BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1...

26
BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 Tinjauan tentang Hasil Belajar 2.1.1 Pengertian Belajar Belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil dari berbagai bentuk seperti: perubahan, pemahaman, sikap tingkah laku, ketrampilan, kecakapan, kebiasaan, serta perubahan aspekaspek yang lain yang ada pada individu yang belajar. Dalam kegiatan belajar harus terdapat suatu tanda atau ciri, sehingga seseorang dikatakan belajar. Karena ada seseorang dikata belajar tetepi justru yang terjadi adalah bermain. Walaupun ada pemahan tentang belajar sambil bermaian atau bermain sambil belajar. Untuk itu satu kegiatan dapat dikategorikan belajar harus mempunyai ciri-ciri tertentu. Kegiatan belajar memiliki ciri-ciri. seperti: 1. Siswa berpartisipasi aktif meningkatkan minat dan tercapainya tujuan instruksional. Berperan aktif dalam proses belajar mengajar bukan berarti cukup mendengarkan saja dan bersikap diam untuk tidak untuk mengganggu melainkan didalamnya ada proses memperhatikan, mau bertanya, mencoba dan memberikan tanggapan terhadap permasalahan pelajaran yang timbul berasal dari siswa maupun dari guru itu sendiri. Dengan sikap aktif akan berpengaruh positif terhadap hasil belalar. 2. Adanya interaksi antara siswa dengan lingkungan. Keputusan siswa terhadap lingkungan terhadap mengakibatkan terhentinya proses pemahaman terhadap 8

Transcript of BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1...

8

BAB II

KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN

2.1 Tinjauan tentang Hasil Belajar

2.1.1 Pengertian Belajar

Belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada

diri seseorang. Perubahan sebagai hasil dari berbagai bentuk seperti: perubahan,

pemahaman, sikap tingkah laku, ketrampilan, kecakapan, kebiasaan, serta

perubahan aspekaspek yang lain yang ada pada individu yang belajar.

Dalam kegiatan belajar harus terdapat suatu tanda atau ciri, sehingga

seseorang dikatakan belajar. Karena ada seseorang dikata belajar tetepi justru

yang terjadi adalah bermain. Walaupun ada pemahan tentang belajar sambil

bermaian atau bermain sambil belajar. Untuk itu satu kegiatan dapat dikategorikan

belajar harus mempunyai ciri-ciri tertentu. Kegiatan belajar memiliki ciri-ciri.

seperti:

1. Siswa berpartisipasi aktif meningkatkan minat dan tercapainya tujuan

instruksional. Berperan aktif dalam proses belajar mengajar bukan berarti

cukup mendengarkan saja dan bersikap diam untuk tidak untuk mengganggu

melainkan didalamnya ada proses memperhatikan, mau bertanya, mencoba

dan memberikan tanggapan terhadap permasalahan pelajaran yang timbul

berasal dari siswa maupun dari guru itu sendiri. Dengan sikap aktif akan

berpengaruh positif terhadap hasil belalar.

2. Adanya interaksi antara siswa dengan lingkungan. Keputusan siswa terhadap

lingkungan terhadap mengakibatkan terhentinya proses pemahaman terhadap

8

9

materi ajar yang menjadi objek dalam pembelajaran, sehingga proses itu harus

berjalan melalui bermacam penggalaman dan mata pelajaran yang terpusat

pada suatu tujuan tertentu. Pengalaman belajar bersumber dari suatu

kebutuhan dan tujuan peserta didik sendiri yang mendorong motivasi secara

berkesinambungan.

3. Belajar merupakan proses berkelanjutan hingga mendapat pengertian yang

mendalam, sehingga hasil belajar itu diterima oleh peserta didik apabila

memberi kepuasan pada kebutuhanya dan berguna serta bermakna baginya.

Kebermaknaan dalam belajar menyangkut berbagai aspek kepribadian, baik

fisik maupun psikis, seperti perubahan dalam pengertian pemecahan suatu

masalah berpikir, ketrampilan, kecakapan, kebiasaan, ataupun sikap.

4. Mengembangkan kemampuan siswa kearah lebih maju dan baik, hasil belajar

yang telah dicapai bersifat kompleks dan dapat berubah-ubah, jadi tidak

sederhana dan statis.

Dalam seluruh proses pendidikan, bahwa kegiatan belajar merupakan kegi

atan yang paling pokok. Ini berarti bahwa berhasil tidaknya tujuan pencapaian

proses pendidikan banyak tergantung kepada bagaimana proses belajar yang

dialami oleh siswa sebagai objek pendidikan. Pengertian belajar banyak

dikemukakan oleh beberapa ahli pendidikan antara lain: Belajar adalah suatu

proses yang kompleks yang terjadi pada semua orang dan berlangsung seumur

hidup, semenjak masih bayi hingga ke liang lahat. Salah satu pertanda bahwa

seseorang telah belajar adalah adanya perubahan tingkah laku dalam dirinya.

Perubahan tingkah laku tersebut menyangkut perubahan yang bersifat

10

pengetahuan (kognitif) dan keterampilan (psikomotor) maupun yang menyangkut

nilai dan sikap (afektif) (Sardiman S. Arif dkk, 2009: 2).

Belajar pada hakikatnya merupakan kegiatan yang di lakukan secara sadar

untuk menghasilkan suatu perubahan, menyangkut pengetahuan, keterampilan,

sikap dan nilai-nilai. Manusia tanpa belajar, maka akan mengalami kesulitan

dalam menyesuaikan diri dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, yang

tidak lain juga merupakan produk kegiatan berpikir manusia-manusia

pendahulunya (Uno, 2009: 1).

Belajar adalah suatu proses yang ditandai oleh adanya perubahan pada diri

seseorang (Sutikno, M.S. 2005: 33) inilah yang merupakan sebagai inti proses

pembelajaran. Perubahan tersebut bersifat internasional, positif aktif dan efektif

fungsional. Menurut Slameto (2003: 2) belajar adalah suatu usaha yang dilakukan

oleh seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara

keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam berinteraksi dengan

lingkungannya. Perubahan tingkah laku yang terjadi sebagai hasil belajar

mempunyai ciri-ciri:

a. Perubahan terjadi secara sadar. Ini berarti bahwa seseorang yang belajar akan

menyadari terjadinya perubahan di dalam dirinya. Misalnya ia menyadari

bahwa pengetahuannya bertamba, kecakapannya bertambah dan kebiasaannya

bertambah.

b. Perubahan bersifat kontiniu dan fungsional. Ini berarti bahwa perubahan yang

terjadi di dalam diri seseorang berlangsung secara berkesinambungan dan

tidak statis.

11

c. Perubahan bersifat positif dan aktif. Ini berarti bahwa perubahan itu senantiasa

bertambah dan tertuju untuk memperoleh sesuatu yang lebih baik dari

sebelumnya dan perubahan itu tidak terjadi dengan sendirinya tetapi karena

usaha sendiri.

d. Perubahan tidak bersifat sementara. Ini berarti bahwa tingkah laku yang terjadi

setelah belajar akan bersifat menetap.

e. Perubahan bertujuan atau terarah. Ini berarti bahwa perubahan tingkah laku itu

terjadi karena ada tujuan yang akan dicapai. Perubahan mencakup seluruh

aspek tingkah laku. Ini berarti bahwa setelah belajar akan terjadi perubahan

tingkah laku secara menyeluruh dalam pengetahuan, sikap dan keterampilan.

Sardiman (2010: 20) mendefenisikan belajar sebagai usaha penguasaan

materi ilmu pengetahuan yang merupakan sebagian kegiatan menuju terbentuknya

kepribadian seutuhnya. Selanjutnya Slameto (2010: 2) menyatakan dalam

bukunya bahwa belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk

memperoleh suatu perubahan tingkah laku secara keseluruhan, sebagai hasil

pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Selain itu

Sardiman (2010: 20) menyatakan bahwa belajar merupakan suatu perubahan

tingkah laku atau penampilan, dengan serangkaian kegiatan misalnya dengan

membaca, mengamati, mendengarkan, meniru dan lain sebagainya.

Lain halnya dengan Riyanto (2010: 16) proses belajar terjadi melalui

banyak cara baik disengaja maupun tidak disengaja dan berlangsung sepanjang

waktu dan menuju pada suatu perubahan pada diri pembelajar.

12

Perubahan yang dimaksud Trianto disini adalah perubahan perilaku tetap

berupa pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan kebiasaan yang baru

diperoleh individu. Sedangkan pengalaman merupakan interaksi individu dengan

lingkungan sebagai sumber belajarnya. Jadi, belajar disini diartikan sebagai proses

perubahan perilaku tetap dari belum tahu menjadi tahu, dari tidak paham menjadi

paham, dari kurang terampil menjadi lebih terampil, dan dari kebiasaan lama

menjadi kebiasaan baru, serta bermanfaat bagi lingkungan maupun individu itu

sendiri.

Maka dari pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa “belajar

adalah suatu proses kegiatan atau usaha yang dilakukan oleh seseorang secara

sadar dalam berinteraksi dengan lingkungannya sehingga diperoleh kecakapan-

kecakapan yang baru yang mengakibatkan terjadinya perubahan tingkah laku

didalam dirinya berupa pengetahuan, sikap dan keterampilan.

2.1.2 Pengertian Hasil Belajar

Hasil belajar terdiri dari dua kata yaitu “hasil” dan “belajar”.

Hasil merupakan akibat dari yang ditimbulkan karena berlangsungnya suatu

proses kegiatan. Sedangkan belajar adalah serangkaian kegiatan untuk

memperoleh perubahan tingkah laku sebagai hasil pengalaman individu

dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Hasil belajar sering diartikan

dengan nilai-nilai yang dicapai dalam mengikuti proses belajar sebagai hasil

usah yang dilakukan oleh siswa/mahasiswa dengan berbagai tingkat

keberhasilan. Menurut Gagne dalam Sagala (2005: 23) “Hasil belajar adalah

13

berupa keterampilan-keterampilan intelektual yang memungkinkan

seseorang berinteraksi”.

Menurut Hamalik (2006: 189) “Hasil belajar adalah terjadinya perubahan

tingkah laku pada diri siswa yang dapat diamati dan diukur dalam bentuk

perubahan pengetahuan, sikap dan keterampilan”. Menurut Arikunto (2005),

“Hasil belajar bertujuan untuk mengetahui sejauh mana anak didik telah dapat

belajar dari mata pelajaran tertentu, dengan cara mengadakan tes baik lisan

maupun tulisan dan dinyatakan dalam bentuk nilai sejumlah materi pelajaran.

Dimyati dan Mudjiono, (1994: 26).

Selanjutnya Sriyono (1992: 73), menegaskan bahwa hasil belajar yang di

peroleh masig-masing siswa, biasanya akan diketahui setelah guru melakukan

pengukuran dengan menggunakan evaluasi, baik secara tertulis maupun dalam

bentuk pertanyaan lisan. Kemudian Purwanto, (1990: 86) mengemukakan bahwa

hasil belajar dapat diartikan sebagai capaian perolehan peserta didik pada suatu

materi tertentu setelah mereka menjalani aktivitas belajar dalam jangka waktu

tertentu.

Hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia ingin

menerima pengalaman belajar atau yang optimal yang dapat dicapai dari kegiatan

belajar di sekolah untuk pelajaran. Hasil belajar seperti yang dijelaskan oleh

Poerwadarminta (2003: 768) adalah hasil yang telah dicapai (dilakukan).

Pengertian hasil belajar menurut pendapat Winata (2006: 94) adalah hasil yang

dicapai atau ditonjolkan oleh anak sebagai hasil belajarnya, baik berupa angka

14

atau huruf serta tindakannya yang mencerminkan hasil belajar yang dicapai

masing-masing anak dalam periode tertentu.

Nasution (2003: 45) berpendapat bahwa hasil belajar adalah kemampuan

anak didik berdasarkan hasil dari pengalaman atau pelajaran setelah mengikuti

program belajar secara periodik. Dengan selesainya proses belajar mengajar pada

umumnya dilanjutkan dengan adanya suatu evaluasi. Dimana evaluasi ini

mengandung maksud untuk mengetahui kemajuan belajar atau penguasaan siswa

atau terhadap materi yang diberikan oleh guru.

Menurut Sudjana (2006: 22) Hasil belajar adalah kemampuan yang

dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar

mempunyai peranan penting dalam proses pembelajaran. Proses penilaian

terhadap hasil belajar dapat memberikan informasi kepada guru tentang kemajuan

siswa dalam upaya mencapai tujuan-tujuan belajarnya melalui kegiatan belajar.

Selanjutnya dari informasi tersebut guru dapat menyusun dan membina kegiatan-

kegiatan siswa lebih lanjut, baik untuk keseluruhan kelas maupun individu.

Berdasarkan beberapa teori yang telah dikemukakan oleh para ahli di atas

mengenai hasil belajar maka, dapat ditarik suatu simpulan bahwa hasil belajar

siswa ditekankan pada tiga variabel utama dalam proses belajar mengajar yaitu

input dari belajar, prosesnya dan outputnya sehingga hasil belajar yang diperoleh

dapat dijadikan sebagai pegangan yang kuat bahwa hasil yang diperoleh telah

teruji dalam artian telah lolos ketiga variabel yang dimaksudkan dalam

pembelajaran tadi. Oleh karena itu hasil belajar siswa bagi guru sasaran prioritas

untuk diperhatikan dengan baik.

15

Dari beberapa pendapat di atas maka dapat di simpulkan bahwa hasil belajar

adalah pengetahuan, pemahaman dan atau keterampilan yang dimiliki atau di

ketahui oleh peserta didik setelah ia mengalami proses belajar mengajar.

Adapun yang mempengaruhi hasil belajar adalah:

1. Faktor internal; faktor yang mempengaruhi kegiatan belajar ini lebih

ditekankan pada faktor dari dalam individu yang belajar. Faktor yang

mempengruhi kegiatan tersebut adalah motivasi, perhatian, pengamatan,

tanggapan dan lain sebagainya.

Faktor eksernal; pencapaian tujuan belajar perlu diciptakan adanya sistem

lingkungan belajar yang kondusif. Hal ini akan berkaitan dengan faktor dari luar

siswa. Faktor yang mempengaruhi adalah mendapatkan pengetahuan, penanaman

konsep dan keterampilan, serta pembentukan sikap.

2.1.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar

Hasil belajar merupakan sasaran yang ingin dicapai setelah proses belajar

mengajar berlangsung, tentunya hasil belajar yang diinginkannya adalah hasil

belajar yang maksimal dan untuk mencapai hasil belajar yang maksimal sangat

diperlukan kesiapan mental siswa. Kesiapan mental ini dalam wujud kemauan

serta rasa ingin tahu terhadap materi yang diberikan. Hasil belajar akan maksimal

bila didasari oleh rasa keingintahuan terhadap materi yang dipelajarinya, siswa

akan selalu bertanya tentang segala sesuatu yang mereka tidak ketahui. Pertanyaan

tersebut akan selalu ada di dalam benaknya, sehingga ia termotivasi untuk aktif

belajar mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan itu. Menurut Machu (dalam

User 1993: 3) bahwa hasil belajar seseorang merupakan perilaku yang dapat

16

diukur, prestasi belajar menunjukkan kepada individu sebagai sebab daam arti

bahwa individu adalah pelakunya. Hasil belajar dapat diefaluasi dengan

menggunakan standar berbentuk, baik berdasarkan kelompok atau norma yang

ditetapkan sebelumnya.

Hasil belajar yang di peroleh dapat di ukur melalui kemajuan yang diperoleh

siswa setelah belajar dengan sungguh-sungguh. Melalui proses belajar seseorang

siswa berusaha mengumpulkan pengalaman berupa pengetahuan, kecakapan,

keterampilan dan penyesuaian tingkah laku. Hasil belajar tersebut tampak

terjadinya perubahan tingkah laku pada diri siswa yang dapat diamati dan diukur

melalui perubahan sikap dan keterampilan. Perubahan tersebut dapat diartikan

terjadiya peningkatan dan pengembangan yang lebih baik dibandingkan dengan

sebelumnya, (Hamalik, 2006: 155). Jadi dalam hal ini, hasil belajar merupakan

bukti yang dilakukan siswa sehubungan dengan apa yang mereka pelajari. Hasil

belajar merupakan suatu bukti utama dari proses belajar, karena di dalamnya akan

menampakan sesuatu perubahan tingkah laku sebagai cermin nyata dalam dari

kegiatan belajar.

Agar fungsi pendidik sebagai motivator, inspirator dan fasilitator dapat

dilakonkan dengan baik, maka pendidik perlu memahami faktor-faktor yang dapat

mempengaruhi proses dan hasil belajar subjek didik. Faktor-faktor itu lazim

dikelompokkan atas dua bahagian, masing-masing faktor fisiologis dan faktor

psikologis (Depdikbud, 1985: 11).

a. Faktor Fisiologis

17

Faktor-faktor fisiologis ini mencakup faktor material pembelajaran, faktor

lingkungan, faktor instrumental dan faktor kondisi individual subjek

didik.Material pembelajaran turut menentukan bagaimana proses dan hasil belajar

yang akan dicapai subjek didik. Karena itu, penting bagi pendidik untuk

mempertimbangkan kesesuaian material pembelajaran dengan tingkat kemampuan

subjek didik ; juga melakukan gradasi material pembelajaran dari tingkat yang

paling sederhana ke tingkat lebih kompeks.

Faktor lingkungan, yang meliputi lingkungan alam dan lingkungan sosial,

juga perlu mendapat perhatian. Belajar dalam kondisi alam yang segar selalu lebih

efektif dari pada sebaliknya. Demikian pula, belajar padapagi hari selalu

memberikan hasil yang lebih baik dari pada sore hari. Sementara itu, lingkungan

sosial yang hiruk pikuk, terlalu ramai, juga kurang kondisif bagi proses dan

pencapaian hasil belajar yang optimal.

Yang tak kalah pentingnya untuk dipahami adalah faktor-faktor

instrumental, baik yang tergolong perangkat keras (hardware) maupun perangkat

lunak (software). Perangkat keras seperti perlangkapan belajar, alat praktikum,

buku teks dan sebagainya sangat berperan sebagai sarana pencapaian tujuan

belajar. Karenanya, pendidik harus memahami dan mampu mendayagunakan

faktor-faktor instrumental ini seoptimal mungkin demi efektifitas pencapaian

tujuan-tujuan belajar.

Faktor fisiologis lainnya yang berpengaruh terhadap proses dan hasil

belajar adalah kondisi individual subjek didik sendiri. Termasuk ke dalam faktor

ini adalah kesegaran jasmani dan kesehatan indra. Subjek didik yang berada

18

dalam kondisi jasmani yang kurang segar tidak akan memiliki kesiapan yang

memadai untuk memulai tindakan belajar.

b. Faktor Psikologis

Faktor-faktor psikologis yang berpengaruh terhadap proses dan hasil

belajar

jumlahnya banyak sekali, dan masing-masingnya tidak dapat dibahas secara

terpisah.

Perilaku individu, termasuk perilaku belajar, merupakan totalitas penghayatan dan

aktivitas yang lahir sebagai hasil akhir saling pengaruh antara berbagai gejala,

seperti perhatian, pengamatan, ingatan, pikiran dan motif.

1. Perhatian

Tentulah dapat diterima bahwa subjek didik yang memberikan perhatian

intensif dalam belajar akan memetik hasil yang lebih baik. Perhatian intensif

ditandai oleh besarnya kesadaran yang menyertai aktivitas belajar. Perhatian

intensif subjek didik ini dapat dieksloatasi sedemikian rupa melalui strategi

pembelajaran tertentu, seperti menyediakan material pembelajaran yang sesuai

dengan kebutuhan subjek didik, menyajikan material pembelajaran dengan teknik-

teknik yang bervariasi dan kreatif, seperti bermain peran (role playing), debat dan

sebagainya.

Strategi pemebelajaran seperti ini juga dapat memancing perhatian yang

spontan dari subjek didik. Perhatian yang spontan dimaksudkan adalah perhatian

yang tidak disengaja, alamiah, yang muncul dari dorongan-dorongan instingtif

untuk mengetahui sesuatu, seperti kecendrungan untuk mengetahui apa yang

19

terjadi di sebalik keributan di samping rumah, dan lain-lain. Beberapa hasil

penelitian psikologi menunjukkan bahwa perhatian spontan cendrung

menghasilkan ingatan yang lebih lama dan intensif dari pada perhatian yang

disengaja.

2. Pengamatan

Pengamatan adalah cara pengenalan dunia oleh subjek didik melalui

penglihatan, pendengaran, perabaan, pembauan dan pengecapan. Pengamatan

merupakan gerbang bai masuknya pengaruh dari luar ke dalam individu subjek

didik, dan karena itu pengamatan penting artinya bagi pembelajaran.

Untuk kepentingan pengaturan proses pembelajaran, para pendidik perlu

memahami keseluruhan modalitas pengamatan tersebut, dan menetapkan secara

analitis manakah di antara unsur-unsur modalitas pengamatan itu yang paling

dominan peranannya dalam proses belajar. Kalangan psikologi tampaknya

menyepakati bahwa unsur lainnya dalam proses belajar. Dengan kata lain,

perolehan informasi pengetahuan oleh subjek didik lebih banyak dilakukan

melalui penglihatan dan pendengaran.

Jika demikian, para pendidik perlu mempertimbangkan penampilan alat-

alat peraga di dalam penyajian material pembelajaran yang dapat merangsang

optimalisasi daya penglihatan dan pendengaran subjek didik. Alat peraga yang

dapat digunakan, umpamanya ; bagan, chart, rekaman, slide dan sebagainya.

3. Ingatan

Secara teoritis, ada 3 aspek yang berkaitan dengan berfungsinya ingatan,

yakni (1) menerima kesan, (2) menyimpan kesan, dan (3) memproduksi kesan.

20

Mungkin karena fungsi-fungsi inilah, istilah “ingatan” selalu didefinisikan sebagai

kecakapan untuk menerima, menyimpan dan mereproduksi kesan. Kecakapan

merima kesan sangat sentral peranannya dalam belajar. Melalui kecakapan inilah,

subjek didik mampu mengingat hal-hal yang dipelajarinya.

Dalam konteks pembelajaran, kecakapan ini dapat dipengaruhi oleh

beberapa hal, di antaranya teknik pembelajaran yang digunakan pendidik. Teknik

pembelajaran yang disertai dengan penampilan bagan, ikhtisar dan sebagainya

kesannya akan lebih dalam pada subjek didik. Di samping itu, pengembangan

teknik pembelajaran yang mendayagunakan “titian ingatan” juga lebih

mengesankan bagi subjek didik, terutama untuk material pembelajaran berupa

rumus-rumus atau urutan-urutan lambang tertentu. Contoh kasus yang menarik

adalah mengingat nama-nama kunci nada g (gudeg), d (dan), a (ayam), b (bebek)

dan sebagainya.

Hal lain dari ingatan adalah kemampuan menyimpan kesan atau

mengingat. Kemampuan ini tidak sama kualitasnya pada setiap subjek didik.

Namun demikian, ada hal yang umum terjadi pada siapapun juga : bahwa segera

setelah seseorang selesai melakukan tindakan belajar, proses melupakan akan

terjadi. Hal-hal yang dilupakan pada awalnya berakumulasi dengan cepat, lalu

kemudian berlangsung semakin lamban, dan akhirnya sebagian hal akan tersisa

dan tersimpan dalam ingatan untuk waktu yang relatif lama.

Untuk mencapai proporsi yang memadai untuk diingat, menurut kalangan

psikolog pendidikan, subjek didik harus mengulang-ulang hal yang dipelajari

dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama. Implikasi pandangan ini dalam

21

proses pembelajaran sedemikian rupa sehingga memungkinkan bagi subjek didik

untuk mengulang atau mengingat kembali material pembelajaran yang telah

dipelajarinya. Hal ini, misalnya, dapat dilakukan melalui pemberian tes setelah

satu submaterial pembelajaran selesai.

Kemampuan resroduksi, yakni pengaktifan atau prosesproduksi ulang hal-

hal yang telah dipelajari, tidak kalah menariknya untuk diperhatikan.

Bagaimanapun, hal-hal yang telah dipelajari, suatu saat, harus diproduksi untuk

memenuhi kebutuhan tertentu subjek didik, misalnya kebutuhan untuk menjawab

pertanyaan-pertanyaan dalam ujian ; atau untuk merespons tantangan-tangan

dunia sekitar.

Pendidik dapat mempertajam kemampuan subjek didik dalam hal ini

melalui pemberian tugas-tugas mengikhtisarkan material pembelajaran yang telah

diberikan.

4. Berfikir

Definisi yang paling umum dari berfikir adalah berkembangnya ide dan

konsep (Bochenski, dalam Suriasumantri (ed), 1983:52) di dalam diri seseorang.

Perkembangan ide dan konsep ini berlangsung melalui proses penjalinan

hubungan antara bagian-bagian informasi yang tersimpan di dalam didi seseorang

yang berupa pengertian-perngertian. Dari gambaran ini dapat dilihat bahwa

berfikir pada dasarnya adalah proses psikologis dengan tahapan-tahapan berikut :

(1) pembentukan pengertian, (2) penjalinan pengertian-pengertian, dan (3)

penarikan kesimpulan.

22

Kemampuan berfikir pada manusia alamiah sifatnya. Manusia yang lahir

dalam keadaan normal akan dengan sendirinya memiliki kemampuan ini dengan

tingkat yang reletif berbeda. Jika demikian, yang perlu diupayakan dalam proses

pembelajaran adalah mengembangkan kemampuan ini, dan bukannya

melemahkannya. Para pendidik yang memiliki kecendrungan untuk memberikan

penjelasan yang “selengkapnya” tentang satu material pembelajaran akan

cendrung melemahkan kemampuan subjek didik untuk berfikir. Sebaliknya, para

pendidik yang lebih memusatkan pembelajarannya pada pemberian pengertian-

pengertian atau konsep-konsep kunci yang fungsional akan mendorong subjek

didiknya mengembangkan kemampuan berfikir mereka. Pembelajaran seperti ni

akan menghadirkan tentangan psikologi bagi subjek didik untuk merumuskan

kesimpulan-kesimpulannya secara mandiri.

5. Motif

Motif adalah keadaan dalam diri subjek didik yang mendorongnya untuk

melakukan aktivitas-aktivitas tertentu. Motif boleh jadi timbul dari rangsangan

luar, seperti pemberian hadiah bila seseorang dapat menyelesaikan satu tugas

dengan baik. Motif semacam ini sering disebut motif ekstrensik. Tetapi tidak

jarang pula motif tumbuh di dalam diri subjek didik sendiri yang disebut motif

intrinsik. Misalnya, seorang subjek didik gemar membaca karena dia memang

ingin mengetahui lebih dalam tentang sesuatu.

Dalam konteks belajar, motif intrinsik tentu selalu lebih baik, dan biasanya

berjangka panjang. Tetapi dalam keadaan motif intrinsik tidak cukup potensial

pada subjek didik, pendidik perlu menyiasati hadirnya motif-motif ekstrinsik.

23

Motif ini, umpamanya, bisa dihadirkan melalui penciptaan suasana kompetitif di

antara individu maupun kelompok subjek didik. Suasana ini akan mendorong

subjek didik untuk berjuang atau berlomba melebihi yang lain.Namun demikian,

pendidik harus memonitor suasana ini secara ketat agar tidak mengarah kepada

hal-hal yang negatif.

Motif ekstrinsik bisa juga dihadirkan melalui siasat “self competition”,

yakni menghadirkan grafik prestasi individual subjek didik.Melalui grafik ini,

setiap subjek didik dapat melihat kemajuan-kemajuannya sendiri. Dan sekaligus

membandingkannya dengan kemajuan yang dicapai teman-temannya.Dengan

melihat grafik ini, subjek didik akan terdorong untuk meningkatkan prestasinya

supaya tidak berada di bawah prestasi orang lain.

2.2 Ruang Lingkup Hasil Belajar

Seseorang telah dikatakan telah berhasil dalam belajar jika ia mampu

meneunjukan adanya perubahan dalam dirinya. Perubahan-perubahan tersebut

dapat diantaranya dari kemampuan berpikirnya, keterampilalnnya atau sikapnya

terhadap suatu abjek.Perubahan hasil belajar ini dalam Taxonomy Bloom

dikelompokan dalam 3 ranah (domain), yakni: (1 )domain kognitif atau

kemampuan berpikir, (2) domain afektif atau sikap, dan (3) domain psikomotor

atau keterampilan (Wahidmurni dkk, 2010: 18).

Peserta didik dapat dikatakan berhasil dalam belajar jika dalam diri

mereka telah terjadi perubahan dan minimal salah satu aspek diatas. Contoh

perubahan dalam aspek kemampuan berpikir misalnya dapat terjadi jika terjadi

perubahan dari tidak tahu menjadi tahu, atau perubahan dari tidak paham menjadi

24

paham dan seterusnya. Contoh perubahan aspek sikap misalnya dari sikap buruk

menjadi yang baik, atau dari semula bersikap tidak sopan manjadi sikap sopan dan

seterusnya. Contoh perubahan dalam sikap keterampilan misalnya, dari tidak

dapat melakukan wudlu menjadi terampil berwudlu, dari tidak terampil melukis

menjadi terampil melukis dan seterusnya (Wahidmurni dkk, 2010: 18)..

Dalam pelaksanaan ketiga ranah atau domain penilaian hasil belajar diatas,

harus dinilai secara menyeluruh, sebab prestasi belajar siswa seharusnya

menggambarkan perubahan menyeluruh sebagai hasil belajar siswa. Untuk itulah

guru atau pendidik dituntut untuk memahami atau menguasai beberapa teknik

untuk menilai beberapa aspek perubahan belajar pesrta didik. Tiap-tiap aspek

belajar memiliki beberapa tingkat sebagaimana yang dijabarkan oleh Benjamin

bloom sebagai berikut:

Tabel 2.1 Tingkatan Ranah atau Domain Hasil Belajar Menurut Taxonomi Bloom

Tingk

atan Cognitive Domain Affektive Domain Psykomotor domain

1 Pengetahuan (C1) Menerima (A1) Persepsi (P1)

2 Keseluruhan(C2) Menanggapi (A2) Set (P2)

3 Aplikasi (C3) Menilai (A3) Kemampuan respon (P3)

4 Analisis (C4) Organisasi (A4) Merchanism (P4)

5 Sintesis (C5) Karakterisasi respon(A5) Secara terang-terangan (P5)

6 Evaluasi (C6) Adaptasi (P6)

7 Originasi (P7)

Masing-masing tingkatan dalam setiap ranah atau domain menuntut

kemampuan atau kecakapan yang berbeda-beda dari setiap pesrta didik untuk

memberikan respon terhadapnya. Semakin tinggi tingkatan yang ditutut semakin

tinggu juga tngkatan kekomplekan jawaban atau respon yang dikehendaki. Untuk

kepentingan ini maka seseorang guru terus memahami bahwa semakin rendah

tingkatan yang diujikan, maka seharusnya juga semakin rendah bobot atau skor

25

yang diberikan; demikian sebaliknya bahwa semakin tinggi tingkatan yang

diujikan maka seharusnya semakin tinggi pula bonot skor yang diberikan.

Hal diatas dapat dimaklumi, sebab untuk dapat mencapai kemampuan

pada tingkat tertinggi, maka seorang siswa harus menguasai tingkatan dibawahnya

sebelumnya, demikian seterusnya. Sebagai contoh seorang siswa dapat melakukan

penerapan (application) suatu rumus misalnya, jika sebelumnya ia mampu

memahami (compehension) rumus yang akan ia terapkan; demikian sebaliknya ia

akan memahami (compehension) sesuatu , jika sebelumnya ia mampu atau

memiliki pengetahuan (knowledge) tentang sesuatu yang harus ia pahami

(Wahidmurni dkk, 2010: 19).

2.3. Penerapan Model Jigsaw pada Pembelajaran PKn SD

Hasil belajar PKn adalah kemampuan siswa dalam menguasai materi

PKn berdasarkan hasil dari pengalaman atau pelajaran setelah mengikuti

pembelajaran secara periodik dalam kelas. Dengan selesainya proses belajar

mengajar diakhiri dengan evaluasi untuk mengetahui kemajuan belajar atau

penguasaan siswa atau terhadap materi PKn terutama kompetensi dasar hakekat

sistim pemerintahan yang diberikan oleh guru. Dari hasil evaluasi ini akan dapat

diketahui hasil belajar siswa yang biasanya dinyatakan dalam bentuk nilai atau

angka.

Dalam kerangka semua itu mata pelajaran PKn harus berfungsi sebagai

wahana kurikuler pengembangan karakter warga negara Indonesia yang

demokratis dan bertanggung jawab. Peran PKn dalam proses pembudayaan dan

pemberdayaan peserta didik sepanjang hayat, melalui pemberian keteladanan,

26

pembangunan kemauan, dan pengembangan kreatifitas peserta didik dalam proses

pembelajaran.Melalui PKn sekolah perlu di kembangkan sebagai pusat

pengembangan wawasan, sikap, dan keterampilan hidup dan berkehidupan yang

demokratis untuk membangun kehidupan demokrasi.

Hasil belajar yang baik adalah suatu harapan sebagian besar oleh guru

dan kemungkinan besar juga oleh siswa. Karena dengan hasil belajar yang baik

maka akan memberikan suatu pandangan bahwa kualitas maupun sumber daya

generasi penerus dan para tenaga pendidik menempati posisi yang sangat

strategik. Konsep dasar tersebut dapat dikemukakan bahwa paradigma pendidikan

demokrasi melalui PKn yang perlu dikembangkan dalam lingkungan sekolah

adalah pendidikan demokrasi yang bersifat multidimensional atau bersifat jamak.

Melalui pembelajaran PKn, siswa akan mempelajari materi sistim

pemerintahan pusat secara garis besar sebagaimana hal ini akan menjadi

pengetahuan dasar bagi peserta didik terhadap bagaimana sistim pemerintahan

pusat yang ada di Negara ini. Dengan pemahaman sistim pemerintahan pusat yang

baik maka, akan dapat mempermudah bagi siswa dalam mengetahui sistim

pemerintahan.

2.3.1 Model Pembelajaran Jigsaw

Jigsaw pertama kali dikembangkan dan diujicobakan oleh Elliot Aronson

dan teman-teman di Universitas Texas, dan kemudian diadaptasi oleh Slavin dan

teman-teman di Universitas John Hopkins (Arends, 2007: 122). Teknik mengajar

Jigsaw dikembangkan oleh Aronson et. al. sebagai metode Cooperative Learning.

27

Teknik ini dapat digunakan dalam pengajaran membaca, menulis, mendengarkan,

ataupun berbicara.

Dalam teknik ini, guru memperhatikan skemata atau latar belakang

pengalaman siswa dan membantu siswa mengaktifkan skemata ini agar bahan

pelajaran menjadi lebih bermakna. Selain itu, siswa bekerja sama dengan sesama

siswa dalam suasana gotong royong dan mempunyai banyak kesempatan untuk

mengolah informasi dan meningkatkan keterampilan berkomunikasi.

Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw adalah suatu tipe pembelajaran

kooperatif yang terdiri dari beberapa anggota dalam satu kelompok yang

bertanggung jawab atas penguasaan bagian materi belajar dan mampu

mengajarkan materi tersebut kepada anggota lain dalam kelompoknya (Arends,

2007: 159).

Model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw merupakan model

pembelajaran kooperatif dimana siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri

dari 4 – 6 orang secara heterogen dan bekerja sama saling ketergantungan yang

positif dan bertanggung jawab atas ketuntasan bagian materi pelajaran yang harus

dipelajari dan menyampaikan materi tersebut kepada anggota kelompok yang lain

(Arends, 2007: 160).

Jigsaw didesain untuk meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap

pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain. Siswa tidak hanya

mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga harus siap memberikan

dan mengajarkan materi tersebut pada anggota kelompoknya yang lain. Dengan

demikian, “siswa saling tergantung satu dengan yang lain dan harus bekerja sama

28

secara kooperatif untuk mempelajari materi yang ditugaskan. Para anggota dari

tim-tim yang berbeda dengan topik yang sama bertemu untuk diskusi (tim ahli)

saling membantu satu sama lain tentang topic pembelajaran yang ditugaskan

kepada mereka. Kemudian siswa-siswa itu kembali pada tim / kelompok asal

untuk menjelaskan kepada anggota kelompok yang lain tentang apa yang telah

mereka pelajari sebelumnya pada pertemuan tim ahli.

Pada model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw, terdapat kelompok asal

dan kelompok ahli. Kelompok asal yaitu kelompok induk siswa yang

beranggotakan siswa dengan kemampuan, asal, dan latar belakang keluarga yang

beragam. Kelompok asal merupakan gabungan dari beberapa ahli. Kelompok ahli

yaitu kelompok siswa yang terdiri dari anggota kelompok asal yang berbeda yang

ditugaskan untuk mempelajari dan mendalami topik tertentu dan menyelesaikan

tugas-tugas yang berhubungan dengan topiknya untuk kemudian dijelaskan

kepada anggota kelompok asal.

Hubungan antara kelompok asal dan kelompok ahli digambarkan sebagai

berikut (Arends, 2007: 162):

Kelompok Asal

Kelompok Ahli

Gambar. 1. Ilustrasi Kelompok Jigsaw

Langkah-langkah dalam penerapan teknik Jigsaw adalah sebagai berikut:

29

a. Guru membagi suatu kelas menjadi beberapa kelompok, dengan setiap

kelompok terdiri dari 4 – 6 siswa dengan kemampuan yang berbeda.

Kelompok ini disebut kelompok asal. Jumlah anggota dalam kelompok

asal menyesuaikan dengan jumlah bagian materi pelajaran yang akan

dipelajari siswa sesuai dengan tujuan pembelajaran yang akan dicapai.

Dalam tipe Jigsaw ini, setiap siswa diberi tugas mempelajari salah satu

bagian materi pembelajaran tersebut. Semua siswa dengan materi

pembelajaran yang sama belajar bersama dalam kelompok yang disebut

kelompok ahli. Dalam kelompok ahli, siswa mendiskusikan bagian materi

pembelajaran yang sama, serta menyusun rencana bagaimana

menyampaikan kepada temannya jika kembali ke kelompok asal.

Kelompok asal ini oleh Aronson disebut kelompok Jigsaw (gigi gergaji).

Misal suatu kelas dengan jumlah 40 siswa dan materi pembelajaran yang

akan dicapai sesuai dengan tujuan pembelajarannya terdiri dari 5 bagian

materi pembelajaran, maka dari 40 siswa akan terdapat 5 kelompok ahli

yang beranggotakan 8 siswa dan 8 kelompok asal yang terdiri dari 5 siswa.

Setiap anggota kelompok ahli akan kembali ke kelompok asal memberikan

informasi yang telah diperoleh atau dipelajari dalam kelompok ahli. Guru

memfasilitasi diskusi kelompok baik yang ada pada kelompok ahli

maupun kelompok asal.

30

Gambar Contoh Pembentukan Kelompok Jigsaw

b. Setelah siswa berdiskusi dalam kelompok ahli maupun kelompok asal,

selanjutnya dilakukan presentasi masing-masing kelompok atau dilakukan

pengundian salah satu kelompok untuk menyajikan hasil diskusi kelompok

yang telah dilakukan agar guru dapat menyamakan persepsi pada materi

pembelajaran yang telah didiskusikan.

c. Guru memberikan kuis untuk siswa secara individual.

d. Guru memberikan penghargaan pada kelompok melalui skor penghargaan

berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar individual dari skor

dasar ke skor kuis berikutnya.

e. Materi sebaiknya secara alami dapat dibagi menjadi beberapa bagian

materi pembelajaran.

f. Perlu diperhatikan bahwa jika menggunakan Jigsaw untuk belajar materi

baru maka perlu dipersiapkan suatu tuntunan dan isi materi yang runtut

serta cukup sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.

31

Dalam pelaksanaan pembelajaran di sekolah tidaklah selalu berjalan

dengan mulus meskipun rencana telah dirancang sedemikian rupa. Hal-hal yang

dapat menghambat proses pembelajaran terutama dalam penerapan model

pembelajaran jigsaw diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Kurangnya pemahaman guru mengenai penerapan pembelajaran jigsaw.

2. Jumlah siswa yang terlalu banyak yang mengakibatkan perhatian guru

terhadap proses pembelajaran relatif kecil sehingga yang hanya segelintir

orang yang menguasai arena kelas, yang lain hanya sebagai penonton.

3. Kurangnya sosialisasi dari pihak terkait tentang teknik pembelajaran

jigsaw.

4. Kurangnya buku sumber sebagai media pembelajaran.

5. Terbatasnya pengetahuan siswa akan sistem teknologi dan informasi yang

dapat mendukung proses pembelajaran.

Agar pelaksanaan model pembelajaran jigsaw dapat berjalan dengan baik, maka

upaya yang harus dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Guru senantiasa mempelajari teknik-teknik penerapan model pembelajaran

jigsaw di kelas dan menyesuaikan dengan materi yang akan diajarkan.

2. Pembagian jumlah siswa yang merata, dalam artian tiap kelas merupakan

kelas heterogen.

3. Diadakan sosialisasi dari pihak terkait tentang teknik pembelajaran jigsaw.

4. Meningkatkan sarana pendukung pembelajaran terutama buku sumber.

5. Mensosialisasikan kepada siswa akan pentingnya sistem teknologi dan

informasi yang dapat mendukung proses pembelajaran.

32

2.4 Kajian Penelitian yang Relevan

Penelitian pelaksanaan pembelajaran melalui model pembelajaran jigsw

dalam meningkatkan hasil belajar siswa sesungguhnya telah dilakukan oleh

beberapa peneliti sebelumnya antara lain akan diuraikan di bawah ini.

Meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS materi kerajaan hindu

budha di Indonesia melalui model pembelajaran jigsaw di kelas V SDN 64 Kota

Timur Kota Gorontalo oleh Suplin. Penelitian ini untuk mengetahui peningkatan

hasil belajar siswa kelas V pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial materi

kerajaan hindu budha di Indonesia melalui model pembelajaran jigsaw.

Adapun yang menjadi perbedaan antara penelitian yang peneliti teliti

dengan penelitian oleh Suplin adalah tempat penelitianya dan indikator capaian.

Dimana saya melakukan penelitian di SD Inpres Padengo Kabupaten

Pohuwato dengan materi mengenal lembaga-lembaga pemerintahan kabupaten,

kota dan provinsi, sedangkan oleh Suplin kerajaan hindu budha d Indonesia

melakukan penelitian di Kelas V SDN 64 Kota Timur Kota Gorontalo. Hasil

penelitian yang dilakukan oleh Suplin dikatakan berhasil apa bila 85% dari dari

jumlah siswa yang dikenai tindakan memperoleh nilai 8,5 maka dapat dikatan

penelitian ini telah berhasil, sedangkan untuk penelitian yang peneliti teliti jika

jumlah siswa yang mengalami peningkatan hasil belajar pada materi mengenal

lembaga-lembaga pemerintahan kabupaten, kota dan provinsi mata pelajaran PKn

mencapai 75% dari jumlah yang dikenai tindakan memperoleh nilai KKM 65.

33

2.5 Hipotesis Tindakan

Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah jika digunakan model

pembelajaran jigsaw pada mata pelajaran PKn materi mengenal lembaga-lembaga

pemerintahan kabupaten, kota dan provinsi kelas IV SD Inpres Padengo

Kabupaten Pohuwato, maka hasil belajar siswa akan meningkat.

2.6 Indikator Kinerja

Indikator kinerja dikatakan berhasil apabila memenuhi kriteria sebagai

berikut:

a. Pengelolaan pembelajaran mencapai kategori baik dari keseluruhan

mencapai minimal 75%

b. Aktivitas siswa dinyatakan berhasil apabila seluruh aspek yang diamati

minimal mencapai 75% kategori baik dengan sangat baik

c. Ketuntasan siswa secara perorangan minimal mencapai skor nilai < 65,

ketuntasan belajar secara klasikal minimal mencapai 85% dari jumlah

siswa dengan skor minimal > 65%

(Sudjana, 2006: 135).