BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 … II.pdfkaryawan dapat ditingkatkan melalui...
-
Upload
phamkhuong -
Category
Documents
-
view
216 -
download
0
Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 … II.pdfkaryawan dapat ditingkatkan melalui...
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN
2.1 Kinerja Karyawan
2.1.1 Pengertian Kinerja Karyawan
Kinerja karyawan merupakan hasil kerja baik kualitas maupun kuantitas yang
dihasilkan karyawan atau perilaku nyata yang ditampilkan sesuai dengan tanggung jawab
yang diberikan kepadanya(Murty dan Hudiwinarsih, 2012) . Kinerja juga merupakan hasil
kerja yang dihasilkan atau disumbangkan seorang karyawan yang berkaitan dengan tugas dan
tanggung jawab kepada organisasi atau perusahaan (Mangkunegara, 2010:13). Dengan
kinerja karyawan yang baik diharapkan perusahaan mampu bersaing dengan perusahaan lain
sehingga dapat diakui bahwa perusahaan mempunyai kinerja yang berkualitas. Kinerja
karyawan dapat ditingkatkan melalui peningkatan kompensasi dan motivasi kerja, karena
dengan kompensassi yang diberikan perusahaan kepada karyawan, semangat, kemauan, dan
ketelitian karyawan pada saat bekerja akan lebih maksimal, fokus, dan disiplin (Agiel Puji
Damayanti, dkk, 2013). Menurut Thompson (2003 dalam Jimoh, 2008), untuk mengukur
kinerja karyawan diperlukan pengamat yang membuat keputusan penilaian terhadap
kecenderungan perilaku orang yang dievaluasi yang berhubungan dengan kontribusi pada
tujuan organisasi.
Kinerja karyawan dapat diukur dengan kuantitas, kualitas, efisiensi, standar
profesional, kemampuan, penilaian, ketepatan, pengetahuan, dan kreativitas (Tsui et al,
1997). Kinerja karyawan akan tinggi bila sudah sesuai dengan harapan karyawan dengan kata
lain jika harapan karyawan terpenuhi maka mereka akan merasa puas (Khan, 2005).
2.1.2 Teori Kinerja Karyawan
Menurut Stephan P. Robbins dalam bukunya “Organizational Behavior (2001:6)
menyebutkan bahwa secara sederhana kinerja karyawan adalah fungsi dari interaksi antara
kemampuan (ability) dan motivasi (motivation), tetapi masih ada bagian yang masih hilang
dari fungsi tersebut selain kecerdasan dan keahlian dari seorang individu yang keduanya
merupakan bagian dari kemampuan dan motivasi dari setiap karyawan yaitu kesempatan.
Kinerja merupakan suatu konstruksi multidimensi yang mencakup banyak faktor yang
memengaruhinya. Faktor-faktor tersebut terdiri atas faktor instrinsik dan ekstrinsik. Uraian
faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut: Faktor personal, meliputi unsur pengetahuan,
ketrampilan, kemampuan, kepercayaan diri, motivasi dan komitmen yang dimiliki oleh tiap
individu karyawan. Faktor kepemimpinan, meliputi aspek kualitas manajer, dan team leader
dalam memberikan dorongan, semangat, arahan dan dukungan kerja kepada karyawan.
Faktor tim meliputi kualitas dukungan dan semangat yang diberikan oleh rekan dalam satu
tim, kepercayaan terhdap sesama anggota tim, kekompakan dan keeratan anggota tim. Faktor
sistem, meliputi sistem kerja, fasilitas kerja atau infrastruktur yang diberikan oleh organisasi,
proses organisasi, dan kultur kinerja dalam organisasi. Faktor kontekstual (situasional),
meliputi tekanan dan perubahan lingkungan eksternal dan internal (Murty dan Hudiwinarsih,
2012).
2.2 Kepuasan Kerja
2.2.1 Pengertian Kepuasan Kerja
Kepuasan kerja sebagai perasaan kepuasan atau ketidakpuasan dengan pekerjaan yang
telah dilakukan (Sani, 2013). Kurniawan (2012) mendifinisikan kepuasan kerja adalah
penilaian, perasaan atau sikap seseorang atau karyawan terhadap pekerjaannya dan hubungan
dengan lingkungan kerja, jenis pekerjaan, kompensasi, hubungan sosial di tempat kerja, dan
lain-lain. Johan (2002) juga mengatakan kepuasan kerja dapat dirumuskan sebagai respon
umum pekerja berupa perilaku yang ditampilkan oleh karyawan sebagai hasil persepsi
mengenai hal - hal yang berkaitan dengan pekerjaannya. Kepuasan kerja adalah sikap umum
terhadap pekerjaan seseorang yang menunjukkan perbedaan antara jumlah penghargaan yang
diterima pekerjaan dan jumlah mereka yakini seharusnya mereka terima (wibowo, 2012:501).
kepuasan kerja dapat dinyatakan perasaan individu yang puas dalam mengerjakan tugasnya
sesuai dengan hasil yang diterima pada suatu perusahaan tersebut. Dermawan, dkk
(2012:173-184) membuktikan kompensasi berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja.
2.2.2 Teori Kepuasan Kerja
Teori kepuasan kerja yang mendasari penelitian ini adalah Two Factor Theory yang
dikemukakan oleh Frederick Herzberg. Teori ini menyatakan bahwa faktor-faktor intrinsik
terkait dengan kepuasan kerja, sedangkan factor-faktor ekstrinsik berhubungan dengan
ketidakpuasan kerja. Faktor-faktor eksttrinsik yang menyebabkan ketidakpuasan kerja
sebagai factor-faktor higienis (hygiene factors) yang didalamnya termasuk pengawasan,
kebijakan perusahaan, hubungan dengan penyelia, kondisi kerja, gaji, hubungan dengan rekan
kerja, kehidupan pribadi, hubungan dengan bawahan, status, dan keamanan, sedangkan
factor-faktor intrinsic (motivator) yang berkaitan dengan pekerjaan itu sendiri, seperti
prestasi, pengakuan, pekerjaan itu sendiri, tanggung jawab, kemajuan dan pertumbuhan
(Robbins, 2010: 112).
2.2.3 Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja
Banyak faktor- faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja karyawan. Faktor-faktor itu
sendiri dalam peranannya memberikan kepuasan kepada karyawan bergantung pada pribadi
masing-masing karyawan. Menurut Burn dalam Tohardi (2002:434) factor-faktor yang dapat
menimbulkan kepuasan kerja sebagai berikut.
1) Faktor hubungan antar karyawan dengan indikator
(1) Hubungan antar manager dengan karyawan
(2) Faktor fisik dan kondisi kerja
(3) Hubungan sosial diantara karyawan
(4) Sugesti dari teman kerja
(5) Emosi dan situasi kerja
2) Faktor individu, yang berhubungan dengan indikator
(1) Sikap orang terhadap pekerjaannya
(2) Umur orang sewaktu bekerja
(3) Jenis kelamin
3) Faktor-faktor luar (eksternal) yang berhubungan dengan indikator
(1) Keadaan keluarga pegawai
(2) Rekreasi
(3) Pendidikan (training up-grading dan sebagainya)
Ada dua faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja yaitu ada dalam diri pegawai dan
faktor pekerjaannya. Mangkunegara (2011:120) menyatakan.
1) Faktor pegawai, yaitu kecerdasan (IQ), kecakapan khusus, umur, jenis kelamin,
kondisi fisik, pendidikan, pengalam kerja, masa kerja, kepribadian, emosi, cara
berpikir, persepsi dan sikap kerja.
2) Faktor pekerjaan, yaitu jenis pekerjaan, stuktur organisasi, pangkat (golongan),
kedudukan, mutu pengawasan, kesempatan promosi jabatan,dan hubungan kerja.
Luthans (dalam Dewi, 2012) juga mengemukakan bahwa kepuasan kerja berpengaruh
terhadap beberapa faktor sebagai berikut.
1) Produktivitas
Karyawan dengan tingkat kepuasan kerja tinggi produktivitasnya akan meningkat
walaupun hasilnya tidak langsung.
2) Keinginan keluar
Jika karyawan tidak puas dengan pekerjannya maka besar keinginannya untuk keluar
dari perusahaan walaupun demikian, tingkat kepuasan kerja yang tinggi tidak
menjamin karyawan yang bekerja di organisasi tersebut tidak ingin keluar.
3) Tingkat kehadiran
karena tingkat kepuasan kerja tinggi maka tingkat ketidakhadiran rendah. Sebaliknya,
ketika tingkat kepuasan rendah maka tingkat ketidak hadiran tinggi.
4) Faktor-faktor lain
Karyawan dengan tingkat kepuasan yang tinggi akan mempunyai kesehatan fisik dan
mental yang lebih baik, lebih cepat untuk mempelajari tugas-tugas, tidak banyak
kesalahan yang dibuat, dan tidak banyak keluhan.
Hasibuan (2007:203), menerangkan kepuasan kerja karyawan dipengaruhi oleh
faktor-faktor sebagai berikut.
1) Balas jasa yang adil dan layak
2) Penempatan yang tepat sesuai dengan keahlian
3) Berat ringannya pekerjaan
4) Suasana dan lingkungan kerja
5) Peralatan yang menunjang pelaksanaan pekerjaan
6) Sikap pimpinan dalam kepemimpinannya
7) Sifat pekerjaan menonton atau tidak
2.3 Kompensasi
2.3.1 Pengertian Kompensasi
Kompensasi merupakan kontribusinya untuk kepada perusahaan atau organisasi untuk
karyawan(Ardana, dkk, 2012:153) . Besarnya kompensasi mencerminkan status, pengakuan
dan tingkat pemenuhan kebutuhan yang dinikmati oleh pegawai bersama keluarga, semakin
besar balas ajasa yang diterima oleh karyawan berarti jabatannya semakin tinggi, statusnya
semakin baik dan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan yang dinikmatinya semakin banyak (Gita
Sugiyarti, 2009). Kompensasi dapat diartikan sebagai semua bentuk penghargaan atau
imbalan yang diberikan organisasi pada para pekerjanya sebagai bentuk penggantian atas
kinerjanya yang terdiri dari bentuk kompensasi finansial seperti gaji pokok, insentif, dan
tunjangan-tunjangan lainnya dan bentuk non financial seperti tantangan pekerjaan, tanggung
jawab, pengakuan yang memadai atas prestasi yang dicapai, serta adanya promosi bagi para
karyawan yang berpotensi (Kunartinah, 2012).
2.3.2 Teori Kompensasi
Menurut Weather dan Davis dalam Hasibuan (2003:119) compensation is what
employe receive in exchange of their work. Whether hourly wages or periodic salaries the
personel department usually designs and administers employe compensation. Artinya,
“sesuatu yang diterima karyawan dalam pekerjaan merka. Apakah upah perjam atau periodic,
adalah pengelolaan kompensasi”. Mutiara Pengabean dalam Subekhi (2012: 176)
menerangkan kompensasi adalah setiap bentuk penghargaan yang diberikan kepada karyawan
sebagi balas jasa atas kontribusi yang mereka berikan kepada organisasi.
2.3.3 Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Pemberian Kompensasi
Ada beberapa faktor yang memengaruhi pemberian kompensasi, faktor-faktor tersebut
menurut Ardana, dkk (2012:153) adalah sebagai berikut.
1) Penawaran dan Permintaan Kenaga kerja
Jika pencari kerja (penawaran) lebih banyak daripada lowongan pekerjaan
(permintaan) maka kompensasi relatif kecil.
2) Kemampuan dan Kesediaan Perusahaan
Bila kemampuan dan kesediaan perusahaan untuk membayar semakin tinggi maka
tingkat kompensasi akan semakin besar.
3) Serikat Buruh atau Organisasi Karyawan
Apabila serikat buruh semakin kuat dan berpengaruh maka tingkat kompensasi
semakin besar.
4) Produktivitas Kerja Karyawan
Jika produktivitas kerja karyawan baik dan banyak,maka kompensasi akan semakin
besar.
5) Pemerintah dengan undang- undang
Pemerintah dengan UU menetapkan besarnya batas upah atau balas jasa minimum
penetapan ini sangat penting supaya pengusaha jangan sewenang-wenang menetapkan
balas jasa bagi karyawan, karena pemerintah berkewajiban untuk melindungi
masyarakat dari tindakan sewenang-wenang.
6) Biaya Hidup atau Cost of Living
Bila biaya hidup di daerah yang tinggi maka tingkat kompensasi atau upah semakin
besar.
7) Posisi Jabatan Karyawan
Karyawan yang menjabat lebih tinggi maka akan menerima gaji atau kompensasi
yang lebih besar.
8) Pendidikan dan Pengalaman Kerja
Jika pendidikan lebih tinggi, dan pengalaman kerja yang lebih lama maka kompensasi
atau balas jasanya akan semakin besar.
9) Kondisi Perekonomian Nasional
Bila kondisi perekonomian nasional sedang maju tingkat upah atau kompensasi akan
semakin besar.
2.3.4 Tujuan Pemberian Kompensasi
Menurut Mulyadi (2012) tujuan pemberian (balas jasa) adalah sebagai berikut :
1) Ikatan Kerja Sama
Pemberian kompensasi terjalinlah ikatan kerja sama formal antara majikan dengan
karyawan. Karyawan harus mengerjakan tugas- tugasnya dengan baik, sedangkan
pengusaha / majikan wajib membayar kompensasi sesuai dengan perjanjian yang
dispakati.
2) Kepuasan Kerja
Balas jasa karyawan akan dapat memenuhi kebutuhan- kebutuhan fisik, status sosial,
dan egoistiknya sehingga memperoleh kepuasan kerja dari jabatannya.
3) Pengadaan Efektif
Jika program kompensasi ditetapkan cukup besar, pengadaan karyawan yang qualified
untuk perusahaan akan lebih mudah.
4) Motivasi
Jika balas jasa yang diberikan cukup besar, manajer akan mudah memotivasi
bawahannya.
5) Stabilitas Karyawan
Program kompensasi atas prinsip adil dan layak serta eksternal konsisten yang
kompetatif maka stabilitas karyawan lebih terjamin karena turn-over relatif kecil.
6) Disiplin
Pemberian balas jasa yang cukup besar maka disiplin karyawan semakin baik. Mereka
akan menyadari akan menyadari serta mentaati peraturan-peraturan yang berlaku.
7) Pengaruh Serikat Buruh
Program kompensasi yang baik pengaruh serikat buruh dapat dihindarkan dan
karyawan akan berkonsentrasi pada pekerjaannya.
8) Pengaruh Pemerintah
Jika program kompensasi sesuai dengan undang-undang pemburuhan yang berlaku
(seperti batas upah minimum) maka intervensi pemerintah dapat dihindarkan.
2.3.5 Jenis- Jenis Kompensasi
Kompensasi finansial, meliputi directcompensation dan indirect compensation.
1) Direct compensation meliputi kompensasi insentif dan kompensasi non-insentif.
Kompensasi insentif merupakan imbalan atau upah yang diberikan untuk suatu
penyelesaian tugas dengan baik. Besarnya kompensasi insentif bergantung pada
kinerja yang telah dicapai karyawan. Kompensasi non-insentif merupakan
kompensasi moneter pada suatu tingkat yang disepakati untuk periode waktu tertentu
dan biasanya dibayarkan pada akhir tiap periode. Kompensasi non-insentif dapat
berupa gaji atau upah. Besarnya kompensasi non-insentif tidak bergantung pada
kinerja karyawan.
2) Indirect compensation, yang meliputi berbagai tunjangan (benefit) antara lain yaitu:
(1) Pembayaran untuk waktu tidak bekerja (payment for time not worked) merupakan
pembayaran yang tetap diberikan kepada karyawan selama periode istirahat, cuti,
dan hari libur.
(2) Perlindungan terhadap bahaya (hazard protection) meliputi asuransi jiwa,
asuransi kesehatan, pelayanan pengobatan, dan layanan simpan pinjam.
(3) Pelayanan karyawan (employee services) yang bersifat fasilitatif meliputi
program rekreasi, perumahan, makanan, biaya pendidikan, pelayanan hukum
yang dibayar oleh perusahaan, dan program-program bantuan karyawan lainnya.
3) Kompensasi non finansial diberikan dalam bentuk selain uang, misalnya berupa
tugas-tugas yang menarik, tugas yang memiliki tantangan, tanggung jawab tugas,
peluang, penghargaan, pengakuan, pencapaian tujuan serta lingkungan kerja yang
menarik.
2.4 Motivasi
2.4.1 Pengertian Motivasi
Motivasi merupakan pemberian dorongan-dorongan individu untuk bertindak yang
menyebabkan orang tersebut berperilaku dengan cara tertentu yang mengarah pada tujuan
(Murty dan Hudiwinarsih, 2012). Pemberian motivasi merupakan salah satu tujuan agar
karyawan yang diberi motivasi dapat bekerja sesuai dengan acuan kerja dan tanggung jawab
yang diberikan sehingga tujuan perusahaan dapat dicapai dengan baik (Agiel Puji Damayanti,
dkk 2013).
Murty dan Hudiwinarsih (2012) menyatakan bahwa seorang karyawan yang
termotivasi akan bersifat energik dan bersemangat dalam mengerjakan tugas–tugas yang
diberikan oleh perusahaan, dan sebaliknya seorang karyawan dengan motivasi yang rendah
akan sering menampilkan rasa tidak nyaman dan tidak senang terhadap pekerjaannya yang
mengakibatkan kinerja mereka menjadi buruk dan tujuan perusahaan tidak akan tercapai.
Motivasi kerja menjadi salah satu determinan penting bagi pencapaian prestasi individu di
suatu organisasi. Dampak dari motivasi kerja adalah terciptanya gairah kerja karyawan
sehingga produktivitas kerja karyawan akan meningkat. Apabila individu tersebut
mempunyai motivasi yang tinggi maka dia akan berkinerja tinggi sehingga tujuan yang akan
dicapai dan yang diinginkan perusahaan dapat terwujud.
2.4.2 Teori Motivasi
Menurut Kunartinah (2012) dalam lingkup psikologi organisasi, terdapat beberapa
teori mengenai motivasi yaitu:
2.4.2.1 Teori Hierarki Kebutuhan Maslow
Khaerul Uman (2010) menjelaskan bahwa teori motivasi yang paling terkenal adalah
hierarki kebutuhan.
1) Kebutuhan yang bersifat fsiologis mencakup rasa lapar, haus, perlindungan (pakaian
dan perumahan), seks, dan kebutuhan suami lainnya.
2) Kebutuhan Keamanan mencakup kesehatan dan perlindungan terhadap kerugian fisik
dan emosional.
3) kebutuhan Sosial mencakup kasih sayang, rasa dimiliki, diterima baik, dan
persahabatan.
4) Kebutuhan akan Penghargaan mencakup faktor rasa hormat internal (harga diri,
otonomi, dan prestasi) dan faktor hormat eksternal (status, pengakuan dan perhatian).
5) Kebutuhan akan Perwujudan diri (aktualisasi diri) mencakup dorongan untuk
pertumbuhan dan penumbuhan diri.
Ketika masing-masing kebutuhan ini terpenuhi secara substansial, kebutuhan
berikutnya akan menjadi dominan. Individu bergerak naik mengikuti anak-anak tangga
hierarki. Dari titik pandang motivasi, teori tersebut mengatakan bahwa meskipun tidak ada
kebutuhan yang bisa sepenuhnya dipenuhi, kebutuhan tertentu yang telah dipuaskan secara
substansial tidak lagi menjadi pendorong motivasi.
2.4.2.2 Teori kebutuhan akan prestasi McClelland’s
Dalam Sopiah (2008), David Mc Clelland mengajukan teori kebutuhan motivasi yang
dipelajari, yaitu teori yang menyatakan bahwa seseorang dengan suatu kebutuhan yang kuat
akan termotivasi untuk menggunakan tingkah laku yang sesuai guna memuaskan
kebutuhannya. Tiga kebutuhan yang dimaksud adalah:
1) Kebutuhan akan prestasi
Kebutuhan akan prestasi merupakan daya penggerak yang memotivasi semangat kerja
seseorang karena mendorong seseorang untuk mengembangkan kreativitas dan
mengarahkan semua kemampuan serta energi yang dimiliknya demi mencapai prestasi
kerja yang optimal.
2) Kebutuhan Akan Hubungan
Kebutuhan akan hubungan merangsang gairah kerja sebab setiap individu mempunyai
empat kebutuhan, yaitu :
a) Kebutuhan akan perasaan diterima oleh orang lain
b) Kebutuhan akan perasaan dihormati
c) Kebutuhan akan perasaan maju
d) Kebutuhan akan perasaan ikut serta
3) Kebutuhan akan kekuasaan
Kebutuhan akan kekuasaan ini merangsang dan memotivasi gairah kerja seseorang
serta mengerahkan semua kemampuan demi mencapai kekuasaan atau kedudukan
yang terbaik dalam organisasi.
2.4.3 Jenis- Jenis Motivasi
Secara garis besar motivasi dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu motivasi financial
dan motivasi non finansial. Heidjrachman (2002:206) menjelaskan bahwa kedua bentuk
motivasi tersebut adalah sebagai berikut:
2.4.3.1 Motivasi Finansial
Merupakan suatu proses memengaruhi seseorang agar melakukan sesuatu yang
dapat diinginkan dengan cara member materi yang diperlukan oleh karyawan. Bentuk
motivasi finans ial pada umumnya merupakan dorongan untuk melakukan sesuatu. Motivasi
finansial dapat berupa:
1) Pemberian upah / gaji yang cukup
Gaji adalah satu penerimaan sebagai imbalan dari pemberian kerja kepada penerimaan
kerja untuk suatu pekerjaan yang telah dilakukan. Imbalan tersebut dinilai dalam bentuk
uang yang ditetapkan menurut undang-undang dan diberikan tetap setiap bulan.
2) Tunjangan-tunjangan
(1) Tunjangan yang berkaitan langsung dengan jabatan atau pekerjaan, seperti
tunjangan jabatan, tunjangan transportasi, tunjangan perumahan, tunjangan
pengobatan, dan lain-lain.
(2) Tunjangan yang berkaitan dengan bantuan sosial ekonomi, seperti tunjangan
keluarga, tunjangan cuti, tunjangan kematian.
(3) Tunjangan khusus, seperti tunjangan hari raya, tunjangan dinas.
(4) Bonus, adalah uang yang diberikan sebagai suatu balas jasa yang diberikan secara
sekali tanpa ikatan di masa akan datang dan diberikan kepada karyawan yang
berhak menerimanya.
2.4.3.2 Motivasi Non Finansial
Merupakan suatu proses memengaruhi orang lain agar menjalankan sesuatu yang
kita inginkan dengan cara memberikan kemungkinan untuk mendapatkan hadiah. Adapun
bentuk-bentuk motivasi non finansial adalah dapat berupa:
1) Penghargaan terhadap pekerjaan yang dilakukan atau diselesaikan dengan baik.
2) Informasi kebanyakan orang lain mengetahui latar belakang atau alasan suatu
tindakan,maka pemberian informasi tentang mengapa sutau tindakan atau perintah
diberikan merupakan suatu motivasi bagi karyawan.
3) Memberikan perhatian yang tulus kepada karyawan sebagai individu.
2.4.4 Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Motivasi
Motivasi sebagai proses batin atau proses psikologis dalam diri seseorang, sangat
dipengaruhi oleh beberapa fakor yaitu:
1) Faktor Ekstern
a. Lingkungan kerja
b. Pemimpin dan kepemimpinannya
c. Tuntutan perkembangan organisasi atau tugas
d. Dorongan atau bimbingan atasan
2) Faktor Intern
a. Pembawaan individu
b. Tingkat pendidikan
c. Pengalaman masa lampau
d. Keinginan atau harapan masa depan
2.5 Hipotesis Penelitian
2.5.1 Pengaruh Kompensasi Pada Kepuasan kerja di PT. Sinar Sosro Pabrik Bali. Menurut Garry Dessler (dalam Kunartinah 2012) definisi kompensasi adalah semua
bentuk penggajian atau ganjaran yang mengalir kepada pegawai dan timbul dari
kepegawaiannya. Sedangkan menurut T. Hani Handoko (2001:251) kompensasi adalah
segala sesuatu yang diterima para karyawan sebagai balas jasa untuk kerja mereka.
Sedangkan menurut Susilo Martoyo (2000:78), kompensasi didefinisikan sebagai pengaturan
keseluruhan pemberian balas jasa bagi “employers” maupun “employees” baik yang
langsung berupa uang (finansial) maupun yang tidak langsung berupa uang (nonfinancial).
Dari definisi tersebut dapat disadari bahwa suatu kompensasi jelas akan dapat meningkatkan
ataupun menurunkan prestasi kerja, kepuasan kerja maupun motivasi karyawan. Oleh
karenanya penting sekali perhatian organisasi terhadap pengaturan kompensasi secara benar
dan adil lebih dipertajam.
Kompensasi menunjukkan pada semua hal baik berwujud pada balas jasa berupa
finansial maupun non finansial dari perusahaan kepada karyawannya. Jika kompensasi yang
diterima karyawan adalah tinggi, maka karyawan akan merasa semakin puas. Sebaliknya jika
kompensasi yang diterima oleh karyawan sedikit maka karyawan akan merasa tidak puas
dalam bekerja. Kompensasi adalah apa yang diterima karyawan sebagai ganti kontribusi
mereka kepada organisasi. Kompensasi membantu organisasi mencapai tujuannya dan
memperoleh serta mempertahankan karyawan yang produktif (Suharto dan Yamit, 2005: 55).
Penelitian yang dilakukan oleh Widodo (2004:44) menyatakan bahwa terdapat pengaruh
antara kompensasi terhadap kepuasan kerja. Jika kompensasi yang diterima semakin tinggi
maka akan semakin meningkatkan kepuasan kerja karyawan dalam sebuah perusahaan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kompensasi berpengaruh positif dan signifikan
terhadap kepuasan kerja, hal ini mendukung penelitian Wati (2005) dengan judul pengaruh
kompensasi financial terhadap kepuasan kerja karyawan, hasil penelitiannya menyimpulkan
bahwa kompensasi berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja.
H1: Kompensasi berpengaruh pada kepuasan kerja
2.5.2 Pengaruh Motivasi Pada Kepuasan kerja di PT. Sinar Sosro Pabrik Bali.
Motivasi kerja merupakan konsep yang menguraikan tentang kekuatan-kekuatan yang
ada dalam diri karyawan dan mengarahkan perilaku. Motivasi kerja merupakan sesuatu yang
menimbulkan dorongan atau semangat kerja (Suharto dan Yamit, 2003: 56). Motivasi kerja
diyakini memiliki pengaruh positif terhadap kepuasan kerja seorang karyawan. Jika motivasi
kerja seorang karyawan semakin tinggi atau meningkat, maka kepuasan kerja mereka akan
semakin meningkat pula. Sebaliknya jika motivasi kerja menurun akan menurunkan kepuasan
kerja karyawan. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Jusni (2008:39-52) dan Munizu
(2006:67) menyatakan bahwa terdapat pengaruh positif dan signifikan antara motivasi kerja
terhadap kepuasan kerja.
H2: Motivasi berpengaruh pada kepuasan kerja
2.5.3 Pengaruh Kompensasi Pada Kinerja Karyawan di PT. Sinar Sosro Pabrik Bali.
Kompensasi merupakan kontribusinya kepada perusahaan atau organisasi untuk
karyawan (Ardana, 2012 : 153). Semua pendapatan yang berbentuk uang, barang langsung,
atau tidak langsung yang diterima karyawan sebagai imbalan atas jasa yang diberikan itu
dinamakan kompensasi (Hasibuan, 2009 : 118).
Kompensasi berbasis kinerja mendorong karyawan dapat mengubah kecenderungan
semangat untuk memenuhi kepentingan diri sendiri ke semangat untuk memenuhi tujuan
organisasi (Mulyadi dan Johny, 1999: 227). Kompensasi yang diberikan kepada karyawan
sangat berpengaruh terhadap tingkat kepuasan kerja dan motivasi kerja, serta hasil kerja
(Mangkunegara, 2008:67). Para karyawan memerlukan pengharapan-pengharapan mengenai
imbalan jika tingkat kinerja tertentu dicapai. Pengharapan ini menentukan tujuan dan tingkat
kinerja di masa depan. Jika karyawan melihat bahwa kerja keras dan kinerja yang tinggi
diakui dan diberikan kompensasi yang sesuai oleh perusahaan, mereka akan mengharapkan
hubungan seperti itu dimasa depan. Oleh karena itu, mereka akan menentukan tingkat kinerja
yang lebih tinggi dan mengharapkan tingkat kompensasi yang tinggi pula.
Beberapa penelitian mengaitkan pengaruh kompensasi terhadap kinerja karyawan,
antara lain Murgijanto (2010) menyatakan bahwa terdapat pengaruh kompensasi instriksik
terhadap kinerja dan terdapat pengaruh yang signifikan kompensasi ekstrinsik terhadap
kinerja. Kuster and Canalas (2011) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa sistem
kompensasi yang digunakan untuk tenaga penjualan memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap kinerja tenaga penjual individu dan efektivitas penjualan organisasi dan berkaitan
dengan sistem kontrol yang digunakan oleh perusahaan. Sukmawati (2008:175) dalam
penelitiannya menguji pengaruh motivasi dan kompensasi pada kinerja dengan kepuasan
kerja sebagai variabel moderating menyatakan bahwa variabel kompensasi memiliki
koefisien regresi yang paling besar dibandingkan dengan variabel bebas lainnya, yang
menunjukkan bahwa kompensasi memberikan kontribusi yang paling besar.
Penelitian yang dilakukan oleh Yensy (2010), mengungkapkan bahwa kompensasi
yang dikelola dengan baik atau dilaksanakan sebagaimana mestinya dalam jangka panjang
dapat menjadi alat yang efektif bagi semangat kerja karyawan. Kompensasi yang baik akan
berpengaruh terhadap kinerja perusahaan (Alan dkk, 2003).
H3 : Kompensasi berpengaruh pada kinerja karyawan
2.5.4 Pengaruh Motivasi Pada Kinerja Karyawan di PT. Sinar Sosro Pabrik Bali.
Faktor manusia (human) merupakan salah satu faktor yang harus mendapat perhatian,
dan peranan manusia sangat penting artinya dalam upaya mencapai tujuan yang telah
ditetapkan oleh suatu perusahaan. Di dalam pengelolaannya diperlukan manajemen yang baik
dan tepat karena pada dasarnya perusahaan bukan saja mengharapkan pegawai mau dan
mampu bekerja secara giat, tetapi bagaimana memiliki motivasi yang tinggi untuk mencapai
tujuan. Kemampuan, kecakapan, dan ketrampilan pegawai tidak ada artinya apabila tidak
diikuti dengan motivasi yang tinggi. Apabila pemberian motivasi berjalan dengan baik maka
dapat memengaruhi tingkat kinerja karyawan. Kinerja karyawan merupakan salah satu
ukuran yang sering dipakai dalam menentukan efektivitas perusahaan. Secara tegas kinerja
pegawai yang paling dominan disebabkan oleh kesiapan mental dan motivasi seseorang untuk
memacu diri dan prestasi guna memperoleh segala yang diharapkan (Utomo, 2010).
Motivasi harus dipahami dari segi kebutuhan manusia karena pada hakekatnya setiap
karyawan memiliki motivasi yang berbeda-beda dalam bekerja. Pimpinan memiliki
kewajiban untuk selalu memotivasi kayawan agar meningkatkan kinerjanya, dengan
demikian kerja sama dan saling memahami tugas dan fungsi dari setiap unit kerja dapat
berjalan dengan baik. Peranan motivasi dalam menunjang pemenuhan kebutuhan berprestasi
sangat besar, dengan kata lain motivasi mempunyai hubungan yang positif terhadap kinerja
karyawan. Murty dan Hudiwinarsih (2012) menyatakan bahwa seorang karyawan yang
termotivasi akan bersifat energik dan bersemangat, dan sebaliknya seorang karyawan dengan
motivasi yang rendah akan sering menampilkan rasa tidak nyaman dan tidak senang terhadap
pekerjaannya yang mengakibatkan kinerja mereka menjadi buruk dan tujuan perusahaan tidak
akan tercapai.
Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengetahui pengaruh motivasi dengan
kinerja karyawan. Penelitian Marjani (2005:235) mengemukakan bahwa ada hubungan positif
antara motivasi dengan kinerja pegawai, tingginya kondisi motivasi kerja pegawai
berhubungan dengan kecenderungan pencapaian tingkat kinerja pegawai yang cukup tinggi.
Motivasi merupakan predisposisi psikis bagi perilaku, yakni manusia berperilaku adalah
tergantung pada motivasinya.
Menurut Oluyesi (2009) motivasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan.
Setiap karyawan mempunyai kebutuhan bersifat material dan non material yang selalu
meningkatkan intensitasnya dan mendorong/mengarahkan kinerja. Namun hasil yang berbeda
ditunjukkan oleh penelitian yang dilakukan Prananta (2008:56) yang menyatakan bahwa
motivasi berpengaruh tidak signifikan terhadap kinerja karyawan.
H4: Motivasi berpengaruh pada kinerja karyawan
2.5.5 Pengaruh Kepuasan Kerja Pada Kinerja Karyawan Karyawan di PT. Sinar Sosro Pabrik Bali. Kepuasan akan berpengaruh terhadap kinerja karyawan apabila kepuasan yang
diperoleh karyawan dari pekerjaanya karena terdapat kesesuaian antara apa yang diharapkan
dan apa yang diterimanya mampu mendorong karyawan mencapai kinerja yang optimal.
Kondisi kepuasan atau ketidakpuasan kerja tersebut menjadi umpan balik yang akan
mempengaruhi kinerja karyawan (Kurniawan, 2012). Konstruk kepuasan kerja dibentuk oleh
indikator - indikator yaitu sikap atasan, hubungan rekan sekerja, sistem kompensasi, sistem
karir, dan lingkungan kerja. Apabila perusahaan senantiasa melaksanakan sistem karir dan
kompensasinya dengan baik, adanya hubungan yang baik antara rekan sekerja, sikap atasan
yang selalu memotivasi, serta lingkungan kerja fisik yang kondusif akan mengakinatkan
karyawan menjadi merasa aman dan nyaman bekerja. Dampaknya adalah, karyawan akan
bekerja dengan sebaik-baiknya dan selalu berusaha memberikan pelayanan terbaiknya kepada
pelanggan, dalam hal ini pasien. Hal tersebut menunjukkan bahwa kinerja karyawan tersebut
tinggi. Hasil penelitian ini mendukung dan memperkuat teori dan beberapa hasil penelitian
sebelumnya.
Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Parwanto dan
Wahyudin (2011), yang mengkaji tentang pengaruh faktor-faktor kepuasan kerja terhadap
kinerja karyawan. Penelitian tersebut memperoleh hasil bahwa bahwa faktor kepuasan kerja
yang meliputi gaji, kepemimpinan, sikap rekan sekerja memiliki pengaruh signifikan
terhadap kinerja karyawan. Pada penelitian ini juga diperoleh hasil bahwa sikap rekan sekerja
merupakan faktor yang berpengaruh dominan terhadap kinerja karyawan. Penelitian lainnya
yang memperoleh hasil serupa dengan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh
Devi (2009). Hasil penelitian yang diperoleh adalah kepuasan kerja berpengaruh positif
signifikan terhadap kinerja karyawan. Jadi semakin terpuaskan karyawan, maka karyawan
akan semakin menunjukkan kinerja terbaiknya. Sebaliknya, jika karyawan tidak merasa puas
dalam bekerja, maka dalam dirinya akan timbul rasa malas, sehingga akan berdampak pada
menurunnya kinerja. Hal ini juga sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Robbins
(2006:124) mengenai dampak kepuasan kerja terhadap kinerja karyawan. Robbins
menyatakan bahwa karyawan yang puas berkemungkinan lebih besar untuk berbicara secara
positif tentang organisasi, membantu yang lain, dan berbuat kinerja pekerjaan mereka
melampaui perkiraan normal. Dengan demikian, hasil penelitian ini sesuai dengan teori yang
digunakan sebagai acuan dan sesuai pula dengan hasil-hasil penelitian yang relevan.
Penelitian yang dilakukan oleh Ostroff (1992) menemukan bahwa ada hubungan yang positif
antara kepuasan kerja dan kinerjakaryawan.
H5: Kepuasan kerja berpengaruh pada kinerja karyawan