Bab II KAJIAN TEORITIS JUST WAR - repository.uksw.edu II.pdf2.2 Thomas Aquinas Pada abad ke-13,...

26
10 Bab II KAJIAN TEORITIS JUST WAR 1. PENDAHULUAN Pada masa sekarang ini, tidaklah asing lagi jika mendengar tentang just war yang dikaitkan dengan perang-perang yang sedang terjadi. Tetapi bagaimana just war itu muncul dan berkembang, serta apakah prinsip-prinsipnya yang ditentukan didalamnya mungkin belum secara dalam diketahui. Oleh karena itu pula, sebelum menjelaskan tentang hal-hal tersebut, penting untuk diketahui bahwa menurut David Lenihan, teori Just War dibangun di dalam tulisan dari Agustinus. Dikatakannya bahwa Agustinus merupakan sumber dari teori yang banyak digunakan pada abad pertengahan ini. 1 Tokoh lainnya, seperti R. E. Santoni menyatakan bahwa teori just war telah mengalihkan pemikiran Kekristenan tentang perang dan telah menjadi bagian dalam pemikiran dunia Barat dalam hal membenarkan alasan untuk berperang yang memang tidak dapat disangkal. Ia pun menyetujui bahwa Agustinus adalah pemikir yang sangat penting dalam pergerakan kekristenan yang menerima beberapa perang sebagai perang yang dapat dibenarkan. Hal ini dikarenakan Agustinus membawa perspektif baru melalui pertanyaan penting tentang pernahkah dapat dibenarkan orang Kristen berpartisipasi dalam perang? 2 Tanggapan khususnya terhadap hal ini-dengan menyebutkan bahwa beberapa perang adalah adil jika dibutuhkan untuk menuntut kerugian yang dialami dan untuk mempertahankan keadilan- menjadi tanda terhadap lahirnya pemikiran just war. 1 D. A. Lenihan, “The Just War Theory in the Work of Saint Augustine” dalam Augustinian Studies. Volume 19 Tahun 1988, 37 2 R.E. Santoni, “The Nurture of War, Just War Theory’s Contribution” dalam Philosophy Today. Tahun 1991,84.

Transcript of Bab II KAJIAN TEORITIS JUST WAR - repository.uksw.edu II.pdf2.2 Thomas Aquinas Pada abad ke-13,...

  •   10  

    Bab II KAJIAN TEORITIS JUST WAR

    1. PENDAHULUAN Pada masa sekarang ini, tidaklah asing lagi jika mendengar tentang just war

    yang dikaitkan dengan perang-perang yang sedang terjadi. Tetapi bagaimana just

    war itu muncul dan berkembang, serta apakah prinsip-prinsipnya yang ditentukan

    didalamnya mungkin belum secara dalam diketahui.

    Oleh karena itu pula, sebelum menjelaskan tentang hal-hal tersebut, penting

    untuk diketahui bahwa menurut David Lenihan, teori Just War dibangun di dalam

    tulisan dari Agustinus. Dikatakannya bahwa Agustinus merupakan sumber dari

    teori yang banyak digunakan pada abad pertengahan ini.1 Tokoh lainnya, seperti

    R. E. Santoni menyatakan bahwa teori just war telah mengalihkan pemikiran

    Kekristenan tentang perang dan telah menjadi bagian dalam pemikiran dunia

    Barat dalam hal membenarkan alasan untuk berperang yang memang tidak dapat

    disangkal. Ia pun menyetujui bahwa Agustinus adalah pemikir yang sangat

    penting dalam pergerakan kekristenan yang menerima beberapa perang sebagai

    perang yang dapat dibenarkan. Hal ini dikarenakan Agustinus membawa

    perspektif baru melalui pertanyaan penting tentang pernahkah dapat dibenarkan

    orang Kristen berpartisipasi dalam perang?2 Tanggapan khususnya terhadap hal

    ini-dengan menyebutkan bahwa beberapa perang adalah adil jika dibutuhkan

    untuk menuntut kerugian yang dialami dan untuk mempertahankan keadilan-

    menjadi tanda terhadap lahirnya pemikiran just war.

                                                                                                                   1 D. A. Lenihan, “The Just War Theory in the Work of Saint Augustine” dalam Augustinian

    Studies. Volume 19 Tahun 1988, 37 2 R.E. Santoni, “The Nurture of War, Just War Theory’s Contribution” dalam Philosophy

    Today. Tahun 1991,84.

  •   11  

    2. Awal Perkembangan Just War oleh Pemikir Klasik

    Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, Agustinus merupakan tokoh yang

    oleh banyak ahli disebut sebagai tokoh awal yang mempunyai sumbangsih besar

    dalam memunculkan pemikiran tentang just war. Dari dasar pemikirannya ini,

    tokoh selanjutnya yang tidak jauh masanya dari Agustinus, juga memberi

    perhatian terhadap pemikiran tentang just war, yakni St. Thomas Aquinas. Oleh

    karena itu, pada bagian ini akan dijelaskan tentang pemikiran kedua tokoh

    tersebut yang mengembangkan awal just war.

    2.1 Agustinus

    Pada abad kelima, Agustinus mengampuni orang Kristen yang

    berpartisipasi didalam ketentaraan Roma dengan membenarkan penggunaan

    defensif kekuatan bersenjata dan menemukan bahwa tidak ada kesalahan

    moral dengan tugas tersebut. 3 Pemikirannya tentang partisipasi orang

    Kristen dalam perang inilah yang melahirkan sebuah teori just war. Namun,

    walaupun ia dipandang sebagai pemikir pertama yang mencetuskan ide

    tentang just war, ia tidak pernah merumuskannya secara sistematis. Menurut

    Lenihan, Just war dalam tulisan Agustinus bukanlah teori yang terpadu,

    karena ia tidak melakukan penafsiran yang lebih lengkap terhadapnya jika

    dibandingkan dengan doktrin-doktrin lain seperti Trinitas, Anugerah, Dosa

    Asal, dan Predestinasi.4 Oleh karena itu, pemikirannya ini dapat dilihat

    dalam beberapa tulisannya sebagai berikut.

    a. Dalam Contra Faustum

    Agustinus mengemukakan di dalam tulisannya itu tentang benarnya

    keikutsertaan prajurit untuk melaksanakan perintah dari pemimpin atau                                                                                                                

    3 Antonia Malone, “The Just War Theory: A Wolf in Sheep’s Cloting?” dalam Studying War-No More. Ed. Brien Wicker. Tahun 1993, 91.

    4 D. A. Lenihan, “The Just War Theory in the Work of Saint Augustine….,84

  •   12  

    perintah militer yang mengharuskan kepatuhan tugas atau tanggung jawab.

    Selanjutnya ia menunjukan, bahwa perang menjadi adil hanya dalam

    otoritas Tuhan dan para prajurit dapat dibebaskan dari kesalahan.5 Ia

    menyatakan pula: “adanya manusia di dalam tatanan alam ini, dapat

    membuat damai menjadi hilang, oleh karena itu, dibutuhkan kekuasaan dan

    keputusan untuk menyatakan perang dan harus terletak pada penguasa.”

    Namun, dilanjutkannya bahwa kekejaman, balas dendam, semangat dan

    bersikeras terhadap kekerasan, arogansi dalam kemenangan, kehausan

    untuk kekuasaan, dan hal-hal yang sama dengan ini, semuanya dengan

    benar dikutuki dalam perang.6

    b. Dalam letter 229—to Darius

    Setahun sebelum meninggal, Agustinus menulis kepada pangeran

    Darius, yang didalamnya pun ia membenarkan partisipasi orang Kristen

    dalam perang, tetapi ia tetap mempertahankan keutamaan dan keunggulan

    kedamaian. Agustinus menyatakan, meskipun ia menerima perang sebagai

    sebuah pertimbangan, ia tetap memberkati mereka yang melakukan hal-hal

    yang menjadikan keadaan damai.7

    c. Questions concerning the Heptateuch

    Dalam tulisan ini, Agustinus menyusun didalamnya beberapa hal

    mengenai perang yang dikatakan sebagai adil. Ia menyatakan bahwa jika

    perang tersebut adalah adil, maka orang Kristen boleh ikut serta

    didalamnya tetapi jika perang itu tidaklah adil, maka orang Kristen tidak

    boleh ikut serta. Hal pertama yang jelas dari pemikirannya tentang just war

                                                                                                                   5 D. A. Lenihan, “The Just War Theory in the Work of Saint Augustine….,45 6 William V. O’Brien. The Conduct of Just War and Limited War(Amerika: Praegar

    Publisher, 1981), 16 7 D. A. Lenihan, “The Just War Theory in the Work of Saint Augustine...., 48

  •   13  

    adalah bahwa hal tersebut diperintahkan oleh Tuhan. Mengenai hal ini,

    Agustinus tidak ragu sama sekali tentang wajarnya perjuangan seperti yang

    ada di dalam perang. Hal kedua terkait dengan just war yaitu berdasarkan

    tujuan perang yakni untuk membalas kerugian. Pernyataan ini digambarkan

    sebagai pernyataan yang sangat penting dari just war pada masa abad

    pertengahan. Kerugian yang dimaksud dalam membenarkan perang adalah

    kerugian nasional dan terjadi ketika sebuah bangsa atau suku gagal untuk

    membuat reparasi terhadap kerugian yang dilakukan oleh warganya.

    Kerugian nasional ini juga muncul ketika orang-orang atau sebuah negara

    gagal mengembalikan tanah atau barang-barang yang diambil secara

    salah.8

    d. Dalam The City of GOD

    Dalam tulisan ini, Agustinus memberikan pembelaan terhadap umat

    Kristen yang saat itu oleh kekaisaran Romawi dituduh sebagai penyebab

    melemahnya kekuatan kerajaan. Menghadapi tuduhan itu, Agustinus

    menulis bahwa kekristenan sama sekali tidak meniadakan patriotisme,

    melainkan justru mengangkat semangat itu hingga menjadi sebuah ketaatan

    iman (religious obligation). Baginya, perang yang didasarkan bukan pada

    motivasi kenikmatan terhadap kekerasan, tetapi karena ketaatan kepada

    Allah dan penghukuman terhadap pelaku kejahatan demi mencegah dosa

    yang lebih besar, merupakan tindakan kasih. Oleh karena itu, Agustinus

    mengatakan bahwa kasih tidak selalu bertentangan dengan penggunaan

    kekerasan.9

                                                                                                                   8 ibid., 49 9 Kalvin Budiman, “Prinsip Dasar Etika Kristen Tentang Perang: Sebuah Tinjauan Terhadap

    Pacifism dan Just War Theory” dalam Veritas Jurnal Teologi dan Pelayanan. Volume 4, Nomor 1 April 2003, 44-46

  •   14  

    Seperti dalam tulisan-tulisannya yang lebih awal, Agustinus

    menemukan adanya kejahatan perang dalam nafsu atau keinginan besar

    untuk menguasai, yang ada dalam jiwa-jiwa ambisius militer dan yang

    mungkin memarakan setiap perang sipil. Oleh karena itu, Agustinus

    melihat perang yang seperti ini sebagai penyakit endemis terhadap kota

    dunia; tetapi tidak seperti orang Kristen yang primitif, ia tidak menolak

    dunia dalam ukuran tersebut. Karena ia pun melihat penderitaan manusia

    sebagai suatu kebaikan, karena tujuan akhirnya adalah kedamaian. Dengan

    demikian, tujuan dari perang pun adalah kedamaian, sehingga kedamaian

    dunia ini dapat dikatakan sebagai hasil dari perang.10

    Menurutnya, menjadi murid Kristus pun sama sekali tidak berarti

    menjauhkan diri dari penggunaan kekerasan demi mempertahankan

    kesejahteraan sosial atau keadilan. Tetapi yang lebih menjadi fokus dan

    perhatian Agustinus adalah hati yang sudah diperbaharui, bukan profesi

    atau tindakan perang itu sendiri. Artinya, kalaupun seseorang memutuskan

    untuk pergi berperang, hal itu harus dilaksanakan di dalam “maksud

    kebaikan tanpa kekerasan yang tidak semestinya.” Ia mengakui bahwa

    dalam situasi tertentu kondisi damai dapat dicapai melalui pengampunan

    tanpa harus menggunakan kekerasan. Tetapi dalam situasi-situasi lain,

    membiarkan kejahatan tanpa adanya usaha untuk mencegahnya dengan

    segala daya upaya, termasuk menggunakan kekerasan, sama saja dengan

    membiarkan kejahatan menindas keadilan. Dengan demikian, perang

    adalah suatu tindakan yang sifatnya “diperbolehkan,” tetapi hanya dan jika

    “dilakukan dalam keadaan terpaksa dan demi sebuah perdamaian.” Namun

                                                                                                                   10 D. A. Lenihan, “The Just War Theory in the Work of Saint Augustine....,50

  •   15  

    demikian, di bagian lain, ia menyangkal adanya perang yang dibenarkan

    jika alasannya adalah untuk kepentingan pribadi. Ia menegaskan bahwa

    penggunaan kekerasan untuk kepentingan pribadi akan selalu merupakan

    ekspresi kebencian.11

    Agustinus menyatakan bahwa esensi dari kota dunia adalah

    penderitaan yang terus terjadi untuk sebuah kedamaian yang abadi.

    Pernyataan ini merupakan gambaran bahwa ia menerima kenyataan dunia

    yang cacat dan tidak sempurna ini sebagai akibat dari adanya dosa asal.

    Secara jelas pun, ia mengakui peperangan sebagai bagian dan paket dari

    keberadaan manusia dan satu dari misteri kehidupan manusia.12 Namun,

    ketika Agustinus berbicara tentang perang yang merupakan bagian dari

    keberadaan manusia, ia meratapinya dengan sedih.13 Walaupun begitu,

    terdapat lipur terhadap ratapannya itu, yang ditunjukan dalam

    pengakuannya bahwa ada beberapa perang yang “adil.” Keadilan untuk

    perang ini ditemukan melalui adanya ketidakadilan yang dilakukan oleh

    penyerang atau lawan dan mempunyai tujuan untuk melindungi orang yang

    tidak berdaya. Dengan kata lain, baginya, perang bukanlah cara positif

    untuk meraih keadilan dan kedamaian, melainkan sebuah “cara negatif

    untuk mencegah ketidakadilan.”14

    2.2 Thomas Aquinas

    Pada abad ke-13, Thomas Aquinas merupakan salah satu teolog filosofis

    yang sangat berpengaruh di Gereja Katolik Roma, ia mengambil alih dan

                                                                                                                   11 Kalvin Budiman, “Prinsip Dasar Etika Kristen Tentang Perang….,45 12 D. A. Lenihan, “The Just War Theory in the Work of Saint Augustine....,51  13 ibid. 14 Kalvin Budiman, “Prinsip Dasar Etika Kristen Tentang Perang….,46

  •   16  

    meneruskan ajaran yang Agustinus telah mulai sebelumnya. Kebutuhan dasar

    dari Agustinus dan pengikutnya bahwa untuk sebuah perang menjadi adil

    harus dilatarbelakangi oleh “sebab yang adil” (misalnya, untuk menghukum

    mereka yang melakukan kekerasan norma) dan dimulai oleh seorang yang

    tepat atau otoritas “sah.“ Melihat hal ini, Aquinas menambahkan kondisi

    lainnya. Aquinas mengakui bahwa akibat negatif atau buruk mungkin dapat

    diakibatkan dari sebuah tindakan yang dimaksudkan baik sekalipun. Ia

    berpendapat bahwa sebuah pembunuhan yang tidak diinginkan terhadap

    orang lain tidaklah adil. Namun, dalam usaha berperang, adalah adil ketika

    terdapat otoritas “yang sah,” mempunyai sebab yang adil, tetapi juga yang

    harus mempunyai “tujuan benar.” Seseorang harus bertujuan untuk

    mendukung keadilan dan kebaikan, bukan kejahatan. Dengan kata lain,

    merupakan keharusan bagi Aquinas bahwa sebuah perang menjadi adil yang

    dimulai oleh otoritas yang sah, terlepas dari akibat tak terduga atau yang tak

    diharapkan, dengan didorong oleh tujuan yang baik-oleh keinginan otoritas

    sah tersebut, seperti untuk memperbaiki kebaikan umum atau membawa

    keadaan yang lebih adil.15

    3. Karakteristik Just War

    3.1 Karakteristik Just War dalam pemikiran Agustinus

    Melalui tulisan-tulisan Agustinus dan pengikutnya yang didalamnya

    menguraikan tentang perang yang dapat dikatakan adil, maka Lenihan

                                                                                                                   15 R.E. Santoni, “The Nurture of War, Just War Theory’s Contribution” dalam Philosophy

    Today. Tahun 1991,85.

  •   17  

    mengemukakan beberapa karakteristik dari Agustinus terkait dengan

    pemikiran just war tersebut sebagai berikut. 16

    a. Bellum, “perang” bagi Agustinus merupakan tindakan kebijakan

    ketertiban untuk mempertahankan ketentraman dalam kerajaan. Sama

    halnya, bahwa menurutnya perang yang adil merupakan tindakan yang

    mempunyai tujuan untuk mempertahankan kebaikan dan ketentraman

    masyarakat.

    b. Menurut Agustinus, terdapat dikotomi antara keadilan sebuah hukum dan

    keadilan dari Allah. Keadilan dari hukum berasal dari ketakutan; keadilan

    Allah berasal dari Anugerah. Agustinus kemudian membedakannya

    dengan menyatakan bahwa keadilan yang sejati berasal dari Roh Kudus

    sedangkan keadilan hukum bukanlah keadilan sejati karena didasarkan

    pada ketakutan. Oleh karena itu, baginya, sebuah tindakan dapat menjadi

    “adil”, misalnya, adanya kesesuaian dengan aturan yang dibuat, tetapi

    mungkin saja tidak dapat sesuai dengan Injil Yesus Kristus.

    c. Dari tulisan Agustinus jelas bahwa perang adalah sebuah kesedihan dan

    suatu aspek yang diratapi dari keberadan manusia dalam kota dunia. The

    city of God menunjukan bahwa ia menerima kerajaan Roma sebagai

    bagian dari rencana ilahi. Perang-perang yang menciptakan kerajaan ini

    juga dilihatnya sebagai bagian dari rencana ilahi dan oleh karena itu,

    perang tidak dapat dianggap tercela secara moral di dalam hal tersebut.

    d. Pembicaraan tentang yang adil dari Agustinus menunjukkan dirinya

    sebagai penulis tentang kedamaian dan kasih. Tidak ada dalam tulisannya

    yang menjelaskan pokok dari perang adalah sebuah pengaggungan.

                                                                                                                   16 D. A. Lenihan, “The Just War Theory in the Work of Saint Augustine....,52-57

  •   18  

    Suratnya kepada Boniface menunjukan pendiriannya melalui pernyataan

    “seseorang harus dapat menjadi pembuat damai pun ketika pelaksanaan

    perang,” sedangkan kejahatan dalam perang merupakan sesuatu yang

    subjektif dan bergantung pada tingkah laku seseorang.

    e. Sebuah pertanyaan pokok, apa yang Agustinus ajarkan tentang partisipasi

    orang Kristen di dalam peperangan? Agustinus tidak melarang orang

    Kristen untuk berpastisipasi atau terlibat di dalam perang. Namun, orang

    Kristen harus mengasihi dan peduli, bahkan sikap atau pendirian tentang

    kasih itu pun masuk dalam medan perang.

    Mengutip pernyataan Robert Holmes, Santoni menyatakan karakteristik

    selanjutnya bahwa pemikiran Agustinus tentang perang mengarah tentang

    kekerasan dan keadilan manusia dalam hubungan dengan sebuah negara. Hal

    ini hendak mengatakan bahwa ia membenarkan adanya perang dalam bentuk

    yang ia samakan dengan membenarkan sebuah hukuman, atau dengan kata

    lain, tuntutan untuk menetapkan perang adalah sama seperti tuntutan untuk

    memberikan hukuman terhadap sebuah kesalahan. Dari pandangan ini, just

    war dipahaminya sebagai sebuah bentuk pemberian hukuman terhadap sebuah

    negara dan penguasanya ketika perilaku mereka serakah sehingga melanggar

    norma-norma dari keadilan.17 Santoni pun menyetujui bahwa dari hal inilah,

    Agustinus membawa sebuah perspektif yang baru tentang dapatkah

    dibenarkan untuk orang Kristen berpartisipasi dalam perang dan

    tanggapannya bahwa beberapa perang adalah adil jika diperlukan untuk

    menuntut kerugian kerugian dan mempertahankan keadilan.18

                                                                                                                   17R.E. Santoni, “The Nurture of War….,84  18 Ibid., 85

  •   19  

    Dari karakteristik ini, maka just war bagi Agustinus, diusahakan untuk

    menghukum perbuatan yang salah, mengatur kembali keseimbangan yang

    terganggu akibat ketidakadilan, dan memperbarui keadaan yang adil dan

    damai.19

    3.2 Karakteristik Just War dalam Pemikiran Thomas Aquinas

    Mengambil hidup seorang manusia merupakan tindakan yang tidak

    diizinkan kecuali terdapat pembenaran khusus atau pengecualian. Just war

    memberikan pembenaran-pembenaran ini tetapi merupakan pembelaan

    khusus terhadap perang yang dianggap sebagai adil termasuk untuk mengatasi

    anggapan terhadap pembunuhan. Oleh karena itu, untuk sebuah perang yang

    dimaksud, terdapat 3 kondisi yang dibutuhkan, yakni otoritas yang sah, alasan

    adil dan tujuan benar, yang dijelaskan sebagai berikut.20

    Pertama, Otoritas yang Sah

    Bagi Aquinas, otoritas penguasa mempunyai kemampuan untuk

    menyatakan perang. Individu secara pribadi mungkin tidak mengumumkan

    perang; karena ia dapat mempunyai jalan lain untuk menerima pertimbangan

    dari seseorang yang dianggap lebih mempunyai kemampuan dalam

    melindungi hak-haknya. Begitupun ia tidak mempunyai hak untuk

    mengerahkan orang-orang, ketika adanya kebutuhan untuk keputusan

    berperang. Tetapi ketika tanggung jawab untuk urusan publik dipercayakan

    pada penguasa, maka merekalah yang dibebankan dengan pembelaan terhadap

    kota, kalangan, atau provinsi, yang tunduk pada mereka…. Hal ini terkait

    dengan pernyataan Agustinus yang juga telah mengatakan dalam bukunya                                                                                                                

    19  Richard B. Miller, “Just War, Civic Virtue, and Democratic Social Criticism: Augustinian Reflection” dalam The Journal of Religion.Volume 89 Tahun 2009,15  

    20 William V. O’Brien. The Conduct of Just War….,16

  •   20  

    Contra Faustum tentang kekuasaan dan keputusan untuk menyatakan perang

    yang harus terletak pada penguasa.

    Kedua, Alasan yang Adil

    Aquinas melanjutkan tanggapannya tentang perang yang adil: yaitu,

    membutuhkan sebuah alasan yang adil: bahwa penyerangan dilakukan karena

    beberapa kejahatan, sehingga hal itu pantas dilakukan. Hal ini dapat dikaitkan

    dengan pernyataan Agustinus: perang-perang yang secara umum didefinisikan

    sebagai adil adalah yang dilakukan sebagai sebuah pembelaan atau

    pembalasan terhadap beberapa kesalahan, ketika sebuah negara atau bangsa

    dihukum karena gagal untuk melakukan ganti rugi atas kesalahan yang

    dilakukan, atau mengembalikan apa yang diambil secara tidak adil.21

    Pertahanan diri pada umumnya diterima sebagai hal yang adil.

    Pertahanan dari sebuah negara pun dilihat sebagai gambaran pokok

    pertahanan dari sebuah esensi intitusi sosial. Dalam hal ini terdapat anggapan

    yang sangat kuat terhadap hak pembelaan diri yang mensyaratkan

    kemungkinan berhasil dan kesebandingan.22 Dalam pemikiran dasar just war,

    sebuah perang untuk pembalasan keadilan merupakan perang yang berjuang

    untuk menentang kesalahan dan kejahatan (sebagai pokok masalah) dan

    bukan dari kebutuhan lain yang tidak dibenarkan dalam just war.

    Ketiga, Tujuan yang Benar

    Yang ketiga, terdapat tujuan yang benar mengenai berperang yakni

    tiap pencapaian yang diinginkan mempunyai maksud yang baik atau

    menghindari kejahatan. Pandangannya ini berdasarkan yang ditulis Agustinus

    dalam buku: De Verbis Domini: “Sebagai pengikut Tuhan yang benar, perang

                                                                                                                   21 ibid., 20 22 ibid., 21

  •   21  

    tidak dijadikan untuk ketamakan atau kekejaman, tetapi dari keinginan untuk

    damai, untuk mencegah kejahatan dan membantu bertumbuhnya kebaikan.

    Jadi hal ini dapat terjadi ketika perang dinyatakan oleh otoritas yang sah dan

    terdapat alasan yang adil, meskipun demikian tetap merupakan keputusan

    tidak adil karena adanya tujuan yang jahat.23

    4. Perkembangan Pemikiran Just War dalam Masa Kontemporer

    Salah satu pemikir just war komtemporer, James T. Johnson, menyatakan

    bahwa teori just war berkembang dengan batasan-batasan yang ditetapkan sesuai

    dengan pemahaman tentang perang yang adil, yang digunakan untuk

    menjalankan tujuan moral tertentu yang bersifat umum. Menurutnya, just war

    memberikan perhatian khusus pada isu moral yang membolehkan usaha perang

    dan bagaimana mengendalikan atau membatasi perang yang terjadi. Johnson pun

    percaya bahwa pemikiran just war dimulai dengan sebuah anggapan untuk

    menentang ketidakadilan yang terjadi.24

    David Pratt pun menyatakan dalam tulisannya bahwa pemikiran just war

    dimulai dengan sebuah keputusan dari pihak berwenang dari masyarakat umum

    yang dianggap sah dan adanya pandangan untuk sebuah keadilan.25 Oleh karena

    itu, dengan menyetujui Agustinus dan Aquinas, menurutnya, ketentuan-

    ketentuan yang diberikan terkait just war merupakan hal penting yang berasal

    dari keputusan pihak yang berkuasa.26

                                                                                                                   23 ibid., 34. 24 James T. Johnson. Just War Tradition and the Restraint of War, A Moral and Historical

    Inquiry (Amerika: Princeton University Press, 1984), 25 David Pratt, “From Just War Fictions to Virtues of Benevolence: Renovating the Just War

    Theory” dalam Louvain Studies. Volume 31 No. 3-4 Tahun 2006 26 ibid.

  •   22  

    Terhadap kondisi atau syarat-syarat yang diberikan oleh Agustinus dan

    Aquinas untuk just war maka beberapa pemikir modern mengembangkan

    pemikirannya sebagai berikut. O’Brien tetap menerima kriteria yang telah

    dikembangkan sebelumnya oleh Agustinus dan Aquinas yaitu otoritas yang sah,

    alasan yang adil dan tujuan yang benar. Terkait dengan otoritas yang sah, ia

    menyatakan bahwa otoritas yang sah dalam abad 13 mungkin merupakan hal

    yang berbeda jika dibandingkan periode modern ini. Hal ini dikarenakan adanya

    desentralisasi sistem politik didalam kehidupan publik, pribadi dan adanya

    kekerasan kriminal yang terjadi dengan saling tumpang tindih, begitu pun

    dengan keadaan militer dan sains, yang mengizinkan perang-perang yang bersifat

    pribadi. Namun, menurutnya masih sangat penting untuk mengatakan bahwa

    perang harus dilaksanakan dalam perintah otoritas publik yang tepat untuk tujuan

    publik pula.27 Fransisco de Victoria, salah satu pemikir just war kontemporer

    juga beranggapan bahwa perang yang adil pun dapat diumumkan oleh sebuah

    kelompok bersama namun melalui pihak yang dianggap sah. Pembelaan tersebut

    pun untuk kebaikan umum dan dilakukan terhadap mereka yang telah melakukan

    kejahatan. Perang dilakukan terkhususnya oleh sebuah kelompok ketika sudah

    berada dalam keadaan yang sangat bahaya, sehingga pembelaan dapat

    dibutuhkan ketika merupakan sarana yang dapat dibenarkan dalam perang.28

    O’Brien juga mengatakan bahwa dari tahun ke tahun, definisi yang singkat

    tentang just war dikembangkan dan diuraikan. Oleh karenanya, O’Brien

    menyajikan alasan yang adil, dalam 4 bagian umum:29

    1. isi pokok dari alasan yang adil,

                                                                                                                   27 William V. O’Brien. The Conduct of Just War and Limited War….,17 28 James T. Johnson, Can Modern War be Just? (America: Murray Printing

    Company,1984),21 29 William V. O’Brien. The Conduct of Just War and Limited War…., 20

  •   23  

    2. bentuk lanjut dari adanya alasan yang adil,

    3. keharusan proporsionalitas terhadap tujuan dan sarana, dan

    4. keharusan usaha damai.

    Dengan mengutip pernyataan James F. Childres, O’Brien menyebut

    alasan yang adil sebagai pokok yang “serius dan penting” karena terdapat

    kewajiban seperti berikut: (1) Untuk melindungi orang yang tidak bersalah dari

    penyerangan yang tidak adil, (2) untuk menuntut hak-hak yang secara salah

    diambil, (3) untuk membangun kembali keadaan yang adil. Pokok ini sangat

    berkaitan dengan tujuan yang benar oleh para pimikir klasik. Bagi O’Brien,

    tujuan yang benar mensyaratkan bahwa pihak yang memutuskan untuk berperang

    harus mempunyai maksud pokok untuk perang yang adil dan kedamaian pada

    akhirnya. Tujuan ini membatasi adanya pernyataan alasan yang dianggap adil

    dari pihak yang memutuskan berperang.30 Bentuk yang mengikuti hal ini adalah

    bertahan dan menyerang sebagai keputusan untuk berperang.31

    Secara umum, proporsionalitas atau kesebandingan antara tujuan dan

    sasaran yang adil, memberi perhatian pada hubungan antara kepentingan yang

    baik dan penggunaan peralatan perang sebagai sarana untuk mencapai hal yang

    penting ini. Konsep proporsionalitas dalam jus ad belllum berada pada

    kepentingan atau tujuan yang baik dari pihak yang berperang. Tujuan yang

    dimaksudkan didasarkan pada alasan adil yang harus penting dan baik untuk

    membenarkan pembelaan dengan penggunaan sarana kekerasan didalamnya.32

    Johnson menyatakan gagasan proporsionalitas ini bermaksud memastikan bahwa

    kerusakan terhadap nilai-nilai manusia yang diakibatkan dari penggunaan

    kekuatan (bersenjata) yang akan digunakan setidaknya akan seimbang dengan                                                                                                                

    30 ibid., 34 31 ibid.,20 32 ibid.

  •   24  

    banyaknya nilai yang dijaga dan dilindungi atau kebaikan yang diharapkan dari

    penggunaan kekuatan tersebut.33 Proporsionalitas juga memperkirakan bahwa

    akibat bahaya yang akan ditimbulkan harus tidak lebih besar jika dibandingkan

    dengan kerugian yang diakibatkan penyerang (jika telah dilakukan penyerangan

    terlebih dahulu). 34 Oleh karena itu, hitungan proporsionalitas antara

    kemungkinan baik dan buruk dalam perang harus dibuat sebelum adanya

    keputusan untuk berperang. Menurut O’Brien, perhitungan ini pun harus dibuat

    dengan tetap menghargai pihak lain yang berperang dan pengaruh yang

    ditimbulkan.35

    Selain itu, terdapat juga hal penting sebelum berperang yaitu proyeksi

    dari hasil perang mengharuskan adanya harapan akan kemungkinan baik yang

    menghasilkan keberhasilan, bukan untuk kemungkinan buruk yang akan

    akibatkan oleh perang. Kemungkinan berhasil ini merupakan bagian yang

    diperkirakan secara masuk akal dan bertanggung jawab. Hal ini sangat berkaitan

    dengan perhitungan proporsionalitas, karena melalui hitungan yang harus dibuat

    secara jelas tersebut akan dilakukan perkiraan yang realistis untuk kemungkinan

    keberhasilan. 36 Konsep kemungkinan keberhasilan ini kemudian dimasukan

    dalam bagian yang penting dari just war.

    Komponen terakhir yaitu perang harus digunakan hanya sebagai usaha

    akhir setelah dilakukan alternatif damai. 37 Hal ini pun sama dengan yang

    dinyatakan oleh Johnson bahwa penggunaan kekuatan harus sebagai jalan akhir

                                                                                                                   33 James Turner Johnson, Can Modern War be Just …., 24  34 Roger Burggraeve dan Jo De Tavernier, “Radicalism and Realism of a Peace Ethic of

    Christian Inspiration in a World of Evil and Injustice” dalam Studying War-No More. Ed. Brien Wicker. Tahun 1993, 44

    35 William V. O’Brien. The Conduct of Just War and Limited War...,27-28 36  ibid.,28  37.ibid.

  •   25  

    yang harus sesuai dengan tujuan dan pengendalian yang dibenarkan.38 Sebelum

    menggunakan kekuatan atau kekerasan, semua sarana non-kekerasan haruslah

    dilakukan seperti perundingan dan mediasi.39 Oleh karena itu, upaya berperang

    hanya dilakukan setelah gagalnya alternatif damai.40

    Seperti penjelasan diatas, Amaladoss menyatakan bahwa dalam sebuah

    situasi ketika perang tidak dapat dihindari maka ditetapkan kondisi untuk

    menjaga batas-batas moral. Kondisi yang memungkinkan perang diantaranya

    dengan memperhatikan latar belakang keputusan untuk dilakukan perang,

    deklarasi perang oleh otoritas yang tepat, sebuah orientasi untuk tujuan damai,

    kurangnya keberhasilan melalui penggunaan alternatif kedamaian, penggunaan

    kekerasan yang sebanding dengan keinginan untuk damai dan adanya

    kemungkinan untuk keberhasilan. 41 Terhadap hal ini, sebelumnya just war

    digunakan terhadap perang yang terjadi antara negara atau bangsa. Namun,

    berkembang bahwa, pemikiran just war juga dapat diterapkan secara seimbang

    pula untuk perang antara kelompok.42

    Pada perkembangan selanjutnya, para pemikir just war, memasukan jus

    in bello yang berarti keadilan dalam pelaksanaan perang. Jus in bello adalah

    komponen yang sangat diperlukan untuk matangnya teori just war, meskipun

    Aquinas hanya menyatakan apa yang ia pertimbangkan yakni, syarat jus ad

    bellum. Jus in bello yang muncul agak akhir dalam perkembangan doktrin just

    war ini, memuat dua dasar pembatasan dalam pelaksaan perang. Pertama yaitu

    prinsip sebanding/proporsi yang mensyaratkan kesebandingan sarana perang

    pada saat pelaksanaan perang sampai pada akhirnya. Prinsip yang lain yaitu                                                                                                                

    38 James Turner Johnson, Can Modern War be Just …., 29 39 Roger Burggraeve dan Jo De Tavernier, “Radicalism and Realism of a Peace Ethic …., 43 40 William V. O’Brien. The Conduct of Just War and Limited War...,,28 41 Michael Amaladoss, “A Just War?”…., 68 42 ibid.,70

  •   26  

    diskriminasi, yang melarang penyerangan langsung dengan sengaja terhadap

    orang yang tidak ikut berperang. Dua kategori dalam jus in bello ini merupakan

    penafsiran yang berkembang di dalam tulisan-tulisan modern tentang just war.43

    Proporsionalitas dalam jus in bello, melanjutkan prinsip yang sama dalam

    jus ad bellum, yaitu memperkirakan kebaikan dan kehancuran yang terjadi.44

    Selain itu, juga berkaitan dengan penggunaan kekerasan atau sarana melalui

    taktik ataupun strategi dalam perang. Taktik yang dimaksudkan adalah

    kesebandingan sarana perang terhadap tujuan penggunaan kekerasan. Bagi

    O’Brien, perhitungan proporsionalitas terhadap penggunaan alat-alat perang ini

    merupakan pertimbangan yang masuk akal dan dapat diterima. Strategi yang

    dimaksudkan adalah adanya kesebandingan terhadap alasan adil untuk

    berperang. Kesebandingan sarana perang ini, seperti yang telah disebutkan

    sebelumnya, merupakan hal untuk membandingkan kemungkinan baik dan buruk

    sehingga menghasilkan keberhasilan yang dilanjutkan dari proporsionalitas

    dalam jus ad belllum.45

    Pemikiran para tokoh just war terhadap diskriminasi yaitu sebuah

    larangan serang secara langsung yang disengaja terhadap orang-orang yang tidak

    ikut berperang. Menurut Santoni, prinsip diskriminasi merupakan sumber kritis

    dalam pembatasan moral dan sah tentang perilaku berperang. Seperti yang ia

    kutip dari pandangan Tucker bahwa, terdapat hal penting dari pembatasan

    prinsip ini diantara kedua pihak yang berperang yaitu adanya pembatasan

    terhadap orang yang tidak berperang. Seorang teolog Spanyol yang juga dikenal

    sebagai pemikir just war modern, Francisco de Victoria, mengemukakan begitu

    kuat tentang karakter mutlak dari prinsip ini yang memberikan pembedaan                                                                                                                

    43  William V. O’Brien. The Conduct of Just War and Limited War...,,37  44 R.E. Santoni, “The Nurture of War, Just War Theory’s Contribution….,88 45 William V. O’Brien. The Conduct of Just War and Limited War...,,42

  •   27  

    terhadap orang yang tidak berperang, sehingga terdapat pembatasan pembunuhan

    tentang orang yang tidak ikut berperang selama perang yang adil dilakukan.46

    Kategori orang-orang yang dianggap sebagai orang yang tidak ikut berjuang

    antara lain yaitu anak-anak, perempuan, pendeta atau pemimpin agama, orang

    asing dan juga…. “ sisanya penduduk sipil yang cinta damai.47

    Seperti yang telah dikemukakan oleh tokoh yang lain, O’Brien

    menyatakan, aspek yang mendasar dalam prinsip diskriminasi terletak dalam

    hubungan langsung terhadap pembenaran untuk membunuh dalam perang.

    Dalam perang, sasaran yang hanya dibolehkan dalam penyerangan langsung

    adalah lawan yang ikut berperang. Baginya, ini merupakan prinsip mutlak dalam

    just war dan berdasarkan pada moral tetap yang sangat penting. Dalam rumusan

    ini, membunuh orang-orang yang tidak berjuang dengan sengaja selalu

    merupakan sebuah kejahatan yang tidak dapat diterima.48 Memahami akan

    prinsip ini pula, Fr. Richard McCormick mengatakan bahwa diskriminasi

    merupakan prinsip yang mendasar karena adalah tindakan yang immoral jika

    mengambil hidup manusia yang tidak bersalah kecuali adanya penguasaan yang

    bersifat ilahi.49 Namun, terhadap hal ini, J.T. Johnson menyetujui pendapat

    Victoria yang mengakui bahwa orang yang tidak ikut dalam berperang mungkin

    juga terbunuh dalam perang tetapi hal ini tetap merupakan bagian dari just war.

    Hal ini dibolehkan hanya ketika ini merupakan akibat pelaksanaan perang

    dengan tujuan yang dianggap adil. Pendapatnya ini, dikaitkan dengan prinsip

    sebanding pada jus ad bellum yaitu, membandingkan kejahatan dan kebaikan

                                                                                                                   46 R.E. Santoni, “The Nurture of War, Just War Theory’s Contribution …., 88 47 James T. Johnson. Just War Tradition and the Restraint of War…., 200 48 William V. O’Brien. The Conduct of Just War and Limited War….,46 49 ibid.

  •   28  

    yang diperoleh dalam perang bukan dikaitkan dengan perhitungan kerugian yang

    dialami. 50

    5. Prinsip-Prinsip Just War

    Dari adanya pemikiran just war oleh Agustinus, maka teori ini berkembang

    dengan menawarkan dua prinsip seperti yang telah dijelaskan pada bagian

    sebelumnya yaitu pembenaran dari usaha untuk berperang (jus ad bellum) di

    satu sisi dan maksud tindakan dalam berperang (jus in bello) di lain sisi. Kedua

    prinsip ini didasarkan pada usaha sebelum mengambil jalan berperang dan untuk

    tindakan dalam perang sedang dilakukan.51 Prinsip-prinsip ini juga tidak lain

    merupakan syarat moral yang mulai muncul dari pemikiran Agustinus hingga

    berkembang dengan dipengaruhi oleh pemikiran tokoh-tokoh kontemporer yang

    mempunyai tujuan untuk melengkapi pemikiran-pemikiran yang telah

    berkembang sebelumnya dan terangkum dalam prinsip-prinsip sebagai berikut.

    5.1 Jus ad bellum

    Jus ad bellum merupakan kumpulan prinsip yang membenarkan

    pengambilan jalan untuk berperang, yang didalamnya terdapat enam prinsip,

    tiga prinsip pertama bersifat deontologis sedangkan tiga prinsip selanjutnya

    bersifat jaminan untuk konsekuensi yang terbaik. Prinsip-prinsip itu sebagai

    berikut.

    • Memiliki alasan yang adil

    Syarat pertama ini memperhatikan dengan jelas dan nyata adanya

    bahaya yang dihadapi oleh pihak yang akan memutuskan untuk                                                                                                                

    50 James T. Johnson. Just War Tradition and the Restraint of War….,  201-203  51 R.E. Santoni, “The Nurture of War, Just War Theory’s Contribution…., 88

  •   29  

    berperang. Perang juga mungkin dilaksanakan karena telah dilakukan

    penyerangan terlebih dahulu terhadap pihak tersebut. Alasan yang

    dianggap adil ini mempunyai maksud untuk melindungi dan

    mempertahankan hidup orang-orang yang tidak bersalah, untuk

    menuntut hak yang secara salah telah diambil dengan tujuan

    memelihara keadaan dan nilai-nilai yang penting untuk keberadaan

    manusia yang layak.

    • Diusahakan oleh otoritas yang sah

    Keputusan untuk berperang harus dilakukan dengan otoritas yang sah

    walaupun itu merupakan sebuah deklarasi publik. Misalnya,

    diumumkan oleh pihak yang mempunyai tanggung jawab untuk

    mempertahankan kebaikan umum. Mereka ini yang dipercayai oleh

    umum untuk menyatakan pembolehan dalam penggunaan kekerasan

    atau mengadakan perang.

    • Memiliki tujuan yang benar.

    Tujuan yang benar untuk berjuang dalam perang timbul karena

    adanya sebab yang dianggap adil. Tujuan yang dimaksud yaitu

    mencapai perdamaian dengan menghindari tindakan destruktif yang

    dapat timbul.

    • Adanya proporsionalitas (kesebandingan)

    Tanggapan terhadap pernyataan untuk perang haruslah sebanding.

    Maksudnya, membandingkan pentingnya kebaikan yang dapat

    diperoleh melalui perang yang akan dilakukan dibandingkan dengan

    kejahatan yang kemungkinan besar akan terjadi. Dalam pengiraan

  •   30  

    yang dilakukan, haruslah membandingkan semua kerusakan yang

    dialami dengan melakukan perhitungan kerugian.

    • Merupakan usaha akhir

    Perang diajukan untuk dilaksanakan setelah semua alternatif yang

    damai telah digunakan untuk mempertahankan keadaan dan nilai-nilai

    yang harus dilindungi.

    • Kemungkinan Keberhasilan

    Perang yang akan dilakukan bukan atas dasar yang tidak logis,

    diramalkan sia-sia dan tidak sebanding. Tetapi, diperkirakan berhasil

    dengan mencapai tujuan dari perang yang akan dilaksanakan atau

    dengan kata lain adanya kemungkinan keberhasilan dalam

    menyelesaikan kejahatan melalui perang.

    5.2 Jus in bello

    • Proporsionalitas

    Keadilan dalam perang mensyaratkan pertama-tama melihat pada

    kesebandingan ketika perang berlangsung. Didalam perang digunakan

    alat-alat atau sarana perang. Penggunaaan alat-alat perang mempunyai

    tujuan untuk memperkecil kehancuran dan jumlah orang yang luka dan

    tewas dan yang digunakan harus tidak lebih besar dibandingkan

    dengan sasaran perang. Penggunaan sarana perang harus sesuai dengan

    tujuan dan maksud dari perang dilakukan.

    • Diskriminasi

    Yang kedua dalam jus in bello ini mensyaratkan adanya perbedaan

    terhadap orang yang tidak ikut berperang. Perbedaan ini dilakukan

  •   31  

    dengan perlindungan terhadap warga sipil dan orang yang tidak ikut

    berperang.52

    6. Tujuan Just War

    Duncan Forrester menyatakan bahwa teori Just War diuraikan berdasarkan

    kecenderungan orang Kristen untuk melawan kekerasan dengan memiliki tujuan

    untuk pendamaian melalui penetapan dan pengendalian kekerasan atau dapat

    dikatakan sebagai model alternatif resolusi konflik.53 Dari prinsip-prinsip just

    war yang dikembangkan, Miller menyatakan bahwa just war memberikan sebuah

    kerangka moral tidak hanya yang dapat digunakan untuk pemimpin politik dan

    pekerja militer tetapi juga untuk tanggung jawab warga penduduk kota dalam

    kehidupan umum. Prinsip-prinsip ini memungkinkan penduduk kota untuk

    mempertanyakan penyebab perang, otoritas, tujuan, waktu dan resiko, dan dapat

    memikirkan tentang metode perang yang layak atau sebaliknya yang tidak tepat.

    Oleh karena itu, penduduk negara maupun kota mempunyai tonggak dalam just

    war sepanjang mereka memiliki bagian dalam kekuasaan yang bersifat umum

    dan adanya kebutuhan terhadap moral sosial yang berkaitan dengan masalah

    masyarakat umum.54

    Berkaitan dengan sebuah negara, maka just war yang digerakan oleh prinsip-

    prinsipnya, memberikan norma-norma yang menilai kebijakan politis dan

    tindakan perang. 55 Selain itu, melalui teori ini, diusahakan untuk dapat

    memahami bagaimana perang dan penggunaan peralatan didalamnya dapat

                                                                                                                   52 ibid., 90 53 James Turner Johnson, Can Modern War be Just….,159 54 Richard B. Miller, “Just War, Civic Virtue, and Democratic Social Criticism…., 2 55 ibid.,6

  •   32  

    dikendalikan dan diarahkan kepada tujuan untuk terciptanya perdamaian dan

    keadilan.

    Secara umum, prinsip-prinsip dalam just war membuka pemikiran tentang

    moralitas dan perang. Paling tidak, hal ini mewakili cara berpikir kita

    terkhususnya pertanyaan-pertanyaan yang harus diajukan tentang kemungkinan

    menggunakan kekuatan (bersenjata) untuk melindungi nilai-nilai yang dianggap

    penting.

    7. Kesimpulan

    Pada awal perkembangannya, just war ini lebih bersifat teologis, yang ketika

    itu penerimaan teologis terhadapnya, ditunjukan sebagai dasar untuk pengajaran

    gereja tentang perang. Di dalam perkembangan kemudian, teori ini dipadukan

    dengan pemikiran yang bersifat filosofis. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa

    just war merupakan hukum dasar yang secara esensial didalam perkembangannya

    dipengaruhi oleh perspektif teolog Kristen pada satu sisi dan hukum yang bersifat

    normatif pada sisi lain.

    Agustinus disebutkan oleh banyak ahli sebagai tokoh awal yang

    mengembangkan tentang just war. Namun sayangnya, ia tidak mencoba untuk

    menjawab semua kemungkinan pertanyaan dan meninggalkan banyak

    kekurangan-kekurangan yang menganga dalam pengajarannya tentang perang.

    Karena ia pun tidak menguraikannya secara luas seperti yang ia lakukan terhadap

    pokok pikirannya yang lain. Terlepas dari hal ini, inti dari pemikirannya yaitu

    bahwa penggunaan kekuatan dibenarkan dalam tanggapannya terhadap sebuah

    keluhan demi keadilan sipil dan dilakukan ketika diumumkan secara sah oleh

    otoritas yang tepat. Agustinus ketika itu pun belum merumuskan prinsip-prinsip

  •   33  

    yang sistematis dari pemikirannya tentang just war ini. Perumusan yang jelas ini

    disusun kemudian oleh Thomas Aquinas dengan memberikan 3 kriteria yaitu

    sebab yang adil, dinyatakan oleh otoritas yang sah dan adanya tujuan yang benar.

    Namun, jika dihubungkan antara keriteria yang diberikan oleh Aquinas dengan

    pemikiran Agustinus, maka dapat dilihat bahwa ketiga kriteria yang dimunculkan

    oleh Aquinas merupakan lanjutan persetujuannya terhadap pemikiran yang

    dikembangkan oleh Agustinus. Otoritas yang sah, alasan yang dianggap adil dan

    termasuk tujuan yang benar telah dikembangkan oleh Agustinus sebelumnya,

    walaupun tidak ditulisnya secara sistematis, sehingga dipahami bahwa Agustinus

    mengembangkan hanya pada dua kriteria. Pemikirannya tentang tujuan yang

    benar yang diikuti oleh Aquinas dapat terlihat dalam tulisannya pada De Verbis

    Domini, yakni keinginan untuk kedamaian.

    Diikuti dengan perkembangannya pada masa kini, para pemikir just war

    kelihatan setuju dalam mengikuti syarat atau keadaan untuk sebuah keadilan dari

    pengambilan jalan untuk perang,56 seperti yang telah dijelaskan oleh para pemikir

    klasik, Agustinus dan Aquinas. Tetapi tidak hanya berhenti pada tiga kriteria

    yang diberikan, para pemikir kontemporer ini memberikan kriteria-kriteria yang

    lainnya dalam menyepakati tentang just war, yang disebut prinsip-prinsip just

    war. Sesuai dengan prinsip-prinsip just war, sebelum dan didalam perang pun,

    terdapat norma-norma etik tertentu yang harus diperhatikan. Prinsip-prinsip yang

    dilengkapi oleh para pemikir kontemporer antara lain yaitu proporsionalitas

    (sebanding), usaha akhir dan kemungkinan keberhasilan yang dimasukan bersama

    tiga prinsip yang telah dikembangkan sebelumnya, kemudian diikuti dua prinsip

    yakni proporsionalitas dan diskriminasi sebagai prinsip ketika perang dilakukan.

                                                                                                                   56 R.E. Santoni, “The Nurture of War, Just War Theory’s Contribution….,86

  •   34  

    Oleh karena itu, prinsip-prinsip ini merupakan upaya untuk membedakan cara-

    cara yang dapat dibenarkan dengan yang tidak dapat dibenarkan dalam perang

    yang dianggap adil.

    Melihat pada prinsip yang dikembangkan oleh para pemikir kontemporer,

    maka ada beberapa prinsip yang yang berhubungan dengan pemikir klasik.

    Prinsip yang pertama yakni, usaha akhir, sesungguhnya telah dikemukakan

    sebelumnya oleh Agustinus dalam pernyataannya bahwa ia meratapi tentang

    adanya perang, namun baginya perang dibolehkan ketika dalam keadaan terpaksa.

    Prinsip kedua yang berhubungan yakni proporsionalitas yang sebelumnya telah

    dikatakan oleh Agustinus bahwa perang dilakukan atas dasar ketidakadilan yang

    telah dilakukan oleh para penyerang, membutuhkan penggunaan kekerasan pula

    untuk tidak membiarkan kejahatan terus dilakukan oleh penyerang. Kemungkinan

    berhasil dan kesebandingan/proporsionalitas dalam jus ad bellum, yang

    dimasukkan dalam prinsip-prinsip just war oleh para pemikir kontemporer

    ternyata juga merupakan bagian pemikiran yang telah Agustinus paparkan dalam

    pentingnya sebuah alasan yang dianggap adil untuk berperang. Dari beberapa hal

    ini, maka pemikiran para tokoh kontemporer merupakan perkembangan dari

    pemikiran para tokoh klasik, walaupun terdapat juga perkembangan yang berbeda

    dengan sebelumnya, yaitu dalam tulisan Agustinus, just war diterapakannya

    dalam sebuah negara, sedangkan dalam pemikiran kontemporer, just war pun

    dapat diterapkan dalam perang antarkelompok dengan memenuhi prinsip-prinsip

    yang ada.

    Berkembang dari pandangan Agustinus yang dilanjutkan dengan prinsip-

    prinsip yang dirumuskan oleh tokoh-tokoh yang kemudian ini, just war secara

    mendasar mencenderungkan manusia untuk mempertimbangkan dan memikirkan

  •   35  

    martabat individu dan hak-haknya dalam negara maupun dalam kelompok

    masyarakat ketika menghadapi situasi perang.57 Hal ini mewujud dalam prinsip

    just war seperti pada upaya bagaimana kekerasan dan kekuatan dapat

    dikendalikan dan pada akhirnya ditujukan pada upaya untuk menciptakan

    perdamaian dan keadilan. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa kepedulian dari

    just war adalah perlindungan terhadap orang-orang yang tidak bersalah,

    penyusunan aturan-aturan yang dapat membatasi jatuhnya korban terkait

    pelaksanaan perang di dalam batas-batas yang ditetapkan tersebut.

                                                                                                                   57  Richard B. Miller, “Just War, Civic Virtue, and Democratic Social Criticism…., 6