BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Pengembangan Model …
Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Pengembangan Model …
12
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Pengembangan Model 4D
Menurut (Thiagarajan, 1974:5) menyatakan bahwa pengembangan
model 4D adalah model pendekatan system dimana buku pedoman ini
disusun dan didasarkan pada model-model sebelumnya serta berdasarkan
pengalaman lapangan aktual dalam merancang, mengembangkan,
mengevaluasi, dan menyebarluaskan materi pelatihan guru dalam pendidikan
khusus. Kami menyebutnya model 4D yang membagi proses pengembangan
intruksional ke dalam empat tahapan yakni define, design, develop dan
disseminate. Model pengembangan 4D dapat diadaptasi menjadi 4P yakni
pendefinisian, perancangan, pengembangan, dan penyebarluasan.
Menurut (Mulyatiningsih, 2016) menyatakan bahwa pengembangan
model 4D merupakan pengembangan yang lebih ringkas tetapi didalamnya
sudah mencakup proses pengembangan yang lengkap. Dalam tahapan define
memiliki kesetaraan dengan analisis. Pada tahapan develop menyertakan
kegiatan validasi, revisi, implementasi, dan evaluasi. 4D mengakhiri kegiatan
melalui kegiatan disseminate.
Kesimpulan dari dua pendapat diatas bahwa pengembangan model 4D
merupakan proses pengembangan intruksional dengan tahapan sederhana dan
lebih tersetruktur secara sistematis, yang terdiri dari empat tahapan yakni
13
define (pendefinisian), design (perancangan), develop (pengembangan), dan
disseminate (penyebarluasan). Kegiatan yang dilakukan pada setiap tahap
pengembangan dijelaskan sebagai berikut:
a. Define (Pendefinisian)
Menurut (Thiagarajan, 1974:6) tujuan pada tahap ini adalah untuk
menetapkan dan membatalkan persyaratan pengajaran. Melalui tahap
analisis, kami menentukan tujuan dan kendala untuk materi pembelajaran.
5 kegiatan yang dilakukan pada tahap define yakni: Analisis awal-akhir
(front-end Analysis) studi tentang masalah dasar yang dihadapi pelatih
guru untuk meningkatkan tingkat kinerja guru pendidikan khusus. Selama
analisis ini kemungkinan alternatif yang lebih elegan dan efisien untuk
instruksi dipertimbangkan. Jika tidak ada alternatif instruksional atau
materi terkait yang tersedia, maka pengembangan materi in-struktural
diperlukan.
Analisis siswa (Learner analysis) adalah studi tentang siswa target,
Karakteristik siswa yang relevan dengan desain dan pengembangan
instruksi diidentifikasi. Karakteristiknya meliputi kompetensi dan latar
belakang pengalaman, sikap umum terhadap topik pengajaran; dan media,
format, dan preferensi bahasa.
Analisis tugas (Task analysis) pengidentifikasian keterampilan
utama yang akan diperoleh oleh guru pelatihan dan menganalisisnya
menjadi seperangkat keahlian yang diperlukan dan memadai. Analisis ini
memastikan cakupan komprehensif dari botol dalam bahan ajar.
14
Analisis konsep (Concept analysis) mengidentifikasikan konsep
utama yang akan diajarkan, mengaturnya dalam hierarki, dan memecah
konsep individu menjadi atribut kritis dan tidak relevan. Analisis ini
membantu mengidentifikasi serangkaian contoh yang rasional dan tidak
ada yang bisa digambarkan dalam pengembangan protokol.
Menentukan tujuan instruksional (Specifying instructional
objectives) adalah mengubah hasil tugas dan konsep analisis menjadi
tujuan yang dinyatakan secara perilaku. Seperangkat tujuan ini
memberikan dasar untuk konstruksi uji dan desain instruksional.
Kemudian. itu diintegrasikan ke dalam bahan dalam struktur untuk
digunakan oleh guru dan tujuan pembelajaran.
Hal tersebut sependapat dengan pernyataan dari (Mulyatiningsih,
2016) bahwa kegiatan pada tahap ini dilakukan untuk menetapkan dan
mendefinisikan syarat pengembangan. Kegiatan yang dilakukan dengan
tahapan: (a) Front-end analysis guru melakukan diagnosis awal untuk
meningkatkan efisiensi dan efektivitas pembelajaran. (b) Learner analysis
dipelajari karakteristik peserta didik, misalnya: kemampuan, motivasi
belajar, latar belakang pengalaman. (c) Task analysis pendidik
menganalisis tugas-tugas pokok yang harus dikuasai peserta didik agar
peserta didik dapat mencapai kompetensi minimal. (d) Concept analysis
Menganalisis konsep yang akan diajarkan, menyusun langkah-langkah
yang akan dilakukan secara rasional (e) Specifying instructional objectives
Menulis tujuan pembelajaran, perubahan perilaku yang diharapkan setelah
belajar dengan kata kerja operasional.
15
Kesimpulan dari 2 pendapat diatas bahwa prosedur define
(pendefinisian) ini adalah langkah awal dimana seorang peneliti harus
melakukan analisis awal berupa observasi dan wawancara. Kemudian
mengenali karakteristik siswa, serta mengembangkan media yang
disesuaikan dengan materi dan tujuan pembelajaran.
b. Design (Perancangan)
Menurut (Thiagarajan, 1974:7) Tujuan dari tahap ini adalah untuk
merancang benbtuk dasar bahan ajar. Fase ini dapat dimulai setelah
serangkaian tujuan perilaku untuk bahan ajar telah ditetapkan. Seleksi
media dan format untuk bahan dan pembuatan versi awal merupakan aspek
utama dari tahap desain.
Menyusun tes kriteria (Constituting criterion referenced tests)
adalah langkah menjembatani Tahap 1, Tentukan, dan proses Desain. Tes
yang direferensikan kriteria mengubah tujuan perilaku menjadi garis besar
untuk bahan ajar.
Pemilihan media (Media selection) adalah pemilihan media yang
sesuai untuk penyajian konten pembelajaran. Proses ini melibatkan
pencocokan tugas dan analisis konsep, karakteristik peserta pelatihan,
sumber daya produksi, dan rencana diseminasi dengan berbagai atribut
media yang berbeda. Pemilihan akhir mengidentifikasi media atau
kombinasi media yang paling tepat untuk digunakan
Pemilihan format (Format selection) terkait erat dengan pemilihan
media. Kemudian dalam buku sumber ini, 21 format berbeda diidentifikasi
16
yang cocok untuk merancang bahan ajar untuk pelatihan guru. Pemilihan
format yang paling tepat tergantung pada sejumlah faktor yang dibahas.
Desain awal (Initial design) adalah penyajian instruksi esensial
melalui media yang sesuai dan dalam urutan yang sesuai. Ini juga
Melibatkan penataan berbagai kegiatan belajar seperti membaca teks,
melihat-lihat personil pendidikan khusus, dan mempraktikkan
keterampilan instruksional yang berbeda dengan mengajar teman sebaya.
Hal tersebut sependapat dengan pernyataan dari (Mulyatiningsih,
2016) bahwa Kegiatan yang dilakukan pada tahap tersebut antara lain: (a)
Menyusun tes kriteria, sebagai tindakan pertama untuk mengetahui
kemampuan awal peserta didik, dan sebagai alat evaluasi setelah
implementasi kegiatan. (b) Memilih media pembelajaran yang sesuai
dengan materi dan karakteristik peserta didik. (c) Pemilihan bentuk
penyajian pembelajaran disesuaikan dengan media pembelajaran yang
digunakan. Bila guru akan menggunakan media audio visual, pada saat
pembelajaran tentu saja peserta didik disuruh melihat dan mengapresiasi
tayangan media audio visual tersebut.
(d) Mensimulasikan penyajian materi dengan media dan langkah-
langkah pembelajaran yang telah dirancang. Pada saat simulasi
pembelajaran berlangsung, dilaksanakan juga penilaian dari teman
sejawat. Sebelum rancangan design produk dilanjutkan ke tahap
berikutnya, maka perlu divalidasi, yang dilakukan oleh dosen atau guru
17
dibidang studi/ bidang keahlian yang sama. Ada kemungkinan produk
masih perlu diperbaiki sesuai dengan saran validator.
Kesimpulan dari 2 pendapat diatas adalah prosedur ke-2 design
(perancangan) ini melalui proses peyusunan test yang akan dilakukan
peneliti yakni melakukan pretest diawal pembelajaran untuk mengetahui
kemampuan awal siswa dan melakukan posttest setelah proses
implementasi media. Dan adanya prosedur pemilihan media, pemilihan
format, dan rancangan media yang akan disesuaikan dengan media
papertoys dalam bentuk buku dengan judul “Kumpulan Dongeng Fabel &
Kreativitas Merakit Papertoys” dan menjadi diorama papertoys sebagai
mading 3D.
c. Develop (Pengembangan)
Menurut (Thiagarajan, 1974:8) Tujuan Tahap ini adalah untuk
memodifikasi bahan ajar bentuk dasar, Meskipun banyak yang telah
diproduksi sejak tahap Define, hasilnya harus dianggap sebagai versi awal
dari materi instruksional yang harus dimodifikasi sebelum dapat menjadi
versi final yang efektif. Pada tahap pengembangan, umpan balik diterima
melalui evaluasi formatif dan materi direvisi dengan tepat.
Penilaian ahli (Expert appraisal) adalah teknik untuk mendapatkan
saran untuk peningkatan materi. Sejumlah pakar diminta untuk
mengevaluasi materi dari sudut pandang instruksional dan teknis. Atas
dasar umpan balik mereka, materi dimodifikasi untuk membuatnya lebih
tepat, efektif, dapat digunakan, dan kualitas teknis yang tinggi.
18
Pengujian perkembangan (Developmental testing) mencakup
mencoba materiilnya dengan peserta pelatihan yang sebenarnya untuk
mencari bagian-bagian yang perlu direvisi. Atas dasar respons, reaksi, dan
komentar para peserta pelatihan, materi tersebut diubah. Siklus pengujian,
revisi, dan pengujian ulang diulangi hingga materi bekerja secara
konsisten dan efektif.
Hal tersebut sependapat dengan pernyataan dari (Mulyatiningsih,
2016) bahwa pada tahapan Expert appraisal merupakan teknik untuk
memvalidasi atau menilai kelayakan rancangan produk. Saran yang
diberikan digunakan untuk memperbaiki materi dan rancangan
pembelajaran yang telah disusun. Developmental testing merupakan
kegiatan uji coba rancangan produk pada sasaran subjek yang
sesungguhnya. Pada saat uji coba ini dicari data respon, reaksi atau
komentar dari sasaran pengguna model. Kegiatan pembelajaran dilakukan
dengan langkah berikut: (1) Validasi model oleh ahli/pakar. Dalam proses
validsi terdiri atas validasi media dan validasi materi. (2) revisi model
berdasarkan masukan dari para ahli pada saat validasi. (3) uji coba terbatas
dalam pembelajaran dikelas, sesuai situasi nyata yang akan dihadapi. (4)
revisi model berdasarkan hasil uji coba. (5) implementasi model pada
wilayah yang lebih luas.
Kesimpulan dari 2 pendapat diatas bahwa prosedur develop
(pengembangan) ini setelah melalui proses perancangan media, maka
dilanjutkan pengembangan media yang melalui proses validasi pada ahli
media dan materi, setelah itu dilakukan revisi desain dan proses akhir
19
adalah implementasi pengembangan media papertoys yang akan
dilaksanakan oleh peneliti.
d. Disseminate (Penyebarluasan)
Menurut (Thiagarajan, 1974:9) Bahan ajar mencapai tahap
produksi akhir ketika pengujian perkembangan menghasilkan hasil yang
konsisten dan penilaian ahli menghasilkan positivecomments. Bahan ini
juga harus menjalani pemeriksaan profesional untuk mendapatkan
pendapat yang objektif tentang kecukupan dan relevansinya. Tahap akhir
dari pengemasan, difusi, dan adopsi akhir adalah yang paling penting
meskipun paling sering diabaikan. Seorang produser dan distributor harus
dipilih dan bekerja sama untuk bersama membungkus materi dalam bentuk
yang dapat diterima. Penyebar harus mencoba untuk mengevaluasi
keefektifan upaya penyebarannya. Dia harus menentukan tindakan apa,
jika ada, calon pengadopsi yang telah diambil, dan dia harus
merencanakan cara membuat pendekatan lebih lanjut kepada orang-orang
yang belum "menjual" inovasi.
Menurut (Thiagarajan, 1974:173) menarik kesimpulan sebagai
berikut.
Kriteria untuk penyebaran yang efektif adalah (a) Kejelasan
(Clarity) informasi harus dinyatakan dengan jelas, dengan
mengingat audiens tertentu. (b) Validitas (Validity) Informasi
tersebut harus menyajikan suatu truepicture. (c) Pervasif
(Pervasiveness) Informasi tersebut harus menjangkau semua
20
audiens yang dituju. (d) Dampak (Impact) Informasi harus
membangkitkan respons yang diinginkan dari audiens yang dituju.
(e) Ketepatan waktu (Timeliness) Informasi harus disebarluaskan
pada waktu yang paling tepat. (f) Kepraktisan (Practicality)
Informasi harus dikirim dalam bentuk yang paling sesuai dengan
ruang lingkup proyek, mengingat keterbatasan seperti jarak dan
sumber daya yang tersedia.
Kesimpulan dari pendapat (Thiagarajan, 1974) diatas bahwa
seorang prosedur dan distributor harus bekerja sama dalam membungkus
materi dalam bentuk yang dapat diterima. Penyebar harus mencoba untuk
mengevaluasi keefektifan upaya penyebarannya. Yang disesuaikan
dengan kriteria penyebaran yang efektif adalah kejelasan, validitas,
pervasive, dampak, ketepatan waktu dan kepraktisan.
2. Media pembelajaran
a. Pengertian media pembelajaran
Media berasal dari bahasa latin merupakan bentuk jamak dari kata
‘’medium’’ yang artinya ‘’perantara atau pengantar.’’ Media bisa
dikatakan sebagai alat perangsang siswa dalam proses pembelajaran.
Menurut (Sanjaya, 2008) menyatakan bahwa media pembelajaran adalah
perangkat keras yang dapat mengantarkan pesan dan perangkat lunak yang
mengandung pesan. Maksutnya media belajar adalah berbagai alat dan
bahan untuk membantu dalam proses pembelajaran. Sedangkan menurut
(Sutikno, 2013) adapun media didefinisikan segala sesuatu yang
21
membawa informasi dan pengetahuan dalam interaksi antara guru dan
siswa.
Sependapat dengan (Jasmine, 2018) dengan judul Pengambangan
Papercraft Sebagai Media Pembelajaran Pengenalan Alam Semesta Pada
Anak Kelompok B Tk Kartika IV-89 Bangkalan. Yang menyampaikan
bahwa media pembelajaran sebagai pengantar informasi guru kepada
siswa, sehingga guru menyampaikan pelajaran dengan mudah dan siswa
memahami benar pelajaran yang sudah disampaikan guru. Jadi media
sangat berperan penting pada proses pembelajaran.
Kesimpulan dari beberapa pendapat diatas adalah media
pembelajaran selain sebagai pengantar pesan dan informasi (pengetahuan)
dari guru kepada siswa, juga sebagai alat dan bahan untuk membantu guru
menyampaikan pelajaran dan siswa dapat memahami pelajaran dengan
benar dalam suatu proses pembelajaran yang berlangsung. Adapun
penelitian ini akan menggunakan media papertoys pada materi
mendongeng cerita fabel siswa kelas 3 Sekolah Dasar.
b. Manfaat dari media pembelajaran
Media pembelajaran memiliki manfaat yang utama yakni melalui
media pembelajaran suatu materi yang abstrak bisa menjadi suatu materi
yang lebih konkret. Berikut manfaat dari media pembelajaran menurut
(Haryono, 2015:49) adalah (1) Mengatasi keterbatasan pengalaman yang
dimiliki oleh siswa. (2) Memperoleh gambaran jelas tentang benda yang
sulit diamati secara langsung. (3) Menanamkan konsep dasar yang benar,
22
konkret, dan langsung. (4) Membangkitkan minat dan motivasi siswa serta
merangsang anak untuk belajar.
Sependapat pula dengan (Sumanto, 2012) menyebutkan bahwa
manfaat media diantaranya adalah (1) Memperjelas informasi yang
disampaikan. (2) Memotivasi siswa mengikuti materi pembelajaran. (3)
Menstimulasi ingatan tentang konsep dasar. (4) Mendorong ingatan,
mentransfer pengetahuan keterampilan, dan sikap yang sedang dipelajari.
Kesimpulan dari pendapat diatas, bahwa manfaat media
pembelajaran ialah siswa memperoleh gambaran jelas tentang benda yang
sulit diamati secara langsung, membangkitkan minat dan motivasi siswa
dalam mengikuti pembelajaran, serta menanamkan konsep dasar dengan
benar, konkret, secara langsung, pengetahuan keterampilan, dan sikap
yang sedang dipelajari.
c. Jenis media pembelajaran
Berdasarkan jenis yang diperlukan dalam media pembelajaran
adalah niat atau tujuan, isi, kemauan, kemampuan, dan ketersediaan media
pembelajaran. Menurut (Setyosari, 2007) Klasifikasi media pembelajaran
dibagi menjadi 3 yaitu (1) media dua dimensi, (2) media tiga dimensi, (3)
media pandang gerak ataupun diam. Uraian dari masing-masing klasifikasi
tersebut sebagai berikut:
Pertama, media dua dimensi dipilih dan digunakan sebagai
menentukan tujuan sesuai dengan materi, media yang digunakan praktis,
aman dan berdampak positif, dan dapat dilihat jelas oleh siswa. Contoh
23
dari media dua dimensi adalah media gambar animasi, media flashcard
(kartu angka, buah, binatang, abjad, aktivitas sehari-hari dll.)
Kedua, media tiga dimensi dipilih dengan cara menentukan tujuan
yang ingin dicapai dalam proses pembelajaran dan tingkat daya tarik
media sesuai kebutuhan siswa. Sedangkan penggunaan media tiga dimensi
bertujuan untuk memperkecil ukuran sebenarnya, dapat mewakili benda
asli, lebih mudah dipelajari, dan dapat menunjukkan bagian dalam yang
tidak terlihat, serta kekonkretan yang tidak langsung. Contoh media tiga
dimensi adalah candi, rumah adat, topeng, boneka, dll.)
Ketiga, media pandang gerak ataupun diam adalah pembelajaran
yang diterima siswa melalui indera penglihatan dan pendengaran. Contoh
media ini adalah media TIK, cara penyajiannya ada dua yakni alat peraga,
dan media teknologi, informasi, komunikasi.
Kesimpulan dari 2 pendapat adalah pada penelitian dan
pengembangan media papertoys ini, peneliti menggunakan jenis media
tiga dimensi. Berupa papertoys berbentuk animasi hewan yang
disesuaikan dengan karakter masing-masing hewan dan tentunya
disesuaikan dengan cerita fabel yang diangkat.
d. Contoh media bahasa
Menurut (Haryono, 2015:128-129) menyatakan bahwa media
pelajaran bahasa merupakan bentuk mata pelajaran yang digunakan dalam
kehidupan sehari-hari dalam berkomunikasi. Adapun media yang dapat
digunakan dalam pembelajaran bahasa adalah (1) media manusia, (2)
24
media lingkungan dan benda sekitar, (3) media cetak, (4) media gambar,
dan (5) media TIK.
Pertama, media manusia adalah komunikasi merupakan media dan
sarana yang tepat dalam mengembangkan komunikasi yang baik dan
benar. Misalnya percakapan, diskusi, drama, dan lain sebagainya. Kedua,
media lingkungan dan benda sekitar sebagai bahan untuk mendeskripsikan
bahasa secara tertulis maupun lisan. Misalnya terdapat dalam bentuk karya
ilmiah ataupun presentasi sederhana dalam kelas.
Ketiga, media cetak dalam pembelajaran bahasa contohnya adalah
majalah, Koran, komik, cerita, dan sebagainya. Melalui media cetak
tersebut siswa belajar membaca dengan cermat, teliti, tepat, dengan
menggunakan intonasi yang baik dan benar. Keempat, media gambar
merupakan media yang digunakan untuk melatih imajinasi siswa dalam
mengungkapkan kata atau kalimat. Secara kreatif siswa akan mempunyai
daya khayal dan kosakata bahasa secara inovasi.
Contoh dari media gambar tersebut adalah gambar animasi, media
flashcrd (kartu angka, buah, binatang, abjad, aktivitas sehari-hari dll.) Dan
siswa dapat menyampaikan kosakata sesuai dengan yang dilihat. Terakhir,
media TIK membentuk proses panca indera pada pembelajaran bahasa.
Dalam hal ini panca indera yang digunakan adalah mata dan telinga. Yang
berfungsi sebagai mendengarkan melalui audio visual ataupun melihat
video.
Kesimpulan dari pendapat ahli tersebut bahwa penelitian dan
pengembangan media papertoys ini, selain menggunakan media tiga
25
dimensi juga sebagai contoh media bahasa dari media manusia, dimana
siswa akan mengkomunikasikan atau menirukan suara hewan dalam cerita
fabel. Selain itu juga melalui media gambar animasi hewan yang dibentuk
menjadi media tiga dimensi, seihingga siswa secara kreatif akan
mempunyai daya khayal dan kosakata bahasa secara inovasi.
3. Papertoys
Pada kutipan dan acuan dalam Jurnal (Rusdyana, 2014) tentang
papertoys membahas pengertian papertoys, jenis papertoys, manfaat
papertoys, unsur-unsur papertoys dan terakhir kelebihan serta kekurangan
papertoys. Maka kita akan mengulasnya kembali, pengertian dari papertoys
adalah sebuah seni kerajinan menggunakan bahan kertas dan berbentuk tiga
dimensi. Dalam pembuatan papertoys memerlukan proses tambahan, seperti
pemotongan kertas dengan menggunakan gunting atau cutter sesuai pola
karakter kemudian di lem. Jenis papertoys ada 3 macam yaitu papercraft
avatar, papertoys, dan paper replica, berikut adalah penjelasannya:
Pertama, Papercraft Avatar yaitu menggunakan bentuk wajah
manusia yang diambil dari foto kemudian dipadukan dengan bentuk badan
yang ingin dipilih. Contohnya karakter superhero, karakter hewan berkepala
manusia, dan sebagainya. Kedua, Papertoys yaitu memiliki bentuk model
yang sederhana namun sangat menonjolkan desain pada model itu sendiri.
Papertoys lebih kearah karakter kartun yang dibuat lebih sederhana dan
berbentuk wajah lucu-lucu. Dengan bentuk wajah yang sudah distyling
karena tidak sama dengan bentuk manusia. Ketiga, Papercraft Replica jenis
26
ini mengambil bentuk-bentuk obyek asli. Namun dengan skala yang
diperkecil, misalnya bentuk kapal, pesawat, bangunan, dan sebagainya.
Manfaat papertoys ini adalah menekan kertas dengan ujung-ujung jari
saat membuat papertoys adalah latihan efektif untuk melatih motorik halus
pada anak, mengembangkan pemikiran logis, melatih konsentrasi,
memperbanyak pengetahuan karena belajar membuat papertoys sebagai
media pengenalan anak-anak terhadap lingkungan. Meningkatkan bakat yang
dimiliki anak.
Unsur-unsur papertoys ada tiga macam yaitu Ilustrasi adalah seni
gambar yang dimanfaatkan untuk memberi penjelasan suatu maksud atau
tujuan secara visual. Ilustrasi yang jelas akan mendukung jalannya sebuah
alur cerita yang ingin disampaikan dan bertujuan untuk menerangkan atau
menhias suatu cerita, tulisan, puisi, atau informasi tertulis lainnya. Media
papertoys ini memberikan bayangan setiap karakter di dalam cerita.
Bentuk adalah segala sesuatu yang memiliki diameter, tinggi, dan
lebar. Bentuk-bentuk dasar yang pada umumnya dikenal adalah bentuk kotak
(rectangle), lingkaran (circle), segitiga (triangle), lonjong (elips), dan
lainnya. Umumnya papertoys berbentuk tiga dimensi, yaitu bentuk yang
memiliki panjang, lebar, tinggi, dan mempunyai volume atau menempati
ruang. Warna yang digunakan pada papertoys bisa dibuat tidak sama untuk
membedakan suatu identitas dari masing-masing karakter tokoh pada sebuah
cerita.
Kelebihan dari papertoys dari segi bahan lebih murah daripada alat
peraga atau media yang terbuat dari bahan besi, kayu, dan lainnya. Meskipun
27
dari bahan kertas, papertoys dapat dibentuk menyerupai apapun. Seperti
manusia, hewan, tumbuhan, bangunan, kendaraan dan masih banyak lagi.
Bisa mendesain dan merakit sesuai skala yang diinginkan. Aman bagi anak-
anak karena tidak berbahan kimia yang berbahaya. Kekurangan dari
papertoys adalah jika bahan yang digunakan tidak tepat, maka papertoys
tidak akan kokoh (lemah atau rapuh.) Tidak tahan air dan api, karena sifatnya
kertas mudah meresap. Jika disimpan dengan waktu yang lama dan terkena
sinar matahari, warnanya akan pudar atau kusam. Kerapian papertoys
tergantung pada keahlian perakitnya.
Kesimpulan yang dapat diambil adalah penelitian media papertoys
yang dikembangkan peneliti, memiliki kelebihan dan kekurangan yang telah
dipaparkan. Maka media papertoys ini sangat tepat digunakan untuk
pembelajaran siswa kelas rendah (1-3). Karena bahannya yang ekonomis,
dapat dicetak sendiri dan tentunya dapat dirangkai sesuai dengan keinginan.
Karakter yang dibuat pada papertoys ini bermacam-macam sehingga
menyenangkan bagi siswa. Namun perlu diperhatikan juga kelamahan dari
media papertoys ini, karena sifat kertas yang mudah meresap jika terkena air
dan apiakan cepat rusak. Warna yang dihasilkan juga tidak seperti awal
pembuatan, karena lama kelamaan akan memudar terlebih jika terkena sinar
matahari. Oleh karenanya perlu hati-hati untuk menyimpannya. Proses
pembuatan dan perakitannya pun tidak mudah karena butuh ketelitian dan
ketelatenan.
28
1. Dongeng
Hakikat mendongeng adalah berkomunikasi. Mengkomunikasikan
sebuah cerita tentang hal-hal yang bersifat menghibur untuk siswa. Bagi
anak-anak dongeng adalah sebuah hiburan. Prinsip dasarnya hiburan bersifat
menyenangkan sehingga mendongengpun harus kreatif. Adapun yang kami
akan bahas disini adalah pengertian dongeng, karakteristik dongeng,
klasifikasi dongeng, jenis-jenis dongeng, ide cerita dongeng, dan hal penting
saat mendongeng.
a. Pengertian Dongeng
Menurut (Heru, 2016:4) bahwa dongeng adalah salah satu jenis
cerita anak yang bercirikan imajinatif. Artinya, segala yang dihadirkan
dalam dongeng adalah fiktif-imajinatif melalui 3 hal: peristiwa, latar, dan
waktu, serta tokoh-tokohnya. Pengambilan ketiga hal itu secara factual
sesungguhnya hanya sebatas ingin menekankan arti dongeng karena
diciptakan selain untuk memberikan kesenangan, juga untuk memberikan
pemahaman dan pendidikan pada pembaca.
Sedangkan menurut (Pebriana, 2017) dongeng adalah cerita yang
tidak benar-benar terjadi, terkadang sering tidak masuk akal. Kegiatan
mendongeng kemudian diambil alih oleh orang tua, pengasuh, kakek, dan
nenek. Mendongeng harus dilakukan dengan cara yang benar, seperti
orang tua yang menasehati anaknya melalui amanat dari dongeng tersebut.
Dapat disimpulkan bahwa dongeng adalah cerita fiksi dan
imajinatif yang sederhana dan memiliki fungsi sebagai penyampaian pesan
moral yang mendidik dan sebagai hiburan untuk anak-anak. Dan dongeng
29
pada penelitian ini adalah dongeng fabel. Secara singkatnya fabel adalah
kisah yang menceritakan binatang.
Dari pengertian diatas, sudah tampak jelas karakteristik dari
dongeng ini meliputi : (1) Fiktif Imajinatif, yang terdapat pada tempat,
waktu, rangkaian peristiwa, dan tokoh-tokohnya yang bersifat tersurat.
Yang artinya makna yang sudah tertera pada teks bacaan. (2)
Menyenangkan dan Mendidik yang terdapat dalam isi dongeng yang
bersifat tersirat. Yang artinya makna yang masih terkandung ataupun
tersembunyi dalam sebuah bacaan.
b. Jenis-Jenis Dongeng
Menurut (Pebriana, 2017) membagi jenis-jenis dongeng menjadi
empat golongan besar yakni (1) Dongeng Binatang (Animal Tales) kisah
yang tokohnya adalah hewan peliharaan dan hewan liar. Hewan tersebut
dalam cerita dapat berbicara dan berakal seperti manusia. (2) Dongeng
Biasa (Ardinary Tales) jenis dongeng yang diperankan oleh manusia, kisah
suka duka seseorang. Contohnya dongeng mengenai ilmu sihir, dongeng
keagamaan, dongeng roman, dan dongeng mengenai raksasa bodoh.
(3) Lelucon dan Anekdot (Jokes and Anecdotes) kisah yang dapat
menimbulkan rasa mengelitik hati, perbedaan antara lelucon dan anekdot.
Lelucon menyangkut kisah fiktif lucu anggota suatu kolektif, seperti suku
bangsa, golongan, bangsa, dan ras. Sedangkan anekdot menyangkut kisah
fiktif lucu pribadi seseorang atau suatu tokoh.
(4) Dongeng Berumus Dongeng yang strukturnya terdiri dari
pengulangan. Dongeng berumus dongeng ini mempunyai beberapa sub
30
bentuk, yakni dongeng bertimbun banyak, dongeng untuk
mempermainkan orang, dongeng yang tidak mempunyai akhir.
c. Klasifikasi Dongeng
Berdasarkan jenis-jenis dongeng diatas, cerita dongeng
diklasifikasikan ke dalam lima macam menurut (Ardini, 2012) yakni : (1)
Legenda adalah dongeng berkisah tentang asal usul tempat, tradisi, dan
lain sebagainya. Contoh legenda Candi Prambanan. (2) Fabel adalah cerita
tentang binatang dengan sisipan pesan moral. Contohnya Lumba Lumba
dan Hiu Mulut Besar.
(3) Sahibul Hikayat adalah cerita tentang tokoh dengan tujuan
untuk meneladani tokoh yang diceritakan dalam dongeng tersebut.
Contohnya kisah para sahabat nabi. (4) Mite adalah cerita yang
menjelaskan tentang fenomena sosial yang alami ataupun takdir manusia
dan interaksi manusia dengan supranatural. Contohnya kisah Dewi Sri atau
Dewi padi. (5) Cerita Rakyat adalah kisah yang diceritakan turun temurun
dan merupakan sebuah kebudayaan. Contohnya kisah Bawang Merah dan
Bawang Putih.
d. Ide Cerita Dongeng
Menurut (Ardini, 2012) berdasarkan ide cerita dongeng dibagi
menjadi enam macam, diantaranya (1) Dongeng Tradisional: dongeng
yang bersumber dari cerita rakyat ataupun asal usul terjadinya suatu
daerah. (2) Dongeng Futuristik: dongeng yang bersumber dari imajinasi
tentang masa depan. (4) Dongeng Pendidikan: dongeng dengan ide yang
31
sengaja dibuat untuk mengubah perilaku seseorang. (5) Dongeng Fabel:
dongeng yang menceritakan hewan dan karakteristiknya. (6) Dongeng
Sejarah: dongeng yang berasal dari para tokoh tauladan. (7) Dongeng
Terapi: dongeng yang bersumber dari suatu peristiwa ataupun kejadian
trauma dari seseorang.
e. Hal Penting Saat Mendongeng
Saat kita akan melakukan kegiatan mendongeng secara kreatif
maka kita harus memperhatikan hal-hal penting sebagai berikut menurut
(Heru, 2016:29) (1) Penentuan tujuan mendongeng, yang terkait dengan
tujuan kesenangan dan pemahaman siswa yang disesuaikan dengan
kebutuhan dan kondisi. (2) Penentuan materi dongeng yang dikembangkan
dengan cerita dongeng yang kita punya, menulis dongeng sendiri, dan
mendongeng secara spontan. (3) Membuat sumber dan media informasi,
yakni menyiapkan alat ataupun media yang akan digunakan ketika
mendongeng. (4) Melaksanakan kegiatan mendongeng yang meliputi
pembukaan, pelaksanaan, dan penutup. (5) Penilaian atas pemahaman
siswa terhadap dongeng yang sudah dibacakan. Melalui penilaian lisan
atau tulis, serta nontes yang berupa sikap anak saat mendengarkan
dongeng dan menceritakannya kembali.
Dongeng yang sesuai untuk anak usia 6-10 tahun atau siswa kelas
1-3 Sekolah Dasar adalah dongeng seperti legenda, cerita rakyat, cerita
fabel, fiksi, cerita ilmu pengetahuan, cerita yang berhubungan dengan hobi
dan minat serta cerita petualangan.
32
5. Fabel
Artikel Wikipedia.org (“Fabel,” 2019) mengenai fabel itu sendiri
membahas tentang pengertian fabel, tujuan fabel, ciri-ciri fabel, struktur
fabel, dan jenis jenis fabel. Adapun bahasan yang pertama adalah pengertian
fabel yakni kisah kehidupan hewan yang berperilaku menyerupai manusia.
Tentunya cerita fiksi atau khayalan belaka (fantasi), kadang kala
memasukkan karakter manusia sedikit. Dongeng fabel juga disebut cerita
moral, karena membawakan pesan moral. Tokoh binatang yang dikisahkan
tersebut, memiliki akal, tingkah laku, watak, dan dapat berbicara layaknya
manusia.
Tujuan fabel adalah memberikan ajaran moral dengan menunjukkan
sifat jelek manusia melalui simbol binatang. Melalui cerita fabel pengarang
mengajak pembaca untuk mencontoh sifat yang baik. Adapun ciri-ciri fabel
adalah tokoh utamanya binatang, alur cerita sederhana, cerita singkat dan
bergerak cepat, karakter tokoh tidak diuraikan secara terperinci, gaya
penceritaan secara lisan, pesan atau tema kadang-kadang dituliskan dalam
cerita, dan pendahuluan sangat singkat secara langsung.
Struktur fabel adalah Orientasi merupakan bagian permulaan pada
sebuah cerita fabel yang berisikan pengenalan cerita tersebut. Diantaranya
seperti pengenalan tokoh, pengenalan latar tempat dan waktu, pengenalan
background atau tema dan sebagainya. Komplikasi ialah klimaks pada sebuah
cerita yang berisikan mengenai puncak masalah yang dialami oleh tokoh.
Resolusi ialah bagian dari teks yang berisikan dengan pemecahan
33
permasalahan yang dialami tokoh. Koda ialah bagian terakhir dari teks cerita
yang berisikan pesan atau amanat yang terdapat didalam cerita tersebut.
Jenis-jenis fabel ada dua macam yaitu fabel klasik dan fabel modern.
Fabel Klasik merupakan cerita yang telah ada sejak zaman dahulu, tidak
diketahui waktu munculnya, yang diturunkan secara turun temurun lewat
sarana lisan. Cirinya adalah cerita sangat pendek, tema sederhana, kental akan
nasehat moral, dan sifat hewani masih melekat. Fabel Modern merupakan
cerita yang mucul pada waktu yang relative belum lama, dan sengaja ditulis
oleh pengarang sebagai ekspresi kesastraan. Cirinya cerita bisa pendek
ataupun panjang, tema lebih rumit, kadang-kadang berupa epic atau saga, dan
karakter setiap tokoh unik.
B. Kajian Penelitian yang Relevan
Dalam penelitian dan pengembangan media papertoys pada materi
mendongeng cerita fabel siswa kelas III Sekolah Dasar, terdapat beberapa
penelitian yang relevan diantaranya :
Tabel 2. 1 Data Kajian yang Relevan
No Nama dan judul Persamaan Perbedaan
1. (Rusdyana, 2014)
dengan judul
Papertoys Sebagai
Media Belajar
Cerita Rakyat
Untuk Anak Tk
Bina Insani
Mengembangkan
media papertoys
sebagai media
belajar cerita
rakyat.
Menggunakan
model 4D
Thiagarajan
dengan 4
tahapan.
a. Metode penelitiannya
menggunakan model
pengembangan 4D yang terdiri
dari 4 tahapan Difine
(pendefinisian), Design
(perancangan), Develop
(pengembangan), dan
Desseminate (penyebaran)
b. Penelitian terhenti pada tahap
development dikarenakan
sebatas uji coba terbatas dan
tidak dilakukan produksi masal
(penyebaran).
c. Tema yang diangkat adalah
cerita rakyat.
34
No Nama dan judul Persamaan Perbedaan
d. Mengenalkan siswa budaya
Indonesia di era globalisasi.
2. (Jasmine, 2018)
dengan judul
Pengambangan
Papercraft Sebagai
Media
Pembelajaran
Pengenalan Alam
Semesta Pada Anak
Kelompok B Tk
Kartika IV-89
Bangkalan
Mengembangkan
media papercraft
sebagai media
pengenalan alam
semesta.
a. Metode penelitiannya
menggunakan R&D yang
terdiri dari 5 tahapan yakni
desain produk, validasi produk,
uji coba produk, uji coba
pemakaian, dan teknik analisis
data.
b. Menggunakan materi
pembelajaran tema alam
semesta, sub tema benda langit
(bulan, bintang, dan matahari.)
c. Mengenalkan siswa pada benda
langit dan membentuk karakter
siswa yang bersahabat.
3. (Umami & Rianto,
2016) Pengaruh
Media Papertoy
Terhadap
Kemampuan
Motorik Halus
Anak Kelompok B
Penggunaan
media papertoy
pada proses
pembelajaran
a. Penelitian menggunakan
pendekatan Kuantitatif dengan
metode eksperimen, rancangan
Quasi Eksperimental Design
b. Membantu siswa dalam
kegiatan 3M (menggunting
melipat & menempel)
menggunakan media origami
benrbentuk papertoy dalam
mengembangkan motoric
halus anak
c. hasil penggunaan media
papertoy berpengaruh sangat
signifikan terhadap
kemampuan motorik halus
anak, hal ini terlihat dari hasil
perhitungan rumus Mann
Whithney U Test telah
didapatkan hasil dari kelompok
eksperimen sebesar 11 dan
kelompok kontrol sebesar 518.
4. (Saraswati, 2017)
Pengaruh Terapi
Bermain Papertoys
Terhadap
Perkembangan
Motorik Halus
Anak Usia Pra
Sekolah
penggunaan
media papertoys
pada proses
pembelajaran
a. penelitian kuantitatif
dengan metode one group pre
test post test design teknik
sampling menggunakan simple
random sampling dan
instrumennya menggunakan
lembar DDST dengan
pengolahan data editing,
coding, scoring, tabulating,
dan uji statistik menggunakan
Wilcoxon.
b. Menerapi bermain papertoys
untuk meningkatkan
perkembangan motorik halus
35
No Nama dan judul Persamaan Perbedaan
siswa pra sekolah dan untuk
melatih kreativitas anak.
c. Hasil uji statistik Wilcoxon
diperoleh angka signifikan atau
probilitas (0,000) jauh lebih
rendah standart signifikan dari
0,05 atau (p < α) maka data Ho
ditolak dan Hᵢ diterima yang
berarti ada pengaruh terapi
bermain papertoys terhadap
perkembangan motorik halus
anak prasekolah di TK Bina
Insani Candimulyo Jombang.
5. (Pandesty, 2019)
Penerapan Media
Pembelajaran
Papercraft Dalam
Meningkatkan
Kreativitas
Menggambar Seni
Budaya Dan
Prakarya (SBdP) Di
SD Negeri 2
Sukarame Bandar
Lampung
Penggunaan
media papercraft
dalam
pembelajaran di
Sekolah Dasar
a. Jenis pelnelitian PTK
(Penelitian Tindakan Kelas)
model Kurt lewin dengan 3
siklus.
b. Fokus utama penelitian adalah
proses penggunaan media
pembelajaran bukan pada
pembuatan medianya.
c. Membantu siswa dalam
menggambar dipembelajaran
SBdP.
(Sumber: data pribadi peneliti)
C. Kerangka Pikir
Berikut adalah kerangka berfikir penelitian dan pengembangan media
papertoys pada materi mendongeng cerita fabel siswa kelas III Sekolah Dasar:
36
Analisis Kebutuhan Berdasarkan hasil wawancara dan observasi di SDN Mojolangu 5
Malang yang dilakukan pada tanggal 14 Oktober 2019 bersama guru kelas III. 1. Sarana prasarana terdapat ruang kelas, perpustakaan, LCD didalam
kelas, dan pengeras suara. 2. Jumlah siswa aktif kelas 3 ada 25 siswa, ada 1 siswa berkebutuhan
khusus (autis) 3. Sumber belajarnya dari buku tematik, LKS, dan beberapa buku paket. 4. Guru menggunakan media berupa PPT, animasi, dan video edukasi.
Kondisi Ideal 1. Siswa berpartisipasi secara aktif,
kreatif dan berpikir kritis pada proses pembelajaran,
2. Guru berinovasi mengembangkan media dan model pembelajaran yang baru.
3. Tersedianya media yang mendukung materi pembelajaran.
Kondisi Lapangan 1. Siswa belum berpartisipasi secara aktif
dalam proses pembelajaran. 2. Belum tersedia media yang sesuai dan
mendukung penyampaian materi Bahasa Indonesia, keterampilan dalam mendongeng.
3. Siswa masih terkesan malu ketika membaca atau mendongeng di depan kelas.
Masalah Masalah di SDN Mojolangu 5 Malang adalah 15 siswa dari 25 siswa belum lancar membaca, upaya guru adalah mendrilling kedua siswa setiap hari membaca tetapi dirumah belum melakukan upaya tersebut serta capaian tujuan pembelajaran 75% dikarenakan guru melakukan pengulangan beberapa materi yang ada dikelas 1 dan kelas 2 sebab siswa tidak paham dengan materi yang akan dicapai.
Solusi Maka penelitian yang akan dilakukan yaitu menambahkan media papertoys, media lebih fokus pada materi mendongeng cerita fabel, media ini juga bisa digunakan pada pembelajaran tematik, menjadi madding 3 dimensi dan menggunakan model penelitian 4D Thiagarajan
Metode Metode yang digunakan adalah metode penelitian dan pengembangan 4D Thiagarajan yang terdapat 4 langkah pengembangan yakni (1) define (pendefinisian), (2) design (perancangan), (3) develop (pengembangan), dan (4) disseminate (penyebarluasan)
Luaran Media papertoys (seni merakit kertas menjadi karya 3D) yaitu seni memotong, melipat, dan menempel potongan kertas menjadi bentuk 3D sesuai dengan bentuk kerangka hewan, selain menjadi alat peraga dalam kegiatan mendongeng, media ini juga dibentuk menjadi diorama dalam mading 3 dimensi.
Gambar 2. 1 kerangka Pikir
(Sumber: Olahan Peneliti)