BAB II KAJIAN PUSTAKA -...

17
8 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 IPS (Ilmu Pengetahuan Sosial) Manusia dan masyarakat merupakan objek kajian yang selalu menarik dan berkembang. Interaksi antar manusia kadang menimbulkan permasalahan yang harus diselesaikan. Pada tataran yang lebih luas, masyarakat beranggotakan manusia dari berbagai suku, agama, warna kulit, dan sebagainya. Semua ini dipelajari dalam IPS. Depdiknas (2004) IPS adalah mata pelajaran yang mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial serta berfungsi untuk mengembangkan pengetahuan, nilai, sikap dan keterampilan siswa tentang masyarakat, bangsa dan negara Indonesia. Widiarto & Suwarso (2007:1) IPS adalah program pendidikan yang mengintegrasikan secara interdisiplin konsep ilmu-ilmu sosial dan humaniora Ilmu pengetahuan sosial lahir dari keinginan para pakar pendidikan untuk membekali para siswa supaya nantinya mereka mampu menghadapi dan menangani kompleksitas kehidupan di masyarakat yang seringkali berkembang secara tidak terduga. Hal ini lebih ditegaskan lagi oleh Saidiharjo (1996:4) bahwa IPS merupakan hasil kombinasi atau hasil pemfusian atau perpaduan dari sejumlah mata pelajaran seperti geografi, ekonomi, sejarah, antropologi, dan politik. Mata pelajaran tersebut mempunyai ciri-ciri yang sama, oleh karena itu dipadukan menjadi satu bidang studi yaitu Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa IPS adalah program pendidikan yang mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial dengan mengintegrasikan secara interdisiplin konsep ilmu-ilmu sosial dan humaniora dari sejumlah mata pelajaran seperti geografi, ekonomi, sejarah, antropologi, dan politik.

Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA -...

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3778/3/T1_292009017_BAB II.pdfmengintegrasikan secara interdisiplin konsep ilmu-ilmu sosial dan humaniora

8

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

2.1.1 IPS (Ilmu Pengetahuan Sosial)

Manusia dan masyarakat merupakan objek kajian yang selalu menarik dan

berkembang. Interaksi antar manusia kadang menimbulkan permasalahan yang

harus diselesaikan. Pada tataran yang lebih luas, masyarakat beranggotakan

manusia dari berbagai suku, agama, warna kulit, dan sebagainya. Semua ini

dipelajari dalam IPS.

Depdiknas (2004) IPS adalah mata pelajaran yang mengkaji seperangkat

peristiwa, fakta, konsep, generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial serta

berfungsi untuk mengembangkan pengetahuan, nilai, sikap dan keterampilan

siswa tentang masyarakat, bangsa dan negara Indonesia.

Widiarto & Suwarso (2007:1) IPS adalah program pendidikan yang

mengintegrasikan secara interdisiplin konsep ilmu-ilmu sosial dan humaniora

Ilmu pengetahuan sosial lahir dari keinginan para pakar pendidikan untuk

membekali para siswa supaya nantinya mereka mampu menghadapi dan

menangani kompleksitas kehidupan di masyarakat yang seringkali berkembang

secara tidak terduga.

Hal ini lebih ditegaskan lagi oleh Saidiharjo (1996:4) bahwa IPS

merupakan hasil kombinasi atau hasil pemfusian atau perpaduan dari sejumlah

mata pelajaran seperti geografi, ekonomi, sejarah, antropologi, dan politik. Mata

pelajaran tersebut mempunyai ciri-ciri yang sama, oleh karena itu dipadukan

menjadi satu bidang studi yaitu Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS).

Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa IPS adalah program

pendidikan yang mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, generalisasi yang

berkaitan dengan isu sosial dengan mengintegrasikan secara interdisiplin konsep

ilmu-ilmu sosial dan humaniora dari sejumlah mata pelajaran seperti geografi,

ekonomi, sejarah, antropologi, dan politik.

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3778/3/T1_292009017_BAB II.pdfmengintegrasikan secara interdisiplin konsep ilmu-ilmu sosial dan humaniora

9

Menurut Permendiknas No.22 Tahun 2006 (2006:170) tentang standar isi

untuk satuan pendidikan dasar dan menengah, bahwa mata pelajaran IPS memiliki

ruang lingkup aspek-aspek berikut, yaitu :

(1) manusia, tempat dan lingkungan

(2) waktu, berkelanjutan, dan perubahan

(3) sistem soisal dan budaya

(4) perilaku ekonomi dan kesejahteraan

Ruang lingkup pembelajaran IPS dituangkan menjadi beberapa ilmu sosial

yaitu geografi, antropologi,dan sosiologi, serta ekonomi. Cabang-cabang ilmu

tersebut sangat erat kaitannya dengan kehidupan masyarakat dalam kehidupan

sosialnya, baik kehidupan sosial masyarakat masa kini maupun kehidupan dan

peradaban masyarakat masa lampau yang terjadi secara berkesinambungan dan

mengalami perubahan dan perkembangan sesuai dengan kebutuhan hidup

manusia.

Dalam Permendiknas No. 22 tahun 2006 (2006:170) tentang standar isi

untuk satuan pendididkan dasar dan menengah, dijelaskan bahwa mata pelajaran

IPS bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut :

1. mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat

dan lingkungannya

2. memiliki kemampuan dasar untuk berikir logis, dan kritis, rasa ingin tahu,

inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial.

3. memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan

kemanusiaan

4. memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi

dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat local, nasional dan global.

(BNSP, 2006:170).

Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) IPS di SD/MI

merupakan standar minimum yang secara nasional harus dicapai oleh siswa dan

menjadi acuan dalam pengembangan kurikulum di setiap satuan pendidikan.

Pencapaian SK dan KD didasarkan pada pemberdayaan peserta didik untuk

membangun kemampuan, bekerja ilmiah, dan pengetahuan sendiri yang

difasilitasi oleh guru. Secara rinci SK dan KD untuk mata pelajaran IPS yang

ditujukan untuk siswa kelas VI SD disajikan melalui tabel 1 berikut ini.

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3778/3/T1_292009017_BAB II.pdfmengintegrasikan secara interdisiplin konsep ilmu-ilmu sosial dan humaniora

10

Tabel 3

Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar

Mata Pelajaran IPS Kelas 4 Semester 2

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar

2. Mengenal sumber daya

alam, kegiatan ekonomi,

dan kemajuan teknologi di

lingkungan kabupaten/kota

dan provinsi

2.1 Mengenal aktivitas ekonomi yang

berkaitan dengan sumber daya alam dan

potensi di daerahnya

2.2 Mengenal pentingnya koperasi dalam

meningkatkan kesejahteraan masyarakat

2.3 Mengenal perkembangan teknologi

produksi, komunikasi, dan transportasi

serta pengelaman menggunakannya

2.4 Mengenal permasalahan sosial di

daerahnya

Sumber : Permendiknas No. 22 Tahun 2006

Adapun Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang akan digunakan

dalam penelitian dengan menggunakan model group investigation adalah sebagai

berikut :

Standar Kompetensi :

Mengenal sumber daya alam, kegiatan ekonomi, dan kemajuan teknologi di

lingkungan kabupaten/kota dan provinsi

Kompetensi Dasar :

Mengenal aktivitas ekonomi yang berkaitan dengan sumber daya alam dan

potensi di daerahnya

Harapan yang peneliti lakukan dengan menggunakan model group

investigation pada Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar tersebut di atas

agar siswa lebih memahami materi sehingga meningkatkan kreativitas dan hasil

belajar siswa pada mata pelajaran IPS khususnya serta dapat meneliti dan mencari

sendiri materi pembelajaran sehingga dapat menerapkan pengetahuan yang

diperoleh dari lingkungan sekitarnya.

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3778/3/T1_292009017_BAB II.pdfmengintegrasikan secara interdisiplin konsep ilmu-ilmu sosial dan humaniora

11

2.1.2 Kreativitas Siswa

Pada dasarnya setiap orang dilahirkan di dunia dengan memiliki potensi

kreatif. Kreativitas dapat ditemukenali dan dipupuk melalui pendidikan yang

tepat. Maslow dalam Munandar 2012 menyatakan kreativitas merupakan salah

satu kebutuhan pokok manusia, yaitu kebutuhan akan perwujudan diri (aktualisasi

diri) dan merupakan kebutuhan paling tinggi bagi manusia.

Haefele dalam Munandar 2012 “kreativitas adalah kemampuan untuk

membuat kombinasi-kombinasi baru yang mempunyai makna sosial.”

Guilford dalam Munandar 2009 menyatakan kreativitas merupakan

kemampuan berpikir divergen atau pemikiran menjajaki bermacam-macam

alternatif jawaban terhadap suatu persoalan, yang sama benarnya.

Selanjutnya menurut Rogers dalam Zulkarnain, 2002, kreativitas

merupakan kecenderungan-kecenderungan manusia untuk mengaktualisasikan

dirinya sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya.

Dari ketiga pendapat tersebut maka dapat ditarik kesimpulan kreativitas

adalah kemampuan berpikir divergen dan membuat kombinasi-kombinasi baru

yang mempunyai makna sosial terhadap suatu persoalan sesuai dengan

kemmapuan yang dimilikinya.

Kreativitas tidak hanya tergantung pada potensi bawaan yang khusus,

tetapi juga pada perbedaan mekanisme mental atau sikap mental yang menjadi

sarana untuk mengungkapkan sikap bawaan trersebut. Menurut Harlock (2005:11)

beberapa kegiatan untuk meningkatkan kreativitas adalah :

1. Waktu

Untuk menjadi kreatif kegiatan anak seharusnya jangan diatur

sedemikian rupa sehingga anak mempunyai sedikit waktu bebas untuk

bermain-main dengan gagasan dan konsep yang dipahaminya.

2. Kesempatan

Apabila mendapat tekanan dari kelompok, kemudian anak menyendiri

maka ia menjadi lebih kreatif

3. Dorongan

Orang tua sangat berperan dalam hal ini, anak seharusnya dibebaskan

dari ejekan dan kritik yang seringkali memojokkan anak

4. Sarana

Harus disediakan untuk merangsang dorongan eksperimen dan

eksplorasi yang merupakan unsure penting dari kreativitas

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3778/3/T1_292009017_BAB II.pdfmengintegrasikan secara interdisiplin konsep ilmu-ilmu sosial dan humaniora

12

5. Lingkungan

Keadaan lingkungan yang merangsang kreativitas anak

6. Hubungan dengan orang tua

Orang tua yang terlalu melindungi atau posesif terhadap anak dapat

menghambat proses kreativitas

7. Cara mendidik anak

Mendidik secara demokratis dan persimis di rumah dan di sekolah

akan meningkatkan kreativitas, sedangkan mendidik dengan otoriter

akan menghambat proses kreativitas

8. Pengetahuan

Semakin banyak pengetahuan yang diperoleh anak maka semakin

banyak dasar untuk mencapai proses kreativitas.

Selanjutnya untuk melengkapi uraian mengenai faktor yang

mempengaharui kreativitas , perlu dikemukakan adanya beberapa indikator

kreativitas. Menurut Uno (2009:21) indikator kreativitas sebagai berikut :

1. Memiliki rasa ingin tahu yang besar

2. Sering mengajukan pertanyaan yang berbobot

3. Memberikan banyak gagasan dan usul terhadap suatu masalah

4. Mampu menyatakan pendapat secara spontan dan tidak malu-malu

5. Mempunyai atau menghargai keindahan

6. Mempunyai pendapat sendiri dan dapat mengungkapkannya, tidak

mudah terpengaruh orang lain

7. Memiliki rasa humor tinggi

8. Mempunyai daya imajinasi yang kuat

9. Mampu mengajukan pemikiran, gagasan pemecahan masalah yang

berbeda dari orang lain (orisinil)

10. Dapat bekerja sendiri

11. Senang mencoba hal-hal baru

12. Mampu mengembangkan atau merinci suatu gagasan (kemampuan

elaborasi)

Kreativitas lahir bukan semata-mata karena faktor keturunan, tetapi lebih

karena adanya faktor stimulasi dan lingkungan. Stimulus dan bimbingan

merupakan faktor utama dalam menumbuh kembangkan kreativitas anak. Dengan

mengenali dan memahami ciri anak kreatif, maka perlu adanya pengarahan

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3778/3/T1_292009017_BAB II.pdfmengintegrasikan secara interdisiplin konsep ilmu-ilmu sosial dan humaniora

13

dengan memberi kegiatan yang dapat mengembangkan kreativitas anak. Dari

indikator-indikator kreativitas di atas tersebut nantinya akan menjadi dasar

penilaian kreativitas.

2.1.3 Hasil Belajar

Belajar dan mengajar sebagai aktivitas utama di sekolah meliputi tiga

unsur yaitu tujuan pengajaran, pengalaman belajar mengajar dan hasil belajar.

Hasil belajar memiliki peran penting dalam proses pembelajaran. Penilaian

terhadap hasil belajar dapat memberikan informasi kepada guru tentang kemajuan

siswa dalam upaya mencapai tujuan-tujuan belajarnya melalui berbagai kegiatan

belajar. Selanjutnya, dari informasi tersebut guru dapat menyusun dan membina

kegiatan-kegiatan siswa lebih lanjut, baik untuk keseluruhan kelas maupun

individu.

Menurut Purwanti dalam Subiyanto (2008) menyatakan bahwa “hasil

belajar adalah suatu yang digunakan untuk menilai hasil pelajaran yang telah

diberikan kepada siswa dalam waktu tertentu.”

Soedjiharto (2007:49) mendefinisikan hasil belajar adalah “tingkat

penguasaan yang dicapai oleh pelajar dalam mengikuti program belajar mengajar

sesuai dengan tujuan yang ditetapkan. Selanjutnya menurut Nana Sudjana

(2011:22) “hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa

setelah menerima pengalaman belajarnya.”

Berdasarkan tiga pendapat ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa hasil

belajar adalah suatu yang digunakan untuk menilai tingkat penguasaan yang

dicapai oleh pelajar setelah menerima pengalaman belajarnya dengan mengikuti

program belajar dalam waktu tertentu.

Hasil belajar digunakan guru sebagai ukuran atau kriteria dalam mencapai

suatu tujuan pendidikan. ukuran hasil belajar dapat diperoleh dari aktivitas

pengukuran. Kerlinger dalam buku Purwanto (2010:2) pengukuran (measurement)

adalah membandingkan sesuatu yang diukur dengan alat ukurnya dan kemudian

menerapkan angka menurut sistem aturan tertentu Untuk menetapkan angka

dalam pengukuran, perlu sebuah alat ukur yang disebut dengan instrument. Dalam

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3778/3/T1_292009017_BAB II.pdfmengintegrasikan secara interdisiplin konsep ilmu-ilmu sosial dan humaniora

14

dunia pendidikan instrument yang sering digunakan untuk mengukur kemampuan

siswa yaitu seperti teknik tes dan non tes.

Teknik penilaian hasil belajar bentuk tes adalah cara merekam hasil belajar

peserta didik dengan cara ujian menggunakan instrumen penilaian berbentuk soal,

baik soal bentuk uraian maupun soal bentuk objektif. Secara umum teknik tes

berfungsi sebagai alat pengukur terhadap peserta didik. Dalam hubungan ini tes

berfungsi mengukur tingkat perkembangan atau kemajuan yang telah dicapai oleh

peserta didik setelah mereka menempuh proses belajar mengajar dalam jangka

waktu tertentu dan sebagai alat pengukur keberhasilan program pengajaran, sebab

melalui tes tersebut akan dapat diketahui sudah berapa jauh program pengajaran

yang telah ditentukan, telah dapat dicapai.

Purwanto (2004:25) tes formatif yaitu tes yang berfungsi untuk mencari

umpan balik atau feedback yang berguna dalam usaha memperbaiki cara mengajar

yang dilakukan oleh guru dan cara belajar siswa. Hasil tes formatif tidak

dimaksudkan untuk memberi nilai kepada siswa tetapi hasil tes formatif

dimanfaatkan untuk memonitor apakah proses pembelajaran yang baru saja

dilaksanakan telah dapat mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan

dalam rencana pembelajaran atau belum.

Jika hasil tes formatif ternyata terdapat sejumlah kompetensi yang belum

dikuasai siswa, maka guru harus mencari penyebabnya. Penyebab tidak

dikuasainya kompetensi dapat berasal dari diri siswa maupun dari pelaksanaan

proses pembelajaran, seperti penggunaan metode dan media pembelajaran yang

tidak tepat. Setelah diketahui penyebabnya, maka dapat ditentukan tindakan

perbaikan pembelajaran yang sesuai, misalnya dengan mengulang proses

pembelajaran secara individu maupun klasikal, mengulang pembelajaran yang

berkaitan dengan sebagian kompetensi saja atau mengulang pembelajaran dengan

perbaikan metode yang digunakan. Selanjutnya dilakukan kembali tes formatif

untuk mengetahui apakah siswa telah benar-benar menguasai kompetensi yang

telah ditetapkan.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tes formatif adalah tes hasil

belajar untuk mengetahui keberhasilan proses belajar mengajar yang dilakukan

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3778/3/T1_292009017_BAB II.pdfmengintegrasikan secara interdisiplin konsep ilmu-ilmu sosial dan humaniora

15

oleh guru, guna memperoleh umpan balik dari upaya pengajaran yang dilakukan

oleh guru kepada siswa setelah siswa menyelesaikan satu unit pembelajaran.

Tujuan tes ini yaitu sebagai dasar untuk memperbaiki produktifitas belajar

mengajar. Dalam penelitian ini hasil belajar siswadiukur dengan tes formatif.

Ada beberapa faktor yang dapat mempengaharui belajar seseorang. Faktor

tersebut bisa berasal dari dalam diri individu sendiri maupun berasal dari luar

individu.Slameto (2010: 54) menggolongkan faktor-faktor yang dapat

mempengaharui belajar ke dalam dua jenis, yaitu:

a. Faktor intern yaitu factor yang ada dalam diri individu yang sedang belajar.

Faktor intern terbagi ke dalam tiga faktor:

1) Faktor Jasmaniah, terdiri atas: factor kesehatan dan factor cacat tubuh

2) Faktor Psikologis, meliputi: intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif,

kematangan, kesiapan.

3) Faktor Kelelahan, meliputi: kelelahan jasamni dan kelemahan rohani

b. Faktor Ekstern yaitu factor yang ada di luar individu. Faktor ekstern yang

berpengaruh terhadap hasil belajar dapat dikelompokkan menjadi 3 faktor

yaitu:

1) Faktor keluarga, seperti: cara orang tua mendidik, relasi antar anggota

keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang

tua, latar belakang kebudayaan.

2) Faktor sekolah, meliputi: metode mengajar, kurikulum, relasi guru

dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran,

waktu sekolah, standar pelajaran di aats ukuran, keadaan gedung, metode

belajar, tugas rumah.

3) Faktor masyarakat, diantaranya: kegiatan siswa dalam masyarakat,

media masa, teman bergaul, bentuk kehidupan masyarakat.

2.1.4 Model Group Investigation

Group investigation sebuah bentuk pembelajaran kooperatif yang berasal

dari jamannya John Dewey (1970), tetapi telah diperbaharui dan diteliti pada

beberapa tahun terakhir ini oleh Shlomo dan Yael Sharan, serta Rachel-

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3778/3/T1_292009017_BAB II.pdfmengintegrasikan secara interdisiplin konsep ilmu-ilmu sosial dan humaniora

16

Larazarowitz di Israel. Group Investigation memiliki akar filosofis, etis, psikologi

penulisan sejak awal tahun abad ini. Yang paling terkenal di antara tokoh-tokoh

terkemuka dari orientasi pendidikan ini adalah John Dewey. Pandangan Dewey

terhadap kooperasi di dalam kelas sebagai sebuah prasyarat untuk bisa

menghadapi berbagai masalah kehidupan yang kompleks dalam masyarakat

demokrasi. Kelas adalah sebuah tempat kreativitas kooperatif di mana guru dan

murid membangun proses pembelajaran yang didasarkan pada perencanaan

mutual dari berbagai pengalaman, kapasitas, dan kebutuhan mereka masing-

masing.

Group investigationn menekankan pada partisipasi dan aktivitas siswa

untuk mencari sendiri materi (informasi) pelajaran yang akan dipelajari melalui

bahan-bahan yang tersedia, misalnya dari buku pelajaran atau siswa dapat mencari

melalui internet. Siswa dilibatkan sejak perencanaan, baik dalam menentukan

topik maupun cara untuk mempelajarinya melalui investigasi. Tipe ini menuntut

para siswa untuk memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi maupun

dalam keterampilan proses kelompok. Model group investigation dapat melatih

siswa untuk menumbuhkan kemampuan berfikir mandiri. Keterlibatan siswa

secara aktif dapat terlihat mulai dari tahap pertama sampai tahap akhir

pembelajaran. Peran guru dalam kelas, guru bertindak sebagai nara sumber dan

fasilitator. Guru tersebut berkeliling diantara kelompok-kelompok yang ada dan

untuk melihat bahwa mereka bisa mengelola tugasnya dan membantu tiap

kesulitan yang mereka hadapi dalam interaksi kelompok, termasuk masalah dalam

kinerja terhadap tugas-tugas khusus yang berkaitan dengan proyek pembelajaran.

Menurut Krismanto (2003:6) “Salah satu model pembelajaran yang

mendukung siswa dalam kegiatan belajar adalah model pembelajaran group

investigation.”

Selanjutnya Eggen & Kauchak (dalam Maimunah, 2005: 21)

mengemukakan group investigation adalah strategi belajar kooperatif yang

menempatkan siswa ke dalam kelompok untuk melakukan investigasi terhadap

suatu topik. Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa model GI

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3778/3/T1_292009017_BAB II.pdfmengintegrasikan secara interdisiplin konsep ilmu-ilmu sosial dan humaniora

17

mempunyai fokus utama untuk melakukan investigasi terhadap suatu topik atau

objek khusus.

Group investigasi dikembangkan oleh Shlomo dan Yael Sharan di

Universitas Tel Aviv, merupakan perencanaan pengaturan kelas yang umum di

mana para siswa bekerja dalam kelompok kecil menggunakan pertanyaan

kooperatif, diskusi kelompok, serta perencanaan dan proyek kooperatif (Slavin,

2009:24).

Dari ketiga pendapat tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa model

group investigation adalah model pembelajaran yang mendukung siswa dalam

kegiatan belajar menggunakan strategi belajar kooperatif dengan pengaturan kelas

dimana para siswa bekerja dalam kelompok kecil menggunakan pertanyaan

kooperatif, diskusi kelompok, perencanaan dan proyek kooperatif untuk

melakukan investigasi terhadap suatu topik.

Model group investigation memanglah suatu rancangan mengenai pola

pembelajaran aktif melalui investigasi kelompok yang terorganisir dengan baik.

Namun, (Robert E.Slavin, 2005) model ini mempunyai kelebihan dan kelemahan,

seperti di bawah ini:

1. Kelebihan Group Investigation

a. Meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi dan keterampilan

inkuiri kompleks

b. Kegiatan belajar berfokus pada siswa sehingga pengetahuannya

benar-benar diserap dengan baik

c. Meningkatkan keterampilan sosial dimana siswa dilatih untuk bekerja

sama dengan siswa lain

d. Meningkatkan pengembangan softskills (kritis, komunikasi, kreatif

dan group process skill (managemen kelompok)

e. Menggunakan berbagai sumber baik yang terdapat di dalam maupun

di luar sekolah

f. Mengembangkan pemahaman siswa melalui berbagai kegiatan

g. mampu menumbuhkan sikap saling menghargai, saling

menguntungkan, memperkuat ikatan sosial, tumbuh siakp untuk lebih

mengenal kemampuan diri sendiri, bertanggung jawab dan merasa

berguna untuk orang lain

h. Dapat mengembangkan kemampuan professional guru dalam

mengembangkan pikiran kreatif dan inovatif

2. Kelemahan Group Investigation

a. Memerlukan norma dan struktur kelas yang lebih rumit

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3778/3/T1_292009017_BAB II.pdfmengintegrasikan secara interdisiplin konsep ilmu-ilmu sosial dan humaniora

18

b. Mengutamakan keterlibatan pertukaran pemikiran para siswa kegiatan

mengobservasi secara rinci dan menilai secara sistematis, sehingga

tujuan tidak akan tercapai pada siswa yang tidak turut kreatif

c. Memerlukan waktu belajar relatif lama

d. Memerlukan waktu untuk penyesuaian sehingga suasana kelas

menjadi mudah ribut

e. Tidak semua mata pelajaran dapat diterapkan dengan model ini

f. Menuntut kesiapan guru untuk menyiapkan materi atau topik

investigasi secara keseluruhan. Sehingga akan sulit terlaksana bagi

guru yang kurang kesiapannya

Berdasarkan pandangan konstruktivistik, proses pembelajaran dengan

model group investigation memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada siswa

untuk terlibat secara langsung dan aktif dalam proses pembelajaran mulai dari

perencanaan sampai cara mempelajari suatu topik melalui investigasi. Democratic

teaching adalah proses pembelajaran yang dilandasi oleh nilai-nilai demokrasi,

yaitu penghargaan terhadap kemampuan, menjunjung keadilan, menerapkan

persamaan kesempatan, dan memperhatikan keberagaman peserta didik

(Budimansyah, 2007: 7). Adapun beberapa langkah-langkah pembelajaran antara

lain :

Menurut Robert E. Slavin (2005 :218-220) membagi langkah-langkah

pelaksanaan model investigasi kelompok meliputi 6 (enam) tahapan yaitu :

Tahap 1: Mengidentifikasi Topik dan Mengatur Murid ke dalam kelompok

c. Para siswa meneliti beberapa sumber, mengusulkan sejumlah topik, dan

mengkategorikan saran-saran

d. Para siswa bergabung dengan kelompoknya untuk mempelajari topik yang

telah mereka pilih

e. Komposisi kelompok didasarkan pada ketertarikan siswa dan harus bersifat

heterogen

f. Guru membantu dalam pengumpulan informasi dan memfasilitasi pengaturan

Tahap 2: Merencanakan Tugas yang akan dipelajari

a. Para siswa merencanakan bersama mengenai apa yang kitapelajari?

Bagaimana kita mempelajarinya? Siapa melakukan apa? (pembagian tugas)

Tahap 3: Melaksanakan Investigasi

a. Para siswa mengumpulkan informasi, menganalisis data, dan membuat

kesimpulan

b. Tiap anggota kelompok berkontribusi untuk usaha-usaha yang dilakukan

kelompoknya

c. Para siswa saling bertukar, berdiskusi, mengklarifikasi, dan mensintesis semua

gagasan

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3778/3/T1_292009017_BAB II.pdfmengintegrasikan secara interdisiplin konsep ilmu-ilmu sosial dan humaniora

19

Tahap 4: Menyiapkan laporan akhir

a. Anggota kelompok menentukan pesan-pesan esensial dari proyek mereka

b. Anggota kelompok merencanakan apa yang akan mereka laporkan, dan

bagaimana mereka akan membuat presentasi mereka

c. Wakil-wakil kelompok membentuk sebuah panitia acara untuk

mengkoordinasi rencana-rencana ppresentasi.

Tahap 5:Mempresentasikan laporan akhir

a. Presentasi yang dibuat untuk seluruh kelas dalam berbagai macam bentuk

b. Bagian presentasi tersebut harus dapat melibatkan pendengarnya secara aktif

c. Para pendengar tersebut mengevaluasi kejelasan dan penampilan presentasi

berdasarkan criteria yang telah ditentukan sebelumnya oleh seluruh anggota

kelas

Tahap 6: Evaluasi Pencapaian

a. Para siswa saling memberikan umppan balik mengenai topik tersebut,

mengenai tugas yang telah mereka kerjakan, mengenai keefektifan

pengalaman-pengalaman mereka

b. Guru dan murid berkolaborassi dalam mengevaluasi pembelajaran siswa

c. Penilaian atas pembelajaran harus mengevaluasi pemikiran paling tinggi

Menurut Sharen et al (Krismanto, 2003:8) mendisain model pembelajaran

group investigation menjadi enam tahapan, yaitu:

1. Tahap mengidentifikasi topik dan pengelompokan

Para siswa memilih berbagai sub topik dalam suatu wilayah masalah umum

yang biasanya digambarkan lebih dahulu oleh guru. Para siswa selanjutnya

diorganisasikan menjadi kelompok-kelompok yang berorientasi pada tugas

(task oriented groups) yang beranggotakan 2 hingga 6 orang. Komposisi

kelompok pada pembelajaran ini heterogen baik dalam jenis kelamin, etnik,

maupun kemampuan akademik.

2. Tahap merencakan penyelidikan kelompok

Para siswa beserta guru merencakan berbagai prosedur belajar khusus, tugas

dan tujuan umum yang konsisten dengan topik dan subtopik yang telah dipilih

dari langkah di atas.

3. Tahap melaksakan penyelidikan

Para siswa melaksanakan rencana yang telah dirumuskan pada langkah di atas.

Pembelajaran harus melibatkan berbagai aktivitas dan keterampilan dengan

variasi yang luas dan mendorong para siswa untuk menggunakan berbagai

sumber, baik yang terdapat di dalam maupun di luar sekolah. Guru secara

terus-menerus mengikuti kemajuan tiap kelompok dan memberikan bantuan

jika deperlukan.

4. Tahap menyiapkan laporan akhir

Para siswa menganalisis dan mengsintesis berbagai informasi yang diperoleh

pada langkah 3 dan merencakan agar dapat diringkaskan dalam suatu

penyajian yang menarik di depan kelas.

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3778/3/T1_292009017_BAB II.pdfmengintegrasikan secara interdisiplin konsep ilmu-ilmu sosial dan humaniora

20

5. Tahap menyajikan laporan

Semua kelompok menyajikan suatu presentasi yang menarik dari berbagai

topik yang telah dipelajari agar siswa dalam kelas saling terlibat dan mencapai

suatu perspektif yang luas mengenai topik tersebut.

6. Tahap evaluasi

Guru beserta siswa melakukan evaluasi mengenai kontribusi tiap kelompok

terhadap pekerjaan kelas sebagai suatu keseluruhan. Evaluasi dapat mencakup

tiap siswa secara individu atau kelompok dan bahkan kedua-duanya.

Sharan (dalam Supandi, 2005:6) mengemukakaan langkah-langkah

pembelajaran pada model pemelajaran GI sebagai berikut:

1. Guru membagi kelas menjadi beberapa kelompok yang heterogen.

2. Guru menjelaskan maksud pembelajaran dan tugas kelompok yang harus

dikerjakan.

3. Guru memanggil ketua-ketuaa kelompok untuk memanggil materi tugas

secara kooperatif dalam kelompoknya.

4. Masing-masing kelompok membahas materi tugaas secara kooperatif dalam

kelompoknya.

5. Setelah selesai, masing-masing kelompok yang diwakili ketua kelompok atau

salah satu anggotanya menyampaikan hasil pembahasannya.

6. Kelompok lain dapat memberikan tanggapan terhadap hasil pembahasannya.

Berdasarkan ketiga pendapat di atas, maka untuk menerapkan

pembelajaran Model group investigation dengan menggunakan langkah-langkah

yang telah dimodifikasi yaitu sebagai berikut :

1. Mengidentifikasi topik dan mengatur siswa ke dalam kelompok-

kelompok penelitian

2. Merencanakan investigasi dalam kelompok

3. Melaksanakan investigasi

4. Menyiapkan laporan akhir

5. Mempresentasikan laporan akhir

6. Evaluasi pencapaian

2.1.5 Hubungan Model Group Investigation dengan Krestivitas dan Hasil

Belajar IPS

Menurut Mafune (2005: 4) model pembelajaran kooperatif dirancang

untuk membantu terjadinya pembagian tanggung jawab ketika siswa mengikuti

pembelajaran dan berorientasi menuju pembentukan manusia sosial. Model group

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3778/3/T1_292009017_BAB II.pdfmengintegrasikan secara interdisiplin konsep ilmu-ilmu sosial dan humaniora

21

investigation merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif yang dapat

mengaktifkan siswa dalam pembelajaran dengan langkah-langkah yang khas yaitu

pertama guru menjelaskan materi pembelajaran, kemudian guru membagi materi

pelajaran menjadi beberapa topik pelajaran selanjutnya siswa berkelompok

menurut topik materi pembelajaran yang mereka sukai dan dibimbing untuk dapat

merencanakan dan mencari informasi, sumber data bersama kelompoknya,

kerjasama kelompok dalam pembelajaran ini dapat membangkitkan semangat

siswa untuk memiliki keberanian dalam mengemukakan pendapat dan berbagi

informasi dengan teman lainnya dalam membahas materi pembelajaran dan

menyimpulkan, siswa dilatih untuk menyajikan suatu presentasi yang menarik

dengan membuat sebuah hasil karya dengan mengembangkan keterampilannya

sehingga tercipta suasana belajar yang menyenangkan, siswa tidak hanya diam

saja, tidak hanya mendengarkan, dan tidak mudah bosan dalam pembelajaran.

Dengan demikian model group investigation dapat dipakai guru untuk

mengembangkan kreativitas siswa, baik secara perorangan maupun kelompok

karena dipandang sebagai proses pembelajaran aktif, sebab siswa akan lebih

banyak belajar melalui proses pembentukan dan penciptaan, kerja dalam

kelompok dan berbagi pengetahuan serta tanggung jawab individu tetap

merupakan kunci keberhasilan pembelajaran. Selanjutnya model group

investigation dapat melatih siswa untuk menumbuhkan kemampuan berfikir

mandiri, melibatkan siswa secara aktif dapat terlihat mulai dari tahap pertama

sampai tahap akhir pembelajaran sehingga memberi dampak pembelajaran tentang

pengetahuan, proses pembelajaran yang efektif, pemahaman yang mendalam

terhadap materi pelajaran sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

2.2 Kajian Penelitian yang Relevan

Kajian penelitian yang relevan merupakan hasil penelitian yang terdahulu

yang menjadi upaya penulis untuk memperbaiki kekurangan dan meningkatkan

kelebihan dalam penelitian tersebut dengan penelitian yang akan dilakukan oleh

penulis. Hasil penelitian yang relevan dengan penulis sebelumnya telah dilakukan

Ratih Endarini Sudarmono (2011), dalam skripsi berjudul “Penerapan Metode

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3778/3/T1_292009017_BAB II.pdfmengintegrasikan secara interdisiplin konsep ilmu-ilmu sosial dan humaniora

22

Group Investigation pada Pembelajaran IPA di SD Sidorejo Lor 02 Salatiga

Semester I Tahun Ajaran 2009/2010”, kesimpulan yang dapat ditarik dari

skripsi ini bahwa penerapan model group investigation dapat meningkatkan

aktivitas dan hasil belajar siswa terhadap pelajaran IPA pada siswa kelas V SD

Sidorejo Lor 02. Hal ini ditunjukkan dari hasil analisa data dari aktivitas siswa

pada kondisi awal hanya 51%, siklus 1 mencapai 77% dan siklus 2 dengan

presentase 89%. Peningkatan aktivitas siswa member dampak pada peningkatan

hasil belajar siswa yaitu pada ulangan harian siswa pada kondisi awal hanya

mencapai nilai rata-rata 66, siklus 1 dengan rata-rata 78 dan siklus 2 dapat

mencapai nilai rata-rata 88.

Winoto (2011) dalam skripsi PTK yang berjudul “Penerapan Model

Group Investigation untuk Meningkatkan Pembelajaran IPA Kelas V SDN

Kidul Dalem 2 Malang” menarik kesimpulan bahwa penerapan pembelajran

dengan menggunakan model Group Investigation dapat meningkatkan

pembelajaran IPA materi “Bumi dan Alam Semesta” pada siswa kelas 5 SDN

Kidul Dalem 2 Malang. Kondisi awal siswa yang sebelum menggunakan metode

Group Investigation terlihat ramai, tapi keramaian itu tidak disebabkan siswa

membalas tentang pembelajaran tetapi karena hal lain selain itu pembelajaran

masih berpusat pada guru, guru mendominasi. Dengan diterapkannya model

Group Investigation dalam pembelajaran didapati hasil belajar yang meningkat,

yaitu pada siklus 1 hasil belajar 55% dan siklus 2 mengalami peningkatan yaitu

75,93%. Sedangkan pada aspek aktivitas siswa meningkat dari 42,34% pada

siklus 1 menjadi meningkat 64,03% pada siklus 2.

Fitriyah, Lailatul (2010) dalam penelitiannya mengemukakan bahwa

penerapan pembelajaran kooperatif tipe group investigation dapat meningkatkan

hasil belajar IPS siswa kelas 4 Tegalrejo. Hasil belajar siswa pada pra tindakan

61,12%, siklus 1 pertemuan pertama prosentase hasil belajar siswa mengalami

penurunan yaitu mencapai 57,76%, hal ini disebabkan siswa belum mengenal

model pembelajaran kooperatif tipe group investigation yang sedang digunakan.

Hasil belajar siswa mengalami peningkatan pada siklus I pertemuan kedua yaitu

mencapai 69,16%. Pada siklus 2 pertemuan pertama hasil belajar siswa meningkat

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3778/3/T1_292009017_BAB II.pdfmengintegrasikan secara interdisiplin konsep ilmu-ilmu sosial dan humaniora

23

secara signifikan hingga mencapai 72,92%. Sedangkan pada akhir siklus 2

pertemuan kedua hasil belajar siswa mencapai 77,60% dengan prosentase siswa

yang berhasil dalam pembelajaran mencapai 93%. Hasil penelitian yang telah

dilakukan diperoleh data peningkatan hasil belajar siswa dalam masing-masing

siklus.

Bertitik tolak dari hasil penelitian-penelitian yang terdahulu, meskipun ada

kendala dalam penggunaan model group investigation namun hasil yang

didapatkan diketahui bahwa penelitian tentang model group investigation dapat

meningkatkan berbagai aspek yaitu meningkatkan hasil belajar, aktivitas belajar

dan minat belajar siswa. Dalam penelitian ini diharapkan juga model group

investigation yang digunakan dapat meningkatkan kreativitas dan hasil belajar

siswa, dapat membantu siswa untuk mengalami pembelajaran yang bermakna dan

berusaha menghindari berbagai kendala yang ada dengan strategi yang sudah

direncanakan sesuai dengan kondisi siswa.

2.3 Kerangka Berpikir

Kerangka pikir dalam penelitian yang berjudul “Peningkatkan Kreativitas

dan Hasil Belajar IPS melalui Model Group Investigation Siswa Kelas 4 SD

Negeri Kluwan 01 Kabupaten Grobogan Semester 2 Tahun Pelajaran 2012/2013”

adalah sebagai berikut : pada mata pelajaran IPS, siswa kelas 4 SD Negeri

Kluwan 01 dalam mengikuti proses pembelajaran, siswa kurang aktif terutama

dalam proses berpikir, siswa hanya diam saja, kurang berani menyampaikan

pertanyaan atau pendapat, mudah bosan dan mudah mengantuk dalam

pembelajaran. Para siswa sulit untuk memperoleh nilai harian yang memenuhi

Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yaitu ≥65, karena guru dalam menerapkan

pembelajaran lebih menekankan pada metode konvesional (ceramah), guru kurang

melibatkan siswa dalam pembelajaran terutama dalam kegiatan proses berfikir,

pembelajaran yang dilakukan guru kurang kreatif dan kurang mengembangkan

kreativitas siswa.

Untuk mengatasi permasalahan tersebut, peneliti merumuskan rencana

pembelajaran yang dapat mengaktifkan siswa dalam pembelajaran yaitu dengan

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3778/3/T1_292009017_BAB II.pdfmengintegrasikan secara interdisiplin konsep ilmu-ilmu sosial dan humaniora

24

guru menjelaskan topik-topik materi pembelajaran, kemudian siswa berkelompok

menurut topik materi pembelajaran yang mereka sukai dan dibimbing untuk dapat

merencanakan dan mencari informasi, sumber data tersebut bersama

kelompoknya, sehingga suasana belajar terasa lebih efektif, kerjasama kelompok

dalam pembelajaran ini dapat membangkitkan semangat siswa untuk memiliki

keberanian dalam mengemukakan pendapat dan berbagi informasi dengan teman

lainnya dalam membahas materi pembelajaran dan menyimpulkan, siswa dilatih

untuk menyajikan suatu presentasi yang menarik dengan membuat sebuah hasil

karya dengan mengembangkan keterampilannya sehingga tercipta suasana belajar

yang menyenangkan, siswa tidak hanya diam saja, tidak hanya mendengarkan,

dan tidak mudah bosan dalam pembelajaran. Dengan demikian maka diharapkan

dengan menggunakan model group investigation dapat meningkatkan kreativitas

dan hasil belajar IPS siswa kelas 4 SD Negeri Kluwan 01 Kabupaten Grobogan.

2.4 Hipotesis Tindakan

Berdasarkan rumusan masalah penelitian, tinjauan pustaka, dan kerangka

pemikiran yang telah diuraikan sebelumnya, maka didapatkan hipotesis tindakan

yang diajukan dalam penelitian ini adalah model group investigation dalam

meningkatkan kreativitas dan hasil belajar IPS siswa kelas 4 SD Negeri Kluwan

01 Kabupaten Grobogan semester 2 tahun pelajaran 2012/2013.