BAB II KONSEP DASAR A. Pengertian dan...
Transcript of BAB II KONSEP DASAR A. Pengertian dan...
BAB II
KONSEP DASAR
A. Pengertian dan Klasifikasi
1. Pengertian
Ada beberapa pengertian menurut para ahli yaitu :
a. Asma Bronchiale adalah penyakit jalan napas obstrukstif intermiten reversibel
dimana trakhea dan bronkus berespon secara hiperaktif terhadap stimulus
tertentu (Brunner dan Suddarth, 1997).
b. Asma adalah gangguan inflamasi kronik jalan napas yang melibatkan berbagai
sel inflamasi, hiperaktifitas bronkus, abstruksi jalan napas yang bersifat
reversibel (Mansjoer, 1999).
c. Asma adalah keadaan klinis yang ditandai masa penyempitan bronkus yang
reversibel, dimanifestasikan dengan sesak napas dan batuk (Price, 1995).
Berdasarkan beberapa pengertian para ahli dapat disimpulkan bahwa Asma
Bronchiale adalah suatu penyakit yang di tandai oleh hipersensitivitas
percabangan trakheobronkhial terhadap berbagai stimulasi yang dimanifestasikan
oleh penyempitan jalan nafas yang bersifat periodik reversibel yang disebabkan
oleh spasme bronkus yang mengakibatkan batuk dan mengi.
2. Klasifikasi
Menurut Brunner dan Suddarth; 1997, ada beberapa tipe Asma Bronchiale
yaitu :
1. Asma imunologis atau asma alergik
Sering terjadi pada anak-anak, biasanya mengikuti penyakit alergik seperti :
eksim, rinitis, urtikaria. Serangan dicetuskan oleh kontak dengan alergen pada
penderita yang sensitif, alergen dapat berupa asap, polusi udara, serbuk bunga,
bulu binatang, suhu udara yang dingin, stress emosional, latihan fisik dan lain-
lain.
2. Asma non alergik atau asma non imunologis
Biasanya terjadi pada orang dewasa diatas 35 tahun. Serangan sering kali
dicetuskan oleh infeksi pada sinus atau cabang bronkiale.
3. Asma gabungan
Bentuk asma yang paling umum, merupakan gabungan dari asma alergik dan
non alergik.
B. Anatomi Dan Fisiologi
1. Anatomi
Secara sistematis sistem pernapasan dibagi menjadi saluran pernapasan
atas dan saluran pernapasan bawah. Organ saluran pernapasan atas terletak di luar
toraks, atau rongga dada, sementara saluran pernapasan bawah terletak hampir
seluruhnya di dalam toraks.
Saluran pernapasan atas terdiri atas hidung, nasofaring, orofaring,
laringofaring, dan laring. Saluran pernapasan bawah atau disebut divisi, terdiri
atas trakhea, semua segmen dari percabangan bronkus, dan paru-paru.
Berdasarkan fungsi, sistem pernapasan juga mencakup beberapa struktur aksesori,
termasuk rongga mulut, sangkar iga, dan diafragma ( Asih Y, Effendy 2003)
2. Fisiologi
Fungsi paru-paru ialah pertukaran gas oksigen dan karbon dioksida. Pada
pernapasan melalui paru-paru atau externa, oksigen dipungut melalui hidung dan
mulut, pada waktu bernapas ; oksigen masuk melalui trakhea dan pipa bronkhial
ke alveoli, dan dapat erat hubungan dengan darah di dalam kapiler pulmonaris.
Di dalam paru-paru, karbon dioksida, salah satu hasil buangan
metabolisma, menembus membran alveoler-kapiler dari kapiler darah ke alveoli
dan setelah melalui pipa bronkhial dan trakhea, dinapaskan keluar melalui hidung
dan mulut.
Empat proses yang berhubungan dengan pernapasan pulmoner atau
pernapasan externa adalah :
a) Ventilasi pulmoner, atau gerak pernapasan yang menukar udara dalam alveoli
dengan udara luar.
b) Arus darah melalui paru-paru
c) Distribusi arus udara dan arus darah sedemikian sehingga jumlah tepat dari
setiapnya dapat mencapai semua bagian tubuh.
d) Difusi gas yang menembusi membran pemisah alveoli dan kapiler.
CO2 lebih mudah berdifusi dari pada oksigen. Semua proses ini diatur
sedemikian sehingga darah yang meninggalkan paru-paru menerima jumlah tepat
CO2 dan O2. Pada waktu gerak badan lebih banyak darah datang di paru-paru
membawa terlalu banyak CO2 dan terlampau sedikit O2 : jumlah CO2 itu tidak
dapat dikeluarkan, maka konsentrasinya dalam darah arteri bertambah. Hal ini
merangsang pusat pernapasan dalam otak untuk memperbesar kecepatan dan
dalamnya pernapasan. Penambahan ventilasi yang dengan demikian terjadi
mengeluarkan CO2 dan memungut lebih banyak O2 (Pearce, 2002).
C. Etiologi/Predisposisi
Menurut Barbara C. Long (1996), kelainan yang mendasari pada asma
bronchiale adalah meningkatkan respon jalan napas terhadap berbagai rangsangan,
yang dikelompokkan sebagai berikut :
1. Alergik
Seperti bulu binatang, debu serbuk bunga dan antigen lain yang ditemukan di
lingkungan.
2. Rangsangan farmakologis
Obat yang paling sering adalah aspirin, bahan pewarna misal tartazin, antagonis
beta adrenergik.
3. Faktor pekerjaan
Pajanan terhadap senyawa seperti logam (platinum), debu, kayu, bahan kimia,
plastik.
4. Faktor lingkungan dan polusi udara
Perubahan dalam suhu lingkungan terutama udara dingin, polutan atmosfir seperti
asap rokok dan industri.
5. Infeksi
Infeksi jalan napas yang disebabkan oleh virus ataupun alergi.
6. Latihan fisik berlebihan
Seperti olah raga yang berlebihan
7. Stres emosional
Seperti stres dan gangguan emosional
8. Adanya riwayat asma dalam keluarga
Seperti faktor keturunan keluarga, riwayat positif keluarga sering kali berkaitan
dengan asma alergik.
D. Patofisiologi
Suatu serangan asma merupakan akibat adanya reaksi antigen-antibodi yang
menyebabkan di lepaskannya mediator-mediator kimia. Mediator-mediator kimia
tersebut meliputi histamin, slow releasing substance of anaphylaksis (SRS-A),
eosinophilic chemototic factor of anaphilaksis (ECF-A). Mediator kimia itu berkaitan
dengan Ig E yang menyerang sel mast dalam paru, sehingga menyebabkan timbulnya
tiga reaksi utama : 1) kontriksi otot-otot polos baik saluran napas yang besar maupun
saluran napas yang kecil yang menimbulkan bronkospasma; 2) peningkatan
permeabilitas kapiler yang berperan dalam terjadinya edema mukosa yang menambah
sempitnya saluran napas lebih lanjut; 3) peningkatan sekresi kelenjar mukosa dan
peningkatan produksi mukus. Sebagai akibatnya, klien yang mengalami serangan
asma akan berusaha untuk bernapas melalui mulut yang mengakibatkan keringnya
mulut dan lebih lanjut akan menghambat saluran napas.
Selain serangan akut, alveoli mengembang secara progresif seperti pada
emfisema. Bila relaksasi bronkiolus tidak dapat dilakukan, oksigen yang tidak
memadai melewati membran aveolar-kapiler ke dalam darah (hipoksia) sehingga
pasien tampak sianosis. Pada waktu yang sama, penderita biasanya mengalami
hiperventilasi dan mengeluarkan CO2. Bila Pa CO2 menjadi meningkat maka
penderita akan mengalami kelelahan dan usaha ventilasi menjadi tidak adekuat
sehingga pertukaran gas dalam tubuh terganggu dan tubuh kekurangan suplay oksigen
(Price, 1995; Long, 1996).
E. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis dari Asma Bronchiale berupa tiga gejala utama yaitu : batuk,
dispnea dan mengi (wheezing). Serangan asma biasanya bermula mendadak dengan
dan rasa sesak dalam dada, disertai dengan pernapasan lambat (fase ekspirasi selalu
lebih susah dan panjang dibanding inspirasi), penggunaan otot bantu pernapasan
(pernapasan cuping hidung), sputum kental dan lengket, klien tampak lemah, letih,
keluar keringat serta kuku dan mulut cyanosis, ekstremitas dingin. Gejala biasanya
bersifat paroksismal yaitu membaik pada siang hari dan memburuk pada malam hari
(Brunner and Suddart, 1997).
F. Penatalaksanaan
1. Farmakologis
Menurut Long (1996), Pengobatan asma diarahkan terhadap gejala-gejala yang
timbul saat serangan, mengendalikan penyebab spesipik dan perawatan
pemeliharaan kesehatan optimal yang umum. Tujuan utama dari berbagai macam
pengobatan adalah pasien segera mengalami relaksasi bronkus. Terapi awal, yaitu
:
a. Oksigen 4 – 6 liter/menit
b. Antagonis Beta 2 adrenergik (salbutamol 5 mg atau fenetoral 2,5 mg atau
terbutalin 10 mg). Inhalasi nebulisasi dan pemberian yang dapat di ulang
setiap 20 menit sampai 1 jam. Pemberian antagonis beta 2 adrenergik dapat
secara subcutan atau intravena dengan dosis salbutamol 0,25 mg dalam
larutan dekstrose 5 %.
c. Aminophilin intravena 5 – 6 mg / kg, jika sudah menggunakan obat ini dalam
12 jam sebelumnya maka cukup di berikan setengah dosis.
d. Kortikosteroid hidrokortison 100 – 200 mg intravena jika tidak ada respon
segera atau dalam serangan sangat berat.
e. Bronkodilator, untuk mengatasi obstruksi jalan napas, termasuk didalamnya
golongan beta adrenergik dan anti kolinergik.
2. Non Farmakologis
Menurut Manjoer (1999), penatalaksanaan nonfarmakologis asma bronchiale
yaitu :
a. Fisioterapi dada dan batuk efektif membantu pesien untuk mengeluarkan
sputum dengan baik.
b. Latihan fisik untuk meningkatkan toleransi aktifitas fisik.
c. Berikan posisi tidur yang nyaman (semi fowler).
d. Anjurkan untuk minum hangat 1500 – 2000 ml/hari.
e. Usahakan agar pasien mandi air hangat setiap hari.
f. Hindarkan pasien dari faktor pencetus.
G. Komplikasi
Komplikasi asma dapat mencakup status asmatikus, fragtur iga, pneumonia.
Obstruksi jalan nafas, terutama selama episode asmatik akut, mengakibatkan
hipoksemia membutuhkan pemberian oksigen dan pemantauan gas darah arteri.
Status asmatikus yang merupakan kedaruratan medis, yaitu keadaan asma yang tidak
berespon dengan pengobatan rutin atau pengobatan agonis beta dan teofilin. Tanpa
pengobatan yang kuat, status asmatikus dapat berlanjut ke gagal napas dengan
hypoksemia, hypercapnea dan asidosis. Pasien memerlukan intubasi dan ventilasi
mekanik selama pemberian pengobatan yang kuat untuk mempertahankan hidup (Le
Mone, 2000).
H. Pengkajian Fokus
1. Fokus Pengkajian
Dalam Doenges (2000), pengkajian dilakukan pada klien dengan Asma
Bronchiale secara terfokus adalah :
a. Aktivitas/Istirahat
Gejala : Keletihan, kelelahan, malaise; Ketidakmampuan untuk
melakukan aktifitas sehari-hari karena sulit bernapas;
Ketidakmampuan untuk tidur, perlu tidur dalam posisi duduk
tinggi; Dispnea pada saat istirahat atau respons terhadap aktivitas
atau latihan.
Tanda : Keletihan, Gelisah, Kelemahan umum/kehilangan massa otot.
b. Sirkulasi
Gejala : Pembekakan pada ekstremitas bawah..
Tanda : Peningkatan TD, Takikardia berat, Warna kulit/membran
mukosa: normal atau abu-abu /sianosis: kuku tabuh dan sianosis
perifer, Pucat dapat menunjukkan anemia.
c. Integritas Ego
Gejala : Perubahan pola hidup
Tanda : Ansietas, ketakutan, peka rangsang.
d. Makanan/Cairan
Gejala : Nafsu makan buruk; Ketidakmampuan untuk makan karena
distres pernapasan
Tanda : Turgor kulit buruk; Berkeringat; Penurunan berat badan,
penurunan massa otot.
e. Higiene
Gejala : Penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan bantuan
melakukan aktivitas sehari-hari.
Tanda : Kebersihan buruk, bau badan
f. Pernapasan
Gejala : Sulit napas, rasa dada tertekan; Ketidakmampuan untuk
bernapas; Episode batuk hilang-timbul.
Tanda : Pernapasan: Biasanya cepat, dapat lambat; fase ekspirasi
memanjang dengan mendengkur, napas bibir; Penggunaan otot
bantu pernapasan, misal meninggikan bahu, retraksi fosa
supraklafikula, melebarkan hidung; Bunyi napas: ronki, mengi
sepanjang area paru pada ekspirasi dan kemungkinan selama
inspirasi berlanjut sampai penurunan atau tak adanya bunyi
napas (asma); Warna: Pucat dengan sianosisbibir dan dasar kuku.
g. Keamanan
Gejala : Riwayat reaksi alergi atau sensitif tergadap zat/faktor
lingkungan; Adanya/berulangnya infeksi; Kemerahan/
berkeringat (asma)
h. Seksualitas
Gejala : Penurunan libido
i. Interaksi Sosial
Gejala : Hubungan ketergantungan
Tanda : Ketidakmampuan untuk membuat/mempertahankan suara karena
pernapasan; Keterbatasan mobilitas fisik
j. Penyuluhan/Pembelajaran
Gejala : Penggunaan/penyalahgunaan obat pernapasan; Kesulitan
menghentikan merokok
2. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada asma bronchiale adalah :
a. Pemeriksaan darah
Pada pemeriksaan darah didapatkan peningkatan eosinofil.
b. Pemeriksaan sputum
Kultur untuk menentukan adanya infeksi, pemeriksaan sitolitik untuk
mengetahui gangguan alergi bisanya didapatkan hasil Spiral Chrusmann dan
Kristal charcot - leyden
c. Analisa gas darah
Pada analisa gas darah kita mungkin akan menjumpai Penurunan saturasi
oksigen darah, Peningkatan PCO2 darah arteri sehingga terjadi acidosis
respiratorik (bila asma semakin bertat / status asmitikus) dan Penurunan PO2
darah.
d. Foto Thorax = ekspensi paru berlebihan
e. Tes fungsi paru, dengan spirometri atau peak flow meter.
Digunakan untuk menentukan adanya obstruksi jalan napas.
(Tucker, 1998; Mansjoer, 1999)
I. Patway
J. Fokus Intervensi dan Rasional
Fokus intervensi dan rasional asma bronchiale menurut Doenges (2000)
1. Tidak efektifnya bersihan jalan napas berhubungan dengan akumulasi sekret
berlebih pada jalan napas, bronkospasme ditandai dengan pernyataan sulit
bernapas, perubahan kedalaman atau kecepatan pernapasan, penggunaan otot
aksesori, bunyi napas tak normal (mengi, ronki, krekles), batuk dengan atau tanpa
produksi sputum.
Tujuan : Bersihan jalan napas efektif
Kriteria hasil :
a. Klien mampu mempertahankan jalan napas paten dengan bunyi napas bersih.
b. Klien menunjukkan perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan napas,
misalnya : batuk efektif dan mengeluarkan sekret.
Intervensi :
a. Auskultasi bunyi napas. Catat adanya bunyi napas, misal mengi (wheezing).
Rasional : Bronchospasme karena obstruksi jalan napas, dimanifestasikan
oleh suara napas yang tidak normal, seperti wheezing dan ronchi.
b. Monitor frekuensi pernapasan.
Rasional : Pernapasan umumnya tachipnea, cepat dan dangkal, ekspirasi
memanjang dibanding inspirasi.
c. Monitor adanya derajat dyspnea, misal : gelisah, ansietas, distress pernapasan.
Rasional : Disfungsi pernapasan dapat bervariasi tergantung terjadinya
proses akut yang menyebabkan pasien harus dirawat.
d. Kaji klien untuk posisi yang nyaman, misal : peninggian kepala tempat tidur.
Rasional : Peninggian tempat tidur bagian kepala dapat meningkatkan
fungsi pernapasan. Pasien dengan distress berat akan mencari
posisi yang paling membantu agar pasien mudah bernapas.
e. Pertahankan polusi lingkungan minimum, misal : debu, asap.
Rasional : Polusi lingkungan dapat merupakan pencetus alergi pernapasan
yang dapat menimbulkan episode akut.
f. Bantu klien latihan napas dalam / batuk efektif.
Rasional : Merupakan cara untuk mengatasi dan mengontrol dispnea dan
mengurangi udara yang “terperangkap” dalam paru.
g. Tingkatkan intake cairan sampai 3000 ml/hari, berikan minum air hangat.
Rasional : Hidrasi yang adekuat membantu mengurangi kekentalan sputum,
sehingga mudah dikeluarkan.
h. Kolaborasi :
1) Pemberian obat sesuai indikasi, misal : bronkodilator, xantin. Steroid,
analgesik.
Rasional : Merelaksasi otot polos dan kongesti lokal dan menurunkan
spasme jalan napas dan produksi sputum.
Mengurangi edema mukosa dan spasme otot polos, mengurangi
wheezing.
Kortikosteroid untuk mencegah reaksi alergi, menghambat
histamin, menurunkan spasme jalan napas.
2) Pemberian humidifikasi tambahan, misal : nebulisen, humidifier aerosol.
Rasional : Meningkatkan status oksigenasi dan meningkatkan mobilisasi
sekret yang kental
3) Lakukan fisioterapi dada.
Rasional : Untuk memobilisasi sputum dan meningkatkan ekspansi paru.
4) Monitor hasil AGD dan elektrolit
Rasional : Mengevaluasi perkembangan status oksigenasi.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan ketidakseimbangan suplay oksigen
(obstruksi jalan napas oleh sekresi, spasme bronkus) ditandai dengan dispnea,
bingung, gelisah, ketidakmampuan membuang sekret, nilai GDA tak normal
(hipoksia dan hiperkapnia), perubahan tanda vital, penurunan toleransi terhadap
aktivitas.
Tujuan : Gangguan pertukaran gas teratasi, pertukaran gas adekuat.
Kriteria hasil :
a. Klien menunjukkan perbaikan ventilasi dan iksigenasi jaringan adekuat
dengan AGD dalam batas normal (pH = 7,35 – 7,45; PaO2 = 80 – 100 mmhg;
PaCO2 = 38 – 45 mmhg) dan bebas gejala distres pernapasan.
b. Klien mau berpartisipasi dalam program pengobatan sesuai tingkat
kemampuan
c. Pernapasan 20 kali/menit.
Intervensi :
a. Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan, catat penggunaan otot aksesori, napas
bibir.
Rasional : Untuk mengetahui tingkat distress pernapasan.
b. Tinggikan kepala tempat tidur, bantu klien memilih posisi yang nyaman.
Rasional : Meningkatkan status oksigenasi, meningkatkan ekspansi paru
dan menurunkan kemungkinan kolaps paru.
c. Dorong klien mengeluarkan sputum, penghisapan bila diindikasikan.
Rasional : Sekret yang banyak dan kental, merupakan penyebab utama
kegagalan pertukaran gas. Suction diperlukan bila sekret tidak
dapat dikeluarkan melali batuk.
d. Awasi tingkat kesadaran atau status mental, warna kulit dan membran
mukosa.
Rasional : Gelisah dan cemas merupakan manifestasi yang sering terjadi
pada hipoksia. Nilai AGD yang buruk diserta dengan somnolen
merupakan indikasi disfungsi serebral akibat kegagalan
pernapasan.
e. Evaluasi tingkat toleransi aktivitas, berikan lingkungan yang tenang dan
batasai aktivitas klien sesuai tingkat toleransi individu.
Rasional : Selama distress pernapasan akut, seringkali klien tidak dapat
melakukan aktivitas sehari-hari karena hipoksemia dan dispnea.
Istirahat merupakan hal yang penting dalam program
pengobatan.
f. Monitor tanda-tanda vital
Rasional : Tachicardi, disritmia dan perubahan tanda vital merupakan
manifestasi hipoksia.
g. Kolaborasi :
1) Monitor AGD
Rasional : PaCO2 biasanya meningkat dan PaO2 umumnya menurun,
sehingga hipoksia dapat terjadi dalam berbagai degradasi.
2) Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi.
Rasional : Merupakan salah satu cara untuk mengatasi hipoksia.
3. Pola pernapasan tidak efektif berhubungan dengan brokospasme peningkatan
produksi sekret ditandai dengan perubahan kedalaman dan atau kecepatan
pernapasan, gangguna perkembangan dada, bunyi napas tak normal (mengi, ronki,
krekles), batuk dengan atau tanpa produksi sputum.
Tujuan : Pola napas kembali efektif.
Kriteria hasil :
a. Pasien menunjukkan pola napas efektif dengan frekuensi dan kedalaman
dalam rentang normal dan paru jelas atau bersih.
b. Pasien berpartisipasi dalam aktifitas atau perilaku meningkatkan fungsi paru.
Intervensi :
a. Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan dan ekspensi dada
Rasional : Kecepatan biasanya meningkat, dispnea dan terjadi peningkatan
kerja napas. Kedalaman pernapasan bervariasi tergantung pada
derajat gagal napas.
b. Observasi pola batuk dan karakter sekret.
Rasional : Sputum berdarah dapat diakibatkan oleh kerusakan jaringan atau
anti koagulan berlebihan.
c. Bantu klien napas dalam
Rasional : Dapat meningkatkan banyaknya sputum dimana gangguan
ventilasi dan ditambah ketidaknyamanan upaya bernapas.
d. Auskultasi bunyi napas dan catat adanya bunyi napas seperti krekles, mengi,
gesekan pleural.
Rasional : Bunyi napas menurun bila jalan napas obtruksi skunder terhadap
perdarahan, bekuan, kolaps jalan napas kecel. Ronki dan mengi
mengertai obstruksi jalan napas.
e. Kolaborasi
1) Berikan oksigen tambahan.
Rasional : Maksimalkan bernapas dan menurunkan kerja napas.
2) Berikan humidifikasi tambahan, misalnya mebuliser ultrasonik.
Rasional : Memberikan kelembaban pada membran mukosa dan
membantu mengencerkan sekret untuk memudahkan
pembersihan.
4. Resiko tinggi perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anorexia, mual, muntah, peningkatan produksi sputum ditandai dengan penurunan
berat badan, kehilangan massa otot, tonus otot buruk, kelemahan, nafsu makan
kurang atau hilang.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi tercukupi
Kriteria hasil :
a. Klien menunjukkan peningkatan berat badan / BB dalam batas normal.
b. Klien menunjukkan perubahan pola hidup untuk meningkatkan BB
c. Hb tidak turun
Intervensi :
a. Kaji masukan makanan saat ini, catat derajat kesulitan makan.
Rasional : Klien distress pernapasan akut sering anoreksia karena dispnea,
produksi sputum dan obat.
b. Auskultasi bunyi usus
Rasional : Penurunan bising usus menunjukkan penurunan motilitas gaster
dan konstipasi (komplikasi umum) yang berhubungan dengan
pembatasan pemasukan cairan, pilihan makanan buru, penurunan
aktivitas dan hipoksemia.
c. Berikan perawatan oral sesering mungkin.
Rasional : Rasa tak enak, bau dan penampilan adalah pencegah utama
terhadap nafsu makan dan dapat membuat mual dan muntah
dengan peningkatan kesulitan napas.
d. Berikan makan dalam porsi kecil tapi sering
Rasional : Membantu menurunkan kelemahan selama waktu makan dan
memberikan kesempatan untuk meningkatan masukan kalori
total.
e. Hindari makanan yang menghasilkan gas dan minuman karbonat.
Rasional : Dapat menghasilkan distensi abdomen yang mengganggu napas
abdomen dan gerakan diafragma, dan dapat meningkatkan
dispnea.
f. Hindari makanan sangat panas / sangat dingin.
Rasional : Suhu ekstrem dapat mencetuskan / meningkatkan spasme batuk.
g. Timbang berat badan sesuai indikasi
Rasional : Berguna untuk menentukan kebutuhan kalori, menyusun tujuan
berat badan dan evaluasi keadekuatan rencana nutrisi.
h. Kolabrasi :
1) Konsul ahli gizi untuk memberikan makanan yang mudah dicerna.
Rasional : Metode makan dan kebutuhan kalori didasarkan pada situasi
individu untuk memberikan nutrisi maksimal dengan upaya
minimal pasien/penggunaan energi.
2) Berikan multivitamin penambah nafsu makan
Rasional : Mengevaluasi/mengatasi kekurangan dan mengawasi
keefektifan terapi nutrisi.
5. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan umum, ketidak adekuatan
suplay oksigen ditandai dengan laporan verbal, kelemahan, kelelahan, keletihan.
Dispnea karena kerja, takipnea. Takikardia sebagai respon terhadap aktifitas
sianosis.
Tujuan : Klien dapat melakukan aktifitas sesuai dengan toleransi.
Kriteria hasil :
a. Klien menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktifitas yang dapat di
ukur dengan tidak adanya dyspnea, kelemahan yang berlebihan.
b. TTV dalam batas normal.
Intervensi :
a. Evaluasi respon klien terhadap aktifitas, catat adanya laporan peningkatan
kelemahan.
Rasional : Menetapkan kemampuan/kebutuhan klien dan memudahkan
pilihan inetrvensi.
b. Berikan lingkungan tenang dan batasi penunjang selama fase akut sesuai
indikasi
Rasional : Menurunkan stress dan rangsangan berlebihan, meningkatkan
istirahat.
c. Jelaskan pentingnya istirahat dalam perencanaan pengobatan dan perlunya
keseimbangan aktifitas dan istirahat.
Rasional : Tirah baring dipertahankan selama fase akut untuk menurunkan
kebutuhan metabolik, menghemat energi untuk penyembuhan.
d. Bantu klien memilih posisi nyaman untuk istirahat dan/atau tidur
Rasional : Klien mungkin nyaman dengan kepala tinggi, tidur di kursi atau
menunduk kedepan meja atau bantal.
e. Bantu aktifitas perawatan diri yang diperlukan. Berikan kemajuan
peningkatan aktivitas selama fase penyembuhan.
Rasional : Meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplai
dan kebutuhan oksigen.
6. Ansietas berhubungan dengan krisis situasi, serangan asma ditandai dengan
gelisah, peka rangsang, menolak atau menyerang, berkeringat, dilatasi pupil.
Tujuan : Menyatakan kesadaran terhadap ansietas dan cara sehat untuk
mengatasinya
Kriteria hasil :
a. Mengakui dan mendiskusikan takut
b. Tampak rilek dan melaporkan ansietas menurun sampai tingkat dapat
ditangani.
c. Menunjukkan pemecahan masalah dan menggunaan sumber efektif
Intervensi :
a. Observasi peningkatan kegagalan pernapasan, agitasi, gelisah, emosi labil.
Rasional : Memburuknya hipoksemia dapat menyebabkan atau
meningkatkan ansietas.
b. Pertahankan lingkungan tenang dan sedikit rangsang. Jadwalkan perawatan
dan prosedur untuk memberikan periode istirahat tak terganggu.
Rasional : Menurunkan ansietas dengan meningkatkan relaksasi dan
penghematan energi
c. Tunjukkan/bantu dengan teknik relaksasi, meditasi, bimbingan imajinasi.
Rasional : Memberiakn kesempatan untuk klien menangani ansietasnya
sendiri dan merasa terkontrol.
d. Identifikasi persepsi klien terhadap ancaman yang ada oleh situasi.
Rasional : Membantu pengenalan ansietas/takut dan mengidenti-fikasi yang
dapat membantu untuk individu.
e. Dorong pasien untuk mengakui dan menyatakan perasaan.
Rasional : Langkah awal dalam mengatasi perasaan adalah terhadap
identifikasi dan ekspresi. Mendorong penerimaan situasi dan
kemampuan diri untuk mengatasi.
f. Akui kenyataan stres tanpa menyangkal atau meyakinkan bahwa segalanya
akan baik. Berikan informasi tentang tindakan yang akan diambil untuk
memperbaiki/menghilangkan kondisi.
Rasional : Membantu klien menerima apa yang terjadi dan dapat
menurunkan tingkat ansietas/takut karena tak tahu. Salah
meyakinkan tidak membantu, karena baik perawat dan klien
mengetahui hasil akhirnya.
g. Identifikasi teknik yang telah digunakan klien sebelumnya untuk mengatasi
ansietas.
Rasional : Fokus perhatian pada keterampilan klien yang telah dilalui,
meningkatkan rasa kontrol diri.
h. Bantu orang terdekat untuk berespons positif pada klien /situasi.
Rasional : Meningkatkan penurunan ansietas melihat orang lain tetap
tenang. Karena ansietas dapat menular, bila orang terdekat/staf
memperlihatkan ansietas mereka, kemam-puan koping klien
dapat dengan mudah dipengaruhi.
i. Kolaborasi berikan sedatif sesuai indikasi
Rasional : Mungkin diperlukan untuk membantu menangani ansietas dan
meningkatan istirahat.