BAB II KAJIAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II.pdf · jaringan itu dan bercabang pada titik beban ......

35
5 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Mutakhir Terkait dengan optimasi penempatan komponen sistem distribusi, sebelumnya beberapa penelitian telah dilakukan. Tugas akhir ini dengan judul Optimasi Penempatan Recloser untuk Meningkatkan Keandalan Sistem Distribusi pada Penyulang Lembongan Menggunakan Metode Kombinasi Fuzzy dengan Algoritma Genetikamemiliki keterkaitan dengan penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya. Penelitian terdahulu dijadikan referensi yang digunakan untuk menentukan batasan-batasan masalah yang kemudian akan dilakukan pada penelitian ini. Referensi yang digunakan dalam penelitian ini merupakan penelitian serupa dan penelitian yang terkait. Adapun beberapa tinjauan mutakhir dari referensi tersebut antara lain: 1. Penelitian dari Radiktyo Nindyo Sumarno pada tahun 2011 yang berjudul “Optimasi Penempatan Recloser Terhadap Keandalan Sistem Tenaga Listrik d engan Algoritma Genetika”, menggunakan metode optimasi meminimalkan SAIDI dan SAIFI dan menggunakan algoritma genetika untuk mendapatkan beberapa nilai fitness tertinggi. 2. Penelitian dari I Nyoman Jendra pada tahun 2010 yang berjudul “Analisa Pengaruh Pemasangan Recloser Tie pada Penyulang Blahkiuh-Panglan Terhadap Mutu Pelayanan”, pada penelitian ini isinya memperbaiki nilai keandalan SAIFI dan SAIDI dengan cara menambahkan recloser tie sebagai pembatas untuk menghubungkan penyulang Blahkiuh dan penyulang Panglan. 3. Berdasarkan penelitian Hamles Leonardo Latupeirissa pada tahun 2012 yang berjudul “Penentuan Kapasitas Daya Reaktif dan Lokasi Penempatan Kapasitor Yang Optimal pada Jaringan Distribusi Penyulang Rijali Kota Ambon Menggunakan Sistem Fuzzy”, mengaplikasikan logika fuzzy pada metode optimasi untuk penempatan kapasitor pada suatu sistem distribusi. Hasil dari penelitian ini adalah memperbaiki profil tegangan dan menurunkan rugi daya aktif sebesar 65%.

Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II.pdf · jaringan itu dan bercabang pada titik beban ......

5

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Mutakhir

Terkait dengan optimasi penempatan komponen sistem distribusi,

sebelumnya beberapa penelitian telah dilakukan. Tugas akhir ini dengan judul

“Optimasi Penempatan Recloser untuk Meningkatkan Keandalan Sistem

Distribusi pada Penyulang Lembongan Menggunakan Metode Kombinasi

Fuzzy dengan Algoritma Genetika” memiliki keterkaitan dengan penelitian

yang pernah dilakukan sebelumnya. Penelitian terdahulu dijadikan referensi yang

digunakan untuk menentukan batasan-batasan masalah yang kemudian akan

dilakukan pada penelitian ini. Referensi yang digunakan dalam penelitian ini

merupakan penelitian serupa dan penelitian yang terkait. Adapun beberapa

tinjauan mutakhir dari referensi tersebut antara lain:

1. Penelitian dari Radiktyo Nindyo Sumarno pada tahun 2011 yang berjudul

“Optimasi Penempatan Recloser Terhadap Keandalan Sistem Tenaga

Listrik dengan Algoritma Genetika”, menggunakan metode optimasi

meminimalkan SAIDI dan SAIFI dan menggunakan algoritma genetika untuk

mendapatkan beberapa nilai fitness tertinggi.

2. Penelitian dari I Nyoman Jendra pada tahun 2010 yang berjudul “Analisa

Pengaruh Pemasangan Recloser Tie pada Penyulang Blahkiuh-Panglan

Terhadap Mutu Pelayanan”, pada penelitian ini isinya memperbaiki nilai

keandalan SAIFI dan SAIDI dengan cara menambahkan recloser tie sebagai

pembatas untuk menghubungkan penyulang Blahkiuh dan penyulang Panglan.

3. Berdasarkan penelitian Hamles Leonardo Latupeirissa pada tahun 2012 yang

berjudul “Penentuan Kapasitas Daya Reaktif dan Lokasi Penempatan

Kapasitor Yang Optimal pada Jaringan Distribusi Penyulang Rijali Kota

Ambon Menggunakan Sistem Fuzzy”, mengaplikasikan logika fuzzy pada

metode optimasi untuk penempatan kapasitor pada suatu sistem distribusi.

Hasil dari penelitian ini adalah memperbaiki profil tegangan dan menurunkan

rugi daya aktif sebesar 65%.

6

2.2 Tinjauan Pustaka

Teori-teori yang digunakan untuk menunjang Tugas Akhir yang berjudul

“Optimasi Penempatan Recloser untuk Meningkatkan Keandalan Sistem

Distribusi pada Penyulang Lembongan Menggunakan Metode Kombinasi

Fuzzy dengan Algoritma Genetika” antara lain:

2.2.1 Sistem Tenaga Listrik

Secara umum sistem tenaga listrik tediri dari beberapa komponen

dasar yakni pusat pembangkit listrik (Power Plant), transmisi tenaga listrik,

sistem distribusi dan beban. Pusat pembangkit (Power Plant) merupakan tempat

energi listrik pertama kali dibangkitkan, dimana terdapat turbin sebagai penggerak

mula (Prime Mover) dan generator yang membangkitkan listrik. Setelah energi

listrik tersebut dibangkitkan maka akan dilakukannya proses transmisi tenaga

listrik yang merupakan proses penyaluran tenaga listrik dari tempat pembangkit

tenaga listrik (Power Plant) sehingga dapat disalurkan sampai pada konsumen

pengguna listrik melalui sistem distribusi. Sistem distribusi merupakan subsistem

tersendiri yang terdiri dari: pusat pengatur Distribution Control Center

(DCC), saluran tegangan menengah (6 kV dan 20 kV, yang juga biasa disebut

tegangan distribusi primer) yang merupakan saluran udara atau kabel tanah, gardu

distribusi tegangan menengah yang terdiri dari panel-panel pengatur tegangan

menengah dan trafo sampai dengan panel-panel distribusi tegangan rendah

(380V, 220V) yang menghasilkan tegangan kerja atau tegangan jala-jala yang

nantinya disalurkan ke beban untuk industri dan konsumen. Adapun ketentuan

dasar pada sistem tenaga listrik adalah sebagai berikut:

1. Menyediakan setiap waktu, tenaga listrik untuk keperluan konsumen.

2. Menjaga kestabilan nilai tegangan.

3. Menjaga kestabilan frekuensi, dimana tidak lebih toleransi ±0,1Hz

4. Efisien

5. Standar keamanan (safety)

6. Ramah lingkungan

7

2.2.1.1 Sistem Distribusi Tenaga Listrik

Sistem distribusi tenaga listrik merupakan sistem yang mengatur

penyaluran energi listrik dari Gardu Induk ke konsumen. Sistem ini berfungsi

untuk menyalurkan energi listrik dari Gardu Induk ke konsumen. Sistem ini dibuat

karena adanya jarak dari Gardu Induk ke pusat-pusat beban (Suhadi dkk, 2008).

2.2.1.2 Konfigurasi Sistem Jaringan Distribusi Tenaga Listrik

Sistem jaringan distribusi mempunyai saluran yang berfungsi sebagai

sarana untuk menyalurkan energi listrik ke beban yang disebut dengan penyulang

(feeder). Jumlah penyulang yang ada disuatu wilayah biasanya terdiri dari

beberapa penyulang dengan nama penyulang disesuaikan dengan daerah yang

dilayani.

Berdasarkan bentuk atau polanya sistem jaringan distribusi dapat dibagi

menjadi beberapa bagian :

1. Sistem radial.

2. Sistem lingkar (loop)

3. Sistem gugus (mesh)

4. Sistem spindel.

2.2.1.3 Jaringan Distribusi Radial

Pada penyulang Lembongan menggunakan jaringan distribusi bentuk

radial yang merupakan bentuk jaringan distribusi yang paling sederhana,

dinamakan radial karena saluran ini ditarik secara radial dari satu titik sumber dari

jaringan itu dan bercabang pada titik beban yang dilayani. Catu daya berasal dari

satu titik sumber dan karena adanya percabangan – percabangan tersebut, maka

arus beban yang mengalir sepanjang saluran menjadi tidak rata. Oleh karana itu

kerapatan arus/beban pada setiap titik sepanjang saluran tidak sama besar, maka

besar penampang pada jaringan berbentuk radial berbeda-beda.

8

Gambar 2.1 Jaringan Distribusi Sistem Radial

Sumber: Suswanto, 2009

Keuntungan dari sistem radial ini adalah :

1. Bentuknya sederhana.

2. Biaya investasi relative lebih murah.

3. Sistem pemeliharaannya lebih murah.

Kelemahan dari sistem radial ini adalah :

1. Keandalan sistem ini rendah.

2. Rugi-rugi tegangan lebih besar terutama pada ujung penyulang.

3. Kapasitas pelayanan terbatas

4. Bila terjadi gangguan, penyaluran daya terhenti.

2.2.2 Keandalan Sistem Tenaga Listrik

Keandalan berarti kemampuan suatu sistem untuk bekerja sesuai dengan

fungsinya dibawah kondisi operasi yang dihadapi selama masa hidupnya. Secara

umum, sistem penyaluran tenaga listrik dibagi menjadi beberapa bagian, yakni :

sistem pembangkitan, sistem transmisi, sistem distribusi, serta sistem pembagian

beban. Masing-masing bagian beroperasi secara terintegrasi agar dapat

9

menyalurkan energi listrik dari pembangkit hingga pelanggan (beban)

(Chowdhury, 2009).

Sistem distribusi merupakan bagian penting dari sebuah sistem

penyaluran energi listrik, karena sistem ini berfungsi sebagai penyalur energi

listrik ke pelanggannya. Gangguan sering terjadi pada jaringan distribusi

berbentuk radial, dimana sistem akan mudah down oleh sebuah gangguan karena

sistem radial ini umumnya menggunakan struktur seri dalam konfigurasinya,

sehingga apabila terjadi suatu gangguan maka akan mempengaruhi semua

komponen sistem di dalamnya. Metode keandalan direncanakan dan didesain pada

sistem distribusi untuk mencegah sistem tersebut mudah mengalami down,

sehingga disinilah pentingnya untuk menganalisis suatu keandalan sistem

distribusi tenaga listrik (Chowdhury, 2009).

2.2.2.1 Pengaplikasian Konsep Keandalan pada Sistem Distribusi Tenaga

Listrik

Aplikasi dari konsep keandalan sistem distribusi berbeda dengan aplikasi

sistem pembangkitan dan sistem transmisi, dimana sistem distribusi lebih

berorientasi pada titik beban pelanggan daripada orientasi pada wujud sistem, dan

sistem distribusi lokal lebih dipertimbangkan daripada sistem terintegrasi yang

secara luas yang mencangkup fasilitas pembangkitan dan transmisi. Keandalan

sistem pembangkitan dan transmisi lebih mempertimbangkan probabilitas

hilangnya beban (loss of load), dengan sedikit memperhatikan komponen sistem,

sedangkan keandalan distribusi melihat ke semua aspek dari teknik, seperti desain,

perencanaan, pengoperasian. Karena sistem distribusi kurang kompleks

dibandingkan sistem pembangkitan dan transmisi yang terintegrasi, perhitungan

probabilitas metematiknya lebih sederhana dibandingkan yang dibutuhkan untuk

penaksiran keandalan pembangkitan dan transmisi (Chowdhury, 2009).

2.2.2.2 Laju Kegagalan (failure rate)

Laju kegagalan didefinisikan sebagai nilai atau jumlah dari gangguan

dalam suatu interval waktu tertentu. Di dalam menghitung laju kegagalan dari

10

sebuah grup unit, waktu total operasi dari unit biasanya digunakan daripada waktu

kronologinya. Laju kegagalan ini mempunyai satuan kegagalan/tahun. Adapun

persamaan dari laju kegagalan ini adalah sebagai berikut :

λ =

.................................................................. 2.1

Berdasarkan penyebab terjadinya laju kegagalan, laju kegagalan dapat

dibagi menjadi 2 jenis, yakni :

1. Sustained failure rate yang merupakan nilai laju kegagalan yang diakibatkan

oleh gangguan yang memiliki interval waktu yang cukup lama di dalam

periode perbaikannya. Jenis laju kegagalan ini yang umum digunakan untuk

perhitungan indeks keandalan suatu sistem distribusi.

2. Momentary failure rate merupakan nilai laju kegagalan yang disebabkan oleh

gangguan sesaat yang dialami oleh suatu komponen di dalam sistem.

2.2.2.3 Konsep Kurva Bathtub

Kurva bathtub merupakan grafik yang digunakan untuk menggambarkan

laju kegagalan dari suatu peralatan. Kurva bathtub ini memiliki 3 bagian utama,

yaitu :

1. Periode Infant Mortality

Pada periode ini laju kegagalan dari peralatan memiliki nilai yang tinggi pada

waktu baru pakai artinya peralatan tersebut akan mudah mengalami

kerusakan, kemudian terjadi penurunan nilai laju kegagalan yang signifikan.

Besarnya nilai laju kegagalan ini dapat disebabkan karena adanya cacat pada

waktu produksi peralatan, adanya kerusakan pada saat pengangkutan, adanya

kerusakan pada saat instalasi, ataupun pelaksanaan instalasi yang kurang baik.

Periode ini disebut juga periode adaptasi dari peralatan terhadap

lingkungannya.

2. Periode Useful Life

Karakteristik peralatan pada selang waktu ini memiliki nilai laju kegagalan

yang mendekati konstan sehingga peralatan tersebut siap beroperasi atau

digunakan. Pada periode ini, laju kegagalan dari peralatan juga paling kecil

11

dibandingkan periode yang lain, atau dengan kata lain pada periode ini

peralatan dapat dikatakan jarang mengalami kegagalan.

3. Periode Wear Out

Karakteristik peralatan pada selang waktu ini yang sebelumnya mendekati

konstan akan mengalami peningkatan nilai laju kegagalan secara eksponensial

sampai kemudian peralatan tersebut rusak dan harus diganti dengan peralatan

yang baru.

Gambar 2.2 Kurva Bathtub Laju Kegagalan

Sumber : Chowdhury, 2009

2.2.2.4 Sistem Seri (Radial)

Pada suatu sistem yang terkoneksi seri, semua komponen di dalam sistem

dibutuhkan agar sistem dapat bekerja sesuai fungsinya. Dengan kata lain, apabila

terdapat satu dari semua komponen yang tidak beroperasi, maka sistem akan mati

(down). Secara skematik, sistem ini memiliki satu jalur utama yang melewati tiap

elemen dari sistem dan jalur ini yang menghubungkan bagian input dan output

dari sistem.

Gambar 2.3 Skematik Jaringan Sistem Seri

R1(t) R2(t)

R3(t)

12

Setiap komponen pada sistem memiliki laju kegagalan dan keandalan

sendiri, dan laju kegagalan dan keandalan dari sistem tergantung pada komponen

individunya. Keandalan sistem seri merupakan probabilitas dimana semua

komponen akan berperan secara serempak atau bersamaan agar sistem tersebut

dapat beroperasi sebagaimana mestinya. Apabila kegagalan komponen tidak

tergantung dengan yang lain, maka probabilitas dari sistem dapat dituliskan ke

dalam persamaan berikut :

Rsystem(t) = R1(t) x R2(t) x R3(t) ............................................................... 2.2

Apabila terdapat n komponen pada sistem seri, maka :

Rsystem(t) = ∑ ................................................................................... 2.3

Apabila komponen satu memiliki laju kegagalan λ1 begitu pula dengan komponen

2 dan 3 memiliki laju kegagalan λ2 dan λ3, maka :

................................................................................ 2.4

................................................................. 2.5

.......................................................... 2.6

Apabila terdapat n komponen pada sistem seri, maka :

∑ .............................................................................................. 2.7

∑ ........................................................................................ 2.8

................................................................................................. 2.9

Keterangan :

λ1, λ2, λ3 = laju kegagalan komponen 1, 2, dan 3 (kegagalan/tahun)

r1, r2, r3 = outage time komponen 1, 2, dan 3 (jam/kegagalan)

Usys = rata-rata ketidaktersediaan / unavailability sistem (jam/tahun)

2.2.2.5 Komponen-Komponen Sistem dalam Menganalisis Keandalan

Suatu sistem jaringan distribusi tenaga listrik memiliki banyak komponen

di dalamnya, seperti : transformator, circuit breaker, fuse, relay-relay, dan

sebagainya. Namun, di dalam menganalisis keandalan suatu sistem jaringan

13

distribusi, komponen-komponen yang umumnya diperhatikan tingkat laju

kegagalannya (λ) antara lain :

1. Transformator

2. Circuit Breaker

3. LBS

4. Recloser

5. Fuse

6. Saluran distribusi, baik berupa SUTM maupun SKBT

Selain tingkat laju kegagalannya (failure rate) dari masing-masing

komponen, nilai repair time serta switching time dari tiap komponen juga

diperlukan guna mengetahui nilai indeks keandalan sistem distribusi tersebut.

2.2.2.6 Indeks Keandalan

Indeks keandalan yang akan dievaluasi biasanya menggunakan konsep

klasik yang akan menghitung : laju kegagalan rata-rata (λ), durasi pemadaman

rata-rata (r), dan ketidaktersediaan tahunan rata-rata (U). Indeks keandalan

merupakan suatu indikator keandalan yang dinyatakan dalam suatu besaran

probabilitas.

Keandalan dari pelayanan konsumen dapat dinyatakan dalam beberapa indeks

yang biasanya digunakan untuk mengukur keandalan dari suatu sistem. Adapun

indeks tersebut, diantaranya :

1. SAIFI (System Average Interruption Frequency Index). Merupakan ukuran

jumlah rata-rata dari gangguan yang terjadi dalam satu tahun dan ditetapkan

ke dalam bentuk persamaan :

............................................. 2.10

∑ ..................................................................................... 2.11

Keterangan:

= Laju kegagalan (kegagalan/tahun)

= Jumlah beban pada titik beban i (pelanggan)

N = Jumlah total beban pada satu sistem (pelanggan)

14

2. SAIDI (System Average Interruption Duration Index). Merupakan waktu

kegagalan rata-rata dalam satu tahun untuk tiap pelanggan dan ditetapkan ke

dalam bentuk persamaan :

................ 2.12

∑ ..................................................................................... 2.13

Keterangan:

= Ketidaktersediaan komponen (jam/tahun)

= Jumlah beban pada titik beban i (pelanggan)

N = Jumlah total beban pada satu sistem (pelanggan)

2.2.3 Fuzzy Logic

2.2.3.1 Pengertian Fuzzy Logic

Fuzzy logic atau sistem fuzzy merupakan suatu cara yang tepat untuk

memetakan suatu ruang input ke dalam suatu ruang output. Gambar 2.4

merupakan salah satu contoh gambar dari pemetaan suatu ruang input ke output.

Gambar 2.4 Contoh Pemetaan input-output pada fuzzy logic

Sumber: Kusumadewi, 2002

Berikut merupakan beberapa keunggulan dari fuzzy logic, antara lain

(Kusumadewi, 2002):

1. Konsep fuzzy logic mudah dimengerti, karena di dalam logika fuzzy terdapat

konsep matematis sederhana dan mudah dimengerti yang mendasari penalaran

fuzzy.

2. Fuzzy logic sangat fleksibel

3. Fuzzy logic memiliki toleransi terhadap data yang tidak tepat.

4. Fuzzy logic mampu memodelkan fungsi-fungsi nonlinier yang sangat

kompleks.

Ruang input

Black Box

Ruang output

15

5. Fuzzy logic dapat bekerjasama dengan teknik-teknik kendali secara

konvensional.

6. Fuzzy logic didasarkan pada bahasa alami.

7. Fuzzy logic dapat membangun dan mengaplikasikan pengalaman-pengalaman

para pakar secara langsung tanpa harus melalui proses pelatihan.

Ada beberapa hal yang menjadi lingkup dari sistem fuzzy, yaitu:

1. Variable fuzzy

Variable fuzzy merupakan variable yang hendak dibahas dalam suatu sistem.

2. Himpunan fuzzy

Himpunan fuzzy merupakan suatu grup yang mewakili suatu kondisi atau

keadaan tertentu dalam suatu variable fuzzy.

Contoh:

Variable jumlah, terbagi menjadi 5 himpunan fuzzy, yaitu: SANGAT

BAGUS, BAGUS, SEDANG, JELEK, dan SANGAT JELEK

3. Semesta pembicaraan

Semesta pembicaraan adalah keseluruhan nilai yang diperbolehkan untuk

dioperasikan dalam suatu variable fuzzy. Semesta pembicaraan merupakan

himpunan bilangan real yang senantiasa naik (bertambah) secara monoton dari

kiri ke kanan. Nilai semesta pembicaraan dapat berupa bilangan positif

maupun negatif. Adakalanya nilai semesta pembicaraan ini tidak dibatasi batas

atasnya.

Contoh:

Semesta pembicaraan untuk variable umur: [0 + ~]

4. Domain

Domain himpunan fuzzy adalah keseluruhan nilai yang diijinkan dalam

semesta pembicaraan dan boleh dioperasikan dalam suatu himpunan fuzzy.

Seperti halnya semesta pembicaraan, domain merupakan himpunan bilangan

real yang senantiasa naik (bertambah) secara monoton dari kiri ke kanan.

Nilai domain dapat berupa bilangan positif maupun negatif.

Contoh:

16

SANGAT BAGUS = [0, 3]

BAGUS = [2, 6]

SEDANG = [3, 5]

JELEK = [4, 7]

SANGAT JELEK = [6, 10]

2.2.3.2 Himpunan Fuzzy

Himpunan fuzzy adalah himpunan-himpunan yang akan dibicarakan pada

suatu variabel dalam sistem fuzzy. Himpunan fuzzy digunakan untuk

mengantisipasi nilai-nilai yang bersifat tidak pasti. Pada himpunan tegas (crips),

nilai keanggotaan suatu item dalam suatu himpunan dapat memiliki dua

kemungkinan, yaitu sayu (1), yang berarti bahwa suatu item menjadi anggota

dalam suatu himpunan, atau nol (0), yang berarti suatu item tidak menjadi anggota

dalam suatu himpunan. Sedangkan pada himpunan fuzzy , nilai keanggotaan

terletak pada rentang 0 sampai 1, yang berarti himpunan fuzzy dapat mewakili

interprestasi tiap nilai berdasarkan pendapat atau keputusan dan probabilitasnya.

Himpunan fuzzy memiliki dua atribut, yaitu (Kusumadewi, 2002):

1. Linguistik, yaitu penamaan suatu grup yang mewakili suatu keadaan atau

kondisi tertentu dengan menggunakan bahasa alami, seperti: BAGUS,

SEDANG, JELEK.

2. Numeris, yaitu suatu nilai (angka) yang menunjukan ukuran dari suatu

variabel seperti: 40, 25, 50 dan sebagainya.

2.2.3.3 Fungsi Keanggotaan (Membership Function)

Fungsi keanggotaan (Membership Function) adalah suatu kurva yang

menunjukan pemetaan titik-titik input data ke dalam nilai keanggotaanya (sering

juga disebut dengan derajat keanggotaan) yang memiliki interval antara 0 sampai

1. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mendapatkan nilai keanggotaan

adalah dengan melalui pendekatan fungsi. Ada beberapa fungsi yang dapat

digunakan yaitu (Sutojo dkk, 2010):

17

1. Grafik Keanggoataan Kurva Linear

Pada grafik keanggotaan linear, sebuah variabel input dipetakan ke derajat

keanggotaannya digambarkan sebagai suatu garis lurus.

Ada dua grafik himpunan keanggotaan linear. Pertama, kurva linear naik yaitu

kenaikan himpunan fuzzy dimulai pada nilai domain yang memiliki derajat

keanggotaan nol [0] bergerak ke kanan menuju domain yang memiliki derajat

keanggotaan lebih tinggi (Gambar 2.5).

Gambar 2.5 Representasi Linier Naik

Sumber: Sutojo dkk, 2010

Rumus fungsi keanggotaan representasi linier:

[ ] {

........................................... 2.14

Kedua, kurva linear turun yaitu himpunan fuzzy dimulai dari niali domain

dengan derajat keanggotaan tertinggi pada sisi kiri, kemudian bergerak

menurun ke nilai domain yang memiliki derajat keanggotaan lebih rendah

(Gambar 2.7)

Derajat

keanggotaan

µ[x]

1

0

a domain

b

18

Gambar 2.6 Representasi Linier Naik

Sumber: Sutojo dkk, 2010

[ ]{

................................................... 2.15

2. Representasi Kurva Segitiga

Kurva segitiga pada dasarnya merupakan gabungan antara 2 garis (linier)

seperti terlihat pada gambar 2.7

Gambar 2.7 Kurva Segitiga

Sumber: Sutojo dkk, 2010

Rumus fungsi keanggotaan kurva segitiga:

Derajat

keanggotaan

µ[x]

1

0

a domain

b

Derajat

keanggotaan

µ[x]

1

0

a

domain

c b

19

{

⁄ ⁄

.............................. 2.16

2.2.3.4 Cara Kerja Logika Fuzzy

Proses logika fuzzy (fuzzy inference) terdiri atas tiga bagian utama. Bagian

pertama adalah fuzzyfikasi yang bertujuan mengubah crisp input menjadi fuzzy

input dalam bentuk variable fuzzy. Bagian kedua adalah mesin inferensi yang

bertujuan mengolah fuzzy input berdasarkan IF-THEN rule untuk menentukan

keputusan (output fuzzy). Bagian ketiga defuzzifikasi yang bertujuan mengubah

fuzzy output yang merupakan hasil mesin infrensi menjadi crisp output. Gambar

berikut menunjukan blok diagram fuzzy inference.

Crisp Input

Fuzzy Input

Fuzzy Output

Crisp Output

Gambar 2.8 Diagram blok fuzzy inferences

Sumber: Kusumadewi, 2002

Cara kerja logika fuzzy meliputi beberapa tahapan berikut (Sutejo,

Mulyanto, Suhartono, 2011):

1. Fuzzyfikasi

Fuzzyfikasi merupakan proses yang berfungsi untuk mengubah untuk merubah

suatu besaran analog menjadi fuzzy input. Secara diagram blok dapat dilihat

Fuzzification

Mesin Inferensi

Defuzzifikasi

Input Membership

Function

Basis pengetahuan

fuzzy (If…then rules)

Output Membership

Function

20

pada gambar 2.8 Prosesnya adalah sebagai berikut; suatu besaran analog

dimasukan sebagai input (crisp input), lalu crisp input dimasukkan pada batas

scope/domain sehingga crisp input dapat dinyatakan dengan label (bagus,

panas, cepat dll) dari membership function input. Dari membership function

bisa diketahui jumlah degree of membership function (Kusumadewi, 2002).

2. Basis pengetahuan fuzzy

Pada pembentukan basis pengetahuan fuzzy berisi kumpulan aturan-aturan

fuzzy dalam bentuk pernyataan IF…THEN (Sutojo dkk, 2010)

3. Mesin inferensi (Fungsi implikasi MAX-MIN atau DOT-PRODUCT)

Proses ini berfungsi untuk mencari suatu nilai fuzzy output dari fuzzy input.

Proses dari mesin inferensi adalah suatu nilai fuzzy input yang berasal dari

proses fuzzyfikasi kemudian dimasukkan kedalam sebuah rule yang telah

dibuat untuk dijadikan sebuah fuzzy output. Gambar diagram blok dari Mesin

Inferensi dapat dilihat pada gambar 2.9 berikut ini (Kusumadewi, 2002)

4.

5.

Gambar 2.9 Diagram blok proses mesin infrensi

Sumber: Kusuma Dewi, 2002

Mesin inferensi merupakan bagian utama dari fuzzy, karena mesin inferensi

yang menentukan karakteristik dari sistem. Pembuatan mesin inferensi yang

tidak sesuai akan mengakibatkan respon dari sistem tidak sesuai (Sutojo dkk,

2010).

Setelah didapatkan aturan-aturan dalam proses inferensi dan mendapatkan

nilai himpunan z, maka proses selanjutnya adalah merubah nilai-nilai

Mesin Inferensi Rules

(IF…THEN)

Fuzzy input

Fuzzy output

21

linguistik tersebut kembali ke nilai pasti (Cripst Output) melaui proses

defuzzifikasi.

4. Defuzzyfikasi

Merupakan proses terakhir dari serangkaian proses fuzzy. Proses defuzzyfikasi

ialah mengubah output fuzzy yang diperoleh dari mesin infrensi menjadi nilai

tegas menggunakan fungsi keanggotaan yang sesuai dengan saat dilakukan

fuzzyfikasi (T. Sutojo dkk, 2010).

Gambar 2.10 Diagram blok proses rules defuzzyfikasi

Sumber: Sri Kusuma Dewi, 2002

Banyak cara untuk melakukan defuzzyfikasi, diantaranya metode berikut:

a. Metode Rata-Rata (Average)

∑ .............................................................................................. 2.17

b. Metode Titik Tengah (Center of Area)

∫ ......................................................................................... 2.18

Keterangan:

Z = (Output Crispt)

= Nilai fungsi keanggotaan

z = Nilai tingkat keandalan dari hasil inferensi pada fungsi keanggotaan

Defuzzyfikasi

Output

membership function

Fuzzy input

Fuzzy output

22

2.2.4 Algoritma Genetika

2.2.4.1 Dasar Algoritma Genetika

Algoritma genetika adalah suatu algoritma pencarian yang berbasis

pada mekanisme seleksi alam dan genetika. Algoritma genetika merupakan salah

satu algoritma yang sangat tepat digunakan dalam menyelesaikan masalah

optimasi kompleks, yang sulit dilakukan oleh metode konvernsional (Zukhri,

2013).

Beberapa pengertian dasar yang perlu dipahami untuk mempelajari

algoritma genetika, yakni:

1. Genotype (Gen), sebuah nilai yang menyatakan satuan dasar yang

membentuk suatu arti tertentu dalam satu kesatuan gen yang dinamakan

kromosom. Dalam algoritma genetika, gen ini bisa berupa biner, float,

interger maupun karakter, atau kombinatorial.

2. Kromosom, gabungan gen-gen yang membentuk nilai tertentu.

3. Allele, merupakan nilai dari gen

4. Individu, menyatakan suatu nilai atau keadaan yang menyatakan salah satu

solusi yang mungkin dari permasalahan yang diangkat.

5. Populasi, merupakan sekumpulan individu yang akan diproses bersama

dalam satu siklus proses evalusi.

6. Seleksi, merupakan proses untuk mendapatkan calon individu yang baik.

7. Crossover, merupakn proses pertukaran atau kawin silang gen-gen dari

dua induk tertentu.

Hal-hal yang harus dilakukan dalam Algoritma genetika yaitu (Sutojo dkk,

2010):

1. Mendefinisikan individu, dimana individu menyatakan salah satu solusi

(penyelesaian) yang mungkin dari permasalahan yang diangkat.

2. Mendefinisikan nilai fitness, yang merupakan ukuran baik-tidaknya sebuah

individu baik-tidaknya solusi yang didapat.

3. Menentukan proses pembangkitan populasi awal. Hal ini biasanya

dilakukan dengan menggunakan pembangkitan acak seperti random-walk.

4. Menentukan proses seleksi yang akan digunakan.

23

5. Menentukan proses perkawinan silang (cross-over) dan mutasi gen yang

akan digunakan.

Gambar 2.11 Visualisasi gen, allele, kromosom, individu, dan populasi pada algoritma

genetika

Sumber: Zukhri, 2013

Hal penting yang harus diketahui dalam pemakaian Algoritma genetika

(Sutojo dkk, 2010):

1. Algoritma genetika adalah algoritma yang dikembangkan dari proses

pencarian solusi menggunakan pencarian acak, ini terlihat pada proses

pembangkitan populasi awal yang menyatakan sekumpulan solusi yang

dipilih secara acak.

2. Berikut ini pencarian dilakukan berdasarkan proses teori genetika yang

memperhatikan pemikiran bagaimana memperoleh individu yang lebih

baik, sehingga dalam proses evaluasi dapat diharapkan diperoleh individu

yang baik.

Individu 1

Individu 2

Gen1 Gen2 Gen3 Gen4 Gen5 Gen Allele

Kromosom 1 Kromosom 2 Kromosom 3

1 1 0 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 0

1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1

Populasi

24

2.2.3.2 Komponen Utama Algoritma Genetika

Siklus algoritma genetika yang digambarkan pada gambar 2.12 Pada siklus

ini dimulai dari membuat populasi awal secara acak, kemudian setiap individu

dihitung nilai fitnessnya. Peoses berikutnya adalah menyeleksi individu terbaik,

kemudian dilakukan cross-over dan dilanjutkan oleh proses mutasi sehingga

terbentuk populasi baru. Selanjutnya populasi baru ini mengalami siklus yang

sama dengan populasi sebelumnya. Proses ini berlanjut hingga generasi ke-n.

Gambar 2.12 Siklus Algoritma genetika oleh David Goldberg

Sumber: Zukhri, 2013

Ada beberapa komponen algoritma genetika yang perlu diketahui

sebelum pembuatan program diantaranya yaitu (Zukhri, 2013):

1. Teknik Pengkodean

Teknik pengkodean adalah bagaimana mengodekan gen dari kromosom,

dimana gen merupakan bagian dari kromosom. Satu gen biasanya akan

mewakili satu variable. Agar dapat diproses melalui algoritma genetik,

maka alternative solusi tersebut harus dikodekan terlebih dahulu kedalam

bentuk kromosom. Masing-masing kromosom berisi sejumlah gen yang

mengodekan informasi yang disimpan didalam kromosom. Gen dapat

direpresentasikan dalam bentuk : bit, bilangan real, daftar aturan, elemen

permutasi, elemen program atau representasi lainnya yang dapat

diimplementasikan untuk operator genetika (Sutojo dkk, 2010).

Seleksi Individu Evaluasi Fitness Populasi Awal

Populasi Baru Reproduksi:

Cross-over dan Mutasi

25

2. Membangkitkan Populasi Awal

Membangkitkan populasi awal adalah proses membangkitkan sejumlah

individu secara acak atau melalui procedure tertentu. Ukuran untuk

populasi tergantung pada masalah yang akan diselesaikan dan jenis operator

genetika yang akan diimplementasikan. Setelah ukuran populasi ditentukan,

kemudian dilakukan pembangkitan populasi awal.

Teknik dalam pembangkitan populasi awal ini ada beberapa cara, diantaranya

adalah sebagai berikut:

a. Seperti pada metode random seach, pencarian solusi dimulai dari

suatu titik uji tertentu. Titik uji tersebut dianggap sebagai alternative solusi

yang disebut sebagai populasi.

b. Random Generator

Random generator adalah melibatkan pembangkitan bilangan random

untuk nilai setiap gen sesuai dengan representasi kromosom yang

digunakan.

c. Pendekatan tertentu (memasukan nilai tertentu kedalam gen) Cara ini

adalah dengan memasukan nilai tertentu kedalam gen dari populasi

awal yang dibentuk.

d. Permutasi Gen

Cara ini adalah penggunaan permutasi josephus dalam permasalahan

kombinatorial seperti TSP.

3. Fungsi fitness

Suatu individu atau kromosom dievaluasi berdasarkan suatu fungsi

tertentu sebagai ukuran performasinya. Fungsi yang digunakan untuk

mengukur nilai kecocokan atau derajat optimalitas suatu kromosom

disebut dengan fitness function. Nilai yang dihasilkan dari fungsi tersebut

menandakan seberapa optimal solusi yang diperoleh. Nilai yang dihasilkan

oleh fungsi fitness merepresentasikan seberapa banyak jumlah persyaratan

yang dilanggar, sehingga dalam kasus penjadwalan perkuliahan semakin

kecil jumlah pelanggaran yang dihasilkan maka solusi yang dihsilkan akan

semakin baik.

26

4. Seleksi

Setiap kromosom yang terdapat dalam populasi akan melalui proses seleksi

untuk dipilih menjadi orang tua. Sesuai dengan teori Evolusi Darwin

maka kromosom yang baik akan bertahan dan menghasilkan keturunan yang

baru untuk generasi selanjutnya.

Ada beberapa metode seleksi, yaitu (Zukhri, 2013):

a. Seleksi Roulette Wheel

Model seleksi ini merupakan model yang paling besar variansinya.

Munculnya individu superior sering terjadi pada model ini, sehingga perlu

strategi lain menangani hal ini.

Gambar 2.13 Roulette wheel

Sumber: Zukhri, 2013

b. Seleksi Rangking

Seleksi ini memperbaiki proses seleksi yang sebelumnya yaitu

roulette wheel karena pada seleksi tersebut kemungkinan selain satu

kromosom mempunyai nilai fitness yang mendominasi hingga 90%

bisa terjadi. Sehingga nilai fitness yang lain akan mempunyai

kemungkinan yang sangat kecil untuk terpilih. Seleksi rangking

dipakai untuk mengatasi masalah di atas, pertama-tama, diurutkan

seluruh kromosom berdasarkan bagus-tidaknya solusi berdasarkan nilai

fitness-nya. Setelah diurutkan, kromosom terburuk diberi nilai fitness

baru sebesar 1, kromosom kedua terburuk diberi nilai fitness baru

27

sebesar 2, dan seterusnya. Kromosom terbaik diberi nilai fitness baru

sebesar n dimana n adalah banyak kromosom dalam suatu populasi.

Gambar 2.14 Seleksi sebelum dirangking

Sumber: Zukhri, 2013

Gambar 2.15 Seleksi sesudah dirangking

Sumber: Zukhri, 2013

c. Seleksi Steady State

Metode ini tidak banyak digunakan dalam proses seleksi karena dilakukan

dengan mempertahankan individu yang terbaik. Pada setiap generasi, akan

dipilih beberapa kromosom-kromosom yang memiliki nilai fitness

terburuk akan digantikan dengan offspring yang baru. Sehingga pada

generasi selanjutnya akan terdapat beberapa populasi yang dipertahankan.

d. Seleksi Turnamen

Merupakan metode seleksi lainnya yang didasari fenomena alamiah seperti

turnamen antar individu dalam populasi. Dilakukan dengan memilih secara

28

acak beberapa kromosom dari populasi. Individu-individu yang

terbaik dalam kelompok ini akan diseleksi sebagai induk.

e. Truncation Random

Metode ini lebih mudah diterapkan jika dibandingkan dengan metode

Roulette Wheel, pemilihan kromosom dilakukan secara acak tetapi

tidak semua kromosom mendapatkan kesempatan tersebut, hanya

kromosom terbaik saja yang berpeluang.

5. Cross-Over atau Kawin Silang

Proses kawin silang adalah salah satu operator penting dalam algoritma

genetika, metode dan tipe crossover yang dilakukan tergantung dari encoding

dan permasalahan yang diangkat. Ada beberapa cara yang bisa digunakan

untuk melakukan crossover sesuai dengan encodingnya sebagai berikut

(Zukhri, 2013):

a. Binary encoding

Crossover satu titik

Memilih satu titik tertentu, selanjutnya nilai biner sampai titik

crossovernya dari induk pertama digunakan dan sisanya

dilanjutkan dengan nilai biner dari induk kedua.

Contoh

11001011 + 11011111 = 11001111

Crossover dua titik

Memilih dua titik tertentu, lalu nilai biner sampai titik crossover

pertama pada induk pertama digunakan, dilanjutkan dengan nilai biner

dari titik sampai titik kedua dari induk kedua, kemudian sisanya

dilanjutkan nilai biner dari titik kedua induk pertama lagi.

Contoh:

11001011 + 11011111 = 11011111

Crossover uniform

Nilai biner yang digunakan dipilih secara random dari kedua induk.

Contoh

11001011 + 11011111 = 11011111

29

Crossover aritmatka

Suatu operasi aritmatika digunakan untuk menghasilkan offspring yang

baru.

Contoh:

11001011 + 11011111 = 11001001 (AND)

b. Permutation encoding

Memilih satu titik tertentu, nilai permutation sampai titik crossover. Pada

induk pertama digunakan lalu sisanya dilakukan scan terlebih dahulu, jika

nilai permutasi pada induk kedua belum ada pada offspring nilai tersebut

ditambahkan.

Contoh:

(123456789) + (453689721) = 12345689

c. Value encoding

Semua metode crossover pada binary crossover bisa digunakan.

d. Tree encoding

Memilih satu titik tertentu dari tiap induk, dan menggunakan tree dibawah

titik pada induk pertama dan tree dibawah induk kedua.

6. Mutasi

Mutasi merupakan proses mengubah nilai dari satu atau beberapa gen dalam

suatu kromosom. Mutasi ini berperan untuk menggantikan gen yang hilang

dari populasi akibat seleksi yang memungkinkan munculnya kembali gen

yang tidak muncul pada inisialisasi populasi. Beberapa cara operasi mutasi

yang diterapkan dalam algoritma genetika, antara lain:

a. Mutasi dalam pengkodean biner.

Mutasi pada pengkodean biner merupakan operasi yang sangat sederhana.

Proses yang dilakukan adalah menginversi nilai bit pada posisi

tertentu yang dipilih secara acak pada kromosom.

Contoh.

Kromosom sebelum mutasi : 1 0 0 1 0 1 1 1

Kromosom sesudah mutasi : 1 0 0 1 0 0 1 1

30

b. Mutasi dalam pengkodean permutasi.

Proses mutasi yang dilakukan pengkodean biner dengan mengubah

langsung bit pada kromosom tidak dapat dilakukan pada pengkodean

permutasi karena konsistensi urutan harus diperhatikan, salah satu

cara yang dapat dilakukan adalah dengan memilih dua posisi dari

kromosom dan kemudian nilainya saling tukar.

Contoh:

Kromosom sebelum mutasi : 1 2 3 4 6 5 8 7 9

Kromosom sesudah mutasi : 1 2 7 4 6 5 8 3 9

c. Mutasi dalam pengkodean nilai

Proses mutasi dalam pengkodean nilai dapat dilakukan dengan

berbagai cara, salah satunya yaitu dengan memilih sembarang posisi

gen pada kromosom, nilai yang ada tersebut kemudian ditambah atau

dikurangi dengan suatu nilai terkecil tertentu yang diambil secara acak.

Contoh mutasi dalam pengkodean nilai riil dengan yang ditambahkan atau

dikurangkan adalah 0,1

Contoh:

Kromosom sebelum mutasi : 1,43 1,09 4,51 9,11 6,94

Kromosom sesudah mutasi : 1,43 1,19 4,51 9,01 6,94

d. Mutasi dalam pengkodean pohon

Mutasi dalam pengkodean pohon dapat dilakukan antara lain dengan cara

mengubah operator ( +, -, *, / ) atau nilai yang terkandung dalam

suatu verteks pohon yang dipilih. Atau dapat juga dilakukan dengan

memilih dua verteks dari pohon dan saling mempertukarkan operator atau

nilainya.

7. Kondisi Selesai

Jika kondisi telah terpenuhi, maka algoritma genetika akan menghentikan

proses pencariannya, tetapi jika belum terpenuhi maka algoritma genetika

akan kembali ke evaluasi fitness.

31

2.2.5 Penerapan Logika Fuzzy dan Algoritma Genetika pada Optimasi

Penempatan Recloser

2.2.5.1 Penerapan Fuzzy

Pada optimasi penempatan recloser, logika fuzzy digunakan untuk

mendapatkan 5 kandidat section terbaik yang dipengaruhi oleh jumlah pelanggan.

Section-section yang memiliki data ekstrim yang umumnya ada pada ujung dan

pangkal penjulang akan dieliminasi, karena jika dimasukan ke proses seleksi pada

algoritma genetika dapat mengakitbatkan optimum local. Proses kerja fuzzy untuk

mendapatkan kandidat section terbaik akan dijelaskan sebagai berikut:

1. Membership Function

Rumus dari kurva segitiga digunakan pada fungsi keanggoataan pelanggan x

dapat dilihat pada gambar 2.16 dan untuk fungsi keanggotaan pelanggan y

dapat dilihat pada gambar 2.17 yang masing-masing memiliki 5 himpunan

fuzzy.

Gambar 2.16 Fungsi keanggotaan variable pelangganx

32

Gambar 2.17 Fungsi keanggotaan variable pelanggany

Gambar 2.18 Fungsi keanggotaan variable nilai kandidat

Keterangan:

SB = Sangat Banyak b = Bagus

B = Bannyak s = Sedang

S = Sedang j = jelek

J = Jarang

SJ = Sangat Jarang

33

2. Fuzzyfikasi

Proses fuzzyfikasi untuk mendapatkan nilai keandalan terdapat 3 variabel

fuzzy yaitu berupa 2 masukan dan 1 keluaran yang dapat dirumuskan menjadi

fungsi keanggotaan seperti berikut:

Variabel pelanggan x; terdiri dari 5 himpunan fuzzy, yaitu SB, B, S, J dan SJ

(Gambar 2.16)

[ ] {

[ ] {

[ ] {

⁄ ⁄

[ ] {

⁄ ⁄

[ ] {

⁄ ⁄

Variabel pelanggan y; terdiri dari 5 himpunan fuzzy, yaitu SB, B, S, J dan SJ

(Gambar 2.17)

[ ] {

[ ] {

[ ] {

[ ] {

34

[ ] {

Variabel nilai kandididat; terdiri dari 5 himpunan fuzzy, yaitu SB, B, S, J dan

SJ (Gambar2.18)

[ ] {

[ ] {

⁄ ⁄

[ ] {

⁄ ⁄

Keterangan :

x = pelanggan x (input)

y = pelanggan y (input)

z = nilai kandidat (output)

3. Basis pengetahuan fuzzy

Aturan-aturan dari basis pengetahuan fuzzy yang digunakan untuk

menentukan nilai kandidat dapat dilihat pada gambar 2.19.

Gambar 2.19 Aturan-aturan pada basis pengetahuan fuzzy

35

4. Mesin inferesi

Untuk respon dengan input pelanggan x dan pelanggan y pada mesin

inferesnsi dapat dilihat pada table berikut:

Tabel 2.1 Rule pada mesin inferensi

Pelanggany

SB B S J SJ Pelangganx

SB j j j j j

B j s s s j

S j s b s j

J j s s s j

SJ j j j j j

Setelah didapatkan aturan-aturan dalam proses inferensi, maka proses

selanjutnya adalah merubah nilai-nilai linguistik tersebut kembali ke nilai pasti

(Cripst Output) melaui proses defuzzifikasi metode titik tengah.

5. Defuzzyfikasi

Pada defuzzyfikasi menggunakan metode titik tengah dengan persamaan

sebagai berikut (Sutojo dkk, 2010):

∫ ......................................................................................... 2.19

Keterangan:

Z = Tingkat keandalan (Output Crispt)

= Nilai fungsi keanggotaan

z = Nilai tingkat keandalan dari hasil inferensi pada fungsi keanggotaan

36

Gambar 2.20 Proses defuzzyfikasi metode titik tengah pada software MATLAB

2.2.5.2 Penerapan Algoritma Genetika

1. Membangkitkan populasi

Sebelum membangkitkan populasi, terlebih dahulu menentukan jumlah

individu dalam populasi tersebut. Pada penerapannya pada menentukan letak

recloser jumlah individu yang dipakai adalah jumalah section dalam suatu

penyulang. Untuk kromosom-kromosomnya dipakai nilai SAIDI dan SAIFI

pada section-section tersebut. Nilai gen penyusun krosom digunakan nilai laju

kegagalan, ketidaktersediaan dan waktu perbaikan sesuai dengan rumus

penyusun SAIDI dan SAIFI. Untuk fungsi objektif penyelesaian optimasi ini

dapat dilihat pada rumus berikut:

………………………. 2.21

37

…………………………………..2.22

Kumpulan dari individu-individu awal ini akan disebut populasi ke-0. Setiap

individu dari populasi ke-0 akan dicari nilai fitnessnya.

2. Nilai fitness

Nilai fitness menyatakan nilai dari fungsi tujuan. Tujuan dari algoritma

genetika sendiri adalah memaksimalkan nilai fitness. Jika yang dicari nilai

maksimal, maka nilai fitness adalah nilai dari fungsi itu sendiri tetapi jika

yang dicari adalah nilai minimal, maka nilai fitness merupakan nilai invers

dari nilai fungsi itu sendiri. Fungsi fitness untuk penyelesaian optimasi

penempatan recloser dapat dirumuskan sebagai berikut:

................................................................................... 2.23

Setelah dihitung dengan rumus diatas maka akan mendapatkan populasi baru

yang akan dinamakan populasi pertama. Hasil yang diperoleh akan proses

seleksi.

3. Linier Fitness Rangking (LFR)

Linier fitness rangking bertujuan untuk menghindari terjadinya konvergensi

premature yang disebabkan oleh suatu individu memiliki nilai fitness paling

tinggi yang memproduksi banyak anak pada generasi tertentu melalui proses

pindah silang dan mutasi yang dapat menghasilkan lokal optimum. Untuk

melakukan penskalaan nilai-nilai fitness dapat digunakan persamaan berikut

(Sutojo dkk, 2010):

(

)…………………………….2.24

Keterangan:

LFR(n) = nilai LFR individu ke-n

N = jumlah individu dalam populasi

R(n) = rangking individu ke-n setelah diurutkan dari nilai fitness

terbesar hingga terkecil.

fmax = nilai fitness tertinggi

fmin = nilai fitness terendah

38

4. Roulette wheel

Roulette wheel merupakan metode seleksi yang paling sering digunakan

dengan masing-masing individu menempati potongan lingkaran roda secara

proposional sesuai nilai fitnessnya. Pemilihan orang tua dilakukan secara acak

dengan membangkitkan bilangan random. Jika probabilitas individu ke-n <

bilangan random, maka individu ke-n terpilih sebagai orang tua. Nilai

probabilitas dapat dicari dengan rumus (Zainudin Zukhri, 2013):

............................................. 2.25

Seleksi digunakan untuk memilih dua buah individu yang akan dijadikan

orang tua, kemudian dilakukan proses pindah silang untuk mendapatkan

keturunan baru.

5. Pindah Silang (Cross over)

Sebuah individu yang mengarah pada solusi optimal bisa diperoleh melalui

proses pindah silang, dengan catatan bahwa proses cross over hanya bisa

dilakukan jika sebuah bilangan random (r) dalam interval [0 1] yang

dibangkitkan nilainya lebih kecil dari probabilitas tertentu, dengan kata lain r

< probabilitas. Nilai probabilitas biasanya mendekati 1. Untuk gen bertipe data

real cara pindah silang digunakan rumus berikut (T. Sutojo dkk, 2010):

....................................................... 2.27

) ....................................................... 2.28

Keterangan :

x = Gen

T = Posisi gen yang mengalami mutasi

r = Bilangan random [0 1]

6. Mutasi

Mutasi dilakukan untuk semua gen yang terdapat pada individu, jika bilangan

random yang dibangkitkan lebih kecil dari probabilitas mutasi (p) yang

39

ditentukan. Umumnya nilai p diset = 1/N, dengan N adalah jumlah gen dalam

invidu.

Untuk gen yang mempunyai tipe data real, mutasi dilakukan dengan cara

menggeser nilai gen termutasi (pada posisi T, dengan T = random) sebesar

bilangan bilangan kecil yang ditentukan dalam interval [0 1]. Nilai gen yang

baru dapat dicari melalui rumus berikut:

......................................................................................... 2.29

7. Penggantian Populasi

Penggantian populasi dimaksudkan bahwa semua individu awal dari satu

generasi diganti oleh individu baru hasil dari proses pindah silang dan mutasi.

Setelah dilakukan penggantian populasi, maka populasi baru ini disebut

generasi kedua dan siap dproses lagi hingga generasi ke-n.