BAB II KAJIAN PUSTAKA - Welcome to Digilib UIN Sunan …digilib.uinsby.ac.id/16147/5/Bab 2.pdf ·...
Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA - Welcome to Digilib UIN Sunan …digilib.uinsby.ac.id/16147/5/Bab 2.pdf ·...
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
11
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Penalaran Proporsional
1. Penalaran
Istilah penalaran berdasarkan kamus besar bahasa
Indonesia berasal dari kata “nalar” yang diartikan sebagai
aktivitas yang memungkinkan seseorang berpikir logis.
Sedangkan berpikir adalah berkembangnya ide dan
konsep didalam diri seseorang. Pengertian penalaran dapat
dipandang sebagai proses berpikir.1 Menurut Depdiknas,
penalaran adalah cara menggunakan nalar, pemikiran atau
cara berpikir logis, proses mental dalam mengembangkan
pikiran dari beberapa fakta atau prinsip.2 Penalaran adalah
proses pemikiran secara logis untuk menarik kesimpulan
dari suatu kenyataan sebelumnya.3 Mulyasa berpendapat
bahwa penalaran adalah berpikir sistematis, logis, dan
kritis dalam mengkomunikasikan gagasan atau pemecahan
masalah. Dengan berkembangnya gaya nalar siswa, maka
siswa akan lebih mudah untuk menentukan keputusan
yang tepat pada saat menghadapi masalah dalam
kehidupannya.4
Suria sumantri juga berpendapat bahwa sebagai
suatu kegiatan berpikir, penalaran mempunyai ciri-ciri
sebagai berikut: (1) Adanya suatu pola berpikir yang
secara luas dapat di sebut logika. Logika adalah sistem
berpikir formal yang didalamnya terdapat seperangkat
1Sanusi, Profil Penalaran Relasional Mahasiswa Calon Guru Matematika Dalam Menyelesaikan Masalah Matematika Ditinjau Dari Kemampuan Matematika Dan
Perbedaan Gender, (Ponorogo: FKIP Universitas Muhammadiyah, 2015), 467. 2Depdiknas, Kamus Besar Indonesia Pusat Bahasa Edisi IV, (Jakarta: Gramedia Utama,
2008), 950. 3Al Barry, M. Dahlan & Pius A Partanto, Kamus Ilmiah Populer, (Yogyakarta: Arkola
Surabaya, 2001), 590. 4E. Mulyasa, Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara,
2008), 37.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
12
aturan untuk menarik kesimpulan. Dapat dikatakan bahwa
tiap bentuk penalaran mempunyai logikanya sendiri. Atau
dapat juga disimpulkan bahwa kegiatan penalaran
merupakan suatu proses berpikir logis, sedangkan berpikir
logis diartikan sebagai kegiatan berpikir menurut suatu
pola tertentu atau menurut logika tertentu. (2) Sifat
analitik pada proses berpikirnya. Penalaran merupakan
suatu kegiatan analisis yang mempergunakan logika
ilmiah. Analisis sendiri pada hakekatnya merupakan suatu
kegiatan berpikir berdasarkan langka-langkah tertentu.
Secara garis besar penalaran dapat dibedakan menjadi
dua, yaitu: a) Penalarn induktif, diartikan sebagai proses
berpikir untuk menarik kesimpulan dari hal-hal spesifik
menuju ke hal-hal umum. b) Penalaran deduktif, yaitu
proses berpikir untuk menarik kesimpulan berdasarkan
aturan yang disepakati atau hal-hal umum menuju ke hal-
hal spesifik. 5
Berdasarkan pernyataan di atas, peneliti
menyimpulkan bahwa penalaran adalah proses berpikir
logis dan sistematis yang dilakukan dengan
menghubungkan fakta yang diketahui kepada suatu
kesimpulan yang logis.
2. Penalaran Matematika
Penalaran matematika diperlukan untuk
menentukan apakah sebuah argumen matematika itu benar
atau salah dan juga dipakai untuk membangun suatu
argumen matematika. Proses menentukan suatu argumen
matematika benar atau salah adalah suatu proses
pembuktian. Penalaran matematika tidak hanya penting
untuk melakukan pembuktian tetapi juga untuk melakukan
5Rahma, Johar, Desertasi, “ Penalaran Proporsionla Siswa SMP”, (Surabaya: Universitas
Negeri Surabaya, 2006), 21.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
13
pengambilan kesimpulan dalam suatu sistem kecerdasan
buatan.6
Piaget mengidentifikasi beberapa penalaran
matematika dalam tingkat operasional formal yaitu:
penalaran konservasi, penalaran proporsional, penalaran
pengontrolan variabel, penalaran probabilistik, penalaran
korelasional, dan penalaran kombinatorial.7
a. Penalaran konservasi, siswa memahami bahwa
kuantitas sesuatu itu tidak berubah karena mengalami
perubahan bentuk.
b. Penalaran proporsional, yaitu aktivitas mental yang
mampu memahami relasi perubahan suatu kuantitas
terhadap kuantitas yang lain melalui hubungan
multiplikatif.
c. Pengontrolan variabel, Siswa dapat menetapkan dan
mengontrol variabel-variabel tertentu dari suatu
masalah. Jika anak operasi konkret pada umumnya
mengubah secara serentak dua variabel yang berbeda,
maka anak operasi formal dapat mengisolasi satu
variabel pada suatu saat tertentu, missal pada saat
eksperimen anak dapat mengontrol variabel yang dapat
mempengaruhi variabel respon dan hanya mengubah
satu variabel sebagai variabel manipulasi untuk
mngetahui bagaimana pengaruh variabel manipulasi
terhadap variabel respon.
d. Penalaran probabilistik, terjadi pada saat seseorang
menggunakan informasi untuk memutuskan apakah
suatu kesimpulan benar atau tidak. Indikator dari
penalaran ini adalah anak dapat membedakan hal-hal
yang pasti dan hal-hal yang mungkin terjadi dari
perhitungan peluang.
6Ratna Eka Iswahyuni, Skripsi, “Penalaran Proporsional Siswa Kelas VII SMP Negeri II Beji Pasuruan Berdasarkan Tingkat Kemampuan Matematika”,(Surabaya: Uneversitas
Negeri Surabaya, 2012), 10. 7R. W. Dahar, Teori-Teori Belajar, (Jakarta: Erlangga, 1998), 52.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
14
e. Penalaran korelasional, Didefinisikan sebagai pola
pikir yang digunakan seseorang anak untuk
menentukan hubungan timbal balik antar variabel.
Indikator dari penalaran ini adalah anak dapat
mengidentifikasikan apakah terdapat hubungan antar
variabel yang ditinjau dengan variabel lainnya.
Penalaran korelasional melibatkan pengidentifikasian
dan pemverifikasian hubungan antar variabel.
f. Penalaran kombinatorial, Kemampuan untuk
mempertimbangkan seluruh alternatif yang mungkin
pada situasi tertentu. Anak saat memecahkan suatu
masalah akan menggunakan seluruh kombinasi atau
faktor yang ada kaitannya dengan masalah tertentu.
Berdasarkan penjelasan di atas, ada beberapa
macam penalaran dalam matematika, namun yang
akan dibahas dalam penelitian ini adalah penalaran
proporsional karena sebagian besar masalah
matematika yang berkaitan dengan kehidupan sehari-
hari membutuhkan penalaran proporsional.
3. Penalaran Proporsional
Proporsional berasal dari kata proporsi yang
berarti pernyataan kesetaraan antara dua rasio.8
Proporsional adalah hubungan matematis antara dua
kuantitas. Penalaran proporsional adalah penalaran
tentang pengenalan keserupaan struktur dua hubungan
dalam masalah proporsional.9 Penalaran proporsional
merupakan aktivitas mental yang mampu memahami
relasi perubahan suatu kuantitas terhadap kuantitas yang
8Zainal Arifin, Skripsi, “Identifikasi Kemampuan Penalaran Proporsional Siswa Yang
Diajar Dengan Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia Dalam
Menyelesaikan Soal Cerita Perbandingan”, (Surabaya: IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2011), 13.
9Rahma Johar, Disertasi, “Pengembangan Level Penalaran Proporsional Siswa SMP”,
(Surabaya: Program Pascasarjana UNESA, 2005), 8.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
15
lain melalui hubungan multiplikatif (perkalian).10
Menurut
Johar, penalaran proporsional adalah penalaran tentang
pemahaman keserupaan struktur dua relasi dalam masalah
proporsional.11
Kemudian Lamon memberikan pendapat bahwa
penalaran proporsional adalah kemampuan untuk
mengenal, menjelaskan, memikirkan, membuat dugaan,
membuat grafik, mengubah, membandingkan, membuat
penilaian, mewakili atau melambangkan hubungan dari
dua jenis perbandingan baik perbandingan senilai dan
perbandingan berbalik nilai. Penalaran proporsional
adalah penalaran yang melibatkan penggunaan hubungan
perkalian untuk membandingkan suatu kuantitas dan
memprediksi suatu nilai dari suatu nilai yang telah
diketahui.12
Berdasarkan pengertian di atas, dapat
disimpulkan bahwa penalaran proporsional merupakan
suatu penalaran yang memuat hubungan perkalian
(multiplikatif) dan digunakan untuk menentukan suatu
nilai dengan membandingkan dua kuantitas atau lebih.
Dalam matematika, banyak sekali materi yang
diajarkan kepada siswa yang didalamnya memuat hal-hal
yang membutuhkan pengetahuan mengenai proporsi.
menurut Walle, konsep dalam matematika yang
didalamnya mengandung konsep mengenai proporsi,
yaitu: pemecahan soal dan perhitungan yang melibatkan
skala, pecahan, aljabar, kesebangunan, perbandingan,
grafik data, probabilitas/peluang, dan lain sebagainya.13
Namun dalam penelitian ini peneliti membahas tentang
penalaran proporsional pada materi perbandingan
10Susan J. Lamon, Teaching Fractions And Ratios For Understanding, (New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates, Inc, 2008), 3.
11Johar dalam Ratna Eka Iswahyuni, Op. Cit., hal 2. 12Ratna Eka Iswahyuni, Skripsi, “Penalaran Proporsional Siswa Kelas VII SMP Negeri II
Beji Pasuruan Berdasarkan Tingkat Kemampuan Matematika”, (Surabaya: Universitas
Negeri Surabaya, 2012), 14-15. 13Ibid, halaman 15.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
16
dikarenakan masalah perbandingan sangat diperlukan
untuk menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari-
hari, seperti: dalam berbelanja untuk membandingkan
harga dua barang yang berbeda, ketika seseorang
mengetahui kendaraannya memerlukan 2 liter bensin
untuk menempuh perjalanan 30 km sehingga di perlukan 6
liter bensin untuk melakukan perjalanan sejauh 90 km,
dan masih banyak lagi masalah lainnya yang selalu
dijumpai dalam kehidupan sehari-hari.
Penalaran proporsional siswa selama proses
penyelesaian masalah matematika dikaji berdasarkan
komponen-komponen sebagai berikut: 14
1. Memahami Kovariasi
Aktivitas yang menunjukkan komponen ini antara
lain; a) menyebutkan kuantitas-kuantitas yang berubah
dan menyebutkan hal yang tidak berubah atau dibuat
tetap pada situasi masalah tersebut. b) menjelaskan
arah perubahan kuantitas (jenis perbandingan).
2. Berpikir Relatif
Komponen ini dapat ditunjukkan dengan aktivitas; a)
mengidentifikasi hubungan multiplikatif dengan
memilih dan menentukan konsep yang sesuai dengan
masalah. b) menggunakan strategi berdasarkan konsep
multiplikatif dalam menyelesaikan masalah yang
mengandung situasi proporsional.
3. Mengetahui Alasan Penggunaan Konsep Proporsional
Komponen ini dapat ditunjukkan dari aktivitas; a)
menunjukkan rasio yang terkandung dalam masalah.
b) memberikan alasan mengapa masalah tersebut
dapat diselesaikan menggunakan konsep proporsional
serta memberikan kesimpulan setelah memeriksa
kembali penyelesaiannya.
14Dwi Shinta Rahayu, Thesis. “Penalaran Proporsional Siswa Dalam Menyelesaikan
Masalah Matematika Berdasarkan Gaya Kognitif”, (Surabaya: Universitas Negeri
Surabaya, 2015), 29-30.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
17
Adapun indikator penalaran proporsional yang
dapat diturunkan dari komponen penalaran proporsional
dijelaskan dalam tabel dibawah ini:
Tabel 2.1
Indikator Penalaran Proporsional
Komponen
Penalaran
Proporsional
Indikator
Memahami Kovariasi
Menyebutkan kuantitas-kuantitas yang
berubah dan menyebutkan hal yang
tidak berubah atau dibuat tetap pada
situasi masalah tersebut.
Menjelaskan arah perubahan kuantitas
(jenis perbandingan)
Berpikir Relatif Mengidentifikasi hubungan
multiplikatif.
Menggunakan strategi berdasarkan
konsep multiplikatif dalam
menyelesaikan masalah yang
mengandung situasi proporsional.
Mengetahui Alasan
Penggunaan Konsep
Proporsional
Menunjukkan rasio yang terkandung
dalam masalah.
Memberikan alasan mengapa masalah
tersebut dapat diselesaikan
menggunakan ide proporsional.
Memeriksa kembali penyelesaian dan
memberikan kesimpulan.
Berdasarkan penjelasan di atas, penalaran proporsional
siswa dalam penelitian ini dikaji berdasarkan komponen-
komponen penalaran proporsional, yaitu: memahami
kovariasi, berpikir relatif dan mengetahui alasan penggunaa
konsep proporsional.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
18
B. Penyelesaian Masalah Perbandingan
1. Masalah
Masalah merupakan situasi dimana seseorang ingin
melakukan sesuatu tetapi tidak tahu apa yang diperlukan untuk
mendapatkan yang diinginkan.15
Dalam konteks pembelajaran,
masalah dapat diartikan sebagai suatu pertanyaan yang dihadapi
siswa atau kelompok ketika mereka tidak mempunyai aturan,
prosedur tertentu yang segera digunakan untuk menentukan
jawabannya. Menurut Hudojo dan Becker & Shimada, ciri-ciri
masalah bagi seseorang individu yaitu:16
(a) individu menyadari
suatu situasi yang dihadapi. (b) individu menyadari bahwa situasi
tersebut memerlukan tindakan atau menantang untuk
diselesaikan. (c) langkah penyelesaian masalah tidak harus jelas
atau mudah dimengerti orang lain.
Dalam pembelajaran matematika, masalah dapat
disajikan dalam bentuk soal berupa soal cerita, penggambaran
fenomena atau kejadian, ilustrasi gambar atau teka-teki. Masalah
tersebut kemudian disebut masalah matematika karena
mengandung konsep matematika. Terdapat beberapa jenis
masalah matematika, walaupun sebenarnya tumpang tindih, tapi
perlu dipahami oleh guru matematika ketika akan menyajikan
soal matematika. Menurut Hudoyo jenis-jenis masalah
matematika adalah sebagai berikut:17
a. Masalah transalasi, merupakan masalah kehidupan sehari-
hari yang untuk menyelesaikannya perlu translasi dari
bentuk verbal ke bentuk matematika.
b. Masalah aplikasi, memberikan kesempatan kepada siswa
untuk menyelesaikan masalah dengan menggunakan
berbagai macam-macam keterampilan dan prosedur
matematika.
c. Masalah proses, biasanya untuk menyusun langkah-langkah
merumuskan pola dan strategi khusus dalam menyelesaikan
15Dwi Shinta Rahayu, Op. Cit., hal 27. 16Ibid, halaman 28. 17Hudoyo Dan Sutawijaya, Pendidikan Matematika. (Jakarta : Dirjen Dkti Depdiknas,
1998), 191.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
19
masalah. Masalah seperti ini dapat melatih keterampilan
siswa dalam menyelesaikan masalah sehingga menjadi
terbiasa menggunakan strategi tertentu.
d. Masalah teka-teki, seringkali digunakan untuk rekreasi dan
kesenangan sebagai alat yang bermanfaat untuk tujuan
afektif dalam pembelajaran matematika.
Berdasarkan uraian tentang masalah dan ciri-cirinya di
atas, masalah dalam penelitian ini adalah soal matematika yang
dapat dipahami siswa tetapi tidak langsung dapat ditentukan
prosedur untuk menemukan penyelesaiannya. Maksudnya, siswa
ketika menemukan masalah tersebut perlu melakukan pemikiran
yang mendalam untuk menentukan metode atau strategi yang
digunakan untuk menyelesaikan masalah tersebut, tidak serta
langsung bisa mengetahui bagaimana masalah tersebut dapat
diselesaikan. Dalam penelitian ini menggunakan maalah
matematika perbandingan yang berkaitan dengan kehidupan
sehari-hari.
2. Penyelesaian Masalah
Dalam menghadapi masalah, seseorang pasti
membutuhkan cara untuk memecahkannya. Pemecahan masalah
tersebut bisa disebut penyelesaian masalah. Penyelesaian masalah
adalah suatu proses atau upaya individu untuk merespon atau
mengatasi halangan ketika suatu metode jawaban tampak belum
jelas.18
Penyelesaian masalah adalah cara yang dilakukan
seseorang dengan menggunakan pengetahuan, keterampilan, dan
pemahaman untuk mencari solusi atau jalan keluar dari
permasalahan yang dihadapi.19
Robert menjelaskan bahwa
penyelesaian masalah adalah suatu pemikiran yang terarah secara
langsung untuk menemukan suatu solusi atau jalan keluar untuk
18Chairul Fajar Tafrilyanto, Thesis,”Profil Berfikir Siswa SMA Dalam Pemecahan
Masalah Matematika Ditinjau Dari Gaya Kognitif Field Dependent dan Field
Independent”, (Surabaya: UNESA, 2015), 27. 19Rudis Andika Nugroho, Skripsi, “Proses Berpikir Siswa SMP Dengan Kecerdasan
Linguistik Dan Logis Matematis Dalam Memecahkan Masalah Matematika”. (Surabaya:
UNESA, 2013), 19-20.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
20
suatu masalah yang spesifik.20
Sedangkan menurut Suharnan
penyelesaian masalah adalah proses mencari dan menemukan
jalan keluar terhadap suatu masalah atau kesulitan.21
Terdapat beberapa tahapan dalam menyelesaikan
masalah matematika menurut para ahli, salah satunya adalah
tahapan Polya. Ada empat tahapan dalam menyelesaikan masalah
berdasarkan tahapan Polya, yaitu: 22
a. Memahami Masalah
Langkah ini dimulai dengan pengenalan apa yang diketahui
atau apa yang ingin didapatkan oleh siswa dalam masalah
yang dihadapinya. Kemudian pemahaman apa yang diketahui
serta data apa yang tersedia, setelah itu siswa melihat apakah
data dan kondisi yang tersedia mencukupi untuk menentukan
apa yang ingin siswa dapatkan.
b. Merencanakan Penyelesaian
Dalam menyusun rencana pemecahan masalah diperlukan
kemampuan untuk melihat hubungan antara data serta
kondisi apa yang tersedia dengan data, apa yang diketahui
atau dicari. Selanjutnya menyusun sebuah rencana
pemecahan masalah dengan memperhatikan atau mengingat
kembali pengalaman sebelumnya tentang masalah-masalah
yang berhubungan. Pada langkah ini siswa diharapkan dapat
membuat suatu model matematika untuk selanjutnya dapat
diselesaikan dengan menggunakan aturan-aturan
matematika yang ada.
c. Melakukan Rencana Penyelesaian
Rencana penyelesaian yang telah dibuat sebelumnya
kemudian dilaksanakan secara cermat pada setiap langkah.
Dalam melaksanakan rencana atau menyelesaikan model
matematika yang telah dibuat pada langkah sebelumnya,
20Robert L. Solso, Dkk, “ Psikologi Kognitif Edisi Kedelapan”. (Jakarta: Erlangga, 2007),
434. 21Suharrnan, “Psikologi Kognitif Edisi Revisi”. (Surabaya: Srikandi, 2005), 6. 22Alimuddin dalam Suci S Rahmawati, Skripsi: “Profil Penalaran Kreatif Siswa SMP
Dalam Menyelesaikan Masalah Bangun Datar Ditinjau Dari Kemampuan Matematika
Dan Gender”, (Surabaya : UIN Sunan Ampel Surabaya, 2015), 22.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
21
siswa diharapkan memperhatikan prinsip-prinsip atau
aturan-aturan pengerjaan yang ada untuk mendapatkan hasil
penyelesaian model yang benar. Kesalahan jawaban model
dapat mengakibatkan kesalahan dalam menjawab
permasalahan soal. Untuk itu, pengecekan pada setiap
langkah penyelesaian harus selalu dilakukan untuk
memastikan kebenaran jawaban model tersebut.
d. Melihat Kembali Penyelesaian
Hasil penyelesaian yang didapat harus diperiksa kembali
untuk memastikan apakah penyelesaian tersebut sesuai
dengan yang diiginkan dalam soal. Apabila hasil yang
didapat tidak sesuai dengan yang diminta maka perlu
pemeriksaan kembali atas setiap langkah yang telah
dilakukan untuk mendapatkan hasil sesuai dengan
masalahnya dan melihat kemungkinan lain yang dapat
dilakukan untuk menyelesaikan soal tersebut. Setelah itu
siswa dapat menarik kesimpulan dari penyelesaian masalah
yang diberikan kepada siswa.
Berdasarkan pendapat tersebut, penyelesaian adalah
suatu usaha yang dilakukan seseorang untuk menemukan jalan
keluar atau solusi dari masalah yang dihadapinya dengan
menggunakan pengetahuan, keterampilan dan pemahaman yang
dimilikinya. Sedangkan menurut Polya penyelesaian masalah
memilik 4 tahap, yaitu: memahami masalah, merencanakan
penyelesaian, melakukan rencana penyelesaian, melihat kembali
penyelesaian.
3. Perbandingan
Perbandingan adalah istilah matematika untuk membandingkan
dua obyek atau lebih. Sebagai contoh misalnya: Ali berumur 12
tahun 5 bulan dan Budi 12 tahun 8 bulan. Pertanyaan yang
diajukan adalah “ mana yang lebih muda Ali atau Budi? ” atau
“ mana yang lebih tua antara Ali dan Budi? ”. jika
pertanyaannya “mana yang lebih muda Ali atau Budi? ” maka
jawabannya adalah Ali (12 tahun 5 bulan) lebih muda dari Budi
(12 tahun 8 bulan). Secara matematika jika A (Ali) dan B
(Budi), maka menurut urutan naik:
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
22
Perbandingan dua obyek dapat dilakukan menurut urutan naik
atau menurut aturan turun. Karena pada garis bilangan di atas
posisi Ali lebih kiri dari posisi Budi, maka ditulis “ A B”.
Sebaliknya karena posisi Budi lebih kanan dari posisi Ali maka
menurut urutan turun Budi lebih tua dari Ali. Sehingga secara
lambang ditulis “ B A”. Perhatikan bahwa “ A B”senilai
dengan (equivalen/sama makna dengan) “ B A”. Secara
lambang ditulis ( A B ) ( B A ), dibaca “( A B )
ekuivalen dengan ( B A ).
Adapun perbandingan yang berupa rasio yakni perbandingan
yang berupa pembagian dua ukuran objek, yaitu seperti contoh
berikut:
Tinggi Ali =
dari tinggi Budi, jika satuan pembandingnya p
=1 cm
=
, jika satuan pembandingnya p dengan p =
45 cm.
Adapun bentuk-bentuk perbandingan:
1) Perbandingan senilai
Apabila terdapat dua kelompok data sedemikian sehingga
ada korespondensi satu-satu antara kedua kelompok data
tersebut dengan sifat nilai perbandingan setiap dua
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
23
elemen/unsur pada kelompok kiri sama dengan
perbandingan 2 elemen yang bersesuaian pada kelompok
kanan maka kedua kelompok data itu disebut perbandingan
senilai. Ciri-ciri perbandingan senilai adalah jika nilai
banyak objek dikelompok kiri semakin bertambah
berakibat nilai banyak obyek yang bersesuaian di
kelompok kanan juga menjadi semakin bertambah.
Perbandingan seperti ini disebut perbandingan senilai.
Besaran 1 Besaran 2
A B
C D
Misalnya, antara besaran 1 dan besaran 2 terdapat
perbandingan senilai, maka diperoleh hubungan
Contoh 1 :
Kalian dapat membeli sejumlah buku sesuai dengan jumlah
uang yang kalian punya. Jika harga 1 buah buku Rp.
2.500,- maka harga 5 buah buku = 5 x 2.500
= 12.500 .
Jadi, harga 5 buku adalah Rp. 12.500,-
Makin banyak buku yang dibeli, makin banyak pula harga
yang harus dibayar.
Contoh 2 :
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
24
Dari data tersebut perhatikan bahwa:
Tampak bahwa nilai perbandingan banyak pensil pada
baris ke-2 dan baris ke-4 = nilai perbandingan harga pensil
pada dua baris yang bersesuaian. Makin banyak pensil
yang dibeli, makin banyak pula harga yang harus dibayar.
2) Perbandingan Berbalik Nilai
Pada perbandingan senilai, nilai suatu barang akan
naik/turun sejalan dengan nilai barang yang dibandingkan.
Pada perbandingan berbalik nilai, hal ini berlaku
sebaliknya. Jika nilai suatu barang naik maka nilai barang
yang dibandingkan akan turun. Sebaliknya, jika nilai suatu
barang turun, nilai barang yang dibandingkan akan naik.
Besaran 1 Besaran 2
A B
C D
Misalnya, antara besaran 1 dan besaran 2 terdapat
perbandingan senilai, maka diperoleh hubungan
Contoh berikut akan memberikan gambaran yang jelas
yakni tentang tabel banyak ternak dan banyak hari yang
diperlukan untuk menghabiskan persediaan makanan yang
jumlahnya tertentu:
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
25
Perhatikan bahwa perbandingan di kiri
sama nilainya
dengan perbandingan dikanan yang arahnya dibalik, yaitu
sebab jika disederhanakan nilainya sama-sama
.
4. Penyelesaian Masalah Perbandingan
Dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi, setiap
orang pasti membutuhkan cara/strategi. Strategi tersebut
berkaitan dengan pengambilan keputusan.23
Begitu pula dalam
masalah perbandingan ini, siswa juga memiliki strategi-strategi
dalam menyelesaikan masalah perbandingan yang sedang
dihadapi.
Berdasarkan beberapa penelitian yang dilakukan oleh
peneliti terdahulu, ditemukan beberapa strategi yang digunakan
siswa dalam menyelesaikan masalah perbandingan. Menurut
Soedjadi dan Marpaung, terdapat beberapa strategi yang dapat
digunakan untuk menyelesaikan soal-soal yang menyangkut
perbandingan senilai.24
Untuk memudahkan penjelasan tentang
strategi ini, maka perhatikan contoh berikut ini: Ibu Mirna ingin
membuat roti. Untuk 165 gram tepung terigu ia mencampurkan
50 gram mentega. Jika ibu Mirna ingin menggunakan 660 gram
tepung terigu. Berapa gram mentega yang dibutuhkannya?
a. Strategi yang Keliru
1) Hitungan tidak Berpola; Misalkan menggunakan terkaan
atau perhitungan yang tidak berpola, misalnya banyak
mentega = 660+ 165 = 825; atau banyak mentega = 660
+ 165 + 50 = 875. Alasannya, jika tepung yang
digunakan lebih banyak maka mentega yang digunakan
juga lebih banyak.
23Depdiknas, Kamus Besar Indonesia Pusat Bahasa Edisi IV, (Jakarta: Gramedia Utama, 2008), 1340.
24Soedjadi & Marpaung dalam Arini Rahmawati, Skripsi, “Analisis Penalaran
Proporsional Siswa Pada Saat Menyelesaikan Masalah Matematika Ditinjau Dari Gaya Kognitif Field Dependent Dan Field Independent”, (Surabaya: UIN Sunan Ampel
Surabaya,2014), 16-21.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
26
2) Strategi Aditif; Menentukan selisih dalam menyelesaikan
masalah misalnya karena selisih mentega dan tepung
terigu adalah 115 gram maka 660 ditambah 115 hasilnya
775 gram. Atau selisih antara 660 dan 165 adalah 495,
kemudian 495 ditambahkan 50 hasilnya 545 gram
mentega. 3) Percobaan strategi persamaan; Misalnya
, = 150 gram, seharusnya jawabannya 200
gram.
b. Strategi yang Benar
1) Strategi Replikasi (penjumlahan berulang), Strategi ini
hanya bisa diterapkan jika “bilangan pengali” antar
kuantitas dalam besaran yang sama merupakan bilangan
bulat. Contohnya jika permasalahan seperti berikut. 165
gram tepung terigu dicampurkan 50 gram mentega 330
gram tepung terigu dicampurkan 100 gram mentega 495
gram tepung terigu dicampurkan 150 gram mentega 660
gram tepung terigu dicampurkan 200 gram mentega.
2) Strategi Building Up (membangun secara bertahap);
Yaitu, memperbesar atau memperkecil rasio, lalu
menjumlahkan rasio-rasio yang diperkecil atau yang
diperbesar tersebut. Pada permasalahan yang sama, untuk
mendapatkan 660 gram tepung terigu, berarti 165 gram
tepung terigu ditambah 495 gram tepung terigu. Jika 165
gram tepung terigu ditambahkan 50 gram mentega,
berarti 495 (kelipatan 3 dari 165) gram tepung terigu
ditambahkan dengan 150 (kelipatan 3 dari 50) gram
mentega. Dengan demikian diperoleh: 165 + 495 = 660,
50 +150 =200. Jadi, jawabannya 200 gram mentega.
3) Strategi Menyederhanakan Rasio; yaitu
menyederhanakan rasio menjadi 1 : m, dimana m
merupakan bilangan bulat. Strategi ini hanya bisa
diterapkan jika bilangan pengali antar kuantitas dalam
ukuran yang sama atau bilangan pengali antar kuantitas
antar ukuran merupakan bilangan bulat. Contohnya, jika
permasalahan diselesaikan dengan strategi ini adalah 165
: 660 = 1 : 4, 50 x 4 = 200 gram mentega.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
27
4) Strategi Faktor dari Perubahan; Strategi faktor dari
perubahan untuk masalah di atas yaitu: jika tepung terigu
bertambah sebanyak 4 kali semula, maka mentega juga
bertambah sebanyak 4 kali semua. Sehingga mentega
yang dibutuhkan untuk 660 gram tepung terigu adalah 4
x 50 = 200 gram.
5) Strategi Nilai Satuan; Jika 165 gram tepung terigu
dicampur 50 gram mentega, berarti 1 gram tepung terigu
dicampur gram mentega. Sehingga untuk 660 gram
tepung terigu dengan 660 x = 200 gram mentega.
6) Strategi Operator; Misalnya untuk soal di atas, yaitu
.
7) Strategi Persamaan
=
, x = 200 gram.
Sementara terdapat beberapa strategi juga yang dapat
digunakan untuk menyelesaikan soal-soal yang menyangkut
perbandingan berbalik nilai. Untuk memudahkan penjelasan
tentang strategi ini, maka dapat dikaitkan dengan suatu masalah
perbandingan, seperti contoh berikut ini: Untuk membangun
sebuah gedung bertingkat, seorang pemborong bangunan
memerlukan waktu 15 bulan dengan banyak pekerja 120 orang.
Karena suatu hal, pemborong tersebut menghendaki
pekerjaannya dipercepat 3 bulan. Jika, kemampuan bekerja setiap
orang sama dan agar proyek dapat selesai tepat waktu, berapa
banyak pekerja yang harus dibutuhkan?
1) Strategi Operator, yaitu strategi yang sesuai dengan strategi
perbandingan. Adapun langkah penyelesaiannya adalah sebagai
berikut:
Misalkan adalah jumlah pekerja yang dibutuhkan untuk waktu
setelah dipercepat.
15 120
12
Maka :
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
28
2) Strategi Persamaan, yaitu strategi dengan menggunakan
persamaan. Adapun langkah penyelesaiannya adalah sebagai
berikut:
Misalkan : x adalah jumlah pekerja yang dibutuhkan untuk waktu
setelah dipercepat, maka:
Berdasarkan penjelasan di atas, strategi yang digunakan
dalam soal perbandingan berbalik nilai sama halnya dengan
strategi yang digunakan dalam soal perbandingan senilai. Namun
terdapat beberapa strategi yang berbeda, diantaranya: strategi
replikasi, strategi building up, strategi penyederhanaan rasio,
strategi faktor dari perubahan, dan strategi nilai satuan. Hal ini
dikarenakan strategi-strategi tersebut melibatkan konsep
kelipatan bilangan yang bersifat berbanding lurus, maka tidak
sesuai dengan konsep perbandingan berbalik nilai.
Menurut penelitian Johar di dalam pembelajaran, beberapa
diantara strategi di atas diajarkan guru di kelas, seperti strategi
nilai satuan, strategi operator, dan strategi persamaan. Namun
pengenalan strategi operator dan strategi persamaan sering tidak
didahului guru dengan pengertian, sehingga siswa sering
menggunakan strategi tersebut tanpa dasar konseptual.
C. Gaya Kognitif Sistematis dan Intuitif
1. Gaya Kognitif
Setiap individu memiliki ciri khas tersendiri terutama
dalam hal cara menerima, mengorganisasi dan menghubungkan
pengalaman-pengalaman mereka. memproses informasi. Setiap
orang juga memiliki cara-cara sendiri yang disukai dalam
menyusun apa yang dilihat, diingat, dan dipikirkan. Perbedaan
antar pribadi yang menetap dalam cara menyusun dan mengolah
informasi serta pengalaman-pengalaman ini disebut dengan gaya
kognitif.25
Adapun tentang definisi gaya kognitif menurut para
25Ridha Rohmania, Thesisi, “Analisis Kesalahan Siswa Dalam Memecahkan Masalah
Pada Materi Jarak Dimensi Tiga Ditinjau Dari Perbedaan Gaya Kognitif Field
Dependent dan Field Independent”, (Surabaya: UNESA, 2015), 6.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
29
ahli adalah sebagai berikut:26
(1) Susanto, menyatakan bahwa
gaya kognitif merujuk pada cara khas seseorang memproses,
menyimpan, dan menggunakan informasi, serta menanggapi
segala bentuk situasi dilingkungannya. (2) Tenant, menjelaskan
bahawa gaya kognitif adalah karakteristik seseorang dan cara
individu yang berlaku secara konsisten dalam mengorganisasi
dan memproses informasi. (3) Ausburn, memandang bahwa gaya
kognitif merupakan salah satu dimensi psikologi yang
menampilkan kekonsistenan seseorang dalam memperoleh dan
memproses informasi. (4) Liu & Ginther, mengatakan bahwa
gaya kognitif adalah suatu karakteristik yang tetap dan wajar dari
individu dalam membangun pribadinya. (5) Kogan, berpendapat
bahwa gaya kognitif adalah variasi individu dalam cara merasa,
mengingat, dan berpikir, atau sebagai cara membedakan,
memahami, menyimpan, menjelmakan, dan memanfaatkan
informasi. (6) Witken, berpendapat bahwa gaya kognitif adalah
cara khas dalam melakukan sesuatu yang kita ungkapkan secara
konsisten dan sudah mendarah daging didalam keseluruhan
aktivitas berpikir dan intelektual kita. (7) Haryani, Gaya kognitif
sebagai bagian dari dimensi perbedaan individu, mengacu pada
karakteristik seseorang dalam menanggapi, memproses,
menyimpan, berpikir, dan menggunakan informasi untuk
menanggapi suatu tugas atau menanggapi berbagai jenis situasi
lingkungan.
Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa gaya kognitif
dalam penelitian ini adalah proses berpikir seseorang dalam
mengorganisasi, memproses, menyimpan, serta memanggil
kembali (mengingat) informasi jika dibutuhkan.
2. Gaya Kognitif Sistematis dan Intuitif
Penggolongan gaya kognitif yang dikemukakan oleh
para ahli, diantaranya adalah penggolongan gaya kognitif field
dependent-field independent, reflektif-impulsif, preseptif-reseptif,
visualizer-verbalizer, dan sistematis-intuitif. Gaya kognitif field
26Endang Krisnawati, Thesis, Proses Kognitif Siswa SD Dalam Memahami Konsep
Pecahan Ditinjau Dari Gaya Kognitif, (Universitas Negeri Surabaya, 2015), 33-35.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
30
dependent-field independent digolongkan berdasarkan besarnya
pengaruh lingkungan terhadap aktivitas kognitif. Gaya kognitif
reflektif-impulsif digolongkan berdasarkan kecepatan dan
ketepatan dalam merespons, gaya kognitif visualizer-verbalizer
digolongkan berdasarkan cara belajar dan cara
mengkomunikasikan apa yang mereka pikirkan, dalam bentuk
gambaran visual atau kata-kata. Sedangkan gaya kognitif
sistematis-intuitif digolongkan berdasarkan cara mengevaluasi
informasi dan memilih strategi dalam menyelesaikan masalah.27
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan penggolongan gaya
kognitif sistematis dan intuitif karena kedua gaya kognitif
tersebut mempengaruhi aktivitas berpikir, cara memahami, cara
menyusun langkah-langkah dalam mengambil keputusan. Gaya
kognitif sistematis adalah proses berpikir seseorang dalam
memilih strategi penyelesaian masalah secara sistematis
(berurutan). Sedangkan gaya kognitif intuitif merupakan proses
berpikir seseorang dalam memilih strategi penyelesaian masalah
secara singkat (tidak berurutan).
Menurut Keen, seseorang dengan gaya kognitif
sistematis dicirikan dengan sangat metodologis, responsnya
terhadap masalah secara eksplisit menunjukkan bagaimana
strateginya dalam menyelesaikan masalah. Orang-orang yang
bergaya kognitif ini cenderung menganalisis dan memaknai
masalah serta membuat perencanaan yang matang terlebih dahulu
sebelum memulai proses penyelesaiannya untuk menghindari
pengulangan langkah penyelesaian masalah sehingga mereka
terkesan sangat berhati-hati. Mereka dapat memecah proses
penyelesaiannya menjadi langkah-langkah kerja yang saling
berhubungan dan terbiasa bekerja step-by-step, menyelesaikan
setiap langkah sebelum meningkat kepada langkah berikutnya.28
Berbeda dengan gaya kognitif sistematis yang sangat
metodologis dan berhati-hati, gaya kognitif intuitif ditandai
dengan kurang terlihatnya struktur penyelesaian masalah yang
27Ibid, halaman 35. 28Dwi Shinta Rahayau, Op. Cit., hal 18.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
31
diajukan dan juga spontanitasnya dalam merespons masalah.
Orang yang bergaya kognitif intuitif cenderung melihat suatu
masalah secara global, sering menghubungkan langkah-langkah
dalam analisisnya dengan masalah secara keseluruhan (holistik)
dan secara implisit menanyakan “apakah langkah ini masuk
akal?” dalam proses menemukan solusi. Mereka sering
memaknai masalah bersamaan dengan proses penyelesaiannya.
Mereka cenderung tidak melakukan langkah-langkah
penyelesaian masalah dengan urut, sering melompat dari satu
langkah pada analisis atau pengumpulan informasi ke langkah
yang lain dan kembali lagi.29
Perbedaan lain dari seorang yang sistematis dan intuitif
antara lain; Seorang yang sistematis cenderung berpikir divergen
sedangkan seorang yang berpikir intuitif cenderung berpikir
konvergen. Ketika orang-orang yang bergaya kognitif sistematis
telah menemukan makna dari masalah yang dihadapi dan metode
penyelesaiannya, ia fokus pada metode tersebut dan segera
meniadakan alternatif-alternatif lain yang mereka anggap tidak
sesuai. Sementara itu, orang-orang yang intuitif memperhatikan
berbagai alternatif jawaban atau metode penyelesaian masalah.
Hal lain yang perlu di perhatikan dari seorang intuitif adalah ia
sering mengandalkan isyarat non-verbal atau visual, ia akan
merasa kesulitan untuk mengungkapkan pikirannya secara
verbal.30
Gaya kognitif sistematis-intuitif sebenarnya sudah
diperkenalkan dalam dunia pendidikan oleh Mc Kenney, Keen,
dan Botkin pada era 70an. Gaya kognitif sistematis dahulu
dikatakan sebagai gaya kognitif yang baik. Botkin menjelaskan
bahwa gaya kognitif ini dikenal sebagai karakteristik yang logis,
melakukan tindakan yang rasional karena menggunakan tahapan
secara runtut, berpikir secara runtut baik itu dalam memahami,
menyelesaikan masalah maupun dalam pengambilan keputusan.
Sebaliknya terdapat gaya kognitif intuitif yang karakteristiknya
berlawanan dengan gaya kognitif sistematis. Gaya kognitif
29Ibid, halaman 19. 30Ibid.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
32
intuitif memiliki karakteristik yang spontan, holistis, dan
menggunakan pendekatan visual.31
Secara singkat karakteristik
antara gaya kognitif sistematis-intuitif dapat digambarkan pada
tabel berikut:32
Tabel 2.2
Karakteristik Gaya Kognitif Sistematis dan Intuitif
Intuitif Sistematis
Memperhatikan
keseluruhan masalah.
Mula-mula mencari suatu metode
pendekatan.
Mempercayai petunjuk
atas perasaan.
Menentukan jawaban berdasarkan
suatu metode atau strategi perencanaan.
Berpikir secara
konvergen.
Berpikir secara divergen.
Melompat-lompat dalam
jalan pikirannya (tidak
terorganisir).
Melakukan tahapan berpikir dan
mengerjakan secara urut (terorganisir).
Sering merumuskan
masalah itu kembali.
Melakukan penelitian dengan teratur
untuk mencari data yang lebih banyak.
Berdasarakan keterangan tersebut, maka dapat
dikatakan bahwa karakteristik siswa bergaya kognitif
sistematis sangat berhati-hati dalam melaksanakan suatu hal.
Menurut mereka semua perlu direncanakan sematang
mungkin sehingga segala kemungkinan dapat diantisipasi.
Orang yang bergaya kognitif intuitif melakukan hal-hal yang
tidak terduga baik dalam berpikir maupun pada saat
menyelesaikan masalah. Orang yang bergaya kognitif intuitif
juga seringkali melihat sesuatu secara global, cenderung
mengandalkan kemampuan visualnya, mengikuti perasaan.
31Dwi Shinta Rahayu. Op. Cit., hal 20. 32Ibid, halaman 38.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
33
dan spontan. Orang intuitif ini juga cenderung berpikir secara
konvergen karena dapat dengan cepat mengeksplor alternatif
cara lain.33
3. Kriteria Gaya Kognitif Sistematis dan Intuitif
Untuk menentukan seseorang memiliki gaya kognitif
sistematis atau intuitif, Lorna P. Martin mengembangkan
sebuah instrumen yang disebut Tes CSI (Cognitive Style
Inventory). Tes tersebut terdiri atas 40 pernyataan, 20
pernyataan tentang karakteristik gaya kognitif sistematis dan 20
pernyataan tentang karakteristik gaya kognitif intuitif yang
disusun secara berselang-seling antara pernyataan tentang
karakteristik intuitif dan karakteristik sistematis, misalnya
pernyataan A, C, E, dst adalah pernyataan tentang karakteristik
intuitif dan B, D, F, dst adalah pernyataan tentang karakteristik
sistematis. Terdapat skala 1-5 untuk menentukan respon
terhadap setiap pernyataan yang ada.
Adapun skor pernyataan-pernyataan tentang
karakteristik sistematis selanjutnya disebut sebagai skor
sistematis dan skor-skor pernyataan tentang karakteristik
intuitif selanjutnya disebut sebagai skor intuitif. Skor sistematis
dan skor intuitif inilah yang kemudian digunakan untuk
menentukan termasuk kedalam gaya kognitif apa orang
tersebut.
Berikut ini adalah kriteria pengelompokan gaya
kognitif berdasarkan hasil tes CSI, yaitu: 34
33Ibid, halaman 37. 34Endang Krisnawati, Op. Cit., hal 39.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
34
Tabel 2.3
Kriteria Pengelompokan Gaya Kognitif
Skor
Intuitif
Skor Sistematis
Rendah ≤ 60
Menengah
bawah
61-70
Menengah
Atas 71-80
Tinggi
≥81
Rendah ≤60 Undifferentiat
ed
Undifferentiat
ed
Intuitif Intuitif
Menengah
Bawah 61-70
Undifferentiat
ed
Split Split Intuitif
Menengah
Tinggi 71-80
Sistematis Split Split Integrated
Tinggi ≥81 Sistematis Sistematis Integrated Integrated
Seseorang yang sistematis ditandai dengan tingginya skor
sistematis dan rendahnya skor intuitif yang dapat ditunjukkan oleh
perolehan tes gaya kognitif (CSI), yaitu:
1. Skor intuitif 60 dan 71 skor sistematis 80,
2. Skor intuitif 60 dan skor sistematis 81, atau
3. 61 skor intuitif 70 dan skor sistematis 81
Sebaliknya, seseorang yang intuitif ditandai dengan rendahnya skor
sistematis dan tingginya skor intuitif yang dapat di tunjukkan dengan
perolehan skor tes gaya kognitif(CSI):
1. Skor sistematis 60 dan 71 skor intuitif 80,
2. Skor sistematis 60 dan skor intuitif 81, atau
3. 61 skor sistematis 70 dan skor intuitif 81.
D. Hubungan antara Penalaran Proporsional dan Gaya Kognitif
Sistematis dan Intuitif
Penalaran merupakan cara berpikir spesifik untuk menarik
sebuah kesimpulan.35
penalaran adalah suatu proses mental dan suatu
35Ilmiah, Kemahiran Matematika, (Yogyakarta: Depdiknas, 2010), 7.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
35
konsep berpikir.36
Penalaran merupakan suatu kegiatan analisis yang
mempergunakan logika ilmiah. Analisis sendiri pada hakekatnya
merupakan suatu kegiatan berpikir berdasarkan langkah-langkah
tertentu.37
Adapun penalaran proporsional merupakan penalaran
yang digunakan untuk menyelesaikan masalah proporsi dalam
masalah matematika. Dalam proses pembelajaran matematika
tentang masalah proporsi, siswa sering dipertemukan dengan istilah
rasio. Pemahaman tentang rasio tersebut berkaitan dengan
penguasaan menyelesaikan masalah proporsi sehingga membutuhkan
penalaran proporsional.
Gaya kognitif merupakan karakteristik individu yang
bersifat konsisten dalam hal mengorganisasi dan memproses
informasi. Perbedaan gaya kognitif mengakibatkan adanya
karakteristik yang berbeda dari individu yang satu dengan yang lain.
Hal ini kemudian juga akan mengakibatkan perbedaan setiap
individu dalam memproses informasi yang diterimanya. Pemrosesan
informasi yang berbeda akan mempengaruhi proses seseorang dalam
bernalar dan menguasai suatu kemampuan. Kemampuan berkaitan
dengan potensi seseorang yang mencakup pengetahuan dan
keterampilan dalam melakukan berbagai aktivitas seperti berpikir,
bernalar, memecahkan masalah dan sebagainya.38
Penalaran dan proses berpikir memiliki hubungan yang
sangat erat. Penalaran dapat dikatakan berjalan dengan baik jika
dalam langkah pengerjaannya dilakukan berdasarkan langkah-
langkah yang berurutan dan teratur. 39
Demikian juga dengan
perbedaan antara gaya kognitif sistematis-intuitif. Gaya kognitif
sistematis-intutif ini berpengaruh terhadap aktivitas berpikir, cara
memahami, dan pengambilan keputusan. Ketiga hal tersebut
36La Misu, Tesis, “Pengaruh Kemampuan Penalaran Formal Dan Motivasi Berprestasi
Terhadap Prestasi Belajar Matematika Pada Siswa Kelas III SLTP Negeri Se-Kotamadya Kendari”, (Surabaya:Universitas Negeri Surabaya, 1998), 36.
37Arini Rahmawati, Op. Cit., halaman 27. 38Moh. Maksum Sa’adullah, Proses Berpikir Siswa Kelas VII dalam Menyelesaikan Soal
Persamaan Linear I Variabel Ditinjau dari Perbedaan Kemampuan Matematika,
(Surabaya: UNESA, 2012), 12. 39Arini Rahmawati, Op. Cit., hal 28.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
36
memiliki pengaruh yang besar terhadap persepsi, cara memproses
informasi serta cara bernalar seseorang. Orang bergaya kognitif
sistematis cenderung berpikir dan bernalar secara berurutan dan
teratur. Berbeda dengan orang bergaya kognitif intuitif, ciri khas
orang bergaya kognitif intuitif adalah memiliki jalan pikiran yang
melompat-lompat.40
Kemungkinan perbedaan karakteristik kedua
jenis orang inilah yang menyebabkan penalaran mereka dalam
memahami konsep akan berbeda meskipun hasil pemahaman mereka
sama.
E. Penalaran Proporsional dalam Menyelesaikan Masalah
Perbandingan Berdasarkan Gaya Kognitif Sistematis dan
Intuitif
Hal yang diungkapkan dalam penelitian ini adalah proses
penalaran proporsional yang meliputi memahami kovariasi, berpikir
relatif dan mengetahui alasan penggunaan konsep proporsional
dalam menyelesaikan masalah perbandingan berdasarkan gaya
kognitif sistematis dan intuitif. Berikut adalah tabel indikator
penalaran proporsional dalam menyelesaikan masalah perbandingan
dan prediksi indikator penalaran proporsional dalam menyelesaikan
masalah matematika berdasarkan gaya kognitif sistematis dan
intuitif.
Tabel 2.4
Indikator Penalaran Proporsional dalam Menyelesaikan Masalah
Perbandingan Berdasarkan Tahapan Polya
Tahapan Polya Indikator Penalaran Proporsional dalam
Menyelesaikan Masalah Matematika
Memahami
Masalah
Memahami
kovariasi
menyebutkan kuantitas-
kuantitas yang berubah dan
menyebutkan hal yang tidak
berubah atau dibuat tetap pada
situasi masalah tersebut.
40Endang Krisnawati, Thesis “Proses Kognitif Siswa SD Dalam Memahami Konsep
Pecahan Ditinjau Dari Gaya Kognitif”, (Surabaya:UNESA, 2015), 40.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
37
Tahapan Polya Indikator Penalaran Proporsional dalam
Menyelesaikan Masalah Matematika
Menjelaskan arah perubahan
kuantitas (jenis perbandingan)
Merencanakan
Penyelesaian
Berpikir relatif Mengidentifikasi hubungan
multiplikatif
Melakukan
Rencana
Penyelesaian
Berpikir relatif Menggunakan strategi
berdasarkan konsep
multiplikatif dalam
menyelesaikan masalah yang
mengandung situasi
proporsional
Mengetahui
alasan
penggunaan
konsep
proporsional
Menunjukkan rasio yang
terkandung dalam masalah
Memberikan alasan mengapa
masalah tersebut dapat
diselesaikan menggunakan
konsep proporsional
Melihat Kembali
Penyelesaian
Mengetahui
alasan
penggunaan
konsep
proporsional
Memeriksa penyelesaian dan
Menarik kesimpulan
Adapun prediksi penalaran proporsional siswa dalam
menyelesaikan masalah perbandingan berdasarkan gaya kognitif
sistematis dan intuitif peneliti sajian dalam bentuk tabel sebagai berikut:
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
38
Tabel 2.5
Prediksi Indikator Penalaran Proporsional dalam Menyelesaikan
Masalah Perbandingan Berdasarkan Gaya Kognitif Sistematis
dan Intuitif
Tahapan
Polya
Indikator Penalaran
Proporsional dalam
Menyelesaikan Masalah
Matematika
Prediksi Penalaran Proporsional
dalam Menyelesaikan Masalah
Perbandingan Berdasarkan Gaya
Kognitif
Sistematis Intuitif
Memahami
Masalah
Memahami
kovariasi
Menyebutkan
kuantitas-
kuantitas
yang berubah
dan
menyebutkan
hal yang
tidak berubah
atau dibuat
tetap pada
situasi
masalah
tersebut.
Menyebutkan
kuantitas-
kuantitas yang
berubah/tidak
berubah dalam
masalah
perbandingan
dengan benar
dengan cara
membaca dan
memahami
kembali
masalahnya.
Menyebutkan
kuantitas-kuantitas
yang berubah/tidak
berubah dalam
masalah
perbandingan
dengan benar tanpa
membaca kembali
masalah yang
dipahaminya.
Menjelaskan
arah
perubahan
kuantitas
(jenis
perbandingan)
Menjelaskan
arah perubahan
kuantitas dengan
benar dengan
cara memahami
kembali masalah
dan
menganalisisnya
.
Menjelaskan arah
perubahan kuantitas
dengan benar dengan
cara menganalisis
masalah tanpa
memahami kembali
masalah tersebut.
Merencana
kan
Penyelesai
an
Berpikir
relatif
Mengidentifik
asi hubungan
multiplikatif
Mengidentifikasi
hubungan
multiplikatif
antar kuantitas
dengan cara
mengumpulkan
Mengidentifikasi
hubungan
multiplikatif antar
kuantitas dengan
cara memilih strategi
dan konsep yang
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
39
Tahapan
Polya
Indikator Penalaran
Proporsional dalam
Menyelesaikan Masalah
Matematika
Prediksi Penalaran Proporsional
dalam Menyelesaikan Masalah
Perbandingan Berdasarkan Gaya
Kognitif
Sistematis Intuitif
informasi
terlebih dahulu
dan memilih
strategi dan
konsep yang
sesuai dengan
masalah
tersebut.
sesuai dengan
masalah tersebut
tanpa
mengumpulkan
informasi terlebih
dahulu.
Melakukan
Rencana
Penyelesai
an
Berpikir
relatif
Menggunakan
strategi
berdasarkan
konsep
multiplikatif
dalam
menyelesaika
n masalah
yang
mengandung
situasi
proporsional
Menggunakan
strategi
berdasarkan
konsep
multiplikatif
dengan langkah-
langkah
penyelesaian
yang benar dan
berurutan.
Menggunakan
strategi berdasarkan
konsep multiplikatif
dengan langkah-
langkah
penyelesaian yang
benar, singkat dan
kurang berurutan.
Berpikir
divergen.
Berpikir konvergen.
Mengetahui
alasan
penggunaan
ide
proporsio
Menunjukkan
rasio yang
terkandung
dalam
masalah
dalam
menyelesaika
n masalah
matematika
Menunjukkan
rasio yang
terkandung
dalam masalah
dengan benar
dengan
membaca dan
memahami
kembali masalah
tersebut.
Menunjukkan rasio
yang terkandung
dalam masalah
dengan benar dengan
cara melihat
masalahnya tanpa
membaca dan
memahami kembali
masalah tersebut.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
40
Tahapan
Polya
Indikator Penalaran
Proporsional dalam
Menyelesaikan Masalah
Matematika
Prediksi Penalaran Proporsional
dalam Menyelesaikan Masalah
Perbandingan Berdasarkan Gaya
Kognitif
Sistematis Intuitif
Memberikan
alasan
mengapa
masalah
tersebut dapat
diselesaikan
menggunakan
konsep
perbandingan
Memberikan
alasan mengapa
masalah tersebut
dapat
diselesaikan
menggunakan
konsep
perbandingan
dengan benar.
Memberikan alasan
mengapa masalah
tersebut dapat
diselesaikan
menggunakan
konsep perbandingan
dengan benar tetapi
tidak bisa
menjelaskan.
Melihat
Kembali
Penyelesai
an
Memeriksa
kembali
penyelesaian
Subjek
memeriksa
kembali
penyelesaian
dengan teliti.
Subjek memeriksa
kembali
penyelesaian dengan
kurang teliti.
Memberikan
kesimpulan
Subjek
memberikan
kesimpulan
dengan benar.
Subjek memberikan
kesimpulan dengan
benar tetapi tidak
bisa menjelaskan.