BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 … II.pdf · tersebut dan menghubungkan produk...

27
15 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Kemitraan dan pola-pola kemitraan Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1997 tentang Kemitraan disebutkan kemitraan adalah kerjasama usaha antara Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dan atau dengan Usaha Besar disertai pembinaan dan pengembangan oleh usaha menengah dan atau usaha besar dengan memperhatikan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat dan saling menguntungkan. Kemitraan merupakan salah satu instrumen yang strategis bagi pengembangan usaha kecil, tetapi ini tidak berarti bahwa semua usaha kecil bisa segera secara efektif dikembangkan melalui kemitraan. Bagi pengusaha informal atau yang sangat kecil skala usahanya dan belum memiliki dasar kewirausahaan yang memadai, kemitraan dengan usaha besar belum tentu efektif karena belum tercipta kondisi saling membutuhkan. Yang terjadi adalah usaha kecil membutuhkan usaha besar sedangkan usaha besar tidak merasa membutuhkan usaha kecil. Usaha kecil yang demikian barangkali perlu dipersiapkan terlebih dahulu, misalnya dengan memperkuat posisi transaksi melalui wadah koperasi atau kelompok usaha bersama (prakoperasi) dan pembinaan kewirausahaan. Dengan memahami berbagai aspek kewirausahaan dan bergabung dalam wadah koperasi, usaha-usaha yang sangat kecil atau informal tersebut secara bersama-sama akan memiliki kedudukan dan posisi transaksi yang cukup kuat

Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 … II.pdf · tersebut dan menghubungkan produk...

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 … II.pdf · tersebut dan menghubungkan produk yang bersangkutan langsung dengan pihak ketiga. 21 2.1.2 Program Kemitraan dan Bina

15

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

2.1 Kajian Pustaka

2.1.1 Kemitraan dan pola-pola kemitraan

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1997 tentang Kemitraan

disebutkan kemitraan adalah kerjasama usaha antara Usaha Mikro, Kecil dan

Menengah (UMKM) dan atau dengan Usaha Besar disertai pembinaan dan

pengembangan oleh usaha menengah dan atau usaha besar dengan memperhatikan

prinsip saling memerlukan, saling memperkuat dan saling menguntungkan.

Kemitraan merupakan salah satu instrumen yang strategis bagi

pengembangan usaha kecil, tetapi ini tidak berarti bahwa semua usaha kecil bisa

segera secara efektif dikembangkan melalui kemitraan. Bagi pengusaha informal

atau yang sangat kecil skala usahanya dan belum memiliki dasar kewirausahaan

yang memadai, kemitraan dengan usaha besar belum tentu efektif karena belum

tercipta kondisi saling membutuhkan. Yang terjadi adalah usaha kecil

membutuhkan usaha besar sedangkan usaha besar tidak merasa membutuhkan

usaha kecil. Usaha kecil yang demikian barangkali perlu dipersiapkan terlebih

dahulu, misalnya dengan memperkuat posisi transaksi melalui wadah koperasi

atau kelompok usaha bersama (prakoperasi) dan pembinaan kewirausahaan.

Dengan memahami berbagai aspek kewirausahaan dan bergabung dalam

wadah koperasi, usaha-usaha yang sangat kecil atau informal tersebut secara

bersama-sama akan memiliki kedudukan dan posisi transaksi yang cukup kuat

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 … II.pdf · tersebut dan menghubungkan produk yang bersangkutan langsung dengan pihak ketiga. 21 2.1.2 Program Kemitraan dan Bina

16

untuk menjalin kemitraan yang sejajar, saling membutuhkan, saling memperkuat,

dan saling menguntungkan dengan usaha besar mitra usahanya.

Banyak program pemerintah dan pola-pola kemitraan yang dibuat demi

usaha kecil. Hal ini bertujuan untuk mendorong dan menumbuhkan usaha kecil

tangguh dan modern. Usaha kecil sebagai kekuatan ekonomi rakyat dan berakar

pada masyarakat dan usaha kecil yang mampu memperkokoh struktur

perekonomian nasional yang lebih efisien. Pola-pola kemitraan tersebut

disebutkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1997 antara lain:

1) Kerjasama keterkaitan antar hulu-hilir (forward linkage)

Pembangunan industri dasar dengan skala besar yang dilakukan untuk

mengolah langsung sumber daya alam termasuk sumber energi yang terdapat

di suatu daerah, perlu dimanfaatkan untuk mendorong pembangunan cabang-

cabang dan jenis-jenis industri yang saling mempunyai kaitan, yang

selanjutnya dapat dikembangkan menjadi kawasan-kawasan industri.

Kerjasama keterkaitan hulu hilir harus berlangsung dalam iklim yang positif

dan konstruktif, dalam arti bersifat saling membutuhkan dan saling

memperkuat dan saling menguntungkan. Dalam melakukan kerja sama antara

perusahaan industri. Pemerintah memanfaatkan peranan koperasi, Kamar

Dagang dan Industri Indonesia, serta asosiasi/federasi perusahaan-perusahaan

industri sebagai wadah untuk meningkatkan pengembangan bidang usaha

industri.

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 … II.pdf · tersebut dan menghubungkan produk yang bersangkutan langsung dengan pihak ketiga. 21 2.1.2 Program Kemitraan dan Bina

17

2) Kerjasama keterkaitan antar hilir-hulu (backward linkage)

Pertumbuhan ataupun pemerataan ekonomi dengan penerapan kerjasama

keterkaitan hilir hulu yang tepat guna sejauh mungkin dapat menggunakan

bahan-bahan dalam negeri adalah untuk meningkatkan nilai tambah,

memelihara keseimbangan antara peningkatan produksi dan kesempatan

kerja, serta pemerataan pendapatan, dalam rangka usaha memperbesar nilai

tambah sebanyak-banyaknya, maka pembangunan industri harus

dilaksanakan dengan mengembangkan keterkaitan yang berantai ke segala

jurusan secara seluas-luasnya yang saling menguntungkan kelompok industri

hilir, keterkaitan antara kelompok industri hulu atau dasar. Kerjasama

keterkaitan hilir hulu harus berlangsung dalam iklim yang positif dan

konstruktif, dalam arti bersifat saling membutuhkan dan saling memperkuat

dan saling menguntungkan. Dalam melakukan kerja sama antara perusahaan

industri. Pemerintah memanfaatkan peranan koperasi, Kamar Dagang dan

Industri Indonesia, serta asosiasi/federasi perusahaan-perusahaan industri

sebagai wadah untuk meningkatkan pengembangan bidang usaha industri.

3) Kerjasama dalam Pemilik Usaha

Dalam konsep kerjasama usaha melalui kemitraan ini, jalinan kerjasama yang

dilakukan antara usaha besar atau menengah dengan usaha kecil didasarkan

pada kesejajaran kedudukan atau mempunyai derajat yang sama terhadap

kedua belah pihak yang bermitra. Ini berarti bahwa hubungan kerjasama yang

dilakukan antara pengusaha besar atau menengah dengan pengusaha kecil

mempunyai kedudukan yang setara dengan hak dan kewajiban timbal balik

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 … II.pdf · tersebut dan menghubungkan produk yang bersangkutan langsung dengan pihak ketiga. 21 2.1.2 Program Kemitraan dan Bina

18

sehingga tidak ada pihak yang dirugikan, tidak ada yang saling

mengekspoitasi satu sama lain dan tumbuh berkembangnya rasa saling

percaya di antara para pihak dalam mengembangkan usahanya.

4) Kerjasama dalam bentuk bapak dan anak-angkat

Pada dasarnya pola bapak angkiat adalah refleksi kesediaan pihak yg mampu

atau besar untuk membantu pihak lainyang kurang mampu atau kecil pihak

yang memang memerlukan pembinaan. Oleh karena itu pada hakikatnya pola

pendekatan tersebut adalh cermin atau wujud rasa kepedulian pihak yang esar

terhadap yang kecil. Pola bapak angkat dalam pola pengembangan Usaha

Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) umumnya banyak dilakukan BUMN

dengan usaha mikro dan kecil.

5) Kerjasama dalam bentuk bapak angkat sebagai pemodal ventura

Merupakan bentuk kerjasama dalam bentuk suatu investasi melaui

pembiayaan berupa penyertaan modal ke dalam suatu perusahaan swasta

(anak perusahaan) sebagai pasangan usaha (investee company) untuk jangka

waktu tertentu.

6) Pola inti plasma

Adalah merupakan hubungan kemitraan antara Usaha Kecik Menengah dan

Usaha Besar sebagai inti membina dan mengembangkan Usaha Kecil

Menegah yang menjadi plasmanya dalam menyediakan lahan, penyediaan

sarana produksi, pemberian bimbingan teknis manajemen usaha dan produksi,

perolehan, penguasaan dan peningkatan teknologi yang diperlukan bagi

peningkatan efisiensi dan produktivitas usaha. Dalam hal ini, Usaha Besar

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 … II.pdf · tersebut dan menghubungkan produk yang bersangkutan langsung dengan pihak ketiga. 21 2.1.2 Program Kemitraan dan Bina

19

mempunyai tanggung jawab sosial (corporate social responsibility) untuk

membina dan mengembangkan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM)

sebagai mitra usaha untuk jangka panjang.

7) Subkontrak

Pola subkontrak adalah hubungan kemitraan antara Usaha Kecil dengan

Usaha Menengah atau Usaha Besar, yang di dalamnya Usaha Kecil

memproduksi komponen yang diperlukan oleh Usaha Menengah atau Usaha

Besar sebagai bagian dari produksinya. Atau bisa juga dikatakan, subkontrak

sebagai suatu sistem yang menggambarkan hubungan antara Usaha Besar dan

Usaha Kecil Menegah, di mana Usaha Besar sebagai perusahaan induk

(parent firma) meminta kepada UKM selaku subkontraktor untuk

mengerjakan seluruh atau sebagian pekerjaan (komponen) dengan tanggung

jawab penuh pada perusahaan induk. Selain itu, dalam pola ini Usaha Besar

memberikan bantuan berupa kesempatan perolehan bahan baku, bimbingan

dan kemampuan teknis produksi, penguasaan teknologi, dan pembiayaan.

8) Pola dagang umum

Pola dagang umum adalah hubungan kemitraan antara Usaha Kecil dengan

Usaha Menengah atau Usaha Besar, yang di dalamnya Usaha Menengah atau

Usaha Besar memasarkan hasil produksi Usaha Kecil atau Usaha Kecil

memasok kebutuhan yang diperlukan oleh Usaha Menengah atau Usaha

Besar mitranya. Dengan demikian maka dalam pola dagang umum, usaha

menengah atau usaha besar memasarkan produk atau menerima pasokan dari

usaha kecil mitra usahanya untuk memenuhi kebutuhan yang diperlukan oleh

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 … II.pdf · tersebut dan menghubungkan produk yang bersangkutan langsung dengan pihak ketiga. 21 2.1.2 Program Kemitraan dan Bina

20

usaha menengah atau usaha besar mitranya. Bisa juga dikatakan bahwa pola

dagang umum mengandung pengertian hubungan kemitraan antara kelompok

mitra dengan perusahaan mitra, dimana perusahaan mitra memasarkan hasil

produksi kelompok mitra memasok kebutuhan perusahaan mitra.

9) Waralaba

Adalah bentuk hubungan kemitraan antara pemilik waralaba atau pewaralaba

(franchisor) dengan penerima waralaba (franchisee) dalam mengadakan

persetujuan jual beli hak monopoli untuk menyelenggarakan usaha

(waralaba). Kerjasama ini biasanya didukung dengan pemilihan tempat,

rencana bangunan, pembelian peralatan, pola arus kerja, pemilihan karyawan,

konsultasi, standardisasi, pengendalian, kualitas, riset dan sumber-sumber

permodalan.

10) Keagenan

Adalah hubungan kemitraan antar kelompok mitra dengan perusahaan mitra

dimana kelompok diberi hak khusus untuk memasarkan barang dan jasa

usaha pengusaha mitra. Keagenan merupakan hubungan kemitraan antara

Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dan Usaha Besar, yang di

dalamnya UMKM diberi hak khusus untuk memasarkan barang dan jasa

Usaha Besar sebagai mitranya. Pola keagenan merupakan hubungan

kemitraan, di mana pihak prinsipal memproduksi atau memiliki sesuatu,

sedangkan pihak lain (agen) bertindak sebagai pihak yang menjalankan bisnis

tersebut dan menghubungkan produk yang bersangkutan langsung dengan

pihak ketiga.

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 … II.pdf · tersebut dan menghubungkan produk yang bersangkutan langsung dengan pihak ketiga. 21 2.1.2 Program Kemitraan dan Bina

21

2.1.2 Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL)

Program Kemitraan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan yang

selanjutanya disebut PKBL adalah merupakan salah satu bentuk tanggung jawab

sosial Badan Usaha Milik Negara (BUMN) kepada masyarakat. Program

Kemitraan adalah program untuk meningkatkan kemampuan usaha kecil agar

menjadi tangguh dan mandiri melalui pemanfaatan dana dari bagian laba BUMN.

Program Bina Lingkungan adalah program pemberdayaan kondisi sosial

masyarakat oleh BUMN diwilayah usaha BUMN tersebut melalui pemanfaatan

dana dari bagian laba BUMN (http://www.btdc.co.id).

Sumber dana program kemitraan berasal dari:

1) Penyisihan laba setelah pajak BUMN Pembina;

2) Jasa Administrasi pinjaman/marjin/bagi hasil, bunga deposito dan/atau jasa

giro dari dana Program Kemitraan;

3) Pelimpahan dana Program Kemitraan dari BUMN lain, jika ada;

4) Penyaluran dana dari BUMN Pembina lain.

Sumber dana program bina lingkungan berasal dari:

1) Penyisihan laba setelah pajak BUMN Pembina;

2) Hasil bunga deposito dan/atau jasa giro dari dana program bina lingkungan.

Usaha yang berhak memperoleh bantuan dana pembinaan PKBL adalah

usaha kecil yang memiliki aseest atau kekayaan bersih maksimal Rp 200 juta

(diluar tanah dan bangunan) .dan memiliki omzet atau hasil penjualan maksimal

Rp 1 milyar setahun, memiliki ijin usaha serta berpotensi untuk dikembangkan

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 … II.pdf · tersebut dan menghubungkan produk yang bersangkutan langsung dengan pihak ketiga. 21 2.1.2 Program Kemitraan dan Bina

22

Adapun bentuk-bentuk program kemitraan adalah:

1) Pemberian pinjaman dalam bentuk modal kerja dan/atau pembelian Aktiva

Tetap Produktif Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM).

2) Pinjaman khusus bagi UMKM yang telah menjadi binaan yang bersifat

pinjaman tambahan dalam rangka memenuhi pesanan dari rekanan usaha

UMKM Binaan.

3) Program pendampingan dalam rangka peningkatan kapasitas (capacity

building) UMKM binaan dalam bentuk bantuan pendidikan/pelatihan,

pemagangan, dan promosi.

4) Capacity Building diberikan di bidang produksi & pengolahan, pemasaran,

SDM, dan teknologi. Dana capacity building bersifat hibah dan hanya dapat

diberikan kepada UKM yang telah menjadi Mitra Binaan BUMN yang

bersangkutan.

PKBL dilaksanakan dengan dasar Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang

BUMN serta Peraturan Menteri BUMN Nomor Per-05/MBU/2007 yang

menyatakan maksud dan tujuan BUMN tidak hanya mengejar keuntungan,

melainkan turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha

golongan ekonomi lemah, koperasi dan masyarakat.

Program Kemitraan bertujuan meningkatkan kemampuan usaha kecil agar

menjadi tangguh dan mandiri melalui dukungan terhadap modal serta pelatihan

SDM yang profesional dan terampil agar dapat mendukung pemasaran dan

kelanjutan usaha di masa depan.

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 … II.pdf · tersebut dan menghubungkan produk yang bersangkutan langsung dengan pihak ketiga. 21 2.1.2 Program Kemitraan dan Bina

23

Bina Lingkungan digunakan untuk meningkatkan kualitas hidup

masyarakat Indonesia melalui pengembangan sarana dan prasarana umum.

Selama ini, Program Bina Lingkungan sudah diselenggarakan dalam bentuk :

bantuan pendidikan, bantuan pelatihan, bantuan sarana ibadah, bantuan kesehatan,

bantuan sarana dan prasarana umum, bantuan pelestarian lingkungan dan bantuan

BUMN Peduli.

Usaha yang dapat dibina adalah usaha yang produktif di semua sektor

ekonomi (industri, perdagangan, pertanian/perkebunan, perikanan, jasa lainnya)

dengan ketentuan :

1) Memiliki kriteria sebagai usaha kecil (termasuk usaha mikro), yaitu memiliki

kekayaan bersih maksimal Rp 200 juta (tidak termasuk tanah dan bangunan

tempat usaha) atau memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak

Rp.1 milyar;

2) Milik Warga Negara Indonesia;

3) Berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan

yang dimiliki, dikuasai, atau berafiliasi baik langsung maupun tidak langsung

dengan usaha menengah atau usaha besar;

4) Berbentuk usaha orang perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan

hukum atau badan usaha yang berbadan hukum, termasuk koperasi;

5) Mempunyai potensi dan prospek usaha untuk dikembangkan;

6) Telah melakukan kegiatan usaha minimal 1 (satu) tahun;

7) Belum memenuhi persyaratan perbankan (non bankable).

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 … II.pdf · tersebut dan menghubungkan produk yang bersangkutan langsung dengan pihak ketiga. 21 2.1.2 Program Kemitraan dan Bina

24

2.1.3 Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM)

Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) mempunyai peran yang

strategis dalam pembangunan ekonomi nasional, oleh karena selain berperan

dalam pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja juga berperan dalam

pendistribusian hasil-hasil pembangunan. Dalam krisis ekonomi yang terjadi di

negara kita sejak beberapa waktu yang lalu, dimana banyak usaha berskala besar

yang mengalami stagnasi bahkan berhenti aktifitasnya, sektor UMKM terbukti

lebih tangguh dalam menghadapi krisis tersebut. Mengingat pengalaman yang

telah dihadapi oleh Indonesia selama krisis, kiranya tidak berlebihan apabila

pengembangan sektor swasta difokuskan pada UMKM, terlebih lagi unit usaha ini

seringkali terabaikan hanya karena hasil produksinya dalam skala kecil dan belum

mampu bersaing dengan unit usaha lainnya (Putra, 2013:458).

Pengembangan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) perlu

mendapatkan perhatian yang besar baik dari pemerintah, lembaga keuangan

maupun masyarakat agar dapat berkembang lebih kompetitif bersama pelaku

ekonomi lainnya. Kebijakan pemerintah ke depan perlu diupayakan lebih kondusif

bagi tumbuh dan berkembangnya UMKM. Pemerintah bekerjasama dengan

lembaga keuangan perlu meningkatkan perannya dalam pemberian kredit untuk

memberdayakan UMKM disamping mengembangkan kemitraan usaha yang

saling menguntungkan antara pengusaha besar dengan pengusaha kecil, dan

meningkatkan kualitas sumber daya manusianya (Papalangi, 2013:1213).

Berdasarkan hal ini, penting untuk dijelaskan usaha-usaha apa saja yang

termasuk ke dalam Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). Definisi

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 … II.pdf · tersebut dan menghubungkan produk yang bersangkutan langsung dengan pihak ketiga. 21 2.1.2 Program Kemitraan dan Bina

25

UMKM menurut Undang-Undang UMKM Republik Indonesia nomor 20 tahun

2008 (dalam Adawiyah, 2012:5) adalah sebagai berikut.

1) Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/badan usaha

perorangan yang memenuhi kriteria usaha mikro sebagaimana di atur dalam

Undang-Undang ini.

Kriteria Usaha Mikro adalah sebagai berikut.

(1) Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp.50.000.000,- (lima puluh

juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau

(2) Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp.300.000.000,- (tiga

ratus juta rupiah).

2) Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang

dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan

anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau

menjadi bagian baik langsung maupun tak langsung dari usaha menengah

atau usaha besar yang memenuhi kriteria usaha kecil sebagimana dimaksud

dalam Undang-Undang.

Kriteria Usaha Kecil adalah sebagai berikut.

(1) Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp.50.000.000,- (lima puluh juta

rupiah) sampai dengan paling banyak Rp.500.000.000,- (lima ratus juta

rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau

(2) Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp.300.000.000,- (tiga ratus

juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp.2.500.000.000,- (dua

milyar lima ratus juta rupiah).

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 … II.pdf · tersebut dan menghubungkan produk yang bersangkutan langsung dengan pihak ketiga. 21 2.1.2 Program Kemitraan dan Bina

26

3) Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang

dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan

anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau

menjadi bagian baik langsung maupun tak langsung dari usaha kecil atau

usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan

sebagimana dimaksud dalam Undang-Undang.

Kriteria Usaha Menengah adalah sebagai berikut.

(1) Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp.500.000.000,- (lima ratus juta

rupiah) sampai dengan paling banyak Rp.10.000.000.000,- (sepuluh

milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau

(2) Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp.2.500.000.000,- (dua

milyar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak

Rp.50.000.000.000,- (lima puluh milyar rupiah).

2.1.4 Kredit

1) Pengertian kredit

Istilah kredit yang pada saat ini dipergunakan dalam istilah perbankan

berasal dari bahasa latin yaitu ”credere” yang berarti ”kepercayaan”, atau

”credo” yang berarti ”saya percaya”. Dalam pengertian bahwa dalam hal

seseorang memperoleh kredit, berarti orang tersebut memperoleh

kepercayaan (Hadiwijaya, 2008:14).

Kredit adalah pemberian prestasi dengan dengan balas prestasi yang

akan terjadi pada waktu yang akan datang. Dalam kehidupan ekonomi

modern prestasi yang dimaksud adalah uang, dengan demikian transaksi

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 … II.pdf · tersebut dan menghubungkan produk yang bersangkutan langsung dengan pihak ketiga. 21 2.1.2 Program Kemitraan dan Bina

27

kredit menyangkut uang sebagai alat kredit. Kredit berfungsi koperatif antara

si pemberi kredit dan si penerima kredit atau antara kreditur dan debitur.

Mereka menarik keuntungan dan saling menanggung risiko. Singkatnya,

kredit dalam arti luas didasarkan atas komponen kepercayaan, risiko dan

pertukaran ekonomi di masa-masa mendatang (Simorangkir, 2009:32).

Definisi kredit menurut Undang-Undang Perbankan No. 10 Tahun

1998 yaitu penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan

itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank

dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi

utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga (dalam

Papalangi, 2013:1215). Definisi kredit ini, merupakan pengertian kredit yang

digunakan sebagai dasar hukum pelaksanaan kredit perbankan di Indonesia.

Berdasarkan pengertian di atas maka dapat dikatakan kredit adalah

pemberian pinjaman dalam jangka waktu tertentu yang telah ditetapkan oleh

perusahaan. Nasabah menyelesaikan pinjamannya kepada perusahaan sebagai

pemberi pinjaman (kreditur), dengan cara mengembalikan uang pinjaman dan

membawa sewa modalnya berdasarkan ketentuan yang berlaku.

2) Tujuan pemberian kredit

Menurut Kasmir (2010:95) tujuan utama pemberian suatu kredit:

(1) Mencari keuntungan

Keuntungan pemberian kredit tersebut terutama dalam bentuk bunga

yang diterima oleh suatu lembaga keuangan sebagai balas jasa

dan biaya administrasi kredit yang dibebankan kepada nasabah.

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 … II.pdf · tersebut dan menghubungkan produk yang bersangkutan langsung dengan pihak ketiga. 21 2.1.2 Program Kemitraan dan Bina

28

(2) Membantu usaha nasabah

Tujuan lainnya adalah untuk membantu usaha nasabah yang

memerlukan dana, baik dana untuk investasi maupun dana untuk modal

kerja.

(3) Membantu pemerintah

Pemerintah mengharapkan dengan semakin banyak kredit yang

disalurkan oleh lembaga keuangan, maka akan membawa pengaruh yang

baik, mengingat semakin banyak kredit berarti adanya peningkatan

pembangunan di berbagai sektor.

3) Fungsi kredit

Kasmir (2010:96) menyebutkan fungsi kredit adalah sebagai berikut.

(1) Meningkatkan daya guna uang

Jika uang hanya disimpan saja tidak akan menghasilkan sesuatu yang

berguna.pemberian kredit diharapkan akan menyebabkan uang tersebut

menjadii berguna untuk menghasilkan barang atau jasa oleh penerima

kredit.

(2) Meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang

Uang yang diberikan atau disalurkan akan beredar dari suatu wilayah ke

wilayah lainnya sehingga suatu daerah yang kekurangan dana dengan

memperoleh kredit maka daerah tersebut akan memperoleh tambahan

uang dari daerah lainnya.

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 … II.pdf · tersebut dan menghubungkan produk yang bersangkutan langsung dengan pihak ketiga. 21 2.1.2 Program Kemitraan dan Bina

29

(3) Meningkatkan daya guna barang

Kredit yang diberikan oleh lembaga keuangan akan dapat digunakan

oleh debitur untuk mengolah barang yang tidak berguna menjadi berguna

atau bermanfaat.

(4) Meningkatkan peredaran barang

Kredit dapat pula menambah atau memperlancar arus barang dari

suatu wilayah ke wilayah lainnya, sehingga jumlah barang yang beredar

dari satu wilayah ke wilayah lainnya bertambah atau kredit dapat pula

meningkatkan jumlah barang yang beredar.

(5) Alat stabilitas ekonomi

Kredit dikatakan sebagai alat stabilisasi ekonomi karena dengan kredit

yang diberikan dapat meningkatkan kesempatan berusaha di segala

bidang kehidupan sehingga akan meningkatkan stabilitas ekonomi.

(6) Meningkatkan kegairahan berusaha

Pemberin kredit tentunya akan dapat meningkatkan kegairahan berusaha,

terutama jika nasabah yang memang ingin merintis suatu usaha yang

modal usahanya tidak mencukupi.

(7) Meningkatkan pemerataan pendapatan

Semakin banyak kredit yang disalurkan maka akan semakin baik,

terutama dalam meningkatkan pendapatan. Contohnya bila kredit

diberikan untuk membangun pabrik, maka pabrik tersebut membutuhkan

tenaga kerja sehingga dapat mengurangi jumlah pengangguran.

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 … II.pdf · tersebut dan menghubungkan produk yang bersangkutan langsung dengan pihak ketiga. 21 2.1.2 Program Kemitraan dan Bina

30

4) Unsur-unsur kredit

Menurut Kasmir (2010:103-105), adapun unsur-unsur yang

terkandung dalam pemberian suatu fasilitas kredit adalah sebagai berikut.

(1) Kepercayaan, merupakan suatu keyakinan pemberian kredit bahwa kredit

yang diberikan akan benar-benar diterima kembali dimasa tertentu

dimasa yang akan datang.

(2) Kesepakatan, merupakan suatu kesepakatan yang dituangkan dalam suatu

perjanjian dimana masing-masing pihak menandatangani hak dan

kewajiban masing-masing.

(3) Jangka waktu, merupakan masa pengembalian kredit yang telah

disepakati.

(4) Risiko, merupakan suatu kemungkinan tidak tertagihnya pinjaman atau

macetnya pengembalian kredit.

(5) Balas jasa, merupakan suatu keuntungan atas pemberian suatu kredit atau

jasa, yang kita kenal dengan nama bunga.

5) Jenis-jenis kredit

Kasmir (2010:109-112) menyatakan secara teoritis terdapat

bermacam-macam kredit berdasarkan jenisnya, adalah sebagai berikut.

(1) Jenis kredit berdasarkan tujuan penggunaannya

a) Kredit investasi, merupakan kredit jangka panjang yang biasanya

digunakan untuk keperluan perluasan atau membangun usaha.

b) Kredit modal kerja, merupakan kredit yang digunakan untuk

keperluan meningkatkan produksi dalam operasionalnya.

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 … II.pdf · tersebut dan menghubungkan produk yang bersangkutan langsung dengan pihak ketiga. 21 2.1.2 Program Kemitraan dan Bina

31

c) Kredit konsumtif, merupakan kredit yang dipergunakan untuk

kebutuhan sendiri bersama keluarga.

(2) Jenis kredit berdasarkan jangka waktu

a) Kredit jangka pendek, yaitu kredit yang berjangka waktu selama-

lamanya 1 tahun (kurang dari 1 tahun).

b) Kredit jangka menengah, yaitu kredit yang berjangka waktu antara 1

sampai 3 tahun.

c) Kredit jangka panjang, yaitu kredit yang jangka waktunya lebih dari

3 tahun.

(3) Jenis kredit berdasarkan cara pemakaiannya

a) Kredit rekening koran bebas, yaitu nasabah diperbolehkan untuk

melakukan penarikan uang sekaligus asal tidak melebihi jumlah

maksimum yang disetujui.

b) Kredit rekening terbatas, yaitu nasabah tidak diperbolehkan untuk

melakukan penarikan uang sekaligus, tetapi secara teratur

disesuaikan dengan kebutuhan.

c) Installment credit, yaitu penarikan tidak diijinkan sekaligus, akan

tetapi untuk penarikannya diatur sesuai dengan schedule tertentu.

2.1.5 Efektivitas

Efektivitas adalah pemanfaatan sumber daya, sarana dan prasarana dalam

jumlah tertentu yang secara sadar ditetapkan sebelumnya untuk menghasilkan

sejumlah barang atas jasa kegiatan yang dijalankannya. Efektivitas menunjukkan

keberhasilan dari segi tercapai tidaknya sasaran yang telah ditetapkan. Jika hasil

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 … II.pdf · tersebut dan menghubungkan produk yang bersangkutan langsung dengan pihak ketiga. 21 2.1.2 Program Kemitraan dan Bina

32

kegiatan semakin mendekati sasaran, berarti makin tinggi efektivitasnya (Siagian,

2012:24). Efektivitas adalah pemanfaatan sumber daya, sarana dan prasarana

dalam jumlah tertentu yang secara sadar ditetapkan sebelumnya untuk

menghasilkan sejumlah pekerjaan tepat pada waktunya (Abdurahmat, 2008:92).

Pengertian efektivitas secara umum menunjukkan sampai seberapa jauh

tercapainya suatu tujuan yang terlebih dahulu ditentukan. Hal tersebut sesuai

dengan pengertian efektivitas menurut Hidayat (2005:35) yang menjelaskan

bahwa efektivitas adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target

(kuantitas, kualitas dan waktu) telah tercapai, dimana makin besar presentase

target yang dicapai, makin tinggi efektivitasnya. Efektivitas diukur dengan cara

membandingkan output anggaran atau seharusnya (OA) dengan output realisasi

atau sesungguhnya (OS), jika (OA) > (OS) disebut efektif. Pengertian efektivitas

menurut Saksono (2006:47) adalah seberapa besar tingkat kelekatan output yang

dicapai dengan output yang diharapkan dari sejumlah input.

Berdasarkan pengertian-pengertian efektivitas tersebut dapat disimpulkan

bahwa efektivitas adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target

(kuantitas, kualitas dan waktu) yang telah dicapai oleh manajemen, yang mana

target tersebut sudah ditentukan terlebih dahulu.

Mengetahui efektif atau tidaknya program pemberian kredit digunakan

rasio efektivitas. Menurut Sugiyono (2012:66), rasio efektivitas mempergunakan

metode statistik sederhana dengan formula sebagai berikut.

Realisasi

Efektivitas = x 100%

Target

Page 19: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 … II.pdf · tersebut dan menghubungkan produk yang bersangkutan langsung dengan pihak ketiga. 21 2.1.2 Program Kemitraan dan Bina

33

Keterangan:

Efektivitas = ukuran berhasil atau tidaknya program pemberian kredit (%)

Realisasi = pencapaian pelaksanaan program pemberian kredit dilihat dari

input, proses dan output.

Target = target yang direncanakan pada pelaksanaan program pemberian

kredit dilihat dari input, proses dan output.

Pengukuran tingkat efektivitas pada variabel input, proses, dan output

dilakukan pada masing-masing indikator. Setelah mendapatkan tingkat efektivitas

dari masing-masing indikator pada variabel input, proses, dan output selanjutnya

dilakukan pengklasifikasian tingkat efektivitas sesuai dengan kriteria berdasarkan

Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 690.900.327 Tahun 1996 tentang

Pedoman Penilaian Kinerja Keuangan.

1) Koefisien efektivitas bernilai kurang dari 60% = tidak efektif

2) Koefisien efektivitas dari 60%-79,99% = kurang efektif

3) Koefisien efektivitas dari 80%-89,99% = cukup efektif

4) Koefisien efektivitas dari 90%-100% = efektif

5) Koefisien efektivitas bernilai di atas 100% = sangat efektif.

2.1.6 Pendapatan

Pendapatan bagi sejumlah pelaku ekonomi merupakan uang yang telah

diterima oleh pelanggan dari perusahaan sebagai hasil penjualan barang dan jasa.

Menurut Baridwan (2009:30) menyatakan bahwa pendapatan adalah aliran masuk

harta-harta (aktiva) yang timbul dari penyerahan barang atau jasa yang dilakukan

oleh suatu unit usaha selama satu periode tertentu. Menurut PSAK No.23 paragraf

Page 20: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 … II.pdf · tersebut dan menghubungkan produk yang bersangkutan langsung dengan pihak ketiga. 21 2.1.2 Program Kemitraan dan Bina

34

6 Ikatan Akuntan Indonesia (2010:233) menyatakan bahwa pendapatan adalah

arus kas masuk bruto dari manfaat ekonomi yang timbul dari aktivitas normal

perusahaan selama satu periode bila arus masuk tersebut mengakibatkan kenaikan

ekuitas, yang tidak berasal dari kontribusi penanam modal.

Pendapatan terbagi menjadi dua macam, yaitu pendapatan perorangan dan

pendapatan disposable. Pendapatan perorangan adalah pendapatan yang

dihasilkan oleh atau dibayarkan kepada perorangan sebelum dikurangi dengan

pajak penghasilan. Pendapatan disposable merupakan jumlah pendapatan saat ini

yang dapat dibelanjakan atau ditabung oleh organisasi, yaitu pendapatan

perorangan dikurangi dengan pajak penghasilan (Lestari, 2012).

Menurut Nafarin (2011:15) definisi pendapatan adalah arus masuk harta

dari kegiatan perusahaan menjual barang dan jasa dalam suatu periode yang

mengakibatkan kenaikan modal yang tidak berasal dari kontribisi penanaman

modal. Pendapatan dari kegaiatan perusahaan dagang dasarnya adalah suatu

proses mengenai arus penciptaan barang dan jasa oleh perusahaan selama jangka

waktu tertentu.

Sunuharyo (2007:52), dilihat dari pemanfaatan tenaga kerja, pendapatan

yang berasal dari balas jasa berupa upah atau gaji disebut pendapatan tenaga kerja

(labour income), sedangkan pendapatan dari selain tenaga kerja disebut dengan

pendapatan bukan tenaga kerja (non labour income). Dalam kenyataannya

membedakan antara pendapatan tenaga kerja dan pendapatan bukan tenaga kerja

tidaklah selalu mudah dilakukan. Konsep perhitungan pendapatan dapat dilakukan

melalui tiga pendekatan.

Page 21: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 … II.pdf · tersebut dan menghubungkan produk yang bersangkutan langsung dengan pihak ketiga. 21 2.1.2 Program Kemitraan dan Bina

35

1) Pendekatan produksi (production approach), yaitu dengan menghitung

seluruh nilai tambah produksi barang atau jasa yang dihasilkan dalam ukuran

waktu tertentu.

2) Pendekatan pendapatan (income approach), yaitu dengan menghitung seluruh

nilai balas jasa yang diterima pemilik faktor produksi dalam ukuran waktu

tertentu.

3) Pendekatan pengeluaran (expenditures approach), yaitu dengan menghitung

seluruh pengeluaran dalam kurun waktu tertentu.

Tolak ukur dari majunya sebuah perekonomian masyarakat adalah dengan

cara melihat seberapa besar jumlah pendapatan yang mampu dihasilkan. Besar

kecilnya pendapatan yang mampu dihasilkan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah

(UMKM) akan mempengaruhi kelangsungan usaha industri tersebut. Perolehan

pendapatan yang besar melalui hasil penjualan produksi yang mampu dicapai

menjadi tolak ukur bahwa UMKM mampu bersaing di pasaran. Omset yang tinggi

secara tidak langsung akan berpengaruh terhadap tingkat produksi yang mampu

dihasilkan. Semakin meningkatnya jumlah produksi maka akan mempengaruhi

permintaan terhadap tenaga kerja yang diperlukan.

2.1.7 Tenaga kerja

Tenaga kerja merupakan salah satu indikator perekonomian yang dapat

digunakan untuk mengukur keberhasilan pembangunan suatu daerah. Indikator

tenaga kerja adalah penduduk usia kerja (http://bali.bps.go.id, 2014). Menurut UU

No. 13 tahun 2003 Bab I pasal 1 ayat 2 disebutkan bahwa tenaga kerja adalah

setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan

Page 22: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 … II.pdf · tersebut dan menghubungkan produk yang bersangkutan langsung dengan pihak ketiga. 21 2.1.2 Program Kemitraan dan Bina

36

atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat.

Secara garis besar penduduk suatu negara dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu

tenaga kerja dan bukan tenaga kerja. Penduduk tergolong tenaga kerja jika

penduduk tersebut telah memasuki usia kerja. Batas usia kerja yang berlaku di

Indonesia adalah berumur 15 tahun-64 tahun. Menurut pengertian ini, setiap orang

yang mampu bekerja disebut sebagai tenaga kerja. Ada banyak pendapat

mengenai usia dari para tenaga kerja ini, ada yang menyebutkan di atas 17 tahun

ada pula yang menyebutkan di atas 20 tahun, bahkan ada yang menyebutkan di

atas 7 tahun karena anak-anak jalanan sudah termasuk tenaga kerja.

Menurut Irawan (2005:25) klasifikasi tenaga kerja dibedakan berdasarkan

penduduknya, batas kerja dan kualitasnya.

1) Berdasarkan penduduknya

(1) Tenaga kerja, adalah seluruh jumlah penduduk yang dianggap dapat

bekerja dan sanggup bekerja jika tidak ada permintaan kerja. Menurut

Undang-Undang Tenaga Kerja, mereka yang dikelompokkan sebagai

tenaga kerja yaitu mereka yang berusia antara 15 tahun sampai dengan

64 tahun.

(2) Bukan tenaga kerja, adalah mereka yang dianggap tidak mampu dan

tidak mau bekerja, meskipun ada permintaan bekerja. Menurut Undang-

Undang Tenaga Kerja No. 13 Tahun 2003, mereka adalah penduduk di

luar usia, yaitu mereka yang berusia di bawah 15 tahun dan berusia di

atas 64 tahun. Contoh kelompok ini adalah para pensiunan, para lansia

(lanjut usia) dan anak-anak.

Page 23: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 … II.pdf · tersebut dan menghubungkan produk yang bersangkutan langsung dengan pihak ketiga. 21 2.1.2 Program Kemitraan dan Bina

37

2) Berdasarkan batas kerja

(1) Angkatan kerja, adalah penduduk usia produktif yang berusia 15-64

tahun yang sudah mempunyai pekerjaan tetapi sementara tidak bekerja,

maupun yang sedang aktif mencari pekerjaan.

(2) Bukan angkatan kerja, adalah mereka yang berumur 10 tahun ke atas

yang kegiatannya hanya bersekolah, mengurus rumah tangga dan

sebagainya. Contoh kelompok ini adalah: anak sekolah dan mahasiswa,

para ibu rumah tangga dan orang cacat, dan para pengangguran sukarela.

3) Berdasarkan kualitasnya

(1) Tenaga kerja terdidik, adalah tenaga kerja yang memiliki suatu keahlian

atau kemahiran dalam bidang tertentu dengan cara sekolah atau

pendidikan formal dan nonformal. Contohnya: pengacara, dokter, guru,

dan lain-lain.

(2) Tenaga kerja terlatih, adalah tenaga kerjayang memiliki keahlian dalam

bidang tertentudengan melalui pengalaman kerja. Tenaga kerja terampil

ini dibutuhkan latihan secara berulang-ulang sehingga mampu menguasai

pekerjaan tersebut. Contohnya: apoteker, ahli bedah, mekanik, dan

lain-lain.

(3) Tenaga kerja tidak terdidik dan tidak terlatih, adalah tenaga kerja kasar

yang hanya mengandalkan tenaga saja. Contoh: kuli, buruh angkut,

pembantu rumah tangga, dan sebagainya

Page 24: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 … II.pdf · tersebut dan menghubungkan produk yang bersangkutan langsung dengan pihak ketiga. 21 2.1.2 Program Kemitraan dan Bina

38

Berikut ini disebutkan beberapa masalah ketenagakerjaan di Indonesia

(Irawan, 2005:94).

1) Rendahnya kualitas tenaga kerja

Kualitas tenaga kerja dalam suatu negara dapat ditentukan dengan melihat

tingkat pendidikan negara tersebut. Sebagian besar tenaga kerja di Indonesia,

tingkat pendidikannya masih rendah. Hal ini menyebabkan penguasaan ilmu

pengetahuan dan teknologi menjadi rendah. Minimnya penguasaan ilmu

pengetahuan dan teknologi menyebabkan rendahnya produktivitas tenaga

kerja, sehingga hal ini akan berpengaruh terhadaprendahnya kualitas hasil

produksi barang dan jasa.

2) Jumlah angkatan kerja yang tidak sebanding dengan kesempatan kerja

Meningkatnya jumlah angkatan kerja yang tidak diimbangi oleh perluasan

lapangan kerja akan membawa beban tersendiri bagi perekonomian.

Angkatan kerja yang tidak tertampung dalam lapangan kerja akan

menyebabkan pengangguran. Padahal harapan pemerintah, semakin

banyaknya jumlah angkatan kerja bisa menjadi pendorong pembangunan

ekonomi.

3) Persebaran tenaga kerja yang tidak merata

Sebagian besar tenaga kerja di Indonesia berada di Pulau Jawa. Sementara di

daerah lain masih kekurangan tenaga kerja, terutama untuk sektor pertanian,

perkebunan, dan kehutanan.Dengan demikian di Pulau Jawa banyak terjadi

pengangguran, sementara di daerah lain masih banyak sumber daya alam

yang belum dikelola secara maksimal.

Page 25: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 … II.pdf · tersebut dan menghubungkan produk yang bersangkutan langsung dengan pihak ketiga. 21 2.1.2 Program Kemitraan dan Bina

39

4) Pengangguran

Terjadinya krisis ekonomi di Indonesia banyak mengakibatkan industri di

Indonesia mengalami gulung tikar. Akibatnya, banyak pula tenaga kerja yang

berhenti bekerja. Selain itu, banyaknya perusahaan yang gulung tikar

mengakibatkan semakin sempitnya lapangan kerja yang ada. Di sisi lain

jumlah angkatan kerja terus meningkat. Dengan demikian pengangguran akan

semakin banyak.

2.2 Hipotesis Penelitian

2.2.1 Dampak program kemitraan terhadap pendapatan Usaha Mikro, Kecil dan

Menengah (UMKM)

Penelitian Setiawan (2009) ditemukan bahwa bantuan pinjaman atau dana

perkuatan bagi usaha mandiri Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM)

mampu menambah omset penjualan dan keuntungan, semakin besar jumlah

pinjaman akan meningkatkan keuntungan UMKM. Hasil penelitian Putra (2013)

dilihat dari hasil perhitungan variabel input, variabel proses, dan variabel output

bahwa tingkat keberhasilan program bantuan KUR di Kota Denpasar tergolong

berhasil dan efektif. Hasil analisis menunjukan bahwa program bantuan KUR

berdampak positif terhadap pendapatan UMKM di Kota Denpasar. Gubert (2011)

dalam penelitiannya menemukan bahwa perusahaan-perusahaan mencatat rata-

rata kinerja pendapatan yang lebih baik daripada perusahaan tanpa pendanaan

melalui pembiayaan kredit.

Hasil penelitian Surya (2011) meneumukan bahwa kinerja dana bergulir

PNPM Mandiri ini dapat dilihat dari tingkat kinerja keuangan usaha mikro dan

Page 26: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 … II.pdf · tersebut dan menghubungkan produk yang bersangkutan langsung dengan pihak ketiga. 21 2.1.2 Program Kemitraan dan Bina

40

kecil sebelum dan sesudah mendapat bantuan. Hasil penelitian ditemukan terjadi

peningkatan kinerja keuangan sesudah menerima dana bergulir sehingga dapat

meningkatkan laba dan penjualan. Liu dan Yu (2008) menemukan bahwa

pengembangan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) melalui pembiayaan

kredit bagi UMKM di daerah pedesaan dan terbelakang secara ekonomi bisa

membantu meningkatkan pendapatannya.

Atmaja (2014) dalam penelitiannya menemukan bahwa Program

Kemitraan Bina Lingkungan PT Perkebunan Nusantara di Pekanbaru mempunyai

dampak positif terhadap peningkatan pendapatan Usaha Mikro dan Kecil

masyarakat di Pekanbaru. Hasil penelitian Siregar (2014) menunjukkanbahwa

program Corporate Social Responsibility (CSR) PT Perkebunan Nusantara III

memberikan dampak positif terhadap peningkatan pendapatan mitra CSR dan juga

memberikan dampak positif terhadap penyerapan tenaga kerja mitra CSR.

Berdasarkan hasil kajian penelitian terdahulu, maka dapat disusun

hipotesis sebagai berikut:

Diduga Program Kemitraan PT Pengembangan Pariwisata Bali (Persero) dapat

meningkatkan pendapatan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) di

Kabupaten Badung.

2.2.2 Dampak program kemitraan terhadap penyerapan tenaga kerja Usaha

Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM)

Temuan penelitian Suprianto (2006) menunjukkan bahwa penanggulangan

kemiskinan dengan cara mengembangkan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah

(UMKM) melalui pemberian kredit memiliki potensi yang cukup baik, karena

Page 27: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 … II.pdf · tersebut dan menghubungkan produk yang bersangkutan langsung dengan pihak ketiga. 21 2.1.2 Program Kemitraan dan Bina

41

ternyata sektor UMKM memiliki kontribusi yang besar dalam penyerapan tenaga

kerja. Penelitian Ayodeji (2010) menunjukkan pemberian kredit oleh pihak

perbankan akan meningkatkan aktivitas usaha UMKM sehingga pada akhirnya

menambah lapangan kerja baru.

Penelitian Ghatak (2011) menemukan bahwa pemberian kredit

berpengaruh positif bagi usaha mikro, kecil dan menengah untuk berperan penting

dalam penciptaan lapangan kerja di India. Mazanai (2012) menemukan bahwa

akses terhadap pembiayaan kredit kepada Usaha Mikro, Kecil dan Menengah

(UMKM) sebagai mesin pengentasan kemiskinan, penciptaan lapangan kerja dan

pertumbuhan ekonomi pada umumnya. Pernyataan ini dipertegas hasil penelitian

Zaman (2011) yang menemukan bahwa dalam strategi kebijakan, pengembangan

berkelanjutan UMKM melalui pemberian kredit adalah sebagai salah satu

kendaraan untuk pengentasan kemiskinan, dan penciptaan lapangan kerja.

Hasil penelitian Semara Putra (2013) menemukan bahwa program bantuan

KUR berdampak positif terhadap kesempatan kerja UMKM di Kota Denpasar.

Siregar (2014) dalam penelitiannya menemukan bahwa program Corporate Social

Responsibility (CSR) PT Perkebunan Nusantara III memberikan dampak positif

terhadap peningkatan penyerapan tenaga kerja mitra CSR.

Berdasarkan hasil kajian penelitian terdahulu, maka dapat disusun

hipotesis sebagai berikut:

Diduga Program Kemitraan PT Pengembangan Pariwisata Bali (Persero) dapat

meningkatkan penyerapan tenaga kerja Usaha Mikro, Kecil dan Menengah

(UMKM) di Kabupaten Badung.