kaidah-kaidah dalam menafsirkan al-Qur'an.pdf

15
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Al-Qur’an adalah kitab suci yang diturunkan Allah sebagai petunjuk dan pedoman bagi manusia dalam menjalani kehidupan di dunia, khususnya orang Islam. Al-Qur’an merupakan sumber pertama dari semua hukum syariat Islam yang tidak diragukan lagi kebenarannya. untuk itu orang-orang Islam dituntut untuk dapat memahami isi/kandungan yang terdapat dalamal-Qur’an supaya mendapatkan kebahagian baik di dunia maupun di akhirat. Atau yang dikenal dalam Islam dengan sebutan hasanatun piddunia wa hasanatun pil akhirah. Supaya tidak salah dalam memahami al-Qur’an perlu untuk mengetahui ulumul Qur’an (ulumul tafsir), diantaranya kaidah-kaidah tafsir, metode yang yang digunakan dalam menafsir ayat-ayat al-Qur’an, mengetahui asbabun nuzul ayat-ayat al-Qur’an, dan ilmu yang berkaitan dengannya. Kawaid membahas tentang aturan dalam menafsirkan, sedangkan metode adalah cara yang digunakan dalam menafsir al-qur’an. Namun untuk dapat memahmi al-qur’an dengan relevan baik dan benar haruslah menggunakan aturan yang relevan dan metode yang baik. Adapun aturan tafsir secara garis besar mencakup kaidah Qur’aniyah, kaidah as-Sunnah, kaidah Lugawiyah, kaidah syar’i dan kaidah keilmuan, sedangkan metode yang baik dalam menafsirkan al-qur’an yaitu: menafsirkan al-qur’an dengan al-qur’an, menafsirkan al-qur’an dengan as-sunnah dan menafsirkan al-qur’an dengan perkataan para sahabat. Selain itu seorang mufassir juga harus memahami ilmu-ilmu lain seperti asbabunn nuzul ayat dan ilmu-ilmu yang berkaitan lainnya. Melihat begitu pentingnya masalah ini maka penulis makalah ini dengan judul: “KAIDAH- KAIDAH UMUM DALAM MENAFSIRKAN AL-QURAN” 1

Transcript of kaidah-kaidah dalam menafsirkan al-Qur'an.pdf

Page 1: kaidah-kaidah dalam menafsirkan al-Qur'an.pdf

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Al-Qur’an adalah kitab suci yang diturunkan Allah sebagai petunjuk dan

pedoman bagi manusia dalam menjalani kehidupan di dunia, khususnya orang

Islam. Al-Qur’an merupakan sumber pertama dari semua hukum syariat Islam

yang tidak diragukan lagi kebenarannya. untuk itu orang-orang Islam dituntut

untuk dapat memahami isi/kandungan yang terdapat dalamal-Qur’an supaya

mendapatkan kebahagian baik di dunia maupun di akhirat. Atau yang dikenal

dalam Islam dengan sebutan hasanatun piddunia wa hasanatun pil akhirah.

Supaya tidak salah dalam memahami al-Qur’an perlu untuk mengetahui

ulumul Qur’an (ulumul tafsir), diantaranya kaidah-kaidah tafsir, metode yang

yang digunakan dalam menafsir ayat-ayat al-Qur’an, mengetahui asbabun

nuzul ayat-ayat al-Qur’an, dan ilmu yang berkaitan dengannya.

Kawaid membahas tentang aturan dalam menafsirkan, sedangkan metode

adalah cara yang digunakan dalam menafsir al-qur’an. Namun untuk dapat

memahmi al-qur’an dengan relevan baik dan benar haruslah menggunakan

aturan yang relevan dan metode yang baik. Adapun aturan tafsir secara garis

besar mencakup kaidah Qur’aniyah, kaidah as-Sunnah, kaidah Lugawiyah,

kaidah syar’i dan kaidah keilmuan, sedangkan metode yang baik dalam

menafsirkan al-qur’an yaitu: menafsirkan al-qur’an dengan al-qur’an,

menafsirkan al-qur’an dengan as-sunnah dan menafsirkan al-qur’an dengan

perkataan para sahabat.

Selain itu seorang mufassir juga harus memahami ilmu-ilmu lain seperti

asbabunn nuzul ayat dan ilmu-ilmu yang berkaitan lainnya. Melihat begitu

pentingnya masalah ini maka penulis makalah ini dengan judul: “KAIDAH-

KAIDAH UMUM DALAM MENAFSIRKAN AL-QURAN”

1

1

Page 2: kaidah-kaidah dalam menafsirkan al-Qur'an.pdf

2

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalahnya sebagai berikut:

1. Apa yang dimaksud dengan Kaidah-kaidah Umum dalamTafsir?

2. Bagaimana metode dalam memahmi ayat-ayat al-Qur’an ?

3. Bagaimanakah urgensi mengetahui asbabun nuzul dalam memahami ayat

al-Qur’an?

Page 3: kaidah-kaidah dalam menafsirkan al-Qur'an.pdf

3

BAB II

PEMBAHASAN

A. Kaidah-Kaidah Umum dalam Menafsirkan al-Qur’an

Kaidah-kaaidah tafsir (Qawaid al-Tafsir) terdiri dari dua kata yaitu

qawaid dan al-tafsir. Qawaid adalah kata jamak (plural) dari kata mufrad

(singular) qaidah, qaidah secara harfiah dalam bahasa indonesia bebrarti dasar,

asas, panduuan, prinsip. Juga bisa diartikan dengan model, peraturan, contoh

dan cara. Qaidah dalam istilah ahli tafsir adalah:

حكى كه تعزف ته عهى احكاو جشئاته

Hukum (aturan) yang bersifat menyeluruh/umum (kulli) yang dengan

aturan-aturan umum itu bisa dikenali (dideteksi) hukum-hukum yang

partikular (juz’i).

Sedangkan menurut Khalid Usman al-Sabt ialah:

لىاعذ انتفسز ه االحكاو انكهح انتى تىصم إنى استثاط يعاى انمزا انعظى و يعزفح كفح

اإلستفاد يها1

Kaidah-kaidah tafsir ialah rangkaian aturan yang bersifat umum

(global) yang mengantarkan (menuntun) seorang mufassir untuk

mengistinbatkan (menggali) makna al-Qur’an al-Azhim dan menggali cara

memperoleh atau menghasilkan cara pemahaman itu sendiri.

Dengan mengacu kepada pengertian Qawaid al-Tafsir di atas dapat

dipahami bahwa Qawaid al-Tafsir adalah aturan yang masih bersifat umum

sebagai penuntun mufassir dalam memperoleh pemahaman. Adapun kaidah-

kaidah penafsiran al-Qur’an secara umum menurut Badr al-Din Muhammad

bin Abd Allah al-Zarkasyi dan Jamal al-Qasimi ada empat kaidah penafsiran

yaitu:

1. Pengambilan riwayat dari Nabi Muhammad SAW

2. Mengambil pendapat sahabat (Qaul al-Shahabi)

3. Melalui pendekatan kebahasaan yang mereka sebut dengan istilah al-

Akhidz bi muthlaq al-lugah

1Muhammad Amin Suma, Studi Ilmu-Ilmu al-Qur’an,( Jakarta: Pustaka Firdaus, 2001),

hlm. 163

1

3

Page 4: kaidah-kaidah dalam menafsirkan al-Qur'an.pdf

4

4. Penafsiran yang dilakukan didasarkan atau disesuaikan dengan makna teks

(ayat), atau redaksi dari kekuatan syara.2

Secar umum kaidah penafsiran itu yaitu:3

a. Al-Quraniyah

Dalam menafsirkan al-Qur’an dengan al-Qur’an, ada beberapa qaidah

yang digunakannya:

a. انعثزج تعىو انهفظ ال تخصىص انسثة

Maksud qaidah ini jika satu nas menggunakan redaksi yang bersifat

umum, maka tidak ada pilihan lain kecuali menerapkan nas tersebut,

sekalipun nas itu turun untuk menanggapi suatu peristiwa tertentu.

Qaidah ini dipegangi oleh mayoritas ulama. Contoh:

4

Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah

tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka

kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. dan Allah Maha Perkasa lagi

Maha Bijaksana.

Menurut riwayat Abdullah Ibn Amr, ayat ini turun untuk

menanggapi suatu kasus pencurian perhiasan yang dilakukan seorang

perempuan bernama Tum’ah. Persoalan yang muncul dalam hal ini,

lapaz yang digunakan berbentuk isim mufrad yang dita’rifkan

termasuk katagori umum.

b. Kandungan suatu ayat yang memiliki keterkaitan dengan nama Allah

menunjukkan bahwa hukum yang terkandung berkaitan dengan nama

yang mulia. Misalnya :

ت انعهى انحكىلانى سثحاك ال عهى نا اال يا عهتا اك ا

Ayat ini merupakan lanjutan dari ayat sebelumnya, mengenai

dialog tuhan dengan malaikat berkenaan dengan pengankatan adam

2Muhammad Amin Suma, Studi Ilmu-Ilmu, hlm. 165

3M. Alfatih Suryadilaga, DKK. Metodologi Ilmu Tafsir , ( Yogyakarta:Teras 2005), hlm.56

4QS. Al-Maa’idah (5) : 38

Page 5: kaidah-kaidah dalam menafsirkan al-Qur'an.pdf

5

menjadi khalifah di bumi. Kekeliriuan pandangan malaikat pada

masalah ini digambarkan dalam ungkapan انحكىاك ات انعهى

b. Kaidah Sunnah

Dalam hal ini, Abdul Muin Salim menyatakan pada zaman rasul ada dua

sumber penafsiran yaitu penafsiran yang bersumber dari al-Qur’an dan

penafsiran dengan as-Sunnah. Adapun qaidah yang diperlukan yaitu:

1. Sunnah harus dipakai sesuai dengan petunjuk al-Qur’an

Berdasarkan atas hadis Nabi sebagai penjelas al-Qur’an, tentunya

hadits Nabi tidak boleh bertentangan dengan al-Qur’an ssebagai materi

yang dijelaskannya.

2. Meneghimpun hadits yang pokok bahasannya sama.

Hadits yang dimaksud dalamhal ini adalah hadits shahih, dengan

demikian akan didapatkan suatu pemahaman yang benar dan utuh

berdasarkan suatu ketetapan bahwa hadits berfungsi menafsirkan al-

Qur’an danmenjelaskan maknanya, menjelaskan makna globalnya,

menjelaskan makna yang belum terungkap dan lain sebagainya.

c. Kaidah kebahasaan

Al-Qur’an diturunkan dengan menggunakan bahasa arab, jadi tidak

ada jalan laian bagi mufassir untuk memahaminya kecuali dengan adanya

penguasaan terhadap bahasa arab. Diantara kaidah-kaidah yang harus

dipahami ialah:

a. Dhomir

b. Ta’rif dan tankir

c. Mufrad dan jama dll.

d. Kaidah syar’i

Penafsiran al-Qur’an harus menggunakan kaidah syari, adapun

kaidah-kaidah syar’I yaitu: kaidah yang berkaitan dengan al-amr dan al-

nahy, am,khas mujmal mubayyan, hakikat majaz dll. contoh amr adalah

tuntutan untuk melakukan suatu pekerjaan dari pihak yang lebih tinggi

Page 6: kaidah-kaidah dalam menafsirkan al-Qur'an.pdf

6

derajatnya kepada pihak yang lebih rendah, sedangkan an-nahy kebalikan

dari amr.5

Hal ini berarti apabila Allah memerintahkan sesuatu berarti

melarang untuk melakukansebaliknya, apabila Allah melarang sesuatu

berarti memerintahkan untuk melakukan sebaliknya contoh: jika Allah

memerintahkan berbuat adil berarti Allah melarang berbuat zalim, jika

Allah melarang untuk berdusta berarti perintah berbuat jujur.

e. Kaidah Ilmu Pengetahuan

Selain kaidah-kaidah yang di atas seorang mufassir juga harus juga

memiliki ilmu pengetahuan, hal ini didasarkan pada prinsif al-qur’an yang

diturunkan sebagai rahmah lil alamiin dengan demikian maka al-Qur’an

akan sesuai dengan perkembangan zaman dan tempat.

B. Metode Tafsir yang Terbaik

Metode tafsir yang terbaik ada tiga yaitu:6

1. Menafsirkan al-Qur’an dengan al-Qur’an

Menurut az-Zarkasi al-Qasami dan ibnu katsir bahwa tafsir al-qur’an

dengan al-Qur’an adalah metode terbaik dalam menafsirkan al-Qur’an,

yang disebut ahsan al-Turuq al-Tafsir.7 Hal ini dikarenakan apa yang

diseburtkan di dalam al-Qur’an secara global diterangkan perinciannya di

tempat lain. Dalam kaitannya dengan ini Allah SWT berfirman:

Dia-lah yang menurunkan Al kitab (Al Quran) kepada kamu. di

antara (isi) nya ada ayat-ayat yang muhkamaat, Itulah pokok-pokok isi Al

qur'an dan yang lain (ayat-ayat) mutasyaabihaat. Adapun orang-orang

yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, Maka mereka mengikuti

5M. Alfatih Suryadilaga, DKK., Metodologi, hlm. 69

6Syaikh Shafiyyurrahman al-Mubarakfuri, Tafsiri Ibni Katsir, Terj. Abu Ihsan al-Atsari,

Shahih Tafsir Ibni Katsir, (cet. VI; Jakarta: Pustaka Ibnu Katsir, 2011), hlm. 22 7Muhammad Amin Suma, Studi Ilmu-Ilmu, hlm. 165

Page 7: kaidah-kaidah dalam menafsirkan al-Qur'an.pdf

7

sebahagian ayat-ayat yang mutasyaabihaat daripadanya untuk

menimbulkan fitnah untuk mencari-cari ta'wilnya, Padahal tidak ada yang

mengetahui ta'wilnya melainkan Allah.

Dan berdasarkan petunjuk al-Qur’an, sebagaimana firman Allah

(QS:al-Qiyyamah (75):19

8

Kemudian, Sesungguhnya atas tanggungan kamilah penjelasannya.

2. Menafsirkan al-Qur’an dengan al-Hadits

Apabila metode ini tidak dapat Anda lakukan, maka tafsirkanlah

dengan al-Hadits karena ia merupakan penjelasan bagi Al-Qur’an. As-

Syafi’I berkata, “Semua perkara yang ditetapkan Rasulullah SAW

merupakan bagian dari apa yang dipahaminya dari Al-Qur’an9

sebagaimana firman Allah SWT.

Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab kepadamu dengan

membawa kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa

yang telah Allah wahyukan kepadamu, dan janganlah kamu menjadi

penantang (orang yang tidak bersalah), karena (membela) orang-orang

yang khianat.

10

Dan Kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu menerangkan

pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya

mereka memikirkan,

Sedangkan sabda Rasulullah SAW yaitu:

اال، إى اوتت انمزأ و يثهه يعه

8 M. Alfatih Suryadilaga, DKK., Metodologi, hlm. 56

9 Lukman Hakim, Pengantar Memahami al-Qur’an, (Solo: al-Qowam, 2002), hlm. 235

10Lukman Hakim, Pengantar, hlm. 236

Page 8: kaidah-kaidah dalam menafsirkan al-Qur'an.pdf

8

Ketahuilah, sesungguhnya aku telah diberikan al-Qur’an dan yang

menyerupainya (al-Hadits).

3. Menafsirkan al-Qur’an dengan pendapat para sahabat

Sebagaimana diketahui bahwa para sahabat termasuk orang yang

mengetahui hal ihwal penurunan al-Qur’an, sehingga mereka bisa

memahami al-Qur’an dengan tepat dan benar. Bahkan sebagian ulama

bahwa pendapat para sahabat termasuk kepada hadis marfu’ yang

disandarkan kepada Rasulullah SAW.11

Hal ini didasarkan ketika muaz ditanya oleh rasulullah SAW kepada

muaz ketika dia tidak mendapati hukum pada al-Qur’an dan Hadits maka

ia menjawab.

اجتهذ رأى

Mendengar jawaban ini rasulullah SAW bersabda:

انحذ هلل انذي وفك رسىل رسىل هللا نا زضى رسىل هللا

Segala puji bagi Allah yang telah mentaufikkan utusan rasulullah

kepada yang menyenangkan rasulullah sendiri12

C. Pengetahuan Asbab Nuzul Dan Kedudukannya Dalam Tafsir

1. Asbabun Nuzul

Untuk mengetahui asbabun nuzul tidak boleh hanya sekedar

menggunakan pendapat (ra’y) tetapi ia mempunyai hukum marfu (yang

disandarkan pada rasulullah). Al-wahidi mengatakan “tidak halal

berpendapat mengenai asbabun nuzul kitab kecuali dengan berdasarkan

pada riwayat atau mendengar lansung dari orang-orang yang menyaksikan

turunnya, mengetahui sebab-sebabnya dan membahas tentang

pengertianya serta bersungguh-sungguh dalam mencarinya.

Oleh karena itu, yang dapat dijadikan pegangan dalam asbabun nuzul

riwayat ucapan-ucapan sahabat yang bentuknya seperti musnad, yang

secara pasti menunjukkan asbabun nuzul. As-syayuti berpendapat bahwa

11

Usman, Ilmu Tafsir, (Yogyakarta: Teras, 2009), hlm. 249 12

TM. Hasbi Ash-Asiddieqy, sejarah dan pengantar ilmu al-qur’an tafsir, (Bulan Bintang,

1977), hlm. 203

Page 9: kaidah-kaidah dalam menafsirkan al-Qur'an.pdf

9

bila ucapan seorang tabi’in secara jelas menunjukkan asbabun nuzul, maka

ucapan itu dapat diterima. Dan mempunyai kedudukan mursal bila

penyandaran kepada tabi’in itu benar dan ia termasuk salah seorang imam

tafsir yang mengambil ilmunya dari para sahabat seperti mujahid, ikrimah

dan sa’id bin jubair serta di dukung oleh hadis mursal yang lain.13

Adapun sebab-sebab turunnya sesuatu ayat itu berkisar pada dua hal:

a. Bila terjadi suatu peristiwa, maka terunlah ayat al-qur’an mengenai

peristiwa itu. Hal ini diriwayatkan oleh ibnu abbas, yang mengatakan

ketika turun ayat:

Artinya:

Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat.14

Ketika ayat di atas trun, rasulullah SAW naik kebukit safa dan

menyeru kaumnya. Ketika itu abu lahab berkata: celakalah engkau;

apakah engkau mengumpulkanku hanya untuk ini? lalu ia berdiri,

maka turunlah ayat:

Artinya:

Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan Sesungguhnya Dia akan

binasa15

b. Bila Rasulullah ditanya tentang suatu hal, maka turunlah ayat Al-

Qur’an menerangkan hukumnya. Seperti; perkataan aisyah tentang

haulah binti sa’labah yang dikenakan zihar oleh suaminya aus bin

samit dan dia bertanya kepada rasulullah, aisyah berkata: tiba-tiba

jibril turun membawa ayat-ayat ini: sesungguhnya Allah telah

13

Manna Khalil al-Qattan, Studi-Studi Ilmu Al-Qur’an, (Jakarta; Litera AntarNusa, 2012),

hlm.108 14

Al-Qur’an, Asy-Syura [26] : 214 15

Al-Qur’an, Al-Lahab [111] :1

Page 10: kaidah-kaidah dalam menafsirkan al-Qur'an.pdf

10

mendengar perkataan perempuan yang mengadu kepadamu tentang

suaminya yakni Aus bin Samit16

2. Urgensi mengetahui Asbabun nuzul

Pengetahuan mengenai asbabun nuzul mempunyai banyak

kegunaanatau faedah yaitu: 17

1) Mengetahui tentang rahasia/hikmah Allah secara husus

mensyari’atkan Agama-Nya melalui al-Qur’an.

Adapun hikmahnya untuk orang mukmin akan bertambah imannya

dan mempunyai hasrat yang keras untuk mengamalkan kitab-Nya,

sebab terlihat padanya keistimewaan-keistimewaan kandungan,

hukum-hukum ini yang karenanya al-Qur’an diturunkan. Sedangkan

bagi orang non-mukmin hikmah hikmah yang terkandung dalam

agama Allah ini akan menggiringnya ke dalam iman. Sebab, ia akan

ketahui bahwa agama Islam datang untuk kemaslahatan manusia

bukan untuk penindasan, pemerasan dan kezaliman.

Sebagai contoh dalam pengharaman minuman keras dilakukan

dengan cara bertahap hal ini agar sesuai dengan kesiapan jiwa untuk

meninggalkannya, tahap pertama Allah menurunkan ayat:

Artinya:

dan dari buah korma dan anggur, kamu buat minimuman yang

memabukkan dan rezki yang baik. Sesunggguhnya pada yang

demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Allah) bagi

orang yang memikirkan.

16

Manna Khalil al-Qattan, Studi-Studi, hlm. 109 17

H. Rahmat Syafe’I, Pengantar Ilmu Tafsir, (Bandung; Pustaka Setia, 2006), hlm. 32

Page 11: kaidah-kaidah dalam menafsirkan al-Qur'an.pdf

11

mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah:

"Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat

bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya.

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang

kamu dalam Keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang

kamu ucapkan.

Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum)

khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan

panah, adalah Termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah

perbuatan-perbuatan ituagar kamu mendapat keberuntungan.

Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan

permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum)

khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah

dan sembahyang; Maka berhentilah kamu (dari mengerjakan

pekerjaan itu).

Dalam urutan turunnya ayat-ayat tentang khamar ini menunjukkan

tahapan dalam mengharamkan khamar, pada ayat pertama Allah

menerangkan bahwa dari buah anggur dan kurma orang membuat

khamar dan rizki yang baik, dengan ini secara tidak lansung Allah

telah menanamkan rasa benci padanya secara tidak lansung.

Sedangkan pada ayat kedua terkandung peringatan yang memalingkan

orang secara lansung, sedangkan pada ayat selanjutnya Allah

mengharamkan Khamar pada waktu sholat saja sehingga yang terakhir

Allah mengharamkannya secara total. Dari sini dapat dilihat betapa

Page 12: kaidah-kaidah dalam menafsirkan al-Qur'an.pdf

12

dalamnya hikmah dan rahasia yang terkandung dalam al-Qur’an,

hukum-hukumnya diturunkan secara bertahap mulai dari bentuk

keterangan hingga bentuk ketetapan.

2) Menolong untuk memahami ayat dan mengurangi kesulitan

memahaminya.

Sebagaimana firman Allah SWT.

وهلل انشزق وانغزب فاا تىنىا فثى وجه هللا إ هللا واسع عهى

Lafal ini secara eksplisit menunjukkan atas bolehnya orang sholat

menghadap kemana saja yang di ingininya, dan tidak wajib

menghadap masjidil haram baik dalam keadaan musafir atau menetap.

Akan tetapi jika kita lihat asbabun nuzulnya berdasarkan riwayat Ibnu

Umar, ayat ini turun pada shalat untuk orang yang musafir di atas

kendaraan.18

3) Menolak keragu-raguan pada hasyr (pembatasan) arti yang tersebut

dalam ayat. Sebagai contoh dalam firman Allah SWT.

Artinya:

Katakanlah: "Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang

diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang

hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah

yang mengalir atau daging babi - karena Sesungguhnya semua itu

kotor - atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah.

Menurut imam Syafi’i,19

sebelum ayat ini turun, orang-orang kafir

menghalalkan apa yang diharamkan Allah, kemudian ayat ini turun

seolah-oleh menyatakan “tidaklah haram kecuali apa yang telah

18

H. Abduh Ramli Wahid, Ulumul Quran, (Jakarta; PT. Raja Grapindo Persada, 2002),

hlm. 69 19

Nashruddhin Baidan, Wawasan Baru Ilmu Tafsir, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005),

hlm. 138

Page 13: kaidah-kaidah dalam menafsirkan al-Qur'an.pdf

13

dihalalkan orang-orang kafir yakni bangkai..dst. jadi yang ditekankan

disini adalah keharaman sesuatu bukan kehalalan sesuatu.

4) Mengetahui kehususan hukum pada sebab (peristiwa) yang

menyebabkan ayat itu turun.

Hal ini perlu oleh golongan yang berpegang pada kaidah yang

menyatakan:

انعثزج تحصىص انسثة ال تعىو انهفظ20

yang menjadi ibarat (pegangan) adalah kehususan sebab bukan

keumuman lapaz.

Sebagai contoh adalah peristiwa Hilal Ibnu Umayyah menuduh

istrinya berzina. Mengenai peristiwa ini telah turun ayat:

زيى اسواجهى .....وانذ21

Tanpak di sini bahwa ayat ini turun dengan sebab yang husus yaitu

tuduhan Hilal Ibnu Umayyah kepada istrinya, akan tetapi lapalnya

dengan lapaz yang umum.

5) Mengetahui peristiwa yang menjadi sebab nuzul ayat itu, hukumnya

tidak keluar dari yang dimaksud oleh ayat.

6) Memudahkan untuk menghapal dan memahami ayat itu.

Seorang akan lebih mudah menghafal dan memahami al-Qur’an

jika ia mengetahui sebab turunnya, sebab, pertalian antara sebab dan

akibat, hukum dan peristiwanya, hal ini merupakan faktor yang

menyebakan mantapnya dan terlukisnya sesuatu dalam ingatan.22

Dari tujuh manfaat asbabun nuzul yang telah dikemukakan, ada

lima yang berhubungan dengan kepentingan menafsirkan al-Qur’an

yaitu nomor 2-5, sedangkan nomor 1 dan 6 hanya merupakan

pelengkap saja dalam menunjang kemantapan pendirian dan wawasan

seorang mufassir.

20

Nasharuddin baidan, IWawasan, hlm. 136 21

H. Ramli Abduh Wahid, Ulumul, hlm. 80 22

H. Ramli Abduh Wahid, Ulumul, hlm.78

Page 14: kaidah-kaidah dalam menafsirkan al-Qur'an.pdf

14

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Kaidah-kaidah tafsir (Qawaid al-Tafsir) adalah aturan yang masih bersifat

umum sebagai penuntun mufassir dalam memperoleh pemahaman yang bersifat

partikular (juz’i). adapun kaidah secara umum yaitu: kaidah Qur’aniyah, kaidah

as-Sunnah, kaidah Lugawiyah, kaidah syar’i dan kaidah keilmuan. Sedangkan

metode terbaik dalammenafsirkan al-qur’an yaitu: menafsirkan al-Qur’an dengan

al-Qur’an, menafsirkan al-Qur’an dengan al-hadits dan menafsirkan al-Qur’an

dengan pendapat para sahabat.

Untuk memahmi ayat-ayat al-qur’an dengan baik seorang mufassir tidak bisa

terlepas dari qawaid al-tafsir (aturan-aturan dalammenafsirkan al-qur’an) dan

penggunaan metode-metode terbaik dalam menafsirkan al-qur’an serta

mengetahui asbabunnuzul ayat atau ilmu-ilmu lain yang berkaitan dengannya

14

Page 15: kaidah-kaidah dalam menafsirkan al-Qur'an.pdf

15

Daftar pustaka

Amin Suma, Muhammad, Studi Ilmu-Ilmu al-Qur’an, Jakarta: Pustaka Firdaus,

2001

Suryadilaga, M. Alfatih, DKK. Metodologi Ilmu Tafsir , Yogyakarta:Teras 2005

al-Mubarakfuri, Syaikh Shafiyyurrahman, Tafsiri Ibni Katsir, Terj. Abu Ihsan al-

Atsari, Shahih Tafsir Ibni Katsir, cet. VI; Jakarta: Pustaka Ibnu

Katsir, 2011

Hakim, Lukman, Pengantar Memahami al-Qur’an, Solo: al-Qowam, 2002

Ash-Asiddieqy, TM. Hasbi, sejarah dan pengantar ilmu al-qur’an tafsir, Bulan

Bintang, 1977

Manna Khalil al-Qattan, Studi-Studi Ilmu Al-Qur’an, Jakarta; Litera AntarNusa,

2012

Syafe’I, H. Rahmat, Pengantar Ilmu Tafsir, Bandung; Pustaka Setia, 2006

Ramli Wahid, H. Abduh, Ulumul Quran, Jakarta; PT. Raja Grapindo Persada,

2002

Baidan, Nashruddhin, Wawasan Baru Ilmu Tafsir, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,

2005