BAB II KAJIAN TEORI 1. Fiqh Demokrasi Multikulturaldigilib.uinsby.ac.id/1346/5/Bab 2.pdfSedangkan...

28
BAB II KAJIAN TEORI 1. Fiqh Demokrasi Multikultural Menurut bahasa Fiqh menurut bahasa berarti ‘paham’, sedangkan menurut istilah adalah ilmu yang menerangkan hukum-hukum syara’ yang bersifat amaliyah (praktis) yang diambilkan dari dalil-dalil yang tafsili (terperinci) berupa nash-nash al- Qur’ān dan al-Sunnah serta yang bercabang darinya yang berupa ijma’ dan ijtihad. Sedangkan cakupannya adalah berkaitan dengan ibādah dan muamalah. 1 Demokrasi berasal dari bahasa yunani yaitu, demos (rakyat) dan kratos (pemerintahan) jadi demokrasi adalah suatu bentuk pemerintah dengan kekuasaan ditangan rakyat 2 . Sedangkan dalam kamus besar bahasa Indonesia demokrasi diartikan sebagai gagasan atau pandangan hidup yang mengutamakan persamaan hak dan kewajiban serta perlakuan yang sama bagi semua warga negara. 3 Multikultural secara bahasa terdiri dari dua kalimat multi berarti banyak atau beraneka ragam, sedangkan kultur berarti budaya. Multikultural juga dapat diartikan sebagai keragaman atau perbedaan terhadap suatu kebudayaan dengan kebudayaan lainnya. 4 Menurut Ngainun Naim dan Ahmad Sauqi multikultural adalah sikap menerima kemajemukan ekspresi budaya manusia dalam memahami pesan utama agama, terlepas dari rincian anutannya. 5 1 Reza “Fiqh Islam”, www.Reza.com diunduh Pada Tanggal 27 April 2014. 2 Abdullah Idi, Toto Suharto, Revitalisasi Pendidikan Islam, (Yogyakarta; Tiara Wacana, 2006), 152. 3 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Yogyakarta; Balai Pustaka, 1990), 195. 4 http:multikultural.chm.blog.re.or.id ( diakses 12 Maret 2014). 5 Ngainun Naim & Acmad Sauqi, Pendidikan Multikutural Konsep dan Aplikasi, 51.

Transcript of BAB II KAJIAN TEORI 1. Fiqh Demokrasi Multikulturaldigilib.uinsby.ac.id/1346/5/Bab 2.pdfSedangkan...

Page 1: BAB II KAJIAN TEORI 1. Fiqh Demokrasi Multikulturaldigilib.uinsby.ac.id/1346/5/Bab 2.pdfSedangkan cakupannya adalah berkaitan dengan ibādah dan muamalah.1 ... kaidah-kaidah fiqh ...

BAB II

KAJIAN TEORI

1. Fiqh Demokrasi Multikultural

Menurut bahasa Fiqh menurut bahasa berarti ‘paham’, sedangkan menurut

istilah adalah ilmu yang menerangkan hukum-hukum syara’ yang bersifat amaliyah

(praktis) yang diambilkan dari dalil-dalil yang tafsili (terperinci) berupa nash-nash al-

Qur’ān dan al-Sunnah serta yang bercabang darinya yang berupa ijma’ dan ijtihad.

Sedangkan cakupannya adalah berkaitan dengan ibādah dan muamalah.1

Demokrasi berasal dari bahasa yunani yaitu, demos (rakyat) dan kratos

(pemerintahan) jadi demokrasi adalah suatu bentuk pemerintah dengan kekuasaan

ditangan rakyat2. Sedangkan dalam kamus besar bahasa Indonesia demokrasi

diartikan sebagai gagasan atau pandangan hidup yang mengutamakan persamaan hak

dan kewajiban serta perlakuan yang sama bagi semua warga negara.3

Multikultural secara bahasa terdiri dari dua kalimat multi berarti banyak atau

beraneka ragam, sedangkan kultur berarti budaya. Multikultural juga dapat diartikan

sebagai keragaman atau perbedaan terhadap suatu kebudayaan dengan kebudayaan

lainnya.4

Menurut Ngainun Naim dan Ahmad Sauqi multikultural adalah sikap

menerima kemajemukan ekspresi budaya manusia dalam memahami pesan utama

agama, terlepas dari rincian anutannya.5

1 Reza “Fiqh Islam”, www.Reza.com diunduh Pada Tanggal 27 April 2014.

2 Abdullah Idi, Toto Suharto, Revitalisasi Pendidikan Islam, (Yogyakarta; Tiara Wacana, 2006), 152.

3 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Yogyakarta; Balai Pustaka, 1990), 195.

4 http:multikultural.chm.blog.re.or.id ( diakses 12 Maret 2014).

5 Ngainun Naim & Acmad Sauqi, Pendidikan Multikutural Konsep dan Aplikasi, 51.

Page 2: BAB II KAJIAN TEORI 1. Fiqh Demokrasi Multikulturaldigilib.uinsby.ac.id/1346/5/Bab 2.pdfSedangkan cakupannya adalah berkaitan dengan ibādah dan muamalah.1 ... kaidah-kaidah fiqh ...

Dengan mengambil istilah sederhana bahwa fiqh demokrasi multikultural

adalah hukum-hukum syara’ dalam Islam yang berwawasan multi perspektif, adanya

kesetaraan dan perlindungan yang sama dalam masyarakat, serta berwawasan

kenegaraan.

Secara detail kajian kitab-kitab fiqh klasik tentang wawasan demokrasi

multikultural memang belum ada, tatapi sebenarnya secara implisit sudah banyak

dilakukan baik dalam metodologi penggalian hukum (Ushulul Fiqh), kaidah-kaidah

fiqh ( qowaidu fiqhiyah) maupun produk kitab fiqh, seperti contoh kaidah fiqhiyah

محكمة العادة “Adat kebiasaan dapat dijadikan hukum” Kaidah fikih asasi kelima

adalah tentang adat atau kebiasaan, dalam bahasa Arab terdapat dua istilah yang

berkenaan dengan kebiasaan yaitu al-‘adat dan al-‘urf.6 Adat adalah suatu perbuatan

atau perkataan yang terus menerus dilakukan oleh manusia lantaran dapat diterima

akal dan secara kontinyu manusia mau mengulanginya. Sedangkan ‘Urf ialah sesuatu

perbuatan atau perkataan dimana jiwa merasakan suatu ketenangan dalam

mengerjakannya karena sudah sejalan dengan logika dan dapat diterima oleh watak

kemanusiaannya.7

Menurut A. Djazuli mendefinisikan, bahwa al-‘ādah atau al-‘urf adalah “Apa

yang dianggap baik dan benar oleh manusia secara umum (al-‘ādah al-‘āmmah) yang

dilakukan secara berulang-ulang sehingga menjadi kebiasaan”.8 ‘Urf ada dua macam,

yaitu ‘urf yang shahih dan ‘urf yang fasid. ‘Urf yang shahih ialah apa-apa yang telah

menjadi adat kebiasaan manusia dan tidak menyalahi dalil syara’, tidak menghalalkan

6 Jaih Mubarok, Kaidah Fiqh Sejarah dan Kaidah-kaidah Asasi (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), 153.

7 Muhammad Ma’shum Zein, Sistematika Teori Hukum Islam Qawa’id Fiqhiyyah, (Jombang: Al-Syarifah Al-Khadijah, 2006), 79. 8 . Djazuli, Kaidah-kaidah Fikih Kaidah-kaidah Hukum Islam dalam Menyelesaikan Masalah-masalah yang Praktis (Jakarta: Kencana, 2007), 80.

Page 3: BAB II KAJIAN TEORI 1. Fiqh Demokrasi Multikulturaldigilib.uinsby.ac.id/1346/5/Bab 2.pdfSedangkan cakupannya adalah berkaitan dengan ibādah dan muamalah.1 ... kaidah-kaidah fiqh ...

yang haram dam tidak membatalkan yang wajib. Sedangkan ‘urf yang fasid ialah

apa-apa yang telah menjadi adat kebiasaan manusia, tetapi menyalahi syara’,

menghalalkan yang haram atau membatalkan yang wajib.9Suatu adat atau ‘urf dapat

diterima jika memenuhi syarat-syarat berikut:

1. Tidak bertentangan dengan syari'at.

2. Tidak menyebabkan kemafsadatan dan tidak menghilangkan kemashlahatan.

3. Telah berlaku pada umumnya orang muslim.

4. Tidak berlaku dalam ibadah mahdlah.

5. Urf tersebut sudah memasyarakat ketika akan ditetapkan10

Secara tidak langsung multikulturalisme telah mendapat apresiasi yang kuat dalam

Islam. Para ulama besar masa lalu juga telah menjadikan budaya atau tradisi

masyarakat (setempat) sebagai dasar hukum. Mereka mengatakan, ”al-‘ādah

Muhakkamah”. Cara-cara melaksanakan syari’ah seperti ini juga telah dilakukan para

ulama masa lalu termasuk imam madzab fiqh seperti Imam Malik bin Anas adalah

tokoh yang terkenal dengan teori “Amal Ahli Madinah” (tradisi penduduk Madinah)-

nya. Pendapat-pendapatnya banyak didasarkan atas tradisi Madinah. Lebih dari empat

puluh masalah di mana Imam Malik mendasarkan pandangannya pada tradisi dan

mengabaikan hadits Ahad, meskipun sahih. Katanya “Al ‘Amal Atsbat min al Hadi>ts”

(Tradisi Madinah lebih kokoh daripada hadits) (silahkan baca: Al Hajwi, Al Fikr al

Sami fi al Fiqh al Islamy, I/388-390), begitu juga pendapat safi’i yang membedakan

9 Imam Musbikin, Qawa’id Al-Fiqhiyah (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2001), 94. 10 Burhanudin, Fiqih Ibadah (Bandung: CV Pustaka Setia, 2001), 263.

Page 4: BAB II KAJIAN TEORI 1. Fiqh Demokrasi Multikulturaldigilib.uinsby.ac.id/1346/5/Bab 2.pdfSedangkan cakupannya adalah berkaitan dengan ibādah dan muamalah.1 ... kaidah-kaidah fiqh ...

antara qaul qad i>m dan qaul jadi>d.11 Hal ini sebagai wujud dinamika pemikiran ilmu

fiqih.

Para penyebar agama Islam di Indonesia (para Wali) juga menitik beratkan pada

kondisi masyarakat yang ada sebagai bagian penting. Beberapa contoh meliputi

praktik kenduri baik untuk perkawinan atau khitan atau keperluan lain, penggunaan

kentongan atau bedug untuk memanggil atau mengajak orang untuk shalat, di

samping Adzan, penggunaan kain sarung dan peci. Demikian pula sistem pendidikan

pesantren, bahkan juga istilah pesantren dan santri, atau arsitektur bangunan masjid

yang didirikan para walisanga. Ini semua jelas bukanlah cara-cara yang dipraktekkan

Nabi dan para sahabatnya. Tetapi, justru diserap atau diadopsi dari tradisi dan budaya

masyarakat Hindu atau lainnya.

Perbedaan pandangan para ulama tersebut, menurut Faruq Abu Zaid, tidak lain

adalah refleksi mereka atas perkembangan kehidupan sosial-budaya mereka masing-

masing (Al-Syari’ah al-Islamiyah Baina al-Muhafizhin wa al-Mujaddidin, 16).12

Dalam perkembangan-nya kajian-kajian fiqh sebenarnya sudah banyak yang

mengarah pada penanaman sikap demokrasi dan multikultural seperti contoh kitab

madzahibul arbaa’h, majmu’ syarah muhadzab, rahmatul ummah dan lain sebagainya,

apalagi kajian-kajian fiqh kontemporer yang terus berkembang saat ini secara tidak

langsung sudah mengakomodir berbagai pendapat imam-imam madzab secara

proporsional sehingga para pembaca bisa menghargai berbagai pendapat para imam

mujtahid yang sudah mengakar diberbagai kalangan umat Islam, sehingga umat Islam

11 Muhammad al-Hajwi, al-Fikr al-Sami fi> Tarikh al-Fikr al-Islami (Beirut:Dar al-Kutb al-'Ilmiyyah, 1995), 388-390.

12 Faruq Abu Zaid, Al Syari’ah al Islamiyah Baina al Muhafizhin wa al Mujaddidin (Kairo, Dar al Makmun, tt), 16.

Page 5: BAB II KAJIAN TEORI 1. Fiqh Demokrasi Multikulturaldigilib.uinsby.ac.id/1346/5/Bab 2.pdfSedangkan cakupannya adalah berkaitan dengan ibādah dan muamalah.1 ... kaidah-kaidah fiqh ...

bisa bersifat arif, terbuka terhadap perbedaan baik internal maupun eksternal, hal ini

sesuai dengan apa yang di contohkan oleh nabi dan para ulamā, sesuai dengan sabda

Nabi:

قد وي و ن ر ه الله صلى النيب ع ي سلم عل و ختالف: " قال أنه ة أميت ا " رمح Sungguh telah diriwayatkan dari nabi saw beliau bersabda perbedaan ummat saya adalah rahmat.13

Keterangan dalam kitab Hasiyah al-Bujairami, juz 9, hal. 71, disebutkan:

ختالف اء ا م ل ة الع رمح”Setiap perbedaan ulamā’ itu membawa rahmah,”.14

2. Hakikat Pendidikan Multikultural

1) Pengertian Pendidikan Multikultural

Choirul Mahfud, dalam bukunya pendidikan multikultural, mengutarakan

beberapa pendapat para ahli mengenai maksud pendidikan multikultural. Andersen

dan Cusher, sebagaimana yang dikutip, memaknai pendidikan multikultural sebagai

pendidikan mengenai keragaman kebudayaan. Menurut james Banks pendidikan

multikultural adalah untuk People of color, serah dengan pendapat di atas, Muhaimin

el-Ma’hadi mendefinisikan pendidikan multikultural sebagai pendidikan tentang

keragaman kebudayaan dalam merespon perubahan demegrafis dan kultural

lingkungan masyarakat tertentu atau bahkan dunia secara keseluruhan.15

Ainurrafiq Dawam menjelaskan bahwa pendidikan multikultural adalah proses

pengembangan seluruh potensi manusia yang menghargai pluralitas dan

13 Abu Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin al-Mughirah al-Ja’fai, Shahi>h Bukhāri (Beirut :Dar al Kutb al Ilmiyah, tt ), 401.

14 Sulaiman bin Muhammad bin Umar al-Bujairami, al-Bujairami ala al-Khathib (Beirut :Dar al Kutb al Ilmiyah, tt ), 71.

15 Choirul Mahfud, Pendidikan Multikultural (Yogyakarta; Pustaka Pelajar, 2008), 175-176.

Page 6: BAB II KAJIAN TEORI 1. Fiqh Demokrasi Multikulturaldigilib.uinsby.ac.id/1346/5/Bab 2.pdfSedangkan cakupannya adalah berkaitan dengan ibādah dan muamalah.1 ... kaidah-kaidah fiqh ...

heterogenitasnya sebagai konsekuensi keragaman budaya, etnis, suku, aliran (agama).

Pengertian pendidikan multikultural yang demikian tentu mempunyai implikasi yang

sangat luas dalam pendidikan. Karena pendidikan itu sendiri secara umum dipahami

sebagai proses tanpa akhir atau proses sepanjang hayat. Dengan demikian, pendidikan

multikultural menghendaki penghormatan dan penghargaan setinggi-tingginya

terhadap harkat dan martabat manusia dari manapun dia datangnya dan berbudaya

apapun dia. Harapannya adalah terciptanya kedamaian sejati, keamanan yang tidak

dihantui kecemasan, dan kebahagiaan tanpa rekayasa. 16

Dalam pendidikan multikultural selalu muncul dua kata kunci yaitu pluralitas dan

kultural. Sebab pemahaman terhadap pluralitas mencakup segala perbedaan dan

keragaman, apapun bentuk perbedaan dan keragamannya. Sedangkan kultur itu

sendiri tidak bisa terlepas dari empat tema penting:aliran (agama), ras, (etnis), suku,

dan budaya.17

Diskursus tentang pendidikan pluralisme multikultural sebenarnya sudah mulai

bermunculan dalam beberapa waktu terakhir. Frans Margin Suseno, misalnya,

mendefinisikan pendidikan pluralisme sebagai suatu pendidikan yang yang

mengandaikan kita untuk membuka visi pada cakrawala yang lebih luas serta mampu

melintas batas kelompok etnis atau tradisi budayadan agama kita, sehingga kita

mampu melihat”kemanusiaan” sebagai sebuah keluarga yang memiliki perbedaan

maupun kesamaan cita-cita. Inilah pendidikan akan nilai-nilai dasar kemanusiaan

untuk perdamaian, kemerdekaan, dan solidaritas.18

16 Ainurrafiq Dawam, “Emoh Sekolah”: Menolak “Komersialisasi Pendidikan” dan “Kanibalisme Intelektual”, Menuju Pendidikan Multikultural, 100.

17 Ibid., 99-100.

18 Frans margin suseno, Suara Pembaharuan, 23 September 2000. Diakses melalui www. Pluralisme opini

Page 7: BAB II KAJIAN TEORI 1. Fiqh Demokrasi Multikulturaldigilib.uinsby.ac.id/1346/5/Bab 2.pdfSedangkan cakupannya adalah berkaitan dengan ibādah dan muamalah.1 ... kaidah-kaidah fiqh ...

Pendidikan multikultural adalah suatu cara untuk mengajarkan keragaman

(teaching diversity). Pendidikan multikultural menghendaki rasionalitas, etnis,

intelektual, sosial pragmatis inter-relatif; yaitu mengajarkan ideal-ideal inklusivisme,

pluralisme dan saling menghargai semua orang dan kebudayaan merupakan imperatif

humanistik yang menjadi prasyarat bagi kehidupan etis dan partisipasi sipil secara

penuh dalam demokrasi multikultural dan dunia yang beragam, mengintegrasikan

studi tentang fakta-fakta, sejarah kebudayaan, nilai-nilai, struktur, perspektif, dan

kontribusi semua kelompok kedalam kurikulum sehingga dapat membangun

pengetahuan yang lebih kaya, kompleks, dan akurat tentang kondisi kemanusiaan di

dalam melintasi konteks waktu ruang dan kebudayaan tertentu.19

Meskipun cukup beragam definisi yang dikemukakan para ahli mengenai

pendidikan multikultural, namun satu sama lain tidak ada yang berbenturan dalam

memamkanai pendidikan multikultural tersebut, tetapi dianggap saling melengkapi

dan memperkuat satu sama lain. Dari beberapa pemaknaan di atas dapat di pahami

bahwa pendidikan multikultural hadir di tengah-tengah pendidikan sebagai

konsekuensi logis yang diharapkan dapat menegahai berbagai persoalan yang

berspektif, soial, budaya politik dan agama.

2) Latar Belakang dan Perkembangan Pendidikan Multikultural

Pendidikan multikultural sudah sejak lama dikembangkan di Eropa, Amerika

dan Negara-negara maju lainnya. Di negara-negara bekas jajahan muncullah gerakan

yang disebut poskolonialisme yang melihat aib dari peraktik-peraktik kolonial yang

membedakan harkat manusia. Dalam pandangan ada spermasi kulit hitam dan kulit

19 Zakiyuddin Baidhaway, Pendidikan Agama Berwawasan Multikultural (Jakarta; Erlangga, TTh), 2.

Page 8: BAB II KAJIAN TEORI 1. Fiqh Demokrasi Multikulturaldigilib.uinsby.ac.id/1346/5/Bab 2.pdfSedangkan cakupannya adalah berkaitan dengan ibādah dan muamalah.1 ... kaidah-kaidah fiqh ...

putih sehingga menimbulkan reaksi terhadap pandangan biner ini seperti munculnya

gerakan orientalisme dan gerakan poskolonialisme lainnya.20

Bagaimankah dengan keadaan di Indonesia? Sebenarnya Indonesia di dalam

gerakan kemerdekaannya sejak kebangkitan nasional telah menunjukkan upaya

membangun masyarakat dan bangsa Indonesia berdasarkan kesetaraan kultural. Proses

ini terus berlanjut samapai pada proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus

1945, kita lihat wacana multikutural muncul, misalanya pada waktu penyusunan

pembukaan Undang-undang Dasar 1945. Ketika pada 18 Agustus 1945 Bung Hatta

menolak dimasukkannya tujuh suku kata dalam pembukaan Undang-undang Dasar

1945 hal ini menunjukkan kesepakatan para pemimpin rakyat Indonesia terhadap

kebhinekaa bangsa dan eksistensi kebudayaan masyarakat Indonesia. Pandangan

multikulturalisme ini juga tergambar dalam amandemen UUD 1945 melalui TAP

MPR Tahun 2002 yang menyatakan bahwa seluruh pembukaan UUD 1945 diterima

tanpa amandemen.21

Pandangan multikulturaslisme dalam masyarakat Indonesia ini belum

dijalankan sepenuhnya sebagaimana dalam lambang Negara kita Bhinneka Tunggak

Ika. Kita bisa melihat dalam perkembangan dari masa ke-masa dari orde lama, orde

baru samapai orde Reformasi yang membawa angin demokrasi telah kembali

menghidupkan wacana pendidikan multikulturalisme sebagai kekuatan bangsa

Indonesia.

Pendidikan multikultural untuk Indenesia memang baru kita mulai, kita belum

punya pengalaman hal ini. Apalagi otonomisasi daerah baru kita cobakan. Oleh sebab

20 H.A.R. Tilaar, Kekuasaan dan Pendidikan (Magelang; Teralitera, 2003). 164-165.

21 Ibid., 165.

Page 9: BAB II KAJIAN TEORI 1. Fiqh Demokrasi Multikulturaldigilib.uinsby.ac.id/1346/5/Bab 2.pdfSedangkan cakupannya adalah berkaitan dengan ibādah dan muamalah.1 ... kaidah-kaidah fiqh ...

itu diperlukan waktu dan persiapan yang cukup lama untuk memperoleh suatu bentuk

yang pas dan pendekatan yang cocok untuk pendidikan multikultural di Indonesia.22

Tetapi pada perkembangan saat ini sudah mulai banyak tokoh-tokoh yang

memformulasi atau merumuskan tentang teori maupun aplikasi tentang pendidikan

multikultural ini.

3) Menggagas Pendidikan Islam Berbasis Multikultural

Kesadaran multikulturalisme masyarakat kita yang terdiri dari banyak suku dan

beberapa agama, maka pencarian bentuk pendidikan alternatif mutlak diperlukan.23 Yaitu

suatu bentuk pendidikan yang berusaha menjaga kebudayaan suatu masyarakat dan

memindahkannya kepada generasi berikutnya, menumbuhkan tata nilai, memupuk

persahabatan antar siswa yang beraneka ragam suku, ras dan agama, mengembangkan

sikap saling memahami serta mengerjakan keterbukaan dan dialog. Bentuk pendidikan

seperti inilah yang banyak diharapkan oleh banyak pihak dalam rangka untuk

mengantisipasi konflik sosial-keagamaan menju perdamaian.

Konsep dasar pendidikan multikultural dikatakan oleh bennet terdiri dari dua hal,

yaitu nilai-nilai inti (core values) dari pendidikan multikultural dan tujuan pendidikan

multikultural. Bennet secara tegas menyebutkan bahwa niali-nilai dari pendidikan

multikultural, antara lain,

a. Apresiasi terhadap realitas budaya di dalam masyarakat dengan pluralitasnya;

b. Pengakuan terhadap harkat manusia dan hak asasi manusia;

c. Kesadaran dan pengembangan tanggungjawab dari masyarakat;

d. Kesadaran dan pengembangan tanggungjawab manusia terhadap alam raya.24

Selanjutnya dikatakan oleh Tilaar, bahwa inti permasalahan pada pendidikan

22 Ibid., 167. 23 Ali Maksum, Pluralisme dan Multikulturalisme Paradigma Baru Pendidikan Agama Islam di Indonesia , 203.

24 H.A.R. Tilaar, Kekuasaan dan Pendidikan (Magelang:Teralitera, 2003), 170-171.

Page 10: BAB II KAJIAN TEORI 1. Fiqh Demokrasi Multikulturaldigilib.uinsby.ac.id/1346/5/Bab 2.pdfSedangkan cakupannya adalah berkaitan dengan ibādah dan muamalah.1 ... kaidah-kaidah fiqh ...

multikultural terkait dengan permasalahan keadilan, demokrasi dan hak asasi

manusia.25

Dari dua pendapat di atas dapat dimengerti bahwa inti dari pendidikan multikultural

setidaknya mencakup hak asasi manusia, keadilan sosial, demokrasi, dan toleransi

terhadap sesama manusia maupun terhadap kedamaian dan keselamatan.

Berdasarkan nilai-nilai inti tersebut di atas maka dirumuskan tujuan pendidikan

multikultural. Disebutkan oleh Tilaar bahwa terdapat enam tujuan pendidikan

multikultural yaitu:

a) Pengembangan presfektif sejarah yang bergam.

b) Memperkuat kesadaran budaya yang terdapat dalam masyarakat.

c) Memperkuat kompetensi intelektual dari budaya-budaya yang hidup dalam

msyarakat.

d) Menghilangkan rasisme, seksisme, dan berbagai jenis prasangka

e) Mengembangkan kesadaran terhadap kepemilikan pelanet bumi seisinya.

f) Mengembangkan keterampilan aksi sosial.26

1) Landasan Kultural Pendidikan

Perbedaan budaya, agama, aspirasi politik, kepentingan, visi, dan misi, keyakinan

dan tradisi merupakan sebuah konduksi dalam hubungan Interpersonal yang kadang-

kadang juga menjadi perbedaan perilaku dalam memahami sesuatu. Maka dapat

dikatakan berbagai kekisruan etnis yang merebak dibanyak tempat di wilayah Negara

kesatuan Republik Indonesia, bagian dari krisis multi dimensi yang dihadapi Negara

25 Ibid., 167. 26 Ibid., 171-172.

Page 11: BAB II KAJIAN TEORI 1. Fiqh Demokrasi Multikulturaldigilib.uinsby.ac.id/1346/5/Bab 2.pdfSedangkan cakupannya adalah berkaitan dengan ibādah dan muamalah.1 ... kaidah-kaidah fiqh ...

dan bangsa Indonesia sejak pertengahan tahun 1997 pada masa akhirnya rezim orde

baru merupakan akibat dari rendahnya kesadaran dan wawasan multikulturalisme27

Menurut Alwi Syihab yang dikutip dari bukunya Ainul Yakin. Indonesia adalah

salah satu negara multikultural terbesar dunia. Kebenaran dari pernyataan ini dapat

dilihat dari kondisi sosio-kultural maupun geografis yang begitu beragam dan luas.

Sekarang ini, jumlah pulau yang ada di wilayah NKRI sekitar 13.000 pulau besar dan

kecil. Populasi penduduknya berjumlah lebih dari 200 juta jiwa, terdiri dari 300 suku

yang menggunakan hampir 200 bahasa yang berbeda. Selain itu mereka juga menganut

agama dan kepercayaan yang beragam seperti Islam, Katolik, Kristen, Hindu, Budha,

Konghucu serta berbagai macam aliran kepercayaaan.28

Dalam konteks pendidikan pluralis multikultural, multikultural adalah sikap

menerima kemajemukan ekspresi budaya manusia dalam memahami pesan utama

agama, terlepas dari rincian anutannya. Basis utamanya dieksplorasi dengan

melandaskan pada ajaran Islam, sebab dimensi Islam manjadi dasar pembeda sekaligus

titik tekan dari kontruksi pendidikan ini.29

Penggunaan kata pendidikan Islam tidak dimaksudkan untuk menegasikan ajaran

agama lain, atau pendidikan non-Islam, tetapi justru untuk meneguhkan bahwa Islam

dan pendidikan Islam sarat dengan ajaran yang menghargai dimensi pluralitas-

multikultural. Apalagi, pendidikan Islam sendiri telah eksis dan memiliki karakhter

yang khas, khusus-nya dalam diskursus pendidikan di Indonesia.Penggunaan

multikultural yang dirangkai dengan kata pendidikan Islam dimaksudkan untuk

27 Hujair AH. Sanaky, “Paradigma Pembangunan Pendidikan di Indonesia Pasca Reformasi Antara Mitos dan Realitas”, www.sanaky.com diunduh Pada Tanggal 27 April 2014.

28 M. Ainul Yakin, Pendidikan Multikultural, Cross-Cultural Understanding, Untuk Demokrasi dan keadilan (Yogyakarta: Pilar Media, 2007), 3-4.

29 Ngainun Naim & Acmad Sauqi, Pendidikan Multikutural Konsepa dan Aplikasi ,51.

Page 12: BAB II KAJIAN TEORI 1. Fiqh Demokrasi Multikulturaldigilib.uinsby.ac.id/1346/5/Bab 2.pdfSedangkan cakupannya adalah berkaitan dengan ibādah dan muamalah.1 ... kaidah-kaidah fiqh ...

membangun sebuah paradigma sekaligus kontruksi teoritis dan aplikatif yang

menghargai keragaman agama dan budaya.

Krontruksi pendidikan semacam ini berorientasi pada proses penyadaran yang

berwawasan pluralis secara agama, sekaligus multi budaya yang ada dimasyarakat

khusus di Indonesia yang kaya akan budaya dan etnis. Dalam kerangka yang lebih jauh

kontruksi model pendidikan yang demikian dapat diposisikan sebagai bagian dari upaya

secara komperhensif dan sistematis untuk mencegah dan menanggulangi konflik etnis

agama, radikalisme agama, separatisme, dan integritas bangsa. Sedangkan nilai dari

konsep pendidikan ini adalah toleransi terhadap suatu perbedaan yang ada.

Pendidikan Islam bukan sekadar diarahkan untuk mengembangkan manusia yang

beriman dan bertaqwa, tetapi juga bagaimana berusaha mengembangkan manusia untuk

menjadi imam atau pemimpin bagi orang yang beriman dan bertaqwa serta mampu

memberikan kesejukan pada semua tanpa terkecuali.

Sebagaimana menurut Sauqi dan Ngainun Naim secara terperinci, ada beberapa

aspek yang dapat dikembangkan dari konsep pendidikan Islam pluralis-multikultural,

pertama, pendidikan pluralis-multikultural adalah pendidikan yang menghargai dan

merangkul segala bentuk keragaman. Dengan demikian diharapkan akan tumbuh

kearifan dalam melihat segala bentuk keragaman yang ada. Kedua pendidikan pluralis-

multikultural merupakan sebuah usaha sistematis untuk membangun pengertian,

pemahaman, dan kesadaran anak didik terhadap realitas yang pluralis-multikultural. Hal

ini penting dilakukan, karena tanpa adanya usaha sadar, sistematis, realitas keragaman

akan dipahami secara sporadis, fragmentaris, atau bahkan akan memunculkan

eksklusivitas yang ekstrem.

Ketiga pendidikan Islam pluralis-multikultural tidak memaksa atau menolak anak

didik karena persoalan identitas suku, agama, ras, dan golongan. Mereka yang berasal

Page 13: BAB II KAJIAN TEORI 1. Fiqh Demokrasi Multikulturaldigilib.uinsby.ac.id/1346/5/Bab 2.pdfSedangkan cakupannya adalah berkaitan dengan ibādah dan muamalah.1 ... kaidah-kaidah fiqh ...

dari beragam perbedaan harus diposisikan secara setara, egaliter, dan diberikan medium

yang tepat untuk mengapresiasi karakterstik yang mereka miliki. Dalam kondisi

semacam ini, tidak ada yang lebih unggul antara salah satu peserta didik. Masing-

masing memiliki posisi yang sama dan harus memperoleh perlakuan yang sama.

Keempat pendidikan Islam pluralis-multikultural memberikan kesempatan untuk

tumbuh dan bekembangnya sense of self kepada setiap anak didik. Ini penting untuk

membangun kepercayaan diri, terutama bagi peserta didik yang berasal dari kalangan

ekonomi kurang mampu, atau kelompok yang relatif terisolasi.

Jika dilacak, pendidikan Islam puralis-multikultural terinspirasi oleh gagasan Islam

transformatif. Islam transformati berarti Islam yang selalu berorientasi pada upaya

untuk mewujudkan cita-cita Islam. Yakni membentuk dan mengubah keadaan

masyarakat kepada cita-cita Islam yang membawa rahmat bagi seluruh alam.30 Dengan

mengacu kepada tujuan ini, pendidikan Islam pluralis-multikultural bertujuan

menciptakan sebuah masyarakat damai, toleran, dan saling menghargai dengan

berlandaskan kepada nilai-nilai katuhanan.

Untuk mencapai tujuan yang mulia ini, pendidikan menjadi ujung tombaknya.

Tugas pendidikan adalah memilih metode dan strategi yang tepat dalam mengawetkan,

memelihara, melanggengkan, mengalih generasikan, serta mewariskan ilmu

pengetahuan, kebenaran, tradisi, yang diyakini sekaligus juga menyadari sepenuhnya

keberadaan tradisi lain.

Adapun metode yang bisa diterapkan dalam pendidikan pluralis multikultural

cukup beragam, disesuaikan dengan situasi dan kondisi dalam pembelajaran, dan kita

juga harus menyadari bahwa tidak ada satupun metode yang paling sempurna masing-

masing mempunyai kelebihan dan kekurangan. Metode yang baik idealnya dalam

30 Abudin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam, cet. 2 (Jakarta: Raja Grafindo, 2002), 79.

Page 14: BAB II KAJIAN TEORI 1. Fiqh Demokrasi Multikulturaldigilib.uinsby.ac.id/1346/5/Bab 2.pdfSedangkan cakupannya adalah berkaitan dengan ibādah dan muamalah.1 ... kaidah-kaidah fiqh ...

pembelajaran adalah bervariatif. Dengan demikian maka kebutuhan dalam

pembelajaran bisa dipenuhi.

Salah satu metode yang dapat diterapkan adalah dengan meggunakan model

komunikatif dengan menjadikan aspek perbedaan sebagai titik tekan. Model dialog ini

sangat efektif, apalagi dalam proses belajar mengajar yang sifatnya kajian perbandingan

agama dan budaya. Sebab dengan dialog memungkinkan setiap komunitas yang

notabene-nya memiliki latar belakang yang berbeda dapat mengemukakan pendapatnya

secara argumentatif. Dalam proses inilah diharapkan nantinya memuungkinkan adanya

sikap leading and borrowing serta saling mengenal antar tradisi dari setiap agama yang

dipeluk oleh masing-masing anak didik ataupun budaya yang lain. 31 Sehingga bentuk-

bentuk truth claim dan salvation claim dapat diminimalkan, bahkan kalau mungkin

dapat dibuang jauh-jauh.

Selain dalam bentuk dialog, perlibatan siswa dalam pembelajaran dapat dilakukan

dalam bentuk “belajar aktif” yang kemudian dapat dikembangkan dalam bentuk

collaborative learning. Belajar aktif adalah belajar yang memperbanyak aktivitas siswa

dalam mengakses berbagai informasi, dan berbagai sumber, buku teks, perpustakaan,

internet, atau sumber-sumber belajar lainnya, untuk mereka bahas dalam proses

pembelajaran dikelas. Dengan demikian, mereka akan memperoleh pengalaman yang

tidak saja pengetahuan mereka, tetapi juga akan menambah kemampuan mereka dalam

menganalisis, mensistesis, dan menilai informasi yang relevan untuk dijadikan sebagai

nilai baru dalam hidupnya. Yang kemudian diimitasi dan dibiasakan dalam

kehidupannya. Belajar dengan model ini biasanya disebut dengan self discovery

learning, yaitu belajar melalui penentuan mereka sendiri.32

31 Ibid., 96-97.

32 Ngainun Naim & Acmad Sauqi, Pendidikan Multikutural Konsepa dan Aplikasi , 57.

Page 15: BAB II KAJIAN TEORI 1. Fiqh Demokrasi Multikulturaldigilib.uinsby.ac.id/1346/5/Bab 2.pdfSedangkan cakupannya adalah berkaitan dengan ibādah dan muamalah.1 ... kaidah-kaidah fiqh ...

Selain pola diatas, pembelajaran yang berpusat pada guru, yang merupakan salah

satu bentuk exposition teaching (mengajar dengan paparan atau ceramah), juga penting

untuk dilakukan. Metode ini efektif dalam menyampaikan pengetahuan dan informasi

yang beragam, namun memiliki keterbatasan waktu. Metode ini akan lebih efektif

denga dibangun iklim yang kondusif bagi tanya jawab. Strategi ini penting untuk

dikembangkan, karena dapat meningkatkan pemahaman dan pengetahuan anak didik.

Model ceramah sendiri bervariasi. Salah satunya adalah model socratic teaching

yakni ceramah atau eksposes yang diawali dengan pertanyaan, lalu ada jawaban yang

kemudian terus dikembangkan pertanyaan berbasis jawaban anak didik dan seterusnya,

sehingga terjadi interaksi antara guru dengan peserta didik.33

Sementara model teacher centered teaching merupakan bentuk demonstrasi, yakni

guru atau seseorang mendemonstrasikan informasi didepan kelas, sebagai penguat

visual terhadap informasi yang disampaikan atau sebagai contoh untuk ditiru oleh anak

didik melaui latihan-latihan yang harus mereka kembangkan.34

4) Dasar Pendidikan Multikultural

1) Landasan Epistimologi Pendidikan multikultural

Sudah menjadi sunnatullah bahwa manusia diciptakan dalam keberagaman,

perbedaan dan kesederajatan. Melihat realitas kehidupan manusia banyak yang tidak

menyadari akan esensi dirinya. Hal ini hampir terlihat dalam sepanjang sejarah

kehidupan manusia banyak terjadi konflik dan pertumpahan darah seperti mulai zaman

Qabil dan Habil sampai pada zaman sekarang maraknya terorisme yang mengnggap

33 Ngainun Naim & Acmad Sauqi, Pendidikan Multikutural Konsepa dan Aplikasi , 58.

34 Kenneth D Moore, classroom teaching skill,( New York: Mc Graw Hill, 2001), 133. Sebagaimana dalam Ngainun Naim & Acmad Sauqi, Pendidikan Multikutural Konsepa dan Aplikasi ,59.

Page 16: BAB II KAJIAN TEORI 1. Fiqh Demokrasi Multikulturaldigilib.uinsby.ac.id/1346/5/Bab 2.pdfSedangkan cakupannya adalah berkaitan dengan ibādah dan muamalah.1 ... kaidah-kaidah fiqh ...

dirinya paling benar.35 Terjadinya pertumpahan darah tersebut, karena antara manusia

lainnya tidak menerima atau mengakui perbedaan, keberagaman, dan kesederajatan.

Kemudian dalam dunia pragmatis, kondisi Indonesia sebagai sebuah negara

multikultur adalah sebuah realitas yang tidak terbantahkan, multikulturalisme telah

menjadi paradigma yang tidak saja mengandaikan hadirnya keberagaman ekonomi,

sosial dan budaya, tetapi juga proses peleburan antara elemen yang satu dengan elemen

yang lainnya kedalam sebuah bejana sosial budaya yang selalu berubah-ubah dan

mencair.

2) Landasan Yuridis Pendidikan Multikultural

Secara implisit pendidikan multikultural (PM) terkandung dalam pasal 4 UU

Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 yang menyebutkan “pendidikan diselenggarakan secara

demokratis, tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi HAM, nilai keagamaan, nilai

kultural dan kemajemukan bangsa”.

Multikultural mengandung arti mengakui adanya keragaman/perbedaan

termasuk dalam agama/ keberagamaan, mengakui kesederajatan dan perlunya

membangun pola hubungan “saling menghargai”, termasuk antara mayoritas dan

minoritas, serta mengembangkan “identitas bersama” (semisal nasionalisme-

keindonesiaan) dalam keragaman yang ada demi kerukunan hidup dan persatuan,

sebagaimana tercermin dalam asas Bhinneka Tunggal Ika.

Pembangunan pendidikan nasional perlu menerjemahkan nilai-nilai yang

terkandung pada budaya bangsa. Budaya bangsa tersebut meniscayakan pemahaman

terhadap tradisi daerah yang tidak boleh dihilangkan dalam proses pembelajaran.36

Proses belajar mengajar perlu menempatkan pendidikan berbasis multikultural yang

menghargai dan melestarikan identitas nasional. 35 Muhammad Tang (dkk), Pendidikan Multikultural Telaah Pemikiran dan Implikasinya dalam Pembelajaran PAI ( Yogyakarta: Idea Press, 2009), 1. 36 Ali Maksum, Pluralisme dan Multikulturalisme Pardigma Baru Pendidikan Agama Islam di Indonesia, 205.

Page 17: BAB II KAJIAN TEORI 1. Fiqh Demokrasi Multikulturaldigilib.uinsby.ac.id/1346/5/Bab 2.pdfSedangkan cakupannya adalah berkaitan dengan ibādah dan muamalah.1 ... kaidah-kaidah fiqh ...

Salah satu kesadaran yang berakar kuat dalam pandangan seorang Muslim adalah

Islam merupakan agama universal, agama untuk sekalian umat manusia, atau agama

yang “mendunia” karena risalahnya sebagai rahmat bagi semesta alam. Sejarah

menunjukkan, pandangan ini melahirkan sikap sosial-keagamaan yang unik di kalangan

umat Islam terhadap agama-agama lain atas dasar toleransi, kebebasan, keterbukaan,

kewajaran, keadilan dan kejujuran. Itulah manifestasi konkret nilai-nilai madani yang

terbukti pernah menjadi pilar tegaknya masyarakat kosmopolit, masyarakat madani,

Masa Keemasan dunia Islam dan masa awal Islam dahulu.37

Salah satu upaya mewujudkan hubungan yang harmonis adalah melalui kegiatan

pendidikan multikultural, yakni kegiatan edukasi dalam rangka menumbuhkembangkan

kearifan pemahaman, kesadaran, sikap, dan perilaku (mode of action) peserta didik

terhadap keragaman agama, budaya dan masyarakat. Dengan pengertian itu, pendidikan

multikultural bisa mancakup pendidikan agama dan pendidikan umum yang

“mengindonesia” karena responsif terhadap peluang dan tantangan kemajemukan

agama, budaya, dan masyarakat Indonesia. Tentu saja pendidikan multikultural di sini

tidak sekedar membutuhkan “pendidikan agama”, melainkan juga “pendidikan

religiusitas”.38

5) Pendekatan Dalam Pendidikan Multikultural

Ada beberapa pendekatan yang bisa digunakan dalam dikembangkan dalam

rangka mengajarkan pendidikan agama yang diharapkan dapat menumbuhkan

kesadaran pluralitas-multikultural pada peserta didik di antaranya :

1) Pendekatan historis pendekatan ini mengandaikan bahwa materi penddikan agama yang

diajarkan kepada peserta didik dengan menengok kembali kebelakang maksudnya 37 Mahmud Arif , Pendidikan Islam Inklusif-Multikultural (Yogyakarta: Jurnal Pendidikan Agama Islam, Vol. I, Nomor I, Juni 2012), 5.

38 Ibid., 5.

Page 18: BAB II KAJIAN TEORI 1. Fiqh Demokrasi Multikulturaldigilib.uinsby.ac.id/1346/5/Bab 2.pdfSedangkan cakupannya adalah berkaitan dengan ibādah dan muamalah.1 ... kaidah-kaidah fiqh ...

adalah agar pendidik dan peserta didik mempunyai kerangka pikir yang komplit untuk

bisa merefleksikannya pada masa sekarang dan mendatang. Pendidikan dengan

pendekatan historis harus dilakukan secara kritis dan dinamis, dalam pengertian bahwa

seorang pendidik harus mampu menjadikan peserta didik sebagai pihak yang memiliki

kedudukan sama sehingga berhak mengkritik pendidikan atas yang telah dikemukakan.

2) Pendekatan sosiologis, pendekatan ini mengandaikan terjadinya “kontekstualisasi” atas

apa yang pernah menjadi sebelumnya. Dalam kerangka berpikir Islam, kontekstualisasi

diidentikkan dengan ijtihad. Dengan pendekatan sosiologis pendidikan agama akan

menjadi lebih aktual. Aktualitas memang selaras dengan dinamikan dan kebutuhan

zaman, namun bukan aktualitas yang dipaksakan.

3) Pendekatan kultural, pendekatan ini merupakan pendekatan dalam pendidikan aqidah

yang menekankan aspek autentisitas dan tradisi yang berkembang. Dengan pendekatan

kultural, peserta didik akan memahami apa yang sebenarnya menjadi tradisi dan yang

mana autentik atau orsinil. Pendekatan ini akan bermanfaat untuk menyelidiki secara

mendalam berkaitan dengan masih bercampur aduknya antara yang orsinil dengan

tradisi-tradisi Arabia, sehingga ummat Islam banyak yang salah memahami antara yang

tradisi dengan Islam.

4) Pendekatan psikologis, pendekatan ini untuk memperhatikan situasi psikologi/kejiwaan

secara tersendiri dan mandiri. Artinya masing-masing peserta didik dilihat sebagai

manusia mandiri dan unik dengan karakter dan kemampuan yang dimilikinya.

5) Pendekatan estetik, pendekatan estetik dalam pendidikan agama akan menjadikan

peserta didik memiliki sifat-sifat yang santun, damai ramah dan mencintai keindahan

dalam prespektif ini, pelajaran agama Islam tidak didekati dengan secara doktrinal yang

cenderung menekankan adanya “otoritas–otoritas” kebenaran agama, tetapi lebih

Page 19: BAB II KAJIAN TEORI 1. Fiqh Demokrasi Multikulturaldigilib.uinsby.ac.id/1346/5/Bab 2.pdfSedangkan cakupannya adalah berkaitan dengan ibādah dan muamalah.1 ... kaidah-kaidah fiqh ...

apresiatif terhadap gejala-gejala yang terjadi di tengah masyarakat yang dilihat sebagai

bagian dari dinamika hidup yang bernilai seni dan estetika.

6) Pendekatan berprespektif gender, pendekatan ini sebenarnya merupakan pendekatan

yang tidak membedakan peserta didik dari aspek jenis kelamin. Dengan demikian

pendekatan ini sangat manusiawi.

7) Pendekatan filosofis, pendekatan ini menekankan pentingnya menghargai akal manusia.

akal pikiran merupakan potensi besar manusia yang dapat didayagunakan sebagai alat

untuk menyingkap dan menggali hikmah dari realitas. Filsafat bersumber dari akal

sehat dengan merenungkan secara mendalam terhadap segala hal yang berkaitan

dengan manusia, alam kehidupan dan Tuhan.39

Selain itu pentingnya memformulasikan kembali kurikulum Pendidikan Agama Islam

dengan menampakkan wajah Islam yang toleran dapat dijelaskan dari sudut pandang

filsafat perenialisme, esensialisme dan progresifisme. Agar tercipta suasana belajar yang

tercermin nalai-nalai kemanusian yang tidak menghilangkan budaya sebagai ciri khas

dan kekayaan budaya bangsa, tetapi tetap memperhatikan nilai-nilai Islam.

6) Nilai-nilai Pendidikan Islam Berbasis Multikultural

1) Nilai Andragogi

Ivin Ilich dalam artikelnya sebagaina yang dikutip Puryanto (2006) menegarai

bahwa “ sekolah lebih berbahaya daripada nukli”. Ia adalah candu! Bebaskan warga dari

sekolah”. Kecaman sinis ini hingga saat ini bukanlah sekedar ungkapan apriori terhadap

sekolah. Ini menjadi mantra yang hidup dan menantang bagi para pemikir pendidikan.40

Kata-kata itu menjadi berbobot bukanlah sekedar ungkapan yang bertendensi pada

sikap yang nyeleneh, melainkan fakta yang melatar belakanginya. Ilich saat itu melihat

39 Ngainun Naim & Acmad Sauqi, Pendidikan Multikutural Konsepa dan Aplikasi , 215-218.

40 Ali Maksum, Pluralisme dan Multikulturalisme , 266.

Page 20: BAB II KAJIAN TEORI 1. Fiqh Demokrasi Multikulturaldigilib.uinsby.ac.id/1346/5/Bab 2.pdfSedangkan cakupannya adalah berkaitan dengan ibādah dan muamalah.1 ... kaidah-kaidah fiqh ...

semua sekolah di berbagai negara terjebak pada semangat berpikir yang didasarkan pada

tuntutan-tuntutan kebutuhan formal sekolah. Implikasi dari nominasi budaya ini

kemudian melahirkan satu corak pendidikan yang hanya sekedar agen reproduksi sistem

dan struktur sosial yang tidak adil seperti relasi gender, relasi rasisme, dan sisten relasi

kekuasaan.41

Pendidikan kemudian menjadi sarana bagi ajang kreatifitas, minat dan bakat peserta

didik, visi pendidikan yang demokratis, liberatif kemudian menjadi kebutuhan yang

pokok ketika kita masih punya satu cita-cita tentang bagaiman pentingnya menbangun

kehidupan yang humanis.

2) Nilai Perdamaian

Islam sebagai agama rahmatan lil’alami>n mempunyai misi menyebarkan kedamaian

bagi semua ummat manusia. Islam melarang jihad terhadap orang-orang non-Muslim

yang menyatakan ingin hidup rukun dan damai bagi umat Islam. Sikap hidup damai

bersama penganut agama lain, sudah dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW. Yang

tidak melancarkan jihad terhadap orang minoritas, yaitu Yahudi karena mereka sudah

menyatakan diri untuk terikat dalam kontrak kenegaraan.42

Manusia dikaruniai akal untuk berpikir sehingga bebas menentukan pilihan baik

dan buruk, iman atau kufur, muslim atau non muslim karena itu, tidak semua manusia

menjadi muslim, sebab pengertian muslim dari segi ini ialah menyerah secara mutlak,

total kepada kehendak Allah dengan jalan takwa, memenuhi segala perintahnya dan

menjauhi segala larangannya.43

41 Ibid., 266.

42 Ibid., 272.

43 Abd. Rahman Assegaf, Pendidikan Tanpa Kekerasan, Tipologi Kondidi, Kasus dan Konsep, (Yogyakarta: Tara Wacana, 2004), 148.

Page 21: BAB II KAJIAN TEORI 1. Fiqh Demokrasi Multikulturaldigilib.uinsby.ac.id/1346/5/Bab 2.pdfSedangkan cakupannya adalah berkaitan dengan ibādah dan muamalah.1 ... kaidah-kaidah fiqh ...

Anjuran untuk membangun kehidupan yang damai dan rukun antar umat beragana

juga di jelaskan dalam al-Qur’ān surat al-Muntahana ayat 8 : Allah tidak melarang

kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada

memerangimu Karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu.

Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.

3) Nilai Inklusivisme

Klaim-klaim sepihak seringkali muncul berkaitan dengan kebenaran suatu paham atau

agama yang dipeluk oleh seseorang atau masyarakat. Bahwa hanya agama yang

dianutnya saja atau agama tertentu saja yang benar, madzab ataupun amalan-amalan

keagamaan yang ada dikelompoknya saja yang benar Sementara agama lain/golongan

yang lain tidak dianggap benar. Sementara dalam realitasnya, terdapat beragam agama

dan keyakinan yang berkembang di masyarakat. Pluralitas agama, keyakinan dan

pedoman hidup manusia adalah sebuah fakta sosial yang tidak dapat di pungkiri.

Pemahaman yang bersifat parsial untuk memunculkan klaim-klaim sepihak dari

mereka yang menyatakan diri mukmin dan muslim yang menempatkan segala pihak

sebagai ancaman terhadap keberimanan dan keIslaman tersebut. Dunia sosial kemudian

mereka bagi hanya menjadi dua wilayah: antara mereka yang kafir dan mereka yang

muslim. 44

Untuk mengimbangi arus pemahaman Islam yang sektarial dan parsial ini, muncul

pula gerakan kritis yang memahami Islam secara integral dan inklusif. Gerakan kritis

ini berkeyakinan bahwa Islam adalah agama humanis dan toleran. al-Qur’ān jauh

sebelumnya telah menegaskan saling menghormati dan tercapainya kehidupan

beragama yang harmonis surat Sabā ayat 24-26. Oleh karena itu merupakan

tanggungjawab suci pemuka-pemuka agama untuk memformulasikan teologi yang

44 Ali Maksum, Pluralisme dan Multikulturalisme Pardigma Baru Pendidikan Agama Islam di Indonesia , 266.

Page 22: BAB II KAJIAN TEORI 1. Fiqh Demokrasi Multikulturaldigilib.uinsby.ac.id/1346/5/Bab 2.pdfSedangkan cakupannya adalah berkaitan dengan ibādah dan muamalah.1 ... kaidah-kaidah fiqh ...

dapat menciptakan kehidupan imani yang damai dalam kontek kemajemukan agama di

nusantara ini.

4) Nilai kearifan

Islam juga memberikan kebebasan kepada manusia untuki mencari sendiri

berbagai hal yang dapat disebut perinsip sekunder.45 Dalam Islam, kearifan dapat

dipelajari melalui ajaran sufi, Sufi artinya kebijkan atau kesucian yaitu suatu cara

membersihkan hati dari kelakuan buruk. Sufi mengajarkan kepada Manusia untuk

membersihkan nafsu, hati, dan jiwa melalui pendekatan esoteris melihat Allah tidak

untuk ditakuti tapi untuk dicintai.

Ajaran Islam juga mengajarkan bertindak secara adil, tidak boleh melakukan

kekerasan dan tidak boleh menuruti hawa nafsu juga. Dalam surat an-Nahl ayat 90

dijeleaskan mengenai ajaran Islam kepada pemeluknya dalam menerima informasi yang

belum jelas asal usulnya. Kunci kearifan adalah kerendahan hati. Sesorang yang arif

menunjukkan kerendahan hati, dapat memposisikan dirinya, tahu kapan menyatakan

tidak, kapan berhenti membantu orang lain, tahu kelemahan manusia dan kesulitan

untuk melakukan perubahan.

5) Nilai Toleransi

Istilah toleransi berasal dari bahasa Inggris, yaitu: “tolerance” berarti sikap

membiarkan. Mengakui dan menghormati keyakinan orang lain tanpa memerlukan

persetujuan.46

Pengembangan sikap pluralisme pada peserta didik di era sekarang ini, adalah

mutlak segera dilakukan oleh seluruh pendidikan agama di Indonesia demi kedamaian

45 Machasin, Islam Dinamis Islam Harmonis, (Lokalitas Pluralisme Terosisme) (Yogyakarta: LkiS, 2012), 187.

46 David G. Gularnic, Wabster’s Word Distionary of American languange, dalam bukunya Said Husain Al-Munawar, Fikih Hubungan Antar Agama ( Jakarta: Ciputat Press, 2000), 13.

Page 23: BAB II KAJIAN TEORI 1. Fiqh Demokrasi Multikulturaldigilib.uinsby.ac.id/1346/5/Bab 2.pdfSedangkan cakupannya adalah berkaitan dengan ibādah dan muamalah.1 ... kaidah-kaidah fiqh ...

sejati. Pendidikan agama Islam perlu segera menampilkan ajaran-ajaran Islam yang

toleran melalui kurikulum pendidikannya dengan tujuan menitikberatkan pada

pemahaman pada pemahaman dan upaya untuk bisa hidup dalam konteks berbeda

agama dan budaya, baik secara individual maupun secara kelompok dan tidak terjebak

pada primordialisme dan eksklusif kelompok agama dan budaya yang sempit.

6) Nilai Humanisme

Tujuan sejati dari pendidikan seharusnya adalah pertumbuhan dan perkembangan

diri peserta didik secara utuh sehingga mereka menjadi pribadi yang dewasa yang

matang dan mapan, mampu menghadapi berbagai masalah dan konflik dalam

kehidupan sehari-hari. Agar tujuan ini dapat tercapai maka diperlukan sistem

pembelajaran dan pendidikan yang humanis serta mengembangkan cara berpikir aktif-

positif dan keterampilan yang memadai.

Dengan gerakan Humanisme dan skolasitisme telah memunculkan oertodoksi

kebahasaan dan hukum keagamaan melahirkan “teradi” tertentu dalam pendidikan

Islam, yakni pendidikan Islam yang bisa dijadikan saluran transmisi dan inkulturasi

keilmuan dan keabsahan hukum-hukum dalam kerangka ortodoksi. Atas dasar inilah

pendidikan (Islam) dinilai sebagai ‘sistem sosial” senantiasa merefleksikan filosofi

komunitas pendukungnya.47 Pendidikan dan pembelajaran yang bersifat aktif-positif

dan berdasarkan pada minat dan kebutuhan siswa sangat penting untuk memperoleh

kemajuan baik dalam bidang intelektual emosi (EQ), afeksi maupun keterampilan yang

berguna untuk hidup peraktis,

7) Nilai Kebebasan

47 Mahmud Arif, Pendidikan Islam Transformatif (Yogyakata: LkiS, 2008), 106-107.

Page 24: BAB II KAJIAN TEORI 1. Fiqh Demokrasi Multikulturaldigilib.uinsby.ac.id/1346/5/Bab 2.pdfSedangkan cakupannya adalah berkaitan dengan ibādah dan muamalah.1 ... kaidah-kaidah fiqh ...

Setiap manusia memiliki hak yang sama di hadapan Allah. Manusia tidak

dibedakan derajatnya berdasarkan suku, ras, maupun agama. Allah memiliki ukuran

tersendiri dalam memberikan penilaian terhadap kemuliaan seseorang.48

Pendidikan adalah media kultural untuk membentuk manusia. Kaitan antara

pendidikan dan manusia sangat erat sekali tidak bisa dipisahkan. Kata Driyakarta,

pendidikan adalah “humanisasi”, yaitu sebagai media dan peroses pembimbingan

manusia muda menjadi dewasa, menjadi lebih manusiawi (“humanior”). Jalan yang

ditempuh menggunakan missifikasi jalur kultural. Tidak ada model “kapitalisasi

pendidikan” atau “politisasi pendidikan”. Karena pendidikan secara murni berupaya

membentuk insan akademis yang berwawasan dan berkepribadian manusia.

7) Tantangan-Tantangan Pendidikan Multikultural

Problematika dan tantangan pendidikan berbasis multikultural muncul bukan tanpa

masalah. Bila ditelusuri lebih jauh, persoalannya ternyata sangat kompleks. Berikut ini

acapkali dijumpai permasalahannya atau tantatangan.

a. Globalisasi

Universalitas pengalaman keberagamaan merupakan premis penting dalam ajaran

argumen al-Qur’ān berhadapan dengan kehidupan profan (duniawi) atau sekuler.49

Globalisasi tidak disangkal lagi, telah menghasilkan perubahan-perubahan

mendasar dalam kehidupan manusia. Hampir seluruh sektor kehidupan tersentuh oleh

pengaruh globalisasi, baik secara langsung maupun tidak langsung. Dalam konteks ini,

kita akan melihat perkembangan globalisasi, a). Globalisasi politik, b) globalisasi

ekonomi, dan b). Globalisasi kebudayaan.

b. Gerakan Radikalisme Islam 48Muhammad Ali Lintubesang, Nilai-nilai Pendidikan Multikultural dalam Buku ajar Kebudayaan Sejarah Islam, Tesis (Yogyakarta: PPs. UIN Sunan Kalijaga, 2011), 97. 49 John L. Esposito (ed), Islam, Kekuasaan Pemerintah, Dokrin Iman & Realitas Sosial, terj. M. Khoirul Anan (Jakarta: Inisiasi Press, 2004), 106.

Page 25: BAB II KAJIAN TEORI 1. Fiqh Demokrasi Multikulturaldigilib.uinsby.ac.id/1346/5/Bab 2.pdfSedangkan cakupannya adalah berkaitan dengan ibādah dan muamalah.1 ... kaidah-kaidah fiqh ...

Gerakan radikalisme akhir-akhir ini juga menjadi ancaman persebaran

multikulturalisme di dunia. Pasalnya model gerakan ini ditengarai banyak pihak

cenderung tidak menghendaki kebesan dan kemajemukan. Intinya adalah

mempertahankan eksistensi dan ortodoksi agama sembari menempuh jalan kekerasan.50

c. Dinamika Politik dan Agama

Konflik dan kerusuhan yang terjadi di beberapa kawasan seperti Aceh, Sampit,

Poso, Ambon, tragedi 1998, Tragedi Semanggi I dan II, dan beberapa waktu lalu

penyerbuan laskar FPI kepada Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Bearagama dan

Berkeyakinan yang sedang menggelar aksi damai. Tindakan dan perilaku biadab manusia

atas manusia lain di bumi Indonesia tampaknya bukanlah barang aneh. Indonesia seolah-

olah tak pernah sepi dari peristiwa mencekam dan menakutkan itu.51

Beberapa konflik yang sering terjadi telah menjadi persolan kebangsaan yang tak

pernah surut dari bagunan sejarah Indonesia. Mencoba mengidentifikasi masalah-

masalah ada beberapa yang perlu diapresiasi. Pertama masalah integrasi. Indonesia

sebagai negara kesatuan yang terdiri dari berbagai suku, ras, agama dan keyakinan

menyimpan potensi akan terjadinya konflik. Kedua masalah legitimasi politik kekuasaan.

Sejak orde lama, orde baru samapai reformasi, masala legitimasi ini sering dipersoalkan

sebagai legitimasi dari atas (dari Tuhan atau alam mistik).52

d. Hubungan Agama dan Negara

Ada tiga pandangan hubungan agama dan negara yang sering menjadi perdebatan

di masyarakat dan secar khusus di dunia Islam. Pertama, paradigma integralistik. Agama

dan negara adalah satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan (integrated). Wilayah

agama juga wilayah politik. Kedua, paradigma simbiotik. Agama dan negara 50 Ali Maksum, Pluralisme dan Multikulturalisme Pardigma Baru Pendidikan Agama Islam di Indonesia , 317.

51 Ibid., 339.

52 Ibid., 340.

Page 26: BAB II KAJIAN TEORI 1. Fiqh Demokrasi Multikulturaldigilib.uinsby.ac.id/1346/5/Bab 2.pdfSedangkan cakupannya adalah berkaitan dengan ibādah dan muamalah.1 ... kaidah-kaidah fiqh ...

berhubungan secara simbiotik atau timbal balik dan saling memerlukan. Agama

memerlukan negara, karena dengan negara bisa berkembang. Sebaliknya, negara

memerlukan agama, karena dengan agama negara bisa berkembang dalam hubungan

etika dan moral. Ketiga, paradigmaa sekularistik. Suatu pandangan yang memisahkan

antara agama dan negara, agama dan negara dalam paradigma ini, merupakan dua entitas

yang berbeda dan tidak mungkin disatukan:53

8) Materi Fiqh Berbasis Demokrasi Multikultural

Secara garis besar, materi fiqh berbasis demokrasi multikultural adalah berasal dari

karya siswa/i Madrasah Diniyah Muallimi>n Muallimāt Darut Taqwa Pondok Pesantren

Ngalah Sengonagung Purwosari Pasuruan Program Studi Ilmu Syari> ah dan buku ini

adalah hasil kondifikasi karya dari tiga tahun terakhir dengan judul Fiqh Galak Gampil

sedangkan edisi terbaru ini diberi Judul yang tertera pada bagian sampul “Kitab dan

jawābul masāil” dengan menggunakan istilah “kitab”, karena pada dasarnya kitab berarti

buku bacaan, lembaran kertas yang dijilid, yang menjadi sarana untuk menyalurkan

pengetahuan dan keilmuan, dan jawābul masāil karena memang membahas tentang

masalah keagamaan dan sosial budaya.

Bagian pertama dari tulisan ini memuat tentang pedoman hidup berbangsa dan

bernegara yang merupakan buah hasil dari jerih payah berdirinya Pondok Pesantren

Ngalah untuk menyebarkan kedamaian bagi semua umat manusia, baik yang abangan

maupun yang berpendidikan, baik yang menjabat atau yang tidak menjabat, baik muslim

53 Ibid., 364-365.

Page 27: BAB II KAJIAN TEORI 1. Fiqh Demokrasi Multikulturaldigilib.uinsby.ac.id/1346/5/Bab 2.pdfSedangkan cakupannya adalah berkaitan dengan ibādah dan muamalah.1 ... kaidah-kaidah fiqh ...

maupun non muslim, adapun dalam bagian ini dibahas beberapa bagian serta dengan

beberapa bab penting sebagai berikut.

a) Pendahuluan sebagai pengantar tentang kondisi pluralitas dalam kehidupan ini

diberbagai aspek maka dibutuhkan diperlukan sikap tasammuh, tawazun, dan tawasuth

sekaligus juga i’tidal, dari semua golongan serta menyadari sepenuhnya bahwa

keragaman adalah sebuah hal yang tidak dapat dipungkiri dan dihindari di bumi ini.

b) Islam dan Nasionalisme adapun tema yang dibahas antara lain (Islam dan dasar negara

Indonesia, Islam dan Bhinneka Tunggal Ika, Pancasila sebagai asas utama Pondok

Pesantren Ngalah dan Yayasan Darut Taqwa selama-lamanya, serta dikuatkan dengan

maklumat pengasuh)

c) Pluralitas dan sosial kemasyarakatan adapun tema yang dibahas didalamnya

(Pendahuluan, Toleransi Antar Umat Beragama, Islam Menghormati dan Melindungi

Sesama (Non Muslim), Islam Melindungi Tempat-tempat Ibadah Lain, Islam Melarang

Mencaci Maki Agama Selain Islam, Perintah Untuk Saling Mengenal, Perintah Hidup

Rukun dan Saling Mengasihi Antar Sesama, Pertikaian Menyengsarakan Banyak

Orang, Perbedaan itu Rahmah, Sikap dan Kepribadian Seorang Ulamā’ Sufi (Tokoh

Nasional), NU: Islam Rohmatan lil ’Ālami>n, Gambaran Kembali ke Khittah NU Tahun

1926 di Situbondo, Maklumat Pengasuh Tentang ”Mengapa Pondok Pesantren Ngalah

Dekat dengan Non Muslim, Maklumat Pengasuh Tentang Sikap, Prilaku dan Wawasan

Kenegaraan dan Kebangsaan

d) Piagam madinah sebagai rujukan kehidupan berbangsa dan bernegara pada bab dibahas

beberapa tema diantaranya (Piagam Madinah dan Keotentikannya, Berbagai Komentar

Terhadap Isi Piagam Madinah, Pengertian Ummah dalam Piagam Madinah, Piagam

Madinah; Suatu Konstitus serta isi dari piagam madinah).

Page 28: BAB II KAJIAN TEORI 1. Fiqh Demokrasi Multikulturaldigilib.uinsby.ac.id/1346/5/Bab 2.pdfSedangkan cakupannya adalah berkaitan dengan ibādah dan muamalah.1 ... kaidah-kaidah fiqh ...

Pada bagian kedua, didalamnya dimuat pembahasan Fiqh jawābul masāil yang

meliputi berbagai aspek kehidupan seperti ibadah atau ritual keagamaan, sosial-budaya,

tasawuf dan etika, toleransi dalam pluralitas agama, dan lain sebagainya dengan beberapa

bab penting yang di tuangkan.

Tujuan utama dari penyusunan buku ini adalah untuk memberikan wawasan kepada

seluruh santri Ngalah dan Alumninya umumnya kepada masyarakat umum tentang

keragaman dan kekayaan khazanah keilmuan Islam dari hasil jerih payah pemikiran dan

ijtihad para ulama terdahulu dengan landasan pada dua sumber pokok hukum (al-Qur’ān

dan al-Hadi>ts). dan dengan gaya paparan yang singkat dan menampilkan beberapa opsi

jawaban yang memang ada dalam literatur-literatur klasik, hal ini bertujuan agar tidak ada

kesan pengkebirian keilmuan bagi siapapun yang meng-konsumsi kitab ini.

Dalam implementasi pembelajaran fiqh berbasis multikultural secara umum terbagi

menjadi dua macam jenjang yaitu pembelajaran di jenjang Muallimi>n Muallimāt dengan

beroriantasi pada penggalian hukum yang berkembang di masyarakat. Jenjang yang kedua

diimplementasikan pada jenjang wustiyah dengan berorientasi pada tahap sekedar

pemahaman dan pembekalan keilmuan. 54

54 Diambil dari intisari Kitab jawābul masāil Bermadzab Empat Menjawab Permasala Lokal, Nasional dan Internasional (Pasuruan: Yayasan Darut Taqwa, 2012),.