BAB II KERANGKA KONSEPTUAL, HASIL PENELITIAN ......Nuremberg Trial. Dalam Pasal 6 (c) London Charter...

67
9 BAB II KERANGKA KONSEPTUAL, HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS Bab ini berisi uraian hasil penelitian yang kemudian dianalisis sesuai dengan permasalahan penelitian yang telah dikemukakan dalam Bab I. Sebelum hasil penelitian dan analisis dikemukakan terlebih dahulu pada bagian awal Bab II ini tentang konsep-konsep yang relevan dengan permasalahan yang diteliti. A. Kerangka Konseptual 1. Pengertian Kejahatan Internasional Sampai sekarang belum ada definisi baku mengenai apa yang dimaksud dengan kejahatan internasional (international crimes). M. Cherif Bassiouni dalam bukunya International Criminal Law memberi definisi kejahatan internasional sebagai setiap tindakan yang ditetapkan di dalam konvensi- konvensi multilateral dan diikuti oleh sejumlah negara dan di dalamnya terdapat salah satu dari kesepuluh karakteristik pidana. 1 Sedangkan menurut Bryan A. Garner kejahatan internasional yaitu: pertama, suatu tindakan sebagai kejahatan berdasarkan perjanjian (treaty crime) di bawah hukum internasional atau hukum kebiasaan internasional dan mengikat individu secara langsung tanpa diatur dalam hukum nasional. Kedua, ketentuan dalam hukum internasional yang mengharuskan penuntutan terhadap tindakan- tindakan yang dapat dipidana berdasarkan prinsip yurisdiksi universal. 2 1 M. Cherif Bassiouni dalam Eddy O.S Hiariej, Pengantar Hukum Pidana Internasional (selanjutnya disingkat Eddy O.S Hiariej I), Jakarta, Erlangga, 2009, hlm. 46. 2 Bryan A. Garner, dalam Op.Cit.

Transcript of BAB II KERANGKA KONSEPTUAL, HASIL PENELITIAN ......Nuremberg Trial. Dalam Pasal 6 (c) London Charter...

Page 1: BAB II KERANGKA KONSEPTUAL, HASIL PENELITIAN ......Nuremberg Trial. Dalam Pasal 6 (c) London Charter of The International Military Tribunal secara lengkap dinyatakan: “Crimes Against

9

BAB II

KERANGKA KONSEPTUAL, HASIL PENELITIAN DAN

ANALISIS

Bab ini berisi uraian hasil penelitian yang kemudian dianalisis sesuai dengan

permasalahan penelitian yang telah dikemukakan dalam Bab I. Sebelum hasil

penelitian dan analisis dikemukakan terlebih dahulu pada bagian awal Bab II ini

tentang konsep-konsep yang relevan dengan permasalahan yang diteliti.

A. Kerangka Konseptual

1. Pengertian Kejahatan Internasional

Sampai sekarang belum ada definisi baku mengenai apa yang dimaksud

dengan kejahatan internasional (international crimes). M. Cherif Bassiouni

dalam bukunya International Criminal Law memberi definisi kejahatan

internasional sebagai setiap tindakan yang ditetapkan di dalam konvensi-

konvensi multilateral dan diikuti oleh sejumlah negara dan di dalamnya

terdapat salah satu dari kesepuluh karakteristik pidana.1 Sedangkan menurut

Bryan A. Garner kejahatan internasional yaitu: pertama, suatu tindakan

sebagai kejahatan berdasarkan perjanjian (treaty crime) di bawah hukum

internasional atau hukum kebiasaan internasional dan mengikat individu

secara langsung tanpa diatur dalam hukum nasional. Kedua, ketentuan dalam

hukum internasional yang mengharuskan penuntutan terhadap tindakan-

tindakan yang dapat dipidana berdasarkan prinsip yurisdiksi universal.2

1 M. Cherif Bassiouni dalam Eddy O.S Hiariej, Pengantar Hukum Pidana Internasional (selanjutnya

disingkat Eddy O.S Hiariej I), Jakarta, Erlangga, 2009, hlm. 46.

2 Bryan A. Garner, dalam Op.Cit.

Page 2: BAB II KERANGKA KONSEPTUAL, HASIL PENELITIAN ......Nuremberg Trial. Dalam Pasal 6 (c) London Charter of The International Military Tribunal secara lengkap dinyatakan: “Crimes Against

10

Berikut jenis-jenis kejahatan yang secara umum dianggap sebagai kejahatan

internasional:

a. Genosida

Istilah Genosida terdiri atas dua kata, yaitu ‘geno’ yang diambil dari bahasa

Yunani yang artinya ‘ras’ dan ‘cidium’ yang diambil dari bahasa Latin yang

bermakna ‘membunuh’. Sehingga secara harafiah genosida dapat diartikan

sebagai pembunuhan ras. Istilah ini diperkenalkan oleh Raphael Lemkin pada

tahun 1944. Lemkin adalah seorang Yahudi kelahiran Polandia yang

bermigrasi ke Amerika pada tahun 1930. Ia mulai menggunakan istilah

genosida dalam bukunya Axis Rule in Occupied Europe. Lemkin mencatat

bahwa istilah yang sama artinya dengan genocide adalah ethochide yang

berasal dari kata Yunani ‘ethnos’ yang berarti ‘bangsa’ dan kata Latin ‘cide’.

Istilah genocide ini semakin dikenal karena Amerika mengajukan tuntutan

terhadap para penjahat perang NAZI Jerman saat Nuremberg Trial

(Pengadilan Nuremberg) digelar,3

Oleh Raphael Lemkin genocide didefinisikan secara lengkap sebagai:

“Intentional coordinated plan of different actions aiming at the destruction

of essential foundations of the life of national groups with the aim of

annihilating the groups themselves. The objectives of such a plan would be

disintegration of the political and social institutions of culture, language,

national feelings, religion, economic existence, of national groups and the

destruction of the personal security, liberty, health, dignity and even the

lives of the individuals belonging to such groups, ... The actions involved

are directed against individuals, not in their individual capacity, but as

members of the national group.”

(Terjemahan bebas: Rencana terkoordinasi yang disengaja dari berbagai

tindakan yang bertujuan menghancurkan dasar-dasar penting kehidupan

kelompok nasional dengan tujuan untuk memusnahkan kelompok itu

sendiri. Tujuan dari rencana semacam itu adalah memporak-porandakan

institusi politik dan eksistensi sosial budaya, bahasa, perasaan nasional,

3 Eddy O.S Hiariej, Pengadilan atas Beberapa Kejahatan Serius terhadap Hak Asasi Manusia

(selanjutnya disingkat Eddy O.S Hiariej II), Jakarta, Erlangga, 2010, hlm. 7.

Page 3: BAB II KERANGKA KONSEPTUAL, HASIL PENELITIAN ......Nuremberg Trial. Dalam Pasal 6 (c) London Charter of The International Military Tribunal secara lengkap dinyatakan: “Crimes Against

11

agama, ekonomi dari kelompok kebangsaan tertentu serta penghancuran

keamanan pribadi, kebebasan, kesehatan, martabat dan bahkan kehidupan

individu yang tergabung dalam kelompok tersebut ... Tindakan yang

dilakukan diarahkan terhadap individu, bukan dalam kapasitas sebagai

pribadi, tetapi sebagai anggota kelompok kebangsaan).

b. Kejahatan terhadap Kemanusiaan

Kejahatan terhadap kemanusiaan pertama kali dikenal dalam Deklarasi

bersama pemerintah Prancis, Inggris dan Rusia tanggal 24 Mei 1915 yang

mengutuk tindakan Turki atas kekejaman yang dilakukannya selama perang

terhadap populasi Armenia. Dalam deklarasi bersama, tindakan itu diberi

nama “crimes against civilization and humanity”. Definisi lebih rinci terhadap

istilah ‘crimes against humanity’ dapat ditemukan dalam Piagam London yang

melahirkan Nuremberg Trial. Dalam Pasal 6 (c) London Charter of The

International Military Tribunal secara lengkap dinyatakan:

“Crimes Against Humanity: Namely, murder, extermination, enslavement,

deportation, and other inhumane acts committed against any civilian

population, before or during the war; or persecutions on political, racial

or religious grounds in execution of or in connection with any crime within

the jurisdiction of the tribunal, whether or not in violation of the domestic

law of the country where perpetrated.”

(Terjemahan bebas: Kejahatan terhadap Kemanusiaan: Yaitu, pembunuhan,

pemusnahan, perbudakan, deportasi, dan tindakan tidak manusiawi lainnya

yang dilakukan terhadap penduduk sipil manapun, sebelum atau selama

perang; Atau penganiayaan atas dasar-dasar politik, ras atau agama dalam

pelaksanaan atau sehubungan dengan kejahatan di dalam yurisdiksi

pengadilan, melanggar atau tidak secara hukum negara dalam negeri yang

melakukan pelanggaran).

Demikian pula dalam Charter of the International Military Tribunal for the

Far East yang membentuk Tokyo Trial. Definisi kejahatan terhadap

kemanusiaan terdapat dalam Pasal 5 (c) lengkapnya berbunyi:

“Crimes Against Humanity: Namely, murder, extermination, enslavement,

deportation, and other inhumane acts committed against any civilian

population, before or during the war; or persecutions on political, racial

or religious grounds in execution of or in connection with any crime within

Page 4: BAB II KERANGKA KONSEPTUAL, HASIL PENELITIAN ......Nuremberg Trial. Dalam Pasal 6 (c) London Charter of The International Military Tribunal secara lengkap dinyatakan: “Crimes Against

12

the jurisdiction of the tribunal, whether or not in violation of the domestic

law of the country where perpetrated. Leaders, organizers, instigators and

accomplices participating in the formulation or execution of a common

plan or conspiracy to commit any of the foregoing crimes are responsible

for all acts performed by any person in execution of such plan.”

(Terjemahan bebas: Kejahatan terhadap kemanusiaan: yaitu, pembunuhan,

pemusnahan, perbudakan, deportasi, dan tindakan tidak manusiawi lainnya

yang dilakukan terhadap penduduk sipil manapun, sebelum atau selama

perang; Atau penganiayaan atas dasar-dasar politik, ras atau agama dalam

pelaksanaan atau sehubungan dengan kejahatan di dalam yurisdiksi

pengadilan, apakah melanggar undang-undang nasional negara tempat

dilakukan atau tidak. Pemimpin, penyelenggara, penghasut dan kaki tangan

yang berpartisipasi dalam perumusan atau pelaksanaan rencana bersama

atau persekongkolan untuk melakukan kejahatan di atas bertanggung jawab

atas semua tindakan yang dilakukan oleh setiap orang dalam pelaksanaan

rencana tersebut.)

Istilah “kejahatan terhadap kemanusiaan” dalam Konvensi mengenai

Ketidakberlakuan Daluwarsa4 untuk Kejahatan Perang dan Kejahatan

terhadap Kemanusiaan, Resolusi Majelis Umum PBB 2391 (XXIII), 26

November 1968 tercantum dalam Pasal 1 (b). Secara eksplisit dalam pasal

tersebut dikatakan:

Kejahatan-kejahatan kemanusiaan apakah dilakukan dalam waktu perang atau

dalam waktu damai seperti yang didefinisikan dalam Piagam Nuremberg, 8

Agustus 1945 dan yang dikuatkan dengan resolusi-resolusi Majelis Umum

Perserikatan Bangsa-Bangsa, 3 (I) 13 Februari 1946 dan 95 (I) 11 Desember

1946 pengusiran dengan bersenjata, atau pendudukan dan perbuatan-

perbuatan tidak manusiawi, yang diakibatkan dari apartheid, dan kejahatan

genosida, seperti yang didefinisikan dalam Konvensi 1948 tentang

Pencegahan dan Penghukuman terhadap Kejahatan Genosida, sekalipun

4 Berdasarkan prinsip daluwarsa hak negara untuk mengenakan pidana terhadap pelaku tindak pidana

dianggap gugur setelah lewat waktu tertentu. Hal ini berarti dapat mencegah terjadinya penundaan proses hukum

namun dapat memberi peluang terjadinya impunitas, yaitu keadaaan dimana seorang pelaku tindak pidana tidak

tersentuh oleh hukum karena otoritas yang memiliki jurisdiksi tidak melakukan proses hukum. Oleh karena itu

melalui praktik kebiasaan internasional untuk kejahatan-kejahatan internasional prinsip daluwarsa tidak

diterapkan. Dikutip dari Arie Siswanto, Op.Cit., hlm. 272.

Page 5: BAB II KERANGKA KONSEPTUAL, HASIL PENELITIAN ......Nuremberg Trial. Dalam Pasal 6 (c) London Charter of The International Military Tribunal secara lengkap dinyatakan: “Crimes Against

13

perbuatan-perbuatan tersebut tidak merupakan kejahatan terhadap hukum

domestik dari negara tempat kejahatan-kejahatan itu dilakukan.5

c. Kejahatan Perang

Perang menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia merupakan permusuhan

antara dua negara (bangsa, agama, suku) ataupun pertempuran besar bersenjata

antara dua pasukan atau lebih.6 Hukum perang (Hukum Humaniter

Internasional) adalah sekumpulan norma-norma yang mengatur perihal

perang. Secara substansial hukum perang dibedakan menjadi dua kategori

yaitu ius ad bellum dan ius in bello.7 Ius ad bellum adalah norma-norma yang

mengatur tentang kapan dan dalam keadaan bagaimana sebuah perang yang

sah dapat dilancarkan Ius in bello adalah norma-norma yang mengatur hak dan

kewajiban dari pihak-pihak yang terlibat dalam perang. Hukum perang dalam

arti luas mencakup baik normaius ad bellum maupun norma ius in bello,

sedangkan hukum perang dalam arti sempit hanya mencakup norma ius in

bello.

Secara sederhana, kejahatan perang berpangkal dari segala tindakan yang

melanggar hukum dan kebiasaan dalam konflik bersenjata namun tidak setiap

pelanggaran terhadap norma hukum dan kebiasaan tersebut dapat

dikategorikan sebagai kejahatan perang. Cryer (et al.), mengatakan bahwa,

“[w]ar crimes law deals with the criminal responsibility of individuals for

serious violations of international humanitarian law.”8

5 Eddy O.S Hiariej I, Op.Cit., hlm. 62.

6 https://kbbi.web.id/perang, dikunjungi pada 25 Agustus 2017, pukul 10.20.

7 Arie Siswanto, Op.Cit., hlm. 148.

8 Robert Cryer dalam Arie Siswanto, Op.Cit., hlm. 165.

Page 6: BAB II KERANGKA KONSEPTUAL, HASIL PENELITIAN ......Nuremberg Trial. Dalam Pasal 6 (c) London Charter of The International Military Tribunal secara lengkap dinyatakan: “Crimes Against

14

Pengertian kejahatan perang dalam London Charter termuat dalam Pasal 6 (b)

yang secara tegas menyatakan:

“War Crimes: Namely, violations of the laws or customs of war. Such

violations shall include, but not be limited to, murder, ill-treatment or

deportation to slave labour or for any other purpose of civilian population

of or in occupied territory, murder or ill-treatment of prisoners of war or

persons on the seas, killing of hostages, plunder of public or private

property, wanton destruction of cities, towns or villages, or devastation not

justified by military necessity.”9

(Terjemahan bebas: Kejahatan perang: yaitu, melanggar hukum atau

kebiasaan perang. Pelanggaran tersebut harus mencakup, namun tidak terbatas

pada, pembunuhan, penganiayaan atau deportasi untuk kerja paksa atau untuk

tujuan lain penduduk sipil atau di wilayah yang diduduki, pembunuhan atau

penganiayaan terhadap tahanan perang atau orang-orang di laut, pembunuhan

sandera, perampasan harta benda publik atau pribadi, penghancuran kota, kota

atau desa yang tidak disukai, atau kehancuran yang tidak dibenarkan oleh

kebutuhan militer).

d. Kejahatan Agresi

Hingga detik ini belum ada kesepakatan mengenai definisi tentang kejahatan

agresi. Namun tidak berarti konsep tentang kejahatan agresi tidak ada.Konsep

kejahatan agresi ditemukan pada Piagam Mahkamah Militer Internasional

Nurenmberg dalam wujud kejahatan terhadap perdamaian (“crimes against

peace”). Pasal 6(a) dari Piagam tersebut memuat defenisi kejahatan terhadap

perdamaian sebagai berikut:

“Crimes against Peace: namely, planning, preparation, initiation or

waging of a war of aggression, or a war in violation of international

treaties, agreements or assurances…”

(Terjemahan bebas: Kejahatan terhadap Perdamaian: yaitu, perencanaan,

persiapan, inisiasi atau pelaksanaan perang agresi, atau perang yang

melanggar perjanjian internasional, kesepakatan atau jaminan ...).

Selain itu pada tahun 2002 ICC membentuk Kelompok Kerja Khusus dan

berhasil menyusun draft tentang definisi “kejahatan agresi” yang akan

diakomodasikan dalam amandemen Statuta Roma 1998. Berikut definisi

tentang kejahatan agresi yang dimuat dalam Artikel 8 bis:

9 London Charter of The International Military Tribunal, hlm. 2.

Page 7: BAB II KERANGKA KONSEPTUAL, HASIL PENELITIAN ......Nuremberg Trial. Dalam Pasal 6 (c) London Charter of The International Military Tribunal secara lengkap dinyatakan: “Crimes Against

15

“For the purpose of this Statute, “crime of aggression” means the planning,

preparation, initiation or execution, by a person in a position effectively to

exercise control over or to direct the political or military action of a State,

of an act of aggression which, by its character, gravity and scale,

constitutes a manifest violation of the Charter of the United Nations.”

Ketentuan tersebut mempertegas gagasan bahwa istilah kejahatan agresi secara

khusus menunjuk pada tindakan perseorangan sebagaimana dapat disimpulkan

dari frasa “by a person” dalam definisi di atas. Di dalam rumusan definisi

tersebut juga dapat ditemukan istilah “act of aggression”, yang dipahami

sebagai tindakan negara (act of a state). Oleh karena itu dengan melihat

definisi di atas keberadaan kejahatan agresi akan sangat tergantung pada

keberadaan act of aggression. Selanjutnya untuk menguraikan “act of

aggression” Artikel bis 8 merukuk pada definisi dan cakupan yang terdapat di

dalam Resolusi Majelis Umum PBB No. 3314 (XXIX)/1974.

Pengaturan lebih lanjut kejahatan agresi mengenai prinsip tanggung jawab

individu, pidana, dan lain-lain sama dengan pengaturan yang juga berlaku

untuk jenis tindak pidana yang menjadi jurisdiksi ICC, yaitu genosida,

kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan perang.

2. Pengaturan Kejahatan Internasional

Berikut pengaturan kejahatan internasional sebagaimana dimaksud dalam

uraian sebelumnya, khususnya mengenai tanggung jawab pidana secara

individual dan tanggung jawab komando yang menjadi fokus skripsi ini.

a. Statuta Roma 1998

Gagasan pertanggungjawaban pidana secara individual yang sudah mulai

dikemukakan dalam Piagam Mahkamah Militer Internasional Nurenberg juga

ditegaskan dalam Artikel 25 Statuta Roma 1998. Paragraf 1 artikel tersebut

menegaskan bahwa ICC memiliki jurisdiksi atas orang pribadi (natural

person). Melengkapi paragraf 1, paragraf 2 menyatakan bahwa:

“a person who commits a crime within the jurisdiction of the Court shall

be individually responsible and liable for punishment in accordance with

this Statute.”

Prinsip ini diperkuat oleh Artikel 33 Statuta Roma yang mengatur tentang

tanggung jawab individual dalam hal melakukan tindakan yang dilarang

Page 8: BAB II KERANGKA KONSEPTUAL, HASIL PENELITIAN ......Nuremberg Trial. Dalam Pasal 6 (c) London Charter of The International Military Tribunal secara lengkap dinyatakan: “Crimes Against

16

karena instruksi dari pemerintah atau atasannya, baik sipil maupun militer

namun ada pembatasan terhadap prinsip ini.10 Seseorang yang

diinstruksikan untuk melakukan perintah atasan tidak dipidana kalau syarat

berikut terpenuhi:

- Orang tersebut terikat kewajiban hukum untuk mematuhi instruksi dari

pemerintah atau atasannya;

- Orang tersebut tidak mengetahui bahwa instruksi yang diterimanya tidak

sah; dan

- Perintah yang diberikan tidak tampak sebagai perintah yang tidak sah.

1) Kriminalisasi

Setiap orang yang melakukan genosida, baik secara sendiri maupun

bersama-sama, atau yang menyuruhmelakukan (Artikel 25 (3)(a)

Statuta Roma 1998), setiap orang yang memerintahkan, mendorong,

atau menyebabkan terjadinya genosida atau percobaan genosida

(Artikel 25(3)(c) Statuta Roma 1998), setiap orang yang sengaja

mengambil peran dalam pelaksanaan genosida, dengan cara

mendorong perbuatan melibatkan genosida, atau dengan mengetahui

tujuan kelompok pelaku genosida (Artikel 25 (3)(d) Statuta Roma

19980, setiap orang yang secara langsung dan terbuka menghasut

orang lain untuk melakukan genosida (Artikel 25 (3)(e) Statuta Roma

1998), dan setiap orang yang melakukan percobaan genosida.11

2) Pidana

Sama seperti Statuta ICTY dan ICTR, Statuta Roma 1998 secara

implisit juga mengesampingkan dijatuhkannya hukuman pidana mati

10 Arie Siswanto,Op.Cit.,hlm. 63.

11 Ibid.

Page 9: BAB II KERANGKA KONSEPTUAL, HASIL PENELITIAN ......Nuremberg Trial. Dalam Pasal 6 (c) London Charter of The International Military Tribunal secara lengkap dinyatakan: “Crimes Against

17

kepada pelaku genosida dan kejahatan lain yang berada dalam cakupan

jurisdiksi ICC.

Artikel 77 Statuta Roma tersebut secara tegas menyatakan:

1. Subject to article 110, the Court may impose one of the

following penalties on a person convicted of a crime referred to in

article 5 of this Statute:

(a) Imprisonment for a specified number of years, which may not

exceed a maximum of 30 years; or

(b) A term of life imprisonment when justified by the extreme

gravity of the crime and the individual circumstances of the

convicted person.

2. In addition to imprisonment, the Court may order: (a) A fine

under the criteria provided for in the Rules of Procedure and

Evidence; (b) A forfeiture of proceeds, property and assets derived

directly or indirectly from that crime, without prejudice to the

rights of bona fide third parties.

( Terjemahan bebas:

1. Tunduk pada artikel 110, Mahkamah dapat mengenakan satu di

antara hukuman-hukuman berikut ini kepada seseorang yang

dihukum atas suatu kejahatan berdasarkan artikel 5 Statuta ini:

(a) Hukuman penjara selama tahun-tahun tertentu, yang tidak

melebihi batas tertinggi 30 tahun; atau

b) Hukuman penjara seumur hidup apabila dibenarkan oleh

gawatnya kejahatan dan keadaan-keadaan pribadi dari orang yang

dihukum.

2. Di samping hukuman penjara, Mahkamah dapat memutuskan:

51 (a) Denda berdasarkan kriteria yang ditetapkan dalam Hukum

Acara dan Pembuktian; (b) Penebusan hasil, kekayaan dan aset

yang berasal langsung atau tidak langsung dari kejahatan itu, tanpa

merugikan hak-hak pihak ketiga yang bona fide.)

Dapat kita ketahui bahwa ada dua jenis pidana yang dapat dijatuhkan

kepada pelaku genosida dan kejahatan internasional lain dalam

yurisdiksi ICC yaitu pidana pokok dan pidana tambahan.

Pemahaman pelaku dalam konteks tanggung jawab pidana secara

individual ini diperluas tidak hanya sebatas pelaku langsung melainkan

juga setiap orang yang bersama-sama melakukan tindak pidana

kejahatan terhadap kemanusiaan, orang yang memerintahkan,

Page 10: BAB II KERANGKA KONSEPTUAL, HASIL PENELITIAN ......Nuremberg Trial. Dalam Pasal 6 (c) London Charter of The International Military Tribunal secara lengkap dinyatakan: “Crimes Against

18

mendorong, menyuruhlakukan, membantu serta memfasilitasi

kejahatan terhadap kemanusiaan.

Sedangkan prinsip tanggung jawab komando (atasan bertanggung

jawab atas tindakan bawahannya) yaitu seorang komandan militer atau

seorang atasan dapat dianggap ikut memikul tanggung jawab pidana

atas tindakan yang dilakukan oleh bawahannya yang berada di bawah

kendali dan pengawasannya.

a) Perintah atasan dan perintah hukum tidak menghilangkan

tanggung jawab pidana pelaku

Tanggung jawab pidananya dapat dihapuskan jika:

- Ia terikat pada kewajiban hukum untuk mematuhi perintah atasannya

itu;

- Ia tidak mengetahui bahwa perintah atasannya itu bertentangan

dengan hukum; dan

b) Perintah atasannya tidak serta-merta bersifat melawan hukum

Jika perintah yang diberikan kepada pelaku itu adalah perintah untuk

melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan, perintah itu dikategorikan

sebagai perintah yang nyata-nyata melawan hukum, sehingga ketika

dilakukan oleh seorang bawahan ia tidak bisa melepaskan diri dari

tanggung jawab pidananya dengan alasan apapun.

Dari sisi pidana yang diancamkan, Statuta Roma 1998 menganut

gagasan yang sama seperti Statuta ICTY dan Statuta ICTR yaitu sama-

sama tidak mengenal pidana mati (death penalty) sebagai pidana yang

dapat dijatuhkan kepada pelaku kejahatan kemanusiaan.

Page 11: BAB II KERANGKA KONSEPTUAL, HASIL PENELITIAN ......Nuremberg Trial. Dalam Pasal 6 (c) London Charter of The International Military Tribunal secara lengkap dinyatakan: “Crimes Against

19

b. Sumber hukum lain

1) Konvensi Genosida 1948

Pada 9 Desember 1948 istilah genosida didefinisikan dalam

Convention on the Prevention and Punishment of the Crime of

Genocide yang diterima oleh Resolusi Majelis Umum PBB 260 (III).

Dalam Pasal 1 Konvensi tersebut dinyatakan bahwa genosida yang

dilakukan pada waktu damai atau pada waktu perang adalah kejahatan

menurut hukum internasional (... genocide, whether committed in time

of peace or in time of war, is a crime under international law...).

Sedangkan pengertian genosida dirumuskan secara lengkap dalam

Pasal 2 yang didahului dengan unsur umum sebelum uraian jenis-jenis

perbuatan genosida. Unsur umum dalam Pasal 2 berbunyi:

“In the present convention, genocide means any of the following

acts committed with intent to destroy, in whole or in part, a

national, ethnical, racial or religious group.”

(Terjemahan bebas: Dalam Konvensi ini, genosida diartikan

sebagai perbuatan-perbuatan berikut, yang dilakukan dengan

tujuan merusak begitu saja, keseluruhan ataupun sebagian, suatu

kelompok bangsa, etnis, rasial atau agama.)

Sementara Pasal 3 Konvensi Genosida 1948 menyebutkan bahwa

perbuatan-perbuatan yang dapat dihukum adalah genosida,

persekongkolan untuk melakukan genosida (conspiracy to commit

genocide), hasutan langsung dan di depan umum untuk melakukan

genosida (direct and public incitement to commit genocide), mencoba

melakukan genosida (attempt to commit genocide) dan penyertaan

dalam genosida (complicity in genocide). Dengan kata lain,

permufakatan jahat, percobaan dan penyertaan melakukan genosida,

dihukum sebagaimana melakukan genosida.

Page 12: BAB II KERANGKA KONSEPTUAL, HASIL PENELITIAN ......Nuremberg Trial. Dalam Pasal 6 (c) London Charter of The International Military Tribunal secara lengkap dinyatakan: “Crimes Against

20

2) Piagam Mahkamah Internasional Nuremberg

Setelah Perang Dunia II berakhir, empat negara sekutu yaitu Amerika,

Inggris, Prancis dan Uni Soviet menyatakan dalam Perjanjian London

(London Agreement) pada 8 Agustus 1945 akan berupaya untuk

mengadili para penjahat perang. Hal tersebut diwujudkan melalui

terbentuknya dua pengadilan yaitu Pengadilan Militer Internasional

(International Military Tribunal) di Nuremberg (Nürnberg) pada tahun

1945 dan pada tahun 1946 di Tokyo untuk mengadili para penjahat

perang yang utama.

Menurut Piagam Mahkamah Internasional Nuremberg, ada beberapa

prinsip-prinsip hukum internasional yang terkandung dalam piagam

tersebut yaitu:12

(1) Setiap orang bertanggung jawab dan harus dijatuhi hukuman

atas tindakan kejahatan yang dilakukannya menurut hukum

internasional.

(2) Adanya kenyataan bahwa hukum nasional (internal law) tidak

menerapkan hukuman bagi tindakan yang merupakan kejahatan

menurut hukum internasional tidak melepaskan pelaku dari tanggung

jawab menurut hukum internasional.

(3) Seorang kepala negara atau pejabat pemerintah yang

bertanggung jawab yang melakukan suatu kejahatan menurut hukum

internasional tidak menyebabkan mereka lepas dari tanggung jawab

menurut hukum internasional.

12 Natsri Anshari, Tanggung Jawab Komando menurut Hukum Internasional dan Hukum Nasional

Indonesia, dalam Andrey Sujatmoko, Hukum HAM dan Hukum Humaniter, Jakarta, RajaGrafindo Persada,

2014, hlm. 218.

Page 13: BAB II KERANGKA KONSEPTUAL, HASIL PENELITIAN ......Nuremberg Trial. Dalam Pasal 6 (c) London Charter of The International Military Tribunal secara lengkap dinyatakan: “Crimes Against

21

(4) Seseorang yang melakukan tindakan kejahatan menurut hukum

internasional sesuai dengan perintah pemerintahnya atau atasannya

tidak melepaskan dirinya dari tanggung jawab menurut hukum

internasional.

(5) Setiap orang yang didakwa melakukan suatu kejahatan

menurut hukum internasional berhak atas pengadilan yang adil

mengenai faktanya atau hukumnya.

(6) Kejahatan yang dihukum sebagai kejahatan menurut hukum

internasional, yaitu kejahatan terhadap perdamaian, kejahatan perang

dan kejahatan terhadap kemanusiaan adalah suatu kejahatan menurut

hukum internasional.

3) Statuta ICTY

Perang saudara yang terjadi di Yugoslavia pada tahun 1991-1993

merupakan perang dahsyat dengan terjadinya pembantaian dan

pembunuhan massal terhadap penduduk sipil yang menyebabkan

jatuhnya ribuan korban. Selain itu pada tahun 1994 di Rwanda Afrika

juga terjadi peristiwa serupa yaitu perang saudara yang juga

menimbulkan ribuan korban. Hal inilah yang mendasari Dewan

Keamanan PBB berdasarkan kewenangannya dalam Bab VII Piagam,

dalam kasus Bekas Yugoslavia Dewan Keamanan membentuk

Mahkamah Pidana Internasional dengan Resolusi Nomor 808 pada 22

Februari 1993 dan disempurnakan dengan Resolusi Nomor 827 pada

25 Mei 1993. Resolusi ini diamandemen dengan Resolusi Nomor 1166

Page 14: BAB II KERANGKA KONSEPTUAL, HASIL PENELITIAN ......Nuremberg Trial. Dalam Pasal 6 (c) London Charter of The International Military Tribunal secara lengkap dinyatakan: “Crimes Against

22

pada 11 Mei 1998, kemudian diamandemen lagi dengan Resolusi

Nomor 1329 pada tanggal 30 November 2000.13

Pengadilan Pidana Internasional untuk Bekas Yugoslavia

(International Criminal Tribunal for the former Yugoslavia) adalah

sebuah badan PBB yang didirikan untuk mengadili para penjahat

perang di Yugoslavia. Pengadilan atau tribunal ini berfungsi sebagai

sebuah pengadilan ad-hoc yang merdeka dan terletak di Den Haag,

Belanda. Sedangkan Statuta ICTY adalah instrument hukum

internasional yang menjadi landasan pembentukan ICTY.

Berikut yurisdiksi yang dimiliki ICTY:

- Yurisdiksi Personal, yaitu kewenangan untuk mengadili

individu (bersifat individual), artinya bahwa pertanggungjawaban

diberikan secara individu dengan tidak memandang status ataupun

kedudukan di dalam Negara Yugoslavia. Perbuatan yang termasuk

dalam hal ini dapat berupa suatu perencanaan, memerintahkan,

melaksanakan ataupun sebagai orang yang bertindak melaksanakan

perintah yang diberikan oleh atasannya (komando).

- Yurisdiksi Teritorial, yaitu kewenangan untuk mengadili

berkaitan dengan wilayah Bekas Yugoslavia dan berdasarkan Artikel 8

ICTY, yurisdiksi Mahkamah meluas dari wilayah bekas Republik

Federasi Yugoslavia termasuk permukaan daratan, ruang udara dan

perairan teritorialnya. Namun jika ditinjau dari segi tempat atau

teritorialnya, peristiwa kriminal tersebut tidak dapat dipisahkan

13 Anis Widyawati, Hukum Pidana Internasional, Jakarta Timur, Sinar Grafika, 2014, hlm. 144.

Page 15: BAB II KERANGKA KONSEPTUAL, HASIL PENELITIAN ......Nuremberg Trial. Dalam Pasal 6 (c) London Charter of The International Military Tribunal secara lengkap dinyatakan: “Crimes Against

23

sehingga peristiwa tersebut harus dipandang sebagai satu kesatuan

yang terjadi di dalam wilayah Bekas Yugoslavia.

- Yurisdiksi Temporal, yaitu kewenangan yang terkait waktu

berlakunya dari peristiwa kejahatan yang terjadi di Bekas Yugoslavia,

yang terjadi mulai 1 Januari 1991 dengan tidak menegaskan batas akhir

(Artikel 8 ICTY). Ketentuan tidak menegaskan batas akhir ini

membuat Mahkamah tidak terikat oleh batas waktu terakhirnya

sehingga Mahkamah dapat bertindak dengan fleksibel dalam

menjalankan tugas dan kewenangannya.

- Yurisdiksi Kriminal, yaitu kewenangan Mahkamah dalam

melakukan tindakan untuk menangkap, menahan dan mengadili para

pelaku berkaitan dengan kejahatan-kejahatan yang termasuk dalam

kewenangan Mahkamah yaitu atas pelanggaran serius hukum

humaniter internasional (serious violations of international

humanitarian law). Yurisdiksi kriminal yang dimiliki Mahkamah yaitu

pelanggaran berat atas Konvensi-Konvensi Jenewa 1949 (grave

breaches of the Geneva Conventions of 1949), pelanggaran atas hukum

atau kebiasaan perang (violations of laws of customs of war), genosida

(genocide) dan kejahatan terhadap kemanusiaan (crimes against

humanity).

Artikel 7(3) Statuta ICTY tentang pertanggungjawaban pidana

individu menyatakan bahwa:

“The fact that any of the acts referred to in articles 2 to 5 of the

present Statute was committed by a subordinate does not relieve

his superior of criminal responsibility if he knew or had reason to

know that the subordinate was about to commit such acts or had

done so and the superior failed to take the necessary and

reasonable measures to prevent such acts or to punish the

perpetrators thereof.”

Page 16: BAB II KERANGKA KONSEPTUAL, HASIL PENELITIAN ......Nuremberg Trial. Dalam Pasal 6 (c) London Charter of The International Military Tribunal secara lengkap dinyatakan: “Crimes Against

24

(Terjemahan bebas: Fakta bahwa tindakan yang disebutkan dalam

Artikel 2 hingga 5 dari Statuta ini dilakukan oleh bawahan dan

tidak membebaskan atasannya dari tanggung jawab pidana jika dia

mengetahui atau memiliki alasan untuk mengetahui bahwa

bawahannya tersebut akan melakukan tindakan atau telah

melakukan tindakan tersebut dan atasannya gagal mengambil

tindakan yang diperlukan dan masuk akal untuk mencegah

tindakan tersebut atau untuk menghukum bawahannya

(pelakunya).”

Dari kutipan tersebut kita mengetahui bahwa Statuta ICTY juga

mengatur tentang tanggung jawab komando dan memiliki pernyataan

yang sama seperti Statuta Roma.

4) Statuta ICTR

Pengadilan Kriminal Internasional untuk Rwanda (International

Criminal Tribunal for Rwanda) adalah pengadilan internasional yang

didirikan pada November 1994 oleh Dewan Keamanan Perserikatan

Bangsa-Bangsa berdasarkan Resolusi 955 tanggal 9 November 1994

dengan tujuan untuk mengadili orang yang bertanggung jawab atas

terjadinya Genosida Rwanda dan pelanggaran hukum internasional lain

di Rwanda dari 1 Januari hingga 31 Desember 1994.14 Tempat

kedudukan Mahkamah ini di Arusha, Tanzania.

Berikut yurisdiksi yang dimiliki Mahkamah ICTR:

- Yurisdiksi Personal, yaitu kewenangan yang terbatas pada

individu bukan pada badan hukum lain seperti negara, organisasi

internasional maupun badan hukum publik maupun privat.

Sebagaimana yang diatur Artikel 2 ICTR yaitu individu-individu yang

14 https://id.wikipedia.org/wiki/Pengadilan_Kriminal_Internasional_untuk_Rwanda, dikunjungi pada

29 Agustus 2017, pukul 15.09.

Page 17: BAB II KERANGKA KONSEPTUAL, HASIL PENELITIAN ......Nuremberg Trial. Dalam Pasal 6 (c) London Charter of The International Military Tribunal secara lengkap dinyatakan: “Crimes Against

25

merencanakan, memerintahkan, melakukan, memberikan bantuan atau

turut serta dalam perencanaan, persiapan atau pelaksanaan kejahatan-

kejahatan yang ditentukan dalam Artikel 2-4 ICTR, yang mereka itu

bertanggungjawab secara individual atas kejahatan yang dilakukan.15

- Yurisdiksi Teritorial, berdasarkan Artikel 7 ICTR yurisdiksi

territorial Mahkamah ini yaitu wilayah Rwanda yang meliputi

permukaan daratan, ruang, udara termasuk wilayah negara tetangga

yang berkenaan dengan pelanggaran serius yang dilakukan oleh warga

negara Rwanda.

- Yurisdiksi Temporal, ditegaskan dalam Artikel 7 ICTR dan

yang menjadi kewenangan Mahkamah dalam menangani perkara yang

berlangsung antara tanggal 1 Januari 1994 sampai 31 Desember 1994.

Berbeda dengan yurisdiksi temporal Mahkamah ICTY yang tidak

memiliki batas waktu, yurisdiksi Mahkamah ICTR memiliki rentang

waktu yang dalam ketentuan ini telah dijelaskan secara jelas.

- Yurisdiksi Kriminal

Berikut yang termasuk dalam yurisdiksi kriminal Mahkamah Rwanda

yaitu pelanggaran serius (the most serious crimer) atas hukum

humaniter internasional yang meliputi genosida (genocide), kejahatan

terhadap kemanusiaan (crimes against humanity), pelanggaran atas

Artikel 3 Konvensi-Konvensi Jenewa 1949 dan Protokol Tambahan II

(violations of Article 3 common to the Genewa Conventions and of

Additional Protocol II).

15 Anis Widyawati, Op.Cit., hlm. 148.

Page 18: BAB II KERANGKA KONSEPTUAL, HASIL PENELITIAN ......Nuremberg Trial. Dalam Pasal 6 (c) London Charter of The International Military Tribunal secara lengkap dinyatakan: “Crimes Against

26

Statuta ICTR juga sama-sama mengatur tentang tanggung jawab

komando. Artikel 6(3) Statuta ICTR menyatakan bahwa:

“The fact that any of the acts referred to in Articles 2 to 4 of the

present Statute was committed by a subordinate does not relieve

his or her superior of criminal responsibility if he or she knew or

had reason to know that the subordinate was about to commit such

acts or had done so and the superior failed to take the necessary

and reasonable measures to prevent such acts or to punish the

perpetrators thereof.”

(Terjemahan bebas: Fakta bahwa setiap tindakan sebagaimana

yang diatur Artikel 2 hingga 4 dari Statuta ini adalah yang

dilakukan oleh bawahan dan tidak membebaskan atasannya dari

tanggung jawab pidana jika dia tahu atau punya alasan untuk

mengetahui bahwa bawahannya akan melakukan tindakan atau

telah melakukan tindakan kejahatan serta atasan tersebut gagal

mengambil tindakan yang diperlukan dan masuk akal untuk

mencegah tindakan tersebut ataupun menghukum para pelakunya.)

3. Penegakan Hukum terhadap Kejahatan Internasional

a. Mahkamah Pidana Internasional (ICC)

1) Pembentukan dan Dasar Hukum ICC

Mahkamah Pidana Internasional (International Criminal Court) adalah

pengadilan pidana internasional yang bersifat permanen yang bertujuan

untuk menuntut setiap individual yang melakukan kejahatan genosida,

kejahatan terhadap kemanusiaan, kejahatan perang dan kejahatan

agresi. Lembaga ini menjadi pengadilan pidana internasional permanen

yang pertama karena pengadilan pidana internasional sebelumnya

bersifat ad hoc. ICC merupakan mahkamah yang didirikan oleh suatu

keputusan Dewan Keamanan PBB yang bertindak di bawah Bab VII

Piagam PBB berkenaan dengan pemeliharaan perdamaian dan

keamanan internasional.

Statuta Roma 1998 merupakan landasan berdirinya ICC, yang juga

telah menetapkan prinsip-prinsip dasar dari lembaga tersebut

Page 19: BAB II KERANGKA KONSEPTUAL, HASIL PENELITIAN ......Nuremberg Trial. Dalam Pasal 6 (c) London Charter of The International Military Tribunal secara lengkap dinyatakan: “Crimes Against

27

sebagaimana tercantum dalam tabel sebagai berikut:

Page 20: BAB II KERANGKA KONSEPTUAL, HASIL PENELITIAN ......Nuremberg Trial. Dalam Pasal 6 (c) London Charter of The International Military Tribunal secara lengkap dinyatakan: “Crimes Against

28

TABEL 1

PRINSIP-PRISIP DASAR INTERNATIONAL CRIMINAL COURT16

No. Prinsip Keterangan

1. Komplementer, Pasal

1 Statuta Roma 1998

ICC merupakan pelengkap dari yurisdiksi pidana

nasional. Berdasarkan prinsip ini, ICC hanya bersifat

pelengkap terhadap yurisdiksi pidana suatu negara.

Dimuatnya prinsip ini, sekaligus merupakan pengakuan

terhadap prinsip kedaulatan negara dan harapan

masyarakat internasional agar sistem hukum nasional

memuat pengaturan hukum untuk mengatur dan

menghukum tindak-tindak pidana yang menjadi

keprihatinan dunia.

2. Penerimaan, Pasal 17

Statuta Roma 1998

ICC dapat menentukan bahwa suatu kasus dinyatakan

tidak dapat diterima apabila:

a. Kasusnya sedang diperiksa atau diadili oleh

negara setempat;

b. Perkaranya telah diselidiki oleh negara setempat

dan negara tersebut memutuskan untuk tidak melakukan

tuntutan terhadap orang yang bersangkutan;

c. Orang yang bersangkutan telah diadili untuk

perbuatan yang sama dengan perbuatan yang menjadi

dasar tuntutan ICC seperti disebut dalam Pasal 20 ayat 3

Statuta;

d. Kasusnya tidak cukup berat untuk memerlukan

tindakan lebih lanjut dari ICC.

3. Otomatis, (Automatic

Principle), Pasal 12

ayat (1) Statuta Roma

1998

Pelaksanaan yurisdiksi ICC atas tindak- tindak pidana

yang tercantum dalam Statuta tidak memerlukan

persetujuan sebelumnya dari negara pihak. Selanjutnya

atas dasar Pasal 12 ayat (2) Statuta, ICC dapat

melaksanakan yurisdiksinya, apabila

a. Kejahatan terjadi di wilayah negara pihak Statuta

b. Orang yang melakukan kejahatan tersebut adalah

warga negara dari negara pihak tersebut.

4. Ratio Temporis

(Yurisdiksi Temporal)

Pasal 24Statuta Roma

1998

ICC tidak boleh melaksanakan yurisdiksinya atas

kejahatan-kejahatan yang terjadi sebelum berlakunya

Statuta.

5. Prinsip Nullum

Crimen Sine Lege

Pasal 22 dan Pasal

23Statuta Roma 1998

Pasal 22 Statuta menjelaskan bahwa tidak seorangpun

dapat bertanggung jawab secara pidana berdasarkan

Statuta, kecuali tindakan tersebut waktu dilakukan

merupakan suatu tindak pidana yang berada dalam

yurisdiksi ICC. Pasal 23 menegaskan bahwa seseorang

yang telah didakwa ICC hanya dapat dijatuhi pidana

sesuai dengan Statuta.

16 Boer Mauna dalam Denny Ramdhany, Hukum Humaniter Internasional dalam studi hubungan

internasional, Depok, Rajagrafindo Persada, 2009, hlm. 172.

Page 21: BAB II KERANGKA KONSEPTUAL, HASIL PENELITIAN ......Nuremberg Trial. Dalam Pasal 6 (c) London Charter of The International Military Tribunal secara lengkap dinyatakan: “Crimes Against

29

6. Prinsip Neb is idem

Pasal 20Statuta Roma

1998

Seseorang tidak dapat dituntut lagi di ICC atas tindak

pidana yang sama yang telah diputuskan atau dibebaskan

oleh ICC.

7. Prinsip Ratio Loctie

(Yurisdiksi Teritorial)

Pasal 12 ayat

(2)Statuta Roma 1998

ICC mempunyai yurisdiksi atas kejahatan-kejahatan

yang dilakukan di wilayah negara-negara pihak tanpa

memandang kewarganegaraan dari pelaku.

8. Prinsip Tanggung

Jawab Pidana secara

Individu

Pasal 25Statuta Roma

1998

Seseorang yang melakukan suatu tindak pidana dalam

wilayah yurisdiksi ICC bertanggung jawab secara pribadi

dan dapat dihukum sesuai Statuta.

9. Prinsip Praduga Tak

Bersalah

(Presumption of

Innocence)

Pasal 66Statuta Roma

1998

Setiap orang dianggap tidak bersalah sampai terbukti

bersalah di depan ICC sesuai hukum yang berlaku.

10. Prinsip Hak Veto

Dewan Keamanan

(DK) untuk

Menghentikan

Penuntutan

DK (Security Council)17 dapat mencegah ICC dalam

melaksanakan yurisdiksinya sesuai Pasal 16 yang

berbunyi tidak ada penyidikan atau penuntutan yang

dapat dimulai atau dilaksanakan sesuai Statuta untuk

jangka waktu 12 bulan, setelah DK dalam resolusinya

yang dibuat menurut Bab VII, meminta ICC untuk

menangguhkan penyidikan atau tuntutan.

2) Kewenangan ICC

ICC menganut prinsip complementarity, yang artinya ICC hanya

sebagai pelengkap pengadilan nasional suatu negara karena negara

tersebut sudah mempunyai kewajiban berdasar hukum internasional

untuk mengadili individu yang bertanggung jawab atas kejahatan yang

terjadi. Mahkamah ICC hanya akan mengadili apabila negara tersebut:

- Tidak mampu (unable) atau tidak bersedia (unwilling) atau

- Hanya menjalankan pengadilan pura-pura untuk membebaskan

terdakwa dari pertanggungjawaban pidana;

17 Anis Widyawati, Op.Cit., hlm. 156.

Page 22: BAB II KERANGKA KONSEPTUAL, HASIL PENELITIAN ......Nuremberg Trial. Dalam Pasal 6 (c) London Charter of The International Military Tribunal secara lengkap dinyatakan: “Crimes Against

30

- Tidak menjalankan pengadilan secara independen (mandiri)

dan imparsial (tidak memihak).

ICC tidak akan mengadili suatu kasus jika kasus sedang diselidiki atau

tituntut oleh suatu negara yang mempunyai yurisdiksi atau kasus

tersebut, kecuali jika:

- Negara tersebut tidak bersedia atau benar-benar tidak dapat

melakukan penyelidikan atau penuntutan;

- Langkah-langkah hukum sudah atau sedang dilakukan atau

keputusan nasional yang diambil untuk tujuan melindungi orang yang

bersangkutan dari tanggung jawab pidana atas kejahatan;

- Ada suatu penangguhan (proses,penundaan) yang tidak dapat

dibenarkan dalam langkah-langkah hukum yang tidak sesuai dengan

maksud untuk membawa orang yang bersangkutan ke depan

mahkamah atau

- Langkah-langkah hukum dulu atau sekarang tidak dilakukan

secara mandiri atau memihak.

3) Organ-organ ICC

ICC memiliki tujuan untuk bertindak sebagai lembaga (sarana)

pencegah terhadap orang yang berencana melakukan kejahatan serius

menurut hukum internasional, mendesak pengadilan nasional yang

bertanggung jawab secara mendasar untuk mengajukan mereka yang

bertanggung jawab terhadap pelanggaran hak asasi manusia,

mengupayakan agar para korban pelanggaran hak asasi manusia dan

keluarganya bisa memiliki kesempatan untuk mendapatkan keadilan

Page 23: BAB II KERANGKA KONSEPTUAL, HASIL PENELITIAN ......Nuremberg Trial. Dalam Pasal 6 (c) London Charter of The International Military Tribunal secara lengkap dinyatakan: “Crimes Against

31

dan kebenaran. Untuk mewujudkan tujuan dari ICC tersebut diperlukan

organ-organ di dalamnya. Berikut organ-organ di dalam ICC:

- Presidency

Pada dasarnya menurut Artikel 38 paragraf (1) Statuta Roma 1998, ICC

memiliki 18 Pre-Trial Division hakim. Lembaga Kepresidenan ICC

terdiri atas 3 hakim (1 ketua dan 2 wakil ketua) yang dipilih oleh

seluruh hakim ICC. Lembaga Kepresidenan ini bertugas dalam

pelaksanaan fungsi ICC kecuali fungsi penuntutan yang ada di tangan

Prosecutor.

- Divisions

Ada 3 divisi judisial yang terdapat dalam ICC. Pertama Pre-Trial

Division, Trial Division dan Appeals Division. Appeals Division

beranggotakan Presiden ICC dan 4 hakim lainnya, dan Trial Division

sekurang-kurangnya beranggotakan 6 hakim ICC. Hakim yang

menjadi anggota Appeals Division hanya bertugas pada divisi tersebut

sepanjang masa jabatannya.

Kedelapan belas hakim ICC membentuk Chambers yang secara

fungsional menjalankan persidangan sesuai dengan tahapan

pemeriksaan suatu perkara. Sehingga ICC terdiri atas 3 Chambers yaitu

Pre-Trial Chamber, Trial Chambers dan Appeals Chamber. Seluruh

hakim yang menjadi bagian dari Appeals Division dengan sendirinya

juga akan menjadi anggota Appeals Chamber. Trial Chamber terdiri

atas 5 hakim yang diambil dari antara and Cooperation Division hakim-

hakim yang berada di Trial Division. Pre-Trial Chamber terdiri atas 3

hakim yang diambil dari antara hakim-hakim di Pre-Trial Division,

Page 24: BAB II KERANGKA KONSEPTUAL, HASIL PENELITIAN ......Nuremberg Trial. Dalam Pasal 6 (c) London Charter of The International Military Tribunal secara lengkap dinyatakan: “Crimes Against

32

meskipun pula dimungkinkan pula untuk menunjuk hakim tunggal

dalam hal-hal tertentu.

- The Office of the Prosecutor

Memiliki fungsi untuk melakukan penyelidikan atas dugaan terjadinya

kejahatan internasional dan melakukan penuntutan terhadap

pelakunya. Office of the Prosecutor dikepalai oleh seorang Prosecutor

(Jaksa) yang dibantu oleh seorang Deputy Prosecutor. Office of the

Prosecutor terdiri atas dua divisi yaitu pertama Jurisdiction,

Complementary dan kedua Investigation Division. Prosecutor dipilih

oleh Majelis Negara-Negara Pihak (Assembly of State Parties) untuk

masa jabatan 9 tahun.

- The Registery (Panitera)

Kepaniteraan memiliki tugas dalam bidang nonyudisial, administratif

dan pelayanan di bawah Presiden Mahkamah.Anggota dari

kepaniteraan ini berasal dari negara peserta yang mendapat

rekomendasi dari Mahkamah.Panitera bekerja secara penuh waktu

dengan masa jabatan selama 5 tahun dan dapat dipilih lagi dengan

kesempatan satu kali saja. Kepaniteraan Mahkamah sendiri terdiri atas

unit korban dan unit saksi yang berguna untuk membantu Mahkamah

(hakim) melaksanakan tugasnya untuk mengadili para pelaku

kejahatan internasional.

b. Prosedur Pemeriksaan dan Penanganan Perkara di ICC

Prosedur pemeriksaan dan Penanganan perkara yaitu hukum acara yang

dilakukan oleh Mahkamah Pidana Internasional (ICC) semuanya sesuai

dengan ketentuan yang diatur dalam Statuta Roma 1998. Untuk kepentingan

Page 25: BAB II KERANGKA KONSEPTUAL, HASIL PENELITIAN ......Nuremberg Trial. Dalam Pasal 6 (c) London Charter of The International Military Tribunal secara lengkap dinyatakan: “Crimes Against

33

peradilan Mahkamah, hukum acara dan pembuktian tersebut juga telah

disahkan oleh Majelis Negara Peserta berdasarkan suara mayoritas 2/3 dari

seluruh anggota negara peserta. Pada dasarnya ketentuan yang diatur Statuta

Roma 1998 hanyalah ketentuan dasar dan pedoman di dalam menerapkan dan

menjalankan persidangan yang berhubungan dengan hukum acara dan proses

pembuktian yang akan dilakukan. Artikel 5 Statuta Roma 1998 menerangkan

apabila terjadi pertentangan antara ketentuan hukum acara dan pembuktian

maka yang akan diutamakan yaitu ketentuan dasar yang diatur dalam Statuta

Roma 1998. Jadi, kedudukan Statuta Roma 1998 lebih tinggi kedudukannya

jika dibandingkan dengan hukum acara dan pembuktian. Ini merupakan

penerapan dari salah satu adagium hukum “lex superior derogat lex inferiori”

yaitu undang-undang yang lebih tinggi mengenyampingkan undang-undang

yang lebih rendah tingkatannya.

Artikel 1 Statuta Roma 1998 juga menyebutkan bahwa ICC merupakan

pelengkap bagi yurisdiksi hukum pidana nasional, sehingga harus

mendahulukan sistem nasional. Kecuali jika sistem nasional yang ada benar-

benar tidak mampu (unable) dan tidak bersedia (unwilling) untuk melakukan

penyelidikan atau menuntut tidak pidana yang terjadi. Dalam hal ini ada

beberapa alasan dari suatu tindak pidana yang tidak dapat diterima atau

disidangkan oleh ICC yaitu sebagaimana diatur di dalam Artikel 17 Statuta

Roma 1998 yaitu sebagai berikut.

1) Suatu perkara tidak dapat diterima untuk ditangani oleh ICC apabila:

a) Kasusnya sedang disidik atau dituntut oleh suatu negara yang

mempunyai yurisdiksi atas perkara tersebut, kecuali bila negara tersebut tidak

bersedia atau tidak dapat melakukan penyidikan dan penuntutan;

Page 26: BAB II KERANGKA KONSEPTUAL, HASIL PENELITIAN ......Nuremberg Trial. Dalam Pasal 6 (c) London Charter of The International Military Tribunal secara lengkap dinyatakan: “Crimes Against

34

b) Kasusnya telah disidik oleh suatu negara yang mempunyai yurisdiksi

atas perkara tersebut dan negara itu telah memutuskan untuk tidak menuntut

orang yang bersangkutan, kecuali apabila keputusan itu diambil karena

ketidakmauan (unwilling) atau ketidakmampuan (unable) untuk melakukan

penuntutan;

c) Tersangka telah diadili atas perbuatan yang diadukan atau pengadilan

tidak berwenang mengadili berdasarkan Artikel 20 ayat (3) Statuta Roma

1998;

d) Kasusnya tidak cukup berat untuk diperiksa dan diadili oleh ICC.

2) Dalam rangka menentukan ketidaksediaan negara tertentu untuk

menuntut yang bersalah, ICC mempertimbangkan dengan mengacu pada

prinsip-prinsip hukum internasional, yaitu mengenai hal-hal sebagai berikut.

a) Tampak adanya upaya hukum dan sikap nasional suatu negara untuk

melindungi atau menutupi perbuatan si pelaku dari tanggung jawab yurisdiksi

ICC sebagaimana diatur dalam Artikel 15 Statuta Roma 1998.

b) Tindakan penangguhan yang tidak dapat dibenarkan yang bersifat

tidak rela membawa orang yang bersalah ke pengadilan untuk diadili.

c) Tampak adanya upaya hukum yang mencerminkan tindakan yang

tidak sesuai dengan maksud untuk membawa orang yang bersalah ke

pengadilan untuk diadili.

3) Untuk menentukan ketidakmampuan (unable) dalam suatu kasus

tertentu, ICC mempertimbangkan apakah disebabkan kekurangan sistem

nasionalnya secara menyeluruh/sebagian besar, sehingga negara tersebut tidak

mampu menghadirkan tersangka, tidak dapat menunjukkan bukti dan

kesaksian yang diperlukan atau ada upaya hukum ke arah pemeriksaan di

pengadilan.

Page 27: BAB II KERANGKA KONSEPTUAL, HASIL PENELITIAN ......Nuremberg Trial. Dalam Pasal 6 (c) London Charter of The International Military Tribunal secara lengkap dinyatakan: “Crimes Against

35

Terdapat beberapa tahap di dalam prosedur pemeriksaan perkara terhadap

kasus-kasus kejahatan internasional yang diadili oleh ICC, yaitu sebagai

berikut.

1) Pemeriksaan pendahuluan (pra persidangan), merupakan pemeriksaan

kepada pelaku kejahatan beserta administrasi (surat perintah) penahanan

sebelum akan disidangkan. Dalam persidangan ini hakim (bagian pra

peradilan) harus meninjau keputusan mengenai penahanan atau pelepasan

sementara terhadap orang yang bersangkutan yaitu pelaku selain itu dalam

persidangan ini juga Jaksa Penuntut berperan dalam surat dakwaan dan alat-

alat bukti untuk memperkuat alasan-alasan berkenaan dengan tersangka

(tertuduh) telah melakukan kejahatan.

2) Persidangan dan pengambilan putusan oleh ICC

Artikel 62 Statuta Roma 1998 menyebutkan bahwa persidangan harus

dilakukan di tempat kedudukan Mahkamah yaitu di Den Haag, Belanda.

Artikel 63 ayat (1) Statuta Roma 1998 juga menyebutkan bahwa persidangan

harus dihadiri oleh kehadiran terdakwa (in absentia). Hukum acara yang

ditentukan Statuta Roma 1998 yaitu bahwa pemeriksaan mengenai kesalahan

terdakwa dilakukan dengan memaparkan fakta-fakta dalam tindak pidana atau

kejahatan dan bukti-bukti yang bersangkutan dengan pemeriksaan perkara

tersebut. Pengadilan ini mempunyai prinsip dalam keadilan, menghormati hak-

hak terdakwa dan memperhatikan perlindungan korban dan saksi. Persidangan

ICC ini pada dasarnya dibuka untuk umum, kecuali yang ditentukan lain

(tertutup untuk umum). Selain itu pengadilan juga mempunyai wewenang

untuk menetapkan relevan atau tidaknya mengenai alat bukti yang diajukan

dan mengambil langkah-langkah demi tertibnya jalan persidangan. Dalam

persidangan ini peran Ketua Majelis Hakim memberikan pengarahan yang

Page 28: BAB II KERANGKA KONSEPTUAL, HASIL PENELITIAN ......Nuremberg Trial. Dalam Pasal 6 (c) London Charter of The International Military Tribunal secara lengkap dinyatakan: “Crimes Against

36

menyakinkan bahwa peradilan dilakukan secara adil dan tidak memihak

dengan memperhatikan bukti-bukti dari ketentuan-ketentuan dalam Statuta

tersebut. Setelah proses persidangan berlangsung maka selanjutnya hakim

Mahkamah akan mengambil putusan yang dapat berupa putusan bebas dari

segala tuntutan dan hukuman pidana (sanksi pidana). Hal tersebut sesuai

dengan bukti-bukti yang diajukan oleh Jaksa Penuntut. Putusan yang akan

dikeluarkan oleh Mahkamah harus memenuhi syarat-syarat yang ditentukan

dalam Artikel 74 Statuta Roma 1998, yaitu:

1) All the judges of the Trial Chamber shall be present at each stage of

the trial and throughout their deliberations. The Presidency may, on a case-

by-case basis, designate, as available, one or more alternate judges to be

present at each stage of the trial and to replace a member of the Trial Chamber

if that member is unable to continue attending.

(Terjemahan bebas: Semua hakim dari peradilan harus hadir pada setiap

tahapan pemeriksaan dan pada seluruh persidangannya. Apabila selama tahap

pemeriksaan ataupun tahap persidangan ada hakim yang tidak bisa hadir,

Kepresidenan dapat menugaskan hakim lain (hakim pengganti) untuk

menggantikan hakim dari kantor Peradilan yang tidak bisa hadir.)

2) The Trial Chamber’s decision shall be based on its evaluation of the

evidence and the entire proceedings. The decision shall not exceed the facts

and circumstances described in the charges and any amendments to the

charges. The Court may base its decision only on evidence submitted and

disccussed before it at the trial.

(Terjemahan bebas: Putusan yang diambil Peradilan harus didasarkan atas

evaluasinya terhadap alat bukti yang diajukan dalam seluruh proses

persidangan. Putusannya itu tidak boleh melebihi dari fakta dan keadaan

sebagaimana dipaparkan dalam surat dakwaan serta setiap amandemen yang

dilakukan oleh Jaksa Penuntut atas surat dakwaannya itu. Mahkamah hanya

dapat mendasarkan putusannya pada alat bukti yang diajukan dan yang dibahas

dalam persidangan.)

3) The judges shall attempt to achieve unanimity in their decision, failing

which the decision shall be taken by a majority of the judges.

(Terjemahan bebas: Dalam proses pengambilan putusan, putusan diusahakan

diambil atas dasar kesepakatan dari seluruh hakim Peradilan, akan tetapi jika

aklamasi tidak bisa dicapai, putusan diambil berdasarkan suara mayoritas dari

seluruh hakim.)

Page 29: BAB II KERANGKA KONSEPTUAL, HASIL PENELITIAN ......Nuremberg Trial. Dalam Pasal 6 (c) London Charter of The International Military Tribunal secara lengkap dinyatakan: “Crimes Against

37

4) The deliberations of the Trial Chamber shall remain secret.

(Terjemahan bebas: Persidangan yang dilakukan di Kantor Peradilan harus

bersifat rahasia.)

5) The decision shall be in writing and shall contain a full and reasoned

statement of the Trial Chamber’s on the evidence and conclusions. The Trial

Chamber shall issue one decision. When there is no unanimity, the Trial

Chamber’s decision shall contain the views of the majority and the minority.

The decision or a summary thereof shall be delivered in open court.

(Terjemahan bebas: Putusan harus dirumuskan dalam bentuk tertulis dan harus

mengandung suatu pernyataan yang lengkap disertai dengan argumentasi yang

didasarkan atas temuan dari kantor Peradilan mengenai alat bukti dan

kesimpulannya. Kantor Peradilan hanya mengeluarkan satu putusan saja.

Apabila tidak tercapai kesepakatan pendapat, maka putusan kantor Peradilan

harus berisi pandangan dari mayoritas maupun minoritas hakim. Putusan itu

maupun ikhtisarnya harus disampaikan di dalam sidang terbuka.)

4. Tanggung Jawab Pidana secara Individual dalam Kejahatan

Internasional

a. Pengertian Tanggung Jawab Pidana

Hukum pidana dapat dikatakan mengandung sanksi yang bersifat tegas karena

sanksi hukum pidana merupakan tindakan yang berakibat nestapa atau

penderitaan bagi pelaku tindak pidana. Dalam hal terjadi pelanggaran suatu

norma pidana perlu dijatuhkan suatu hukuman yang menimbulkan derita atau

nestapa, berupa pemidanaan sebagai suatu upaya “Pengobatan Terakhir”

(Ultimum Remidium) terhadap pelaku yang ditempuh untuk melindungi

kepentingan umum.18

18 Utrecth, Pidana, Jilid I, Surabaya, Pustaka Tinta Mas, 1999, hlm. 57-58 dalam

https://www.academia.edu/11347088/BAB_II_TINDAK_PIDANA_DAN_PERTANGGUNG_JAWABAN_P

IDANA?auto=download, dikunjungi pada 25 September 2017, pukul 14.02.

Page 30: BAB II KERANGKA KONSEPTUAL, HASIL PENELITIAN ......Nuremberg Trial. Dalam Pasal 6 (c) London Charter of The International Military Tribunal secara lengkap dinyatakan: “Crimes Against

38

Hukum pidana menurut Simons yang merupakan seorang ahli pidana dari

Belanda dalam bukunya berjudul Leerboek van het Nederlands Strafrect yaitu

sejumlah peraturan baik perintah dan larangan, yang pelanggarannya diancam

dengan suatu nestapa khusus berupa “pidana” oleh negara atau suatu

masyarakat hukum publik lain, keseluruhan peraturan yang menentukan

syarat-syarat bagi akibat hukum itu, dan keseluruhan ketentuan untuk

mengenakan dan menjalankan pidana tersebut.19

Di dalam hukum pidana terdapat prinsip tanggung jawab pidana. Menurut

Kamus Besar Bahasa Indonesia , tanggung jawab (nomina, kata benda) adalah

keadaan wajib menanggung segala sesuatunya (kalau terjadi apa-apa boleh

dituntut, dipersalahkan, diperkarakan, dan sebagainya. Dan tanggung jawab

hukum menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia berfungsi menerima

pembebanan, sebagai akibat sikap pihak sendiri atau pihak lain. Dalam bahasa

asing pertanggungjawaban pidana disebut sebagai “toerekenbaarheid”,

“criminal responsibility”, dan “criminal liability”. Bahwa

pertanggungjawaban pidana dimaksudkan untuk menentukan apakah

seseorang tersangka/terdakwa dipertanggungjawabkan atas suatu tindak

pidana (crime) yang terjadi atau tidak. Dengan perkataan lain apakah terdakwa

akan dipidana atau dibebaskan. Jika ia dipidana, harus ternyata bahwa tindakan

yang dilakukan itu bersifat melawan hukum dan terdakwa mampu

bertanggung jawab. Kemampuan tersebut memperlihatkan kesalahan dari

petindak yang berbentuk kesengajaan atau kealpaan. Artinya tindakan tersebut

tercela tertutuh menyadari tindakan yang dilakukan tersebut.

19 Simons dalam Frans Maramis, Hukum Pidana Umum dan Tertulis di Indonesia, Rajagrafindo

Persada, Jakarta, 2012, hlm. 6.

Page 31: BAB II KERANGKA KONSEPTUAL, HASIL PENELITIAN ......Nuremberg Trial. Dalam Pasal 6 (c) London Charter of The International Military Tribunal secara lengkap dinyatakan: “Crimes Against

39

Pertanggungjawaban pidana adalah suatu perbuatan yang tercela oleh

masyarakat yang harus dipertanggungjawabkan pada si pembuatnya atas

perbuatan yang dilakukan. Dengan mempertanggung jawabkan perbuatan

yang tercela itu pada si pembuatnya, apakah si pembuatnya juga dicela ataukah

si pembuatnya tidak dicela. Pada hal yang pertama maka si pembuatnya tentu

dipidana, sedangkan dalam hal yang kedua si pembuatnya tentu tidak dipidana.

Kesalahan dalam arti seluas-luasnya dapat disamakan dengan pengertian

pertanggungjawaban dalam hukum pidana. Di dalamnya terkandung makna

dapat dicelanya si pembuat atas perbuatannya. Jadi, apabila dikatakan bahwa

orang itu bersalah melakukan sesuatu tindak pidana, maka itu berarti bahwa ia

dapat dicela atas perbuatannya.

Roeslan Saleh mengatakan bahwa “Dalam pengertian perbuatan pidana tidak

termasuk hal pertanggungjawaban. Perbuatan pidana hanya menunjuk kepada

dilarangnya perbuatan. Apakah orang yang telah melakukan perbuatan itu

kemudian juga dipidana, tergantung pada soal apakah dia dalam melakukan

perbuatan pidana itu memang mempunyai kesalahan, maka tentu dia akan

dipidana.20

Pertanggungjawaban pidana menjurus kepada pemidanaan petindak, jika telah

melakukan suatu tindak pidana dan memenuhi unsur-unsurnya yang telah

ditentukan dalam undang-unang. Dilihat dari sudut terjadinya suatu tindakan

yang terlarang (diharuskan), seseorang akan dipertanggungjawab-pidanakan

atas tindakan-tindakan tersebut apabila tindakan tersebut bersifat melawan

hukum (dan tidak ada peniadaan sifat melawan hukum atau

rechtsvaardigingsgrond atau alasan pembenar) untuk itu. Dilihat dari sudut

20 Roeslan Saleh, Op.Cit., hlm. 75-76 dalam http://digilib.unila.ac.id/532/7/BAB%20II.pdf, dikunjungi

pada 13 September 2017, pukul 15.09.

Page 32: BAB II KERANGKA KONSEPTUAL, HASIL PENELITIAN ......Nuremberg Trial. Dalam Pasal 6 (c) London Charter of The International Military Tribunal secara lengkap dinyatakan: “Crimes Against

40

kemampuan bertanggungjawab maka hanya seseorang yang “mampu

bertanggung-jawab” yang dapat dipertanggungjawabkan.

Kanter dan S.R. Sianturi menjelaskan unsur-unsur mampu bertanggungjawab

mencakup:

a) Keadaan jiwanya:

1. Tidak terganggu oleh penyakit dan terus-menerus atau sementara

(temporair);

2. Tidak cacat dalam pertumbuhan (gagu, idiot, imbecile dan

sebagainya);

3. Tidak terganggu karena terkejut, hypnotisme, amarah yang meluap,

pengaruh bawah sadar/reflexe bewenging, melindur/slaapwandel, menganggu

karena demam/koorts, nyidam dan lain sebagainya. Dengan perkataan lain dia

dalam keadaan sadar.

b) Kemampuan jiwanya:

1. Dapat menginsyafi hakekat dari tindakannya;

2. Dapat menentukan kehendaknya atas tindakan tersebut, apakah akan

dilaksanakan atau tidak;

3. Dapat mengentahui ketercelaan dari tindakan tersebut.

Lebih lanjut E.Y. Kanter dan S.R. Sianturi menjelaskan bahwa kemampuan

bertanggungjawab seseorang didasarkan kepada keadaan dan kemampuan

jiwa dan bukan kepada keadaan dan kemampuan berpikir seseorang.

b. Tanggung Jawab Komando

1) Pengertian

Komando sebagai nomina (kata benda) menurut Kamus Besar Bahasa

Indonesia adalah aba-aba dan perintah serta Komando dalam

Page 33: BAB II KERANGKA KONSEPTUAL, HASIL PENELITIAN ......Nuremberg Trial. Dalam Pasal 6 (c) London Charter of The International Military Tribunal secara lengkap dinyatakan: “Crimes Against

41

kemiliteran menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yaitu memberi

perintah dan memimpin gerakan tentara dan sebagainya.

Istilah “military commander” mengacu pada seseorang yang secara

formal atau disahkan secara hukum menjalankan tugas dan fungsinya

sebagai seorang komandan militer. Pada umumnya, komandan militer

dan pasukannya akan menjadi bagian dari pasukan angkatan bersenjata

suatu negara dan beberapa komandan akan ditunjuk oleh negara untuk

mengoperasikan pasukannya berdasarkan hukum nasional negara

sehingga prosedur maupun praktiknya (de jure commanders) harus

sesuai dengan hukum nasional negara tersebut. Selain itu, istilah

“military commander” pada Artikel 28(a) Statuta Roma juga berlaku

pada individu yang ditunjuk sebagai komandan militer dalam pasukan

pemerintah yang tidak resmi, sesuai dengan praktik atau aturan

organisasi mereka baik tertulis maupun tidak tertulis.

Setiap orang yang diangkat menjadi komandan militer memiliki

tanggung jawab komando terhadap pasukan (bawahannya) sehingga

sebagai seorang komandan haruslah bertindak dengan tepat dan

bijaksana terhadap pasukannya khususnya dalam hal memberi

pelatihan dan perintah agar pasukannya tidak melakukan kesalahan

ketika menjalankan suatu operasi militer.

Ketika seseorang yang memiliki kewenangan komando tersebut gagal

untuk mencegah atau memberikan hukuman atas tindakan illegal yang

dilakukan oleh bawahannya, ia dapat dimintai pertanggungjawaban

sesuai rantai komando. Hal ini yang disebut dengan prinsip

pertanggungjawaban komando. Tanggung jawab komando (atasan)

merupakan salah satu prinsip pertanggungjawaban pidana yang

Page 34: BAB II KERANGKA KONSEPTUAL, HASIL PENELITIAN ......Nuremberg Trial. Dalam Pasal 6 (c) London Charter of The International Military Tribunal secara lengkap dinyatakan: “Crimes Against

42

berkembang secara progresif dalam hukum pidana internasional.

Melalui prinsip ini pertanggungjawaban pidana menjadi diperluas,

bukan hanya mencakup pelaku kejahatan internasional melainkan -

dalam keadaan tertentu-, menjangkau pula komandan atau atasan si

pelaku. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa prinsip tanggung

jawab komando/atasan menghubungkan suatu perbuatan (kejahatan

internasional) yang dilakukan oleh seseorang dengan atasan/komando

si pelaku yang dalam kondisi tertentu dianggap ikut memikul

pertanggungjawaban pidana atas apa yang dilakukan oleh

bawahan/anak buahnya.21

2) Pengaturan

a. Kodifikasi Hukum Perancis 1439

Prinsip tanggung jawab komando ini sudah sangat lama dikenal sejak

Raja Charles VII dari Perancis mengeluarkan perintah di Orleans yang

disebut sebagai Kodifikasi Hukum Perancis (French Code) pada tahun

1439 yaitu menyatakan sebagai berikut:

“The King orders that each captain or lieutenant be held

responsible for the abuses, ills and offences committed by members

of his company, and that as soon as he receives any complaint

concerning any such misdeed or abuse, he bring the offender to

justice so that the said offender be punished in a manner

commensurate with his offence, according to these ordinances. If

he fails to do so or covers up the misdeed or delays taking action,

or if, because of his negligence or otherwise, the offender escapes

and thus evades punishment, the captain shall be deemed

responsible for the offence as if he had committed it himself and

be punished in the same way as the offender would have been.”22

(Terjemahan bebas: Raja memerintahkan agar setiap kapten atau

letnan bertanggung jawab atas pelanggaran-pelanggaran yang

dilakukan oleh anggota bawahannya, dan setelah dia menerima

21 Arie Siswanto, Op.Cit., hlm. 266.

22 Arie Siswanto, Op.Cit., hlm. 267.

Page 35: BAB II KERANGKA KONSEPTUAL, HASIL PENELITIAN ......Nuremberg Trial. Dalam Pasal 6 (c) London Charter of The International Military Tribunal secara lengkap dinyatakan: “Crimes Against

43

keluhan tentang kesalahan atau penyalahgunaan yang dilakukan

bawahannya, dia harus membawa pelaku ke pengadilan sehingga

pelaku tersebut dihukum dengan cara yang sepadan dengan

pelanggarannya, sesuai dengan peraturan ini. Jika dia gagal

melakukannya atau menutupi kesalahan atau penundaan

penghukuman atas tindakan pelaku (bawahannya) tersebut, atau

jika, karena kelalaiannya atau sebaliknya, pelaku lolos dan dengan

demikian menghindar dari hukuman, kapten dianggap

bertanggung jawab atas pelanggaran tersebut seolah-olah dia telah

melakukannya sendiri dan dihukum dengan cara yang sama seperti

yang seharusnya dilakukan pada pelaku.)

b. Protokol Tambahan I Konvensi Jenewa 1977

Protokol Tambahan I Konvensi Jenewa 1977 (Additional Protocol I to

the Geneva Conventions 1977 (AP I)), mengatur dengan tegas

mengenai doktrin tanggung jawab komando pada Artikel 86 dan 87

yang berjudul “Failure Act”.23 Artikel 86 (2) AP I menyatakan:

“The fact a breach of the conventions or of this Protokol was

committed by a subordinate does not absolve his superiors from

penal or disciplinary responsibility, as the case may be, if they

knew, or had information which should have enabled them to

conclude in the circumstances at the time, that he was committing

or was going to commit such a breach and if they did not all

feasible measures within their power to prevent or repress the

breach”.

(Terjemahan bebas: Kenyataan bahwa pelanggaran terhadap

konvensi atau protokol ini dilakukan oleh bawahan tidak

membebaskan atasannya dari tanggung jawab pidana atau

tindakan disipliner, jika memang demikian, jika mereka

mengetahui, atau memiliki informasi yang seharusnya

memungkinkan mereka untuk menyimpulkan dalam keadaan pada

saat itu, bahwa dia melakukan atau akan melakukan pelanggaran

semacam itu dan jika mereka tidak melakukan tindakan yang

semaksimal mungkin dalam mencegah atau menekan pelanggaran

tersebut. Artikel 86 ini menetapkan bahwa seorang komandan

memiliki tanggung jawab untuk melakukan intervensi dengan cara

mengambil semua langkah yang diperlukan untuk mencegah atau

menindak pelanggaran yang dilakukan bawahannya.)

23 Andrey Sujatmoko, Op.Cit., hlm. 223.

Page 36: BAB II KERANGKA KONSEPTUAL, HASIL PENELITIAN ......Nuremberg Trial. Dalam Pasal 6 (c) London Charter of The International Military Tribunal secara lengkap dinyatakan: “Crimes Against

44

Artikel 87 (1) Protokol Tambahan I 1977 menegaskan bahwa

Komandan wajib mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk

mencegah pelanggaran yang dilakukan angkatan bersenjata yang

berada di bawah komandonya atau orang lain yang berada di dalam

pengendaliannya dan melaporkan hal itu kepada penguasa yang

berwenang. Artikel 87 (2) AP I memberikan tugas kepada komandan

sesuai dengan tingkatan tanggung jawabnya untuk menjamin bahwa

semua anggota militer yang berada di bawah komandonya menyadari

kewajibannya menurut konvensi dan protokol. Artikel 87 (3) AP I

mewajibkan setiap komandan yang menyadari bahwa bawahannya atau

orang lain yang berada di bawah kendalinya yang akan melakukan atau

telah melakukan kejahatan harus melakukan tindakan atau upaya untuk

mencegah terjadinya pelanggaran tersebut dan jika dipandang tepat,

mengadakan tindakan disiplin atau pidana terhadap pelaku

pelanggaran.

Artikel 28 ICC jo. Artikel 86 par. 2 Protokol Tambahan I 1977 juga

menegaskan bahwa Komandan bertanggung jawab secara pidana

terhadap kejahatan yang dilakukan oleh pasukan yang berada di bawah

komando dan pengawasan efektifnya atau yang disebabkan oleh

kegagalannya dalam melakukan pengawasan yang patut.

c. Tanggung Jawab Komando menurut International Criminal

Court yang didasarkan pada Statuta Roma 1998

Artikel 28(a) Statuta Roma 1998 berbunyi:

“A military commander or person effectively acting as a military

commander shall be criminally responsible for crimes within the

jurisdiction of the Court committed by forces under his or her effective

command and control, or effective authority and control as the case

Page 37: BAB II KERANGKA KONSEPTUAL, HASIL PENELITIAN ......Nuremberg Trial. Dalam Pasal 6 (c) London Charter of The International Military Tribunal secara lengkap dinyatakan: “Crimes Against

45

may be, as a result of his or her failure to exercise control properly

over such forces, where:

(i) That military commander or person either knew or, owing to

the circumstances at the time, should have known that the forces were

committing or about to commit such crimes; and

(ii) That military commander or person failed to take all necessary

and reasonable measures within his or her power to prevent or repress

their commission or to submit the matter to the competent authorities

for investigation and prosecution.”

(Terjemahan bebas:

Seorang komandan militer atau orang yang secara efektif bertindak

sebagai komandan militer bertanggung jawab secara pidana atas

kejahatan di dalam yurisdiksi pengadilan yang dilakukan oleh pasukan

di bawah komando dan penguasaannya (kendalinya) secara efektif,

atau wewenang dan penguasaan yang efektif atas kasus tersebut,

sebagai akibat dari kegagalannya untuk melakukan kontrol dan

pengendalian dengan benar atas pasukan tersebut, di mana:

(i) komandan militer mengetahui secara sadar atau berdasarkan

keadaan yang berlangsung saat itu, bahwa bawahannya akan

melakukan atau telah melakukan kejahatan; dan

(ii) komandan militer tersebut gagal mengambil semua tindakan

dan upaya yang diperlukan sesuai kewenangannya untuk mencegah

atau menindak bawahannya atau mengajukan pelanggaran tersebut

kepada lembaga yang berwenang untuk melakukan penyelidikan dan

penuntutan.)

Karena Artikel 28(a) tidak menjelaskan dengan jelas hubungan komando

tersebut maka Artikel 28(b) menyatakan bahwa:

“Berkenaan dengan hubungan atasan dan bawahan yang tidak digambarkan

dalam ayat 1, seorang atasan secara pidana bertanggung jawab atas kejahatan

yang termasuk dalam jurisdiksi Mahkamah yang dilakukan oleh bawahan yang

berada di bawah kewenangannya dan pengendaliannya secara efektif, sebagai

akibat dari kegagalannya untuk melaksanakan pengendalian dengan

semestinya atas bawahan tersebut, di mana:

(i) atasan tersebut mengetahui, atau secara sadar mengabaikan informasi

yang dengan jelas mengindikasikan bahwa bawahannya sedang melakukan

atau hendak melakukan kejahatan tersebut;

Page 38: BAB II KERANGKA KONSEPTUAL, HASIL PENELITIAN ......Nuremberg Trial. Dalam Pasal 6 (c) London Charter of The International Military Tribunal secara lengkap dinyatakan: “Crimes Against

46

(ii) kejahatan itu menyangkut kegiatan yang berada dalam tanggung jawab

efektif dan pengendalian atasan tersebut; dan

(iii) atasan gagal mengambil semua tindakan yang perlu dan masuk akal di

dalam kekuasaannya untuk mencegah atau menekan perbuatan mereka atau

mengajukan masalahnya kepada pejabat yang berwenang untuk penyelidikan

dan penuntutan).

Prinsip tanggung jawab komando ini dapat memunculkan dua kategori pidana

yaitu pertama, tanggung jawab muncul karena adanya tindakan pelanggaran

hukum yang dilakukan komandan atas perintah dan perencanaan yang

mengakibatkan bawahannya melakukan pelanggaran hukum dan ini disebut

dengan tanggung jawab komando secara langsung (vicarious atau direct

command liability) dan yang kedua yaitu komandan bertanggung jawab secara

pidana karena tidak melakukan tindakan sehingga pelanggaran hukum yang

dilakukan bawahannya tersebut terjadi dan ini disebut dengan tanggung jawab

komando yang bersifat tidak langsung (indirect command responsibility atau

imputed liability). Dapat kita simpulkan bahwa pertanggungjawaban komando

adalah suatu mekanisme untuk menghukum para atasan (komando) sebagai

akibat pembiaran yang dilakukan atas tindakan kejahatan yang dilakukan oleh

bawahannya, dimana atasan tersebut mengetahui atau seharusnya mengetahui

kejahatan yang dilakukan bawahannya dimana atasan mempunyai kendali

efektif (kesalahan dari atasan ataupun komandan tersebut). Komando bersalah

karena ia mengetahui atau sepatutnya mengetahui tetapi tidak mengambil

tindakan-tindakan hukum berupa pencegahan, penanganan dan tidak

melaporkannya.

3) Unsur-unsur

Page 39: BAB II KERANGKA KONSEPTUAL, HASIL PENELITIAN ......Nuremberg Trial. Dalam Pasal 6 (c) London Charter of The International Military Tribunal secara lengkap dinyatakan: “Crimes Against

47

Seperti yang dipaparkan sebelumnya oleh Penulis di Bab I, dari Artikel 28(a)

Statuta Roma 1998 dapat diketahui bahwa tanggung jawab komando harus

memenuhi unsur-unsur utama24 sebagai berikut:

- Ada hubungan komando antara komandan dengan bawahan yang

melakukan kejahatan

Hubungan yang dimaksud di sini yaitu komandan dan bawahan sama-sama

memiliki tugas dan hubungan kerjasama di dalam suatu lingkungan militer.

Namun Komandan adalah pemimpin pasukan (bawahannya) dengan kata lain

Komandan adalah seniornya dan bawahannya adalah juniornya di dalam

lingkungan militer tersebut.

- Ada komando atau pengawasan efektif dari komandan terhadap

bawahan yang melakukan kejahatan

Pengawasan efektif dari komandan terhadap bawahannya yaitu komandan

memiliki kemampuan material untuk mencegah atau menekan anak buah

(pasukan bawahannya) ketika melakukan kejahatan atau untuk menyerahkan

ataupun menyampaikan masalah tersebut kepada pihak yang berwenang.

- Komandan mengetahui atau sepatutnya mengetahui bahwa

bawahannya akan melakukan atau sudah melakukan kejahatan

Menurut ICC pengetahuan sebenarnya dari komandan tidak dapat diduga

(ditentukan) namun harus ditetapkan dengan adanya bukti baik secara

langsung maupun tidak langsung dengan bukti yang dapat mengungkapkan

komandan mengetahui mengenai kejahatan tersebut. Berdasarkan Regulation

5525 mengakui bahwa fakta-fakta mengenai komando memiliki kontrol yang

24 Arie Siswanto, Op.Cit., hlm. 270.

25 Regulation 55 of the International Criminal Court about Authority of the Chamber to modify the

legal characterization of facts, dikutip dari: https://www.icc-cpi.int/NR/rdonlyres/DF5E9E76-F99C-410A-

85F4-01C4A2CE300C/0/ICCBD010207ENG.pdf, dikunjungi pada 7 Oktober 2017, pukul 17.09.

Page 40: BAB II KERANGKA KONSEPTUAL, HASIL PENELITIAN ......Nuremberg Trial. Dalam Pasal 6 (c) London Charter of The International Military Tribunal secara lengkap dinyatakan: “Crimes Against

48

efektif atas bawahannya dapat mengubah pertimbangan hukum namun ICC

menyatakan bahwa hal tersebut tidak perlu dijadikan sebagai bahan

pertimbangan yang paling penting seharusnya tahu tentang hal-hal standar

yang ditentukan Artikel 28 (a)(i) Statuta Roma.

- Komandan gagal mengambil langkah yang perlu dan masuk akal untuk

mencegah kejahatan atau menindak kejahatan, atau untuk menyerahkan

masalah tersebut kepada pejabat yang berwenang untuk diselidiki dan dituntut

Komandan gagal mengambil langkah yang perlu dan masuk akal untuk

mencegah kejahatan atau menindak kejahatan yang dilakukan oleh

bawahannya (pasukannya) baik secara de jure maupun secara de facto yaitu

ketika komandan telah melakukan segala langkah yang perlu dan masuk akal

untuk mencegah atau mengurangi terjadinya kejahatan yang dilakukan oleh

bawahannya ataupun komandan telah gagal untuk menyampaikan perbuatan

yang dilakukan oleh bawahannya itu kepada pihak yang berwenang untuk

dilakukan penyelidikan dan penuntutan atas kejahatan yang dilakukan oleh

anak buah atau bawahannya maka dia telah gagal untuk melakukan

pengendalian atas pasukan atau kesatuannya sehingga terjadilah kejahatan

tersebut.

Page 41: BAB II KERANGKA KONSEPTUAL, HASIL PENELITIAN ......Nuremberg Trial. Dalam Pasal 6 (c) London Charter of The International Military Tribunal secara lengkap dinyatakan: “Crimes Against

49

B. Hasil Penelitian dan Hasil Analisis

1. Hasil Penelitian terhadap Putusan The Prosecutor V. Jean-Pierre Bemba

Gombo/ICC-01/05-01/08 tentang Unsur-Unsur Tanggung Jawab

Komando

a) Posisi Kasus

Penulis mengkaji unsur-unsur tanggung jawab komando pada studi kasus

putusan The Prosecutor v. Jean-Pierre Bemba Gombo/ICC-01/05-01/08.

Berikut kronologi kasusnya:

1. Pierre Bemba Gombo merupakan seorang warga Negara Republik

Demokratik Kongo (RDK), merupakan Presiden Pergerakan

Pemberontak/Pembebasan Kongo (Movement for the Liberation of the

Congo), sebuah partai yang didirikannya dan merupakan Komandan

(Panglima) Tertinggi dari sayap militer Armee de Liberation du Congo (ALC).

2. Pada 15 Juni 2009, Mahkamah Pra-Peradilan II menyatakan bahwa ada

cukup bukti untuk landasan dasar yang menetapkan bahwa Bemba

bertanggung jawab sebagai Komandan militer yang aktif yang dimaksud

dalam Artikel 28(a) atas kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan

perang yang diduga dilakukan di wilayah Republik Afrika Tengah (CAR)

sejak atau sekitar 26 Oktober 2002 sampai 15 Maret 2003.26

3. Sebagai Presiden dan Komandan Tertinggi dari MLC dan ALC,

Bemba memiliki wewenang seperti memberikan keputusan militer seperti

memerintahkan suatu operasi militer, mendistribusikan senjata dan amunisi

dalam ALC, sumber dana dan keuangan MLC dan ALC serta wewenang atas

26 Situation in The Central African Republic in The Case of The Prosecutor v. Jean-Pierre Bemba

Gombo No. ICC-01/05-01/08 Public with annexes I, II, and A to F Judgment pursuant to Article 74 of the Statute,

date 21 March 2016, number 2 page 10.

Page 42: BAB II KERANGKA KONSEPTUAL, HASIL PENELITIAN ......Nuremberg Trial. Dalam Pasal 6 (c) London Charter of The International Military Tribunal secara lengkap dinyatakan: “Crimes Against

50

keputusan yang berhubungan dengan makanan, bahan bakar, obat-obatan dan

pakaian dalam MLC dan ALC.

4. Bemba mengkomunikasikan setiap perintah atau instruksi langgsung

kepada komandan di lapangan dengan beberapa alat. Pertama menggunakan

sistem jaringan “phonie”27 , kedua telepon satelit thuraya28 untuk melakukan

panggilan di wilayah yang tidak dijangkau jaringan. Sedangkan alat

komunikasi yang dimiliki sendiri oleh Bemba di kediamannya di Gbadolite

(ibukota Provinsi Ubangi Utara, Republik Demokratik Kongo) yaitu telepon

seluler dan walkie talkie29 Motorola yang terhubung ke jaringan lokal

Gbadolite. Dengan bantuan seorang operator Bemba bisa langsung

menghubungi komandan di lapangan dengan menggunakan “phonie” di

Demokratic Republic Congo (Republik Demokratik Kongo) di kediamannya

atau di pusat transmisi di samping kediamannya. Bemba dapat menghubungi

komandan di lapangan dengan satelit atau perangkat thuraya tanpa melalui

pusat transmisi.30

27 Jaringan “phonie” adalah jaringan yang dibuat staff umum MLC dengan pusat transmisi di Gbadolit

yang mengelola jaringan dan unit di lapangan. Sistem phonie mengizinkan komunikasi lisan ataupun nonlisan

antara Gbadolite dan komandan di lapangan namun tidak bisa digunakan jika cuaca sedang buruk ataupun

peralatan radionya rusak. Situation in The Central African Republic in The Case of The Prosecutor v. Jean-

Pierre Bemba Gombo No. ICC-01/05-01/08 Public with annexes I, II, and A to F Judgment pursuant to Article

74 of the Statute, date 21 March 2016, number 394 page 178.

28 Thuraya adalah perusahaan penyedia telepon satelit yang didirikan dan berbasis di Uni Emirat Arab

(Arab Saudi). Thuraya memberikan fasilitas panggilan suara, data, fax, pesan singkat dan GPS untuk berbagai

perusahaan, militer, maritime, pemerintah dan organisasi non pemerintah dalam wilayah cakupan mereka.

Dikutip dari: http://rentalhtsurabaya.com/sekilas-tentang-telepon-satelit-thuraya/, dikunjungi pada 28 Oktober

2017, pukul 12.19.

29 Walkie talkie adalah sebuah alat komunikasi genggam yang dapat mengkomunikasikan dua orang

atau lebih dengan menggunakan gelombang radio. Dikutip dari: https://id.wikipedia.org/wiki/Walkie_talkie,

dikunjungi pada 28 Oktober 2017, pukul 12.20.

30 Transmisi (telekomunikasi) merupakan sebuah pemancar (Transmitter) telekomunikasi yang

bertujuan untuk memancarkan sinyal Radio Frekuensi (RF) yang membawa sinyal informasi berupa gambar

(video) dan suara (audio), sehingga dapat diterima oleh pesawat penerima (receiver) di daerah yang tercakup

oleh pemancar tersebut. Dikutip dari: https://id.wikipedia.org/wiki/Transmisi_(telekomunikasi) , dikunjungi

pada 28 Oktober 2017, pukul 12. 25.

Page 43: BAB II KERANGKA KONSEPTUAL, HASIL PENELITIAN ......Nuremberg Trial. Dalam Pasal 6 (c) London Charter of The International Military Tribunal secara lengkap dinyatakan: “Crimes Against

51

5. Pada tahun 2002, Ange-Felix Patasse yang merupakan Presiden dari

Central Afrika Republik (Republik Afrika Tengah) menghadapi

pemberontakan yang dipimpin oleh Francois Bozize. Untuk melindungi

rezimnya dan mengalahkan kudeta tersebut Patasse meminta Bemba untuk

membantunya sehingga MLC terlibat dalam perang sipil di CAR. Selama

periode inilah MLC diduga melakukan penyiksaan, pemerkosaan dan serangan

serta merendahkan martabat manusia. Mereka juga diduga terlibat dalam

penjarahan terutama di kota Mongoumba dan Bossangoa.

6. Bemba selaku presiden dan komandan kepala MLC dan ALC diduga

mengetahui kejahatan yang dilakukan oleh pasukannya karena memiliki

wewenang di dalam pengambil keputusan di dalam organisasi tersebut.

7. Jaksa Penuntut v. Jean-Pierre Bemba Gombo (ICC-01/05-01/08)

merupakan nomor pengadilan Bemba. Berdasarkan Artikel 28 Statuta Roma

1998 Bemba memiliki tanggung jawab komando. Mahkamah Pra Peradilan II

ICC mengkonfirmasi lima tuduhan atas Bemba yaitu:

- Murder constituting a crime against humanity within the meaning of

article 7(1)(a) of the Rome Statute;

- Rape constituting a crime against humanity within the meaning of the

article 7(1)(g) of the Rome Statute;

- Murder constituting a war crime within the meaning of article

8(2)(c)(i) of the Rome Statute;

- Rape constituting a war crime within the meaning of article 8(2)(e)(vi)

of the Rome Statute; and

Page 44: BAB II KERANGKA KONSEPTUAL, HASIL PENELITIAN ......Nuremberg Trial. Dalam Pasal 6 (c) London Charter of The International Military Tribunal secara lengkap dinyatakan: “Crimes Against

52

- Pillaging constituting a war crime within the meaning of article

8(2)(e)(v) of the Rome Statute.31

8. Persidangan Bemba dimulai pada 22 November 2010 dan ia mengaku

tidak bersalah atas semua dakwaan. Pada 21 Maret 2016, Mahkamah Peradilan

menemukan Bemba bersalah atas pembunuhan dan pemerkosaan sebagai

kejahatan terhadap kemanusiaan serta pembunuhan, pemerkosaan dan

penjarahan sebagai kejahatan perang dilakukan di CAR antara Oktober 2002

dan Maret 2003. Mahkamah menyimpulkan bahwa Bemba adalah komandan

di MLC dan memiliki kontrol efektif atas organisasi tersebut. Bemba

mengetahui atau seharusnya mengetahui bahwa MLC melakukan kejahatan

dan seharusnya melakukan tindakan yang wajar untuk mencegah dan

menghentikan tindakan tersebut.

9. Pada 21 Juni 2016, Mahkamah Pidana Internasional (International

Criminal Court) menjatuhi hukuman 18 tahun penjara pada Bemba.

Mahkamah menekankan hukuman berat yang dijatuhi atas kejatan serius yaitu

pembunuhan, pemerkosaan dan penjarahan.

10. Berikut bukti-bukti yang menerangkan pembunuhan (murder) yang

dilakukan pasukan MLC kepada penduduk sipil di Republik Afrika Tengah

daari atau sekitar 26 Oktober 2002 sampai 15 Maret 2003 menurut angka 622-

630 Situation in The Central African Republic in The Case of The Prosecutor

v. Jean-Pierre Bemba Gombo No. ICC-01/05-01/08 Public with annexes I, II,

and A to F Judgment pursuant to Article 74 of the Statute, date 21 March 2016,

yaitu sebagai berikut.

31 Dikutip dari: https://trialinternational.org/latest-post/jean-pierre-bemba-gombo/, dikunjungi pada 28

Oktober 2017, pukul 12.30.

Page 45: BAB II KERANGKA KONSEPTUAL, HASIL PENELITIAN ......Nuremberg Trial. Dalam Pasal 6 (c) London Charter of The International Military Tribunal secara lengkap dinyatakan: “Crimes Against

53

i) Data korban yang dibunuh oleh pelaku namun Mahkamah belum

menetapkan status perlindungan korban-korban ini karena korban-korban ini

bukanlah warga sipil, yaitu: seorang wanita yang tidak dikenal di PK12 seperti

yang disaksikan P110, sepupu P42 di PK22, paman P68 di Damara, seorang

wanita tak dikenal di Mongoumba seperti yang disaksikan oleh V1, dan anak

yang tidak dikenal di Bangui sebagaimana disaksikan oleh P169.

ii) Data korban yang dibunuh oleh pelaku yang status perlindungan

korbannya telah ditetapkan Mahkamah karena merupakan warga sipil yang

tidak berperan aktif dalam pertempuran pada saat mereka dibunuh, yaitu:

saudara laki-laki P87 di Bangui pada akhir Oktober 2002, saudara perempuan

P69 di PK12 (point Kilometre 12) setelah kedatangan MLC di PK12 dan

seorang pria muslim yang tidak dikenal pada tanggal 5 Maret 2003 di

Mongoumba.

iii) Menurut para saksi para pelaku pembunuhan itu mengenakan seragam

militer Republik Afrika Tengah atau pakaian lainnya yang serupa dengannya.

Namun Mahkamah menyatakan bahwa sejumlah pasukan yang beroperasi di

dalam Republik Afrika Tengah selama waktu dakwaan tersebut mengenakan

seragam semacam itu sehingga bukti ini hanya bersifat sementara

mempersempit pelaku.

iv) Para saksi sendiri mengidentifikasikan pelaku sebagai tentara

“Banyamulengues” atau MLC. V1 bersaksi bahwa pelaku di Mongoumba

mengidentifikasi dirinya dan menyatakan bahwa “Presiden” mereka adalah

“Bapak Bemba”.

v) Para saksi juga menegaskan korban pembunuhan di atas juga

berjatuhan setelah kedatangan pasukan MLC di daerah itu, dan pada saat itu

hanya pasukan MLC yang ada di PK12 dan Mongoumba.

Page 46: BAB II KERANGKA KONSEPTUAL, HASIL PENELITIAN ......Nuremberg Trial. Dalam Pasal 6 (c) London Charter of The International Military Tribunal secara lengkap dinyatakan: “Crimes Against

54

vi) P87 juga memberi kesaksian bahwa MLC adalah satu-satunya pasukan

bersenjata yang hadir di Arrondissement of Bangui pada saat itu.

vii) Para pelaku berbicara bahasa Sango (bahasa yang biasa digunakan

dalam Republik Afrika Tengah) dan bahasa Lingala (bahasa yang biasa

digunakan dalam Republik Demokratik Kongo atau Perancis, mereka

berbicara satu sama lain dengan korbannya. V1, yang berbicara baik dengan

bahasa Sango maupun Lingala, terpaksa bertindak sebagai penerjemah bagi

pelaku. Mahkamah pun berpendapat bahwa tindakan pelaku sesuai dengan

bukti modus operandi32 MLC dan motif umum tentara MLC selama operasi

Republik Afrika Tengah pada tahun 2002-2003.

viii) Jadi, berdasarkan bukti-bukti tersebut Mahkamah menegaskan bahwa

tentara MLC melakukan kejahatan perang pembunuhan dan kejahatan

melawan kemanusiaan di Republik Afrika Tengah antara pada atau sekitar 26

Oktober 2002 dan 15 Maret 2003.

11. Berikut bukti-bukti yang menerangkan pemerkosaan (rape) yang

dilakukan pasukan MLC kepada penduduk sipil di Republik Afrika Tengah

dari atau sekitar 26 Oktober 2002 sampai 15 Maret 2003 menurut angka 631-

638 Situation in The Central African Republic in The Case of The Prosecutor

v. Jean-Pierre Bemba Gombo No. ICC-01/05-01/08 Public with annexes I, II,

and A to F Judgment pursuant to Article 74 of the Statute, date 21 March 2016,

yaitu sebagai berikut.

i) Para korban diperkosa oleh pelaku dengan paksa dan pelaku

menyerang korban dengan menembus vagina dan/atau anus mereka, dan/atau

32 Modus operandi berasal bari bahasa Latin yang artinya prosedur atau cara bergerak atau berbuat

sesuatu (Karni, 2000:49), dikutip dari http://digilib.unila.ac.id/10689/18/BAB%20II.pdf, dikunjungi pada 28

Oktober 2017, pukul 14. 29. Sedangkan menurut Wikipedia modus operandi adalah cara operasi orang perorang

atau kelompok penjahat dalam menjalankan rencana kejahatannya,

https://id.wikipedia.org/wiki/Modus_operandi, dikunjungi pada 28 Oktober 2017, pukul 14.33.

Page 47: BAB II KERANGKA KONSEPTUAL, HASIL PENELITIAN ......Nuremberg Trial. Dalam Pasal 6 (c) London Charter of The International Military Tribunal secara lengkap dinyatakan: “Crimes Against

55

melakukan kontak fisik lainnya pada tubuh korban dengan penis mereka. Data-

data korban yaitu: P68 dan saudara ipar P68 di Bangui pada akhir Oktober

2002, dua gadis yang tidak dikenal yang berusia 12 dan 13 tahun di Bangui

pada atau sekitar 30 Oktober 2002, P87 di Bangui pada atau sekitar taanggal

30 Oktober 2002, delapan wanita tidak dikenal di pantai pelabuhan angkatan

laut di Bangui pada akhir Oktober atau awal November 2002, P23, P80, P81,

P82 dan dua putri P23 di PK12 pada awal November 2002, P69 dan istrinya

di PK12 pada akhir November 2002, P22 di PK12 pada atau sekitar 6 atau 7

November 2002, P79 dan putrinya di PK12 beberapa hari setelah MLC tiba di

PK12, Putri P42 di PK12 sekitar akhir November 2002, P299 di Mongoumba

pada tanggal 5 Maret 2003 dan V1 di Mongoumba pada tanggal 5 Maret 2003.

ii) Pelaku tindakan yang melibatkan P69 dan istrinya, P87 dan V1

memiliki ciri dan karakteristik yang sama dengan tentara MLC yang

membunuh warga sipil, seperti yang disebutkan di atas. Oleh karena itu,

Mahkamah menggabungkan setiap temuan tersebut. Selain karakteristik dan

ciri yang sama, interaksi berulang antara korban, saksi dan tentara MLC, fakta

bahwa korban dan saksi mengidentifikasi (mengenali) pelaku sebagai

“Banyamulengues” atau MLC, gerakan pasukan bersenjata dan kehadiran

khusus MLC di lokasi yang berkaitan pada saat kejahatan, bahasa pelaku,

seragam mereka, dan/atau fakta bahwa tindakan mereka sesuai dengan bukti

modus operandi dan pelaku MLC, sebuah motif yang umum ketika

menargetkan warga sipil. Selanjutnya, P119 memberi kesaksian bahwa tentara

yang tiba dirumahnya di PK12 mereka menyatakan bahwa mereka dikirim

oleh “Papa Bemba”.

iii) P29 juga memberikan kesaksian bahwa dialek asing yang diucapkan

oleh pelaku yang menyerangnya mungkin tidak berbahasa Lingala namun P29

Page 48: BAB II KERANGKA KONSEPTUAL, HASIL PENELITIAN ......Nuremberg Trial. Dalam Pasal 6 (c) London Charter of The International Military Tribunal secara lengkap dinyatakan: “Crimes Against

56

juga tidak bisa memahami bahasa yang dikatakan oleh pelaku, dan mereka

menggunakan isyarat tangan untuk berkomunikasi dengan pelaku.

iv) Jadi, berdasarkan bukti-bukti tersebut Mahkamah menegaskan bahwa

tentara MLC melakukan melakukan kejatan perang dan kejahatan melawan

kemanusiaan yaitu pemerkosaan di Republik Afrika Tengah antara atau pada

sekitar tanggal 26 Oktober 2002 dan 15 Maret 2003.

12. Berikut bukti-bukti yang menerangkan penjarahan (pillaging) yang

dilakukan pasukan MLC kepada penduduk sipil di Republik Afrika Tengah

daari atau sekitar 26 Oktober 2002 sampai 15 Maret 2003 menurut angka 639-

649 Situation in The Central African Republic in The Case of The Prosecutor

v. Jean-Pierre Bemba Gombo No. ICC-01/05-01/08 Public with annexes I, II,

and A to F Judgment pursuant to Article 74 of the Statute, date 21 March 2016,

yaitu sebagai berikut.

i) Data-data para korban yang dijarah oleh para pelaku yaitu: P68 dan

ipar perempuannya di Bangui pada akhir Oktober 2002, P119 di Bangui

setelah 30 Oktober 2002, P87 dan keluarganya di Bangui pada atau sekitar 30

Oktober 2002, P23, P80, P81 dan P82 di Bangui pada awal November 2002,

saudara perempuan P69 di PK12 sehari setelah MLC tiba, P69 di PK12 pada

bulan November 2002, P108 di PK12 selama kehadiran MLC, P110 di PK12

sehari setelah MLC tiba, P112 di PK12 di November 2002, P22 dan pamannya

di PK12 pada atau sekitar 6 atau 7 November 2002, P79 dan saudara laki-

lakinya di PK12 beberapa hari setelah kedatangan MLC, P73 di PK12 pada

akhir November 2002, P42 dan keluarganya di PK12 pada akhir November

2002, seorang wanita di semak-semak di luar PK22 pada bulan November

2002, V2 di Sibut pada hari setelah kedatangan MLC, dan V1, sebuah gereja,

biarawati, imam,seorang pria “muslim”yang tidak dikenal dan tetangganya,

Page 49: BAB II KERANGKA KONSEPTUAL, HASIL PENELITIAN ......Nuremberg Trial. Dalam Pasal 6 (c) London Charter of The International Military Tribunal secara lengkap dinyatakan: “Crimes Against

57

kepolisian (the gendarmerie) dan walikota di Mongoumba pada tanggal 5

Maret 2003.

ii) V2, P69, P110 dan P112 tidak ada ketika harta (property) mereka

dijarah oleh para pelaku. Ketika V2, P69, P110 dan P112 pulang, mereka

melihat rumah mereka, dan pada kasus V2 tokonya telah dirusak dan barang-

barangnya diambil. Di Sibut, V2 juga melihat barang-barang yang dijarah

tersebut ditumpuk oleh MLC di markas mereka dan V2 juga mendengar

tentang penjarahan yang dilakukan pasukan MLC dari orang lain di saat itu.

Demikian juga P69, P110 dan P112 mengamati tindakan penjarahan lainnya

di PK12 dan mendengar tentang penjarahan yang dilakukan pasukan MLC.

Pasukan MLC merupakan satu-satunya kelompok bersenjata yang hadir di

PK12 dan Sibut pada waktu yang berkaitan, sehingga Mahkamah menyatakan

bahwa satu-satunya kesimpulan yang masuk akal adalah V2, P69, P110 dan

P112 dapat mengidentifikasi orang-orang yang menjarah barang-barang

mereka.

iii) Para pelaku mengambil banyak barang dari korban termasuk dokumen

administratif, pakaian, perabotan, peralatan, radio, televisi, barang pribadi

yang berharga, uang, ternak, makanan, kendaraan dan bahan bakar. P42 juga

bersaksi bahwa mereka mengambil “semuanya” bahkan beberapa korban

ditinggalkan tanpa apa-apa.

iv) Jadi, berdasarkan bukti-bukti tersebut Mahkamah menegaskan bahwa

tentara MLC melakukan melakukan kejatan perang yaitu penjarahan di

Republik Afrika Tengah antara atau pada sekitar tanggal 26 Oktober 2002 dan

15 Maret 2003.

Page 50: BAB II KERANGKA KONSEPTUAL, HASIL PENELITIAN ......Nuremberg Trial. Dalam Pasal 6 (c) London Charter of The International Military Tribunal secara lengkap dinyatakan: “Crimes Against

58

b) Dakwaan (Indictment)

Berikut dakwaan yang didakwakan kepada Bemba:

- Ada cukup bukti dan landasan dasar yang diduga dilakukan MLC di

wilayah Republik Afrika Tengah (CAR) sejak atau sekitar 26 Oktober 2002

sampai 15 Maret 2003 sehingga Bemba didakwakan atas:

i. Pembunuhan yang merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan sesuai

dengan Artikel 7(1)(a) Statuta Roma;

ii. Pemerkosaan yang merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan sesuai

dengan Artikel 7(1)(g) Statuta Roma;

iii. Pembunuhan yang merupakan kejahatan perang sesuai dengan Artikel

8(2)(c)(i) Statuta Roma;

iv. Pemerkosaan yang merupakan kejahatan perang sesuai dengan Artikel

8(2)(e)(vi) Statuta Roma; dan

v. Penjarahan yang merupakan kejahatan perang sesuai dengan Artikel

8(2)(e)(v) Statuta Roma.

- Berdasarkan Artikel 74(2), Mahkamah telah memastikan bahwa

Mahkamah tidak mendakwakan hal yang melebihi fakta dan keadaan yang

dijelaskan dalam dakwaan yang dikonfirmasi oleh Pra Peradilan Mahkamah.33

c) Pertimbangan Hakim terhadap Tanggung Jawab Komando

Berikut pertimbangan hakim yang dikutip dari Situation in The Central

African Republic in The Case of The Prosecutor v. Jean-Pierre Bemba Gombo

No. ICC-01/05-01/08 Public with annexes I, II, and A to F Judgment pursuant

to Article 74 of the Statute, date 21 March 2016, yang dikaitkan Penulis dengan

33 Situation in The Central African Republic in The Case of The Prosecutor v. Jean-Pierre Bemba

Gombo No. ICC-01/05-01/08 Public with annexes I, II, and A to F Judgment pursuant to Article 74 of the Statute,

date 21 March 2016, number 3 page 11.

Page 51: BAB II KERANGKA KONSEPTUAL, HASIL PENELITIAN ......Nuremberg Trial. Dalam Pasal 6 (c) London Charter of The International Military Tribunal secara lengkap dinyatakan: “Crimes Against

59

unsur-unsur tanggung jawab komando yang sudah dimuat dalam bagian

sebelumnya, yaitu:

- Ada hubungan komando antara komandan dengan bawahan yang

melakukan kejahatan

i) Paragraf 184

“Mr Bemba was the President of the MLC, the leader of the political

branch, and the Commander-in-Chief of the ALC from its creation and

throughout the period of the charges. He also held the military rank of

Divisional General, or General de Division. Mr Bemba founded the

MLC and was the organization’s figurehead and source of its funding,

goals, and aims. Under Article 12 of the MLC Statute, Mr Bemba held

broad functions and powers, including over internal organization and

policy in MLC’s military and political wings.”

(Terjemahan bebas: Bemba adalah Presiden MLC, seorang pemimpin

partai politik, dan seorang Panglima (Komandan) Tertinggi dari ALC

yang merupakan sayap militer partai tersebut ketika ia menerima

dakwaan. Dia juga memiliki pangkat militer Divisi Jenderal atau

Jenderal Divisi. Bapak Bemba mendirikan MLC dan menjadi kepala

organisasi dan sumber pendanaan dan visi misi dari organisasi tersebut.

Berdasarkan Artikel 12 dari Peraturan MLC, Bemba memiliki fungsi

dan wewenang yang luas termasuk organisasi internal dan dalam

pemberian kebijakan pada sayap militer dan politiknya di MLC.)

- Ada komando atau pengawasan efektif dari komandan terhadap

bawahan yang melakukan kejahatan

i) Paragraf 389

“Mr Bemba (i) often wore military attire, whether for practical or

symbolic reasons; (ii) carried a command baton or “swagger stick”;

(iii) addressed the MLC troops on several occasion; and (iv) had a

large personal security force. MLC troops knew and recognized Mr

Bemba as their president.”

(Terjemahan bebas: Bemba (i) sering mengenakan pakaian militer,

mungkin untuk alasan praktis maupun simbolis; (ii) membawa tongkat

komando (swagger stick); (iii) dalam beberapa waktu Bemba berbicara

kepada pasukan MLC; dan (iv) memiliki pasukan keamanan pribadi

yang besar sehingga pasukan MLC mengetahui dan mengakui Bemba

adalah presiden mereka.)

Page 52: BAB II KERANGKA KONSEPTUAL, HASIL PENELITIAN ......Nuremberg Trial. Dalam Pasal 6 (c) London Charter of The International Military Tribunal secara lengkap dinyatakan: “Crimes Against

60

ii) Paragraf 395

“Two of Mr Bemba’s cahiers de communication org logbooks are in

evidence. The first, entitled “Messages in c/man”, contains messages

sent and received between 4 September 2002 and 1 November 2002.

The second covers communications sent and received between 21

December 2002 and 7 February 2003. Mr Bemba and other members

of the General Staff sent messages through the Chief of General Staff

who would transmit it, and give Mr Bemba a copy. Messages were

encoded by the operators, sent by phonie, decoded by the addressee

comander’s operator, written in a logbook, and then read by the

relevant commander who would transmit any response in the same

manner. Messages arriving from the units in the field were sent to the

transmissions centre, decoded, transcribed into the logbooks, and the

logbooks were immediately taken to Mr Bemba. Codes were used

because the phonies were not very secure.”

(Terjemahan bebas: Dua buku catatan yang berisikan komunikasi

Bemba terbukti. Catatan pertama berjudul “Messages in c/man” yang

berisi pesan yang dikirim dan diterima antara 4 September 2002 dan 1

November 2002. Catatan kedua berisi pesan yang dikirim dan diterima

antara 21 Desember melalui Kepala Staff Umum, dan ia akan

mengirimkan pesan tersebut dan memberikan salinan pesan tersebut

kepada Bemba. Pesan akan dikodekan oleh operator komandan

penerima dan akan ditulis kembali dalam buku catatan dan kemudian

dibaca kembali oleh komandan yang bersangkutan dan komandan

tersebut akan mengirimkan tanggapan (jawaban) dengan cara yang

sama. Pesan yang tiba dari unit di lapangan dikirim ke pusat transmisi,

diterjemahkan dan di salin (ditranskripsi) ke dalam buku catatan dan

buku catatan itu akan diserahkan kembali ke Bemba. Kode digunakan

karena “phonies” tidak terlalu aman.)

- Komandan mengetahui atau sepatutnya mengetahui bahwa

bawahannya akan melakukan atau sudah melakukan kejahatan

i) Paragraf 385

“Mr Bemba ensured a clear division between the political and military

wings. Political members of the MLC had no involvement or authority

in military decision, rendering him the primary authority covering both

spheres. While not always involved in the implementation of the

administrative decisions, Mr Bemba held ultimate authority over the

decision-making and took, in general, the most important decision.

Once Mr Bemba had taken a decision, it was not debatable. The

Secretary General, who coordinated the General Secretariat, and the

administrative apparatus of the MLC implemented Mr Bemba’s

decisions.”

Page 53: BAB II KERANGKA KONSEPTUAL, HASIL PENELITIAN ......Nuremberg Trial. Dalam Pasal 6 (c) London Charter of The International Military Tribunal secara lengkap dinyatakan: “Crimes Against

61

(Terjemahan bebas: Bapak Bemba menegaskan pembagian antara

partai politik dan sayap militernya. Anggota politik MLC tidak

memiliki keterlibatan mauppun wewenang dalam keputusan yang

diambil di sayap militer sehingga membuat Bemba memiliki otoritas

(kewenangan) utama dalam kedua organisasi itu. Meskipun tidak

terlalu terlibat dalam pelaksanaan keputusan administrative, Bemba

memiliki otoritas tertinggi dalam pengambilan keputusan yang paling

penting. Ketika Bemba mengambil keputusan maka keputusan tersebut

tidak dapat diperdebatkan (diganggu-gugat). Sekretaris Jenderal dan

staff administrasi MLC yang akan mengkoordinasikandan menerapkan

keputusan yang diberikan Bemba.)

ii) Paragraf 400

“Although not specifically related to the 2002-2003 CAR Operation, a

series of phonie messages from the logbooks provides an example of

Mr Bemba exercising his general operational command powers. A

commander of an ALC unit reported operational information directly

to Mr Bemba and sought his authorization to attack. In response, Mr

Bemba sought logistical and operational information and then

instrusted the commander not to move and to hold ready to advance

towards Mambasa.”

(Terjemahan bebas: Meskipun tidak secara khusus dan detail terkait

dengan operasi di Republik Afrika Tengah pada tahun 2002-2003,

serangkaian pesan “phonie” dari buku catatan tersebut menerangkan

bahwa Bapak Bemba menjalankan kewenangannya dalam operasi

tersebut sebagai komandan. Seorang komandan unit ALC melaporkan

informasi yang bersifat operasional tersebut langsung ke Bemba dan

meminta izin untuk melakukan penyerangan. Namun Bemba meminta

komandan tersebut untuk tidak melakukan penyerangan dan bergerak

maju ke Mambasa.)

- Komandan gagal mengambil langkah yang perlu dan masuk akal untuk

mencegah kejahatan atau menindak kejahatan, atau untuk menyerahkan

masalah tersebut kepada pejabat yang berwenang untuk diselidiki dan dituntut

i) Paragraf 199

“The duty of the commander to take all necessary and reasonable

measures to prevent or repress the crimes committed by his forces, or

to submit the matter to the competent authorities for investigation and

prosecution, rests upon his possession of effective authority and

control. It is not determinative that the commander had the “explicit

legal capacity” to take such measures; what matters is his material

ability to act. In other words, what constitutes “all reasonable and

necessary measures within his or her power” shall be assessed on the

Page 54: BAB II KERANGKA KONSEPTUAL, HASIL PENELITIAN ......Nuremberg Trial. Dalam Pasal 6 (c) London Charter of The International Military Tribunal secara lengkap dinyatakan: “Crimes Against

62

basis of the de jure and/or de facto power of the commander and the

exercise he or she makes of this power.”

(Terjemahan bebas: tugas komandan untuk mengambil semua tindakan

yang diperlukan dan masuk akal untuk mencegah atau menekan

kejahatan yang dilakukan pasukannya atau menyerahkan masalah

tersebut kepada pihak yang berwenang untuk dilakukan penyelidikan

dan penuntutan bergantung pada kemampuan dan wewenangnya yang

efektif. Tidak menjadi masalah jika komandan memiliki “explicit legal

capacity” untuk mengambil tindakan semacam itu; yang penting adalah

kemampuan materialnya untuk bertindak. Dengan kata lain, apa yang

dimaksud dengan “semua tindakan yang masuk akal dan perlu dalam

kekuasannya” harus dinilai berdasarkan de jure dan atau de facto atas

komandan dan pelatihan yang dia berikan pada pasukan ini.)

ii) Paragraf 204

“Additional measures which should be taken under Article 28(a)(ii)

may include: (i) issuing orders specifically meant to prevent the crimes,

as opposed to merely issuing routine orders; (ii) protesting against or

criticizing criminal conduct; (iii) insisting before a superior authority

that immediate action be taken; (iv) postponing military operations; (v)

suspending, excluding, or redeploying violent subordinates; and (vi)

conducting military operations in such a way as to lower the risk of the

specific crimes or to remove opportunities for their commission.”

(Terjemahan bebas: Langkah-langkah tambahan yang harus diambil

menurut Artikel 28(a)(ii) yaitu: (i) mengeluarkan perintah yang secara

khusus dimaksudkan untuk mencegah kejahatan, bukan hanya

mengeluarkan perintah rutin; (ii) memprotes atau mengkritik tindak

pidana; (iii) bersikeras di depan otoritas yang lebih tinggi bahwa

tindakan harus segera diambil; (iv) menunda operasi militer; (v)

menangguhkan, mengecualikan atau memindahkan bawahan dengan

kekerasan; dan (vi) melakukan operasi sedemikian rupa untuk

mengurangi resiko kejahatan atau menghapus peluang kejahatan yang

akan dilakukan pasukan.)

iii) Paragraf 205

“Article 28(a)(ii) also criminalises the failure of the commander to

“repress” the crimes. The word “repress” means to “put down”,

“subdue”, “restrain”, and “keep or hold back”. The notion of

“repression” therefore overlaps to a certain degree with “prevention”,

particularly in terms of a duty to prevent crimes in progress and crimes

which involve on-going elements being committed over an extended

period.”

(Terjemahan bebas: Artikel 28(a)(ii) juga mengkritisi (menanggapi)

mengenai kegagalan komandan untuk menekan kejahatan tersebut.

Page 55: BAB II KERANGKA KONSEPTUAL, HASIL PENELITIAN ......Nuremberg Trial. Dalam Pasal 6 (c) London Charter of The International Military Tribunal secara lengkap dinyatakan: “Crimes Against

63

Kata “menekan” berarti “menjatuhkan”, “membawa ke bawah”, atau

“menahan”. Gagasan “repression” menjadi tumpang tindih dengan

“pencegahan”, terutama dalam hal kewajiban untuk mencegah

kejahatan yang sedang berjalan dan kejahatan yang memenuhi unsur-

unsur yang dilakukan terus menerus (periode panjang).

iv) Paragraf 206

“The Chamber concurs with the Pre-Trial Chamber that the duty to

repress also encompasses an obligation to punish forces after the

commission of crimes. The Chamber notes that the statutes of the ad

hoc tribunals do not make reference to a duty to “repress”; rather the

terms “to prevent […] or to punish” are used. The term “repress” is

used in Article 2 of the 1996 Draft Code of Crimes against the Peace

and Security of Mankind and Article 86 of Additional Protocol I where,

as in the Rome Statute, this notion is distinguished from “prevention”.

The International Committee of the Red Cross (“ICRC”) Commentary

to Article 86 of Additional Protocol I indicates that the purpose of the

requirement that commanders repress crimes is to ensure that military

commanders fulfil their obligation to search for the perpetrators and

either bring them before the courts or hand them over to another state

for trial.”

(Terjemahan bebas: Mahkamah setuju dengan Pra Peradilan yang

menyatakan bahwa tugas untuk menekan pasukan juga mencakup

kewajiban untuk menghukum pasukan setelah melakukan kejahatan.

Mahkamah mencatat bahwa undang-undang pengadilan ad hoc tidak

mengunakan istilah untuk “menekan”, melainkan istilah untuk

“mencegah atau menghukum” yang digunakan. Istilah “penindasan”

digunakan dalam Artikel 2 pada tahun 1996 Rancangan Undang-

Undang Kejahatan terhadap Perdamaian dan Keamanan Manusia dan

Artikel 86 Protokol Tambahan I dimana seperti yang dimaksud dalam

Statuta Roma, gagasan ini dibedakan dari “pencegahan”. Komite

Palang Merah Internasional (ICRC) menafsirkan Artikel 86 Protokol

Tambahan I menunjukkan bahwa maksud dari persyaratan komandan

mengendalikan kejahatan adalah untuk memastikan bahwa komandan

militer memenuhi kewajiban mereka untuk mencari pelaku dan

membawa mereka ke pengadilan sebelum menyerahkan mereka ke

Negara lain untuk diadili.)

d) Putusan

Dari pertimbangan-pertimbangan tersebut Mahkamah memutuskan sebagai

berikut :

a. SENTENCES Mr Jean-Pierre Bemba Gombo to a total of 18 years of

imprisonment;

Page 56: BAB II KERANGKA KONSEPTUAL, HASIL PENELITIAN ......Nuremberg Trial. Dalam Pasal 6 (c) London Charter of The International Military Tribunal secara lengkap dinyatakan: “Crimes Against

64

(Terjemahan bebas: MENGHUKUM Jean-Pierre Bemba dijatuhi total

hukuman 18 tahun penjara.);

b. ORDERS the deduction of the time Mr Bemba has spent in detention,

pursuant to an order of this Court, from his sentence;

(Terjemahan bebas: MEMERINTAHKAN pengurangan waktu yang telah

Bemba habiskan dalam tahanan, sesuai dengan perintah Pengadilan ini, dari

hukumannya.);

c. INFORMS the parties and participants that reparations to victims

pursuant to Article 75 of the Statute shall be addressed in due course.

(Terjemahan bebas: MEMBERITAHUKAN para pihak dan peserta bahwa

penggantian kerugian terhadap korban sesuai dengan Artikel 75 Statuta harus

ditangani pada waktunya.);

d. Judge Kuniko Ozaki appends a separate opinion.

(Terjemahan bebas: Hakim Mahkamah ICC Kuniko Azaki menambahkan

pendapat yang berbeda.) Pendapat Hakim Kuniko yaitu bahwa Mahkamah

ICC perlu menggunakan putusan pengadilan sebagai sumber hukum.

2. Analisis terhadap Putusan The Prosecutor v. Jean-Pierre Bemba

Gombo/ICC-01/05-01/08 tentang Unsur-Unsur Tanggung Jawab

Komando

Penulis akan melakukan analisis terhadap unsur-unsur pada prinsip tanggung jawab

komando/atasan di dalam hukum pidana internasional dengan mengkaji studi putusan

The Prosecutor v. Jean-Pierre Bemba Gombo/ICC-01/05-01/08 sehingga dapat

diketahui apakah setiap unsur-unsur tanggung jawab komando tersebut terpenuhi atau

tidak dan juga akan menjawab rumusan masalah dari skripsi ini yaitu bagaimana

pertimbangan hakim dalam putusan tersebut apakah sesuai atau tidak sesuai jika

Page 57: BAB II KERANGKA KONSEPTUAL, HASIL PENELITIAN ......Nuremberg Trial. Dalam Pasal 6 (c) London Charter of The International Military Tribunal secara lengkap dinyatakan: “Crimes Against

65

dilihat dari pertama mengenai apakah unsur-unsur tanggung jawab komando

terpenuhi atau tidak dan kedua mengenai hukuman yang dijatuhkan oleh hakim

apakah sesuai atau tidak.

Berdasarkan fakta, bukti dan pertimbangan Mahkamah ICC yang disebutkan

sebelumnya maka analisis pertama dari putusan terhadap unsur-unsur prinsip

tanggung jawab komando tersebut yaitu:

a. Unsur pertama, yaitu ada hubungan komando antara komandan dengan

bawahan yang melakukan kejahatan

Mahkamah ICC menegaskan bahwa unsur ini adalah unsur yang paling menentukan

apakah seseorang dinyatakan memiliki hubungan dan tanggung jawab komando

karena jika tidak ada hubungan komando maka seseorang (terdakwa) tidak dapat

diberikan tanggung jawab komando. Pada paragraf 176, Mahkamah ICC mengartikan

istilah “komandan militer” mengacu pada seseorang yang secara formal atau sah

menjalankan fungsi dan tugasnya sebagai komandan militer yang pada umumnya

komandan militer dan pasukannya akan menjadi bagian dari pasukan angkatan

bersenjata negara sehingga komandan tersebut akan mengoperasikan pasukannya

sesuai dengan hukum nasional negaranya sedangkan istilah “komandan militer” pada

Artikel 28(a) Statuta Roma juga berlaku pada individu yang ditunjuk sebagai

komandan militer dalam pasukan non pemerintah sesuai dengan praktik atau aturan

dari organisasi mereka baik tertulis maupun tidak tertulis.

Mahkamah ICC juga mengartikan istilah “hubungan komando” sebagai hubungan

atasan dan bawahan di dalam lingkungan militer.

Fakta-fakta yang dipakai sebagai dasar bagi Mahkamah ICC untuk menyatakan unsur

ini terbukti yaitu:

• Bemba memiliki jabatan sebagai Presiden MLC dan Panglima (Komandan)

Tertinggi ALC (Paragraf 184).

Page 58: BAB II KERANGKA KONSEPTUAL, HASIL PENELITIAN ......Nuremberg Trial. Dalam Pasal 6 (c) London Charter of The International Military Tribunal secara lengkap dinyatakan: “Crimes Against

66

• Berdasarkan Artikel 12 Peraturan MLC, Bemba memiliki fungsi dan

wewenang yang luas termasuk organisasi internal dan dalam membuat kebijakan pada

sayap militer ALC dan partai politiknya MLC (Paragraf 184).

Pertimbangan Mahkamah ICC tentang unsur pertama ini jika diukur pada Statuta

Roma 1998 sesuai (tepat) karena Artikel 28(a) Statuta Roma menyatakan bahwa salah

satu unsur yang harus dipenuhi agar seorang terdakwa dinyatakan memiliki tanggung

jawab komando yaitu terdakwa tersebut haruslah seorang komandan militer atau

individu yang bertindak sebagai komandan militer yang artinya terdakwa memiliki

tanggung jawab komando. Hal ini dukung dengan fakta-fakta bahwa Bemba

merupakan seorang Komandan tertinggi dari pasukan ALC.

b. Unsur kedua, yaitu ada komando atau pengawasan efektif dari komandan

terhadap bawahan yang melakukan kejahatan

Pada paragraf 181 disebutkan bahwa Mahkamah ICC setuju dengan Pra Peradilan

yang menyatakan istilah “komando” dan “kewenangan” tidak memiliki efek

substansial terhadap tingkat atau standar kontrol yang diperlukan tetapi dengan

menunjukkan cara dan langkah yang dilakukan komandan militer atau seseorang yang

bertindak memberikan kontrol kepada pasukannya ketika melakukan dan memberikan

pelatihan terhadap pasukannya. Paragraf 184 juga menegaskan bahwa Mahkamah

sepakat dengan defenisi kontrol yang efektif menurut Pra Peradilan, yaitu perwujudan

dari hubungan atasan dan pasukan baik secara de facto maupun de jure (rantai

komando).

Paragraf 188 menyatakan bahwa ada beberapa faktor yang mengindikasikan adanya

“kontrol efektif” tersebut yaitu:

(i) posisi resmi komandan dalam struktur militer dan tugas yang benar-benar ada

(actual) dia lakukan;

Page 59: BAB II KERANGKA KONSEPTUAL, HASIL PENELITIAN ......Nuremberg Trial. Dalam Pasal 6 (c) London Charter of The International Military Tribunal secara lengkap dinyatakan: “Crimes Against

67

(ii) wewenangnya untuk mengeluarkan perintah, termasuk kemampuannya untuk

memerintahkan pasukan atau unit di bawah komandonya, baik di bawah komando

langsung atau pada tingkat yang lebih rendah, untuk terlibat dalam pertempuran

(iii) wewenangnya untuk memastikan kepatuhan terhadap perintah termasuk

pertimbangan apakah perintah tersebut benar-benar diikuti;

(iv) wewenangnya untuk mengembalikan pasukan unit bawahan atau membuat

perubahan pada struktur komando;

(v) kekuatannya untuk mempromosikan, mengganti, menghapus atau

mendisiplinkan anggota pasukan apapun, dan untuk memulai penyelidikan;

(vi) wewenangnya untuk mengirim pasukan ke lokasi dimana pertempuran terjadi

dan menarik mereka pada saat tertentu;

(vii) memiliki akses bebas (independent) terhadap kontrol atas sarana untuk

berperang seperti peralatan komunikasi dan senjata;

(viii) penguasaannya atas keuangan;

(ix) wewenangnya (kemampuan) untuk mewakili pasukan dalam negosiasi atau

berinteraksi dengan badan atau individu luar atas nama organisasi (kelompok);

(x) apakah dia mewakili ideologi gerakan/pasukan bawahannya dan diwujudkan

melalui penampilan dan pernyataan publik.

Berdasarkan paragraf 188 fakta-fakta yang dipakai sebagai dasar bagi Mahkamah ICC

untuk menyatakan unsur ini terbukti yaitu:

• Faktor pertama, Bemba memiliki jabatan (posisi resmi) sebagai komandan di

dalam pasukan ALC.

• Faktor kedua, ketiga, keempat dan keenam dibuktikan pada paragraf 395.

Setiap komandan unit dalam melakukan tugasnya di lapangan selalu

menginformasikan hal yang terjadi dan meminta izin kepada Bemba untuk melakukan

ataupun memerintahkan pasukan di lapangan melalui alat-alat komunikasi yang

Page 60: BAB II KERANGKA KONSEPTUAL, HASIL PENELITIAN ......Nuremberg Trial. Dalam Pasal 6 (c) London Charter of The International Military Tribunal secara lengkap dinyatakan: “Crimes Against

68

disebutkan sebelumnya di bagian posisi kasus yang salah satunya yaitu “phonie”. Hal

inilah yang juga menerangkan bahwa Bemba memberikan pengawasan yang efektif

kepada pasukan ALC di lapangan.

• Faktor kelima, dibuktikan pada pertama paragraf 386 yang menyatakan bahwa

Bemba memiliki wewenang untuk menentukan orientasi politik umum, dan

mengambil setiap keputusan seperti menetapkan anggota dari dewan politik dan

militernya, kedua pada paragraf 387 bahwa menurut Artikel 12 dan 16 Peraturan MLC

setelah berkonsultasi dengan dewan politik dan militer Bemba dapa mempromosikan

dan memberhentikan setiap anggota dari MLC dan ALC.

• Faktor ketujuh dan kedelapan, dibuktikan pada paragraf 388 yang menyatakan

bahwa Bemba memiliki wewenang dalam mendistribusikan senjata dan amunisi yang

ada dalam pasukan serta memiliki wewenang dalam mengatur sumber dana dan

keuangan pada MLC dan ALC.

• Faktor kesembilan dan kesepuluh, dibuktikan pada paragraf 389 yaitu pasukan

ALC sering melihat Bemba datang mengenakan pakaian militer sambil membawa

tongkat komandonya “swagger stick”, dan para pasukan sering melihat Bemba

berbicara dengan tentara yang lainnya sehingga para pasukan mengetahui dan

mengenal Bemba sebagai “presiden” mereka.

Berdasarkan fakta-fakta yang dikaitkan dengan faktor-faktor yang disebutkan

sebelumnya Bemba sebagai komandan benar-benar memiliki komando atau

pengawasan efektif terhadap pasukannya sehingga Pertimbangan Mahkamah ICC

tentang unsur kedua ini jika diukur pada Statuta Roma 1998 sesuai karena Artikel

28(a) Statuta Roma menyatakan bahwa salah satu unsur yang harus dipenuhi agar

seorang terdakwa dinyatakan memiliki tanggung jawab komando yaitu ada komando

atau pengawasan efektif dari komandan terhadap bawahan yang melakukan kejahatan.

Page 61: BAB II KERANGKA KONSEPTUAL, HASIL PENELITIAN ......Nuremberg Trial. Dalam Pasal 6 (c) London Charter of The International Military Tribunal secara lengkap dinyatakan: “Crimes Against

69

c. Unsur ketiga, yaitu komandan mengetahui atau sepatutnya mengetahui bahwa

bawahannya akan melakukan atau sudah melakukan kejahatan

Paragraf 191 menyatakan bahwa Mahkamah menegaskan komandan “mengetahui”

tidak dapat diduga sehingga harus ditetapkan baik secara langsung maupun tidak

langsung. Contoh bukti yang secara langsung yaitu pengakuan terdakwa atas

kemungkinan kejahatan tersebut terjadi.

Paragraf 196 menegaskan bahwa berdasarkan Regulation 55 Notification pernyataan

bahwa “komandan mengetahui atau sepatutnya mengetahui” menurut Mahkamah

tidak perlu dipertimbangkan standar “sepatutnya mengetahui” seperti yang ditetapkan

dalam Artikel 28(a).

Fakta-fakta yang dipakai sebagai dasar bagi Mahkamah ICC untuk menyatakan unsur

ini terbukti yaitu:

• Seperti yang disebutkan sebelumnya oleh Penulis pada bagian posisi kasus

karena Bemba adalah Presiden MLC dan Komandan (Panglima) Tertinggi dari ALC

maka Bemba memiliki wewenang dan otoritas untuk membuat keputusan militer

seperti memulai operasi militer, memerintahkan operasi militer, memerintahkan unit-

unit pasukan di lapangan untuk menyerang atau maju ke suatu lokasi tertentu dan

Bemba juga dapat mengikuti perkembangan operasi secara ketat. Dari poin inilah kita

dapat mengetahui bahwa Bemba mengetahui pasukannya akan ataupun telah

melakukan kejahatan-kejahatan yang terjadi di Republik Afrika Tengah.

• Seperti yang dijelaskan sebelumnya pada bagian posisi kasus bahwa MLC dan

ALC berkomunikasi dengan beberapa alat dan salah satunya adalah “phonie system”.

Pada paragraf 400 pada bagian pertimbangan hakim, dikatakan bahwa meskipun tidak

secara detail terkait dengan operasi militer di Republik Afrika Tengah pada tahun

2002-2003, serangkaian pesan dari “phonie” dari buku catatan tersebut diketahui

bahwa seorang komandan unit ALC melaporkan dan meminta kewenangan kepada

Page 62: BAB II KERANGKA KONSEPTUAL, HASIL PENELITIAN ......Nuremberg Trial. Dalam Pasal 6 (c) London Charter of The International Military Tribunal secara lengkap dinyatakan: “Crimes Against

70

Bemba untuk menyerang dan Bemba menginstruksikan komandan itu untuk tidak

bergerak dan terus bergerak menuju Mambasa (nama sebuah wilayah di Republik

Afrika Tengah). Hal ini jugalah yang dapat dijadikan bukti bahwa Bemba mengetahui

dan akan mengetahui pasukannya akan melakukan kejahatan karena dari pernyataan

ini juga kita dapat mengetahui bahwa setiap komandan unit akan selalu

menginformasikan apa yang terjadi di lapangan dan meminta izin terlebih dahulu

kepada Bemba yang artinya pada Bemba mengetahui pasukan tersebut akan ataupun

telah melakukan kejahatan tersebut.

Pertimbangan Mahkamah ICC tentang unsur ketiga ini jika diukur pada Statuta Roma

1998 maka pertimbangan ini sesuai karena Artikel 28(a) Statuta Roma menyatakan

bahwa salah satu unsur yang harus dipenuhi agar seorang terdakwa dinyatakan

memiliki tanggung jawab komando yaitu komandan mengetahui atau sepatutnya

mengetahui bahwa bawahannya akan melakukan atau sudah melakukan kejahatan.

d. Unsur keempat,yaitu komandan gagal mengambil langkah yang perlu dan

masuk akal untuk mencegah kejahatan atau menindak kejahatan, atau untuk

menyerahkan masalah tersebut kepada pejabat yang berwenang untuk diselidiki dan

dituntut

Pengertian dari komandan gagal mengambil langkah yang perlu dan masuk akal yaitu

ketika komandan mengambil langkah yang perlu dan masuk akal namun langkah-

langkah tersebut tidak berhasil dan tidak tercapai. Sedangkan pengertian dari istilah

“mencegah atau menindak kejahatan” menurut Mahkamah yaitu menjaga agar tidak

terjadi sesuatu atau mengembalikan seperti semula atau mencegah agar tidak bergerak

maju (hinder) atau menghentikan ketika terjadi (impede). Mahkamah menganggap

bahwa seorang komandan melanggar kewajibannya untuk mencegah ketika dia gagal

melakukan tindakan untuk menghentikan kejahatan yang akan terjadi atau kejahatan

yang telah terjadi. Kewajiban untuk mencegah sebelum terjadinya kejahatan tersebut

Page 63: BAB II KERANGKA KONSEPTUAL, HASIL PENELITIAN ......Nuremberg Trial. Dalam Pasal 6 (c) London Charter of The International Military Tribunal secara lengkap dinyatakan: “Crimes Against

71

dan termasuk kejahatan yang telah terjadi dan kejahatan yang melibatkan unsur-unsur

yang sedang terjadi.

Tugas komandan untuk mengambil semua tindakan yang diperlukan dan masuk akal

untuk mencegah atau menekan kejahatan yang dilakukan oleh pasukannya, atau

menyerahkan masalahnya kepada pihak yang berwenang untuk penyelidikan dan

penuntutan, bergantung pada kepemilikan dan wewenangnya yang efektif. Tapi hal

tersebut tidak menentukan bahwa komandan juga memiliki kecakapan hukum yang

jelas untuk mengambil tindakan tersebut. Seperti yang disebutkan pada bagian

sebelumnya, yang paling penting adalah kemampuan material (kemampuan

komandan dalam bentuk wewenangnya yang secarah sah) untuk bertindak. Dengan

kata lain, apa yang dimaksud dengan "semua tindakan yang masuk akal dan perlu

dalam kekuatannya" harus dinilai berdasarkan landasan de jure dan / atau secara de

facto dari komandan sendiri ketika ia memimpin pasukan tersebut.

Yang dimaksud dengan komandan gagal mengambil langkah yang perlu dan masuk

akal untuk mencegah kejahatan atau menindak kejahatan yang dilakukan oleh

bawahannya (pasukannya) baik secara de jure maupun secara de facto yaitu:

a. secara de jure: menjelaskan bahwa secara hukum apa yang dilakukan pasukan

tersebut merupakan tindak pidana dan melanggar hukum; dan membuat laporan dan

menyampaikan laporan tersebut kepada otoritas yang berhak untuk memeriksa dan

mengadili kejahatan ini.

b. secara de facto: melarang dengan keras pasukan tersebut melakukan kejahatan

tersebut.

Fakta yang dipakai sebagai dasar bagi Mahkamah ICC untuk menyatakan unsur ini

terbukti yaitu:

• kejahatan tersebut terjadi karena komandan gagal mencegah atau menindak

kejahatan tersebut.

Page 64: BAB II KERANGKA KONSEPTUAL, HASIL PENELITIAN ......Nuremberg Trial. Dalam Pasal 6 (c) London Charter of The International Military Tribunal secara lengkap dinyatakan: “Crimes Against

72

• terdapat korban-korban seperti yang disebutkan pada bagian sebelumnya yang

membuktikan bahwa komandan gagal mencegah atau menindak kejahatan tersebut.

Paragraf 183 juga menyatakan bahwa ketika seorang komandan memiliki

kontrol/pengawasan yang efektif komandan tersebut memiliki kemampuan material

untuk mencegah atau menekan pasukan yang melakukan kejahatan tersebut ataupun

mengajukan masalah tersebut kepada pihak yang berwenang selain itu paragraf 209

juga menyatakan Mahkamah berpendapat bahwa kewajiban untuk menghukum atau

mengajukan tuntutan tersebut kepada pihak yang berwenang bertujuan untuk

memastikan bahwa pelaku diajukan ke pengadilan, untuk menghindari kekebalan

hukum dan untuk mencegah kejahatan di masa depan. Tugas ini timbul setelah

pasukan melakukan kejahatan tersebut.

Pertimbangan Mahkamah ICC tentang unsur keempat ini jika diukur pada Statuta

Roma 1998 maka unsur keempat ini juga telah terpenuhi karena Artikel 28(a) Statuta

Roma menyatakan bahwa salah satu unsur yang harus dipenuhi agar seorang terdakwa

dinyatakan memiliki tanggung jawab komando yaitu komandan gagal mengambil

langkah yang perlu dan masuk akal untuk mencegah kejahatan atau menindak

kejahatan, atau untuk menyerahkan masalah tersebut kepada pejabat yang berwenang

untuk diselidiki dan dituntut.

Dari analisis pertama, keempat unsur yang menyatakan adanya hubungan tanggung

jawab komando antara Komandan Bemba dan pasukannya tersebut telah terpenuhi,

sehingga berdasarkan peraturan-peraturan tentang tanggung jawab komando dalam

Kodifikasi Hukum Perancis 1439, Protokol Tambahan I Konvensi Jenewa 1977,

Artikel 28(a) Statuta Roma, Artikel 7(3) Statuta ICTY dan Artikel 6(3) Statuta ICTR

maka Bemba memiliki tanggung jawab terhadap pasukan yang dipimpinnya.

Page 65: BAB II KERANGKA KONSEPTUAL, HASIL PENELITIAN ......Nuremberg Trial. Dalam Pasal 6 (c) London Charter of The International Military Tribunal secara lengkap dinyatakan: “Crimes Against

73

Berikut pertimbangan tentang nalisis kedua yang berhubungan dengan apakah

hukuman yang dijatuhkan hakim terhadap Bemba selama 18 tahun apakah sesuai atau

tidak dikaitkan dengan Artikel 78 Statuta Roma 1998 tentang Penetapan Hukuman:

a. Berdasarkan Artikel 78 Statuta Roma dikatakan bahwa dalam menentukan

hukuman, Mahkamah, pertama harus memperhitungkan faktor-faktor seperti

misalnya beratnya kejahatan dan keadaan-keadaan pribadi dari orang yang

dihukum, kedua Mahkamah harus menguranginya dengan waktu kalau ada yang

dilewatkan sebelumnya dalam penahanan sesuai dengan suatu perintah dari

Mahkamah dan ketiga apabila seseorang telah dihukum karena lebih dari satu

kejahatan maka Mahkamah harus mengumumkan setiap hukum bagi setiap

kejahatan dan hukum bersama yang menyebutkan jumlah keseluruhan jangka

waktu lamanya dipenjara dan tidak kurang dari angka tertinggi masing-masing

hukuman yang diumumkan dan tidak melebihi 30 tahun penjara atau hukuman

penjara seumur hidup.

b. Selain itu pada paragraf 90 dikatakan bahwa berdasarkan Rule 145(1)(a) and (b),

Mahkamah dalam menjatuhkan hukuman haruslah mempertimbangkan semua

faktor-faktor yang dapat mengurangi bahkan memperparah terpidana dan

kejahatan yang dilakukannya agar hakim ketika menjatuhkan hukum haruslah

memenuhi arti dari tujuan penjatuhan hukuman itu sendiri sehingga hakim

menjatuhkan hukuman yang proporsional.

c. Pada paragraf 94 juga menyatakan karena kejahatan perang dan kejahatan

terhadap kemanusiaan alam kasus ini didasarkan pada pelaku yang sama

walaupun memenuhi kontekstual berbeda maka Mahkamah menjatuhkan

hukuman yang sama. Dengan mempertimbangkan faktor-faktor tersebut,

Mahkamah mempertimbangkan hukuman yang dijatuhkan pada Bemba karena

kejahatan yang didasarkan Artikel 28(a) yaitu:

Page 66: BAB II KERANGKA KONSEPTUAL, HASIL PENELITIAN ......Nuremberg Trial. Dalam Pasal 6 (c) London Charter of The International Military Tribunal secara lengkap dinyatakan: “Crimes Against

74

pembunuhan sebagai kejahatan perang: 16 tahun penjara;

pembunuhan sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan; 16 tahun penjara;

pemerkosaan sebagai kejahatan perang: 18 tahun penjara;

pemerkosaan sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan: 18 tahun penjara;

penjarahan sebagai kejahatan perang: 16 tahun penjara.

d. Paragraf 95 juga menyatakan bahwa karena tindakan yang sama tersebut,

Mahkamah memberikan hukuman kumulatif pada Bemba. Mahkamah

berpendapat bahwa hukuman tertinggi yang dapat dijatuhkan pada Bemba adalah

18 tahun karena dapat mencerminkan keseluruhan kesalahan Bemba dan karena

Legal Representative tidak meminta hukum denda atau penyitaan maka

berdasarkan Artikel 77(2) dan Rules 146 to 147 dalam kasus ini hukuman penjara

sudah cukup. Hukuman kumulatif adalah hukuman yang diberi sanksi berganda

seperti hukuman pidana denda dan penjara kurungan. Hukuman kumulatif ini

terjadi jika satu orang melakukan dua atau lebih tindak pidana pada waktu yang

bersamaan.

e. Paragraf 96 juga menyebutkan bahwa sesuati dengan Artikel 78(2) Statuta Roma

Bemba berhak mendapatkan pengurangan terhadap hukumannya karena telah

menjalani masa penahanan sesuai dengan perintah Mahkamah yaitu sejak

penangkapannya sesuai dengan surat perintah yang dikeluarkan Pra Peradilan

Mahkamah II pada 24 Mei 2008.

Jadi menurut Penulis Mahkamah menjatuhkan 18 tahun penjara kepada Bemba itu

sesuai karena seperti yang dijelaskan sebelumnya pada bagian tanggung jawab pidana

bahwa:

a. Seperti yang dikatakan Artikel 78 Statuta Roma bahwa hukuman yang dijatuhkan

pada seseorang yang melakukan lebih dari satu kejahatan harus tidak kurang dari

angka tertinggi dan tidak melebihi 30 tahun penjara atau hukuman seumur hidup.

Page 67: BAB II KERANGKA KONSEPTUAL, HASIL PENELITIAN ......Nuremberg Trial. Dalam Pasal 6 (c) London Charter of The International Military Tribunal secara lengkap dinyatakan: “Crimes Against

75

Dari uraian sebelumnya disebutkan bahwa hukuman tertinggi dari kejahatan

tersebut adalah 18 tahun penjara maka hal ini sesuai karena Bemba dijatuhi

hukuman 18 tahun penjara.

b. Pada uraian sebelumnya juga dikatakan bahwa Bemba telah menjalani masa

penahanan sesuai dengan surat perintah yang dikeluarkan Pra Peradilan

Mahkamah maka hal ini sesuai dengan Artikel 78 Statuta Roma yang menyatakan

bahwa Mahkamah harus mengurangi hukuman jika seseorang tersebut telah

menjalani di waktu yang dilewatkan sebelumnya dalam masa penahanan sesuai

perintah Mahkamah.

c. Hukum pidana dimaksudkan untuk menjatuhkan hukum terhadap pelanggaran

yang dilakukan pelaku untuk melindungi kepentingan umum yang artinya dalam

penjatuhan hukuman tidak hanya melindungi kepentingan dari korban namun juga

melindungi kepentingan dari pelaku tersebut.