BAB II KAJIAN TEORI, PENELITIAN YANG RELEVAN DAN … · meningkatkan pertanyaan-pertanyaan dan...

48
9 BAB II KAJIAN TEORI, PENELITIAN YANG RELEVAN DAN KERANGKA KONSEPTUAL A. Kajian Teori 1. Model Pembelajaran Sejarah Lokal a. Model Pembelajaran 1) Pengertian model pembelajaran Joyce, Weil dan Calhoun telah meninjau model-model pembelajaran yang dianggap bermanfaat dan mengujinya pada siswa. Menurut Joyce, dkk. (2011:1), model-model pembelajaran (models of teaching) merupakan salah satu cara untuk menyelenggarakan pendidikan yang berorientasi pada kecerdasan (intelligence-oriented education) dan memberikan keluasan pada siswa untuk mendidik diri mereka sendiri. Kunci dari efektivitas model- model pengajaran ini adalah melatih siswa untuk menjadi pembelajar yang handal (more powerful learners). Ditegaskan kembali oleh Joyce, dkk. (Porda, 2009:42-43) bahwa model pembelajaran merupakan perencanaan suatu pola yang dapat digunakan sebagai desain dan petunjuk pembelajaran dalam ruang kelas. Model pembelajaran merupakan bentuk nyata belajar sehingga dapat membantu siswa mendapatkan informasi, ide, keterampilan, nilai, pandangan berpikir, dan cara pemahaman diri, serta membantu siswa bagaimana belajar. Model-model pembelajaran yang dikembangkan oleh Joyce, Weil dan Calhoun (Huda, 2014:75) memiliki struktur yang jelas. Implementasi setiap model dideskripsikan dalam struktur ini, antara lain: a) Sintak (syntax), merupakan tahapan-tahapan atau langkah-langkah model pembelajaran yang mendeskripsikan implementasi model di lapangan. Sintak merupakan rangkaian sistematis aktivitas-aktivitas dalam model tersebut. Setiap model memiliki aliran tahap yang berbeda.

Transcript of BAB II KAJIAN TEORI, PENELITIAN YANG RELEVAN DAN … · meningkatkan pertanyaan-pertanyaan dan...

Page 1: BAB II KAJIAN TEORI, PENELITIAN YANG RELEVAN DAN … · meningkatkan pertanyaan-pertanyaan dan pencarian jawaban yang terpendam dari rasa keingintahuan mereka (Joyce, dkk., 2011:

9

BAB II

KAJIAN TEORI, PENELITIAN YANG RELEVAN DAN KERANGKA

KONSEPTUAL

A. Kajian Teori

1. Model Pembelajaran Sejarah Lokal

a. Model Pembelajaran

1) Pengertian model pembelajaran

Joyce, Weil dan Calhoun telah meninjau model-model pembelajaran

yang dianggap bermanfaat dan mengujinya pada siswa. Menurut Joyce, dkk.

(2011:1), model-model pembelajaran (models of teaching) merupakan salah

satu cara untuk menyelenggarakan pendidikan yang berorientasi pada

kecerdasan (intelligence-oriented education) dan memberikan keluasan pada

siswa untuk mendidik diri mereka sendiri. Kunci dari efektivitas model-

model pengajaran ini adalah melatih siswa untuk menjadi pembelajar yang

handal (more powerful learners).

Ditegaskan kembali oleh Joyce, dkk. (Porda, 2009:42-43) bahwa

model pembelajaran merupakan perencanaan suatu pola yang dapat

digunakan sebagai desain dan petunjuk pembelajaran dalam ruang kelas.

Model pembelajaran merupakan bentuk nyata belajar sehingga dapat

membantu siswa mendapatkan informasi, ide, keterampilan, nilai, pandangan

berpikir, dan cara pemahaman diri, serta membantu siswa bagaimana belajar.

Model-model pembelajaran yang dikembangkan oleh Joyce, Weil

dan Calhoun (Huda, 2014:75) memiliki struktur yang jelas. Implementasi

setiap model dideskripsikan dalam struktur ini, antara lain:

a) Sintak (syntax), merupakan tahapan-tahapan atau langkah-langkah model

pembelajaran yang mendeskripsikan implementasi model di lapangan.

Sintak merupakan rangkaian sistematis aktivitas-aktivitas dalam model

tersebut. Setiap model memiliki aliran tahap yang berbeda.

Page 2: BAB II KAJIAN TEORI, PENELITIAN YANG RELEVAN DAN … · meningkatkan pertanyaan-pertanyaan dan pencarian jawaban yang terpendam dari rasa keingintahuan mereka (Joyce, dkk., 2011:

10

b) Sistem sosial (social system) mendeskripsikan peran dan relasi antara guru

dan siswa. Dalam beberapa model, guru sangat berperan dominan. Dalam

sebagian model, aktivitas ini lebih dipusatkan pada siswa, dan dalam

sebagian yang lain aktivitas tersebut didistribusikan secara merata.

c) Prinsip reaksi (principles of reaction) mendeskripsikan bagaimana seorang

guru harus memandang siswanya dan merespons apa yang dilakukan

siswanya. Prinsip-prinsip ini merefleksikan aturan-aturan dalam memilih

model dan menyesuaikan respons intruksional dengan apa yang dilakukan

siswa.

d) Sistem dukungan (support system) mendeskripsikan kondisi-kondisi yang

mendukung yang seharusnya diciptakan atau dimiliki oleh guru dalam

menerapkan model tertentu. Dukungan yang dimaksudkan ialah prasyrat-

prasyarat tambahan di luar skill-skill, kapasitas-kapasitas manusia pada

umumnya dan fasilitas-fasilitas teknik pada khususnya. Dukungan tersebut

berupa buku, film, perangkat laboratorium, materi-materi rujukan, dan

sebagainya.

e) Pengaruh baik yang berupa instruksional dan pengiring (instructional and

nurturant effects) merupakan efek-efek yang ditimbulkan oleh setiap model.

Pengaruh instruksional merupakan pengaruh langsung dari model tertentu

yang disebabakan oleh konten atau skill yang menjadi dasar

pelaksanaannya. Pengaruh pengiring merupakan pengaruh yang sifatnya

implisit dalam lingkungan belajar; pengaruh ini merupakan pengaruh tidak

langsung dari model pengajaran tertentu.

Eggen dan Kauchak (2012:7) menambahkan pengertian model

mengajar atau model pengajaran sebagai pendekatan spesifik dalam mengajar

yang memiliki tiga ciri yaitu tujuan, fase, dan fondasi. Tujuan model

mengajar dirancang untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan

berpikir kritis dan memperoleh pemahaman mendalam tentang bentuk

spesifik materi. Model mengajar mencakup serangkaian langkah yang disebut

fase dan bertujuan membantu siswa mencapai tujuan pembelajaran yang

Page 3: BAB II KAJIAN TEORI, PENELITIAN YANG RELEVAN DAN … · meningkatkan pertanyaan-pertanyaan dan pencarian jawaban yang terpendam dari rasa keingintahuan mereka (Joyce, dkk., 2011:

11

spesifik. Model mengajar didukung teori dan penelitian tentang pembelajaran

dan motivasi sebagai fondasinya.

Eggen dan Kauchak (2012:8) menganalogikan penggunaan model

mengajar seorang guru dengan cetak biru seorang insinyur. Sebagaimana

cetak biru memberikan struktur dan arahan bagi insinyur, model memberikan

struktur dan arahan bagi guru. Akan tetapi, cetak biru tidak mendiktekan

semua tindakan seorang insyur dan sebuah model tidak bisa mendiktekan

semua tindakan seorang guru. Cetak biru bukanlah pengganti bagi keahlian

teknik dasar sebagaimana model pengajaran bukanlah pengganti bagi keahian

mengajar dasar. Model tidak bisa menggantikan kualitas-kualitas yang harus

dimiliki guru ahli, seperti pengetahuan profesi, sensitivitas terhadap murid

dan kemampuan untuk membuat keputusan dalam situasi gawat. Model

sebenarnya sebuah alat untuk membantu guru menjadikan pengajaran mereka

sistematis dan efisien. Model memberikan cukup banyak fleksibilitas untuk

memungkinkan guru menggunakan kreativitas mereka sendiri, sebagaimana

insinyur menggunakan kreativitas dalam kegiatan membangun. Sebagaimana

cetak biru, model mengajar adalah rancangan untuk mengajar di mana guru

menggunakan segala kehalian dan pengetahuan yang mereka miliki.

Sutikno (2014:58) menyimpulkan pengertian model pembelajaran

sebagai kerangka konseptual yang menggambarkan prosedur sistematik

dalam pengorganisasian pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar

tertentu. Model pembelajaran menggambarkan keseluruhan urutan alur atau

langkah-langkah yang pada umumnya diikuti oleh serangkaian kegiatan

pembelajaran. Dalam model pembelajaran ditunjukkan secara jelas kegiatan-

kegiatan tersebut, dan tugas-tugas khusus apa yang perlu dilakukan oleh

peserta didik. Selanjutnya, dalam satu model pembelajaran bisa terdiri atas

beberapa pembelajaran.

Dari beberapa pendapat tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa

model pembelajaran adalah perencanaan atau kerangka konseptual yang

memiliki prosedur sistematik antara lain sintak, sistem sosial, tugas atau

peran guru, sistem dukungan, dan pengaruh yang berupa intruksional dan

Page 4: BAB II KAJIAN TEORI, PENELITIAN YANG RELEVAN DAN … · meningkatkan pertanyaan-pertanyaan dan pencarian jawaban yang terpendam dari rasa keingintahuan mereka (Joyce, dkk., 2011:

12

pengiring yang diiukuti pada kegiatan pembelajaran. Model pembelajaran

membantu mencapai tujuan belajar tertentu sesuai dengan kebutuhan

pembelajaran di kelas.

2) Model latihan penelitian (inquiry training model)

Pada penelitian pengembangan ini, peneliti menggunakan model

yang termasuk dalam kelompok model pemerosesan informasi (formal

cooperative learning group) yaitu latihan penelitian (inquiry training). Model

latihan penelitian (inquiry training) digunakan karena struktur pengajaran

(syntax) pada model ini sesuai dengan penggunaan arsip koran sebagai

sumber pembelajaran. Artikel pada arsip koran dapat digunakan untuk

membangun peristiwa-peristiwa yang merangsang berpikir mahasiswa.

Peristiwa-peristiwa tersebut akan dijadikan sebagai situasi permasalahan yang

dapat berupa pernyataan permasalahan (problem statement) atau lembaran

fakta/bukti (fact sheet) (Joyce, dkk., 2011:210). Selain itu, model ini dapat

membantu mahasiswa untuk melatih kemampuan penelitian mereka.

Model latihan penelitian telah dikembangkan oleh Richard Suchman

(1926) untuk mengajarkan siswa tentang proses dalam meneliti dan

menjelaskan fenomena asing. Model Suchman ini melibatkan siswa dalam

versi-versi kecil tentang jenis-jenis prosedur yang digunakan oleh para

sarjana untuk mengolah pengetahuan dan menghasilkan prinsip-prinsip.

Didasarkan pada konsepsi metode ilmiah, metode ini mencoba mengajarkan

siswa keterampilan dan bahasa penelitian siswa. Model latihan penelitian

dirancang untuk membawa siswa secara langsung ke dalam proses ilmiah

melalui latihan-latihan yang dapat memadatkan proses ilmiah tersebut ke

dalam periode waktu yang singkat (Joyce, dkk., 2011: 200).

Tujuan umum latihan peneltian adalah membantu siswa

mengembangkan disiplin intelektual dan keterampilan yang mumpuni untuk

meningkatkan pertanyaan-pertanyaan dan pencarian jawaban yang terpendam

dari rasa keingintahuan mereka (Joyce, dkk., 2011: 202). Tujuan intinya

adalah memberikan siswa pengalaman dalam membangun pengetahuan baru,

pertentangan-pertentangan yang dimunculkan seharusnya didasarkan pada

Page 5: BAB II KAJIAN TEORI, PENELITIAN YANG RELEVAN DAN … · meningkatkan pertanyaan-pertanyaan dan pencarian jawaban yang terpendam dari rasa keingintahuan mereka (Joyce, dkk., 2011:

13

gagasan-gagasan yang dapat diteliti (Joyce, dkk., 2011: 203). Model latihan

penelitian ini menekankan pada kesadaran dan penguasaan pada proses

penelitian, dan bukan pada isi (content) dari situasi masalah tertentu (Joyce,

Weil dan Calhoun, 2011: 204).

Suchman (dalam Joyce, dkk., 2011: 203) mengutarakan teorinya

mengenai model latihan penelitian, antara lain:

a) Siswa meneliti secara alamiah ketika mereka sedang menghadapi persoalan

(kebingungan).

b) Mereka dapat sadar dan belajar menganalisis strategi-strategi berpikirnya.

c) Strategi-strategi baru dapat diajarkan secara langsung dan dapat

ditambahkan pada strategi yang telah dimiliki siswa sebelumnya.

d) Penelitian kooperatif dapat memperkaya pemikiran dan membantu siswa

belajar tentang ketidakmestian, sifat pengetahuan yang selalu berkembang,

dan menghargai penjelasan alternatif.

Wiriaatmadja dalam Porda (2009: 56-57) menambahkan dengan

pendapatnya bahwa pembelajaran inkuiri merupakan suatu proses, siswa

dibimbing mencari makna lebih dalam dengan aktivitas intelektual agar

menghayati bukan hanya mendengarkan. Tujuan pembelajaran inkuiri tidak

hanya beyond knowing dan beyond understanding, tetapi juga domain

kognitif tinggi (analisis dan sintesis). Domain afektif terjadi dalam aktivitas

menjabarkan nilai dan membentuk sikap, domain motorik terjadi dalam

bentuk keterampilan aspek-aspek teknis inkuiri. Proses inkuiri dalam

pembelajaran adalah: (1) perumusan masalah; (2) memperkenalkan konsep-

konsep; (3) memformulasikan hipotesis; (4) mengumpulkan data dan

informasi untuk menguji hipotesis; dan (5) penarikan kesimpulan. Selain itu,

pembelajaran model inkuiri memiliki beberapa kelebihan, antara lain:

a) Informasi akan lama diingat karena dicari sendiri oleh siswa.

b) Siswa akan mampu menghadapi permasalahan dan situasi baru

c) Siswa didorong oleh motivasi instrinsik.

Page 6: BAB II KAJIAN TEORI, PENELITIAN YANG RELEVAN DAN … · meningkatkan pertanyaan-pertanyaan dan pencarian jawaban yang terpendam dari rasa keingintahuan mereka (Joyce, dkk., 2011:

14

d) Siswa mengembangkan keterampilan (nilai dan sikap) yang diperlukan

dalam belajar sendiri.

e) Mengembangkan daya kognitif sampai tingkat tinggi dan mengembangkan

berpikir intuitif.

f) Siswa dilatih berpikir induktif dan deduktif karena belajar mengambil

kesimpulan secara logis dari hasil inferensi dan data yang dikumpulkan

(Wiriaatmadja dalam Porda, 2009: 57).

Menurut Ellis (dalam Porda, 2009: 57), bahwa sumbangan utama

belajar dengan model inkuiri adalah memberi kesempatan pada siswa terlibat

dalam proses mendapatkan pengetahuan melalui kontak mendalam dengan

informasi sehingga memperoleh perspektif penting dari yang dibaca, dilihat,

menunjukkan dan menceritakan seperti dalam buku, film, ceramah, dan

sumber informasi yang lain. Pada pembelajaran dengan model inkuiri seluruh

aspek pembelajaran dikembangkan, siswa tidak hanya memiliki pengetahuan

tetapi juga sikap dan keterampilan.

Model latihan penelitian (inquiry training) memiliki struktur model

yang jelas. Adapaun struktur tersebut ialah struktur pengajaran atau sintak,

sistem sosial, peran atau tugas guru, sistem pendukung, serta dampak-dampak

instruksional dan pengiring. Lebih terperinci, sebagai berikut:

a) Struktur pengajaran atau sintak (syntax)

Model latihan penelitian (inquiry training) (Joyce, Wdkk., 2011:

206-209) memiliki lima tahapan struktur pengajaran, antara lain:

1) Menghadapkan pada masalah

Tahap pertama ini dilakukan dengan mengonfrontasikan siswa

dengan situasi yang membingungkan. Mengharuskan guru untuk

menyajikan situasi permasalahan dan menjelaskan prosedur-prosedur

penelitian pada siswa (objek-objek dan prosedur pertanyaan Ya/Tidak).

2) Pengumpulan data – verifikasi

Tahapan ini dilakukan dengan mengumpulkan data dan

memverifikasinya. Siswa mengajukan serangkaian pertanyaan apa saja

Page 7: BAB II KAJIAN TEORI, PENELITIAN YANG RELEVAN DAN … · meningkatkan pertanyaan-pertanyaan dan pencarian jawaban yang terpendam dari rasa keingintahuan mereka (Joyce, dkk., 2011:

15

yang dapat dijawab guru dengan kata ya atau tidak. Verifikasi pada tahap

kedua ini, merupakan proses dimana siswa mengumpulkan informasi

tentang suatu peristiwa yang mereka lihat atau alami. Seorang guru

bertugas memperluas penelitian siswa dengan cara mengembangkan jenis

informasi yang mereka peroleh. Selama verifikasi, siswa mungkin

mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang objek, sifat/karakteristik,

kondisi, dan kejadian. Pertanyaan tentang objek dimaksudkan untuk

menentukan sifat atau identitas objek. Pertanyaan tentang peristiwa

berusaha untuk memverifikasi terjadinya atau sifat suatu tindakan.

Pertanyaan tentang kondisi berhubungan dnegan situasi objek atau sistem

pada waktu tertentu. Pertanyaan tentang sifat/karakteristik bertujuan untuk

memverifikasi perilaku objek di bawah kondisi-kondisi tertentu sebagai

cara memperoleh informasi baru untuk membantu membangun suatu teori.

3) Pengumpulan data – eksperimentasi

Pada tahapan ini siswa mulai melaksanakan serangkaian ujicoba

pada situasi permasalahan. Dalam eksprimentasi pada tahap ketiga ini,

siswa memperkenalkan elemen-elemen baru ke dalam situasi

permasalahan untuk mengetahui mungkinkah terjadi hal lain ketika data

penelitian mereka ujicoba dengan cara yang berbeda.

Eksperimentasi memiiki dua fungsi : eksplorasi (exploration) dan

pengujian langsung (direct testing). Eksplorasi - mengubah sesuatu untuk

melihat apa yang akan terjadi - tidak semestinya dibimbing oleh sebuah

teori dan hipotesis, tapi bagaimana eksperimentasi tersebut dilaksanakan

untuk menawarkan gagasan-gagasan baru bagi suatu teori. Pengujian

langsung muncul ketika siswa mengujicoba teori dan hipotesis. Proses

konversi hipotesis ke dalam ujicoba tidak mudah dan membutuhkan

banyak praktik. Untuk meneliti suatu teori, kita perlu mengajukan banyak

pertanyaan verifikasi dan eksperimentasi.

Oleh karena itu, salah satu tugas kita sebagai guru adalah

berusaha mengendalikan siswa kapan pun mereka berasumsi bahwa

sebuah variabel tidak dapat dibuktikan meskipun kita tahu sebenarnya

Page 8: BAB II KAJIAN TEORI, PENELITIAN YANG RELEVAN DAN … · meningkatkan pertanyaan-pertanyaan dan pencarian jawaban yang terpendam dari rasa keingintahuan mereka (Joyce, dkk., 2011:

16

variabel tersebut bisa dibuktikan. Walaupun verifikasi dan eksperimentasi

digambarkan sebagai tahap yang terpisah dari model ini, pemikiran siswa

dan jenis-jenis pertanyaan yang mereka utarakan biasanya bergantian dan

bergiliran antara dua tahap pengumpulan data tersebut.

4) Mengolah dan merumuskan penjelasan

Siswa mengolah informasi yang mereka dapatkan selama

pengumpulan data dan mencoba menjelaskan ketidaksesuaian-

ketidaksesuaian atau perbedaan-perbedaan. Pada tahapan ini, guru

meminta siswa mengolah data dan merumuskan suatu penjelasan.

Beberapa siswa memiliki kesulitan dalam membuat “lompatan intelektual”

(the intellectual leap) antara memahami informasi yang telah mereka

kumpulkan dengan membangun penjelasan yang jelas mengenai informasi

itu. Siswa mungkin memberikan penjelasan yang tidak sesuai,

meninggalkan rincian-rincian yang sebenarnya esensial.

Terkandang, beberapa teori atau penjelasan bisa didasarkan pada

data yang sama. Dalam beberapa kasus, kondisi ini acap kali berguna

auntuk meminta siswa mengutarakan penjelasan mereka sehingga

jangkauan hipotesis-hipotesis yang mungkin ada bisa menjadi lebih jelas.

Begitu pula, dengan mengelompokkan teori-teori tersebut, siswa dapat

lebih mudah memberikan penjelasan yang seluruhnya bisa merespons

situasi permasalahan.

5) Analisis proses penelitian

Siswa menganalisis strategi-strategi pemecahan masalah yang

telah mereka gunakan selama penelitian. Singkatnya, siswa diminta untuk

menganalisis pola penelitian mereka. Siswa mungkin menentukan

pertanyaan-pertanyaan yang sangat efektif, cara-cara bertanya yang

produktif dan tidak, atau jenis informasi yang mereka butuhkan dan tidak

mereka dapatkan. tahap ini pentingseandainya kita ingin membuat proses

Page 9: BAB II KAJIAN TEORI, PENELITIAN YANG RELEVAN DAN … · meningkatkan pertanyaan-pertanyaan dan pencarian jawaban yang terpendam dari rasa keingintahuan mereka (Joyce, dkk., 2011:

17

penelitian sebagai suatu kesadaran dan mulai mencoba untuk

mengembangkannya secara sistematis.

Sederhananya tahapan struktur pengajaran pada model latihan

penelitian (inquiry training) dapat diamati dari bagan berikut:

Bagan 2.1 Skema Struktur Pengajaran Model Latihan Penelitian (Inquiry

Training)

Sumber: Joyce, dkk., 2011: 207

b) Sistem sosial (social system)

Model latihan penelitian (inquiry training) dapat dirancang dengan

baik, dengan guru yang mengontrol interaksi dan meresapkan prosedur-

prosedur penelitian. Meski demikian, standar penelitian adalah kerja sama,

kebebasan intelektual, dan keseimbangan. Lingkungan intelektual terbuka

untuk semua gagasan yang relevan, guru, dan siswa seharusnya

berpartisipasi secara sejajar dimana gagasan-gagasan bisa saling terhubung

satu sama lain (Joyce, dkk., 2011: 215). Dalam tahap-tahap penelitian, peran

Tahap Satu:

Menghadapkan Pada Masalah

Menjelaskan prosedur-prosedur

Menjelaskan perbedaan-

perbedaan atau kejadian yang

aneh.

Tahap Dua:

Pengumpulan Data - Verifikasi

Memverifikasi hakikat objek

dan situasinya.

Memverifikasi terjadinya situasi

permasalahan.

Tahap Tiga:

Pengumpulan Data - Eksperimentasi

Memisahkan variabe yang relevan.

Menghipotesis (serta menguji)

hubungan kausal atau sebab-akibat.

Tahap Empat:

Mengolah, Merumuskan

penjelasan

Merumuskan aturan-aturan

dan penjelasan-penjelasan.

Tahap Lima:

Analisis Proses Penelitian

Menganalisis strategi penelitian dan

mengembangkan yang lebih efektif.

Page 10: BAB II KAJIAN TEORI, PENELITIAN YANG RELEVAN DAN … · meningkatkan pertanyaan-pertanyaan dan pencarian jawaban yang terpendam dari rasa keingintahuan mereka (Joyce, dkk., 2011:

18

guru adalah memilih (atau membangun) situasi permasalahan, menengahi

penelitian menurut prosedur-prosedur penelitian, merespons penjajakan

penelitian siswa dengan informasi mereka, dan memfasilitasi diskusi antara

siswa tentang situasi permasalahan tersebut (Joyce, dkk., 2011: 209).

c) Prinsip reaksi (principles of reaction)

Tugas terpentig dari seorang guru berada selama tahap kedua

hingga ketiga. Selama tahap kedua, tugas guru adalah membantu siswa

untuk meneliti, bukan melakukan penelitian untuk mereka. Jika guru

ditanyai pertanyaan yang tidak bisa dijawab dengan kata Ya dan Tidak, dia

harus meminta siswa untuk menyusun kembali pertanyaan mereka agar

mereka bisa melanjutkan upayanya untuk mengumpulkan data dan

menguhubungkannya dengan situasi permasalahan. Jika perlu, guru bisa

menjaga pergerakan penelitian dengan membuat informasi baru yang

tersedia pada kelompok dan memfokuskan diri pada peristiwa-peristiwa

permasalahan terntentu atau dengan mengajukan pertanyaan. Selama tahap

terakhir, tugas guru adalah menjaga penelitian untuk tetap diarahkan pada

proses penyelidikan itu sendiri (Joyce, dkk., 2011: 208).

Secara lebih rinci, tugas atau peran guru pada model latihan

penelitian (inquiry training) ialah:

1) Meyakinkan bahwa pertanyaan-pertanyaan diutarakan dengan baik

sehingga pertanyaan tersebut dapat dijawab dengan “Ya” atau “Tidak” dan

substansi pertanyaan itu tidak mengharuskan guru melakukan penelitian.

2) Meminta siswa untuk mengutarakan kembali pertayaan yang kurang baik.

3) Menegaskan/menunjukkan poin-poin yang tidak disahkan.

4) Menggunakan bahasa proses penelitian.

5) Mencoba menyediakan lingkungan intelektual yang bebas dengan tidak

menilai teori-teori siswa secara keras.

6) Mendesak siswa untuk membuat pernyataan-pernyataan teori lebih jelas

dan menyediakan dukungan dalam menggeneralisasi teori itu.

7) Mendorong interaksi antara siswa (Joyce, dkk., 2011: 209).

Page 11: BAB II KAJIAN TEORI, PENELITIAN YANG RELEVAN DAN … · meningkatkan pertanyaan-pertanyaan dan pencarian jawaban yang terpendam dari rasa keingintahuan mereka (Joyce, dkk., 2011:

19

d) Sistem dukungan (support system)

Dukungan maksimal dalam model latihan penelitian (inquiry

training) ini adalah seperangkat materi-materi yang dapat mengonfrontasi

persoalan, seorang guru yang dapat memahami proses-proses intelektual dan

strategi-strategi penelitian, dan materi-materi sumber yang mengandung

beberapa masalah tertentu yang unik (Joyce, dkk., 2011: 209).

e) Pengaruh baik yang berupa instruksional dan pengiring (instructional and

nurturant effects), antara lain:

1) Dampak instruksional:

(a) Proses-proses ilmiah.

(b) Strategi-strategi penelitian kreatif.

2) Dampak pengiring:

(a) Spirit kreativitas.

(b) Kemandirian dan otonomi dalam pembelajaran.

(c) Toleran pada ambiguitas.

(d) Sifat pengetahuan yang tentatif (Joyce, dkk., 2011: 209).

Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa model latihan

penelitian dirancang untuk melatih siswa dalam proses ilmiah dengan

memadatkan proses ilmiah tersebut. Model ini menekankan pada kesadaran

dan penguasaan pada proses penelitian, dan bukan pada isi (content) dari

situasi masalah tertentu. Model latihan penelitian terdiri dari struktur

pengajaran atau sintak, sistem sosial, peran atau tugas guru, sistem

pendukung, serta dampak-dampak instruksional dan pengiring. Adapun

struktur pengajaran dari model latihan penelitian ialah: (a) menghadapkan

pada masalah; (b) pengumpulan data-verifikasi; (c) pengumpulan data-

eksperimen; (d) mengolah, merumuskan penjelasan; dan (e) analisis proses

penelitian.

Page 12: BAB II KAJIAN TEORI, PENELITIAN YANG RELEVAN DAN … · meningkatkan pertanyaan-pertanyaan dan pencarian jawaban yang terpendam dari rasa keingintahuan mereka (Joyce, dkk., 2011:

20

b. Sejarah lokal

1) Pengertian sejarah lokal

Pengertian sejarah lokal tidak dapat dipisahkan dengan pengertian

sejarah dan lokal itu sendiri. Pengertian pertama ialah pengertian sejarah,

sejarah yang dimaksudkan ialah tentang ilmu sejarah. Jika ditelaah dari

istilahnya, maka history berasal dari kata istoria dalam bahasa Yunani yang

berarti “informasi” atau “penelitian yang ditujukan untuk memperoleh

kebenaran”. Sejarah pada masa itu hanya berisi tentang “kisah manusia”,

kisah tentang usaha-usahanya dalam memenuhi kebutuhannya (Kochhar,

2008:1). Dalam penggunaannya oleh filsuf Yunani Aristoteles, istoria berarti

suatu pertelaan sistematis mengenai seperangkat gejala alam, entah susunan

kronologi merupakan faktor atau tidak didalam pertelaan; penggunaan itu,

meskipun jarang, masih tetap hidup di dalam bahasa Inggris didalam sebutan

natural history (Gottschalk, 2006: 33).

Pengertian sejarah secara sederhana dijelaskan oleh Pranoto (2010:1)

sebagai “dongeng” atau cerita belaka. Begitu halnya dengan “story” atau

“history” yang tidak berbeda dengan cerita. Apa yang diceritakan tidak lain

adalah pengalaman tentang kejadian masa lampau manusia (post human

events). Selain itu, Kartodirdjo (2014: 16-17) mengungkapkan bahwa umunya

orang memakai istilah sejarah untuk menunjuk cerita sejarah, pengetahuan

sejarah, gambaran sejarah, yang kesemuanya itu sebenarnya adalah sejarah

dalam arti subjektif.

Kartodirdjo (2014: 16-17) kemudian membagi arti sejarah menjadi

dua yaitu subyektif dan obyektif. Disebut subjektif karena sejarah memuat

unsur-unsur dan isi subjek (pengarang, penulis). Baik pengetahuan maupun

gambaran sejarah adalah hasil penggambaran atau rekonstruksi dari

pengarang, maka mau tak mau memuat sifat-sifatnya, gaya bahasanya,

struktur pemikirannya, pandangannya, dan lain sebagainya. Sejarah dalam arti

objektif menunjuk kepada kejadian atau peristiwa itu sendiri, ialah proses

Page 13: BAB II KAJIAN TEORI, PENELITIAN YANG RELEVAN DAN … · meningkatkan pertanyaan-pertanyaan dan pencarian jawaban yang terpendam dari rasa keingintahuan mereka (Joyce, dkk., 2011:

21

sejarah dalam aktualitasnya. Kejadian itu sekali terjadi tidak dapat diulang

atau terulang lagi.

Istilah sejarah pada masa sekarang digunakan untuk bidang studi

yang memperlakukan sejarah sebagai sebuah “aktualitas” atau ilmu (Kochhar,

2008: 12). Lebih spesifik Pranoto (2010: 2) menjelaskan sejarah adalah ilmu

pengetahuan dari subjek yang definit disyaratkan oleh metode yang bebas dan

teratur atau proses dan diatur dalam ketentuan yang dapat diterima.

Selanjutnya, sejarah dapat diberi definisi yang membedakan dengan batasan

imu sosial dan ilmu lain.

Batasan tersebut dijelakan oleh Pranoto (2012: 2), bahwa sejarah

dapat dibedakan menjadi kejadian masa lampau manusia, catatan aktualitas

masa lampau, serta proses dan teknik pembuatan catatan. Menurut Agung dan

Wahyuni (2013: 55), sejarah adalah mata pelajaran yang menanamkan

pengetahuan, sikap, dan nilai-nilai mengenai proses perubahan dan

perkembangan masyarakat Indonesia dan dunia dari masa lampau hingga

kini.

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, maka dapat disimpulkan

sejarah pada penelitian dan pengembangan ini adalah sejarah sebagai mata

kuliah atau ilmu. Sehingga sejarah dapat diartikan sebagai mata kuliah atau

ilmu yang mempelajari kejadian masa lampau manusia baik secara subyektif

maupun obyektif. Sejarah juga mata kuliah yang mengajarkan tentang

pengetahuan, sikap dan nilai-nilai pada mahasiswa.

Pengertian selanjutnya ialah pengertian tentang lokal. Menurut

Priyadi (2012: 6), istilah lokal mempunyai arti suatu tempat atau ruang,

sehingga sejarah lokal menyangkut lokalitas tertentu yang disepakati oleh

para penulis sejarah atau sejarawan dengan alasan-alasan ilmiah. Contoh

alasan-asalan ilmiah adalah suatu ruang tempat tinggal suku bangsa atau

subsuku bangsa. Ruang itu bisa lintas kecamatan, kabupaten, atau propinsi

dan dapat pula berbentuk suatu kota. Dengan begini “sejarah lokal” dengan

sederhana dapat dirumuskan sebagai kisah di kelampauan dari kelompok atau

Page 14: BAB II KAJIAN TEORI, PENELITIAN YANG RELEVAN DAN … · meningkatkan pertanyaan-pertanyaan dan pencarian jawaban yang terpendam dari rasa keingintahuan mereka (Joyce, dkk., 2011:

22

kelompok-kelompok masyarakat yang berada pada “ daerah geografis” yang

terbatas (Abdullah, 2010: 15).

Ruang sejarah lokal merupakan lingkup geografis yang dapat

dibatasi sendiri oleh sejarawan dengan alasan yang dapat diterima semua

orang (Priyadi, 2012: 7). Sedangkan, masalah lokal adalah segala soal yang

menyangkut dan berkisar pada dirinya. Karena itu pertanyaan pokoknya lebih

sederhana ‘Apakah hal-hal ini, proses dan kecenderungan struktural, dapat

menjelaskan perkembangan dari masyarakat di daerah ini?, dilokalitas ini?”

Sekali lagi masalah pokok ialah bersumber pada logika ruang yang

dimunculkan oleh realitas lokal (Abdullah, 2010: 18-19).

Jadi, sejarah lokal dapat diartikan sebagai kejadian dimasa lampau

manusia atau kelompok manusia secara subyektif maupun obyektif yang

berada pada lokalitas tertentu dapat berupa kecamatan, kabupaten, kota, atau

propinsi. Pada penelitian dan pengembangan ini, sejarah lokal dapat pula

diartikan sebagai mata kuliah atau ilmu yang mempelajari kejadian masa

lampau manusia maupun kelompok masyarakat yang berada lokalitas

tertentu.

2) Konstruktivisme dalam pembelajaran sejarah lokal

Prinsip dasar yang mendasari filsafat konstruktivisme adalah bahwa

semua pengetahuan dikonstruksikan (dibangun) dan bukan dipersepsi secara

langsung oleh indera (penciuman, penglihatan, perabaan, dan lainnya).

Senada dengan tersebut di dalam dunia pendidikan ide-ide konstruktivis

diterjemahkan bahwa semua siswa harus mengkonstruksikan pengetahuan

untuk dirinya sendiri (Muijis dan Reynolds, 2008: 95-96). Konstruktivisme

berkaitan dengan bagaimana individu belajar aktif dalam proses berpikir dan

belajar. Dalam konstruktivisme, peserta didik adalah pemain kunci dengan

berpartisipasi dalam mencari makna atau pemahaman belajar. Peserta didik

tidak pasif menerima informasi, melainkan mampu mengkontruksi atau

mengubah informasi yang diberikan. Peserta didik juga dapat

menghubungkan pembelajaran yang baru dengan pengetahuan yang sudah

Page 15: BAB II KAJIAN TEORI, PENELITIAN YANG RELEVAN DAN … · meningkatkan pertanyaan-pertanyaan dan pencarian jawaban yang terpendam dari rasa keingintahuan mereka (Joyce, dkk., 2011:

23

ada. Peserta didik harus menarik persepsi mereka tentang konteks, masa lalu,

dan sekarang. Mereka dapat menggunakan konteks yang relevan dengan

pembelajaran mereka guna memahami konsep-konsep dan ide-ide dalam

pembelajaran (Ornsteins dan Hunkins, 2013: 110-111).

Berdasarkan prinsip-prinsip tersebut, maka kaum konstruktivis

mengusulkan sejumlah metode yang dapat membantu penggunaan

konstruktivisme di kelas. Ini termasuk modelling (menunjukkan kepada siswa

tentang bagaimana cara melakukan atau memikirkan tentang tugas yang

sulit); scaffolding (menyediakan banyak dukungan pada awal belajar,

kemudian ditarik kembali sedikit demi sedikit); coaching (membantu siswa

ketika mereka sedang menyelesaikan sebuah masalah); artikulasi (meminta

siswa mengekspresikan ide-idenya dan refleksi terhadap aktivitas-

aktivitasnya); kolaborasi, melakukan kegiatan belajar dengan siswa-siswa

lain; kegiatan eksplorasi dang mengatasi masalah; memberi pilihan kepada

siswa yang mendorong siswa untuk menghasilkan beragam opsi dan jawaban;

bersikap fleksibel; adaptif dan bukan mengikuti rencana pelajaran yang telah

diterapkan secara kaku; dan menekankan adanya multiple realities (Muijis

dan Reynolds, 2008: 111).

Menurut sifatnya, konstruktivisme seharusnya mendorong

eksperimentasi, kontingensi, dan kecairan dalam pelajaran (Muijis dan

Reynolds, 2008: 104). Sehingga para pakar konstruktivisme mengusulkan

beberapa format pelajaran konstruktivis di kelas. Salah satu contohnya ialah

model empat langkah yang disajikan sebagai berikut.

a) Fase start

Guru mungkin ingin mulai dengan mengukur pengetahuan siswa

sebelumnya dan menetapkan berbagai kegiatan. Guru dapat mulai dengan

pertanyaan umum terbuka lalu mendorong siswa untuk memberikan

jawaban-jawaban terbuka dan mendiskusikan tentang subjek ini. Sebagai

alternatif adalah mulai dengan sebuah masalah yang relevan dengan

kehidupan siswa sehari-hari. Setelah itu topik pembelajaran yang dimaksud

dapat diintroduksikan. Guru mungkin juga memutuskan untuk

Page 16: BAB II KAJIAN TEORI, PENELITIAN YANG RELEVAN DAN … · meningkatkan pertanyaan-pertanyaan dan pencarian jawaban yang terpendam dari rasa keingintahuan mereka (Joyce, dkk., 2011:

24

mengintroduksikan sebuah situasi yang membingungkan atau mengejutkan,

yang menyebabkan siswa memikirkan tentang situasi tersebut. Alih-alih

langsung mengintroduksikan sebuah definisi atau konsep kepada siswa-

siswa, guru akan berusaha membuat mereka menemukan berbagai aturan

dan definisi, dan akan menetapkan sebuah kegiatan yang memungkinkan

mereka untuk melakukan itu (Muijis dan Reynolds, 2008: 105-106).

b) Fase eksplorasi

Siswa sekarang mengerjakan kegiatan yang ditetapkan guru di

fase pertama. Kegiatan ini biasanya bersifat eksploratik, melibatkan situasi

atau bahan-bahan riil, dan memberikan kesempatan untuk kerja kelompok.

Kegiatannya mestinya distrukturisasik sedemikian rupa sehingga para

siswa menghadapi isu-isu yang memungkinkan mereka mengembangkan

pemahaman, da mestinya juga cukup menantang. Ada baiknya untuk

mengingatkan siswa tentang proses-proses metakognitif yang mungkin

mereka terapkan ketika menyelesaikan masalah (Muijis dan Reynolds,

2008: 106).

c) Fase refleksi

Selama fase ini, siswa mungkin diminta untuk menengok kembali

kegiatan itu dan menganalisis serta mendiskusikan apa yang telah mereka

kerjakan, baik dengan kelompok-kelompok lain atau dengan guru. Guru

dapat memberikan scaffolding yang bermanfaat selama fase ini, melalui

pertanyaan dan komentar yang dirancang untuk mengaitkan eksplorasi itu

dengan konsep kunci yang sedang dieksplorasi (Muijis dan Reynolds, 2008:

106).

d) Fase aplikasi dan diskusi

Setelah itu guru dapat meminta seluruh kelas untuk mendiskusikan

berbagai temuan dan menarik kesimpulan. Langkah berikutnya dapat

diidentifikasi oleh guru atau siswa, dan poin-poin kunci direkap. Meskipun

ini adalah sebuah contoh struktur yang mungkin diterapkan, kami harus

mengulangi lagi bahwa tidak ada yang dapat dikatakan sebagai itulah yang

Page 17: BAB II KAJIAN TEORI, PENELITIAN YANG RELEVAN DAN … · meningkatkan pertanyaan-pertanyaan dan pencarian jawaban yang terpendam dari rasa keingintahuan mereka (Joyce, dkk., 2011:

25

disebut struktur pelajaran konstrktivis, dan karena konsep-konsep dipelajari

secara mendalam, maka sebuah eksplorasi dapat berlangsung selama

beberapa waktu pelajaran (Muijis dan Reynolds, 2008: 106).

Jadi, dapat disimpulkan bahwa kontuktivisme dalam pembelajaran

adalah kegiatan siswa dalam mengkonstruksikan pengetahuan untuk dirinya

sendiri, mencari makna atau pemahaman dalam pembelajaran, mampu

menghubungkan pembelajaran yang baru dengan pengetahuan yang sudah

ada, dan mampu menggunakan konteks yang relevan. Di kelas, guru

menggunakan sejumlah metode yang dapat membantu penggunaan

konstruktivisme dan menggunakan format pelajaran kontruktivis, seperti fase

start, eksplorasi, refleksi, serta aplikasi dan diskusi.

Konstruktivisme dalam pembelajaran sejarah lokal yang

dimaksudkan ialah sejarah lokal sebagai mata kuliah di Prodi Sejarah FKIP

Universitas Lambung Mangkurat. Pada perkuliahan, dosen biasanya mengajar

dengan cara “teacher center”. Materi sejarah lokal pun berdasarkan pada

buku-buku yang sudah langka. Kurangnya sumber pembelajaran membuat

mahasiswa menjadi pasif pada perkuliahan.

Oleh karena itu, diperlukannya kontruktivisme dalam pembelajaran

sejarah lokal. Mahasiswa pun dapat mengkonstruksikan pengetahuan sejarah

lokal untuk dirinya sendiri, mencari makna atau pemahaman dalam

pembelajaran sejarah lokal, mampu menghubungkan sejarah lokal dengan

sejarah nasional, dan mampu menggunakan konteks yang relevan.

c. Model pembelajaran sejarah lokal

Dari beberapa pendapat sebelumnya baik mengenai model

pembelajaran dan sejarah lokal. Maka dapat disimpulkan bahwa model

pembelajaran sejarah lokal adalah perencanaan dari mata kuliah atau ilmu yang

mempelajari kejadian masa lampau manusia maupun kelompok masyarakat

yang berada lokalitas tertentu, serta memiliki prosedur sistematik antara lain

sintak, sistem sosial, tugas atau peran guru, sistem dukungan, dan pengaruh

yang berupa intruksional dan pengiring yang diiukuti pada kegiatan

pembelajaran.

Page 18: BAB II KAJIAN TEORI, PENELITIAN YANG RELEVAN DAN … · meningkatkan pertanyaan-pertanyaan dan pencarian jawaban yang terpendam dari rasa keingintahuan mereka (Joyce, dkk., 2011:

26

Model pembelajaran sejarah lokal berdasarkan konstruktivisme dalam

pembelajaran. Mahasiswa dapat mengkonstruksikan pengetahuan sejarah lokal

untuk dirinya sendiri, mencari makna atau pemahaman dalam pembelajaran

sejarah lokal, mampu menghubungkan sejarah lokal dengan sejarah nasional,

dan mampu menggunakan konteks yang relevan.

Model pembelajaran sejarah lokal pada penelitian dan pengembangan

ini adalah bentuk kombinasi dari model latihan penelitian dengan metode

sejarah yang terdiri dari heuristik, verifikasi, interpretasi, dan historiografi.

Model latihan penelitian dirancang untuk melatih siswa dalam proses ilmiah

dengan memadatkan proses ilmiah tersebut. Model latihan penelitian terdiri

dari struktur pengajaran atau sintak, sistem sosial, peran atau tugas guru, sistem

pendukung, serta dampak-dampak instruksional dan pengiring. Adapun

struktur pengajaran dari model latihan penelitian ialah: (a) menghadapkan pada

masalah; (b) pengumpulan data-verifikasi; (c) pengumpulan data-eksperimen;

(d) mengolah, merumuskan penjelasan; dan (e) analisis proses penelitian.

2. Metode Sejarah

a. Pengertian metode sejarah

Pengertian metode sejarah tidak dapat dipisahkan dari pengertian

metode dan sejarah itu sendiri. Kata metode berasal dari bahasa Yunani yakni

methodos yang berarti cara atau jalan (Hamid dan Madjid, 2011:40).

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, metode adalah cara teratur yang

digunakan untuk melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai sesuai dengan

yang dikehendaki atau cara kerja yang bersistem untuk memudahkan

pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan. Dalam

kaidah ilmiah, metode berkaitan dengan cara kerja atau prosedur untuk dapat

memahami objek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan (Hamid dan

Madjid, 2011:40). Senada dengan pendapat sebelumnya, Daliman (2012:27)

menambahkan bahwa metode itu sendiri berarti suatu cara, prosedur, atau

teknik untuk mencapai sesuatu tujuan secara efektif dan efesien. Metode

merupakan salah satu ciri kerja ilmiah. Lebih sederhananya Pranoto (2010:11)

Page 19: BAB II KAJIAN TEORI, PENELITIAN YANG RELEVAN DAN … · meningkatkan pertanyaan-pertanyaan dan pencarian jawaban yang terpendam dari rasa keingintahuan mereka (Joyce, dkk., 2011:

27

berpendapat bahwa metode selalu erat hubungannya dengan prosedur, proses,

atau teknik yang sistematis untuk melakukan penelitian disiplin tertentu.

Pengertian sejarah yang dimaksudkan ialah sejarah sebagai ilmu yang

disyaratkan oleh metode yang dapat diterima. Sejarah yang diartikan sebagai

mata pelajaran atau ilmu yang mempelajari kejadian masa lampau manusia

baik secara subjektif maupun objektif. Sejarah juga mata pelajaran yang

mengajarkan tentang pengetahuan, sikap dan nilai-nilai kepada siswa maupun

mahasiswa.

Metode sejarah menurut Gottschalk (2006:39) adalah proses menguji

dan menganalisis secara kritis rekaman dan peninggalan masa lampau.

Rekonstruksi yang imajinatif daripada masa lampau berdasarkan data yang

diperoleh dengan menempuh proses itu disebut historiografi (penulisan

sejarah). Hal ini senada dengan pendapat Hamid dan Madjid (2011: 43) yang

mengemukakan bahwa metode sejarah merupakan cara atau teknik dalam

merekonstruksi peristiwa masa lampau.

Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan metode sejarah

adalah cara kerja, prosedur, atau teknik untuk mencapai suatu tujuan pada

penelitian sejarah. Metode sejarah juga merupakan ciri kerja ilmiah untuk

menganalisis secara kritis rekaman dan peninggalan masa lampau.

b. Tahapan pada metode sejarah

Metode sejarah memiliki beberapa tahapan yang harus dilaksanakan

sebagai ciri kerja ilmiah. Menurut Sjamsuddin (2012: 70), beberapa tahapan

tersebut meliputi: (1) memilih topik; (2) mengusut semua bukti yang relevan

dengan topik; (3) membuat catatan-catatan yang dianggap penting dan relevan

dengan topik yang dipilih; (4) mengevaluasi secara kritis semua bukti yang

sudah dikumpulkan; (5) menyusun hasil penelitian berupa catatan fakta-fakta

ke dalam suatu pola yang sudah disiapkan sebelumnya; dan (6) menyajikan

dalam suatu cara yang menarik perhatian dan mengkomonikasikannya kepada

pembaca sehingga dapat dipahami sejelas mungkin.

Page 20: BAB II KAJIAN TEORI, PENELITIAN YANG RELEVAN DAN … · meningkatkan pertanyaan-pertanyaan dan pencarian jawaban yang terpendam dari rasa keingintahuan mereka (Joyce, dkk., 2011:

28

Senada dengan tahapan tersebut, Gottschalk (2006: 42) membagi

metode sejarah menjadi empat tahapan, yaitu: (1) pemilihan subjek untuk

diselidiki; (2) pengumpulan sumber-sumber informasi yang mungkin

diperlukan untuk subjek tersebut; (3) pengujian sumber-sumber tersebut untuk

mengetahui sejati-tidaknya; (4) pemetikan unsur-unsur yang dapat dipercaya

daripada sumber-sumber (atau bagian dari sumber-sumber) yang terbukti

sejati.; dan (5) historiografi berupa sintesis daripada sumber-sumber yang telah

diperoleh dengan metode tersebut. Lebih sederhana Kuntowijoyo (1995: 89),

membagi metode sejarah menjadi empat tahapan, yaitu: (1) pemilihan topik;

(2) pengumpulan sumber; (3) verifikasi yang terdiri kritik sejarah dan

keabsahan sumber; (4) interprestasi: analisis dan sintesis; dan (5) penulisan.

Empat tahapan metode sejarah terebut senada dengan pembagian

menurut Hamid dan Madjid (2011: 43), yaitu: (1) heuristik (pengumpulan

sumber); (2) kritik sumber (eksternal/bahan dan internal/isi); (3) interpretasi

(penafsiran); dan (4) historiografi (penulisan kisah sejarah). Senada dengan

pembagian tersebut, Daliman (2012:27) juga membagi metode sejarah menjadi

empat tahapan, yaitu: (1) heuristik, ialah kegiatan menghimpun sumber-sumber

sejarah; (2) kritik (verifikasi), meneliti apakah sumber-sumber itu sejati, baik

bentuk maupun isinya; (3) interpretasi, untuk menetapkan makna dan saling-

hubungan dari fakta-fakta yang telah diverifikasi; dan (5) historiografi,

penyajian hasil sintesis yang diperoleh dalam bentuk suatu kisah sejarah.

Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan tahapan pada

metode sejarah terdiri dari heuristik, kritik sumber, interpretasi, dan

historiografi. Heuristik merupakan tahapan mengumpulkan sumber-sumber

sejarah. Verifikasi adalah tahapan kritik terhadap sumber-sumber sejarah yang

sudah dikumpulkan untuk mengetahui sejati atau tidaknya. Interpretasi adalah

tahapan penafsiran dengan menganalisis dan mensintesiskan fakta-fakta yang

telah diverifikasi. Historiografi adalah tahapan akhir pada metode sejarah

berupa penulisan kisah sejarah yang menyajikan hasil analisis dan sintessis dari

fakta-fakta sejarah.

Page 21: BAB II KAJIAN TEORI, PENELITIAN YANG RELEVAN DAN … · meningkatkan pertanyaan-pertanyaan dan pencarian jawaban yang terpendam dari rasa keingintahuan mereka (Joyce, dkk., 2011:

29

3. Arsip Koran

a. Pengertian arsip koran

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, arsip adalah dokumen

tertulis (surat, akta, dan sebagainya), lisan (pidato, ceramah, dan sebagainya),

atau bergambar (foto, film, dansebagainya) dari waktu yang lampau, disimpan

dalam media tulis (kertas), elektronik (pita kaset, pita video, disket komputer,

dan sebagainya), biasanya dikeluarkan oleh instasi resmi, disimpan dan

dipelihara di tempat khusus untuk referensi.

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, koran adalah lembaran-

lembaran kertas yang bertuliskan kabar (berita) dan sebagainya yang terbagi

dalam kolom-kolom (8-9 kolom), terbit setiap hari atau secara periodik. Istilah

koran sama dengan surat kabar yang merupakan bentuk dari media pers cetak

yang berkala harian dan mingguan. Berdasarkan Undang-Undang RI No. 11

Tahun 1966 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pers BAB I Pasal 1 Ayat (7),

surat kabar harian ialah penerbitan setiap hari atau sekurang-kurangnya enam

kali dalam seminggu.

Lebih spesifik Djuroto dalam Naldi (2008:4) menjelaskan pengertian

surat kabar yang merupakan kumpulan berita, artikel, cerita, iklan, dan

sebagainya yang dicetak dalam lembaran kertas ukuran plano, terbit secara

teratur, bisa tiap hari atau seminggu sekali. Priyadi (2012:27) menekankan

pentingnya surat kabar bagi penelitian sejarah dimungkinkan karena peristiwa

yang terjadi pada masa lampau diberitakan tidak jauh dari waktu kejadiannya.

Laporan atau berita surat kabar menjadi penting berkaitan dengan suatu proses

terjadinya peristiwa. Masalah kronologi bisa direkonstruksikan melalui

pembacaan surat kabar setiap hari. Selain berita, surat kabar juga membawa

jiwa zamannya dengan melihat kecenderungan-kecenderungan masyarakat,

seperti selera makan, model berpakaian, harga tanah, rumah, mobil, atau secara

keseluruhan sebagai gaya hidup, yang tertangkap melalui iklan-iklan yang

terpasang.

Page 22: BAB II KAJIAN TEORI, PENELITIAN YANG RELEVAN DAN … · meningkatkan pertanyaan-pertanyaan dan pencarian jawaban yang terpendam dari rasa keingintahuan mereka (Joyce, dkk., 2011:

30

Senada dengan pendapat diatas, Sjamsuddin (2012:88-89)

mengartikan surat kabar sebagai sumber pertama yang amat penting bagi

sejarawan. Surat kabar bagi sejarawan memiliki lima fungsi, yaitu:

1) Sebagai sebuah medium advertensi (iklan), surat kabar diklasifikasi sebagai

sebuah peninggalan, serta kertas, tipe dan formatnya dianggap sebagai relik

atau peninggalan.

2) Kronik dari kejadian-kejadian terakhir. Surat kabar mencatat peristiwa sehari-

hari. Sebagai sumber laporan langsung, surat kabar akan menjadi lebih

berharga bagi sejarawan di kemudian hari.

3) Mencatat pandangan-pandangan politik dan sosial yang mempunyai dampak

yang besar pada waktu itu. Surat kabar menjadi pembentuk pendapat umum

atau sebuah medium propaganda. Membentuk pendapat umum adalah satu

bentuk yang menonjol pada surat kabar, apalagi sebagai organ politik.

Sebagai sebuah kronik dari berita-berita dan sebagai sebuah register bagi

pendapat umum maka surat kabar diklasifikasikan sebagai sebuah catatan

tertulis.

4) Dari waktu ke waktu surta kabar menampilkan hasil-hasil dari penelitian yang

lebih menyeluruh mengenai isu-isu yang terletak jauh di balik ruang lingkup

laporan-laporan berita rutin.

5) Surat pembaca dalam surat kabar yang tertulis oleh seseorang, memuat opini,

keluhan, kemarahan, atau harapan-harapannya sebagai anggota masyarakat.

Surat pembaca ini kelak dapat menjadi rujukan bagi sejarawan sosial

mengenai keadaan masyarakat dan negara pada suatu periode tertentu.

Sjamsuddin (2012:89-90) menegaskan bahwa surat kabar tidak dapat

digeneralisasi karena terdapat perbedaan-perbedaan tertentu. Surat kabar

berbeda dari satu generasi ke generasi yang lain; surat kabar berubah dari tahun

ke tahun; surat kabar dari periode yang sama berbeda tajam dengan yang lain.

Jika pers tidak mempunyai kebebasan, maka surat kabar hanyalah sekedar

kronik berita-berita yang dapat diandalkan. Surat kabar semacam ini dapat

menjadi media propaganda saja.

Page 23: BAB II KAJIAN TEORI, PENELITIAN YANG RELEVAN DAN … · meningkatkan pertanyaan-pertanyaan dan pencarian jawaban yang terpendam dari rasa keingintahuan mereka (Joyce, dkk., 2011:

31

Sebaliknya di mana terdapat pers bebas, surat kabar itu mungkin

pertama-tama adalah organ politik tertentu dan hanya sedikit memuat

pemberitaan yang tidak memihak. Begitu pula jika surat kabar itu bukan organ

politik tertentu dan hanya sedikit memuat pemberitaan yang tidak memihak.

Begitu pula jika surat kabar itu bukan organ politik tertentu, maka harus tetap

diingat bahwa hanya sedikit dari surat kabar itu yang benar-benar tidak

memihak dalam pemberitaannya, apalagi jika menyangkut masalah-masalah

sosial, ekonomi, politik atau ideologi tertentu (Sjamsuddin, 2012:90). Jadi,

koran atau surat kabar atau harian adalah lembaran-lembaran kertas yang berisi

berita, artikel, cerita, iklan, dan sebagainya yang mencatat pandangan-

pandangan politik, ekonomi, sosial, dan sebagainya, serta dapat berupa kronik

dari kejadian-kejadian terakhir yang terbit setiap hari.

Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut, maka arsip koran adalah

dokumen tertulis berupa surat kabar harian yang digunakan sebagai referensi.

Arsip koran berisikan pandangan-pandangan politik, ekonomi, sosial, dan

sebagainya, serta dapat disebut sebagai kronik dari kejadian-kejadian terakhir

yang terbit setiap hari.

b. Jenis koran atau surat kabar

Menurut Tebbel (1997:45), surat kabar terbagi atas dua berdasarkan

waktu terbitnya, antara lain:

1) Surat kabar harian, ialah surat kabar yang terbit tiap hari. Hanya saja

perbedaan yang paling mencolok ialah waktu terbitnya yaitu terbit pagi dan

sore. Di Indonesia, umumnya surat kabar Harian berukuran penuh (“full

size”).

2) Surat kabar mingguan, ialah surat kabar yang terbit satu minggu sekali.

Sebagai cover, agar surat kabar mingguan ini menarik, maka akan dicetak

warna-warni pada kulit luarnya yakni pada halaman paling depan dan paling

belakang.

Page 24: BAB II KAJIAN TEORI, PENELITIAN YANG RELEVAN DAN … · meningkatkan pertanyaan-pertanyaan dan pencarian jawaban yang terpendam dari rasa keingintahuan mereka (Joyce, dkk., 2011:

32

4. Berpikir Historis (Historical Thinking)

a. Pengertian berpikir historis (historical thinking)

Menurut Wineburg (2006: 17-18), berpikir historis (historical

thinking) mengharuskan kita mempertemukan dua pandangan yang saling

bertentangan: pertama, cara berpikir yang kita gunakan selama ini adalah

warisan yang tidak dapat disingkirkan, dan, kedua, jika kita tidak berusaha

menyingkirkan warisan itu, mau tidak mau kita harus menggunakan

“presentism” yang melihat masa lalu dengan kacamata masa sekarang. Dengan

demikian kita harus memahami bahwa ada kesinambungan masa lalu yang

membentuk masa kini, dan adanya perubahan unsur-unsur, nilai dan tatanan

masyarakat sebagai bentuk reinterpretasi terhadap perubahan zaman (Susanto,

2014: 59).

Berdasarkan video “What is Historical Thinking” yang diproduseri

oleh Martin, Preperato dan Schrum (http://www.teachinghistory.org/historical-

thinking-intro) dijelaskan bahwa, “Historical thinking is reading, analysis and

writing the necessary to tell this stories. Historical thinking is not only about

what we know about the past, is how we know it. Thinking historically helps us

get closer to the past, to retrieve and construct more complicate picture, what

happen and what a mean.” Berdasarkan video tersebut maka dapat

disimpulkan berpikir historis adalah membaca, menganalisis dan menulis hal

yang perlu disampaikan dari cerita tersebut. Berpikir historis juga tentang

bagaimana kita mengetahui masa lalu, sehingga berpikir historis membantu

kita lebih dekat dengan masa lalu.

Senada dengan video “What is Historical Thinking”, Martin, dkk

(http://teachinghistory.org/historical-thinking-intro) menambahkan bahwa

“Historical thinking as the reading, analysis, and writing that is necessary to

develop our understanding of the past. The past is difficult to retrieve and

historical thinking helps us write accurate stories about what happened and

what those events meant.” Berdasarkan pendapat tersebut, berpikir historis

adalah membaca, menganalisis, dan menulis guna mengembangkan

Page 25: BAB II KAJIAN TEORI, PENELITIAN YANG RELEVAN DAN … · meningkatkan pertanyaan-pertanyaan dan pencarian jawaban yang terpendam dari rasa keingintahuan mereka (Joyce, dkk., 2011:

33

pemahaman kita tentang masa lalu. Berpikir historis juga membantu kita

menulis cerita akurat tentang apa yang terjadi dan apa arti peristiwa tersebut.

Menurut UCLA (University of California, Los Angeles) Department

of History (http://www.nchs.ucla.edu/history-standards/historical-thinking-

standards) berpikir historis adalah:

“True historical understanding requires students to engage in historical

thinking: to raise questions and to marshal solid evidence in support of

their answers; to go beyond the facts presented in their textbooks and

examine the historical record for themselves; to consult documents,

journals, diaries, artifacts, historic sites, works of art, quantitative data,

and other evidence from the past, and to do so imaginatively-taking into

account the historical context in which these records were created and

comparing the multiple points of view of those on the scene at the time.”

Berdasarkan pada pernyataan tersebut, pemahaman sejarah yang benar

adalah menuntut siswa untuk terlibat dalam kegiatan berpikir historis antara

lain; mengajukan pertanyaan dan mengumpulkan bukti kuat untuk mendukung

jawaban mereka; melampaui fakta-fakta yang disajikan dalam buku teks dan

memeriksanya pada catatan sejarah; mengkonsultasikan dokumen, jurnal, buku

harian, artefak, situs bersejarah, karya seni, data kuantitatif, dan bukti lain dari

masa lalu; dan melakukannya dengan memperhitungkan konteks sejarah saat

catatan ini dibuat dan membandingkan beberapa poin dari pandangan orang-

orang yang berada di tempat kejadian pada saat itu.

Beberapa negara di Barat menganggap historical thinking (berpikir

historis) penting untuk dikembangkan pada pembelajaran sejarah. Salah

satunya di Kanada, pada tahun 2006 didirikanlah The Benchmark of Historical

Thinking Project kemudian berubah nama menjadi The Historical Thinking

Project pada tahun 2008 dan berakhir pada tahun 2014. Dijelaskan oleh Seixas

(2012: 2) dalam laporan pertemuan The Historical Thinking Project di

Toronto, bahwa “The Historical Thinking Project (The HT Project, formerly

Benchmarks of Historical Thinking) aims to foster a new approach to history

education—with the potential to shift how teachers teach and how students

learn, in line with recent international research on history learning.”

Page 26: BAB II KAJIAN TEORI, PENELITIAN YANG RELEVAN DAN … · meningkatkan pertanyaan-pertanyaan dan pencarian jawaban yang terpendam dari rasa keingintahuan mereka (Joyce, dkk., 2011:

34

Berdasarkan pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa proyek The

Historical Thinking Project bertujuan untuk menumbuhkan pendekatan baru

pada pendidikan sejarah dengan potensi menggeser pandangan bagaimana guru

mengajar dan bagaimana siswa belajar, kemudian menjadikannya sejalan

dengan penelitian internasional terbaru pada sejarah pembelajaran.

Dapat disimpulkan berpikir historis (historical thinking) adalah cara

berpikir dengan menuntun siswa untuk memahami peristiwa sejarah. Siswa

dapat membaca, menganalisis dan menulis cerita akurat tentang apa yang

terjadi dan arti dari peristiwa sejarah guna mengembangkan pemahaman

mereka. Berpikir historis juga merupakan upaya mengetahui apa dan

bagaimana kita tahu tentang masa lalu melalui komponen berpikir historis.

b. Komponen berpikir historis

Para peneliti telah mengidentifikasi “struktural” konsep sejarah yang

menjadi dasar berpikir historis. “Struktural” konsep sejarah ini selanjutnya

digunakan sebagai pendekatan pada The Benchmarks of Historical Thinking

Project (2006), dengan enam konsep berpikir historis yang berbeda tetapi

saling berkaitan. Siswa harus mampu:

1) Membangun signifikansi sejarah (establish historical significance),

bagaimana kita peduli, hari ini, tentang peristiwa tertentu, tren dan

permasalahan dalam sejarah?

2) Menggunakan bukti sumber utama (use primary sources evidence),

bagaimana menemukan, memilih, mengotekstualisasikan, dan menafsirkan

sumber untuk argumen sejarah?

3) Mengidentifikasi kontinuitas dan perubahan (identify continuity and change),

apa yang telah berubah dan apa yang tetap sama dari waktu ke waktu?

4) Menganalisis penyebab dan konsekuensi (analyze cause and consequence),

bagaimana dan kenapa kondisi dan tindakan tertentu berimbas kepada orang

lain?

Page 27: BAB II KAJIAN TEORI, PENELITIAN YANG RELEVAN DAN … · meningkatkan pertanyaan-pertanyaan dan pencarian jawaban yang terpendam dari rasa keingintahuan mereka (Joyce, dkk., 2011:

35

5) Mengambil perspektif sejarah (take historical perspective), memahami “masa

lalu sebuah negara asing” dengan konteks sosial, kebudayaan, intelektual, dan

bahkan emosional yang berbeda yang membentuk kehidupan dan tindakan.

6) Memahami dimensi moral dari interpretasi sejarah (understand the moral

ethical dimension of historical interpretations), bagaimana kita, pada saat ini,

menghakimi pelaku pada keadaan yang berbeda di masa lalu, bagaimana

interpretasi yang berbeda dari masa lalu mencerminkan sikap moral yang

berbeda hari ini? (Seixas, 2006: 1-2).

Seixas dan Morton (2013: 10-11) menegaskan kembali aspek-aspek

enam konsep berpikir historis tersebut dalam bentuk petunjuk untuk berpikir

historis (guideposts to historical thinking), sebagai berikut:

1) Historical signifance, bagaimana kita memutuskan apa yang penting untuk

dipelajari?

a) Guidepost 1 Peristiwa, orang-orang, atau perkembangan memiliki

signifikansi sejarah jika mereka menghasilkan perubahan.

Oleh karena itu, mereka memiliki konsekuensi yang dalam,

untuk banyak orang, selama periode waktu yang panjang.

b) Guidepost 2 Peristiwa, orang-orang, atau perkembangan memiliki

signifikansi sejarah jika mereka mengungkapkan. Oleh

karena itu, mereka menyoroti masalah yang abadi atau

muncul pada sejarah dan kehidupan kontemporer.

c) Guidepost 3 Signifikansi sejarah adalah gagasan. Oleh karena itu,

peristiwa, orang-orang, dan perkembangan memenuhi

kriteria dari signifikansi sejarah hanya kapan mereka akan

muncul untuk menempati sebuah tempat yang berarti dalam

sebuah narasi (a meaningful place in a narrative).

d) Guidepost 4 Signifikansi sejarah beragam dari waktu ke waktu dan dari

kelompok ke kelompok.

2) Evidence, bagaimana kita mengetahui apa yang kita tahu tentang masa lalu?

Page 28: BAB II KAJIAN TEORI, PENELITIAN YANG RELEVAN DAN … · meningkatkan pertanyaan-pertanyaan dan pencarian jawaban yang terpendam dari rasa keingintahuan mereka (Joyce, dkk., 2011:

36

a) Guidepost 1 Sejarah adalah interpretasi berdasarkan pada kesimpulan

yang berdasarkan pada sumber-sumber primer. Sumber-

sumber pertama dapat berupa catatan, tetapi dapat pula

berupa jejak, barang peninggalan, atau rekaman.

b) Guidepost 2 Pertanyaan yang baik tentang sumber yang dapat berubah

menjadi bukti.

c) Guidepost 3 Pengumpulan sumber sering kali dimulai sebelum sumber

tersebut dibaca, dengan pertanyaan-pertanyaan tentang

siapa yang membuatnya dan kapan dibuatnya. Hal tersebut

melibatkan kesimpulan dari sumber antara lain tujuan

penulisnya atau pembuatnya, nilai-nilai, dan pandangan

dunia, baik secara sadar atau tidak sadar.

d) Guidepost 4 Sumber harus dianalisis dalam kaitannya dengan konteks

seting sejarah: kondisi dan pandangan dunia pada umumnya

saat itu.

e) Guidepost 5 Kesimpulan yang dibuat dari sumber tidak dapat berdiri

sendiri. Mereka harus selalu diperkuat – dicek dengan

sumber-sumber lain (primer atau sekunder).

3) Continuity and change, bagaimana kita dapat memahami arus komplek

sejarah?

a) Guidepost 1 Kontinuitas dan perubahan yang terjalin: keduanya bisa

hidup bersama-sama. Kronologis – urutan dari peristiwa-

peristiwa - dapat menjadi titik pangkal yang baik.

b) Guidepost 2 Perubahan merupakan proses, dengan langkah-langkah dan

pola-pola yang beragam. Titik balik merupakan momen

dimana proses perubahan bergeser dalam arah dan langkah.

c) Guidepost 3 Kemajuan dan kemunduran merupakan evaluasi yang luas

mengenai perubahan dari waktu ke waktu. Tergantung pada

dampak dari perubahan, kemajuan bagi satu orang mungkin

kemunduran bagi yang lain.

Page 29: BAB II KAJIAN TEORI, PENELITIAN YANG RELEVAN DAN … · meningkatkan pertanyaan-pertanyaan dan pencarian jawaban yang terpendam dari rasa keingintahuan mereka (Joyce, dkk., 2011:

37

d) Guidepost 4 Periodisasi membantu kita mengatur pikiran kita tentang

kontinuitas dan perubahan. Hal tersebut adalah proses dari

interpretasi, dimana kita memutuskan peristiwa atau

perkembangan mana yang merupakan periode sejarah.

4) Cause and consequence, kenapa peristiwa terjadi, dan apa dampaknya?

a) Guidepost 1 Perubahan didorong oleh beberapa penyebab, dan

menghasilkan beberapa konsekuensi. Hal ini membuat

jaringan internasional yang kompleks baik sebab dan akibat

pada jangka pendek dan jangka panjang.

b) Guidepost 2 Penyebab yang mengarah kepada peristiwa sejarah tertentu

yang bervariasi dalam sebuah pengaruh, dengan beberapa

atau lebih penting dari yang lain.

c) Guidepost 3 Peristiwa-peristiwa meruapkan hasil dari interaksi dua jenis

faktor: (1) pelaku-pelaku sejarah, yang merupakan orang-

orang (individu atau kelompok) yang melakukan tindakan

yang menyebabkan peristiwa sejarah, dan (2) kondisi sosial,

politik, ekonomi, dan kebudayaan dalam pelaku yang

menjalaninya.

d) Guidepost 4 Pelaku sejarah tidak dapat selalu meramalkan efek dari

kondisi, menentang tindakan dan reaksi yang tidak terduga.

Hal tersebut menghasilkan efek berupa konsekuensi yang

tidak diinginkan.

e) Guidepost 5 Peristiwa-peristiwa sejarah tidak dapat dihindari,

dibandingkan dengan masa depan. Mengubah sebuah

tindakan atau kondisi, dan peristiwa ternyata berbeda.

5) Historical perspectives, bagaimana kita dapat lebih memahami orang-orang

pada masa lalu?

a) Guidepost 1 Lautan perbedaan dapat berbohong antara pandangan dunia

saat ini (kepercayaan, nilai-nilai, dan motivasi) dan periode

awal sejarah.

Page 30: BAB II KAJIAN TEORI, PENELITIAN YANG RELEVAN DAN … · meningkatkan pertanyaan-pertanyaan dan pencarian jawaban yang terpendam dari rasa keingintahuan mereka (Joyce, dkk., 2011:

38

b) Guidepost 2 Penting untuk menghindari presentism – pembebanan pada

ide-ide saat ini pada pelaku di masa lalu. Meskipun

demikian, berhati-hati menggunakan referensi tentang

pengalaman universal manusia yang dapat membantu kita

menghubungkan pengalam pelaku sejarah.

c) Guidepost 3 Perspektif pelaku sejarah yang baik untuk dipahami ialah

dengan mempertimbangkan konteks sejarahnya.

d) Guidepost 4 Menggunakan perspektif dari pelaku sejarah berarti

menyimpulkan bagaimana orang-orang rasakan dan

pikirkan di masa lalu. Bukan berarti mengidentifikasi

kepada para pelaku. Kesimpulan yang valid adalah yang

didasarkan pada bukti-bukti.

e) Guidepost 5 Pelaku-pelaku sejarah yang berbeda memiliki bermacam-

macam perspektif tentang peristiwa dimana mereka terlibat

didalamnya. Mengeksplorasi adalah kunci untuk memahami

peristiwa sejarah.

6) The ethical dimension, bagaimana sejarah dapat membantu kita untuk hidup

pada masa sekarang?

a) Guidepost 1 Penulis membuat penilaian etis implisit atau eksplisit dalam

menulis narasi sejarah.

b) Guidepost 2 Penilaian etis beralasan pada tindakan masa lalu yang

dibuat dengan memperhatikan konteks sejarah dari pelaku

tersebut.

c) Guidepost 3 Ketika membuat penilaian etis, hal tersbeut penting untuk

berhati-hati tentang memaksakan standar kontemporer

tentang yang benar dan salah pada masa lalu.

d) Guidepost 4 Penilaian yang adil dari implikasi etis dari sejarah dapat

menginformasikan kepada kita tentang tanggung jawab kita

untuk mengingat dan menangapi kontribusi, pengorbanan,

dan ketidakadilan pada masa lalu.

Page 31: BAB II KAJIAN TEORI, PENELITIAN YANG RELEVAN DAN … · meningkatkan pertanyaan-pertanyaan dan pencarian jawaban yang terpendam dari rasa keingintahuan mereka (Joyce, dkk., 2011:

39

e) Guidepost 5 Pemahaman kita tentang sejarah dapat membantu kita

penilaian informasi tentang isu-isu kontemporer, tetapi

hanya jika kita mengakui keterbatasan setiap “pelajaran”

sebenarnya dari masa lalu.

Sedikit berbeda dengan guidepost Seixas dan Morton, Seixas dan Peck

(2004:110-114) menambahkan beberapa elemen pada berpikir historis

(historical thinking). Adapun elemen berpikir historis antara lain:

1) Kebermaknaan (significance), dapat diartikan dengan mengorganisasikan

kejadian dalam sebuah narasi yang dapat memberikan kepada kita sesuatu

yang penting tentang posisi kita di dunia.

2) Epistimologi dan bukti (epistemology and evidence). Pada dasarnya kita

memiliki dua cara untuk mengetahui masa lalu yaitu; (a) traces adalah

pelacakan berbagai dokumen baik publik (resmi) atau pribadi (tidak resmi);

dan (b) accounts adalah penggalian laporan yang bersifat narasi terhadap apa

yang terjadi di masa lalu.

3) Kontinuitas dan perubahan (continuity and change). Memahami tentang

perubahan dari waktu ke waktu adalah inti dari historical thinking,

sebagaimana pentingnya memahami konsep asumsi kontinuitas.

4) Kemajuan dan kemunduran (progress and decline). Permasalahan tentang

kemajuan dan kemunduran (progress and decline) erat kaitannya dengan

kontinuitas dan perubahan (continuity and change). Setiap perubahan tidak

bisa lepas dari adanya kemajuan atau kemunduran. Hal ini tentunya akan

terus berlangsung terus menerus (kontinuitas) dari masa lalu sampai ke masa

sekarang.

5) Empati (mengambil perspektif sejarah) dan penilaian moral (empathy

(historical perspective taking) and moral judgement). Empati atau

menempatkan diri dari sudut pandang orang lain, pada dasarnya adalah

kemampuan untuk melihat dan memahami dunia, bukan dari sudut pandang

diri sendiri. Dalam kemampuan ini, kita memerlukan suatu imajinasi untuk

menempatkan diri kita dari sudut pandang orang lain. Dari sudut pandang

Page 32: BAB II KAJIAN TEORI, PENELITIAN YANG RELEVAN DAN … · meningkatkan pertanyaan-pertanyaan dan pencarian jawaban yang terpendam dari rasa keingintahuan mereka (Joyce, dkk., 2011:

40

sejarah, ”imajinasi” ini memerlukan adanya bukti sejarah. Adapun penilaian

moral pada dasarnya adalah penilaian berdasarkan pemahaman terhadap aktor

sejarah sebagai agen yang mengambil keputusan, baik secara individual atau

kolektif yang mana memiliki konsekuensi secara etika. Penilaian moral ini

memerlukan pemahaman terhadap sudut pandang pelaku (empathetic

understanding). Pemahaman tersebut membedakan antara moral yang berlaku

secara umum dengan moral yang berlaku pada zaman tersebut.

6) Agen kesejarahan (historical agency). Permasalahan pada agen kesejarahan

adalah cara berpikir tentang kausalitas sejarah. Konsep agen bagaimanapun

juga berpusat pada sejarah dan hubungannya dengan kekuasaan. Ketika,

seoarang sejarawan berhubungan dengan pemegang kekuasaan, maka ia dapat

menjadikan sejarah sebagai alat untuk melegitimasi kekuasaan tersebut.

The Historical Thinking Project menggunakan enam konsep berpikir

historis (historical thinking) yang telah dikembangkan sejak The Benchmarks

of Historical Thinking Project. Enam konsep berpikir historis (historiscal

thinking) yang dimaksudkan seperti yang telah dijelaskan di atas antara lain

historical significance; primary sources evidence; continuity and change;

cause and consequence; historical perspective-taking; dan the ethical

dimension of history. Kemudian enam konsep berpikir historis (historical

thinking) tersebut berfungsi sebagai kerangka The Historical Thinking Project

(HTP) guna memetakan berpikir historis. Kemudian berpikir historis tersebut

dikelola oleh guru untuk kegiatan belajar dan mengajar sejarah di kelas.

Meskipun telah memiliki enam konsep berpikir historis (historical

thinking) tersebut, Seixas merasa kehilangan konsep lain yang belum dapat

terangkum dalam enam konsep. Seixas (2013:14) mengungkapkan bahwa:

“First, we may be missing a key concept of “interpretation”, or the

closely related concept “contestability” (which appears in the new

Australian curricula). Second, we have said little about the way that the

concepts link to the events, topics, people and places (what some refer to

as “content”) of history. Finally, we have not articulated how they relate

to developing students’ competencies in questioning, researching,

reading, and communicating history.”

Page 33: BAB II KAJIAN TEORI, PENELITIAN YANG RELEVAN DAN … · meningkatkan pertanyaan-pertanyaan dan pencarian jawaban yang terpendam dari rasa keingintahuan mereka (Joyce, dkk., 2011:

41

Berdasarkan pernyataan Seixas tersebut dapat disimpulkan konsep

yang hilang dari bepikir historis (historical thinking) antara lain interpretasi,

konten dan kompetensi sejarah. Interpretasi (interpretation) merupakan konsep

kunci yang hilang dari berpikir historis. Konten (content) merupakan konsep

yang berhubungan dengan peristiwa, topik, orang dan tempat sejarah.

Kompetensi (competencies) siswa guna mengembangkan kemampuan

bertanya, meneliti, membaca, dan berkomunikasi sejarah.

Berdasarkan video “What is Historical Thinking” yang diproduseri

oleh Martin, Preperato dan Schrum (http://www.teachinghistory.org/historical-

thinking-intro), terdapat lima aspek kunci dari berpikir historis antara lain

multiple accounts and perspectives, analysis of primary sources, sourcing,

understanding historical context, dan claim-evidence connection. Selain lima

aspek kunci tersebut, terdapat elemen konsep lain seperti penyebab

(causation), signifikansi (significance), dan perubahan dari waktu ke waktu

(change over time). Adapula strategi membaca seperti corroboration.

Lima aspek kunci dari berpikir historis, antara lain:

1) Beberapa laporan/catatan dan perpektif (multiple accounts and perspectives).

Beberapa laporan/catatan (multiple accounts) dapat berupa buku teks,

dokumen asli, foto, lukisan, film, dan sebagainya. Kemudian, siswa

mempelajarinya untuk dianalisis dan disintesiskan. Tidak ada satu

laporan/catatan dari satu perspektif yang dapat merangkum rumitnya masa

lalu.

2) Menganalis sumber primer (analysis of primary sources). Berpikir historis

termasuk dalam belajar bagaimana membaca, menanyakan,

mengkontekstualisasikan, dan menganalisis sumber. Sumber primer perlu

ditanyakan dan dibaca lebih dekat karena sumber primer dapat mengatakan

cerita berbeda dari peristiwa yang sama.

Page 34: BAB II KAJIAN TEORI, PENELITIAN YANG RELEVAN DAN … · meningkatkan pertanyaan-pertanyaan dan pencarian jawaban yang terpendam dari rasa keingintahuan mereka (Joyce, dkk., 2011:

42

3) Pencarian data (sourcing). Mengidentifikasi dan menanyakan pertanyaan

yang penting pada sumber tentang tujuan dan perpektif penulis ketika sumber

tersebut dibuat dan untuk siapa.

4) Memahami konteks sejarah (understanding historical context). Konteks

sejarah tentang lokasi peristiwa dan sumber pada waktu dan tempat dan

menanyakan pertanyaan untuk itu.

5) Mengklaim–hubungan bukti (claim-evidence connection). Untuk disebut

sejarah, cerita harus didukung oleh bukti. Ketika kita membaca sejarah, kita

menyampaikan cerita dan menjawab pertanyaan.

Berdasarkan standar berpikir historis yang ditetapkan oleh UCLA

(University of California, Los Angeles) Department of History

(http://www.nchs.ucla.edu/history-standards/historical-thinking-standards),

terdapat lima dimensi yang saling berhubungan dari berpikir historis yaitu

chronological thinking (berpikir kronologi), historical comprehension

(pemahaman sejarah), historical analysis and interpretation (analisis dan

interpretasi sejarah), historical research capabilities (kemampuan penelitian

sejarah), dan historic al issues-analysis and decision-making (permasalahan

sejarah-analisis dan pengambilan keputusan).

1) Berpikir kronologi (chronological thinking), siswa mampu untuk

membedakan antara masa lalu, masa sekarang, dan masa depan;

mengidentifikasi struktur temporal dari narasi atau cerita sejarah; membangun

narasi sejarah berdasarkan dunia siswa sendiri; mengukur dan menghitung

kalender waktu; menginterpretasi data yang disajikan dalam pada garis waktu

dan membuat garis waktu; merekonstruksi pola suksesi dan durasi sejarah;

dan membandingkan model alternatif dari periodisasi.

2) Pemahaman sejarah (historical comprehension), siswa mampu untuk

mengidentifikasi penulis atau sumber dari dokumen atau narasi sejarah;

mengrekonstruksi arti harfiah dari bagian sejarah; mengidentifikai pertanyaan

utama; membedakan antara fakta sejarah dan interpretasi sejarah; membaca

narasi sejarah imajinatif; menghargai perpektif sejarah; memanfaatkan data

Page 35: BAB II KAJIAN TEORI, PENELITIAN YANG RELEVAN DAN … · meningkatkan pertanyaan-pertanyaan dan pencarian jawaban yang terpendam dari rasa keingintahuan mereka (Joyce, dkk., 2011:

43

dalam peta sejarah; menggunakan data visual dan matematik; memanfaatkan

sumber visual, sastra, dan musik.

3) Menganalisis dan interpretasi sejarah (historical analysis and interpretation),

membandingkan dan membedakan kumpulan ide-ide; mempertimbangkan

berbagai perspektif; menganalisis hubungan sebab dan akibat dengan

beberapa penyebab yaitu pentingnya individu dan pengaruh ide-ide; menarik

perbandingan melintasi era dan daerah dalam rangka menentukan

permasalahan; membedakan antara ekspresi yang tidak didukung opini dan

hipotesis informasi yang didasarkan pada bukti sejarah; membandingkan

narasi sejarah; menantang argumen sejarah yang tidak dapat dihindari;

menahan interpretasi sejarah sebagai tentative; mengevaluasi perdebatan

besar diantara sejarawan; dan menghipotesis pengaruh pada masa lalu.

4) Kemampuan penelitian sejarah (historical research capabilities),

merumuskan pertanyaan sejarah; mendapatakan data sejarah; menginterogasi

data sejarah; mengidentifikasi kesenjangan dalan catatan yang tersedia dan

memimpin pengetahuan kontekstual dan perspektif waktu dan tempat;

menggunakan analisis kuantitatif; dan mendukung interpretasi dengan bukti

sejarah.

5) Permasalahan sejarah-analisis dan pengambilan keputusan (historical issues-

analysis and decision-making), mengidentifikasi isu-isu dan permasalahan di

masa lalu; memimpin bukti sebelum keadaan; mengidentifikasi sebelum

(antesenden) sejarah yang relevan; mengevaluasi jalan alternatif dari

tindakan; merumuskan posisi atau jalan tindakan pada permasalahan; dan

mengevaluasi pelaksanaan keputusan.

Dapat disimpulkan komponen berpikir historis (historical thinking)

memiliki bermacam-macam komponen tergantung pada pengembangnya.

Pertama, berdasarkan The Historical Thinking Project (sebelumnya bernama

The Benchmarks of Historical Thinking Project) komponen berpikir historis

(historical thinking) terdiri dari enam komponen yaitu signifikansi sejarah

(historical significance), bukti sumber utama (primary sources evidence),

kontinuitas dan perubahan (continuity and change), penyebab dan konsekuensi

Page 36: BAB II KAJIAN TEORI, PENELITIAN YANG RELEVAN DAN … · meningkatkan pertanyaan-pertanyaan dan pencarian jawaban yang terpendam dari rasa keingintahuan mereka (Joyce, dkk., 2011:

44

(cause and consequence), perspektif sejarah (historical perspective-taking),

dan dimensi etis sejarah (the ethical dimension of history).

Kedua, berdasarkan video “What is Historical Thinking” komponen

berpikir historis dibagi menjadi lima yaitu beberapa laporan/catatan dan

perpektif (multiple accounts and perspectives), menganalis sumber primer

(analysis of primary sources), pencarian data (sourcing), memahami konteks

sejarah (understanding historical context), dan mengklaim–hubungan bukti

(claim-evidence connection). Ketiga, berdasarkan standar berpikir historis yang

ditetapkan oleh UCLA (University of California, Los Angeles) Department of

History terdapat lima komponen berpikir historis yaitu berpikir kronologi

(chronological thinking), pemahaman sejarah (historical comprehension),

menganalisis dan interpretasi sejarah (historical analysis and interpretation),

kemampuan penelitian sejarah (historical research capabilities), dan

permasalahan sejarah-analisis dan pengambilan keputusan (historical issues-

analysis and decision-making).

Mengingat banyaknya komponen berpikir historis, maka peneliti

menggunakan komponen berpikir historis yang dikembangkan oleh The

Historical Thinking Project. Pemilihan komponen berpikir historis tersebut

didasarkan pada beberapa pertimbangan. Pertama, komponen berpikir historis

yang dikemukakan adalah hasil penelitian dan pengembangan para ahli di

Kanada sejak tahun 2006-2014. Kedua, komponen historis telah memiliki

guidepost dan lembar kerja sebagai panduan mengimplementasikan enam

komponen berpikir historis. Ketiga, hasil penelitian dan pengembangan

tersebut dilaporkan pada sebuah pertemuan setiap tahunnya dan hasil

pertemuan diterbitkan menjadi buku. Keempat, pada tahun 2014 penelitian dan

pengembangan tentang berpikir historis berakhir dengan hasil layak untuk

digunakan secara umum. Berdasarkan beberapa pertimbangan tersebut,

dipilihlah komponen berpikir historis yang dikembangkan oleh The Historical

Thinking Project yaitu signifikansi sejarah, bukti sumber utama, kontinuitas

Page 37: BAB II KAJIAN TEORI, PENELITIAN YANG RELEVAN DAN … · meningkatkan pertanyaan-pertanyaan dan pencarian jawaban yang terpendam dari rasa keingintahuan mereka (Joyce, dkk., 2011:

45

dan perubahan, penyebab dan konsekuensi, perspektif sejarah, dan dimensi

etis.

c. Penilaian Berpikir Historis (Assessment of Historical Thinking)

Menurut Peck dan Seixas (2008: 1019):

“Assessment is, therefore, a key component, driving what is taught and

learned in classrooms. Classroom assessment in history lags far behind

recent developments in history education research. Much current

assessment practice revolves around factual recall on multiple choice

tests, composition skills on essays, and presentation and appearance of

projects. None of these is unimportant, but if factual recall is the

predominant mode of history assessment, then memorization becomes the

core of the learned history curriculum. If English skills weigh heavily in

history essay tests, then writing skills – not the tools of historical thinking

– become the central curricular focus. If appearance and presentation

are a substantial component of history project assessments, then that is

where students’ attention will lie. History students need both factual

knowledge and composition skills, and appearance and presentation

deserve attention, but these do not add up to history’s distinctive

disciplinary concepts and modes of inquiry.”

Berdasarkan pernyataan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa

penilaian merupakan komponen kunci dalam pembelajaran sejarah untuk

mengetahui apa yang sudah dipelajari di kelas. Kebanyakan penilaian sejarah

hanya berkisar pada ingatan faktual pada tes pilihan ganda, keterampilan

mengkomposisi pada esai, dan penampilan atau presentasi pada proyek sejarah.

Semua penilaian tersebut penting, tetapi jika ingatan faktual menjadi model

dominan pada penilaian sejarah, maka menghafal menjadi inti kurikulum

pembelajaran sejarah. Jika kemampuan berbahasa memiliki bobot yang berat

pada tes esai sejarah, maka keterampilan menulis menjadi fokus penilaian. Jika

penampilan dan presentasi adalah komponen subtansi dari penilaian proyek

sejarah, maka hanya sebagian siswa saja yang memperhatikan. Siswa mata

pelajaran sejarah membutuhkan pengetahuan faktual dan keterampilan

komposisi, dan penampilan serta presentasi. Namun, perlu pula ditambahkan

konsep disiplin dan model penyelidikan khas sejarah.

Page 38: BAB II KAJIAN TEORI, PENELITIAN YANG RELEVAN DAN … · meningkatkan pertanyaan-pertanyaan dan pencarian jawaban yang terpendam dari rasa keingintahuan mereka (Joyce, dkk., 2011:

46

Seixas dan Colyer (2010: 10) menyatakan:

“New ways of teaching history will have to be accompanied by new ways

of assessing history learning. Assessments should support and promote

learning while providing information for reporting how well students are

doing. As well, we need system-wide assessments to monitor uptake by

teachers and improvement in student competencies… Focus on formative

assessment, but also… Teachers need to be able to convert competency

in historical thinking into summative data for the purpose of reporting.”

Berdasarkan pernyataan tersebut, dapat disimpulkan bahwa cara baru

dalam pembelajaran sejarah harus diikuti dengan cara baru menilai

pembelajaran sejarah tersebut. Penilaian harus mendukung pembelajaran dan

memberikan informasi sebagai laporan seberapa baik siswa dalam berpikir

historis. Dibutuhkannya sistem penilaian keseluruhan guna memonitor serapan

guru dan peningkatan kompetensi siswa. Penilaian sejarah dianjurkan fokus

pada penilaian formatif, tetapi guru juga harus mampu mengkonversi

kompetensi berpikir historis menjadi data sumatif untuk tujuan laporan.

Breakstone dan Smith (2012: 15) berpendapat bahwa “

The history education community wants students to thinking critically,

contend with competing interpretations, and use evidence to support

arguments. Good assessments are necessary in order to achieve these

goals. Unfortunately, there is a poverty of imagination in history testing

in the United States. Teachers are primarily presented with two disparate

models: the multiple-choice question and the document-based question

(DBQ).”

Berdasarkan pernyataan tersebut, dapat disimpulkan di Amerika

Serikat, komunitas pendidikan sejarah menginginkan siswa untuk berpikir

kritis, bersaing dengan interpretasi, dan menggunakan bukti untuk mendukung

argument mereka. Penilaian yang baik adalah penialian yang diperlukan guna

mencapai tujuan pembelajaran tersebut. Namun, kebanyakan guru hanya

menyajikan dua model penilaian sejarah yaitu pertanyaan pilihan ganda dan

pertanyaan berbasis dokumen.

Selajutnya, Breakstone dan Smith (2012: 15) menambahkan bahwa

kebanyakan standar ujian sejarah di Amerika Serikat hanya menggunakan

pertanyaan pilihan ganda untuk mengukur pemahaman sejarah. Pertanyaan

Page 39: BAB II KAJIAN TEORI, PENELITIAN YANG RELEVAN DAN … · meningkatkan pertanyaan-pertanyaan dan pencarian jawaban yang terpendam dari rasa keingintahuan mereka (Joyce, dkk., 2011:

47

pilihan ganda mungkin cukup untuk menilai pengetahuan faktual, tetapi tidak

dapat mengukur keterampilan tingkat tinggi siswa. Penilaian berbasis dokumen

atau DBQ (document-based question) kaya akan latihan untuk siswa. Jika,

siswa sudah mampu mengerjakan tugas kompleks seperti membaca berbagai

sumber, merumuskan argumen, dan menyusun sebuah esai analisis dalam satu

jam.

Seixas dan Colyer (2012: 28) berpendapat bahwa setiap konsep

berpikir historis meminta kita untuk mengatasi sebuah masalah:

1) Dari seluruh masa lalu manusia, apa yang patut dipelajari tentangnya?

Masalah signifikansi sejarah.

2) Bagaimana kita tahu apa yang kita tahu; bagaimana kita dapat menggunakan

jejak, sisa, dari masa lalu untuk mendukung klaim tentang apa yang terjadi?

Masalah bukti.

3) Bagaimana perubahan sejarah terjalin dengan kontinuitas? Masalah

kesinambungan dan perubahan.

4) Apa saja lapisan-lapisan penyebab yang menyebabkan, dari waktu ke waktu,

untuk setiap peristiwa tertentu? Apa konsekuensi yang bergelombang setelah

itu? Masalah sebab dan akibatnya.

5) Apa rasanya hidup di zaman sangat berbeda dari kita sendiri; Bisakah kita

benar-benar memahami? Masalah mengambil perspektif sejarah.

6) Dan akhirnya, bagaimana bisa kita, di masa sekarang, menghakimi pelaku

dalam berbagai keadaan di masa lalu; kapan dan bagaimana kejahatan dan

pengorbanan pada masa lalu melahirkan konsekuensi hari ini; dan kewajiban

apa kita miliki saat ini sehubungan dengan konsekuensi tersebut? Etis

dimensi sejarah.

Berdasarkan enam konsep berpikir historis (historical thinking), maka

The Benchmarks of Historical Thinking Project menetapkan tingkatan paling

tinggi yang siswa mampu lakukan dan tugas-tugas siswa yang disarankan

Page 40: BAB II KAJIAN TEORI, PENELITIAN YANG RELEVAN DAN … · meningkatkan pertanyaan-pertanyaan dan pencarian jawaban yang terpendam dari rasa keingintahuan mereka (Joyce, dkk., 2011:

48

(Seixas, 2006: 1-2). Adapun tingkatan paling tinggi yang siswa mampu

lakukan dan tugas-tugas siswa yang disarankan tersebut, sebagai berikut:

1) Signifikansi sejarah (historical significance)

a) Tingkatan paling tinggi, siswa akan mampu untuk:

(1)Menunjukkan bagaimana suatu peristiwa, seseorang atau perkembangan

memberikan pengaruh yang baik dengan menunjukkan bagaimana hal

tersebut dapat tertanam dalam hal- hal yang lebih besar, narasi yang

bermakna atau dengan menunjukkan bagaimana hal tersebut dapat

digunakan untuk menyoroti suatu isu yang sedang berlangsung atau akan

terjadi.

(2)Menjelaskan bagaimana dan mengapa signifikansi sejarah dapat bervariasi

dari waktu ke watu atau dari satu kelompok dengan kelompok yang lain

b) Tugas siswa yang disarankan:

(1) Menjelaskan apa yang membuat [X] bermakna.

(2) Memilihlah “peristiwa yang paling bermakna” dan menjelaskan pilihan

tersebut.

(3) Mengidentifikasi dan menjelaskan perbedaan yang signifikan dari waktu

ke waktu atau dari kelompok ke kelompok.

2) Bukti (Evidence)

a) Tingkatan paling tinggi, siswa akan mampu untuk:

(1) Menggunakan beberapa sumber utama untuk membangun sebuah laporan

asli dari peristiwa sejarah.

b) Tugas siswa yang disarankan:

(1) Merumuskan pertanyaan tentang sumber utama, dimana jawabannya akan

membantu menjelaskan kontek sejarah.

(2) Menganalisis sumber utama untuk melihat tujuan, nilai-nilai dan

pandangan penulis.

(3) Membandingkan sudut pandang dan kegunaan dari beberapa sumber

primer.

(4) Menilai apa yang dapat dan tidak dapat dijawab oleh sumber primer

tertentu.

Page 41: BAB II KAJIAN TEORI, PENELITIAN YANG RELEVAN DAN … · meningkatkan pertanyaan-pertanyaan dan pencarian jawaban yang terpendam dari rasa keingintahuan mereka (Joyce, dkk., 2011:

49

(5) Menggunakan sumber primer untuk membangun sebuah argumen atau

narasi.

3) Kontinuitas dan perubahan (continuity and change)

a) Tingkatan paling tinggi, siswa akan mampu untuk:

(1)Menjelaskan bagaiman beberapa hal berlanjut dan berubah, dalam periode

sejarah.

(2)Mengidentifikasi perubahan dari waktu ke waktu dalam aspek-aspek

kehidupan yang biasanya diasumsikan berlanjut; dan untuk

mengidentifikasi kontinuitas dalam aspek-aspek kehidupan kita yang

biasanya diasumsikan memiliki perubahan dari waktu ke waktu.

(3)Memahami periodisasi dan penilaian atas kemajuan dan kemunduran yang

dapat bervariasi tergantung tujuan dan perspektifnya.

b) Tugas siswa yang disarankan:

(1)Tempatkan serangkaian gambar secara kronologi, menjelaskan kenapa

ditempatkan pada urutan tersebut.

(2)Membandingkan dua (atau lebih) dokumen dari masa periode yang

berbeda dan menjelaskan perubahan apa dan apakah tetap sama dari waktu

ke waktu.

(3)Menilai kemajuan dan kemunduran dari sudut pandang dari berbagai

kelompok pada titik waktu tertentu.

4) Penyebab dan konsekuensi (cause and consequence)

a) Tingkatan paling tinggi, siswa akan mampu untuk:

(1)Mengidentifikasi pengaruh dari tindakan manusia yang disengaja, dan

batas dari tindakan manusia yang menyebabkan perubahan.

(2)Mengidentifikasi berbagai jenis penyebab dari peristiwa tertentu,

menggunakan satu atau lebih laporan dari peristiwa tersebut.

(3)Dapat membangun pendapat tandingan yang faktual (misalnya, jika

Inggris tidak menyatakan perang terhadap Jerman pada tahun 1914,

maka…)

b) Tugas siswa yang disarankan:

(1)Memeriksa peristiwa sehari-hari (misalnya kecelakan mobil) untuk

Page 42: BAB II KAJIAN TEORI, PENELITIAN YANG RELEVAN DAN … · meningkatkan pertanyaan-pertanyaan dan pencarian jawaban yang terpendam dari rasa keingintahuan mereka (Joyce, dkk., 2011:

50

mengetahui kemungkinan penyebabnya.

(2)Menganalisis bagian dari sejarah, dan mengidentifikasi “jenis-jenis

penyebab,” (misalnya, ekonomi, politik, budaya; kondisi, tindakan

individu) yang disarankan sebagai penyebab.

(3)Memeriksa hubungan antara motivasi dan niat seorang pelaku, dan

konsekuensi dari tindakan mereka.

(4)Membuat bagan penyebab [X] dan menjelaskan susunannya.

(5)Bagaimana mungkin seseorang pada saat itu dapat menjelaskan penyebab

[X] dan bagaimana dapat berbeda dari apa yang kita jelaskan sekarang?

5) Mengambil sebuah perspektif sejarah (taking an historical perspective)

a) Tingkatan paling tinggi, siswa akan mampu untuk:

(1) Mengenali presentism di dalam laporan sejarah.

(2) Menggunakan bukti dan pemahaman dari konteks sejarah untuk menjawab

pertanyaan tentang kenapa orang-orang bertindak seperti yang mereka

lakukan (atau berpikir apa yang mereka lakukan) bahkan ketika tindakan

mereka tampak pada mulanya irasional atau tidak dapat dipahami atau

berbeda dari yang kita lakukan atau pikirkan.

b) Tugas siswa yang disarankan:

(1)Menulis sebuah surat, catatan harian, poster (dll) dari perspektif [X],

berdasarkan salah satu pada beberapa sumber yang disediakan oleh guru,

atau sumber yang siswa temukan.

(2)Membandingkan sumber primer yang ditulis (atau digambar, dilukis, dll)

dari dua perspektif yang bertentangan atau berbeda tentang peristiwa yang

diberikan. Menjelaskan perbedaan pada mereka.

6) Dimensi etis (the ethical dimension)

a) Tingkatan paling tinggi, siswa akan mampu untuk:

(1)Membuat penilaian tentang tindakan orang-orang di masa lalu, mengenali

konteks sejarah dimana mereka beroperasi.

(2)Menggunakan narasi sejarah untuk menginformasikan penilaian tentang

etika dan pertanyaan politik pada masa sekarang.

b) Tugas siswa yang disarankan:

Page 43: BAB II KAJIAN TEORI, PENELITIAN YANG RELEVAN DAN … · meningkatkan pertanyaan-pertanyaan dan pencarian jawaban yang terpendam dari rasa keingintahuan mereka (Joyce, dkk., 2011:

51

(1)Memeriksa isu sejarah yang melibatkan, mengidentifikasi perspektif yang

hadir pada saat itu, dan menjelaskan bagaimana konflik sejarah dapat

mendidik kita saat ini.

(2)Siswa mengidentifikasi etika sebuah isu saat ini, aspek penelitian meliputi

latar belakang sejarah, menjelaskan implikasi dari sejarah pada saat ini.

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, maka penilaian berpikir

historis yang akan digunakan oleh peneliti adalah lembar kerja berdasarkan

arsip koran sebagai sumber sejarah dan sumber belajar mahasiswa Prodi

Sejarah FKIP Universitas Lambung Mangkurat pada mata kuliah sejarah lokal.

Adapun lembar kerja tersebut didasarkan pada tugas siswa yang disarankan

oleh The Benchmarks of Historical Thinking Project berdasarkan pada

signifikansi sejarah (historical significance), bukti sumber utama (primary

sources evidence), kontinuitas dan perubahan (continuity and change),

penyebab dan konsekuensi (cause and consequence), mengambil perspektif

sejarah (historical perspective-taking), dan dimensi etis sejarah (the ethical

dimension of history).

B. Penelitian yang Relevan

Penelitian yang relevan dengan penelitian dan pengembangan ini, antara

lain berupa tesis, jurnal internasional dan laporan pertemuan. Adapun penelitian

yang relevan berupa tesis yaitu tesis yang berjudul “Model Pembelajaran Sejarah

Berbasis Arsip-Dokumen untuk Meningkatkan Eksplanasi Sejarah Mahasiswa

STKIP-PGRI Pontianak Kalimantan Barat” oleh Fandri Minandar. Penelitian pada

tesis ini mengembangkan model pembelajaran sejarah berbasis arsip-dokumen

sebagai alternatif untuk meningkatkan kemampuan eksplanasi mahasiswa. Hasil

uji kelayakan para ahli materi memberikan nilai 4,96 (sangat baik) dan ahli model

4,78 (sangat baik). Sedangkan, hasil uji efektivitas menunjukkan hasil perhitungan

uji T 2,510 dengan taraf signifikansi 0,016 < 0,025, yang artinya model

pembelajaran sejarah yang dikembangkan efektif untuk meningkatkan

kemampuan eksplanasi mahasiswa.

Page 44: BAB II KAJIAN TEORI, PENELITIAN YANG RELEVAN DAN … · meningkatkan pertanyaan-pertanyaan dan pencarian jawaban yang terpendam dari rasa keingintahuan mereka (Joyce, dkk., 2011:

52

Adapula tesis yang berjudul “Penerapan Metode Inkuiri dalam

Pembelajaran Sejarah melalui Novel Penakluk badai untuk Meningkatkan

Kemampuan Berpikir Historis pada Siswa Kelas XIII IPS MAN 1 Karanggede”

oleh Anyta Khafiyah. Pembelajaran sejarah menggunakan metode inkuiri melalui

novel dapat meningkatkan prestasi dan kemampuan berpikir historis siswa. Dalam

penelitian tersebut pada setiap siklus dilakukan post test dan pemberian angket

untuk mengetahui tingkat prestasi belajar dan kemampuan berpikir historis siswa.

Berdasarkan hasil post test nilai prestasi belajar siswa mengalami peningkatan

pada tiap siklusnya yaitu pada siklus I rata kelas 69,5 siklus II 76,5 dan siklus III

81. Sedangkan pada angket berpikir historis juga mengalami peningkatan, siswa

mulai mampu mengidentifikasi kondisi sejarah, merekonstruksi peristiwa sejarah,

dan memiliki kesadaran tentang adanya perbedaan rentang waktu masa lampau.

Selain itu dilihat dari angket yang diberikan juga mengalami peningkatan pada

siklus I 70,3% siklus II 77,05% dan siklus III 86,30%.

Penelitian yang relevan berupa jurnal internasional yaitu tulisan dari

Seixas dan Peck pada tahun 2004 yang berjudul “Teaching Historical Thinking”.

Tulisan ini menyebutkan dan menjelaskan elemen dari berpikir historis (elements

of historical thinking) yang terdiri dari significance; epistemology and evidence;

continuity and change; progress and decline; empathy (historical perspective-

taking) and moral judgement; dan historical agency. Selain itu, Seixas dan Peck

juga memberikan beberapa contoh topik bagi guru yang menerapkan berpikir

historis (historical thinking) di kelas.

Jurnal internasional yang ditulis oleh Peck dan Seixas pada tahun 2008

yang berjudul “Benchmarks of Historical Thinking: First Steps”. Tulisan ini

berisikan awal berdirinya The Benchmarks of Historical Thinking Project pada

tahun 2006. Penilaian merupakan poin awal dari proyek tersebut, yang kemudian

dibangunlah sebuah model kognitif kesejarahan pada The April Symposium di

Kanada. Selain itu, adapula contoh studi di kelas dengan penggunaan signifikansi

sejarah (historical significance).

Page 45: BAB II KAJIAN TEORI, PENELITIAN YANG RELEVAN DAN … · meningkatkan pertanyaan-pertanyaan dan pencarian jawaban yang terpendam dari rasa keingintahuan mereka (Joyce, dkk., 2011:

53

Penelitian yang relevan berupa laporan pertemuan yaitu laporan

pertemuan yang berjudul “”Scaling Up” the Benchmarks of Historical Thinking”

pada tanggal 14-15, Februari 2008 di Vancouver, Kanada. Laporan tersebut

menjelaskan tujuan dan sejarah singkat berdirinya The Benchmarks of Historical

Thinking Project. Pada laporan pertemuan ini dilampirkan pula “Benchmarks of

Historical Thinking: A Framework for Assessment in Canada” yang berupa

penjelasan dan kerangka kerja untuk penilaian enam konsep dari berpikir historis

(historical thinking) antara lain establish historical significance; use primary

sources as evidence; identify continuity and change; analyze cause and

consequence; take a historical perspective; dan understand the moral dimension

in history.

Laporan pertemuan yang berjudul “A Big Step Forward Historical

Thinking in Provincial Curricula, Assessments and Professional Development”

pada tanggal 18-20 Februari 2010 di Toronto, Kanada. Laporan ini berisikan

penjelasan mengenai kurikulum provinsi yang memiliki kontrol dalam

pendidikan, penilaian berpikir historis berupa formatif dan sumatif menggunakan

kerangka yang sudah ada dan pengembangan professional khususnya ditujukan

pada guru.

Laporan pertemuan yang berjudul ”Assessment of Historical Thinking”

pada tanggal 18-20, Januari 2012 di Toronto, Kanada. Laporan pertemuan

tersebut menjelaskan secara singkat mengenai The Historical Thinking Project

sebagai lanjutan dari The Benchmarks of Historical Thinking Project. Selain itu,

adapula abstrak dari para penyaji pada pertemuan tersebut yang merupakan hasil

penelitian mengenai Assessment of Historical Thinking.

Laporan pertemuan yang berjudul ”Linking Historical Thinking

Concepts, Content and Competencies” pada tanggal 15-17, Januari 2013 di

Toronto, Kanada. Laporan pertemuan ini membahas pemikiran ulang berpikir

historis. Selain enam konsep berpikir historis seperti historical significance;

evidence; continuity and change; cause and consequence; historical perspective-

taking; dan the ethical dimension of history, mungkin saja hilangnya konsep kunci

Page 46: BAB II KAJIAN TEORI, PENELITIAN YANG RELEVAN DAN … · meningkatkan pertanyaan-pertanyaan dan pencarian jawaban yang terpendam dari rasa keingintahuan mereka (Joyce, dkk., 2011:

54

lain seperti konten (content), interpretasi (interpretation), dan kompetensi

(competencies) sejarah pada berpikir historis tersebut.

C. Kerangka Berpikir

Kerangka berpikir dalam penelitian dan pengembangan ini dapat

digambarkan sebagai berikut:

Bagan 2.2 Skema Kerangka Berpikir Penelitian dan Pengembangan

Arsip koran sebagai

sumber belajar

Permasalahan

Pembelajaran Sejarah

1. Teacher center

2. Metode yang digunakan seperti

seperti ceramah, presentasi media

powerpoint, tanya jawab dan

diskusi

3. Mahasiswa yang pasif

4. Keterbatasan sumber belajar

primer

Solusi:

Model pembelajaran sejarah

yang berpusat pada mahasiswa

(student centered)

Model Pembelajaran Sejarah Berbasis Arsip Koran Untuk

Meningkatkan Berpikir Historis (Historical Thinking)

(Studi Pada Mahasiswa Program Studi Pendidikan Sejarah

FKIP Universitas Lambung Mangkurat)

Model pembelajaran berpusat kepada mahasiswa dengan

mengggunakan koran sebagai sumber belajar

Berpikir Historis

(Historical Thinking)

1. Membangun makna sejarah

2. Menggunakan bukti sumber utama

3. Mengidentifikasi kesinambungan

dan perubahan

4. Menganalisis penyebab dan

konsekuensi

5. Mengambil perspektif sejarah

memahami dimensi

6. Moral dari interpretasi sejarah

Page 47: BAB II KAJIAN TEORI, PENELITIAN YANG RELEVAN DAN … · meningkatkan pertanyaan-pertanyaan dan pencarian jawaban yang terpendam dari rasa keingintahuan mereka (Joyce, dkk., 2011:

55

D. Model Hipotetik

Pada penelitian dan pengempangan ini, model pengembangan yang

digunakan ialah model Four-D (4D) yang dikembangkan oleh Sivasailam

Thiagarajan, Dorothy S. Semmel, dan Melvyn I. Model hipotetik dalam penelitian

ini dapat dilihat pada bagan 2.3.

DEFINE

STUDI PENDAHULUAN

Analisis Permasalahan Analisis Peserta Didik Analisis Kompetensi Analisis Konsep

PENENTUAN TUJUAN

PEMBELAJARAN

DESIGN

TUJUAN PEMBELAJARAN

Penyusunan Tes

DRAF AWAL MODEL PEMBELAJARAN

SEJARAH LOKAL BERBASIS ARSIP KORAN

UNTUK MENINGKATKAN BERPIKIR HISTORIS

(HISTORICAL THINKING)

Pemilihan Format Pemilihan Model Pembelajaran

Tes Penguasaan Konsep

dan Berpikir Historis

(Historical Thinking)

Dasar Teoritik

Pengembangan Draf

Model Pembelajaran

Page 48: BAB II KAJIAN TEORI, PENELITIAN YANG RELEVAN DAN … · meningkatkan pertanyaan-pertanyaan dan pencarian jawaban yang terpendam dari rasa keingintahuan mereka (Joyce, dkk., 2011:

56

Bagan 2.3 Model Hipotetik Penelitian dan Pengembangan

DEVELOPMENT

Pretes Penggunaan Model Pembelajaran Postes

DRAF AWAL MODEL PEMBELAJARAN

SEJARAH LOKAL BERBASIS ARSIP KORAN

UNTUK MENINGKATKAN BERPIKIR HISTORIS

(HISTORICAL THINKING)

Validasi Model Pembelajaran Validasi Materi

UJI COBA

KELOMPOK KECIL Draf Awal Revisi I

Draft Revisi II

Draft Revisi III

UJI COBA

KELOMPOK BESAR

UJI EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN

SEJARAH LOKAL BERBASIS ARSIP KORAN

UNTUK MENINGKATKAN BERPIKIR HISTORIS

Pretes Penggunaan Model Pembelajaran Postes

Draft Revisi IV

HASIL UJI EFEKTIVITAS

DRAF AKHIR MODEL PEMBELAJARAN SEJARAH LOKAL

BERBASIS ARSIP KORAN UNTUK MENINGKATKAN

BERPIKIR HISTORIS (HISTORICAL THINKING)

DISSEMINATION