BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN MASALAH A. Tinjauan ...eprints.umm.ac.id/38300/3/BAB...

45
5 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN MASALAH A. Tinjauan Penelitian Terdahulu Penelitian yang berkaitan dengan analisis rasio keuangan sebagai tolok ukur keberhasilan pemerintah dalam mengelola keuangannya pernah dilakukan oleh Mentari Yosephen Sijabat, Choirul Saleh, Abdul Wachid (2013) dengan melakukan analisis kinerja keuangan pada APBD kota Malang tahun anggaran 2008-2012. Penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui kemampuan keuangan serta kinerja keuangan daerah kota Malang kemudian diinterpresentasikan dengan menggunakan analisis data kualitatif. Dari hasil penelitiannya dapat ditarik kesimpulan bahwa kemampuan keuangan pemerintah daerah kota Malang tahun 2008-2012 dapat dikatakan baik karena setiap tahun dapat mengoptimalkan kemampuan keuangannya meskipun hasil persentasenya masih berada dalam kategori kurang mampu. Selain itu kinerjanya dan perolehan SILPA tahun berjalan selalu meningkat yang dikarenakan adanya efisiensi pada komponen belanja daerah. Sandy Candra Saputra, I Wayan Suwendra, Fridayana Yudiatmaja (2016) melakukan analisis kinerja keuangan pada APBD kabupaten Jembrana tahun anggaran 2010 2014. Dari hasil penelitian dan pembahasan dapat diambil beberapa simpulan: (1) dilihat dari varian/selisih pendapatan termasuk dalam kategori baik, (2) dilihat dari rasio derajat desentralisasi termasuk dalam kategori sangat kurang, (3) dilihat dari rasio kemandirian keuangan daerah termasuk dalam

Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN MASALAH A. Tinjauan ...eprints.umm.ac.id/38300/3/BAB...

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN MASALAH A. Tinjauan ...eprints.umm.ac.id/38300/3/BAB II.pdfdaerah tidak mampu melaksanakan otonomi daerah, (4) ... Artikel Ilmiah Mahasiswa. ...

5

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN MASALAH

A. Tinjauan Penelitian Terdahulu

Penelitian yang berkaitan dengan analisis rasio keuangan sebagai tolok ukur

keberhasilan pemerintah dalam mengelola keuangannya pernah dilakukan oleh

Mentari Yosephen Sijabat, Choirul Saleh, Abdul Wachid (2013) dengan melakukan

analisis kinerja keuangan pada APBD kota Malang tahun anggaran 2008-2012.

Penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui kemampuan keuangan serta kinerja

keuangan daerah kota Malang kemudian diinterpresentasikan dengan

menggunakan analisis data kualitatif. Dari hasil penelitiannya dapat ditarik

kesimpulan bahwa kemampuan keuangan pemerintah daerah kota Malang tahun

2008-2012 dapat dikatakan baik karena setiap tahun dapat mengoptimalkan

kemampuan keuangannya meskipun hasil persentasenya masih berada dalam

kategori kurang mampu. Selain itu kinerjanya dan perolehan SILPA tahun berjalan

selalu meningkat yang dikarenakan adanya efisiensi pada komponen belanja

daerah.

Sandy Candra Saputra, I Wayan Suwendra, Fridayana Yudiatmaja (2016)

melakukan analisis kinerja keuangan pada APBD kabupaten Jembrana tahun

anggaran 2010 – 2014. Dari hasil penelitian dan pembahasan dapat diambil

beberapa simpulan: (1) dilihat dari varian/selisih pendapatan termasuk dalam

kategori baik, (2) dilihat dari rasio derajat desentralisasi termasuk dalam kategori

sangat kurang, (3) dilihat dari rasio kemandirian keuangan daerah termasuk dalam

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN MASALAH A. Tinjauan ...eprints.umm.ac.id/38300/3/BAB II.pdfdaerah tidak mampu melaksanakan otonomi daerah, (4) ... Artikel Ilmiah Mahasiswa. ...

6

kategori rendah sekali dengan pola hubungan instruktif. Ini berarti peranan

pemerintah pusat lebih dominan daripada kemandirian pemerintah daerah atau

daerah tidak mampu melaksanakan otonomi daerah, (4) dilihat dari pertumbuhan

pendapatan dikategorikan pertumbuhannya positif karena pemerintah daerah

mampu mempertahankan bahkan meningkatkan pencapaian dari tahun sebelumnya,

(5) dilihat dari varian/selisih belanja daerah termasuk dalam kategori baik, (6)

dilihat dari keserasian belanja disimpulkan bahwa pemerintah lebih banyak

menggunakan anggaran belanjanya untuk keperluan belanja operasional, (7) dilihat

dari efisiensi belanja pemerintah daerah kabupaten Jembrana dikategorikan

efisiensi dalam menggunakan anggaran belanja daerah.

Kemudian I Dewa Gde Bisma, Hery Susanto (2010) melakukan analisis

kinerja keuangan daerah provinsi NTB tahun anggaran 2003-2007. Hasil penelitian

menunjukkan ketergantungan keuangan daerah sangat tinggi terhadap pemerintah

pusat sehingga tingkat kemandirian sangat kurang, desentralisasi fiskal cukup

mengingat ketergantungan keuangan terhadap pemerintah pusat sangat tinggi.

Efektifitas pengelolaan APBD sangat efektif, namun efisiensi pengelolaan APBD

menunjukkan hasil tidak efisien. Tingginya tingkat kemampuan keuangan daerah

provinsi NTB lebih disebabkan karena besaran subsidi atau bantuan keuangan yang

diberikan oleh pemerintah pusat melalui dana perimbangan. Hal itu tentu sangat

bertolak belakang dengan amanat otonomi daerah yang menunjukkan kemandirian

daerah dan kewenangan luas dalam menyelenggarakan urusan rumah tangga

pemerintah daerah.

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN MASALAH A. Tinjauan ...eprints.umm.ac.id/38300/3/BAB II.pdfdaerah tidak mampu melaksanakan otonomi daerah, (4) ... Artikel Ilmiah Mahasiswa. ...

7

Analisis Kinerja Pemerintah Daerah melalui Analisis Keuangan APBD juga

pernah dilakukan Mentari Kurnia Dharmawati dan Ririn Irmadariyani (2016) dalam

Artikel Ilmiah Mahasiswa. Analisis Rasio Keuangan APBD dilakukan dalam

menilai Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Banyuwangi tahun 2012-

2014 dapat disimpulkan bahwa kinerja pendapatan dari pemerintah Kabupaten

Banyuwangi sudah baik, terlihat dengan PAD yang meningkat setiap tahunnya dan

telah diukur dengan Rasio Efektifitas menunjukkan PAD yang telah mencapai

target. Akan tetapi dari berdasarkan Rasio Kemandirian masih rendah dan tingkat

ketergantungan terhadap bantuan pihak eksternal masih tinggi, rasio efektifitas

menunjukkan bahwa raealisasi penerimaan PAD telah melampaui anggaran yang

ditetapkan.

Kesimpulan, dari analisis penelitian terdahulu diatas menunjukkan bahwa

pemerintah daerah belum mampu melaksanakan otonomi daerah dengan baik,

walaupun hasil penelitian yang dilakukan oleh Mentari Yosephen Sijabat, Choirul

Saleh, Abdul Wachid mengenai kinerja keuangan pada APBD kota Malang pada

tahun 2013 serta penelitian lain di Kabupaten Banyuwangi yang dilakukan oleh

Mentari Kurnia Dharmawati dan Ririn Irmadariyani pada tahun 2016 menunjukkan

adanya peningkatan pendapatan setiap tahun pada daerah masing-masing, tetapi

kedua daerah tersebut hanya merupakan contoh keberhasilan kecil dari pelaksanaan

Otonomi Daerah di Indonesia. Dibuktikan dengan penelitian lain yang dilakukan

oleh Sandy Candra Saputra, I Wayan Suwendra, Fridayana Widiatmaja pada tahun

2016 pada Kabupaten Jembrana dan penelitian lain yang dilakukan oleh I Dewa

Gde Bisma, Hery Susanto di Provinsi NTB pelaksanaan Otonomi Daerah masih

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN MASALAH A. Tinjauan ...eprints.umm.ac.id/38300/3/BAB II.pdfdaerah tidak mampu melaksanakan otonomi daerah, (4) ... Artikel Ilmiah Mahasiswa. ...

8

belum dapat berjalan dengan optimal. Belum optimalnya pelaksanaan Otonomi

Daerah antara lain disebabkan karena adanya tingkat ketergantungan keuangan

daerah yang masih sangat tinggi terhadap pemerintah pusat dan bantuan pihak

eksternal, sehingga tingkat kemandirian pada masing-masing daerah masih sangat

kurang.

B. Landasan Teori

1. Analisis Laporan Keuangan

Analisis Laporan Keuangan berarti: “menguraikan pos-pos laporan

keuangan menjadi unit informasi yang lebih kecil dan melihat hubungan yang

bersifat signifikan atau yang mempunyai makna antara satu dengan yang lain baik

antara data kuantitatif maupun non kuantitatif dengan tujuan untuk mengetahui

kondisi keuangan lebih dalam yang sangat penting dalam proses menghasilkan

keputusan yang tepat.” (Sofyan Syafri Harahap (2010:9),

Penggunanaan Analisis Rasio Keuangan pada Sektor Publik belum begitu

banyak dilakukan, sehingga secara teori belum ada kesepakatan mengenai nama

dan kaidah pengukurannya (Abdul halim, 2007 : 231). Meskipun demikian, dalam

rangka pengelolaan keuangan daerah yang transparan dan akuntabel, analisis rasio

keuangan terhadap laporan keuangan Pemerintah Daerah perlu dilaksanakan,

meskipun kaidah akuntansi dalam laporan keuangan Pemerintah Daerah berbeda

dengan laporan keuangan yang dimiliki organisasi privat, yaitu Pemerintah Daerah

memiliki tugas menjalankan kegiatan pembangunan.

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN MASALAH A. Tinjauan ...eprints.umm.ac.id/38300/3/BAB II.pdfdaerah tidak mampu melaksanakan otonomi daerah, (4) ... Artikel Ilmiah Mahasiswa. ...

9

Pihak yang berkepentingan dengan Analisis Rasio Keuangan pada laporan

keuangan daerah adalah (Widodo, 2001: 261):

1. DPRD sebagai wakil dari pemilik daerah (masyarakat)

2. Pemerintah eksekutif sebagai landasan dalam menyusun APBD berikutnya

3. Pemerintah pusat/provinsi sebagai bahan masukan dalam pembinaan

pelaksanaan pengelolaan keuangan daerah

4. Masyarakat dan kreditur, sebgai pihak yang akan turut memiliki saham

pemerintah daerah, bersedia memberi pinjaman ataupun membeli obligasi.

Prinsip-prinsip yang mendasari pengelolaan keuangan daerah:

a. Akuntabilitas, yaitu berperilaku sesuai dengan mandate yang diterima serta

menghasilkan kebijakan yang harus dapat diakses dan dikomunikasikan secara

vertikal maupun horizontal dengan baik.

b. Value for Money, prinsip ini dioperasionalkan dalam pengelolaan keuangan dan

anggaran daerah dengan ekonomis, efektif, dan efisien.

c. Kejujuran dalam mengelola keuangan publik (probity), dalam pengelolaan

keuangan daerah harus dipercayakan kepada pegawai yang memiliki integritas

dan kejujuran yang tinggi, sehingga potensi munculnya praktek korupsi dapat

diminimalkan.

d. Transparansi, yaitu keterbukaan pemerintah dalam membuat kebijakan-

kebijakan keuangan daerah sehingga dapat diketahui dan diawasi oleh Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) maupun masyarakat.

e. Pengendalian, yaitu dalam pengelolaan keuangan daerah perlu dilakukan

monitoring terhadap penerimaan maupun pengeluaran Anggaran Pendapatan

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN MASALAH A. Tinjauan ...eprints.umm.ac.id/38300/3/BAB II.pdfdaerah tidak mampu melaksanakan otonomi daerah, (4) ... Artikel Ilmiah Mahasiswa. ...

10

dan Belanja Daerah (APBD), sehingga bila terjadi selisih (varians) dapat

dengan segera dicari penyebab timbulnya selisih. (Mardiasmo, 2004).

2. Akuntabilitas Sektor Publik

Pengertian Akuntabilitas

Akuntabilitas adalah sebuah konsep etika yang dekat dengan administrasi

publik pemerintahan (lembaga eksekutif pemerintah, lembaga legislatif perlemen,

dan lembaga yudikatif) yang mempunyai beberapa arti antara lain, hal ini sering

digunakan secara sinonim dengan konsep-konsep seperti yang dapat

dipertanggungjawabkan (responbility), yang dapat dipertanyakan (answerbility),

yang dapat dipersalahkan (blameworthiness) dan yang mempunyai keterkaitan

dengan harapan dapat menerangkan salah satu aspek dari administrasi

publik/pemerintah. (Djalil, 2014: 63).

Dimensi Akuntabilitas

Dimensi Akuntabilitas terdiri dari 5, yaitu:

a. Akuntabilitas hukum dan kejujuran (accountability for probity and

legality)

Akuntabilitas hukum terkait dengan dilakukannya kepatuhan terhadap

hukum dan peraturan lain yang disyaratkan dalam organisasi, sedangkan

akuntabilitas kejujuran terkait dengan penghindaran penyalahgunaan

jabatan, korupsi dan kolusi. Akuntabilitas hukum menjamin

ditegakkannya supremasi hukum, sedangkan akuntabilitas kejujuran

menjamin adanya praktik organisasi sehat.

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN MASALAH A. Tinjauan ...eprints.umm.ac.id/38300/3/BAB II.pdfdaerah tidak mampu melaksanakan otonomi daerah, (4) ... Artikel Ilmiah Mahasiswa. ...

11

b. Akuntabilitas manajerial

Akuntabilitas manajerial yang dapat juga diartikan sebagai akuntabilitas

kinerja (performance accountability) adalah pertanggungjawaban untuk

melakukan pengelolaan organisasi secara efektif dan efisien.

c. Akuntabilitas program

Akuntabilitas program juga berarti bahwa program-program organisasi

hendaknya merupakan program yang bermutu dan mendukung strategi

dalam pencapaian visi, misi dan tujuan organisasi. Lembaga public

harus mempertanggungjawabkan program yang telah dibuat sampai

pada pelaksanaan program.

d. Akuntabilitas kebijakan

Lembaga-lembaga publik hendaknya dapat mempertanggungjawabkan

kebijakan yang telah ditetapkan dengan mempertimbangkan dampak

dimasa depan.

e. Akuntabilitas finansial

Akuntabilitas ini merupakan pertanggungjawaban lembaga-lembaga

publik untuk menggunakan dana publik secara ekonomis, efisien dan

efektif, tidak ada pemborosan dan kebocoran dana, serta korupsi. (Rasul,

2002: 11).

Indikator Akuntabilitas

Indikator akuntabilitas digunakan sebagai alat ukur berdasarkan akuntabilitas.

Penetapan alat ukur digunakan untuk membandingkan dan menilai kegiatan-

kegiatan yang sudah dilakukan sesuai dengan rencana, pedoman dan peraturan.

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN MASALAH A. Tinjauan ...eprints.umm.ac.id/38300/3/BAB II.pdfdaerah tidak mampu melaksanakan otonomi daerah, (4) ... Artikel Ilmiah Mahasiswa. ...

12

Akuntabilitas dalam penyelenggaraan pemerintahan terdiri dari beberapa

elemen antara lain:

Adanya akses publik terhadap laporan yang telah dibuat,

Penjelasan dan pembenaran terhadap tindakan pemerintah,

Penjelasan harus dilakukan dalam sebuah forum terbuka,

Aktor harus memiliki kewajiban untuk hadir. (Lalolo, 2003: 17).

3. Desentralisasi Fiskal

Menurut UU No. 31 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah Pasal 1 ayat 7

dan UU No. 3 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Pemerintahan Daerah

Pasal 1 ayat 8, “Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh

Pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan

pemerintahan dalam system Negara Kesatuan Republik Indonesia.”

Ada dua manfaat yang dapat diharapkan dari desentralisasi secara tepritis menurut

Mardiasmo (2002), yaitu:

1. Mendorong partisipasi, prakarsa dan kreatifitas masyarakat di dalam

pembangungan serta mendorong pemerataan hasil pembangunan di seluruh

daerah dengan memanfaatkan sumber daya potensi yang tersedia di masing-

masing daerah.

2. Memperbaiki alokasi sumber daya produktif melalui pergeseran peran

pengambilan keputusan publik ke tingkat pemerintah yang paling rendah

yang memiliki informasi yang paling lengkap.

Tujuan kebijaksanaan desentralisasi adalah:

1. Mewujudkan keadilan antara kemampuan dan hak daerah

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN MASALAH A. Tinjauan ...eprints.umm.ac.id/38300/3/BAB II.pdfdaerah tidak mampu melaksanakan otonomi daerah, (4) ... Artikel Ilmiah Mahasiswa. ...

13

2. Peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan pengurangan subsidi dari

pemerintah pusat

3. Mendorong pembangunan daerah sesuai dengan aspirasi masing-masing

daerah (Suparmoko,2002).

4. Kinerja Keuangan Daerah

Kinerja merupakan pencapaian atas apa yang direncanakan, baik oleh

pribadi maupun organisasi. Apabila pencapaian sesuai dengan yang direncanakan,

maka kinerja yang dilakukan terlaksana dengan baik. Apabila pencapaian

melebihi dari apa yang direncanakan dapat dikatakan kinerjanya sangat bagus.

Apabila pencapaian tidak sesuai dengan apa yang direncanakan atau kurang dari

apa yang direncanakan, maka kinerjanya jelek. Kinerja keuangan adalah suatu

ukuran kinerja yang menggunakan indikator keuangan.

Pengertian kinerja seperti yang dikemukakan oleh Bastian (2001) adalah

gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu

kegiatan/program/kebijaksanaan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, visi, dan

misi organisasi terutang dalam perumusan skema strategis suatu organisasi.

Secara umum dapat juga dikatakan bahwa kinerja merupakan prestasi yang dapat

dicapai oleh organisasi dalam periode tertentu, sedangkan menurut Inpres No.7

Tahun 1999 tentang akuntabilitas kinerja instansi pemerintah, kinerja adalah

gambaran mengenai tingkat pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijaksanaan

dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi.

Analisis kinerja keuangan pada dasarnya dilakukan untuk menilai kinerja

di masa lalu dengan melakukan berbagai analisis sehingga diperoleh posisi

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN MASALAH A. Tinjauan ...eprints.umm.ac.id/38300/3/BAB II.pdfdaerah tidak mampu melaksanakan otonomi daerah, (4) ... Artikel Ilmiah Mahasiswa. ...

14

keuangan yang mewakili realitas entitas dan potensi kinerja yang akan berlanjut.

Menurut Halim (2001) analisis kinerja keuangan adalah usaha mengidentifikasi

ciri-ciri keuangan berdasarkan laporan keuangan yang tersedia.

Dalam organisasi pemerintah untuk mengukur kinerja keuangan ada

beberapa ukuran kinerja, yaitu rasio kemandirian, rasio efektifitas, rasio efisiensi,

rasio pertumbuhan, dan rasio keserasian.

Salah satu alat untuk menganalisis kinerja pemerintah daerah dalam

mengelola keuangan daerahnya adalah dengan melakukan analisis rasio keuangan

terhadap APBD yang telah ditetapkan dan dilaksanakannya. (Halim, 2007)

Penggunaan analisis rasio keuangan sebagai alat analisis kinerja keuangan

secara luas telah diterapkan pada lembaga publik khususnya pemerintah daerah

masih sangat terbatas sehingga secara teoritis belum ada kesepakatan yang bulat

mengenai nama dan kaidah pengukurannya. Dalam rangka pengelolaan keuangan

daerah yang transparan, jujur, demokratis, efektif, efisien, dan akuntabel, maka

analisis rasio keuangan terhadap pendapatan belanja daerah perlu dilaksanakan.

(Mardiasmo, 2002).

5. Laporan Keuangan Pemerintah Daerah

Laporan keuangan terutama digunakan untuk membandingkan realisasi

pendapatan, belanja, transfer dan pembiayaan dengan anggaran yang telah

ditetapkan, menilai kondisi keuangan, mengevaluasi efektivitas dan efisiensi suatu

entitas dan membantu menentukan ketaatannya terhadap perundang-undangan.

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN MASALAH A. Tinjauan ...eprints.umm.ac.id/38300/3/BAB II.pdfdaerah tidak mampu melaksanakan otonomi daerah, (4) ... Artikel Ilmiah Mahasiswa. ...

15

(Fidelius:2013). PP No.71 Tahun 2010 menjelaskan laporan keuangan pemerintah

terdiri dari :

1. Laporan Realisasi Anggaran

Menyediakan informasi mengenai anggaran dan realisasi pendapatan LRA,

belanja, transfer, surplus/defisit LRA, dan pembiayaan dari suatu entitas pelaporan.

Informasi tersebut berguna bagi para pengguna laporan dalam mengevaluasi

keputusan mengenai alokasi sumber-sumber daya ekonomi, akuntabilitas dan

ketaatan entitas pelaporan terhadap anggaran karena menyediakan informasi-

informasi sebagai berikut:

Informasi mengenai sumber, alokasi, dan penggunaan sumber daya ekonomi

Informasi mengenai realisasi anggaran secara menyeluruh yang berguna dalam

mengevaluasi kinerja pemerintah dalam hal efisiensi dan efektivitas

penggunaan anggaran.

LRA menyediakan informasi yang berguna dalam memprediksi sumber

daya ekonomi yang akan diterima untuk mendanai kegiatan pemerintah pusat dan

daerah dalam periode mendatang dengan cara menyajikan laporan secara

komparatif. Selain itu, LRA juga dapat menyediakan informasi kepada para

pengguna laporan keuangan pemerintah tentang indikasi perolehan dan penggunaan

sumber daya ekonomi dalam penyelenggaraan fungsi pemerintahan, sehingga dapat

menilai apakah suatu kegiatan/program telah dilaksanakan secara efisien, efektif,

dan hemat, sesuai dengan anggarannya (APBN/APBD), dan sesuai dengan

peraturan perundang-undangan.

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN MASALAH A. Tinjauan ...eprints.umm.ac.id/38300/3/BAB II.pdfdaerah tidak mampu melaksanakan otonomi daerah, (4) ... Artikel Ilmiah Mahasiswa. ...

16

Setiap komponen dalam LRA dijelaskan lebih lanjut dalam Catatan atas

Laporan Keuangan. Penjelasan tersebut memuat hal-hal yang mempengaruhi

pelaksanaan anggaran seperti kebijakan fiskal dan moneter, sebab-sebab terjadinya

perbedaan yang material antara anggaran dan realisasinya, serta daftar-daftar yang

merinci lebih lanjut atas angka-angka yang dianggap perlu untuk dijelaskan. Namun

dari segi struktur, LRA Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah

Kabupaten/Kota memiliki struktur yang berbeda. Perbedaan ini lebih diakibatkan

karena adanya perbedaan sumber pendapatan pada Pemerintah Pusat, Pemerintah

Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota.

Penyusunan dan penyajian LRA didasarkan pada akuntansi anggaran,

akuntansi pendapatan LRA, akuntansi belanja, akuntansi surplus/defisit, akuntansi

pembiayaan dan akuntansi sisa lebih/kurang pembiayaan anggaran

(SiLPA/SiKPA), yang mana berdasar pada basis kas.

a. Akuntansi Anggaran

Salah satu perbedaan utama akuntansi pemerintahan dengan akuntansi

perusahaan komersial terletak pada akuntansi anggaran. Dalam pemerintahan,

pencatatan telah dimulai pada saat anggaran (APBN/APBD) disahkan dan

dialokasikan.

Akuntansi anggaran merupakan teknik pertanggungjawaban dan

pengendalian manajemen yang digunakan untuk membantu pengelolaan

pendapatan, belanja, transfer, dan pembiayaan. Akuntansi anggaran

diselenggarakan sesuai dengan struktur anggaran yang terdiri dari anggaran

pendapatan, belanja, dan pembiayaan.

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN MASALAH A. Tinjauan ...eprints.umm.ac.id/38300/3/BAB II.pdfdaerah tidak mampu melaksanakan otonomi daerah, (4) ... Artikel Ilmiah Mahasiswa. ...

17

Anggaran pendapatan meliputi estimasi pendapatan yang dijabarkan

menjadi alokasi kredit anggaran (allotment). Anggaran pembiayaan terdiri dari

penerimaan pembiayaan dan pengeluaran pembiayaan.

b. Akuntansi Pendapatan LRA

Pendapatan negara/ daerah merupakan iuran rakyat yang diamanatkan

kepada pemerintah, sehingga akuntansi pendapatan LRA disusun untuk memenuhi

kebutuhan pertanggungjawaban sesuai dengan ketentuan dan untuk keperluan

pengendalian bagi manajemen pemerintah pusat dan daerah.

Pendapatan LRA diakui pada saat uang diterima pada Rekening Kas Umum

Negara/Daerah, yang mana pencatatan pendapatan LRA dilaksanakan berdasarkan

azas bruto, yaitu mencatat jumlah bruto penerimaan, dan tidak mencatat jumlah

netonya (setelah dikompensasikan dengan pengeluaran), namun ketika biaya atas

pendapatan tersebut bersifat variable dan tidak dapat dianggarkan terlebih dahulu

dikarenakan proses belum selesai, maka dapat mencatat nilai netonya.

Pemerintah mungkin saja melakukan kekeliruan dalam menghitung tagihan

pendapatan yang mengakibatkan kelebihan penerimaan pendapatan, jika hal ini

terjadi maka pemerintah harus mengembalikan pendapatan tersebut. Pengembalian

yang sifatnya sistematik (normal) dan berulang (recurring) terjadi atas penerimaan

pendapatan LRA pada periode penerimaan (tahun anggaran berjalan) maupun pada

periode sebelumnya (tahun anggaran sebelumnya) dibukukan sebagai pengurang

pendapatan LRA. Namun, untuk koreksi dan pengembalian yang sifatnya tidak

berulang (non-recurring) atas penerimaan pendapatan LRA yang terjadi pada

periode penerimaan pendapatan LRA dibukukan sebagai pengurang pendapatan

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN MASALAH A. Tinjauan ...eprints.umm.ac.id/38300/3/BAB II.pdfdaerah tidak mampu melaksanakan otonomi daerah, (4) ... Artikel Ilmiah Mahasiswa. ...

18

LRA pada periode yang sama. Sedangkan untuk koreksi dan pengembalian yang

sifatnnya tidak berulang (non recurring) atas penerimaan pendapatan LRA yang

terjadi pada periode sebelumnya dibukukan sebagai pengurang Saldo Anggaran

Lebih pada periode ditemukannya koreksi dan pengembalian tersebut.

c. Akuntansi Belanja

Akuntansi belanja disusun selain untuk memenuhi kebutuhan

pertanggungjawaban sesuai dengan ketentuan, juga dapat dikembangkan untuk

keperluan pengendalian bagi manajemen untuk mengukur afektivitas dan efisiensi

belanja tersebut. Pengeluaran untuk belanja dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu

secara langsung dikeluarkan oleh Bendahara Umum Negara/Daerah (BUN/BUD),

atau melalui bendahara pengeluaran maka pengakuan belanja dilakukan pada saat

pertanggungjawaban atas pengeluaran tersebut disahkan oleh unit yang mempunyai

fungsi perbendaharaan.

Jika terjadi kekeliruan dalam pengeluaran belanja maka koreksi atas

pengeluaran belanja (penerimaan kembali belanja) yang terjadi pada periode

pengeluaran belanja dibukukan sebagi pengurang belanja pada periode yang sama.

Apabila diterima pada periode berikutnya, koreksi atas pengeluaran belanja

dibukukan dalam pendapatan LRA dalam pos pendapatan lain-lain LRA.

d. Akuntansi Surplus/Defisit LRA

Selisih antara pendapatan LRA dan belanja selama satu periode pelaporan

dicatat dalam pos Surplus/Defisit LRA. Surplus LRA terjadi jika jumlah

pendapatan LRA selama suatu periode lebih besar daripada jumlah belanja pada

periode tersebut, begitupula sebaliknnya, defisit LRA terjadi jika jumlah

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN MASALAH A. Tinjauan ...eprints.umm.ac.id/38300/3/BAB II.pdfdaerah tidak mampu melaksanakan otonomi daerah, (4) ... Artikel Ilmiah Mahasiswa. ...

19

pendapatan LRA lebih kecil dari jumlah belanja selama satu periode pelaporan

tersebut.

e. Akuntansi Pembiayaan

Pembiayaan (financing) adalah seluruh transaksi keuangan pemerintah, baik

penerimaan maupun pengeluaran, yang perlu dibayar atau akan diterima kembali,

yang dalam penganggaran pemerintah terutama dimaksudkan untuk menutup

defisit dana tau memanfaatkan surplus anggaran. Penerimaan pembiayaan antara

lain digunakan untuk pembayaran kembali pokok pinjaman, pemberian pinjaman

kepada entitas lain, dan penyertaan modal oleh pemerintah di BUMN/BUMD.

Penerimaan pembiayaan diakui pada saat uang diterima pada Rekening Kas

Umum Negara/Daerah, dan dicatat berdasarkan azas bruto. Sedangkan pengeluaran

pembiyaan diakui pada saat dikeluarkan dari Rekening Kas Umum Negara/Daerah.

f. Akuntansi Sisa Lebih/Kurang Pembiayaan Anggaran (SiLPA/SiKPA)

SiLPA/SiKPA adalah selisih lebih/kurang antara realisasi penerimaan dan

pengeluaran selama satu periode pelaporan atau selisih lebih/kurang antara realisasi

pendapatan LRA dan penerimaan. Nilai SiLPA/SiKPA pada akhir periode

pelaporan inilah yang nantinya dipindahkan ke Laporan Perubahan Saldo Anggaran

Lebih. Apabila dalam LRA terdapat transaksi mata uang asing maka harus

dicatat/dibukukan dalam mata uang rupiah atau dikpnversi terlebih dahulu ke

rupiah.

2. Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih (LP-SAL)

Menyajikan pos-pos berikut, yaitu saldo anggaran lebih awal (saldo tahun

sebelumnya), penggunaan saldo anggaran lebih, sisa lebih/kurang pembiayaan

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN MASALAH A. Tinjauan ...eprints.umm.ac.id/38300/3/BAB II.pdfdaerah tidak mampu melaksanakan otonomi daerah, (4) ... Artikel Ilmiah Mahasiswa. ...

20

anggaran (SiLPA/SiKPA) tahun berjalan, koreksi kesalahan pembukuan tahun

sebelumnya, lain-lain dan saldo anggaran lebih akhir untuk periode berjalan. Pos-

pos tersebut disajikan secara komparatif dengan periode sebelumnya.

LP-SAL dimaksudkan untuk memberikan ringkasan atas pemanfaatn saldo

anggaran dan pembiayaan pemerintah, sehingga sutau entitas pelaporan harus

menyajikan rincian lebih lanjut dari unsur-unsur yang tersapat dalam LP-SAL

dalam Catatan atas Laporan Keuangan. Struktur LP-SAL baik pada Pemerintah

Pusat, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota tidak memiliki

perbedaan.

3. Laporan Operasional

Menyediakan informasi mengenai seluruh kegiatan operasioanl keuangan

entitas pelaporan yang tercerminkan dalam pendapatan LO, beban dan

surplus/defisit operasional dari suatu entitas pelaporan yang penyajiannya

disandingkan dengan periode sebelumnya.

Pengguna laporan membutuhkan Laporan Operasional dalam mengevaluasi

pendapatan LO dan beban untuk menjalankan suatu unit atau seluruh entitas

pemerintahan. Berkaitan dengan kebutuhan pengguna tersebut, Laporan

Operasional menyediakan informasi sebagai berikut:

Mengenai besarnya beban yang harus ditanggung oleh pemerintah untuk

menjalankan pelayanan

Mengenai operasi keuangan secara menyeluruh yang berguna dalam

mengevaluasi kinerja pemerintah dalam hal efisiensi, efektivitas, dan

kehematan perolehan dan penggunaan sumber daya ekonomi

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN MASALAH A. Tinjauan ...eprints.umm.ac.id/38300/3/BAB II.pdfdaerah tidak mampu melaksanakan otonomi daerah, (4) ... Artikel Ilmiah Mahasiswa. ...

21

Yang berguna dalam memprediksi pandapatan LO yang akan diterima untuk

mendanai kegiatan pemerintah pusat dan daerah dalam periode mendatang

dengan cara menyajikan laporan secara komparatif

Mengenai penurunan ekuitas (bila defisit operasional), dan peningkatan ekuitas

(bila surplus operasional)

Laporan Operasional disusun untuk melengkapi pelapiran dari siklus

akuntansi berbasis akrual (full accrual accounting cycle) sehingga penyusunan

Laporan Operasional, Laporan Perubahan Ekuitas, dan Neraca mempunyai

keterkaitan yang dapat dipertanggungjawabkan.

Dalam hubungannya dengan laporan operasioanl, kegiatan operasioanl

suatu entitas pelaporan dapat dianalisis menurut klasifikasi ekonomi atau klasifikasi

fungsi/program untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Laporan operasional

yang dianalisis menurut suatu klasifikasi ekonomi, beban-beban dikelompokkan

menurut klasifikasi ekonomi (sebagai contoh beban penyusutan/amortisasi, beban

alat tulis kantor, beban transportasi, dan beban gaji dan tunjangan pagawai), dan

tidak direalokasikan pada berbagai fungsi dalam suatu entitas pelaporan. Metode

ini sederhana untuk diaplikasikan dalam kebanyakan entitas kecil karena tidak

memerlukan alokasi beban operasioanl pada berbagai fungsi. Namun program atau

operasioanl yang dianalisis menurut klasifikasi fungsi, beban-beban

dikelompokkan menurut program atau yang dimaksudkannya. Penyajian laporan

ini memberikan informasi yang lebih relevan bagi pemakai dibandingkan dengan

laporan menurut klasifikasi ekonomi, waktu dalam hal ini pengalokasian beban ke

setiap fungsi adakalanya bersifat arbitrer dan atas dasar pertimbangan tertentu.

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN MASALAH A. Tinjauan ...eprints.umm.ac.id/38300/3/BAB II.pdfdaerah tidak mampu melaksanakan otonomi daerah, (4) ... Artikel Ilmiah Mahasiswa. ...

22

Dalam memilih penggunaan kedua metode klasifikasi beban tersebut

tergantung pada faktor historis dan peraturan perundang-undangan, serta hakikat

organisasi. Kedua metode ini dapat memberikan indikasi beban yang mungkin

berbeda dengan output entitas pelapiran bersangkutan, baik langsung maupun tidak

langsung. Karena penerapan dengan output entitas pelaporan bersangkutan, baik

langsung maupun tidak langsung. Karena penerapan masing-masing metode pada

entitas yang berbeda mempunyai kelebihan tersendiri, maka SAP memperbolehkan

entitas pelaporan memilih salah satu metode yang dipandang dapat menyajikan

unsur operasi secara layak pada entitas tersebut.

Entitas pelaporan yang mengelompokkan beban menurut klasifikasi fungsi

juga harus mengungkapkan tambahan informasi beban menurut klasifikasi

ekonomi, antara lain meliputi beban penyusutan/amortisasi beban gaji dan

tunjangan pegawai, dan beban bunga pinjaman.

Sama halnya dengan LRA, struktur Laporan Operasional Pemerintah Pusat,

Pemerintah Provinsi dan Pemerinah Kabupaten/Kota memiliki perbedaan.

Perbedaan struktur tersebut juga diakibatkan karena perbedaan sumber pendapatan

pada pemerintah pusat, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota.

Namun, yang membedakan antara LRA dengan LO diantaranya adalah sebagai

berikut:

Pengelompokkan pada LRA terdiri dari pendapatan, belanja, transfer dan

pembiayaan, sedangkan pengelompokkan pada LO terdiri dari pendapatan dan

beban dari kegiatan operasional, surplus/defisit dari kegiatan non operasional

dan pos-pos luar biasa.

Page 19: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN MASALAH A. Tinjauan ...eprints.umm.ac.id/38300/3/BAB II.pdfdaerah tidak mampu melaksanakan otonomi daerah, (4) ... Artikel Ilmiah Mahasiswa. ...

23

LRA menyajikan pendapatan dan belanja yang berbasis kas, sedangkan LO

menyajikan pendapatan dan beban yang berbasis akrual.

Akibat dari perbedaan basis akuntansi yang digunakan, pada LRA pembelian

aset dikategorikan sebagai belanja modal atau pengurang pendapatan,

sedangkan pada LO pembelian aset tetap tidak diakui sebagai pengurang

pendapatan.

4. Laporan Perubahan Ekuitas

Menyajikan sekurang kurangnya pos-pos ekuitas awal atau ekuitas tahun

sebelumnya, surplus/defisit LO pada periode bersangkutan dan koreksi-koreksi

yang langsung menambah/mengurangi ekuitas, yang antara lain berasal dari

dampak kumulatif yang disebabkan oleh perubahan kebijakan akuntansi dan

koreksi kesalahan mendasar, misalnya:

Koreksi kesalahan mendasar dari persediaan yang terjadi pada periode-periode

sebelumnya

Perubahan nilai aset tetap karena revaluasi aset tetap

Disamping itu, suatu entitas pelaporan juga perlu menyajikan rincian lebih

lanjut dari unsur-unsur yang terdapat dalam Laporan Perubahan Ekuitas yang

dijelaskan pada Catatan atas Laporan Keuangan.

Struktur Laporan Perubahan Ekuitas baik Pemerintah Pusat, Pemerintah

Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota tidak memiliki perbedaan.

5. Neraca

Menggambarkan posisi keuangan suatu entitas pelaporan mengenai aset,

kewajiban, dan ekuitas pada tanggal tertentu. Dalam neraca, setiap entitas

Page 20: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN MASALAH A. Tinjauan ...eprints.umm.ac.id/38300/3/BAB II.pdfdaerah tidak mampu melaksanakan otonomi daerah, (4) ... Artikel Ilmiah Mahasiswa. ...

24

mengklasifikasikan asetnya dalam aset lancar dan non lancar serta

mengklasifikasikan kewajibannya menjadi kewajiban jangka pendek dan jangka

panjang.

Apabila suatu entitas memiliki aset/barang yang akan digunakan dalam

menjalankan kegiatan pemerintahan, dengan adanya klasifikasi terpisah antara aset

lancar dan non lancar dalam neraca maka akan memberikan informasi mengenai

aset/barang yang akan digunakan dalam periode akuntansi berikutnya (aset lancar)

dan yang akan digunakan untuk keperluan jangka panjang (aset non lancar).

Konsekuensi dari penggunaan sistem berbasis akrual pada setiap neraca

menyebabkan setiap entitas pelaporan harus menggunakan setiap pos aset dan

kewajiban yang mencakup jumlah-jumlah yang diharapkan akan diterima atau

dibayar dalam waktu 12 bulan setelah tanggal pelaporan dan jumlah-jumlah yang

diharapkan akan diterima atau dibayar dalam waktu lebih dari 12 bulan.

Informasi tentang tanggal jatuh tempo aset dan kewajiban keuangan

bermanfaat untuk menilai likuiditas dan solvabilitas suatu entitas pelaporan.

Sedangkan informasi tentang tanggal penyelesaian aset non keuangan dan

kewajiban seperti persediaan dan cadangan juga bermanfaat untuk mengetahui

apakah aset diklasifikasikan sebagai aset lancar dan non lancar dan kewajiban

diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka pendek dan jangka panjang.

Neraca setidaknya menyajikan pos-pos berikut: (1) kas dan setara kas; (2)

investasi jangka pendek; (3) piutang pajak dan bukan pajak; (4) persediaan; (5)

investasi jangka panjang; (6) aset tetap; (7) kewajiban jangka pendek; (8) kewajiban

jangka panjang; dan (9) ekuitas.

Page 21: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN MASALAH A. Tinjauan ...eprints.umm.ac.id/38300/3/BAB II.pdfdaerah tidak mampu melaksanakan otonomi daerah, (4) ... Artikel Ilmiah Mahasiswa. ...

25

Pos-pos tersebut disajikan secara komparatif dengan periode sebelumnya.

Selain pos-pos tersebut, entitas dapat menyajikan pos-pos lain dalam neraca,

sepanjang penyajian tersebut untuk menyajikan secara wajar posisi keuangan suatu

entitas dan tidak bertentangan dengan SAP.

Pertimbangan disajikannya pos-pos tambahan secara terpisah dalam neraca

didasarkan pada faktor-faktor berikut ini:

Sifat, likuiditas, dan materialitas aset;

Fungsi pos-pos tersebut dalam entitas pelaporan;

Jumlah, sifat, dan jangka waktu kewajiban.

Strukur Neraca Pemerintah Pusat memiliki beberapa perbedaan

dibandingkan dengan struktur Neraca Pemerintah Daerah

(Provinsi/Kabupaten/Kota). Perbedaan tersebut diakibatkan karena kepemilikan

aset negara berbeda dengan kepemilikan aset di daerah. Aset negara lebih kompleks

dibandingkan dengan aset daerah. Salah satu contohnya adalah kas. Kas di

pemerintah pusat termasuk kas yang ada di Bank Indonesia.

Seperti yang dinyatakan sebelumnya bahwa neraca menggambarkan

penyusunan dan penyajian aset dan kewajiban. Dalam neraca kadang-kadang

memiliki dasar pengukuran yang berbeda, tergantung dari sifat dan fungsinya

masing-masing. Sebagai contoh, sekelompok aset tetap tertentu dapat dicatat atas

dasar biaya perolehan, sedangkan kelompok lainnya dapat dicatat atas dasar nilai

wajar yang diestimasikan. Secara garis tentang jenis-jenis aset, kewajiban dan

ekuitas serta pengakuan dan pengukurannya pada neraca dapat diuraikan sebagai

berikut:

Page 22: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN MASALAH A. Tinjauan ...eprints.umm.ac.id/38300/3/BAB II.pdfdaerah tidak mampu melaksanakan otonomi daerah, (4) ... Artikel Ilmiah Mahasiswa. ...

26

Aset, merupakan sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau dimiliki

pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat

ekonomi dan/atau sosial di masa depan diharapkan dapat diperoleh, baik oleh

pemerintah maupun masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan uang,

termasuk sumber daya non keuangan yang diperlukan untuk penyediaan jasa

bagi masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan uang, termasuk sumber daya

non keuangan yang diperlukan untuk penyediaan jasa bagi masyarakat umum

dan sumber-sumber daya yang dipelihara karena alasan sejarah dan budaya.

Dalam neraca aset terbagi atas 2, yaitu:

a. Aset lancar :

- Diharapkan segera untuk direalisasikan, dipakai, atau dimiliki dalam waktu 12

bulan sejak tanggal pelaporan, atau

- Berupa kas dan setara kas

Aset lancar meliputi kas dan setara kas, investasi jangka pendek, piutang,

dan persediaan. Pos-pos investasi jangka pendek antara lain deposito berjangka 3

sampai 12 bulan dan surat berharga yang mudah diperjual belikan. Pos-pos piutang

antara lain piutang pajak, retribusi, denda, penjualan angsuran, tuntutan ganti rugi,

dan piutang lainnya yang diharapkan diterima atau perlengkapan yang dibeli dan

disimpan untuk digunakan, misalnya barang pakai habis seperti alat tulis kantor,

barang tak habis pakai seperti komponen peralatan dan pipa, dan barang bekas pakai

seperti komponen bekas.

b. Aset non lancar

Page 23: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN MASALAH A. Tinjauan ...eprints.umm.ac.id/38300/3/BAB II.pdfdaerah tidak mampu melaksanakan otonomi daerah, (4) ... Artikel Ilmiah Mahasiswa. ...

27

Merupakan aset pemerintah yang penggunaannya diharapkan melebihi satu periode

pelaporan (1 tahun), terdiri dari aset yang bersifat jangka panjang dan aset tak

berwujud, serta aset yang digunakan secara langsung atau tidak langsung untuk

kegiatan pemerintah maupun yang digunakan oleh masyarakat umum. Untuk

mempermudah pemahaman atas pos-pos aset non lancar yang disajikan di neraca,

aset non lancar diklasifikasikan menjadi investasi jangka panjang, aset tetap, dana

cadangan, dan aset lainnya.

Investasi jangka panjang adalah investasi yang dimaksudkan untuk dimiliki

selama lebih dari 12 bulan, yang berupa investasi non permanen dan investasi

permanen. Investasi non permanen adalah investasi jangka panjang yang

dimaksudkan untuk dimiliki secara tidak berkelanjutan, seperti: investasi dalam

Surat Utang Negara (SUN) dan penanaman modal dalam proyek pembangunan

yang dapat dialihkan kepada pihak ketiga. Sedangkan investasi permanen adalah

investasi jangka panjang yang dimaksudkan untuk dimiliki secara berkelanjutan,

seperti: Penyertaan Modal Pemerintah pada BUMN/BUMD, badan internasional

dan badan hukum lainnya bukan milik negara.

Aset tetap adalah aset berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari

12 bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintah atau dimanfaatkan oleh

masyarakat umum. Aset tetap terdiri dari: a) Tanah; b) Peralatan dan mesin; c)

Gedung dan bangunan; d) Jalan, irigasi, dan jaringan; e) Aset tetap lainnya; dan f)

Konstruksi dalam pengerjaan.

Page 24: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN MASALAH A. Tinjauan ...eprints.umm.ac.id/38300/3/BAB II.pdfdaerah tidak mampu melaksanakan otonomi daerah, (4) ... Artikel Ilmiah Mahasiswa. ...

28

Dana cadangan adalah dana yang disisihkan untuk menampung kebutuhan

yang memerlukan dana relatif besar yang tidak dapat dipenuhi dalam satu tahun

anggaran. Dana cadangan dirinci menurut tujuan pembentukannya.

Aset non lancar lainnya diklasifikasikan sebagai aset lainnya, termasuk

dalam aset lainnya adalah aset tak berwujud, tagihan penjualan angsuran yang jatuh

tempo lebih dari 12 bulan, aset kerjasama dengan pihak ketiga (kemitraan), dan kas

yang dibatasi penggunaannya.

Pengakuan aset dilakukan apabila ada potensi manfaat ekonomi di masa

depan yang akan diperoleh oleh pemerintah dan mempunyai nilai atau biaya yang

dapat diukur dengan andal, atau dapat diakui juga pada saat diterima atau

kepemilikannya dan/atau kepenguasaannya berpindah ke tangan pemerintahan

sedangkan untuk pengukuran atau pencatatan suatu aset tergantung dari jenis

asetnya, diantaranya adalah dengan cara sebagai berikut:

1. Kas dicatat sebesar nilai nominal;

2. Investasi jangka pendek di catat sebesar nilai perolehan;

3. Piutang dicatat sebesar nilai nominal;

4. Persediaan dicatat sebesar:

- Biaya perolehan apabila dengan pembelian;

- Biaya standar apabila diperoleh dengan memproduksi sendiri;

- Nilai wajar apabila diperoleh dengan cara lainnya seperti donasi/rampasan.

5. Investasi jangka panjang dicatat sebesar biaya perolehan termasuk biaya

tambahan lainnya yang terjadi untuk memperoleh kepemilikan yang sah atas

investasi tersebut;

Page 25: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN MASALAH A. Tinjauan ...eprints.umm.ac.id/38300/3/BAB II.pdfdaerah tidak mampu melaksanakan otonomi daerah, (4) ... Artikel Ilmiah Mahasiswa. ...

29

6. Aset tetap dicatat sebesar biaya perolehan, apabila penilaian aset tetap dengan

menggunakan biaya perolehan tidak memungkinkan maka nilai aset tetap

didasarkan pada nilai wajar pada saat perolehan.

Biaya perolehan aset tetap yang dibangun dengan cara swakelola

(membangun sendiri) meliputi biaya langsung untuk tenaga kerja, bahan baku, dan

biaya tidak langsung termasuk biaya perencanaan dan pengawasan, perlengkapan,

tenaga listrik, sewa peralatan, dan semua biaya lainnya yang terjadi berkenaan

dengan pembangunan aset tetap dapat disusutkan sesuai dengan sifat dan

karakteristik aset tersebut. Sedangkan untuk aset moneter dalam mata uang asing

dijabarkan dan dinyatakan dalam mata uang rupiah. Penjabaran mata uang asing

menggunakan kurs tengah bank sentral pada tanggal neraca.

Kewajiban pemerintah, merupakan utang yang timbul dari peristiwa masa lalu

yang penyelesaiannya mengakibatkan aliran keluar sumber daya ekonomi

pemerintah. Kewajiban terbagi 2 jenis yaitu:

a. Kewajiban Jangka Pendek

Suatu kewajiban diklasifikan sebagai kewajiban jangka pendek jika

diharapkan dibayar dalam waktu 12 bulan setelah tanggal pelaporan. Kewajiban

jangka pendek dapat dikategorikan dengan cara yang sama seperti aset lancar.

Beberapa kewajiban jangka pendek, seperti utang transfer pemerintah atau utang

kepada pegawai merupakan suatu bagian yang akan menyerap aset lancar dalam

tahun pelaporan berikutnya.

Page 26: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN MASALAH A. Tinjauan ...eprints.umm.ac.id/38300/3/BAB II.pdfdaerah tidak mampu melaksanakan otonomi daerah, (4) ... Artikel Ilmiah Mahasiswa. ...

30

Kewajiban jangka pendek lainnya bunga pinjaman, utang jangka pendek

dari pihak ketiga, utang perhitungan pihak ketiga, dan bagian lancar utang jangka

panjang.

b. Kewajiban Jangka Panjang, merupakan kewajiban yang diharapkan dibayar

dalam waktu diatas 12 bulan. Suatu entitas pelaporan tetap mengklasifikasi

kewajiban jangka panjangnya, meskipun kewajiban tersebut jatuh tempo dan

untuk diselesaikan dalam waktu 12 bulan setelah tanggal pelaporan jika:

- Jangka waktu aslinya adalah untuk lebih dari 12 bulan;

- Kewajiban tersebut bermaksut di danai kembali (refinancing) sebagai

kewajiban jangka panjang oleh pemberi pinjaman dan didukung dengan adanya

suatu perjanjian atau penjadualan kembali terhadap pembayaran, yang

diselesaikan sebelum laporan keuangan disetujui.

Pengakuan kewajiban dilakukan pada saat dana pinjaman diterima atau pada

saat kewajiban timbul dengan nilai penyelesaian yang dapat diukur dengan andal.

Kewajiban dicatat sebesar nilai nominal dalam rupiah, sementara kewajiban dalam

mata uang asing dijabarkan dan dinyatakan dalam mata uang rupiah dengan kurs

tengah bank sentral pada bagian neraca.

Ekuitas, merupakan kekayaan bersih pemerintah yang merupakan selisih antara

aset dan kewajiban pemerintah pada tanggal laporan. Saldo ekuitas di Neraca

berasal dari saldo akhir ekuitas pada Laporan Perubahan Ekuitas.

Berkaitan dengan jenis-jenis aset, kewajiban dan ekuitas diatas, suatu entitas

dapat menentukan subklasifikasi pos-pos yang disajikan dalam neraca.

Page 27: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN MASALAH A. Tinjauan ...eprints.umm.ac.id/38300/3/BAB II.pdfdaerah tidak mampu melaksanakan otonomi daerah, (4) ... Artikel Ilmiah Mahasiswa. ...

31

Pengklasifikasian dilakukan dengan cara yang sesuai dengan operasi entitas yang

bersangkutan.

6. Laporan Arus Kas

Pemerintah pusat dan daerah yang menyusun dan menyajikan laporan

keuangan dengan basis akuntasi akrual wajib menyusun laporan arus kas untuk

setiap periode penyajian laporan keuangan sebagai salah satu komponen laporan

keuangan pokok. Entitas pelaporan tang wajib menyusun dan menyajikan laporan

arus kas adalah unit organisasi yang mempunyai fungsi perbendaharaan umum atau

unit yang ditetapkan sebagai bendaharawan umum negara/daerah dan/atau kuasa

bendaharawan umum negara/daerah.

Tujuan pelaporan arus kas adalah memberikan informasi mengenai sumber,

penggunaan, perubahan kas dan setara kas selama suatu periode akuntansi serta

saldo kas dan setara kas pada tanggal pelaporan. Kas adalah uang baik yang

dipegang secara tunai oleh bendahara maupun yang disimpan pada bank dalam

bentuk tabungan/giro. Sedangkan setara kas pemerintah ditujukan untuk memenuhi

kebutuhan kas jangka pendek atau untuk tujuan lainnya. Untuk memenuhi

persyaratan setara kas, investasi jangka pendek harus segera dapat diubah menjadi

kas dalam jumlah yang dapat diketahui tanpa ada risiko perubahan nilai yang

signifikan. Oleh karena itu, suatu investasi disebut setara kas kalau investasi

dimaksud mempunyai masa jatuh tempo 3 bulan atau kurang dari tanggal

perolehannya.

Informasi arus kas berguna sebagai indikator jumlah arus kas di masa yang

akan datang, serta berguna untuk menilai kecermatan atas taksiran arus kas yang

Page 28: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN MASALAH A. Tinjauan ...eprints.umm.ac.id/38300/3/BAB II.pdfdaerah tidak mampu melaksanakan otonomi daerah, (4) ... Artikel Ilmiah Mahasiswa. ...

32

telah dibuat sebelumnya. Laporan arus kas juga menjadi pertanggungjawaban arus

kas masuk dan arus kas keluar selama periode pelaporan. Apabila dikaitkan dengan

laporan keuangan lainnya, laporan arus kas memberikan informasi yang bermanfaat

bagi para pengguna laporan dalam menngevaluasi perubahan kekayaan

bersih/ekuitas suatu entitas pelaporan dan struktur keuangan pemerintah (termasuk

likuiditas dan solvabilitas).

Laporan arus kas adalah bagian dari laporan finansial yang menyajikan

informasi penerimaan dan pengeluaran kas selama periode tertentu yang

diklasifikasikan berdasarkan aktivitas operasi, investasi, pendanaan, dan transitoris.

Satu transaksi tertentu dapat mempengaruhi arus kas dari beberapa aktivitas,

misalnya transaksi pelunasan utang yang terdiri dari pelunasan pokok utang dan

bunga utang. Pembayaran pokok utang akan diklasifikasikan ke dalam aktivitas

pendanaan sedangkan pembayaran bunga utang pada umumnya akan

diklasifikasikan ke dalam aktivitas operasi kecuali bunga yang dikapitalisasi akan

diklasifikasikan ke dalam aktivitas investasi.

7. Catatan Atas Laporan Keuangan

Agar informasi dalam laporan keuangan pemerintah dapat dipahami dan

digunakan oleh pengguna dalam melakukan evaluasi dan menilai

pertangungjawaban keuangan negara diperlukan Catatan atas Laporan Keuangan

(CaLK). CaLK memberikan informasi kualitatif dan mengungkapkan kebijakan

serta menjelaskan kinerja pemerintah dalam tahapan pengelolaan keuangan negara.

Selain itu, dalam CaLK memberikan penjelasan atas segala informasi yang ada

dalam laporan keuangan lainnya dengan bahasa yang lebih mudah dicerna oleh

Page 29: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN MASALAH A. Tinjauan ...eprints.umm.ac.id/38300/3/BAB II.pdfdaerah tidak mampu melaksanakan otonomi daerah, (4) ... Artikel Ilmiah Mahasiswa. ...

33

lebih banyak pengguna laporan keuangan pemerintah, sehingga masyarakat dapat

lebih berpastisipasi dalam menyikapi kondisi keuangan negara yang dilaporkan

secara lebih pragmatis.

Secara umum, struktur CaLK mengungkapkan hal-hal sebagai berikut:

1. Informasi umum tentang entitas pelaporan dan entitas akuntansi;

2. Informasi tentang kebijakan fiskal/keuangan dan ekonomi makro;

3. Ikhtisar pencapaian target keuangan selama tahun pelaporan berikut kendala

dan hambatan yang dihadapi dalam pencapaian target;

4. Informasi tentang dasar penyusunan laporan keuangan dan kebijakan-kebijakan

akuntansi yang dipilih untuk diterapkan atas transaksi-transaksi dan kejadian-

kejadian penting lainnya;

5. Rincian dan penjelasan masing-masing pos yang disajikan pada laporan

keuangan lainnya, seperti pos-pos pada Laporan Realisasi Anggaran, Laporan

Saldo Anggaran Lebih, Laporan Operasional, Laporan Perubahan Ekuitas dan

Neraca.

6. Informasi yang diharuskan oleh Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan

yang belum disajikan dalam laporan keuangan lainnya;

7. Informasi lainnya yang diperlukan untuk penyajian yang wajar, yang tidak

disajikan dalam lembar muka laporan keuangan.

CaLK harus disajikan secara sistematis, setiap pos dalam Laporan Realisasi

Anggaran, Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih, Neraca, Laporan

Operrasional, Laporan Arus Kas, dan Laporan Perubahan Ekuitas harus mempunyai

referensi silang dengan informasi terkait dalam Catatan atas Laporan Keuangan.

Page 30: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN MASALAH A. Tinjauan ...eprints.umm.ac.id/38300/3/BAB II.pdfdaerah tidak mampu melaksanakan otonomi daerah, (4) ... Artikel Ilmiah Mahasiswa. ...

34

CaLK meliputi penjelasan atau daftar terinci dan analisis nilai suatu pos

yang disajikan dalam Lapiran Realisasi Anggaran, Laporan Perubahan Saldo

Anggaran Lebih, Neraca, Laporan Operasional, Laporan Arus Kas, dan Laporan

Perubahan Ekuitas. Termasuk pula dalam CaLK adalah penyajian informasi yang

diharuskan dan dianjurkan oleh Standar Akuntansi Pemerintahan serta

pengungkapan-pengungkapan lainnya yang diperlukan untuk penyajian yang wajar

atas laporan keuangan, seperti kewajiban kontinjensi dan komitmen-komitmen

lainnya.

Secara umum, susunan CaLK sebagaimana dalam Standar Akuntansi Pemerintahan

disajikan sebagai berikut:

1. Infomasi umum tentang entitas pelaporan dan entitas akuntansi;

2. Kebijakan fiskal/keuangan dan ekonomi makro;

Ikhtisar pencapaian target keuangan berikut hambatan dan kendalanya;

Kebijakan akuntansi yang penting;

Entitas pelaporan;

Basis akuntansi yang mendasari penyusunan laporan keuangan;

Kesesuaian kebijakan-kebijakan akuntansi yang diterapkan dengan ketentuan-

ketentuan Penyataan Standar Akuntansi Pemerintahan oleh suatu entitas

pelaporan;

Setiap kebijakan akuntansi tertentu yang diperlukan untuk memahami laporan

keuangan.

3. Penjelasan pos-pos Laporan Keuangan

Rincian dan penjelasan masing-masing pos Laporan Keuangan;

Page 31: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN MASALAH A. Tinjauan ...eprints.umm.ac.id/38300/3/BAB II.pdfdaerah tidak mampu melaksanakan otonomi daerah, (4) ... Artikel Ilmiah Mahasiswa. ...

35

Pengungkapan informasi yang diharuskan oleh Pernyataan Standar Akuntansi

Pemerintahan yang belum disajikan dalam lembar muka Laporan Keuangan.

4. Informasi tambahan lainnya yang diperlukan.

6. Pengelolaan Keuangan Daerah

Dalam ketentuan umum pada PP Nomor 58 Tahun 2005, Pengelolaan

Keuangan Daerah adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan,

pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan dan pertanggungjawaban, pengawasan

daerah. Pengelolaan keuangan daerah dalam hal ini mengandung beberapa

kepengurusan dimana kepengurusan umum atau yang sering disebut pengurusan

administrasi dan kepengurusan khusus atau juga sering disebut pengurusan

bendaharawan. Dalam pengelolaan anggaran/keuangan daerah harus mengikuti

prinsip-prinsip pokok anggaran sektor publik.

7. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

APBD adalah rencana keuangan tahunan daerah yang dibahas dan disetujui

bersama oleh Pemerintah Daerah dan DPRD, dan ditetapkan dengan Peraturan

Daerah (Permendagri No.13 Tahun 2006). Dengan demikian APBD merupakan

alat/wadah untuk menampung berbagai kepentingan publik yang diwujudkan

melalui berbagai kegiatan dan program dimana pada saat tertentu manfaatnya

benar-benar akan dirasakan oleh masyarakat.

Page 32: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN MASALAH A. Tinjauan ...eprints.umm.ac.id/38300/3/BAB II.pdfdaerah tidak mampu melaksanakan otonomi daerah, (4) ... Artikel Ilmiah Mahasiswa. ...

36

8. Arti Penting dan Fungsi Anggaran Daerah

Tahapan penganggaran dalam organisasi sektor publik (khususnya

Pemerintah Daerah) merupakan tahapan yang mempunyai arti dan peran penting

dalam siklus perencanaan dan pengendalian. Arti penting anggaran Pemerintah

Daerah (Anggaran Daerah) diantaranya adalah sebagai berikut ini (Mardiasmo,

2004):

1. Anggaran merupakan alat bagi Pemerintah Daerah untuk mengarahkan dan

menjamin kesinambungan pembangunan, serta meningkatkan kualitas hidup

masyarakat.

2. Anggaran diperlukan karena adanya kebutuhan dan keinginan masyarakat yang

tidak terbatas dan terus berkembang, sedangkan sumber daya yang ada terbatas.

Anggaran diperlukan karena adanya masalah keterbatasan sumber daya

(scarcity of resources), pilihan (choice), dan trade offs.

Peraturan Menteri Dalam Negeri No.13 tahun 2006 Pasal 15 menjelaskan bahwa

APBD memiliki enam fungsi, yaitu:

1. Fungsi otoritas, bahwa anggaran daerah menjadi dasar untuk melaksanakan

pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkutan.

2. Fungsi perencanaan, bahwa anggaran daerah menjadi pedoman bagi

manajemen dalam merencakan kegiatan pada tahun yang bersangkutan.

3. Fungsi pengawasan, bahwa anggaran daerah menjadi pedoman untuk menilai

apakah kegiatan penyelenggaraan pemerintahan daerah sesuai dengan

ketentuan yang telah ditetapkan.

Page 33: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN MASALAH A. Tinjauan ...eprints.umm.ac.id/38300/3/BAB II.pdfdaerah tidak mampu melaksanakan otonomi daerah, (4) ... Artikel Ilmiah Mahasiswa. ...

37

4. Fungsi alokasi, bahwa anggaran daerah harus diarahkan untuk menciptakan

lapangan kerja/menguarangi pengangguran dan pemborosan sumber daya, serta

meningkatkan efisiensi dan efektifitas perekonmian.

5. Fungsi distribusi, bahwa kebijakan anggaran daerah harus memperhatikan rasa

keadilan dan kepatutan.

6. Fungsi stabilitasi, bahwa anggaran pemerintah daerah menjadi alat untuk

memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian

daerah.

Sumber pendapatan/penerimaan daerah terdiri atas:

1. Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah penerimaan yang diperoleh dari sumber-

sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan daerah

sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Undang-undang

Republik Indonesia No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara

Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah pasal 4 menyatakan bahwa

sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) terdiri atas pajak daerah, retribusi

daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan hasil

perusahaan milik daerah, dan lain-lain pendapatan asli daerah (PAD) yang sah.

Dasar hukum dari sumber-sumber PAD tersebut mengacu pada UU No.34 tahun

2000 tentang perubahan UU No. 18 tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan

Retribusi Daerah. Undang-undang ini sangat membatasi kreativitas daerah

dalam menggali sumber penerimaan aslinya karena hanya menetapkan 6 jenis

pajak yang boleh dipungut oleh kabupaten dan kota. Undang-undang tersebut

Page 34: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN MASALAH A. Tinjauan ...eprints.umm.ac.id/38300/3/BAB II.pdfdaerah tidak mampu melaksanakan otonomi daerah, (4) ... Artikel Ilmiah Mahasiswa. ...

38

sudah tidak relevan lagi, karena salah satu syarat terselenggaranya

desentralisasi fiskal adalah kewenangan pemerintah daerah yang cukup longgar

dalam memungut pajak lokal (Landiyanto, 2005).

Rincian PAD adalah sebagai berikut:

a. Pajak Daerah

Berdasarkan PP No. 65 tahun 2001 tentang Pajak Daerah, pengertian pajak

daerah adalah iuran wajib uang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada

daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan

peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai

penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pembangunan daerah.

Jenis pajak daerah dibagi menjadi dua yaitu:

1. Pajak provinsi, terdiri atas pajak kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air,

bea dibalik nama kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air, pajak bahan

bakar kendaraan bermotor, pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah

tanah dan air permukaan.

2. Pajak kabupaten/kota, terdiri atas pajak hotel, pajak restoran, pajak hiburan,

pajak reklame, pajak penerangan jalan, pajak pengambilan bahan galian

golongan C, pajak parkir.

b. Retribusi Daerah

Berdasarkan PP No. 66 tahun 2001 tentang Retribusi Daerah, pengertian

retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau

pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah

Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.

Page 35: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN MASALAH A. Tinjauan ...eprints.umm.ac.id/38300/3/BAB II.pdfdaerah tidak mampu melaksanakan otonomi daerah, (4) ... Artikel Ilmiah Mahasiswa. ...

39

Retribusi daerah dikelompokkan menjadi tiga golongan, yaitu:

1. Retribusi Jasa Umum, adalah retribusi atas jasa yang disediakan atau diberikan

oleh Pemerintah Daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta

dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan.

Jenis-jenis retribusi jasa umum adalah Retribusi Pelayanan Kesehatan, Retribusi

Pelayanan Kebersihan/Persampahan, Retribusi Penggantian Biaya Cetak Kartu

Tanda Penduduk dan Akta Catatan Sipil, Retribusi Pelayanan Pemakaman dan

Pengabuan Mayat, Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum, Retribusi

Pelayanan Pasar, Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor, Retribusi

Penggantian Biaya Cetak Peta, Retribusi Pengujian Kapal Perikanan.

2. Retribusi Jasa Usaha, adalah retribusi atas jasa uyang disediakan oleh

pemerintah daerah dengan menganut prinsip komersial karena pada dasarnya

dapat pula disediakan oleh sektor swasta. Pelayanan yang disediakan oleh

pemerintah daerah dengan menganut prinsip komersial meliputi:

a. Pelayanan dengan menggunakan/memanfaatkan kekayaan daerah yang belum

dimanfaatkan secara optimal.

b. Pelayanan oleh pemerintah daerah sepanjang belum memadai disediakan oleh

pihak swasta.

Jenis-jenis retribusi jasa usaha adalah retribusi pemakaian kekayaan daerah,

retribusi pasar grosir dan/atau pertokoan, retribusi tempat pelelangan, retribusi

terminal, retribusi tempat khusus parker, retribusi tempat

penginapan/pesanggrahan/vila, retribusi penyedotan kakus, retribusi rumah potong

hewan, retribusi pelayanan pelabuhan kapal, retribusi tempat rekreasi dan olahraga,

Page 36: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN MASALAH A. Tinjauan ...eprints.umm.ac.id/38300/3/BAB II.pdfdaerah tidak mampu melaksanakan otonomi daerah, (4) ... Artikel Ilmiah Mahasiswa. ...

40

retribusi penyeberangan di atas air, retribusi pengolahan limbah cair, retribusi

penjualan produksi usaha daerah.

c. Retribusi Perizinan Tertentu, adalah retribusi atas kegiatan tertentu pemerintah

daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang

dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian, dan pengawasan

atas kegiatan pemanfaatan ruang, pengunaan sumber daya alam, barang,

prasarana, atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan

menjaga kelestarian lingkungan.

d. Jenis-jenis retribusi perizinan tertentu adalah retribusi izin mendirikan

bangunan, retribusi izin tempat penjualan minuman beralkohol, retribusi izin

gangguan, retribusi izin trayek.

3. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan berasal dari deviden dan

penjualan saham milik daerah. Hasil perusahaan milik daerah diperoleh dari

pembagian laba Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) seperti PDAM, Bank

Pembangunan Daerah dan PD BPR.

4. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang sah, terdiri atas hasil penjualan

kekayaan daerah yang tidak dipisahkan, jasa giro, pendapatan bunga,

keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing, komisi,

potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/atau jasa oleh

daerah.

2. Dana perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang

dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka

pelaksanaan desentralisasi.

Page 37: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN MASALAH A. Tinjauan ...eprints.umm.ac.id/38300/3/BAB II.pdfdaerah tidak mampu melaksanakan otonomi daerah, (4) ... Artikel Ilmiah Mahasiswa. ...

41

Jenis-jenis dana perimbangan terdiri dari:

a. Dana bagi hasil adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang

bersumber dari pajak dan sumber daya alam yang dialokasikan kepada daerah

berdasarkan angka presentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka

pelaksanaan desentralisasi. Dana bagi hasil bersumber dari pajak, terdiri atas

Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan

(BPHTB) dan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25, Pasal 29 dan Pasal 21.

Sedangkan bagi hasil yang bersumber dari sumber daya alam (SDA), terdiri atas

SDA kehutanan, pertambangan umum, perikanan, pertambangan minyak bumi,

pertambangan gas bumi dan pertambangan panas bumi.

b. Dana Alokasi Umum (DAU), bertujuan untuk pemerataan kemampuan

keuangan antar daerah yang dimaksudkan untuk mengurangi ketimpangan

kemampuan keuangan antar daerah melalui penerapan formula yang

mempertimbangkan kebutuhan dan potensi daerah. DAU suatu daerah

ditentukan atas besar kecilnya celah fiskla (fiscal gap) suatu daerah, yang

merupakan selisih antara kebutuhan daerah (fiscal need) dan potensi daerah

(fiscal capacity). Alokasi DAU bagi daerah yang potensi fiskalnya besar tetapi

kebutuhan fiskal kecil akan memperoleh alokasi DAU relatif kecil. Sebaliknya,

daerah yang potensi fisklanya kecil, namun kebutuhan fiskal besar akan

memperoleh alokasi DAU relatif besar. Secara implisit, prinsip tersebut

menegaskan fungsi DAU sebagai faktor pemerataan kapasitas fiskal.

c. Dana Alokasi Khusus (DAK), untuk membantu membiayai kegiatan-kegiatan

khusus di daerah tertentu yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan

Page 38: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN MASALAH A. Tinjauan ...eprints.umm.ac.id/38300/3/BAB II.pdfdaerah tidak mampu melaksanakan otonomi daerah, (4) ... Artikel Ilmiah Mahasiswa. ...

42

prioritas nasional, khususnya untuk membiayai kebutuhan sarana dan prasarana

pelayanan dasar masyarakat yang belum mencapai standar tertentu atau untuk

mendorong percepatan pembangunan daerah.

3. Pinjaman Daerah, merupakan salah satu sumber pembiayaan yang bertujuan

untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi daerah dan meningkatkan pelayanan

kepada masyarakat. Pembiayaan yang bersumber dari pinjaman harus dikelola

secara benar agar tidak menimbulkan dampak negatif bagi keuangan daerah

sendiri serta stabilitas ekonomi dan moneter secara nasional. Oleh karena itu,

pinjaman daerah perlu mengikuti kriteria, persyaratan, mekanisme, dan sanksi

pinjaman daerah yang diatur dalam undang-undang.

Daerah dilarang melakukan pinjaman langsung ke luar negeri. Pinjaman

yang bersumber dari luar negeri hanya dapat dilakukan melalui pemerintah

dengan mekanisme penerusan pinjaman. Pengaturan ini dimaksudkan agar

terdapat prinsip kehati-hatian dan kesinambungan fiskal dalam kebijakan fiskal

dan moneter oleh pemertintah. Di lain pihak, pinjaman daerah tidak hanya

dibatasi untuk membiayai prasarana dan sarana yang menghasilkan penerimaan.

4. Lain-lain pendapatan daerah yang sah (hibah dan dana darurat), dalam lain-lain

pendapatan selain hibah, pemerintah pusat dapat memberikan dana darurat

kepada daerah karena bencana nasional dan/atau peristiwa luar biasa yang tidak

dapat ditanggulangi dengan dana APBD. Di samping itu, pemerintah juga dapat

memberikan dana darurat pada daerah yang mengalami krisis solvabilitas, yaitu

daerah yang mengalami krisis keuangan berkepanjangan. Untuk menghindari

menurunnya pelayanan kepada masyarakat setempat, pemerintah dapat

Page 39: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN MASALAH A. Tinjauan ...eprints.umm.ac.id/38300/3/BAB II.pdfdaerah tidak mampu melaksanakan otonomi daerah, (4) ... Artikel Ilmiah Mahasiswa. ...

43

memberikan dana darurat kepada daerah tersebut setelah dikonsultasikan

terlebih dahulu dengan Dewan Perwakilan Rakyat.

9. Analisis Rasio Keuangan pada APBD

Halim (2007) menjelaskan hasil analisis rasio keuangan pada APBD dapat

digunakan untuk:

a. Menilai kemandirian keuangan daerah dalam membiayai penyelenggaraan

otonomi daerah.

b. Mengukur efisiensi dan efektifitas dalam merealisasikan pendapatan daerah,

c. Mengukur sejauh mana aktivitas Pemerintah Daerah dalam membelanjakan

pendapatan daerahnya.

d. Mengukur kontribusi masing-masing sumber pendapatan dalam pembentukan

pendapatan daerah.

e. Melihat pertumbuhan/perkembangan perolehan pendapatan dan pengeluaran

yang dilakukan selama periode waktu tertentu.

Halim (2002) menyatakan beberapa Rasio Keuangan untuk mengukur

Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah

a. Rasio Kemandirian Keuangan Daerah

Rasio ini menggambarkan tingkat ketergantungan daerah terhadap sumber

dana eksternal. Semakin tinggi rasio kemandirian berarti tingkat ketergantungan

daerah terhadap bantuan pihak eksternal (terutama pemerintah pusat dan propinsi)

semakin rendah. Semakin tinggi rasio kemandirian, semakin tinggi partisipasi

Page 40: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN MASALAH A. Tinjauan ...eprints.umm.ac.id/38300/3/BAB II.pdfdaerah tidak mampu melaksanakan otonomi daerah, (4) ... Artikel Ilmiah Mahasiswa. ...

44

masyarakat dalam membayar pajak dan retribusi daerah yang merupakan

komponen utama PAD.

Rasio Kemandirian

=Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Bantuan Pemerintah Pusat/Propinsi dan Pinjaman x 100%

Tabel 1. Pola hubungan dan Tingkat Kemampuan Daerah

Kemampuan

Keuangan

Rasio Kemandirian (%) Pola hubungan

Rendah sekali 0-25 Instruktif

Rendah 25-50 Konsultatif

Sedang 50-75 Partisipatif

Tinggi 75-100 Delegatif

Sumber: Halim (2004 : 189)

Berpatokan pada Undang Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang

“Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah”, empat

pola yang diperkenalkan tentang hubungan situasional yang dapat digunakan dalam

pelaksanaan otonomi daerah yang berkaitan dengan tingkat kemandirian daerah

yaitu :

1. Pola hubungan instruktif, yaitu peran Pemerintah Pusat lebih dominan dari pada

kemandirian Pemerintah Daerah.

2. Pola hubungan konsultatif, yaitu campur tangan Pemerintah Pusat sudah mulai

berkurang, karena daerah telah dianggap mampu melaksanakan otonomi

daerah.

Page 41: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN MASALAH A. Tinjauan ...eprints.umm.ac.id/38300/3/BAB II.pdfdaerah tidak mampu melaksanakan otonomi daerah, (4) ... Artikel Ilmiah Mahasiswa. ...

45

3. Pola hubungan partisipatif, yaitu peran Pemerintah Pusat semakin berkurang

mengingat daerah yang bersangkutan tingkat kemandiriannya mendekati

mampu melaksanakan otonomi daerah.

4. Pola hubungan delegatif, yaitu campur tangan Pemerintah Pusat sudah tidak ada

karena daerah telah benar-benar mandiri dalam melaksanakan otonomi daerah.

(Halim, 2004)

b. Rasio Efektifitas dan Efisiensi

Rasio Efektifitas

Rasio efektifitas menggambarkan kemampuan Pemerintah Daerah dalam

merealisasikan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang direncanakan dibandingkan

dengan target yang ditetapkan berdasarkan potensi riil daerah.

Rasio Efektifitas = Realisasi Penerimaan PAD

Target PAD x 100%

Tabel 2. Kriteria Penilaian Efektifitas Pengelolaan Keuangan Daerah

Prosentase Kinerja Keuangan Kriteria

>100 % Sangat Efektif

100 % Efektif

90 % - 99 % Cukup Efektif

75 % - 89 % Kurang Efektif

<75 % Tidak Efektif

Sumber: Mahmudi (2010 : 143)

Page 42: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN MASALAH A. Tinjauan ...eprints.umm.ac.id/38300/3/BAB II.pdfdaerah tidak mampu melaksanakan otonomi daerah, (4) ... Artikel Ilmiah Mahasiswa. ...

46

Rasio Efisiensi

Rasio ini menggambarkan perbandingan antara besarnya biaya yang

dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan dengan realisasi pendapatan yang

diterima. Semakin kecil rasio efisiensi, maka semakin baik kinerja pemerintah

daerah.

Rasio Efisiensi = Biaya yang dikeluarkan untuk memungut PAD

Realisasi Penerimaan PAD x 100%

Tabel 3. Kriteria Penilaian Efisiensi Pengelolaan Keuangan Daerah

Prosentase Kinerja Keuangan Kriteria

<10 % Sangat Efisien

10 % - 20 % Efisien

21 % - 30 % Cukup Efisien

31 % - 40 % Kurang Efisien

> 40 % Tidak Efisien

Sumber: Mahmudi (2010 : 143)

c. Rasio Keserasian

Rasio ini menggambarkan bagaimana pemerintah daerah/pemerintah kota

memprioritaskan alokasi dananya pada belanja rutin dan belanja pembangunan

secara optimal. Semakin tinggi presentase dana yang dialokasikan untuk belanja

rutin berarti presentase belanja investasi/pembangunan yang digunakan

menyediakan sarana dan prasarana ekonomi masyarakat cenderung semakin kecil.

Rasio Keserasian = Total Belanja Rutin

Total APBD x 100%

Page 43: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN MASALAH A. Tinjauan ...eprints.umm.ac.id/38300/3/BAB II.pdfdaerah tidak mampu melaksanakan otonomi daerah, (4) ... Artikel Ilmiah Mahasiswa. ...

47

d. Rasio Pertumbuhan

Rasio ini mengukur seberapa besar kemampuan pemerintah

daerah/pemerintah kota dalam mempertahankan dan meningkatkan

keberhasilannya yang telah dicapai dari satu periode ke periode berikutnya dengan

diketahuinya pertumbuhan untuk masing-masing komponen penerimaan (PAD dan

total pendapatan) dan pengeluaran (belanja pembangunan).

Rasio Pertumbuhan Pendapatan = Realisasi Penerimaan Pendapatan Xn−Xn−1

Realisasi Penerimaan Pendapatan Xn−1 x 100%

Rasio Pertumbuhan Belanja Modal = Realisasi Belanja Modal Xn−Xn−1

Realisasi Belanja Modal Xn−1 x 100%

Keterangan:

Xn = tahun yang dihitung

𝑋𝑛−1 = tahun sebelumnya

10. Analisis Trend (Trend Analysis)

Munawir (2007) menjelaskan “Trend atau tendensi posisi dan kemajuan

keuangan perusahaan yang dinyatakan dalam prosentase adalah suatu metode atau

teknik analisa untuk mengetahui tendensi dari pada keadaan keuangannya, apakah

menunjukkan tendensi tetap, naik atau bahkan turun”.

Dengan menggunakan teknik analisis tersebut akan diketahui perubahan

mana yang cukup penting untuk dianalisa lebih lanjut. Teknik analisa tersebut

hanya praktis bila digunakan untuk menganalisa dua atau tiga (periode) laporan

keuangan, karena bila laporan keuangan yang diperbandingkan lebih dari tiga tahun

akan ditemui kesulitan.

Page 44: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN MASALAH A. Tinjauan ...eprints.umm.ac.id/38300/3/BAB II.pdfdaerah tidak mampu melaksanakan otonomi daerah, (4) ... Artikel Ilmiah Mahasiswa. ...

48

Cara yang terbaik untuk menganalisa laporan keuangan yang lebih dari tiga

tahun tersebut adalah dengan menggunakan angka index, dan semua data laporan

keuangan yang dianalisa dihubungkan dengan angka index tersebut yang

dinyatakan dalam presentase. Dengan menganalisa laporan keuangan untuk jangka

waktu lebih dari tiga tahun akan diketahui kecenderungan atau arah atau trend dari

posisi keuangan ataupun hasil-hasil yang telah dicapai oleh perusahaan yang

bersangkutan, apakah menunjukkan arah yang tetap, meningkat atau bahkan

menurun.

Teknik analisis ini biasanya digunakan untuk menganalisis laporan

keuangan yang meliputi minimal 3 periode atau lebih. Analisis ini dimaksudkan

untuk mengetahui perkembangan perusahaan melalui tentang perjalanan waktu

yang sudah lalu dan memprediksi situasi masa itu ke masa yang akan datang.

Perhitungan Trend

Hasil perhitungan trend dapat ditunjukkan dalam bentuk presentase atau indeks.

Munawir (2007) menyatakan ada beberapa langkah untuk melakukan analisis trend,

sebagai berikut:

1. Menentukan tahun dasar, biasanya data atau laporan keuangan dari tahun yang

paling awal dalam deretan laporan keuangan yang dianalisa tersebut dianggap

sebagai tahun dasar (base year).

2. Tiap-tiap pos yang terdapat dalam laporan keuangan yang dipilih sebagai tahun

dasar diberikan angka indeks 100.

Page 45: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN MASALAH A. Tinjauan ...eprints.umm.ac.id/38300/3/BAB II.pdfdaerah tidak mampu melaksanakan otonomi daerah, (4) ... Artikel Ilmiah Mahasiswa. ...

49

3. Menghitung angka indeks tahun-tahun lainnya dengan menggunakan angka pos

laporan keuangan tahun dasar sebagai penyebut.

Rumus Analisa Trend

Jumlah tahun X – Jumlah tahun X-1

Keterangan : Fluktuasi = Jumlah PAD Tahun yang di hitung – Jumlah PAD

Tahun sebelumnya

Fluktuasi (Rp)X

Jumlah tahun X−1 x 100%

Keterangan :

% Fluktuasi = 𝑃𝑒𝑛𝑔𝑢𝑟𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑃𝐴𝐷 𝑇𝑎ℎ𝑢𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖 ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 𝑑𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛 𝑠𝑒𝑏𝑒𝑙𝑢𝑚𝑛𝑦𝑎

Jumlah PAD Tahun sebelumnya x 100%

Jumlah tahun X

Jumlah tahun X−1x 100%

Keterangan : Pertumbuhan = Jumlah PAD Tahun yang di hitung

Jumlah PAD Tahun sebelumnya x 100%