitinasi antara serum pasien ( antibody
) dengan suspense antigen Salmonella Thyposa. Hasil positif bila terjadi
reaksi aglutinasi.
b) Cara dengan mengencerkan serum, maka kadar zat anti dapat di tentukan,
dengan pengenceran tertinggi yang masih dapat menimbulkan reaksi
24
aglutinasi.
c) Untuk mendiagnosa diperlukan titer zat anti terhadap antigen O yang
bernilai 1/200/ lebih atau menunjukkan kenaikan yang proresif,
sedangakan titer zat anti terhadap antigen H walaupun tinggi akan tetapi
tidak bermakna karena titer H akan tinggi setelah dilakukan imunisasi,
mencapai puncaknya bersamaan penyembuhan pasien.
d) Pemeriksaan Widal tidak selalu positif walau pasien mendirita Thypus
Abdominalis ( negative semu ). Sebaliknya titer dapat positif semu karena
keadaan sebagai berikut :
1) Titer O dan H tinggi karena terdapat agglutinin normal karena infeksi
basil coli pathogen pada usus.
2) Neonates : zat anti diperoleh dari ibu lewat tali pusat
3) Terhadap infeksi silang dengan rikettsia ( Well Felix )
4) Imunisasi alamiah karena masuknya basil per oral pada keadaan
infeksi subklinis. ( Rahayuningsih,114: 2010 ).
25
J. Pathways Keperawatan
Kuman Salmonella Thypi masuk ke
saluran gastrointestinal
Invaginasi ke jaringan limfoid usus halus
( Plak Player ) dan jaringan limfoid
mesentrika
Respon inflamasi
lokal intestinal Respon inflamasi Respon inflamasi
RES
Kecamasan pemenuhan informasi
Respon psikososial Invasi Sistem Retikulo Endothelial ( RES )
Sensitivitas serabut
saraf lokal
Demam Thypus Abdominalis
Penyebaran kuman ke saluran
limfatik dan Sirkulasi darah
sistemik
Mual, muntah,
anorexia
Nyeri
Penurunan
motilitas Meningitis, ensepalopati
Ke sistem saraf pusat
konstipasi
(Distensi)
ketidaknyamanan
abdomen
Hipertermi
Nyeri kepala
( perub kesadaran )
Resiko ketidak
seimbangan nutrisi
Splenomegali, dan
hepatomegali
Mutaqin, A. 2000
26
K. Diagnosa Keperawatan
Masalah yang lazim timbul pada penderita Thypus Abdominalis yaitu :
1. Hipertermia b.d proses infeksi Salmonella Thyposa
2. Resiko defisit volume cairan b.d pemasukan yang kurang, mual, muntah/
pengeluaran yang berlebihan, diare, panas tubuh
3. Resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake
kurang akibat mual, muntah, anoreksia, atau output yang berlebihan akibat
diare
4. Perubahan pola defekasi : konstipasi b.d proses peradangan pada dinding
usus halus.
L. Fokus intervensi dan Rasional
1. Hipertermi b.d proses infeksi Salmonella Thyposa
Definisi : suhu tubuh naik diatas rentang normal antara ( 36-370
C)
a. Batasan karakteristik :
1) Kenaikan suhu tubuh diatas rentang normal
2) Kulit kemerahan
3) Pertambahan pernafasan
4) Takikardi
5) Serangan atau konvulsi ( kejang )
6) Saat disentuh tangan terasa hangat.
b. Faktor-faktor yang berhubungan :
1) Penyakit atau trauma
2) Peningkatan metabolisme
27
3) Aktivitas yang berlebih
4) Pengaruh medikal atau anestesi
5) Ketidakmampuan/ penurunan kemampuan untuk berkeringat
6) Dehidrasi
7) Pakaian yang tidak tepat.
c. NOC ( Nursing Outcome Classification )
1) Thermoregulation dengan kriteria hasil
2) Suhu tubuh dalam rentang normal
3) Nadi dan pernafasan dalam rentang normal
4) Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing
d. NIC (Nursing Intervention Classification)
a) Fever treatment
b) Monitor suhu tubuh sesering mungkin
c) Monitor IWL ( Insensible Water Loss )
d) Monitor warna dan suhu kulit
e) Monitor takanan darah, nadi, dan pernafasan
f) Monitor WBC( White Blood Cell ), Hb ( Hemoglobin ), dan Hct (
Hematokrit )
g) Monitor intake dan output
h) Kolaborasi pemberian anti piretik
i) Berikan pengobatan untuk mengatasi penyebab demam
j) Lakukan tapid sponge
k) Kompres pasien pada lipat paha aksila
28
l) Tingkatkan sirkulasi udara
m) Kolaborasikan dengan dokter mengenai pemberian cairan intravena
sesuai program.
n) Berikan pengobatan untuk mencegah menggigil.
e. Temperature regulation
a) Monitor suhu tubuh minimal 2 jam
b) Rencanakan monitoring suhu secara kontinyu
c) Monitor tekanan darah, nadi, dan pernafasan
d) Monitor warna dan suhu kulit
e) Monitor tanda-tanda hipertermi dan hipotermi
f) Tingkatkan intake cairan dan nutrisi
g) Ajarkan pada pasien cara mencegah keletihan akibat panas
h) Selimuti pasien untuk mencegah keletihan akibat panas
i) Diskusikan tentang pentingnya pengaturan suhu dan kemungkinan
efek negative dari kedinginan.
j) Beritahukan tentang indikasi terjadinya keletihan dan penanganan
emergency yang diperlukan
k) Ajarkan indikasi dari hipotermi dan penanganan yang diperlukan
l) Berikan anti piretik jika perlu
f. Vital sign monitoring
a) Monitor tekanan darah, nadi, dan pernafasan
b) Catat adanya fluktuasi tekanan darah
c) Monitor tanda-tanda vital saat pasien berbaring, duduk, atau berdiri
29
d) Monitor tekanan darah, nadi, dan pernafasan sebelum, selama, dan
setelah aktivitas
e) Monitor frekuensi dan irama pernapasan
f) Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
g) Monitor sianosis perifer
2. Resiko devisit volume cairan b.d pemasukan yang kurang, mual, muntah/
pengeluaran yang berlebihan, diare, panas tubuh.
a. Tujuan: Tidak terjadi gangguan keseimbangan cairan
b. Kriteria hasil:
1) Turgor kulit meningkat.
2) Wajah tidak nampak pucat
c. Intervensi:
1) Berikan penjelasan tentang pentingnya kebutuhan cairan pada pasien
dan keluarga.
Rasional : untuk mempermudah pemberian cairan (minum) pada
pasien.
2) Observasi pemasukan dan pengeluaran cairan.
Rasional : untuk mengetahui keseimbangan cairan.
3) Perbanyak cairan tinggi klium dan natrium.
Rasional : untuk mningkatkan pemenuhan kebutuhan cairan.
4) Kolaborasi dengan dokter untuk terapi cairan (parenteral).
Rasional : Untuk pemenuhan kebutuhan cairan yang tidak terpenuhi
(secara parenteral). ( Capenito,128 : 2006 ).
30
3. Resiko pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake kurang
akibat mual, muntah, anoreksia, atau output yang berlebihan
a. Tujuan: Pasien mampu mempertahankan kebutuhan nutrisi adekuat
b. Kriteria hasil:
1) klien menunjukkan peningkatan berat badan mencapai rentang normal
2) menyatakan pemahaman kebutuhan nutrisi
3) menyiapkan olah diit dengan pemasukan kalori adekuat untuk
meningkatkan/ mempertahankan berat badan normal.
c. Intervensi:
1) Jelaskan pada klien dan keluarga tentang manfaat makanan/nutrisi.
Rasional : untuk meningkatkan pengetahuan klien tentang nutrisi
sehingga motivasi untuk makan meningkat.
2) Timbang berat badan klien setiap 2 hari.
Rasional : untuk mengetahui peningkatan dan penurunan berat badan.
3) Berikan makanan sedikit dan makanan kecil tambahan yang tepat
Rasional : dilatasi gaster dapat terjadi bila pemberian makanan terlalu
cepat dan banyak.
4) Buat pilihan menu yang ada dan izinkan pasien untuk mengontrol
pilihan makanan yang diinginkan.
Rasional : pasien yang meningkat kepercayaan dirinya dan merasa
mengontrol lingkungan lebih suka menyediakan makanan untuk
makan.
5) Hindari pilihan makanan rendah kalori
31
Rasional : pasien akan mencoba menghindari mengambil makanan
bila tampak mengandung banyak kalori ( Doenges,427 : 1999 ).
4. Perubahan pola defekasi : konstipasi b.d proses peradangan pada dindidng
usus halus.
a. Tujuan: Tidak terjadi gangguan pada pola eliminasi BAB
b. Kriteria hasil:
1) Klien dapat BAB secara rutin yaitu 1x sehari seperti biasa.
2) Tidak teraba massa pada abdomen.
c. Intervansi:
1) Ajarkan pentingnya diit seimbang.
Rasional : untuk mengetahui status nutrisi klien.
2) Dorong asupan harian sedikitnya 2-8 liter gelas/ hari kecuali
dikontraindikasikan
Rasional : cairan yang banyak bertujuan untuk mempermudah
defekasi
3) Anjurkan satu gelas air hangat yang di minum 30 menit sebelum
sarapan
Rasional : cairan ini dapat bertindak sebagai stimulus untuk evakuasi
feses
5) Anjurkan klien untuk makan makanan berserat.
Rasional : karena diet tinggi kandungan serat merangsang peristaltik
dan eliminasi regular.
32
6) Berikan huknah gliserin
Rasional : untuk membantu mempermudah BAB.
( Carpenito,89: 2000 ).