BAB II KAJIAN TEORITIS TENTANG SELF-EFFICACY DAN...

35
14 BAB II KAJIAN TEORITIS TENTANG SELF-EFFICACY DAN PRESTASI BELAJAR SISWA A. Teori Self-Efficacy Self-efficacy didasarkan pada kerangka teori besar yaitu teori social cognitive. Teori social cognitive ini berfokus pada cara-cara dimana seseorang belajar dari hasil pengamatan. Perspektif ini mencerminkan perpaduan antara konsep behavior dan kognitif. Variabel lingkungan dan kognitif serta perilaku yang secara terus menerus berinteraksi satu sama lain. Bandura (1997:5-6) memandang bahwa manusia beroperasi dalam sebuah struktur yang disebut dengan reciprocal determinism (lihat gambar 2.1). P B E Gambar 2.1 Model Reciprocal Determinism Reciprocal determinism merupakan konsep penting dalam teori social cognitive dan merupakan landasan pemahaman perilaku dari Bandura. Bandura (Hall dan Lindzey, 1985:537) mengungkapkan bahwa teori social cognitive memperlakukan reciprocal determinism sebagai suatu prinsip dasar untuk menganalisis fenomena psikososial pada berbagai tingkat kompleksitas, mulai dari perkembangan intrapersonal, sampai kepada perilaku interpersonal, untuk memfungsikan interaksi antara organisasi dengan sistem sosial.

Transcript of BAB II KAJIAN TEORITIS TENTANG SELF-EFFICACY DAN...

Page 1: BAB II KAJIAN TEORITIS TENTANG SELF-EFFICACY DAN …a-research.upi.edu/operator/upload/s_psi_0704679_chapter... · 2018-10-25 · Selaras dengan definisi Bandura, Wagner III dan Hollenbeck

14

BAB II

KAJIAN TEORITIS TENTANG SELF-EFFICACY

DAN PRESTASI BELAJAR SISWA

A. Teori Self-Efficacy

Self-efficacy didasarkan pada kerangka teori besar yaitu teori social

cognitive. Teori social cognitive ini berfokus pada cara-cara dimana seseorang

belajar dari hasil pengamatan. Perspektif ini mencerminkan perpaduan antara

konsep behavior dan kognitif. Variabel lingkungan dan kognitif serta perilaku

yang secara terus menerus berinteraksi satu sama lain. Bandura (1997:5-6)

memandang bahwa manusia beroperasi dalam sebuah struktur yang disebut

dengan reciprocal determinism (lihat gambar 2.1).

P

B E

Gambar 2.1 Model Reciprocal Determinism

Reciprocal determinism merupakan konsep penting dalam teori social

cognitive dan merupakan landasan pemahaman perilaku dari Bandura. Bandura

(Hall dan Lindzey, 1985:537) mengungkapkan bahwa teori social cognitive

memperlakukan reciprocal determinism sebagai suatu prinsip dasar untuk

menganalisis fenomena psikososial pada berbagai tingkat kompleksitas, mulai

dari perkembangan intrapersonal, sampai kepada perilaku interpersonal, untuk

memfungsikan interaksi antara organisasi dengan sistem sosial.

Page 2: BAB II KAJIAN TEORITIS TENTANG SELF-EFFICACY DAN …a-research.upi.edu/operator/upload/s_psi_0704679_chapter... · 2018-10-25 · Selaras dengan definisi Bandura, Wagner III dan Hollenbeck

15

Gambar 2.1 menunjukkan sebuah hubungan timbal balik dimana dalam

hubungan tersebut terjadi interaksi antar perilaku. B mewakili perilaku, P

mewakili faktor internal personal dalam bentuk kognitif, afektif, dan kondisi

biologis, E mewakili lingkungan eksternal (Bandura, 1997:6). Panah-panah yang

ada dalam gambar tersebut menunjukkan hubungan yang berkesinambungan,

sehingga dapat diartikan semua komponen yang ada saling mempengaruhi satu

dengan yang lainnya.

Dengan melihat model reciprocal determinism dalam gambar 2.1. semua

aspek yang ada digambarkan saling berhubungan dan tidak memiliki pusat yang

mengawali pergerakan hubungan triadic tersebut. Meskipun demikian, Bandura

(Hall dan Lindzey, 1985:539) mengatakan bahwa terdapat pusat atau center yang

merupakan tempat awal dari ketiga komponen tersebut sebagai awal pergerakan

hubungan timbal balik yaitu sistem diri.

Sistem diri mengacu pada struktur kognitif yang menyediakan referensi

mekanisme dan satu set subfungsi untuk mengevaluasi persepsi dalam mengatur

perilaku. Adapun fungsi dari sistem diri itu sendiri dapat kita lihat pada gambar

2.2. Gambar tersebut menunjukkan satu fungsi dari sistem diri untuk mengatur

perilaku secara terus-menerus yang terlibat dalam self-observations (pengamatan

diri), judgmental process (proses menilai) dan self-response (reaksi terhadap

perilaku sendiri). Rangkaian aspek tersebut menggambarkan bahwa perilaku dapat

dinilai menurut standar personal dengan cara membandingkan dengan perilaku

orang lain. Dalam pengamatan dan penilaian tersebut, seseorang dapat

mengevaluasi apakah perilaku seseorang tersebut mencerminkan hal positif atau

Page 3: BAB II KAJIAN TEORITIS TENTANG SELF-EFFICACY DAN …a-research.upi.edu/operator/upload/s_psi_0704679_chapter... · 2018-10-25 · Selaras dengan definisi Bandura, Wagner III dan Hollenbeck

16

negatif dan apakah seseorang tersebut berhak mendapatkan hadiah atau hukuman.

Pengembangan standar perilaku dapat dilakukan dengan cara mengamati model

seperti orang tua dan guru, dapat melalui interpretasi umpan balik yang diberikan

oleh figur yang memiliki otoritas, dari evaluasi dan penilaian terhadap diri sendiri,

serta konsekuensi yang seseorang terapkan terhadap dirinya sendiri dan juga

dikembangkan dari pengalaman sendiri.

Gambar 2.2 Proses Self-Regulation dari Perilaku

Komponen kunci dari sistem diri adalah self-efficacy (Hall dan Lindzey,

1985:539). Bandura (1997:3) mendefinisikan self-efficacy sebagai keyakinan

seseorang terhadap suatu kemampuan yang dimilikinya untuk mengorganisasikan

dan melaksanakan serangkaian tindakan yang harus dilakukan untuk

menghasilkan tujuan yang telah ditetapkan. Berdasarkan definisi di atas, dapat

diketahui mengapa self-efficacy merupakan komponen kunci dari sistem diri. Hal

SELF-RESPONSE

Self-Evaluative Reactions • Positive

• Negative Tangible Self-Applied Consequences

• Rewarding • Punishing

No Self-Response

JUDGMENTAL PROCESS

Personal Standards • Modeling sources

• Reinforcement sources

Referential performances • Standard Norms

• Social Comparison

• Personal Comparison

• Collective Comparison

Valuation of Activity • Regarded highly

• Neutral

• Devalued

Performance Attribution • Personal Locus

• External Locus

SELF-OBSERVATION

Performance Dimension • Quality

• Rate

• Quantity

• Originality

• Authenticity

• Consequentialness

• Deviancy

• ethicalness

Page 4: BAB II KAJIAN TEORITIS TENTANG SELF-EFFICACY DAN …a-research.upi.edu/operator/upload/s_psi_0704679_chapter... · 2018-10-25 · Selaras dengan definisi Bandura, Wagner III dan Hollenbeck

17

tersebut dikarenakan serangkaian evaluasi yang telah dilakukan oleh diri tidak

akan melahirkan suatu tindakan tanpa disertai oleh self-efficacy yang tinggi.

Dengan keyakinan yang tinggi, sesuatu yang diharapkan akan berhasil dicapai.

Dengan demikian, seseorang akan berusaha dengan keras untuk mencapai

keberhasilan tersebut. Seseorang akan merancang berbagai tindakan untuk

mewujudkan harapannya setelah mengalami rangkaian evaluasi seperti yang

digambarkan pada gambar 2.2. Sedangkan seseorang yang memiliki self-efficacy

yang rendah, meskipun seseorang tersebut telah melakukan evaluasi terhadap

dirinya dan tanpa disertai dengan keyakinan akan berhasil, seseorang tersebut

tidak akan berusaha keras untuk mewujudkan harapannya dan memilih untuk

berhenti sehingga tidak akan melakukan tindakan apapun untuk memperjuangkan

harapannya tersebut.

1. Pengertian Self-Efficacy

Premis dasar dari teori self-efficacy adalah kepercayaan seseorang

dalam kemampuannya untuk mencapai hasil yang diinginkan dari tindakan

yang dilakukan, hal tersebut merupakan penentu perilaku bagi seseorang

ketika memilih apakah seseorang tersebut akan terlibat dan gigih dalam

menghadapi rintangan dan tantangan atau sebaliknya (Maddux, 2000:2).

Untuk lebih memahami pengertian self-efficacy, Bandura (1997:3)

mendefinisikan bahwa self-efficacy adalah “ refers to beliefs in one’s

capabilities to organize and execute the courses of action required to

produce given attainment” yang artinya self-efficacy mengacu pada

keyakinan seseorang terhadap kemampuan yang dimilikinya untuk

Page 5: BAB II KAJIAN TEORITIS TENTANG SELF-EFFICACY DAN …a-research.upi.edu/operator/upload/s_psi_0704679_chapter... · 2018-10-25 · Selaras dengan definisi Bandura, Wagner III dan Hollenbeck

18

mengorganisasikan dan melaksanakan serangkaian tindakan yang harus

dilakukan untuk menghasilkan tujuan yang telah ditetapkan. Selaras dengan

definisi Bandura, Wagner III dan Hollenbeck (2010:93) mendefinisikan self-

efficacy “ refer to judgements that people make about their ability to execute

courses of action required to deal with prospective situations” yang artinya

self-efficacy mengacu pada penilaian seseorang bahwa mereka mampu

untuk melakukan tindakan yang diperlukan untuk menghadapi situasi yang

akan terjadi.

Lebih tegas lagi Maddux (2000:4-5) menjelaskan bahwa self-efficacy

bukan merupakan keterampilan melainkan lebih kepada kepercayaan

seseorang akan keahlian yang dapat dilakukannya dalam situasi tertentu.

Self-efficacy tidak hanya sebagai prediksi tentang perilaku seperti ungkapan

“saya akan” tetapi lebih kepada ungkapan “saya dapat melakukan.”

Selanjutnya self-efficacy didefinisikan dan diukur bukan sebagai sifat

melainkan sebagai keyakinan tentang kemampuan untuk

mengkoordinasikan keterampilan dan kemampuan untuk mencapai tujuan

yang diinginkan dalam domain dan keadaan tertentu.

Dari ketiga definisi ahli di atas, maka jelas yang dimaksud dengan

self-efficacy merupakan keyakinan yang dimiliki oleh seseorang akan suatu

kemampuan yang dimilikinya dalam mengorganisasikan serangkaian

tindakan yang akan digunakan dalam mencapai tujuannya.

Page 6: BAB II KAJIAN TEORITIS TENTANG SELF-EFFICACY DAN …a-research.upi.edu/operator/upload/s_psi_0704679_chapter... · 2018-10-25 · Selaras dengan definisi Bandura, Wagner III dan Hollenbeck

19

2. Sumber-sumber Self-Efficacy

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, self-efficacy dibangun

dalam hubungan triadic antara sifat-sifat pribadi, pola prilaku dan faktor

lingkungan. Hubungan tersebut bukan merupakan hubungan secara otomatis

ditetapkan, bisa jadi ada proses yang panjang dan rumit untuk mencapai

hubungan ini (Setiadi, 2010:30). Proses pembangunan self-efficacy

membutuhkan berbagai jenis informasi. Bandura (1997:79-113)

mengungkapkan ada empat sumber utama informasi yang memberikan

kontribusi penting bagi pembangunan self-efficacy yaitu enactive mastery

experience, vicarious experience, verbal persuation, physiological and

affective states. Bandura mengingatkan bahwa sumber-sumber self-efficacy

tidak secara otomatis membentuk self-efficacy, sumber-sumber tersebut

harus diproses melalui pemikiran kognitif dan pemikiran reflektif (Setiadi,

2010:30). Berikut ini adalah sumber-sumber atau informasi yang

membentuk self-efficacy seseorang.

a. Enactive mastery experience

Salah satu hal yang paling penting yang terkait dengan sifat

manusia adalah bahwa seseorang dapat belajar dari diri mereka

sendiri. Fenomena ini disebut oleh Bandura adalah enactive mastery

experience yang memungkinkan seseorang belajar dari diri mereka

sendiri dalam hal kemampuan yang dimiliki oleh mereka.

Dalam kehidupan, manusia memainkan peran yang berbeda

antara satu dengan yang lainnya. Dalam memainkan peranannya,

Page 7: BAB II KAJIAN TEORITIS TENTANG SELF-EFFICACY DAN …a-research.upi.edu/operator/upload/s_psi_0704679_chapter... · 2018-10-25 · Selaras dengan definisi Bandura, Wagner III dan Hollenbeck

20

manusia menghadapi dua peristiwa yang kontradiktif yaitu

keberhasilan dan kegagalan (Setiadi, 2010:30). Keberhasilan terkait

dengan aspek-aspek positif atau tujuan yang tercapai dengan lancar,

sedangkan kegagalan terkait dengan aspek-aspek negatif yang

mengecewakan dan bahkan menyebabkan frustrasi. Dalam teori self-

efficacy, Bandura (1997) menyebutkan peristiwa kegagalan dan

keberhasilan tersebut disebut dengan mastery experience, Bandura

memandang enactive mastery experience sebagai penentu

keberhasilan seseorang karena hal itu dianggap sebagai salah satu

sumber informasi yang sangat berpengaruh dan mendukung

perkembangan self-efficacy. Meskipun demikian, mastery experience

bukan merupakan input yang secara otomatis meningkatkan

keyakinan keberhasilan seseorang, akan tetapi harus diproses dan

dibangun kembali. Bandura (1997:80) menegaskan bahwa untuk

membangun personal efficacy adalah dengan melalui mastery

experience yang penguasaannya melibatkan kognitif, perilaku dan

self-regulatory untuk membuat dan melaksanakan tindakan yang

efektif.

Menurut Bandura (Setiadi, 2010:31) dalam hubungan antara

pengalaman (mastery experience) dengan tindakan, seseorang akan

membuat perubahan dalam self-efficacy beliefs yang dimilikinya. Hal

tersebut sangat tergantung pada faktor-faktor berikut: (1) anggapan

seseorang pada kemampuan, (2) tingkatan tugas yang dirasakan sulit,

Page 8: BAB II KAJIAN TEORITIS TENTANG SELF-EFFICACY DAN …a-research.upi.edu/operator/upload/s_psi_0704679_chapter... · 2018-10-25 · Selaras dengan definisi Bandura, Wagner III dan Hollenbeck

21

(3) upaya yang dilakukan untuk mencapai kemampuan, (4) jumlah

bantuan yang diterima oleh seseorang, (5) keadaan dan kondisi

seseorang dalam melakukan tindakan-tindakan mereka, (6) waktu

ketika seseorang berhasil dan gagal, (7) metode seseorang dalam

memanipulasi dan mengatur enactive mastery experience melalui

proses kognitif. Hal ini dapat diasumsikan bahwa jika seseorang

dapat mengambil banyak informasi tentang kemampuan mereka, maka

mereka akan mampu mempertahankan bahkan meningkatkan self-

efficacy mereka.

b. Vicarious experience

Vicarious experience merupakan sumber informasi dimana

seseorang belajar menerima dari luar dirinya atau orang lain yang

memungkinkan mereka untuk mengamati dan meniru perilaku serta

mengadopsi ke dalam pola perilaku mereka sendiri. Dalam vicarious

experience, pemodelan menjadi bagian paling penting dalam

perkembangan self-efficacy.

Bandura berpendapat bahwa pemodelan merupakan sarana

efektif untuk meningkatkan self-efficacy beliefs seseorang dan

diperlukan untuk menilai kinerja seseorang itu sendiri atau

membandingkan dengan kinerja yang lain (Setiadi, 2010:32).

Pemodelan ini menjadi prasyarat bagi seseorang untuk melakukan

kinerja yang baik, karena seseorang tersebut tidak hidup dalam isolasi

sosial tetapi hidup dalam interaksi sosial.

Page 9: BAB II KAJIAN TEORITIS TENTANG SELF-EFFICACY DAN …a-research.upi.edu/operator/upload/s_psi_0704679_chapter... · 2018-10-25 · Selaras dengan definisi Bandura, Wagner III dan Hollenbeck

22

c. Verbal persuation

Dalam kehidupan adalah wajar bahwa manusia mengharapkan

dan mencari pengakuan sosial ketika bekerja keras dan mencapaian

sesuatu. Verbal persuation biasanya diberikan untuk perilaku tertentu,

hal ini merupakan pengakuan sosial, biasanya seseorang menerima hal

itu ketika mereka telah melakukan kompetensi. Bandura

mengungkapkan bahwa verbal persuation akan mendorong seseorang

untuk melakukan upaya lebih banyak dan mempertahankan itu dalam

rangka mencapai keberhasilan (Setiadi, 2010:33).

Dalam pengembangan self-efficacy, Bandura berpendapat bahwa

verbal persuation sering dijadikan sebagai umpan balik evaluasi

terhadap kinerja yang dilakukan (Setiadi, 2010:33). Evaluasi di sini

tidak selalu bermanfaat karena umpan balik seperti ini akan dapat

mendorong atau menghambat pengembangan self-effcacy. Umpan

balik positif akan meningkatkan keyakinan seseorang, namun

kebanyakan orang menginginkan umpan balik yang realistis yang

berarti harus ada kekonsistenan antara kinerja seseorang dan umpan

balik yang diberikan. Seperti pendapat Bandura bahwa verbal

persuation akan diterima apabila dalam kadar yang cukup (Setiadi,

2010:33).

d. Physiological and affective states

Keadaan fisik dan psikis merupakan sumber informasi penting

yang membawa perubahan terhadap self-efficacy beliefs seseorang.

Page 10: BAB II KAJIAN TEORITIS TENTANG SELF-EFFICACY DAN …a-research.upi.edu/operator/upload/s_psi_0704679_chapter... · 2018-10-25 · Selaras dengan definisi Bandura, Wagner III dan Hollenbeck

23

Seseorang membutuhkan energi yang banyak untuk melakukan

kegiatan mekanik dan menimbulkan kelelahan fisik. Umumnya

seseorang dapat mengalami lelah dan stres setelah melakukan kegiatan

fisik atau emosional yang berat. Meskipun keadaaan fisiologi

berpengaruh terhadap perkembangan self-efficacy seseorang, namun

hal ini tidak menimbulkan efek secara langsung.

Tidak seperti fenomena fisik, kondisi afektif atau emosional

sulit untuk diamati dan ditafsirkan. Satu kesatuan afektif atau

emosional yang memberikan kontribusi penting bagi self-efficacy

adalah suasana hati (Setiadi, 2010:34). Dapat digambarkan bahwa

ketika seseorang berada dalam suasana hati yang baik maka mereka

akan tampil dengan baik. Sebaliknya, ketika mereka berada dalam

suasana hati lemah, mereka akan menghadapi kesulitan dalam

melakukan tugas-tugas tertentu.

Keempat sumber self-efficacy di atas dapat menjadi faktor yang

mempengaruhi tinggi rendahnya self-efficacy yang dimiliki oleh

seseorang dalam meraih tujuan yang dikehendakinya. Self-efficacy

dapat diperoleh, diubah, ditingkatkan atau di turunkan melalui salah

satu atau kombinasi dari empat sumber tersebut (Selvianti dan Aryani,

2009:280).

Page 11: BAB II KAJIAN TEORITIS TENTANG SELF-EFFICACY DAN …a-research.upi.edu/operator/upload/s_psi_0704679_chapter... · 2018-10-25 · Selaras dengan definisi Bandura, Wagner III dan Hollenbeck

24

3. Dimensi Self-Efficacy

Bandura (1997:41-43) menjelaskan bahwa self-efficacy bervariasi

pada beberapa dimensi yang memiliki pengaruh penting. Self-efficacy ini

berbeda dalam level, generality dan strength.

a. Level atau magnitude

Level atau magnitude berkaitan dengan tingkat kesulitan tugas

yang dirasakan seseorang. Self-efficacy seseorang dapat berbeda

tergantung pada tuntutan tugas yang memiliki derajat kesulitan.

Misalnya dari tuntutan yang sederhana, sedang, lalu meluas kepada

tuntutan yang lebih berat pada satu bidang tertentu. Tingkat

kemampuan seseorang diukur dari tingkatan tuntutan tugas yang

menunjukkan derajat perbedaan tantangan atau hambatan untuk

mencapai kesuksesan. Sifat tantangan pada self-efficacy yang dimiliki

seseorang dengan yang lainnya akan bervariasi tergantung pada ruang

lingkup kegiatan. Tantangan dapat dinilai sesuai tingkat kepandaian,

daya juang, ketepatan, produktivitas, ancaman dan kedisiplinan diri.

Jika tidak ada hambatan dalam mengatasi masalah, maka seseorang

mudah untuk mengerjakan kegiatan dan setiap orang akan memiliki

tingkat self-efficacy yang sama tinggi. Self-efficacy bukan merupakan

sifat yang tanpa memiliki kaitan dengan situasi dan kondisi yang ada,

justru situasi dan kondisilah yang “menentukan” Self-efficacy.

Page 12: BAB II KAJIAN TEORITIS TENTANG SELF-EFFICACY DAN …a-research.upi.edu/operator/upload/s_psi_0704679_chapter... · 2018-10-25 · Selaras dengan definisi Bandura, Wagner III dan Hollenbeck

25

b. Generality

Seseorang dapat menilai dirinya sendiri apakah kemampuannya

berada di berbagai bidang atau hanya dalam fungsi bidang tertentu.

Generality dapat bervariasi pada sejumlah dimensi yang berbeda,

termasuk derajat kesamaan kegiatan, kemampuan yang diekspresikan

(perilaku, kognitif, emosi), kualitas dari situasi yang ditampilkan,

karakteristik seseorang berkaitan dengan kepada siapa perilaku

tersebut ditunjukkan. Penilaian yang terkait domain kegiatan dan

situasi kondisi dapat mengungkapkan pola dan tingkat kepercayaan

seseorang dalam self-efficacy mereka. Dalam self-efficacy, beberapa

hal penting datang dari orang lain, terlebih lagi Bandura (1997:43)

mengatakan bahwa self-beliefs yang paling mendasar adalah struktur

kehidupan di sekeliling mereka.

c. Strength

Self-efficacy yang lemah mudah hilang disebabkan oleh

pengalaman yang tidak ditegaskan, sedangkan orang yang memiliki

keyakinan kuat akan kemampuannya mereka akan tetap berusaha

meskipun mereka dihadapkan pada hambatan dan kesulitan. Kekuatan

self-efficacy yang dirasakan belum tentu berhubungan linear dengan

pilihan perilaku, tetapi semakin kuat self-efficacy seseorang, maka

akan semakin besar ketekunan dan semakin tinggi kemungkinan

bahwa apa yang diupayakan akan berhasil dilakukan.

Page 13: BAB II KAJIAN TEORITIS TENTANG SELF-EFFICACY DAN …a-research.upi.edu/operator/upload/s_psi_0704679_chapter... · 2018-10-25 · Selaras dengan definisi Bandura, Wagner III dan Hollenbeck

26

4. Proses dan Pengaruh Self-Efficacy Terhadap Tingkah Laku

Proses self-efficacy dimulai sebelum individu memilih pilihan mereka

dan memulai usaha mereka (Luthans, 2002:311). Terlebih dahulu mereka

menimbang, mengevaluasi dan mengintegrasikan informasi tentang

kemampuan mereka. Pada intinya dalam hal ini berhubungan dengan

bagaimana mereka melihat atau percaya bahwa mereka dapat menggunakan

kemampuan dan sumber daya untuk menyelesaikan tugas yang diberikan.

Bandura (1997:3) mengungkapkan bahwa keyakinan seseorang akan

kemampuan yang dimilikinya menimbulkan dampak yang beragam.

Keyakinan tersebut akan mempengaruhi tindakan yang akan dilakukan,

besarnya usaha, ketahanan dalam menghadapi rintangan dan kegagalan, pola

pikir, stres dan depresi yang dialami. Pengaruh-pengaruh tersebut dapat

dijelaskan sebagai berikut:

a. Perencanaan tindakan yang akan dilakukan

Setelah proses evaluasi yang dilakukan oleh seseorang

menghasilkan suatu keyakinan untuk dapat mencapai tujuannya, maka

selanjutnya seseorang tersebut akan membuat perencanaan tindakan

yang akan dilakukan untuk mencapai tujuannya tersebut. Seseorang

yang memiliki self-efficacy yang tinggi tidak akan merasa ragu untuk

membuat perencanaan dan serangkaian tindakan-tindakan yang akan

menguntungkan dalam mencapai tujuan yang dikehendakinya.

Page 14: BAB II KAJIAN TEORITIS TENTANG SELF-EFFICACY DAN …a-research.upi.edu/operator/upload/s_psi_0704679_chapter... · 2018-10-25 · Selaras dengan definisi Bandura, Wagner III dan Hollenbeck

27

b. Besarnya usaha

Besarnya usaha seseorang untuk mencapai tujuan yang

dikehendakinya sangat dipengaruhi oleh self-efficacy yang

dimilikinya. Dengan self-efficacy yang tinggi seseorang akan

menampilkan usaha yang maksimal dan akan mengerahkan segala

kemampuan yang dimiliki untuk mendapatkan apa yang menjadi

tujuannya. Sedangkan orang yang memiliki self-efficacy yang rendah

akan menampilkan sedikit usaha dalam mencapai tujuannya.

c. Daya tahan dalam menghadapi rintangan dan kesulitan

Dalam usaha mencapai tujuan terkadang banyak rintangan dan

kesulitan yang harus dihadapi terebih lagi tujuan tersebut sangat ideal

sehingga memerlukan usaha yang cukup hebat dalam mencapainya.

Seseorang dengan self-efficacy yang tinggi, akan dapat bertahan dan

terus berjuang untuk mencapai tujuan karena seseorang tersebut

memiliki keyakinan untuk mampu mewujudkan harapannya.

Sedangkan seseorang dengan self-efficacy yang rendah maka akan

sulit bertahan dan bahkan cenderung berhenti untuk terus

mengusahakan apa yang menjadi tujuannya.

d. Resiliensi terhadap kegagalan

Dalam melihat kegagalan, seseorang dengan self-efficacy yang

tinggi tidak akan menjadi putus asa, lebih dari itu justru akan

memaknai hal tersebut sebagai cambuk untuk dapat lebih giat dalam

berusaha dan menjadikan kegagalan sebagai sebuah langkah awal

Page 15: BAB II KAJIAN TEORITIS TENTANG SELF-EFFICACY DAN …a-research.upi.edu/operator/upload/s_psi_0704679_chapter... · 2018-10-25 · Selaras dengan definisi Bandura, Wagner III dan Hollenbeck

28

dalam mencapai keberhasilan sehingga akan berusaha memperbaiki

usaha-usaha yang dikeluarkan sebelumnya untuk mencapai

keberhasilan. Berbeda dengan seseorang yang memiliki self-efficacy

rendah yang cenderung berputus asa dan cenderung berhenti berusaha

karena memiliki keyakinan bahwa tidak akan pernah dapat mencapai

keberhasilan.

e. Pola pikir

Ketika seseorang memiliki tujuan, langkah pertama yang harus

dimiliki adalah pemikiran positif terhadap kemampuan yang dimiliki.

Pemikiran positif tersebut akan membuat seseorang berani untuk

bertindak. Tinggi rendahnya self-efficacy yang dimiliki oleh seseorang

akan mempengaruhi pola pikir seseorang tersebut dalam usaha

mencapai tujuan.

f. Stres dan depresi

Tidak sedikit dalam meraih apa yang diharapkan terkadang

dalam perjalanannya menemui kesulitan yang luar biasa sehingga

dapat menyebabkan tekanan yang menjadikan seseorang mengalami

stres maupun depresi. Stres dan depresi dapat disebabkan oleh

kecemasan yang berlebihan. Kecemasan yang berlebihan akan

membuat usaha-usaha yang dilakukan menjadi berantakan. Penelitian

yang dilakukan oleh Musfirah, Rahmahana dan Kumolohadi (2003)

tentang self-efficacy dengan kecemasan dalam menggunakan

komputer yang menunjukkan bahwa semakin tinggi self-efficacy yang

Page 16: BAB II KAJIAN TEORITIS TENTANG SELF-EFFICACY DAN …a-research.upi.edu/operator/upload/s_psi_0704679_chapter... · 2018-10-25 · Selaras dengan definisi Bandura, Wagner III dan Hollenbeck

29

dimiliki seseorang semakin rendah kecemasan dalam menggunakan

komputer begitu pula sebaliknya.

g. Tingkat prestasi yang direalisasikan

Seseorang akan menentukan target, dengan terlebih dahulu

melihat kemampuan yang dimilikinya. Dengan self-efficacy yang

tinggi seseorang akan menetapkan target yang tinggi sedangkan

seseorang yang memiliki self-efficacy yang rendah maka seseorang

tersebut akan menetapkan target yang dapat direalisasikannya dan

tidak akan menetapkan target yang tidak dapat direalisasikannya.

5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Self-efficacy Remaja

Masa remaja merupakan masa yang penting dalam tahap transisi

seseorang (Bandura, 1997). Masa ini disebut juga masa yang penuh

tantangan, disebut demikian karena tidak sedikit remaja yang mengalami

masalah dan kekacauan. Pada masa remaja, seseorang dihadapkan pada

berbagai aturan orang dewasa yang harus diterapkan dalam setiap segi

kehidupan. Oleh sebab itu, remaja harus mulai berpikir serius tentang apa

yang harus mereka lalukan untuk hidup mereka. salah satunya adalah remaja

harus mulai belajar menguasai keterampilan dan belajar bagaimana cara

hidup orang dewasa. Pada sebagian remaja, bukan merupakan hal yang

mudah untuk menjalani tuntutan tersebut, sehingga pada masa ini remaja

harus memiliki keyakinan yang kuat bahwa mereka mampu melewati dan

menjalankan tuntutan yang ada. Keyakinan tersebut disebut dengan self-

efficacy. Remaja yang memiliki self-efficacy yang positif ialah remaja yang

Page 17: BAB II KAJIAN TEORITIS TENTANG SELF-EFFICACY DAN …a-research.upi.edu/operator/upload/s_psi_0704679_chapter... · 2018-10-25 · Selaras dengan definisi Bandura, Wagner III dan Hollenbeck

30

yakin bahwa dirinya mampu menjalankan tugas perkembangan sebagai

seorang remaja dan cenderung mampu melewati masa remaja ini dengan

baik. Sebaliknya remaja yang memiliki self-efficacy yang negatif akan

cenderung mengalami kebingungan dan bermasalah pada masa remaja ini.

Pembentukan self-efficacy pada remaja tidak terlepas dari pengaruh yang

menyertainya. Pengaruh tersebut diantaranya adalah pengaruh dari keluarga,

teman sebaya dan lingkungan sekolah.

1. Keluarga

Dalam hal ini orang tua dan anggota keluarga memiliki peranan

penting dalam pembentukan self-efficacy remaja. Pola asuh orang tua

dan interaksi yang baik dengan anggota keluarga merupakan faktor

pendukung untuk membentuk self-efficacy yang positif pada remaja.

Selain kedua faktor tersebut, keluargapun dapat dijadikan sumber

modeling bagi remaja. Ketika dalam sebuah keluarga banyak terdapat

anggota keluarga yang berhasil, secara tidak langsung seorang remaja

akan memiliki keyakinan bahwa kelak dirinya akan berhasil seperti

keluarganya. namun jika kebanyakan dalam anggota keluarga tidak

ada yang berhasil, maka remaja yang ada dalam keluarga tersebut

akan cenderung tidak memiliki harapan dan tidak memiliki keyakinan

bahwa ia mampu untuk berhasil. Sehingga dalam hal ini dapat

dikatakan bahwa keluargalah yang menjadi tempat awal seorang

remaja dapat mengembangkan self-efficacy dalam menghadapi

kehidupannya.

Page 18: BAB II KAJIAN TEORITIS TENTANG SELF-EFFICACY DAN …a-research.upi.edu/operator/upload/s_psi_0704679_chapter... · 2018-10-25 · Selaras dengan definisi Bandura, Wagner III dan Hollenbeck

31

2. Teman sebaya

Self-efficacy seseorang remaja berkembang melalui

keikutsertaan mereka dalam komunitas yang luas (Bandura, 1997).

Dalam komunitas tersebut, seorang remaja akan mulai memaknai arti

dari teman sebaya. Teman sebaya memegang peranan penting

terhadap perkembangan self-effiaccy remaja. Hal tersebut dilakukan

dengan melihat tingkatan usia. Dimana anak yang lebih dewasalah

menjadi model mereka dalam meningkatkan kemampuan berpikir dan

bertingkah laku (Bandura, 1997). Banyak pembelajaran nilai sosial

terjadi antara teman sebaya. Biasanya remaja lebih cenderung sensitif

terhadap perbandingan dengan teman sebayanya dalam hal pencapaian

prestasi dan keterarahan.

remaja akan cenderung memilih teman yang memiliki kesukaan

dan paham yang sama. Pemilihan teman sebaya yang selektif akan

meningkatkan self-efficacy dalam melakukan hal-hal yang

menguntungkan. Pengaruh sosial berkembang dalam berinteraksi

dengan teman sebaya terbagi menjadi menjadi dua arah yaitu yang

pertama adalah remaja mengambil contoh atau model yang dijadikan

sumber acuan dalam melakukan suatu hal dan diri remaja sendiri yang

menentukan sikap teman sebaya dan hal apa saja yang dilakukan.

Karena teman sebaya sebagai perantara utama dalam perkembangan

self-efficacy, maka pilihan teman sebaya akan mempengaruhi

perkembangan self-efficacy remaja.

Page 19: BAB II KAJIAN TEORITIS TENTANG SELF-EFFICACY DAN …a-research.upi.edu/operator/upload/s_psi_0704679_chapter... · 2018-10-25 · Selaras dengan definisi Bandura, Wagner III dan Hollenbeck

32

3. Sekolah sebagai sarana meningkatkan self-efficacy

Selama periode perkembangan kehidupan remaja, sekolah

berfungsi sebagai pengatur utama dalam mengembangkan dan

menerapkan kemampuan kognitif (Bandura, 1997). Sekolah

merupakan tempat remaja mengembangkan kompetensi kognitif dan

memperoleh pengetahuan serta keterampilan pemecahan masalah

untuk berpartisipasi secara efektif dalam masyarakat. Di sini

pengetahuan dan keterampilan berpikir secara terus-menerus diuji,

dievaluasi, dan dibandingkan.

Saat remaja menguasai kemampuan kognitif, mereka pun mulai

mengembangkan kemampuan intelektualnya (Bandura, 1997). Schunk

(Bandura, 1997) mengungkapkan terdapat beberapa faktor yang dapat

mempengaruhi penilaian remaja terhadap kemampuan intelektual

yang dimilikinya yaitu keterampilan teman sebaya, perbandingan

tindakan mereka dengan tindakan orang lain dan penilaian guru

terhadap kegagalan dan keberhasilan mereka. selanjutnya Bandura dan

Schunk (Bandura, 1997) mengingatkan bahwa keyakinan akan

kemampuan yang kuat, akan meningkatkan motivasi, prestasi belajar

dan menambah rasa suka terhadap mata pelajaran.

Dalam pengembangan self-efficacy siswa di sekolah, penilaian

diri siswa yang kurang pandai, akan semakin menurun ketika dalam

kelas tersebut seluruh siswa mempelajari materi yang sama dan guru

sering melakukan evaluasi perbandingan. Ketika perbandingan sosial

Page 20: BAB II KAJIAN TEORITIS TENTANG SELF-EFFICACY DAN …a-research.upi.edu/operator/upload/s_psi_0704679_chapter... · 2018-10-25 · Selaras dengan definisi Bandura, Wagner III dan Hollenbeck

33

itu standar, para siswa akan menilai diri mereka berdasarkan

kemampuan mereka yang diakui oleh orang lain. siswa lebih senang

menilai perkembangan mereka dengan standar mereka sendiri

dibandingkan dengan standar orang lain. mereka berhak menyeleksi

siapa saja yang pantas dijadikan perbandingan yang kemudian akan

mereka ikuti.

Pemaparan di atas, berkaitan dengan metode pembelajaran di

kelas. Terdapat dua metode pembelajaran yang dapat di terapkan

sekolah, yaitu metode pembelajaran yang kooperatif dan kompetitif.

Metode pembelajaran kooperatif dapat mendorong siswa untuk

menghasilkan pencapaian prestasi yang lebih baik dan para siswapun

akan merasa bahwa mereka mampu, lebih mudah mengerti dan lebih

mudah merasa puas. Lain halnya dengan metode pembelajaran

kompetitif dimana siswa yang pandai akan merasa lebih hebat dan

mengejek siswa yang gagal. Tetapi dampak negatif ini akan dapat

dihindari jika masing-masing siswa memiliki hal-hal yang berbeda

untuk ditunjukan dan tentu saja harus ada usaha kerjasama yang

disusun dengan baik. Meskipun demikian, siswa pun harus belajar

menghadapi situasi yang tidak menyenangkan seperti adanya

perbedaan pengetahuan dan kemampuan. Oleh sebab itu seharusnya

pendidikan dilakukan tidak hanya untuk mendapatkan pengetahuan

dan keterampilan untuk digunakan saat ini saja, tetapi harus lebih dari

itu yaitu harus mampu memberikan siswa keyakinan bahwa mereka

Page 21: BAB II KAJIAN TEORITIS TENTANG SELF-EFFICACY DAN …a-research.upi.edu/operator/upload/s_psi_0704679_chapter... · 2018-10-25 · Selaras dengan definisi Bandura, Wagner III dan Hollenbeck

34

mampu melakukan apa yang harus dilakukan di masa yang akan

datang.

Bandura (1997) mengungkapakan bahwa siswa yang memiliki

keyakinan bahwa dirinya mampu berprestasi secara akademik dan

mampu mengatur proses belajarnya, maka siswa tersebut akan

cenderung prososial dan jarang ditolak oleh teman sebayanya.

Berbeda dengan siswa yang terlalu di bebani dengan rasa

ketidakpercayaan kepada kemampuan yang dimilikinya ia akan

cenderung tidak berhubungan baik dengan teman sebayanya bahkan

dapat menyebabkan tingkah laku agresif.

6. Cara Meningkatkan Self-Efficacy

Santrock (1999) mejelaskan bahwa terdapat empat langkah dalam

meningkatkan self-efficacy.

a. Memilih suatu tujuan yang di harapkan untuk berhasil.

b. Memisahkan pengalaman masa lalu dengan rencana yang

sedang dijalani saat ini.

c. Tetap mempertahankan prestasi yang telah dicapai saat ini dan

sebelumnya.

d. Membuat daftar atau urutan kegiatan dari yang paling mudah

hingga kegiatan yang paling sulit.

Page 22: BAB II KAJIAN TEORITIS TENTANG SELF-EFFICACY DAN …a-research.upi.edu/operator/upload/s_psi_0704679_chapter... · 2018-10-25 · Selaras dengan definisi Bandura, Wagner III dan Hollenbeck

35

B. Teori Belajar dan Prestasi Belajar

1. Pengertian Belajar

Dalam kehidupan sehari-hari tentunya tidak asing dengan kata belajar.

Kata belajar sering kita kaitkan dengan pendidikan formal atau seting

sekolah dimana ada guru sebagai pendidik dan murid sebagai peserta

didiknya yang disertai dengan proses belajar mengajar di dalamnya. Padahal

tidak selamanya proses belajar mengajar hanya dilakukan dalam seting

sekolah akan tetapi dapat dilakukan juga di lingkungan keluarga dan

masyarakat.

Winkel (2009) menyatakan bahwa belajar merupakan suatu aktifitas

mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan

lingkungan yang menghasilkan sejumlah perubahan dalam pengetahuan,

keterampilan dan nilai serta sikap. Syah (2008:68) mendefinisikan belajar

sebagai tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif

menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang

melibatkan proses kognitif. Slameto (2010:2) menyatakan belajar sebagai

suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu

perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil

pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.

Dari ketiga definisi di atas dapat disimpulkan bahwa belajar

merupakan aktifitas mental atau proses kognitif yang dihasilkan dari

pengalaman yang berlangsung dalam interaksi dengan lingkungan untuk

menghasilkan perubahan perilaku. Thursan Hakim (Sunarto, 2009)

Page 23: BAB II KAJIAN TEORITIS TENTANG SELF-EFFICACY DAN …a-research.upi.edu/operator/upload/s_psi_0704679_chapter... · 2018-10-25 · Selaras dengan definisi Bandura, Wagner III dan Hollenbeck

36

mengatakan bahwa perubahan tersebut dapat diartikan adanya peningkatan

dalam beberapa hal seperti misalnya perubahan dalam penambahan

pengetahuan, peningkatan prestasi, keterampilan, daya pikir, dan lain

sebagainya. Selaras dengan ungkapan Thursan Hakim bahwa perubahan

tingkah laku ditandai dengan adanya peningkatan kualitas dan kuantitas

kemampuan seseorang dalam berbagai bidang, namun jika tidak ada

peningkatan secara kualitas maupun kuantitas maka dapat dikatakan bahwa

seseorang itu mengalami kegagalan dalam proses belajarnya (Sunarto,

2009).

2. Pengertian Prestasi Belajar

Prestasi belajar terdiri dari dua suku kata yaitu prestasi dan belajar.

Prestasi diartikan sebagai bukti usaha yang dapat dicapai, sedangkan belajar

diartikan sebagai suatu proses mental yang mengarah kepada penguasaan

pengetahuan, kecakapan/skill, kebiasaan atau sikap, yang semuanya

diperoleh, disimpan dan dilaksanakan sehingga menimbulkan tingkah laku

yang progresif dan adaptif (Winkel, 1983).

Prestasi terbagi menjadi tiga bagian yaitu prestasi akademis, prestasi

belajar dan prestasi kerja (Sudibyo AP, 2005). Dalam Kamus Besar Bahasa

Indonesia (1989:787) prestasi belajar diartikan sebagai penguasaan

pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran,

lazimnya ditunjukan dengan nilai tes atau angka nilai yang diberikan oleh

guru. Prestasi belajar juga diartikan sebagai hasil yang diperoleh atau di

capai siswa setelah mengikuti kegiatan belajar mengajar yang diberikan oleh

Page 24: BAB II KAJIAN TEORITIS TENTANG SELF-EFFICACY DAN …a-research.upi.edu/operator/upload/s_psi_0704679_chapter... · 2018-10-25 · Selaras dengan definisi Bandura, Wagner III dan Hollenbeck

37

guru (Kertamuda, 2008:28). Sedangkan menurut Arikunto (2010a:4)

prestasi belajar adalah hasil dari kegiatan belajar mengajar.

Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar

merupakan hasil yang diperoleh oleh siswa selama mengikuti kegiatan

pembelajaran yang diberikan oleh guru berupa angka atau nilai.

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar

Belajar merupakan suatu proses untuk menghasilkan suatu prestasi.

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi belajar yang sekaligus

mempengaruhi prestasi belajar yang dicapai seseorang. Faktor-faktor

tersebut digolongkan ke dalam dua faktor yaitu faktor internal dan faktor

eksternal. Faktor internal adalah faktor yang ada dalam diri individu,

sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang ada di luar individu (Slameto,

2010:54).

a. Faktor Internal

Faktor internal yang dapat mempengaruhi prestasi belajar adalah

faktor jasmaniah, faktor psikologis, dan faktor kelelahan (Slameto,

2010:54).

1) Faktor jasmaniah

Faktor jasmaniah di sini ialah kesehatan. Kesehatan

seseorang berpengaruh terhadap proses belajarnya dan dapat

berpengaruh juga pada pencapaian prestasi belajarnya. Agar

seseorang dapat belajar dan meraih prestasi belajar dengan baik

maka seseorang tersebut harus mengusahakan agar kesehatan

Page 25: BAB II KAJIAN TEORITIS TENTANG SELF-EFFICACY DAN …a-research.upi.edu/operator/upload/s_psi_0704679_chapter... · 2018-10-25 · Selaras dengan definisi Bandura, Wagner III dan Hollenbeck

38

badannya tetap terjaga agar dapat berusaha dengan maksimal

dalam meraih prestasi.

2) Faktor psikologis

Faktor psikologis dapat mempengaruhi kuantitas dan

kualitas belajar dan prestasi seseorang. Banyak faktor yang

merupakan aspek psikis berpengaruh terhadap proses belajar dan

prestasi belajar. Faktor-faktor tersebut adalah inteligensi,

perhatian, minat, bakat, motif, kematangan dan kesiapan

(Slameto, 2010:55).

3) Faktor kelelahan

Kelelahan yang dialami seseorang dibedakan menjadi dua,

yaitu kelelahan jasmani dan kelelahan rohani (Slameto,

2010:59). Kelelahan jasmani terlihat dengan lemah lunglainya

tubuh, kelelahan ini terjadi karena terjadinya kekacauan

substansi sisa pembakaran di dalam tubuh sehingga darah

kurang lancar pada bagian-bagian tubuh tertentu. Sedangkan

kelelahan rohani dapat terjadi karena terus-menerus memikirkan

permasalahan yang dianggap berat. Kelelahan rohani terlihat

dengan adanya kelesuan, kelelahan ini terasa pada bagian kepala

dengan pusing-pusing sehingga sulit untuk berkonsentrasi

seolah kehabisan daya untuk bekerja.

Page 26: BAB II KAJIAN TEORITIS TENTANG SELF-EFFICACY DAN …a-research.upi.edu/operator/upload/s_psi_0704679_chapter... · 2018-10-25 · Selaras dengan definisi Bandura, Wagner III dan Hollenbeck

39

b. Faktor eksternal

Faktor eksternal yang mempengaruhi belajar dan prestasi belajar

dapat digolongkan menjadi tiga golongan yaitu faktor keluarga, faktor

sekolah dan faktor masyarakat (Slameto, 2010:60).

1) Faktor keluarga

Keluarga adalah lembaga pendidikan yang pertama dan

utama. Sebelum seorang anak mendapatkan pendidikan di

sekolah, seorang anak mendapatkan pendidikan yang pertama

dari keluarganya. Keluarga menjadi faktor terpenting dalam

membentuk dan peningkatan prestasi anak. Hal yang dapat

mempengaruhi belajar maupun prestasi belajar anak adalah cara

orang tua dalam mendidik anak, relasi antaranggota keluarga,

suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, perhatian orang tua

dan latar belakang kebudayaan.

2) Faktor sekolah

Sekolah merupakan sarana belajar anak setelah lingkungan

keluarga. Lingkungan skolah memiliki pengaruh yang kuat

dalam proses belajar maupun pencapaian hasil belajar (prestasi

belajar). Terdapat beberapa hal dalam lingkungan sekolah yang

mempengaruhi belajar dan prestasi siswa yaitu metode mengajar

yang digunakan oleh guru, kurikulum, relasi guru dengan siswa,

relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu

sekolah, standar pelajaran diatas ukuran, keadaan gedung,

Page 27: BAB II KAJIAN TEORITIS TENTANG SELF-EFFICACY DAN …a-research.upi.edu/operator/upload/s_psi_0704679_chapter... · 2018-10-25 · Selaras dengan definisi Bandura, Wagner III dan Hollenbeck

40

metode belajar siswa dan tugas rumah (Slameto, 2010). Semua

faktor tersebut dapat mempengaruhi prestasi belajar siswa.

3) Faktor masyarakat

Masyarakat merupakan faktor ekstern yang juga

mempengaruhi belajar dan prestasi belajar siswa. hal-hal yang

dapat mengganggu proses belajar dan pencapaian prestasi

belajar siswa di lingkungan masyarakat diantaranya adalah

kegiatan dalam masyarakat, mass media, teman bergaul dan

bentuk kehidupan masyarakat. Semua hal tersebut dapat menjadi

faktor-faktor penguat atau bahkan menjadi faktor penghambat

siswa dalam belajar dan pencapaian prestasinya.

4. Pengukuran Prestasi Belajar

Prestasi belajar merupakan hasil dari kegiatan dalam bidang

pendidikan. Untuk mencapai prestasi belajar, terlebih dahulu siswa harus

mengikuti rangkaian kegiatan belajar mengajar (KMB) dan selanjutnya guru

akan mengukur prestasi belajar siswa dengan cara memberikan tes prestasi

belajar kepada siswa. Tes prestasi belajar adalah suatu tes yang disusun

secara terencana untuk mengungkap performansi maksimal subjek dalam

menguasai bahan atau materi yang telah diajarkan (Azwar, 2009:9). Tes

prestasi belajar merupakan alat yang digunakan dalam pengukuran prestasi

belajar siswa.

Dalam bidang pendidikan pengukuran identik dengan kata evaluasi

dan sering disebut dengan evaluasi belajar atau evaluasi pendidikan.

Page 28: BAB II KAJIAN TEORITIS TENTANG SELF-EFFICACY DAN …a-research.upi.edu/operator/upload/s_psi_0704679_chapter... · 2018-10-25 · Selaras dengan definisi Bandura, Wagner III dan Hollenbeck

41

Pengertian evaluasi pendidikan selalu dikaitkan dengan prestasi belajar

siswa, selanjutnya Ralph Tyler mendefinisikan evaluasi sebagai sebuah

proses pengumpulan data untuk menentukan sejauh mana, dalam hal apa,

dan bagaimana tujuan pendidikan sudah tercapai evaluasi belajar atau

evaluasi pendidikan sering dikaitkan dengan prestasi siswa (Arikunto,

2010a:3). Dalam pembelajaran di sekolah, guru adalah pihak yang

bertanggung jawab atas hasil pembelajaran yang diberikan kepada siswanya.

Dengan demikian terlebih dahulu guru harus dibekali ilmu atau tata cara

mengevaluasi hasil belajar siswa untuk mendukung tugasnya, yakni

mengevaluasi hasil belajar siswa (Arikunto, 2010a).

Dalam penilaian dan mengevaluasi mengenai prestasi belajar, terdapat

beberapa tujuan dan fungsi (Arikunto, 2010a:10-11) yaitu:

a. Penilaian berfungsi selektif

Penilaian selektif ini berfungsi untuk mengadakan seleksi atau

penilaian terhadap siswanya dengan tujuan:

1) memilih siswa yang dapat diterima di sekolah tertentu,

2) memilih siswa yang dapat naik kelas atau tingkat

berikutnya,

3) memilih siswa yang seharusnya mendapat beasiswa, dan

4) memilih siswa yang sudah berhak meninggalkan sekolah.

Page 29: BAB II KAJIAN TEORITIS TENTANG SELF-EFFICACY DAN …a-research.upi.edu/operator/upload/s_psi_0704679_chapter... · 2018-10-25 · Selaras dengan definisi Bandura, Wagner III dan Hollenbeck

42

b. Penilaian berfungsi diagnostik

Penilaian ini dilakukan untuk mendiagnosis kesukaran-

kesukaran, mendeteksi kelemahan-kelemahan siswa untuk dapat

diperbaiki segera.

c. Penilaian berfungsi sebagai penempatan

Penilaian ini dilakukan oleh guru dengan cara menilai

kemampuan masing-masing siswa kemudian siswa yang memiliki

kemampuan sama akan menempati kelompok dengan siswa yang

memiliki kemampuan sama.

d. Penilaian berfungsi sebagai pengukur keberhasilan

Penilaian ini dimaksudkan untuk mengetahui sejauhmana suatu

program berhasil diterapkan kepada siswa.

Hasil penilaian guru dapat berupa huruf ataupun angka.

Penilaian tersebut berbeda-beda ada yang menggunakan huruf seperti

A, B, C dan D atau dengan menggunakan angka dengan rentang 0 –

10 dan 0 – 100 (Suyabrata, 2008:296).

C. Hubungan Antara Self-Efficacy dengan Prestasi Belajar

Secara luas, kemampuan siswa dalam bidang akademik dipengaruhi oleh

kemampuan kognitif. Siswa yang memiliki kemampuan kognif yang tinggi

cenderung lebih berhasil daripada siswa yang memiliki kemampuan kognitif yang

rendah. Meskipun kemampuan kognitif sangat berpengaruh terhadap keberhasilan

siswa dalam meraih prestasi, namun tidak selamanya kemampuan kognitif atau

Page 30: BAB II KAJIAN TEORITIS TENTANG SELF-EFFICACY DAN …a-research.upi.edu/operator/upload/s_psi_0704679_chapter... · 2018-10-25 · Selaras dengan definisi Bandura, Wagner III dan Hollenbeck

43

intelektual dapat diterjemahkan sebagai faktor utama dalam menentukan

keberhasilan siswa dalam meraih prestasi mengingat bahwa hubungan IQ dengan

prestasi belajar berada pada kisaran moderat (Zimmerman dan Cleary, 2006).

Banyak orang yang memiliki kemampuan kognitif yang tinggi namun ia tidak

memiliki prestasi yang baik, begitupun banyak orang yang memiliki kemampuan

kognitif yang biasa-biasa saja namun dapat memiliki prestasi yang tinggi. Banyak

faktor lain selain kemampuan kognitif yang mempengaruhi prestasi belajar siswa,

diantaranya faktor yang berkaitan dengan keberanian dan keyakinan diri akan

kemampuan yang dimiliki individu. Hal ini menjadikan self-efficacy dapat

dijadikan suatu pertimbangan dalam menentukan seberapa baik prestasi belajar

yang dapat dicapai oleh individu.

Dalam dunia pendidikan, prestasi belajar yang tinggi merupakan tujuan

semua pihak. Untuk mencapai prestasi belajar yang baik diperlukan berbagai

usaha yang harus dilakukan. Seseorang akan berani untuk melakukan berbagai

macam tindakan, ketika seseorang tersebut merasa yakin bahwa sesuatu yang

ditujunya akan berhasil diraih begitupun sebaliknya. Keyakinan tersebut yang

mendorong seseorang untuk terus bertahan dalam usahanya mencapai tujuan.

Self-efficacy merupakan suatu pemicu bagi seseorang dalam melakukan

tindakan untuk mencapai tujuan yang dikehendakinya. Self-efficacy dalam bidang

akademik berkaitan dengan keyakinan siswa akan kemampuannya dalam

melakukan tugas-tugas, mengatur kegiatan belajar, hidup dengan harapan

akademis mereka sendiri dan orang lain. Sehingga dapat disimpulksan bahwa

semakin tinggi self-efficacy yang dimiliki oleh seorang siswa, maka siswa tersebut

Page 31: BAB II KAJIAN TEORITIS TENTANG SELF-EFFICACY DAN …a-research.upi.edu/operator/upload/s_psi_0704679_chapter... · 2018-10-25 · Selaras dengan definisi Bandura, Wagner III dan Hollenbeck

44

akan mengeluarkan usaha yang cukup besar agar mereka dapat meraih prestasi

yang tinggi.

D. Penelitian Terdahulu yang Relevan dengan Self-Efficacy dalam Belajar

dan Prestasi Belajar

Penelitian tentang self-efficacy dan prestasi belajar ini bukan merupakan

penelitian yang baru, karena telah ada beberapa penelitian sebelumnya yang

hampir sama dengan penelitian ini. Penelitian-penelitian tersebut menghasilkan

kesimpulan bahwa terdapat hubungan yang signifikan.

Prestasi belajar yang tinggi tidak terlepas dari faktor-faktor yang

mendukungnya. Faktor internal dan eksternal dari siswa sangat berkontribusi

dalam menentukan tinggi rendahnya prestasi yang dicapainya. prestasi belajar

juga berkaitan dengan self-efficacy. Kaitan tersebut telah dibuktikan oleh Partino

(1999) dalam studi meta analisisnya yang mengungkapkan bahwa terdapat

hubungan antara efikasi diri (self-efficacy) dengan unjuk kerja. Unjuk kerja dapat

diartikan sebagai performance dan merupakan konstruk yang tidak dapat secara

langsung diamati. Performance dapat dibatasi sebagai unjuk kerja seseorang

dalam menyelesaikan suatu tugas atau pekerjaan tertentu. Dalam penelitian yang

dilakukan oleh Partino (1999) unjuk kerja yang dimaksud memliki bentuk seperti

prestasi akademik, pengambilan keputusan karir dan pengusaan keterampilan.

Penelitian yang dilakukan oleh Wasito (2004) mengungkapkan bahwa

terdapat hubungan kausal positif antara self-efficacy dengan prestasi akademik

dengan koefisien korelasi sebesar 0,472. Hubungan kausal ini bertindak langsung

Page 32: BAB II KAJIAN TEORITIS TENTANG SELF-EFFICACY DAN …a-research.upi.edu/operator/upload/s_psi_0704679_chapter... · 2018-10-25 · Selaras dengan definisi Bandura, Wagner III dan Hollenbeck

45

maupun tidak langsung, namun dari hasil penelitian yang dilakukan hubungan

kausal langsung lebih kuat daripada hubungan kausal tidak langsung sehingga

penelitian tersebut menyimpulkan bahwa prestasi akademik dipengaruhi langsung

oleh self-efficacy.

Penelitian yang dilakukan oleh Susilowati (2009) terhadap siswa-siswi kelas

XII SMA Negeri 8 Surakarta yang berjumlah 123 siswa menyatakan bahwa

terdapat hubungan positif yang signifikan antara efikasi diri (self-efficacy) dengan

prestasi belajar siswa. Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Nugroho (2007)

yang berjudul “hubungan antara self-efficacy, penyesuaian diri dengan prestasi

akademik mahasiswa” menunjukan bahwa terdapat hubungan yang positif dan

signifikan antara self-efficacy dan prestasi akademik mahasiswa. Hal ini

menunjukkan bahwa semakin tinggi self-efficacy maka semakin tinggi pula

prestasi akademik mahasiswa. Mahasiswa yang memiliki self-efficacy yang tinggi

berusaha atau mencoba lebih keras dalam menghadapi tantangan dan sebaliknya

orang yang memiliki self-efficacy yang rendah akan mengurangi usaha mereka

untuk bekerja dalam situasi yang sulit. Hal tersebut dibuktikan dengan penelitian

yang dilakukan oleh Litasari (2003) yang menyatakan bahwa semakin tinggi self-

efficacy pada matematika semakin tinggi pula minat mengikuti bimbingan belajar.

Adapun perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah terletak

pada karakteristik sampel, kekhasan permasalahan yang ada, lokasi dan metode

penelitian yang digunakan.

Page 33: BAB II KAJIAN TEORITIS TENTANG SELF-EFFICACY DAN …a-research.upi.edu/operator/upload/s_psi_0704679_chapter... · 2018-10-25 · Selaras dengan definisi Bandura, Wagner III dan Hollenbeck

46

E. Kerangka Berpikir

Mencapai prestasi belajar yang tinggi merupakan harapan semua

siswa. pencapaian prestasi tersebut tidak terlepas dari faktor-faktor yang

mendukungnya. Bandura (Santrock, 2009:216) mengungkapkan bahwa self-

efficacy merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam menentukan

apakah siswa berprestasi atau tidak. Self-efficacy merupakan keyakinan

bahwa seseorang dapat menguasai situasi dan memberikan hasil positif.

Self-efficacy ini dibangun dalam hubungan triadik antara sifat-sifat

pribadi, pola perilaku dan faktor lingkungan. Hubungan tersebut tidak

terjadi secara otomatis, bisa jadi melalui proses yang panjang (Setiadi,

2010). Ketiga komponen tersebut digambarkan saling berhubungan dan

tidak terputus. Hal ini mengindikasikan ketiga komponen tersebut saling

mempengaruhi satu sama lain.

Dalam pembangungan self-efficacy, seseorang akan dipengaruhi oleh

beberapa hal diantaranya pengalaman dan lingkungan. Pengalaman dan

lingkungan ini dapat dijadikan sebagai sumber terbentuknya self-efficacy.

Bandura (Setiadi, 2010) mengungkapkan bahwa terdapat empat sumber

utama yang memberikan kontribusi penting pada pembangunan self-efficacy

seseorang (siswa) yaitu enactive mastery experience (Pengalaman kegagalan

dan keberhasilan), vicarious experience (pengalaman orang lain atau figur

modeling), verbal persuation (pengakuan orang lain) dan physiological and

affective states (kadaan fisik dan emosional). Bandura (Setiadi, 2010)

mengingatkan bahwa sumber-sumber tersebut tidak dapat secara otomatis

Page 34: BAB II KAJIAN TEORITIS TENTANG SELF-EFFICACY DAN …a-research.upi.edu/operator/upload/s_psi_0704679_chapter... · 2018-10-25 · Selaras dengan definisi Bandura, Wagner III dan Hollenbeck

47

membentuk self-efficacy, sumber-sumber self-efficacy tersebut harus

diproses terlebih dahulu melalui pemikiran kognitif yang melibatkan sistem

diri. Adapun fungsi dari sistem diri ini adalah untuk mengatur perilaku

secara terus menerus yang terlibat dalam pengamatan diri, proses menilai

dan reaksi terhadap perilaku sendiri.

Pada umumnya, jika siswa memiliki sumber self-efficacy yang positif

dan dapat diterima oleh sistem diri dan sitem kognitif, maka akan

melahirkan self-efficacy yang tinggi sehingga akan melahirkan usaha yang

maksimal sehingga siswa dapat mencapai prestasi yang tinggi. Sedangkan

subjek yang memiliki sumber self-efficacy yang negatif, maka akan

melahirkan self-efficacy yang rendah sehingga akan melahirkan usaha yang

minimal dan siswa hanya mencapai prestasi yang rendah. Selanjutnya,

karena pembangunan self-efficacy seseorang (siswa) ini dibangun dalam

hubungan triadik, maka prestasi belajar atau tujuan-tujuan yang telah

dicapai seseorang (siswa) secara tidak langsung akan mempengaruhi

lingkungan dan dijadikan pengalaman oleh seseorang (siswa) tersebut yang

nantinya akan dijadikan sebagai informasi atau sumber self-efficacy dalam

mencapai tujuan yang sama.

Page 35: BAB II KAJIAN TEORITIS TENTANG SELF-EFFICACY DAN …a-research.upi.edu/operator/upload/s_psi_0704679_chapter... · 2018-10-25 · Selaras dengan definisi Bandura, Wagner III dan Hollenbeck

48

Adapun kerangka berpikir dalam penelitian ini, dapat diilustrasikan

dengan gambar berikut ini.

Sistem Diri

Struktur Kognitif

SE Tinggi

Self-Efficacy

SE Rendah

Pengalaman

dan Lingkungan

Usaha

Maksimal

Prestasi

Belajar

Rendah

Prestasi

Belajar

Tinggi

Usaha

Minimal

Gambar 2.3 Kerangka Berpikir Hubungan antara Self-Efficacy

dengan Prestasi Belajar Siswa