BAB II KAJIAN TEORI A. Definisi Kepemimpinan (Leadershipdigilib.uinsby.ac.id/1393/5/Bab 2.pdf ·...

18
BAB II KAJIAN TEORI A. Definisi Kepemimpinan (Leadership) Leadership adalah pengaruh, khususnya pengaruh dari perilaku dan pikiran orang lain. Bagi orang dalam organisasi, leadership secara khusus berarti mempengaruhi kinerja mereka. Leadership dapat dipahami dalam banyak hal: (a) seorang yang kuat; (b) pembuat transaksi; dan (c) pembuat inspirasi. 1 Secara etimologi, kepemimpinan berasal dari pemimpin. Dalam bahasa Inggris, leadership yang berarti kepemimpinan, dari kata dasar leader berarti pemimpin dari kata to lead yang terkandung beberapa arti yang saling erat hubungannya: bergerak lebih awal, berjalan di awal, mengambil langkah awal, berbuat paling dulu, memelopori, mengarahkan pikiran-pikiran-orang lain, membimbing, dan menggerakkan. 2 Sedangkan James Lipham, seperti yang diikuti oleh M. Ngalim Purwanto, mendefinisikan kepemimpinan adalah permulaan dari suatu struktur atau prosedur baru untuk mencapai tujuan-tujuan dan sasaran organisasi atau untuk mengubah tujuan-tujuan dan sasaran organisasi. 3 Kepemimpinan memiliki berbagai perbedaan pada beberapa hal, namun demikian yang pasti ada dari definisi kepemimpinan adalah suatu proses dalam kepemimpinan untuk memberikan pengaruh secara sosial kepada orang lain, sehingga orang lain tersebut menjalankan suatu proses sebagaimana diinginkan oleh pemimpin. 4 1 Veithzal Rivai, Islamic Leadership (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), 97. 2 Sudarwan Danin dan Suparno, Manajemen dan Kepemimpinan (Yogyakarta: Kanisius, 2004), 1. 3 M. Ngalim Purwanto, Administrasi dan Supervisi Pendidikan (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2007), 27. 4 Muhaimin, Manajemen Pendidikan Aplikasi dalam Penyusunan Rencana Pengembangan Sekolah/Madrsah (Jakarta: Kencana, 2011), 29.

Transcript of BAB II KAJIAN TEORI A. Definisi Kepemimpinan (Leadershipdigilib.uinsby.ac.id/1393/5/Bab 2.pdf ·...

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Definisi Kepemimpinan (Leadership)

Leadership adalah pengaruh, khususnya pengaruh dari perilaku dan pikiran orang

lain. Bagi orang dalam organisasi, leadership secara khusus berarti mempengaruhi

kinerja mereka. Leadership dapat dipahami dalam banyak hal: (a) seorang yang kuat; (b)

pembuat transaksi; dan (c) pembuat inspirasi.1

Secara etimologi, kepemimpinan berasal dari pemimpin. Dalam bahasa Inggris,

leadership yang berarti kepemimpinan, dari kata dasar leader berarti pemimpin dari kata to

lead yang terkandung beberapa arti yang saling erat hubungannya: bergerak lebih awal,

berjalan di awal, mengambil langkah awal, berbuat paling dulu, memelopori, mengarahkan

pikiran-pikiran-orang lain, membimbing, dan menggerakkan.2

Sedangkan James Lipham, seperti yang diikuti oleh M. Ngalim Purwanto,

mendefinisikan kepemimpinan adalah permulaan dari suatu struktur atau prosedur baru untuk

mencapai tujuan-tujuan dan sasaran organisasi atau untuk mengubah tujuan-tujuan dan

sasaran organisasi.3

Kepemimpinan memiliki berbagai perbedaan pada beberapa hal, namun demikian

yang pasti ada dari definisi kepemimpinan adalah suatu proses dalam kepemimpinan untuk

memberikan pengaruh secara sosial kepada orang lain, sehingga orang lain tersebut

menjalankan suatu proses sebagaimana diinginkan oleh pemimpin.4

1 Veithzal Rivai, Islamic Leadership (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), 97. 2 Sudarwan Danin dan Suparno, Manajemen dan Kepemimpinan (Yogyakarta: Kanisius, 2004), 1. 3 M. Ngalim Purwanto, Administrasi dan Supervisi Pendidikan (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2007), 27. 4 Muhaimin, Manajemen Pendidikan Aplikasi dalam Penyusunan Rencana Pengembangan Sekolah/Madrsah (Jakarta: Kencana, 2011), 29.

Kepemimpinan dalam Islam merujuk pada banyak kata, salah satunya yaitu khilafah

yang dalam literatur klasik seperti yang diungkapkan oleh Abi al-Hasan ‘Ali ibn Muhammad

ibn al-Basrı al-Baghdadı al-Mawardı didefinisikan sebagai:5

لر ا ي ه : ة ف ال خل ا اس ي الد ة ام ق إل ىد ص الت يف ة ام ع ال ة ب ن ي ح ا ال اء ي الد م و ل ع ي ق ال و ,م ال س إل ا ن ا رك أ ة ام ق إ و , ة ي ن ام ي م و , اد ه اجل ب ر تـ ن م ه ب ق ل ع تـ ا يـ ت ر ف ال و س و يـ اجل ب ي س و و , ة ل ا تـ ق م ل ل ط ع ا ق ال و , يئ ف ال ن م م ه ا ئ ة ام ق إ و , اء ض ق ال ب ام ي

ر و , د و د احل ظ م ال ع ف ر ع م ال ب ر م أل ال و , م ـال م ال ن ع ي ه النـ و ف و ر ك ن ن ي اب ل ص يب الن ن ع ة ل ع ي اهللا .م ل س و ه ي

Khilafah adalah pemimpin umum yang memiliki tugas untuk menegakkan agama dengan menghidupkan ilmu-ilmu agama, menegakkan rukun Islam, melaksanakan jihad dan sesamanya, dengan mengatur tentara, dan pasukan kuda untuk berperang, dan memberikan harta fai’, melaksanakan qada’, menegakkan had dan menulak kezaliman.

Sedangkan Wahbah al-Zuhailı, memberikan batasan terhadap term khilafah yang

hampir sama dengan batasan dari Abi al-Hasan ‘Ali ibn Muhammad ibn Habib al-Basrı al-

Baghdadı al-Mawardı bahwa khilafah:6

الد ر م أ يف ة ام ع ة اس ئ ر : ة ف ال خل ا الد و ن ي نـ ف ال خ : اي ل ص يب الن ن ع ة ل ع ى اهللا .م ل س و ه ي

Khilafah adalah pemimpin umum yang memiliki tugas menjalankan urusan agama dan dunia, sebagai ganti Nabi Muhammad SAW.

B. Fungsi Kepemimpinan

Kepemimpinan yang efektif hanya dapat terwujud apabila dijalankan sesuai dengan

fungsinya. Fungsi pemimpin ini berhubungan langsung dengan situasi sosial dalam

kehidupan kelompok atau organisasi masing-masing yang mengisyaratkan bahwa setiap

pemimpin berada di dalam dan bukan di luar situasi itu. Pemimpin harus berusaha agar

menjadi bagian di dalam situasi sosial kelompok/organisasinya.

Pemimpin yang membuat keputusan dengan memperhatikan situasi sosial

kelompok/organisasinya, akan dirasakan sebagai keputusan bersama yang menjadi tanggung

5 Abi al-Hasan ‘Ali ibn Habib al-Basrı al-Baghdadı al-Mawardı, al-Ahk푎m al-Sultaniyah, wa al-Wil푎yah al-Diniyyah (Beirut: Dar al-Fikr, 1960), 5. 6 Wahbah al-Zuhailı, Fiqh al-Isl푎m wa Adillatuh (Damsyiq: Dar al-Fikr, 1989), 661.

jawab bersama pula dalam melaksanakannya. Dengan demikian, akan terbuka peluang bagi

pemimpin untuk mewujudkan fungsi-fungsi kepemimpinan sejalan dengan situasi sosial yang

di kembangkannya. Dari deskripsi tersebut dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa fungsi atau

serangkaian tugas-tugas yang harus dilaksanakan seorang pemimpin disebut sebagai fungsi

kepemimpinan.7

Pada aspek yang lain, seorang pemimpin itu pada umumnya merefleksikan sifat-sifat

dan tujuan dari kelompoknya.8 Oleh sebab itu, fungsi kepemimpinan merupakan bagian

dari mekanisme organisasi dalam mencapai tujuan yang telah disepakati. Fungsi

kepemimpinan itu memiliki dua dimensi sebagai berikut: 1). dimensi yang berkenaan

dengan tingkat kemampuan mengarahkan (direction) dalam tindakan atau aktivitas

pemimpin, yang terlihat pada tanggapan orang-orang yang dipimpinnya; 2). dimensi

yang berkenaan dengan tingkat dukungan (support) atau keterlibatan orang-orang yang

dipimpin dalam melaksanakan tugas-tugas pokok kelompok/organisasi, yang dijabarkan

dan dimanifestasikan melalui keputusan-keputusan dan kebijaksanaan-kebijaksanaan

pemimpin.

Berdasarkan kedua dimensi itu, selanjutnya secara operasional dapat dibedakan lima

fungsi pokok kepemimpinan. Lima fungsi kepemimpinan tersebut adalah sebagai berikut:9

1. Fungsi Instruktif

Pemimpin sebagai pengambil keputusan berfungsi memerintahkan pelaksanaannya pada

orang-orang yang dipimpin. Pemimpin sebagai komunikator merupakan pihak yang

menentukan apa (isi perintah), bagaimana (cara mengerjakan perintah), kapan (waktu

memulai, melaksanakan, dan melaporkan hasilnya), dan di mana (tempat mengerjakan

perintah) agar keputusan dapat diwujudkan secara efektif.

7 Wahjosumidjo, Kepemimpinan Kepala Sekolah: Tinjauan Teoritik dan Permasalahannya (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008), 41. 8 Kartini Kartono, Pemimpin dan Kepemimpinan: Apakah Kepemimpinan Abnormal Itu? (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008), 93. 9 Baharuddin dan Umiarso, Kepemimpinan Pendidikan Islam: Antara Teori dan Praktik (Yogyakarta: Ar-Ruz Media, 2012), 438-439.

2. Fungsi Konsultatif

Pemimpin kerap kali memerlukan bahan pertimbangan yang mengharuskannya

berkonsultasi dengan orang-orang yang dipimpinnya. Konsultasi dapat pula dilakukan

melalui arus sebaliknya, yakni dari orang-orang yang dipimpin kepada pemimpin

yang menetapkan keputusan dan memerintahkan pelaksanaannya. Hal ini berarti

fungsi ini berlangsung dan bersifat komunikasi dua arah, meskipun pelaksanaannya

sangat tergantung pada pihak pemimpin.

3. Fungsi Partisipatif

Fungsi ini berarti kesediaan pemimpin untuk tidak berpangku tangan pada saat-saat

orang yang dipimpin melaksanakan keputusannya. Pemimpin tidak boleh sekedar

mampu membuat keputusan dan memerintahkan pelaksanaannya, tetapi juga ikut dalam

proses pelaksanaannya, dalam batas-batas tidak menggeser dan mengganti petugas yang

bertanggung jawab melaksanakannya.

4. Fungsi Delegatif

Fungsi ini mengharuskan pemimpin memilah-milah tugas pokok organisasinya dan

mengevaluasi yang dapat dan tidak dapat dilimpahkan kepada orang-orang yang

dipercayainya. Fungsi delegasi pada dasarnya berarti kepercayaan. Pemimpin harus

bersedia dan dapat mempercayai orang lain sesuai dengan posisi/jabatannya.

5. Fungsi Pengendalian

Pemimpin mampu mengatur aktivitas anggotanya secara terarah dan dalam koordinasi

yang efektif sehingga memungkinkan tercapainya tujuan bersama secara maksimal. 10

Mirip dengan pendapat Stephen P. Robbin, sehubungan dengan arti kepemimpinan,

Soekarto Indrafachrudi menyimpulkan bahwa fungsi kepemimpinan pada dasarnya dapat

dibagi menjadi dua macam sebagai berikut:11

10 Ibid, 40.

1. Fungsi yang bertalian dengan tujuan yang hendak dicapai.12

a. Memikirkan dan merumuskan dengan teliti tujuan kelompok serta menjelaskan

kepada anggota-anggotanya supaya dapat bekerja sama mencapai tujuan itu.

b. Memberi dorongan kepada anggota-anggota kelompok untuk menganalisis situasi

supaya dapat dirumuskan rencana kegiatan kepemimpinan yang dapat memberi

harapan baik.

c. Membantu anggota kelompok dalam mengumpulkan keterangan yang perlu supaya

dapat mengadakan pertimbangan yang sehat.

d. Menggunakan kesanggupan dan minat khusus anggota kelompok.

e. Memberi dorongan kepada setiap anggota kelompok untuk melahirkan perasaan dan

pikirannya dan memilih buah pikiran yang baik dan berguna dalam pemecahan

masalah yang dihadapi oleh kelompok.

f. Memberi kepercayaan dan tanggung jawab kepada anggota dalam melaksanakan

tugas sesuai dengan kemampuan masing-masing demi kepentingan bersama.13

2. Fungsi yang bertalian dengan penciptaan suasana pekerjaan yang sehat dan

menyenangkan sambil memeliharanya.

a. Memupuk dan memelihara kebersamaan di dalam kelompok.

b. Mengusahakan suatu tempat bekerja yang menyenangkan sehingga dapat dipupuk

kegembiraan dan semangat bekerja dalam pelaksanaan tugas.

c. Dapat menanamkan dan memupuk perasaan para anggota bahwa mereka termasuk

dalam kelompok dan merupakan bagian dari kelompok. Semangat kelompok dapat

dibentuk melalui penghargaan terhadap usaha setiap anggota atau kelompok demi

kepentingan kelompok dan melalui social activities.

11 Soekarto Indrafachrudi, Bagaimana Memimpin Sekolah Yang Efektif (Bogor: Ghalia Indonesia, 2006), 3-4. 12 Ibid, 3-4 13 Ibid, 4-5

d. Menggunakan kelebihan yang dimilikinya bukan untuk berkuasa atau mendominasi,

melainkan sebagai sumbangan terhadap kelompok demi mencapai tujuan bersama.14

Oleh karena pemimpin adalah inti dari manajemen pendidikan Islam, pemimpin

merupakan pengelola lembaga pendidikan Islam dan ini juga berarti bahwa manajemen

pendidikan Islam akan tercapai tujuannya jika ada pemimpin. Kepemimpinan pendidikan

Islam hanya dapat dilaksanakan oleh seorang pemimpin yang mempunyai fungsi, peran, dan

tugas yang selaras dengan lingkungan lembaga pendidikan Islam sebagai berikut:

1. Pemimpin adalah tanggung jawab dan mempertanggungjawabkan

Seorang pemimpin bertanggung jawab untuk menyusun tugas, menjalankan tugas,

mengadakan evaluasi, untuk mencapai outcome yang terbaik. Pemimpin bertanggung

jawab untuk kesuksesan stafnya tanpa kegagalan.

2. Pemimpin menyeimbangkan pencapaian tujuan dan prioritas

Proses kepemimpinan dibatasi sumber, sehingga pemimpin harus dapat menyusun tugas

dengan mendahulukan prioritas. Dalam upaya pencapaian tujuan pemimpin harus dapat

mendelegasikan tugas-tugasnya kepada staf. Kemudian, pemimpin harus dapat mengatur

waktu secara efektif, dan menyelesaikan masalah secara efektif.

3. Pemimpin harus berpikir secara analitis dan konseptual

Seorang pemimpin harus menjadi seorang pemikir yang analitis dan konseptual.

Selanjutnya, dapat mengidentifikasi masalah dengan akurat. Pemimpin harus dapat

menguraikan seluruh pekerjaan menjadi lebih jelas dan kaitannya dengan pekerjaan lain.

4. Pemimpin adalah seorang mediator

Konflik selalu terjadi pada setiap tim dan organisasi. Oleh karena itu, pemimpin harus

dapat menjadi seorang mediator (penengah), terlebih ketika konflik telah menjadi jurang

pemisah antara komponen organisasi. 14 Ibid, 4-5.

Sementara itu, peran pemimpin pendidikan Islam adalah sebagai berikut:

a. Peran hubungan antarperorangan. Dalam kasus ini, fungsinya sebagai pemimpin

yang dicontoh, pembangun tim, pelatih, direktur, dan mentor fungsi konsultasi.

b. Peran informal sebagai monitor, penyebar informasi, dan juru bicara.15

Oleh sebab itu, seorang pemimpin pendidikan Islam adalah orang yang mempunyai

konsep yang lebih luas yang berkaitan dengan tujuan yang bermanfaat, dan tujuan itu

berpengaruh terhadap lembaga pendidikan Islam dan masyarakat. Seorang pemimpin

pendidikan Islam memikirkan masalah kualitas normatif (sejauh mana kecocokan dengan

hasil yang dicapai). Di luar hal-hal yang berkaitan dengan nilai-nilai objektif dan misi

lembaga pendidikan Islam yang sifatnya menyeluruh, pemimpin pendidikan Islam

membangkitkan suatu kehidupan yang berkualitas dan menarik yang menggerakkan orang-

orang dan organisasi itu melangkah keluar dari kehidupan sehari-hari, kebiasaan dan

keterikatan kepada kerjanya. Ia pun hendaknya mampu mengajak seluruh masyarakat untuk

memikirkan tentang kehiduapan anak-anak di kemudian hari, suatu kehidupan yang baik dan

berkualitas dan tidak terkungkung dalam ruang lingkup berpikir sehari-hari.16

C. Macam-macam Kepemimpinan (Leadership)

Menurut Khatib Pahlawan Kayo, ada beberapa tipologi kepemimpinan.

1. Kepemimpinan Tradisional

Tipologi yang pertama ini diartikan sebagai suatu kepemimpinan yang lahir di

tengah-tengah masyarakat primitif atau masyarakat yang baru tumbuh.17 Dalam masyarakat

yang primitif, konsep kepemimpinan akan muncul sebagai suatu jawaban dari kondisi

obyektif yang mereka alami, ketika suatu persoalan hidup dan kehidupan mereka

mengalami kemandekan. 15 Ibid, 139. 16 Veithzal Rivai, Education and Management: Analisis ... Op. Cit., 310. 17 RB. Khatib Pahlawan Kayo, Kepemimpinan Islam dan Da’wah (Jakarta: Amzah, 2006), 4.

Corak kepemimpinan pada masyarakat primitif yang berkembang adalah corak

feodal. Siapa saja yang memiliki keberanian akan tampil ke depan sebagai pemimpin.

Sekali merebut kekuasaan maka ia akan mewariskan kepemimpinannya ini kepada

keturunannya.18 Dalam kepemimpinan yang bersifat feodalistik ini, seorang pemimpin bisa

berhasil dalam kepemimpinannya, tetapi bisa juga tidak mencapai tujuan. Ketika suatu

kepemimpinan dikembangkan dalam kejumutan berpikir dan kehausan kekuasaan

sehingga mengesampingkan nilai-nilai moral dan etika, muncullah tipologi kepemimpinan

tradisional yang sifatnya statis dan pasif. Kepemimpinan seperti ini bila tidak cepat

disesuaikan dengan perkembangan dan dinamika perubahan zaman, lambat laun ia akan

tergilas dan pada gilirannya akan mengalami kelumpuhan.

2. Kepemimpinan Kharismatik

Tipologi kepemimpinan ini diwarnai oleh indikator sangat besarnya pengaruh sang

pemimpin terhadap para pengikutnya. Kepemimpinan seperti ini lahir karena memiliki

kelebihan yang bersifat psikis dan mental serta kemampuan tertentu sehingga apa yang

diperintahkannya akan dituruti oleh pengikutnya, dan terkadang tanpa memperhatikan

rasionalitas dari perintah tersebut. Jika dilihat lebih jauh, akan muncul kesan seakan-akan

antara pemimpin dan pengikutnya ada daya tarik yang bersifat kebatinan atau magic.19

Interaksi dari kepemimpinan ini adalah lebih bersifat informal karena dia tidak perlu

diangkat secara formal dan tidak ditentukan oleh kekayaan, tingkat usia, bentuk fisik, dan

sebagainya. Meskipun demikian, kepercayaan pada dirinya sangat tinggi dan para

pengikutnya pun mempercayainya dengan penuh kesungguhan sehingga dia sering dipuja

dan dipuji, bahkan sampai dikultuskan.

3. Kepemimpinan Rasional

18 Ibid, 4. 19 Ibid, 5.

Kepemimpinan yang didasari atas nilai-nilai rasionalitas niscaya suatu organisasi

akan efektif karena segera akan diakui dan dibenarkan serta dapat diterima oleh

pengikutnya. Hal ini dibangun berdasarkan pada paradigma bahwa salah satu tugas pemimpin

adalah pengembangan sumber daya manusia atau orang yang dipimpin.20 Kaitannya dengan

kepemimpinan rasional adalah bahwa harus ada keseimbangan emosional dalam interaksi dan

pergaulan antara pemimpin dan pengikutnya yang bebas dari prasangka dan jauh dari sifat

dengki. Dalam hal ini pengetahuan tentang hubungan kemanusiaan (human relations) harus

dikuasai.

Kepemimpinan rasional dalam aplikasinya akan terlihat dalam berpikir obyektif dan

bertindak realistis. Ia tidak akan meminta lebih, kecuali sesuai dengan kemampuan

pengikutnya, selain itu ia juga berusaha berada di depan karena dengan keyakinan bahwa

kekuatan yang diandalkan adalah perpaduan antara pengikutnya yang disumbangkan kepada

tenaga pemimpinnya. Itu sebabnya faktor keseimbangan perasaan (emotional stability)

merupakan salah satu ciri dari kepemimpinan rasional.

4. Kepemimpinan Otoriter

Tipologi kepemimpinan jenis ini bisa juga disebut dengan istilah otokratis, dan

biasanya tidak bertahan lama, dan kalaupun lama tentu hanya lingkungan terbatas.

Kepemimpinan jenis ini lebih didominasi oleh kekuasaan yang dibungkus dengan nilai-nilai

kebohongan yang membuat para pengikutnya merasa ketakutan. Dengan demikian, pada

gilirannya telah menciptakan suatu kondisi para bawahannya merasa selalu diawasi dan

dicurigai. Pada tipe kepemimpinan ini, komunikasi hanya terjadi secara satu arah.21 Gaya

kepemimpinan tipe otoriter ini adalah represif, inspektif, dan investigatif. Gaya-gaya tersebut

20 Ibid, 5. 21 Ibid, 5.

sekaligus membuktikan bahwa seorang pemimpin yang otoriter adalah yang hanya

mengutamakan ini, kehendak sendiri. Seolah-olah pada dirinya terhimpun dua kekuasaan,

yakni memberi perintah dan menentukan keputusan. Menurut pendapat Sondang P. Siagan,

seperti yang dikutip oleh RB, Khatib Pahlawan Kayo, bahwa ciri-ciri pemimpin yang

otokratis sebagai berikut:

a. Menganggap organisasi sebagai milik pribadi.

b. Mengidentifikasi tujuan pribadi dengan tujuan organisasi.

c. Menganggap bawahan sebagai alat semata-mata.

d. Tidak mau menerima kritik, saran, dan pendapat.

e. Terlalu tergantung pada kekuasaan formalnya.

f. Dalam tindakan penggerakannya sering menggunakan pendekatan (approach) yang

mengandung unsur paksaan dan punitive (bersifat menghukum).

5. Kepemimpinan Demokratis

Ada enam indikator yang dapat dijadikan ukuran dalam melihat prototype

kepemimpinan yang demokratis, yaitu sebagai berikut:

a. Menempatkan manusia dalam pandangan yang terhormat, mulia, dan berpotensi.

b. Senantiasa berusaha mempertautkan antara kepentingan dan tujuan organisasi dengan

tujuan dan kepentingan pribadi.

c. Terbuka menerima kritik dan saran dari siapa saja.

d. Berupaya menciptakan iklim yang kondusif dan mengutamakan kerja sama yang

kompak.

e. Mendorong bawahan untuk bebas berinisiatif, melalui kreativitas yang dinamis.

f. Senantiasa membina diri untuk bisa berkembang sebagai pemimpin yang

berwawasan luas, handal, dan berwibawa.22

Dilihat dari indikator prototype kepemimpinan yang demokrasi ini, tipologi jenis ini

dirasa paling tepat dan ideal untuk dikembangkan dalam organisasi yang modern.

6. Kepemimpinan Tunggal

Yang dimaksud dengan kepemimpinan tunggal adalah kepemimpinan yang

menerapkan gaya inspektif dan instruktif dengan indikatornya, sebagai berikut:

a. Bertindak sebagai penguasa.

b. Bertanggung jawab kepada atasan dan bukan bawahan.

c. Tidak selalu merupakan bagian dari kelompoknya.

d. Kekuasannya berpijak dari peraturan-peraturan.

e. Tidak dipilih, tetapi diangkat oleh atasan sesuai dengan persyaratan yang ditentukan.23

22 Ibid, 5. 23 Ibid, 5.

7. Kepemimpinan Kolektif

Kolektif artinya bersama. Dengan demikian, tipologi kepemimpinan kolektif berarti

bahwa kepemimpinan tidak dijalankan oleh orang seorang dalam kapasitas jabatan apa

saja. Ciri khas dari tipologi kepemimpinan ini adalah kebersamaan, baik dalam

merencanakan program, melaksanakan kegiatan, maupun dalam memberikan penilaian

terhadap hasil usaha dan pengawasan.24

Kepemimpinan kolektif tidak sama dengan kepemimpinan birokrasi yang

cenderung sebagai pimpinan tunggal. Kepemimpinan kolektif lebih banyak diwarnai oleh

nilai-nilai kolektivitas yang berbasis rasa keikhlasan dalam bertanggung jawab untuk

melaksanakan amanah. Di sini, sifat musyawarah sangat mendapat tempat yang dihargai.

D. Gaya Kepemimpinan

Secara leksikal, kata gaya dapat diartikan sebagai sikap, gerakan; irama dan lagu;

ragam; cara melakukan gerakan dalam olahraga; lagak lagu, tingkah laku; sikap elok, gerak-

gerik yang bagus.25 Gaya, menurut Veithzal Rivai diartikan dengan sikap, gerakan, tingkah

laku, sikap yang elok, gerak-gerik yang bagus, kekuatan, kesanggupan untuk berbuat baik.

Selanjutnya, ia mengatakan bahwa gaya kepemimpinan adalah sekumpulan ciri yang

digunakan pemimpin untuk mempengaruhi bawahan agar sasaran organisasi tercapai atau

dapat pula dikatakan bahwa gaya kepemimpinan adalah pola perilaku atau strategi yang

disukai atau sering diterapkan oleh seorang pemimpin.26 Dengan demikian, gaya

kepemimpinan yang dimaksud adalah teori kepemimpinan dari pendekatan perilaku

pemimpin. Dari satu segi, pendekatan ini masih difokuskan lagi pada gaya kepemimpinan

(leadership style), sebab gaya kepemimpinan bagian dari pendekatan perilaku pemimpin

24 Ibid, 6. 25 Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), 340. 26 Veithzal Rivai, Kepemimpinan dan Perilaku, 64.

yang memusatkan perhatian pada proses dinamika kepemimpinan dalam usaha

mempengaruhi aktivitas individu untuk mencapai suatu tujuan dalam situasi tertentu.

Namun gaya kepemimpinan, pada dasarnya memandang pengertian sebagai suatu

perwujudan tingkah laku dari seorang pemimpin, yang menyangkut kemampuannya dalam

memimpin yang dapat mempengaruhi bawahan. Perwujudan tersebut biasanya membentuk

suatu pola atau bentuk tertentu. Pengertian gaya kepemimpinan yang demikian ini sesuai

dengan pendapat yang disampaikan oleh Mulyasa. Ia menyatakan bahwa cara yang

dipergunakan pemimpin dalam mempengaruhi para pengikutnya tersebut dikenal sebagai

gaya kepemimpinan.27

Gaya kepemimpinan mencakup tentang bagaimana seseorang bertindak dalam

konteks organisasi, cara termudah untuk mengetahui berbagai jenis gaya ialah dengan

menggambarkan jenis organisasi atau situasi yang dihasilkan oleh atau yang cocok bagi satu

tertentu. Perhatian utama kita pada saat itu adalah bagi mereka yang sudah berada dalam

posisi kepemimpinan, ketimbang mereka yang masih berpikir-pikir mengenai potensi

kecakapan mereka. Kita akan membicarakan lima gaya kepemimpinan birokratis, permisif

(serba membolehkan), laissez-faire (berasal dari bahasa Perancis yang sejatinya menunjuk

pada doktrin ekonomi yang menganut paham tanpa campur tangan pemerintah di bidang

perniagaan; sementara dalam praktek kepemimpinan, si pemimpin mengarahkan orang-orang

yang dipimpinnya untuk melakukan apa saja yang mereka kehendaki), partisipatif, dan

otokratis. Kita akan melihat masing-masing gaya tersebut menurut cara kerja pemimpinnya

dalam organisasi.28

1. Birokratis. Ini adalah satu gaya yang ditandai dengan keterikatan yang terus-menerus

kepada aturan-aturan organisasi. Gaya ini menganggap bahwa kesulitan-kesulitan akan

dapat diatasi apabila setiap orang mematuhi peraturan. Kepatuhan-kepatuhan dibuat 27 Karim Kartono, Pemimpin dan Kepemimpinan (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada), 33-34. 28 Veithzal Rivai, Islamic Leadership: Membangun Super Leadership Melalui Kecerdasan Spritual (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), 305.

berdasarkan prosedur-prosedur baku. Pemimpinannya adalah seorang diplomat dan tahu

bagaimana memakai sebagian besar peraturan untuk membuat orang-orang

melaksanakan tugasnya.29 Kompromi merupakan suatu jalan hidup karena membuat satu

keputusan diterima oleh mayoritas, orang sering harus mengalah kepada yang lain.

2. Permisif. Di sini keinginannya adalah membuat setiap orang dalam kelompok tersebut

puas. Membuat orang-orang tetap senang adalah aturan mainnya. Gaya ini menganggap

bahwa apabila orang-orang merasa puas dengan diri mereka sendiri dan orang lain,

organisasi tersebut akan berfungsi, dengan demikian pekerjaan akan bisa diselesaikan.

Koordinasi sering dikorbankan dalam gaya ini.

3. Laissez-faire. Ini sama sekali bukanlah kepemimpinan. Gaya ini membiarkan segala

sesuatunya berjalan dengan sendirinya. Pemimpin hanya melakukan fungsi pemeliharaan

saja.30 Misalnya, seorang ulama mungkin hanya namanya saja ketua dari organisasi

tersebut dan hanya menangani urusan khatbah, sementara yang lainnya mengerjakan

segala pernik mengenai bagaimana organisasi tersebut harus beroperasi. Gaya ini

kadang-kadang dipakai oleh pemimpin yang sering bepergian atau yang hanya bertugas

sementara.

4. Partisipatif. Gaya ini dipakai oleh mereka yang percaya bahwa cara untuk memotivasi

orang-orang adalah dengan melibatkan mereka dalam proses pengambilan keputusan.

Hal ini diharapkan akan menciptakan rasa memiliki sasaran dan tujuan bersama. Masalah

yang timbul adalah kemungkinan lambatnya tindakan dalam menangani masa-masa

kritis.

5. Otokratis. Gaya ini ditandai dengan ketergantungan kepada yang berwenang dan

biasanya menganggap bahwa orang-orang tidak akan melakukan apa-apa kecuali yang

29 Ibid, 64. 30 Ibid, 65.

diperintahkan. Gaya ini tidak mendorong adanya pembaruan. Pemimpin menganggap

dirinya sangat diperlukan. Keputusan dapat dibuat dengan cepat.31

Menurut M.N. Nasution, gaya kepemimpinan adalah suatu gaya yang digunakan

pemimpin dalam berinteraksi dengan bawahannya.32 Gaya kepemimpinan ini pada gilirannya

ternyata merupakan dasar dalam membeda-bedakan atau mengklasifikasikan tipe

kepemimpinan. Secara makro, gaya kepemimpinan memiliki tipe pola dasar, yaitu sebagai

berikut:

1. Gaya kepemimpinan yang berpola mementingkan pelaksanaan tugas secara efektif dan

efisien, agar mampu mewujudkan tujuan secara maksimal.

2. Gaya kepemimpinan yang berpola mementingkan pelaksanaan hubungan kerja sama.

Gaya kepemimpinan yang berpola mementingkan hasil yang dicapai dalam rangka

mewujudkan tujuan organisasi. Di sini pemimpin menaruh perhatian yang besar dan

memiliki keinginan yang kuat, agar setiap anggota berperestasi.33

Gaya kepemimpinan dari seorang pemimpin, pada dasarnya dapat diterangkan melalui

tiga aliran reori berikut:34

1. Teori Genetis (Keturunan)

Inti dari teori ini menyatakan bahwa “Leader are bron and nor made” (pemimpin itu

dilahirkan (bakat) bukannya dibuat). Para pengamat aliran teori ini mengetengahkan

pendapatnya bahwa seorang pemimpin akan menjadi pemimpin karena ia telah dilahirkan

dengan bakat kepemimpinan. Dalam keadaan yang bagaimanapun seorang ditempatkan

karena ia telah ditakdirkan menjadi pemimpin, sesekali kelak ia akan muncul sebagai

31 Ibid, 306. 32 M.N. Nasution, Manajemen Mutu Terpadu (Bogor: Ghalia Indonesia, 2005), 199. 33 Miftah Thoha, Perilaku Organisasi: Konsep Dasar dan Aplikasinya (Jakarta: Raja Grafindo Persada), 56. 34 Kartono, Kartini, Pemimpin dan Kepemimpinan: Apakah Kepemimpinan Abnormal itu? (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2008), 33-34.

pemimpin. Berbicara mengenai takdir, secara filosofis, pandangan ini tergolong pada

pandangan fasilitas atau determinitis.

2. Teori Sosial

Jika teori pertama di atas adalah teori yang ekstrem pada satu sisi, teori ini

pun merupakan ekstrem pada sisi lainnya. Inti aliran sosial ini ialah bahwa “Leader are

made and not born” (pemimpin itu dibuat atau dididik bukannya kodrati). Jadi, teori ini

merupakan kebalikan inti Teori Genetika. Para pengamat teori ini mengetengahkan

pendapat yang mengatakan bahwa setiap orang bisa menjadi pemimpin apabila diberikan

pendidikan dan pengalaman yang cukup.35

Satu pertanyaan penting yang dapat diajukan dalam konteks ini adalah apakah sifat-

sifat yang membuat seseorang itu sehingga menjadi pemimpin? Teori awal tentang sifat ini

dapat ditelusuri kembali mulai zaman Yunani kuno dan zaman Roma. Ketika itu, orang

percaya bahwa pemimpin itu dilahirkan, bukannya dibuat. Teori the great man mengatakan

bahwa seseorang yang dilahirkan sebagai pemimpin, ia akan menjadi pemimpin, apabila ia

mempunyai sifat atau tidak mempunyai sifat sebagai pemimpin.

3. Teori Ekologis

Kedua teori yang ekstrem di atas tidak seluruhnya mengandung kebenaran. Oleh

karena itu, sebagai reaksi terhadap kedua teori tersebut timbullah aliran teori ketiga. Teori

yang disebut teori ekologis ini pada intinya menekankan bahwa seseorang hanya akan

berhasil menjadi pemimpin yang baik apabila ia telah memiliki bakat kepemimpinan. Bakat

tersebut kemudian dikembangkan malalui pendidikan yang teratur dan pengalaman yang

memungkinkan untuk dikembangkan labih lanjut. Teori ini menggabungkan segi-segi positif

35 Ibid, 34.

dari kedua teori terdahulu sehingga dapat dikatakan merupakan teori yang paling mendekati

kebenaran. Namun demikian, penelitian yang jauh lebih mendalam masih diperlukan untuk

dapat mangatakan secara pasti apa saja foktor yang menyebabkan timbulnya sosok pemimpin

yang baik.36

Pada suatu proses kepemimpian berlangsung, seorang pemimpin mengaplikasikan

suatu gaya kepemimpian tertentu. Gaya kepemimpinan yang efektif merupakan gaya

kepemimpinan yang dapat mempengaruhi, mendorong, mengarahkan, dan menggerakkan

orang-orang yang dipimpin sesuai dengan situasi dan kondisi supaya mereka mau bekerja

dengan penuh semangat dalam mencapai tujuan organisasi.

36 Ibid, 35.