BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN...
Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN...
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI
2.1 Kajian Pustaka
Tinjauan pustaka dalam menunjang kajian ini dikelompokkan menjadi dua
jenis pustaka. Kajian pertama adalah hasil penelitian yang menggunakan objek
karya sastra tradisional Bali-babad dengan analisis atau kajian struktur. Kajian
terhadap hasil-hasil penelitian tentang geguritan dengan kajian struktur membantu
arah penelitian selanjutnya untuk mengungkap struktur yang membangun karya
sastra tersebut. Dalam penelitian-penelitian sebelumnya, sudah banyak terdapat
penelitian yang mengkaji tentang babad, yang dilakukan oleh peneliti-peneliti dari
Program Studi Sastra Bali, Universitas Udayana. Beberapa hasil penelitian yang
dilakukan oleh peneliti dari Program Studi Sastra Bali yang peneliti jadikan kajian
antara lain;
1. Candrika (2012) dalam skripinya yang berjudul Siwa Tatwa Dalam Babad
Nusa Penida Analisis Semiotik menyajikan penelitian yang mengkaji
tentang Babad Nusa Penida, dimana peneliti menggubah struktur yang ada
didalamnya, serta mengungkapkan dalam penelitiannya tentang bagaimana
tafsir simbolik terhadap Siwa Tattwa yang terdapat di dalam teks Babad
Nusa Penida. Babad Nusa Penida menceritakan bagamana awal mula
Hyang Siwa turun ke Nusa dan menjelma didampingi sakti beliau. Lalu
diceritakan keturunan beliau berdua berada di Nusa. Beberapa insiden
terlukiskan dalam babad ini seperti saat dimana Dalem Sawang
membunuh banyak manusia dan memakannya hidup-hidup hingga pada
akhirnya Hyang Toh Langkir melakukan perang tanding untuk
mengalahkannya. Singkat cerita kini Nusa dipimpin oleh I Mecaling,
dimana setelah dianugerahi kanda sanga oleh Ida Dukuh Jumpungan, I
mecaling berubah menyeramkan, dimana taring beliau menakutkan
seluruh jagat. Hingga pada akhirna Bhatara Indra pun turun tangan untuk
memotong taring beliau agar dunia kembali damai. Berdasarkan
penjelasan Candrika diatas, peneliti merasa terbantu ritatkala peneliti
menambah wawasan bagaimana meneliti kajian struktur pada sebuah
naskah babad. Namun yang berbeda dengan tulisan peneliti ialah peneliti
tidak membahas kajian semiotika seperti pada tulisan Candrika tadi. Selain
itu dalam analisis struktur tulisan Candrika tidak mengangkat tentang
episode ataupun kisah-kisah dalam naskah babadnya.
2. Babad Pasek Dukuh Sebun, 2014. "Analisis Struktur dan Fungsi", oleh
Putu Edy Hermayasa. Babad Pasek Dukuh Sebun menceritakan tentang
kedatangan Pasek Dukuh Sebun, I Pasek Bendesa, dan I Pasek Gelgel
untuk menghadap Ida Dalem serta perjalanan beliau ke Bali mengiringi
Ida Dalem. Dalam penelitian ini penulis sebagaimana ulasan latar
belakang yang telah diungkapkan, penulis ingin meneliti Babad Pasek
Dukuh Sebun sebagai sebuah kajian dengan masalah-masalah yang akan
dianalisis meliputi struktur yang membangun Babad Pasek Dukuh Sebun
serta fungsi Babad Pasek Dukuh Sebun dalam kaitannya dengan aspek
historis, aspek religius, dan aspek sosial. Dalam penelitian Babad Pasek
Dukuh Sebun disini menjabarkan beberapa konsep yang akan dijadikan
acuan antara lain konsep babad yang berdasarkan pendapat dari beberapa
sarjana dapat disimpulkan bahwa babad adalah bentuk karya sastra yang
sumbernya diambil dari peristiwa-peristiwa sejarah yang dikaitkan dengan
silsilah suatu warga (kelompok keturunan), reruntuhan suatu daerah atau
kerajaan. Disamping itu juga, sebagai sumber penelitian sejarah, babad
juga dapat dijadikan sumber ilmu-ilmu sastra. Kemudian konsep struktur,
dimana dalam konsep struktur ini Babad Pasek Dukuh Sebun diteliti dalam
unsur intrinsik dan ekstrinsik. Dimana unsur intrinsik meliputi analisis
alur, insiden, penokohan, latar, tema dan amanat. Sedangkan unsur
ekstrinsik meliputi aspek historis, aspek religius, aspek sosial dalam
kaitannya dengan fungsi Babad Pasek Dukuh Sebun. Berikutnya ada
konsep fungsi, disini peneliti mengangkat tiga pendapat mengenai fungsi
sastra, antara lain menurut Teeuw dimana bahwa fungsi sastra dalam
masyarakat sering lebih wajar dan langsung terbuka untuk penelitian
ilmiah. Khususnya untuk hubungan antara fungsi estetik dan fungsi lain
dalam variasi dan keragamannya dapat kita amati dari dekat dengan
dominan tidaknya fungsi estetik. Pendapat Suastika menyebutkan bahwa
teori fungsi berkaitan dengan manfaat atau guna. Sedangkan Robson
menyatakan bahwa fungsi atau kegunaan karya sastra tradisional erat
kaitannya dengan bidang; a) agama, filsafat dan mitologi; b) ajaran yang
bertalian dengan sejarah estetika; c) keindahan atau alam hiburan.
Landasan teori dalam penelitian Babad Pasek Dukuh Sebun antara lain
teori struktural, dimana yang digunakan sebagai acuan peneliti adalah teori
struktural yang dikemukakan oleh Teeuw yang menyatakan bahwa analisis
struktur pada prinsipnya bertujuan untuk membongkar dan memaparkan
secermat, seteliti, semendetail dan semendalam mungkin keterkaitan dan
keterjalinan semua anasir dan aspek karya sastra yang bersama-sama
menghasilkan makna menyeluruh. Sedangkan konsep teori fungsi yang
digunakan adalah teori fungsi yang dikemukakan oleh Robson.
Metode dan Teknik Penelitian Babad Pasek Dukuh Sebun terdiri dari
beberapa tahap, antara lain tahap penyediaan data dimana disini
menggunakan metode simak dalam tahap penyediaan data. Kemudian ada
tahap analisis data, dalam tahapan ini peneliti menggunakan metode
kualitatif dikarenakan metode kualitatif secara keseluruhan memanfaatkan
cara-cara penafsiran dengan menyajikan dalam bentuk deskripsi.
Sedangkan teknik yang digunakan adalah teknik teknik deskriptif, tujuan
dari teori deskriptif disini bertujuan membuat deskripsi mengenai
gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual, dan aktual mengenai
fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki.
Selain itu penelitian ini juga menggunakan teknik terjemahan, dimana
dalam Babad Pasek Dukuh Sebun ini menggunakan Bahasa Bali
bercampur dengan bahasa Kawi. Teknik terjemahan ini digunakan agar
mempermudah peneliti memahami isi dari Babad Pasek Dukuh Sebun itu
sendiri. Selanjutnya ada tahap penyajian hasil penelitian, dimana dalam
penelitian ini peneliti menyajikan dengan metode informal yang didukung
dengan teknik deduktif dan teknik induktif. Sumber data dalam penelitian
disini adalah naskah babad yang dikarang oleh Ida Madhe Ageng, Desa
Buddha Kling. Berdasarkan penjelasan dari Hermayasa mengenai kajian
struktur dan fungsi ini, penulis merasa terbantu dalam menganalisis babad
khususnya dari segi analisis struktur, namun yang berbeda pada tulisan ini
adalah peneliti tidak akan membahas mengenai fungsi apa yang
terkandung dalam Babad Pasek Kayu Selem.
Kajian pustaka yang kedua merupakan buku–buku/literatur yang mengulas
mengenai babad sebagai karya sastra Bali, yaitu:
1. Suarka (1989) dalam makalahnya yang memaparkan bahwa babad di Bali
dibedakan atas dua macam, yaitu babad yang meliputi masa yang cukup
panjang dan wilayahnya yang luas; artinya babad jenis ini menguraikan
peristiwa-peristiwa yang berlangsung berpuluh-puluh tahun bahkan
berabad-abad, meliputi generasi beruntun dalam lingkungan wilayah yang
luas. Kemudian jenis babad yang mempunyai jangkauan waktu dan
wilayah berlangsungnya peristiwa itu yang dipersempit, artinya pusat
cerita hanya peristiwa-peristiwa dalam satu babakan waktu tertentu dan
lebih menitik beratkan kepada hal ikhwal dalam suatu daerah. Selanjutnya
juga menjelaskan bahwa pada umumnya, istilah babad terdapat di Jawa,
Madura, Bali, dan Lombok. Sedangkan di daerah-daerah lain seperti
Sulawesi Selatan disebut Lontara, di Sumatera Barat dikenal dengan
Tambo, di Kalimantan, Sumatera, dan Malaysia dikenal dengan istilah
hikayat, silsilah, sejarah, sedangkan di Burma dan Thailand dikenal
dengan sebutan kronikel.
Pustaka ketiga merupakan buku–buku yang membicarakan teori sastra, yang
langsung mengacu pada kajian struktur, diantaranya :
1. Teeuw (1984): Sastra dan Ilmu Sastra yang menyatakan pada prinsipnya
kajian struktur bertujuan untuk membongkar dan memaparkan secara lebih
cermat, teliti, mendetail, dan semendalam mungkin keterkaitan dan
keterjalinan semua analisis dan aspek karya sastra, yang bersama-sama
menghasilkan makna yang menyeluruh . Analisis struktur merupakan
suatu langkah atau alat dalam proses pemberian makna dalam kajian
ilmiah. Langkah tersebut tidak boleh dihilangkan dan tidak boleh
ditiadakan atau dilampaui. Teori struktural dimaksudkan untuk meninjau
karya sastra sebagai kesatuan yang bulat, secara utuh, setiap karya sastra
terdiri dari bagian–bagian yang memainkan peranan penting dan
sebaliknya bagian–bagian itu mendapat makna sepenuhnya dari
keseluruhannya,
2. Marsono (1996) mengenai struktur forma yang meliputi : kode bahasa
(yaitu gaya bahasa, dan ragam bahasa), dan kode sastra. Kedua teori
mengenai struktur tersebut sangat menunjang dalam pengkajian struktur
yang terdapat dalam Babad Pasek Kayu Selem, baik mengenai struktur
forma maupun naratifnya.
3. Sutrisno Sulastin (1983) : Hikayat Hang Tuah: Analisa Struktur dan
Fungsi yang menyatakan berdasarkan hasil kajian struktur akan tampak
bahwa unsur yang beraneka ragam serta kait mengkait yang terdapat
dalam suatu karya sastra diberi fungsi dalam rangka suatu cerita sebagai
keseluruhan, sehingga kesatuan dan kebulatan karya sastra tersebut
menjadi jelas.
2.2 Konsep
Konsep merupakan unsur-unsur pokok dari suatu pengertian, definisi,
batasan secara singkat dari sekelompok fakta, gejala, atau merupakan definisi dari
apa yang perlu diamati dalam proses penelitian. Dalam penelitian ini, akan
dipaparkan beberapa konsep yang bermanfaat bagi penelitian Babad Pasek
Kayuselem, yang dibagi menjadi tiga yaitu : teks, konsep struktur dan konsep
episode.
2.2.1 Teks
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang dimaksud dengan teks ialah
naskah yang berupa (a) kata-kata asli dari pengarang; (b) kutipan dari kitap suci
untuk pangkal ajaran atau alasan; (c) bahan tertulis untuk dasar memberikan
pelajaran, berpidato, dan sebagainya. Ungkapan bahasa yang menurut isi,
sintaksis, dan pragmatik merupakan suatu kesatuan (Luxemburg, 1984 : 86).
Dalam praktek ilmu sastra, kita membatasi diri pada teks-teks tertulis. Alasannya
semata-mata praktis saja: secara teori ungkapan bahasa lisanpun, asal merupakan
suatu kesatuan, termasuk teks. Pragmatik, bagaimana bahasa dipergunakan dalam
suatu konteks sosial tertentu; teks merupakan suatu kesatuan bilamana ungkapan
bahasa oleh para peserta komunikasi dialami sebagai suatu kesatuan yang bulat
(Luxemburg, 1984 : 87). Secara sintaksis sebuah teks harus memperlihatkan
kebertautan, kebertautan itu antara lain nampak bila unsur-unsur penunjuk secara
konsisten dipergunakan. Kesatuan semantik yang dituntut sebuah teks ialah tema
global yang melingkupi semua unsur. Bila kita mempelajari tentang teks-teks
maka kita dapat membatasi diri pada sifat-sifat teks itu sendiri.
Sedangkan wacana menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah satuan
bahasa terlengkap yang direalisasikan dalam bentuk karangan atau laporan utuh,
seperti novel, artikel, pidato, atau khotbah. Satuan bahasa yang terlengkap dan
tertinggi atau terbesar di atas kalimat atau klausa dengan koherensi dan kohesi
tinggi yang berkesinambungan, yang mampu mempunyai awal dan akhir yang
nyata, disampaikan secara lisan atau tulis (Tarigan dalam Djajasudarma, 2010 : 4).
Wacana dibentuk dalam serangkaian kata yang memiliki makna mengenai hal
yang terjadi, sudah terjadi, dan akan terjadi dan jika kita gambarkan wujudnya
dengan keseluruhan tutur yang menggambarkan muatan makna (semantik) yang
didukung wacana.
Dari kedua pengertian teks dan wacana diatas, peneliti memandang
kedudukan teks dan wacana itu sama karena berdasarkan Kamus Bahasa
Indonesia dapat kita lihat pengertian teks dan wacana tersebut memiliki
kedudukan yang sama. O‟Grady dan Dobrovolsky (1993: 455) menyatakan
bahwa adanya hubungan antara teks dan wacana
“The field that deals with the organization of texts, ways in which
parts of texts are connected, and the devices used for achieving textual
structure is discourse analysis.”
Analisis wacana digunakan untuk menghasilkan atau menjelaskan teks secara
tersusun dan saling berhubungan. Wacana merupakan suatu teks yang saling
berkaitan dan memiliki makna antar kalimatnya secara utuh dan keseluruhan.
Swan (1995 : 151) mendefinisikan wacana sebagai berikut
"discourse means 'pieces of language longer than a sentence'. Some
words and expressions are used to show how discourse is constructed.
They can show the connection between what a speaker is saying and
what has already been said or what is going to be said; they can help
to make clear the structure of what is being said; they can indicate
what speakers think about what they are saying or what others have
said."
Wacana dibentuk dalam serangkaian kata yang memiliki makna mengenai hal
yang terjadi, sudah terjadi, dan akan terjadi. Teks digunakan untuk menunjukkan
bagaimana sebuah wacana terbentuk, wacana dapat menunjukkan hubungan
antara apa yang sedang dibicarakan dan apa yang sudah dibicarakan. Sehingga
memberikan pemahaman yang jelas mengenai isi dan topik dalam wacana
tersebut. Mencermati hal di atas peneliti menggunakan istilah teks dalam
penelitian ini, karena teks dan wacana memiliki kedudukan yang sama dari segi
isi atau semantik berdasarkan penjelasan di atas.
2.2.2 Konsep Struktur
Analisis struktur merupakan suatu langkah atau alat dalam proses
pemberian makna dalam kajian ilmiah. Langkah tersebut tidak boleh dihilangkan
dan tidak boleh ditiadakan atau dilampaui. Teori struktural dimaksudkan untuk
meninjau karya sastra sebagai kesatuan yang bulat, secara utuh, setiap karya sastra
terdiri dari bagian–bagian yang memainkan peranan penting dan sebaliknya
bagian-bagian itu mendapat makna sepenuhnya dari keseluruhannya (Teeuw,
1984:154). Konsep struktur disini dibagi menjadi dua, yaitu struktur forma dan
struktur naratif.
2.2.3 Konsep Episode
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, episode memiliki arti bagian,
riwayat atau peristiwa yg seakan-akan berdiri sendiri. Disini peneliti menyajikan
kerangka cerita demi memudahkan dalam pemahaman terhadap isi cerita Babad
Pasek Kayu Selem, terdapat enam kisah pokok yang menjadi kerangka utama
dalam Babad Pasek Kayu Selem antara lain; Kisah Bhatara Hyang Pasupati, Kisah
Bhatara Hyang Ghnijaya, Kisah Mpu Mahameru, Kisah Desari Kuning, Kisah
Mpu Kamareka, dan Kisah Mpu Ghnijaya Mahireng.
2.3 Landasan Teori
Landasan teori dalam suatu penelitian adalah landasan yang penting
artinya, karena pada nantinya dapat dijadikan pijakan dan tolak ukur untuk
menyelesaikan permasalahan yang hendak diselesaikan. Teori berfungsi sebagai
alat untuk memecahkan masalah penelitian. Oleh karena itu, haruslah dipilih teori
yang relevan dengan tujuan penelitian (Triyono, 1994: 38). Dalam hal ini peneliti
menggunakan teori yang sesuai dengan judul penelitian yaitu teori struktural.
2.3.1 Teori Struktural
Secara etimologi, struktur berasal dari kata struktura, Bahasa Latin, yang
berarti bentuk atau bangunan. Kehadiran strukturalisme dalam penelitian sastra,
sering dipandang sebagai teori atau pendekatan. Hal inipun tidak salah, karena
baik pendekatan maupunteori saling melengkapi dalam penelitian sastra (Ratna,
2004 : 88).
Pada prinsipnya kajian struktur bertujuan untuk membongkar dan
memaparkan secara lebih cermat, teliti, mendetail, dan semendalam mungkin
keterkaitan dan keterjalinan semua analisis dan aspek karya sastra, yang bersama-
sama menghasilkan makna yang menyeluruh (Teeuw, 1984 : 135). Analisis
struktur merupakan suatu langkah atau alat dalam proses pemberian makna dalam
kajian ilmiah. Langkah tersebut tidak boleh dihilangkan dan tidak boleh
ditiadakan atau dilampaui. Teori struktural dimaksudkan untuk meninjau karya
sastra sebagai kesatuan yang bulat, secara utuh, setiap karya sastra terdiri dari
bagian–bagian yang memainkan peranan penting dan sebaliknya bagian–bagian
itu mendapat makna sepenuhnya dari keseluruhannya (Teeuw, 1984 : 154).
Luxemburg (1984 : 38 ) menyebutkan bahwa struktur adalah kaitan–kaitan
tetap antara kelompok–kelompok gejala. Kaitan tersebut ditiadakan oleh seorang
peneliti berdasarkan observasinya lebih lanjut, pengertian tersebut pada pokoknya
berarti bahwa sebuah karya sastra atau peristiwa di dalam masyarakat menjadi
satu keseluruhan karena ada relasi timbal balik antara bagian–bagiannya dan
antara bagian dan keseluruhan. Hubungan itu tidak hanya bersifat positif, seperti
kemiripan dan keselarasan, melainkan juga negatif seperti pertentangan dan
konfliks. Kesatuan struktural mencakup setiap bagian dan sebaliknya bahwa
setiap bagian menunjukkan keseluruhan dan bukan yang lain.
Menurut Endraswara (2008 : 50) strukturalisme mengandung tiga hal
pokok. Pertama, gagasan keseluruhan (wholness), dalam arti bahwa bagian-bagian
atau unsurnya menyesuaikan diri dengan seperangkat kaidah intrinsik yang
menentukan baik keseluruhan struktur maupun bagian-bagiannya. Kedua, gagasan
transformasi yang terus menerus memungkinkan pembentukan bahan-bahan baru.
Ketiga, gagasan keteraturan yang mandiri (self regulation) yaitu tidak
memerlukan hal-hal diluar dirinya untuk mempertahankan prosedur
transformasinya, struktur itu otonom terhadap rujukan sistem lain.
Berdasarkan beberapa pendapat diatas, teori yang akan dijadikan acuan
dalam mengkaji struktur Babad Pasek Kayu Selem adalah teori menurut Teeuw,
yang menyatakan bahwa analisis struktur pada prinsipnya bertujuan untuk
membongkar dan memaparkan secermat, seteliti, semendetail dan semendalam