BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, TEORI, DAN MODEL … · korelasi antara pariwisata dan keberagamaan...

46
29 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, TEORI, DAN MODEL PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka Ada beberapa alasan yang menyebabkan kajian pustaka itu dipandang penting dilakukan dalam suatu penelitian. Beberapa alasan itu, antara lain bahwa kajian pustaka merupakan salah satu langkah dalam melakukan penelitian untuk mendapatkan bahan-bahan pembanding atau sumber rujukan yang valid dalam melakukan penelitian. Ada dua macam pustaka yang digunakan dalam kajian pustaka, yaitu pustaka hasil penelitian dan pustaka konseptual. Pustaka hasil penelitian dipandang sebagai pustaka yang paling valid sehingga dalam suatu penelitian sedapat mungkin diupayakan agar didapatkan hasil penelitian terbaru terkait dengan penelitian yang akan dilaksanakan. Kajian pustaka hasil penelitian terbaru, baik yang dilakukan oleh orang lain maupun diri sendiri, dianggap penting diacu atau dirujuk karena hasil penelitian terbaru itu dipercaya memuat data-data mutahir. Itulah antara lain alasan menjadikan hasil penelitian orang lain atau hasil penelitian sendiri yang terbaru dan relevan dengan penelitian yang akan dilaksanakan layak dirujuk. Kajian pustaka juga dipandang penting dilakukan untuk menghindari terjadinya pengulangan topik bahasan penelitian yang sama, baik dilakukan oleh peneliti yang sama maupun peneliti yang lainnya. Kajian pustaka juga dipandang penting karena dalam kajian tersebut sekaligus akan ditemukan

Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, TEORI, DAN MODEL … · korelasi antara pariwisata dan keberagamaan...

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, TEORI, DAN MODEL … · korelasi antara pariwisata dan keberagamaan umat Hindu di Ubud. Hasil penelitian tersebut dan pendapat MacRae tentang perkembangan

29

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, TEORI, DAN MODEL PENELITIAN

2.1 Kajian Pustaka

Ada beberapa alasan yang menyebabkan kajian pustaka itu dipandang

penting dilakukan dalam suatu penelitian. Beberapa alasan itu, antara lain

bahwa kajian pustaka merupakan salah satu langkah dalam melakukan

penelitian untuk mendapatkan bahan-bahan pembanding atau sumber rujukan

yang valid dalam melakukan penelitian. Ada dua macam pustaka yang

digunakan dalam kajian pustaka, yaitu pustaka hasil penelitian dan pustaka

konseptual. Pustaka hasil penelitian dipandang sebagai pustaka yang paling

valid sehingga dalam suatu penelitian sedapat mungkin diupayakan agar

didapatkan hasil penelitian terbaru terkait dengan penelitian yang akan

dilaksanakan. Kajian pustaka hasil penelitian terbaru, baik yang dilakukan

oleh orang lain maupun diri sendiri, dianggap penting diacu atau dirujuk

karena hasil penelitian terbaru itu dipercaya memuat data-data mutahir. Itulah

antara lain alasan menjadikan hasil penelitian orang lain atau hasil penelitian

sendiri yang terbaru dan relevan dengan penelitian yang akan dilaksanakan

layak dirujuk.

Kajian pustaka juga dipandang penting dilakukan untuk menghindari

terjadinya pengulangan topik bahasan penelitian yang sama, baik dilakukan

oleh peneliti yang sama maupun peneliti yang lainnya. Kajian pustaka juga

dipandang penting karena dalam kajian tersebut sekaligus akan ditemukan

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, TEORI, DAN MODEL … · korelasi antara pariwisata dan keberagamaan umat Hindu di Ubud. Hasil penelitian tersebut dan pendapat MacRae tentang perkembangan

30

persamaan dan perbedaan antara penelitian yang sedang dilakukan dan

penelitian sebelumnya. Dari hasil kajian pustaka yang dilakukan, maka hasil

penelitian terdahulu yang relevan dapat dipakai sebagai acuan dan

pembanding dalam menganalisis data pada penelitian yang sedang dilakukan.

Terkait dengan penelitian tentang “Pemertahanan Agama Hindu di Desa Adat

Kuta” dikaji beberapa pustaka sebagaimana uraian di bawah ini.

Rawat (2010) dalam disertasi berjudul “Bali Arts Festival as a Tourist

Attracion: Retrospect and Prospect”, Department of Philosophy, Burdwan

University, West Bengal, India, ia menyimpulkan ada sebelas point simpulan

yang berkaitan dengan Pesta Kesenian Bali dalam hubungannya dengan

Pulau Bali sebagai tempat tujuan wisata utama wilayah di Indonesia. Di

antara sebelas simpulan tersebut ada tiga poin penting simpulan Rawat yang

terkait dengan penelitian ini, yaitu poin 3, 4, dan 5, yaitu sebagai berikut.

The Bali Arts Festival offers all sorts of products (e.g. arts parades

and customary, arts performance, arts competitions, arts exhibitions

and cultural discussion), each entire to a particular regencies and

municipality in Bali. This diversity in unity provides the necessary

ingredient to spice the uniqueness of the Bali Arts Festival locally,

both national and international.

Bali Arts Festival is a unique element of Indonesia especially the

Island of Bali tourism product, the originality and the variety of

different arts form provides a special experience for the tourists and a

powerful promotional tool for both national and international

marketing.

Since the photos and films presenting Bali Arts Festival, objects and

scenes of traditional events play an important role in the visual

representation of Indonesia especially the Island of Bali, tourist

develop their expectations accordingly before their trip. Therefore,

the animated and inanimate forms of Bali Arts Festival remain the

significant elements of the tourist supply because Bali develops

cultural tourism (Rawat, 2010:322).

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, TEORI, DAN MODEL … · korelasi antara pariwisata dan keberagamaan umat Hindu di Ubud. Hasil penelitian tersebut dan pendapat MacRae tentang perkembangan

31

Penelitian Rawat (2010) berbeda dengan penelitian ini. Rawat

memfokuskan penelitian pada Pesta Kesenian Bali yang memiliki daya tarik

dan pengaruh sangat signifikan terhadap bisnis pariwisata, sedangkan

penelitian ini terfokus pada upaya pemertahan agama Hindu dari pengaruh

globalisasi yang diakibatkan oleh dunia pariwisata Bali. Persamaan penelitian

Rawat dengan penelitian ini adalah sama-sama terkait dengan aktivitas serta

efek positif dan negatifnya. Rawat hanya melihat aspek positif Pesta

Kesenian Bali sebagai alat untuk menggaet para wisatawan sebanyak

mungkin datang ke Bali, sedangkan penelitian ini mengkaji efek positif dan

negatif dunia pariwisata dalam hubungannya dengan pemertahanan agama

Hindu.

Kontribusi penting penelitian Rawat terhadap penelitian ini adalah

bahwa Bali benar-benar sebagai tempat yang lazim disebut dengan sebutan

kampung global atau kampung tourist yang didatangi dan ditempati oleh

berbagai suku bangsa dari seluruh dunia. Situasi dan kondisi seperti ini akan

mendatangkan berbagai pengaruh, baik pengaruh positif maupun pengaruh

negatif. Pengaruh positif yaitu adanya peningkatan pendapatan daerah yang

berdampak pada kesejahteraan masyarakat pada umumnya dan pihak yang

berbisnis di bidang pariwisata. Sebaliknya, pengaruh negatif adalah

terjadinya perubahan cara hidup atau pola hidup atau juga gaya hidup yang

seakan-akan semakin meninggalkan nilai-nilai budaya dan religiusitas.

Dalam hal tersebut penerapan ajaran agama Hindu sebagai napas pariwisata

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, TEORI, DAN MODEL … · korelasi antara pariwisata dan keberagamaan umat Hindu di Ubud. Hasil penelitian tersebut dan pendapat MacRae tentang perkembangan

32

Bali akan mendapat tantangan luar biasa dari hari ke hari dalam jangka

panjang.

Ardika dkk. (2003) dalam laporan penelitian yang berjudul “Dampak

Ekonomi, Sosial, dan Budaya Tragedi Peledakan Bom terhadap Masayarakat

Kuta dan Sekitarnya” menguraikan bahwa keberadaan sekaa-sekaa, aktivitas

kesenian, dan keagamaan setelah tragedi bom 12 Oktober 2002 tetap

terlaksana seperti sediakala. Ardika dkk. tidak mengungkap keterkaitan

sekaa-sekaa dan aktivitas kesenian sebagai strategi dan upaya pemertahanan

agama Hindu di Kuta walaupun diperoleh gambaran dan informasi bahwa

kegiatan sekaa-sekaa dan kesenian yang tumbuh dibina oleh Desa Adat Kuta.

Sementara penelitian ini mengasumsikan bahwa pembinaan sekaa-sekaa oleh

desa adat merupakan salah satu upaya tak langsung dari strategi

pemertahanan agama Hindu dan tradisi keagamaan di Desa Adat Kuta

mengingat kehidupan sekaa-sekaa tersebut dinapasi oleh agama Hindu.

Penelitian (tesis) Prameswari (2005) pada Program Magister Kajian

Pariwisata Universitas Udayana dengan judul “Faktor-Faktor Pendorong dan

Penarik Wisatawan Memilih Bali sebagai Daerah Tujuan Wisata”

menemukan bahwa budaya masyarakat yang unik merupakan faktor dominan

yang mendorong dan menarik wisatawan memilih Bali sebagai daerah tujuan

wisata. Dapat menyaksikan keunikan budaya dan mengikuti tradisi seperti

ritual keagamaan masyarakat lokal menjadi kebanggaan tersendiri bagi

wisatawan karena hal tersebut berkaitan dengan citra diri, status, dan

pengembangan pribadi ketika mereka kembali ke negaranya setelah berlibur

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, TEORI, DAN MODEL … · korelasi antara pariwisata dan keberagamaan umat Hindu di Ubud. Hasil penelitian tersebut dan pendapat MacRae tentang perkembangan

33

di Bali. Mereka akan dikagumi oleh masyarakat lingkungannya jika bisa

bercerita banyak tentang berbagai hal yang dilihat dan dilakukan selama

berwisata di Bali. Prameswari tidak meneliti lebih jauh tentang bagaimana

strategi krama Desa Adat Kuta melestarikan modal budaya itu menjadi daya

tarik wisata. Dengan demikian, relevansi hasil penelitiannya dengan

penelitian ini adalah hanya memberikan penegasan tentang modal budaya

menjadi daya tarik wisata,

Hasil penelitian MacRae (1997) berjudul “Economy, Ritual and

History in Balinese Tourist Town”. Hasil penelitian yang dilakukan di

kawasan wisata Ubud menunjukkan bahwa berkat berkembangnya

perekonomian masyarakat sebagai dampak positif pariwisata aktivitas

keberagamaan atau ritual di Ubud tampak semakin meriah. Tempat suci ( the

niskala landscape), seperti pura, merajan/sanggah menjadi semakin terawat

dan bangunannya sangat bagus.

MacRae menyatakan “pariwisata dapat mendorong budaya mengalami

revitalisasi, konservasi, dan komodifikasi di samping sebagai sumber

(resource) untuk kepentingan pasar industri pariwisata itu sendiri dengan

memberikan kontribusi yang memadai”. Hal itu menunjukkan bahwa ada

korelasi antara pariwisata dan keberagamaan umat Hindu di Ubud. Hasil

penelitian tersebut dan pendapat MacRae tentang perkembangan pariwisata di

Bali memberikan inspirasi kepada peneliti untuk mendalami makna dan

dampak pemertahanan agama Hindu, baik bagi pembangunan maupun

perkembangan Desa Adat Kuta.

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, TEORI, DAN MODEL … · korelasi antara pariwisata dan keberagamaan umat Hindu di Ubud. Hasil penelitian tersebut dan pendapat MacRae tentang perkembangan

34

Sumadi (2010) dalam disertasi dengan judul “Modal Budaya sebagai

Dasar Pengembangan Pariwisata Desa Adat Kuta” melaporkan bahwa ritual--

ritual yang dilakukan di tempat-tempat terbuka sangat menarik bagi para

wisatawan. Penelitian Sumadi hanya mengungkap ketertarikan wisatawan

untuk menyaksikan prosesi ritual itu. Namun, tidak mengungkap faktor faktor

yang menyebabkan krama Desa Adat Kuta tetap melaksanakan ritual-ritual

itu yang merupakan bentuk pelestarian dan upaya pemertahanan agama

Hindu oleh krama Desa Adat Kuta. Sekalipun demikian, penelitian Sumadi

memberikan kontribusi kepada peneliti karena dalam laporan penelitiannya

juga diungkap sistem kerja dan strategi yang diterapkan oleh krama Desa

Adat Kuta untuk melaksanakan ritual agama.

Buku yang ditulis Picard (2006) dengan judul Bali Pariwisata Budaya

dan Budaya Pariwisata menguraikan interaksi orang Bali dengan wisatawan

dalam perkembangan pariwisata. Buku yang diterjemahkan oleh Jean

Couteau dan Warih Wisatsana dari judul aslinya “Bali: Tourisme Culturel et

Culture Touristique” ini dapat membuka wawasan untuk memahami dampak-

dampak konkret dari pelestarian tradisi keagamaan dan budaya terhadap

pengembangan pariwisata. Picard juga mengutip hasil penelitian McKean

(1973) yang menyatakan bahwa dalam perkembangan pariwisata di Bali

terjadi involusi budaya (cultural involution). Istilah cultural involution

dipinjam dari Clifford Geertz, yakni orang Bali ingin menjadi modern

bersamaan dengan melestarikan budayanya. Oleh karena itu, masyarakat Bali

memang membutuhkan uang para wisatawan yang menjadi wahana

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, TEORI, DAN MODEL … · korelasi antara pariwisata dan keberagamaan umat Hindu di Ubud. Hasil penelitian tersebut dan pendapat MacRae tentang perkembangan

35

modernisasi. Pernyataan McKean ini perlu diuji mengingat perubahan terus

terjadi seirama dengan dinamika perkembangan pariwisata global. Dalam

pariwisata budaya, para wisatawan tertarik terhadap manifestasi budaya

setempat, sementara masyarakat bersangkutan yang merupakan pelaku

industri pariwisata, yang sangat memerlukan dukungan wisatawan. Interaksi

antara wisatawan dan orang Bali meliputi interaksi langsung, baik secara

lisan atau melalui kegiatan bisnis maupun melalui presentasi produk budaya

kepada wisatawan asing dan wisatawan domestik dengan imbalan berupa

uang. Kedua belah pihak merasa diuntungkan karena wisatawan mendapatkan

pengalaman estetis yang tidak ternilai harganya, sedangkan orang Bali

sebagai pelaku budaya mendapatkan peningkatan penghasilan. Dengan

menyajikan produk budaya mereka kepada wisatawan, orang Bali dipertajam

jati diri budayanya, diperkuat posisinya, baik dalam tataran nasional

Indonesia maupun dunia. Picard belum mengkaji faktor-faktor yang

menyebabkan orang Bali khususnya krama Desa Adat Kuta selalu berinovasi

dalam kehidupan budaya dan terus berupaya melakukan pemertahanan agama

Hindu, termasuk strategi yang digunakannya. Kontribusinya terhadap

penelitian ini ialah menegaskan bahwa hubungan orang Bali dengan

wisatawan saling ketergantungan.

Putri Noviasih (2009) dalam skripsi berjudul “Resistensi Masyarakat

Hindu di Desa Adat Kuta terhadap Dampak Perkembangan Pariwisata”

mengungkap beberapa aspek resistensi krama Desa Adat Kuta yang

diupayakaan melalui bidang agama, seni budaya, sosial, dan ekonomi. Semua

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, TEORI, DAN MODEL … · korelasi antara pariwisata dan keberagamaan umat Hindu di Ubud. Hasil penelitian tersebut dan pendapat MacRae tentang perkembangan

36

itu dilakukan untuk mengantisipasi dampak negatif kepariwisataan di Kuta

dengan melibatkan lembaga sosial seperti banjar, sekaa teruna, sekaa

pesantian, dan sanggar seni. Di samping itu, juga melalui kerja sama dengan

instansi pemerintah di tingkat kelurahan dan kecamatan. Laporan penelitian

Noviasih tidak mengungkap pemertahanan agama Hindu dan tradisi

keagamaannya di Desa Adat Kuta dikaitkan dengan faktor-faktor penyebab

upaya yang diterapkan oleh krama Desa Adat Kuta. Di pihak lain penelitian

Noviasih juga memberikan kontribusi kepada peneliti karena menyinggung

keterlibatan lembaga banjar, sekaa teruna dan sekaa pesantian dalam

kegiatan sosial keagamaan dan seni budaya demi tetap eksisnya agama Hindu

di Desa Adat Kuta.

Kajian terhadap beberapa pustaka hasil penelitian telah dilakukan.

selanjutnya dilakukan kajian pustaka konseptual. Hal itu dipandang penting

karena Bali sebagai daerah dengan berbagai keunikan memiliki tata kelola

wilayah dan tatanan pengorganisasian masyarakatnya berbeda dari daerah

lainnya di Indonesia, terutama tatanan kemasyarakatan umat Hindu yang

diatur oleh dua jenis aturan. Aturan-aturan yang berkaitan dengan

ketatanegaraan umat Hindu tunduk pada peraturan dinas, sedangkan terkait

dengan adat istiadat Bali dan perilaku beragama, umat Hindu tunduk kepada

hukum adat yang dituangkan dalam bentuk awig-awig desa adat atau desa

pakraman.

Diketahui bahwa kehidupan masyarakat Bali dewasa ini sangat

bergantung pada kepariwisataan termasuk industri pariwisata. Sebaliknya,

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, TEORI, DAN MODEL … · korelasi antara pariwisata dan keberagamaan umat Hindu di Ubud. Hasil penelitian tersebut dan pendapat MacRae tentang perkembangan

37

industri pariwisata juga sangat bergantung pada budaya Bali, sebab tidak

akan ada pariwisata di Bali jika tidak ada budaya Bali. Atas dasar itu dalam

kajian pustaka ini dianggap penting juga kajian pustaka terhadap UU RI

Nomor 10, Tahun 2009 yang berkaitan dengan kepariwisataan untuk

mengontrol, menjaga, dan mengendalikan agar industri pariwisata itu tetap

memenuhi ketentuan peraturan yang berlaku dan sesuai dengan kebutuhan

masyarakat Bali.

Dalam UU RI No. 10, Tahun 2009 tentang Kepariwisataan, khususnya

pada pasal 5 (Dinas Pariwisata Badung, 2013:93) disebutkan sebagai berikut.

“Kepariwisataan diselenggarakan dengan prinsip (a) menjunjung

tinggi norma agama dan nilai budaya sebagai pengejawantahan dari

konsep hidup dalam keseimbangan hubungan antara manusia dengan

Tuhan Yang Maha Esa; hubungan antara manusia dengan sesama

manusia; dan hubungan antara manusia dengan lingkungan; (b)

menjunjung tinggi hak asasi manusia, keragaman budaya, dan kearifan

lokal”.

Selain pasal 5 ayat tersebut juga yang berhubungan dengan pariwisata

di Bali adalah pasal 26 huruf a, yang menguraikan seperti di bawah ini.

“Setiap pengusaha pariwisata berkewajiban menjaga dan menghormati

norma agama, adat istiadat, budaya, dan nilai-nilai yang hidup dalam

masyarakat setempat. Pada pasal 27 ayat (2) menyatakan bahwa yang

dimaksud dengan “keunikan” adalah suatu keadaan atau hal yang

memiliki kekhususan/keistimewaan yang menjadi sasaran atau tujuan

kunjungan wisatawan, seperti relief candi, patung, dan rumah adat”.

Selain itu, juga pasal 61 UU No. 3, Tahun 1997 menguraikan sebagai berikut.

(1) Pemerintah mengakui, menghormati, dan melindungi hak-hak

masyarakat adat, masyarakat tradisional, dan kearifan lokal atas

wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang telah dimanfaatkan secara

turun-temurun. (2) Pengakuan hak-hak masyarakat adat, masyarakat

tradisional, dan kearifan lokal sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dijadikan acuan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil

yang berkelanjutan.

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, TEORI, DAN MODEL … · korelasi antara pariwisata dan keberagamaan umat Hindu di Ubud. Hasil penelitian tersebut dan pendapat MacRae tentang perkembangan

38

UU RI No. 10, Tahun 2009 tentang Kepariwisataan, khususnya pasal 5

secara langsung tidak memiliki persamaan dan perbedaan dengan penelitian

ini. Namun, secara tidak langsung UU tersebut memberikan arah pada

pembangunan kepariwisataan yang menjamin kelestarian adat dan budaya

Bali yang menjadi napas pariwisata di Bali. Desa Adat Kuta sebagai bagian

dari wilayah Bali, bahkan menjadi jantung pariwisata Bali dewasa ini jika

tidak diatur dengan undang-undang, akan terjadi ketimpangan yang tidak

diharapkan oleh semua pihak.

Selain UU No.10, Tahun 2009, UU No.3, Tahun 1997 tentang

Pemberdayaan dan Pelestarian serta Pengembangan Adat Istiadat, Kebiasaan-

Kebiasaan Masyarakat, dan Lembaga Adat di Daerah (Windia dkk.,

2003:137) penting juga diajukan pada bagian studi pustakan ini. Pada UU

No. 3, Tahun 1997 utamanya pada pasal 8 dinyatakan sebagai berikut.

“Lembaga adat berkedudukan sebagai wadah organisasi

permusyawaratan/ permufakatan kepala adat/ pemangku adat/ tetua

adat dan pemimpin/ pemuka-pemuka adat lainnya yang berada di luar

susunan organisasi pemerintah di Propinsi Dearah Tk. I, Kabupaten/

Kotamadya Daerah Tingkat II, Kecamatan dan atau Desa/ Kelurahan”.

Pada pasal 9 Undang-Undang No. 3 Th. 1997 disebutkan lembaga adat

mempunyai hak dan kewajiban sebagai berikut.

(a) Mewakili masyarakat adat keluar, yakni dalam hal-hal yang

menyangkut dan mempengaruhi adat; (b) mengelola hak-hak adat dan/

atau harta kekayaan adat untuk meningkatkan kemajuan dan taraf

hidup masyarakat ke arah yang lebih baik; (c) menyelesaikan

perselisih-an yang menyangkut perkara-perkara adat.

UU No. 10, Tahun 2009 dan UU No. 3, Tahun 1997 di atas tidak

memiliki persamaan dan perbedaan secara langsung dengan penelitian ini.

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, TEORI, DAN MODEL … · korelasi antara pariwisata dan keberagamaan umat Hindu di Ubud. Hasil penelitian tersebut dan pendapat MacRae tentang perkembangan

39

Namun, memiliki kontribusi sangat signifikan terhadap penelitian ini, yaitu

kedua UU tersebut memberikan pedoman kepada masyarakat Bali utamanya

umat Hindu untuk melakukan upaya-upaya pemertahanan tradisi, adat dan

budaya Bali agar adat, dan budaya Bali yang bersumber dari agama Hindu

tetap lestari.

Mengingat Desa Adat Kuta menjadi bagian dari wilayah Provinsi Bali,

Desa Adat Kuta harus tunduk pada Peraturan Daerah (Perda) terkait dengan

Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali Tahun 2009--2029 yang

ditetapkan oleh Gubernur Bali pada 28 Desember 2009. Upaya pemertahanan

masyarakat umat Hindu Desa Ada Kuta yang berbasis pada konsep tri hita

karana mendapat dukungan dari Peraturan Daerah Provinsi Bali ini yang juga

memuat tentang tri hita karana. Sebagaimana dituangkan dalam peraturan

tersebut, yaitu Bab I Bagian Pertama pada pasal 1 ayat (6) dinyatakan bahwa

tri hita karana adalah falsafah hidup masyarakat yang memuat tiga unsur

yang membangun keseimbangan dan keharmonisan hubungan manusia

dengan Tuhan; manusia dengan manusia; dan hubungan manusia dengan

lingkungan yang menjadi sumber kesejahteraan, kedamaian, dan kebahagiaan

bagi kehidupan manusia.

Upaya pemertahanan masayarakat Desa Adat Kuta juga sejalan dengan

peraturan di atas utamanya sebagaimana dinyatakan dalam Bab I Bagian

Kedua pasal 2 tentang Asas RT/RW, yaitu bahwa RT/RW didasarkan asas

berikut.

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, TEORI, DAN MODEL … · korelasi antara pariwisata dan keberagamaan umat Hindu di Ubud. Hasil penelitian tersebut dan pendapat MacRae tentang perkembangan

40

(a) tri hita karana, (b) sad kertih, (c) keterpaduan, (d) keserasian,

keselarasan dan keseimbangan, (e) keberlanjutan, (f) keberdayagunaan

dan keberhasilgunaan, (g) keterbukaan (h) kebersamaan dan kemitraan

(i) perlindungan kepentingan umum (j) kepastian hukum dan keadilan,

dan (k) akuntabilitas.

Peraturan Daerah Provinsi Bali sebagaimana uraian di atas tidak

memiliki persamaan dan perbedaan dengan penelitian ini. Namun, memiliki

kontribusi sangat signifikan terhadap penelitian ini sebab upaya-upaya

pemertahanan tradisi, adat, dan budaya Bali dijamin oleh peraturan, bahkan

diatur sedemikian rupa agar tetap lestari.

2.2 Konsep

Anonimous (2013) menguraikan bahwa konsep adalah konstruksi atau

bangun simbolis yang mempresentasikan beberapa ciri umum. Hal tersebut

terkait dengan ciri objek atau kejadian. Pendapat lain, yaitu Turner (1974)

menguraikan bahwa konsep adalah unsur-unsur abstrak yang menunjukkan

fenomena tentang suatu bidang studi atau bidang kajian tertentu. Hal ini

relevan dengan pandangan Banks (1977:85) yang menyatakan bahwa “a

concept is an abstract word or phrase that is useful for classifying or

categorizing a group of things, ideas, or events”, yang berarti bahwa „konsep

itu merupakan suatu kata atau frasa abstrak yang bermanfaat untuk

mengklasifikasikan atau menggolongkan sejumlah hal, gagasan, atau

peristiwa‟.

Berdasarkan uraian-uraian di atas diketahui bahwa pengertian konsep

merujuk pada suatu abstraksi, penggambaran sesuatu, baik yang konkret

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, TEORI, DAN MODEL … · korelasi antara pariwisata dan keberagamaan umat Hindu di Ubud. Hasil penelitian tersebut dan pendapat MacRae tentang perkembangan

41

maupun abstrak (baik tampak maupun tidak tampak) dapat berbentuk

pengertian atau definisi ataupun gambaran mental, atribut esensial suatu

kategori yang memiliki ciri-ciri esensial yang relatif sama. Ahli lain, yaitu

Koentjaraningrat (1977:1236) menguraikan bahwa konsep merupakan unsur

pokok suatu penelitian. Suatu konsep sesungguhnya adalah definisi secara

singkat dari sekelompok fakta atau gejala. Selanjutnya Koentjaraningrat

mengutip pandangan R. Marton bahwa konsep merupakan definisi dari apa

yang perlu diamati, konsep menentukan variabel-variabel mana yang

diinginkan adanya hubungan empiris.

Pendapat lain, yaitu Maulana (2003:239) menguraikan bahwa konsep

adalah ide umum, pengertian, pemikiran, rancangan, rencana dasar. Lebih

lanjut dikatakan bahwa kata konsep ini sama dengan kata konsepsi yang

berarti pengertian, pendapat, gambaran, angan, pikiran, ide dasar, gagasan

pokok. Penjelasan tersebut menunjukkan bahwa konsep diperlukan untuk

memahami suatu hal, keadaan, ataupun benda.

Dalam konteks penelitian tentang “Pemertahanan Agama Hindu di

Desa Adat Kuta sebagai Representasi Kampung Global” sebagaimana judul

penelitian ini, berikut diuraikan beberapa konsep untuk memahami secara

lebih jelas hal-hal yang berkaitan dengan objek penelitian ini.

2.2.1 Pemertahanan Agama Hindu

Konsep yang terkandung dalam kata-kata “pemertahanan agama

Hindu” akan dijelaskan sedemikian rupa agar dapat dipahami secara utuh.

Hal ini dianggap penting karena pada saat mendefinisikan kata demi kata

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, TEORI, DAN MODEL … · korelasi antara pariwisata dan keberagamaan umat Hindu di Ubud. Hasil penelitian tersebut dan pendapat MacRae tentang perkembangan

42

dibutuhkan banyak sumber yang tidak jarang ditemukan makna satu dengan

yang lainnya berbeda, utamanya tentang definisi kata agama. Kata agama

dalam banyak sumber kerap disamakan dengan dharma. Oleh sebab itu, pada

bagian ini akan ditelusuri kata demi kata agar diperoleh makna yang jelas.

Kata “pemertahanan” berasal dari kata dasar “tahan” sebagai kata

sifat, atau kata keadaan yang berarti dalam keadaan tetap (kedudukan dan

sebagainya) meskipun mengalami berbagai hal; tidak lekas rusak/berubah/

luntur/kalah; betah, dapat menyabarkan (menguasai) diri (Dep. Pendidikan

dan Kebudayaan, 1991:989). Kata dasar tersebut mendapatkan awalan “pe”

dan “me” yang menunjukkan tindakan, upaya sehingga kata “pemertahanan”

mengandung arti upaya atau tindakan agar keadaan tetap tidak berubah, kuat,

tidak luntur, tidak rusak esensinya meskipun mengalami berbagai hal atau

sanggup menderita atau menanggung sesuatu (Budiono, 2005:499). Lebih

lanjut dalam Dep. Pendidikan Nasional (2004:1375) disebutkan bahwa kata

“pemertahanan” berarti proses, cara, perbuatan mempertahankan.

Kata “agama” berarti “sistem, prinsip kepercayaan kepada Tuhan

dengan ajaran kebaktian dan kewajiban-kewajiban yang telah bertalian

dengan kepercayaan itu” (Dep. Pendidikan dan Kebudayaan, 1991:10). Astra

dkk. (1986:11 dan 83) menguraikan dua penulisan kata agama. Pertama,

yakni kata agama yang huruf a-gam-a (huruf a paling depan normal/pendek),

berarti “diam, tidak bergerak” yang maksudnya bahwa ajaran atau hal itu

tetap utuh, tidak berubah, kekal abadi. Kedua, kata āgama (huruf ā paling

depan adalah a dirgha atau a panjang) yang berarti datang mendekat, jalan,

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, TEORI, DAN MODEL … · korelasi antara pariwisata dan keberagamaan umat Hindu di Ubud. Hasil penelitian tersebut dan pendapat MacRae tentang perkembangan

43

tiba, pelajaran, ilmu pengetahuan, ajaran tradisi, yang mengandung makna

bahwa agama itu adalah jalan atau pelajaran untuk datang mendekat pada

tujuan agama, yakni Tuhan.

Punyatmadja (1992) menyamakan pengertian agama dengan dharma

dan menyatakan bahwa istilah agama di Indonesia telah dipakai sejak zaman

purba oleh umat Hindu (Śaiwapaksa) untuk menyatakan kitab sucinya, yang

selanjutnya kata agama dipakai sampai sekarang untuk menyatakan ajaran

kerohanian atau kepercayaan kepada Tuhan. Dinyatakan pula bahwa di India,

istilah dharma lebih populer digunakan untuk menyatakan ajaran kerohanian

(agama) sehingga ajaran kerohanian yang sempurna dan kekal abadi disebut

sanatanadharma. Kata dharma berasal dari bahasa Sanskerta dengan urat

kata “dhr” yang berarti menjunjung, memangku, mengatur, dan menuntun

sehingga dharma berarti sesuatu yang mengatur dan memelihara alam

semesta beserta segala isinya. Dharma juga dapat diartikan “kodrat” yang

mengatur alam, sedangkan untuk mengatur kehidupan manusia, dharma itu

berarti kewajiban, ajaran, atau peraturan-peraturan suci yang menuntun

manusia dalam menjalani kehidupan di dunia untuk mencapai kesempurnaan

berupa jagadhita dan moksa.

Lebih lanjut dalam buku Manawa Dharma Sastra (Pudja dan Rai

Sudharta, 2004:31) diuraikan bahwa sumber dharma atau agama sebagai

berikut.

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, TEORI, DAN MODEL … · korelasi antara pariwisata dan keberagamaan umat Hindu di Ubud. Hasil penelitian tersebut dan pendapat MacRae tentang perkembangan

44

idànim dharma pramànamyàha: wedo ’khilo dharma mulam smrtisìle ca tadwidàm.

àcarascaiwa sàdhùnàm àtmanastusþir ewa ca.(II.6)

Terjemahannya:

Seluruh pustaka suci Weda adalah sumber pertama dari dharma (agama),

kemudian adat istiadat atau tradisi luhur, dan lalu tingkah laku yang terpuji

dari orang-orang budiman yang memahami Weda, juga kebiasaan orang-

orang suci dan akhirnya kepuasan batin (budhi nurani) diri sendiri.

Atas kesaksian sloka kitab suci tersebut dapat dinyatakan bahwa

agama memuat ajaran yang disabdakan oleh Tuhan (Sang Hyang Widhi atau

Brahman). Di samping itu, juga memuat tradisi luhur (sadacara) berupa

kebiasaan hidup orang suci dan tingkah laku terpuji orang-orang budiman

yang ditradisikan oleh umat Hindu menjadi pedoman bagi umat dalam

menjalani kehidupan bermasyarakat dan berbangsa.

Di pihak lain Kadjeng (1970:12--13) dalam buku Sarasamuscaya 12,

menguraikan dharma (agama) sebagai berikut.

Yan paramarthanya, yan arthakama sadhyan,

dharma juga lekasakena rumuhun,

niyata katemwaning arthakama mena

tan paramartha wi katemwaning arthakama

dening anasar sakeng dharma (sloka, 12).

Terjemahannya :

Kalau tujuan terpenting, bila artha dan kama hendak dituntut, dharma

jugalah hendaknya dilakukan terlebih dulu, niat untuk mencapai artha

dan kama pasti akan tercapai nantinya. Tidak akan ada artinya artha

dan kama itu bila diperoleh menyimpang dari kebenaran (dharma/

agama)

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, TEORI, DAN MODEL … · korelasi antara pariwisata dan keberagamaan umat Hindu di Ubud. Hasil penelitian tersebut dan pendapat MacRae tentang perkembangan

45

Ikang dharma ngaranya,

hetuning mara ring swarga ika,

kadi gatining parahu,

an hetuning banyaga nentasing tasik (sloka, 14).

Terjemahannya :

Yang disebut dharma, penyebab menuju sampai ke surga itu,

seperti halnya sebuah perahu alat bagi pedagang menyeberangi laut

Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat ditegaskan bahwa dharma

atau agama merupakan tuntunan hidup yang memuat berbagai ketentuan

ataupun petunjuk yang menjadi pedoman dalam upaya manusia mencapai

kesejahteraan dan kebahagiaan hidup, baik di dunia (jagadhita) maupun di

akhirat kelak yang disebut moksa.

Pendit (1996:51, 87) menyatakan bahwa kehidupan manusia tidak

lepas dari suatu keyakinan tentang adanya kebenaran dan kekuatan di atas

dirinya yang diajarkan oleh agama dengan segala ritualnya, yang adakalanya

menganggap keyakinan kelompoknya lebih utama dibandingkan dengan yang

lain. Di dunia ini ada banyak keyakinan atau kepercayaan (agama) yang

dianut umat manusia, seperti Hindu, Islam, Kristen dan Budha. Dunia Barat

menyatakan bahwa Hindu merupakan agama yang berasal dari India yang

sampai sekarang dianut oleh sebagian besar penduduk India. Di samping itu,

juga dianut oleh penduduk di Asia Tenggara, Afrika, Amerika, Eropa, dan

tentunya juga di Nusantara. Sebagai ciri kehidupan umat beragama termasuk

umat Hindu ditandai dengan adanya unsur utama dalam agama tersebut,

seperti (a) keyakinan atau kepercayaan akan ajaran agamanya, (b) sadacara

atau tradisi leluhur dan etika moral, (c) serimonial dan ritual, (d) organisasi

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, TEORI, DAN MODEL … · korelasi antara pariwisata dan keberagamaan umat Hindu di Ubud. Hasil penelitian tersebut dan pendapat MacRae tentang perkembangan

46

dan lembaga spiritual (Parisadha), (e) emosi keagamaan, dan (f) mistik

transedental. Dengan demikian, umat Hindu memiliki tradisi keagamaan

sebagai ekspresi ajaran agama yang meliputi tattwa, susila (etika moral), dan

upacara/ ritual.

Endraswara (2003:162) mempersamakan religi dengan agama dan

menyatakan bahwa religi adalah agama yang berdasarkan wahyu Tuhan.

Dikatakan pula bahwa religi (agama) dalam arti luas meliputi variasi

pemujaan, spiritual, dan sejumlah praktik hidup yang telah bercampur dengan

budaya, seperti magi, nujum, serta penghormatan pada binatang dan benda-

benda tertentu. Lebih lanjut disebutkan bahwa religi yang disamakan dengan

agama menghendaki dan menjunjung tiga kebenaran utama, yaitu percaya

dengan adanya Tuhan, percaya kepada hukum kesusilaan alamiah, dan

percaya pada adanya roh abadi. Atas dasar itu maka bereligi atau beragama

akan menampakkan perilaku hidup susila, penghormatan pada budaya lokal,

termasuk menghormati, baik binatang-binatang tertentu maupun benda-benda

sakral. Sesungguhnya religi tidak sama dengan agama karena agama

bersumber dari sabda suci Tuhan yang terhimpun dalam pustaka suci,

sedangkan religi adalah suatu kepercayaan yang tumbuh dari dalam diri suatu

masyarakat terhadap tatanan dan kekuatan alam secara alamiah ikut

mengendalikan manusia. Dalam praktik keagamaan umat Hindu di Bali

dikenal adanya benda-benda sakral seperti pratima dengan tata cara upacara

dan perilaku umat Hindu dalam merawat pratima itu, baik secara sakala

niskala, lahiriah (materi), maupun batiniah (ritual).

Page 19: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, TEORI, DAN MODEL … · korelasi antara pariwisata dan keberagamaan umat Hindu di Ubud. Hasil penelitian tersebut dan pendapat MacRae tentang perkembangan

47

Selain pada benda sakral, umat Hindu di Bali juga menyayangi

binatang dan tumbuhan melalui pelaksanaan upacara Tumpek Uye

(pemeliharaan pada binatang), Tumpek Wariga (menyayangi tumbuhan).

Keyakinan dan perilaku umat seperti itu bukan keyakinan yang buta,

melainkan dilandasi tattwa seperti yang dinyatakan melalui mantram puja tri

sandhya bait II yang bermakna bahwa Tuhan dengan sebutan Narayana

adalah semua yang ada ini, baik yang telah ada maupun yang akan ada. Jadi ,

semua ini adalah beliau.

Sumber lain menyatakan bahwa “agama” adalah kepercayaan kepada

Tuhan dengan segala sesuatu yang bersangkut paut dengan itu. Dengan

demikian, kegiatan sembahyang, ber-yajnya, melakukan kebajikan

(subhakarma) kepada sesama manusia dan alam lingkungan adalah tindakan

beragama (Sindhu dkk., 1990:14).

Adiputra (2003:1) memperkuat keterangan tersebut dan menyatakan

bahwa kata agama berarti datang mendekat, maksudnya datang mendekat

kepada tujuan agama, yakni jagadhita (kesejahteraan dan kebahagaiaan

dunia) dan moksa kebahagiaan abadi di akhirat berupa bersatunya atman

(roh) dengan Tuhan (Sang Hyang Widhi atau Nining Bhatara). Ditegaskan

pula bahwa agama adalah keyakinan kepada Tuhan dengan segala sesuatu

yang bersangkut paut dengan keyakinan itu. Dengan demikian,

mempersembahkan sesaji, bersembahyang, berdoa, melagukan kidung suci,

melaksanakan kebajikan (subhakarma), ber-yajnya, melakukan upacara

panca yajnya termasuk upacara tiwah, upacara haruh, dan lain-lain yang

Page 20: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, TEORI, DAN MODEL … · korelasi antara pariwisata dan keberagamaan umat Hindu di Ubud. Hasil penelitian tersebut dan pendapat MacRae tentang perkembangan

48

berkaitan dengan Tuhan dan ciptaan-Nya, seperti membangun dan merawat

pura, memelihara sesama dan alam lingkungan, dan sebagainya merupakan

praktik agama.

Selanjutnya Siwananda (2003:12--24) menyatakan bahwa naskah-

naskah suci (Weda) yang menjadi ajaran agama Hindu secara umum terdiri

atas dua kelompok. Pertama Sruti (Catur Weda) meliputi Reg, Sama, Yajur,

dan Atharwa Weda dengan bagian-bagiannya, yakni Mantra Samhita, kitab-

kitab Brahmana, Aranyaka atau Upanisad. Kedua, kitab Smerti meliputi

Upaweda (tambahan Weda), yaitu Ayurweda, Dhanurweda, Gandharwaweda,

Arthasatra, dan Wedangga meliputi siksa (tentang suara, ucapan, tekanan

kata), wyakarana (tata bahasa, gramatika Sanskerta), chanda (tentang irama

dan persajakan), nirukta (philology atau etymology atau asalusul kata atau

kamus), jyotisa (ilmu perbintangan atau astronomi), kalpa (ilmu tentang tata

cara melaksanakan upacara yajnya). Termasuk pula dalam kelompok Smrti,

yakni Purana dan Itihasa (Ramayana dan Mahabharata). Dengan demikian,

perilaku yang berkaitan dengan ajaran yang diajarkan dalam naskah-naskah

suci tersebut merupakan perilaku dan praktik agama Hindu.

Kadjeng (1970:28) menyebutkan bahwa ajaran agama (Dharma)

meliputi Sruti, Smrti, dan tingkah laku sang sista (orang yang berkata jujur,

setia pada kata-katanya, orang yang dapat dipercaya, orang yang menjadi

tempat penyucian diri, orang memberikan ajaran dan nasihat-nasihat).

Pandit (2005:25) menambahkan bahwa kitab Bhagawadgita termasuk

ke dalam kelompok Sruti, sedangkan dalam kelompok Smrti dilengkapi

Page 21: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, TEORI, DAN MODEL … · korelasi antara pariwisata dan keberagamaan umat Hindu di Ubud. Hasil penelitian tersebut dan pendapat MacRae tentang perkembangan

49

dengan Dharmasastra, Nibanda, Tantra dan Darsana. Berdasarkan pendapat

Sivananda dan Kadjeng tersebut diketahui bahwa Bhagawadgita,

Dharmasastra, Nibanda, Tantra dan Darsana juga menjadi sumber ajaran

agama.

Harshananda (2008:45,503) menyatakan bahwa agama adalah buku

suci yang mengajarkan kebenaran dari berbagai aspek. Agama dikatakan

sebagai literatur khusus religius Hindu yang praktis yang membentuk dasar-

dasar praktik agama Hindu. Kata agama berarti yang mengajarkan kebenaran

segala aspek yang mengacu pada Weda dan dalam hal ini semua pustaka suci.

Dinyatakan pula bahwa kata agama identik dengan kata “dharma” walaupun

dharma berarti lebih luas. Kata dharma dapat berarti agama, hukum,

kewajiban, ritus/upacara agama atau peraturan tingkah laku mulia. Secara

terperinci disebutkan sebagai berikut.

Agamas (sacred books which teach the truth from all aspects).

Agamas are a certain class of Hindu religious literature praktically

from the basis of Hindu religious practices of the post wedic era.

Literally, the word means “that which teaches Truth from all

aspects”, a samantat gamayati, and hence can denote the Wedas, or of

that matter, any sacred book. But in praktice it is used in a more

restricted sence to indicate the above- mentioned class of literature.

(Agama adalah buku suci yang mengajarkan kebenaran dari berbagai

aspek. Agama adalah satu kelas khusus dari literatur religius Hindu

yang praktis membentuk dasar-dasar dari praktik religius Hindu pada

era post Weda. Secara maknawi, kata agama berarti “yang

mengajarkan kebenaran dari segala aspek” a samantat gamayanti,

yang berarti mengacu pada Weda, atau dalam hal ini semua buku suci.

Akan tetapi dalam praktiknya, istilah ini lebih mengacu pada kelas

literatur yang disebutkan di atas tadi, lagu-lagu pujaan kepada Siwa).

Page 22: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, TEORI, DAN MODEL … · korelasi antara pariwisata dan keberagamaan umat Hindu di Ubud. Hasil penelitian tersebut dan pendapat MacRae tentang perkembangan

50

Harshananda lebih lanjut menegaskan As is the case with many other

sanskrit words, it is rather difficult to give an exact translation of the word

dharma. It has been variously translated as “religion”, “law”, “duty”

“religious ordinance or rite”, “code of conduct” and so on . (Sama halnya

dengan kata-kata lain dalam bahasa Sanskerta agak sulit diberikan makna

yang tepat dari kata dharma. Kata ini telah diterjemahkan menjadi berbagai

makna, seperti agama, hukum, kewajiban, ritus religius, dan peraturan

tingkah laku).

Berdasarkan keterangan di atas diketahui bahwa beragama sama

maknanya dengan ber-dharma yang intinya memuja Tuhan dan segala

prabhawa-Nya. Disamping itu, juga bertingkah laku atau melakukan tradisi

luhur dan melaksanakan kewajiban berdasarkan ajaran kitab suci atau sastra

agama. Dengan demikian, konsep beragama sesungguhnya memiliki aspek

aksiologis yang bertujuan untuk mewujudkan masyarakat ideal yang

perilakunya senantiasa dikontrol dan dilandasi oleh sastra agama.

Kata “Hindu” berasal dari kata “sindhu” maksudnya Sungai Sindhu

yang ada di India. Istilah itu bermula dari ungkapan orang Persia yang

menyatakan “sindhu” dengan ucapan “Hindu” yang maksudnya untuk

menyatakan orang Arya yang menetap di kawasan dekat Sungai Sindhu

(Siwananda, 2003:7). Makna kata “Hindu (sindhu)” dalam hal ini adalah

sebutan untuk menyatakan peradaban yang merupakan implementasi sabda

Tuhan (Weda Sruti) yang tumbuh dan berkembang di lembah sungai Sindhu

Page 23: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, TEORI, DAN MODEL … · korelasi antara pariwisata dan keberagamaan umat Hindu di Ubud. Hasil penelitian tersebut dan pendapat MacRae tentang perkembangan

51

di India. Mishra (2008:29) menyebutkan bahwa kata “Hindu” berarti “cinta”.

Selain itu, juga bermakna “tidak menyetujui himsa atau kekerasan”.

Makna kata Hindu yang berarti “cinta” dan tanpa kekerasan tersebut

sejalan dengan makna kata tattwamasi, yakni “itu adalah kamu”. Dalam hal

itu diajarkan kesamaan derajat dan martabat manusia. Oleh karena itu,

diimplementasikan dengan perilaku hidup tanpa kekerasan (ahimsa) yang

diterapkan secara konsisten oleh Mahatma Gandhi dalam menegakkan

kedaulatan India.

Atas dasar beberapa keterangan di atas dapat ditegaskan bahwa agama

Hindu adalah kepercayaan kepada Tuhan, ilmu pengetahuan, pelajaran,

ajaran, tradisi yang diam (tidak berubah) bersumber dari Tuhan yang

(awalnya) berkembang di daerah lembah Sungai Sindhu. Di samping itu, juga

menjadi jalan penuh toleransi untuk dapat mencapai kebahagiaan lahir batin

(datang mendekat kepada Tuhan). Agama Hindu dalam penelitian ini adalah

kepercayaan kepada Tuhan yang ajarannya bersumber pada kitab suci Weda

(Sruti dan Smerti dengan semua cabangnya) yang terangkum dalam kerangka

dasar agama yakni; tattwa, susila, acara/upacara yajnya dengan berbagai

aspeknya.

Dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan “pemertahanan

agama Hindu” dalam penelitian ini adalah upaya yang dilakukan agar

kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa (Sang Hyang Widhi) dengan

segala ajaran-Nya beserta perilaku dan tradisi keagamaan krama Desa Adat

Kuta tetap lestari. Tradisi keagamaan dimaksud meliputi segala kebiasaan

Page 24: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, TEORI, DAN MODEL … · korelasi antara pariwisata dan keberagamaan umat Hindu di Ubud. Hasil penelitian tersebut dan pendapat MacRae tentang perkembangan

52

atau perilaku umat Hindu (krama Desa Adat Kuta) yang berkaitan dengan

pengamalan ajaran agama Hindu, baik dalam keluarga maupun dalam

kebersamaan di desa adat. Oleh karena itu, kegiatan pesantian, pasuka-

dukaan, pesangkepan banjar/desa, ngayah (gotong royong), kegiatan

berkesenian dan atau seni sakral, tertib parahyangan, pawongan, palemahan

merupakan lingkup pelaksanaan tradisi keagamaan yang berlaku di Desa

Adat Kuta.

2.2.2 Desa Adat Kuta

Kata “desa” (dalam Dep. Pendidikan dan Kebudayaan, 1991:226)

berarti “kesatuan wilayah yang dihuni oleh sejumlah keluarga yang

mempunyai sistem pemerintahan tersendiri” atau “kelompok rumah di luar

kota yang merupakan kesatuan”. Di pihak lain (Budiono, 2005:136) juga

menyebutkan bahwa “desa” berarti kampung di luar kota yang merupakan

kesatuan. Astra dkk. (2000:213) menyebutkan bahwa kata “desa” berarti

wilayah, daerah, desa. Kata “adat” berarti aturan yang lazim atau dilakukan

sejak dulu kala, kebiasaan, cara (kelakuan dan sebagainya) yang sudah

menjadi kebiasaan (Dep. Pendidikan dan Kbudayaan, 1991:6). Istilah desa

pakraman, dalam Peraturan Daerah Bali No. 3 Tahun 2001 tentang Desa

pakraman disebutkan bahwa “Desa pakraman adalah wilayah (mandala)

yang mencakup palemahan (pekarangan/area/wilayah), pawongan

(masyarakat/ krama), dan parahyangan (tempat suci, kahyangan desa)

beserta struktur kelembagaan dan perangkatnya yang diikat oleh suatu aturan

yang disebut awig-awig”.

Page 25: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, TEORI, DAN MODEL … · korelasi antara pariwisata dan keberagamaan umat Hindu di Ubud. Hasil penelitian tersebut dan pendapat MacRae tentang perkembangan

53

Berkaitan dengan perubahan sebutan desa adat menjadi desa

pakraman melalui peraturan daerah tersebut di atas, Pemerintah Kabupaten

Badung tetap memakai istilah “desa adat” untuk menyebutkan “desa

pakraman” yang dibukukan dalam peraturan Daerah Bali No.3 Tahun 2001

maupun Peraturan Daerah Bali No.3 Tahun 2003. Hal itu merupakan

kebijakan Pemerintah Kabupaten Badung untuk tetap memakai istilah “desa

adat” sesuai Keputusan Majelis Pembina Lembaga Adat (MPLA) Provinsi

Bali.

Atas dasar itu maka Desa Adat Kuta adalah wilayah yang meliputi

wilayah atau pekarangan (palemahan), dengan penghuni umat Hindu atau

krama (pawongan) yang hidup bersama secara teratur dan rukun diemong

oleh prajuru berlandaskan awig-awig, serta bertanggung jawab (nyungsung)

terhadap parhyangan milik Desa (kahyangan desa atau kahyangan tiga).

Berdasarkan uraian di atas diketahui bahwa yang dimaksud dengan “Desa

Adat Kuta” dalam penelitian ini adalah Desa Adat Kuta di Kelurahan Kuta ,

Kecamatan Kuta, Kabupaten Badung dihuni oleh umat Hindu (krama) desa

adat, nyungsung kahyangan Desa dan diikat oleh awig-awig.

2.2.3 Representasi Kampung Global

Kata “representasi” berasal dari bahasa Inggris “re” berarti kembali

dan “presentation” yang berarti penawaran, hadiah, penunjukan (Kashiko,

2004:226). Secara harfiah kata representasi berarti “menunjuk kembali” atau

“menjadikan contoh” atau “sebagai gambaran” terhadap sesuatu yang telah

diketahui. Maunati (2004) menggunakan kata representasi untuk

Page 26: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, TEORI, DAN MODEL … · korelasi antara pariwisata dan keberagamaan umat Hindu di Ubud. Hasil penelitian tersebut dan pendapat MacRae tentang perkembangan

54

menunjukkan contoh atau model, baik dalam tulisan maupun pernyataan

tentang pandangan pemerintah orde baru terhadap kelompok/suku Dayak di

Kalimantan Timur sebagai kelompok masyarakat yang masih primitif.

Disebutkan pula orang-orang luar Dayak mempresentasikan walaupun dalam

kelompok Dayak terdapat banyak perbedaan di antara mereka seperti

perbedaan bahasa lokal, orang-orang luar Dayak menyamaratakan menjadi

identitas Dayak tunggal, maksudnya hanya menyebutkan suku Dayak. Oleh

karena itu, kata representasi memiliki arti atau makna menunjuk, mewakili,

sebagai contoh bagi beberapa hal ataupun keadaan serupa lainnya.

Barker (2006: 9) menyatakan representasi sebagai kajian utama dalam

cultural studies. Barker menyebutkan reprensentasi, yaitu bagaimana dunia

dan alam ini dikonstruksi dan direpresentasikan secara sosial. Unsur utama

cultural studies dipahami sebagai studi kebudayaan sekaligus sebagai praktik

pemaknaan representasi. Representasi bermakna budaya memiliki unsur dan

materialitas tertentu yang melekat, baik pada bunyi, objek, prasasti, buku,

maupun majalah. Semua itu diproduksi, ditampilkan, digunakan dan

dipahami dalam konteks sosial. Dengan demikian, representasi dimaknai

sebagai tindakan menggunakan, menampilkan, menunjuk, atau menjadikan

sebagai contoh untuk dipahami.

Piliang (2006:24) menyatakan bahwa representasi sebagai tindakan

untuk menghadirkan atau mempresentasikan sesuatu lewat sesuatu yang lain

di luar dirinya. Upaya mempresentasikan berarti menggambarkan suatu

realita yang diwakilkan, baik aspek budaya, ekonomi, adat istiadat, maupun

Page 27: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, TEORI, DAN MODEL … · korelasi antara pariwisata dan keberagamaan umat Hindu di Ubud. Hasil penelitian tersebut dan pendapat MacRae tentang perkembangan

55

wilayah. “Kampung” (dalam Dep. Pendidkan dan Kebudayaan, 1991:438)

berarti “kelompok rumah yang merupakan bagian kota (biasanya dihuni oleh

orang berpenghasilan rendah), desa, dusun”; atau “kesatuan administrasi

terkecil yang menempati wilayah tertentu di bawah kecamatan”. Budiono

(2005 :236) menyatakan bahwa kata “desa” berarti “kelompok rumah yang

merupakan bagian kota, desa, dusun, kesatuan administrasi terkecil yang

menempati wilayah tertentu, berada di bawah kecamatan, berkaitan dengan

kebiasaan di kampung”.

Kata “global” (dalam Dep. Pendidikan dan Kebudayaan. 1991:320)

berarti “secara umum dan keseluruhan, taksiran secara bulat, secara garis

besar, memberikan penjelasan secara umum saja, meliputi seluruh dunia”.

Globalisasi juga berarti proses masuknya ke ruang lingkup dunia seperti

siaran televisi, radio dan berbagai media sosial lain yang tidak dapat

dihindari. Pada sumber lain disebutkan bahwa “global‟ berarti “secara umum,

utuhnya, besarnya, kebulatannya”(Budiono, 2005:172). Dalam bahasa Inggris

kata “global” juga ditulis “global” yang berarti “keseluruhan” (Kashiko,

2004: 146 ).

Astra (dalam Ardika, 2004:107--108) menyatakan globalisasi secara

harfiah dapat diartikan proses mendunia yang dialami pada berbagai aspek

kehidupan manusia, seperti bidang politik, ekonomi, dan budaya. Globalisasi

tidak saja dengan terciptanya sistem yang berskala besar, tetapi juga

berhubungan dengan transformasi dalam hubungan sosial yang menyebabkan

aktivitas sesorang atau kelompok masyarakat dengan cepat dapat dipengaruhi

Page 28: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, TEORI, DAN MODEL … · korelasi antara pariwisata dan keberagamaan umat Hindu di Ubud. Hasil penelitian tersebut dan pendapat MacRae tentang perkembangan

56

oleh keadaan atau peristiwa yang terjadi di berbagai belahan dunia.

Globalisasi bukanlah suatu proses tunggal, melainkan proses yang bersifat

kompleks sehingga dapat menyentuh dan masuk pada berbagai aspek

kehidupan seperti globalisasi bidang ekonomi sebagai aspek kapitalisme telah

mampu menembus batas-batas negara, bangsa, dan komunitas lokal. Dalam

kaitan ini global mengandung makna mendunia, memuat berbagai aspek dan

tidak dibatasi oleh ruang dan waktu.

Indrajit (2006:88) menyebutkan bahwa globalisasi dimulai dengan

kemajuan iptek yang merangsang tatanan ekonomi terlebih dahulu. Dalam

globalisasi, terdapat empat aspek yaitu perdagangan, pergerakan modal,

pergerakan orang, dan penyebaran ilmu pengetahuan dan teknologi.

Globalisasi ekonomi memberikan kebebasan sistem perdagangan dunia untuk

masuk ke suatu negara tanpa dapat dibendung oleh negara bersangkutan,

yang dikenal dengan perdagangan bebas. Globalisasi berada di luar

kemampuan dan kewenangan negara ataupun pemerintahan untuk

mengaturnya. Globalisasi berpengaruh sangat besar pada semua tingkah laku

manusia dan berdampak budaya sehingga budaya lokal sangat kuat

dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal. Kata global menunjukkan tidak

adanya batas-batas negara karena pengaruh sistem atau kemajuan teknologi

transformasi, informasi dan transportasi. Dengan demikian, global bermakna

menyeluruh, mendunia (mengandung berbagai aspek budaya, berbagai etnis,

dan tanpa dibatasi oleh ruang dan waktu) dan tidak dapat dibendung, baik

oleh pemerintah maupun negara. pada era globalisasi arus transformasi,

Page 29: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, TEORI, DAN MODEL … · korelasi antara pariwisata dan keberagamaan umat Hindu di Ubud. Hasil penelitian tersebut dan pendapat MacRae tentang perkembangan

57

informasi, dan penyebaran iptek dan pertukaran budaya tidak dapat lagi

dibatasi oleh sekat atau batas-batas negara sehingga pergaulan antarmanusia

bersifat mendunia.

Robertson dalam Barker (2006:113) menyatakan bahwa konsep global

mengacu pada kondisi penyempitan dunia secara intensif dan peningkatan

kesadaran atas dunia, yakni semakin meningkatnya koneksi global dan

pemahaman umat manusia atas dunia. Penyempitan dunia dalam arti akibat

modernitas dengan dampak kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi

canggih. Kemajuan teknologi menyebabkan transformasi, informasi, dan

perpindahan barang, manusia, pergerakan modal menjadi sangat cepat, tanpa

dapat dihalangi oleh batas-batas negara.

Barker (2006:113--117) menyatakan bahwa konsep globalisasi

mengacu kepada penyempitan dunia secara intensif dan peningkatan

kesadaran orang atas dunia, yakni semakin meningkatnya koneksi global dan

pemahaman orang atas realita dunia ini. Disebutkan pula “penyempitan

dunia” ini dapat dipahami dalam konteks institusi modern, sedangkan

intensifikasi kesadaran atas dunia secara repleksif dapat dipersepsikan

dengan lebih baik secara budaya. Overdeterminasi yang tidak dapat

diperkirakan dan rumit tidak selalu mengarah pada percepatan desa global

yang tertata rapi, tetapi juga mengarah kepada keanekaragaman titik konflik,

antargonisme, dan kontradiksi. Globalisasi yang dipercepat mengacu kepada

serangkaian aktivitas ekonomi yang saling terkait dan dipahami sebagai

praktik kapitalisme pada era tak tertata.

Page 30: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, TEORI, DAN MODEL … · korelasi antara pariwisata dan keberagamaan umat Hindu di Ubud. Hasil penelitian tersebut dan pendapat MacRae tentang perkembangan

58

Lebih lanjut Barker (2006:313) menyatakan bahwa ruang kota dapat

dieksplorasi dalam upaya memunculkan kota global. Konsep kota global

adalah bahwa dunia perkotaan dan ekonomi didominasi oleh sejumlah kecil

pusat (kota) yang bertindak sebagai titik perintah dan titik kontrol bagi

berbagai aktivitas dunia tercermin dalam kehidpan kota tersebut (kota

global).

Berdasarkan uraian di atas dapat dipahami bahwa yang dimaksud

“representasi kampung global” dalam penelitian ini adalah contoh kampung

atau desa (desa adat) yang mendunia dalam berbagai aspek kehidupan, seperti

ilmu pengetahuan dan teknologi, sosiol, budaya, ekonomi, politik,

penghidupan dan pergaulan yang melibatkan manusia dari berbagai etnis,

suku, dan bangsa tanpa dibatasi oleh ruang dan waktu.

2.3 Teori

Teori berasal dari kata theoria (bahasa Latin). Secara etimologis teori

berarti kontemplasi terhadap kosmos dan realitas. Pada tataran yang lebih

luas, dalam hubungannya dengan dunia keilmuan, teori berarti perangkat

pengertian, konsep, proposisi yang mempunyai korelasi dan telah teruji

kebenarannya. (Ratna, 2004:1). Teori adalah alat dan melalui teori suatu

penelitian dapat dilakukan secara maksimal. Tujuan teori adalah pemahaman

yang utuh dan benar terhadap objek. Oleh karena itu, apabila terjadi ketidak

seimbangan di antara teori dan objek, yang dimodifikasi adalah teori, bukan

objek. Dalam satu penelitian dimungkinkan untuk digunakan lebih dari satu

Page 31: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, TEORI, DAN MODEL … · korelasi antara pariwisata dan keberagamaan umat Hindu di Ubud. Hasil penelitian tersebut dan pendapat MacRae tentang perkembangan

59

teori karena keragaman teori akan membantu dalam memecahkan berbagai

masalah sekaligus mendapat pemahaman yang lebih mendalam terhadap

objek penelitian. Pada dasarnya secara teoretis setiap masalah memerlukan

teori yang berbeda (Ratna, 2004:67).

Ridwan (2004:19) menguraikan bahwa teori adalah suatu ilmu yang

relevan yang dapat digunakan untuk menjelaskan variabel yang akan diteliti,

sebagai dasar untuk memberikan jawaban sementara (hipotesis) terhadap

rumusan masalah yang diajukan serta menyusun instrumen penelitian.

Achmad (2003:500) menguraikan bahwa sesuatu yang dibahas sesuai dengan

suatu teori tertentu, maka pembahasan tersebut dapat dikatakan sesuai secara

teoretis, artinya pembahasan telah berdasarkan teori. Terkait dengan

penentuan teori yang relevan dengan objek penelitian diperlukan pemilihan

teori dengan tepat mengingat teori yang digunakan bukan sekadar pendapat

pengarang, pendapat pejabat atau penguasa, melainkan teori yang telah diuji

kebenarannya

Penggunaan teori yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah teori

yang telah dirumuskan secara akumulatif oleh beberapa pencetus atau

penulis. Atas dasar itu penggunaan teori dalam penelitian ini tidak didahului

dengan seleksi atas teori-teori dimaksud dengan asumsi bahwa satu teori

yang sama yang dikemukakan oleh beberapa orang atau oleh para ahli akan

dapat ditarik simpulannya. Dalam penelitian ini digunakan beberapa teori

sebagai pisau bedah terhadap masalah penelitian yang telah dirumuskan

Page 32: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, TEORI, DAN MODEL … · korelasi antara pariwisata dan keberagamaan umat Hindu di Ubud. Hasil penelitian tersebut dan pendapat MacRae tentang perkembangan

60

dalam rumusan masalah penelitian. Adapun teori-teori yang digunakan dalam

penelitian ini sebagaimana diuraikan berikut ini.

2.3.1 Teori Identitas (Identity Theory)

Teori identitas ini digunakan untuk membedah rumusan masalah

nomor 1, yaitu untuk membedah permasalahan penelitian yang berkaitan

dengan faktor-faktor yang menyebabkan krama Desa Adat Kuta melakukan

pemertahanan agama Hindu (identitas) dalam arus globalisasi. Teori

indentitas dikemukakan oleh Sheldon Stryker (1980). Teori ini memusatkan

perhatian pada hubungan saling memengaruhi antara individu dan struktur

sosial yang lebih besar lagi (masyarakat). Individu dan masyarakat dipandang

sebagai dua sisi dari satu mata uang. Seseorang dibentuk oleh interaksi, tetapi

struktur sosial membentuk interaksi. Dalam hal ini Stryker tampaknya setuju

dengan perspektif struktural, khususnya teori peran. Stryker juga memberikan

sedikit kritik terhadap teori peran yang menurutnya terlampau tidak peka

terhadap kreativitas individu.

Teori Stryker mengombinasikan konsep peran (dari teori peran) dan

konsep diri/self (dari teori interaksi simbolis). Pada setiap peran yang

ditampilkan oleh seseorang dalam berinteraksi dengan orang lain terdapat

definisi tentang diri sendiri yang berbeda dengan diri orang lain. Hal itu

dinamakan “identitas” oleh Stryker. Jika seseorang memiliki banyak peran,

orang itu memiliki banyak identitas. Perilaku orang dalam suatu bentuk

interaksi dipengaruhi oleh harapan peran dan identitas diri, begitu juga

perilaku pihak yang berinteraksi dengan pihak lain. Oleh sebab itu, peran

Page 33: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, TEORI, DAN MODEL … · korelasi antara pariwisata dan keberagamaan umat Hindu di Ubud. Hasil penelitian tersebut dan pendapat MacRae tentang perkembangan

61

setiap warga masyarakat (krama) Desa Adat Kuta menjadi faktor-faktor yang

dapat memperkuat atau memperlemah identitas masyarakat Kuta dan

sekaligus juga berpengaruh terhadap pemertahanan agama Hindu di Kuta.

Intinya, teori interaksi simbolis dan identitas mendudukkan individu sebagai

pihak yang aktif dalam menetapkan perilakunya dan membangun harapan-

harapan sosial. Perspektif interaksionis tidak menyangkal adanya pengaruh

struktur sosial, tetapi jika hanya struktur sosial yang dilihat untuk

menjelaskan perilaku sosial, hal tersebut kurang memadai.

Teori identitas sosial ini dipelopori oleh Henri Tajfel (1957) dalam

upaya menjelaskan prasangka, diskriminasi, konflik antarkelompok, dan

perubahan sosial. Ciri khas Tajfel adalah nonreduksionis, yaitu membedakan

antara proses kelompok dari proses dalam diri individu. Jadi, harus

dibedakan antara proses intraindividual (yang membedakan seseorang dari

orang lain) dan proses identitas sosial (yang menentukan apakah seseorang

dengan ciri-ciri tertentu termasuk atau tidak termasuk dalam suatu kelompok

tertentu).

Perilaku kelompok berbeda dengan perilaku individu. Yang termasuk

dalam perilaku kelompok, antara lain etnosentrisme, ingroup bias, kompetisi

dan diskriminasi antarkelompok, stereotip, prasangka, uniformitas,

konformitas, dan keterpaduan kelompok. Menurut teori ini, identitas sosial

seseorang ikut membentuk konsep diri dan memungkinkan orang tersebut

menempatkan diri pada posisi tertentu dalam jaringan hubungan sosial yang

rumit.

Page 34: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, TEORI, DAN MODEL … · korelasi antara pariwisata dan keberagamaan umat Hindu di Ubud. Hasil penelitian tersebut dan pendapat MacRae tentang perkembangan

62

Proses-proses yang mendasari perilaku kelompok adalah kategorisasi

dan perbandingan sosial. Hal ini memungkinkan penekanan persamaan pada

hal-hal yang terasa sama dan penekanan pada perbedaan dalam hal-hal yang

terasa berbeda. Pada gilirannya kategorisasi dan perbandingan sosial ini

meningkatkan persepsi ingroup. Tidak ada kebenaran yang semata-mata

objektif. Semua kebenaran disimpulkan dari perbandingan. Sebagai contoh

adalah masyarakat pribumi yang bersikap negatif kepada masyarakat non-

pribumi, kelompok buruh merasa ditekan oleh majikan, dan sebagainya.

Teori identitas sosial ini juga digunakan untuk menjelaskan perubahan sosial

pada tingkat makrososial. Menurut teori ini ada dua kemungkinan perubahan

sosial, yaitu mobilitas sosial dan perubahan sosial itu sendiri.

Mobilitas sosial, yaitu perpindahan individu dari kelompok yang lebih

rendah ke kelompok yang lebih tinggi terjadi jika peluang untuk itu terbuka.

Contohnya, orang desa merantau ke kota untuk mencari pekerjaan yang lebih

baik, orang tua menyekolahkan anaknya lebih tinggi dari pendidikannya

sendiri, dan sebagainya. Jika kemungkinan mobilitas sosial tidak ada,

kelompok bawah berusaha terus untuk meningkatkan statusnya sebagai

kelompok yang lebih tinggi. Pilihan pertama adalah dengan berusaha

menggeser statusnya ke atas. Jika kemungkinan untuk menggeser ke atas ini

tidak ada, usaha yang dilakukan adalah meningkatkan citra mengenai

kelompok itu agar kesannya tidak terlalu jelek, antara lain melalui seni dan

olahraga. Teori ini digunakan untuk membedah masalah yang berkaitan

Page 35: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, TEORI, DAN MODEL … · korelasi antara pariwisata dan keberagamaan umat Hindu di Ubud. Hasil penelitian tersebut dan pendapat MacRae tentang perkembangan

63

dengan pemertahanan identitas diri atau kelompok dan lembaga dalam hal ini

desa adat.

2.3.2 Teori Konstruksi Sosial

Teori konstruksi sosial dikemukakan oleh Peter Ludwig Berger.

Dalam penelitian ini teori konstruksi sosial digunakan untuk membedah

permasalahan pertama dan permasalahan kedua. Sriningsih (dalam Surbakti,

dkk., 2010:149) menyebutkan sebagai berikut.

“Peter Ludwig Berger dilahirkan 17 Maret 1929 di Triesre , Italia dan

dibesarkan di Wina, kemudian bermigrsi ke Amerika tidak lama

setelah perang dunia ke 2. Pada tahun 1949 dia lulus dari Wagner

College dengan gelar Bachelor of Arts. Dia melanjutkan studinya di

New School University for Cocial Research di New York dan lulus

Ph.D tahun 1952. Pada tahun 1955 dan 1956 dia bekerja di

Evangelische Akademi di Bad Boll, Jerman. Dari tahun 1956 sampai

1958 Berger menjadi Profesor Muda di Universitas North California,

tahun 1958 hingga tahun 1963 Berger menjadi Profesor Madya di

Harrford Seminary Foundation. Karier berikutnya adalah menjabat

sebagai Profesor di New School for Social Research Universitas

Rutger dan Boston College. Sejak tahun 1981 Berger menjadi Profesor

Sosiologi dan Teologi di Universitas Boston dan sejak tahun 1985

juga menjadi Direktur Institut Studi Kebudayaan Ekonomi yang

kemudian berubah menjadi Institut Kebuadayaan, Agama, dan

Masalah Dunia.”

Lebih lanjut Sriningsih (dalam Surbakti, 2010:150) menyebutkan

bahwa Berger banyak menghasilkan karya tulis, baik mandiri maupun

melalui kerja sama. Dua buku perdana yang terkenal dan ditulis sendiri,

yakni The Precarius (1961) dan The Noise of Solemn Assemblies (1961).

Buku itu mengulas fungsi atau posisi kritis sosiologi agama berhadapan

dengan perkembangan refleksi teologis kalangan umat Kristen Barat.

Page 36: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, TEORI, DAN MODEL … · korelasi antara pariwisata dan keberagamaan umat Hindu di Ubud. Hasil penelitian tersebut dan pendapat MacRae tentang perkembangan

64

Dinyatakan pula bahwa Berger memusatkan perhatiannya pada proses

terbentuknya fakta sosial atau gejala sosial, yakni individu-individu anggota

masyarakat ikut serta dalam proses pembentukan dan pemeliharaan fakta

sosial yang memang mempunyai unsur paksaan pada para individu warga

masyarakat. Dalam hidup keseharian proses pembentukan dan pemeliharaan

hubungan sosial pada tingkat mikro dewasa ini tampak pada komunikasi,

baik tatap muka maupun melalui berbagai media. Kenyataan sosial (fakta

sosial) itu tampak tersirat dalam pergaulan sosial yang diungkapkan secara

sosial melalui berbagai tindakan sosial, seperti berkomunikasi lewat bahasa,

melalui kerja sama dalam bentuk-bentuk kegiatan atau kerja sosial dan

organisasi sosial. Kenyataan sosial semacam ini terjadi dan ditemukan dalam

pengalaman intersubjektif para anggota masyarakat. Melalui

intersubjektivitas itu dapat dijelaskan bahwa bagaimana kehidupan

masyarakat dibentuk secara terus menerus tanpa batas akhir. Konsep

intersubjektivitas menunjuk pada dimensi struktur kesadaran umum (desa

adat) ke kesadaran individu (krama atau warga desa ) dalam suatu kelompok

khusus, seperti sekaa-sekaa atau paiketan yang ada di Desa Adat Kuta serta

tumbuh berkembang saling berinteraksi dan berintegrasi.

Gejala sosial itu bersifat intersubjektif sehingga metodologi yang tepat

adalah memberikan tempat yang wajar pada unsur subjektif mengingat yang

dinamakan kenyataan sosial itu, selain menampilkan dimensi objektif

sekaligus juga mempunyai dimensi subjektif. Hal itu terjadi karena yang

dinamakan masyarakat itu adalah buatan kultural masyarakat tertentu dan

Page 37: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, TEORI, DAN MODEL … · korelasi antara pariwisata dan keberagamaan umat Hindu di Ubud. Hasil penelitian tersebut dan pendapat MacRae tentang perkembangan

65

manusia sekaligus adalah pencipta dunianya sendiri (lingkungan fisik,

organisasi sosial, dan sistem nilai). Kehidupan sosial sehari-hari memiliki

dimensi-dimensi objektif dan subjektif. Di samping itu manusia merupakan

pencipta fakta sosial yang objektif melalui proses eksternalisasi (yang

mencerminkan kenyataan subjektif). Melalui kemampuan berpikir dialektika,

yaitu tesis, antitesis, dan sintesis, Berger memandang masyarakat sebagai

produk manusia dan manusia sebagai produk masyarakat. Berger mencermati

berbagai implikasi dimensi kenyataan objektif dan subjektif, maupun proses

dialektis objektivasi, internalisasi, dan eksternalisasi.

Dialektika itu berlangsung dalam satu proses dengan tiga “momen”

simultan, yakni eksternalisasi (penyesuaian diri dengan dunia sosiokultural

sebagai produk manusia), objektivasi (interaksi sosial dalam dunia

intersubjektif yang dilembagakan melalui proses institusionalisasi) , dan

internalisasi (individu mengindentifikasi dengan lembaga-lembaga soasial

atau organisasi sosial tempat individu menjadi anggotanya). Perubahan-

perubahan sosial dalam masyarakat akan terjadi apabila proses eksternalisasi

individu mampu memengaruhi tatanan sosial yang sudah ada dan diganti

dengan suatu orde yang baru untuk mewujudkan keseimbangan-

keseimbangan yang baru. Pada masyarakat yang lebih mengutamakan

stabilitas ketenangan kehidupan sosial, individu dalam proses eksternalisasi

mengindentifikasikan diri dengan peranan-peranan sosial yang sudah

dilembagakan dalam institusi yang sudah ada.

Page 38: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, TEORI, DAN MODEL … · korelasi antara pariwisata dan keberagamaan umat Hindu di Ubud. Hasil penelitian tersebut dan pendapat MacRae tentang perkembangan

66

Pola peranan-peranan sudah dibangun melalui aspek atau bidang-

bidang dalam organisasi dan dilengkapi dengan program yang mencerminkan

pola-pola peranan. Dalam kehidupan bermasyarakat di Desa Adat Kuta,

individu (krama) menyesuaikan diri dengan pola kegiatan peranannya di

masyarakat serta ukuran dari pelaksanaan peranan yang dipilih oleh individu

(warga atau krama desa). Peranan-peranan individu atau kelompok dalam

masyarakat menjadi dasar dari aturan yang terlembaga secara objektif.

Salah satu lembaga besar dalam kehidupan di dunia ini yang sangat

kuat memengaruhi proses eksternalisasi individu dan mewarnai kehidupan

publik individu-individu itu adalah negara beserta dengan birokrasinya,

bahkan di beberapa tempat sampai memasuki kehidupan privat individu.

Sriningsih (dalam Surbakti dkk., 2010:160) menyebutkan Berger dan

Luckmann berpandangan bahwa struktur objektif masyarakat tidak akan

pernah menjadi sebuah produk akhir dari suatu interaksi sosial. Dikatakan

demikian karena struktur berada dalam suatu proses objektivasi menuju suatu

bentuk baru internalisasi yang akan melahirkan suatu proses eksternalisasi

baru lagi. Itulah fakta sosial perjalanan sejarah perkembangan kehidupan

sosial. Perubahan tidak akan cepat terjadi apabila ada rasa aman yang dialami

individu ataupun kelompok-kelompok tertentu ketika berhadapan dengan

struktur objektif.

Teori konstruksi sosial Berger ini digunakan untuk membedah

rumusan masalah pertama dan kedua, yakni mengenai faktor yang

menyebabkan krama Desa Adat Kuta melakukan pemertahanan agama Hindu

Page 39: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, TEORI, DAN MODEL … · korelasi antara pariwisata dan keberagamaan umat Hindu di Ubud. Hasil penelitian tersebut dan pendapat MacRae tentang perkembangan

67

dalam arus globalisasi serta bagaimana bentuk pemertahanan agama Hindu

yang dikembangkan oleh krama Desa Adat Kuta dengan menggunakan basis

kebudayaan yang ada di Kuta. Teori ini menekankan hubungan kehidupan

sosial kemasyarakatan yang di dalamnya terjadi ikatan yang sangat kuat dan

saling memengaruhi secara antagonis dan kesejajaran antara individu

(krama), kelompok-kelompok sosial, dan desa adat itu sendiri.

2.3.3 Teori Dekonstruksi

Teori dekonstruksi ini digunakan untuk membedah rumusan masalah

nomor dua (2), yaitu tentang bentuk pemertahanan agama Hindu yang

dikembangkan oleh krama Desa Adat Kuta dengan menggunakan basis

budaya. Teori dekonstruksi merupakan bagian dari teori postrukturalisme.

Piliang (2003:125) menyatakan bahwa seorang di antara tokoh terkenal yang

terkait dengan teori dekonstruksi ini adalah Jacques Derrida. Teori

dekonstruksi ini dipopulerkan oleh Jacques Derrida, keturunan Yahudi yang

lahir di Aljazair tahun 1930 dan kemudian pindah ke Prancis pada tahun

1959. Pemikirannya dipengaruhi oleh pemikiran yang berkembang tahun

1950 – 1970-an terutama dari pemikiran Jean Paul Sartre, Maurice Blanchot,

dan Georges Bataille. Para filosuf Barat mulai Socrates, Plato, Descartes,

Hegel, Husserl, dan Heidegger juga tidak dapat diabaikan dalam hubungan

dengan perekembangan pemikiran Derrida. Istilah “dekonstruksi” itu

sebenarnya pernah diperkenalkan oleh Heidigger dengan menyatakan “......

dekonstruksi konsep-konsep modern dengan cara kembali ke tradisi” (Lubis,

2004: 92).

Page 40: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, TEORI, DAN MODEL … · korelasi antara pariwisata dan keberagamaan umat Hindu di Ubud. Hasil penelitian tersebut dan pendapat MacRae tentang perkembangan

68

Dekonstruksi Derrida diterapkan untuk meneliti secara mendasar

bentuk tradisi berpikir metafisika Barat dan dasar-dasar hukum identitas atau

model berpikir logis dan linear sehingga dekonstruksionisme diasosiasikan

sebagai pembongkaran biner-biner filsafat Barat. Derrida, melalui permainan

bebas dengan dekonstruksinya lebih menerapkan model berpikir lateral,

berfikir kreatif, dan imajinatif. Aktivitas mendekonstruksi berarti membelah,

membedah, membongkar untuk mencari dan menunjukkan asumsi-asumsi

sebuah teks (Barker, 2005:42)

Menurut Derrida dekonstruksi merupakan sebuah istilah yang

digunakan untuk menerangkan lembaran baru dalam filsafat, strategi

intelektual. Dekonstruksi juga dimaksudkan sebagai penyangkalan akan

oposisi ucapan tulisan, ada tidak ada, murni tercemar, dan penolakan tentang

kebenaran dan logos itu sendiri. Sebaliknya, Derrida mendemonstrasikan

bahwa tulisan kalau dinilai secara benar, merupakan prakondisi dari bahasa,

bahkan ada sebelum ucapan oral. Jika tulisan dilihat lebih dari sekadar grafis

atau prasasti dalam pengertiannya yang normal, tidak benar bahwa tulisan

adalah representasi palsu atau topeng dari ucapan.

Menurut Derrida, pada kenyataannya melepaskan diri dari ucapan

dengan segala asumsi kebenaran alamiah (logos) dan dari predikat sebagai

topeng logos. Tulisan adalah sebuah permainan bebas unsur-unsur dalam

bahasa dan komunikasi. Tulisan adalah proses perubahan makna secara terus-

menerus dan perubahan ini menempatkannya pada posisi di luar jangkauan

kebenaran mutlak (logos). Dalam hal ini Derrida melihat tulisan sebagai

Page 41: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, TEORI, DAN MODEL … · korelasi antara pariwisata dan keberagamaan umat Hindu di Ubud. Hasil penelitian tersebut dan pendapat MacRae tentang perkembangan

69

bekas jejak tapak kaki yang mengharuskan orang menelusurinya untuk

mencari si empunya kaki.

Selanjutnya Ratna (2004:223) menguraikan bahwa dekonstruksi dapat

diartikan sebagai cara-cara pengurangan terhadap suatu intensitas konstruksi,

yaitu gagasan, bangunan, dan susunan yang sudah baku, bahkan yang

universal sekalipun. Dekonstruksi adalah cara membaca teks, sebagai

strategi. Dekonstruksi tidak semata-mata ditujukan terhadap tulisan, tetapi

semua pernyataan kultural sebab keseluruhan pernyataan tersebut adalah teks

yang dengan sendirinya sudah mengandung nilai-nilai, prasyarat, ideologi,

kebenaran, dan tujuan-tujuan tertentu. Dengan demikian dekonstruksi tidak

terbatas hanya melibatkan diri dalam kajian wacana, baik lisan maupun

tulisan, tetapi juga kekuatan-kekuatan lain yang secara efektif

mentransformasikan hakikat wacana.

Terkait dengan penggunaan basis budaya dalam pemertahanan agama,

tampak secara jelas bahwa krama Desa Adat Kuta melakukan perubahan atau

membongkar dan menyusun kembali tradisi yang telah ada demi tetap

eksisnya esensi pengalaman agama. Perubahan terjadi pada sistem kerja atau

gotong royong, sistem komunikasi antara lembaga banjar dan kramanya,

sistem majenukan atau undangan adat, baik oleh krama banjar maupun

krama desa adat.

Dari pemikiran Jacques Derrida, Heidigger, dan Ratna yang terurai di

atas diketahui bahwa teori dekonstruksi ini sangat relevan untuk membedah

rumusan masalah kedua. Dikatakan demikian mengingat upaya pemertahanan

Page 42: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, TEORI, DAN MODEL … · korelasi antara pariwisata dan keberagamaan umat Hindu di Ubud. Hasil penelitian tersebut dan pendapat MacRae tentang perkembangan

70

identitas Desa Adat Kuta tidak terlepas dari strategi untuk kembali ke tradisi

(desa kala patra) dengan tidak menutup kemungkinan membongkar tradisi

demi keseimbangan kehidupan sosial berdasarkan sastra dresta.

2.3.4 Teori Semiotik

Untuk membahas dampak dan makna sesuatu terhadap desa adat,

terlebih dahulu wajib diketahui, dipahami, dan dihayati makna dari sesuatu

itu. Hanya ketika seseorang mampu mengetahui, memahami, dan menghayati

makna, orang tersebut dapat memaknai sesuatu yang kemudian dapat

dimanfaatkan atau dijadikan sebagai wahana untuk mencapai kondisi yang

lebih maju. Demikian pula krama Desa Adat Kuta patut mampu memahami

dampak dan makna pemertahanan agama Hindu. Pemahaman itu terkait

dengan makna dan makna terkait dengan semiotik. Dengan demikian, teori

semiotik kerap disebut “teori makna” yang digunakan untuk membahas

permasalahan ketiga dalam penelitian ini.

Hoed (2008:3) menguraikan bahwa semiotik adalah ilmu yang

mengkaji tanda. Dalam kehidupan masyarakat yang dilihat sebagai tanda,

adalah sesuatu yang diberikan makna. Dinyatakan pula bahwa para

strukturalis merujuk pada pandangan Ferdinand de Saussure (1916), yang

melihat tanda sebagai pertemuan antara bentuk dengan makna atau isi, yakni

yang dipahami oleh manusia pemakai tanda.

Lebih lanjut disebutkan bahwa De Saussure menggunakan istilah

signifiant/signifer „penanda‟ untuk aspek bentuk suatu tanda dan

signifie/signifield „petanda‟ untuk aspek maknanya. Dengan demikian, De

Page 43: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, TEORI, DAN MODEL … · korelasi antara pariwisata dan keberagamaan umat Hindu di Ubud. Hasil penelitian tersebut dan pendapat MacRae tentang perkembangan

71

Saussure melihat tanda sebagai sesuatu yang menstruktur (proses pemaknaan

berupa kaitan antara penanda dan petanda) dan terstruktur (hasil proses

tersebut) di dalam kognisi manusia. Saussure berpandangan bahwa apa yang

ada pada kehidupan masyarakat dilihat sebagai “bentuk” yang mempunyai

“makna” tertentu. Hubungan antara bentuk dan makna tidak bersifat pribadi,

tetapi bersifat sosial, yakni didasarkan “kesepakatan” (konvensi) sosial

sehingga De Saussure juga menyatakan bahwa bahasa adalah sistem tanda-

tanda.

Lebih lanjut Hoed (2008:4) menguraikan pandangan De Saussure dan

menyatakan bahwa pemaknaan suatu tanda terjadi dalam bentuk proses

semiosis dari konkret ke dalam kognisi manusia yang hidup bermasyarakat.

Sifatnya mengaitkan tiga segi, yakni representamen, objek, dan interpretan

dalam suatu proses sehingga semiosis, teori semiotik ini disebut bersifat

trikotomis. Teori tanda de Saussure sebagaimana digunakan oleh Barthes

diartikan sebagai upaya untuk menjelaskan bagaimana manusia dalam

kehidupan bermasyarakat yang didominasi oleh konotasi. Konotasi adalah

pengembangan petanda oleh pemakai tanda sesuai dengan pemahaman dan

sudut pandangnya. Kalau konotasi sudah menguasai masyarakat, akan

menjadi mitos. Barthes mencoba menguraikan betapa kejadian keseharian

(tindakan sosial) dalam kebudayaan dapat menjadi “wajar”, padahal itu hanya

mitos. Akan tetapi akibat konotasi mitos menjadi mantap di masyarakat. Jadi,

terlepas apakah paham semiotik struktural atau pragmatis dianut, semiotik

dapat digunakan untuk mengkaji kebudayaan. Gejala budaya dilihat oleh

Page 44: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, TEORI, DAN MODEL … · korelasi antara pariwisata dan keberagamaan umat Hindu di Ubud. Hasil penelitian tersebut dan pendapat MacRae tentang perkembangan

72

semiotik sebagai suatu sistem tanda yang berkaitan satu dengan lainnya

dengan cara memahami makna yang ada di dalamnya. Hal itu bersifat

konvensional.

Teori makna ini juga relevan dengan teori interaksionisme simbolis,

karena teori interaksionisme simbolis bertumpu pada tiga premis (dasar

pengambilan keputusan). Adapun ketiga premis tersebut adalah (1) manusia

bertindak terhadap sesuatu berdasarkan makna-makna yang ada pada sesuatu

yang berguna bagi mereka, (2) makna tersebut berasal dari interaksi sosial

antara seseorang dengan orang lain, (3) makna-makna tersebut

disempurnakan pada saat proses interaksi sosial berlangsung (Blumer dalam

Poloma, 2003:25). Teori semiotik atau teori makna ini digunakan untuk

membahas rumusan masalah ketiga (3) tentang dampak dan makna

pemertahanan agama Hindu terhadap pembangunan dan perkembangan Desa

Adat Kuta.

Page 45: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, TEORI, DAN MODEL … · korelasi antara pariwisata dan keberagamaan umat Hindu di Ubud. Hasil penelitian tersebut dan pendapat MacRae tentang perkembangan

73

2.4 Model Penelitian

Agama Hindu

di Bali

- Tattwa

- Susila

- Acara

G

L

O

B

A

L

I

S

A

S

I

K

E

A

R

I

F

A

N

L

O

K

A

L

Pemertahanan

Agama Hindu

di Desa Adat

Kuta

Dampak dan

makna

pemertahanan

agama Hindu

bagi

pembangunan

Desa Adat

Kuta

Bentuk-bentuk

pemertahanan

agama Hindu

dengan

menggunakan

basis

kebudayaan

Faktor-faktor

yang

menyebabkan

Desa Adat Kuta

melakukan

pemertahanan

agama Hindu

Desa Adat Kuta

(Parhyangan - Pawongan - Palemahan)

Page 46: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, TEORI, DAN MODEL … · korelasi antara pariwisata dan keberagamaan umat Hindu di Ubud. Hasil penelitian tersebut dan pendapat MacRae tentang perkembangan

74

: Hubungan Saling Memengaruhi

: Pengaruh dari satu pihak

Keterangan Model Penelitian :

1. Konsep dasar ajaran agama Hindu yang terdiri atas tattwa, susila,

acara dipahami dan dilaksanakan oleh umat krama Desa Adat Kuta,

tidak dapat dipisahkan dengan kearifan lokal dan globalisasi. Di

samping itu, juga selalu bersinergi sekaligus menentukan kualitas

pemertahanan agama oleh krama Desa Adat Kuta.

2. Pemertahanan agama Hindu merupakan upaya peningkatan

pemahaman dengan melestarikan pelaksanaan tattwa, susila, acara

oleh segenap warga/krama Desa Adat Kuta dalam kehidupan sosial

bermasyarakat.

3. Aspek pemertahanan agama Hindu meliputi faktor penyebab krama

desa melakukan pemertahanan, bentuk pemertahanan yang

dikembangkan dengan menggunakan basis kebudayaan yang ada, serta

dampak dan makna pemertahanan bagi pembangunan masyarakat Desa

Adat Kuta. Ketiga aspek itu saling terkait dan tidak terpisahkan.

4. Tujuan utama pemertahanan agama bagi krama Desa Adat Kuta

adalah terwujudnya Desa Adat Kuta, dalam hal ini krama desa yang

hidup bahagia (tertib, rukun, aman, damai, dinamis, sehat dan

sejahtera)