BAB II. Kasar
-
Upload
filho-obmar -
Category
Documents
-
view
216 -
download
0
description
Transcript of BAB II. Kasar
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Konsep Pengetahuan
2.1.1 Pengertian Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari “tahu” dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui
panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa
dan raba. Sebagian besar, pengetahuan manusia diperoleh dari mata dan telinga
(Notoatmodjo, 2012).
Pengetahuan (Knowledge) juga diartikan sebagai hasil penginderaan
manusia atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indra yang dimilikinya
(mata, hidung dan sebagainya), dengan sendirinya pada waktu pengindraan
sehingga menghasilkan pengetahuan. Hal tersebut sangat dipengaruhi oleh
intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek (Notoatmodjo, 2007).
2.1.2 Tingkat Pengetahuan
Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau
tingkatan yang berbeda-beda. Secara garis besarnya dibagi dalam 6 tingkat
pengetahuan :
a. Tahu (know)
Tahu diartikan hanya sebagai recall (memanggil) memori yang telah ada
sebelumnya setelah mengamati sesuatus (Notoatmodjo, 2010). Oleh sebab itu tahu
ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk
mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain :
menyebutkan, menguraikan, mendefenisikan, menyatakan, dan sebagainya
(Notoatmodjo, 2007).
b. Memahami (comprehension)
Memahami suatu objek bukan sekedar tahu terhadap objek tersebut, tidak
sekedar dapat menyebutkan, tetapi orang tersebut harus dapat menginterpretasikan
secara benar tentang objek yang diketahui tersebut (Notoatmodjo. 2010).
c. Aplikasi (aplication)
Aplikasi diartikan apabila seseorang yang telah memahami objek yang
dimaksud dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang telah diketahui
tersebut pada situasi yang lain (Notoatmodjo. 2010).
d. Analisis (analysis)
Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan
memisahkan, dan mencari hubungan antara komponen-komponen yang terdapat
dalam suatu masalah atau objek yang diketahui. Indikasi bahwa pengetahuan
seseorang telah sampai pada tingkat analisis adalah apabila orang tersebut telah
dapat membedakan, atau mengelompokan, membuat diagram (bagan) terhadap
pengetahuan atas objek tersebut (Notoatmodjo. 2010).
e. Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjukan kepada suatu kemampuan seseorang untuk
merangkum atau meletakan dalam satu hubungan yang logis dari komponen-
komponen pengetahuan yang dimiliki. Dengan kata lain sintesis adalah suatu
kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang telah
ada (Notoatmodjo. 2010).
f. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan
justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek tertentu. Penilaian ini dengan
sendirinya didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri. (Notoatmodjo.
2010).
2.1.3 Cara Mendapatkan Pengetahuan
Dari berbagai macam cara yang telah digunakan untuk memperoleh
kebenaran pengetahuan sepanjang sejarah, dapat dikelompokkan menjadi dua,
yakni:
a. Cara Tradisional Untuk Memperoleh Pengetahuan
Cara-cara penemuan pengetahuan pada periode ini dilakukan sebelum
ditemukan metode ilmiah, yang meliputi :
1) Cara Coba Salah (Trial Dan Error)
Cara coba-coba ini dilakukan dengan menggunakan kemungkinan tersebut
tidak berhasil, dicoba kemungkinan yang lain. Apabila tidak berhasil,
maka akan dicoba kemungkinan yang lain lagi sampai didapatkan hasil
mencapai kebenaran.
2) Cara Kekuasaan atau Otoritas
Di mana pengetahuan diperoleh berdasarkan pada otoritas atau kekuasaan
baik tradisi, otoritas pemerintahan, otoritas pemimpin agama, maupun ahli
ilmu pengetahuan.
3) Berdasarkan Pengalaman Pribadi
Hal ini dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang
diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa
yang lalu. Apabila dengan cara yang digunakan tersebut orang dapat
memecahkan masalah yang sama, orang dapat pula menggunakan cara
tersebut.
4) Melalui Jalan Pikiran
Dari sini manusia telah mampu menggunakan penalarannya dalam
memperoleh pengetahuannya. Dengan kata lain, dalam memperoleh
kebenaran pengetahuan, manusia telah menggunakan jalan fikiran.
b. Cara Modern dalam Memperoleh Pengetahuan
Cara baru atau modern dalam memperoleh pengetahuan pada dewasa ini
lebih sistematis, logis, dan ilmiah. Cara ini disebut metode penelitian ilmiah
(Notoatmodjo, 2005).
2.1.4 Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang anatara lain
pendidikan, pekerjaan, umur, minat, pengalaman, kebudayaan, dan informasi
(Mubarak, dkk.,2007).
1. Pendidikan
Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang kepada orang lain
terhadap suatu hal agar mereka dapat memahami. Tidak dapat dipungkiri
bahwa makin tinggi pendidikan seseorang semakin mudah pula mereka
menerima informasi, dan pada akhirnya makin banyak pula pengetahuan yang
dimilikinya. Sebaliknya, jika seseorang tingkat pendidikannya rendah, akan
menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap penerimaan informasi
dan nilai-nilai baru diperkenalkan.
2. Pekerjaan
Lingkungan pekerjaan dapat menjadikan seseorang memperoleh pengalaman
dan pengetahuan baik secara langsung maupun tidak langsung.
3. Umur
Dengan bertambahnya umur seseorang akan terjadi perubahan pada aspek
psikis dan psikologis (mental). Pertumbuhan fisik secara garis besar ada empat
kategori perubahan, yaitu perubahan ukuran, perubahan proporsi, hilangnya
ciri-ciri lama dan timbulnya ciri-ciri baru. Ini terjadi akibat pematangan fungsi
organ. Pada aspek psikologis dan mental taraf berfikir seseorang semakin
matang dan dewasa.
4. Minat
Sebagai suatu kecenderungan atau keinginan yang tinggi terhadap sesuatu.
Minat menjadikan seseorang untuk mencoba dab menekuni suatu hal dan pada
akhirnya diperoleh pengetahuan yang lebih dalam.
5. Pengalaman
Adalah suatu kejadian yang pernah dialami seseorang dalam berinteraksi
dengan lingkungannya. Ada kecenderungan pengalaman yang baik seseorang
akan berusaha untuk melupakan, namun jika pengalaman terhadap objek
tersebut menyenangkan maka secara psikologis akan timbul kesan yang
membekas dalam emosi sehingga menimbulkan sikap positif.
6. Kebudayaan
Kebudayaan lingkungan sekitar, apabila dalam suatu wilayah mempunyai
budaya untuk menjaga kebersihan lingkungan maka sangat mungkin
masyarakat sekitarnya mempunyai sikap untuk selalu menjaga kebersihan
lingkungan.
7. Informasi
Kemudahan memperoleh informasi dapat membantu mempercepat seseorang
untuk memperoleh pengetahuan yang baru.
2.2 Kesehatan Gigi
Kesehatan gigi dan mulut merupakan upaya mempertahankan
kebersihan, kenyamanan, dan kesehatan gigi yang dilakukan seorang indvidu.
Tujuan kesehatan gigi dan mulut meningkatkan kesadaran sikap dan perilaku
seseorang dalam kemampuan memelihara diri dibidang dikesehatan gigi dan
mulut dan mampu mencapai pengobatan sedini mungkin dengan jalan
memberikan pengertian pada seseorang/masyarakat tentang pentingnya
pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut. (Ircham machfud, 2005).
2.2.1 Manfaat Gigi Bersih dan Sehat
Menjaga Kebersihan dan kesehatan gigi dapat meningkatkan
manfaat dari gigi tersebut antara lain:
1. Pengunyahan, sudah pasti gigi-geligi berperan mengolah makanan
dalam masa aktif pertumbuhan dan perkembangan.jika gigi sakit
atau rusak, maka anak-anak akan malas makan dan tentu
berpengaruh pada kesehatannya secara keseluruhan.
2. Penyedia atau pemelihara tempat bagi geligi permanen pengganti.
Coba dibayangkan, kalau gigi sulung tanggal sebelum waktunya,
maka gigi permanen pengganti akan tumbuh tidak teratur karena
kehilangan dan berkurang tempatnya tumbuh akibat menyempitnya
rahang.
3. Merangsang pertumbuhan rahang melalui pengunyahan. Jika anak
dibiasakan mengunyah makanan yang sesuai dengan usianya, maka
rahangnya akan tumbuh normal. Gigi berdesakan akibat kekurangan
tempat bisa dicegah.
4. Membantu perkembangan bicara. Gigi, lidah, dan bibir saling
berinteraksi atau bersinergi dalam pengucapan huruf atau kata.
Contohnya, pada anak-anak yang kehilangan gigi sulung anterior
akan mengalami kesulitan pengucapan huruf “f, v, s, z, dan th”.
5. Secara kosmetik akan meempengaruhi penampilan anak.
Pengucapan anak dapat terpengaruh bila tidak mau membuka mulut
saatt bicara (Tampubolon, 2006).
2.2.2 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Kesehatan Gigi
Faktor–faktor yang mempengaruhi kebersihan gigi menurut Machfoedz
(2005) diantaranya adalah:
a. Jenis makanan
Jenis makanan, makanan yang mudah lengket dan menempel digigit
seperti permen dan coklat, makanan ini sangat disukai oleh anak-anak. Hal
ini yang mengakibatkan gangguan. Makanan tadi mudah tertinggal dan
melekat pada gigi dan bila terlalu sering dan lama akan berakibat tidak
baik. Makanan yang manis dan lengket tersebut akan bereaksi di mulut
dan asam yang merusak email gigi (Machfoedz, 2005).
b. Cara melakukan gosok gigi
Menyikat gigi adalah suatu cara yang umum diajurkan untuk
membersihkan deposit lunak pada permukaan gigi dan gusi. Menyikat gigi
adalah salah satu peosedur terhadap terjadinya penyakit gigi, karena
dengan menyikat akan bisa menghilangkan plag yang merupakan salah
satu faktor penyakit gigi. Tindakan menyikat gigi atau kontrol plak
merupakan kunci keberhasilan untuk mempunyai rongga mulut yang sehat
dalam upaya pencegahan dan emeliharaan mulut yang optimal. Cara
menggosok gigi yang dianjurkan dengan cara gerakan – gerakan yang
pendek, yakni menggosok gigi berulang-ulang pada satu tempat dahulu,
sebelum pindah ke tempat lain (Machfoedz, 2005).
c. Frekuensi gosok gigi
Frekuensi gosok gigi sebagai bentuk perilaku yang akan mempengaruhi
kebersihan gigi dan mulut, dimana akan mempengaruhi juga angka karies
dan penyakit penyangga gigi. Frekuensi melakukan gosok gigi setiap
orang berbeda, menurut beberapa ahli menyebutkan frekuensi menggosok
gigi yang baik adalah empat kali sehari yaitu setiap sesudah makan dan
waktu hendak mau tidur karena setengah jam setelah selesai makan, maka
sisa makanan akan segera diubah oleh kuman menajdi asam yang dapat
melunakkan email gigi. Sedangkan jika menjelang tidur pada sela waktu
antara makan malam dan mau tidur mungkin saja masih makan makanan
kecil (Machfoedz, 2005).
d. Keteraturan pergi ke dokter gigi
Kunjungan ke dokter gigi sebaiknya dilakukan secara rutin 6 bulan sekali.
Pada saat berkunjung, dokter bisa menemukan keadaan yang perlu
diberikan tindakan. Berkunjung ke dokter gigi seharusnya sebelum terjadi
kerusakan dalam rongga mulut. Atau sebelum keadaan menjadi parah
sehingga memerlukan perawatan yang bersifat invasive (lebih dalam),
yang biasanya menimbulkan keengganan untuk melanjutkan (Machfoedz,
2005).
2.2.3 Perilaku Pemeliharaan Kesehatan Gigi
Perilaku memegang peranan yang penting dalam mempengaruhi status
kesehatan gigi dan mulut secara langsung, perilaku dapat mempengaruhi faktor
lingkungan maupun pelayanan kesehatan. Perilaku kesehatan gigi meliputi
pengetahuan, sikap dan tindakan yang berkaitan dengan konsep sehat dan sakit
gigi serta upaya pencegahannya (Anitasati, 2005).
Dalam konsep ini yang dimaksudkan dengan kesehatan gigi adalah gigi dan
semua jaringan yang ada di dalam mulut termasuk gusi. Sikap dapat dianggap
sebagai suatu predisposisi umum untuk merespons atau bertindak secara positif
atau negatif terhadap suatu objek atau orang disertai emosi positif dan negatif.
Sikap tentang kesehatan gigi atau gusi merupakan hasil dari proses sosialisasi.
Seseorang bereaksi sesuai dengan rangsangan yang berupa objek kesehatan gigi
yaitu konsep gigi atau gusi sehat dan sakit serta upaya pemeliharaannya melalui
proses sosialisasi (Angela, 2005).
Notoadmojdo cited Fankari menjelaskan bahwa penyebab timbulnya
masalah kesehatan gigi dan mulut pada masyarakat salah satunya adalah faktor
perilaku atau sikap mengabaikan kebersihan gigi dan mulut. Hal tersebut dilandasi
oleh kurangnya pengetahuan akan pentingnya pemeliharaan gigi dan mulut.
(Angela, 2005).
2.2.4 Pemeliharaan Kesehatan Gigi dan Mulut Anak
Pertumbuhan gigi pada manusia dimulai pada saat bayi berusia 6-9 bulan
dengan tumbuhnya dua gigi seri rahang bawah disusul dengan gigi seri rahang
atas. Pada usia 7-10 bulan tumbuh dua gigi seri depan kedua (di samping gigi seri
pertama) rahang atas maupun bawah. Kadang-kadang gigi seri kedua di rahang
bawah tumbuh lebih dulu sebelum gigi seri kedua rahang atas. Lalu, satu gigi
geraham depan tumbuh pada usia 16-20 bulan. Gigi taring juga mulai muncul
pada usia yang sama. Gigi geraham kedua tumbuh pada usia 23-30 bulan.
Biasanya, anak akan punya gigi susu lengkap (20) pada usia 3 tahun (PDGI,
2009).
Pada masa balita (2-5 tahun), perkembangan anak berubah dari otonomi ke
inisiatif, timbul keinginan-keinginan yang baru dalam diri anak. Pada masa akhir
anak, ia sudah mulai mempertanggung jawabkan perbuatannya sendiri.
Perkembangan motorik dan keterampilan anak diperoleh melalui proses
kematangan dan latihan. Masa balita dikaitkan dengan masa “kemandirian” atau
disebut sikap “kepala batu”. Anak akan mulai membantah apa yang tidak sesuai
dengan keinginannya. Sikap “kepala batu” ini dapat diubah bila orangtua atau
pendidik konsisten memperlihatkan kewibawaan dan peraturan yang telah
ditetapkan. Pada anak akan terlihat kemiripan dengan orangtua, ini disebut proses
identifikasi. Proses identifikasi adalah proses mengadopsi sifat, sikap, pandangan
orang lain dan dijadikan sifat, sikap dan pandangannya sendiri. Oleh karena itu,
pada masa ini perlu ketegasan dari orangtua untuk membiasakan anak dengan
kegiatan-kegiatan yang positif. Pada usia ini adalah saat yang paling baik untuk
mulai menggunakan sikat gigi (Yulia, 2000).
Perilaku anak akan menentukan status kesehatan gigi mereka termasuk
pola makan dan kebiasaan membersihkan gigi. Anak yang mengkonsumsi
makanan yang manis di luar jam makan akan meningkatkan risiko karies.
Keadaan ini diperburuk dengan anak yang malas untuk menyikat gigi (Eka, dkk.
2009).
Beberapa teknik pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut yang dapat
dilaksanakan dan merupakan peran dari orangtua terutama ibu pada usia ini
adalah:
a. Membersihkan gigi
Membersihkan gigi anak dapat dilakukan dengan penyikatan gigi.
Penyikatan gigi bertujuan untuk menghindari plak. Plak dapat menyebabkan
kerusakan gigi, misalnya gigi berlubang. Anak di atas dua tahun sudah dapat
mulai diajarkan cara menyikat gigi. Pertama sekali orangtua memberikan contoh
pada anak cara menyikat gigi setelah itu anak diminta untuk mengikutinya
(Riyanti, 2008).
Mulai dari usia 2 tahun, anak sudah dapat diajarkan menyikat gigi dengan
metode Schrob. Metode ini adalah suatu metode menyikat gigi yang mudah dan
sederhana untuk diajarkan pada anak. Caranya, menyikat gigi bagian atas dan
bawah dengan arah ke samping kanan dan kiri, kemudian seluruh gigi bagian
samping dan seluruh gigi bagian belakang disikat, lalu anak berkumur dengan air
bersih beberapa kali.
Pemilihan sikat gigi pada anak balita sebaiknya dipilih sikat gigi yang
ukurannya kecil dengan tangkai yang mudah digenggam. Bulu sikatnya halus
(soft). Bagian kepala sikat menyempit agar mudah menjangkau bagian dalam
rongga mulut anak. Anak usia 1-5 tahun bisa memakai sikat dengan 3 deret bulu.
American Dental Association menganjurkan ukuran maksimal kepala sikat gigi
balita adalah 18x7 mm. Gantilah sikat gigi kalau bulunya sudah tidak beraturan
lagi atau mekar, karena dapat melukai gusi (Sondang, 2008).
b. Pemakaian pasta gigi.
Menurut Standar Nasional Indonesia kadar fluor dalam pasta gigi yang
baik untuk anak adalah 500-1000 ppm (SNI 16-4767-1998). Berdasarkan
Peraturan Menteri Kesehatan No.445/Menkes/Per/V/1998 Lampiran 1#34
disebutkan bahwa batas maksimum garam fluorida dan turunannya dalam sediaan
higiene mulut adalah 0,15% (setara dengan 1500 ppm), jumlah ini sesuai dengan
aturan Asean Cosmetic Directive 76/768/EEC Annex III Bagian 1, aturan FDA
Amerika Serikat, serta ISO 11609 (PDGI, 2014).
Pemakaian pasta sudah dapat dimulai pada usia dua tahun (Riyanti, 2005).
Pada anak terutama usia dibawah 2 tahun refleks menelan tinggi sehingga sering
menelan pasta gigi juga karena pasta gigi anak memiliki rasa. Untuk menghindari
fluorosis, banyaknya pasta yang diberikan pada anak-anak dianjurkan sebesar biji
kacang polong (Sondang, 2008).
Pasta akan memberi kesegaran pada mulut dan kebersihan gigi dan mulut
yang lebih optimal. Pasta gigi sekarang ini memiliki variasi rasa dan warna yang
beredar di pasaran, dan ini akan mengundang perhatian anak dan diharapkan anak
lebih tertarik dan rajin untuk menyikat gigi (Riyanti, 2005).
c. Diet sehat pada anak
Makanan dan minuman manis dapat memperburuk kesehatan gigi, seperti
biskuit, coklat, permen, kue, susu dan cemilan-cemilan yang mengandung gula.
Makanan yang bersifat lengket dan mengandung gula yang sering dikonsumsi di
luar jam makan berbahaya bagi kesehatan gigi anak. Frekuensi pemberian
makanan manis yang sering atau di luar jam makan ini akan meningkatkan risiko
terjadinya karies pada anak. Cara untuk mengatasi hal ini, orangtua atau ibu dapat
melakukan:18
1. Tidak membiasakan memberikan makanan atau minuman yang
mengandung gula sebagai hadiah kepada anak.
2. Cemilan manis dapat diganti dengan memberi cemilan dari buah atau
sayuran.
3. Sehabis makan makanan yang manis, anak dibiasakan berkumur dengan
air putih.
4. Tidak memberikan makanan atau minuman manis di luar jam makan,
sebaiknya dibiasakan untuk memberi air putih matang yang telah
didinginkan terutama saat anak mau tidur.
d. Melakukan pemeriksaan ke dokter gigi
American Academy of Pediatric Dentistry menyarankan agar kunjungan
pertama ke dokter gigi dimulai pada erupsi gigi pertama atau dimulai saat anak
usia 12 bulan. Walaupun demikian, anak-anak yang mempunyai kelainan sistemik
dan menderita trauma pada gigi sebaiknya melakukan kunjungan ke dokter gigi
lebih awal agar perawatan dapat segera dilakukan (Riyanti, 2005).
Dokter gigi pada kunjungan pertama akan melakukan beberapa tindakan,
seperti pemeriksaan gigi geligi dan jaringan periodontal anak, memberikan
sediaan fluor misalnya tablet fluor, memberikan penyuluhan mengenai cara
pemberian makanan dan minuman yang baik yang dapat menghindari terjadinya
kerusakan gigi, memberikan beberapa penjelasan mengenai pemeliharaan
kesehatan secara umum dan kesehatan gigi khususnya. Dengan mendapatkan
pendidikan kesehatan gigi dari dokter gigi, pengetahuan orangtua atau biasanya
seorang ibu terhadap pemeliharaan kesehatan gigi semakin baik. Kunjungan ke
dokter gigi yang dimulai sejak usia dini juga akan mengurangi kecemasan dan
ketakutan anak kelak karena sudah diperkenalkan sejak awal. Pada kunjungan
pertama dokter gigi akan mengupayakan cara untuk memperkenalkan anak
lingkungan dokter gigi dengan upaya yang tidak menimbulkan rasa takut dan
cemas pada anak (Riyanti, 2005).
Pemeriksaan rutin 3-6 bulan sekali sangat berguna terutama dalam
memonitor pertumbuhan dan perkembangan gigi anak serta mendeteksi kelainan
gigi anak sejak dini. Memeriksakan gigi mulai dari usia dini sangatlah penting,
akan tetapi banyak orangtua mengangap hal ini tidak perlu karena gigi susu akan
diganti dengan gigi permanen sehingga sering membiarkan gigi susu anaknya
berlubang. Gigi susu yang berlubang dapat menimbulkan beberapa masalah. Gigi
susu yang berlubang dapat menimbulkan rasa tidak nyaman atau sakit, akibatnya
anak menjadi rewel dan susah makan. Hal ini disebabkan gigi yang berlubang
mengganggu fungsi pengunyahan dan apabila terganggu dapat mempengaruhi
nutrisi anak. Gigi susu yang berlubang juga dapat menyebabkan gigi tersebut
goyang dan tanggal prematur atau terpaksa dicabut sebelum waktunya. Gigi susu
berfungsi sebagai penuntun bagi pertumbuhan gigi permanen. Bila gigi susu
tanggal prematur, pertumbuhan gigi permanen menjadi tidak teratur (PDGI,
2014).
2.2.5 Penyakit Gigi Balita
Pada usia anak penyakit gigi dan mulut yang paling sering adalah karies
atau gigi berlubang (Riyanti, 2005).
Karies gigi merupakan penyakit jaringan keras gigi yang disebabkan oleh
faktor etiologi yang kompleks. Karies adalah suatu proses kronis regresif yang
disebabkan oleh terganggunya keseimbangan antara gigi dan lingkungan dalam
rongga mulut. Walaupun terdapat komponen genetik terhadap pembentukan
karies, namun faktor hereditas hanya memainkan peran kecil. Karies gigi secara
garis besar adalah penyakit yang disebabkan oleh kondisi lingkungan. Empat
faktor utama harus berinteraksi secara terus menerus untuk menciptakan lesi
karies. Faktor-faktor tersebut adalah gigi yang rentan, plak, substrat dan waktu
(Pertiwi, 2008). Proses terjadinya karies dipengaruhi oleh 4 faktor etiologi atau
penyebab utama terjadinya karies, yang terdiri atas (Riyanti, 2008) :
a. Faktor host (gigi geligi)
Gigi geligi sebagai tuan rumah terhadap karies dipengaruhi oleh faktor
morfologi gigi (ukuran dan bentuk gigi), struktur enamel, faktor kimia dan
kristalografis. Gigi susu lebih mudah terkena karies dibanding gigi permanen. Hal
ini disebabkan enamel gigi susu lebih banyak mengandung bahan organik dan air
sedangkan jumlah mineralnya lebih sedikit daripada gigi permanen. Secara
kristalografis kristal-kristal gigi permanen lebih padat daripada gigi susu.
b. Faktor agen (mikroorganisme)
Yang paling berperan penting dalam menyebabkan terjadinya karies
adalah plak gigi. Plak adalah suatu lapisan lunak yang terdiri atas kumpulan
mikroorganisme yang berkembang biak di atas matriks yang terbentuk dan
melekat erat pada gigi dengan oral higiene jelek (gigi yang tidak dibersihkan).
c. Faktor substrat atau diet
Diet atau makanan terutama golongan karbohidrat seperti gula, roti atau
makanan sejenis lemak yang mudah lengket di gigi akan mempengaruhi
pembentukan plak dimana akan membantu perkembangbiakan dan kolonisasi
mikroorganisme pada permukaan gigi. Sisa makanan yang melekat pada gigi
dapat diubah oleh kuman menjadi asam yang dapat melarutkan email gigi
sehingga terjadi karies.
Pada anak usia di bawah 6 tahun yang mempunyai kebiasaan minum air
susu ibu, susu botol ataupun cairan bergula secara terus menerus sampai anak
tertidur dan atau di luar jam makan biasanya akan memiliki karies, yang dikenal
dengan Nurshing Mouth Caries (Yulia, 2013).
d. Faktor waktu
Lamanya waktu yang dibutuhkan karies untuk berkembang menjadi suatu
kavitas bervariasi, diperkirakan 6-48 bulan. Faktor yang paling menentukan
terjadinya Nurshing Bottle Caries adalah lamanya gigi kontak dengan larutan gula
atau seringnya anak mengkonsumsi larutan gula (Yulia, 20013).
Penelitian yang dilakukan Yuyus, dkk terhadap 1000 bayi di bawah lima
tahun di 5 wilayah Jakarta (Utara, Barat, Timur, Selatan dan Pusat) menunjukkan
14,1% anak bebas karies dan 27,5% mempunyai karies 1-4 gigi dan mempunyai
lebih dari 4 gigi yang karies 58,1%. Anak yang mempunyai oral higiene buruk
61,7 %.