BAB II KETIDAKTANGGUHAN PANGAN DI SIERRA LEONE II.1 … II.pdf · Sebelum perang sipil terjadi...

23
BAB II KETIDAKTANGGUHAN PANGAN DI SIERRA LEONE II.1 Sierra Leone Sierra Leone merupakan sebuah negara yang terletak di wilayah pantai sebelah barat Afrika, di utara khatulistiwa, area seluas 71.740 km2. Berbatasan langsung dengan Guinea di sebelah utara dan timur laut, dan Liberia di sebelah timur dan tenggara Sierra Leone memiliki populasi sekitar 5,7 juta penduduk dan lebih dari dua puluh kelompok etnis berbeda (Survey, 2004). Sistem pemerintahan Sierra Leone menggunakan sistem pemerintahan republik dengan ibukota negaranya Freetown. Pendapatan penduduk Sierra Leone mencapai sekitar $ 4,91 milliar pertahun. Sierra Leone awalnya merupakan negara jajahan Inggris, yang dibentuk oleh Inggris dengan tujuan untuk menempatkan budak yang sudah dibebaskan yang datang dari Amerika Utara. Selama Inggris menjajah Sierra Leone perusahaan-perusahaan milik Inggris mengembangkan pertambangan dan pertanian. Sierra Leone memiliki cadangan Berlian, bauksit dan batu permata, dalam bidang pertanian Inggris mengembangkan produksi kelapa sawit, coklat dan kopi. Pasca masa penjajahan hingga saat ini pertambangan masih menjadi sektor utama perekonomian Sierra Leone. Negara ini merupakan salah satu negara penghasil bauksit dan titanium terbesar di dunia dan juga memiliki

Transcript of BAB II KETIDAKTANGGUHAN PANGAN DI SIERRA LEONE II.1 … II.pdf · Sebelum perang sipil terjadi...

BAB II

KETIDAKTANGGUHAN PANGAN DI SIERRA LEONE

II.1 Sierra Leone

Sierra Leone merupakan sebuah negara yang terletak di wilayah pantai

sebelah barat Afrika, di utara khatulistiwa, area seluas 71.740 km2.

Berbatasan langsung dengan Guinea di sebelah utara dan timur laut, dan

Liberia di sebelah timur dan tenggara Sierra Leone memiliki populasi sekitar

5,7 juta penduduk dan lebih dari dua puluh kelompok etnis berbeda (Survey,

2004). Sistem pemerintahan Sierra Leone menggunakan sistem pemerintahan

republik dengan ibukota negaranya Freetown. Pendapatan penduduk Sierra

Leone mencapai sekitar $ 4,91 milliar pertahun. Sierra Leone awalnya

merupakan negara jajahan Inggris, yang dibentuk oleh Inggris dengan tujuan

untuk menempatkan budak yang sudah dibebaskan yang datang dari Amerika

Utara. Selama Inggris menjajah Sierra Leone perusahaan-perusahaan milik

Inggris mengembangkan pertambangan dan pertanian. Sierra Leone memiliki

cadangan Berlian, bauksit dan batu permata, dalam bidang pertanian Inggris

mengembangkan produksi kelapa sawit, coklat dan kopi.

Pasca masa penjajahan hingga saat ini pertambangan masih menjadi

sektor utama perekonomian Sierra Leone. Negara ini merupakan salah satu

negara penghasil bauksit dan titanium terbesar di dunia dan juga memiliki

kandungan emas yang melipah. Meskipun Sierra Leone merupakan negara

yang kaya dengan sumber daya alam, namun kenyataanya sebagian besar

penduduk Sierra Leone masih hidup dalam garis kemiskinan. Sebanyak 70%

penduduk Sierra Leone hidup dengan pengeluaran sebanyak US$1 per hari

(Where is Sierra Leone, 2015). Indeks Pembangunan Manusia UNDP United

Nations Development Program menempatkan Sierra Leone pada peringkat

167 dari 187 negara di dunia.

Sierra Leone sebenarnya merupakan negara yang cukup maju negara

yang cukup maju dalam bidang pertanian dan keamanan pangan sebelum

pecahnya perang sipil tahun 1991. Sebelum perang sipil terjadi Sierra Leone

memiliki potensi tinggi dalam sektor pertaniannya untuk dapat berkembang

(Menteri Pertanian, Kehutanan dan Ketahanan Pangan, Dr. J. Sam Sesay).

Potensi ini meliputi lahan pertanian yang subur serta curah hujan yang cukup

banyak di wilayah Sierra Leone. Penduduk Sierra Leone sebagian besar

bekerja di sektor pertanian,baik pertanian untuk konsumsi domestik maupun

untuk komoditas ekspor ( Ministry of Health And Sanitation, 2012). Pertanian

merupakan sektor penting yang cukup berperan besar sebagai sumber

pendatan perekonomian nasional hingga saat ini. Sektor pertanian yang

dimaksud terdiri dari tanaman, peternakan, kehutanan dan perikanan sebagai

sub-sektor yang menyumbang rata-rata 47,2 % dari PDB nasional dalam

periode 2000-2003 (World Food Programme , 2007).

Sierra Leone memperoleh kemerdekaan dari Inggris pada tahun 1961.

Pasca kemerdekaan penduduk Sierra Leone mewarisi kondisi sosial dan

ekonomi yang sangat miskin. Sierra Leone memang memiliki kekayaan alam

yang cukup besar, sumber daya alam pertambangan ini dikuasai oleh

perusahaan asing, sedangkan sebagian besar penduduk Sierra Leone bekerja

di sektor pertanian. Setelah masa penjajahan pemerintah Sierra Leone

menghadapi masalah ekonomi dan sosial yang buruk. Mengatasi

permasalahan ini pemerintah yang berkuasa menggunakan seluruh sumber

daya yang tersedia, tidak jarang mereka menggunakan kekerasan dan

melakukan korupsi untuk mempertahankan kekuasaanya. Akibatnya tentara

Sierra Leone beberapa kali melakukan kudeta terhadap pemerintahan yang

berkuasa untuk menstabilkan keadaan. Namun para pemimpin militer juga

mengadapi masalah ekonomi dan sosial. Mereka juga menggunakan taktik

yang sama dengan penguasa sebelumnya untuk mempertahankan kekuasaan.

Ketidakmampuan pemerintah Sierra Leone dalam mengatasi kemiskinan dan

permasalahan sosial menyebabkan munculnya gerakan pemberontak yang

bertujuan untuk memerangi pemerintah yang korup, kemiskinan dan

kesetaraan bagi semua penduduk Sierra Leone. Gerakan pemberontak ini

kemudian membawa Sierra Leone pada perang saudara yang sangat brutal dan

berkepanjangan.

II.1.1 Konflik di Sierra Leone

Sebelum mendapatkan kemerdekaannya pada 27 April 1961, Sierra

Leone merupakan salah satu negara bekas koloni Inggris. Penjajahan Inggris

di Sierra Leone terjadi sekitar abad ke-18 sampai dengan abad ke-19.

Kekayaan pertambangan yang dimiliki oleh Sierra Leone, menarik perhatian

koloni Inggris yang pada saat itu sedang mengalami stagnasi dan depresi

ekonomi karena mengalami kekurangan sumber daya alam. Sejarah awal

ditemukannya bahwa Sierra Leone memiliki sumber daya tambang yang kaya

berawal pada tahun 1930, sebuah tim survey geologi menemukan Distrik

Kono, yang memiliki banyak kandungan berlian (Anneahira, 2011). Sejak

penemuan ini, pemerintah koloni Inggris mulai memanfaatkan berlian sebagai

sumber pendapatan mereka.

Sejumlah penambang gelap mulai berdatangan ke distrik kono dalam

skala besar. Penambang gelap ini berasal dari negara tetangga dengan tujuan

untuk mendapatkan berlian seperti yang dilakukan Inggris, peristiwa ini

berlangsung hingga awal 1950-an (AnneAhira, n.d). Pada tahun 1956, jumlah

penambang gelap mencapai 75.000. Mereka menyelundupkan berlian-berlian

dari negara di bagian Afrika dalam skala besar. “Great Diamond Rush”

merupakan sebutan untuk penambang-penambang gelap yang mengambil

secara ilegal berlian yang ada di Sierra Leone. Tindakan yang dilakukan

sejumlah penambang gelap ini menyebabkan adanya kekacauan peraturan dan

hukum yang ada di Sierra Leone.

Sejak memperoleh kemerdekaannya dari koloni Inggris pada April

1961, Sierra Leone mengalami banyak tantangan termasuk ketidakstabilan

dan kemiskinan. Pada saat yang sama di tahun 1961 prospek ekonomi Sierra

Leone cukup menjanjikan. Ekonomi tumbuh secara signifikan selama tahun

1960'an, sebanyak sekitar 4.5 persen per tahun sebagian besar penghasilan

Sierra Leone berasal dari hasil tambang, produksi pertanian dan ekspor.

Namun perekonomian Sierra Leone melambat selama periode 1970 dan 1980

sebagai efek dari berkurangnya perusahaan pertambangan yang menyebar

melalui perekonomian yang lebih berfokus pada produksi uang. Penurunan

perekonomian ini dikaitkan juga karena kondisi pasar internasional yang

berdampak terhadap ekspor domestik serta kebijakan nasional diambil

pemerintah Sierra Leone yang tidak tepat. Pada tahun 1980'an perekonomian

Sierra Leone hampir runtuh yang ditandai dengan penurunan PDB perkapita,

inflasi yang sangat cepat dan ketidakseimbangan neraca pembayaran eksternal

yang sangat parah. Meskipun upaya keras telah diambil oleh pemerintah dan

mitra kerja dalam mempercepat pembangunan di Sierra Leone untuk

meningkatkan standar hidup penduduknya, kemiskinan di negara ini masih

tetap tinggi. Kemiskinan parah yang terjadi telah menyebabkan rendahnya

kesehatan dan gizi pada populasi Sierra Leone.

Seperti yang di sebutkan sebelumnya bahwa Sierra Leone memperoleh

kemerdekaannya dari koloni inggris pada tahun 1961, pada saat itu Sierra

Leone mewarisi sistem parlementer, Milton Margai yaitu pemimpin partai

Sierra Leone People’s Party (SLPP) ditunjuk sebagai presiden. Tahun 1964

Milton Margai meninggal dan digantikan posisinya oleh Sir Albert Margai

(adik dari Milton Margai) yang memimpin dari tahun 1964 sampai dengan

1967. Dari pemerintahan yang dipimpin oleh Albert Margai, diduga adanya

praktek korupsi dan upaya-upaya otoriter untuk mengkonsolidasikan

kekuasaan dan juga untuk menyingkirkan pihak oposisi.

Saat pemilihan umum di tahun 1967, Siaka Stevens yang merupakan

pemimpin dari partai All People’s Conggres (APC) yang di tetapkan oleh

Gubernur Jenderal Sierra Leone, sebagai Presiden Sierra Leone berikutnya.

Pada masa pemerintahanya di Sierra Leone, Presiden Stevens berhasil

mengeksploitasi berlian dengan cara mendekati penambang gelap dan dengan

membentuk National Diamond Mining Company (NDMC) untuk

menasiolisasi Sierra Leone Selection Trust (SLTT). Pertengahan tahun 1980

kondisi domestik dari Sierra Leone adanya peningkatan inflasi, menurunnya

kekuasaan pemerintah, tidak tersedianya bahan pangan, meluasnya korupsi

dan juga semakin banyak pengangguran dari generasi muda. Stevens pensiun

tahun 1985 karena semakin memburuknya kondisi domestik Sierra Leone.

Stevens menunjuk Mayor Jendral Joseph Saidu Momoh untuk

menggantikannya sebagai Presiden. Kembali melemahnya kepemimpinan

Presiden baru yaitu Momoh, dimanfaatkan oleh dua pihak oposisi yaitu;

Kopral Foday Sankoh yang memimpin RUF (Revolutionary United Front)

dan mendapat dukungan dari kelompok pemberontak National People Front

di Liberia (NPFL). RUF merupakan kelompok pemberontak, pada tanggal 23

maret 1991 kelompok ini menyerang sebelah Timur Sierra Leone dari Liberia.

Tujuan dari RUF melakukan pemberontakan ini adalah untuk mengakhiri

kekuasaan rezim APC yang telah berlangsung kurang lebih selama 2 tahun di

Sierra Leone.

Konflik tersebut terus berlangsung hingga januari 1999. Konflik

terbuka ini belum menandai berakhirnya bencana kemanusiaan di Sierra

Leone. Tekanan untuk segera menyeselaikan krisis ini terus menguat,

utamanya dari masyarakat internasional dan pemerintahan sipil baru. Adanya

proses perdamaian yang dilakukan antara kelompok RUF dengan warga

Sierra Leone masih terus berjalan saat tahun 1999, tetapi masih banyak

kesepakatan yang belum diimplementasikan. Semua pihak yang terlibat dalam

konflik ini bersepakat untuk kembali ke Freetwon dengan pengawalan

pemerintah dan pasukan penjaga perdamaian, meski masih ada rasa tidak

percaya dan kecurigaan, masih membayangi masing-masing pihak. Pada

Januari 2002, konflik sipil yang berlangsung selama 11 tahun lamanya di

Sierra Leone berakhir ketika seluruh pihak yang terlibat dalam konflik ini

mendeklarasikan sudah berakhir.

Perang sipil yang berakhir di tahun 2002 tersebut berefek kepada

hancurnya struktur sosial, serta menghancurkan sebagian besar infrastruktur

ekonomi, pertanian dan fisik negara. Perekonomian Sierra Leone jatuh pada

saat perang, tahun 1990-an produk domestik bruto telah menurun hingga

setengahnya yaitu mencapai US$ 104 per kapita di tahun 2000, menurut

Strategi Penanggulangan Pemerintah. Infrastruktur sosial yang produktif

seperti toko, penggilingan beras dan bangunan pelayanan masyarakat benar-

benar sangat rusak pada saat perang. Ternak hampir sepenuhnya musnah,

pertambangan dan pertanian yang rusak dan ditinggalkan akibat perang

(PRSP, 2005). Selain itu masih rendahnya kapasitas otoritas dalam

memberikan perlindungan terhadap warga negaranya, rendahnya kapasitas

institusi dalam menyediakan kebutuhan dasar bagi populasi di negaranya serta

lemahnya legitimasi politik untuk untuk secara efektif mewakili kebutuhan

warga negaranya baik itu di dalam maupun luar negeri membuat negara ini

dikategorikan sebagai fragile states.

II.2 Ketidaktangguhan Pangan Di Sierra Leone Pasca Perang Sipil

Keadaan Sierra Leone telah berubah dari situasi gawat darurat yang

terjadi pada akhir 1990-an menjadi situasi yang lebih baik yang mendukung

pembangunan yang berkelanjutan sejak berakhirnya perang sipil pada tahun

2002. Sehingga, kebutuhan akan sistem informasi yang stabil yang dapat

menangkap perubahan-perubahan yang terjadi pun semakin mendesak. Hal ini

memiliki keterkaitan dengan informasi-informasi yang bersifat penting seperti

keamanan pangan pada rumah tangga dan masyarakat, tingkat kerentanan dan

status nutrisi masing-masing individu (World Food Programme, 2005).

Meskipun Sierra Leone telah mengalami pertumbuhan ekonomi selama dua

tahun terakhir, masih terdapat berbagai bukti yang signifikan bahwa

ketidaktangguhan pangan dan malnutrisi masih terus terjadi bagi sebagian

besar masyarakat desa di Sierra Leone dan hal ini kemudian menjadi

tantangan tersendiri bagi Sierra Leone dalam sektor pembangunan.

Dalam konteks pembangunan, Sierra Leone dengan jumlah penduduk

mencapai 5,7 juta jiwa, 70% diantaranya hidup dalam garis kemiskinan dalam

kebutuhan dasar dan 26% tidak dapat memenfuhi kebutuhan pangan pokok.

Akibat perang sipil yang melanda negara tersebut membuat banyak

pengangguran dan pembangunan yang sangat buruk. Terjadinya kerusakan

infrastruktur dan penduduk migrasi keluar daerah (lebih dari dua juta orang)

membuat situasi perekonomian Sierra Leone semakin memburuk.

Pertambangan dan pertanian hampir seluruhnya berhenti beroprasi, kebun-

kebun hancur, populasi ternak semakin berkurang. Pada tahun 1990, UNDP,

menyebutkan bahwa perekonomian Sierra Leone terus-menerus menempati

urutan 177 dalam 187 negara di dunia, yang GDPnya mencapai 50%.

Kemiskinan dan kerawanan pangan adalah siklus yang

berkepanjangan di Sierra Leone. Kondisi yang sangat memperihatinkan ini

sudah menyebar luas dikarenakan produktivitas pertanian yang stagnan dan

jumlah populasi yang semakin berkembang pesat melebihi laju produksi

pertanian. Berdasarkan dari garis kemiskinan nasional bahwa, jumlah

penduduk miskin di Sierra Leone mencapai 70% dari total populasi

(Government of Sierra Leone, 2004). Sekitar 68% penduduk tidak memiliki

akses memperoleh bahan pangan yang cukup dan 26% berada dalam kondisi

yang sangat miskin.

Kemiskinan di Sierra Leone terkonsentrasi di wilayah pedesaan dan

kota-kota diluar Freetwon. Sekitar 75% populasi tidak mampu mengakses

bahan pangan yang mencukupi pada tingkat provinsi, apabila dibandingkan

dengan kondisi masyarakat di Freetown yang 38% penduduknya mampu

memperoleh bahan pangan. Berdasarkan data dari pemerintah Sierra Leone

(2004), kemiskinan diakibatkan oleh berbagai macam faktor, diantaranya

tingkat pengangguran yang tinggi, pertumbuhan ekonomi yang lambat dan

minimnya pelayanan sosial.

Sebagian produksi makanan di Sierra Leone didominasi oleh beras

yang menjadi kebutuhan pokok masyarakat setempat. Pada umumnya,

tanaman padi dibudidayakan oleh para petani berskala kecil dan dikonsumsi

oleh masyarakat Sierra Leone. Konsumsi beras per kapita per tahun yaitu

diperkirakan sekitar 104 kg. Dari segi kontribusi beras dalam hal total

pemasukan kalori, Sierra Leone merupakan yang tertinggi di kawasan Sub-

Sahara. Hal ini diidentifikasikan bahwa masyarakat Sierra Leone memiliki

ketergantungan pada nasi untuk memenuhi energi harian dan lebih

memfokuskan pada signifikansi beras sebagai tanaman panen yang utama.

Sebelum perang sipil tahun 1991 dimulai, Sierra Leone sudah

mengalami kekurangan beras. Adapun data statistik yang tersedia dari

sebelum perang menunjukkan bahwa selama tiga dekade (1970-2000), Sierra

Leone hanya mampu swasembada beras pada tahun 1975. Dalam rentang

waktu 1979-81 dan 1999-2000, produksi padi pada tingkat domestik

mengalami penurunan dari 504.000 menjadi 200.000 Mt. pada periode yang

sama, volume impor beras untuk memenuhi kebutuhan domestik pun

mengalami peningkatan dari semula 30% total konsumsi masyarakat setempat

menjadi 60%.

Singkong merupakan tanaman kedua yang terpenting di Sierra Leone.

Baik daun maupun batangnya dikonsumsi oleh masyarakat setempat. Selama

periode perang, produksi singkong mengalami peningkatan dengan perkiraan

sebesar 6% per tahun sejak 1986-1987. Selama periode 2000/2001-

2001/2002, produksi singkong meningkat sebesar 67%, jagung 47%, kacang

tanah 55%, sorghum 46% dan millet 38%. Jika dibandingkan dengan beras

dan singkong, tanaman-tanaman pangan lainnya tidak terlalu berperan

signifikan dalam hal kontribusi bagi total konsumsi masyarakat setempat. Pola

konsumsi pangan di Sierra Leone cenderung memiliki kesamaan pada periode

1969 dan 1992 dengan sereal, dan beras memiliki kontribusi yang besar dalam

rata-rata konsumsi masyarakat sebesar 56%, akar dan umbi-umbian 6%,

kacang-kacangan 4%, berbagai produk hewan 5% dan lainnya sebesar 29%

dari total suplai energi masyarakat setempat. Adapun pola konsumsi ini

dianggap tidak akan berubah secara signifikan sejak 1992.

Terdapat beberapa variasi dalam pengelompokan antara kelompok-

kelompok sosial-ekonomi masyarakat. Hal yang penting dari sistem

ketersediaan makanan di Sierra Leone adalah, bahwa ketersediaan makanan

tidak terus ada sepanjang tahun dan hal ini dapat berbeda pada setiap masing-

masing wilayah. Secara tradisional, konsumsi makanan di daerah pedesaan

telah disesuaikan dengan ketersediaan pada tingkat domestik. Misalnya,

diperkirakan bahwa 40% dari pemasukan energi satu rumah tangga adalah

beras yang dikonsumsi pada kuartal pertama, bersamaan dengan panen dari

padi pogo, hal ini mengalami penyesuaian menjadi 30% pada kuartal kedua,

dan penyesuaian ini kembali terjadi pada kuartal ketiga sebesar 20% yang

bersamaan dengan panen padi rawa serta menjadi 10% pada kuartal keempat

selama periode kelaparan.

Walaupun kondisi keamanan pangan berangsur membaik setelah

perang saudara, namun jumlah penduduk yang mengkonsumsi makanan

kurang dari 1,809 kcal/day) masih berada diatas ambang yang ditetapkan

MDG yaitu diatas 21%. Daerah pedesaaan adalah wilayah yang mengalami

kerawanan pangan yang buruk (54,1%), dibandingkan daerah perkotaan

(29,1%). Kerawanan pangan ini disebabkan oleh akses utama Sierra Leone

terhadap makanan adalah pertanian subsisten dan impor pangan. Hal ini

menyebabkan harga pangan menjadi fluktuatif bahkan cenderung lebih sering

mahal. Di daerah pedesaan, puncak kelaparan terjadi pada bulan Agustus

dimana akses pangan sudah sulit didapatkan pada bulan Juni dan Juli. Harga

pangan yang mahal pula berpengaruh pada malnutrisi yang terjadi di negara

ini, selain itu perubahan musim yang ekstrim yang mempengaruhi petani

lokal, infrastruktur akan akses pasar yang buruk, tingkat pengangguran yang

masih tinggi, terlilitnya masyarakat pada hutang, kemiskinan dan faktor

demografi seperti banyaknya kaum perempuan yang menjadi kepala rumah

tangga dengan jumlah anak yang banyak.

Sejak tahun 2001, berbagai bantuan datang dari lembaga-lembaga

internasional seperti WFP, FAO, UNICEF dan juga pemerintah, serta

berbagai NGO yang telah melakukan survei dengan memfokuskan pada

ketidaktangguhan pangan, kerentanan, produksi pertanian, nutrisi dan juga

kesehatan. Berbagai survey yang dilakukan, mencakup representasi sampel

secara nasional maupun dilaksanakan ketika sebagian besar masyakarat desa

masih belum kembali ke desanya untuk melanjutkan kembali aktivitas mata

pencahariannya.

Pada bulan Januari tahun 2005, Kementrian Pertanian, Kehutanan dan

Keamanan Pangan (MAFFS) bekerja sama dengan Kementrian Kesehatan dan

Sanitasi (MOMS) Sierra Leone meminta bantuan kepada mitra pembangunan

khususnya WFP yang bekerjasama dengan FAO, UNICEF, UNDP, WHO,

CORAD Group dan HKI berserta lembaga statistik Sierra Leone untuk

meninjau keamanan pangan dan situasi nutrisi di Sierra Leone.

II.3 Bantuan Pangan Dunia, World Food Programme (WFP)

World Food Programme (selanjutnya akan disebut menjadi WFP)

didirikan oleh PBB pada tahun 1961 yaitu sebagai organisasi yang bergerak

pada bidang bantuan pangan. Organisasi ini mulai beroperasi pada tahun

1963, dan merupakan organisasi multinasional terbesar di dunia yang

menangani sekitar seperempat dari bantuan pangan global. Mulainya WFP

beroprasi telah memberikan bantuan kepada orang-orang yang mengalami

kelaparan dan mengalami kemiskinan senilai lebih dari US$ 18 miliar. Pada

tahun 1994 WFP memberikan 2,8 juta ton metrik bantuan pangan yang secara

langsung bermanfaat untuk 50 juta orang. Direktur Eksekutif, Mrs Catherine

Bertini yang memulai masa jabatannya pada tahun 1992, sebagai pemimpin

WFP. WFP memperkerjakan 4000 staf di seluruh dunia, kantor pusatnya yang

berada di Roma. Pengawasan program ini berada di tangan Komite Program

dan Kebijakan Bantuan Pangan (CFA).

Departemen yang bekerja sama dengan WFP yaitu:

Departemen Pertanian

Departemen Perdagangan dan Industri

Departemen Kesehatan

Departemen Pertahanan

Misi WFP dianggap sebagai dokumentasi yang akan ditinjau secara

berkala. Bantuan pangan adalah salah satu dari banyak instrumen yang dapat

membantu untuk mempromosikan ketidaktangguhan pangan, yang

didefinisikan sebagai akses ke semua orang setiap saat dengan makanan yang

dibutuhkan untuk hidup aktif dan sehat. Kebijakan yang mengatur

penggunaan bantuan pangan WFP harus berorientasi pada tujuan

pemberantasan kelaparan dan kemiskinan. Tujuan utama dari bantuan pangan

seharusnya adalah pengurangan atau bahkan menghilangkan kebutuhan akan

bantuan pangan.

Intervensi yang direncanakan perlu dilakukan untuk meningkatkan

standar kehidupan bagi orang-orang yang sangat miskin yang tidak dapat

menghasilkan makanan dalam jumlah yang mencukupi kebutuhan mereka

atau tidak memiliki sumber daya yang diperlukan untuk memperoleh

makanan yang dibutuhkan demi hidup sehat. Sejalan dengan mandat yang

didalamnya terdapat prinsip-prinsip universal, WFP akan terus melakukan

sebagai berikut :

Menggunakan bantuan pangan untuk mendukung

pembangunan sosial dan ekonomi

Memenuhi kebutuhan dari para pengungsi dan kebutuhan

pangan lainnya yang bersifat darurat dan dukungan logistic

yang berkaitan dengan hal tersebut

Mendorong keamanan pangan yang sesuai dengan

rekomendasi PBB dan FAO

Strategi-strategi dan kebijakan ini yang mengatur berbagai aktivitas

WFP untuk menyediakan bantuan pangan untuk:

Menyelamatkan hidup para pengungsi dan situasi darurat

lainnya

Untuk meningkatkan kualitas hidup dan nutrisi bagi

masyarakat yang tergolong rentan pada saat mereka mengalami

krisis

Untuk membantu membentuk berbagai aset dan mendorong

kemandirian masyarakat khususnya melalui berbagai program

padat karya

WFP sangat sesuai untuk memainkan peranan yang besar dalam

berkelanjutan dari bantuan yang bersifat darurat hingga pembangunan. WFP

akan memberikan prioritas untuk mendukung pencegahan, kesiapan dan

migrasi serta rehabilitasi pasca bencana sebagai bagian dari program-program

pembangunan. Adapun bantuan yang bersifat darurat akan digunakan

semaksimal mungkin demi tujuan bantuan dan pembangunan. Tujuan secara

keseluruhan dari hal ini adalah untuk membangun kemandirian masyarakat

setempat.

Dalam melaksanakan mandatnya, WFP akan berkonsentrasi untuk

menentukan tindakan yang tepat dengan sumber daya yang tersedia. WFP

akan memfokuskan pada aspek-aspek pembangunan untuk memaksimalkan

intervensi berbasis pangan. Hal ini akan mengakibatkan berbagai usaha yang

dilakukan bertujuan demi mencegah berbagai dampak negatif pada produksi

makanan pada tingkat lokal, pola konsumsi dan ketergantungan pada bantuan

pangan (World Food Programme Organization, 2010). WFP akan terus

memainkan peran yang signifikan dalam menyediakan transportasi dan

logistik serta bantuan untuk memastikan sampainya bantuan humaniter secara

cepat dan efisien.

Sifat WFP yang multilateral adalah merupakan salah satu

kekuatannya. WFP akan memaksimalkan kapabilitasnya untuk beroperasi

dimana saja tanpa mengacu pada orientasi politik dari pemerintah dan untuk

menyediakan bantuan dalam situasi yang mana banyak negara donor tidak

memberikan bantuan secara langsung. WFP akan menyediakan berbagai jasa

seperti saran, kantor, bantuan logistik dan informasi serta bantuan ke berbagai

negara untuk mendirikan dan mengatur berbagai program bantuan pangannya

secara mandiri.

II.4 World Food Programme di Sierra Leone

WFP telah beroprasi di Sierra Leone sejak tahun 1968. WFP

mendukung di daerah selatan, utara, barat, timur dengan sebuah kantor di

Freetown dan dua sub-kantor yang berlokasi di Kenema dan Makeni. WFP

pun berkerjasama dengan Pemerintah Sierra Leone dan partner-partner

lainnya untuk mengurangi atau memberantas kelaparan dan membangun

ketahanan dari kelompok masyarakat yang rentan, dengan mendukung

rekonstruksi dan rehabilitasi pasca perang sipil pada 1990-an.

Melewati berbagai situasi konflik yang dihadapi oleh Sierra Leone dan

akhrinya konflik berakhir sejak tahun 2002, pengungsi-pengungsi yang berada

di desa telah kembali ke daerah mereka, berusaha membangun kembali

pertanian yang rusak akibat perang bertahun-tahun. WFP telah berfokus

terhadap rekontruksi komunitas-komunitas tersebut, mengembalikan asset-

aset produktif membangun kembali mata pencaharian penduduk desa,

meningkatkan kesehatan pada ibu dan anak serta menumbuhkan pendaftaran

sekolah dasar. Dengan ini ada dua program yang dirilis oleh WFP untuk

Sierra Leone yaitu:

Protacted Relief and Recovery Operation (PRRO)

PRRO beroprasi di daerah yang terkena efek perang di bagian selatan dan

timur negara ini, program ini lebih berfokus kepada mata pencaharian dari

masyarakat yang membantu meningkatkan akses makanan, pasar, dan juga

pelayanan social.

Country Programme (CP)

Country Programme beroprasi di wilayah utara yang miskin dan kekurangan

pangan dan berfokus terhadap pengembangan pendidikan dasar dan

mengurangi tingkat malnutrisi di kalangan ibu dan balita.

Pemerintah Sierra Leone bersama WFP dan FAO telah berjanji untuk

berjuang mengatasi kelaparan yang melanda negeri tersebut (World Food

Programme, 2010). Semakin banyaknya sumber daya yang dicurahkan untuk

mengembangkan industry pangan, produksi ternak, dan penanaman benih

unggul. Mulainya penurunan pemberian bantuan pangan sejak 2002, ada

peningkatan pada pertumbuhan produksi pangan lokal. Jumlah bantuan

makanan yang mencapai negara tersebut pada 2006 hanya mencapai setengah

dari tahun 2002. Dari jumlah bantuan makanan perkapita Sierra Leone

menduduki peringkat 20 dari 40 negara di Afrika yang diberi bantuan

makanan sehari-hari.

Sebuah analisis mengenai kerentanan pasokan pangan biasanya

dilakukan oleh WFP tiap tahun di Sierra Leone untuk memberikan informasi

kepada pemerintahan dan pemegang kepentingan lainnya mengenai berapa

banyak populasi yang kekurangan, dimana populasi tersebut tinggal, dan

mengapa mereka mengalami kekurangan makanan. Analisis ini berperan

penting dalam mengurangi angka kelaparan dan mendukung penghidupan.

Pada tahun 2005, analisis mengenai keamanan pasokan pangan dan informasi

gizi dilakukan.

Pada tahun 2007 WFP melakukan survey untuk meng-update

informasi terkini mengenai produksi pangan local, penghidupan dan akses ke

bahan pangan di masing-masing distrik Sierra Leone sebagaimana untuk

menjadi panduan bagi WFP dan badan lainnya untuk memfokuskan

penanganan stabilitas pangan nasional, objektif khusus yang disebutkan

meliputi:

Menentukan proporsi rumah tangga di daerah pedesaan yang

mengalami kekurangan bahan pangan

Menilai level kekurangan bahan pangan dalam sudut pandang

demografis dan kelompok yang bervariasi di masyarakat.

Menilai produksi agrikultur local, dan menganalisa bagaimana

produksi makanan dapat dikombinasikan dengan pertanian

lokal, kegiatan ekonomi lainnya

Mendapatkan pandangan yang jelas bagaimana pasar bergerak,

aksesbilitas fisiknya, dan peranannya dalam

mempertahanankan stabilitas pngan di daerah pedesaan

Memberikan rekomendasi bagi orientasi program WFP

selanjutnya

Memberikan studi follow-up mengani indicator stabilitas

pangan yang digunakan CFSVA Sierra Leone pada tahun 2005

Pada tahun 2012, WFP telah membantu 455.900 masyarakat yang

rentan di wilayah Sierra Leone dengan 11.200 metric ton of food. Bantuan

WFP di Sierra Leone memfokuskan pada ketidaktangguhan pangan dan

masyarakat yang rentan di daerah pedesaan, pinggiran kota dan perkotaan

serta membantu pemerintah untuk mempercepat transisi dari usaha-usaha

pemulihan pasca perang sipil menuju pembangunan jangka panjang. WFP

bekerjasama pengen dengan pemerintah Sierra Leone dan mitra-mitra lainnya

berusaha untuk memenuhi target-target tujuan pembangunan dari tiga area

yang saling berkaitan yaitu pendidikan, kesehatan/nutrisi dan mata

pencaharian.

WFP mendukung melalui pendidikan dasar, menyediakan makanan

harian di sekolah-sekolah demi meningkatkan jumlah siswa yang masuk

sekolah khususnya anak-anak dari kelompok masyarakat yang rentan. WFP

juga berusaha untuk mendukung peningkatan kondisi kesehatan. nutrisi

wanita dan anak-anak setempat melalui program-program Kesehatan dan

Nutrisi Ibu dan Anak. Program ini juga menyediakan beberapa bantuan

makanan bagi masyarakat yang penghidap HIV dan TBC. WFP juga

mendukung mata pencaharian kelompok penduduk termiskin dengan

memfokuskan pada wanita dan anak-anak. Berbagai aktivitas pun dijalankan

terkait hal ini, seperti program-program Food for Work dan Cash for Work,

sebagaimana disediakannya penyediaan makanan melalui beberapa lembaga

pelatihan yang terpilih.