BAB II KERAMAT BULAN MUHARRAM A. Persepsieprints.walisongo.ac.id/6965/3/BAB II.pdf · dengan...
-
Upload
trinhkhanh -
Category
Documents
-
view
214 -
download
0
Transcript of BAB II KERAMAT BULAN MUHARRAM A. Persepsieprints.walisongo.ac.id/6965/3/BAB II.pdf · dengan...
28
BAB II
KERAMAT BULAN MUHARRAM
A. Persepsi
Persepsi merupakan bidang psikologi yang paling tua dan
paling tradisional terkait pandangan formal psikologi sebagai
disiplin mandiri di abad ke -19. Meskipun berbagai studi terdahulu
yang dilakukan para ahli psikofisik dan prinsip-prinsip dasar
psikologi struktural dibahas karena secara historis penting, banyak
isu metodologis dan substantif dalam gerakan tersebut tetap
penting dalam psikologi modern.1
Dalam kamus Bahasa Inggris, Perception yaitu
penglihatan, tanggapan daya memahami atau menanggapi.2 Dalam
KBBI Persepsi adalah tanggapan (penerimaan) langsung dari
sesuatu atau proses seseorang mengetahui beberapa hal melalui
pancaindranya.3 Menurut Ibrahim Elfikri mengatakan persepsi
adalah awal perubahan dan perubahan adalah awal kemajuan.4
Pemikiran Jalaluddin Rakhmat tentang persepsi adalah pengalaman
1 James E. Brennan, History and Systems of Psychology (Sejarah dan
Sistem Psikolog) Edisi keenam, Terj. Nurmala Sari Fajar, (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2006), h. 440 2 John M Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris- Indonesia,
(Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1997), h. 424 3 Tim Redaksi Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, Kamus
Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, Edisi keempat, (Jakarta: Gramedia,
2008), h. 1060 4 Ibrahim Elfiky, Terapi Berpikir Positif Biarkan Mukjizat dalam Diri
Anda Melesat Agar Hidup Lebih Sukses dan Lebih Bahagia, (Jakarta: Zaman,
2009), h. 315
29
tentang objek, peristiwa atau hubungan-hubungan yang diperoleh
dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan.5
Kemudian menurut Popi Sapiatin dan Sahari Sahrani, Persepsi
sebagai suatu proses cara masing-masing individu
mengorganisasikan dan menafsirkan kesan indra mereka agar
memberi makna kepada lingkungan mereka.6 Menurut Andrew
Mcghie Persepsi adalah bahwa kita tidak melihat secara pasif
seperti sebuah kamera tetapi mengorganisir secara aktif persepsi
kita dengan cara kita masing-masing. Makna serta signifikansi
yang kita berikan pada apapun yang kita lihat tergantung tidak
hanya pada obyek itu sendiri tetapi juga pada pengalaman masa
lampau serta apa yang kita harapkan dikemudian hari.7 Menurut
Lynn Wilcox persepsi adalah penterjemah otak terhadap informasi
yang disediakan oleh semua indera fisik. Segala sesuatu yang telah
ada dalam fikiran kita, semua yang kita inginkan, kehendaki,
sangka dan butuhkan, serta pengalaman masa lalu, membantu
menentukan persepsi.8
Perception (persepsi) ialah proses mengetahui atau
mengenali objek dan kejadian objektif dengan bantuan indera.
Dalam psikologi kontemporer, persepsi secara umum diperlakukan
5 Jalaluddin Rakhmat, Spikologi Komunikasi, (Bandung: Remaja
Rosdakarya Offset, 1996), h. 51 6 Popi Sapiatin dan Sahari Sahrani, Psikologi Belajar dalam Perspektif
Islam, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2011), h. 41 7 Andrew Mcghie, Penerapan Psikologi dalam Perawatan,
(Yogyakarta: Andi, 1996), h. 258 8 Lynn Wilcox, Spikologis Kepribadian, (Yogyakarta: IRCisoD,
2012), h. 105
30
sebagai satu variabel campur tangan, bergantung pada faktor-faktor
perangsang, cara belajar, perangkat, keadaan jiwa atau suasana hati
dan faktor-faktor motivasional. Maka arti suatu objek atau suatu
kejadian objektif ditentukan baik oleh kondisi perangsang maupun
oleh faktor-faktor organisme. Dalam dekade sesudah perang dunia
II, riset dalam persepsi hanya menekankan masalah penemuan
relasi-relasi antara persepsi dengan macam-macam faktor O yang
mempengaruhi prosesnya. Sedang baru-baru ini riset perseptual
banyak dipengaruhi oleh teori pemrosesan informasi, dengan hasil
bahwa proses-proses perseptual itu di konseptualisasikan
berkenaan dengan sistem masukan pemrosesan keluaran.
Proses persepsual dimulai dengan perhatian, yaitu
merupakan proses pengamatan selektif. Faktor-faktor perangsang
yang penting dalam perbuatan memperhatikan ini ialah perubahan,
intensitas, ulangan, kontras dan gerak. Faktor-faktor organisme
yang penting ialah minat, kepentingan dan kebiasaan
memperhatikan yang telah dipelajari. Persepsi yaitu tahap kedua
dalam upaya mengamati dunia kita, mencakup pemahaman dan
mengenali atau mengetahui objek-objek serta kejadian-kejadian.
Persepsi diorganisasi ke dalam bentuk dan dasar. Bentuk dicirikan
dengan potongan yang bagus, garis bentuk (garis, luar, kontur)
yang pasti, dan kejelasan dalam perhatian. Dasar, sifatnya kabur
31
tidak jelas, tidak punya kontur yang baik dan terlokalisasi dengan
tak jelas.9
Persepsi yaitu kemampuan untuk membedakan,
mengelompokkan, memfokuskan dan sebagainya yang selanjutnya
diinterpretasikan. Persepsi berlangsung saat seseorang menerima
stimulus dari dunia luar yang ditangkap oleh organ-organ bantunya
yang kemudian masuk kedalam otak. Di dalamnya terjadi proses
berfikir yang pada akhirnya terwujud dalam sebuah pemahaman.
Pemahaman ini yang kurang lebih disebut persepsi.
Sebelum terjadi persepsi pada manusia, diperlukan sebuah
stimuli yang harus ditangkap melalui organ tubuh yang bisa
digunakan sebagai alat bantunya untuk memahami lingkungannya.
Alat bantu itu dinamakan alat indra. Indra yang saat ini secara
universal diketahui adalah hidung, mata, telinga, lidah dan kulit.
Kelima indra tadi memiliki fungsi-fungsi tersendiri.10
Alat indra tadi amatlah membantu dalam kehidupan
seseorang, ia dapat memberi sensasi. Sensasi adalah stimulan dari
dunia luar yang dibawa masuk ke dalam sistem syaraf. Hampir
semua hal di dunia ini dibawa masuk oleh indra melalui sensasi.
Merasakan permen coklat yang berwarna coklat gelap (dilihat),
dengan tekstur halus (diraba), manis rasanya dan lembut lelehnya
(lidah) adalah kumpulan fungsi sensasi dari permen coklat yang
9 James P Chaplin, Kamus Lengkap Psikologi, (Jakarta: Rajawali
Pers, 2011), h. 358-359 10
Sarlito W. Sarwono, Pengantar Psikologis Umum, (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2011), h. 86
32
dimakan. Jika tiba-tiba muncul dalam pikiran anda bahwa
“seumur-umur baru kali ini makan permen coklat seperti ini karena
belum pernah makan yang seenak ini. Habis keseringan makan
permen coklat cap ayam, ”hal itu disebut interpretasi dari stimulan
yang diterima. Selanjutnya jika anda berfikir ”wah ini pasti coklat
import yang mahal harganya” itu merupakan persepsi.11
1. Persepsi visual
Organisasi dalam persepsi mengikuti beberapa prinsip, yaitu:
a. Wujud dan latar
Objek-objek yang kita amati disekitar kita selalu
muncul sebagai wujud dengan hal-hal lainnya sebagai latar.
Contoh kalau kita mendengarkan lagu, maka suara
penyanyinya akan tampil sebagai wujud dan iringan musik
sebagai latar. Namun, tidak selalu perbedaan wujud dan latar
sejelas itu. Seringkali kita tidak tahu pasti mana yang wujud
mana yang latar. Dalam gambar wujud dan latar, kita bisa
melihatnya sebagai dua wajah yang saling berhadapan dengan
latar belakang putih, atau sebagai sebuah vas tempat bunga
dengan latar belakang hitam. Bentuk seperti ini dinamakan
bentuk ambigu atau disebut juga stabilitas ganda. Dalam
kehidupan sehari-hari, justru pola ambigu ini yang sering
terjadi sehingga terjadilah perbedaan persepsi atau
miskomunikasi. Contohnya dalam pengadilan, pihak yang
11
Ibid., h. 93
33
menang akan berpendapat bahwa hakim itu adil, tetapi pihak
yang kalah berpendapat bahwa hakim tidak adil.
b. Pola pengelompokan
Dalam psikologis, cara manusia mengelompokkan
apa yang dipersepsikan dengan mengikuti hukum tertentu
yang dinamakan hukum gestalt12
atau hukum pragnanz
(bahasa jerman artinya kesadaran atau consciousness.
Termasuk di dalamnya adalah hukum kesamaan, hukum
kedekatan dan hukum keutuhan.
c. Ketetapan
Teori gestalt juga mengemukakan bahwa dari proses
belajarnya, manusia cenderung akan memersepsikan segala
sesuatu sebagai sesuatu yang tidak berubah, walaupun indra
kita sebetulnya menangkap adanya perubahan. Misalnya
peter, maka kita akan tetap mengenalnya sebagai peter
walaupun hari ini dia berbaju putih, padahal kemarin dia
berbaju biru, atau sekarang dia bertambah gemuk, padahal
setahun yang lalu dia kurus. Bayangkan kalau kita tidak
mempunyai asas ketetapan itu, setiap hari kita tidak mengenali
anak atau suami atau istri kita sendiri karena bajunya berganti-
ganti.
Dalam persepsi ada empat ketetapan dasar
dikemukakan oleh psikologis gestalt, yaitu ketetapan warna,
ketetapan bentuk, dan ketetapan ukuran
12
Artinya: Bentuk, keseluruhan
34
Kemampuan mengenali dirinya sendiri dan juga
lingkungan di sekitarnya karena adanya stimulus atau rangsangan
sangat berkaitan dengan persepsi.13
2. Persyaratan Terjadinya Persepsi
Individu atau seseorang dapat melakukan persepsi karena
pada dirinya terdapat alat indra yang mulai berfungsi dengan
baik. Persepsi merupakan suatu proses yang didahului oleh
pengindraan. Jelasnya, adanya stimulus yang diterima oleh
individu atau seseorang melalui alat pancaindra atau secara
umum disebut alat reseptor (penerima). Selanjutnya setelah
stimulus diterima oleh alat reseptor akan dibawa ke pusat susunan
syaraf, yaitu otak sehingga terjadilah proses psikologis yang
disadari oleh individu yang bersangkutan. Kesadaran individu
oleh adanya stimulus yang mengenainya tersebut bisa berupa
sesuatu yang dapat dilihat, didengar, dirasakan dan sebagainya.
Dikatakan pada individu tersebut terjadi persepsi. Dengan
demikian, proses pengindraan tidak dapat dilepaskan dari
persepsi. Sebelum terjadinya persepsi selalu didahului adanya
proses pengindraan. Proses pengindraan pada individu selalu
dilakukan saat individu yang bersangkutan menerima stimulus.
Agar individu dapat melakukan persepsi terdapat
persyaratan yang harus dipenuhi, yaitu terdapatnya objek yang
dipersepsi dan objek harus menimbulkan stimulus yang mengenai
13
Purwa Atmaja Prawira, Psikologi Umum dengan Perspektif Baru,
(Yogyakarta: ar-Ruzz Media, 2012), h. 62
35
alat indra atau reseptor, terdapat syaraf sensoris yang akan
meneruskan stimulus yang diterima reseptor ke pusat susunan
saraf, yaitu otak dan direspon oleh saraf motoris, adanya
perhatian yang merupakan langkah pertama sebagai persiapan
untuk mengadakan persepsi. Jadi agar terjadinya persepsi
diperlukan syarat-syarat bersifat fisik, fisiologis dan psikologis.14
Persepsi merupakan suatu proses yang didahului oleh
proses penginderaan, yaitu merupakan proses diterimanya
stimulus oleh individu melalui alat indera atau juga disebut
proses sensori. Namun proses itu tidak berhenti begitu saja,
melainkan stimulus tersebut diteruskan dan proses selanjutnya
merupakan proses persepsi.15
a. Faktor-faktor yang Berperan dalam Persepsi
Persepsi individu mengorganisasikan dan
menginterpretasikan stimulus yang diterimanya, sehingga
stimulus tersebut mempunyai arti bagi individu yang
bersangkutan. Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa
stimulus merupakan salah satu faktor yang berperan dalam
persepsi. Berkaitan dengan faktor-faktor yang berperan dalam
persepsi dapat dikemukakan adanya beberapa faktor, yaitu:
1) Objek yang dipersepsi
Objek menimbulkan stimulus yang mengenai alat
indera atau reseptor. Stimulus dapat datang dari luar
14
Ibid., h. 64 15
Bimo Walgito, Pengantar Psikologi Umum, (Yogyakarta: Andi
Offset, 2004), h. 87-88
36
individu yang mempersepsi, tetapi juga dapat datang dari
dalam diri individu yang bersangkutan yang langsung
mengenai syaraf penerima yang bekerja sebagai reseptor.
Namun sebagian terbesar stimulus datang dari luar
individu.
2) Alat indera, syaraf dan pusat susunan syaraf
Alat indera atau reseptor merupakan alat untuk
menerima stimulus. Di samping itu juga harus ada syaraf
sensoris sebagai alat untuk meneruskan stimulus yang
diterima reseptor kepusat susunan syaraf, yaitu otak
sebagai pusat kesadaran. Sebagai alat untuk mengadakan
respon diperlukan syaraf motoris.
3) Perhatian
Untuk menyadari atau untuk mengadakan persepsi
diperlukan adanya perhatian, yaitu merupakan langkah
pertama sebagai suatu persiapan dalam rangka
mengadakan persepsi. Perhatian merupakan pemusatan
atau konsentrasi dari seluruh aktivitas individu yang
ditujukan kepada sesuatu atau sekumpulan objek.16
3. Proses Terjadinya Persepsi
Proses terjadinya persepsi dapat dijelaskan sebagai
berikut. Objek menimbulkan stimulus dan stimulus mengenai alat
indera atau reseptor. Perlu dikemukakan bahwa antara objek dan
16
Ibid., h. 90
37
stimulus itu berbeda, tetapi ada kalanya bahwa objek dan
stimulus itu menjadi satu. Proses stimulus mengenai alat indera
merupakan proses kealaman atau proses fisik. Stimulus yang
diterima oleh alat indera diteruskan oleh syaraf sensoris ke otak.
Proses ini yang disebut sebagai proses fisiologis. Kemudian
terjadilah proses di otak sebagai pusat kesadaran sehingga
individu menyadari apa yang dilihat, atau apa yang didengar, atau
apa yang diraba. Proses yang terjadi dalam otak atau dalam pusat
kesadaran inilah yang disebut sebagai proses psikologis. Dengan
demikian dapat dikemukakan bahwa taraf terakhir dari proses
persepsi ialah individu menyadari tentang misalnya apa yang
dilihat, atau apa yang didengar, atau apa yang diraba, yaitu
stimulus yang diterima melalui alat indera. Proses ini merupakan
proses terakhir dari persepsi dan merupakan persepsi sebenarnya.
Respon sebagai akibat dari persepsi akibat dari persepsi dapat
diambil oleh individu dalam berbagai macam bentuk.17
4. Objek persepsi
Objek yang dapat dipersepsikan sangat banyak, yaitu
segala sesuatu yang ada disekitar manusia. Manusia itu sendiri
dapat menjadi objek persepsi. Orang yang menjadikan dirinya
sendiri sebagai objek persepsi disebut sebagai persepsi diri atau
self-perception. Karena sangat banyaknya objek yang dapat
dipersepsi, maka pada umumnya objek persepsi diklasifikasikan.
Objek persepsi dapat dibedakan atas objek yang non manusia dan
17
Ibid, h. 91
38
manusia. Objek persepsi yang berwujud manusia ini disebut
person perception atau ada juga yang menyebutkan sebagai social
perception, sedangkan persepsi yang berobjekkan non manusia,
hal ini sering disebut sebagai nonsocial perception atau juga
disebut things perception. Apabila yang dipersepsi itu manusia
dan yang non manusia, maka adanya kesamaan tetapi juga
adanya perbedaan dalam persepsi tersebut. Persamaannya yaitu
apabila manusia dipandang sebagai objek benda yang terikat pada
waktu dan tempat seperti benda-benda yang lain. Pada objek
persepsi manusia, manusia yang dipersepsi mempunyai
kemampuan-kemampuan, perasaan ataupun aspek-aspek lain
seperti halnya pada orang yang mempersepsi. Orang yang
dipersepsi akan dapat mempengaruhi pada orang mempersepsi,
dan hal ini tidak akan dijumpai apabila yang dipersepsi itu non
manusia. Karena itu pada objek persepsi, yaitu manusia yang
dipersepsi, lingkungan yang melatarbelakangi objek persepsi, dan
perseptor sendiri akan sangat menentukan dalam hasil persepsi.18
Manusia menerima informasi dan
menginterpretasikannya melalui beberapa tahap, yaitu melalui
sistem sensori (alat indra), proses atensi (perhatian selektif) dan
proses persepsi. Sistem sensori untuk menerima informasi atau
stimulus, kemudian dilanjutkan dengan proses atensi untuk
memfokuskan perhatian pada stimulus yang menarik perhatian
individu dari sekian banyak stimulus yang ada, selanjutnya proses
18
Ibid., h. 97
39
persepsi untuk mengintegrasikan, mengenali dan
menginteprestasikan stimuli menjadi fokus perhatian.19
Jadi, dapat disimpulkan proses persepsi dari berbagai
pendapat, bahwa persepsi merupakan komponen pengamatan
yang di dalam proses ini melibatkan pemahaman dan
penginterpretasian sekaligus.
B. Keramat
Menurut KBBI keramat adalah suci dan dapat
mengadakan sesuatu diluar kemampuan manusia biasa karena
ketakwaannya kepada Tuhan.20
Keramat (dari bahasa Arab, karamah) mengandung arti
kemuliaan atau kemurahan. Di kalangan orang tasawuf atau
tarekat, berkembang pengertian bahwa keramat adalah keadaan
atau perbuatan luar biasa yang timbul pada diri, atau dilakukan
para wali Allah. Banyak contoh yang beredar dikalangan mereka
tentang keramat itu seperti, dapat mengarungi lautan dengan
sajadahnya (sajadah: tikar untuk Shalat), mengetahui adanya
bahaya sebelum terjadi, berada di dua tempat yang berjauhan
pada waktu yang sama dan lain sebagainya. Tidak semua keadaan
atau perbuatan luar biasa itu disebut keramat. Yang terjadi pada
diri Nabi atau Rasul tidak disebut keramat, tapi mukjizat
19
Iriani Indri Hapsari, dkk, Psikologi Fall Tinjauan Psikologi dan
Fisologi dalam Memahami Perilaku Manusia, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2012), h. 113 20 Tim Redaksi Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, op. cit.,
h, 675
40
(mu‟jizat), sedangkan yang dilakukan oleh orang-orang kafir atau
orang-orang yang tidak beragama Islam, secara saleh disebut
sihir.21
C. Konsep Masyarakat Jawa
Kajian mengenai masyarakat Jawa ini tidak lepas dari istilah
atau konsep yang pernah digagas oleh Clifort Geertz, yaitu: abangan,
santri dan priayi. Ketika Geertz membagi masyarakat jawa dalam tiga
varian tersebut, ia melihat agama Jawa sebagai suatu integrasi yang
berimbang antara tradisi yang mempunyai unsur animisme antara
agama Hindu dengan agama Islam yang datang kemudian, lalu
berkembang menjadi sinkritisme.22
Geertz kemudian menginterpretasikan orang Jawa dalam 3
varian, yaitu abangan, santri dan priayi. Pembedaan ini ia lihat juga
sebagai suatu pembedaan masyarakat Jawa dalam 3 inti struktur sosial
yang berbeda; desa, pasar dan birokrasi pemerintah. Suatu
penggolongan yang menurut pandangan mereka, kepercayaan
keagamaan, preferensi dan ideologi politik mereka yang menghasilkan
3 tipe utama varian yang mencerminkan organisasi moral kebudayaan
Jawa, ide umum tentang ketertiban yang berkaitan dengan tingkah
21 Tim penulis IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Ensiklopedi Islam
Indonesia, (Jakarta: Djambatan, 1992), h. 534 22
Clifford Geertz, The Religion of Java, terj. Aswab Mahasin,
(Depok: Komunitas Bambu, 2014), h. xxx.
41
laku petani, buruh, pekerja tangan, pedagang dan pegawai Jawa dalam
semua arena kehidupan. 23
Ketiga varian tersebut mempunyai perbedaan dalam
penerjemahan makna agama Jawa melalui penekanan-penekanan
unsur religinya yang berbeda. Varian abangan menekankan
kepercayaannya pada unsur-unsur tradisi lokal, terutama sekali atas
tradisi upacara yang disebut slametan, kepercayaan kepada makhluk
halus, kepercayaan akan sihir dan magi. Sementara itu varian santri
lebih menekankan kepercayaannya kepada unsur-unsur Islam murni;
dan sedangkan varian priayi lebih menekankan kepada unsur Hindu,
yaitu konsep alus dan kasarnya.
Perbedaan penekanan unsur-unsur berbeda tersebut berasal
dari lingkungan yang dibarengi sejarah kebudayaan yang berbeda,
dimana oleh Geertz masing-masing 3 varian tersebut mempunyai
sejarah kebudayaan dan lingkungan yang berbeda. Varian abangan
dengan tradisi petaninya di desa-desa. Varian santri dengan
pengalaman dangangnya di pasar dan pola migrasinya dari pesisir,
sedangkan varian priayi dengan sejarah birokratis aristokratisnya yang
dibangun mulai dari masa keraton hingga masa belanda di kota.
Dengan demikian Geertz mengaitkan agama dengan
penggolongan struktur sosial dan basis ekonomi, dan ideologi politik.
Ada kesesuaian keagamaan masing-masing varian ini dengan struktur
sosial, organisasi sosial politik mereka. Seperti slametan, Geertz nilai
23 Nasruddin, “ Kebudayaan dan Agama Jawa dalam perspektif
Clifford Geertz,” Religi:Jurnal Studi Agama-agama volume 1(Maret, 2011),
h. 36
42
sebagai suatu kesatuan mistis dan sosial yang ikut serta di dalamnya
atau semacam wadah bersama.24
D. Kajian Living Hadīṡ
1. Hadīṡ Sebagai Wahyu
Masyarakat (manusia) pada setiap zaman hingga di era
informasi atau era global sekarang, pada dasarnya sudah
diberikan pegangan al-kitab, yang isinya bisa dipahami secara
jernih dan utuh melalui penjelasan para Rasul, yang pada masa
umat nabi Muhammad Saw dituangkan dalam kitab-kitab hadīṡ.
Dua sumber ajaran tersebut disepakati oleh umat Islam hingga
akhir zaman Nabi Saw. 25
Sunnah adalah jalan yang dilalui, yang mencakup,
memegang apa yang telah ditetapkan Nabi Saw dan para
khulafāurrosyidīn, baik yang berupa i‟tiqad (keyakinan), amal,
maupun perkataan.26
As-sunnah adalah sumber hukum Islam
(pedoman hidup kaum muslimin) yang kedua setelah al-Quran.
Bagi mereka yang telah beriman kepada al-Quran sebagai
sumber hukum, maka dengan sendirinya harus percaya bahwa
24 Nasruddin, loc. cit. 25
Erfan Soebahar, Aktualisasi Hadis Nabi di Era Teknologi Informasi,
(Semarang: RaSAIL Media Group, 2010), h. 2 26
Syaikh Sa‟ad Yusuf Abu Aziz, Mausu‟ah as-Sunnah Wal
Mubtadi‟at, Terj. Masturi Irham, dkk, (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2006), h.
9
43
sunnah sebagai sumber hukum Islam.27
Hadīṡ Nabi merupakan
sumber hukum Islam kedua setelah al-Quran. Ia memiliki
fungsi sebagai penjelas (Mubayyin) bagi al-Quran yang bersifat
global. Artinya jika kita tidak menemukan penjelas tentang
berbagai problem umat manusia dalam al-Quran, maka kita
harus dan wajib kembali pada hadīṡ atau sunnah Nabi Saw.28
Bagi umat Islam kedudukan sunah sebagai sumber
utama kedua ajaran Islam tidak lagi diperdebatkan, karena
sudah sangat jelas landasannya baik dari al-Quran maupun dari
dasar logika.
Al-Quran adalah sumber pertama syariat Islam dan as-
sunnah adalah sumber kedua. As-sunnah merupakan penjelas
al-Quran, pemerinci hukum-hukumnya dan mengeluarkan furu‟
(cabang) dari ushul pokoknya. As-sunnah adalah praktik nyata
ajaran Islam yang dilakukan oleh Rasulullah Muhammad Saw
untuk seluruh umat Islam.
Berpegang pada al-Quran dan as-sunnah merupakan
rahasia kesuksesan dan kemajuan umat Islam, sesuai dengan
sabda Rasulullah Saw,
ت ركت فيكم أمرين لن تضلوا ب عد ها : كتاب اهلل و سنت Artinya: “ Aku tinggalkan dua hal untuk kalian, yang kalian
tidak akan tersesat apabila berpegang teguh pada
keduanya, yaitu kitab Allah dan sunnahku”
27
M. Ali Hasan, Studi Islam al-Quran dan Sunnah, (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2000), h. 185 28
Erfan Soebahar, op. cit., h. 197
44
As-sunnah merupakan penjelas terhadap al-Quran
sehingga ia tidak mungkin diabaikan. Dan ternyata bahwa
kondisi as-sunnah yang terpelihara dengan baik berbeda dengan
apa yang dituduhkan oleh para peminat kajian tentang as-
sunnah dan meneliti aspek sejarahnya.29
Hadīṡ menduduki posisi penting dalam khazanah
keilmuan Islam.30
Segala bentuk penjelasan Rasulullah yang
beliau sampaikan kepada umat, baik dalam bentuk perkataan,
perbuatan, atau sikap yang kemudian dimaknai dengan sunah
atau hadīṡ, secara substansi mengandung nilai ilahiah. Oleh
karena itu (dilihat dari segi sumbernya, yakni dari Allah), sunah
mengandung makna wahyu atau bahkan sah dikatakan sebagai
bagian yang integral dari wahyu yang diturunkan Allah kepada
Rasulullah. Dalam kapasitas beliau sebagai Rasul, apa pun yang
disampaikan baik al-Quran maupun penjelasan-penjelasannya,
semua berdasarkan petunjuk Allah.31
Sunah Nabi pada prinsipnya adalah penyampaian
risalah Allah dan Allah telah menugaskan kepada Nabi Saw,
agar menyampaikan risalah itu kepada umatnya, sebagaimana
firman Allah Swt:
29
M. Ajaj al-Khatib, Hadīṡ Nabi Sebelum Dibukukan, Terj. Akrom
Fahmi, (Jakarta: Gema Insani Press, 1999), h. 21 30
Dzulmani, Mengenal Kitab-kitab Hadīṡ, (Yogyakarta: Insan
Madani, 2008), h. 275 31
Daniel Djuned, Ilmu Hadīṡ Paradigma Baru dan Rekonstruksi Ilmu
Hadīṡ, (Jakarta: Erlangga, 2010), h. 59
45
Artinya: “Hai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan
kepadamu dari Tuhanmu. dan jika tidak kamu
kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu
tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara
kamu dari (gangguan) manusia. Sesungguhnya
Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang
yang kafir.(QS. Al-maidah: 67)
Dengan demikian apabila sunah secara keseluruhan
merupakan penyampaian risalah Muhammad Saw. Maka
penerapan dalil sunah berarti sama dengan menerapkan syariat
Allah. Begitu pula ayat al-Quran menetapkan, apa yang
dikatakan Muhammad Saw adalah berdasarkan wahyu, karena
beliau tidak berkata berdasarkan kehendaknya sendiri, tetapi
semua itu berdasarkan wahyu yang diturunkan Allah,
sebagaimana firman Allah Swt:
Artinya: “Dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Quran)
menurut kemauan hawa nafsunya”.
Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang
diwahyukan (kepadanya). (QS. An-Najm: 3-4)
46
Bila wahyu (al-Quran) mempunyai kekuatan sebagai
dalil hukum, maka sunah pun wahyu yang mempunyai kekuatan
hukum untuk diikuti.32
Hadīṡ adalah bagian yang integral dari wahyu. Tidak
tertutup kemungkinan kesimpulan ini akan menimbulkan
kerancuan yang luar biasa. Karena itu, perlu kiranya diberi
batasan yang jelas tentang makna wahyu tersebut baik secara
etimologis maupun terminologisnya. Wahyu yang sudah ada
dalam masyarakat Arab sebelum al-Quran diturunkan. Oleh
karenanya, ketika Allah menggunakan kata wahyu dengan
segala perubahan bentuknya, selalu dapat dimengerti oleh
penutur Bahasa Arab atau minimal pemahamannya tidak terlalu
jauh.33
Dari literatur bahasa, wahyu secara etimologis
bermakna isyarat yang cepat, kitabah, risalah, ilham dan kalam
yang bersifat tersembunyi yang disampaikan satu pihak kepada
pihak lain. Secara kebahasaan wahyu dapat terjadi dalam
bentuk penyampaian makna, isyarat atau ketetapan secara
rahasia dan cepat dari Allah kepada makhluknya, manusia,
hewan.34
Wahyu Tuhan kepada manusia secara riil disampaikan
kepada para Rasul, para Nabi, para Wali dan boleh jadi kepada
32
Kaizal Bay, “Kriteria Sunah Tasyri‟iyah yang Mesti Diikuti” Jurnal
Ushuluddin Vol. 23 No. 1 (Juni, 2015), h. 76 33
Daniel Djuned, op. cit., h. 64 34
Hasbi ash-Shidieqi, Pokok-pokok Ilmu Dirayah Hadits, (Jakarta:
Bulan Bintang, 1987), h. 20
47
manusia biasa, boleh jadi wahyu dari balik tabir dan boleh jadi
dalam bentuk ilham atau dalam mimpi.
a. Wahyu dalam bentuk ilham
Bentuk ini dapat kita lihat beberapa kasus berikut ini.
1) Wahyu kepada ibunda nabi Musa
Artinya:“Dan kami ilhamkan kepada ibu Musa;
"Susuilah Dia, dan apabila kamu khawatir
terhadapnya Maka jatuhkanlah dia ke sungai
(Nil). dan janganlah kamu khawatir dan
janganlah (pula) bersedih hati, Karena
Sesungguhnya kami akan mengembalikannya
kepadamu, dan men- jadikannya (salah
seorang) dari para rasul”. (QS. Al-qashshash: 7)
2) Wahyu kepada kaum Hawari
Artinya: “Dan (ingatlah), ketika Aku ilhamkan kepada
pengikut Isa yang setia: "Berimanlah kamu
kepada-Ku dan kepada rasul-Ku". mereka
menjawab: kami Telah beriman dan
saksikanlah (wahai Rasul) bahwa
Sesungguhnya kami adalah orang-orang yang patuh (kepada seruanmu)".(QS. Al-maidah: 111)
48
3) Wahyu kepada Lukman
Artinya: “Dan Sesungguhnya Telah kami berikan hikmat
kepada Luqman, yaitu: "Bersyukurlah kepada
Allah. dan barangsiapa yang bersyukur
(kepada Allah), Maka Sesungguhnya ia
bersyukur untuk dirinya sendiri; dan
barangsiapa yang tidak bersyukur, Maka
Sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha
Terpuji". (QS. Luqman: 12)
b. Wahyu dalam bentuk mimpi
Bentuk ini dapat kita perhatikan dalam beberapa
kasus, contohnya:
1) Perintah kepada nabi Ibrahim As untuk menyembelih
putranya Ismail
Artinya: “Maka tatkala anak itu sampai (pada umur
sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim,
Ibrahim berkata: "Hai anakku Sesungguhnya
Aku melihat dalam mimpi bahwa Aku
menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa
pendapatmu!" ia menjawab: "Hai bapakku,
kerjakanlah apa yang diperintahkan
kepadamu; insya Allah kamu akan
49
mendapatiku termasuk orang-orang yang
sabar". (QS. Ash-shaffat: 102)
2) Isyarat dengan simbol-simbol yang disampaikan kepada
nabi Yusuf
Artinya: “(ingatlah), ketika Yusuf Berkata kepada
ayahnya: "Wahai ayahku, Sesungguhnya Aku
bermimpi melihat sebelas bintang, matahari
dan bulan; kulihat semuanya sujud
kepadaku."(QS. Yusuf: 4)
3) Isyarat mimpi kepada penghuni penjara yang ditakwil
nabi Yusuf
Artinya: “Dan bersama dengan dia masuk pula ke dalam
penjara dua orang pemuda. berkatalah salah
seorang diantara keduanya: "Sesungguhnya
Aku bermimpi, bahwa Aku memeras anggur."
dan yang lainnya berkata: "Sesungguhnya
Aku bermimpi, bahwa Aku membawa roti di
atas kepalaku, sebahagiannya dimakan
burung." berikanlah kepada kami ta'birnya;
Sesungguhnya kami memandang kamu
termasuk orang-orang yang pandai
(mena'birkan mimpi)”. (QS. Yusuf: 36)
50
Wahyu dalam berbagai macam corak dan pengertian di
atas didasarkan pada data-data al-Quran, atau dapat dikatakan
wahyu dalam perspektif al-Quran. Dari berbagai macam
wahyu diatas, sebagiannya masih ada sampai sekarang, seperti
wahyu dalam bentuk Ru‟ya ash-shadiqah yang dapat berlaku
sampai tiba hari kiamat. Sementara wahyu dalam aspek
kerasulan (ar-Risalah) atau kenabian (an-Nubuwwah) sudah
tidak ada lagi. Berdasarkan pendekatan ilmu tasawuf, al-
Wilayah (keberadaan wali Allah atau orang-orang sholih yang
mendapat wahyu (ilham) masih tetap ada, sementara an-
Nubuwwah sudah berakhir.35
Ciri khas yang harus ada dalam undang-undang dasar
adalah menyeluruh dan mencakup semua norma hukum,
rencana hukum, dan pelaksanaan hukum serta mencakup
pokok-pokok permasalahan yang sudah terjadi atau yang akan
terjadi. Sebagaimana undang-undang dasar, al-Quran adalah
sumber dari segala hukum Islam, sumber syariat Islam dan
merupakan undang-undang dasar yang meliputi soal-soal
tawajjuh kepada Allah, cara hidup, wasiat-wasiat dan hukum-
hukum. Dari undang-undang dasar al-Quran itu, diambil
prinsip-prinsip kemasyarakatan dalam bentuk yang sesuai
35
Daniel Djuned, op. cit., h. 70
51
dengan perkembangan masyarakat itu sendiri yang diridhai
Allah.36
Muhammad Saw sebagaimana Isa, Musa, dan lainnya
merupakan manusia biasa yang menerima wahyu untuk
mentauhidkan Allah dan membina moralitas. Keimanan akan
kerasulan ini menjadi tonggak awal manusia sebelum
melaksanakan apa yang menjadi perintah Allah kepada
manusia terhadap Rasulnya.37
Allah Swt telah menggambarkan sosok utusan-Nya ini
dalam firman-firman-Nya, sebagaimana terekam dalam al-
Quran al-karim, diantaranya adalah:
1) Muhammad Saw adalah rasul Allah.
2) Muhammad Saw adalah salah seorang utusan Allah
sebagaimana utusan-utusan Allah sebelumnya.
3) Kerasulan Muhammad Saw ini juga telah diwartakan pada
masa utusan sebelumnya.
4) Tugas Muhammad Saw adalah menyampaikan kabar
gembira serta peringatan.38
36
Asy-syaikh Mohammad al-Ghazali, Bukan dari Ajaran Islam
Taqlid, Bid‟ah dan Khurafat, (Surabaya: Bina Ilmu, 1994), h. 25 37
Hasan Asy‟ari Ulama‟i, Pola Relasi Muslim dan Non Muslim dalam
Hadīṡ Nabi Saw, (Semarang: Dipa - BLU Fakultas Ushuluddin IAIN
Walisongo, 2012), h. 24 38
Ibid., h. 25
52
2. Hadīṡ Sebagai Produk Budaya
Hadīṡ adalah semata-mata suatu laporan dan bersifat
teoritis.39
Sunnah Nabi merupakan kreasi kaum muslim sendiri.
Sunnah adalah istilah animis yang dipakai dalam Islam adalah
tidak berdasarkan argumen sama sekali, bahkan justru bertolak
belakang dengan dalil-dalil yang ada. Sunnah sudah dipakai
dalam syair-syair jahiliyah, al-Quran dan kitab-kitab hadīṡ, yaitu
untuk menunjuk kepada arti „tata cara, jalan, perilaku hidup,
syariah dan jalan hidup‟.40
Nabi Muhammad Saw adalah seorang Rasul yang
membawa risalah universal (Rahmatal lil „Alamīn) dari Allah.
Sebagai Nabi dan Rasul beliau merupakan teladan (Uswatun
Ḥasanah) dan sebagai Rasul beliau juga wajib untuk ditaati. Satu
hal yang wajib diyakini pada umumnya sunah Rasul baik yang
berbentuk ucapan, perbuatan, ketetapannya mempunyai implikasi
hukum yang mesti diikuti (Sunah Tasyri‟iyah) misalnya
perbuatan yang muncul dari beliau dalam bentuk penyampaian
risalah dan penjelasannya terhadap al-Quran tentang beberapa
masalah ibadah yang bersifat umum dan mutlak, seperti
menjelaskan bentuk dan tatacara sholat dan lainnya. Karena itu
apa yang datang dari beliau hendaknya diterima dengan ketaatan
sepenuh hati sebagai bukti seseorang dianggap beriman dan apa
39
Suryadi , Metodologi Penelitian Living Quran dan Hadīṡ,
(Yogyakarta: Teras, 2007), h. 91 40
M. Musthafa Azami, Hadīṡ Nabawi dan Sejarah Kodifikasinya,
(Jakarta: Pustaka Firdaus, 2012), h. 21
53
yang beliau larang haruslah dihindari. Namun selain sebagai Nabi
dan Rasul beliau juga adalah manusia sebagaimana manusia
lainnya, beliau tentu juga memiliki keperluan jasmani dan rohani,
memiliki keinginan dan selera serta mempunyai kebiasaan-
kebiasaan dalam kehidupan sehari-hari. Semua yang datang dari
beliau sebagai manusia biasa dalam konteks bahwa sebagian
perbuatan dan perkataan beliau yang muncul dari sifat
kemanusiannya juga merupakan sumber syariat yang mengikat.
Hal inilah yang menjadi perdebatan dikalangan ulama, sehingga
memunculkan wacana sunah tasyri‟iyah dan ghairu tasyri‟iyah
pada dasarnya adalah berpijak dengan prinsip pemisahan antara
apa yang bersumber dari wahyu Tuhan dengan apa yang
bersumber dari pada nalar manusia. Istilah ghairu tasyri‟iyah
masih diperdebatkan (ada yang pro ada yang kontra) dan tidak
dikenal pada masa salaf al-salih. Munculnya sunah ghairu
tasyri‟iyah pada akhir abad 14 H, diantara pencetus Syaikh
Muhammad Syaltut. Sunah ghairu tasyri‟iyah yaitu sunah yang
tidak mesti diikuti dan tidak mengikat. Misalnya ucapan atau
perbuatan Nabi Saw yang timbul dari hajat insani dalam
kehidupan keseharian beliau, seperti makan, cara berpakaian,
urusan pertanian dan lainnya. Kalau perbuatan tersebut memberi
suatu petunjuk tentang tata cara makan dan minum, berpakaian
dan lainnya maka menurut jumhur ulama hukum mengikutinya
adalah sunah. Bahkan ada perkara yang (khususiat) yaitu tertentu
bagi Nabi Saw sendiri dan bukan merupakan undang-undang
54
yang berlaku bagi seluruh umat Islam, seperti Rasul Saw
diperbolehkan mengawini wanita lebih dari empat orang dan
lainnya.41
Pada perkembangannya, ketika studi-studi masalah
agama telah meluas, maka fiqh hanya terbatas dalam persoalan
keagamaan tertentu saja. Fiqh sebagai suatu yang identik dengan
ilmu hukum setelah kumpulan pengetahuan yang terkait
distandarisasi dan dimapankan sebagai sebuah sistem yang
objektif. Fiqh berkembang menjadi ilmu yang sebelumnya hanya
sebatas pemahaman atas al-Quran dan hadīṡ. Hal tersebut terjadi
pada saat masyarakat membutuhkan pranata hukum dalam
mengakomodasi kehidupan yang terus berkembang. Dua bentuk
perkembangan keilmuan yang terjadi di dunia Islam, khususnya
pada awal perkembangannya mengisyaratkan adanya sebuah
tradisi yang hidup dan bersumber dari tokoh sentralnya, nabi
Muhammad Saw. Nuansa fiqh lebih dominan dibandingkan
dengan sumbernya, sunah atau hadīṡ.
Umat Islam memandang hadīṡ yang terumuskan dari
sunah yang hidup saat itu mempunyai harga mati yang tidak
dapat ditawar-tawar lagi, dan para ulama salaf pun kurang
memiliki perhatian khusus dalam kajian tentang sunah tasyri‟iyah
dan ghoiru tasyri‟iyah. Mereka cenderung memandang semua
sunah sebagai syariat yang berketetapan hukum (al-sunah kulluha
41
Kaizal Bay, Kriteria Sunah Tasyri‟iyah yang Perlu Diikuti, Jurnal
Ushuludin, Vol. 23, No. 1 (Juni 2015), h. 78
55
tasyri‟). Mereka cenderung pada generalisasi sunah sebagai
syariat atau kebenaran mutlak dan sebagai produk jadi (taken for
granted) atau sebagai “produk jadi” merupakan sikap umum dari
umat Islam. Sehingga hadīṡ yang terumuskan dari sunah yang
hidup saat itu mempunyai harga mati yang tidak dapat ditawar-
tawar lagi, yang pada gilirannya sulit membedakan mana hadīṡ
yang bersifat mutlak (terutama yang berkaitan dengan akidah dan
ibadah) yang terbebas dari ikatan ruang dan waktu dan mana pula
hadis yang bersifat nisbi (menyangkut bidang muamalah,
pergaulan hidup, adat kebiasaan, yang lebih mencerminkan suatu
tradisi atau sunah yang hidup pada suatu fase penggal sejarah
tertentu) yang terikat oleh ruang dan waktu.42
Living Hadīṡ adalah kajian atau penelitian ilmiah tentang
berbagai peristiwa sosial terkait dengan kehadiran atau
keberadaan hadīṡ di sebuah komunitas muslim tertentu.43
Dari
sana, maka akan terlihat respon sosial (realitas) komunitas
muslim untuk membuat hidup dan menghidup-hidupkan teks
agama melalui sebuah interaksi yang berkesinambungan.
Hadīṡ bukan hanya mewajibkan adanya pendekatan
religius yang bersifat ritual dan mistik, akan tetapi sebagai
petunjuk yang apabila dipelajari akan membantu menemukan
42
Tarmizi M. Jakfar, Otoritas Sunnah Non-Tasyri‟iyyah Menurut
Yusuf al-Qaradhawi, (Yogyakarta: ar-Ruzz Media, 2014), h. 13 43
M. Mansur Et Al, Metodologi Penelitian Living Quran dan Hadīṡ,
(Yogyakarta: Teras, 2007), h. 8
56
nilai-nilai yang dapat dijadikan pedoman bagi penyelesaian
masalah hidup.44
3. Makna Living Hadīṡ
Dalam tatanan kehidupan, figur Nabi menjadi contoh
tokoh sentral dan diikuti oleh umat Islam pada masanya dan
sesudahnya sampai akhir zaman, sehingga dari sinilah muncul
berbagai persoalan terkait dengan kebutuhan dan perkembangan
masyarakat yang semakin kompleks dan diiringi dengan adanya
rasa keinginan yang kuat untuk mengaplikasikan ajaran Islam
dalam kehidupan sehari-hari sesuai yang diajarkan oleh nabi
Muhammad dalam konteks ruang dan waktu yang berbeda.
Sehingga dengan adanya upaya aplikasi hadīṡ dalam konteks
sosial, budaya, politik, ekonomi dan hukum yang berbeda inilah
dapat dikatakan Hadīṡ yang hidup dalam masyarakat, yang mana
istilah lazimnya adalah Living Hadīṡ.45
Living Hadīṡ dapat dimaknai sebagai gejala yang nampak
dimasyarakat berupa pola-pola prilaku yang bersumber maupun
respon sebagai pemaknaan terhadap hadīṡ nabi Muhammad Saw.
Disini terlihat adanya pemekaran wilayah kajian, dari kajian teks
kepada kajian sosial budaya yang menjadikan masyarakat agama
sebagai objeknya. Sejarah panjang hadīṡ dari kelahirannya tidak
44
Adrika Fithrotul Aini, “Living Hadīṡ dalam Tradisi Malam Kamis
Majelis Shalawat diba‟ bil-Mustofa, “ar-Raniry: International Journal of
Islamic Studies Vol 2, No. 1, (Juni, 2014), h. 227 45
M. Alfatih Suryadilaga, Metodologi Penelitian Living Quran dan
Hadīṡ, (Yogyakarta: Teras, 2007) h. 106
57
saja memunculkan variasi teks-teks hadīṡ tetapi juga mewariskan
sejumlah tradisi yang hidup dimasyarakat.46
4. Model-model Living Hadīṡ
Living Hadīṡ mempunyai tiga model yaitu tradisi tulisan,
tradisi lisan dan tradisi praktek. Uraian yang digagas ini
mengisyaratkan adanya berbagai bentuk yang lazim dilakukan di
satu ranah dengan ranah lainnya terkadang saling terkait erat. Hal
tersebut dikarenakan budaya praktik umat Islam lebih menggejala
dibanding dengan dua tradisi lainnya, tradisi lisan dan praktek.
Tradisi tulis menulis sangat penting dalam perkembangan
living hadīṡ. Tulis menulis tidak hanya sebatas sebagai bentuk
ungkapan yang sering terpampang dalam tempat-tempat yang
strategis seperti bus, masjid, pesantren dan lain sebagainya. Ada
juga tradisi yang kuat dalam khazanah khas Indonesia yang
bersumber dari hadīṡ nabi Muhammad Saw yang terpampang
dalam berbagai tempat tersebut.
Model Living Hadīṡ selanjutnya adalah tradisi lisan.
Tradisi lisan dalam living hadīṡ sebenarnya muncul seiring
dengan praktik yang dijalankan umat Islam. Seperti bacaan dalam
melaksanakan sholat subuh di hari jum‟at. Dikalangan pesantren
yang Kiainya hafiz al-Quran, sholat subuh hari jum‟at relatif
panjang karena membaca dua ayat yang panjang yaitu Ha Mim
al-Sajadah dan al-Insan.
46
Ibid., h. 107
58
Model Living Hadīṡ yang terakhir adalah praktik ini
banyak dilakukan umat Islam. Salah satu contoh adalah masalah
waktu shalat di masyarakat Lombok NTB tentang wetu telu dan
wetu limo. Padahal dalam hadīṡ nabi Muhammad Saw contoh
yang dilakukan adalah lima waktu. Contoh tersebut merupakan
praktik yang dilakukan oleh masyarakat maka masuk dalam
model Living Hadīṡ praktik.47
E. Keramat Bulan Muḥarram dalam Tradisi Jawa
1. Pengertian Muḥarram
Muḥarram adalah bulan pertama dalam kalender
Hijriyah, yang penghitungannya didasarkan peredaran bulan
(Qamariyyah).48
Penanggalan ini digunakan secara resmi di
masa pemerintahan Kholifah Sayyidina Umar bin Khattāb Ra,
yang mulai menghitung tahun semenjak hijrah nabi Muhammad
Saw dari Makkah menuju Madinah 1427 tahun silam.
Sedangkan penanggalan masehi didasarkan pada peredaran
matahari (Syamsiyyah).
2. Sejarah Keramat Bulan Muḥarram
Kaum Muslim menjadikan momentum tahun baru
Hijriah tersebut sebagai bahan renungan bersama untuk
mengingat peristiwa hijrahnya nabi Muhammad beserta
47
M. khairil Anwar, “Living Hadīṡ”, Jurnal Farabi Volume 12
Nomor 1 (Juni, 2015) , h. 74 48
Al-Fachrurrozy, Muḥarram antara Bulan Mulia dan Mistis Jawa, al
Itqon No 2 Tahun 1, 01-30 Muḥarram 1428 H, h. 24
59
pengikutnya meninggalkan tanah kelahirannya di Makkah
menuju Madinah untuk menghindari gangguan kaum Quraisy,
yang sangat benci kepada nabi Muhammad lantaran membawa
ajaran baru yaitu Islam. Secara etimologis, Hijriah sendiri
berasal dari Bahasa Arab yaitu Hijrah yang artinya pergi
meninggalkan. Rombongan nabi Muhammad yang pergi itu
kemudian disebut sebagai kaum muhajirin atau orang-orang
yang pergi meninggalkan tanah kelahirannya. Kaum muhajirin
tersebut kemudian mendapat pertolongan oleh penduduk
Madinah yang disebut sebagai kaum Ansor atau kaum yang
menolong orang-orang muhajirin. Peristiwa hijrah tersebut
dalam sejarah perjuangan nabi Muhammad menjadi titik tolak
yang sangat penting untuk kejayaan Islam. Sebab sejak
peristiwa itu nabi Muhammad dapat menghimpun kekuatan
yang solid untuk melawan kaum Quraisy dan merebut Makkah
atau yang biasa disebut Fatkhul Makkah (Penaklukan Makkah)
dengan damai tanpa ada peperangan. Karena menjadi titik tolak
yang penting, maka peristiwa hijrah tersebut dijadikan landasan
sekaligus penanda dalam pembentukan kalender Islam dimasa
khalifah Umar bin Khattāb.49
Secara historis masyarakat Jawa telah mengenal ritual
malam satu Suro sejak masa pemerintahan Sultan Agung, Raja
mataram Islam yang memadukan antara kalender Saka dan
49
Susiknan Azhari, Kalender Islam; Kearah Integrasi
Muhammadiyyah - NU, (Yogyakarta: Museum Astronomi Islam, 2012), h. 28
60
Hijriah. Kalender Saka dipakai orang Jawa sampai tahun 1633
Masehi. Pada saat Sultan Agung Hanyakrakusuma bertahta, ia
mengubah sistem kalender yang berlaku secara revolusioner.
Pada saat perubahan dilakukan, kalender Saka sudah berlaku
hingga tahun 1554 Saka. Angka itu kemudian diteruskan dalam
kalender Sultan Agung dengan angka tahun 1555, padahal dasar
perhitungannya sama sekali berbeda. Kalender Saka memakai
dasar peredaran matahari atau Syamsiyah. Sementara kalender
Sultan Agung memakai peredaran bulan atau Qomariyah.
Kalender Jawa yang baru ini dimulai dengan tanggal 1 Suro
tahun alip 1555. Tanggal itu bertepatan dengan 1 Muḥarram
tahun 1043 Hijriah dan 8 juli 1633 Masehi.50
Dalam persepsi Islam bulan sial seperti Suro tentu tidak
ada. Semua hari adalah baik dan tidak ada waktu atau tanggal
yang bisa membawa kesialan pada manusia. Munculnya
kepercayaan tentang bulan Suro sebagai bulan sial, hal ini tidak
lepas dari latar belakang sejarah zaman kerajaan tempo dulu.
Pada zaman dahulu di bulan Suro sebagian keraton di pulau
Jawa mengadakan ritual memandikan pusaka keraton. Ritual
menjamas pusaka keraton pada zaman dahulu menjadi sebuah
tradisi yang menyenangkan bagi masyarakat yang memang
masih haus akan liburan. Sehingga dengan kekuatan karisma
keraton dibuatlah stigma tentang „angker‟ bulan Suro. Jadi di
50
Fahmi Suwaidi dan Abu Aman, Ensiklopedi Syirik dan Bid‟ah
Jawa, (Solo: Aqwam, 2011), h. 16
61
bulan Suro rakyat mengadakan hajatan khususnya pesta
pernikahan, bisa mengakibatkan sepinya ritual yang diadakan
keraton, yang pada saat itu merupakan sumber segala hukum.
Tradisi memandikan keris dan pusaka ini juga menjadi ajang
untuk memupuk kesetiaan rakyat kepada keraton. Mitos tentang
keangkeran bulan Suro ini demikian kuat dihembuskan, agar
rakyat percaya dan tidak mengadakan kegiatan yang bisa
mengganggu acara keraton. Dan hingga kini kepercayaan
tersebut masih demikian kuat dipegang oleh sebagian orang.
Sehingga ada sekelompok orang yang pada bulan Suro tidak
berani mengadakan acara tertentu karena dianggap bisa
membawa sial. Namun bagaimanapun juga kepercayaan akan
malam 1 Suro dan bulan Suro masih mengakar kuat. Segala
ritual yang dilakukan di malam 1 Suro seolah menjadi tradisi
unik yang dimiliki dan dipercayai masyarakat Jawa yang kaya
budaya adi luhung.51
Dalam pelaksanaan berbagai jenis selamatan dan
kenduri, kaum muslim Jawa biasanya menyajikan hidangan
yang bersifat harus sesuai dengan jenis selamatan yang
dilaksanakan. Mereka menjadikan arena keselamatan sebagai
wahana ekspresi keinginan dan doa yang dipanjatkan kepada
Tuhan. Namun, budaya ini, oleh kalangan muslim Jawa tidak
51
Ibid., h. 151
62
dimaksudkan untuk musyrik.52
Oleh karena itu, untuk
menghindar dari apa yang oleh Islam disebut “kemusyrikan”,
ritual selamatan dan kenduri dibingkai dengan doa dan dzikir
islami.53
Simbolitas Mencapai Hidup Sejati, Mendekatkan Diri Kepada
Tuhan:
Ritual dalam tradisi Jawa adalah pisang satu sisir raja,
pemakaian pisang raja ini memiliki maksud sebagai symbol dari
permohonan terkabulnya doa ambleg adil paramarta berbudi bawa
leksana, atau menjadi orang berwatak adil, berbudi luhur dan tepat
janji. Penggunaan pisang sebagai ritual dalam selamatan juga
dikaitkan dengan pelajaran tentang etika kehidupan. Yakni agar
pelaku ritual dapat menjalankan hidup sebagaimana watak pisang.
Dia dapat hidup dimana saja, selalu menyesuaikan diri dengan
lingkungan. Semua bagian dari dirinya dapat dimanfaatkan oleh
manusia. Buah untuk dinikmati manusia dengan kandungan gizi dan
52 Musyrik adalah orang yang mempersekutukan Allah, mengaku akan
adanya Tuhan selain Allah atau menyamakan sesuatu dengan Allah.
Sedangkan syirik adalah perbuatan menyekutukan Allah atau bisa diartikan
mempercayai atau menyembah atau meminta selain kepada Allah Swt. Lihat
juga dalam Mutawalli asy-Sya‟rawi, Dosa-dosa Besar, (Jakarta: gema insani
press, 2000), h.21. lawannya adalah mukmin adalah istilah bahasa Arab,
sering dirujuk dalam al-Quran, secara harfiah berarti “percaya” dan
menandakan seseorang yang memiliki penyerahan sepenuhnya kepada
kehendak Allah dan memiliki iman di hatinya, yaitu orang muslim yang
beriman. Jadi mukmin adalah seorang muslim dengan lebih tinggi derajat
keimanannya dengan hatinya memiliki rasa takut kepada Allah Swt dan
selalu mematuhi ajaran dalam al-Quran. 53 Muhammad Sholikhin. Misteri Bulan Suro Perspektif Islam Jawa,
(Yogyakarta: Narasi, 2010), h. 59
63
vitamin cukup baik. Daun dapat untuk dijadikan pembungkus
makanan, bagi sementara orang desa, bisa sebagai tutup kepala
disaat musim hujan dan paling tidak bisa digunakan untuk makanan
ternak. Gedebok pisang dapat digunakan sebagai bahan pupuk, yang
bagus menjadi keranjang untuk tembakau, juga untuk digunakan
sebagai berbagai bentuk karya seni.
Jajan pasar adalah lambang dari sesrawungan (hubungan
kemanusiaan, silaturrahim), lambang kemakmuran. Hal ini
diasosiasikan bahwa jajan pasar adalah tempat bermacam-macam
barang, seperti dalam jajan pasar ada buah-buahan, makanan anak-
anak dan sebagainya. Dalam jajan pasar juga sering ada uang dalam
bentuk ratusan yang dalam bahasa jawa satus, yang merupakan
simbol dari sat (asat) dan atus (resik). Uang satus berarti lambang
bahwa manusia telah bersih dari dosa.
Tumpeng robyong yang semakin hari semakin estetis
bentuknya. Bentuknya adalah seperti kerucut atau gunung. Puncak
tumpeng diberi lombok merah, di bawahnya ada bawang merah,
disusul dengan berbagai hiasan daun-daunan dan sayur-sayuran
kacang panjang. Dasar tumpeng berisi berbagai ubarampe, seperti:
ikan, daging, telur, toge, kacang panjang dan gudangan.
Tumpeng robyong sebagai lambang gambaran kesuburan dan
kesejahteraan. Puncak tumpeng merupakan lambang puncak
keinginan manusia yakni untuk mencapai kemuliaan sejati. Titik
puncak juga merupakan wujud dari gambaran kekuasaan tuhan yang
64
bersifat transendental. Tumpeng yang menyerupai gunung
melukiskan kemakmuran sejati.
Adapun tentang ubarampe yang menjadi pelengkap tumpeng
bermacam-macam. Semua disesuaikan dengan keperluan maupun
juga karena kondisi tempat atau daerah. Nuansanya sama, bahwa
ubarampe tersebut menggambarkan perjalanan hidup manusia dari
keberadaan di dunia menjadi keberadaan setelah dunia sekarang ini,
diantaranya yang sering ditemukan adalah:
1) telur sebagai lambang dari “wiji dadi” (benih) terjadinya
manusia.
2) bumbu megana (gudangan), merupakan lukisan bakal (embrio)
hidup manusia.
3) kecambah, simbol dari benih dan bakal manusia yang akan
selalu tumbuh seperti kecambah.
4) kacang panjang. Dalam kehidupan sehari-hari semestinya
manusia selalu berfikir panjang dan jangan memiliki pikiran
yang picik sehingga akan selalu dapat menanggapi segala hal
dan keadaan dengan penuh kesadaran dan bijaksana.
5) tomat. Kesadaran akan menimbulkan perbuatan yang gemar
mad-sinamadan dan berupaya menjadi jalma limpat seprapat
tamat.
6) bawang merah. Perbuatan yang selalu penuh pertimbangan.
7) kangkung. Manusia semacam itu tergolong sebagai manusia
yang linangkung (tingkat tinggi).
65
8) bayam. Karenanya bukan mustahil kalau hidupnya menjadi
ayem tentrem (penuh kedamaian dan ketentraman).
9) cabe merah. Akhirnya akan muncul keberanian dan tekad untuk
menegakkan kebenaran tuhan dan berani manunggal kepada
asma, sifat dan af‟al Tuhan.
10) ingkung, cita-cita manunggal diwujudkan dengan selalu
manekung (muhasabah, khalwat, i‟tikaf, semadhi atau
tahannuts).54
D. Keramat Bulan Muḥarram dalam Hadīṡ
1. Hadīṡ-Hadīṡ Tentang Keramat Bulan Muḥarram
a. Hadīṡ shohih Bukhari
د عن ث نا ايوب عن مم اب حد ث نا عبد الوى دبن المث ن حد ث نا مم حدم قال الزمان قداستدار كهيئتو ابن أب بكرة عن النب صلى اهلل عليو وسل
ها ارب عة حرم نة اث نا عشر شهرا من ماوات والرض الس ي وم خلق اهلل السة والمحرم ورجب مضرالذى ب ي ثلث مت واليات ذوالقعدة وذوالج
دى وشعبان اي شهر ىذا ق لنااهلل ورسولو اعلم فسكت حت ظن نا انو جاة ق لنا ب لى قال اي ب لد ىذا ق لنااهلل و قال اليس ذالج يو بغياس سيسم
و قال أليس ي وم ظن ناورسولو اعلم فسكت حت يو بغي اس أنو سيسمد وأحسبو قال النحر ق لنا ب لى قال فإن دماءكم وأموالكم قال مم
كم وأعراضكم عليكم حرام كحرمة ي ومكم ىذا ف ب لدكم ىذا ف شهر ىذا وست لقون ربكم ف يسألكم عن أعمالكم أل فل ت رجعوا ب عدي
54
Ibid., h. 39
66
اىد الغائب ف لعل ل يضرب ب عضكم رقاب ب عض أل ليبلغ الش ضللغو أن يكون أوعى لو من ب عض د إذا ب عض من ي ب عو فكان مم من س
ذكره قال صدق النب صلى اللو عليو وسلم ث قال أل ىل ب لغت أل ىل ب لغت
Artinya: “ Muhammad bin al-Mutsanna menyampaikan
kepada kami dari Abdul Wahab, dari Ayub,
dari Muhammad, dari Ibnu Abu Bakrah, dari
Abu Bakrah bahwa Nabi Saw bersabda,”
zaman selalu berputar dan kembali seperti
bentuk semula ketika Allah Swt menciptakan
langit dan bumi. Setahun ada dua belas bulan.
Diantaranya terdapat empat bulan haram. Tiga
bulan (haram) itu terjadi berturut-turut, yaitu
żulqa‟dah, żulḥijjah dan Muḥarram. Kemudian
bulan Rajab yang berada diantara Jumāda
ṡaniyah dan Sya‟bān. Bulan apakah ini?” kami
menjawab, “Allah dan Rasulnya lebih tahu.”
Lalu beliau terdiam, hingga kami mengira
bahwa beliau akan menamainya dengan
sebutan lain. Kemudian, Nabi Saw berkata,”
bukankah (bulan) żulhijjah?” kami menjawab,”
Allah dan Rasulnya lebih tahu,” beliau terdiam
lagi, hingga kami mengira bahwa beliau akan
menyebutnya dengan nama lain. Nabi Saw
berkata, “bukankah tanah haram (Mekah)?”
kami menjawab, “ya”, lalu Nabi Saw kembali
bertanya,” ini hari apa?” kami menjawab,”
Allah dan Rasulnya lebih tahu.” Lalu beliau
terdiam, hingga kami mengira bahwa beliau
akan menyebutnya dengan nama lain. Nabi Saw
berkata,” bukankah hari nahar?” kami
menjawab,” ya”. Beliau bersabda, ”sungguh
darah, harta benda (Muhammad berkata,
menurutku beliau (juga) bersabda) serta
kehormatan sesama kalian haram (hukumnya)
67
bagi kalian seperti keharaman hari ini, negeri
ini, serta bulan ini. Kalian akan menjumpai
Rabb kalian dan Dia akan menanyakan seluruh
perbuatan kalian. Ingatlah! Janganlah kalian
kembali melakukan kesesatan setelah aku
(tiada), hingga sebagian dari kalian membunuh
saudaranya. Ketahuilah! Yang hadir saat ini
hendaknya menyampaikan kepada yang tidak
hadir. Karena bisa jadi orang yang
disampaikan dibanding orang yang mendengar
langsung (dariku). Jika Muhammad menyebut
hadīṡ ini, dia berkata, „Nabi Saw benar.‟
Kemudia dia berkata, ‟ingatlah, apakah aku
sudah menyampaikan”55
b. Hadīṡ Shohih Muslim
ث نا أبو بكر بن أب شيبة ويي بن حبيب الارثي وت قاربا ف الل فظ قال حداب الث قفي عن أيوب عن ابن سيين عن ابن أب بكرة عن ث نا عبد الوى حدأب بكرة عن النب صلى اللو عليو وسلم أنو قال إن الزمان قد استدار كهيئتو
ها أرب عة حرم ثلثة ق اللو الس ي وم خل نة اث نا عشر شهرا من ماوات والرض السة والمحرم ورجب شهر مضر الذي ب ي جادى مت واليات ذو القعدة وذو الج
ا ق لنا اللو ورسولو أعلم قال فسكت حت ظن نا أنو وشعبان ث قال أي شهر ىذ ة ق لنا ب لى قال فأي ب لد ىذا ق لنا اللو و قال أليس ذا الج يو بغي اس سيسم
و قال أليس الب لدة ورسولو أعلم قال فسكت حت ظن نا أنو يو بغي اس سيسمق لنا ب لى قال فأي ي وم ىذا ق لنا اللو ورسولو أعلم قال فسكت حت ظن نا أنو
و قال أليس ي وم النحر ق لنا ب لى يا ر يو بغي اس سول اللو قال فإن سيسم
55 Abu Abdullah Muhammad bin Ismail al-Bukhori, Endiklopedi
Hadīṡ 2; Shohih Bukhori 2, Terj. Subhan Abdullah Idris, (Jakarta Timur:
Almahira, 2012), h. 861. Hadīṡ nomor 7447.
68
د وأحسبو قال وأعراضكم حرام عليكم كحرمة دماءكم وأموالكم قال ممي ومكم ىذا ف ب لدكم ىذا ف شهركم ىذا وست لقون ربكم ف يسألكم عن
ل يضرب ب عضكم رقاب ب عض أل أعمالكم ف ارا أو ضل ل ت رجعن ب عدي كفاىد الغائب ف لعل ب عض من ي ب لغو يكون أوعى لو من ب عض من ليب لغ الش
عو ث قال أل ىل ب لغت ب ف روايتو ورجب مضر وف رواية قال ابن حبي س أب بكر فل ت رجعوا ب عدي
Artinya: “Abu Bakar bin Abi Syaibah dan Yahya bin Habib al-
Haritsi telah memberitahukan kepada kami, keduanya
berkata, Abdul Wahab ats-Tsaqafi telah
memberitahukan kepada kami, dari Ayyub, dari Ibnu
Sirrin, dari Ibnu Abi Bakrah, dari Abu Bakrah, dari
Nabi Muhammad Saw bersabda, “sesungguhnya
zaman itu telah kembali seperti keadaannya pada saat
Allah menciptakan langit dan bumi. Setahun itu ada
dua belas bulan. Empat diantaranya ialah bulan-
bulan haram, tiga bulan secara berurutan, yaitu
żulqa‟dah, żulḥijjah dan Muḥarram dan Rajab, bulan
mudhar, yaitu bulan yang diapit oleh bulan Jumādil
Akhir dan Sya‟bān.” Kemudian beliau bertanya,”
bulan apakah sekarang? ”kami (para sahabat)
menjawab,” Allah dan Rasul-Nya yang lebih
mengetahui.” Sejenak beliau terdiam sehingga kami
mengira beliau akan menyebutnya dengan nama lain.
Beliau berkata, ”bukankah sekarang bulan żulḥijjah?
Kami menjawab, ”benar”. Beliau bertanya lagi,”
negeri apakah ini?” kami menjawab, “Allah dan
Rasul-Nya yang lebih mengetahui.” Sejenak beliau
terdiam, sehingga kami mengira beliau akan
menyebutnya dengan nama lain. Beliau bersabda,”
bukankah ini negeri haram?” kami menjawab,
“benar.” Beliau bertanya,” hari apakah ini?” kami
menjawab,” Allah dan Rasul-Nya yang lebih
mengetahui.” Sejenak beliau terdiam sehingga kami
69
mengira beliau akan menyebutnya dengan nama lain.
Beliau bersabda, “ bukankah ini hari raya qurban?”
kami menjawab,” benar wahai Rasulullah!” lalu
beliau bersabda,” sesungguhnya darah kalian, harta
benda kalian(berkata Muhammad, aku mengira beliau
bersabda dan kehormatan kalian) adalah mulia bagi
diri kalian, seperti kemuliaan hari kalian ini, negeri
kalian ini, dan bulan kalian ini. Kalian akan bertemu
dengan Tuhan kalian. Dia akan bertanya kepada
kalian tentang semua perbuatan kalian. Maka setelah
aku (meninggal) nanti janganlah kalian kembali
menjadi orang kafir atau sesat, dimana salah seorang
dari kalian membunuh sebagian yang lain. Ingatlah,
hendaknya orang yang hadir menyampaikan kepada
yang tidak hadir, karena mungkin saja orang yang
menyampaikannya itu lebih memahami dari pada
orang yang mendengar langsung.” Kemudian beliau
bersabda, “ingatlah, bukankah aku telah
menyampaikan?.” Ibnu Habib berkata dalam
riwayatnya,” dan rajab mudhar”, sementara dalam
riwayat Abu Bakar disebutkan,” janganlah kalian
semua kembali....”
Kaum muslimin telah sepakat bahwa bulan-bulan haram
(bulan-bulan yang dihormati dan dilarang berperang di dalam
bulan-bulan itu) yang ada empat itu adalah yang tertera dalam
hadīṡ ini. Mereka berbeda pendapat dalam hal mengurutkannya,
sebagian penduduk kufah dan ahli sastra mengurutkannya sebagai
berikut, Muḥarram, Rajab żulqa‟dah, żulḥijjah, agar ke empat ini
jatuh dalam tahun yang sama. Sementara ulama Madinah, Basrah
dan mayoritas ulama lainnya mengurutkannya sebagai berikut,
70
żulqa‟dah, żulḥijjah, Muḥarram dan Rajab, tiga bulan berurutan
dan satu bulan tersendiri.56
c. Sunan Abi Daud
تو، ف ق ال : إن عن أب بكرة أن النب صل اهلل عليو وسلم خطب ف حجنة اث نا عشر شهرا موات والرض الس الزمان قداستدار كهيئتو ي وم خلق اهلل السة، والمحرم، ورجب ها أرب عة حرم، ثلث مت واليات : ذوالقعدة، وذوالج من
جادى وشعبان مضرالذي ب ي Artinya: “dari Abu Bakrah, Nabi Saw berkhutbah pada hajinya,
dan berkata, “waktu itu berputar seperti bentuknya
pada waktu Allah menciptakan langit dan bumi, satu
tahun dua belas bulan, diantara bulan itu ada empat
bulan haram, tiga bulan berturut-turut, żulqa‟dah,
żulḥijjah, dan Muḥarram dan Rajab yang berada di
antara dua bulan Jumādil (Ula dan ṡaniyah) dan
Sya‟bān.”57
d. Musnad ibnu Ahmad bin Hanbal
دبن سرين عن أب ث نا إساعيل أخب رنا أي وب عن مم بكرة أن النب صلى حدتو ف قال أل ان الزمان قد استدار كهيئتو ي وم اهلل عليو وسلم خطب ف حجها أرب عة حرم ثلث نة اث نا عشر شهرا من موات والرض الس خلق اهلل الس
ة والمحرم ورجب مضر الذي ب ي جادى وشعبان مت وا ليات ذوالقعدة وذوالجيو ث قال أل أي ي وم ىذا ق لنا اهلل ورسولو أعلم فسكت حت ظن نا أنو سيسم
و قال أليس ي وم النحر ق لنا ب لى ث قال أي شهر ىذا ق لنااهلل ورسولو بغي اس
56 Imam an-Nawawi, Syarah Shahih Muslim, Terj. Thoriq Abdul Aziz
at-Tamimi dan Fathoni Muhammad, (Jakarta: Darus Sunnah, 2013), h. 310 57 Muhammad Nashiruddin al Albani, Shahih Sunan Abu Daud, Terj.
Tajuddin Arief, dkk (Jakarta Selatan: Pustaka Azzam, 2012), h. 756
71
ة ق لنا ب لى و ف قال أليس ذاالج يو بغي اس أعلم فسكت حت ظن نا أنو سيسميو بغي ث قال أي ب لد ىذا ق لنااهلل ورسو لو أعلم فسكت حت ظن نا أنو سيسم
و قال أليست الب لدة ق لنا ب لى قال فإن دماءكم وأموالكم قال وأحسبو قال اسشهركم ىذا ف ب لدكم ىذا وأعراضكم عليكم حرام كحرمة ي ومكم ىذا ف
ل يضرب وست لقون ربكم ف يسألكم عن أعمالكم أل ل ت رجعوا ب عدي ضلاىد الغائب منكم ف لعل من ب عضكم رقاب ب عض أل ىل ب لغت أل ليب لغ الش
د وقد كان ذاك قال قد ي ب لغو يكون أوعى لو من ب عض من يسمعو قال ممعو كان ب عض من ب لغو أوعى لو من ب عض من س
Artinya: “Ismail menceritakan kepada kami, Ayyub mengabarkan
kepada kami dari Muhammad bin Sirrin dari abi
Bakrah, bahwa Rasulullah Saw berkhutbah dalam
pelaksanaaan haji zaman itu telah kembali seperti
keadaannya pada saat Allah menciptakan langit dan
bumi. Setahun itu ada dua belas bulan. Empat
diantaranya ialah bulan-bulan haram, tiga bulan
secara berurutan, yaitu żulqa‟dah, żulḥijjah dan
Muḥarram dan Rajab, bulan mudhar, yaitu bulan
yang diapit oleh bulan Jumādil Akhir dan Sya‟bān.”
Kemudian beliau bertanya, Sejenak beliau terdiam
sehingga kami mengira beliau akan menyebutnya
dengan nama lain. Sejenak beliau terdiam sehingga
kami mengira beliau akan menyebutnya dengan nama
lain. Beliau bersabda, “ bukankah ini hari raya
qurban?” kami menjawab,” benar Kemudian beliau
bertanya,” bulan apakah sekarang?”kami (para
sahabat) menjawab,” Allah dan Rasul-Nya yang lebih
mengetahui.” Beliau berkata,”bukankah sekarang
bulan żulḥijjah? Kami menjawab,”benar”. Beliau
bertanya lagi,” negeri apakah ini?” kami menjawab,
“Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui.”
Sejenak beliau terdiam, sehingga kami mengira beliau
72
akan menyebutnya dengan nama lain. Beliau
bersabda,” bukankah ini negeri haram?” kami
menjawab, “benar.” wahai Rasulullah!” lalu beliau
bersabda,” sesungguhnya darah kalian, harta benda
kalian(berkata Muhammad, aku mengira beliau
bersabda dan kehormatan kalian) adalah mulia bagi
diri kalian, seperti kemuliaan hari kalian ini, negeri
kalian ini, dan bulan kalian ini. hendaknya orang
yang hadir menyampaikan kepada yang tidak hadir,
karena mungkin saja orang yang menyampaikannya
itu lebih memahami dari pada orang yang mendengar
langsung.”
SYARAH HADĪṠ
Hadīṡ di atas menjelaskan bahwa redaksi yang terkait dengan
bagian awalnya, yaitu: ان الزمان قد استدار كهيئتو (zaman telah berputar
seperti pada saat) telah dipaparkan dalam tafsir surah at-taubah.
Sedangkan penjelasan yang terkait dengan bulan suci dan tanah suci
telah dipaparkan pada pembahasan tentang ilmu.58
Kaum muslimin telah sepakat bahwa bulan-bulan haram
(bulan-bulan yang dihormati dan dilarang berperang di dalam bulan-
bulan itu) yang ada empat itu adalah yang tertera dalam hadīṡ ini.
Mereka berbeda pendapat dalam hal mengurutkannya sebagai berikut,
Muḥarram, Rajab, żulqa‟dah, żulḥijjah, agar keempat bulan ini jatuh
dalam tahun yang sama. Sementara ulama Madinah, Basrah, dan
mayoritas lainnya mengurutkannya sebagai berikut, żulqa‟dah,
żulḥijjah, Muḥarram dan Rajab; tiga bulan berurutan dan satu bulan
58
Al-imam al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani, Fathul Barri juz 36,
Terj Amruddin dan Amir Hamzah, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2009), h.646
73
tersendiri. Inilah yang benar dan didukung beberapa hadīṡ yang sahih,
antara lain hadīṡ dalam bab ini. Dan urutan inilah yang dipakai oleh
semua kalangan.
Rasulullah saw bersabda,
ورجب شهر مضر الذي ب ي جادى وشعبان Artinya: “Dan Rajab, bulan mudhar, yaitu bulan yang diapit oleh
bulan Jumādal (akhir) dan Sya‟bān.”
Nabi Saw banyak mensifati bulan Rajab ini untuk
memperjelas dan menghilangkan kesamaran mengenainya. Para ulama
berkata, dahulu kabilah mudhar menyebut bulan ini sebagai bulan
yang jatuh diantara Jumādal Akhir dan Sya‟bān, sementara kabilah
Rabi‟ah menyebutnya sebagai bulan Ramadhan. Untuk itu Rasulullah
Saw menambahkan bulan Rajab dengan kata mudhar. Ada yang
mengatakan bahwa kabilah mudhar lebih mengagungkan bulan ini
dari pada kabilah lainnya. Dan ada juga yang mengatakan bahwa
orang Arab biasa menyebut bulan Rajab dan bulan Sya‟bān sebagai
dua bulan Rajab.
Rasulullah Saw bersabda,
ماوات والرض ان قد استدار كهيئتو ي وم خلق اللو الس إن الزم
“sesungguhnya zaman itu telah kembali seperti keadaannya pada saat
Allah menciptakan langit dan bumi.” Para ulama berpendapat, maksud pernyataan ini adalah bahwa
orang Arab pada masa jahiliyyah masih berpegang teguh pada ajaran
Nabi Ibrahim As tentang keharaman berperang pada bulan-bulan
mulia yang ada empat di atas. Tetapi mereka tidak tahan mengadakan
74
gencatan senjata selama tiga bulan berturut-turut itu. Untuk itu, jika
mereka butuh berperang maka mereka mengakhirkan kemuliaan bulan
muḥarram pada berikutnya juga begitu, sehingga bulan menjadi rancu
dan perdagangan menjadi semrawut. Suatu saat Rasulullah Saw
melaksanakan haji dan tepat berada pada saat mereka menjadikan
bulan itu sebagai bulan haram. Pada tahun itu mereka mengharamkan
bulan żulḥijjah karena tepat pada hitungan diatas. Maka Rasulullah
Saw memberitahukan bahwa perputaran bulan sesuai dengan yang
telah ditetapkan oleh Allah ta‟ala pada saat menciptakan langit dan
bumi. Abu Ubaid berkata, ”mereka sangat terbiasa mengakhirkan
keharaman bulan-bulan suci. Inilah yang disinggung oleh Allah dalam
firman-Nya.
Artinya: “Sesungguhnya mengundur-undurkan bulan Haram itu[642]
adalah menambah kekafiran....(QS. At-taubah: 37)
Ketika mereka butuh berperang pada bulan Muḥarram maka
mereka menjadikan bulan Shafar sebagai bulan yang dimuliakan
untuk mengganti bulan Muḥarram, kemudian mereka mengundurnya
kembali pada tahun-tahun berikutnya, sehingga Muḥarram kembali
pada hitungan asalnya lagi. Al-qadhi menyebutkan beberapa alasan
lagi untuk memperjelas hadīṡ ini, namun sebagiannya tidak dapat
diterima.
Perkataannya, bulan apakah sekarang? ”kami (para sahabat)
menjawab,” Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui.” Sejenak
beliau terdiam sehingga kami mengira beliau akan menyebutnya
75
dengan nama lain. Beliau berkata, ”bukankah sekarang bulan
żulhijjah? Kami menjawab, ”benar”. Beliau bertanya lagi,” negeri
apakah ini?” kami menjawab, “Allah dan Rasul-Nya yang lebih
mengetahui.”
Pernyataan, diam dan penjelasan dari beliau Saw ini
dimaksudkan untuk memberi penegasan, penekanan dan peringatan
akan keagungan derajat bulan, negeri dan hari itu.
Jawaban shahabat,” Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui.”
Merupakan jawaban yang penuh dan dengan nilai dan tata krama.
Mereka yakin bahwa beliau mengetahui jawabannya, sebagaimana
mereka juga telah mengetahuinya, sehingga mereka mengetahui
bahwa jawaban yang akan beliau berikan bukan sembarang jawaban.
Rasulullah Saw bersabda,
وأعراضكم حرام عليكم كحرمة ي ومكم ىذا ف ب لدكم ىذا فإن دماءكم وأموالكم ف شهركم ىذا
Artinya: “Sesungguhnya darah kalian, harta benda kalian, dan
kehormatan kalian adalah mulia bagi diri kalian, seperti
kemuliaan hari kalian ini, negeri kalian ini, dan bulan
kalian ini”
Maksud pernyataan ini adalah penegasan tentang keharaman
merampas harta benda, membunuh dan juga menginjak-injak
kehormatan orang lain.
Rasulullah Saw bersabda,
ل يضرب ب عضكم رقاب ب عض فل ت رجعن ب ارا أو ضل عدي كف
76
Artinya: “Maka setelah aku (meninggal) nanti janganlah kalian
kembali menjadi orang kafir atau sesat, dimana salah
seorang dari kalian membunuh sebagian yang lain.”
Hadīṡ ini tidak berpihak kepada sebagian kalangan yang
menghukumi kafir sebab kemaksiatan, tetapi arti kufur disini lebih
kepada pengingkaran terhadap kenikmatan Allah, atau hadīṡ ini
berlaku bagi orang menghalalkan memerangi kaum muslimin tanpa
ada alasan yang kuat.
Rasulullah saw bersabda, اىد الغائب ,ingatlah“ أل ليب لغ الش
hendaknya orang yang hadir menyampaikan kepada yang tidak
hadir.” Hal ini menunjukkan kewajiban mengajarkan ilmu
pengetahuan dan menyampaikannya sampai benar-benar pengetahuan
itu menyebar. Kewajiban ini masuk dalam kategori fardhu kifayah.
Rasulullah Saw bersabda,
عو ف لعل ب عض من ي ب لغو يكون أوعى لو من ب عض من س
Artinya: “Karena mungkin saja orang yang disampaikannya itu lebih
memahami dari pada orang yang mendengar langsung.”
Sebagian ulama menjadikan hadīṡ ini sebagian dalil tentang
bolehnya orang-orang yang berilmu meriwayatkan hadīṡ dari orang-
orang yang tidak mempunyai ilmu yang mapan dan tidak mengerti
fikih, dengan syarat orang itu mengerti apa yang ia sampaikan.59
59
Imam an-Nawawi, Opcit, h. 315-318
77
Asbabul Wurud
Khathabi berkata bulan sabar yaitu bulan Ramadhan, kata
sabar sendiri ialah menahan. Puasa disebut sabar ketika pada dirinya
itu dapat menahan diri dari hawa nafsu dan makanan, pada siang hari.
(puasalah sebagian dari bulan ḥurum) yaitu bulan-bulan haram
yang terdiri dari 4 bulan yang disebutkan Allah Swt dalam kitab al-
Quran, maka Allah berfirman: “sesungguhnya bilangan bulan pada
sisi Allah ialah dua belas, dalam ketetapan Allah di waktu dia
menciptakan langit dan bumi, diantaranya empat bulan haram.” yaitu
bulan Rajab, żulqa‟dah, żulḥijjah dan al-Muḥarram, dan dikatakan
kepada al-A‟rabi: berapa jumlah bulan haram? Maka dia menjawab:
empat, tiga sard (berurutan) dan yang satu fard (sendiri).60
Al-a‟robi mengatakannya dengan memberi isyarat
menggunakan ketiga jari-jarinya), maksudnya berpuasalah engkau
dari bulan haram hari-hari yang kamu kehendaki, dan beliau memberi
isyarat dengan ketiga jarinya bahwa beliau tidak menambah tiga hari
berturut-turut, dan setelah tiga hari tidak berpuasa satu atau dua hari,
yang lebih mendekati adalah isyarat itu menunjukkan bahwa beliau
berpuasa tiga hari dan tidak berpuasa tiga hari. Wallahu a‟lam. Itulah
yang dikatakan Imam As Sindi.61
Bulan ḥurum ada 4 bulan, żulqa‟dah, żulḥijjah, Muḥarram dan
Rajab. Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas
bulan, setiap bulannya terdapat 29 sampai 30 hari. Dalam ketetapan
60
Muhammad Syamsul Haq Al-Adhim Abadi, „Aunul Ma‟bud Syarh
Sunan Abu Daud, Jilid 7, (Beirut: Dar Al-Fikr, t.t.), h. 80. 61
Ibid, h. 81.
78
Allah di waktu dia menciptakan langit dan bumi, diantara empat bulan
haram, orang jahiliyyah saling berperang diantara mereka dan berhenti
dalam bulan ḥurum sebagai memuliakan, dan menganggap mudah
bagi mereka tempat ziarah baitul haram sebagai peperangan, tidak ada
juga keselamatan dan keamanan bagi mereka kecuali pada bulan
ḥurum, kemudian mungkin ada dari mereka datang ke Rasulullah pada
bulan ḥurum, memberikan keamanan pada bulan ḥurum bagi kafir
mudhor. Pada penghalang untuk masuk ke rumah mereka dan di
sekitar Madinah, dan memuliakan pada bulan ḥurum ada pada
permulaan Islam. Kemudian dihapus dengan sabda “Uqtulū musyrikīn
ḥaiṡu wajādtumūhum” dikatakan lam lil „ahdi maksudnya bulan
Rajab, oleh karena itu dalam hadīṡ riwayat Abi Bakrah di kitab
Bukhari berkata; Rajab mudhor, mereka mengkhususkan atau
mengistimewakan dan melarang peperangan pada bulan Rajab dan
pada bulan ḥurum lainnya.62
Dalam riwayat Imam Bukhari; perintah kepada mereka 4 perkara
dan melarang mereka dari 4 perkara, perintah iman kepada Allah.
Apakah kamu tahu apa itu iman kepada Allah, mereka berkata; Allah
dan Rasulnya yang lebih tahu, Rasul berkata syahadah bahwa tidak
ada tuhan selain Allah dan Muhammad utusan Allah, dan menjalankan
sholat, bayar zakat, puasa ramadhan, memberikan 1/5 dari jarahan.
Dalam hadis ini tidak ada penyebutan menunaikan ibadah haji dari 4
perkara tadi itu menunjukkan bahwa ibadah haji bukan sebagai fardhu.
62
Muhammad Syamsul Haq Al-Adhim Abadi, „Aunul Ma‟bud Syarh
Sunan Abu Daud, Jilid , (Beirut: Dar Al-Fikr, t.t.), h. 422
79
2. Hadīṡ-hadīṡ kesunahan pada Bulan Muḥarram
Pada umumnya masyarakat Desa Wringinjajar bila
memasuki bulan muḥarram melakukan ibadah sunah. Adapun
bentuk dan tata caranya disampaikan oleh seorang Kiai.
Diantaranya adalah:
a. Celaan mata, menggunakan celak yang bagus, manfaat:
dijauhkan dari penyakit mata atau beleen63.
b. Melakukan puasa sunnah
حد ث نا ق ت يبة بن سعيد : حد ث نا أبو عوا نة عن أب بشر ، عن حيد بن عنو قال : قال رسول اهلل عبد الرحن الميي ، عن أب ىري رة رضي اهلل
يام ب عد رمضان ، شهر اهلل المحرم ، لى اهلل عليو وسلم ص افضل الص وأفضل الصلة ب عد الفريضة ، صلة اليل .
Artinya: “Qutaibah bin Sa‟id menyampaikan kepada kami
dari Abu Awanah, dari Abu Hurairah bahwa
Rasulullah Saw bersabda, ”puasa di bulan Allah,
yaitu muḥarram, dan sholat yang paling utama
sesudah shalat fardhu ialah shalat malam”.64
“Puasa paling afdhal setelah ramadhan adalah pada bulan
Allah muḥarram” ini merupakan penjelasan bahwa bulan
muḥarram merupakan bulan yang paling mulia untuk berpuasa
dibandingkan bulan-bulan lainnya, dan jawaban mengenai
banyaknya puasa Nabi Saw pada bulan sya‟bān telah
dikemukakan sebelumnya. Kami telah menyebutkan dua jawaban
63
Artinya: Kotoran mata 64
Imam Abi Husain Muslim bin Khajjaj al-Qusyairi Naisabury,
Shohih Muslim Jilid 1, (Beirut: Darul al-fikr, 2011), h. 522
80
dalam masalah ini, pertama ada kemungkinan beliau baru
mengetahui keutamaan bulan ini pada akhir hayatnya. Kedua,
bisa jadi karena adanya beberapa alasan seperti safar (melakukan
perjalanan jauh), sakit atau lainnya.65
Namun demikian Rasulullah tidak pernah berpuasa satu
bulan penuh selain bulan ramadhan. Oleh karenanya, hadīṡ ini
merupakan anjuran untuk memperbanyak puasa pada bulan
Muḥarram, tapi tidak satu bulan penuh (non-stop, berturut-
turut).66
Kualitas hadīṡ diatas menurut Anas hadīṡ tersebut
berderajat marfu‟ akan tetapi sanadnya dloif.67
Puasa pada hari Arafah jika engkau tidak sedang
melaksanakan haji, demikian pula puasa „Asyūrā‟ (hari kesepuluh
di bulan muḥarram) serta sehari sebelumnya (hari kesembilan).
Diriwayatkan dari Abu Qatadah Ra, ia berkata:
65
“dan sholat paling afdhal setelah shalat wajib adalah sholat malam”
ini merupakan dalil sebagaimana telah disepakati oleh para ulama bahwa
shalat sunah di malam hari lebih afdhal dari pada sholat sunnah di siang hari.
Ini juga dalil yang dipegang oleh Abu Ishaq al-Mawardi dari kalangan
sahabat-sahabat kami dan orang-orang yang sependapat dengannya, bahwa
sholat malam lebih afdhal dibandingkan sholat sunnah rawatib. Sedangkan
mayoritas sahabat kami mengatakan bahwa sholat sunnah rawatib lebih
afdhal karena ia menyertai shalat wajib. Pendapat pertama lebih kuat dan
lebih sesuai hadīṡ yang disebutkan. Baca dalam Imam an-Nawawi, al-Minhaj
Syarh Shahih Muslim Ibn al-Hajjaj, Syarah Shahih Muslim Terj. Agus
Ma‟mun dkk, (Jakarta : Darus Sunnah Press, 2012), h. 785 66
Muhammad al-Munajjid, Sunnah dan Bid‟ah Tahunan, (Solo:
Aqwam, 2009), h. 9 67
Ibnu Hajar al-Asqolani, Fatkhul Barri, Syarah Shohih Bukhori, Juz
6, Maktabah Syamilah, h. 158
81
نة و وسلم ل اهلل علي سئل رسول اهلل ص ر الس عن صوم ي وم عرفة ف قا ل : يكفنة الما ر الس الماضية والبا قية ، وسئل عن صوم ي وم عا شوراء ، ف قا ل : يكف
ضية .Artinya: “Rasulullah Saw pernah ditanya tentang puasa „arafah,
beliau menjawab, „(puasa) tersebut bisa menghapus
dosa satu tahun yang lalu dan satu tahun yang akan
datang, ‟demikian pula beliau ditanya tentang puasa
„asyūrā‟, beliau menjawab, ia menghapus dosa-dosa
satu tahun yang lalu.
Dan puasa hari „Arafah dikhususkan bagi orang yang
tidak sedang melaksanakan haji karena Nabi Saw berbuka pada
hari „arafah ketika beliau sedang melaksanakan haji.
Diriwayatkan dari Ibnu „Abbas Ra, beliau berkata,
”ketika Rasulullah Saw sedang berpuasa pada hari „Asyūrā‟ dan
memerintahkan para sahabat untuk melakukannya, para sahabat
berkata, „wahai Rasulullah sesungguhnya hari tersebut adalah
hari yang diagungkan oleh orang-orang yahudi dan nasrani,‟ lalu
Rasulullah Saw bersabda, ‟kalau begitu, pada tahun yang akan
datang –insyaallah- kita pun akan berpuasa pada hari
kesembilan,‟(Ibnu Abbas) berkata,‟ akan tetapi tidak sampai
tahun depan, Rasulullah Saw telah meninggal dunia.68
Keutamaan puasa hari „Asyūrā :
68
Abu Malik Kamal bin as-Sayyid Salim, Fiqhus Sunnah lin Nisaa-i
wa Waa Yajibu an Ta‟rifahu Kullu Muslimatin Minal Ahkaam (Ensiklopedi
Fiqih Wanita jilid 1), Terj. Beni Sarbeni, (Bogor: Pustaka Ibnu Katsir, 2001),
h. 481
82
1) Rasulullah Saw pernah ditanya tentang puasa „Asyūrā
(tanggal 9/10 muḥarram), beliau bersabda: “puasa „Asyūrā
dapat menebus (dosa) tahun yang telah lewat.”
2) Rasulullah Saw bersabda: ”Barangsiapa yang berpuasa pada
hari „Asyūrā maka Allah akan memberikan padanya pahala
10.000 malaikat.”
3) Rasulullah Saw bersabda: ”Barangsiapa yang berpuasa pada
hari „Asyūrā, maka Allah akan memberikan kepadanya
pahala 10.000 orang yang haji dan umroh serta 10.000 orang
yang mati syahid.
4) Rasulullah Saw bersabda: “Barangsiapa membelai rambut
anak yatim (menyayanginya) pada hari „Asyūrā, maka Allah
akan mengangkat derajat dari setiap belaian kasih sayangnya.
5) Rasulullah Saw bersabda: ”Barangsiapa yang memberikan
makanan kepada orang yang berbuka puasa pada hari
„Asyūrā, maka seolah-olah dia telah memberikan jamuan
buka puasa kepada semua umat nabi Muhammad Saw.
Barang siapa yang membaca kalimat-kalimat ini pada
hari „Asyūrā maka tidak akan mati hatinya. Kalimat itu adalah
sebagai berikut: لغ الرضا وزنة العرش والمد للو سبحان اهلل زان ومنت هى العلم ومب ملء المي
لغ الرضا وزنة العرش واهلل اكب ر ملء المزان زان ومنت هى العلم ومب ملء المي لغ الرضا و زنة العرش ل ملجأ ول منجى من اهلل ال اليو ومنت هى العلم ومب
ات كلها أسألك فع والوتر وعدد كلما ت اهلل التام سبحان اهلل عدد الش
83
ي ول حول ول ق وة ال لمة برحتك يا أرحم الرح باهلل العلي العضيم السد وعلى الو وصحبو اجعي والمد هلل رب العلي وصلى اهلل على سيد نا مم
. Artinya: “ Maha suci Allah sepenuh timbangan dan puncak
sampainya ilmu dan keridhaan serta seberat
timbangan „arsy. Segala puji bagi Allah sepenuh
timbangan dan puncak sampainya ilmu dan
keridhaan „arsy. Allah maha besar sepenuh
timbangan dan puncak sampainya ilmu dan
keridhaan serta seberat timbangan „arsy. Tidak ada
tempat mengungsi dan keselamatan dari Allah
melainkan hanya kepadanya. Maha suci Allah
sebanyak bilangan genap dan ganjil, dan seluruh
bilangan kalimat-kalimat Allah yang sempurna.
Kami memohon kepada engkau dengan mendapat
rahmatmu wahai sebaik-baik penyayang dari para
penyayang. Tidak ada daya dan kekuatan melainkan
dengan pertolongan Allah yang maha luhur lagi
maha agung. Rahmat dan keselamatan semoga tetap
atas junjungan kami nabi Muhammad Saw beserta
para keluarga dan sahabat semuanya. Dan segala
puji bagi Allah tuhan semesta alam.
Orang yang membaca kalimat ini sebanyak 70 kali pada
hari „Asyūrā, maka Allah akan menghindarkan darinya dari
keburukan-keburukan pada tahun itu. Kalimat itu adalah:
ر حسب اهلل ونعم الوكيل نعم المول ونعم النصي
Artinya: “Allah-lah yang mencukupi kami, dialah sebaik-baik
untuk berserah diri, sebaik-baik pelindung dan
sebaik-baik penolong.69
69 Abu Bakar Ustman bin Muhammad Syaththo Adimyati Albakri,
Hasyiyah I‟anatu thalibin, (Beirut: Dar al-Kutub Al Ilmiyyah, 1995), h. 302
84
c. Melakukan sholat sunah. ومن صلى فيو ) اى ف ي وم عا شوراء ( ار بع ركعا ت ي قرأ ف كل ركعة
احدى وخسي عاما . –احد المد للو مرة وقل ىوا هلل Artinya: “Barang siapa yang melakukan sholat sunah empat
rakaat, tiap satu rakaat membaca al-fatihah 1x dan
surat al-ikhlas 51x maka Allah ta‟ala mengampuni
dosa 50 tahun.
d. Melaksanakan mandi dengan niat menjalankan sunah. ر ي وم عا شوراء ل يرض ف سنتو ال مرض الموت . ومن اغتسل وتطه
Artinya: “Barang siapa mandi sunah dan wudhu di hari „Asyūrā
maka orang tersebut tidak akan sakit dalam satu
tahunya, kecuali sakit meninggal.
e. Menziarahi makam orang „alim, Nabi Saw bersabda: من زار عالما ف قد زارن ومن زارن وجبت لو شفاعت وكان لو بكل خطوة اجر
شهيد Artinya: “Barang siapa melakukan ziarah ke orang „alim maka
persasat ziarah ingsun – dan barang siapa ziarah
kepadaku maka orang itu tetap mendapat syafaatku-
dan disetiap satu langkahnya mendapat pahala orang
yang mati syahid.
f. Memohon kepada Allah serta menyebutkan hajatnya setelah
maghrib, di malam hari „Asyūrā membaca: ر حسب نااهلل ون x 70عم الوكيل نعم المول ونعم النصي
Dilanjutkan membaca doa „Asyūrā 7x yang memiliki banyak
manfaat.
85
g. Menjenguk orang sakit. Rasulullah bersabda: ا عاد مرضى اول د ادم كلهم .ومن عاد مريضا ف ي وم عا شوراء فكأ ن
Artinya: “Barang siapa menjenguk orang sakit di hari „Asyūrā
maka seakan-akan menjenguk semua anak adam yang
sedang sakit.
h. Membahagiakan keluarga ع على عيا هقي عن اب سعيد من وس ران والب ي لو ي وم عاشوراء اخرج الطب
ع اهلل عليو ف سنتو كلها . وسArtinya: “Barang Siapa membahagiakan keluarganya di hari
„Asyūrā maka Allah Swt melapangkan rizqinya di
dalam semua tahun.
i. Bersedekah, terlebih memberi makanan untuk berbuka puasa di
bulan „Asyūrā. Rasulullah bersabda: ا ل ي رد ق فيو بصدقة فكأ ن نة ومن تصد ق فيو كان كصدقة الس ومن تصد
سائل قط Artinya: “Barang siapa yang bersedekah di bulan „Asyūrā maka
seperti bersedekah satu tahun dan tidak menolak
orang yang meminta-minta dalam waktu yang sudah
terlewatkan. Dan barang siapa yang memuliakan
orang fakir maka akan juga dimuliakan Allah nanti di
alam kuburnya.
Dan ada hadīṡ lain yang berbunyi: لة عاش د عليو ومن فطر موء منا لي ة مم يع ام ا افطر عنده ج وراء فكأ ن
لم واشبع بطون هم . لة والس الصArtinya: “Barang siapa yang memberi makan orang yang
melakukan puasa di bulan „Asyūrā maka seakan-akan
memberi makan berbuka puasa pada semua umat
86
nabi Muhammad Saw dan menjadikan perut umat
nabi Muhammad Saw kenyang.
j. Membaca surat al-ikhlas 1000x
Artinya: Katakanlah: "Dia-lah Allah, yang Maha Esa. Allah
adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala
sesuatu. Dia tiada beranak dan tidak pula
diperanakkan, Dan tidak ada seorangpun yang setara
dengan Dia."
k. Mengusap kepala anak yatim, seperti hadīṡ dibawah ini: ومن مسح يده على راء س يتيم ي وما عا شوراء رفع اهلل ت عال لو بكل شعرة
-جة ومن مسح فيو على راءس يتيم او احسن اليو فكل شعرة در -درجة ا احسن ال اي تام ولد ومن مسح فيو على راءس يتيم او احسن اليو فكان
ادم كلهم
Artinya: “Barang siapa yang mengusap kepala anak yatim di
hari „Asyūrā maka Allah Swt mengangkat derajat
orang itu di setiap satu helai anak yatim tersebut. Dan
barang siapa berbuat baik kepada anak yatim dengan
bersedekah atau memberi pakaian maka orang itu
seperti membaguskan semua anak yatim dan anak
adam.”
l. Membaca ayat kursi 360 x
موات وما ف اهلل لالو ال ىو الي وم لتأخذه سنة ولن وم لو ماف الس القي بأذنو ي علم ما ب ي ايديهم وما خلفهم الرض من ذاالذي يشفع عنده ال
87
با شاء وسع يطون بشيء من علمو ال موات والرض ول ولي كرسيو الس ي ؤده حفظهما وىوالعلي العظيم
Artinya: “Allah, tidak ada tuhan melainkan dia yang hidup kekal
lagi terus mengurus (makhluk-Nya), tidak pernah
mengantuk dan tak pernah tidur. Kepunyaan-Nya
segala apa yang ada di langit dan bumi. Siapakah
yang dapat memberi syafaat di sisi Allah tanpa izin-
Nya? Allah mengetahui apa-apa yang ada di hadapan
mereka dan yang di belakang mereka. Sedang mereka
tidak dapat meliputi segala sesuatu apa yang allah
kehendaki. Kursi Allah meliputi langit dan bumi. Dan
Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan
Allah maha tinggi lagi maha besar.”
m. Terjaga di malam hari karena ibadah, seperti sabda Rasulullah
Saw sebagai berikut: لة عاشوراء با ا عبداهلل ت عال مثل عبادة اىل ومن احيا لي لعبادة فكأ ن
بع موات الس السArtinya: “Barang siapa yang terjaga di malam hari „Asyūrā
karena ibadah maka seakan-akan ibadah kepada
Allah seperti ibadahnya malaikat yang asda di langit
tujuh. Maka dari itu kerjakanlah jamaah sholat isya‟
dan sholat subuh di malam „Asyūrā.”
Mengantar jenazah orang Islam ke makam. Tambahan
dari I‟anathut Tholibin disunahkan memotong kuku di hari
„Asyūrā.70
70
Abu Ahmad Hasanuddin, al-Khuthbatul Mimbariyyah Isi Khutbah-
khutbah Jum‟ah lan Riyaya Saha Sanes-sanes-Sanesipun, (Pekalongan:
Maktabah Raja Murah, tt), h.7-16