BAB II KAJIAN TEORI - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0710053_bab2.pdf · buku...
Transcript of BAB II KAJIAN TEORI - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0710053_bab2.pdf · buku...
9
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Tinjauan Perancangan
1. Pengertian Perancangan.
Pengertian Perancangan menurut Bin Ladjamudin (2005:39) dalam
bukunya yang berjudul Analisis dan Desain Sistem, adalah sebagai berikut:
“Tahapan perancangan (design) memiliki tujuan untuk mendesain sistem baru
yang dapat menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi perusahaan yang
diperoleh dari pemilihan alternatif sistem yang terbaik”. Perancangan adalah suatu
proses yang bertujuan untuk menganalisis, menilai memperbaiki dan menyusun
suatu sistem, baik sistem fisik maupun non fisik yang optimum untuk waktu yang
akan datang dengan memanfaatkan informasi yang ada. Perancangan suatu alat
termasuk dalam metode teknik, dengan demikian langkah-langkah pembuatan
perancangan akan mengikuti metode teknik. Merris Asimov menerangkan bahwa
perancangan teknik adalah suatu aktivitas dengan maksud tertentu menuju kearah
tujuan dari pemenuhan kebutuhan manusia, terutama yang dapat diterima oleh
faktor peradaban kita. Dari definisi tersebut terdapat tiga hal yang harus
diperhatikan dalam perancangan yaitu :
a. Aktifitas dengan maksud tertentu,
b. Sasaran pada pemenuhan kebutuhan manusia dan,
c. Berdasarkan pada pertimbangan yang ada.
10
Dalam membuat suatu perancangan produk atau alat, perlu mengetahui
karakteristik perancangan dan perancangnya. Beberapa karakteristik perancangan
adalah sebagai berikut :
a. Berorientasi pada tujuan
b. Variform, Suatu anggapan bahwa terdapat sekumpulan solusi yang
mungkin terbatas, tetapi harus dapat memilih salah satu ide yang diambil.
c. Pembatas. Dimana pembatas ini membatasi jumlah solusi pemecahan
diantaranya :
1) Hukum alam seperti ilmu fisika, ilmu kimia dan seterusnya.
2) Ekonomis; pembiayaan atau ongkos dalam meralisir rancangan yang
telah dibuat
3) Perimbangan manusia; sifat, keterbatasan dan kemampuan manusia
dalam merancang dan memakainya.
4) Faktor-faktor legalisasi: mulai dari model, bentuk sampai hak cipta.
5) Fasilitas produksi: sarana dan prasarana yang dibtuhkan untuk
menciptakan rancangan yang telah dibuat.
6) Evolutif; berkembang terus/ mampu mengikuti perkembangan zaman.
7) Perbandingan nilai: membandingkan dengan tatanan nilai yang telah
ada.
Sedangkan karakteristik perancang merupakan karakteristik yang harus
dipunyai oleh seorang perancang antara lain:
a. Mempunyai kemampuan untuk mengidentifikasikan masalah.
11
b. Memiliki Imajinasi untuk meramalkan masalah yang mungkin akan
timbul.
c. Berdaya cipta.
d. Mempunyai kemampuan untuk menyederhanakan persoalan.
e. Mempunyai keahlian dalam bidang Desain, Kreatif atau Seni tergantung
dari jenis rancangan yang dibuat.
f. Dapat mengambil keputusan terbaik berdasarkan analisa dan prosedur
yang benar.
g. Mempunyai sifat yang terbuka (open minded) terhadap kritik dan saran
dari orang lain.
Proses perancangan yang merupakan tahapan umum teknik perancangan
dikenal dengan sebutan NIDA, yang merupakan kepanjangan dari Need, Idea,
Decision dan Action. Artinya tahap pertama seorang perancang menetapkan dan
mengidentifikasi kebutuhan (need). Sehubungan dengan alat atau produk yang
harus dirancang. Kemudian dilanjutkan dengan pengembangan ide-ide (idea)
yang akan melahirkan berbagai alternatif untuk memenuhi kebutuhan tadi
dilakukan suatu penilaian dan penganalisaan terhadap berbagai alternatif yang
ada, sehingga perancang akan dapat memutuskan (decision) suatu alternatif yang
terbaik. Dan pada akhirnya dilakukan suatu proses pembuatan (action).
Perancangan suatu peralatan kerja dengan berdasarkan data antropometri
pemakainya betujuan untuk mengurangi tingkat kelelahan kerja, meningkatkan
performansi kerja dan meminimasi potensi kecelakaan kerja (Mustafa,Pulat,
Industrial ergonomics case studies, 1992)
12
Tahapan perancangan sistem kerja menyangkut work space design dengan
memperhatikan faktor antropometri secara umum ( Roebuck J, 1995) adalah:
a. Menentukan kebutuhan perancangan dan kebutuhannnya (establish
requirement).
b. Mendefinisikan dan mendeskripsikan populasi pemakai.
c. Pemilihan sampel yang akan diambil datanya.
d. Penentuan kebutuhan data.
Berdasarkan definisi-definisi maka penulis dapat mengambil simpulan
bahwa perancangan adalah suatu proses untuk membuat dan mendesain sistem
yang baru.
B. Tinjauan tentang Coffee-Table Book
1. Pengertian Buku, Sejarah, dan Peran Buku
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mendefinisikan bahwa,
buku merupakan lembar kertas berjilid, berisi karya tulis yang dikomposisikan
memiliki fungsi untuk memberikan informasi bagi orang yang membacanya.
Buku bacaan memiliki tujuan untuk menyajikan keseluruhan cerita secara
berurutan dengan kualitas yang maksimal, yang ditunjukkan dari aspek verbal dan
visualnya.
Pengertian buku dalam buku Layout Dasar dan Penerapannya karangan
Surianto Rustan, S.Sn menuliskan buku, berisi lembaran halaman yang cukup
banyak sehingga lebih tebal daripada booklet. Berbeda dengan booklet yang bisa
hanya dijilid dengan strapless atau juga tidak dijilid karena cuma terdiri dari
13
beberapa lembar, pada buku penjilidan yang baik merupakan keharusan agar
lembar-lembar kertasnya tidak tercerai-berai.
2. Sejarah Buku
Sejarah dunia perbukuan menurut Joko D. Muktiono, dalam bukunya Aku
Cinta Buku menyebutkan bahwa adanya buku telah dimulai sejak lama sebelum
Johann Guttenberg menemukan mesin cetaknya yang pertama pada pertengahan
abad 15. Kedudukan buku menjadi tak tergoyahkan karena hubungannya erat
dengan agama. Suatu agama dapat mencapai pemeluknya tentunya dengan adanya
sebuah kitab dalam bentuk buku. Maka tidak heran apabila buku mendapatkan
kehormatan yang luar biasa sebagai dokumen yang berisi ajaran agaman dan buku
selanjutnya sering dianggap sebagai sumber kebenaran. Sejarah mencatat kesan
positif yang ditimbulkan oleh buku Books That Changed The World, seperti karya
Albert Einstein Secial Theory of Relativity yang telah mengubah pandangan
khalayak tentang ruang dan waktu, zat dan energi. Implikasi dari buku tersebut
telah menjungkirbalikkan anggapan lama dan menunjukkan arah baru dalam
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
3. Peran Buku
Pemanfaatan buku sebagai media informasi sudah sangat umum. Menurut
Surianto Rustan, S.Sn dalam buku Layout Dasar dan Penerapannya, menyatakan
bahwa fungsi buku adalah menyampaikan informasi, berupa cerita, sejarah,
oengetahuan, laporan, dan lain-lain. Buku dapat menampung banyak informasi
tergantung jumlah halaman yang dimilikinya.
14
Buku mempunyai peran yang tidak penting dalam mendorong
perkembangan sosial, budaya, teknologi, politik, dan ekonomi. Buku bacaan
tersebut bermanfaat untuk menumbuhkembangkan masyarakat yang semakin
cerdas, mengembangkan intelektualitasnya, juga kreatifitas serta membentuk pola
pikir dan budaya masyarakat. Namun, buku juga dapat menjadi tidak berguna
apabila berorientasi pada kepentingan pribadi dan tidak berorientasi kepada
kepentingan dan manfaatnya bagi masyarakat umum sehingga buku bacaan harus
memperhatikan segmennya, tujuan apa yang dikehendaki dan metode apa yang
dipergunakan serta apakah dengan metode tersebut segmen konsumennya dapat
menyerap dengan baik isi buku.
4. Buku Sebagai Wahana Pelestarian Budaya.
Mengutip pengantar redaksi Ar-Ruzz Media (Suwarno,2010) bahwa
peradaban manusia memang selalu sekelindan dengan perjalanan sejarah manusia.
Ia tidak akan terbina tanpa tradisi “budaya ilmu” yang meliputi tradisi kehidupan
perpustakaan, tulis menulis, dan buku. Dengan kata lain, peradaban sebuah bangsa
akan ditulis dengan tinta emas bila budaya ilmu tersebut mendapat prioritas utama
di dalamnya. Dari situlah muara peradaban terbentuk.
Sebagai entitas ilmu kebudayaan, eksistensi buku sangatlah penting. Buku
bukan sekedar karya kreasi manusia dalam menginterpretasikan peradaban dan
kebudayaan yang ada, tetapi juga mengusung peradaban baru. Bila kita hidup
tanpa buku, tentu sejarah diam, sastra bungkam, saint lumpuh dan seni
kebudayaan tenggelam. Buku adalah mesin perubahan, jendela dunia, “ mercusuar
yang dipancangkan di samudra waktu” (Barbara Tuchman)
15
Pada era perkembangan teknologi yang amat canggih dewasa ini pun ,
dimana kemajuan peradaban pikir juga semakin tinggi terdapat berbagai sarana
untuk mendokumentasikan informasi , namun tidak dapat kita pungkiri bahwa
buku merupakan dokumen paling sederhana dan paling familiar bagi masyarakat
dan mungkin salah satu sarana yang tidak dapat sepenuhnya tergantikan oleh
sarana penyimpan informasi yang lain.
Pada hakekatnya buku bukan hanya sekedar suatu benda berupa kumpulan
kertas tempat menitipkan hasil pemikiran, ide atau gagasan orang dalam karya
tulis/cetak lain, karya rekam atau sumber informasi elektronik yang tertata rapi di
atas rak-rak mati yang pasif, namun buku merupakan ruang yang dinamis, aktif,
hidup dan berdaya guna mengkonstruksi sikap budaya manusia dari masa ke
masa.
Buku dari masa ke masa memang tidak lepas dari perkembangan budaya
umat manusia, karena itu buku sangat erat kaitannya dengan kebudayaan dan
masyarakat, bahkan dapat dikatakan bahwa buku merupakan produk dari
kebudayaan itu sendiri dan keberadaannya untuk melayani masyarakat.
Buku sebagai wahana pelestarian budaya sejalan dengan penjelasan dalam
Undang-undang Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan, bahwa keberadaan
buku tidak dapat dipisahkan dari peradaban dan budaya umat manusia. Buku
sebagai sistem pengelolaan rekaman gagasan, pemikiran , pengalaman dan
pengetahuan manusia, mempunyai fungsi utama melestarikan hasil budaya umat
manusia tersebut, khususnya yang berbentuk dokumen karya cetak dan karya
16
rekam. Kemudian melalui bukulah penyampaian gagasan, pemikiran, pengalaman
dan pengetahuan tersebut kepada generasi selanjutnya.
Oleh karena itu sudah sewajarnya buku ditempatkan sebagai institusi
budaya yaitu suatu media dimana seseorang berkunjung untuk mengembangkan
dan memelihara budayanya melalui kegiatan membaca , mengumpulkan informasi
dan mampu menulis atau menciptakan lagi sesuatu yang berguna untuk dirinya
maupun untuk meningkatkan pengetahuan orang lain.
Kegiatan membaca salah satunya tentu saja berhubungan dengan buku
yang merupakan rekaman hasil pemikiran manusia yang sampai saat ini masih
merupakan komponen yang paling dominan dalam koleksi perpustakaan.
Menurut Purwono, sejak dulu buku telah membuktikan fungsinya yang sangat
efektif sebagai wadah memori manusia dan pranata ilmu pengetahuan. Buku
merupakan wadah untuk menampilkan dan memelihara warisan budaya bangsa
dan juga alat ampuh untuk menyebarkan budidaya tersebut kepada masyarakat.
Selanjutnya Purwono juga menuliskan bahwa ditemukannya buku menjadi
langkah penting dalam perkembangan cara berfikir. Munculnya tradisi tulis
dengan media buku membuat sistem pewarisan ilmu pengetahuan berlangsung di
lingkungan masyarakat. Buku yang memungkinkan tulisan dalam komunitas besar
disatukan dan disimpan serta pengetahuan abstrak universal struktural dapat
berkembang. Buku adalah prasyarat untuk muncul dan berkembangnya ilmu
pengetahuan dalam semua dimensi.
Ada berbagai teori mengenai hubungan bahasa dan kebudayaan. Ada yang
mengatakan bahasa itu merupakan bagian dari kebudayaan, tetapi ada pula yang
17
mengatakan bahwa bahasa dan kebudayaan merupakan dua hal yang berbeda,
namun mempunyai hubungan yang sangat erat, sehingga tidak dapat dipisahkan.
Ada yang mengatakan bahwa bahasa sangat dipengaruhi kebudayaan,
sehingga segala hal yang ada dalam kebudayaan akan tercermin di dalam bahasa.
Sebaliknya, ada juga yang mengatakan bahwa bahasa sangat dipengaruhi
kebudayaan dan cara berpikir manusia atau masyarakat penuturnya.
Menurut Koentjaraningrat sebagaimana dikutip Abdul Chaer dan Leonie
dalam bukunya Sosiolinguistik bahwa bahasa bagian dari kebudayaan. Jadi,
hubungan antara bahasa dan kebudayaan merupakan hubungan yang subordinatif,
di mana bahasa berada dibawah lingkup kebudayaan. Namun pendapat lain ada
yang mengatakan bahwa bahasa dan kebudayaan mempunyai hubungan yang
koordinatif, yakni hubungan yang sederajat, yang kedudukannya sama tinggi.
Masinambouw menyebutkan bahwa bahasa dan kebudayaan merupakan
dua sistem yang melekat pada manusia. Kalau kebudayaan itu adalah sistem yang
mengatur interaksi manusia di dalam masyarakat, maka kebahasaan adalah suatu
sistem yang berfungsi sebagai sarana berlangsungnya interaksi itu.
Dengan demikian hubungan bahasa dan kebudayaan seperti anak kembar
siam, dua buah fenomena sangat erat sekali bagaikan dua sisi mata uang, sisi yang
satu sebagai sistem kebahasaan dan sisi yang lain sebagai sistem kebudayaan.
5. Buku sebagai CoffeeTable Book
Ada berbagai teori mengenai coffeetable book. Menurut Abdul Chaer dan
Leonie dalam bukunya Sosiolinguistik, CoffeeTable Book adalah lembar kertas
berjilid, berisi karya tulis yang dikomposisikan memiliki fungsi untuk
18
memberikan informasi (dalam hal ini kebanyakan adalah sejarah atau
dokumentasi sebuah perjalanan budaya) bagi orang yang membacanya.
CoffeeTable book memiliki tujuan untuk menyajikan keseluruhan cerita/
kronologi/ sejarah suatu budaya secara berurutan dengan kualitas yang maksimal,
yang ditunjukkan dari aspek verbal dan visualnya.
Kedudukan coffeetable book menjadi tak tergoyahkan karena
hubungannya erat dengan pelestarian suatu budaya. Suatu sejarah budaya dapat
mencapai masyarakat tentunya dengan adanya sebuah sajian rekam dalam bentuk
buku. Maka tidak heran apabila coffeetable book mendapatkan kehormatan yang
luar biasa sebagai dokumen yang berisi sejarah budaya dan buku selanjutnya
sering dianggap sebagai saksi dan dokumenter budaya yang paling sederhana.
C. Tinjauan Tentang Tari
1. Pengertian Tari secara Umum.
Tari sering disebut juga “beksa”. Kata “beksa” berarti “ambeg” dan
“esa”. Kata tersebut mempunyai maksdu dan pengertian bahwa orang yang akan
menari haruslah benar-benar menuju satu tujuan, yaitu menyatu jiwanya dengan
pengungkapan wujud gerak yang luluh. Seni tari adalah ungkapan yang disalurkan
/ diekspresikan melalui gerak gerak organ tubuh yang ritmis, indah mengandung
kesusilaan dan selaras dengan gending iringannya.
Faktor esensial yang harus dikuasai atau dimiliki oleh seorang penari
sebagai pola dasar dan persyaratannya adalah kemampuan dan penguasaan jiwa.
19
Dari kedua bagian atau faktor yang mutlaj sebagai persyaratan yang harus
dikuasai oleh penari ini pada prinsipnya meliputi:
Wiraga, Wirama, Wirasa.
a. Wiraga
Wiraga sering disebut kemampuan peragaan merangkum di dalamnya
tentang kelenturan, penguasaan teknik gerak tari, dan penguasaan ruang serta
ungkapan gerak yang jelas dan bersih.
b. Wirama
Wirama adalah pengaturan tempo dan ritme yang penting dan erat
sekali hubungannya dengan irama. Irama yang timbul baik dari iringannya
ataupun irama yang langsung diatur oleh penari sendiri merupakan unsur
waktu yang benar-benar harus dipahami dan dikuasai oleh seorang penari.
Irama merupakan titik tolak atau landasan untuk bergerak. Setiap penari
dituntut dapat mengendalikan dan mengatur irama terutama tempo dan
ritmenya. Hal ini agar tarian yang sedang dibawakannya terlihat dan terasa
diamikanya, sehingga nilai-nilai yang terkandung pada tarian itu tetap utuh.
Selanjutnya penari yang mampu menguasai irama akan dapat memberikan
perspektif pada penonton serta menuntun pula untuk tetap menghayati dan
ikut merasakan setiap gerakan yang dilakukanny. Begitu pula sebaliknya
penari yang tidak baik adalah penari yang bergerak (menari) diluar irama tari
dan iringannya.
20
c. Wirasa
Wirasa adalah aspek yang bersifat rohanilah (kejiwaan) yang
memberikan dan mampu mendukung secara keseluruhan pada tarian yang
dibawakan. Di dalam wirasa atau penguasaan jiwa ini bagi penari yang baik,
wajib memiliki kemampuan daya peka yang tinggi, antara lain meliputi : daya
pikir, daya imajinasi, pemusatan pikiran, rasa mental atau laku yang disertai
adanya keseimbangan dan kesinambungan yang luluh dari berbagai unsur
atau elemen tari.
Karena tari adalah seni, maka walaupun substansi dasarnya adalah
gerak, tetapi gerak gerak didalam tari itu bukanlah gerak yang realistis,
melainkan gerak yang telah diberi bentuk ekspresif. Menurut Susanne
K.Langer dalam bukunya Problem of Art bentuk ekspresif itu, ialah bentuk
yang diungkapkan manusia untuk dinikmati dengan rasa. Gerak-gerak
ekspresif ialah gerak-gerak yang indah, yang bisa menggetarkan perasaan
manusia. Adapun gerak yang indah, ialah gerak yang distilir, yang
didalamnya mengandung ritme tertentu.
Sementara, Sumandiyo Hadi, dalam bukunya yang berjudul Sosiologi
Tari, menyebutkan bahwa “ Seni Tari” adalah ekpresi manusia yang bersifat
estetis , kehadirannya tidak bersifat independen. Dilihat secara tekstual, tari
dapat dipahami dari bentuk dan teknik yang berkaitan dengan komposisinya
(analis bentuk atau penataan koreografinya) atau teknik penarinya (analisis
cara melakukan atau keterampilan). Sementara dilihat secara kontekstual
yang berhubungan dengan ilmu sosiologi maupun antropologi, tari adalah
21
bagian imanent dan integral dari dinamika sosio-kultural masyarakat (Hadi,
2005: 13)
Seni tari adalah ciptaan manusia berupa gerak-gerak ritmis yang indah.
Memang keindahan menjadi unsur pokok dalam membicarakan masalah seni,
bahkan seolah-olah mutlak musti harus ada dalam seni termasuk seni tari. Seperti
pernah disebutkan dalam definisi tari klasik jawa oleh Soerjodiningrat, dalam
bukunya Babad Lan Mekaring Joged Jawi yaitu “Ingkang kawastanan joged
inggih punika ebahing sadhaya sarandhuning badhan kasarengan ungeling
gangsa (gamelan) katata pikantuk wiramaning gendhing, jumbuhing pasemon
kalayan pikajenging joged.”
Definisi itu mengandung makna bahwa keindahan tari tidak hanya
keselarasan gerakan-gerakan badan dengan iringan musik gamelan saja. Tetapi
seluruh ekspresi itu harus mengandung maksud-maksud isi tari yang dibawakan.
Dengan demikian yang dimaksud dengan “keindahan” seni tari, ternyata harus
mengandung isi, makna atau pesan tertentu (Hadi, 2005: 12-15).
Seni tari tradisional sendiri berakar dari tradisi kebudayaan dimana dalam
penggarapannya dilakukan sedikit perubahan agar terkesan tidak monoton. Seni
tari tradisonal yang ada dari jaman ke jaman tanpa terhapus oleh waktu dan setiap
cerita serta gerakanya selalu sama.
Jika tubuh tertanam, tapi tetap mencoba bergerak, maka akan terjadi
tegangan didalamnya, Tegangan terganjil dari spiral dan liukan. Tegangan yang
memanjang, memendek. Tegangan menantang, bersekutu. Tubuh hampir terlepas
dari kaki-kakinya yang nyarus tak pernah bergerak dan selalu tertanam. Itulah
22
gerakan tari tradisional yang disajikan lemah lembut mengayun dalam suasana
yang digambarkan tergantung dari cerita yang dibawakan oleh si penari.
Namun pada kenyataannya, Indonesia beberapa tahun belakangan ini yang
seolah terjebak di pendangkalan gagasan dan miskinnya wawasan tentang
persoalan-persoalan seputar tari (tubuh, ruang, gerak, diskusi / dialog diskursif
tentang tema-tema naratif) kemampuan koreografik (seperti dalam menjemahkan
gagasan ke dalam abstraksi dan stilasi), miskinnya wawasan maupun kosongnya
wacana baik tentang sejarah tari tradisional / klasik di Indonesia. Maupun
problematika-problematika yang mengitarinya terkesan bersikap a-historis,
melepaskan diri dari terobosan awal yang dirintis oleh genealogi para penari /
koreografer di masa lampau , yang justru membentuk lineage atau garis keturunan
dimana sejarah penulisan tari tradisional di negeri ini pertama-tama ditorehkan.
Realitas itu barangkali karena alasan bahwa seni pertunjukan yang
dipersembahkan oleh kalangan seniman jauh dari kemasan hiburan segar
sebagaimana yang diharapkan sekaligus diinginkan oleh sebagian besar warga
masyarakat.
Itulah barangkali juga cermin bahwa rakyat di negeri ini saat ini memang
membutuhkan hiburan-hiburan segar tanpa mau dibebani pemikiran pemikiran
yang membenai hidup mereka namun masih mengangkat tinggi nilai nilai tradisi
yang ada di lingkungan mereka agar tidak terlupakan oleh jaman.
2. Jenis-jenis Tari
a. Berdasarkan Pola Garapannya
Ada dua jenis, yaitu :
23
1) Tari Tradisional
Ialah semua tarian yang telah mengalami perjalanan sejarah yang yang
cukup lama, yang selalu bertumpu pada pola-pola tradisi yang telah
ada.
Tari Tradisional masih bisa dibagi lagi menjadi tiga, yaitu :
a) Tari Primitif
Ialah tarian yang lebih merupakan ungkapan kehendak atau
keyakinan dan semua gerak dimaksudkan untuk tujuan tertentu.
b) Tari Rakyat
Ialah tarian yang masih berpijak kepada unsur budaya.
c) Tari Klasik
Ialah tari yang semula berkembang di kalangan raja dan bangsawan
dan telah mencapai kristalisasi artistik yang tinggi dan juga
memiliki nilai tradisional.
2) Tari Kreasi Baru ( Tari Modern)
Ialah yang mengarah kepada kebebasan dalam pengungkapan teknik
gerak diatas pentas, da tidak berpijak pada pola tradisi lagi.
b. Berdasarkan Fungsinya
Ada tiga jenis, yaitu :
1) Tari Upacara
Ialah tari yang khusus berfungsi sebagai sarana upacara dan adat, serta
banyak terdapat di daerah-daerah yang masih bertradisi kuat.
Contoh : Tari upacara adat agama Hindu di Bali
24
2) Tari Bergembira atau Tari Pergaulan
Ialah tari yang berfungsi sebagai sarana mengungkapkan rasa gembira
atau pergaulam.
Contoh : Tari Tayub dari Jawa Tengah, Tari Ronggeng dari Jawa
Barat, Ballroom Dance (tari pergaulan import dari barat)
3) Tari Teatrikal
Ialah tari yang garapannya khususnya untuk pertunjukkan (performing
art) dan diselenggarakan di tempat pertunjukan (teater)
c. Berdasarkan Bentuk Koreografinya
Ada tiga jenis, yaitu :
1) Tari Tunggal (Solo)
Ialah Tari yag hanya dibawakan oleh satu orang.
2) Tari Duet (Pas De Duex)
Ialah tari yang dibawakan berpasangan oleh dua orang.
3) Tari Kelompok (Group Choreography)
Ialah tari yang dibawakan berkelompok atau lebih dari dua orang.
d. Berdasarkan Tema
Ada dua jenis, yaitu :
1) Tari Dramatik
Ialah tari yang bercerita, baik taru untuk dilakukan oleh seorang
penari maupun oleh beberapa orang penari.
Contoh : Langendriyan dari Surakarta, Langen Mandra Wanara dari
Yogyakarta, Sendratari dari Jawa, dan lain-lain.
25
2) Tari Non Dramatik
Ialah tari yang tidak menyampaikan cerita atau drama.
Contoh : Tari Pendet dari Bali, Tari Tayub dari Jawa Tengah, Tari
Gending Sriwijaya dari Sumatera Selatan, dan lain-lain.
3. Fungsi Tari dalam Masyarakat
Secara luas, tari dapat berfungsi bermacam-macam dalam kehidupan manusia
antara lain sebagai berikut :
a. Sebagai sarana dalam upacara keagamaan dan upacara adat.
Baik tarian keagamaan, maupun tarian adat mempunyai sifat yang
sakral atau suci, bahkan ada pila yang mengandung kekuatan magis,
seperti Tari Barong dari Bali, tari kelahiran dari Irian jaya, tari untuk
mendatangkan hujan dari Nusa Tenggara Timur, dan sebagainya. Lebih
jauh lagi tari-tarian utnuk upacara adat mempunyai peranan penting sekali
dalam penghidupan rohani masyarakat, yang akibatnya juga berpengaruh
besar pada kehidupan jasmani mereka.
b. Sebagai sarana untuk mengungkapkan kegembiraan atau pergaulan.
Mengenai perkembangan tari pergaulan yang sering pula disebut
juga sebagai tari sosial, ada satu gejala yang perlu diperhatikan. Tari sosial
atau pergaulan selalu berubah sesuai dengan jaman dan struktur
masyarakat pada masa itu. Maka dari itu sering terjadi tari pergaulan yang
beberapa tahun yang lalu sangat populer, sekarang sudah lenyap dan
diganti dengan bentuk yang lain atau yang baru (modern).
c. Sebagai seni tontonan atau seni pertujukan (performing art)
26
Disini tari lebih mengarah pada santapan estetis, yang akan lebih
banyak memberikan hiburn kepada manusia. Tetapi kata “hiburan” disini
perlu mendapatkan penjelasan, bahwa ada hiburan yang serius, dan ada
hiburan yang ringan, walaupun keduanya menurut John Martin harus bisa
memberikan kepuasan kepada perasan manusia. Pengertiannya, hiburan
tontonan yang serius disebut dengan istilah performance atau concert,
sedangkan hiburan ringan disebut show. Tetapi sekali lagi selama
keduanya merupakan seni pertunjukan, maka keduanya harus bisa
berkomunikasi dengan penonton.
D. Sanggar
1. Pengertian Sanggar
Sanggar dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia apabila diikuti dengan
kata “kerja” berarti tempat pertemuan untuk mengadakan tukar pikiran
tentang kegiatan tertentu. Dengan demikian sanggar tari merupakan tempat
untuk mengadakan kegiatan yang berhubungan dengan tari Karena di
dalamnya merupakan proses kegiatan pembelajaran tari antara pelatih tari dan
anak didik.
2. Fungsi Sanggar
Fungsi Sanggar Tari bagi masyarakat, khususnya kepada para siswanya
antara lain sebagai berikut :
a. Sebagai wadah kegiatan latihan tari, suatu tempat untuk mengenalkan
tari pada siswanya.
27
Dari tahap pengenalan, kemudian mereka tertarik untuk menciba dan
akhirnya mengakrabi serta merasa ikut memilki.
b. Melatih mental siswa agar tumbuh percaya diri yang kuat.
Hal ini terjadi pada saat siswa melakukan pentas, baik pentas kecil pada
saat ujian materi, maupun pada pentas-pentas besar lainnya.
c. Mengarahkan agar remaja mempunyai kegiatan yang lebih positif.
Dalam hal ini pembinaan tari dilakukan oleh sanggar-sanggar tari
merupakan upaya agar anak mempunyai kegiatan yang lebih positif.
d. Ikut melestarikan dan mengembangkan seni tari.
Usaha-usaha tersebut dilakukan dengan memberikan apresiasi berupa
pengalaman dengan cara mendidik ketrampilan menari, yang berupa
pemberian latihan tari.
E. Tinjauan tentang Aset Budaya
Budaya berasal dari kata Sansekerta “buddayah”, yang merupakan
bentuk jamak dari buddhi, yang berarti budi atau akal. Dengan demikian,
kebudayaan berarti hal-hal yang bersangkutan dengan akal. Adapun ahli
antropologi yang merumuskan definisi tentang kebudayaan secara sistematis dan
ilmiah adalah Taylor, yang menulis dalam bukunya: “Primitive Culture”, bahwa
kebudayaan adalah keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung
ilmu pengetahuan, kepercayaan, kesenian,moral, hukum, adat-istiadat, dan
kemampuan lain, serta kebiasaan yang di dapat olehmanusia sebagai anggota
masyarakat (Ranjabar, 2006). “Good enough” (dalam Kalangie, 1994)
28
mengemukakan, bahwa kebudayaan adalah suatu sistem kognitif, yaitu suatu
sistem yang terdiri dari pengetahuan, kepercayaan, dan nilai yang berada dalam
pikiran anggota-anggota individual masyarakat.
Dengan kata lain, kebudayaan berada dalam tatanan kenyataan yang
ideasional. Atau, kebudayaan merupakan perlengkapan mental yang oleh anggota-
anggota masyarakat dipergunakan dalam proses orientasi, transaksi,
pertemuan, perumusan, gagasan, penggolongan, dan penafsiran perilaku sosial ny
ata dalam masyarakat mereka. Definisi lain dikemukakan oleh Linton dalam
buku: “The Cultural Background of Personality”, bahwa kebudayaan adalah
konfigurasi dari tingkah lakuyang dipelajari dari hasil tingkah laku, yang unsur-
unsur pembentukannya didukungdan diteruskan oleh anggota masyarakat tertentu,
(Sukidin, 2005).Soemardjan dan Soemardi (dalam Soekanto, 2007) merumuskan,
kebudayaan sebagai semua hasil karya, rasa dan cipta masyarakat. Karya
masyarakat menghasilkan teknologi dan kebudayaan kebendaan atau kebudayaan
jasmaniah (material culture) yang diperlukan oleh manusia untuk menguasai alam
sekitarnyaagar kekuatan serta hasilnya dapat diabdikan untuk keperluan
masyarakat.
Roucek dan Warren (dalam Sukidin, 2005) mengatakan, “Bahwa
kebudayaan bukan saja merupakan seni dalam hidup , akan tetapi juga benda-
benda yang terdapat di sekeliling manusia yang dibuat manusia.”
Dengan demikian ia mendefinisikan kebudayaan sebagai cara hidup yang
dikembangkan oleh sebuah masyarakat guna memenuhi keperluan dasarnya untuk
dapat bertahan hidup, meneruskan keturunan dan mengatur pengalaman sosialnya.
29
Hal-hal tersebut adalah pengumpulan bahan-bahan kebendaan, pola organisasi
sosial, cara tingkah laku yang dipelajari, ilmupengetahuan, kepercayaan dan
kegiatan lain yang berkembang dalam pergaulan manusia.
Menurut Koentjaraningrat (2002) mengatakan, bahwa menurut ilmu
antropologi kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil
karyamanusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan millik diri
manusia dengan belajar. Dia membagi kebudayaan atas 7 unsur: sistem religi,
sistem organisasi kemasyarakatan, sistem pengetahuan, sistem mata pencaharian
hidup,sistem teknologi dan peralatan bahasa dan kesenian. Kesemua unsur budaya
tersebut terwujud dalam bentuk sistem budaya/adat-istiadat (kompleks budaya,
tema budaya,gagasan), sistem sosial (aktivitas sosial, kompleks sosial, pola sosial,
tindakan), dan unsur-unsur kebudayaan fisik (benda kebudayaan).
1. Sistem Religi Sistem
Religi meliputi kepercayaan, nilai, pandangan hidup, komunikasi
keagamaan dan upacara keagamaan. Definisi kepercayaan mengacu kepada
pendapat Fishbein dan Azjen (dalam Soekanto, 2007), yang menyebutkan
pengertian kepercayaan atau keyakinan dengan kata “belief ”, yang memiliki
pengertian sebagai inti dari setiap perilaku manusia. Aspek kepercayaan
tersebut merupakan acuan bagi seseorang untuk menentukan persepsi
terhadap sesuatu objek. Kepercayaan membentuk pengalaman, baik
pengalaman pribadi maupun pengalaman sosial.
Sifat-sifat nilai menurut Daroeso (dalam Kalangie, 1994) adalah
sebagai berikut :
30
a. Nilai itu suatu realitas abstrak dan ada dalam kehidupan manusia. Nilai
yang bersifat abstrak tidak dapat diindra. Hal yang dapat diamati hanyalah
objek yang bernilai.
b. Nilai memiliki sifat normatif, artinya nilai mengandung harapan, cita-cita,
dan suatu keharusan sehingga nilai nemiliki sifat ideal. Nilai diwujudkan
dalam bentuk norma sebagai landasan manusia dalam bertindak.
c. Nilai berfungsi sebagai daya dorong dan manusia adalah pendukung nilai.
Manusia bertindak berdasar dan didorong oleh nilai yang diyakininya.
2. Sistem Organisasi dan Kemasyarakatan.
Sistem kemasyarakatan atau organisasi sosial yang meliputi:
kekerabatan, organisasi politik, norma atau hukum, perkawinan, kenegaraan,
kesatuan hidup dan perkumpulan. Sistim organisasi adalah bagian
kebudayaan yang berisikan semua yang telah dipelajari yang memungkinkan
bagi manusia mengkoordinasikan perilakunya secara efektif dengan
tindakan-tindakan-tindakan orang lain (Syani, 1995). Kekerabatan merupakan
bagian yang sangat penting dalam struktur sosial. Kekerabatan suatu
masyarakat dapat dipergunakan untuk menggambarkan struktur sosial dari
masyarakat yang bersangkutan.
3. Sistem Pengetahuan
Spradlye (dalam Kalangie, 1994) menyebutkan, bahwa pengetahuan
budaya itu bukanlah sesuatu yang bisa kelihatan secara nyata, melainkan
tersembunyi dari pandangan, namun memainkan peranan yang sangat
penting bagi manusia dalam menentukan perilakunya. Pengetahuan budaya
31
yang diformulasikan dengan beragam ungkapan tradisional itu sekaligus juga
merupakan gambaran dari nilai - nilai budaya yang mereka hayati. Nilai
budaya sebagaimana dikemukan oleh Koentjaraningrat (2002) adalah konsep-
konsep yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar dari warga suatu
masyarakat, mengenai hal-hal yang harus mereka anggap amat bernilai dalam
hidup. Dan suatu sistem nilai budaya, yang sifatnya abstrak, biasanya
berfungsi sebagai pedoman tertinggi bagi kelakuan manusia.
4. Sistem Mata Pencaharian Hidup
Sistem mata pencaharian hidup merupakan produk dari manusia
sebagai homo economicus yang mejadikan kehidupan manusia terus
meningkat. Dalam tingkat sebagai food gathering, kehidupan manusia sama
dengan hewan. Tetapi dalam tingkat food producing terjadi kemajuan yang
pesat. Setelah bercocok tanam, kemudian beternak yang terus meningkat
(rising demand) yang kadang-kadang serakah. Sistem mata pencaharian
hidup atau sistem ekonomi meliputi jenis pekerjaan dan penghasilan
(Koentrajaningrat, 2002).
5. Sistem Teknologi dan Peralatan
Teknologi dan peralatan kesehatan adalah sarana prasarana yang
diperlukan untuk tindakan pelayanan, meliputi: ketersedian, keterjangkauan
dan kualitas. Keterjangkauan meliputi:
a. keterjangkauan fisik, keterjangkauan fisik dimaksudkan agar tempat
pelayanan lebih mudah menjangkau dan dijangkau oleh masyarakat
sasaran;
32
b. keterjangkauan ekonomi, keterjangkauan ekonomi ini dimaksudkan agar
biaya pelayanan dapat dijangkau oleh klien. Biaya untuk memperoleh
pelayanan menjadi bagian penting bagi klien;
c. keterjangkauan psikososial, keterjangkauan psikososial ini dimaksudkan
untuk meningkatkan penerimaan partisipasi secara sosial dan budaya oleh
masyarakat, provider, pengambil kebijakan, tokoh agama, tokoh
masyarakat;
d. keterjangkauan pengetahuan, keterjangkauan pengetahuan ini
dimaksudkan agar masyarakat mengetahui kebudayaan yang berkembang
serta dimana mereka dapat memperoleh informasi mengenai budaya
tersebut.
6. Bahasa
Bahasa adalah alat atau perwujudan budaya yang digunakan manusia
untuk saling berkomunikasi atau berhubungan, baik lewat tulisan, lisan,
ataupun gerakan (bahasa isyarat), dengan tujuan menyampaikan maksud hati
atau kemauan kepada lawan bicaranya atau orang lain. Melalui bahasa,
manusia dapat menyesuaikan diri dengan adat istiadat, tingkah laku, tata
krama masyarakat, dan sekaligus mudah membaurkan dirinya dengan segala
bentuk masyarakat. Bahasa memiliki beberapa fungsi yang dapat dibagi
menjadi fungsi umum dan fungsi khusus. Fungsi bahasa secara umum adalah
sebagai alat untuk berekspresi, berkomunikasi, dan alat untuk mengadakan
integrasi dan adaptasi sosial. Sedangkan fungsi bahasa secara khusus adalah
untuk mengadakan hubungan dalam pergaulan sehari-hari, mewujudkan seni
33
(sastra), mempelajari naskah-naskah kuno, dan untuk mengeksploitasi ilmu
pengetahuan dan teknologi (Koentrajaningrat, 2002).
7. Kesenian
Kesenian mengacu pada nilai keindahan (estetika) yang berasal dari
ekspresi hasrat manusia akan keindahan yang dinikmati dengan mata ataupun
telinga. Sebagai makhluk yang mempunyai cita rasa tinggi, manusia
menghasilkan berbagai corak kesenian mulai dari yang sederhana hingga
perwujudan kesenian yang kompleks. Kesenian yang meliputi: seni
patung/pahat, seni rupa, seni gerak, lukis, gambar, rias, vocal, musik/seni
suara, bangunan, kesusastraan, dan drama (Koentrajaningrat, 2002).
Sehingga dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan adalah sesuatu
yang akan memengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau
gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan
sehari-hari kebudayaan bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan
adalah benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa,
peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya
ditujukan untuk membantu umat manusia dalam melangsungkan kehidupan
bermasyarakat
Aset budaya haruslah dilestarikan agar dapat diwariskan kepada
generasi selanjutnya untuk menambah wawasan dan pengetahuan, juga untuk
menanamkan rasa cinta terhadap tanah air dan bangsa Indonesia.
Melestarikan peninggalan social budaya merupakan kewajiban kita sebagai
warga negara Indonesia.
34
Peninggalan-peninggalan yang masih ada atau terekam sampai
sekarang kemudian menjadi warisan budaya. Menurut Davidson, warisan
budaya diartikan sebagai produk atau hasil budaya fisik dan tardisi-tradisi
yang berbeda dan prestasi-prestasi spiritual dalam bentuk nilai dari masa lalu
yang menjadi elemen pokok dalam jati diri suatu kelompok atau bangsa. Jadi,
warisan budaya merupakan hasil budaya fisik (tangible) dan nilai budayanya
(intangible) dari masa lalu. Nilai budaya dari masa lalu (intangible heritage)
inilah yang berasal dari budaya-budaya local yang ada di Nusantara, meliputi
tradisi, cerita rakyat dan legenda, bahasa bu, sejarah lisan, kreativitas (tari,
lagu, drama, pertunjukkan), kemampuan beradaptasi, dan keunikan
masyarakat setempat. Local disini tidak memngacu pada wilayah geografis,
khususnya kabupaten/kota, dengan batas-batas administrative yang jelas,
tetapi lebih mengacu pada wilayah budaya yang sering sekali melebihi
wilayah administrative juga tidak mempunyai garis perbatasan yang tegas
dengan budaya yang lainnya. Budaya local juga juga bisa mengacu pada
milik penduduk asli (inlander) yang telah dipandang sebagai warisan budaya
atau aset budaya. Berhubung pelaku pemerintahan Republik Indonesia adalah
bangsa sendiri, maka warisan budaya yang ada menjadi milik bersama.
Aset Budaya sendiri terdiri dari dari dua bagian, yaitu :
a. Aset budaya fisik terdiri atas:
1) Aset budaya tidak bergerak (immovable heritage) biasanya berada di
tempat terbuka dan terdiri atas situs, tempat bersejarah, bentang alam
35
darat maupun air, bangunan kuno dan/atau tempat bersejarah, dan
patung-patung pahlawan.
2) Aset budaya bergerak (movable heritage), biasanya berada di dalam
ruangan dan terdiri atas benda warisan budaya berupa karya seni, arsip
dokumen, foto, karya tulis cetak, dan audiovisual berupa kaset, video,
dan film.
b. Pasal 1 The World Heritage Convention membagi warisan atau aset
budaya fisik menjadi tiga yaitu:
1) Monumen, adalah hasil karya aksitektur, patung dan lukisan dan
kombinasi fitur-fitur tersebut yang mempunyai nilai penting bagi
sejarah, buadaya, dan ilmu pengetahuan.
2) Kelompok bangunan, adalah bangunan yang terpisah atau
berhubungan yang dikarenakan arsitekturnya, homogenitasnya, atau
posisinya dalam bentang lahan mempunyai nilai penting bagi
sejarah, budaya, dan ilmu pengetahuan.
3) Situs, adalah hasil karya manusia atau gabungan karya manusia dan
alam, wilayah yang mencakup local yang mengandung tinggalan
arkeologis yang mempunyai nilai pentingbagi sejarah, estetika,
etnografi, atau antropologi.
Aset budaya fisik dalam pasal 1 UU No.5 Tahun 1992 tentang benda-
benda cagar budaya disebut sebagai benda cagar budaya berupa benda buatan
manusia dan benda alam yang dianggap mempunyai nilai penting begi
36
sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan. Sedangkan lokasi yang
mengandung atau di duga mengandung benda cagar budaya di sebut ‘situs’.
Melestarikan berarti memelihara untuk waktu yang sangat lama.
Upaya pelestarian berarti upaya memelihara warisan budaya untuk waktu
yang sangat lama. Karena upaya pelestarian merupakan upaya memelihara
untuk waktu yang sangat lama,maka perlu dikembangkan upaya pelestarian
sebagai upaya yang berkelanjutan (suistainable).
F. Tinjauan tentang Kota
Secara umum, Kota merupakan tempat bermukim warga kota , tempat
bekerja tempat kegiatan dalam bidang ekonomi, pemerintahan dan sebagainya.
Sedangkan, secara istilah Kota berasal dari kata urban yang mengandung
pengertian kekotaan dan perkotaan. Kekotaan menyangkut sifat-sifat yang
melekat pada kota dalam artian fisikal, social, ekonomi, budaya. Perkotaan
mengacu pada areal yang memiliki suasana penghidupan dan kehidupan modern
dan menjadi wewenang pemerintah kota. Untuk membahas lebih dalam tentang
kota, berikut ini akan dijelaskan mengenai konsep-konsep kota menurut para ahli
maupun menurut undang-undang, diantaranya:
1. Menurut Spiro Kostof (1991),
Kota adalah Leburan Dari bangunan dan penduduk, sedangkan
bentuk kota pada awalnya adalah netral tetapi kemudian berubah sampai hal
ini dipengaruhi dengan budaya tertentu.
37
2. Menurut Prof. Bintarto (1983)
Dari segi geografis kota diartikan sebagai suatu sistim jaringan
kehidupan yang ditandai dengan kepadatan penduduk yang tinggi dan
diwarnai dengan strata ekonomi yang heterogen dan bercorak materialistis
atau dapat pula diartikan sebagai bentang budaya yang ditimbulkan oleh
unsur-unsur alami dan non alami dengan gejala-gejala pemusatan penduduk
yang cukup besar dengan corak kehidupan yang bersifat heterogen dan
materialistis dibandingkan dengan daerah dibelakangnya. Namun, Bintarto
juga menambahkan bahwa Kota adalah suatu sistem jaringan kehidupan
manusia dengan kepadatan penduduk yang tinggi, strata sosial ekonomi yang
heterogen, dan corak kehidupan yang materialistik.
3. Menurut Kostof
Kota adalah tujuan dan kenangan terakhir dari perjuangan dan
kemuliaan kita. ia adalah dimana kebanggaan dari masa lalu untuk
dipamerkan. Menurut ahli hukum dari Denmark JJA Worsaae bahwa bangsa
yang besar adalah bangsa yang tidak hanya melihat masa kini dan masa
mendatang, tetapi mau berpaling ke masa lampau untuk menyimak perjalanan
yang dilaluinya. Hal senada dengan ungkapan Bung Karno Jasmerah, jangan
melupakan sejarah. Dalam pemahaman ini, kita harus lebih arif dalam
merencanakan kota dengan melihat tatanan perkembangan kota dari bentuk
dan struktur kota pada masa lalu sebagai pedoman merencanakan kota secara
utuh pada masa kini dan mendatang
38
4. Menurut John Brickerhoff Jackson (1984)
Kota adalah suatu tempat tinggal manusia yang merupakan
manifestasi dari perencanaan dan perancangan yang dipenuhi oleh berbagi
unsur seperti bangunan, jalan dan ruang terbuka hijau
5. Menurut Marbun (1992),
Kota merupakan kawasan hunian dengan jumlah penduduk relatif
besar, tempat kerja penduduk yang intensitasnya tinggi serta merupakan
tempat pelayanan umum. Kegiatan ekonomi merupakan hal yang penting bagi
suatu kota karena merupakan dasar agar kota dapat bertahan dan berkembang
(Jayadinata, 1992:110). Kedudukan aktifitas ekonomi sangat penting
sehingga seringkali menjadi basis perkembangan sebuah kota. Adanya
berbagai kegiatan ekonomi dalam suatu kawasan menjadi potensi
perkembangan kawasan tersebut pada masa berikutnya.
6. Menurut Arnold Tonybee
Sebuah kota tidak hanya merupakan pemukiman khusus tetapi
merupakan suatu kekomplekan yang khusus dan setiap kota menunjukkan
perwujudan pribadinya masing-masing.
7. Menurut Louis Wirth
Kota adalah pemukiman yang relatif besar, padat dan permanent,
dihuni oleh orang-orang yang hetrogen kedudukan sosialnya
8. Menurut Peraturan Mendagri RI No. 4/ 1980
Kota adalah suatu wadah yang memiliki batasaan administrasi wilayah
seperti kotamadia dan kota administratif. Kota juga berarati suatu lingkungan
39
kehidupan perkotaan yang mempunyai ciri non agraris , miiiissalnya ibukota
kabupaen, ibukota kecamatan yang berfungsi sebagai pusat pertumbuhan.
9. Menurut UU No 22/ 1999 tentang otonomi daerah
Kawasan perkotaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama
bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat pelayanan
jasa pemerintahan, pelayanan social dan keegiatan ekonomi.
10. Menurut undang-undang penataan ruang tahun no. 26 tahun 2007
Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama
bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman
perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan
sosial, dan kegiatan ekonomi.
11. Menurut Max Weber
Kota adalah suatu tempat yang penghuninya dapat memenuhi
sebagian besar kebutuhan ekonominya di pasar local
12. Menurut Alan S. Burger
“The City” yang diterjemahkan oleh Dyayadi dalam bukunya Tata
Kota menurut Islam adalah suatu permukiman yang menetap (permanen)
dengan penduduk yang heterogen, dimana di kota itu dilengkapi dengan
berbagai fasilitas yang terintegrasi membentuk suatu sistem sosial dan
seterusnya
13. Menurut John Brickerhoff Jackson (1984)
40
Kota adalah suatu tempat tinggal manusia yang merupakan
manifestasi dari perencanaan dan perancangan yang dipenuhi oleh berbagi
unsur seperti bangunan, jalan dan ruang terbuka hijau.
14. Menurut Marx dan Engels
Kota sebagai perserikatan yang dibentuk guna melindungi hak milik
dan memperbanyak alat-alat produksi dan alat-alat yang diperlukan agar
masing-masing anggota dapat mepertahankan diri. Perbedaan kota dan
pedesaaan menurut mereka adalah pemisahan yang besar antara kegiatan
rohani dengan materi. Individu-individu terbagi dalam kedua jenis tenaga
kerja ini, yang mengakibatkan mereka mengalami alienasi.
15. Menurut Amos Rappoport
a. Definisi Klasik
Kota adalah suatu permukiman-permukiman yang yang relatif
besar, padat dan permanen, terdiri dari kelompok individu-individu yang
heterogen dari segi sosial.
b. Definisi Modern
Kota adalah suatu permukiman yang dirumuskan bukan dari ciri
morfolgi kota tetapi dari suatu fungsi yang menciptakan ruang efektif
melalui pengorganisasian ruang dan hirarki tertentu. Selain itu, Amos
Rapoport mengutip pada Jorge E. Hardoy juga untuk merumuskan kota
sebagai berikut 1) ukuran dan jumlah penduduknya yang besar terhadap
massa dan tempat, 2) bersifat permanen, 3) kepadatan minimum terhadap
massa dan tempat, 4) struktur dan tata ruang perkotaan seperti yang
41
ditujukkan oleh jalur jalan dan ruang-ruang perkotaan yang nyata, 5)
tempat dimana masyarakat tinggal dan bekerja, 6) fungsi perkotaan
minimum yang diperinci, yang meliputi sebuah pasar, sebuah pusat
administratif atau pemerintahan, sebuah pusat militer, sebuah pusat
keagamaan, atau sebuah pusat aktivitas intelektual bersama dengan
kelembagaan yang sama, 7) heterogenitas dan pembedaan yang bersifat
hirarkis pada masyarakat 8) pusat ekonomi perkotaan yang
menghubungkan sebuah daerah pertanian di tepi kota dan memproses
bahan mentah untuk pemasaran yang lebih luas 9) pusat pelayanan bagi
daerah-daerah lingkungan setempat, 10) pusat penyebaran, memiliki
suatu falsafah hidup perkotaan pada massa dan tempat itu.
16. Grunfield
Kota adalah suatu permukiman dengan kepadatan penduduk yang
lebih tinggi daripada kepadatan penduduk nasional, struktur mata pencaharian
nonagraris, dan sistem penggunaan tanah yang beraneka ragam, serta ditutupi
oleh gedung-gedung tinggi yang lokasinya berdekatan. Selain itu, di dalam
buku Pengantar Arsitektur Kota oleh Hestin Mulyandari (2011). Beberapa
pandangan tentang kota menurut ahli di bidang perencanaan dan
perancangan perkotaan menjelaskan sebagai berikut:
a. Pandangan menurut Dickinson
Kota merupakan suatu permukiman yang bangunan rumahnya
rapat, dan penduduknya bernafkahkan bukan pertanian.
b. Pandangan menurut Mufrord
42
Kota merupakan suatu pertemuan yang berorientasi keluar di
mana kota merupakan daya tarik bagi penghuni luar kota untuk
kepentingan perdagangan dan kerohanian.
c. Pandangan menurut Simmel
Simmel meneropong kota dari sudut psikologi. Kota membawa
peningkatan rangsangan syaraf. Dalam kota metropolitan, orang mendapat
berbagai macam pesan yang tak terduga, dan orang harus bereaksi dengan
otaknya, bukan dengan hatinya seperti dalam masyarakat pedesaan. Pasar,
ekonomi keuangan, rasionalisme, sifat impersonal serta penjadwalan
waktu (menurut jam) merupakan dasar bagi rangsangan syaraf. Selain itu,
konsep kota juga dijelaskan oleh Hamblin (1975) dalam web.unair.ac.id
bahwa kota adalah tempat yang dihuni secara permanen oleh suatu
kelompok yang lebih besar dari suatu klen. Di kota terjadi suatu
pembagian kerja, yang kemudian melahirkan kelompok-kelompok sosial
dengan diferensiasi fungsi, hak, dan tanggung jawab. Dengan pengertian
tersebut, Jones (1966) menegaskan bahwa kota tercakup unsur keluasan
wilayah, kepadatan penduduk yang bersifat heterogen dan bermata
pencaharian non pertanian, serta fungsi administratif-ekonomi-budaya.
Sebaliknya, kota bagi orang Islam pada dasarnya adalah, permukiman
tempat seseorang dapat memenuhi kewajiban-kewajiban agama dan
sosialnya secara keseluruhan (Grunebaum, 1955:142-144). Dari sudut
ekonomi, kota adalah suatu permukiman di mana penduduknya lebih
mengutamakan kehidupan perdagangan dan komersial dari pada pertanian.
43
Karena itu Max Weber (1966:66) memberikan pengertian kota ialah
‘tempat pasar’ (market place), sebuah ‘permukiman pasar’ (market
settlement).
Selanjutnya pengertian kota ditinjau dari berbagi aspek, antara lain aspek
geografis, fisik, demografis, statistik, sosial, ekonomi, dan administrasi.
Pengertian ini merupakan rumusan dari Nia K. Pontoh dan Iwan Kustiwan (2009:
15). Pengertian kota ditinjau dari aspek fisik adalah suatu wilayah dengan wilayah
terbangun lebih padat dibandingkan dengan area sekitarnya. Aspek demografis
adalah wilayah dengan konsentrasi penduduk yang dicerminkan oleh jumlah dan
tingkat kepadatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan keadaan wilayah
sekitarnya. Aspek sosial adalah suatu wilayah dengan kelompok-kelompok sosial
masyarakat yang heterogen. Aspek geografis adalah suatu wilayah dengan
wilayah terbangun yang lebih padat dibandingkan dengan area sekitarnya. Aspek
statistik adalah suatu wilayah yang secara statistik besaran atau ukuran jumlah
penduduknya sesuai dengan batasan atau ukuran untuk criteria kota. Aspek
ekonomi adalah suatu wilayah yang memiliki kegiatan usaha sangat beragam
dengan dominasi di sector nonpertanian seperti perdagangan, perindustrian,
pelayanan jasa, perkantoran, pengangkutan, dll. Dan yang terakhir kota ditinjau
dari aspek administrasi adalah suatu wilayah yang dibatasi oleh suatu garis batas
kewenangan administrasi pemerintah daerah yang ditetapkan berdasarakan
peraturan perundang-undangan.
Intinya, konsep kota secara geografis adalah suatu bentang budaya yang
ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan non-alami dengan gajala pemusatan
44
penduduk tinggi, corak kehidupan yang heterogen, sifat penduduknya
individualistis dan materialistis.
Kota Solo atau Kota Surakarta adalah sebuah desa kecil yang terletak di
provinsi Jawa Tengah. Sebelum bergabung dengan Indonesia, Solo dipimpin oleh
seorang sultan. Semasa dikuasai oleh Belanda, Solo dikenal sebagai
sebuah Vorstenland atau kerajaan. Solo memiliki dua keraton yakni Keraton
Kasunanan yang diperintah oleh Pakubuwono XIII dan Keraton Mangkunegaran
yang diperintah oleh Mangkunegara IX. Kedua raja ini tidak memiliki kekuasaan
politik di Surakarta.
Tanggal 16 Juni merupakan hari jadi Pemerintahan Kota Solo. Secara de
facto tanggal 16 Juni 1946 terbentuk Pemerintah Daerah Kota Solo yang berhak
mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri, sekaligus menghapus
kekuasaan Kerajaan Kasunanan dan Mangkunegaran.
Solo memiliki semboyan "Berseri", akronim dari "Bersih, Sehat, Rapi, dan
Indah", sebagai slogan pemeliharaan keindahan kota. Untuk kepentingan
pemasaran pariwisata, Solo mengambil slogan pariwisata Solo, The Spirit of Java
sebagai upaya pencitraan kota Solo sebagai pusat kebudayaan Jawa. Selain itu
Kota Solo juga memiliki beberapa julukan, antara lain Kota Batik, Kota Budaya,
Kota Liwet. Penduduk Solo disebut sebagai wong Solo, dan istilah putri Solo juga
banyak digunakan untuk menyebut wanita yang memiliki karakteristik mirip
wanita dari Solo.
Surakarta, kota yang juga masyhur karena “Bengawan Solo”, baik arti
harafiah sebagai sungai, maupun sebagai lagu populer dari seorang maestro
45
bernama Gesang. Solo merupakan kota yang penuh sejarah, dari Mataram, sampai
reformasi, dari “gegeran” Pajang, sampai “gegeran” 98. Dengan sejarahnya yang
panjang, disertai berbagai intrik dan kekerasan, masyarakat Solo pernah terkenal
dengan sebutan kota “sumbu pendek”. Sebutan ini bukan tanpa alasan, balaikota
Solo pernah menjadi saksi, karena dua kali pernah di bakar massa.
Surakarta dahulu dan sekarang sudah sangat berbeda, banyak hal yang
berubah dari kota di pinggiran sungai Bengawan ini. Perubahan itu dibawa oleh
sosok juragan mebel yang berhasil menjadi walikota, dan sekarang menjabat
sebagai Presiden Republik Indonesia ke-7, Joko Widodo atau lebih dikenal
dengan Jokowi. Terpilihnya Jokowi di periode kedua menumbuhkan kepercayaan
dirinya untuk menjadikan Solo sebagai kota MICE (Meetings, Incentives,
Conferences, and Exhibitions). Keberhasilan Solo menjadi tuan rumah Konferensi
Organisasi Kota-Kota Warisan pada Oktober 2006 dan tuan rumah Music World
Festival pada 2007 membuktikan bahwa kota yang mengusung moto “Solo, The
Spirit of Java” layak menjadi kota MICE.
Tujuan utama dengan menjadikan Solo sebagai kota MICE membuat
perubahan di Solo mempunyai arah yang jelas. Berkembangnya infrastruktur yang
sangat pesat dibarengi dengan perkembangan masyarakatnya yang semakin
dewasa, sehingga masyarakat Solo di bawah kepemimpinan Jokowi seakan
menemukan kembali kepribadiannya yang hilang. Sekarang, image kota dengan
“sumbu pendek” perlahan-lahan mulai luntur, berganti dengan image kota yang
santun dan ramah. Hal ini jelas terlihat dari gaya bangunan yang semakin terlihat
ramah dan terbuka. Dahulu tembok tinggi dan bangunan model “benteng”
46
merupakan hal yang banyak ditemui, namun sekarang banyak bangunan yang
borderless, langsung berhadapan dengan citywalk atau trotoar. Taman kota
semakin banyak dibuka sehingga kesempatan bertemu atau “srawung” antar
warga juga semakin baik. Dengan iklim masyarakat yang sangat kondusif ini,
maka event nasional dan internasional semakin sering digelar sehingga semakin
memantabkan Solo sebagai salah satu kota MICE di Indonesia. Jokowi juga
merasa mendapat tentangan dan cibiran di awal kepemimpinannya, namun Jokowi
berhasil membawa nama Solo tidak hanya di tingkat Nasional, namun sampai ke
kancah internasional dengan masuknya Solo sebagai salah satu World Heritage
Cities.