BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pestisida...pestisida menginduksi produksi serotonin dan histamin, sebagai...

55
9 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pestisida Pestisida digunakan untuk melindungi hasil produksi tanaman dari kerugian akibat berbagai gangguan hama. Penggunaan pestisida organik sintetik merupakan pilihan utama petani sayuran untuk mengendalikan organisme pengganggu tanaman (OPT). Pestisida yang digunakan di bidang pertanian dan kehutanan yang sudah mendapat ijin diedarkan dari Kementrian Pertanian sampai tahun 2011 terdapat 2247 formulasi (Kementrian Pertanian, 2011). Satu formulasi pestisida sekurang-kurangnya mengandung 3 bahan utama, yaitu : 1) bahan aktif; 2) stabilisator dan 3) bahan tambahan (pengharum, pewarna dan sebagainya). Pestisida dianggap sebagai produk teknologi yang mudah diterapkan, hasilnya efektif, tersedia dengan mudah ditingkat petani, dan yang penting secara ekonomis menguntungkan. Pestisida dianggap sebagai jaminan bagi keselamatan dan keberhasilan tanaman oleh petani, sehingga pestisida tidak dapat dilepaskan dari petani terutama petani sayuran (Jaga dan Dharmani, 2003). Pestisida juga bermanfaat di bidang kesehatan, karena dapat mengendalikan vektor−vektor penyakit menular tertentu, sehingga mampu menurunkan prevalensi penyakit seperti malaria, schistosomiasis, filariasis, demam berdarah dengue, dan penyakit pes (Saftarina, 2011). Pestisida organofofat (OPs) sangat bermanfaat, namun juga sangat berbahaya bagi organisme bertulang belakang termasuk manusia. Manusia dapat terpapar pestisida dari lingkungan, baik udara, tanah maupun air. Para petani

Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pestisida...pestisida menginduksi produksi serotonin dan histamin, sebagai...

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pestisida...pestisida menginduksi produksi serotonin dan histamin, sebagai hormon yang memicu reaksi alergi dan dapat menimbulkan senyawa baru yang lebih

9

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

21 Pestisida

Pestisida digunakan untuk melindungi hasil produksi tanaman dari

kerugian akibat berbagai gangguan hama Penggunaan pestisida organik sintetik

merupakan pilihan utama petani sayuran untuk mengendalikan organisme

pengganggu tanaman (OPT) Pestisida yang digunakan di bidang pertanian dan

kehutanan yang sudah mendapat ijin diedarkan dari Kementrian Pertanian sampai

tahun 2011 terdapat 2247 formulasi (Kementrian Pertanian 2011) Satu formulasi

pestisida sekurang-kurangnya mengandung 3 bahan utama yaitu 1) bahan aktif

2) stabilisator dan 3) bahan tambahan (pengharum pewarna dan sebagainya)

Pestisida dianggap sebagai produk teknologi yang mudah diterapkan

hasilnya efektif tersedia dengan mudah ditingkat petani dan yang penting secara

ekonomis menguntungkan Pestisida dianggap sebagai jaminan bagi keselamatan

dan keberhasilan tanaman oleh petani sehingga pestisida tidak dapat dilepaskan

dari petani terutama petani sayuran (Jaga dan Dharmani 2003) Pestisida juga

bermanfaat di bidang kesehatan karena dapat mengendalikan vektorminusvektor

penyakit menular tertentu sehingga mampu menurunkan prevalensi penyakit

seperti malaria schistosomiasis filariasis demam berdarah dengue dan penyakit

pes (Saftarina 2011) Pestisida organofofat (OPs) sangat bermanfaat namun juga

sangat berbahaya bagi organisme bertulang belakang termasuk manusia Manusia

dapat terpapar pestisida dari lingkungan baik udara tanah maupun air Para petani

10

cenderung memakai pestisida bukan atas dasar indikasi untuk pengendalian hama

namun mereka menjalankan cara cover blanket system yaitu ada ataupun tidak ada

hama tanaman tetap disemprot dengan pestisida Penggunaan pestisida oleh

petani dilakukan dengan mencampur beberapa macam bahkan dicampur dengan

pupuk

Penggunaan pestisida pada beberapa daerah pusat pertanaman sayur baik

di dataran tinggi maupun dataran rendah di pulau Jawa Bali dan Sumatra dari

tahun ke tahun meningkat dalam hal dosis cara pemakaian frekuensi penggunaan

maupun jenis yang dipergunakan Interval penyemprotan pada pertanaman

kentang tomat dan kubis dapat mencapai 4 ndash 5 hari sekali atau antara 12 ndash 15 kali

penyemprotan selama satu musim tanam Penyemprotan justru lebih intensif

dilakukan mendekati waktu panen dengan tujuan memperoleh hasil yang

berkualitas Penggunaan pestisida yang demikian merupakan ancaman tidak

hanya bagi lingkungan tetapi juga bagi manusia yang terpapar baik petani

penyemprot maupun konsumen Setiap tahun terjadi 1-5 juta kasus keracunan

pada pekerja pertanian dan 80 dari jumlah ini terjadi di negara berkembang

dengan tingkat kematian sebesar 55 atau sekitar 220000 jiwa (WHO 2014)

Pestisida dapat dikelompokkan berdasarkan 1) organisme target seperti

insektisida (pembasmi serangga) herbisida (pembasmi gulma) rodentisida

(pembasmi tikus) 2) berdasarkan kandungan senyawa kimianya seperti

organofosfat organoklorin dan karbamat dan yang paling aman bagi lingkungan

adalah organofosfat (Salvador et al 2008) Efek toksisitas bahan aktif dalam

11

pestisida umumnya tidak spesifik sehingga dapat mempengaruhi organisme non

target manusia maupun lingkungan dan ekosistem secara keseluruhan

Salah satu populasi yang berisiko untuk mengalami keracunan pestisida

dengan dampak negatif jangka panjang adalah petani sayur di daerah pertanian

terutama di dataran tinggi karena kondisi suhu rendah dan kelembaban tinggi

sangat baik untuk tumbuh dan berkembangnya hama dan penyakit tanaman

Kondisi ini menyebabkan penggunaan pestisida menjadi sangat intensif Dinas

Kesehatan Propinsi Jawa Tengah bekerjasama dengan Asosiasi Industri

Perlindungan Tanaman Indonesia (AIPTI) menyatakan telah terjadi 70 kasus

keracunan petani di Brebes yang menggunakan pestisida Petani sayur dan buah

di Kota Batu Malang Jawa Timur mengalami keracunan pestisida sebanyak

958 yang dilihat melalui pengukuran kadar kolinesterase darah Hasil

pemeriksaan kolinesterase darah pada petani di Kabupaten Magelang pada tahun

2006 dengan jumlah sampel yang diperiksa 550 orang menunjukkan terdapat

keracunan sebanyak 998 dengan rincian keracunan berat 182 keracunan

sedang 7273 dan keracunan ringan 89 (Afriyanto 2012)

Penggunaan pestisida yang tidak dikelola dengan baik dapat berdampak

negatif bagi petani penyemprot dan keluarganya Petani penyemprot terpapar

pestisida secara langsung saat mencampur dan memegang alat penyemprot selama

penyemprotan berlangsung Penyemprotan juga dapat mencemari tanah perairan

air minum makanan dan rokok di sekitar tempat penyemprotan Konsumen juga

dapat terkena dampak negatif dari pestisida

12

Pestisida masuk ke dalam tubuh melalui pernafasan absorpsi melalui kulit

dan melalui mulut Pestisida yang masuk melalui mulut akan bercampur dengan

ludah yang mengandung enzim masuk ke lambung kemudian ke usus halus dan

seterusnya sampai terbuang melalui usus besar proses absorpsi melalui mukosa

usus kemudian mengalir mengikuti sistem sirkulasi darah Absorpsi pestisida

melalui kulit akan menembus epidermis masuk ke dalam kapiler darah dan

terbawa ke paru-paru dan organ vital lain seperti otot dan otak (Suwindre 1993

dalam Rustia 2010) Pestisida yang masuk ke dalam tubuh mengakibatkan aksi

antara molekul yang terdapat dalam pestisida dengan sel dalam tubuh yang

bereaksi secara spesifik maupunnon spesifik Pestisida dapat merusak

keseimbangan antara prooksidan dan antioksidan dalam tubuh dan menyebabkan

terjadinya peroksidasi lemak di dalam membran lemak

Pestisida dalam tubuh dapat meracuni manusia melalui mekanisme a)

mempengaruhi kerja enzim dan hormon yaitu dapat menonaktifkan aktivator

sehingga enzim atau hormon tidak dapat bekerja dan b) merusak jaringan karena

pestisida menginduksi produksi serotonin dan histamin sebagai hormon yang

memicu reaksi alergi dan dapat menimbulkan senyawa baru yang lebih toksik

(Bolognesi 2003) Pernyataan ini didukung oleh Diamanti dalam Suhartono

(2008) bahwa pestisida tergolong sebagai endocrine discrupting chemicals

(EDCs) yaitu bahan kimia yang mengganggu sintesis sekresi transport

metabolisme pengikatan dan eliminasi hormon-hormon yang berfungsi menjaga

homeostasis reproduksi dan proses tumbuh kembang

13

Pestisida dalam tubuh yang didistribusikan dan disimpan di dalam jaringan

lemak dapat mengalami biotransformasi dapat juga dijumpai dalam darah serta

dikeluarkan melalui urine Pestisida dapat mengakibatkan efek sistemik dan efek

lokal bagi penggunanya Efek sistemik terjadi apabila pestisida tersebut masuk

ke seluruh tubuh melalui peredaran darah sedangkan sedangkan efek lokal terjadi

di bagian tubuh yang terkena pestisida Senyawa aktif dalam pestisida diketahui

dapat meningkatkan produksi species oxygen reactive (SOR) atau reaktif oksigen

spesies (ROS) sehingga memberikan efek toksik (El-Gendy et al 2010)

Keracunan pestisida yang kronis dapat ditemukan sebagai kelainan saraf

dan perilaku serta berdampak mutagenitas Yuantari (2011) menyatakan paparan

pestisida yang bertahun-tahun menyebabkan masalah pada ingatan sulit

berkonsentrasi perubahan kepribadian kelumpuhan bahkan kehilangan

kesadaran dan koma Keracunan kronis juga berdampak pada organ paru-paru

hati lambung dan usus

211 Pestisida organofosfat (OPs)

Organofosfat (OPs) adalah nama umum ester dari asam fosfat Ester-ester

dari organofosfat atau karbamat banyak digunakan sebagai pestisida insektisida

bahan obat-obatan untuk gangguan kesehatan seperti glaukoma infeksi parasit

dan penyakit alzaimer OPs bisa diabsorpsi melalui absorpsi kulit atau mukosa

atau parenteral per oral inhalasi dan juga injeksi (Elersek dan Filipic 2012)

Pestisida OPs penggunaannya sangat luas di dunia demikian juga di

Indonesia petani umumnya menggunakan pestisida golongan ini baik untuk

pertanian pertamanan dalam rumah tangga dan kesehatan Pestisida OPs dan

14

karbamat paling banyak beredar dan digunakan dalam pengendalian hama

penyakit tanaman secara terpadu karena cepat membunuh hama dan relatif aman

bagi lingkungan Pestisida yang termasuk golongan OPs antara lain mefinofos

(fosdrin) paration monokrotofos (azodrin) dikrotofos fosfamidon diklorfos

etion fention dan diazinon metil paration dan profenofos yang tergolong

karbamat di antaranya metomil (Plianbangchang et al2008)

Penggolongan OPs dapat juga berdasarkan dosis mematikan atau daya

racun dari senyawa tersebut terdiri dari klas I a daya racunnya sangat tinggi klas

I b daya racunnya tinggi klas II terdiri dari senyawa organofosfat dengan daya

racun sedang dan klas III daya racunnya ringan (WHO 2009) Berdasarkan

penggolongan ini 40 dari 23 bahan aktif pestisida OPs termasuk klas I a yaitu

daya racunnya sangat tinggi dan ekstrim namun sampai saat ini masih sangat

diperlukan sebagai sarana peningkatan produksi di bidang pertanian dan perikanan

juga untuk peningkatan kualitas kesehatan

OPs bersumber dari H3PO4 (asam fosfat) yang mempunyai sifat sebagai

berikut a) Efektif terhadap serangga yang resisten terhadap hidrokarbon

organoklorin b) Tidak menimbulkan kontaminasi terhadap lingkungan untuk

jangka waktu yang lama c) Kurang mempunyai efek yang lama terhadap

organisme non target d) Lebih toksik terhadap hewan-hewan organisme

bertulang belakang jika dibandingkan dengan organoklorin e) Mempunyai cara

kerja menghambat fungsi enzim kolinesterase (Afriyanto 2012)

Keracunan OPs pada sistem respirasi mengakibatkan bronkokonstriksi

dengan sesak nafas dan peningkatan sekresi bronkus Pada umumnya gejala ini

15

timbul dengan cepat dalam waktu 6-8 jam tetapi bila paparan berlebihan dapat

menimbulkan kematian dalam beberapa menit Senyawa dari golongan pestisida

ini berkerja menghambat aktivitas enzim kolinesterase yang dapat berakibat fatal

dengan gejala antara lain sakit kepala pusing-pusing lemah pupil mengecil

gangguan penglihatan dan sesak nafas mual muntah kejang pada perut dan diare

sesak pada dada dan detak jantung menurun (Jakob et al 2002) Paparan

subkutan umumnya membutuhkan waktu lebih lama untuk menimbulkan tanda

dan gejala OPs dikenal sebagai neurotoksik terhadap mamalia karena

menghambat enzim asetilkolinestester (AChE) yang mengkatalisis hidrolisis

asetilkolin (ACh) yaitu suatu neurotransmitter sehingga akan terakumulasi

212 Toksisitas OPs

Risiko paparan pestisida OPs sangat tinggi pada pekerja pertanian dan

pekerja pada industri kimia seperti pedagang bahan kimia dan pestisida

Mekanisme masuknya racun pestisida tersebut dapat melalui kulit luar mulut dan

saluran makanan serta melalui saluran pernapasan Laju absorpsi OPs melalui

kulit dipengaruhi oleh bagian kulit yang terkena seperti paration akan lebih cepat

masuk melalui kulit di kepala dan leher dibandingkan dengan kulit di tangan dan

lengan (Subash et al 2010) OPs yang terserap selanjutnya akan terakumulasi

dengan cepat dalam lemak hati ginjal dan kelenjar ludah

Saluran cerna merupakan salah satu jalur utama penyerapan toksikan

selain paru-paru dan kulit (Juhryyah 2009) Toksikan dapat merusak permukaan

internal dari traktus gastrointestinal dan memperlambat bahkan menghentikan

peristaltik usus sehingga menyebabkan terjadinya penyerapan toksikan tersebut

16

(Manahan 2003) Apabila paparan toksikan pada sel berlangsung cukup lama dan

konsentrasi tinggi sel akan mencapai suatu titik dimana sel tidak dapat lagi

mengkompensasi toksikan tersebut dan tidak dapat melanjutkan metabolisme

Perubahan yang reversibel akan menjadi irreversibel yaitu terjadinya kematian

sel Proses kematian sel dapat terjadi secara apoptosis dan nekrosis

Tanda dan gejala awal toksisitas organofosfat adalah stimulasi berlebihan

kolinergenik pada otot polos dan reseptor eksokrin muskarinik yang meliputi

miosis gangguan perkemihan diare defekasi eksitasi dan salivasi (Rustia et al

2010) Toksisitas OPs berpengaruh pada berbagai sistem dalam tubuh termasuk

hematologi dan perubahan biokimia (Kalender et al 2005) Selain itu terjadinya

stress oksidatif menunjukkan bahwa pestisida memberi efek sitotoksik (Khan dan

Kour 2007)

Toksisitas OPs dipengaruhi oleh struktur kimia metabolisme dalam

tubuh target dosis cara aplikasi tingkat dekomposisi dan cara masuknya ke

organisme Struktur umum dari organofosfat dapat dilihat pada Gambar 21

Gambar 21

Struktur umum organofosfat (Herljac 2009)

17

R1 dan R2 merupakan metil etil atau isopropil dan X merupakan suatu

gugus dapat pergi (leaving group) biasanya berupa substitusi nukleofilik oleh

oksigen dari serin pada sisi aktif protein target Variasi X tergantung dari jenis

OPs (Mangas et al 2016) Unsur yang berikatan rangkap dengan fosfor (P)

dapat berupa oksigen (untuk pestisida paraokson) dapat juga berupa sulfur (S)

untuk pestisida parathion

OPs menghambat fungsi berbagai ester karboksilat hidrolase seperti

asetilkolinesterase plasma dan karboksilesterase hepar paraoksonase dan esterase

yang lain dalam tubuh (Soltatinejad dan Abdollahi 2009) Bagian lipofilik dari

pestisida organofosfat akan berinteraksi dengan membran sel dan mengacaukan

struktur fosfolipid dualapis Kemampuan toksisitas utama dari OPs adalah

menghambat aktivitas enzim kolinesterase dalam darah yang berfungsi mengatur

kerja saraf (neurotransmiter) selanjutnya akan mengaktifkan reseptor kolinergik

Mekanisme toksisitas OPs membentuk ikatan kovalen organofosforilasi

dengan esterase dari kolinesterase menghasikan enzim terfosforilasi yang sangat

sulit dipecah sehingga aktivitasnya terhambat Mekanisme ini ditunjukan pada

Gambar 22 Mekanisme penghambatan AChE adalah terbentuk ikatan antara

satu hidroksil dari gugus serin dalam pusat esteratik AChE dengan fosfor dari

OPs yang membentuk kompleks enzim-inhibitor yang reversibel selanjutnya

terjadi fosforilasi serin secara kovalen (Pohanka 2011) Apabila kolinesterase

terikat maka enzim ini tidak dapat melaksanakan fungsinya terutama meneruskan

pengiriman perintah kepada otot-otot tertentu sehingga otot-otot senantiasa

bergerak tanpa dapat dikendalikan

18

Gambar 22

Ikatan OP pada sisi aktif AChE Reaksi Fosforilasi AChE

(Hreljac 2009)

Efek toksik dari pestisida OPs dapat menimbulkan kejang otot dan paralisis

(lumpuh) terjadinya kelainan hematologi meningkatkan kadar SGOT dan SGPT

dalam darah (Jaga dan Dharmani 2003) Toksisitas OPs dalam tubuh berupa 1)

neurotoksisitas 2) molekul target bukan neuron 3) imunotoksisitas 4)

genotoksisitas dan karsinogenitas (Elersek dan Filipic 2012)

213 Neurotoksisitas OPs

Mekanisme toksisitas OPs umumnya dimulai dengan menghambat

aktivitas enzim asetilkolinesterase (AChE) yang menyebabkan asetilkolin (ACh)

tidak dapat terhidrolisis menjadi kolin dan asam asetat sehingga ACh

terakumulasi dalam sistem saraf yang menyebabkan mobilitas limposit dan

19

sitotoksisitas meningkat Penghambatan AChE oleh OPs disebabkan oleh

terjadinya reaksi fosforilasi akibat lepasnya gugus fosfat dari senyawa OPs

kemudian membentuk ikatan kovalen dengan AChE sehingga menghambat

aktivitasnya (Manal dan Lobna 2006) seperti tampak pada Gambar 22

Hidrolisis secara spontan OPs dari sisi aktif ini berlangsung sangat lambat

kadang-kadang irreversible sehingga menghasilkan efek beracun dalam jangka

panjang

Aktivitas enzim AChE yang terhambat menyebabkan asetilkolin (ACh)

terakumulasi di dalam sistem saraf yaitu pada kantung-kantung sinaptik sehingga

terjadi aktivasi reseptor kolinergik (muskarinik atau nikotinik) Akumulasi

asetilkolin menyebabkan overstimulasi dari reseptor dan jika keracunan

organofosfat tetap tidak diobati akan menyebabkan kematian Mekanisme ini

berlaku bagi organisme berdarah panas sehingga manusia juga mudah keracunan

OPs (Bajgar 2004) Hambatan dari enzim tersebut menyebabkan ACh tertimbun

pada sinaps yang terletak diantara saraf dan otot (neuromuscular junction)

Akumulasi ACh menyebabkan depolarisasi persisten pada otot rangka

mengakibatkan kelemahan dan fasikulasi Akumulasi asetilkolin yang terjadi

pada sistem saraf otonom dapat menyebabkan diare uriniterase tanpa sadar

bronko konstriksi dan miosis (Rustia et al 2010)

Efek toksik OPs berupa gejala neurologi dengan target primer

kolinesterase Penghambatan kolinesterase terjadi secara progresif oleh OPs

karena terjadi fosfilasi (fosforilasi atau fosfonilasi) pada sisi aktif serin dari

kolinesterase (Ser198 BChE dan Ser 200 untuk AChE pada manusia) Seperti

20

tampak pada Gambar 22 terjadi fosforilasi pada sisi aktif serin membentuk anion

intermediate yang pada proses aging mengalami dealkilasi membentuk anion

fosfonil yang stabil kemudian akan menghambat AChE secara irreversible

Enzim yang terfosforilasi ini tidak mampu lagi menghidrolisis ACh sehingga

tertimbun pada tempat-tempat reseptor ACh yang tertimbun ini menyebabkan

terjadi stimulasi berlebihan dan selanjutnya mengganggu pengiriman antara sistem

saraf pusat dan saraf tepi

OPs dalam tubuh selain mengalami forforilasi yang menyebabkan

neurotoksik dapat juga mengalami detoksikasi secara alami oleh enzim

karboksilase atau glutation transferase seperti tampak pada Gambar 23

Neurotoksik terjadi bila OPs berikatan dengan AChE BChE dan esterase yang

lain

Gambar 23

Toksikasi dan detoksikasi OPs

(Mangas et al 2016 )

21

Petani yang terpapar oleh pestisida OPs dapat mengalami penghambatan

Aktivitas AChE peningkatan reaksi Thiobarbituric Acid dan penurunan

kemampuan plasma darah dalam penyerapan besi (Fe) Dasar patofisiologi gejala

klinis dari keracunan OPs adalah inaktifasi dari enzim AChE pada sekeliling

nicotinic and muscarinic pada sistem saraf pusat central nervous system (CNS)

dan pada neuromuscular junction (Gagandeep dan Dheeraj 2009) Penghambatan

OPs secara ireversibel pada kedua muskarinik dan nikotinik dapat mempengaruhi

central nervous system (CNS) (Hundekari et al 2013) OPs sebagai anti-

kolinesterase akan memblok asetilkolinesterase sehingga asetilkolin terakumulasi

dalam saraf tepi yang dapat menimbulkan pengaruh neurotoksik seperti kontraksi

otot secara kontinyu Nilai normal aktivitas kolinesterase untuk laki ndash laki sebesar

4620 ndash 11500 Ul dan nilai normal untuk perempuan sebesar 3930 - 10800 Ul

Bila dibawah nilai normal menunjukkan adanya keracunan darah yang

diakibatkan oleh pestisida OPs

OPs di dalam sel darah merah akan mempengaruhi AChE dan di dalam

plasma darah akan mempengaruhi pseudokolinesterase OPs akan terikat di

dalam sinapsis melalui proses fosforilasi bagian ester anion dari enzim AChE

ikatan ini sangat kuat dan irreversible (Raini 2007) Keracunan akut dari OPs

pada manusia menyebabkan kelemahan otot paralisis disorientasi serta kematian

akibat paralisis otot pernafasan Efek neurotoksisitas organofosfat tidak selalu

muncul mendadak Neurotoksisitas lambat (delayed neurotoxicity) dapat

dihasilkan oleh sejumlah ester organofosfor yang diklasifikasikan sebagai

aksonopati Efek ini bisa ditimbulkan oleh dosis tunggal yang besar ataupun dosis

22

akumulasi Neurotoksisitas yang terjadi lambat ini disebut organophosphorus

ester-induced delayed neuropathy (OPIDN) OPIDN tidak terjadi secara

mendadak tetapi butuh waktu antara 7-10 minggu untuk timbulnya degenerasi

aksonal OPIDN adalah suatu sindrom gejala toksisitas yang disebabkan oleh OPs

berupa melemahnya otot-otot pada tangan dan kaki terganggunya keseimbangan

dan bisa menjadi lumpuh yang muncul 4-21 hari setelah paparan OPs Molekul

target OPIDN adalah enzim dalam sistem saraf yang disebut neuropathy target

esterase (NTE) yang dapat digunakan sebagai biomarker OPIDN (Lotti dan

Moretto 2009) OPs menghambat AChE dengan efektif pada neuromuscular

junctions dalam sistem saraf tepi dan saraf pusat Selain neurotoksisitas efek

buruk paparan OPs juga dapat mengubah fungsi tubuh lainnya

Katagori keracunan pestisida dilihat dari aktivitas AChE dengan metode

Tintometer Kit 1) Normal gt 75 2) Keracunan ringan 75 - 50 3)

Keracunan sedang 50 - 25 dan 4) Keracunan berat lt 25 Jika penurunan

aktivitas kolinesterase mencapai 25 dari nilai normalnya (dalam katagori

keracunan ringan) maka pekerja harus dijauhkan dari paparan pestisida dan baru

diizinkan kembali bekerja dengan pestisida jika aktivitas kolinesterasenya menjadi

80 atau lebih dari nilai normal

Prinsip reaksi interaksi antara enzim-fosfat adalah 1) fosforilasi enzim 2)

kebalikan penghambatan dan 3) aging (pemeraman) Karakteristik fosforilasi

enzim adalah pembentukan ikatan kimia antara atom fosfor dari OPs dengan atom

oksigen gugus hidroksil dari serin pada pusat katalitik AChE Reaksi antara OP-

23

AChE ini hampir sama atau dapat disamakan dengan reaksi antara AChE-AChE

Reaksi fosforilasi ini dapat dilihat pada Gambar 24

Gambar 24

Reaksi fosforilasi antara AChE dan OP

(Patočka et al 2005)

Enzim AChE terfosforilasi yang terbentuk sangat stabil lain halnya dengan enzim

terasetilasi yang sangat tidak stabil dengan waktu paruh hanya dalam millisecond

Penghambatan AChE oleh senyawa OPs terutama nerve agent bersifat

irreversible Reaksi penghambatan yang reversal seperti Gambar 25

berlangsung sangat lambat sehingga merupakan penghambatan OPs bukan

penghambatan substrat AChE

Gambar 25

Hambatan reversal

(Patočka et al 2005)

Reaktivasi secara spontan merupakan kombinasi dari dua proses paralel

yaitu defosforilasi dan aging Aging adalah pembentukan fosforilasi irreversible

penuh sehingga terjadi dealkilasi dari OO-dialkyl-phosphorylated atau O-alkyl-

phoshonylated enzim Age enzym ini tidak dapat reaktif lagi oleh reaktivator

untuk penghambatan AChE oleh OPs Proses aging digambarkan sebagai

24

dealkilasi dari fosforil menghasilkan muatan negatip yang stabil karena

berinteraksi dengan katalitik His 440 Proses aging menghambat defosforilasi

secara irreversible dan hanya sebagian dari enzim menjadi reaktif Reaksi aging

dapat dilihat pada Gambar 26

Gambar 26

Proses aging

(Patočka et al 2005)

Proses reaktivasi dapat terjadi pada enzim terfosforilasi yang belum

mengalami proses aging Mekanisme ini digunakan dalam pengobatan penyakit

yang berhubungan dengan keracunan OPs seperti alzaimer menggunakan oksim

salah satunya adalah pralidoksim Mekanisme reaksi reaktivasi ini dapat dilihat

pada Gambar 27

Pralidoksim dapat berperan sebagai reaktivator dimana terjadi reaksi

antara pralidoksim dengan OPs yang terikat pada sisi aktif serin sehingga ikatan

enzim AChEndashOPs putus dan enzim AChE kembali aktif Pralidoksim juga dapat

sebagai catalytic scavenger dimana pralidoksim dengan cepat memblok OPs

sehingga OPs tidak dapat berikatan dengan enzim AChE Hasil penelitian

Hundekari et al 2013 mendapatkan treatment atropin dengan pralidoksim dapat

menurunkan MDA yang meningkat oleh paparan OPs dan meningkatkan aktivitas

AChE yang turun oleh paparan OPs

25

Gambar 27

Reaktivasi enzim AChE

(Bharathi et al 2014)

214 Toksisitas OPs terhadap fungsi tubuh selain saraf

OPs selain mempengaruhi saraf (menghambat asetilkolinesterase) juga

mempengaruhi fungsi tubuh yang lain seperti menghambat karboksilase yang

merupakan bagian dari metabolisme xenobiotic Metabolisme xenobiotic

dipengaruhi melalui atom sulphur dari desulfurasi dalam metabolisme fase I

menghambat lipase yang berperan penting dalam cell signalling juga memblok

pembentukan metabolik berbagai substansi (Quistad et al 2006)

OPs juga memicu hypoxia karena terganggunya pusat pernafasan

melemahnya otot-otot pernafasan dan berpengaruh pada paru-paru

(bronchospasm dan bronchorrhoea) dan akhirnya menyebabkan kegagalan

26

pernafasan (Lopez et al 2008) OPs pada tikus menyebabkan apnea sentral fatal

yang memicu berbagai disfungsi pulmoner melalui efek langsung terhadap

Central Respiratory Oscillator (CRO) dan inhibisi umpan balik CRO Gejala

keracunan akut OPs sesuai dengan tempat terakumulasinya ACh dalam

organisme seperti pada central nervous system (CNS) sistem saraf tepi reseptor

muskarinik dan reseptor nikotinik menimbulkan gejala berbeda seperti terlihat

pada Tabel 21 Waktu munculnya beberapa gejala keracunan juga berbeda-beda

seperti melemahnya otot pernapasan akan muncul 1-4 hari setelah keracunan

sedangkan melemahnya otot peripheral muncul setelah 7-21 hari (Elersek dan

Filipic 2012)

Tabel 21

Gejala keracunan Ops akut yang berbeda sesuai dengan

tempat akumulasi ACh

Tempat akumulasi ACh Gejala

CNS

Perifer sistem saraf otonom

Reseptor muskarinik

reseptor nikotinik

Sakit kepala insomnia vertigo

kejangkebingungan sulit tidur gangguan

berbicara koma dan lumpuh pernafasan

-

Gejala-gejala muskrinik peningkatan

eliminasi (air liur keringat lachrymation)

gangguan pencernaan (kejang muntah

diare) menurunkan detak jantung gangguan penglihatan

gejala-gejala nikotinik kontraksi otot yang

tidak terkontrol dan kelumpuhan

Sumber Elersek dan Filipic 2012

27

Pengaruh imunotoksik OPs dapat terjadi secara langsung maupun tidak

langsung Secara langsung adalah dengan 1) menghambat hidrolase serin atau

esterase dalam sistem imun 2) kerusakan oksidatif pada organ-organ sistem

imun 3) perubahan dalam cara sinyal transduksi pada kontrol poliferasi dan

diferensiasi sel kekebalan Secara tidak langsung OPs menyebabkan perubahan

pada sistem saraf atau efek kronik dari perubahan metabolisme pada sistem imun

(Elersek dan Filipic 2012) Pestisida OPs dapat mengganggu sistem kekebalan

tubuh dan memberikan efek immunotoksik melalui kedua jalur anti kolinergik

dan non kolinergik

OPs menginduksi peningkatan stres oksidatif yakni ketidakseimbangan

antara antioksidan dan radikal bebas Pestisida OPs dapat merusak keseimbangan

antara prooksidan dan antioksidan dalam tubuh juga merusak membran lipid

sebagai hasil peroksidasi lipid

Malation dan klorfirifos yang merupakan pestisida OPs mempunyai

pengaruh yang beragam pada sel seperti menghasilkan ROS radikal bebas dan

menginduksi stres oksidatif intra sel sehingga mengganggu perkembangan dan

deferensiasi sel normal (Bebe dan Panemangalore 2003) Peningkatan ROS dan

radikal bebas dapat menyebabkan terjadinya kondisi stres oksidatif serta memicu

terjadinya peroksidasi lipid pada membran sel yang akan menghasilkan

malondialdehid (MDA) Peroksidasi lipid ini dapat terjadi karena pengaruh

menipisnya sistem antioksidan baik antioksidan enzimatik maupun non enzimatik

oleh paparan pestisida OPs (Khan dan Kour 2007)

28

Perusakan membran sel oleh radikal bebas melalui beberapa proses yaitu

1) Terjadi ikatan kovalen antara radikal bebas dengan komponen komponen

membran (enzim membran komponen karbohidrat membran plasma) sehingga

terjadi perubahan struktur dan fungsi reseptor 2) Oksidasi gugus tiol pada

komponen membran oleh radikal bebas mengganggu proses transport lintas

membran 3) Reaksi peroksidasi lipid dan kolesterol serta membran yang

mengandung asam lemak tidak jenuh majemuk (PUFA) (Suhartono et al 2008)

OPs dapat mendorong terjadinya stres oksidatif dan meningkatkan kadar

MDA sebagai produk akhir dari peroksidasi lipid pada petani penyemprot yang

terpapar pestisida OPs karbamat dan organoklorin (Prakasam et al 2001) Hal

ini didukung oleh Vidyasagar et al(2004) yang mendapatkan kadar MDA pada

pasien keracunan OPs (67 nMml) lebih tinggi dan berbeda nyata dibandingkan

dengan kontrol (36 nMml) OPs triklorfos dan dimetoat mendorong terjadinya

peroksidasi lipid yang ditunjukan dengan meningkatnya MDA (Sharma et al

2005) OPs berperan sebagai inhibitor enzim kolinesterase dan menginduksi

peningkatan stres oksidatif yaitu ketidakseimbangan antara antioksidan dan

radikal bebas (Patil et al 2003) Kerusakan oksidatif membran lipid eritrosit

dan protein mencerminkan terjadinya reaksi serupa pada myocyte Radikal bebas

yang merusak myocyte juga menyebabkan melemahnya otot pada penderita OPs

akut

Keracunan OPs pada sistem respirasi mengakibatkan bronko konstriksi

dengan sesak nafas dan peningkatan sekresi bronkus Pada umumnya gejala ini

29

timbul dengan cepat dalam waktu 6-8 jam tetapi bila paparan berlebihan dapat

menimbulkan kematian dalam beberapa menit

OPs juga menunjukan efek genotoksisitas (DNA) pada saat sel hidup

kemudian saat replikasi sel dan berakhir pada mutagenitas dan karsinogenitas

Genotoksisitas dihasilkan karena reaksi OPs dengan DNA sehingga DNA rusak

berupa penyimpangan kromosom OPs juga menunjukan efek karsinogenitas

meliputi perubahan sel normal menjadi sel neoplastik dan berkembang lebih lanjut

menjadi tumor (Hodgson 2004)

22 Asetilkolinesterase (AChE)

Kolinesterase merupakan katalis biologis yang berperan menjaga agar otot

kelenjar dan sel saraf bekerja harmonis Jika aktivitas kolinesterase jaringan

tubuh menurun maka dapat mempengaruhi aktivitas asetilkolinesterase saraf

sehingga asetilkolin (ACh) akan menumpuk di bagian ujung saraf dan menganggu

aliran impuls saraf akhirnya terjadi paralisis otot (Depkes RI 2007)

Kolinesterase merupakan suatu enzim dengan berat molekul sekitar 3000000 dan

mempunyai 48 bagian aktif yang masing-masing terdiri dari satu bagian anionik

dan satu bagian esteratik (protenated acidic group)

AChE adalah suatu serine hidrolase termasuk dalam kelompok esterase

yang mempunyai banyak sel satu AChE berperan sangat penting dalam tubuh

yaitu menghidrolisis neurotransmitter asetilkolin (ACh) menjadi asam asetat dan

kolin pada saraf sinapsis Kelompok ini berbeda dengan jenis ester karbosiklik

Aktivitas AChE yang terhambat oleh OPs pada CNS menyebabkan

30

terakumulasinya ACh dan menimbulkan gejala seperti sakit kepala meningkatnya

produksi ludah pernafasan terganggu dan dapat menyebabkan kematian (Du et

al 2008) AChE mempunyai dua sisi pengikatan yaitu daerah anionik dan daerah

esteratik keduanya penting untuk degradasi ACh

ACh adalah suatu hormon neuro yang terdapat diantara ujung-ujung saraf

dan otot sebagai media kimia yang berfungsi meneruskan rangsangan saraf ke

reseptor sel-sel otot dan kelenjar ACh dibuat di dalam ujung serabut saraf

motorik melalui proses asetilasi dari kolin ekstra sel dan koenzim A (Erwin dan

Kusuma 2012) Daerah anionik berfungsi untuk pengikatan sebuah molekul

ACh pada enzim Saat ACh terikat reaksi hidrolisis terjadi pada sisi aktif

esteratik ACh akan terurai menjadi kolin dan asam asetat Kolin kemudian

diambil lagi melalui sistem uptake kolin berafinitas tinggi pada membran

presinaps Proses hidrolisis ACh menjadi kolin dan asam asetat dapat dilihat pada

Gambar 28

Gambar 28

Reaksi hidrolisis ACh menjadi asam asetat dan kolin pada

sisi anion dan ester dari enzim asetilkolinesterase (Wiener dan

Hoffman 2004)

31

Penurunan aktivitas kolinesterase darah seseorang terjadi karena adanya

OPs dalam darah yang membentuk senyawa phosphorilated cholinesterase

sehingga enzim kolinesterase tidak dapat berfungsi lagi dan kadar aktif dari enzim

tersebut akan berkurang hal ini menyebabkan ACh lebih lama berada pada

reseptor sehingga memperpanjang efek rangsang saraf cholinergic pada sebelum

dan sesudah ganglion Rangsangan saraf yang terus-menerus akan merusak fungsi

saraf dan muncul dalam bentuk kelemahan otot mual-mual muntah hipersalivasi

tremor dan paralisis (Bajgar 2004) Akumulasi ACh yang menyebabkan

terjadinya disfungsi sistem saraf dan perilaku akan memicu kerusakan pada

sistem pernafasan yang akhirnya dapat menyebabkan kematian Sistem saraf yang

terganggu akibat penumpukan ACh menyebabkan terganggunya pasokan nutrisi

dan oksigen ke seluruh sel dan jaringan sehingga menghambat pertumbuhan

organisme (Robert 2011) Rangsang yang ditimbulkan oleh asetilkolin akan

berhenti bila ACh dihidrolisis menjadi kolin dan asam asetat oleh AChE

Aktivitas AChE yang terhambat menyebabkan ACh tidak dapat

dihidrolisis sehingga impuls saraf dari satu sel ke sel yang lain atau ke efektor

akan terganggu Petani yang terpapar OPs dengan dosis rendah dalam jangka

waktu lama juga menunjukan penurunan Superoxyde dismutase (SOD) dan

glutation reduktase OPs yang terakumulasi bertahun-tahun pada penyemprot

pestisida berbanding lurus dengan penurunan AChE dan berbanding terbalik

dengan Glucose-6-phosphate dehydrogenase (G6DPH)

32

23 Radikal Bebas

Radikal bebas adalah sekelompok spesies kimia baik berupa atom maupun

molekul yang memiliki elektron tidak berpasangan pada lapisan luarnya Radikal

bebas juga merupakan suatu kelompok spesies kimia dengan reaksi jangka pendek

yang memiliki satu atau lebih elektron bebas sehingga sangat reaktif mempunyai

spesifitas kimia yang rendah sehingga dapat bereaksi dengan berbagai molekul

lain seperti protein lemak karbohidrat dan DNA (Droge 2007)

Radikal bebas diartikan sebagai molekul yang relatif tidak stabil

mempunyai satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan pada orbit luarnya

bersifat reaktif dalam mencari pasangan elektronnya Radikal bebas dalam tubuh

akan segera bereaksi dengan molekul lain sehingga terjadi reaksi berantai yang

disebut peroksidasi lipid dan menghasilkan radikal bebas baru sehingga jumlah

radikal bebas terus bertambah (Marinajati et al 2012) Radikal bebas bersifat

tidak stabil sehingga tidak dapat mempertahankan bentuk aslinya dalam waktu

lama karena segera akan berikatan dengan molekul lain di sekitarnya Radikal

bebas akan menyerang molekul stabil yang terdekat dan mengambil elektronnya

Molekul yang terambil elektronnya ini akan menjadi radikal bebas baru sehingga

akan memulai suatu reaksi berantai yang pada akhirnya akan menyebabkan

kerusakan sel (Droge 2007)

Kelompok radikal bebas antara lain anion superoksida (O2) radikal

hidroksil (OH) dan radikal peroksil (RO2) sedangkan kelompok non radikal

misalnya hidrogen peroksida (H2O2) dan peroksida organik (ROOH) (Halliwell

dan Whiteman 2004) Radikal superoksida ( O2 -) merupakan bentuk yang paling

33

aktif yang paling banyak dihasilkan oleh berbagai mekanisme di dalam tubuh

seperti mitokondria sistem enzim NADPH oksidase reaksi dari xanthin oksidase

dan metabolisme asam arakidonat

Radikal bebas yang terbentuk di dalam tubuh (radikal bebas internal)

merupakan bagian integral dari proses fisiologis seperti saat pembentukan energi

dalam mitokondria melalui oksidasi fosforilasi Sumber radikal bebas internal

antara lain 1) Organ subseluler seperti mitokondria kloroplas mikrosom

peroksisom dan nuklei menghasilkan O2- 2) inflamasi selama inflamasi terjadi

fagositosis oleh makrofag dan metrofil keduanya membentuk radikal bebas

untuk memfagositosis bakteri 3) ion logam transisi Fe dan Cu berperan

membentuk radikal bebas dan menimbulkan peroksidasi lipid 4) oksidasi

enzimatik seperti xanthin oksidase dan lipoksigenase (Droge 2007) Radikal

bebas dapat juga berasal dari luar tubuh (radikal bebas eksternal) Sumber radikal

bebas eksternal antara lain polusi lingkungan (asap rokok asap kendaraan asap

pabrik) aktivitas fisik yang berlebih sinar ultra violet dari matahari radiasi obat-

obatan dan pestisida

Radikal bebas dapat terbentuk dari senyawa lain yang sebenarnya bukan

radikal bebas tetapi mudah menjadi radikal bebas misalnya hidrogen peroksida

(H2O2) dan ozon Kedua kelompok senyawa ini sering diistilahkan sebagai

Reactive Oxygen Species (ROS) atau senyawa Oksigen Reaktif (SOR) Sel-sel

hidup dari organisme aerob secara kontinyu membentuk SOR sebagai bagian dari

proses fisiologi metabolik dan reaksi-reaksi biokimia lainnya

34

SOR adalah kelompok senyawa yang sebenarnya bukan radikal bebas

tetapi mudah berubah menjadi radikal bebas (Droge 2007) SOR dihasilkan dalam

proses metabolisme oksidatif dalam tubuh misalnya pada proses oksidasi makanan

menjadi energi SOR diproduksi dalam jumlah yang cukup dalam tubuh seperti

sel darah putih menghasilkan H2O2 yang berfungsi untuk membunuh beberapa

jenis bakteri dan jamur namun H2O2 tidak menyerang secara spesifik sehingga

dapat menyerang asam-asam lemak tidak jenuh ganda atau polyunsaturated fatty

acid (PUFA) dari membran sel yang menyebabkan kerusakan struktur dan fungsi

sel (Winarsi 2007) SOR terbentuk sebagai produk samping reaksi oksidasi

fosforilasi untuk membentuk energi berupa Adenosine Tri Phosphate (ATP)

dalam rantai transport elektron pada mitokondria Proses tersebut membutuhkan

O2 tetapi tidak semua O2 berikatan dengan hidrogen untuk membentuk air sekitar

4 sampai 5 dari oksigen yang dikonsumsi berubah menjadi SOR (Marciniak

et al 2009) SOR seperti radikal super oksida (SOO-) dan radikal hidroksil

(OH-) yang dihasilkan oleh metabolisme sel yang normal maupun lingkungan

yang stres dapat menyebabkan sel-sel mati melalui peroksidasi lipid oksidasi

protein menghambat aktivitas enzim-enzim perubahan reduksi oksidasi intra sel

dan kerusakan DNA Hal ini menunjukkan bahwa SOR terlibat dalam timbulnya

beberapa penyakit dan proses penuaan

Organofosfat merupakan senyawa toksik yang mempunyai kemampuan

membentuk radikal bebas pada sistem biologi (Nur et al 2010) Reaksi radikal

bebas dengan komponen sel baik komponen struktural (molekul penyusun

membran) maupun komponen fungsional yaitu enzim dan DNA dapat merusak

35

sel melalui oksidasi lipid tidak jenuh dan protein sel (Zakaria 1996 dalam

Mardawati et al 2011) Kerusakan lebih lanjut pada organ sel adalah kerusakan

DNA dan membran sel Mekanisme tersebut menunjukan bahwa radikal bebas

dapat mempengaruhi timbulnya berbagai jenis penyakit degeneratif seperti

aterosklerosis Penelitian Amran et al (2009) mendapatkan ada korelasi yang

signifikan antara kerusakan DNA dengan perkembangan aterosklerosis dan

meningkatnya jumlah pasien Coronary Artery Disease (CAD)

24 Stres Oksidatif

Radikal bebas dalam jumlah tertentu di dalam tubuh dapat dinetralisir oleh

antioksidan endogen Antioksidan endogen utama pada sel-sel tubuh adalah

enzim SOD (Superoksida dismutase) glutation reduktase dan glutation

peroksidase (GPr dan GPx) serta catalase (CAT) Pembentukan radikal bebas

yang melebihi kemampuan aktivitas antioksidan endogen menyebabkan jumlah

keseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan akan terganggu Apabila

jumlah radikal bebas terus bertambah sedangkan jumlah antioksidan endogen

tetap maka kelebihan radikal bebas tidak dapat dinetralkan akibatnya radikal

bebas bereaksi dengan komponen-komponen sel dan menyebabkan kerusakan sel

Peningkatan jumlah radikal bebas atau oksidan menyebabkan timbulnya

suatu keadaan yang disebut stres oksidatif Stres oksidatif adalah suatu keadaan

ketidak seimbangan antara radikal bebas dan antioksidan dimana jumlah radikal

bebas lebih besar dari antioksidan Stres oksidatif adalah suatu keadaan patologis

yang disebabkan oleh kerusakan jaringan di dalam tubuh karena peningkatan

36

jumlah radikal bebas yang tidak normal (Halliwel 2006) Radikal bebas yang

jumlahnya jauh lebih banyak dari antioksidan akan bereaksi dengan cepat dan

merusak bermacam-macam substrat di dalam tubuh termasuk komponen-

komponen sel protein asam lemak tak jenuh ganda karbohidrat dan asam-asam

nukleat hal ini mengakibatkan berkembangnya penyakit kronik Serangan oksidan

terhadap asam lemak tidak jenuh sebagai komponen penting penyusun membran

sel dapat menimbulkan reaksi rantai yang disebut peroksidasi lipid Proses

tersebut mengakibatkan terputusnya ikatan dalam asam-asam lemak menjadi

berbagai senyawa yang toksik terhadap sel seperti malondialdehid (MDA) dan 9-

hidroksi nonenal MDA yang dihasilkan kemudian dilepaskan ke darah sehingga

kadar MDA di dalam darah dapat dijadikan sebagai penanda tidak langsung

adanya peroksidasi lipid dan peningkatan SOR

25 Malondialdehid (MDA)

Peningkatan stres oksidatif berdampak negatif pada beberapa komponen

penyusun membran sel yaitu kerusakan pada membran lipid membentuk

malondialdehida (MDA) kerusakan protein karbohidrat dan DNA (Kevin et

al2006) Kerusakan oksidatif yang diakibatkan oleh radikal bebas mempengaruhi

kondisi patologis berupa kerusakan sel jaringan dan berbagai organ seperti hati

ginjal dan jantung baik pada manusia maupun hewan Kerusakan ini dapat

berakhir pada kematian sel sehingga terjadi percepatan timbulnya berbagai

penyakit degeneratif (Kevin et al 2006 dan Valko et al 2007) MDA

merupakan metabolit hasil peroksidasi lipid oleh radikal bebas sehingga dapat

37

menggambarkan aktivitas radikal bebas dalam sel dan menjadi petunjuk terjadinya

stres oksidatif akibat radikal bebas (Asni 2009) Semakin tinggi kadar MDA

plasma maka semakin tinggi stres oksidatif yang terjadi dalam sel-sel tubuh

Peroksidasi lipid menghasilkan MDA dari radikal bebas akan selalu membentuk

reaksi berantai yang terus berlanjut sampai radikal bebas ini dihilangkan oleh

sistem antioksidan dari tubuh

MDA adalah hasil proksidasi lipid yang larut dalam air pada kondisi

normal MDA secara parsial diekskresikan melalui urine tetapi tidak diketahui

berapa jumlah MDA yang terbentuk dalam tubuh itu dapat dihilangkan oleh

ginjal MDA merupakan salah satu hasil dari peroksidasi lipid yang digunakan

sebagai indikator dari stres oksidatif (Hundekari et al 2013) Peningkatan

peroksidasi lipid mungkin disebabkan oleh inflamasi yang berkaitan dengan

infeksi virus dan menurunnya kadar antioksidan

Penelitian in vitro pada eritrosit manusia yang menyemprot pestisida

menunjukan peningkatan konsentrasi karbofuran meningkatkan kadar MDA

secara signifikan (Misrha et al 2013) yang mendapatkan kadar MDA pada darah

petani penyemprot pestisida lebih tinggi secara signifikan dibandingkan dengan

kontrol seperti ditunjukan pada Tabel 22

Paparan pestisida atrazine pada tikus dapat meningkatkan peroksidasi lipid

dan merusak membran di dalam sel yang dipapar Kandungan fosfolipid dan

kolesterol dalam membran eritrosit dapat diketahui dengan menggunakan teknik

scanning electron microscopy (SEM) dan dapat diketahui terjadi perubahan

morfologi dalam eritrosit yang sebanding dengan perubahan parameter biokimia

38

termasuk stres oksidatif (Singh et al2006) Kerusakan sel cedera irreversible sel

dan kematian sel dapat terjadi apabila stres oksidatif berlangsung lama

Tabel 22 Perbandingan profil biokimia antara kontrol

dan penyemprot pestisida

Parameters Controls(n=18)

Mean plusmnSD

Sprayers (n=50)

Mean plusmnSD

MDA (nmolTBARSml blood)

943 plusmn078

2630 plusmn202

CAT (μ mol H2O2 hydrolysed X

104mlg Hb)

1055plusmn1520

13569 plusmn 1234

SOD(μmol hydroysed X 104mlg

Hb)

329 plusmn 079 803 plusmn 246

Sumber Mishra et al 2013

26 Antioksidan

Antioksidan adalah molekul yang mampu memperlambat atau mencegah

oksidasi molekul lain (Chakraborty et al 2009) Antioksidan adalah senyawa-

senyawa yang dapat menunda atau menghambat terjadinya oksidasi biomolekul

dengan menghambat reaksi-reaksi oksidasi rantai oleh radikal bebas dan mampu

menurunkan kerusakan oksidatif (Jantan et al 2011) Antioksidan juga

didefinisikan sebagai senyawa yang mampu menunda memperlambat atau

menghambat reaksi oksidasi makanan maupun obat Antioksidan akan bereaksi

dengan oksidan sehingga mengurangi kapasitas oksidan untuk dapat menimbulkan

kerusakan (Shahidi 1997 dalam Asep et al 2012)

Antioksidan dalam sistem biologi baik antioksidan enzim maupun non

enzim melindungi sel dari kerusakan yang disebabkan oleh molekul-molekul yang

39

tidak stabil yang disebut radikal bebas Antioksidan membantu menghancurkan

radikal bebas yang merusak sel mendukung pertumbuhan sel-sel yang sehat

melindungi sel dari penuaan mendukung sistem imun dalam tubuh Antioksidan

bersifat sangat mudah teroksidasi atau bersifat reduktor kuat dibanding dengan

molekul lain sehingga keefektifan antioksidan tergantung dari seberapa kuat daya

oksidasinya semakin mudah teroksidasi maka semakin efektif antioksidan

tersebut Antioksidan mampu melindungi sel melawan kerusakan yang

ditimbulkan oleh radikal bebas dan SOR seperti singlet oksigen peroksi nitrit

superoksida radikal peroksida dan radikal hidroksil (Chaveri et al2008 )

Antioksidan dapat menunda atau mencegah terjadinya reaksi oksidasi

radikal bebas dan oksidasi lipid dalam konsentrasi yang lebih rendah dari substrat

yang dapat dioksidasi Suhartono et al (2008) menyatakan antioksidan dapat

diklasifikasikan dalam 5 tipe yaitu a) Antioksidan primer berupa senyawa-

senyawa fenol yang mampu memutus rantai reaksi pembentukan radikal bebas

asam lemak Senyawa ini memberikan atom hidrogen yang berasal dari gugus

hidroksi sehingga terbentuk senyawa yang stabil seperti BHA (butyl

hidroksilanisol) BHT (butyl hydrotoluen) dan tokoferol b) Antioksidan

perangkap oksigen yaitu senyawa-senyawa yang berperan sebagai pengikat

oksigen sehingga mencegah reaksi oksidasi Senyawa ini mengadakan reaksi

dengan oksigen yang berada dalam sistem sehingga jumlahnya berkurang seperti

vitamin C (asam askorbat) askorbil palminat asam eritorbat dan sulfit c)

Antioksidan sekunder adalah senyawa-senyawa yang mempunyai kemampuan

untuk berdekomposisi dengan hidroperoksida menjadi produk akhir yang stabil

40

d) Antioksidan enzim yaitu enzim yang berperan mencegah terbentuknya radikal

bebas seperti glukose oksidase superoksida dismutase (SOD) glutation

peroksidase (GPx) dan katalase (CAT) dan e) Antioksidan Chelators

sequestrants yaitu senyawa-senyawa yang mampu mengikat logam seperti besi

dan tembaga yang mampu mengkatalisis reaksi oksidasi lemak seperti asam sitrat

asam amino ethylenediaminetetra acetid acid (EDTA) dan fosfolipid

Antioksidan bereaksi dengan radikal bebas dengan mengurangi

konsentrasi oksigen mencegah pembentukan singlet oksigen yang reaktif

mencegah inisiasi rantai pertama dengan menangkap radikal primer seperti radikal

hidroksil mengikat katalis ion logam mendekomposisi produk-produk primer

radikal menjadi senyawa non-radikal dan memutus rantai hidroperoksida

sehingga mengurangi kapasitas radikal bebas untuk menimbulkan kerusakan

(Mardawati et al 2011)

Berdasarkan mekanisme kerjanya antioksidan dikelompokan menjadi 1)

Antioksidan primer yaitu antioksidan yang bereaksi dengan radikal lipid berenergi

tinggi untuk menghasilkan produk yang memiliki kestabilan termodinamis lebih

baik seperti golongan fenol (isoflavon) 2) Antioksidan sekunder yang juga

dikenal dengan antioksidan pencegah (Preventive Antioxidant) yang dapat

memperlambat reaksi inisiasi dengan cara memutus rantai hidroperoksida seperti

dilauril thio-dipropionate dan asam thiodipropionate Antioksidan golongan ini

adalah antioksidan yang berikatan dengan gugus thiol (Shahidi dan Naczk1995

dalam Mardawati et al 2011)

41

Antioksidan pemutus rantai adalah molekul kecil yang dapat menerima

dan memberi elektron dari atau ke radikal bebas sehingga membentuk senyawa

baru yang stabil seperti vitamin E dan vitamin C Sedangkan antioksidan logam

transisi terikat protein bekerja mengikat ion-ion logam Fe2+

dan Cu2+

seperti

flavonoid dapat mencegah radikal bebas Antioksidan jenis ini memperbaiki

kerusakan sel-sel dan jaringan yang disebabkan radikal bebas (Winarsi 2007)

Mekanisme kerja antioksidan senyawa fenolik adalah sebagai berikut

Radikal Lipida Antioksidan Radikal Antioksidan

ROO + AH ROOH + A

RO + AH ROH + A

R + AH RH + A

OH + AH H2O + A

Senyawa antioksidan (AH) dapat memberikan atom hidrogen secara cepat ke

radikal lipida (ROO RO R OH ) dan mengubahnya menjadi bentuk yang lebih

stabil Sementara turunan radikal antioksidan (A) yang dihasilkan lebih stabil

dibandingkan radikal lipida karena akan terjadi delokalisasi perbaikan elektron

dari ikatan rangkap pada cincin benzen sebagai indikasi oleh ikatan isomer

valensi

Peningkatan jumlah gugus hidroksil (alkil hidrogen pada struktur

kimianya) pada posisi para atau ortho seperti pada genistein dapat meningkatkan

aktivitas antioksidan isoflavon Antioksidan dapat menghambat oksidasi atau

42

menghentikan reaksi berantai pada radikal bebas dari lemak yang teroksidasi

dapat melalui empat macam mekanisme reaksi yaitu 1) Pelepasan hidrogen dari

antioksidan 2) Pelepasan elektron dari antioksidan 3) Adisi lemak ke dalam

cincin aromatik pada antioksidan dan 4) Pembentukan senyawa kompleks antara

lemak dan cincin aromatik dari antioksidan

Antioksidan dapat mencegah tidak terkontrolnya pembentukan radikal

bebas dan aktivitas SOR atau mencegah reaksinya dengan struktur biologi (Nisar

et al 2013) Status antioksidan baik yang endogen maupun yang eksogen yang

menurun dapat mengganggu keseimbangan redoks seluler dan kondisi patologis

akan menjadi karakteristik utama dan membentuk stres oksidatif pada sel maupun

jaringan

261 Antioksidan enzimatis

Di dalam sistem biologis sudah tersedia antioksidan berupa enzim

(antioksidan enzimatis) yaitu superoksida dismutase (SOD) katalase (CAT) dan

glutation peroksidase (GPx) Antioksidan-antioksidan ini bekerja dengan cara

mencegah pembentukan senyawa radikal bebas baru atau mengubah radikal bebas

yang telah terbentuk menjadi molekul yang kurang reaktif (Finosh dan Jayabalan

2013) Mekanisme kerja antioksidan enzimatik adalah mengkatalisir pemusnahan

radikal bebas dalam sel Aktivitas enzim intrasel SOD dan CAT mengkatalisasi

dismutasi superoksida dan hidrogen peroksida aktivitas GPx mereduksi hidrogen

peroksida dan peroksida organik menjadi air dan oksigen Aktivitas enzim

intrasel ini dapat dilihat pada Gambar 29

43

GPx merupakan enzim penangkal radikal bebas dengan dua cara yaitu

pertahanan terhadap oksidan dan dengan mengkatalisis peroksida menjadi air dan

oksigen GPx memerlukan glutation sebagai substrat terdapat dalam dua bentuk

yaitu glutation tereduksi atau GSH dan glutation teroksidasi atau GSSG Ketika

mengkatalisis perubahan hidrogen peroksida (H2O2) menjadi H2O GSH

dioksidasi menjadi GSSG kemudian GSSG dapat direduksi kembali oleh NADPH

untuk mendapatkan kembali GSH (Marciniak et al 2009)

Gambar 29

SOD dan CAT mengkatalisasi dismutasi superoksida dan hidrogen peroksida

(Finosh dan Jayabalan 2013)

Enzim GPx terdapat terutama dalam mitokondria merupakan enzim

scavenger terhadap hidrogen peroksida dan berperan utama dalam mengatur

konsentrasi H2O2 dan dan berbagai macam peroksida organik Aktivitas GPx yang

menurun menunjukkan terjadinya penurunan kapasitas menghilangkan H2O2 dan

terjadinya hidroperoksida lemak

44

Enzim GPx sangat berperan dalam pengaktifan kembali enzim

kolinesterase melalui 1) Pengaktifan AMP siklik yang secara langsung dapat

mengaktifkan enzim kolinesterase 2) keseimbangan NADP dan NADPH pada

jalur glikolisis aerobik dalam eritrosit sehingga eritrosit tidak rusak kerusakan

eritrosit dapat menurunkan produksi kolinesterase darah 3) peranan kofaktor

prostaglandin pada sintesis tromboksan A2 yang memacu trombogenesis dan

vasokonstriksi pembuluh darah bersamaan dengan terbentuknya tromboksan akan

diaktifkan cAMP yang secara langsung mengaktifkan kinase protein termasuk

kinase protein enzim kolinesterase 4) sebagai antioksidan yang dapat melindungi

sel termasuk eritrosit dari kerusakan akibat radikal bebas 5) sebagai kofaktor

proses oksidasi dealkilasi ikatan organofosfat dengan kolinesterase darah 6)

berperan sebagai detoksifikasi dalam tubuh dengan mereduksi radikal bebas

peroksida sekaligus membentuk peroksida lipid di dalam membran sel (Stranges

et al 2010)

GPx adalah enzim antioksidan yang dapat mendetoksifikasi hidrogen

peroksida dan lipid hidroperoksida dalam menurunkan glutation Di dalam darah

terdapat beberapa jenis GPx dua diantaranya adalah GPx seluler (cGPx) dalam sel

darah merah dan GPx ekstrasel (eGPx) terdapat dalam plasma GPx sebagai enzim

antioksidan bekerja menjadi peredam (quenching) radikal bebas dan berperan

dalam metabolisme xenobiotik yang ditemukan dalam sel (Sen et al 2010)

GPx dengan konsentrasi tinggi ditemukan dalam hepar dan sel darah

merah sedangkan pada jantung ginjal paru-paru adrenal lambung dan jaringan

adipose mengandung GPx dalam kadar sedang GPx kadar rendah ditemukan

45

dalam otak otot testis dan lensa mata GPx yang rendah berkorelasi dengan

gangguan yang berhubungan dengan radikal bebas (Judge et al 2005) Jika

antioksidan endogen gagal mengatasi produksi metabolit reaktif maka

antioksidan eksogen akan diperlukan untuk menyeimbangkan status redoks

(Noori 2012) Sumber makanan termasuk tanaman rempah-rempah vitamin dan

ekstrak herbal memainkan peran penting dalam hal ini

262 Antioksidan non enzimatis

Antioksidan non enzimatis disebut juga antioksidan sekunder atau

antioksidan eksogen (diperoleh dari luar) digolongkan menjadi dua golongan

yaitu yang larut dalam lemak seperti tokoferol karotenoid flavoniod quinon dan

bilirubin serta yang larut dalam air seperti asam askorbat asam urat protein

pengikat logam dan protein pengikat heme (Winarsi 2007) Antioksidan ini dapat

berupa bahan-bahan alami dan juga sintetis Antioksidan alami seperti vitamin

adalah campuran redoks yang seimbang dengan bentuk tereduksi dan teroksidasi

dan sebaliknya untuk antioksidan sintetis merupakan redoks yang tidak seimbang

bahkan menghasilkan radikal bebas yang pada beberapa kasus berbahaya (Rani

etal 2004)

Vitamin C merupakan antioksidan yang sangat penting dalam cairan

ekstra sel karena dapat menyerang radikal-radikal yang larut dalam darah dan

melindungi lemak plasma dari perusakan peroksidasi oleh radikal-radikal peroksil

Peran utama vitamin C adalah menetralisir radikal bebas yang ada di dalam dan

di luar sel Vitamin C merupakan sumber elektron pendonor bagi radikal bebas

(Nisar et al 2013) Vitamin C berperan positip dalam proses detoksifikasi

46

yang sangat diperlukan untuk sintesis kolagen dan pertumbuhan serta

pemeliharaan jaringan epitel Peranan vitamin C sebagai pembawa hidrogen yang

merupakan siklus esensial dalam metabolisme protein dan karbohidrat yang

berfungsi memelihara kekuatan pembuluh darah Vitamin C sangat penting untuk

melawan radikal bebas dalam cairan ekstra sel dan melindungi biomembran dari

peroksidasi Pemberian air kelapa dapat meningkatkan aktivitas GPx SOD dan

CAT pada pekerja terpapar merkuri karena air kelapa mengandung vitamin C

B1 B6 asam-asam amino metionin selenium dan mineral berfungsi melindungi

sel tubuh dari serangan radikal bebas dan mencegah efek paparan merkuri

(Zulaikhah et al 2013) Defisiensi antioksidan yang berupa vitamin C vitamin

E Se Zn dan glutation dalam derajat ringan hingga berat sangat berpengaruh

terhadap respon imun

Komponen kimia yang berperan sebagai antioksidan adalah senyawa

golongan fenolik dan polifenolik yang memiliki kemampuan untuk menangkap

radikal bebas Flavonoid merupakan golongan terbesar dari senyawa polifenol

yang sangat efektif digunakan sebagai antioksidan Senyawa-senyawa ini banyak

terdapat di alam terutama pada tumbuh-tumbuhan seperti teh buah-buahan

sayuran dan anggur (Ramle et al 2008)

Aktivitas antioksidan dari berbagai tanaman erat hubungannya dengan

kandungan fenolnya ada indikasi substansi fenol seperti flavonoid dan asam-

asam fenolat berpotensi lebih besar sebagai antioksidan dibandingkan dengan

vitamin C dan vitamin E Aktivitas antioksidan flavonoid tergantung pada

struktur molekulnya terutama gugus prenil (CH3)2C=CH-CH2 Department of

47

Environmental and Molecular Toxicology Oregon State University dalam

penelitiannya mendapatkan bahwa gugus prenil flavonoid dikembangkan untuk

pencegahan atau terapi terhadap penyakit-penyakit yang dihubungkan dengan

radikal bebas

Asupan antioksidan diperlukan untuk membantu mengembalikan

ketidakseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan endogen serta

mengurangi kerusakan oksidatif dalam tubuh Salah satu terapi antioksidan yang

digunakan adalah ekstrak kulit buah manggis (Garcinia mangostana L) Kulit

buah manggis memiliki kandungan xanthone yang tinggi sehingga memiliki

kemampuan untuk menangkap radikal bebas Gugus hidroksil (OH) yang dimiliki

oleh xanthone efektif mengikat radikal bebas dengan elektron yang tidak memiliki

pasangan Antioksidan ini bekerja dengan cara memotong reaksi oksidasi berantai

dari radikal bebas atau dengan cara menangkapnya sehingga radikal bebas tidak

akan bereaksi dengan komponen seluler dan kerusakan sel dapat dihindari

Makanan yang kaya antioksidan memegang peran dalam mencegah

penyakit-penyakit kanker dan penyakit penurunan fungsi otak Antioksidan dapat

mengurangi resiko penyakit kronis dan mencegah berbagai penyakit baik dengan

cara meningkatkan pertahanan antioksidan dalam tubuh atau dengan cara

mengkonsumsi makanan yang kaya antioksidan Mengkonsumsi antioksidan yang

ada dalam makanan sehari-hari dapat memberi perlindungan terhadap stres

oksidatif Hundekari et al (2013) mendapatkan perlakuan antioksidan dengan

dosis yang sesuai dapat menurunkan kerusakan oksidatif sehingga efektif untuk

memperbaiki kasus keracunan akut OPs

48

27 Manggis

271 Tumbuhan manggis

Tumbuhan manggis (Garcinia mangostana L) berasal dari Asia Tenggara

dan merupakan tumbuhan fungsional karena hampir semua bagian dari tumbuhan

ini dapat dimanfaatkan sebagai obat Manggis termasuk dalam family Guttiferae

dan merupakan species terbaik dari genus Garcia Buah manggis sering dijuluki

Queen of tropical fruit karena mempunyai rasa enak daging buah putih halus

bentuk buah bagus dan disukai banyak orang (Chaverri et al 2008) Manggis

sering disebut mangostin atau kadang-kadang disebut buah super dengan berbagai

karakteristik seperti rasa aroma kaya nutrisi dan daya antioksidan yang tinggi

Buah manggis (Garcinia mangostana L) merupakan buah yang eksotik

karena memiliki warna yang menarik dan kandungan gizi yang tinggi sehingga

buah manggis memiliki prospek yang cukup baik untuk dikembangkan

(Mardawati et al 2011) Tingkatan taksonomi tanaman manggis adalah sebagai

berikut (Prihatman 2000)

- Kingdom Plantae

- Divisi Spermathophyta (Tumbuhan berbiji)

- Sub Divisi Angiospermae (Berbiji tertutup)

- Kelas Dicotyledonae (Biji berkeping dua)

49

- Ordo Theales

- Famili GuttiferaeClusiaceae

- Genus Garcinia

- Spesies Garcinia mangostana L

Selain sebagai buah yang eksotik manggis juga mengandung berbagai senyawa

yang bermanfaat bagi tubuh seperti triterpenoid mangostin tannin resin

kalsium zat besi dan vitamin B1 Potensi manggis tidak hanya terbatas pada

buahnya saja tetapi juga hampir seluruh bagian tumbuhan manggis menyimpan

potensi yang sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia

Kulit buah manggis mengandung beberapa senyawa yang memiliki

aktivitas farmakologi seperti antiinflamasi antihistamin antibakteri anti penyakit

jantung antijamur bahkan untuk terapi HIV (Chaveri et al 2008) Senyawa

utama kandungan kulit buah manggis yang dilaporkan bertanggung jawab atas

beberapa aktivitas farmakologi adalah golongan xanthone yang meliputi

mangostin mangosterol mangostinon A dan B trapezifolixanthone tovophyllin

B dan beta mangostin garcinon B mangostanol flavonoid epikatekin dan

gartanin136-trihidoksi-7-metoksi-28-bis(3-metil-2-butenil)-9H-xanten-9-on(alfa

mangostin) dan 1367-tetrahidroksi-28-bis (3-metil-2-butenil)-9H-xanten-9-on

(gamma mangostin) yang sangat bermanfaat untuk kesehatan (Qosim 2007)

Kandungan antioksidan manggis banyak terdapat pada kulit buahnya

dikenal sebagai antioksidan yang efektif karena mengandung senyawa biologi

xanthones walaupun dapat juga ditemukan dalam semua bagian manggis baik

pada buah kulit buah kulit kayu maupun daunnya Senyawa xanthone hanya

50

dihasilkan oleh genus garcinia Xanthone memiliki struktur kimia yang unik

terdiri dari sistem aromatik trisiklik (C6-C3-C6) dengan kelompok isoprena

metoksil dan hidroksil terletak pada cincin A dan B sehingga senyawa xanthone

beragam Struktur umum xanthone dapat dilihat pada Gambar 210

Gambar 210

Struktur umum senyawa xanthone (Chaverri et al 2008)

Xanthone termasuk golongan senyawa flavonoid Senyawa ini memiliki

dua cincin benzene dan satu cincin piran Inti xanthone dikenal sebagai 9-

xanthenone atau dibenzo-c-pyrone Xanthone dapat diklasifikasikan ke dalam lima

kelompok yaitu oxygenated xanthone xanthone glycoside prenylated xanthone

xanthonolignoid dan miscellaneous xanthone Menurut Chaverri et al (2008)

terdapat 200 lebih xanthone yang tersedia di alam ini dan 50 diantaranya

terkandung dalam kulit buah manggis

Xanthone memiliki rumus molekul C13H8O2 sehingga memiliki massa

molar sebesar 196191 gram mol Dalam penamaan menurut IUPAC senyawa ini

diberi nama 9H-xanthen-9-one Uji aktivitas antioksidan kulit buah manggis

dengan menggunakan peroksinitrit sebagai radikal bebas diketahui bahwa 8-

hydroxycudraxanthone G gartanin α-mangostin γ-mangostin dan smeath-

xanthone A merupakan komponen yang memiliki aktivitas antioksidan terbesar

51

(Jung et al 2006) Senyawa xanthone yang banyak terdapat pada kulit manggis

yaitu α - dan γ - mangostin (Obolsky et al 2009)

Struktur kimia beberapa turunan xanthone seperti α mangostin β

mangostin dan γ mangostin dapat dilihat pada pada Gambar 211

(Chaivisuthangkura et al 2008)

α mangostin β mangostin γ mangostin

Gambar 211

Struktur Kimia beberapa derivat xanthone

(Chaivisuthangkura et al 2008)

Senyawa-senyawa xanthone juga mempunyai aktivitas antibakteri

melawan S Aureus strain yang resisten terhadap penicillin dan methicillin

aktivitas antifungi melawan F Oxiforum A Tenuls dan D Oryzae (Chomnawang

2007) Garcinia mangostana dan senyawa-senyawa xanthone α-mangostin

mendorong aktivitas antimikroba melawan P acnes dan S epidermis yang

merupakan agen etiologi kritis pada jerawat (Chomnawang et al 2007)

Senyawa alfa-mangostin sebagai turunan xanthone memiliki kemampuan

dalam menekan pembentukan senyawa karsinogen pada kolon Xanthone juga

52

bermanfaat mencegah pertumbuhan sel kanker dan tumor Kemampuan

antioksidannya bahkan melebihi vitamin C dan E yang selama ini dikenal sebagai

antioksidan yang paling efektif (Ummi dan Any 2014) Hasil penelitian Kosem

et al (2007) mendapatkan ekstrak metanol kulit buah manggis mengandung α

mangostin sebesar 2519 g100 g ekstrak

Moongkandi et al (2004) menyatakan kulit buah manggis bermanfaat

penting bagi kesehatan karena kaya akan antioksidan seperti xanthone dan

antosianin Antosianin merupakan salah satu antioksidan kuat yang mampu

mencegah berbagai kerusakan akibat stress oksidatif sehingga mampu melindungi

sel dari radikal bebas Penelitian lain juga mendapatkan bahwa xanthone dari

manggis memiliki aktivitas antioksidan antitumor antiinflamasi antialergi

antifungi dan antibakteri (Suksamrarn et al 2006 dan Chaverri et al 2008)

Garcinia mangostana memiliki aktivitas antioksidan yang signifikan pada

IC50 sebesar 613 μgml juga efektif dalam scavenging radikal bebas dan bisa

mengurangi produksi cytokine sebagai suatu proinflamasi Senyawa xanthone

pada kulit buah manggis merupakan antioksidan tingkat tinggi karena kandungan

antioksidannya 667 kali dari wortel dan 83 kali jeruk (Qosim 2007)

Antioksidan yang terkandung dalam kulit buah manggis didominasi oleh

senyawa fenol yaitu xanthone Kadar xanthone dalam manggis berbeda-beda

tergantung pada kualitas buah yang terbesar didapatkan pada buah dengan kulit

burik atau kasar yakni sebesar 23544 μgg ekstrak sedangkan pada buah besar

dengan kulit mulus mengandung kadar xanthone sebesar 18502 μgg ekstrak

buah kecil sebesar 20434 μgg dan buah dengan kulit mengandung getah kuning

53

15289 μgg ekstrak Xanthone dalam kulit buah yang mengandung getah kuning

berperan dalam mekanisme pertahanan mencegah terjadinya stres akibat serangan

hama atau kerusakan fisik (Arsana 2014)

Xanthone sebagai antioksidan akan memutus rantai reaksi oksidasi radikal

bebas untuk mencegah reaksi oksidasi dengan reaksi reduksi yang melibatkan

hidrogen Keterlibatan hidrogen dalam reaksi-reaksi reduksi dapat menghambat

reaksi oksidasi antara radikal bebas dengan oksigen Kadar Oxygen Radical

Absorbance Capacity (ORAC) dari xanthone mencapai 17000-20000 ORAC per

100 ons kulit manggis lebih besar dari wortel dan jeruk yang kadar ORAC-nya

hanya 300 dan 2400 (Fanany 2013) Manfaat yang demikian besar menyebabkan

xanthone sangat dibutuhkan dalam tubuh sebagai penyeimbang prooksidan

Prenilasi xanthone juga mempunyai efek penghambat terhadap M Tuberculosis

Alfa-mangostin yang merupakan derivat xanthone didapatkan mempunyai potensi

sebagai antimikroba (Suksamrarn et al 2006) Selain itu kulit buah manggis

juga mengandung beberapa senyawa lain seperti yang tertera pada Tabel 23

Tabel 23

Komposisi Tepung Kulit Buah Manggis

Sumber Shahidi 1997 dalam Ummi dan Any 2014

No Komponen Kadar ( bk)

1

Air 900

2 Abu 258

3 Gula 692

4 Protein 269

5 Serat Kasar 3005

6 Lainnya (Tanin lemak dll) 4876

54

272 Ekstrak kulit buah manggis

Ekstrak kulit buah manggis mengandung berbagai senyawa yang diduga

bekerja sebagai antioksidan dengan cara mendonorkan elektronnya kepada radikal

bebas sehingga mencegah terjadinya peroksidasi lipid baik pada tahap inisiasi

propagasi maupun pada tahap terminasi (Middleton et al 2000) Senyawa-

seyawa ini bekerja sebagai sinyal yang akan mengaktivasi nuclear factor

erythroid 2- related factor 2 (Nrf2) yang terikat pada Kelch-like ECH-associated

protein-1 (Keap1) dalam sitoplasma sehingga mengalami disosiasi dan translokasi

menuju nukleus Dalam nukleus Nrf2 berasosiasi pada bagian promoter gen yang

disebut Antioxidant Respone Element (ARE) sehingga memicu ekspresi gen

penyandi antioksidan Senyawa yang terkandung dalam ekstrak kulit buah

manggis disamping bekerja sebagai antioksidan dengan cara mendonorkan

elektronnya kepada radikal bebas juga dapat menstimulasi ekspresi gen penyandi

antioksidan melalui aktivasi Nrf2 Salah satu stimulan tersebut adalah golongan

fenol (Inoue 2001) Ekstrak kulit buah manggis dapat mengatur aktivitas catalase

dalam aktivitasnya sebagai scavenger H2O2 atau mengatur gen Nrf-2 (Bartz et

al 2010) Hal ini sesuai dengan yang didapatkan dalam penelitian

Weecharangsan et al (2006) aktivitas ekstrak air dan ekstrak etanol kulit buah

manggis berperan sebagai scavenger H2O2

Skrining fitokimia dilakukan untuk memberikan gambaran tentang

golongan senyawa yang terkandung dalam ekstrak etanol kulit buah manggis

Hasil uji skrining fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak etanol kulit buah

manggis mengandung senyawa golongan alkaloid triterpenoid saponin

55

flavonoid tannin dan polifenol (Kristianti et al 2008) Polifenol adalah senyawa

fenolik yang memiliki lebih dari satu gugus hidroksil (OH) golongan senyawa ini

terdapat pada berbagai jenis tumbuhan yang mempunyai berbagai macam aktivitas

biologi salah satunya adalah aktivitas antioksidan (Scalbert et al 2005)

Polifenol banyak ditemukan dalam buah-buahan sayuran dan biji-bijian

yang merupakan sumber antioksidan alami Senyawa polifenol terdiri dari

beberapa subkelas yakni flavonol isoflavon (dalam kedelai) flavanon

antosianidin katekin dan biflavan Semua polifenol mampu menjadi perangkap

oksigen dan radikal alkil dengan memberikan donor elektron sehingga terbentuk

radikal fenoksil yang relatif stabil (Mokgope 2006) Senyawa-senyawa polifenol

alami secara langsung sebagai scavenger SOR dan secara tak langsung melindungi

aktivitas beberapa enzim sehingga berpotensi meningkatkan antioksidan endogen

(Masella et al 2005) Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Martin et al

(2010) yang mendapatkan CPE (cocoa polyphenolic extrac) yang mengandung

senyawa-senyawa flavonoid seperti katecin epikatecin dan prosianidin

meningkatkan aktivitas GPx dan glutation reduktase (GR) Senyawa-senyawa ini

mereduksi produksi SOR dan mengatur aktivitas antioksidan enzim Peningkatan

aktivitas enzim antioksidan dapat digunakan sebagai terapi penyakit-penyakit

yang disebabkan oleh stress oksidatif

Senyawa fenol sebagai antioksidan tergantung dari beberapa faktor seperti

ikatan gugus hidroksil pada cincin aromatik posisi ikatan posisi hidroksil bolak

balik pada cincin aromatik dan kemampuannya dalam memberi donor hidrogen

atau donor elektron serta kemampuannya dalam memerangkap radikal bebas (free

56

radical scavengers) Palakawong et al (2010) mendapatkan daya antioksidan

ekstrak kulit buah manggis sebesar 594 microgml yang dianalisis dengan metode

DPPH Ekstrak kulit manggis mengandung total fenol yang cukup tinggi yaitu

sebesar 4112 mgg dengan aktivitas antioksidannya sebesar 8442 (Dyahnugra

et al 2015) Ekstrak etanol kulit buah manggis menunjukkan aktivitas yang

signifikan dalam menghambat pembentukan 50 radikal menghambat radikal

superoxide (O2-) mereduksi produksi ROS dan dapat menangkap radikal

hidroksil (OH-) (Chomnawang et al 2007)

Senyawa flavonoid adalah senyawa-senyawa polifenol yang memiliki 15

atom karbon (C6-C3-C6) terdiri dari dua cincin benzena yang dihubungkan

menjadi satu oleh rantai linier yang terdiri dari tiga atom karbon Flavonoid

dalam ekstrak kulit buah manggis berperan membasmi radikal bebas dengan

berbagai cara misalnya dengan menghambat enzim yang bertanggung jawab

memproduksi anion superoksida yaitu xantin oksidase ada juga dengan

menyumbangkan elektronnya ke radikal superoksida atau radikal lipid agar stabil

(Smith et al 2005)

Ekstrak kulit buah manggis baik dengan pelarut air etanol 50 etanol

95 dan etil asetat menunjukan aktivitas antioksidan dan neuroprotektif

(Weecharangsan et al 2006) Kapasitas antioksidan ekstrak air dan etanol 50

diuji dengan metoda DPPH didapatkan masing-msing sebesar 3498 dan 3076

Kapasitas antioksidan ekstrak ini sudah dicobakan pada sel neuroblastoma

(NG108-15) yang terpapar hidrogen peroksida (H2O2) kedua ekstrak ini

memperlihatkan aktivitas neuroprotektif dengan konsentrasi 50 lgmL Aktivitas

57

neuroprotektif ekstrak etanol 50 kulit buah manggis lebih tinggi dibandingkan

dengan ekstrak air Ekstrak etanol kulit buah manggis juga mempunyai aktivitas

antioksidan yang signifikan sebagai penghambat pembentukan radikal DPPH

(Chomnawang et al 2007)

Ekstrak kulit buah manggis diketahui memiliki daya antioksidan sangat

kuat hal ini dibuktikan dengan menggunakan fraksi pelarut metanol etanol dan

etil asetat semuanya memiliki daya antioksidan EC50 kurang dari 50 Fraksi

metanol mempunyai nilai EC50 yang paling kecil dibanding dengan kedua

fraksi lainnya masing-masing 800 mgL 926 mgL dan 2948 mgL ini berarti

fraksi metanol mempunyai aktivitas antioksidan yang lebih besar dibandingan

dengan fraksi etanol dan etil asetat (Mardawati et al 2011) Hal ini didukung

oleh Li dan Xu (2015) yang menyatakan ekstrak metanol kulit buah manggis

mempunyai aktivitas antioksidan yang kuat karena kandungan polifenolnya sangat

tinggi

Senyawa fenol banyak ditemukan pada berbagai tanaman Senyawa ini

telah dieksploitasi secara intensif karena selain berfungsi sebagai antioksidan juga

memiliki berbagai fungsi biologi seperti anti mutagenik dan anti karsinogenik

Antioksidan alami yang terdapat dalam tanaman akan meredam radikal bebas

yang berbahaya dari tubuh Senyawa-senyawa polifenol dari tanaman seperti

flavonoid digambarkan sebagai peredam SOR Ekstrak kulit buah manggis dapat

mengurangi produksi SOR intrasel secara signifikan yang ditentukan dengan 27-

dichlorofluorescein diacetate (DCFH-DA) dalam SKBR3 saluran sel

(Moongkarndi et al 2004) Aktivitas radikal hidroksil (HO-) diperangkap oleh

58

xanthone yang diisolasi dari beberapa ekstrak kulit buah manggis (Chin et al

2008) Xanthone dapat diklasifikasikan ke dalam lima kelompok yaitu

oxygenated xanthone xanthone glycoside prenylated xanthone xanthonolignoid

dan miscellaneous xanthone Saat ini sekitar 1000 xanthone berbeda telah

diketahui (Chaverri et al 2008)

Kulit buah manggis mengandung 90 xanthone terutama α dan β

mangostin yang disebut panaxanthone dapat memulihkan sistem pertahanan

antioksidan endogen seperti aktivitas SOD GPx dan kadar GSH secara invitro

dan in vivo memecah langsung SOR untuk mengurangi penipisan GSH dan

meghambat peroksidasi lipid Efek protektif α mangostin diduga terhadap stress

oksidatif dimediasi melalui jalur Nrf2 (Jung et al 2006) Ekstrak kulit buah

manggis dapat menurunkan MDA meningkatkan SOD dan GPx pada tikus yang

mengalami peningkatan MDA serta penurunan SOD dan GPx karena perlakuan

latihan (Arsana 2013) Hal yang sama didapatkan oleh Sudjarwo dan

Koerniasari (2015) bahwa pemberian ekstrak kulit buah manggis dapat

meningkatkan aktivitas GPx dan SOD ginjal tikus yang menurun karena diberi

perlakuan logam berat timbal mungkin disebabkan oleh kemampuan ekstrak

kulit buah manggis mengurangi akumulasi radikal bebas

Skrining fitokimia ekstrak kulit manggis juga menunjukkan bahwa kulit

buah manggis mengandung senyawa metabolit sekunder berupa golongan alkaloid

saponin tanin polifenol dan flavonoid (Poeloengan dan Praptiwi 2010)

Saponin merupakan zat aktif yang dapat meningkatkan permeabilitas membran

sehingga terjadi hemolisis sel Apabila saponin berinteraksi dengan sel bakteri

59

maka bakteri tersebut akan rusak atau lisis sedangkan flavonoid merupakan

kelompok senyawa fenol yang mempunyai kecenderungan untuk mengikat

protein sehingga mengganggu proses metabolisme bakteri tersebu Senyawa-

senyawa fenolik dapat bereaksi dengan senyawa oksigen reaktif disebabkan

oleh satu atau dua gugus hidroksil pada cincin aromatik dapat berperan sebagai

donor hidrogen (Dungir et al 2012)

Tanin dalam konsentrasi rendah mampu menghambat pertumbuhan

bakteri sedangkan pada konsentrasi tinggi mampu bertindak sebagai antibakteri

dengan cara menggumpalkan protoplasma bakteri sehingga terbentuk ikatan yang

stabil dengan protein bakteri Selain itu pada saluran pencernaan tanin mampu

mengeliminasi toksin (Poeloengan dan Praptiwi 2010)

Flavonoid merupakan golongan senyawa yang mempunyai kemampuan

sebagai antioksidan Flavonoid juga berperan mengaktifkan enzim kunci dalam

respirasi mitokondria dan melindungi sel neuron sehingga mencegah stres

oksidatif dan kerusakan jaringan Asupan flavonoid berperan sebagai

neuroprotektif berpotensi melindungi neuron dari neurotoksin meningkatkan

fungsi memori pembelajaran dan kognitif (Spencer 2009)

Uji daya antioksidan ekstrak kulit manggis buah dilakukan oleh Lin et al

(2014) menggunakan DPPH Radikal bebas DPPH (DPPHbull) mungkin akan

ditangkap oleh antioksidan dengan memberikan atom hidrogen (Hbull) membentuk

molekul stabil DPPH-H mekanismenya seperti tampak pada Gambar 212

Gambar ini menunjukkan reaksi antara γ-mangostin dengan DPPH akan

menghasilkan senyawa yang stabil sehingga tidak akan terjadi reaksi rantai yang

60

akan menghasilkan radikal-radikal lain yang lebih reaktif Dalam molekul γ-

mangostin gugus ortho-dihidroksil menjadi homolysis menghasilkan radikal

hidrogen (Hmiddot) dan radikal γ-mangostinmiddot (I) Hmiddot kemudian bergabung dengan

DPPHmiddot membentuk molekul DPPH-H dan radikal γ-mangostin menjadi (II)

yang selanjutnya dapat menghasilkan radikal hidrogen (Hmiddot) melebihi yang

diperlukan oleh radikal DPPH (DPPHmiddot) untuk membentuk quinone (III) Hasil ini

mengindikasikan bahwa ekstrak kulit buah manggis sebagai sumber antioksidan

yang baik dengan cara mendonasikan elektron kepada radikal bebas untuk

membentuk produk stabil sehingga tidak menimbulkan reaksi berantai

Gambar 212

Reaksi γ mangostin dengan DPPH sebagai radikal bebas

Lin et al (2014)

61

62

63

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pestisida...pestisida menginduksi produksi serotonin dan histamin, sebagai hormon yang memicu reaksi alergi dan dapat menimbulkan senyawa baru yang lebih

10

cenderung memakai pestisida bukan atas dasar indikasi untuk pengendalian hama

namun mereka menjalankan cara cover blanket system yaitu ada ataupun tidak ada

hama tanaman tetap disemprot dengan pestisida Penggunaan pestisida oleh

petani dilakukan dengan mencampur beberapa macam bahkan dicampur dengan

pupuk

Penggunaan pestisida pada beberapa daerah pusat pertanaman sayur baik

di dataran tinggi maupun dataran rendah di pulau Jawa Bali dan Sumatra dari

tahun ke tahun meningkat dalam hal dosis cara pemakaian frekuensi penggunaan

maupun jenis yang dipergunakan Interval penyemprotan pada pertanaman

kentang tomat dan kubis dapat mencapai 4 ndash 5 hari sekali atau antara 12 ndash 15 kali

penyemprotan selama satu musim tanam Penyemprotan justru lebih intensif

dilakukan mendekati waktu panen dengan tujuan memperoleh hasil yang

berkualitas Penggunaan pestisida yang demikian merupakan ancaman tidak

hanya bagi lingkungan tetapi juga bagi manusia yang terpapar baik petani

penyemprot maupun konsumen Setiap tahun terjadi 1-5 juta kasus keracunan

pada pekerja pertanian dan 80 dari jumlah ini terjadi di negara berkembang

dengan tingkat kematian sebesar 55 atau sekitar 220000 jiwa (WHO 2014)

Pestisida dapat dikelompokkan berdasarkan 1) organisme target seperti

insektisida (pembasmi serangga) herbisida (pembasmi gulma) rodentisida

(pembasmi tikus) 2) berdasarkan kandungan senyawa kimianya seperti

organofosfat organoklorin dan karbamat dan yang paling aman bagi lingkungan

adalah organofosfat (Salvador et al 2008) Efek toksisitas bahan aktif dalam

11

pestisida umumnya tidak spesifik sehingga dapat mempengaruhi organisme non

target manusia maupun lingkungan dan ekosistem secara keseluruhan

Salah satu populasi yang berisiko untuk mengalami keracunan pestisida

dengan dampak negatif jangka panjang adalah petani sayur di daerah pertanian

terutama di dataran tinggi karena kondisi suhu rendah dan kelembaban tinggi

sangat baik untuk tumbuh dan berkembangnya hama dan penyakit tanaman

Kondisi ini menyebabkan penggunaan pestisida menjadi sangat intensif Dinas

Kesehatan Propinsi Jawa Tengah bekerjasama dengan Asosiasi Industri

Perlindungan Tanaman Indonesia (AIPTI) menyatakan telah terjadi 70 kasus

keracunan petani di Brebes yang menggunakan pestisida Petani sayur dan buah

di Kota Batu Malang Jawa Timur mengalami keracunan pestisida sebanyak

958 yang dilihat melalui pengukuran kadar kolinesterase darah Hasil

pemeriksaan kolinesterase darah pada petani di Kabupaten Magelang pada tahun

2006 dengan jumlah sampel yang diperiksa 550 orang menunjukkan terdapat

keracunan sebanyak 998 dengan rincian keracunan berat 182 keracunan

sedang 7273 dan keracunan ringan 89 (Afriyanto 2012)

Penggunaan pestisida yang tidak dikelola dengan baik dapat berdampak

negatif bagi petani penyemprot dan keluarganya Petani penyemprot terpapar

pestisida secara langsung saat mencampur dan memegang alat penyemprot selama

penyemprotan berlangsung Penyemprotan juga dapat mencemari tanah perairan

air minum makanan dan rokok di sekitar tempat penyemprotan Konsumen juga

dapat terkena dampak negatif dari pestisida

12

Pestisida masuk ke dalam tubuh melalui pernafasan absorpsi melalui kulit

dan melalui mulut Pestisida yang masuk melalui mulut akan bercampur dengan

ludah yang mengandung enzim masuk ke lambung kemudian ke usus halus dan

seterusnya sampai terbuang melalui usus besar proses absorpsi melalui mukosa

usus kemudian mengalir mengikuti sistem sirkulasi darah Absorpsi pestisida

melalui kulit akan menembus epidermis masuk ke dalam kapiler darah dan

terbawa ke paru-paru dan organ vital lain seperti otot dan otak (Suwindre 1993

dalam Rustia 2010) Pestisida yang masuk ke dalam tubuh mengakibatkan aksi

antara molekul yang terdapat dalam pestisida dengan sel dalam tubuh yang

bereaksi secara spesifik maupunnon spesifik Pestisida dapat merusak

keseimbangan antara prooksidan dan antioksidan dalam tubuh dan menyebabkan

terjadinya peroksidasi lemak di dalam membran lemak

Pestisida dalam tubuh dapat meracuni manusia melalui mekanisme a)

mempengaruhi kerja enzim dan hormon yaitu dapat menonaktifkan aktivator

sehingga enzim atau hormon tidak dapat bekerja dan b) merusak jaringan karena

pestisida menginduksi produksi serotonin dan histamin sebagai hormon yang

memicu reaksi alergi dan dapat menimbulkan senyawa baru yang lebih toksik

(Bolognesi 2003) Pernyataan ini didukung oleh Diamanti dalam Suhartono

(2008) bahwa pestisida tergolong sebagai endocrine discrupting chemicals

(EDCs) yaitu bahan kimia yang mengganggu sintesis sekresi transport

metabolisme pengikatan dan eliminasi hormon-hormon yang berfungsi menjaga

homeostasis reproduksi dan proses tumbuh kembang

13

Pestisida dalam tubuh yang didistribusikan dan disimpan di dalam jaringan

lemak dapat mengalami biotransformasi dapat juga dijumpai dalam darah serta

dikeluarkan melalui urine Pestisida dapat mengakibatkan efek sistemik dan efek

lokal bagi penggunanya Efek sistemik terjadi apabila pestisida tersebut masuk

ke seluruh tubuh melalui peredaran darah sedangkan sedangkan efek lokal terjadi

di bagian tubuh yang terkena pestisida Senyawa aktif dalam pestisida diketahui

dapat meningkatkan produksi species oxygen reactive (SOR) atau reaktif oksigen

spesies (ROS) sehingga memberikan efek toksik (El-Gendy et al 2010)

Keracunan pestisida yang kronis dapat ditemukan sebagai kelainan saraf

dan perilaku serta berdampak mutagenitas Yuantari (2011) menyatakan paparan

pestisida yang bertahun-tahun menyebabkan masalah pada ingatan sulit

berkonsentrasi perubahan kepribadian kelumpuhan bahkan kehilangan

kesadaran dan koma Keracunan kronis juga berdampak pada organ paru-paru

hati lambung dan usus

211 Pestisida organofosfat (OPs)

Organofosfat (OPs) adalah nama umum ester dari asam fosfat Ester-ester

dari organofosfat atau karbamat banyak digunakan sebagai pestisida insektisida

bahan obat-obatan untuk gangguan kesehatan seperti glaukoma infeksi parasit

dan penyakit alzaimer OPs bisa diabsorpsi melalui absorpsi kulit atau mukosa

atau parenteral per oral inhalasi dan juga injeksi (Elersek dan Filipic 2012)

Pestisida OPs penggunaannya sangat luas di dunia demikian juga di

Indonesia petani umumnya menggunakan pestisida golongan ini baik untuk

pertanian pertamanan dalam rumah tangga dan kesehatan Pestisida OPs dan

14

karbamat paling banyak beredar dan digunakan dalam pengendalian hama

penyakit tanaman secara terpadu karena cepat membunuh hama dan relatif aman

bagi lingkungan Pestisida yang termasuk golongan OPs antara lain mefinofos

(fosdrin) paration monokrotofos (azodrin) dikrotofos fosfamidon diklorfos

etion fention dan diazinon metil paration dan profenofos yang tergolong

karbamat di antaranya metomil (Plianbangchang et al2008)

Penggolongan OPs dapat juga berdasarkan dosis mematikan atau daya

racun dari senyawa tersebut terdiri dari klas I a daya racunnya sangat tinggi klas

I b daya racunnya tinggi klas II terdiri dari senyawa organofosfat dengan daya

racun sedang dan klas III daya racunnya ringan (WHO 2009) Berdasarkan

penggolongan ini 40 dari 23 bahan aktif pestisida OPs termasuk klas I a yaitu

daya racunnya sangat tinggi dan ekstrim namun sampai saat ini masih sangat

diperlukan sebagai sarana peningkatan produksi di bidang pertanian dan perikanan

juga untuk peningkatan kualitas kesehatan

OPs bersumber dari H3PO4 (asam fosfat) yang mempunyai sifat sebagai

berikut a) Efektif terhadap serangga yang resisten terhadap hidrokarbon

organoklorin b) Tidak menimbulkan kontaminasi terhadap lingkungan untuk

jangka waktu yang lama c) Kurang mempunyai efek yang lama terhadap

organisme non target d) Lebih toksik terhadap hewan-hewan organisme

bertulang belakang jika dibandingkan dengan organoklorin e) Mempunyai cara

kerja menghambat fungsi enzim kolinesterase (Afriyanto 2012)

Keracunan OPs pada sistem respirasi mengakibatkan bronkokonstriksi

dengan sesak nafas dan peningkatan sekresi bronkus Pada umumnya gejala ini

15

timbul dengan cepat dalam waktu 6-8 jam tetapi bila paparan berlebihan dapat

menimbulkan kematian dalam beberapa menit Senyawa dari golongan pestisida

ini berkerja menghambat aktivitas enzim kolinesterase yang dapat berakibat fatal

dengan gejala antara lain sakit kepala pusing-pusing lemah pupil mengecil

gangguan penglihatan dan sesak nafas mual muntah kejang pada perut dan diare

sesak pada dada dan detak jantung menurun (Jakob et al 2002) Paparan

subkutan umumnya membutuhkan waktu lebih lama untuk menimbulkan tanda

dan gejala OPs dikenal sebagai neurotoksik terhadap mamalia karena

menghambat enzim asetilkolinestester (AChE) yang mengkatalisis hidrolisis

asetilkolin (ACh) yaitu suatu neurotransmitter sehingga akan terakumulasi

212 Toksisitas OPs

Risiko paparan pestisida OPs sangat tinggi pada pekerja pertanian dan

pekerja pada industri kimia seperti pedagang bahan kimia dan pestisida

Mekanisme masuknya racun pestisida tersebut dapat melalui kulit luar mulut dan

saluran makanan serta melalui saluran pernapasan Laju absorpsi OPs melalui

kulit dipengaruhi oleh bagian kulit yang terkena seperti paration akan lebih cepat

masuk melalui kulit di kepala dan leher dibandingkan dengan kulit di tangan dan

lengan (Subash et al 2010) OPs yang terserap selanjutnya akan terakumulasi

dengan cepat dalam lemak hati ginjal dan kelenjar ludah

Saluran cerna merupakan salah satu jalur utama penyerapan toksikan

selain paru-paru dan kulit (Juhryyah 2009) Toksikan dapat merusak permukaan

internal dari traktus gastrointestinal dan memperlambat bahkan menghentikan

peristaltik usus sehingga menyebabkan terjadinya penyerapan toksikan tersebut

16

(Manahan 2003) Apabila paparan toksikan pada sel berlangsung cukup lama dan

konsentrasi tinggi sel akan mencapai suatu titik dimana sel tidak dapat lagi

mengkompensasi toksikan tersebut dan tidak dapat melanjutkan metabolisme

Perubahan yang reversibel akan menjadi irreversibel yaitu terjadinya kematian

sel Proses kematian sel dapat terjadi secara apoptosis dan nekrosis

Tanda dan gejala awal toksisitas organofosfat adalah stimulasi berlebihan

kolinergenik pada otot polos dan reseptor eksokrin muskarinik yang meliputi

miosis gangguan perkemihan diare defekasi eksitasi dan salivasi (Rustia et al

2010) Toksisitas OPs berpengaruh pada berbagai sistem dalam tubuh termasuk

hematologi dan perubahan biokimia (Kalender et al 2005) Selain itu terjadinya

stress oksidatif menunjukkan bahwa pestisida memberi efek sitotoksik (Khan dan

Kour 2007)

Toksisitas OPs dipengaruhi oleh struktur kimia metabolisme dalam

tubuh target dosis cara aplikasi tingkat dekomposisi dan cara masuknya ke

organisme Struktur umum dari organofosfat dapat dilihat pada Gambar 21

Gambar 21

Struktur umum organofosfat (Herljac 2009)

17

R1 dan R2 merupakan metil etil atau isopropil dan X merupakan suatu

gugus dapat pergi (leaving group) biasanya berupa substitusi nukleofilik oleh

oksigen dari serin pada sisi aktif protein target Variasi X tergantung dari jenis

OPs (Mangas et al 2016) Unsur yang berikatan rangkap dengan fosfor (P)

dapat berupa oksigen (untuk pestisida paraokson) dapat juga berupa sulfur (S)

untuk pestisida parathion

OPs menghambat fungsi berbagai ester karboksilat hidrolase seperti

asetilkolinesterase plasma dan karboksilesterase hepar paraoksonase dan esterase

yang lain dalam tubuh (Soltatinejad dan Abdollahi 2009) Bagian lipofilik dari

pestisida organofosfat akan berinteraksi dengan membran sel dan mengacaukan

struktur fosfolipid dualapis Kemampuan toksisitas utama dari OPs adalah

menghambat aktivitas enzim kolinesterase dalam darah yang berfungsi mengatur

kerja saraf (neurotransmiter) selanjutnya akan mengaktifkan reseptor kolinergik

Mekanisme toksisitas OPs membentuk ikatan kovalen organofosforilasi

dengan esterase dari kolinesterase menghasikan enzim terfosforilasi yang sangat

sulit dipecah sehingga aktivitasnya terhambat Mekanisme ini ditunjukan pada

Gambar 22 Mekanisme penghambatan AChE adalah terbentuk ikatan antara

satu hidroksil dari gugus serin dalam pusat esteratik AChE dengan fosfor dari

OPs yang membentuk kompleks enzim-inhibitor yang reversibel selanjutnya

terjadi fosforilasi serin secara kovalen (Pohanka 2011) Apabila kolinesterase

terikat maka enzim ini tidak dapat melaksanakan fungsinya terutama meneruskan

pengiriman perintah kepada otot-otot tertentu sehingga otot-otot senantiasa

bergerak tanpa dapat dikendalikan

18

Gambar 22

Ikatan OP pada sisi aktif AChE Reaksi Fosforilasi AChE

(Hreljac 2009)

Efek toksik dari pestisida OPs dapat menimbulkan kejang otot dan paralisis

(lumpuh) terjadinya kelainan hematologi meningkatkan kadar SGOT dan SGPT

dalam darah (Jaga dan Dharmani 2003) Toksisitas OPs dalam tubuh berupa 1)

neurotoksisitas 2) molekul target bukan neuron 3) imunotoksisitas 4)

genotoksisitas dan karsinogenitas (Elersek dan Filipic 2012)

213 Neurotoksisitas OPs

Mekanisme toksisitas OPs umumnya dimulai dengan menghambat

aktivitas enzim asetilkolinesterase (AChE) yang menyebabkan asetilkolin (ACh)

tidak dapat terhidrolisis menjadi kolin dan asam asetat sehingga ACh

terakumulasi dalam sistem saraf yang menyebabkan mobilitas limposit dan

19

sitotoksisitas meningkat Penghambatan AChE oleh OPs disebabkan oleh

terjadinya reaksi fosforilasi akibat lepasnya gugus fosfat dari senyawa OPs

kemudian membentuk ikatan kovalen dengan AChE sehingga menghambat

aktivitasnya (Manal dan Lobna 2006) seperti tampak pada Gambar 22

Hidrolisis secara spontan OPs dari sisi aktif ini berlangsung sangat lambat

kadang-kadang irreversible sehingga menghasilkan efek beracun dalam jangka

panjang

Aktivitas enzim AChE yang terhambat menyebabkan asetilkolin (ACh)

terakumulasi di dalam sistem saraf yaitu pada kantung-kantung sinaptik sehingga

terjadi aktivasi reseptor kolinergik (muskarinik atau nikotinik) Akumulasi

asetilkolin menyebabkan overstimulasi dari reseptor dan jika keracunan

organofosfat tetap tidak diobati akan menyebabkan kematian Mekanisme ini

berlaku bagi organisme berdarah panas sehingga manusia juga mudah keracunan

OPs (Bajgar 2004) Hambatan dari enzim tersebut menyebabkan ACh tertimbun

pada sinaps yang terletak diantara saraf dan otot (neuromuscular junction)

Akumulasi ACh menyebabkan depolarisasi persisten pada otot rangka

mengakibatkan kelemahan dan fasikulasi Akumulasi asetilkolin yang terjadi

pada sistem saraf otonom dapat menyebabkan diare uriniterase tanpa sadar

bronko konstriksi dan miosis (Rustia et al 2010)

Efek toksik OPs berupa gejala neurologi dengan target primer

kolinesterase Penghambatan kolinesterase terjadi secara progresif oleh OPs

karena terjadi fosfilasi (fosforilasi atau fosfonilasi) pada sisi aktif serin dari

kolinesterase (Ser198 BChE dan Ser 200 untuk AChE pada manusia) Seperti

20

tampak pada Gambar 22 terjadi fosforilasi pada sisi aktif serin membentuk anion

intermediate yang pada proses aging mengalami dealkilasi membentuk anion

fosfonil yang stabil kemudian akan menghambat AChE secara irreversible

Enzim yang terfosforilasi ini tidak mampu lagi menghidrolisis ACh sehingga

tertimbun pada tempat-tempat reseptor ACh yang tertimbun ini menyebabkan

terjadi stimulasi berlebihan dan selanjutnya mengganggu pengiriman antara sistem

saraf pusat dan saraf tepi

OPs dalam tubuh selain mengalami forforilasi yang menyebabkan

neurotoksik dapat juga mengalami detoksikasi secara alami oleh enzim

karboksilase atau glutation transferase seperti tampak pada Gambar 23

Neurotoksik terjadi bila OPs berikatan dengan AChE BChE dan esterase yang

lain

Gambar 23

Toksikasi dan detoksikasi OPs

(Mangas et al 2016 )

21

Petani yang terpapar oleh pestisida OPs dapat mengalami penghambatan

Aktivitas AChE peningkatan reaksi Thiobarbituric Acid dan penurunan

kemampuan plasma darah dalam penyerapan besi (Fe) Dasar patofisiologi gejala

klinis dari keracunan OPs adalah inaktifasi dari enzim AChE pada sekeliling

nicotinic and muscarinic pada sistem saraf pusat central nervous system (CNS)

dan pada neuromuscular junction (Gagandeep dan Dheeraj 2009) Penghambatan

OPs secara ireversibel pada kedua muskarinik dan nikotinik dapat mempengaruhi

central nervous system (CNS) (Hundekari et al 2013) OPs sebagai anti-

kolinesterase akan memblok asetilkolinesterase sehingga asetilkolin terakumulasi

dalam saraf tepi yang dapat menimbulkan pengaruh neurotoksik seperti kontraksi

otot secara kontinyu Nilai normal aktivitas kolinesterase untuk laki ndash laki sebesar

4620 ndash 11500 Ul dan nilai normal untuk perempuan sebesar 3930 - 10800 Ul

Bila dibawah nilai normal menunjukkan adanya keracunan darah yang

diakibatkan oleh pestisida OPs

OPs di dalam sel darah merah akan mempengaruhi AChE dan di dalam

plasma darah akan mempengaruhi pseudokolinesterase OPs akan terikat di

dalam sinapsis melalui proses fosforilasi bagian ester anion dari enzim AChE

ikatan ini sangat kuat dan irreversible (Raini 2007) Keracunan akut dari OPs

pada manusia menyebabkan kelemahan otot paralisis disorientasi serta kematian

akibat paralisis otot pernafasan Efek neurotoksisitas organofosfat tidak selalu

muncul mendadak Neurotoksisitas lambat (delayed neurotoxicity) dapat

dihasilkan oleh sejumlah ester organofosfor yang diklasifikasikan sebagai

aksonopati Efek ini bisa ditimbulkan oleh dosis tunggal yang besar ataupun dosis

22

akumulasi Neurotoksisitas yang terjadi lambat ini disebut organophosphorus

ester-induced delayed neuropathy (OPIDN) OPIDN tidak terjadi secara

mendadak tetapi butuh waktu antara 7-10 minggu untuk timbulnya degenerasi

aksonal OPIDN adalah suatu sindrom gejala toksisitas yang disebabkan oleh OPs

berupa melemahnya otot-otot pada tangan dan kaki terganggunya keseimbangan

dan bisa menjadi lumpuh yang muncul 4-21 hari setelah paparan OPs Molekul

target OPIDN adalah enzim dalam sistem saraf yang disebut neuropathy target

esterase (NTE) yang dapat digunakan sebagai biomarker OPIDN (Lotti dan

Moretto 2009) OPs menghambat AChE dengan efektif pada neuromuscular

junctions dalam sistem saraf tepi dan saraf pusat Selain neurotoksisitas efek

buruk paparan OPs juga dapat mengubah fungsi tubuh lainnya

Katagori keracunan pestisida dilihat dari aktivitas AChE dengan metode

Tintometer Kit 1) Normal gt 75 2) Keracunan ringan 75 - 50 3)

Keracunan sedang 50 - 25 dan 4) Keracunan berat lt 25 Jika penurunan

aktivitas kolinesterase mencapai 25 dari nilai normalnya (dalam katagori

keracunan ringan) maka pekerja harus dijauhkan dari paparan pestisida dan baru

diizinkan kembali bekerja dengan pestisida jika aktivitas kolinesterasenya menjadi

80 atau lebih dari nilai normal

Prinsip reaksi interaksi antara enzim-fosfat adalah 1) fosforilasi enzim 2)

kebalikan penghambatan dan 3) aging (pemeraman) Karakteristik fosforilasi

enzim adalah pembentukan ikatan kimia antara atom fosfor dari OPs dengan atom

oksigen gugus hidroksil dari serin pada pusat katalitik AChE Reaksi antara OP-

23

AChE ini hampir sama atau dapat disamakan dengan reaksi antara AChE-AChE

Reaksi fosforilasi ini dapat dilihat pada Gambar 24

Gambar 24

Reaksi fosforilasi antara AChE dan OP

(Patočka et al 2005)

Enzim AChE terfosforilasi yang terbentuk sangat stabil lain halnya dengan enzim

terasetilasi yang sangat tidak stabil dengan waktu paruh hanya dalam millisecond

Penghambatan AChE oleh senyawa OPs terutama nerve agent bersifat

irreversible Reaksi penghambatan yang reversal seperti Gambar 25

berlangsung sangat lambat sehingga merupakan penghambatan OPs bukan

penghambatan substrat AChE

Gambar 25

Hambatan reversal

(Patočka et al 2005)

Reaktivasi secara spontan merupakan kombinasi dari dua proses paralel

yaitu defosforilasi dan aging Aging adalah pembentukan fosforilasi irreversible

penuh sehingga terjadi dealkilasi dari OO-dialkyl-phosphorylated atau O-alkyl-

phoshonylated enzim Age enzym ini tidak dapat reaktif lagi oleh reaktivator

untuk penghambatan AChE oleh OPs Proses aging digambarkan sebagai

24

dealkilasi dari fosforil menghasilkan muatan negatip yang stabil karena

berinteraksi dengan katalitik His 440 Proses aging menghambat defosforilasi

secara irreversible dan hanya sebagian dari enzim menjadi reaktif Reaksi aging

dapat dilihat pada Gambar 26

Gambar 26

Proses aging

(Patočka et al 2005)

Proses reaktivasi dapat terjadi pada enzim terfosforilasi yang belum

mengalami proses aging Mekanisme ini digunakan dalam pengobatan penyakit

yang berhubungan dengan keracunan OPs seperti alzaimer menggunakan oksim

salah satunya adalah pralidoksim Mekanisme reaksi reaktivasi ini dapat dilihat

pada Gambar 27

Pralidoksim dapat berperan sebagai reaktivator dimana terjadi reaksi

antara pralidoksim dengan OPs yang terikat pada sisi aktif serin sehingga ikatan

enzim AChEndashOPs putus dan enzim AChE kembali aktif Pralidoksim juga dapat

sebagai catalytic scavenger dimana pralidoksim dengan cepat memblok OPs

sehingga OPs tidak dapat berikatan dengan enzim AChE Hasil penelitian

Hundekari et al 2013 mendapatkan treatment atropin dengan pralidoksim dapat

menurunkan MDA yang meningkat oleh paparan OPs dan meningkatkan aktivitas

AChE yang turun oleh paparan OPs

25

Gambar 27

Reaktivasi enzim AChE

(Bharathi et al 2014)

214 Toksisitas OPs terhadap fungsi tubuh selain saraf

OPs selain mempengaruhi saraf (menghambat asetilkolinesterase) juga

mempengaruhi fungsi tubuh yang lain seperti menghambat karboksilase yang

merupakan bagian dari metabolisme xenobiotic Metabolisme xenobiotic

dipengaruhi melalui atom sulphur dari desulfurasi dalam metabolisme fase I

menghambat lipase yang berperan penting dalam cell signalling juga memblok

pembentukan metabolik berbagai substansi (Quistad et al 2006)

OPs juga memicu hypoxia karena terganggunya pusat pernafasan

melemahnya otot-otot pernafasan dan berpengaruh pada paru-paru

(bronchospasm dan bronchorrhoea) dan akhirnya menyebabkan kegagalan

26

pernafasan (Lopez et al 2008) OPs pada tikus menyebabkan apnea sentral fatal

yang memicu berbagai disfungsi pulmoner melalui efek langsung terhadap

Central Respiratory Oscillator (CRO) dan inhibisi umpan balik CRO Gejala

keracunan akut OPs sesuai dengan tempat terakumulasinya ACh dalam

organisme seperti pada central nervous system (CNS) sistem saraf tepi reseptor

muskarinik dan reseptor nikotinik menimbulkan gejala berbeda seperti terlihat

pada Tabel 21 Waktu munculnya beberapa gejala keracunan juga berbeda-beda

seperti melemahnya otot pernapasan akan muncul 1-4 hari setelah keracunan

sedangkan melemahnya otot peripheral muncul setelah 7-21 hari (Elersek dan

Filipic 2012)

Tabel 21

Gejala keracunan Ops akut yang berbeda sesuai dengan

tempat akumulasi ACh

Tempat akumulasi ACh Gejala

CNS

Perifer sistem saraf otonom

Reseptor muskarinik

reseptor nikotinik

Sakit kepala insomnia vertigo

kejangkebingungan sulit tidur gangguan

berbicara koma dan lumpuh pernafasan

-

Gejala-gejala muskrinik peningkatan

eliminasi (air liur keringat lachrymation)

gangguan pencernaan (kejang muntah

diare) menurunkan detak jantung gangguan penglihatan

gejala-gejala nikotinik kontraksi otot yang

tidak terkontrol dan kelumpuhan

Sumber Elersek dan Filipic 2012

27

Pengaruh imunotoksik OPs dapat terjadi secara langsung maupun tidak

langsung Secara langsung adalah dengan 1) menghambat hidrolase serin atau

esterase dalam sistem imun 2) kerusakan oksidatif pada organ-organ sistem

imun 3) perubahan dalam cara sinyal transduksi pada kontrol poliferasi dan

diferensiasi sel kekebalan Secara tidak langsung OPs menyebabkan perubahan

pada sistem saraf atau efek kronik dari perubahan metabolisme pada sistem imun

(Elersek dan Filipic 2012) Pestisida OPs dapat mengganggu sistem kekebalan

tubuh dan memberikan efek immunotoksik melalui kedua jalur anti kolinergik

dan non kolinergik

OPs menginduksi peningkatan stres oksidatif yakni ketidakseimbangan

antara antioksidan dan radikal bebas Pestisida OPs dapat merusak keseimbangan

antara prooksidan dan antioksidan dalam tubuh juga merusak membran lipid

sebagai hasil peroksidasi lipid

Malation dan klorfirifos yang merupakan pestisida OPs mempunyai

pengaruh yang beragam pada sel seperti menghasilkan ROS radikal bebas dan

menginduksi stres oksidatif intra sel sehingga mengganggu perkembangan dan

deferensiasi sel normal (Bebe dan Panemangalore 2003) Peningkatan ROS dan

radikal bebas dapat menyebabkan terjadinya kondisi stres oksidatif serta memicu

terjadinya peroksidasi lipid pada membran sel yang akan menghasilkan

malondialdehid (MDA) Peroksidasi lipid ini dapat terjadi karena pengaruh

menipisnya sistem antioksidan baik antioksidan enzimatik maupun non enzimatik

oleh paparan pestisida OPs (Khan dan Kour 2007)

28

Perusakan membran sel oleh radikal bebas melalui beberapa proses yaitu

1) Terjadi ikatan kovalen antara radikal bebas dengan komponen komponen

membran (enzim membran komponen karbohidrat membran plasma) sehingga

terjadi perubahan struktur dan fungsi reseptor 2) Oksidasi gugus tiol pada

komponen membran oleh radikal bebas mengganggu proses transport lintas

membran 3) Reaksi peroksidasi lipid dan kolesterol serta membran yang

mengandung asam lemak tidak jenuh majemuk (PUFA) (Suhartono et al 2008)

OPs dapat mendorong terjadinya stres oksidatif dan meningkatkan kadar

MDA sebagai produk akhir dari peroksidasi lipid pada petani penyemprot yang

terpapar pestisida OPs karbamat dan organoklorin (Prakasam et al 2001) Hal

ini didukung oleh Vidyasagar et al(2004) yang mendapatkan kadar MDA pada

pasien keracunan OPs (67 nMml) lebih tinggi dan berbeda nyata dibandingkan

dengan kontrol (36 nMml) OPs triklorfos dan dimetoat mendorong terjadinya

peroksidasi lipid yang ditunjukan dengan meningkatnya MDA (Sharma et al

2005) OPs berperan sebagai inhibitor enzim kolinesterase dan menginduksi

peningkatan stres oksidatif yaitu ketidakseimbangan antara antioksidan dan

radikal bebas (Patil et al 2003) Kerusakan oksidatif membran lipid eritrosit

dan protein mencerminkan terjadinya reaksi serupa pada myocyte Radikal bebas

yang merusak myocyte juga menyebabkan melemahnya otot pada penderita OPs

akut

Keracunan OPs pada sistem respirasi mengakibatkan bronko konstriksi

dengan sesak nafas dan peningkatan sekresi bronkus Pada umumnya gejala ini

29

timbul dengan cepat dalam waktu 6-8 jam tetapi bila paparan berlebihan dapat

menimbulkan kematian dalam beberapa menit

OPs juga menunjukan efek genotoksisitas (DNA) pada saat sel hidup

kemudian saat replikasi sel dan berakhir pada mutagenitas dan karsinogenitas

Genotoksisitas dihasilkan karena reaksi OPs dengan DNA sehingga DNA rusak

berupa penyimpangan kromosom OPs juga menunjukan efek karsinogenitas

meliputi perubahan sel normal menjadi sel neoplastik dan berkembang lebih lanjut

menjadi tumor (Hodgson 2004)

22 Asetilkolinesterase (AChE)

Kolinesterase merupakan katalis biologis yang berperan menjaga agar otot

kelenjar dan sel saraf bekerja harmonis Jika aktivitas kolinesterase jaringan

tubuh menurun maka dapat mempengaruhi aktivitas asetilkolinesterase saraf

sehingga asetilkolin (ACh) akan menumpuk di bagian ujung saraf dan menganggu

aliran impuls saraf akhirnya terjadi paralisis otot (Depkes RI 2007)

Kolinesterase merupakan suatu enzim dengan berat molekul sekitar 3000000 dan

mempunyai 48 bagian aktif yang masing-masing terdiri dari satu bagian anionik

dan satu bagian esteratik (protenated acidic group)

AChE adalah suatu serine hidrolase termasuk dalam kelompok esterase

yang mempunyai banyak sel satu AChE berperan sangat penting dalam tubuh

yaitu menghidrolisis neurotransmitter asetilkolin (ACh) menjadi asam asetat dan

kolin pada saraf sinapsis Kelompok ini berbeda dengan jenis ester karbosiklik

Aktivitas AChE yang terhambat oleh OPs pada CNS menyebabkan

30

terakumulasinya ACh dan menimbulkan gejala seperti sakit kepala meningkatnya

produksi ludah pernafasan terganggu dan dapat menyebabkan kematian (Du et

al 2008) AChE mempunyai dua sisi pengikatan yaitu daerah anionik dan daerah

esteratik keduanya penting untuk degradasi ACh

ACh adalah suatu hormon neuro yang terdapat diantara ujung-ujung saraf

dan otot sebagai media kimia yang berfungsi meneruskan rangsangan saraf ke

reseptor sel-sel otot dan kelenjar ACh dibuat di dalam ujung serabut saraf

motorik melalui proses asetilasi dari kolin ekstra sel dan koenzim A (Erwin dan

Kusuma 2012) Daerah anionik berfungsi untuk pengikatan sebuah molekul

ACh pada enzim Saat ACh terikat reaksi hidrolisis terjadi pada sisi aktif

esteratik ACh akan terurai menjadi kolin dan asam asetat Kolin kemudian

diambil lagi melalui sistem uptake kolin berafinitas tinggi pada membran

presinaps Proses hidrolisis ACh menjadi kolin dan asam asetat dapat dilihat pada

Gambar 28

Gambar 28

Reaksi hidrolisis ACh menjadi asam asetat dan kolin pada

sisi anion dan ester dari enzim asetilkolinesterase (Wiener dan

Hoffman 2004)

31

Penurunan aktivitas kolinesterase darah seseorang terjadi karena adanya

OPs dalam darah yang membentuk senyawa phosphorilated cholinesterase

sehingga enzim kolinesterase tidak dapat berfungsi lagi dan kadar aktif dari enzim

tersebut akan berkurang hal ini menyebabkan ACh lebih lama berada pada

reseptor sehingga memperpanjang efek rangsang saraf cholinergic pada sebelum

dan sesudah ganglion Rangsangan saraf yang terus-menerus akan merusak fungsi

saraf dan muncul dalam bentuk kelemahan otot mual-mual muntah hipersalivasi

tremor dan paralisis (Bajgar 2004) Akumulasi ACh yang menyebabkan

terjadinya disfungsi sistem saraf dan perilaku akan memicu kerusakan pada

sistem pernafasan yang akhirnya dapat menyebabkan kematian Sistem saraf yang

terganggu akibat penumpukan ACh menyebabkan terganggunya pasokan nutrisi

dan oksigen ke seluruh sel dan jaringan sehingga menghambat pertumbuhan

organisme (Robert 2011) Rangsang yang ditimbulkan oleh asetilkolin akan

berhenti bila ACh dihidrolisis menjadi kolin dan asam asetat oleh AChE

Aktivitas AChE yang terhambat menyebabkan ACh tidak dapat

dihidrolisis sehingga impuls saraf dari satu sel ke sel yang lain atau ke efektor

akan terganggu Petani yang terpapar OPs dengan dosis rendah dalam jangka

waktu lama juga menunjukan penurunan Superoxyde dismutase (SOD) dan

glutation reduktase OPs yang terakumulasi bertahun-tahun pada penyemprot

pestisida berbanding lurus dengan penurunan AChE dan berbanding terbalik

dengan Glucose-6-phosphate dehydrogenase (G6DPH)

32

23 Radikal Bebas

Radikal bebas adalah sekelompok spesies kimia baik berupa atom maupun

molekul yang memiliki elektron tidak berpasangan pada lapisan luarnya Radikal

bebas juga merupakan suatu kelompok spesies kimia dengan reaksi jangka pendek

yang memiliki satu atau lebih elektron bebas sehingga sangat reaktif mempunyai

spesifitas kimia yang rendah sehingga dapat bereaksi dengan berbagai molekul

lain seperti protein lemak karbohidrat dan DNA (Droge 2007)

Radikal bebas diartikan sebagai molekul yang relatif tidak stabil

mempunyai satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan pada orbit luarnya

bersifat reaktif dalam mencari pasangan elektronnya Radikal bebas dalam tubuh

akan segera bereaksi dengan molekul lain sehingga terjadi reaksi berantai yang

disebut peroksidasi lipid dan menghasilkan radikal bebas baru sehingga jumlah

radikal bebas terus bertambah (Marinajati et al 2012) Radikal bebas bersifat

tidak stabil sehingga tidak dapat mempertahankan bentuk aslinya dalam waktu

lama karena segera akan berikatan dengan molekul lain di sekitarnya Radikal

bebas akan menyerang molekul stabil yang terdekat dan mengambil elektronnya

Molekul yang terambil elektronnya ini akan menjadi radikal bebas baru sehingga

akan memulai suatu reaksi berantai yang pada akhirnya akan menyebabkan

kerusakan sel (Droge 2007)

Kelompok radikal bebas antara lain anion superoksida (O2) radikal

hidroksil (OH) dan radikal peroksil (RO2) sedangkan kelompok non radikal

misalnya hidrogen peroksida (H2O2) dan peroksida organik (ROOH) (Halliwell

dan Whiteman 2004) Radikal superoksida ( O2 -) merupakan bentuk yang paling

33

aktif yang paling banyak dihasilkan oleh berbagai mekanisme di dalam tubuh

seperti mitokondria sistem enzim NADPH oksidase reaksi dari xanthin oksidase

dan metabolisme asam arakidonat

Radikal bebas yang terbentuk di dalam tubuh (radikal bebas internal)

merupakan bagian integral dari proses fisiologis seperti saat pembentukan energi

dalam mitokondria melalui oksidasi fosforilasi Sumber radikal bebas internal

antara lain 1) Organ subseluler seperti mitokondria kloroplas mikrosom

peroksisom dan nuklei menghasilkan O2- 2) inflamasi selama inflamasi terjadi

fagositosis oleh makrofag dan metrofil keduanya membentuk radikal bebas

untuk memfagositosis bakteri 3) ion logam transisi Fe dan Cu berperan

membentuk radikal bebas dan menimbulkan peroksidasi lipid 4) oksidasi

enzimatik seperti xanthin oksidase dan lipoksigenase (Droge 2007) Radikal

bebas dapat juga berasal dari luar tubuh (radikal bebas eksternal) Sumber radikal

bebas eksternal antara lain polusi lingkungan (asap rokok asap kendaraan asap

pabrik) aktivitas fisik yang berlebih sinar ultra violet dari matahari radiasi obat-

obatan dan pestisida

Radikal bebas dapat terbentuk dari senyawa lain yang sebenarnya bukan

radikal bebas tetapi mudah menjadi radikal bebas misalnya hidrogen peroksida

(H2O2) dan ozon Kedua kelompok senyawa ini sering diistilahkan sebagai

Reactive Oxygen Species (ROS) atau senyawa Oksigen Reaktif (SOR) Sel-sel

hidup dari organisme aerob secara kontinyu membentuk SOR sebagai bagian dari

proses fisiologi metabolik dan reaksi-reaksi biokimia lainnya

34

SOR adalah kelompok senyawa yang sebenarnya bukan radikal bebas

tetapi mudah berubah menjadi radikal bebas (Droge 2007) SOR dihasilkan dalam

proses metabolisme oksidatif dalam tubuh misalnya pada proses oksidasi makanan

menjadi energi SOR diproduksi dalam jumlah yang cukup dalam tubuh seperti

sel darah putih menghasilkan H2O2 yang berfungsi untuk membunuh beberapa

jenis bakteri dan jamur namun H2O2 tidak menyerang secara spesifik sehingga

dapat menyerang asam-asam lemak tidak jenuh ganda atau polyunsaturated fatty

acid (PUFA) dari membran sel yang menyebabkan kerusakan struktur dan fungsi

sel (Winarsi 2007) SOR terbentuk sebagai produk samping reaksi oksidasi

fosforilasi untuk membentuk energi berupa Adenosine Tri Phosphate (ATP)

dalam rantai transport elektron pada mitokondria Proses tersebut membutuhkan

O2 tetapi tidak semua O2 berikatan dengan hidrogen untuk membentuk air sekitar

4 sampai 5 dari oksigen yang dikonsumsi berubah menjadi SOR (Marciniak

et al 2009) SOR seperti radikal super oksida (SOO-) dan radikal hidroksil

(OH-) yang dihasilkan oleh metabolisme sel yang normal maupun lingkungan

yang stres dapat menyebabkan sel-sel mati melalui peroksidasi lipid oksidasi

protein menghambat aktivitas enzim-enzim perubahan reduksi oksidasi intra sel

dan kerusakan DNA Hal ini menunjukkan bahwa SOR terlibat dalam timbulnya

beberapa penyakit dan proses penuaan

Organofosfat merupakan senyawa toksik yang mempunyai kemampuan

membentuk radikal bebas pada sistem biologi (Nur et al 2010) Reaksi radikal

bebas dengan komponen sel baik komponen struktural (molekul penyusun

membran) maupun komponen fungsional yaitu enzim dan DNA dapat merusak

35

sel melalui oksidasi lipid tidak jenuh dan protein sel (Zakaria 1996 dalam

Mardawati et al 2011) Kerusakan lebih lanjut pada organ sel adalah kerusakan

DNA dan membran sel Mekanisme tersebut menunjukan bahwa radikal bebas

dapat mempengaruhi timbulnya berbagai jenis penyakit degeneratif seperti

aterosklerosis Penelitian Amran et al (2009) mendapatkan ada korelasi yang

signifikan antara kerusakan DNA dengan perkembangan aterosklerosis dan

meningkatnya jumlah pasien Coronary Artery Disease (CAD)

24 Stres Oksidatif

Radikal bebas dalam jumlah tertentu di dalam tubuh dapat dinetralisir oleh

antioksidan endogen Antioksidan endogen utama pada sel-sel tubuh adalah

enzim SOD (Superoksida dismutase) glutation reduktase dan glutation

peroksidase (GPr dan GPx) serta catalase (CAT) Pembentukan radikal bebas

yang melebihi kemampuan aktivitas antioksidan endogen menyebabkan jumlah

keseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan akan terganggu Apabila

jumlah radikal bebas terus bertambah sedangkan jumlah antioksidan endogen

tetap maka kelebihan radikal bebas tidak dapat dinetralkan akibatnya radikal

bebas bereaksi dengan komponen-komponen sel dan menyebabkan kerusakan sel

Peningkatan jumlah radikal bebas atau oksidan menyebabkan timbulnya

suatu keadaan yang disebut stres oksidatif Stres oksidatif adalah suatu keadaan

ketidak seimbangan antara radikal bebas dan antioksidan dimana jumlah radikal

bebas lebih besar dari antioksidan Stres oksidatif adalah suatu keadaan patologis

yang disebabkan oleh kerusakan jaringan di dalam tubuh karena peningkatan

36

jumlah radikal bebas yang tidak normal (Halliwel 2006) Radikal bebas yang

jumlahnya jauh lebih banyak dari antioksidan akan bereaksi dengan cepat dan

merusak bermacam-macam substrat di dalam tubuh termasuk komponen-

komponen sel protein asam lemak tak jenuh ganda karbohidrat dan asam-asam

nukleat hal ini mengakibatkan berkembangnya penyakit kronik Serangan oksidan

terhadap asam lemak tidak jenuh sebagai komponen penting penyusun membran

sel dapat menimbulkan reaksi rantai yang disebut peroksidasi lipid Proses

tersebut mengakibatkan terputusnya ikatan dalam asam-asam lemak menjadi

berbagai senyawa yang toksik terhadap sel seperti malondialdehid (MDA) dan 9-

hidroksi nonenal MDA yang dihasilkan kemudian dilepaskan ke darah sehingga

kadar MDA di dalam darah dapat dijadikan sebagai penanda tidak langsung

adanya peroksidasi lipid dan peningkatan SOR

25 Malondialdehid (MDA)

Peningkatan stres oksidatif berdampak negatif pada beberapa komponen

penyusun membran sel yaitu kerusakan pada membran lipid membentuk

malondialdehida (MDA) kerusakan protein karbohidrat dan DNA (Kevin et

al2006) Kerusakan oksidatif yang diakibatkan oleh radikal bebas mempengaruhi

kondisi patologis berupa kerusakan sel jaringan dan berbagai organ seperti hati

ginjal dan jantung baik pada manusia maupun hewan Kerusakan ini dapat

berakhir pada kematian sel sehingga terjadi percepatan timbulnya berbagai

penyakit degeneratif (Kevin et al 2006 dan Valko et al 2007) MDA

merupakan metabolit hasil peroksidasi lipid oleh radikal bebas sehingga dapat

37

menggambarkan aktivitas radikal bebas dalam sel dan menjadi petunjuk terjadinya

stres oksidatif akibat radikal bebas (Asni 2009) Semakin tinggi kadar MDA

plasma maka semakin tinggi stres oksidatif yang terjadi dalam sel-sel tubuh

Peroksidasi lipid menghasilkan MDA dari radikal bebas akan selalu membentuk

reaksi berantai yang terus berlanjut sampai radikal bebas ini dihilangkan oleh

sistem antioksidan dari tubuh

MDA adalah hasil proksidasi lipid yang larut dalam air pada kondisi

normal MDA secara parsial diekskresikan melalui urine tetapi tidak diketahui

berapa jumlah MDA yang terbentuk dalam tubuh itu dapat dihilangkan oleh

ginjal MDA merupakan salah satu hasil dari peroksidasi lipid yang digunakan

sebagai indikator dari stres oksidatif (Hundekari et al 2013) Peningkatan

peroksidasi lipid mungkin disebabkan oleh inflamasi yang berkaitan dengan

infeksi virus dan menurunnya kadar antioksidan

Penelitian in vitro pada eritrosit manusia yang menyemprot pestisida

menunjukan peningkatan konsentrasi karbofuran meningkatkan kadar MDA

secara signifikan (Misrha et al 2013) yang mendapatkan kadar MDA pada darah

petani penyemprot pestisida lebih tinggi secara signifikan dibandingkan dengan

kontrol seperti ditunjukan pada Tabel 22

Paparan pestisida atrazine pada tikus dapat meningkatkan peroksidasi lipid

dan merusak membran di dalam sel yang dipapar Kandungan fosfolipid dan

kolesterol dalam membran eritrosit dapat diketahui dengan menggunakan teknik

scanning electron microscopy (SEM) dan dapat diketahui terjadi perubahan

morfologi dalam eritrosit yang sebanding dengan perubahan parameter biokimia

38

termasuk stres oksidatif (Singh et al2006) Kerusakan sel cedera irreversible sel

dan kematian sel dapat terjadi apabila stres oksidatif berlangsung lama

Tabel 22 Perbandingan profil biokimia antara kontrol

dan penyemprot pestisida

Parameters Controls(n=18)

Mean plusmnSD

Sprayers (n=50)

Mean plusmnSD

MDA (nmolTBARSml blood)

943 plusmn078

2630 plusmn202

CAT (μ mol H2O2 hydrolysed X

104mlg Hb)

1055plusmn1520

13569 plusmn 1234

SOD(μmol hydroysed X 104mlg

Hb)

329 plusmn 079 803 plusmn 246

Sumber Mishra et al 2013

26 Antioksidan

Antioksidan adalah molekul yang mampu memperlambat atau mencegah

oksidasi molekul lain (Chakraborty et al 2009) Antioksidan adalah senyawa-

senyawa yang dapat menunda atau menghambat terjadinya oksidasi biomolekul

dengan menghambat reaksi-reaksi oksidasi rantai oleh radikal bebas dan mampu

menurunkan kerusakan oksidatif (Jantan et al 2011) Antioksidan juga

didefinisikan sebagai senyawa yang mampu menunda memperlambat atau

menghambat reaksi oksidasi makanan maupun obat Antioksidan akan bereaksi

dengan oksidan sehingga mengurangi kapasitas oksidan untuk dapat menimbulkan

kerusakan (Shahidi 1997 dalam Asep et al 2012)

Antioksidan dalam sistem biologi baik antioksidan enzim maupun non

enzim melindungi sel dari kerusakan yang disebabkan oleh molekul-molekul yang

39

tidak stabil yang disebut radikal bebas Antioksidan membantu menghancurkan

radikal bebas yang merusak sel mendukung pertumbuhan sel-sel yang sehat

melindungi sel dari penuaan mendukung sistem imun dalam tubuh Antioksidan

bersifat sangat mudah teroksidasi atau bersifat reduktor kuat dibanding dengan

molekul lain sehingga keefektifan antioksidan tergantung dari seberapa kuat daya

oksidasinya semakin mudah teroksidasi maka semakin efektif antioksidan

tersebut Antioksidan mampu melindungi sel melawan kerusakan yang

ditimbulkan oleh radikal bebas dan SOR seperti singlet oksigen peroksi nitrit

superoksida radikal peroksida dan radikal hidroksil (Chaveri et al2008 )

Antioksidan dapat menunda atau mencegah terjadinya reaksi oksidasi

radikal bebas dan oksidasi lipid dalam konsentrasi yang lebih rendah dari substrat

yang dapat dioksidasi Suhartono et al (2008) menyatakan antioksidan dapat

diklasifikasikan dalam 5 tipe yaitu a) Antioksidan primer berupa senyawa-

senyawa fenol yang mampu memutus rantai reaksi pembentukan radikal bebas

asam lemak Senyawa ini memberikan atom hidrogen yang berasal dari gugus

hidroksi sehingga terbentuk senyawa yang stabil seperti BHA (butyl

hidroksilanisol) BHT (butyl hydrotoluen) dan tokoferol b) Antioksidan

perangkap oksigen yaitu senyawa-senyawa yang berperan sebagai pengikat

oksigen sehingga mencegah reaksi oksidasi Senyawa ini mengadakan reaksi

dengan oksigen yang berada dalam sistem sehingga jumlahnya berkurang seperti

vitamin C (asam askorbat) askorbil palminat asam eritorbat dan sulfit c)

Antioksidan sekunder adalah senyawa-senyawa yang mempunyai kemampuan

untuk berdekomposisi dengan hidroperoksida menjadi produk akhir yang stabil

40

d) Antioksidan enzim yaitu enzim yang berperan mencegah terbentuknya radikal

bebas seperti glukose oksidase superoksida dismutase (SOD) glutation

peroksidase (GPx) dan katalase (CAT) dan e) Antioksidan Chelators

sequestrants yaitu senyawa-senyawa yang mampu mengikat logam seperti besi

dan tembaga yang mampu mengkatalisis reaksi oksidasi lemak seperti asam sitrat

asam amino ethylenediaminetetra acetid acid (EDTA) dan fosfolipid

Antioksidan bereaksi dengan radikal bebas dengan mengurangi

konsentrasi oksigen mencegah pembentukan singlet oksigen yang reaktif

mencegah inisiasi rantai pertama dengan menangkap radikal primer seperti radikal

hidroksil mengikat katalis ion logam mendekomposisi produk-produk primer

radikal menjadi senyawa non-radikal dan memutus rantai hidroperoksida

sehingga mengurangi kapasitas radikal bebas untuk menimbulkan kerusakan

(Mardawati et al 2011)

Berdasarkan mekanisme kerjanya antioksidan dikelompokan menjadi 1)

Antioksidan primer yaitu antioksidan yang bereaksi dengan radikal lipid berenergi

tinggi untuk menghasilkan produk yang memiliki kestabilan termodinamis lebih

baik seperti golongan fenol (isoflavon) 2) Antioksidan sekunder yang juga

dikenal dengan antioksidan pencegah (Preventive Antioxidant) yang dapat

memperlambat reaksi inisiasi dengan cara memutus rantai hidroperoksida seperti

dilauril thio-dipropionate dan asam thiodipropionate Antioksidan golongan ini

adalah antioksidan yang berikatan dengan gugus thiol (Shahidi dan Naczk1995

dalam Mardawati et al 2011)

41

Antioksidan pemutus rantai adalah molekul kecil yang dapat menerima

dan memberi elektron dari atau ke radikal bebas sehingga membentuk senyawa

baru yang stabil seperti vitamin E dan vitamin C Sedangkan antioksidan logam

transisi terikat protein bekerja mengikat ion-ion logam Fe2+

dan Cu2+

seperti

flavonoid dapat mencegah radikal bebas Antioksidan jenis ini memperbaiki

kerusakan sel-sel dan jaringan yang disebabkan radikal bebas (Winarsi 2007)

Mekanisme kerja antioksidan senyawa fenolik adalah sebagai berikut

Radikal Lipida Antioksidan Radikal Antioksidan

ROO + AH ROOH + A

RO + AH ROH + A

R + AH RH + A

OH + AH H2O + A

Senyawa antioksidan (AH) dapat memberikan atom hidrogen secara cepat ke

radikal lipida (ROO RO R OH ) dan mengubahnya menjadi bentuk yang lebih

stabil Sementara turunan radikal antioksidan (A) yang dihasilkan lebih stabil

dibandingkan radikal lipida karena akan terjadi delokalisasi perbaikan elektron

dari ikatan rangkap pada cincin benzen sebagai indikasi oleh ikatan isomer

valensi

Peningkatan jumlah gugus hidroksil (alkil hidrogen pada struktur

kimianya) pada posisi para atau ortho seperti pada genistein dapat meningkatkan

aktivitas antioksidan isoflavon Antioksidan dapat menghambat oksidasi atau

42

menghentikan reaksi berantai pada radikal bebas dari lemak yang teroksidasi

dapat melalui empat macam mekanisme reaksi yaitu 1) Pelepasan hidrogen dari

antioksidan 2) Pelepasan elektron dari antioksidan 3) Adisi lemak ke dalam

cincin aromatik pada antioksidan dan 4) Pembentukan senyawa kompleks antara

lemak dan cincin aromatik dari antioksidan

Antioksidan dapat mencegah tidak terkontrolnya pembentukan radikal

bebas dan aktivitas SOR atau mencegah reaksinya dengan struktur biologi (Nisar

et al 2013) Status antioksidan baik yang endogen maupun yang eksogen yang

menurun dapat mengganggu keseimbangan redoks seluler dan kondisi patologis

akan menjadi karakteristik utama dan membentuk stres oksidatif pada sel maupun

jaringan

261 Antioksidan enzimatis

Di dalam sistem biologis sudah tersedia antioksidan berupa enzim

(antioksidan enzimatis) yaitu superoksida dismutase (SOD) katalase (CAT) dan

glutation peroksidase (GPx) Antioksidan-antioksidan ini bekerja dengan cara

mencegah pembentukan senyawa radikal bebas baru atau mengubah radikal bebas

yang telah terbentuk menjadi molekul yang kurang reaktif (Finosh dan Jayabalan

2013) Mekanisme kerja antioksidan enzimatik adalah mengkatalisir pemusnahan

radikal bebas dalam sel Aktivitas enzim intrasel SOD dan CAT mengkatalisasi

dismutasi superoksida dan hidrogen peroksida aktivitas GPx mereduksi hidrogen

peroksida dan peroksida organik menjadi air dan oksigen Aktivitas enzim

intrasel ini dapat dilihat pada Gambar 29

43

GPx merupakan enzim penangkal radikal bebas dengan dua cara yaitu

pertahanan terhadap oksidan dan dengan mengkatalisis peroksida menjadi air dan

oksigen GPx memerlukan glutation sebagai substrat terdapat dalam dua bentuk

yaitu glutation tereduksi atau GSH dan glutation teroksidasi atau GSSG Ketika

mengkatalisis perubahan hidrogen peroksida (H2O2) menjadi H2O GSH

dioksidasi menjadi GSSG kemudian GSSG dapat direduksi kembali oleh NADPH

untuk mendapatkan kembali GSH (Marciniak et al 2009)

Gambar 29

SOD dan CAT mengkatalisasi dismutasi superoksida dan hidrogen peroksida

(Finosh dan Jayabalan 2013)

Enzim GPx terdapat terutama dalam mitokondria merupakan enzim

scavenger terhadap hidrogen peroksida dan berperan utama dalam mengatur

konsentrasi H2O2 dan dan berbagai macam peroksida organik Aktivitas GPx yang

menurun menunjukkan terjadinya penurunan kapasitas menghilangkan H2O2 dan

terjadinya hidroperoksida lemak

44

Enzim GPx sangat berperan dalam pengaktifan kembali enzim

kolinesterase melalui 1) Pengaktifan AMP siklik yang secara langsung dapat

mengaktifkan enzim kolinesterase 2) keseimbangan NADP dan NADPH pada

jalur glikolisis aerobik dalam eritrosit sehingga eritrosit tidak rusak kerusakan

eritrosit dapat menurunkan produksi kolinesterase darah 3) peranan kofaktor

prostaglandin pada sintesis tromboksan A2 yang memacu trombogenesis dan

vasokonstriksi pembuluh darah bersamaan dengan terbentuknya tromboksan akan

diaktifkan cAMP yang secara langsung mengaktifkan kinase protein termasuk

kinase protein enzim kolinesterase 4) sebagai antioksidan yang dapat melindungi

sel termasuk eritrosit dari kerusakan akibat radikal bebas 5) sebagai kofaktor

proses oksidasi dealkilasi ikatan organofosfat dengan kolinesterase darah 6)

berperan sebagai detoksifikasi dalam tubuh dengan mereduksi radikal bebas

peroksida sekaligus membentuk peroksida lipid di dalam membran sel (Stranges

et al 2010)

GPx adalah enzim antioksidan yang dapat mendetoksifikasi hidrogen

peroksida dan lipid hidroperoksida dalam menurunkan glutation Di dalam darah

terdapat beberapa jenis GPx dua diantaranya adalah GPx seluler (cGPx) dalam sel

darah merah dan GPx ekstrasel (eGPx) terdapat dalam plasma GPx sebagai enzim

antioksidan bekerja menjadi peredam (quenching) radikal bebas dan berperan

dalam metabolisme xenobiotik yang ditemukan dalam sel (Sen et al 2010)

GPx dengan konsentrasi tinggi ditemukan dalam hepar dan sel darah

merah sedangkan pada jantung ginjal paru-paru adrenal lambung dan jaringan

adipose mengandung GPx dalam kadar sedang GPx kadar rendah ditemukan

45

dalam otak otot testis dan lensa mata GPx yang rendah berkorelasi dengan

gangguan yang berhubungan dengan radikal bebas (Judge et al 2005) Jika

antioksidan endogen gagal mengatasi produksi metabolit reaktif maka

antioksidan eksogen akan diperlukan untuk menyeimbangkan status redoks

(Noori 2012) Sumber makanan termasuk tanaman rempah-rempah vitamin dan

ekstrak herbal memainkan peran penting dalam hal ini

262 Antioksidan non enzimatis

Antioksidan non enzimatis disebut juga antioksidan sekunder atau

antioksidan eksogen (diperoleh dari luar) digolongkan menjadi dua golongan

yaitu yang larut dalam lemak seperti tokoferol karotenoid flavoniod quinon dan

bilirubin serta yang larut dalam air seperti asam askorbat asam urat protein

pengikat logam dan protein pengikat heme (Winarsi 2007) Antioksidan ini dapat

berupa bahan-bahan alami dan juga sintetis Antioksidan alami seperti vitamin

adalah campuran redoks yang seimbang dengan bentuk tereduksi dan teroksidasi

dan sebaliknya untuk antioksidan sintetis merupakan redoks yang tidak seimbang

bahkan menghasilkan radikal bebas yang pada beberapa kasus berbahaya (Rani

etal 2004)

Vitamin C merupakan antioksidan yang sangat penting dalam cairan

ekstra sel karena dapat menyerang radikal-radikal yang larut dalam darah dan

melindungi lemak plasma dari perusakan peroksidasi oleh radikal-radikal peroksil

Peran utama vitamin C adalah menetralisir radikal bebas yang ada di dalam dan

di luar sel Vitamin C merupakan sumber elektron pendonor bagi radikal bebas

(Nisar et al 2013) Vitamin C berperan positip dalam proses detoksifikasi

46

yang sangat diperlukan untuk sintesis kolagen dan pertumbuhan serta

pemeliharaan jaringan epitel Peranan vitamin C sebagai pembawa hidrogen yang

merupakan siklus esensial dalam metabolisme protein dan karbohidrat yang

berfungsi memelihara kekuatan pembuluh darah Vitamin C sangat penting untuk

melawan radikal bebas dalam cairan ekstra sel dan melindungi biomembran dari

peroksidasi Pemberian air kelapa dapat meningkatkan aktivitas GPx SOD dan

CAT pada pekerja terpapar merkuri karena air kelapa mengandung vitamin C

B1 B6 asam-asam amino metionin selenium dan mineral berfungsi melindungi

sel tubuh dari serangan radikal bebas dan mencegah efek paparan merkuri

(Zulaikhah et al 2013) Defisiensi antioksidan yang berupa vitamin C vitamin

E Se Zn dan glutation dalam derajat ringan hingga berat sangat berpengaruh

terhadap respon imun

Komponen kimia yang berperan sebagai antioksidan adalah senyawa

golongan fenolik dan polifenolik yang memiliki kemampuan untuk menangkap

radikal bebas Flavonoid merupakan golongan terbesar dari senyawa polifenol

yang sangat efektif digunakan sebagai antioksidan Senyawa-senyawa ini banyak

terdapat di alam terutama pada tumbuh-tumbuhan seperti teh buah-buahan

sayuran dan anggur (Ramle et al 2008)

Aktivitas antioksidan dari berbagai tanaman erat hubungannya dengan

kandungan fenolnya ada indikasi substansi fenol seperti flavonoid dan asam-

asam fenolat berpotensi lebih besar sebagai antioksidan dibandingkan dengan

vitamin C dan vitamin E Aktivitas antioksidan flavonoid tergantung pada

struktur molekulnya terutama gugus prenil (CH3)2C=CH-CH2 Department of

47

Environmental and Molecular Toxicology Oregon State University dalam

penelitiannya mendapatkan bahwa gugus prenil flavonoid dikembangkan untuk

pencegahan atau terapi terhadap penyakit-penyakit yang dihubungkan dengan

radikal bebas

Asupan antioksidan diperlukan untuk membantu mengembalikan

ketidakseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan endogen serta

mengurangi kerusakan oksidatif dalam tubuh Salah satu terapi antioksidan yang

digunakan adalah ekstrak kulit buah manggis (Garcinia mangostana L) Kulit

buah manggis memiliki kandungan xanthone yang tinggi sehingga memiliki

kemampuan untuk menangkap radikal bebas Gugus hidroksil (OH) yang dimiliki

oleh xanthone efektif mengikat radikal bebas dengan elektron yang tidak memiliki

pasangan Antioksidan ini bekerja dengan cara memotong reaksi oksidasi berantai

dari radikal bebas atau dengan cara menangkapnya sehingga radikal bebas tidak

akan bereaksi dengan komponen seluler dan kerusakan sel dapat dihindari

Makanan yang kaya antioksidan memegang peran dalam mencegah

penyakit-penyakit kanker dan penyakit penurunan fungsi otak Antioksidan dapat

mengurangi resiko penyakit kronis dan mencegah berbagai penyakit baik dengan

cara meningkatkan pertahanan antioksidan dalam tubuh atau dengan cara

mengkonsumsi makanan yang kaya antioksidan Mengkonsumsi antioksidan yang

ada dalam makanan sehari-hari dapat memberi perlindungan terhadap stres

oksidatif Hundekari et al (2013) mendapatkan perlakuan antioksidan dengan

dosis yang sesuai dapat menurunkan kerusakan oksidatif sehingga efektif untuk

memperbaiki kasus keracunan akut OPs

48

27 Manggis

271 Tumbuhan manggis

Tumbuhan manggis (Garcinia mangostana L) berasal dari Asia Tenggara

dan merupakan tumbuhan fungsional karena hampir semua bagian dari tumbuhan

ini dapat dimanfaatkan sebagai obat Manggis termasuk dalam family Guttiferae

dan merupakan species terbaik dari genus Garcia Buah manggis sering dijuluki

Queen of tropical fruit karena mempunyai rasa enak daging buah putih halus

bentuk buah bagus dan disukai banyak orang (Chaverri et al 2008) Manggis

sering disebut mangostin atau kadang-kadang disebut buah super dengan berbagai

karakteristik seperti rasa aroma kaya nutrisi dan daya antioksidan yang tinggi

Buah manggis (Garcinia mangostana L) merupakan buah yang eksotik

karena memiliki warna yang menarik dan kandungan gizi yang tinggi sehingga

buah manggis memiliki prospek yang cukup baik untuk dikembangkan

(Mardawati et al 2011) Tingkatan taksonomi tanaman manggis adalah sebagai

berikut (Prihatman 2000)

- Kingdom Plantae

- Divisi Spermathophyta (Tumbuhan berbiji)

- Sub Divisi Angiospermae (Berbiji tertutup)

- Kelas Dicotyledonae (Biji berkeping dua)

49

- Ordo Theales

- Famili GuttiferaeClusiaceae

- Genus Garcinia

- Spesies Garcinia mangostana L

Selain sebagai buah yang eksotik manggis juga mengandung berbagai senyawa

yang bermanfaat bagi tubuh seperti triterpenoid mangostin tannin resin

kalsium zat besi dan vitamin B1 Potensi manggis tidak hanya terbatas pada

buahnya saja tetapi juga hampir seluruh bagian tumbuhan manggis menyimpan

potensi yang sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia

Kulit buah manggis mengandung beberapa senyawa yang memiliki

aktivitas farmakologi seperti antiinflamasi antihistamin antibakteri anti penyakit

jantung antijamur bahkan untuk terapi HIV (Chaveri et al 2008) Senyawa

utama kandungan kulit buah manggis yang dilaporkan bertanggung jawab atas

beberapa aktivitas farmakologi adalah golongan xanthone yang meliputi

mangostin mangosterol mangostinon A dan B trapezifolixanthone tovophyllin

B dan beta mangostin garcinon B mangostanol flavonoid epikatekin dan

gartanin136-trihidoksi-7-metoksi-28-bis(3-metil-2-butenil)-9H-xanten-9-on(alfa

mangostin) dan 1367-tetrahidroksi-28-bis (3-metil-2-butenil)-9H-xanten-9-on

(gamma mangostin) yang sangat bermanfaat untuk kesehatan (Qosim 2007)

Kandungan antioksidan manggis banyak terdapat pada kulit buahnya

dikenal sebagai antioksidan yang efektif karena mengandung senyawa biologi

xanthones walaupun dapat juga ditemukan dalam semua bagian manggis baik

pada buah kulit buah kulit kayu maupun daunnya Senyawa xanthone hanya

50

dihasilkan oleh genus garcinia Xanthone memiliki struktur kimia yang unik

terdiri dari sistem aromatik trisiklik (C6-C3-C6) dengan kelompok isoprena

metoksil dan hidroksil terletak pada cincin A dan B sehingga senyawa xanthone

beragam Struktur umum xanthone dapat dilihat pada Gambar 210

Gambar 210

Struktur umum senyawa xanthone (Chaverri et al 2008)

Xanthone termasuk golongan senyawa flavonoid Senyawa ini memiliki

dua cincin benzene dan satu cincin piran Inti xanthone dikenal sebagai 9-

xanthenone atau dibenzo-c-pyrone Xanthone dapat diklasifikasikan ke dalam lima

kelompok yaitu oxygenated xanthone xanthone glycoside prenylated xanthone

xanthonolignoid dan miscellaneous xanthone Menurut Chaverri et al (2008)

terdapat 200 lebih xanthone yang tersedia di alam ini dan 50 diantaranya

terkandung dalam kulit buah manggis

Xanthone memiliki rumus molekul C13H8O2 sehingga memiliki massa

molar sebesar 196191 gram mol Dalam penamaan menurut IUPAC senyawa ini

diberi nama 9H-xanthen-9-one Uji aktivitas antioksidan kulit buah manggis

dengan menggunakan peroksinitrit sebagai radikal bebas diketahui bahwa 8-

hydroxycudraxanthone G gartanin α-mangostin γ-mangostin dan smeath-

xanthone A merupakan komponen yang memiliki aktivitas antioksidan terbesar

51

(Jung et al 2006) Senyawa xanthone yang banyak terdapat pada kulit manggis

yaitu α - dan γ - mangostin (Obolsky et al 2009)

Struktur kimia beberapa turunan xanthone seperti α mangostin β

mangostin dan γ mangostin dapat dilihat pada pada Gambar 211

(Chaivisuthangkura et al 2008)

α mangostin β mangostin γ mangostin

Gambar 211

Struktur Kimia beberapa derivat xanthone

(Chaivisuthangkura et al 2008)

Senyawa-senyawa xanthone juga mempunyai aktivitas antibakteri

melawan S Aureus strain yang resisten terhadap penicillin dan methicillin

aktivitas antifungi melawan F Oxiforum A Tenuls dan D Oryzae (Chomnawang

2007) Garcinia mangostana dan senyawa-senyawa xanthone α-mangostin

mendorong aktivitas antimikroba melawan P acnes dan S epidermis yang

merupakan agen etiologi kritis pada jerawat (Chomnawang et al 2007)

Senyawa alfa-mangostin sebagai turunan xanthone memiliki kemampuan

dalam menekan pembentukan senyawa karsinogen pada kolon Xanthone juga

52

bermanfaat mencegah pertumbuhan sel kanker dan tumor Kemampuan

antioksidannya bahkan melebihi vitamin C dan E yang selama ini dikenal sebagai

antioksidan yang paling efektif (Ummi dan Any 2014) Hasil penelitian Kosem

et al (2007) mendapatkan ekstrak metanol kulit buah manggis mengandung α

mangostin sebesar 2519 g100 g ekstrak

Moongkandi et al (2004) menyatakan kulit buah manggis bermanfaat

penting bagi kesehatan karena kaya akan antioksidan seperti xanthone dan

antosianin Antosianin merupakan salah satu antioksidan kuat yang mampu

mencegah berbagai kerusakan akibat stress oksidatif sehingga mampu melindungi

sel dari radikal bebas Penelitian lain juga mendapatkan bahwa xanthone dari

manggis memiliki aktivitas antioksidan antitumor antiinflamasi antialergi

antifungi dan antibakteri (Suksamrarn et al 2006 dan Chaverri et al 2008)

Garcinia mangostana memiliki aktivitas antioksidan yang signifikan pada

IC50 sebesar 613 μgml juga efektif dalam scavenging radikal bebas dan bisa

mengurangi produksi cytokine sebagai suatu proinflamasi Senyawa xanthone

pada kulit buah manggis merupakan antioksidan tingkat tinggi karena kandungan

antioksidannya 667 kali dari wortel dan 83 kali jeruk (Qosim 2007)

Antioksidan yang terkandung dalam kulit buah manggis didominasi oleh

senyawa fenol yaitu xanthone Kadar xanthone dalam manggis berbeda-beda

tergantung pada kualitas buah yang terbesar didapatkan pada buah dengan kulit

burik atau kasar yakni sebesar 23544 μgg ekstrak sedangkan pada buah besar

dengan kulit mulus mengandung kadar xanthone sebesar 18502 μgg ekstrak

buah kecil sebesar 20434 μgg dan buah dengan kulit mengandung getah kuning

53

15289 μgg ekstrak Xanthone dalam kulit buah yang mengandung getah kuning

berperan dalam mekanisme pertahanan mencegah terjadinya stres akibat serangan

hama atau kerusakan fisik (Arsana 2014)

Xanthone sebagai antioksidan akan memutus rantai reaksi oksidasi radikal

bebas untuk mencegah reaksi oksidasi dengan reaksi reduksi yang melibatkan

hidrogen Keterlibatan hidrogen dalam reaksi-reaksi reduksi dapat menghambat

reaksi oksidasi antara radikal bebas dengan oksigen Kadar Oxygen Radical

Absorbance Capacity (ORAC) dari xanthone mencapai 17000-20000 ORAC per

100 ons kulit manggis lebih besar dari wortel dan jeruk yang kadar ORAC-nya

hanya 300 dan 2400 (Fanany 2013) Manfaat yang demikian besar menyebabkan

xanthone sangat dibutuhkan dalam tubuh sebagai penyeimbang prooksidan

Prenilasi xanthone juga mempunyai efek penghambat terhadap M Tuberculosis

Alfa-mangostin yang merupakan derivat xanthone didapatkan mempunyai potensi

sebagai antimikroba (Suksamrarn et al 2006) Selain itu kulit buah manggis

juga mengandung beberapa senyawa lain seperti yang tertera pada Tabel 23

Tabel 23

Komposisi Tepung Kulit Buah Manggis

Sumber Shahidi 1997 dalam Ummi dan Any 2014

No Komponen Kadar ( bk)

1

Air 900

2 Abu 258

3 Gula 692

4 Protein 269

5 Serat Kasar 3005

6 Lainnya (Tanin lemak dll) 4876

54

272 Ekstrak kulit buah manggis

Ekstrak kulit buah manggis mengandung berbagai senyawa yang diduga

bekerja sebagai antioksidan dengan cara mendonorkan elektronnya kepada radikal

bebas sehingga mencegah terjadinya peroksidasi lipid baik pada tahap inisiasi

propagasi maupun pada tahap terminasi (Middleton et al 2000) Senyawa-

seyawa ini bekerja sebagai sinyal yang akan mengaktivasi nuclear factor

erythroid 2- related factor 2 (Nrf2) yang terikat pada Kelch-like ECH-associated

protein-1 (Keap1) dalam sitoplasma sehingga mengalami disosiasi dan translokasi

menuju nukleus Dalam nukleus Nrf2 berasosiasi pada bagian promoter gen yang

disebut Antioxidant Respone Element (ARE) sehingga memicu ekspresi gen

penyandi antioksidan Senyawa yang terkandung dalam ekstrak kulit buah

manggis disamping bekerja sebagai antioksidan dengan cara mendonorkan

elektronnya kepada radikal bebas juga dapat menstimulasi ekspresi gen penyandi

antioksidan melalui aktivasi Nrf2 Salah satu stimulan tersebut adalah golongan

fenol (Inoue 2001) Ekstrak kulit buah manggis dapat mengatur aktivitas catalase

dalam aktivitasnya sebagai scavenger H2O2 atau mengatur gen Nrf-2 (Bartz et

al 2010) Hal ini sesuai dengan yang didapatkan dalam penelitian

Weecharangsan et al (2006) aktivitas ekstrak air dan ekstrak etanol kulit buah

manggis berperan sebagai scavenger H2O2

Skrining fitokimia dilakukan untuk memberikan gambaran tentang

golongan senyawa yang terkandung dalam ekstrak etanol kulit buah manggis

Hasil uji skrining fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak etanol kulit buah

manggis mengandung senyawa golongan alkaloid triterpenoid saponin

55

flavonoid tannin dan polifenol (Kristianti et al 2008) Polifenol adalah senyawa

fenolik yang memiliki lebih dari satu gugus hidroksil (OH) golongan senyawa ini

terdapat pada berbagai jenis tumbuhan yang mempunyai berbagai macam aktivitas

biologi salah satunya adalah aktivitas antioksidan (Scalbert et al 2005)

Polifenol banyak ditemukan dalam buah-buahan sayuran dan biji-bijian

yang merupakan sumber antioksidan alami Senyawa polifenol terdiri dari

beberapa subkelas yakni flavonol isoflavon (dalam kedelai) flavanon

antosianidin katekin dan biflavan Semua polifenol mampu menjadi perangkap

oksigen dan radikal alkil dengan memberikan donor elektron sehingga terbentuk

radikal fenoksil yang relatif stabil (Mokgope 2006) Senyawa-senyawa polifenol

alami secara langsung sebagai scavenger SOR dan secara tak langsung melindungi

aktivitas beberapa enzim sehingga berpotensi meningkatkan antioksidan endogen

(Masella et al 2005) Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Martin et al

(2010) yang mendapatkan CPE (cocoa polyphenolic extrac) yang mengandung

senyawa-senyawa flavonoid seperti katecin epikatecin dan prosianidin

meningkatkan aktivitas GPx dan glutation reduktase (GR) Senyawa-senyawa ini

mereduksi produksi SOR dan mengatur aktivitas antioksidan enzim Peningkatan

aktivitas enzim antioksidan dapat digunakan sebagai terapi penyakit-penyakit

yang disebabkan oleh stress oksidatif

Senyawa fenol sebagai antioksidan tergantung dari beberapa faktor seperti

ikatan gugus hidroksil pada cincin aromatik posisi ikatan posisi hidroksil bolak

balik pada cincin aromatik dan kemampuannya dalam memberi donor hidrogen

atau donor elektron serta kemampuannya dalam memerangkap radikal bebas (free

56

radical scavengers) Palakawong et al (2010) mendapatkan daya antioksidan

ekstrak kulit buah manggis sebesar 594 microgml yang dianalisis dengan metode

DPPH Ekstrak kulit manggis mengandung total fenol yang cukup tinggi yaitu

sebesar 4112 mgg dengan aktivitas antioksidannya sebesar 8442 (Dyahnugra

et al 2015) Ekstrak etanol kulit buah manggis menunjukkan aktivitas yang

signifikan dalam menghambat pembentukan 50 radikal menghambat radikal

superoxide (O2-) mereduksi produksi ROS dan dapat menangkap radikal

hidroksil (OH-) (Chomnawang et al 2007)

Senyawa flavonoid adalah senyawa-senyawa polifenol yang memiliki 15

atom karbon (C6-C3-C6) terdiri dari dua cincin benzena yang dihubungkan

menjadi satu oleh rantai linier yang terdiri dari tiga atom karbon Flavonoid

dalam ekstrak kulit buah manggis berperan membasmi radikal bebas dengan

berbagai cara misalnya dengan menghambat enzim yang bertanggung jawab

memproduksi anion superoksida yaitu xantin oksidase ada juga dengan

menyumbangkan elektronnya ke radikal superoksida atau radikal lipid agar stabil

(Smith et al 2005)

Ekstrak kulit buah manggis baik dengan pelarut air etanol 50 etanol

95 dan etil asetat menunjukan aktivitas antioksidan dan neuroprotektif

(Weecharangsan et al 2006) Kapasitas antioksidan ekstrak air dan etanol 50

diuji dengan metoda DPPH didapatkan masing-msing sebesar 3498 dan 3076

Kapasitas antioksidan ekstrak ini sudah dicobakan pada sel neuroblastoma

(NG108-15) yang terpapar hidrogen peroksida (H2O2) kedua ekstrak ini

memperlihatkan aktivitas neuroprotektif dengan konsentrasi 50 lgmL Aktivitas

57

neuroprotektif ekstrak etanol 50 kulit buah manggis lebih tinggi dibandingkan

dengan ekstrak air Ekstrak etanol kulit buah manggis juga mempunyai aktivitas

antioksidan yang signifikan sebagai penghambat pembentukan radikal DPPH

(Chomnawang et al 2007)

Ekstrak kulit buah manggis diketahui memiliki daya antioksidan sangat

kuat hal ini dibuktikan dengan menggunakan fraksi pelarut metanol etanol dan

etil asetat semuanya memiliki daya antioksidan EC50 kurang dari 50 Fraksi

metanol mempunyai nilai EC50 yang paling kecil dibanding dengan kedua

fraksi lainnya masing-masing 800 mgL 926 mgL dan 2948 mgL ini berarti

fraksi metanol mempunyai aktivitas antioksidan yang lebih besar dibandingan

dengan fraksi etanol dan etil asetat (Mardawati et al 2011) Hal ini didukung

oleh Li dan Xu (2015) yang menyatakan ekstrak metanol kulit buah manggis

mempunyai aktivitas antioksidan yang kuat karena kandungan polifenolnya sangat

tinggi

Senyawa fenol banyak ditemukan pada berbagai tanaman Senyawa ini

telah dieksploitasi secara intensif karena selain berfungsi sebagai antioksidan juga

memiliki berbagai fungsi biologi seperti anti mutagenik dan anti karsinogenik

Antioksidan alami yang terdapat dalam tanaman akan meredam radikal bebas

yang berbahaya dari tubuh Senyawa-senyawa polifenol dari tanaman seperti

flavonoid digambarkan sebagai peredam SOR Ekstrak kulit buah manggis dapat

mengurangi produksi SOR intrasel secara signifikan yang ditentukan dengan 27-

dichlorofluorescein diacetate (DCFH-DA) dalam SKBR3 saluran sel

(Moongkarndi et al 2004) Aktivitas radikal hidroksil (HO-) diperangkap oleh

58

xanthone yang diisolasi dari beberapa ekstrak kulit buah manggis (Chin et al

2008) Xanthone dapat diklasifikasikan ke dalam lima kelompok yaitu

oxygenated xanthone xanthone glycoside prenylated xanthone xanthonolignoid

dan miscellaneous xanthone Saat ini sekitar 1000 xanthone berbeda telah

diketahui (Chaverri et al 2008)

Kulit buah manggis mengandung 90 xanthone terutama α dan β

mangostin yang disebut panaxanthone dapat memulihkan sistem pertahanan

antioksidan endogen seperti aktivitas SOD GPx dan kadar GSH secara invitro

dan in vivo memecah langsung SOR untuk mengurangi penipisan GSH dan

meghambat peroksidasi lipid Efek protektif α mangostin diduga terhadap stress

oksidatif dimediasi melalui jalur Nrf2 (Jung et al 2006) Ekstrak kulit buah

manggis dapat menurunkan MDA meningkatkan SOD dan GPx pada tikus yang

mengalami peningkatan MDA serta penurunan SOD dan GPx karena perlakuan

latihan (Arsana 2013) Hal yang sama didapatkan oleh Sudjarwo dan

Koerniasari (2015) bahwa pemberian ekstrak kulit buah manggis dapat

meningkatkan aktivitas GPx dan SOD ginjal tikus yang menurun karena diberi

perlakuan logam berat timbal mungkin disebabkan oleh kemampuan ekstrak

kulit buah manggis mengurangi akumulasi radikal bebas

Skrining fitokimia ekstrak kulit manggis juga menunjukkan bahwa kulit

buah manggis mengandung senyawa metabolit sekunder berupa golongan alkaloid

saponin tanin polifenol dan flavonoid (Poeloengan dan Praptiwi 2010)

Saponin merupakan zat aktif yang dapat meningkatkan permeabilitas membran

sehingga terjadi hemolisis sel Apabila saponin berinteraksi dengan sel bakteri

59

maka bakteri tersebut akan rusak atau lisis sedangkan flavonoid merupakan

kelompok senyawa fenol yang mempunyai kecenderungan untuk mengikat

protein sehingga mengganggu proses metabolisme bakteri tersebu Senyawa-

senyawa fenolik dapat bereaksi dengan senyawa oksigen reaktif disebabkan

oleh satu atau dua gugus hidroksil pada cincin aromatik dapat berperan sebagai

donor hidrogen (Dungir et al 2012)

Tanin dalam konsentrasi rendah mampu menghambat pertumbuhan

bakteri sedangkan pada konsentrasi tinggi mampu bertindak sebagai antibakteri

dengan cara menggumpalkan protoplasma bakteri sehingga terbentuk ikatan yang

stabil dengan protein bakteri Selain itu pada saluran pencernaan tanin mampu

mengeliminasi toksin (Poeloengan dan Praptiwi 2010)

Flavonoid merupakan golongan senyawa yang mempunyai kemampuan

sebagai antioksidan Flavonoid juga berperan mengaktifkan enzim kunci dalam

respirasi mitokondria dan melindungi sel neuron sehingga mencegah stres

oksidatif dan kerusakan jaringan Asupan flavonoid berperan sebagai

neuroprotektif berpotensi melindungi neuron dari neurotoksin meningkatkan

fungsi memori pembelajaran dan kognitif (Spencer 2009)

Uji daya antioksidan ekstrak kulit manggis buah dilakukan oleh Lin et al

(2014) menggunakan DPPH Radikal bebas DPPH (DPPHbull) mungkin akan

ditangkap oleh antioksidan dengan memberikan atom hidrogen (Hbull) membentuk

molekul stabil DPPH-H mekanismenya seperti tampak pada Gambar 212

Gambar ini menunjukkan reaksi antara γ-mangostin dengan DPPH akan

menghasilkan senyawa yang stabil sehingga tidak akan terjadi reaksi rantai yang

60

akan menghasilkan radikal-radikal lain yang lebih reaktif Dalam molekul γ-

mangostin gugus ortho-dihidroksil menjadi homolysis menghasilkan radikal

hidrogen (Hmiddot) dan radikal γ-mangostinmiddot (I) Hmiddot kemudian bergabung dengan

DPPHmiddot membentuk molekul DPPH-H dan radikal γ-mangostin menjadi (II)

yang selanjutnya dapat menghasilkan radikal hidrogen (Hmiddot) melebihi yang

diperlukan oleh radikal DPPH (DPPHmiddot) untuk membentuk quinone (III) Hasil ini

mengindikasikan bahwa ekstrak kulit buah manggis sebagai sumber antioksidan

yang baik dengan cara mendonasikan elektron kepada radikal bebas untuk

membentuk produk stabil sehingga tidak menimbulkan reaksi berantai

Gambar 212

Reaksi γ mangostin dengan DPPH sebagai radikal bebas

Lin et al (2014)

61

62

63

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pestisida...pestisida menginduksi produksi serotonin dan histamin, sebagai hormon yang memicu reaksi alergi dan dapat menimbulkan senyawa baru yang lebih

11

pestisida umumnya tidak spesifik sehingga dapat mempengaruhi organisme non

target manusia maupun lingkungan dan ekosistem secara keseluruhan

Salah satu populasi yang berisiko untuk mengalami keracunan pestisida

dengan dampak negatif jangka panjang adalah petani sayur di daerah pertanian

terutama di dataran tinggi karena kondisi suhu rendah dan kelembaban tinggi

sangat baik untuk tumbuh dan berkembangnya hama dan penyakit tanaman

Kondisi ini menyebabkan penggunaan pestisida menjadi sangat intensif Dinas

Kesehatan Propinsi Jawa Tengah bekerjasama dengan Asosiasi Industri

Perlindungan Tanaman Indonesia (AIPTI) menyatakan telah terjadi 70 kasus

keracunan petani di Brebes yang menggunakan pestisida Petani sayur dan buah

di Kota Batu Malang Jawa Timur mengalami keracunan pestisida sebanyak

958 yang dilihat melalui pengukuran kadar kolinesterase darah Hasil

pemeriksaan kolinesterase darah pada petani di Kabupaten Magelang pada tahun

2006 dengan jumlah sampel yang diperiksa 550 orang menunjukkan terdapat

keracunan sebanyak 998 dengan rincian keracunan berat 182 keracunan

sedang 7273 dan keracunan ringan 89 (Afriyanto 2012)

Penggunaan pestisida yang tidak dikelola dengan baik dapat berdampak

negatif bagi petani penyemprot dan keluarganya Petani penyemprot terpapar

pestisida secara langsung saat mencampur dan memegang alat penyemprot selama

penyemprotan berlangsung Penyemprotan juga dapat mencemari tanah perairan

air minum makanan dan rokok di sekitar tempat penyemprotan Konsumen juga

dapat terkena dampak negatif dari pestisida

12

Pestisida masuk ke dalam tubuh melalui pernafasan absorpsi melalui kulit

dan melalui mulut Pestisida yang masuk melalui mulut akan bercampur dengan

ludah yang mengandung enzim masuk ke lambung kemudian ke usus halus dan

seterusnya sampai terbuang melalui usus besar proses absorpsi melalui mukosa

usus kemudian mengalir mengikuti sistem sirkulasi darah Absorpsi pestisida

melalui kulit akan menembus epidermis masuk ke dalam kapiler darah dan

terbawa ke paru-paru dan organ vital lain seperti otot dan otak (Suwindre 1993

dalam Rustia 2010) Pestisida yang masuk ke dalam tubuh mengakibatkan aksi

antara molekul yang terdapat dalam pestisida dengan sel dalam tubuh yang

bereaksi secara spesifik maupunnon spesifik Pestisida dapat merusak

keseimbangan antara prooksidan dan antioksidan dalam tubuh dan menyebabkan

terjadinya peroksidasi lemak di dalam membran lemak

Pestisida dalam tubuh dapat meracuni manusia melalui mekanisme a)

mempengaruhi kerja enzim dan hormon yaitu dapat menonaktifkan aktivator

sehingga enzim atau hormon tidak dapat bekerja dan b) merusak jaringan karena

pestisida menginduksi produksi serotonin dan histamin sebagai hormon yang

memicu reaksi alergi dan dapat menimbulkan senyawa baru yang lebih toksik

(Bolognesi 2003) Pernyataan ini didukung oleh Diamanti dalam Suhartono

(2008) bahwa pestisida tergolong sebagai endocrine discrupting chemicals

(EDCs) yaitu bahan kimia yang mengganggu sintesis sekresi transport

metabolisme pengikatan dan eliminasi hormon-hormon yang berfungsi menjaga

homeostasis reproduksi dan proses tumbuh kembang

13

Pestisida dalam tubuh yang didistribusikan dan disimpan di dalam jaringan

lemak dapat mengalami biotransformasi dapat juga dijumpai dalam darah serta

dikeluarkan melalui urine Pestisida dapat mengakibatkan efek sistemik dan efek

lokal bagi penggunanya Efek sistemik terjadi apabila pestisida tersebut masuk

ke seluruh tubuh melalui peredaran darah sedangkan sedangkan efek lokal terjadi

di bagian tubuh yang terkena pestisida Senyawa aktif dalam pestisida diketahui

dapat meningkatkan produksi species oxygen reactive (SOR) atau reaktif oksigen

spesies (ROS) sehingga memberikan efek toksik (El-Gendy et al 2010)

Keracunan pestisida yang kronis dapat ditemukan sebagai kelainan saraf

dan perilaku serta berdampak mutagenitas Yuantari (2011) menyatakan paparan

pestisida yang bertahun-tahun menyebabkan masalah pada ingatan sulit

berkonsentrasi perubahan kepribadian kelumpuhan bahkan kehilangan

kesadaran dan koma Keracunan kronis juga berdampak pada organ paru-paru

hati lambung dan usus

211 Pestisida organofosfat (OPs)

Organofosfat (OPs) adalah nama umum ester dari asam fosfat Ester-ester

dari organofosfat atau karbamat banyak digunakan sebagai pestisida insektisida

bahan obat-obatan untuk gangguan kesehatan seperti glaukoma infeksi parasit

dan penyakit alzaimer OPs bisa diabsorpsi melalui absorpsi kulit atau mukosa

atau parenteral per oral inhalasi dan juga injeksi (Elersek dan Filipic 2012)

Pestisida OPs penggunaannya sangat luas di dunia demikian juga di

Indonesia petani umumnya menggunakan pestisida golongan ini baik untuk

pertanian pertamanan dalam rumah tangga dan kesehatan Pestisida OPs dan

14

karbamat paling banyak beredar dan digunakan dalam pengendalian hama

penyakit tanaman secara terpadu karena cepat membunuh hama dan relatif aman

bagi lingkungan Pestisida yang termasuk golongan OPs antara lain mefinofos

(fosdrin) paration monokrotofos (azodrin) dikrotofos fosfamidon diklorfos

etion fention dan diazinon metil paration dan profenofos yang tergolong

karbamat di antaranya metomil (Plianbangchang et al2008)

Penggolongan OPs dapat juga berdasarkan dosis mematikan atau daya

racun dari senyawa tersebut terdiri dari klas I a daya racunnya sangat tinggi klas

I b daya racunnya tinggi klas II terdiri dari senyawa organofosfat dengan daya

racun sedang dan klas III daya racunnya ringan (WHO 2009) Berdasarkan

penggolongan ini 40 dari 23 bahan aktif pestisida OPs termasuk klas I a yaitu

daya racunnya sangat tinggi dan ekstrim namun sampai saat ini masih sangat

diperlukan sebagai sarana peningkatan produksi di bidang pertanian dan perikanan

juga untuk peningkatan kualitas kesehatan

OPs bersumber dari H3PO4 (asam fosfat) yang mempunyai sifat sebagai

berikut a) Efektif terhadap serangga yang resisten terhadap hidrokarbon

organoklorin b) Tidak menimbulkan kontaminasi terhadap lingkungan untuk

jangka waktu yang lama c) Kurang mempunyai efek yang lama terhadap

organisme non target d) Lebih toksik terhadap hewan-hewan organisme

bertulang belakang jika dibandingkan dengan organoklorin e) Mempunyai cara

kerja menghambat fungsi enzim kolinesterase (Afriyanto 2012)

Keracunan OPs pada sistem respirasi mengakibatkan bronkokonstriksi

dengan sesak nafas dan peningkatan sekresi bronkus Pada umumnya gejala ini

15

timbul dengan cepat dalam waktu 6-8 jam tetapi bila paparan berlebihan dapat

menimbulkan kematian dalam beberapa menit Senyawa dari golongan pestisida

ini berkerja menghambat aktivitas enzim kolinesterase yang dapat berakibat fatal

dengan gejala antara lain sakit kepala pusing-pusing lemah pupil mengecil

gangguan penglihatan dan sesak nafas mual muntah kejang pada perut dan diare

sesak pada dada dan detak jantung menurun (Jakob et al 2002) Paparan

subkutan umumnya membutuhkan waktu lebih lama untuk menimbulkan tanda

dan gejala OPs dikenal sebagai neurotoksik terhadap mamalia karena

menghambat enzim asetilkolinestester (AChE) yang mengkatalisis hidrolisis

asetilkolin (ACh) yaitu suatu neurotransmitter sehingga akan terakumulasi

212 Toksisitas OPs

Risiko paparan pestisida OPs sangat tinggi pada pekerja pertanian dan

pekerja pada industri kimia seperti pedagang bahan kimia dan pestisida

Mekanisme masuknya racun pestisida tersebut dapat melalui kulit luar mulut dan

saluran makanan serta melalui saluran pernapasan Laju absorpsi OPs melalui

kulit dipengaruhi oleh bagian kulit yang terkena seperti paration akan lebih cepat

masuk melalui kulit di kepala dan leher dibandingkan dengan kulit di tangan dan

lengan (Subash et al 2010) OPs yang terserap selanjutnya akan terakumulasi

dengan cepat dalam lemak hati ginjal dan kelenjar ludah

Saluran cerna merupakan salah satu jalur utama penyerapan toksikan

selain paru-paru dan kulit (Juhryyah 2009) Toksikan dapat merusak permukaan

internal dari traktus gastrointestinal dan memperlambat bahkan menghentikan

peristaltik usus sehingga menyebabkan terjadinya penyerapan toksikan tersebut

16

(Manahan 2003) Apabila paparan toksikan pada sel berlangsung cukup lama dan

konsentrasi tinggi sel akan mencapai suatu titik dimana sel tidak dapat lagi

mengkompensasi toksikan tersebut dan tidak dapat melanjutkan metabolisme

Perubahan yang reversibel akan menjadi irreversibel yaitu terjadinya kematian

sel Proses kematian sel dapat terjadi secara apoptosis dan nekrosis

Tanda dan gejala awal toksisitas organofosfat adalah stimulasi berlebihan

kolinergenik pada otot polos dan reseptor eksokrin muskarinik yang meliputi

miosis gangguan perkemihan diare defekasi eksitasi dan salivasi (Rustia et al

2010) Toksisitas OPs berpengaruh pada berbagai sistem dalam tubuh termasuk

hematologi dan perubahan biokimia (Kalender et al 2005) Selain itu terjadinya

stress oksidatif menunjukkan bahwa pestisida memberi efek sitotoksik (Khan dan

Kour 2007)

Toksisitas OPs dipengaruhi oleh struktur kimia metabolisme dalam

tubuh target dosis cara aplikasi tingkat dekomposisi dan cara masuknya ke

organisme Struktur umum dari organofosfat dapat dilihat pada Gambar 21

Gambar 21

Struktur umum organofosfat (Herljac 2009)

17

R1 dan R2 merupakan metil etil atau isopropil dan X merupakan suatu

gugus dapat pergi (leaving group) biasanya berupa substitusi nukleofilik oleh

oksigen dari serin pada sisi aktif protein target Variasi X tergantung dari jenis

OPs (Mangas et al 2016) Unsur yang berikatan rangkap dengan fosfor (P)

dapat berupa oksigen (untuk pestisida paraokson) dapat juga berupa sulfur (S)

untuk pestisida parathion

OPs menghambat fungsi berbagai ester karboksilat hidrolase seperti

asetilkolinesterase plasma dan karboksilesterase hepar paraoksonase dan esterase

yang lain dalam tubuh (Soltatinejad dan Abdollahi 2009) Bagian lipofilik dari

pestisida organofosfat akan berinteraksi dengan membran sel dan mengacaukan

struktur fosfolipid dualapis Kemampuan toksisitas utama dari OPs adalah

menghambat aktivitas enzim kolinesterase dalam darah yang berfungsi mengatur

kerja saraf (neurotransmiter) selanjutnya akan mengaktifkan reseptor kolinergik

Mekanisme toksisitas OPs membentuk ikatan kovalen organofosforilasi

dengan esterase dari kolinesterase menghasikan enzim terfosforilasi yang sangat

sulit dipecah sehingga aktivitasnya terhambat Mekanisme ini ditunjukan pada

Gambar 22 Mekanisme penghambatan AChE adalah terbentuk ikatan antara

satu hidroksil dari gugus serin dalam pusat esteratik AChE dengan fosfor dari

OPs yang membentuk kompleks enzim-inhibitor yang reversibel selanjutnya

terjadi fosforilasi serin secara kovalen (Pohanka 2011) Apabila kolinesterase

terikat maka enzim ini tidak dapat melaksanakan fungsinya terutama meneruskan

pengiriman perintah kepada otot-otot tertentu sehingga otot-otot senantiasa

bergerak tanpa dapat dikendalikan

18

Gambar 22

Ikatan OP pada sisi aktif AChE Reaksi Fosforilasi AChE

(Hreljac 2009)

Efek toksik dari pestisida OPs dapat menimbulkan kejang otot dan paralisis

(lumpuh) terjadinya kelainan hematologi meningkatkan kadar SGOT dan SGPT

dalam darah (Jaga dan Dharmani 2003) Toksisitas OPs dalam tubuh berupa 1)

neurotoksisitas 2) molekul target bukan neuron 3) imunotoksisitas 4)

genotoksisitas dan karsinogenitas (Elersek dan Filipic 2012)

213 Neurotoksisitas OPs

Mekanisme toksisitas OPs umumnya dimulai dengan menghambat

aktivitas enzim asetilkolinesterase (AChE) yang menyebabkan asetilkolin (ACh)

tidak dapat terhidrolisis menjadi kolin dan asam asetat sehingga ACh

terakumulasi dalam sistem saraf yang menyebabkan mobilitas limposit dan

19

sitotoksisitas meningkat Penghambatan AChE oleh OPs disebabkan oleh

terjadinya reaksi fosforilasi akibat lepasnya gugus fosfat dari senyawa OPs

kemudian membentuk ikatan kovalen dengan AChE sehingga menghambat

aktivitasnya (Manal dan Lobna 2006) seperti tampak pada Gambar 22

Hidrolisis secara spontan OPs dari sisi aktif ini berlangsung sangat lambat

kadang-kadang irreversible sehingga menghasilkan efek beracun dalam jangka

panjang

Aktivitas enzim AChE yang terhambat menyebabkan asetilkolin (ACh)

terakumulasi di dalam sistem saraf yaitu pada kantung-kantung sinaptik sehingga

terjadi aktivasi reseptor kolinergik (muskarinik atau nikotinik) Akumulasi

asetilkolin menyebabkan overstimulasi dari reseptor dan jika keracunan

organofosfat tetap tidak diobati akan menyebabkan kematian Mekanisme ini

berlaku bagi organisme berdarah panas sehingga manusia juga mudah keracunan

OPs (Bajgar 2004) Hambatan dari enzim tersebut menyebabkan ACh tertimbun

pada sinaps yang terletak diantara saraf dan otot (neuromuscular junction)

Akumulasi ACh menyebabkan depolarisasi persisten pada otot rangka

mengakibatkan kelemahan dan fasikulasi Akumulasi asetilkolin yang terjadi

pada sistem saraf otonom dapat menyebabkan diare uriniterase tanpa sadar

bronko konstriksi dan miosis (Rustia et al 2010)

Efek toksik OPs berupa gejala neurologi dengan target primer

kolinesterase Penghambatan kolinesterase terjadi secara progresif oleh OPs

karena terjadi fosfilasi (fosforilasi atau fosfonilasi) pada sisi aktif serin dari

kolinesterase (Ser198 BChE dan Ser 200 untuk AChE pada manusia) Seperti

20

tampak pada Gambar 22 terjadi fosforilasi pada sisi aktif serin membentuk anion

intermediate yang pada proses aging mengalami dealkilasi membentuk anion

fosfonil yang stabil kemudian akan menghambat AChE secara irreversible

Enzim yang terfosforilasi ini tidak mampu lagi menghidrolisis ACh sehingga

tertimbun pada tempat-tempat reseptor ACh yang tertimbun ini menyebabkan

terjadi stimulasi berlebihan dan selanjutnya mengganggu pengiriman antara sistem

saraf pusat dan saraf tepi

OPs dalam tubuh selain mengalami forforilasi yang menyebabkan

neurotoksik dapat juga mengalami detoksikasi secara alami oleh enzim

karboksilase atau glutation transferase seperti tampak pada Gambar 23

Neurotoksik terjadi bila OPs berikatan dengan AChE BChE dan esterase yang

lain

Gambar 23

Toksikasi dan detoksikasi OPs

(Mangas et al 2016 )

21

Petani yang terpapar oleh pestisida OPs dapat mengalami penghambatan

Aktivitas AChE peningkatan reaksi Thiobarbituric Acid dan penurunan

kemampuan plasma darah dalam penyerapan besi (Fe) Dasar patofisiologi gejala

klinis dari keracunan OPs adalah inaktifasi dari enzim AChE pada sekeliling

nicotinic and muscarinic pada sistem saraf pusat central nervous system (CNS)

dan pada neuromuscular junction (Gagandeep dan Dheeraj 2009) Penghambatan

OPs secara ireversibel pada kedua muskarinik dan nikotinik dapat mempengaruhi

central nervous system (CNS) (Hundekari et al 2013) OPs sebagai anti-

kolinesterase akan memblok asetilkolinesterase sehingga asetilkolin terakumulasi

dalam saraf tepi yang dapat menimbulkan pengaruh neurotoksik seperti kontraksi

otot secara kontinyu Nilai normal aktivitas kolinesterase untuk laki ndash laki sebesar

4620 ndash 11500 Ul dan nilai normal untuk perempuan sebesar 3930 - 10800 Ul

Bila dibawah nilai normal menunjukkan adanya keracunan darah yang

diakibatkan oleh pestisida OPs

OPs di dalam sel darah merah akan mempengaruhi AChE dan di dalam

plasma darah akan mempengaruhi pseudokolinesterase OPs akan terikat di

dalam sinapsis melalui proses fosforilasi bagian ester anion dari enzim AChE

ikatan ini sangat kuat dan irreversible (Raini 2007) Keracunan akut dari OPs

pada manusia menyebabkan kelemahan otot paralisis disorientasi serta kematian

akibat paralisis otot pernafasan Efek neurotoksisitas organofosfat tidak selalu

muncul mendadak Neurotoksisitas lambat (delayed neurotoxicity) dapat

dihasilkan oleh sejumlah ester organofosfor yang diklasifikasikan sebagai

aksonopati Efek ini bisa ditimbulkan oleh dosis tunggal yang besar ataupun dosis

22

akumulasi Neurotoksisitas yang terjadi lambat ini disebut organophosphorus

ester-induced delayed neuropathy (OPIDN) OPIDN tidak terjadi secara

mendadak tetapi butuh waktu antara 7-10 minggu untuk timbulnya degenerasi

aksonal OPIDN adalah suatu sindrom gejala toksisitas yang disebabkan oleh OPs

berupa melemahnya otot-otot pada tangan dan kaki terganggunya keseimbangan

dan bisa menjadi lumpuh yang muncul 4-21 hari setelah paparan OPs Molekul

target OPIDN adalah enzim dalam sistem saraf yang disebut neuropathy target

esterase (NTE) yang dapat digunakan sebagai biomarker OPIDN (Lotti dan

Moretto 2009) OPs menghambat AChE dengan efektif pada neuromuscular

junctions dalam sistem saraf tepi dan saraf pusat Selain neurotoksisitas efek

buruk paparan OPs juga dapat mengubah fungsi tubuh lainnya

Katagori keracunan pestisida dilihat dari aktivitas AChE dengan metode

Tintometer Kit 1) Normal gt 75 2) Keracunan ringan 75 - 50 3)

Keracunan sedang 50 - 25 dan 4) Keracunan berat lt 25 Jika penurunan

aktivitas kolinesterase mencapai 25 dari nilai normalnya (dalam katagori

keracunan ringan) maka pekerja harus dijauhkan dari paparan pestisida dan baru

diizinkan kembali bekerja dengan pestisida jika aktivitas kolinesterasenya menjadi

80 atau lebih dari nilai normal

Prinsip reaksi interaksi antara enzim-fosfat adalah 1) fosforilasi enzim 2)

kebalikan penghambatan dan 3) aging (pemeraman) Karakteristik fosforilasi

enzim adalah pembentukan ikatan kimia antara atom fosfor dari OPs dengan atom

oksigen gugus hidroksil dari serin pada pusat katalitik AChE Reaksi antara OP-

23

AChE ini hampir sama atau dapat disamakan dengan reaksi antara AChE-AChE

Reaksi fosforilasi ini dapat dilihat pada Gambar 24

Gambar 24

Reaksi fosforilasi antara AChE dan OP

(Patočka et al 2005)

Enzim AChE terfosforilasi yang terbentuk sangat stabil lain halnya dengan enzim

terasetilasi yang sangat tidak stabil dengan waktu paruh hanya dalam millisecond

Penghambatan AChE oleh senyawa OPs terutama nerve agent bersifat

irreversible Reaksi penghambatan yang reversal seperti Gambar 25

berlangsung sangat lambat sehingga merupakan penghambatan OPs bukan

penghambatan substrat AChE

Gambar 25

Hambatan reversal

(Patočka et al 2005)

Reaktivasi secara spontan merupakan kombinasi dari dua proses paralel

yaitu defosforilasi dan aging Aging adalah pembentukan fosforilasi irreversible

penuh sehingga terjadi dealkilasi dari OO-dialkyl-phosphorylated atau O-alkyl-

phoshonylated enzim Age enzym ini tidak dapat reaktif lagi oleh reaktivator

untuk penghambatan AChE oleh OPs Proses aging digambarkan sebagai

24

dealkilasi dari fosforil menghasilkan muatan negatip yang stabil karena

berinteraksi dengan katalitik His 440 Proses aging menghambat defosforilasi

secara irreversible dan hanya sebagian dari enzim menjadi reaktif Reaksi aging

dapat dilihat pada Gambar 26

Gambar 26

Proses aging

(Patočka et al 2005)

Proses reaktivasi dapat terjadi pada enzim terfosforilasi yang belum

mengalami proses aging Mekanisme ini digunakan dalam pengobatan penyakit

yang berhubungan dengan keracunan OPs seperti alzaimer menggunakan oksim

salah satunya adalah pralidoksim Mekanisme reaksi reaktivasi ini dapat dilihat

pada Gambar 27

Pralidoksim dapat berperan sebagai reaktivator dimana terjadi reaksi

antara pralidoksim dengan OPs yang terikat pada sisi aktif serin sehingga ikatan

enzim AChEndashOPs putus dan enzim AChE kembali aktif Pralidoksim juga dapat

sebagai catalytic scavenger dimana pralidoksim dengan cepat memblok OPs

sehingga OPs tidak dapat berikatan dengan enzim AChE Hasil penelitian

Hundekari et al 2013 mendapatkan treatment atropin dengan pralidoksim dapat

menurunkan MDA yang meningkat oleh paparan OPs dan meningkatkan aktivitas

AChE yang turun oleh paparan OPs

25

Gambar 27

Reaktivasi enzim AChE

(Bharathi et al 2014)

214 Toksisitas OPs terhadap fungsi tubuh selain saraf

OPs selain mempengaruhi saraf (menghambat asetilkolinesterase) juga

mempengaruhi fungsi tubuh yang lain seperti menghambat karboksilase yang

merupakan bagian dari metabolisme xenobiotic Metabolisme xenobiotic

dipengaruhi melalui atom sulphur dari desulfurasi dalam metabolisme fase I

menghambat lipase yang berperan penting dalam cell signalling juga memblok

pembentukan metabolik berbagai substansi (Quistad et al 2006)

OPs juga memicu hypoxia karena terganggunya pusat pernafasan

melemahnya otot-otot pernafasan dan berpengaruh pada paru-paru

(bronchospasm dan bronchorrhoea) dan akhirnya menyebabkan kegagalan

26

pernafasan (Lopez et al 2008) OPs pada tikus menyebabkan apnea sentral fatal

yang memicu berbagai disfungsi pulmoner melalui efek langsung terhadap

Central Respiratory Oscillator (CRO) dan inhibisi umpan balik CRO Gejala

keracunan akut OPs sesuai dengan tempat terakumulasinya ACh dalam

organisme seperti pada central nervous system (CNS) sistem saraf tepi reseptor

muskarinik dan reseptor nikotinik menimbulkan gejala berbeda seperti terlihat

pada Tabel 21 Waktu munculnya beberapa gejala keracunan juga berbeda-beda

seperti melemahnya otot pernapasan akan muncul 1-4 hari setelah keracunan

sedangkan melemahnya otot peripheral muncul setelah 7-21 hari (Elersek dan

Filipic 2012)

Tabel 21

Gejala keracunan Ops akut yang berbeda sesuai dengan

tempat akumulasi ACh

Tempat akumulasi ACh Gejala

CNS

Perifer sistem saraf otonom

Reseptor muskarinik

reseptor nikotinik

Sakit kepala insomnia vertigo

kejangkebingungan sulit tidur gangguan

berbicara koma dan lumpuh pernafasan

-

Gejala-gejala muskrinik peningkatan

eliminasi (air liur keringat lachrymation)

gangguan pencernaan (kejang muntah

diare) menurunkan detak jantung gangguan penglihatan

gejala-gejala nikotinik kontraksi otot yang

tidak terkontrol dan kelumpuhan

Sumber Elersek dan Filipic 2012

27

Pengaruh imunotoksik OPs dapat terjadi secara langsung maupun tidak

langsung Secara langsung adalah dengan 1) menghambat hidrolase serin atau

esterase dalam sistem imun 2) kerusakan oksidatif pada organ-organ sistem

imun 3) perubahan dalam cara sinyal transduksi pada kontrol poliferasi dan

diferensiasi sel kekebalan Secara tidak langsung OPs menyebabkan perubahan

pada sistem saraf atau efek kronik dari perubahan metabolisme pada sistem imun

(Elersek dan Filipic 2012) Pestisida OPs dapat mengganggu sistem kekebalan

tubuh dan memberikan efek immunotoksik melalui kedua jalur anti kolinergik

dan non kolinergik

OPs menginduksi peningkatan stres oksidatif yakni ketidakseimbangan

antara antioksidan dan radikal bebas Pestisida OPs dapat merusak keseimbangan

antara prooksidan dan antioksidan dalam tubuh juga merusak membran lipid

sebagai hasil peroksidasi lipid

Malation dan klorfirifos yang merupakan pestisida OPs mempunyai

pengaruh yang beragam pada sel seperti menghasilkan ROS radikal bebas dan

menginduksi stres oksidatif intra sel sehingga mengganggu perkembangan dan

deferensiasi sel normal (Bebe dan Panemangalore 2003) Peningkatan ROS dan

radikal bebas dapat menyebabkan terjadinya kondisi stres oksidatif serta memicu

terjadinya peroksidasi lipid pada membran sel yang akan menghasilkan

malondialdehid (MDA) Peroksidasi lipid ini dapat terjadi karena pengaruh

menipisnya sistem antioksidan baik antioksidan enzimatik maupun non enzimatik

oleh paparan pestisida OPs (Khan dan Kour 2007)

28

Perusakan membran sel oleh radikal bebas melalui beberapa proses yaitu

1) Terjadi ikatan kovalen antara radikal bebas dengan komponen komponen

membran (enzim membran komponen karbohidrat membran plasma) sehingga

terjadi perubahan struktur dan fungsi reseptor 2) Oksidasi gugus tiol pada

komponen membran oleh radikal bebas mengganggu proses transport lintas

membran 3) Reaksi peroksidasi lipid dan kolesterol serta membran yang

mengandung asam lemak tidak jenuh majemuk (PUFA) (Suhartono et al 2008)

OPs dapat mendorong terjadinya stres oksidatif dan meningkatkan kadar

MDA sebagai produk akhir dari peroksidasi lipid pada petani penyemprot yang

terpapar pestisida OPs karbamat dan organoklorin (Prakasam et al 2001) Hal

ini didukung oleh Vidyasagar et al(2004) yang mendapatkan kadar MDA pada

pasien keracunan OPs (67 nMml) lebih tinggi dan berbeda nyata dibandingkan

dengan kontrol (36 nMml) OPs triklorfos dan dimetoat mendorong terjadinya

peroksidasi lipid yang ditunjukan dengan meningkatnya MDA (Sharma et al

2005) OPs berperan sebagai inhibitor enzim kolinesterase dan menginduksi

peningkatan stres oksidatif yaitu ketidakseimbangan antara antioksidan dan

radikal bebas (Patil et al 2003) Kerusakan oksidatif membran lipid eritrosit

dan protein mencerminkan terjadinya reaksi serupa pada myocyte Radikal bebas

yang merusak myocyte juga menyebabkan melemahnya otot pada penderita OPs

akut

Keracunan OPs pada sistem respirasi mengakibatkan bronko konstriksi

dengan sesak nafas dan peningkatan sekresi bronkus Pada umumnya gejala ini

29

timbul dengan cepat dalam waktu 6-8 jam tetapi bila paparan berlebihan dapat

menimbulkan kematian dalam beberapa menit

OPs juga menunjukan efek genotoksisitas (DNA) pada saat sel hidup

kemudian saat replikasi sel dan berakhir pada mutagenitas dan karsinogenitas

Genotoksisitas dihasilkan karena reaksi OPs dengan DNA sehingga DNA rusak

berupa penyimpangan kromosom OPs juga menunjukan efek karsinogenitas

meliputi perubahan sel normal menjadi sel neoplastik dan berkembang lebih lanjut

menjadi tumor (Hodgson 2004)

22 Asetilkolinesterase (AChE)

Kolinesterase merupakan katalis biologis yang berperan menjaga agar otot

kelenjar dan sel saraf bekerja harmonis Jika aktivitas kolinesterase jaringan

tubuh menurun maka dapat mempengaruhi aktivitas asetilkolinesterase saraf

sehingga asetilkolin (ACh) akan menumpuk di bagian ujung saraf dan menganggu

aliran impuls saraf akhirnya terjadi paralisis otot (Depkes RI 2007)

Kolinesterase merupakan suatu enzim dengan berat molekul sekitar 3000000 dan

mempunyai 48 bagian aktif yang masing-masing terdiri dari satu bagian anionik

dan satu bagian esteratik (protenated acidic group)

AChE adalah suatu serine hidrolase termasuk dalam kelompok esterase

yang mempunyai banyak sel satu AChE berperan sangat penting dalam tubuh

yaitu menghidrolisis neurotransmitter asetilkolin (ACh) menjadi asam asetat dan

kolin pada saraf sinapsis Kelompok ini berbeda dengan jenis ester karbosiklik

Aktivitas AChE yang terhambat oleh OPs pada CNS menyebabkan

30

terakumulasinya ACh dan menimbulkan gejala seperti sakit kepala meningkatnya

produksi ludah pernafasan terganggu dan dapat menyebabkan kematian (Du et

al 2008) AChE mempunyai dua sisi pengikatan yaitu daerah anionik dan daerah

esteratik keduanya penting untuk degradasi ACh

ACh adalah suatu hormon neuro yang terdapat diantara ujung-ujung saraf

dan otot sebagai media kimia yang berfungsi meneruskan rangsangan saraf ke

reseptor sel-sel otot dan kelenjar ACh dibuat di dalam ujung serabut saraf

motorik melalui proses asetilasi dari kolin ekstra sel dan koenzim A (Erwin dan

Kusuma 2012) Daerah anionik berfungsi untuk pengikatan sebuah molekul

ACh pada enzim Saat ACh terikat reaksi hidrolisis terjadi pada sisi aktif

esteratik ACh akan terurai menjadi kolin dan asam asetat Kolin kemudian

diambil lagi melalui sistem uptake kolin berafinitas tinggi pada membran

presinaps Proses hidrolisis ACh menjadi kolin dan asam asetat dapat dilihat pada

Gambar 28

Gambar 28

Reaksi hidrolisis ACh menjadi asam asetat dan kolin pada

sisi anion dan ester dari enzim asetilkolinesterase (Wiener dan

Hoffman 2004)

31

Penurunan aktivitas kolinesterase darah seseorang terjadi karena adanya

OPs dalam darah yang membentuk senyawa phosphorilated cholinesterase

sehingga enzim kolinesterase tidak dapat berfungsi lagi dan kadar aktif dari enzim

tersebut akan berkurang hal ini menyebabkan ACh lebih lama berada pada

reseptor sehingga memperpanjang efek rangsang saraf cholinergic pada sebelum

dan sesudah ganglion Rangsangan saraf yang terus-menerus akan merusak fungsi

saraf dan muncul dalam bentuk kelemahan otot mual-mual muntah hipersalivasi

tremor dan paralisis (Bajgar 2004) Akumulasi ACh yang menyebabkan

terjadinya disfungsi sistem saraf dan perilaku akan memicu kerusakan pada

sistem pernafasan yang akhirnya dapat menyebabkan kematian Sistem saraf yang

terganggu akibat penumpukan ACh menyebabkan terganggunya pasokan nutrisi

dan oksigen ke seluruh sel dan jaringan sehingga menghambat pertumbuhan

organisme (Robert 2011) Rangsang yang ditimbulkan oleh asetilkolin akan

berhenti bila ACh dihidrolisis menjadi kolin dan asam asetat oleh AChE

Aktivitas AChE yang terhambat menyebabkan ACh tidak dapat

dihidrolisis sehingga impuls saraf dari satu sel ke sel yang lain atau ke efektor

akan terganggu Petani yang terpapar OPs dengan dosis rendah dalam jangka

waktu lama juga menunjukan penurunan Superoxyde dismutase (SOD) dan

glutation reduktase OPs yang terakumulasi bertahun-tahun pada penyemprot

pestisida berbanding lurus dengan penurunan AChE dan berbanding terbalik

dengan Glucose-6-phosphate dehydrogenase (G6DPH)

32

23 Radikal Bebas

Radikal bebas adalah sekelompok spesies kimia baik berupa atom maupun

molekul yang memiliki elektron tidak berpasangan pada lapisan luarnya Radikal

bebas juga merupakan suatu kelompok spesies kimia dengan reaksi jangka pendek

yang memiliki satu atau lebih elektron bebas sehingga sangat reaktif mempunyai

spesifitas kimia yang rendah sehingga dapat bereaksi dengan berbagai molekul

lain seperti protein lemak karbohidrat dan DNA (Droge 2007)

Radikal bebas diartikan sebagai molekul yang relatif tidak stabil

mempunyai satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan pada orbit luarnya

bersifat reaktif dalam mencari pasangan elektronnya Radikal bebas dalam tubuh

akan segera bereaksi dengan molekul lain sehingga terjadi reaksi berantai yang

disebut peroksidasi lipid dan menghasilkan radikal bebas baru sehingga jumlah

radikal bebas terus bertambah (Marinajati et al 2012) Radikal bebas bersifat

tidak stabil sehingga tidak dapat mempertahankan bentuk aslinya dalam waktu

lama karena segera akan berikatan dengan molekul lain di sekitarnya Radikal

bebas akan menyerang molekul stabil yang terdekat dan mengambil elektronnya

Molekul yang terambil elektronnya ini akan menjadi radikal bebas baru sehingga

akan memulai suatu reaksi berantai yang pada akhirnya akan menyebabkan

kerusakan sel (Droge 2007)

Kelompok radikal bebas antara lain anion superoksida (O2) radikal

hidroksil (OH) dan radikal peroksil (RO2) sedangkan kelompok non radikal

misalnya hidrogen peroksida (H2O2) dan peroksida organik (ROOH) (Halliwell

dan Whiteman 2004) Radikal superoksida ( O2 -) merupakan bentuk yang paling

33

aktif yang paling banyak dihasilkan oleh berbagai mekanisme di dalam tubuh

seperti mitokondria sistem enzim NADPH oksidase reaksi dari xanthin oksidase

dan metabolisme asam arakidonat

Radikal bebas yang terbentuk di dalam tubuh (radikal bebas internal)

merupakan bagian integral dari proses fisiologis seperti saat pembentukan energi

dalam mitokondria melalui oksidasi fosforilasi Sumber radikal bebas internal

antara lain 1) Organ subseluler seperti mitokondria kloroplas mikrosom

peroksisom dan nuklei menghasilkan O2- 2) inflamasi selama inflamasi terjadi

fagositosis oleh makrofag dan metrofil keduanya membentuk radikal bebas

untuk memfagositosis bakteri 3) ion logam transisi Fe dan Cu berperan

membentuk radikal bebas dan menimbulkan peroksidasi lipid 4) oksidasi

enzimatik seperti xanthin oksidase dan lipoksigenase (Droge 2007) Radikal

bebas dapat juga berasal dari luar tubuh (radikal bebas eksternal) Sumber radikal

bebas eksternal antara lain polusi lingkungan (asap rokok asap kendaraan asap

pabrik) aktivitas fisik yang berlebih sinar ultra violet dari matahari radiasi obat-

obatan dan pestisida

Radikal bebas dapat terbentuk dari senyawa lain yang sebenarnya bukan

radikal bebas tetapi mudah menjadi radikal bebas misalnya hidrogen peroksida

(H2O2) dan ozon Kedua kelompok senyawa ini sering diistilahkan sebagai

Reactive Oxygen Species (ROS) atau senyawa Oksigen Reaktif (SOR) Sel-sel

hidup dari organisme aerob secara kontinyu membentuk SOR sebagai bagian dari

proses fisiologi metabolik dan reaksi-reaksi biokimia lainnya

34

SOR adalah kelompok senyawa yang sebenarnya bukan radikal bebas

tetapi mudah berubah menjadi radikal bebas (Droge 2007) SOR dihasilkan dalam

proses metabolisme oksidatif dalam tubuh misalnya pada proses oksidasi makanan

menjadi energi SOR diproduksi dalam jumlah yang cukup dalam tubuh seperti

sel darah putih menghasilkan H2O2 yang berfungsi untuk membunuh beberapa

jenis bakteri dan jamur namun H2O2 tidak menyerang secara spesifik sehingga

dapat menyerang asam-asam lemak tidak jenuh ganda atau polyunsaturated fatty

acid (PUFA) dari membran sel yang menyebabkan kerusakan struktur dan fungsi

sel (Winarsi 2007) SOR terbentuk sebagai produk samping reaksi oksidasi

fosforilasi untuk membentuk energi berupa Adenosine Tri Phosphate (ATP)

dalam rantai transport elektron pada mitokondria Proses tersebut membutuhkan

O2 tetapi tidak semua O2 berikatan dengan hidrogen untuk membentuk air sekitar

4 sampai 5 dari oksigen yang dikonsumsi berubah menjadi SOR (Marciniak

et al 2009) SOR seperti radikal super oksida (SOO-) dan radikal hidroksil

(OH-) yang dihasilkan oleh metabolisme sel yang normal maupun lingkungan

yang stres dapat menyebabkan sel-sel mati melalui peroksidasi lipid oksidasi

protein menghambat aktivitas enzim-enzim perubahan reduksi oksidasi intra sel

dan kerusakan DNA Hal ini menunjukkan bahwa SOR terlibat dalam timbulnya

beberapa penyakit dan proses penuaan

Organofosfat merupakan senyawa toksik yang mempunyai kemampuan

membentuk radikal bebas pada sistem biologi (Nur et al 2010) Reaksi radikal

bebas dengan komponen sel baik komponen struktural (molekul penyusun

membran) maupun komponen fungsional yaitu enzim dan DNA dapat merusak

35

sel melalui oksidasi lipid tidak jenuh dan protein sel (Zakaria 1996 dalam

Mardawati et al 2011) Kerusakan lebih lanjut pada organ sel adalah kerusakan

DNA dan membran sel Mekanisme tersebut menunjukan bahwa radikal bebas

dapat mempengaruhi timbulnya berbagai jenis penyakit degeneratif seperti

aterosklerosis Penelitian Amran et al (2009) mendapatkan ada korelasi yang

signifikan antara kerusakan DNA dengan perkembangan aterosklerosis dan

meningkatnya jumlah pasien Coronary Artery Disease (CAD)

24 Stres Oksidatif

Radikal bebas dalam jumlah tertentu di dalam tubuh dapat dinetralisir oleh

antioksidan endogen Antioksidan endogen utama pada sel-sel tubuh adalah

enzim SOD (Superoksida dismutase) glutation reduktase dan glutation

peroksidase (GPr dan GPx) serta catalase (CAT) Pembentukan radikal bebas

yang melebihi kemampuan aktivitas antioksidan endogen menyebabkan jumlah

keseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan akan terganggu Apabila

jumlah radikal bebas terus bertambah sedangkan jumlah antioksidan endogen

tetap maka kelebihan radikal bebas tidak dapat dinetralkan akibatnya radikal

bebas bereaksi dengan komponen-komponen sel dan menyebabkan kerusakan sel

Peningkatan jumlah radikal bebas atau oksidan menyebabkan timbulnya

suatu keadaan yang disebut stres oksidatif Stres oksidatif adalah suatu keadaan

ketidak seimbangan antara radikal bebas dan antioksidan dimana jumlah radikal

bebas lebih besar dari antioksidan Stres oksidatif adalah suatu keadaan patologis

yang disebabkan oleh kerusakan jaringan di dalam tubuh karena peningkatan

36

jumlah radikal bebas yang tidak normal (Halliwel 2006) Radikal bebas yang

jumlahnya jauh lebih banyak dari antioksidan akan bereaksi dengan cepat dan

merusak bermacam-macam substrat di dalam tubuh termasuk komponen-

komponen sel protein asam lemak tak jenuh ganda karbohidrat dan asam-asam

nukleat hal ini mengakibatkan berkembangnya penyakit kronik Serangan oksidan

terhadap asam lemak tidak jenuh sebagai komponen penting penyusun membran

sel dapat menimbulkan reaksi rantai yang disebut peroksidasi lipid Proses

tersebut mengakibatkan terputusnya ikatan dalam asam-asam lemak menjadi

berbagai senyawa yang toksik terhadap sel seperti malondialdehid (MDA) dan 9-

hidroksi nonenal MDA yang dihasilkan kemudian dilepaskan ke darah sehingga

kadar MDA di dalam darah dapat dijadikan sebagai penanda tidak langsung

adanya peroksidasi lipid dan peningkatan SOR

25 Malondialdehid (MDA)

Peningkatan stres oksidatif berdampak negatif pada beberapa komponen

penyusun membran sel yaitu kerusakan pada membran lipid membentuk

malondialdehida (MDA) kerusakan protein karbohidrat dan DNA (Kevin et

al2006) Kerusakan oksidatif yang diakibatkan oleh radikal bebas mempengaruhi

kondisi patologis berupa kerusakan sel jaringan dan berbagai organ seperti hati

ginjal dan jantung baik pada manusia maupun hewan Kerusakan ini dapat

berakhir pada kematian sel sehingga terjadi percepatan timbulnya berbagai

penyakit degeneratif (Kevin et al 2006 dan Valko et al 2007) MDA

merupakan metabolit hasil peroksidasi lipid oleh radikal bebas sehingga dapat

37

menggambarkan aktivitas radikal bebas dalam sel dan menjadi petunjuk terjadinya

stres oksidatif akibat radikal bebas (Asni 2009) Semakin tinggi kadar MDA

plasma maka semakin tinggi stres oksidatif yang terjadi dalam sel-sel tubuh

Peroksidasi lipid menghasilkan MDA dari radikal bebas akan selalu membentuk

reaksi berantai yang terus berlanjut sampai radikal bebas ini dihilangkan oleh

sistem antioksidan dari tubuh

MDA adalah hasil proksidasi lipid yang larut dalam air pada kondisi

normal MDA secara parsial diekskresikan melalui urine tetapi tidak diketahui

berapa jumlah MDA yang terbentuk dalam tubuh itu dapat dihilangkan oleh

ginjal MDA merupakan salah satu hasil dari peroksidasi lipid yang digunakan

sebagai indikator dari stres oksidatif (Hundekari et al 2013) Peningkatan

peroksidasi lipid mungkin disebabkan oleh inflamasi yang berkaitan dengan

infeksi virus dan menurunnya kadar antioksidan

Penelitian in vitro pada eritrosit manusia yang menyemprot pestisida

menunjukan peningkatan konsentrasi karbofuran meningkatkan kadar MDA

secara signifikan (Misrha et al 2013) yang mendapatkan kadar MDA pada darah

petani penyemprot pestisida lebih tinggi secara signifikan dibandingkan dengan

kontrol seperti ditunjukan pada Tabel 22

Paparan pestisida atrazine pada tikus dapat meningkatkan peroksidasi lipid

dan merusak membran di dalam sel yang dipapar Kandungan fosfolipid dan

kolesterol dalam membran eritrosit dapat diketahui dengan menggunakan teknik

scanning electron microscopy (SEM) dan dapat diketahui terjadi perubahan

morfologi dalam eritrosit yang sebanding dengan perubahan parameter biokimia

38

termasuk stres oksidatif (Singh et al2006) Kerusakan sel cedera irreversible sel

dan kematian sel dapat terjadi apabila stres oksidatif berlangsung lama

Tabel 22 Perbandingan profil biokimia antara kontrol

dan penyemprot pestisida

Parameters Controls(n=18)

Mean plusmnSD

Sprayers (n=50)

Mean plusmnSD

MDA (nmolTBARSml blood)

943 plusmn078

2630 plusmn202

CAT (μ mol H2O2 hydrolysed X

104mlg Hb)

1055plusmn1520

13569 plusmn 1234

SOD(μmol hydroysed X 104mlg

Hb)

329 plusmn 079 803 plusmn 246

Sumber Mishra et al 2013

26 Antioksidan

Antioksidan adalah molekul yang mampu memperlambat atau mencegah

oksidasi molekul lain (Chakraborty et al 2009) Antioksidan adalah senyawa-

senyawa yang dapat menunda atau menghambat terjadinya oksidasi biomolekul

dengan menghambat reaksi-reaksi oksidasi rantai oleh radikal bebas dan mampu

menurunkan kerusakan oksidatif (Jantan et al 2011) Antioksidan juga

didefinisikan sebagai senyawa yang mampu menunda memperlambat atau

menghambat reaksi oksidasi makanan maupun obat Antioksidan akan bereaksi

dengan oksidan sehingga mengurangi kapasitas oksidan untuk dapat menimbulkan

kerusakan (Shahidi 1997 dalam Asep et al 2012)

Antioksidan dalam sistem biologi baik antioksidan enzim maupun non

enzim melindungi sel dari kerusakan yang disebabkan oleh molekul-molekul yang

39

tidak stabil yang disebut radikal bebas Antioksidan membantu menghancurkan

radikal bebas yang merusak sel mendukung pertumbuhan sel-sel yang sehat

melindungi sel dari penuaan mendukung sistem imun dalam tubuh Antioksidan

bersifat sangat mudah teroksidasi atau bersifat reduktor kuat dibanding dengan

molekul lain sehingga keefektifan antioksidan tergantung dari seberapa kuat daya

oksidasinya semakin mudah teroksidasi maka semakin efektif antioksidan

tersebut Antioksidan mampu melindungi sel melawan kerusakan yang

ditimbulkan oleh radikal bebas dan SOR seperti singlet oksigen peroksi nitrit

superoksida radikal peroksida dan radikal hidroksil (Chaveri et al2008 )

Antioksidan dapat menunda atau mencegah terjadinya reaksi oksidasi

radikal bebas dan oksidasi lipid dalam konsentrasi yang lebih rendah dari substrat

yang dapat dioksidasi Suhartono et al (2008) menyatakan antioksidan dapat

diklasifikasikan dalam 5 tipe yaitu a) Antioksidan primer berupa senyawa-

senyawa fenol yang mampu memutus rantai reaksi pembentukan radikal bebas

asam lemak Senyawa ini memberikan atom hidrogen yang berasal dari gugus

hidroksi sehingga terbentuk senyawa yang stabil seperti BHA (butyl

hidroksilanisol) BHT (butyl hydrotoluen) dan tokoferol b) Antioksidan

perangkap oksigen yaitu senyawa-senyawa yang berperan sebagai pengikat

oksigen sehingga mencegah reaksi oksidasi Senyawa ini mengadakan reaksi

dengan oksigen yang berada dalam sistem sehingga jumlahnya berkurang seperti

vitamin C (asam askorbat) askorbil palminat asam eritorbat dan sulfit c)

Antioksidan sekunder adalah senyawa-senyawa yang mempunyai kemampuan

untuk berdekomposisi dengan hidroperoksida menjadi produk akhir yang stabil

40

d) Antioksidan enzim yaitu enzim yang berperan mencegah terbentuknya radikal

bebas seperti glukose oksidase superoksida dismutase (SOD) glutation

peroksidase (GPx) dan katalase (CAT) dan e) Antioksidan Chelators

sequestrants yaitu senyawa-senyawa yang mampu mengikat logam seperti besi

dan tembaga yang mampu mengkatalisis reaksi oksidasi lemak seperti asam sitrat

asam amino ethylenediaminetetra acetid acid (EDTA) dan fosfolipid

Antioksidan bereaksi dengan radikal bebas dengan mengurangi

konsentrasi oksigen mencegah pembentukan singlet oksigen yang reaktif

mencegah inisiasi rantai pertama dengan menangkap radikal primer seperti radikal

hidroksil mengikat katalis ion logam mendekomposisi produk-produk primer

radikal menjadi senyawa non-radikal dan memutus rantai hidroperoksida

sehingga mengurangi kapasitas radikal bebas untuk menimbulkan kerusakan

(Mardawati et al 2011)

Berdasarkan mekanisme kerjanya antioksidan dikelompokan menjadi 1)

Antioksidan primer yaitu antioksidan yang bereaksi dengan radikal lipid berenergi

tinggi untuk menghasilkan produk yang memiliki kestabilan termodinamis lebih

baik seperti golongan fenol (isoflavon) 2) Antioksidan sekunder yang juga

dikenal dengan antioksidan pencegah (Preventive Antioxidant) yang dapat

memperlambat reaksi inisiasi dengan cara memutus rantai hidroperoksida seperti

dilauril thio-dipropionate dan asam thiodipropionate Antioksidan golongan ini

adalah antioksidan yang berikatan dengan gugus thiol (Shahidi dan Naczk1995

dalam Mardawati et al 2011)

41

Antioksidan pemutus rantai adalah molekul kecil yang dapat menerima

dan memberi elektron dari atau ke radikal bebas sehingga membentuk senyawa

baru yang stabil seperti vitamin E dan vitamin C Sedangkan antioksidan logam

transisi terikat protein bekerja mengikat ion-ion logam Fe2+

dan Cu2+

seperti

flavonoid dapat mencegah radikal bebas Antioksidan jenis ini memperbaiki

kerusakan sel-sel dan jaringan yang disebabkan radikal bebas (Winarsi 2007)

Mekanisme kerja antioksidan senyawa fenolik adalah sebagai berikut

Radikal Lipida Antioksidan Radikal Antioksidan

ROO + AH ROOH + A

RO + AH ROH + A

R + AH RH + A

OH + AH H2O + A

Senyawa antioksidan (AH) dapat memberikan atom hidrogen secara cepat ke

radikal lipida (ROO RO R OH ) dan mengubahnya menjadi bentuk yang lebih

stabil Sementara turunan radikal antioksidan (A) yang dihasilkan lebih stabil

dibandingkan radikal lipida karena akan terjadi delokalisasi perbaikan elektron

dari ikatan rangkap pada cincin benzen sebagai indikasi oleh ikatan isomer

valensi

Peningkatan jumlah gugus hidroksil (alkil hidrogen pada struktur

kimianya) pada posisi para atau ortho seperti pada genistein dapat meningkatkan

aktivitas antioksidan isoflavon Antioksidan dapat menghambat oksidasi atau

42

menghentikan reaksi berantai pada radikal bebas dari lemak yang teroksidasi

dapat melalui empat macam mekanisme reaksi yaitu 1) Pelepasan hidrogen dari

antioksidan 2) Pelepasan elektron dari antioksidan 3) Adisi lemak ke dalam

cincin aromatik pada antioksidan dan 4) Pembentukan senyawa kompleks antara

lemak dan cincin aromatik dari antioksidan

Antioksidan dapat mencegah tidak terkontrolnya pembentukan radikal

bebas dan aktivitas SOR atau mencegah reaksinya dengan struktur biologi (Nisar

et al 2013) Status antioksidan baik yang endogen maupun yang eksogen yang

menurun dapat mengganggu keseimbangan redoks seluler dan kondisi patologis

akan menjadi karakteristik utama dan membentuk stres oksidatif pada sel maupun

jaringan

261 Antioksidan enzimatis

Di dalam sistem biologis sudah tersedia antioksidan berupa enzim

(antioksidan enzimatis) yaitu superoksida dismutase (SOD) katalase (CAT) dan

glutation peroksidase (GPx) Antioksidan-antioksidan ini bekerja dengan cara

mencegah pembentukan senyawa radikal bebas baru atau mengubah radikal bebas

yang telah terbentuk menjadi molekul yang kurang reaktif (Finosh dan Jayabalan

2013) Mekanisme kerja antioksidan enzimatik adalah mengkatalisir pemusnahan

radikal bebas dalam sel Aktivitas enzim intrasel SOD dan CAT mengkatalisasi

dismutasi superoksida dan hidrogen peroksida aktivitas GPx mereduksi hidrogen

peroksida dan peroksida organik menjadi air dan oksigen Aktivitas enzim

intrasel ini dapat dilihat pada Gambar 29

43

GPx merupakan enzim penangkal radikal bebas dengan dua cara yaitu

pertahanan terhadap oksidan dan dengan mengkatalisis peroksida menjadi air dan

oksigen GPx memerlukan glutation sebagai substrat terdapat dalam dua bentuk

yaitu glutation tereduksi atau GSH dan glutation teroksidasi atau GSSG Ketika

mengkatalisis perubahan hidrogen peroksida (H2O2) menjadi H2O GSH

dioksidasi menjadi GSSG kemudian GSSG dapat direduksi kembali oleh NADPH

untuk mendapatkan kembali GSH (Marciniak et al 2009)

Gambar 29

SOD dan CAT mengkatalisasi dismutasi superoksida dan hidrogen peroksida

(Finosh dan Jayabalan 2013)

Enzim GPx terdapat terutama dalam mitokondria merupakan enzim

scavenger terhadap hidrogen peroksida dan berperan utama dalam mengatur

konsentrasi H2O2 dan dan berbagai macam peroksida organik Aktivitas GPx yang

menurun menunjukkan terjadinya penurunan kapasitas menghilangkan H2O2 dan

terjadinya hidroperoksida lemak

44

Enzim GPx sangat berperan dalam pengaktifan kembali enzim

kolinesterase melalui 1) Pengaktifan AMP siklik yang secara langsung dapat

mengaktifkan enzim kolinesterase 2) keseimbangan NADP dan NADPH pada

jalur glikolisis aerobik dalam eritrosit sehingga eritrosit tidak rusak kerusakan

eritrosit dapat menurunkan produksi kolinesterase darah 3) peranan kofaktor

prostaglandin pada sintesis tromboksan A2 yang memacu trombogenesis dan

vasokonstriksi pembuluh darah bersamaan dengan terbentuknya tromboksan akan

diaktifkan cAMP yang secara langsung mengaktifkan kinase protein termasuk

kinase protein enzim kolinesterase 4) sebagai antioksidan yang dapat melindungi

sel termasuk eritrosit dari kerusakan akibat radikal bebas 5) sebagai kofaktor

proses oksidasi dealkilasi ikatan organofosfat dengan kolinesterase darah 6)

berperan sebagai detoksifikasi dalam tubuh dengan mereduksi radikal bebas

peroksida sekaligus membentuk peroksida lipid di dalam membran sel (Stranges

et al 2010)

GPx adalah enzim antioksidan yang dapat mendetoksifikasi hidrogen

peroksida dan lipid hidroperoksida dalam menurunkan glutation Di dalam darah

terdapat beberapa jenis GPx dua diantaranya adalah GPx seluler (cGPx) dalam sel

darah merah dan GPx ekstrasel (eGPx) terdapat dalam plasma GPx sebagai enzim

antioksidan bekerja menjadi peredam (quenching) radikal bebas dan berperan

dalam metabolisme xenobiotik yang ditemukan dalam sel (Sen et al 2010)

GPx dengan konsentrasi tinggi ditemukan dalam hepar dan sel darah

merah sedangkan pada jantung ginjal paru-paru adrenal lambung dan jaringan

adipose mengandung GPx dalam kadar sedang GPx kadar rendah ditemukan

45

dalam otak otot testis dan lensa mata GPx yang rendah berkorelasi dengan

gangguan yang berhubungan dengan radikal bebas (Judge et al 2005) Jika

antioksidan endogen gagal mengatasi produksi metabolit reaktif maka

antioksidan eksogen akan diperlukan untuk menyeimbangkan status redoks

(Noori 2012) Sumber makanan termasuk tanaman rempah-rempah vitamin dan

ekstrak herbal memainkan peran penting dalam hal ini

262 Antioksidan non enzimatis

Antioksidan non enzimatis disebut juga antioksidan sekunder atau

antioksidan eksogen (diperoleh dari luar) digolongkan menjadi dua golongan

yaitu yang larut dalam lemak seperti tokoferol karotenoid flavoniod quinon dan

bilirubin serta yang larut dalam air seperti asam askorbat asam urat protein

pengikat logam dan protein pengikat heme (Winarsi 2007) Antioksidan ini dapat

berupa bahan-bahan alami dan juga sintetis Antioksidan alami seperti vitamin

adalah campuran redoks yang seimbang dengan bentuk tereduksi dan teroksidasi

dan sebaliknya untuk antioksidan sintetis merupakan redoks yang tidak seimbang

bahkan menghasilkan radikal bebas yang pada beberapa kasus berbahaya (Rani

etal 2004)

Vitamin C merupakan antioksidan yang sangat penting dalam cairan

ekstra sel karena dapat menyerang radikal-radikal yang larut dalam darah dan

melindungi lemak plasma dari perusakan peroksidasi oleh radikal-radikal peroksil

Peran utama vitamin C adalah menetralisir radikal bebas yang ada di dalam dan

di luar sel Vitamin C merupakan sumber elektron pendonor bagi radikal bebas

(Nisar et al 2013) Vitamin C berperan positip dalam proses detoksifikasi

46

yang sangat diperlukan untuk sintesis kolagen dan pertumbuhan serta

pemeliharaan jaringan epitel Peranan vitamin C sebagai pembawa hidrogen yang

merupakan siklus esensial dalam metabolisme protein dan karbohidrat yang

berfungsi memelihara kekuatan pembuluh darah Vitamin C sangat penting untuk

melawan radikal bebas dalam cairan ekstra sel dan melindungi biomembran dari

peroksidasi Pemberian air kelapa dapat meningkatkan aktivitas GPx SOD dan

CAT pada pekerja terpapar merkuri karena air kelapa mengandung vitamin C

B1 B6 asam-asam amino metionin selenium dan mineral berfungsi melindungi

sel tubuh dari serangan radikal bebas dan mencegah efek paparan merkuri

(Zulaikhah et al 2013) Defisiensi antioksidan yang berupa vitamin C vitamin

E Se Zn dan glutation dalam derajat ringan hingga berat sangat berpengaruh

terhadap respon imun

Komponen kimia yang berperan sebagai antioksidan adalah senyawa

golongan fenolik dan polifenolik yang memiliki kemampuan untuk menangkap

radikal bebas Flavonoid merupakan golongan terbesar dari senyawa polifenol

yang sangat efektif digunakan sebagai antioksidan Senyawa-senyawa ini banyak

terdapat di alam terutama pada tumbuh-tumbuhan seperti teh buah-buahan

sayuran dan anggur (Ramle et al 2008)

Aktivitas antioksidan dari berbagai tanaman erat hubungannya dengan

kandungan fenolnya ada indikasi substansi fenol seperti flavonoid dan asam-

asam fenolat berpotensi lebih besar sebagai antioksidan dibandingkan dengan

vitamin C dan vitamin E Aktivitas antioksidan flavonoid tergantung pada

struktur molekulnya terutama gugus prenil (CH3)2C=CH-CH2 Department of

47

Environmental and Molecular Toxicology Oregon State University dalam

penelitiannya mendapatkan bahwa gugus prenil flavonoid dikembangkan untuk

pencegahan atau terapi terhadap penyakit-penyakit yang dihubungkan dengan

radikal bebas

Asupan antioksidan diperlukan untuk membantu mengembalikan

ketidakseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan endogen serta

mengurangi kerusakan oksidatif dalam tubuh Salah satu terapi antioksidan yang

digunakan adalah ekstrak kulit buah manggis (Garcinia mangostana L) Kulit

buah manggis memiliki kandungan xanthone yang tinggi sehingga memiliki

kemampuan untuk menangkap radikal bebas Gugus hidroksil (OH) yang dimiliki

oleh xanthone efektif mengikat radikal bebas dengan elektron yang tidak memiliki

pasangan Antioksidan ini bekerja dengan cara memotong reaksi oksidasi berantai

dari radikal bebas atau dengan cara menangkapnya sehingga radikal bebas tidak

akan bereaksi dengan komponen seluler dan kerusakan sel dapat dihindari

Makanan yang kaya antioksidan memegang peran dalam mencegah

penyakit-penyakit kanker dan penyakit penurunan fungsi otak Antioksidan dapat

mengurangi resiko penyakit kronis dan mencegah berbagai penyakit baik dengan

cara meningkatkan pertahanan antioksidan dalam tubuh atau dengan cara

mengkonsumsi makanan yang kaya antioksidan Mengkonsumsi antioksidan yang

ada dalam makanan sehari-hari dapat memberi perlindungan terhadap stres

oksidatif Hundekari et al (2013) mendapatkan perlakuan antioksidan dengan

dosis yang sesuai dapat menurunkan kerusakan oksidatif sehingga efektif untuk

memperbaiki kasus keracunan akut OPs

48

27 Manggis

271 Tumbuhan manggis

Tumbuhan manggis (Garcinia mangostana L) berasal dari Asia Tenggara

dan merupakan tumbuhan fungsional karena hampir semua bagian dari tumbuhan

ini dapat dimanfaatkan sebagai obat Manggis termasuk dalam family Guttiferae

dan merupakan species terbaik dari genus Garcia Buah manggis sering dijuluki

Queen of tropical fruit karena mempunyai rasa enak daging buah putih halus

bentuk buah bagus dan disukai banyak orang (Chaverri et al 2008) Manggis

sering disebut mangostin atau kadang-kadang disebut buah super dengan berbagai

karakteristik seperti rasa aroma kaya nutrisi dan daya antioksidan yang tinggi

Buah manggis (Garcinia mangostana L) merupakan buah yang eksotik

karena memiliki warna yang menarik dan kandungan gizi yang tinggi sehingga

buah manggis memiliki prospek yang cukup baik untuk dikembangkan

(Mardawati et al 2011) Tingkatan taksonomi tanaman manggis adalah sebagai

berikut (Prihatman 2000)

- Kingdom Plantae

- Divisi Spermathophyta (Tumbuhan berbiji)

- Sub Divisi Angiospermae (Berbiji tertutup)

- Kelas Dicotyledonae (Biji berkeping dua)

49

- Ordo Theales

- Famili GuttiferaeClusiaceae

- Genus Garcinia

- Spesies Garcinia mangostana L

Selain sebagai buah yang eksotik manggis juga mengandung berbagai senyawa

yang bermanfaat bagi tubuh seperti triterpenoid mangostin tannin resin

kalsium zat besi dan vitamin B1 Potensi manggis tidak hanya terbatas pada

buahnya saja tetapi juga hampir seluruh bagian tumbuhan manggis menyimpan

potensi yang sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia

Kulit buah manggis mengandung beberapa senyawa yang memiliki

aktivitas farmakologi seperti antiinflamasi antihistamin antibakteri anti penyakit

jantung antijamur bahkan untuk terapi HIV (Chaveri et al 2008) Senyawa

utama kandungan kulit buah manggis yang dilaporkan bertanggung jawab atas

beberapa aktivitas farmakologi adalah golongan xanthone yang meliputi

mangostin mangosterol mangostinon A dan B trapezifolixanthone tovophyllin

B dan beta mangostin garcinon B mangostanol flavonoid epikatekin dan

gartanin136-trihidoksi-7-metoksi-28-bis(3-metil-2-butenil)-9H-xanten-9-on(alfa

mangostin) dan 1367-tetrahidroksi-28-bis (3-metil-2-butenil)-9H-xanten-9-on

(gamma mangostin) yang sangat bermanfaat untuk kesehatan (Qosim 2007)

Kandungan antioksidan manggis banyak terdapat pada kulit buahnya

dikenal sebagai antioksidan yang efektif karena mengandung senyawa biologi

xanthones walaupun dapat juga ditemukan dalam semua bagian manggis baik

pada buah kulit buah kulit kayu maupun daunnya Senyawa xanthone hanya

50

dihasilkan oleh genus garcinia Xanthone memiliki struktur kimia yang unik

terdiri dari sistem aromatik trisiklik (C6-C3-C6) dengan kelompok isoprena

metoksil dan hidroksil terletak pada cincin A dan B sehingga senyawa xanthone

beragam Struktur umum xanthone dapat dilihat pada Gambar 210

Gambar 210

Struktur umum senyawa xanthone (Chaverri et al 2008)

Xanthone termasuk golongan senyawa flavonoid Senyawa ini memiliki

dua cincin benzene dan satu cincin piran Inti xanthone dikenal sebagai 9-

xanthenone atau dibenzo-c-pyrone Xanthone dapat diklasifikasikan ke dalam lima

kelompok yaitu oxygenated xanthone xanthone glycoside prenylated xanthone

xanthonolignoid dan miscellaneous xanthone Menurut Chaverri et al (2008)

terdapat 200 lebih xanthone yang tersedia di alam ini dan 50 diantaranya

terkandung dalam kulit buah manggis

Xanthone memiliki rumus molekul C13H8O2 sehingga memiliki massa

molar sebesar 196191 gram mol Dalam penamaan menurut IUPAC senyawa ini

diberi nama 9H-xanthen-9-one Uji aktivitas antioksidan kulit buah manggis

dengan menggunakan peroksinitrit sebagai radikal bebas diketahui bahwa 8-

hydroxycudraxanthone G gartanin α-mangostin γ-mangostin dan smeath-

xanthone A merupakan komponen yang memiliki aktivitas antioksidan terbesar

51

(Jung et al 2006) Senyawa xanthone yang banyak terdapat pada kulit manggis

yaitu α - dan γ - mangostin (Obolsky et al 2009)

Struktur kimia beberapa turunan xanthone seperti α mangostin β

mangostin dan γ mangostin dapat dilihat pada pada Gambar 211

(Chaivisuthangkura et al 2008)

α mangostin β mangostin γ mangostin

Gambar 211

Struktur Kimia beberapa derivat xanthone

(Chaivisuthangkura et al 2008)

Senyawa-senyawa xanthone juga mempunyai aktivitas antibakteri

melawan S Aureus strain yang resisten terhadap penicillin dan methicillin

aktivitas antifungi melawan F Oxiforum A Tenuls dan D Oryzae (Chomnawang

2007) Garcinia mangostana dan senyawa-senyawa xanthone α-mangostin

mendorong aktivitas antimikroba melawan P acnes dan S epidermis yang

merupakan agen etiologi kritis pada jerawat (Chomnawang et al 2007)

Senyawa alfa-mangostin sebagai turunan xanthone memiliki kemampuan

dalam menekan pembentukan senyawa karsinogen pada kolon Xanthone juga

52

bermanfaat mencegah pertumbuhan sel kanker dan tumor Kemampuan

antioksidannya bahkan melebihi vitamin C dan E yang selama ini dikenal sebagai

antioksidan yang paling efektif (Ummi dan Any 2014) Hasil penelitian Kosem

et al (2007) mendapatkan ekstrak metanol kulit buah manggis mengandung α

mangostin sebesar 2519 g100 g ekstrak

Moongkandi et al (2004) menyatakan kulit buah manggis bermanfaat

penting bagi kesehatan karena kaya akan antioksidan seperti xanthone dan

antosianin Antosianin merupakan salah satu antioksidan kuat yang mampu

mencegah berbagai kerusakan akibat stress oksidatif sehingga mampu melindungi

sel dari radikal bebas Penelitian lain juga mendapatkan bahwa xanthone dari

manggis memiliki aktivitas antioksidan antitumor antiinflamasi antialergi

antifungi dan antibakteri (Suksamrarn et al 2006 dan Chaverri et al 2008)

Garcinia mangostana memiliki aktivitas antioksidan yang signifikan pada

IC50 sebesar 613 μgml juga efektif dalam scavenging radikal bebas dan bisa

mengurangi produksi cytokine sebagai suatu proinflamasi Senyawa xanthone

pada kulit buah manggis merupakan antioksidan tingkat tinggi karena kandungan

antioksidannya 667 kali dari wortel dan 83 kali jeruk (Qosim 2007)

Antioksidan yang terkandung dalam kulit buah manggis didominasi oleh

senyawa fenol yaitu xanthone Kadar xanthone dalam manggis berbeda-beda

tergantung pada kualitas buah yang terbesar didapatkan pada buah dengan kulit

burik atau kasar yakni sebesar 23544 μgg ekstrak sedangkan pada buah besar

dengan kulit mulus mengandung kadar xanthone sebesar 18502 μgg ekstrak

buah kecil sebesar 20434 μgg dan buah dengan kulit mengandung getah kuning

53

15289 μgg ekstrak Xanthone dalam kulit buah yang mengandung getah kuning

berperan dalam mekanisme pertahanan mencegah terjadinya stres akibat serangan

hama atau kerusakan fisik (Arsana 2014)

Xanthone sebagai antioksidan akan memutus rantai reaksi oksidasi radikal

bebas untuk mencegah reaksi oksidasi dengan reaksi reduksi yang melibatkan

hidrogen Keterlibatan hidrogen dalam reaksi-reaksi reduksi dapat menghambat

reaksi oksidasi antara radikal bebas dengan oksigen Kadar Oxygen Radical

Absorbance Capacity (ORAC) dari xanthone mencapai 17000-20000 ORAC per

100 ons kulit manggis lebih besar dari wortel dan jeruk yang kadar ORAC-nya

hanya 300 dan 2400 (Fanany 2013) Manfaat yang demikian besar menyebabkan

xanthone sangat dibutuhkan dalam tubuh sebagai penyeimbang prooksidan

Prenilasi xanthone juga mempunyai efek penghambat terhadap M Tuberculosis

Alfa-mangostin yang merupakan derivat xanthone didapatkan mempunyai potensi

sebagai antimikroba (Suksamrarn et al 2006) Selain itu kulit buah manggis

juga mengandung beberapa senyawa lain seperti yang tertera pada Tabel 23

Tabel 23

Komposisi Tepung Kulit Buah Manggis

Sumber Shahidi 1997 dalam Ummi dan Any 2014

No Komponen Kadar ( bk)

1

Air 900

2 Abu 258

3 Gula 692

4 Protein 269

5 Serat Kasar 3005

6 Lainnya (Tanin lemak dll) 4876

54

272 Ekstrak kulit buah manggis

Ekstrak kulit buah manggis mengandung berbagai senyawa yang diduga

bekerja sebagai antioksidan dengan cara mendonorkan elektronnya kepada radikal

bebas sehingga mencegah terjadinya peroksidasi lipid baik pada tahap inisiasi

propagasi maupun pada tahap terminasi (Middleton et al 2000) Senyawa-

seyawa ini bekerja sebagai sinyal yang akan mengaktivasi nuclear factor

erythroid 2- related factor 2 (Nrf2) yang terikat pada Kelch-like ECH-associated

protein-1 (Keap1) dalam sitoplasma sehingga mengalami disosiasi dan translokasi

menuju nukleus Dalam nukleus Nrf2 berasosiasi pada bagian promoter gen yang

disebut Antioxidant Respone Element (ARE) sehingga memicu ekspresi gen

penyandi antioksidan Senyawa yang terkandung dalam ekstrak kulit buah

manggis disamping bekerja sebagai antioksidan dengan cara mendonorkan

elektronnya kepada radikal bebas juga dapat menstimulasi ekspresi gen penyandi

antioksidan melalui aktivasi Nrf2 Salah satu stimulan tersebut adalah golongan

fenol (Inoue 2001) Ekstrak kulit buah manggis dapat mengatur aktivitas catalase

dalam aktivitasnya sebagai scavenger H2O2 atau mengatur gen Nrf-2 (Bartz et

al 2010) Hal ini sesuai dengan yang didapatkan dalam penelitian

Weecharangsan et al (2006) aktivitas ekstrak air dan ekstrak etanol kulit buah

manggis berperan sebagai scavenger H2O2

Skrining fitokimia dilakukan untuk memberikan gambaran tentang

golongan senyawa yang terkandung dalam ekstrak etanol kulit buah manggis

Hasil uji skrining fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak etanol kulit buah

manggis mengandung senyawa golongan alkaloid triterpenoid saponin

55

flavonoid tannin dan polifenol (Kristianti et al 2008) Polifenol adalah senyawa

fenolik yang memiliki lebih dari satu gugus hidroksil (OH) golongan senyawa ini

terdapat pada berbagai jenis tumbuhan yang mempunyai berbagai macam aktivitas

biologi salah satunya adalah aktivitas antioksidan (Scalbert et al 2005)

Polifenol banyak ditemukan dalam buah-buahan sayuran dan biji-bijian

yang merupakan sumber antioksidan alami Senyawa polifenol terdiri dari

beberapa subkelas yakni flavonol isoflavon (dalam kedelai) flavanon

antosianidin katekin dan biflavan Semua polifenol mampu menjadi perangkap

oksigen dan radikal alkil dengan memberikan donor elektron sehingga terbentuk

radikal fenoksil yang relatif stabil (Mokgope 2006) Senyawa-senyawa polifenol

alami secara langsung sebagai scavenger SOR dan secara tak langsung melindungi

aktivitas beberapa enzim sehingga berpotensi meningkatkan antioksidan endogen

(Masella et al 2005) Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Martin et al

(2010) yang mendapatkan CPE (cocoa polyphenolic extrac) yang mengandung

senyawa-senyawa flavonoid seperti katecin epikatecin dan prosianidin

meningkatkan aktivitas GPx dan glutation reduktase (GR) Senyawa-senyawa ini

mereduksi produksi SOR dan mengatur aktivitas antioksidan enzim Peningkatan

aktivitas enzim antioksidan dapat digunakan sebagai terapi penyakit-penyakit

yang disebabkan oleh stress oksidatif

Senyawa fenol sebagai antioksidan tergantung dari beberapa faktor seperti

ikatan gugus hidroksil pada cincin aromatik posisi ikatan posisi hidroksil bolak

balik pada cincin aromatik dan kemampuannya dalam memberi donor hidrogen

atau donor elektron serta kemampuannya dalam memerangkap radikal bebas (free

56

radical scavengers) Palakawong et al (2010) mendapatkan daya antioksidan

ekstrak kulit buah manggis sebesar 594 microgml yang dianalisis dengan metode

DPPH Ekstrak kulit manggis mengandung total fenol yang cukup tinggi yaitu

sebesar 4112 mgg dengan aktivitas antioksidannya sebesar 8442 (Dyahnugra

et al 2015) Ekstrak etanol kulit buah manggis menunjukkan aktivitas yang

signifikan dalam menghambat pembentukan 50 radikal menghambat radikal

superoxide (O2-) mereduksi produksi ROS dan dapat menangkap radikal

hidroksil (OH-) (Chomnawang et al 2007)

Senyawa flavonoid adalah senyawa-senyawa polifenol yang memiliki 15

atom karbon (C6-C3-C6) terdiri dari dua cincin benzena yang dihubungkan

menjadi satu oleh rantai linier yang terdiri dari tiga atom karbon Flavonoid

dalam ekstrak kulit buah manggis berperan membasmi radikal bebas dengan

berbagai cara misalnya dengan menghambat enzim yang bertanggung jawab

memproduksi anion superoksida yaitu xantin oksidase ada juga dengan

menyumbangkan elektronnya ke radikal superoksida atau radikal lipid agar stabil

(Smith et al 2005)

Ekstrak kulit buah manggis baik dengan pelarut air etanol 50 etanol

95 dan etil asetat menunjukan aktivitas antioksidan dan neuroprotektif

(Weecharangsan et al 2006) Kapasitas antioksidan ekstrak air dan etanol 50

diuji dengan metoda DPPH didapatkan masing-msing sebesar 3498 dan 3076

Kapasitas antioksidan ekstrak ini sudah dicobakan pada sel neuroblastoma

(NG108-15) yang terpapar hidrogen peroksida (H2O2) kedua ekstrak ini

memperlihatkan aktivitas neuroprotektif dengan konsentrasi 50 lgmL Aktivitas

57

neuroprotektif ekstrak etanol 50 kulit buah manggis lebih tinggi dibandingkan

dengan ekstrak air Ekstrak etanol kulit buah manggis juga mempunyai aktivitas

antioksidan yang signifikan sebagai penghambat pembentukan radikal DPPH

(Chomnawang et al 2007)

Ekstrak kulit buah manggis diketahui memiliki daya antioksidan sangat

kuat hal ini dibuktikan dengan menggunakan fraksi pelarut metanol etanol dan

etil asetat semuanya memiliki daya antioksidan EC50 kurang dari 50 Fraksi

metanol mempunyai nilai EC50 yang paling kecil dibanding dengan kedua

fraksi lainnya masing-masing 800 mgL 926 mgL dan 2948 mgL ini berarti

fraksi metanol mempunyai aktivitas antioksidan yang lebih besar dibandingan

dengan fraksi etanol dan etil asetat (Mardawati et al 2011) Hal ini didukung

oleh Li dan Xu (2015) yang menyatakan ekstrak metanol kulit buah manggis

mempunyai aktivitas antioksidan yang kuat karena kandungan polifenolnya sangat

tinggi

Senyawa fenol banyak ditemukan pada berbagai tanaman Senyawa ini

telah dieksploitasi secara intensif karena selain berfungsi sebagai antioksidan juga

memiliki berbagai fungsi biologi seperti anti mutagenik dan anti karsinogenik

Antioksidan alami yang terdapat dalam tanaman akan meredam radikal bebas

yang berbahaya dari tubuh Senyawa-senyawa polifenol dari tanaman seperti

flavonoid digambarkan sebagai peredam SOR Ekstrak kulit buah manggis dapat

mengurangi produksi SOR intrasel secara signifikan yang ditentukan dengan 27-

dichlorofluorescein diacetate (DCFH-DA) dalam SKBR3 saluran sel

(Moongkarndi et al 2004) Aktivitas radikal hidroksil (HO-) diperangkap oleh

58

xanthone yang diisolasi dari beberapa ekstrak kulit buah manggis (Chin et al

2008) Xanthone dapat diklasifikasikan ke dalam lima kelompok yaitu

oxygenated xanthone xanthone glycoside prenylated xanthone xanthonolignoid

dan miscellaneous xanthone Saat ini sekitar 1000 xanthone berbeda telah

diketahui (Chaverri et al 2008)

Kulit buah manggis mengandung 90 xanthone terutama α dan β

mangostin yang disebut panaxanthone dapat memulihkan sistem pertahanan

antioksidan endogen seperti aktivitas SOD GPx dan kadar GSH secara invitro

dan in vivo memecah langsung SOR untuk mengurangi penipisan GSH dan

meghambat peroksidasi lipid Efek protektif α mangostin diduga terhadap stress

oksidatif dimediasi melalui jalur Nrf2 (Jung et al 2006) Ekstrak kulit buah

manggis dapat menurunkan MDA meningkatkan SOD dan GPx pada tikus yang

mengalami peningkatan MDA serta penurunan SOD dan GPx karena perlakuan

latihan (Arsana 2013) Hal yang sama didapatkan oleh Sudjarwo dan

Koerniasari (2015) bahwa pemberian ekstrak kulit buah manggis dapat

meningkatkan aktivitas GPx dan SOD ginjal tikus yang menurun karena diberi

perlakuan logam berat timbal mungkin disebabkan oleh kemampuan ekstrak

kulit buah manggis mengurangi akumulasi radikal bebas

Skrining fitokimia ekstrak kulit manggis juga menunjukkan bahwa kulit

buah manggis mengandung senyawa metabolit sekunder berupa golongan alkaloid

saponin tanin polifenol dan flavonoid (Poeloengan dan Praptiwi 2010)

Saponin merupakan zat aktif yang dapat meningkatkan permeabilitas membran

sehingga terjadi hemolisis sel Apabila saponin berinteraksi dengan sel bakteri

59

maka bakteri tersebut akan rusak atau lisis sedangkan flavonoid merupakan

kelompok senyawa fenol yang mempunyai kecenderungan untuk mengikat

protein sehingga mengganggu proses metabolisme bakteri tersebu Senyawa-

senyawa fenolik dapat bereaksi dengan senyawa oksigen reaktif disebabkan

oleh satu atau dua gugus hidroksil pada cincin aromatik dapat berperan sebagai

donor hidrogen (Dungir et al 2012)

Tanin dalam konsentrasi rendah mampu menghambat pertumbuhan

bakteri sedangkan pada konsentrasi tinggi mampu bertindak sebagai antibakteri

dengan cara menggumpalkan protoplasma bakteri sehingga terbentuk ikatan yang

stabil dengan protein bakteri Selain itu pada saluran pencernaan tanin mampu

mengeliminasi toksin (Poeloengan dan Praptiwi 2010)

Flavonoid merupakan golongan senyawa yang mempunyai kemampuan

sebagai antioksidan Flavonoid juga berperan mengaktifkan enzim kunci dalam

respirasi mitokondria dan melindungi sel neuron sehingga mencegah stres

oksidatif dan kerusakan jaringan Asupan flavonoid berperan sebagai

neuroprotektif berpotensi melindungi neuron dari neurotoksin meningkatkan

fungsi memori pembelajaran dan kognitif (Spencer 2009)

Uji daya antioksidan ekstrak kulit manggis buah dilakukan oleh Lin et al

(2014) menggunakan DPPH Radikal bebas DPPH (DPPHbull) mungkin akan

ditangkap oleh antioksidan dengan memberikan atom hidrogen (Hbull) membentuk

molekul stabil DPPH-H mekanismenya seperti tampak pada Gambar 212

Gambar ini menunjukkan reaksi antara γ-mangostin dengan DPPH akan

menghasilkan senyawa yang stabil sehingga tidak akan terjadi reaksi rantai yang

60

akan menghasilkan radikal-radikal lain yang lebih reaktif Dalam molekul γ-

mangostin gugus ortho-dihidroksil menjadi homolysis menghasilkan radikal

hidrogen (Hmiddot) dan radikal γ-mangostinmiddot (I) Hmiddot kemudian bergabung dengan

DPPHmiddot membentuk molekul DPPH-H dan radikal γ-mangostin menjadi (II)

yang selanjutnya dapat menghasilkan radikal hidrogen (Hmiddot) melebihi yang

diperlukan oleh radikal DPPH (DPPHmiddot) untuk membentuk quinone (III) Hasil ini

mengindikasikan bahwa ekstrak kulit buah manggis sebagai sumber antioksidan

yang baik dengan cara mendonasikan elektron kepada radikal bebas untuk

membentuk produk stabil sehingga tidak menimbulkan reaksi berantai

Gambar 212

Reaksi γ mangostin dengan DPPH sebagai radikal bebas

Lin et al (2014)

61

62

63

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pestisida...pestisida menginduksi produksi serotonin dan histamin, sebagai hormon yang memicu reaksi alergi dan dapat menimbulkan senyawa baru yang lebih

12

Pestisida masuk ke dalam tubuh melalui pernafasan absorpsi melalui kulit

dan melalui mulut Pestisida yang masuk melalui mulut akan bercampur dengan

ludah yang mengandung enzim masuk ke lambung kemudian ke usus halus dan

seterusnya sampai terbuang melalui usus besar proses absorpsi melalui mukosa

usus kemudian mengalir mengikuti sistem sirkulasi darah Absorpsi pestisida

melalui kulit akan menembus epidermis masuk ke dalam kapiler darah dan

terbawa ke paru-paru dan organ vital lain seperti otot dan otak (Suwindre 1993

dalam Rustia 2010) Pestisida yang masuk ke dalam tubuh mengakibatkan aksi

antara molekul yang terdapat dalam pestisida dengan sel dalam tubuh yang

bereaksi secara spesifik maupunnon spesifik Pestisida dapat merusak

keseimbangan antara prooksidan dan antioksidan dalam tubuh dan menyebabkan

terjadinya peroksidasi lemak di dalam membran lemak

Pestisida dalam tubuh dapat meracuni manusia melalui mekanisme a)

mempengaruhi kerja enzim dan hormon yaitu dapat menonaktifkan aktivator

sehingga enzim atau hormon tidak dapat bekerja dan b) merusak jaringan karena

pestisida menginduksi produksi serotonin dan histamin sebagai hormon yang

memicu reaksi alergi dan dapat menimbulkan senyawa baru yang lebih toksik

(Bolognesi 2003) Pernyataan ini didukung oleh Diamanti dalam Suhartono

(2008) bahwa pestisida tergolong sebagai endocrine discrupting chemicals

(EDCs) yaitu bahan kimia yang mengganggu sintesis sekresi transport

metabolisme pengikatan dan eliminasi hormon-hormon yang berfungsi menjaga

homeostasis reproduksi dan proses tumbuh kembang

13

Pestisida dalam tubuh yang didistribusikan dan disimpan di dalam jaringan

lemak dapat mengalami biotransformasi dapat juga dijumpai dalam darah serta

dikeluarkan melalui urine Pestisida dapat mengakibatkan efek sistemik dan efek

lokal bagi penggunanya Efek sistemik terjadi apabila pestisida tersebut masuk

ke seluruh tubuh melalui peredaran darah sedangkan sedangkan efek lokal terjadi

di bagian tubuh yang terkena pestisida Senyawa aktif dalam pestisida diketahui

dapat meningkatkan produksi species oxygen reactive (SOR) atau reaktif oksigen

spesies (ROS) sehingga memberikan efek toksik (El-Gendy et al 2010)

Keracunan pestisida yang kronis dapat ditemukan sebagai kelainan saraf

dan perilaku serta berdampak mutagenitas Yuantari (2011) menyatakan paparan

pestisida yang bertahun-tahun menyebabkan masalah pada ingatan sulit

berkonsentrasi perubahan kepribadian kelumpuhan bahkan kehilangan

kesadaran dan koma Keracunan kronis juga berdampak pada organ paru-paru

hati lambung dan usus

211 Pestisida organofosfat (OPs)

Organofosfat (OPs) adalah nama umum ester dari asam fosfat Ester-ester

dari organofosfat atau karbamat banyak digunakan sebagai pestisida insektisida

bahan obat-obatan untuk gangguan kesehatan seperti glaukoma infeksi parasit

dan penyakit alzaimer OPs bisa diabsorpsi melalui absorpsi kulit atau mukosa

atau parenteral per oral inhalasi dan juga injeksi (Elersek dan Filipic 2012)

Pestisida OPs penggunaannya sangat luas di dunia demikian juga di

Indonesia petani umumnya menggunakan pestisida golongan ini baik untuk

pertanian pertamanan dalam rumah tangga dan kesehatan Pestisida OPs dan

14

karbamat paling banyak beredar dan digunakan dalam pengendalian hama

penyakit tanaman secara terpadu karena cepat membunuh hama dan relatif aman

bagi lingkungan Pestisida yang termasuk golongan OPs antara lain mefinofos

(fosdrin) paration monokrotofos (azodrin) dikrotofos fosfamidon diklorfos

etion fention dan diazinon metil paration dan profenofos yang tergolong

karbamat di antaranya metomil (Plianbangchang et al2008)

Penggolongan OPs dapat juga berdasarkan dosis mematikan atau daya

racun dari senyawa tersebut terdiri dari klas I a daya racunnya sangat tinggi klas

I b daya racunnya tinggi klas II terdiri dari senyawa organofosfat dengan daya

racun sedang dan klas III daya racunnya ringan (WHO 2009) Berdasarkan

penggolongan ini 40 dari 23 bahan aktif pestisida OPs termasuk klas I a yaitu

daya racunnya sangat tinggi dan ekstrim namun sampai saat ini masih sangat

diperlukan sebagai sarana peningkatan produksi di bidang pertanian dan perikanan

juga untuk peningkatan kualitas kesehatan

OPs bersumber dari H3PO4 (asam fosfat) yang mempunyai sifat sebagai

berikut a) Efektif terhadap serangga yang resisten terhadap hidrokarbon

organoklorin b) Tidak menimbulkan kontaminasi terhadap lingkungan untuk

jangka waktu yang lama c) Kurang mempunyai efek yang lama terhadap

organisme non target d) Lebih toksik terhadap hewan-hewan organisme

bertulang belakang jika dibandingkan dengan organoklorin e) Mempunyai cara

kerja menghambat fungsi enzim kolinesterase (Afriyanto 2012)

Keracunan OPs pada sistem respirasi mengakibatkan bronkokonstriksi

dengan sesak nafas dan peningkatan sekresi bronkus Pada umumnya gejala ini

15

timbul dengan cepat dalam waktu 6-8 jam tetapi bila paparan berlebihan dapat

menimbulkan kematian dalam beberapa menit Senyawa dari golongan pestisida

ini berkerja menghambat aktivitas enzim kolinesterase yang dapat berakibat fatal

dengan gejala antara lain sakit kepala pusing-pusing lemah pupil mengecil

gangguan penglihatan dan sesak nafas mual muntah kejang pada perut dan diare

sesak pada dada dan detak jantung menurun (Jakob et al 2002) Paparan

subkutan umumnya membutuhkan waktu lebih lama untuk menimbulkan tanda

dan gejala OPs dikenal sebagai neurotoksik terhadap mamalia karena

menghambat enzim asetilkolinestester (AChE) yang mengkatalisis hidrolisis

asetilkolin (ACh) yaitu suatu neurotransmitter sehingga akan terakumulasi

212 Toksisitas OPs

Risiko paparan pestisida OPs sangat tinggi pada pekerja pertanian dan

pekerja pada industri kimia seperti pedagang bahan kimia dan pestisida

Mekanisme masuknya racun pestisida tersebut dapat melalui kulit luar mulut dan

saluran makanan serta melalui saluran pernapasan Laju absorpsi OPs melalui

kulit dipengaruhi oleh bagian kulit yang terkena seperti paration akan lebih cepat

masuk melalui kulit di kepala dan leher dibandingkan dengan kulit di tangan dan

lengan (Subash et al 2010) OPs yang terserap selanjutnya akan terakumulasi

dengan cepat dalam lemak hati ginjal dan kelenjar ludah

Saluran cerna merupakan salah satu jalur utama penyerapan toksikan

selain paru-paru dan kulit (Juhryyah 2009) Toksikan dapat merusak permukaan

internal dari traktus gastrointestinal dan memperlambat bahkan menghentikan

peristaltik usus sehingga menyebabkan terjadinya penyerapan toksikan tersebut

16

(Manahan 2003) Apabila paparan toksikan pada sel berlangsung cukup lama dan

konsentrasi tinggi sel akan mencapai suatu titik dimana sel tidak dapat lagi

mengkompensasi toksikan tersebut dan tidak dapat melanjutkan metabolisme

Perubahan yang reversibel akan menjadi irreversibel yaitu terjadinya kematian

sel Proses kematian sel dapat terjadi secara apoptosis dan nekrosis

Tanda dan gejala awal toksisitas organofosfat adalah stimulasi berlebihan

kolinergenik pada otot polos dan reseptor eksokrin muskarinik yang meliputi

miosis gangguan perkemihan diare defekasi eksitasi dan salivasi (Rustia et al

2010) Toksisitas OPs berpengaruh pada berbagai sistem dalam tubuh termasuk

hematologi dan perubahan biokimia (Kalender et al 2005) Selain itu terjadinya

stress oksidatif menunjukkan bahwa pestisida memberi efek sitotoksik (Khan dan

Kour 2007)

Toksisitas OPs dipengaruhi oleh struktur kimia metabolisme dalam

tubuh target dosis cara aplikasi tingkat dekomposisi dan cara masuknya ke

organisme Struktur umum dari organofosfat dapat dilihat pada Gambar 21

Gambar 21

Struktur umum organofosfat (Herljac 2009)

17

R1 dan R2 merupakan metil etil atau isopropil dan X merupakan suatu

gugus dapat pergi (leaving group) biasanya berupa substitusi nukleofilik oleh

oksigen dari serin pada sisi aktif protein target Variasi X tergantung dari jenis

OPs (Mangas et al 2016) Unsur yang berikatan rangkap dengan fosfor (P)

dapat berupa oksigen (untuk pestisida paraokson) dapat juga berupa sulfur (S)

untuk pestisida parathion

OPs menghambat fungsi berbagai ester karboksilat hidrolase seperti

asetilkolinesterase plasma dan karboksilesterase hepar paraoksonase dan esterase

yang lain dalam tubuh (Soltatinejad dan Abdollahi 2009) Bagian lipofilik dari

pestisida organofosfat akan berinteraksi dengan membran sel dan mengacaukan

struktur fosfolipid dualapis Kemampuan toksisitas utama dari OPs adalah

menghambat aktivitas enzim kolinesterase dalam darah yang berfungsi mengatur

kerja saraf (neurotransmiter) selanjutnya akan mengaktifkan reseptor kolinergik

Mekanisme toksisitas OPs membentuk ikatan kovalen organofosforilasi

dengan esterase dari kolinesterase menghasikan enzim terfosforilasi yang sangat

sulit dipecah sehingga aktivitasnya terhambat Mekanisme ini ditunjukan pada

Gambar 22 Mekanisme penghambatan AChE adalah terbentuk ikatan antara

satu hidroksil dari gugus serin dalam pusat esteratik AChE dengan fosfor dari

OPs yang membentuk kompleks enzim-inhibitor yang reversibel selanjutnya

terjadi fosforilasi serin secara kovalen (Pohanka 2011) Apabila kolinesterase

terikat maka enzim ini tidak dapat melaksanakan fungsinya terutama meneruskan

pengiriman perintah kepada otot-otot tertentu sehingga otot-otot senantiasa

bergerak tanpa dapat dikendalikan

18

Gambar 22

Ikatan OP pada sisi aktif AChE Reaksi Fosforilasi AChE

(Hreljac 2009)

Efek toksik dari pestisida OPs dapat menimbulkan kejang otot dan paralisis

(lumpuh) terjadinya kelainan hematologi meningkatkan kadar SGOT dan SGPT

dalam darah (Jaga dan Dharmani 2003) Toksisitas OPs dalam tubuh berupa 1)

neurotoksisitas 2) molekul target bukan neuron 3) imunotoksisitas 4)

genotoksisitas dan karsinogenitas (Elersek dan Filipic 2012)

213 Neurotoksisitas OPs

Mekanisme toksisitas OPs umumnya dimulai dengan menghambat

aktivitas enzim asetilkolinesterase (AChE) yang menyebabkan asetilkolin (ACh)

tidak dapat terhidrolisis menjadi kolin dan asam asetat sehingga ACh

terakumulasi dalam sistem saraf yang menyebabkan mobilitas limposit dan

19

sitotoksisitas meningkat Penghambatan AChE oleh OPs disebabkan oleh

terjadinya reaksi fosforilasi akibat lepasnya gugus fosfat dari senyawa OPs

kemudian membentuk ikatan kovalen dengan AChE sehingga menghambat

aktivitasnya (Manal dan Lobna 2006) seperti tampak pada Gambar 22

Hidrolisis secara spontan OPs dari sisi aktif ini berlangsung sangat lambat

kadang-kadang irreversible sehingga menghasilkan efek beracun dalam jangka

panjang

Aktivitas enzim AChE yang terhambat menyebabkan asetilkolin (ACh)

terakumulasi di dalam sistem saraf yaitu pada kantung-kantung sinaptik sehingga

terjadi aktivasi reseptor kolinergik (muskarinik atau nikotinik) Akumulasi

asetilkolin menyebabkan overstimulasi dari reseptor dan jika keracunan

organofosfat tetap tidak diobati akan menyebabkan kematian Mekanisme ini

berlaku bagi organisme berdarah panas sehingga manusia juga mudah keracunan

OPs (Bajgar 2004) Hambatan dari enzim tersebut menyebabkan ACh tertimbun

pada sinaps yang terletak diantara saraf dan otot (neuromuscular junction)

Akumulasi ACh menyebabkan depolarisasi persisten pada otot rangka

mengakibatkan kelemahan dan fasikulasi Akumulasi asetilkolin yang terjadi

pada sistem saraf otonom dapat menyebabkan diare uriniterase tanpa sadar

bronko konstriksi dan miosis (Rustia et al 2010)

Efek toksik OPs berupa gejala neurologi dengan target primer

kolinesterase Penghambatan kolinesterase terjadi secara progresif oleh OPs

karena terjadi fosfilasi (fosforilasi atau fosfonilasi) pada sisi aktif serin dari

kolinesterase (Ser198 BChE dan Ser 200 untuk AChE pada manusia) Seperti

20

tampak pada Gambar 22 terjadi fosforilasi pada sisi aktif serin membentuk anion

intermediate yang pada proses aging mengalami dealkilasi membentuk anion

fosfonil yang stabil kemudian akan menghambat AChE secara irreversible

Enzim yang terfosforilasi ini tidak mampu lagi menghidrolisis ACh sehingga

tertimbun pada tempat-tempat reseptor ACh yang tertimbun ini menyebabkan

terjadi stimulasi berlebihan dan selanjutnya mengganggu pengiriman antara sistem

saraf pusat dan saraf tepi

OPs dalam tubuh selain mengalami forforilasi yang menyebabkan

neurotoksik dapat juga mengalami detoksikasi secara alami oleh enzim

karboksilase atau glutation transferase seperti tampak pada Gambar 23

Neurotoksik terjadi bila OPs berikatan dengan AChE BChE dan esterase yang

lain

Gambar 23

Toksikasi dan detoksikasi OPs

(Mangas et al 2016 )

21

Petani yang terpapar oleh pestisida OPs dapat mengalami penghambatan

Aktivitas AChE peningkatan reaksi Thiobarbituric Acid dan penurunan

kemampuan plasma darah dalam penyerapan besi (Fe) Dasar patofisiologi gejala

klinis dari keracunan OPs adalah inaktifasi dari enzim AChE pada sekeliling

nicotinic and muscarinic pada sistem saraf pusat central nervous system (CNS)

dan pada neuromuscular junction (Gagandeep dan Dheeraj 2009) Penghambatan

OPs secara ireversibel pada kedua muskarinik dan nikotinik dapat mempengaruhi

central nervous system (CNS) (Hundekari et al 2013) OPs sebagai anti-

kolinesterase akan memblok asetilkolinesterase sehingga asetilkolin terakumulasi

dalam saraf tepi yang dapat menimbulkan pengaruh neurotoksik seperti kontraksi

otot secara kontinyu Nilai normal aktivitas kolinesterase untuk laki ndash laki sebesar

4620 ndash 11500 Ul dan nilai normal untuk perempuan sebesar 3930 - 10800 Ul

Bila dibawah nilai normal menunjukkan adanya keracunan darah yang

diakibatkan oleh pestisida OPs

OPs di dalam sel darah merah akan mempengaruhi AChE dan di dalam

plasma darah akan mempengaruhi pseudokolinesterase OPs akan terikat di

dalam sinapsis melalui proses fosforilasi bagian ester anion dari enzim AChE

ikatan ini sangat kuat dan irreversible (Raini 2007) Keracunan akut dari OPs

pada manusia menyebabkan kelemahan otot paralisis disorientasi serta kematian

akibat paralisis otot pernafasan Efek neurotoksisitas organofosfat tidak selalu

muncul mendadak Neurotoksisitas lambat (delayed neurotoxicity) dapat

dihasilkan oleh sejumlah ester organofosfor yang diklasifikasikan sebagai

aksonopati Efek ini bisa ditimbulkan oleh dosis tunggal yang besar ataupun dosis

22

akumulasi Neurotoksisitas yang terjadi lambat ini disebut organophosphorus

ester-induced delayed neuropathy (OPIDN) OPIDN tidak terjadi secara

mendadak tetapi butuh waktu antara 7-10 minggu untuk timbulnya degenerasi

aksonal OPIDN adalah suatu sindrom gejala toksisitas yang disebabkan oleh OPs

berupa melemahnya otot-otot pada tangan dan kaki terganggunya keseimbangan

dan bisa menjadi lumpuh yang muncul 4-21 hari setelah paparan OPs Molekul

target OPIDN adalah enzim dalam sistem saraf yang disebut neuropathy target

esterase (NTE) yang dapat digunakan sebagai biomarker OPIDN (Lotti dan

Moretto 2009) OPs menghambat AChE dengan efektif pada neuromuscular

junctions dalam sistem saraf tepi dan saraf pusat Selain neurotoksisitas efek

buruk paparan OPs juga dapat mengubah fungsi tubuh lainnya

Katagori keracunan pestisida dilihat dari aktivitas AChE dengan metode

Tintometer Kit 1) Normal gt 75 2) Keracunan ringan 75 - 50 3)

Keracunan sedang 50 - 25 dan 4) Keracunan berat lt 25 Jika penurunan

aktivitas kolinesterase mencapai 25 dari nilai normalnya (dalam katagori

keracunan ringan) maka pekerja harus dijauhkan dari paparan pestisida dan baru

diizinkan kembali bekerja dengan pestisida jika aktivitas kolinesterasenya menjadi

80 atau lebih dari nilai normal

Prinsip reaksi interaksi antara enzim-fosfat adalah 1) fosforilasi enzim 2)

kebalikan penghambatan dan 3) aging (pemeraman) Karakteristik fosforilasi

enzim adalah pembentukan ikatan kimia antara atom fosfor dari OPs dengan atom

oksigen gugus hidroksil dari serin pada pusat katalitik AChE Reaksi antara OP-

23

AChE ini hampir sama atau dapat disamakan dengan reaksi antara AChE-AChE

Reaksi fosforilasi ini dapat dilihat pada Gambar 24

Gambar 24

Reaksi fosforilasi antara AChE dan OP

(Patočka et al 2005)

Enzim AChE terfosforilasi yang terbentuk sangat stabil lain halnya dengan enzim

terasetilasi yang sangat tidak stabil dengan waktu paruh hanya dalam millisecond

Penghambatan AChE oleh senyawa OPs terutama nerve agent bersifat

irreversible Reaksi penghambatan yang reversal seperti Gambar 25

berlangsung sangat lambat sehingga merupakan penghambatan OPs bukan

penghambatan substrat AChE

Gambar 25

Hambatan reversal

(Patočka et al 2005)

Reaktivasi secara spontan merupakan kombinasi dari dua proses paralel

yaitu defosforilasi dan aging Aging adalah pembentukan fosforilasi irreversible

penuh sehingga terjadi dealkilasi dari OO-dialkyl-phosphorylated atau O-alkyl-

phoshonylated enzim Age enzym ini tidak dapat reaktif lagi oleh reaktivator

untuk penghambatan AChE oleh OPs Proses aging digambarkan sebagai

24

dealkilasi dari fosforil menghasilkan muatan negatip yang stabil karena

berinteraksi dengan katalitik His 440 Proses aging menghambat defosforilasi

secara irreversible dan hanya sebagian dari enzim menjadi reaktif Reaksi aging

dapat dilihat pada Gambar 26

Gambar 26

Proses aging

(Patočka et al 2005)

Proses reaktivasi dapat terjadi pada enzim terfosforilasi yang belum

mengalami proses aging Mekanisme ini digunakan dalam pengobatan penyakit

yang berhubungan dengan keracunan OPs seperti alzaimer menggunakan oksim

salah satunya adalah pralidoksim Mekanisme reaksi reaktivasi ini dapat dilihat

pada Gambar 27

Pralidoksim dapat berperan sebagai reaktivator dimana terjadi reaksi

antara pralidoksim dengan OPs yang terikat pada sisi aktif serin sehingga ikatan

enzim AChEndashOPs putus dan enzim AChE kembali aktif Pralidoksim juga dapat

sebagai catalytic scavenger dimana pralidoksim dengan cepat memblok OPs

sehingga OPs tidak dapat berikatan dengan enzim AChE Hasil penelitian

Hundekari et al 2013 mendapatkan treatment atropin dengan pralidoksim dapat

menurunkan MDA yang meningkat oleh paparan OPs dan meningkatkan aktivitas

AChE yang turun oleh paparan OPs

25

Gambar 27

Reaktivasi enzim AChE

(Bharathi et al 2014)

214 Toksisitas OPs terhadap fungsi tubuh selain saraf

OPs selain mempengaruhi saraf (menghambat asetilkolinesterase) juga

mempengaruhi fungsi tubuh yang lain seperti menghambat karboksilase yang

merupakan bagian dari metabolisme xenobiotic Metabolisme xenobiotic

dipengaruhi melalui atom sulphur dari desulfurasi dalam metabolisme fase I

menghambat lipase yang berperan penting dalam cell signalling juga memblok

pembentukan metabolik berbagai substansi (Quistad et al 2006)

OPs juga memicu hypoxia karena terganggunya pusat pernafasan

melemahnya otot-otot pernafasan dan berpengaruh pada paru-paru

(bronchospasm dan bronchorrhoea) dan akhirnya menyebabkan kegagalan

26

pernafasan (Lopez et al 2008) OPs pada tikus menyebabkan apnea sentral fatal

yang memicu berbagai disfungsi pulmoner melalui efek langsung terhadap

Central Respiratory Oscillator (CRO) dan inhibisi umpan balik CRO Gejala

keracunan akut OPs sesuai dengan tempat terakumulasinya ACh dalam

organisme seperti pada central nervous system (CNS) sistem saraf tepi reseptor

muskarinik dan reseptor nikotinik menimbulkan gejala berbeda seperti terlihat

pada Tabel 21 Waktu munculnya beberapa gejala keracunan juga berbeda-beda

seperti melemahnya otot pernapasan akan muncul 1-4 hari setelah keracunan

sedangkan melemahnya otot peripheral muncul setelah 7-21 hari (Elersek dan

Filipic 2012)

Tabel 21

Gejala keracunan Ops akut yang berbeda sesuai dengan

tempat akumulasi ACh

Tempat akumulasi ACh Gejala

CNS

Perifer sistem saraf otonom

Reseptor muskarinik

reseptor nikotinik

Sakit kepala insomnia vertigo

kejangkebingungan sulit tidur gangguan

berbicara koma dan lumpuh pernafasan

-

Gejala-gejala muskrinik peningkatan

eliminasi (air liur keringat lachrymation)

gangguan pencernaan (kejang muntah

diare) menurunkan detak jantung gangguan penglihatan

gejala-gejala nikotinik kontraksi otot yang

tidak terkontrol dan kelumpuhan

Sumber Elersek dan Filipic 2012

27

Pengaruh imunotoksik OPs dapat terjadi secara langsung maupun tidak

langsung Secara langsung adalah dengan 1) menghambat hidrolase serin atau

esterase dalam sistem imun 2) kerusakan oksidatif pada organ-organ sistem

imun 3) perubahan dalam cara sinyal transduksi pada kontrol poliferasi dan

diferensiasi sel kekebalan Secara tidak langsung OPs menyebabkan perubahan

pada sistem saraf atau efek kronik dari perubahan metabolisme pada sistem imun

(Elersek dan Filipic 2012) Pestisida OPs dapat mengganggu sistem kekebalan

tubuh dan memberikan efek immunotoksik melalui kedua jalur anti kolinergik

dan non kolinergik

OPs menginduksi peningkatan stres oksidatif yakni ketidakseimbangan

antara antioksidan dan radikal bebas Pestisida OPs dapat merusak keseimbangan

antara prooksidan dan antioksidan dalam tubuh juga merusak membran lipid

sebagai hasil peroksidasi lipid

Malation dan klorfirifos yang merupakan pestisida OPs mempunyai

pengaruh yang beragam pada sel seperti menghasilkan ROS radikal bebas dan

menginduksi stres oksidatif intra sel sehingga mengganggu perkembangan dan

deferensiasi sel normal (Bebe dan Panemangalore 2003) Peningkatan ROS dan

radikal bebas dapat menyebabkan terjadinya kondisi stres oksidatif serta memicu

terjadinya peroksidasi lipid pada membran sel yang akan menghasilkan

malondialdehid (MDA) Peroksidasi lipid ini dapat terjadi karena pengaruh

menipisnya sistem antioksidan baik antioksidan enzimatik maupun non enzimatik

oleh paparan pestisida OPs (Khan dan Kour 2007)

28

Perusakan membran sel oleh radikal bebas melalui beberapa proses yaitu

1) Terjadi ikatan kovalen antara radikal bebas dengan komponen komponen

membran (enzim membran komponen karbohidrat membran plasma) sehingga

terjadi perubahan struktur dan fungsi reseptor 2) Oksidasi gugus tiol pada

komponen membran oleh radikal bebas mengganggu proses transport lintas

membran 3) Reaksi peroksidasi lipid dan kolesterol serta membran yang

mengandung asam lemak tidak jenuh majemuk (PUFA) (Suhartono et al 2008)

OPs dapat mendorong terjadinya stres oksidatif dan meningkatkan kadar

MDA sebagai produk akhir dari peroksidasi lipid pada petani penyemprot yang

terpapar pestisida OPs karbamat dan organoklorin (Prakasam et al 2001) Hal

ini didukung oleh Vidyasagar et al(2004) yang mendapatkan kadar MDA pada

pasien keracunan OPs (67 nMml) lebih tinggi dan berbeda nyata dibandingkan

dengan kontrol (36 nMml) OPs triklorfos dan dimetoat mendorong terjadinya

peroksidasi lipid yang ditunjukan dengan meningkatnya MDA (Sharma et al

2005) OPs berperan sebagai inhibitor enzim kolinesterase dan menginduksi

peningkatan stres oksidatif yaitu ketidakseimbangan antara antioksidan dan

radikal bebas (Patil et al 2003) Kerusakan oksidatif membran lipid eritrosit

dan protein mencerminkan terjadinya reaksi serupa pada myocyte Radikal bebas

yang merusak myocyte juga menyebabkan melemahnya otot pada penderita OPs

akut

Keracunan OPs pada sistem respirasi mengakibatkan bronko konstriksi

dengan sesak nafas dan peningkatan sekresi bronkus Pada umumnya gejala ini

29

timbul dengan cepat dalam waktu 6-8 jam tetapi bila paparan berlebihan dapat

menimbulkan kematian dalam beberapa menit

OPs juga menunjukan efek genotoksisitas (DNA) pada saat sel hidup

kemudian saat replikasi sel dan berakhir pada mutagenitas dan karsinogenitas

Genotoksisitas dihasilkan karena reaksi OPs dengan DNA sehingga DNA rusak

berupa penyimpangan kromosom OPs juga menunjukan efek karsinogenitas

meliputi perubahan sel normal menjadi sel neoplastik dan berkembang lebih lanjut

menjadi tumor (Hodgson 2004)

22 Asetilkolinesterase (AChE)

Kolinesterase merupakan katalis biologis yang berperan menjaga agar otot

kelenjar dan sel saraf bekerja harmonis Jika aktivitas kolinesterase jaringan

tubuh menurun maka dapat mempengaruhi aktivitas asetilkolinesterase saraf

sehingga asetilkolin (ACh) akan menumpuk di bagian ujung saraf dan menganggu

aliran impuls saraf akhirnya terjadi paralisis otot (Depkes RI 2007)

Kolinesterase merupakan suatu enzim dengan berat molekul sekitar 3000000 dan

mempunyai 48 bagian aktif yang masing-masing terdiri dari satu bagian anionik

dan satu bagian esteratik (protenated acidic group)

AChE adalah suatu serine hidrolase termasuk dalam kelompok esterase

yang mempunyai banyak sel satu AChE berperan sangat penting dalam tubuh

yaitu menghidrolisis neurotransmitter asetilkolin (ACh) menjadi asam asetat dan

kolin pada saraf sinapsis Kelompok ini berbeda dengan jenis ester karbosiklik

Aktivitas AChE yang terhambat oleh OPs pada CNS menyebabkan

30

terakumulasinya ACh dan menimbulkan gejala seperti sakit kepala meningkatnya

produksi ludah pernafasan terganggu dan dapat menyebabkan kematian (Du et

al 2008) AChE mempunyai dua sisi pengikatan yaitu daerah anionik dan daerah

esteratik keduanya penting untuk degradasi ACh

ACh adalah suatu hormon neuro yang terdapat diantara ujung-ujung saraf

dan otot sebagai media kimia yang berfungsi meneruskan rangsangan saraf ke

reseptor sel-sel otot dan kelenjar ACh dibuat di dalam ujung serabut saraf

motorik melalui proses asetilasi dari kolin ekstra sel dan koenzim A (Erwin dan

Kusuma 2012) Daerah anionik berfungsi untuk pengikatan sebuah molekul

ACh pada enzim Saat ACh terikat reaksi hidrolisis terjadi pada sisi aktif

esteratik ACh akan terurai menjadi kolin dan asam asetat Kolin kemudian

diambil lagi melalui sistem uptake kolin berafinitas tinggi pada membran

presinaps Proses hidrolisis ACh menjadi kolin dan asam asetat dapat dilihat pada

Gambar 28

Gambar 28

Reaksi hidrolisis ACh menjadi asam asetat dan kolin pada

sisi anion dan ester dari enzim asetilkolinesterase (Wiener dan

Hoffman 2004)

31

Penurunan aktivitas kolinesterase darah seseorang terjadi karena adanya

OPs dalam darah yang membentuk senyawa phosphorilated cholinesterase

sehingga enzim kolinesterase tidak dapat berfungsi lagi dan kadar aktif dari enzim

tersebut akan berkurang hal ini menyebabkan ACh lebih lama berada pada

reseptor sehingga memperpanjang efek rangsang saraf cholinergic pada sebelum

dan sesudah ganglion Rangsangan saraf yang terus-menerus akan merusak fungsi

saraf dan muncul dalam bentuk kelemahan otot mual-mual muntah hipersalivasi

tremor dan paralisis (Bajgar 2004) Akumulasi ACh yang menyebabkan

terjadinya disfungsi sistem saraf dan perilaku akan memicu kerusakan pada

sistem pernafasan yang akhirnya dapat menyebabkan kematian Sistem saraf yang

terganggu akibat penumpukan ACh menyebabkan terganggunya pasokan nutrisi

dan oksigen ke seluruh sel dan jaringan sehingga menghambat pertumbuhan

organisme (Robert 2011) Rangsang yang ditimbulkan oleh asetilkolin akan

berhenti bila ACh dihidrolisis menjadi kolin dan asam asetat oleh AChE

Aktivitas AChE yang terhambat menyebabkan ACh tidak dapat

dihidrolisis sehingga impuls saraf dari satu sel ke sel yang lain atau ke efektor

akan terganggu Petani yang terpapar OPs dengan dosis rendah dalam jangka

waktu lama juga menunjukan penurunan Superoxyde dismutase (SOD) dan

glutation reduktase OPs yang terakumulasi bertahun-tahun pada penyemprot

pestisida berbanding lurus dengan penurunan AChE dan berbanding terbalik

dengan Glucose-6-phosphate dehydrogenase (G6DPH)

32

23 Radikal Bebas

Radikal bebas adalah sekelompok spesies kimia baik berupa atom maupun

molekul yang memiliki elektron tidak berpasangan pada lapisan luarnya Radikal

bebas juga merupakan suatu kelompok spesies kimia dengan reaksi jangka pendek

yang memiliki satu atau lebih elektron bebas sehingga sangat reaktif mempunyai

spesifitas kimia yang rendah sehingga dapat bereaksi dengan berbagai molekul

lain seperti protein lemak karbohidrat dan DNA (Droge 2007)

Radikal bebas diartikan sebagai molekul yang relatif tidak stabil

mempunyai satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan pada orbit luarnya

bersifat reaktif dalam mencari pasangan elektronnya Radikal bebas dalam tubuh

akan segera bereaksi dengan molekul lain sehingga terjadi reaksi berantai yang

disebut peroksidasi lipid dan menghasilkan radikal bebas baru sehingga jumlah

radikal bebas terus bertambah (Marinajati et al 2012) Radikal bebas bersifat

tidak stabil sehingga tidak dapat mempertahankan bentuk aslinya dalam waktu

lama karena segera akan berikatan dengan molekul lain di sekitarnya Radikal

bebas akan menyerang molekul stabil yang terdekat dan mengambil elektronnya

Molekul yang terambil elektronnya ini akan menjadi radikal bebas baru sehingga

akan memulai suatu reaksi berantai yang pada akhirnya akan menyebabkan

kerusakan sel (Droge 2007)

Kelompok radikal bebas antara lain anion superoksida (O2) radikal

hidroksil (OH) dan radikal peroksil (RO2) sedangkan kelompok non radikal

misalnya hidrogen peroksida (H2O2) dan peroksida organik (ROOH) (Halliwell

dan Whiteman 2004) Radikal superoksida ( O2 -) merupakan bentuk yang paling

33

aktif yang paling banyak dihasilkan oleh berbagai mekanisme di dalam tubuh

seperti mitokondria sistem enzim NADPH oksidase reaksi dari xanthin oksidase

dan metabolisme asam arakidonat

Radikal bebas yang terbentuk di dalam tubuh (radikal bebas internal)

merupakan bagian integral dari proses fisiologis seperti saat pembentukan energi

dalam mitokondria melalui oksidasi fosforilasi Sumber radikal bebas internal

antara lain 1) Organ subseluler seperti mitokondria kloroplas mikrosom

peroksisom dan nuklei menghasilkan O2- 2) inflamasi selama inflamasi terjadi

fagositosis oleh makrofag dan metrofil keduanya membentuk radikal bebas

untuk memfagositosis bakteri 3) ion logam transisi Fe dan Cu berperan

membentuk radikal bebas dan menimbulkan peroksidasi lipid 4) oksidasi

enzimatik seperti xanthin oksidase dan lipoksigenase (Droge 2007) Radikal

bebas dapat juga berasal dari luar tubuh (radikal bebas eksternal) Sumber radikal

bebas eksternal antara lain polusi lingkungan (asap rokok asap kendaraan asap

pabrik) aktivitas fisik yang berlebih sinar ultra violet dari matahari radiasi obat-

obatan dan pestisida

Radikal bebas dapat terbentuk dari senyawa lain yang sebenarnya bukan

radikal bebas tetapi mudah menjadi radikal bebas misalnya hidrogen peroksida

(H2O2) dan ozon Kedua kelompok senyawa ini sering diistilahkan sebagai

Reactive Oxygen Species (ROS) atau senyawa Oksigen Reaktif (SOR) Sel-sel

hidup dari organisme aerob secara kontinyu membentuk SOR sebagai bagian dari

proses fisiologi metabolik dan reaksi-reaksi biokimia lainnya

34

SOR adalah kelompok senyawa yang sebenarnya bukan radikal bebas

tetapi mudah berubah menjadi radikal bebas (Droge 2007) SOR dihasilkan dalam

proses metabolisme oksidatif dalam tubuh misalnya pada proses oksidasi makanan

menjadi energi SOR diproduksi dalam jumlah yang cukup dalam tubuh seperti

sel darah putih menghasilkan H2O2 yang berfungsi untuk membunuh beberapa

jenis bakteri dan jamur namun H2O2 tidak menyerang secara spesifik sehingga

dapat menyerang asam-asam lemak tidak jenuh ganda atau polyunsaturated fatty

acid (PUFA) dari membran sel yang menyebabkan kerusakan struktur dan fungsi

sel (Winarsi 2007) SOR terbentuk sebagai produk samping reaksi oksidasi

fosforilasi untuk membentuk energi berupa Adenosine Tri Phosphate (ATP)

dalam rantai transport elektron pada mitokondria Proses tersebut membutuhkan

O2 tetapi tidak semua O2 berikatan dengan hidrogen untuk membentuk air sekitar

4 sampai 5 dari oksigen yang dikonsumsi berubah menjadi SOR (Marciniak

et al 2009) SOR seperti radikal super oksida (SOO-) dan radikal hidroksil

(OH-) yang dihasilkan oleh metabolisme sel yang normal maupun lingkungan

yang stres dapat menyebabkan sel-sel mati melalui peroksidasi lipid oksidasi

protein menghambat aktivitas enzim-enzim perubahan reduksi oksidasi intra sel

dan kerusakan DNA Hal ini menunjukkan bahwa SOR terlibat dalam timbulnya

beberapa penyakit dan proses penuaan

Organofosfat merupakan senyawa toksik yang mempunyai kemampuan

membentuk radikal bebas pada sistem biologi (Nur et al 2010) Reaksi radikal

bebas dengan komponen sel baik komponen struktural (molekul penyusun

membran) maupun komponen fungsional yaitu enzim dan DNA dapat merusak

35

sel melalui oksidasi lipid tidak jenuh dan protein sel (Zakaria 1996 dalam

Mardawati et al 2011) Kerusakan lebih lanjut pada organ sel adalah kerusakan

DNA dan membran sel Mekanisme tersebut menunjukan bahwa radikal bebas

dapat mempengaruhi timbulnya berbagai jenis penyakit degeneratif seperti

aterosklerosis Penelitian Amran et al (2009) mendapatkan ada korelasi yang

signifikan antara kerusakan DNA dengan perkembangan aterosklerosis dan

meningkatnya jumlah pasien Coronary Artery Disease (CAD)

24 Stres Oksidatif

Radikal bebas dalam jumlah tertentu di dalam tubuh dapat dinetralisir oleh

antioksidan endogen Antioksidan endogen utama pada sel-sel tubuh adalah

enzim SOD (Superoksida dismutase) glutation reduktase dan glutation

peroksidase (GPr dan GPx) serta catalase (CAT) Pembentukan radikal bebas

yang melebihi kemampuan aktivitas antioksidan endogen menyebabkan jumlah

keseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan akan terganggu Apabila

jumlah radikal bebas terus bertambah sedangkan jumlah antioksidan endogen

tetap maka kelebihan radikal bebas tidak dapat dinetralkan akibatnya radikal

bebas bereaksi dengan komponen-komponen sel dan menyebabkan kerusakan sel

Peningkatan jumlah radikal bebas atau oksidan menyebabkan timbulnya

suatu keadaan yang disebut stres oksidatif Stres oksidatif adalah suatu keadaan

ketidak seimbangan antara radikal bebas dan antioksidan dimana jumlah radikal

bebas lebih besar dari antioksidan Stres oksidatif adalah suatu keadaan patologis

yang disebabkan oleh kerusakan jaringan di dalam tubuh karena peningkatan

36

jumlah radikal bebas yang tidak normal (Halliwel 2006) Radikal bebas yang

jumlahnya jauh lebih banyak dari antioksidan akan bereaksi dengan cepat dan

merusak bermacam-macam substrat di dalam tubuh termasuk komponen-

komponen sel protein asam lemak tak jenuh ganda karbohidrat dan asam-asam

nukleat hal ini mengakibatkan berkembangnya penyakit kronik Serangan oksidan

terhadap asam lemak tidak jenuh sebagai komponen penting penyusun membran

sel dapat menimbulkan reaksi rantai yang disebut peroksidasi lipid Proses

tersebut mengakibatkan terputusnya ikatan dalam asam-asam lemak menjadi

berbagai senyawa yang toksik terhadap sel seperti malondialdehid (MDA) dan 9-

hidroksi nonenal MDA yang dihasilkan kemudian dilepaskan ke darah sehingga

kadar MDA di dalam darah dapat dijadikan sebagai penanda tidak langsung

adanya peroksidasi lipid dan peningkatan SOR

25 Malondialdehid (MDA)

Peningkatan stres oksidatif berdampak negatif pada beberapa komponen

penyusun membran sel yaitu kerusakan pada membran lipid membentuk

malondialdehida (MDA) kerusakan protein karbohidrat dan DNA (Kevin et

al2006) Kerusakan oksidatif yang diakibatkan oleh radikal bebas mempengaruhi

kondisi patologis berupa kerusakan sel jaringan dan berbagai organ seperti hati

ginjal dan jantung baik pada manusia maupun hewan Kerusakan ini dapat

berakhir pada kematian sel sehingga terjadi percepatan timbulnya berbagai

penyakit degeneratif (Kevin et al 2006 dan Valko et al 2007) MDA

merupakan metabolit hasil peroksidasi lipid oleh radikal bebas sehingga dapat

37

menggambarkan aktivitas radikal bebas dalam sel dan menjadi petunjuk terjadinya

stres oksidatif akibat radikal bebas (Asni 2009) Semakin tinggi kadar MDA

plasma maka semakin tinggi stres oksidatif yang terjadi dalam sel-sel tubuh

Peroksidasi lipid menghasilkan MDA dari radikal bebas akan selalu membentuk

reaksi berantai yang terus berlanjut sampai radikal bebas ini dihilangkan oleh

sistem antioksidan dari tubuh

MDA adalah hasil proksidasi lipid yang larut dalam air pada kondisi

normal MDA secara parsial diekskresikan melalui urine tetapi tidak diketahui

berapa jumlah MDA yang terbentuk dalam tubuh itu dapat dihilangkan oleh

ginjal MDA merupakan salah satu hasil dari peroksidasi lipid yang digunakan

sebagai indikator dari stres oksidatif (Hundekari et al 2013) Peningkatan

peroksidasi lipid mungkin disebabkan oleh inflamasi yang berkaitan dengan

infeksi virus dan menurunnya kadar antioksidan

Penelitian in vitro pada eritrosit manusia yang menyemprot pestisida

menunjukan peningkatan konsentrasi karbofuran meningkatkan kadar MDA

secara signifikan (Misrha et al 2013) yang mendapatkan kadar MDA pada darah

petani penyemprot pestisida lebih tinggi secara signifikan dibandingkan dengan

kontrol seperti ditunjukan pada Tabel 22

Paparan pestisida atrazine pada tikus dapat meningkatkan peroksidasi lipid

dan merusak membran di dalam sel yang dipapar Kandungan fosfolipid dan

kolesterol dalam membran eritrosit dapat diketahui dengan menggunakan teknik

scanning electron microscopy (SEM) dan dapat diketahui terjadi perubahan

morfologi dalam eritrosit yang sebanding dengan perubahan parameter biokimia

38

termasuk stres oksidatif (Singh et al2006) Kerusakan sel cedera irreversible sel

dan kematian sel dapat terjadi apabila stres oksidatif berlangsung lama

Tabel 22 Perbandingan profil biokimia antara kontrol

dan penyemprot pestisida

Parameters Controls(n=18)

Mean plusmnSD

Sprayers (n=50)

Mean plusmnSD

MDA (nmolTBARSml blood)

943 plusmn078

2630 plusmn202

CAT (μ mol H2O2 hydrolysed X

104mlg Hb)

1055plusmn1520

13569 plusmn 1234

SOD(μmol hydroysed X 104mlg

Hb)

329 plusmn 079 803 plusmn 246

Sumber Mishra et al 2013

26 Antioksidan

Antioksidan adalah molekul yang mampu memperlambat atau mencegah

oksidasi molekul lain (Chakraborty et al 2009) Antioksidan adalah senyawa-

senyawa yang dapat menunda atau menghambat terjadinya oksidasi biomolekul

dengan menghambat reaksi-reaksi oksidasi rantai oleh radikal bebas dan mampu

menurunkan kerusakan oksidatif (Jantan et al 2011) Antioksidan juga

didefinisikan sebagai senyawa yang mampu menunda memperlambat atau

menghambat reaksi oksidasi makanan maupun obat Antioksidan akan bereaksi

dengan oksidan sehingga mengurangi kapasitas oksidan untuk dapat menimbulkan

kerusakan (Shahidi 1997 dalam Asep et al 2012)

Antioksidan dalam sistem biologi baik antioksidan enzim maupun non

enzim melindungi sel dari kerusakan yang disebabkan oleh molekul-molekul yang

39

tidak stabil yang disebut radikal bebas Antioksidan membantu menghancurkan

radikal bebas yang merusak sel mendukung pertumbuhan sel-sel yang sehat

melindungi sel dari penuaan mendukung sistem imun dalam tubuh Antioksidan

bersifat sangat mudah teroksidasi atau bersifat reduktor kuat dibanding dengan

molekul lain sehingga keefektifan antioksidan tergantung dari seberapa kuat daya

oksidasinya semakin mudah teroksidasi maka semakin efektif antioksidan

tersebut Antioksidan mampu melindungi sel melawan kerusakan yang

ditimbulkan oleh radikal bebas dan SOR seperti singlet oksigen peroksi nitrit

superoksida radikal peroksida dan radikal hidroksil (Chaveri et al2008 )

Antioksidan dapat menunda atau mencegah terjadinya reaksi oksidasi

radikal bebas dan oksidasi lipid dalam konsentrasi yang lebih rendah dari substrat

yang dapat dioksidasi Suhartono et al (2008) menyatakan antioksidan dapat

diklasifikasikan dalam 5 tipe yaitu a) Antioksidan primer berupa senyawa-

senyawa fenol yang mampu memutus rantai reaksi pembentukan radikal bebas

asam lemak Senyawa ini memberikan atom hidrogen yang berasal dari gugus

hidroksi sehingga terbentuk senyawa yang stabil seperti BHA (butyl

hidroksilanisol) BHT (butyl hydrotoluen) dan tokoferol b) Antioksidan

perangkap oksigen yaitu senyawa-senyawa yang berperan sebagai pengikat

oksigen sehingga mencegah reaksi oksidasi Senyawa ini mengadakan reaksi

dengan oksigen yang berada dalam sistem sehingga jumlahnya berkurang seperti

vitamin C (asam askorbat) askorbil palminat asam eritorbat dan sulfit c)

Antioksidan sekunder adalah senyawa-senyawa yang mempunyai kemampuan

untuk berdekomposisi dengan hidroperoksida menjadi produk akhir yang stabil

40

d) Antioksidan enzim yaitu enzim yang berperan mencegah terbentuknya radikal

bebas seperti glukose oksidase superoksida dismutase (SOD) glutation

peroksidase (GPx) dan katalase (CAT) dan e) Antioksidan Chelators

sequestrants yaitu senyawa-senyawa yang mampu mengikat logam seperti besi

dan tembaga yang mampu mengkatalisis reaksi oksidasi lemak seperti asam sitrat

asam amino ethylenediaminetetra acetid acid (EDTA) dan fosfolipid

Antioksidan bereaksi dengan radikal bebas dengan mengurangi

konsentrasi oksigen mencegah pembentukan singlet oksigen yang reaktif

mencegah inisiasi rantai pertama dengan menangkap radikal primer seperti radikal

hidroksil mengikat katalis ion logam mendekomposisi produk-produk primer

radikal menjadi senyawa non-radikal dan memutus rantai hidroperoksida

sehingga mengurangi kapasitas radikal bebas untuk menimbulkan kerusakan

(Mardawati et al 2011)

Berdasarkan mekanisme kerjanya antioksidan dikelompokan menjadi 1)

Antioksidan primer yaitu antioksidan yang bereaksi dengan radikal lipid berenergi

tinggi untuk menghasilkan produk yang memiliki kestabilan termodinamis lebih

baik seperti golongan fenol (isoflavon) 2) Antioksidan sekunder yang juga

dikenal dengan antioksidan pencegah (Preventive Antioxidant) yang dapat

memperlambat reaksi inisiasi dengan cara memutus rantai hidroperoksida seperti

dilauril thio-dipropionate dan asam thiodipropionate Antioksidan golongan ini

adalah antioksidan yang berikatan dengan gugus thiol (Shahidi dan Naczk1995

dalam Mardawati et al 2011)

41

Antioksidan pemutus rantai adalah molekul kecil yang dapat menerima

dan memberi elektron dari atau ke radikal bebas sehingga membentuk senyawa

baru yang stabil seperti vitamin E dan vitamin C Sedangkan antioksidan logam

transisi terikat protein bekerja mengikat ion-ion logam Fe2+

dan Cu2+

seperti

flavonoid dapat mencegah radikal bebas Antioksidan jenis ini memperbaiki

kerusakan sel-sel dan jaringan yang disebabkan radikal bebas (Winarsi 2007)

Mekanisme kerja antioksidan senyawa fenolik adalah sebagai berikut

Radikal Lipida Antioksidan Radikal Antioksidan

ROO + AH ROOH + A

RO + AH ROH + A

R + AH RH + A

OH + AH H2O + A

Senyawa antioksidan (AH) dapat memberikan atom hidrogen secara cepat ke

radikal lipida (ROO RO R OH ) dan mengubahnya menjadi bentuk yang lebih

stabil Sementara turunan radikal antioksidan (A) yang dihasilkan lebih stabil

dibandingkan radikal lipida karena akan terjadi delokalisasi perbaikan elektron

dari ikatan rangkap pada cincin benzen sebagai indikasi oleh ikatan isomer

valensi

Peningkatan jumlah gugus hidroksil (alkil hidrogen pada struktur

kimianya) pada posisi para atau ortho seperti pada genistein dapat meningkatkan

aktivitas antioksidan isoflavon Antioksidan dapat menghambat oksidasi atau

42

menghentikan reaksi berantai pada radikal bebas dari lemak yang teroksidasi

dapat melalui empat macam mekanisme reaksi yaitu 1) Pelepasan hidrogen dari

antioksidan 2) Pelepasan elektron dari antioksidan 3) Adisi lemak ke dalam

cincin aromatik pada antioksidan dan 4) Pembentukan senyawa kompleks antara

lemak dan cincin aromatik dari antioksidan

Antioksidan dapat mencegah tidak terkontrolnya pembentukan radikal

bebas dan aktivitas SOR atau mencegah reaksinya dengan struktur biologi (Nisar

et al 2013) Status antioksidan baik yang endogen maupun yang eksogen yang

menurun dapat mengganggu keseimbangan redoks seluler dan kondisi patologis

akan menjadi karakteristik utama dan membentuk stres oksidatif pada sel maupun

jaringan

261 Antioksidan enzimatis

Di dalam sistem biologis sudah tersedia antioksidan berupa enzim

(antioksidan enzimatis) yaitu superoksida dismutase (SOD) katalase (CAT) dan

glutation peroksidase (GPx) Antioksidan-antioksidan ini bekerja dengan cara

mencegah pembentukan senyawa radikal bebas baru atau mengubah radikal bebas

yang telah terbentuk menjadi molekul yang kurang reaktif (Finosh dan Jayabalan

2013) Mekanisme kerja antioksidan enzimatik adalah mengkatalisir pemusnahan

radikal bebas dalam sel Aktivitas enzim intrasel SOD dan CAT mengkatalisasi

dismutasi superoksida dan hidrogen peroksida aktivitas GPx mereduksi hidrogen

peroksida dan peroksida organik menjadi air dan oksigen Aktivitas enzim

intrasel ini dapat dilihat pada Gambar 29

43

GPx merupakan enzim penangkal radikal bebas dengan dua cara yaitu

pertahanan terhadap oksidan dan dengan mengkatalisis peroksida menjadi air dan

oksigen GPx memerlukan glutation sebagai substrat terdapat dalam dua bentuk

yaitu glutation tereduksi atau GSH dan glutation teroksidasi atau GSSG Ketika

mengkatalisis perubahan hidrogen peroksida (H2O2) menjadi H2O GSH

dioksidasi menjadi GSSG kemudian GSSG dapat direduksi kembali oleh NADPH

untuk mendapatkan kembali GSH (Marciniak et al 2009)

Gambar 29

SOD dan CAT mengkatalisasi dismutasi superoksida dan hidrogen peroksida

(Finosh dan Jayabalan 2013)

Enzim GPx terdapat terutama dalam mitokondria merupakan enzim

scavenger terhadap hidrogen peroksida dan berperan utama dalam mengatur

konsentrasi H2O2 dan dan berbagai macam peroksida organik Aktivitas GPx yang

menurun menunjukkan terjadinya penurunan kapasitas menghilangkan H2O2 dan

terjadinya hidroperoksida lemak

44

Enzim GPx sangat berperan dalam pengaktifan kembali enzim

kolinesterase melalui 1) Pengaktifan AMP siklik yang secara langsung dapat

mengaktifkan enzim kolinesterase 2) keseimbangan NADP dan NADPH pada

jalur glikolisis aerobik dalam eritrosit sehingga eritrosit tidak rusak kerusakan

eritrosit dapat menurunkan produksi kolinesterase darah 3) peranan kofaktor

prostaglandin pada sintesis tromboksan A2 yang memacu trombogenesis dan

vasokonstriksi pembuluh darah bersamaan dengan terbentuknya tromboksan akan

diaktifkan cAMP yang secara langsung mengaktifkan kinase protein termasuk

kinase protein enzim kolinesterase 4) sebagai antioksidan yang dapat melindungi

sel termasuk eritrosit dari kerusakan akibat radikal bebas 5) sebagai kofaktor

proses oksidasi dealkilasi ikatan organofosfat dengan kolinesterase darah 6)

berperan sebagai detoksifikasi dalam tubuh dengan mereduksi radikal bebas

peroksida sekaligus membentuk peroksida lipid di dalam membran sel (Stranges

et al 2010)

GPx adalah enzim antioksidan yang dapat mendetoksifikasi hidrogen

peroksida dan lipid hidroperoksida dalam menurunkan glutation Di dalam darah

terdapat beberapa jenis GPx dua diantaranya adalah GPx seluler (cGPx) dalam sel

darah merah dan GPx ekstrasel (eGPx) terdapat dalam plasma GPx sebagai enzim

antioksidan bekerja menjadi peredam (quenching) radikal bebas dan berperan

dalam metabolisme xenobiotik yang ditemukan dalam sel (Sen et al 2010)

GPx dengan konsentrasi tinggi ditemukan dalam hepar dan sel darah

merah sedangkan pada jantung ginjal paru-paru adrenal lambung dan jaringan

adipose mengandung GPx dalam kadar sedang GPx kadar rendah ditemukan

45

dalam otak otot testis dan lensa mata GPx yang rendah berkorelasi dengan

gangguan yang berhubungan dengan radikal bebas (Judge et al 2005) Jika

antioksidan endogen gagal mengatasi produksi metabolit reaktif maka

antioksidan eksogen akan diperlukan untuk menyeimbangkan status redoks

(Noori 2012) Sumber makanan termasuk tanaman rempah-rempah vitamin dan

ekstrak herbal memainkan peran penting dalam hal ini

262 Antioksidan non enzimatis

Antioksidan non enzimatis disebut juga antioksidan sekunder atau

antioksidan eksogen (diperoleh dari luar) digolongkan menjadi dua golongan

yaitu yang larut dalam lemak seperti tokoferol karotenoid flavoniod quinon dan

bilirubin serta yang larut dalam air seperti asam askorbat asam urat protein

pengikat logam dan protein pengikat heme (Winarsi 2007) Antioksidan ini dapat

berupa bahan-bahan alami dan juga sintetis Antioksidan alami seperti vitamin

adalah campuran redoks yang seimbang dengan bentuk tereduksi dan teroksidasi

dan sebaliknya untuk antioksidan sintetis merupakan redoks yang tidak seimbang

bahkan menghasilkan radikal bebas yang pada beberapa kasus berbahaya (Rani

etal 2004)

Vitamin C merupakan antioksidan yang sangat penting dalam cairan

ekstra sel karena dapat menyerang radikal-radikal yang larut dalam darah dan

melindungi lemak plasma dari perusakan peroksidasi oleh radikal-radikal peroksil

Peran utama vitamin C adalah menetralisir radikal bebas yang ada di dalam dan

di luar sel Vitamin C merupakan sumber elektron pendonor bagi radikal bebas

(Nisar et al 2013) Vitamin C berperan positip dalam proses detoksifikasi

46

yang sangat diperlukan untuk sintesis kolagen dan pertumbuhan serta

pemeliharaan jaringan epitel Peranan vitamin C sebagai pembawa hidrogen yang

merupakan siklus esensial dalam metabolisme protein dan karbohidrat yang

berfungsi memelihara kekuatan pembuluh darah Vitamin C sangat penting untuk

melawan radikal bebas dalam cairan ekstra sel dan melindungi biomembran dari

peroksidasi Pemberian air kelapa dapat meningkatkan aktivitas GPx SOD dan

CAT pada pekerja terpapar merkuri karena air kelapa mengandung vitamin C

B1 B6 asam-asam amino metionin selenium dan mineral berfungsi melindungi

sel tubuh dari serangan radikal bebas dan mencegah efek paparan merkuri

(Zulaikhah et al 2013) Defisiensi antioksidan yang berupa vitamin C vitamin

E Se Zn dan glutation dalam derajat ringan hingga berat sangat berpengaruh

terhadap respon imun

Komponen kimia yang berperan sebagai antioksidan adalah senyawa

golongan fenolik dan polifenolik yang memiliki kemampuan untuk menangkap

radikal bebas Flavonoid merupakan golongan terbesar dari senyawa polifenol

yang sangat efektif digunakan sebagai antioksidan Senyawa-senyawa ini banyak

terdapat di alam terutama pada tumbuh-tumbuhan seperti teh buah-buahan

sayuran dan anggur (Ramle et al 2008)

Aktivitas antioksidan dari berbagai tanaman erat hubungannya dengan

kandungan fenolnya ada indikasi substansi fenol seperti flavonoid dan asam-

asam fenolat berpotensi lebih besar sebagai antioksidan dibandingkan dengan

vitamin C dan vitamin E Aktivitas antioksidan flavonoid tergantung pada

struktur molekulnya terutama gugus prenil (CH3)2C=CH-CH2 Department of

47

Environmental and Molecular Toxicology Oregon State University dalam

penelitiannya mendapatkan bahwa gugus prenil flavonoid dikembangkan untuk

pencegahan atau terapi terhadap penyakit-penyakit yang dihubungkan dengan

radikal bebas

Asupan antioksidan diperlukan untuk membantu mengembalikan

ketidakseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan endogen serta

mengurangi kerusakan oksidatif dalam tubuh Salah satu terapi antioksidan yang

digunakan adalah ekstrak kulit buah manggis (Garcinia mangostana L) Kulit

buah manggis memiliki kandungan xanthone yang tinggi sehingga memiliki

kemampuan untuk menangkap radikal bebas Gugus hidroksil (OH) yang dimiliki

oleh xanthone efektif mengikat radikal bebas dengan elektron yang tidak memiliki

pasangan Antioksidan ini bekerja dengan cara memotong reaksi oksidasi berantai

dari radikal bebas atau dengan cara menangkapnya sehingga radikal bebas tidak

akan bereaksi dengan komponen seluler dan kerusakan sel dapat dihindari

Makanan yang kaya antioksidan memegang peran dalam mencegah

penyakit-penyakit kanker dan penyakit penurunan fungsi otak Antioksidan dapat

mengurangi resiko penyakit kronis dan mencegah berbagai penyakit baik dengan

cara meningkatkan pertahanan antioksidan dalam tubuh atau dengan cara

mengkonsumsi makanan yang kaya antioksidan Mengkonsumsi antioksidan yang

ada dalam makanan sehari-hari dapat memberi perlindungan terhadap stres

oksidatif Hundekari et al (2013) mendapatkan perlakuan antioksidan dengan

dosis yang sesuai dapat menurunkan kerusakan oksidatif sehingga efektif untuk

memperbaiki kasus keracunan akut OPs

48

27 Manggis

271 Tumbuhan manggis

Tumbuhan manggis (Garcinia mangostana L) berasal dari Asia Tenggara

dan merupakan tumbuhan fungsional karena hampir semua bagian dari tumbuhan

ini dapat dimanfaatkan sebagai obat Manggis termasuk dalam family Guttiferae

dan merupakan species terbaik dari genus Garcia Buah manggis sering dijuluki

Queen of tropical fruit karena mempunyai rasa enak daging buah putih halus

bentuk buah bagus dan disukai banyak orang (Chaverri et al 2008) Manggis

sering disebut mangostin atau kadang-kadang disebut buah super dengan berbagai

karakteristik seperti rasa aroma kaya nutrisi dan daya antioksidan yang tinggi

Buah manggis (Garcinia mangostana L) merupakan buah yang eksotik

karena memiliki warna yang menarik dan kandungan gizi yang tinggi sehingga

buah manggis memiliki prospek yang cukup baik untuk dikembangkan

(Mardawati et al 2011) Tingkatan taksonomi tanaman manggis adalah sebagai

berikut (Prihatman 2000)

- Kingdom Plantae

- Divisi Spermathophyta (Tumbuhan berbiji)

- Sub Divisi Angiospermae (Berbiji tertutup)

- Kelas Dicotyledonae (Biji berkeping dua)

49

- Ordo Theales

- Famili GuttiferaeClusiaceae

- Genus Garcinia

- Spesies Garcinia mangostana L

Selain sebagai buah yang eksotik manggis juga mengandung berbagai senyawa

yang bermanfaat bagi tubuh seperti triterpenoid mangostin tannin resin

kalsium zat besi dan vitamin B1 Potensi manggis tidak hanya terbatas pada

buahnya saja tetapi juga hampir seluruh bagian tumbuhan manggis menyimpan

potensi yang sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia

Kulit buah manggis mengandung beberapa senyawa yang memiliki

aktivitas farmakologi seperti antiinflamasi antihistamin antibakteri anti penyakit

jantung antijamur bahkan untuk terapi HIV (Chaveri et al 2008) Senyawa

utama kandungan kulit buah manggis yang dilaporkan bertanggung jawab atas

beberapa aktivitas farmakologi adalah golongan xanthone yang meliputi

mangostin mangosterol mangostinon A dan B trapezifolixanthone tovophyllin

B dan beta mangostin garcinon B mangostanol flavonoid epikatekin dan

gartanin136-trihidoksi-7-metoksi-28-bis(3-metil-2-butenil)-9H-xanten-9-on(alfa

mangostin) dan 1367-tetrahidroksi-28-bis (3-metil-2-butenil)-9H-xanten-9-on

(gamma mangostin) yang sangat bermanfaat untuk kesehatan (Qosim 2007)

Kandungan antioksidan manggis banyak terdapat pada kulit buahnya

dikenal sebagai antioksidan yang efektif karena mengandung senyawa biologi

xanthones walaupun dapat juga ditemukan dalam semua bagian manggis baik

pada buah kulit buah kulit kayu maupun daunnya Senyawa xanthone hanya

50

dihasilkan oleh genus garcinia Xanthone memiliki struktur kimia yang unik

terdiri dari sistem aromatik trisiklik (C6-C3-C6) dengan kelompok isoprena

metoksil dan hidroksil terletak pada cincin A dan B sehingga senyawa xanthone

beragam Struktur umum xanthone dapat dilihat pada Gambar 210

Gambar 210

Struktur umum senyawa xanthone (Chaverri et al 2008)

Xanthone termasuk golongan senyawa flavonoid Senyawa ini memiliki

dua cincin benzene dan satu cincin piran Inti xanthone dikenal sebagai 9-

xanthenone atau dibenzo-c-pyrone Xanthone dapat diklasifikasikan ke dalam lima

kelompok yaitu oxygenated xanthone xanthone glycoside prenylated xanthone

xanthonolignoid dan miscellaneous xanthone Menurut Chaverri et al (2008)

terdapat 200 lebih xanthone yang tersedia di alam ini dan 50 diantaranya

terkandung dalam kulit buah manggis

Xanthone memiliki rumus molekul C13H8O2 sehingga memiliki massa

molar sebesar 196191 gram mol Dalam penamaan menurut IUPAC senyawa ini

diberi nama 9H-xanthen-9-one Uji aktivitas antioksidan kulit buah manggis

dengan menggunakan peroksinitrit sebagai radikal bebas diketahui bahwa 8-

hydroxycudraxanthone G gartanin α-mangostin γ-mangostin dan smeath-

xanthone A merupakan komponen yang memiliki aktivitas antioksidan terbesar

51

(Jung et al 2006) Senyawa xanthone yang banyak terdapat pada kulit manggis

yaitu α - dan γ - mangostin (Obolsky et al 2009)

Struktur kimia beberapa turunan xanthone seperti α mangostin β

mangostin dan γ mangostin dapat dilihat pada pada Gambar 211

(Chaivisuthangkura et al 2008)

α mangostin β mangostin γ mangostin

Gambar 211

Struktur Kimia beberapa derivat xanthone

(Chaivisuthangkura et al 2008)

Senyawa-senyawa xanthone juga mempunyai aktivitas antibakteri

melawan S Aureus strain yang resisten terhadap penicillin dan methicillin

aktivitas antifungi melawan F Oxiforum A Tenuls dan D Oryzae (Chomnawang

2007) Garcinia mangostana dan senyawa-senyawa xanthone α-mangostin

mendorong aktivitas antimikroba melawan P acnes dan S epidermis yang

merupakan agen etiologi kritis pada jerawat (Chomnawang et al 2007)

Senyawa alfa-mangostin sebagai turunan xanthone memiliki kemampuan

dalam menekan pembentukan senyawa karsinogen pada kolon Xanthone juga

52

bermanfaat mencegah pertumbuhan sel kanker dan tumor Kemampuan

antioksidannya bahkan melebihi vitamin C dan E yang selama ini dikenal sebagai

antioksidan yang paling efektif (Ummi dan Any 2014) Hasil penelitian Kosem

et al (2007) mendapatkan ekstrak metanol kulit buah manggis mengandung α

mangostin sebesar 2519 g100 g ekstrak

Moongkandi et al (2004) menyatakan kulit buah manggis bermanfaat

penting bagi kesehatan karena kaya akan antioksidan seperti xanthone dan

antosianin Antosianin merupakan salah satu antioksidan kuat yang mampu

mencegah berbagai kerusakan akibat stress oksidatif sehingga mampu melindungi

sel dari radikal bebas Penelitian lain juga mendapatkan bahwa xanthone dari

manggis memiliki aktivitas antioksidan antitumor antiinflamasi antialergi

antifungi dan antibakteri (Suksamrarn et al 2006 dan Chaverri et al 2008)

Garcinia mangostana memiliki aktivitas antioksidan yang signifikan pada

IC50 sebesar 613 μgml juga efektif dalam scavenging radikal bebas dan bisa

mengurangi produksi cytokine sebagai suatu proinflamasi Senyawa xanthone

pada kulit buah manggis merupakan antioksidan tingkat tinggi karena kandungan

antioksidannya 667 kali dari wortel dan 83 kali jeruk (Qosim 2007)

Antioksidan yang terkandung dalam kulit buah manggis didominasi oleh

senyawa fenol yaitu xanthone Kadar xanthone dalam manggis berbeda-beda

tergantung pada kualitas buah yang terbesar didapatkan pada buah dengan kulit

burik atau kasar yakni sebesar 23544 μgg ekstrak sedangkan pada buah besar

dengan kulit mulus mengandung kadar xanthone sebesar 18502 μgg ekstrak

buah kecil sebesar 20434 μgg dan buah dengan kulit mengandung getah kuning

53

15289 μgg ekstrak Xanthone dalam kulit buah yang mengandung getah kuning

berperan dalam mekanisme pertahanan mencegah terjadinya stres akibat serangan

hama atau kerusakan fisik (Arsana 2014)

Xanthone sebagai antioksidan akan memutus rantai reaksi oksidasi radikal

bebas untuk mencegah reaksi oksidasi dengan reaksi reduksi yang melibatkan

hidrogen Keterlibatan hidrogen dalam reaksi-reaksi reduksi dapat menghambat

reaksi oksidasi antara radikal bebas dengan oksigen Kadar Oxygen Radical

Absorbance Capacity (ORAC) dari xanthone mencapai 17000-20000 ORAC per

100 ons kulit manggis lebih besar dari wortel dan jeruk yang kadar ORAC-nya

hanya 300 dan 2400 (Fanany 2013) Manfaat yang demikian besar menyebabkan

xanthone sangat dibutuhkan dalam tubuh sebagai penyeimbang prooksidan

Prenilasi xanthone juga mempunyai efek penghambat terhadap M Tuberculosis

Alfa-mangostin yang merupakan derivat xanthone didapatkan mempunyai potensi

sebagai antimikroba (Suksamrarn et al 2006) Selain itu kulit buah manggis

juga mengandung beberapa senyawa lain seperti yang tertera pada Tabel 23

Tabel 23

Komposisi Tepung Kulit Buah Manggis

Sumber Shahidi 1997 dalam Ummi dan Any 2014

No Komponen Kadar ( bk)

1

Air 900

2 Abu 258

3 Gula 692

4 Protein 269

5 Serat Kasar 3005

6 Lainnya (Tanin lemak dll) 4876

54

272 Ekstrak kulit buah manggis

Ekstrak kulit buah manggis mengandung berbagai senyawa yang diduga

bekerja sebagai antioksidan dengan cara mendonorkan elektronnya kepada radikal

bebas sehingga mencegah terjadinya peroksidasi lipid baik pada tahap inisiasi

propagasi maupun pada tahap terminasi (Middleton et al 2000) Senyawa-

seyawa ini bekerja sebagai sinyal yang akan mengaktivasi nuclear factor

erythroid 2- related factor 2 (Nrf2) yang terikat pada Kelch-like ECH-associated

protein-1 (Keap1) dalam sitoplasma sehingga mengalami disosiasi dan translokasi

menuju nukleus Dalam nukleus Nrf2 berasosiasi pada bagian promoter gen yang

disebut Antioxidant Respone Element (ARE) sehingga memicu ekspresi gen

penyandi antioksidan Senyawa yang terkandung dalam ekstrak kulit buah

manggis disamping bekerja sebagai antioksidan dengan cara mendonorkan

elektronnya kepada radikal bebas juga dapat menstimulasi ekspresi gen penyandi

antioksidan melalui aktivasi Nrf2 Salah satu stimulan tersebut adalah golongan

fenol (Inoue 2001) Ekstrak kulit buah manggis dapat mengatur aktivitas catalase

dalam aktivitasnya sebagai scavenger H2O2 atau mengatur gen Nrf-2 (Bartz et

al 2010) Hal ini sesuai dengan yang didapatkan dalam penelitian

Weecharangsan et al (2006) aktivitas ekstrak air dan ekstrak etanol kulit buah

manggis berperan sebagai scavenger H2O2

Skrining fitokimia dilakukan untuk memberikan gambaran tentang

golongan senyawa yang terkandung dalam ekstrak etanol kulit buah manggis

Hasil uji skrining fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak etanol kulit buah

manggis mengandung senyawa golongan alkaloid triterpenoid saponin

55

flavonoid tannin dan polifenol (Kristianti et al 2008) Polifenol adalah senyawa

fenolik yang memiliki lebih dari satu gugus hidroksil (OH) golongan senyawa ini

terdapat pada berbagai jenis tumbuhan yang mempunyai berbagai macam aktivitas

biologi salah satunya adalah aktivitas antioksidan (Scalbert et al 2005)

Polifenol banyak ditemukan dalam buah-buahan sayuran dan biji-bijian

yang merupakan sumber antioksidan alami Senyawa polifenol terdiri dari

beberapa subkelas yakni flavonol isoflavon (dalam kedelai) flavanon

antosianidin katekin dan biflavan Semua polifenol mampu menjadi perangkap

oksigen dan radikal alkil dengan memberikan donor elektron sehingga terbentuk

radikal fenoksil yang relatif stabil (Mokgope 2006) Senyawa-senyawa polifenol

alami secara langsung sebagai scavenger SOR dan secara tak langsung melindungi

aktivitas beberapa enzim sehingga berpotensi meningkatkan antioksidan endogen

(Masella et al 2005) Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Martin et al

(2010) yang mendapatkan CPE (cocoa polyphenolic extrac) yang mengandung

senyawa-senyawa flavonoid seperti katecin epikatecin dan prosianidin

meningkatkan aktivitas GPx dan glutation reduktase (GR) Senyawa-senyawa ini

mereduksi produksi SOR dan mengatur aktivitas antioksidan enzim Peningkatan

aktivitas enzim antioksidan dapat digunakan sebagai terapi penyakit-penyakit

yang disebabkan oleh stress oksidatif

Senyawa fenol sebagai antioksidan tergantung dari beberapa faktor seperti

ikatan gugus hidroksil pada cincin aromatik posisi ikatan posisi hidroksil bolak

balik pada cincin aromatik dan kemampuannya dalam memberi donor hidrogen

atau donor elektron serta kemampuannya dalam memerangkap radikal bebas (free

56

radical scavengers) Palakawong et al (2010) mendapatkan daya antioksidan

ekstrak kulit buah manggis sebesar 594 microgml yang dianalisis dengan metode

DPPH Ekstrak kulit manggis mengandung total fenol yang cukup tinggi yaitu

sebesar 4112 mgg dengan aktivitas antioksidannya sebesar 8442 (Dyahnugra

et al 2015) Ekstrak etanol kulit buah manggis menunjukkan aktivitas yang

signifikan dalam menghambat pembentukan 50 radikal menghambat radikal

superoxide (O2-) mereduksi produksi ROS dan dapat menangkap radikal

hidroksil (OH-) (Chomnawang et al 2007)

Senyawa flavonoid adalah senyawa-senyawa polifenol yang memiliki 15

atom karbon (C6-C3-C6) terdiri dari dua cincin benzena yang dihubungkan

menjadi satu oleh rantai linier yang terdiri dari tiga atom karbon Flavonoid

dalam ekstrak kulit buah manggis berperan membasmi radikal bebas dengan

berbagai cara misalnya dengan menghambat enzim yang bertanggung jawab

memproduksi anion superoksida yaitu xantin oksidase ada juga dengan

menyumbangkan elektronnya ke radikal superoksida atau radikal lipid agar stabil

(Smith et al 2005)

Ekstrak kulit buah manggis baik dengan pelarut air etanol 50 etanol

95 dan etil asetat menunjukan aktivitas antioksidan dan neuroprotektif

(Weecharangsan et al 2006) Kapasitas antioksidan ekstrak air dan etanol 50

diuji dengan metoda DPPH didapatkan masing-msing sebesar 3498 dan 3076

Kapasitas antioksidan ekstrak ini sudah dicobakan pada sel neuroblastoma

(NG108-15) yang terpapar hidrogen peroksida (H2O2) kedua ekstrak ini

memperlihatkan aktivitas neuroprotektif dengan konsentrasi 50 lgmL Aktivitas

57

neuroprotektif ekstrak etanol 50 kulit buah manggis lebih tinggi dibandingkan

dengan ekstrak air Ekstrak etanol kulit buah manggis juga mempunyai aktivitas

antioksidan yang signifikan sebagai penghambat pembentukan radikal DPPH

(Chomnawang et al 2007)

Ekstrak kulit buah manggis diketahui memiliki daya antioksidan sangat

kuat hal ini dibuktikan dengan menggunakan fraksi pelarut metanol etanol dan

etil asetat semuanya memiliki daya antioksidan EC50 kurang dari 50 Fraksi

metanol mempunyai nilai EC50 yang paling kecil dibanding dengan kedua

fraksi lainnya masing-masing 800 mgL 926 mgL dan 2948 mgL ini berarti

fraksi metanol mempunyai aktivitas antioksidan yang lebih besar dibandingan

dengan fraksi etanol dan etil asetat (Mardawati et al 2011) Hal ini didukung

oleh Li dan Xu (2015) yang menyatakan ekstrak metanol kulit buah manggis

mempunyai aktivitas antioksidan yang kuat karena kandungan polifenolnya sangat

tinggi

Senyawa fenol banyak ditemukan pada berbagai tanaman Senyawa ini

telah dieksploitasi secara intensif karena selain berfungsi sebagai antioksidan juga

memiliki berbagai fungsi biologi seperti anti mutagenik dan anti karsinogenik

Antioksidan alami yang terdapat dalam tanaman akan meredam radikal bebas

yang berbahaya dari tubuh Senyawa-senyawa polifenol dari tanaman seperti

flavonoid digambarkan sebagai peredam SOR Ekstrak kulit buah manggis dapat

mengurangi produksi SOR intrasel secara signifikan yang ditentukan dengan 27-

dichlorofluorescein diacetate (DCFH-DA) dalam SKBR3 saluran sel

(Moongkarndi et al 2004) Aktivitas radikal hidroksil (HO-) diperangkap oleh

58

xanthone yang diisolasi dari beberapa ekstrak kulit buah manggis (Chin et al

2008) Xanthone dapat diklasifikasikan ke dalam lima kelompok yaitu

oxygenated xanthone xanthone glycoside prenylated xanthone xanthonolignoid

dan miscellaneous xanthone Saat ini sekitar 1000 xanthone berbeda telah

diketahui (Chaverri et al 2008)

Kulit buah manggis mengandung 90 xanthone terutama α dan β

mangostin yang disebut panaxanthone dapat memulihkan sistem pertahanan

antioksidan endogen seperti aktivitas SOD GPx dan kadar GSH secara invitro

dan in vivo memecah langsung SOR untuk mengurangi penipisan GSH dan

meghambat peroksidasi lipid Efek protektif α mangostin diduga terhadap stress

oksidatif dimediasi melalui jalur Nrf2 (Jung et al 2006) Ekstrak kulit buah

manggis dapat menurunkan MDA meningkatkan SOD dan GPx pada tikus yang

mengalami peningkatan MDA serta penurunan SOD dan GPx karena perlakuan

latihan (Arsana 2013) Hal yang sama didapatkan oleh Sudjarwo dan

Koerniasari (2015) bahwa pemberian ekstrak kulit buah manggis dapat

meningkatkan aktivitas GPx dan SOD ginjal tikus yang menurun karena diberi

perlakuan logam berat timbal mungkin disebabkan oleh kemampuan ekstrak

kulit buah manggis mengurangi akumulasi radikal bebas

Skrining fitokimia ekstrak kulit manggis juga menunjukkan bahwa kulit

buah manggis mengandung senyawa metabolit sekunder berupa golongan alkaloid

saponin tanin polifenol dan flavonoid (Poeloengan dan Praptiwi 2010)

Saponin merupakan zat aktif yang dapat meningkatkan permeabilitas membran

sehingga terjadi hemolisis sel Apabila saponin berinteraksi dengan sel bakteri

59

maka bakteri tersebut akan rusak atau lisis sedangkan flavonoid merupakan

kelompok senyawa fenol yang mempunyai kecenderungan untuk mengikat

protein sehingga mengganggu proses metabolisme bakteri tersebu Senyawa-

senyawa fenolik dapat bereaksi dengan senyawa oksigen reaktif disebabkan

oleh satu atau dua gugus hidroksil pada cincin aromatik dapat berperan sebagai

donor hidrogen (Dungir et al 2012)

Tanin dalam konsentrasi rendah mampu menghambat pertumbuhan

bakteri sedangkan pada konsentrasi tinggi mampu bertindak sebagai antibakteri

dengan cara menggumpalkan protoplasma bakteri sehingga terbentuk ikatan yang

stabil dengan protein bakteri Selain itu pada saluran pencernaan tanin mampu

mengeliminasi toksin (Poeloengan dan Praptiwi 2010)

Flavonoid merupakan golongan senyawa yang mempunyai kemampuan

sebagai antioksidan Flavonoid juga berperan mengaktifkan enzim kunci dalam

respirasi mitokondria dan melindungi sel neuron sehingga mencegah stres

oksidatif dan kerusakan jaringan Asupan flavonoid berperan sebagai

neuroprotektif berpotensi melindungi neuron dari neurotoksin meningkatkan

fungsi memori pembelajaran dan kognitif (Spencer 2009)

Uji daya antioksidan ekstrak kulit manggis buah dilakukan oleh Lin et al

(2014) menggunakan DPPH Radikal bebas DPPH (DPPHbull) mungkin akan

ditangkap oleh antioksidan dengan memberikan atom hidrogen (Hbull) membentuk

molekul stabil DPPH-H mekanismenya seperti tampak pada Gambar 212

Gambar ini menunjukkan reaksi antara γ-mangostin dengan DPPH akan

menghasilkan senyawa yang stabil sehingga tidak akan terjadi reaksi rantai yang

60

akan menghasilkan radikal-radikal lain yang lebih reaktif Dalam molekul γ-

mangostin gugus ortho-dihidroksil menjadi homolysis menghasilkan radikal

hidrogen (Hmiddot) dan radikal γ-mangostinmiddot (I) Hmiddot kemudian bergabung dengan

DPPHmiddot membentuk molekul DPPH-H dan radikal γ-mangostin menjadi (II)

yang selanjutnya dapat menghasilkan radikal hidrogen (Hmiddot) melebihi yang

diperlukan oleh radikal DPPH (DPPHmiddot) untuk membentuk quinone (III) Hasil ini

mengindikasikan bahwa ekstrak kulit buah manggis sebagai sumber antioksidan

yang baik dengan cara mendonasikan elektron kepada radikal bebas untuk

membentuk produk stabil sehingga tidak menimbulkan reaksi berantai

Gambar 212

Reaksi γ mangostin dengan DPPH sebagai radikal bebas

Lin et al (2014)

61

62

63

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pestisida...pestisida menginduksi produksi serotonin dan histamin, sebagai hormon yang memicu reaksi alergi dan dapat menimbulkan senyawa baru yang lebih

13

Pestisida dalam tubuh yang didistribusikan dan disimpan di dalam jaringan

lemak dapat mengalami biotransformasi dapat juga dijumpai dalam darah serta

dikeluarkan melalui urine Pestisida dapat mengakibatkan efek sistemik dan efek

lokal bagi penggunanya Efek sistemik terjadi apabila pestisida tersebut masuk

ke seluruh tubuh melalui peredaran darah sedangkan sedangkan efek lokal terjadi

di bagian tubuh yang terkena pestisida Senyawa aktif dalam pestisida diketahui

dapat meningkatkan produksi species oxygen reactive (SOR) atau reaktif oksigen

spesies (ROS) sehingga memberikan efek toksik (El-Gendy et al 2010)

Keracunan pestisida yang kronis dapat ditemukan sebagai kelainan saraf

dan perilaku serta berdampak mutagenitas Yuantari (2011) menyatakan paparan

pestisida yang bertahun-tahun menyebabkan masalah pada ingatan sulit

berkonsentrasi perubahan kepribadian kelumpuhan bahkan kehilangan

kesadaran dan koma Keracunan kronis juga berdampak pada organ paru-paru

hati lambung dan usus

211 Pestisida organofosfat (OPs)

Organofosfat (OPs) adalah nama umum ester dari asam fosfat Ester-ester

dari organofosfat atau karbamat banyak digunakan sebagai pestisida insektisida

bahan obat-obatan untuk gangguan kesehatan seperti glaukoma infeksi parasit

dan penyakit alzaimer OPs bisa diabsorpsi melalui absorpsi kulit atau mukosa

atau parenteral per oral inhalasi dan juga injeksi (Elersek dan Filipic 2012)

Pestisida OPs penggunaannya sangat luas di dunia demikian juga di

Indonesia petani umumnya menggunakan pestisida golongan ini baik untuk

pertanian pertamanan dalam rumah tangga dan kesehatan Pestisida OPs dan

14

karbamat paling banyak beredar dan digunakan dalam pengendalian hama

penyakit tanaman secara terpadu karena cepat membunuh hama dan relatif aman

bagi lingkungan Pestisida yang termasuk golongan OPs antara lain mefinofos

(fosdrin) paration monokrotofos (azodrin) dikrotofos fosfamidon diklorfos

etion fention dan diazinon metil paration dan profenofos yang tergolong

karbamat di antaranya metomil (Plianbangchang et al2008)

Penggolongan OPs dapat juga berdasarkan dosis mematikan atau daya

racun dari senyawa tersebut terdiri dari klas I a daya racunnya sangat tinggi klas

I b daya racunnya tinggi klas II terdiri dari senyawa organofosfat dengan daya

racun sedang dan klas III daya racunnya ringan (WHO 2009) Berdasarkan

penggolongan ini 40 dari 23 bahan aktif pestisida OPs termasuk klas I a yaitu

daya racunnya sangat tinggi dan ekstrim namun sampai saat ini masih sangat

diperlukan sebagai sarana peningkatan produksi di bidang pertanian dan perikanan

juga untuk peningkatan kualitas kesehatan

OPs bersumber dari H3PO4 (asam fosfat) yang mempunyai sifat sebagai

berikut a) Efektif terhadap serangga yang resisten terhadap hidrokarbon

organoklorin b) Tidak menimbulkan kontaminasi terhadap lingkungan untuk

jangka waktu yang lama c) Kurang mempunyai efek yang lama terhadap

organisme non target d) Lebih toksik terhadap hewan-hewan organisme

bertulang belakang jika dibandingkan dengan organoklorin e) Mempunyai cara

kerja menghambat fungsi enzim kolinesterase (Afriyanto 2012)

Keracunan OPs pada sistem respirasi mengakibatkan bronkokonstriksi

dengan sesak nafas dan peningkatan sekresi bronkus Pada umumnya gejala ini

15

timbul dengan cepat dalam waktu 6-8 jam tetapi bila paparan berlebihan dapat

menimbulkan kematian dalam beberapa menit Senyawa dari golongan pestisida

ini berkerja menghambat aktivitas enzim kolinesterase yang dapat berakibat fatal

dengan gejala antara lain sakit kepala pusing-pusing lemah pupil mengecil

gangguan penglihatan dan sesak nafas mual muntah kejang pada perut dan diare

sesak pada dada dan detak jantung menurun (Jakob et al 2002) Paparan

subkutan umumnya membutuhkan waktu lebih lama untuk menimbulkan tanda

dan gejala OPs dikenal sebagai neurotoksik terhadap mamalia karena

menghambat enzim asetilkolinestester (AChE) yang mengkatalisis hidrolisis

asetilkolin (ACh) yaitu suatu neurotransmitter sehingga akan terakumulasi

212 Toksisitas OPs

Risiko paparan pestisida OPs sangat tinggi pada pekerja pertanian dan

pekerja pada industri kimia seperti pedagang bahan kimia dan pestisida

Mekanisme masuknya racun pestisida tersebut dapat melalui kulit luar mulut dan

saluran makanan serta melalui saluran pernapasan Laju absorpsi OPs melalui

kulit dipengaruhi oleh bagian kulit yang terkena seperti paration akan lebih cepat

masuk melalui kulit di kepala dan leher dibandingkan dengan kulit di tangan dan

lengan (Subash et al 2010) OPs yang terserap selanjutnya akan terakumulasi

dengan cepat dalam lemak hati ginjal dan kelenjar ludah

Saluran cerna merupakan salah satu jalur utama penyerapan toksikan

selain paru-paru dan kulit (Juhryyah 2009) Toksikan dapat merusak permukaan

internal dari traktus gastrointestinal dan memperlambat bahkan menghentikan

peristaltik usus sehingga menyebabkan terjadinya penyerapan toksikan tersebut

16

(Manahan 2003) Apabila paparan toksikan pada sel berlangsung cukup lama dan

konsentrasi tinggi sel akan mencapai suatu titik dimana sel tidak dapat lagi

mengkompensasi toksikan tersebut dan tidak dapat melanjutkan metabolisme

Perubahan yang reversibel akan menjadi irreversibel yaitu terjadinya kematian

sel Proses kematian sel dapat terjadi secara apoptosis dan nekrosis

Tanda dan gejala awal toksisitas organofosfat adalah stimulasi berlebihan

kolinergenik pada otot polos dan reseptor eksokrin muskarinik yang meliputi

miosis gangguan perkemihan diare defekasi eksitasi dan salivasi (Rustia et al

2010) Toksisitas OPs berpengaruh pada berbagai sistem dalam tubuh termasuk

hematologi dan perubahan biokimia (Kalender et al 2005) Selain itu terjadinya

stress oksidatif menunjukkan bahwa pestisida memberi efek sitotoksik (Khan dan

Kour 2007)

Toksisitas OPs dipengaruhi oleh struktur kimia metabolisme dalam

tubuh target dosis cara aplikasi tingkat dekomposisi dan cara masuknya ke

organisme Struktur umum dari organofosfat dapat dilihat pada Gambar 21

Gambar 21

Struktur umum organofosfat (Herljac 2009)

17

R1 dan R2 merupakan metil etil atau isopropil dan X merupakan suatu

gugus dapat pergi (leaving group) biasanya berupa substitusi nukleofilik oleh

oksigen dari serin pada sisi aktif protein target Variasi X tergantung dari jenis

OPs (Mangas et al 2016) Unsur yang berikatan rangkap dengan fosfor (P)

dapat berupa oksigen (untuk pestisida paraokson) dapat juga berupa sulfur (S)

untuk pestisida parathion

OPs menghambat fungsi berbagai ester karboksilat hidrolase seperti

asetilkolinesterase plasma dan karboksilesterase hepar paraoksonase dan esterase

yang lain dalam tubuh (Soltatinejad dan Abdollahi 2009) Bagian lipofilik dari

pestisida organofosfat akan berinteraksi dengan membran sel dan mengacaukan

struktur fosfolipid dualapis Kemampuan toksisitas utama dari OPs adalah

menghambat aktivitas enzim kolinesterase dalam darah yang berfungsi mengatur

kerja saraf (neurotransmiter) selanjutnya akan mengaktifkan reseptor kolinergik

Mekanisme toksisitas OPs membentuk ikatan kovalen organofosforilasi

dengan esterase dari kolinesterase menghasikan enzim terfosforilasi yang sangat

sulit dipecah sehingga aktivitasnya terhambat Mekanisme ini ditunjukan pada

Gambar 22 Mekanisme penghambatan AChE adalah terbentuk ikatan antara

satu hidroksil dari gugus serin dalam pusat esteratik AChE dengan fosfor dari

OPs yang membentuk kompleks enzim-inhibitor yang reversibel selanjutnya

terjadi fosforilasi serin secara kovalen (Pohanka 2011) Apabila kolinesterase

terikat maka enzim ini tidak dapat melaksanakan fungsinya terutama meneruskan

pengiriman perintah kepada otot-otot tertentu sehingga otot-otot senantiasa

bergerak tanpa dapat dikendalikan

18

Gambar 22

Ikatan OP pada sisi aktif AChE Reaksi Fosforilasi AChE

(Hreljac 2009)

Efek toksik dari pestisida OPs dapat menimbulkan kejang otot dan paralisis

(lumpuh) terjadinya kelainan hematologi meningkatkan kadar SGOT dan SGPT

dalam darah (Jaga dan Dharmani 2003) Toksisitas OPs dalam tubuh berupa 1)

neurotoksisitas 2) molekul target bukan neuron 3) imunotoksisitas 4)

genotoksisitas dan karsinogenitas (Elersek dan Filipic 2012)

213 Neurotoksisitas OPs

Mekanisme toksisitas OPs umumnya dimulai dengan menghambat

aktivitas enzim asetilkolinesterase (AChE) yang menyebabkan asetilkolin (ACh)

tidak dapat terhidrolisis menjadi kolin dan asam asetat sehingga ACh

terakumulasi dalam sistem saraf yang menyebabkan mobilitas limposit dan

19

sitotoksisitas meningkat Penghambatan AChE oleh OPs disebabkan oleh

terjadinya reaksi fosforilasi akibat lepasnya gugus fosfat dari senyawa OPs

kemudian membentuk ikatan kovalen dengan AChE sehingga menghambat

aktivitasnya (Manal dan Lobna 2006) seperti tampak pada Gambar 22

Hidrolisis secara spontan OPs dari sisi aktif ini berlangsung sangat lambat

kadang-kadang irreversible sehingga menghasilkan efek beracun dalam jangka

panjang

Aktivitas enzim AChE yang terhambat menyebabkan asetilkolin (ACh)

terakumulasi di dalam sistem saraf yaitu pada kantung-kantung sinaptik sehingga

terjadi aktivasi reseptor kolinergik (muskarinik atau nikotinik) Akumulasi

asetilkolin menyebabkan overstimulasi dari reseptor dan jika keracunan

organofosfat tetap tidak diobati akan menyebabkan kematian Mekanisme ini

berlaku bagi organisme berdarah panas sehingga manusia juga mudah keracunan

OPs (Bajgar 2004) Hambatan dari enzim tersebut menyebabkan ACh tertimbun

pada sinaps yang terletak diantara saraf dan otot (neuromuscular junction)

Akumulasi ACh menyebabkan depolarisasi persisten pada otot rangka

mengakibatkan kelemahan dan fasikulasi Akumulasi asetilkolin yang terjadi

pada sistem saraf otonom dapat menyebabkan diare uriniterase tanpa sadar

bronko konstriksi dan miosis (Rustia et al 2010)

Efek toksik OPs berupa gejala neurologi dengan target primer

kolinesterase Penghambatan kolinesterase terjadi secara progresif oleh OPs

karena terjadi fosfilasi (fosforilasi atau fosfonilasi) pada sisi aktif serin dari

kolinesterase (Ser198 BChE dan Ser 200 untuk AChE pada manusia) Seperti

20

tampak pada Gambar 22 terjadi fosforilasi pada sisi aktif serin membentuk anion

intermediate yang pada proses aging mengalami dealkilasi membentuk anion

fosfonil yang stabil kemudian akan menghambat AChE secara irreversible

Enzim yang terfosforilasi ini tidak mampu lagi menghidrolisis ACh sehingga

tertimbun pada tempat-tempat reseptor ACh yang tertimbun ini menyebabkan

terjadi stimulasi berlebihan dan selanjutnya mengganggu pengiriman antara sistem

saraf pusat dan saraf tepi

OPs dalam tubuh selain mengalami forforilasi yang menyebabkan

neurotoksik dapat juga mengalami detoksikasi secara alami oleh enzim

karboksilase atau glutation transferase seperti tampak pada Gambar 23

Neurotoksik terjadi bila OPs berikatan dengan AChE BChE dan esterase yang

lain

Gambar 23

Toksikasi dan detoksikasi OPs

(Mangas et al 2016 )

21

Petani yang terpapar oleh pestisida OPs dapat mengalami penghambatan

Aktivitas AChE peningkatan reaksi Thiobarbituric Acid dan penurunan

kemampuan plasma darah dalam penyerapan besi (Fe) Dasar patofisiologi gejala

klinis dari keracunan OPs adalah inaktifasi dari enzim AChE pada sekeliling

nicotinic and muscarinic pada sistem saraf pusat central nervous system (CNS)

dan pada neuromuscular junction (Gagandeep dan Dheeraj 2009) Penghambatan

OPs secara ireversibel pada kedua muskarinik dan nikotinik dapat mempengaruhi

central nervous system (CNS) (Hundekari et al 2013) OPs sebagai anti-

kolinesterase akan memblok asetilkolinesterase sehingga asetilkolin terakumulasi

dalam saraf tepi yang dapat menimbulkan pengaruh neurotoksik seperti kontraksi

otot secara kontinyu Nilai normal aktivitas kolinesterase untuk laki ndash laki sebesar

4620 ndash 11500 Ul dan nilai normal untuk perempuan sebesar 3930 - 10800 Ul

Bila dibawah nilai normal menunjukkan adanya keracunan darah yang

diakibatkan oleh pestisida OPs

OPs di dalam sel darah merah akan mempengaruhi AChE dan di dalam

plasma darah akan mempengaruhi pseudokolinesterase OPs akan terikat di

dalam sinapsis melalui proses fosforilasi bagian ester anion dari enzim AChE

ikatan ini sangat kuat dan irreversible (Raini 2007) Keracunan akut dari OPs

pada manusia menyebabkan kelemahan otot paralisis disorientasi serta kematian

akibat paralisis otot pernafasan Efek neurotoksisitas organofosfat tidak selalu

muncul mendadak Neurotoksisitas lambat (delayed neurotoxicity) dapat

dihasilkan oleh sejumlah ester organofosfor yang diklasifikasikan sebagai

aksonopati Efek ini bisa ditimbulkan oleh dosis tunggal yang besar ataupun dosis

22

akumulasi Neurotoksisitas yang terjadi lambat ini disebut organophosphorus

ester-induced delayed neuropathy (OPIDN) OPIDN tidak terjadi secara

mendadak tetapi butuh waktu antara 7-10 minggu untuk timbulnya degenerasi

aksonal OPIDN adalah suatu sindrom gejala toksisitas yang disebabkan oleh OPs

berupa melemahnya otot-otot pada tangan dan kaki terganggunya keseimbangan

dan bisa menjadi lumpuh yang muncul 4-21 hari setelah paparan OPs Molekul

target OPIDN adalah enzim dalam sistem saraf yang disebut neuropathy target

esterase (NTE) yang dapat digunakan sebagai biomarker OPIDN (Lotti dan

Moretto 2009) OPs menghambat AChE dengan efektif pada neuromuscular

junctions dalam sistem saraf tepi dan saraf pusat Selain neurotoksisitas efek

buruk paparan OPs juga dapat mengubah fungsi tubuh lainnya

Katagori keracunan pestisida dilihat dari aktivitas AChE dengan metode

Tintometer Kit 1) Normal gt 75 2) Keracunan ringan 75 - 50 3)

Keracunan sedang 50 - 25 dan 4) Keracunan berat lt 25 Jika penurunan

aktivitas kolinesterase mencapai 25 dari nilai normalnya (dalam katagori

keracunan ringan) maka pekerja harus dijauhkan dari paparan pestisida dan baru

diizinkan kembali bekerja dengan pestisida jika aktivitas kolinesterasenya menjadi

80 atau lebih dari nilai normal

Prinsip reaksi interaksi antara enzim-fosfat adalah 1) fosforilasi enzim 2)

kebalikan penghambatan dan 3) aging (pemeraman) Karakteristik fosforilasi

enzim adalah pembentukan ikatan kimia antara atom fosfor dari OPs dengan atom

oksigen gugus hidroksil dari serin pada pusat katalitik AChE Reaksi antara OP-

23

AChE ini hampir sama atau dapat disamakan dengan reaksi antara AChE-AChE

Reaksi fosforilasi ini dapat dilihat pada Gambar 24

Gambar 24

Reaksi fosforilasi antara AChE dan OP

(Patočka et al 2005)

Enzim AChE terfosforilasi yang terbentuk sangat stabil lain halnya dengan enzim

terasetilasi yang sangat tidak stabil dengan waktu paruh hanya dalam millisecond

Penghambatan AChE oleh senyawa OPs terutama nerve agent bersifat

irreversible Reaksi penghambatan yang reversal seperti Gambar 25

berlangsung sangat lambat sehingga merupakan penghambatan OPs bukan

penghambatan substrat AChE

Gambar 25

Hambatan reversal

(Patočka et al 2005)

Reaktivasi secara spontan merupakan kombinasi dari dua proses paralel

yaitu defosforilasi dan aging Aging adalah pembentukan fosforilasi irreversible

penuh sehingga terjadi dealkilasi dari OO-dialkyl-phosphorylated atau O-alkyl-

phoshonylated enzim Age enzym ini tidak dapat reaktif lagi oleh reaktivator

untuk penghambatan AChE oleh OPs Proses aging digambarkan sebagai

24

dealkilasi dari fosforil menghasilkan muatan negatip yang stabil karena

berinteraksi dengan katalitik His 440 Proses aging menghambat defosforilasi

secara irreversible dan hanya sebagian dari enzim menjadi reaktif Reaksi aging

dapat dilihat pada Gambar 26

Gambar 26

Proses aging

(Patočka et al 2005)

Proses reaktivasi dapat terjadi pada enzim terfosforilasi yang belum

mengalami proses aging Mekanisme ini digunakan dalam pengobatan penyakit

yang berhubungan dengan keracunan OPs seperti alzaimer menggunakan oksim

salah satunya adalah pralidoksim Mekanisme reaksi reaktivasi ini dapat dilihat

pada Gambar 27

Pralidoksim dapat berperan sebagai reaktivator dimana terjadi reaksi

antara pralidoksim dengan OPs yang terikat pada sisi aktif serin sehingga ikatan

enzim AChEndashOPs putus dan enzim AChE kembali aktif Pralidoksim juga dapat

sebagai catalytic scavenger dimana pralidoksim dengan cepat memblok OPs

sehingga OPs tidak dapat berikatan dengan enzim AChE Hasil penelitian

Hundekari et al 2013 mendapatkan treatment atropin dengan pralidoksim dapat

menurunkan MDA yang meningkat oleh paparan OPs dan meningkatkan aktivitas

AChE yang turun oleh paparan OPs

25

Gambar 27

Reaktivasi enzim AChE

(Bharathi et al 2014)

214 Toksisitas OPs terhadap fungsi tubuh selain saraf

OPs selain mempengaruhi saraf (menghambat asetilkolinesterase) juga

mempengaruhi fungsi tubuh yang lain seperti menghambat karboksilase yang

merupakan bagian dari metabolisme xenobiotic Metabolisme xenobiotic

dipengaruhi melalui atom sulphur dari desulfurasi dalam metabolisme fase I

menghambat lipase yang berperan penting dalam cell signalling juga memblok

pembentukan metabolik berbagai substansi (Quistad et al 2006)

OPs juga memicu hypoxia karena terganggunya pusat pernafasan

melemahnya otot-otot pernafasan dan berpengaruh pada paru-paru

(bronchospasm dan bronchorrhoea) dan akhirnya menyebabkan kegagalan

26

pernafasan (Lopez et al 2008) OPs pada tikus menyebabkan apnea sentral fatal

yang memicu berbagai disfungsi pulmoner melalui efek langsung terhadap

Central Respiratory Oscillator (CRO) dan inhibisi umpan balik CRO Gejala

keracunan akut OPs sesuai dengan tempat terakumulasinya ACh dalam

organisme seperti pada central nervous system (CNS) sistem saraf tepi reseptor

muskarinik dan reseptor nikotinik menimbulkan gejala berbeda seperti terlihat

pada Tabel 21 Waktu munculnya beberapa gejala keracunan juga berbeda-beda

seperti melemahnya otot pernapasan akan muncul 1-4 hari setelah keracunan

sedangkan melemahnya otot peripheral muncul setelah 7-21 hari (Elersek dan

Filipic 2012)

Tabel 21

Gejala keracunan Ops akut yang berbeda sesuai dengan

tempat akumulasi ACh

Tempat akumulasi ACh Gejala

CNS

Perifer sistem saraf otonom

Reseptor muskarinik

reseptor nikotinik

Sakit kepala insomnia vertigo

kejangkebingungan sulit tidur gangguan

berbicara koma dan lumpuh pernafasan

-

Gejala-gejala muskrinik peningkatan

eliminasi (air liur keringat lachrymation)

gangguan pencernaan (kejang muntah

diare) menurunkan detak jantung gangguan penglihatan

gejala-gejala nikotinik kontraksi otot yang

tidak terkontrol dan kelumpuhan

Sumber Elersek dan Filipic 2012

27

Pengaruh imunotoksik OPs dapat terjadi secara langsung maupun tidak

langsung Secara langsung adalah dengan 1) menghambat hidrolase serin atau

esterase dalam sistem imun 2) kerusakan oksidatif pada organ-organ sistem

imun 3) perubahan dalam cara sinyal transduksi pada kontrol poliferasi dan

diferensiasi sel kekebalan Secara tidak langsung OPs menyebabkan perubahan

pada sistem saraf atau efek kronik dari perubahan metabolisme pada sistem imun

(Elersek dan Filipic 2012) Pestisida OPs dapat mengganggu sistem kekebalan

tubuh dan memberikan efek immunotoksik melalui kedua jalur anti kolinergik

dan non kolinergik

OPs menginduksi peningkatan stres oksidatif yakni ketidakseimbangan

antara antioksidan dan radikal bebas Pestisida OPs dapat merusak keseimbangan

antara prooksidan dan antioksidan dalam tubuh juga merusak membran lipid

sebagai hasil peroksidasi lipid

Malation dan klorfirifos yang merupakan pestisida OPs mempunyai

pengaruh yang beragam pada sel seperti menghasilkan ROS radikal bebas dan

menginduksi stres oksidatif intra sel sehingga mengganggu perkembangan dan

deferensiasi sel normal (Bebe dan Panemangalore 2003) Peningkatan ROS dan

radikal bebas dapat menyebabkan terjadinya kondisi stres oksidatif serta memicu

terjadinya peroksidasi lipid pada membran sel yang akan menghasilkan

malondialdehid (MDA) Peroksidasi lipid ini dapat terjadi karena pengaruh

menipisnya sistem antioksidan baik antioksidan enzimatik maupun non enzimatik

oleh paparan pestisida OPs (Khan dan Kour 2007)

28

Perusakan membran sel oleh radikal bebas melalui beberapa proses yaitu

1) Terjadi ikatan kovalen antara radikal bebas dengan komponen komponen

membran (enzim membran komponen karbohidrat membran plasma) sehingga

terjadi perubahan struktur dan fungsi reseptor 2) Oksidasi gugus tiol pada

komponen membran oleh radikal bebas mengganggu proses transport lintas

membran 3) Reaksi peroksidasi lipid dan kolesterol serta membran yang

mengandung asam lemak tidak jenuh majemuk (PUFA) (Suhartono et al 2008)

OPs dapat mendorong terjadinya stres oksidatif dan meningkatkan kadar

MDA sebagai produk akhir dari peroksidasi lipid pada petani penyemprot yang

terpapar pestisida OPs karbamat dan organoklorin (Prakasam et al 2001) Hal

ini didukung oleh Vidyasagar et al(2004) yang mendapatkan kadar MDA pada

pasien keracunan OPs (67 nMml) lebih tinggi dan berbeda nyata dibandingkan

dengan kontrol (36 nMml) OPs triklorfos dan dimetoat mendorong terjadinya

peroksidasi lipid yang ditunjukan dengan meningkatnya MDA (Sharma et al

2005) OPs berperan sebagai inhibitor enzim kolinesterase dan menginduksi

peningkatan stres oksidatif yaitu ketidakseimbangan antara antioksidan dan

radikal bebas (Patil et al 2003) Kerusakan oksidatif membran lipid eritrosit

dan protein mencerminkan terjadinya reaksi serupa pada myocyte Radikal bebas

yang merusak myocyte juga menyebabkan melemahnya otot pada penderita OPs

akut

Keracunan OPs pada sistem respirasi mengakibatkan bronko konstriksi

dengan sesak nafas dan peningkatan sekresi bronkus Pada umumnya gejala ini

29

timbul dengan cepat dalam waktu 6-8 jam tetapi bila paparan berlebihan dapat

menimbulkan kematian dalam beberapa menit

OPs juga menunjukan efek genotoksisitas (DNA) pada saat sel hidup

kemudian saat replikasi sel dan berakhir pada mutagenitas dan karsinogenitas

Genotoksisitas dihasilkan karena reaksi OPs dengan DNA sehingga DNA rusak

berupa penyimpangan kromosom OPs juga menunjukan efek karsinogenitas

meliputi perubahan sel normal menjadi sel neoplastik dan berkembang lebih lanjut

menjadi tumor (Hodgson 2004)

22 Asetilkolinesterase (AChE)

Kolinesterase merupakan katalis biologis yang berperan menjaga agar otot

kelenjar dan sel saraf bekerja harmonis Jika aktivitas kolinesterase jaringan

tubuh menurun maka dapat mempengaruhi aktivitas asetilkolinesterase saraf

sehingga asetilkolin (ACh) akan menumpuk di bagian ujung saraf dan menganggu

aliran impuls saraf akhirnya terjadi paralisis otot (Depkes RI 2007)

Kolinesterase merupakan suatu enzim dengan berat molekul sekitar 3000000 dan

mempunyai 48 bagian aktif yang masing-masing terdiri dari satu bagian anionik

dan satu bagian esteratik (protenated acidic group)

AChE adalah suatu serine hidrolase termasuk dalam kelompok esterase

yang mempunyai banyak sel satu AChE berperan sangat penting dalam tubuh

yaitu menghidrolisis neurotransmitter asetilkolin (ACh) menjadi asam asetat dan

kolin pada saraf sinapsis Kelompok ini berbeda dengan jenis ester karbosiklik

Aktivitas AChE yang terhambat oleh OPs pada CNS menyebabkan

30

terakumulasinya ACh dan menimbulkan gejala seperti sakit kepala meningkatnya

produksi ludah pernafasan terganggu dan dapat menyebabkan kematian (Du et

al 2008) AChE mempunyai dua sisi pengikatan yaitu daerah anionik dan daerah

esteratik keduanya penting untuk degradasi ACh

ACh adalah suatu hormon neuro yang terdapat diantara ujung-ujung saraf

dan otot sebagai media kimia yang berfungsi meneruskan rangsangan saraf ke

reseptor sel-sel otot dan kelenjar ACh dibuat di dalam ujung serabut saraf

motorik melalui proses asetilasi dari kolin ekstra sel dan koenzim A (Erwin dan

Kusuma 2012) Daerah anionik berfungsi untuk pengikatan sebuah molekul

ACh pada enzim Saat ACh terikat reaksi hidrolisis terjadi pada sisi aktif

esteratik ACh akan terurai menjadi kolin dan asam asetat Kolin kemudian

diambil lagi melalui sistem uptake kolin berafinitas tinggi pada membran

presinaps Proses hidrolisis ACh menjadi kolin dan asam asetat dapat dilihat pada

Gambar 28

Gambar 28

Reaksi hidrolisis ACh menjadi asam asetat dan kolin pada

sisi anion dan ester dari enzim asetilkolinesterase (Wiener dan

Hoffman 2004)

31

Penurunan aktivitas kolinesterase darah seseorang terjadi karena adanya

OPs dalam darah yang membentuk senyawa phosphorilated cholinesterase

sehingga enzim kolinesterase tidak dapat berfungsi lagi dan kadar aktif dari enzim

tersebut akan berkurang hal ini menyebabkan ACh lebih lama berada pada

reseptor sehingga memperpanjang efek rangsang saraf cholinergic pada sebelum

dan sesudah ganglion Rangsangan saraf yang terus-menerus akan merusak fungsi

saraf dan muncul dalam bentuk kelemahan otot mual-mual muntah hipersalivasi

tremor dan paralisis (Bajgar 2004) Akumulasi ACh yang menyebabkan

terjadinya disfungsi sistem saraf dan perilaku akan memicu kerusakan pada

sistem pernafasan yang akhirnya dapat menyebabkan kematian Sistem saraf yang

terganggu akibat penumpukan ACh menyebabkan terganggunya pasokan nutrisi

dan oksigen ke seluruh sel dan jaringan sehingga menghambat pertumbuhan

organisme (Robert 2011) Rangsang yang ditimbulkan oleh asetilkolin akan

berhenti bila ACh dihidrolisis menjadi kolin dan asam asetat oleh AChE

Aktivitas AChE yang terhambat menyebabkan ACh tidak dapat

dihidrolisis sehingga impuls saraf dari satu sel ke sel yang lain atau ke efektor

akan terganggu Petani yang terpapar OPs dengan dosis rendah dalam jangka

waktu lama juga menunjukan penurunan Superoxyde dismutase (SOD) dan

glutation reduktase OPs yang terakumulasi bertahun-tahun pada penyemprot

pestisida berbanding lurus dengan penurunan AChE dan berbanding terbalik

dengan Glucose-6-phosphate dehydrogenase (G6DPH)

32

23 Radikal Bebas

Radikal bebas adalah sekelompok spesies kimia baik berupa atom maupun

molekul yang memiliki elektron tidak berpasangan pada lapisan luarnya Radikal

bebas juga merupakan suatu kelompok spesies kimia dengan reaksi jangka pendek

yang memiliki satu atau lebih elektron bebas sehingga sangat reaktif mempunyai

spesifitas kimia yang rendah sehingga dapat bereaksi dengan berbagai molekul

lain seperti protein lemak karbohidrat dan DNA (Droge 2007)

Radikal bebas diartikan sebagai molekul yang relatif tidak stabil

mempunyai satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan pada orbit luarnya

bersifat reaktif dalam mencari pasangan elektronnya Radikal bebas dalam tubuh

akan segera bereaksi dengan molekul lain sehingga terjadi reaksi berantai yang

disebut peroksidasi lipid dan menghasilkan radikal bebas baru sehingga jumlah

radikal bebas terus bertambah (Marinajati et al 2012) Radikal bebas bersifat

tidak stabil sehingga tidak dapat mempertahankan bentuk aslinya dalam waktu

lama karena segera akan berikatan dengan molekul lain di sekitarnya Radikal

bebas akan menyerang molekul stabil yang terdekat dan mengambil elektronnya

Molekul yang terambil elektronnya ini akan menjadi radikal bebas baru sehingga

akan memulai suatu reaksi berantai yang pada akhirnya akan menyebabkan

kerusakan sel (Droge 2007)

Kelompok radikal bebas antara lain anion superoksida (O2) radikal

hidroksil (OH) dan radikal peroksil (RO2) sedangkan kelompok non radikal

misalnya hidrogen peroksida (H2O2) dan peroksida organik (ROOH) (Halliwell

dan Whiteman 2004) Radikal superoksida ( O2 -) merupakan bentuk yang paling

33

aktif yang paling banyak dihasilkan oleh berbagai mekanisme di dalam tubuh

seperti mitokondria sistem enzim NADPH oksidase reaksi dari xanthin oksidase

dan metabolisme asam arakidonat

Radikal bebas yang terbentuk di dalam tubuh (radikal bebas internal)

merupakan bagian integral dari proses fisiologis seperti saat pembentukan energi

dalam mitokondria melalui oksidasi fosforilasi Sumber radikal bebas internal

antara lain 1) Organ subseluler seperti mitokondria kloroplas mikrosom

peroksisom dan nuklei menghasilkan O2- 2) inflamasi selama inflamasi terjadi

fagositosis oleh makrofag dan metrofil keduanya membentuk radikal bebas

untuk memfagositosis bakteri 3) ion logam transisi Fe dan Cu berperan

membentuk radikal bebas dan menimbulkan peroksidasi lipid 4) oksidasi

enzimatik seperti xanthin oksidase dan lipoksigenase (Droge 2007) Radikal

bebas dapat juga berasal dari luar tubuh (radikal bebas eksternal) Sumber radikal

bebas eksternal antara lain polusi lingkungan (asap rokok asap kendaraan asap

pabrik) aktivitas fisik yang berlebih sinar ultra violet dari matahari radiasi obat-

obatan dan pestisida

Radikal bebas dapat terbentuk dari senyawa lain yang sebenarnya bukan

radikal bebas tetapi mudah menjadi radikal bebas misalnya hidrogen peroksida

(H2O2) dan ozon Kedua kelompok senyawa ini sering diistilahkan sebagai

Reactive Oxygen Species (ROS) atau senyawa Oksigen Reaktif (SOR) Sel-sel

hidup dari organisme aerob secara kontinyu membentuk SOR sebagai bagian dari

proses fisiologi metabolik dan reaksi-reaksi biokimia lainnya

34

SOR adalah kelompok senyawa yang sebenarnya bukan radikal bebas

tetapi mudah berubah menjadi radikal bebas (Droge 2007) SOR dihasilkan dalam

proses metabolisme oksidatif dalam tubuh misalnya pada proses oksidasi makanan

menjadi energi SOR diproduksi dalam jumlah yang cukup dalam tubuh seperti

sel darah putih menghasilkan H2O2 yang berfungsi untuk membunuh beberapa

jenis bakteri dan jamur namun H2O2 tidak menyerang secara spesifik sehingga

dapat menyerang asam-asam lemak tidak jenuh ganda atau polyunsaturated fatty

acid (PUFA) dari membran sel yang menyebabkan kerusakan struktur dan fungsi

sel (Winarsi 2007) SOR terbentuk sebagai produk samping reaksi oksidasi

fosforilasi untuk membentuk energi berupa Adenosine Tri Phosphate (ATP)

dalam rantai transport elektron pada mitokondria Proses tersebut membutuhkan

O2 tetapi tidak semua O2 berikatan dengan hidrogen untuk membentuk air sekitar

4 sampai 5 dari oksigen yang dikonsumsi berubah menjadi SOR (Marciniak

et al 2009) SOR seperti radikal super oksida (SOO-) dan radikal hidroksil

(OH-) yang dihasilkan oleh metabolisme sel yang normal maupun lingkungan

yang stres dapat menyebabkan sel-sel mati melalui peroksidasi lipid oksidasi

protein menghambat aktivitas enzim-enzim perubahan reduksi oksidasi intra sel

dan kerusakan DNA Hal ini menunjukkan bahwa SOR terlibat dalam timbulnya

beberapa penyakit dan proses penuaan

Organofosfat merupakan senyawa toksik yang mempunyai kemampuan

membentuk radikal bebas pada sistem biologi (Nur et al 2010) Reaksi radikal

bebas dengan komponen sel baik komponen struktural (molekul penyusun

membran) maupun komponen fungsional yaitu enzim dan DNA dapat merusak

35

sel melalui oksidasi lipid tidak jenuh dan protein sel (Zakaria 1996 dalam

Mardawati et al 2011) Kerusakan lebih lanjut pada organ sel adalah kerusakan

DNA dan membran sel Mekanisme tersebut menunjukan bahwa radikal bebas

dapat mempengaruhi timbulnya berbagai jenis penyakit degeneratif seperti

aterosklerosis Penelitian Amran et al (2009) mendapatkan ada korelasi yang

signifikan antara kerusakan DNA dengan perkembangan aterosklerosis dan

meningkatnya jumlah pasien Coronary Artery Disease (CAD)

24 Stres Oksidatif

Radikal bebas dalam jumlah tertentu di dalam tubuh dapat dinetralisir oleh

antioksidan endogen Antioksidan endogen utama pada sel-sel tubuh adalah

enzim SOD (Superoksida dismutase) glutation reduktase dan glutation

peroksidase (GPr dan GPx) serta catalase (CAT) Pembentukan radikal bebas

yang melebihi kemampuan aktivitas antioksidan endogen menyebabkan jumlah

keseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan akan terganggu Apabila

jumlah radikal bebas terus bertambah sedangkan jumlah antioksidan endogen

tetap maka kelebihan radikal bebas tidak dapat dinetralkan akibatnya radikal

bebas bereaksi dengan komponen-komponen sel dan menyebabkan kerusakan sel

Peningkatan jumlah radikal bebas atau oksidan menyebabkan timbulnya

suatu keadaan yang disebut stres oksidatif Stres oksidatif adalah suatu keadaan

ketidak seimbangan antara radikal bebas dan antioksidan dimana jumlah radikal

bebas lebih besar dari antioksidan Stres oksidatif adalah suatu keadaan patologis

yang disebabkan oleh kerusakan jaringan di dalam tubuh karena peningkatan

36

jumlah radikal bebas yang tidak normal (Halliwel 2006) Radikal bebas yang

jumlahnya jauh lebih banyak dari antioksidan akan bereaksi dengan cepat dan

merusak bermacam-macam substrat di dalam tubuh termasuk komponen-

komponen sel protein asam lemak tak jenuh ganda karbohidrat dan asam-asam

nukleat hal ini mengakibatkan berkembangnya penyakit kronik Serangan oksidan

terhadap asam lemak tidak jenuh sebagai komponen penting penyusun membran

sel dapat menimbulkan reaksi rantai yang disebut peroksidasi lipid Proses

tersebut mengakibatkan terputusnya ikatan dalam asam-asam lemak menjadi

berbagai senyawa yang toksik terhadap sel seperti malondialdehid (MDA) dan 9-

hidroksi nonenal MDA yang dihasilkan kemudian dilepaskan ke darah sehingga

kadar MDA di dalam darah dapat dijadikan sebagai penanda tidak langsung

adanya peroksidasi lipid dan peningkatan SOR

25 Malondialdehid (MDA)

Peningkatan stres oksidatif berdampak negatif pada beberapa komponen

penyusun membran sel yaitu kerusakan pada membran lipid membentuk

malondialdehida (MDA) kerusakan protein karbohidrat dan DNA (Kevin et

al2006) Kerusakan oksidatif yang diakibatkan oleh radikal bebas mempengaruhi

kondisi patologis berupa kerusakan sel jaringan dan berbagai organ seperti hati

ginjal dan jantung baik pada manusia maupun hewan Kerusakan ini dapat

berakhir pada kematian sel sehingga terjadi percepatan timbulnya berbagai

penyakit degeneratif (Kevin et al 2006 dan Valko et al 2007) MDA

merupakan metabolit hasil peroksidasi lipid oleh radikal bebas sehingga dapat

37

menggambarkan aktivitas radikal bebas dalam sel dan menjadi petunjuk terjadinya

stres oksidatif akibat radikal bebas (Asni 2009) Semakin tinggi kadar MDA

plasma maka semakin tinggi stres oksidatif yang terjadi dalam sel-sel tubuh

Peroksidasi lipid menghasilkan MDA dari radikal bebas akan selalu membentuk

reaksi berantai yang terus berlanjut sampai radikal bebas ini dihilangkan oleh

sistem antioksidan dari tubuh

MDA adalah hasil proksidasi lipid yang larut dalam air pada kondisi

normal MDA secara parsial diekskresikan melalui urine tetapi tidak diketahui

berapa jumlah MDA yang terbentuk dalam tubuh itu dapat dihilangkan oleh

ginjal MDA merupakan salah satu hasil dari peroksidasi lipid yang digunakan

sebagai indikator dari stres oksidatif (Hundekari et al 2013) Peningkatan

peroksidasi lipid mungkin disebabkan oleh inflamasi yang berkaitan dengan

infeksi virus dan menurunnya kadar antioksidan

Penelitian in vitro pada eritrosit manusia yang menyemprot pestisida

menunjukan peningkatan konsentrasi karbofuran meningkatkan kadar MDA

secara signifikan (Misrha et al 2013) yang mendapatkan kadar MDA pada darah

petani penyemprot pestisida lebih tinggi secara signifikan dibandingkan dengan

kontrol seperti ditunjukan pada Tabel 22

Paparan pestisida atrazine pada tikus dapat meningkatkan peroksidasi lipid

dan merusak membran di dalam sel yang dipapar Kandungan fosfolipid dan

kolesterol dalam membran eritrosit dapat diketahui dengan menggunakan teknik

scanning electron microscopy (SEM) dan dapat diketahui terjadi perubahan

morfologi dalam eritrosit yang sebanding dengan perubahan parameter biokimia

38

termasuk stres oksidatif (Singh et al2006) Kerusakan sel cedera irreversible sel

dan kematian sel dapat terjadi apabila stres oksidatif berlangsung lama

Tabel 22 Perbandingan profil biokimia antara kontrol

dan penyemprot pestisida

Parameters Controls(n=18)

Mean plusmnSD

Sprayers (n=50)

Mean plusmnSD

MDA (nmolTBARSml blood)

943 plusmn078

2630 plusmn202

CAT (μ mol H2O2 hydrolysed X

104mlg Hb)

1055plusmn1520

13569 plusmn 1234

SOD(μmol hydroysed X 104mlg

Hb)

329 plusmn 079 803 plusmn 246

Sumber Mishra et al 2013

26 Antioksidan

Antioksidan adalah molekul yang mampu memperlambat atau mencegah

oksidasi molekul lain (Chakraborty et al 2009) Antioksidan adalah senyawa-

senyawa yang dapat menunda atau menghambat terjadinya oksidasi biomolekul

dengan menghambat reaksi-reaksi oksidasi rantai oleh radikal bebas dan mampu

menurunkan kerusakan oksidatif (Jantan et al 2011) Antioksidan juga

didefinisikan sebagai senyawa yang mampu menunda memperlambat atau

menghambat reaksi oksidasi makanan maupun obat Antioksidan akan bereaksi

dengan oksidan sehingga mengurangi kapasitas oksidan untuk dapat menimbulkan

kerusakan (Shahidi 1997 dalam Asep et al 2012)

Antioksidan dalam sistem biologi baik antioksidan enzim maupun non

enzim melindungi sel dari kerusakan yang disebabkan oleh molekul-molekul yang

39

tidak stabil yang disebut radikal bebas Antioksidan membantu menghancurkan

radikal bebas yang merusak sel mendukung pertumbuhan sel-sel yang sehat

melindungi sel dari penuaan mendukung sistem imun dalam tubuh Antioksidan

bersifat sangat mudah teroksidasi atau bersifat reduktor kuat dibanding dengan

molekul lain sehingga keefektifan antioksidan tergantung dari seberapa kuat daya

oksidasinya semakin mudah teroksidasi maka semakin efektif antioksidan

tersebut Antioksidan mampu melindungi sel melawan kerusakan yang

ditimbulkan oleh radikal bebas dan SOR seperti singlet oksigen peroksi nitrit

superoksida radikal peroksida dan radikal hidroksil (Chaveri et al2008 )

Antioksidan dapat menunda atau mencegah terjadinya reaksi oksidasi

radikal bebas dan oksidasi lipid dalam konsentrasi yang lebih rendah dari substrat

yang dapat dioksidasi Suhartono et al (2008) menyatakan antioksidan dapat

diklasifikasikan dalam 5 tipe yaitu a) Antioksidan primer berupa senyawa-

senyawa fenol yang mampu memutus rantai reaksi pembentukan radikal bebas

asam lemak Senyawa ini memberikan atom hidrogen yang berasal dari gugus

hidroksi sehingga terbentuk senyawa yang stabil seperti BHA (butyl

hidroksilanisol) BHT (butyl hydrotoluen) dan tokoferol b) Antioksidan

perangkap oksigen yaitu senyawa-senyawa yang berperan sebagai pengikat

oksigen sehingga mencegah reaksi oksidasi Senyawa ini mengadakan reaksi

dengan oksigen yang berada dalam sistem sehingga jumlahnya berkurang seperti

vitamin C (asam askorbat) askorbil palminat asam eritorbat dan sulfit c)

Antioksidan sekunder adalah senyawa-senyawa yang mempunyai kemampuan

untuk berdekomposisi dengan hidroperoksida menjadi produk akhir yang stabil

40

d) Antioksidan enzim yaitu enzim yang berperan mencegah terbentuknya radikal

bebas seperti glukose oksidase superoksida dismutase (SOD) glutation

peroksidase (GPx) dan katalase (CAT) dan e) Antioksidan Chelators

sequestrants yaitu senyawa-senyawa yang mampu mengikat logam seperti besi

dan tembaga yang mampu mengkatalisis reaksi oksidasi lemak seperti asam sitrat

asam amino ethylenediaminetetra acetid acid (EDTA) dan fosfolipid

Antioksidan bereaksi dengan radikal bebas dengan mengurangi

konsentrasi oksigen mencegah pembentukan singlet oksigen yang reaktif

mencegah inisiasi rantai pertama dengan menangkap radikal primer seperti radikal

hidroksil mengikat katalis ion logam mendekomposisi produk-produk primer

radikal menjadi senyawa non-radikal dan memutus rantai hidroperoksida

sehingga mengurangi kapasitas radikal bebas untuk menimbulkan kerusakan

(Mardawati et al 2011)

Berdasarkan mekanisme kerjanya antioksidan dikelompokan menjadi 1)

Antioksidan primer yaitu antioksidan yang bereaksi dengan radikal lipid berenergi

tinggi untuk menghasilkan produk yang memiliki kestabilan termodinamis lebih

baik seperti golongan fenol (isoflavon) 2) Antioksidan sekunder yang juga

dikenal dengan antioksidan pencegah (Preventive Antioxidant) yang dapat

memperlambat reaksi inisiasi dengan cara memutus rantai hidroperoksida seperti

dilauril thio-dipropionate dan asam thiodipropionate Antioksidan golongan ini

adalah antioksidan yang berikatan dengan gugus thiol (Shahidi dan Naczk1995

dalam Mardawati et al 2011)

41

Antioksidan pemutus rantai adalah molekul kecil yang dapat menerima

dan memberi elektron dari atau ke radikal bebas sehingga membentuk senyawa

baru yang stabil seperti vitamin E dan vitamin C Sedangkan antioksidan logam

transisi terikat protein bekerja mengikat ion-ion logam Fe2+

dan Cu2+

seperti

flavonoid dapat mencegah radikal bebas Antioksidan jenis ini memperbaiki

kerusakan sel-sel dan jaringan yang disebabkan radikal bebas (Winarsi 2007)

Mekanisme kerja antioksidan senyawa fenolik adalah sebagai berikut

Radikal Lipida Antioksidan Radikal Antioksidan

ROO + AH ROOH + A

RO + AH ROH + A

R + AH RH + A

OH + AH H2O + A

Senyawa antioksidan (AH) dapat memberikan atom hidrogen secara cepat ke

radikal lipida (ROO RO R OH ) dan mengubahnya menjadi bentuk yang lebih

stabil Sementara turunan radikal antioksidan (A) yang dihasilkan lebih stabil

dibandingkan radikal lipida karena akan terjadi delokalisasi perbaikan elektron

dari ikatan rangkap pada cincin benzen sebagai indikasi oleh ikatan isomer

valensi

Peningkatan jumlah gugus hidroksil (alkil hidrogen pada struktur

kimianya) pada posisi para atau ortho seperti pada genistein dapat meningkatkan

aktivitas antioksidan isoflavon Antioksidan dapat menghambat oksidasi atau

42

menghentikan reaksi berantai pada radikal bebas dari lemak yang teroksidasi

dapat melalui empat macam mekanisme reaksi yaitu 1) Pelepasan hidrogen dari

antioksidan 2) Pelepasan elektron dari antioksidan 3) Adisi lemak ke dalam

cincin aromatik pada antioksidan dan 4) Pembentukan senyawa kompleks antara

lemak dan cincin aromatik dari antioksidan

Antioksidan dapat mencegah tidak terkontrolnya pembentukan radikal

bebas dan aktivitas SOR atau mencegah reaksinya dengan struktur biologi (Nisar

et al 2013) Status antioksidan baik yang endogen maupun yang eksogen yang

menurun dapat mengganggu keseimbangan redoks seluler dan kondisi patologis

akan menjadi karakteristik utama dan membentuk stres oksidatif pada sel maupun

jaringan

261 Antioksidan enzimatis

Di dalam sistem biologis sudah tersedia antioksidan berupa enzim

(antioksidan enzimatis) yaitu superoksida dismutase (SOD) katalase (CAT) dan

glutation peroksidase (GPx) Antioksidan-antioksidan ini bekerja dengan cara

mencegah pembentukan senyawa radikal bebas baru atau mengubah radikal bebas

yang telah terbentuk menjadi molekul yang kurang reaktif (Finosh dan Jayabalan

2013) Mekanisme kerja antioksidan enzimatik adalah mengkatalisir pemusnahan

radikal bebas dalam sel Aktivitas enzim intrasel SOD dan CAT mengkatalisasi

dismutasi superoksida dan hidrogen peroksida aktivitas GPx mereduksi hidrogen

peroksida dan peroksida organik menjadi air dan oksigen Aktivitas enzim

intrasel ini dapat dilihat pada Gambar 29

43

GPx merupakan enzim penangkal radikal bebas dengan dua cara yaitu

pertahanan terhadap oksidan dan dengan mengkatalisis peroksida menjadi air dan

oksigen GPx memerlukan glutation sebagai substrat terdapat dalam dua bentuk

yaitu glutation tereduksi atau GSH dan glutation teroksidasi atau GSSG Ketika

mengkatalisis perubahan hidrogen peroksida (H2O2) menjadi H2O GSH

dioksidasi menjadi GSSG kemudian GSSG dapat direduksi kembali oleh NADPH

untuk mendapatkan kembali GSH (Marciniak et al 2009)

Gambar 29

SOD dan CAT mengkatalisasi dismutasi superoksida dan hidrogen peroksida

(Finosh dan Jayabalan 2013)

Enzim GPx terdapat terutama dalam mitokondria merupakan enzim

scavenger terhadap hidrogen peroksida dan berperan utama dalam mengatur

konsentrasi H2O2 dan dan berbagai macam peroksida organik Aktivitas GPx yang

menurun menunjukkan terjadinya penurunan kapasitas menghilangkan H2O2 dan

terjadinya hidroperoksida lemak

44

Enzim GPx sangat berperan dalam pengaktifan kembali enzim

kolinesterase melalui 1) Pengaktifan AMP siklik yang secara langsung dapat

mengaktifkan enzim kolinesterase 2) keseimbangan NADP dan NADPH pada

jalur glikolisis aerobik dalam eritrosit sehingga eritrosit tidak rusak kerusakan

eritrosit dapat menurunkan produksi kolinesterase darah 3) peranan kofaktor

prostaglandin pada sintesis tromboksan A2 yang memacu trombogenesis dan

vasokonstriksi pembuluh darah bersamaan dengan terbentuknya tromboksan akan

diaktifkan cAMP yang secara langsung mengaktifkan kinase protein termasuk

kinase protein enzim kolinesterase 4) sebagai antioksidan yang dapat melindungi

sel termasuk eritrosit dari kerusakan akibat radikal bebas 5) sebagai kofaktor

proses oksidasi dealkilasi ikatan organofosfat dengan kolinesterase darah 6)

berperan sebagai detoksifikasi dalam tubuh dengan mereduksi radikal bebas

peroksida sekaligus membentuk peroksida lipid di dalam membran sel (Stranges

et al 2010)

GPx adalah enzim antioksidan yang dapat mendetoksifikasi hidrogen

peroksida dan lipid hidroperoksida dalam menurunkan glutation Di dalam darah

terdapat beberapa jenis GPx dua diantaranya adalah GPx seluler (cGPx) dalam sel

darah merah dan GPx ekstrasel (eGPx) terdapat dalam plasma GPx sebagai enzim

antioksidan bekerja menjadi peredam (quenching) radikal bebas dan berperan

dalam metabolisme xenobiotik yang ditemukan dalam sel (Sen et al 2010)

GPx dengan konsentrasi tinggi ditemukan dalam hepar dan sel darah

merah sedangkan pada jantung ginjal paru-paru adrenal lambung dan jaringan

adipose mengandung GPx dalam kadar sedang GPx kadar rendah ditemukan

45

dalam otak otot testis dan lensa mata GPx yang rendah berkorelasi dengan

gangguan yang berhubungan dengan radikal bebas (Judge et al 2005) Jika

antioksidan endogen gagal mengatasi produksi metabolit reaktif maka

antioksidan eksogen akan diperlukan untuk menyeimbangkan status redoks

(Noori 2012) Sumber makanan termasuk tanaman rempah-rempah vitamin dan

ekstrak herbal memainkan peran penting dalam hal ini

262 Antioksidan non enzimatis

Antioksidan non enzimatis disebut juga antioksidan sekunder atau

antioksidan eksogen (diperoleh dari luar) digolongkan menjadi dua golongan

yaitu yang larut dalam lemak seperti tokoferol karotenoid flavoniod quinon dan

bilirubin serta yang larut dalam air seperti asam askorbat asam urat protein

pengikat logam dan protein pengikat heme (Winarsi 2007) Antioksidan ini dapat

berupa bahan-bahan alami dan juga sintetis Antioksidan alami seperti vitamin

adalah campuran redoks yang seimbang dengan bentuk tereduksi dan teroksidasi

dan sebaliknya untuk antioksidan sintetis merupakan redoks yang tidak seimbang

bahkan menghasilkan radikal bebas yang pada beberapa kasus berbahaya (Rani

etal 2004)

Vitamin C merupakan antioksidan yang sangat penting dalam cairan

ekstra sel karena dapat menyerang radikal-radikal yang larut dalam darah dan

melindungi lemak plasma dari perusakan peroksidasi oleh radikal-radikal peroksil

Peran utama vitamin C adalah menetralisir radikal bebas yang ada di dalam dan

di luar sel Vitamin C merupakan sumber elektron pendonor bagi radikal bebas

(Nisar et al 2013) Vitamin C berperan positip dalam proses detoksifikasi

46

yang sangat diperlukan untuk sintesis kolagen dan pertumbuhan serta

pemeliharaan jaringan epitel Peranan vitamin C sebagai pembawa hidrogen yang

merupakan siklus esensial dalam metabolisme protein dan karbohidrat yang

berfungsi memelihara kekuatan pembuluh darah Vitamin C sangat penting untuk

melawan radikal bebas dalam cairan ekstra sel dan melindungi biomembran dari

peroksidasi Pemberian air kelapa dapat meningkatkan aktivitas GPx SOD dan

CAT pada pekerja terpapar merkuri karena air kelapa mengandung vitamin C

B1 B6 asam-asam amino metionin selenium dan mineral berfungsi melindungi

sel tubuh dari serangan radikal bebas dan mencegah efek paparan merkuri

(Zulaikhah et al 2013) Defisiensi antioksidan yang berupa vitamin C vitamin

E Se Zn dan glutation dalam derajat ringan hingga berat sangat berpengaruh

terhadap respon imun

Komponen kimia yang berperan sebagai antioksidan adalah senyawa

golongan fenolik dan polifenolik yang memiliki kemampuan untuk menangkap

radikal bebas Flavonoid merupakan golongan terbesar dari senyawa polifenol

yang sangat efektif digunakan sebagai antioksidan Senyawa-senyawa ini banyak

terdapat di alam terutama pada tumbuh-tumbuhan seperti teh buah-buahan

sayuran dan anggur (Ramle et al 2008)

Aktivitas antioksidan dari berbagai tanaman erat hubungannya dengan

kandungan fenolnya ada indikasi substansi fenol seperti flavonoid dan asam-

asam fenolat berpotensi lebih besar sebagai antioksidan dibandingkan dengan

vitamin C dan vitamin E Aktivitas antioksidan flavonoid tergantung pada

struktur molekulnya terutama gugus prenil (CH3)2C=CH-CH2 Department of

47

Environmental and Molecular Toxicology Oregon State University dalam

penelitiannya mendapatkan bahwa gugus prenil flavonoid dikembangkan untuk

pencegahan atau terapi terhadap penyakit-penyakit yang dihubungkan dengan

radikal bebas

Asupan antioksidan diperlukan untuk membantu mengembalikan

ketidakseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan endogen serta

mengurangi kerusakan oksidatif dalam tubuh Salah satu terapi antioksidan yang

digunakan adalah ekstrak kulit buah manggis (Garcinia mangostana L) Kulit

buah manggis memiliki kandungan xanthone yang tinggi sehingga memiliki

kemampuan untuk menangkap radikal bebas Gugus hidroksil (OH) yang dimiliki

oleh xanthone efektif mengikat radikal bebas dengan elektron yang tidak memiliki

pasangan Antioksidan ini bekerja dengan cara memotong reaksi oksidasi berantai

dari radikal bebas atau dengan cara menangkapnya sehingga radikal bebas tidak

akan bereaksi dengan komponen seluler dan kerusakan sel dapat dihindari

Makanan yang kaya antioksidan memegang peran dalam mencegah

penyakit-penyakit kanker dan penyakit penurunan fungsi otak Antioksidan dapat

mengurangi resiko penyakit kronis dan mencegah berbagai penyakit baik dengan

cara meningkatkan pertahanan antioksidan dalam tubuh atau dengan cara

mengkonsumsi makanan yang kaya antioksidan Mengkonsumsi antioksidan yang

ada dalam makanan sehari-hari dapat memberi perlindungan terhadap stres

oksidatif Hundekari et al (2013) mendapatkan perlakuan antioksidan dengan

dosis yang sesuai dapat menurunkan kerusakan oksidatif sehingga efektif untuk

memperbaiki kasus keracunan akut OPs

48

27 Manggis

271 Tumbuhan manggis

Tumbuhan manggis (Garcinia mangostana L) berasal dari Asia Tenggara

dan merupakan tumbuhan fungsional karena hampir semua bagian dari tumbuhan

ini dapat dimanfaatkan sebagai obat Manggis termasuk dalam family Guttiferae

dan merupakan species terbaik dari genus Garcia Buah manggis sering dijuluki

Queen of tropical fruit karena mempunyai rasa enak daging buah putih halus

bentuk buah bagus dan disukai banyak orang (Chaverri et al 2008) Manggis

sering disebut mangostin atau kadang-kadang disebut buah super dengan berbagai

karakteristik seperti rasa aroma kaya nutrisi dan daya antioksidan yang tinggi

Buah manggis (Garcinia mangostana L) merupakan buah yang eksotik

karena memiliki warna yang menarik dan kandungan gizi yang tinggi sehingga

buah manggis memiliki prospek yang cukup baik untuk dikembangkan

(Mardawati et al 2011) Tingkatan taksonomi tanaman manggis adalah sebagai

berikut (Prihatman 2000)

- Kingdom Plantae

- Divisi Spermathophyta (Tumbuhan berbiji)

- Sub Divisi Angiospermae (Berbiji tertutup)

- Kelas Dicotyledonae (Biji berkeping dua)

49

- Ordo Theales

- Famili GuttiferaeClusiaceae

- Genus Garcinia

- Spesies Garcinia mangostana L

Selain sebagai buah yang eksotik manggis juga mengandung berbagai senyawa

yang bermanfaat bagi tubuh seperti triterpenoid mangostin tannin resin

kalsium zat besi dan vitamin B1 Potensi manggis tidak hanya terbatas pada

buahnya saja tetapi juga hampir seluruh bagian tumbuhan manggis menyimpan

potensi yang sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia

Kulit buah manggis mengandung beberapa senyawa yang memiliki

aktivitas farmakologi seperti antiinflamasi antihistamin antibakteri anti penyakit

jantung antijamur bahkan untuk terapi HIV (Chaveri et al 2008) Senyawa

utama kandungan kulit buah manggis yang dilaporkan bertanggung jawab atas

beberapa aktivitas farmakologi adalah golongan xanthone yang meliputi

mangostin mangosterol mangostinon A dan B trapezifolixanthone tovophyllin

B dan beta mangostin garcinon B mangostanol flavonoid epikatekin dan

gartanin136-trihidoksi-7-metoksi-28-bis(3-metil-2-butenil)-9H-xanten-9-on(alfa

mangostin) dan 1367-tetrahidroksi-28-bis (3-metil-2-butenil)-9H-xanten-9-on

(gamma mangostin) yang sangat bermanfaat untuk kesehatan (Qosim 2007)

Kandungan antioksidan manggis banyak terdapat pada kulit buahnya

dikenal sebagai antioksidan yang efektif karena mengandung senyawa biologi

xanthones walaupun dapat juga ditemukan dalam semua bagian manggis baik

pada buah kulit buah kulit kayu maupun daunnya Senyawa xanthone hanya

50

dihasilkan oleh genus garcinia Xanthone memiliki struktur kimia yang unik

terdiri dari sistem aromatik trisiklik (C6-C3-C6) dengan kelompok isoprena

metoksil dan hidroksil terletak pada cincin A dan B sehingga senyawa xanthone

beragam Struktur umum xanthone dapat dilihat pada Gambar 210

Gambar 210

Struktur umum senyawa xanthone (Chaverri et al 2008)

Xanthone termasuk golongan senyawa flavonoid Senyawa ini memiliki

dua cincin benzene dan satu cincin piran Inti xanthone dikenal sebagai 9-

xanthenone atau dibenzo-c-pyrone Xanthone dapat diklasifikasikan ke dalam lima

kelompok yaitu oxygenated xanthone xanthone glycoside prenylated xanthone

xanthonolignoid dan miscellaneous xanthone Menurut Chaverri et al (2008)

terdapat 200 lebih xanthone yang tersedia di alam ini dan 50 diantaranya

terkandung dalam kulit buah manggis

Xanthone memiliki rumus molekul C13H8O2 sehingga memiliki massa

molar sebesar 196191 gram mol Dalam penamaan menurut IUPAC senyawa ini

diberi nama 9H-xanthen-9-one Uji aktivitas antioksidan kulit buah manggis

dengan menggunakan peroksinitrit sebagai radikal bebas diketahui bahwa 8-

hydroxycudraxanthone G gartanin α-mangostin γ-mangostin dan smeath-

xanthone A merupakan komponen yang memiliki aktivitas antioksidan terbesar

51

(Jung et al 2006) Senyawa xanthone yang banyak terdapat pada kulit manggis

yaitu α - dan γ - mangostin (Obolsky et al 2009)

Struktur kimia beberapa turunan xanthone seperti α mangostin β

mangostin dan γ mangostin dapat dilihat pada pada Gambar 211

(Chaivisuthangkura et al 2008)

α mangostin β mangostin γ mangostin

Gambar 211

Struktur Kimia beberapa derivat xanthone

(Chaivisuthangkura et al 2008)

Senyawa-senyawa xanthone juga mempunyai aktivitas antibakteri

melawan S Aureus strain yang resisten terhadap penicillin dan methicillin

aktivitas antifungi melawan F Oxiforum A Tenuls dan D Oryzae (Chomnawang

2007) Garcinia mangostana dan senyawa-senyawa xanthone α-mangostin

mendorong aktivitas antimikroba melawan P acnes dan S epidermis yang

merupakan agen etiologi kritis pada jerawat (Chomnawang et al 2007)

Senyawa alfa-mangostin sebagai turunan xanthone memiliki kemampuan

dalam menekan pembentukan senyawa karsinogen pada kolon Xanthone juga

52

bermanfaat mencegah pertumbuhan sel kanker dan tumor Kemampuan

antioksidannya bahkan melebihi vitamin C dan E yang selama ini dikenal sebagai

antioksidan yang paling efektif (Ummi dan Any 2014) Hasil penelitian Kosem

et al (2007) mendapatkan ekstrak metanol kulit buah manggis mengandung α

mangostin sebesar 2519 g100 g ekstrak

Moongkandi et al (2004) menyatakan kulit buah manggis bermanfaat

penting bagi kesehatan karena kaya akan antioksidan seperti xanthone dan

antosianin Antosianin merupakan salah satu antioksidan kuat yang mampu

mencegah berbagai kerusakan akibat stress oksidatif sehingga mampu melindungi

sel dari radikal bebas Penelitian lain juga mendapatkan bahwa xanthone dari

manggis memiliki aktivitas antioksidan antitumor antiinflamasi antialergi

antifungi dan antibakteri (Suksamrarn et al 2006 dan Chaverri et al 2008)

Garcinia mangostana memiliki aktivitas antioksidan yang signifikan pada

IC50 sebesar 613 μgml juga efektif dalam scavenging radikal bebas dan bisa

mengurangi produksi cytokine sebagai suatu proinflamasi Senyawa xanthone

pada kulit buah manggis merupakan antioksidan tingkat tinggi karena kandungan

antioksidannya 667 kali dari wortel dan 83 kali jeruk (Qosim 2007)

Antioksidan yang terkandung dalam kulit buah manggis didominasi oleh

senyawa fenol yaitu xanthone Kadar xanthone dalam manggis berbeda-beda

tergantung pada kualitas buah yang terbesar didapatkan pada buah dengan kulit

burik atau kasar yakni sebesar 23544 μgg ekstrak sedangkan pada buah besar

dengan kulit mulus mengandung kadar xanthone sebesar 18502 μgg ekstrak

buah kecil sebesar 20434 μgg dan buah dengan kulit mengandung getah kuning

53

15289 μgg ekstrak Xanthone dalam kulit buah yang mengandung getah kuning

berperan dalam mekanisme pertahanan mencegah terjadinya stres akibat serangan

hama atau kerusakan fisik (Arsana 2014)

Xanthone sebagai antioksidan akan memutus rantai reaksi oksidasi radikal

bebas untuk mencegah reaksi oksidasi dengan reaksi reduksi yang melibatkan

hidrogen Keterlibatan hidrogen dalam reaksi-reaksi reduksi dapat menghambat

reaksi oksidasi antara radikal bebas dengan oksigen Kadar Oxygen Radical

Absorbance Capacity (ORAC) dari xanthone mencapai 17000-20000 ORAC per

100 ons kulit manggis lebih besar dari wortel dan jeruk yang kadar ORAC-nya

hanya 300 dan 2400 (Fanany 2013) Manfaat yang demikian besar menyebabkan

xanthone sangat dibutuhkan dalam tubuh sebagai penyeimbang prooksidan

Prenilasi xanthone juga mempunyai efek penghambat terhadap M Tuberculosis

Alfa-mangostin yang merupakan derivat xanthone didapatkan mempunyai potensi

sebagai antimikroba (Suksamrarn et al 2006) Selain itu kulit buah manggis

juga mengandung beberapa senyawa lain seperti yang tertera pada Tabel 23

Tabel 23

Komposisi Tepung Kulit Buah Manggis

Sumber Shahidi 1997 dalam Ummi dan Any 2014

No Komponen Kadar ( bk)

1

Air 900

2 Abu 258

3 Gula 692

4 Protein 269

5 Serat Kasar 3005

6 Lainnya (Tanin lemak dll) 4876

54

272 Ekstrak kulit buah manggis

Ekstrak kulit buah manggis mengandung berbagai senyawa yang diduga

bekerja sebagai antioksidan dengan cara mendonorkan elektronnya kepada radikal

bebas sehingga mencegah terjadinya peroksidasi lipid baik pada tahap inisiasi

propagasi maupun pada tahap terminasi (Middleton et al 2000) Senyawa-

seyawa ini bekerja sebagai sinyal yang akan mengaktivasi nuclear factor

erythroid 2- related factor 2 (Nrf2) yang terikat pada Kelch-like ECH-associated

protein-1 (Keap1) dalam sitoplasma sehingga mengalami disosiasi dan translokasi

menuju nukleus Dalam nukleus Nrf2 berasosiasi pada bagian promoter gen yang

disebut Antioxidant Respone Element (ARE) sehingga memicu ekspresi gen

penyandi antioksidan Senyawa yang terkandung dalam ekstrak kulit buah

manggis disamping bekerja sebagai antioksidan dengan cara mendonorkan

elektronnya kepada radikal bebas juga dapat menstimulasi ekspresi gen penyandi

antioksidan melalui aktivasi Nrf2 Salah satu stimulan tersebut adalah golongan

fenol (Inoue 2001) Ekstrak kulit buah manggis dapat mengatur aktivitas catalase

dalam aktivitasnya sebagai scavenger H2O2 atau mengatur gen Nrf-2 (Bartz et

al 2010) Hal ini sesuai dengan yang didapatkan dalam penelitian

Weecharangsan et al (2006) aktivitas ekstrak air dan ekstrak etanol kulit buah

manggis berperan sebagai scavenger H2O2

Skrining fitokimia dilakukan untuk memberikan gambaran tentang

golongan senyawa yang terkandung dalam ekstrak etanol kulit buah manggis

Hasil uji skrining fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak etanol kulit buah

manggis mengandung senyawa golongan alkaloid triterpenoid saponin

55

flavonoid tannin dan polifenol (Kristianti et al 2008) Polifenol adalah senyawa

fenolik yang memiliki lebih dari satu gugus hidroksil (OH) golongan senyawa ini

terdapat pada berbagai jenis tumbuhan yang mempunyai berbagai macam aktivitas

biologi salah satunya adalah aktivitas antioksidan (Scalbert et al 2005)

Polifenol banyak ditemukan dalam buah-buahan sayuran dan biji-bijian

yang merupakan sumber antioksidan alami Senyawa polifenol terdiri dari

beberapa subkelas yakni flavonol isoflavon (dalam kedelai) flavanon

antosianidin katekin dan biflavan Semua polifenol mampu menjadi perangkap

oksigen dan radikal alkil dengan memberikan donor elektron sehingga terbentuk

radikal fenoksil yang relatif stabil (Mokgope 2006) Senyawa-senyawa polifenol

alami secara langsung sebagai scavenger SOR dan secara tak langsung melindungi

aktivitas beberapa enzim sehingga berpotensi meningkatkan antioksidan endogen

(Masella et al 2005) Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Martin et al

(2010) yang mendapatkan CPE (cocoa polyphenolic extrac) yang mengandung

senyawa-senyawa flavonoid seperti katecin epikatecin dan prosianidin

meningkatkan aktivitas GPx dan glutation reduktase (GR) Senyawa-senyawa ini

mereduksi produksi SOR dan mengatur aktivitas antioksidan enzim Peningkatan

aktivitas enzim antioksidan dapat digunakan sebagai terapi penyakit-penyakit

yang disebabkan oleh stress oksidatif

Senyawa fenol sebagai antioksidan tergantung dari beberapa faktor seperti

ikatan gugus hidroksil pada cincin aromatik posisi ikatan posisi hidroksil bolak

balik pada cincin aromatik dan kemampuannya dalam memberi donor hidrogen

atau donor elektron serta kemampuannya dalam memerangkap radikal bebas (free

56

radical scavengers) Palakawong et al (2010) mendapatkan daya antioksidan

ekstrak kulit buah manggis sebesar 594 microgml yang dianalisis dengan metode

DPPH Ekstrak kulit manggis mengandung total fenol yang cukup tinggi yaitu

sebesar 4112 mgg dengan aktivitas antioksidannya sebesar 8442 (Dyahnugra

et al 2015) Ekstrak etanol kulit buah manggis menunjukkan aktivitas yang

signifikan dalam menghambat pembentukan 50 radikal menghambat radikal

superoxide (O2-) mereduksi produksi ROS dan dapat menangkap radikal

hidroksil (OH-) (Chomnawang et al 2007)

Senyawa flavonoid adalah senyawa-senyawa polifenol yang memiliki 15

atom karbon (C6-C3-C6) terdiri dari dua cincin benzena yang dihubungkan

menjadi satu oleh rantai linier yang terdiri dari tiga atom karbon Flavonoid

dalam ekstrak kulit buah manggis berperan membasmi radikal bebas dengan

berbagai cara misalnya dengan menghambat enzim yang bertanggung jawab

memproduksi anion superoksida yaitu xantin oksidase ada juga dengan

menyumbangkan elektronnya ke radikal superoksida atau radikal lipid agar stabil

(Smith et al 2005)

Ekstrak kulit buah manggis baik dengan pelarut air etanol 50 etanol

95 dan etil asetat menunjukan aktivitas antioksidan dan neuroprotektif

(Weecharangsan et al 2006) Kapasitas antioksidan ekstrak air dan etanol 50

diuji dengan metoda DPPH didapatkan masing-msing sebesar 3498 dan 3076

Kapasitas antioksidan ekstrak ini sudah dicobakan pada sel neuroblastoma

(NG108-15) yang terpapar hidrogen peroksida (H2O2) kedua ekstrak ini

memperlihatkan aktivitas neuroprotektif dengan konsentrasi 50 lgmL Aktivitas

57

neuroprotektif ekstrak etanol 50 kulit buah manggis lebih tinggi dibandingkan

dengan ekstrak air Ekstrak etanol kulit buah manggis juga mempunyai aktivitas

antioksidan yang signifikan sebagai penghambat pembentukan radikal DPPH

(Chomnawang et al 2007)

Ekstrak kulit buah manggis diketahui memiliki daya antioksidan sangat

kuat hal ini dibuktikan dengan menggunakan fraksi pelarut metanol etanol dan

etil asetat semuanya memiliki daya antioksidan EC50 kurang dari 50 Fraksi

metanol mempunyai nilai EC50 yang paling kecil dibanding dengan kedua

fraksi lainnya masing-masing 800 mgL 926 mgL dan 2948 mgL ini berarti

fraksi metanol mempunyai aktivitas antioksidan yang lebih besar dibandingan

dengan fraksi etanol dan etil asetat (Mardawati et al 2011) Hal ini didukung

oleh Li dan Xu (2015) yang menyatakan ekstrak metanol kulit buah manggis

mempunyai aktivitas antioksidan yang kuat karena kandungan polifenolnya sangat

tinggi

Senyawa fenol banyak ditemukan pada berbagai tanaman Senyawa ini

telah dieksploitasi secara intensif karena selain berfungsi sebagai antioksidan juga

memiliki berbagai fungsi biologi seperti anti mutagenik dan anti karsinogenik

Antioksidan alami yang terdapat dalam tanaman akan meredam radikal bebas

yang berbahaya dari tubuh Senyawa-senyawa polifenol dari tanaman seperti

flavonoid digambarkan sebagai peredam SOR Ekstrak kulit buah manggis dapat

mengurangi produksi SOR intrasel secara signifikan yang ditentukan dengan 27-

dichlorofluorescein diacetate (DCFH-DA) dalam SKBR3 saluran sel

(Moongkarndi et al 2004) Aktivitas radikal hidroksil (HO-) diperangkap oleh

58

xanthone yang diisolasi dari beberapa ekstrak kulit buah manggis (Chin et al

2008) Xanthone dapat diklasifikasikan ke dalam lima kelompok yaitu

oxygenated xanthone xanthone glycoside prenylated xanthone xanthonolignoid

dan miscellaneous xanthone Saat ini sekitar 1000 xanthone berbeda telah

diketahui (Chaverri et al 2008)

Kulit buah manggis mengandung 90 xanthone terutama α dan β

mangostin yang disebut panaxanthone dapat memulihkan sistem pertahanan

antioksidan endogen seperti aktivitas SOD GPx dan kadar GSH secara invitro

dan in vivo memecah langsung SOR untuk mengurangi penipisan GSH dan

meghambat peroksidasi lipid Efek protektif α mangostin diduga terhadap stress

oksidatif dimediasi melalui jalur Nrf2 (Jung et al 2006) Ekstrak kulit buah

manggis dapat menurunkan MDA meningkatkan SOD dan GPx pada tikus yang

mengalami peningkatan MDA serta penurunan SOD dan GPx karena perlakuan

latihan (Arsana 2013) Hal yang sama didapatkan oleh Sudjarwo dan

Koerniasari (2015) bahwa pemberian ekstrak kulit buah manggis dapat

meningkatkan aktivitas GPx dan SOD ginjal tikus yang menurun karena diberi

perlakuan logam berat timbal mungkin disebabkan oleh kemampuan ekstrak

kulit buah manggis mengurangi akumulasi radikal bebas

Skrining fitokimia ekstrak kulit manggis juga menunjukkan bahwa kulit

buah manggis mengandung senyawa metabolit sekunder berupa golongan alkaloid

saponin tanin polifenol dan flavonoid (Poeloengan dan Praptiwi 2010)

Saponin merupakan zat aktif yang dapat meningkatkan permeabilitas membran

sehingga terjadi hemolisis sel Apabila saponin berinteraksi dengan sel bakteri

59

maka bakteri tersebut akan rusak atau lisis sedangkan flavonoid merupakan

kelompok senyawa fenol yang mempunyai kecenderungan untuk mengikat

protein sehingga mengganggu proses metabolisme bakteri tersebu Senyawa-

senyawa fenolik dapat bereaksi dengan senyawa oksigen reaktif disebabkan

oleh satu atau dua gugus hidroksil pada cincin aromatik dapat berperan sebagai

donor hidrogen (Dungir et al 2012)

Tanin dalam konsentrasi rendah mampu menghambat pertumbuhan

bakteri sedangkan pada konsentrasi tinggi mampu bertindak sebagai antibakteri

dengan cara menggumpalkan protoplasma bakteri sehingga terbentuk ikatan yang

stabil dengan protein bakteri Selain itu pada saluran pencernaan tanin mampu

mengeliminasi toksin (Poeloengan dan Praptiwi 2010)

Flavonoid merupakan golongan senyawa yang mempunyai kemampuan

sebagai antioksidan Flavonoid juga berperan mengaktifkan enzim kunci dalam

respirasi mitokondria dan melindungi sel neuron sehingga mencegah stres

oksidatif dan kerusakan jaringan Asupan flavonoid berperan sebagai

neuroprotektif berpotensi melindungi neuron dari neurotoksin meningkatkan

fungsi memori pembelajaran dan kognitif (Spencer 2009)

Uji daya antioksidan ekstrak kulit manggis buah dilakukan oleh Lin et al

(2014) menggunakan DPPH Radikal bebas DPPH (DPPHbull) mungkin akan

ditangkap oleh antioksidan dengan memberikan atom hidrogen (Hbull) membentuk

molekul stabil DPPH-H mekanismenya seperti tampak pada Gambar 212

Gambar ini menunjukkan reaksi antara γ-mangostin dengan DPPH akan

menghasilkan senyawa yang stabil sehingga tidak akan terjadi reaksi rantai yang

60

akan menghasilkan radikal-radikal lain yang lebih reaktif Dalam molekul γ-

mangostin gugus ortho-dihidroksil menjadi homolysis menghasilkan radikal

hidrogen (Hmiddot) dan radikal γ-mangostinmiddot (I) Hmiddot kemudian bergabung dengan

DPPHmiddot membentuk molekul DPPH-H dan radikal γ-mangostin menjadi (II)

yang selanjutnya dapat menghasilkan radikal hidrogen (Hmiddot) melebihi yang

diperlukan oleh radikal DPPH (DPPHmiddot) untuk membentuk quinone (III) Hasil ini

mengindikasikan bahwa ekstrak kulit buah manggis sebagai sumber antioksidan

yang baik dengan cara mendonasikan elektron kepada radikal bebas untuk

membentuk produk stabil sehingga tidak menimbulkan reaksi berantai

Gambar 212

Reaksi γ mangostin dengan DPPH sebagai radikal bebas

Lin et al (2014)

61

62

63

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pestisida...pestisida menginduksi produksi serotonin dan histamin, sebagai hormon yang memicu reaksi alergi dan dapat menimbulkan senyawa baru yang lebih

14

karbamat paling banyak beredar dan digunakan dalam pengendalian hama

penyakit tanaman secara terpadu karena cepat membunuh hama dan relatif aman

bagi lingkungan Pestisida yang termasuk golongan OPs antara lain mefinofos

(fosdrin) paration monokrotofos (azodrin) dikrotofos fosfamidon diklorfos

etion fention dan diazinon metil paration dan profenofos yang tergolong

karbamat di antaranya metomil (Plianbangchang et al2008)

Penggolongan OPs dapat juga berdasarkan dosis mematikan atau daya

racun dari senyawa tersebut terdiri dari klas I a daya racunnya sangat tinggi klas

I b daya racunnya tinggi klas II terdiri dari senyawa organofosfat dengan daya

racun sedang dan klas III daya racunnya ringan (WHO 2009) Berdasarkan

penggolongan ini 40 dari 23 bahan aktif pestisida OPs termasuk klas I a yaitu

daya racunnya sangat tinggi dan ekstrim namun sampai saat ini masih sangat

diperlukan sebagai sarana peningkatan produksi di bidang pertanian dan perikanan

juga untuk peningkatan kualitas kesehatan

OPs bersumber dari H3PO4 (asam fosfat) yang mempunyai sifat sebagai

berikut a) Efektif terhadap serangga yang resisten terhadap hidrokarbon

organoklorin b) Tidak menimbulkan kontaminasi terhadap lingkungan untuk

jangka waktu yang lama c) Kurang mempunyai efek yang lama terhadap

organisme non target d) Lebih toksik terhadap hewan-hewan organisme

bertulang belakang jika dibandingkan dengan organoklorin e) Mempunyai cara

kerja menghambat fungsi enzim kolinesterase (Afriyanto 2012)

Keracunan OPs pada sistem respirasi mengakibatkan bronkokonstriksi

dengan sesak nafas dan peningkatan sekresi bronkus Pada umumnya gejala ini

15

timbul dengan cepat dalam waktu 6-8 jam tetapi bila paparan berlebihan dapat

menimbulkan kematian dalam beberapa menit Senyawa dari golongan pestisida

ini berkerja menghambat aktivitas enzim kolinesterase yang dapat berakibat fatal

dengan gejala antara lain sakit kepala pusing-pusing lemah pupil mengecil

gangguan penglihatan dan sesak nafas mual muntah kejang pada perut dan diare

sesak pada dada dan detak jantung menurun (Jakob et al 2002) Paparan

subkutan umumnya membutuhkan waktu lebih lama untuk menimbulkan tanda

dan gejala OPs dikenal sebagai neurotoksik terhadap mamalia karena

menghambat enzim asetilkolinestester (AChE) yang mengkatalisis hidrolisis

asetilkolin (ACh) yaitu suatu neurotransmitter sehingga akan terakumulasi

212 Toksisitas OPs

Risiko paparan pestisida OPs sangat tinggi pada pekerja pertanian dan

pekerja pada industri kimia seperti pedagang bahan kimia dan pestisida

Mekanisme masuknya racun pestisida tersebut dapat melalui kulit luar mulut dan

saluran makanan serta melalui saluran pernapasan Laju absorpsi OPs melalui

kulit dipengaruhi oleh bagian kulit yang terkena seperti paration akan lebih cepat

masuk melalui kulit di kepala dan leher dibandingkan dengan kulit di tangan dan

lengan (Subash et al 2010) OPs yang terserap selanjutnya akan terakumulasi

dengan cepat dalam lemak hati ginjal dan kelenjar ludah

Saluran cerna merupakan salah satu jalur utama penyerapan toksikan

selain paru-paru dan kulit (Juhryyah 2009) Toksikan dapat merusak permukaan

internal dari traktus gastrointestinal dan memperlambat bahkan menghentikan

peristaltik usus sehingga menyebabkan terjadinya penyerapan toksikan tersebut

16

(Manahan 2003) Apabila paparan toksikan pada sel berlangsung cukup lama dan

konsentrasi tinggi sel akan mencapai suatu titik dimana sel tidak dapat lagi

mengkompensasi toksikan tersebut dan tidak dapat melanjutkan metabolisme

Perubahan yang reversibel akan menjadi irreversibel yaitu terjadinya kematian

sel Proses kematian sel dapat terjadi secara apoptosis dan nekrosis

Tanda dan gejala awal toksisitas organofosfat adalah stimulasi berlebihan

kolinergenik pada otot polos dan reseptor eksokrin muskarinik yang meliputi

miosis gangguan perkemihan diare defekasi eksitasi dan salivasi (Rustia et al

2010) Toksisitas OPs berpengaruh pada berbagai sistem dalam tubuh termasuk

hematologi dan perubahan biokimia (Kalender et al 2005) Selain itu terjadinya

stress oksidatif menunjukkan bahwa pestisida memberi efek sitotoksik (Khan dan

Kour 2007)

Toksisitas OPs dipengaruhi oleh struktur kimia metabolisme dalam

tubuh target dosis cara aplikasi tingkat dekomposisi dan cara masuknya ke

organisme Struktur umum dari organofosfat dapat dilihat pada Gambar 21

Gambar 21

Struktur umum organofosfat (Herljac 2009)

17

R1 dan R2 merupakan metil etil atau isopropil dan X merupakan suatu

gugus dapat pergi (leaving group) biasanya berupa substitusi nukleofilik oleh

oksigen dari serin pada sisi aktif protein target Variasi X tergantung dari jenis

OPs (Mangas et al 2016) Unsur yang berikatan rangkap dengan fosfor (P)

dapat berupa oksigen (untuk pestisida paraokson) dapat juga berupa sulfur (S)

untuk pestisida parathion

OPs menghambat fungsi berbagai ester karboksilat hidrolase seperti

asetilkolinesterase plasma dan karboksilesterase hepar paraoksonase dan esterase

yang lain dalam tubuh (Soltatinejad dan Abdollahi 2009) Bagian lipofilik dari

pestisida organofosfat akan berinteraksi dengan membran sel dan mengacaukan

struktur fosfolipid dualapis Kemampuan toksisitas utama dari OPs adalah

menghambat aktivitas enzim kolinesterase dalam darah yang berfungsi mengatur

kerja saraf (neurotransmiter) selanjutnya akan mengaktifkan reseptor kolinergik

Mekanisme toksisitas OPs membentuk ikatan kovalen organofosforilasi

dengan esterase dari kolinesterase menghasikan enzim terfosforilasi yang sangat

sulit dipecah sehingga aktivitasnya terhambat Mekanisme ini ditunjukan pada

Gambar 22 Mekanisme penghambatan AChE adalah terbentuk ikatan antara

satu hidroksil dari gugus serin dalam pusat esteratik AChE dengan fosfor dari

OPs yang membentuk kompleks enzim-inhibitor yang reversibel selanjutnya

terjadi fosforilasi serin secara kovalen (Pohanka 2011) Apabila kolinesterase

terikat maka enzim ini tidak dapat melaksanakan fungsinya terutama meneruskan

pengiriman perintah kepada otot-otot tertentu sehingga otot-otot senantiasa

bergerak tanpa dapat dikendalikan

18

Gambar 22

Ikatan OP pada sisi aktif AChE Reaksi Fosforilasi AChE

(Hreljac 2009)

Efek toksik dari pestisida OPs dapat menimbulkan kejang otot dan paralisis

(lumpuh) terjadinya kelainan hematologi meningkatkan kadar SGOT dan SGPT

dalam darah (Jaga dan Dharmani 2003) Toksisitas OPs dalam tubuh berupa 1)

neurotoksisitas 2) molekul target bukan neuron 3) imunotoksisitas 4)

genotoksisitas dan karsinogenitas (Elersek dan Filipic 2012)

213 Neurotoksisitas OPs

Mekanisme toksisitas OPs umumnya dimulai dengan menghambat

aktivitas enzim asetilkolinesterase (AChE) yang menyebabkan asetilkolin (ACh)

tidak dapat terhidrolisis menjadi kolin dan asam asetat sehingga ACh

terakumulasi dalam sistem saraf yang menyebabkan mobilitas limposit dan

19

sitotoksisitas meningkat Penghambatan AChE oleh OPs disebabkan oleh

terjadinya reaksi fosforilasi akibat lepasnya gugus fosfat dari senyawa OPs

kemudian membentuk ikatan kovalen dengan AChE sehingga menghambat

aktivitasnya (Manal dan Lobna 2006) seperti tampak pada Gambar 22

Hidrolisis secara spontan OPs dari sisi aktif ini berlangsung sangat lambat

kadang-kadang irreversible sehingga menghasilkan efek beracun dalam jangka

panjang

Aktivitas enzim AChE yang terhambat menyebabkan asetilkolin (ACh)

terakumulasi di dalam sistem saraf yaitu pada kantung-kantung sinaptik sehingga

terjadi aktivasi reseptor kolinergik (muskarinik atau nikotinik) Akumulasi

asetilkolin menyebabkan overstimulasi dari reseptor dan jika keracunan

organofosfat tetap tidak diobati akan menyebabkan kematian Mekanisme ini

berlaku bagi organisme berdarah panas sehingga manusia juga mudah keracunan

OPs (Bajgar 2004) Hambatan dari enzim tersebut menyebabkan ACh tertimbun

pada sinaps yang terletak diantara saraf dan otot (neuromuscular junction)

Akumulasi ACh menyebabkan depolarisasi persisten pada otot rangka

mengakibatkan kelemahan dan fasikulasi Akumulasi asetilkolin yang terjadi

pada sistem saraf otonom dapat menyebabkan diare uriniterase tanpa sadar

bronko konstriksi dan miosis (Rustia et al 2010)

Efek toksik OPs berupa gejala neurologi dengan target primer

kolinesterase Penghambatan kolinesterase terjadi secara progresif oleh OPs

karena terjadi fosfilasi (fosforilasi atau fosfonilasi) pada sisi aktif serin dari

kolinesterase (Ser198 BChE dan Ser 200 untuk AChE pada manusia) Seperti

20

tampak pada Gambar 22 terjadi fosforilasi pada sisi aktif serin membentuk anion

intermediate yang pada proses aging mengalami dealkilasi membentuk anion

fosfonil yang stabil kemudian akan menghambat AChE secara irreversible

Enzim yang terfosforilasi ini tidak mampu lagi menghidrolisis ACh sehingga

tertimbun pada tempat-tempat reseptor ACh yang tertimbun ini menyebabkan

terjadi stimulasi berlebihan dan selanjutnya mengganggu pengiriman antara sistem

saraf pusat dan saraf tepi

OPs dalam tubuh selain mengalami forforilasi yang menyebabkan

neurotoksik dapat juga mengalami detoksikasi secara alami oleh enzim

karboksilase atau glutation transferase seperti tampak pada Gambar 23

Neurotoksik terjadi bila OPs berikatan dengan AChE BChE dan esterase yang

lain

Gambar 23

Toksikasi dan detoksikasi OPs

(Mangas et al 2016 )

21

Petani yang terpapar oleh pestisida OPs dapat mengalami penghambatan

Aktivitas AChE peningkatan reaksi Thiobarbituric Acid dan penurunan

kemampuan plasma darah dalam penyerapan besi (Fe) Dasar patofisiologi gejala

klinis dari keracunan OPs adalah inaktifasi dari enzim AChE pada sekeliling

nicotinic and muscarinic pada sistem saraf pusat central nervous system (CNS)

dan pada neuromuscular junction (Gagandeep dan Dheeraj 2009) Penghambatan

OPs secara ireversibel pada kedua muskarinik dan nikotinik dapat mempengaruhi

central nervous system (CNS) (Hundekari et al 2013) OPs sebagai anti-

kolinesterase akan memblok asetilkolinesterase sehingga asetilkolin terakumulasi

dalam saraf tepi yang dapat menimbulkan pengaruh neurotoksik seperti kontraksi

otot secara kontinyu Nilai normal aktivitas kolinesterase untuk laki ndash laki sebesar

4620 ndash 11500 Ul dan nilai normal untuk perempuan sebesar 3930 - 10800 Ul

Bila dibawah nilai normal menunjukkan adanya keracunan darah yang

diakibatkan oleh pestisida OPs

OPs di dalam sel darah merah akan mempengaruhi AChE dan di dalam

plasma darah akan mempengaruhi pseudokolinesterase OPs akan terikat di

dalam sinapsis melalui proses fosforilasi bagian ester anion dari enzim AChE

ikatan ini sangat kuat dan irreversible (Raini 2007) Keracunan akut dari OPs

pada manusia menyebabkan kelemahan otot paralisis disorientasi serta kematian

akibat paralisis otot pernafasan Efek neurotoksisitas organofosfat tidak selalu

muncul mendadak Neurotoksisitas lambat (delayed neurotoxicity) dapat

dihasilkan oleh sejumlah ester organofosfor yang diklasifikasikan sebagai

aksonopati Efek ini bisa ditimbulkan oleh dosis tunggal yang besar ataupun dosis

22

akumulasi Neurotoksisitas yang terjadi lambat ini disebut organophosphorus

ester-induced delayed neuropathy (OPIDN) OPIDN tidak terjadi secara

mendadak tetapi butuh waktu antara 7-10 minggu untuk timbulnya degenerasi

aksonal OPIDN adalah suatu sindrom gejala toksisitas yang disebabkan oleh OPs

berupa melemahnya otot-otot pada tangan dan kaki terganggunya keseimbangan

dan bisa menjadi lumpuh yang muncul 4-21 hari setelah paparan OPs Molekul

target OPIDN adalah enzim dalam sistem saraf yang disebut neuropathy target

esterase (NTE) yang dapat digunakan sebagai biomarker OPIDN (Lotti dan

Moretto 2009) OPs menghambat AChE dengan efektif pada neuromuscular

junctions dalam sistem saraf tepi dan saraf pusat Selain neurotoksisitas efek

buruk paparan OPs juga dapat mengubah fungsi tubuh lainnya

Katagori keracunan pestisida dilihat dari aktivitas AChE dengan metode

Tintometer Kit 1) Normal gt 75 2) Keracunan ringan 75 - 50 3)

Keracunan sedang 50 - 25 dan 4) Keracunan berat lt 25 Jika penurunan

aktivitas kolinesterase mencapai 25 dari nilai normalnya (dalam katagori

keracunan ringan) maka pekerja harus dijauhkan dari paparan pestisida dan baru

diizinkan kembali bekerja dengan pestisida jika aktivitas kolinesterasenya menjadi

80 atau lebih dari nilai normal

Prinsip reaksi interaksi antara enzim-fosfat adalah 1) fosforilasi enzim 2)

kebalikan penghambatan dan 3) aging (pemeraman) Karakteristik fosforilasi

enzim adalah pembentukan ikatan kimia antara atom fosfor dari OPs dengan atom

oksigen gugus hidroksil dari serin pada pusat katalitik AChE Reaksi antara OP-

23

AChE ini hampir sama atau dapat disamakan dengan reaksi antara AChE-AChE

Reaksi fosforilasi ini dapat dilihat pada Gambar 24

Gambar 24

Reaksi fosforilasi antara AChE dan OP

(Patočka et al 2005)

Enzim AChE terfosforilasi yang terbentuk sangat stabil lain halnya dengan enzim

terasetilasi yang sangat tidak stabil dengan waktu paruh hanya dalam millisecond

Penghambatan AChE oleh senyawa OPs terutama nerve agent bersifat

irreversible Reaksi penghambatan yang reversal seperti Gambar 25

berlangsung sangat lambat sehingga merupakan penghambatan OPs bukan

penghambatan substrat AChE

Gambar 25

Hambatan reversal

(Patočka et al 2005)

Reaktivasi secara spontan merupakan kombinasi dari dua proses paralel

yaitu defosforilasi dan aging Aging adalah pembentukan fosforilasi irreversible

penuh sehingga terjadi dealkilasi dari OO-dialkyl-phosphorylated atau O-alkyl-

phoshonylated enzim Age enzym ini tidak dapat reaktif lagi oleh reaktivator

untuk penghambatan AChE oleh OPs Proses aging digambarkan sebagai

24

dealkilasi dari fosforil menghasilkan muatan negatip yang stabil karena

berinteraksi dengan katalitik His 440 Proses aging menghambat defosforilasi

secara irreversible dan hanya sebagian dari enzim menjadi reaktif Reaksi aging

dapat dilihat pada Gambar 26

Gambar 26

Proses aging

(Patočka et al 2005)

Proses reaktivasi dapat terjadi pada enzim terfosforilasi yang belum

mengalami proses aging Mekanisme ini digunakan dalam pengobatan penyakit

yang berhubungan dengan keracunan OPs seperti alzaimer menggunakan oksim

salah satunya adalah pralidoksim Mekanisme reaksi reaktivasi ini dapat dilihat

pada Gambar 27

Pralidoksim dapat berperan sebagai reaktivator dimana terjadi reaksi

antara pralidoksim dengan OPs yang terikat pada sisi aktif serin sehingga ikatan

enzim AChEndashOPs putus dan enzim AChE kembali aktif Pralidoksim juga dapat

sebagai catalytic scavenger dimana pralidoksim dengan cepat memblok OPs

sehingga OPs tidak dapat berikatan dengan enzim AChE Hasil penelitian

Hundekari et al 2013 mendapatkan treatment atropin dengan pralidoksim dapat

menurunkan MDA yang meningkat oleh paparan OPs dan meningkatkan aktivitas

AChE yang turun oleh paparan OPs

25

Gambar 27

Reaktivasi enzim AChE

(Bharathi et al 2014)

214 Toksisitas OPs terhadap fungsi tubuh selain saraf

OPs selain mempengaruhi saraf (menghambat asetilkolinesterase) juga

mempengaruhi fungsi tubuh yang lain seperti menghambat karboksilase yang

merupakan bagian dari metabolisme xenobiotic Metabolisme xenobiotic

dipengaruhi melalui atom sulphur dari desulfurasi dalam metabolisme fase I

menghambat lipase yang berperan penting dalam cell signalling juga memblok

pembentukan metabolik berbagai substansi (Quistad et al 2006)

OPs juga memicu hypoxia karena terganggunya pusat pernafasan

melemahnya otot-otot pernafasan dan berpengaruh pada paru-paru

(bronchospasm dan bronchorrhoea) dan akhirnya menyebabkan kegagalan

26

pernafasan (Lopez et al 2008) OPs pada tikus menyebabkan apnea sentral fatal

yang memicu berbagai disfungsi pulmoner melalui efek langsung terhadap

Central Respiratory Oscillator (CRO) dan inhibisi umpan balik CRO Gejala

keracunan akut OPs sesuai dengan tempat terakumulasinya ACh dalam

organisme seperti pada central nervous system (CNS) sistem saraf tepi reseptor

muskarinik dan reseptor nikotinik menimbulkan gejala berbeda seperti terlihat

pada Tabel 21 Waktu munculnya beberapa gejala keracunan juga berbeda-beda

seperti melemahnya otot pernapasan akan muncul 1-4 hari setelah keracunan

sedangkan melemahnya otot peripheral muncul setelah 7-21 hari (Elersek dan

Filipic 2012)

Tabel 21

Gejala keracunan Ops akut yang berbeda sesuai dengan

tempat akumulasi ACh

Tempat akumulasi ACh Gejala

CNS

Perifer sistem saraf otonom

Reseptor muskarinik

reseptor nikotinik

Sakit kepala insomnia vertigo

kejangkebingungan sulit tidur gangguan

berbicara koma dan lumpuh pernafasan

-

Gejala-gejala muskrinik peningkatan

eliminasi (air liur keringat lachrymation)

gangguan pencernaan (kejang muntah

diare) menurunkan detak jantung gangguan penglihatan

gejala-gejala nikotinik kontraksi otot yang

tidak terkontrol dan kelumpuhan

Sumber Elersek dan Filipic 2012

27

Pengaruh imunotoksik OPs dapat terjadi secara langsung maupun tidak

langsung Secara langsung adalah dengan 1) menghambat hidrolase serin atau

esterase dalam sistem imun 2) kerusakan oksidatif pada organ-organ sistem

imun 3) perubahan dalam cara sinyal transduksi pada kontrol poliferasi dan

diferensiasi sel kekebalan Secara tidak langsung OPs menyebabkan perubahan

pada sistem saraf atau efek kronik dari perubahan metabolisme pada sistem imun

(Elersek dan Filipic 2012) Pestisida OPs dapat mengganggu sistem kekebalan

tubuh dan memberikan efek immunotoksik melalui kedua jalur anti kolinergik

dan non kolinergik

OPs menginduksi peningkatan stres oksidatif yakni ketidakseimbangan

antara antioksidan dan radikal bebas Pestisida OPs dapat merusak keseimbangan

antara prooksidan dan antioksidan dalam tubuh juga merusak membran lipid

sebagai hasil peroksidasi lipid

Malation dan klorfirifos yang merupakan pestisida OPs mempunyai

pengaruh yang beragam pada sel seperti menghasilkan ROS radikal bebas dan

menginduksi stres oksidatif intra sel sehingga mengganggu perkembangan dan

deferensiasi sel normal (Bebe dan Panemangalore 2003) Peningkatan ROS dan

radikal bebas dapat menyebabkan terjadinya kondisi stres oksidatif serta memicu

terjadinya peroksidasi lipid pada membran sel yang akan menghasilkan

malondialdehid (MDA) Peroksidasi lipid ini dapat terjadi karena pengaruh

menipisnya sistem antioksidan baik antioksidan enzimatik maupun non enzimatik

oleh paparan pestisida OPs (Khan dan Kour 2007)

28

Perusakan membran sel oleh radikal bebas melalui beberapa proses yaitu

1) Terjadi ikatan kovalen antara radikal bebas dengan komponen komponen

membran (enzim membran komponen karbohidrat membran plasma) sehingga

terjadi perubahan struktur dan fungsi reseptor 2) Oksidasi gugus tiol pada

komponen membran oleh radikal bebas mengganggu proses transport lintas

membran 3) Reaksi peroksidasi lipid dan kolesterol serta membran yang

mengandung asam lemak tidak jenuh majemuk (PUFA) (Suhartono et al 2008)

OPs dapat mendorong terjadinya stres oksidatif dan meningkatkan kadar

MDA sebagai produk akhir dari peroksidasi lipid pada petani penyemprot yang

terpapar pestisida OPs karbamat dan organoklorin (Prakasam et al 2001) Hal

ini didukung oleh Vidyasagar et al(2004) yang mendapatkan kadar MDA pada

pasien keracunan OPs (67 nMml) lebih tinggi dan berbeda nyata dibandingkan

dengan kontrol (36 nMml) OPs triklorfos dan dimetoat mendorong terjadinya

peroksidasi lipid yang ditunjukan dengan meningkatnya MDA (Sharma et al

2005) OPs berperan sebagai inhibitor enzim kolinesterase dan menginduksi

peningkatan stres oksidatif yaitu ketidakseimbangan antara antioksidan dan

radikal bebas (Patil et al 2003) Kerusakan oksidatif membran lipid eritrosit

dan protein mencerminkan terjadinya reaksi serupa pada myocyte Radikal bebas

yang merusak myocyte juga menyebabkan melemahnya otot pada penderita OPs

akut

Keracunan OPs pada sistem respirasi mengakibatkan bronko konstriksi

dengan sesak nafas dan peningkatan sekresi bronkus Pada umumnya gejala ini

29

timbul dengan cepat dalam waktu 6-8 jam tetapi bila paparan berlebihan dapat

menimbulkan kematian dalam beberapa menit

OPs juga menunjukan efek genotoksisitas (DNA) pada saat sel hidup

kemudian saat replikasi sel dan berakhir pada mutagenitas dan karsinogenitas

Genotoksisitas dihasilkan karena reaksi OPs dengan DNA sehingga DNA rusak

berupa penyimpangan kromosom OPs juga menunjukan efek karsinogenitas

meliputi perubahan sel normal menjadi sel neoplastik dan berkembang lebih lanjut

menjadi tumor (Hodgson 2004)

22 Asetilkolinesterase (AChE)

Kolinesterase merupakan katalis biologis yang berperan menjaga agar otot

kelenjar dan sel saraf bekerja harmonis Jika aktivitas kolinesterase jaringan

tubuh menurun maka dapat mempengaruhi aktivitas asetilkolinesterase saraf

sehingga asetilkolin (ACh) akan menumpuk di bagian ujung saraf dan menganggu

aliran impuls saraf akhirnya terjadi paralisis otot (Depkes RI 2007)

Kolinesterase merupakan suatu enzim dengan berat molekul sekitar 3000000 dan

mempunyai 48 bagian aktif yang masing-masing terdiri dari satu bagian anionik

dan satu bagian esteratik (protenated acidic group)

AChE adalah suatu serine hidrolase termasuk dalam kelompok esterase

yang mempunyai banyak sel satu AChE berperan sangat penting dalam tubuh

yaitu menghidrolisis neurotransmitter asetilkolin (ACh) menjadi asam asetat dan

kolin pada saraf sinapsis Kelompok ini berbeda dengan jenis ester karbosiklik

Aktivitas AChE yang terhambat oleh OPs pada CNS menyebabkan

30

terakumulasinya ACh dan menimbulkan gejala seperti sakit kepala meningkatnya

produksi ludah pernafasan terganggu dan dapat menyebabkan kematian (Du et

al 2008) AChE mempunyai dua sisi pengikatan yaitu daerah anionik dan daerah

esteratik keduanya penting untuk degradasi ACh

ACh adalah suatu hormon neuro yang terdapat diantara ujung-ujung saraf

dan otot sebagai media kimia yang berfungsi meneruskan rangsangan saraf ke

reseptor sel-sel otot dan kelenjar ACh dibuat di dalam ujung serabut saraf

motorik melalui proses asetilasi dari kolin ekstra sel dan koenzim A (Erwin dan

Kusuma 2012) Daerah anionik berfungsi untuk pengikatan sebuah molekul

ACh pada enzim Saat ACh terikat reaksi hidrolisis terjadi pada sisi aktif

esteratik ACh akan terurai menjadi kolin dan asam asetat Kolin kemudian

diambil lagi melalui sistem uptake kolin berafinitas tinggi pada membran

presinaps Proses hidrolisis ACh menjadi kolin dan asam asetat dapat dilihat pada

Gambar 28

Gambar 28

Reaksi hidrolisis ACh menjadi asam asetat dan kolin pada

sisi anion dan ester dari enzim asetilkolinesterase (Wiener dan

Hoffman 2004)

31

Penurunan aktivitas kolinesterase darah seseorang terjadi karena adanya

OPs dalam darah yang membentuk senyawa phosphorilated cholinesterase

sehingga enzim kolinesterase tidak dapat berfungsi lagi dan kadar aktif dari enzim

tersebut akan berkurang hal ini menyebabkan ACh lebih lama berada pada

reseptor sehingga memperpanjang efek rangsang saraf cholinergic pada sebelum

dan sesudah ganglion Rangsangan saraf yang terus-menerus akan merusak fungsi

saraf dan muncul dalam bentuk kelemahan otot mual-mual muntah hipersalivasi

tremor dan paralisis (Bajgar 2004) Akumulasi ACh yang menyebabkan

terjadinya disfungsi sistem saraf dan perilaku akan memicu kerusakan pada

sistem pernafasan yang akhirnya dapat menyebabkan kematian Sistem saraf yang

terganggu akibat penumpukan ACh menyebabkan terganggunya pasokan nutrisi

dan oksigen ke seluruh sel dan jaringan sehingga menghambat pertumbuhan

organisme (Robert 2011) Rangsang yang ditimbulkan oleh asetilkolin akan

berhenti bila ACh dihidrolisis menjadi kolin dan asam asetat oleh AChE

Aktivitas AChE yang terhambat menyebabkan ACh tidak dapat

dihidrolisis sehingga impuls saraf dari satu sel ke sel yang lain atau ke efektor

akan terganggu Petani yang terpapar OPs dengan dosis rendah dalam jangka

waktu lama juga menunjukan penurunan Superoxyde dismutase (SOD) dan

glutation reduktase OPs yang terakumulasi bertahun-tahun pada penyemprot

pestisida berbanding lurus dengan penurunan AChE dan berbanding terbalik

dengan Glucose-6-phosphate dehydrogenase (G6DPH)

32

23 Radikal Bebas

Radikal bebas adalah sekelompok spesies kimia baik berupa atom maupun

molekul yang memiliki elektron tidak berpasangan pada lapisan luarnya Radikal

bebas juga merupakan suatu kelompok spesies kimia dengan reaksi jangka pendek

yang memiliki satu atau lebih elektron bebas sehingga sangat reaktif mempunyai

spesifitas kimia yang rendah sehingga dapat bereaksi dengan berbagai molekul

lain seperti protein lemak karbohidrat dan DNA (Droge 2007)

Radikal bebas diartikan sebagai molekul yang relatif tidak stabil

mempunyai satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan pada orbit luarnya

bersifat reaktif dalam mencari pasangan elektronnya Radikal bebas dalam tubuh

akan segera bereaksi dengan molekul lain sehingga terjadi reaksi berantai yang

disebut peroksidasi lipid dan menghasilkan radikal bebas baru sehingga jumlah

radikal bebas terus bertambah (Marinajati et al 2012) Radikal bebas bersifat

tidak stabil sehingga tidak dapat mempertahankan bentuk aslinya dalam waktu

lama karena segera akan berikatan dengan molekul lain di sekitarnya Radikal

bebas akan menyerang molekul stabil yang terdekat dan mengambil elektronnya

Molekul yang terambil elektronnya ini akan menjadi radikal bebas baru sehingga

akan memulai suatu reaksi berantai yang pada akhirnya akan menyebabkan

kerusakan sel (Droge 2007)

Kelompok radikal bebas antara lain anion superoksida (O2) radikal

hidroksil (OH) dan radikal peroksil (RO2) sedangkan kelompok non radikal

misalnya hidrogen peroksida (H2O2) dan peroksida organik (ROOH) (Halliwell

dan Whiteman 2004) Radikal superoksida ( O2 -) merupakan bentuk yang paling

33

aktif yang paling banyak dihasilkan oleh berbagai mekanisme di dalam tubuh

seperti mitokondria sistem enzim NADPH oksidase reaksi dari xanthin oksidase

dan metabolisme asam arakidonat

Radikal bebas yang terbentuk di dalam tubuh (radikal bebas internal)

merupakan bagian integral dari proses fisiologis seperti saat pembentukan energi

dalam mitokondria melalui oksidasi fosforilasi Sumber radikal bebas internal

antara lain 1) Organ subseluler seperti mitokondria kloroplas mikrosom

peroksisom dan nuklei menghasilkan O2- 2) inflamasi selama inflamasi terjadi

fagositosis oleh makrofag dan metrofil keduanya membentuk radikal bebas

untuk memfagositosis bakteri 3) ion logam transisi Fe dan Cu berperan

membentuk radikal bebas dan menimbulkan peroksidasi lipid 4) oksidasi

enzimatik seperti xanthin oksidase dan lipoksigenase (Droge 2007) Radikal

bebas dapat juga berasal dari luar tubuh (radikal bebas eksternal) Sumber radikal

bebas eksternal antara lain polusi lingkungan (asap rokok asap kendaraan asap

pabrik) aktivitas fisik yang berlebih sinar ultra violet dari matahari radiasi obat-

obatan dan pestisida

Radikal bebas dapat terbentuk dari senyawa lain yang sebenarnya bukan

radikal bebas tetapi mudah menjadi radikal bebas misalnya hidrogen peroksida

(H2O2) dan ozon Kedua kelompok senyawa ini sering diistilahkan sebagai

Reactive Oxygen Species (ROS) atau senyawa Oksigen Reaktif (SOR) Sel-sel

hidup dari organisme aerob secara kontinyu membentuk SOR sebagai bagian dari

proses fisiologi metabolik dan reaksi-reaksi biokimia lainnya

34

SOR adalah kelompok senyawa yang sebenarnya bukan radikal bebas

tetapi mudah berubah menjadi radikal bebas (Droge 2007) SOR dihasilkan dalam

proses metabolisme oksidatif dalam tubuh misalnya pada proses oksidasi makanan

menjadi energi SOR diproduksi dalam jumlah yang cukup dalam tubuh seperti

sel darah putih menghasilkan H2O2 yang berfungsi untuk membunuh beberapa

jenis bakteri dan jamur namun H2O2 tidak menyerang secara spesifik sehingga

dapat menyerang asam-asam lemak tidak jenuh ganda atau polyunsaturated fatty

acid (PUFA) dari membran sel yang menyebabkan kerusakan struktur dan fungsi

sel (Winarsi 2007) SOR terbentuk sebagai produk samping reaksi oksidasi

fosforilasi untuk membentuk energi berupa Adenosine Tri Phosphate (ATP)

dalam rantai transport elektron pada mitokondria Proses tersebut membutuhkan

O2 tetapi tidak semua O2 berikatan dengan hidrogen untuk membentuk air sekitar

4 sampai 5 dari oksigen yang dikonsumsi berubah menjadi SOR (Marciniak

et al 2009) SOR seperti radikal super oksida (SOO-) dan radikal hidroksil

(OH-) yang dihasilkan oleh metabolisme sel yang normal maupun lingkungan

yang stres dapat menyebabkan sel-sel mati melalui peroksidasi lipid oksidasi

protein menghambat aktivitas enzim-enzim perubahan reduksi oksidasi intra sel

dan kerusakan DNA Hal ini menunjukkan bahwa SOR terlibat dalam timbulnya

beberapa penyakit dan proses penuaan

Organofosfat merupakan senyawa toksik yang mempunyai kemampuan

membentuk radikal bebas pada sistem biologi (Nur et al 2010) Reaksi radikal

bebas dengan komponen sel baik komponen struktural (molekul penyusun

membran) maupun komponen fungsional yaitu enzim dan DNA dapat merusak

35

sel melalui oksidasi lipid tidak jenuh dan protein sel (Zakaria 1996 dalam

Mardawati et al 2011) Kerusakan lebih lanjut pada organ sel adalah kerusakan

DNA dan membran sel Mekanisme tersebut menunjukan bahwa radikal bebas

dapat mempengaruhi timbulnya berbagai jenis penyakit degeneratif seperti

aterosklerosis Penelitian Amran et al (2009) mendapatkan ada korelasi yang

signifikan antara kerusakan DNA dengan perkembangan aterosklerosis dan

meningkatnya jumlah pasien Coronary Artery Disease (CAD)

24 Stres Oksidatif

Radikal bebas dalam jumlah tertentu di dalam tubuh dapat dinetralisir oleh

antioksidan endogen Antioksidan endogen utama pada sel-sel tubuh adalah

enzim SOD (Superoksida dismutase) glutation reduktase dan glutation

peroksidase (GPr dan GPx) serta catalase (CAT) Pembentukan radikal bebas

yang melebihi kemampuan aktivitas antioksidan endogen menyebabkan jumlah

keseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan akan terganggu Apabila

jumlah radikal bebas terus bertambah sedangkan jumlah antioksidan endogen

tetap maka kelebihan radikal bebas tidak dapat dinetralkan akibatnya radikal

bebas bereaksi dengan komponen-komponen sel dan menyebabkan kerusakan sel

Peningkatan jumlah radikal bebas atau oksidan menyebabkan timbulnya

suatu keadaan yang disebut stres oksidatif Stres oksidatif adalah suatu keadaan

ketidak seimbangan antara radikal bebas dan antioksidan dimana jumlah radikal

bebas lebih besar dari antioksidan Stres oksidatif adalah suatu keadaan patologis

yang disebabkan oleh kerusakan jaringan di dalam tubuh karena peningkatan

36

jumlah radikal bebas yang tidak normal (Halliwel 2006) Radikal bebas yang

jumlahnya jauh lebih banyak dari antioksidan akan bereaksi dengan cepat dan

merusak bermacam-macam substrat di dalam tubuh termasuk komponen-

komponen sel protein asam lemak tak jenuh ganda karbohidrat dan asam-asam

nukleat hal ini mengakibatkan berkembangnya penyakit kronik Serangan oksidan

terhadap asam lemak tidak jenuh sebagai komponen penting penyusun membran

sel dapat menimbulkan reaksi rantai yang disebut peroksidasi lipid Proses

tersebut mengakibatkan terputusnya ikatan dalam asam-asam lemak menjadi

berbagai senyawa yang toksik terhadap sel seperti malondialdehid (MDA) dan 9-

hidroksi nonenal MDA yang dihasilkan kemudian dilepaskan ke darah sehingga

kadar MDA di dalam darah dapat dijadikan sebagai penanda tidak langsung

adanya peroksidasi lipid dan peningkatan SOR

25 Malondialdehid (MDA)

Peningkatan stres oksidatif berdampak negatif pada beberapa komponen

penyusun membran sel yaitu kerusakan pada membran lipid membentuk

malondialdehida (MDA) kerusakan protein karbohidrat dan DNA (Kevin et

al2006) Kerusakan oksidatif yang diakibatkan oleh radikal bebas mempengaruhi

kondisi patologis berupa kerusakan sel jaringan dan berbagai organ seperti hati

ginjal dan jantung baik pada manusia maupun hewan Kerusakan ini dapat

berakhir pada kematian sel sehingga terjadi percepatan timbulnya berbagai

penyakit degeneratif (Kevin et al 2006 dan Valko et al 2007) MDA

merupakan metabolit hasil peroksidasi lipid oleh radikal bebas sehingga dapat

37

menggambarkan aktivitas radikal bebas dalam sel dan menjadi petunjuk terjadinya

stres oksidatif akibat radikal bebas (Asni 2009) Semakin tinggi kadar MDA

plasma maka semakin tinggi stres oksidatif yang terjadi dalam sel-sel tubuh

Peroksidasi lipid menghasilkan MDA dari radikal bebas akan selalu membentuk

reaksi berantai yang terus berlanjut sampai radikal bebas ini dihilangkan oleh

sistem antioksidan dari tubuh

MDA adalah hasil proksidasi lipid yang larut dalam air pada kondisi

normal MDA secara parsial diekskresikan melalui urine tetapi tidak diketahui

berapa jumlah MDA yang terbentuk dalam tubuh itu dapat dihilangkan oleh

ginjal MDA merupakan salah satu hasil dari peroksidasi lipid yang digunakan

sebagai indikator dari stres oksidatif (Hundekari et al 2013) Peningkatan

peroksidasi lipid mungkin disebabkan oleh inflamasi yang berkaitan dengan

infeksi virus dan menurunnya kadar antioksidan

Penelitian in vitro pada eritrosit manusia yang menyemprot pestisida

menunjukan peningkatan konsentrasi karbofuran meningkatkan kadar MDA

secara signifikan (Misrha et al 2013) yang mendapatkan kadar MDA pada darah

petani penyemprot pestisida lebih tinggi secara signifikan dibandingkan dengan

kontrol seperti ditunjukan pada Tabel 22

Paparan pestisida atrazine pada tikus dapat meningkatkan peroksidasi lipid

dan merusak membran di dalam sel yang dipapar Kandungan fosfolipid dan

kolesterol dalam membran eritrosit dapat diketahui dengan menggunakan teknik

scanning electron microscopy (SEM) dan dapat diketahui terjadi perubahan

morfologi dalam eritrosit yang sebanding dengan perubahan parameter biokimia

38

termasuk stres oksidatif (Singh et al2006) Kerusakan sel cedera irreversible sel

dan kematian sel dapat terjadi apabila stres oksidatif berlangsung lama

Tabel 22 Perbandingan profil biokimia antara kontrol

dan penyemprot pestisida

Parameters Controls(n=18)

Mean plusmnSD

Sprayers (n=50)

Mean plusmnSD

MDA (nmolTBARSml blood)

943 plusmn078

2630 plusmn202

CAT (μ mol H2O2 hydrolysed X

104mlg Hb)

1055plusmn1520

13569 plusmn 1234

SOD(μmol hydroysed X 104mlg

Hb)

329 plusmn 079 803 plusmn 246

Sumber Mishra et al 2013

26 Antioksidan

Antioksidan adalah molekul yang mampu memperlambat atau mencegah

oksidasi molekul lain (Chakraborty et al 2009) Antioksidan adalah senyawa-

senyawa yang dapat menunda atau menghambat terjadinya oksidasi biomolekul

dengan menghambat reaksi-reaksi oksidasi rantai oleh radikal bebas dan mampu

menurunkan kerusakan oksidatif (Jantan et al 2011) Antioksidan juga

didefinisikan sebagai senyawa yang mampu menunda memperlambat atau

menghambat reaksi oksidasi makanan maupun obat Antioksidan akan bereaksi

dengan oksidan sehingga mengurangi kapasitas oksidan untuk dapat menimbulkan

kerusakan (Shahidi 1997 dalam Asep et al 2012)

Antioksidan dalam sistem biologi baik antioksidan enzim maupun non

enzim melindungi sel dari kerusakan yang disebabkan oleh molekul-molekul yang

39

tidak stabil yang disebut radikal bebas Antioksidan membantu menghancurkan

radikal bebas yang merusak sel mendukung pertumbuhan sel-sel yang sehat

melindungi sel dari penuaan mendukung sistem imun dalam tubuh Antioksidan

bersifat sangat mudah teroksidasi atau bersifat reduktor kuat dibanding dengan

molekul lain sehingga keefektifan antioksidan tergantung dari seberapa kuat daya

oksidasinya semakin mudah teroksidasi maka semakin efektif antioksidan

tersebut Antioksidan mampu melindungi sel melawan kerusakan yang

ditimbulkan oleh radikal bebas dan SOR seperti singlet oksigen peroksi nitrit

superoksida radikal peroksida dan radikal hidroksil (Chaveri et al2008 )

Antioksidan dapat menunda atau mencegah terjadinya reaksi oksidasi

radikal bebas dan oksidasi lipid dalam konsentrasi yang lebih rendah dari substrat

yang dapat dioksidasi Suhartono et al (2008) menyatakan antioksidan dapat

diklasifikasikan dalam 5 tipe yaitu a) Antioksidan primer berupa senyawa-

senyawa fenol yang mampu memutus rantai reaksi pembentukan radikal bebas

asam lemak Senyawa ini memberikan atom hidrogen yang berasal dari gugus

hidroksi sehingga terbentuk senyawa yang stabil seperti BHA (butyl

hidroksilanisol) BHT (butyl hydrotoluen) dan tokoferol b) Antioksidan

perangkap oksigen yaitu senyawa-senyawa yang berperan sebagai pengikat

oksigen sehingga mencegah reaksi oksidasi Senyawa ini mengadakan reaksi

dengan oksigen yang berada dalam sistem sehingga jumlahnya berkurang seperti

vitamin C (asam askorbat) askorbil palminat asam eritorbat dan sulfit c)

Antioksidan sekunder adalah senyawa-senyawa yang mempunyai kemampuan

untuk berdekomposisi dengan hidroperoksida menjadi produk akhir yang stabil

40

d) Antioksidan enzim yaitu enzim yang berperan mencegah terbentuknya radikal

bebas seperti glukose oksidase superoksida dismutase (SOD) glutation

peroksidase (GPx) dan katalase (CAT) dan e) Antioksidan Chelators

sequestrants yaitu senyawa-senyawa yang mampu mengikat logam seperti besi

dan tembaga yang mampu mengkatalisis reaksi oksidasi lemak seperti asam sitrat

asam amino ethylenediaminetetra acetid acid (EDTA) dan fosfolipid

Antioksidan bereaksi dengan radikal bebas dengan mengurangi

konsentrasi oksigen mencegah pembentukan singlet oksigen yang reaktif

mencegah inisiasi rantai pertama dengan menangkap radikal primer seperti radikal

hidroksil mengikat katalis ion logam mendekomposisi produk-produk primer

radikal menjadi senyawa non-radikal dan memutus rantai hidroperoksida

sehingga mengurangi kapasitas radikal bebas untuk menimbulkan kerusakan

(Mardawati et al 2011)

Berdasarkan mekanisme kerjanya antioksidan dikelompokan menjadi 1)

Antioksidan primer yaitu antioksidan yang bereaksi dengan radikal lipid berenergi

tinggi untuk menghasilkan produk yang memiliki kestabilan termodinamis lebih

baik seperti golongan fenol (isoflavon) 2) Antioksidan sekunder yang juga

dikenal dengan antioksidan pencegah (Preventive Antioxidant) yang dapat

memperlambat reaksi inisiasi dengan cara memutus rantai hidroperoksida seperti

dilauril thio-dipropionate dan asam thiodipropionate Antioksidan golongan ini

adalah antioksidan yang berikatan dengan gugus thiol (Shahidi dan Naczk1995

dalam Mardawati et al 2011)

41

Antioksidan pemutus rantai adalah molekul kecil yang dapat menerima

dan memberi elektron dari atau ke radikal bebas sehingga membentuk senyawa

baru yang stabil seperti vitamin E dan vitamin C Sedangkan antioksidan logam

transisi terikat protein bekerja mengikat ion-ion logam Fe2+

dan Cu2+

seperti

flavonoid dapat mencegah radikal bebas Antioksidan jenis ini memperbaiki

kerusakan sel-sel dan jaringan yang disebabkan radikal bebas (Winarsi 2007)

Mekanisme kerja antioksidan senyawa fenolik adalah sebagai berikut

Radikal Lipida Antioksidan Radikal Antioksidan

ROO + AH ROOH + A

RO + AH ROH + A

R + AH RH + A

OH + AH H2O + A

Senyawa antioksidan (AH) dapat memberikan atom hidrogen secara cepat ke

radikal lipida (ROO RO R OH ) dan mengubahnya menjadi bentuk yang lebih

stabil Sementara turunan radikal antioksidan (A) yang dihasilkan lebih stabil

dibandingkan radikal lipida karena akan terjadi delokalisasi perbaikan elektron

dari ikatan rangkap pada cincin benzen sebagai indikasi oleh ikatan isomer

valensi

Peningkatan jumlah gugus hidroksil (alkil hidrogen pada struktur

kimianya) pada posisi para atau ortho seperti pada genistein dapat meningkatkan

aktivitas antioksidan isoflavon Antioksidan dapat menghambat oksidasi atau

42

menghentikan reaksi berantai pada radikal bebas dari lemak yang teroksidasi

dapat melalui empat macam mekanisme reaksi yaitu 1) Pelepasan hidrogen dari

antioksidan 2) Pelepasan elektron dari antioksidan 3) Adisi lemak ke dalam

cincin aromatik pada antioksidan dan 4) Pembentukan senyawa kompleks antara

lemak dan cincin aromatik dari antioksidan

Antioksidan dapat mencegah tidak terkontrolnya pembentukan radikal

bebas dan aktivitas SOR atau mencegah reaksinya dengan struktur biologi (Nisar

et al 2013) Status antioksidan baik yang endogen maupun yang eksogen yang

menurun dapat mengganggu keseimbangan redoks seluler dan kondisi patologis

akan menjadi karakteristik utama dan membentuk stres oksidatif pada sel maupun

jaringan

261 Antioksidan enzimatis

Di dalam sistem biologis sudah tersedia antioksidan berupa enzim

(antioksidan enzimatis) yaitu superoksida dismutase (SOD) katalase (CAT) dan

glutation peroksidase (GPx) Antioksidan-antioksidan ini bekerja dengan cara

mencegah pembentukan senyawa radikal bebas baru atau mengubah radikal bebas

yang telah terbentuk menjadi molekul yang kurang reaktif (Finosh dan Jayabalan

2013) Mekanisme kerja antioksidan enzimatik adalah mengkatalisir pemusnahan

radikal bebas dalam sel Aktivitas enzim intrasel SOD dan CAT mengkatalisasi

dismutasi superoksida dan hidrogen peroksida aktivitas GPx mereduksi hidrogen

peroksida dan peroksida organik menjadi air dan oksigen Aktivitas enzim

intrasel ini dapat dilihat pada Gambar 29

43

GPx merupakan enzim penangkal radikal bebas dengan dua cara yaitu

pertahanan terhadap oksidan dan dengan mengkatalisis peroksida menjadi air dan

oksigen GPx memerlukan glutation sebagai substrat terdapat dalam dua bentuk

yaitu glutation tereduksi atau GSH dan glutation teroksidasi atau GSSG Ketika

mengkatalisis perubahan hidrogen peroksida (H2O2) menjadi H2O GSH

dioksidasi menjadi GSSG kemudian GSSG dapat direduksi kembali oleh NADPH

untuk mendapatkan kembali GSH (Marciniak et al 2009)

Gambar 29

SOD dan CAT mengkatalisasi dismutasi superoksida dan hidrogen peroksida

(Finosh dan Jayabalan 2013)

Enzim GPx terdapat terutama dalam mitokondria merupakan enzim

scavenger terhadap hidrogen peroksida dan berperan utama dalam mengatur

konsentrasi H2O2 dan dan berbagai macam peroksida organik Aktivitas GPx yang

menurun menunjukkan terjadinya penurunan kapasitas menghilangkan H2O2 dan

terjadinya hidroperoksida lemak

44

Enzim GPx sangat berperan dalam pengaktifan kembali enzim

kolinesterase melalui 1) Pengaktifan AMP siklik yang secara langsung dapat

mengaktifkan enzim kolinesterase 2) keseimbangan NADP dan NADPH pada

jalur glikolisis aerobik dalam eritrosit sehingga eritrosit tidak rusak kerusakan

eritrosit dapat menurunkan produksi kolinesterase darah 3) peranan kofaktor

prostaglandin pada sintesis tromboksan A2 yang memacu trombogenesis dan

vasokonstriksi pembuluh darah bersamaan dengan terbentuknya tromboksan akan

diaktifkan cAMP yang secara langsung mengaktifkan kinase protein termasuk

kinase protein enzim kolinesterase 4) sebagai antioksidan yang dapat melindungi

sel termasuk eritrosit dari kerusakan akibat radikal bebas 5) sebagai kofaktor

proses oksidasi dealkilasi ikatan organofosfat dengan kolinesterase darah 6)

berperan sebagai detoksifikasi dalam tubuh dengan mereduksi radikal bebas

peroksida sekaligus membentuk peroksida lipid di dalam membran sel (Stranges

et al 2010)

GPx adalah enzim antioksidan yang dapat mendetoksifikasi hidrogen

peroksida dan lipid hidroperoksida dalam menurunkan glutation Di dalam darah

terdapat beberapa jenis GPx dua diantaranya adalah GPx seluler (cGPx) dalam sel

darah merah dan GPx ekstrasel (eGPx) terdapat dalam plasma GPx sebagai enzim

antioksidan bekerja menjadi peredam (quenching) radikal bebas dan berperan

dalam metabolisme xenobiotik yang ditemukan dalam sel (Sen et al 2010)

GPx dengan konsentrasi tinggi ditemukan dalam hepar dan sel darah

merah sedangkan pada jantung ginjal paru-paru adrenal lambung dan jaringan

adipose mengandung GPx dalam kadar sedang GPx kadar rendah ditemukan

45

dalam otak otot testis dan lensa mata GPx yang rendah berkorelasi dengan

gangguan yang berhubungan dengan radikal bebas (Judge et al 2005) Jika

antioksidan endogen gagal mengatasi produksi metabolit reaktif maka

antioksidan eksogen akan diperlukan untuk menyeimbangkan status redoks

(Noori 2012) Sumber makanan termasuk tanaman rempah-rempah vitamin dan

ekstrak herbal memainkan peran penting dalam hal ini

262 Antioksidan non enzimatis

Antioksidan non enzimatis disebut juga antioksidan sekunder atau

antioksidan eksogen (diperoleh dari luar) digolongkan menjadi dua golongan

yaitu yang larut dalam lemak seperti tokoferol karotenoid flavoniod quinon dan

bilirubin serta yang larut dalam air seperti asam askorbat asam urat protein

pengikat logam dan protein pengikat heme (Winarsi 2007) Antioksidan ini dapat

berupa bahan-bahan alami dan juga sintetis Antioksidan alami seperti vitamin

adalah campuran redoks yang seimbang dengan bentuk tereduksi dan teroksidasi

dan sebaliknya untuk antioksidan sintetis merupakan redoks yang tidak seimbang

bahkan menghasilkan radikal bebas yang pada beberapa kasus berbahaya (Rani

etal 2004)

Vitamin C merupakan antioksidan yang sangat penting dalam cairan

ekstra sel karena dapat menyerang radikal-radikal yang larut dalam darah dan

melindungi lemak plasma dari perusakan peroksidasi oleh radikal-radikal peroksil

Peran utama vitamin C adalah menetralisir radikal bebas yang ada di dalam dan

di luar sel Vitamin C merupakan sumber elektron pendonor bagi radikal bebas

(Nisar et al 2013) Vitamin C berperan positip dalam proses detoksifikasi

46

yang sangat diperlukan untuk sintesis kolagen dan pertumbuhan serta

pemeliharaan jaringan epitel Peranan vitamin C sebagai pembawa hidrogen yang

merupakan siklus esensial dalam metabolisme protein dan karbohidrat yang

berfungsi memelihara kekuatan pembuluh darah Vitamin C sangat penting untuk

melawan radikal bebas dalam cairan ekstra sel dan melindungi biomembran dari

peroksidasi Pemberian air kelapa dapat meningkatkan aktivitas GPx SOD dan

CAT pada pekerja terpapar merkuri karena air kelapa mengandung vitamin C

B1 B6 asam-asam amino metionin selenium dan mineral berfungsi melindungi

sel tubuh dari serangan radikal bebas dan mencegah efek paparan merkuri

(Zulaikhah et al 2013) Defisiensi antioksidan yang berupa vitamin C vitamin

E Se Zn dan glutation dalam derajat ringan hingga berat sangat berpengaruh

terhadap respon imun

Komponen kimia yang berperan sebagai antioksidan adalah senyawa

golongan fenolik dan polifenolik yang memiliki kemampuan untuk menangkap

radikal bebas Flavonoid merupakan golongan terbesar dari senyawa polifenol

yang sangat efektif digunakan sebagai antioksidan Senyawa-senyawa ini banyak

terdapat di alam terutama pada tumbuh-tumbuhan seperti teh buah-buahan

sayuran dan anggur (Ramle et al 2008)

Aktivitas antioksidan dari berbagai tanaman erat hubungannya dengan

kandungan fenolnya ada indikasi substansi fenol seperti flavonoid dan asam-

asam fenolat berpotensi lebih besar sebagai antioksidan dibandingkan dengan

vitamin C dan vitamin E Aktivitas antioksidan flavonoid tergantung pada

struktur molekulnya terutama gugus prenil (CH3)2C=CH-CH2 Department of

47

Environmental and Molecular Toxicology Oregon State University dalam

penelitiannya mendapatkan bahwa gugus prenil flavonoid dikembangkan untuk

pencegahan atau terapi terhadap penyakit-penyakit yang dihubungkan dengan

radikal bebas

Asupan antioksidan diperlukan untuk membantu mengembalikan

ketidakseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan endogen serta

mengurangi kerusakan oksidatif dalam tubuh Salah satu terapi antioksidan yang

digunakan adalah ekstrak kulit buah manggis (Garcinia mangostana L) Kulit

buah manggis memiliki kandungan xanthone yang tinggi sehingga memiliki

kemampuan untuk menangkap radikal bebas Gugus hidroksil (OH) yang dimiliki

oleh xanthone efektif mengikat radikal bebas dengan elektron yang tidak memiliki

pasangan Antioksidan ini bekerja dengan cara memotong reaksi oksidasi berantai

dari radikal bebas atau dengan cara menangkapnya sehingga radikal bebas tidak

akan bereaksi dengan komponen seluler dan kerusakan sel dapat dihindari

Makanan yang kaya antioksidan memegang peran dalam mencegah

penyakit-penyakit kanker dan penyakit penurunan fungsi otak Antioksidan dapat

mengurangi resiko penyakit kronis dan mencegah berbagai penyakit baik dengan

cara meningkatkan pertahanan antioksidan dalam tubuh atau dengan cara

mengkonsumsi makanan yang kaya antioksidan Mengkonsumsi antioksidan yang

ada dalam makanan sehari-hari dapat memberi perlindungan terhadap stres

oksidatif Hundekari et al (2013) mendapatkan perlakuan antioksidan dengan

dosis yang sesuai dapat menurunkan kerusakan oksidatif sehingga efektif untuk

memperbaiki kasus keracunan akut OPs

48

27 Manggis

271 Tumbuhan manggis

Tumbuhan manggis (Garcinia mangostana L) berasal dari Asia Tenggara

dan merupakan tumbuhan fungsional karena hampir semua bagian dari tumbuhan

ini dapat dimanfaatkan sebagai obat Manggis termasuk dalam family Guttiferae

dan merupakan species terbaik dari genus Garcia Buah manggis sering dijuluki

Queen of tropical fruit karena mempunyai rasa enak daging buah putih halus

bentuk buah bagus dan disukai banyak orang (Chaverri et al 2008) Manggis

sering disebut mangostin atau kadang-kadang disebut buah super dengan berbagai

karakteristik seperti rasa aroma kaya nutrisi dan daya antioksidan yang tinggi

Buah manggis (Garcinia mangostana L) merupakan buah yang eksotik

karena memiliki warna yang menarik dan kandungan gizi yang tinggi sehingga

buah manggis memiliki prospek yang cukup baik untuk dikembangkan

(Mardawati et al 2011) Tingkatan taksonomi tanaman manggis adalah sebagai

berikut (Prihatman 2000)

- Kingdom Plantae

- Divisi Spermathophyta (Tumbuhan berbiji)

- Sub Divisi Angiospermae (Berbiji tertutup)

- Kelas Dicotyledonae (Biji berkeping dua)

49

- Ordo Theales

- Famili GuttiferaeClusiaceae

- Genus Garcinia

- Spesies Garcinia mangostana L

Selain sebagai buah yang eksotik manggis juga mengandung berbagai senyawa

yang bermanfaat bagi tubuh seperti triterpenoid mangostin tannin resin

kalsium zat besi dan vitamin B1 Potensi manggis tidak hanya terbatas pada

buahnya saja tetapi juga hampir seluruh bagian tumbuhan manggis menyimpan

potensi yang sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia

Kulit buah manggis mengandung beberapa senyawa yang memiliki

aktivitas farmakologi seperti antiinflamasi antihistamin antibakteri anti penyakit

jantung antijamur bahkan untuk terapi HIV (Chaveri et al 2008) Senyawa

utama kandungan kulit buah manggis yang dilaporkan bertanggung jawab atas

beberapa aktivitas farmakologi adalah golongan xanthone yang meliputi

mangostin mangosterol mangostinon A dan B trapezifolixanthone tovophyllin

B dan beta mangostin garcinon B mangostanol flavonoid epikatekin dan

gartanin136-trihidoksi-7-metoksi-28-bis(3-metil-2-butenil)-9H-xanten-9-on(alfa

mangostin) dan 1367-tetrahidroksi-28-bis (3-metil-2-butenil)-9H-xanten-9-on

(gamma mangostin) yang sangat bermanfaat untuk kesehatan (Qosim 2007)

Kandungan antioksidan manggis banyak terdapat pada kulit buahnya

dikenal sebagai antioksidan yang efektif karena mengandung senyawa biologi

xanthones walaupun dapat juga ditemukan dalam semua bagian manggis baik

pada buah kulit buah kulit kayu maupun daunnya Senyawa xanthone hanya

50

dihasilkan oleh genus garcinia Xanthone memiliki struktur kimia yang unik

terdiri dari sistem aromatik trisiklik (C6-C3-C6) dengan kelompok isoprena

metoksil dan hidroksil terletak pada cincin A dan B sehingga senyawa xanthone

beragam Struktur umum xanthone dapat dilihat pada Gambar 210

Gambar 210

Struktur umum senyawa xanthone (Chaverri et al 2008)

Xanthone termasuk golongan senyawa flavonoid Senyawa ini memiliki

dua cincin benzene dan satu cincin piran Inti xanthone dikenal sebagai 9-

xanthenone atau dibenzo-c-pyrone Xanthone dapat diklasifikasikan ke dalam lima

kelompok yaitu oxygenated xanthone xanthone glycoside prenylated xanthone

xanthonolignoid dan miscellaneous xanthone Menurut Chaverri et al (2008)

terdapat 200 lebih xanthone yang tersedia di alam ini dan 50 diantaranya

terkandung dalam kulit buah manggis

Xanthone memiliki rumus molekul C13H8O2 sehingga memiliki massa

molar sebesar 196191 gram mol Dalam penamaan menurut IUPAC senyawa ini

diberi nama 9H-xanthen-9-one Uji aktivitas antioksidan kulit buah manggis

dengan menggunakan peroksinitrit sebagai radikal bebas diketahui bahwa 8-

hydroxycudraxanthone G gartanin α-mangostin γ-mangostin dan smeath-

xanthone A merupakan komponen yang memiliki aktivitas antioksidan terbesar

51

(Jung et al 2006) Senyawa xanthone yang banyak terdapat pada kulit manggis

yaitu α - dan γ - mangostin (Obolsky et al 2009)

Struktur kimia beberapa turunan xanthone seperti α mangostin β

mangostin dan γ mangostin dapat dilihat pada pada Gambar 211

(Chaivisuthangkura et al 2008)

α mangostin β mangostin γ mangostin

Gambar 211

Struktur Kimia beberapa derivat xanthone

(Chaivisuthangkura et al 2008)

Senyawa-senyawa xanthone juga mempunyai aktivitas antibakteri

melawan S Aureus strain yang resisten terhadap penicillin dan methicillin

aktivitas antifungi melawan F Oxiforum A Tenuls dan D Oryzae (Chomnawang

2007) Garcinia mangostana dan senyawa-senyawa xanthone α-mangostin

mendorong aktivitas antimikroba melawan P acnes dan S epidermis yang

merupakan agen etiologi kritis pada jerawat (Chomnawang et al 2007)

Senyawa alfa-mangostin sebagai turunan xanthone memiliki kemampuan

dalam menekan pembentukan senyawa karsinogen pada kolon Xanthone juga

52

bermanfaat mencegah pertumbuhan sel kanker dan tumor Kemampuan

antioksidannya bahkan melebihi vitamin C dan E yang selama ini dikenal sebagai

antioksidan yang paling efektif (Ummi dan Any 2014) Hasil penelitian Kosem

et al (2007) mendapatkan ekstrak metanol kulit buah manggis mengandung α

mangostin sebesar 2519 g100 g ekstrak

Moongkandi et al (2004) menyatakan kulit buah manggis bermanfaat

penting bagi kesehatan karena kaya akan antioksidan seperti xanthone dan

antosianin Antosianin merupakan salah satu antioksidan kuat yang mampu

mencegah berbagai kerusakan akibat stress oksidatif sehingga mampu melindungi

sel dari radikal bebas Penelitian lain juga mendapatkan bahwa xanthone dari

manggis memiliki aktivitas antioksidan antitumor antiinflamasi antialergi

antifungi dan antibakteri (Suksamrarn et al 2006 dan Chaverri et al 2008)

Garcinia mangostana memiliki aktivitas antioksidan yang signifikan pada

IC50 sebesar 613 μgml juga efektif dalam scavenging radikal bebas dan bisa

mengurangi produksi cytokine sebagai suatu proinflamasi Senyawa xanthone

pada kulit buah manggis merupakan antioksidan tingkat tinggi karena kandungan

antioksidannya 667 kali dari wortel dan 83 kali jeruk (Qosim 2007)

Antioksidan yang terkandung dalam kulit buah manggis didominasi oleh

senyawa fenol yaitu xanthone Kadar xanthone dalam manggis berbeda-beda

tergantung pada kualitas buah yang terbesar didapatkan pada buah dengan kulit

burik atau kasar yakni sebesar 23544 μgg ekstrak sedangkan pada buah besar

dengan kulit mulus mengandung kadar xanthone sebesar 18502 μgg ekstrak

buah kecil sebesar 20434 μgg dan buah dengan kulit mengandung getah kuning

53

15289 μgg ekstrak Xanthone dalam kulit buah yang mengandung getah kuning

berperan dalam mekanisme pertahanan mencegah terjadinya stres akibat serangan

hama atau kerusakan fisik (Arsana 2014)

Xanthone sebagai antioksidan akan memutus rantai reaksi oksidasi radikal

bebas untuk mencegah reaksi oksidasi dengan reaksi reduksi yang melibatkan

hidrogen Keterlibatan hidrogen dalam reaksi-reaksi reduksi dapat menghambat

reaksi oksidasi antara radikal bebas dengan oksigen Kadar Oxygen Radical

Absorbance Capacity (ORAC) dari xanthone mencapai 17000-20000 ORAC per

100 ons kulit manggis lebih besar dari wortel dan jeruk yang kadar ORAC-nya

hanya 300 dan 2400 (Fanany 2013) Manfaat yang demikian besar menyebabkan

xanthone sangat dibutuhkan dalam tubuh sebagai penyeimbang prooksidan

Prenilasi xanthone juga mempunyai efek penghambat terhadap M Tuberculosis

Alfa-mangostin yang merupakan derivat xanthone didapatkan mempunyai potensi

sebagai antimikroba (Suksamrarn et al 2006) Selain itu kulit buah manggis

juga mengandung beberapa senyawa lain seperti yang tertera pada Tabel 23

Tabel 23

Komposisi Tepung Kulit Buah Manggis

Sumber Shahidi 1997 dalam Ummi dan Any 2014

No Komponen Kadar ( bk)

1

Air 900

2 Abu 258

3 Gula 692

4 Protein 269

5 Serat Kasar 3005

6 Lainnya (Tanin lemak dll) 4876

54

272 Ekstrak kulit buah manggis

Ekstrak kulit buah manggis mengandung berbagai senyawa yang diduga

bekerja sebagai antioksidan dengan cara mendonorkan elektronnya kepada radikal

bebas sehingga mencegah terjadinya peroksidasi lipid baik pada tahap inisiasi

propagasi maupun pada tahap terminasi (Middleton et al 2000) Senyawa-

seyawa ini bekerja sebagai sinyal yang akan mengaktivasi nuclear factor

erythroid 2- related factor 2 (Nrf2) yang terikat pada Kelch-like ECH-associated

protein-1 (Keap1) dalam sitoplasma sehingga mengalami disosiasi dan translokasi

menuju nukleus Dalam nukleus Nrf2 berasosiasi pada bagian promoter gen yang

disebut Antioxidant Respone Element (ARE) sehingga memicu ekspresi gen

penyandi antioksidan Senyawa yang terkandung dalam ekstrak kulit buah

manggis disamping bekerja sebagai antioksidan dengan cara mendonorkan

elektronnya kepada radikal bebas juga dapat menstimulasi ekspresi gen penyandi

antioksidan melalui aktivasi Nrf2 Salah satu stimulan tersebut adalah golongan

fenol (Inoue 2001) Ekstrak kulit buah manggis dapat mengatur aktivitas catalase

dalam aktivitasnya sebagai scavenger H2O2 atau mengatur gen Nrf-2 (Bartz et

al 2010) Hal ini sesuai dengan yang didapatkan dalam penelitian

Weecharangsan et al (2006) aktivitas ekstrak air dan ekstrak etanol kulit buah

manggis berperan sebagai scavenger H2O2

Skrining fitokimia dilakukan untuk memberikan gambaran tentang

golongan senyawa yang terkandung dalam ekstrak etanol kulit buah manggis

Hasil uji skrining fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak etanol kulit buah

manggis mengandung senyawa golongan alkaloid triterpenoid saponin

55

flavonoid tannin dan polifenol (Kristianti et al 2008) Polifenol adalah senyawa

fenolik yang memiliki lebih dari satu gugus hidroksil (OH) golongan senyawa ini

terdapat pada berbagai jenis tumbuhan yang mempunyai berbagai macam aktivitas

biologi salah satunya adalah aktivitas antioksidan (Scalbert et al 2005)

Polifenol banyak ditemukan dalam buah-buahan sayuran dan biji-bijian

yang merupakan sumber antioksidan alami Senyawa polifenol terdiri dari

beberapa subkelas yakni flavonol isoflavon (dalam kedelai) flavanon

antosianidin katekin dan biflavan Semua polifenol mampu menjadi perangkap

oksigen dan radikal alkil dengan memberikan donor elektron sehingga terbentuk

radikal fenoksil yang relatif stabil (Mokgope 2006) Senyawa-senyawa polifenol

alami secara langsung sebagai scavenger SOR dan secara tak langsung melindungi

aktivitas beberapa enzim sehingga berpotensi meningkatkan antioksidan endogen

(Masella et al 2005) Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Martin et al

(2010) yang mendapatkan CPE (cocoa polyphenolic extrac) yang mengandung

senyawa-senyawa flavonoid seperti katecin epikatecin dan prosianidin

meningkatkan aktivitas GPx dan glutation reduktase (GR) Senyawa-senyawa ini

mereduksi produksi SOR dan mengatur aktivitas antioksidan enzim Peningkatan

aktivitas enzim antioksidan dapat digunakan sebagai terapi penyakit-penyakit

yang disebabkan oleh stress oksidatif

Senyawa fenol sebagai antioksidan tergantung dari beberapa faktor seperti

ikatan gugus hidroksil pada cincin aromatik posisi ikatan posisi hidroksil bolak

balik pada cincin aromatik dan kemampuannya dalam memberi donor hidrogen

atau donor elektron serta kemampuannya dalam memerangkap radikal bebas (free

56

radical scavengers) Palakawong et al (2010) mendapatkan daya antioksidan

ekstrak kulit buah manggis sebesar 594 microgml yang dianalisis dengan metode

DPPH Ekstrak kulit manggis mengandung total fenol yang cukup tinggi yaitu

sebesar 4112 mgg dengan aktivitas antioksidannya sebesar 8442 (Dyahnugra

et al 2015) Ekstrak etanol kulit buah manggis menunjukkan aktivitas yang

signifikan dalam menghambat pembentukan 50 radikal menghambat radikal

superoxide (O2-) mereduksi produksi ROS dan dapat menangkap radikal

hidroksil (OH-) (Chomnawang et al 2007)

Senyawa flavonoid adalah senyawa-senyawa polifenol yang memiliki 15

atom karbon (C6-C3-C6) terdiri dari dua cincin benzena yang dihubungkan

menjadi satu oleh rantai linier yang terdiri dari tiga atom karbon Flavonoid

dalam ekstrak kulit buah manggis berperan membasmi radikal bebas dengan

berbagai cara misalnya dengan menghambat enzim yang bertanggung jawab

memproduksi anion superoksida yaitu xantin oksidase ada juga dengan

menyumbangkan elektronnya ke radikal superoksida atau radikal lipid agar stabil

(Smith et al 2005)

Ekstrak kulit buah manggis baik dengan pelarut air etanol 50 etanol

95 dan etil asetat menunjukan aktivitas antioksidan dan neuroprotektif

(Weecharangsan et al 2006) Kapasitas antioksidan ekstrak air dan etanol 50

diuji dengan metoda DPPH didapatkan masing-msing sebesar 3498 dan 3076

Kapasitas antioksidan ekstrak ini sudah dicobakan pada sel neuroblastoma

(NG108-15) yang terpapar hidrogen peroksida (H2O2) kedua ekstrak ini

memperlihatkan aktivitas neuroprotektif dengan konsentrasi 50 lgmL Aktivitas

57

neuroprotektif ekstrak etanol 50 kulit buah manggis lebih tinggi dibandingkan

dengan ekstrak air Ekstrak etanol kulit buah manggis juga mempunyai aktivitas

antioksidan yang signifikan sebagai penghambat pembentukan radikal DPPH

(Chomnawang et al 2007)

Ekstrak kulit buah manggis diketahui memiliki daya antioksidan sangat

kuat hal ini dibuktikan dengan menggunakan fraksi pelarut metanol etanol dan

etil asetat semuanya memiliki daya antioksidan EC50 kurang dari 50 Fraksi

metanol mempunyai nilai EC50 yang paling kecil dibanding dengan kedua

fraksi lainnya masing-masing 800 mgL 926 mgL dan 2948 mgL ini berarti

fraksi metanol mempunyai aktivitas antioksidan yang lebih besar dibandingan

dengan fraksi etanol dan etil asetat (Mardawati et al 2011) Hal ini didukung

oleh Li dan Xu (2015) yang menyatakan ekstrak metanol kulit buah manggis

mempunyai aktivitas antioksidan yang kuat karena kandungan polifenolnya sangat

tinggi

Senyawa fenol banyak ditemukan pada berbagai tanaman Senyawa ini

telah dieksploitasi secara intensif karena selain berfungsi sebagai antioksidan juga

memiliki berbagai fungsi biologi seperti anti mutagenik dan anti karsinogenik

Antioksidan alami yang terdapat dalam tanaman akan meredam radikal bebas

yang berbahaya dari tubuh Senyawa-senyawa polifenol dari tanaman seperti

flavonoid digambarkan sebagai peredam SOR Ekstrak kulit buah manggis dapat

mengurangi produksi SOR intrasel secara signifikan yang ditentukan dengan 27-

dichlorofluorescein diacetate (DCFH-DA) dalam SKBR3 saluran sel

(Moongkarndi et al 2004) Aktivitas radikal hidroksil (HO-) diperangkap oleh

58

xanthone yang diisolasi dari beberapa ekstrak kulit buah manggis (Chin et al

2008) Xanthone dapat diklasifikasikan ke dalam lima kelompok yaitu

oxygenated xanthone xanthone glycoside prenylated xanthone xanthonolignoid

dan miscellaneous xanthone Saat ini sekitar 1000 xanthone berbeda telah

diketahui (Chaverri et al 2008)

Kulit buah manggis mengandung 90 xanthone terutama α dan β

mangostin yang disebut panaxanthone dapat memulihkan sistem pertahanan

antioksidan endogen seperti aktivitas SOD GPx dan kadar GSH secara invitro

dan in vivo memecah langsung SOR untuk mengurangi penipisan GSH dan

meghambat peroksidasi lipid Efek protektif α mangostin diduga terhadap stress

oksidatif dimediasi melalui jalur Nrf2 (Jung et al 2006) Ekstrak kulit buah

manggis dapat menurunkan MDA meningkatkan SOD dan GPx pada tikus yang

mengalami peningkatan MDA serta penurunan SOD dan GPx karena perlakuan

latihan (Arsana 2013) Hal yang sama didapatkan oleh Sudjarwo dan

Koerniasari (2015) bahwa pemberian ekstrak kulit buah manggis dapat

meningkatkan aktivitas GPx dan SOD ginjal tikus yang menurun karena diberi

perlakuan logam berat timbal mungkin disebabkan oleh kemampuan ekstrak

kulit buah manggis mengurangi akumulasi radikal bebas

Skrining fitokimia ekstrak kulit manggis juga menunjukkan bahwa kulit

buah manggis mengandung senyawa metabolit sekunder berupa golongan alkaloid

saponin tanin polifenol dan flavonoid (Poeloengan dan Praptiwi 2010)

Saponin merupakan zat aktif yang dapat meningkatkan permeabilitas membran

sehingga terjadi hemolisis sel Apabila saponin berinteraksi dengan sel bakteri

59

maka bakteri tersebut akan rusak atau lisis sedangkan flavonoid merupakan

kelompok senyawa fenol yang mempunyai kecenderungan untuk mengikat

protein sehingga mengganggu proses metabolisme bakteri tersebu Senyawa-

senyawa fenolik dapat bereaksi dengan senyawa oksigen reaktif disebabkan

oleh satu atau dua gugus hidroksil pada cincin aromatik dapat berperan sebagai

donor hidrogen (Dungir et al 2012)

Tanin dalam konsentrasi rendah mampu menghambat pertumbuhan

bakteri sedangkan pada konsentrasi tinggi mampu bertindak sebagai antibakteri

dengan cara menggumpalkan protoplasma bakteri sehingga terbentuk ikatan yang

stabil dengan protein bakteri Selain itu pada saluran pencernaan tanin mampu

mengeliminasi toksin (Poeloengan dan Praptiwi 2010)

Flavonoid merupakan golongan senyawa yang mempunyai kemampuan

sebagai antioksidan Flavonoid juga berperan mengaktifkan enzim kunci dalam

respirasi mitokondria dan melindungi sel neuron sehingga mencegah stres

oksidatif dan kerusakan jaringan Asupan flavonoid berperan sebagai

neuroprotektif berpotensi melindungi neuron dari neurotoksin meningkatkan

fungsi memori pembelajaran dan kognitif (Spencer 2009)

Uji daya antioksidan ekstrak kulit manggis buah dilakukan oleh Lin et al

(2014) menggunakan DPPH Radikal bebas DPPH (DPPHbull) mungkin akan

ditangkap oleh antioksidan dengan memberikan atom hidrogen (Hbull) membentuk

molekul stabil DPPH-H mekanismenya seperti tampak pada Gambar 212

Gambar ini menunjukkan reaksi antara γ-mangostin dengan DPPH akan

menghasilkan senyawa yang stabil sehingga tidak akan terjadi reaksi rantai yang

60

akan menghasilkan radikal-radikal lain yang lebih reaktif Dalam molekul γ-

mangostin gugus ortho-dihidroksil menjadi homolysis menghasilkan radikal

hidrogen (Hmiddot) dan radikal γ-mangostinmiddot (I) Hmiddot kemudian bergabung dengan

DPPHmiddot membentuk molekul DPPH-H dan radikal γ-mangostin menjadi (II)

yang selanjutnya dapat menghasilkan radikal hidrogen (Hmiddot) melebihi yang

diperlukan oleh radikal DPPH (DPPHmiddot) untuk membentuk quinone (III) Hasil ini

mengindikasikan bahwa ekstrak kulit buah manggis sebagai sumber antioksidan

yang baik dengan cara mendonasikan elektron kepada radikal bebas untuk

membentuk produk stabil sehingga tidak menimbulkan reaksi berantai

Gambar 212

Reaksi γ mangostin dengan DPPH sebagai radikal bebas

Lin et al (2014)

61

62

63

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pestisida...pestisida menginduksi produksi serotonin dan histamin, sebagai hormon yang memicu reaksi alergi dan dapat menimbulkan senyawa baru yang lebih

15

timbul dengan cepat dalam waktu 6-8 jam tetapi bila paparan berlebihan dapat

menimbulkan kematian dalam beberapa menit Senyawa dari golongan pestisida

ini berkerja menghambat aktivitas enzim kolinesterase yang dapat berakibat fatal

dengan gejala antara lain sakit kepala pusing-pusing lemah pupil mengecil

gangguan penglihatan dan sesak nafas mual muntah kejang pada perut dan diare

sesak pada dada dan detak jantung menurun (Jakob et al 2002) Paparan

subkutan umumnya membutuhkan waktu lebih lama untuk menimbulkan tanda

dan gejala OPs dikenal sebagai neurotoksik terhadap mamalia karena

menghambat enzim asetilkolinestester (AChE) yang mengkatalisis hidrolisis

asetilkolin (ACh) yaitu suatu neurotransmitter sehingga akan terakumulasi

212 Toksisitas OPs

Risiko paparan pestisida OPs sangat tinggi pada pekerja pertanian dan

pekerja pada industri kimia seperti pedagang bahan kimia dan pestisida

Mekanisme masuknya racun pestisida tersebut dapat melalui kulit luar mulut dan

saluran makanan serta melalui saluran pernapasan Laju absorpsi OPs melalui

kulit dipengaruhi oleh bagian kulit yang terkena seperti paration akan lebih cepat

masuk melalui kulit di kepala dan leher dibandingkan dengan kulit di tangan dan

lengan (Subash et al 2010) OPs yang terserap selanjutnya akan terakumulasi

dengan cepat dalam lemak hati ginjal dan kelenjar ludah

Saluran cerna merupakan salah satu jalur utama penyerapan toksikan

selain paru-paru dan kulit (Juhryyah 2009) Toksikan dapat merusak permukaan

internal dari traktus gastrointestinal dan memperlambat bahkan menghentikan

peristaltik usus sehingga menyebabkan terjadinya penyerapan toksikan tersebut

16

(Manahan 2003) Apabila paparan toksikan pada sel berlangsung cukup lama dan

konsentrasi tinggi sel akan mencapai suatu titik dimana sel tidak dapat lagi

mengkompensasi toksikan tersebut dan tidak dapat melanjutkan metabolisme

Perubahan yang reversibel akan menjadi irreversibel yaitu terjadinya kematian

sel Proses kematian sel dapat terjadi secara apoptosis dan nekrosis

Tanda dan gejala awal toksisitas organofosfat adalah stimulasi berlebihan

kolinergenik pada otot polos dan reseptor eksokrin muskarinik yang meliputi

miosis gangguan perkemihan diare defekasi eksitasi dan salivasi (Rustia et al

2010) Toksisitas OPs berpengaruh pada berbagai sistem dalam tubuh termasuk

hematologi dan perubahan biokimia (Kalender et al 2005) Selain itu terjadinya

stress oksidatif menunjukkan bahwa pestisida memberi efek sitotoksik (Khan dan

Kour 2007)

Toksisitas OPs dipengaruhi oleh struktur kimia metabolisme dalam

tubuh target dosis cara aplikasi tingkat dekomposisi dan cara masuknya ke

organisme Struktur umum dari organofosfat dapat dilihat pada Gambar 21

Gambar 21

Struktur umum organofosfat (Herljac 2009)

17

R1 dan R2 merupakan metil etil atau isopropil dan X merupakan suatu

gugus dapat pergi (leaving group) biasanya berupa substitusi nukleofilik oleh

oksigen dari serin pada sisi aktif protein target Variasi X tergantung dari jenis

OPs (Mangas et al 2016) Unsur yang berikatan rangkap dengan fosfor (P)

dapat berupa oksigen (untuk pestisida paraokson) dapat juga berupa sulfur (S)

untuk pestisida parathion

OPs menghambat fungsi berbagai ester karboksilat hidrolase seperti

asetilkolinesterase plasma dan karboksilesterase hepar paraoksonase dan esterase

yang lain dalam tubuh (Soltatinejad dan Abdollahi 2009) Bagian lipofilik dari

pestisida organofosfat akan berinteraksi dengan membran sel dan mengacaukan

struktur fosfolipid dualapis Kemampuan toksisitas utama dari OPs adalah

menghambat aktivitas enzim kolinesterase dalam darah yang berfungsi mengatur

kerja saraf (neurotransmiter) selanjutnya akan mengaktifkan reseptor kolinergik

Mekanisme toksisitas OPs membentuk ikatan kovalen organofosforilasi

dengan esterase dari kolinesterase menghasikan enzim terfosforilasi yang sangat

sulit dipecah sehingga aktivitasnya terhambat Mekanisme ini ditunjukan pada

Gambar 22 Mekanisme penghambatan AChE adalah terbentuk ikatan antara

satu hidroksil dari gugus serin dalam pusat esteratik AChE dengan fosfor dari

OPs yang membentuk kompleks enzim-inhibitor yang reversibel selanjutnya

terjadi fosforilasi serin secara kovalen (Pohanka 2011) Apabila kolinesterase

terikat maka enzim ini tidak dapat melaksanakan fungsinya terutama meneruskan

pengiriman perintah kepada otot-otot tertentu sehingga otot-otot senantiasa

bergerak tanpa dapat dikendalikan

18

Gambar 22

Ikatan OP pada sisi aktif AChE Reaksi Fosforilasi AChE

(Hreljac 2009)

Efek toksik dari pestisida OPs dapat menimbulkan kejang otot dan paralisis

(lumpuh) terjadinya kelainan hematologi meningkatkan kadar SGOT dan SGPT

dalam darah (Jaga dan Dharmani 2003) Toksisitas OPs dalam tubuh berupa 1)

neurotoksisitas 2) molekul target bukan neuron 3) imunotoksisitas 4)

genotoksisitas dan karsinogenitas (Elersek dan Filipic 2012)

213 Neurotoksisitas OPs

Mekanisme toksisitas OPs umumnya dimulai dengan menghambat

aktivitas enzim asetilkolinesterase (AChE) yang menyebabkan asetilkolin (ACh)

tidak dapat terhidrolisis menjadi kolin dan asam asetat sehingga ACh

terakumulasi dalam sistem saraf yang menyebabkan mobilitas limposit dan

19

sitotoksisitas meningkat Penghambatan AChE oleh OPs disebabkan oleh

terjadinya reaksi fosforilasi akibat lepasnya gugus fosfat dari senyawa OPs

kemudian membentuk ikatan kovalen dengan AChE sehingga menghambat

aktivitasnya (Manal dan Lobna 2006) seperti tampak pada Gambar 22

Hidrolisis secara spontan OPs dari sisi aktif ini berlangsung sangat lambat

kadang-kadang irreversible sehingga menghasilkan efek beracun dalam jangka

panjang

Aktivitas enzim AChE yang terhambat menyebabkan asetilkolin (ACh)

terakumulasi di dalam sistem saraf yaitu pada kantung-kantung sinaptik sehingga

terjadi aktivasi reseptor kolinergik (muskarinik atau nikotinik) Akumulasi

asetilkolin menyebabkan overstimulasi dari reseptor dan jika keracunan

organofosfat tetap tidak diobati akan menyebabkan kematian Mekanisme ini

berlaku bagi organisme berdarah panas sehingga manusia juga mudah keracunan

OPs (Bajgar 2004) Hambatan dari enzim tersebut menyebabkan ACh tertimbun

pada sinaps yang terletak diantara saraf dan otot (neuromuscular junction)

Akumulasi ACh menyebabkan depolarisasi persisten pada otot rangka

mengakibatkan kelemahan dan fasikulasi Akumulasi asetilkolin yang terjadi

pada sistem saraf otonom dapat menyebabkan diare uriniterase tanpa sadar

bronko konstriksi dan miosis (Rustia et al 2010)

Efek toksik OPs berupa gejala neurologi dengan target primer

kolinesterase Penghambatan kolinesterase terjadi secara progresif oleh OPs

karena terjadi fosfilasi (fosforilasi atau fosfonilasi) pada sisi aktif serin dari

kolinesterase (Ser198 BChE dan Ser 200 untuk AChE pada manusia) Seperti

20

tampak pada Gambar 22 terjadi fosforilasi pada sisi aktif serin membentuk anion

intermediate yang pada proses aging mengalami dealkilasi membentuk anion

fosfonil yang stabil kemudian akan menghambat AChE secara irreversible

Enzim yang terfosforilasi ini tidak mampu lagi menghidrolisis ACh sehingga

tertimbun pada tempat-tempat reseptor ACh yang tertimbun ini menyebabkan

terjadi stimulasi berlebihan dan selanjutnya mengganggu pengiriman antara sistem

saraf pusat dan saraf tepi

OPs dalam tubuh selain mengalami forforilasi yang menyebabkan

neurotoksik dapat juga mengalami detoksikasi secara alami oleh enzim

karboksilase atau glutation transferase seperti tampak pada Gambar 23

Neurotoksik terjadi bila OPs berikatan dengan AChE BChE dan esterase yang

lain

Gambar 23

Toksikasi dan detoksikasi OPs

(Mangas et al 2016 )

21

Petani yang terpapar oleh pestisida OPs dapat mengalami penghambatan

Aktivitas AChE peningkatan reaksi Thiobarbituric Acid dan penurunan

kemampuan plasma darah dalam penyerapan besi (Fe) Dasar patofisiologi gejala

klinis dari keracunan OPs adalah inaktifasi dari enzim AChE pada sekeliling

nicotinic and muscarinic pada sistem saraf pusat central nervous system (CNS)

dan pada neuromuscular junction (Gagandeep dan Dheeraj 2009) Penghambatan

OPs secara ireversibel pada kedua muskarinik dan nikotinik dapat mempengaruhi

central nervous system (CNS) (Hundekari et al 2013) OPs sebagai anti-

kolinesterase akan memblok asetilkolinesterase sehingga asetilkolin terakumulasi

dalam saraf tepi yang dapat menimbulkan pengaruh neurotoksik seperti kontraksi

otot secara kontinyu Nilai normal aktivitas kolinesterase untuk laki ndash laki sebesar

4620 ndash 11500 Ul dan nilai normal untuk perempuan sebesar 3930 - 10800 Ul

Bila dibawah nilai normal menunjukkan adanya keracunan darah yang

diakibatkan oleh pestisida OPs

OPs di dalam sel darah merah akan mempengaruhi AChE dan di dalam

plasma darah akan mempengaruhi pseudokolinesterase OPs akan terikat di

dalam sinapsis melalui proses fosforilasi bagian ester anion dari enzim AChE

ikatan ini sangat kuat dan irreversible (Raini 2007) Keracunan akut dari OPs

pada manusia menyebabkan kelemahan otot paralisis disorientasi serta kematian

akibat paralisis otot pernafasan Efek neurotoksisitas organofosfat tidak selalu

muncul mendadak Neurotoksisitas lambat (delayed neurotoxicity) dapat

dihasilkan oleh sejumlah ester organofosfor yang diklasifikasikan sebagai

aksonopati Efek ini bisa ditimbulkan oleh dosis tunggal yang besar ataupun dosis

22

akumulasi Neurotoksisitas yang terjadi lambat ini disebut organophosphorus

ester-induced delayed neuropathy (OPIDN) OPIDN tidak terjadi secara

mendadak tetapi butuh waktu antara 7-10 minggu untuk timbulnya degenerasi

aksonal OPIDN adalah suatu sindrom gejala toksisitas yang disebabkan oleh OPs

berupa melemahnya otot-otot pada tangan dan kaki terganggunya keseimbangan

dan bisa menjadi lumpuh yang muncul 4-21 hari setelah paparan OPs Molekul

target OPIDN adalah enzim dalam sistem saraf yang disebut neuropathy target

esterase (NTE) yang dapat digunakan sebagai biomarker OPIDN (Lotti dan

Moretto 2009) OPs menghambat AChE dengan efektif pada neuromuscular

junctions dalam sistem saraf tepi dan saraf pusat Selain neurotoksisitas efek

buruk paparan OPs juga dapat mengubah fungsi tubuh lainnya

Katagori keracunan pestisida dilihat dari aktivitas AChE dengan metode

Tintometer Kit 1) Normal gt 75 2) Keracunan ringan 75 - 50 3)

Keracunan sedang 50 - 25 dan 4) Keracunan berat lt 25 Jika penurunan

aktivitas kolinesterase mencapai 25 dari nilai normalnya (dalam katagori

keracunan ringan) maka pekerja harus dijauhkan dari paparan pestisida dan baru

diizinkan kembali bekerja dengan pestisida jika aktivitas kolinesterasenya menjadi

80 atau lebih dari nilai normal

Prinsip reaksi interaksi antara enzim-fosfat adalah 1) fosforilasi enzim 2)

kebalikan penghambatan dan 3) aging (pemeraman) Karakteristik fosforilasi

enzim adalah pembentukan ikatan kimia antara atom fosfor dari OPs dengan atom

oksigen gugus hidroksil dari serin pada pusat katalitik AChE Reaksi antara OP-

23

AChE ini hampir sama atau dapat disamakan dengan reaksi antara AChE-AChE

Reaksi fosforilasi ini dapat dilihat pada Gambar 24

Gambar 24

Reaksi fosforilasi antara AChE dan OP

(Patočka et al 2005)

Enzim AChE terfosforilasi yang terbentuk sangat stabil lain halnya dengan enzim

terasetilasi yang sangat tidak stabil dengan waktu paruh hanya dalam millisecond

Penghambatan AChE oleh senyawa OPs terutama nerve agent bersifat

irreversible Reaksi penghambatan yang reversal seperti Gambar 25

berlangsung sangat lambat sehingga merupakan penghambatan OPs bukan

penghambatan substrat AChE

Gambar 25

Hambatan reversal

(Patočka et al 2005)

Reaktivasi secara spontan merupakan kombinasi dari dua proses paralel

yaitu defosforilasi dan aging Aging adalah pembentukan fosforilasi irreversible

penuh sehingga terjadi dealkilasi dari OO-dialkyl-phosphorylated atau O-alkyl-

phoshonylated enzim Age enzym ini tidak dapat reaktif lagi oleh reaktivator

untuk penghambatan AChE oleh OPs Proses aging digambarkan sebagai

24

dealkilasi dari fosforil menghasilkan muatan negatip yang stabil karena

berinteraksi dengan katalitik His 440 Proses aging menghambat defosforilasi

secara irreversible dan hanya sebagian dari enzim menjadi reaktif Reaksi aging

dapat dilihat pada Gambar 26

Gambar 26

Proses aging

(Patočka et al 2005)

Proses reaktivasi dapat terjadi pada enzim terfosforilasi yang belum

mengalami proses aging Mekanisme ini digunakan dalam pengobatan penyakit

yang berhubungan dengan keracunan OPs seperti alzaimer menggunakan oksim

salah satunya adalah pralidoksim Mekanisme reaksi reaktivasi ini dapat dilihat

pada Gambar 27

Pralidoksim dapat berperan sebagai reaktivator dimana terjadi reaksi

antara pralidoksim dengan OPs yang terikat pada sisi aktif serin sehingga ikatan

enzim AChEndashOPs putus dan enzim AChE kembali aktif Pralidoksim juga dapat

sebagai catalytic scavenger dimana pralidoksim dengan cepat memblok OPs

sehingga OPs tidak dapat berikatan dengan enzim AChE Hasil penelitian

Hundekari et al 2013 mendapatkan treatment atropin dengan pralidoksim dapat

menurunkan MDA yang meningkat oleh paparan OPs dan meningkatkan aktivitas

AChE yang turun oleh paparan OPs

25

Gambar 27

Reaktivasi enzim AChE

(Bharathi et al 2014)

214 Toksisitas OPs terhadap fungsi tubuh selain saraf

OPs selain mempengaruhi saraf (menghambat asetilkolinesterase) juga

mempengaruhi fungsi tubuh yang lain seperti menghambat karboksilase yang

merupakan bagian dari metabolisme xenobiotic Metabolisme xenobiotic

dipengaruhi melalui atom sulphur dari desulfurasi dalam metabolisme fase I

menghambat lipase yang berperan penting dalam cell signalling juga memblok

pembentukan metabolik berbagai substansi (Quistad et al 2006)

OPs juga memicu hypoxia karena terganggunya pusat pernafasan

melemahnya otot-otot pernafasan dan berpengaruh pada paru-paru

(bronchospasm dan bronchorrhoea) dan akhirnya menyebabkan kegagalan

26

pernafasan (Lopez et al 2008) OPs pada tikus menyebabkan apnea sentral fatal

yang memicu berbagai disfungsi pulmoner melalui efek langsung terhadap

Central Respiratory Oscillator (CRO) dan inhibisi umpan balik CRO Gejala

keracunan akut OPs sesuai dengan tempat terakumulasinya ACh dalam

organisme seperti pada central nervous system (CNS) sistem saraf tepi reseptor

muskarinik dan reseptor nikotinik menimbulkan gejala berbeda seperti terlihat

pada Tabel 21 Waktu munculnya beberapa gejala keracunan juga berbeda-beda

seperti melemahnya otot pernapasan akan muncul 1-4 hari setelah keracunan

sedangkan melemahnya otot peripheral muncul setelah 7-21 hari (Elersek dan

Filipic 2012)

Tabel 21

Gejala keracunan Ops akut yang berbeda sesuai dengan

tempat akumulasi ACh

Tempat akumulasi ACh Gejala

CNS

Perifer sistem saraf otonom

Reseptor muskarinik

reseptor nikotinik

Sakit kepala insomnia vertigo

kejangkebingungan sulit tidur gangguan

berbicara koma dan lumpuh pernafasan

-

Gejala-gejala muskrinik peningkatan

eliminasi (air liur keringat lachrymation)

gangguan pencernaan (kejang muntah

diare) menurunkan detak jantung gangguan penglihatan

gejala-gejala nikotinik kontraksi otot yang

tidak terkontrol dan kelumpuhan

Sumber Elersek dan Filipic 2012

27

Pengaruh imunotoksik OPs dapat terjadi secara langsung maupun tidak

langsung Secara langsung adalah dengan 1) menghambat hidrolase serin atau

esterase dalam sistem imun 2) kerusakan oksidatif pada organ-organ sistem

imun 3) perubahan dalam cara sinyal transduksi pada kontrol poliferasi dan

diferensiasi sel kekebalan Secara tidak langsung OPs menyebabkan perubahan

pada sistem saraf atau efek kronik dari perubahan metabolisme pada sistem imun

(Elersek dan Filipic 2012) Pestisida OPs dapat mengganggu sistem kekebalan

tubuh dan memberikan efek immunotoksik melalui kedua jalur anti kolinergik

dan non kolinergik

OPs menginduksi peningkatan stres oksidatif yakni ketidakseimbangan

antara antioksidan dan radikal bebas Pestisida OPs dapat merusak keseimbangan

antara prooksidan dan antioksidan dalam tubuh juga merusak membran lipid

sebagai hasil peroksidasi lipid

Malation dan klorfirifos yang merupakan pestisida OPs mempunyai

pengaruh yang beragam pada sel seperti menghasilkan ROS radikal bebas dan

menginduksi stres oksidatif intra sel sehingga mengganggu perkembangan dan

deferensiasi sel normal (Bebe dan Panemangalore 2003) Peningkatan ROS dan

radikal bebas dapat menyebabkan terjadinya kondisi stres oksidatif serta memicu

terjadinya peroksidasi lipid pada membran sel yang akan menghasilkan

malondialdehid (MDA) Peroksidasi lipid ini dapat terjadi karena pengaruh

menipisnya sistem antioksidan baik antioksidan enzimatik maupun non enzimatik

oleh paparan pestisida OPs (Khan dan Kour 2007)

28

Perusakan membran sel oleh radikal bebas melalui beberapa proses yaitu

1) Terjadi ikatan kovalen antara radikal bebas dengan komponen komponen

membran (enzim membran komponen karbohidrat membran plasma) sehingga

terjadi perubahan struktur dan fungsi reseptor 2) Oksidasi gugus tiol pada

komponen membran oleh radikal bebas mengganggu proses transport lintas

membran 3) Reaksi peroksidasi lipid dan kolesterol serta membran yang

mengandung asam lemak tidak jenuh majemuk (PUFA) (Suhartono et al 2008)

OPs dapat mendorong terjadinya stres oksidatif dan meningkatkan kadar

MDA sebagai produk akhir dari peroksidasi lipid pada petani penyemprot yang

terpapar pestisida OPs karbamat dan organoklorin (Prakasam et al 2001) Hal

ini didukung oleh Vidyasagar et al(2004) yang mendapatkan kadar MDA pada

pasien keracunan OPs (67 nMml) lebih tinggi dan berbeda nyata dibandingkan

dengan kontrol (36 nMml) OPs triklorfos dan dimetoat mendorong terjadinya

peroksidasi lipid yang ditunjukan dengan meningkatnya MDA (Sharma et al

2005) OPs berperan sebagai inhibitor enzim kolinesterase dan menginduksi

peningkatan stres oksidatif yaitu ketidakseimbangan antara antioksidan dan

radikal bebas (Patil et al 2003) Kerusakan oksidatif membran lipid eritrosit

dan protein mencerminkan terjadinya reaksi serupa pada myocyte Radikal bebas

yang merusak myocyte juga menyebabkan melemahnya otot pada penderita OPs

akut

Keracunan OPs pada sistem respirasi mengakibatkan bronko konstriksi

dengan sesak nafas dan peningkatan sekresi bronkus Pada umumnya gejala ini

29

timbul dengan cepat dalam waktu 6-8 jam tetapi bila paparan berlebihan dapat

menimbulkan kematian dalam beberapa menit

OPs juga menunjukan efek genotoksisitas (DNA) pada saat sel hidup

kemudian saat replikasi sel dan berakhir pada mutagenitas dan karsinogenitas

Genotoksisitas dihasilkan karena reaksi OPs dengan DNA sehingga DNA rusak

berupa penyimpangan kromosom OPs juga menunjukan efek karsinogenitas

meliputi perubahan sel normal menjadi sel neoplastik dan berkembang lebih lanjut

menjadi tumor (Hodgson 2004)

22 Asetilkolinesterase (AChE)

Kolinesterase merupakan katalis biologis yang berperan menjaga agar otot

kelenjar dan sel saraf bekerja harmonis Jika aktivitas kolinesterase jaringan

tubuh menurun maka dapat mempengaruhi aktivitas asetilkolinesterase saraf

sehingga asetilkolin (ACh) akan menumpuk di bagian ujung saraf dan menganggu

aliran impuls saraf akhirnya terjadi paralisis otot (Depkes RI 2007)

Kolinesterase merupakan suatu enzim dengan berat molekul sekitar 3000000 dan

mempunyai 48 bagian aktif yang masing-masing terdiri dari satu bagian anionik

dan satu bagian esteratik (protenated acidic group)

AChE adalah suatu serine hidrolase termasuk dalam kelompok esterase

yang mempunyai banyak sel satu AChE berperan sangat penting dalam tubuh

yaitu menghidrolisis neurotransmitter asetilkolin (ACh) menjadi asam asetat dan

kolin pada saraf sinapsis Kelompok ini berbeda dengan jenis ester karbosiklik

Aktivitas AChE yang terhambat oleh OPs pada CNS menyebabkan

30

terakumulasinya ACh dan menimbulkan gejala seperti sakit kepala meningkatnya

produksi ludah pernafasan terganggu dan dapat menyebabkan kematian (Du et

al 2008) AChE mempunyai dua sisi pengikatan yaitu daerah anionik dan daerah

esteratik keduanya penting untuk degradasi ACh

ACh adalah suatu hormon neuro yang terdapat diantara ujung-ujung saraf

dan otot sebagai media kimia yang berfungsi meneruskan rangsangan saraf ke

reseptor sel-sel otot dan kelenjar ACh dibuat di dalam ujung serabut saraf

motorik melalui proses asetilasi dari kolin ekstra sel dan koenzim A (Erwin dan

Kusuma 2012) Daerah anionik berfungsi untuk pengikatan sebuah molekul

ACh pada enzim Saat ACh terikat reaksi hidrolisis terjadi pada sisi aktif

esteratik ACh akan terurai menjadi kolin dan asam asetat Kolin kemudian

diambil lagi melalui sistem uptake kolin berafinitas tinggi pada membran

presinaps Proses hidrolisis ACh menjadi kolin dan asam asetat dapat dilihat pada

Gambar 28

Gambar 28

Reaksi hidrolisis ACh menjadi asam asetat dan kolin pada

sisi anion dan ester dari enzim asetilkolinesterase (Wiener dan

Hoffman 2004)

31

Penurunan aktivitas kolinesterase darah seseorang terjadi karena adanya

OPs dalam darah yang membentuk senyawa phosphorilated cholinesterase

sehingga enzim kolinesterase tidak dapat berfungsi lagi dan kadar aktif dari enzim

tersebut akan berkurang hal ini menyebabkan ACh lebih lama berada pada

reseptor sehingga memperpanjang efek rangsang saraf cholinergic pada sebelum

dan sesudah ganglion Rangsangan saraf yang terus-menerus akan merusak fungsi

saraf dan muncul dalam bentuk kelemahan otot mual-mual muntah hipersalivasi

tremor dan paralisis (Bajgar 2004) Akumulasi ACh yang menyebabkan

terjadinya disfungsi sistem saraf dan perilaku akan memicu kerusakan pada

sistem pernafasan yang akhirnya dapat menyebabkan kematian Sistem saraf yang

terganggu akibat penumpukan ACh menyebabkan terganggunya pasokan nutrisi

dan oksigen ke seluruh sel dan jaringan sehingga menghambat pertumbuhan

organisme (Robert 2011) Rangsang yang ditimbulkan oleh asetilkolin akan

berhenti bila ACh dihidrolisis menjadi kolin dan asam asetat oleh AChE

Aktivitas AChE yang terhambat menyebabkan ACh tidak dapat

dihidrolisis sehingga impuls saraf dari satu sel ke sel yang lain atau ke efektor

akan terganggu Petani yang terpapar OPs dengan dosis rendah dalam jangka

waktu lama juga menunjukan penurunan Superoxyde dismutase (SOD) dan

glutation reduktase OPs yang terakumulasi bertahun-tahun pada penyemprot

pestisida berbanding lurus dengan penurunan AChE dan berbanding terbalik

dengan Glucose-6-phosphate dehydrogenase (G6DPH)

32

23 Radikal Bebas

Radikal bebas adalah sekelompok spesies kimia baik berupa atom maupun

molekul yang memiliki elektron tidak berpasangan pada lapisan luarnya Radikal

bebas juga merupakan suatu kelompok spesies kimia dengan reaksi jangka pendek

yang memiliki satu atau lebih elektron bebas sehingga sangat reaktif mempunyai

spesifitas kimia yang rendah sehingga dapat bereaksi dengan berbagai molekul

lain seperti protein lemak karbohidrat dan DNA (Droge 2007)

Radikal bebas diartikan sebagai molekul yang relatif tidak stabil

mempunyai satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan pada orbit luarnya

bersifat reaktif dalam mencari pasangan elektronnya Radikal bebas dalam tubuh

akan segera bereaksi dengan molekul lain sehingga terjadi reaksi berantai yang

disebut peroksidasi lipid dan menghasilkan radikal bebas baru sehingga jumlah

radikal bebas terus bertambah (Marinajati et al 2012) Radikal bebas bersifat

tidak stabil sehingga tidak dapat mempertahankan bentuk aslinya dalam waktu

lama karena segera akan berikatan dengan molekul lain di sekitarnya Radikal

bebas akan menyerang molekul stabil yang terdekat dan mengambil elektronnya

Molekul yang terambil elektronnya ini akan menjadi radikal bebas baru sehingga

akan memulai suatu reaksi berantai yang pada akhirnya akan menyebabkan

kerusakan sel (Droge 2007)

Kelompok radikal bebas antara lain anion superoksida (O2) radikal

hidroksil (OH) dan radikal peroksil (RO2) sedangkan kelompok non radikal

misalnya hidrogen peroksida (H2O2) dan peroksida organik (ROOH) (Halliwell

dan Whiteman 2004) Radikal superoksida ( O2 -) merupakan bentuk yang paling

33

aktif yang paling banyak dihasilkan oleh berbagai mekanisme di dalam tubuh

seperti mitokondria sistem enzim NADPH oksidase reaksi dari xanthin oksidase

dan metabolisme asam arakidonat

Radikal bebas yang terbentuk di dalam tubuh (radikal bebas internal)

merupakan bagian integral dari proses fisiologis seperti saat pembentukan energi

dalam mitokondria melalui oksidasi fosforilasi Sumber radikal bebas internal

antara lain 1) Organ subseluler seperti mitokondria kloroplas mikrosom

peroksisom dan nuklei menghasilkan O2- 2) inflamasi selama inflamasi terjadi

fagositosis oleh makrofag dan metrofil keduanya membentuk radikal bebas

untuk memfagositosis bakteri 3) ion logam transisi Fe dan Cu berperan

membentuk radikal bebas dan menimbulkan peroksidasi lipid 4) oksidasi

enzimatik seperti xanthin oksidase dan lipoksigenase (Droge 2007) Radikal

bebas dapat juga berasal dari luar tubuh (radikal bebas eksternal) Sumber radikal

bebas eksternal antara lain polusi lingkungan (asap rokok asap kendaraan asap

pabrik) aktivitas fisik yang berlebih sinar ultra violet dari matahari radiasi obat-

obatan dan pestisida

Radikal bebas dapat terbentuk dari senyawa lain yang sebenarnya bukan

radikal bebas tetapi mudah menjadi radikal bebas misalnya hidrogen peroksida

(H2O2) dan ozon Kedua kelompok senyawa ini sering diistilahkan sebagai

Reactive Oxygen Species (ROS) atau senyawa Oksigen Reaktif (SOR) Sel-sel

hidup dari organisme aerob secara kontinyu membentuk SOR sebagai bagian dari

proses fisiologi metabolik dan reaksi-reaksi biokimia lainnya

34

SOR adalah kelompok senyawa yang sebenarnya bukan radikal bebas

tetapi mudah berubah menjadi radikal bebas (Droge 2007) SOR dihasilkan dalam

proses metabolisme oksidatif dalam tubuh misalnya pada proses oksidasi makanan

menjadi energi SOR diproduksi dalam jumlah yang cukup dalam tubuh seperti

sel darah putih menghasilkan H2O2 yang berfungsi untuk membunuh beberapa

jenis bakteri dan jamur namun H2O2 tidak menyerang secara spesifik sehingga

dapat menyerang asam-asam lemak tidak jenuh ganda atau polyunsaturated fatty

acid (PUFA) dari membran sel yang menyebabkan kerusakan struktur dan fungsi

sel (Winarsi 2007) SOR terbentuk sebagai produk samping reaksi oksidasi

fosforilasi untuk membentuk energi berupa Adenosine Tri Phosphate (ATP)

dalam rantai transport elektron pada mitokondria Proses tersebut membutuhkan

O2 tetapi tidak semua O2 berikatan dengan hidrogen untuk membentuk air sekitar

4 sampai 5 dari oksigen yang dikonsumsi berubah menjadi SOR (Marciniak

et al 2009) SOR seperti radikal super oksida (SOO-) dan radikal hidroksil

(OH-) yang dihasilkan oleh metabolisme sel yang normal maupun lingkungan

yang stres dapat menyebabkan sel-sel mati melalui peroksidasi lipid oksidasi

protein menghambat aktivitas enzim-enzim perubahan reduksi oksidasi intra sel

dan kerusakan DNA Hal ini menunjukkan bahwa SOR terlibat dalam timbulnya

beberapa penyakit dan proses penuaan

Organofosfat merupakan senyawa toksik yang mempunyai kemampuan

membentuk radikal bebas pada sistem biologi (Nur et al 2010) Reaksi radikal

bebas dengan komponen sel baik komponen struktural (molekul penyusun

membran) maupun komponen fungsional yaitu enzim dan DNA dapat merusak

35

sel melalui oksidasi lipid tidak jenuh dan protein sel (Zakaria 1996 dalam

Mardawati et al 2011) Kerusakan lebih lanjut pada organ sel adalah kerusakan

DNA dan membran sel Mekanisme tersebut menunjukan bahwa radikal bebas

dapat mempengaruhi timbulnya berbagai jenis penyakit degeneratif seperti

aterosklerosis Penelitian Amran et al (2009) mendapatkan ada korelasi yang

signifikan antara kerusakan DNA dengan perkembangan aterosklerosis dan

meningkatnya jumlah pasien Coronary Artery Disease (CAD)

24 Stres Oksidatif

Radikal bebas dalam jumlah tertentu di dalam tubuh dapat dinetralisir oleh

antioksidan endogen Antioksidan endogen utama pada sel-sel tubuh adalah

enzim SOD (Superoksida dismutase) glutation reduktase dan glutation

peroksidase (GPr dan GPx) serta catalase (CAT) Pembentukan radikal bebas

yang melebihi kemampuan aktivitas antioksidan endogen menyebabkan jumlah

keseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan akan terganggu Apabila

jumlah radikal bebas terus bertambah sedangkan jumlah antioksidan endogen

tetap maka kelebihan radikal bebas tidak dapat dinetralkan akibatnya radikal

bebas bereaksi dengan komponen-komponen sel dan menyebabkan kerusakan sel

Peningkatan jumlah radikal bebas atau oksidan menyebabkan timbulnya

suatu keadaan yang disebut stres oksidatif Stres oksidatif adalah suatu keadaan

ketidak seimbangan antara radikal bebas dan antioksidan dimana jumlah radikal

bebas lebih besar dari antioksidan Stres oksidatif adalah suatu keadaan patologis

yang disebabkan oleh kerusakan jaringan di dalam tubuh karena peningkatan

36

jumlah radikal bebas yang tidak normal (Halliwel 2006) Radikal bebas yang

jumlahnya jauh lebih banyak dari antioksidan akan bereaksi dengan cepat dan

merusak bermacam-macam substrat di dalam tubuh termasuk komponen-

komponen sel protein asam lemak tak jenuh ganda karbohidrat dan asam-asam

nukleat hal ini mengakibatkan berkembangnya penyakit kronik Serangan oksidan

terhadap asam lemak tidak jenuh sebagai komponen penting penyusun membran

sel dapat menimbulkan reaksi rantai yang disebut peroksidasi lipid Proses

tersebut mengakibatkan terputusnya ikatan dalam asam-asam lemak menjadi

berbagai senyawa yang toksik terhadap sel seperti malondialdehid (MDA) dan 9-

hidroksi nonenal MDA yang dihasilkan kemudian dilepaskan ke darah sehingga

kadar MDA di dalam darah dapat dijadikan sebagai penanda tidak langsung

adanya peroksidasi lipid dan peningkatan SOR

25 Malondialdehid (MDA)

Peningkatan stres oksidatif berdampak negatif pada beberapa komponen

penyusun membran sel yaitu kerusakan pada membran lipid membentuk

malondialdehida (MDA) kerusakan protein karbohidrat dan DNA (Kevin et

al2006) Kerusakan oksidatif yang diakibatkan oleh radikal bebas mempengaruhi

kondisi patologis berupa kerusakan sel jaringan dan berbagai organ seperti hati

ginjal dan jantung baik pada manusia maupun hewan Kerusakan ini dapat

berakhir pada kematian sel sehingga terjadi percepatan timbulnya berbagai

penyakit degeneratif (Kevin et al 2006 dan Valko et al 2007) MDA

merupakan metabolit hasil peroksidasi lipid oleh radikal bebas sehingga dapat

37

menggambarkan aktivitas radikal bebas dalam sel dan menjadi petunjuk terjadinya

stres oksidatif akibat radikal bebas (Asni 2009) Semakin tinggi kadar MDA

plasma maka semakin tinggi stres oksidatif yang terjadi dalam sel-sel tubuh

Peroksidasi lipid menghasilkan MDA dari radikal bebas akan selalu membentuk

reaksi berantai yang terus berlanjut sampai radikal bebas ini dihilangkan oleh

sistem antioksidan dari tubuh

MDA adalah hasil proksidasi lipid yang larut dalam air pada kondisi

normal MDA secara parsial diekskresikan melalui urine tetapi tidak diketahui

berapa jumlah MDA yang terbentuk dalam tubuh itu dapat dihilangkan oleh

ginjal MDA merupakan salah satu hasil dari peroksidasi lipid yang digunakan

sebagai indikator dari stres oksidatif (Hundekari et al 2013) Peningkatan

peroksidasi lipid mungkin disebabkan oleh inflamasi yang berkaitan dengan

infeksi virus dan menurunnya kadar antioksidan

Penelitian in vitro pada eritrosit manusia yang menyemprot pestisida

menunjukan peningkatan konsentrasi karbofuran meningkatkan kadar MDA

secara signifikan (Misrha et al 2013) yang mendapatkan kadar MDA pada darah

petani penyemprot pestisida lebih tinggi secara signifikan dibandingkan dengan

kontrol seperti ditunjukan pada Tabel 22

Paparan pestisida atrazine pada tikus dapat meningkatkan peroksidasi lipid

dan merusak membran di dalam sel yang dipapar Kandungan fosfolipid dan

kolesterol dalam membran eritrosit dapat diketahui dengan menggunakan teknik

scanning electron microscopy (SEM) dan dapat diketahui terjadi perubahan

morfologi dalam eritrosit yang sebanding dengan perubahan parameter biokimia

38

termasuk stres oksidatif (Singh et al2006) Kerusakan sel cedera irreversible sel

dan kematian sel dapat terjadi apabila stres oksidatif berlangsung lama

Tabel 22 Perbandingan profil biokimia antara kontrol

dan penyemprot pestisida

Parameters Controls(n=18)

Mean plusmnSD

Sprayers (n=50)

Mean plusmnSD

MDA (nmolTBARSml blood)

943 plusmn078

2630 plusmn202

CAT (μ mol H2O2 hydrolysed X

104mlg Hb)

1055plusmn1520

13569 plusmn 1234

SOD(μmol hydroysed X 104mlg

Hb)

329 plusmn 079 803 plusmn 246

Sumber Mishra et al 2013

26 Antioksidan

Antioksidan adalah molekul yang mampu memperlambat atau mencegah

oksidasi molekul lain (Chakraborty et al 2009) Antioksidan adalah senyawa-

senyawa yang dapat menunda atau menghambat terjadinya oksidasi biomolekul

dengan menghambat reaksi-reaksi oksidasi rantai oleh radikal bebas dan mampu

menurunkan kerusakan oksidatif (Jantan et al 2011) Antioksidan juga

didefinisikan sebagai senyawa yang mampu menunda memperlambat atau

menghambat reaksi oksidasi makanan maupun obat Antioksidan akan bereaksi

dengan oksidan sehingga mengurangi kapasitas oksidan untuk dapat menimbulkan

kerusakan (Shahidi 1997 dalam Asep et al 2012)

Antioksidan dalam sistem biologi baik antioksidan enzim maupun non

enzim melindungi sel dari kerusakan yang disebabkan oleh molekul-molekul yang

39

tidak stabil yang disebut radikal bebas Antioksidan membantu menghancurkan

radikal bebas yang merusak sel mendukung pertumbuhan sel-sel yang sehat

melindungi sel dari penuaan mendukung sistem imun dalam tubuh Antioksidan

bersifat sangat mudah teroksidasi atau bersifat reduktor kuat dibanding dengan

molekul lain sehingga keefektifan antioksidan tergantung dari seberapa kuat daya

oksidasinya semakin mudah teroksidasi maka semakin efektif antioksidan

tersebut Antioksidan mampu melindungi sel melawan kerusakan yang

ditimbulkan oleh radikal bebas dan SOR seperti singlet oksigen peroksi nitrit

superoksida radikal peroksida dan radikal hidroksil (Chaveri et al2008 )

Antioksidan dapat menunda atau mencegah terjadinya reaksi oksidasi

radikal bebas dan oksidasi lipid dalam konsentrasi yang lebih rendah dari substrat

yang dapat dioksidasi Suhartono et al (2008) menyatakan antioksidan dapat

diklasifikasikan dalam 5 tipe yaitu a) Antioksidan primer berupa senyawa-

senyawa fenol yang mampu memutus rantai reaksi pembentukan radikal bebas

asam lemak Senyawa ini memberikan atom hidrogen yang berasal dari gugus

hidroksi sehingga terbentuk senyawa yang stabil seperti BHA (butyl

hidroksilanisol) BHT (butyl hydrotoluen) dan tokoferol b) Antioksidan

perangkap oksigen yaitu senyawa-senyawa yang berperan sebagai pengikat

oksigen sehingga mencegah reaksi oksidasi Senyawa ini mengadakan reaksi

dengan oksigen yang berada dalam sistem sehingga jumlahnya berkurang seperti

vitamin C (asam askorbat) askorbil palminat asam eritorbat dan sulfit c)

Antioksidan sekunder adalah senyawa-senyawa yang mempunyai kemampuan

untuk berdekomposisi dengan hidroperoksida menjadi produk akhir yang stabil

40

d) Antioksidan enzim yaitu enzim yang berperan mencegah terbentuknya radikal

bebas seperti glukose oksidase superoksida dismutase (SOD) glutation

peroksidase (GPx) dan katalase (CAT) dan e) Antioksidan Chelators

sequestrants yaitu senyawa-senyawa yang mampu mengikat logam seperti besi

dan tembaga yang mampu mengkatalisis reaksi oksidasi lemak seperti asam sitrat

asam amino ethylenediaminetetra acetid acid (EDTA) dan fosfolipid

Antioksidan bereaksi dengan radikal bebas dengan mengurangi

konsentrasi oksigen mencegah pembentukan singlet oksigen yang reaktif

mencegah inisiasi rantai pertama dengan menangkap radikal primer seperti radikal

hidroksil mengikat katalis ion logam mendekomposisi produk-produk primer

radikal menjadi senyawa non-radikal dan memutus rantai hidroperoksida

sehingga mengurangi kapasitas radikal bebas untuk menimbulkan kerusakan

(Mardawati et al 2011)

Berdasarkan mekanisme kerjanya antioksidan dikelompokan menjadi 1)

Antioksidan primer yaitu antioksidan yang bereaksi dengan radikal lipid berenergi

tinggi untuk menghasilkan produk yang memiliki kestabilan termodinamis lebih

baik seperti golongan fenol (isoflavon) 2) Antioksidan sekunder yang juga

dikenal dengan antioksidan pencegah (Preventive Antioxidant) yang dapat

memperlambat reaksi inisiasi dengan cara memutus rantai hidroperoksida seperti

dilauril thio-dipropionate dan asam thiodipropionate Antioksidan golongan ini

adalah antioksidan yang berikatan dengan gugus thiol (Shahidi dan Naczk1995

dalam Mardawati et al 2011)

41

Antioksidan pemutus rantai adalah molekul kecil yang dapat menerima

dan memberi elektron dari atau ke radikal bebas sehingga membentuk senyawa

baru yang stabil seperti vitamin E dan vitamin C Sedangkan antioksidan logam

transisi terikat protein bekerja mengikat ion-ion logam Fe2+

dan Cu2+

seperti

flavonoid dapat mencegah radikal bebas Antioksidan jenis ini memperbaiki

kerusakan sel-sel dan jaringan yang disebabkan radikal bebas (Winarsi 2007)

Mekanisme kerja antioksidan senyawa fenolik adalah sebagai berikut

Radikal Lipida Antioksidan Radikal Antioksidan

ROO + AH ROOH + A

RO + AH ROH + A

R + AH RH + A

OH + AH H2O + A

Senyawa antioksidan (AH) dapat memberikan atom hidrogen secara cepat ke

radikal lipida (ROO RO R OH ) dan mengubahnya menjadi bentuk yang lebih

stabil Sementara turunan radikal antioksidan (A) yang dihasilkan lebih stabil

dibandingkan radikal lipida karena akan terjadi delokalisasi perbaikan elektron

dari ikatan rangkap pada cincin benzen sebagai indikasi oleh ikatan isomer

valensi

Peningkatan jumlah gugus hidroksil (alkil hidrogen pada struktur

kimianya) pada posisi para atau ortho seperti pada genistein dapat meningkatkan

aktivitas antioksidan isoflavon Antioksidan dapat menghambat oksidasi atau

42

menghentikan reaksi berantai pada radikal bebas dari lemak yang teroksidasi

dapat melalui empat macam mekanisme reaksi yaitu 1) Pelepasan hidrogen dari

antioksidan 2) Pelepasan elektron dari antioksidan 3) Adisi lemak ke dalam

cincin aromatik pada antioksidan dan 4) Pembentukan senyawa kompleks antara

lemak dan cincin aromatik dari antioksidan

Antioksidan dapat mencegah tidak terkontrolnya pembentukan radikal

bebas dan aktivitas SOR atau mencegah reaksinya dengan struktur biologi (Nisar

et al 2013) Status antioksidan baik yang endogen maupun yang eksogen yang

menurun dapat mengganggu keseimbangan redoks seluler dan kondisi patologis

akan menjadi karakteristik utama dan membentuk stres oksidatif pada sel maupun

jaringan

261 Antioksidan enzimatis

Di dalam sistem biologis sudah tersedia antioksidan berupa enzim

(antioksidan enzimatis) yaitu superoksida dismutase (SOD) katalase (CAT) dan

glutation peroksidase (GPx) Antioksidan-antioksidan ini bekerja dengan cara

mencegah pembentukan senyawa radikal bebas baru atau mengubah radikal bebas

yang telah terbentuk menjadi molekul yang kurang reaktif (Finosh dan Jayabalan

2013) Mekanisme kerja antioksidan enzimatik adalah mengkatalisir pemusnahan

radikal bebas dalam sel Aktivitas enzim intrasel SOD dan CAT mengkatalisasi

dismutasi superoksida dan hidrogen peroksida aktivitas GPx mereduksi hidrogen

peroksida dan peroksida organik menjadi air dan oksigen Aktivitas enzim

intrasel ini dapat dilihat pada Gambar 29

43

GPx merupakan enzim penangkal radikal bebas dengan dua cara yaitu

pertahanan terhadap oksidan dan dengan mengkatalisis peroksida menjadi air dan

oksigen GPx memerlukan glutation sebagai substrat terdapat dalam dua bentuk

yaitu glutation tereduksi atau GSH dan glutation teroksidasi atau GSSG Ketika

mengkatalisis perubahan hidrogen peroksida (H2O2) menjadi H2O GSH

dioksidasi menjadi GSSG kemudian GSSG dapat direduksi kembali oleh NADPH

untuk mendapatkan kembali GSH (Marciniak et al 2009)

Gambar 29

SOD dan CAT mengkatalisasi dismutasi superoksida dan hidrogen peroksida

(Finosh dan Jayabalan 2013)

Enzim GPx terdapat terutama dalam mitokondria merupakan enzim

scavenger terhadap hidrogen peroksida dan berperan utama dalam mengatur

konsentrasi H2O2 dan dan berbagai macam peroksida organik Aktivitas GPx yang

menurun menunjukkan terjadinya penurunan kapasitas menghilangkan H2O2 dan

terjadinya hidroperoksida lemak

44

Enzim GPx sangat berperan dalam pengaktifan kembali enzim

kolinesterase melalui 1) Pengaktifan AMP siklik yang secara langsung dapat

mengaktifkan enzim kolinesterase 2) keseimbangan NADP dan NADPH pada

jalur glikolisis aerobik dalam eritrosit sehingga eritrosit tidak rusak kerusakan

eritrosit dapat menurunkan produksi kolinesterase darah 3) peranan kofaktor

prostaglandin pada sintesis tromboksan A2 yang memacu trombogenesis dan

vasokonstriksi pembuluh darah bersamaan dengan terbentuknya tromboksan akan

diaktifkan cAMP yang secara langsung mengaktifkan kinase protein termasuk

kinase protein enzim kolinesterase 4) sebagai antioksidan yang dapat melindungi

sel termasuk eritrosit dari kerusakan akibat radikal bebas 5) sebagai kofaktor

proses oksidasi dealkilasi ikatan organofosfat dengan kolinesterase darah 6)

berperan sebagai detoksifikasi dalam tubuh dengan mereduksi radikal bebas

peroksida sekaligus membentuk peroksida lipid di dalam membran sel (Stranges

et al 2010)

GPx adalah enzim antioksidan yang dapat mendetoksifikasi hidrogen

peroksida dan lipid hidroperoksida dalam menurunkan glutation Di dalam darah

terdapat beberapa jenis GPx dua diantaranya adalah GPx seluler (cGPx) dalam sel

darah merah dan GPx ekstrasel (eGPx) terdapat dalam plasma GPx sebagai enzim

antioksidan bekerja menjadi peredam (quenching) radikal bebas dan berperan

dalam metabolisme xenobiotik yang ditemukan dalam sel (Sen et al 2010)

GPx dengan konsentrasi tinggi ditemukan dalam hepar dan sel darah

merah sedangkan pada jantung ginjal paru-paru adrenal lambung dan jaringan

adipose mengandung GPx dalam kadar sedang GPx kadar rendah ditemukan

45

dalam otak otot testis dan lensa mata GPx yang rendah berkorelasi dengan

gangguan yang berhubungan dengan radikal bebas (Judge et al 2005) Jika

antioksidan endogen gagal mengatasi produksi metabolit reaktif maka

antioksidan eksogen akan diperlukan untuk menyeimbangkan status redoks

(Noori 2012) Sumber makanan termasuk tanaman rempah-rempah vitamin dan

ekstrak herbal memainkan peran penting dalam hal ini

262 Antioksidan non enzimatis

Antioksidan non enzimatis disebut juga antioksidan sekunder atau

antioksidan eksogen (diperoleh dari luar) digolongkan menjadi dua golongan

yaitu yang larut dalam lemak seperti tokoferol karotenoid flavoniod quinon dan

bilirubin serta yang larut dalam air seperti asam askorbat asam urat protein

pengikat logam dan protein pengikat heme (Winarsi 2007) Antioksidan ini dapat

berupa bahan-bahan alami dan juga sintetis Antioksidan alami seperti vitamin

adalah campuran redoks yang seimbang dengan bentuk tereduksi dan teroksidasi

dan sebaliknya untuk antioksidan sintetis merupakan redoks yang tidak seimbang

bahkan menghasilkan radikal bebas yang pada beberapa kasus berbahaya (Rani

etal 2004)

Vitamin C merupakan antioksidan yang sangat penting dalam cairan

ekstra sel karena dapat menyerang radikal-radikal yang larut dalam darah dan

melindungi lemak plasma dari perusakan peroksidasi oleh radikal-radikal peroksil

Peran utama vitamin C adalah menetralisir radikal bebas yang ada di dalam dan

di luar sel Vitamin C merupakan sumber elektron pendonor bagi radikal bebas

(Nisar et al 2013) Vitamin C berperan positip dalam proses detoksifikasi

46

yang sangat diperlukan untuk sintesis kolagen dan pertumbuhan serta

pemeliharaan jaringan epitel Peranan vitamin C sebagai pembawa hidrogen yang

merupakan siklus esensial dalam metabolisme protein dan karbohidrat yang

berfungsi memelihara kekuatan pembuluh darah Vitamin C sangat penting untuk

melawan radikal bebas dalam cairan ekstra sel dan melindungi biomembran dari

peroksidasi Pemberian air kelapa dapat meningkatkan aktivitas GPx SOD dan

CAT pada pekerja terpapar merkuri karena air kelapa mengandung vitamin C

B1 B6 asam-asam amino metionin selenium dan mineral berfungsi melindungi

sel tubuh dari serangan radikal bebas dan mencegah efek paparan merkuri

(Zulaikhah et al 2013) Defisiensi antioksidan yang berupa vitamin C vitamin

E Se Zn dan glutation dalam derajat ringan hingga berat sangat berpengaruh

terhadap respon imun

Komponen kimia yang berperan sebagai antioksidan adalah senyawa

golongan fenolik dan polifenolik yang memiliki kemampuan untuk menangkap

radikal bebas Flavonoid merupakan golongan terbesar dari senyawa polifenol

yang sangat efektif digunakan sebagai antioksidan Senyawa-senyawa ini banyak

terdapat di alam terutama pada tumbuh-tumbuhan seperti teh buah-buahan

sayuran dan anggur (Ramle et al 2008)

Aktivitas antioksidan dari berbagai tanaman erat hubungannya dengan

kandungan fenolnya ada indikasi substansi fenol seperti flavonoid dan asam-

asam fenolat berpotensi lebih besar sebagai antioksidan dibandingkan dengan

vitamin C dan vitamin E Aktivitas antioksidan flavonoid tergantung pada

struktur molekulnya terutama gugus prenil (CH3)2C=CH-CH2 Department of

47

Environmental and Molecular Toxicology Oregon State University dalam

penelitiannya mendapatkan bahwa gugus prenil flavonoid dikembangkan untuk

pencegahan atau terapi terhadap penyakit-penyakit yang dihubungkan dengan

radikal bebas

Asupan antioksidan diperlukan untuk membantu mengembalikan

ketidakseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan endogen serta

mengurangi kerusakan oksidatif dalam tubuh Salah satu terapi antioksidan yang

digunakan adalah ekstrak kulit buah manggis (Garcinia mangostana L) Kulit

buah manggis memiliki kandungan xanthone yang tinggi sehingga memiliki

kemampuan untuk menangkap radikal bebas Gugus hidroksil (OH) yang dimiliki

oleh xanthone efektif mengikat radikal bebas dengan elektron yang tidak memiliki

pasangan Antioksidan ini bekerja dengan cara memotong reaksi oksidasi berantai

dari radikal bebas atau dengan cara menangkapnya sehingga radikal bebas tidak

akan bereaksi dengan komponen seluler dan kerusakan sel dapat dihindari

Makanan yang kaya antioksidan memegang peran dalam mencegah

penyakit-penyakit kanker dan penyakit penurunan fungsi otak Antioksidan dapat

mengurangi resiko penyakit kronis dan mencegah berbagai penyakit baik dengan

cara meningkatkan pertahanan antioksidan dalam tubuh atau dengan cara

mengkonsumsi makanan yang kaya antioksidan Mengkonsumsi antioksidan yang

ada dalam makanan sehari-hari dapat memberi perlindungan terhadap stres

oksidatif Hundekari et al (2013) mendapatkan perlakuan antioksidan dengan

dosis yang sesuai dapat menurunkan kerusakan oksidatif sehingga efektif untuk

memperbaiki kasus keracunan akut OPs

48

27 Manggis

271 Tumbuhan manggis

Tumbuhan manggis (Garcinia mangostana L) berasal dari Asia Tenggara

dan merupakan tumbuhan fungsional karena hampir semua bagian dari tumbuhan

ini dapat dimanfaatkan sebagai obat Manggis termasuk dalam family Guttiferae

dan merupakan species terbaik dari genus Garcia Buah manggis sering dijuluki

Queen of tropical fruit karena mempunyai rasa enak daging buah putih halus

bentuk buah bagus dan disukai banyak orang (Chaverri et al 2008) Manggis

sering disebut mangostin atau kadang-kadang disebut buah super dengan berbagai

karakteristik seperti rasa aroma kaya nutrisi dan daya antioksidan yang tinggi

Buah manggis (Garcinia mangostana L) merupakan buah yang eksotik

karena memiliki warna yang menarik dan kandungan gizi yang tinggi sehingga

buah manggis memiliki prospek yang cukup baik untuk dikembangkan

(Mardawati et al 2011) Tingkatan taksonomi tanaman manggis adalah sebagai

berikut (Prihatman 2000)

- Kingdom Plantae

- Divisi Spermathophyta (Tumbuhan berbiji)

- Sub Divisi Angiospermae (Berbiji tertutup)

- Kelas Dicotyledonae (Biji berkeping dua)

49

- Ordo Theales

- Famili GuttiferaeClusiaceae

- Genus Garcinia

- Spesies Garcinia mangostana L

Selain sebagai buah yang eksotik manggis juga mengandung berbagai senyawa

yang bermanfaat bagi tubuh seperti triterpenoid mangostin tannin resin

kalsium zat besi dan vitamin B1 Potensi manggis tidak hanya terbatas pada

buahnya saja tetapi juga hampir seluruh bagian tumbuhan manggis menyimpan

potensi yang sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia

Kulit buah manggis mengandung beberapa senyawa yang memiliki

aktivitas farmakologi seperti antiinflamasi antihistamin antibakteri anti penyakit

jantung antijamur bahkan untuk terapi HIV (Chaveri et al 2008) Senyawa

utama kandungan kulit buah manggis yang dilaporkan bertanggung jawab atas

beberapa aktivitas farmakologi adalah golongan xanthone yang meliputi

mangostin mangosterol mangostinon A dan B trapezifolixanthone tovophyllin

B dan beta mangostin garcinon B mangostanol flavonoid epikatekin dan

gartanin136-trihidoksi-7-metoksi-28-bis(3-metil-2-butenil)-9H-xanten-9-on(alfa

mangostin) dan 1367-tetrahidroksi-28-bis (3-metil-2-butenil)-9H-xanten-9-on

(gamma mangostin) yang sangat bermanfaat untuk kesehatan (Qosim 2007)

Kandungan antioksidan manggis banyak terdapat pada kulit buahnya

dikenal sebagai antioksidan yang efektif karena mengandung senyawa biologi

xanthones walaupun dapat juga ditemukan dalam semua bagian manggis baik

pada buah kulit buah kulit kayu maupun daunnya Senyawa xanthone hanya

50

dihasilkan oleh genus garcinia Xanthone memiliki struktur kimia yang unik

terdiri dari sistem aromatik trisiklik (C6-C3-C6) dengan kelompok isoprena

metoksil dan hidroksil terletak pada cincin A dan B sehingga senyawa xanthone

beragam Struktur umum xanthone dapat dilihat pada Gambar 210

Gambar 210

Struktur umum senyawa xanthone (Chaverri et al 2008)

Xanthone termasuk golongan senyawa flavonoid Senyawa ini memiliki

dua cincin benzene dan satu cincin piran Inti xanthone dikenal sebagai 9-

xanthenone atau dibenzo-c-pyrone Xanthone dapat diklasifikasikan ke dalam lima

kelompok yaitu oxygenated xanthone xanthone glycoside prenylated xanthone

xanthonolignoid dan miscellaneous xanthone Menurut Chaverri et al (2008)

terdapat 200 lebih xanthone yang tersedia di alam ini dan 50 diantaranya

terkandung dalam kulit buah manggis

Xanthone memiliki rumus molekul C13H8O2 sehingga memiliki massa

molar sebesar 196191 gram mol Dalam penamaan menurut IUPAC senyawa ini

diberi nama 9H-xanthen-9-one Uji aktivitas antioksidan kulit buah manggis

dengan menggunakan peroksinitrit sebagai radikal bebas diketahui bahwa 8-

hydroxycudraxanthone G gartanin α-mangostin γ-mangostin dan smeath-

xanthone A merupakan komponen yang memiliki aktivitas antioksidan terbesar

51

(Jung et al 2006) Senyawa xanthone yang banyak terdapat pada kulit manggis

yaitu α - dan γ - mangostin (Obolsky et al 2009)

Struktur kimia beberapa turunan xanthone seperti α mangostin β

mangostin dan γ mangostin dapat dilihat pada pada Gambar 211

(Chaivisuthangkura et al 2008)

α mangostin β mangostin γ mangostin

Gambar 211

Struktur Kimia beberapa derivat xanthone

(Chaivisuthangkura et al 2008)

Senyawa-senyawa xanthone juga mempunyai aktivitas antibakteri

melawan S Aureus strain yang resisten terhadap penicillin dan methicillin

aktivitas antifungi melawan F Oxiforum A Tenuls dan D Oryzae (Chomnawang

2007) Garcinia mangostana dan senyawa-senyawa xanthone α-mangostin

mendorong aktivitas antimikroba melawan P acnes dan S epidermis yang

merupakan agen etiologi kritis pada jerawat (Chomnawang et al 2007)

Senyawa alfa-mangostin sebagai turunan xanthone memiliki kemampuan

dalam menekan pembentukan senyawa karsinogen pada kolon Xanthone juga

52

bermanfaat mencegah pertumbuhan sel kanker dan tumor Kemampuan

antioksidannya bahkan melebihi vitamin C dan E yang selama ini dikenal sebagai

antioksidan yang paling efektif (Ummi dan Any 2014) Hasil penelitian Kosem

et al (2007) mendapatkan ekstrak metanol kulit buah manggis mengandung α

mangostin sebesar 2519 g100 g ekstrak

Moongkandi et al (2004) menyatakan kulit buah manggis bermanfaat

penting bagi kesehatan karena kaya akan antioksidan seperti xanthone dan

antosianin Antosianin merupakan salah satu antioksidan kuat yang mampu

mencegah berbagai kerusakan akibat stress oksidatif sehingga mampu melindungi

sel dari radikal bebas Penelitian lain juga mendapatkan bahwa xanthone dari

manggis memiliki aktivitas antioksidan antitumor antiinflamasi antialergi

antifungi dan antibakteri (Suksamrarn et al 2006 dan Chaverri et al 2008)

Garcinia mangostana memiliki aktivitas antioksidan yang signifikan pada

IC50 sebesar 613 μgml juga efektif dalam scavenging radikal bebas dan bisa

mengurangi produksi cytokine sebagai suatu proinflamasi Senyawa xanthone

pada kulit buah manggis merupakan antioksidan tingkat tinggi karena kandungan

antioksidannya 667 kali dari wortel dan 83 kali jeruk (Qosim 2007)

Antioksidan yang terkandung dalam kulit buah manggis didominasi oleh

senyawa fenol yaitu xanthone Kadar xanthone dalam manggis berbeda-beda

tergantung pada kualitas buah yang terbesar didapatkan pada buah dengan kulit

burik atau kasar yakni sebesar 23544 μgg ekstrak sedangkan pada buah besar

dengan kulit mulus mengandung kadar xanthone sebesar 18502 μgg ekstrak

buah kecil sebesar 20434 μgg dan buah dengan kulit mengandung getah kuning

53

15289 μgg ekstrak Xanthone dalam kulit buah yang mengandung getah kuning

berperan dalam mekanisme pertahanan mencegah terjadinya stres akibat serangan

hama atau kerusakan fisik (Arsana 2014)

Xanthone sebagai antioksidan akan memutus rantai reaksi oksidasi radikal

bebas untuk mencegah reaksi oksidasi dengan reaksi reduksi yang melibatkan

hidrogen Keterlibatan hidrogen dalam reaksi-reaksi reduksi dapat menghambat

reaksi oksidasi antara radikal bebas dengan oksigen Kadar Oxygen Radical

Absorbance Capacity (ORAC) dari xanthone mencapai 17000-20000 ORAC per

100 ons kulit manggis lebih besar dari wortel dan jeruk yang kadar ORAC-nya

hanya 300 dan 2400 (Fanany 2013) Manfaat yang demikian besar menyebabkan

xanthone sangat dibutuhkan dalam tubuh sebagai penyeimbang prooksidan

Prenilasi xanthone juga mempunyai efek penghambat terhadap M Tuberculosis

Alfa-mangostin yang merupakan derivat xanthone didapatkan mempunyai potensi

sebagai antimikroba (Suksamrarn et al 2006) Selain itu kulit buah manggis

juga mengandung beberapa senyawa lain seperti yang tertera pada Tabel 23

Tabel 23

Komposisi Tepung Kulit Buah Manggis

Sumber Shahidi 1997 dalam Ummi dan Any 2014

No Komponen Kadar ( bk)

1

Air 900

2 Abu 258

3 Gula 692

4 Protein 269

5 Serat Kasar 3005

6 Lainnya (Tanin lemak dll) 4876

54

272 Ekstrak kulit buah manggis

Ekstrak kulit buah manggis mengandung berbagai senyawa yang diduga

bekerja sebagai antioksidan dengan cara mendonorkan elektronnya kepada radikal

bebas sehingga mencegah terjadinya peroksidasi lipid baik pada tahap inisiasi

propagasi maupun pada tahap terminasi (Middleton et al 2000) Senyawa-

seyawa ini bekerja sebagai sinyal yang akan mengaktivasi nuclear factor

erythroid 2- related factor 2 (Nrf2) yang terikat pada Kelch-like ECH-associated

protein-1 (Keap1) dalam sitoplasma sehingga mengalami disosiasi dan translokasi

menuju nukleus Dalam nukleus Nrf2 berasosiasi pada bagian promoter gen yang

disebut Antioxidant Respone Element (ARE) sehingga memicu ekspresi gen

penyandi antioksidan Senyawa yang terkandung dalam ekstrak kulit buah

manggis disamping bekerja sebagai antioksidan dengan cara mendonorkan

elektronnya kepada radikal bebas juga dapat menstimulasi ekspresi gen penyandi

antioksidan melalui aktivasi Nrf2 Salah satu stimulan tersebut adalah golongan

fenol (Inoue 2001) Ekstrak kulit buah manggis dapat mengatur aktivitas catalase

dalam aktivitasnya sebagai scavenger H2O2 atau mengatur gen Nrf-2 (Bartz et

al 2010) Hal ini sesuai dengan yang didapatkan dalam penelitian

Weecharangsan et al (2006) aktivitas ekstrak air dan ekstrak etanol kulit buah

manggis berperan sebagai scavenger H2O2

Skrining fitokimia dilakukan untuk memberikan gambaran tentang

golongan senyawa yang terkandung dalam ekstrak etanol kulit buah manggis

Hasil uji skrining fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak etanol kulit buah

manggis mengandung senyawa golongan alkaloid triterpenoid saponin

55

flavonoid tannin dan polifenol (Kristianti et al 2008) Polifenol adalah senyawa

fenolik yang memiliki lebih dari satu gugus hidroksil (OH) golongan senyawa ini

terdapat pada berbagai jenis tumbuhan yang mempunyai berbagai macam aktivitas

biologi salah satunya adalah aktivitas antioksidan (Scalbert et al 2005)

Polifenol banyak ditemukan dalam buah-buahan sayuran dan biji-bijian

yang merupakan sumber antioksidan alami Senyawa polifenol terdiri dari

beberapa subkelas yakni flavonol isoflavon (dalam kedelai) flavanon

antosianidin katekin dan biflavan Semua polifenol mampu menjadi perangkap

oksigen dan radikal alkil dengan memberikan donor elektron sehingga terbentuk

radikal fenoksil yang relatif stabil (Mokgope 2006) Senyawa-senyawa polifenol

alami secara langsung sebagai scavenger SOR dan secara tak langsung melindungi

aktivitas beberapa enzim sehingga berpotensi meningkatkan antioksidan endogen

(Masella et al 2005) Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Martin et al

(2010) yang mendapatkan CPE (cocoa polyphenolic extrac) yang mengandung

senyawa-senyawa flavonoid seperti katecin epikatecin dan prosianidin

meningkatkan aktivitas GPx dan glutation reduktase (GR) Senyawa-senyawa ini

mereduksi produksi SOR dan mengatur aktivitas antioksidan enzim Peningkatan

aktivitas enzim antioksidan dapat digunakan sebagai terapi penyakit-penyakit

yang disebabkan oleh stress oksidatif

Senyawa fenol sebagai antioksidan tergantung dari beberapa faktor seperti

ikatan gugus hidroksil pada cincin aromatik posisi ikatan posisi hidroksil bolak

balik pada cincin aromatik dan kemampuannya dalam memberi donor hidrogen

atau donor elektron serta kemampuannya dalam memerangkap radikal bebas (free

56

radical scavengers) Palakawong et al (2010) mendapatkan daya antioksidan

ekstrak kulit buah manggis sebesar 594 microgml yang dianalisis dengan metode

DPPH Ekstrak kulit manggis mengandung total fenol yang cukup tinggi yaitu

sebesar 4112 mgg dengan aktivitas antioksidannya sebesar 8442 (Dyahnugra

et al 2015) Ekstrak etanol kulit buah manggis menunjukkan aktivitas yang

signifikan dalam menghambat pembentukan 50 radikal menghambat radikal

superoxide (O2-) mereduksi produksi ROS dan dapat menangkap radikal

hidroksil (OH-) (Chomnawang et al 2007)

Senyawa flavonoid adalah senyawa-senyawa polifenol yang memiliki 15

atom karbon (C6-C3-C6) terdiri dari dua cincin benzena yang dihubungkan

menjadi satu oleh rantai linier yang terdiri dari tiga atom karbon Flavonoid

dalam ekstrak kulit buah manggis berperan membasmi radikal bebas dengan

berbagai cara misalnya dengan menghambat enzim yang bertanggung jawab

memproduksi anion superoksida yaitu xantin oksidase ada juga dengan

menyumbangkan elektronnya ke radikal superoksida atau radikal lipid agar stabil

(Smith et al 2005)

Ekstrak kulit buah manggis baik dengan pelarut air etanol 50 etanol

95 dan etil asetat menunjukan aktivitas antioksidan dan neuroprotektif

(Weecharangsan et al 2006) Kapasitas antioksidan ekstrak air dan etanol 50

diuji dengan metoda DPPH didapatkan masing-msing sebesar 3498 dan 3076

Kapasitas antioksidan ekstrak ini sudah dicobakan pada sel neuroblastoma

(NG108-15) yang terpapar hidrogen peroksida (H2O2) kedua ekstrak ini

memperlihatkan aktivitas neuroprotektif dengan konsentrasi 50 lgmL Aktivitas

57

neuroprotektif ekstrak etanol 50 kulit buah manggis lebih tinggi dibandingkan

dengan ekstrak air Ekstrak etanol kulit buah manggis juga mempunyai aktivitas

antioksidan yang signifikan sebagai penghambat pembentukan radikal DPPH

(Chomnawang et al 2007)

Ekstrak kulit buah manggis diketahui memiliki daya antioksidan sangat

kuat hal ini dibuktikan dengan menggunakan fraksi pelarut metanol etanol dan

etil asetat semuanya memiliki daya antioksidan EC50 kurang dari 50 Fraksi

metanol mempunyai nilai EC50 yang paling kecil dibanding dengan kedua

fraksi lainnya masing-masing 800 mgL 926 mgL dan 2948 mgL ini berarti

fraksi metanol mempunyai aktivitas antioksidan yang lebih besar dibandingan

dengan fraksi etanol dan etil asetat (Mardawati et al 2011) Hal ini didukung

oleh Li dan Xu (2015) yang menyatakan ekstrak metanol kulit buah manggis

mempunyai aktivitas antioksidan yang kuat karena kandungan polifenolnya sangat

tinggi

Senyawa fenol banyak ditemukan pada berbagai tanaman Senyawa ini

telah dieksploitasi secara intensif karena selain berfungsi sebagai antioksidan juga

memiliki berbagai fungsi biologi seperti anti mutagenik dan anti karsinogenik

Antioksidan alami yang terdapat dalam tanaman akan meredam radikal bebas

yang berbahaya dari tubuh Senyawa-senyawa polifenol dari tanaman seperti

flavonoid digambarkan sebagai peredam SOR Ekstrak kulit buah manggis dapat

mengurangi produksi SOR intrasel secara signifikan yang ditentukan dengan 27-

dichlorofluorescein diacetate (DCFH-DA) dalam SKBR3 saluran sel

(Moongkarndi et al 2004) Aktivitas radikal hidroksil (HO-) diperangkap oleh

58

xanthone yang diisolasi dari beberapa ekstrak kulit buah manggis (Chin et al

2008) Xanthone dapat diklasifikasikan ke dalam lima kelompok yaitu

oxygenated xanthone xanthone glycoside prenylated xanthone xanthonolignoid

dan miscellaneous xanthone Saat ini sekitar 1000 xanthone berbeda telah

diketahui (Chaverri et al 2008)

Kulit buah manggis mengandung 90 xanthone terutama α dan β

mangostin yang disebut panaxanthone dapat memulihkan sistem pertahanan

antioksidan endogen seperti aktivitas SOD GPx dan kadar GSH secara invitro

dan in vivo memecah langsung SOR untuk mengurangi penipisan GSH dan

meghambat peroksidasi lipid Efek protektif α mangostin diduga terhadap stress

oksidatif dimediasi melalui jalur Nrf2 (Jung et al 2006) Ekstrak kulit buah

manggis dapat menurunkan MDA meningkatkan SOD dan GPx pada tikus yang

mengalami peningkatan MDA serta penurunan SOD dan GPx karena perlakuan

latihan (Arsana 2013) Hal yang sama didapatkan oleh Sudjarwo dan

Koerniasari (2015) bahwa pemberian ekstrak kulit buah manggis dapat

meningkatkan aktivitas GPx dan SOD ginjal tikus yang menurun karena diberi

perlakuan logam berat timbal mungkin disebabkan oleh kemampuan ekstrak

kulit buah manggis mengurangi akumulasi radikal bebas

Skrining fitokimia ekstrak kulit manggis juga menunjukkan bahwa kulit

buah manggis mengandung senyawa metabolit sekunder berupa golongan alkaloid

saponin tanin polifenol dan flavonoid (Poeloengan dan Praptiwi 2010)

Saponin merupakan zat aktif yang dapat meningkatkan permeabilitas membran

sehingga terjadi hemolisis sel Apabila saponin berinteraksi dengan sel bakteri

59

maka bakteri tersebut akan rusak atau lisis sedangkan flavonoid merupakan

kelompok senyawa fenol yang mempunyai kecenderungan untuk mengikat

protein sehingga mengganggu proses metabolisme bakteri tersebu Senyawa-

senyawa fenolik dapat bereaksi dengan senyawa oksigen reaktif disebabkan

oleh satu atau dua gugus hidroksil pada cincin aromatik dapat berperan sebagai

donor hidrogen (Dungir et al 2012)

Tanin dalam konsentrasi rendah mampu menghambat pertumbuhan

bakteri sedangkan pada konsentrasi tinggi mampu bertindak sebagai antibakteri

dengan cara menggumpalkan protoplasma bakteri sehingga terbentuk ikatan yang

stabil dengan protein bakteri Selain itu pada saluran pencernaan tanin mampu

mengeliminasi toksin (Poeloengan dan Praptiwi 2010)

Flavonoid merupakan golongan senyawa yang mempunyai kemampuan

sebagai antioksidan Flavonoid juga berperan mengaktifkan enzim kunci dalam

respirasi mitokondria dan melindungi sel neuron sehingga mencegah stres

oksidatif dan kerusakan jaringan Asupan flavonoid berperan sebagai

neuroprotektif berpotensi melindungi neuron dari neurotoksin meningkatkan

fungsi memori pembelajaran dan kognitif (Spencer 2009)

Uji daya antioksidan ekstrak kulit manggis buah dilakukan oleh Lin et al

(2014) menggunakan DPPH Radikal bebas DPPH (DPPHbull) mungkin akan

ditangkap oleh antioksidan dengan memberikan atom hidrogen (Hbull) membentuk

molekul stabil DPPH-H mekanismenya seperti tampak pada Gambar 212

Gambar ini menunjukkan reaksi antara γ-mangostin dengan DPPH akan

menghasilkan senyawa yang stabil sehingga tidak akan terjadi reaksi rantai yang

60

akan menghasilkan radikal-radikal lain yang lebih reaktif Dalam molekul γ-

mangostin gugus ortho-dihidroksil menjadi homolysis menghasilkan radikal

hidrogen (Hmiddot) dan radikal γ-mangostinmiddot (I) Hmiddot kemudian bergabung dengan

DPPHmiddot membentuk molekul DPPH-H dan radikal γ-mangostin menjadi (II)

yang selanjutnya dapat menghasilkan radikal hidrogen (Hmiddot) melebihi yang

diperlukan oleh radikal DPPH (DPPHmiddot) untuk membentuk quinone (III) Hasil ini

mengindikasikan bahwa ekstrak kulit buah manggis sebagai sumber antioksidan

yang baik dengan cara mendonasikan elektron kepada radikal bebas untuk

membentuk produk stabil sehingga tidak menimbulkan reaksi berantai

Gambar 212

Reaksi γ mangostin dengan DPPH sebagai radikal bebas

Lin et al (2014)

61

62

63

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pestisida...pestisida menginduksi produksi serotonin dan histamin, sebagai hormon yang memicu reaksi alergi dan dapat menimbulkan senyawa baru yang lebih

16

(Manahan 2003) Apabila paparan toksikan pada sel berlangsung cukup lama dan

konsentrasi tinggi sel akan mencapai suatu titik dimana sel tidak dapat lagi

mengkompensasi toksikan tersebut dan tidak dapat melanjutkan metabolisme

Perubahan yang reversibel akan menjadi irreversibel yaitu terjadinya kematian

sel Proses kematian sel dapat terjadi secara apoptosis dan nekrosis

Tanda dan gejala awal toksisitas organofosfat adalah stimulasi berlebihan

kolinergenik pada otot polos dan reseptor eksokrin muskarinik yang meliputi

miosis gangguan perkemihan diare defekasi eksitasi dan salivasi (Rustia et al

2010) Toksisitas OPs berpengaruh pada berbagai sistem dalam tubuh termasuk

hematologi dan perubahan biokimia (Kalender et al 2005) Selain itu terjadinya

stress oksidatif menunjukkan bahwa pestisida memberi efek sitotoksik (Khan dan

Kour 2007)

Toksisitas OPs dipengaruhi oleh struktur kimia metabolisme dalam

tubuh target dosis cara aplikasi tingkat dekomposisi dan cara masuknya ke

organisme Struktur umum dari organofosfat dapat dilihat pada Gambar 21

Gambar 21

Struktur umum organofosfat (Herljac 2009)

17

R1 dan R2 merupakan metil etil atau isopropil dan X merupakan suatu

gugus dapat pergi (leaving group) biasanya berupa substitusi nukleofilik oleh

oksigen dari serin pada sisi aktif protein target Variasi X tergantung dari jenis

OPs (Mangas et al 2016) Unsur yang berikatan rangkap dengan fosfor (P)

dapat berupa oksigen (untuk pestisida paraokson) dapat juga berupa sulfur (S)

untuk pestisida parathion

OPs menghambat fungsi berbagai ester karboksilat hidrolase seperti

asetilkolinesterase plasma dan karboksilesterase hepar paraoksonase dan esterase

yang lain dalam tubuh (Soltatinejad dan Abdollahi 2009) Bagian lipofilik dari

pestisida organofosfat akan berinteraksi dengan membran sel dan mengacaukan

struktur fosfolipid dualapis Kemampuan toksisitas utama dari OPs adalah

menghambat aktivitas enzim kolinesterase dalam darah yang berfungsi mengatur

kerja saraf (neurotransmiter) selanjutnya akan mengaktifkan reseptor kolinergik

Mekanisme toksisitas OPs membentuk ikatan kovalen organofosforilasi

dengan esterase dari kolinesterase menghasikan enzim terfosforilasi yang sangat

sulit dipecah sehingga aktivitasnya terhambat Mekanisme ini ditunjukan pada

Gambar 22 Mekanisme penghambatan AChE adalah terbentuk ikatan antara

satu hidroksil dari gugus serin dalam pusat esteratik AChE dengan fosfor dari

OPs yang membentuk kompleks enzim-inhibitor yang reversibel selanjutnya

terjadi fosforilasi serin secara kovalen (Pohanka 2011) Apabila kolinesterase

terikat maka enzim ini tidak dapat melaksanakan fungsinya terutama meneruskan

pengiriman perintah kepada otot-otot tertentu sehingga otot-otot senantiasa

bergerak tanpa dapat dikendalikan

18

Gambar 22

Ikatan OP pada sisi aktif AChE Reaksi Fosforilasi AChE

(Hreljac 2009)

Efek toksik dari pestisida OPs dapat menimbulkan kejang otot dan paralisis

(lumpuh) terjadinya kelainan hematologi meningkatkan kadar SGOT dan SGPT

dalam darah (Jaga dan Dharmani 2003) Toksisitas OPs dalam tubuh berupa 1)

neurotoksisitas 2) molekul target bukan neuron 3) imunotoksisitas 4)

genotoksisitas dan karsinogenitas (Elersek dan Filipic 2012)

213 Neurotoksisitas OPs

Mekanisme toksisitas OPs umumnya dimulai dengan menghambat

aktivitas enzim asetilkolinesterase (AChE) yang menyebabkan asetilkolin (ACh)

tidak dapat terhidrolisis menjadi kolin dan asam asetat sehingga ACh

terakumulasi dalam sistem saraf yang menyebabkan mobilitas limposit dan

19

sitotoksisitas meningkat Penghambatan AChE oleh OPs disebabkan oleh

terjadinya reaksi fosforilasi akibat lepasnya gugus fosfat dari senyawa OPs

kemudian membentuk ikatan kovalen dengan AChE sehingga menghambat

aktivitasnya (Manal dan Lobna 2006) seperti tampak pada Gambar 22

Hidrolisis secara spontan OPs dari sisi aktif ini berlangsung sangat lambat

kadang-kadang irreversible sehingga menghasilkan efek beracun dalam jangka

panjang

Aktivitas enzim AChE yang terhambat menyebabkan asetilkolin (ACh)

terakumulasi di dalam sistem saraf yaitu pada kantung-kantung sinaptik sehingga

terjadi aktivasi reseptor kolinergik (muskarinik atau nikotinik) Akumulasi

asetilkolin menyebabkan overstimulasi dari reseptor dan jika keracunan

organofosfat tetap tidak diobati akan menyebabkan kematian Mekanisme ini

berlaku bagi organisme berdarah panas sehingga manusia juga mudah keracunan

OPs (Bajgar 2004) Hambatan dari enzim tersebut menyebabkan ACh tertimbun

pada sinaps yang terletak diantara saraf dan otot (neuromuscular junction)

Akumulasi ACh menyebabkan depolarisasi persisten pada otot rangka

mengakibatkan kelemahan dan fasikulasi Akumulasi asetilkolin yang terjadi

pada sistem saraf otonom dapat menyebabkan diare uriniterase tanpa sadar

bronko konstriksi dan miosis (Rustia et al 2010)

Efek toksik OPs berupa gejala neurologi dengan target primer

kolinesterase Penghambatan kolinesterase terjadi secara progresif oleh OPs

karena terjadi fosfilasi (fosforilasi atau fosfonilasi) pada sisi aktif serin dari

kolinesterase (Ser198 BChE dan Ser 200 untuk AChE pada manusia) Seperti

20

tampak pada Gambar 22 terjadi fosforilasi pada sisi aktif serin membentuk anion

intermediate yang pada proses aging mengalami dealkilasi membentuk anion

fosfonil yang stabil kemudian akan menghambat AChE secara irreversible

Enzim yang terfosforilasi ini tidak mampu lagi menghidrolisis ACh sehingga

tertimbun pada tempat-tempat reseptor ACh yang tertimbun ini menyebabkan

terjadi stimulasi berlebihan dan selanjutnya mengganggu pengiriman antara sistem

saraf pusat dan saraf tepi

OPs dalam tubuh selain mengalami forforilasi yang menyebabkan

neurotoksik dapat juga mengalami detoksikasi secara alami oleh enzim

karboksilase atau glutation transferase seperti tampak pada Gambar 23

Neurotoksik terjadi bila OPs berikatan dengan AChE BChE dan esterase yang

lain

Gambar 23

Toksikasi dan detoksikasi OPs

(Mangas et al 2016 )

21

Petani yang terpapar oleh pestisida OPs dapat mengalami penghambatan

Aktivitas AChE peningkatan reaksi Thiobarbituric Acid dan penurunan

kemampuan plasma darah dalam penyerapan besi (Fe) Dasar patofisiologi gejala

klinis dari keracunan OPs adalah inaktifasi dari enzim AChE pada sekeliling

nicotinic and muscarinic pada sistem saraf pusat central nervous system (CNS)

dan pada neuromuscular junction (Gagandeep dan Dheeraj 2009) Penghambatan

OPs secara ireversibel pada kedua muskarinik dan nikotinik dapat mempengaruhi

central nervous system (CNS) (Hundekari et al 2013) OPs sebagai anti-

kolinesterase akan memblok asetilkolinesterase sehingga asetilkolin terakumulasi

dalam saraf tepi yang dapat menimbulkan pengaruh neurotoksik seperti kontraksi

otot secara kontinyu Nilai normal aktivitas kolinesterase untuk laki ndash laki sebesar

4620 ndash 11500 Ul dan nilai normal untuk perempuan sebesar 3930 - 10800 Ul

Bila dibawah nilai normal menunjukkan adanya keracunan darah yang

diakibatkan oleh pestisida OPs

OPs di dalam sel darah merah akan mempengaruhi AChE dan di dalam

plasma darah akan mempengaruhi pseudokolinesterase OPs akan terikat di

dalam sinapsis melalui proses fosforilasi bagian ester anion dari enzim AChE

ikatan ini sangat kuat dan irreversible (Raini 2007) Keracunan akut dari OPs

pada manusia menyebabkan kelemahan otot paralisis disorientasi serta kematian

akibat paralisis otot pernafasan Efek neurotoksisitas organofosfat tidak selalu

muncul mendadak Neurotoksisitas lambat (delayed neurotoxicity) dapat

dihasilkan oleh sejumlah ester organofosfor yang diklasifikasikan sebagai

aksonopati Efek ini bisa ditimbulkan oleh dosis tunggal yang besar ataupun dosis

22

akumulasi Neurotoksisitas yang terjadi lambat ini disebut organophosphorus

ester-induced delayed neuropathy (OPIDN) OPIDN tidak terjadi secara

mendadak tetapi butuh waktu antara 7-10 minggu untuk timbulnya degenerasi

aksonal OPIDN adalah suatu sindrom gejala toksisitas yang disebabkan oleh OPs

berupa melemahnya otot-otot pada tangan dan kaki terganggunya keseimbangan

dan bisa menjadi lumpuh yang muncul 4-21 hari setelah paparan OPs Molekul

target OPIDN adalah enzim dalam sistem saraf yang disebut neuropathy target

esterase (NTE) yang dapat digunakan sebagai biomarker OPIDN (Lotti dan

Moretto 2009) OPs menghambat AChE dengan efektif pada neuromuscular

junctions dalam sistem saraf tepi dan saraf pusat Selain neurotoksisitas efek

buruk paparan OPs juga dapat mengubah fungsi tubuh lainnya

Katagori keracunan pestisida dilihat dari aktivitas AChE dengan metode

Tintometer Kit 1) Normal gt 75 2) Keracunan ringan 75 - 50 3)

Keracunan sedang 50 - 25 dan 4) Keracunan berat lt 25 Jika penurunan

aktivitas kolinesterase mencapai 25 dari nilai normalnya (dalam katagori

keracunan ringan) maka pekerja harus dijauhkan dari paparan pestisida dan baru

diizinkan kembali bekerja dengan pestisida jika aktivitas kolinesterasenya menjadi

80 atau lebih dari nilai normal

Prinsip reaksi interaksi antara enzim-fosfat adalah 1) fosforilasi enzim 2)

kebalikan penghambatan dan 3) aging (pemeraman) Karakteristik fosforilasi

enzim adalah pembentukan ikatan kimia antara atom fosfor dari OPs dengan atom

oksigen gugus hidroksil dari serin pada pusat katalitik AChE Reaksi antara OP-

23

AChE ini hampir sama atau dapat disamakan dengan reaksi antara AChE-AChE

Reaksi fosforilasi ini dapat dilihat pada Gambar 24

Gambar 24

Reaksi fosforilasi antara AChE dan OP

(Patočka et al 2005)

Enzim AChE terfosforilasi yang terbentuk sangat stabil lain halnya dengan enzim

terasetilasi yang sangat tidak stabil dengan waktu paruh hanya dalam millisecond

Penghambatan AChE oleh senyawa OPs terutama nerve agent bersifat

irreversible Reaksi penghambatan yang reversal seperti Gambar 25

berlangsung sangat lambat sehingga merupakan penghambatan OPs bukan

penghambatan substrat AChE

Gambar 25

Hambatan reversal

(Patočka et al 2005)

Reaktivasi secara spontan merupakan kombinasi dari dua proses paralel

yaitu defosforilasi dan aging Aging adalah pembentukan fosforilasi irreversible

penuh sehingga terjadi dealkilasi dari OO-dialkyl-phosphorylated atau O-alkyl-

phoshonylated enzim Age enzym ini tidak dapat reaktif lagi oleh reaktivator

untuk penghambatan AChE oleh OPs Proses aging digambarkan sebagai

24

dealkilasi dari fosforil menghasilkan muatan negatip yang stabil karena

berinteraksi dengan katalitik His 440 Proses aging menghambat defosforilasi

secara irreversible dan hanya sebagian dari enzim menjadi reaktif Reaksi aging

dapat dilihat pada Gambar 26

Gambar 26

Proses aging

(Patočka et al 2005)

Proses reaktivasi dapat terjadi pada enzim terfosforilasi yang belum

mengalami proses aging Mekanisme ini digunakan dalam pengobatan penyakit

yang berhubungan dengan keracunan OPs seperti alzaimer menggunakan oksim

salah satunya adalah pralidoksim Mekanisme reaksi reaktivasi ini dapat dilihat

pada Gambar 27

Pralidoksim dapat berperan sebagai reaktivator dimana terjadi reaksi

antara pralidoksim dengan OPs yang terikat pada sisi aktif serin sehingga ikatan

enzim AChEndashOPs putus dan enzim AChE kembali aktif Pralidoksim juga dapat

sebagai catalytic scavenger dimana pralidoksim dengan cepat memblok OPs

sehingga OPs tidak dapat berikatan dengan enzim AChE Hasil penelitian

Hundekari et al 2013 mendapatkan treatment atropin dengan pralidoksim dapat

menurunkan MDA yang meningkat oleh paparan OPs dan meningkatkan aktivitas

AChE yang turun oleh paparan OPs

25

Gambar 27

Reaktivasi enzim AChE

(Bharathi et al 2014)

214 Toksisitas OPs terhadap fungsi tubuh selain saraf

OPs selain mempengaruhi saraf (menghambat asetilkolinesterase) juga

mempengaruhi fungsi tubuh yang lain seperti menghambat karboksilase yang

merupakan bagian dari metabolisme xenobiotic Metabolisme xenobiotic

dipengaruhi melalui atom sulphur dari desulfurasi dalam metabolisme fase I

menghambat lipase yang berperan penting dalam cell signalling juga memblok

pembentukan metabolik berbagai substansi (Quistad et al 2006)

OPs juga memicu hypoxia karena terganggunya pusat pernafasan

melemahnya otot-otot pernafasan dan berpengaruh pada paru-paru

(bronchospasm dan bronchorrhoea) dan akhirnya menyebabkan kegagalan

26

pernafasan (Lopez et al 2008) OPs pada tikus menyebabkan apnea sentral fatal

yang memicu berbagai disfungsi pulmoner melalui efek langsung terhadap

Central Respiratory Oscillator (CRO) dan inhibisi umpan balik CRO Gejala

keracunan akut OPs sesuai dengan tempat terakumulasinya ACh dalam

organisme seperti pada central nervous system (CNS) sistem saraf tepi reseptor

muskarinik dan reseptor nikotinik menimbulkan gejala berbeda seperti terlihat

pada Tabel 21 Waktu munculnya beberapa gejala keracunan juga berbeda-beda

seperti melemahnya otot pernapasan akan muncul 1-4 hari setelah keracunan

sedangkan melemahnya otot peripheral muncul setelah 7-21 hari (Elersek dan

Filipic 2012)

Tabel 21

Gejala keracunan Ops akut yang berbeda sesuai dengan

tempat akumulasi ACh

Tempat akumulasi ACh Gejala

CNS

Perifer sistem saraf otonom

Reseptor muskarinik

reseptor nikotinik

Sakit kepala insomnia vertigo

kejangkebingungan sulit tidur gangguan

berbicara koma dan lumpuh pernafasan

-

Gejala-gejala muskrinik peningkatan

eliminasi (air liur keringat lachrymation)

gangguan pencernaan (kejang muntah

diare) menurunkan detak jantung gangguan penglihatan

gejala-gejala nikotinik kontraksi otot yang

tidak terkontrol dan kelumpuhan

Sumber Elersek dan Filipic 2012

27

Pengaruh imunotoksik OPs dapat terjadi secara langsung maupun tidak

langsung Secara langsung adalah dengan 1) menghambat hidrolase serin atau

esterase dalam sistem imun 2) kerusakan oksidatif pada organ-organ sistem

imun 3) perubahan dalam cara sinyal transduksi pada kontrol poliferasi dan

diferensiasi sel kekebalan Secara tidak langsung OPs menyebabkan perubahan

pada sistem saraf atau efek kronik dari perubahan metabolisme pada sistem imun

(Elersek dan Filipic 2012) Pestisida OPs dapat mengganggu sistem kekebalan

tubuh dan memberikan efek immunotoksik melalui kedua jalur anti kolinergik

dan non kolinergik

OPs menginduksi peningkatan stres oksidatif yakni ketidakseimbangan

antara antioksidan dan radikal bebas Pestisida OPs dapat merusak keseimbangan

antara prooksidan dan antioksidan dalam tubuh juga merusak membran lipid

sebagai hasil peroksidasi lipid

Malation dan klorfirifos yang merupakan pestisida OPs mempunyai

pengaruh yang beragam pada sel seperti menghasilkan ROS radikal bebas dan

menginduksi stres oksidatif intra sel sehingga mengganggu perkembangan dan

deferensiasi sel normal (Bebe dan Panemangalore 2003) Peningkatan ROS dan

radikal bebas dapat menyebabkan terjadinya kondisi stres oksidatif serta memicu

terjadinya peroksidasi lipid pada membran sel yang akan menghasilkan

malondialdehid (MDA) Peroksidasi lipid ini dapat terjadi karena pengaruh

menipisnya sistem antioksidan baik antioksidan enzimatik maupun non enzimatik

oleh paparan pestisida OPs (Khan dan Kour 2007)

28

Perusakan membran sel oleh radikal bebas melalui beberapa proses yaitu

1) Terjadi ikatan kovalen antara radikal bebas dengan komponen komponen

membran (enzim membran komponen karbohidrat membran plasma) sehingga

terjadi perubahan struktur dan fungsi reseptor 2) Oksidasi gugus tiol pada

komponen membran oleh radikal bebas mengganggu proses transport lintas

membran 3) Reaksi peroksidasi lipid dan kolesterol serta membran yang

mengandung asam lemak tidak jenuh majemuk (PUFA) (Suhartono et al 2008)

OPs dapat mendorong terjadinya stres oksidatif dan meningkatkan kadar

MDA sebagai produk akhir dari peroksidasi lipid pada petani penyemprot yang

terpapar pestisida OPs karbamat dan organoklorin (Prakasam et al 2001) Hal

ini didukung oleh Vidyasagar et al(2004) yang mendapatkan kadar MDA pada

pasien keracunan OPs (67 nMml) lebih tinggi dan berbeda nyata dibandingkan

dengan kontrol (36 nMml) OPs triklorfos dan dimetoat mendorong terjadinya

peroksidasi lipid yang ditunjukan dengan meningkatnya MDA (Sharma et al

2005) OPs berperan sebagai inhibitor enzim kolinesterase dan menginduksi

peningkatan stres oksidatif yaitu ketidakseimbangan antara antioksidan dan

radikal bebas (Patil et al 2003) Kerusakan oksidatif membran lipid eritrosit

dan protein mencerminkan terjadinya reaksi serupa pada myocyte Radikal bebas

yang merusak myocyte juga menyebabkan melemahnya otot pada penderita OPs

akut

Keracunan OPs pada sistem respirasi mengakibatkan bronko konstriksi

dengan sesak nafas dan peningkatan sekresi bronkus Pada umumnya gejala ini

29

timbul dengan cepat dalam waktu 6-8 jam tetapi bila paparan berlebihan dapat

menimbulkan kematian dalam beberapa menit

OPs juga menunjukan efek genotoksisitas (DNA) pada saat sel hidup

kemudian saat replikasi sel dan berakhir pada mutagenitas dan karsinogenitas

Genotoksisitas dihasilkan karena reaksi OPs dengan DNA sehingga DNA rusak

berupa penyimpangan kromosom OPs juga menunjukan efek karsinogenitas

meliputi perubahan sel normal menjadi sel neoplastik dan berkembang lebih lanjut

menjadi tumor (Hodgson 2004)

22 Asetilkolinesterase (AChE)

Kolinesterase merupakan katalis biologis yang berperan menjaga agar otot

kelenjar dan sel saraf bekerja harmonis Jika aktivitas kolinesterase jaringan

tubuh menurun maka dapat mempengaruhi aktivitas asetilkolinesterase saraf

sehingga asetilkolin (ACh) akan menumpuk di bagian ujung saraf dan menganggu

aliran impuls saraf akhirnya terjadi paralisis otot (Depkes RI 2007)

Kolinesterase merupakan suatu enzim dengan berat molekul sekitar 3000000 dan

mempunyai 48 bagian aktif yang masing-masing terdiri dari satu bagian anionik

dan satu bagian esteratik (protenated acidic group)

AChE adalah suatu serine hidrolase termasuk dalam kelompok esterase

yang mempunyai banyak sel satu AChE berperan sangat penting dalam tubuh

yaitu menghidrolisis neurotransmitter asetilkolin (ACh) menjadi asam asetat dan

kolin pada saraf sinapsis Kelompok ini berbeda dengan jenis ester karbosiklik

Aktivitas AChE yang terhambat oleh OPs pada CNS menyebabkan

30

terakumulasinya ACh dan menimbulkan gejala seperti sakit kepala meningkatnya

produksi ludah pernafasan terganggu dan dapat menyebabkan kematian (Du et

al 2008) AChE mempunyai dua sisi pengikatan yaitu daerah anionik dan daerah

esteratik keduanya penting untuk degradasi ACh

ACh adalah suatu hormon neuro yang terdapat diantara ujung-ujung saraf

dan otot sebagai media kimia yang berfungsi meneruskan rangsangan saraf ke

reseptor sel-sel otot dan kelenjar ACh dibuat di dalam ujung serabut saraf

motorik melalui proses asetilasi dari kolin ekstra sel dan koenzim A (Erwin dan

Kusuma 2012) Daerah anionik berfungsi untuk pengikatan sebuah molekul

ACh pada enzim Saat ACh terikat reaksi hidrolisis terjadi pada sisi aktif

esteratik ACh akan terurai menjadi kolin dan asam asetat Kolin kemudian

diambil lagi melalui sistem uptake kolin berafinitas tinggi pada membran

presinaps Proses hidrolisis ACh menjadi kolin dan asam asetat dapat dilihat pada

Gambar 28

Gambar 28

Reaksi hidrolisis ACh menjadi asam asetat dan kolin pada

sisi anion dan ester dari enzim asetilkolinesterase (Wiener dan

Hoffman 2004)

31

Penurunan aktivitas kolinesterase darah seseorang terjadi karena adanya

OPs dalam darah yang membentuk senyawa phosphorilated cholinesterase

sehingga enzim kolinesterase tidak dapat berfungsi lagi dan kadar aktif dari enzim

tersebut akan berkurang hal ini menyebabkan ACh lebih lama berada pada

reseptor sehingga memperpanjang efek rangsang saraf cholinergic pada sebelum

dan sesudah ganglion Rangsangan saraf yang terus-menerus akan merusak fungsi

saraf dan muncul dalam bentuk kelemahan otot mual-mual muntah hipersalivasi

tremor dan paralisis (Bajgar 2004) Akumulasi ACh yang menyebabkan

terjadinya disfungsi sistem saraf dan perilaku akan memicu kerusakan pada

sistem pernafasan yang akhirnya dapat menyebabkan kematian Sistem saraf yang

terganggu akibat penumpukan ACh menyebabkan terganggunya pasokan nutrisi

dan oksigen ke seluruh sel dan jaringan sehingga menghambat pertumbuhan

organisme (Robert 2011) Rangsang yang ditimbulkan oleh asetilkolin akan

berhenti bila ACh dihidrolisis menjadi kolin dan asam asetat oleh AChE

Aktivitas AChE yang terhambat menyebabkan ACh tidak dapat

dihidrolisis sehingga impuls saraf dari satu sel ke sel yang lain atau ke efektor

akan terganggu Petani yang terpapar OPs dengan dosis rendah dalam jangka

waktu lama juga menunjukan penurunan Superoxyde dismutase (SOD) dan

glutation reduktase OPs yang terakumulasi bertahun-tahun pada penyemprot

pestisida berbanding lurus dengan penurunan AChE dan berbanding terbalik

dengan Glucose-6-phosphate dehydrogenase (G6DPH)

32

23 Radikal Bebas

Radikal bebas adalah sekelompok spesies kimia baik berupa atom maupun

molekul yang memiliki elektron tidak berpasangan pada lapisan luarnya Radikal

bebas juga merupakan suatu kelompok spesies kimia dengan reaksi jangka pendek

yang memiliki satu atau lebih elektron bebas sehingga sangat reaktif mempunyai

spesifitas kimia yang rendah sehingga dapat bereaksi dengan berbagai molekul

lain seperti protein lemak karbohidrat dan DNA (Droge 2007)

Radikal bebas diartikan sebagai molekul yang relatif tidak stabil

mempunyai satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan pada orbit luarnya

bersifat reaktif dalam mencari pasangan elektronnya Radikal bebas dalam tubuh

akan segera bereaksi dengan molekul lain sehingga terjadi reaksi berantai yang

disebut peroksidasi lipid dan menghasilkan radikal bebas baru sehingga jumlah

radikal bebas terus bertambah (Marinajati et al 2012) Radikal bebas bersifat

tidak stabil sehingga tidak dapat mempertahankan bentuk aslinya dalam waktu

lama karena segera akan berikatan dengan molekul lain di sekitarnya Radikal

bebas akan menyerang molekul stabil yang terdekat dan mengambil elektronnya

Molekul yang terambil elektronnya ini akan menjadi radikal bebas baru sehingga

akan memulai suatu reaksi berantai yang pada akhirnya akan menyebabkan

kerusakan sel (Droge 2007)

Kelompok radikal bebas antara lain anion superoksida (O2) radikal

hidroksil (OH) dan radikal peroksil (RO2) sedangkan kelompok non radikal

misalnya hidrogen peroksida (H2O2) dan peroksida organik (ROOH) (Halliwell

dan Whiteman 2004) Radikal superoksida ( O2 -) merupakan bentuk yang paling

33

aktif yang paling banyak dihasilkan oleh berbagai mekanisme di dalam tubuh

seperti mitokondria sistem enzim NADPH oksidase reaksi dari xanthin oksidase

dan metabolisme asam arakidonat

Radikal bebas yang terbentuk di dalam tubuh (radikal bebas internal)

merupakan bagian integral dari proses fisiologis seperti saat pembentukan energi

dalam mitokondria melalui oksidasi fosforilasi Sumber radikal bebas internal

antara lain 1) Organ subseluler seperti mitokondria kloroplas mikrosom

peroksisom dan nuklei menghasilkan O2- 2) inflamasi selama inflamasi terjadi

fagositosis oleh makrofag dan metrofil keduanya membentuk radikal bebas

untuk memfagositosis bakteri 3) ion logam transisi Fe dan Cu berperan

membentuk radikal bebas dan menimbulkan peroksidasi lipid 4) oksidasi

enzimatik seperti xanthin oksidase dan lipoksigenase (Droge 2007) Radikal

bebas dapat juga berasal dari luar tubuh (radikal bebas eksternal) Sumber radikal

bebas eksternal antara lain polusi lingkungan (asap rokok asap kendaraan asap

pabrik) aktivitas fisik yang berlebih sinar ultra violet dari matahari radiasi obat-

obatan dan pestisida

Radikal bebas dapat terbentuk dari senyawa lain yang sebenarnya bukan

radikal bebas tetapi mudah menjadi radikal bebas misalnya hidrogen peroksida

(H2O2) dan ozon Kedua kelompok senyawa ini sering diistilahkan sebagai

Reactive Oxygen Species (ROS) atau senyawa Oksigen Reaktif (SOR) Sel-sel

hidup dari organisme aerob secara kontinyu membentuk SOR sebagai bagian dari

proses fisiologi metabolik dan reaksi-reaksi biokimia lainnya

34

SOR adalah kelompok senyawa yang sebenarnya bukan radikal bebas

tetapi mudah berubah menjadi radikal bebas (Droge 2007) SOR dihasilkan dalam

proses metabolisme oksidatif dalam tubuh misalnya pada proses oksidasi makanan

menjadi energi SOR diproduksi dalam jumlah yang cukup dalam tubuh seperti

sel darah putih menghasilkan H2O2 yang berfungsi untuk membunuh beberapa

jenis bakteri dan jamur namun H2O2 tidak menyerang secara spesifik sehingga

dapat menyerang asam-asam lemak tidak jenuh ganda atau polyunsaturated fatty

acid (PUFA) dari membran sel yang menyebabkan kerusakan struktur dan fungsi

sel (Winarsi 2007) SOR terbentuk sebagai produk samping reaksi oksidasi

fosforilasi untuk membentuk energi berupa Adenosine Tri Phosphate (ATP)

dalam rantai transport elektron pada mitokondria Proses tersebut membutuhkan

O2 tetapi tidak semua O2 berikatan dengan hidrogen untuk membentuk air sekitar

4 sampai 5 dari oksigen yang dikonsumsi berubah menjadi SOR (Marciniak

et al 2009) SOR seperti radikal super oksida (SOO-) dan radikal hidroksil

(OH-) yang dihasilkan oleh metabolisme sel yang normal maupun lingkungan

yang stres dapat menyebabkan sel-sel mati melalui peroksidasi lipid oksidasi

protein menghambat aktivitas enzim-enzim perubahan reduksi oksidasi intra sel

dan kerusakan DNA Hal ini menunjukkan bahwa SOR terlibat dalam timbulnya

beberapa penyakit dan proses penuaan

Organofosfat merupakan senyawa toksik yang mempunyai kemampuan

membentuk radikal bebas pada sistem biologi (Nur et al 2010) Reaksi radikal

bebas dengan komponen sel baik komponen struktural (molekul penyusun

membran) maupun komponen fungsional yaitu enzim dan DNA dapat merusak

35

sel melalui oksidasi lipid tidak jenuh dan protein sel (Zakaria 1996 dalam

Mardawati et al 2011) Kerusakan lebih lanjut pada organ sel adalah kerusakan

DNA dan membran sel Mekanisme tersebut menunjukan bahwa radikal bebas

dapat mempengaruhi timbulnya berbagai jenis penyakit degeneratif seperti

aterosklerosis Penelitian Amran et al (2009) mendapatkan ada korelasi yang

signifikan antara kerusakan DNA dengan perkembangan aterosklerosis dan

meningkatnya jumlah pasien Coronary Artery Disease (CAD)

24 Stres Oksidatif

Radikal bebas dalam jumlah tertentu di dalam tubuh dapat dinetralisir oleh

antioksidan endogen Antioksidan endogen utama pada sel-sel tubuh adalah

enzim SOD (Superoksida dismutase) glutation reduktase dan glutation

peroksidase (GPr dan GPx) serta catalase (CAT) Pembentukan radikal bebas

yang melebihi kemampuan aktivitas antioksidan endogen menyebabkan jumlah

keseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan akan terganggu Apabila

jumlah radikal bebas terus bertambah sedangkan jumlah antioksidan endogen

tetap maka kelebihan radikal bebas tidak dapat dinetralkan akibatnya radikal

bebas bereaksi dengan komponen-komponen sel dan menyebabkan kerusakan sel

Peningkatan jumlah radikal bebas atau oksidan menyebabkan timbulnya

suatu keadaan yang disebut stres oksidatif Stres oksidatif adalah suatu keadaan

ketidak seimbangan antara radikal bebas dan antioksidan dimana jumlah radikal

bebas lebih besar dari antioksidan Stres oksidatif adalah suatu keadaan patologis

yang disebabkan oleh kerusakan jaringan di dalam tubuh karena peningkatan

36

jumlah radikal bebas yang tidak normal (Halliwel 2006) Radikal bebas yang

jumlahnya jauh lebih banyak dari antioksidan akan bereaksi dengan cepat dan

merusak bermacam-macam substrat di dalam tubuh termasuk komponen-

komponen sel protein asam lemak tak jenuh ganda karbohidrat dan asam-asam

nukleat hal ini mengakibatkan berkembangnya penyakit kronik Serangan oksidan

terhadap asam lemak tidak jenuh sebagai komponen penting penyusun membran

sel dapat menimbulkan reaksi rantai yang disebut peroksidasi lipid Proses

tersebut mengakibatkan terputusnya ikatan dalam asam-asam lemak menjadi

berbagai senyawa yang toksik terhadap sel seperti malondialdehid (MDA) dan 9-

hidroksi nonenal MDA yang dihasilkan kemudian dilepaskan ke darah sehingga

kadar MDA di dalam darah dapat dijadikan sebagai penanda tidak langsung

adanya peroksidasi lipid dan peningkatan SOR

25 Malondialdehid (MDA)

Peningkatan stres oksidatif berdampak negatif pada beberapa komponen

penyusun membran sel yaitu kerusakan pada membran lipid membentuk

malondialdehida (MDA) kerusakan protein karbohidrat dan DNA (Kevin et

al2006) Kerusakan oksidatif yang diakibatkan oleh radikal bebas mempengaruhi

kondisi patologis berupa kerusakan sel jaringan dan berbagai organ seperti hati

ginjal dan jantung baik pada manusia maupun hewan Kerusakan ini dapat

berakhir pada kematian sel sehingga terjadi percepatan timbulnya berbagai

penyakit degeneratif (Kevin et al 2006 dan Valko et al 2007) MDA

merupakan metabolit hasil peroksidasi lipid oleh radikal bebas sehingga dapat

37

menggambarkan aktivitas radikal bebas dalam sel dan menjadi petunjuk terjadinya

stres oksidatif akibat radikal bebas (Asni 2009) Semakin tinggi kadar MDA

plasma maka semakin tinggi stres oksidatif yang terjadi dalam sel-sel tubuh

Peroksidasi lipid menghasilkan MDA dari radikal bebas akan selalu membentuk

reaksi berantai yang terus berlanjut sampai radikal bebas ini dihilangkan oleh

sistem antioksidan dari tubuh

MDA adalah hasil proksidasi lipid yang larut dalam air pada kondisi

normal MDA secara parsial diekskresikan melalui urine tetapi tidak diketahui

berapa jumlah MDA yang terbentuk dalam tubuh itu dapat dihilangkan oleh

ginjal MDA merupakan salah satu hasil dari peroksidasi lipid yang digunakan

sebagai indikator dari stres oksidatif (Hundekari et al 2013) Peningkatan

peroksidasi lipid mungkin disebabkan oleh inflamasi yang berkaitan dengan

infeksi virus dan menurunnya kadar antioksidan

Penelitian in vitro pada eritrosit manusia yang menyemprot pestisida

menunjukan peningkatan konsentrasi karbofuran meningkatkan kadar MDA

secara signifikan (Misrha et al 2013) yang mendapatkan kadar MDA pada darah

petani penyemprot pestisida lebih tinggi secara signifikan dibandingkan dengan

kontrol seperti ditunjukan pada Tabel 22

Paparan pestisida atrazine pada tikus dapat meningkatkan peroksidasi lipid

dan merusak membran di dalam sel yang dipapar Kandungan fosfolipid dan

kolesterol dalam membran eritrosit dapat diketahui dengan menggunakan teknik

scanning electron microscopy (SEM) dan dapat diketahui terjadi perubahan

morfologi dalam eritrosit yang sebanding dengan perubahan parameter biokimia

38

termasuk stres oksidatif (Singh et al2006) Kerusakan sel cedera irreversible sel

dan kematian sel dapat terjadi apabila stres oksidatif berlangsung lama

Tabel 22 Perbandingan profil biokimia antara kontrol

dan penyemprot pestisida

Parameters Controls(n=18)

Mean plusmnSD

Sprayers (n=50)

Mean plusmnSD

MDA (nmolTBARSml blood)

943 plusmn078

2630 plusmn202

CAT (μ mol H2O2 hydrolysed X

104mlg Hb)

1055plusmn1520

13569 plusmn 1234

SOD(μmol hydroysed X 104mlg

Hb)

329 plusmn 079 803 plusmn 246

Sumber Mishra et al 2013

26 Antioksidan

Antioksidan adalah molekul yang mampu memperlambat atau mencegah

oksidasi molekul lain (Chakraborty et al 2009) Antioksidan adalah senyawa-

senyawa yang dapat menunda atau menghambat terjadinya oksidasi biomolekul

dengan menghambat reaksi-reaksi oksidasi rantai oleh radikal bebas dan mampu

menurunkan kerusakan oksidatif (Jantan et al 2011) Antioksidan juga

didefinisikan sebagai senyawa yang mampu menunda memperlambat atau

menghambat reaksi oksidasi makanan maupun obat Antioksidan akan bereaksi

dengan oksidan sehingga mengurangi kapasitas oksidan untuk dapat menimbulkan

kerusakan (Shahidi 1997 dalam Asep et al 2012)

Antioksidan dalam sistem biologi baik antioksidan enzim maupun non

enzim melindungi sel dari kerusakan yang disebabkan oleh molekul-molekul yang

39

tidak stabil yang disebut radikal bebas Antioksidan membantu menghancurkan

radikal bebas yang merusak sel mendukung pertumbuhan sel-sel yang sehat

melindungi sel dari penuaan mendukung sistem imun dalam tubuh Antioksidan

bersifat sangat mudah teroksidasi atau bersifat reduktor kuat dibanding dengan

molekul lain sehingga keefektifan antioksidan tergantung dari seberapa kuat daya

oksidasinya semakin mudah teroksidasi maka semakin efektif antioksidan

tersebut Antioksidan mampu melindungi sel melawan kerusakan yang

ditimbulkan oleh radikal bebas dan SOR seperti singlet oksigen peroksi nitrit

superoksida radikal peroksida dan radikal hidroksil (Chaveri et al2008 )

Antioksidan dapat menunda atau mencegah terjadinya reaksi oksidasi

radikal bebas dan oksidasi lipid dalam konsentrasi yang lebih rendah dari substrat

yang dapat dioksidasi Suhartono et al (2008) menyatakan antioksidan dapat

diklasifikasikan dalam 5 tipe yaitu a) Antioksidan primer berupa senyawa-

senyawa fenol yang mampu memutus rantai reaksi pembentukan radikal bebas

asam lemak Senyawa ini memberikan atom hidrogen yang berasal dari gugus

hidroksi sehingga terbentuk senyawa yang stabil seperti BHA (butyl

hidroksilanisol) BHT (butyl hydrotoluen) dan tokoferol b) Antioksidan

perangkap oksigen yaitu senyawa-senyawa yang berperan sebagai pengikat

oksigen sehingga mencegah reaksi oksidasi Senyawa ini mengadakan reaksi

dengan oksigen yang berada dalam sistem sehingga jumlahnya berkurang seperti

vitamin C (asam askorbat) askorbil palminat asam eritorbat dan sulfit c)

Antioksidan sekunder adalah senyawa-senyawa yang mempunyai kemampuan

untuk berdekomposisi dengan hidroperoksida menjadi produk akhir yang stabil

40

d) Antioksidan enzim yaitu enzim yang berperan mencegah terbentuknya radikal

bebas seperti glukose oksidase superoksida dismutase (SOD) glutation

peroksidase (GPx) dan katalase (CAT) dan e) Antioksidan Chelators

sequestrants yaitu senyawa-senyawa yang mampu mengikat logam seperti besi

dan tembaga yang mampu mengkatalisis reaksi oksidasi lemak seperti asam sitrat

asam amino ethylenediaminetetra acetid acid (EDTA) dan fosfolipid

Antioksidan bereaksi dengan radikal bebas dengan mengurangi

konsentrasi oksigen mencegah pembentukan singlet oksigen yang reaktif

mencegah inisiasi rantai pertama dengan menangkap radikal primer seperti radikal

hidroksil mengikat katalis ion logam mendekomposisi produk-produk primer

radikal menjadi senyawa non-radikal dan memutus rantai hidroperoksida

sehingga mengurangi kapasitas radikal bebas untuk menimbulkan kerusakan

(Mardawati et al 2011)

Berdasarkan mekanisme kerjanya antioksidan dikelompokan menjadi 1)

Antioksidan primer yaitu antioksidan yang bereaksi dengan radikal lipid berenergi

tinggi untuk menghasilkan produk yang memiliki kestabilan termodinamis lebih

baik seperti golongan fenol (isoflavon) 2) Antioksidan sekunder yang juga

dikenal dengan antioksidan pencegah (Preventive Antioxidant) yang dapat

memperlambat reaksi inisiasi dengan cara memutus rantai hidroperoksida seperti

dilauril thio-dipropionate dan asam thiodipropionate Antioksidan golongan ini

adalah antioksidan yang berikatan dengan gugus thiol (Shahidi dan Naczk1995

dalam Mardawati et al 2011)

41

Antioksidan pemutus rantai adalah molekul kecil yang dapat menerima

dan memberi elektron dari atau ke radikal bebas sehingga membentuk senyawa

baru yang stabil seperti vitamin E dan vitamin C Sedangkan antioksidan logam

transisi terikat protein bekerja mengikat ion-ion logam Fe2+

dan Cu2+

seperti

flavonoid dapat mencegah radikal bebas Antioksidan jenis ini memperbaiki

kerusakan sel-sel dan jaringan yang disebabkan radikal bebas (Winarsi 2007)

Mekanisme kerja antioksidan senyawa fenolik adalah sebagai berikut

Radikal Lipida Antioksidan Radikal Antioksidan

ROO + AH ROOH + A

RO + AH ROH + A

R + AH RH + A

OH + AH H2O + A

Senyawa antioksidan (AH) dapat memberikan atom hidrogen secara cepat ke

radikal lipida (ROO RO R OH ) dan mengubahnya menjadi bentuk yang lebih

stabil Sementara turunan radikal antioksidan (A) yang dihasilkan lebih stabil

dibandingkan radikal lipida karena akan terjadi delokalisasi perbaikan elektron

dari ikatan rangkap pada cincin benzen sebagai indikasi oleh ikatan isomer

valensi

Peningkatan jumlah gugus hidroksil (alkil hidrogen pada struktur

kimianya) pada posisi para atau ortho seperti pada genistein dapat meningkatkan

aktivitas antioksidan isoflavon Antioksidan dapat menghambat oksidasi atau

42

menghentikan reaksi berantai pada radikal bebas dari lemak yang teroksidasi

dapat melalui empat macam mekanisme reaksi yaitu 1) Pelepasan hidrogen dari

antioksidan 2) Pelepasan elektron dari antioksidan 3) Adisi lemak ke dalam

cincin aromatik pada antioksidan dan 4) Pembentukan senyawa kompleks antara

lemak dan cincin aromatik dari antioksidan

Antioksidan dapat mencegah tidak terkontrolnya pembentukan radikal

bebas dan aktivitas SOR atau mencegah reaksinya dengan struktur biologi (Nisar

et al 2013) Status antioksidan baik yang endogen maupun yang eksogen yang

menurun dapat mengganggu keseimbangan redoks seluler dan kondisi patologis

akan menjadi karakteristik utama dan membentuk stres oksidatif pada sel maupun

jaringan

261 Antioksidan enzimatis

Di dalam sistem biologis sudah tersedia antioksidan berupa enzim

(antioksidan enzimatis) yaitu superoksida dismutase (SOD) katalase (CAT) dan

glutation peroksidase (GPx) Antioksidan-antioksidan ini bekerja dengan cara

mencegah pembentukan senyawa radikal bebas baru atau mengubah radikal bebas

yang telah terbentuk menjadi molekul yang kurang reaktif (Finosh dan Jayabalan

2013) Mekanisme kerja antioksidan enzimatik adalah mengkatalisir pemusnahan

radikal bebas dalam sel Aktivitas enzim intrasel SOD dan CAT mengkatalisasi

dismutasi superoksida dan hidrogen peroksida aktivitas GPx mereduksi hidrogen

peroksida dan peroksida organik menjadi air dan oksigen Aktivitas enzim

intrasel ini dapat dilihat pada Gambar 29

43

GPx merupakan enzim penangkal radikal bebas dengan dua cara yaitu

pertahanan terhadap oksidan dan dengan mengkatalisis peroksida menjadi air dan

oksigen GPx memerlukan glutation sebagai substrat terdapat dalam dua bentuk

yaitu glutation tereduksi atau GSH dan glutation teroksidasi atau GSSG Ketika

mengkatalisis perubahan hidrogen peroksida (H2O2) menjadi H2O GSH

dioksidasi menjadi GSSG kemudian GSSG dapat direduksi kembali oleh NADPH

untuk mendapatkan kembali GSH (Marciniak et al 2009)

Gambar 29

SOD dan CAT mengkatalisasi dismutasi superoksida dan hidrogen peroksida

(Finosh dan Jayabalan 2013)

Enzim GPx terdapat terutama dalam mitokondria merupakan enzim

scavenger terhadap hidrogen peroksida dan berperan utama dalam mengatur

konsentrasi H2O2 dan dan berbagai macam peroksida organik Aktivitas GPx yang

menurun menunjukkan terjadinya penurunan kapasitas menghilangkan H2O2 dan

terjadinya hidroperoksida lemak

44

Enzim GPx sangat berperan dalam pengaktifan kembali enzim

kolinesterase melalui 1) Pengaktifan AMP siklik yang secara langsung dapat

mengaktifkan enzim kolinesterase 2) keseimbangan NADP dan NADPH pada

jalur glikolisis aerobik dalam eritrosit sehingga eritrosit tidak rusak kerusakan

eritrosit dapat menurunkan produksi kolinesterase darah 3) peranan kofaktor

prostaglandin pada sintesis tromboksan A2 yang memacu trombogenesis dan

vasokonstriksi pembuluh darah bersamaan dengan terbentuknya tromboksan akan

diaktifkan cAMP yang secara langsung mengaktifkan kinase protein termasuk

kinase protein enzim kolinesterase 4) sebagai antioksidan yang dapat melindungi

sel termasuk eritrosit dari kerusakan akibat radikal bebas 5) sebagai kofaktor

proses oksidasi dealkilasi ikatan organofosfat dengan kolinesterase darah 6)

berperan sebagai detoksifikasi dalam tubuh dengan mereduksi radikal bebas

peroksida sekaligus membentuk peroksida lipid di dalam membran sel (Stranges

et al 2010)

GPx adalah enzim antioksidan yang dapat mendetoksifikasi hidrogen

peroksida dan lipid hidroperoksida dalam menurunkan glutation Di dalam darah

terdapat beberapa jenis GPx dua diantaranya adalah GPx seluler (cGPx) dalam sel

darah merah dan GPx ekstrasel (eGPx) terdapat dalam plasma GPx sebagai enzim

antioksidan bekerja menjadi peredam (quenching) radikal bebas dan berperan

dalam metabolisme xenobiotik yang ditemukan dalam sel (Sen et al 2010)

GPx dengan konsentrasi tinggi ditemukan dalam hepar dan sel darah

merah sedangkan pada jantung ginjal paru-paru adrenal lambung dan jaringan

adipose mengandung GPx dalam kadar sedang GPx kadar rendah ditemukan

45

dalam otak otot testis dan lensa mata GPx yang rendah berkorelasi dengan

gangguan yang berhubungan dengan radikal bebas (Judge et al 2005) Jika

antioksidan endogen gagal mengatasi produksi metabolit reaktif maka

antioksidan eksogen akan diperlukan untuk menyeimbangkan status redoks

(Noori 2012) Sumber makanan termasuk tanaman rempah-rempah vitamin dan

ekstrak herbal memainkan peran penting dalam hal ini

262 Antioksidan non enzimatis

Antioksidan non enzimatis disebut juga antioksidan sekunder atau

antioksidan eksogen (diperoleh dari luar) digolongkan menjadi dua golongan

yaitu yang larut dalam lemak seperti tokoferol karotenoid flavoniod quinon dan

bilirubin serta yang larut dalam air seperti asam askorbat asam urat protein

pengikat logam dan protein pengikat heme (Winarsi 2007) Antioksidan ini dapat

berupa bahan-bahan alami dan juga sintetis Antioksidan alami seperti vitamin

adalah campuran redoks yang seimbang dengan bentuk tereduksi dan teroksidasi

dan sebaliknya untuk antioksidan sintetis merupakan redoks yang tidak seimbang

bahkan menghasilkan radikal bebas yang pada beberapa kasus berbahaya (Rani

etal 2004)

Vitamin C merupakan antioksidan yang sangat penting dalam cairan

ekstra sel karena dapat menyerang radikal-radikal yang larut dalam darah dan

melindungi lemak plasma dari perusakan peroksidasi oleh radikal-radikal peroksil

Peran utama vitamin C adalah menetralisir radikal bebas yang ada di dalam dan

di luar sel Vitamin C merupakan sumber elektron pendonor bagi radikal bebas

(Nisar et al 2013) Vitamin C berperan positip dalam proses detoksifikasi

46

yang sangat diperlukan untuk sintesis kolagen dan pertumbuhan serta

pemeliharaan jaringan epitel Peranan vitamin C sebagai pembawa hidrogen yang

merupakan siklus esensial dalam metabolisme protein dan karbohidrat yang

berfungsi memelihara kekuatan pembuluh darah Vitamin C sangat penting untuk

melawan radikal bebas dalam cairan ekstra sel dan melindungi biomembran dari

peroksidasi Pemberian air kelapa dapat meningkatkan aktivitas GPx SOD dan

CAT pada pekerja terpapar merkuri karena air kelapa mengandung vitamin C

B1 B6 asam-asam amino metionin selenium dan mineral berfungsi melindungi

sel tubuh dari serangan radikal bebas dan mencegah efek paparan merkuri

(Zulaikhah et al 2013) Defisiensi antioksidan yang berupa vitamin C vitamin

E Se Zn dan glutation dalam derajat ringan hingga berat sangat berpengaruh

terhadap respon imun

Komponen kimia yang berperan sebagai antioksidan adalah senyawa

golongan fenolik dan polifenolik yang memiliki kemampuan untuk menangkap

radikal bebas Flavonoid merupakan golongan terbesar dari senyawa polifenol

yang sangat efektif digunakan sebagai antioksidan Senyawa-senyawa ini banyak

terdapat di alam terutama pada tumbuh-tumbuhan seperti teh buah-buahan

sayuran dan anggur (Ramle et al 2008)

Aktivitas antioksidan dari berbagai tanaman erat hubungannya dengan

kandungan fenolnya ada indikasi substansi fenol seperti flavonoid dan asam-

asam fenolat berpotensi lebih besar sebagai antioksidan dibandingkan dengan

vitamin C dan vitamin E Aktivitas antioksidan flavonoid tergantung pada

struktur molekulnya terutama gugus prenil (CH3)2C=CH-CH2 Department of

47

Environmental and Molecular Toxicology Oregon State University dalam

penelitiannya mendapatkan bahwa gugus prenil flavonoid dikembangkan untuk

pencegahan atau terapi terhadap penyakit-penyakit yang dihubungkan dengan

radikal bebas

Asupan antioksidan diperlukan untuk membantu mengembalikan

ketidakseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan endogen serta

mengurangi kerusakan oksidatif dalam tubuh Salah satu terapi antioksidan yang

digunakan adalah ekstrak kulit buah manggis (Garcinia mangostana L) Kulit

buah manggis memiliki kandungan xanthone yang tinggi sehingga memiliki

kemampuan untuk menangkap radikal bebas Gugus hidroksil (OH) yang dimiliki

oleh xanthone efektif mengikat radikal bebas dengan elektron yang tidak memiliki

pasangan Antioksidan ini bekerja dengan cara memotong reaksi oksidasi berantai

dari radikal bebas atau dengan cara menangkapnya sehingga radikal bebas tidak

akan bereaksi dengan komponen seluler dan kerusakan sel dapat dihindari

Makanan yang kaya antioksidan memegang peran dalam mencegah

penyakit-penyakit kanker dan penyakit penurunan fungsi otak Antioksidan dapat

mengurangi resiko penyakit kronis dan mencegah berbagai penyakit baik dengan

cara meningkatkan pertahanan antioksidan dalam tubuh atau dengan cara

mengkonsumsi makanan yang kaya antioksidan Mengkonsumsi antioksidan yang

ada dalam makanan sehari-hari dapat memberi perlindungan terhadap stres

oksidatif Hundekari et al (2013) mendapatkan perlakuan antioksidan dengan

dosis yang sesuai dapat menurunkan kerusakan oksidatif sehingga efektif untuk

memperbaiki kasus keracunan akut OPs

48

27 Manggis

271 Tumbuhan manggis

Tumbuhan manggis (Garcinia mangostana L) berasal dari Asia Tenggara

dan merupakan tumbuhan fungsional karena hampir semua bagian dari tumbuhan

ini dapat dimanfaatkan sebagai obat Manggis termasuk dalam family Guttiferae

dan merupakan species terbaik dari genus Garcia Buah manggis sering dijuluki

Queen of tropical fruit karena mempunyai rasa enak daging buah putih halus

bentuk buah bagus dan disukai banyak orang (Chaverri et al 2008) Manggis

sering disebut mangostin atau kadang-kadang disebut buah super dengan berbagai

karakteristik seperti rasa aroma kaya nutrisi dan daya antioksidan yang tinggi

Buah manggis (Garcinia mangostana L) merupakan buah yang eksotik

karena memiliki warna yang menarik dan kandungan gizi yang tinggi sehingga

buah manggis memiliki prospek yang cukup baik untuk dikembangkan

(Mardawati et al 2011) Tingkatan taksonomi tanaman manggis adalah sebagai

berikut (Prihatman 2000)

- Kingdom Plantae

- Divisi Spermathophyta (Tumbuhan berbiji)

- Sub Divisi Angiospermae (Berbiji tertutup)

- Kelas Dicotyledonae (Biji berkeping dua)

49

- Ordo Theales

- Famili GuttiferaeClusiaceae

- Genus Garcinia

- Spesies Garcinia mangostana L

Selain sebagai buah yang eksotik manggis juga mengandung berbagai senyawa

yang bermanfaat bagi tubuh seperti triterpenoid mangostin tannin resin

kalsium zat besi dan vitamin B1 Potensi manggis tidak hanya terbatas pada

buahnya saja tetapi juga hampir seluruh bagian tumbuhan manggis menyimpan

potensi yang sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia

Kulit buah manggis mengandung beberapa senyawa yang memiliki

aktivitas farmakologi seperti antiinflamasi antihistamin antibakteri anti penyakit

jantung antijamur bahkan untuk terapi HIV (Chaveri et al 2008) Senyawa

utama kandungan kulit buah manggis yang dilaporkan bertanggung jawab atas

beberapa aktivitas farmakologi adalah golongan xanthone yang meliputi

mangostin mangosterol mangostinon A dan B trapezifolixanthone tovophyllin

B dan beta mangostin garcinon B mangostanol flavonoid epikatekin dan

gartanin136-trihidoksi-7-metoksi-28-bis(3-metil-2-butenil)-9H-xanten-9-on(alfa

mangostin) dan 1367-tetrahidroksi-28-bis (3-metil-2-butenil)-9H-xanten-9-on

(gamma mangostin) yang sangat bermanfaat untuk kesehatan (Qosim 2007)

Kandungan antioksidan manggis banyak terdapat pada kulit buahnya

dikenal sebagai antioksidan yang efektif karena mengandung senyawa biologi

xanthones walaupun dapat juga ditemukan dalam semua bagian manggis baik

pada buah kulit buah kulit kayu maupun daunnya Senyawa xanthone hanya

50

dihasilkan oleh genus garcinia Xanthone memiliki struktur kimia yang unik

terdiri dari sistem aromatik trisiklik (C6-C3-C6) dengan kelompok isoprena

metoksil dan hidroksil terletak pada cincin A dan B sehingga senyawa xanthone

beragam Struktur umum xanthone dapat dilihat pada Gambar 210

Gambar 210

Struktur umum senyawa xanthone (Chaverri et al 2008)

Xanthone termasuk golongan senyawa flavonoid Senyawa ini memiliki

dua cincin benzene dan satu cincin piran Inti xanthone dikenal sebagai 9-

xanthenone atau dibenzo-c-pyrone Xanthone dapat diklasifikasikan ke dalam lima

kelompok yaitu oxygenated xanthone xanthone glycoside prenylated xanthone

xanthonolignoid dan miscellaneous xanthone Menurut Chaverri et al (2008)

terdapat 200 lebih xanthone yang tersedia di alam ini dan 50 diantaranya

terkandung dalam kulit buah manggis

Xanthone memiliki rumus molekul C13H8O2 sehingga memiliki massa

molar sebesar 196191 gram mol Dalam penamaan menurut IUPAC senyawa ini

diberi nama 9H-xanthen-9-one Uji aktivitas antioksidan kulit buah manggis

dengan menggunakan peroksinitrit sebagai radikal bebas diketahui bahwa 8-

hydroxycudraxanthone G gartanin α-mangostin γ-mangostin dan smeath-

xanthone A merupakan komponen yang memiliki aktivitas antioksidan terbesar

51

(Jung et al 2006) Senyawa xanthone yang banyak terdapat pada kulit manggis

yaitu α - dan γ - mangostin (Obolsky et al 2009)

Struktur kimia beberapa turunan xanthone seperti α mangostin β

mangostin dan γ mangostin dapat dilihat pada pada Gambar 211

(Chaivisuthangkura et al 2008)

α mangostin β mangostin γ mangostin

Gambar 211

Struktur Kimia beberapa derivat xanthone

(Chaivisuthangkura et al 2008)

Senyawa-senyawa xanthone juga mempunyai aktivitas antibakteri

melawan S Aureus strain yang resisten terhadap penicillin dan methicillin

aktivitas antifungi melawan F Oxiforum A Tenuls dan D Oryzae (Chomnawang

2007) Garcinia mangostana dan senyawa-senyawa xanthone α-mangostin

mendorong aktivitas antimikroba melawan P acnes dan S epidermis yang

merupakan agen etiologi kritis pada jerawat (Chomnawang et al 2007)

Senyawa alfa-mangostin sebagai turunan xanthone memiliki kemampuan

dalam menekan pembentukan senyawa karsinogen pada kolon Xanthone juga

52

bermanfaat mencegah pertumbuhan sel kanker dan tumor Kemampuan

antioksidannya bahkan melebihi vitamin C dan E yang selama ini dikenal sebagai

antioksidan yang paling efektif (Ummi dan Any 2014) Hasil penelitian Kosem

et al (2007) mendapatkan ekstrak metanol kulit buah manggis mengandung α

mangostin sebesar 2519 g100 g ekstrak

Moongkandi et al (2004) menyatakan kulit buah manggis bermanfaat

penting bagi kesehatan karena kaya akan antioksidan seperti xanthone dan

antosianin Antosianin merupakan salah satu antioksidan kuat yang mampu

mencegah berbagai kerusakan akibat stress oksidatif sehingga mampu melindungi

sel dari radikal bebas Penelitian lain juga mendapatkan bahwa xanthone dari

manggis memiliki aktivitas antioksidan antitumor antiinflamasi antialergi

antifungi dan antibakteri (Suksamrarn et al 2006 dan Chaverri et al 2008)

Garcinia mangostana memiliki aktivitas antioksidan yang signifikan pada

IC50 sebesar 613 μgml juga efektif dalam scavenging radikal bebas dan bisa

mengurangi produksi cytokine sebagai suatu proinflamasi Senyawa xanthone

pada kulit buah manggis merupakan antioksidan tingkat tinggi karena kandungan

antioksidannya 667 kali dari wortel dan 83 kali jeruk (Qosim 2007)

Antioksidan yang terkandung dalam kulit buah manggis didominasi oleh

senyawa fenol yaitu xanthone Kadar xanthone dalam manggis berbeda-beda

tergantung pada kualitas buah yang terbesar didapatkan pada buah dengan kulit

burik atau kasar yakni sebesar 23544 μgg ekstrak sedangkan pada buah besar

dengan kulit mulus mengandung kadar xanthone sebesar 18502 μgg ekstrak

buah kecil sebesar 20434 μgg dan buah dengan kulit mengandung getah kuning

53

15289 μgg ekstrak Xanthone dalam kulit buah yang mengandung getah kuning

berperan dalam mekanisme pertahanan mencegah terjadinya stres akibat serangan

hama atau kerusakan fisik (Arsana 2014)

Xanthone sebagai antioksidan akan memutus rantai reaksi oksidasi radikal

bebas untuk mencegah reaksi oksidasi dengan reaksi reduksi yang melibatkan

hidrogen Keterlibatan hidrogen dalam reaksi-reaksi reduksi dapat menghambat

reaksi oksidasi antara radikal bebas dengan oksigen Kadar Oxygen Radical

Absorbance Capacity (ORAC) dari xanthone mencapai 17000-20000 ORAC per

100 ons kulit manggis lebih besar dari wortel dan jeruk yang kadar ORAC-nya

hanya 300 dan 2400 (Fanany 2013) Manfaat yang demikian besar menyebabkan

xanthone sangat dibutuhkan dalam tubuh sebagai penyeimbang prooksidan

Prenilasi xanthone juga mempunyai efek penghambat terhadap M Tuberculosis

Alfa-mangostin yang merupakan derivat xanthone didapatkan mempunyai potensi

sebagai antimikroba (Suksamrarn et al 2006) Selain itu kulit buah manggis

juga mengandung beberapa senyawa lain seperti yang tertera pada Tabel 23

Tabel 23

Komposisi Tepung Kulit Buah Manggis

Sumber Shahidi 1997 dalam Ummi dan Any 2014

No Komponen Kadar ( bk)

1

Air 900

2 Abu 258

3 Gula 692

4 Protein 269

5 Serat Kasar 3005

6 Lainnya (Tanin lemak dll) 4876

54

272 Ekstrak kulit buah manggis

Ekstrak kulit buah manggis mengandung berbagai senyawa yang diduga

bekerja sebagai antioksidan dengan cara mendonorkan elektronnya kepada radikal

bebas sehingga mencegah terjadinya peroksidasi lipid baik pada tahap inisiasi

propagasi maupun pada tahap terminasi (Middleton et al 2000) Senyawa-

seyawa ini bekerja sebagai sinyal yang akan mengaktivasi nuclear factor

erythroid 2- related factor 2 (Nrf2) yang terikat pada Kelch-like ECH-associated

protein-1 (Keap1) dalam sitoplasma sehingga mengalami disosiasi dan translokasi

menuju nukleus Dalam nukleus Nrf2 berasosiasi pada bagian promoter gen yang

disebut Antioxidant Respone Element (ARE) sehingga memicu ekspresi gen

penyandi antioksidan Senyawa yang terkandung dalam ekstrak kulit buah

manggis disamping bekerja sebagai antioksidan dengan cara mendonorkan

elektronnya kepada radikal bebas juga dapat menstimulasi ekspresi gen penyandi

antioksidan melalui aktivasi Nrf2 Salah satu stimulan tersebut adalah golongan

fenol (Inoue 2001) Ekstrak kulit buah manggis dapat mengatur aktivitas catalase

dalam aktivitasnya sebagai scavenger H2O2 atau mengatur gen Nrf-2 (Bartz et

al 2010) Hal ini sesuai dengan yang didapatkan dalam penelitian

Weecharangsan et al (2006) aktivitas ekstrak air dan ekstrak etanol kulit buah

manggis berperan sebagai scavenger H2O2

Skrining fitokimia dilakukan untuk memberikan gambaran tentang

golongan senyawa yang terkandung dalam ekstrak etanol kulit buah manggis

Hasil uji skrining fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak etanol kulit buah

manggis mengandung senyawa golongan alkaloid triterpenoid saponin

55

flavonoid tannin dan polifenol (Kristianti et al 2008) Polifenol adalah senyawa

fenolik yang memiliki lebih dari satu gugus hidroksil (OH) golongan senyawa ini

terdapat pada berbagai jenis tumbuhan yang mempunyai berbagai macam aktivitas

biologi salah satunya adalah aktivitas antioksidan (Scalbert et al 2005)

Polifenol banyak ditemukan dalam buah-buahan sayuran dan biji-bijian

yang merupakan sumber antioksidan alami Senyawa polifenol terdiri dari

beberapa subkelas yakni flavonol isoflavon (dalam kedelai) flavanon

antosianidin katekin dan biflavan Semua polifenol mampu menjadi perangkap

oksigen dan radikal alkil dengan memberikan donor elektron sehingga terbentuk

radikal fenoksil yang relatif stabil (Mokgope 2006) Senyawa-senyawa polifenol

alami secara langsung sebagai scavenger SOR dan secara tak langsung melindungi

aktivitas beberapa enzim sehingga berpotensi meningkatkan antioksidan endogen

(Masella et al 2005) Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Martin et al

(2010) yang mendapatkan CPE (cocoa polyphenolic extrac) yang mengandung

senyawa-senyawa flavonoid seperti katecin epikatecin dan prosianidin

meningkatkan aktivitas GPx dan glutation reduktase (GR) Senyawa-senyawa ini

mereduksi produksi SOR dan mengatur aktivitas antioksidan enzim Peningkatan

aktivitas enzim antioksidan dapat digunakan sebagai terapi penyakit-penyakit

yang disebabkan oleh stress oksidatif

Senyawa fenol sebagai antioksidan tergantung dari beberapa faktor seperti

ikatan gugus hidroksil pada cincin aromatik posisi ikatan posisi hidroksil bolak

balik pada cincin aromatik dan kemampuannya dalam memberi donor hidrogen

atau donor elektron serta kemampuannya dalam memerangkap radikal bebas (free

56

radical scavengers) Palakawong et al (2010) mendapatkan daya antioksidan

ekstrak kulit buah manggis sebesar 594 microgml yang dianalisis dengan metode

DPPH Ekstrak kulit manggis mengandung total fenol yang cukup tinggi yaitu

sebesar 4112 mgg dengan aktivitas antioksidannya sebesar 8442 (Dyahnugra

et al 2015) Ekstrak etanol kulit buah manggis menunjukkan aktivitas yang

signifikan dalam menghambat pembentukan 50 radikal menghambat radikal

superoxide (O2-) mereduksi produksi ROS dan dapat menangkap radikal

hidroksil (OH-) (Chomnawang et al 2007)

Senyawa flavonoid adalah senyawa-senyawa polifenol yang memiliki 15

atom karbon (C6-C3-C6) terdiri dari dua cincin benzena yang dihubungkan

menjadi satu oleh rantai linier yang terdiri dari tiga atom karbon Flavonoid

dalam ekstrak kulit buah manggis berperan membasmi radikal bebas dengan

berbagai cara misalnya dengan menghambat enzim yang bertanggung jawab

memproduksi anion superoksida yaitu xantin oksidase ada juga dengan

menyumbangkan elektronnya ke radikal superoksida atau radikal lipid agar stabil

(Smith et al 2005)

Ekstrak kulit buah manggis baik dengan pelarut air etanol 50 etanol

95 dan etil asetat menunjukan aktivitas antioksidan dan neuroprotektif

(Weecharangsan et al 2006) Kapasitas antioksidan ekstrak air dan etanol 50

diuji dengan metoda DPPH didapatkan masing-msing sebesar 3498 dan 3076

Kapasitas antioksidan ekstrak ini sudah dicobakan pada sel neuroblastoma

(NG108-15) yang terpapar hidrogen peroksida (H2O2) kedua ekstrak ini

memperlihatkan aktivitas neuroprotektif dengan konsentrasi 50 lgmL Aktivitas

57

neuroprotektif ekstrak etanol 50 kulit buah manggis lebih tinggi dibandingkan

dengan ekstrak air Ekstrak etanol kulit buah manggis juga mempunyai aktivitas

antioksidan yang signifikan sebagai penghambat pembentukan radikal DPPH

(Chomnawang et al 2007)

Ekstrak kulit buah manggis diketahui memiliki daya antioksidan sangat

kuat hal ini dibuktikan dengan menggunakan fraksi pelarut metanol etanol dan

etil asetat semuanya memiliki daya antioksidan EC50 kurang dari 50 Fraksi

metanol mempunyai nilai EC50 yang paling kecil dibanding dengan kedua

fraksi lainnya masing-masing 800 mgL 926 mgL dan 2948 mgL ini berarti

fraksi metanol mempunyai aktivitas antioksidan yang lebih besar dibandingan

dengan fraksi etanol dan etil asetat (Mardawati et al 2011) Hal ini didukung

oleh Li dan Xu (2015) yang menyatakan ekstrak metanol kulit buah manggis

mempunyai aktivitas antioksidan yang kuat karena kandungan polifenolnya sangat

tinggi

Senyawa fenol banyak ditemukan pada berbagai tanaman Senyawa ini

telah dieksploitasi secara intensif karena selain berfungsi sebagai antioksidan juga

memiliki berbagai fungsi biologi seperti anti mutagenik dan anti karsinogenik

Antioksidan alami yang terdapat dalam tanaman akan meredam radikal bebas

yang berbahaya dari tubuh Senyawa-senyawa polifenol dari tanaman seperti

flavonoid digambarkan sebagai peredam SOR Ekstrak kulit buah manggis dapat

mengurangi produksi SOR intrasel secara signifikan yang ditentukan dengan 27-

dichlorofluorescein diacetate (DCFH-DA) dalam SKBR3 saluran sel

(Moongkarndi et al 2004) Aktivitas radikal hidroksil (HO-) diperangkap oleh

58

xanthone yang diisolasi dari beberapa ekstrak kulit buah manggis (Chin et al

2008) Xanthone dapat diklasifikasikan ke dalam lima kelompok yaitu

oxygenated xanthone xanthone glycoside prenylated xanthone xanthonolignoid

dan miscellaneous xanthone Saat ini sekitar 1000 xanthone berbeda telah

diketahui (Chaverri et al 2008)

Kulit buah manggis mengandung 90 xanthone terutama α dan β

mangostin yang disebut panaxanthone dapat memulihkan sistem pertahanan

antioksidan endogen seperti aktivitas SOD GPx dan kadar GSH secara invitro

dan in vivo memecah langsung SOR untuk mengurangi penipisan GSH dan

meghambat peroksidasi lipid Efek protektif α mangostin diduga terhadap stress

oksidatif dimediasi melalui jalur Nrf2 (Jung et al 2006) Ekstrak kulit buah

manggis dapat menurunkan MDA meningkatkan SOD dan GPx pada tikus yang

mengalami peningkatan MDA serta penurunan SOD dan GPx karena perlakuan

latihan (Arsana 2013) Hal yang sama didapatkan oleh Sudjarwo dan

Koerniasari (2015) bahwa pemberian ekstrak kulit buah manggis dapat

meningkatkan aktivitas GPx dan SOD ginjal tikus yang menurun karena diberi

perlakuan logam berat timbal mungkin disebabkan oleh kemampuan ekstrak

kulit buah manggis mengurangi akumulasi radikal bebas

Skrining fitokimia ekstrak kulit manggis juga menunjukkan bahwa kulit

buah manggis mengandung senyawa metabolit sekunder berupa golongan alkaloid

saponin tanin polifenol dan flavonoid (Poeloengan dan Praptiwi 2010)

Saponin merupakan zat aktif yang dapat meningkatkan permeabilitas membran

sehingga terjadi hemolisis sel Apabila saponin berinteraksi dengan sel bakteri

59

maka bakteri tersebut akan rusak atau lisis sedangkan flavonoid merupakan

kelompok senyawa fenol yang mempunyai kecenderungan untuk mengikat

protein sehingga mengganggu proses metabolisme bakteri tersebu Senyawa-

senyawa fenolik dapat bereaksi dengan senyawa oksigen reaktif disebabkan

oleh satu atau dua gugus hidroksil pada cincin aromatik dapat berperan sebagai

donor hidrogen (Dungir et al 2012)

Tanin dalam konsentrasi rendah mampu menghambat pertumbuhan

bakteri sedangkan pada konsentrasi tinggi mampu bertindak sebagai antibakteri

dengan cara menggumpalkan protoplasma bakteri sehingga terbentuk ikatan yang

stabil dengan protein bakteri Selain itu pada saluran pencernaan tanin mampu

mengeliminasi toksin (Poeloengan dan Praptiwi 2010)

Flavonoid merupakan golongan senyawa yang mempunyai kemampuan

sebagai antioksidan Flavonoid juga berperan mengaktifkan enzim kunci dalam

respirasi mitokondria dan melindungi sel neuron sehingga mencegah stres

oksidatif dan kerusakan jaringan Asupan flavonoid berperan sebagai

neuroprotektif berpotensi melindungi neuron dari neurotoksin meningkatkan

fungsi memori pembelajaran dan kognitif (Spencer 2009)

Uji daya antioksidan ekstrak kulit manggis buah dilakukan oleh Lin et al

(2014) menggunakan DPPH Radikal bebas DPPH (DPPHbull) mungkin akan

ditangkap oleh antioksidan dengan memberikan atom hidrogen (Hbull) membentuk

molekul stabil DPPH-H mekanismenya seperti tampak pada Gambar 212

Gambar ini menunjukkan reaksi antara γ-mangostin dengan DPPH akan

menghasilkan senyawa yang stabil sehingga tidak akan terjadi reaksi rantai yang

60

akan menghasilkan radikal-radikal lain yang lebih reaktif Dalam molekul γ-

mangostin gugus ortho-dihidroksil menjadi homolysis menghasilkan radikal

hidrogen (Hmiddot) dan radikal γ-mangostinmiddot (I) Hmiddot kemudian bergabung dengan

DPPHmiddot membentuk molekul DPPH-H dan radikal γ-mangostin menjadi (II)

yang selanjutnya dapat menghasilkan radikal hidrogen (Hmiddot) melebihi yang

diperlukan oleh radikal DPPH (DPPHmiddot) untuk membentuk quinone (III) Hasil ini

mengindikasikan bahwa ekstrak kulit buah manggis sebagai sumber antioksidan

yang baik dengan cara mendonasikan elektron kepada radikal bebas untuk

membentuk produk stabil sehingga tidak menimbulkan reaksi berantai

Gambar 212

Reaksi γ mangostin dengan DPPH sebagai radikal bebas

Lin et al (2014)

61

62

63

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pestisida...pestisida menginduksi produksi serotonin dan histamin, sebagai hormon yang memicu reaksi alergi dan dapat menimbulkan senyawa baru yang lebih

17

R1 dan R2 merupakan metil etil atau isopropil dan X merupakan suatu

gugus dapat pergi (leaving group) biasanya berupa substitusi nukleofilik oleh

oksigen dari serin pada sisi aktif protein target Variasi X tergantung dari jenis

OPs (Mangas et al 2016) Unsur yang berikatan rangkap dengan fosfor (P)

dapat berupa oksigen (untuk pestisida paraokson) dapat juga berupa sulfur (S)

untuk pestisida parathion

OPs menghambat fungsi berbagai ester karboksilat hidrolase seperti

asetilkolinesterase plasma dan karboksilesterase hepar paraoksonase dan esterase

yang lain dalam tubuh (Soltatinejad dan Abdollahi 2009) Bagian lipofilik dari

pestisida organofosfat akan berinteraksi dengan membran sel dan mengacaukan

struktur fosfolipid dualapis Kemampuan toksisitas utama dari OPs adalah

menghambat aktivitas enzim kolinesterase dalam darah yang berfungsi mengatur

kerja saraf (neurotransmiter) selanjutnya akan mengaktifkan reseptor kolinergik

Mekanisme toksisitas OPs membentuk ikatan kovalen organofosforilasi

dengan esterase dari kolinesterase menghasikan enzim terfosforilasi yang sangat

sulit dipecah sehingga aktivitasnya terhambat Mekanisme ini ditunjukan pada

Gambar 22 Mekanisme penghambatan AChE adalah terbentuk ikatan antara

satu hidroksil dari gugus serin dalam pusat esteratik AChE dengan fosfor dari

OPs yang membentuk kompleks enzim-inhibitor yang reversibel selanjutnya

terjadi fosforilasi serin secara kovalen (Pohanka 2011) Apabila kolinesterase

terikat maka enzim ini tidak dapat melaksanakan fungsinya terutama meneruskan

pengiriman perintah kepada otot-otot tertentu sehingga otot-otot senantiasa

bergerak tanpa dapat dikendalikan

18

Gambar 22

Ikatan OP pada sisi aktif AChE Reaksi Fosforilasi AChE

(Hreljac 2009)

Efek toksik dari pestisida OPs dapat menimbulkan kejang otot dan paralisis

(lumpuh) terjadinya kelainan hematologi meningkatkan kadar SGOT dan SGPT

dalam darah (Jaga dan Dharmani 2003) Toksisitas OPs dalam tubuh berupa 1)

neurotoksisitas 2) molekul target bukan neuron 3) imunotoksisitas 4)

genotoksisitas dan karsinogenitas (Elersek dan Filipic 2012)

213 Neurotoksisitas OPs

Mekanisme toksisitas OPs umumnya dimulai dengan menghambat

aktivitas enzim asetilkolinesterase (AChE) yang menyebabkan asetilkolin (ACh)

tidak dapat terhidrolisis menjadi kolin dan asam asetat sehingga ACh

terakumulasi dalam sistem saraf yang menyebabkan mobilitas limposit dan

19

sitotoksisitas meningkat Penghambatan AChE oleh OPs disebabkan oleh

terjadinya reaksi fosforilasi akibat lepasnya gugus fosfat dari senyawa OPs

kemudian membentuk ikatan kovalen dengan AChE sehingga menghambat

aktivitasnya (Manal dan Lobna 2006) seperti tampak pada Gambar 22

Hidrolisis secara spontan OPs dari sisi aktif ini berlangsung sangat lambat

kadang-kadang irreversible sehingga menghasilkan efek beracun dalam jangka

panjang

Aktivitas enzim AChE yang terhambat menyebabkan asetilkolin (ACh)

terakumulasi di dalam sistem saraf yaitu pada kantung-kantung sinaptik sehingga

terjadi aktivasi reseptor kolinergik (muskarinik atau nikotinik) Akumulasi

asetilkolin menyebabkan overstimulasi dari reseptor dan jika keracunan

organofosfat tetap tidak diobati akan menyebabkan kematian Mekanisme ini

berlaku bagi organisme berdarah panas sehingga manusia juga mudah keracunan

OPs (Bajgar 2004) Hambatan dari enzim tersebut menyebabkan ACh tertimbun

pada sinaps yang terletak diantara saraf dan otot (neuromuscular junction)

Akumulasi ACh menyebabkan depolarisasi persisten pada otot rangka

mengakibatkan kelemahan dan fasikulasi Akumulasi asetilkolin yang terjadi

pada sistem saraf otonom dapat menyebabkan diare uriniterase tanpa sadar

bronko konstriksi dan miosis (Rustia et al 2010)

Efek toksik OPs berupa gejala neurologi dengan target primer

kolinesterase Penghambatan kolinesterase terjadi secara progresif oleh OPs

karena terjadi fosfilasi (fosforilasi atau fosfonilasi) pada sisi aktif serin dari

kolinesterase (Ser198 BChE dan Ser 200 untuk AChE pada manusia) Seperti

20

tampak pada Gambar 22 terjadi fosforilasi pada sisi aktif serin membentuk anion

intermediate yang pada proses aging mengalami dealkilasi membentuk anion

fosfonil yang stabil kemudian akan menghambat AChE secara irreversible

Enzim yang terfosforilasi ini tidak mampu lagi menghidrolisis ACh sehingga

tertimbun pada tempat-tempat reseptor ACh yang tertimbun ini menyebabkan

terjadi stimulasi berlebihan dan selanjutnya mengganggu pengiriman antara sistem

saraf pusat dan saraf tepi

OPs dalam tubuh selain mengalami forforilasi yang menyebabkan

neurotoksik dapat juga mengalami detoksikasi secara alami oleh enzim

karboksilase atau glutation transferase seperti tampak pada Gambar 23

Neurotoksik terjadi bila OPs berikatan dengan AChE BChE dan esterase yang

lain

Gambar 23

Toksikasi dan detoksikasi OPs

(Mangas et al 2016 )

21

Petani yang terpapar oleh pestisida OPs dapat mengalami penghambatan

Aktivitas AChE peningkatan reaksi Thiobarbituric Acid dan penurunan

kemampuan plasma darah dalam penyerapan besi (Fe) Dasar patofisiologi gejala

klinis dari keracunan OPs adalah inaktifasi dari enzim AChE pada sekeliling

nicotinic and muscarinic pada sistem saraf pusat central nervous system (CNS)

dan pada neuromuscular junction (Gagandeep dan Dheeraj 2009) Penghambatan

OPs secara ireversibel pada kedua muskarinik dan nikotinik dapat mempengaruhi

central nervous system (CNS) (Hundekari et al 2013) OPs sebagai anti-

kolinesterase akan memblok asetilkolinesterase sehingga asetilkolin terakumulasi

dalam saraf tepi yang dapat menimbulkan pengaruh neurotoksik seperti kontraksi

otot secara kontinyu Nilai normal aktivitas kolinesterase untuk laki ndash laki sebesar

4620 ndash 11500 Ul dan nilai normal untuk perempuan sebesar 3930 - 10800 Ul

Bila dibawah nilai normal menunjukkan adanya keracunan darah yang

diakibatkan oleh pestisida OPs

OPs di dalam sel darah merah akan mempengaruhi AChE dan di dalam

plasma darah akan mempengaruhi pseudokolinesterase OPs akan terikat di

dalam sinapsis melalui proses fosforilasi bagian ester anion dari enzim AChE

ikatan ini sangat kuat dan irreversible (Raini 2007) Keracunan akut dari OPs

pada manusia menyebabkan kelemahan otot paralisis disorientasi serta kematian

akibat paralisis otot pernafasan Efek neurotoksisitas organofosfat tidak selalu

muncul mendadak Neurotoksisitas lambat (delayed neurotoxicity) dapat

dihasilkan oleh sejumlah ester organofosfor yang diklasifikasikan sebagai

aksonopati Efek ini bisa ditimbulkan oleh dosis tunggal yang besar ataupun dosis

22

akumulasi Neurotoksisitas yang terjadi lambat ini disebut organophosphorus

ester-induced delayed neuropathy (OPIDN) OPIDN tidak terjadi secara

mendadak tetapi butuh waktu antara 7-10 minggu untuk timbulnya degenerasi

aksonal OPIDN adalah suatu sindrom gejala toksisitas yang disebabkan oleh OPs

berupa melemahnya otot-otot pada tangan dan kaki terganggunya keseimbangan

dan bisa menjadi lumpuh yang muncul 4-21 hari setelah paparan OPs Molekul

target OPIDN adalah enzim dalam sistem saraf yang disebut neuropathy target

esterase (NTE) yang dapat digunakan sebagai biomarker OPIDN (Lotti dan

Moretto 2009) OPs menghambat AChE dengan efektif pada neuromuscular

junctions dalam sistem saraf tepi dan saraf pusat Selain neurotoksisitas efek

buruk paparan OPs juga dapat mengubah fungsi tubuh lainnya

Katagori keracunan pestisida dilihat dari aktivitas AChE dengan metode

Tintometer Kit 1) Normal gt 75 2) Keracunan ringan 75 - 50 3)

Keracunan sedang 50 - 25 dan 4) Keracunan berat lt 25 Jika penurunan

aktivitas kolinesterase mencapai 25 dari nilai normalnya (dalam katagori

keracunan ringan) maka pekerja harus dijauhkan dari paparan pestisida dan baru

diizinkan kembali bekerja dengan pestisida jika aktivitas kolinesterasenya menjadi

80 atau lebih dari nilai normal

Prinsip reaksi interaksi antara enzim-fosfat adalah 1) fosforilasi enzim 2)

kebalikan penghambatan dan 3) aging (pemeraman) Karakteristik fosforilasi

enzim adalah pembentukan ikatan kimia antara atom fosfor dari OPs dengan atom

oksigen gugus hidroksil dari serin pada pusat katalitik AChE Reaksi antara OP-

23

AChE ini hampir sama atau dapat disamakan dengan reaksi antara AChE-AChE

Reaksi fosforilasi ini dapat dilihat pada Gambar 24

Gambar 24

Reaksi fosforilasi antara AChE dan OP

(Patočka et al 2005)

Enzim AChE terfosforilasi yang terbentuk sangat stabil lain halnya dengan enzim

terasetilasi yang sangat tidak stabil dengan waktu paruh hanya dalam millisecond

Penghambatan AChE oleh senyawa OPs terutama nerve agent bersifat

irreversible Reaksi penghambatan yang reversal seperti Gambar 25

berlangsung sangat lambat sehingga merupakan penghambatan OPs bukan

penghambatan substrat AChE

Gambar 25

Hambatan reversal

(Patočka et al 2005)

Reaktivasi secara spontan merupakan kombinasi dari dua proses paralel

yaitu defosforilasi dan aging Aging adalah pembentukan fosforilasi irreversible

penuh sehingga terjadi dealkilasi dari OO-dialkyl-phosphorylated atau O-alkyl-

phoshonylated enzim Age enzym ini tidak dapat reaktif lagi oleh reaktivator

untuk penghambatan AChE oleh OPs Proses aging digambarkan sebagai

24

dealkilasi dari fosforil menghasilkan muatan negatip yang stabil karena

berinteraksi dengan katalitik His 440 Proses aging menghambat defosforilasi

secara irreversible dan hanya sebagian dari enzim menjadi reaktif Reaksi aging

dapat dilihat pada Gambar 26

Gambar 26

Proses aging

(Patočka et al 2005)

Proses reaktivasi dapat terjadi pada enzim terfosforilasi yang belum

mengalami proses aging Mekanisme ini digunakan dalam pengobatan penyakit

yang berhubungan dengan keracunan OPs seperti alzaimer menggunakan oksim

salah satunya adalah pralidoksim Mekanisme reaksi reaktivasi ini dapat dilihat

pada Gambar 27

Pralidoksim dapat berperan sebagai reaktivator dimana terjadi reaksi

antara pralidoksim dengan OPs yang terikat pada sisi aktif serin sehingga ikatan

enzim AChEndashOPs putus dan enzim AChE kembali aktif Pralidoksim juga dapat

sebagai catalytic scavenger dimana pralidoksim dengan cepat memblok OPs

sehingga OPs tidak dapat berikatan dengan enzim AChE Hasil penelitian

Hundekari et al 2013 mendapatkan treatment atropin dengan pralidoksim dapat

menurunkan MDA yang meningkat oleh paparan OPs dan meningkatkan aktivitas

AChE yang turun oleh paparan OPs

25

Gambar 27

Reaktivasi enzim AChE

(Bharathi et al 2014)

214 Toksisitas OPs terhadap fungsi tubuh selain saraf

OPs selain mempengaruhi saraf (menghambat asetilkolinesterase) juga

mempengaruhi fungsi tubuh yang lain seperti menghambat karboksilase yang

merupakan bagian dari metabolisme xenobiotic Metabolisme xenobiotic

dipengaruhi melalui atom sulphur dari desulfurasi dalam metabolisme fase I

menghambat lipase yang berperan penting dalam cell signalling juga memblok

pembentukan metabolik berbagai substansi (Quistad et al 2006)

OPs juga memicu hypoxia karena terganggunya pusat pernafasan

melemahnya otot-otot pernafasan dan berpengaruh pada paru-paru

(bronchospasm dan bronchorrhoea) dan akhirnya menyebabkan kegagalan

26

pernafasan (Lopez et al 2008) OPs pada tikus menyebabkan apnea sentral fatal

yang memicu berbagai disfungsi pulmoner melalui efek langsung terhadap

Central Respiratory Oscillator (CRO) dan inhibisi umpan balik CRO Gejala

keracunan akut OPs sesuai dengan tempat terakumulasinya ACh dalam

organisme seperti pada central nervous system (CNS) sistem saraf tepi reseptor

muskarinik dan reseptor nikotinik menimbulkan gejala berbeda seperti terlihat

pada Tabel 21 Waktu munculnya beberapa gejala keracunan juga berbeda-beda

seperti melemahnya otot pernapasan akan muncul 1-4 hari setelah keracunan

sedangkan melemahnya otot peripheral muncul setelah 7-21 hari (Elersek dan

Filipic 2012)

Tabel 21

Gejala keracunan Ops akut yang berbeda sesuai dengan

tempat akumulasi ACh

Tempat akumulasi ACh Gejala

CNS

Perifer sistem saraf otonom

Reseptor muskarinik

reseptor nikotinik

Sakit kepala insomnia vertigo

kejangkebingungan sulit tidur gangguan

berbicara koma dan lumpuh pernafasan

-

Gejala-gejala muskrinik peningkatan

eliminasi (air liur keringat lachrymation)

gangguan pencernaan (kejang muntah

diare) menurunkan detak jantung gangguan penglihatan

gejala-gejala nikotinik kontraksi otot yang

tidak terkontrol dan kelumpuhan

Sumber Elersek dan Filipic 2012

27

Pengaruh imunotoksik OPs dapat terjadi secara langsung maupun tidak

langsung Secara langsung adalah dengan 1) menghambat hidrolase serin atau

esterase dalam sistem imun 2) kerusakan oksidatif pada organ-organ sistem

imun 3) perubahan dalam cara sinyal transduksi pada kontrol poliferasi dan

diferensiasi sel kekebalan Secara tidak langsung OPs menyebabkan perubahan

pada sistem saraf atau efek kronik dari perubahan metabolisme pada sistem imun

(Elersek dan Filipic 2012) Pestisida OPs dapat mengganggu sistem kekebalan

tubuh dan memberikan efek immunotoksik melalui kedua jalur anti kolinergik

dan non kolinergik

OPs menginduksi peningkatan stres oksidatif yakni ketidakseimbangan

antara antioksidan dan radikal bebas Pestisida OPs dapat merusak keseimbangan

antara prooksidan dan antioksidan dalam tubuh juga merusak membran lipid

sebagai hasil peroksidasi lipid

Malation dan klorfirifos yang merupakan pestisida OPs mempunyai

pengaruh yang beragam pada sel seperti menghasilkan ROS radikal bebas dan

menginduksi stres oksidatif intra sel sehingga mengganggu perkembangan dan

deferensiasi sel normal (Bebe dan Panemangalore 2003) Peningkatan ROS dan

radikal bebas dapat menyebabkan terjadinya kondisi stres oksidatif serta memicu

terjadinya peroksidasi lipid pada membran sel yang akan menghasilkan

malondialdehid (MDA) Peroksidasi lipid ini dapat terjadi karena pengaruh

menipisnya sistem antioksidan baik antioksidan enzimatik maupun non enzimatik

oleh paparan pestisida OPs (Khan dan Kour 2007)

28

Perusakan membran sel oleh radikal bebas melalui beberapa proses yaitu

1) Terjadi ikatan kovalen antara radikal bebas dengan komponen komponen

membran (enzim membran komponen karbohidrat membran plasma) sehingga

terjadi perubahan struktur dan fungsi reseptor 2) Oksidasi gugus tiol pada

komponen membran oleh radikal bebas mengganggu proses transport lintas

membran 3) Reaksi peroksidasi lipid dan kolesterol serta membran yang

mengandung asam lemak tidak jenuh majemuk (PUFA) (Suhartono et al 2008)

OPs dapat mendorong terjadinya stres oksidatif dan meningkatkan kadar

MDA sebagai produk akhir dari peroksidasi lipid pada petani penyemprot yang

terpapar pestisida OPs karbamat dan organoklorin (Prakasam et al 2001) Hal

ini didukung oleh Vidyasagar et al(2004) yang mendapatkan kadar MDA pada

pasien keracunan OPs (67 nMml) lebih tinggi dan berbeda nyata dibandingkan

dengan kontrol (36 nMml) OPs triklorfos dan dimetoat mendorong terjadinya

peroksidasi lipid yang ditunjukan dengan meningkatnya MDA (Sharma et al

2005) OPs berperan sebagai inhibitor enzim kolinesterase dan menginduksi

peningkatan stres oksidatif yaitu ketidakseimbangan antara antioksidan dan

radikal bebas (Patil et al 2003) Kerusakan oksidatif membran lipid eritrosit

dan protein mencerminkan terjadinya reaksi serupa pada myocyte Radikal bebas

yang merusak myocyte juga menyebabkan melemahnya otot pada penderita OPs

akut

Keracunan OPs pada sistem respirasi mengakibatkan bronko konstriksi

dengan sesak nafas dan peningkatan sekresi bronkus Pada umumnya gejala ini

29

timbul dengan cepat dalam waktu 6-8 jam tetapi bila paparan berlebihan dapat

menimbulkan kematian dalam beberapa menit

OPs juga menunjukan efek genotoksisitas (DNA) pada saat sel hidup

kemudian saat replikasi sel dan berakhir pada mutagenitas dan karsinogenitas

Genotoksisitas dihasilkan karena reaksi OPs dengan DNA sehingga DNA rusak

berupa penyimpangan kromosom OPs juga menunjukan efek karsinogenitas

meliputi perubahan sel normal menjadi sel neoplastik dan berkembang lebih lanjut

menjadi tumor (Hodgson 2004)

22 Asetilkolinesterase (AChE)

Kolinesterase merupakan katalis biologis yang berperan menjaga agar otot

kelenjar dan sel saraf bekerja harmonis Jika aktivitas kolinesterase jaringan

tubuh menurun maka dapat mempengaruhi aktivitas asetilkolinesterase saraf

sehingga asetilkolin (ACh) akan menumpuk di bagian ujung saraf dan menganggu

aliran impuls saraf akhirnya terjadi paralisis otot (Depkes RI 2007)

Kolinesterase merupakan suatu enzim dengan berat molekul sekitar 3000000 dan

mempunyai 48 bagian aktif yang masing-masing terdiri dari satu bagian anionik

dan satu bagian esteratik (protenated acidic group)

AChE adalah suatu serine hidrolase termasuk dalam kelompok esterase

yang mempunyai banyak sel satu AChE berperan sangat penting dalam tubuh

yaitu menghidrolisis neurotransmitter asetilkolin (ACh) menjadi asam asetat dan

kolin pada saraf sinapsis Kelompok ini berbeda dengan jenis ester karbosiklik

Aktivitas AChE yang terhambat oleh OPs pada CNS menyebabkan

30

terakumulasinya ACh dan menimbulkan gejala seperti sakit kepala meningkatnya

produksi ludah pernafasan terganggu dan dapat menyebabkan kematian (Du et

al 2008) AChE mempunyai dua sisi pengikatan yaitu daerah anionik dan daerah

esteratik keduanya penting untuk degradasi ACh

ACh adalah suatu hormon neuro yang terdapat diantara ujung-ujung saraf

dan otot sebagai media kimia yang berfungsi meneruskan rangsangan saraf ke

reseptor sel-sel otot dan kelenjar ACh dibuat di dalam ujung serabut saraf

motorik melalui proses asetilasi dari kolin ekstra sel dan koenzim A (Erwin dan

Kusuma 2012) Daerah anionik berfungsi untuk pengikatan sebuah molekul

ACh pada enzim Saat ACh terikat reaksi hidrolisis terjadi pada sisi aktif

esteratik ACh akan terurai menjadi kolin dan asam asetat Kolin kemudian

diambil lagi melalui sistem uptake kolin berafinitas tinggi pada membran

presinaps Proses hidrolisis ACh menjadi kolin dan asam asetat dapat dilihat pada

Gambar 28

Gambar 28

Reaksi hidrolisis ACh menjadi asam asetat dan kolin pada

sisi anion dan ester dari enzim asetilkolinesterase (Wiener dan

Hoffman 2004)

31

Penurunan aktivitas kolinesterase darah seseorang terjadi karena adanya

OPs dalam darah yang membentuk senyawa phosphorilated cholinesterase

sehingga enzim kolinesterase tidak dapat berfungsi lagi dan kadar aktif dari enzim

tersebut akan berkurang hal ini menyebabkan ACh lebih lama berada pada

reseptor sehingga memperpanjang efek rangsang saraf cholinergic pada sebelum

dan sesudah ganglion Rangsangan saraf yang terus-menerus akan merusak fungsi

saraf dan muncul dalam bentuk kelemahan otot mual-mual muntah hipersalivasi

tremor dan paralisis (Bajgar 2004) Akumulasi ACh yang menyebabkan

terjadinya disfungsi sistem saraf dan perilaku akan memicu kerusakan pada

sistem pernafasan yang akhirnya dapat menyebabkan kematian Sistem saraf yang

terganggu akibat penumpukan ACh menyebabkan terganggunya pasokan nutrisi

dan oksigen ke seluruh sel dan jaringan sehingga menghambat pertumbuhan

organisme (Robert 2011) Rangsang yang ditimbulkan oleh asetilkolin akan

berhenti bila ACh dihidrolisis menjadi kolin dan asam asetat oleh AChE

Aktivitas AChE yang terhambat menyebabkan ACh tidak dapat

dihidrolisis sehingga impuls saraf dari satu sel ke sel yang lain atau ke efektor

akan terganggu Petani yang terpapar OPs dengan dosis rendah dalam jangka

waktu lama juga menunjukan penurunan Superoxyde dismutase (SOD) dan

glutation reduktase OPs yang terakumulasi bertahun-tahun pada penyemprot

pestisida berbanding lurus dengan penurunan AChE dan berbanding terbalik

dengan Glucose-6-phosphate dehydrogenase (G6DPH)

32

23 Radikal Bebas

Radikal bebas adalah sekelompok spesies kimia baik berupa atom maupun

molekul yang memiliki elektron tidak berpasangan pada lapisan luarnya Radikal

bebas juga merupakan suatu kelompok spesies kimia dengan reaksi jangka pendek

yang memiliki satu atau lebih elektron bebas sehingga sangat reaktif mempunyai

spesifitas kimia yang rendah sehingga dapat bereaksi dengan berbagai molekul

lain seperti protein lemak karbohidrat dan DNA (Droge 2007)

Radikal bebas diartikan sebagai molekul yang relatif tidak stabil

mempunyai satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan pada orbit luarnya

bersifat reaktif dalam mencari pasangan elektronnya Radikal bebas dalam tubuh

akan segera bereaksi dengan molekul lain sehingga terjadi reaksi berantai yang

disebut peroksidasi lipid dan menghasilkan radikal bebas baru sehingga jumlah

radikal bebas terus bertambah (Marinajati et al 2012) Radikal bebas bersifat

tidak stabil sehingga tidak dapat mempertahankan bentuk aslinya dalam waktu

lama karena segera akan berikatan dengan molekul lain di sekitarnya Radikal

bebas akan menyerang molekul stabil yang terdekat dan mengambil elektronnya

Molekul yang terambil elektronnya ini akan menjadi radikal bebas baru sehingga

akan memulai suatu reaksi berantai yang pada akhirnya akan menyebabkan

kerusakan sel (Droge 2007)

Kelompok radikal bebas antara lain anion superoksida (O2) radikal

hidroksil (OH) dan radikal peroksil (RO2) sedangkan kelompok non radikal

misalnya hidrogen peroksida (H2O2) dan peroksida organik (ROOH) (Halliwell

dan Whiteman 2004) Radikal superoksida ( O2 -) merupakan bentuk yang paling

33

aktif yang paling banyak dihasilkan oleh berbagai mekanisme di dalam tubuh

seperti mitokondria sistem enzim NADPH oksidase reaksi dari xanthin oksidase

dan metabolisme asam arakidonat

Radikal bebas yang terbentuk di dalam tubuh (radikal bebas internal)

merupakan bagian integral dari proses fisiologis seperti saat pembentukan energi

dalam mitokondria melalui oksidasi fosforilasi Sumber radikal bebas internal

antara lain 1) Organ subseluler seperti mitokondria kloroplas mikrosom

peroksisom dan nuklei menghasilkan O2- 2) inflamasi selama inflamasi terjadi

fagositosis oleh makrofag dan metrofil keduanya membentuk radikal bebas

untuk memfagositosis bakteri 3) ion logam transisi Fe dan Cu berperan

membentuk radikal bebas dan menimbulkan peroksidasi lipid 4) oksidasi

enzimatik seperti xanthin oksidase dan lipoksigenase (Droge 2007) Radikal

bebas dapat juga berasal dari luar tubuh (radikal bebas eksternal) Sumber radikal

bebas eksternal antara lain polusi lingkungan (asap rokok asap kendaraan asap

pabrik) aktivitas fisik yang berlebih sinar ultra violet dari matahari radiasi obat-

obatan dan pestisida

Radikal bebas dapat terbentuk dari senyawa lain yang sebenarnya bukan

radikal bebas tetapi mudah menjadi radikal bebas misalnya hidrogen peroksida

(H2O2) dan ozon Kedua kelompok senyawa ini sering diistilahkan sebagai

Reactive Oxygen Species (ROS) atau senyawa Oksigen Reaktif (SOR) Sel-sel

hidup dari organisme aerob secara kontinyu membentuk SOR sebagai bagian dari

proses fisiologi metabolik dan reaksi-reaksi biokimia lainnya

34

SOR adalah kelompok senyawa yang sebenarnya bukan radikal bebas

tetapi mudah berubah menjadi radikal bebas (Droge 2007) SOR dihasilkan dalam

proses metabolisme oksidatif dalam tubuh misalnya pada proses oksidasi makanan

menjadi energi SOR diproduksi dalam jumlah yang cukup dalam tubuh seperti

sel darah putih menghasilkan H2O2 yang berfungsi untuk membunuh beberapa

jenis bakteri dan jamur namun H2O2 tidak menyerang secara spesifik sehingga

dapat menyerang asam-asam lemak tidak jenuh ganda atau polyunsaturated fatty

acid (PUFA) dari membran sel yang menyebabkan kerusakan struktur dan fungsi

sel (Winarsi 2007) SOR terbentuk sebagai produk samping reaksi oksidasi

fosforilasi untuk membentuk energi berupa Adenosine Tri Phosphate (ATP)

dalam rantai transport elektron pada mitokondria Proses tersebut membutuhkan

O2 tetapi tidak semua O2 berikatan dengan hidrogen untuk membentuk air sekitar

4 sampai 5 dari oksigen yang dikonsumsi berubah menjadi SOR (Marciniak

et al 2009) SOR seperti radikal super oksida (SOO-) dan radikal hidroksil

(OH-) yang dihasilkan oleh metabolisme sel yang normal maupun lingkungan

yang stres dapat menyebabkan sel-sel mati melalui peroksidasi lipid oksidasi

protein menghambat aktivitas enzim-enzim perubahan reduksi oksidasi intra sel

dan kerusakan DNA Hal ini menunjukkan bahwa SOR terlibat dalam timbulnya

beberapa penyakit dan proses penuaan

Organofosfat merupakan senyawa toksik yang mempunyai kemampuan

membentuk radikal bebas pada sistem biologi (Nur et al 2010) Reaksi radikal

bebas dengan komponen sel baik komponen struktural (molekul penyusun

membran) maupun komponen fungsional yaitu enzim dan DNA dapat merusak

35

sel melalui oksidasi lipid tidak jenuh dan protein sel (Zakaria 1996 dalam

Mardawati et al 2011) Kerusakan lebih lanjut pada organ sel adalah kerusakan

DNA dan membran sel Mekanisme tersebut menunjukan bahwa radikal bebas

dapat mempengaruhi timbulnya berbagai jenis penyakit degeneratif seperti

aterosklerosis Penelitian Amran et al (2009) mendapatkan ada korelasi yang

signifikan antara kerusakan DNA dengan perkembangan aterosklerosis dan

meningkatnya jumlah pasien Coronary Artery Disease (CAD)

24 Stres Oksidatif

Radikal bebas dalam jumlah tertentu di dalam tubuh dapat dinetralisir oleh

antioksidan endogen Antioksidan endogen utama pada sel-sel tubuh adalah

enzim SOD (Superoksida dismutase) glutation reduktase dan glutation

peroksidase (GPr dan GPx) serta catalase (CAT) Pembentukan radikal bebas

yang melebihi kemampuan aktivitas antioksidan endogen menyebabkan jumlah

keseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan akan terganggu Apabila

jumlah radikal bebas terus bertambah sedangkan jumlah antioksidan endogen

tetap maka kelebihan radikal bebas tidak dapat dinetralkan akibatnya radikal

bebas bereaksi dengan komponen-komponen sel dan menyebabkan kerusakan sel

Peningkatan jumlah radikal bebas atau oksidan menyebabkan timbulnya

suatu keadaan yang disebut stres oksidatif Stres oksidatif adalah suatu keadaan

ketidak seimbangan antara radikal bebas dan antioksidan dimana jumlah radikal

bebas lebih besar dari antioksidan Stres oksidatif adalah suatu keadaan patologis

yang disebabkan oleh kerusakan jaringan di dalam tubuh karena peningkatan

36

jumlah radikal bebas yang tidak normal (Halliwel 2006) Radikal bebas yang

jumlahnya jauh lebih banyak dari antioksidan akan bereaksi dengan cepat dan

merusak bermacam-macam substrat di dalam tubuh termasuk komponen-

komponen sel protein asam lemak tak jenuh ganda karbohidrat dan asam-asam

nukleat hal ini mengakibatkan berkembangnya penyakit kronik Serangan oksidan

terhadap asam lemak tidak jenuh sebagai komponen penting penyusun membran

sel dapat menimbulkan reaksi rantai yang disebut peroksidasi lipid Proses

tersebut mengakibatkan terputusnya ikatan dalam asam-asam lemak menjadi

berbagai senyawa yang toksik terhadap sel seperti malondialdehid (MDA) dan 9-

hidroksi nonenal MDA yang dihasilkan kemudian dilepaskan ke darah sehingga

kadar MDA di dalam darah dapat dijadikan sebagai penanda tidak langsung

adanya peroksidasi lipid dan peningkatan SOR

25 Malondialdehid (MDA)

Peningkatan stres oksidatif berdampak negatif pada beberapa komponen

penyusun membran sel yaitu kerusakan pada membran lipid membentuk

malondialdehida (MDA) kerusakan protein karbohidrat dan DNA (Kevin et

al2006) Kerusakan oksidatif yang diakibatkan oleh radikal bebas mempengaruhi

kondisi patologis berupa kerusakan sel jaringan dan berbagai organ seperti hati

ginjal dan jantung baik pada manusia maupun hewan Kerusakan ini dapat

berakhir pada kematian sel sehingga terjadi percepatan timbulnya berbagai

penyakit degeneratif (Kevin et al 2006 dan Valko et al 2007) MDA

merupakan metabolit hasil peroksidasi lipid oleh radikal bebas sehingga dapat

37

menggambarkan aktivitas radikal bebas dalam sel dan menjadi petunjuk terjadinya

stres oksidatif akibat radikal bebas (Asni 2009) Semakin tinggi kadar MDA

plasma maka semakin tinggi stres oksidatif yang terjadi dalam sel-sel tubuh

Peroksidasi lipid menghasilkan MDA dari radikal bebas akan selalu membentuk

reaksi berantai yang terus berlanjut sampai radikal bebas ini dihilangkan oleh

sistem antioksidan dari tubuh

MDA adalah hasil proksidasi lipid yang larut dalam air pada kondisi

normal MDA secara parsial diekskresikan melalui urine tetapi tidak diketahui

berapa jumlah MDA yang terbentuk dalam tubuh itu dapat dihilangkan oleh

ginjal MDA merupakan salah satu hasil dari peroksidasi lipid yang digunakan

sebagai indikator dari stres oksidatif (Hundekari et al 2013) Peningkatan

peroksidasi lipid mungkin disebabkan oleh inflamasi yang berkaitan dengan

infeksi virus dan menurunnya kadar antioksidan

Penelitian in vitro pada eritrosit manusia yang menyemprot pestisida

menunjukan peningkatan konsentrasi karbofuran meningkatkan kadar MDA

secara signifikan (Misrha et al 2013) yang mendapatkan kadar MDA pada darah

petani penyemprot pestisida lebih tinggi secara signifikan dibandingkan dengan

kontrol seperti ditunjukan pada Tabel 22

Paparan pestisida atrazine pada tikus dapat meningkatkan peroksidasi lipid

dan merusak membran di dalam sel yang dipapar Kandungan fosfolipid dan

kolesterol dalam membran eritrosit dapat diketahui dengan menggunakan teknik

scanning electron microscopy (SEM) dan dapat diketahui terjadi perubahan

morfologi dalam eritrosit yang sebanding dengan perubahan parameter biokimia

38

termasuk stres oksidatif (Singh et al2006) Kerusakan sel cedera irreversible sel

dan kematian sel dapat terjadi apabila stres oksidatif berlangsung lama

Tabel 22 Perbandingan profil biokimia antara kontrol

dan penyemprot pestisida

Parameters Controls(n=18)

Mean plusmnSD

Sprayers (n=50)

Mean plusmnSD

MDA (nmolTBARSml blood)

943 plusmn078

2630 plusmn202

CAT (μ mol H2O2 hydrolysed X

104mlg Hb)

1055plusmn1520

13569 plusmn 1234

SOD(μmol hydroysed X 104mlg

Hb)

329 plusmn 079 803 plusmn 246

Sumber Mishra et al 2013

26 Antioksidan

Antioksidan adalah molekul yang mampu memperlambat atau mencegah

oksidasi molekul lain (Chakraborty et al 2009) Antioksidan adalah senyawa-

senyawa yang dapat menunda atau menghambat terjadinya oksidasi biomolekul

dengan menghambat reaksi-reaksi oksidasi rantai oleh radikal bebas dan mampu

menurunkan kerusakan oksidatif (Jantan et al 2011) Antioksidan juga

didefinisikan sebagai senyawa yang mampu menunda memperlambat atau

menghambat reaksi oksidasi makanan maupun obat Antioksidan akan bereaksi

dengan oksidan sehingga mengurangi kapasitas oksidan untuk dapat menimbulkan

kerusakan (Shahidi 1997 dalam Asep et al 2012)

Antioksidan dalam sistem biologi baik antioksidan enzim maupun non

enzim melindungi sel dari kerusakan yang disebabkan oleh molekul-molekul yang

39

tidak stabil yang disebut radikal bebas Antioksidan membantu menghancurkan

radikal bebas yang merusak sel mendukung pertumbuhan sel-sel yang sehat

melindungi sel dari penuaan mendukung sistem imun dalam tubuh Antioksidan

bersifat sangat mudah teroksidasi atau bersifat reduktor kuat dibanding dengan

molekul lain sehingga keefektifan antioksidan tergantung dari seberapa kuat daya

oksidasinya semakin mudah teroksidasi maka semakin efektif antioksidan

tersebut Antioksidan mampu melindungi sel melawan kerusakan yang

ditimbulkan oleh radikal bebas dan SOR seperti singlet oksigen peroksi nitrit

superoksida radikal peroksida dan radikal hidroksil (Chaveri et al2008 )

Antioksidan dapat menunda atau mencegah terjadinya reaksi oksidasi

radikal bebas dan oksidasi lipid dalam konsentrasi yang lebih rendah dari substrat

yang dapat dioksidasi Suhartono et al (2008) menyatakan antioksidan dapat

diklasifikasikan dalam 5 tipe yaitu a) Antioksidan primer berupa senyawa-

senyawa fenol yang mampu memutus rantai reaksi pembentukan radikal bebas

asam lemak Senyawa ini memberikan atom hidrogen yang berasal dari gugus

hidroksi sehingga terbentuk senyawa yang stabil seperti BHA (butyl

hidroksilanisol) BHT (butyl hydrotoluen) dan tokoferol b) Antioksidan

perangkap oksigen yaitu senyawa-senyawa yang berperan sebagai pengikat

oksigen sehingga mencegah reaksi oksidasi Senyawa ini mengadakan reaksi

dengan oksigen yang berada dalam sistem sehingga jumlahnya berkurang seperti

vitamin C (asam askorbat) askorbil palminat asam eritorbat dan sulfit c)

Antioksidan sekunder adalah senyawa-senyawa yang mempunyai kemampuan

untuk berdekomposisi dengan hidroperoksida menjadi produk akhir yang stabil

40

d) Antioksidan enzim yaitu enzim yang berperan mencegah terbentuknya radikal

bebas seperti glukose oksidase superoksida dismutase (SOD) glutation

peroksidase (GPx) dan katalase (CAT) dan e) Antioksidan Chelators

sequestrants yaitu senyawa-senyawa yang mampu mengikat logam seperti besi

dan tembaga yang mampu mengkatalisis reaksi oksidasi lemak seperti asam sitrat

asam amino ethylenediaminetetra acetid acid (EDTA) dan fosfolipid

Antioksidan bereaksi dengan radikal bebas dengan mengurangi

konsentrasi oksigen mencegah pembentukan singlet oksigen yang reaktif

mencegah inisiasi rantai pertama dengan menangkap radikal primer seperti radikal

hidroksil mengikat katalis ion logam mendekomposisi produk-produk primer

radikal menjadi senyawa non-radikal dan memutus rantai hidroperoksida

sehingga mengurangi kapasitas radikal bebas untuk menimbulkan kerusakan

(Mardawati et al 2011)

Berdasarkan mekanisme kerjanya antioksidan dikelompokan menjadi 1)

Antioksidan primer yaitu antioksidan yang bereaksi dengan radikal lipid berenergi

tinggi untuk menghasilkan produk yang memiliki kestabilan termodinamis lebih

baik seperti golongan fenol (isoflavon) 2) Antioksidan sekunder yang juga

dikenal dengan antioksidan pencegah (Preventive Antioxidant) yang dapat

memperlambat reaksi inisiasi dengan cara memutus rantai hidroperoksida seperti

dilauril thio-dipropionate dan asam thiodipropionate Antioksidan golongan ini

adalah antioksidan yang berikatan dengan gugus thiol (Shahidi dan Naczk1995

dalam Mardawati et al 2011)

41

Antioksidan pemutus rantai adalah molekul kecil yang dapat menerima

dan memberi elektron dari atau ke radikal bebas sehingga membentuk senyawa

baru yang stabil seperti vitamin E dan vitamin C Sedangkan antioksidan logam

transisi terikat protein bekerja mengikat ion-ion logam Fe2+

dan Cu2+

seperti

flavonoid dapat mencegah radikal bebas Antioksidan jenis ini memperbaiki

kerusakan sel-sel dan jaringan yang disebabkan radikal bebas (Winarsi 2007)

Mekanisme kerja antioksidan senyawa fenolik adalah sebagai berikut

Radikal Lipida Antioksidan Radikal Antioksidan

ROO + AH ROOH + A

RO + AH ROH + A

R + AH RH + A

OH + AH H2O + A

Senyawa antioksidan (AH) dapat memberikan atom hidrogen secara cepat ke

radikal lipida (ROO RO R OH ) dan mengubahnya menjadi bentuk yang lebih

stabil Sementara turunan radikal antioksidan (A) yang dihasilkan lebih stabil

dibandingkan radikal lipida karena akan terjadi delokalisasi perbaikan elektron

dari ikatan rangkap pada cincin benzen sebagai indikasi oleh ikatan isomer

valensi

Peningkatan jumlah gugus hidroksil (alkil hidrogen pada struktur

kimianya) pada posisi para atau ortho seperti pada genistein dapat meningkatkan

aktivitas antioksidan isoflavon Antioksidan dapat menghambat oksidasi atau

42

menghentikan reaksi berantai pada radikal bebas dari lemak yang teroksidasi

dapat melalui empat macam mekanisme reaksi yaitu 1) Pelepasan hidrogen dari

antioksidan 2) Pelepasan elektron dari antioksidan 3) Adisi lemak ke dalam

cincin aromatik pada antioksidan dan 4) Pembentukan senyawa kompleks antara

lemak dan cincin aromatik dari antioksidan

Antioksidan dapat mencegah tidak terkontrolnya pembentukan radikal

bebas dan aktivitas SOR atau mencegah reaksinya dengan struktur biologi (Nisar

et al 2013) Status antioksidan baik yang endogen maupun yang eksogen yang

menurun dapat mengganggu keseimbangan redoks seluler dan kondisi patologis

akan menjadi karakteristik utama dan membentuk stres oksidatif pada sel maupun

jaringan

261 Antioksidan enzimatis

Di dalam sistem biologis sudah tersedia antioksidan berupa enzim

(antioksidan enzimatis) yaitu superoksida dismutase (SOD) katalase (CAT) dan

glutation peroksidase (GPx) Antioksidan-antioksidan ini bekerja dengan cara

mencegah pembentukan senyawa radikal bebas baru atau mengubah radikal bebas

yang telah terbentuk menjadi molekul yang kurang reaktif (Finosh dan Jayabalan

2013) Mekanisme kerja antioksidan enzimatik adalah mengkatalisir pemusnahan

radikal bebas dalam sel Aktivitas enzim intrasel SOD dan CAT mengkatalisasi

dismutasi superoksida dan hidrogen peroksida aktivitas GPx mereduksi hidrogen

peroksida dan peroksida organik menjadi air dan oksigen Aktivitas enzim

intrasel ini dapat dilihat pada Gambar 29

43

GPx merupakan enzim penangkal radikal bebas dengan dua cara yaitu

pertahanan terhadap oksidan dan dengan mengkatalisis peroksida menjadi air dan

oksigen GPx memerlukan glutation sebagai substrat terdapat dalam dua bentuk

yaitu glutation tereduksi atau GSH dan glutation teroksidasi atau GSSG Ketika

mengkatalisis perubahan hidrogen peroksida (H2O2) menjadi H2O GSH

dioksidasi menjadi GSSG kemudian GSSG dapat direduksi kembali oleh NADPH

untuk mendapatkan kembali GSH (Marciniak et al 2009)

Gambar 29

SOD dan CAT mengkatalisasi dismutasi superoksida dan hidrogen peroksida

(Finosh dan Jayabalan 2013)

Enzim GPx terdapat terutama dalam mitokondria merupakan enzim

scavenger terhadap hidrogen peroksida dan berperan utama dalam mengatur

konsentrasi H2O2 dan dan berbagai macam peroksida organik Aktivitas GPx yang

menurun menunjukkan terjadinya penurunan kapasitas menghilangkan H2O2 dan

terjadinya hidroperoksida lemak

44

Enzim GPx sangat berperan dalam pengaktifan kembali enzim

kolinesterase melalui 1) Pengaktifan AMP siklik yang secara langsung dapat

mengaktifkan enzim kolinesterase 2) keseimbangan NADP dan NADPH pada

jalur glikolisis aerobik dalam eritrosit sehingga eritrosit tidak rusak kerusakan

eritrosit dapat menurunkan produksi kolinesterase darah 3) peranan kofaktor

prostaglandin pada sintesis tromboksan A2 yang memacu trombogenesis dan

vasokonstriksi pembuluh darah bersamaan dengan terbentuknya tromboksan akan

diaktifkan cAMP yang secara langsung mengaktifkan kinase protein termasuk

kinase protein enzim kolinesterase 4) sebagai antioksidan yang dapat melindungi

sel termasuk eritrosit dari kerusakan akibat radikal bebas 5) sebagai kofaktor

proses oksidasi dealkilasi ikatan organofosfat dengan kolinesterase darah 6)

berperan sebagai detoksifikasi dalam tubuh dengan mereduksi radikal bebas

peroksida sekaligus membentuk peroksida lipid di dalam membran sel (Stranges

et al 2010)

GPx adalah enzim antioksidan yang dapat mendetoksifikasi hidrogen

peroksida dan lipid hidroperoksida dalam menurunkan glutation Di dalam darah

terdapat beberapa jenis GPx dua diantaranya adalah GPx seluler (cGPx) dalam sel

darah merah dan GPx ekstrasel (eGPx) terdapat dalam plasma GPx sebagai enzim

antioksidan bekerja menjadi peredam (quenching) radikal bebas dan berperan

dalam metabolisme xenobiotik yang ditemukan dalam sel (Sen et al 2010)

GPx dengan konsentrasi tinggi ditemukan dalam hepar dan sel darah

merah sedangkan pada jantung ginjal paru-paru adrenal lambung dan jaringan

adipose mengandung GPx dalam kadar sedang GPx kadar rendah ditemukan

45

dalam otak otot testis dan lensa mata GPx yang rendah berkorelasi dengan

gangguan yang berhubungan dengan radikal bebas (Judge et al 2005) Jika

antioksidan endogen gagal mengatasi produksi metabolit reaktif maka

antioksidan eksogen akan diperlukan untuk menyeimbangkan status redoks

(Noori 2012) Sumber makanan termasuk tanaman rempah-rempah vitamin dan

ekstrak herbal memainkan peran penting dalam hal ini

262 Antioksidan non enzimatis

Antioksidan non enzimatis disebut juga antioksidan sekunder atau

antioksidan eksogen (diperoleh dari luar) digolongkan menjadi dua golongan

yaitu yang larut dalam lemak seperti tokoferol karotenoid flavoniod quinon dan

bilirubin serta yang larut dalam air seperti asam askorbat asam urat protein

pengikat logam dan protein pengikat heme (Winarsi 2007) Antioksidan ini dapat

berupa bahan-bahan alami dan juga sintetis Antioksidan alami seperti vitamin

adalah campuran redoks yang seimbang dengan bentuk tereduksi dan teroksidasi

dan sebaliknya untuk antioksidan sintetis merupakan redoks yang tidak seimbang

bahkan menghasilkan radikal bebas yang pada beberapa kasus berbahaya (Rani

etal 2004)

Vitamin C merupakan antioksidan yang sangat penting dalam cairan

ekstra sel karena dapat menyerang radikal-radikal yang larut dalam darah dan

melindungi lemak plasma dari perusakan peroksidasi oleh radikal-radikal peroksil

Peran utama vitamin C adalah menetralisir radikal bebas yang ada di dalam dan

di luar sel Vitamin C merupakan sumber elektron pendonor bagi radikal bebas

(Nisar et al 2013) Vitamin C berperan positip dalam proses detoksifikasi

46

yang sangat diperlukan untuk sintesis kolagen dan pertumbuhan serta

pemeliharaan jaringan epitel Peranan vitamin C sebagai pembawa hidrogen yang

merupakan siklus esensial dalam metabolisme protein dan karbohidrat yang

berfungsi memelihara kekuatan pembuluh darah Vitamin C sangat penting untuk

melawan radikal bebas dalam cairan ekstra sel dan melindungi biomembran dari

peroksidasi Pemberian air kelapa dapat meningkatkan aktivitas GPx SOD dan

CAT pada pekerja terpapar merkuri karena air kelapa mengandung vitamin C

B1 B6 asam-asam amino metionin selenium dan mineral berfungsi melindungi

sel tubuh dari serangan radikal bebas dan mencegah efek paparan merkuri

(Zulaikhah et al 2013) Defisiensi antioksidan yang berupa vitamin C vitamin

E Se Zn dan glutation dalam derajat ringan hingga berat sangat berpengaruh

terhadap respon imun

Komponen kimia yang berperan sebagai antioksidan adalah senyawa

golongan fenolik dan polifenolik yang memiliki kemampuan untuk menangkap

radikal bebas Flavonoid merupakan golongan terbesar dari senyawa polifenol

yang sangat efektif digunakan sebagai antioksidan Senyawa-senyawa ini banyak

terdapat di alam terutama pada tumbuh-tumbuhan seperti teh buah-buahan

sayuran dan anggur (Ramle et al 2008)

Aktivitas antioksidan dari berbagai tanaman erat hubungannya dengan

kandungan fenolnya ada indikasi substansi fenol seperti flavonoid dan asam-

asam fenolat berpotensi lebih besar sebagai antioksidan dibandingkan dengan

vitamin C dan vitamin E Aktivitas antioksidan flavonoid tergantung pada

struktur molekulnya terutama gugus prenil (CH3)2C=CH-CH2 Department of

47

Environmental and Molecular Toxicology Oregon State University dalam

penelitiannya mendapatkan bahwa gugus prenil flavonoid dikembangkan untuk

pencegahan atau terapi terhadap penyakit-penyakit yang dihubungkan dengan

radikal bebas

Asupan antioksidan diperlukan untuk membantu mengembalikan

ketidakseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan endogen serta

mengurangi kerusakan oksidatif dalam tubuh Salah satu terapi antioksidan yang

digunakan adalah ekstrak kulit buah manggis (Garcinia mangostana L) Kulit

buah manggis memiliki kandungan xanthone yang tinggi sehingga memiliki

kemampuan untuk menangkap radikal bebas Gugus hidroksil (OH) yang dimiliki

oleh xanthone efektif mengikat radikal bebas dengan elektron yang tidak memiliki

pasangan Antioksidan ini bekerja dengan cara memotong reaksi oksidasi berantai

dari radikal bebas atau dengan cara menangkapnya sehingga radikal bebas tidak

akan bereaksi dengan komponen seluler dan kerusakan sel dapat dihindari

Makanan yang kaya antioksidan memegang peran dalam mencegah

penyakit-penyakit kanker dan penyakit penurunan fungsi otak Antioksidan dapat

mengurangi resiko penyakit kronis dan mencegah berbagai penyakit baik dengan

cara meningkatkan pertahanan antioksidan dalam tubuh atau dengan cara

mengkonsumsi makanan yang kaya antioksidan Mengkonsumsi antioksidan yang

ada dalam makanan sehari-hari dapat memberi perlindungan terhadap stres

oksidatif Hundekari et al (2013) mendapatkan perlakuan antioksidan dengan

dosis yang sesuai dapat menurunkan kerusakan oksidatif sehingga efektif untuk

memperbaiki kasus keracunan akut OPs

48

27 Manggis

271 Tumbuhan manggis

Tumbuhan manggis (Garcinia mangostana L) berasal dari Asia Tenggara

dan merupakan tumbuhan fungsional karena hampir semua bagian dari tumbuhan

ini dapat dimanfaatkan sebagai obat Manggis termasuk dalam family Guttiferae

dan merupakan species terbaik dari genus Garcia Buah manggis sering dijuluki

Queen of tropical fruit karena mempunyai rasa enak daging buah putih halus

bentuk buah bagus dan disukai banyak orang (Chaverri et al 2008) Manggis

sering disebut mangostin atau kadang-kadang disebut buah super dengan berbagai

karakteristik seperti rasa aroma kaya nutrisi dan daya antioksidan yang tinggi

Buah manggis (Garcinia mangostana L) merupakan buah yang eksotik

karena memiliki warna yang menarik dan kandungan gizi yang tinggi sehingga

buah manggis memiliki prospek yang cukup baik untuk dikembangkan

(Mardawati et al 2011) Tingkatan taksonomi tanaman manggis adalah sebagai

berikut (Prihatman 2000)

- Kingdom Plantae

- Divisi Spermathophyta (Tumbuhan berbiji)

- Sub Divisi Angiospermae (Berbiji tertutup)

- Kelas Dicotyledonae (Biji berkeping dua)

49

- Ordo Theales

- Famili GuttiferaeClusiaceae

- Genus Garcinia

- Spesies Garcinia mangostana L

Selain sebagai buah yang eksotik manggis juga mengandung berbagai senyawa

yang bermanfaat bagi tubuh seperti triterpenoid mangostin tannin resin

kalsium zat besi dan vitamin B1 Potensi manggis tidak hanya terbatas pada

buahnya saja tetapi juga hampir seluruh bagian tumbuhan manggis menyimpan

potensi yang sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia

Kulit buah manggis mengandung beberapa senyawa yang memiliki

aktivitas farmakologi seperti antiinflamasi antihistamin antibakteri anti penyakit

jantung antijamur bahkan untuk terapi HIV (Chaveri et al 2008) Senyawa

utama kandungan kulit buah manggis yang dilaporkan bertanggung jawab atas

beberapa aktivitas farmakologi adalah golongan xanthone yang meliputi

mangostin mangosterol mangostinon A dan B trapezifolixanthone tovophyllin

B dan beta mangostin garcinon B mangostanol flavonoid epikatekin dan

gartanin136-trihidoksi-7-metoksi-28-bis(3-metil-2-butenil)-9H-xanten-9-on(alfa

mangostin) dan 1367-tetrahidroksi-28-bis (3-metil-2-butenil)-9H-xanten-9-on

(gamma mangostin) yang sangat bermanfaat untuk kesehatan (Qosim 2007)

Kandungan antioksidan manggis banyak terdapat pada kulit buahnya

dikenal sebagai antioksidan yang efektif karena mengandung senyawa biologi

xanthones walaupun dapat juga ditemukan dalam semua bagian manggis baik

pada buah kulit buah kulit kayu maupun daunnya Senyawa xanthone hanya

50

dihasilkan oleh genus garcinia Xanthone memiliki struktur kimia yang unik

terdiri dari sistem aromatik trisiklik (C6-C3-C6) dengan kelompok isoprena

metoksil dan hidroksil terletak pada cincin A dan B sehingga senyawa xanthone

beragam Struktur umum xanthone dapat dilihat pada Gambar 210

Gambar 210

Struktur umum senyawa xanthone (Chaverri et al 2008)

Xanthone termasuk golongan senyawa flavonoid Senyawa ini memiliki

dua cincin benzene dan satu cincin piran Inti xanthone dikenal sebagai 9-

xanthenone atau dibenzo-c-pyrone Xanthone dapat diklasifikasikan ke dalam lima

kelompok yaitu oxygenated xanthone xanthone glycoside prenylated xanthone

xanthonolignoid dan miscellaneous xanthone Menurut Chaverri et al (2008)

terdapat 200 lebih xanthone yang tersedia di alam ini dan 50 diantaranya

terkandung dalam kulit buah manggis

Xanthone memiliki rumus molekul C13H8O2 sehingga memiliki massa

molar sebesar 196191 gram mol Dalam penamaan menurut IUPAC senyawa ini

diberi nama 9H-xanthen-9-one Uji aktivitas antioksidan kulit buah manggis

dengan menggunakan peroksinitrit sebagai radikal bebas diketahui bahwa 8-

hydroxycudraxanthone G gartanin α-mangostin γ-mangostin dan smeath-

xanthone A merupakan komponen yang memiliki aktivitas antioksidan terbesar

51

(Jung et al 2006) Senyawa xanthone yang banyak terdapat pada kulit manggis

yaitu α - dan γ - mangostin (Obolsky et al 2009)

Struktur kimia beberapa turunan xanthone seperti α mangostin β

mangostin dan γ mangostin dapat dilihat pada pada Gambar 211

(Chaivisuthangkura et al 2008)

α mangostin β mangostin γ mangostin

Gambar 211

Struktur Kimia beberapa derivat xanthone

(Chaivisuthangkura et al 2008)

Senyawa-senyawa xanthone juga mempunyai aktivitas antibakteri

melawan S Aureus strain yang resisten terhadap penicillin dan methicillin

aktivitas antifungi melawan F Oxiforum A Tenuls dan D Oryzae (Chomnawang

2007) Garcinia mangostana dan senyawa-senyawa xanthone α-mangostin

mendorong aktivitas antimikroba melawan P acnes dan S epidermis yang

merupakan agen etiologi kritis pada jerawat (Chomnawang et al 2007)

Senyawa alfa-mangostin sebagai turunan xanthone memiliki kemampuan

dalam menekan pembentukan senyawa karsinogen pada kolon Xanthone juga

52

bermanfaat mencegah pertumbuhan sel kanker dan tumor Kemampuan

antioksidannya bahkan melebihi vitamin C dan E yang selama ini dikenal sebagai

antioksidan yang paling efektif (Ummi dan Any 2014) Hasil penelitian Kosem

et al (2007) mendapatkan ekstrak metanol kulit buah manggis mengandung α

mangostin sebesar 2519 g100 g ekstrak

Moongkandi et al (2004) menyatakan kulit buah manggis bermanfaat

penting bagi kesehatan karena kaya akan antioksidan seperti xanthone dan

antosianin Antosianin merupakan salah satu antioksidan kuat yang mampu

mencegah berbagai kerusakan akibat stress oksidatif sehingga mampu melindungi

sel dari radikal bebas Penelitian lain juga mendapatkan bahwa xanthone dari

manggis memiliki aktivitas antioksidan antitumor antiinflamasi antialergi

antifungi dan antibakteri (Suksamrarn et al 2006 dan Chaverri et al 2008)

Garcinia mangostana memiliki aktivitas antioksidan yang signifikan pada

IC50 sebesar 613 μgml juga efektif dalam scavenging radikal bebas dan bisa

mengurangi produksi cytokine sebagai suatu proinflamasi Senyawa xanthone

pada kulit buah manggis merupakan antioksidan tingkat tinggi karena kandungan

antioksidannya 667 kali dari wortel dan 83 kali jeruk (Qosim 2007)

Antioksidan yang terkandung dalam kulit buah manggis didominasi oleh

senyawa fenol yaitu xanthone Kadar xanthone dalam manggis berbeda-beda

tergantung pada kualitas buah yang terbesar didapatkan pada buah dengan kulit

burik atau kasar yakni sebesar 23544 μgg ekstrak sedangkan pada buah besar

dengan kulit mulus mengandung kadar xanthone sebesar 18502 μgg ekstrak

buah kecil sebesar 20434 μgg dan buah dengan kulit mengandung getah kuning

53

15289 μgg ekstrak Xanthone dalam kulit buah yang mengandung getah kuning

berperan dalam mekanisme pertahanan mencegah terjadinya stres akibat serangan

hama atau kerusakan fisik (Arsana 2014)

Xanthone sebagai antioksidan akan memutus rantai reaksi oksidasi radikal

bebas untuk mencegah reaksi oksidasi dengan reaksi reduksi yang melibatkan

hidrogen Keterlibatan hidrogen dalam reaksi-reaksi reduksi dapat menghambat

reaksi oksidasi antara radikal bebas dengan oksigen Kadar Oxygen Radical

Absorbance Capacity (ORAC) dari xanthone mencapai 17000-20000 ORAC per

100 ons kulit manggis lebih besar dari wortel dan jeruk yang kadar ORAC-nya

hanya 300 dan 2400 (Fanany 2013) Manfaat yang demikian besar menyebabkan

xanthone sangat dibutuhkan dalam tubuh sebagai penyeimbang prooksidan

Prenilasi xanthone juga mempunyai efek penghambat terhadap M Tuberculosis

Alfa-mangostin yang merupakan derivat xanthone didapatkan mempunyai potensi

sebagai antimikroba (Suksamrarn et al 2006) Selain itu kulit buah manggis

juga mengandung beberapa senyawa lain seperti yang tertera pada Tabel 23

Tabel 23

Komposisi Tepung Kulit Buah Manggis

Sumber Shahidi 1997 dalam Ummi dan Any 2014

No Komponen Kadar ( bk)

1

Air 900

2 Abu 258

3 Gula 692

4 Protein 269

5 Serat Kasar 3005

6 Lainnya (Tanin lemak dll) 4876

54

272 Ekstrak kulit buah manggis

Ekstrak kulit buah manggis mengandung berbagai senyawa yang diduga

bekerja sebagai antioksidan dengan cara mendonorkan elektronnya kepada radikal

bebas sehingga mencegah terjadinya peroksidasi lipid baik pada tahap inisiasi

propagasi maupun pada tahap terminasi (Middleton et al 2000) Senyawa-

seyawa ini bekerja sebagai sinyal yang akan mengaktivasi nuclear factor

erythroid 2- related factor 2 (Nrf2) yang terikat pada Kelch-like ECH-associated

protein-1 (Keap1) dalam sitoplasma sehingga mengalami disosiasi dan translokasi

menuju nukleus Dalam nukleus Nrf2 berasosiasi pada bagian promoter gen yang

disebut Antioxidant Respone Element (ARE) sehingga memicu ekspresi gen

penyandi antioksidan Senyawa yang terkandung dalam ekstrak kulit buah

manggis disamping bekerja sebagai antioksidan dengan cara mendonorkan

elektronnya kepada radikal bebas juga dapat menstimulasi ekspresi gen penyandi

antioksidan melalui aktivasi Nrf2 Salah satu stimulan tersebut adalah golongan

fenol (Inoue 2001) Ekstrak kulit buah manggis dapat mengatur aktivitas catalase

dalam aktivitasnya sebagai scavenger H2O2 atau mengatur gen Nrf-2 (Bartz et

al 2010) Hal ini sesuai dengan yang didapatkan dalam penelitian

Weecharangsan et al (2006) aktivitas ekstrak air dan ekstrak etanol kulit buah

manggis berperan sebagai scavenger H2O2

Skrining fitokimia dilakukan untuk memberikan gambaran tentang

golongan senyawa yang terkandung dalam ekstrak etanol kulit buah manggis

Hasil uji skrining fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak etanol kulit buah

manggis mengandung senyawa golongan alkaloid triterpenoid saponin

55

flavonoid tannin dan polifenol (Kristianti et al 2008) Polifenol adalah senyawa

fenolik yang memiliki lebih dari satu gugus hidroksil (OH) golongan senyawa ini

terdapat pada berbagai jenis tumbuhan yang mempunyai berbagai macam aktivitas

biologi salah satunya adalah aktivitas antioksidan (Scalbert et al 2005)

Polifenol banyak ditemukan dalam buah-buahan sayuran dan biji-bijian

yang merupakan sumber antioksidan alami Senyawa polifenol terdiri dari

beberapa subkelas yakni flavonol isoflavon (dalam kedelai) flavanon

antosianidin katekin dan biflavan Semua polifenol mampu menjadi perangkap

oksigen dan radikal alkil dengan memberikan donor elektron sehingga terbentuk

radikal fenoksil yang relatif stabil (Mokgope 2006) Senyawa-senyawa polifenol

alami secara langsung sebagai scavenger SOR dan secara tak langsung melindungi

aktivitas beberapa enzim sehingga berpotensi meningkatkan antioksidan endogen

(Masella et al 2005) Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Martin et al

(2010) yang mendapatkan CPE (cocoa polyphenolic extrac) yang mengandung

senyawa-senyawa flavonoid seperti katecin epikatecin dan prosianidin

meningkatkan aktivitas GPx dan glutation reduktase (GR) Senyawa-senyawa ini

mereduksi produksi SOR dan mengatur aktivitas antioksidan enzim Peningkatan

aktivitas enzim antioksidan dapat digunakan sebagai terapi penyakit-penyakit

yang disebabkan oleh stress oksidatif

Senyawa fenol sebagai antioksidan tergantung dari beberapa faktor seperti

ikatan gugus hidroksil pada cincin aromatik posisi ikatan posisi hidroksil bolak

balik pada cincin aromatik dan kemampuannya dalam memberi donor hidrogen

atau donor elektron serta kemampuannya dalam memerangkap radikal bebas (free

56

radical scavengers) Palakawong et al (2010) mendapatkan daya antioksidan

ekstrak kulit buah manggis sebesar 594 microgml yang dianalisis dengan metode

DPPH Ekstrak kulit manggis mengandung total fenol yang cukup tinggi yaitu

sebesar 4112 mgg dengan aktivitas antioksidannya sebesar 8442 (Dyahnugra

et al 2015) Ekstrak etanol kulit buah manggis menunjukkan aktivitas yang

signifikan dalam menghambat pembentukan 50 radikal menghambat radikal

superoxide (O2-) mereduksi produksi ROS dan dapat menangkap radikal

hidroksil (OH-) (Chomnawang et al 2007)

Senyawa flavonoid adalah senyawa-senyawa polifenol yang memiliki 15

atom karbon (C6-C3-C6) terdiri dari dua cincin benzena yang dihubungkan

menjadi satu oleh rantai linier yang terdiri dari tiga atom karbon Flavonoid

dalam ekstrak kulit buah manggis berperan membasmi radikal bebas dengan

berbagai cara misalnya dengan menghambat enzim yang bertanggung jawab

memproduksi anion superoksida yaitu xantin oksidase ada juga dengan

menyumbangkan elektronnya ke radikal superoksida atau radikal lipid agar stabil

(Smith et al 2005)

Ekstrak kulit buah manggis baik dengan pelarut air etanol 50 etanol

95 dan etil asetat menunjukan aktivitas antioksidan dan neuroprotektif

(Weecharangsan et al 2006) Kapasitas antioksidan ekstrak air dan etanol 50

diuji dengan metoda DPPH didapatkan masing-msing sebesar 3498 dan 3076

Kapasitas antioksidan ekstrak ini sudah dicobakan pada sel neuroblastoma

(NG108-15) yang terpapar hidrogen peroksida (H2O2) kedua ekstrak ini

memperlihatkan aktivitas neuroprotektif dengan konsentrasi 50 lgmL Aktivitas

57

neuroprotektif ekstrak etanol 50 kulit buah manggis lebih tinggi dibandingkan

dengan ekstrak air Ekstrak etanol kulit buah manggis juga mempunyai aktivitas

antioksidan yang signifikan sebagai penghambat pembentukan radikal DPPH

(Chomnawang et al 2007)

Ekstrak kulit buah manggis diketahui memiliki daya antioksidan sangat

kuat hal ini dibuktikan dengan menggunakan fraksi pelarut metanol etanol dan

etil asetat semuanya memiliki daya antioksidan EC50 kurang dari 50 Fraksi

metanol mempunyai nilai EC50 yang paling kecil dibanding dengan kedua

fraksi lainnya masing-masing 800 mgL 926 mgL dan 2948 mgL ini berarti

fraksi metanol mempunyai aktivitas antioksidan yang lebih besar dibandingan

dengan fraksi etanol dan etil asetat (Mardawati et al 2011) Hal ini didukung

oleh Li dan Xu (2015) yang menyatakan ekstrak metanol kulit buah manggis

mempunyai aktivitas antioksidan yang kuat karena kandungan polifenolnya sangat

tinggi

Senyawa fenol banyak ditemukan pada berbagai tanaman Senyawa ini

telah dieksploitasi secara intensif karena selain berfungsi sebagai antioksidan juga

memiliki berbagai fungsi biologi seperti anti mutagenik dan anti karsinogenik

Antioksidan alami yang terdapat dalam tanaman akan meredam radikal bebas

yang berbahaya dari tubuh Senyawa-senyawa polifenol dari tanaman seperti

flavonoid digambarkan sebagai peredam SOR Ekstrak kulit buah manggis dapat

mengurangi produksi SOR intrasel secara signifikan yang ditentukan dengan 27-

dichlorofluorescein diacetate (DCFH-DA) dalam SKBR3 saluran sel

(Moongkarndi et al 2004) Aktivitas radikal hidroksil (HO-) diperangkap oleh

58

xanthone yang diisolasi dari beberapa ekstrak kulit buah manggis (Chin et al

2008) Xanthone dapat diklasifikasikan ke dalam lima kelompok yaitu

oxygenated xanthone xanthone glycoside prenylated xanthone xanthonolignoid

dan miscellaneous xanthone Saat ini sekitar 1000 xanthone berbeda telah

diketahui (Chaverri et al 2008)

Kulit buah manggis mengandung 90 xanthone terutama α dan β

mangostin yang disebut panaxanthone dapat memulihkan sistem pertahanan

antioksidan endogen seperti aktivitas SOD GPx dan kadar GSH secara invitro

dan in vivo memecah langsung SOR untuk mengurangi penipisan GSH dan

meghambat peroksidasi lipid Efek protektif α mangostin diduga terhadap stress

oksidatif dimediasi melalui jalur Nrf2 (Jung et al 2006) Ekstrak kulit buah

manggis dapat menurunkan MDA meningkatkan SOD dan GPx pada tikus yang

mengalami peningkatan MDA serta penurunan SOD dan GPx karena perlakuan

latihan (Arsana 2013) Hal yang sama didapatkan oleh Sudjarwo dan

Koerniasari (2015) bahwa pemberian ekstrak kulit buah manggis dapat

meningkatkan aktivitas GPx dan SOD ginjal tikus yang menurun karena diberi

perlakuan logam berat timbal mungkin disebabkan oleh kemampuan ekstrak

kulit buah manggis mengurangi akumulasi radikal bebas

Skrining fitokimia ekstrak kulit manggis juga menunjukkan bahwa kulit

buah manggis mengandung senyawa metabolit sekunder berupa golongan alkaloid

saponin tanin polifenol dan flavonoid (Poeloengan dan Praptiwi 2010)

Saponin merupakan zat aktif yang dapat meningkatkan permeabilitas membran

sehingga terjadi hemolisis sel Apabila saponin berinteraksi dengan sel bakteri

59

maka bakteri tersebut akan rusak atau lisis sedangkan flavonoid merupakan

kelompok senyawa fenol yang mempunyai kecenderungan untuk mengikat

protein sehingga mengganggu proses metabolisme bakteri tersebu Senyawa-

senyawa fenolik dapat bereaksi dengan senyawa oksigen reaktif disebabkan

oleh satu atau dua gugus hidroksil pada cincin aromatik dapat berperan sebagai

donor hidrogen (Dungir et al 2012)

Tanin dalam konsentrasi rendah mampu menghambat pertumbuhan

bakteri sedangkan pada konsentrasi tinggi mampu bertindak sebagai antibakteri

dengan cara menggumpalkan protoplasma bakteri sehingga terbentuk ikatan yang

stabil dengan protein bakteri Selain itu pada saluran pencernaan tanin mampu

mengeliminasi toksin (Poeloengan dan Praptiwi 2010)

Flavonoid merupakan golongan senyawa yang mempunyai kemampuan

sebagai antioksidan Flavonoid juga berperan mengaktifkan enzim kunci dalam

respirasi mitokondria dan melindungi sel neuron sehingga mencegah stres

oksidatif dan kerusakan jaringan Asupan flavonoid berperan sebagai

neuroprotektif berpotensi melindungi neuron dari neurotoksin meningkatkan

fungsi memori pembelajaran dan kognitif (Spencer 2009)

Uji daya antioksidan ekstrak kulit manggis buah dilakukan oleh Lin et al

(2014) menggunakan DPPH Radikal bebas DPPH (DPPHbull) mungkin akan

ditangkap oleh antioksidan dengan memberikan atom hidrogen (Hbull) membentuk

molekul stabil DPPH-H mekanismenya seperti tampak pada Gambar 212

Gambar ini menunjukkan reaksi antara γ-mangostin dengan DPPH akan

menghasilkan senyawa yang stabil sehingga tidak akan terjadi reaksi rantai yang

60

akan menghasilkan radikal-radikal lain yang lebih reaktif Dalam molekul γ-

mangostin gugus ortho-dihidroksil menjadi homolysis menghasilkan radikal

hidrogen (Hmiddot) dan radikal γ-mangostinmiddot (I) Hmiddot kemudian bergabung dengan

DPPHmiddot membentuk molekul DPPH-H dan radikal γ-mangostin menjadi (II)

yang selanjutnya dapat menghasilkan radikal hidrogen (Hmiddot) melebihi yang

diperlukan oleh radikal DPPH (DPPHmiddot) untuk membentuk quinone (III) Hasil ini

mengindikasikan bahwa ekstrak kulit buah manggis sebagai sumber antioksidan

yang baik dengan cara mendonasikan elektron kepada radikal bebas untuk

membentuk produk stabil sehingga tidak menimbulkan reaksi berantai

Gambar 212

Reaksi γ mangostin dengan DPPH sebagai radikal bebas

Lin et al (2014)

61

62

63

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pestisida...pestisida menginduksi produksi serotonin dan histamin, sebagai hormon yang memicu reaksi alergi dan dapat menimbulkan senyawa baru yang lebih

18

Gambar 22

Ikatan OP pada sisi aktif AChE Reaksi Fosforilasi AChE

(Hreljac 2009)

Efek toksik dari pestisida OPs dapat menimbulkan kejang otot dan paralisis

(lumpuh) terjadinya kelainan hematologi meningkatkan kadar SGOT dan SGPT

dalam darah (Jaga dan Dharmani 2003) Toksisitas OPs dalam tubuh berupa 1)

neurotoksisitas 2) molekul target bukan neuron 3) imunotoksisitas 4)

genotoksisitas dan karsinogenitas (Elersek dan Filipic 2012)

213 Neurotoksisitas OPs

Mekanisme toksisitas OPs umumnya dimulai dengan menghambat

aktivitas enzim asetilkolinesterase (AChE) yang menyebabkan asetilkolin (ACh)

tidak dapat terhidrolisis menjadi kolin dan asam asetat sehingga ACh

terakumulasi dalam sistem saraf yang menyebabkan mobilitas limposit dan

19

sitotoksisitas meningkat Penghambatan AChE oleh OPs disebabkan oleh

terjadinya reaksi fosforilasi akibat lepasnya gugus fosfat dari senyawa OPs

kemudian membentuk ikatan kovalen dengan AChE sehingga menghambat

aktivitasnya (Manal dan Lobna 2006) seperti tampak pada Gambar 22

Hidrolisis secara spontan OPs dari sisi aktif ini berlangsung sangat lambat

kadang-kadang irreversible sehingga menghasilkan efek beracun dalam jangka

panjang

Aktivitas enzim AChE yang terhambat menyebabkan asetilkolin (ACh)

terakumulasi di dalam sistem saraf yaitu pada kantung-kantung sinaptik sehingga

terjadi aktivasi reseptor kolinergik (muskarinik atau nikotinik) Akumulasi

asetilkolin menyebabkan overstimulasi dari reseptor dan jika keracunan

organofosfat tetap tidak diobati akan menyebabkan kematian Mekanisme ini

berlaku bagi organisme berdarah panas sehingga manusia juga mudah keracunan

OPs (Bajgar 2004) Hambatan dari enzim tersebut menyebabkan ACh tertimbun

pada sinaps yang terletak diantara saraf dan otot (neuromuscular junction)

Akumulasi ACh menyebabkan depolarisasi persisten pada otot rangka

mengakibatkan kelemahan dan fasikulasi Akumulasi asetilkolin yang terjadi

pada sistem saraf otonom dapat menyebabkan diare uriniterase tanpa sadar

bronko konstriksi dan miosis (Rustia et al 2010)

Efek toksik OPs berupa gejala neurologi dengan target primer

kolinesterase Penghambatan kolinesterase terjadi secara progresif oleh OPs

karena terjadi fosfilasi (fosforilasi atau fosfonilasi) pada sisi aktif serin dari

kolinesterase (Ser198 BChE dan Ser 200 untuk AChE pada manusia) Seperti

20

tampak pada Gambar 22 terjadi fosforilasi pada sisi aktif serin membentuk anion

intermediate yang pada proses aging mengalami dealkilasi membentuk anion

fosfonil yang stabil kemudian akan menghambat AChE secara irreversible

Enzim yang terfosforilasi ini tidak mampu lagi menghidrolisis ACh sehingga

tertimbun pada tempat-tempat reseptor ACh yang tertimbun ini menyebabkan

terjadi stimulasi berlebihan dan selanjutnya mengganggu pengiriman antara sistem

saraf pusat dan saraf tepi

OPs dalam tubuh selain mengalami forforilasi yang menyebabkan

neurotoksik dapat juga mengalami detoksikasi secara alami oleh enzim

karboksilase atau glutation transferase seperti tampak pada Gambar 23

Neurotoksik terjadi bila OPs berikatan dengan AChE BChE dan esterase yang

lain

Gambar 23

Toksikasi dan detoksikasi OPs

(Mangas et al 2016 )

21

Petani yang terpapar oleh pestisida OPs dapat mengalami penghambatan

Aktivitas AChE peningkatan reaksi Thiobarbituric Acid dan penurunan

kemampuan plasma darah dalam penyerapan besi (Fe) Dasar patofisiologi gejala

klinis dari keracunan OPs adalah inaktifasi dari enzim AChE pada sekeliling

nicotinic and muscarinic pada sistem saraf pusat central nervous system (CNS)

dan pada neuromuscular junction (Gagandeep dan Dheeraj 2009) Penghambatan

OPs secara ireversibel pada kedua muskarinik dan nikotinik dapat mempengaruhi

central nervous system (CNS) (Hundekari et al 2013) OPs sebagai anti-

kolinesterase akan memblok asetilkolinesterase sehingga asetilkolin terakumulasi

dalam saraf tepi yang dapat menimbulkan pengaruh neurotoksik seperti kontraksi

otot secara kontinyu Nilai normal aktivitas kolinesterase untuk laki ndash laki sebesar

4620 ndash 11500 Ul dan nilai normal untuk perempuan sebesar 3930 - 10800 Ul

Bila dibawah nilai normal menunjukkan adanya keracunan darah yang

diakibatkan oleh pestisida OPs

OPs di dalam sel darah merah akan mempengaruhi AChE dan di dalam

plasma darah akan mempengaruhi pseudokolinesterase OPs akan terikat di

dalam sinapsis melalui proses fosforilasi bagian ester anion dari enzim AChE

ikatan ini sangat kuat dan irreversible (Raini 2007) Keracunan akut dari OPs

pada manusia menyebabkan kelemahan otot paralisis disorientasi serta kematian

akibat paralisis otot pernafasan Efek neurotoksisitas organofosfat tidak selalu

muncul mendadak Neurotoksisitas lambat (delayed neurotoxicity) dapat

dihasilkan oleh sejumlah ester organofosfor yang diklasifikasikan sebagai

aksonopati Efek ini bisa ditimbulkan oleh dosis tunggal yang besar ataupun dosis

22

akumulasi Neurotoksisitas yang terjadi lambat ini disebut organophosphorus

ester-induced delayed neuropathy (OPIDN) OPIDN tidak terjadi secara

mendadak tetapi butuh waktu antara 7-10 minggu untuk timbulnya degenerasi

aksonal OPIDN adalah suatu sindrom gejala toksisitas yang disebabkan oleh OPs

berupa melemahnya otot-otot pada tangan dan kaki terganggunya keseimbangan

dan bisa menjadi lumpuh yang muncul 4-21 hari setelah paparan OPs Molekul

target OPIDN adalah enzim dalam sistem saraf yang disebut neuropathy target

esterase (NTE) yang dapat digunakan sebagai biomarker OPIDN (Lotti dan

Moretto 2009) OPs menghambat AChE dengan efektif pada neuromuscular

junctions dalam sistem saraf tepi dan saraf pusat Selain neurotoksisitas efek

buruk paparan OPs juga dapat mengubah fungsi tubuh lainnya

Katagori keracunan pestisida dilihat dari aktivitas AChE dengan metode

Tintometer Kit 1) Normal gt 75 2) Keracunan ringan 75 - 50 3)

Keracunan sedang 50 - 25 dan 4) Keracunan berat lt 25 Jika penurunan

aktivitas kolinesterase mencapai 25 dari nilai normalnya (dalam katagori

keracunan ringan) maka pekerja harus dijauhkan dari paparan pestisida dan baru

diizinkan kembali bekerja dengan pestisida jika aktivitas kolinesterasenya menjadi

80 atau lebih dari nilai normal

Prinsip reaksi interaksi antara enzim-fosfat adalah 1) fosforilasi enzim 2)

kebalikan penghambatan dan 3) aging (pemeraman) Karakteristik fosforilasi

enzim adalah pembentukan ikatan kimia antara atom fosfor dari OPs dengan atom

oksigen gugus hidroksil dari serin pada pusat katalitik AChE Reaksi antara OP-

23

AChE ini hampir sama atau dapat disamakan dengan reaksi antara AChE-AChE

Reaksi fosforilasi ini dapat dilihat pada Gambar 24

Gambar 24

Reaksi fosforilasi antara AChE dan OP

(Patočka et al 2005)

Enzim AChE terfosforilasi yang terbentuk sangat stabil lain halnya dengan enzim

terasetilasi yang sangat tidak stabil dengan waktu paruh hanya dalam millisecond

Penghambatan AChE oleh senyawa OPs terutama nerve agent bersifat

irreversible Reaksi penghambatan yang reversal seperti Gambar 25

berlangsung sangat lambat sehingga merupakan penghambatan OPs bukan

penghambatan substrat AChE

Gambar 25

Hambatan reversal

(Patočka et al 2005)

Reaktivasi secara spontan merupakan kombinasi dari dua proses paralel

yaitu defosforilasi dan aging Aging adalah pembentukan fosforilasi irreversible

penuh sehingga terjadi dealkilasi dari OO-dialkyl-phosphorylated atau O-alkyl-

phoshonylated enzim Age enzym ini tidak dapat reaktif lagi oleh reaktivator

untuk penghambatan AChE oleh OPs Proses aging digambarkan sebagai

24

dealkilasi dari fosforil menghasilkan muatan negatip yang stabil karena

berinteraksi dengan katalitik His 440 Proses aging menghambat defosforilasi

secara irreversible dan hanya sebagian dari enzim menjadi reaktif Reaksi aging

dapat dilihat pada Gambar 26

Gambar 26

Proses aging

(Patočka et al 2005)

Proses reaktivasi dapat terjadi pada enzim terfosforilasi yang belum

mengalami proses aging Mekanisme ini digunakan dalam pengobatan penyakit

yang berhubungan dengan keracunan OPs seperti alzaimer menggunakan oksim

salah satunya adalah pralidoksim Mekanisme reaksi reaktivasi ini dapat dilihat

pada Gambar 27

Pralidoksim dapat berperan sebagai reaktivator dimana terjadi reaksi

antara pralidoksim dengan OPs yang terikat pada sisi aktif serin sehingga ikatan

enzim AChEndashOPs putus dan enzim AChE kembali aktif Pralidoksim juga dapat

sebagai catalytic scavenger dimana pralidoksim dengan cepat memblok OPs

sehingga OPs tidak dapat berikatan dengan enzim AChE Hasil penelitian

Hundekari et al 2013 mendapatkan treatment atropin dengan pralidoksim dapat

menurunkan MDA yang meningkat oleh paparan OPs dan meningkatkan aktivitas

AChE yang turun oleh paparan OPs

25

Gambar 27

Reaktivasi enzim AChE

(Bharathi et al 2014)

214 Toksisitas OPs terhadap fungsi tubuh selain saraf

OPs selain mempengaruhi saraf (menghambat asetilkolinesterase) juga

mempengaruhi fungsi tubuh yang lain seperti menghambat karboksilase yang

merupakan bagian dari metabolisme xenobiotic Metabolisme xenobiotic

dipengaruhi melalui atom sulphur dari desulfurasi dalam metabolisme fase I

menghambat lipase yang berperan penting dalam cell signalling juga memblok

pembentukan metabolik berbagai substansi (Quistad et al 2006)

OPs juga memicu hypoxia karena terganggunya pusat pernafasan

melemahnya otot-otot pernafasan dan berpengaruh pada paru-paru

(bronchospasm dan bronchorrhoea) dan akhirnya menyebabkan kegagalan

26

pernafasan (Lopez et al 2008) OPs pada tikus menyebabkan apnea sentral fatal

yang memicu berbagai disfungsi pulmoner melalui efek langsung terhadap

Central Respiratory Oscillator (CRO) dan inhibisi umpan balik CRO Gejala

keracunan akut OPs sesuai dengan tempat terakumulasinya ACh dalam

organisme seperti pada central nervous system (CNS) sistem saraf tepi reseptor

muskarinik dan reseptor nikotinik menimbulkan gejala berbeda seperti terlihat

pada Tabel 21 Waktu munculnya beberapa gejala keracunan juga berbeda-beda

seperti melemahnya otot pernapasan akan muncul 1-4 hari setelah keracunan

sedangkan melemahnya otot peripheral muncul setelah 7-21 hari (Elersek dan

Filipic 2012)

Tabel 21

Gejala keracunan Ops akut yang berbeda sesuai dengan

tempat akumulasi ACh

Tempat akumulasi ACh Gejala

CNS

Perifer sistem saraf otonom

Reseptor muskarinik

reseptor nikotinik

Sakit kepala insomnia vertigo

kejangkebingungan sulit tidur gangguan

berbicara koma dan lumpuh pernafasan

-

Gejala-gejala muskrinik peningkatan

eliminasi (air liur keringat lachrymation)

gangguan pencernaan (kejang muntah

diare) menurunkan detak jantung gangguan penglihatan

gejala-gejala nikotinik kontraksi otot yang

tidak terkontrol dan kelumpuhan

Sumber Elersek dan Filipic 2012

27

Pengaruh imunotoksik OPs dapat terjadi secara langsung maupun tidak

langsung Secara langsung adalah dengan 1) menghambat hidrolase serin atau

esterase dalam sistem imun 2) kerusakan oksidatif pada organ-organ sistem

imun 3) perubahan dalam cara sinyal transduksi pada kontrol poliferasi dan

diferensiasi sel kekebalan Secara tidak langsung OPs menyebabkan perubahan

pada sistem saraf atau efek kronik dari perubahan metabolisme pada sistem imun

(Elersek dan Filipic 2012) Pestisida OPs dapat mengganggu sistem kekebalan

tubuh dan memberikan efek immunotoksik melalui kedua jalur anti kolinergik

dan non kolinergik

OPs menginduksi peningkatan stres oksidatif yakni ketidakseimbangan

antara antioksidan dan radikal bebas Pestisida OPs dapat merusak keseimbangan

antara prooksidan dan antioksidan dalam tubuh juga merusak membran lipid

sebagai hasil peroksidasi lipid

Malation dan klorfirifos yang merupakan pestisida OPs mempunyai

pengaruh yang beragam pada sel seperti menghasilkan ROS radikal bebas dan

menginduksi stres oksidatif intra sel sehingga mengganggu perkembangan dan

deferensiasi sel normal (Bebe dan Panemangalore 2003) Peningkatan ROS dan

radikal bebas dapat menyebabkan terjadinya kondisi stres oksidatif serta memicu

terjadinya peroksidasi lipid pada membran sel yang akan menghasilkan

malondialdehid (MDA) Peroksidasi lipid ini dapat terjadi karena pengaruh

menipisnya sistem antioksidan baik antioksidan enzimatik maupun non enzimatik

oleh paparan pestisida OPs (Khan dan Kour 2007)

28

Perusakan membran sel oleh radikal bebas melalui beberapa proses yaitu

1) Terjadi ikatan kovalen antara radikal bebas dengan komponen komponen

membran (enzim membran komponen karbohidrat membran plasma) sehingga

terjadi perubahan struktur dan fungsi reseptor 2) Oksidasi gugus tiol pada

komponen membran oleh radikal bebas mengganggu proses transport lintas

membran 3) Reaksi peroksidasi lipid dan kolesterol serta membran yang

mengandung asam lemak tidak jenuh majemuk (PUFA) (Suhartono et al 2008)

OPs dapat mendorong terjadinya stres oksidatif dan meningkatkan kadar

MDA sebagai produk akhir dari peroksidasi lipid pada petani penyemprot yang

terpapar pestisida OPs karbamat dan organoklorin (Prakasam et al 2001) Hal

ini didukung oleh Vidyasagar et al(2004) yang mendapatkan kadar MDA pada

pasien keracunan OPs (67 nMml) lebih tinggi dan berbeda nyata dibandingkan

dengan kontrol (36 nMml) OPs triklorfos dan dimetoat mendorong terjadinya

peroksidasi lipid yang ditunjukan dengan meningkatnya MDA (Sharma et al

2005) OPs berperan sebagai inhibitor enzim kolinesterase dan menginduksi

peningkatan stres oksidatif yaitu ketidakseimbangan antara antioksidan dan

radikal bebas (Patil et al 2003) Kerusakan oksidatif membran lipid eritrosit

dan protein mencerminkan terjadinya reaksi serupa pada myocyte Radikal bebas

yang merusak myocyte juga menyebabkan melemahnya otot pada penderita OPs

akut

Keracunan OPs pada sistem respirasi mengakibatkan bronko konstriksi

dengan sesak nafas dan peningkatan sekresi bronkus Pada umumnya gejala ini

29

timbul dengan cepat dalam waktu 6-8 jam tetapi bila paparan berlebihan dapat

menimbulkan kematian dalam beberapa menit

OPs juga menunjukan efek genotoksisitas (DNA) pada saat sel hidup

kemudian saat replikasi sel dan berakhir pada mutagenitas dan karsinogenitas

Genotoksisitas dihasilkan karena reaksi OPs dengan DNA sehingga DNA rusak

berupa penyimpangan kromosom OPs juga menunjukan efek karsinogenitas

meliputi perubahan sel normal menjadi sel neoplastik dan berkembang lebih lanjut

menjadi tumor (Hodgson 2004)

22 Asetilkolinesterase (AChE)

Kolinesterase merupakan katalis biologis yang berperan menjaga agar otot

kelenjar dan sel saraf bekerja harmonis Jika aktivitas kolinesterase jaringan

tubuh menurun maka dapat mempengaruhi aktivitas asetilkolinesterase saraf

sehingga asetilkolin (ACh) akan menumpuk di bagian ujung saraf dan menganggu

aliran impuls saraf akhirnya terjadi paralisis otot (Depkes RI 2007)

Kolinesterase merupakan suatu enzim dengan berat molekul sekitar 3000000 dan

mempunyai 48 bagian aktif yang masing-masing terdiri dari satu bagian anionik

dan satu bagian esteratik (protenated acidic group)

AChE adalah suatu serine hidrolase termasuk dalam kelompok esterase

yang mempunyai banyak sel satu AChE berperan sangat penting dalam tubuh

yaitu menghidrolisis neurotransmitter asetilkolin (ACh) menjadi asam asetat dan

kolin pada saraf sinapsis Kelompok ini berbeda dengan jenis ester karbosiklik

Aktivitas AChE yang terhambat oleh OPs pada CNS menyebabkan

30

terakumulasinya ACh dan menimbulkan gejala seperti sakit kepala meningkatnya

produksi ludah pernafasan terganggu dan dapat menyebabkan kematian (Du et

al 2008) AChE mempunyai dua sisi pengikatan yaitu daerah anionik dan daerah

esteratik keduanya penting untuk degradasi ACh

ACh adalah suatu hormon neuro yang terdapat diantara ujung-ujung saraf

dan otot sebagai media kimia yang berfungsi meneruskan rangsangan saraf ke

reseptor sel-sel otot dan kelenjar ACh dibuat di dalam ujung serabut saraf

motorik melalui proses asetilasi dari kolin ekstra sel dan koenzim A (Erwin dan

Kusuma 2012) Daerah anionik berfungsi untuk pengikatan sebuah molekul

ACh pada enzim Saat ACh terikat reaksi hidrolisis terjadi pada sisi aktif

esteratik ACh akan terurai menjadi kolin dan asam asetat Kolin kemudian

diambil lagi melalui sistem uptake kolin berafinitas tinggi pada membran

presinaps Proses hidrolisis ACh menjadi kolin dan asam asetat dapat dilihat pada

Gambar 28

Gambar 28

Reaksi hidrolisis ACh menjadi asam asetat dan kolin pada

sisi anion dan ester dari enzim asetilkolinesterase (Wiener dan

Hoffman 2004)

31

Penurunan aktivitas kolinesterase darah seseorang terjadi karena adanya

OPs dalam darah yang membentuk senyawa phosphorilated cholinesterase

sehingga enzim kolinesterase tidak dapat berfungsi lagi dan kadar aktif dari enzim

tersebut akan berkurang hal ini menyebabkan ACh lebih lama berada pada

reseptor sehingga memperpanjang efek rangsang saraf cholinergic pada sebelum

dan sesudah ganglion Rangsangan saraf yang terus-menerus akan merusak fungsi

saraf dan muncul dalam bentuk kelemahan otot mual-mual muntah hipersalivasi

tremor dan paralisis (Bajgar 2004) Akumulasi ACh yang menyebabkan

terjadinya disfungsi sistem saraf dan perilaku akan memicu kerusakan pada

sistem pernafasan yang akhirnya dapat menyebabkan kematian Sistem saraf yang

terganggu akibat penumpukan ACh menyebabkan terganggunya pasokan nutrisi

dan oksigen ke seluruh sel dan jaringan sehingga menghambat pertumbuhan

organisme (Robert 2011) Rangsang yang ditimbulkan oleh asetilkolin akan

berhenti bila ACh dihidrolisis menjadi kolin dan asam asetat oleh AChE

Aktivitas AChE yang terhambat menyebabkan ACh tidak dapat

dihidrolisis sehingga impuls saraf dari satu sel ke sel yang lain atau ke efektor

akan terganggu Petani yang terpapar OPs dengan dosis rendah dalam jangka

waktu lama juga menunjukan penurunan Superoxyde dismutase (SOD) dan

glutation reduktase OPs yang terakumulasi bertahun-tahun pada penyemprot

pestisida berbanding lurus dengan penurunan AChE dan berbanding terbalik

dengan Glucose-6-phosphate dehydrogenase (G6DPH)

32

23 Radikal Bebas

Radikal bebas adalah sekelompok spesies kimia baik berupa atom maupun

molekul yang memiliki elektron tidak berpasangan pada lapisan luarnya Radikal

bebas juga merupakan suatu kelompok spesies kimia dengan reaksi jangka pendek

yang memiliki satu atau lebih elektron bebas sehingga sangat reaktif mempunyai

spesifitas kimia yang rendah sehingga dapat bereaksi dengan berbagai molekul

lain seperti protein lemak karbohidrat dan DNA (Droge 2007)

Radikal bebas diartikan sebagai molekul yang relatif tidak stabil

mempunyai satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan pada orbit luarnya

bersifat reaktif dalam mencari pasangan elektronnya Radikal bebas dalam tubuh

akan segera bereaksi dengan molekul lain sehingga terjadi reaksi berantai yang

disebut peroksidasi lipid dan menghasilkan radikal bebas baru sehingga jumlah

radikal bebas terus bertambah (Marinajati et al 2012) Radikal bebas bersifat

tidak stabil sehingga tidak dapat mempertahankan bentuk aslinya dalam waktu

lama karena segera akan berikatan dengan molekul lain di sekitarnya Radikal

bebas akan menyerang molekul stabil yang terdekat dan mengambil elektronnya

Molekul yang terambil elektronnya ini akan menjadi radikal bebas baru sehingga

akan memulai suatu reaksi berantai yang pada akhirnya akan menyebabkan

kerusakan sel (Droge 2007)

Kelompok radikal bebas antara lain anion superoksida (O2) radikal

hidroksil (OH) dan radikal peroksil (RO2) sedangkan kelompok non radikal

misalnya hidrogen peroksida (H2O2) dan peroksida organik (ROOH) (Halliwell

dan Whiteman 2004) Radikal superoksida ( O2 -) merupakan bentuk yang paling

33

aktif yang paling banyak dihasilkan oleh berbagai mekanisme di dalam tubuh

seperti mitokondria sistem enzim NADPH oksidase reaksi dari xanthin oksidase

dan metabolisme asam arakidonat

Radikal bebas yang terbentuk di dalam tubuh (radikal bebas internal)

merupakan bagian integral dari proses fisiologis seperti saat pembentukan energi

dalam mitokondria melalui oksidasi fosforilasi Sumber radikal bebas internal

antara lain 1) Organ subseluler seperti mitokondria kloroplas mikrosom

peroksisom dan nuklei menghasilkan O2- 2) inflamasi selama inflamasi terjadi

fagositosis oleh makrofag dan metrofil keduanya membentuk radikal bebas

untuk memfagositosis bakteri 3) ion logam transisi Fe dan Cu berperan

membentuk radikal bebas dan menimbulkan peroksidasi lipid 4) oksidasi

enzimatik seperti xanthin oksidase dan lipoksigenase (Droge 2007) Radikal

bebas dapat juga berasal dari luar tubuh (radikal bebas eksternal) Sumber radikal

bebas eksternal antara lain polusi lingkungan (asap rokok asap kendaraan asap

pabrik) aktivitas fisik yang berlebih sinar ultra violet dari matahari radiasi obat-

obatan dan pestisida

Radikal bebas dapat terbentuk dari senyawa lain yang sebenarnya bukan

radikal bebas tetapi mudah menjadi radikal bebas misalnya hidrogen peroksida

(H2O2) dan ozon Kedua kelompok senyawa ini sering diistilahkan sebagai

Reactive Oxygen Species (ROS) atau senyawa Oksigen Reaktif (SOR) Sel-sel

hidup dari organisme aerob secara kontinyu membentuk SOR sebagai bagian dari

proses fisiologi metabolik dan reaksi-reaksi biokimia lainnya

34

SOR adalah kelompok senyawa yang sebenarnya bukan radikal bebas

tetapi mudah berubah menjadi radikal bebas (Droge 2007) SOR dihasilkan dalam

proses metabolisme oksidatif dalam tubuh misalnya pada proses oksidasi makanan

menjadi energi SOR diproduksi dalam jumlah yang cukup dalam tubuh seperti

sel darah putih menghasilkan H2O2 yang berfungsi untuk membunuh beberapa

jenis bakteri dan jamur namun H2O2 tidak menyerang secara spesifik sehingga

dapat menyerang asam-asam lemak tidak jenuh ganda atau polyunsaturated fatty

acid (PUFA) dari membran sel yang menyebabkan kerusakan struktur dan fungsi

sel (Winarsi 2007) SOR terbentuk sebagai produk samping reaksi oksidasi

fosforilasi untuk membentuk energi berupa Adenosine Tri Phosphate (ATP)

dalam rantai transport elektron pada mitokondria Proses tersebut membutuhkan

O2 tetapi tidak semua O2 berikatan dengan hidrogen untuk membentuk air sekitar

4 sampai 5 dari oksigen yang dikonsumsi berubah menjadi SOR (Marciniak

et al 2009) SOR seperti radikal super oksida (SOO-) dan radikal hidroksil

(OH-) yang dihasilkan oleh metabolisme sel yang normal maupun lingkungan

yang stres dapat menyebabkan sel-sel mati melalui peroksidasi lipid oksidasi

protein menghambat aktivitas enzim-enzim perubahan reduksi oksidasi intra sel

dan kerusakan DNA Hal ini menunjukkan bahwa SOR terlibat dalam timbulnya

beberapa penyakit dan proses penuaan

Organofosfat merupakan senyawa toksik yang mempunyai kemampuan

membentuk radikal bebas pada sistem biologi (Nur et al 2010) Reaksi radikal

bebas dengan komponen sel baik komponen struktural (molekul penyusun

membran) maupun komponen fungsional yaitu enzim dan DNA dapat merusak

35

sel melalui oksidasi lipid tidak jenuh dan protein sel (Zakaria 1996 dalam

Mardawati et al 2011) Kerusakan lebih lanjut pada organ sel adalah kerusakan

DNA dan membran sel Mekanisme tersebut menunjukan bahwa radikal bebas

dapat mempengaruhi timbulnya berbagai jenis penyakit degeneratif seperti

aterosklerosis Penelitian Amran et al (2009) mendapatkan ada korelasi yang

signifikan antara kerusakan DNA dengan perkembangan aterosklerosis dan

meningkatnya jumlah pasien Coronary Artery Disease (CAD)

24 Stres Oksidatif

Radikal bebas dalam jumlah tertentu di dalam tubuh dapat dinetralisir oleh

antioksidan endogen Antioksidan endogen utama pada sel-sel tubuh adalah

enzim SOD (Superoksida dismutase) glutation reduktase dan glutation

peroksidase (GPr dan GPx) serta catalase (CAT) Pembentukan radikal bebas

yang melebihi kemampuan aktivitas antioksidan endogen menyebabkan jumlah

keseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan akan terganggu Apabila

jumlah radikal bebas terus bertambah sedangkan jumlah antioksidan endogen

tetap maka kelebihan radikal bebas tidak dapat dinetralkan akibatnya radikal

bebas bereaksi dengan komponen-komponen sel dan menyebabkan kerusakan sel

Peningkatan jumlah radikal bebas atau oksidan menyebabkan timbulnya

suatu keadaan yang disebut stres oksidatif Stres oksidatif adalah suatu keadaan

ketidak seimbangan antara radikal bebas dan antioksidan dimana jumlah radikal

bebas lebih besar dari antioksidan Stres oksidatif adalah suatu keadaan patologis

yang disebabkan oleh kerusakan jaringan di dalam tubuh karena peningkatan

36

jumlah radikal bebas yang tidak normal (Halliwel 2006) Radikal bebas yang

jumlahnya jauh lebih banyak dari antioksidan akan bereaksi dengan cepat dan

merusak bermacam-macam substrat di dalam tubuh termasuk komponen-

komponen sel protein asam lemak tak jenuh ganda karbohidrat dan asam-asam

nukleat hal ini mengakibatkan berkembangnya penyakit kronik Serangan oksidan

terhadap asam lemak tidak jenuh sebagai komponen penting penyusun membran

sel dapat menimbulkan reaksi rantai yang disebut peroksidasi lipid Proses

tersebut mengakibatkan terputusnya ikatan dalam asam-asam lemak menjadi

berbagai senyawa yang toksik terhadap sel seperti malondialdehid (MDA) dan 9-

hidroksi nonenal MDA yang dihasilkan kemudian dilepaskan ke darah sehingga

kadar MDA di dalam darah dapat dijadikan sebagai penanda tidak langsung

adanya peroksidasi lipid dan peningkatan SOR

25 Malondialdehid (MDA)

Peningkatan stres oksidatif berdampak negatif pada beberapa komponen

penyusun membran sel yaitu kerusakan pada membran lipid membentuk

malondialdehida (MDA) kerusakan protein karbohidrat dan DNA (Kevin et

al2006) Kerusakan oksidatif yang diakibatkan oleh radikal bebas mempengaruhi

kondisi patologis berupa kerusakan sel jaringan dan berbagai organ seperti hati

ginjal dan jantung baik pada manusia maupun hewan Kerusakan ini dapat

berakhir pada kematian sel sehingga terjadi percepatan timbulnya berbagai

penyakit degeneratif (Kevin et al 2006 dan Valko et al 2007) MDA

merupakan metabolit hasil peroksidasi lipid oleh radikal bebas sehingga dapat

37

menggambarkan aktivitas radikal bebas dalam sel dan menjadi petunjuk terjadinya

stres oksidatif akibat radikal bebas (Asni 2009) Semakin tinggi kadar MDA

plasma maka semakin tinggi stres oksidatif yang terjadi dalam sel-sel tubuh

Peroksidasi lipid menghasilkan MDA dari radikal bebas akan selalu membentuk

reaksi berantai yang terus berlanjut sampai radikal bebas ini dihilangkan oleh

sistem antioksidan dari tubuh

MDA adalah hasil proksidasi lipid yang larut dalam air pada kondisi

normal MDA secara parsial diekskresikan melalui urine tetapi tidak diketahui

berapa jumlah MDA yang terbentuk dalam tubuh itu dapat dihilangkan oleh

ginjal MDA merupakan salah satu hasil dari peroksidasi lipid yang digunakan

sebagai indikator dari stres oksidatif (Hundekari et al 2013) Peningkatan

peroksidasi lipid mungkin disebabkan oleh inflamasi yang berkaitan dengan

infeksi virus dan menurunnya kadar antioksidan

Penelitian in vitro pada eritrosit manusia yang menyemprot pestisida

menunjukan peningkatan konsentrasi karbofuran meningkatkan kadar MDA

secara signifikan (Misrha et al 2013) yang mendapatkan kadar MDA pada darah

petani penyemprot pestisida lebih tinggi secara signifikan dibandingkan dengan

kontrol seperti ditunjukan pada Tabel 22

Paparan pestisida atrazine pada tikus dapat meningkatkan peroksidasi lipid

dan merusak membran di dalam sel yang dipapar Kandungan fosfolipid dan

kolesterol dalam membran eritrosit dapat diketahui dengan menggunakan teknik

scanning electron microscopy (SEM) dan dapat diketahui terjadi perubahan

morfologi dalam eritrosit yang sebanding dengan perubahan parameter biokimia

38

termasuk stres oksidatif (Singh et al2006) Kerusakan sel cedera irreversible sel

dan kematian sel dapat terjadi apabila stres oksidatif berlangsung lama

Tabel 22 Perbandingan profil biokimia antara kontrol

dan penyemprot pestisida

Parameters Controls(n=18)

Mean plusmnSD

Sprayers (n=50)

Mean plusmnSD

MDA (nmolTBARSml blood)

943 plusmn078

2630 plusmn202

CAT (μ mol H2O2 hydrolysed X

104mlg Hb)

1055plusmn1520

13569 plusmn 1234

SOD(μmol hydroysed X 104mlg

Hb)

329 plusmn 079 803 plusmn 246

Sumber Mishra et al 2013

26 Antioksidan

Antioksidan adalah molekul yang mampu memperlambat atau mencegah

oksidasi molekul lain (Chakraborty et al 2009) Antioksidan adalah senyawa-

senyawa yang dapat menunda atau menghambat terjadinya oksidasi biomolekul

dengan menghambat reaksi-reaksi oksidasi rantai oleh radikal bebas dan mampu

menurunkan kerusakan oksidatif (Jantan et al 2011) Antioksidan juga

didefinisikan sebagai senyawa yang mampu menunda memperlambat atau

menghambat reaksi oksidasi makanan maupun obat Antioksidan akan bereaksi

dengan oksidan sehingga mengurangi kapasitas oksidan untuk dapat menimbulkan

kerusakan (Shahidi 1997 dalam Asep et al 2012)

Antioksidan dalam sistem biologi baik antioksidan enzim maupun non

enzim melindungi sel dari kerusakan yang disebabkan oleh molekul-molekul yang

39

tidak stabil yang disebut radikal bebas Antioksidan membantu menghancurkan

radikal bebas yang merusak sel mendukung pertumbuhan sel-sel yang sehat

melindungi sel dari penuaan mendukung sistem imun dalam tubuh Antioksidan

bersifat sangat mudah teroksidasi atau bersifat reduktor kuat dibanding dengan

molekul lain sehingga keefektifan antioksidan tergantung dari seberapa kuat daya

oksidasinya semakin mudah teroksidasi maka semakin efektif antioksidan

tersebut Antioksidan mampu melindungi sel melawan kerusakan yang

ditimbulkan oleh radikal bebas dan SOR seperti singlet oksigen peroksi nitrit

superoksida radikal peroksida dan radikal hidroksil (Chaveri et al2008 )

Antioksidan dapat menunda atau mencegah terjadinya reaksi oksidasi

radikal bebas dan oksidasi lipid dalam konsentrasi yang lebih rendah dari substrat

yang dapat dioksidasi Suhartono et al (2008) menyatakan antioksidan dapat

diklasifikasikan dalam 5 tipe yaitu a) Antioksidan primer berupa senyawa-

senyawa fenol yang mampu memutus rantai reaksi pembentukan radikal bebas

asam lemak Senyawa ini memberikan atom hidrogen yang berasal dari gugus

hidroksi sehingga terbentuk senyawa yang stabil seperti BHA (butyl

hidroksilanisol) BHT (butyl hydrotoluen) dan tokoferol b) Antioksidan

perangkap oksigen yaitu senyawa-senyawa yang berperan sebagai pengikat

oksigen sehingga mencegah reaksi oksidasi Senyawa ini mengadakan reaksi

dengan oksigen yang berada dalam sistem sehingga jumlahnya berkurang seperti

vitamin C (asam askorbat) askorbil palminat asam eritorbat dan sulfit c)

Antioksidan sekunder adalah senyawa-senyawa yang mempunyai kemampuan

untuk berdekomposisi dengan hidroperoksida menjadi produk akhir yang stabil

40

d) Antioksidan enzim yaitu enzim yang berperan mencegah terbentuknya radikal

bebas seperti glukose oksidase superoksida dismutase (SOD) glutation

peroksidase (GPx) dan katalase (CAT) dan e) Antioksidan Chelators

sequestrants yaitu senyawa-senyawa yang mampu mengikat logam seperti besi

dan tembaga yang mampu mengkatalisis reaksi oksidasi lemak seperti asam sitrat

asam amino ethylenediaminetetra acetid acid (EDTA) dan fosfolipid

Antioksidan bereaksi dengan radikal bebas dengan mengurangi

konsentrasi oksigen mencegah pembentukan singlet oksigen yang reaktif

mencegah inisiasi rantai pertama dengan menangkap radikal primer seperti radikal

hidroksil mengikat katalis ion logam mendekomposisi produk-produk primer

radikal menjadi senyawa non-radikal dan memutus rantai hidroperoksida

sehingga mengurangi kapasitas radikal bebas untuk menimbulkan kerusakan

(Mardawati et al 2011)

Berdasarkan mekanisme kerjanya antioksidan dikelompokan menjadi 1)

Antioksidan primer yaitu antioksidan yang bereaksi dengan radikal lipid berenergi

tinggi untuk menghasilkan produk yang memiliki kestabilan termodinamis lebih

baik seperti golongan fenol (isoflavon) 2) Antioksidan sekunder yang juga

dikenal dengan antioksidan pencegah (Preventive Antioxidant) yang dapat

memperlambat reaksi inisiasi dengan cara memutus rantai hidroperoksida seperti

dilauril thio-dipropionate dan asam thiodipropionate Antioksidan golongan ini

adalah antioksidan yang berikatan dengan gugus thiol (Shahidi dan Naczk1995

dalam Mardawati et al 2011)

41

Antioksidan pemutus rantai adalah molekul kecil yang dapat menerima

dan memberi elektron dari atau ke radikal bebas sehingga membentuk senyawa

baru yang stabil seperti vitamin E dan vitamin C Sedangkan antioksidan logam

transisi terikat protein bekerja mengikat ion-ion logam Fe2+

dan Cu2+

seperti

flavonoid dapat mencegah radikal bebas Antioksidan jenis ini memperbaiki

kerusakan sel-sel dan jaringan yang disebabkan radikal bebas (Winarsi 2007)

Mekanisme kerja antioksidan senyawa fenolik adalah sebagai berikut

Radikal Lipida Antioksidan Radikal Antioksidan

ROO + AH ROOH + A

RO + AH ROH + A

R + AH RH + A

OH + AH H2O + A

Senyawa antioksidan (AH) dapat memberikan atom hidrogen secara cepat ke

radikal lipida (ROO RO R OH ) dan mengubahnya menjadi bentuk yang lebih

stabil Sementara turunan radikal antioksidan (A) yang dihasilkan lebih stabil

dibandingkan radikal lipida karena akan terjadi delokalisasi perbaikan elektron

dari ikatan rangkap pada cincin benzen sebagai indikasi oleh ikatan isomer

valensi

Peningkatan jumlah gugus hidroksil (alkil hidrogen pada struktur

kimianya) pada posisi para atau ortho seperti pada genistein dapat meningkatkan

aktivitas antioksidan isoflavon Antioksidan dapat menghambat oksidasi atau

42

menghentikan reaksi berantai pada radikal bebas dari lemak yang teroksidasi

dapat melalui empat macam mekanisme reaksi yaitu 1) Pelepasan hidrogen dari

antioksidan 2) Pelepasan elektron dari antioksidan 3) Adisi lemak ke dalam

cincin aromatik pada antioksidan dan 4) Pembentukan senyawa kompleks antara

lemak dan cincin aromatik dari antioksidan

Antioksidan dapat mencegah tidak terkontrolnya pembentukan radikal

bebas dan aktivitas SOR atau mencegah reaksinya dengan struktur biologi (Nisar

et al 2013) Status antioksidan baik yang endogen maupun yang eksogen yang

menurun dapat mengganggu keseimbangan redoks seluler dan kondisi patologis

akan menjadi karakteristik utama dan membentuk stres oksidatif pada sel maupun

jaringan

261 Antioksidan enzimatis

Di dalam sistem biologis sudah tersedia antioksidan berupa enzim

(antioksidan enzimatis) yaitu superoksida dismutase (SOD) katalase (CAT) dan

glutation peroksidase (GPx) Antioksidan-antioksidan ini bekerja dengan cara

mencegah pembentukan senyawa radikal bebas baru atau mengubah radikal bebas

yang telah terbentuk menjadi molekul yang kurang reaktif (Finosh dan Jayabalan

2013) Mekanisme kerja antioksidan enzimatik adalah mengkatalisir pemusnahan

radikal bebas dalam sel Aktivitas enzim intrasel SOD dan CAT mengkatalisasi

dismutasi superoksida dan hidrogen peroksida aktivitas GPx mereduksi hidrogen

peroksida dan peroksida organik menjadi air dan oksigen Aktivitas enzim

intrasel ini dapat dilihat pada Gambar 29

43

GPx merupakan enzim penangkal radikal bebas dengan dua cara yaitu

pertahanan terhadap oksidan dan dengan mengkatalisis peroksida menjadi air dan

oksigen GPx memerlukan glutation sebagai substrat terdapat dalam dua bentuk

yaitu glutation tereduksi atau GSH dan glutation teroksidasi atau GSSG Ketika

mengkatalisis perubahan hidrogen peroksida (H2O2) menjadi H2O GSH

dioksidasi menjadi GSSG kemudian GSSG dapat direduksi kembali oleh NADPH

untuk mendapatkan kembali GSH (Marciniak et al 2009)

Gambar 29

SOD dan CAT mengkatalisasi dismutasi superoksida dan hidrogen peroksida

(Finosh dan Jayabalan 2013)

Enzim GPx terdapat terutama dalam mitokondria merupakan enzim

scavenger terhadap hidrogen peroksida dan berperan utama dalam mengatur

konsentrasi H2O2 dan dan berbagai macam peroksida organik Aktivitas GPx yang

menurun menunjukkan terjadinya penurunan kapasitas menghilangkan H2O2 dan

terjadinya hidroperoksida lemak

44

Enzim GPx sangat berperan dalam pengaktifan kembali enzim

kolinesterase melalui 1) Pengaktifan AMP siklik yang secara langsung dapat

mengaktifkan enzim kolinesterase 2) keseimbangan NADP dan NADPH pada

jalur glikolisis aerobik dalam eritrosit sehingga eritrosit tidak rusak kerusakan

eritrosit dapat menurunkan produksi kolinesterase darah 3) peranan kofaktor

prostaglandin pada sintesis tromboksan A2 yang memacu trombogenesis dan

vasokonstriksi pembuluh darah bersamaan dengan terbentuknya tromboksan akan

diaktifkan cAMP yang secara langsung mengaktifkan kinase protein termasuk

kinase protein enzim kolinesterase 4) sebagai antioksidan yang dapat melindungi

sel termasuk eritrosit dari kerusakan akibat radikal bebas 5) sebagai kofaktor

proses oksidasi dealkilasi ikatan organofosfat dengan kolinesterase darah 6)

berperan sebagai detoksifikasi dalam tubuh dengan mereduksi radikal bebas

peroksida sekaligus membentuk peroksida lipid di dalam membran sel (Stranges

et al 2010)

GPx adalah enzim antioksidan yang dapat mendetoksifikasi hidrogen

peroksida dan lipid hidroperoksida dalam menurunkan glutation Di dalam darah

terdapat beberapa jenis GPx dua diantaranya adalah GPx seluler (cGPx) dalam sel

darah merah dan GPx ekstrasel (eGPx) terdapat dalam plasma GPx sebagai enzim

antioksidan bekerja menjadi peredam (quenching) radikal bebas dan berperan

dalam metabolisme xenobiotik yang ditemukan dalam sel (Sen et al 2010)

GPx dengan konsentrasi tinggi ditemukan dalam hepar dan sel darah

merah sedangkan pada jantung ginjal paru-paru adrenal lambung dan jaringan

adipose mengandung GPx dalam kadar sedang GPx kadar rendah ditemukan

45

dalam otak otot testis dan lensa mata GPx yang rendah berkorelasi dengan

gangguan yang berhubungan dengan radikal bebas (Judge et al 2005) Jika

antioksidan endogen gagal mengatasi produksi metabolit reaktif maka

antioksidan eksogen akan diperlukan untuk menyeimbangkan status redoks

(Noori 2012) Sumber makanan termasuk tanaman rempah-rempah vitamin dan

ekstrak herbal memainkan peran penting dalam hal ini

262 Antioksidan non enzimatis

Antioksidan non enzimatis disebut juga antioksidan sekunder atau

antioksidan eksogen (diperoleh dari luar) digolongkan menjadi dua golongan

yaitu yang larut dalam lemak seperti tokoferol karotenoid flavoniod quinon dan

bilirubin serta yang larut dalam air seperti asam askorbat asam urat protein

pengikat logam dan protein pengikat heme (Winarsi 2007) Antioksidan ini dapat

berupa bahan-bahan alami dan juga sintetis Antioksidan alami seperti vitamin

adalah campuran redoks yang seimbang dengan bentuk tereduksi dan teroksidasi

dan sebaliknya untuk antioksidan sintetis merupakan redoks yang tidak seimbang

bahkan menghasilkan radikal bebas yang pada beberapa kasus berbahaya (Rani

etal 2004)

Vitamin C merupakan antioksidan yang sangat penting dalam cairan

ekstra sel karena dapat menyerang radikal-radikal yang larut dalam darah dan

melindungi lemak plasma dari perusakan peroksidasi oleh radikal-radikal peroksil

Peran utama vitamin C adalah menetralisir radikal bebas yang ada di dalam dan

di luar sel Vitamin C merupakan sumber elektron pendonor bagi radikal bebas

(Nisar et al 2013) Vitamin C berperan positip dalam proses detoksifikasi

46

yang sangat diperlukan untuk sintesis kolagen dan pertumbuhan serta

pemeliharaan jaringan epitel Peranan vitamin C sebagai pembawa hidrogen yang

merupakan siklus esensial dalam metabolisme protein dan karbohidrat yang

berfungsi memelihara kekuatan pembuluh darah Vitamin C sangat penting untuk

melawan radikal bebas dalam cairan ekstra sel dan melindungi biomembran dari

peroksidasi Pemberian air kelapa dapat meningkatkan aktivitas GPx SOD dan

CAT pada pekerja terpapar merkuri karena air kelapa mengandung vitamin C

B1 B6 asam-asam amino metionin selenium dan mineral berfungsi melindungi

sel tubuh dari serangan radikal bebas dan mencegah efek paparan merkuri

(Zulaikhah et al 2013) Defisiensi antioksidan yang berupa vitamin C vitamin

E Se Zn dan glutation dalam derajat ringan hingga berat sangat berpengaruh

terhadap respon imun

Komponen kimia yang berperan sebagai antioksidan adalah senyawa

golongan fenolik dan polifenolik yang memiliki kemampuan untuk menangkap

radikal bebas Flavonoid merupakan golongan terbesar dari senyawa polifenol

yang sangat efektif digunakan sebagai antioksidan Senyawa-senyawa ini banyak

terdapat di alam terutama pada tumbuh-tumbuhan seperti teh buah-buahan

sayuran dan anggur (Ramle et al 2008)

Aktivitas antioksidan dari berbagai tanaman erat hubungannya dengan

kandungan fenolnya ada indikasi substansi fenol seperti flavonoid dan asam-

asam fenolat berpotensi lebih besar sebagai antioksidan dibandingkan dengan

vitamin C dan vitamin E Aktivitas antioksidan flavonoid tergantung pada

struktur molekulnya terutama gugus prenil (CH3)2C=CH-CH2 Department of

47

Environmental and Molecular Toxicology Oregon State University dalam

penelitiannya mendapatkan bahwa gugus prenil flavonoid dikembangkan untuk

pencegahan atau terapi terhadap penyakit-penyakit yang dihubungkan dengan

radikal bebas

Asupan antioksidan diperlukan untuk membantu mengembalikan

ketidakseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan endogen serta

mengurangi kerusakan oksidatif dalam tubuh Salah satu terapi antioksidan yang

digunakan adalah ekstrak kulit buah manggis (Garcinia mangostana L) Kulit

buah manggis memiliki kandungan xanthone yang tinggi sehingga memiliki

kemampuan untuk menangkap radikal bebas Gugus hidroksil (OH) yang dimiliki

oleh xanthone efektif mengikat radikal bebas dengan elektron yang tidak memiliki

pasangan Antioksidan ini bekerja dengan cara memotong reaksi oksidasi berantai

dari radikal bebas atau dengan cara menangkapnya sehingga radikal bebas tidak

akan bereaksi dengan komponen seluler dan kerusakan sel dapat dihindari

Makanan yang kaya antioksidan memegang peran dalam mencegah

penyakit-penyakit kanker dan penyakit penurunan fungsi otak Antioksidan dapat

mengurangi resiko penyakit kronis dan mencegah berbagai penyakit baik dengan

cara meningkatkan pertahanan antioksidan dalam tubuh atau dengan cara

mengkonsumsi makanan yang kaya antioksidan Mengkonsumsi antioksidan yang

ada dalam makanan sehari-hari dapat memberi perlindungan terhadap stres

oksidatif Hundekari et al (2013) mendapatkan perlakuan antioksidan dengan

dosis yang sesuai dapat menurunkan kerusakan oksidatif sehingga efektif untuk

memperbaiki kasus keracunan akut OPs

48

27 Manggis

271 Tumbuhan manggis

Tumbuhan manggis (Garcinia mangostana L) berasal dari Asia Tenggara

dan merupakan tumbuhan fungsional karena hampir semua bagian dari tumbuhan

ini dapat dimanfaatkan sebagai obat Manggis termasuk dalam family Guttiferae

dan merupakan species terbaik dari genus Garcia Buah manggis sering dijuluki

Queen of tropical fruit karena mempunyai rasa enak daging buah putih halus

bentuk buah bagus dan disukai banyak orang (Chaverri et al 2008) Manggis

sering disebut mangostin atau kadang-kadang disebut buah super dengan berbagai

karakteristik seperti rasa aroma kaya nutrisi dan daya antioksidan yang tinggi

Buah manggis (Garcinia mangostana L) merupakan buah yang eksotik

karena memiliki warna yang menarik dan kandungan gizi yang tinggi sehingga

buah manggis memiliki prospek yang cukup baik untuk dikembangkan

(Mardawati et al 2011) Tingkatan taksonomi tanaman manggis adalah sebagai

berikut (Prihatman 2000)

- Kingdom Plantae

- Divisi Spermathophyta (Tumbuhan berbiji)

- Sub Divisi Angiospermae (Berbiji tertutup)

- Kelas Dicotyledonae (Biji berkeping dua)

49

- Ordo Theales

- Famili GuttiferaeClusiaceae

- Genus Garcinia

- Spesies Garcinia mangostana L

Selain sebagai buah yang eksotik manggis juga mengandung berbagai senyawa

yang bermanfaat bagi tubuh seperti triterpenoid mangostin tannin resin

kalsium zat besi dan vitamin B1 Potensi manggis tidak hanya terbatas pada

buahnya saja tetapi juga hampir seluruh bagian tumbuhan manggis menyimpan

potensi yang sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia

Kulit buah manggis mengandung beberapa senyawa yang memiliki

aktivitas farmakologi seperti antiinflamasi antihistamin antibakteri anti penyakit

jantung antijamur bahkan untuk terapi HIV (Chaveri et al 2008) Senyawa

utama kandungan kulit buah manggis yang dilaporkan bertanggung jawab atas

beberapa aktivitas farmakologi adalah golongan xanthone yang meliputi

mangostin mangosterol mangostinon A dan B trapezifolixanthone tovophyllin

B dan beta mangostin garcinon B mangostanol flavonoid epikatekin dan

gartanin136-trihidoksi-7-metoksi-28-bis(3-metil-2-butenil)-9H-xanten-9-on(alfa

mangostin) dan 1367-tetrahidroksi-28-bis (3-metil-2-butenil)-9H-xanten-9-on

(gamma mangostin) yang sangat bermanfaat untuk kesehatan (Qosim 2007)

Kandungan antioksidan manggis banyak terdapat pada kulit buahnya

dikenal sebagai antioksidan yang efektif karena mengandung senyawa biologi

xanthones walaupun dapat juga ditemukan dalam semua bagian manggis baik

pada buah kulit buah kulit kayu maupun daunnya Senyawa xanthone hanya

50

dihasilkan oleh genus garcinia Xanthone memiliki struktur kimia yang unik

terdiri dari sistem aromatik trisiklik (C6-C3-C6) dengan kelompok isoprena

metoksil dan hidroksil terletak pada cincin A dan B sehingga senyawa xanthone

beragam Struktur umum xanthone dapat dilihat pada Gambar 210

Gambar 210

Struktur umum senyawa xanthone (Chaverri et al 2008)

Xanthone termasuk golongan senyawa flavonoid Senyawa ini memiliki

dua cincin benzene dan satu cincin piran Inti xanthone dikenal sebagai 9-

xanthenone atau dibenzo-c-pyrone Xanthone dapat diklasifikasikan ke dalam lima

kelompok yaitu oxygenated xanthone xanthone glycoside prenylated xanthone

xanthonolignoid dan miscellaneous xanthone Menurut Chaverri et al (2008)

terdapat 200 lebih xanthone yang tersedia di alam ini dan 50 diantaranya

terkandung dalam kulit buah manggis

Xanthone memiliki rumus molekul C13H8O2 sehingga memiliki massa

molar sebesar 196191 gram mol Dalam penamaan menurut IUPAC senyawa ini

diberi nama 9H-xanthen-9-one Uji aktivitas antioksidan kulit buah manggis

dengan menggunakan peroksinitrit sebagai radikal bebas diketahui bahwa 8-

hydroxycudraxanthone G gartanin α-mangostin γ-mangostin dan smeath-

xanthone A merupakan komponen yang memiliki aktivitas antioksidan terbesar

51

(Jung et al 2006) Senyawa xanthone yang banyak terdapat pada kulit manggis

yaitu α - dan γ - mangostin (Obolsky et al 2009)

Struktur kimia beberapa turunan xanthone seperti α mangostin β

mangostin dan γ mangostin dapat dilihat pada pada Gambar 211

(Chaivisuthangkura et al 2008)

α mangostin β mangostin γ mangostin

Gambar 211

Struktur Kimia beberapa derivat xanthone

(Chaivisuthangkura et al 2008)

Senyawa-senyawa xanthone juga mempunyai aktivitas antibakteri

melawan S Aureus strain yang resisten terhadap penicillin dan methicillin

aktivitas antifungi melawan F Oxiforum A Tenuls dan D Oryzae (Chomnawang

2007) Garcinia mangostana dan senyawa-senyawa xanthone α-mangostin

mendorong aktivitas antimikroba melawan P acnes dan S epidermis yang

merupakan agen etiologi kritis pada jerawat (Chomnawang et al 2007)

Senyawa alfa-mangostin sebagai turunan xanthone memiliki kemampuan

dalam menekan pembentukan senyawa karsinogen pada kolon Xanthone juga

52

bermanfaat mencegah pertumbuhan sel kanker dan tumor Kemampuan

antioksidannya bahkan melebihi vitamin C dan E yang selama ini dikenal sebagai

antioksidan yang paling efektif (Ummi dan Any 2014) Hasil penelitian Kosem

et al (2007) mendapatkan ekstrak metanol kulit buah manggis mengandung α

mangostin sebesar 2519 g100 g ekstrak

Moongkandi et al (2004) menyatakan kulit buah manggis bermanfaat

penting bagi kesehatan karena kaya akan antioksidan seperti xanthone dan

antosianin Antosianin merupakan salah satu antioksidan kuat yang mampu

mencegah berbagai kerusakan akibat stress oksidatif sehingga mampu melindungi

sel dari radikal bebas Penelitian lain juga mendapatkan bahwa xanthone dari

manggis memiliki aktivitas antioksidan antitumor antiinflamasi antialergi

antifungi dan antibakteri (Suksamrarn et al 2006 dan Chaverri et al 2008)

Garcinia mangostana memiliki aktivitas antioksidan yang signifikan pada

IC50 sebesar 613 μgml juga efektif dalam scavenging radikal bebas dan bisa

mengurangi produksi cytokine sebagai suatu proinflamasi Senyawa xanthone

pada kulit buah manggis merupakan antioksidan tingkat tinggi karena kandungan

antioksidannya 667 kali dari wortel dan 83 kali jeruk (Qosim 2007)

Antioksidan yang terkandung dalam kulit buah manggis didominasi oleh

senyawa fenol yaitu xanthone Kadar xanthone dalam manggis berbeda-beda

tergantung pada kualitas buah yang terbesar didapatkan pada buah dengan kulit

burik atau kasar yakni sebesar 23544 μgg ekstrak sedangkan pada buah besar

dengan kulit mulus mengandung kadar xanthone sebesar 18502 μgg ekstrak

buah kecil sebesar 20434 μgg dan buah dengan kulit mengandung getah kuning

53

15289 μgg ekstrak Xanthone dalam kulit buah yang mengandung getah kuning

berperan dalam mekanisme pertahanan mencegah terjadinya stres akibat serangan

hama atau kerusakan fisik (Arsana 2014)

Xanthone sebagai antioksidan akan memutus rantai reaksi oksidasi radikal

bebas untuk mencegah reaksi oksidasi dengan reaksi reduksi yang melibatkan

hidrogen Keterlibatan hidrogen dalam reaksi-reaksi reduksi dapat menghambat

reaksi oksidasi antara radikal bebas dengan oksigen Kadar Oxygen Radical

Absorbance Capacity (ORAC) dari xanthone mencapai 17000-20000 ORAC per

100 ons kulit manggis lebih besar dari wortel dan jeruk yang kadar ORAC-nya

hanya 300 dan 2400 (Fanany 2013) Manfaat yang demikian besar menyebabkan

xanthone sangat dibutuhkan dalam tubuh sebagai penyeimbang prooksidan

Prenilasi xanthone juga mempunyai efek penghambat terhadap M Tuberculosis

Alfa-mangostin yang merupakan derivat xanthone didapatkan mempunyai potensi

sebagai antimikroba (Suksamrarn et al 2006) Selain itu kulit buah manggis

juga mengandung beberapa senyawa lain seperti yang tertera pada Tabel 23

Tabel 23

Komposisi Tepung Kulit Buah Manggis

Sumber Shahidi 1997 dalam Ummi dan Any 2014

No Komponen Kadar ( bk)

1

Air 900

2 Abu 258

3 Gula 692

4 Protein 269

5 Serat Kasar 3005

6 Lainnya (Tanin lemak dll) 4876

54

272 Ekstrak kulit buah manggis

Ekstrak kulit buah manggis mengandung berbagai senyawa yang diduga

bekerja sebagai antioksidan dengan cara mendonorkan elektronnya kepada radikal

bebas sehingga mencegah terjadinya peroksidasi lipid baik pada tahap inisiasi

propagasi maupun pada tahap terminasi (Middleton et al 2000) Senyawa-

seyawa ini bekerja sebagai sinyal yang akan mengaktivasi nuclear factor

erythroid 2- related factor 2 (Nrf2) yang terikat pada Kelch-like ECH-associated

protein-1 (Keap1) dalam sitoplasma sehingga mengalami disosiasi dan translokasi

menuju nukleus Dalam nukleus Nrf2 berasosiasi pada bagian promoter gen yang

disebut Antioxidant Respone Element (ARE) sehingga memicu ekspresi gen

penyandi antioksidan Senyawa yang terkandung dalam ekstrak kulit buah

manggis disamping bekerja sebagai antioksidan dengan cara mendonorkan

elektronnya kepada radikal bebas juga dapat menstimulasi ekspresi gen penyandi

antioksidan melalui aktivasi Nrf2 Salah satu stimulan tersebut adalah golongan

fenol (Inoue 2001) Ekstrak kulit buah manggis dapat mengatur aktivitas catalase

dalam aktivitasnya sebagai scavenger H2O2 atau mengatur gen Nrf-2 (Bartz et

al 2010) Hal ini sesuai dengan yang didapatkan dalam penelitian

Weecharangsan et al (2006) aktivitas ekstrak air dan ekstrak etanol kulit buah

manggis berperan sebagai scavenger H2O2

Skrining fitokimia dilakukan untuk memberikan gambaran tentang

golongan senyawa yang terkandung dalam ekstrak etanol kulit buah manggis

Hasil uji skrining fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak etanol kulit buah

manggis mengandung senyawa golongan alkaloid triterpenoid saponin

55

flavonoid tannin dan polifenol (Kristianti et al 2008) Polifenol adalah senyawa

fenolik yang memiliki lebih dari satu gugus hidroksil (OH) golongan senyawa ini

terdapat pada berbagai jenis tumbuhan yang mempunyai berbagai macam aktivitas

biologi salah satunya adalah aktivitas antioksidan (Scalbert et al 2005)

Polifenol banyak ditemukan dalam buah-buahan sayuran dan biji-bijian

yang merupakan sumber antioksidan alami Senyawa polifenol terdiri dari

beberapa subkelas yakni flavonol isoflavon (dalam kedelai) flavanon

antosianidin katekin dan biflavan Semua polifenol mampu menjadi perangkap

oksigen dan radikal alkil dengan memberikan donor elektron sehingga terbentuk

radikal fenoksil yang relatif stabil (Mokgope 2006) Senyawa-senyawa polifenol

alami secara langsung sebagai scavenger SOR dan secara tak langsung melindungi

aktivitas beberapa enzim sehingga berpotensi meningkatkan antioksidan endogen

(Masella et al 2005) Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Martin et al

(2010) yang mendapatkan CPE (cocoa polyphenolic extrac) yang mengandung

senyawa-senyawa flavonoid seperti katecin epikatecin dan prosianidin

meningkatkan aktivitas GPx dan glutation reduktase (GR) Senyawa-senyawa ini

mereduksi produksi SOR dan mengatur aktivitas antioksidan enzim Peningkatan

aktivitas enzim antioksidan dapat digunakan sebagai terapi penyakit-penyakit

yang disebabkan oleh stress oksidatif

Senyawa fenol sebagai antioksidan tergantung dari beberapa faktor seperti

ikatan gugus hidroksil pada cincin aromatik posisi ikatan posisi hidroksil bolak

balik pada cincin aromatik dan kemampuannya dalam memberi donor hidrogen

atau donor elektron serta kemampuannya dalam memerangkap radikal bebas (free

56

radical scavengers) Palakawong et al (2010) mendapatkan daya antioksidan

ekstrak kulit buah manggis sebesar 594 microgml yang dianalisis dengan metode

DPPH Ekstrak kulit manggis mengandung total fenol yang cukup tinggi yaitu

sebesar 4112 mgg dengan aktivitas antioksidannya sebesar 8442 (Dyahnugra

et al 2015) Ekstrak etanol kulit buah manggis menunjukkan aktivitas yang

signifikan dalam menghambat pembentukan 50 radikal menghambat radikal

superoxide (O2-) mereduksi produksi ROS dan dapat menangkap radikal

hidroksil (OH-) (Chomnawang et al 2007)

Senyawa flavonoid adalah senyawa-senyawa polifenol yang memiliki 15

atom karbon (C6-C3-C6) terdiri dari dua cincin benzena yang dihubungkan

menjadi satu oleh rantai linier yang terdiri dari tiga atom karbon Flavonoid

dalam ekstrak kulit buah manggis berperan membasmi radikal bebas dengan

berbagai cara misalnya dengan menghambat enzim yang bertanggung jawab

memproduksi anion superoksida yaitu xantin oksidase ada juga dengan

menyumbangkan elektronnya ke radikal superoksida atau radikal lipid agar stabil

(Smith et al 2005)

Ekstrak kulit buah manggis baik dengan pelarut air etanol 50 etanol

95 dan etil asetat menunjukan aktivitas antioksidan dan neuroprotektif

(Weecharangsan et al 2006) Kapasitas antioksidan ekstrak air dan etanol 50

diuji dengan metoda DPPH didapatkan masing-msing sebesar 3498 dan 3076

Kapasitas antioksidan ekstrak ini sudah dicobakan pada sel neuroblastoma

(NG108-15) yang terpapar hidrogen peroksida (H2O2) kedua ekstrak ini

memperlihatkan aktivitas neuroprotektif dengan konsentrasi 50 lgmL Aktivitas

57

neuroprotektif ekstrak etanol 50 kulit buah manggis lebih tinggi dibandingkan

dengan ekstrak air Ekstrak etanol kulit buah manggis juga mempunyai aktivitas

antioksidan yang signifikan sebagai penghambat pembentukan radikal DPPH

(Chomnawang et al 2007)

Ekstrak kulit buah manggis diketahui memiliki daya antioksidan sangat

kuat hal ini dibuktikan dengan menggunakan fraksi pelarut metanol etanol dan

etil asetat semuanya memiliki daya antioksidan EC50 kurang dari 50 Fraksi

metanol mempunyai nilai EC50 yang paling kecil dibanding dengan kedua

fraksi lainnya masing-masing 800 mgL 926 mgL dan 2948 mgL ini berarti

fraksi metanol mempunyai aktivitas antioksidan yang lebih besar dibandingan

dengan fraksi etanol dan etil asetat (Mardawati et al 2011) Hal ini didukung

oleh Li dan Xu (2015) yang menyatakan ekstrak metanol kulit buah manggis

mempunyai aktivitas antioksidan yang kuat karena kandungan polifenolnya sangat

tinggi

Senyawa fenol banyak ditemukan pada berbagai tanaman Senyawa ini

telah dieksploitasi secara intensif karena selain berfungsi sebagai antioksidan juga

memiliki berbagai fungsi biologi seperti anti mutagenik dan anti karsinogenik

Antioksidan alami yang terdapat dalam tanaman akan meredam radikal bebas

yang berbahaya dari tubuh Senyawa-senyawa polifenol dari tanaman seperti

flavonoid digambarkan sebagai peredam SOR Ekstrak kulit buah manggis dapat

mengurangi produksi SOR intrasel secara signifikan yang ditentukan dengan 27-

dichlorofluorescein diacetate (DCFH-DA) dalam SKBR3 saluran sel

(Moongkarndi et al 2004) Aktivitas radikal hidroksil (HO-) diperangkap oleh

58

xanthone yang diisolasi dari beberapa ekstrak kulit buah manggis (Chin et al

2008) Xanthone dapat diklasifikasikan ke dalam lima kelompok yaitu

oxygenated xanthone xanthone glycoside prenylated xanthone xanthonolignoid

dan miscellaneous xanthone Saat ini sekitar 1000 xanthone berbeda telah

diketahui (Chaverri et al 2008)

Kulit buah manggis mengandung 90 xanthone terutama α dan β

mangostin yang disebut panaxanthone dapat memulihkan sistem pertahanan

antioksidan endogen seperti aktivitas SOD GPx dan kadar GSH secara invitro

dan in vivo memecah langsung SOR untuk mengurangi penipisan GSH dan

meghambat peroksidasi lipid Efek protektif α mangostin diduga terhadap stress

oksidatif dimediasi melalui jalur Nrf2 (Jung et al 2006) Ekstrak kulit buah

manggis dapat menurunkan MDA meningkatkan SOD dan GPx pada tikus yang

mengalami peningkatan MDA serta penurunan SOD dan GPx karena perlakuan

latihan (Arsana 2013) Hal yang sama didapatkan oleh Sudjarwo dan

Koerniasari (2015) bahwa pemberian ekstrak kulit buah manggis dapat

meningkatkan aktivitas GPx dan SOD ginjal tikus yang menurun karena diberi

perlakuan logam berat timbal mungkin disebabkan oleh kemampuan ekstrak

kulit buah manggis mengurangi akumulasi radikal bebas

Skrining fitokimia ekstrak kulit manggis juga menunjukkan bahwa kulit

buah manggis mengandung senyawa metabolit sekunder berupa golongan alkaloid

saponin tanin polifenol dan flavonoid (Poeloengan dan Praptiwi 2010)

Saponin merupakan zat aktif yang dapat meningkatkan permeabilitas membran

sehingga terjadi hemolisis sel Apabila saponin berinteraksi dengan sel bakteri

59

maka bakteri tersebut akan rusak atau lisis sedangkan flavonoid merupakan

kelompok senyawa fenol yang mempunyai kecenderungan untuk mengikat

protein sehingga mengganggu proses metabolisme bakteri tersebu Senyawa-

senyawa fenolik dapat bereaksi dengan senyawa oksigen reaktif disebabkan

oleh satu atau dua gugus hidroksil pada cincin aromatik dapat berperan sebagai

donor hidrogen (Dungir et al 2012)

Tanin dalam konsentrasi rendah mampu menghambat pertumbuhan

bakteri sedangkan pada konsentrasi tinggi mampu bertindak sebagai antibakteri

dengan cara menggumpalkan protoplasma bakteri sehingga terbentuk ikatan yang

stabil dengan protein bakteri Selain itu pada saluran pencernaan tanin mampu

mengeliminasi toksin (Poeloengan dan Praptiwi 2010)

Flavonoid merupakan golongan senyawa yang mempunyai kemampuan

sebagai antioksidan Flavonoid juga berperan mengaktifkan enzim kunci dalam

respirasi mitokondria dan melindungi sel neuron sehingga mencegah stres

oksidatif dan kerusakan jaringan Asupan flavonoid berperan sebagai

neuroprotektif berpotensi melindungi neuron dari neurotoksin meningkatkan

fungsi memori pembelajaran dan kognitif (Spencer 2009)

Uji daya antioksidan ekstrak kulit manggis buah dilakukan oleh Lin et al

(2014) menggunakan DPPH Radikal bebas DPPH (DPPHbull) mungkin akan

ditangkap oleh antioksidan dengan memberikan atom hidrogen (Hbull) membentuk

molekul stabil DPPH-H mekanismenya seperti tampak pada Gambar 212

Gambar ini menunjukkan reaksi antara γ-mangostin dengan DPPH akan

menghasilkan senyawa yang stabil sehingga tidak akan terjadi reaksi rantai yang

60

akan menghasilkan radikal-radikal lain yang lebih reaktif Dalam molekul γ-

mangostin gugus ortho-dihidroksil menjadi homolysis menghasilkan radikal

hidrogen (Hmiddot) dan radikal γ-mangostinmiddot (I) Hmiddot kemudian bergabung dengan

DPPHmiddot membentuk molekul DPPH-H dan radikal γ-mangostin menjadi (II)

yang selanjutnya dapat menghasilkan radikal hidrogen (Hmiddot) melebihi yang

diperlukan oleh radikal DPPH (DPPHmiddot) untuk membentuk quinone (III) Hasil ini

mengindikasikan bahwa ekstrak kulit buah manggis sebagai sumber antioksidan

yang baik dengan cara mendonasikan elektron kepada radikal bebas untuk

membentuk produk stabil sehingga tidak menimbulkan reaksi berantai

Gambar 212

Reaksi γ mangostin dengan DPPH sebagai radikal bebas

Lin et al (2014)

61

62

63

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pestisida...pestisida menginduksi produksi serotonin dan histamin, sebagai hormon yang memicu reaksi alergi dan dapat menimbulkan senyawa baru yang lebih

19

sitotoksisitas meningkat Penghambatan AChE oleh OPs disebabkan oleh

terjadinya reaksi fosforilasi akibat lepasnya gugus fosfat dari senyawa OPs

kemudian membentuk ikatan kovalen dengan AChE sehingga menghambat

aktivitasnya (Manal dan Lobna 2006) seperti tampak pada Gambar 22

Hidrolisis secara spontan OPs dari sisi aktif ini berlangsung sangat lambat

kadang-kadang irreversible sehingga menghasilkan efek beracun dalam jangka

panjang

Aktivitas enzim AChE yang terhambat menyebabkan asetilkolin (ACh)

terakumulasi di dalam sistem saraf yaitu pada kantung-kantung sinaptik sehingga

terjadi aktivasi reseptor kolinergik (muskarinik atau nikotinik) Akumulasi

asetilkolin menyebabkan overstimulasi dari reseptor dan jika keracunan

organofosfat tetap tidak diobati akan menyebabkan kematian Mekanisme ini

berlaku bagi organisme berdarah panas sehingga manusia juga mudah keracunan

OPs (Bajgar 2004) Hambatan dari enzim tersebut menyebabkan ACh tertimbun

pada sinaps yang terletak diantara saraf dan otot (neuromuscular junction)

Akumulasi ACh menyebabkan depolarisasi persisten pada otot rangka

mengakibatkan kelemahan dan fasikulasi Akumulasi asetilkolin yang terjadi

pada sistem saraf otonom dapat menyebabkan diare uriniterase tanpa sadar

bronko konstriksi dan miosis (Rustia et al 2010)

Efek toksik OPs berupa gejala neurologi dengan target primer

kolinesterase Penghambatan kolinesterase terjadi secara progresif oleh OPs

karena terjadi fosfilasi (fosforilasi atau fosfonilasi) pada sisi aktif serin dari

kolinesterase (Ser198 BChE dan Ser 200 untuk AChE pada manusia) Seperti

20

tampak pada Gambar 22 terjadi fosforilasi pada sisi aktif serin membentuk anion

intermediate yang pada proses aging mengalami dealkilasi membentuk anion

fosfonil yang stabil kemudian akan menghambat AChE secara irreversible

Enzim yang terfosforilasi ini tidak mampu lagi menghidrolisis ACh sehingga

tertimbun pada tempat-tempat reseptor ACh yang tertimbun ini menyebabkan

terjadi stimulasi berlebihan dan selanjutnya mengganggu pengiriman antara sistem

saraf pusat dan saraf tepi

OPs dalam tubuh selain mengalami forforilasi yang menyebabkan

neurotoksik dapat juga mengalami detoksikasi secara alami oleh enzim

karboksilase atau glutation transferase seperti tampak pada Gambar 23

Neurotoksik terjadi bila OPs berikatan dengan AChE BChE dan esterase yang

lain

Gambar 23

Toksikasi dan detoksikasi OPs

(Mangas et al 2016 )

21

Petani yang terpapar oleh pestisida OPs dapat mengalami penghambatan

Aktivitas AChE peningkatan reaksi Thiobarbituric Acid dan penurunan

kemampuan plasma darah dalam penyerapan besi (Fe) Dasar patofisiologi gejala

klinis dari keracunan OPs adalah inaktifasi dari enzim AChE pada sekeliling

nicotinic and muscarinic pada sistem saraf pusat central nervous system (CNS)

dan pada neuromuscular junction (Gagandeep dan Dheeraj 2009) Penghambatan

OPs secara ireversibel pada kedua muskarinik dan nikotinik dapat mempengaruhi

central nervous system (CNS) (Hundekari et al 2013) OPs sebagai anti-

kolinesterase akan memblok asetilkolinesterase sehingga asetilkolin terakumulasi

dalam saraf tepi yang dapat menimbulkan pengaruh neurotoksik seperti kontraksi

otot secara kontinyu Nilai normal aktivitas kolinesterase untuk laki ndash laki sebesar

4620 ndash 11500 Ul dan nilai normal untuk perempuan sebesar 3930 - 10800 Ul

Bila dibawah nilai normal menunjukkan adanya keracunan darah yang

diakibatkan oleh pestisida OPs

OPs di dalam sel darah merah akan mempengaruhi AChE dan di dalam

plasma darah akan mempengaruhi pseudokolinesterase OPs akan terikat di

dalam sinapsis melalui proses fosforilasi bagian ester anion dari enzim AChE

ikatan ini sangat kuat dan irreversible (Raini 2007) Keracunan akut dari OPs

pada manusia menyebabkan kelemahan otot paralisis disorientasi serta kematian

akibat paralisis otot pernafasan Efek neurotoksisitas organofosfat tidak selalu

muncul mendadak Neurotoksisitas lambat (delayed neurotoxicity) dapat

dihasilkan oleh sejumlah ester organofosfor yang diklasifikasikan sebagai

aksonopati Efek ini bisa ditimbulkan oleh dosis tunggal yang besar ataupun dosis

22

akumulasi Neurotoksisitas yang terjadi lambat ini disebut organophosphorus

ester-induced delayed neuropathy (OPIDN) OPIDN tidak terjadi secara

mendadak tetapi butuh waktu antara 7-10 minggu untuk timbulnya degenerasi

aksonal OPIDN adalah suatu sindrom gejala toksisitas yang disebabkan oleh OPs

berupa melemahnya otot-otot pada tangan dan kaki terganggunya keseimbangan

dan bisa menjadi lumpuh yang muncul 4-21 hari setelah paparan OPs Molekul

target OPIDN adalah enzim dalam sistem saraf yang disebut neuropathy target

esterase (NTE) yang dapat digunakan sebagai biomarker OPIDN (Lotti dan

Moretto 2009) OPs menghambat AChE dengan efektif pada neuromuscular

junctions dalam sistem saraf tepi dan saraf pusat Selain neurotoksisitas efek

buruk paparan OPs juga dapat mengubah fungsi tubuh lainnya

Katagori keracunan pestisida dilihat dari aktivitas AChE dengan metode

Tintometer Kit 1) Normal gt 75 2) Keracunan ringan 75 - 50 3)

Keracunan sedang 50 - 25 dan 4) Keracunan berat lt 25 Jika penurunan

aktivitas kolinesterase mencapai 25 dari nilai normalnya (dalam katagori

keracunan ringan) maka pekerja harus dijauhkan dari paparan pestisida dan baru

diizinkan kembali bekerja dengan pestisida jika aktivitas kolinesterasenya menjadi

80 atau lebih dari nilai normal

Prinsip reaksi interaksi antara enzim-fosfat adalah 1) fosforilasi enzim 2)

kebalikan penghambatan dan 3) aging (pemeraman) Karakteristik fosforilasi

enzim adalah pembentukan ikatan kimia antara atom fosfor dari OPs dengan atom

oksigen gugus hidroksil dari serin pada pusat katalitik AChE Reaksi antara OP-

23

AChE ini hampir sama atau dapat disamakan dengan reaksi antara AChE-AChE

Reaksi fosforilasi ini dapat dilihat pada Gambar 24

Gambar 24

Reaksi fosforilasi antara AChE dan OP

(Patočka et al 2005)

Enzim AChE terfosforilasi yang terbentuk sangat stabil lain halnya dengan enzim

terasetilasi yang sangat tidak stabil dengan waktu paruh hanya dalam millisecond

Penghambatan AChE oleh senyawa OPs terutama nerve agent bersifat

irreversible Reaksi penghambatan yang reversal seperti Gambar 25

berlangsung sangat lambat sehingga merupakan penghambatan OPs bukan

penghambatan substrat AChE

Gambar 25

Hambatan reversal

(Patočka et al 2005)

Reaktivasi secara spontan merupakan kombinasi dari dua proses paralel

yaitu defosforilasi dan aging Aging adalah pembentukan fosforilasi irreversible

penuh sehingga terjadi dealkilasi dari OO-dialkyl-phosphorylated atau O-alkyl-

phoshonylated enzim Age enzym ini tidak dapat reaktif lagi oleh reaktivator

untuk penghambatan AChE oleh OPs Proses aging digambarkan sebagai

24

dealkilasi dari fosforil menghasilkan muatan negatip yang stabil karena

berinteraksi dengan katalitik His 440 Proses aging menghambat defosforilasi

secara irreversible dan hanya sebagian dari enzim menjadi reaktif Reaksi aging

dapat dilihat pada Gambar 26

Gambar 26

Proses aging

(Patočka et al 2005)

Proses reaktivasi dapat terjadi pada enzim terfosforilasi yang belum

mengalami proses aging Mekanisme ini digunakan dalam pengobatan penyakit

yang berhubungan dengan keracunan OPs seperti alzaimer menggunakan oksim

salah satunya adalah pralidoksim Mekanisme reaksi reaktivasi ini dapat dilihat

pada Gambar 27

Pralidoksim dapat berperan sebagai reaktivator dimana terjadi reaksi

antara pralidoksim dengan OPs yang terikat pada sisi aktif serin sehingga ikatan

enzim AChEndashOPs putus dan enzim AChE kembali aktif Pralidoksim juga dapat

sebagai catalytic scavenger dimana pralidoksim dengan cepat memblok OPs

sehingga OPs tidak dapat berikatan dengan enzim AChE Hasil penelitian

Hundekari et al 2013 mendapatkan treatment atropin dengan pralidoksim dapat

menurunkan MDA yang meningkat oleh paparan OPs dan meningkatkan aktivitas

AChE yang turun oleh paparan OPs

25

Gambar 27

Reaktivasi enzim AChE

(Bharathi et al 2014)

214 Toksisitas OPs terhadap fungsi tubuh selain saraf

OPs selain mempengaruhi saraf (menghambat asetilkolinesterase) juga

mempengaruhi fungsi tubuh yang lain seperti menghambat karboksilase yang

merupakan bagian dari metabolisme xenobiotic Metabolisme xenobiotic

dipengaruhi melalui atom sulphur dari desulfurasi dalam metabolisme fase I

menghambat lipase yang berperan penting dalam cell signalling juga memblok

pembentukan metabolik berbagai substansi (Quistad et al 2006)

OPs juga memicu hypoxia karena terganggunya pusat pernafasan

melemahnya otot-otot pernafasan dan berpengaruh pada paru-paru

(bronchospasm dan bronchorrhoea) dan akhirnya menyebabkan kegagalan

26

pernafasan (Lopez et al 2008) OPs pada tikus menyebabkan apnea sentral fatal

yang memicu berbagai disfungsi pulmoner melalui efek langsung terhadap

Central Respiratory Oscillator (CRO) dan inhibisi umpan balik CRO Gejala

keracunan akut OPs sesuai dengan tempat terakumulasinya ACh dalam

organisme seperti pada central nervous system (CNS) sistem saraf tepi reseptor

muskarinik dan reseptor nikotinik menimbulkan gejala berbeda seperti terlihat

pada Tabel 21 Waktu munculnya beberapa gejala keracunan juga berbeda-beda

seperti melemahnya otot pernapasan akan muncul 1-4 hari setelah keracunan

sedangkan melemahnya otot peripheral muncul setelah 7-21 hari (Elersek dan

Filipic 2012)

Tabel 21

Gejala keracunan Ops akut yang berbeda sesuai dengan

tempat akumulasi ACh

Tempat akumulasi ACh Gejala

CNS

Perifer sistem saraf otonom

Reseptor muskarinik

reseptor nikotinik

Sakit kepala insomnia vertigo

kejangkebingungan sulit tidur gangguan

berbicara koma dan lumpuh pernafasan

-

Gejala-gejala muskrinik peningkatan

eliminasi (air liur keringat lachrymation)

gangguan pencernaan (kejang muntah

diare) menurunkan detak jantung gangguan penglihatan

gejala-gejala nikotinik kontraksi otot yang

tidak terkontrol dan kelumpuhan

Sumber Elersek dan Filipic 2012

27

Pengaruh imunotoksik OPs dapat terjadi secara langsung maupun tidak

langsung Secara langsung adalah dengan 1) menghambat hidrolase serin atau

esterase dalam sistem imun 2) kerusakan oksidatif pada organ-organ sistem

imun 3) perubahan dalam cara sinyal transduksi pada kontrol poliferasi dan

diferensiasi sel kekebalan Secara tidak langsung OPs menyebabkan perubahan

pada sistem saraf atau efek kronik dari perubahan metabolisme pada sistem imun

(Elersek dan Filipic 2012) Pestisida OPs dapat mengganggu sistem kekebalan

tubuh dan memberikan efek immunotoksik melalui kedua jalur anti kolinergik

dan non kolinergik

OPs menginduksi peningkatan stres oksidatif yakni ketidakseimbangan

antara antioksidan dan radikal bebas Pestisida OPs dapat merusak keseimbangan

antara prooksidan dan antioksidan dalam tubuh juga merusak membran lipid

sebagai hasil peroksidasi lipid

Malation dan klorfirifos yang merupakan pestisida OPs mempunyai

pengaruh yang beragam pada sel seperti menghasilkan ROS radikal bebas dan

menginduksi stres oksidatif intra sel sehingga mengganggu perkembangan dan

deferensiasi sel normal (Bebe dan Panemangalore 2003) Peningkatan ROS dan

radikal bebas dapat menyebabkan terjadinya kondisi stres oksidatif serta memicu

terjadinya peroksidasi lipid pada membran sel yang akan menghasilkan

malondialdehid (MDA) Peroksidasi lipid ini dapat terjadi karena pengaruh

menipisnya sistem antioksidan baik antioksidan enzimatik maupun non enzimatik

oleh paparan pestisida OPs (Khan dan Kour 2007)

28

Perusakan membran sel oleh radikal bebas melalui beberapa proses yaitu

1) Terjadi ikatan kovalen antara radikal bebas dengan komponen komponen

membran (enzim membran komponen karbohidrat membran plasma) sehingga

terjadi perubahan struktur dan fungsi reseptor 2) Oksidasi gugus tiol pada

komponen membran oleh radikal bebas mengganggu proses transport lintas

membran 3) Reaksi peroksidasi lipid dan kolesterol serta membran yang

mengandung asam lemak tidak jenuh majemuk (PUFA) (Suhartono et al 2008)

OPs dapat mendorong terjadinya stres oksidatif dan meningkatkan kadar

MDA sebagai produk akhir dari peroksidasi lipid pada petani penyemprot yang

terpapar pestisida OPs karbamat dan organoklorin (Prakasam et al 2001) Hal

ini didukung oleh Vidyasagar et al(2004) yang mendapatkan kadar MDA pada

pasien keracunan OPs (67 nMml) lebih tinggi dan berbeda nyata dibandingkan

dengan kontrol (36 nMml) OPs triklorfos dan dimetoat mendorong terjadinya

peroksidasi lipid yang ditunjukan dengan meningkatnya MDA (Sharma et al

2005) OPs berperan sebagai inhibitor enzim kolinesterase dan menginduksi

peningkatan stres oksidatif yaitu ketidakseimbangan antara antioksidan dan

radikal bebas (Patil et al 2003) Kerusakan oksidatif membran lipid eritrosit

dan protein mencerminkan terjadinya reaksi serupa pada myocyte Radikal bebas

yang merusak myocyte juga menyebabkan melemahnya otot pada penderita OPs

akut

Keracunan OPs pada sistem respirasi mengakibatkan bronko konstriksi

dengan sesak nafas dan peningkatan sekresi bronkus Pada umumnya gejala ini

29

timbul dengan cepat dalam waktu 6-8 jam tetapi bila paparan berlebihan dapat

menimbulkan kematian dalam beberapa menit

OPs juga menunjukan efek genotoksisitas (DNA) pada saat sel hidup

kemudian saat replikasi sel dan berakhir pada mutagenitas dan karsinogenitas

Genotoksisitas dihasilkan karena reaksi OPs dengan DNA sehingga DNA rusak

berupa penyimpangan kromosom OPs juga menunjukan efek karsinogenitas

meliputi perubahan sel normal menjadi sel neoplastik dan berkembang lebih lanjut

menjadi tumor (Hodgson 2004)

22 Asetilkolinesterase (AChE)

Kolinesterase merupakan katalis biologis yang berperan menjaga agar otot

kelenjar dan sel saraf bekerja harmonis Jika aktivitas kolinesterase jaringan

tubuh menurun maka dapat mempengaruhi aktivitas asetilkolinesterase saraf

sehingga asetilkolin (ACh) akan menumpuk di bagian ujung saraf dan menganggu

aliran impuls saraf akhirnya terjadi paralisis otot (Depkes RI 2007)

Kolinesterase merupakan suatu enzim dengan berat molekul sekitar 3000000 dan

mempunyai 48 bagian aktif yang masing-masing terdiri dari satu bagian anionik

dan satu bagian esteratik (protenated acidic group)

AChE adalah suatu serine hidrolase termasuk dalam kelompok esterase

yang mempunyai banyak sel satu AChE berperan sangat penting dalam tubuh

yaitu menghidrolisis neurotransmitter asetilkolin (ACh) menjadi asam asetat dan

kolin pada saraf sinapsis Kelompok ini berbeda dengan jenis ester karbosiklik

Aktivitas AChE yang terhambat oleh OPs pada CNS menyebabkan

30

terakumulasinya ACh dan menimbulkan gejala seperti sakit kepala meningkatnya

produksi ludah pernafasan terganggu dan dapat menyebabkan kematian (Du et

al 2008) AChE mempunyai dua sisi pengikatan yaitu daerah anionik dan daerah

esteratik keduanya penting untuk degradasi ACh

ACh adalah suatu hormon neuro yang terdapat diantara ujung-ujung saraf

dan otot sebagai media kimia yang berfungsi meneruskan rangsangan saraf ke

reseptor sel-sel otot dan kelenjar ACh dibuat di dalam ujung serabut saraf

motorik melalui proses asetilasi dari kolin ekstra sel dan koenzim A (Erwin dan

Kusuma 2012) Daerah anionik berfungsi untuk pengikatan sebuah molekul

ACh pada enzim Saat ACh terikat reaksi hidrolisis terjadi pada sisi aktif

esteratik ACh akan terurai menjadi kolin dan asam asetat Kolin kemudian

diambil lagi melalui sistem uptake kolin berafinitas tinggi pada membran

presinaps Proses hidrolisis ACh menjadi kolin dan asam asetat dapat dilihat pada

Gambar 28

Gambar 28

Reaksi hidrolisis ACh menjadi asam asetat dan kolin pada

sisi anion dan ester dari enzim asetilkolinesterase (Wiener dan

Hoffman 2004)

31

Penurunan aktivitas kolinesterase darah seseorang terjadi karena adanya

OPs dalam darah yang membentuk senyawa phosphorilated cholinesterase

sehingga enzim kolinesterase tidak dapat berfungsi lagi dan kadar aktif dari enzim

tersebut akan berkurang hal ini menyebabkan ACh lebih lama berada pada

reseptor sehingga memperpanjang efek rangsang saraf cholinergic pada sebelum

dan sesudah ganglion Rangsangan saraf yang terus-menerus akan merusak fungsi

saraf dan muncul dalam bentuk kelemahan otot mual-mual muntah hipersalivasi

tremor dan paralisis (Bajgar 2004) Akumulasi ACh yang menyebabkan

terjadinya disfungsi sistem saraf dan perilaku akan memicu kerusakan pada

sistem pernafasan yang akhirnya dapat menyebabkan kematian Sistem saraf yang

terganggu akibat penumpukan ACh menyebabkan terganggunya pasokan nutrisi

dan oksigen ke seluruh sel dan jaringan sehingga menghambat pertumbuhan

organisme (Robert 2011) Rangsang yang ditimbulkan oleh asetilkolin akan

berhenti bila ACh dihidrolisis menjadi kolin dan asam asetat oleh AChE

Aktivitas AChE yang terhambat menyebabkan ACh tidak dapat

dihidrolisis sehingga impuls saraf dari satu sel ke sel yang lain atau ke efektor

akan terganggu Petani yang terpapar OPs dengan dosis rendah dalam jangka

waktu lama juga menunjukan penurunan Superoxyde dismutase (SOD) dan

glutation reduktase OPs yang terakumulasi bertahun-tahun pada penyemprot

pestisida berbanding lurus dengan penurunan AChE dan berbanding terbalik

dengan Glucose-6-phosphate dehydrogenase (G6DPH)

32

23 Radikal Bebas

Radikal bebas adalah sekelompok spesies kimia baik berupa atom maupun

molekul yang memiliki elektron tidak berpasangan pada lapisan luarnya Radikal

bebas juga merupakan suatu kelompok spesies kimia dengan reaksi jangka pendek

yang memiliki satu atau lebih elektron bebas sehingga sangat reaktif mempunyai

spesifitas kimia yang rendah sehingga dapat bereaksi dengan berbagai molekul

lain seperti protein lemak karbohidrat dan DNA (Droge 2007)

Radikal bebas diartikan sebagai molekul yang relatif tidak stabil

mempunyai satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan pada orbit luarnya

bersifat reaktif dalam mencari pasangan elektronnya Radikal bebas dalam tubuh

akan segera bereaksi dengan molekul lain sehingga terjadi reaksi berantai yang

disebut peroksidasi lipid dan menghasilkan radikal bebas baru sehingga jumlah

radikal bebas terus bertambah (Marinajati et al 2012) Radikal bebas bersifat

tidak stabil sehingga tidak dapat mempertahankan bentuk aslinya dalam waktu

lama karena segera akan berikatan dengan molekul lain di sekitarnya Radikal

bebas akan menyerang molekul stabil yang terdekat dan mengambil elektronnya

Molekul yang terambil elektronnya ini akan menjadi radikal bebas baru sehingga

akan memulai suatu reaksi berantai yang pada akhirnya akan menyebabkan

kerusakan sel (Droge 2007)

Kelompok radikal bebas antara lain anion superoksida (O2) radikal

hidroksil (OH) dan radikal peroksil (RO2) sedangkan kelompok non radikal

misalnya hidrogen peroksida (H2O2) dan peroksida organik (ROOH) (Halliwell

dan Whiteman 2004) Radikal superoksida ( O2 -) merupakan bentuk yang paling

33

aktif yang paling banyak dihasilkan oleh berbagai mekanisme di dalam tubuh

seperti mitokondria sistem enzim NADPH oksidase reaksi dari xanthin oksidase

dan metabolisme asam arakidonat

Radikal bebas yang terbentuk di dalam tubuh (radikal bebas internal)

merupakan bagian integral dari proses fisiologis seperti saat pembentukan energi

dalam mitokondria melalui oksidasi fosforilasi Sumber radikal bebas internal

antara lain 1) Organ subseluler seperti mitokondria kloroplas mikrosom

peroksisom dan nuklei menghasilkan O2- 2) inflamasi selama inflamasi terjadi

fagositosis oleh makrofag dan metrofil keduanya membentuk radikal bebas

untuk memfagositosis bakteri 3) ion logam transisi Fe dan Cu berperan

membentuk radikal bebas dan menimbulkan peroksidasi lipid 4) oksidasi

enzimatik seperti xanthin oksidase dan lipoksigenase (Droge 2007) Radikal

bebas dapat juga berasal dari luar tubuh (radikal bebas eksternal) Sumber radikal

bebas eksternal antara lain polusi lingkungan (asap rokok asap kendaraan asap

pabrik) aktivitas fisik yang berlebih sinar ultra violet dari matahari radiasi obat-

obatan dan pestisida

Radikal bebas dapat terbentuk dari senyawa lain yang sebenarnya bukan

radikal bebas tetapi mudah menjadi radikal bebas misalnya hidrogen peroksida

(H2O2) dan ozon Kedua kelompok senyawa ini sering diistilahkan sebagai

Reactive Oxygen Species (ROS) atau senyawa Oksigen Reaktif (SOR) Sel-sel

hidup dari organisme aerob secara kontinyu membentuk SOR sebagai bagian dari

proses fisiologi metabolik dan reaksi-reaksi biokimia lainnya

34

SOR adalah kelompok senyawa yang sebenarnya bukan radikal bebas

tetapi mudah berubah menjadi radikal bebas (Droge 2007) SOR dihasilkan dalam

proses metabolisme oksidatif dalam tubuh misalnya pada proses oksidasi makanan

menjadi energi SOR diproduksi dalam jumlah yang cukup dalam tubuh seperti

sel darah putih menghasilkan H2O2 yang berfungsi untuk membunuh beberapa

jenis bakteri dan jamur namun H2O2 tidak menyerang secara spesifik sehingga

dapat menyerang asam-asam lemak tidak jenuh ganda atau polyunsaturated fatty

acid (PUFA) dari membran sel yang menyebabkan kerusakan struktur dan fungsi

sel (Winarsi 2007) SOR terbentuk sebagai produk samping reaksi oksidasi

fosforilasi untuk membentuk energi berupa Adenosine Tri Phosphate (ATP)

dalam rantai transport elektron pada mitokondria Proses tersebut membutuhkan

O2 tetapi tidak semua O2 berikatan dengan hidrogen untuk membentuk air sekitar

4 sampai 5 dari oksigen yang dikonsumsi berubah menjadi SOR (Marciniak

et al 2009) SOR seperti radikal super oksida (SOO-) dan radikal hidroksil

(OH-) yang dihasilkan oleh metabolisme sel yang normal maupun lingkungan

yang stres dapat menyebabkan sel-sel mati melalui peroksidasi lipid oksidasi

protein menghambat aktivitas enzim-enzim perubahan reduksi oksidasi intra sel

dan kerusakan DNA Hal ini menunjukkan bahwa SOR terlibat dalam timbulnya

beberapa penyakit dan proses penuaan

Organofosfat merupakan senyawa toksik yang mempunyai kemampuan

membentuk radikal bebas pada sistem biologi (Nur et al 2010) Reaksi radikal

bebas dengan komponen sel baik komponen struktural (molekul penyusun

membran) maupun komponen fungsional yaitu enzim dan DNA dapat merusak

35

sel melalui oksidasi lipid tidak jenuh dan protein sel (Zakaria 1996 dalam

Mardawati et al 2011) Kerusakan lebih lanjut pada organ sel adalah kerusakan

DNA dan membran sel Mekanisme tersebut menunjukan bahwa radikal bebas

dapat mempengaruhi timbulnya berbagai jenis penyakit degeneratif seperti

aterosklerosis Penelitian Amran et al (2009) mendapatkan ada korelasi yang

signifikan antara kerusakan DNA dengan perkembangan aterosklerosis dan

meningkatnya jumlah pasien Coronary Artery Disease (CAD)

24 Stres Oksidatif

Radikal bebas dalam jumlah tertentu di dalam tubuh dapat dinetralisir oleh

antioksidan endogen Antioksidan endogen utama pada sel-sel tubuh adalah

enzim SOD (Superoksida dismutase) glutation reduktase dan glutation

peroksidase (GPr dan GPx) serta catalase (CAT) Pembentukan radikal bebas

yang melebihi kemampuan aktivitas antioksidan endogen menyebabkan jumlah

keseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan akan terganggu Apabila

jumlah radikal bebas terus bertambah sedangkan jumlah antioksidan endogen

tetap maka kelebihan radikal bebas tidak dapat dinetralkan akibatnya radikal

bebas bereaksi dengan komponen-komponen sel dan menyebabkan kerusakan sel

Peningkatan jumlah radikal bebas atau oksidan menyebabkan timbulnya

suatu keadaan yang disebut stres oksidatif Stres oksidatif adalah suatu keadaan

ketidak seimbangan antara radikal bebas dan antioksidan dimana jumlah radikal

bebas lebih besar dari antioksidan Stres oksidatif adalah suatu keadaan patologis

yang disebabkan oleh kerusakan jaringan di dalam tubuh karena peningkatan

36

jumlah radikal bebas yang tidak normal (Halliwel 2006) Radikal bebas yang

jumlahnya jauh lebih banyak dari antioksidan akan bereaksi dengan cepat dan

merusak bermacam-macam substrat di dalam tubuh termasuk komponen-

komponen sel protein asam lemak tak jenuh ganda karbohidrat dan asam-asam

nukleat hal ini mengakibatkan berkembangnya penyakit kronik Serangan oksidan

terhadap asam lemak tidak jenuh sebagai komponen penting penyusun membran

sel dapat menimbulkan reaksi rantai yang disebut peroksidasi lipid Proses

tersebut mengakibatkan terputusnya ikatan dalam asam-asam lemak menjadi

berbagai senyawa yang toksik terhadap sel seperti malondialdehid (MDA) dan 9-

hidroksi nonenal MDA yang dihasilkan kemudian dilepaskan ke darah sehingga

kadar MDA di dalam darah dapat dijadikan sebagai penanda tidak langsung

adanya peroksidasi lipid dan peningkatan SOR

25 Malondialdehid (MDA)

Peningkatan stres oksidatif berdampak negatif pada beberapa komponen

penyusun membran sel yaitu kerusakan pada membran lipid membentuk

malondialdehida (MDA) kerusakan protein karbohidrat dan DNA (Kevin et

al2006) Kerusakan oksidatif yang diakibatkan oleh radikal bebas mempengaruhi

kondisi patologis berupa kerusakan sel jaringan dan berbagai organ seperti hati

ginjal dan jantung baik pada manusia maupun hewan Kerusakan ini dapat

berakhir pada kematian sel sehingga terjadi percepatan timbulnya berbagai

penyakit degeneratif (Kevin et al 2006 dan Valko et al 2007) MDA

merupakan metabolit hasil peroksidasi lipid oleh radikal bebas sehingga dapat

37

menggambarkan aktivitas radikal bebas dalam sel dan menjadi petunjuk terjadinya

stres oksidatif akibat radikal bebas (Asni 2009) Semakin tinggi kadar MDA

plasma maka semakin tinggi stres oksidatif yang terjadi dalam sel-sel tubuh

Peroksidasi lipid menghasilkan MDA dari radikal bebas akan selalu membentuk

reaksi berantai yang terus berlanjut sampai radikal bebas ini dihilangkan oleh

sistem antioksidan dari tubuh

MDA adalah hasil proksidasi lipid yang larut dalam air pada kondisi

normal MDA secara parsial diekskresikan melalui urine tetapi tidak diketahui

berapa jumlah MDA yang terbentuk dalam tubuh itu dapat dihilangkan oleh

ginjal MDA merupakan salah satu hasil dari peroksidasi lipid yang digunakan

sebagai indikator dari stres oksidatif (Hundekari et al 2013) Peningkatan

peroksidasi lipid mungkin disebabkan oleh inflamasi yang berkaitan dengan

infeksi virus dan menurunnya kadar antioksidan

Penelitian in vitro pada eritrosit manusia yang menyemprot pestisida

menunjukan peningkatan konsentrasi karbofuran meningkatkan kadar MDA

secara signifikan (Misrha et al 2013) yang mendapatkan kadar MDA pada darah

petani penyemprot pestisida lebih tinggi secara signifikan dibandingkan dengan

kontrol seperti ditunjukan pada Tabel 22

Paparan pestisida atrazine pada tikus dapat meningkatkan peroksidasi lipid

dan merusak membran di dalam sel yang dipapar Kandungan fosfolipid dan

kolesterol dalam membran eritrosit dapat diketahui dengan menggunakan teknik

scanning electron microscopy (SEM) dan dapat diketahui terjadi perubahan

morfologi dalam eritrosit yang sebanding dengan perubahan parameter biokimia

38

termasuk stres oksidatif (Singh et al2006) Kerusakan sel cedera irreversible sel

dan kematian sel dapat terjadi apabila stres oksidatif berlangsung lama

Tabel 22 Perbandingan profil biokimia antara kontrol

dan penyemprot pestisida

Parameters Controls(n=18)

Mean plusmnSD

Sprayers (n=50)

Mean plusmnSD

MDA (nmolTBARSml blood)

943 plusmn078

2630 plusmn202

CAT (μ mol H2O2 hydrolysed X

104mlg Hb)

1055plusmn1520

13569 plusmn 1234

SOD(μmol hydroysed X 104mlg

Hb)

329 plusmn 079 803 plusmn 246

Sumber Mishra et al 2013

26 Antioksidan

Antioksidan adalah molekul yang mampu memperlambat atau mencegah

oksidasi molekul lain (Chakraborty et al 2009) Antioksidan adalah senyawa-

senyawa yang dapat menunda atau menghambat terjadinya oksidasi biomolekul

dengan menghambat reaksi-reaksi oksidasi rantai oleh radikal bebas dan mampu

menurunkan kerusakan oksidatif (Jantan et al 2011) Antioksidan juga

didefinisikan sebagai senyawa yang mampu menunda memperlambat atau

menghambat reaksi oksidasi makanan maupun obat Antioksidan akan bereaksi

dengan oksidan sehingga mengurangi kapasitas oksidan untuk dapat menimbulkan

kerusakan (Shahidi 1997 dalam Asep et al 2012)

Antioksidan dalam sistem biologi baik antioksidan enzim maupun non

enzim melindungi sel dari kerusakan yang disebabkan oleh molekul-molekul yang

39

tidak stabil yang disebut radikal bebas Antioksidan membantu menghancurkan

radikal bebas yang merusak sel mendukung pertumbuhan sel-sel yang sehat

melindungi sel dari penuaan mendukung sistem imun dalam tubuh Antioksidan

bersifat sangat mudah teroksidasi atau bersifat reduktor kuat dibanding dengan

molekul lain sehingga keefektifan antioksidan tergantung dari seberapa kuat daya

oksidasinya semakin mudah teroksidasi maka semakin efektif antioksidan

tersebut Antioksidan mampu melindungi sel melawan kerusakan yang

ditimbulkan oleh radikal bebas dan SOR seperti singlet oksigen peroksi nitrit

superoksida radikal peroksida dan radikal hidroksil (Chaveri et al2008 )

Antioksidan dapat menunda atau mencegah terjadinya reaksi oksidasi

radikal bebas dan oksidasi lipid dalam konsentrasi yang lebih rendah dari substrat

yang dapat dioksidasi Suhartono et al (2008) menyatakan antioksidan dapat

diklasifikasikan dalam 5 tipe yaitu a) Antioksidan primer berupa senyawa-

senyawa fenol yang mampu memutus rantai reaksi pembentukan radikal bebas

asam lemak Senyawa ini memberikan atom hidrogen yang berasal dari gugus

hidroksi sehingga terbentuk senyawa yang stabil seperti BHA (butyl

hidroksilanisol) BHT (butyl hydrotoluen) dan tokoferol b) Antioksidan

perangkap oksigen yaitu senyawa-senyawa yang berperan sebagai pengikat

oksigen sehingga mencegah reaksi oksidasi Senyawa ini mengadakan reaksi

dengan oksigen yang berada dalam sistem sehingga jumlahnya berkurang seperti

vitamin C (asam askorbat) askorbil palminat asam eritorbat dan sulfit c)

Antioksidan sekunder adalah senyawa-senyawa yang mempunyai kemampuan

untuk berdekomposisi dengan hidroperoksida menjadi produk akhir yang stabil

40

d) Antioksidan enzim yaitu enzim yang berperan mencegah terbentuknya radikal

bebas seperti glukose oksidase superoksida dismutase (SOD) glutation

peroksidase (GPx) dan katalase (CAT) dan e) Antioksidan Chelators

sequestrants yaitu senyawa-senyawa yang mampu mengikat logam seperti besi

dan tembaga yang mampu mengkatalisis reaksi oksidasi lemak seperti asam sitrat

asam amino ethylenediaminetetra acetid acid (EDTA) dan fosfolipid

Antioksidan bereaksi dengan radikal bebas dengan mengurangi

konsentrasi oksigen mencegah pembentukan singlet oksigen yang reaktif

mencegah inisiasi rantai pertama dengan menangkap radikal primer seperti radikal

hidroksil mengikat katalis ion logam mendekomposisi produk-produk primer

radikal menjadi senyawa non-radikal dan memutus rantai hidroperoksida

sehingga mengurangi kapasitas radikal bebas untuk menimbulkan kerusakan

(Mardawati et al 2011)

Berdasarkan mekanisme kerjanya antioksidan dikelompokan menjadi 1)

Antioksidan primer yaitu antioksidan yang bereaksi dengan radikal lipid berenergi

tinggi untuk menghasilkan produk yang memiliki kestabilan termodinamis lebih

baik seperti golongan fenol (isoflavon) 2) Antioksidan sekunder yang juga

dikenal dengan antioksidan pencegah (Preventive Antioxidant) yang dapat

memperlambat reaksi inisiasi dengan cara memutus rantai hidroperoksida seperti

dilauril thio-dipropionate dan asam thiodipropionate Antioksidan golongan ini

adalah antioksidan yang berikatan dengan gugus thiol (Shahidi dan Naczk1995

dalam Mardawati et al 2011)

41

Antioksidan pemutus rantai adalah molekul kecil yang dapat menerima

dan memberi elektron dari atau ke radikal bebas sehingga membentuk senyawa

baru yang stabil seperti vitamin E dan vitamin C Sedangkan antioksidan logam

transisi terikat protein bekerja mengikat ion-ion logam Fe2+

dan Cu2+

seperti

flavonoid dapat mencegah radikal bebas Antioksidan jenis ini memperbaiki

kerusakan sel-sel dan jaringan yang disebabkan radikal bebas (Winarsi 2007)

Mekanisme kerja antioksidan senyawa fenolik adalah sebagai berikut

Radikal Lipida Antioksidan Radikal Antioksidan

ROO + AH ROOH + A

RO + AH ROH + A

R + AH RH + A

OH + AH H2O + A

Senyawa antioksidan (AH) dapat memberikan atom hidrogen secara cepat ke

radikal lipida (ROO RO R OH ) dan mengubahnya menjadi bentuk yang lebih

stabil Sementara turunan radikal antioksidan (A) yang dihasilkan lebih stabil

dibandingkan radikal lipida karena akan terjadi delokalisasi perbaikan elektron

dari ikatan rangkap pada cincin benzen sebagai indikasi oleh ikatan isomer

valensi

Peningkatan jumlah gugus hidroksil (alkil hidrogen pada struktur

kimianya) pada posisi para atau ortho seperti pada genistein dapat meningkatkan

aktivitas antioksidan isoflavon Antioksidan dapat menghambat oksidasi atau

42

menghentikan reaksi berantai pada radikal bebas dari lemak yang teroksidasi

dapat melalui empat macam mekanisme reaksi yaitu 1) Pelepasan hidrogen dari

antioksidan 2) Pelepasan elektron dari antioksidan 3) Adisi lemak ke dalam

cincin aromatik pada antioksidan dan 4) Pembentukan senyawa kompleks antara

lemak dan cincin aromatik dari antioksidan

Antioksidan dapat mencegah tidak terkontrolnya pembentukan radikal

bebas dan aktivitas SOR atau mencegah reaksinya dengan struktur biologi (Nisar

et al 2013) Status antioksidan baik yang endogen maupun yang eksogen yang

menurun dapat mengganggu keseimbangan redoks seluler dan kondisi patologis

akan menjadi karakteristik utama dan membentuk stres oksidatif pada sel maupun

jaringan

261 Antioksidan enzimatis

Di dalam sistem biologis sudah tersedia antioksidan berupa enzim

(antioksidan enzimatis) yaitu superoksida dismutase (SOD) katalase (CAT) dan

glutation peroksidase (GPx) Antioksidan-antioksidan ini bekerja dengan cara

mencegah pembentukan senyawa radikal bebas baru atau mengubah radikal bebas

yang telah terbentuk menjadi molekul yang kurang reaktif (Finosh dan Jayabalan

2013) Mekanisme kerja antioksidan enzimatik adalah mengkatalisir pemusnahan

radikal bebas dalam sel Aktivitas enzim intrasel SOD dan CAT mengkatalisasi

dismutasi superoksida dan hidrogen peroksida aktivitas GPx mereduksi hidrogen

peroksida dan peroksida organik menjadi air dan oksigen Aktivitas enzim

intrasel ini dapat dilihat pada Gambar 29

43

GPx merupakan enzim penangkal radikal bebas dengan dua cara yaitu

pertahanan terhadap oksidan dan dengan mengkatalisis peroksida menjadi air dan

oksigen GPx memerlukan glutation sebagai substrat terdapat dalam dua bentuk

yaitu glutation tereduksi atau GSH dan glutation teroksidasi atau GSSG Ketika

mengkatalisis perubahan hidrogen peroksida (H2O2) menjadi H2O GSH

dioksidasi menjadi GSSG kemudian GSSG dapat direduksi kembali oleh NADPH

untuk mendapatkan kembali GSH (Marciniak et al 2009)

Gambar 29

SOD dan CAT mengkatalisasi dismutasi superoksida dan hidrogen peroksida

(Finosh dan Jayabalan 2013)

Enzim GPx terdapat terutama dalam mitokondria merupakan enzim

scavenger terhadap hidrogen peroksida dan berperan utama dalam mengatur

konsentrasi H2O2 dan dan berbagai macam peroksida organik Aktivitas GPx yang

menurun menunjukkan terjadinya penurunan kapasitas menghilangkan H2O2 dan

terjadinya hidroperoksida lemak

44

Enzim GPx sangat berperan dalam pengaktifan kembali enzim

kolinesterase melalui 1) Pengaktifan AMP siklik yang secara langsung dapat

mengaktifkan enzim kolinesterase 2) keseimbangan NADP dan NADPH pada

jalur glikolisis aerobik dalam eritrosit sehingga eritrosit tidak rusak kerusakan

eritrosit dapat menurunkan produksi kolinesterase darah 3) peranan kofaktor

prostaglandin pada sintesis tromboksan A2 yang memacu trombogenesis dan

vasokonstriksi pembuluh darah bersamaan dengan terbentuknya tromboksan akan

diaktifkan cAMP yang secara langsung mengaktifkan kinase protein termasuk

kinase protein enzim kolinesterase 4) sebagai antioksidan yang dapat melindungi

sel termasuk eritrosit dari kerusakan akibat radikal bebas 5) sebagai kofaktor

proses oksidasi dealkilasi ikatan organofosfat dengan kolinesterase darah 6)

berperan sebagai detoksifikasi dalam tubuh dengan mereduksi radikal bebas

peroksida sekaligus membentuk peroksida lipid di dalam membran sel (Stranges

et al 2010)

GPx adalah enzim antioksidan yang dapat mendetoksifikasi hidrogen

peroksida dan lipid hidroperoksida dalam menurunkan glutation Di dalam darah

terdapat beberapa jenis GPx dua diantaranya adalah GPx seluler (cGPx) dalam sel

darah merah dan GPx ekstrasel (eGPx) terdapat dalam plasma GPx sebagai enzim

antioksidan bekerja menjadi peredam (quenching) radikal bebas dan berperan

dalam metabolisme xenobiotik yang ditemukan dalam sel (Sen et al 2010)

GPx dengan konsentrasi tinggi ditemukan dalam hepar dan sel darah

merah sedangkan pada jantung ginjal paru-paru adrenal lambung dan jaringan

adipose mengandung GPx dalam kadar sedang GPx kadar rendah ditemukan

45

dalam otak otot testis dan lensa mata GPx yang rendah berkorelasi dengan

gangguan yang berhubungan dengan radikal bebas (Judge et al 2005) Jika

antioksidan endogen gagal mengatasi produksi metabolit reaktif maka

antioksidan eksogen akan diperlukan untuk menyeimbangkan status redoks

(Noori 2012) Sumber makanan termasuk tanaman rempah-rempah vitamin dan

ekstrak herbal memainkan peran penting dalam hal ini

262 Antioksidan non enzimatis

Antioksidan non enzimatis disebut juga antioksidan sekunder atau

antioksidan eksogen (diperoleh dari luar) digolongkan menjadi dua golongan

yaitu yang larut dalam lemak seperti tokoferol karotenoid flavoniod quinon dan

bilirubin serta yang larut dalam air seperti asam askorbat asam urat protein

pengikat logam dan protein pengikat heme (Winarsi 2007) Antioksidan ini dapat

berupa bahan-bahan alami dan juga sintetis Antioksidan alami seperti vitamin

adalah campuran redoks yang seimbang dengan bentuk tereduksi dan teroksidasi

dan sebaliknya untuk antioksidan sintetis merupakan redoks yang tidak seimbang

bahkan menghasilkan radikal bebas yang pada beberapa kasus berbahaya (Rani

etal 2004)

Vitamin C merupakan antioksidan yang sangat penting dalam cairan

ekstra sel karena dapat menyerang radikal-radikal yang larut dalam darah dan

melindungi lemak plasma dari perusakan peroksidasi oleh radikal-radikal peroksil

Peran utama vitamin C adalah menetralisir radikal bebas yang ada di dalam dan

di luar sel Vitamin C merupakan sumber elektron pendonor bagi radikal bebas

(Nisar et al 2013) Vitamin C berperan positip dalam proses detoksifikasi

46

yang sangat diperlukan untuk sintesis kolagen dan pertumbuhan serta

pemeliharaan jaringan epitel Peranan vitamin C sebagai pembawa hidrogen yang

merupakan siklus esensial dalam metabolisme protein dan karbohidrat yang

berfungsi memelihara kekuatan pembuluh darah Vitamin C sangat penting untuk

melawan radikal bebas dalam cairan ekstra sel dan melindungi biomembran dari

peroksidasi Pemberian air kelapa dapat meningkatkan aktivitas GPx SOD dan

CAT pada pekerja terpapar merkuri karena air kelapa mengandung vitamin C

B1 B6 asam-asam amino metionin selenium dan mineral berfungsi melindungi

sel tubuh dari serangan radikal bebas dan mencegah efek paparan merkuri

(Zulaikhah et al 2013) Defisiensi antioksidan yang berupa vitamin C vitamin

E Se Zn dan glutation dalam derajat ringan hingga berat sangat berpengaruh

terhadap respon imun

Komponen kimia yang berperan sebagai antioksidan adalah senyawa

golongan fenolik dan polifenolik yang memiliki kemampuan untuk menangkap

radikal bebas Flavonoid merupakan golongan terbesar dari senyawa polifenol

yang sangat efektif digunakan sebagai antioksidan Senyawa-senyawa ini banyak

terdapat di alam terutama pada tumbuh-tumbuhan seperti teh buah-buahan

sayuran dan anggur (Ramle et al 2008)

Aktivitas antioksidan dari berbagai tanaman erat hubungannya dengan

kandungan fenolnya ada indikasi substansi fenol seperti flavonoid dan asam-

asam fenolat berpotensi lebih besar sebagai antioksidan dibandingkan dengan

vitamin C dan vitamin E Aktivitas antioksidan flavonoid tergantung pada

struktur molekulnya terutama gugus prenil (CH3)2C=CH-CH2 Department of

47

Environmental and Molecular Toxicology Oregon State University dalam

penelitiannya mendapatkan bahwa gugus prenil flavonoid dikembangkan untuk

pencegahan atau terapi terhadap penyakit-penyakit yang dihubungkan dengan

radikal bebas

Asupan antioksidan diperlukan untuk membantu mengembalikan

ketidakseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan endogen serta

mengurangi kerusakan oksidatif dalam tubuh Salah satu terapi antioksidan yang

digunakan adalah ekstrak kulit buah manggis (Garcinia mangostana L) Kulit

buah manggis memiliki kandungan xanthone yang tinggi sehingga memiliki

kemampuan untuk menangkap radikal bebas Gugus hidroksil (OH) yang dimiliki

oleh xanthone efektif mengikat radikal bebas dengan elektron yang tidak memiliki

pasangan Antioksidan ini bekerja dengan cara memotong reaksi oksidasi berantai

dari radikal bebas atau dengan cara menangkapnya sehingga radikal bebas tidak

akan bereaksi dengan komponen seluler dan kerusakan sel dapat dihindari

Makanan yang kaya antioksidan memegang peran dalam mencegah

penyakit-penyakit kanker dan penyakit penurunan fungsi otak Antioksidan dapat

mengurangi resiko penyakit kronis dan mencegah berbagai penyakit baik dengan

cara meningkatkan pertahanan antioksidan dalam tubuh atau dengan cara

mengkonsumsi makanan yang kaya antioksidan Mengkonsumsi antioksidan yang

ada dalam makanan sehari-hari dapat memberi perlindungan terhadap stres

oksidatif Hundekari et al (2013) mendapatkan perlakuan antioksidan dengan

dosis yang sesuai dapat menurunkan kerusakan oksidatif sehingga efektif untuk

memperbaiki kasus keracunan akut OPs

48

27 Manggis

271 Tumbuhan manggis

Tumbuhan manggis (Garcinia mangostana L) berasal dari Asia Tenggara

dan merupakan tumbuhan fungsional karena hampir semua bagian dari tumbuhan

ini dapat dimanfaatkan sebagai obat Manggis termasuk dalam family Guttiferae

dan merupakan species terbaik dari genus Garcia Buah manggis sering dijuluki

Queen of tropical fruit karena mempunyai rasa enak daging buah putih halus

bentuk buah bagus dan disukai banyak orang (Chaverri et al 2008) Manggis

sering disebut mangostin atau kadang-kadang disebut buah super dengan berbagai

karakteristik seperti rasa aroma kaya nutrisi dan daya antioksidan yang tinggi

Buah manggis (Garcinia mangostana L) merupakan buah yang eksotik

karena memiliki warna yang menarik dan kandungan gizi yang tinggi sehingga

buah manggis memiliki prospek yang cukup baik untuk dikembangkan

(Mardawati et al 2011) Tingkatan taksonomi tanaman manggis adalah sebagai

berikut (Prihatman 2000)

- Kingdom Plantae

- Divisi Spermathophyta (Tumbuhan berbiji)

- Sub Divisi Angiospermae (Berbiji tertutup)

- Kelas Dicotyledonae (Biji berkeping dua)

49

- Ordo Theales

- Famili GuttiferaeClusiaceae

- Genus Garcinia

- Spesies Garcinia mangostana L

Selain sebagai buah yang eksotik manggis juga mengandung berbagai senyawa

yang bermanfaat bagi tubuh seperti triterpenoid mangostin tannin resin

kalsium zat besi dan vitamin B1 Potensi manggis tidak hanya terbatas pada

buahnya saja tetapi juga hampir seluruh bagian tumbuhan manggis menyimpan

potensi yang sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia

Kulit buah manggis mengandung beberapa senyawa yang memiliki

aktivitas farmakologi seperti antiinflamasi antihistamin antibakteri anti penyakit

jantung antijamur bahkan untuk terapi HIV (Chaveri et al 2008) Senyawa

utama kandungan kulit buah manggis yang dilaporkan bertanggung jawab atas

beberapa aktivitas farmakologi adalah golongan xanthone yang meliputi

mangostin mangosterol mangostinon A dan B trapezifolixanthone tovophyllin

B dan beta mangostin garcinon B mangostanol flavonoid epikatekin dan

gartanin136-trihidoksi-7-metoksi-28-bis(3-metil-2-butenil)-9H-xanten-9-on(alfa

mangostin) dan 1367-tetrahidroksi-28-bis (3-metil-2-butenil)-9H-xanten-9-on

(gamma mangostin) yang sangat bermanfaat untuk kesehatan (Qosim 2007)

Kandungan antioksidan manggis banyak terdapat pada kulit buahnya

dikenal sebagai antioksidan yang efektif karena mengandung senyawa biologi

xanthones walaupun dapat juga ditemukan dalam semua bagian manggis baik

pada buah kulit buah kulit kayu maupun daunnya Senyawa xanthone hanya

50

dihasilkan oleh genus garcinia Xanthone memiliki struktur kimia yang unik

terdiri dari sistem aromatik trisiklik (C6-C3-C6) dengan kelompok isoprena

metoksil dan hidroksil terletak pada cincin A dan B sehingga senyawa xanthone

beragam Struktur umum xanthone dapat dilihat pada Gambar 210

Gambar 210

Struktur umum senyawa xanthone (Chaverri et al 2008)

Xanthone termasuk golongan senyawa flavonoid Senyawa ini memiliki

dua cincin benzene dan satu cincin piran Inti xanthone dikenal sebagai 9-

xanthenone atau dibenzo-c-pyrone Xanthone dapat diklasifikasikan ke dalam lima

kelompok yaitu oxygenated xanthone xanthone glycoside prenylated xanthone

xanthonolignoid dan miscellaneous xanthone Menurut Chaverri et al (2008)

terdapat 200 lebih xanthone yang tersedia di alam ini dan 50 diantaranya

terkandung dalam kulit buah manggis

Xanthone memiliki rumus molekul C13H8O2 sehingga memiliki massa

molar sebesar 196191 gram mol Dalam penamaan menurut IUPAC senyawa ini

diberi nama 9H-xanthen-9-one Uji aktivitas antioksidan kulit buah manggis

dengan menggunakan peroksinitrit sebagai radikal bebas diketahui bahwa 8-

hydroxycudraxanthone G gartanin α-mangostin γ-mangostin dan smeath-

xanthone A merupakan komponen yang memiliki aktivitas antioksidan terbesar

51

(Jung et al 2006) Senyawa xanthone yang banyak terdapat pada kulit manggis

yaitu α - dan γ - mangostin (Obolsky et al 2009)

Struktur kimia beberapa turunan xanthone seperti α mangostin β

mangostin dan γ mangostin dapat dilihat pada pada Gambar 211

(Chaivisuthangkura et al 2008)

α mangostin β mangostin γ mangostin

Gambar 211

Struktur Kimia beberapa derivat xanthone

(Chaivisuthangkura et al 2008)

Senyawa-senyawa xanthone juga mempunyai aktivitas antibakteri

melawan S Aureus strain yang resisten terhadap penicillin dan methicillin

aktivitas antifungi melawan F Oxiforum A Tenuls dan D Oryzae (Chomnawang

2007) Garcinia mangostana dan senyawa-senyawa xanthone α-mangostin

mendorong aktivitas antimikroba melawan P acnes dan S epidermis yang

merupakan agen etiologi kritis pada jerawat (Chomnawang et al 2007)

Senyawa alfa-mangostin sebagai turunan xanthone memiliki kemampuan

dalam menekan pembentukan senyawa karsinogen pada kolon Xanthone juga

52

bermanfaat mencegah pertumbuhan sel kanker dan tumor Kemampuan

antioksidannya bahkan melebihi vitamin C dan E yang selama ini dikenal sebagai

antioksidan yang paling efektif (Ummi dan Any 2014) Hasil penelitian Kosem

et al (2007) mendapatkan ekstrak metanol kulit buah manggis mengandung α

mangostin sebesar 2519 g100 g ekstrak

Moongkandi et al (2004) menyatakan kulit buah manggis bermanfaat

penting bagi kesehatan karena kaya akan antioksidan seperti xanthone dan

antosianin Antosianin merupakan salah satu antioksidan kuat yang mampu

mencegah berbagai kerusakan akibat stress oksidatif sehingga mampu melindungi

sel dari radikal bebas Penelitian lain juga mendapatkan bahwa xanthone dari

manggis memiliki aktivitas antioksidan antitumor antiinflamasi antialergi

antifungi dan antibakteri (Suksamrarn et al 2006 dan Chaverri et al 2008)

Garcinia mangostana memiliki aktivitas antioksidan yang signifikan pada

IC50 sebesar 613 μgml juga efektif dalam scavenging radikal bebas dan bisa

mengurangi produksi cytokine sebagai suatu proinflamasi Senyawa xanthone

pada kulit buah manggis merupakan antioksidan tingkat tinggi karena kandungan

antioksidannya 667 kali dari wortel dan 83 kali jeruk (Qosim 2007)

Antioksidan yang terkandung dalam kulit buah manggis didominasi oleh

senyawa fenol yaitu xanthone Kadar xanthone dalam manggis berbeda-beda

tergantung pada kualitas buah yang terbesar didapatkan pada buah dengan kulit

burik atau kasar yakni sebesar 23544 μgg ekstrak sedangkan pada buah besar

dengan kulit mulus mengandung kadar xanthone sebesar 18502 μgg ekstrak

buah kecil sebesar 20434 μgg dan buah dengan kulit mengandung getah kuning

53

15289 μgg ekstrak Xanthone dalam kulit buah yang mengandung getah kuning

berperan dalam mekanisme pertahanan mencegah terjadinya stres akibat serangan

hama atau kerusakan fisik (Arsana 2014)

Xanthone sebagai antioksidan akan memutus rantai reaksi oksidasi radikal

bebas untuk mencegah reaksi oksidasi dengan reaksi reduksi yang melibatkan

hidrogen Keterlibatan hidrogen dalam reaksi-reaksi reduksi dapat menghambat

reaksi oksidasi antara radikal bebas dengan oksigen Kadar Oxygen Radical

Absorbance Capacity (ORAC) dari xanthone mencapai 17000-20000 ORAC per

100 ons kulit manggis lebih besar dari wortel dan jeruk yang kadar ORAC-nya

hanya 300 dan 2400 (Fanany 2013) Manfaat yang demikian besar menyebabkan

xanthone sangat dibutuhkan dalam tubuh sebagai penyeimbang prooksidan

Prenilasi xanthone juga mempunyai efek penghambat terhadap M Tuberculosis

Alfa-mangostin yang merupakan derivat xanthone didapatkan mempunyai potensi

sebagai antimikroba (Suksamrarn et al 2006) Selain itu kulit buah manggis

juga mengandung beberapa senyawa lain seperti yang tertera pada Tabel 23

Tabel 23

Komposisi Tepung Kulit Buah Manggis

Sumber Shahidi 1997 dalam Ummi dan Any 2014

No Komponen Kadar ( bk)

1

Air 900

2 Abu 258

3 Gula 692

4 Protein 269

5 Serat Kasar 3005

6 Lainnya (Tanin lemak dll) 4876

54

272 Ekstrak kulit buah manggis

Ekstrak kulit buah manggis mengandung berbagai senyawa yang diduga

bekerja sebagai antioksidan dengan cara mendonorkan elektronnya kepada radikal

bebas sehingga mencegah terjadinya peroksidasi lipid baik pada tahap inisiasi

propagasi maupun pada tahap terminasi (Middleton et al 2000) Senyawa-

seyawa ini bekerja sebagai sinyal yang akan mengaktivasi nuclear factor

erythroid 2- related factor 2 (Nrf2) yang terikat pada Kelch-like ECH-associated

protein-1 (Keap1) dalam sitoplasma sehingga mengalami disosiasi dan translokasi

menuju nukleus Dalam nukleus Nrf2 berasosiasi pada bagian promoter gen yang

disebut Antioxidant Respone Element (ARE) sehingga memicu ekspresi gen

penyandi antioksidan Senyawa yang terkandung dalam ekstrak kulit buah

manggis disamping bekerja sebagai antioksidan dengan cara mendonorkan

elektronnya kepada radikal bebas juga dapat menstimulasi ekspresi gen penyandi

antioksidan melalui aktivasi Nrf2 Salah satu stimulan tersebut adalah golongan

fenol (Inoue 2001) Ekstrak kulit buah manggis dapat mengatur aktivitas catalase

dalam aktivitasnya sebagai scavenger H2O2 atau mengatur gen Nrf-2 (Bartz et

al 2010) Hal ini sesuai dengan yang didapatkan dalam penelitian

Weecharangsan et al (2006) aktivitas ekstrak air dan ekstrak etanol kulit buah

manggis berperan sebagai scavenger H2O2

Skrining fitokimia dilakukan untuk memberikan gambaran tentang

golongan senyawa yang terkandung dalam ekstrak etanol kulit buah manggis

Hasil uji skrining fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak etanol kulit buah

manggis mengandung senyawa golongan alkaloid triterpenoid saponin

55

flavonoid tannin dan polifenol (Kristianti et al 2008) Polifenol adalah senyawa

fenolik yang memiliki lebih dari satu gugus hidroksil (OH) golongan senyawa ini

terdapat pada berbagai jenis tumbuhan yang mempunyai berbagai macam aktivitas

biologi salah satunya adalah aktivitas antioksidan (Scalbert et al 2005)

Polifenol banyak ditemukan dalam buah-buahan sayuran dan biji-bijian

yang merupakan sumber antioksidan alami Senyawa polifenol terdiri dari

beberapa subkelas yakni flavonol isoflavon (dalam kedelai) flavanon

antosianidin katekin dan biflavan Semua polifenol mampu menjadi perangkap

oksigen dan radikal alkil dengan memberikan donor elektron sehingga terbentuk

radikal fenoksil yang relatif stabil (Mokgope 2006) Senyawa-senyawa polifenol

alami secara langsung sebagai scavenger SOR dan secara tak langsung melindungi

aktivitas beberapa enzim sehingga berpotensi meningkatkan antioksidan endogen

(Masella et al 2005) Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Martin et al

(2010) yang mendapatkan CPE (cocoa polyphenolic extrac) yang mengandung

senyawa-senyawa flavonoid seperti katecin epikatecin dan prosianidin

meningkatkan aktivitas GPx dan glutation reduktase (GR) Senyawa-senyawa ini

mereduksi produksi SOR dan mengatur aktivitas antioksidan enzim Peningkatan

aktivitas enzim antioksidan dapat digunakan sebagai terapi penyakit-penyakit

yang disebabkan oleh stress oksidatif

Senyawa fenol sebagai antioksidan tergantung dari beberapa faktor seperti

ikatan gugus hidroksil pada cincin aromatik posisi ikatan posisi hidroksil bolak

balik pada cincin aromatik dan kemampuannya dalam memberi donor hidrogen

atau donor elektron serta kemampuannya dalam memerangkap radikal bebas (free

56

radical scavengers) Palakawong et al (2010) mendapatkan daya antioksidan

ekstrak kulit buah manggis sebesar 594 microgml yang dianalisis dengan metode

DPPH Ekstrak kulit manggis mengandung total fenol yang cukup tinggi yaitu

sebesar 4112 mgg dengan aktivitas antioksidannya sebesar 8442 (Dyahnugra

et al 2015) Ekstrak etanol kulit buah manggis menunjukkan aktivitas yang

signifikan dalam menghambat pembentukan 50 radikal menghambat radikal

superoxide (O2-) mereduksi produksi ROS dan dapat menangkap radikal

hidroksil (OH-) (Chomnawang et al 2007)

Senyawa flavonoid adalah senyawa-senyawa polifenol yang memiliki 15

atom karbon (C6-C3-C6) terdiri dari dua cincin benzena yang dihubungkan

menjadi satu oleh rantai linier yang terdiri dari tiga atom karbon Flavonoid

dalam ekstrak kulit buah manggis berperan membasmi radikal bebas dengan

berbagai cara misalnya dengan menghambat enzim yang bertanggung jawab

memproduksi anion superoksida yaitu xantin oksidase ada juga dengan

menyumbangkan elektronnya ke radikal superoksida atau radikal lipid agar stabil

(Smith et al 2005)

Ekstrak kulit buah manggis baik dengan pelarut air etanol 50 etanol

95 dan etil asetat menunjukan aktivitas antioksidan dan neuroprotektif

(Weecharangsan et al 2006) Kapasitas antioksidan ekstrak air dan etanol 50

diuji dengan metoda DPPH didapatkan masing-msing sebesar 3498 dan 3076

Kapasitas antioksidan ekstrak ini sudah dicobakan pada sel neuroblastoma

(NG108-15) yang terpapar hidrogen peroksida (H2O2) kedua ekstrak ini

memperlihatkan aktivitas neuroprotektif dengan konsentrasi 50 lgmL Aktivitas

57

neuroprotektif ekstrak etanol 50 kulit buah manggis lebih tinggi dibandingkan

dengan ekstrak air Ekstrak etanol kulit buah manggis juga mempunyai aktivitas

antioksidan yang signifikan sebagai penghambat pembentukan radikal DPPH

(Chomnawang et al 2007)

Ekstrak kulit buah manggis diketahui memiliki daya antioksidan sangat

kuat hal ini dibuktikan dengan menggunakan fraksi pelarut metanol etanol dan

etil asetat semuanya memiliki daya antioksidan EC50 kurang dari 50 Fraksi

metanol mempunyai nilai EC50 yang paling kecil dibanding dengan kedua

fraksi lainnya masing-masing 800 mgL 926 mgL dan 2948 mgL ini berarti

fraksi metanol mempunyai aktivitas antioksidan yang lebih besar dibandingan

dengan fraksi etanol dan etil asetat (Mardawati et al 2011) Hal ini didukung

oleh Li dan Xu (2015) yang menyatakan ekstrak metanol kulit buah manggis

mempunyai aktivitas antioksidan yang kuat karena kandungan polifenolnya sangat

tinggi

Senyawa fenol banyak ditemukan pada berbagai tanaman Senyawa ini

telah dieksploitasi secara intensif karena selain berfungsi sebagai antioksidan juga

memiliki berbagai fungsi biologi seperti anti mutagenik dan anti karsinogenik

Antioksidan alami yang terdapat dalam tanaman akan meredam radikal bebas

yang berbahaya dari tubuh Senyawa-senyawa polifenol dari tanaman seperti

flavonoid digambarkan sebagai peredam SOR Ekstrak kulit buah manggis dapat

mengurangi produksi SOR intrasel secara signifikan yang ditentukan dengan 27-

dichlorofluorescein diacetate (DCFH-DA) dalam SKBR3 saluran sel

(Moongkarndi et al 2004) Aktivitas radikal hidroksil (HO-) diperangkap oleh

58

xanthone yang diisolasi dari beberapa ekstrak kulit buah manggis (Chin et al

2008) Xanthone dapat diklasifikasikan ke dalam lima kelompok yaitu

oxygenated xanthone xanthone glycoside prenylated xanthone xanthonolignoid

dan miscellaneous xanthone Saat ini sekitar 1000 xanthone berbeda telah

diketahui (Chaverri et al 2008)

Kulit buah manggis mengandung 90 xanthone terutama α dan β

mangostin yang disebut panaxanthone dapat memulihkan sistem pertahanan

antioksidan endogen seperti aktivitas SOD GPx dan kadar GSH secara invitro

dan in vivo memecah langsung SOR untuk mengurangi penipisan GSH dan

meghambat peroksidasi lipid Efek protektif α mangostin diduga terhadap stress

oksidatif dimediasi melalui jalur Nrf2 (Jung et al 2006) Ekstrak kulit buah

manggis dapat menurunkan MDA meningkatkan SOD dan GPx pada tikus yang

mengalami peningkatan MDA serta penurunan SOD dan GPx karena perlakuan

latihan (Arsana 2013) Hal yang sama didapatkan oleh Sudjarwo dan

Koerniasari (2015) bahwa pemberian ekstrak kulit buah manggis dapat

meningkatkan aktivitas GPx dan SOD ginjal tikus yang menurun karena diberi

perlakuan logam berat timbal mungkin disebabkan oleh kemampuan ekstrak

kulit buah manggis mengurangi akumulasi radikal bebas

Skrining fitokimia ekstrak kulit manggis juga menunjukkan bahwa kulit

buah manggis mengandung senyawa metabolit sekunder berupa golongan alkaloid

saponin tanin polifenol dan flavonoid (Poeloengan dan Praptiwi 2010)

Saponin merupakan zat aktif yang dapat meningkatkan permeabilitas membran

sehingga terjadi hemolisis sel Apabila saponin berinteraksi dengan sel bakteri

59

maka bakteri tersebut akan rusak atau lisis sedangkan flavonoid merupakan

kelompok senyawa fenol yang mempunyai kecenderungan untuk mengikat

protein sehingga mengganggu proses metabolisme bakteri tersebu Senyawa-

senyawa fenolik dapat bereaksi dengan senyawa oksigen reaktif disebabkan

oleh satu atau dua gugus hidroksil pada cincin aromatik dapat berperan sebagai

donor hidrogen (Dungir et al 2012)

Tanin dalam konsentrasi rendah mampu menghambat pertumbuhan

bakteri sedangkan pada konsentrasi tinggi mampu bertindak sebagai antibakteri

dengan cara menggumpalkan protoplasma bakteri sehingga terbentuk ikatan yang

stabil dengan protein bakteri Selain itu pada saluran pencernaan tanin mampu

mengeliminasi toksin (Poeloengan dan Praptiwi 2010)

Flavonoid merupakan golongan senyawa yang mempunyai kemampuan

sebagai antioksidan Flavonoid juga berperan mengaktifkan enzim kunci dalam

respirasi mitokondria dan melindungi sel neuron sehingga mencegah stres

oksidatif dan kerusakan jaringan Asupan flavonoid berperan sebagai

neuroprotektif berpotensi melindungi neuron dari neurotoksin meningkatkan

fungsi memori pembelajaran dan kognitif (Spencer 2009)

Uji daya antioksidan ekstrak kulit manggis buah dilakukan oleh Lin et al

(2014) menggunakan DPPH Radikal bebas DPPH (DPPHbull) mungkin akan

ditangkap oleh antioksidan dengan memberikan atom hidrogen (Hbull) membentuk

molekul stabil DPPH-H mekanismenya seperti tampak pada Gambar 212

Gambar ini menunjukkan reaksi antara γ-mangostin dengan DPPH akan

menghasilkan senyawa yang stabil sehingga tidak akan terjadi reaksi rantai yang

60

akan menghasilkan radikal-radikal lain yang lebih reaktif Dalam molekul γ-

mangostin gugus ortho-dihidroksil menjadi homolysis menghasilkan radikal

hidrogen (Hmiddot) dan radikal γ-mangostinmiddot (I) Hmiddot kemudian bergabung dengan

DPPHmiddot membentuk molekul DPPH-H dan radikal γ-mangostin menjadi (II)

yang selanjutnya dapat menghasilkan radikal hidrogen (Hmiddot) melebihi yang

diperlukan oleh radikal DPPH (DPPHmiddot) untuk membentuk quinone (III) Hasil ini

mengindikasikan bahwa ekstrak kulit buah manggis sebagai sumber antioksidan

yang baik dengan cara mendonasikan elektron kepada radikal bebas untuk

membentuk produk stabil sehingga tidak menimbulkan reaksi berantai

Gambar 212

Reaksi γ mangostin dengan DPPH sebagai radikal bebas

Lin et al (2014)

61

62

63

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pestisida...pestisida menginduksi produksi serotonin dan histamin, sebagai hormon yang memicu reaksi alergi dan dapat menimbulkan senyawa baru yang lebih

20

tampak pada Gambar 22 terjadi fosforilasi pada sisi aktif serin membentuk anion

intermediate yang pada proses aging mengalami dealkilasi membentuk anion

fosfonil yang stabil kemudian akan menghambat AChE secara irreversible

Enzim yang terfosforilasi ini tidak mampu lagi menghidrolisis ACh sehingga

tertimbun pada tempat-tempat reseptor ACh yang tertimbun ini menyebabkan

terjadi stimulasi berlebihan dan selanjutnya mengganggu pengiriman antara sistem

saraf pusat dan saraf tepi

OPs dalam tubuh selain mengalami forforilasi yang menyebabkan

neurotoksik dapat juga mengalami detoksikasi secara alami oleh enzim

karboksilase atau glutation transferase seperti tampak pada Gambar 23

Neurotoksik terjadi bila OPs berikatan dengan AChE BChE dan esterase yang

lain

Gambar 23

Toksikasi dan detoksikasi OPs

(Mangas et al 2016 )

21

Petani yang terpapar oleh pestisida OPs dapat mengalami penghambatan

Aktivitas AChE peningkatan reaksi Thiobarbituric Acid dan penurunan

kemampuan plasma darah dalam penyerapan besi (Fe) Dasar patofisiologi gejala

klinis dari keracunan OPs adalah inaktifasi dari enzim AChE pada sekeliling

nicotinic and muscarinic pada sistem saraf pusat central nervous system (CNS)

dan pada neuromuscular junction (Gagandeep dan Dheeraj 2009) Penghambatan

OPs secara ireversibel pada kedua muskarinik dan nikotinik dapat mempengaruhi

central nervous system (CNS) (Hundekari et al 2013) OPs sebagai anti-

kolinesterase akan memblok asetilkolinesterase sehingga asetilkolin terakumulasi

dalam saraf tepi yang dapat menimbulkan pengaruh neurotoksik seperti kontraksi

otot secara kontinyu Nilai normal aktivitas kolinesterase untuk laki ndash laki sebesar

4620 ndash 11500 Ul dan nilai normal untuk perempuan sebesar 3930 - 10800 Ul

Bila dibawah nilai normal menunjukkan adanya keracunan darah yang

diakibatkan oleh pestisida OPs

OPs di dalam sel darah merah akan mempengaruhi AChE dan di dalam

plasma darah akan mempengaruhi pseudokolinesterase OPs akan terikat di

dalam sinapsis melalui proses fosforilasi bagian ester anion dari enzim AChE

ikatan ini sangat kuat dan irreversible (Raini 2007) Keracunan akut dari OPs

pada manusia menyebabkan kelemahan otot paralisis disorientasi serta kematian

akibat paralisis otot pernafasan Efek neurotoksisitas organofosfat tidak selalu

muncul mendadak Neurotoksisitas lambat (delayed neurotoxicity) dapat

dihasilkan oleh sejumlah ester organofosfor yang diklasifikasikan sebagai

aksonopati Efek ini bisa ditimbulkan oleh dosis tunggal yang besar ataupun dosis

22

akumulasi Neurotoksisitas yang terjadi lambat ini disebut organophosphorus

ester-induced delayed neuropathy (OPIDN) OPIDN tidak terjadi secara

mendadak tetapi butuh waktu antara 7-10 minggu untuk timbulnya degenerasi

aksonal OPIDN adalah suatu sindrom gejala toksisitas yang disebabkan oleh OPs

berupa melemahnya otot-otot pada tangan dan kaki terganggunya keseimbangan

dan bisa menjadi lumpuh yang muncul 4-21 hari setelah paparan OPs Molekul

target OPIDN adalah enzim dalam sistem saraf yang disebut neuropathy target

esterase (NTE) yang dapat digunakan sebagai biomarker OPIDN (Lotti dan

Moretto 2009) OPs menghambat AChE dengan efektif pada neuromuscular

junctions dalam sistem saraf tepi dan saraf pusat Selain neurotoksisitas efek

buruk paparan OPs juga dapat mengubah fungsi tubuh lainnya

Katagori keracunan pestisida dilihat dari aktivitas AChE dengan metode

Tintometer Kit 1) Normal gt 75 2) Keracunan ringan 75 - 50 3)

Keracunan sedang 50 - 25 dan 4) Keracunan berat lt 25 Jika penurunan

aktivitas kolinesterase mencapai 25 dari nilai normalnya (dalam katagori

keracunan ringan) maka pekerja harus dijauhkan dari paparan pestisida dan baru

diizinkan kembali bekerja dengan pestisida jika aktivitas kolinesterasenya menjadi

80 atau lebih dari nilai normal

Prinsip reaksi interaksi antara enzim-fosfat adalah 1) fosforilasi enzim 2)

kebalikan penghambatan dan 3) aging (pemeraman) Karakteristik fosforilasi

enzim adalah pembentukan ikatan kimia antara atom fosfor dari OPs dengan atom

oksigen gugus hidroksil dari serin pada pusat katalitik AChE Reaksi antara OP-

23

AChE ini hampir sama atau dapat disamakan dengan reaksi antara AChE-AChE

Reaksi fosforilasi ini dapat dilihat pada Gambar 24

Gambar 24

Reaksi fosforilasi antara AChE dan OP

(Patočka et al 2005)

Enzim AChE terfosforilasi yang terbentuk sangat stabil lain halnya dengan enzim

terasetilasi yang sangat tidak stabil dengan waktu paruh hanya dalam millisecond

Penghambatan AChE oleh senyawa OPs terutama nerve agent bersifat

irreversible Reaksi penghambatan yang reversal seperti Gambar 25

berlangsung sangat lambat sehingga merupakan penghambatan OPs bukan

penghambatan substrat AChE

Gambar 25

Hambatan reversal

(Patočka et al 2005)

Reaktivasi secara spontan merupakan kombinasi dari dua proses paralel

yaitu defosforilasi dan aging Aging adalah pembentukan fosforilasi irreversible

penuh sehingga terjadi dealkilasi dari OO-dialkyl-phosphorylated atau O-alkyl-

phoshonylated enzim Age enzym ini tidak dapat reaktif lagi oleh reaktivator

untuk penghambatan AChE oleh OPs Proses aging digambarkan sebagai

24

dealkilasi dari fosforil menghasilkan muatan negatip yang stabil karena

berinteraksi dengan katalitik His 440 Proses aging menghambat defosforilasi

secara irreversible dan hanya sebagian dari enzim menjadi reaktif Reaksi aging

dapat dilihat pada Gambar 26

Gambar 26

Proses aging

(Patočka et al 2005)

Proses reaktivasi dapat terjadi pada enzim terfosforilasi yang belum

mengalami proses aging Mekanisme ini digunakan dalam pengobatan penyakit

yang berhubungan dengan keracunan OPs seperti alzaimer menggunakan oksim

salah satunya adalah pralidoksim Mekanisme reaksi reaktivasi ini dapat dilihat

pada Gambar 27

Pralidoksim dapat berperan sebagai reaktivator dimana terjadi reaksi

antara pralidoksim dengan OPs yang terikat pada sisi aktif serin sehingga ikatan

enzim AChEndashOPs putus dan enzim AChE kembali aktif Pralidoksim juga dapat

sebagai catalytic scavenger dimana pralidoksim dengan cepat memblok OPs

sehingga OPs tidak dapat berikatan dengan enzim AChE Hasil penelitian

Hundekari et al 2013 mendapatkan treatment atropin dengan pralidoksim dapat

menurunkan MDA yang meningkat oleh paparan OPs dan meningkatkan aktivitas

AChE yang turun oleh paparan OPs

25

Gambar 27

Reaktivasi enzim AChE

(Bharathi et al 2014)

214 Toksisitas OPs terhadap fungsi tubuh selain saraf

OPs selain mempengaruhi saraf (menghambat asetilkolinesterase) juga

mempengaruhi fungsi tubuh yang lain seperti menghambat karboksilase yang

merupakan bagian dari metabolisme xenobiotic Metabolisme xenobiotic

dipengaruhi melalui atom sulphur dari desulfurasi dalam metabolisme fase I

menghambat lipase yang berperan penting dalam cell signalling juga memblok

pembentukan metabolik berbagai substansi (Quistad et al 2006)

OPs juga memicu hypoxia karena terganggunya pusat pernafasan

melemahnya otot-otot pernafasan dan berpengaruh pada paru-paru

(bronchospasm dan bronchorrhoea) dan akhirnya menyebabkan kegagalan

26

pernafasan (Lopez et al 2008) OPs pada tikus menyebabkan apnea sentral fatal

yang memicu berbagai disfungsi pulmoner melalui efek langsung terhadap

Central Respiratory Oscillator (CRO) dan inhibisi umpan balik CRO Gejala

keracunan akut OPs sesuai dengan tempat terakumulasinya ACh dalam

organisme seperti pada central nervous system (CNS) sistem saraf tepi reseptor

muskarinik dan reseptor nikotinik menimbulkan gejala berbeda seperti terlihat

pada Tabel 21 Waktu munculnya beberapa gejala keracunan juga berbeda-beda

seperti melemahnya otot pernapasan akan muncul 1-4 hari setelah keracunan

sedangkan melemahnya otot peripheral muncul setelah 7-21 hari (Elersek dan

Filipic 2012)

Tabel 21

Gejala keracunan Ops akut yang berbeda sesuai dengan

tempat akumulasi ACh

Tempat akumulasi ACh Gejala

CNS

Perifer sistem saraf otonom

Reseptor muskarinik

reseptor nikotinik

Sakit kepala insomnia vertigo

kejangkebingungan sulit tidur gangguan

berbicara koma dan lumpuh pernafasan

-

Gejala-gejala muskrinik peningkatan

eliminasi (air liur keringat lachrymation)

gangguan pencernaan (kejang muntah

diare) menurunkan detak jantung gangguan penglihatan

gejala-gejala nikotinik kontraksi otot yang

tidak terkontrol dan kelumpuhan

Sumber Elersek dan Filipic 2012

27

Pengaruh imunotoksik OPs dapat terjadi secara langsung maupun tidak

langsung Secara langsung adalah dengan 1) menghambat hidrolase serin atau

esterase dalam sistem imun 2) kerusakan oksidatif pada organ-organ sistem

imun 3) perubahan dalam cara sinyal transduksi pada kontrol poliferasi dan

diferensiasi sel kekebalan Secara tidak langsung OPs menyebabkan perubahan

pada sistem saraf atau efek kronik dari perubahan metabolisme pada sistem imun

(Elersek dan Filipic 2012) Pestisida OPs dapat mengganggu sistem kekebalan

tubuh dan memberikan efek immunotoksik melalui kedua jalur anti kolinergik

dan non kolinergik

OPs menginduksi peningkatan stres oksidatif yakni ketidakseimbangan

antara antioksidan dan radikal bebas Pestisida OPs dapat merusak keseimbangan

antara prooksidan dan antioksidan dalam tubuh juga merusak membran lipid

sebagai hasil peroksidasi lipid

Malation dan klorfirifos yang merupakan pestisida OPs mempunyai

pengaruh yang beragam pada sel seperti menghasilkan ROS radikal bebas dan

menginduksi stres oksidatif intra sel sehingga mengganggu perkembangan dan

deferensiasi sel normal (Bebe dan Panemangalore 2003) Peningkatan ROS dan

radikal bebas dapat menyebabkan terjadinya kondisi stres oksidatif serta memicu

terjadinya peroksidasi lipid pada membran sel yang akan menghasilkan

malondialdehid (MDA) Peroksidasi lipid ini dapat terjadi karena pengaruh

menipisnya sistem antioksidan baik antioksidan enzimatik maupun non enzimatik

oleh paparan pestisida OPs (Khan dan Kour 2007)

28

Perusakan membran sel oleh radikal bebas melalui beberapa proses yaitu

1) Terjadi ikatan kovalen antara radikal bebas dengan komponen komponen

membran (enzim membran komponen karbohidrat membran plasma) sehingga

terjadi perubahan struktur dan fungsi reseptor 2) Oksidasi gugus tiol pada

komponen membran oleh radikal bebas mengganggu proses transport lintas

membran 3) Reaksi peroksidasi lipid dan kolesterol serta membran yang

mengandung asam lemak tidak jenuh majemuk (PUFA) (Suhartono et al 2008)

OPs dapat mendorong terjadinya stres oksidatif dan meningkatkan kadar

MDA sebagai produk akhir dari peroksidasi lipid pada petani penyemprot yang

terpapar pestisida OPs karbamat dan organoklorin (Prakasam et al 2001) Hal

ini didukung oleh Vidyasagar et al(2004) yang mendapatkan kadar MDA pada

pasien keracunan OPs (67 nMml) lebih tinggi dan berbeda nyata dibandingkan

dengan kontrol (36 nMml) OPs triklorfos dan dimetoat mendorong terjadinya

peroksidasi lipid yang ditunjukan dengan meningkatnya MDA (Sharma et al

2005) OPs berperan sebagai inhibitor enzim kolinesterase dan menginduksi

peningkatan stres oksidatif yaitu ketidakseimbangan antara antioksidan dan

radikal bebas (Patil et al 2003) Kerusakan oksidatif membran lipid eritrosit

dan protein mencerminkan terjadinya reaksi serupa pada myocyte Radikal bebas

yang merusak myocyte juga menyebabkan melemahnya otot pada penderita OPs

akut

Keracunan OPs pada sistem respirasi mengakibatkan bronko konstriksi

dengan sesak nafas dan peningkatan sekresi bronkus Pada umumnya gejala ini

29

timbul dengan cepat dalam waktu 6-8 jam tetapi bila paparan berlebihan dapat

menimbulkan kematian dalam beberapa menit

OPs juga menunjukan efek genotoksisitas (DNA) pada saat sel hidup

kemudian saat replikasi sel dan berakhir pada mutagenitas dan karsinogenitas

Genotoksisitas dihasilkan karena reaksi OPs dengan DNA sehingga DNA rusak

berupa penyimpangan kromosom OPs juga menunjukan efek karsinogenitas

meliputi perubahan sel normal menjadi sel neoplastik dan berkembang lebih lanjut

menjadi tumor (Hodgson 2004)

22 Asetilkolinesterase (AChE)

Kolinesterase merupakan katalis biologis yang berperan menjaga agar otot

kelenjar dan sel saraf bekerja harmonis Jika aktivitas kolinesterase jaringan

tubuh menurun maka dapat mempengaruhi aktivitas asetilkolinesterase saraf

sehingga asetilkolin (ACh) akan menumpuk di bagian ujung saraf dan menganggu

aliran impuls saraf akhirnya terjadi paralisis otot (Depkes RI 2007)

Kolinesterase merupakan suatu enzim dengan berat molekul sekitar 3000000 dan

mempunyai 48 bagian aktif yang masing-masing terdiri dari satu bagian anionik

dan satu bagian esteratik (protenated acidic group)

AChE adalah suatu serine hidrolase termasuk dalam kelompok esterase

yang mempunyai banyak sel satu AChE berperan sangat penting dalam tubuh

yaitu menghidrolisis neurotransmitter asetilkolin (ACh) menjadi asam asetat dan

kolin pada saraf sinapsis Kelompok ini berbeda dengan jenis ester karbosiklik

Aktivitas AChE yang terhambat oleh OPs pada CNS menyebabkan

30

terakumulasinya ACh dan menimbulkan gejala seperti sakit kepala meningkatnya

produksi ludah pernafasan terganggu dan dapat menyebabkan kematian (Du et

al 2008) AChE mempunyai dua sisi pengikatan yaitu daerah anionik dan daerah

esteratik keduanya penting untuk degradasi ACh

ACh adalah suatu hormon neuro yang terdapat diantara ujung-ujung saraf

dan otot sebagai media kimia yang berfungsi meneruskan rangsangan saraf ke

reseptor sel-sel otot dan kelenjar ACh dibuat di dalam ujung serabut saraf

motorik melalui proses asetilasi dari kolin ekstra sel dan koenzim A (Erwin dan

Kusuma 2012) Daerah anionik berfungsi untuk pengikatan sebuah molekul

ACh pada enzim Saat ACh terikat reaksi hidrolisis terjadi pada sisi aktif

esteratik ACh akan terurai menjadi kolin dan asam asetat Kolin kemudian

diambil lagi melalui sistem uptake kolin berafinitas tinggi pada membran

presinaps Proses hidrolisis ACh menjadi kolin dan asam asetat dapat dilihat pada

Gambar 28

Gambar 28

Reaksi hidrolisis ACh menjadi asam asetat dan kolin pada

sisi anion dan ester dari enzim asetilkolinesterase (Wiener dan

Hoffman 2004)

31

Penurunan aktivitas kolinesterase darah seseorang terjadi karena adanya

OPs dalam darah yang membentuk senyawa phosphorilated cholinesterase

sehingga enzim kolinesterase tidak dapat berfungsi lagi dan kadar aktif dari enzim

tersebut akan berkurang hal ini menyebabkan ACh lebih lama berada pada

reseptor sehingga memperpanjang efek rangsang saraf cholinergic pada sebelum

dan sesudah ganglion Rangsangan saraf yang terus-menerus akan merusak fungsi

saraf dan muncul dalam bentuk kelemahan otot mual-mual muntah hipersalivasi

tremor dan paralisis (Bajgar 2004) Akumulasi ACh yang menyebabkan

terjadinya disfungsi sistem saraf dan perilaku akan memicu kerusakan pada

sistem pernafasan yang akhirnya dapat menyebabkan kematian Sistem saraf yang

terganggu akibat penumpukan ACh menyebabkan terganggunya pasokan nutrisi

dan oksigen ke seluruh sel dan jaringan sehingga menghambat pertumbuhan

organisme (Robert 2011) Rangsang yang ditimbulkan oleh asetilkolin akan

berhenti bila ACh dihidrolisis menjadi kolin dan asam asetat oleh AChE

Aktivitas AChE yang terhambat menyebabkan ACh tidak dapat

dihidrolisis sehingga impuls saraf dari satu sel ke sel yang lain atau ke efektor

akan terganggu Petani yang terpapar OPs dengan dosis rendah dalam jangka

waktu lama juga menunjukan penurunan Superoxyde dismutase (SOD) dan

glutation reduktase OPs yang terakumulasi bertahun-tahun pada penyemprot

pestisida berbanding lurus dengan penurunan AChE dan berbanding terbalik

dengan Glucose-6-phosphate dehydrogenase (G6DPH)

32

23 Radikal Bebas

Radikal bebas adalah sekelompok spesies kimia baik berupa atom maupun

molekul yang memiliki elektron tidak berpasangan pada lapisan luarnya Radikal

bebas juga merupakan suatu kelompok spesies kimia dengan reaksi jangka pendek

yang memiliki satu atau lebih elektron bebas sehingga sangat reaktif mempunyai

spesifitas kimia yang rendah sehingga dapat bereaksi dengan berbagai molekul

lain seperti protein lemak karbohidrat dan DNA (Droge 2007)

Radikal bebas diartikan sebagai molekul yang relatif tidak stabil

mempunyai satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan pada orbit luarnya

bersifat reaktif dalam mencari pasangan elektronnya Radikal bebas dalam tubuh

akan segera bereaksi dengan molekul lain sehingga terjadi reaksi berantai yang

disebut peroksidasi lipid dan menghasilkan radikal bebas baru sehingga jumlah

radikal bebas terus bertambah (Marinajati et al 2012) Radikal bebas bersifat

tidak stabil sehingga tidak dapat mempertahankan bentuk aslinya dalam waktu

lama karena segera akan berikatan dengan molekul lain di sekitarnya Radikal

bebas akan menyerang molekul stabil yang terdekat dan mengambil elektronnya

Molekul yang terambil elektronnya ini akan menjadi radikal bebas baru sehingga

akan memulai suatu reaksi berantai yang pada akhirnya akan menyebabkan

kerusakan sel (Droge 2007)

Kelompok radikal bebas antara lain anion superoksida (O2) radikal

hidroksil (OH) dan radikal peroksil (RO2) sedangkan kelompok non radikal

misalnya hidrogen peroksida (H2O2) dan peroksida organik (ROOH) (Halliwell

dan Whiteman 2004) Radikal superoksida ( O2 -) merupakan bentuk yang paling

33

aktif yang paling banyak dihasilkan oleh berbagai mekanisme di dalam tubuh

seperti mitokondria sistem enzim NADPH oksidase reaksi dari xanthin oksidase

dan metabolisme asam arakidonat

Radikal bebas yang terbentuk di dalam tubuh (radikal bebas internal)

merupakan bagian integral dari proses fisiologis seperti saat pembentukan energi

dalam mitokondria melalui oksidasi fosforilasi Sumber radikal bebas internal

antara lain 1) Organ subseluler seperti mitokondria kloroplas mikrosom

peroksisom dan nuklei menghasilkan O2- 2) inflamasi selama inflamasi terjadi

fagositosis oleh makrofag dan metrofil keduanya membentuk radikal bebas

untuk memfagositosis bakteri 3) ion logam transisi Fe dan Cu berperan

membentuk radikal bebas dan menimbulkan peroksidasi lipid 4) oksidasi

enzimatik seperti xanthin oksidase dan lipoksigenase (Droge 2007) Radikal

bebas dapat juga berasal dari luar tubuh (radikal bebas eksternal) Sumber radikal

bebas eksternal antara lain polusi lingkungan (asap rokok asap kendaraan asap

pabrik) aktivitas fisik yang berlebih sinar ultra violet dari matahari radiasi obat-

obatan dan pestisida

Radikal bebas dapat terbentuk dari senyawa lain yang sebenarnya bukan

radikal bebas tetapi mudah menjadi radikal bebas misalnya hidrogen peroksida

(H2O2) dan ozon Kedua kelompok senyawa ini sering diistilahkan sebagai

Reactive Oxygen Species (ROS) atau senyawa Oksigen Reaktif (SOR) Sel-sel

hidup dari organisme aerob secara kontinyu membentuk SOR sebagai bagian dari

proses fisiologi metabolik dan reaksi-reaksi biokimia lainnya

34

SOR adalah kelompok senyawa yang sebenarnya bukan radikal bebas

tetapi mudah berubah menjadi radikal bebas (Droge 2007) SOR dihasilkan dalam

proses metabolisme oksidatif dalam tubuh misalnya pada proses oksidasi makanan

menjadi energi SOR diproduksi dalam jumlah yang cukup dalam tubuh seperti

sel darah putih menghasilkan H2O2 yang berfungsi untuk membunuh beberapa

jenis bakteri dan jamur namun H2O2 tidak menyerang secara spesifik sehingga

dapat menyerang asam-asam lemak tidak jenuh ganda atau polyunsaturated fatty

acid (PUFA) dari membran sel yang menyebabkan kerusakan struktur dan fungsi

sel (Winarsi 2007) SOR terbentuk sebagai produk samping reaksi oksidasi

fosforilasi untuk membentuk energi berupa Adenosine Tri Phosphate (ATP)

dalam rantai transport elektron pada mitokondria Proses tersebut membutuhkan

O2 tetapi tidak semua O2 berikatan dengan hidrogen untuk membentuk air sekitar

4 sampai 5 dari oksigen yang dikonsumsi berubah menjadi SOR (Marciniak

et al 2009) SOR seperti radikal super oksida (SOO-) dan radikal hidroksil

(OH-) yang dihasilkan oleh metabolisme sel yang normal maupun lingkungan

yang stres dapat menyebabkan sel-sel mati melalui peroksidasi lipid oksidasi

protein menghambat aktivitas enzim-enzim perubahan reduksi oksidasi intra sel

dan kerusakan DNA Hal ini menunjukkan bahwa SOR terlibat dalam timbulnya

beberapa penyakit dan proses penuaan

Organofosfat merupakan senyawa toksik yang mempunyai kemampuan

membentuk radikal bebas pada sistem biologi (Nur et al 2010) Reaksi radikal

bebas dengan komponen sel baik komponen struktural (molekul penyusun

membran) maupun komponen fungsional yaitu enzim dan DNA dapat merusak

35

sel melalui oksidasi lipid tidak jenuh dan protein sel (Zakaria 1996 dalam

Mardawati et al 2011) Kerusakan lebih lanjut pada organ sel adalah kerusakan

DNA dan membran sel Mekanisme tersebut menunjukan bahwa radikal bebas

dapat mempengaruhi timbulnya berbagai jenis penyakit degeneratif seperti

aterosklerosis Penelitian Amran et al (2009) mendapatkan ada korelasi yang

signifikan antara kerusakan DNA dengan perkembangan aterosklerosis dan

meningkatnya jumlah pasien Coronary Artery Disease (CAD)

24 Stres Oksidatif

Radikal bebas dalam jumlah tertentu di dalam tubuh dapat dinetralisir oleh

antioksidan endogen Antioksidan endogen utama pada sel-sel tubuh adalah

enzim SOD (Superoksida dismutase) glutation reduktase dan glutation

peroksidase (GPr dan GPx) serta catalase (CAT) Pembentukan radikal bebas

yang melebihi kemampuan aktivitas antioksidan endogen menyebabkan jumlah

keseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan akan terganggu Apabila

jumlah radikal bebas terus bertambah sedangkan jumlah antioksidan endogen

tetap maka kelebihan radikal bebas tidak dapat dinetralkan akibatnya radikal

bebas bereaksi dengan komponen-komponen sel dan menyebabkan kerusakan sel

Peningkatan jumlah radikal bebas atau oksidan menyebabkan timbulnya

suatu keadaan yang disebut stres oksidatif Stres oksidatif adalah suatu keadaan

ketidak seimbangan antara radikal bebas dan antioksidan dimana jumlah radikal

bebas lebih besar dari antioksidan Stres oksidatif adalah suatu keadaan patologis

yang disebabkan oleh kerusakan jaringan di dalam tubuh karena peningkatan

36

jumlah radikal bebas yang tidak normal (Halliwel 2006) Radikal bebas yang

jumlahnya jauh lebih banyak dari antioksidan akan bereaksi dengan cepat dan

merusak bermacam-macam substrat di dalam tubuh termasuk komponen-

komponen sel protein asam lemak tak jenuh ganda karbohidrat dan asam-asam

nukleat hal ini mengakibatkan berkembangnya penyakit kronik Serangan oksidan

terhadap asam lemak tidak jenuh sebagai komponen penting penyusun membran

sel dapat menimbulkan reaksi rantai yang disebut peroksidasi lipid Proses

tersebut mengakibatkan terputusnya ikatan dalam asam-asam lemak menjadi

berbagai senyawa yang toksik terhadap sel seperti malondialdehid (MDA) dan 9-

hidroksi nonenal MDA yang dihasilkan kemudian dilepaskan ke darah sehingga

kadar MDA di dalam darah dapat dijadikan sebagai penanda tidak langsung

adanya peroksidasi lipid dan peningkatan SOR

25 Malondialdehid (MDA)

Peningkatan stres oksidatif berdampak negatif pada beberapa komponen

penyusun membran sel yaitu kerusakan pada membran lipid membentuk

malondialdehida (MDA) kerusakan protein karbohidrat dan DNA (Kevin et

al2006) Kerusakan oksidatif yang diakibatkan oleh radikal bebas mempengaruhi

kondisi patologis berupa kerusakan sel jaringan dan berbagai organ seperti hati

ginjal dan jantung baik pada manusia maupun hewan Kerusakan ini dapat

berakhir pada kematian sel sehingga terjadi percepatan timbulnya berbagai

penyakit degeneratif (Kevin et al 2006 dan Valko et al 2007) MDA

merupakan metabolit hasil peroksidasi lipid oleh radikal bebas sehingga dapat

37

menggambarkan aktivitas radikal bebas dalam sel dan menjadi petunjuk terjadinya

stres oksidatif akibat radikal bebas (Asni 2009) Semakin tinggi kadar MDA

plasma maka semakin tinggi stres oksidatif yang terjadi dalam sel-sel tubuh

Peroksidasi lipid menghasilkan MDA dari radikal bebas akan selalu membentuk

reaksi berantai yang terus berlanjut sampai radikal bebas ini dihilangkan oleh

sistem antioksidan dari tubuh

MDA adalah hasil proksidasi lipid yang larut dalam air pada kondisi

normal MDA secara parsial diekskresikan melalui urine tetapi tidak diketahui

berapa jumlah MDA yang terbentuk dalam tubuh itu dapat dihilangkan oleh

ginjal MDA merupakan salah satu hasil dari peroksidasi lipid yang digunakan

sebagai indikator dari stres oksidatif (Hundekari et al 2013) Peningkatan

peroksidasi lipid mungkin disebabkan oleh inflamasi yang berkaitan dengan

infeksi virus dan menurunnya kadar antioksidan

Penelitian in vitro pada eritrosit manusia yang menyemprot pestisida

menunjukan peningkatan konsentrasi karbofuran meningkatkan kadar MDA

secara signifikan (Misrha et al 2013) yang mendapatkan kadar MDA pada darah

petani penyemprot pestisida lebih tinggi secara signifikan dibandingkan dengan

kontrol seperti ditunjukan pada Tabel 22

Paparan pestisida atrazine pada tikus dapat meningkatkan peroksidasi lipid

dan merusak membran di dalam sel yang dipapar Kandungan fosfolipid dan

kolesterol dalam membran eritrosit dapat diketahui dengan menggunakan teknik

scanning electron microscopy (SEM) dan dapat diketahui terjadi perubahan

morfologi dalam eritrosit yang sebanding dengan perubahan parameter biokimia

38

termasuk stres oksidatif (Singh et al2006) Kerusakan sel cedera irreversible sel

dan kematian sel dapat terjadi apabila stres oksidatif berlangsung lama

Tabel 22 Perbandingan profil biokimia antara kontrol

dan penyemprot pestisida

Parameters Controls(n=18)

Mean plusmnSD

Sprayers (n=50)

Mean plusmnSD

MDA (nmolTBARSml blood)

943 plusmn078

2630 plusmn202

CAT (μ mol H2O2 hydrolysed X

104mlg Hb)

1055plusmn1520

13569 plusmn 1234

SOD(μmol hydroysed X 104mlg

Hb)

329 plusmn 079 803 plusmn 246

Sumber Mishra et al 2013

26 Antioksidan

Antioksidan adalah molekul yang mampu memperlambat atau mencegah

oksidasi molekul lain (Chakraborty et al 2009) Antioksidan adalah senyawa-

senyawa yang dapat menunda atau menghambat terjadinya oksidasi biomolekul

dengan menghambat reaksi-reaksi oksidasi rantai oleh radikal bebas dan mampu

menurunkan kerusakan oksidatif (Jantan et al 2011) Antioksidan juga

didefinisikan sebagai senyawa yang mampu menunda memperlambat atau

menghambat reaksi oksidasi makanan maupun obat Antioksidan akan bereaksi

dengan oksidan sehingga mengurangi kapasitas oksidan untuk dapat menimbulkan

kerusakan (Shahidi 1997 dalam Asep et al 2012)

Antioksidan dalam sistem biologi baik antioksidan enzim maupun non

enzim melindungi sel dari kerusakan yang disebabkan oleh molekul-molekul yang

39

tidak stabil yang disebut radikal bebas Antioksidan membantu menghancurkan

radikal bebas yang merusak sel mendukung pertumbuhan sel-sel yang sehat

melindungi sel dari penuaan mendukung sistem imun dalam tubuh Antioksidan

bersifat sangat mudah teroksidasi atau bersifat reduktor kuat dibanding dengan

molekul lain sehingga keefektifan antioksidan tergantung dari seberapa kuat daya

oksidasinya semakin mudah teroksidasi maka semakin efektif antioksidan

tersebut Antioksidan mampu melindungi sel melawan kerusakan yang

ditimbulkan oleh radikal bebas dan SOR seperti singlet oksigen peroksi nitrit

superoksida radikal peroksida dan radikal hidroksil (Chaveri et al2008 )

Antioksidan dapat menunda atau mencegah terjadinya reaksi oksidasi

radikal bebas dan oksidasi lipid dalam konsentrasi yang lebih rendah dari substrat

yang dapat dioksidasi Suhartono et al (2008) menyatakan antioksidan dapat

diklasifikasikan dalam 5 tipe yaitu a) Antioksidan primer berupa senyawa-

senyawa fenol yang mampu memutus rantai reaksi pembentukan radikal bebas

asam lemak Senyawa ini memberikan atom hidrogen yang berasal dari gugus

hidroksi sehingga terbentuk senyawa yang stabil seperti BHA (butyl

hidroksilanisol) BHT (butyl hydrotoluen) dan tokoferol b) Antioksidan

perangkap oksigen yaitu senyawa-senyawa yang berperan sebagai pengikat

oksigen sehingga mencegah reaksi oksidasi Senyawa ini mengadakan reaksi

dengan oksigen yang berada dalam sistem sehingga jumlahnya berkurang seperti

vitamin C (asam askorbat) askorbil palminat asam eritorbat dan sulfit c)

Antioksidan sekunder adalah senyawa-senyawa yang mempunyai kemampuan

untuk berdekomposisi dengan hidroperoksida menjadi produk akhir yang stabil

40

d) Antioksidan enzim yaitu enzim yang berperan mencegah terbentuknya radikal

bebas seperti glukose oksidase superoksida dismutase (SOD) glutation

peroksidase (GPx) dan katalase (CAT) dan e) Antioksidan Chelators

sequestrants yaitu senyawa-senyawa yang mampu mengikat logam seperti besi

dan tembaga yang mampu mengkatalisis reaksi oksidasi lemak seperti asam sitrat

asam amino ethylenediaminetetra acetid acid (EDTA) dan fosfolipid

Antioksidan bereaksi dengan radikal bebas dengan mengurangi

konsentrasi oksigen mencegah pembentukan singlet oksigen yang reaktif

mencegah inisiasi rantai pertama dengan menangkap radikal primer seperti radikal

hidroksil mengikat katalis ion logam mendekomposisi produk-produk primer

radikal menjadi senyawa non-radikal dan memutus rantai hidroperoksida

sehingga mengurangi kapasitas radikal bebas untuk menimbulkan kerusakan

(Mardawati et al 2011)

Berdasarkan mekanisme kerjanya antioksidan dikelompokan menjadi 1)

Antioksidan primer yaitu antioksidan yang bereaksi dengan radikal lipid berenergi

tinggi untuk menghasilkan produk yang memiliki kestabilan termodinamis lebih

baik seperti golongan fenol (isoflavon) 2) Antioksidan sekunder yang juga

dikenal dengan antioksidan pencegah (Preventive Antioxidant) yang dapat

memperlambat reaksi inisiasi dengan cara memutus rantai hidroperoksida seperti

dilauril thio-dipropionate dan asam thiodipropionate Antioksidan golongan ini

adalah antioksidan yang berikatan dengan gugus thiol (Shahidi dan Naczk1995

dalam Mardawati et al 2011)

41

Antioksidan pemutus rantai adalah molekul kecil yang dapat menerima

dan memberi elektron dari atau ke radikal bebas sehingga membentuk senyawa

baru yang stabil seperti vitamin E dan vitamin C Sedangkan antioksidan logam

transisi terikat protein bekerja mengikat ion-ion logam Fe2+

dan Cu2+

seperti

flavonoid dapat mencegah radikal bebas Antioksidan jenis ini memperbaiki

kerusakan sel-sel dan jaringan yang disebabkan radikal bebas (Winarsi 2007)

Mekanisme kerja antioksidan senyawa fenolik adalah sebagai berikut

Radikal Lipida Antioksidan Radikal Antioksidan

ROO + AH ROOH + A

RO + AH ROH + A

R + AH RH + A

OH + AH H2O + A

Senyawa antioksidan (AH) dapat memberikan atom hidrogen secara cepat ke

radikal lipida (ROO RO R OH ) dan mengubahnya menjadi bentuk yang lebih

stabil Sementara turunan radikal antioksidan (A) yang dihasilkan lebih stabil

dibandingkan radikal lipida karena akan terjadi delokalisasi perbaikan elektron

dari ikatan rangkap pada cincin benzen sebagai indikasi oleh ikatan isomer

valensi

Peningkatan jumlah gugus hidroksil (alkil hidrogen pada struktur

kimianya) pada posisi para atau ortho seperti pada genistein dapat meningkatkan

aktivitas antioksidan isoflavon Antioksidan dapat menghambat oksidasi atau

42

menghentikan reaksi berantai pada radikal bebas dari lemak yang teroksidasi

dapat melalui empat macam mekanisme reaksi yaitu 1) Pelepasan hidrogen dari

antioksidan 2) Pelepasan elektron dari antioksidan 3) Adisi lemak ke dalam

cincin aromatik pada antioksidan dan 4) Pembentukan senyawa kompleks antara

lemak dan cincin aromatik dari antioksidan

Antioksidan dapat mencegah tidak terkontrolnya pembentukan radikal

bebas dan aktivitas SOR atau mencegah reaksinya dengan struktur biologi (Nisar

et al 2013) Status antioksidan baik yang endogen maupun yang eksogen yang

menurun dapat mengganggu keseimbangan redoks seluler dan kondisi patologis

akan menjadi karakteristik utama dan membentuk stres oksidatif pada sel maupun

jaringan

261 Antioksidan enzimatis

Di dalam sistem biologis sudah tersedia antioksidan berupa enzim

(antioksidan enzimatis) yaitu superoksida dismutase (SOD) katalase (CAT) dan

glutation peroksidase (GPx) Antioksidan-antioksidan ini bekerja dengan cara

mencegah pembentukan senyawa radikal bebas baru atau mengubah radikal bebas

yang telah terbentuk menjadi molekul yang kurang reaktif (Finosh dan Jayabalan

2013) Mekanisme kerja antioksidan enzimatik adalah mengkatalisir pemusnahan

radikal bebas dalam sel Aktivitas enzim intrasel SOD dan CAT mengkatalisasi

dismutasi superoksida dan hidrogen peroksida aktivitas GPx mereduksi hidrogen

peroksida dan peroksida organik menjadi air dan oksigen Aktivitas enzim

intrasel ini dapat dilihat pada Gambar 29

43

GPx merupakan enzim penangkal radikal bebas dengan dua cara yaitu

pertahanan terhadap oksidan dan dengan mengkatalisis peroksida menjadi air dan

oksigen GPx memerlukan glutation sebagai substrat terdapat dalam dua bentuk

yaitu glutation tereduksi atau GSH dan glutation teroksidasi atau GSSG Ketika

mengkatalisis perubahan hidrogen peroksida (H2O2) menjadi H2O GSH

dioksidasi menjadi GSSG kemudian GSSG dapat direduksi kembali oleh NADPH

untuk mendapatkan kembali GSH (Marciniak et al 2009)

Gambar 29

SOD dan CAT mengkatalisasi dismutasi superoksida dan hidrogen peroksida

(Finosh dan Jayabalan 2013)

Enzim GPx terdapat terutama dalam mitokondria merupakan enzim

scavenger terhadap hidrogen peroksida dan berperan utama dalam mengatur

konsentrasi H2O2 dan dan berbagai macam peroksida organik Aktivitas GPx yang

menurun menunjukkan terjadinya penurunan kapasitas menghilangkan H2O2 dan

terjadinya hidroperoksida lemak

44

Enzim GPx sangat berperan dalam pengaktifan kembali enzim

kolinesterase melalui 1) Pengaktifan AMP siklik yang secara langsung dapat

mengaktifkan enzim kolinesterase 2) keseimbangan NADP dan NADPH pada

jalur glikolisis aerobik dalam eritrosit sehingga eritrosit tidak rusak kerusakan

eritrosit dapat menurunkan produksi kolinesterase darah 3) peranan kofaktor

prostaglandin pada sintesis tromboksan A2 yang memacu trombogenesis dan

vasokonstriksi pembuluh darah bersamaan dengan terbentuknya tromboksan akan

diaktifkan cAMP yang secara langsung mengaktifkan kinase protein termasuk

kinase protein enzim kolinesterase 4) sebagai antioksidan yang dapat melindungi

sel termasuk eritrosit dari kerusakan akibat radikal bebas 5) sebagai kofaktor

proses oksidasi dealkilasi ikatan organofosfat dengan kolinesterase darah 6)

berperan sebagai detoksifikasi dalam tubuh dengan mereduksi radikal bebas

peroksida sekaligus membentuk peroksida lipid di dalam membran sel (Stranges

et al 2010)

GPx adalah enzim antioksidan yang dapat mendetoksifikasi hidrogen

peroksida dan lipid hidroperoksida dalam menurunkan glutation Di dalam darah

terdapat beberapa jenis GPx dua diantaranya adalah GPx seluler (cGPx) dalam sel

darah merah dan GPx ekstrasel (eGPx) terdapat dalam plasma GPx sebagai enzim

antioksidan bekerja menjadi peredam (quenching) radikal bebas dan berperan

dalam metabolisme xenobiotik yang ditemukan dalam sel (Sen et al 2010)

GPx dengan konsentrasi tinggi ditemukan dalam hepar dan sel darah

merah sedangkan pada jantung ginjal paru-paru adrenal lambung dan jaringan

adipose mengandung GPx dalam kadar sedang GPx kadar rendah ditemukan

45

dalam otak otot testis dan lensa mata GPx yang rendah berkorelasi dengan

gangguan yang berhubungan dengan radikal bebas (Judge et al 2005) Jika

antioksidan endogen gagal mengatasi produksi metabolit reaktif maka

antioksidan eksogen akan diperlukan untuk menyeimbangkan status redoks

(Noori 2012) Sumber makanan termasuk tanaman rempah-rempah vitamin dan

ekstrak herbal memainkan peran penting dalam hal ini

262 Antioksidan non enzimatis

Antioksidan non enzimatis disebut juga antioksidan sekunder atau

antioksidan eksogen (diperoleh dari luar) digolongkan menjadi dua golongan

yaitu yang larut dalam lemak seperti tokoferol karotenoid flavoniod quinon dan

bilirubin serta yang larut dalam air seperti asam askorbat asam urat protein

pengikat logam dan protein pengikat heme (Winarsi 2007) Antioksidan ini dapat

berupa bahan-bahan alami dan juga sintetis Antioksidan alami seperti vitamin

adalah campuran redoks yang seimbang dengan bentuk tereduksi dan teroksidasi

dan sebaliknya untuk antioksidan sintetis merupakan redoks yang tidak seimbang

bahkan menghasilkan radikal bebas yang pada beberapa kasus berbahaya (Rani

etal 2004)

Vitamin C merupakan antioksidan yang sangat penting dalam cairan

ekstra sel karena dapat menyerang radikal-radikal yang larut dalam darah dan

melindungi lemak plasma dari perusakan peroksidasi oleh radikal-radikal peroksil

Peran utama vitamin C adalah menetralisir radikal bebas yang ada di dalam dan

di luar sel Vitamin C merupakan sumber elektron pendonor bagi radikal bebas

(Nisar et al 2013) Vitamin C berperan positip dalam proses detoksifikasi

46

yang sangat diperlukan untuk sintesis kolagen dan pertumbuhan serta

pemeliharaan jaringan epitel Peranan vitamin C sebagai pembawa hidrogen yang

merupakan siklus esensial dalam metabolisme protein dan karbohidrat yang

berfungsi memelihara kekuatan pembuluh darah Vitamin C sangat penting untuk

melawan radikal bebas dalam cairan ekstra sel dan melindungi biomembran dari

peroksidasi Pemberian air kelapa dapat meningkatkan aktivitas GPx SOD dan

CAT pada pekerja terpapar merkuri karena air kelapa mengandung vitamin C

B1 B6 asam-asam amino metionin selenium dan mineral berfungsi melindungi

sel tubuh dari serangan radikal bebas dan mencegah efek paparan merkuri

(Zulaikhah et al 2013) Defisiensi antioksidan yang berupa vitamin C vitamin

E Se Zn dan glutation dalam derajat ringan hingga berat sangat berpengaruh

terhadap respon imun

Komponen kimia yang berperan sebagai antioksidan adalah senyawa

golongan fenolik dan polifenolik yang memiliki kemampuan untuk menangkap

radikal bebas Flavonoid merupakan golongan terbesar dari senyawa polifenol

yang sangat efektif digunakan sebagai antioksidan Senyawa-senyawa ini banyak

terdapat di alam terutama pada tumbuh-tumbuhan seperti teh buah-buahan

sayuran dan anggur (Ramle et al 2008)

Aktivitas antioksidan dari berbagai tanaman erat hubungannya dengan

kandungan fenolnya ada indikasi substansi fenol seperti flavonoid dan asam-

asam fenolat berpotensi lebih besar sebagai antioksidan dibandingkan dengan

vitamin C dan vitamin E Aktivitas antioksidan flavonoid tergantung pada

struktur molekulnya terutama gugus prenil (CH3)2C=CH-CH2 Department of

47

Environmental and Molecular Toxicology Oregon State University dalam

penelitiannya mendapatkan bahwa gugus prenil flavonoid dikembangkan untuk

pencegahan atau terapi terhadap penyakit-penyakit yang dihubungkan dengan

radikal bebas

Asupan antioksidan diperlukan untuk membantu mengembalikan

ketidakseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan endogen serta

mengurangi kerusakan oksidatif dalam tubuh Salah satu terapi antioksidan yang

digunakan adalah ekstrak kulit buah manggis (Garcinia mangostana L) Kulit

buah manggis memiliki kandungan xanthone yang tinggi sehingga memiliki

kemampuan untuk menangkap radikal bebas Gugus hidroksil (OH) yang dimiliki

oleh xanthone efektif mengikat radikal bebas dengan elektron yang tidak memiliki

pasangan Antioksidan ini bekerja dengan cara memotong reaksi oksidasi berantai

dari radikal bebas atau dengan cara menangkapnya sehingga radikal bebas tidak

akan bereaksi dengan komponen seluler dan kerusakan sel dapat dihindari

Makanan yang kaya antioksidan memegang peran dalam mencegah

penyakit-penyakit kanker dan penyakit penurunan fungsi otak Antioksidan dapat

mengurangi resiko penyakit kronis dan mencegah berbagai penyakit baik dengan

cara meningkatkan pertahanan antioksidan dalam tubuh atau dengan cara

mengkonsumsi makanan yang kaya antioksidan Mengkonsumsi antioksidan yang

ada dalam makanan sehari-hari dapat memberi perlindungan terhadap stres

oksidatif Hundekari et al (2013) mendapatkan perlakuan antioksidan dengan

dosis yang sesuai dapat menurunkan kerusakan oksidatif sehingga efektif untuk

memperbaiki kasus keracunan akut OPs

48

27 Manggis

271 Tumbuhan manggis

Tumbuhan manggis (Garcinia mangostana L) berasal dari Asia Tenggara

dan merupakan tumbuhan fungsional karena hampir semua bagian dari tumbuhan

ini dapat dimanfaatkan sebagai obat Manggis termasuk dalam family Guttiferae

dan merupakan species terbaik dari genus Garcia Buah manggis sering dijuluki

Queen of tropical fruit karena mempunyai rasa enak daging buah putih halus

bentuk buah bagus dan disukai banyak orang (Chaverri et al 2008) Manggis

sering disebut mangostin atau kadang-kadang disebut buah super dengan berbagai

karakteristik seperti rasa aroma kaya nutrisi dan daya antioksidan yang tinggi

Buah manggis (Garcinia mangostana L) merupakan buah yang eksotik

karena memiliki warna yang menarik dan kandungan gizi yang tinggi sehingga

buah manggis memiliki prospek yang cukup baik untuk dikembangkan

(Mardawati et al 2011) Tingkatan taksonomi tanaman manggis adalah sebagai

berikut (Prihatman 2000)

- Kingdom Plantae

- Divisi Spermathophyta (Tumbuhan berbiji)

- Sub Divisi Angiospermae (Berbiji tertutup)

- Kelas Dicotyledonae (Biji berkeping dua)

49

- Ordo Theales

- Famili GuttiferaeClusiaceae

- Genus Garcinia

- Spesies Garcinia mangostana L

Selain sebagai buah yang eksotik manggis juga mengandung berbagai senyawa

yang bermanfaat bagi tubuh seperti triterpenoid mangostin tannin resin

kalsium zat besi dan vitamin B1 Potensi manggis tidak hanya terbatas pada

buahnya saja tetapi juga hampir seluruh bagian tumbuhan manggis menyimpan

potensi yang sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia

Kulit buah manggis mengandung beberapa senyawa yang memiliki

aktivitas farmakologi seperti antiinflamasi antihistamin antibakteri anti penyakit

jantung antijamur bahkan untuk terapi HIV (Chaveri et al 2008) Senyawa

utama kandungan kulit buah manggis yang dilaporkan bertanggung jawab atas

beberapa aktivitas farmakologi adalah golongan xanthone yang meliputi

mangostin mangosterol mangostinon A dan B trapezifolixanthone tovophyllin

B dan beta mangostin garcinon B mangostanol flavonoid epikatekin dan

gartanin136-trihidoksi-7-metoksi-28-bis(3-metil-2-butenil)-9H-xanten-9-on(alfa

mangostin) dan 1367-tetrahidroksi-28-bis (3-metil-2-butenil)-9H-xanten-9-on

(gamma mangostin) yang sangat bermanfaat untuk kesehatan (Qosim 2007)

Kandungan antioksidan manggis banyak terdapat pada kulit buahnya

dikenal sebagai antioksidan yang efektif karena mengandung senyawa biologi

xanthones walaupun dapat juga ditemukan dalam semua bagian manggis baik

pada buah kulit buah kulit kayu maupun daunnya Senyawa xanthone hanya

50

dihasilkan oleh genus garcinia Xanthone memiliki struktur kimia yang unik

terdiri dari sistem aromatik trisiklik (C6-C3-C6) dengan kelompok isoprena

metoksil dan hidroksil terletak pada cincin A dan B sehingga senyawa xanthone

beragam Struktur umum xanthone dapat dilihat pada Gambar 210

Gambar 210

Struktur umum senyawa xanthone (Chaverri et al 2008)

Xanthone termasuk golongan senyawa flavonoid Senyawa ini memiliki

dua cincin benzene dan satu cincin piran Inti xanthone dikenal sebagai 9-

xanthenone atau dibenzo-c-pyrone Xanthone dapat diklasifikasikan ke dalam lima

kelompok yaitu oxygenated xanthone xanthone glycoside prenylated xanthone

xanthonolignoid dan miscellaneous xanthone Menurut Chaverri et al (2008)

terdapat 200 lebih xanthone yang tersedia di alam ini dan 50 diantaranya

terkandung dalam kulit buah manggis

Xanthone memiliki rumus molekul C13H8O2 sehingga memiliki massa

molar sebesar 196191 gram mol Dalam penamaan menurut IUPAC senyawa ini

diberi nama 9H-xanthen-9-one Uji aktivitas antioksidan kulit buah manggis

dengan menggunakan peroksinitrit sebagai radikal bebas diketahui bahwa 8-

hydroxycudraxanthone G gartanin α-mangostin γ-mangostin dan smeath-

xanthone A merupakan komponen yang memiliki aktivitas antioksidan terbesar

51

(Jung et al 2006) Senyawa xanthone yang banyak terdapat pada kulit manggis

yaitu α - dan γ - mangostin (Obolsky et al 2009)

Struktur kimia beberapa turunan xanthone seperti α mangostin β

mangostin dan γ mangostin dapat dilihat pada pada Gambar 211

(Chaivisuthangkura et al 2008)

α mangostin β mangostin γ mangostin

Gambar 211

Struktur Kimia beberapa derivat xanthone

(Chaivisuthangkura et al 2008)

Senyawa-senyawa xanthone juga mempunyai aktivitas antibakteri

melawan S Aureus strain yang resisten terhadap penicillin dan methicillin

aktivitas antifungi melawan F Oxiforum A Tenuls dan D Oryzae (Chomnawang

2007) Garcinia mangostana dan senyawa-senyawa xanthone α-mangostin

mendorong aktivitas antimikroba melawan P acnes dan S epidermis yang

merupakan agen etiologi kritis pada jerawat (Chomnawang et al 2007)

Senyawa alfa-mangostin sebagai turunan xanthone memiliki kemampuan

dalam menekan pembentukan senyawa karsinogen pada kolon Xanthone juga

52

bermanfaat mencegah pertumbuhan sel kanker dan tumor Kemampuan

antioksidannya bahkan melebihi vitamin C dan E yang selama ini dikenal sebagai

antioksidan yang paling efektif (Ummi dan Any 2014) Hasil penelitian Kosem

et al (2007) mendapatkan ekstrak metanol kulit buah manggis mengandung α

mangostin sebesar 2519 g100 g ekstrak

Moongkandi et al (2004) menyatakan kulit buah manggis bermanfaat

penting bagi kesehatan karena kaya akan antioksidan seperti xanthone dan

antosianin Antosianin merupakan salah satu antioksidan kuat yang mampu

mencegah berbagai kerusakan akibat stress oksidatif sehingga mampu melindungi

sel dari radikal bebas Penelitian lain juga mendapatkan bahwa xanthone dari

manggis memiliki aktivitas antioksidan antitumor antiinflamasi antialergi

antifungi dan antibakteri (Suksamrarn et al 2006 dan Chaverri et al 2008)

Garcinia mangostana memiliki aktivitas antioksidan yang signifikan pada

IC50 sebesar 613 μgml juga efektif dalam scavenging radikal bebas dan bisa

mengurangi produksi cytokine sebagai suatu proinflamasi Senyawa xanthone

pada kulit buah manggis merupakan antioksidan tingkat tinggi karena kandungan

antioksidannya 667 kali dari wortel dan 83 kali jeruk (Qosim 2007)

Antioksidan yang terkandung dalam kulit buah manggis didominasi oleh

senyawa fenol yaitu xanthone Kadar xanthone dalam manggis berbeda-beda

tergantung pada kualitas buah yang terbesar didapatkan pada buah dengan kulit

burik atau kasar yakni sebesar 23544 μgg ekstrak sedangkan pada buah besar

dengan kulit mulus mengandung kadar xanthone sebesar 18502 μgg ekstrak

buah kecil sebesar 20434 μgg dan buah dengan kulit mengandung getah kuning

53

15289 μgg ekstrak Xanthone dalam kulit buah yang mengandung getah kuning

berperan dalam mekanisme pertahanan mencegah terjadinya stres akibat serangan

hama atau kerusakan fisik (Arsana 2014)

Xanthone sebagai antioksidan akan memutus rantai reaksi oksidasi radikal

bebas untuk mencegah reaksi oksidasi dengan reaksi reduksi yang melibatkan

hidrogen Keterlibatan hidrogen dalam reaksi-reaksi reduksi dapat menghambat

reaksi oksidasi antara radikal bebas dengan oksigen Kadar Oxygen Radical

Absorbance Capacity (ORAC) dari xanthone mencapai 17000-20000 ORAC per

100 ons kulit manggis lebih besar dari wortel dan jeruk yang kadar ORAC-nya

hanya 300 dan 2400 (Fanany 2013) Manfaat yang demikian besar menyebabkan

xanthone sangat dibutuhkan dalam tubuh sebagai penyeimbang prooksidan

Prenilasi xanthone juga mempunyai efek penghambat terhadap M Tuberculosis

Alfa-mangostin yang merupakan derivat xanthone didapatkan mempunyai potensi

sebagai antimikroba (Suksamrarn et al 2006) Selain itu kulit buah manggis

juga mengandung beberapa senyawa lain seperti yang tertera pada Tabel 23

Tabel 23

Komposisi Tepung Kulit Buah Manggis

Sumber Shahidi 1997 dalam Ummi dan Any 2014

No Komponen Kadar ( bk)

1

Air 900

2 Abu 258

3 Gula 692

4 Protein 269

5 Serat Kasar 3005

6 Lainnya (Tanin lemak dll) 4876

54

272 Ekstrak kulit buah manggis

Ekstrak kulit buah manggis mengandung berbagai senyawa yang diduga

bekerja sebagai antioksidan dengan cara mendonorkan elektronnya kepada radikal

bebas sehingga mencegah terjadinya peroksidasi lipid baik pada tahap inisiasi

propagasi maupun pada tahap terminasi (Middleton et al 2000) Senyawa-

seyawa ini bekerja sebagai sinyal yang akan mengaktivasi nuclear factor

erythroid 2- related factor 2 (Nrf2) yang terikat pada Kelch-like ECH-associated

protein-1 (Keap1) dalam sitoplasma sehingga mengalami disosiasi dan translokasi

menuju nukleus Dalam nukleus Nrf2 berasosiasi pada bagian promoter gen yang

disebut Antioxidant Respone Element (ARE) sehingga memicu ekspresi gen

penyandi antioksidan Senyawa yang terkandung dalam ekstrak kulit buah

manggis disamping bekerja sebagai antioksidan dengan cara mendonorkan

elektronnya kepada radikal bebas juga dapat menstimulasi ekspresi gen penyandi

antioksidan melalui aktivasi Nrf2 Salah satu stimulan tersebut adalah golongan

fenol (Inoue 2001) Ekstrak kulit buah manggis dapat mengatur aktivitas catalase

dalam aktivitasnya sebagai scavenger H2O2 atau mengatur gen Nrf-2 (Bartz et

al 2010) Hal ini sesuai dengan yang didapatkan dalam penelitian

Weecharangsan et al (2006) aktivitas ekstrak air dan ekstrak etanol kulit buah

manggis berperan sebagai scavenger H2O2

Skrining fitokimia dilakukan untuk memberikan gambaran tentang

golongan senyawa yang terkandung dalam ekstrak etanol kulit buah manggis

Hasil uji skrining fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak etanol kulit buah

manggis mengandung senyawa golongan alkaloid triterpenoid saponin

55

flavonoid tannin dan polifenol (Kristianti et al 2008) Polifenol adalah senyawa

fenolik yang memiliki lebih dari satu gugus hidroksil (OH) golongan senyawa ini

terdapat pada berbagai jenis tumbuhan yang mempunyai berbagai macam aktivitas

biologi salah satunya adalah aktivitas antioksidan (Scalbert et al 2005)

Polifenol banyak ditemukan dalam buah-buahan sayuran dan biji-bijian

yang merupakan sumber antioksidan alami Senyawa polifenol terdiri dari

beberapa subkelas yakni flavonol isoflavon (dalam kedelai) flavanon

antosianidin katekin dan biflavan Semua polifenol mampu menjadi perangkap

oksigen dan radikal alkil dengan memberikan donor elektron sehingga terbentuk

radikal fenoksil yang relatif stabil (Mokgope 2006) Senyawa-senyawa polifenol

alami secara langsung sebagai scavenger SOR dan secara tak langsung melindungi

aktivitas beberapa enzim sehingga berpotensi meningkatkan antioksidan endogen

(Masella et al 2005) Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Martin et al

(2010) yang mendapatkan CPE (cocoa polyphenolic extrac) yang mengandung

senyawa-senyawa flavonoid seperti katecin epikatecin dan prosianidin

meningkatkan aktivitas GPx dan glutation reduktase (GR) Senyawa-senyawa ini

mereduksi produksi SOR dan mengatur aktivitas antioksidan enzim Peningkatan

aktivitas enzim antioksidan dapat digunakan sebagai terapi penyakit-penyakit

yang disebabkan oleh stress oksidatif

Senyawa fenol sebagai antioksidan tergantung dari beberapa faktor seperti

ikatan gugus hidroksil pada cincin aromatik posisi ikatan posisi hidroksil bolak

balik pada cincin aromatik dan kemampuannya dalam memberi donor hidrogen

atau donor elektron serta kemampuannya dalam memerangkap radikal bebas (free

56

radical scavengers) Palakawong et al (2010) mendapatkan daya antioksidan

ekstrak kulit buah manggis sebesar 594 microgml yang dianalisis dengan metode

DPPH Ekstrak kulit manggis mengandung total fenol yang cukup tinggi yaitu

sebesar 4112 mgg dengan aktivitas antioksidannya sebesar 8442 (Dyahnugra

et al 2015) Ekstrak etanol kulit buah manggis menunjukkan aktivitas yang

signifikan dalam menghambat pembentukan 50 radikal menghambat radikal

superoxide (O2-) mereduksi produksi ROS dan dapat menangkap radikal

hidroksil (OH-) (Chomnawang et al 2007)

Senyawa flavonoid adalah senyawa-senyawa polifenol yang memiliki 15

atom karbon (C6-C3-C6) terdiri dari dua cincin benzena yang dihubungkan

menjadi satu oleh rantai linier yang terdiri dari tiga atom karbon Flavonoid

dalam ekstrak kulit buah manggis berperan membasmi radikal bebas dengan

berbagai cara misalnya dengan menghambat enzim yang bertanggung jawab

memproduksi anion superoksida yaitu xantin oksidase ada juga dengan

menyumbangkan elektronnya ke radikal superoksida atau radikal lipid agar stabil

(Smith et al 2005)

Ekstrak kulit buah manggis baik dengan pelarut air etanol 50 etanol

95 dan etil asetat menunjukan aktivitas antioksidan dan neuroprotektif

(Weecharangsan et al 2006) Kapasitas antioksidan ekstrak air dan etanol 50

diuji dengan metoda DPPH didapatkan masing-msing sebesar 3498 dan 3076

Kapasitas antioksidan ekstrak ini sudah dicobakan pada sel neuroblastoma

(NG108-15) yang terpapar hidrogen peroksida (H2O2) kedua ekstrak ini

memperlihatkan aktivitas neuroprotektif dengan konsentrasi 50 lgmL Aktivitas

57

neuroprotektif ekstrak etanol 50 kulit buah manggis lebih tinggi dibandingkan

dengan ekstrak air Ekstrak etanol kulit buah manggis juga mempunyai aktivitas

antioksidan yang signifikan sebagai penghambat pembentukan radikal DPPH

(Chomnawang et al 2007)

Ekstrak kulit buah manggis diketahui memiliki daya antioksidan sangat

kuat hal ini dibuktikan dengan menggunakan fraksi pelarut metanol etanol dan

etil asetat semuanya memiliki daya antioksidan EC50 kurang dari 50 Fraksi

metanol mempunyai nilai EC50 yang paling kecil dibanding dengan kedua

fraksi lainnya masing-masing 800 mgL 926 mgL dan 2948 mgL ini berarti

fraksi metanol mempunyai aktivitas antioksidan yang lebih besar dibandingan

dengan fraksi etanol dan etil asetat (Mardawati et al 2011) Hal ini didukung

oleh Li dan Xu (2015) yang menyatakan ekstrak metanol kulit buah manggis

mempunyai aktivitas antioksidan yang kuat karena kandungan polifenolnya sangat

tinggi

Senyawa fenol banyak ditemukan pada berbagai tanaman Senyawa ini

telah dieksploitasi secara intensif karena selain berfungsi sebagai antioksidan juga

memiliki berbagai fungsi biologi seperti anti mutagenik dan anti karsinogenik

Antioksidan alami yang terdapat dalam tanaman akan meredam radikal bebas

yang berbahaya dari tubuh Senyawa-senyawa polifenol dari tanaman seperti

flavonoid digambarkan sebagai peredam SOR Ekstrak kulit buah manggis dapat

mengurangi produksi SOR intrasel secara signifikan yang ditentukan dengan 27-

dichlorofluorescein diacetate (DCFH-DA) dalam SKBR3 saluran sel

(Moongkarndi et al 2004) Aktivitas radikal hidroksil (HO-) diperangkap oleh

58

xanthone yang diisolasi dari beberapa ekstrak kulit buah manggis (Chin et al

2008) Xanthone dapat diklasifikasikan ke dalam lima kelompok yaitu

oxygenated xanthone xanthone glycoside prenylated xanthone xanthonolignoid

dan miscellaneous xanthone Saat ini sekitar 1000 xanthone berbeda telah

diketahui (Chaverri et al 2008)

Kulit buah manggis mengandung 90 xanthone terutama α dan β

mangostin yang disebut panaxanthone dapat memulihkan sistem pertahanan

antioksidan endogen seperti aktivitas SOD GPx dan kadar GSH secara invitro

dan in vivo memecah langsung SOR untuk mengurangi penipisan GSH dan

meghambat peroksidasi lipid Efek protektif α mangostin diduga terhadap stress

oksidatif dimediasi melalui jalur Nrf2 (Jung et al 2006) Ekstrak kulit buah

manggis dapat menurunkan MDA meningkatkan SOD dan GPx pada tikus yang

mengalami peningkatan MDA serta penurunan SOD dan GPx karena perlakuan

latihan (Arsana 2013) Hal yang sama didapatkan oleh Sudjarwo dan

Koerniasari (2015) bahwa pemberian ekstrak kulit buah manggis dapat

meningkatkan aktivitas GPx dan SOD ginjal tikus yang menurun karena diberi

perlakuan logam berat timbal mungkin disebabkan oleh kemampuan ekstrak

kulit buah manggis mengurangi akumulasi radikal bebas

Skrining fitokimia ekstrak kulit manggis juga menunjukkan bahwa kulit

buah manggis mengandung senyawa metabolit sekunder berupa golongan alkaloid

saponin tanin polifenol dan flavonoid (Poeloengan dan Praptiwi 2010)

Saponin merupakan zat aktif yang dapat meningkatkan permeabilitas membran

sehingga terjadi hemolisis sel Apabila saponin berinteraksi dengan sel bakteri

59

maka bakteri tersebut akan rusak atau lisis sedangkan flavonoid merupakan

kelompok senyawa fenol yang mempunyai kecenderungan untuk mengikat

protein sehingga mengganggu proses metabolisme bakteri tersebu Senyawa-

senyawa fenolik dapat bereaksi dengan senyawa oksigen reaktif disebabkan

oleh satu atau dua gugus hidroksil pada cincin aromatik dapat berperan sebagai

donor hidrogen (Dungir et al 2012)

Tanin dalam konsentrasi rendah mampu menghambat pertumbuhan

bakteri sedangkan pada konsentrasi tinggi mampu bertindak sebagai antibakteri

dengan cara menggumpalkan protoplasma bakteri sehingga terbentuk ikatan yang

stabil dengan protein bakteri Selain itu pada saluran pencernaan tanin mampu

mengeliminasi toksin (Poeloengan dan Praptiwi 2010)

Flavonoid merupakan golongan senyawa yang mempunyai kemampuan

sebagai antioksidan Flavonoid juga berperan mengaktifkan enzim kunci dalam

respirasi mitokondria dan melindungi sel neuron sehingga mencegah stres

oksidatif dan kerusakan jaringan Asupan flavonoid berperan sebagai

neuroprotektif berpotensi melindungi neuron dari neurotoksin meningkatkan

fungsi memori pembelajaran dan kognitif (Spencer 2009)

Uji daya antioksidan ekstrak kulit manggis buah dilakukan oleh Lin et al

(2014) menggunakan DPPH Radikal bebas DPPH (DPPHbull) mungkin akan

ditangkap oleh antioksidan dengan memberikan atom hidrogen (Hbull) membentuk

molekul stabil DPPH-H mekanismenya seperti tampak pada Gambar 212

Gambar ini menunjukkan reaksi antara γ-mangostin dengan DPPH akan

menghasilkan senyawa yang stabil sehingga tidak akan terjadi reaksi rantai yang

60

akan menghasilkan radikal-radikal lain yang lebih reaktif Dalam molekul γ-

mangostin gugus ortho-dihidroksil menjadi homolysis menghasilkan radikal

hidrogen (Hmiddot) dan radikal γ-mangostinmiddot (I) Hmiddot kemudian bergabung dengan

DPPHmiddot membentuk molekul DPPH-H dan radikal γ-mangostin menjadi (II)

yang selanjutnya dapat menghasilkan radikal hidrogen (Hmiddot) melebihi yang

diperlukan oleh radikal DPPH (DPPHmiddot) untuk membentuk quinone (III) Hasil ini

mengindikasikan bahwa ekstrak kulit buah manggis sebagai sumber antioksidan

yang baik dengan cara mendonasikan elektron kepada radikal bebas untuk

membentuk produk stabil sehingga tidak menimbulkan reaksi berantai

Gambar 212

Reaksi γ mangostin dengan DPPH sebagai radikal bebas

Lin et al (2014)

61

62

63

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pestisida...pestisida menginduksi produksi serotonin dan histamin, sebagai hormon yang memicu reaksi alergi dan dapat menimbulkan senyawa baru yang lebih

21

Petani yang terpapar oleh pestisida OPs dapat mengalami penghambatan

Aktivitas AChE peningkatan reaksi Thiobarbituric Acid dan penurunan

kemampuan plasma darah dalam penyerapan besi (Fe) Dasar patofisiologi gejala

klinis dari keracunan OPs adalah inaktifasi dari enzim AChE pada sekeliling

nicotinic and muscarinic pada sistem saraf pusat central nervous system (CNS)

dan pada neuromuscular junction (Gagandeep dan Dheeraj 2009) Penghambatan

OPs secara ireversibel pada kedua muskarinik dan nikotinik dapat mempengaruhi

central nervous system (CNS) (Hundekari et al 2013) OPs sebagai anti-

kolinesterase akan memblok asetilkolinesterase sehingga asetilkolin terakumulasi

dalam saraf tepi yang dapat menimbulkan pengaruh neurotoksik seperti kontraksi

otot secara kontinyu Nilai normal aktivitas kolinesterase untuk laki ndash laki sebesar

4620 ndash 11500 Ul dan nilai normal untuk perempuan sebesar 3930 - 10800 Ul

Bila dibawah nilai normal menunjukkan adanya keracunan darah yang

diakibatkan oleh pestisida OPs

OPs di dalam sel darah merah akan mempengaruhi AChE dan di dalam

plasma darah akan mempengaruhi pseudokolinesterase OPs akan terikat di

dalam sinapsis melalui proses fosforilasi bagian ester anion dari enzim AChE

ikatan ini sangat kuat dan irreversible (Raini 2007) Keracunan akut dari OPs

pada manusia menyebabkan kelemahan otot paralisis disorientasi serta kematian

akibat paralisis otot pernafasan Efek neurotoksisitas organofosfat tidak selalu

muncul mendadak Neurotoksisitas lambat (delayed neurotoxicity) dapat

dihasilkan oleh sejumlah ester organofosfor yang diklasifikasikan sebagai

aksonopati Efek ini bisa ditimbulkan oleh dosis tunggal yang besar ataupun dosis

22

akumulasi Neurotoksisitas yang terjadi lambat ini disebut organophosphorus

ester-induced delayed neuropathy (OPIDN) OPIDN tidak terjadi secara

mendadak tetapi butuh waktu antara 7-10 minggu untuk timbulnya degenerasi

aksonal OPIDN adalah suatu sindrom gejala toksisitas yang disebabkan oleh OPs

berupa melemahnya otot-otot pada tangan dan kaki terganggunya keseimbangan

dan bisa menjadi lumpuh yang muncul 4-21 hari setelah paparan OPs Molekul

target OPIDN adalah enzim dalam sistem saraf yang disebut neuropathy target

esterase (NTE) yang dapat digunakan sebagai biomarker OPIDN (Lotti dan

Moretto 2009) OPs menghambat AChE dengan efektif pada neuromuscular

junctions dalam sistem saraf tepi dan saraf pusat Selain neurotoksisitas efek

buruk paparan OPs juga dapat mengubah fungsi tubuh lainnya

Katagori keracunan pestisida dilihat dari aktivitas AChE dengan metode

Tintometer Kit 1) Normal gt 75 2) Keracunan ringan 75 - 50 3)

Keracunan sedang 50 - 25 dan 4) Keracunan berat lt 25 Jika penurunan

aktivitas kolinesterase mencapai 25 dari nilai normalnya (dalam katagori

keracunan ringan) maka pekerja harus dijauhkan dari paparan pestisida dan baru

diizinkan kembali bekerja dengan pestisida jika aktivitas kolinesterasenya menjadi

80 atau lebih dari nilai normal

Prinsip reaksi interaksi antara enzim-fosfat adalah 1) fosforilasi enzim 2)

kebalikan penghambatan dan 3) aging (pemeraman) Karakteristik fosforilasi

enzim adalah pembentukan ikatan kimia antara atom fosfor dari OPs dengan atom

oksigen gugus hidroksil dari serin pada pusat katalitik AChE Reaksi antara OP-

23

AChE ini hampir sama atau dapat disamakan dengan reaksi antara AChE-AChE

Reaksi fosforilasi ini dapat dilihat pada Gambar 24

Gambar 24

Reaksi fosforilasi antara AChE dan OP

(Patočka et al 2005)

Enzim AChE terfosforilasi yang terbentuk sangat stabil lain halnya dengan enzim

terasetilasi yang sangat tidak stabil dengan waktu paruh hanya dalam millisecond

Penghambatan AChE oleh senyawa OPs terutama nerve agent bersifat

irreversible Reaksi penghambatan yang reversal seperti Gambar 25

berlangsung sangat lambat sehingga merupakan penghambatan OPs bukan

penghambatan substrat AChE

Gambar 25

Hambatan reversal

(Patočka et al 2005)

Reaktivasi secara spontan merupakan kombinasi dari dua proses paralel

yaitu defosforilasi dan aging Aging adalah pembentukan fosforilasi irreversible

penuh sehingga terjadi dealkilasi dari OO-dialkyl-phosphorylated atau O-alkyl-

phoshonylated enzim Age enzym ini tidak dapat reaktif lagi oleh reaktivator

untuk penghambatan AChE oleh OPs Proses aging digambarkan sebagai

24

dealkilasi dari fosforil menghasilkan muatan negatip yang stabil karena

berinteraksi dengan katalitik His 440 Proses aging menghambat defosforilasi

secara irreversible dan hanya sebagian dari enzim menjadi reaktif Reaksi aging

dapat dilihat pada Gambar 26

Gambar 26

Proses aging

(Patočka et al 2005)

Proses reaktivasi dapat terjadi pada enzim terfosforilasi yang belum

mengalami proses aging Mekanisme ini digunakan dalam pengobatan penyakit

yang berhubungan dengan keracunan OPs seperti alzaimer menggunakan oksim

salah satunya adalah pralidoksim Mekanisme reaksi reaktivasi ini dapat dilihat

pada Gambar 27

Pralidoksim dapat berperan sebagai reaktivator dimana terjadi reaksi

antara pralidoksim dengan OPs yang terikat pada sisi aktif serin sehingga ikatan

enzim AChEndashOPs putus dan enzim AChE kembali aktif Pralidoksim juga dapat

sebagai catalytic scavenger dimana pralidoksim dengan cepat memblok OPs

sehingga OPs tidak dapat berikatan dengan enzim AChE Hasil penelitian

Hundekari et al 2013 mendapatkan treatment atropin dengan pralidoksim dapat

menurunkan MDA yang meningkat oleh paparan OPs dan meningkatkan aktivitas

AChE yang turun oleh paparan OPs

25

Gambar 27

Reaktivasi enzim AChE

(Bharathi et al 2014)

214 Toksisitas OPs terhadap fungsi tubuh selain saraf

OPs selain mempengaruhi saraf (menghambat asetilkolinesterase) juga

mempengaruhi fungsi tubuh yang lain seperti menghambat karboksilase yang

merupakan bagian dari metabolisme xenobiotic Metabolisme xenobiotic

dipengaruhi melalui atom sulphur dari desulfurasi dalam metabolisme fase I

menghambat lipase yang berperan penting dalam cell signalling juga memblok

pembentukan metabolik berbagai substansi (Quistad et al 2006)

OPs juga memicu hypoxia karena terganggunya pusat pernafasan

melemahnya otot-otot pernafasan dan berpengaruh pada paru-paru

(bronchospasm dan bronchorrhoea) dan akhirnya menyebabkan kegagalan

26

pernafasan (Lopez et al 2008) OPs pada tikus menyebabkan apnea sentral fatal

yang memicu berbagai disfungsi pulmoner melalui efek langsung terhadap

Central Respiratory Oscillator (CRO) dan inhibisi umpan balik CRO Gejala

keracunan akut OPs sesuai dengan tempat terakumulasinya ACh dalam

organisme seperti pada central nervous system (CNS) sistem saraf tepi reseptor

muskarinik dan reseptor nikotinik menimbulkan gejala berbeda seperti terlihat

pada Tabel 21 Waktu munculnya beberapa gejala keracunan juga berbeda-beda

seperti melemahnya otot pernapasan akan muncul 1-4 hari setelah keracunan

sedangkan melemahnya otot peripheral muncul setelah 7-21 hari (Elersek dan

Filipic 2012)

Tabel 21

Gejala keracunan Ops akut yang berbeda sesuai dengan

tempat akumulasi ACh

Tempat akumulasi ACh Gejala

CNS

Perifer sistem saraf otonom

Reseptor muskarinik

reseptor nikotinik

Sakit kepala insomnia vertigo

kejangkebingungan sulit tidur gangguan

berbicara koma dan lumpuh pernafasan

-

Gejala-gejala muskrinik peningkatan

eliminasi (air liur keringat lachrymation)

gangguan pencernaan (kejang muntah

diare) menurunkan detak jantung gangguan penglihatan

gejala-gejala nikotinik kontraksi otot yang

tidak terkontrol dan kelumpuhan

Sumber Elersek dan Filipic 2012

27

Pengaruh imunotoksik OPs dapat terjadi secara langsung maupun tidak

langsung Secara langsung adalah dengan 1) menghambat hidrolase serin atau

esterase dalam sistem imun 2) kerusakan oksidatif pada organ-organ sistem

imun 3) perubahan dalam cara sinyal transduksi pada kontrol poliferasi dan

diferensiasi sel kekebalan Secara tidak langsung OPs menyebabkan perubahan

pada sistem saraf atau efek kronik dari perubahan metabolisme pada sistem imun

(Elersek dan Filipic 2012) Pestisida OPs dapat mengganggu sistem kekebalan

tubuh dan memberikan efek immunotoksik melalui kedua jalur anti kolinergik

dan non kolinergik

OPs menginduksi peningkatan stres oksidatif yakni ketidakseimbangan

antara antioksidan dan radikal bebas Pestisida OPs dapat merusak keseimbangan

antara prooksidan dan antioksidan dalam tubuh juga merusak membran lipid

sebagai hasil peroksidasi lipid

Malation dan klorfirifos yang merupakan pestisida OPs mempunyai

pengaruh yang beragam pada sel seperti menghasilkan ROS radikal bebas dan

menginduksi stres oksidatif intra sel sehingga mengganggu perkembangan dan

deferensiasi sel normal (Bebe dan Panemangalore 2003) Peningkatan ROS dan

radikal bebas dapat menyebabkan terjadinya kondisi stres oksidatif serta memicu

terjadinya peroksidasi lipid pada membran sel yang akan menghasilkan

malondialdehid (MDA) Peroksidasi lipid ini dapat terjadi karena pengaruh

menipisnya sistem antioksidan baik antioksidan enzimatik maupun non enzimatik

oleh paparan pestisida OPs (Khan dan Kour 2007)

28

Perusakan membran sel oleh radikal bebas melalui beberapa proses yaitu

1) Terjadi ikatan kovalen antara radikal bebas dengan komponen komponen

membran (enzim membran komponen karbohidrat membran plasma) sehingga

terjadi perubahan struktur dan fungsi reseptor 2) Oksidasi gugus tiol pada

komponen membran oleh radikal bebas mengganggu proses transport lintas

membran 3) Reaksi peroksidasi lipid dan kolesterol serta membran yang

mengandung asam lemak tidak jenuh majemuk (PUFA) (Suhartono et al 2008)

OPs dapat mendorong terjadinya stres oksidatif dan meningkatkan kadar

MDA sebagai produk akhir dari peroksidasi lipid pada petani penyemprot yang

terpapar pestisida OPs karbamat dan organoklorin (Prakasam et al 2001) Hal

ini didukung oleh Vidyasagar et al(2004) yang mendapatkan kadar MDA pada

pasien keracunan OPs (67 nMml) lebih tinggi dan berbeda nyata dibandingkan

dengan kontrol (36 nMml) OPs triklorfos dan dimetoat mendorong terjadinya

peroksidasi lipid yang ditunjukan dengan meningkatnya MDA (Sharma et al

2005) OPs berperan sebagai inhibitor enzim kolinesterase dan menginduksi

peningkatan stres oksidatif yaitu ketidakseimbangan antara antioksidan dan

radikal bebas (Patil et al 2003) Kerusakan oksidatif membran lipid eritrosit

dan protein mencerminkan terjadinya reaksi serupa pada myocyte Radikal bebas

yang merusak myocyte juga menyebabkan melemahnya otot pada penderita OPs

akut

Keracunan OPs pada sistem respirasi mengakibatkan bronko konstriksi

dengan sesak nafas dan peningkatan sekresi bronkus Pada umumnya gejala ini

29

timbul dengan cepat dalam waktu 6-8 jam tetapi bila paparan berlebihan dapat

menimbulkan kematian dalam beberapa menit

OPs juga menunjukan efek genotoksisitas (DNA) pada saat sel hidup

kemudian saat replikasi sel dan berakhir pada mutagenitas dan karsinogenitas

Genotoksisitas dihasilkan karena reaksi OPs dengan DNA sehingga DNA rusak

berupa penyimpangan kromosom OPs juga menunjukan efek karsinogenitas

meliputi perubahan sel normal menjadi sel neoplastik dan berkembang lebih lanjut

menjadi tumor (Hodgson 2004)

22 Asetilkolinesterase (AChE)

Kolinesterase merupakan katalis biologis yang berperan menjaga agar otot

kelenjar dan sel saraf bekerja harmonis Jika aktivitas kolinesterase jaringan

tubuh menurun maka dapat mempengaruhi aktivitas asetilkolinesterase saraf

sehingga asetilkolin (ACh) akan menumpuk di bagian ujung saraf dan menganggu

aliran impuls saraf akhirnya terjadi paralisis otot (Depkes RI 2007)

Kolinesterase merupakan suatu enzim dengan berat molekul sekitar 3000000 dan

mempunyai 48 bagian aktif yang masing-masing terdiri dari satu bagian anionik

dan satu bagian esteratik (protenated acidic group)

AChE adalah suatu serine hidrolase termasuk dalam kelompok esterase

yang mempunyai banyak sel satu AChE berperan sangat penting dalam tubuh

yaitu menghidrolisis neurotransmitter asetilkolin (ACh) menjadi asam asetat dan

kolin pada saraf sinapsis Kelompok ini berbeda dengan jenis ester karbosiklik

Aktivitas AChE yang terhambat oleh OPs pada CNS menyebabkan

30

terakumulasinya ACh dan menimbulkan gejala seperti sakit kepala meningkatnya

produksi ludah pernafasan terganggu dan dapat menyebabkan kematian (Du et

al 2008) AChE mempunyai dua sisi pengikatan yaitu daerah anionik dan daerah

esteratik keduanya penting untuk degradasi ACh

ACh adalah suatu hormon neuro yang terdapat diantara ujung-ujung saraf

dan otot sebagai media kimia yang berfungsi meneruskan rangsangan saraf ke

reseptor sel-sel otot dan kelenjar ACh dibuat di dalam ujung serabut saraf

motorik melalui proses asetilasi dari kolin ekstra sel dan koenzim A (Erwin dan

Kusuma 2012) Daerah anionik berfungsi untuk pengikatan sebuah molekul

ACh pada enzim Saat ACh terikat reaksi hidrolisis terjadi pada sisi aktif

esteratik ACh akan terurai menjadi kolin dan asam asetat Kolin kemudian

diambil lagi melalui sistem uptake kolin berafinitas tinggi pada membran

presinaps Proses hidrolisis ACh menjadi kolin dan asam asetat dapat dilihat pada

Gambar 28

Gambar 28

Reaksi hidrolisis ACh menjadi asam asetat dan kolin pada

sisi anion dan ester dari enzim asetilkolinesterase (Wiener dan

Hoffman 2004)

31

Penurunan aktivitas kolinesterase darah seseorang terjadi karena adanya

OPs dalam darah yang membentuk senyawa phosphorilated cholinesterase

sehingga enzim kolinesterase tidak dapat berfungsi lagi dan kadar aktif dari enzim

tersebut akan berkurang hal ini menyebabkan ACh lebih lama berada pada

reseptor sehingga memperpanjang efek rangsang saraf cholinergic pada sebelum

dan sesudah ganglion Rangsangan saraf yang terus-menerus akan merusak fungsi

saraf dan muncul dalam bentuk kelemahan otot mual-mual muntah hipersalivasi

tremor dan paralisis (Bajgar 2004) Akumulasi ACh yang menyebabkan

terjadinya disfungsi sistem saraf dan perilaku akan memicu kerusakan pada

sistem pernafasan yang akhirnya dapat menyebabkan kematian Sistem saraf yang

terganggu akibat penumpukan ACh menyebabkan terganggunya pasokan nutrisi

dan oksigen ke seluruh sel dan jaringan sehingga menghambat pertumbuhan

organisme (Robert 2011) Rangsang yang ditimbulkan oleh asetilkolin akan

berhenti bila ACh dihidrolisis menjadi kolin dan asam asetat oleh AChE

Aktivitas AChE yang terhambat menyebabkan ACh tidak dapat

dihidrolisis sehingga impuls saraf dari satu sel ke sel yang lain atau ke efektor

akan terganggu Petani yang terpapar OPs dengan dosis rendah dalam jangka

waktu lama juga menunjukan penurunan Superoxyde dismutase (SOD) dan

glutation reduktase OPs yang terakumulasi bertahun-tahun pada penyemprot

pestisida berbanding lurus dengan penurunan AChE dan berbanding terbalik

dengan Glucose-6-phosphate dehydrogenase (G6DPH)

32

23 Radikal Bebas

Radikal bebas adalah sekelompok spesies kimia baik berupa atom maupun

molekul yang memiliki elektron tidak berpasangan pada lapisan luarnya Radikal

bebas juga merupakan suatu kelompok spesies kimia dengan reaksi jangka pendek

yang memiliki satu atau lebih elektron bebas sehingga sangat reaktif mempunyai

spesifitas kimia yang rendah sehingga dapat bereaksi dengan berbagai molekul

lain seperti protein lemak karbohidrat dan DNA (Droge 2007)

Radikal bebas diartikan sebagai molekul yang relatif tidak stabil

mempunyai satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan pada orbit luarnya

bersifat reaktif dalam mencari pasangan elektronnya Radikal bebas dalam tubuh

akan segera bereaksi dengan molekul lain sehingga terjadi reaksi berantai yang

disebut peroksidasi lipid dan menghasilkan radikal bebas baru sehingga jumlah

radikal bebas terus bertambah (Marinajati et al 2012) Radikal bebas bersifat

tidak stabil sehingga tidak dapat mempertahankan bentuk aslinya dalam waktu

lama karena segera akan berikatan dengan molekul lain di sekitarnya Radikal

bebas akan menyerang molekul stabil yang terdekat dan mengambil elektronnya

Molekul yang terambil elektronnya ini akan menjadi radikal bebas baru sehingga

akan memulai suatu reaksi berantai yang pada akhirnya akan menyebabkan

kerusakan sel (Droge 2007)

Kelompok radikal bebas antara lain anion superoksida (O2) radikal

hidroksil (OH) dan radikal peroksil (RO2) sedangkan kelompok non radikal

misalnya hidrogen peroksida (H2O2) dan peroksida organik (ROOH) (Halliwell

dan Whiteman 2004) Radikal superoksida ( O2 -) merupakan bentuk yang paling

33

aktif yang paling banyak dihasilkan oleh berbagai mekanisme di dalam tubuh

seperti mitokondria sistem enzim NADPH oksidase reaksi dari xanthin oksidase

dan metabolisme asam arakidonat

Radikal bebas yang terbentuk di dalam tubuh (radikal bebas internal)

merupakan bagian integral dari proses fisiologis seperti saat pembentukan energi

dalam mitokondria melalui oksidasi fosforilasi Sumber radikal bebas internal

antara lain 1) Organ subseluler seperti mitokondria kloroplas mikrosom

peroksisom dan nuklei menghasilkan O2- 2) inflamasi selama inflamasi terjadi

fagositosis oleh makrofag dan metrofil keduanya membentuk radikal bebas

untuk memfagositosis bakteri 3) ion logam transisi Fe dan Cu berperan

membentuk radikal bebas dan menimbulkan peroksidasi lipid 4) oksidasi

enzimatik seperti xanthin oksidase dan lipoksigenase (Droge 2007) Radikal

bebas dapat juga berasal dari luar tubuh (radikal bebas eksternal) Sumber radikal

bebas eksternal antara lain polusi lingkungan (asap rokok asap kendaraan asap

pabrik) aktivitas fisik yang berlebih sinar ultra violet dari matahari radiasi obat-

obatan dan pestisida

Radikal bebas dapat terbentuk dari senyawa lain yang sebenarnya bukan

radikal bebas tetapi mudah menjadi radikal bebas misalnya hidrogen peroksida

(H2O2) dan ozon Kedua kelompok senyawa ini sering diistilahkan sebagai

Reactive Oxygen Species (ROS) atau senyawa Oksigen Reaktif (SOR) Sel-sel

hidup dari organisme aerob secara kontinyu membentuk SOR sebagai bagian dari

proses fisiologi metabolik dan reaksi-reaksi biokimia lainnya

34

SOR adalah kelompok senyawa yang sebenarnya bukan radikal bebas

tetapi mudah berubah menjadi radikal bebas (Droge 2007) SOR dihasilkan dalam

proses metabolisme oksidatif dalam tubuh misalnya pada proses oksidasi makanan

menjadi energi SOR diproduksi dalam jumlah yang cukup dalam tubuh seperti

sel darah putih menghasilkan H2O2 yang berfungsi untuk membunuh beberapa

jenis bakteri dan jamur namun H2O2 tidak menyerang secara spesifik sehingga

dapat menyerang asam-asam lemak tidak jenuh ganda atau polyunsaturated fatty

acid (PUFA) dari membran sel yang menyebabkan kerusakan struktur dan fungsi

sel (Winarsi 2007) SOR terbentuk sebagai produk samping reaksi oksidasi

fosforilasi untuk membentuk energi berupa Adenosine Tri Phosphate (ATP)

dalam rantai transport elektron pada mitokondria Proses tersebut membutuhkan

O2 tetapi tidak semua O2 berikatan dengan hidrogen untuk membentuk air sekitar

4 sampai 5 dari oksigen yang dikonsumsi berubah menjadi SOR (Marciniak

et al 2009) SOR seperti radikal super oksida (SOO-) dan radikal hidroksil

(OH-) yang dihasilkan oleh metabolisme sel yang normal maupun lingkungan

yang stres dapat menyebabkan sel-sel mati melalui peroksidasi lipid oksidasi

protein menghambat aktivitas enzim-enzim perubahan reduksi oksidasi intra sel

dan kerusakan DNA Hal ini menunjukkan bahwa SOR terlibat dalam timbulnya

beberapa penyakit dan proses penuaan

Organofosfat merupakan senyawa toksik yang mempunyai kemampuan

membentuk radikal bebas pada sistem biologi (Nur et al 2010) Reaksi radikal

bebas dengan komponen sel baik komponen struktural (molekul penyusun

membran) maupun komponen fungsional yaitu enzim dan DNA dapat merusak

35

sel melalui oksidasi lipid tidak jenuh dan protein sel (Zakaria 1996 dalam

Mardawati et al 2011) Kerusakan lebih lanjut pada organ sel adalah kerusakan

DNA dan membran sel Mekanisme tersebut menunjukan bahwa radikal bebas

dapat mempengaruhi timbulnya berbagai jenis penyakit degeneratif seperti

aterosklerosis Penelitian Amran et al (2009) mendapatkan ada korelasi yang

signifikan antara kerusakan DNA dengan perkembangan aterosklerosis dan

meningkatnya jumlah pasien Coronary Artery Disease (CAD)

24 Stres Oksidatif

Radikal bebas dalam jumlah tertentu di dalam tubuh dapat dinetralisir oleh

antioksidan endogen Antioksidan endogen utama pada sel-sel tubuh adalah

enzim SOD (Superoksida dismutase) glutation reduktase dan glutation

peroksidase (GPr dan GPx) serta catalase (CAT) Pembentukan radikal bebas

yang melebihi kemampuan aktivitas antioksidan endogen menyebabkan jumlah

keseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan akan terganggu Apabila

jumlah radikal bebas terus bertambah sedangkan jumlah antioksidan endogen

tetap maka kelebihan radikal bebas tidak dapat dinetralkan akibatnya radikal

bebas bereaksi dengan komponen-komponen sel dan menyebabkan kerusakan sel

Peningkatan jumlah radikal bebas atau oksidan menyebabkan timbulnya

suatu keadaan yang disebut stres oksidatif Stres oksidatif adalah suatu keadaan

ketidak seimbangan antara radikal bebas dan antioksidan dimana jumlah radikal

bebas lebih besar dari antioksidan Stres oksidatif adalah suatu keadaan patologis

yang disebabkan oleh kerusakan jaringan di dalam tubuh karena peningkatan

36

jumlah radikal bebas yang tidak normal (Halliwel 2006) Radikal bebas yang

jumlahnya jauh lebih banyak dari antioksidan akan bereaksi dengan cepat dan

merusak bermacam-macam substrat di dalam tubuh termasuk komponen-

komponen sel protein asam lemak tak jenuh ganda karbohidrat dan asam-asam

nukleat hal ini mengakibatkan berkembangnya penyakit kronik Serangan oksidan

terhadap asam lemak tidak jenuh sebagai komponen penting penyusun membran

sel dapat menimbulkan reaksi rantai yang disebut peroksidasi lipid Proses

tersebut mengakibatkan terputusnya ikatan dalam asam-asam lemak menjadi

berbagai senyawa yang toksik terhadap sel seperti malondialdehid (MDA) dan 9-

hidroksi nonenal MDA yang dihasilkan kemudian dilepaskan ke darah sehingga

kadar MDA di dalam darah dapat dijadikan sebagai penanda tidak langsung

adanya peroksidasi lipid dan peningkatan SOR

25 Malondialdehid (MDA)

Peningkatan stres oksidatif berdampak negatif pada beberapa komponen

penyusun membran sel yaitu kerusakan pada membran lipid membentuk

malondialdehida (MDA) kerusakan protein karbohidrat dan DNA (Kevin et

al2006) Kerusakan oksidatif yang diakibatkan oleh radikal bebas mempengaruhi

kondisi patologis berupa kerusakan sel jaringan dan berbagai organ seperti hati

ginjal dan jantung baik pada manusia maupun hewan Kerusakan ini dapat

berakhir pada kematian sel sehingga terjadi percepatan timbulnya berbagai

penyakit degeneratif (Kevin et al 2006 dan Valko et al 2007) MDA

merupakan metabolit hasil peroksidasi lipid oleh radikal bebas sehingga dapat

37

menggambarkan aktivitas radikal bebas dalam sel dan menjadi petunjuk terjadinya

stres oksidatif akibat radikal bebas (Asni 2009) Semakin tinggi kadar MDA

plasma maka semakin tinggi stres oksidatif yang terjadi dalam sel-sel tubuh

Peroksidasi lipid menghasilkan MDA dari radikal bebas akan selalu membentuk

reaksi berantai yang terus berlanjut sampai radikal bebas ini dihilangkan oleh

sistem antioksidan dari tubuh

MDA adalah hasil proksidasi lipid yang larut dalam air pada kondisi

normal MDA secara parsial diekskresikan melalui urine tetapi tidak diketahui

berapa jumlah MDA yang terbentuk dalam tubuh itu dapat dihilangkan oleh

ginjal MDA merupakan salah satu hasil dari peroksidasi lipid yang digunakan

sebagai indikator dari stres oksidatif (Hundekari et al 2013) Peningkatan

peroksidasi lipid mungkin disebabkan oleh inflamasi yang berkaitan dengan

infeksi virus dan menurunnya kadar antioksidan

Penelitian in vitro pada eritrosit manusia yang menyemprot pestisida

menunjukan peningkatan konsentrasi karbofuran meningkatkan kadar MDA

secara signifikan (Misrha et al 2013) yang mendapatkan kadar MDA pada darah

petani penyemprot pestisida lebih tinggi secara signifikan dibandingkan dengan

kontrol seperti ditunjukan pada Tabel 22

Paparan pestisida atrazine pada tikus dapat meningkatkan peroksidasi lipid

dan merusak membran di dalam sel yang dipapar Kandungan fosfolipid dan

kolesterol dalam membran eritrosit dapat diketahui dengan menggunakan teknik

scanning electron microscopy (SEM) dan dapat diketahui terjadi perubahan

morfologi dalam eritrosit yang sebanding dengan perubahan parameter biokimia

38

termasuk stres oksidatif (Singh et al2006) Kerusakan sel cedera irreversible sel

dan kematian sel dapat terjadi apabila stres oksidatif berlangsung lama

Tabel 22 Perbandingan profil biokimia antara kontrol

dan penyemprot pestisida

Parameters Controls(n=18)

Mean plusmnSD

Sprayers (n=50)

Mean plusmnSD

MDA (nmolTBARSml blood)

943 plusmn078

2630 plusmn202

CAT (μ mol H2O2 hydrolysed X

104mlg Hb)

1055plusmn1520

13569 plusmn 1234

SOD(μmol hydroysed X 104mlg

Hb)

329 plusmn 079 803 plusmn 246

Sumber Mishra et al 2013

26 Antioksidan

Antioksidan adalah molekul yang mampu memperlambat atau mencegah

oksidasi molekul lain (Chakraborty et al 2009) Antioksidan adalah senyawa-

senyawa yang dapat menunda atau menghambat terjadinya oksidasi biomolekul

dengan menghambat reaksi-reaksi oksidasi rantai oleh radikal bebas dan mampu

menurunkan kerusakan oksidatif (Jantan et al 2011) Antioksidan juga

didefinisikan sebagai senyawa yang mampu menunda memperlambat atau

menghambat reaksi oksidasi makanan maupun obat Antioksidan akan bereaksi

dengan oksidan sehingga mengurangi kapasitas oksidan untuk dapat menimbulkan

kerusakan (Shahidi 1997 dalam Asep et al 2012)

Antioksidan dalam sistem biologi baik antioksidan enzim maupun non

enzim melindungi sel dari kerusakan yang disebabkan oleh molekul-molekul yang

39

tidak stabil yang disebut radikal bebas Antioksidan membantu menghancurkan

radikal bebas yang merusak sel mendukung pertumbuhan sel-sel yang sehat

melindungi sel dari penuaan mendukung sistem imun dalam tubuh Antioksidan

bersifat sangat mudah teroksidasi atau bersifat reduktor kuat dibanding dengan

molekul lain sehingga keefektifan antioksidan tergantung dari seberapa kuat daya

oksidasinya semakin mudah teroksidasi maka semakin efektif antioksidan

tersebut Antioksidan mampu melindungi sel melawan kerusakan yang

ditimbulkan oleh radikal bebas dan SOR seperti singlet oksigen peroksi nitrit

superoksida radikal peroksida dan radikal hidroksil (Chaveri et al2008 )

Antioksidan dapat menunda atau mencegah terjadinya reaksi oksidasi

radikal bebas dan oksidasi lipid dalam konsentrasi yang lebih rendah dari substrat

yang dapat dioksidasi Suhartono et al (2008) menyatakan antioksidan dapat

diklasifikasikan dalam 5 tipe yaitu a) Antioksidan primer berupa senyawa-

senyawa fenol yang mampu memutus rantai reaksi pembentukan radikal bebas

asam lemak Senyawa ini memberikan atom hidrogen yang berasal dari gugus

hidroksi sehingga terbentuk senyawa yang stabil seperti BHA (butyl

hidroksilanisol) BHT (butyl hydrotoluen) dan tokoferol b) Antioksidan

perangkap oksigen yaitu senyawa-senyawa yang berperan sebagai pengikat

oksigen sehingga mencegah reaksi oksidasi Senyawa ini mengadakan reaksi

dengan oksigen yang berada dalam sistem sehingga jumlahnya berkurang seperti

vitamin C (asam askorbat) askorbil palminat asam eritorbat dan sulfit c)

Antioksidan sekunder adalah senyawa-senyawa yang mempunyai kemampuan

untuk berdekomposisi dengan hidroperoksida menjadi produk akhir yang stabil

40

d) Antioksidan enzim yaitu enzim yang berperan mencegah terbentuknya radikal

bebas seperti glukose oksidase superoksida dismutase (SOD) glutation

peroksidase (GPx) dan katalase (CAT) dan e) Antioksidan Chelators

sequestrants yaitu senyawa-senyawa yang mampu mengikat logam seperti besi

dan tembaga yang mampu mengkatalisis reaksi oksidasi lemak seperti asam sitrat

asam amino ethylenediaminetetra acetid acid (EDTA) dan fosfolipid

Antioksidan bereaksi dengan radikal bebas dengan mengurangi

konsentrasi oksigen mencegah pembentukan singlet oksigen yang reaktif

mencegah inisiasi rantai pertama dengan menangkap radikal primer seperti radikal

hidroksil mengikat katalis ion logam mendekomposisi produk-produk primer

radikal menjadi senyawa non-radikal dan memutus rantai hidroperoksida

sehingga mengurangi kapasitas radikal bebas untuk menimbulkan kerusakan

(Mardawati et al 2011)

Berdasarkan mekanisme kerjanya antioksidan dikelompokan menjadi 1)

Antioksidan primer yaitu antioksidan yang bereaksi dengan radikal lipid berenergi

tinggi untuk menghasilkan produk yang memiliki kestabilan termodinamis lebih

baik seperti golongan fenol (isoflavon) 2) Antioksidan sekunder yang juga

dikenal dengan antioksidan pencegah (Preventive Antioxidant) yang dapat

memperlambat reaksi inisiasi dengan cara memutus rantai hidroperoksida seperti

dilauril thio-dipropionate dan asam thiodipropionate Antioksidan golongan ini

adalah antioksidan yang berikatan dengan gugus thiol (Shahidi dan Naczk1995

dalam Mardawati et al 2011)

41

Antioksidan pemutus rantai adalah molekul kecil yang dapat menerima

dan memberi elektron dari atau ke radikal bebas sehingga membentuk senyawa

baru yang stabil seperti vitamin E dan vitamin C Sedangkan antioksidan logam

transisi terikat protein bekerja mengikat ion-ion logam Fe2+

dan Cu2+

seperti

flavonoid dapat mencegah radikal bebas Antioksidan jenis ini memperbaiki

kerusakan sel-sel dan jaringan yang disebabkan radikal bebas (Winarsi 2007)

Mekanisme kerja antioksidan senyawa fenolik adalah sebagai berikut

Radikal Lipida Antioksidan Radikal Antioksidan

ROO + AH ROOH + A

RO + AH ROH + A

R + AH RH + A

OH + AH H2O + A

Senyawa antioksidan (AH) dapat memberikan atom hidrogen secara cepat ke

radikal lipida (ROO RO R OH ) dan mengubahnya menjadi bentuk yang lebih

stabil Sementara turunan radikal antioksidan (A) yang dihasilkan lebih stabil

dibandingkan radikal lipida karena akan terjadi delokalisasi perbaikan elektron

dari ikatan rangkap pada cincin benzen sebagai indikasi oleh ikatan isomer

valensi

Peningkatan jumlah gugus hidroksil (alkil hidrogen pada struktur

kimianya) pada posisi para atau ortho seperti pada genistein dapat meningkatkan

aktivitas antioksidan isoflavon Antioksidan dapat menghambat oksidasi atau

42

menghentikan reaksi berantai pada radikal bebas dari lemak yang teroksidasi

dapat melalui empat macam mekanisme reaksi yaitu 1) Pelepasan hidrogen dari

antioksidan 2) Pelepasan elektron dari antioksidan 3) Adisi lemak ke dalam

cincin aromatik pada antioksidan dan 4) Pembentukan senyawa kompleks antara

lemak dan cincin aromatik dari antioksidan

Antioksidan dapat mencegah tidak terkontrolnya pembentukan radikal

bebas dan aktivitas SOR atau mencegah reaksinya dengan struktur biologi (Nisar

et al 2013) Status antioksidan baik yang endogen maupun yang eksogen yang

menurun dapat mengganggu keseimbangan redoks seluler dan kondisi patologis

akan menjadi karakteristik utama dan membentuk stres oksidatif pada sel maupun

jaringan

261 Antioksidan enzimatis

Di dalam sistem biologis sudah tersedia antioksidan berupa enzim

(antioksidan enzimatis) yaitu superoksida dismutase (SOD) katalase (CAT) dan

glutation peroksidase (GPx) Antioksidan-antioksidan ini bekerja dengan cara

mencegah pembentukan senyawa radikal bebas baru atau mengubah radikal bebas

yang telah terbentuk menjadi molekul yang kurang reaktif (Finosh dan Jayabalan

2013) Mekanisme kerja antioksidan enzimatik adalah mengkatalisir pemusnahan

radikal bebas dalam sel Aktivitas enzim intrasel SOD dan CAT mengkatalisasi

dismutasi superoksida dan hidrogen peroksida aktivitas GPx mereduksi hidrogen

peroksida dan peroksida organik menjadi air dan oksigen Aktivitas enzim

intrasel ini dapat dilihat pada Gambar 29

43

GPx merupakan enzim penangkal radikal bebas dengan dua cara yaitu

pertahanan terhadap oksidan dan dengan mengkatalisis peroksida menjadi air dan

oksigen GPx memerlukan glutation sebagai substrat terdapat dalam dua bentuk

yaitu glutation tereduksi atau GSH dan glutation teroksidasi atau GSSG Ketika

mengkatalisis perubahan hidrogen peroksida (H2O2) menjadi H2O GSH

dioksidasi menjadi GSSG kemudian GSSG dapat direduksi kembali oleh NADPH

untuk mendapatkan kembali GSH (Marciniak et al 2009)

Gambar 29

SOD dan CAT mengkatalisasi dismutasi superoksida dan hidrogen peroksida

(Finosh dan Jayabalan 2013)

Enzim GPx terdapat terutama dalam mitokondria merupakan enzim

scavenger terhadap hidrogen peroksida dan berperan utama dalam mengatur

konsentrasi H2O2 dan dan berbagai macam peroksida organik Aktivitas GPx yang

menurun menunjukkan terjadinya penurunan kapasitas menghilangkan H2O2 dan

terjadinya hidroperoksida lemak

44

Enzim GPx sangat berperan dalam pengaktifan kembali enzim

kolinesterase melalui 1) Pengaktifan AMP siklik yang secara langsung dapat

mengaktifkan enzim kolinesterase 2) keseimbangan NADP dan NADPH pada

jalur glikolisis aerobik dalam eritrosit sehingga eritrosit tidak rusak kerusakan

eritrosit dapat menurunkan produksi kolinesterase darah 3) peranan kofaktor

prostaglandin pada sintesis tromboksan A2 yang memacu trombogenesis dan

vasokonstriksi pembuluh darah bersamaan dengan terbentuknya tromboksan akan

diaktifkan cAMP yang secara langsung mengaktifkan kinase protein termasuk

kinase protein enzim kolinesterase 4) sebagai antioksidan yang dapat melindungi

sel termasuk eritrosit dari kerusakan akibat radikal bebas 5) sebagai kofaktor

proses oksidasi dealkilasi ikatan organofosfat dengan kolinesterase darah 6)

berperan sebagai detoksifikasi dalam tubuh dengan mereduksi radikal bebas

peroksida sekaligus membentuk peroksida lipid di dalam membran sel (Stranges

et al 2010)

GPx adalah enzim antioksidan yang dapat mendetoksifikasi hidrogen

peroksida dan lipid hidroperoksida dalam menurunkan glutation Di dalam darah

terdapat beberapa jenis GPx dua diantaranya adalah GPx seluler (cGPx) dalam sel

darah merah dan GPx ekstrasel (eGPx) terdapat dalam plasma GPx sebagai enzim

antioksidan bekerja menjadi peredam (quenching) radikal bebas dan berperan

dalam metabolisme xenobiotik yang ditemukan dalam sel (Sen et al 2010)

GPx dengan konsentrasi tinggi ditemukan dalam hepar dan sel darah

merah sedangkan pada jantung ginjal paru-paru adrenal lambung dan jaringan

adipose mengandung GPx dalam kadar sedang GPx kadar rendah ditemukan

45

dalam otak otot testis dan lensa mata GPx yang rendah berkorelasi dengan

gangguan yang berhubungan dengan radikal bebas (Judge et al 2005) Jika

antioksidan endogen gagal mengatasi produksi metabolit reaktif maka

antioksidan eksogen akan diperlukan untuk menyeimbangkan status redoks

(Noori 2012) Sumber makanan termasuk tanaman rempah-rempah vitamin dan

ekstrak herbal memainkan peran penting dalam hal ini

262 Antioksidan non enzimatis

Antioksidan non enzimatis disebut juga antioksidan sekunder atau

antioksidan eksogen (diperoleh dari luar) digolongkan menjadi dua golongan

yaitu yang larut dalam lemak seperti tokoferol karotenoid flavoniod quinon dan

bilirubin serta yang larut dalam air seperti asam askorbat asam urat protein

pengikat logam dan protein pengikat heme (Winarsi 2007) Antioksidan ini dapat

berupa bahan-bahan alami dan juga sintetis Antioksidan alami seperti vitamin

adalah campuran redoks yang seimbang dengan bentuk tereduksi dan teroksidasi

dan sebaliknya untuk antioksidan sintetis merupakan redoks yang tidak seimbang

bahkan menghasilkan radikal bebas yang pada beberapa kasus berbahaya (Rani

etal 2004)

Vitamin C merupakan antioksidan yang sangat penting dalam cairan

ekstra sel karena dapat menyerang radikal-radikal yang larut dalam darah dan

melindungi lemak plasma dari perusakan peroksidasi oleh radikal-radikal peroksil

Peran utama vitamin C adalah menetralisir radikal bebas yang ada di dalam dan

di luar sel Vitamin C merupakan sumber elektron pendonor bagi radikal bebas

(Nisar et al 2013) Vitamin C berperan positip dalam proses detoksifikasi

46

yang sangat diperlukan untuk sintesis kolagen dan pertumbuhan serta

pemeliharaan jaringan epitel Peranan vitamin C sebagai pembawa hidrogen yang

merupakan siklus esensial dalam metabolisme protein dan karbohidrat yang

berfungsi memelihara kekuatan pembuluh darah Vitamin C sangat penting untuk

melawan radikal bebas dalam cairan ekstra sel dan melindungi biomembran dari

peroksidasi Pemberian air kelapa dapat meningkatkan aktivitas GPx SOD dan

CAT pada pekerja terpapar merkuri karena air kelapa mengandung vitamin C

B1 B6 asam-asam amino metionin selenium dan mineral berfungsi melindungi

sel tubuh dari serangan radikal bebas dan mencegah efek paparan merkuri

(Zulaikhah et al 2013) Defisiensi antioksidan yang berupa vitamin C vitamin

E Se Zn dan glutation dalam derajat ringan hingga berat sangat berpengaruh

terhadap respon imun

Komponen kimia yang berperan sebagai antioksidan adalah senyawa

golongan fenolik dan polifenolik yang memiliki kemampuan untuk menangkap

radikal bebas Flavonoid merupakan golongan terbesar dari senyawa polifenol

yang sangat efektif digunakan sebagai antioksidan Senyawa-senyawa ini banyak

terdapat di alam terutama pada tumbuh-tumbuhan seperti teh buah-buahan

sayuran dan anggur (Ramle et al 2008)

Aktivitas antioksidan dari berbagai tanaman erat hubungannya dengan

kandungan fenolnya ada indikasi substansi fenol seperti flavonoid dan asam-

asam fenolat berpotensi lebih besar sebagai antioksidan dibandingkan dengan

vitamin C dan vitamin E Aktivitas antioksidan flavonoid tergantung pada

struktur molekulnya terutama gugus prenil (CH3)2C=CH-CH2 Department of

47

Environmental and Molecular Toxicology Oregon State University dalam

penelitiannya mendapatkan bahwa gugus prenil flavonoid dikembangkan untuk

pencegahan atau terapi terhadap penyakit-penyakit yang dihubungkan dengan

radikal bebas

Asupan antioksidan diperlukan untuk membantu mengembalikan

ketidakseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan endogen serta

mengurangi kerusakan oksidatif dalam tubuh Salah satu terapi antioksidan yang

digunakan adalah ekstrak kulit buah manggis (Garcinia mangostana L) Kulit

buah manggis memiliki kandungan xanthone yang tinggi sehingga memiliki

kemampuan untuk menangkap radikal bebas Gugus hidroksil (OH) yang dimiliki

oleh xanthone efektif mengikat radikal bebas dengan elektron yang tidak memiliki

pasangan Antioksidan ini bekerja dengan cara memotong reaksi oksidasi berantai

dari radikal bebas atau dengan cara menangkapnya sehingga radikal bebas tidak

akan bereaksi dengan komponen seluler dan kerusakan sel dapat dihindari

Makanan yang kaya antioksidan memegang peran dalam mencegah

penyakit-penyakit kanker dan penyakit penurunan fungsi otak Antioksidan dapat

mengurangi resiko penyakit kronis dan mencegah berbagai penyakit baik dengan

cara meningkatkan pertahanan antioksidan dalam tubuh atau dengan cara

mengkonsumsi makanan yang kaya antioksidan Mengkonsumsi antioksidan yang

ada dalam makanan sehari-hari dapat memberi perlindungan terhadap stres

oksidatif Hundekari et al (2013) mendapatkan perlakuan antioksidan dengan

dosis yang sesuai dapat menurunkan kerusakan oksidatif sehingga efektif untuk

memperbaiki kasus keracunan akut OPs

48

27 Manggis

271 Tumbuhan manggis

Tumbuhan manggis (Garcinia mangostana L) berasal dari Asia Tenggara

dan merupakan tumbuhan fungsional karena hampir semua bagian dari tumbuhan

ini dapat dimanfaatkan sebagai obat Manggis termasuk dalam family Guttiferae

dan merupakan species terbaik dari genus Garcia Buah manggis sering dijuluki

Queen of tropical fruit karena mempunyai rasa enak daging buah putih halus

bentuk buah bagus dan disukai banyak orang (Chaverri et al 2008) Manggis

sering disebut mangostin atau kadang-kadang disebut buah super dengan berbagai

karakteristik seperti rasa aroma kaya nutrisi dan daya antioksidan yang tinggi

Buah manggis (Garcinia mangostana L) merupakan buah yang eksotik

karena memiliki warna yang menarik dan kandungan gizi yang tinggi sehingga

buah manggis memiliki prospek yang cukup baik untuk dikembangkan

(Mardawati et al 2011) Tingkatan taksonomi tanaman manggis adalah sebagai

berikut (Prihatman 2000)

- Kingdom Plantae

- Divisi Spermathophyta (Tumbuhan berbiji)

- Sub Divisi Angiospermae (Berbiji tertutup)

- Kelas Dicotyledonae (Biji berkeping dua)

49

- Ordo Theales

- Famili GuttiferaeClusiaceae

- Genus Garcinia

- Spesies Garcinia mangostana L

Selain sebagai buah yang eksotik manggis juga mengandung berbagai senyawa

yang bermanfaat bagi tubuh seperti triterpenoid mangostin tannin resin

kalsium zat besi dan vitamin B1 Potensi manggis tidak hanya terbatas pada

buahnya saja tetapi juga hampir seluruh bagian tumbuhan manggis menyimpan

potensi yang sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia

Kulit buah manggis mengandung beberapa senyawa yang memiliki

aktivitas farmakologi seperti antiinflamasi antihistamin antibakteri anti penyakit

jantung antijamur bahkan untuk terapi HIV (Chaveri et al 2008) Senyawa

utama kandungan kulit buah manggis yang dilaporkan bertanggung jawab atas

beberapa aktivitas farmakologi adalah golongan xanthone yang meliputi

mangostin mangosterol mangostinon A dan B trapezifolixanthone tovophyllin

B dan beta mangostin garcinon B mangostanol flavonoid epikatekin dan

gartanin136-trihidoksi-7-metoksi-28-bis(3-metil-2-butenil)-9H-xanten-9-on(alfa

mangostin) dan 1367-tetrahidroksi-28-bis (3-metil-2-butenil)-9H-xanten-9-on

(gamma mangostin) yang sangat bermanfaat untuk kesehatan (Qosim 2007)

Kandungan antioksidan manggis banyak terdapat pada kulit buahnya

dikenal sebagai antioksidan yang efektif karena mengandung senyawa biologi

xanthones walaupun dapat juga ditemukan dalam semua bagian manggis baik

pada buah kulit buah kulit kayu maupun daunnya Senyawa xanthone hanya

50

dihasilkan oleh genus garcinia Xanthone memiliki struktur kimia yang unik

terdiri dari sistem aromatik trisiklik (C6-C3-C6) dengan kelompok isoprena

metoksil dan hidroksil terletak pada cincin A dan B sehingga senyawa xanthone

beragam Struktur umum xanthone dapat dilihat pada Gambar 210

Gambar 210

Struktur umum senyawa xanthone (Chaverri et al 2008)

Xanthone termasuk golongan senyawa flavonoid Senyawa ini memiliki

dua cincin benzene dan satu cincin piran Inti xanthone dikenal sebagai 9-

xanthenone atau dibenzo-c-pyrone Xanthone dapat diklasifikasikan ke dalam lima

kelompok yaitu oxygenated xanthone xanthone glycoside prenylated xanthone

xanthonolignoid dan miscellaneous xanthone Menurut Chaverri et al (2008)

terdapat 200 lebih xanthone yang tersedia di alam ini dan 50 diantaranya

terkandung dalam kulit buah manggis

Xanthone memiliki rumus molekul C13H8O2 sehingga memiliki massa

molar sebesar 196191 gram mol Dalam penamaan menurut IUPAC senyawa ini

diberi nama 9H-xanthen-9-one Uji aktivitas antioksidan kulit buah manggis

dengan menggunakan peroksinitrit sebagai radikal bebas diketahui bahwa 8-

hydroxycudraxanthone G gartanin α-mangostin γ-mangostin dan smeath-

xanthone A merupakan komponen yang memiliki aktivitas antioksidan terbesar

51

(Jung et al 2006) Senyawa xanthone yang banyak terdapat pada kulit manggis

yaitu α - dan γ - mangostin (Obolsky et al 2009)

Struktur kimia beberapa turunan xanthone seperti α mangostin β

mangostin dan γ mangostin dapat dilihat pada pada Gambar 211

(Chaivisuthangkura et al 2008)

α mangostin β mangostin γ mangostin

Gambar 211

Struktur Kimia beberapa derivat xanthone

(Chaivisuthangkura et al 2008)

Senyawa-senyawa xanthone juga mempunyai aktivitas antibakteri

melawan S Aureus strain yang resisten terhadap penicillin dan methicillin

aktivitas antifungi melawan F Oxiforum A Tenuls dan D Oryzae (Chomnawang

2007) Garcinia mangostana dan senyawa-senyawa xanthone α-mangostin

mendorong aktivitas antimikroba melawan P acnes dan S epidermis yang

merupakan agen etiologi kritis pada jerawat (Chomnawang et al 2007)

Senyawa alfa-mangostin sebagai turunan xanthone memiliki kemampuan

dalam menekan pembentukan senyawa karsinogen pada kolon Xanthone juga

52

bermanfaat mencegah pertumbuhan sel kanker dan tumor Kemampuan

antioksidannya bahkan melebihi vitamin C dan E yang selama ini dikenal sebagai

antioksidan yang paling efektif (Ummi dan Any 2014) Hasil penelitian Kosem

et al (2007) mendapatkan ekstrak metanol kulit buah manggis mengandung α

mangostin sebesar 2519 g100 g ekstrak

Moongkandi et al (2004) menyatakan kulit buah manggis bermanfaat

penting bagi kesehatan karena kaya akan antioksidan seperti xanthone dan

antosianin Antosianin merupakan salah satu antioksidan kuat yang mampu

mencegah berbagai kerusakan akibat stress oksidatif sehingga mampu melindungi

sel dari radikal bebas Penelitian lain juga mendapatkan bahwa xanthone dari

manggis memiliki aktivitas antioksidan antitumor antiinflamasi antialergi

antifungi dan antibakteri (Suksamrarn et al 2006 dan Chaverri et al 2008)

Garcinia mangostana memiliki aktivitas antioksidan yang signifikan pada

IC50 sebesar 613 μgml juga efektif dalam scavenging radikal bebas dan bisa

mengurangi produksi cytokine sebagai suatu proinflamasi Senyawa xanthone

pada kulit buah manggis merupakan antioksidan tingkat tinggi karena kandungan

antioksidannya 667 kali dari wortel dan 83 kali jeruk (Qosim 2007)

Antioksidan yang terkandung dalam kulit buah manggis didominasi oleh

senyawa fenol yaitu xanthone Kadar xanthone dalam manggis berbeda-beda

tergantung pada kualitas buah yang terbesar didapatkan pada buah dengan kulit

burik atau kasar yakni sebesar 23544 μgg ekstrak sedangkan pada buah besar

dengan kulit mulus mengandung kadar xanthone sebesar 18502 μgg ekstrak

buah kecil sebesar 20434 μgg dan buah dengan kulit mengandung getah kuning

53

15289 μgg ekstrak Xanthone dalam kulit buah yang mengandung getah kuning

berperan dalam mekanisme pertahanan mencegah terjadinya stres akibat serangan

hama atau kerusakan fisik (Arsana 2014)

Xanthone sebagai antioksidan akan memutus rantai reaksi oksidasi radikal

bebas untuk mencegah reaksi oksidasi dengan reaksi reduksi yang melibatkan

hidrogen Keterlibatan hidrogen dalam reaksi-reaksi reduksi dapat menghambat

reaksi oksidasi antara radikal bebas dengan oksigen Kadar Oxygen Radical

Absorbance Capacity (ORAC) dari xanthone mencapai 17000-20000 ORAC per

100 ons kulit manggis lebih besar dari wortel dan jeruk yang kadar ORAC-nya

hanya 300 dan 2400 (Fanany 2013) Manfaat yang demikian besar menyebabkan

xanthone sangat dibutuhkan dalam tubuh sebagai penyeimbang prooksidan

Prenilasi xanthone juga mempunyai efek penghambat terhadap M Tuberculosis

Alfa-mangostin yang merupakan derivat xanthone didapatkan mempunyai potensi

sebagai antimikroba (Suksamrarn et al 2006) Selain itu kulit buah manggis

juga mengandung beberapa senyawa lain seperti yang tertera pada Tabel 23

Tabel 23

Komposisi Tepung Kulit Buah Manggis

Sumber Shahidi 1997 dalam Ummi dan Any 2014

No Komponen Kadar ( bk)

1

Air 900

2 Abu 258

3 Gula 692

4 Protein 269

5 Serat Kasar 3005

6 Lainnya (Tanin lemak dll) 4876

54

272 Ekstrak kulit buah manggis

Ekstrak kulit buah manggis mengandung berbagai senyawa yang diduga

bekerja sebagai antioksidan dengan cara mendonorkan elektronnya kepada radikal

bebas sehingga mencegah terjadinya peroksidasi lipid baik pada tahap inisiasi

propagasi maupun pada tahap terminasi (Middleton et al 2000) Senyawa-

seyawa ini bekerja sebagai sinyal yang akan mengaktivasi nuclear factor

erythroid 2- related factor 2 (Nrf2) yang terikat pada Kelch-like ECH-associated

protein-1 (Keap1) dalam sitoplasma sehingga mengalami disosiasi dan translokasi

menuju nukleus Dalam nukleus Nrf2 berasosiasi pada bagian promoter gen yang

disebut Antioxidant Respone Element (ARE) sehingga memicu ekspresi gen

penyandi antioksidan Senyawa yang terkandung dalam ekstrak kulit buah

manggis disamping bekerja sebagai antioksidan dengan cara mendonorkan

elektronnya kepada radikal bebas juga dapat menstimulasi ekspresi gen penyandi

antioksidan melalui aktivasi Nrf2 Salah satu stimulan tersebut adalah golongan

fenol (Inoue 2001) Ekstrak kulit buah manggis dapat mengatur aktivitas catalase

dalam aktivitasnya sebagai scavenger H2O2 atau mengatur gen Nrf-2 (Bartz et

al 2010) Hal ini sesuai dengan yang didapatkan dalam penelitian

Weecharangsan et al (2006) aktivitas ekstrak air dan ekstrak etanol kulit buah

manggis berperan sebagai scavenger H2O2

Skrining fitokimia dilakukan untuk memberikan gambaran tentang

golongan senyawa yang terkandung dalam ekstrak etanol kulit buah manggis

Hasil uji skrining fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak etanol kulit buah

manggis mengandung senyawa golongan alkaloid triterpenoid saponin

55

flavonoid tannin dan polifenol (Kristianti et al 2008) Polifenol adalah senyawa

fenolik yang memiliki lebih dari satu gugus hidroksil (OH) golongan senyawa ini

terdapat pada berbagai jenis tumbuhan yang mempunyai berbagai macam aktivitas

biologi salah satunya adalah aktivitas antioksidan (Scalbert et al 2005)

Polifenol banyak ditemukan dalam buah-buahan sayuran dan biji-bijian

yang merupakan sumber antioksidan alami Senyawa polifenol terdiri dari

beberapa subkelas yakni flavonol isoflavon (dalam kedelai) flavanon

antosianidin katekin dan biflavan Semua polifenol mampu menjadi perangkap

oksigen dan radikal alkil dengan memberikan donor elektron sehingga terbentuk

radikal fenoksil yang relatif stabil (Mokgope 2006) Senyawa-senyawa polifenol

alami secara langsung sebagai scavenger SOR dan secara tak langsung melindungi

aktivitas beberapa enzim sehingga berpotensi meningkatkan antioksidan endogen

(Masella et al 2005) Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Martin et al

(2010) yang mendapatkan CPE (cocoa polyphenolic extrac) yang mengandung

senyawa-senyawa flavonoid seperti katecin epikatecin dan prosianidin

meningkatkan aktivitas GPx dan glutation reduktase (GR) Senyawa-senyawa ini

mereduksi produksi SOR dan mengatur aktivitas antioksidan enzim Peningkatan

aktivitas enzim antioksidan dapat digunakan sebagai terapi penyakit-penyakit

yang disebabkan oleh stress oksidatif

Senyawa fenol sebagai antioksidan tergantung dari beberapa faktor seperti

ikatan gugus hidroksil pada cincin aromatik posisi ikatan posisi hidroksil bolak

balik pada cincin aromatik dan kemampuannya dalam memberi donor hidrogen

atau donor elektron serta kemampuannya dalam memerangkap radikal bebas (free

56

radical scavengers) Palakawong et al (2010) mendapatkan daya antioksidan

ekstrak kulit buah manggis sebesar 594 microgml yang dianalisis dengan metode

DPPH Ekstrak kulit manggis mengandung total fenol yang cukup tinggi yaitu

sebesar 4112 mgg dengan aktivitas antioksidannya sebesar 8442 (Dyahnugra

et al 2015) Ekstrak etanol kulit buah manggis menunjukkan aktivitas yang

signifikan dalam menghambat pembentukan 50 radikal menghambat radikal

superoxide (O2-) mereduksi produksi ROS dan dapat menangkap radikal

hidroksil (OH-) (Chomnawang et al 2007)

Senyawa flavonoid adalah senyawa-senyawa polifenol yang memiliki 15

atom karbon (C6-C3-C6) terdiri dari dua cincin benzena yang dihubungkan

menjadi satu oleh rantai linier yang terdiri dari tiga atom karbon Flavonoid

dalam ekstrak kulit buah manggis berperan membasmi radikal bebas dengan

berbagai cara misalnya dengan menghambat enzim yang bertanggung jawab

memproduksi anion superoksida yaitu xantin oksidase ada juga dengan

menyumbangkan elektronnya ke radikal superoksida atau radikal lipid agar stabil

(Smith et al 2005)

Ekstrak kulit buah manggis baik dengan pelarut air etanol 50 etanol

95 dan etil asetat menunjukan aktivitas antioksidan dan neuroprotektif

(Weecharangsan et al 2006) Kapasitas antioksidan ekstrak air dan etanol 50

diuji dengan metoda DPPH didapatkan masing-msing sebesar 3498 dan 3076

Kapasitas antioksidan ekstrak ini sudah dicobakan pada sel neuroblastoma

(NG108-15) yang terpapar hidrogen peroksida (H2O2) kedua ekstrak ini

memperlihatkan aktivitas neuroprotektif dengan konsentrasi 50 lgmL Aktivitas

57

neuroprotektif ekstrak etanol 50 kulit buah manggis lebih tinggi dibandingkan

dengan ekstrak air Ekstrak etanol kulit buah manggis juga mempunyai aktivitas

antioksidan yang signifikan sebagai penghambat pembentukan radikal DPPH

(Chomnawang et al 2007)

Ekstrak kulit buah manggis diketahui memiliki daya antioksidan sangat

kuat hal ini dibuktikan dengan menggunakan fraksi pelarut metanol etanol dan

etil asetat semuanya memiliki daya antioksidan EC50 kurang dari 50 Fraksi

metanol mempunyai nilai EC50 yang paling kecil dibanding dengan kedua

fraksi lainnya masing-masing 800 mgL 926 mgL dan 2948 mgL ini berarti

fraksi metanol mempunyai aktivitas antioksidan yang lebih besar dibandingan

dengan fraksi etanol dan etil asetat (Mardawati et al 2011) Hal ini didukung

oleh Li dan Xu (2015) yang menyatakan ekstrak metanol kulit buah manggis

mempunyai aktivitas antioksidan yang kuat karena kandungan polifenolnya sangat

tinggi

Senyawa fenol banyak ditemukan pada berbagai tanaman Senyawa ini

telah dieksploitasi secara intensif karena selain berfungsi sebagai antioksidan juga

memiliki berbagai fungsi biologi seperti anti mutagenik dan anti karsinogenik

Antioksidan alami yang terdapat dalam tanaman akan meredam radikal bebas

yang berbahaya dari tubuh Senyawa-senyawa polifenol dari tanaman seperti

flavonoid digambarkan sebagai peredam SOR Ekstrak kulit buah manggis dapat

mengurangi produksi SOR intrasel secara signifikan yang ditentukan dengan 27-

dichlorofluorescein diacetate (DCFH-DA) dalam SKBR3 saluran sel

(Moongkarndi et al 2004) Aktivitas radikal hidroksil (HO-) diperangkap oleh

58

xanthone yang diisolasi dari beberapa ekstrak kulit buah manggis (Chin et al

2008) Xanthone dapat diklasifikasikan ke dalam lima kelompok yaitu

oxygenated xanthone xanthone glycoside prenylated xanthone xanthonolignoid

dan miscellaneous xanthone Saat ini sekitar 1000 xanthone berbeda telah

diketahui (Chaverri et al 2008)

Kulit buah manggis mengandung 90 xanthone terutama α dan β

mangostin yang disebut panaxanthone dapat memulihkan sistem pertahanan

antioksidan endogen seperti aktivitas SOD GPx dan kadar GSH secara invitro

dan in vivo memecah langsung SOR untuk mengurangi penipisan GSH dan

meghambat peroksidasi lipid Efek protektif α mangostin diduga terhadap stress

oksidatif dimediasi melalui jalur Nrf2 (Jung et al 2006) Ekstrak kulit buah

manggis dapat menurunkan MDA meningkatkan SOD dan GPx pada tikus yang

mengalami peningkatan MDA serta penurunan SOD dan GPx karena perlakuan

latihan (Arsana 2013) Hal yang sama didapatkan oleh Sudjarwo dan

Koerniasari (2015) bahwa pemberian ekstrak kulit buah manggis dapat

meningkatkan aktivitas GPx dan SOD ginjal tikus yang menurun karena diberi

perlakuan logam berat timbal mungkin disebabkan oleh kemampuan ekstrak

kulit buah manggis mengurangi akumulasi radikal bebas

Skrining fitokimia ekstrak kulit manggis juga menunjukkan bahwa kulit

buah manggis mengandung senyawa metabolit sekunder berupa golongan alkaloid

saponin tanin polifenol dan flavonoid (Poeloengan dan Praptiwi 2010)

Saponin merupakan zat aktif yang dapat meningkatkan permeabilitas membran

sehingga terjadi hemolisis sel Apabila saponin berinteraksi dengan sel bakteri

59

maka bakteri tersebut akan rusak atau lisis sedangkan flavonoid merupakan

kelompok senyawa fenol yang mempunyai kecenderungan untuk mengikat

protein sehingga mengganggu proses metabolisme bakteri tersebu Senyawa-

senyawa fenolik dapat bereaksi dengan senyawa oksigen reaktif disebabkan

oleh satu atau dua gugus hidroksil pada cincin aromatik dapat berperan sebagai

donor hidrogen (Dungir et al 2012)

Tanin dalam konsentrasi rendah mampu menghambat pertumbuhan

bakteri sedangkan pada konsentrasi tinggi mampu bertindak sebagai antibakteri

dengan cara menggumpalkan protoplasma bakteri sehingga terbentuk ikatan yang

stabil dengan protein bakteri Selain itu pada saluran pencernaan tanin mampu

mengeliminasi toksin (Poeloengan dan Praptiwi 2010)

Flavonoid merupakan golongan senyawa yang mempunyai kemampuan

sebagai antioksidan Flavonoid juga berperan mengaktifkan enzim kunci dalam

respirasi mitokondria dan melindungi sel neuron sehingga mencegah stres

oksidatif dan kerusakan jaringan Asupan flavonoid berperan sebagai

neuroprotektif berpotensi melindungi neuron dari neurotoksin meningkatkan

fungsi memori pembelajaran dan kognitif (Spencer 2009)

Uji daya antioksidan ekstrak kulit manggis buah dilakukan oleh Lin et al

(2014) menggunakan DPPH Radikal bebas DPPH (DPPHbull) mungkin akan

ditangkap oleh antioksidan dengan memberikan atom hidrogen (Hbull) membentuk

molekul stabil DPPH-H mekanismenya seperti tampak pada Gambar 212

Gambar ini menunjukkan reaksi antara γ-mangostin dengan DPPH akan

menghasilkan senyawa yang stabil sehingga tidak akan terjadi reaksi rantai yang

60

akan menghasilkan radikal-radikal lain yang lebih reaktif Dalam molekul γ-

mangostin gugus ortho-dihidroksil menjadi homolysis menghasilkan radikal

hidrogen (Hmiddot) dan radikal γ-mangostinmiddot (I) Hmiddot kemudian bergabung dengan

DPPHmiddot membentuk molekul DPPH-H dan radikal γ-mangostin menjadi (II)

yang selanjutnya dapat menghasilkan radikal hidrogen (Hmiddot) melebihi yang

diperlukan oleh radikal DPPH (DPPHmiddot) untuk membentuk quinone (III) Hasil ini

mengindikasikan bahwa ekstrak kulit buah manggis sebagai sumber antioksidan

yang baik dengan cara mendonasikan elektron kepada radikal bebas untuk

membentuk produk stabil sehingga tidak menimbulkan reaksi berantai

Gambar 212

Reaksi γ mangostin dengan DPPH sebagai radikal bebas

Lin et al (2014)

61

62

63

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pestisida...pestisida menginduksi produksi serotonin dan histamin, sebagai hormon yang memicu reaksi alergi dan dapat menimbulkan senyawa baru yang lebih

22

akumulasi Neurotoksisitas yang terjadi lambat ini disebut organophosphorus

ester-induced delayed neuropathy (OPIDN) OPIDN tidak terjadi secara

mendadak tetapi butuh waktu antara 7-10 minggu untuk timbulnya degenerasi

aksonal OPIDN adalah suatu sindrom gejala toksisitas yang disebabkan oleh OPs

berupa melemahnya otot-otot pada tangan dan kaki terganggunya keseimbangan

dan bisa menjadi lumpuh yang muncul 4-21 hari setelah paparan OPs Molekul

target OPIDN adalah enzim dalam sistem saraf yang disebut neuropathy target

esterase (NTE) yang dapat digunakan sebagai biomarker OPIDN (Lotti dan

Moretto 2009) OPs menghambat AChE dengan efektif pada neuromuscular

junctions dalam sistem saraf tepi dan saraf pusat Selain neurotoksisitas efek

buruk paparan OPs juga dapat mengubah fungsi tubuh lainnya

Katagori keracunan pestisida dilihat dari aktivitas AChE dengan metode

Tintometer Kit 1) Normal gt 75 2) Keracunan ringan 75 - 50 3)

Keracunan sedang 50 - 25 dan 4) Keracunan berat lt 25 Jika penurunan

aktivitas kolinesterase mencapai 25 dari nilai normalnya (dalam katagori

keracunan ringan) maka pekerja harus dijauhkan dari paparan pestisida dan baru

diizinkan kembali bekerja dengan pestisida jika aktivitas kolinesterasenya menjadi

80 atau lebih dari nilai normal

Prinsip reaksi interaksi antara enzim-fosfat adalah 1) fosforilasi enzim 2)

kebalikan penghambatan dan 3) aging (pemeraman) Karakteristik fosforilasi

enzim adalah pembentukan ikatan kimia antara atom fosfor dari OPs dengan atom

oksigen gugus hidroksil dari serin pada pusat katalitik AChE Reaksi antara OP-

23

AChE ini hampir sama atau dapat disamakan dengan reaksi antara AChE-AChE

Reaksi fosforilasi ini dapat dilihat pada Gambar 24

Gambar 24

Reaksi fosforilasi antara AChE dan OP

(Patočka et al 2005)

Enzim AChE terfosforilasi yang terbentuk sangat stabil lain halnya dengan enzim

terasetilasi yang sangat tidak stabil dengan waktu paruh hanya dalam millisecond

Penghambatan AChE oleh senyawa OPs terutama nerve agent bersifat

irreversible Reaksi penghambatan yang reversal seperti Gambar 25

berlangsung sangat lambat sehingga merupakan penghambatan OPs bukan

penghambatan substrat AChE

Gambar 25

Hambatan reversal

(Patočka et al 2005)

Reaktivasi secara spontan merupakan kombinasi dari dua proses paralel

yaitu defosforilasi dan aging Aging adalah pembentukan fosforilasi irreversible

penuh sehingga terjadi dealkilasi dari OO-dialkyl-phosphorylated atau O-alkyl-

phoshonylated enzim Age enzym ini tidak dapat reaktif lagi oleh reaktivator

untuk penghambatan AChE oleh OPs Proses aging digambarkan sebagai

24

dealkilasi dari fosforil menghasilkan muatan negatip yang stabil karena

berinteraksi dengan katalitik His 440 Proses aging menghambat defosforilasi

secara irreversible dan hanya sebagian dari enzim menjadi reaktif Reaksi aging

dapat dilihat pada Gambar 26

Gambar 26

Proses aging

(Patočka et al 2005)

Proses reaktivasi dapat terjadi pada enzim terfosforilasi yang belum

mengalami proses aging Mekanisme ini digunakan dalam pengobatan penyakit

yang berhubungan dengan keracunan OPs seperti alzaimer menggunakan oksim

salah satunya adalah pralidoksim Mekanisme reaksi reaktivasi ini dapat dilihat

pada Gambar 27

Pralidoksim dapat berperan sebagai reaktivator dimana terjadi reaksi

antara pralidoksim dengan OPs yang terikat pada sisi aktif serin sehingga ikatan

enzim AChEndashOPs putus dan enzim AChE kembali aktif Pralidoksim juga dapat

sebagai catalytic scavenger dimana pralidoksim dengan cepat memblok OPs

sehingga OPs tidak dapat berikatan dengan enzim AChE Hasil penelitian

Hundekari et al 2013 mendapatkan treatment atropin dengan pralidoksim dapat

menurunkan MDA yang meningkat oleh paparan OPs dan meningkatkan aktivitas

AChE yang turun oleh paparan OPs

25

Gambar 27

Reaktivasi enzim AChE

(Bharathi et al 2014)

214 Toksisitas OPs terhadap fungsi tubuh selain saraf

OPs selain mempengaruhi saraf (menghambat asetilkolinesterase) juga

mempengaruhi fungsi tubuh yang lain seperti menghambat karboksilase yang

merupakan bagian dari metabolisme xenobiotic Metabolisme xenobiotic

dipengaruhi melalui atom sulphur dari desulfurasi dalam metabolisme fase I

menghambat lipase yang berperan penting dalam cell signalling juga memblok

pembentukan metabolik berbagai substansi (Quistad et al 2006)

OPs juga memicu hypoxia karena terganggunya pusat pernafasan

melemahnya otot-otot pernafasan dan berpengaruh pada paru-paru

(bronchospasm dan bronchorrhoea) dan akhirnya menyebabkan kegagalan

26

pernafasan (Lopez et al 2008) OPs pada tikus menyebabkan apnea sentral fatal

yang memicu berbagai disfungsi pulmoner melalui efek langsung terhadap

Central Respiratory Oscillator (CRO) dan inhibisi umpan balik CRO Gejala

keracunan akut OPs sesuai dengan tempat terakumulasinya ACh dalam

organisme seperti pada central nervous system (CNS) sistem saraf tepi reseptor

muskarinik dan reseptor nikotinik menimbulkan gejala berbeda seperti terlihat

pada Tabel 21 Waktu munculnya beberapa gejala keracunan juga berbeda-beda

seperti melemahnya otot pernapasan akan muncul 1-4 hari setelah keracunan

sedangkan melemahnya otot peripheral muncul setelah 7-21 hari (Elersek dan

Filipic 2012)

Tabel 21

Gejala keracunan Ops akut yang berbeda sesuai dengan

tempat akumulasi ACh

Tempat akumulasi ACh Gejala

CNS

Perifer sistem saraf otonom

Reseptor muskarinik

reseptor nikotinik

Sakit kepala insomnia vertigo

kejangkebingungan sulit tidur gangguan

berbicara koma dan lumpuh pernafasan

-

Gejala-gejala muskrinik peningkatan

eliminasi (air liur keringat lachrymation)

gangguan pencernaan (kejang muntah

diare) menurunkan detak jantung gangguan penglihatan

gejala-gejala nikotinik kontraksi otot yang

tidak terkontrol dan kelumpuhan

Sumber Elersek dan Filipic 2012

27

Pengaruh imunotoksik OPs dapat terjadi secara langsung maupun tidak

langsung Secara langsung adalah dengan 1) menghambat hidrolase serin atau

esterase dalam sistem imun 2) kerusakan oksidatif pada organ-organ sistem

imun 3) perubahan dalam cara sinyal transduksi pada kontrol poliferasi dan

diferensiasi sel kekebalan Secara tidak langsung OPs menyebabkan perubahan

pada sistem saraf atau efek kronik dari perubahan metabolisme pada sistem imun

(Elersek dan Filipic 2012) Pestisida OPs dapat mengganggu sistem kekebalan

tubuh dan memberikan efek immunotoksik melalui kedua jalur anti kolinergik

dan non kolinergik

OPs menginduksi peningkatan stres oksidatif yakni ketidakseimbangan

antara antioksidan dan radikal bebas Pestisida OPs dapat merusak keseimbangan

antara prooksidan dan antioksidan dalam tubuh juga merusak membran lipid

sebagai hasil peroksidasi lipid

Malation dan klorfirifos yang merupakan pestisida OPs mempunyai

pengaruh yang beragam pada sel seperti menghasilkan ROS radikal bebas dan

menginduksi stres oksidatif intra sel sehingga mengganggu perkembangan dan

deferensiasi sel normal (Bebe dan Panemangalore 2003) Peningkatan ROS dan

radikal bebas dapat menyebabkan terjadinya kondisi stres oksidatif serta memicu

terjadinya peroksidasi lipid pada membran sel yang akan menghasilkan

malondialdehid (MDA) Peroksidasi lipid ini dapat terjadi karena pengaruh

menipisnya sistem antioksidan baik antioksidan enzimatik maupun non enzimatik

oleh paparan pestisida OPs (Khan dan Kour 2007)

28

Perusakan membran sel oleh radikal bebas melalui beberapa proses yaitu

1) Terjadi ikatan kovalen antara radikal bebas dengan komponen komponen

membran (enzim membran komponen karbohidrat membran plasma) sehingga

terjadi perubahan struktur dan fungsi reseptor 2) Oksidasi gugus tiol pada

komponen membran oleh radikal bebas mengganggu proses transport lintas

membran 3) Reaksi peroksidasi lipid dan kolesterol serta membran yang

mengandung asam lemak tidak jenuh majemuk (PUFA) (Suhartono et al 2008)

OPs dapat mendorong terjadinya stres oksidatif dan meningkatkan kadar

MDA sebagai produk akhir dari peroksidasi lipid pada petani penyemprot yang

terpapar pestisida OPs karbamat dan organoklorin (Prakasam et al 2001) Hal

ini didukung oleh Vidyasagar et al(2004) yang mendapatkan kadar MDA pada

pasien keracunan OPs (67 nMml) lebih tinggi dan berbeda nyata dibandingkan

dengan kontrol (36 nMml) OPs triklorfos dan dimetoat mendorong terjadinya

peroksidasi lipid yang ditunjukan dengan meningkatnya MDA (Sharma et al

2005) OPs berperan sebagai inhibitor enzim kolinesterase dan menginduksi

peningkatan stres oksidatif yaitu ketidakseimbangan antara antioksidan dan

radikal bebas (Patil et al 2003) Kerusakan oksidatif membran lipid eritrosit

dan protein mencerminkan terjadinya reaksi serupa pada myocyte Radikal bebas

yang merusak myocyte juga menyebabkan melemahnya otot pada penderita OPs

akut

Keracunan OPs pada sistem respirasi mengakibatkan bronko konstriksi

dengan sesak nafas dan peningkatan sekresi bronkus Pada umumnya gejala ini

29

timbul dengan cepat dalam waktu 6-8 jam tetapi bila paparan berlebihan dapat

menimbulkan kematian dalam beberapa menit

OPs juga menunjukan efek genotoksisitas (DNA) pada saat sel hidup

kemudian saat replikasi sel dan berakhir pada mutagenitas dan karsinogenitas

Genotoksisitas dihasilkan karena reaksi OPs dengan DNA sehingga DNA rusak

berupa penyimpangan kromosom OPs juga menunjukan efek karsinogenitas

meliputi perubahan sel normal menjadi sel neoplastik dan berkembang lebih lanjut

menjadi tumor (Hodgson 2004)

22 Asetilkolinesterase (AChE)

Kolinesterase merupakan katalis biologis yang berperan menjaga agar otot

kelenjar dan sel saraf bekerja harmonis Jika aktivitas kolinesterase jaringan

tubuh menurun maka dapat mempengaruhi aktivitas asetilkolinesterase saraf

sehingga asetilkolin (ACh) akan menumpuk di bagian ujung saraf dan menganggu

aliran impuls saraf akhirnya terjadi paralisis otot (Depkes RI 2007)

Kolinesterase merupakan suatu enzim dengan berat molekul sekitar 3000000 dan

mempunyai 48 bagian aktif yang masing-masing terdiri dari satu bagian anionik

dan satu bagian esteratik (protenated acidic group)

AChE adalah suatu serine hidrolase termasuk dalam kelompok esterase

yang mempunyai banyak sel satu AChE berperan sangat penting dalam tubuh

yaitu menghidrolisis neurotransmitter asetilkolin (ACh) menjadi asam asetat dan

kolin pada saraf sinapsis Kelompok ini berbeda dengan jenis ester karbosiklik

Aktivitas AChE yang terhambat oleh OPs pada CNS menyebabkan

30

terakumulasinya ACh dan menimbulkan gejala seperti sakit kepala meningkatnya

produksi ludah pernafasan terganggu dan dapat menyebabkan kematian (Du et

al 2008) AChE mempunyai dua sisi pengikatan yaitu daerah anionik dan daerah

esteratik keduanya penting untuk degradasi ACh

ACh adalah suatu hormon neuro yang terdapat diantara ujung-ujung saraf

dan otot sebagai media kimia yang berfungsi meneruskan rangsangan saraf ke

reseptor sel-sel otot dan kelenjar ACh dibuat di dalam ujung serabut saraf

motorik melalui proses asetilasi dari kolin ekstra sel dan koenzim A (Erwin dan

Kusuma 2012) Daerah anionik berfungsi untuk pengikatan sebuah molekul

ACh pada enzim Saat ACh terikat reaksi hidrolisis terjadi pada sisi aktif

esteratik ACh akan terurai menjadi kolin dan asam asetat Kolin kemudian

diambil lagi melalui sistem uptake kolin berafinitas tinggi pada membran

presinaps Proses hidrolisis ACh menjadi kolin dan asam asetat dapat dilihat pada

Gambar 28

Gambar 28

Reaksi hidrolisis ACh menjadi asam asetat dan kolin pada

sisi anion dan ester dari enzim asetilkolinesterase (Wiener dan

Hoffman 2004)

31

Penurunan aktivitas kolinesterase darah seseorang terjadi karena adanya

OPs dalam darah yang membentuk senyawa phosphorilated cholinesterase

sehingga enzim kolinesterase tidak dapat berfungsi lagi dan kadar aktif dari enzim

tersebut akan berkurang hal ini menyebabkan ACh lebih lama berada pada

reseptor sehingga memperpanjang efek rangsang saraf cholinergic pada sebelum

dan sesudah ganglion Rangsangan saraf yang terus-menerus akan merusak fungsi

saraf dan muncul dalam bentuk kelemahan otot mual-mual muntah hipersalivasi

tremor dan paralisis (Bajgar 2004) Akumulasi ACh yang menyebabkan

terjadinya disfungsi sistem saraf dan perilaku akan memicu kerusakan pada

sistem pernafasan yang akhirnya dapat menyebabkan kematian Sistem saraf yang

terganggu akibat penumpukan ACh menyebabkan terganggunya pasokan nutrisi

dan oksigen ke seluruh sel dan jaringan sehingga menghambat pertumbuhan

organisme (Robert 2011) Rangsang yang ditimbulkan oleh asetilkolin akan

berhenti bila ACh dihidrolisis menjadi kolin dan asam asetat oleh AChE

Aktivitas AChE yang terhambat menyebabkan ACh tidak dapat

dihidrolisis sehingga impuls saraf dari satu sel ke sel yang lain atau ke efektor

akan terganggu Petani yang terpapar OPs dengan dosis rendah dalam jangka

waktu lama juga menunjukan penurunan Superoxyde dismutase (SOD) dan

glutation reduktase OPs yang terakumulasi bertahun-tahun pada penyemprot

pestisida berbanding lurus dengan penurunan AChE dan berbanding terbalik

dengan Glucose-6-phosphate dehydrogenase (G6DPH)

32

23 Radikal Bebas

Radikal bebas adalah sekelompok spesies kimia baik berupa atom maupun

molekul yang memiliki elektron tidak berpasangan pada lapisan luarnya Radikal

bebas juga merupakan suatu kelompok spesies kimia dengan reaksi jangka pendek

yang memiliki satu atau lebih elektron bebas sehingga sangat reaktif mempunyai

spesifitas kimia yang rendah sehingga dapat bereaksi dengan berbagai molekul

lain seperti protein lemak karbohidrat dan DNA (Droge 2007)

Radikal bebas diartikan sebagai molekul yang relatif tidak stabil

mempunyai satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan pada orbit luarnya

bersifat reaktif dalam mencari pasangan elektronnya Radikal bebas dalam tubuh

akan segera bereaksi dengan molekul lain sehingga terjadi reaksi berantai yang

disebut peroksidasi lipid dan menghasilkan radikal bebas baru sehingga jumlah

radikal bebas terus bertambah (Marinajati et al 2012) Radikal bebas bersifat

tidak stabil sehingga tidak dapat mempertahankan bentuk aslinya dalam waktu

lama karena segera akan berikatan dengan molekul lain di sekitarnya Radikal

bebas akan menyerang molekul stabil yang terdekat dan mengambil elektronnya

Molekul yang terambil elektronnya ini akan menjadi radikal bebas baru sehingga

akan memulai suatu reaksi berantai yang pada akhirnya akan menyebabkan

kerusakan sel (Droge 2007)

Kelompok radikal bebas antara lain anion superoksida (O2) radikal

hidroksil (OH) dan radikal peroksil (RO2) sedangkan kelompok non radikal

misalnya hidrogen peroksida (H2O2) dan peroksida organik (ROOH) (Halliwell

dan Whiteman 2004) Radikal superoksida ( O2 -) merupakan bentuk yang paling

33

aktif yang paling banyak dihasilkan oleh berbagai mekanisme di dalam tubuh

seperti mitokondria sistem enzim NADPH oksidase reaksi dari xanthin oksidase

dan metabolisme asam arakidonat

Radikal bebas yang terbentuk di dalam tubuh (radikal bebas internal)

merupakan bagian integral dari proses fisiologis seperti saat pembentukan energi

dalam mitokondria melalui oksidasi fosforilasi Sumber radikal bebas internal

antara lain 1) Organ subseluler seperti mitokondria kloroplas mikrosom

peroksisom dan nuklei menghasilkan O2- 2) inflamasi selama inflamasi terjadi

fagositosis oleh makrofag dan metrofil keduanya membentuk radikal bebas

untuk memfagositosis bakteri 3) ion logam transisi Fe dan Cu berperan

membentuk radikal bebas dan menimbulkan peroksidasi lipid 4) oksidasi

enzimatik seperti xanthin oksidase dan lipoksigenase (Droge 2007) Radikal

bebas dapat juga berasal dari luar tubuh (radikal bebas eksternal) Sumber radikal

bebas eksternal antara lain polusi lingkungan (asap rokok asap kendaraan asap

pabrik) aktivitas fisik yang berlebih sinar ultra violet dari matahari radiasi obat-

obatan dan pestisida

Radikal bebas dapat terbentuk dari senyawa lain yang sebenarnya bukan

radikal bebas tetapi mudah menjadi radikal bebas misalnya hidrogen peroksida

(H2O2) dan ozon Kedua kelompok senyawa ini sering diistilahkan sebagai

Reactive Oxygen Species (ROS) atau senyawa Oksigen Reaktif (SOR) Sel-sel

hidup dari organisme aerob secara kontinyu membentuk SOR sebagai bagian dari

proses fisiologi metabolik dan reaksi-reaksi biokimia lainnya

34

SOR adalah kelompok senyawa yang sebenarnya bukan radikal bebas

tetapi mudah berubah menjadi radikal bebas (Droge 2007) SOR dihasilkan dalam

proses metabolisme oksidatif dalam tubuh misalnya pada proses oksidasi makanan

menjadi energi SOR diproduksi dalam jumlah yang cukup dalam tubuh seperti

sel darah putih menghasilkan H2O2 yang berfungsi untuk membunuh beberapa

jenis bakteri dan jamur namun H2O2 tidak menyerang secara spesifik sehingga

dapat menyerang asam-asam lemak tidak jenuh ganda atau polyunsaturated fatty

acid (PUFA) dari membran sel yang menyebabkan kerusakan struktur dan fungsi

sel (Winarsi 2007) SOR terbentuk sebagai produk samping reaksi oksidasi

fosforilasi untuk membentuk energi berupa Adenosine Tri Phosphate (ATP)

dalam rantai transport elektron pada mitokondria Proses tersebut membutuhkan

O2 tetapi tidak semua O2 berikatan dengan hidrogen untuk membentuk air sekitar

4 sampai 5 dari oksigen yang dikonsumsi berubah menjadi SOR (Marciniak

et al 2009) SOR seperti radikal super oksida (SOO-) dan radikal hidroksil

(OH-) yang dihasilkan oleh metabolisme sel yang normal maupun lingkungan

yang stres dapat menyebabkan sel-sel mati melalui peroksidasi lipid oksidasi

protein menghambat aktivitas enzim-enzim perubahan reduksi oksidasi intra sel

dan kerusakan DNA Hal ini menunjukkan bahwa SOR terlibat dalam timbulnya

beberapa penyakit dan proses penuaan

Organofosfat merupakan senyawa toksik yang mempunyai kemampuan

membentuk radikal bebas pada sistem biologi (Nur et al 2010) Reaksi radikal

bebas dengan komponen sel baik komponen struktural (molekul penyusun

membran) maupun komponen fungsional yaitu enzim dan DNA dapat merusak

35

sel melalui oksidasi lipid tidak jenuh dan protein sel (Zakaria 1996 dalam

Mardawati et al 2011) Kerusakan lebih lanjut pada organ sel adalah kerusakan

DNA dan membran sel Mekanisme tersebut menunjukan bahwa radikal bebas

dapat mempengaruhi timbulnya berbagai jenis penyakit degeneratif seperti

aterosklerosis Penelitian Amran et al (2009) mendapatkan ada korelasi yang

signifikan antara kerusakan DNA dengan perkembangan aterosklerosis dan

meningkatnya jumlah pasien Coronary Artery Disease (CAD)

24 Stres Oksidatif

Radikal bebas dalam jumlah tertentu di dalam tubuh dapat dinetralisir oleh

antioksidan endogen Antioksidan endogen utama pada sel-sel tubuh adalah

enzim SOD (Superoksida dismutase) glutation reduktase dan glutation

peroksidase (GPr dan GPx) serta catalase (CAT) Pembentukan radikal bebas

yang melebihi kemampuan aktivitas antioksidan endogen menyebabkan jumlah

keseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan akan terganggu Apabila

jumlah radikal bebas terus bertambah sedangkan jumlah antioksidan endogen

tetap maka kelebihan radikal bebas tidak dapat dinetralkan akibatnya radikal

bebas bereaksi dengan komponen-komponen sel dan menyebabkan kerusakan sel

Peningkatan jumlah radikal bebas atau oksidan menyebabkan timbulnya

suatu keadaan yang disebut stres oksidatif Stres oksidatif adalah suatu keadaan

ketidak seimbangan antara radikal bebas dan antioksidan dimana jumlah radikal

bebas lebih besar dari antioksidan Stres oksidatif adalah suatu keadaan patologis

yang disebabkan oleh kerusakan jaringan di dalam tubuh karena peningkatan

36

jumlah radikal bebas yang tidak normal (Halliwel 2006) Radikal bebas yang

jumlahnya jauh lebih banyak dari antioksidan akan bereaksi dengan cepat dan

merusak bermacam-macam substrat di dalam tubuh termasuk komponen-

komponen sel protein asam lemak tak jenuh ganda karbohidrat dan asam-asam

nukleat hal ini mengakibatkan berkembangnya penyakit kronik Serangan oksidan

terhadap asam lemak tidak jenuh sebagai komponen penting penyusun membran

sel dapat menimbulkan reaksi rantai yang disebut peroksidasi lipid Proses

tersebut mengakibatkan terputusnya ikatan dalam asam-asam lemak menjadi

berbagai senyawa yang toksik terhadap sel seperti malondialdehid (MDA) dan 9-

hidroksi nonenal MDA yang dihasilkan kemudian dilepaskan ke darah sehingga

kadar MDA di dalam darah dapat dijadikan sebagai penanda tidak langsung

adanya peroksidasi lipid dan peningkatan SOR

25 Malondialdehid (MDA)

Peningkatan stres oksidatif berdampak negatif pada beberapa komponen

penyusun membran sel yaitu kerusakan pada membran lipid membentuk

malondialdehida (MDA) kerusakan protein karbohidrat dan DNA (Kevin et

al2006) Kerusakan oksidatif yang diakibatkan oleh radikal bebas mempengaruhi

kondisi patologis berupa kerusakan sel jaringan dan berbagai organ seperti hati

ginjal dan jantung baik pada manusia maupun hewan Kerusakan ini dapat

berakhir pada kematian sel sehingga terjadi percepatan timbulnya berbagai

penyakit degeneratif (Kevin et al 2006 dan Valko et al 2007) MDA

merupakan metabolit hasil peroksidasi lipid oleh radikal bebas sehingga dapat

37

menggambarkan aktivitas radikal bebas dalam sel dan menjadi petunjuk terjadinya

stres oksidatif akibat radikal bebas (Asni 2009) Semakin tinggi kadar MDA

plasma maka semakin tinggi stres oksidatif yang terjadi dalam sel-sel tubuh

Peroksidasi lipid menghasilkan MDA dari radikal bebas akan selalu membentuk

reaksi berantai yang terus berlanjut sampai radikal bebas ini dihilangkan oleh

sistem antioksidan dari tubuh

MDA adalah hasil proksidasi lipid yang larut dalam air pada kondisi

normal MDA secara parsial diekskresikan melalui urine tetapi tidak diketahui

berapa jumlah MDA yang terbentuk dalam tubuh itu dapat dihilangkan oleh

ginjal MDA merupakan salah satu hasil dari peroksidasi lipid yang digunakan

sebagai indikator dari stres oksidatif (Hundekari et al 2013) Peningkatan

peroksidasi lipid mungkin disebabkan oleh inflamasi yang berkaitan dengan

infeksi virus dan menurunnya kadar antioksidan

Penelitian in vitro pada eritrosit manusia yang menyemprot pestisida

menunjukan peningkatan konsentrasi karbofuran meningkatkan kadar MDA

secara signifikan (Misrha et al 2013) yang mendapatkan kadar MDA pada darah

petani penyemprot pestisida lebih tinggi secara signifikan dibandingkan dengan

kontrol seperti ditunjukan pada Tabel 22

Paparan pestisida atrazine pada tikus dapat meningkatkan peroksidasi lipid

dan merusak membran di dalam sel yang dipapar Kandungan fosfolipid dan

kolesterol dalam membran eritrosit dapat diketahui dengan menggunakan teknik

scanning electron microscopy (SEM) dan dapat diketahui terjadi perubahan

morfologi dalam eritrosit yang sebanding dengan perubahan parameter biokimia

38

termasuk stres oksidatif (Singh et al2006) Kerusakan sel cedera irreversible sel

dan kematian sel dapat terjadi apabila stres oksidatif berlangsung lama

Tabel 22 Perbandingan profil biokimia antara kontrol

dan penyemprot pestisida

Parameters Controls(n=18)

Mean plusmnSD

Sprayers (n=50)

Mean plusmnSD

MDA (nmolTBARSml blood)

943 plusmn078

2630 plusmn202

CAT (μ mol H2O2 hydrolysed X

104mlg Hb)

1055plusmn1520

13569 plusmn 1234

SOD(μmol hydroysed X 104mlg

Hb)

329 plusmn 079 803 plusmn 246

Sumber Mishra et al 2013

26 Antioksidan

Antioksidan adalah molekul yang mampu memperlambat atau mencegah

oksidasi molekul lain (Chakraborty et al 2009) Antioksidan adalah senyawa-

senyawa yang dapat menunda atau menghambat terjadinya oksidasi biomolekul

dengan menghambat reaksi-reaksi oksidasi rantai oleh radikal bebas dan mampu

menurunkan kerusakan oksidatif (Jantan et al 2011) Antioksidan juga

didefinisikan sebagai senyawa yang mampu menunda memperlambat atau

menghambat reaksi oksidasi makanan maupun obat Antioksidan akan bereaksi

dengan oksidan sehingga mengurangi kapasitas oksidan untuk dapat menimbulkan

kerusakan (Shahidi 1997 dalam Asep et al 2012)

Antioksidan dalam sistem biologi baik antioksidan enzim maupun non

enzim melindungi sel dari kerusakan yang disebabkan oleh molekul-molekul yang

39

tidak stabil yang disebut radikal bebas Antioksidan membantu menghancurkan

radikal bebas yang merusak sel mendukung pertumbuhan sel-sel yang sehat

melindungi sel dari penuaan mendukung sistem imun dalam tubuh Antioksidan

bersifat sangat mudah teroksidasi atau bersifat reduktor kuat dibanding dengan

molekul lain sehingga keefektifan antioksidan tergantung dari seberapa kuat daya

oksidasinya semakin mudah teroksidasi maka semakin efektif antioksidan

tersebut Antioksidan mampu melindungi sel melawan kerusakan yang

ditimbulkan oleh radikal bebas dan SOR seperti singlet oksigen peroksi nitrit

superoksida radikal peroksida dan radikal hidroksil (Chaveri et al2008 )

Antioksidan dapat menunda atau mencegah terjadinya reaksi oksidasi

radikal bebas dan oksidasi lipid dalam konsentrasi yang lebih rendah dari substrat

yang dapat dioksidasi Suhartono et al (2008) menyatakan antioksidan dapat

diklasifikasikan dalam 5 tipe yaitu a) Antioksidan primer berupa senyawa-

senyawa fenol yang mampu memutus rantai reaksi pembentukan radikal bebas

asam lemak Senyawa ini memberikan atom hidrogen yang berasal dari gugus

hidroksi sehingga terbentuk senyawa yang stabil seperti BHA (butyl

hidroksilanisol) BHT (butyl hydrotoluen) dan tokoferol b) Antioksidan

perangkap oksigen yaitu senyawa-senyawa yang berperan sebagai pengikat

oksigen sehingga mencegah reaksi oksidasi Senyawa ini mengadakan reaksi

dengan oksigen yang berada dalam sistem sehingga jumlahnya berkurang seperti

vitamin C (asam askorbat) askorbil palminat asam eritorbat dan sulfit c)

Antioksidan sekunder adalah senyawa-senyawa yang mempunyai kemampuan

untuk berdekomposisi dengan hidroperoksida menjadi produk akhir yang stabil

40

d) Antioksidan enzim yaitu enzim yang berperan mencegah terbentuknya radikal

bebas seperti glukose oksidase superoksida dismutase (SOD) glutation

peroksidase (GPx) dan katalase (CAT) dan e) Antioksidan Chelators

sequestrants yaitu senyawa-senyawa yang mampu mengikat logam seperti besi

dan tembaga yang mampu mengkatalisis reaksi oksidasi lemak seperti asam sitrat

asam amino ethylenediaminetetra acetid acid (EDTA) dan fosfolipid

Antioksidan bereaksi dengan radikal bebas dengan mengurangi

konsentrasi oksigen mencegah pembentukan singlet oksigen yang reaktif

mencegah inisiasi rantai pertama dengan menangkap radikal primer seperti radikal

hidroksil mengikat katalis ion logam mendekomposisi produk-produk primer

radikal menjadi senyawa non-radikal dan memutus rantai hidroperoksida

sehingga mengurangi kapasitas radikal bebas untuk menimbulkan kerusakan

(Mardawati et al 2011)

Berdasarkan mekanisme kerjanya antioksidan dikelompokan menjadi 1)

Antioksidan primer yaitu antioksidan yang bereaksi dengan radikal lipid berenergi

tinggi untuk menghasilkan produk yang memiliki kestabilan termodinamis lebih

baik seperti golongan fenol (isoflavon) 2) Antioksidan sekunder yang juga

dikenal dengan antioksidan pencegah (Preventive Antioxidant) yang dapat

memperlambat reaksi inisiasi dengan cara memutus rantai hidroperoksida seperti

dilauril thio-dipropionate dan asam thiodipropionate Antioksidan golongan ini

adalah antioksidan yang berikatan dengan gugus thiol (Shahidi dan Naczk1995

dalam Mardawati et al 2011)

41

Antioksidan pemutus rantai adalah molekul kecil yang dapat menerima

dan memberi elektron dari atau ke radikal bebas sehingga membentuk senyawa

baru yang stabil seperti vitamin E dan vitamin C Sedangkan antioksidan logam

transisi terikat protein bekerja mengikat ion-ion logam Fe2+

dan Cu2+

seperti

flavonoid dapat mencegah radikal bebas Antioksidan jenis ini memperbaiki

kerusakan sel-sel dan jaringan yang disebabkan radikal bebas (Winarsi 2007)

Mekanisme kerja antioksidan senyawa fenolik adalah sebagai berikut

Radikal Lipida Antioksidan Radikal Antioksidan

ROO + AH ROOH + A

RO + AH ROH + A

R + AH RH + A

OH + AH H2O + A

Senyawa antioksidan (AH) dapat memberikan atom hidrogen secara cepat ke

radikal lipida (ROO RO R OH ) dan mengubahnya menjadi bentuk yang lebih

stabil Sementara turunan radikal antioksidan (A) yang dihasilkan lebih stabil

dibandingkan radikal lipida karena akan terjadi delokalisasi perbaikan elektron

dari ikatan rangkap pada cincin benzen sebagai indikasi oleh ikatan isomer

valensi

Peningkatan jumlah gugus hidroksil (alkil hidrogen pada struktur

kimianya) pada posisi para atau ortho seperti pada genistein dapat meningkatkan

aktivitas antioksidan isoflavon Antioksidan dapat menghambat oksidasi atau

42

menghentikan reaksi berantai pada radikal bebas dari lemak yang teroksidasi

dapat melalui empat macam mekanisme reaksi yaitu 1) Pelepasan hidrogen dari

antioksidan 2) Pelepasan elektron dari antioksidan 3) Adisi lemak ke dalam

cincin aromatik pada antioksidan dan 4) Pembentukan senyawa kompleks antara

lemak dan cincin aromatik dari antioksidan

Antioksidan dapat mencegah tidak terkontrolnya pembentukan radikal

bebas dan aktivitas SOR atau mencegah reaksinya dengan struktur biologi (Nisar

et al 2013) Status antioksidan baik yang endogen maupun yang eksogen yang

menurun dapat mengganggu keseimbangan redoks seluler dan kondisi patologis

akan menjadi karakteristik utama dan membentuk stres oksidatif pada sel maupun

jaringan

261 Antioksidan enzimatis

Di dalam sistem biologis sudah tersedia antioksidan berupa enzim

(antioksidan enzimatis) yaitu superoksida dismutase (SOD) katalase (CAT) dan

glutation peroksidase (GPx) Antioksidan-antioksidan ini bekerja dengan cara

mencegah pembentukan senyawa radikal bebas baru atau mengubah radikal bebas

yang telah terbentuk menjadi molekul yang kurang reaktif (Finosh dan Jayabalan

2013) Mekanisme kerja antioksidan enzimatik adalah mengkatalisir pemusnahan

radikal bebas dalam sel Aktivitas enzim intrasel SOD dan CAT mengkatalisasi

dismutasi superoksida dan hidrogen peroksida aktivitas GPx mereduksi hidrogen

peroksida dan peroksida organik menjadi air dan oksigen Aktivitas enzim

intrasel ini dapat dilihat pada Gambar 29

43

GPx merupakan enzim penangkal radikal bebas dengan dua cara yaitu

pertahanan terhadap oksidan dan dengan mengkatalisis peroksida menjadi air dan

oksigen GPx memerlukan glutation sebagai substrat terdapat dalam dua bentuk

yaitu glutation tereduksi atau GSH dan glutation teroksidasi atau GSSG Ketika

mengkatalisis perubahan hidrogen peroksida (H2O2) menjadi H2O GSH

dioksidasi menjadi GSSG kemudian GSSG dapat direduksi kembali oleh NADPH

untuk mendapatkan kembali GSH (Marciniak et al 2009)

Gambar 29

SOD dan CAT mengkatalisasi dismutasi superoksida dan hidrogen peroksida

(Finosh dan Jayabalan 2013)

Enzim GPx terdapat terutama dalam mitokondria merupakan enzim

scavenger terhadap hidrogen peroksida dan berperan utama dalam mengatur

konsentrasi H2O2 dan dan berbagai macam peroksida organik Aktivitas GPx yang

menurun menunjukkan terjadinya penurunan kapasitas menghilangkan H2O2 dan

terjadinya hidroperoksida lemak

44

Enzim GPx sangat berperan dalam pengaktifan kembali enzim

kolinesterase melalui 1) Pengaktifan AMP siklik yang secara langsung dapat

mengaktifkan enzim kolinesterase 2) keseimbangan NADP dan NADPH pada

jalur glikolisis aerobik dalam eritrosit sehingga eritrosit tidak rusak kerusakan

eritrosit dapat menurunkan produksi kolinesterase darah 3) peranan kofaktor

prostaglandin pada sintesis tromboksan A2 yang memacu trombogenesis dan

vasokonstriksi pembuluh darah bersamaan dengan terbentuknya tromboksan akan

diaktifkan cAMP yang secara langsung mengaktifkan kinase protein termasuk

kinase protein enzim kolinesterase 4) sebagai antioksidan yang dapat melindungi

sel termasuk eritrosit dari kerusakan akibat radikal bebas 5) sebagai kofaktor

proses oksidasi dealkilasi ikatan organofosfat dengan kolinesterase darah 6)

berperan sebagai detoksifikasi dalam tubuh dengan mereduksi radikal bebas

peroksida sekaligus membentuk peroksida lipid di dalam membran sel (Stranges

et al 2010)

GPx adalah enzim antioksidan yang dapat mendetoksifikasi hidrogen

peroksida dan lipid hidroperoksida dalam menurunkan glutation Di dalam darah

terdapat beberapa jenis GPx dua diantaranya adalah GPx seluler (cGPx) dalam sel

darah merah dan GPx ekstrasel (eGPx) terdapat dalam plasma GPx sebagai enzim

antioksidan bekerja menjadi peredam (quenching) radikal bebas dan berperan

dalam metabolisme xenobiotik yang ditemukan dalam sel (Sen et al 2010)

GPx dengan konsentrasi tinggi ditemukan dalam hepar dan sel darah

merah sedangkan pada jantung ginjal paru-paru adrenal lambung dan jaringan

adipose mengandung GPx dalam kadar sedang GPx kadar rendah ditemukan

45

dalam otak otot testis dan lensa mata GPx yang rendah berkorelasi dengan

gangguan yang berhubungan dengan radikal bebas (Judge et al 2005) Jika

antioksidan endogen gagal mengatasi produksi metabolit reaktif maka

antioksidan eksogen akan diperlukan untuk menyeimbangkan status redoks

(Noori 2012) Sumber makanan termasuk tanaman rempah-rempah vitamin dan

ekstrak herbal memainkan peran penting dalam hal ini

262 Antioksidan non enzimatis

Antioksidan non enzimatis disebut juga antioksidan sekunder atau

antioksidan eksogen (diperoleh dari luar) digolongkan menjadi dua golongan

yaitu yang larut dalam lemak seperti tokoferol karotenoid flavoniod quinon dan

bilirubin serta yang larut dalam air seperti asam askorbat asam urat protein

pengikat logam dan protein pengikat heme (Winarsi 2007) Antioksidan ini dapat

berupa bahan-bahan alami dan juga sintetis Antioksidan alami seperti vitamin

adalah campuran redoks yang seimbang dengan bentuk tereduksi dan teroksidasi

dan sebaliknya untuk antioksidan sintetis merupakan redoks yang tidak seimbang

bahkan menghasilkan radikal bebas yang pada beberapa kasus berbahaya (Rani

etal 2004)

Vitamin C merupakan antioksidan yang sangat penting dalam cairan

ekstra sel karena dapat menyerang radikal-radikal yang larut dalam darah dan

melindungi lemak plasma dari perusakan peroksidasi oleh radikal-radikal peroksil

Peran utama vitamin C adalah menetralisir radikal bebas yang ada di dalam dan

di luar sel Vitamin C merupakan sumber elektron pendonor bagi radikal bebas

(Nisar et al 2013) Vitamin C berperan positip dalam proses detoksifikasi

46

yang sangat diperlukan untuk sintesis kolagen dan pertumbuhan serta

pemeliharaan jaringan epitel Peranan vitamin C sebagai pembawa hidrogen yang

merupakan siklus esensial dalam metabolisme protein dan karbohidrat yang

berfungsi memelihara kekuatan pembuluh darah Vitamin C sangat penting untuk

melawan radikal bebas dalam cairan ekstra sel dan melindungi biomembran dari

peroksidasi Pemberian air kelapa dapat meningkatkan aktivitas GPx SOD dan

CAT pada pekerja terpapar merkuri karena air kelapa mengandung vitamin C

B1 B6 asam-asam amino metionin selenium dan mineral berfungsi melindungi

sel tubuh dari serangan radikal bebas dan mencegah efek paparan merkuri

(Zulaikhah et al 2013) Defisiensi antioksidan yang berupa vitamin C vitamin

E Se Zn dan glutation dalam derajat ringan hingga berat sangat berpengaruh

terhadap respon imun

Komponen kimia yang berperan sebagai antioksidan adalah senyawa

golongan fenolik dan polifenolik yang memiliki kemampuan untuk menangkap

radikal bebas Flavonoid merupakan golongan terbesar dari senyawa polifenol

yang sangat efektif digunakan sebagai antioksidan Senyawa-senyawa ini banyak

terdapat di alam terutama pada tumbuh-tumbuhan seperti teh buah-buahan

sayuran dan anggur (Ramle et al 2008)

Aktivitas antioksidan dari berbagai tanaman erat hubungannya dengan

kandungan fenolnya ada indikasi substansi fenol seperti flavonoid dan asam-

asam fenolat berpotensi lebih besar sebagai antioksidan dibandingkan dengan

vitamin C dan vitamin E Aktivitas antioksidan flavonoid tergantung pada

struktur molekulnya terutama gugus prenil (CH3)2C=CH-CH2 Department of

47

Environmental and Molecular Toxicology Oregon State University dalam

penelitiannya mendapatkan bahwa gugus prenil flavonoid dikembangkan untuk

pencegahan atau terapi terhadap penyakit-penyakit yang dihubungkan dengan

radikal bebas

Asupan antioksidan diperlukan untuk membantu mengembalikan

ketidakseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan endogen serta

mengurangi kerusakan oksidatif dalam tubuh Salah satu terapi antioksidan yang

digunakan adalah ekstrak kulit buah manggis (Garcinia mangostana L) Kulit

buah manggis memiliki kandungan xanthone yang tinggi sehingga memiliki

kemampuan untuk menangkap radikal bebas Gugus hidroksil (OH) yang dimiliki

oleh xanthone efektif mengikat radikal bebas dengan elektron yang tidak memiliki

pasangan Antioksidan ini bekerja dengan cara memotong reaksi oksidasi berantai

dari radikal bebas atau dengan cara menangkapnya sehingga radikal bebas tidak

akan bereaksi dengan komponen seluler dan kerusakan sel dapat dihindari

Makanan yang kaya antioksidan memegang peran dalam mencegah

penyakit-penyakit kanker dan penyakit penurunan fungsi otak Antioksidan dapat

mengurangi resiko penyakit kronis dan mencegah berbagai penyakit baik dengan

cara meningkatkan pertahanan antioksidan dalam tubuh atau dengan cara

mengkonsumsi makanan yang kaya antioksidan Mengkonsumsi antioksidan yang

ada dalam makanan sehari-hari dapat memberi perlindungan terhadap stres

oksidatif Hundekari et al (2013) mendapatkan perlakuan antioksidan dengan

dosis yang sesuai dapat menurunkan kerusakan oksidatif sehingga efektif untuk

memperbaiki kasus keracunan akut OPs

48

27 Manggis

271 Tumbuhan manggis

Tumbuhan manggis (Garcinia mangostana L) berasal dari Asia Tenggara

dan merupakan tumbuhan fungsional karena hampir semua bagian dari tumbuhan

ini dapat dimanfaatkan sebagai obat Manggis termasuk dalam family Guttiferae

dan merupakan species terbaik dari genus Garcia Buah manggis sering dijuluki

Queen of tropical fruit karena mempunyai rasa enak daging buah putih halus

bentuk buah bagus dan disukai banyak orang (Chaverri et al 2008) Manggis

sering disebut mangostin atau kadang-kadang disebut buah super dengan berbagai

karakteristik seperti rasa aroma kaya nutrisi dan daya antioksidan yang tinggi

Buah manggis (Garcinia mangostana L) merupakan buah yang eksotik

karena memiliki warna yang menarik dan kandungan gizi yang tinggi sehingga

buah manggis memiliki prospek yang cukup baik untuk dikembangkan

(Mardawati et al 2011) Tingkatan taksonomi tanaman manggis adalah sebagai

berikut (Prihatman 2000)

- Kingdom Plantae

- Divisi Spermathophyta (Tumbuhan berbiji)

- Sub Divisi Angiospermae (Berbiji tertutup)

- Kelas Dicotyledonae (Biji berkeping dua)

49

- Ordo Theales

- Famili GuttiferaeClusiaceae

- Genus Garcinia

- Spesies Garcinia mangostana L

Selain sebagai buah yang eksotik manggis juga mengandung berbagai senyawa

yang bermanfaat bagi tubuh seperti triterpenoid mangostin tannin resin

kalsium zat besi dan vitamin B1 Potensi manggis tidak hanya terbatas pada

buahnya saja tetapi juga hampir seluruh bagian tumbuhan manggis menyimpan

potensi yang sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia

Kulit buah manggis mengandung beberapa senyawa yang memiliki

aktivitas farmakologi seperti antiinflamasi antihistamin antibakteri anti penyakit

jantung antijamur bahkan untuk terapi HIV (Chaveri et al 2008) Senyawa

utama kandungan kulit buah manggis yang dilaporkan bertanggung jawab atas

beberapa aktivitas farmakologi adalah golongan xanthone yang meliputi

mangostin mangosterol mangostinon A dan B trapezifolixanthone tovophyllin

B dan beta mangostin garcinon B mangostanol flavonoid epikatekin dan

gartanin136-trihidoksi-7-metoksi-28-bis(3-metil-2-butenil)-9H-xanten-9-on(alfa

mangostin) dan 1367-tetrahidroksi-28-bis (3-metil-2-butenil)-9H-xanten-9-on

(gamma mangostin) yang sangat bermanfaat untuk kesehatan (Qosim 2007)

Kandungan antioksidan manggis banyak terdapat pada kulit buahnya

dikenal sebagai antioksidan yang efektif karena mengandung senyawa biologi

xanthones walaupun dapat juga ditemukan dalam semua bagian manggis baik

pada buah kulit buah kulit kayu maupun daunnya Senyawa xanthone hanya

50

dihasilkan oleh genus garcinia Xanthone memiliki struktur kimia yang unik

terdiri dari sistem aromatik trisiklik (C6-C3-C6) dengan kelompok isoprena

metoksil dan hidroksil terletak pada cincin A dan B sehingga senyawa xanthone

beragam Struktur umum xanthone dapat dilihat pada Gambar 210

Gambar 210

Struktur umum senyawa xanthone (Chaverri et al 2008)

Xanthone termasuk golongan senyawa flavonoid Senyawa ini memiliki

dua cincin benzene dan satu cincin piran Inti xanthone dikenal sebagai 9-

xanthenone atau dibenzo-c-pyrone Xanthone dapat diklasifikasikan ke dalam lima

kelompok yaitu oxygenated xanthone xanthone glycoside prenylated xanthone

xanthonolignoid dan miscellaneous xanthone Menurut Chaverri et al (2008)

terdapat 200 lebih xanthone yang tersedia di alam ini dan 50 diantaranya

terkandung dalam kulit buah manggis

Xanthone memiliki rumus molekul C13H8O2 sehingga memiliki massa

molar sebesar 196191 gram mol Dalam penamaan menurut IUPAC senyawa ini

diberi nama 9H-xanthen-9-one Uji aktivitas antioksidan kulit buah manggis

dengan menggunakan peroksinitrit sebagai radikal bebas diketahui bahwa 8-

hydroxycudraxanthone G gartanin α-mangostin γ-mangostin dan smeath-

xanthone A merupakan komponen yang memiliki aktivitas antioksidan terbesar

51

(Jung et al 2006) Senyawa xanthone yang banyak terdapat pada kulit manggis

yaitu α - dan γ - mangostin (Obolsky et al 2009)

Struktur kimia beberapa turunan xanthone seperti α mangostin β

mangostin dan γ mangostin dapat dilihat pada pada Gambar 211

(Chaivisuthangkura et al 2008)

α mangostin β mangostin γ mangostin

Gambar 211

Struktur Kimia beberapa derivat xanthone

(Chaivisuthangkura et al 2008)

Senyawa-senyawa xanthone juga mempunyai aktivitas antibakteri

melawan S Aureus strain yang resisten terhadap penicillin dan methicillin

aktivitas antifungi melawan F Oxiforum A Tenuls dan D Oryzae (Chomnawang

2007) Garcinia mangostana dan senyawa-senyawa xanthone α-mangostin

mendorong aktivitas antimikroba melawan P acnes dan S epidermis yang

merupakan agen etiologi kritis pada jerawat (Chomnawang et al 2007)

Senyawa alfa-mangostin sebagai turunan xanthone memiliki kemampuan

dalam menekan pembentukan senyawa karsinogen pada kolon Xanthone juga

52

bermanfaat mencegah pertumbuhan sel kanker dan tumor Kemampuan

antioksidannya bahkan melebihi vitamin C dan E yang selama ini dikenal sebagai

antioksidan yang paling efektif (Ummi dan Any 2014) Hasil penelitian Kosem

et al (2007) mendapatkan ekstrak metanol kulit buah manggis mengandung α

mangostin sebesar 2519 g100 g ekstrak

Moongkandi et al (2004) menyatakan kulit buah manggis bermanfaat

penting bagi kesehatan karena kaya akan antioksidan seperti xanthone dan

antosianin Antosianin merupakan salah satu antioksidan kuat yang mampu

mencegah berbagai kerusakan akibat stress oksidatif sehingga mampu melindungi

sel dari radikal bebas Penelitian lain juga mendapatkan bahwa xanthone dari

manggis memiliki aktivitas antioksidan antitumor antiinflamasi antialergi

antifungi dan antibakteri (Suksamrarn et al 2006 dan Chaverri et al 2008)

Garcinia mangostana memiliki aktivitas antioksidan yang signifikan pada

IC50 sebesar 613 μgml juga efektif dalam scavenging radikal bebas dan bisa

mengurangi produksi cytokine sebagai suatu proinflamasi Senyawa xanthone

pada kulit buah manggis merupakan antioksidan tingkat tinggi karena kandungan

antioksidannya 667 kali dari wortel dan 83 kali jeruk (Qosim 2007)

Antioksidan yang terkandung dalam kulit buah manggis didominasi oleh

senyawa fenol yaitu xanthone Kadar xanthone dalam manggis berbeda-beda

tergantung pada kualitas buah yang terbesar didapatkan pada buah dengan kulit

burik atau kasar yakni sebesar 23544 μgg ekstrak sedangkan pada buah besar

dengan kulit mulus mengandung kadar xanthone sebesar 18502 μgg ekstrak

buah kecil sebesar 20434 μgg dan buah dengan kulit mengandung getah kuning

53

15289 μgg ekstrak Xanthone dalam kulit buah yang mengandung getah kuning

berperan dalam mekanisme pertahanan mencegah terjadinya stres akibat serangan

hama atau kerusakan fisik (Arsana 2014)

Xanthone sebagai antioksidan akan memutus rantai reaksi oksidasi radikal

bebas untuk mencegah reaksi oksidasi dengan reaksi reduksi yang melibatkan

hidrogen Keterlibatan hidrogen dalam reaksi-reaksi reduksi dapat menghambat

reaksi oksidasi antara radikal bebas dengan oksigen Kadar Oxygen Radical

Absorbance Capacity (ORAC) dari xanthone mencapai 17000-20000 ORAC per

100 ons kulit manggis lebih besar dari wortel dan jeruk yang kadar ORAC-nya

hanya 300 dan 2400 (Fanany 2013) Manfaat yang demikian besar menyebabkan

xanthone sangat dibutuhkan dalam tubuh sebagai penyeimbang prooksidan

Prenilasi xanthone juga mempunyai efek penghambat terhadap M Tuberculosis

Alfa-mangostin yang merupakan derivat xanthone didapatkan mempunyai potensi

sebagai antimikroba (Suksamrarn et al 2006) Selain itu kulit buah manggis

juga mengandung beberapa senyawa lain seperti yang tertera pada Tabel 23

Tabel 23

Komposisi Tepung Kulit Buah Manggis

Sumber Shahidi 1997 dalam Ummi dan Any 2014

No Komponen Kadar ( bk)

1

Air 900

2 Abu 258

3 Gula 692

4 Protein 269

5 Serat Kasar 3005

6 Lainnya (Tanin lemak dll) 4876

54

272 Ekstrak kulit buah manggis

Ekstrak kulit buah manggis mengandung berbagai senyawa yang diduga

bekerja sebagai antioksidan dengan cara mendonorkan elektronnya kepada radikal

bebas sehingga mencegah terjadinya peroksidasi lipid baik pada tahap inisiasi

propagasi maupun pada tahap terminasi (Middleton et al 2000) Senyawa-

seyawa ini bekerja sebagai sinyal yang akan mengaktivasi nuclear factor

erythroid 2- related factor 2 (Nrf2) yang terikat pada Kelch-like ECH-associated

protein-1 (Keap1) dalam sitoplasma sehingga mengalami disosiasi dan translokasi

menuju nukleus Dalam nukleus Nrf2 berasosiasi pada bagian promoter gen yang

disebut Antioxidant Respone Element (ARE) sehingga memicu ekspresi gen

penyandi antioksidan Senyawa yang terkandung dalam ekstrak kulit buah

manggis disamping bekerja sebagai antioksidan dengan cara mendonorkan

elektronnya kepada radikal bebas juga dapat menstimulasi ekspresi gen penyandi

antioksidan melalui aktivasi Nrf2 Salah satu stimulan tersebut adalah golongan

fenol (Inoue 2001) Ekstrak kulit buah manggis dapat mengatur aktivitas catalase

dalam aktivitasnya sebagai scavenger H2O2 atau mengatur gen Nrf-2 (Bartz et

al 2010) Hal ini sesuai dengan yang didapatkan dalam penelitian

Weecharangsan et al (2006) aktivitas ekstrak air dan ekstrak etanol kulit buah

manggis berperan sebagai scavenger H2O2

Skrining fitokimia dilakukan untuk memberikan gambaran tentang

golongan senyawa yang terkandung dalam ekstrak etanol kulit buah manggis

Hasil uji skrining fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak etanol kulit buah

manggis mengandung senyawa golongan alkaloid triterpenoid saponin

55

flavonoid tannin dan polifenol (Kristianti et al 2008) Polifenol adalah senyawa

fenolik yang memiliki lebih dari satu gugus hidroksil (OH) golongan senyawa ini

terdapat pada berbagai jenis tumbuhan yang mempunyai berbagai macam aktivitas

biologi salah satunya adalah aktivitas antioksidan (Scalbert et al 2005)

Polifenol banyak ditemukan dalam buah-buahan sayuran dan biji-bijian

yang merupakan sumber antioksidan alami Senyawa polifenol terdiri dari

beberapa subkelas yakni flavonol isoflavon (dalam kedelai) flavanon

antosianidin katekin dan biflavan Semua polifenol mampu menjadi perangkap

oksigen dan radikal alkil dengan memberikan donor elektron sehingga terbentuk

radikal fenoksil yang relatif stabil (Mokgope 2006) Senyawa-senyawa polifenol

alami secara langsung sebagai scavenger SOR dan secara tak langsung melindungi

aktivitas beberapa enzim sehingga berpotensi meningkatkan antioksidan endogen

(Masella et al 2005) Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Martin et al

(2010) yang mendapatkan CPE (cocoa polyphenolic extrac) yang mengandung

senyawa-senyawa flavonoid seperti katecin epikatecin dan prosianidin

meningkatkan aktivitas GPx dan glutation reduktase (GR) Senyawa-senyawa ini

mereduksi produksi SOR dan mengatur aktivitas antioksidan enzim Peningkatan

aktivitas enzim antioksidan dapat digunakan sebagai terapi penyakit-penyakit

yang disebabkan oleh stress oksidatif

Senyawa fenol sebagai antioksidan tergantung dari beberapa faktor seperti

ikatan gugus hidroksil pada cincin aromatik posisi ikatan posisi hidroksil bolak

balik pada cincin aromatik dan kemampuannya dalam memberi donor hidrogen

atau donor elektron serta kemampuannya dalam memerangkap radikal bebas (free

56

radical scavengers) Palakawong et al (2010) mendapatkan daya antioksidan

ekstrak kulit buah manggis sebesar 594 microgml yang dianalisis dengan metode

DPPH Ekstrak kulit manggis mengandung total fenol yang cukup tinggi yaitu

sebesar 4112 mgg dengan aktivitas antioksidannya sebesar 8442 (Dyahnugra

et al 2015) Ekstrak etanol kulit buah manggis menunjukkan aktivitas yang

signifikan dalam menghambat pembentukan 50 radikal menghambat radikal

superoxide (O2-) mereduksi produksi ROS dan dapat menangkap radikal

hidroksil (OH-) (Chomnawang et al 2007)

Senyawa flavonoid adalah senyawa-senyawa polifenol yang memiliki 15

atom karbon (C6-C3-C6) terdiri dari dua cincin benzena yang dihubungkan

menjadi satu oleh rantai linier yang terdiri dari tiga atom karbon Flavonoid

dalam ekstrak kulit buah manggis berperan membasmi radikal bebas dengan

berbagai cara misalnya dengan menghambat enzim yang bertanggung jawab

memproduksi anion superoksida yaitu xantin oksidase ada juga dengan

menyumbangkan elektronnya ke radikal superoksida atau radikal lipid agar stabil

(Smith et al 2005)

Ekstrak kulit buah manggis baik dengan pelarut air etanol 50 etanol

95 dan etil asetat menunjukan aktivitas antioksidan dan neuroprotektif

(Weecharangsan et al 2006) Kapasitas antioksidan ekstrak air dan etanol 50

diuji dengan metoda DPPH didapatkan masing-msing sebesar 3498 dan 3076

Kapasitas antioksidan ekstrak ini sudah dicobakan pada sel neuroblastoma

(NG108-15) yang terpapar hidrogen peroksida (H2O2) kedua ekstrak ini

memperlihatkan aktivitas neuroprotektif dengan konsentrasi 50 lgmL Aktivitas

57

neuroprotektif ekstrak etanol 50 kulit buah manggis lebih tinggi dibandingkan

dengan ekstrak air Ekstrak etanol kulit buah manggis juga mempunyai aktivitas

antioksidan yang signifikan sebagai penghambat pembentukan radikal DPPH

(Chomnawang et al 2007)

Ekstrak kulit buah manggis diketahui memiliki daya antioksidan sangat

kuat hal ini dibuktikan dengan menggunakan fraksi pelarut metanol etanol dan

etil asetat semuanya memiliki daya antioksidan EC50 kurang dari 50 Fraksi

metanol mempunyai nilai EC50 yang paling kecil dibanding dengan kedua

fraksi lainnya masing-masing 800 mgL 926 mgL dan 2948 mgL ini berarti

fraksi metanol mempunyai aktivitas antioksidan yang lebih besar dibandingan

dengan fraksi etanol dan etil asetat (Mardawati et al 2011) Hal ini didukung

oleh Li dan Xu (2015) yang menyatakan ekstrak metanol kulit buah manggis

mempunyai aktivitas antioksidan yang kuat karena kandungan polifenolnya sangat

tinggi

Senyawa fenol banyak ditemukan pada berbagai tanaman Senyawa ini

telah dieksploitasi secara intensif karena selain berfungsi sebagai antioksidan juga

memiliki berbagai fungsi biologi seperti anti mutagenik dan anti karsinogenik

Antioksidan alami yang terdapat dalam tanaman akan meredam radikal bebas

yang berbahaya dari tubuh Senyawa-senyawa polifenol dari tanaman seperti

flavonoid digambarkan sebagai peredam SOR Ekstrak kulit buah manggis dapat

mengurangi produksi SOR intrasel secara signifikan yang ditentukan dengan 27-

dichlorofluorescein diacetate (DCFH-DA) dalam SKBR3 saluran sel

(Moongkarndi et al 2004) Aktivitas radikal hidroksil (HO-) diperangkap oleh

58

xanthone yang diisolasi dari beberapa ekstrak kulit buah manggis (Chin et al

2008) Xanthone dapat diklasifikasikan ke dalam lima kelompok yaitu

oxygenated xanthone xanthone glycoside prenylated xanthone xanthonolignoid

dan miscellaneous xanthone Saat ini sekitar 1000 xanthone berbeda telah

diketahui (Chaverri et al 2008)

Kulit buah manggis mengandung 90 xanthone terutama α dan β

mangostin yang disebut panaxanthone dapat memulihkan sistem pertahanan

antioksidan endogen seperti aktivitas SOD GPx dan kadar GSH secara invitro

dan in vivo memecah langsung SOR untuk mengurangi penipisan GSH dan

meghambat peroksidasi lipid Efek protektif α mangostin diduga terhadap stress

oksidatif dimediasi melalui jalur Nrf2 (Jung et al 2006) Ekstrak kulit buah

manggis dapat menurunkan MDA meningkatkan SOD dan GPx pada tikus yang

mengalami peningkatan MDA serta penurunan SOD dan GPx karena perlakuan

latihan (Arsana 2013) Hal yang sama didapatkan oleh Sudjarwo dan

Koerniasari (2015) bahwa pemberian ekstrak kulit buah manggis dapat

meningkatkan aktivitas GPx dan SOD ginjal tikus yang menurun karena diberi

perlakuan logam berat timbal mungkin disebabkan oleh kemampuan ekstrak

kulit buah manggis mengurangi akumulasi radikal bebas

Skrining fitokimia ekstrak kulit manggis juga menunjukkan bahwa kulit

buah manggis mengandung senyawa metabolit sekunder berupa golongan alkaloid

saponin tanin polifenol dan flavonoid (Poeloengan dan Praptiwi 2010)

Saponin merupakan zat aktif yang dapat meningkatkan permeabilitas membran

sehingga terjadi hemolisis sel Apabila saponin berinteraksi dengan sel bakteri

59

maka bakteri tersebut akan rusak atau lisis sedangkan flavonoid merupakan

kelompok senyawa fenol yang mempunyai kecenderungan untuk mengikat

protein sehingga mengganggu proses metabolisme bakteri tersebu Senyawa-

senyawa fenolik dapat bereaksi dengan senyawa oksigen reaktif disebabkan

oleh satu atau dua gugus hidroksil pada cincin aromatik dapat berperan sebagai

donor hidrogen (Dungir et al 2012)

Tanin dalam konsentrasi rendah mampu menghambat pertumbuhan

bakteri sedangkan pada konsentrasi tinggi mampu bertindak sebagai antibakteri

dengan cara menggumpalkan protoplasma bakteri sehingga terbentuk ikatan yang

stabil dengan protein bakteri Selain itu pada saluran pencernaan tanin mampu

mengeliminasi toksin (Poeloengan dan Praptiwi 2010)

Flavonoid merupakan golongan senyawa yang mempunyai kemampuan

sebagai antioksidan Flavonoid juga berperan mengaktifkan enzim kunci dalam

respirasi mitokondria dan melindungi sel neuron sehingga mencegah stres

oksidatif dan kerusakan jaringan Asupan flavonoid berperan sebagai

neuroprotektif berpotensi melindungi neuron dari neurotoksin meningkatkan

fungsi memori pembelajaran dan kognitif (Spencer 2009)

Uji daya antioksidan ekstrak kulit manggis buah dilakukan oleh Lin et al

(2014) menggunakan DPPH Radikal bebas DPPH (DPPHbull) mungkin akan

ditangkap oleh antioksidan dengan memberikan atom hidrogen (Hbull) membentuk

molekul stabil DPPH-H mekanismenya seperti tampak pada Gambar 212

Gambar ini menunjukkan reaksi antara γ-mangostin dengan DPPH akan

menghasilkan senyawa yang stabil sehingga tidak akan terjadi reaksi rantai yang

60

akan menghasilkan radikal-radikal lain yang lebih reaktif Dalam molekul γ-

mangostin gugus ortho-dihidroksil menjadi homolysis menghasilkan radikal

hidrogen (Hmiddot) dan radikal γ-mangostinmiddot (I) Hmiddot kemudian bergabung dengan

DPPHmiddot membentuk molekul DPPH-H dan radikal γ-mangostin menjadi (II)

yang selanjutnya dapat menghasilkan radikal hidrogen (Hmiddot) melebihi yang

diperlukan oleh radikal DPPH (DPPHmiddot) untuk membentuk quinone (III) Hasil ini

mengindikasikan bahwa ekstrak kulit buah manggis sebagai sumber antioksidan

yang baik dengan cara mendonasikan elektron kepada radikal bebas untuk

membentuk produk stabil sehingga tidak menimbulkan reaksi berantai

Gambar 212

Reaksi γ mangostin dengan DPPH sebagai radikal bebas

Lin et al (2014)

61

62

63

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pestisida...pestisida menginduksi produksi serotonin dan histamin, sebagai hormon yang memicu reaksi alergi dan dapat menimbulkan senyawa baru yang lebih

23

AChE ini hampir sama atau dapat disamakan dengan reaksi antara AChE-AChE

Reaksi fosforilasi ini dapat dilihat pada Gambar 24

Gambar 24

Reaksi fosforilasi antara AChE dan OP

(Patočka et al 2005)

Enzim AChE terfosforilasi yang terbentuk sangat stabil lain halnya dengan enzim

terasetilasi yang sangat tidak stabil dengan waktu paruh hanya dalam millisecond

Penghambatan AChE oleh senyawa OPs terutama nerve agent bersifat

irreversible Reaksi penghambatan yang reversal seperti Gambar 25

berlangsung sangat lambat sehingga merupakan penghambatan OPs bukan

penghambatan substrat AChE

Gambar 25

Hambatan reversal

(Patočka et al 2005)

Reaktivasi secara spontan merupakan kombinasi dari dua proses paralel

yaitu defosforilasi dan aging Aging adalah pembentukan fosforilasi irreversible

penuh sehingga terjadi dealkilasi dari OO-dialkyl-phosphorylated atau O-alkyl-

phoshonylated enzim Age enzym ini tidak dapat reaktif lagi oleh reaktivator

untuk penghambatan AChE oleh OPs Proses aging digambarkan sebagai

24

dealkilasi dari fosforil menghasilkan muatan negatip yang stabil karena

berinteraksi dengan katalitik His 440 Proses aging menghambat defosforilasi

secara irreversible dan hanya sebagian dari enzim menjadi reaktif Reaksi aging

dapat dilihat pada Gambar 26

Gambar 26

Proses aging

(Patočka et al 2005)

Proses reaktivasi dapat terjadi pada enzim terfosforilasi yang belum

mengalami proses aging Mekanisme ini digunakan dalam pengobatan penyakit

yang berhubungan dengan keracunan OPs seperti alzaimer menggunakan oksim

salah satunya adalah pralidoksim Mekanisme reaksi reaktivasi ini dapat dilihat

pada Gambar 27

Pralidoksim dapat berperan sebagai reaktivator dimana terjadi reaksi

antara pralidoksim dengan OPs yang terikat pada sisi aktif serin sehingga ikatan

enzim AChEndashOPs putus dan enzim AChE kembali aktif Pralidoksim juga dapat

sebagai catalytic scavenger dimana pralidoksim dengan cepat memblok OPs

sehingga OPs tidak dapat berikatan dengan enzim AChE Hasil penelitian

Hundekari et al 2013 mendapatkan treatment atropin dengan pralidoksim dapat

menurunkan MDA yang meningkat oleh paparan OPs dan meningkatkan aktivitas

AChE yang turun oleh paparan OPs

25

Gambar 27

Reaktivasi enzim AChE

(Bharathi et al 2014)

214 Toksisitas OPs terhadap fungsi tubuh selain saraf

OPs selain mempengaruhi saraf (menghambat asetilkolinesterase) juga

mempengaruhi fungsi tubuh yang lain seperti menghambat karboksilase yang

merupakan bagian dari metabolisme xenobiotic Metabolisme xenobiotic

dipengaruhi melalui atom sulphur dari desulfurasi dalam metabolisme fase I

menghambat lipase yang berperan penting dalam cell signalling juga memblok

pembentukan metabolik berbagai substansi (Quistad et al 2006)

OPs juga memicu hypoxia karena terganggunya pusat pernafasan

melemahnya otot-otot pernafasan dan berpengaruh pada paru-paru

(bronchospasm dan bronchorrhoea) dan akhirnya menyebabkan kegagalan

26

pernafasan (Lopez et al 2008) OPs pada tikus menyebabkan apnea sentral fatal

yang memicu berbagai disfungsi pulmoner melalui efek langsung terhadap

Central Respiratory Oscillator (CRO) dan inhibisi umpan balik CRO Gejala

keracunan akut OPs sesuai dengan tempat terakumulasinya ACh dalam

organisme seperti pada central nervous system (CNS) sistem saraf tepi reseptor

muskarinik dan reseptor nikotinik menimbulkan gejala berbeda seperti terlihat

pada Tabel 21 Waktu munculnya beberapa gejala keracunan juga berbeda-beda

seperti melemahnya otot pernapasan akan muncul 1-4 hari setelah keracunan

sedangkan melemahnya otot peripheral muncul setelah 7-21 hari (Elersek dan

Filipic 2012)

Tabel 21

Gejala keracunan Ops akut yang berbeda sesuai dengan

tempat akumulasi ACh

Tempat akumulasi ACh Gejala

CNS

Perifer sistem saraf otonom

Reseptor muskarinik

reseptor nikotinik

Sakit kepala insomnia vertigo

kejangkebingungan sulit tidur gangguan

berbicara koma dan lumpuh pernafasan

-

Gejala-gejala muskrinik peningkatan

eliminasi (air liur keringat lachrymation)

gangguan pencernaan (kejang muntah

diare) menurunkan detak jantung gangguan penglihatan

gejala-gejala nikotinik kontraksi otot yang

tidak terkontrol dan kelumpuhan

Sumber Elersek dan Filipic 2012

27

Pengaruh imunotoksik OPs dapat terjadi secara langsung maupun tidak

langsung Secara langsung adalah dengan 1) menghambat hidrolase serin atau

esterase dalam sistem imun 2) kerusakan oksidatif pada organ-organ sistem

imun 3) perubahan dalam cara sinyal transduksi pada kontrol poliferasi dan

diferensiasi sel kekebalan Secara tidak langsung OPs menyebabkan perubahan

pada sistem saraf atau efek kronik dari perubahan metabolisme pada sistem imun

(Elersek dan Filipic 2012) Pestisida OPs dapat mengganggu sistem kekebalan

tubuh dan memberikan efek immunotoksik melalui kedua jalur anti kolinergik

dan non kolinergik

OPs menginduksi peningkatan stres oksidatif yakni ketidakseimbangan

antara antioksidan dan radikal bebas Pestisida OPs dapat merusak keseimbangan

antara prooksidan dan antioksidan dalam tubuh juga merusak membran lipid

sebagai hasil peroksidasi lipid

Malation dan klorfirifos yang merupakan pestisida OPs mempunyai

pengaruh yang beragam pada sel seperti menghasilkan ROS radikal bebas dan

menginduksi stres oksidatif intra sel sehingga mengganggu perkembangan dan

deferensiasi sel normal (Bebe dan Panemangalore 2003) Peningkatan ROS dan

radikal bebas dapat menyebabkan terjadinya kondisi stres oksidatif serta memicu

terjadinya peroksidasi lipid pada membran sel yang akan menghasilkan

malondialdehid (MDA) Peroksidasi lipid ini dapat terjadi karena pengaruh

menipisnya sistem antioksidan baik antioksidan enzimatik maupun non enzimatik

oleh paparan pestisida OPs (Khan dan Kour 2007)

28

Perusakan membran sel oleh radikal bebas melalui beberapa proses yaitu

1) Terjadi ikatan kovalen antara radikal bebas dengan komponen komponen

membran (enzim membran komponen karbohidrat membran plasma) sehingga

terjadi perubahan struktur dan fungsi reseptor 2) Oksidasi gugus tiol pada

komponen membran oleh radikal bebas mengganggu proses transport lintas

membran 3) Reaksi peroksidasi lipid dan kolesterol serta membran yang

mengandung asam lemak tidak jenuh majemuk (PUFA) (Suhartono et al 2008)

OPs dapat mendorong terjadinya stres oksidatif dan meningkatkan kadar

MDA sebagai produk akhir dari peroksidasi lipid pada petani penyemprot yang

terpapar pestisida OPs karbamat dan organoklorin (Prakasam et al 2001) Hal

ini didukung oleh Vidyasagar et al(2004) yang mendapatkan kadar MDA pada

pasien keracunan OPs (67 nMml) lebih tinggi dan berbeda nyata dibandingkan

dengan kontrol (36 nMml) OPs triklorfos dan dimetoat mendorong terjadinya

peroksidasi lipid yang ditunjukan dengan meningkatnya MDA (Sharma et al

2005) OPs berperan sebagai inhibitor enzim kolinesterase dan menginduksi

peningkatan stres oksidatif yaitu ketidakseimbangan antara antioksidan dan

radikal bebas (Patil et al 2003) Kerusakan oksidatif membran lipid eritrosit

dan protein mencerminkan terjadinya reaksi serupa pada myocyte Radikal bebas

yang merusak myocyte juga menyebabkan melemahnya otot pada penderita OPs

akut

Keracunan OPs pada sistem respirasi mengakibatkan bronko konstriksi

dengan sesak nafas dan peningkatan sekresi bronkus Pada umumnya gejala ini

29

timbul dengan cepat dalam waktu 6-8 jam tetapi bila paparan berlebihan dapat

menimbulkan kematian dalam beberapa menit

OPs juga menunjukan efek genotoksisitas (DNA) pada saat sel hidup

kemudian saat replikasi sel dan berakhir pada mutagenitas dan karsinogenitas

Genotoksisitas dihasilkan karena reaksi OPs dengan DNA sehingga DNA rusak

berupa penyimpangan kromosom OPs juga menunjukan efek karsinogenitas

meliputi perubahan sel normal menjadi sel neoplastik dan berkembang lebih lanjut

menjadi tumor (Hodgson 2004)

22 Asetilkolinesterase (AChE)

Kolinesterase merupakan katalis biologis yang berperan menjaga agar otot

kelenjar dan sel saraf bekerja harmonis Jika aktivitas kolinesterase jaringan

tubuh menurun maka dapat mempengaruhi aktivitas asetilkolinesterase saraf

sehingga asetilkolin (ACh) akan menumpuk di bagian ujung saraf dan menganggu

aliran impuls saraf akhirnya terjadi paralisis otot (Depkes RI 2007)

Kolinesterase merupakan suatu enzim dengan berat molekul sekitar 3000000 dan

mempunyai 48 bagian aktif yang masing-masing terdiri dari satu bagian anionik

dan satu bagian esteratik (protenated acidic group)

AChE adalah suatu serine hidrolase termasuk dalam kelompok esterase

yang mempunyai banyak sel satu AChE berperan sangat penting dalam tubuh

yaitu menghidrolisis neurotransmitter asetilkolin (ACh) menjadi asam asetat dan

kolin pada saraf sinapsis Kelompok ini berbeda dengan jenis ester karbosiklik

Aktivitas AChE yang terhambat oleh OPs pada CNS menyebabkan

30

terakumulasinya ACh dan menimbulkan gejala seperti sakit kepala meningkatnya

produksi ludah pernafasan terganggu dan dapat menyebabkan kematian (Du et

al 2008) AChE mempunyai dua sisi pengikatan yaitu daerah anionik dan daerah

esteratik keduanya penting untuk degradasi ACh

ACh adalah suatu hormon neuro yang terdapat diantara ujung-ujung saraf

dan otot sebagai media kimia yang berfungsi meneruskan rangsangan saraf ke

reseptor sel-sel otot dan kelenjar ACh dibuat di dalam ujung serabut saraf

motorik melalui proses asetilasi dari kolin ekstra sel dan koenzim A (Erwin dan

Kusuma 2012) Daerah anionik berfungsi untuk pengikatan sebuah molekul

ACh pada enzim Saat ACh terikat reaksi hidrolisis terjadi pada sisi aktif

esteratik ACh akan terurai menjadi kolin dan asam asetat Kolin kemudian

diambil lagi melalui sistem uptake kolin berafinitas tinggi pada membran

presinaps Proses hidrolisis ACh menjadi kolin dan asam asetat dapat dilihat pada

Gambar 28

Gambar 28

Reaksi hidrolisis ACh menjadi asam asetat dan kolin pada

sisi anion dan ester dari enzim asetilkolinesterase (Wiener dan

Hoffman 2004)

31

Penurunan aktivitas kolinesterase darah seseorang terjadi karena adanya

OPs dalam darah yang membentuk senyawa phosphorilated cholinesterase

sehingga enzim kolinesterase tidak dapat berfungsi lagi dan kadar aktif dari enzim

tersebut akan berkurang hal ini menyebabkan ACh lebih lama berada pada

reseptor sehingga memperpanjang efek rangsang saraf cholinergic pada sebelum

dan sesudah ganglion Rangsangan saraf yang terus-menerus akan merusak fungsi

saraf dan muncul dalam bentuk kelemahan otot mual-mual muntah hipersalivasi

tremor dan paralisis (Bajgar 2004) Akumulasi ACh yang menyebabkan

terjadinya disfungsi sistem saraf dan perilaku akan memicu kerusakan pada

sistem pernafasan yang akhirnya dapat menyebabkan kematian Sistem saraf yang

terganggu akibat penumpukan ACh menyebabkan terganggunya pasokan nutrisi

dan oksigen ke seluruh sel dan jaringan sehingga menghambat pertumbuhan

organisme (Robert 2011) Rangsang yang ditimbulkan oleh asetilkolin akan

berhenti bila ACh dihidrolisis menjadi kolin dan asam asetat oleh AChE

Aktivitas AChE yang terhambat menyebabkan ACh tidak dapat

dihidrolisis sehingga impuls saraf dari satu sel ke sel yang lain atau ke efektor

akan terganggu Petani yang terpapar OPs dengan dosis rendah dalam jangka

waktu lama juga menunjukan penurunan Superoxyde dismutase (SOD) dan

glutation reduktase OPs yang terakumulasi bertahun-tahun pada penyemprot

pestisida berbanding lurus dengan penurunan AChE dan berbanding terbalik

dengan Glucose-6-phosphate dehydrogenase (G6DPH)

32

23 Radikal Bebas

Radikal bebas adalah sekelompok spesies kimia baik berupa atom maupun

molekul yang memiliki elektron tidak berpasangan pada lapisan luarnya Radikal

bebas juga merupakan suatu kelompok spesies kimia dengan reaksi jangka pendek

yang memiliki satu atau lebih elektron bebas sehingga sangat reaktif mempunyai

spesifitas kimia yang rendah sehingga dapat bereaksi dengan berbagai molekul

lain seperti protein lemak karbohidrat dan DNA (Droge 2007)

Radikal bebas diartikan sebagai molekul yang relatif tidak stabil

mempunyai satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan pada orbit luarnya

bersifat reaktif dalam mencari pasangan elektronnya Radikal bebas dalam tubuh

akan segera bereaksi dengan molekul lain sehingga terjadi reaksi berantai yang

disebut peroksidasi lipid dan menghasilkan radikal bebas baru sehingga jumlah

radikal bebas terus bertambah (Marinajati et al 2012) Radikal bebas bersifat

tidak stabil sehingga tidak dapat mempertahankan bentuk aslinya dalam waktu

lama karena segera akan berikatan dengan molekul lain di sekitarnya Radikal

bebas akan menyerang molekul stabil yang terdekat dan mengambil elektronnya

Molekul yang terambil elektronnya ini akan menjadi radikal bebas baru sehingga

akan memulai suatu reaksi berantai yang pada akhirnya akan menyebabkan

kerusakan sel (Droge 2007)

Kelompok radikal bebas antara lain anion superoksida (O2) radikal

hidroksil (OH) dan radikal peroksil (RO2) sedangkan kelompok non radikal

misalnya hidrogen peroksida (H2O2) dan peroksida organik (ROOH) (Halliwell

dan Whiteman 2004) Radikal superoksida ( O2 -) merupakan bentuk yang paling

33

aktif yang paling banyak dihasilkan oleh berbagai mekanisme di dalam tubuh

seperti mitokondria sistem enzim NADPH oksidase reaksi dari xanthin oksidase

dan metabolisme asam arakidonat

Radikal bebas yang terbentuk di dalam tubuh (radikal bebas internal)

merupakan bagian integral dari proses fisiologis seperti saat pembentukan energi

dalam mitokondria melalui oksidasi fosforilasi Sumber radikal bebas internal

antara lain 1) Organ subseluler seperti mitokondria kloroplas mikrosom

peroksisom dan nuklei menghasilkan O2- 2) inflamasi selama inflamasi terjadi

fagositosis oleh makrofag dan metrofil keduanya membentuk radikal bebas

untuk memfagositosis bakteri 3) ion logam transisi Fe dan Cu berperan

membentuk radikal bebas dan menimbulkan peroksidasi lipid 4) oksidasi

enzimatik seperti xanthin oksidase dan lipoksigenase (Droge 2007) Radikal

bebas dapat juga berasal dari luar tubuh (radikal bebas eksternal) Sumber radikal

bebas eksternal antara lain polusi lingkungan (asap rokok asap kendaraan asap

pabrik) aktivitas fisik yang berlebih sinar ultra violet dari matahari radiasi obat-

obatan dan pestisida

Radikal bebas dapat terbentuk dari senyawa lain yang sebenarnya bukan

radikal bebas tetapi mudah menjadi radikal bebas misalnya hidrogen peroksida

(H2O2) dan ozon Kedua kelompok senyawa ini sering diistilahkan sebagai

Reactive Oxygen Species (ROS) atau senyawa Oksigen Reaktif (SOR) Sel-sel

hidup dari organisme aerob secara kontinyu membentuk SOR sebagai bagian dari

proses fisiologi metabolik dan reaksi-reaksi biokimia lainnya

34

SOR adalah kelompok senyawa yang sebenarnya bukan radikal bebas

tetapi mudah berubah menjadi radikal bebas (Droge 2007) SOR dihasilkan dalam

proses metabolisme oksidatif dalam tubuh misalnya pada proses oksidasi makanan

menjadi energi SOR diproduksi dalam jumlah yang cukup dalam tubuh seperti

sel darah putih menghasilkan H2O2 yang berfungsi untuk membunuh beberapa

jenis bakteri dan jamur namun H2O2 tidak menyerang secara spesifik sehingga

dapat menyerang asam-asam lemak tidak jenuh ganda atau polyunsaturated fatty

acid (PUFA) dari membran sel yang menyebabkan kerusakan struktur dan fungsi

sel (Winarsi 2007) SOR terbentuk sebagai produk samping reaksi oksidasi

fosforilasi untuk membentuk energi berupa Adenosine Tri Phosphate (ATP)

dalam rantai transport elektron pada mitokondria Proses tersebut membutuhkan

O2 tetapi tidak semua O2 berikatan dengan hidrogen untuk membentuk air sekitar

4 sampai 5 dari oksigen yang dikonsumsi berubah menjadi SOR (Marciniak

et al 2009) SOR seperti radikal super oksida (SOO-) dan radikal hidroksil

(OH-) yang dihasilkan oleh metabolisme sel yang normal maupun lingkungan

yang stres dapat menyebabkan sel-sel mati melalui peroksidasi lipid oksidasi

protein menghambat aktivitas enzim-enzim perubahan reduksi oksidasi intra sel

dan kerusakan DNA Hal ini menunjukkan bahwa SOR terlibat dalam timbulnya

beberapa penyakit dan proses penuaan

Organofosfat merupakan senyawa toksik yang mempunyai kemampuan

membentuk radikal bebas pada sistem biologi (Nur et al 2010) Reaksi radikal

bebas dengan komponen sel baik komponen struktural (molekul penyusun

membran) maupun komponen fungsional yaitu enzim dan DNA dapat merusak

35

sel melalui oksidasi lipid tidak jenuh dan protein sel (Zakaria 1996 dalam

Mardawati et al 2011) Kerusakan lebih lanjut pada organ sel adalah kerusakan

DNA dan membran sel Mekanisme tersebut menunjukan bahwa radikal bebas

dapat mempengaruhi timbulnya berbagai jenis penyakit degeneratif seperti

aterosklerosis Penelitian Amran et al (2009) mendapatkan ada korelasi yang

signifikan antara kerusakan DNA dengan perkembangan aterosklerosis dan

meningkatnya jumlah pasien Coronary Artery Disease (CAD)

24 Stres Oksidatif

Radikal bebas dalam jumlah tertentu di dalam tubuh dapat dinetralisir oleh

antioksidan endogen Antioksidan endogen utama pada sel-sel tubuh adalah

enzim SOD (Superoksida dismutase) glutation reduktase dan glutation

peroksidase (GPr dan GPx) serta catalase (CAT) Pembentukan radikal bebas

yang melebihi kemampuan aktivitas antioksidan endogen menyebabkan jumlah

keseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan akan terganggu Apabila

jumlah radikal bebas terus bertambah sedangkan jumlah antioksidan endogen

tetap maka kelebihan radikal bebas tidak dapat dinetralkan akibatnya radikal

bebas bereaksi dengan komponen-komponen sel dan menyebabkan kerusakan sel

Peningkatan jumlah radikal bebas atau oksidan menyebabkan timbulnya

suatu keadaan yang disebut stres oksidatif Stres oksidatif adalah suatu keadaan

ketidak seimbangan antara radikal bebas dan antioksidan dimana jumlah radikal

bebas lebih besar dari antioksidan Stres oksidatif adalah suatu keadaan patologis

yang disebabkan oleh kerusakan jaringan di dalam tubuh karena peningkatan

36

jumlah radikal bebas yang tidak normal (Halliwel 2006) Radikal bebas yang

jumlahnya jauh lebih banyak dari antioksidan akan bereaksi dengan cepat dan

merusak bermacam-macam substrat di dalam tubuh termasuk komponen-

komponen sel protein asam lemak tak jenuh ganda karbohidrat dan asam-asam

nukleat hal ini mengakibatkan berkembangnya penyakit kronik Serangan oksidan

terhadap asam lemak tidak jenuh sebagai komponen penting penyusun membran

sel dapat menimbulkan reaksi rantai yang disebut peroksidasi lipid Proses

tersebut mengakibatkan terputusnya ikatan dalam asam-asam lemak menjadi

berbagai senyawa yang toksik terhadap sel seperti malondialdehid (MDA) dan 9-

hidroksi nonenal MDA yang dihasilkan kemudian dilepaskan ke darah sehingga

kadar MDA di dalam darah dapat dijadikan sebagai penanda tidak langsung

adanya peroksidasi lipid dan peningkatan SOR

25 Malondialdehid (MDA)

Peningkatan stres oksidatif berdampak negatif pada beberapa komponen

penyusun membran sel yaitu kerusakan pada membran lipid membentuk

malondialdehida (MDA) kerusakan protein karbohidrat dan DNA (Kevin et

al2006) Kerusakan oksidatif yang diakibatkan oleh radikal bebas mempengaruhi

kondisi patologis berupa kerusakan sel jaringan dan berbagai organ seperti hati

ginjal dan jantung baik pada manusia maupun hewan Kerusakan ini dapat

berakhir pada kematian sel sehingga terjadi percepatan timbulnya berbagai

penyakit degeneratif (Kevin et al 2006 dan Valko et al 2007) MDA

merupakan metabolit hasil peroksidasi lipid oleh radikal bebas sehingga dapat

37

menggambarkan aktivitas radikal bebas dalam sel dan menjadi petunjuk terjadinya

stres oksidatif akibat radikal bebas (Asni 2009) Semakin tinggi kadar MDA

plasma maka semakin tinggi stres oksidatif yang terjadi dalam sel-sel tubuh

Peroksidasi lipid menghasilkan MDA dari radikal bebas akan selalu membentuk

reaksi berantai yang terus berlanjut sampai radikal bebas ini dihilangkan oleh

sistem antioksidan dari tubuh

MDA adalah hasil proksidasi lipid yang larut dalam air pada kondisi

normal MDA secara parsial diekskresikan melalui urine tetapi tidak diketahui

berapa jumlah MDA yang terbentuk dalam tubuh itu dapat dihilangkan oleh

ginjal MDA merupakan salah satu hasil dari peroksidasi lipid yang digunakan

sebagai indikator dari stres oksidatif (Hundekari et al 2013) Peningkatan

peroksidasi lipid mungkin disebabkan oleh inflamasi yang berkaitan dengan

infeksi virus dan menurunnya kadar antioksidan

Penelitian in vitro pada eritrosit manusia yang menyemprot pestisida

menunjukan peningkatan konsentrasi karbofuran meningkatkan kadar MDA

secara signifikan (Misrha et al 2013) yang mendapatkan kadar MDA pada darah

petani penyemprot pestisida lebih tinggi secara signifikan dibandingkan dengan

kontrol seperti ditunjukan pada Tabel 22

Paparan pestisida atrazine pada tikus dapat meningkatkan peroksidasi lipid

dan merusak membran di dalam sel yang dipapar Kandungan fosfolipid dan

kolesterol dalam membran eritrosit dapat diketahui dengan menggunakan teknik

scanning electron microscopy (SEM) dan dapat diketahui terjadi perubahan

morfologi dalam eritrosit yang sebanding dengan perubahan parameter biokimia

38

termasuk stres oksidatif (Singh et al2006) Kerusakan sel cedera irreversible sel

dan kematian sel dapat terjadi apabila stres oksidatif berlangsung lama

Tabel 22 Perbandingan profil biokimia antara kontrol

dan penyemprot pestisida

Parameters Controls(n=18)

Mean plusmnSD

Sprayers (n=50)

Mean plusmnSD

MDA (nmolTBARSml blood)

943 plusmn078

2630 plusmn202

CAT (μ mol H2O2 hydrolysed X

104mlg Hb)

1055plusmn1520

13569 plusmn 1234

SOD(μmol hydroysed X 104mlg

Hb)

329 plusmn 079 803 plusmn 246

Sumber Mishra et al 2013

26 Antioksidan

Antioksidan adalah molekul yang mampu memperlambat atau mencegah

oksidasi molekul lain (Chakraborty et al 2009) Antioksidan adalah senyawa-

senyawa yang dapat menunda atau menghambat terjadinya oksidasi biomolekul

dengan menghambat reaksi-reaksi oksidasi rantai oleh radikal bebas dan mampu

menurunkan kerusakan oksidatif (Jantan et al 2011) Antioksidan juga

didefinisikan sebagai senyawa yang mampu menunda memperlambat atau

menghambat reaksi oksidasi makanan maupun obat Antioksidan akan bereaksi

dengan oksidan sehingga mengurangi kapasitas oksidan untuk dapat menimbulkan

kerusakan (Shahidi 1997 dalam Asep et al 2012)

Antioksidan dalam sistem biologi baik antioksidan enzim maupun non

enzim melindungi sel dari kerusakan yang disebabkan oleh molekul-molekul yang

39

tidak stabil yang disebut radikal bebas Antioksidan membantu menghancurkan

radikal bebas yang merusak sel mendukung pertumbuhan sel-sel yang sehat

melindungi sel dari penuaan mendukung sistem imun dalam tubuh Antioksidan

bersifat sangat mudah teroksidasi atau bersifat reduktor kuat dibanding dengan

molekul lain sehingga keefektifan antioksidan tergantung dari seberapa kuat daya

oksidasinya semakin mudah teroksidasi maka semakin efektif antioksidan

tersebut Antioksidan mampu melindungi sel melawan kerusakan yang

ditimbulkan oleh radikal bebas dan SOR seperti singlet oksigen peroksi nitrit

superoksida radikal peroksida dan radikal hidroksil (Chaveri et al2008 )

Antioksidan dapat menunda atau mencegah terjadinya reaksi oksidasi

radikal bebas dan oksidasi lipid dalam konsentrasi yang lebih rendah dari substrat

yang dapat dioksidasi Suhartono et al (2008) menyatakan antioksidan dapat

diklasifikasikan dalam 5 tipe yaitu a) Antioksidan primer berupa senyawa-

senyawa fenol yang mampu memutus rantai reaksi pembentukan radikal bebas

asam lemak Senyawa ini memberikan atom hidrogen yang berasal dari gugus

hidroksi sehingga terbentuk senyawa yang stabil seperti BHA (butyl

hidroksilanisol) BHT (butyl hydrotoluen) dan tokoferol b) Antioksidan

perangkap oksigen yaitu senyawa-senyawa yang berperan sebagai pengikat

oksigen sehingga mencegah reaksi oksidasi Senyawa ini mengadakan reaksi

dengan oksigen yang berada dalam sistem sehingga jumlahnya berkurang seperti

vitamin C (asam askorbat) askorbil palminat asam eritorbat dan sulfit c)

Antioksidan sekunder adalah senyawa-senyawa yang mempunyai kemampuan

untuk berdekomposisi dengan hidroperoksida menjadi produk akhir yang stabil

40

d) Antioksidan enzim yaitu enzim yang berperan mencegah terbentuknya radikal

bebas seperti glukose oksidase superoksida dismutase (SOD) glutation

peroksidase (GPx) dan katalase (CAT) dan e) Antioksidan Chelators

sequestrants yaitu senyawa-senyawa yang mampu mengikat logam seperti besi

dan tembaga yang mampu mengkatalisis reaksi oksidasi lemak seperti asam sitrat

asam amino ethylenediaminetetra acetid acid (EDTA) dan fosfolipid

Antioksidan bereaksi dengan radikal bebas dengan mengurangi

konsentrasi oksigen mencegah pembentukan singlet oksigen yang reaktif

mencegah inisiasi rantai pertama dengan menangkap radikal primer seperti radikal

hidroksil mengikat katalis ion logam mendekomposisi produk-produk primer

radikal menjadi senyawa non-radikal dan memutus rantai hidroperoksida

sehingga mengurangi kapasitas radikal bebas untuk menimbulkan kerusakan

(Mardawati et al 2011)

Berdasarkan mekanisme kerjanya antioksidan dikelompokan menjadi 1)

Antioksidan primer yaitu antioksidan yang bereaksi dengan radikal lipid berenergi

tinggi untuk menghasilkan produk yang memiliki kestabilan termodinamis lebih

baik seperti golongan fenol (isoflavon) 2) Antioksidan sekunder yang juga

dikenal dengan antioksidan pencegah (Preventive Antioxidant) yang dapat

memperlambat reaksi inisiasi dengan cara memutus rantai hidroperoksida seperti

dilauril thio-dipropionate dan asam thiodipropionate Antioksidan golongan ini

adalah antioksidan yang berikatan dengan gugus thiol (Shahidi dan Naczk1995

dalam Mardawati et al 2011)

41

Antioksidan pemutus rantai adalah molekul kecil yang dapat menerima

dan memberi elektron dari atau ke radikal bebas sehingga membentuk senyawa

baru yang stabil seperti vitamin E dan vitamin C Sedangkan antioksidan logam

transisi terikat protein bekerja mengikat ion-ion logam Fe2+

dan Cu2+

seperti

flavonoid dapat mencegah radikal bebas Antioksidan jenis ini memperbaiki

kerusakan sel-sel dan jaringan yang disebabkan radikal bebas (Winarsi 2007)

Mekanisme kerja antioksidan senyawa fenolik adalah sebagai berikut

Radikal Lipida Antioksidan Radikal Antioksidan

ROO + AH ROOH + A

RO + AH ROH + A

R + AH RH + A

OH + AH H2O + A

Senyawa antioksidan (AH) dapat memberikan atom hidrogen secara cepat ke

radikal lipida (ROO RO R OH ) dan mengubahnya menjadi bentuk yang lebih

stabil Sementara turunan radikal antioksidan (A) yang dihasilkan lebih stabil

dibandingkan radikal lipida karena akan terjadi delokalisasi perbaikan elektron

dari ikatan rangkap pada cincin benzen sebagai indikasi oleh ikatan isomer

valensi

Peningkatan jumlah gugus hidroksil (alkil hidrogen pada struktur

kimianya) pada posisi para atau ortho seperti pada genistein dapat meningkatkan

aktivitas antioksidan isoflavon Antioksidan dapat menghambat oksidasi atau

42

menghentikan reaksi berantai pada radikal bebas dari lemak yang teroksidasi

dapat melalui empat macam mekanisme reaksi yaitu 1) Pelepasan hidrogen dari

antioksidan 2) Pelepasan elektron dari antioksidan 3) Adisi lemak ke dalam

cincin aromatik pada antioksidan dan 4) Pembentukan senyawa kompleks antara

lemak dan cincin aromatik dari antioksidan

Antioksidan dapat mencegah tidak terkontrolnya pembentukan radikal

bebas dan aktivitas SOR atau mencegah reaksinya dengan struktur biologi (Nisar

et al 2013) Status antioksidan baik yang endogen maupun yang eksogen yang

menurun dapat mengganggu keseimbangan redoks seluler dan kondisi patologis

akan menjadi karakteristik utama dan membentuk stres oksidatif pada sel maupun

jaringan

261 Antioksidan enzimatis

Di dalam sistem biologis sudah tersedia antioksidan berupa enzim

(antioksidan enzimatis) yaitu superoksida dismutase (SOD) katalase (CAT) dan

glutation peroksidase (GPx) Antioksidan-antioksidan ini bekerja dengan cara

mencegah pembentukan senyawa radikal bebas baru atau mengubah radikal bebas

yang telah terbentuk menjadi molekul yang kurang reaktif (Finosh dan Jayabalan

2013) Mekanisme kerja antioksidan enzimatik adalah mengkatalisir pemusnahan

radikal bebas dalam sel Aktivitas enzim intrasel SOD dan CAT mengkatalisasi

dismutasi superoksida dan hidrogen peroksida aktivitas GPx mereduksi hidrogen

peroksida dan peroksida organik menjadi air dan oksigen Aktivitas enzim

intrasel ini dapat dilihat pada Gambar 29

43

GPx merupakan enzim penangkal radikal bebas dengan dua cara yaitu

pertahanan terhadap oksidan dan dengan mengkatalisis peroksida menjadi air dan

oksigen GPx memerlukan glutation sebagai substrat terdapat dalam dua bentuk

yaitu glutation tereduksi atau GSH dan glutation teroksidasi atau GSSG Ketika

mengkatalisis perubahan hidrogen peroksida (H2O2) menjadi H2O GSH

dioksidasi menjadi GSSG kemudian GSSG dapat direduksi kembali oleh NADPH

untuk mendapatkan kembali GSH (Marciniak et al 2009)

Gambar 29

SOD dan CAT mengkatalisasi dismutasi superoksida dan hidrogen peroksida

(Finosh dan Jayabalan 2013)

Enzim GPx terdapat terutama dalam mitokondria merupakan enzim

scavenger terhadap hidrogen peroksida dan berperan utama dalam mengatur

konsentrasi H2O2 dan dan berbagai macam peroksida organik Aktivitas GPx yang

menurun menunjukkan terjadinya penurunan kapasitas menghilangkan H2O2 dan

terjadinya hidroperoksida lemak

44

Enzim GPx sangat berperan dalam pengaktifan kembali enzim

kolinesterase melalui 1) Pengaktifan AMP siklik yang secara langsung dapat

mengaktifkan enzim kolinesterase 2) keseimbangan NADP dan NADPH pada

jalur glikolisis aerobik dalam eritrosit sehingga eritrosit tidak rusak kerusakan

eritrosit dapat menurunkan produksi kolinesterase darah 3) peranan kofaktor

prostaglandin pada sintesis tromboksan A2 yang memacu trombogenesis dan

vasokonstriksi pembuluh darah bersamaan dengan terbentuknya tromboksan akan

diaktifkan cAMP yang secara langsung mengaktifkan kinase protein termasuk

kinase protein enzim kolinesterase 4) sebagai antioksidan yang dapat melindungi

sel termasuk eritrosit dari kerusakan akibat radikal bebas 5) sebagai kofaktor

proses oksidasi dealkilasi ikatan organofosfat dengan kolinesterase darah 6)

berperan sebagai detoksifikasi dalam tubuh dengan mereduksi radikal bebas

peroksida sekaligus membentuk peroksida lipid di dalam membran sel (Stranges

et al 2010)

GPx adalah enzim antioksidan yang dapat mendetoksifikasi hidrogen

peroksida dan lipid hidroperoksida dalam menurunkan glutation Di dalam darah

terdapat beberapa jenis GPx dua diantaranya adalah GPx seluler (cGPx) dalam sel

darah merah dan GPx ekstrasel (eGPx) terdapat dalam plasma GPx sebagai enzim

antioksidan bekerja menjadi peredam (quenching) radikal bebas dan berperan

dalam metabolisme xenobiotik yang ditemukan dalam sel (Sen et al 2010)

GPx dengan konsentrasi tinggi ditemukan dalam hepar dan sel darah

merah sedangkan pada jantung ginjal paru-paru adrenal lambung dan jaringan

adipose mengandung GPx dalam kadar sedang GPx kadar rendah ditemukan

45

dalam otak otot testis dan lensa mata GPx yang rendah berkorelasi dengan

gangguan yang berhubungan dengan radikal bebas (Judge et al 2005) Jika

antioksidan endogen gagal mengatasi produksi metabolit reaktif maka

antioksidan eksogen akan diperlukan untuk menyeimbangkan status redoks

(Noori 2012) Sumber makanan termasuk tanaman rempah-rempah vitamin dan

ekstrak herbal memainkan peran penting dalam hal ini

262 Antioksidan non enzimatis

Antioksidan non enzimatis disebut juga antioksidan sekunder atau

antioksidan eksogen (diperoleh dari luar) digolongkan menjadi dua golongan

yaitu yang larut dalam lemak seperti tokoferol karotenoid flavoniod quinon dan

bilirubin serta yang larut dalam air seperti asam askorbat asam urat protein

pengikat logam dan protein pengikat heme (Winarsi 2007) Antioksidan ini dapat

berupa bahan-bahan alami dan juga sintetis Antioksidan alami seperti vitamin

adalah campuran redoks yang seimbang dengan bentuk tereduksi dan teroksidasi

dan sebaliknya untuk antioksidan sintetis merupakan redoks yang tidak seimbang

bahkan menghasilkan radikal bebas yang pada beberapa kasus berbahaya (Rani

etal 2004)

Vitamin C merupakan antioksidan yang sangat penting dalam cairan

ekstra sel karena dapat menyerang radikal-radikal yang larut dalam darah dan

melindungi lemak plasma dari perusakan peroksidasi oleh radikal-radikal peroksil

Peran utama vitamin C adalah menetralisir radikal bebas yang ada di dalam dan

di luar sel Vitamin C merupakan sumber elektron pendonor bagi radikal bebas

(Nisar et al 2013) Vitamin C berperan positip dalam proses detoksifikasi

46

yang sangat diperlukan untuk sintesis kolagen dan pertumbuhan serta

pemeliharaan jaringan epitel Peranan vitamin C sebagai pembawa hidrogen yang

merupakan siklus esensial dalam metabolisme protein dan karbohidrat yang

berfungsi memelihara kekuatan pembuluh darah Vitamin C sangat penting untuk

melawan radikal bebas dalam cairan ekstra sel dan melindungi biomembran dari

peroksidasi Pemberian air kelapa dapat meningkatkan aktivitas GPx SOD dan

CAT pada pekerja terpapar merkuri karena air kelapa mengandung vitamin C

B1 B6 asam-asam amino metionin selenium dan mineral berfungsi melindungi

sel tubuh dari serangan radikal bebas dan mencegah efek paparan merkuri

(Zulaikhah et al 2013) Defisiensi antioksidan yang berupa vitamin C vitamin

E Se Zn dan glutation dalam derajat ringan hingga berat sangat berpengaruh

terhadap respon imun

Komponen kimia yang berperan sebagai antioksidan adalah senyawa

golongan fenolik dan polifenolik yang memiliki kemampuan untuk menangkap

radikal bebas Flavonoid merupakan golongan terbesar dari senyawa polifenol

yang sangat efektif digunakan sebagai antioksidan Senyawa-senyawa ini banyak

terdapat di alam terutama pada tumbuh-tumbuhan seperti teh buah-buahan

sayuran dan anggur (Ramle et al 2008)

Aktivitas antioksidan dari berbagai tanaman erat hubungannya dengan

kandungan fenolnya ada indikasi substansi fenol seperti flavonoid dan asam-

asam fenolat berpotensi lebih besar sebagai antioksidan dibandingkan dengan

vitamin C dan vitamin E Aktivitas antioksidan flavonoid tergantung pada

struktur molekulnya terutama gugus prenil (CH3)2C=CH-CH2 Department of

47

Environmental and Molecular Toxicology Oregon State University dalam

penelitiannya mendapatkan bahwa gugus prenil flavonoid dikembangkan untuk

pencegahan atau terapi terhadap penyakit-penyakit yang dihubungkan dengan

radikal bebas

Asupan antioksidan diperlukan untuk membantu mengembalikan

ketidakseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan endogen serta

mengurangi kerusakan oksidatif dalam tubuh Salah satu terapi antioksidan yang

digunakan adalah ekstrak kulit buah manggis (Garcinia mangostana L) Kulit

buah manggis memiliki kandungan xanthone yang tinggi sehingga memiliki

kemampuan untuk menangkap radikal bebas Gugus hidroksil (OH) yang dimiliki

oleh xanthone efektif mengikat radikal bebas dengan elektron yang tidak memiliki

pasangan Antioksidan ini bekerja dengan cara memotong reaksi oksidasi berantai

dari radikal bebas atau dengan cara menangkapnya sehingga radikal bebas tidak

akan bereaksi dengan komponen seluler dan kerusakan sel dapat dihindari

Makanan yang kaya antioksidan memegang peran dalam mencegah

penyakit-penyakit kanker dan penyakit penurunan fungsi otak Antioksidan dapat

mengurangi resiko penyakit kronis dan mencegah berbagai penyakit baik dengan

cara meningkatkan pertahanan antioksidan dalam tubuh atau dengan cara

mengkonsumsi makanan yang kaya antioksidan Mengkonsumsi antioksidan yang

ada dalam makanan sehari-hari dapat memberi perlindungan terhadap stres

oksidatif Hundekari et al (2013) mendapatkan perlakuan antioksidan dengan

dosis yang sesuai dapat menurunkan kerusakan oksidatif sehingga efektif untuk

memperbaiki kasus keracunan akut OPs

48

27 Manggis

271 Tumbuhan manggis

Tumbuhan manggis (Garcinia mangostana L) berasal dari Asia Tenggara

dan merupakan tumbuhan fungsional karena hampir semua bagian dari tumbuhan

ini dapat dimanfaatkan sebagai obat Manggis termasuk dalam family Guttiferae

dan merupakan species terbaik dari genus Garcia Buah manggis sering dijuluki

Queen of tropical fruit karena mempunyai rasa enak daging buah putih halus

bentuk buah bagus dan disukai banyak orang (Chaverri et al 2008) Manggis

sering disebut mangostin atau kadang-kadang disebut buah super dengan berbagai

karakteristik seperti rasa aroma kaya nutrisi dan daya antioksidan yang tinggi

Buah manggis (Garcinia mangostana L) merupakan buah yang eksotik

karena memiliki warna yang menarik dan kandungan gizi yang tinggi sehingga

buah manggis memiliki prospek yang cukup baik untuk dikembangkan

(Mardawati et al 2011) Tingkatan taksonomi tanaman manggis adalah sebagai

berikut (Prihatman 2000)

- Kingdom Plantae

- Divisi Spermathophyta (Tumbuhan berbiji)

- Sub Divisi Angiospermae (Berbiji tertutup)

- Kelas Dicotyledonae (Biji berkeping dua)

49

- Ordo Theales

- Famili GuttiferaeClusiaceae

- Genus Garcinia

- Spesies Garcinia mangostana L

Selain sebagai buah yang eksotik manggis juga mengandung berbagai senyawa

yang bermanfaat bagi tubuh seperti triterpenoid mangostin tannin resin

kalsium zat besi dan vitamin B1 Potensi manggis tidak hanya terbatas pada

buahnya saja tetapi juga hampir seluruh bagian tumbuhan manggis menyimpan

potensi yang sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia

Kulit buah manggis mengandung beberapa senyawa yang memiliki

aktivitas farmakologi seperti antiinflamasi antihistamin antibakteri anti penyakit

jantung antijamur bahkan untuk terapi HIV (Chaveri et al 2008) Senyawa

utama kandungan kulit buah manggis yang dilaporkan bertanggung jawab atas

beberapa aktivitas farmakologi adalah golongan xanthone yang meliputi

mangostin mangosterol mangostinon A dan B trapezifolixanthone tovophyllin

B dan beta mangostin garcinon B mangostanol flavonoid epikatekin dan

gartanin136-trihidoksi-7-metoksi-28-bis(3-metil-2-butenil)-9H-xanten-9-on(alfa

mangostin) dan 1367-tetrahidroksi-28-bis (3-metil-2-butenil)-9H-xanten-9-on

(gamma mangostin) yang sangat bermanfaat untuk kesehatan (Qosim 2007)

Kandungan antioksidan manggis banyak terdapat pada kulit buahnya

dikenal sebagai antioksidan yang efektif karena mengandung senyawa biologi

xanthones walaupun dapat juga ditemukan dalam semua bagian manggis baik

pada buah kulit buah kulit kayu maupun daunnya Senyawa xanthone hanya

50

dihasilkan oleh genus garcinia Xanthone memiliki struktur kimia yang unik

terdiri dari sistem aromatik trisiklik (C6-C3-C6) dengan kelompok isoprena

metoksil dan hidroksil terletak pada cincin A dan B sehingga senyawa xanthone

beragam Struktur umum xanthone dapat dilihat pada Gambar 210

Gambar 210

Struktur umum senyawa xanthone (Chaverri et al 2008)

Xanthone termasuk golongan senyawa flavonoid Senyawa ini memiliki

dua cincin benzene dan satu cincin piran Inti xanthone dikenal sebagai 9-

xanthenone atau dibenzo-c-pyrone Xanthone dapat diklasifikasikan ke dalam lima

kelompok yaitu oxygenated xanthone xanthone glycoside prenylated xanthone

xanthonolignoid dan miscellaneous xanthone Menurut Chaverri et al (2008)

terdapat 200 lebih xanthone yang tersedia di alam ini dan 50 diantaranya

terkandung dalam kulit buah manggis

Xanthone memiliki rumus molekul C13H8O2 sehingga memiliki massa

molar sebesar 196191 gram mol Dalam penamaan menurut IUPAC senyawa ini

diberi nama 9H-xanthen-9-one Uji aktivitas antioksidan kulit buah manggis

dengan menggunakan peroksinitrit sebagai radikal bebas diketahui bahwa 8-

hydroxycudraxanthone G gartanin α-mangostin γ-mangostin dan smeath-

xanthone A merupakan komponen yang memiliki aktivitas antioksidan terbesar

51

(Jung et al 2006) Senyawa xanthone yang banyak terdapat pada kulit manggis

yaitu α - dan γ - mangostin (Obolsky et al 2009)

Struktur kimia beberapa turunan xanthone seperti α mangostin β

mangostin dan γ mangostin dapat dilihat pada pada Gambar 211

(Chaivisuthangkura et al 2008)

α mangostin β mangostin γ mangostin

Gambar 211

Struktur Kimia beberapa derivat xanthone

(Chaivisuthangkura et al 2008)

Senyawa-senyawa xanthone juga mempunyai aktivitas antibakteri

melawan S Aureus strain yang resisten terhadap penicillin dan methicillin

aktivitas antifungi melawan F Oxiforum A Tenuls dan D Oryzae (Chomnawang

2007) Garcinia mangostana dan senyawa-senyawa xanthone α-mangostin

mendorong aktivitas antimikroba melawan P acnes dan S epidermis yang

merupakan agen etiologi kritis pada jerawat (Chomnawang et al 2007)

Senyawa alfa-mangostin sebagai turunan xanthone memiliki kemampuan

dalam menekan pembentukan senyawa karsinogen pada kolon Xanthone juga

52

bermanfaat mencegah pertumbuhan sel kanker dan tumor Kemampuan

antioksidannya bahkan melebihi vitamin C dan E yang selama ini dikenal sebagai

antioksidan yang paling efektif (Ummi dan Any 2014) Hasil penelitian Kosem

et al (2007) mendapatkan ekstrak metanol kulit buah manggis mengandung α

mangostin sebesar 2519 g100 g ekstrak

Moongkandi et al (2004) menyatakan kulit buah manggis bermanfaat

penting bagi kesehatan karena kaya akan antioksidan seperti xanthone dan

antosianin Antosianin merupakan salah satu antioksidan kuat yang mampu

mencegah berbagai kerusakan akibat stress oksidatif sehingga mampu melindungi

sel dari radikal bebas Penelitian lain juga mendapatkan bahwa xanthone dari

manggis memiliki aktivitas antioksidan antitumor antiinflamasi antialergi

antifungi dan antibakteri (Suksamrarn et al 2006 dan Chaverri et al 2008)

Garcinia mangostana memiliki aktivitas antioksidan yang signifikan pada

IC50 sebesar 613 μgml juga efektif dalam scavenging radikal bebas dan bisa

mengurangi produksi cytokine sebagai suatu proinflamasi Senyawa xanthone

pada kulit buah manggis merupakan antioksidan tingkat tinggi karena kandungan

antioksidannya 667 kali dari wortel dan 83 kali jeruk (Qosim 2007)

Antioksidan yang terkandung dalam kulit buah manggis didominasi oleh

senyawa fenol yaitu xanthone Kadar xanthone dalam manggis berbeda-beda

tergantung pada kualitas buah yang terbesar didapatkan pada buah dengan kulit

burik atau kasar yakni sebesar 23544 μgg ekstrak sedangkan pada buah besar

dengan kulit mulus mengandung kadar xanthone sebesar 18502 μgg ekstrak

buah kecil sebesar 20434 μgg dan buah dengan kulit mengandung getah kuning

53

15289 μgg ekstrak Xanthone dalam kulit buah yang mengandung getah kuning

berperan dalam mekanisme pertahanan mencegah terjadinya stres akibat serangan

hama atau kerusakan fisik (Arsana 2014)

Xanthone sebagai antioksidan akan memutus rantai reaksi oksidasi radikal

bebas untuk mencegah reaksi oksidasi dengan reaksi reduksi yang melibatkan

hidrogen Keterlibatan hidrogen dalam reaksi-reaksi reduksi dapat menghambat

reaksi oksidasi antara radikal bebas dengan oksigen Kadar Oxygen Radical

Absorbance Capacity (ORAC) dari xanthone mencapai 17000-20000 ORAC per

100 ons kulit manggis lebih besar dari wortel dan jeruk yang kadar ORAC-nya

hanya 300 dan 2400 (Fanany 2013) Manfaat yang demikian besar menyebabkan

xanthone sangat dibutuhkan dalam tubuh sebagai penyeimbang prooksidan

Prenilasi xanthone juga mempunyai efek penghambat terhadap M Tuberculosis

Alfa-mangostin yang merupakan derivat xanthone didapatkan mempunyai potensi

sebagai antimikroba (Suksamrarn et al 2006) Selain itu kulit buah manggis

juga mengandung beberapa senyawa lain seperti yang tertera pada Tabel 23

Tabel 23

Komposisi Tepung Kulit Buah Manggis

Sumber Shahidi 1997 dalam Ummi dan Any 2014

No Komponen Kadar ( bk)

1

Air 900

2 Abu 258

3 Gula 692

4 Protein 269

5 Serat Kasar 3005

6 Lainnya (Tanin lemak dll) 4876

54

272 Ekstrak kulit buah manggis

Ekstrak kulit buah manggis mengandung berbagai senyawa yang diduga

bekerja sebagai antioksidan dengan cara mendonorkan elektronnya kepada radikal

bebas sehingga mencegah terjadinya peroksidasi lipid baik pada tahap inisiasi

propagasi maupun pada tahap terminasi (Middleton et al 2000) Senyawa-

seyawa ini bekerja sebagai sinyal yang akan mengaktivasi nuclear factor

erythroid 2- related factor 2 (Nrf2) yang terikat pada Kelch-like ECH-associated

protein-1 (Keap1) dalam sitoplasma sehingga mengalami disosiasi dan translokasi

menuju nukleus Dalam nukleus Nrf2 berasosiasi pada bagian promoter gen yang

disebut Antioxidant Respone Element (ARE) sehingga memicu ekspresi gen

penyandi antioksidan Senyawa yang terkandung dalam ekstrak kulit buah

manggis disamping bekerja sebagai antioksidan dengan cara mendonorkan

elektronnya kepada radikal bebas juga dapat menstimulasi ekspresi gen penyandi

antioksidan melalui aktivasi Nrf2 Salah satu stimulan tersebut adalah golongan

fenol (Inoue 2001) Ekstrak kulit buah manggis dapat mengatur aktivitas catalase

dalam aktivitasnya sebagai scavenger H2O2 atau mengatur gen Nrf-2 (Bartz et

al 2010) Hal ini sesuai dengan yang didapatkan dalam penelitian

Weecharangsan et al (2006) aktivitas ekstrak air dan ekstrak etanol kulit buah

manggis berperan sebagai scavenger H2O2

Skrining fitokimia dilakukan untuk memberikan gambaran tentang

golongan senyawa yang terkandung dalam ekstrak etanol kulit buah manggis

Hasil uji skrining fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak etanol kulit buah

manggis mengandung senyawa golongan alkaloid triterpenoid saponin

55

flavonoid tannin dan polifenol (Kristianti et al 2008) Polifenol adalah senyawa

fenolik yang memiliki lebih dari satu gugus hidroksil (OH) golongan senyawa ini

terdapat pada berbagai jenis tumbuhan yang mempunyai berbagai macam aktivitas

biologi salah satunya adalah aktivitas antioksidan (Scalbert et al 2005)

Polifenol banyak ditemukan dalam buah-buahan sayuran dan biji-bijian

yang merupakan sumber antioksidan alami Senyawa polifenol terdiri dari

beberapa subkelas yakni flavonol isoflavon (dalam kedelai) flavanon

antosianidin katekin dan biflavan Semua polifenol mampu menjadi perangkap

oksigen dan radikal alkil dengan memberikan donor elektron sehingga terbentuk

radikal fenoksil yang relatif stabil (Mokgope 2006) Senyawa-senyawa polifenol

alami secara langsung sebagai scavenger SOR dan secara tak langsung melindungi

aktivitas beberapa enzim sehingga berpotensi meningkatkan antioksidan endogen

(Masella et al 2005) Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Martin et al

(2010) yang mendapatkan CPE (cocoa polyphenolic extrac) yang mengandung

senyawa-senyawa flavonoid seperti katecin epikatecin dan prosianidin

meningkatkan aktivitas GPx dan glutation reduktase (GR) Senyawa-senyawa ini

mereduksi produksi SOR dan mengatur aktivitas antioksidan enzim Peningkatan

aktivitas enzim antioksidan dapat digunakan sebagai terapi penyakit-penyakit

yang disebabkan oleh stress oksidatif

Senyawa fenol sebagai antioksidan tergantung dari beberapa faktor seperti

ikatan gugus hidroksil pada cincin aromatik posisi ikatan posisi hidroksil bolak

balik pada cincin aromatik dan kemampuannya dalam memberi donor hidrogen

atau donor elektron serta kemampuannya dalam memerangkap radikal bebas (free

56

radical scavengers) Palakawong et al (2010) mendapatkan daya antioksidan

ekstrak kulit buah manggis sebesar 594 microgml yang dianalisis dengan metode

DPPH Ekstrak kulit manggis mengandung total fenol yang cukup tinggi yaitu

sebesar 4112 mgg dengan aktivitas antioksidannya sebesar 8442 (Dyahnugra

et al 2015) Ekstrak etanol kulit buah manggis menunjukkan aktivitas yang

signifikan dalam menghambat pembentukan 50 radikal menghambat radikal

superoxide (O2-) mereduksi produksi ROS dan dapat menangkap radikal

hidroksil (OH-) (Chomnawang et al 2007)

Senyawa flavonoid adalah senyawa-senyawa polifenol yang memiliki 15

atom karbon (C6-C3-C6) terdiri dari dua cincin benzena yang dihubungkan

menjadi satu oleh rantai linier yang terdiri dari tiga atom karbon Flavonoid

dalam ekstrak kulit buah manggis berperan membasmi radikal bebas dengan

berbagai cara misalnya dengan menghambat enzim yang bertanggung jawab

memproduksi anion superoksida yaitu xantin oksidase ada juga dengan

menyumbangkan elektronnya ke radikal superoksida atau radikal lipid agar stabil

(Smith et al 2005)

Ekstrak kulit buah manggis baik dengan pelarut air etanol 50 etanol

95 dan etil asetat menunjukan aktivitas antioksidan dan neuroprotektif

(Weecharangsan et al 2006) Kapasitas antioksidan ekstrak air dan etanol 50

diuji dengan metoda DPPH didapatkan masing-msing sebesar 3498 dan 3076

Kapasitas antioksidan ekstrak ini sudah dicobakan pada sel neuroblastoma

(NG108-15) yang terpapar hidrogen peroksida (H2O2) kedua ekstrak ini

memperlihatkan aktivitas neuroprotektif dengan konsentrasi 50 lgmL Aktivitas

57

neuroprotektif ekstrak etanol 50 kulit buah manggis lebih tinggi dibandingkan

dengan ekstrak air Ekstrak etanol kulit buah manggis juga mempunyai aktivitas

antioksidan yang signifikan sebagai penghambat pembentukan radikal DPPH

(Chomnawang et al 2007)

Ekstrak kulit buah manggis diketahui memiliki daya antioksidan sangat

kuat hal ini dibuktikan dengan menggunakan fraksi pelarut metanol etanol dan

etil asetat semuanya memiliki daya antioksidan EC50 kurang dari 50 Fraksi

metanol mempunyai nilai EC50 yang paling kecil dibanding dengan kedua

fraksi lainnya masing-masing 800 mgL 926 mgL dan 2948 mgL ini berarti

fraksi metanol mempunyai aktivitas antioksidan yang lebih besar dibandingan

dengan fraksi etanol dan etil asetat (Mardawati et al 2011) Hal ini didukung

oleh Li dan Xu (2015) yang menyatakan ekstrak metanol kulit buah manggis

mempunyai aktivitas antioksidan yang kuat karena kandungan polifenolnya sangat

tinggi

Senyawa fenol banyak ditemukan pada berbagai tanaman Senyawa ini

telah dieksploitasi secara intensif karena selain berfungsi sebagai antioksidan juga

memiliki berbagai fungsi biologi seperti anti mutagenik dan anti karsinogenik

Antioksidan alami yang terdapat dalam tanaman akan meredam radikal bebas

yang berbahaya dari tubuh Senyawa-senyawa polifenol dari tanaman seperti

flavonoid digambarkan sebagai peredam SOR Ekstrak kulit buah manggis dapat

mengurangi produksi SOR intrasel secara signifikan yang ditentukan dengan 27-

dichlorofluorescein diacetate (DCFH-DA) dalam SKBR3 saluran sel

(Moongkarndi et al 2004) Aktivitas radikal hidroksil (HO-) diperangkap oleh

58

xanthone yang diisolasi dari beberapa ekstrak kulit buah manggis (Chin et al

2008) Xanthone dapat diklasifikasikan ke dalam lima kelompok yaitu

oxygenated xanthone xanthone glycoside prenylated xanthone xanthonolignoid

dan miscellaneous xanthone Saat ini sekitar 1000 xanthone berbeda telah

diketahui (Chaverri et al 2008)

Kulit buah manggis mengandung 90 xanthone terutama α dan β

mangostin yang disebut panaxanthone dapat memulihkan sistem pertahanan

antioksidan endogen seperti aktivitas SOD GPx dan kadar GSH secara invitro

dan in vivo memecah langsung SOR untuk mengurangi penipisan GSH dan

meghambat peroksidasi lipid Efek protektif α mangostin diduga terhadap stress

oksidatif dimediasi melalui jalur Nrf2 (Jung et al 2006) Ekstrak kulit buah

manggis dapat menurunkan MDA meningkatkan SOD dan GPx pada tikus yang

mengalami peningkatan MDA serta penurunan SOD dan GPx karena perlakuan

latihan (Arsana 2013) Hal yang sama didapatkan oleh Sudjarwo dan

Koerniasari (2015) bahwa pemberian ekstrak kulit buah manggis dapat

meningkatkan aktivitas GPx dan SOD ginjal tikus yang menurun karena diberi

perlakuan logam berat timbal mungkin disebabkan oleh kemampuan ekstrak

kulit buah manggis mengurangi akumulasi radikal bebas

Skrining fitokimia ekstrak kulit manggis juga menunjukkan bahwa kulit

buah manggis mengandung senyawa metabolit sekunder berupa golongan alkaloid

saponin tanin polifenol dan flavonoid (Poeloengan dan Praptiwi 2010)

Saponin merupakan zat aktif yang dapat meningkatkan permeabilitas membran

sehingga terjadi hemolisis sel Apabila saponin berinteraksi dengan sel bakteri

59

maka bakteri tersebut akan rusak atau lisis sedangkan flavonoid merupakan

kelompok senyawa fenol yang mempunyai kecenderungan untuk mengikat

protein sehingga mengganggu proses metabolisme bakteri tersebu Senyawa-

senyawa fenolik dapat bereaksi dengan senyawa oksigen reaktif disebabkan

oleh satu atau dua gugus hidroksil pada cincin aromatik dapat berperan sebagai

donor hidrogen (Dungir et al 2012)

Tanin dalam konsentrasi rendah mampu menghambat pertumbuhan

bakteri sedangkan pada konsentrasi tinggi mampu bertindak sebagai antibakteri

dengan cara menggumpalkan protoplasma bakteri sehingga terbentuk ikatan yang

stabil dengan protein bakteri Selain itu pada saluran pencernaan tanin mampu

mengeliminasi toksin (Poeloengan dan Praptiwi 2010)

Flavonoid merupakan golongan senyawa yang mempunyai kemampuan

sebagai antioksidan Flavonoid juga berperan mengaktifkan enzim kunci dalam

respirasi mitokondria dan melindungi sel neuron sehingga mencegah stres

oksidatif dan kerusakan jaringan Asupan flavonoid berperan sebagai

neuroprotektif berpotensi melindungi neuron dari neurotoksin meningkatkan

fungsi memori pembelajaran dan kognitif (Spencer 2009)

Uji daya antioksidan ekstrak kulit manggis buah dilakukan oleh Lin et al

(2014) menggunakan DPPH Radikal bebas DPPH (DPPHbull) mungkin akan

ditangkap oleh antioksidan dengan memberikan atom hidrogen (Hbull) membentuk

molekul stabil DPPH-H mekanismenya seperti tampak pada Gambar 212

Gambar ini menunjukkan reaksi antara γ-mangostin dengan DPPH akan

menghasilkan senyawa yang stabil sehingga tidak akan terjadi reaksi rantai yang

60

akan menghasilkan radikal-radikal lain yang lebih reaktif Dalam molekul γ-

mangostin gugus ortho-dihidroksil menjadi homolysis menghasilkan radikal

hidrogen (Hmiddot) dan radikal γ-mangostinmiddot (I) Hmiddot kemudian bergabung dengan

DPPHmiddot membentuk molekul DPPH-H dan radikal γ-mangostin menjadi (II)

yang selanjutnya dapat menghasilkan radikal hidrogen (Hmiddot) melebihi yang

diperlukan oleh radikal DPPH (DPPHmiddot) untuk membentuk quinone (III) Hasil ini

mengindikasikan bahwa ekstrak kulit buah manggis sebagai sumber antioksidan

yang baik dengan cara mendonasikan elektron kepada radikal bebas untuk

membentuk produk stabil sehingga tidak menimbulkan reaksi berantai

Gambar 212

Reaksi γ mangostin dengan DPPH sebagai radikal bebas

Lin et al (2014)

61

62

63

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pestisida...pestisida menginduksi produksi serotonin dan histamin, sebagai hormon yang memicu reaksi alergi dan dapat menimbulkan senyawa baru yang lebih

24

dealkilasi dari fosforil menghasilkan muatan negatip yang stabil karena

berinteraksi dengan katalitik His 440 Proses aging menghambat defosforilasi

secara irreversible dan hanya sebagian dari enzim menjadi reaktif Reaksi aging

dapat dilihat pada Gambar 26

Gambar 26

Proses aging

(Patočka et al 2005)

Proses reaktivasi dapat terjadi pada enzim terfosforilasi yang belum

mengalami proses aging Mekanisme ini digunakan dalam pengobatan penyakit

yang berhubungan dengan keracunan OPs seperti alzaimer menggunakan oksim

salah satunya adalah pralidoksim Mekanisme reaksi reaktivasi ini dapat dilihat

pada Gambar 27

Pralidoksim dapat berperan sebagai reaktivator dimana terjadi reaksi

antara pralidoksim dengan OPs yang terikat pada sisi aktif serin sehingga ikatan

enzim AChEndashOPs putus dan enzim AChE kembali aktif Pralidoksim juga dapat

sebagai catalytic scavenger dimana pralidoksim dengan cepat memblok OPs

sehingga OPs tidak dapat berikatan dengan enzim AChE Hasil penelitian

Hundekari et al 2013 mendapatkan treatment atropin dengan pralidoksim dapat

menurunkan MDA yang meningkat oleh paparan OPs dan meningkatkan aktivitas

AChE yang turun oleh paparan OPs

25

Gambar 27

Reaktivasi enzim AChE

(Bharathi et al 2014)

214 Toksisitas OPs terhadap fungsi tubuh selain saraf

OPs selain mempengaruhi saraf (menghambat asetilkolinesterase) juga

mempengaruhi fungsi tubuh yang lain seperti menghambat karboksilase yang

merupakan bagian dari metabolisme xenobiotic Metabolisme xenobiotic

dipengaruhi melalui atom sulphur dari desulfurasi dalam metabolisme fase I

menghambat lipase yang berperan penting dalam cell signalling juga memblok

pembentukan metabolik berbagai substansi (Quistad et al 2006)

OPs juga memicu hypoxia karena terganggunya pusat pernafasan

melemahnya otot-otot pernafasan dan berpengaruh pada paru-paru

(bronchospasm dan bronchorrhoea) dan akhirnya menyebabkan kegagalan

26

pernafasan (Lopez et al 2008) OPs pada tikus menyebabkan apnea sentral fatal

yang memicu berbagai disfungsi pulmoner melalui efek langsung terhadap

Central Respiratory Oscillator (CRO) dan inhibisi umpan balik CRO Gejala

keracunan akut OPs sesuai dengan tempat terakumulasinya ACh dalam

organisme seperti pada central nervous system (CNS) sistem saraf tepi reseptor

muskarinik dan reseptor nikotinik menimbulkan gejala berbeda seperti terlihat

pada Tabel 21 Waktu munculnya beberapa gejala keracunan juga berbeda-beda

seperti melemahnya otot pernapasan akan muncul 1-4 hari setelah keracunan

sedangkan melemahnya otot peripheral muncul setelah 7-21 hari (Elersek dan

Filipic 2012)

Tabel 21

Gejala keracunan Ops akut yang berbeda sesuai dengan

tempat akumulasi ACh

Tempat akumulasi ACh Gejala

CNS

Perifer sistem saraf otonom

Reseptor muskarinik

reseptor nikotinik

Sakit kepala insomnia vertigo

kejangkebingungan sulit tidur gangguan

berbicara koma dan lumpuh pernafasan

-

Gejala-gejala muskrinik peningkatan

eliminasi (air liur keringat lachrymation)

gangguan pencernaan (kejang muntah

diare) menurunkan detak jantung gangguan penglihatan

gejala-gejala nikotinik kontraksi otot yang

tidak terkontrol dan kelumpuhan

Sumber Elersek dan Filipic 2012

27

Pengaruh imunotoksik OPs dapat terjadi secara langsung maupun tidak

langsung Secara langsung adalah dengan 1) menghambat hidrolase serin atau

esterase dalam sistem imun 2) kerusakan oksidatif pada organ-organ sistem

imun 3) perubahan dalam cara sinyal transduksi pada kontrol poliferasi dan

diferensiasi sel kekebalan Secara tidak langsung OPs menyebabkan perubahan

pada sistem saraf atau efek kronik dari perubahan metabolisme pada sistem imun

(Elersek dan Filipic 2012) Pestisida OPs dapat mengganggu sistem kekebalan

tubuh dan memberikan efek immunotoksik melalui kedua jalur anti kolinergik

dan non kolinergik

OPs menginduksi peningkatan stres oksidatif yakni ketidakseimbangan

antara antioksidan dan radikal bebas Pestisida OPs dapat merusak keseimbangan

antara prooksidan dan antioksidan dalam tubuh juga merusak membran lipid

sebagai hasil peroksidasi lipid

Malation dan klorfirifos yang merupakan pestisida OPs mempunyai

pengaruh yang beragam pada sel seperti menghasilkan ROS radikal bebas dan

menginduksi stres oksidatif intra sel sehingga mengganggu perkembangan dan

deferensiasi sel normal (Bebe dan Panemangalore 2003) Peningkatan ROS dan

radikal bebas dapat menyebabkan terjadinya kondisi stres oksidatif serta memicu

terjadinya peroksidasi lipid pada membran sel yang akan menghasilkan

malondialdehid (MDA) Peroksidasi lipid ini dapat terjadi karena pengaruh

menipisnya sistem antioksidan baik antioksidan enzimatik maupun non enzimatik

oleh paparan pestisida OPs (Khan dan Kour 2007)

28

Perusakan membran sel oleh radikal bebas melalui beberapa proses yaitu

1) Terjadi ikatan kovalen antara radikal bebas dengan komponen komponen

membran (enzim membran komponen karbohidrat membran plasma) sehingga

terjadi perubahan struktur dan fungsi reseptor 2) Oksidasi gugus tiol pada

komponen membran oleh radikal bebas mengganggu proses transport lintas

membran 3) Reaksi peroksidasi lipid dan kolesterol serta membran yang

mengandung asam lemak tidak jenuh majemuk (PUFA) (Suhartono et al 2008)

OPs dapat mendorong terjadinya stres oksidatif dan meningkatkan kadar

MDA sebagai produk akhir dari peroksidasi lipid pada petani penyemprot yang

terpapar pestisida OPs karbamat dan organoklorin (Prakasam et al 2001) Hal

ini didukung oleh Vidyasagar et al(2004) yang mendapatkan kadar MDA pada

pasien keracunan OPs (67 nMml) lebih tinggi dan berbeda nyata dibandingkan

dengan kontrol (36 nMml) OPs triklorfos dan dimetoat mendorong terjadinya

peroksidasi lipid yang ditunjukan dengan meningkatnya MDA (Sharma et al

2005) OPs berperan sebagai inhibitor enzim kolinesterase dan menginduksi

peningkatan stres oksidatif yaitu ketidakseimbangan antara antioksidan dan

radikal bebas (Patil et al 2003) Kerusakan oksidatif membran lipid eritrosit

dan protein mencerminkan terjadinya reaksi serupa pada myocyte Radikal bebas

yang merusak myocyte juga menyebabkan melemahnya otot pada penderita OPs

akut

Keracunan OPs pada sistem respirasi mengakibatkan bronko konstriksi

dengan sesak nafas dan peningkatan sekresi bronkus Pada umumnya gejala ini

29

timbul dengan cepat dalam waktu 6-8 jam tetapi bila paparan berlebihan dapat

menimbulkan kematian dalam beberapa menit

OPs juga menunjukan efek genotoksisitas (DNA) pada saat sel hidup

kemudian saat replikasi sel dan berakhir pada mutagenitas dan karsinogenitas

Genotoksisitas dihasilkan karena reaksi OPs dengan DNA sehingga DNA rusak

berupa penyimpangan kromosom OPs juga menunjukan efek karsinogenitas

meliputi perubahan sel normal menjadi sel neoplastik dan berkembang lebih lanjut

menjadi tumor (Hodgson 2004)

22 Asetilkolinesterase (AChE)

Kolinesterase merupakan katalis biologis yang berperan menjaga agar otot

kelenjar dan sel saraf bekerja harmonis Jika aktivitas kolinesterase jaringan

tubuh menurun maka dapat mempengaruhi aktivitas asetilkolinesterase saraf

sehingga asetilkolin (ACh) akan menumpuk di bagian ujung saraf dan menganggu

aliran impuls saraf akhirnya terjadi paralisis otot (Depkes RI 2007)

Kolinesterase merupakan suatu enzim dengan berat molekul sekitar 3000000 dan

mempunyai 48 bagian aktif yang masing-masing terdiri dari satu bagian anionik

dan satu bagian esteratik (protenated acidic group)

AChE adalah suatu serine hidrolase termasuk dalam kelompok esterase

yang mempunyai banyak sel satu AChE berperan sangat penting dalam tubuh

yaitu menghidrolisis neurotransmitter asetilkolin (ACh) menjadi asam asetat dan

kolin pada saraf sinapsis Kelompok ini berbeda dengan jenis ester karbosiklik

Aktivitas AChE yang terhambat oleh OPs pada CNS menyebabkan

30

terakumulasinya ACh dan menimbulkan gejala seperti sakit kepala meningkatnya

produksi ludah pernafasan terganggu dan dapat menyebabkan kematian (Du et

al 2008) AChE mempunyai dua sisi pengikatan yaitu daerah anionik dan daerah

esteratik keduanya penting untuk degradasi ACh

ACh adalah suatu hormon neuro yang terdapat diantara ujung-ujung saraf

dan otot sebagai media kimia yang berfungsi meneruskan rangsangan saraf ke

reseptor sel-sel otot dan kelenjar ACh dibuat di dalam ujung serabut saraf

motorik melalui proses asetilasi dari kolin ekstra sel dan koenzim A (Erwin dan

Kusuma 2012) Daerah anionik berfungsi untuk pengikatan sebuah molekul

ACh pada enzim Saat ACh terikat reaksi hidrolisis terjadi pada sisi aktif

esteratik ACh akan terurai menjadi kolin dan asam asetat Kolin kemudian

diambil lagi melalui sistem uptake kolin berafinitas tinggi pada membran

presinaps Proses hidrolisis ACh menjadi kolin dan asam asetat dapat dilihat pada

Gambar 28

Gambar 28

Reaksi hidrolisis ACh menjadi asam asetat dan kolin pada

sisi anion dan ester dari enzim asetilkolinesterase (Wiener dan

Hoffman 2004)

31

Penurunan aktivitas kolinesterase darah seseorang terjadi karena adanya

OPs dalam darah yang membentuk senyawa phosphorilated cholinesterase

sehingga enzim kolinesterase tidak dapat berfungsi lagi dan kadar aktif dari enzim

tersebut akan berkurang hal ini menyebabkan ACh lebih lama berada pada

reseptor sehingga memperpanjang efek rangsang saraf cholinergic pada sebelum

dan sesudah ganglion Rangsangan saraf yang terus-menerus akan merusak fungsi

saraf dan muncul dalam bentuk kelemahan otot mual-mual muntah hipersalivasi

tremor dan paralisis (Bajgar 2004) Akumulasi ACh yang menyebabkan

terjadinya disfungsi sistem saraf dan perilaku akan memicu kerusakan pada

sistem pernafasan yang akhirnya dapat menyebabkan kematian Sistem saraf yang

terganggu akibat penumpukan ACh menyebabkan terganggunya pasokan nutrisi

dan oksigen ke seluruh sel dan jaringan sehingga menghambat pertumbuhan

organisme (Robert 2011) Rangsang yang ditimbulkan oleh asetilkolin akan

berhenti bila ACh dihidrolisis menjadi kolin dan asam asetat oleh AChE

Aktivitas AChE yang terhambat menyebabkan ACh tidak dapat

dihidrolisis sehingga impuls saraf dari satu sel ke sel yang lain atau ke efektor

akan terganggu Petani yang terpapar OPs dengan dosis rendah dalam jangka

waktu lama juga menunjukan penurunan Superoxyde dismutase (SOD) dan

glutation reduktase OPs yang terakumulasi bertahun-tahun pada penyemprot

pestisida berbanding lurus dengan penurunan AChE dan berbanding terbalik

dengan Glucose-6-phosphate dehydrogenase (G6DPH)

32

23 Radikal Bebas

Radikal bebas adalah sekelompok spesies kimia baik berupa atom maupun

molekul yang memiliki elektron tidak berpasangan pada lapisan luarnya Radikal

bebas juga merupakan suatu kelompok spesies kimia dengan reaksi jangka pendek

yang memiliki satu atau lebih elektron bebas sehingga sangat reaktif mempunyai

spesifitas kimia yang rendah sehingga dapat bereaksi dengan berbagai molekul

lain seperti protein lemak karbohidrat dan DNA (Droge 2007)

Radikal bebas diartikan sebagai molekul yang relatif tidak stabil

mempunyai satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan pada orbit luarnya

bersifat reaktif dalam mencari pasangan elektronnya Radikal bebas dalam tubuh

akan segera bereaksi dengan molekul lain sehingga terjadi reaksi berantai yang

disebut peroksidasi lipid dan menghasilkan radikal bebas baru sehingga jumlah

radikal bebas terus bertambah (Marinajati et al 2012) Radikal bebas bersifat

tidak stabil sehingga tidak dapat mempertahankan bentuk aslinya dalam waktu

lama karena segera akan berikatan dengan molekul lain di sekitarnya Radikal

bebas akan menyerang molekul stabil yang terdekat dan mengambil elektronnya

Molekul yang terambil elektronnya ini akan menjadi radikal bebas baru sehingga

akan memulai suatu reaksi berantai yang pada akhirnya akan menyebabkan

kerusakan sel (Droge 2007)

Kelompok radikal bebas antara lain anion superoksida (O2) radikal

hidroksil (OH) dan radikal peroksil (RO2) sedangkan kelompok non radikal

misalnya hidrogen peroksida (H2O2) dan peroksida organik (ROOH) (Halliwell

dan Whiteman 2004) Radikal superoksida ( O2 -) merupakan bentuk yang paling

33

aktif yang paling banyak dihasilkan oleh berbagai mekanisme di dalam tubuh

seperti mitokondria sistem enzim NADPH oksidase reaksi dari xanthin oksidase

dan metabolisme asam arakidonat

Radikal bebas yang terbentuk di dalam tubuh (radikal bebas internal)

merupakan bagian integral dari proses fisiologis seperti saat pembentukan energi

dalam mitokondria melalui oksidasi fosforilasi Sumber radikal bebas internal

antara lain 1) Organ subseluler seperti mitokondria kloroplas mikrosom

peroksisom dan nuklei menghasilkan O2- 2) inflamasi selama inflamasi terjadi

fagositosis oleh makrofag dan metrofil keduanya membentuk radikal bebas

untuk memfagositosis bakteri 3) ion logam transisi Fe dan Cu berperan

membentuk radikal bebas dan menimbulkan peroksidasi lipid 4) oksidasi

enzimatik seperti xanthin oksidase dan lipoksigenase (Droge 2007) Radikal

bebas dapat juga berasal dari luar tubuh (radikal bebas eksternal) Sumber radikal

bebas eksternal antara lain polusi lingkungan (asap rokok asap kendaraan asap

pabrik) aktivitas fisik yang berlebih sinar ultra violet dari matahari radiasi obat-

obatan dan pestisida

Radikal bebas dapat terbentuk dari senyawa lain yang sebenarnya bukan

radikal bebas tetapi mudah menjadi radikal bebas misalnya hidrogen peroksida

(H2O2) dan ozon Kedua kelompok senyawa ini sering diistilahkan sebagai

Reactive Oxygen Species (ROS) atau senyawa Oksigen Reaktif (SOR) Sel-sel

hidup dari organisme aerob secara kontinyu membentuk SOR sebagai bagian dari

proses fisiologi metabolik dan reaksi-reaksi biokimia lainnya

34

SOR adalah kelompok senyawa yang sebenarnya bukan radikal bebas

tetapi mudah berubah menjadi radikal bebas (Droge 2007) SOR dihasilkan dalam

proses metabolisme oksidatif dalam tubuh misalnya pada proses oksidasi makanan

menjadi energi SOR diproduksi dalam jumlah yang cukup dalam tubuh seperti

sel darah putih menghasilkan H2O2 yang berfungsi untuk membunuh beberapa

jenis bakteri dan jamur namun H2O2 tidak menyerang secara spesifik sehingga

dapat menyerang asam-asam lemak tidak jenuh ganda atau polyunsaturated fatty

acid (PUFA) dari membran sel yang menyebabkan kerusakan struktur dan fungsi

sel (Winarsi 2007) SOR terbentuk sebagai produk samping reaksi oksidasi

fosforilasi untuk membentuk energi berupa Adenosine Tri Phosphate (ATP)

dalam rantai transport elektron pada mitokondria Proses tersebut membutuhkan

O2 tetapi tidak semua O2 berikatan dengan hidrogen untuk membentuk air sekitar

4 sampai 5 dari oksigen yang dikonsumsi berubah menjadi SOR (Marciniak

et al 2009) SOR seperti radikal super oksida (SOO-) dan radikal hidroksil

(OH-) yang dihasilkan oleh metabolisme sel yang normal maupun lingkungan

yang stres dapat menyebabkan sel-sel mati melalui peroksidasi lipid oksidasi

protein menghambat aktivitas enzim-enzim perubahan reduksi oksidasi intra sel

dan kerusakan DNA Hal ini menunjukkan bahwa SOR terlibat dalam timbulnya

beberapa penyakit dan proses penuaan

Organofosfat merupakan senyawa toksik yang mempunyai kemampuan

membentuk radikal bebas pada sistem biologi (Nur et al 2010) Reaksi radikal

bebas dengan komponen sel baik komponen struktural (molekul penyusun

membran) maupun komponen fungsional yaitu enzim dan DNA dapat merusak

35

sel melalui oksidasi lipid tidak jenuh dan protein sel (Zakaria 1996 dalam

Mardawati et al 2011) Kerusakan lebih lanjut pada organ sel adalah kerusakan

DNA dan membran sel Mekanisme tersebut menunjukan bahwa radikal bebas

dapat mempengaruhi timbulnya berbagai jenis penyakit degeneratif seperti

aterosklerosis Penelitian Amran et al (2009) mendapatkan ada korelasi yang

signifikan antara kerusakan DNA dengan perkembangan aterosklerosis dan

meningkatnya jumlah pasien Coronary Artery Disease (CAD)

24 Stres Oksidatif

Radikal bebas dalam jumlah tertentu di dalam tubuh dapat dinetralisir oleh

antioksidan endogen Antioksidan endogen utama pada sel-sel tubuh adalah

enzim SOD (Superoksida dismutase) glutation reduktase dan glutation

peroksidase (GPr dan GPx) serta catalase (CAT) Pembentukan radikal bebas

yang melebihi kemampuan aktivitas antioksidan endogen menyebabkan jumlah

keseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan akan terganggu Apabila

jumlah radikal bebas terus bertambah sedangkan jumlah antioksidan endogen

tetap maka kelebihan radikal bebas tidak dapat dinetralkan akibatnya radikal

bebas bereaksi dengan komponen-komponen sel dan menyebabkan kerusakan sel

Peningkatan jumlah radikal bebas atau oksidan menyebabkan timbulnya

suatu keadaan yang disebut stres oksidatif Stres oksidatif adalah suatu keadaan

ketidak seimbangan antara radikal bebas dan antioksidan dimana jumlah radikal

bebas lebih besar dari antioksidan Stres oksidatif adalah suatu keadaan patologis

yang disebabkan oleh kerusakan jaringan di dalam tubuh karena peningkatan

36

jumlah radikal bebas yang tidak normal (Halliwel 2006) Radikal bebas yang

jumlahnya jauh lebih banyak dari antioksidan akan bereaksi dengan cepat dan

merusak bermacam-macam substrat di dalam tubuh termasuk komponen-

komponen sel protein asam lemak tak jenuh ganda karbohidrat dan asam-asam

nukleat hal ini mengakibatkan berkembangnya penyakit kronik Serangan oksidan

terhadap asam lemak tidak jenuh sebagai komponen penting penyusun membran

sel dapat menimbulkan reaksi rantai yang disebut peroksidasi lipid Proses

tersebut mengakibatkan terputusnya ikatan dalam asam-asam lemak menjadi

berbagai senyawa yang toksik terhadap sel seperti malondialdehid (MDA) dan 9-

hidroksi nonenal MDA yang dihasilkan kemudian dilepaskan ke darah sehingga

kadar MDA di dalam darah dapat dijadikan sebagai penanda tidak langsung

adanya peroksidasi lipid dan peningkatan SOR

25 Malondialdehid (MDA)

Peningkatan stres oksidatif berdampak negatif pada beberapa komponen

penyusun membran sel yaitu kerusakan pada membran lipid membentuk

malondialdehida (MDA) kerusakan protein karbohidrat dan DNA (Kevin et

al2006) Kerusakan oksidatif yang diakibatkan oleh radikal bebas mempengaruhi

kondisi patologis berupa kerusakan sel jaringan dan berbagai organ seperti hati

ginjal dan jantung baik pada manusia maupun hewan Kerusakan ini dapat

berakhir pada kematian sel sehingga terjadi percepatan timbulnya berbagai

penyakit degeneratif (Kevin et al 2006 dan Valko et al 2007) MDA

merupakan metabolit hasil peroksidasi lipid oleh radikal bebas sehingga dapat

37

menggambarkan aktivitas radikal bebas dalam sel dan menjadi petunjuk terjadinya

stres oksidatif akibat radikal bebas (Asni 2009) Semakin tinggi kadar MDA

plasma maka semakin tinggi stres oksidatif yang terjadi dalam sel-sel tubuh

Peroksidasi lipid menghasilkan MDA dari radikal bebas akan selalu membentuk

reaksi berantai yang terus berlanjut sampai radikal bebas ini dihilangkan oleh

sistem antioksidan dari tubuh

MDA adalah hasil proksidasi lipid yang larut dalam air pada kondisi

normal MDA secara parsial diekskresikan melalui urine tetapi tidak diketahui

berapa jumlah MDA yang terbentuk dalam tubuh itu dapat dihilangkan oleh

ginjal MDA merupakan salah satu hasil dari peroksidasi lipid yang digunakan

sebagai indikator dari stres oksidatif (Hundekari et al 2013) Peningkatan

peroksidasi lipid mungkin disebabkan oleh inflamasi yang berkaitan dengan

infeksi virus dan menurunnya kadar antioksidan

Penelitian in vitro pada eritrosit manusia yang menyemprot pestisida

menunjukan peningkatan konsentrasi karbofuran meningkatkan kadar MDA

secara signifikan (Misrha et al 2013) yang mendapatkan kadar MDA pada darah

petani penyemprot pestisida lebih tinggi secara signifikan dibandingkan dengan

kontrol seperti ditunjukan pada Tabel 22

Paparan pestisida atrazine pada tikus dapat meningkatkan peroksidasi lipid

dan merusak membran di dalam sel yang dipapar Kandungan fosfolipid dan

kolesterol dalam membran eritrosit dapat diketahui dengan menggunakan teknik

scanning electron microscopy (SEM) dan dapat diketahui terjadi perubahan

morfologi dalam eritrosit yang sebanding dengan perubahan parameter biokimia

38

termasuk stres oksidatif (Singh et al2006) Kerusakan sel cedera irreversible sel

dan kematian sel dapat terjadi apabila stres oksidatif berlangsung lama

Tabel 22 Perbandingan profil biokimia antara kontrol

dan penyemprot pestisida

Parameters Controls(n=18)

Mean plusmnSD

Sprayers (n=50)

Mean plusmnSD

MDA (nmolTBARSml blood)

943 plusmn078

2630 plusmn202

CAT (μ mol H2O2 hydrolysed X

104mlg Hb)

1055plusmn1520

13569 plusmn 1234

SOD(μmol hydroysed X 104mlg

Hb)

329 plusmn 079 803 plusmn 246

Sumber Mishra et al 2013

26 Antioksidan

Antioksidan adalah molekul yang mampu memperlambat atau mencegah

oksidasi molekul lain (Chakraborty et al 2009) Antioksidan adalah senyawa-

senyawa yang dapat menunda atau menghambat terjadinya oksidasi biomolekul

dengan menghambat reaksi-reaksi oksidasi rantai oleh radikal bebas dan mampu

menurunkan kerusakan oksidatif (Jantan et al 2011) Antioksidan juga

didefinisikan sebagai senyawa yang mampu menunda memperlambat atau

menghambat reaksi oksidasi makanan maupun obat Antioksidan akan bereaksi

dengan oksidan sehingga mengurangi kapasitas oksidan untuk dapat menimbulkan

kerusakan (Shahidi 1997 dalam Asep et al 2012)

Antioksidan dalam sistem biologi baik antioksidan enzim maupun non

enzim melindungi sel dari kerusakan yang disebabkan oleh molekul-molekul yang

39

tidak stabil yang disebut radikal bebas Antioksidan membantu menghancurkan

radikal bebas yang merusak sel mendukung pertumbuhan sel-sel yang sehat

melindungi sel dari penuaan mendukung sistem imun dalam tubuh Antioksidan

bersifat sangat mudah teroksidasi atau bersifat reduktor kuat dibanding dengan

molekul lain sehingga keefektifan antioksidan tergantung dari seberapa kuat daya

oksidasinya semakin mudah teroksidasi maka semakin efektif antioksidan

tersebut Antioksidan mampu melindungi sel melawan kerusakan yang

ditimbulkan oleh radikal bebas dan SOR seperti singlet oksigen peroksi nitrit

superoksida radikal peroksida dan radikal hidroksil (Chaveri et al2008 )

Antioksidan dapat menunda atau mencegah terjadinya reaksi oksidasi

radikal bebas dan oksidasi lipid dalam konsentrasi yang lebih rendah dari substrat

yang dapat dioksidasi Suhartono et al (2008) menyatakan antioksidan dapat

diklasifikasikan dalam 5 tipe yaitu a) Antioksidan primer berupa senyawa-

senyawa fenol yang mampu memutus rantai reaksi pembentukan radikal bebas

asam lemak Senyawa ini memberikan atom hidrogen yang berasal dari gugus

hidroksi sehingga terbentuk senyawa yang stabil seperti BHA (butyl

hidroksilanisol) BHT (butyl hydrotoluen) dan tokoferol b) Antioksidan

perangkap oksigen yaitu senyawa-senyawa yang berperan sebagai pengikat

oksigen sehingga mencegah reaksi oksidasi Senyawa ini mengadakan reaksi

dengan oksigen yang berada dalam sistem sehingga jumlahnya berkurang seperti

vitamin C (asam askorbat) askorbil palminat asam eritorbat dan sulfit c)

Antioksidan sekunder adalah senyawa-senyawa yang mempunyai kemampuan

untuk berdekomposisi dengan hidroperoksida menjadi produk akhir yang stabil

40

d) Antioksidan enzim yaitu enzim yang berperan mencegah terbentuknya radikal

bebas seperti glukose oksidase superoksida dismutase (SOD) glutation

peroksidase (GPx) dan katalase (CAT) dan e) Antioksidan Chelators

sequestrants yaitu senyawa-senyawa yang mampu mengikat logam seperti besi

dan tembaga yang mampu mengkatalisis reaksi oksidasi lemak seperti asam sitrat

asam amino ethylenediaminetetra acetid acid (EDTA) dan fosfolipid

Antioksidan bereaksi dengan radikal bebas dengan mengurangi

konsentrasi oksigen mencegah pembentukan singlet oksigen yang reaktif

mencegah inisiasi rantai pertama dengan menangkap radikal primer seperti radikal

hidroksil mengikat katalis ion logam mendekomposisi produk-produk primer

radikal menjadi senyawa non-radikal dan memutus rantai hidroperoksida

sehingga mengurangi kapasitas radikal bebas untuk menimbulkan kerusakan

(Mardawati et al 2011)

Berdasarkan mekanisme kerjanya antioksidan dikelompokan menjadi 1)

Antioksidan primer yaitu antioksidan yang bereaksi dengan radikal lipid berenergi

tinggi untuk menghasilkan produk yang memiliki kestabilan termodinamis lebih

baik seperti golongan fenol (isoflavon) 2) Antioksidan sekunder yang juga

dikenal dengan antioksidan pencegah (Preventive Antioxidant) yang dapat

memperlambat reaksi inisiasi dengan cara memutus rantai hidroperoksida seperti

dilauril thio-dipropionate dan asam thiodipropionate Antioksidan golongan ini

adalah antioksidan yang berikatan dengan gugus thiol (Shahidi dan Naczk1995

dalam Mardawati et al 2011)

41

Antioksidan pemutus rantai adalah molekul kecil yang dapat menerima

dan memberi elektron dari atau ke radikal bebas sehingga membentuk senyawa

baru yang stabil seperti vitamin E dan vitamin C Sedangkan antioksidan logam

transisi terikat protein bekerja mengikat ion-ion logam Fe2+

dan Cu2+

seperti

flavonoid dapat mencegah radikal bebas Antioksidan jenis ini memperbaiki

kerusakan sel-sel dan jaringan yang disebabkan radikal bebas (Winarsi 2007)

Mekanisme kerja antioksidan senyawa fenolik adalah sebagai berikut

Radikal Lipida Antioksidan Radikal Antioksidan

ROO + AH ROOH + A

RO + AH ROH + A

R + AH RH + A

OH + AH H2O + A

Senyawa antioksidan (AH) dapat memberikan atom hidrogen secara cepat ke

radikal lipida (ROO RO R OH ) dan mengubahnya menjadi bentuk yang lebih

stabil Sementara turunan radikal antioksidan (A) yang dihasilkan lebih stabil

dibandingkan radikal lipida karena akan terjadi delokalisasi perbaikan elektron

dari ikatan rangkap pada cincin benzen sebagai indikasi oleh ikatan isomer

valensi

Peningkatan jumlah gugus hidroksil (alkil hidrogen pada struktur

kimianya) pada posisi para atau ortho seperti pada genistein dapat meningkatkan

aktivitas antioksidan isoflavon Antioksidan dapat menghambat oksidasi atau

42

menghentikan reaksi berantai pada radikal bebas dari lemak yang teroksidasi

dapat melalui empat macam mekanisme reaksi yaitu 1) Pelepasan hidrogen dari

antioksidan 2) Pelepasan elektron dari antioksidan 3) Adisi lemak ke dalam

cincin aromatik pada antioksidan dan 4) Pembentukan senyawa kompleks antara

lemak dan cincin aromatik dari antioksidan

Antioksidan dapat mencegah tidak terkontrolnya pembentukan radikal

bebas dan aktivitas SOR atau mencegah reaksinya dengan struktur biologi (Nisar

et al 2013) Status antioksidan baik yang endogen maupun yang eksogen yang

menurun dapat mengganggu keseimbangan redoks seluler dan kondisi patologis

akan menjadi karakteristik utama dan membentuk stres oksidatif pada sel maupun

jaringan

261 Antioksidan enzimatis

Di dalam sistem biologis sudah tersedia antioksidan berupa enzim

(antioksidan enzimatis) yaitu superoksida dismutase (SOD) katalase (CAT) dan

glutation peroksidase (GPx) Antioksidan-antioksidan ini bekerja dengan cara

mencegah pembentukan senyawa radikal bebas baru atau mengubah radikal bebas

yang telah terbentuk menjadi molekul yang kurang reaktif (Finosh dan Jayabalan

2013) Mekanisme kerja antioksidan enzimatik adalah mengkatalisir pemusnahan

radikal bebas dalam sel Aktivitas enzim intrasel SOD dan CAT mengkatalisasi

dismutasi superoksida dan hidrogen peroksida aktivitas GPx mereduksi hidrogen

peroksida dan peroksida organik menjadi air dan oksigen Aktivitas enzim

intrasel ini dapat dilihat pada Gambar 29

43

GPx merupakan enzim penangkal radikal bebas dengan dua cara yaitu

pertahanan terhadap oksidan dan dengan mengkatalisis peroksida menjadi air dan

oksigen GPx memerlukan glutation sebagai substrat terdapat dalam dua bentuk

yaitu glutation tereduksi atau GSH dan glutation teroksidasi atau GSSG Ketika

mengkatalisis perubahan hidrogen peroksida (H2O2) menjadi H2O GSH

dioksidasi menjadi GSSG kemudian GSSG dapat direduksi kembali oleh NADPH

untuk mendapatkan kembali GSH (Marciniak et al 2009)

Gambar 29

SOD dan CAT mengkatalisasi dismutasi superoksida dan hidrogen peroksida

(Finosh dan Jayabalan 2013)

Enzim GPx terdapat terutama dalam mitokondria merupakan enzim

scavenger terhadap hidrogen peroksida dan berperan utama dalam mengatur

konsentrasi H2O2 dan dan berbagai macam peroksida organik Aktivitas GPx yang

menurun menunjukkan terjadinya penurunan kapasitas menghilangkan H2O2 dan

terjadinya hidroperoksida lemak

44

Enzim GPx sangat berperan dalam pengaktifan kembali enzim

kolinesterase melalui 1) Pengaktifan AMP siklik yang secara langsung dapat

mengaktifkan enzim kolinesterase 2) keseimbangan NADP dan NADPH pada

jalur glikolisis aerobik dalam eritrosit sehingga eritrosit tidak rusak kerusakan

eritrosit dapat menurunkan produksi kolinesterase darah 3) peranan kofaktor

prostaglandin pada sintesis tromboksan A2 yang memacu trombogenesis dan

vasokonstriksi pembuluh darah bersamaan dengan terbentuknya tromboksan akan

diaktifkan cAMP yang secara langsung mengaktifkan kinase protein termasuk

kinase protein enzim kolinesterase 4) sebagai antioksidan yang dapat melindungi

sel termasuk eritrosit dari kerusakan akibat radikal bebas 5) sebagai kofaktor

proses oksidasi dealkilasi ikatan organofosfat dengan kolinesterase darah 6)

berperan sebagai detoksifikasi dalam tubuh dengan mereduksi radikal bebas

peroksida sekaligus membentuk peroksida lipid di dalam membran sel (Stranges

et al 2010)

GPx adalah enzim antioksidan yang dapat mendetoksifikasi hidrogen

peroksida dan lipid hidroperoksida dalam menurunkan glutation Di dalam darah

terdapat beberapa jenis GPx dua diantaranya adalah GPx seluler (cGPx) dalam sel

darah merah dan GPx ekstrasel (eGPx) terdapat dalam plasma GPx sebagai enzim

antioksidan bekerja menjadi peredam (quenching) radikal bebas dan berperan

dalam metabolisme xenobiotik yang ditemukan dalam sel (Sen et al 2010)

GPx dengan konsentrasi tinggi ditemukan dalam hepar dan sel darah

merah sedangkan pada jantung ginjal paru-paru adrenal lambung dan jaringan

adipose mengandung GPx dalam kadar sedang GPx kadar rendah ditemukan

45

dalam otak otot testis dan lensa mata GPx yang rendah berkorelasi dengan

gangguan yang berhubungan dengan radikal bebas (Judge et al 2005) Jika

antioksidan endogen gagal mengatasi produksi metabolit reaktif maka

antioksidan eksogen akan diperlukan untuk menyeimbangkan status redoks

(Noori 2012) Sumber makanan termasuk tanaman rempah-rempah vitamin dan

ekstrak herbal memainkan peran penting dalam hal ini

262 Antioksidan non enzimatis

Antioksidan non enzimatis disebut juga antioksidan sekunder atau

antioksidan eksogen (diperoleh dari luar) digolongkan menjadi dua golongan

yaitu yang larut dalam lemak seperti tokoferol karotenoid flavoniod quinon dan

bilirubin serta yang larut dalam air seperti asam askorbat asam urat protein

pengikat logam dan protein pengikat heme (Winarsi 2007) Antioksidan ini dapat

berupa bahan-bahan alami dan juga sintetis Antioksidan alami seperti vitamin

adalah campuran redoks yang seimbang dengan bentuk tereduksi dan teroksidasi

dan sebaliknya untuk antioksidan sintetis merupakan redoks yang tidak seimbang

bahkan menghasilkan radikal bebas yang pada beberapa kasus berbahaya (Rani

etal 2004)

Vitamin C merupakan antioksidan yang sangat penting dalam cairan

ekstra sel karena dapat menyerang radikal-radikal yang larut dalam darah dan

melindungi lemak plasma dari perusakan peroksidasi oleh radikal-radikal peroksil

Peran utama vitamin C adalah menetralisir radikal bebas yang ada di dalam dan

di luar sel Vitamin C merupakan sumber elektron pendonor bagi radikal bebas

(Nisar et al 2013) Vitamin C berperan positip dalam proses detoksifikasi

46

yang sangat diperlukan untuk sintesis kolagen dan pertumbuhan serta

pemeliharaan jaringan epitel Peranan vitamin C sebagai pembawa hidrogen yang

merupakan siklus esensial dalam metabolisme protein dan karbohidrat yang

berfungsi memelihara kekuatan pembuluh darah Vitamin C sangat penting untuk

melawan radikal bebas dalam cairan ekstra sel dan melindungi biomembran dari

peroksidasi Pemberian air kelapa dapat meningkatkan aktivitas GPx SOD dan

CAT pada pekerja terpapar merkuri karena air kelapa mengandung vitamin C

B1 B6 asam-asam amino metionin selenium dan mineral berfungsi melindungi

sel tubuh dari serangan radikal bebas dan mencegah efek paparan merkuri

(Zulaikhah et al 2013) Defisiensi antioksidan yang berupa vitamin C vitamin

E Se Zn dan glutation dalam derajat ringan hingga berat sangat berpengaruh

terhadap respon imun

Komponen kimia yang berperan sebagai antioksidan adalah senyawa

golongan fenolik dan polifenolik yang memiliki kemampuan untuk menangkap

radikal bebas Flavonoid merupakan golongan terbesar dari senyawa polifenol

yang sangat efektif digunakan sebagai antioksidan Senyawa-senyawa ini banyak

terdapat di alam terutama pada tumbuh-tumbuhan seperti teh buah-buahan

sayuran dan anggur (Ramle et al 2008)

Aktivitas antioksidan dari berbagai tanaman erat hubungannya dengan

kandungan fenolnya ada indikasi substansi fenol seperti flavonoid dan asam-

asam fenolat berpotensi lebih besar sebagai antioksidan dibandingkan dengan

vitamin C dan vitamin E Aktivitas antioksidan flavonoid tergantung pada

struktur molekulnya terutama gugus prenil (CH3)2C=CH-CH2 Department of

47

Environmental and Molecular Toxicology Oregon State University dalam

penelitiannya mendapatkan bahwa gugus prenil flavonoid dikembangkan untuk

pencegahan atau terapi terhadap penyakit-penyakit yang dihubungkan dengan

radikal bebas

Asupan antioksidan diperlukan untuk membantu mengembalikan

ketidakseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan endogen serta

mengurangi kerusakan oksidatif dalam tubuh Salah satu terapi antioksidan yang

digunakan adalah ekstrak kulit buah manggis (Garcinia mangostana L) Kulit

buah manggis memiliki kandungan xanthone yang tinggi sehingga memiliki

kemampuan untuk menangkap radikal bebas Gugus hidroksil (OH) yang dimiliki

oleh xanthone efektif mengikat radikal bebas dengan elektron yang tidak memiliki

pasangan Antioksidan ini bekerja dengan cara memotong reaksi oksidasi berantai

dari radikal bebas atau dengan cara menangkapnya sehingga radikal bebas tidak

akan bereaksi dengan komponen seluler dan kerusakan sel dapat dihindari

Makanan yang kaya antioksidan memegang peran dalam mencegah

penyakit-penyakit kanker dan penyakit penurunan fungsi otak Antioksidan dapat

mengurangi resiko penyakit kronis dan mencegah berbagai penyakit baik dengan

cara meningkatkan pertahanan antioksidan dalam tubuh atau dengan cara

mengkonsumsi makanan yang kaya antioksidan Mengkonsumsi antioksidan yang

ada dalam makanan sehari-hari dapat memberi perlindungan terhadap stres

oksidatif Hundekari et al (2013) mendapatkan perlakuan antioksidan dengan

dosis yang sesuai dapat menurunkan kerusakan oksidatif sehingga efektif untuk

memperbaiki kasus keracunan akut OPs

48

27 Manggis

271 Tumbuhan manggis

Tumbuhan manggis (Garcinia mangostana L) berasal dari Asia Tenggara

dan merupakan tumbuhan fungsional karena hampir semua bagian dari tumbuhan

ini dapat dimanfaatkan sebagai obat Manggis termasuk dalam family Guttiferae

dan merupakan species terbaik dari genus Garcia Buah manggis sering dijuluki

Queen of tropical fruit karena mempunyai rasa enak daging buah putih halus

bentuk buah bagus dan disukai banyak orang (Chaverri et al 2008) Manggis

sering disebut mangostin atau kadang-kadang disebut buah super dengan berbagai

karakteristik seperti rasa aroma kaya nutrisi dan daya antioksidan yang tinggi

Buah manggis (Garcinia mangostana L) merupakan buah yang eksotik

karena memiliki warna yang menarik dan kandungan gizi yang tinggi sehingga

buah manggis memiliki prospek yang cukup baik untuk dikembangkan

(Mardawati et al 2011) Tingkatan taksonomi tanaman manggis adalah sebagai

berikut (Prihatman 2000)

- Kingdom Plantae

- Divisi Spermathophyta (Tumbuhan berbiji)

- Sub Divisi Angiospermae (Berbiji tertutup)

- Kelas Dicotyledonae (Biji berkeping dua)

49

- Ordo Theales

- Famili GuttiferaeClusiaceae

- Genus Garcinia

- Spesies Garcinia mangostana L

Selain sebagai buah yang eksotik manggis juga mengandung berbagai senyawa

yang bermanfaat bagi tubuh seperti triterpenoid mangostin tannin resin

kalsium zat besi dan vitamin B1 Potensi manggis tidak hanya terbatas pada

buahnya saja tetapi juga hampir seluruh bagian tumbuhan manggis menyimpan

potensi yang sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia

Kulit buah manggis mengandung beberapa senyawa yang memiliki

aktivitas farmakologi seperti antiinflamasi antihistamin antibakteri anti penyakit

jantung antijamur bahkan untuk terapi HIV (Chaveri et al 2008) Senyawa

utama kandungan kulit buah manggis yang dilaporkan bertanggung jawab atas

beberapa aktivitas farmakologi adalah golongan xanthone yang meliputi

mangostin mangosterol mangostinon A dan B trapezifolixanthone tovophyllin

B dan beta mangostin garcinon B mangostanol flavonoid epikatekin dan

gartanin136-trihidoksi-7-metoksi-28-bis(3-metil-2-butenil)-9H-xanten-9-on(alfa

mangostin) dan 1367-tetrahidroksi-28-bis (3-metil-2-butenil)-9H-xanten-9-on

(gamma mangostin) yang sangat bermanfaat untuk kesehatan (Qosim 2007)

Kandungan antioksidan manggis banyak terdapat pada kulit buahnya

dikenal sebagai antioksidan yang efektif karena mengandung senyawa biologi

xanthones walaupun dapat juga ditemukan dalam semua bagian manggis baik

pada buah kulit buah kulit kayu maupun daunnya Senyawa xanthone hanya

50

dihasilkan oleh genus garcinia Xanthone memiliki struktur kimia yang unik

terdiri dari sistem aromatik trisiklik (C6-C3-C6) dengan kelompok isoprena

metoksil dan hidroksil terletak pada cincin A dan B sehingga senyawa xanthone

beragam Struktur umum xanthone dapat dilihat pada Gambar 210

Gambar 210

Struktur umum senyawa xanthone (Chaverri et al 2008)

Xanthone termasuk golongan senyawa flavonoid Senyawa ini memiliki

dua cincin benzene dan satu cincin piran Inti xanthone dikenal sebagai 9-

xanthenone atau dibenzo-c-pyrone Xanthone dapat diklasifikasikan ke dalam lima

kelompok yaitu oxygenated xanthone xanthone glycoside prenylated xanthone

xanthonolignoid dan miscellaneous xanthone Menurut Chaverri et al (2008)

terdapat 200 lebih xanthone yang tersedia di alam ini dan 50 diantaranya

terkandung dalam kulit buah manggis

Xanthone memiliki rumus molekul C13H8O2 sehingga memiliki massa

molar sebesar 196191 gram mol Dalam penamaan menurut IUPAC senyawa ini

diberi nama 9H-xanthen-9-one Uji aktivitas antioksidan kulit buah manggis

dengan menggunakan peroksinitrit sebagai radikal bebas diketahui bahwa 8-

hydroxycudraxanthone G gartanin α-mangostin γ-mangostin dan smeath-

xanthone A merupakan komponen yang memiliki aktivitas antioksidan terbesar

51

(Jung et al 2006) Senyawa xanthone yang banyak terdapat pada kulit manggis

yaitu α - dan γ - mangostin (Obolsky et al 2009)

Struktur kimia beberapa turunan xanthone seperti α mangostin β

mangostin dan γ mangostin dapat dilihat pada pada Gambar 211

(Chaivisuthangkura et al 2008)

α mangostin β mangostin γ mangostin

Gambar 211

Struktur Kimia beberapa derivat xanthone

(Chaivisuthangkura et al 2008)

Senyawa-senyawa xanthone juga mempunyai aktivitas antibakteri

melawan S Aureus strain yang resisten terhadap penicillin dan methicillin

aktivitas antifungi melawan F Oxiforum A Tenuls dan D Oryzae (Chomnawang

2007) Garcinia mangostana dan senyawa-senyawa xanthone α-mangostin

mendorong aktivitas antimikroba melawan P acnes dan S epidermis yang

merupakan agen etiologi kritis pada jerawat (Chomnawang et al 2007)

Senyawa alfa-mangostin sebagai turunan xanthone memiliki kemampuan

dalam menekan pembentukan senyawa karsinogen pada kolon Xanthone juga

52

bermanfaat mencegah pertumbuhan sel kanker dan tumor Kemampuan

antioksidannya bahkan melebihi vitamin C dan E yang selama ini dikenal sebagai

antioksidan yang paling efektif (Ummi dan Any 2014) Hasil penelitian Kosem

et al (2007) mendapatkan ekstrak metanol kulit buah manggis mengandung α

mangostin sebesar 2519 g100 g ekstrak

Moongkandi et al (2004) menyatakan kulit buah manggis bermanfaat

penting bagi kesehatan karena kaya akan antioksidan seperti xanthone dan

antosianin Antosianin merupakan salah satu antioksidan kuat yang mampu

mencegah berbagai kerusakan akibat stress oksidatif sehingga mampu melindungi

sel dari radikal bebas Penelitian lain juga mendapatkan bahwa xanthone dari

manggis memiliki aktivitas antioksidan antitumor antiinflamasi antialergi

antifungi dan antibakteri (Suksamrarn et al 2006 dan Chaverri et al 2008)

Garcinia mangostana memiliki aktivitas antioksidan yang signifikan pada

IC50 sebesar 613 μgml juga efektif dalam scavenging radikal bebas dan bisa

mengurangi produksi cytokine sebagai suatu proinflamasi Senyawa xanthone

pada kulit buah manggis merupakan antioksidan tingkat tinggi karena kandungan

antioksidannya 667 kali dari wortel dan 83 kali jeruk (Qosim 2007)

Antioksidan yang terkandung dalam kulit buah manggis didominasi oleh

senyawa fenol yaitu xanthone Kadar xanthone dalam manggis berbeda-beda

tergantung pada kualitas buah yang terbesar didapatkan pada buah dengan kulit

burik atau kasar yakni sebesar 23544 μgg ekstrak sedangkan pada buah besar

dengan kulit mulus mengandung kadar xanthone sebesar 18502 μgg ekstrak

buah kecil sebesar 20434 μgg dan buah dengan kulit mengandung getah kuning

53

15289 μgg ekstrak Xanthone dalam kulit buah yang mengandung getah kuning

berperan dalam mekanisme pertahanan mencegah terjadinya stres akibat serangan

hama atau kerusakan fisik (Arsana 2014)

Xanthone sebagai antioksidan akan memutus rantai reaksi oksidasi radikal

bebas untuk mencegah reaksi oksidasi dengan reaksi reduksi yang melibatkan

hidrogen Keterlibatan hidrogen dalam reaksi-reaksi reduksi dapat menghambat

reaksi oksidasi antara radikal bebas dengan oksigen Kadar Oxygen Radical

Absorbance Capacity (ORAC) dari xanthone mencapai 17000-20000 ORAC per

100 ons kulit manggis lebih besar dari wortel dan jeruk yang kadar ORAC-nya

hanya 300 dan 2400 (Fanany 2013) Manfaat yang demikian besar menyebabkan

xanthone sangat dibutuhkan dalam tubuh sebagai penyeimbang prooksidan

Prenilasi xanthone juga mempunyai efek penghambat terhadap M Tuberculosis

Alfa-mangostin yang merupakan derivat xanthone didapatkan mempunyai potensi

sebagai antimikroba (Suksamrarn et al 2006) Selain itu kulit buah manggis

juga mengandung beberapa senyawa lain seperti yang tertera pada Tabel 23

Tabel 23

Komposisi Tepung Kulit Buah Manggis

Sumber Shahidi 1997 dalam Ummi dan Any 2014

No Komponen Kadar ( bk)

1

Air 900

2 Abu 258

3 Gula 692

4 Protein 269

5 Serat Kasar 3005

6 Lainnya (Tanin lemak dll) 4876

54

272 Ekstrak kulit buah manggis

Ekstrak kulit buah manggis mengandung berbagai senyawa yang diduga

bekerja sebagai antioksidan dengan cara mendonorkan elektronnya kepada radikal

bebas sehingga mencegah terjadinya peroksidasi lipid baik pada tahap inisiasi

propagasi maupun pada tahap terminasi (Middleton et al 2000) Senyawa-

seyawa ini bekerja sebagai sinyal yang akan mengaktivasi nuclear factor

erythroid 2- related factor 2 (Nrf2) yang terikat pada Kelch-like ECH-associated

protein-1 (Keap1) dalam sitoplasma sehingga mengalami disosiasi dan translokasi

menuju nukleus Dalam nukleus Nrf2 berasosiasi pada bagian promoter gen yang

disebut Antioxidant Respone Element (ARE) sehingga memicu ekspresi gen

penyandi antioksidan Senyawa yang terkandung dalam ekstrak kulit buah

manggis disamping bekerja sebagai antioksidan dengan cara mendonorkan

elektronnya kepada radikal bebas juga dapat menstimulasi ekspresi gen penyandi

antioksidan melalui aktivasi Nrf2 Salah satu stimulan tersebut adalah golongan

fenol (Inoue 2001) Ekstrak kulit buah manggis dapat mengatur aktivitas catalase

dalam aktivitasnya sebagai scavenger H2O2 atau mengatur gen Nrf-2 (Bartz et

al 2010) Hal ini sesuai dengan yang didapatkan dalam penelitian

Weecharangsan et al (2006) aktivitas ekstrak air dan ekstrak etanol kulit buah

manggis berperan sebagai scavenger H2O2

Skrining fitokimia dilakukan untuk memberikan gambaran tentang

golongan senyawa yang terkandung dalam ekstrak etanol kulit buah manggis

Hasil uji skrining fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak etanol kulit buah

manggis mengandung senyawa golongan alkaloid triterpenoid saponin

55

flavonoid tannin dan polifenol (Kristianti et al 2008) Polifenol adalah senyawa

fenolik yang memiliki lebih dari satu gugus hidroksil (OH) golongan senyawa ini

terdapat pada berbagai jenis tumbuhan yang mempunyai berbagai macam aktivitas

biologi salah satunya adalah aktivitas antioksidan (Scalbert et al 2005)

Polifenol banyak ditemukan dalam buah-buahan sayuran dan biji-bijian

yang merupakan sumber antioksidan alami Senyawa polifenol terdiri dari

beberapa subkelas yakni flavonol isoflavon (dalam kedelai) flavanon

antosianidin katekin dan biflavan Semua polifenol mampu menjadi perangkap

oksigen dan radikal alkil dengan memberikan donor elektron sehingga terbentuk

radikal fenoksil yang relatif stabil (Mokgope 2006) Senyawa-senyawa polifenol

alami secara langsung sebagai scavenger SOR dan secara tak langsung melindungi

aktivitas beberapa enzim sehingga berpotensi meningkatkan antioksidan endogen

(Masella et al 2005) Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Martin et al

(2010) yang mendapatkan CPE (cocoa polyphenolic extrac) yang mengandung

senyawa-senyawa flavonoid seperti katecin epikatecin dan prosianidin

meningkatkan aktivitas GPx dan glutation reduktase (GR) Senyawa-senyawa ini

mereduksi produksi SOR dan mengatur aktivitas antioksidan enzim Peningkatan

aktivitas enzim antioksidan dapat digunakan sebagai terapi penyakit-penyakit

yang disebabkan oleh stress oksidatif

Senyawa fenol sebagai antioksidan tergantung dari beberapa faktor seperti

ikatan gugus hidroksil pada cincin aromatik posisi ikatan posisi hidroksil bolak

balik pada cincin aromatik dan kemampuannya dalam memberi donor hidrogen

atau donor elektron serta kemampuannya dalam memerangkap radikal bebas (free

56

radical scavengers) Palakawong et al (2010) mendapatkan daya antioksidan

ekstrak kulit buah manggis sebesar 594 microgml yang dianalisis dengan metode

DPPH Ekstrak kulit manggis mengandung total fenol yang cukup tinggi yaitu

sebesar 4112 mgg dengan aktivitas antioksidannya sebesar 8442 (Dyahnugra

et al 2015) Ekstrak etanol kulit buah manggis menunjukkan aktivitas yang

signifikan dalam menghambat pembentukan 50 radikal menghambat radikal

superoxide (O2-) mereduksi produksi ROS dan dapat menangkap radikal

hidroksil (OH-) (Chomnawang et al 2007)

Senyawa flavonoid adalah senyawa-senyawa polifenol yang memiliki 15

atom karbon (C6-C3-C6) terdiri dari dua cincin benzena yang dihubungkan

menjadi satu oleh rantai linier yang terdiri dari tiga atom karbon Flavonoid

dalam ekstrak kulit buah manggis berperan membasmi radikal bebas dengan

berbagai cara misalnya dengan menghambat enzim yang bertanggung jawab

memproduksi anion superoksida yaitu xantin oksidase ada juga dengan

menyumbangkan elektronnya ke radikal superoksida atau radikal lipid agar stabil

(Smith et al 2005)

Ekstrak kulit buah manggis baik dengan pelarut air etanol 50 etanol

95 dan etil asetat menunjukan aktivitas antioksidan dan neuroprotektif

(Weecharangsan et al 2006) Kapasitas antioksidan ekstrak air dan etanol 50

diuji dengan metoda DPPH didapatkan masing-msing sebesar 3498 dan 3076

Kapasitas antioksidan ekstrak ini sudah dicobakan pada sel neuroblastoma

(NG108-15) yang terpapar hidrogen peroksida (H2O2) kedua ekstrak ini

memperlihatkan aktivitas neuroprotektif dengan konsentrasi 50 lgmL Aktivitas

57

neuroprotektif ekstrak etanol 50 kulit buah manggis lebih tinggi dibandingkan

dengan ekstrak air Ekstrak etanol kulit buah manggis juga mempunyai aktivitas

antioksidan yang signifikan sebagai penghambat pembentukan radikal DPPH

(Chomnawang et al 2007)

Ekstrak kulit buah manggis diketahui memiliki daya antioksidan sangat

kuat hal ini dibuktikan dengan menggunakan fraksi pelarut metanol etanol dan

etil asetat semuanya memiliki daya antioksidan EC50 kurang dari 50 Fraksi

metanol mempunyai nilai EC50 yang paling kecil dibanding dengan kedua

fraksi lainnya masing-masing 800 mgL 926 mgL dan 2948 mgL ini berarti

fraksi metanol mempunyai aktivitas antioksidan yang lebih besar dibandingan

dengan fraksi etanol dan etil asetat (Mardawati et al 2011) Hal ini didukung

oleh Li dan Xu (2015) yang menyatakan ekstrak metanol kulit buah manggis

mempunyai aktivitas antioksidan yang kuat karena kandungan polifenolnya sangat

tinggi

Senyawa fenol banyak ditemukan pada berbagai tanaman Senyawa ini

telah dieksploitasi secara intensif karena selain berfungsi sebagai antioksidan juga

memiliki berbagai fungsi biologi seperti anti mutagenik dan anti karsinogenik

Antioksidan alami yang terdapat dalam tanaman akan meredam radikal bebas

yang berbahaya dari tubuh Senyawa-senyawa polifenol dari tanaman seperti

flavonoid digambarkan sebagai peredam SOR Ekstrak kulit buah manggis dapat

mengurangi produksi SOR intrasel secara signifikan yang ditentukan dengan 27-

dichlorofluorescein diacetate (DCFH-DA) dalam SKBR3 saluran sel

(Moongkarndi et al 2004) Aktivitas radikal hidroksil (HO-) diperangkap oleh

58

xanthone yang diisolasi dari beberapa ekstrak kulit buah manggis (Chin et al

2008) Xanthone dapat diklasifikasikan ke dalam lima kelompok yaitu

oxygenated xanthone xanthone glycoside prenylated xanthone xanthonolignoid

dan miscellaneous xanthone Saat ini sekitar 1000 xanthone berbeda telah

diketahui (Chaverri et al 2008)

Kulit buah manggis mengandung 90 xanthone terutama α dan β

mangostin yang disebut panaxanthone dapat memulihkan sistem pertahanan

antioksidan endogen seperti aktivitas SOD GPx dan kadar GSH secara invitro

dan in vivo memecah langsung SOR untuk mengurangi penipisan GSH dan

meghambat peroksidasi lipid Efek protektif α mangostin diduga terhadap stress

oksidatif dimediasi melalui jalur Nrf2 (Jung et al 2006) Ekstrak kulit buah

manggis dapat menurunkan MDA meningkatkan SOD dan GPx pada tikus yang

mengalami peningkatan MDA serta penurunan SOD dan GPx karena perlakuan

latihan (Arsana 2013) Hal yang sama didapatkan oleh Sudjarwo dan

Koerniasari (2015) bahwa pemberian ekstrak kulit buah manggis dapat

meningkatkan aktivitas GPx dan SOD ginjal tikus yang menurun karena diberi

perlakuan logam berat timbal mungkin disebabkan oleh kemampuan ekstrak

kulit buah manggis mengurangi akumulasi radikal bebas

Skrining fitokimia ekstrak kulit manggis juga menunjukkan bahwa kulit

buah manggis mengandung senyawa metabolit sekunder berupa golongan alkaloid

saponin tanin polifenol dan flavonoid (Poeloengan dan Praptiwi 2010)

Saponin merupakan zat aktif yang dapat meningkatkan permeabilitas membran

sehingga terjadi hemolisis sel Apabila saponin berinteraksi dengan sel bakteri

59

maka bakteri tersebut akan rusak atau lisis sedangkan flavonoid merupakan

kelompok senyawa fenol yang mempunyai kecenderungan untuk mengikat

protein sehingga mengganggu proses metabolisme bakteri tersebu Senyawa-

senyawa fenolik dapat bereaksi dengan senyawa oksigen reaktif disebabkan

oleh satu atau dua gugus hidroksil pada cincin aromatik dapat berperan sebagai

donor hidrogen (Dungir et al 2012)

Tanin dalam konsentrasi rendah mampu menghambat pertumbuhan

bakteri sedangkan pada konsentrasi tinggi mampu bertindak sebagai antibakteri

dengan cara menggumpalkan protoplasma bakteri sehingga terbentuk ikatan yang

stabil dengan protein bakteri Selain itu pada saluran pencernaan tanin mampu

mengeliminasi toksin (Poeloengan dan Praptiwi 2010)

Flavonoid merupakan golongan senyawa yang mempunyai kemampuan

sebagai antioksidan Flavonoid juga berperan mengaktifkan enzim kunci dalam

respirasi mitokondria dan melindungi sel neuron sehingga mencegah stres

oksidatif dan kerusakan jaringan Asupan flavonoid berperan sebagai

neuroprotektif berpotensi melindungi neuron dari neurotoksin meningkatkan

fungsi memori pembelajaran dan kognitif (Spencer 2009)

Uji daya antioksidan ekstrak kulit manggis buah dilakukan oleh Lin et al

(2014) menggunakan DPPH Radikal bebas DPPH (DPPHbull) mungkin akan

ditangkap oleh antioksidan dengan memberikan atom hidrogen (Hbull) membentuk

molekul stabil DPPH-H mekanismenya seperti tampak pada Gambar 212

Gambar ini menunjukkan reaksi antara γ-mangostin dengan DPPH akan

menghasilkan senyawa yang stabil sehingga tidak akan terjadi reaksi rantai yang

60

akan menghasilkan radikal-radikal lain yang lebih reaktif Dalam molekul γ-

mangostin gugus ortho-dihidroksil menjadi homolysis menghasilkan radikal

hidrogen (Hmiddot) dan radikal γ-mangostinmiddot (I) Hmiddot kemudian bergabung dengan

DPPHmiddot membentuk molekul DPPH-H dan radikal γ-mangostin menjadi (II)

yang selanjutnya dapat menghasilkan radikal hidrogen (Hmiddot) melebihi yang

diperlukan oleh radikal DPPH (DPPHmiddot) untuk membentuk quinone (III) Hasil ini

mengindikasikan bahwa ekstrak kulit buah manggis sebagai sumber antioksidan

yang baik dengan cara mendonasikan elektron kepada radikal bebas untuk

membentuk produk stabil sehingga tidak menimbulkan reaksi berantai

Gambar 212

Reaksi γ mangostin dengan DPPH sebagai radikal bebas

Lin et al (2014)

61

62

63

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pestisida...pestisida menginduksi produksi serotonin dan histamin, sebagai hormon yang memicu reaksi alergi dan dapat menimbulkan senyawa baru yang lebih

25

Gambar 27

Reaktivasi enzim AChE

(Bharathi et al 2014)

214 Toksisitas OPs terhadap fungsi tubuh selain saraf

OPs selain mempengaruhi saraf (menghambat asetilkolinesterase) juga

mempengaruhi fungsi tubuh yang lain seperti menghambat karboksilase yang

merupakan bagian dari metabolisme xenobiotic Metabolisme xenobiotic

dipengaruhi melalui atom sulphur dari desulfurasi dalam metabolisme fase I

menghambat lipase yang berperan penting dalam cell signalling juga memblok

pembentukan metabolik berbagai substansi (Quistad et al 2006)

OPs juga memicu hypoxia karena terganggunya pusat pernafasan

melemahnya otot-otot pernafasan dan berpengaruh pada paru-paru

(bronchospasm dan bronchorrhoea) dan akhirnya menyebabkan kegagalan

26

pernafasan (Lopez et al 2008) OPs pada tikus menyebabkan apnea sentral fatal

yang memicu berbagai disfungsi pulmoner melalui efek langsung terhadap

Central Respiratory Oscillator (CRO) dan inhibisi umpan balik CRO Gejala

keracunan akut OPs sesuai dengan tempat terakumulasinya ACh dalam

organisme seperti pada central nervous system (CNS) sistem saraf tepi reseptor

muskarinik dan reseptor nikotinik menimbulkan gejala berbeda seperti terlihat

pada Tabel 21 Waktu munculnya beberapa gejala keracunan juga berbeda-beda

seperti melemahnya otot pernapasan akan muncul 1-4 hari setelah keracunan

sedangkan melemahnya otot peripheral muncul setelah 7-21 hari (Elersek dan

Filipic 2012)

Tabel 21

Gejala keracunan Ops akut yang berbeda sesuai dengan

tempat akumulasi ACh

Tempat akumulasi ACh Gejala

CNS

Perifer sistem saraf otonom

Reseptor muskarinik

reseptor nikotinik

Sakit kepala insomnia vertigo

kejangkebingungan sulit tidur gangguan

berbicara koma dan lumpuh pernafasan

-

Gejala-gejala muskrinik peningkatan

eliminasi (air liur keringat lachrymation)

gangguan pencernaan (kejang muntah

diare) menurunkan detak jantung gangguan penglihatan

gejala-gejala nikotinik kontraksi otot yang

tidak terkontrol dan kelumpuhan

Sumber Elersek dan Filipic 2012

27

Pengaruh imunotoksik OPs dapat terjadi secara langsung maupun tidak

langsung Secara langsung adalah dengan 1) menghambat hidrolase serin atau

esterase dalam sistem imun 2) kerusakan oksidatif pada organ-organ sistem

imun 3) perubahan dalam cara sinyal transduksi pada kontrol poliferasi dan

diferensiasi sel kekebalan Secara tidak langsung OPs menyebabkan perubahan

pada sistem saraf atau efek kronik dari perubahan metabolisme pada sistem imun

(Elersek dan Filipic 2012) Pestisida OPs dapat mengganggu sistem kekebalan

tubuh dan memberikan efek immunotoksik melalui kedua jalur anti kolinergik

dan non kolinergik

OPs menginduksi peningkatan stres oksidatif yakni ketidakseimbangan

antara antioksidan dan radikal bebas Pestisida OPs dapat merusak keseimbangan

antara prooksidan dan antioksidan dalam tubuh juga merusak membran lipid

sebagai hasil peroksidasi lipid

Malation dan klorfirifos yang merupakan pestisida OPs mempunyai

pengaruh yang beragam pada sel seperti menghasilkan ROS radikal bebas dan

menginduksi stres oksidatif intra sel sehingga mengganggu perkembangan dan

deferensiasi sel normal (Bebe dan Panemangalore 2003) Peningkatan ROS dan

radikal bebas dapat menyebabkan terjadinya kondisi stres oksidatif serta memicu

terjadinya peroksidasi lipid pada membran sel yang akan menghasilkan

malondialdehid (MDA) Peroksidasi lipid ini dapat terjadi karena pengaruh

menipisnya sistem antioksidan baik antioksidan enzimatik maupun non enzimatik

oleh paparan pestisida OPs (Khan dan Kour 2007)

28

Perusakan membran sel oleh radikal bebas melalui beberapa proses yaitu

1) Terjadi ikatan kovalen antara radikal bebas dengan komponen komponen

membran (enzim membran komponen karbohidrat membran plasma) sehingga

terjadi perubahan struktur dan fungsi reseptor 2) Oksidasi gugus tiol pada

komponen membran oleh radikal bebas mengganggu proses transport lintas

membran 3) Reaksi peroksidasi lipid dan kolesterol serta membran yang

mengandung asam lemak tidak jenuh majemuk (PUFA) (Suhartono et al 2008)

OPs dapat mendorong terjadinya stres oksidatif dan meningkatkan kadar

MDA sebagai produk akhir dari peroksidasi lipid pada petani penyemprot yang

terpapar pestisida OPs karbamat dan organoklorin (Prakasam et al 2001) Hal

ini didukung oleh Vidyasagar et al(2004) yang mendapatkan kadar MDA pada

pasien keracunan OPs (67 nMml) lebih tinggi dan berbeda nyata dibandingkan

dengan kontrol (36 nMml) OPs triklorfos dan dimetoat mendorong terjadinya

peroksidasi lipid yang ditunjukan dengan meningkatnya MDA (Sharma et al

2005) OPs berperan sebagai inhibitor enzim kolinesterase dan menginduksi

peningkatan stres oksidatif yaitu ketidakseimbangan antara antioksidan dan

radikal bebas (Patil et al 2003) Kerusakan oksidatif membran lipid eritrosit

dan protein mencerminkan terjadinya reaksi serupa pada myocyte Radikal bebas

yang merusak myocyte juga menyebabkan melemahnya otot pada penderita OPs

akut

Keracunan OPs pada sistem respirasi mengakibatkan bronko konstriksi

dengan sesak nafas dan peningkatan sekresi bronkus Pada umumnya gejala ini

29

timbul dengan cepat dalam waktu 6-8 jam tetapi bila paparan berlebihan dapat

menimbulkan kematian dalam beberapa menit

OPs juga menunjukan efek genotoksisitas (DNA) pada saat sel hidup

kemudian saat replikasi sel dan berakhir pada mutagenitas dan karsinogenitas

Genotoksisitas dihasilkan karena reaksi OPs dengan DNA sehingga DNA rusak

berupa penyimpangan kromosom OPs juga menunjukan efek karsinogenitas

meliputi perubahan sel normal menjadi sel neoplastik dan berkembang lebih lanjut

menjadi tumor (Hodgson 2004)

22 Asetilkolinesterase (AChE)

Kolinesterase merupakan katalis biologis yang berperan menjaga agar otot

kelenjar dan sel saraf bekerja harmonis Jika aktivitas kolinesterase jaringan

tubuh menurun maka dapat mempengaruhi aktivitas asetilkolinesterase saraf

sehingga asetilkolin (ACh) akan menumpuk di bagian ujung saraf dan menganggu

aliran impuls saraf akhirnya terjadi paralisis otot (Depkes RI 2007)

Kolinesterase merupakan suatu enzim dengan berat molekul sekitar 3000000 dan

mempunyai 48 bagian aktif yang masing-masing terdiri dari satu bagian anionik

dan satu bagian esteratik (protenated acidic group)

AChE adalah suatu serine hidrolase termasuk dalam kelompok esterase

yang mempunyai banyak sel satu AChE berperan sangat penting dalam tubuh

yaitu menghidrolisis neurotransmitter asetilkolin (ACh) menjadi asam asetat dan

kolin pada saraf sinapsis Kelompok ini berbeda dengan jenis ester karbosiklik

Aktivitas AChE yang terhambat oleh OPs pada CNS menyebabkan

30

terakumulasinya ACh dan menimbulkan gejala seperti sakit kepala meningkatnya

produksi ludah pernafasan terganggu dan dapat menyebabkan kematian (Du et

al 2008) AChE mempunyai dua sisi pengikatan yaitu daerah anionik dan daerah

esteratik keduanya penting untuk degradasi ACh

ACh adalah suatu hormon neuro yang terdapat diantara ujung-ujung saraf

dan otot sebagai media kimia yang berfungsi meneruskan rangsangan saraf ke

reseptor sel-sel otot dan kelenjar ACh dibuat di dalam ujung serabut saraf

motorik melalui proses asetilasi dari kolin ekstra sel dan koenzim A (Erwin dan

Kusuma 2012) Daerah anionik berfungsi untuk pengikatan sebuah molekul

ACh pada enzim Saat ACh terikat reaksi hidrolisis terjadi pada sisi aktif

esteratik ACh akan terurai menjadi kolin dan asam asetat Kolin kemudian

diambil lagi melalui sistem uptake kolin berafinitas tinggi pada membran

presinaps Proses hidrolisis ACh menjadi kolin dan asam asetat dapat dilihat pada

Gambar 28

Gambar 28

Reaksi hidrolisis ACh menjadi asam asetat dan kolin pada

sisi anion dan ester dari enzim asetilkolinesterase (Wiener dan

Hoffman 2004)

31

Penurunan aktivitas kolinesterase darah seseorang terjadi karena adanya

OPs dalam darah yang membentuk senyawa phosphorilated cholinesterase

sehingga enzim kolinesterase tidak dapat berfungsi lagi dan kadar aktif dari enzim

tersebut akan berkurang hal ini menyebabkan ACh lebih lama berada pada

reseptor sehingga memperpanjang efek rangsang saraf cholinergic pada sebelum

dan sesudah ganglion Rangsangan saraf yang terus-menerus akan merusak fungsi

saraf dan muncul dalam bentuk kelemahan otot mual-mual muntah hipersalivasi

tremor dan paralisis (Bajgar 2004) Akumulasi ACh yang menyebabkan

terjadinya disfungsi sistem saraf dan perilaku akan memicu kerusakan pada

sistem pernafasan yang akhirnya dapat menyebabkan kematian Sistem saraf yang

terganggu akibat penumpukan ACh menyebabkan terganggunya pasokan nutrisi

dan oksigen ke seluruh sel dan jaringan sehingga menghambat pertumbuhan

organisme (Robert 2011) Rangsang yang ditimbulkan oleh asetilkolin akan

berhenti bila ACh dihidrolisis menjadi kolin dan asam asetat oleh AChE

Aktivitas AChE yang terhambat menyebabkan ACh tidak dapat

dihidrolisis sehingga impuls saraf dari satu sel ke sel yang lain atau ke efektor

akan terganggu Petani yang terpapar OPs dengan dosis rendah dalam jangka

waktu lama juga menunjukan penurunan Superoxyde dismutase (SOD) dan

glutation reduktase OPs yang terakumulasi bertahun-tahun pada penyemprot

pestisida berbanding lurus dengan penurunan AChE dan berbanding terbalik

dengan Glucose-6-phosphate dehydrogenase (G6DPH)

32

23 Radikal Bebas

Radikal bebas adalah sekelompok spesies kimia baik berupa atom maupun

molekul yang memiliki elektron tidak berpasangan pada lapisan luarnya Radikal

bebas juga merupakan suatu kelompok spesies kimia dengan reaksi jangka pendek

yang memiliki satu atau lebih elektron bebas sehingga sangat reaktif mempunyai

spesifitas kimia yang rendah sehingga dapat bereaksi dengan berbagai molekul

lain seperti protein lemak karbohidrat dan DNA (Droge 2007)

Radikal bebas diartikan sebagai molekul yang relatif tidak stabil

mempunyai satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan pada orbit luarnya

bersifat reaktif dalam mencari pasangan elektronnya Radikal bebas dalam tubuh

akan segera bereaksi dengan molekul lain sehingga terjadi reaksi berantai yang

disebut peroksidasi lipid dan menghasilkan radikal bebas baru sehingga jumlah

radikal bebas terus bertambah (Marinajati et al 2012) Radikal bebas bersifat

tidak stabil sehingga tidak dapat mempertahankan bentuk aslinya dalam waktu

lama karena segera akan berikatan dengan molekul lain di sekitarnya Radikal

bebas akan menyerang molekul stabil yang terdekat dan mengambil elektronnya

Molekul yang terambil elektronnya ini akan menjadi radikal bebas baru sehingga

akan memulai suatu reaksi berantai yang pada akhirnya akan menyebabkan

kerusakan sel (Droge 2007)

Kelompok radikal bebas antara lain anion superoksida (O2) radikal

hidroksil (OH) dan radikal peroksil (RO2) sedangkan kelompok non radikal

misalnya hidrogen peroksida (H2O2) dan peroksida organik (ROOH) (Halliwell

dan Whiteman 2004) Radikal superoksida ( O2 -) merupakan bentuk yang paling

33

aktif yang paling banyak dihasilkan oleh berbagai mekanisme di dalam tubuh

seperti mitokondria sistem enzim NADPH oksidase reaksi dari xanthin oksidase

dan metabolisme asam arakidonat

Radikal bebas yang terbentuk di dalam tubuh (radikal bebas internal)

merupakan bagian integral dari proses fisiologis seperti saat pembentukan energi

dalam mitokondria melalui oksidasi fosforilasi Sumber radikal bebas internal

antara lain 1) Organ subseluler seperti mitokondria kloroplas mikrosom

peroksisom dan nuklei menghasilkan O2- 2) inflamasi selama inflamasi terjadi

fagositosis oleh makrofag dan metrofil keduanya membentuk radikal bebas

untuk memfagositosis bakteri 3) ion logam transisi Fe dan Cu berperan

membentuk radikal bebas dan menimbulkan peroksidasi lipid 4) oksidasi

enzimatik seperti xanthin oksidase dan lipoksigenase (Droge 2007) Radikal

bebas dapat juga berasal dari luar tubuh (radikal bebas eksternal) Sumber radikal

bebas eksternal antara lain polusi lingkungan (asap rokok asap kendaraan asap

pabrik) aktivitas fisik yang berlebih sinar ultra violet dari matahari radiasi obat-

obatan dan pestisida

Radikal bebas dapat terbentuk dari senyawa lain yang sebenarnya bukan

radikal bebas tetapi mudah menjadi radikal bebas misalnya hidrogen peroksida

(H2O2) dan ozon Kedua kelompok senyawa ini sering diistilahkan sebagai

Reactive Oxygen Species (ROS) atau senyawa Oksigen Reaktif (SOR) Sel-sel

hidup dari organisme aerob secara kontinyu membentuk SOR sebagai bagian dari

proses fisiologi metabolik dan reaksi-reaksi biokimia lainnya

34

SOR adalah kelompok senyawa yang sebenarnya bukan radikal bebas

tetapi mudah berubah menjadi radikal bebas (Droge 2007) SOR dihasilkan dalam

proses metabolisme oksidatif dalam tubuh misalnya pada proses oksidasi makanan

menjadi energi SOR diproduksi dalam jumlah yang cukup dalam tubuh seperti

sel darah putih menghasilkan H2O2 yang berfungsi untuk membunuh beberapa

jenis bakteri dan jamur namun H2O2 tidak menyerang secara spesifik sehingga

dapat menyerang asam-asam lemak tidak jenuh ganda atau polyunsaturated fatty

acid (PUFA) dari membran sel yang menyebabkan kerusakan struktur dan fungsi

sel (Winarsi 2007) SOR terbentuk sebagai produk samping reaksi oksidasi

fosforilasi untuk membentuk energi berupa Adenosine Tri Phosphate (ATP)

dalam rantai transport elektron pada mitokondria Proses tersebut membutuhkan

O2 tetapi tidak semua O2 berikatan dengan hidrogen untuk membentuk air sekitar

4 sampai 5 dari oksigen yang dikonsumsi berubah menjadi SOR (Marciniak

et al 2009) SOR seperti radikal super oksida (SOO-) dan radikal hidroksil

(OH-) yang dihasilkan oleh metabolisme sel yang normal maupun lingkungan

yang stres dapat menyebabkan sel-sel mati melalui peroksidasi lipid oksidasi

protein menghambat aktivitas enzim-enzim perubahan reduksi oksidasi intra sel

dan kerusakan DNA Hal ini menunjukkan bahwa SOR terlibat dalam timbulnya

beberapa penyakit dan proses penuaan

Organofosfat merupakan senyawa toksik yang mempunyai kemampuan

membentuk radikal bebas pada sistem biologi (Nur et al 2010) Reaksi radikal

bebas dengan komponen sel baik komponen struktural (molekul penyusun

membran) maupun komponen fungsional yaitu enzim dan DNA dapat merusak

35

sel melalui oksidasi lipid tidak jenuh dan protein sel (Zakaria 1996 dalam

Mardawati et al 2011) Kerusakan lebih lanjut pada organ sel adalah kerusakan

DNA dan membran sel Mekanisme tersebut menunjukan bahwa radikal bebas

dapat mempengaruhi timbulnya berbagai jenis penyakit degeneratif seperti

aterosklerosis Penelitian Amran et al (2009) mendapatkan ada korelasi yang

signifikan antara kerusakan DNA dengan perkembangan aterosklerosis dan

meningkatnya jumlah pasien Coronary Artery Disease (CAD)

24 Stres Oksidatif

Radikal bebas dalam jumlah tertentu di dalam tubuh dapat dinetralisir oleh

antioksidan endogen Antioksidan endogen utama pada sel-sel tubuh adalah

enzim SOD (Superoksida dismutase) glutation reduktase dan glutation

peroksidase (GPr dan GPx) serta catalase (CAT) Pembentukan radikal bebas

yang melebihi kemampuan aktivitas antioksidan endogen menyebabkan jumlah

keseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan akan terganggu Apabila

jumlah radikal bebas terus bertambah sedangkan jumlah antioksidan endogen

tetap maka kelebihan radikal bebas tidak dapat dinetralkan akibatnya radikal

bebas bereaksi dengan komponen-komponen sel dan menyebabkan kerusakan sel

Peningkatan jumlah radikal bebas atau oksidan menyebabkan timbulnya

suatu keadaan yang disebut stres oksidatif Stres oksidatif adalah suatu keadaan

ketidak seimbangan antara radikal bebas dan antioksidan dimana jumlah radikal

bebas lebih besar dari antioksidan Stres oksidatif adalah suatu keadaan patologis

yang disebabkan oleh kerusakan jaringan di dalam tubuh karena peningkatan

36

jumlah radikal bebas yang tidak normal (Halliwel 2006) Radikal bebas yang

jumlahnya jauh lebih banyak dari antioksidan akan bereaksi dengan cepat dan

merusak bermacam-macam substrat di dalam tubuh termasuk komponen-

komponen sel protein asam lemak tak jenuh ganda karbohidrat dan asam-asam

nukleat hal ini mengakibatkan berkembangnya penyakit kronik Serangan oksidan

terhadap asam lemak tidak jenuh sebagai komponen penting penyusun membran

sel dapat menimbulkan reaksi rantai yang disebut peroksidasi lipid Proses

tersebut mengakibatkan terputusnya ikatan dalam asam-asam lemak menjadi

berbagai senyawa yang toksik terhadap sel seperti malondialdehid (MDA) dan 9-

hidroksi nonenal MDA yang dihasilkan kemudian dilepaskan ke darah sehingga

kadar MDA di dalam darah dapat dijadikan sebagai penanda tidak langsung

adanya peroksidasi lipid dan peningkatan SOR

25 Malondialdehid (MDA)

Peningkatan stres oksidatif berdampak negatif pada beberapa komponen

penyusun membran sel yaitu kerusakan pada membran lipid membentuk

malondialdehida (MDA) kerusakan protein karbohidrat dan DNA (Kevin et

al2006) Kerusakan oksidatif yang diakibatkan oleh radikal bebas mempengaruhi

kondisi patologis berupa kerusakan sel jaringan dan berbagai organ seperti hati

ginjal dan jantung baik pada manusia maupun hewan Kerusakan ini dapat

berakhir pada kematian sel sehingga terjadi percepatan timbulnya berbagai

penyakit degeneratif (Kevin et al 2006 dan Valko et al 2007) MDA

merupakan metabolit hasil peroksidasi lipid oleh radikal bebas sehingga dapat

37

menggambarkan aktivitas radikal bebas dalam sel dan menjadi petunjuk terjadinya

stres oksidatif akibat radikal bebas (Asni 2009) Semakin tinggi kadar MDA

plasma maka semakin tinggi stres oksidatif yang terjadi dalam sel-sel tubuh

Peroksidasi lipid menghasilkan MDA dari radikal bebas akan selalu membentuk

reaksi berantai yang terus berlanjut sampai radikal bebas ini dihilangkan oleh

sistem antioksidan dari tubuh

MDA adalah hasil proksidasi lipid yang larut dalam air pada kondisi

normal MDA secara parsial diekskresikan melalui urine tetapi tidak diketahui

berapa jumlah MDA yang terbentuk dalam tubuh itu dapat dihilangkan oleh

ginjal MDA merupakan salah satu hasil dari peroksidasi lipid yang digunakan

sebagai indikator dari stres oksidatif (Hundekari et al 2013) Peningkatan

peroksidasi lipid mungkin disebabkan oleh inflamasi yang berkaitan dengan

infeksi virus dan menurunnya kadar antioksidan

Penelitian in vitro pada eritrosit manusia yang menyemprot pestisida

menunjukan peningkatan konsentrasi karbofuran meningkatkan kadar MDA

secara signifikan (Misrha et al 2013) yang mendapatkan kadar MDA pada darah

petani penyemprot pestisida lebih tinggi secara signifikan dibandingkan dengan

kontrol seperti ditunjukan pada Tabel 22

Paparan pestisida atrazine pada tikus dapat meningkatkan peroksidasi lipid

dan merusak membran di dalam sel yang dipapar Kandungan fosfolipid dan

kolesterol dalam membran eritrosit dapat diketahui dengan menggunakan teknik

scanning electron microscopy (SEM) dan dapat diketahui terjadi perubahan

morfologi dalam eritrosit yang sebanding dengan perubahan parameter biokimia

38

termasuk stres oksidatif (Singh et al2006) Kerusakan sel cedera irreversible sel

dan kematian sel dapat terjadi apabila stres oksidatif berlangsung lama

Tabel 22 Perbandingan profil biokimia antara kontrol

dan penyemprot pestisida

Parameters Controls(n=18)

Mean plusmnSD

Sprayers (n=50)

Mean plusmnSD

MDA (nmolTBARSml blood)

943 plusmn078

2630 plusmn202

CAT (μ mol H2O2 hydrolysed X

104mlg Hb)

1055plusmn1520

13569 plusmn 1234

SOD(μmol hydroysed X 104mlg

Hb)

329 plusmn 079 803 plusmn 246

Sumber Mishra et al 2013

26 Antioksidan

Antioksidan adalah molekul yang mampu memperlambat atau mencegah

oksidasi molekul lain (Chakraborty et al 2009) Antioksidan adalah senyawa-

senyawa yang dapat menunda atau menghambat terjadinya oksidasi biomolekul

dengan menghambat reaksi-reaksi oksidasi rantai oleh radikal bebas dan mampu

menurunkan kerusakan oksidatif (Jantan et al 2011) Antioksidan juga

didefinisikan sebagai senyawa yang mampu menunda memperlambat atau

menghambat reaksi oksidasi makanan maupun obat Antioksidan akan bereaksi

dengan oksidan sehingga mengurangi kapasitas oksidan untuk dapat menimbulkan

kerusakan (Shahidi 1997 dalam Asep et al 2012)

Antioksidan dalam sistem biologi baik antioksidan enzim maupun non

enzim melindungi sel dari kerusakan yang disebabkan oleh molekul-molekul yang

39

tidak stabil yang disebut radikal bebas Antioksidan membantu menghancurkan

radikal bebas yang merusak sel mendukung pertumbuhan sel-sel yang sehat

melindungi sel dari penuaan mendukung sistem imun dalam tubuh Antioksidan

bersifat sangat mudah teroksidasi atau bersifat reduktor kuat dibanding dengan

molekul lain sehingga keefektifan antioksidan tergantung dari seberapa kuat daya

oksidasinya semakin mudah teroksidasi maka semakin efektif antioksidan

tersebut Antioksidan mampu melindungi sel melawan kerusakan yang

ditimbulkan oleh radikal bebas dan SOR seperti singlet oksigen peroksi nitrit

superoksida radikal peroksida dan radikal hidroksil (Chaveri et al2008 )

Antioksidan dapat menunda atau mencegah terjadinya reaksi oksidasi

radikal bebas dan oksidasi lipid dalam konsentrasi yang lebih rendah dari substrat

yang dapat dioksidasi Suhartono et al (2008) menyatakan antioksidan dapat

diklasifikasikan dalam 5 tipe yaitu a) Antioksidan primer berupa senyawa-

senyawa fenol yang mampu memutus rantai reaksi pembentukan radikal bebas

asam lemak Senyawa ini memberikan atom hidrogen yang berasal dari gugus

hidroksi sehingga terbentuk senyawa yang stabil seperti BHA (butyl

hidroksilanisol) BHT (butyl hydrotoluen) dan tokoferol b) Antioksidan

perangkap oksigen yaitu senyawa-senyawa yang berperan sebagai pengikat

oksigen sehingga mencegah reaksi oksidasi Senyawa ini mengadakan reaksi

dengan oksigen yang berada dalam sistem sehingga jumlahnya berkurang seperti

vitamin C (asam askorbat) askorbil palminat asam eritorbat dan sulfit c)

Antioksidan sekunder adalah senyawa-senyawa yang mempunyai kemampuan

untuk berdekomposisi dengan hidroperoksida menjadi produk akhir yang stabil

40

d) Antioksidan enzim yaitu enzim yang berperan mencegah terbentuknya radikal

bebas seperti glukose oksidase superoksida dismutase (SOD) glutation

peroksidase (GPx) dan katalase (CAT) dan e) Antioksidan Chelators

sequestrants yaitu senyawa-senyawa yang mampu mengikat logam seperti besi

dan tembaga yang mampu mengkatalisis reaksi oksidasi lemak seperti asam sitrat

asam amino ethylenediaminetetra acetid acid (EDTA) dan fosfolipid

Antioksidan bereaksi dengan radikal bebas dengan mengurangi

konsentrasi oksigen mencegah pembentukan singlet oksigen yang reaktif

mencegah inisiasi rantai pertama dengan menangkap radikal primer seperti radikal

hidroksil mengikat katalis ion logam mendekomposisi produk-produk primer

radikal menjadi senyawa non-radikal dan memutus rantai hidroperoksida

sehingga mengurangi kapasitas radikal bebas untuk menimbulkan kerusakan

(Mardawati et al 2011)

Berdasarkan mekanisme kerjanya antioksidan dikelompokan menjadi 1)

Antioksidan primer yaitu antioksidan yang bereaksi dengan radikal lipid berenergi

tinggi untuk menghasilkan produk yang memiliki kestabilan termodinamis lebih

baik seperti golongan fenol (isoflavon) 2) Antioksidan sekunder yang juga

dikenal dengan antioksidan pencegah (Preventive Antioxidant) yang dapat

memperlambat reaksi inisiasi dengan cara memutus rantai hidroperoksida seperti

dilauril thio-dipropionate dan asam thiodipropionate Antioksidan golongan ini

adalah antioksidan yang berikatan dengan gugus thiol (Shahidi dan Naczk1995

dalam Mardawati et al 2011)

41

Antioksidan pemutus rantai adalah molekul kecil yang dapat menerima

dan memberi elektron dari atau ke radikal bebas sehingga membentuk senyawa

baru yang stabil seperti vitamin E dan vitamin C Sedangkan antioksidan logam

transisi terikat protein bekerja mengikat ion-ion logam Fe2+

dan Cu2+

seperti

flavonoid dapat mencegah radikal bebas Antioksidan jenis ini memperbaiki

kerusakan sel-sel dan jaringan yang disebabkan radikal bebas (Winarsi 2007)

Mekanisme kerja antioksidan senyawa fenolik adalah sebagai berikut

Radikal Lipida Antioksidan Radikal Antioksidan

ROO + AH ROOH + A

RO + AH ROH + A

R + AH RH + A

OH + AH H2O + A

Senyawa antioksidan (AH) dapat memberikan atom hidrogen secara cepat ke

radikal lipida (ROO RO R OH ) dan mengubahnya menjadi bentuk yang lebih

stabil Sementara turunan radikal antioksidan (A) yang dihasilkan lebih stabil

dibandingkan radikal lipida karena akan terjadi delokalisasi perbaikan elektron

dari ikatan rangkap pada cincin benzen sebagai indikasi oleh ikatan isomer

valensi

Peningkatan jumlah gugus hidroksil (alkil hidrogen pada struktur

kimianya) pada posisi para atau ortho seperti pada genistein dapat meningkatkan

aktivitas antioksidan isoflavon Antioksidan dapat menghambat oksidasi atau

42

menghentikan reaksi berantai pada radikal bebas dari lemak yang teroksidasi

dapat melalui empat macam mekanisme reaksi yaitu 1) Pelepasan hidrogen dari

antioksidan 2) Pelepasan elektron dari antioksidan 3) Adisi lemak ke dalam

cincin aromatik pada antioksidan dan 4) Pembentukan senyawa kompleks antara

lemak dan cincin aromatik dari antioksidan

Antioksidan dapat mencegah tidak terkontrolnya pembentukan radikal

bebas dan aktivitas SOR atau mencegah reaksinya dengan struktur biologi (Nisar

et al 2013) Status antioksidan baik yang endogen maupun yang eksogen yang

menurun dapat mengganggu keseimbangan redoks seluler dan kondisi patologis

akan menjadi karakteristik utama dan membentuk stres oksidatif pada sel maupun

jaringan

261 Antioksidan enzimatis

Di dalam sistem biologis sudah tersedia antioksidan berupa enzim

(antioksidan enzimatis) yaitu superoksida dismutase (SOD) katalase (CAT) dan

glutation peroksidase (GPx) Antioksidan-antioksidan ini bekerja dengan cara

mencegah pembentukan senyawa radikal bebas baru atau mengubah radikal bebas

yang telah terbentuk menjadi molekul yang kurang reaktif (Finosh dan Jayabalan

2013) Mekanisme kerja antioksidan enzimatik adalah mengkatalisir pemusnahan

radikal bebas dalam sel Aktivitas enzim intrasel SOD dan CAT mengkatalisasi

dismutasi superoksida dan hidrogen peroksida aktivitas GPx mereduksi hidrogen

peroksida dan peroksida organik menjadi air dan oksigen Aktivitas enzim

intrasel ini dapat dilihat pada Gambar 29

43

GPx merupakan enzim penangkal radikal bebas dengan dua cara yaitu

pertahanan terhadap oksidan dan dengan mengkatalisis peroksida menjadi air dan

oksigen GPx memerlukan glutation sebagai substrat terdapat dalam dua bentuk

yaitu glutation tereduksi atau GSH dan glutation teroksidasi atau GSSG Ketika

mengkatalisis perubahan hidrogen peroksida (H2O2) menjadi H2O GSH

dioksidasi menjadi GSSG kemudian GSSG dapat direduksi kembali oleh NADPH

untuk mendapatkan kembali GSH (Marciniak et al 2009)

Gambar 29

SOD dan CAT mengkatalisasi dismutasi superoksida dan hidrogen peroksida

(Finosh dan Jayabalan 2013)

Enzim GPx terdapat terutama dalam mitokondria merupakan enzim

scavenger terhadap hidrogen peroksida dan berperan utama dalam mengatur

konsentrasi H2O2 dan dan berbagai macam peroksida organik Aktivitas GPx yang

menurun menunjukkan terjadinya penurunan kapasitas menghilangkan H2O2 dan

terjadinya hidroperoksida lemak

44

Enzim GPx sangat berperan dalam pengaktifan kembali enzim

kolinesterase melalui 1) Pengaktifan AMP siklik yang secara langsung dapat

mengaktifkan enzim kolinesterase 2) keseimbangan NADP dan NADPH pada

jalur glikolisis aerobik dalam eritrosit sehingga eritrosit tidak rusak kerusakan

eritrosit dapat menurunkan produksi kolinesterase darah 3) peranan kofaktor

prostaglandin pada sintesis tromboksan A2 yang memacu trombogenesis dan

vasokonstriksi pembuluh darah bersamaan dengan terbentuknya tromboksan akan

diaktifkan cAMP yang secara langsung mengaktifkan kinase protein termasuk

kinase protein enzim kolinesterase 4) sebagai antioksidan yang dapat melindungi

sel termasuk eritrosit dari kerusakan akibat radikal bebas 5) sebagai kofaktor

proses oksidasi dealkilasi ikatan organofosfat dengan kolinesterase darah 6)

berperan sebagai detoksifikasi dalam tubuh dengan mereduksi radikal bebas

peroksida sekaligus membentuk peroksida lipid di dalam membran sel (Stranges

et al 2010)

GPx adalah enzim antioksidan yang dapat mendetoksifikasi hidrogen

peroksida dan lipid hidroperoksida dalam menurunkan glutation Di dalam darah

terdapat beberapa jenis GPx dua diantaranya adalah GPx seluler (cGPx) dalam sel

darah merah dan GPx ekstrasel (eGPx) terdapat dalam plasma GPx sebagai enzim

antioksidan bekerja menjadi peredam (quenching) radikal bebas dan berperan

dalam metabolisme xenobiotik yang ditemukan dalam sel (Sen et al 2010)

GPx dengan konsentrasi tinggi ditemukan dalam hepar dan sel darah

merah sedangkan pada jantung ginjal paru-paru adrenal lambung dan jaringan

adipose mengandung GPx dalam kadar sedang GPx kadar rendah ditemukan

45

dalam otak otot testis dan lensa mata GPx yang rendah berkorelasi dengan

gangguan yang berhubungan dengan radikal bebas (Judge et al 2005) Jika

antioksidan endogen gagal mengatasi produksi metabolit reaktif maka

antioksidan eksogen akan diperlukan untuk menyeimbangkan status redoks

(Noori 2012) Sumber makanan termasuk tanaman rempah-rempah vitamin dan

ekstrak herbal memainkan peran penting dalam hal ini

262 Antioksidan non enzimatis

Antioksidan non enzimatis disebut juga antioksidan sekunder atau

antioksidan eksogen (diperoleh dari luar) digolongkan menjadi dua golongan

yaitu yang larut dalam lemak seperti tokoferol karotenoid flavoniod quinon dan

bilirubin serta yang larut dalam air seperti asam askorbat asam urat protein

pengikat logam dan protein pengikat heme (Winarsi 2007) Antioksidan ini dapat

berupa bahan-bahan alami dan juga sintetis Antioksidan alami seperti vitamin

adalah campuran redoks yang seimbang dengan bentuk tereduksi dan teroksidasi

dan sebaliknya untuk antioksidan sintetis merupakan redoks yang tidak seimbang

bahkan menghasilkan radikal bebas yang pada beberapa kasus berbahaya (Rani

etal 2004)

Vitamin C merupakan antioksidan yang sangat penting dalam cairan

ekstra sel karena dapat menyerang radikal-radikal yang larut dalam darah dan

melindungi lemak plasma dari perusakan peroksidasi oleh radikal-radikal peroksil

Peran utama vitamin C adalah menetralisir radikal bebas yang ada di dalam dan

di luar sel Vitamin C merupakan sumber elektron pendonor bagi radikal bebas

(Nisar et al 2013) Vitamin C berperan positip dalam proses detoksifikasi

46

yang sangat diperlukan untuk sintesis kolagen dan pertumbuhan serta

pemeliharaan jaringan epitel Peranan vitamin C sebagai pembawa hidrogen yang

merupakan siklus esensial dalam metabolisme protein dan karbohidrat yang

berfungsi memelihara kekuatan pembuluh darah Vitamin C sangat penting untuk

melawan radikal bebas dalam cairan ekstra sel dan melindungi biomembran dari

peroksidasi Pemberian air kelapa dapat meningkatkan aktivitas GPx SOD dan

CAT pada pekerja terpapar merkuri karena air kelapa mengandung vitamin C

B1 B6 asam-asam amino metionin selenium dan mineral berfungsi melindungi

sel tubuh dari serangan radikal bebas dan mencegah efek paparan merkuri

(Zulaikhah et al 2013) Defisiensi antioksidan yang berupa vitamin C vitamin

E Se Zn dan glutation dalam derajat ringan hingga berat sangat berpengaruh

terhadap respon imun

Komponen kimia yang berperan sebagai antioksidan adalah senyawa

golongan fenolik dan polifenolik yang memiliki kemampuan untuk menangkap

radikal bebas Flavonoid merupakan golongan terbesar dari senyawa polifenol

yang sangat efektif digunakan sebagai antioksidan Senyawa-senyawa ini banyak

terdapat di alam terutama pada tumbuh-tumbuhan seperti teh buah-buahan

sayuran dan anggur (Ramle et al 2008)

Aktivitas antioksidan dari berbagai tanaman erat hubungannya dengan

kandungan fenolnya ada indikasi substansi fenol seperti flavonoid dan asam-

asam fenolat berpotensi lebih besar sebagai antioksidan dibandingkan dengan

vitamin C dan vitamin E Aktivitas antioksidan flavonoid tergantung pada

struktur molekulnya terutama gugus prenil (CH3)2C=CH-CH2 Department of

47

Environmental and Molecular Toxicology Oregon State University dalam

penelitiannya mendapatkan bahwa gugus prenil flavonoid dikembangkan untuk

pencegahan atau terapi terhadap penyakit-penyakit yang dihubungkan dengan

radikal bebas

Asupan antioksidan diperlukan untuk membantu mengembalikan

ketidakseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan endogen serta

mengurangi kerusakan oksidatif dalam tubuh Salah satu terapi antioksidan yang

digunakan adalah ekstrak kulit buah manggis (Garcinia mangostana L) Kulit

buah manggis memiliki kandungan xanthone yang tinggi sehingga memiliki

kemampuan untuk menangkap radikal bebas Gugus hidroksil (OH) yang dimiliki

oleh xanthone efektif mengikat radikal bebas dengan elektron yang tidak memiliki

pasangan Antioksidan ini bekerja dengan cara memotong reaksi oksidasi berantai

dari radikal bebas atau dengan cara menangkapnya sehingga radikal bebas tidak

akan bereaksi dengan komponen seluler dan kerusakan sel dapat dihindari

Makanan yang kaya antioksidan memegang peran dalam mencegah

penyakit-penyakit kanker dan penyakit penurunan fungsi otak Antioksidan dapat

mengurangi resiko penyakit kronis dan mencegah berbagai penyakit baik dengan

cara meningkatkan pertahanan antioksidan dalam tubuh atau dengan cara

mengkonsumsi makanan yang kaya antioksidan Mengkonsumsi antioksidan yang

ada dalam makanan sehari-hari dapat memberi perlindungan terhadap stres

oksidatif Hundekari et al (2013) mendapatkan perlakuan antioksidan dengan

dosis yang sesuai dapat menurunkan kerusakan oksidatif sehingga efektif untuk

memperbaiki kasus keracunan akut OPs

48

27 Manggis

271 Tumbuhan manggis

Tumbuhan manggis (Garcinia mangostana L) berasal dari Asia Tenggara

dan merupakan tumbuhan fungsional karena hampir semua bagian dari tumbuhan

ini dapat dimanfaatkan sebagai obat Manggis termasuk dalam family Guttiferae

dan merupakan species terbaik dari genus Garcia Buah manggis sering dijuluki

Queen of tropical fruit karena mempunyai rasa enak daging buah putih halus

bentuk buah bagus dan disukai banyak orang (Chaverri et al 2008) Manggis

sering disebut mangostin atau kadang-kadang disebut buah super dengan berbagai

karakteristik seperti rasa aroma kaya nutrisi dan daya antioksidan yang tinggi

Buah manggis (Garcinia mangostana L) merupakan buah yang eksotik

karena memiliki warna yang menarik dan kandungan gizi yang tinggi sehingga

buah manggis memiliki prospek yang cukup baik untuk dikembangkan

(Mardawati et al 2011) Tingkatan taksonomi tanaman manggis adalah sebagai

berikut (Prihatman 2000)

- Kingdom Plantae

- Divisi Spermathophyta (Tumbuhan berbiji)

- Sub Divisi Angiospermae (Berbiji tertutup)

- Kelas Dicotyledonae (Biji berkeping dua)

49

- Ordo Theales

- Famili GuttiferaeClusiaceae

- Genus Garcinia

- Spesies Garcinia mangostana L

Selain sebagai buah yang eksotik manggis juga mengandung berbagai senyawa

yang bermanfaat bagi tubuh seperti triterpenoid mangostin tannin resin

kalsium zat besi dan vitamin B1 Potensi manggis tidak hanya terbatas pada

buahnya saja tetapi juga hampir seluruh bagian tumbuhan manggis menyimpan

potensi yang sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia

Kulit buah manggis mengandung beberapa senyawa yang memiliki

aktivitas farmakologi seperti antiinflamasi antihistamin antibakteri anti penyakit

jantung antijamur bahkan untuk terapi HIV (Chaveri et al 2008) Senyawa

utama kandungan kulit buah manggis yang dilaporkan bertanggung jawab atas

beberapa aktivitas farmakologi adalah golongan xanthone yang meliputi

mangostin mangosterol mangostinon A dan B trapezifolixanthone tovophyllin

B dan beta mangostin garcinon B mangostanol flavonoid epikatekin dan

gartanin136-trihidoksi-7-metoksi-28-bis(3-metil-2-butenil)-9H-xanten-9-on(alfa

mangostin) dan 1367-tetrahidroksi-28-bis (3-metil-2-butenil)-9H-xanten-9-on

(gamma mangostin) yang sangat bermanfaat untuk kesehatan (Qosim 2007)

Kandungan antioksidan manggis banyak terdapat pada kulit buahnya

dikenal sebagai antioksidan yang efektif karena mengandung senyawa biologi

xanthones walaupun dapat juga ditemukan dalam semua bagian manggis baik

pada buah kulit buah kulit kayu maupun daunnya Senyawa xanthone hanya

50

dihasilkan oleh genus garcinia Xanthone memiliki struktur kimia yang unik

terdiri dari sistem aromatik trisiklik (C6-C3-C6) dengan kelompok isoprena

metoksil dan hidroksil terletak pada cincin A dan B sehingga senyawa xanthone

beragam Struktur umum xanthone dapat dilihat pada Gambar 210

Gambar 210

Struktur umum senyawa xanthone (Chaverri et al 2008)

Xanthone termasuk golongan senyawa flavonoid Senyawa ini memiliki

dua cincin benzene dan satu cincin piran Inti xanthone dikenal sebagai 9-

xanthenone atau dibenzo-c-pyrone Xanthone dapat diklasifikasikan ke dalam lima

kelompok yaitu oxygenated xanthone xanthone glycoside prenylated xanthone

xanthonolignoid dan miscellaneous xanthone Menurut Chaverri et al (2008)

terdapat 200 lebih xanthone yang tersedia di alam ini dan 50 diantaranya

terkandung dalam kulit buah manggis

Xanthone memiliki rumus molekul C13H8O2 sehingga memiliki massa

molar sebesar 196191 gram mol Dalam penamaan menurut IUPAC senyawa ini

diberi nama 9H-xanthen-9-one Uji aktivitas antioksidan kulit buah manggis

dengan menggunakan peroksinitrit sebagai radikal bebas diketahui bahwa 8-

hydroxycudraxanthone G gartanin α-mangostin γ-mangostin dan smeath-

xanthone A merupakan komponen yang memiliki aktivitas antioksidan terbesar

51

(Jung et al 2006) Senyawa xanthone yang banyak terdapat pada kulit manggis

yaitu α - dan γ - mangostin (Obolsky et al 2009)

Struktur kimia beberapa turunan xanthone seperti α mangostin β

mangostin dan γ mangostin dapat dilihat pada pada Gambar 211

(Chaivisuthangkura et al 2008)

α mangostin β mangostin γ mangostin

Gambar 211

Struktur Kimia beberapa derivat xanthone

(Chaivisuthangkura et al 2008)

Senyawa-senyawa xanthone juga mempunyai aktivitas antibakteri

melawan S Aureus strain yang resisten terhadap penicillin dan methicillin

aktivitas antifungi melawan F Oxiforum A Tenuls dan D Oryzae (Chomnawang

2007) Garcinia mangostana dan senyawa-senyawa xanthone α-mangostin

mendorong aktivitas antimikroba melawan P acnes dan S epidermis yang

merupakan agen etiologi kritis pada jerawat (Chomnawang et al 2007)

Senyawa alfa-mangostin sebagai turunan xanthone memiliki kemampuan

dalam menekan pembentukan senyawa karsinogen pada kolon Xanthone juga

52

bermanfaat mencegah pertumbuhan sel kanker dan tumor Kemampuan

antioksidannya bahkan melebihi vitamin C dan E yang selama ini dikenal sebagai

antioksidan yang paling efektif (Ummi dan Any 2014) Hasil penelitian Kosem

et al (2007) mendapatkan ekstrak metanol kulit buah manggis mengandung α

mangostin sebesar 2519 g100 g ekstrak

Moongkandi et al (2004) menyatakan kulit buah manggis bermanfaat

penting bagi kesehatan karena kaya akan antioksidan seperti xanthone dan

antosianin Antosianin merupakan salah satu antioksidan kuat yang mampu

mencegah berbagai kerusakan akibat stress oksidatif sehingga mampu melindungi

sel dari radikal bebas Penelitian lain juga mendapatkan bahwa xanthone dari

manggis memiliki aktivitas antioksidan antitumor antiinflamasi antialergi

antifungi dan antibakteri (Suksamrarn et al 2006 dan Chaverri et al 2008)

Garcinia mangostana memiliki aktivitas antioksidan yang signifikan pada

IC50 sebesar 613 μgml juga efektif dalam scavenging radikal bebas dan bisa

mengurangi produksi cytokine sebagai suatu proinflamasi Senyawa xanthone

pada kulit buah manggis merupakan antioksidan tingkat tinggi karena kandungan

antioksidannya 667 kali dari wortel dan 83 kali jeruk (Qosim 2007)

Antioksidan yang terkandung dalam kulit buah manggis didominasi oleh

senyawa fenol yaitu xanthone Kadar xanthone dalam manggis berbeda-beda

tergantung pada kualitas buah yang terbesar didapatkan pada buah dengan kulit

burik atau kasar yakni sebesar 23544 μgg ekstrak sedangkan pada buah besar

dengan kulit mulus mengandung kadar xanthone sebesar 18502 μgg ekstrak

buah kecil sebesar 20434 μgg dan buah dengan kulit mengandung getah kuning

53

15289 μgg ekstrak Xanthone dalam kulit buah yang mengandung getah kuning

berperan dalam mekanisme pertahanan mencegah terjadinya stres akibat serangan

hama atau kerusakan fisik (Arsana 2014)

Xanthone sebagai antioksidan akan memutus rantai reaksi oksidasi radikal

bebas untuk mencegah reaksi oksidasi dengan reaksi reduksi yang melibatkan

hidrogen Keterlibatan hidrogen dalam reaksi-reaksi reduksi dapat menghambat

reaksi oksidasi antara radikal bebas dengan oksigen Kadar Oxygen Radical

Absorbance Capacity (ORAC) dari xanthone mencapai 17000-20000 ORAC per

100 ons kulit manggis lebih besar dari wortel dan jeruk yang kadar ORAC-nya

hanya 300 dan 2400 (Fanany 2013) Manfaat yang demikian besar menyebabkan

xanthone sangat dibutuhkan dalam tubuh sebagai penyeimbang prooksidan

Prenilasi xanthone juga mempunyai efek penghambat terhadap M Tuberculosis

Alfa-mangostin yang merupakan derivat xanthone didapatkan mempunyai potensi

sebagai antimikroba (Suksamrarn et al 2006) Selain itu kulit buah manggis

juga mengandung beberapa senyawa lain seperti yang tertera pada Tabel 23

Tabel 23

Komposisi Tepung Kulit Buah Manggis

Sumber Shahidi 1997 dalam Ummi dan Any 2014

No Komponen Kadar ( bk)

1

Air 900

2 Abu 258

3 Gula 692

4 Protein 269

5 Serat Kasar 3005

6 Lainnya (Tanin lemak dll) 4876

54

272 Ekstrak kulit buah manggis

Ekstrak kulit buah manggis mengandung berbagai senyawa yang diduga

bekerja sebagai antioksidan dengan cara mendonorkan elektronnya kepada radikal

bebas sehingga mencegah terjadinya peroksidasi lipid baik pada tahap inisiasi

propagasi maupun pada tahap terminasi (Middleton et al 2000) Senyawa-

seyawa ini bekerja sebagai sinyal yang akan mengaktivasi nuclear factor

erythroid 2- related factor 2 (Nrf2) yang terikat pada Kelch-like ECH-associated

protein-1 (Keap1) dalam sitoplasma sehingga mengalami disosiasi dan translokasi

menuju nukleus Dalam nukleus Nrf2 berasosiasi pada bagian promoter gen yang

disebut Antioxidant Respone Element (ARE) sehingga memicu ekspresi gen

penyandi antioksidan Senyawa yang terkandung dalam ekstrak kulit buah

manggis disamping bekerja sebagai antioksidan dengan cara mendonorkan

elektronnya kepada radikal bebas juga dapat menstimulasi ekspresi gen penyandi

antioksidan melalui aktivasi Nrf2 Salah satu stimulan tersebut adalah golongan

fenol (Inoue 2001) Ekstrak kulit buah manggis dapat mengatur aktivitas catalase

dalam aktivitasnya sebagai scavenger H2O2 atau mengatur gen Nrf-2 (Bartz et

al 2010) Hal ini sesuai dengan yang didapatkan dalam penelitian

Weecharangsan et al (2006) aktivitas ekstrak air dan ekstrak etanol kulit buah

manggis berperan sebagai scavenger H2O2

Skrining fitokimia dilakukan untuk memberikan gambaran tentang

golongan senyawa yang terkandung dalam ekstrak etanol kulit buah manggis

Hasil uji skrining fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak etanol kulit buah

manggis mengandung senyawa golongan alkaloid triterpenoid saponin

55

flavonoid tannin dan polifenol (Kristianti et al 2008) Polifenol adalah senyawa

fenolik yang memiliki lebih dari satu gugus hidroksil (OH) golongan senyawa ini

terdapat pada berbagai jenis tumbuhan yang mempunyai berbagai macam aktivitas

biologi salah satunya adalah aktivitas antioksidan (Scalbert et al 2005)

Polifenol banyak ditemukan dalam buah-buahan sayuran dan biji-bijian

yang merupakan sumber antioksidan alami Senyawa polifenol terdiri dari

beberapa subkelas yakni flavonol isoflavon (dalam kedelai) flavanon

antosianidin katekin dan biflavan Semua polifenol mampu menjadi perangkap

oksigen dan radikal alkil dengan memberikan donor elektron sehingga terbentuk

radikal fenoksil yang relatif stabil (Mokgope 2006) Senyawa-senyawa polifenol

alami secara langsung sebagai scavenger SOR dan secara tak langsung melindungi

aktivitas beberapa enzim sehingga berpotensi meningkatkan antioksidan endogen

(Masella et al 2005) Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Martin et al

(2010) yang mendapatkan CPE (cocoa polyphenolic extrac) yang mengandung

senyawa-senyawa flavonoid seperti katecin epikatecin dan prosianidin

meningkatkan aktivitas GPx dan glutation reduktase (GR) Senyawa-senyawa ini

mereduksi produksi SOR dan mengatur aktivitas antioksidan enzim Peningkatan

aktivitas enzim antioksidan dapat digunakan sebagai terapi penyakit-penyakit

yang disebabkan oleh stress oksidatif

Senyawa fenol sebagai antioksidan tergantung dari beberapa faktor seperti

ikatan gugus hidroksil pada cincin aromatik posisi ikatan posisi hidroksil bolak

balik pada cincin aromatik dan kemampuannya dalam memberi donor hidrogen

atau donor elektron serta kemampuannya dalam memerangkap radikal bebas (free

56

radical scavengers) Palakawong et al (2010) mendapatkan daya antioksidan

ekstrak kulit buah manggis sebesar 594 microgml yang dianalisis dengan metode

DPPH Ekstrak kulit manggis mengandung total fenol yang cukup tinggi yaitu

sebesar 4112 mgg dengan aktivitas antioksidannya sebesar 8442 (Dyahnugra

et al 2015) Ekstrak etanol kulit buah manggis menunjukkan aktivitas yang

signifikan dalam menghambat pembentukan 50 radikal menghambat radikal

superoxide (O2-) mereduksi produksi ROS dan dapat menangkap radikal

hidroksil (OH-) (Chomnawang et al 2007)

Senyawa flavonoid adalah senyawa-senyawa polifenol yang memiliki 15

atom karbon (C6-C3-C6) terdiri dari dua cincin benzena yang dihubungkan

menjadi satu oleh rantai linier yang terdiri dari tiga atom karbon Flavonoid

dalam ekstrak kulit buah manggis berperan membasmi radikal bebas dengan

berbagai cara misalnya dengan menghambat enzim yang bertanggung jawab

memproduksi anion superoksida yaitu xantin oksidase ada juga dengan

menyumbangkan elektronnya ke radikal superoksida atau radikal lipid agar stabil

(Smith et al 2005)

Ekstrak kulit buah manggis baik dengan pelarut air etanol 50 etanol

95 dan etil asetat menunjukan aktivitas antioksidan dan neuroprotektif

(Weecharangsan et al 2006) Kapasitas antioksidan ekstrak air dan etanol 50

diuji dengan metoda DPPH didapatkan masing-msing sebesar 3498 dan 3076

Kapasitas antioksidan ekstrak ini sudah dicobakan pada sel neuroblastoma

(NG108-15) yang terpapar hidrogen peroksida (H2O2) kedua ekstrak ini

memperlihatkan aktivitas neuroprotektif dengan konsentrasi 50 lgmL Aktivitas

57

neuroprotektif ekstrak etanol 50 kulit buah manggis lebih tinggi dibandingkan

dengan ekstrak air Ekstrak etanol kulit buah manggis juga mempunyai aktivitas

antioksidan yang signifikan sebagai penghambat pembentukan radikal DPPH

(Chomnawang et al 2007)

Ekstrak kulit buah manggis diketahui memiliki daya antioksidan sangat

kuat hal ini dibuktikan dengan menggunakan fraksi pelarut metanol etanol dan

etil asetat semuanya memiliki daya antioksidan EC50 kurang dari 50 Fraksi

metanol mempunyai nilai EC50 yang paling kecil dibanding dengan kedua

fraksi lainnya masing-masing 800 mgL 926 mgL dan 2948 mgL ini berarti

fraksi metanol mempunyai aktivitas antioksidan yang lebih besar dibandingan

dengan fraksi etanol dan etil asetat (Mardawati et al 2011) Hal ini didukung

oleh Li dan Xu (2015) yang menyatakan ekstrak metanol kulit buah manggis

mempunyai aktivitas antioksidan yang kuat karena kandungan polifenolnya sangat

tinggi

Senyawa fenol banyak ditemukan pada berbagai tanaman Senyawa ini

telah dieksploitasi secara intensif karena selain berfungsi sebagai antioksidan juga

memiliki berbagai fungsi biologi seperti anti mutagenik dan anti karsinogenik

Antioksidan alami yang terdapat dalam tanaman akan meredam radikal bebas

yang berbahaya dari tubuh Senyawa-senyawa polifenol dari tanaman seperti

flavonoid digambarkan sebagai peredam SOR Ekstrak kulit buah manggis dapat

mengurangi produksi SOR intrasel secara signifikan yang ditentukan dengan 27-

dichlorofluorescein diacetate (DCFH-DA) dalam SKBR3 saluran sel

(Moongkarndi et al 2004) Aktivitas radikal hidroksil (HO-) diperangkap oleh

58

xanthone yang diisolasi dari beberapa ekstrak kulit buah manggis (Chin et al

2008) Xanthone dapat diklasifikasikan ke dalam lima kelompok yaitu

oxygenated xanthone xanthone glycoside prenylated xanthone xanthonolignoid

dan miscellaneous xanthone Saat ini sekitar 1000 xanthone berbeda telah

diketahui (Chaverri et al 2008)

Kulit buah manggis mengandung 90 xanthone terutama α dan β

mangostin yang disebut panaxanthone dapat memulihkan sistem pertahanan

antioksidan endogen seperti aktivitas SOD GPx dan kadar GSH secara invitro

dan in vivo memecah langsung SOR untuk mengurangi penipisan GSH dan

meghambat peroksidasi lipid Efek protektif α mangostin diduga terhadap stress

oksidatif dimediasi melalui jalur Nrf2 (Jung et al 2006) Ekstrak kulit buah

manggis dapat menurunkan MDA meningkatkan SOD dan GPx pada tikus yang

mengalami peningkatan MDA serta penurunan SOD dan GPx karena perlakuan

latihan (Arsana 2013) Hal yang sama didapatkan oleh Sudjarwo dan

Koerniasari (2015) bahwa pemberian ekstrak kulit buah manggis dapat

meningkatkan aktivitas GPx dan SOD ginjal tikus yang menurun karena diberi

perlakuan logam berat timbal mungkin disebabkan oleh kemampuan ekstrak

kulit buah manggis mengurangi akumulasi radikal bebas

Skrining fitokimia ekstrak kulit manggis juga menunjukkan bahwa kulit

buah manggis mengandung senyawa metabolit sekunder berupa golongan alkaloid

saponin tanin polifenol dan flavonoid (Poeloengan dan Praptiwi 2010)

Saponin merupakan zat aktif yang dapat meningkatkan permeabilitas membran

sehingga terjadi hemolisis sel Apabila saponin berinteraksi dengan sel bakteri

59

maka bakteri tersebut akan rusak atau lisis sedangkan flavonoid merupakan

kelompok senyawa fenol yang mempunyai kecenderungan untuk mengikat

protein sehingga mengganggu proses metabolisme bakteri tersebu Senyawa-

senyawa fenolik dapat bereaksi dengan senyawa oksigen reaktif disebabkan

oleh satu atau dua gugus hidroksil pada cincin aromatik dapat berperan sebagai

donor hidrogen (Dungir et al 2012)

Tanin dalam konsentrasi rendah mampu menghambat pertumbuhan

bakteri sedangkan pada konsentrasi tinggi mampu bertindak sebagai antibakteri

dengan cara menggumpalkan protoplasma bakteri sehingga terbentuk ikatan yang

stabil dengan protein bakteri Selain itu pada saluran pencernaan tanin mampu

mengeliminasi toksin (Poeloengan dan Praptiwi 2010)

Flavonoid merupakan golongan senyawa yang mempunyai kemampuan

sebagai antioksidan Flavonoid juga berperan mengaktifkan enzim kunci dalam

respirasi mitokondria dan melindungi sel neuron sehingga mencegah stres

oksidatif dan kerusakan jaringan Asupan flavonoid berperan sebagai

neuroprotektif berpotensi melindungi neuron dari neurotoksin meningkatkan

fungsi memori pembelajaran dan kognitif (Spencer 2009)

Uji daya antioksidan ekstrak kulit manggis buah dilakukan oleh Lin et al

(2014) menggunakan DPPH Radikal bebas DPPH (DPPHbull) mungkin akan

ditangkap oleh antioksidan dengan memberikan atom hidrogen (Hbull) membentuk

molekul stabil DPPH-H mekanismenya seperti tampak pada Gambar 212

Gambar ini menunjukkan reaksi antara γ-mangostin dengan DPPH akan

menghasilkan senyawa yang stabil sehingga tidak akan terjadi reaksi rantai yang

60

akan menghasilkan radikal-radikal lain yang lebih reaktif Dalam molekul γ-

mangostin gugus ortho-dihidroksil menjadi homolysis menghasilkan radikal

hidrogen (Hmiddot) dan radikal γ-mangostinmiddot (I) Hmiddot kemudian bergabung dengan

DPPHmiddot membentuk molekul DPPH-H dan radikal γ-mangostin menjadi (II)

yang selanjutnya dapat menghasilkan radikal hidrogen (Hmiddot) melebihi yang

diperlukan oleh radikal DPPH (DPPHmiddot) untuk membentuk quinone (III) Hasil ini

mengindikasikan bahwa ekstrak kulit buah manggis sebagai sumber antioksidan

yang baik dengan cara mendonasikan elektron kepada radikal bebas untuk

membentuk produk stabil sehingga tidak menimbulkan reaksi berantai

Gambar 212

Reaksi γ mangostin dengan DPPH sebagai radikal bebas

Lin et al (2014)

61

62

63

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pestisida...pestisida menginduksi produksi serotonin dan histamin, sebagai hormon yang memicu reaksi alergi dan dapat menimbulkan senyawa baru yang lebih

26

pernafasan (Lopez et al 2008) OPs pada tikus menyebabkan apnea sentral fatal

yang memicu berbagai disfungsi pulmoner melalui efek langsung terhadap

Central Respiratory Oscillator (CRO) dan inhibisi umpan balik CRO Gejala

keracunan akut OPs sesuai dengan tempat terakumulasinya ACh dalam

organisme seperti pada central nervous system (CNS) sistem saraf tepi reseptor

muskarinik dan reseptor nikotinik menimbulkan gejala berbeda seperti terlihat

pada Tabel 21 Waktu munculnya beberapa gejala keracunan juga berbeda-beda

seperti melemahnya otot pernapasan akan muncul 1-4 hari setelah keracunan

sedangkan melemahnya otot peripheral muncul setelah 7-21 hari (Elersek dan

Filipic 2012)

Tabel 21

Gejala keracunan Ops akut yang berbeda sesuai dengan

tempat akumulasi ACh

Tempat akumulasi ACh Gejala

CNS

Perifer sistem saraf otonom

Reseptor muskarinik

reseptor nikotinik

Sakit kepala insomnia vertigo

kejangkebingungan sulit tidur gangguan

berbicara koma dan lumpuh pernafasan

-

Gejala-gejala muskrinik peningkatan

eliminasi (air liur keringat lachrymation)

gangguan pencernaan (kejang muntah

diare) menurunkan detak jantung gangguan penglihatan

gejala-gejala nikotinik kontraksi otot yang

tidak terkontrol dan kelumpuhan

Sumber Elersek dan Filipic 2012

27

Pengaruh imunotoksik OPs dapat terjadi secara langsung maupun tidak

langsung Secara langsung adalah dengan 1) menghambat hidrolase serin atau

esterase dalam sistem imun 2) kerusakan oksidatif pada organ-organ sistem

imun 3) perubahan dalam cara sinyal transduksi pada kontrol poliferasi dan

diferensiasi sel kekebalan Secara tidak langsung OPs menyebabkan perubahan

pada sistem saraf atau efek kronik dari perubahan metabolisme pada sistem imun

(Elersek dan Filipic 2012) Pestisida OPs dapat mengganggu sistem kekebalan

tubuh dan memberikan efek immunotoksik melalui kedua jalur anti kolinergik

dan non kolinergik

OPs menginduksi peningkatan stres oksidatif yakni ketidakseimbangan

antara antioksidan dan radikal bebas Pestisida OPs dapat merusak keseimbangan

antara prooksidan dan antioksidan dalam tubuh juga merusak membran lipid

sebagai hasil peroksidasi lipid

Malation dan klorfirifos yang merupakan pestisida OPs mempunyai

pengaruh yang beragam pada sel seperti menghasilkan ROS radikal bebas dan

menginduksi stres oksidatif intra sel sehingga mengganggu perkembangan dan

deferensiasi sel normal (Bebe dan Panemangalore 2003) Peningkatan ROS dan

radikal bebas dapat menyebabkan terjadinya kondisi stres oksidatif serta memicu

terjadinya peroksidasi lipid pada membran sel yang akan menghasilkan

malondialdehid (MDA) Peroksidasi lipid ini dapat terjadi karena pengaruh

menipisnya sistem antioksidan baik antioksidan enzimatik maupun non enzimatik

oleh paparan pestisida OPs (Khan dan Kour 2007)

28

Perusakan membran sel oleh radikal bebas melalui beberapa proses yaitu

1) Terjadi ikatan kovalen antara radikal bebas dengan komponen komponen

membran (enzim membran komponen karbohidrat membran plasma) sehingga

terjadi perubahan struktur dan fungsi reseptor 2) Oksidasi gugus tiol pada

komponen membran oleh radikal bebas mengganggu proses transport lintas

membran 3) Reaksi peroksidasi lipid dan kolesterol serta membran yang

mengandung asam lemak tidak jenuh majemuk (PUFA) (Suhartono et al 2008)

OPs dapat mendorong terjadinya stres oksidatif dan meningkatkan kadar

MDA sebagai produk akhir dari peroksidasi lipid pada petani penyemprot yang

terpapar pestisida OPs karbamat dan organoklorin (Prakasam et al 2001) Hal

ini didukung oleh Vidyasagar et al(2004) yang mendapatkan kadar MDA pada

pasien keracunan OPs (67 nMml) lebih tinggi dan berbeda nyata dibandingkan

dengan kontrol (36 nMml) OPs triklorfos dan dimetoat mendorong terjadinya

peroksidasi lipid yang ditunjukan dengan meningkatnya MDA (Sharma et al

2005) OPs berperan sebagai inhibitor enzim kolinesterase dan menginduksi

peningkatan stres oksidatif yaitu ketidakseimbangan antara antioksidan dan

radikal bebas (Patil et al 2003) Kerusakan oksidatif membran lipid eritrosit

dan protein mencerminkan terjadinya reaksi serupa pada myocyte Radikal bebas

yang merusak myocyte juga menyebabkan melemahnya otot pada penderita OPs

akut

Keracunan OPs pada sistem respirasi mengakibatkan bronko konstriksi

dengan sesak nafas dan peningkatan sekresi bronkus Pada umumnya gejala ini

29

timbul dengan cepat dalam waktu 6-8 jam tetapi bila paparan berlebihan dapat

menimbulkan kematian dalam beberapa menit

OPs juga menunjukan efek genotoksisitas (DNA) pada saat sel hidup

kemudian saat replikasi sel dan berakhir pada mutagenitas dan karsinogenitas

Genotoksisitas dihasilkan karena reaksi OPs dengan DNA sehingga DNA rusak

berupa penyimpangan kromosom OPs juga menunjukan efek karsinogenitas

meliputi perubahan sel normal menjadi sel neoplastik dan berkembang lebih lanjut

menjadi tumor (Hodgson 2004)

22 Asetilkolinesterase (AChE)

Kolinesterase merupakan katalis biologis yang berperan menjaga agar otot

kelenjar dan sel saraf bekerja harmonis Jika aktivitas kolinesterase jaringan

tubuh menurun maka dapat mempengaruhi aktivitas asetilkolinesterase saraf

sehingga asetilkolin (ACh) akan menumpuk di bagian ujung saraf dan menganggu

aliran impuls saraf akhirnya terjadi paralisis otot (Depkes RI 2007)

Kolinesterase merupakan suatu enzim dengan berat molekul sekitar 3000000 dan

mempunyai 48 bagian aktif yang masing-masing terdiri dari satu bagian anionik

dan satu bagian esteratik (protenated acidic group)

AChE adalah suatu serine hidrolase termasuk dalam kelompok esterase

yang mempunyai banyak sel satu AChE berperan sangat penting dalam tubuh

yaitu menghidrolisis neurotransmitter asetilkolin (ACh) menjadi asam asetat dan

kolin pada saraf sinapsis Kelompok ini berbeda dengan jenis ester karbosiklik

Aktivitas AChE yang terhambat oleh OPs pada CNS menyebabkan

30

terakumulasinya ACh dan menimbulkan gejala seperti sakit kepala meningkatnya

produksi ludah pernafasan terganggu dan dapat menyebabkan kematian (Du et

al 2008) AChE mempunyai dua sisi pengikatan yaitu daerah anionik dan daerah

esteratik keduanya penting untuk degradasi ACh

ACh adalah suatu hormon neuro yang terdapat diantara ujung-ujung saraf

dan otot sebagai media kimia yang berfungsi meneruskan rangsangan saraf ke

reseptor sel-sel otot dan kelenjar ACh dibuat di dalam ujung serabut saraf

motorik melalui proses asetilasi dari kolin ekstra sel dan koenzim A (Erwin dan

Kusuma 2012) Daerah anionik berfungsi untuk pengikatan sebuah molekul

ACh pada enzim Saat ACh terikat reaksi hidrolisis terjadi pada sisi aktif

esteratik ACh akan terurai menjadi kolin dan asam asetat Kolin kemudian

diambil lagi melalui sistem uptake kolin berafinitas tinggi pada membran

presinaps Proses hidrolisis ACh menjadi kolin dan asam asetat dapat dilihat pada

Gambar 28

Gambar 28

Reaksi hidrolisis ACh menjadi asam asetat dan kolin pada

sisi anion dan ester dari enzim asetilkolinesterase (Wiener dan

Hoffman 2004)

31

Penurunan aktivitas kolinesterase darah seseorang terjadi karena adanya

OPs dalam darah yang membentuk senyawa phosphorilated cholinesterase

sehingga enzim kolinesterase tidak dapat berfungsi lagi dan kadar aktif dari enzim

tersebut akan berkurang hal ini menyebabkan ACh lebih lama berada pada

reseptor sehingga memperpanjang efek rangsang saraf cholinergic pada sebelum

dan sesudah ganglion Rangsangan saraf yang terus-menerus akan merusak fungsi

saraf dan muncul dalam bentuk kelemahan otot mual-mual muntah hipersalivasi

tremor dan paralisis (Bajgar 2004) Akumulasi ACh yang menyebabkan

terjadinya disfungsi sistem saraf dan perilaku akan memicu kerusakan pada

sistem pernafasan yang akhirnya dapat menyebabkan kematian Sistem saraf yang

terganggu akibat penumpukan ACh menyebabkan terganggunya pasokan nutrisi

dan oksigen ke seluruh sel dan jaringan sehingga menghambat pertumbuhan

organisme (Robert 2011) Rangsang yang ditimbulkan oleh asetilkolin akan

berhenti bila ACh dihidrolisis menjadi kolin dan asam asetat oleh AChE

Aktivitas AChE yang terhambat menyebabkan ACh tidak dapat

dihidrolisis sehingga impuls saraf dari satu sel ke sel yang lain atau ke efektor

akan terganggu Petani yang terpapar OPs dengan dosis rendah dalam jangka

waktu lama juga menunjukan penurunan Superoxyde dismutase (SOD) dan

glutation reduktase OPs yang terakumulasi bertahun-tahun pada penyemprot

pestisida berbanding lurus dengan penurunan AChE dan berbanding terbalik

dengan Glucose-6-phosphate dehydrogenase (G6DPH)

32

23 Radikal Bebas

Radikal bebas adalah sekelompok spesies kimia baik berupa atom maupun

molekul yang memiliki elektron tidak berpasangan pada lapisan luarnya Radikal

bebas juga merupakan suatu kelompok spesies kimia dengan reaksi jangka pendek

yang memiliki satu atau lebih elektron bebas sehingga sangat reaktif mempunyai

spesifitas kimia yang rendah sehingga dapat bereaksi dengan berbagai molekul

lain seperti protein lemak karbohidrat dan DNA (Droge 2007)

Radikal bebas diartikan sebagai molekul yang relatif tidak stabil

mempunyai satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan pada orbit luarnya

bersifat reaktif dalam mencari pasangan elektronnya Radikal bebas dalam tubuh

akan segera bereaksi dengan molekul lain sehingga terjadi reaksi berantai yang

disebut peroksidasi lipid dan menghasilkan radikal bebas baru sehingga jumlah

radikal bebas terus bertambah (Marinajati et al 2012) Radikal bebas bersifat

tidak stabil sehingga tidak dapat mempertahankan bentuk aslinya dalam waktu

lama karena segera akan berikatan dengan molekul lain di sekitarnya Radikal

bebas akan menyerang molekul stabil yang terdekat dan mengambil elektronnya

Molekul yang terambil elektronnya ini akan menjadi radikal bebas baru sehingga

akan memulai suatu reaksi berantai yang pada akhirnya akan menyebabkan

kerusakan sel (Droge 2007)

Kelompok radikal bebas antara lain anion superoksida (O2) radikal

hidroksil (OH) dan radikal peroksil (RO2) sedangkan kelompok non radikal

misalnya hidrogen peroksida (H2O2) dan peroksida organik (ROOH) (Halliwell

dan Whiteman 2004) Radikal superoksida ( O2 -) merupakan bentuk yang paling

33

aktif yang paling banyak dihasilkan oleh berbagai mekanisme di dalam tubuh

seperti mitokondria sistem enzim NADPH oksidase reaksi dari xanthin oksidase

dan metabolisme asam arakidonat

Radikal bebas yang terbentuk di dalam tubuh (radikal bebas internal)

merupakan bagian integral dari proses fisiologis seperti saat pembentukan energi

dalam mitokondria melalui oksidasi fosforilasi Sumber radikal bebas internal

antara lain 1) Organ subseluler seperti mitokondria kloroplas mikrosom

peroksisom dan nuklei menghasilkan O2- 2) inflamasi selama inflamasi terjadi

fagositosis oleh makrofag dan metrofil keduanya membentuk radikal bebas

untuk memfagositosis bakteri 3) ion logam transisi Fe dan Cu berperan

membentuk radikal bebas dan menimbulkan peroksidasi lipid 4) oksidasi

enzimatik seperti xanthin oksidase dan lipoksigenase (Droge 2007) Radikal

bebas dapat juga berasal dari luar tubuh (radikal bebas eksternal) Sumber radikal

bebas eksternal antara lain polusi lingkungan (asap rokok asap kendaraan asap

pabrik) aktivitas fisik yang berlebih sinar ultra violet dari matahari radiasi obat-

obatan dan pestisida

Radikal bebas dapat terbentuk dari senyawa lain yang sebenarnya bukan

radikal bebas tetapi mudah menjadi radikal bebas misalnya hidrogen peroksida

(H2O2) dan ozon Kedua kelompok senyawa ini sering diistilahkan sebagai

Reactive Oxygen Species (ROS) atau senyawa Oksigen Reaktif (SOR) Sel-sel

hidup dari organisme aerob secara kontinyu membentuk SOR sebagai bagian dari

proses fisiologi metabolik dan reaksi-reaksi biokimia lainnya

34

SOR adalah kelompok senyawa yang sebenarnya bukan radikal bebas

tetapi mudah berubah menjadi radikal bebas (Droge 2007) SOR dihasilkan dalam

proses metabolisme oksidatif dalam tubuh misalnya pada proses oksidasi makanan

menjadi energi SOR diproduksi dalam jumlah yang cukup dalam tubuh seperti

sel darah putih menghasilkan H2O2 yang berfungsi untuk membunuh beberapa

jenis bakteri dan jamur namun H2O2 tidak menyerang secara spesifik sehingga

dapat menyerang asam-asam lemak tidak jenuh ganda atau polyunsaturated fatty

acid (PUFA) dari membran sel yang menyebabkan kerusakan struktur dan fungsi

sel (Winarsi 2007) SOR terbentuk sebagai produk samping reaksi oksidasi

fosforilasi untuk membentuk energi berupa Adenosine Tri Phosphate (ATP)

dalam rantai transport elektron pada mitokondria Proses tersebut membutuhkan

O2 tetapi tidak semua O2 berikatan dengan hidrogen untuk membentuk air sekitar

4 sampai 5 dari oksigen yang dikonsumsi berubah menjadi SOR (Marciniak

et al 2009) SOR seperti radikal super oksida (SOO-) dan radikal hidroksil

(OH-) yang dihasilkan oleh metabolisme sel yang normal maupun lingkungan

yang stres dapat menyebabkan sel-sel mati melalui peroksidasi lipid oksidasi

protein menghambat aktivitas enzim-enzim perubahan reduksi oksidasi intra sel

dan kerusakan DNA Hal ini menunjukkan bahwa SOR terlibat dalam timbulnya

beberapa penyakit dan proses penuaan

Organofosfat merupakan senyawa toksik yang mempunyai kemampuan

membentuk radikal bebas pada sistem biologi (Nur et al 2010) Reaksi radikal

bebas dengan komponen sel baik komponen struktural (molekul penyusun

membran) maupun komponen fungsional yaitu enzim dan DNA dapat merusak

35

sel melalui oksidasi lipid tidak jenuh dan protein sel (Zakaria 1996 dalam

Mardawati et al 2011) Kerusakan lebih lanjut pada organ sel adalah kerusakan

DNA dan membran sel Mekanisme tersebut menunjukan bahwa radikal bebas

dapat mempengaruhi timbulnya berbagai jenis penyakit degeneratif seperti

aterosklerosis Penelitian Amran et al (2009) mendapatkan ada korelasi yang

signifikan antara kerusakan DNA dengan perkembangan aterosklerosis dan

meningkatnya jumlah pasien Coronary Artery Disease (CAD)

24 Stres Oksidatif

Radikal bebas dalam jumlah tertentu di dalam tubuh dapat dinetralisir oleh

antioksidan endogen Antioksidan endogen utama pada sel-sel tubuh adalah

enzim SOD (Superoksida dismutase) glutation reduktase dan glutation

peroksidase (GPr dan GPx) serta catalase (CAT) Pembentukan radikal bebas

yang melebihi kemampuan aktivitas antioksidan endogen menyebabkan jumlah

keseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan akan terganggu Apabila

jumlah radikal bebas terus bertambah sedangkan jumlah antioksidan endogen

tetap maka kelebihan radikal bebas tidak dapat dinetralkan akibatnya radikal

bebas bereaksi dengan komponen-komponen sel dan menyebabkan kerusakan sel

Peningkatan jumlah radikal bebas atau oksidan menyebabkan timbulnya

suatu keadaan yang disebut stres oksidatif Stres oksidatif adalah suatu keadaan

ketidak seimbangan antara radikal bebas dan antioksidan dimana jumlah radikal

bebas lebih besar dari antioksidan Stres oksidatif adalah suatu keadaan patologis

yang disebabkan oleh kerusakan jaringan di dalam tubuh karena peningkatan

36

jumlah radikal bebas yang tidak normal (Halliwel 2006) Radikal bebas yang

jumlahnya jauh lebih banyak dari antioksidan akan bereaksi dengan cepat dan

merusak bermacam-macam substrat di dalam tubuh termasuk komponen-

komponen sel protein asam lemak tak jenuh ganda karbohidrat dan asam-asam

nukleat hal ini mengakibatkan berkembangnya penyakit kronik Serangan oksidan

terhadap asam lemak tidak jenuh sebagai komponen penting penyusun membran

sel dapat menimbulkan reaksi rantai yang disebut peroksidasi lipid Proses

tersebut mengakibatkan terputusnya ikatan dalam asam-asam lemak menjadi

berbagai senyawa yang toksik terhadap sel seperti malondialdehid (MDA) dan 9-

hidroksi nonenal MDA yang dihasilkan kemudian dilepaskan ke darah sehingga

kadar MDA di dalam darah dapat dijadikan sebagai penanda tidak langsung

adanya peroksidasi lipid dan peningkatan SOR

25 Malondialdehid (MDA)

Peningkatan stres oksidatif berdampak negatif pada beberapa komponen

penyusun membran sel yaitu kerusakan pada membran lipid membentuk

malondialdehida (MDA) kerusakan protein karbohidrat dan DNA (Kevin et

al2006) Kerusakan oksidatif yang diakibatkan oleh radikal bebas mempengaruhi

kondisi patologis berupa kerusakan sel jaringan dan berbagai organ seperti hati

ginjal dan jantung baik pada manusia maupun hewan Kerusakan ini dapat

berakhir pada kematian sel sehingga terjadi percepatan timbulnya berbagai

penyakit degeneratif (Kevin et al 2006 dan Valko et al 2007) MDA

merupakan metabolit hasil peroksidasi lipid oleh radikal bebas sehingga dapat

37

menggambarkan aktivitas radikal bebas dalam sel dan menjadi petunjuk terjadinya

stres oksidatif akibat radikal bebas (Asni 2009) Semakin tinggi kadar MDA

plasma maka semakin tinggi stres oksidatif yang terjadi dalam sel-sel tubuh

Peroksidasi lipid menghasilkan MDA dari radikal bebas akan selalu membentuk

reaksi berantai yang terus berlanjut sampai radikal bebas ini dihilangkan oleh

sistem antioksidan dari tubuh

MDA adalah hasil proksidasi lipid yang larut dalam air pada kondisi

normal MDA secara parsial diekskresikan melalui urine tetapi tidak diketahui

berapa jumlah MDA yang terbentuk dalam tubuh itu dapat dihilangkan oleh

ginjal MDA merupakan salah satu hasil dari peroksidasi lipid yang digunakan

sebagai indikator dari stres oksidatif (Hundekari et al 2013) Peningkatan

peroksidasi lipid mungkin disebabkan oleh inflamasi yang berkaitan dengan

infeksi virus dan menurunnya kadar antioksidan

Penelitian in vitro pada eritrosit manusia yang menyemprot pestisida

menunjukan peningkatan konsentrasi karbofuran meningkatkan kadar MDA

secara signifikan (Misrha et al 2013) yang mendapatkan kadar MDA pada darah

petani penyemprot pestisida lebih tinggi secara signifikan dibandingkan dengan

kontrol seperti ditunjukan pada Tabel 22

Paparan pestisida atrazine pada tikus dapat meningkatkan peroksidasi lipid

dan merusak membran di dalam sel yang dipapar Kandungan fosfolipid dan

kolesterol dalam membran eritrosit dapat diketahui dengan menggunakan teknik

scanning electron microscopy (SEM) dan dapat diketahui terjadi perubahan

morfologi dalam eritrosit yang sebanding dengan perubahan parameter biokimia

38

termasuk stres oksidatif (Singh et al2006) Kerusakan sel cedera irreversible sel

dan kematian sel dapat terjadi apabila stres oksidatif berlangsung lama

Tabel 22 Perbandingan profil biokimia antara kontrol

dan penyemprot pestisida

Parameters Controls(n=18)

Mean plusmnSD

Sprayers (n=50)

Mean plusmnSD

MDA (nmolTBARSml blood)

943 plusmn078

2630 plusmn202

CAT (μ mol H2O2 hydrolysed X

104mlg Hb)

1055plusmn1520

13569 plusmn 1234

SOD(μmol hydroysed X 104mlg

Hb)

329 plusmn 079 803 plusmn 246

Sumber Mishra et al 2013

26 Antioksidan

Antioksidan adalah molekul yang mampu memperlambat atau mencegah

oksidasi molekul lain (Chakraborty et al 2009) Antioksidan adalah senyawa-

senyawa yang dapat menunda atau menghambat terjadinya oksidasi biomolekul

dengan menghambat reaksi-reaksi oksidasi rantai oleh radikal bebas dan mampu

menurunkan kerusakan oksidatif (Jantan et al 2011) Antioksidan juga

didefinisikan sebagai senyawa yang mampu menunda memperlambat atau

menghambat reaksi oksidasi makanan maupun obat Antioksidan akan bereaksi

dengan oksidan sehingga mengurangi kapasitas oksidan untuk dapat menimbulkan

kerusakan (Shahidi 1997 dalam Asep et al 2012)

Antioksidan dalam sistem biologi baik antioksidan enzim maupun non

enzim melindungi sel dari kerusakan yang disebabkan oleh molekul-molekul yang

39

tidak stabil yang disebut radikal bebas Antioksidan membantu menghancurkan

radikal bebas yang merusak sel mendukung pertumbuhan sel-sel yang sehat

melindungi sel dari penuaan mendukung sistem imun dalam tubuh Antioksidan

bersifat sangat mudah teroksidasi atau bersifat reduktor kuat dibanding dengan

molekul lain sehingga keefektifan antioksidan tergantung dari seberapa kuat daya

oksidasinya semakin mudah teroksidasi maka semakin efektif antioksidan

tersebut Antioksidan mampu melindungi sel melawan kerusakan yang

ditimbulkan oleh radikal bebas dan SOR seperti singlet oksigen peroksi nitrit

superoksida radikal peroksida dan radikal hidroksil (Chaveri et al2008 )

Antioksidan dapat menunda atau mencegah terjadinya reaksi oksidasi

radikal bebas dan oksidasi lipid dalam konsentrasi yang lebih rendah dari substrat

yang dapat dioksidasi Suhartono et al (2008) menyatakan antioksidan dapat

diklasifikasikan dalam 5 tipe yaitu a) Antioksidan primer berupa senyawa-

senyawa fenol yang mampu memutus rantai reaksi pembentukan radikal bebas

asam lemak Senyawa ini memberikan atom hidrogen yang berasal dari gugus

hidroksi sehingga terbentuk senyawa yang stabil seperti BHA (butyl

hidroksilanisol) BHT (butyl hydrotoluen) dan tokoferol b) Antioksidan

perangkap oksigen yaitu senyawa-senyawa yang berperan sebagai pengikat

oksigen sehingga mencegah reaksi oksidasi Senyawa ini mengadakan reaksi

dengan oksigen yang berada dalam sistem sehingga jumlahnya berkurang seperti

vitamin C (asam askorbat) askorbil palminat asam eritorbat dan sulfit c)

Antioksidan sekunder adalah senyawa-senyawa yang mempunyai kemampuan

untuk berdekomposisi dengan hidroperoksida menjadi produk akhir yang stabil

40

d) Antioksidan enzim yaitu enzim yang berperan mencegah terbentuknya radikal

bebas seperti glukose oksidase superoksida dismutase (SOD) glutation

peroksidase (GPx) dan katalase (CAT) dan e) Antioksidan Chelators

sequestrants yaitu senyawa-senyawa yang mampu mengikat logam seperti besi

dan tembaga yang mampu mengkatalisis reaksi oksidasi lemak seperti asam sitrat

asam amino ethylenediaminetetra acetid acid (EDTA) dan fosfolipid

Antioksidan bereaksi dengan radikal bebas dengan mengurangi

konsentrasi oksigen mencegah pembentukan singlet oksigen yang reaktif

mencegah inisiasi rantai pertama dengan menangkap radikal primer seperti radikal

hidroksil mengikat katalis ion logam mendekomposisi produk-produk primer

radikal menjadi senyawa non-radikal dan memutus rantai hidroperoksida

sehingga mengurangi kapasitas radikal bebas untuk menimbulkan kerusakan

(Mardawati et al 2011)

Berdasarkan mekanisme kerjanya antioksidan dikelompokan menjadi 1)

Antioksidan primer yaitu antioksidan yang bereaksi dengan radikal lipid berenergi

tinggi untuk menghasilkan produk yang memiliki kestabilan termodinamis lebih

baik seperti golongan fenol (isoflavon) 2) Antioksidan sekunder yang juga

dikenal dengan antioksidan pencegah (Preventive Antioxidant) yang dapat

memperlambat reaksi inisiasi dengan cara memutus rantai hidroperoksida seperti

dilauril thio-dipropionate dan asam thiodipropionate Antioksidan golongan ini

adalah antioksidan yang berikatan dengan gugus thiol (Shahidi dan Naczk1995

dalam Mardawati et al 2011)

41

Antioksidan pemutus rantai adalah molekul kecil yang dapat menerima

dan memberi elektron dari atau ke radikal bebas sehingga membentuk senyawa

baru yang stabil seperti vitamin E dan vitamin C Sedangkan antioksidan logam

transisi terikat protein bekerja mengikat ion-ion logam Fe2+

dan Cu2+

seperti

flavonoid dapat mencegah radikal bebas Antioksidan jenis ini memperbaiki

kerusakan sel-sel dan jaringan yang disebabkan radikal bebas (Winarsi 2007)

Mekanisme kerja antioksidan senyawa fenolik adalah sebagai berikut

Radikal Lipida Antioksidan Radikal Antioksidan

ROO + AH ROOH + A

RO + AH ROH + A

R + AH RH + A

OH + AH H2O + A

Senyawa antioksidan (AH) dapat memberikan atom hidrogen secara cepat ke

radikal lipida (ROO RO R OH ) dan mengubahnya menjadi bentuk yang lebih

stabil Sementara turunan radikal antioksidan (A) yang dihasilkan lebih stabil

dibandingkan radikal lipida karena akan terjadi delokalisasi perbaikan elektron

dari ikatan rangkap pada cincin benzen sebagai indikasi oleh ikatan isomer

valensi

Peningkatan jumlah gugus hidroksil (alkil hidrogen pada struktur

kimianya) pada posisi para atau ortho seperti pada genistein dapat meningkatkan

aktivitas antioksidan isoflavon Antioksidan dapat menghambat oksidasi atau

42

menghentikan reaksi berantai pada radikal bebas dari lemak yang teroksidasi

dapat melalui empat macam mekanisme reaksi yaitu 1) Pelepasan hidrogen dari

antioksidan 2) Pelepasan elektron dari antioksidan 3) Adisi lemak ke dalam

cincin aromatik pada antioksidan dan 4) Pembentukan senyawa kompleks antara

lemak dan cincin aromatik dari antioksidan

Antioksidan dapat mencegah tidak terkontrolnya pembentukan radikal

bebas dan aktivitas SOR atau mencegah reaksinya dengan struktur biologi (Nisar

et al 2013) Status antioksidan baik yang endogen maupun yang eksogen yang

menurun dapat mengganggu keseimbangan redoks seluler dan kondisi patologis

akan menjadi karakteristik utama dan membentuk stres oksidatif pada sel maupun

jaringan

261 Antioksidan enzimatis

Di dalam sistem biologis sudah tersedia antioksidan berupa enzim

(antioksidan enzimatis) yaitu superoksida dismutase (SOD) katalase (CAT) dan

glutation peroksidase (GPx) Antioksidan-antioksidan ini bekerja dengan cara

mencegah pembentukan senyawa radikal bebas baru atau mengubah radikal bebas

yang telah terbentuk menjadi molekul yang kurang reaktif (Finosh dan Jayabalan

2013) Mekanisme kerja antioksidan enzimatik adalah mengkatalisir pemusnahan

radikal bebas dalam sel Aktivitas enzim intrasel SOD dan CAT mengkatalisasi

dismutasi superoksida dan hidrogen peroksida aktivitas GPx mereduksi hidrogen

peroksida dan peroksida organik menjadi air dan oksigen Aktivitas enzim

intrasel ini dapat dilihat pada Gambar 29

43

GPx merupakan enzim penangkal radikal bebas dengan dua cara yaitu

pertahanan terhadap oksidan dan dengan mengkatalisis peroksida menjadi air dan

oksigen GPx memerlukan glutation sebagai substrat terdapat dalam dua bentuk

yaitu glutation tereduksi atau GSH dan glutation teroksidasi atau GSSG Ketika

mengkatalisis perubahan hidrogen peroksida (H2O2) menjadi H2O GSH

dioksidasi menjadi GSSG kemudian GSSG dapat direduksi kembali oleh NADPH

untuk mendapatkan kembali GSH (Marciniak et al 2009)

Gambar 29

SOD dan CAT mengkatalisasi dismutasi superoksida dan hidrogen peroksida

(Finosh dan Jayabalan 2013)

Enzim GPx terdapat terutama dalam mitokondria merupakan enzim

scavenger terhadap hidrogen peroksida dan berperan utama dalam mengatur

konsentrasi H2O2 dan dan berbagai macam peroksida organik Aktivitas GPx yang

menurun menunjukkan terjadinya penurunan kapasitas menghilangkan H2O2 dan

terjadinya hidroperoksida lemak

44

Enzim GPx sangat berperan dalam pengaktifan kembali enzim

kolinesterase melalui 1) Pengaktifan AMP siklik yang secara langsung dapat

mengaktifkan enzim kolinesterase 2) keseimbangan NADP dan NADPH pada

jalur glikolisis aerobik dalam eritrosit sehingga eritrosit tidak rusak kerusakan

eritrosit dapat menurunkan produksi kolinesterase darah 3) peranan kofaktor

prostaglandin pada sintesis tromboksan A2 yang memacu trombogenesis dan

vasokonstriksi pembuluh darah bersamaan dengan terbentuknya tromboksan akan

diaktifkan cAMP yang secara langsung mengaktifkan kinase protein termasuk

kinase protein enzim kolinesterase 4) sebagai antioksidan yang dapat melindungi

sel termasuk eritrosit dari kerusakan akibat radikal bebas 5) sebagai kofaktor

proses oksidasi dealkilasi ikatan organofosfat dengan kolinesterase darah 6)

berperan sebagai detoksifikasi dalam tubuh dengan mereduksi radikal bebas

peroksida sekaligus membentuk peroksida lipid di dalam membran sel (Stranges

et al 2010)

GPx adalah enzim antioksidan yang dapat mendetoksifikasi hidrogen

peroksida dan lipid hidroperoksida dalam menurunkan glutation Di dalam darah

terdapat beberapa jenis GPx dua diantaranya adalah GPx seluler (cGPx) dalam sel

darah merah dan GPx ekstrasel (eGPx) terdapat dalam plasma GPx sebagai enzim

antioksidan bekerja menjadi peredam (quenching) radikal bebas dan berperan

dalam metabolisme xenobiotik yang ditemukan dalam sel (Sen et al 2010)

GPx dengan konsentrasi tinggi ditemukan dalam hepar dan sel darah

merah sedangkan pada jantung ginjal paru-paru adrenal lambung dan jaringan

adipose mengandung GPx dalam kadar sedang GPx kadar rendah ditemukan

45

dalam otak otot testis dan lensa mata GPx yang rendah berkorelasi dengan

gangguan yang berhubungan dengan radikal bebas (Judge et al 2005) Jika

antioksidan endogen gagal mengatasi produksi metabolit reaktif maka

antioksidan eksogen akan diperlukan untuk menyeimbangkan status redoks

(Noori 2012) Sumber makanan termasuk tanaman rempah-rempah vitamin dan

ekstrak herbal memainkan peran penting dalam hal ini

262 Antioksidan non enzimatis

Antioksidan non enzimatis disebut juga antioksidan sekunder atau

antioksidan eksogen (diperoleh dari luar) digolongkan menjadi dua golongan

yaitu yang larut dalam lemak seperti tokoferol karotenoid flavoniod quinon dan

bilirubin serta yang larut dalam air seperti asam askorbat asam urat protein

pengikat logam dan protein pengikat heme (Winarsi 2007) Antioksidan ini dapat

berupa bahan-bahan alami dan juga sintetis Antioksidan alami seperti vitamin

adalah campuran redoks yang seimbang dengan bentuk tereduksi dan teroksidasi

dan sebaliknya untuk antioksidan sintetis merupakan redoks yang tidak seimbang

bahkan menghasilkan radikal bebas yang pada beberapa kasus berbahaya (Rani

etal 2004)

Vitamin C merupakan antioksidan yang sangat penting dalam cairan

ekstra sel karena dapat menyerang radikal-radikal yang larut dalam darah dan

melindungi lemak plasma dari perusakan peroksidasi oleh radikal-radikal peroksil

Peran utama vitamin C adalah menetralisir radikal bebas yang ada di dalam dan

di luar sel Vitamin C merupakan sumber elektron pendonor bagi radikal bebas

(Nisar et al 2013) Vitamin C berperan positip dalam proses detoksifikasi

46

yang sangat diperlukan untuk sintesis kolagen dan pertumbuhan serta

pemeliharaan jaringan epitel Peranan vitamin C sebagai pembawa hidrogen yang

merupakan siklus esensial dalam metabolisme protein dan karbohidrat yang

berfungsi memelihara kekuatan pembuluh darah Vitamin C sangat penting untuk

melawan radikal bebas dalam cairan ekstra sel dan melindungi biomembran dari

peroksidasi Pemberian air kelapa dapat meningkatkan aktivitas GPx SOD dan

CAT pada pekerja terpapar merkuri karena air kelapa mengandung vitamin C

B1 B6 asam-asam amino metionin selenium dan mineral berfungsi melindungi

sel tubuh dari serangan radikal bebas dan mencegah efek paparan merkuri

(Zulaikhah et al 2013) Defisiensi antioksidan yang berupa vitamin C vitamin

E Se Zn dan glutation dalam derajat ringan hingga berat sangat berpengaruh

terhadap respon imun

Komponen kimia yang berperan sebagai antioksidan adalah senyawa

golongan fenolik dan polifenolik yang memiliki kemampuan untuk menangkap

radikal bebas Flavonoid merupakan golongan terbesar dari senyawa polifenol

yang sangat efektif digunakan sebagai antioksidan Senyawa-senyawa ini banyak

terdapat di alam terutama pada tumbuh-tumbuhan seperti teh buah-buahan

sayuran dan anggur (Ramle et al 2008)

Aktivitas antioksidan dari berbagai tanaman erat hubungannya dengan

kandungan fenolnya ada indikasi substansi fenol seperti flavonoid dan asam-

asam fenolat berpotensi lebih besar sebagai antioksidan dibandingkan dengan

vitamin C dan vitamin E Aktivitas antioksidan flavonoid tergantung pada

struktur molekulnya terutama gugus prenil (CH3)2C=CH-CH2 Department of

47

Environmental and Molecular Toxicology Oregon State University dalam

penelitiannya mendapatkan bahwa gugus prenil flavonoid dikembangkan untuk

pencegahan atau terapi terhadap penyakit-penyakit yang dihubungkan dengan

radikal bebas

Asupan antioksidan diperlukan untuk membantu mengembalikan

ketidakseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan endogen serta

mengurangi kerusakan oksidatif dalam tubuh Salah satu terapi antioksidan yang

digunakan adalah ekstrak kulit buah manggis (Garcinia mangostana L) Kulit

buah manggis memiliki kandungan xanthone yang tinggi sehingga memiliki

kemampuan untuk menangkap radikal bebas Gugus hidroksil (OH) yang dimiliki

oleh xanthone efektif mengikat radikal bebas dengan elektron yang tidak memiliki

pasangan Antioksidan ini bekerja dengan cara memotong reaksi oksidasi berantai

dari radikal bebas atau dengan cara menangkapnya sehingga radikal bebas tidak

akan bereaksi dengan komponen seluler dan kerusakan sel dapat dihindari

Makanan yang kaya antioksidan memegang peran dalam mencegah

penyakit-penyakit kanker dan penyakit penurunan fungsi otak Antioksidan dapat

mengurangi resiko penyakit kronis dan mencegah berbagai penyakit baik dengan

cara meningkatkan pertahanan antioksidan dalam tubuh atau dengan cara

mengkonsumsi makanan yang kaya antioksidan Mengkonsumsi antioksidan yang

ada dalam makanan sehari-hari dapat memberi perlindungan terhadap stres

oksidatif Hundekari et al (2013) mendapatkan perlakuan antioksidan dengan

dosis yang sesuai dapat menurunkan kerusakan oksidatif sehingga efektif untuk

memperbaiki kasus keracunan akut OPs

48

27 Manggis

271 Tumbuhan manggis

Tumbuhan manggis (Garcinia mangostana L) berasal dari Asia Tenggara

dan merupakan tumbuhan fungsional karena hampir semua bagian dari tumbuhan

ini dapat dimanfaatkan sebagai obat Manggis termasuk dalam family Guttiferae

dan merupakan species terbaik dari genus Garcia Buah manggis sering dijuluki

Queen of tropical fruit karena mempunyai rasa enak daging buah putih halus

bentuk buah bagus dan disukai banyak orang (Chaverri et al 2008) Manggis

sering disebut mangostin atau kadang-kadang disebut buah super dengan berbagai

karakteristik seperti rasa aroma kaya nutrisi dan daya antioksidan yang tinggi

Buah manggis (Garcinia mangostana L) merupakan buah yang eksotik

karena memiliki warna yang menarik dan kandungan gizi yang tinggi sehingga

buah manggis memiliki prospek yang cukup baik untuk dikembangkan

(Mardawati et al 2011) Tingkatan taksonomi tanaman manggis adalah sebagai

berikut (Prihatman 2000)

- Kingdom Plantae

- Divisi Spermathophyta (Tumbuhan berbiji)

- Sub Divisi Angiospermae (Berbiji tertutup)

- Kelas Dicotyledonae (Biji berkeping dua)

49

- Ordo Theales

- Famili GuttiferaeClusiaceae

- Genus Garcinia

- Spesies Garcinia mangostana L

Selain sebagai buah yang eksotik manggis juga mengandung berbagai senyawa

yang bermanfaat bagi tubuh seperti triterpenoid mangostin tannin resin

kalsium zat besi dan vitamin B1 Potensi manggis tidak hanya terbatas pada

buahnya saja tetapi juga hampir seluruh bagian tumbuhan manggis menyimpan

potensi yang sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia

Kulit buah manggis mengandung beberapa senyawa yang memiliki

aktivitas farmakologi seperti antiinflamasi antihistamin antibakteri anti penyakit

jantung antijamur bahkan untuk terapi HIV (Chaveri et al 2008) Senyawa

utama kandungan kulit buah manggis yang dilaporkan bertanggung jawab atas

beberapa aktivitas farmakologi adalah golongan xanthone yang meliputi

mangostin mangosterol mangostinon A dan B trapezifolixanthone tovophyllin

B dan beta mangostin garcinon B mangostanol flavonoid epikatekin dan

gartanin136-trihidoksi-7-metoksi-28-bis(3-metil-2-butenil)-9H-xanten-9-on(alfa

mangostin) dan 1367-tetrahidroksi-28-bis (3-metil-2-butenil)-9H-xanten-9-on

(gamma mangostin) yang sangat bermanfaat untuk kesehatan (Qosim 2007)

Kandungan antioksidan manggis banyak terdapat pada kulit buahnya

dikenal sebagai antioksidan yang efektif karena mengandung senyawa biologi

xanthones walaupun dapat juga ditemukan dalam semua bagian manggis baik

pada buah kulit buah kulit kayu maupun daunnya Senyawa xanthone hanya

50

dihasilkan oleh genus garcinia Xanthone memiliki struktur kimia yang unik

terdiri dari sistem aromatik trisiklik (C6-C3-C6) dengan kelompok isoprena

metoksil dan hidroksil terletak pada cincin A dan B sehingga senyawa xanthone

beragam Struktur umum xanthone dapat dilihat pada Gambar 210

Gambar 210

Struktur umum senyawa xanthone (Chaverri et al 2008)

Xanthone termasuk golongan senyawa flavonoid Senyawa ini memiliki

dua cincin benzene dan satu cincin piran Inti xanthone dikenal sebagai 9-

xanthenone atau dibenzo-c-pyrone Xanthone dapat diklasifikasikan ke dalam lima

kelompok yaitu oxygenated xanthone xanthone glycoside prenylated xanthone

xanthonolignoid dan miscellaneous xanthone Menurut Chaverri et al (2008)

terdapat 200 lebih xanthone yang tersedia di alam ini dan 50 diantaranya

terkandung dalam kulit buah manggis

Xanthone memiliki rumus molekul C13H8O2 sehingga memiliki massa

molar sebesar 196191 gram mol Dalam penamaan menurut IUPAC senyawa ini

diberi nama 9H-xanthen-9-one Uji aktivitas antioksidan kulit buah manggis

dengan menggunakan peroksinitrit sebagai radikal bebas diketahui bahwa 8-

hydroxycudraxanthone G gartanin α-mangostin γ-mangostin dan smeath-

xanthone A merupakan komponen yang memiliki aktivitas antioksidan terbesar

51

(Jung et al 2006) Senyawa xanthone yang banyak terdapat pada kulit manggis

yaitu α - dan γ - mangostin (Obolsky et al 2009)

Struktur kimia beberapa turunan xanthone seperti α mangostin β

mangostin dan γ mangostin dapat dilihat pada pada Gambar 211

(Chaivisuthangkura et al 2008)

α mangostin β mangostin γ mangostin

Gambar 211

Struktur Kimia beberapa derivat xanthone

(Chaivisuthangkura et al 2008)

Senyawa-senyawa xanthone juga mempunyai aktivitas antibakteri

melawan S Aureus strain yang resisten terhadap penicillin dan methicillin

aktivitas antifungi melawan F Oxiforum A Tenuls dan D Oryzae (Chomnawang

2007) Garcinia mangostana dan senyawa-senyawa xanthone α-mangostin

mendorong aktivitas antimikroba melawan P acnes dan S epidermis yang

merupakan agen etiologi kritis pada jerawat (Chomnawang et al 2007)

Senyawa alfa-mangostin sebagai turunan xanthone memiliki kemampuan

dalam menekan pembentukan senyawa karsinogen pada kolon Xanthone juga

52

bermanfaat mencegah pertumbuhan sel kanker dan tumor Kemampuan

antioksidannya bahkan melebihi vitamin C dan E yang selama ini dikenal sebagai

antioksidan yang paling efektif (Ummi dan Any 2014) Hasil penelitian Kosem

et al (2007) mendapatkan ekstrak metanol kulit buah manggis mengandung α

mangostin sebesar 2519 g100 g ekstrak

Moongkandi et al (2004) menyatakan kulit buah manggis bermanfaat

penting bagi kesehatan karena kaya akan antioksidan seperti xanthone dan

antosianin Antosianin merupakan salah satu antioksidan kuat yang mampu

mencegah berbagai kerusakan akibat stress oksidatif sehingga mampu melindungi

sel dari radikal bebas Penelitian lain juga mendapatkan bahwa xanthone dari

manggis memiliki aktivitas antioksidan antitumor antiinflamasi antialergi

antifungi dan antibakteri (Suksamrarn et al 2006 dan Chaverri et al 2008)

Garcinia mangostana memiliki aktivitas antioksidan yang signifikan pada

IC50 sebesar 613 μgml juga efektif dalam scavenging radikal bebas dan bisa

mengurangi produksi cytokine sebagai suatu proinflamasi Senyawa xanthone

pada kulit buah manggis merupakan antioksidan tingkat tinggi karena kandungan

antioksidannya 667 kali dari wortel dan 83 kali jeruk (Qosim 2007)

Antioksidan yang terkandung dalam kulit buah manggis didominasi oleh

senyawa fenol yaitu xanthone Kadar xanthone dalam manggis berbeda-beda

tergantung pada kualitas buah yang terbesar didapatkan pada buah dengan kulit

burik atau kasar yakni sebesar 23544 μgg ekstrak sedangkan pada buah besar

dengan kulit mulus mengandung kadar xanthone sebesar 18502 μgg ekstrak

buah kecil sebesar 20434 μgg dan buah dengan kulit mengandung getah kuning

53

15289 μgg ekstrak Xanthone dalam kulit buah yang mengandung getah kuning

berperan dalam mekanisme pertahanan mencegah terjadinya stres akibat serangan

hama atau kerusakan fisik (Arsana 2014)

Xanthone sebagai antioksidan akan memutus rantai reaksi oksidasi radikal

bebas untuk mencegah reaksi oksidasi dengan reaksi reduksi yang melibatkan

hidrogen Keterlibatan hidrogen dalam reaksi-reaksi reduksi dapat menghambat

reaksi oksidasi antara radikal bebas dengan oksigen Kadar Oxygen Radical

Absorbance Capacity (ORAC) dari xanthone mencapai 17000-20000 ORAC per

100 ons kulit manggis lebih besar dari wortel dan jeruk yang kadar ORAC-nya

hanya 300 dan 2400 (Fanany 2013) Manfaat yang demikian besar menyebabkan

xanthone sangat dibutuhkan dalam tubuh sebagai penyeimbang prooksidan

Prenilasi xanthone juga mempunyai efek penghambat terhadap M Tuberculosis

Alfa-mangostin yang merupakan derivat xanthone didapatkan mempunyai potensi

sebagai antimikroba (Suksamrarn et al 2006) Selain itu kulit buah manggis

juga mengandung beberapa senyawa lain seperti yang tertera pada Tabel 23

Tabel 23

Komposisi Tepung Kulit Buah Manggis

Sumber Shahidi 1997 dalam Ummi dan Any 2014

No Komponen Kadar ( bk)

1

Air 900

2 Abu 258

3 Gula 692

4 Protein 269

5 Serat Kasar 3005

6 Lainnya (Tanin lemak dll) 4876

54

272 Ekstrak kulit buah manggis

Ekstrak kulit buah manggis mengandung berbagai senyawa yang diduga

bekerja sebagai antioksidan dengan cara mendonorkan elektronnya kepada radikal

bebas sehingga mencegah terjadinya peroksidasi lipid baik pada tahap inisiasi

propagasi maupun pada tahap terminasi (Middleton et al 2000) Senyawa-

seyawa ini bekerja sebagai sinyal yang akan mengaktivasi nuclear factor

erythroid 2- related factor 2 (Nrf2) yang terikat pada Kelch-like ECH-associated

protein-1 (Keap1) dalam sitoplasma sehingga mengalami disosiasi dan translokasi

menuju nukleus Dalam nukleus Nrf2 berasosiasi pada bagian promoter gen yang

disebut Antioxidant Respone Element (ARE) sehingga memicu ekspresi gen

penyandi antioksidan Senyawa yang terkandung dalam ekstrak kulit buah

manggis disamping bekerja sebagai antioksidan dengan cara mendonorkan

elektronnya kepada radikal bebas juga dapat menstimulasi ekspresi gen penyandi

antioksidan melalui aktivasi Nrf2 Salah satu stimulan tersebut adalah golongan

fenol (Inoue 2001) Ekstrak kulit buah manggis dapat mengatur aktivitas catalase

dalam aktivitasnya sebagai scavenger H2O2 atau mengatur gen Nrf-2 (Bartz et

al 2010) Hal ini sesuai dengan yang didapatkan dalam penelitian

Weecharangsan et al (2006) aktivitas ekstrak air dan ekstrak etanol kulit buah

manggis berperan sebagai scavenger H2O2

Skrining fitokimia dilakukan untuk memberikan gambaran tentang

golongan senyawa yang terkandung dalam ekstrak etanol kulit buah manggis

Hasil uji skrining fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak etanol kulit buah

manggis mengandung senyawa golongan alkaloid triterpenoid saponin

55

flavonoid tannin dan polifenol (Kristianti et al 2008) Polifenol adalah senyawa

fenolik yang memiliki lebih dari satu gugus hidroksil (OH) golongan senyawa ini

terdapat pada berbagai jenis tumbuhan yang mempunyai berbagai macam aktivitas

biologi salah satunya adalah aktivitas antioksidan (Scalbert et al 2005)

Polifenol banyak ditemukan dalam buah-buahan sayuran dan biji-bijian

yang merupakan sumber antioksidan alami Senyawa polifenol terdiri dari

beberapa subkelas yakni flavonol isoflavon (dalam kedelai) flavanon

antosianidin katekin dan biflavan Semua polifenol mampu menjadi perangkap

oksigen dan radikal alkil dengan memberikan donor elektron sehingga terbentuk

radikal fenoksil yang relatif stabil (Mokgope 2006) Senyawa-senyawa polifenol

alami secara langsung sebagai scavenger SOR dan secara tak langsung melindungi

aktivitas beberapa enzim sehingga berpotensi meningkatkan antioksidan endogen

(Masella et al 2005) Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Martin et al

(2010) yang mendapatkan CPE (cocoa polyphenolic extrac) yang mengandung

senyawa-senyawa flavonoid seperti katecin epikatecin dan prosianidin

meningkatkan aktivitas GPx dan glutation reduktase (GR) Senyawa-senyawa ini

mereduksi produksi SOR dan mengatur aktivitas antioksidan enzim Peningkatan

aktivitas enzim antioksidan dapat digunakan sebagai terapi penyakit-penyakit

yang disebabkan oleh stress oksidatif

Senyawa fenol sebagai antioksidan tergantung dari beberapa faktor seperti

ikatan gugus hidroksil pada cincin aromatik posisi ikatan posisi hidroksil bolak

balik pada cincin aromatik dan kemampuannya dalam memberi donor hidrogen

atau donor elektron serta kemampuannya dalam memerangkap radikal bebas (free

56

radical scavengers) Palakawong et al (2010) mendapatkan daya antioksidan

ekstrak kulit buah manggis sebesar 594 microgml yang dianalisis dengan metode

DPPH Ekstrak kulit manggis mengandung total fenol yang cukup tinggi yaitu

sebesar 4112 mgg dengan aktivitas antioksidannya sebesar 8442 (Dyahnugra

et al 2015) Ekstrak etanol kulit buah manggis menunjukkan aktivitas yang

signifikan dalam menghambat pembentukan 50 radikal menghambat radikal

superoxide (O2-) mereduksi produksi ROS dan dapat menangkap radikal

hidroksil (OH-) (Chomnawang et al 2007)

Senyawa flavonoid adalah senyawa-senyawa polifenol yang memiliki 15

atom karbon (C6-C3-C6) terdiri dari dua cincin benzena yang dihubungkan

menjadi satu oleh rantai linier yang terdiri dari tiga atom karbon Flavonoid

dalam ekstrak kulit buah manggis berperan membasmi radikal bebas dengan

berbagai cara misalnya dengan menghambat enzim yang bertanggung jawab

memproduksi anion superoksida yaitu xantin oksidase ada juga dengan

menyumbangkan elektronnya ke radikal superoksida atau radikal lipid agar stabil

(Smith et al 2005)

Ekstrak kulit buah manggis baik dengan pelarut air etanol 50 etanol

95 dan etil asetat menunjukan aktivitas antioksidan dan neuroprotektif

(Weecharangsan et al 2006) Kapasitas antioksidan ekstrak air dan etanol 50

diuji dengan metoda DPPH didapatkan masing-msing sebesar 3498 dan 3076

Kapasitas antioksidan ekstrak ini sudah dicobakan pada sel neuroblastoma

(NG108-15) yang terpapar hidrogen peroksida (H2O2) kedua ekstrak ini

memperlihatkan aktivitas neuroprotektif dengan konsentrasi 50 lgmL Aktivitas

57

neuroprotektif ekstrak etanol 50 kulit buah manggis lebih tinggi dibandingkan

dengan ekstrak air Ekstrak etanol kulit buah manggis juga mempunyai aktivitas

antioksidan yang signifikan sebagai penghambat pembentukan radikal DPPH

(Chomnawang et al 2007)

Ekstrak kulit buah manggis diketahui memiliki daya antioksidan sangat

kuat hal ini dibuktikan dengan menggunakan fraksi pelarut metanol etanol dan

etil asetat semuanya memiliki daya antioksidan EC50 kurang dari 50 Fraksi

metanol mempunyai nilai EC50 yang paling kecil dibanding dengan kedua

fraksi lainnya masing-masing 800 mgL 926 mgL dan 2948 mgL ini berarti

fraksi metanol mempunyai aktivitas antioksidan yang lebih besar dibandingan

dengan fraksi etanol dan etil asetat (Mardawati et al 2011) Hal ini didukung

oleh Li dan Xu (2015) yang menyatakan ekstrak metanol kulit buah manggis

mempunyai aktivitas antioksidan yang kuat karena kandungan polifenolnya sangat

tinggi

Senyawa fenol banyak ditemukan pada berbagai tanaman Senyawa ini

telah dieksploitasi secara intensif karena selain berfungsi sebagai antioksidan juga

memiliki berbagai fungsi biologi seperti anti mutagenik dan anti karsinogenik

Antioksidan alami yang terdapat dalam tanaman akan meredam radikal bebas

yang berbahaya dari tubuh Senyawa-senyawa polifenol dari tanaman seperti

flavonoid digambarkan sebagai peredam SOR Ekstrak kulit buah manggis dapat

mengurangi produksi SOR intrasel secara signifikan yang ditentukan dengan 27-

dichlorofluorescein diacetate (DCFH-DA) dalam SKBR3 saluran sel

(Moongkarndi et al 2004) Aktivitas radikal hidroksil (HO-) diperangkap oleh

58

xanthone yang diisolasi dari beberapa ekstrak kulit buah manggis (Chin et al

2008) Xanthone dapat diklasifikasikan ke dalam lima kelompok yaitu

oxygenated xanthone xanthone glycoside prenylated xanthone xanthonolignoid

dan miscellaneous xanthone Saat ini sekitar 1000 xanthone berbeda telah

diketahui (Chaverri et al 2008)

Kulit buah manggis mengandung 90 xanthone terutama α dan β

mangostin yang disebut panaxanthone dapat memulihkan sistem pertahanan

antioksidan endogen seperti aktivitas SOD GPx dan kadar GSH secara invitro

dan in vivo memecah langsung SOR untuk mengurangi penipisan GSH dan

meghambat peroksidasi lipid Efek protektif α mangostin diduga terhadap stress

oksidatif dimediasi melalui jalur Nrf2 (Jung et al 2006) Ekstrak kulit buah

manggis dapat menurunkan MDA meningkatkan SOD dan GPx pada tikus yang

mengalami peningkatan MDA serta penurunan SOD dan GPx karena perlakuan

latihan (Arsana 2013) Hal yang sama didapatkan oleh Sudjarwo dan

Koerniasari (2015) bahwa pemberian ekstrak kulit buah manggis dapat

meningkatkan aktivitas GPx dan SOD ginjal tikus yang menurun karena diberi

perlakuan logam berat timbal mungkin disebabkan oleh kemampuan ekstrak

kulit buah manggis mengurangi akumulasi radikal bebas

Skrining fitokimia ekstrak kulit manggis juga menunjukkan bahwa kulit

buah manggis mengandung senyawa metabolit sekunder berupa golongan alkaloid

saponin tanin polifenol dan flavonoid (Poeloengan dan Praptiwi 2010)

Saponin merupakan zat aktif yang dapat meningkatkan permeabilitas membran

sehingga terjadi hemolisis sel Apabila saponin berinteraksi dengan sel bakteri

59

maka bakteri tersebut akan rusak atau lisis sedangkan flavonoid merupakan

kelompok senyawa fenol yang mempunyai kecenderungan untuk mengikat

protein sehingga mengganggu proses metabolisme bakteri tersebu Senyawa-

senyawa fenolik dapat bereaksi dengan senyawa oksigen reaktif disebabkan

oleh satu atau dua gugus hidroksil pada cincin aromatik dapat berperan sebagai

donor hidrogen (Dungir et al 2012)

Tanin dalam konsentrasi rendah mampu menghambat pertumbuhan

bakteri sedangkan pada konsentrasi tinggi mampu bertindak sebagai antibakteri

dengan cara menggumpalkan protoplasma bakteri sehingga terbentuk ikatan yang

stabil dengan protein bakteri Selain itu pada saluran pencernaan tanin mampu

mengeliminasi toksin (Poeloengan dan Praptiwi 2010)

Flavonoid merupakan golongan senyawa yang mempunyai kemampuan

sebagai antioksidan Flavonoid juga berperan mengaktifkan enzim kunci dalam

respirasi mitokondria dan melindungi sel neuron sehingga mencegah stres

oksidatif dan kerusakan jaringan Asupan flavonoid berperan sebagai

neuroprotektif berpotensi melindungi neuron dari neurotoksin meningkatkan

fungsi memori pembelajaran dan kognitif (Spencer 2009)

Uji daya antioksidan ekstrak kulit manggis buah dilakukan oleh Lin et al

(2014) menggunakan DPPH Radikal bebas DPPH (DPPHbull) mungkin akan

ditangkap oleh antioksidan dengan memberikan atom hidrogen (Hbull) membentuk

molekul stabil DPPH-H mekanismenya seperti tampak pada Gambar 212

Gambar ini menunjukkan reaksi antara γ-mangostin dengan DPPH akan

menghasilkan senyawa yang stabil sehingga tidak akan terjadi reaksi rantai yang

60

akan menghasilkan radikal-radikal lain yang lebih reaktif Dalam molekul γ-

mangostin gugus ortho-dihidroksil menjadi homolysis menghasilkan radikal

hidrogen (Hmiddot) dan radikal γ-mangostinmiddot (I) Hmiddot kemudian bergabung dengan

DPPHmiddot membentuk molekul DPPH-H dan radikal γ-mangostin menjadi (II)

yang selanjutnya dapat menghasilkan radikal hidrogen (Hmiddot) melebihi yang

diperlukan oleh radikal DPPH (DPPHmiddot) untuk membentuk quinone (III) Hasil ini

mengindikasikan bahwa ekstrak kulit buah manggis sebagai sumber antioksidan

yang baik dengan cara mendonasikan elektron kepada radikal bebas untuk

membentuk produk stabil sehingga tidak menimbulkan reaksi berantai

Gambar 212

Reaksi γ mangostin dengan DPPH sebagai radikal bebas

Lin et al (2014)

61

62

63

Page 19: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pestisida...pestisida menginduksi produksi serotonin dan histamin, sebagai hormon yang memicu reaksi alergi dan dapat menimbulkan senyawa baru yang lebih

27

Pengaruh imunotoksik OPs dapat terjadi secara langsung maupun tidak

langsung Secara langsung adalah dengan 1) menghambat hidrolase serin atau

esterase dalam sistem imun 2) kerusakan oksidatif pada organ-organ sistem

imun 3) perubahan dalam cara sinyal transduksi pada kontrol poliferasi dan

diferensiasi sel kekebalan Secara tidak langsung OPs menyebabkan perubahan

pada sistem saraf atau efek kronik dari perubahan metabolisme pada sistem imun

(Elersek dan Filipic 2012) Pestisida OPs dapat mengganggu sistem kekebalan

tubuh dan memberikan efek immunotoksik melalui kedua jalur anti kolinergik

dan non kolinergik

OPs menginduksi peningkatan stres oksidatif yakni ketidakseimbangan

antara antioksidan dan radikal bebas Pestisida OPs dapat merusak keseimbangan

antara prooksidan dan antioksidan dalam tubuh juga merusak membran lipid

sebagai hasil peroksidasi lipid

Malation dan klorfirifos yang merupakan pestisida OPs mempunyai

pengaruh yang beragam pada sel seperti menghasilkan ROS radikal bebas dan

menginduksi stres oksidatif intra sel sehingga mengganggu perkembangan dan

deferensiasi sel normal (Bebe dan Panemangalore 2003) Peningkatan ROS dan

radikal bebas dapat menyebabkan terjadinya kondisi stres oksidatif serta memicu

terjadinya peroksidasi lipid pada membran sel yang akan menghasilkan

malondialdehid (MDA) Peroksidasi lipid ini dapat terjadi karena pengaruh

menipisnya sistem antioksidan baik antioksidan enzimatik maupun non enzimatik

oleh paparan pestisida OPs (Khan dan Kour 2007)

28

Perusakan membran sel oleh radikal bebas melalui beberapa proses yaitu

1) Terjadi ikatan kovalen antara radikal bebas dengan komponen komponen

membran (enzim membran komponen karbohidrat membran plasma) sehingga

terjadi perubahan struktur dan fungsi reseptor 2) Oksidasi gugus tiol pada

komponen membran oleh radikal bebas mengganggu proses transport lintas

membran 3) Reaksi peroksidasi lipid dan kolesterol serta membran yang

mengandung asam lemak tidak jenuh majemuk (PUFA) (Suhartono et al 2008)

OPs dapat mendorong terjadinya stres oksidatif dan meningkatkan kadar

MDA sebagai produk akhir dari peroksidasi lipid pada petani penyemprot yang

terpapar pestisida OPs karbamat dan organoklorin (Prakasam et al 2001) Hal

ini didukung oleh Vidyasagar et al(2004) yang mendapatkan kadar MDA pada

pasien keracunan OPs (67 nMml) lebih tinggi dan berbeda nyata dibandingkan

dengan kontrol (36 nMml) OPs triklorfos dan dimetoat mendorong terjadinya

peroksidasi lipid yang ditunjukan dengan meningkatnya MDA (Sharma et al

2005) OPs berperan sebagai inhibitor enzim kolinesterase dan menginduksi

peningkatan stres oksidatif yaitu ketidakseimbangan antara antioksidan dan

radikal bebas (Patil et al 2003) Kerusakan oksidatif membran lipid eritrosit

dan protein mencerminkan terjadinya reaksi serupa pada myocyte Radikal bebas

yang merusak myocyte juga menyebabkan melemahnya otot pada penderita OPs

akut

Keracunan OPs pada sistem respirasi mengakibatkan bronko konstriksi

dengan sesak nafas dan peningkatan sekresi bronkus Pada umumnya gejala ini

29

timbul dengan cepat dalam waktu 6-8 jam tetapi bila paparan berlebihan dapat

menimbulkan kematian dalam beberapa menit

OPs juga menunjukan efek genotoksisitas (DNA) pada saat sel hidup

kemudian saat replikasi sel dan berakhir pada mutagenitas dan karsinogenitas

Genotoksisitas dihasilkan karena reaksi OPs dengan DNA sehingga DNA rusak

berupa penyimpangan kromosom OPs juga menunjukan efek karsinogenitas

meliputi perubahan sel normal menjadi sel neoplastik dan berkembang lebih lanjut

menjadi tumor (Hodgson 2004)

22 Asetilkolinesterase (AChE)

Kolinesterase merupakan katalis biologis yang berperan menjaga agar otot

kelenjar dan sel saraf bekerja harmonis Jika aktivitas kolinesterase jaringan

tubuh menurun maka dapat mempengaruhi aktivitas asetilkolinesterase saraf

sehingga asetilkolin (ACh) akan menumpuk di bagian ujung saraf dan menganggu

aliran impuls saraf akhirnya terjadi paralisis otot (Depkes RI 2007)

Kolinesterase merupakan suatu enzim dengan berat molekul sekitar 3000000 dan

mempunyai 48 bagian aktif yang masing-masing terdiri dari satu bagian anionik

dan satu bagian esteratik (protenated acidic group)

AChE adalah suatu serine hidrolase termasuk dalam kelompok esterase

yang mempunyai banyak sel satu AChE berperan sangat penting dalam tubuh

yaitu menghidrolisis neurotransmitter asetilkolin (ACh) menjadi asam asetat dan

kolin pada saraf sinapsis Kelompok ini berbeda dengan jenis ester karbosiklik

Aktivitas AChE yang terhambat oleh OPs pada CNS menyebabkan

30

terakumulasinya ACh dan menimbulkan gejala seperti sakit kepala meningkatnya

produksi ludah pernafasan terganggu dan dapat menyebabkan kematian (Du et

al 2008) AChE mempunyai dua sisi pengikatan yaitu daerah anionik dan daerah

esteratik keduanya penting untuk degradasi ACh

ACh adalah suatu hormon neuro yang terdapat diantara ujung-ujung saraf

dan otot sebagai media kimia yang berfungsi meneruskan rangsangan saraf ke

reseptor sel-sel otot dan kelenjar ACh dibuat di dalam ujung serabut saraf

motorik melalui proses asetilasi dari kolin ekstra sel dan koenzim A (Erwin dan

Kusuma 2012) Daerah anionik berfungsi untuk pengikatan sebuah molekul

ACh pada enzim Saat ACh terikat reaksi hidrolisis terjadi pada sisi aktif

esteratik ACh akan terurai menjadi kolin dan asam asetat Kolin kemudian

diambil lagi melalui sistem uptake kolin berafinitas tinggi pada membran

presinaps Proses hidrolisis ACh menjadi kolin dan asam asetat dapat dilihat pada

Gambar 28

Gambar 28

Reaksi hidrolisis ACh menjadi asam asetat dan kolin pada

sisi anion dan ester dari enzim asetilkolinesterase (Wiener dan

Hoffman 2004)

31

Penurunan aktivitas kolinesterase darah seseorang terjadi karena adanya

OPs dalam darah yang membentuk senyawa phosphorilated cholinesterase

sehingga enzim kolinesterase tidak dapat berfungsi lagi dan kadar aktif dari enzim

tersebut akan berkurang hal ini menyebabkan ACh lebih lama berada pada

reseptor sehingga memperpanjang efek rangsang saraf cholinergic pada sebelum

dan sesudah ganglion Rangsangan saraf yang terus-menerus akan merusak fungsi

saraf dan muncul dalam bentuk kelemahan otot mual-mual muntah hipersalivasi

tremor dan paralisis (Bajgar 2004) Akumulasi ACh yang menyebabkan

terjadinya disfungsi sistem saraf dan perilaku akan memicu kerusakan pada

sistem pernafasan yang akhirnya dapat menyebabkan kematian Sistem saraf yang

terganggu akibat penumpukan ACh menyebabkan terganggunya pasokan nutrisi

dan oksigen ke seluruh sel dan jaringan sehingga menghambat pertumbuhan

organisme (Robert 2011) Rangsang yang ditimbulkan oleh asetilkolin akan

berhenti bila ACh dihidrolisis menjadi kolin dan asam asetat oleh AChE

Aktivitas AChE yang terhambat menyebabkan ACh tidak dapat

dihidrolisis sehingga impuls saraf dari satu sel ke sel yang lain atau ke efektor

akan terganggu Petani yang terpapar OPs dengan dosis rendah dalam jangka

waktu lama juga menunjukan penurunan Superoxyde dismutase (SOD) dan

glutation reduktase OPs yang terakumulasi bertahun-tahun pada penyemprot

pestisida berbanding lurus dengan penurunan AChE dan berbanding terbalik

dengan Glucose-6-phosphate dehydrogenase (G6DPH)

32

23 Radikal Bebas

Radikal bebas adalah sekelompok spesies kimia baik berupa atom maupun

molekul yang memiliki elektron tidak berpasangan pada lapisan luarnya Radikal

bebas juga merupakan suatu kelompok spesies kimia dengan reaksi jangka pendek

yang memiliki satu atau lebih elektron bebas sehingga sangat reaktif mempunyai

spesifitas kimia yang rendah sehingga dapat bereaksi dengan berbagai molekul

lain seperti protein lemak karbohidrat dan DNA (Droge 2007)

Radikal bebas diartikan sebagai molekul yang relatif tidak stabil

mempunyai satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan pada orbit luarnya

bersifat reaktif dalam mencari pasangan elektronnya Radikal bebas dalam tubuh

akan segera bereaksi dengan molekul lain sehingga terjadi reaksi berantai yang

disebut peroksidasi lipid dan menghasilkan radikal bebas baru sehingga jumlah

radikal bebas terus bertambah (Marinajati et al 2012) Radikal bebas bersifat

tidak stabil sehingga tidak dapat mempertahankan bentuk aslinya dalam waktu

lama karena segera akan berikatan dengan molekul lain di sekitarnya Radikal

bebas akan menyerang molekul stabil yang terdekat dan mengambil elektronnya

Molekul yang terambil elektronnya ini akan menjadi radikal bebas baru sehingga

akan memulai suatu reaksi berantai yang pada akhirnya akan menyebabkan

kerusakan sel (Droge 2007)

Kelompok radikal bebas antara lain anion superoksida (O2) radikal

hidroksil (OH) dan radikal peroksil (RO2) sedangkan kelompok non radikal

misalnya hidrogen peroksida (H2O2) dan peroksida organik (ROOH) (Halliwell

dan Whiteman 2004) Radikal superoksida ( O2 -) merupakan bentuk yang paling

33

aktif yang paling banyak dihasilkan oleh berbagai mekanisme di dalam tubuh

seperti mitokondria sistem enzim NADPH oksidase reaksi dari xanthin oksidase

dan metabolisme asam arakidonat

Radikal bebas yang terbentuk di dalam tubuh (radikal bebas internal)

merupakan bagian integral dari proses fisiologis seperti saat pembentukan energi

dalam mitokondria melalui oksidasi fosforilasi Sumber radikal bebas internal

antara lain 1) Organ subseluler seperti mitokondria kloroplas mikrosom

peroksisom dan nuklei menghasilkan O2- 2) inflamasi selama inflamasi terjadi

fagositosis oleh makrofag dan metrofil keduanya membentuk radikal bebas

untuk memfagositosis bakteri 3) ion logam transisi Fe dan Cu berperan

membentuk radikal bebas dan menimbulkan peroksidasi lipid 4) oksidasi

enzimatik seperti xanthin oksidase dan lipoksigenase (Droge 2007) Radikal

bebas dapat juga berasal dari luar tubuh (radikal bebas eksternal) Sumber radikal

bebas eksternal antara lain polusi lingkungan (asap rokok asap kendaraan asap

pabrik) aktivitas fisik yang berlebih sinar ultra violet dari matahari radiasi obat-

obatan dan pestisida

Radikal bebas dapat terbentuk dari senyawa lain yang sebenarnya bukan

radikal bebas tetapi mudah menjadi radikal bebas misalnya hidrogen peroksida

(H2O2) dan ozon Kedua kelompok senyawa ini sering diistilahkan sebagai

Reactive Oxygen Species (ROS) atau senyawa Oksigen Reaktif (SOR) Sel-sel

hidup dari organisme aerob secara kontinyu membentuk SOR sebagai bagian dari

proses fisiologi metabolik dan reaksi-reaksi biokimia lainnya

34

SOR adalah kelompok senyawa yang sebenarnya bukan radikal bebas

tetapi mudah berubah menjadi radikal bebas (Droge 2007) SOR dihasilkan dalam

proses metabolisme oksidatif dalam tubuh misalnya pada proses oksidasi makanan

menjadi energi SOR diproduksi dalam jumlah yang cukup dalam tubuh seperti

sel darah putih menghasilkan H2O2 yang berfungsi untuk membunuh beberapa

jenis bakteri dan jamur namun H2O2 tidak menyerang secara spesifik sehingga

dapat menyerang asam-asam lemak tidak jenuh ganda atau polyunsaturated fatty

acid (PUFA) dari membran sel yang menyebabkan kerusakan struktur dan fungsi

sel (Winarsi 2007) SOR terbentuk sebagai produk samping reaksi oksidasi

fosforilasi untuk membentuk energi berupa Adenosine Tri Phosphate (ATP)

dalam rantai transport elektron pada mitokondria Proses tersebut membutuhkan

O2 tetapi tidak semua O2 berikatan dengan hidrogen untuk membentuk air sekitar

4 sampai 5 dari oksigen yang dikonsumsi berubah menjadi SOR (Marciniak

et al 2009) SOR seperti radikal super oksida (SOO-) dan radikal hidroksil

(OH-) yang dihasilkan oleh metabolisme sel yang normal maupun lingkungan

yang stres dapat menyebabkan sel-sel mati melalui peroksidasi lipid oksidasi

protein menghambat aktivitas enzim-enzim perubahan reduksi oksidasi intra sel

dan kerusakan DNA Hal ini menunjukkan bahwa SOR terlibat dalam timbulnya

beberapa penyakit dan proses penuaan

Organofosfat merupakan senyawa toksik yang mempunyai kemampuan

membentuk radikal bebas pada sistem biologi (Nur et al 2010) Reaksi radikal

bebas dengan komponen sel baik komponen struktural (molekul penyusun

membran) maupun komponen fungsional yaitu enzim dan DNA dapat merusak

35

sel melalui oksidasi lipid tidak jenuh dan protein sel (Zakaria 1996 dalam

Mardawati et al 2011) Kerusakan lebih lanjut pada organ sel adalah kerusakan

DNA dan membran sel Mekanisme tersebut menunjukan bahwa radikal bebas

dapat mempengaruhi timbulnya berbagai jenis penyakit degeneratif seperti

aterosklerosis Penelitian Amran et al (2009) mendapatkan ada korelasi yang

signifikan antara kerusakan DNA dengan perkembangan aterosklerosis dan

meningkatnya jumlah pasien Coronary Artery Disease (CAD)

24 Stres Oksidatif

Radikal bebas dalam jumlah tertentu di dalam tubuh dapat dinetralisir oleh

antioksidan endogen Antioksidan endogen utama pada sel-sel tubuh adalah

enzim SOD (Superoksida dismutase) glutation reduktase dan glutation

peroksidase (GPr dan GPx) serta catalase (CAT) Pembentukan radikal bebas

yang melebihi kemampuan aktivitas antioksidan endogen menyebabkan jumlah

keseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan akan terganggu Apabila

jumlah radikal bebas terus bertambah sedangkan jumlah antioksidan endogen

tetap maka kelebihan radikal bebas tidak dapat dinetralkan akibatnya radikal

bebas bereaksi dengan komponen-komponen sel dan menyebabkan kerusakan sel

Peningkatan jumlah radikal bebas atau oksidan menyebabkan timbulnya

suatu keadaan yang disebut stres oksidatif Stres oksidatif adalah suatu keadaan

ketidak seimbangan antara radikal bebas dan antioksidan dimana jumlah radikal

bebas lebih besar dari antioksidan Stres oksidatif adalah suatu keadaan patologis

yang disebabkan oleh kerusakan jaringan di dalam tubuh karena peningkatan

36

jumlah radikal bebas yang tidak normal (Halliwel 2006) Radikal bebas yang

jumlahnya jauh lebih banyak dari antioksidan akan bereaksi dengan cepat dan

merusak bermacam-macam substrat di dalam tubuh termasuk komponen-

komponen sel protein asam lemak tak jenuh ganda karbohidrat dan asam-asam

nukleat hal ini mengakibatkan berkembangnya penyakit kronik Serangan oksidan

terhadap asam lemak tidak jenuh sebagai komponen penting penyusun membran

sel dapat menimbulkan reaksi rantai yang disebut peroksidasi lipid Proses

tersebut mengakibatkan terputusnya ikatan dalam asam-asam lemak menjadi

berbagai senyawa yang toksik terhadap sel seperti malondialdehid (MDA) dan 9-

hidroksi nonenal MDA yang dihasilkan kemudian dilepaskan ke darah sehingga

kadar MDA di dalam darah dapat dijadikan sebagai penanda tidak langsung

adanya peroksidasi lipid dan peningkatan SOR

25 Malondialdehid (MDA)

Peningkatan stres oksidatif berdampak negatif pada beberapa komponen

penyusun membran sel yaitu kerusakan pada membran lipid membentuk

malondialdehida (MDA) kerusakan protein karbohidrat dan DNA (Kevin et

al2006) Kerusakan oksidatif yang diakibatkan oleh radikal bebas mempengaruhi

kondisi patologis berupa kerusakan sel jaringan dan berbagai organ seperti hati

ginjal dan jantung baik pada manusia maupun hewan Kerusakan ini dapat

berakhir pada kematian sel sehingga terjadi percepatan timbulnya berbagai

penyakit degeneratif (Kevin et al 2006 dan Valko et al 2007) MDA

merupakan metabolit hasil peroksidasi lipid oleh radikal bebas sehingga dapat

37

menggambarkan aktivitas radikal bebas dalam sel dan menjadi petunjuk terjadinya

stres oksidatif akibat radikal bebas (Asni 2009) Semakin tinggi kadar MDA

plasma maka semakin tinggi stres oksidatif yang terjadi dalam sel-sel tubuh

Peroksidasi lipid menghasilkan MDA dari radikal bebas akan selalu membentuk

reaksi berantai yang terus berlanjut sampai radikal bebas ini dihilangkan oleh

sistem antioksidan dari tubuh

MDA adalah hasil proksidasi lipid yang larut dalam air pada kondisi

normal MDA secara parsial diekskresikan melalui urine tetapi tidak diketahui

berapa jumlah MDA yang terbentuk dalam tubuh itu dapat dihilangkan oleh

ginjal MDA merupakan salah satu hasil dari peroksidasi lipid yang digunakan

sebagai indikator dari stres oksidatif (Hundekari et al 2013) Peningkatan

peroksidasi lipid mungkin disebabkan oleh inflamasi yang berkaitan dengan

infeksi virus dan menurunnya kadar antioksidan

Penelitian in vitro pada eritrosit manusia yang menyemprot pestisida

menunjukan peningkatan konsentrasi karbofuran meningkatkan kadar MDA

secara signifikan (Misrha et al 2013) yang mendapatkan kadar MDA pada darah

petani penyemprot pestisida lebih tinggi secara signifikan dibandingkan dengan

kontrol seperti ditunjukan pada Tabel 22

Paparan pestisida atrazine pada tikus dapat meningkatkan peroksidasi lipid

dan merusak membran di dalam sel yang dipapar Kandungan fosfolipid dan

kolesterol dalam membran eritrosit dapat diketahui dengan menggunakan teknik

scanning electron microscopy (SEM) dan dapat diketahui terjadi perubahan

morfologi dalam eritrosit yang sebanding dengan perubahan parameter biokimia

38

termasuk stres oksidatif (Singh et al2006) Kerusakan sel cedera irreversible sel

dan kematian sel dapat terjadi apabila stres oksidatif berlangsung lama

Tabel 22 Perbandingan profil biokimia antara kontrol

dan penyemprot pestisida

Parameters Controls(n=18)

Mean plusmnSD

Sprayers (n=50)

Mean plusmnSD

MDA (nmolTBARSml blood)

943 plusmn078

2630 plusmn202

CAT (μ mol H2O2 hydrolysed X

104mlg Hb)

1055plusmn1520

13569 plusmn 1234

SOD(μmol hydroysed X 104mlg

Hb)

329 plusmn 079 803 plusmn 246

Sumber Mishra et al 2013

26 Antioksidan

Antioksidan adalah molekul yang mampu memperlambat atau mencegah

oksidasi molekul lain (Chakraborty et al 2009) Antioksidan adalah senyawa-

senyawa yang dapat menunda atau menghambat terjadinya oksidasi biomolekul

dengan menghambat reaksi-reaksi oksidasi rantai oleh radikal bebas dan mampu

menurunkan kerusakan oksidatif (Jantan et al 2011) Antioksidan juga

didefinisikan sebagai senyawa yang mampu menunda memperlambat atau

menghambat reaksi oksidasi makanan maupun obat Antioksidan akan bereaksi

dengan oksidan sehingga mengurangi kapasitas oksidan untuk dapat menimbulkan

kerusakan (Shahidi 1997 dalam Asep et al 2012)

Antioksidan dalam sistem biologi baik antioksidan enzim maupun non

enzim melindungi sel dari kerusakan yang disebabkan oleh molekul-molekul yang

39

tidak stabil yang disebut radikal bebas Antioksidan membantu menghancurkan

radikal bebas yang merusak sel mendukung pertumbuhan sel-sel yang sehat

melindungi sel dari penuaan mendukung sistem imun dalam tubuh Antioksidan

bersifat sangat mudah teroksidasi atau bersifat reduktor kuat dibanding dengan

molekul lain sehingga keefektifan antioksidan tergantung dari seberapa kuat daya

oksidasinya semakin mudah teroksidasi maka semakin efektif antioksidan

tersebut Antioksidan mampu melindungi sel melawan kerusakan yang

ditimbulkan oleh radikal bebas dan SOR seperti singlet oksigen peroksi nitrit

superoksida radikal peroksida dan radikal hidroksil (Chaveri et al2008 )

Antioksidan dapat menunda atau mencegah terjadinya reaksi oksidasi

radikal bebas dan oksidasi lipid dalam konsentrasi yang lebih rendah dari substrat

yang dapat dioksidasi Suhartono et al (2008) menyatakan antioksidan dapat

diklasifikasikan dalam 5 tipe yaitu a) Antioksidan primer berupa senyawa-

senyawa fenol yang mampu memutus rantai reaksi pembentukan radikal bebas

asam lemak Senyawa ini memberikan atom hidrogen yang berasal dari gugus

hidroksi sehingga terbentuk senyawa yang stabil seperti BHA (butyl

hidroksilanisol) BHT (butyl hydrotoluen) dan tokoferol b) Antioksidan

perangkap oksigen yaitu senyawa-senyawa yang berperan sebagai pengikat

oksigen sehingga mencegah reaksi oksidasi Senyawa ini mengadakan reaksi

dengan oksigen yang berada dalam sistem sehingga jumlahnya berkurang seperti

vitamin C (asam askorbat) askorbil palminat asam eritorbat dan sulfit c)

Antioksidan sekunder adalah senyawa-senyawa yang mempunyai kemampuan

untuk berdekomposisi dengan hidroperoksida menjadi produk akhir yang stabil

40

d) Antioksidan enzim yaitu enzim yang berperan mencegah terbentuknya radikal

bebas seperti glukose oksidase superoksida dismutase (SOD) glutation

peroksidase (GPx) dan katalase (CAT) dan e) Antioksidan Chelators

sequestrants yaitu senyawa-senyawa yang mampu mengikat logam seperti besi

dan tembaga yang mampu mengkatalisis reaksi oksidasi lemak seperti asam sitrat

asam amino ethylenediaminetetra acetid acid (EDTA) dan fosfolipid

Antioksidan bereaksi dengan radikal bebas dengan mengurangi

konsentrasi oksigen mencegah pembentukan singlet oksigen yang reaktif

mencegah inisiasi rantai pertama dengan menangkap radikal primer seperti radikal

hidroksil mengikat katalis ion logam mendekomposisi produk-produk primer

radikal menjadi senyawa non-radikal dan memutus rantai hidroperoksida

sehingga mengurangi kapasitas radikal bebas untuk menimbulkan kerusakan

(Mardawati et al 2011)

Berdasarkan mekanisme kerjanya antioksidan dikelompokan menjadi 1)

Antioksidan primer yaitu antioksidan yang bereaksi dengan radikal lipid berenergi

tinggi untuk menghasilkan produk yang memiliki kestabilan termodinamis lebih

baik seperti golongan fenol (isoflavon) 2) Antioksidan sekunder yang juga

dikenal dengan antioksidan pencegah (Preventive Antioxidant) yang dapat

memperlambat reaksi inisiasi dengan cara memutus rantai hidroperoksida seperti

dilauril thio-dipropionate dan asam thiodipropionate Antioksidan golongan ini

adalah antioksidan yang berikatan dengan gugus thiol (Shahidi dan Naczk1995

dalam Mardawati et al 2011)

41

Antioksidan pemutus rantai adalah molekul kecil yang dapat menerima

dan memberi elektron dari atau ke radikal bebas sehingga membentuk senyawa

baru yang stabil seperti vitamin E dan vitamin C Sedangkan antioksidan logam

transisi terikat protein bekerja mengikat ion-ion logam Fe2+

dan Cu2+

seperti

flavonoid dapat mencegah radikal bebas Antioksidan jenis ini memperbaiki

kerusakan sel-sel dan jaringan yang disebabkan radikal bebas (Winarsi 2007)

Mekanisme kerja antioksidan senyawa fenolik adalah sebagai berikut

Radikal Lipida Antioksidan Radikal Antioksidan

ROO + AH ROOH + A

RO + AH ROH + A

R + AH RH + A

OH + AH H2O + A

Senyawa antioksidan (AH) dapat memberikan atom hidrogen secara cepat ke

radikal lipida (ROO RO R OH ) dan mengubahnya menjadi bentuk yang lebih

stabil Sementara turunan radikal antioksidan (A) yang dihasilkan lebih stabil

dibandingkan radikal lipida karena akan terjadi delokalisasi perbaikan elektron

dari ikatan rangkap pada cincin benzen sebagai indikasi oleh ikatan isomer

valensi

Peningkatan jumlah gugus hidroksil (alkil hidrogen pada struktur

kimianya) pada posisi para atau ortho seperti pada genistein dapat meningkatkan

aktivitas antioksidan isoflavon Antioksidan dapat menghambat oksidasi atau

42

menghentikan reaksi berantai pada radikal bebas dari lemak yang teroksidasi

dapat melalui empat macam mekanisme reaksi yaitu 1) Pelepasan hidrogen dari

antioksidan 2) Pelepasan elektron dari antioksidan 3) Adisi lemak ke dalam

cincin aromatik pada antioksidan dan 4) Pembentukan senyawa kompleks antara

lemak dan cincin aromatik dari antioksidan

Antioksidan dapat mencegah tidak terkontrolnya pembentukan radikal

bebas dan aktivitas SOR atau mencegah reaksinya dengan struktur biologi (Nisar

et al 2013) Status antioksidan baik yang endogen maupun yang eksogen yang

menurun dapat mengganggu keseimbangan redoks seluler dan kondisi patologis

akan menjadi karakteristik utama dan membentuk stres oksidatif pada sel maupun

jaringan

261 Antioksidan enzimatis

Di dalam sistem biologis sudah tersedia antioksidan berupa enzim

(antioksidan enzimatis) yaitu superoksida dismutase (SOD) katalase (CAT) dan

glutation peroksidase (GPx) Antioksidan-antioksidan ini bekerja dengan cara

mencegah pembentukan senyawa radikal bebas baru atau mengubah radikal bebas

yang telah terbentuk menjadi molekul yang kurang reaktif (Finosh dan Jayabalan

2013) Mekanisme kerja antioksidan enzimatik adalah mengkatalisir pemusnahan

radikal bebas dalam sel Aktivitas enzim intrasel SOD dan CAT mengkatalisasi

dismutasi superoksida dan hidrogen peroksida aktivitas GPx mereduksi hidrogen

peroksida dan peroksida organik menjadi air dan oksigen Aktivitas enzim

intrasel ini dapat dilihat pada Gambar 29

43

GPx merupakan enzim penangkal radikal bebas dengan dua cara yaitu

pertahanan terhadap oksidan dan dengan mengkatalisis peroksida menjadi air dan

oksigen GPx memerlukan glutation sebagai substrat terdapat dalam dua bentuk

yaitu glutation tereduksi atau GSH dan glutation teroksidasi atau GSSG Ketika

mengkatalisis perubahan hidrogen peroksida (H2O2) menjadi H2O GSH

dioksidasi menjadi GSSG kemudian GSSG dapat direduksi kembali oleh NADPH

untuk mendapatkan kembali GSH (Marciniak et al 2009)

Gambar 29

SOD dan CAT mengkatalisasi dismutasi superoksida dan hidrogen peroksida

(Finosh dan Jayabalan 2013)

Enzim GPx terdapat terutama dalam mitokondria merupakan enzim

scavenger terhadap hidrogen peroksida dan berperan utama dalam mengatur

konsentrasi H2O2 dan dan berbagai macam peroksida organik Aktivitas GPx yang

menurun menunjukkan terjadinya penurunan kapasitas menghilangkan H2O2 dan

terjadinya hidroperoksida lemak

44

Enzim GPx sangat berperan dalam pengaktifan kembali enzim

kolinesterase melalui 1) Pengaktifan AMP siklik yang secara langsung dapat

mengaktifkan enzim kolinesterase 2) keseimbangan NADP dan NADPH pada

jalur glikolisis aerobik dalam eritrosit sehingga eritrosit tidak rusak kerusakan

eritrosit dapat menurunkan produksi kolinesterase darah 3) peranan kofaktor

prostaglandin pada sintesis tromboksan A2 yang memacu trombogenesis dan

vasokonstriksi pembuluh darah bersamaan dengan terbentuknya tromboksan akan

diaktifkan cAMP yang secara langsung mengaktifkan kinase protein termasuk

kinase protein enzim kolinesterase 4) sebagai antioksidan yang dapat melindungi

sel termasuk eritrosit dari kerusakan akibat radikal bebas 5) sebagai kofaktor

proses oksidasi dealkilasi ikatan organofosfat dengan kolinesterase darah 6)

berperan sebagai detoksifikasi dalam tubuh dengan mereduksi radikal bebas

peroksida sekaligus membentuk peroksida lipid di dalam membran sel (Stranges

et al 2010)

GPx adalah enzim antioksidan yang dapat mendetoksifikasi hidrogen

peroksida dan lipid hidroperoksida dalam menurunkan glutation Di dalam darah

terdapat beberapa jenis GPx dua diantaranya adalah GPx seluler (cGPx) dalam sel

darah merah dan GPx ekstrasel (eGPx) terdapat dalam plasma GPx sebagai enzim

antioksidan bekerja menjadi peredam (quenching) radikal bebas dan berperan

dalam metabolisme xenobiotik yang ditemukan dalam sel (Sen et al 2010)

GPx dengan konsentrasi tinggi ditemukan dalam hepar dan sel darah

merah sedangkan pada jantung ginjal paru-paru adrenal lambung dan jaringan

adipose mengandung GPx dalam kadar sedang GPx kadar rendah ditemukan

45

dalam otak otot testis dan lensa mata GPx yang rendah berkorelasi dengan

gangguan yang berhubungan dengan radikal bebas (Judge et al 2005) Jika

antioksidan endogen gagal mengatasi produksi metabolit reaktif maka

antioksidan eksogen akan diperlukan untuk menyeimbangkan status redoks

(Noori 2012) Sumber makanan termasuk tanaman rempah-rempah vitamin dan

ekstrak herbal memainkan peran penting dalam hal ini

262 Antioksidan non enzimatis

Antioksidan non enzimatis disebut juga antioksidan sekunder atau

antioksidan eksogen (diperoleh dari luar) digolongkan menjadi dua golongan

yaitu yang larut dalam lemak seperti tokoferol karotenoid flavoniod quinon dan

bilirubin serta yang larut dalam air seperti asam askorbat asam urat protein

pengikat logam dan protein pengikat heme (Winarsi 2007) Antioksidan ini dapat

berupa bahan-bahan alami dan juga sintetis Antioksidan alami seperti vitamin

adalah campuran redoks yang seimbang dengan bentuk tereduksi dan teroksidasi

dan sebaliknya untuk antioksidan sintetis merupakan redoks yang tidak seimbang

bahkan menghasilkan radikal bebas yang pada beberapa kasus berbahaya (Rani

etal 2004)

Vitamin C merupakan antioksidan yang sangat penting dalam cairan

ekstra sel karena dapat menyerang radikal-radikal yang larut dalam darah dan

melindungi lemak plasma dari perusakan peroksidasi oleh radikal-radikal peroksil

Peran utama vitamin C adalah menetralisir radikal bebas yang ada di dalam dan

di luar sel Vitamin C merupakan sumber elektron pendonor bagi radikal bebas

(Nisar et al 2013) Vitamin C berperan positip dalam proses detoksifikasi

46

yang sangat diperlukan untuk sintesis kolagen dan pertumbuhan serta

pemeliharaan jaringan epitel Peranan vitamin C sebagai pembawa hidrogen yang

merupakan siklus esensial dalam metabolisme protein dan karbohidrat yang

berfungsi memelihara kekuatan pembuluh darah Vitamin C sangat penting untuk

melawan radikal bebas dalam cairan ekstra sel dan melindungi biomembran dari

peroksidasi Pemberian air kelapa dapat meningkatkan aktivitas GPx SOD dan

CAT pada pekerja terpapar merkuri karena air kelapa mengandung vitamin C

B1 B6 asam-asam amino metionin selenium dan mineral berfungsi melindungi

sel tubuh dari serangan radikal bebas dan mencegah efek paparan merkuri

(Zulaikhah et al 2013) Defisiensi antioksidan yang berupa vitamin C vitamin

E Se Zn dan glutation dalam derajat ringan hingga berat sangat berpengaruh

terhadap respon imun

Komponen kimia yang berperan sebagai antioksidan adalah senyawa

golongan fenolik dan polifenolik yang memiliki kemampuan untuk menangkap

radikal bebas Flavonoid merupakan golongan terbesar dari senyawa polifenol

yang sangat efektif digunakan sebagai antioksidan Senyawa-senyawa ini banyak

terdapat di alam terutama pada tumbuh-tumbuhan seperti teh buah-buahan

sayuran dan anggur (Ramle et al 2008)

Aktivitas antioksidan dari berbagai tanaman erat hubungannya dengan

kandungan fenolnya ada indikasi substansi fenol seperti flavonoid dan asam-

asam fenolat berpotensi lebih besar sebagai antioksidan dibandingkan dengan

vitamin C dan vitamin E Aktivitas antioksidan flavonoid tergantung pada

struktur molekulnya terutama gugus prenil (CH3)2C=CH-CH2 Department of

47

Environmental and Molecular Toxicology Oregon State University dalam

penelitiannya mendapatkan bahwa gugus prenil flavonoid dikembangkan untuk

pencegahan atau terapi terhadap penyakit-penyakit yang dihubungkan dengan

radikal bebas

Asupan antioksidan diperlukan untuk membantu mengembalikan

ketidakseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan endogen serta

mengurangi kerusakan oksidatif dalam tubuh Salah satu terapi antioksidan yang

digunakan adalah ekstrak kulit buah manggis (Garcinia mangostana L) Kulit

buah manggis memiliki kandungan xanthone yang tinggi sehingga memiliki

kemampuan untuk menangkap radikal bebas Gugus hidroksil (OH) yang dimiliki

oleh xanthone efektif mengikat radikal bebas dengan elektron yang tidak memiliki

pasangan Antioksidan ini bekerja dengan cara memotong reaksi oksidasi berantai

dari radikal bebas atau dengan cara menangkapnya sehingga radikal bebas tidak

akan bereaksi dengan komponen seluler dan kerusakan sel dapat dihindari

Makanan yang kaya antioksidan memegang peran dalam mencegah

penyakit-penyakit kanker dan penyakit penurunan fungsi otak Antioksidan dapat

mengurangi resiko penyakit kronis dan mencegah berbagai penyakit baik dengan

cara meningkatkan pertahanan antioksidan dalam tubuh atau dengan cara

mengkonsumsi makanan yang kaya antioksidan Mengkonsumsi antioksidan yang

ada dalam makanan sehari-hari dapat memberi perlindungan terhadap stres

oksidatif Hundekari et al (2013) mendapatkan perlakuan antioksidan dengan

dosis yang sesuai dapat menurunkan kerusakan oksidatif sehingga efektif untuk

memperbaiki kasus keracunan akut OPs

48

27 Manggis

271 Tumbuhan manggis

Tumbuhan manggis (Garcinia mangostana L) berasal dari Asia Tenggara

dan merupakan tumbuhan fungsional karena hampir semua bagian dari tumbuhan

ini dapat dimanfaatkan sebagai obat Manggis termasuk dalam family Guttiferae

dan merupakan species terbaik dari genus Garcia Buah manggis sering dijuluki

Queen of tropical fruit karena mempunyai rasa enak daging buah putih halus

bentuk buah bagus dan disukai banyak orang (Chaverri et al 2008) Manggis

sering disebut mangostin atau kadang-kadang disebut buah super dengan berbagai

karakteristik seperti rasa aroma kaya nutrisi dan daya antioksidan yang tinggi

Buah manggis (Garcinia mangostana L) merupakan buah yang eksotik

karena memiliki warna yang menarik dan kandungan gizi yang tinggi sehingga

buah manggis memiliki prospek yang cukup baik untuk dikembangkan

(Mardawati et al 2011) Tingkatan taksonomi tanaman manggis adalah sebagai

berikut (Prihatman 2000)

- Kingdom Plantae

- Divisi Spermathophyta (Tumbuhan berbiji)

- Sub Divisi Angiospermae (Berbiji tertutup)

- Kelas Dicotyledonae (Biji berkeping dua)

49

- Ordo Theales

- Famili GuttiferaeClusiaceae

- Genus Garcinia

- Spesies Garcinia mangostana L

Selain sebagai buah yang eksotik manggis juga mengandung berbagai senyawa

yang bermanfaat bagi tubuh seperti triterpenoid mangostin tannin resin

kalsium zat besi dan vitamin B1 Potensi manggis tidak hanya terbatas pada

buahnya saja tetapi juga hampir seluruh bagian tumbuhan manggis menyimpan

potensi yang sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia

Kulit buah manggis mengandung beberapa senyawa yang memiliki

aktivitas farmakologi seperti antiinflamasi antihistamin antibakteri anti penyakit

jantung antijamur bahkan untuk terapi HIV (Chaveri et al 2008) Senyawa

utama kandungan kulit buah manggis yang dilaporkan bertanggung jawab atas

beberapa aktivitas farmakologi adalah golongan xanthone yang meliputi

mangostin mangosterol mangostinon A dan B trapezifolixanthone tovophyllin

B dan beta mangostin garcinon B mangostanol flavonoid epikatekin dan

gartanin136-trihidoksi-7-metoksi-28-bis(3-metil-2-butenil)-9H-xanten-9-on(alfa

mangostin) dan 1367-tetrahidroksi-28-bis (3-metil-2-butenil)-9H-xanten-9-on

(gamma mangostin) yang sangat bermanfaat untuk kesehatan (Qosim 2007)

Kandungan antioksidan manggis banyak terdapat pada kulit buahnya

dikenal sebagai antioksidan yang efektif karena mengandung senyawa biologi

xanthones walaupun dapat juga ditemukan dalam semua bagian manggis baik

pada buah kulit buah kulit kayu maupun daunnya Senyawa xanthone hanya

50

dihasilkan oleh genus garcinia Xanthone memiliki struktur kimia yang unik

terdiri dari sistem aromatik trisiklik (C6-C3-C6) dengan kelompok isoprena

metoksil dan hidroksil terletak pada cincin A dan B sehingga senyawa xanthone

beragam Struktur umum xanthone dapat dilihat pada Gambar 210

Gambar 210

Struktur umum senyawa xanthone (Chaverri et al 2008)

Xanthone termasuk golongan senyawa flavonoid Senyawa ini memiliki

dua cincin benzene dan satu cincin piran Inti xanthone dikenal sebagai 9-

xanthenone atau dibenzo-c-pyrone Xanthone dapat diklasifikasikan ke dalam lima

kelompok yaitu oxygenated xanthone xanthone glycoside prenylated xanthone

xanthonolignoid dan miscellaneous xanthone Menurut Chaverri et al (2008)

terdapat 200 lebih xanthone yang tersedia di alam ini dan 50 diantaranya

terkandung dalam kulit buah manggis

Xanthone memiliki rumus molekul C13H8O2 sehingga memiliki massa

molar sebesar 196191 gram mol Dalam penamaan menurut IUPAC senyawa ini

diberi nama 9H-xanthen-9-one Uji aktivitas antioksidan kulit buah manggis

dengan menggunakan peroksinitrit sebagai radikal bebas diketahui bahwa 8-

hydroxycudraxanthone G gartanin α-mangostin γ-mangostin dan smeath-

xanthone A merupakan komponen yang memiliki aktivitas antioksidan terbesar

51

(Jung et al 2006) Senyawa xanthone yang banyak terdapat pada kulit manggis

yaitu α - dan γ - mangostin (Obolsky et al 2009)

Struktur kimia beberapa turunan xanthone seperti α mangostin β

mangostin dan γ mangostin dapat dilihat pada pada Gambar 211

(Chaivisuthangkura et al 2008)

α mangostin β mangostin γ mangostin

Gambar 211

Struktur Kimia beberapa derivat xanthone

(Chaivisuthangkura et al 2008)

Senyawa-senyawa xanthone juga mempunyai aktivitas antibakteri

melawan S Aureus strain yang resisten terhadap penicillin dan methicillin

aktivitas antifungi melawan F Oxiforum A Tenuls dan D Oryzae (Chomnawang

2007) Garcinia mangostana dan senyawa-senyawa xanthone α-mangostin

mendorong aktivitas antimikroba melawan P acnes dan S epidermis yang

merupakan agen etiologi kritis pada jerawat (Chomnawang et al 2007)

Senyawa alfa-mangostin sebagai turunan xanthone memiliki kemampuan

dalam menekan pembentukan senyawa karsinogen pada kolon Xanthone juga

52

bermanfaat mencegah pertumbuhan sel kanker dan tumor Kemampuan

antioksidannya bahkan melebihi vitamin C dan E yang selama ini dikenal sebagai

antioksidan yang paling efektif (Ummi dan Any 2014) Hasil penelitian Kosem

et al (2007) mendapatkan ekstrak metanol kulit buah manggis mengandung α

mangostin sebesar 2519 g100 g ekstrak

Moongkandi et al (2004) menyatakan kulit buah manggis bermanfaat

penting bagi kesehatan karena kaya akan antioksidan seperti xanthone dan

antosianin Antosianin merupakan salah satu antioksidan kuat yang mampu

mencegah berbagai kerusakan akibat stress oksidatif sehingga mampu melindungi

sel dari radikal bebas Penelitian lain juga mendapatkan bahwa xanthone dari

manggis memiliki aktivitas antioksidan antitumor antiinflamasi antialergi

antifungi dan antibakteri (Suksamrarn et al 2006 dan Chaverri et al 2008)

Garcinia mangostana memiliki aktivitas antioksidan yang signifikan pada

IC50 sebesar 613 μgml juga efektif dalam scavenging radikal bebas dan bisa

mengurangi produksi cytokine sebagai suatu proinflamasi Senyawa xanthone

pada kulit buah manggis merupakan antioksidan tingkat tinggi karena kandungan

antioksidannya 667 kali dari wortel dan 83 kali jeruk (Qosim 2007)

Antioksidan yang terkandung dalam kulit buah manggis didominasi oleh

senyawa fenol yaitu xanthone Kadar xanthone dalam manggis berbeda-beda

tergantung pada kualitas buah yang terbesar didapatkan pada buah dengan kulit

burik atau kasar yakni sebesar 23544 μgg ekstrak sedangkan pada buah besar

dengan kulit mulus mengandung kadar xanthone sebesar 18502 μgg ekstrak

buah kecil sebesar 20434 μgg dan buah dengan kulit mengandung getah kuning

53

15289 μgg ekstrak Xanthone dalam kulit buah yang mengandung getah kuning

berperan dalam mekanisme pertahanan mencegah terjadinya stres akibat serangan

hama atau kerusakan fisik (Arsana 2014)

Xanthone sebagai antioksidan akan memutus rantai reaksi oksidasi radikal

bebas untuk mencegah reaksi oksidasi dengan reaksi reduksi yang melibatkan

hidrogen Keterlibatan hidrogen dalam reaksi-reaksi reduksi dapat menghambat

reaksi oksidasi antara radikal bebas dengan oksigen Kadar Oxygen Radical

Absorbance Capacity (ORAC) dari xanthone mencapai 17000-20000 ORAC per

100 ons kulit manggis lebih besar dari wortel dan jeruk yang kadar ORAC-nya

hanya 300 dan 2400 (Fanany 2013) Manfaat yang demikian besar menyebabkan

xanthone sangat dibutuhkan dalam tubuh sebagai penyeimbang prooksidan

Prenilasi xanthone juga mempunyai efek penghambat terhadap M Tuberculosis

Alfa-mangostin yang merupakan derivat xanthone didapatkan mempunyai potensi

sebagai antimikroba (Suksamrarn et al 2006) Selain itu kulit buah manggis

juga mengandung beberapa senyawa lain seperti yang tertera pada Tabel 23

Tabel 23

Komposisi Tepung Kulit Buah Manggis

Sumber Shahidi 1997 dalam Ummi dan Any 2014

No Komponen Kadar ( bk)

1

Air 900

2 Abu 258

3 Gula 692

4 Protein 269

5 Serat Kasar 3005

6 Lainnya (Tanin lemak dll) 4876

54

272 Ekstrak kulit buah manggis

Ekstrak kulit buah manggis mengandung berbagai senyawa yang diduga

bekerja sebagai antioksidan dengan cara mendonorkan elektronnya kepada radikal

bebas sehingga mencegah terjadinya peroksidasi lipid baik pada tahap inisiasi

propagasi maupun pada tahap terminasi (Middleton et al 2000) Senyawa-

seyawa ini bekerja sebagai sinyal yang akan mengaktivasi nuclear factor

erythroid 2- related factor 2 (Nrf2) yang terikat pada Kelch-like ECH-associated

protein-1 (Keap1) dalam sitoplasma sehingga mengalami disosiasi dan translokasi

menuju nukleus Dalam nukleus Nrf2 berasosiasi pada bagian promoter gen yang

disebut Antioxidant Respone Element (ARE) sehingga memicu ekspresi gen

penyandi antioksidan Senyawa yang terkandung dalam ekstrak kulit buah

manggis disamping bekerja sebagai antioksidan dengan cara mendonorkan

elektronnya kepada radikal bebas juga dapat menstimulasi ekspresi gen penyandi

antioksidan melalui aktivasi Nrf2 Salah satu stimulan tersebut adalah golongan

fenol (Inoue 2001) Ekstrak kulit buah manggis dapat mengatur aktivitas catalase

dalam aktivitasnya sebagai scavenger H2O2 atau mengatur gen Nrf-2 (Bartz et

al 2010) Hal ini sesuai dengan yang didapatkan dalam penelitian

Weecharangsan et al (2006) aktivitas ekstrak air dan ekstrak etanol kulit buah

manggis berperan sebagai scavenger H2O2

Skrining fitokimia dilakukan untuk memberikan gambaran tentang

golongan senyawa yang terkandung dalam ekstrak etanol kulit buah manggis

Hasil uji skrining fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak etanol kulit buah

manggis mengandung senyawa golongan alkaloid triterpenoid saponin

55

flavonoid tannin dan polifenol (Kristianti et al 2008) Polifenol adalah senyawa

fenolik yang memiliki lebih dari satu gugus hidroksil (OH) golongan senyawa ini

terdapat pada berbagai jenis tumbuhan yang mempunyai berbagai macam aktivitas

biologi salah satunya adalah aktivitas antioksidan (Scalbert et al 2005)

Polifenol banyak ditemukan dalam buah-buahan sayuran dan biji-bijian

yang merupakan sumber antioksidan alami Senyawa polifenol terdiri dari

beberapa subkelas yakni flavonol isoflavon (dalam kedelai) flavanon

antosianidin katekin dan biflavan Semua polifenol mampu menjadi perangkap

oksigen dan radikal alkil dengan memberikan donor elektron sehingga terbentuk

radikal fenoksil yang relatif stabil (Mokgope 2006) Senyawa-senyawa polifenol

alami secara langsung sebagai scavenger SOR dan secara tak langsung melindungi

aktivitas beberapa enzim sehingga berpotensi meningkatkan antioksidan endogen

(Masella et al 2005) Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Martin et al

(2010) yang mendapatkan CPE (cocoa polyphenolic extrac) yang mengandung

senyawa-senyawa flavonoid seperti katecin epikatecin dan prosianidin

meningkatkan aktivitas GPx dan glutation reduktase (GR) Senyawa-senyawa ini

mereduksi produksi SOR dan mengatur aktivitas antioksidan enzim Peningkatan

aktivitas enzim antioksidan dapat digunakan sebagai terapi penyakit-penyakit

yang disebabkan oleh stress oksidatif

Senyawa fenol sebagai antioksidan tergantung dari beberapa faktor seperti

ikatan gugus hidroksil pada cincin aromatik posisi ikatan posisi hidroksil bolak

balik pada cincin aromatik dan kemampuannya dalam memberi donor hidrogen

atau donor elektron serta kemampuannya dalam memerangkap radikal bebas (free

56

radical scavengers) Palakawong et al (2010) mendapatkan daya antioksidan

ekstrak kulit buah manggis sebesar 594 microgml yang dianalisis dengan metode

DPPH Ekstrak kulit manggis mengandung total fenol yang cukup tinggi yaitu

sebesar 4112 mgg dengan aktivitas antioksidannya sebesar 8442 (Dyahnugra

et al 2015) Ekstrak etanol kulit buah manggis menunjukkan aktivitas yang

signifikan dalam menghambat pembentukan 50 radikal menghambat radikal

superoxide (O2-) mereduksi produksi ROS dan dapat menangkap radikal

hidroksil (OH-) (Chomnawang et al 2007)

Senyawa flavonoid adalah senyawa-senyawa polifenol yang memiliki 15

atom karbon (C6-C3-C6) terdiri dari dua cincin benzena yang dihubungkan

menjadi satu oleh rantai linier yang terdiri dari tiga atom karbon Flavonoid

dalam ekstrak kulit buah manggis berperan membasmi radikal bebas dengan

berbagai cara misalnya dengan menghambat enzim yang bertanggung jawab

memproduksi anion superoksida yaitu xantin oksidase ada juga dengan

menyumbangkan elektronnya ke radikal superoksida atau radikal lipid agar stabil

(Smith et al 2005)

Ekstrak kulit buah manggis baik dengan pelarut air etanol 50 etanol

95 dan etil asetat menunjukan aktivitas antioksidan dan neuroprotektif

(Weecharangsan et al 2006) Kapasitas antioksidan ekstrak air dan etanol 50

diuji dengan metoda DPPH didapatkan masing-msing sebesar 3498 dan 3076

Kapasitas antioksidan ekstrak ini sudah dicobakan pada sel neuroblastoma

(NG108-15) yang terpapar hidrogen peroksida (H2O2) kedua ekstrak ini

memperlihatkan aktivitas neuroprotektif dengan konsentrasi 50 lgmL Aktivitas

57

neuroprotektif ekstrak etanol 50 kulit buah manggis lebih tinggi dibandingkan

dengan ekstrak air Ekstrak etanol kulit buah manggis juga mempunyai aktivitas

antioksidan yang signifikan sebagai penghambat pembentukan radikal DPPH

(Chomnawang et al 2007)

Ekstrak kulit buah manggis diketahui memiliki daya antioksidan sangat

kuat hal ini dibuktikan dengan menggunakan fraksi pelarut metanol etanol dan

etil asetat semuanya memiliki daya antioksidan EC50 kurang dari 50 Fraksi

metanol mempunyai nilai EC50 yang paling kecil dibanding dengan kedua

fraksi lainnya masing-masing 800 mgL 926 mgL dan 2948 mgL ini berarti

fraksi metanol mempunyai aktivitas antioksidan yang lebih besar dibandingan

dengan fraksi etanol dan etil asetat (Mardawati et al 2011) Hal ini didukung

oleh Li dan Xu (2015) yang menyatakan ekstrak metanol kulit buah manggis

mempunyai aktivitas antioksidan yang kuat karena kandungan polifenolnya sangat

tinggi

Senyawa fenol banyak ditemukan pada berbagai tanaman Senyawa ini

telah dieksploitasi secara intensif karena selain berfungsi sebagai antioksidan juga

memiliki berbagai fungsi biologi seperti anti mutagenik dan anti karsinogenik

Antioksidan alami yang terdapat dalam tanaman akan meredam radikal bebas

yang berbahaya dari tubuh Senyawa-senyawa polifenol dari tanaman seperti

flavonoid digambarkan sebagai peredam SOR Ekstrak kulit buah manggis dapat

mengurangi produksi SOR intrasel secara signifikan yang ditentukan dengan 27-

dichlorofluorescein diacetate (DCFH-DA) dalam SKBR3 saluran sel

(Moongkarndi et al 2004) Aktivitas radikal hidroksil (HO-) diperangkap oleh

58

xanthone yang diisolasi dari beberapa ekstrak kulit buah manggis (Chin et al

2008) Xanthone dapat diklasifikasikan ke dalam lima kelompok yaitu

oxygenated xanthone xanthone glycoside prenylated xanthone xanthonolignoid

dan miscellaneous xanthone Saat ini sekitar 1000 xanthone berbeda telah

diketahui (Chaverri et al 2008)

Kulit buah manggis mengandung 90 xanthone terutama α dan β

mangostin yang disebut panaxanthone dapat memulihkan sistem pertahanan

antioksidan endogen seperti aktivitas SOD GPx dan kadar GSH secara invitro

dan in vivo memecah langsung SOR untuk mengurangi penipisan GSH dan

meghambat peroksidasi lipid Efek protektif α mangostin diduga terhadap stress

oksidatif dimediasi melalui jalur Nrf2 (Jung et al 2006) Ekstrak kulit buah

manggis dapat menurunkan MDA meningkatkan SOD dan GPx pada tikus yang

mengalami peningkatan MDA serta penurunan SOD dan GPx karena perlakuan

latihan (Arsana 2013) Hal yang sama didapatkan oleh Sudjarwo dan

Koerniasari (2015) bahwa pemberian ekstrak kulit buah manggis dapat

meningkatkan aktivitas GPx dan SOD ginjal tikus yang menurun karena diberi

perlakuan logam berat timbal mungkin disebabkan oleh kemampuan ekstrak

kulit buah manggis mengurangi akumulasi radikal bebas

Skrining fitokimia ekstrak kulit manggis juga menunjukkan bahwa kulit

buah manggis mengandung senyawa metabolit sekunder berupa golongan alkaloid

saponin tanin polifenol dan flavonoid (Poeloengan dan Praptiwi 2010)

Saponin merupakan zat aktif yang dapat meningkatkan permeabilitas membran

sehingga terjadi hemolisis sel Apabila saponin berinteraksi dengan sel bakteri

59

maka bakteri tersebut akan rusak atau lisis sedangkan flavonoid merupakan

kelompok senyawa fenol yang mempunyai kecenderungan untuk mengikat

protein sehingga mengganggu proses metabolisme bakteri tersebu Senyawa-

senyawa fenolik dapat bereaksi dengan senyawa oksigen reaktif disebabkan

oleh satu atau dua gugus hidroksil pada cincin aromatik dapat berperan sebagai

donor hidrogen (Dungir et al 2012)

Tanin dalam konsentrasi rendah mampu menghambat pertumbuhan

bakteri sedangkan pada konsentrasi tinggi mampu bertindak sebagai antibakteri

dengan cara menggumpalkan protoplasma bakteri sehingga terbentuk ikatan yang

stabil dengan protein bakteri Selain itu pada saluran pencernaan tanin mampu

mengeliminasi toksin (Poeloengan dan Praptiwi 2010)

Flavonoid merupakan golongan senyawa yang mempunyai kemampuan

sebagai antioksidan Flavonoid juga berperan mengaktifkan enzim kunci dalam

respirasi mitokondria dan melindungi sel neuron sehingga mencegah stres

oksidatif dan kerusakan jaringan Asupan flavonoid berperan sebagai

neuroprotektif berpotensi melindungi neuron dari neurotoksin meningkatkan

fungsi memori pembelajaran dan kognitif (Spencer 2009)

Uji daya antioksidan ekstrak kulit manggis buah dilakukan oleh Lin et al

(2014) menggunakan DPPH Radikal bebas DPPH (DPPHbull) mungkin akan

ditangkap oleh antioksidan dengan memberikan atom hidrogen (Hbull) membentuk

molekul stabil DPPH-H mekanismenya seperti tampak pada Gambar 212

Gambar ini menunjukkan reaksi antara γ-mangostin dengan DPPH akan

menghasilkan senyawa yang stabil sehingga tidak akan terjadi reaksi rantai yang

60

akan menghasilkan radikal-radikal lain yang lebih reaktif Dalam molekul γ-

mangostin gugus ortho-dihidroksil menjadi homolysis menghasilkan radikal

hidrogen (Hmiddot) dan radikal γ-mangostinmiddot (I) Hmiddot kemudian bergabung dengan

DPPHmiddot membentuk molekul DPPH-H dan radikal γ-mangostin menjadi (II)

yang selanjutnya dapat menghasilkan radikal hidrogen (Hmiddot) melebihi yang

diperlukan oleh radikal DPPH (DPPHmiddot) untuk membentuk quinone (III) Hasil ini

mengindikasikan bahwa ekstrak kulit buah manggis sebagai sumber antioksidan

yang baik dengan cara mendonasikan elektron kepada radikal bebas untuk

membentuk produk stabil sehingga tidak menimbulkan reaksi berantai

Gambar 212

Reaksi γ mangostin dengan DPPH sebagai radikal bebas

Lin et al (2014)

61

62

63

Page 20: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pestisida...pestisida menginduksi produksi serotonin dan histamin, sebagai hormon yang memicu reaksi alergi dan dapat menimbulkan senyawa baru yang lebih

28

Perusakan membran sel oleh radikal bebas melalui beberapa proses yaitu

1) Terjadi ikatan kovalen antara radikal bebas dengan komponen komponen

membran (enzim membran komponen karbohidrat membran plasma) sehingga

terjadi perubahan struktur dan fungsi reseptor 2) Oksidasi gugus tiol pada

komponen membran oleh radikal bebas mengganggu proses transport lintas

membran 3) Reaksi peroksidasi lipid dan kolesterol serta membran yang

mengandung asam lemak tidak jenuh majemuk (PUFA) (Suhartono et al 2008)

OPs dapat mendorong terjadinya stres oksidatif dan meningkatkan kadar

MDA sebagai produk akhir dari peroksidasi lipid pada petani penyemprot yang

terpapar pestisida OPs karbamat dan organoklorin (Prakasam et al 2001) Hal

ini didukung oleh Vidyasagar et al(2004) yang mendapatkan kadar MDA pada

pasien keracunan OPs (67 nMml) lebih tinggi dan berbeda nyata dibandingkan

dengan kontrol (36 nMml) OPs triklorfos dan dimetoat mendorong terjadinya

peroksidasi lipid yang ditunjukan dengan meningkatnya MDA (Sharma et al

2005) OPs berperan sebagai inhibitor enzim kolinesterase dan menginduksi

peningkatan stres oksidatif yaitu ketidakseimbangan antara antioksidan dan

radikal bebas (Patil et al 2003) Kerusakan oksidatif membran lipid eritrosit

dan protein mencerminkan terjadinya reaksi serupa pada myocyte Radikal bebas

yang merusak myocyte juga menyebabkan melemahnya otot pada penderita OPs

akut

Keracunan OPs pada sistem respirasi mengakibatkan bronko konstriksi

dengan sesak nafas dan peningkatan sekresi bronkus Pada umumnya gejala ini

29

timbul dengan cepat dalam waktu 6-8 jam tetapi bila paparan berlebihan dapat

menimbulkan kematian dalam beberapa menit

OPs juga menunjukan efek genotoksisitas (DNA) pada saat sel hidup

kemudian saat replikasi sel dan berakhir pada mutagenitas dan karsinogenitas

Genotoksisitas dihasilkan karena reaksi OPs dengan DNA sehingga DNA rusak

berupa penyimpangan kromosom OPs juga menunjukan efek karsinogenitas

meliputi perubahan sel normal menjadi sel neoplastik dan berkembang lebih lanjut

menjadi tumor (Hodgson 2004)

22 Asetilkolinesterase (AChE)

Kolinesterase merupakan katalis biologis yang berperan menjaga agar otot

kelenjar dan sel saraf bekerja harmonis Jika aktivitas kolinesterase jaringan

tubuh menurun maka dapat mempengaruhi aktivitas asetilkolinesterase saraf

sehingga asetilkolin (ACh) akan menumpuk di bagian ujung saraf dan menganggu

aliran impuls saraf akhirnya terjadi paralisis otot (Depkes RI 2007)

Kolinesterase merupakan suatu enzim dengan berat molekul sekitar 3000000 dan

mempunyai 48 bagian aktif yang masing-masing terdiri dari satu bagian anionik

dan satu bagian esteratik (protenated acidic group)

AChE adalah suatu serine hidrolase termasuk dalam kelompok esterase

yang mempunyai banyak sel satu AChE berperan sangat penting dalam tubuh

yaitu menghidrolisis neurotransmitter asetilkolin (ACh) menjadi asam asetat dan

kolin pada saraf sinapsis Kelompok ini berbeda dengan jenis ester karbosiklik

Aktivitas AChE yang terhambat oleh OPs pada CNS menyebabkan

30

terakumulasinya ACh dan menimbulkan gejala seperti sakit kepala meningkatnya

produksi ludah pernafasan terganggu dan dapat menyebabkan kematian (Du et

al 2008) AChE mempunyai dua sisi pengikatan yaitu daerah anionik dan daerah

esteratik keduanya penting untuk degradasi ACh

ACh adalah suatu hormon neuro yang terdapat diantara ujung-ujung saraf

dan otot sebagai media kimia yang berfungsi meneruskan rangsangan saraf ke

reseptor sel-sel otot dan kelenjar ACh dibuat di dalam ujung serabut saraf

motorik melalui proses asetilasi dari kolin ekstra sel dan koenzim A (Erwin dan

Kusuma 2012) Daerah anionik berfungsi untuk pengikatan sebuah molekul

ACh pada enzim Saat ACh terikat reaksi hidrolisis terjadi pada sisi aktif

esteratik ACh akan terurai menjadi kolin dan asam asetat Kolin kemudian

diambil lagi melalui sistem uptake kolin berafinitas tinggi pada membran

presinaps Proses hidrolisis ACh menjadi kolin dan asam asetat dapat dilihat pada

Gambar 28

Gambar 28

Reaksi hidrolisis ACh menjadi asam asetat dan kolin pada

sisi anion dan ester dari enzim asetilkolinesterase (Wiener dan

Hoffman 2004)

31

Penurunan aktivitas kolinesterase darah seseorang terjadi karena adanya

OPs dalam darah yang membentuk senyawa phosphorilated cholinesterase

sehingga enzim kolinesterase tidak dapat berfungsi lagi dan kadar aktif dari enzim

tersebut akan berkurang hal ini menyebabkan ACh lebih lama berada pada

reseptor sehingga memperpanjang efek rangsang saraf cholinergic pada sebelum

dan sesudah ganglion Rangsangan saraf yang terus-menerus akan merusak fungsi

saraf dan muncul dalam bentuk kelemahan otot mual-mual muntah hipersalivasi

tremor dan paralisis (Bajgar 2004) Akumulasi ACh yang menyebabkan

terjadinya disfungsi sistem saraf dan perilaku akan memicu kerusakan pada

sistem pernafasan yang akhirnya dapat menyebabkan kematian Sistem saraf yang

terganggu akibat penumpukan ACh menyebabkan terganggunya pasokan nutrisi

dan oksigen ke seluruh sel dan jaringan sehingga menghambat pertumbuhan

organisme (Robert 2011) Rangsang yang ditimbulkan oleh asetilkolin akan

berhenti bila ACh dihidrolisis menjadi kolin dan asam asetat oleh AChE

Aktivitas AChE yang terhambat menyebabkan ACh tidak dapat

dihidrolisis sehingga impuls saraf dari satu sel ke sel yang lain atau ke efektor

akan terganggu Petani yang terpapar OPs dengan dosis rendah dalam jangka

waktu lama juga menunjukan penurunan Superoxyde dismutase (SOD) dan

glutation reduktase OPs yang terakumulasi bertahun-tahun pada penyemprot

pestisida berbanding lurus dengan penurunan AChE dan berbanding terbalik

dengan Glucose-6-phosphate dehydrogenase (G6DPH)

32

23 Radikal Bebas

Radikal bebas adalah sekelompok spesies kimia baik berupa atom maupun

molekul yang memiliki elektron tidak berpasangan pada lapisan luarnya Radikal

bebas juga merupakan suatu kelompok spesies kimia dengan reaksi jangka pendek

yang memiliki satu atau lebih elektron bebas sehingga sangat reaktif mempunyai

spesifitas kimia yang rendah sehingga dapat bereaksi dengan berbagai molekul

lain seperti protein lemak karbohidrat dan DNA (Droge 2007)

Radikal bebas diartikan sebagai molekul yang relatif tidak stabil

mempunyai satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan pada orbit luarnya

bersifat reaktif dalam mencari pasangan elektronnya Radikal bebas dalam tubuh

akan segera bereaksi dengan molekul lain sehingga terjadi reaksi berantai yang

disebut peroksidasi lipid dan menghasilkan radikal bebas baru sehingga jumlah

radikal bebas terus bertambah (Marinajati et al 2012) Radikal bebas bersifat

tidak stabil sehingga tidak dapat mempertahankan bentuk aslinya dalam waktu

lama karena segera akan berikatan dengan molekul lain di sekitarnya Radikal

bebas akan menyerang molekul stabil yang terdekat dan mengambil elektronnya

Molekul yang terambil elektronnya ini akan menjadi radikal bebas baru sehingga

akan memulai suatu reaksi berantai yang pada akhirnya akan menyebabkan

kerusakan sel (Droge 2007)

Kelompok radikal bebas antara lain anion superoksida (O2) radikal

hidroksil (OH) dan radikal peroksil (RO2) sedangkan kelompok non radikal

misalnya hidrogen peroksida (H2O2) dan peroksida organik (ROOH) (Halliwell

dan Whiteman 2004) Radikal superoksida ( O2 -) merupakan bentuk yang paling

33

aktif yang paling banyak dihasilkan oleh berbagai mekanisme di dalam tubuh

seperti mitokondria sistem enzim NADPH oksidase reaksi dari xanthin oksidase

dan metabolisme asam arakidonat

Radikal bebas yang terbentuk di dalam tubuh (radikal bebas internal)

merupakan bagian integral dari proses fisiologis seperti saat pembentukan energi

dalam mitokondria melalui oksidasi fosforilasi Sumber radikal bebas internal

antara lain 1) Organ subseluler seperti mitokondria kloroplas mikrosom

peroksisom dan nuklei menghasilkan O2- 2) inflamasi selama inflamasi terjadi

fagositosis oleh makrofag dan metrofil keduanya membentuk radikal bebas

untuk memfagositosis bakteri 3) ion logam transisi Fe dan Cu berperan

membentuk radikal bebas dan menimbulkan peroksidasi lipid 4) oksidasi

enzimatik seperti xanthin oksidase dan lipoksigenase (Droge 2007) Radikal

bebas dapat juga berasal dari luar tubuh (radikal bebas eksternal) Sumber radikal

bebas eksternal antara lain polusi lingkungan (asap rokok asap kendaraan asap

pabrik) aktivitas fisik yang berlebih sinar ultra violet dari matahari radiasi obat-

obatan dan pestisida

Radikal bebas dapat terbentuk dari senyawa lain yang sebenarnya bukan

radikal bebas tetapi mudah menjadi radikal bebas misalnya hidrogen peroksida

(H2O2) dan ozon Kedua kelompok senyawa ini sering diistilahkan sebagai

Reactive Oxygen Species (ROS) atau senyawa Oksigen Reaktif (SOR) Sel-sel

hidup dari organisme aerob secara kontinyu membentuk SOR sebagai bagian dari

proses fisiologi metabolik dan reaksi-reaksi biokimia lainnya

34

SOR adalah kelompok senyawa yang sebenarnya bukan radikal bebas

tetapi mudah berubah menjadi radikal bebas (Droge 2007) SOR dihasilkan dalam

proses metabolisme oksidatif dalam tubuh misalnya pada proses oksidasi makanan

menjadi energi SOR diproduksi dalam jumlah yang cukup dalam tubuh seperti

sel darah putih menghasilkan H2O2 yang berfungsi untuk membunuh beberapa

jenis bakteri dan jamur namun H2O2 tidak menyerang secara spesifik sehingga

dapat menyerang asam-asam lemak tidak jenuh ganda atau polyunsaturated fatty

acid (PUFA) dari membran sel yang menyebabkan kerusakan struktur dan fungsi

sel (Winarsi 2007) SOR terbentuk sebagai produk samping reaksi oksidasi

fosforilasi untuk membentuk energi berupa Adenosine Tri Phosphate (ATP)

dalam rantai transport elektron pada mitokondria Proses tersebut membutuhkan

O2 tetapi tidak semua O2 berikatan dengan hidrogen untuk membentuk air sekitar

4 sampai 5 dari oksigen yang dikonsumsi berubah menjadi SOR (Marciniak

et al 2009) SOR seperti radikal super oksida (SOO-) dan radikal hidroksil

(OH-) yang dihasilkan oleh metabolisme sel yang normal maupun lingkungan

yang stres dapat menyebabkan sel-sel mati melalui peroksidasi lipid oksidasi

protein menghambat aktivitas enzim-enzim perubahan reduksi oksidasi intra sel

dan kerusakan DNA Hal ini menunjukkan bahwa SOR terlibat dalam timbulnya

beberapa penyakit dan proses penuaan

Organofosfat merupakan senyawa toksik yang mempunyai kemampuan

membentuk radikal bebas pada sistem biologi (Nur et al 2010) Reaksi radikal

bebas dengan komponen sel baik komponen struktural (molekul penyusun

membran) maupun komponen fungsional yaitu enzim dan DNA dapat merusak

35

sel melalui oksidasi lipid tidak jenuh dan protein sel (Zakaria 1996 dalam

Mardawati et al 2011) Kerusakan lebih lanjut pada organ sel adalah kerusakan

DNA dan membran sel Mekanisme tersebut menunjukan bahwa radikal bebas

dapat mempengaruhi timbulnya berbagai jenis penyakit degeneratif seperti

aterosklerosis Penelitian Amran et al (2009) mendapatkan ada korelasi yang

signifikan antara kerusakan DNA dengan perkembangan aterosklerosis dan

meningkatnya jumlah pasien Coronary Artery Disease (CAD)

24 Stres Oksidatif

Radikal bebas dalam jumlah tertentu di dalam tubuh dapat dinetralisir oleh

antioksidan endogen Antioksidan endogen utama pada sel-sel tubuh adalah

enzim SOD (Superoksida dismutase) glutation reduktase dan glutation

peroksidase (GPr dan GPx) serta catalase (CAT) Pembentukan radikal bebas

yang melebihi kemampuan aktivitas antioksidan endogen menyebabkan jumlah

keseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan akan terganggu Apabila

jumlah radikal bebas terus bertambah sedangkan jumlah antioksidan endogen

tetap maka kelebihan radikal bebas tidak dapat dinetralkan akibatnya radikal

bebas bereaksi dengan komponen-komponen sel dan menyebabkan kerusakan sel

Peningkatan jumlah radikal bebas atau oksidan menyebabkan timbulnya

suatu keadaan yang disebut stres oksidatif Stres oksidatif adalah suatu keadaan

ketidak seimbangan antara radikal bebas dan antioksidan dimana jumlah radikal

bebas lebih besar dari antioksidan Stres oksidatif adalah suatu keadaan patologis

yang disebabkan oleh kerusakan jaringan di dalam tubuh karena peningkatan

36

jumlah radikal bebas yang tidak normal (Halliwel 2006) Radikal bebas yang

jumlahnya jauh lebih banyak dari antioksidan akan bereaksi dengan cepat dan

merusak bermacam-macam substrat di dalam tubuh termasuk komponen-

komponen sel protein asam lemak tak jenuh ganda karbohidrat dan asam-asam

nukleat hal ini mengakibatkan berkembangnya penyakit kronik Serangan oksidan

terhadap asam lemak tidak jenuh sebagai komponen penting penyusun membran

sel dapat menimbulkan reaksi rantai yang disebut peroksidasi lipid Proses

tersebut mengakibatkan terputusnya ikatan dalam asam-asam lemak menjadi

berbagai senyawa yang toksik terhadap sel seperti malondialdehid (MDA) dan 9-

hidroksi nonenal MDA yang dihasilkan kemudian dilepaskan ke darah sehingga

kadar MDA di dalam darah dapat dijadikan sebagai penanda tidak langsung

adanya peroksidasi lipid dan peningkatan SOR

25 Malondialdehid (MDA)

Peningkatan stres oksidatif berdampak negatif pada beberapa komponen

penyusun membran sel yaitu kerusakan pada membran lipid membentuk

malondialdehida (MDA) kerusakan protein karbohidrat dan DNA (Kevin et

al2006) Kerusakan oksidatif yang diakibatkan oleh radikal bebas mempengaruhi

kondisi patologis berupa kerusakan sel jaringan dan berbagai organ seperti hati

ginjal dan jantung baik pada manusia maupun hewan Kerusakan ini dapat

berakhir pada kematian sel sehingga terjadi percepatan timbulnya berbagai

penyakit degeneratif (Kevin et al 2006 dan Valko et al 2007) MDA

merupakan metabolit hasil peroksidasi lipid oleh radikal bebas sehingga dapat

37

menggambarkan aktivitas radikal bebas dalam sel dan menjadi petunjuk terjadinya

stres oksidatif akibat radikal bebas (Asni 2009) Semakin tinggi kadar MDA

plasma maka semakin tinggi stres oksidatif yang terjadi dalam sel-sel tubuh

Peroksidasi lipid menghasilkan MDA dari radikal bebas akan selalu membentuk

reaksi berantai yang terus berlanjut sampai radikal bebas ini dihilangkan oleh

sistem antioksidan dari tubuh

MDA adalah hasil proksidasi lipid yang larut dalam air pada kondisi

normal MDA secara parsial diekskresikan melalui urine tetapi tidak diketahui

berapa jumlah MDA yang terbentuk dalam tubuh itu dapat dihilangkan oleh

ginjal MDA merupakan salah satu hasil dari peroksidasi lipid yang digunakan

sebagai indikator dari stres oksidatif (Hundekari et al 2013) Peningkatan

peroksidasi lipid mungkin disebabkan oleh inflamasi yang berkaitan dengan

infeksi virus dan menurunnya kadar antioksidan

Penelitian in vitro pada eritrosit manusia yang menyemprot pestisida

menunjukan peningkatan konsentrasi karbofuran meningkatkan kadar MDA

secara signifikan (Misrha et al 2013) yang mendapatkan kadar MDA pada darah

petani penyemprot pestisida lebih tinggi secara signifikan dibandingkan dengan

kontrol seperti ditunjukan pada Tabel 22

Paparan pestisida atrazine pada tikus dapat meningkatkan peroksidasi lipid

dan merusak membran di dalam sel yang dipapar Kandungan fosfolipid dan

kolesterol dalam membran eritrosit dapat diketahui dengan menggunakan teknik

scanning electron microscopy (SEM) dan dapat diketahui terjadi perubahan

morfologi dalam eritrosit yang sebanding dengan perubahan parameter biokimia

38

termasuk stres oksidatif (Singh et al2006) Kerusakan sel cedera irreversible sel

dan kematian sel dapat terjadi apabila stres oksidatif berlangsung lama

Tabel 22 Perbandingan profil biokimia antara kontrol

dan penyemprot pestisida

Parameters Controls(n=18)

Mean plusmnSD

Sprayers (n=50)

Mean plusmnSD

MDA (nmolTBARSml blood)

943 plusmn078

2630 plusmn202

CAT (μ mol H2O2 hydrolysed X

104mlg Hb)

1055plusmn1520

13569 plusmn 1234

SOD(μmol hydroysed X 104mlg

Hb)

329 plusmn 079 803 plusmn 246

Sumber Mishra et al 2013

26 Antioksidan

Antioksidan adalah molekul yang mampu memperlambat atau mencegah

oksidasi molekul lain (Chakraborty et al 2009) Antioksidan adalah senyawa-

senyawa yang dapat menunda atau menghambat terjadinya oksidasi biomolekul

dengan menghambat reaksi-reaksi oksidasi rantai oleh radikal bebas dan mampu

menurunkan kerusakan oksidatif (Jantan et al 2011) Antioksidan juga

didefinisikan sebagai senyawa yang mampu menunda memperlambat atau

menghambat reaksi oksidasi makanan maupun obat Antioksidan akan bereaksi

dengan oksidan sehingga mengurangi kapasitas oksidan untuk dapat menimbulkan

kerusakan (Shahidi 1997 dalam Asep et al 2012)

Antioksidan dalam sistem biologi baik antioksidan enzim maupun non

enzim melindungi sel dari kerusakan yang disebabkan oleh molekul-molekul yang

39

tidak stabil yang disebut radikal bebas Antioksidan membantu menghancurkan

radikal bebas yang merusak sel mendukung pertumbuhan sel-sel yang sehat

melindungi sel dari penuaan mendukung sistem imun dalam tubuh Antioksidan

bersifat sangat mudah teroksidasi atau bersifat reduktor kuat dibanding dengan

molekul lain sehingga keefektifan antioksidan tergantung dari seberapa kuat daya

oksidasinya semakin mudah teroksidasi maka semakin efektif antioksidan

tersebut Antioksidan mampu melindungi sel melawan kerusakan yang

ditimbulkan oleh radikal bebas dan SOR seperti singlet oksigen peroksi nitrit

superoksida radikal peroksida dan radikal hidroksil (Chaveri et al2008 )

Antioksidan dapat menunda atau mencegah terjadinya reaksi oksidasi

radikal bebas dan oksidasi lipid dalam konsentrasi yang lebih rendah dari substrat

yang dapat dioksidasi Suhartono et al (2008) menyatakan antioksidan dapat

diklasifikasikan dalam 5 tipe yaitu a) Antioksidan primer berupa senyawa-

senyawa fenol yang mampu memutus rantai reaksi pembentukan radikal bebas

asam lemak Senyawa ini memberikan atom hidrogen yang berasal dari gugus

hidroksi sehingga terbentuk senyawa yang stabil seperti BHA (butyl

hidroksilanisol) BHT (butyl hydrotoluen) dan tokoferol b) Antioksidan

perangkap oksigen yaitu senyawa-senyawa yang berperan sebagai pengikat

oksigen sehingga mencegah reaksi oksidasi Senyawa ini mengadakan reaksi

dengan oksigen yang berada dalam sistem sehingga jumlahnya berkurang seperti

vitamin C (asam askorbat) askorbil palminat asam eritorbat dan sulfit c)

Antioksidan sekunder adalah senyawa-senyawa yang mempunyai kemampuan

untuk berdekomposisi dengan hidroperoksida menjadi produk akhir yang stabil

40

d) Antioksidan enzim yaitu enzim yang berperan mencegah terbentuknya radikal

bebas seperti glukose oksidase superoksida dismutase (SOD) glutation

peroksidase (GPx) dan katalase (CAT) dan e) Antioksidan Chelators

sequestrants yaitu senyawa-senyawa yang mampu mengikat logam seperti besi

dan tembaga yang mampu mengkatalisis reaksi oksidasi lemak seperti asam sitrat

asam amino ethylenediaminetetra acetid acid (EDTA) dan fosfolipid

Antioksidan bereaksi dengan radikal bebas dengan mengurangi

konsentrasi oksigen mencegah pembentukan singlet oksigen yang reaktif

mencegah inisiasi rantai pertama dengan menangkap radikal primer seperti radikal

hidroksil mengikat katalis ion logam mendekomposisi produk-produk primer

radikal menjadi senyawa non-radikal dan memutus rantai hidroperoksida

sehingga mengurangi kapasitas radikal bebas untuk menimbulkan kerusakan

(Mardawati et al 2011)

Berdasarkan mekanisme kerjanya antioksidan dikelompokan menjadi 1)

Antioksidan primer yaitu antioksidan yang bereaksi dengan radikal lipid berenergi

tinggi untuk menghasilkan produk yang memiliki kestabilan termodinamis lebih

baik seperti golongan fenol (isoflavon) 2) Antioksidan sekunder yang juga

dikenal dengan antioksidan pencegah (Preventive Antioxidant) yang dapat

memperlambat reaksi inisiasi dengan cara memutus rantai hidroperoksida seperti

dilauril thio-dipropionate dan asam thiodipropionate Antioksidan golongan ini

adalah antioksidan yang berikatan dengan gugus thiol (Shahidi dan Naczk1995

dalam Mardawati et al 2011)

41

Antioksidan pemutus rantai adalah molekul kecil yang dapat menerima

dan memberi elektron dari atau ke radikal bebas sehingga membentuk senyawa

baru yang stabil seperti vitamin E dan vitamin C Sedangkan antioksidan logam

transisi terikat protein bekerja mengikat ion-ion logam Fe2+

dan Cu2+

seperti

flavonoid dapat mencegah radikal bebas Antioksidan jenis ini memperbaiki

kerusakan sel-sel dan jaringan yang disebabkan radikal bebas (Winarsi 2007)

Mekanisme kerja antioksidan senyawa fenolik adalah sebagai berikut

Radikal Lipida Antioksidan Radikal Antioksidan

ROO + AH ROOH + A

RO + AH ROH + A

R + AH RH + A

OH + AH H2O + A

Senyawa antioksidan (AH) dapat memberikan atom hidrogen secara cepat ke

radikal lipida (ROO RO R OH ) dan mengubahnya menjadi bentuk yang lebih

stabil Sementara turunan radikal antioksidan (A) yang dihasilkan lebih stabil

dibandingkan radikal lipida karena akan terjadi delokalisasi perbaikan elektron

dari ikatan rangkap pada cincin benzen sebagai indikasi oleh ikatan isomer

valensi

Peningkatan jumlah gugus hidroksil (alkil hidrogen pada struktur

kimianya) pada posisi para atau ortho seperti pada genistein dapat meningkatkan

aktivitas antioksidan isoflavon Antioksidan dapat menghambat oksidasi atau

42

menghentikan reaksi berantai pada radikal bebas dari lemak yang teroksidasi

dapat melalui empat macam mekanisme reaksi yaitu 1) Pelepasan hidrogen dari

antioksidan 2) Pelepasan elektron dari antioksidan 3) Adisi lemak ke dalam

cincin aromatik pada antioksidan dan 4) Pembentukan senyawa kompleks antara

lemak dan cincin aromatik dari antioksidan

Antioksidan dapat mencegah tidak terkontrolnya pembentukan radikal

bebas dan aktivitas SOR atau mencegah reaksinya dengan struktur biologi (Nisar

et al 2013) Status antioksidan baik yang endogen maupun yang eksogen yang

menurun dapat mengganggu keseimbangan redoks seluler dan kondisi patologis

akan menjadi karakteristik utama dan membentuk stres oksidatif pada sel maupun

jaringan

261 Antioksidan enzimatis

Di dalam sistem biologis sudah tersedia antioksidan berupa enzim

(antioksidan enzimatis) yaitu superoksida dismutase (SOD) katalase (CAT) dan

glutation peroksidase (GPx) Antioksidan-antioksidan ini bekerja dengan cara

mencegah pembentukan senyawa radikal bebas baru atau mengubah radikal bebas

yang telah terbentuk menjadi molekul yang kurang reaktif (Finosh dan Jayabalan

2013) Mekanisme kerja antioksidan enzimatik adalah mengkatalisir pemusnahan

radikal bebas dalam sel Aktivitas enzim intrasel SOD dan CAT mengkatalisasi

dismutasi superoksida dan hidrogen peroksida aktivitas GPx mereduksi hidrogen

peroksida dan peroksida organik menjadi air dan oksigen Aktivitas enzim

intrasel ini dapat dilihat pada Gambar 29

43

GPx merupakan enzim penangkal radikal bebas dengan dua cara yaitu

pertahanan terhadap oksidan dan dengan mengkatalisis peroksida menjadi air dan

oksigen GPx memerlukan glutation sebagai substrat terdapat dalam dua bentuk

yaitu glutation tereduksi atau GSH dan glutation teroksidasi atau GSSG Ketika

mengkatalisis perubahan hidrogen peroksida (H2O2) menjadi H2O GSH

dioksidasi menjadi GSSG kemudian GSSG dapat direduksi kembali oleh NADPH

untuk mendapatkan kembali GSH (Marciniak et al 2009)

Gambar 29

SOD dan CAT mengkatalisasi dismutasi superoksida dan hidrogen peroksida

(Finosh dan Jayabalan 2013)

Enzim GPx terdapat terutama dalam mitokondria merupakan enzim

scavenger terhadap hidrogen peroksida dan berperan utama dalam mengatur

konsentrasi H2O2 dan dan berbagai macam peroksida organik Aktivitas GPx yang

menurun menunjukkan terjadinya penurunan kapasitas menghilangkan H2O2 dan

terjadinya hidroperoksida lemak

44

Enzim GPx sangat berperan dalam pengaktifan kembali enzim

kolinesterase melalui 1) Pengaktifan AMP siklik yang secara langsung dapat

mengaktifkan enzim kolinesterase 2) keseimbangan NADP dan NADPH pada

jalur glikolisis aerobik dalam eritrosit sehingga eritrosit tidak rusak kerusakan

eritrosit dapat menurunkan produksi kolinesterase darah 3) peranan kofaktor

prostaglandin pada sintesis tromboksan A2 yang memacu trombogenesis dan

vasokonstriksi pembuluh darah bersamaan dengan terbentuknya tromboksan akan

diaktifkan cAMP yang secara langsung mengaktifkan kinase protein termasuk

kinase protein enzim kolinesterase 4) sebagai antioksidan yang dapat melindungi

sel termasuk eritrosit dari kerusakan akibat radikal bebas 5) sebagai kofaktor

proses oksidasi dealkilasi ikatan organofosfat dengan kolinesterase darah 6)

berperan sebagai detoksifikasi dalam tubuh dengan mereduksi radikal bebas

peroksida sekaligus membentuk peroksida lipid di dalam membran sel (Stranges

et al 2010)

GPx adalah enzim antioksidan yang dapat mendetoksifikasi hidrogen

peroksida dan lipid hidroperoksida dalam menurunkan glutation Di dalam darah

terdapat beberapa jenis GPx dua diantaranya adalah GPx seluler (cGPx) dalam sel

darah merah dan GPx ekstrasel (eGPx) terdapat dalam plasma GPx sebagai enzim

antioksidan bekerja menjadi peredam (quenching) radikal bebas dan berperan

dalam metabolisme xenobiotik yang ditemukan dalam sel (Sen et al 2010)

GPx dengan konsentrasi tinggi ditemukan dalam hepar dan sel darah

merah sedangkan pada jantung ginjal paru-paru adrenal lambung dan jaringan

adipose mengandung GPx dalam kadar sedang GPx kadar rendah ditemukan

45

dalam otak otot testis dan lensa mata GPx yang rendah berkorelasi dengan

gangguan yang berhubungan dengan radikal bebas (Judge et al 2005) Jika

antioksidan endogen gagal mengatasi produksi metabolit reaktif maka

antioksidan eksogen akan diperlukan untuk menyeimbangkan status redoks

(Noori 2012) Sumber makanan termasuk tanaman rempah-rempah vitamin dan

ekstrak herbal memainkan peran penting dalam hal ini

262 Antioksidan non enzimatis

Antioksidan non enzimatis disebut juga antioksidan sekunder atau

antioksidan eksogen (diperoleh dari luar) digolongkan menjadi dua golongan

yaitu yang larut dalam lemak seperti tokoferol karotenoid flavoniod quinon dan

bilirubin serta yang larut dalam air seperti asam askorbat asam urat protein

pengikat logam dan protein pengikat heme (Winarsi 2007) Antioksidan ini dapat

berupa bahan-bahan alami dan juga sintetis Antioksidan alami seperti vitamin

adalah campuran redoks yang seimbang dengan bentuk tereduksi dan teroksidasi

dan sebaliknya untuk antioksidan sintetis merupakan redoks yang tidak seimbang

bahkan menghasilkan radikal bebas yang pada beberapa kasus berbahaya (Rani

etal 2004)

Vitamin C merupakan antioksidan yang sangat penting dalam cairan

ekstra sel karena dapat menyerang radikal-radikal yang larut dalam darah dan

melindungi lemak plasma dari perusakan peroksidasi oleh radikal-radikal peroksil

Peran utama vitamin C adalah menetralisir radikal bebas yang ada di dalam dan

di luar sel Vitamin C merupakan sumber elektron pendonor bagi radikal bebas

(Nisar et al 2013) Vitamin C berperan positip dalam proses detoksifikasi

46

yang sangat diperlukan untuk sintesis kolagen dan pertumbuhan serta

pemeliharaan jaringan epitel Peranan vitamin C sebagai pembawa hidrogen yang

merupakan siklus esensial dalam metabolisme protein dan karbohidrat yang

berfungsi memelihara kekuatan pembuluh darah Vitamin C sangat penting untuk

melawan radikal bebas dalam cairan ekstra sel dan melindungi biomembran dari

peroksidasi Pemberian air kelapa dapat meningkatkan aktivitas GPx SOD dan

CAT pada pekerja terpapar merkuri karena air kelapa mengandung vitamin C

B1 B6 asam-asam amino metionin selenium dan mineral berfungsi melindungi

sel tubuh dari serangan radikal bebas dan mencegah efek paparan merkuri

(Zulaikhah et al 2013) Defisiensi antioksidan yang berupa vitamin C vitamin

E Se Zn dan glutation dalam derajat ringan hingga berat sangat berpengaruh

terhadap respon imun

Komponen kimia yang berperan sebagai antioksidan adalah senyawa

golongan fenolik dan polifenolik yang memiliki kemampuan untuk menangkap

radikal bebas Flavonoid merupakan golongan terbesar dari senyawa polifenol

yang sangat efektif digunakan sebagai antioksidan Senyawa-senyawa ini banyak

terdapat di alam terutama pada tumbuh-tumbuhan seperti teh buah-buahan

sayuran dan anggur (Ramle et al 2008)

Aktivitas antioksidan dari berbagai tanaman erat hubungannya dengan

kandungan fenolnya ada indikasi substansi fenol seperti flavonoid dan asam-

asam fenolat berpotensi lebih besar sebagai antioksidan dibandingkan dengan

vitamin C dan vitamin E Aktivitas antioksidan flavonoid tergantung pada

struktur molekulnya terutama gugus prenil (CH3)2C=CH-CH2 Department of

47

Environmental and Molecular Toxicology Oregon State University dalam

penelitiannya mendapatkan bahwa gugus prenil flavonoid dikembangkan untuk

pencegahan atau terapi terhadap penyakit-penyakit yang dihubungkan dengan

radikal bebas

Asupan antioksidan diperlukan untuk membantu mengembalikan

ketidakseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan endogen serta

mengurangi kerusakan oksidatif dalam tubuh Salah satu terapi antioksidan yang

digunakan adalah ekstrak kulit buah manggis (Garcinia mangostana L) Kulit

buah manggis memiliki kandungan xanthone yang tinggi sehingga memiliki

kemampuan untuk menangkap radikal bebas Gugus hidroksil (OH) yang dimiliki

oleh xanthone efektif mengikat radikal bebas dengan elektron yang tidak memiliki

pasangan Antioksidan ini bekerja dengan cara memotong reaksi oksidasi berantai

dari radikal bebas atau dengan cara menangkapnya sehingga radikal bebas tidak

akan bereaksi dengan komponen seluler dan kerusakan sel dapat dihindari

Makanan yang kaya antioksidan memegang peran dalam mencegah

penyakit-penyakit kanker dan penyakit penurunan fungsi otak Antioksidan dapat

mengurangi resiko penyakit kronis dan mencegah berbagai penyakit baik dengan

cara meningkatkan pertahanan antioksidan dalam tubuh atau dengan cara

mengkonsumsi makanan yang kaya antioksidan Mengkonsumsi antioksidan yang

ada dalam makanan sehari-hari dapat memberi perlindungan terhadap stres

oksidatif Hundekari et al (2013) mendapatkan perlakuan antioksidan dengan

dosis yang sesuai dapat menurunkan kerusakan oksidatif sehingga efektif untuk

memperbaiki kasus keracunan akut OPs

48

27 Manggis

271 Tumbuhan manggis

Tumbuhan manggis (Garcinia mangostana L) berasal dari Asia Tenggara

dan merupakan tumbuhan fungsional karena hampir semua bagian dari tumbuhan

ini dapat dimanfaatkan sebagai obat Manggis termasuk dalam family Guttiferae

dan merupakan species terbaik dari genus Garcia Buah manggis sering dijuluki

Queen of tropical fruit karena mempunyai rasa enak daging buah putih halus

bentuk buah bagus dan disukai banyak orang (Chaverri et al 2008) Manggis

sering disebut mangostin atau kadang-kadang disebut buah super dengan berbagai

karakteristik seperti rasa aroma kaya nutrisi dan daya antioksidan yang tinggi

Buah manggis (Garcinia mangostana L) merupakan buah yang eksotik

karena memiliki warna yang menarik dan kandungan gizi yang tinggi sehingga

buah manggis memiliki prospek yang cukup baik untuk dikembangkan

(Mardawati et al 2011) Tingkatan taksonomi tanaman manggis adalah sebagai

berikut (Prihatman 2000)

- Kingdom Plantae

- Divisi Spermathophyta (Tumbuhan berbiji)

- Sub Divisi Angiospermae (Berbiji tertutup)

- Kelas Dicotyledonae (Biji berkeping dua)

49

- Ordo Theales

- Famili GuttiferaeClusiaceae

- Genus Garcinia

- Spesies Garcinia mangostana L

Selain sebagai buah yang eksotik manggis juga mengandung berbagai senyawa

yang bermanfaat bagi tubuh seperti triterpenoid mangostin tannin resin

kalsium zat besi dan vitamin B1 Potensi manggis tidak hanya terbatas pada

buahnya saja tetapi juga hampir seluruh bagian tumbuhan manggis menyimpan

potensi yang sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia

Kulit buah manggis mengandung beberapa senyawa yang memiliki

aktivitas farmakologi seperti antiinflamasi antihistamin antibakteri anti penyakit

jantung antijamur bahkan untuk terapi HIV (Chaveri et al 2008) Senyawa

utama kandungan kulit buah manggis yang dilaporkan bertanggung jawab atas

beberapa aktivitas farmakologi adalah golongan xanthone yang meliputi

mangostin mangosterol mangostinon A dan B trapezifolixanthone tovophyllin

B dan beta mangostin garcinon B mangostanol flavonoid epikatekin dan

gartanin136-trihidoksi-7-metoksi-28-bis(3-metil-2-butenil)-9H-xanten-9-on(alfa

mangostin) dan 1367-tetrahidroksi-28-bis (3-metil-2-butenil)-9H-xanten-9-on

(gamma mangostin) yang sangat bermanfaat untuk kesehatan (Qosim 2007)

Kandungan antioksidan manggis banyak terdapat pada kulit buahnya

dikenal sebagai antioksidan yang efektif karena mengandung senyawa biologi

xanthones walaupun dapat juga ditemukan dalam semua bagian manggis baik

pada buah kulit buah kulit kayu maupun daunnya Senyawa xanthone hanya

50

dihasilkan oleh genus garcinia Xanthone memiliki struktur kimia yang unik

terdiri dari sistem aromatik trisiklik (C6-C3-C6) dengan kelompok isoprena

metoksil dan hidroksil terletak pada cincin A dan B sehingga senyawa xanthone

beragam Struktur umum xanthone dapat dilihat pada Gambar 210

Gambar 210

Struktur umum senyawa xanthone (Chaverri et al 2008)

Xanthone termasuk golongan senyawa flavonoid Senyawa ini memiliki

dua cincin benzene dan satu cincin piran Inti xanthone dikenal sebagai 9-

xanthenone atau dibenzo-c-pyrone Xanthone dapat diklasifikasikan ke dalam lima

kelompok yaitu oxygenated xanthone xanthone glycoside prenylated xanthone

xanthonolignoid dan miscellaneous xanthone Menurut Chaverri et al (2008)

terdapat 200 lebih xanthone yang tersedia di alam ini dan 50 diantaranya

terkandung dalam kulit buah manggis

Xanthone memiliki rumus molekul C13H8O2 sehingga memiliki massa

molar sebesar 196191 gram mol Dalam penamaan menurut IUPAC senyawa ini

diberi nama 9H-xanthen-9-one Uji aktivitas antioksidan kulit buah manggis

dengan menggunakan peroksinitrit sebagai radikal bebas diketahui bahwa 8-

hydroxycudraxanthone G gartanin α-mangostin γ-mangostin dan smeath-

xanthone A merupakan komponen yang memiliki aktivitas antioksidan terbesar

51

(Jung et al 2006) Senyawa xanthone yang banyak terdapat pada kulit manggis

yaitu α - dan γ - mangostin (Obolsky et al 2009)

Struktur kimia beberapa turunan xanthone seperti α mangostin β

mangostin dan γ mangostin dapat dilihat pada pada Gambar 211

(Chaivisuthangkura et al 2008)

α mangostin β mangostin γ mangostin

Gambar 211

Struktur Kimia beberapa derivat xanthone

(Chaivisuthangkura et al 2008)

Senyawa-senyawa xanthone juga mempunyai aktivitas antibakteri

melawan S Aureus strain yang resisten terhadap penicillin dan methicillin

aktivitas antifungi melawan F Oxiforum A Tenuls dan D Oryzae (Chomnawang

2007) Garcinia mangostana dan senyawa-senyawa xanthone α-mangostin

mendorong aktivitas antimikroba melawan P acnes dan S epidermis yang

merupakan agen etiologi kritis pada jerawat (Chomnawang et al 2007)

Senyawa alfa-mangostin sebagai turunan xanthone memiliki kemampuan

dalam menekan pembentukan senyawa karsinogen pada kolon Xanthone juga

52

bermanfaat mencegah pertumbuhan sel kanker dan tumor Kemampuan

antioksidannya bahkan melebihi vitamin C dan E yang selama ini dikenal sebagai

antioksidan yang paling efektif (Ummi dan Any 2014) Hasil penelitian Kosem

et al (2007) mendapatkan ekstrak metanol kulit buah manggis mengandung α

mangostin sebesar 2519 g100 g ekstrak

Moongkandi et al (2004) menyatakan kulit buah manggis bermanfaat

penting bagi kesehatan karena kaya akan antioksidan seperti xanthone dan

antosianin Antosianin merupakan salah satu antioksidan kuat yang mampu

mencegah berbagai kerusakan akibat stress oksidatif sehingga mampu melindungi

sel dari radikal bebas Penelitian lain juga mendapatkan bahwa xanthone dari

manggis memiliki aktivitas antioksidan antitumor antiinflamasi antialergi

antifungi dan antibakteri (Suksamrarn et al 2006 dan Chaverri et al 2008)

Garcinia mangostana memiliki aktivitas antioksidan yang signifikan pada

IC50 sebesar 613 μgml juga efektif dalam scavenging radikal bebas dan bisa

mengurangi produksi cytokine sebagai suatu proinflamasi Senyawa xanthone

pada kulit buah manggis merupakan antioksidan tingkat tinggi karena kandungan

antioksidannya 667 kali dari wortel dan 83 kali jeruk (Qosim 2007)

Antioksidan yang terkandung dalam kulit buah manggis didominasi oleh

senyawa fenol yaitu xanthone Kadar xanthone dalam manggis berbeda-beda

tergantung pada kualitas buah yang terbesar didapatkan pada buah dengan kulit

burik atau kasar yakni sebesar 23544 μgg ekstrak sedangkan pada buah besar

dengan kulit mulus mengandung kadar xanthone sebesar 18502 μgg ekstrak

buah kecil sebesar 20434 μgg dan buah dengan kulit mengandung getah kuning

53

15289 μgg ekstrak Xanthone dalam kulit buah yang mengandung getah kuning

berperan dalam mekanisme pertahanan mencegah terjadinya stres akibat serangan

hama atau kerusakan fisik (Arsana 2014)

Xanthone sebagai antioksidan akan memutus rantai reaksi oksidasi radikal

bebas untuk mencegah reaksi oksidasi dengan reaksi reduksi yang melibatkan

hidrogen Keterlibatan hidrogen dalam reaksi-reaksi reduksi dapat menghambat

reaksi oksidasi antara radikal bebas dengan oksigen Kadar Oxygen Radical

Absorbance Capacity (ORAC) dari xanthone mencapai 17000-20000 ORAC per

100 ons kulit manggis lebih besar dari wortel dan jeruk yang kadar ORAC-nya

hanya 300 dan 2400 (Fanany 2013) Manfaat yang demikian besar menyebabkan

xanthone sangat dibutuhkan dalam tubuh sebagai penyeimbang prooksidan

Prenilasi xanthone juga mempunyai efek penghambat terhadap M Tuberculosis

Alfa-mangostin yang merupakan derivat xanthone didapatkan mempunyai potensi

sebagai antimikroba (Suksamrarn et al 2006) Selain itu kulit buah manggis

juga mengandung beberapa senyawa lain seperti yang tertera pada Tabel 23

Tabel 23

Komposisi Tepung Kulit Buah Manggis

Sumber Shahidi 1997 dalam Ummi dan Any 2014

No Komponen Kadar ( bk)

1

Air 900

2 Abu 258

3 Gula 692

4 Protein 269

5 Serat Kasar 3005

6 Lainnya (Tanin lemak dll) 4876

54

272 Ekstrak kulit buah manggis

Ekstrak kulit buah manggis mengandung berbagai senyawa yang diduga

bekerja sebagai antioksidan dengan cara mendonorkan elektronnya kepada radikal

bebas sehingga mencegah terjadinya peroksidasi lipid baik pada tahap inisiasi

propagasi maupun pada tahap terminasi (Middleton et al 2000) Senyawa-

seyawa ini bekerja sebagai sinyal yang akan mengaktivasi nuclear factor

erythroid 2- related factor 2 (Nrf2) yang terikat pada Kelch-like ECH-associated

protein-1 (Keap1) dalam sitoplasma sehingga mengalami disosiasi dan translokasi

menuju nukleus Dalam nukleus Nrf2 berasosiasi pada bagian promoter gen yang

disebut Antioxidant Respone Element (ARE) sehingga memicu ekspresi gen

penyandi antioksidan Senyawa yang terkandung dalam ekstrak kulit buah

manggis disamping bekerja sebagai antioksidan dengan cara mendonorkan

elektronnya kepada radikal bebas juga dapat menstimulasi ekspresi gen penyandi

antioksidan melalui aktivasi Nrf2 Salah satu stimulan tersebut adalah golongan

fenol (Inoue 2001) Ekstrak kulit buah manggis dapat mengatur aktivitas catalase

dalam aktivitasnya sebagai scavenger H2O2 atau mengatur gen Nrf-2 (Bartz et

al 2010) Hal ini sesuai dengan yang didapatkan dalam penelitian

Weecharangsan et al (2006) aktivitas ekstrak air dan ekstrak etanol kulit buah

manggis berperan sebagai scavenger H2O2

Skrining fitokimia dilakukan untuk memberikan gambaran tentang

golongan senyawa yang terkandung dalam ekstrak etanol kulit buah manggis

Hasil uji skrining fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak etanol kulit buah

manggis mengandung senyawa golongan alkaloid triterpenoid saponin

55

flavonoid tannin dan polifenol (Kristianti et al 2008) Polifenol adalah senyawa

fenolik yang memiliki lebih dari satu gugus hidroksil (OH) golongan senyawa ini

terdapat pada berbagai jenis tumbuhan yang mempunyai berbagai macam aktivitas

biologi salah satunya adalah aktivitas antioksidan (Scalbert et al 2005)

Polifenol banyak ditemukan dalam buah-buahan sayuran dan biji-bijian

yang merupakan sumber antioksidan alami Senyawa polifenol terdiri dari

beberapa subkelas yakni flavonol isoflavon (dalam kedelai) flavanon

antosianidin katekin dan biflavan Semua polifenol mampu menjadi perangkap

oksigen dan radikal alkil dengan memberikan donor elektron sehingga terbentuk

radikal fenoksil yang relatif stabil (Mokgope 2006) Senyawa-senyawa polifenol

alami secara langsung sebagai scavenger SOR dan secara tak langsung melindungi

aktivitas beberapa enzim sehingga berpotensi meningkatkan antioksidan endogen

(Masella et al 2005) Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Martin et al

(2010) yang mendapatkan CPE (cocoa polyphenolic extrac) yang mengandung

senyawa-senyawa flavonoid seperti katecin epikatecin dan prosianidin

meningkatkan aktivitas GPx dan glutation reduktase (GR) Senyawa-senyawa ini

mereduksi produksi SOR dan mengatur aktivitas antioksidan enzim Peningkatan

aktivitas enzim antioksidan dapat digunakan sebagai terapi penyakit-penyakit

yang disebabkan oleh stress oksidatif

Senyawa fenol sebagai antioksidan tergantung dari beberapa faktor seperti

ikatan gugus hidroksil pada cincin aromatik posisi ikatan posisi hidroksil bolak

balik pada cincin aromatik dan kemampuannya dalam memberi donor hidrogen

atau donor elektron serta kemampuannya dalam memerangkap radikal bebas (free

56

radical scavengers) Palakawong et al (2010) mendapatkan daya antioksidan

ekstrak kulit buah manggis sebesar 594 microgml yang dianalisis dengan metode

DPPH Ekstrak kulit manggis mengandung total fenol yang cukup tinggi yaitu

sebesar 4112 mgg dengan aktivitas antioksidannya sebesar 8442 (Dyahnugra

et al 2015) Ekstrak etanol kulit buah manggis menunjukkan aktivitas yang

signifikan dalam menghambat pembentukan 50 radikal menghambat radikal

superoxide (O2-) mereduksi produksi ROS dan dapat menangkap radikal

hidroksil (OH-) (Chomnawang et al 2007)

Senyawa flavonoid adalah senyawa-senyawa polifenol yang memiliki 15

atom karbon (C6-C3-C6) terdiri dari dua cincin benzena yang dihubungkan

menjadi satu oleh rantai linier yang terdiri dari tiga atom karbon Flavonoid

dalam ekstrak kulit buah manggis berperan membasmi radikal bebas dengan

berbagai cara misalnya dengan menghambat enzim yang bertanggung jawab

memproduksi anion superoksida yaitu xantin oksidase ada juga dengan

menyumbangkan elektronnya ke radikal superoksida atau radikal lipid agar stabil

(Smith et al 2005)

Ekstrak kulit buah manggis baik dengan pelarut air etanol 50 etanol

95 dan etil asetat menunjukan aktivitas antioksidan dan neuroprotektif

(Weecharangsan et al 2006) Kapasitas antioksidan ekstrak air dan etanol 50

diuji dengan metoda DPPH didapatkan masing-msing sebesar 3498 dan 3076

Kapasitas antioksidan ekstrak ini sudah dicobakan pada sel neuroblastoma

(NG108-15) yang terpapar hidrogen peroksida (H2O2) kedua ekstrak ini

memperlihatkan aktivitas neuroprotektif dengan konsentrasi 50 lgmL Aktivitas

57

neuroprotektif ekstrak etanol 50 kulit buah manggis lebih tinggi dibandingkan

dengan ekstrak air Ekstrak etanol kulit buah manggis juga mempunyai aktivitas

antioksidan yang signifikan sebagai penghambat pembentukan radikal DPPH

(Chomnawang et al 2007)

Ekstrak kulit buah manggis diketahui memiliki daya antioksidan sangat

kuat hal ini dibuktikan dengan menggunakan fraksi pelarut metanol etanol dan

etil asetat semuanya memiliki daya antioksidan EC50 kurang dari 50 Fraksi

metanol mempunyai nilai EC50 yang paling kecil dibanding dengan kedua

fraksi lainnya masing-masing 800 mgL 926 mgL dan 2948 mgL ini berarti

fraksi metanol mempunyai aktivitas antioksidan yang lebih besar dibandingan

dengan fraksi etanol dan etil asetat (Mardawati et al 2011) Hal ini didukung

oleh Li dan Xu (2015) yang menyatakan ekstrak metanol kulit buah manggis

mempunyai aktivitas antioksidan yang kuat karena kandungan polifenolnya sangat

tinggi

Senyawa fenol banyak ditemukan pada berbagai tanaman Senyawa ini

telah dieksploitasi secara intensif karena selain berfungsi sebagai antioksidan juga

memiliki berbagai fungsi biologi seperti anti mutagenik dan anti karsinogenik

Antioksidan alami yang terdapat dalam tanaman akan meredam radikal bebas

yang berbahaya dari tubuh Senyawa-senyawa polifenol dari tanaman seperti

flavonoid digambarkan sebagai peredam SOR Ekstrak kulit buah manggis dapat

mengurangi produksi SOR intrasel secara signifikan yang ditentukan dengan 27-

dichlorofluorescein diacetate (DCFH-DA) dalam SKBR3 saluran sel

(Moongkarndi et al 2004) Aktivitas radikal hidroksil (HO-) diperangkap oleh

58

xanthone yang diisolasi dari beberapa ekstrak kulit buah manggis (Chin et al

2008) Xanthone dapat diklasifikasikan ke dalam lima kelompok yaitu

oxygenated xanthone xanthone glycoside prenylated xanthone xanthonolignoid

dan miscellaneous xanthone Saat ini sekitar 1000 xanthone berbeda telah

diketahui (Chaverri et al 2008)

Kulit buah manggis mengandung 90 xanthone terutama α dan β

mangostin yang disebut panaxanthone dapat memulihkan sistem pertahanan

antioksidan endogen seperti aktivitas SOD GPx dan kadar GSH secara invitro

dan in vivo memecah langsung SOR untuk mengurangi penipisan GSH dan

meghambat peroksidasi lipid Efek protektif α mangostin diduga terhadap stress

oksidatif dimediasi melalui jalur Nrf2 (Jung et al 2006) Ekstrak kulit buah

manggis dapat menurunkan MDA meningkatkan SOD dan GPx pada tikus yang

mengalami peningkatan MDA serta penurunan SOD dan GPx karena perlakuan

latihan (Arsana 2013) Hal yang sama didapatkan oleh Sudjarwo dan

Koerniasari (2015) bahwa pemberian ekstrak kulit buah manggis dapat

meningkatkan aktivitas GPx dan SOD ginjal tikus yang menurun karena diberi

perlakuan logam berat timbal mungkin disebabkan oleh kemampuan ekstrak

kulit buah manggis mengurangi akumulasi radikal bebas

Skrining fitokimia ekstrak kulit manggis juga menunjukkan bahwa kulit

buah manggis mengandung senyawa metabolit sekunder berupa golongan alkaloid

saponin tanin polifenol dan flavonoid (Poeloengan dan Praptiwi 2010)

Saponin merupakan zat aktif yang dapat meningkatkan permeabilitas membran

sehingga terjadi hemolisis sel Apabila saponin berinteraksi dengan sel bakteri

59

maka bakteri tersebut akan rusak atau lisis sedangkan flavonoid merupakan

kelompok senyawa fenol yang mempunyai kecenderungan untuk mengikat

protein sehingga mengganggu proses metabolisme bakteri tersebu Senyawa-

senyawa fenolik dapat bereaksi dengan senyawa oksigen reaktif disebabkan

oleh satu atau dua gugus hidroksil pada cincin aromatik dapat berperan sebagai

donor hidrogen (Dungir et al 2012)

Tanin dalam konsentrasi rendah mampu menghambat pertumbuhan

bakteri sedangkan pada konsentrasi tinggi mampu bertindak sebagai antibakteri

dengan cara menggumpalkan protoplasma bakteri sehingga terbentuk ikatan yang

stabil dengan protein bakteri Selain itu pada saluran pencernaan tanin mampu

mengeliminasi toksin (Poeloengan dan Praptiwi 2010)

Flavonoid merupakan golongan senyawa yang mempunyai kemampuan

sebagai antioksidan Flavonoid juga berperan mengaktifkan enzim kunci dalam

respirasi mitokondria dan melindungi sel neuron sehingga mencegah stres

oksidatif dan kerusakan jaringan Asupan flavonoid berperan sebagai

neuroprotektif berpotensi melindungi neuron dari neurotoksin meningkatkan

fungsi memori pembelajaran dan kognitif (Spencer 2009)

Uji daya antioksidan ekstrak kulit manggis buah dilakukan oleh Lin et al

(2014) menggunakan DPPH Radikal bebas DPPH (DPPHbull) mungkin akan

ditangkap oleh antioksidan dengan memberikan atom hidrogen (Hbull) membentuk

molekul stabil DPPH-H mekanismenya seperti tampak pada Gambar 212

Gambar ini menunjukkan reaksi antara γ-mangostin dengan DPPH akan

menghasilkan senyawa yang stabil sehingga tidak akan terjadi reaksi rantai yang

60

akan menghasilkan radikal-radikal lain yang lebih reaktif Dalam molekul γ-

mangostin gugus ortho-dihidroksil menjadi homolysis menghasilkan radikal

hidrogen (Hmiddot) dan radikal γ-mangostinmiddot (I) Hmiddot kemudian bergabung dengan

DPPHmiddot membentuk molekul DPPH-H dan radikal γ-mangostin menjadi (II)

yang selanjutnya dapat menghasilkan radikal hidrogen (Hmiddot) melebihi yang

diperlukan oleh radikal DPPH (DPPHmiddot) untuk membentuk quinone (III) Hasil ini

mengindikasikan bahwa ekstrak kulit buah manggis sebagai sumber antioksidan

yang baik dengan cara mendonasikan elektron kepada radikal bebas untuk

membentuk produk stabil sehingga tidak menimbulkan reaksi berantai

Gambar 212

Reaksi γ mangostin dengan DPPH sebagai radikal bebas

Lin et al (2014)

61

62

63

Page 21: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pestisida...pestisida menginduksi produksi serotonin dan histamin, sebagai hormon yang memicu reaksi alergi dan dapat menimbulkan senyawa baru yang lebih

29

timbul dengan cepat dalam waktu 6-8 jam tetapi bila paparan berlebihan dapat

menimbulkan kematian dalam beberapa menit

OPs juga menunjukan efek genotoksisitas (DNA) pada saat sel hidup

kemudian saat replikasi sel dan berakhir pada mutagenitas dan karsinogenitas

Genotoksisitas dihasilkan karena reaksi OPs dengan DNA sehingga DNA rusak

berupa penyimpangan kromosom OPs juga menunjukan efek karsinogenitas

meliputi perubahan sel normal menjadi sel neoplastik dan berkembang lebih lanjut

menjadi tumor (Hodgson 2004)

22 Asetilkolinesterase (AChE)

Kolinesterase merupakan katalis biologis yang berperan menjaga agar otot

kelenjar dan sel saraf bekerja harmonis Jika aktivitas kolinesterase jaringan

tubuh menurun maka dapat mempengaruhi aktivitas asetilkolinesterase saraf

sehingga asetilkolin (ACh) akan menumpuk di bagian ujung saraf dan menganggu

aliran impuls saraf akhirnya terjadi paralisis otot (Depkes RI 2007)

Kolinesterase merupakan suatu enzim dengan berat molekul sekitar 3000000 dan

mempunyai 48 bagian aktif yang masing-masing terdiri dari satu bagian anionik

dan satu bagian esteratik (protenated acidic group)

AChE adalah suatu serine hidrolase termasuk dalam kelompok esterase

yang mempunyai banyak sel satu AChE berperan sangat penting dalam tubuh

yaitu menghidrolisis neurotransmitter asetilkolin (ACh) menjadi asam asetat dan

kolin pada saraf sinapsis Kelompok ini berbeda dengan jenis ester karbosiklik

Aktivitas AChE yang terhambat oleh OPs pada CNS menyebabkan

30

terakumulasinya ACh dan menimbulkan gejala seperti sakit kepala meningkatnya

produksi ludah pernafasan terganggu dan dapat menyebabkan kematian (Du et

al 2008) AChE mempunyai dua sisi pengikatan yaitu daerah anionik dan daerah

esteratik keduanya penting untuk degradasi ACh

ACh adalah suatu hormon neuro yang terdapat diantara ujung-ujung saraf

dan otot sebagai media kimia yang berfungsi meneruskan rangsangan saraf ke

reseptor sel-sel otot dan kelenjar ACh dibuat di dalam ujung serabut saraf

motorik melalui proses asetilasi dari kolin ekstra sel dan koenzim A (Erwin dan

Kusuma 2012) Daerah anionik berfungsi untuk pengikatan sebuah molekul

ACh pada enzim Saat ACh terikat reaksi hidrolisis terjadi pada sisi aktif

esteratik ACh akan terurai menjadi kolin dan asam asetat Kolin kemudian

diambil lagi melalui sistem uptake kolin berafinitas tinggi pada membran

presinaps Proses hidrolisis ACh menjadi kolin dan asam asetat dapat dilihat pada

Gambar 28

Gambar 28

Reaksi hidrolisis ACh menjadi asam asetat dan kolin pada

sisi anion dan ester dari enzim asetilkolinesterase (Wiener dan

Hoffman 2004)

31

Penurunan aktivitas kolinesterase darah seseorang terjadi karena adanya

OPs dalam darah yang membentuk senyawa phosphorilated cholinesterase

sehingga enzim kolinesterase tidak dapat berfungsi lagi dan kadar aktif dari enzim

tersebut akan berkurang hal ini menyebabkan ACh lebih lama berada pada

reseptor sehingga memperpanjang efek rangsang saraf cholinergic pada sebelum

dan sesudah ganglion Rangsangan saraf yang terus-menerus akan merusak fungsi

saraf dan muncul dalam bentuk kelemahan otot mual-mual muntah hipersalivasi

tremor dan paralisis (Bajgar 2004) Akumulasi ACh yang menyebabkan

terjadinya disfungsi sistem saraf dan perilaku akan memicu kerusakan pada

sistem pernafasan yang akhirnya dapat menyebabkan kematian Sistem saraf yang

terganggu akibat penumpukan ACh menyebabkan terganggunya pasokan nutrisi

dan oksigen ke seluruh sel dan jaringan sehingga menghambat pertumbuhan

organisme (Robert 2011) Rangsang yang ditimbulkan oleh asetilkolin akan

berhenti bila ACh dihidrolisis menjadi kolin dan asam asetat oleh AChE

Aktivitas AChE yang terhambat menyebabkan ACh tidak dapat

dihidrolisis sehingga impuls saraf dari satu sel ke sel yang lain atau ke efektor

akan terganggu Petani yang terpapar OPs dengan dosis rendah dalam jangka

waktu lama juga menunjukan penurunan Superoxyde dismutase (SOD) dan

glutation reduktase OPs yang terakumulasi bertahun-tahun pada penyemprot

pestisida berbanding lurus dengan penurunan AChE dan berbanding terbalik

dengan Glucose-6-phosphate dehydrogenase (G6DPH)

32

23 Radikal Bebas

Radikal bebas adalah sekelompok spesies kimia baik berupa atom maupun

molekul yang memiliki elektron tidak berpasangan pada lapisan luarnya Radikal

bebas juga merupakan suatu kelompok spesies kimia dengan reaksi jangka pendek

yang memiliki satu atau lebih elektron bebas sehingga sangat reaktif mempunyai

spesifitas kimia yang rendah sehingga dapat bereaksi dengan berbagai molekul

lain seperti protein lemak karbohidrat dan DNA (Droge 2007)

Radikal bebas diartikan sebagai molekul yang relatif tidak stabil

mempunyai satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan pada orbit luarnya

bersifat reaktif dalam mencari pasangan elektronnya Radikal bebas dalam tubuh

akan segera bereaksi dengan molekul lain sehingga terjadi reaksi berantai yang

disebut peroksidasi lipid dan menghasilkan radikal bebas baru sehingga jumlah

radikal bebas terus bertambah (Marinajati et al 2012) Radikal bebas bersifat

tidak stabil sehingga tidak dapat mempertahankan bentuk aslinya dalam waktu

lama karena segera akan berikatan dengan molekul lain di sekitarnya Radikal

bebas akan menyerang molekul stabil yang terdekat dan mengambil elektronnya

Molekul yang terambil elektronnya ini akan menjadi radikal bebas baru sehingga

akan memulai suatu reaksi berantai yang pada akhirnya akan menyebabkan

kerusakan sel (Droge 2007)

Kelompok radikal bebas antara lain anion superoksida (O2) radikal

hidroksil (OH) dan radikal peroksil (RO2) sedangkan kelompok non radikal

misalnya hidrogen peroksida (H2O2) dan peroksida organik (ROOH) (Halliwell

dan Whiteman 2004) Radikal superoksida ( O2 -) merupakan bentuk yang paling

33

aktif yang paling banyak dihasilkan oleh berbagai mekanisme di dalam tubuh

seperti mitokondria sistem enzim NADPH oksidase reaksi dari xanthin oksidase

dan metabolisme asam arakidonat

Radikal bebas yang terbentuk di dalam tubuh (radikal bebas internal)

merupakan bagian integral dari proses fisiologis seperti saat pembentukan energi

dalam mitokondria melalui oksidasi fosforilasi Sumber radikal bebas internal

antara lain 1) Organ subseluler seperti mitokondria kloroplas mikrosom

peroksisom dan nuklei menghasilkan O2- 2) inflamasi selama inflamasi terjadi

fagositosis oleh makrofag dan metrofil keduanya membentuk radikal bebas

untuk memfagositosis bakteri 3) ion logam transisi Fe dan Cu berperan

membentuk radikal bebas dan menimbulkan peroksidasi lipid 4) oksidasi

enzimatik seperti xanthin oksidase dan lipoksigenase (Droge 2007) Radikal

bebas dapat juga berasal dari luar tubuh (radikal bebas eksternal) Sumber radikal

bebas eksternal antara lain polusi lingkungan (asap rokok asap kendaraan asap

pabrik) aktivitas fisik yang berlebih sinar ultra violet dari matahari radiasi obat-

obatan dan pestisida

Radikal bebas dapat terbentuk dari senyawa lain yang sebenarnya bukan

radikal bebas tetapi mudah menjadi radikal bebas misalnya hidrogen peroksida

(H2O2) dan ozon Kedua kelompok senyawa ini sering diistilahkan sebagai

Reactive Oxygen Species (ROS) atau senyawa Oksigen Reaktif (SOR) Sel-sel

hidup dari organisme aerob secara kontinyu membentuk SOR sebagai bagian dari

proses fisiologi metabolik dan reaksi-reaksi biokimia lainnya

34

SOR adalah kelompok senyawa yang sebenarnya bukan radikal bebas

tetapi mudah berubah menjadi radikal bebas (Droge 2007) SOR dihasilkan dalam

proses metabolisme oksidatif dalam tubuh misalnya pada proses oksidasi makanan

menjadi energi SOR diproduksi dalam jumlah yang cukup dalam tubuh seperti

sel darah putih menghasilkan H2O2 yang berfungsi untuk membunuh beberapa

jenis bakteri dan jamur namun H2O2 tidak menyerang secara spesifik sehingga

dapat menyerang asam-asam lemak tidak jenuh ganda atau polyunsaturated fatty

acid (PUFA) dari membran sel yang menyebabkan kerusakan struktur dan fungsi

sel (Winarsi 2007) SOR terbentuk sebagai produk samping reaksi oksidasi

fosforilasi untuk membentuk energi berupa Adenosine Tri Phosphate (ATP)

dalam rantai transport elektron pada mitokondria Proses tersebut membutuhkan

O2 tetapi tidak semua O2 berikatan dengan hidrogen untuk membentuk air sekitar

4 sampai 5 dari oksigen yang dikonsumsi berubah menjadi SOR (Marciniak

et al 2009) SOR seperti radikal super oksida (SOO-) dan radikal hidroksil

(OH-) yang dihasilkan oleh metabolisme sel yang normal maupun lingkungan

yang stres dapat menyebabkan sel-sel mati melalui peroksidasi lipid oksidasi

protein menghambat aktivitas enzim-enzim perubahan reduksi oksidasi intra sel

dan kerusakan DNA Hal ini menunjukkan bahwa SOR terlibat dalam timbulnya

beberapa penyakit dan proses penuaan

Organofosfat merupakan senyawa toksik yang mempunyai kemampuan

membentuk radikal bebas pada sistem biologi (Nur et al 2010) Reaksi radikal

bebas dengan komponen sel baik komponen struktural (molekul penyusun

membran) maupun komponen fungsional yaitu enzim dan DNA dapat merusak

35

sel melalui oksidasi lipid tidak jenuh dan protein sel (Zakaria 1996 dalam

Mardawati et al 2011) Kerusakan lebih lanjut pada organ sel adalah kerusakan

DNA dan membran sel Mekanisme tersebut menunjukan bahwa radikal bebas

dapat mempengaruhi timbulnya berbagai jenis penyakit degeneratif seperti

aterosklerosis Penelitian Amran et al (2009) mendapatkan ada korelasi yang

signifikan antara kerusakan DNA dengan perkembangan aterosklerosis dan

meningkatnya jumlah pasien Coronary Artery Disease (CAD)

24 Stres Oksidatif

Radikal bebas dalam jumlah tertentu di dalam tubuh dapat dinetralisir oleh

antioksidan endogen Antioksidan endogen utama pada sel-sel tubuh adalah

enzim SOD (Superoksida dismutase) glutation reduktase dan glutation

peroksidase (GPr dan GPx) serta catalase (CAT) Pembentukan radikal bebas

yang melebihi kemampuan aktivitas antioksidan endogen menyebabkan jumlah

keseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan akan terganggu Apabila

jumlah radikal bebas terus bertambah sedangkan jumlah antioksidan endogen

tetap maka kelebihan radikal bebas tidak dapat dinetralkan akibatnya radikal

bebas bereaksi dengan komponen-komponen sel dan menyebabkan kerusakan sel

Peningkatan jumlah radikal bebas atau oksidan menyebabkan timbulnya

suatu keadaan yang disebut stres oksidatif Stres oksidatif adalah suatu keadaan

ketidak seimbangan antara radikal bebas dan antioksidan dimana jumlah radikal

bebas lebih besar dari antioksidan Stres oksidatif adalah suatu keadaan patologis

yang disebabkan oleh kerusakan jaringan di dalam tubuh karena peningkatan

36

jumlah radikal bebas yang tidak normal (Halliwel 2006) Radikal bebas yang

jumlahnya jauh lebih banyak dari antioksidan akan bereaksi dengan cepat dan

merusak bermacam-macam substrat di dalam tubuh termasuk komponen-

komponen sel protein asam lemak tak jenuh ganda karbohidrat dan asam-asam

nukleat hal ini mengakibatkan berkembangnya penyakit kronik Serangan oksidan

terhadap asam lemak tidak jenuh sebagai komponen penting penyusun membran

sel dapat menimbulkan reaksi rantai yang disebut peroksidasi lipid Proses

tersebut mengakibatkan terputusnya ikatan dalam asam-asam lemak menjadi

berbagai senyawa yang toksik terhadap sel seperti malondialdehid (MDA) dan 9-

hidroksi nonenal MDA yang dihasilkan kemudian dilepaskan ke darah sehingga

kadar MDA di dalam darah dapat dijadikan sebagai penanda tidak langsung

adanya peroksidasi lipid dan peningkatan SOR

25 Malondialdehid (MDA)

Peningkatan stres oksidatif berdampak negatif pada beberapa komponen

penyusun membran sel yaitu kerusakan pada membran lipid membentuk

malondialdehida (MDA) kerusakan protein karbohidrat dan DNA (Kevin et

al2006) Kerusakan oksidatif yang diakibatkan oleh radikal bebas mempengaruhi

kondisi patologis berupa kerusakan sel jaringan dan berbagai organ seperti hati

ginjal dan jantung baik pada manusia maupun hewan Kerusakan ini dapat

berakhir pada kematian sel sehingga terjadi percepatan timbulnya berbagai

penyakit degeneratif (Kevin et al 2006 dan Valko et al 2007) MDA

merupakan metabolit hasil peroksidasi lipid oleh radikal bebas sehingga dapat

37

menggambarkan aktivitas radikal bebas dalam sel dan menjadi petunjuk terjadinya

stres oksidatif akibat radikal bebas (Asni 2009) Semakin tinggi kadar MDA

plasma maka semakin tinggi stres oksidatif yang terjadi dalam sel-sel tubuh

Peroksidasi lipid menghasilkan MDA dari radikal bebas akan selalu membentuk

reaksi berantai yang terus berlanjut sampai radikal bebas ini dihilangkan oleh

sistem antioksidan dari tubuh

MDA adalah hasil proksidasi lipid yang larut dalam air pada kondisi

normal MDA secara parsial diekskresikan melalui urine tetapi tidak diketahui

berapa jumlah MDA yang terbentuk dalam tubuh itu dapat dihilangkan oleh

ginjal MDA merupakan salah satu hasil dari peroksidasi lipid yang digunakan

sebagai indikator dari stres oksidatif (Hundekari et al 2013) Peningkatan

peroksidasi lipid mungkin disebabkan oleh inflamasi yang berkaitan dengan

infeksi virus dan menurunnya kadar antioksidan

Penelitian in vitro pada eritrosit manusia yang menyemprot pestisida

menunjukan peningkatan konsentrasi karbofuran meningkatkan kadar MDA

secara signifikan (Misrha et al 2013) yang mendapatkan kadar MDA pada darah

petani penyemprot pestisida lebih tinggi secara signifikan dibandingkan dengan

kontrol seperti ditunjukan pada Tabel 22

Paparan pestisida atrazine pada tikus dapat meningkatkan peroksidasi lipid

dan merusak membran di dalam sel yang dipapar Kandungan fosfolipid dan

kolesterol dalam membran eritrosit dapat diketahui dengan menggunakan teknik

scanning electron microscopy (SEM) dan dapat diketahui terjadi perubahan

morfologi dalam eritrosit yang sebanding dengan perubahan parameter biokimia

38

termasuk stres oksidatif (Singh et al2006) Kerusakan sel cedera irreversible sel

dan kematian sel dapat terjadi apabila stres oksidatif berlangsung lama

Tabel 22 Perbandingan profil biokimia antara kontrol

dan penyemprot pestisida

Parameters Controls(n=18)

Mean plusmnSD

Sprayers (n=50)

Mean plusmnSD

MDA (nmolTBARSml blood)

943 plusmn078

2630 plusmn202

CAT (μ mol H2O2 hydrolysed X

104mlg Hb)

1055plusmn1520

13569 plusmn 1234

SOD(μmol hydroysed X 104mlg

Hb)

329 plusmn 079 803 plusmn 246

Sumber Mishra et al 2013

26 Antioksidan

Antioksidan adalah molekul yang mampu memperlambat atau mencegah

oksidasi molekul lain (Chakraborty et al 2009) Antioksidan adalah senyawa-

senyawa yang dapat menunda atau menghambat terjadinya oksidasi biomolekul

dengan menghambat reaksi-reaksi oksidasi rantai oleh radikal bebas dan mampu

menurunkan kerusakan oksidatif (Jantan et al 2011) Antioksidan juga

didefinisikan sebagai senyawa yang mampu menunda memperlambat atau

menghambat reaksi oksidasi makanan maupun obat Antioksidan akan bereaksi

dengan oksidan sehingga mengurangi kapasitas oksidan untuk dapat menimbulkan

kerusakan (Shahidi 1997 dalam Asep et al 2012)

Antioksidan dalam sistem biologi baik antioksidan enzim maupun non

enzim melindungi sel dari kerusakan yang disebabkan oleh molekul-molekul yang

39

tidak stabil yang disebut radikal bebas Antioksidan membantu menghancurkan

radikal bebas yang merusak sel mendukung pertumbuhan sel-sel yang sehat

melindungi sel dari penuaan mendukung sistem imun dalam tubuh Antioksidan

bersifat sangat mudah teroksidasi atau bersifat reduktor kuat dibanding dengan

molekul lain sehingga keefektifan antioksidan tergantung dari seberapa kuat daya

oksidasinya semakin mudah teroksidasi maka semakin efektif antioksidan

tersebut Antioksidan mampu melindungi sel melawan kerusakan yang

ditimbulkan oleh radikal bebas dan SOR seperti singlet oksigen peroksi nitrit

superoksida radikal peroksida dan radikal hidroksil (Chaveri et al2008 )

Antioksidan dapat menunda atau mencegah terjadinya reaksi oksidasi

radikal bebas dan oksidasi lipid dalam konsentrasi yang lebih rendah dari substrat

yang dapat dioksidasi Suhartono et al (2008) menyatakan antioksidan dapat

diklasifikasikan dalam 5 tipe yaitu a) Antioksidan primer berupa senyawa-

senyawa fenol yang mampu memutus rantai reaksi pembentukan radikal bebas

asam lemak Senyawa ini memberikan atom hidrogen yang berasal dari gugus

hidroksi sehingga terbentuk senyawa yang stabil seperti BHA (butyl

hidroksilanisol) BHT (butyl hydrotoluen) dan tokoferol b) Antioksidan

perangkap oksigen yaitu senyawa-senyawa yang berperan sebagai pengikat

oksigen sehingga mencegah reaksi oksidasi Senyawa ini mengadakan reaksi

dengan oksigen yang berada dalam sistem sehingga jumlahnya berkurang seperti

vitamin C (asam askorbat) askorbil palminat asam eritorbat dan sulfit c)

Antioksidan sekunder adalah senyawa-senyawa yang mempunyai kemampuan

untuk berdekomposisi dengan hidroperoksida menjadi produk akhir yang stabil

40

d) Antioksidan enzim yaitu enzim yang berperan mencegah terbentuknya radikal

bebas seperti glukose oksidase superoksida dismutase (SOD) glutation

peroksidase (GPx) dan katalase (CAT) dan e) Antioksidan Chelators

sequestrants yaitu senyawa-senyawa yang mampu mengikat logam seperti besi

dan tembaga yang mampu mengkatalisis reaksi oksidasi lemak seperti asam sitrat

asam amino ethylenediaminetetra acetid acid (EDTA) dan fosfolipid

Antioksidan bereaksi dengan radikal bebas dengan mengurangi

konsentrasi oksigen mencegah pembentukan singlet oksigen yang reaktif

mencegah inisiasi rantai pertama dengan menangkap radikal primer seperti radikal

hidroksil mengikat katalis ion logam mendekomposisi produk-produk primer

radikal menjadi senyawa non-radikal dan memutus rantai hidroperoksida

sehingga mengurangi kapasitas radikal bebas untuk menimbulkan kerusakan

(Mardawati et al 2011)

Berdasarkan mekanisme kerjanya antioksidan dikelompokan menjadi 1)

Antioksidan primer yaitu antioksidan yang bereaksi dengan radikal lipid berenergi

tinggi untuk menghasilkan produk yang memiliki kestabilan termodinamis lebih

baik seperti golongan fenol (isoflavon) 2) Antioksidan sekunder yang juga

dikenal dengan antioksidan pencegah (Preventive Antioxidant) yang dapat

memperlambat reaksi inisiasi dengan cara memutus rantai hidroperoksida seperti

dilauril thio-dipropionate dan asam thiodipropionate Antioksidan golongan ini

adalah antioksidan yang berikatan dengan gugus thiol (Shahidi dan Naczk1995

dalam Mardawati et al 2011)

41

Antioksidan pemutus rantai adalah molekul kecil yang dapat menerima

dan memberi elektron dari atau ke radikal bebas sehingga membentuk senyawa

baru yang stabil seperti vitamin E dan vitamin C Sedangkan antioksidan logam

transisi terikat protein bekerja mengikat ion-ion logam Fe2+

dan Cu2+

seperti

flavonoid dapat mencegah radikal bebas Antioksidan jenis ini memperbaiki

kerusakan sel-sel dan jaringan yang disebabkan radikal bebas (Winarsi 2007)

Mekanisme kerja antioksidan senyawa fenolik adalah sebagai berikut

Radikal Lipida Antioksidan Radikal Antioksidan

ROO + AH ROOH + A

RO + AH ROH + A

R + AH RH + A

OH + AH H2O + A

Senyawa antioksidan (AH) dapat memberikan atom hidrogen secara cepat ke

radikal lipida (ROO RO R OH ) dan mengubahnya menjadi bentuk yang lebih

stabil Sementara turunan radikal antioksidan (A) yang dihasilkan lebih stabil

dibandingkan radikal lipida karena akan terjadi delokalisasi perbaikan elektron

dari ikatan rangkap pada cincin benzen sebagai indikasi oleh ikatan isomer

valensi

Peningkatan jumlah gugus hidroksil (alkil hidrogen pada struktur

kimianya) pada posisi para atau ortho seperti pada genistein dapat meningkatkan

aktivitas antioksidan isoflavon Antioksidan dapat menghambat oksidasi atau

42

menghentikan reaksi berantai pada radikal bebas dari lemak yang teroksidasi

dapat melalui empat macam mekanisme reaksi yaitu 1) Pelepasan hidrogen dari

antioksidan 2) Pelepasan elektron dari antioksidan 3) Adisi lemak ke dalam

cincin aromatik pada antioksidan dan 4) Pembentukan senyawa kompleks antara

lemak dan cincin aromatik dari antioksidan

Antioksidan dapat mencegah tidak terkontrolnya pembentukan radikal

bebas dan aktivitas SOR atau mencegah reaksinya dengan struktur biologi (Nisar

et al 2013) Status antioksidan baik yang endogen maupun yang eksogen yang

menurun dapat mengganggu keseimbangan redoks seluler dan kondisi patologis

akan menjadi karakteristik utama dan membentuk stres oksidatif pada sel maupun

jaringan

261 Antioksidan enzimatis

Di dalam sistem biologis sudah tersedia antioksidan berupa enzim

(antioksidan enzimatis) yaitu superoksida dismutase (SOD) katalase (CAT) dan

glutation peroksidase (GPx) Antioksidan-antioksidan ini bekerja dengan cara

mencegah pembentukan senyawa radikal bebas baru atau mengubah radikal bebas

yang telah terbentuk menjadi molekul yang kurang reaktif (Finosh dan Jayabalan

2013) Mekanisme kerja antioksidan enzimatik adalah mengkatalisir pemusnahan

radikal bebas dalam sel Aktivitas enzim intrasel SOD dan CAT mengkatalisasi

dismutasi superoksida dan hidrogen peroksida aktivitas GPx mereduksi hidrogen

peroksida dan peroksida organik menjadi air dan oksigen Aktivitas enzim

intrasel ini dapat dilihat pada Gambar 29

43

GPx merupakan enzim penangkal radikal bebas dengan dua cara yaitu

pertahanan terhadap oksidan dan dengan mengkatalisis peroksida menjadi air dan

oksigen GPx memerlukan glutation sebagai substrat terdapat dalam dua bentuk

yaitu glutation tereduksi atau GSH dan glutation teroksidasi atau GSSG Ketika

mengkatalisis perubahan hidrogen peroksida (H2O2) menjadi H2O GSH

dioksidasi menjadi GSSG kemudian GSSG dapat direduksi kembali oleh NADPH

untuk mendapatkan kembali GSH (Marciniak et al 2009)

Gambar 29

SOD dan CAT mengkatalisasi dismutasi superoksida dan hidrogen peroksida

(Finosh dan Jayabalan 2013)

Enzim GPx terdapat terutama dalam mitokondria merupakan enzim

scavenger terhadap hidrogen peroksida dan berperan utama dalam mengatur

konsentrasi H2O2 dan dan berbagai macam peroksida organik Aktivitas GPx yang

menurun menunjukkan terjadinya penurunan kapasitas menghilangkan H2O2 dan

terjadinya hidroperoksida lemak

44

Enzim GPx sangat berperan dalam pengaktifan kembali enzim

kolinesterase melalui 1) Pengaktifan AMP siklik yang secara langsung dapat

mengaktifkan enzim kolinesterase 2) keseimbangan NADP dan NADPH pada

jalur glikolisis aerobik dalam eritrosit sehingga eritrosit tidak rusak kerusakan

eritrosit dapat menurunkan produksi kolinesterase darah 3) peranan kofaktor

prostaglandin pada sintesis tromboksan A2 yang memacu trombogenesis dan

vasokonstriksi pembuluh darah bersamaan dengan terbentuknya tromboksan akan

diaktifkan cAMP yang secara langsung mengaktifkan kinase protein termasuk

kinase protein enzim kolinesterase 4) sebagai antioksidan yang dapat melindungi

sel termasuk eritrosit dari kerusakan akibat radikal bebas 5) sebagai kofaktor

proses oksidasi dealkilasi ikatan organofosfat dengan kolinesterase darah 6)

berperan sebagai detoksifikasi dalam tubuh dengan mereduksi radikal bebas

peroksida sekaligus membentuk peroksida lipid di dalam membran sel (Stranges

et al 2010)

GPx adalah enzim antioksidan yang dapat mendetoksifikasi hidrogen

peroksida dan lipid hidroperoksida dalam menurunkan glutation Di dalam darah

terdapat beberapa jenis GPx dua diantaranya adalah GPx seluler (cGPx) dalam sel

darah merah dan GPx ekstrasel (eGPx) terdapat dalam plasma GPx sebagai enzim

antioksidan bekerja menjadi peredam (quenching) radikal bebas dan berperan

dalam metabolisme xenobiotik yang ditemukan dalam sel (Sen et al 2010)

GPx dengan konsentrasi tinggi ditemukan dalam hepar dan sel darah

merah sedangkan pada jantung ginjal paru-paru adrenal lambung dan jaringan

adipose mengandung GPx dalam kadar sedang GPx kadar rendah ditemukan

45

dalam otak otot testis dan lensa mata GPx yang rendah berkorelasi dengan

gangguan yang berhubungan dengan radikal bebas (Judge et al 2005) Jika

antioksidan endogen gagal mengatasi produksi metabolit reaktif maka

antioksidan eksogen akan diperlukan untuk menyeimbangkan status redoks

(Noori 2012) Sumber makanan termasuk tanaman rempah-rempah vitamin dan

ekstrak herbal memainkan peran penting dalam hal ini

262 Antioksidan non enzimatis

Antioksidan non enzimatis disebut juga antioksidan sekunder atau

antioksidan eksogen (diperoleh dari luar) digolongkan menjadi dua golongan

yaitu yang larut dalam lemak seperti tokoferol karotenoid flavoniod quinon dan

bilirubin serta yang larut dalam air seperti asam askorbat asam urat protein

pengikat logam dan protein pengikat heme (Winarsi 2007) Antioksidan ini dapat

berupa bahan-bahan alami dan juga sintetis Antioksidan alami seperti vitamin

adalah campuran redoks yang seimbang dengan bentuk tereduksi dan teroksidasi

dan sebaliknya untuk antioksidan sintetis merupakan redoks yang tidak seimbang

bahkan menghasilkan radikal bebas yang pada beberapa kasus berbahaya (Rani

etal 2004)

Vitamin C merupakan antioksidan yang sangat penting dalam cairan

ekstra sel karena dapat menyerang radikal-radikal yang larut dalam darah dan

melindungi lemak plasma dari perusakan peroksidasi oleh radikal-radikal peroksil

Peran utama vitamin C adalah menetralisir radikal bebas yang ada di dalam dan

di luar sel Vitamin C merupakan sumber elektron pendonor bagi radikal bebas

(Nisar et al 2013) Vitamin C berperan positip dalam proses detoksifikasi

46

yang sangat diperlukan untuk sintesis kolagen dan pertumbuhan serta

pemeliharaan jaringan epitel Peranan vitamin C sebagai pembawa hidrogen yang

merupakan siklus esensial dalam metabolisme protein dan karbohidrat yang

berfungsi memelihara kekuatan pembuluh darah Vitamin C sangat penting untuk

melawan radikal bebas dalam cairan ekstra sel dan melindungi biomembran dari

peroksidasi Pemberian air kelapa dapat meningkatkan aktivitas GPx SOD dan

CAT pada pekerja terpapar merkuri karena air kelapa mengandung vitamin C

B1 B6 asam-asam amino metionin selenium dan mineral berfungsi melindungi

sel tubuh dari serangan radikal bebas dan mencegah efek paparan merkuri

(Zulaikhah et al 2013) Defisiensi antioksidan yang berupa vitamin C vitamin

E Se Zn dan glutation dalam derajat ringan hingga berat sangat berpengaruh

terhadap respon imun

Komponen kimia yang berperan sebagai antioksidan adalah senyawa

golongan fenolik dan polifenolik yang memiliki kemampuan untuk menangkap

radikal bebas Flavonoid merupakan golongan terbesar dari senyawa polifenol

yang sangat efektif digunakan sebagai antioksidan Senyawa-senyawa ini banyak

terdapat di alam terutama pada tumbuh-tumbuhan seperti teh buah-buahan

sayuran dan anggur (Ramle et al 2008)

Aktivitas antioksidan dari berbagai tanaman erat hubungannya dengan

kandungan fenolnya ada indikasi substansi fenol seperti flavonoid dan asam-

asam fenolat berpotensi lebih besar sebagai antioksidan dibandingkan dengan

vitamin C dan vitamin E Aktivitas antioksidan flavonoid tergantung pada

struktur molekulnya terutama gugus prenil (CH3)2C=CH-CH2 Department of

47

Environmental and Molecular Toxicology Oregon State University dalam

penelitiannya mendapatkan bahwa gugus prenil flavonoid dikembangkan untuk

pencegahan atau terapi terhadap penyakit-penyakit yang dihubungkan dengan

radikal bebas

Asupan antioksidan diperlukan untuk membantu mengembalikan

ketidakseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan endogen serta

mengurangi kerusakan oksidatif dalam tubuh Salah satu terapi antioksidan yang

digunakan adalah ekstrak kulit buah manggis (Garcinia mangostana L) Kulit

buah manggis memiliki kandungan xanthone yang tinggi sehingga memiliki

kemampuan untuk menangkap radikal bebas Gugus hidroksil (OH) yang dimiliki

oleh xanthone efektif mengikat radikal bebas dengan elektron yang tidak memiliki

pasangan Antioksidan ini bekerja dengan cara memotong reaksi oksidasi berantai

dari radikal bebas atau dengan cara menangkapnya sehingga radikal bebas tidak

akan bereaksi dengan komponen seluler dan kerusakan sel dapat dihindari

Makanan yang kaya antioksidan memegang peran dalam mencegah

penyakit-penyakit kanker dan penyakit penurunan fungsi otak Antioksidan dapat

mengurangi resiko penyakit kronis dan mencegah berbagai penyakit baik dengan

cara meningkatkan pertahanan antioksidan dalam tubuh atau dengan cara

mengkonsumsi makanan yang kaya antioksidan Mengkonsumsi antioksidan yang

ada dalam makanan sehari-hari dapat memberi perlindungan terhadap stres

oksidatif Hundekari et al (2013) mendapatkan perlakuan antioksidan dengan

dosis yang sesuai dapat menurunkan kerusakan oksidatif sehingga efektif untuk

memperbaiki kasus keracunan akut OPs

48

27 Manggis

271 Tumbuhan manggis

Tumbuhan manggis (Garcinia mangostana L) berasal dari Asia Tenggara

dan merupakan tumbuhan fungsional karena hampir semua bagian dari tumbuhan

ini dapat dimanfaatkan sebagai obat Manggis termasuk dalam family Guttiferae

dan merupakan species terbaik dari genus Garcia Buah manggis sering dijuluki

Queen of tropical fruit karena mempunyai rasa enak daging buah putih halus

bentuk buah bagus dan disukai banyak orang (Chaverri et al 2008) Manggis

sering disebut mangostin atau kadang-kadang disebut buah super dengan berbagai

karakteristik seperti rasa aroma kaya nutrisi dan daya antioksidan yang tinggi

Buah manggis (Garcinia mangostana L) merupakan buah yang eksotik

karena memiliki warna yang menarik dan kandungan gizi yang tinggi sehingga

buah manggis memiliki prospek yang cukup baik untuk dikembangkan

(Mardawati et al 2011) Tingkatan taksonomi tanaman manggis adalah sebagai

berikut (Prihatman 2000)

- Kingdom Plantae

- Divisi Spermathophyta (Tumbuhan berbiji)

- Sub Divisi Angiospermae (Berbiji tertutup)

- Kelas Dicotyledonae (Biji berkeping dua)

49

- Ordo Theales

- Famili GuttiferaeClusiaceae

- Genus Garcinia

- Spesies Garcinia mangostana L

Selain sebagai buah yang eksotik manggis juga mengandung berbagai senyawa

yang bermanfaat bagi tubuh seperti triterpenoid mangostin tannin resin

kalsium zat besi dan vitamin B1 Potensi manggis tidak hanya terbatas pada

buahnya saja tetapi juga hampir seluruh bagian tumbuhan manggis menyimpan

potensi yang sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia

Kulit buah manggis mengandung beberapa senyawa yang memiliki

aktivitas farmakologi seperti antiinflamasi antihistamin antibakteri anti penyakit

jantung antijamur bahkan untuk terapi HIV (Chaveri et al 2008) Senyawa

utama kandungan kulit buah manggis yang dilaporkan bertanggung jawab atas

beberapa aktivitas farmakologi adalah golongan xanthone yang meliputi

mangostin mangosterol mangostinon A dan B trapezifolixanthone tovophyllin

B dan beta mangostin garcinon B mangostanol flavonoid epikatekin dan

gartanin136-trihidoksi-7-metoksi-28-bis(3-metil-2-butenil)-9H-xanten-9-on(alfa

mangostin) dan 1367-tetrahidroksi-28-bis (3-metil-2-butenil)-9H-xanten-9-on

(gamma mangostin) yang sangat bermanfaat untuk kesehatan (Qosim 2007)

Kandungan antioksidan manggis banyak terdapat pada kulit buahnya

dikenal sebagai antioksidan yang efektif karena mengandung senyawa biologi

xanthones walaupun dapat juga ditemukan dalam semua bagian manggis baik

pada buah kulit buah kulit kayu maupun daunnya Senyawa xanthone hanya

50

dihasilkan oleh genus garcinia Xanthone memiliki struktur kimia yang unik

terdiri dari sistem aromatik trisiklik (C6-C3-C6) dengan kelompok isoprena

metoksil dan hidroksil terletak pada cincin A dan B sehingga senyawa xanthone

beragam Struktur umum xanthone dapat dilihat pada Gambar 210

Gambar 210

Struktur umum senyawa xanthone (Chaverri et al 2008)

Xanthone termasuk golongan senyawa flavonoid Senyawa ini memiliki

dua cincin benzene dan satu cincin piran Inti xanthone dikenal sebagai 9-

xanthenone atau dibenzo-c-pyrone Xanthone dapat diklasifikasikan ke dalam lima

kelompok yaitu oxygenated xanthone xanthone glycoside prenylated xanthone

xanthonolignoid dan miscellaneous xanthone Menurut Chaverri et al (2008)

terdapat 200 lebih xanthone yang tersedia di alam ini dan 50 diantaranya

terkandung dalam kulit buah manggis

Xanthone memiliki rumus molekul C13H8O2 sehingga memiliki massa

molar sebesar 196191 gram mol Dalam penamaan menurut IUPAC senyawa ini

diberi nama 9H-xanthen-9-one Uji aktivitas antioksidan kulit buah manggis

dengan menggunakan peroksinitrit sebagai radikal bebas diketahui bahwa 8-

hydroxycudraxanthone G gartanin α-mangostin γ-mangostin dan smeath-

xanthone A merupakan komponen yang memiliki aktivitas antioksidan terbesar

51

(Jung et al 2006) Senyawa xanthone yang banyak terdapat pada kulit manggis

yaitu α - dan γ - mangostin (Obolsky et al 2009)

Struktur kimia beberapa turunan xanthone seperti α mangostin β

mangostin dan γ mangostin dapat dilihat pada pada Gambar 211

(Chaivisuthangkura et al 2008)

α mangostin β mangostin γ mangostin

Gambar 211

Struktur Kimia beberapa derivat xanthone

(Chaivisuthangkura et al 2008)

Senyawa-senyawa xanthone juga mempunyai aktivitas antibakteri

melawan S Aureus strain yang resisten terhadap penicillin dan methicillin

aktivitas antifungi melawan F Oxiforum A Tenuls dan D Oryzae (Chomnawang

2007) Garcinia mangostana dan senyawa-senyawa xanthone α-mangostin

mendorong aktivitas antimikroba melawan P acnes dan S epidermis yang

merupakan agen etiologi kritis pada jerawat (Chomnawang et al 2007)

Senyawa alfa-mangostin sebagai turunan xanthone memiliki kemampuan

dalam menekan pembentukan senyawa karsinogen pada kolon Xanthone juga

52

bermanfaat mencegah pertumbuhan sel kanker dan tumor Kemampuan

antioksidannya bahkan melebihi vitamin C dan E yang selama ini dikenal sebagai

antioksidan yang paling efektif (Ummi dan Any 2014) Hasil penelitian Kosem

et al (2007) mendapatkan ekstrak metanol kulit buah manggis mengandung α

mangostin sebesar 2519 g100 g ekstrak

Moongkandi et al (2004) menyatakan kulit buah manggis bermanfaat

penting bagi kesehatan karena kaya akan antioksidan seperti xanthone dan

antosianin Antosianin merupakan salah satu antioksidan kuat yang mampu

mencegah berbagai kerusakan akibat stress oksidatif sehingga mampu melindungi

sel dari radikal bebas Penelitian lain juga mendapatkan bahwa xanthone dari

manggis memiliki aktivitas antioksidan antitumor antiinflamasi antialergi

antifungi dan antibakteri (Suksamrarn et al 2006 dan Chaverri et al 2008)

Garcinia mangostana memiliki aktivitas antioksidan yang signifikan pada

IC50 sebesar 613 μgml juga efektif dalam scavenging radikal bebas dan bisa

mengurangi produksi cytokine sebagai suatu proinflamasi Senyawa xanthone

pada kulit buah manggis merupakan antioksidan tingkat tinggi karena kandungan

antioksidannya 667 kali dari wortel dan 83 kali jeruk (Qosim 2007)

Antioksidan yang terkandung dalam kulit buah manggis didominasi oleh

senyawa fenol yaitu xanthone Kadar xanthone dalam manggis berbeda-beda

tergantung pada kualitas buah yang terbesar didapatkan pada buah dengan kulit

burik atau kasar yakni sebesar 23544 μgg ekstrak sedangkan pada buah besar

dengan kulit mulus mengandung kadar xanthone sebesar 18502 μgg ekstrak

buah kecil sebesar 20434 μgg dan buah dengan kulit mengandung getah kuning

53

15289 μgg ekstrak Xanthone dalam kulit buah yang mengandung getah kuning

berperan dalam mekanisme pertahanan mencegah terjadinya stres akibat serangan

hama atau kerusakan fisik (Arsana 2014)

Xanthone sebagai antioksidan akan memutus rantai reaksi oksidasi radikal

bebas untuk mencegah reaksi oksidasi dengan reaksi reduksi yang melibatkan

hidrogen Keterlibatan hidrogen dalam reaksi-reaksi reduksi dapat menghambat

reaksi oksidasi antara radikal bebas dengan oksigen Kadar Oxygen Radical

Absorbance Capacity (ORAC) dari xanthone mencapai 17000-20000 ORAC per

100 ons kulit manggis lebih besar dari wortel dan jeruk yang kadar ORAC-nya

hanya 300 dan 2400 (Fanany 2013) Manfaat yang demikian besar menyebabkan

xanthone sangat dibutuhkan dalam tubuh sebagai penyeimbang prooksidan

Prenilasi xanthone juga mempunyai efek penghambat terhadap M Tuberculosis

Alfa-mangostin yang merupakan derivat xanthone didapatkan mempunyai potensi

sebagai antimikroba (Suksamrarn et al 2006) Selain itu kulit buah manggis

juga mengandung beberapa senyawa lain seperti yang tertera pada Tabel 23

Tabel 23

Komposisi Tepung Kulit Buah Manggis

Sumber Shahidi 1997 dalam Ummi dan Any 2014

No Komponen Kadar ( bk)

1

Air 900

2 Abu 258

3 Gula 692

4 Protein 269

5 Serat Kasar 3005

6 Lainnya (Tanin lemak dll) 4876

54

272 Ekstrak kulit buah manggis

Ekstrak kulit buah manggis mengandung berbagai senyawa yang diduga

bekerja sebagai antioksidan dengan cara mendonorkan elektronnya kepada radikal

bebas sehingga mencegah terjadinya peroksidasi lipid baik pada tahap inisiasi

propagasi maupun pada tahap terminasi (Middleton et al 2000) Senyawa-

seyawa ini bekerja sebagai sinyal yang akan mengaktivasi nuclear factor

erythroid 2- related factor 2 (Nrf2) yang terikat pada Kelch-like ECH-associated

protein-1 (Keap1) dalam sitoplasma sehingga mengalami disosiasi dan translokasi

menuju nukleus Dalam nukleus Nrf2 berasosiasi pada bagian promoter gen yang

disebut Antioxidant Respone Element (ARE) sehingga memicu ekspresi gen

penyandi antioksidan Senyawa yang terkandung dalam ekstrak kulit buah

manggis disamping bekerja sebagai antioksidan dengan cara mendonorkan

elektronnya kepada radikal bebas juga dapat menstimulasi ekspresi gen penyandi

antioksidan melalui aktivasi Nrf2 Salah satu stimulan tersebut adalah golongan

fenol (Inoue 2001) Ekstrak kulit buah manggis dapat mengatur aktivitas catalase

dalam aktivitasnya sebagai scavenger H2O2 atau mengatur gen Nrf-2 (Bartz et

al 2010) Hal ini sesuai dengan yang didapatkan dalam penelitian

Weecharangsan et al (2006) aktivitas ekstrak air dan ekstrak etanol kulit buah

manggis berperan sebagai scavenger H2O2

Skrining fitokimia dilakukan untuk memberikan gambaran tentang

golongan senyawa yang terkandung dalam ekstrak etanol kulit buah manggis

Hasil uji skrining fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak etanol kulit buah

manggis mengandung senyawa golongan alkaloid triterpenoid saponin

55

flavonoid tannin dan polifenol (Kristianti et al 2008) Polifenol adalah senyawa

fenolik yang memiliki lebih dari satu gugus hidroksil (OH) golongan senyawa ini

terdapat pada berbagai jenis tumbuhan yang mempunyai berbagai macam aktivitas

biologi salah satunya adalah aktivitas antioksidan (Scalbert et al 2005)

Polifenol banyak ditemukan dalam buah-buahan sayuran dan biji-bijian

yang merupakan sumber antioksidan alami Senyawa polifenol terdiri dari

beberapa subkelas yakni flavonol isoflavon (dalam kedelai) flavanon

antosianidin katekin dan biflavan Semua polifenol mampu menjadi perangkap

oksigen dan radikal alkil dengan memberikan donor elektron sehingga terbentuk

radikal fenoksil yang relatif stabil (Mokgope 2006) Senyawa-senyawa polifenol

alami secara langsung sebagai scavenger SOR dan secara tak langsung melindungi

aktivitas beberapa enzim sehingga berpotensi meningkatkan antioksidan endogen

(Masella et al 2005) Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Martin et al

(2010) yang mendapatkan CPE (cocoa polyphenolic extrac) yang mengandung

senyawa-senyawa flavonoid seperti katecin epikatecin dan prosianidin

meningkatkan aktivitas GPx dan glutation reduktase (GR) Senyawa-senyawa ini

mereduksi produksi SOR dan mengatur aktivitas antioksidan enzim Peningkatan

aktivitas enzim antioksidan dapat digunakan sebagai terapi penyakit-penyakit

yang disebabkan oleh stress oksidatif

Senyawa fenol sebagai antioksidan tergantung dari beberapa faktor seperti

ikatan gugus hidroksil pada cincin aromatik posisi ikatan posisi hidroksil bolak

balik pada cincin aromatik dan kemampuannya dalam memberi donor hidrogen

atau donor elektron serta kemampuannya dalam memerangkap radikal bebas (free

56

radical scavengers) Palakawong et al (2010) mendapatkan daya antioksidan

ekstrak kulit buah manggis sebesar 594 microgml yang dianalisis dengan metode

DPPH Ekstrak kulit manggis mengandung total fenol yang cukup tinggi yaitu

sebesar 4112 mgg dengan aktivitas antioksidannya sebesar 8442 (Dyahnugra

et al 2015) Ekstrak etanol kulit buah manggis menunjukkan aktivitas yang

signifikan dalam menghambat pembentukan 50 radikal menghambat radikal

superoxide (O2-) mereduksi produksi ROS dan dapat menangkap radikal

hidroksil (OH-) (Chomnawang et al 2007)

Senyawa flavonoid adalah senyawa-senyawa polifenol yang memiliki 15

atom karbon (C6-C3-C6) terdiri dari dua cincin benzena yang dihubungkan

menjadi satu oleh rantai linier yang terdiri dari tiga atom karbon Flavonoid

dalam ekstrak kulit buah manggis berperan membasmi radikal bebas dengan

berbagai cara misalnya dengan menghambat enzim yang bertanggung jawab

memproduksi anion superoksida yaitu xantin oksidase ada juga dengan

menyumbangkan elektronnya ke radikal superoksida atau radikal lipid agar stabil

(Smith et al 2005)

Ekstrak kulit buah manggis baik dengan pelarut air etanol 50 etanol

95 dan etil asetat menunjukan aktivitas antioksidan dan neuroprotektif

(Weecharangsan et al 2006) Kapasitas antioksidan ekstrak air dan etanol 50

diuji dengan metoda DPPH didapatkan masing-msing sebesar 3498 dan 3076

Kapasitas antioksidan ekstrak ini sudah dicobakan pada sel neuroblastoma

(NG108-15) yang terpapar hidrogen peroksida (H2O2) kedua ekstrak ini

memperlihatkan aktivitas neuroprotektif dengan konsentrasi 50 lgmL Aktivitas

57

neuroprotektif ekstrak etanol 50 kulit buah manggis lebih tinggi dibandingkan

dengan ekstrak air Ekstrak etanol kulit buah manggis juga mempunyai aktivitas

antioksidan yang signifikan sebagai penghambat pembentukan radikal DPPH

(Chomnawang et al 2007)

Ekstrak kulit buah manggis diketahui memiliki daya antioksidan sangat

kuat hal ini dibuktikan dengan menggunakan fraksi pelarut metanol etanol dan

etil asetat semuanya memiliki daya antioksidan EC50 kurang dari 50 Fraksi

metanol mempunyai nilai EC50 yang paling kecil dibanding dengan kedua

fraksi lainnya masing-masing 800 mgL 926 mgL dan 2948 mgL ini berarti

fraksi metanol mempunyai aktivitas antioksidan yang lebih besar dibandingan

dengan fraksi etanol dan etil asetat (Mardawati et al 2011) Hal ini didukung

oleh Li dan Xu (2015) yang menyatakan ekstrak metanol kulit buah manggis

mempunyai aktivitas antioksidan yang kuat karena kandungan polifenolnya sangat

tinggi

Senyawa fenol banyak ditemukan pada berbagai tanaman Senyawa ini

telah dieksploitasi secara intensif karena selain berfungsi sebagai antioksidan juga

memiliki berbagai fungsi biologi seperti anti mutagenik dan anti karsinogenik

Antioksidan alami yang terdapat dalam tanaman akan meredam radikal bebas

yang berbahaya dari tubuh Senyawa-senyawa polifenol dari tanaman seperti

flavonoid digambarkan sebagai peredam SOR Ekstrak kulit buah manggis dapat

mengurangi produksi SOR intrasel secara signifikan yang ditentukan dengan 27-

dichlorofluorescein diacetate (DCFH-DA) dalam SKBR3 saluran sel

(Moongkarndi et al 2004) Aktivitas radikal hidroksil (HO-) diperangkap oleh

58

xanthone yang diisolasi dari beberapa ekstrak kulit buah manggis (Chin et al

2008) Xanthone dapat diklasifikasikan ke dalam lima kelompok yaitu

oxygenated xanthone xanthone glycoside prenylated xanthone xanthonolignoid

dan miscellaneous xanthone Saat ini sekitar 1000 xanthone berbeda telah

diketahui (Chaverri et al 2008)

Kulit buah manggis mengandung 90 xanthone terutama α dan β

mangostin yang disebut panaxanthone dapat memulihkan sistem pertahanan

antioksidan endogen seperti aktivitas SOD GPx dan kadar GSH secara invitro

dan in vivo memecah langsung SOR untuk mengurangi penipisan GSH dan

meghambat peroksidasi lipid Efek protektif α mangostin diduga terhadap stress

oksidatif dimediasi melalui jalur Nrf2 (Jung et al 2006) Ekstrak kulit buah

manggis dapat menurunkan MDA meningkatkan SOD dan GPx pada tikus yang

mengalami peningkatan MDA serta penurunan SOD dan GPx karena perlakuan

latihan (Arsana 2013) Hal yang sama didapatkan oleh Sudjarwo dan

Koerniasari (2015) bahwa pemberian ekstrak kulit buah manggis dapat

meningkatkan aktivitas GPx dan SOD ginjal tikus yang menurun karena diberi

perlakuan logam berat timbal mungkin disebabkan oleh kemampuan ekstrak

kulit buah manggis mengurangi akumulasi radikal bebas

Skrining fitokimia ekstrak kulit manggis juga menunjukkan bahwa kulit

buah manggis mengandung senyawa metabolit sekunder berupa golongan alkaloid

saponin tanin polifenol dan flavonoid (Poeloengan dan Praptiwi 2010)

Saponin merupakan zat aktif yang dapat meningkatkan permeabilitas membran

sehingga terjadi hemolisis sel Apabila saponin berinteraksi dengan sel bakteri

59

maka bakteri tersebut akan rusak atau lisis sedangkan flavonoid merupakan

kelompok senyawa fenol yang mempunyai kecenderungan untuk mengikat

protein sehingga mengganggu proses metabolisme bakteri tersebu Senyawa-

senyawa fenolik dapat bereaksi dengan senyawa oksigen reaktif disebabkan

oleh satu atau dua gugus hidroksil pada cincin aromatik dapat berperan sebagai

donor hidrogen (Dungir et al 2012)

Tanin dalam konsentrasi rendah mampu menghambat pertumbuhan

bakteri sedangkan pada konsentrasi tinggi mampu bertindak sebagai antibakteri

dengan cara menggumpalkan protoplasma bakteri sehingga terbentuk ikatan yang

stabil dengan protein bakteri Selain itu pada saluran pencernaan tanin mampu

mengeliminasi toksin (Poeloengan dan Praptiwi 2010)

Flavonoid merupakan golongan senyawa yang mempunyai kemampuan

sebagai antioksidan Flavonoid juga berperan mengaktifkan enzim kunci dalam

respirasi mitokondria dan melindungi sel neuron sehingga mencegah stres

oksidatif dan kerusakan jaringan Asupan flavonoid berperan sebagai

neuroprotektif berpotensi melindungi neuron dari neurotoksin meningkatkan

fungsi memori pembelajaran dan kognitif (Spencer 2009)

Uji daya antioksidan ekstrak kulit manggis buah dilakukan oleh Lin et al

(2014) menggunakan DPPH Radikal bebas DPPH (DPPHbull) mungkin akan

ditangkap oleh antioksidan dengan memberikan atom hidrogen (Hbull) membentuk

molekul stabil DPPH-H mekanismenya seperti tampak pada Gambar 212

Gambar ini menunjukkan reaksi antara γ-mangostin dengan DPPH akan

menghasilkan senyawa yang stabil sehingga tidak akan terjadi reaksi rantai yang

60

akan menghasilkan radikal-radikal lain yang lebih reaktif Dalam molekul γ-

mangostin gugus ortho-dihidroksil menjadi homolysis menghasilkan radikal

hidrogen (Hmiddot) dan radikal γ-mangostinmiddot (I) Hmiddot kemudian bergabung dengan

DPPHmiddot membentuk molekul DPPH-H dan radikal γ-mangostin menjadi (II)

yang selanjutnya dapat menghasilkan radikal hidrogen (Hmiddot) melebihi yang

diperlukan oleh radikal DPPH (DPPHmiddot) untuk membentuk quinone (III) Hasil ini

mengindikasikan bahwa ekstrak kulit buah manggis sebagai sumber antioksidan

yang baik dengan cara mendonasikan elektron kepada radikal bebas untuk

membentuk produk stabil sehingga tidak menimbulkan reaksi berantai

Gambar 212

Reaksi γ mangostin dengan DPPH sebagai radikal bebas

Lin et al (2014)

61

62

63

Page 22: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pestisida...pestisida menginduksi produksi serotonin dan histamin, sebagai hormon yang memicu reaksi alergi dan dapat menimbulkan senyawa baru yang lebih

30

terakumulasinya ACh dan menimbulkan gejala seperti sakit kepala meningkatnya

produksi ludah pernafasan terganggu dan dapat menyebabkan kematian (Du et

al 2008) AChE mempunyai dua sisi pengikatan yaitu daerah anionik dan daerah

esteratik keduanya penting untuk degradasi ACh

ACh adalah suatu hormon neuro yang terdapat diantara ujung-ujung saraf

dan otot sebagai media kimia yang berfungsi meneruskan rangsangan saraf ke

reseptor sel-sel otot dan kelenjar ACh dibuat di dalam ujung serabut saraf

motorik melalui proses asetilasi dari kolin ekstra sel dan koenzim A (Erwin dan

Kusuma 2012) Daerah anionik berfungsi untuk pengikatan sebuah molekul

ACh pada enzim Saat ACh terikat reaksi hidrolisis terjadi pada sisi aktif

esteratik ACh akan terurai menjadi kolin dan asam asetat Kolin kemudian

diambil lagi melalui sistem uptake kolin berafinitas tinggi pada membran

presinaps Proses hidrolisis ACh menjadi kolin dan asam asetat dapat dilihat pada

Gambar 28

Gambar 28

Reaksi hidrolisis ACh menjadi asam asetat dan kolin pada

sisi anion dan ester dari enzim asetilkolinesterase (Wiener dan

Hoffman 2004)

31

Penurunan aktivitas kolinesterase darah seseorang terjadi karena adanya

OPs dalam darah yang membentuk senyawa phosphorilated cholinesterase

sehingga enzim kolinesterase tidak dapat berfungsi lagi dan kadar aktif dari enzim

tersebut akan berkurang hal ini menyebabkan ACh lebih lama berada pada

reseptor sehingga memperpanjang efek rangsang saraf cholinergic pada sebelum

dan sesudah ganglion Rangsangan saraf yang terus-menerus akan merusak fungsi

saraf dan muncul dalam bentuk kelemahan otot mual-mual muntah hipersalivasi

tremor dan paralisis (Bajgar 2004) Akumulasi ACh yang menyebabkan

terjadinya disfungsi sistem saraf dan perilaku akan memicu kerusakan pada

sistem pernafasan yang akhirnya dapat menyebabkan kematian Sistem saraf yang

terganggu akibat penumpukan ACh menyebabkan terganggunya pasokan nutrisi

dan oksigen ke seluruh sel dan jaringan sehingga menghambat pertumbuhan

organisme (Robert 2011) Rangsang yang ditimbulkan oleh asetilkolin akan

berhenti bila ACh dihidrolisis menjadi kolin dan asam asetat oleh AChE

Aktivitas AChE yang terhambat menyebabkan ACh tidak dapat

dihidrolisis sehingga impuls saraf dari satu sel ke sel yang lain atau ke efektor

akan terganggu Petani yang terpapar OPs dengan dosis rendah dalam jangka

waktu lama juga menunjukan penurunan Superoxyde dismutase (SOD) dan

glutation reduktase OPs yang terakumulasi bertahun-tahun pada penyemprot

pestisida berbanding lurus dengan penurunan AChE dan berbanding terbalik

dengan Glucose-6-phosphate dehydrogenase (G6DPH)

32

23 Radikal Bebas

Radikal bebas adalah sekelompok spesies kimia baik berupa atom maupun

molekul yang memiliki elektron tidak berpasangan pada lapisan luarnya Radikal

bebas juga merupakan suatu kelompok spesies kimia dengan reaksi jangka pendek

yang memiliki satu atau lebih elektron bebas sehingga sangat reaktif mempunyai

spesifitas kimia yang rendah sehingga dapat bereaksi dengan berbagai molekul

lain seperti protein lemak karbohidrat dan DNA (Droge 2007)

Radikal bebas diartikan sebagai molekul yang relatif tidak stabil

mempunyai satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan pada orbit luarnya

bersifat reaktif dalam mencari pasangan elektronnya Radikal bebas dalam tubuh

akan segera bereaksi dengan molekul lain sehingga terjadi reaksi berantai yang

disebut peroksidasi lipid dan menghasilkan radikal bebas baru sehingga jumlah

radikal bebas terus bertambah (Marinajati et al 2012) Radikal bebas bersifat

tidak stabil sehingga tidak dapat mempertahankan bentuk aslinya dalam waktu

lama karena segera akan berikatan dengan molekul lain di sekitarnya Radikal

bebas akan menyerang molekul stabil yang terdekat dan mengambil elektronnya

Molekul yang terambil elektronnya ini akan menjadi radikal bebas baru sehingga

akan memulai suatu reaksi berantai yang pada akhirnya akan menyebabkan

kerusakan sel (Droge 2007)

Kelompok radikal bebas antara lain anion superoksida (O2) radikal

hidroksil (OH) dan radikal peroksil (RO2) sedangkan kelompok non radikal

misalnya hidrogen peroksida (H2O2) dan peroksida organik (ROOH) (Halliwell

dan Whiteman 2004) Radikal superoksida ( O2 -) merupakan bentuk yang paling

33

aktif yang paling banyak dihasilkan oleh berbagai mekanisme di dalam tubuh

seperti mitokondria sistem enzim NADPH oksidase reaksi dari xanthin oksidase

dan metabolisme asam arakidonat

Radikal bebas yang terbentuk di dalam tubuh (radikal bebas internal)

merupakan bagian integral dari proses fisiologis seperti saat pembentukan energi

dalam mitokondria melalui oksidasi fosforilasi Sumber radikal bebas internal

antara lain 1) Organ subseluler seperti mitokondria kloroplas mikrosom

peroksisom dan nuklei menghasilkan O2- 2) inflamasi selama inflamasi terjadi

fagositosis oleh makrofag dan metrofil keduanya membentuk radikal bebas

untuk memfagositosis bakteri 3) ion logam transisi Fe dan Cu berperan

membentuk radikal bebas dan menimbulkan peroksidasi lipid 4) oksidasi

enzimatik seperti xanthin oksidase dan lipoksigenase (Droge 2007) Radikal

bebas dapat juga berasal dari luar tubuh (radikal bebas eksternal) Sumber radikal

bebas eksternal antara lain polusi lingkungan (asap rokok asap kendaraan asap

pabrik) aktivitas fisik yang berlebih sinar ultra violet dari matahari radiasi obat-

obatan dan pestisida

Radikal bebas dapat terbentuk dari senyawa lain yang sebenarnya bukan

radikal bebas tetapi mudah menjadi radikal bebas misalnya hidrogen peroksida

(H2O2) dan ozon Kedua kelompok senyawa ini sering diistilahkan sebagai

Reactive Oxygen Species (ROS) atau senyawa Oksigen Reaktif (SOR) Sel-sel

hidup dari organisme aerob secara kontinyu membentuk SOR sebagai bagian dari

proses fisiologi metabolik dan reaksi-reaksi biokimia lainnya

34

SOR adalah kelompok senyawa yang sebenarnya bukan radikal bebas

tetapi mudah berubah menjadi radikal bebas (Droge 2007) SOR dihasilkan dalam

proses metabolisme oksidatif dalam tubuh misalnya pada proses oksidasi makanan

menjadi energi SOR diproduksi dalam jumlah yang cukup dalam tubuh seperti

sel darah putih menghasilkan H2O2 yang berfungsi untuk membunuh beberapa

jenis bakteri dan jamur namun H2O2 tidak menyerang secara spesifik sehingga

dapat menyerang asam-asam lemak tidak jenuh ganda atau polyunsaturated fatty

acid (PUFA) dari membran sel yang menyebabkan kerusakan struktur dan fungsi

sel (Winarsi 2007) SOR terbentuk sebagai produk samping reaksi oksidasi

fosforilasi untuk membentuk energi berupa Adenosine Tri Phosphate (ATP)

dalam rantai transport elektron pada mitokondria Proses tersebut membutuhkan

O2 tetapi tidak semua O2 berikatan dengan hidrogen untuk membentuk air sekitar

4 sampai 5 dari oksigen yang dikonsumsi berubah menjadi SOR (Marciniak

et al 2009) SOR seperti radikal super oksida (SOO-) dan radikal hidroksil

(OH-) yang dihasilkan oleh metabolisme sel yang normal maupun lingkungan

yang stres dapat menyebabkan sel-sel mati melalui peroksidasi lipid oksidasi

protein menghambat aktivitas enzim-enzim perubahan reduksi oksidasi intra sel

dan kerusakan DNA Hal ini menunjukkan bahwa SOR terlibat dalam timbulnya

beberapa penyakit dan proses penuaan

Organofosfat merupakan senyawa toksik yang mempunyai kemampuan

membentuk radikal bebas pada sistem biologi (Nur et al 2010) Reaksi radikal

bebas dengan komponen sel baik komponen struktural (molekul penyusun

membran) maupun komponen fungsional yaitu enzim dan DNA dapat merusak

35

sel melalui oksidasi lipid tidak jenuh dan protein sel (Zakaria 1996 dalam

Mardawati et al 2011) Kerusakan lebih lanjut pada organ sel adalah kerusakan

DNA dan membran sel Mekanisme tersebut menunjukan bahwa radikal bebas

dapat mempengaruhi timbulnya berbagai jenis penyakit degeneratif seperti

aterosklerosis Penelitian Amran et al (2009) mendapatkan ada korelasi yang

signifikan antara kerusakan DNA dengan perkembangan aterosklerosis dan

meningkatnya jumlah pasien Coronary Artery Disease (CAD)

24 Stres Oksidatif

Radikal bebas dalam jumlah tertentu di dalam tubuh dapat dinetralisir oleh

antioksidan endogen Antioksidan endogen utama pada sel-sel tubuh adalah

enzim SOD (Superoksida dismutase) glutation reduktase dan glutation

peroksidase (GPr dan GPx) serta catalase (CAT) Pembentukan radikal bebas

yang melebihi kemampuan aktivitas antioksidan endogen menyebabkan jumlah

keseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan akan terganggu Apabila

jumlah radikal bebas terus bertambah sedangkan jumlah antioksidan endogen

tetap maka kelebihan radikal bebas tidak dapat dinetralkan akibatnya radikal

bebas bereaksi dengan komponen-komponen sel dan menyebabkan kerusakan sel

Peningkatan jumlah radikal bebas atau oksidan menyebabkan timbulnya

suatu keadaan yang disebut stres oksidatif Stres oksidatif adalah suatu keadaan

ketidak seimbangan antara radikal bebas dan antioksidan dimana jumlah radikal

bebas lebih besar dari antioksidan Stres oksidatif adalah suatu keadaan patologis

yang disebabkan oleh kerusakan jaringan di dalam tubuh karena peningkatan

36

jumlah radikal bebas yang tidak normal (Halliwel 2006) Radikal bebas yang

jumlahnya jauh lebih banyak dari antioksidan akan bereaksi dengan cepat dan

merusak bermacam-macam substrat di dalam tubuh termasuk komponen-

komponen sel protein asam lemak tak jenuh ganda karbohidrat dan asam-asam

nukleat hal ini mengakibatkan berkembangnya penyakit kronik Serangan oksidan

terhadap asam lemak tidak jenuh sebagai komponen penting penyusun membran

sel dapat menimbulkan reaksi rantai yang disebut peroksidasi lipid Proses

tersebut mengakibatkan terputusnya ikatan dalam asam-asam lemak menjadi

berbagai senyawa yang toksik terhadap sel seperti malondialdehid (MDA) dan 9-

hidroksi nonenal MDA yang dihasilkan kemudian dilepaskan ke darah sehingga

kadar MDA di dalam darah dapat dijadikan sebagai penanda tidak langsung

adanya peroksidasi lipid dan peningkatan SOR

25 Malondialdehid (MDA)

Peningkatan stres oksidatif berdampak negatif pada beberapa komponen

penyusun membran sel yaitu kerusakan pada membran lipid membentuk

malondialdehida (MDA) kerusakan protein karbohidrat dan DNA (Kevin et

al2006) Kerusakan oksidatif yang diakibatkan oleh radikal bebas mempengaruhi

kondisi patologis berupa kerusakan sel jaringan dan berbagai organ seperti hati

ginjal dan jantung baik pada manusia maupun hewan Kerusakan ini dapat

berakhir pada kematian sel sehingga terjadi percepatan timbulnya berbagai

penyakit degeneratif (Kevin et al 2006 dan Valko et al 2007) MDA

merupakan metabolit hasil peroksidasi lipid oleh radikal bebas sehingga dapat

37

menggambarkan aktivitas radikal bebas dalam sel dan menjadi petunjuk terjadinya

stres oksidatif akibat radikal bebas (Asni 2009) Semakin tinggi kadar MDA

plasma maka semakin tinggi stres oksidatif yang terjadi dalam sel-sel tubuh

Peroksidasi lipid menghasilkan MDA dari radikal bebas akan selalu membentuk

reaksi berantai yang terus berlanjut sampai radikal bebas ini dihilangkan oleh

sistem antioksidan dari tubuh

MDA adalah hasil proksidasi lipid yang larut dalam air pada kondisi

normal MDA secara parsial diekskresikan melalui urine tetapi tidak diketahui

berapa jumlah MDA yang terbentuk dalam tubuh itu dapat dihilangkan oleh

ginjal MDA merupakan salah satu hasil dari peroksidasi lipid yang digunakan

sebagai indikator dari stres oksidatif (Hundekari et al 2013) Peningkatan

peroksidasi lipid mungkin disebabkan oleh inflamasi yang berkaitan dengan

infeksi virus dan menurunnya kadar antioksidan

Penelitian in vitro pada eritrosit manusia yang menyemprot pestisida

menunjukan peningkatan konsentrasi karbofuran meningkatkan kadar MDA

secara signifikan (Misrha et al 2013) yang mendapatkan kadar MDA pada darah

petani penyemprot pestisida lebih tinggi secara signifikan dibandingkan dengan

kontrol seperti ditunjukan pada Tabel 22

Paparan pestisida atrazine pada tikus dapat meningkatkan peroksidasi lipid

dan merusak membran di dalam sel yang dipapar Kandungan fosfolipid dan

kolesterol dalam membran eritrosit dapat diketahui dengan menggunakan teknik

scanning electron microscopy (SEM) dan dapat diketahui terjadi perubahan

morfologi dalam eritrosit yang sebanding dengan perubahan parameter biokimia

38

termasuk stres oksidatif (Singh et al2006) Kerusakan sel cedera irreversible sel

dan kematian sel dapat terjadi apabila stres oksidatif berlangsung lama

Tabel 22 Perbandingan profil biokimia antara kontrol

dan penyemprot pestisida

Parameters Controls(n=18)

Mean plusmnSD

Sprayers (n=50)

Mean plusmnSD

MDA (nmolTBARSml blood)

943 plusmn078

2630 plusmn202

CAT (μ mol H2O2 hydrolysed X

104mlg Hb)

1055plusmn1520

13569 plusmn 1234

SOD(μmol hydroysed X 104mlg

Hb)

329 plusmn 079 803 plusmn 246

Sumber Mishra et al 2013

26 Antioksidan

Antioksidan adalah molekul yang mampu memperlambat atau mencegah

oksidasi molekul lain (Chakraborty et al 2009) Antioksidan adalah senyawa-

senyawa yang dapat menunda atau menghambat terjadinya oksidasi biomolekul

dengan menghambat reaksi-reaksi oksidasi rantai oleh radikal bebas dan mampu

menurunkan kerusakan oksidatif (Jantan et al 2011) Antioksidan juga

didefinisikan sebagai senyawa yang mampu menunda memperlambat atau

menghambat reaksi oksidasi makanan maupun obat Antioksidan akan bereaksi

dengan oksidan sehingga mengurangi kapasitas oksidan untuk dapat menimbulkan

kerusakan (Shahidi 1997 dalam Asep et al 2012)

Antioksidan dalam sistem biologi baik antioksidan enzim maupun non

enzim melindungi sel dari kerusakan yang disebabkan oleh molekul-molekul yang

39

tidak stabil yang disebut radikal bebas Antioksidan membantu menghancurkan

radikal bebas yang merusak sel mendukung pertumbuhan sel-sel yang sehat

melindungi sel dari penuaan mendukung sistem imun dalam tubuh Antioksidan

bersifat sangat mudah teroksidasi atau bersifat reduktor kuat dibanding dengan

molekul lain sehingga keefektifan antioksidan tergantung dari seberapa kuat daya

oksidasinya semakin mudah teroksidasi maka semakin efektif antioksidan

tersebut Antioksidan mampu melindungi sel melawan kerusakan yang

ditimbulkan oleh radikal bebas dan SOR seperti singlet oksigen peroksi nitrit

superoksida radikal peroksida dan radikal hidroksil (Chaveri et al2008 )

Antioksidan dapat menunda atau mencegah terjadinya reaksi oksidasi

radikal bebas dan oksidasi lipid dalam konsentrasi yang lebih rendah dari substrat

yang dapat dioksidasi Suhartono et al (2008) menyatakan antioksidan dapat

diklasifikasikan dalam 5 tipe yaitu a) Antioksidan primer berupa senyawa-

senyawa fenol yang mampu memutus rantai reaksi pembentukan radikal bebas

asam lemak Senyawa ini memberikan atom hidrogen yang berasal dari gugus

hidroksi sehingga terbentuk senyawa yang stabil seperti BHA (butyl

hidroksilanisol) BHT (butyl hydrotoluen) dan tokoferol b) Antioksidan

perangkap oksigen yaitu senyawa-senyawa yang berperan sebagai pengikat

oksigen sehingga mencegah reaksi oksidasi Senyawa ini mengadakan reaksi

dengan oksigen yang berada dalam sistem sehingga jumlahnya berkurang seperti

vitamin C (asam askorbat) askorbil palminat asam eritorbat dan sulfit c)

Antioksidan sekunder adalah senyawa-senyawa yang mempunyai kemampuan

untuk berdekomposisi dengan hidroperoksida menjadi produk akhir yang stabil

40

d) Antioksidan enzim yaitu enzim yang berperan mencegah terbentuknya radikal

bebas seperti glukose oksidase superoksida dismutase (SOD) glutation

peroksidase (GPx) dan katalase (CAT) dan e) Antioksidan Chelators

sequestrants yaitu senyawa-senyawa yang mampu mengikat logam seperti besi

dan tembaga yang mampu mengkatalisis reaksi oksidasi lemak seperti asam sitrat

asam amino ethylenediaminetetra acetid acid (EDTA) dan fosfolipid

Antioksidan bereaksi dengan radikal bebas dengan mengurangi

konsentrasi oksigen mencegah pembentukan singlet oksigen yang reaktif

mencegah inisiasi rantai pertama dengan menangkap radikal primer seperti radikal

hidroksil mengikat katalis ion logam mendekomposisi produk-produk primer

radikal menjadi senyawa non-radikal dan memutus rantai hidroperoksida

sehingga mengurangi kapasitas radikal bebas untuk menimbulkan kerusakan

(Mardawati et al 2011)

Berdasarkan mekanisme kerjanya antioksidan dikelompokan menjadi 1)

Antioksidan primer yaitu antioksidan yang bereaksi dengan radikal lipid berenergi

tinggi untuk menghasilkan produk yang memiliki kestabilan termodinamis lebih

baik seperti golongan fenol (isoflavon) 2) Antioksidan sekunder yang juga

dikenal dengan antioksidan pencegah (Preventive Antioxidant) yang dapat

memperlambat reaksi inisiasi dengan cara memutus rantai hidroperoksida seperti

dilauril thio-dipropionate dan asam thiodipropionate Antioksidan golongan ini

adalah antioksidan yang berikatan dengan gugus thiol (Shahidi dan Naczk1995

dalam Mardawati et al 2011)

41

Antioksidan pemutus rantai adalah molekul kecil yang dapat menerima

dan memberi elektron dari atau ke radikal bebas sehingga membentuk senyawa

baru yang stabil seperti vitamin E dan vitamin C Sedangkan antioksidan logam

transisi terikat protein bekerja mengikat ion-ion logam Fe2+

dan Cu2+

seperti

flavonoid dapat mencegah radikal bebas Antioksidan jenis ini memperbaiki

kerusakan sel-sel dan jaringan yang disebabkan radikal bebas (Winarsi 2007)

Mekanisme kerja antioksidan senyawa fenolik adalah sebagai berikut

Radikal Lipida Antioksidan Radikal Antioksidan

ROO + AH ROOH + A

RO + AH ROH + A

R + AH RH + A

OH + AH H2O + A

Senyawa antioksidan (AH) dapat memberikan atom hidrogen secara cepat ke

radikal lipida (ROO RO R OH ) dan mengubahnya menjadi bentuk yang lebih

stabil Sementara turunan radikal antioksidan (A) yang dihasilkan lebih stabil

dibandingkan radikal lipida karena akan terjadi delokalisasi perbaikan elektron

dari ikatan rangkap pada cincin benzen sebagai indikasi oleh ikatan isomer

valensi

Peningkatan jumlah gugus hidroksil (alkil hidrogen pada struktur

kimianya) pada posisi para atau ortho seperti pada genistein dapat meningkatkan

aktivitas antioksidan isoflavon Antioksidan dapat menghambat oksidasi atau

42

menghentikan reaksi berantai pada radikal bebas dari lemak yang teroksidasi

dapat melalui empat macam mekanisme reaksi yaitu 1) Pelepasan hidrogen dari

antioksidan 2) Pelepasan elektron dari antioksidan 3) Adisi lemak ke dalam

cincin aromatik pada antioksidan dan 4) Pembentukan senyawa kompleks antara

lemak dan cincin aromatik dari antioksidan

Antioksidan dapat mencegah tidak terkontrolnya pembentukan radikal

bebas dan aktivitas SOR atau mencegah reaksinya dengan struktur biologi (Nisar

et al 2013) Status antioksidan baik yang endogen maupun yang eksogen yang

menurun dapat mengganggu keseimbangan redoks seluler dan kondisi patologis

akan menjadi karakteristik utama dan membentuk stres oksidatif pada sel maupun

jaringan

261 Antioksidan enzimatis

Di dalam sistem biologis sudah tersedia antioksidan berupa enzim

(antioksidan enzimatis) yaitu superoksida dismutase (SOD) katalase (CAT) dan

glutation peroksidase (GPx) Antioksidan-antioksidan ini bekerja dengan cara

mencegah pembentukan senyawa radikal bebas baru atau mengubah radikal bebas

yang telah terbentuk menjadi molekul yang kurang reaktif (Finosh dan Jayabalan

2013) Mekanisme kerja antioksidan enzimatik adalah mengkatalisir pemusnahan

radikal bebas dalam sel Aktivitas enzim intrasel SOD dan CAT mengkatalisasi

dismutasi superoksida dan hidrogen peroksida aktivitas GPx mereduksi hidrogen

peroksida dan peroksida organik menjadi air dan oksigen Aktivitas enzim

intrasel ini dapat dilihat pada Gambar 29

43

GPx merupakan enzim penangkal radikal bebas dengan dua cara yaitu

pertahanan terhadap oksidan dan dengan mengkatalisis peroksida menjadi air dan

oksigen GPx memerlukan glutation sebagai substrat terdapat dalam dua bentuk

yaitu glutation tereduksi atau GSH dan glutation teroksidasi atau GSSG Ketika

mengkatalisis perubahan hidrogen peroksida (H2O2) menjadi H2O GSH

dioksidasi menjadi GSSG kemudian GSSG dapat direduksi kembali oleh NADPH

untuk mendapatkan kembali GSH (Marciniak et al 2009)

Gambar 29

SOD dan CAT mengkatalisasi dismutasi superoksida dan hidrogen peroksida

(Finosh dan Jayabalan 2013)

Enzim GPx terdapat terutama dalam mitokondria merupakan enzim

scavenger terhadap hidrogen peroksida dan berperan utama dalam mengatur

konsentrasi H2O2 dan dan berbagai macam peroksida organik Aktivitas GPx yang

menurun menunjukkan terjadinya penurunan kapasitas menghilangkan H2O2 dan

terjadinya hidroperoksida lemak

44

Enzim GPx sangat berperan dalam pengaktifan kembali enzim

kolinesterase melalui 1) Pengaktifan AMP siklik yang secara langsung dapat

mengaktifkan enzim kolinesterase 2) keseimbangan NADP dan NADPH pada

jalur glikolisis aerobik dalam eritrosit sehingga eritrosit tidak rusak kerusakan

eritrosit dapat menurunkan produksi kolinesterase darah 3) peranan kofaktor

prostaglandin pada sintesis tromboksan A2 yang memacu trombogenesis dan

vasokonstriksi pembuluh darah bersamaan dengan terbentuknya tromboksan akan

diaktifkan cAMP yang secara langsung mengaktifkan kinase protein termasuk

kinase protein enzim kolinesterase 4) sebagai antioksidan yang dapat melindungi

sel termasuk eritrosit dari kerusakan akibat radikal bebas 5) sebagai kofaktor

proses oksidasi dealkilasi ikatan organofosfat dengan kolinesterase darah 6)

berperan sebagai detoksifikasi dalam tubuh dengan mereduksi radikal bebas

peroksida sekaligus membentuk peroksida lipid di dalam membran sel (Stranges

et al 2010)

GPx adalah enzim antioksidan yang dapat mendetoksifikasi hidrogen

peroksida dan lipid hidroperoksida dalam menurunkan glutation Di dalam darah

terdapat beberapa jenis GPx dua diantaranya adalah GPx seluler (cGPx) dalam sel

darah merah dan GPx ekstrasel (eGPx) terdapat dalam plasma GPx sebagai enzim

antioksidan bekerja menjadi peredam (quenching) radikal bebas dan berperan

dalam metabolisme xenobiotik yang ditemukan dalam sel (Sen et al 2010)

GPx dengan konsentrasi tinggi ditemukan dalam hepar dan sel darah

merah sedangkan pada jantung ginjal paru-paru adrenal lambung dan jaringan

adipose mengandung GPx dalam kadar sedang GPx kadar rendah ditemukan

45

dalam otak otot testis dan lensa mata GPx yang rendah berkorelasi dengan

gangguan yang berhubungan dengan radikal bebas (Judge et al 2005) Jika

antioksidan endogen gagal mengatasi produksi metabolit reaktif maka

antioksidan eksogen akan diperlukan untuk menyeimbangkan status redoks

(Noori 2012) Sumber makanan termasuk tanaman rempah-rempah vitamin dan

ekstrak herbal memainkan peran penting dalam hal ini

262 Antioksidan non enzimatis

Antioksidan non enzimatis disebut juga antioksidan sekunder atau

antioksidan eksogen (diperoleh dari luar) digolongkan menjadi dua golongan

yaitu yang larut dalam lemak seperti tokoferol karotenoid flavoniod quinon dan

bilirubin serta yang larut dalam air seperti asam askorbat asam urat protein

pengikat logam dan protein pengikat heme (Winarsi 2007) Antioksidan ini dapat

berupa bahan-bahan alami dan juga sintetis Antioksidan alami seperti vitamin

adalah campuran redoks yang seimbang dengan bentuk tereduksi dan teroksidasi

dan sebaliknya untuk antioksidan sintetis merupakan redoks yang tidak seimbang

bahkan menghasilkan radikal bebas yang pada beberapa kasus berbahaya (Rani

etal 2004)

Vitamin C merupakan antioksidan yang sangat penting dalam cairan

ekstra sel karena dapat menyerang radikal-radikal yang larut dalam darah dan

melindungi lemak plasma dari perusakan peroksidasi oleh radikal-radikal peroksil

Peran utama vitamin C adalah menetralisir radikal bebas yang ada di dalam dan

di luar sel Vitamin C merupakan sumber elektron pendonor bagi radikal bebas

(Nisar et al 2013) Vitamin C berperan positip dalam proses detoksifikasi

46

yang sangat diperlukan untuk sintesis kolagen dan pertumbuhan serta

pemeliharaan jaringan epitel Peranan vitamin C sebagai pembawa hidrogen yang

merupakan siklus esensial dalam metabolisme protein dan karbohidrat yang

berfungsi memelihara kekuatan pembuluh darah Vitamin C sangat penting untuk

melawan radikal bebas dalam cairan ekstra sel dan melindungi biomembran dari

peroksidasi Pemberian air kelapa dapat meningkatkan aktivitas GPx SOD dan

CAT pada pekerja terpapar merkuri karena air kelapa mengandung vitamin C

B1 B6 asam-asam amino metionin selenium dan mineral berfungsi melindungi

sel tubuh dari serangan radikal bebas dan mencegah efek paparan merkuri

(Zulaikhah et al 2013) Defisiensi antioksidan yang berupa vitamin C vitamin

E Se Zn dan glutation dalam derajat ringan hingga berat sangat berpengaruh

terhadap respon imun

Komponen kimia yang berperan sebagai antioksidan adalah senyawa

golongan fenolik dan polifenolik yang memiliki kemampuan untuk menangkap

radikal bebas Flavonoid merupakan golongan terbesar dari senyawa polifenol

yang sangat efektif digunakan sebagai antioksidan Senyawa-senyawa ini banyak

terdapat di alam terutama pada tumbuh-tumbuhan seperti teh buah-buahan

sayuran dan anggur (Ramle et al 2008)

Aktivitas antioksidan dari berbagai tanaman erat hubungannya dengan

kandungan fenolnya ada indikasi substansi fenol seperti flavonoid dan asam-

asam fenolat berpotensi lebih besar sebagai antioksidan dibandingkan dengan

vitamin C dan vitamin E Aktivitas antioksidan flavonoid tergantung pada

struktur molekulnya terutama gugus prenil (CH3)2C=CH-CH2 Department of

47

Environmental and Molecular Toxicology Oregon State University dalam

penelitiannya mendapatkan bahwa gugus prenil flavonoid dikembangkan untuk

pencegahan atau terapi terhadap penyakit-penyakit yang dihubungkan dengan

radikal bebas

Asupan antioksidan diperlukan untuk membantu mengembalikan

ketidakseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan endogen serta

mengurangi kerusakan oksidatif dalam tubuh Salah satu terapi antioksidan yang

digunakan adalah ekstrak kulit buah manggis (Garcinia mangostana L) Kulit

buah manggis memiliki kandungan xanthone yang tinggi sehingga memiliki

kemampuan untuk menangkap radikal bebas Gugus hidroksil (OH) yang dimiliki

oleh xanthone efektif mengikat radikal bebas dengan elektron yang tidak memiliki

pasangan Antioksidan ini bekerja dengan cara memotong reaksi oksidasi berantai

dari radikal bebas atau dengan cara menangkapnya sehingga radikal bebas tidak

akan bereaksi dengan komponen seluler dan kerusakan sel dapat dihindari

Makanan yang kaya antioksidan memegang peran dalam mencegah

penyakit-penyakit kanker dan penyakit penurunan fungsi otak Antioksidan dapat

mengurangi resiko penyakit kronis dan mencegah berbagai penyakit baik dengan

cara meningkatkan pertahanan antioksidan dalam tubuh atau dengan cara

mengkonsumsi makanan yang kaya antioksidan Mengkonsumsi antioksidan yang

ada dalam makanan sehari-hari dapat memberi perlindungan terhadap stres

oksidatif Hundekari et al (2013) mendapatkan perlakuan antioksidan dengan

dosis yang sesuai dapat menurunkan kerusakan oksidatif sehingga efektif untuk

memperbaiki kasus keracunan akut OPs

48

27 Manggis

271 Tumbuhan manggis

Tumbuhan manggis (Garcinia mangostana L) berasal dari Asia Tenggara

dan merupakan tumbuhan fungsional karena hampir semua bagian dari tumbuhan

ini dapat dimanfaatkan sebagai obat Manggis termasuk dalam family Guttiferae

dan merupakan species terbaik dari genus Garcia Buah manggis sering dijuluki

Queen of tropical fruit karena mempunyai rasa enak daging buah putih halus

bentuk buah bagus dan disukai banyak orang (Chaverri et al 2008) Manggis

sering disebut mangostin atau kadang-kadang disebut buah super dengan berbagai

karakteristik seperti rasa aroma kaya nutrisi dan daya antioksidan yang tinggi

Buah manggis (Garcinia mangostana L) merupakan buah yang eksotik

karena memiliki warna yang menarik dan kandungan gizi yang tinggi sehingga

buah manggis memiliki prospek yang cukup baik untuk dikembangkan

(Mardawati et al 2011) Tingkatan taksonomi tanaman manggis adalah sebagai

berikut (Prihatman 2000)

- Kingdom Plantae

- Divisi Spermathophyta (Tumbuhan berbiji)

- Sub Divisi Angiospermae (Berbiji tertutup)

- Kelas Dicotyledonae (Biji berkeping dua)

49

- Ordo Theales

- Famili GuttiferaeClusiaceae

- Genus Garcinia

- Spesies Garcinia mangostana L

Selain sebagai buah yang eksotik manggis juga mengandung berbagai senyawa

yang bermanfaat bagi tubuh seperti triterpenoid mangostin tannin resin

kalsium zat besi dan vitamin B1 Potensi manggis tidak hanya terbatas pada

buahnya saja tetapi juga hampir seluruh bagian tumbuhan manggis menyimpan

potensi yang sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia

Kulit buah manggis mengandung beberapa senyawa yang memiliki

aktivitas farmakologi seperti antiinflamasi antihistamin antibakteri anti penyakit

jantung antijamur bahkan untuk terapi HIV (Chaveri et al 2008) Senyawa

utama kandungan kulit buah manggis yang dilaporkan bertanggung jawab atas

beberapa aktivitas farmakologi adalah golongan xanthone yang meliputi

mangostin mangosterol mangostinon A dan B trapezifolixanthone tovophyllin

B dan beta mangostin garcinon B mangostanol flavonoid epikatekin dan

gartanin136-trihidoksi-7-metoksi-28-bis(3-metil-2-butenil)-9H-xanten-9-on(alfa

mangostin) dan 1367-tetrahidroksi-28-bis (3-metil-2-butenil)-9H-xanten-9-on

(gamma mangostin) yang sangat bermanfaat untuk kesehatan (Qosim 2007)

Kandungan antioksidan manggis banyak terdapat pada kulit buahnya

dikenal sebagai antioksidan yang efektif karena mengandung senyawa biologi

xanthones walaupun dapat juga ditemukan dalam semua bagian manggis baik

pada buah kulit buah kulit kayu maupun daunnya Senyawa xanthone hanya

50

dihasilkan oleh genus garcinia Xanthone memiliki struktur kimia yang unik

terdiri dari sistem aromatik trisiklik (C6-C3-C6) dengan kelompok isoprena

metoksil dan hidroksil terletak pada cincin A dan B sehingga senyawa xanthone

beragam Struktur umum xanthone dapat dilihat pada Gambar 210

Gambar 210

Struktur umum senyawa xanthone (Chaverri et al 2008)

Xanthone termasuk golongan senyawa flavonoid Senyawa ini memiliki

dua cincin benzene dan satu cincin piran Inti xanthone dikenal sebagai 9-

xanthenone atau dibenzo-c-pyrone Xanthone dapat diklasifikasikan ke dalam lima

kelompok yaitu oxygenated xanthone xanthone glycoside prenylated xanthone

xanthonolignoid dan miscellaneous xanthone Menurut Chaverri et al (2008)

terdapat 200 lebih xanthone yang tersedia di alam ini dan 50 diantaranya

terkandung dalam kulit buah manggis

Xanthone memiliki rumus molekul C13H8O2 sehingga memiliki massa

molar sebesar 196191 gram mol Dalam penamaan menurut IUPAC senyawa ini

diberi nama 9H-xanthen-9-one Uji aktivitas antioksidan kulit buah manggis

dengan menggunakan peroksinitrit sebagai radikal bebas diketahui bahwa 8-

hydroxycudraxanthone G gartanin α-mangostin γ-mangostin dan smeath-

xanthone A merupakan komponen yang memiliki aktivitas antioksidan terbesar

51

(Jung et al 2006) Senyawa xanthone yang banyak terdapat pada kulit manggis

yaitu α - dan γ - mangostin (Obolsky et al 2009)

Struktur kimia beberapa turunan xanthone seperti α mangostin β

mangostin dan γ mangostin dapat dilihat pada pada Gambar 211

(Chaivisuthangkura et al 2008)

α mangostin β mangostin γ mangostin

Gambar 211

Struktur Kimia beberapa derivat xanthone

(Chaivisuthangkura et al 2008)

Senyawa-senyawa xanthone juga mempunyai aktivitas antibakteri

melawan S Aureus strain yang resisten terhadap penicillin dan methicillin

aktivitas antifungi melawan F Oxiforum A Tenuls dan D Oryzae (Chomnawang

2007) Garcinia mangostana dan senyawa-senyawa xanthone α-mangostin

mendorong aktivitas antimikroba melawan P acnes dan S epidermis yang

merupakan agen etiologi kritis pada jerawat (Chomnawang et al 2007)

Senyawa alfa-mangostin sebagai turunan xanthone memiliki kemampuan

dalam menekan pembentukan senyawa karsinogen pada kolon Xanthone juga

52

bermanfaat mencegah pertumbuhan sel kanker dan tumor Kemampuan

antioksidannya bahkan melebihi vitamin C dan E yang selama ini dikenal sebagai

antioksidan yang paling efektif (Ummi dan Any 2014) Hasil penelitian Kosem

et al (2007) mendapatkan ekstrak metanol kulit buah manggis mengandung α

mangostin sebesar 2519 g100 g ekstrak

Moongkandi et al (2004) menyatakan kulit buah manggis bermanfaat

penting bagi kesehatan karena kaya akan antioksidan seperti xanthone dan

antosianin Antosianin merupakan salah satu antioksidan kuat yang mampu

mencegah berbagai kerusakan akibat stress oksidatif sehingga mampu melindungi

sel dari radikal bebas Penelitian lain juga mendapatkan bahwa xanthone dari

manggis memiliki aktivitas antioksidan antitumor antiinflamasi antialergi

antifungi dan antibakteri (Suksamrarn et al 2006 dan Chaverri et al 2008)

Garcinia mangostana memiliki aktivitas antioksidan yang signifikan pada

IC50 sebesar 613 μgml juga efektif dalam scavenging radikal bebas dan bisa

mengurangi produksi cytokine sebagai suatu proinflamasi Senyawa xanthone

pada kulit buah manggis merupakan antioksidan tingkat tinggi karena kandungan

antioksidannya 667 kali dari wortel dan 83 kali jeruk (Qosim 2007)

Antioksidan yang terkandung dalam kulit buah manggis didominasi oleh

senyawa fenol yaitu xanthone Kadar xanthone dalam manggis berbeda-beda

tergantung pada kualitas buah yang terbesar didapatkan pada buah dengan kulit

burik atau kasar yakni sebesar 23544 μgg ekstrak sedangkan pada buah besar

dengan kulit mulus mengandung kadar xanthone sebesar 18502 μgg ekstrak

buah kecil sebesar 20434 μgg dan buah dengan kulit mengandung getah kuning

53

15289 μgg ekstrak Xanthone dalam kulit buah yang mengandung getah kuning

berperan dalam mekanisme pertahanan mencegah terjadinya stres akibat serangan

hama atau kerusakan fisik (Arsana 2014)

Xanthone sebagai antioksidan akan memutus rantai reaksi oksidasi radikal

bebas untuk mencegah reaksi oksidasi dengan reaksi reduksi yang melibatkan

hidrogen Keterlibatan hidrogen dalam reaksi-reaksi reduksi dapat menghambat

reaksi oksidasi antara radikal bebas dengan oksigen Kadar Oxygen Radical

Absorbance Capacity (ORAC) dari xanthone mencapai 17000-20000 ORAC per

100 ons kulit manggis lebih besar dari wortel dan jeruk yang kadar ORAC-nya

hanya 300 dan 2400 (Fanany 2013) Manfaat yang demikian besar menyebabkan

xanthone sangat dibutuhkan dalam tubuh sebagai penyeimbang prooksidan

Prenilasi xanthone juga mempunyai efek penghambat terhadap M Tuberculosis

Alfa-mangostin yang merupakan derivat xanthone didapatkan mempunyai potensi

sebagai antimikroba (Suksamrarn et al 2006) Selain itu kulit buah manggis

juga mengandung beberapa senyawa lain seperti yang tertera pada Tabel 23

Tabel 23

Komposisi Tepung Kulit Buah Manggis

Sumber Shahidi 1997 dalam Ummi dan Any 2014

No Komponen Kadar ( bk)

1

Air 900

2 Abu 258

3 Gula 692

4 Protein 269

5 Serat Kasar 3005

6 Lainnya (Tanin lemak dll) 4876

54

272 Ekstrak kulit buah manggis

Ekstrak kulit buah manggis mengandung berbagai senyawa yang diduga

bekerja sebagai antioksidan dengan cara mendonorkan elektronnya kepada radikal

bebas sehingga mencegah terjadinya peroksidasi lipid baik pada tahap inisiasi

propagasi maupun pada tahap terminasi (Middleton et al 2000) Senyawa-

seyawa ini bekerja sebagai sinyal yang akan mengaktivasi nuclear factor

erythroid 2- related factor 2 (Nrf2) yang terikat pada Kelch-like ECH-associated

protein-1 (Keap1) dalam sitoplasma sehingga mengalami disosiasi dan translokasi

menuju nukleus Dalam nukleus Nrf2 berasosiasi pada bagian promoter gen yang

disebut Antioxidant Respone Element (ARE) sehingga memicu ekspresi gen

penyandi antioksidan Senyawa yang terkandung dalam ekstrak kulit buah

manggis disamping bekerja sebagai antioksidan dengan cara mendonorkan

elektronnya kepada radikal bebas juga dapat menstimulasi ekspresi gen penyandi

antioksidan melalui aktivasi Nrf2 Salah satu stimulan tersebut adalah golongan

fenol (Inoue 2001) Ekstrak kulit buah manggis dapat mengatur aktivitas catalase

dalam aktivitasnya sebagai scavenger H2O2 atau mengatur gen Nrf-2 (Bartz et

al 2010) Hal ini sesuai dengan yang didapatkan dalam penelitian

Weecharangsan et al (2006) aktivitas ekstrak air dan ekstrak etanol kulit buah

manggis berperan sebagai scavenger H2O2

Skrining fitokimia dilakukan untuk memberikan gambaran tentang

golongan senyawa yang terkandung dalam ekstrak etanol kulit buah manggis

Hasil uji skrining fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak etanol kulit buah

manggis mengandung senyawa golongan alkaloid triterpenoid saponin

55

flavonoid tannin dan polifenol (Kristianti et al 2008) Polifenol adalah senyawa

fenolik yang memiliki lebih dari satu gugus hidroksil (OH) golongan senyawa ini

terdapat pada berbagai jenis tumbuhan yang mempunyai berbagai macam aktivitas

biologi salah satunya adalah aktivitas antioksidan (Scalbert et al 2005)

Polifenol banyak ditemukan dalam buah-buahan sayuran dan biji-bijian

yang merupakan sumber antioksidan alami Senyawa polifenol terdiri dari

beberapa subkelas yakni flavonol isoflavon (dalam kedelai) flavanon

antosianidin katekin dan biflavan Semua polifenol mampu menjadi perangkap

oksigen dan radikal alkil dengan memberikan donor elektron sehingga terbentuk

radikal fenoksil yang relatif stabil (Mokgope 2006) Senyawa-senyawa polifenol

alami secara langsung sebagai scavenger SOR dan secara tak langsung melindungi

aktivitas beberapa enzim sehingga berpotensi meningkatkan antioksidan endogen

(Masella et al 2005) Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Martin et al

(2010) yang mendapatkan CPE (cocoa polyphenolic extrac) yang mengandung

senyawa-senyawa flavonoid seperti katecin epikatecin dan prosianidin

meningkatkan aktivitas GPx dan glutation reduktase (GR) Senyawa-senyawa ini

mereduksi produksi SOR dan mengatur aktivitas antioksidan enzim Peningkatan

aktivitas enzim antioksidan dapat digunakan sebagai terapi penyakit-penyakit

yang disebabkan oleh stress oksidatif

Senyawa fenol sebagai antioksidan tergantung dari beberapa faktor seperti

ikatan gugus hidroksil pada cincin aromatik posisi ikatan posisi hidroksil bolak

balik pada cincin aromatik dan kemampuannya dalam memberi donor hidrogen

atau donor elektron serta kemampuannya dalam memerangkap radikal bebas (free

56

radical scavengers) Palakawong et al (2010) mendapatkan daya antioksidan

ekstrak kulit buah manggis sebesar 594 microgml yang dianalisis dengan metode

DPPH Ekstrak kulit manggis mengandung total fenol yang cukup tinggi yaitu

sebesar 4112 mgg dengan aktivitas antioksidannya sebesar 8442 (Dyahnugra

et al 2015) Ekstrak etanol kulit buah manggis menunjukkan aktivitas yang

signifikan dalam menghambat pembentukan 50 radikal menghambat radikal

superoxide (O2-) mereduksi produksi ROS dan dapat menangkap radikal

hidroksil (OH-) (Chomnawang et al 2007)

Senyawa flavonoid adalah senyawa-senyawa polifenol yang memiliki 15

atom karbon (C6-C3-C6) terdiri dari dua cincin benzena yang dihubungkan

menjadi satu oleh rantai linier yang terdiri dari tiga atom karbon Flavonoid

dalam ekstrak kulit buah manggis berperan membasmi radikal bebas dengan

berbagai cara misalnya dengan menghambat enzim yang bertanggung jawab

memproduksi anion superoksida yaitu xantin oksidase ada juga dengan

menyumbangkan elektronnya ke radikal superoksida atau radikal lipid agar stabil

(Smith et al 2005)

Ekstrak kulit buah manggis baik dengan pelarut air etanol 50 etanol

95 dan etil asetat menunjukan aktivitas antioksidan dan neuroprotektif

(Weecharangsan et al 2006) Kapasitas antioksidan ekstrak air dan etanol 50

diuji dengan metoda DPPH didapatkan masing-msing sebesar 3498 dan 3076

Kapasitas antioksidan ekstrak ini sudah dicobakan pada sel neuroblastoma

(NG108-15) yang terpapar hidrogen peroksida (H2O2) kedua ekstrak ini

memperlihatkan aktivitas neuroprotektif dengan konsentrasi 50 lgmL Aktivitas

57

neuroprotektif ekstrak etanol 50 kulit buah manggis lebih tinggi dibandingkan

dengan ekstrak air Ekstrak etanol kulit buah manggis juga mempunyai aktivitas

antioksidan yang signifikan sebagai penghambat pembentukan radikal DPPH

(Chomnawang et al 2007)

Ekstrak kulit buah manggis diketahui memiliki daya antioksidan sangat

kuat hal ini dibuktikan dengan menggunakan fraksi pelarut metanol etanol dan

etil asetat semuanya memiliki daya antioksidan EC50 kurang dari 50 Fraksi

metanol mempunyai nilai EC50 yang paling kecil dibanding dengan kedua

fraksi lainnya masing-masing 800 mgL 926 mgL dan 2948 mgL ini berarti

fraksi metanol mempunyai aktivitas antioksidan yang lebih besar dibandingan

dengan fraksi etanol dan etil asetat (Mardawati et al 2011) Hal ini didukung

oleh Li dan Xu (2015) yang menyatakan ekstrak metanol kulit buah manggis

mempunyai aktivitas antioksidan yang kuat karena kandungan polifenolnya sangat

tinggi

Senyawa fenol banyak ditemukan pada berbagai tanaman Senyawa ini

telah dieksploitasi secara intensif karena selain berfungsi sebagai antioksidan juga

memiliki berbagai fungsi biologi seperti anti mutagenik dan anti karsinogenik

Antioksidan alami yang terdapat dalam tanaman akan meredam radikal bebas

yang berbahaya dari tubuh Senyawa-senyawa polifenol dari tanaman seperti

flavonoid digambarkan sebagai peredam SOR Ekstrak kulit buah manggis dapat

mengurangi produksi SOR intrasel secara signifikan yang ditentukan dengan 27-

dichlorofluorescein diacetate (DCFH-DA) dalam SKBR3 saluran sel

(Moongkarndi et al 2004) Aktivitas radikal hidroksil (HO-) diperangkap oleh

58

xanthone yang diisolasi dari beberapa ekstrak kulit buah manggis (Chin et al

2008) Xanthone dapat diklasifikasikan ke dalam lima kelompok yaitu

oxygenated xanthone xanthone glycoside prenylated xanthone xanthonolignoid

dan miscellaneous xanthone Saat ini sekitar 1000 xanthone berbeda telah

diketahui (Chaverri et al 2008)

Kulit buah manggis mengandung 90 xanthone terutama α dan β

mangostin yang disebut panaxanthone dapat memulihkan sistem pertahanan

antioksidan endogen seperti aktivitas SOD GPx dan kadar GSH secara invitro

dan in vivo memecah langsung SOR untuk mengurangi penipisan GSH dan

meghambat peroksidasi lipid Efek protektif α mangostin diduga terhadap stress

oksidatif dimediasi melalui jalur Nrf2 (Jung et al 2006) Ekstrak kulit buah

manggis dapat menurunkan MDA meningkatkan SOD dan GPx pada tikus yang

mengalami peningkatan MDA serta penurunan SOD dan GPx karena perlakuan

latihan (Arsana 2013) Hal yang sama didapatkan oleh Sudjarwo dan

Koerniasari (2015) bahwa pemberian ekstrak kulit buah manggis dapat

meningkatkan aktivitas GPx dan SOD ginjal tikus yang menurun karena diberi

perlakuan logam berat timbal mungkin disebabkan oleh kemampuan ekstrak

kulit buah manggis mengurangi akumulasi radikal bebas

Skrining fitokimia ekstrak kulit manggis juga menunjukkan bahwa kulit

buah manggis mengandung senyawa metabolit sekunder berupa golongan alkaloid

saponin tanin polifenol dan flavonoid (Poeloengan dan Praptiwi 2010)

Saponin merupakan zat aktif yang dapat meningkatkan permeabilitas membran

sehingga terjadi hemolisis sel Apabila saponin berinteraksi dengan sel bakteri

59

maka bakteri tersebut akan rusak atau lisis sedangkan flavonoid merupakan

kelompok senyawa fenol yang mempunyai kecenderungan untuk mengikat

protein sehingga mengganggu proses metabolisme bakteri tersebu Senyawa-

senyawa fenolik dapat bereaksi dengan senyawa oksigen reaktif disebabkan

oleh satu atau dua gugus hidroksil pada cincin aromatik dapat berperan sebagai

donor hidrogen (Dungir et al 2012)

Tanin dalam konsentrasi rendah mampu menghambat pertumbuhan

bakteri sedangkan pada konsentrasi tinggi mampu bertindak sebagai antibakteri

dengan cara menggumpalkan protoplasma bakteri sehingga terbentuk ikatan yang

stabil dengan protein bakteri Selain itu pada saluran pencernaan tanin mampu

mengeliminasi toksin (Poeloengan dan Praptiwi 2010)

Flavonoid merupakan golongan senyawa yang mempunyai kemampuan

sebagai antioksidan Flavonoid juga berperan mengaktifkan enzim kunci dalam

respirasi mitokondria dan melindungi sel neuron sehingga mencegah stres

oksidatif dan kerusakan jaringan Asupan flavonoid berperan sebagai

neuroprotektif berpotensi melindungi neuron dari neurotoksin meningkatkan

fungsi memori pembelajaran dan kognitif (Spencer 2009)

Uji daya antioksidan ekstrak kulit manggis buah dilakukan oleh Lin et al

(2014) menggunakan DPPH Radikal bebas DPPH (DPPHbull) mungkin akan

ditangkap oleh antioksidan dengan memberikan atom hidrogen (Hbull) membentuk

molekul stabil DPPH-H mekanismenya seperti tampak pada Gambar 212

Gambar ini menunjukkan reaksi antara γ-mangostin dengan DPPH akan

menghasilkan senyawa yang stabil sehingga tidak akan terjadi reaksi rantai yang

60

akan menghasilkan radikal-radikal lain yang lebih reaktif Dalam molekul γ-

mangostin gugus ortho-dihidroksil menjadi homolysis menghasilkan radikal

hidrogen (Hmiddot) dan radikal γ-mangostinmiddot (I) Hmiddot kemudian bergabung dengan

DPPHmiddot membentuk molekul DPPH-H dan radikal γ-mangostin menjadi (II)

yang selanjutnya dapat menghasilkan radikal hidrogen (Hmiddot) melebihi yang

diperlukan oleh radikal DPPH (DPPHmiddot) untuk membentuk quinone (III) Hasil ini

mengindikasikan bahwa ekstrak kulit buah manggis sebagai sumber antioksidan

yang baik dengan cara mendonasikan elektron kepada radikal bebas untuk

membentuk produk stabil sehingga tidak menimbulkan reaksi berantai

Gambar 212

Reaksi γ mangostin dengan DPPH sebagai radikal bebas

Lin et al (2014)

61

62

63

Page 23: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pestisida...pestisida menginduksi produksi serotonin dan histamin, sebagai hormon yang memicu reaksi alergi dan dapat menimbulkan senyawa baru yang lebih

31

Penurunan aktivitas kolinesterase darah seseorang terjadi karena adanya

OPs dalam darah yang membentuk senyawa phosphorilated cholinesterase

sehingga enzim kolinesterase tidak dapat berfungsi lagi dan kadar aktif dari enzim

tersebut akan berkurang hal ini menyebabkan ACh lebih lama berada pada

reseptor sehingga memperpanjang efek rangsang saraf cholinergic pada sebelum

dan sesudah ganglion Rangsangan saraf yang terus-menerus akan merusak fungsi

saraf dan muncul dalam bentuk kelemahan otot mual-mual muntah hipersalivasi

tremor dan paralisis (Bajgar 2004) Akumulasi ACh yang menyebabkan

terjadinya disfungsi sistem saraf dan perilaku akan memicu kerusakan pada

sistem pernafasan yang akhirnya dapat menyebabkan kematian Sistem saraf yang

terganggu akibat penumpukan ACh menyebabkan terganggunya pasokan nutrisi

dan oksigen ke seluruh sel dan jaringan sehingga menghambat pertumbuhan

organisme (Robert 2011) Rangsang yang ditimbulkan oleh asetilkolin akan

berhenti bila ACh dihidrolisis menjadi kolin dan asam asetat oleh AChE

Aktivitas AChE yang terhambat menyebabkan ACh tidak dapat

dihidrolisis sehingga impuls saraf dari satu sel ke sel yang lain atau ke efektor

akan terganggu Petani yang terpapar OPs dengan dosis rendah dalam jangka

waktu lama juga menunjukan penurunan Superoxyde dismutase (SOD) dan

glutation reduktase OPs yang terakumulasi bertahun-tahun pada penyemprot

pestisida berbanding lurus dengan penurunan AChE dan berbanding terbalik

dengan Glucose-6-phosphate dehydrogenase (G6DPH)

32

23 Radikal Bebas

Radikal bebas adalah sekelompok spesies kimia baik berupa atom maupun

molekul yang memiliki elektron tidak berpasangan pada lapisan luarnya Radikal

bebas juga merupakan suatu kelompok spesies kimia dengan reaksi jangka pendek

yang memiliki satu atau lebih elektron bebas sehingga sangat reaktif mempunyai

spesifitas kimia yang rendah sehingga dapat bereaksi dengan berbagai molekul

lain seperti protein lemak karbohidrat dan DNA (Droge 2007)

Radikal bebas diartikan sebagai molekul yang relatif tidak stabil

mempunyai satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan pada orbit luarnya

bersifat reaktif dalam mencari pasangan elektronnya Radikal bebas dalam tubuh

akan segera bereaksi dengan molekul lain sehingga terjadi reaksi berantai yang

disebut peroksidasi lipid dan menghasilkan radikal bebas baru sehingga jumlah

radikal bebas terus bertambah (Marinajati et al 2012) Radikal bebas bersifat

tidak stabil sehingga tidak dapat mempertahankan bentuk aslinya dalam waktu

lama karena segera akan berikatan dengan molekul lain di sekitarnya Radikal

bebas akan menyerang molekul stabil yang terdekat dan mengambil elektronnya

Molekul yang terambil elektronnya ini akan menjadi radikal bebas baru sehingga

akan memulai suatu reaksi berantai yang pada akhirnya akan menyebabkan

kerusakan sel (Droge 2007)

Kelompok radikal bebas antara lain anion superoksida (O2) radikal

hidroksil (OH) dan radikal peroksil (RO2) sedangkan kelompok non radikal

misalnya hidrogen peroksida (H2O2) dan peroksida organik (ROOH) (Halliwell

dan Whiteman 2004) Radikal superoksida ( O2 -) merupakan bentuk yang paling

33

aktif yang paling banyak dihasilkan oleh berbagai mekanisme di dalam tubuh

seperti mitokondria sistem enzim NADPH oksidase reaksi dari xanthin oksidase

dan metabolisme asam arakidonat

Radikal bebas yang terbentuk di dalam tubuh (radikal bebas internal)

merupakan bagian integral dari proses fisiologis seperti saat pembentukan energi

dalam mitokondria melalui oksidasi fosforilasi Sumber radikal bebas internal

antara lain 1) Organ subseluler seperti mitokondria kloroplas mikrosom

peroksisom dan nuklei menghasilkan O2- 2) inflamasi selama inflamasi terjadi

fagositosis oleh makrofag dan metrofil keduanya membentuk radikal bebas

untuk memfagositosis bakteri 3) ion logam transisi Fe dan Cu berperan

membentuk radikal bebas dan menimbulkan peroksidasi lipid 4) oksidasi

enzimatik seperti xanthin oksidase dan lipoksigenase (Droge 2007) Radikal

bebas dapat juga berasal dari luar tubuh (radikal bebas eksternal) Sumber radikal

bebas eksternal antara lain polusi lingkungan (asap rokok asap kendaraan asap

pabrik) aktivitas fisik yang berlebih sinar ultra violet dari matahari radiasi obat-

obatan dan pestisida

Radikal bebas dapat terbentuk dari senyawa lain yang sebenarnya bukan

radikal bebas tetapi mudah menjadi radikal bebas misalnya hidrogen peroksida

(H2O2) dan ozon Kedua kelompok senyawa ini sering diistilahkan sebagai

Reactive Oxygen Species (ROS) atau senyawa Oksigen Reaktif (SOR) Sel-sel

hidup dari organisme aerob secara kontinyu membentuk SOR sebagai bagian dari

proses fisiologi metabolik dan reaksi-reaksi biokimia lainnya

34

SOR adalah kelompok senyawa yang sebenarnya bukan radikal bebas

tetapi mudah berubah menjadi radikal bebas (Droge 2007) SOR dihasilkan dalam

proses metabolisme oksidatif dalam tubuh misalnya pada proses oksidasi makanan

menjadi energi SOR diproduksi dalam jumlah yang cukup dalam tubuh seperti

sel darah putih menghasilkan H2O2 yang berfungsi untuk membunuh beberapa

jenis bakteri dan jamur namun H2O2 tidak menyerang secara spesifik sehingga

dapat menyerang asam-asam lemak tidak jenuh ganda atau polyunsaturated fatty

acid (PUFA) dari membran sel yang menyebabkan kerusakan struktur dan fungsi

sel (Winarsi 2007) SOR terbentuk sebagai produk samping reaksi oksidasi

fosforilasi untuk membentuk energi berupa Adenosine Tri Phosphate (ATP)

dalam rantai transport elektron pada mitokondria Proses tersebut membutuhkan

O2 tetapi tidak semua O2 berikatan dengan hidrogen untuk membentuk air sekitar

4 sampai 5 dari oksigen yang dikonsumsi berubah menjadi SOR (Marciniak

et al 2009) SOR seperti radikal super oksida (SOO-) dan radikal hidroksil

(OH-) yang dihasilkan oleh metabolisme sel yang normal maupun lingkungan

yang stres dapat menyebabkan sel-sel mati melalui peroksidasi lipid oksidasi

protein menghambat aktivitas enzim-enzim perubahan reduksi oksidasi intra sel

dan kerusakan DNA Hal ini menunjukkan bahwa SOR terlibat dalam timbulnya

beberapa penyakit dan proses penuaan

Organofosfat merupakan senyawa toksik yang mempunyai kemampuan

membentuk radikal bebas pada sistem biologi (Nur et al 2010) Reaksi radikal

bebas dengan komponen sel baik komponen struktural (molekul penyusun

membran) maupun komponen fungsional yaitu enzim dan DNA dapat merusak

35

sel melalui oksidasi lipid tidak jenuh dan protein sel (Zakaria 1996 dalam

Mardawati et al 2011) Kerusakan lebih lanjut pada organ sel adalah kerusakan

DNA dan membran sel Mekanisme tersebut menunjukan bahwa radikal bebas

dapat mempengaruhi timbulnya berbagai jenis penyakit degeneratif seperti

aterosklerosis Penelitian Amran et al (2009) mendapatkan ada korelasi yang

signifikan antara kerusakan DNA dengan perkembangan aterosklerosis dan

meningkatnya jumlah pasien Coronary Artery Disease (CAD)

24 Stres Oksidatif

Radikal bebas dalam jumlah tertentu di dalam tubuh dapat dinetralisir oleh

antioksidan endogen Antioksidan endogen utama pada sel-sel tubuh adalah

enzim SOD (Superoksida dismutase) glutation reduktase dan glutation

peroksidase (GPr dan GPx) serta catalase (CAT) Pembentukan radikal bebas

yang melebihi kemampuan aktivitas antioksidan endogen menyebabkan jumlah

keseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan akan terganggu Apabila

jumlah radikal bebas terus bertambah sedangkan jumlah antioksidan endogen

tetap maka kelebihan radikal bebas tidak dapat dinetralkan akibatnya radikal

bebas bereaksi dengan komponen-komponen sel dan menyebabkan kerusakan sel

Peningkatan jumlah radikal bebas atau oksidan menyebabkan timbulnya

suatu keadaan yang disebut stres oksidatif Stres oksidatif adalah suatu keadaan

ketidak seimbangan antara radikal bebas dan antioksidan dimana jumlah radikal

bebas lebih besar dari antioksidan Stres oksidatif adalah suatu keadaan patologis

yang disebabkan oleh kerusakan jaringan di dalam tubuh karena peningkatan

36

jumlah radikal bebas yang tidak normal (Halliwel 2006) Radikal bebas yang

jumlahnya jauh lebih banyak dari antioksidan akan bereaksi dengan cepat dan

merusak bermacam-macam substrat di dalam tubuh termasuk komponen-

komponen sel protein asam lemak tak jenuh ganda karbohidrat dan asam-asam

nukleat hal ini mengakibatkan berkembangnya penyakit kronik Serangan oksidan

terhadap asam lemak tidak jenuh sebagai komponen penting penyusun membran

sel dapat menimbulkan reaksi rantai yang disebut peroksidasi lipid Proses

tersebut mengakibatkan terputusnya ikatan dalam asam-asam lemak menjadi

berbagai senyawa yang toksik terhadap sel seperti malondialdehid (MDA) dan 9-

hidroksi nonenal MDA yang dihasilkan kemudian dilepaskan ke darah sehingga

kadar MDA di dalam darah dapat dijadikan sebagai penanda tidak langsung

adanya peroksidasi lipid dan peningkatan SOR

25 Malondialdehid (MDA)

Peningkatan stres oksidatif berdampak negatif pada beberapa komponen

penyusun membran sel yaitu kerusakan pada membran lipid membentuk

malondialdehida (MDA) kerusakan protein karbohidrat dan DNA (Kevin et

al2006) Kerusakan oksidatif yang diakibatkan oleh radikal bebas mempengaruhi

kondisi patologis berupa kerusakan sel jaringan dan berbagai organ seperti hati

ginjal dan jantung baik pada manusia maupun hewan Kerusakan ini dapat

berakhir pada kematian sel sehingga terjadi percepatan timbulnya berbagai

penyakit degeneratif (Kevin et al 2006 dan Valko et al 2007) MDA

merupakan metabolit hasil peroksidasi lipid oleh radikal bebas sehingga dapat

37

menggambarkan aktivitas radikal bebas dalam sel dan menjadi petunjuk terjadinya

stres oksidatif akibat radikal bebas (Asni 2009) Semakin tinggi kadar MDA

plasma maka semakin tinggi stres oksidatif yang terjadi dalam sel-sel tubuh

Peroksidasi lipid menghasilkan MDA dari radikal bebas akan selalu membentuk

reaksi berantai yang terus berlanjut sampai radikal bebas ini dihilangkan oleh

sistem antioksidan dari tubuh

MDA adalah hasil proksidasi lipid yang larut dalam air pada kondisi

normal MDA secara parsial diekskresikan melalui urine tetapi tidak diketahui

berapa jumlah MDA yang terbentuk dalam tubuh itu dapat dihilangkan oleh

ginjal MDA merupakan salah satu hasil dari peroksidasi lipid yang digunakan

sebagai indikator dari stres oksidatif (Hundekari et al 2013) Peningkatan

peroksidasi lipid mungkin disebabkan oleh inflamasi yang berkaitan dengan

infeksi virus dan menurunnya kadar antioksidan

Penelitian in vitro pada eritrosit manusia yang menyemprot pestisida

menunjukan peningkatan konsentrasi karbofuran meningkatkan kadar MDA

secara signifikan (Misrha et al 2013) yang mendapatkan kadar MDA pada darah

petani penyemprot pestisida lebih tinggi secara signifikan dibandingkan dengan

kontrol seperti ditunjukan pada Tabel 22

Paparan pestisida atrazine pada tikus dapat meningkatkan peroksidasi lipid

dan merusak membran di dalam sel yang dipapar Kandungan fosfolipid dan

kolesterol dalam membran eritrosit dapat diketahui dengan menggunakan teknik

scanning electron microscopy (SEM) dan dapat diketahui terjadi perubahan

morfologi dalam eritrosit yang sebanding dengan perubahan parameter biokimia

38

termasuk stres oksidatif (Singh et al2006) Kerusakan sel cedera irreversible sel

dan kematian sel dapat terjadi apabila stres oksidatif berlangsung lama

Tabel 22 Perbandingan profil biokimia antara kontrol

dan penyemprot pestisida

Parameters Controls(n=18)

Mean plusmnSD

Sprayers (n=50)

Mean plusmnSD

MDA (nmolTBARSml blood)

943 plusmn078

2630 plusmn202

CAT (μ mol H2O2 hydrolysed X

104mlg Hb)

1055plusmn1520

13569 plusmn 1234

SOD(μmol hydroysed X 104mlg

Hb)

329 plusmn 079 803 plusmn 246

Sumber Mishra et al 2013

26 Antioksidan

Antioksidan adalah molekul yang mampu memperlambat atau mencegah

oksidasi molekul lain (Chakraborty et al 2009) Antioksidan adalah senyawa-

senyawa yang dapat menunda atau menghambat terjadinya oksidasi biomolekul

dengan menghambat reaksi-reaksi oksidasi rantai oleh radikal bebas dan mampu

menurunkan kerusakan oksidatif (Jantan et al 2011) Antioksidan juga

didefinisikan sebagai senyawa yang mampu menunda memperlambat atau

menghambat reaksi oksidasi makanan maupun obat Antioksidan akan bereaksi

dengan oksidan sehingga mengurangi kapasitas oksidan untuk dapat menimbulkan

kerusakan (Shahidi 1997 dalam Asep et al 2012)

Antioksidan dalam sistem biologi baik antioksidan enzim maupun non

enzim melindungi sel dari kerusakan yang disebabkan oleh molekul-molekul yang

39

tidak stabil yang disebut radikal bebas Antioksidan membantu menghancurkan

radikal bebas yang merusak sel mendukung pertumbuhan sel-sel yang sehat

melindungi sel dari penuaan mendukung sistem imun dalam tubuh Antioksidan

bersifat sangat mudah teroksidasi atau bersifat reduktor kuat dibanding dengan

molekul lain sehingga keefektifan antioksidan tergantung dari seberapa kuat daya

oksidasinya semakin mudah teroksidasi maka semakin efektif antioksidan

tersebut Antioksidan mampu melindungi sel melawan kerusakan yang

ditimbulkan oleh radikal bebas dan SOR seperti singlet oksigen peroksi nitrit

superoksida radikal peroksida dan radikal hidroksil (Chaveri et al2008 )

Antioksidan dapat menunda atau mencegah terjadinya reaksi oksidasi

radikal bebas dan oksidasi lipid dalam konsentrasi yang lebih rendah dari substrat

yang dapat dioksidasi Suhartono et al (2008) menyatakan antioksidan dapat

diklasifikasikan dalam 5 tipe yaitu a) Antioksidan primer berupa senyawa-

senyawa fenol yang mampu memutus rantai reaksi pembentukan radikal bebas

asam lemak Senyawa ini memberikan atom hidrogen yang berasal dari gugus

hidroksi sehingga terbentuk senyawa yang stabil seperti BHA (butyl

hidroksilanisol) BHT (butyl hydrotoluen) dan tokoferol b) Antioksidan

perangkap oksigen yaitu senyawa-senyawa yang berperan sebagai pengikat

oksigen sehingga mencegah reaksi oksidasi Senyawa ini mengadakan reaksi

dengan oksigen yang berada dalam sistem sehingga jumlahnya berkurang seperti

vitamin C (asam askorbat) askorbil palminat asam eritorbat dan sulfit c)

Antioksidan sekunder adalah senyawa-senyawa yang mempunyai kemampuan

untuk berdekomposisi dengan hidroperoksida menjadi produk akhir yang stabil

40

d) Antioksidan enzim yaitu enzim yang berperan mencegah terbentuknya radikal

bebas seperti glukose oksidase superoksida dismutase (SOD) glutation

peroksidase (GPx) dan katalase (CAT) dan e) Antioksidan Chelators

sequestrants yaitu senyawa-senyawa yang mampu mengikat logam seperti besi

dan tembaga yang mampu mengkatalisis reaksi oksidasi lemak seperti asam sitrat

asam amino ethylenediaminetetra acetid acid (EDTA) dan fosfolipid

Antioksidan bereaksi dengan radikal bebas dengan mengurangi

konsentrasi oksigen mencegah pembentukan singlet oksigen yang reaktif

mencegah inisiasi rantai pertama dengan menangkap radikal primer seperti radikal

hidroksil mengikat katalis ion logam mendekomposisi produk-produk primer

radikal menjadi senyawa non-radikal dan memutus rantai hidroperoksida

sehingga mengurangi kapasitas radikal bebas untuk menimbulkan kerusakan

(Mardawati et al 2011)

Berdasarkan mekanisme kerjanya antioksidan dikelompokan menjadi 1)

Antioksidan primer yaitu antioksidan yang bereaksi dengan radikal lipid berenergi

tinggi untuk menghasilkan produk yang memiliki kestabilan termodinamis lebih

baik seperti golongan fenol (isoflavon) 2) Antioksidan sekunder yang juga

dikenal dengan antioksidan pencegah (Preventive Antioxidant) yang dapat

memperlambat reaksi inisiasi dengan cara memutus rantai hidroperoksida seperti

dilauril thio-dipropionate dan asam thiodipropionate Antioksidan golongan ini

adalah antioksidan yang berikatan dengan gugus thiol (Shahidi dan Naczk1995

dalam Mardawati et al 2011)

41

Antioksidan pemutus rantai adalah molekul kecil yang dapat menerima

dan memberi elektron dari atau ke radikal bebas sehingga membentuk senyawa

baru yang stabil seperti vitamin E dan vitamin C Sedangkan antioksidan logam

transisi terikat protein bekerja mengikat ion-ion logam Fe2+

dan Cu2+

seperti

flavonoid dapat mencegah radikal bebas Antioksidan jenis ini memperbaiki

kerusakan sel-sel dan jaringan yang disebabkan radikal bebas (Winarsi 2007)

Mekanisme kerja antioksidan senyawa fenolik adalah sebagai berikut

Radikal Lipida Antioksidan Radikal Antioksidan

ROO + AH ROOH + A

RO + AH ROH + A

R + AH RH + A

OH + AH H2O + A

Senyawa antioksidan (AH) dapat memberikan atom hidrogen secara cepat ke

radikal lipida (ROO RO R OH ) dan mengubahnya menjadi bentuk yang lebih

stabil Sementara turunan radikal antioksidan (A) yang dihasilkan lebih stabil

dibandingkan radikal lipida karena akan terjadi delokalisasi perbaikan elektron

dari ikatan rangkap pada cincin benzen sebagai indikasi oleh ikatan isomer

valensi

Peningkatan jumlah gugus hidroksil (alkil hidrogen pada struktur

kimianya) pada posisi para atau ortho seperti pada genistein dapat meningkatkan

aktivitas antioksidan isoflavon Antioksidan dapat menghambat oksidasi atau

42

menghentikan reaksi berantai pada radikal bebas dari lemak yang teroksidasi

dapat melalui empat macam mekanisme reaksi yaitu 1) Pelepasan hidrogen dari

antioksidan 2) Pelepasan elektron dari antioksidan 3) Adisi lemak ke dalam

cincin aromatik pada antioksidan dan 4) Pembentukan senyawa kompleks antara

lemak dan cincin aromatik dari antioksidan

Antioksidan dapat mencegah tidak terkontrolnya pembentukan radikal

bebas dan aktivitas SOR atau mencegah reaksinya dengan struktur biologi (Nisar

et al 2013) Status antioksidan baik yang endogen maupun yang eksogen yang

menurun dapat mengganggu keseimbangan redoks seluler dan kondisi patologis

akan menjadi karakteristik utama dan membentuk stres oksidatif pada sel maupun

jaringan

261 Antioksidan enzimatis

Di dalam sistem biologis sudah tersedia antioksidan berupa enzim

(antioksidan enzimatis) yaitu superoksida dismutase (SOD) katalase (CAT) dan

glutation peroksidase (GPx) Antioksidan-antioksidan ini bekerja dengan cara

mencegah pembentukan senyawa radikal bebas baru atau mengubah radikal bebas

yang telah terbentuk menjadi molekul yang kurang reaktif (Finosh dan Jayabalan

2013) Mekanisme kerja antioksidan enzimatik adalah mengkatalisir pemusnahan

radikal bebas dalam sel Aktivitas enzim intrasel SOD dan CAT mengkatalisasi

dismutasi superoksida dan hidrogen peroksida aktivitas GPx mereduksi hidrogen

peroksida dan peroksida organik menjadi air dan oksigen Aktivitas enzim

intrasel ini dapat dilihat pada Gambar 29

43

GPx merupakan enzim penangkal radikal bebas dengan dua cara yaitu

pertahanan terhadap oksidan dan dengan mengkatalisis peroksida menjadi air dan

oksigen GPx memerlukan glutation sebagai substrat terdapat dalam dua bentuk

yaitu glutation tereduksi atau GSH dan glutation teroksidasi atau GSSG Ketika

mengkatalisis perubahan hidrogen peroksida (H2O2) menjadi H2O GSH

dioksidasi menjadi GSSG kemudian GSSG dapat direduksi kembali oleh NADPH

untuk mendapatkan kembali GSH (Marciniak et al 2009)

Gambar 29

SOD dan CAT mengkatalisasi dismutasi superoksida dan hidrogen peroksida

(Finosh dan Jayabalan 2013)

Enzim GPx terdapat terutama dalam mitokondria merupakan enzim

scavenger terhadap hidrogen peroksida dan berperan utama dalam mengatur

konsentrasi H2O2 dan dan berbagai macam peroksida organik Aktivitas GPx yang

menurun menunjukkan terjadinya penurunan kapasitas menghilangkan H2O2 dan

terjadinya hidroperoksida lemak

44

Enzim GPx sangat berperan dalam pengaktifan kembali enzim

kolinesterase melalui 1) Pengaktifan AMP siklik yang secara langsung dapat

mengaktifkan enzim kolinesterase 2) keseimbangan NADP dan NADPH pada

jalur glikolisis aerobik dalam eritrosit sehingga eritrosit tidak rusak kerusakan

eritrosit dapat menurunkan produksi kolinesterase darah 3) peranan kofaktor

prostaglandin pada sintesis tromboksan A2 yang memacu trombogenesis dan

vasokonstriksi pembuluh darah bersamaan dengan terbentuknya tromboksan akan

diaktifkan cAMP yang secara langsung mengaktifkan kinase protein termasuk

kinase protein enzim kolinesterase 4) sebagai antioksidan yang dapat melindungi

sel termasuk eritrosit dari kerusakan akibat radikal bebas 5) sebagai kofaktor

proses oksidasi dealkilasi ikatan organofosfat dengan kolinesterase darah 6)

berperan sebagai detoksifikasi dalam tubuh dengan mereduksi radikal bebas

peroksida sekaligus membentuk peroksida lipid di dalam membran sel (Stranges

et al 2010)

GPx adalah enzim antioksidan yang dapat mendetoksifikasi hidrogen

peroksida dan lipid hidroperoksida dalam menurunkan glutation Di dalam darah

terdapat beberapa jenis GPx dua diantaranya adalah GPx seluler (cGPx) dalam sel

darah merah dan GPx ekstrasel (eGPx) terdapat dalam plasma GPx sebagai enzim

antioksidan bekerja menjadi peredam (quenching) radikal bebas dan berperan

dalam metabolisme xenobiotik yang ditemukan dalam sel (Sen et al 2010)

GPx dengan konsentrasi tinggi ditemukan dalam hepar dan sel darah

merah sedangkan pada jantung ginjal paru-paru adrenal lambung dan jaringan

adipose mengandung GPx dalam kadar sedang GPx kadar rendah ditemukan

45

dalam otak otot testis dan lensa mata GPx yang rendah berkorelasi dengan

gangguan yang berhubungan dengan radikal bebas (Judge et al 2005) Jika

antioksidan endogen gagal mengatasi produksi metabolit reaktif maka

antioksidan eksogen akan diperlukan untuk menyeimbangkan status redoks

(Noori 2012) Sumber makanan termasuk tanaman rempah-rempah vitamin dan

ekstrak herbal memainkan peran penting dalam hal ini

262 Antioksidan non enzimatis

Antioksidan non enzimatis disebut juga antioksidan sekunder atau

antioksidan eksogen (diperoleh dari luar) digolongkan menjadi dua golongan

yaitu yang larut dalam lemak seperti tokoferol karotenoid flavoniod quinon dan

bilirubin serta yang larut dalam air seperti asam askorbat asam urat protein

pengikat logam dan protein pengikat heme (Winarsi 2007) Antioksidan ini dapat

berupa bahan-bahan alami dan juga sintetis Antioksidan alami seperti vitamin

adalah campuran redoks yang seimbang dengan bentuk tereduksi dan teroksidasi

dan sebaliknya untuk antioksidan sintetis merupakan redoks yang tidak seimbang

bahkan menghasilkan radikal bebas yang pada beberapa kasus berbahaya (Rani

etal 2004)

Vitamin C merupakan antioksidan yang sangat penting dalam cairan

ekstra sel karena dapat menyerang radikal-radikal yang larut dalam darah dan

melindungi lemak plasma dari perusakan peroksidasi oleh radikal-radikal peroksil

Peran utama vitamin C adalah menetralisir radikal bebas yang ada di dalam dan

di luar sel Vitamin C merupakan sumber elektron pendonor bagi radikal bebas

(Nisar et al 2013) Vitamin C berperan positip dalam proses detoksifikasi

46

yang sangat diperlukan untuk sintesis kolagen dan pertumbuhan serta

pemeliharaan jaringan epitel Peranan vitamin C sebagai pembawa hidrogen yang

merupakan siklus esensial dalam metabolisme protein dan karbohidrat yang

berfungsi memelihara kekuatan pembuluh darah Vitamin C sangat penting untuk

melawan radikal bebas dalam cairan ekstra sel dan melindungi biomembran dari

peroksidasi Pemberian air kelapa dapat meningkatkan aktivitas GPx SOD dan

CAT pada pekerja terpapar merkuri karena air kelapa mengandung vitamin C

B1 B6 asam-asam amino metionin selenium dan mineral berfungsi melindungi

sel tubuh dari serangan radikal bebas dan mencegah efek paparan merkuri

(Zulaikhah et al 2013) Defisiensi antioksidan yang berupa vitamin C vitamin

E Se Zn dan glutation dalam derajat ringan hingga berat sangat berpengaruh

terhadap respon imun

Komponen kimia yang berperan sebagai antioksidan adalah senyawa

golongan fenolik dan polifenolik yang memiliki kemampuan untuk menangkap

radikal bebas Flavonoid merupakan golongan terbesar dari senyawa polifenol

yang sangat efektif digunakan sebagai antioksidan Senyawa-senyawa ini banyak

terdapat di alam terutama pada tumbuh-tumbuhan seperti teh buah-buahan

sayuran dan anggur (Ramle et al 2008)

Aktivitas antioksidan dari berbagai tanaman erat hubungannya dengan

kandungan fenolnya ada indikasi substansi fenol seperti flavonoid dan asam-

asam fenolat berpotensi lebih besar sebagai antioksidan dibandingkan dengan

vitamin C dan vitamin E Aktivitas antioksidan flavonoid tergantung pada

struktur molekulnya terutama gugus prenil (CH3)2C=CH-CH2 Department of

47

Environmental and Molecular Toxicology Oregon State University dalam

penelitiannya mendapatkan bahwa gugus prenil flavonoid dikembangkan untuk

pencegahan atau terapi terhadap penyakit-penyakit yang dihubungkan dengan

radikal bebas

Asupan antioksidan diperlukan untuk membantu mengembalikan

ketidakseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan endogen serta

mengurangi kerusakan oksidatif dalam tubuh Salah satu terapi antioksidan yang

digunakan adalah ekstrak kulit buah manggis (Garcinia mangostana L) Kulit

buah manggis memiliki kandungan xanthone yang tinggi sehingga memiliki

kemampuan untuk menangkap radikal bebas Gugus hidroksil (OH) yang dimiliki

oleh xanthone efektif mengikat radikal bebas dengan elektron yang tidak memiliki

pasangan Antioksidan ini bekerja dengan cara memotong reaksi oksidasi berantai

dari radikal bebas atau dengan cara menangkapnya sehingga radikal bebas tidak

akan bereaksi dengan komponen seluler dan kerusakan sel dapat dihindari

Makanan yang kaya antioksidan memegang peran dalam mencegah

penyakit-penyakit kanker dan penyakit penurunan fungsi otak Antioksidan dapat

mengurangi resiko penyakit kronis dan mencegah berbagai penyakit baik dengan

cara meningkatkan pertahanan antioksidan dalam tubuh atau dengan cara

mengkonsumsi makanan yang kaya antioksidan Mengkonsumsi antioksidan yang

ada dalam makanan sehari-hari dapat memberi perlindungan terhadap stres

oksidatif Hundekari et al (2013) mendapatkan perlakuan antioksidan dengan

dosis yang sesuai dapat menurunkan kerusakan oksidatif sehingga efektif untuk

memperbaiki kasus keracunan akut OPs

48

27 Manggis

271 Tumbuhan manggis

Tumbuhan manggis (Garcinia mangostana L) berasal dari Asia Tenggara

dan merupakan tumbuhan fungsional karena hampir semua bagian dari tumbuhan

ini dapat dimanfaatkan sebagai obat Manggis termasuk dalam family Guttiferae

dan merupakan species terbaik dari genus Garcia Buah manggis sering dijuluki

Queen of tropical fruit karena mempunyai rasa enak daging buah putih halus

bentuk buah bagus dan disukai banyak orang (Chaverri et al 2008) Manggis

sering disebut mangostin atau kadang-kadang disebut buah super dengan berbagai

karakteristik seperti rasa aroma kaya nutrisi dan daya antioksidan yang tinggi

Buah manggis (Garcinia mangostana L) merupakan buah yang eksotik

karena memiliki warna yang menarik dan kandungan gizi yang tinggi sehingga

buah manggis memiliki prospek yang cukup baik untuk dikembangkan

(Mardawati et al 2011) Tingkatan taksonomi tanaman manggis adalah sebagai

berikut (Prihatman 2000)

- Kingdom Plantae

- Divisi Spermathophyta (Tumbuhan berbiji)

- Sub Divisi Angiospermae (Berbiji tertutup)

- Kelas Dicotyledonae (Biji berkeping dua)

49

- Ordo Theales

- Famili GuttiferaeClusiaceae

- Genus Garcinia

- Spesies Garcinia mangostana L

Selain sebagai buah yang eksotik manggis juga mengandung berbagai senyawa

yang bermanfaat bagi tubuh seperti triterpenoid mangostin tannin resin

kalsium zat besi dan vitamin B1 Potensi manggis tidak hanya terbatas pada

buahnya saja tetapi juga hampir seluruh bagian tumbuhan manggis menyimpan

potensi yang sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia

Kulit buah manggis mengandung beberapa senyawa yang memiliki

aktivitas farmakologi seperti antiinflamasi antihistamin antibakteri anti penyakit

jantung antijamur bahkan untuk terapi HIV (Chaveri et al 2008) Senyawa

utama kandungan kulit buah manggis yang dilaporkan bertanggung jawab atas

beberapa aktivitas farmakologi adalah golongan xanthone yang meliputi

mangostin mangosterol mangostinon A dan B trapezifolixanthone tovophyllin

B dan beta mangostin garcinon B mangostanol flavonoid epikatekin dan

gartanin136-trihidoksi-7-metoksi-28-bis(3-metil-2-butenil)-9H-xanten-9-on(alfa

mangostin) dan 1367-tetrahidroksi-28-bis (3-metil-2-butenil)-9H-xanten-9-on

(gamma mangostin) yang sangat bermanfaat untuk kesehatan (Qosim 2007)

Kandungan antioksidan manggis banyak terdapat pada kulit buahnya

dikenal sebagai antioksidan yang efektif karena mengandung senyawa biologi

xanthones walaupun dapat juga ditemukan dalam semua bagian manggis baik

pada buah kulit buah kulit kayu maupun daunnya Senyawa xanthone hanya

50

dihasilkan oleh genus garcinia Xanthone memiliki struktur kimia yang unik

terdiri dari sistem aromatik trisiklik (C6-C3-C6) dengan kelompok isoprena

metoksil dan hidroksil terletak pada cincin A dan B sehingga senyawa xanthone

beragam Struktur umum xanthone dapat dilihat pada Gambar 210

Gambar 210

Struktur umum senyawa xanthone (Chaverri et al 2008)

Xanthone termasuk golongan senyawa flavonoid Senyawa ini memiliki

dua cincin benzene dan satu cincin piran Inti xanthone dikenal sebagai 9-

xanthenone atau dibenzo-c-pyrone Xanthone dapat diklasifikasikan ke dalam lima

kelompok yaitu oxygenated xanthone xanthone glycoside prenylated xanthone

xanthonolignoid dan miscellaneous xanthone Menurut Chaverri et al (2008)

terdapat 200 lebih xanthone yang tersedia di alam ini dan 50 diantaranya

terkandung dalam kulit buah manggis

Xanthone memiliki rumus molekul C13H8O2 sehingga memiliki massa

molar sebesar 196191 gram mol Dalam penamaan menurut IUPAC senyawa ini

diberi nama 9H-xanthen-9-one Uji aktivitas antioksidan kulit buah manggis

dengan menggunakan peroksinitrit sebagai radikal bebas diketahui bahwa 8-

hydroxycudraxanthone G gartanin α-mangostin γ-mangostin dan smeath-

xanthone A merupakan komponen yang memiliki aktivitas antioksidan terbesar

51

(Jung et al 2006) Senyawa xanthone yang banyak terdapat pada kulit manggis

yaitu α - dan γ - mangostin (Obolsky et al 2009)

Struktur kimia beberapa turunan xanthone seperti α mangostin β

mangostin dan γ mangostin dapat dilihat pada pada Gambar 211

(Chaivisuthangkura et al 2008)

α mangostin β mangostin γ mangostin

Gambar 211

Struktur Kimia beberapa derivat xanthone

(Chaivisuthangkura et al 2008)

Senyawa-senyawa xanthone juga mempunyai aktivitas antibakteri

melawan S Aureus strain yang resisten terhadap penicillin dan methicillin

aktivitas antifungi melawan F Oxiforum A Tenuls dan D Oryzae (Chomnawang

2007) Garcinia mangostana dan senyawa-senyawa xanthone α-mangostin

mendorong aktivitas antimikroba melawan P acnes dan S epidermis yang

merupakan agen etiologi kritis pada jerawat (Chomnawang et al 2007)

Senyawa alfa-mangostin sebagai turunan xanthone memiliki kemampuan

dalam menekan pembentukan senyawa karsinogen pada kolon Xanthone juga

52

bermanfaat mencegah pertumbuhan sel kanker dan tumor Kemampuan

antioksidannya bahkan melebihi vitamin C dan E yang selama ini dikenal sebagai

antioksidan yang paling efektif (Ummi dan Any 2014) Hasil penelitian Kosem

et al (2007) mendapatkan ekstrak metanol kulit buah manggis mengandung α

mangostin sebesar 2519 g100 g ekstrak

Moongkandi et al (2004) menyatakan kulit buah manggis bermanfaat

penting bagi kesehatan karena kaya akan antioksidan seperti xanthone dan

antosianin Antosianin merupakan salah satu antioksidan kuat yang mampu

mencegah berbagai kerusakan akibat stress oksidatif sehingga mampu melindungi

sel dari radikal bebas Penelitian lain juga mendapatkan bahwa xanthone dari

manggis memiliki aktivitas antioksidan antitumor antiinflamasi antialergi

antifungi dan antibakteri (Suksamrarn et al 2006 dan Chaverri et al 2008)

Garcinia mangostana memiliki aktivitas antioksidan yang signifikan pada

IC50 sebesar 613 μgml juga efektif dalam scavenging radikal bebas dan bisa

mengurangi produksi cytokine sebagai suatu proinflamasi Senyawa xanthone

pada kulit buah manggis merupakan antioksidan tingkat tinggi karena kandungan

antioksidannya 667 kali dari wortel dan 83 kali jeruk (Qosim 2007)

Antioksidan yang terkandung dalam kulit buah manggis didominasi oleh

senyawa fenol yaitu xanthone Kadar xanthone dalam manggis berbeda-beda

tergantung pada kualitas buah yang terbesar didapatkan pada buah dengan kulit

burik atau kasar yakni sebesar 23544 μgg ekstrak sedangkan pada buah besar

dengan kulit mulus mengandung kadar xanthone sebesar 18502 μgg ekstrak

buah kecil sebesar 20434 μgg dan buah dengan kulit mengandung getah kuning

53

15289 μgg ekstrak Xanthone dalam kulit buah yang mengandung getah kuning

berperan dalam mekanisme pertahanan mencegah terjadinya stres akibat serangan

hama atau kerusakan fisik (Arsana 2014)

Xanthone sebagai antioksidan akan memutus rantai reaksi oksidasi radikal

bebas untuk mencegah reaksi oksidasi dengan reaksi reduksi yang melibatkan

hidrogen Keterlibatan hidrogen dalam reaksi-reaksi reduksi dapat menghambat

reaksi oksidasi antara radikal bebas dengan oksigen Kadar Oxygen Radical

Absorbance Capacity (ORAC) dari xanthone mencapai 17000-20000 ORAC per

100 ons kulit manggis lebih besar dari wortel dan jeruk yang kadar ORAC-nya

hanya 300 dan 2400 (Fanany 2013) Manfaat yang demikian besar menyebabkan

xanthone sangat dibutuhkan dalam tubuh sebagai penyeimbang prooksidan

Prenilasi xanthone juga mempunyai efek penghambat terhadap M Tuberculosis

Alfa-mangostin yang merupakan derivat xanthone didapatkan mempunyai potensi

sebagai antimikroba (Suksamrarn et al 2006) Selain itu kulit buah manggis

juga mengandung beberapa senyawa lain seperti yang tertera pada Tabel 23

Tabel 23

Komposisi Tepung Kulit Buah Manggis

Sumber Shahidi 1997 dalam Ummi dan Any 2014

No Komponen Kadar ( bk)

1

Air 900

2 Abu 258

3 Gula 692

4 Protein 269

5 Serat Kasar 3005

6 Lainnya (Tanin lemak dll) 4876

54

272 Ekstrak kulit buah manggis

Ekstrak kulit buah manggis mengandung berbagai senyawa yang diduga

bekerja sebagai antioksidan dengan cara mendonorkan elektronnya kepada radikal

bebas sehingga mencegah terjadinya peroksidasi lipid baik pada tahap inisiasi

propagasi maupun pada tahap terminasi (Middleton et al 2000) Senyawa-

seyawa ini bekerja sebagai sinyal yang akan mengaktivasi nuclear factor

erythroid 2- related factor 2 (Nrf2) yang terikat pada Kelch-like ECH-associated

protein-1 (Keap1) dalam sitoplasma sehingga mengalami disosiasi dan translokasi

menuju nukleus Dalam nukleus Nrf2 berasosiasi pada bagian promoter gen yang

disebut Antioxidant Respone Element (ARE) sehingga memicu ekspresi gen

penyandi antioksidan Senyawa yang terkandung dalam ekstrak kulit buah

manggis disamping bekerja sebagai antioksidan dengan cara mendonorkan

elektronnya kepada radikal bebas juga dapat menstimulasi ekspresi gen penyandi

antioksidan melalui aktivasi Nrf2 Salah satu stimulan tersebut adalah golongan

fenol (Inoue 2001) Ekstrak kulit buah manggis dapat mengatur aktivitas catalase

dalam aktivitasnya sebagai scavenger H2O2 atau mengatur gen Nrf-2 (Bartz et

al 2010) Hal ini sesuai dengan yang didapatkan dalam penelitian

Weecharangsan et al (2006) aktivitas ekstrak air dan ekstrak etanol kulit buah

manggis berperan sebagai scavenger H2O2

Skrining fitokimia dilakukan untuk memberikan gambaran tentang

golongan senyawa yang terkandung dalam ekstrak etanol kulit buah manggis

Hasil uji skrining fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak etanol kulit buah

manggis mengandung senyawa golongan alkaloid triterpenoid saponin

55

flavonoid tannin dan polifenol (Kristianti et al 2008) Polifenol adalah senyawa

fenolik yang memiliki lebih dari satu gugus hidroksil (OH) golongan senyawa ini

terdapat pada berbagai jenis tumbuhan yang mempunyai berbagai macam aktivitas

biologi salah satunya adalah aktivitas antioksidan (Scalbert et al 2005)

Polifenol banyak ditemukan dalam buah-buahan sayuran dan biji-bijian

yang merupakan sumber antioksidan alami Senyawa polifenol terdiri dari

beberapa subkelas yakni flavonol isoflavon (dalam kedelai) flavanon

antosianidin katekin dan biflavan Semua polifenol mampu menjadi perangkap

oksigen dan radikal alkil dengan memberikan donor elektron sehingga terbentuk

radikal fenoksil yang relatif stabil (Mokgope 2006) Senyawa-senyawa polifenol

alami secara langsung sebagai scavenger SOR dan secara tak langsung melindungi

aktivitas beberapa enzim sehingga berpotensi meningkatkan antioksidan endogen

(Masella et al 2005) Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Martin et al

(2010) yang mendapatkan CPE (cocoa polyphenolic extrac) yang mengandung

senyawa-senyawa flavonoid seperti katecin epikatecin dan prosianidin

meningkatkan aktivitas GPx dan glutation reduktase (GR) Senyawa-senyawa ini

mereduksi produksi SOR dan mengatur aktivitas antioksidan enzim Peningkatan

aktivitas enzim antioksidan dapat digunakan sebagai terapi penyakit-penyakit

yang disebabkan oleh stress oksidatif

Senyawa fenol sebagai antioksidan tergantung dari beberapa faktor seperti

ikatan gugus hidroksil pada cincin aromatik posisi ikatan posisi hidroksil bolak

balik pada cincin aromatik dan kemampuannya dalam memberi donor hidrogen

atau donor elektron serta kemampuannya dalam memerangkap radikal bebas (free

56

radical scavengers) Palakawong et al (2010) mendapatkan daya antioksidan

ekstrak kulit buah manggis sebesar 594 microgml yang dianalisis dengan metode

DPPH Ekstrak kulit manggis mengandung total fenol yang cukup tinggi yaitu

sebesar 4112 mgg dengan aktivitas antioksidannya sebesar 8442 (Dyahnugra

et al 2015) Ekstrak etanol kulit buah manggis menunjukkan aktivitas yang

signifikan dalam menghambat pembentukan 50 radikal menghambat radikal

superoxide (O2-) mereduksi produksi ROS dan dapat menangkap radikal

hidroksil (OH-) (Chomnawang et al 2007)

Senyawa flavonoid adalah senyawa-senyawa polifenol yang memiliki 15

atom karbon (C6-C3-C6) terdiri dari dua cincin benzena yang dihubungkan

menjadi satu oleh rantai linier yang terdiri dari tiga atom karbon Flavonoid

dalam ekstrak kulit buah manggis berperan membasmi radikal bebas dengan

berbagai cara misalnya dengan menghambat enzim yang bertanggung jawab

memproduksi anion superoksida yaitu xantin oksidase ada juga dengan

menyumbangkan elektronnya ke radikal superoksida atau radikal lipid agar stabil

(Smith et al 2005)

Ekstrak kulit buah manggis baik dengan pelarut air etanol 50 etanol

95 dan etil asetat menunjukan aktivitas antioksidan dan neuroprotektif

(Weecharangsan et al 2006) Kapasitas antioksidan ekstrak air dan etanol 50

diuji dengan metoda DPPH didapatkan masing-msing sebesar 3498 dan 3076

Kapasitas antioksidan ekstrak ini sudah dicobakan pada sel neuroblastoma

(NG108-15) yang terpapar hidrogen peroksida (H2O2) kedua ekstrak ini

memperlihatkan aktivitas neuroprotektif dengan konsentrasi 50 lgmL Aktivitas

57

neuroprotektif ekstrak etanol 50 kulit buah manggis lebih tinggi dibandingkan

dengan ekstrak air Ekstrak etanol kulit buah manggis juga mempunyai aktivitas

antioksidan yang signifikan sebagai penghambat pembentukan radikal DPPH

(Chomnawang et al 2007)

Ekstrak kulit buah manggis diketahui memiliki daya antioksidan sangat

kuat hal ini dibuktikan dengan menggunakan fraksi pelarut metanol etanol dan

etil asetat semuanya memiliki daya antioksidan EC50 kurang dari 50 Fraksi

metanol mempunyai nilai EC50 yang paling kecil dibanding dengan kedua

fraksi lainnya masing-masing 800 mgL 926 mgL dan 2948 mgL ini berarti

fraksi metanol mempunyai aktivitas antioksidan yang lebih besar dibandingan

dengan fraksi etanol dan etil asetat (Mardawati et al 2011) Hal ini didukung

oleh Li dan Xu (2015) yang menyatakan ekstrak metanol kulit buah manggis

mempunyai aktivitas antioksidan yang kuat karena kandungan polifenolnya sangat

tinggi

Senyawa fenol banyak ditemukan pada berbagai tanaman Senyawa ini

telah dieksploitasi secara intensif karena selain berfungsi sebagai antioksidan juga

memiliki berbagai fungsi biologi seperti anti mutagenik dan anti karsinogenik

Antioksidan alami yang terdapat dalam tanaman akan meredam radikal bebas

yang berbahaya dari tubuh Senyawa-senyawa polifenol dari tanaman seperti

flavonoid digambarkan sebagai peredam SOR Ekstrak kulit buah manggis dapat

mengurangi produksi SOR intrasel secara signifikan yang ditentukan dengan 27-

dichlorofluorescein diacetate (DCFH-DA) dalam SKBR3 saluran sel

(Moongkarndi et al 2004) Aktivitas radikal hidroksil (HO-) diperangkap oleh

58

xanthone yang diisolasi dari beberapa ekstrak kulit buah manggis (Chin et al

2008) Xanthone dapat diklasifikasikan ke dalam lima kelompok yaitu

oxygenated xanthone xanthone glycoside prenylated xanthone xanthonolignoid

dan miscellaneous xanthone Saat ini sekitar 1000 xanthone berbeda telah

diketahui (Chaverri et al 2008)

Kulit buah manggis mengandung 90 xanthone terutama α dan β

mangostin yang disebut panaxanthone dapat memulihkan sistem pertahanan

antioksidan endogen seperti aktivitas SOD GPx dan kadar GSH secara invitro

dan in vivo memecah langsung SOR untuk mengurangi penipisan GSH dan

meghambat peroksidasi lipid Efek protektif α mangostin diduga terhadap stress

oksidatif dimediasi melalui jalur Nrf2 (Jung et al 2006) Ekstrak kulit buah

manggis dapat menurunkan MDA meningkatkan SOD dan GPx pada tikus yang

mengalami peningkatan MDA serta penurunan SOD dan GPx karena perlakuan

latihan (Arsana 2013) Hal yang sama didapatkan oleh Sudjarwo dan

Koerniasari (2015) bahwa pemberian ekstrak kulit buah manggis dapat

meningkatkan aktivitas GPx dan SOD ginjal tikus yang menurun karena diberi

perlakuan logam berat timbal mungkin disebabkan oleh kemampuan ekstrak

kulit buah manggis mengurangi akumulasi radikal bebas

Skrining fitokimia ekstrak kulit manggis juga menunjukkan bahwa kulit

buah manggis mengandung senyawa metabolit sekunder berupa golongan alkaloid

saponin tanin polifenol dan flavonoid (Poeloengan dan Praptiwi 2010)

Saponin merupakan zat aktif yang dapat meningkatkan permeabilitas membran

sehingga terjadi hemolisis sel Apabila saponin berinteraksi dengan sel bakteri

59

maka bakteri tersebut akan rusak atau lisis sedangkan flavonoid merupakan

kelompok senyawa fenol yang mempunyai kecenderungan untuk mengikat

protein sehingga mengganggu proses metabolisme bakteri tersebu Senyawa-

senyawa fenolik dapat bereaksi dengan senyawa oksigen reaktif disebabkan

oleh satu atau dua gugus hidroksil pada cincin aromatik dapat berperan sebagai

donor hidrogen (Dungir et al 2012)

Tanin dalam konsentrasi rendah mampu menghambat pertumbuhan

bakteri sedangkan pada konsentrasi tinggi mampu bertindak sebagai antibakteri

dengan cara menggumpalkan protoplasma bakteri sehingga terbentuk ikatan yang

stabil dengan protein bakteri Selain itu pada saluran pencernaan tanin mampu

mengeliminasi toksin (Poeloengan dan Praptiwi 2010)

Flavonoid merupakan golongan senyawa yang mempunyai kemampuan

sebagai antioksidan Flavonoid juga berperan mengaktifkan enzim kunci dalam

respirasi mitokondria dan melindungi sel neuron sehingga mencegah stres

oksidatif dan kerusakan jaringan Asupan flavonoid berperan sebagai

neuroprotektif berpotensi melindungi neuron dari neurotoksin meningkatkan

fungsi memori pembelajaran dan kognitif (Spencer 2009)

Uji daya antioksidan ekstrak kulit manggis buah dilakukan oleh Lin et al

(2014) menggunakan DPPH Radikal bebas DPPH (DPPHbull) mungkin akan

ditangkap oleh antioksidan dengan memberikan atom hidrogen (Hbull) membentuk

molekul stabil DPPH-H mekanismenya seperti tampak pada Gambar 212

Gambar ini menunjukkan reaksi antara γ-mangostin dengan DPPH akan

menghasilkan senyawa yang stabil sehingga tidak akan terjadi reaksi rantai yang

60

akan menghasilkan radikal-radikal lain yang lebih reaktif Dalam molekul γ-

mangostin gugus ortho-dihidroksil menjadi homolysis menghasilkan radikal

hidrogen (Hmiddot) dan radikal γ-mangostinmiddot (I) Hmiddot kemudian bergabung dengan

DPPHmiddot membentuk molekul DPPH-H dan radikal γ-mangostin menjadi (II)

yang selanjutnya dapat menghasilkan radikal hidrogen (Hmiddot) melebihi yang

diperlukan oleh radikal DPPH (DPPHmiddot) untuk membentuk quinone (III) Hasil ini

mengindikasikan bahwa ekstrak kulit buah manggis sebagai sumber antioksidan

yang baik dengan cara mendonasikan elektron kepada radikal bebas untuk

membentuk produk stabil sehingga tidak menimbulkan reaksi berantai

Gambar 212

Reaksi γ mangostin dengan DPPH sebagai radikal bebas

Lin et al (2014)

61

62

63

Page 24: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pestisida...pestisida menginduksi produksi serotonin dan histamin, sebagai hormon yang memicu reaksi alergi dan dapat menimbulkan senyawa baru yang lebih

32

23 Radikal Bebas

Radikal bebas adalah sekelompok spesies kimia baik berupa atom maupun

molekul yang memiliki elektron tidak berpasangan pada lapisan luarnya Radikal

bebas juga merupakan suatu kelompok spesies kimia dengan reaksi jangka pendek

yang memiliki satu atau lebih elektron bebas sehingga sangat reaktif mempunyai

spesifitas kimia yang rendah sehingga dapat bereaksi dengan berbagai molekul

lain seperti protein lemak karbohidrat dan DNA (Droge 2007)

Radikal bebas diartikan sebagai molekul yang relatif tidak stabil

mempunyai satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan pada orbit luarnya

bersifat reaktif dalam mencari pasangan elektronnya Radikal bebas dalam tubuh

akan segera bereaksi dengan molekul lain sehingga terjadi reaksi berantai yang

disebut peroksidasi lipid dan menghasilkan radikal bebas baru sehingga jumlah

radikal bebas terus bertambah (Marinajati et al 2012) Radikal bebas bersifat

tidak stabil sehingga tidak dapat mempertahankan bentuk aslinya dalam waktu

lama karena segera akan berikatan dengan molekul lain di sekitarnya Radikal

bebas akan menyerang molekul stabil yang terdekat dan mengambil elektronnya

Molekul yang terambil elektronnya ini akan menjadi radikal bebas baru sehingga

akan memulai suatu reaksi berantai yang pada akhirnya akan menyebabkan

kerusakan sel (Droge 2007)

Kelompok radikal bebas antara lain anion superoksida (O2) radikal

hidroksil (OH) dan radikal peroksil (RO2) sedangkan kelompok non radikal

misalnya hidrogen peroksida (H2O2) dan peroksida organik (ROOH) (Halliwell

dan Whiteman 2004) Radikal superoksida ( O2 -) merupakan bentuk yang paling

33

aktif yang paling banyak dihasilkan oleh berbagai mekanisme di dalam tubuh

seperti mitokondria sistem enzim NADPH oksidase reaksi dari xanthin oksidase

dan metabolisme asam arakidonat

Radikal bebas yang terbentuk di dalam tubuh (radikal bebas internal)

merupakan bagian integral dari proses fisiologis seperti saat pembentukan energi

dalam mitokondria melalui oksidasi fosforilasi Sumber radikal bebas internal

antara lain 1) Organ subseluler seperti mitokondria kloroplas mikrosom

peroksisom dan nuklei menghasilkan O2- 2) inflamasi selama inflamasi terjadi

fagositosis oleh makrofag dan metrofil keduanya membentuk radikal bebas

untuk memfagositosis bakteri 3) ion logam transisi Fe dan Cu berperan

membentuk radikal bebas dan menimbulkan peroksidasi lipid 4) oksidasi

enzimatik seperti xanthin oksidase dan lipoksigenase (Droge 2007) Radikal

bebas dapat juga berasal dari luar tubuh (radikal bebas eksternal) Sumber radikal

bebas eksternal antara lain polusi lingkungan (asap rokok asap kendaraan asap

pabrik) aktivitas fisik yang berlebih sinar ultra violet dari matahari radiasi obat-

obatan dan pestisida

Radikal bebas dapat terbentuk dari senyawa lain yang sebenarnya bukan

radikal bebas tetapi mudah menjadi radikal bebas misalnya hidrogen peroksida

(H2O2) dan ozon Kedua kelompok senyawa ini sering diistilahkan sebagai

Reactive Oxygen Species (ROS) atau senyawa Oksigen Reaktif (SOR) Sel-sel

hidup dari organisme aerob secara kontinyu membentuk SOR sebagai bagian dari

proses fisiologi metabolik dan reaksi-reaksi biokimia lainnya

34

SOR adalah kelompok senyawa yang sebenarnya bukan radikal bebas

tetapi mudah berubah menjadi radikal bebas (Droge 2007) SOR dihasilkan dalam

proses metabolisme oksidatif dalam tubuh misalnya pada proses oksidasi makanan

menjadi energi SOR diproduksi dalam jumlah yang cukup dalam tubuh seperti

sel darah putih menghasilkan H2O2 yang berfungsi untuk membunuh beberapa

jenis bakteri dan jamur namun H2O2 tidak menyerang secara spesifik sehingga

dapat menyerang asam-asam lemak tidak jenuh ganda atau polyunsaturated fatty

acid (PUFA) dari membran sel yang menyebabkan kerusakan struktur dan fungsi

sel (Winarsi 2007) SOR terbentuk sebagai produk samping reaksi oksidasi

fosforilasi untuk membentuk energi berupa Adenosine Tri Phosphate (ATP)

dalam rantai transport elektron pada mitokondria Proses tersebut membutuhkan

O2 tetapi tidak semua O2 berikatan dengan hidrogen untuk membentuk air sekitar

4 sampai 5 dari oksigen yang dikonsumsi berubah menjadi SOR (Marciniak

et al 2009) SOR seperti radikal super oksida (SOO-) dan radikal hidroksil

(OH-) yang dihasilkan oleh metabolisme sel yang normal maupun lingkungan

yang stres dapat menyebabkan sel-sel mati melalui peroksidasi lipid oksidasi

protein menghambat aktivitas enzim-enzim perubahan reduksi oksidasi intra sel

dan kerusakan DNA Hal ini menunjukkan bahwa SOR terlibat dalam timbulnya

beberapa penyakit dan proses penuaan

Organofosfat merupakan senyawa toksik yang mempunyai kemampuan

membentuk radikal bebas pada sistem biologi (Nur et al 2010) Reaksi radikal

bebas dengan komponen sel baik komponen struktural (molekul penyusun

membran) maupun komponen fungsional yaitu enzim dan DNA dapat merusak

35

sel melalui oksidasi lipid tidak jenuh dan protein sel (Zakaria 1996 dalam

Mardawati et al 2011) Kerusakan lebih lanjut pada organ sel adalah kerusakan

DNA dan membran sel Mekanisme tersebut menunjukan bahwa radikal bebas

dapat mempengaruhi timbulnya berbagai jenis penyakit degeneratif seperti

aterosklerosis Penelitian Amran et al (2009) mendapatkan ada korelasi yang

signifikan antara kerusakan DNA dengan perkembangan aterosklerosis dan

meningkatnya jumlah pasien Coronary Artery Disease (CAD)

24 Stres Oksidatif

Radikal bebas dalam jumlah tertentu di dalam tubuh dapat dinetralisir oleh

antioksidan endogen Antioksidan endogen utama pada sel-sel tubuh adalah

enzim SOD (Superoksida dismutase) glutation reduktase dan glutation

peroksidase (GPr dan GPx) serta catalase (CAT) Pembentukan radikal bebas

yang melebihi kemampuan aktivitas antioksidan endogen menyebabkan jumlah

keseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan akan terganggu Apabila

jumlah radikal bebas terus bertambah sedangkan jumlah antioksidan endogen

tetap maka kelebihan radikal bebas tidak dapat dinetralkan akibatnya radikal

bebas bereaksi dengan komponen-komponen sel dan menyebabkan kerusakan sel

Peningkatan jumlah radikal bebas atau oksidan menyebabkan timbulnya

suatu keadaan yang disebut stres oksidatif Stres oksidatif adalah suatu keadaan

ketidak seimbangan antara radikal bebas dan antioksidan dimana jumlah radikal

bebas lebih besar dari antioksidan Stres oksidatif adalah suatu keadaan patologis

yang disebabkan oleh kerusakan jaringan di dalam tubuh karena peningkatan

36

jumlah radikal bebas yang tidak normal (Halliwel 2006) Radikal bebas yang

jumlahnya jauh lebih banyak dari antioksidan akan bereaksi dengan cepat dan

merusak bermacam-macam substrat di dalam tubuh termasuk komponen-

komponen sel protein asam lemak tak jenuh ganda karbohidrat dan asam-asam

nukleat hal ini mengakibatkan berkembangnya penyakit kronik Serangan oksidan

terhadap asam lemak tidak jenuh sebagai komponen penting penyusun membran

sel dapat menimbulkan reaksi rantai yang disebut peroksidasi lipid Proses

tersebut mengakibatkan terputusnya ikatan dalam asam-asam lemak menjadi

berbagai senyawa yang toksik terhadap sel seperti malondialdehid (MDA) dan 9-

hidroksi nonenal MDA yang dihasilkan kemudian dilepaskan ke darah sehingga

kadar MDA di dalam darah dapat dijadikan sebagai penanda tidak langsung

adanya peroksidasi lipid dan peningkatan SOR

25 Malondialdehid (MDA)

Peningkatan stres oksidatif berdampak negatif pada beberapa komponen

penyusun membran sel yaitu kerusakan pada membran lipid membentuk

malondialdehida (MDA) kerusakan protein karbohidrat dan DNA (Kevin et

al2006) Kerusakan oksidatif yang diakibatkan oleh radikal bebas mempengaruhi

kondisi patologis berupa kerusakan sel jaringan dan berbagai organ seperti hati

ginjal dan jantung baik pada manusia maupun hewan Kerusakan ini dapat

berakhir pada kematian sel sehingga terjadi percepatan timbulnya berbagai

penyakit degeneratif (Kevin et al 2006 dan Valko et al 2007) MDA

merupakan metabolit hasil peroksidasi lipid oleh radikal bebas sehingga dapat

37

menggambarkan aktivitas radikal bebas dalam sel dan menjadi petunjuk terjadinya

stres oksidatif akibat radikal bebas (Asni 2009) Semakin tinggi kadar MDA

plasma maka semakin tinggi stres oksidatif yang terjadi dalam sel-sel tubuh

Peroksidasi lipid menghasilkan MDA dari radikal bebas akan selalu membentuk

reaksi berantai yang terus berlanjut sampai radikal bebas ini dihilangkan oleh

sistem antioksidan dari tubuh

MDA adalah hasil proksidasi lipid yang larut dalam air pada kondisi

normal MDA secara parsial diekskresikan melalui urine tetapi tidak diketahui

berapa jumlah MDA yang terbentuk dalam tubuh itu dapat dihilangkan oleh

ginjal MDA merupakan salah satu hasil dari peroksidasi lipid yang digunakan

sebagai indikator dari stres oksidatif (Hundekari et al 2013) Peningkatan

peroksidasi lipid mungkin disebabkan oleh inflamasi yang berkaitan dengan

infeksi virus dan menurunnya kadar antioksidan

Penelitian in vitro pada eritrosit manusia yang menyemprot pestisida

menunjukan peningkatan konsentrasi karbofuran meningkatkan kadar MDA

secara signifikan (Misrha et al 2013) yang mendapatkan kadar MDA pada darah

petani penyemprot pestisida lebih tinggi secara signifikan dibandingkan dengan

kontrol seperti ditunjukan pada Tabel 22

Paparan pestisida atrazine pada tikus dapat meningkatkan peroksidasi lipid

dan merusak membran di dalam sel yang dipapar Kandungan fosfolipid dan

kolesterol dalam membran eritrosit dapat diketahui dengan menggunakan teknik

scanning electron microscopy (SEM) dan dapat diketahui terjadi perubahan

morfologi dalam eritrosit yang sebanding dengan perubahan parameter biokimia

38

termasuk stres oksidatif (Singh et al2006) Kerusakan sel cedera irreversible sel

dan kematian sel dapat terjadi apabila stres oksidatif berlangsung lama

Tabel 22 Perbandingan profil biokimia antara kontrol

dan penyemprot pestisida

Parameters Controls(n=18)

Mean plusmnSD

Sprayers (n=50)

Mean plusmnSD

MDA (nmolTBARSml blood)

943 plusmn078

2630 plusmn202

CAT (μ mol H2O2 hydrolysed X

104mlg Hb)

1055plusmn1520

13569 plusmn 1234

SOD(μmol hydroysed X 104mlg

Hb)

329 plusmn 079 803 plusmn 246

Sumber Mishra et al 2013

26 Antioksidan

Antioksidan adalah molekul yang mampu memperlambat atau mencegah

oksidasi molekul lain (Chakraborty et al 2009) Antioksidan adalah senyawa-

senyawa yang dapat menunda atau menghambat terjadinya oksidasi biomolekul

dengan menghambat reaksi-reaksi oksidasi rantai oleh radikal bebas dan mampu

menurunkan kerusakan oksidatif (Jantan et al 2011) Antioksidan juga

didefinisikan sebagai senyawa yang mampu menunda memperlambat atau

menghambat reaksi oksidasi makanan maupun obat Antioksidan akan bereaksi

dengan oksidan sehingga mengurangi kapasitas oksidan untuk dapat menimbulkan

kerusakan (Shahidi 1997 dalam Asep et al 2012)

Antioksidan dalam sistem biologi baik antioksidan enzim maupun non

enzim melindungi sel dari kerusakan yang disebabkan oleh molekul-molekul yang

39

tidak stabil yang disebut radikal bebas Antioksidan membantu menghancurkan

radikal bebas yang merusak sel mendukung pertumbuhan sel-sel yang sehat

melindungi sel dari penuaan mendukung sistem imun dalam tubuh Antioksidan

bersifat sangat mudah teroksidasi atau bersifat reduktor kuat dibanding dengan

molekul lain sehingga keefektifan antioksidan tergantung dari seberapa kuat daya

oksidasinya semakin mudah teroksidasi maka semakin efektif antioksidan

tersebut Antioksidan mampu melindungi sel melawan kerusakan yang

ditimbulkan oleh radikal bebas dan SOR seperti singlet oksigen peroksi nitrit

superoksida radikal peroksida dan radikal hidroksil (Chaveri et al2008 )

Antioksidan dapat menunda atau mencegah terjadinya reaksi oksidasi

radikal bebas dan oksidasi lipid dalam konsentrasi yang lebih rendah dari substrat

yang dapat dioksidasi Suhartono et al (2008) menyatakan antioksidan dapat

diklasifikasikan dalam 5 tipe yaitu a) Antioksidan primer berupa senyawa-

senyawa fenol yang mampu memutus rantai reaksi pembentukan radikal bebas

asam lemak Senyawa ini memberikan atom hidrogen yang berasal dari gugus

hidroksi sehingga terbentuk senyawa yang stabil seperti BHA (butyl

hidroksilanisol) BHT (butyl hydrotoluen) dan tokoferol b) Antioksidan

perangkap oksigen yaitu senyawa-senyawa yang berperan sebagai pengikat

oksigen sehingga mencegah reaksi oksidasi Senyawa ini mengadakan reaksi

dengan oksigen yang berada dalam sistem sehingga jumlahnya berkurang seperti

vitamin C (asam askorbat) askorbil palminat asam eritorbat dan sulfit c)

Antioksidan sekunder adalah senyawa-senyawa yang mempunyai kemampuan

untuk berdekomposisi dengan hidroperoksida menjadi produk akhir yang stabil

40

d) Antioksidan enzim yaitu enzim yang berperan mencegah terbentuknya radikal

bebas seperti glukose oksidase superoksida dismutase (SOD) glutation

peroksidase (GPx) dan katalase (CAT) dan e) Antioksidan Chelators

sequestrants yaitu senyawa-senyawa yang mampu mengikat logam seperti besi

dan tembaga yang mampu mengkatalisis reaksi oksidasi lemak seperti asam sitrat

asam amino ethylenediaminetetra acetid acid (EDTA) dan fosfolipid

Antioksidan bereaksi dengan radikal bebas dengan mengurangi

konsentrasi oksigen mencegah pembentukan singlet oksigen yang reaktif

mencegah inisiasi rantai pertama dengan menangkap radikal primer seperti radikal

hidroksil mengikat katalis ion logam mendekomposisi produk-produk primer

radikal menjadi senyawa non-radikal dan memutus rantai hidroperoksida

sehingga mengurangi kapasitas radikal bebas untuk menimbulkan kerusakan

(Mardawati et al 2011)

Berdasarkan mekanisme kerjanya antioksidan dikelompokan menjadi 1)

Antioksidan primer yaitu antioksidan yang bereaksi dengan radikal lipid berenergi

tinggi untuk menghasilkan produk yang memiliki kestabilan termodinamis lebih

baik seperti golongan fenol (isoflavon) 2) Antioksidan sekunder yang juga

dikenal dengan antioksidan pencegah (Preventive Antioxidant) yang dapat

memperlambat reaksi inisiasi dengan cara memutus rantai hidroperoksida seperti

dilauril thio-dipropionate dan asam thiodipropionate Antioksidan golongan ini

adalah antioksidan yang berikatan dengan gugus thiol (Shahidi dan Naczk1995

dalam Mardawati et al 2011)

41

Antioksidan pemutus rantai adalah molekul kecil yang dapat menerima

dan memberi elektron dari atau ke radikal bebas sehingga membentuk senyawa

baru yang stabil seperti vitamin E dan vitamin C Sedangkan antioksidan logam

transisi terikat protein bekerja mengikat ion-ion logam Fe2+

dan Cu2+

seperti

flavonoid dapat mencegah radikal bebas Antioksidan jenis ini memperbaiki

kerusakan sel-sel dan jaringan yang disebabkan radikal bebas (Winarsi 2007)

Mekanisme kerja antioksidan senyawa fenolik adalah sebagai berikut

Radikal Lipida Antioksidan Radikal Antioksidan

ROO + AH ROOH + A

RO + AH ROH + A

R + AH RH + A

OH + AH H2O + A

Senyawa antioksidan (AH) dapat memberikan atom hidrogen secara cepat ke

radikal lipida (ROO RO R OH ) dan mengubahnya menjadi bentuk yang lebih

stabil Sementara turunan radikal antioksidan (A) yang dihasilkan lebih stabil

dibandingkan radikal lipida karena akan terjadi delokalisasi perbaikan elektron

dari ikatan rangkap pada cincin benzen sebagai indikasi oleh ikatan isomer

valensi

Peningkatan jumlah gugus hidroksil (alkil hidrogen pada struktur

kimianya) pada posisi para atau ortho seperti pada genistein dapat meningkatkan

aktivitas antioksidan isoflavon Antioksidan dapat menghambat oksidasi atau

42

menghentikan reaksi berantai pada radikal bebas dari lemak yang teroksidasi

dapat melalui empat macam mekanisme reaksi yaitu 1) Pelepasan hidrogen dari

antioksidan 2) Pelepasan elektron dari antioksidan 3) Adisi lemak ke dalam

cincin aromatik pada antioksidan dan 4) Pembentukan senyawa kompleks antara

lemak dan cincin aromatik dari antioksidan

Antioksidan dapat mencegah tidak terkontrolnya pembentukan radikal

bebas dan aktivitas SOR atau mencegah reaksinya dengan struktur biologi (Nisar

et al 2013) Status antioksidan baik yang endogen maupun yang eksogen yang

menurun dapat mengganggu keseimbangan redoks seluler dan kondisi patologis

akan menjadi karakteristik utama dan membentuk stres oksidatif pada sel maupun

jaringan

261 Antioksidan enzimatis

Di dalam sistem biologis sudah tersedia antioksidan berupa enzim

(antioksidan enzimatis) yaitu superoksida dismutase (SOD) katalase (CAT) dan

glutation peroksidase (GPx) Antioksidan-antioksidan ini bekerja dengan cara

mencegah pembentukan senyawa radikal bebas baru atau mengubah radikal bebas

yang telah terbentuk menjadi molekul yang kurang reaktif (Finosh dan Jayabalan

2013) Mekanisme kerja antioksidan enzimatik adalah mengkatalisir pemusnahan

radikal bebas dalam sel Aktivitas enzim intrasel SOD dan CAT mengkatalisasi

dismutasi superoksida dan hidrogen peroksida aktivitas GPx mereduksi hidrogen

peroksida dan peroksida organik menjadi air dan oksigen Aktivitas enzim

intrasel ini dapat dilihat pada Gambar 29

43

GPx merupakan enzim penangkal radikal bebas dengan dua cara yaitu

pertahanan terhadap oksidan dan dengan mengkatalisis peroksida menjadi air dan

oksigen GPx memerlukan glutation sebagai substrat terdapat dalam dua bentuk

yaitu glutation tereduksi atau GSH dan glutation teroksidasi atau GSSG Ketika

mengkatalisis perubahan hidrogen peroksida (H2O2) menjadi H2O GSH

dioksidasi menjadi GSSG kemudian GSSG dapat direduksi kembali oleh NADPH

untuk mendapatkan kembali GSH (Marciniak et al 2009)

Gambar 29

SOD dan CAT mengkatalisasi dismutasi superoksida dan hidrogen peroksida

(Finosh dan Jayabalan 2013)

Enzim GPx terdapat terutama dalam mitokondria merupakan enzim

scavenger terhadap hidrogen peroksida dan berperan utama dalam mengatur

konsentrasi H2O2 dan dan berbagai macam peroksida organik Aktivitas GPx yang

menurun menunjukkan terjadinya penurunan kapasitas menghilangkan H2O2 dan

terjadinya hidroperoksida lemak

44

Enzim GPx sangat berperan dalam pengaktifan kembali enzim

kolinesterase melalui 1) Pengaktifan AMP siklik yang secara langsung dapat

mengaktifkan enzim kolinesterase 2) keseimbangan NADP dan NADPH pada

jalur glikolisis aerobik dalam eritrosit sehingga eritrosit tidak rusak kerusakan

eritrosit dapat menurunkan produksi kolinesterase darah 3) peranan kofaktor

prostaglandin pada sintesis tromboksan A2 yang memacu trombogenesis dan

vasokonstriksi pembuluh darah bersamaan dengan terbentuknya tromboksan akan

diaktifkan cAMP yang secara langsung mengaktifkan kinase protein termasuk

kinase protein enzim kolinesterase 4) sebagai antioksidan yang dapat melindungi

sel termasuk eritrosit dari kerusakan akibat radikal bebas 5) sebagai kofaktor

proses oksidasi dealkilasi ikatan organofosfat dengan kolinesterase darah 6)

berperan sebagai detoksifikasi dalam tubuh dengan mereduksi radikal bebas

peroksida sekaligus membentuk peroksida lipid di dalam membran sel (Stranges

et al 2010)

GPx adalah enzim antioksidan yang dapat mendetoksifikasi hidrogen

peroksida dan lipid hidroperoksida dalam menurunkan glutation Di dalam darah

terdapat beberapa jenis GPx dua diantaranya adalah GPx seluler (cGPx) dalam sel

darah merah dan GPx ekstrasel (eGPx) terdapat dalam plasma GPx sebagai enzim

antioksidan bekerja menjadi peredam (quenching) radikal bebas dan berperan

dalam metabolisme xenobiotik yang ditemukan dalam sel (Sen et al 2010)

GPx dengan konsentrasi tinggi ditemukan dalam hepar dan sel darah

merah sedangkan pada jantung ginjal paru-paru adrenal lambung dan jaringan

adipose mengandung GPx dalam kadar sedang GPx kadar rendah ditemukan

45

dalam otak otot testis dan lensa mata GPx yang rendah berkorelasi dengan

gangguan yang berhubungan dengan radikal bebas (Judge et al 2005) Jika

antioksidan endogen gagal mengatasi produksi metabolit reaktif maka

antioksidan eksogen akan diperlukan untuk menyeimbangkan status redoks

(Noori 2012) Sumber makanan termasuk tanaman rempah-rempah vitamin dan

ekstrak herbal memainkan peran penting dalam hal ini

262 Antioksidan non enzimatis

Antioksidan non enzimatis disebut juga antioksidan sekunder atau

antioksidan eksogen (diperoleh dari luar) digolongkan menjadi dua golongan

yaitu yang larut dalam lemak seperti tokoferol karotenoid flavoniod quinon dan

bilirubin serta yang larut dalam air seperti asam askorbat asam urat protein

pengikat logam dan protein pengikat heme (Winarsi 2007) Antioksidan ini dapat

berupa bahan-bahan alami dan juga sintetis Antioksidan alami seperti vitamin

adalah campuran redoks yang seimbang dengan bentuk tereduksi dan teroksidasi

dan sebaliknya untuk antioksidan sintetis merupakan redoks yang tidak seimbang

bahkan menghasilkan radikal bebas yang pada beberapa kasus berbahaya (Rani

etal 2004)

Vitamin C merupakan antioksidan yang sangat penting dalam cairan

ekstra sel karena dapat menyerang radikal-radikal yang larut dalam darah dan

melindungi lemak plasma dari perusakan peroksidasi oleh radikal-radikal peroksil

Peran utama vitamin C adalah menetralisir radikal bebas yang ada di dalam dan

di luar sel Vitamin C merupakan sumber elektron pendonor bagi radikal bebas

(Nisar et al 2013) Vitamin C berperan positip dalam proses detoksifikasi

46

yang sangat diperlukan untuk sintesis kolagen dan pertumbuhan serta

pemeliharaan jaringan epitel Peranan vitamin C sebagai pembawa hidrogen yang

merupakan siklus esensial dalam metabolisme protein dan karbohidrat yang

berfungsi memelihara kekuatan pembuluh darah Vitamin C sangat penting untuk

melawan radikal bebas dalam cairan ekstra sel dan melindungi biomembran dari

peroksidasi Pemberian air kelapa dapat meningkatkan aktivitas GPx SOD dan

CAT pada pekerja terpapar merkuri karena air kelapa mengandung vitamin C

B1 B6 asam-asam amino metionin selenium dan mineral berfungsi melindungi

sel tubuh dari serangan radikal bebas dan mencegah efek paparan merkuri

(Zulaikhah et al 2013) Defisiensi antioksidan yang berupa vitamin C vitamin

E Se Zn dan glutation dalam derajat ringan hingga berat sangat berpengaruh

terhadap respon imun

Komponen kimia yang berperan sebagai antioksidan adalah senyawa

golongan fenolik dan polifenolik yang memiliki kemampuan untuk menangkap

radikal bebas Flavonoid merupakan golongan terbesar dari senyawa polifenol

yang sangat efektif digunakan sebagai antioksidan Senyawa-senyawa ini banyak

terdapat di alam terutama pada tumbuh-tumbuhan seperti teh buah-buahan

sayuran dan anggur (Ramle et al 2008)

Aktivitas antioksidan dari berbagai tanaman erat hubungannya dengan

kandungan fenolnya ada indikasi substansi fenol seperti flavonoid dan asam-

asam fenolat berpotensi lebih besar sebagai antioksidan dibandingkan dengan

vitamin C dan vitamin E Aktivitas antioksidan flavonoid tergantung pada

struktur molekulnya terutama gugus prenil (CH3)2C=CH-CH2 Department of

47

Environmental and Molecular Toxicology Oregon State University dalam

penelitiannya mendapatkan bahwa gugus prenil flavonoid dikembangkan untuk

pencegahan atau terapi terhadap penyakit-penyakit yang dihubungkan dengan

radikal bebas

Asupan antioksidan diperlukan untuk membantu mengembalikan

ketidakseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan endogen serta

mengurangi kerusakan oksidatif dalam tubuh Salah satu terapi antioksidan yang

digunakan adalah ekstrak kulit buah manggis (Garcinia mangostana L) Kulit

buah manggis memiliki kandungan xanthone yang tinggi sehingga memiliki

kemampuan untuk menangkap radikal bebas Gugus hidroksil (OH) yang dimiliki

oleh xanthone efektif mengikat radikal bebas dengan elektron yang tidak memiliki

pasangan Antioksidan ini bekerja dengan cara memotong reaksi oksidasi berantai

dari radikal bebas atau dengan cara menangkapnya sehingga radikal bebas tidak

akan bereaksi dengan komponen seluler dan kerusakan sel dapat dihindari

Makanan yang kaya antioksidan memegang peran dalam mencegah

penyakit-penyakit kanker dan penyakit penurunan fungsi otak Antioksidan dapat

mengurangi resiko penyakit kronis dan mencegah berbagai penyakit baik dengan

cara meningkatkan pertahanan antioksidan dalam tubuh atau dengan cara

mengkonsumsi makanan yang kaya antioksidan Mengkonsumsi antioksidan yang

ada dalam makanan sehari-hari dapat memberi perlindungan terhadap stres

oksidatif Hundekari et al (2013) mendapatkan perlakuan antioksidan dengan

dosis yang sesuai dapat menurunkan kerusakan oksidatif sehingga efektif untuk

memperbaiki kasus keracunan akut OPs

48

27 Manggis

271 Tumbuhan manggis

Tumbuhan manggis (Garcinia mangostana L) berasal dari Asia Tenggara

dan merupakan tumbuhan fungsional karena hampir semua bagian dari tumbuhan

ini dapat dimanfaatkan sebagai obat Manggis termasuk dalam family Guttiferae

dan merupakan species terbaik dari genus Garcia Buah manggis sering dijuluki

Queen of tropical fruit karena mempunyai rasa enak daging buah putih halus

bentuk buah bagus dan disukai banyak orang (Chaverri et al 2008) Manggis

sering disebut mangostin atau kadang-kadang disebut buah super dengan berbagai

karakteristik seperti rasa aroma kaya nutrisi dan daya antioksidan yang tinggi

Buah manggis (Garcinia mangostana L) merupakan buah yang eksotik

karena memiliki warna yang menarik dan kandungan gizi yang tinggi sehingga

buah manggis memiliki prospek yang cukup baik untuk dikembangkan

(Mardawati et al 2011) Tingkatan taksonomi tanaman manggis adalah sebagai

berikut (Prihatman 2000)

- Kingdom Plantae

- Divisi Spermathophyta (Tumbuhan berbiji)

- Sub Divisi Angiospermae (Berbiji tertutup)

- Kelas Dicotyledonae (Biji berkeping dua)

49

- Ordo Theales

- Famili GuttiferaeClusiaceae

- Genus Garcinia

- Spesies Garcinia mangostana L

Selain sebagai buah yang eksotik manggis juga mengandung berbagai senyawa

yang bermanfaat bagi tubuh seperti triterpenoid mangostin tannin resin

kalsium zat besi dan vitamin B1 Potensi manggis tidak hanya terbatas pada

buahnya saja tetapi juga hampir seluruh bagian tumbuhan manggis menyimpan

potensi yang sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia

Kulit buah manggis mengandung beberapa senyawa yang memiliki

aktivitas farmakologi seperti antiinflamasi antihistamin antibakteri anti penyakit

jantung antijamur bahkan untuk terapi HIV (Chaveri et al 2008) Senyawa

utama kandungan kulit buah manggis yang dilaporkan bertanggung jawab atas

beberapa aktivitas farmakologi adalah golongan xanthone yang meliputi

mangostin mangosterol mangostinon A dan B trapezifolixanthone tovophyllin

B dan beta mangostin garcinon B mangostanol flavonoid epikatekin dan

gartanin136-trihidoksi-7-metoksi-28-bis(3-metil-2-butenil)-9H-xanten-9-on(alfa

mangostin) dan 1367-tetrahidroksi-28-bis (3-metil-2-butenil)-9H-xanten-9-on

(gamma mangostin) yang sangat bermanfaat untuk kesehatan (Qosim 2007)

Kandungan antioksidan manggis banyak terdapat pada kulit buahnya

dikenal sebagai antioksidan yang efektif karena mengandung senyawa biologi

xanthones walaupun dapat juga ditemukan dalam semua bagian manggis baik

pada buah kulit buah kulit kayu maupun daunnya Senyawa xanthone hanya

50

dihasilkan oleh genus garcinia Xanthone memiliki struktur kimia yang unik

terdiri dari sistem aromatik trisiklik (C6-C3-C6) dengan kelompok isoprena

metoksil dan hidroksil terletak pada cincin A dan B sehingga senyawa xanthone

beragam Struktur umum xanthone dapat dilihat pada Gambar 210

Gambar 210

Struktur umum senyawa xanthone (Chaverri et al 2008)

Xanthone termasuk golongan senyawa flavonoid Senyawa ini memiliki

dua cincin benzene dan satu cincin piran Inti xanthone dikenal sebagai 9-

xanthenone atau dibenzo-c-pyrone Xanthone dapat diklasifikasikan ke dalam lima

kelompok yaitu oxygenated xanthone xanthone glycoside prenylated xanthone

xanthonolignoid dan miscellaneous xanthone Menurut Chaverri et al (2008)

terdapat 200 lebih xanthone yang tersedia di alam ini dan 50 diantaranya

terkandung dalam kulit buah manggis

Xanthone memiliki rumus molekul C13H8O2 sehingga memiliki massa

molar sebesar 196191 gram mol Dalam penamaan menurut IUPAC senyawa ini

diberi nama 9H-xanthen-9-one Uji aktivitas antioksidan kulit buah manggis

dengan menggunakan peroksinitrit sebagai radikal bebas diketahui bahwa 8-

hydroxycudraxanthone G gartanin α-mangostin γ-mangostin dan smeath-

xanthone A merupakan komponen yang memiliki aktivitas antioksidan terbesar

51

(Jung et al 2006) Senyawa xanthone yang banyak terdapat pada kulit manggis

yaitu α - dan γ - mangostin (Obolsky et al 2009)

Struktur kimia beberapa turunan xanthone seperti α mangostin β

mangostin dan γ mangostin dapat dilihat pada pada Gambar 211

(Chaivisuthangkura et al 2008)

α mangostin β mangostin γ mangostin

Gambar 211

Struktur Kimia beberapa derivat xanthone

(Chaivisuthangkura et al 2008)

Senyawa-senyawa xanthone juga mempunyai aktivitas antibakteri

melawan S Aureus strain yang resisten terhadap penicillin dan methicillin

aktivitas antifungi melawan F Oxiforum A Tenuls dan D Oryzae (Chomnawang

2007) Garcinia mangostana dan senyawa-senyawa xanthone α-mangostin

mendorong aktivitas antimikroba melawan P acnes dan S epidermis yang

merupakan agen etiologi kritis pada jerawat (Chomnawang et al 2007)

Senyawa alfa-mangostin sebagai turunan xanthone memiliki kemampuan

dalam menekan pembentukan senyawa karsinogen pada kolon Xanthone juga

52

bermanfaat mencegah pertumbuhan sel kanker dan tumor Kemampuan

antioksidannya bahkan melebihi vitamin C dan E yang selama ini dikenal sebagai

antioksidan yang paling efektif (Ummi dan Any 2014) Hasil penelitian Kosem

et al (2007) mendapatkan ekstrak metanol kulit buah manggis mengandung α

mangostin sebesar 2519 g100 g ekstrak

Moongkandi et al (2004) menyatakan kulit buah manggis bermanfaat

penting bagi kesehatan karena kaya akan antioksidan seperti xanthone dan

antosianin Antosianin merupakan salah satu antioksidan kuat yang mampu

mencegah berbagai kerusakan akibat stress oksidatif sehingga mampu melindungi

sel dari radikal bebas Penelitian lain juga mendapatkan bahwa xanthone dari

manggis memiliki aktivitas antioksidan antitumor antiinflamasi antialergi

antifungi dan antibakteri (Suksamrarn et al 2006 dan Chaverri et al 2008)

Garcinia mangostana memiliki aktivitas antioksidan yang signifikan pada

IC50 sebesar 613 μgml juga efektif dalam scavenging radikal bebas dan bisa

mengurangi produksi cytokine sebagai suatu proinflamasi Senyawa xanthone

pada kulit buah manggis merupakan antioksidan tingkat tinggi karena kandungan

antioksidannya 667 kali dari wortel dan 83 kali jeruk (Qosim 2007)

Antioksidan yang terkandung dalam kulit buah manggis didominasi oleh

senyawa fenol yaitu xanthone Kadar xanthone dalam manggis berbeda-beda

tergantung pada kualitas buah yang terbesar didapatkan pada buah dengan kulit

burik atau kasar yakni sebesar 23544 μgg ekstrak sedangkan pada buah besar

dengan kulit mulus mengandung kadar xanthone sebesar 18502 μgg ekstrak

buah kecil sebesar 20434 μgg dan buah dengan kulit mengandung getah kuning

53

15289 μgg ekstrak Xanthone dalam kulit buah yang mengandung getah kuning

berperan dalam mekanisme pertahanan mencegah terjadinya stres akibat serangan

hama atau kerusakan fisik (Arsana 2014)

Xanthone sebagai antioksidan akan memutus rantai reaksi oksidasi radikal

bebas untuk mencegah reaksi oksidasi dengan reaksi reduksi yang melibatkan

hidrogen Keterlibatan hidrogen dalam reaksi-reaksi reduksi dapat menghambat

reaksi oksidasi antara radikal bebas dengan oksigen Kadar Oxygen Radical

Absorbance Capacity (ORAC) dari xanthone mencapai 17000-20000 ORAC per

100 ons kulit manggis lebih besar dari wortel dan jeruk yang kadar ORAC-nya

hanya 300 dan 2400 (Fanany 2013) Manfaat yang demikian besar menyebabkan

xanthone sangat dibutuhkan dalam tubuh sebagai penyeimbang prooksidan

Prenilasi xanthone juga mempunyai efek penghambat terhadap M Tuberculosis

Alfa-mangostin yang merupakan derivat xanthone didapatkan mempunyai potensi

sebagai antimikroba (Suksamrarn et al 2006) Selain itu kulit buah manggis

juga mengandung beberapa senyawa lain seperti yang tertera pada Tabel 23

Tabel 23

Komposisi Tepung Kulit Buah Manggis

Sumber Shahidi 1997 dalam Ummi dan Any 2014

No Komponen Kadar ( bk)

1

Air 900

2 Abu 258

3 Gula 692

4 Protein 269

5 Serat Kasar 3005

6 Lainnya (Tanin lemak dll) 4876

54

272 Ekstrak kulit buah manggis

Ekstrak kulit buah manggis mengandung berbagai senyawa yang diduga

bekerja sebagai antioksidan dengan cara mendonorkan elektronnya kepada radikal

bebas sehingga mencegah terjadinya peroksidasi lipid baik pada tahap inisiasi

propagasi maupun pada tahap terminasi (Middleton et al 2000) Senyawa-

seyawa ini bekerja sebagai sinyal yang akan mengaktivasi nuclear factor

erythroid 2- related factor 2 (Nrf2) yang terikat pada Kelch-like ECH-associated

protein-1 (Keap1) dalam sitoplasma sehingga mengalami disosiasi dan translokasi

menuju nukleus Dalam nukleus Nrf2 berasosiasi pada bagian promoter gen yang

disebut Antioxidant Respone Element (ARE) sehingga memicu ekspresi gen

penyandi antioksidan Senyawa yang terkandung dalam ekstrak kulit buah

manggis disamping bekerja sebagai antioksidan dengan cara mendonorkan

elektronnya kepada radikal bebas juga dapat menstimulasi ekspresi gen penyandi

antioksidan melalui aktivasi Nrf2 Salah satu stimulan tersebut adalah golongan

fenol (Inoue 2001) Ekstrak kulit buah manggis dapat mengatur aktivitas catalase

dalam aktivitasnya sebagai scavenger H2O2 atau mengatur gen Nrf-2 (Bartz et

al 2010) Hal ini sesuai dengan yang didapatkan dalam penelitian

Weecharangsan et al (2006) aktivitas ekstrak air dan ekstrak etanol kulit buah

manggis berperan sebagai scavenger H2O2

Skrining fitokimia dilakukan untuk memberikan gambaran tentang

golongan senyawa yang terkandung dalam ekstrak etanol kulit buah manggis

Hasil uji skrining fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak etanol kulit buah

manggis mengandung senyawa golongan alkaloid triterpenoid saponin

55

flavonoid tannin dan polifenol (Kristianti et al 2008) Polifenol adalah senyawa

fenolik yang memiliki lebih dari satu gugus hidroksil (OH) golongan senyawa ini

terdapat pada berbagai jenis tumbuhan yang mempunyai berbagai macam aktivitas

biologi salah satunya adalah aktivitas antioksidan (Scalbert et al 2005)

Polifenol banyak ditemukan dalam buah-buahan sayuran dan biji-bijian

yang merupakan sumber antioksidan alami Senyawa polifenol terdiri dari

beberapa subkelas yakni flavonol isoflavon (dalam kedelai) flavanon

antosianidin katekin dan biflavan Semua polifenol mampu menjadi perangkap

oksigen dan radikal alkil dengan memberikan donor elektron sehingga terbentuk

radikal fenoksil yang relatif stabil (Mokgope 2006) Senyawa-senyawa polifenol

alami secara langsung sebagai scavenger SOR dan secara tak langsung melindungi

aktivitas beberapa enzim sehingga berpotensi meningkatkan antioksidan endogen

(Masella et al 2005) Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Martin et al

(2010) yang mendapatkan CPE (cocoa polyphenolic extrac) yang mengandung

senyawa-senyawa flavonoid seperti katecin epikatecin dan prosianidin

meningkatkan aktivitas GPx dan glutation reduktase (GR) Senyawa-senyawa ini

mereduksi produksi SOR dan mengatur aktivitas antioksidan enzim Peningkatan

aktivitas enzim antioksidan dapat digunakan sebagai terapi penyakit-penyakit

yang disebabkan oleh stress oksidatif

Senyawa fenol sebagai antioksidan tergantung dari beberapa faktor seperti

ikatan gugus hidroksil pada cincin aromatik posisi ikatan posisi hidroksil bolak

balik pada cincin aromatik dan kemampuannya dalam memberi donor hidrogen

atau donor elektron serta kemampuannya dalam memerangkap radikal bebas (free

56

radical scavengers) Palakawong et al (2010) mendapatkan daya antioksidan

ekstrak kulit buah manggis sebesar 594 microgml yang dianalisis dengan metode

DPPH Ekstrak kulit manggis mengandung total fenol yang cukup tinggi yaitu

sebesar 4112 mgg dengan aktivitas antioksidannya sebesar 8442 (Dyahnugra

et al 2015) Ekstrak etanol kulit buah manggis menunjukkan aktivitas yang

signifikan dalam menghambat pembentukan 50 radikal menghambat radikal

superoxide (O2-) mereduksi produksi ROS dan dapat menangkap radikal

hidroksil (OH-) (Chomnawang et al 2007)

Senyawa flavonoid adalah senyawa-senyawa polifenol yang memiliki 15

atom karbon (C6-C3-C6) terdiri dari dua cincin benzena yang dihubungkan

menjadi satu oleh rantai linier yang terdiri dari tiga atom karbon Flavonoid

dalam ekstrak kulit buah manggis berperan membasmi radikal bebas dengan

berbagai cara misalnya dengan menghambat enzim yang bertanggung jawab

memproduksi anion superoksida yaitu xantin oksidase ada juga dengan

menyumbangkan elektronnya ke radikal superoksida atau radikal lipid agar stabil

(Smith et al 2005)

Ekstrak kulit buah manggis baik dengan pelarut air etanol 50 etanol

95 dan etil asetat menunjukan aktivitas antioksidan dan neuroprotektif

(Weecharangsan et al 2006) Kapasitas antioksidan ekstrak air dan etanol 50

diuji dengan metoda DPPH didapatkan masing-msing sebesar 3498 dan 3076

Kapasitas antioksidan ekstrak ini sudah dicobakan pada sel neuroblastoma

(NG108-15) yang terpapar hidrogen peroksida (H2O2) kedua ekstrak ini

memperlihatkan aktivitas neuroprotektif dengan konsentrasi 50 lgmL Aktivitas

57

neuroprotektif ekstrak etanol 50 kulit buah manggis lebih tinggi dibandingkan

dengan ekstrak air Ekstrak etanol kulit buah manggis juga mempunyai aktivitas

antioksidan yang signifikan sebagai penghambat pembentukan radikal DPPH

(Chomnawang et al 2007)

Ekstrak kulit buah manggis diketahui memiliki daya antioksidan sangat

kuat hal ini dibuktikan dengan menggunakan fraksi pelarut metanol etanol dan

etil asetat semuanya memiliki daya antioksidan EC50 kurang dari 50 Fraksi

metanol mempunyai nilai EC50 yang paling kecil dibanding dengan kedua

fraksi lainnya masing-masing 800 mgL 926 mgL dan 2948 mgL ini berarti

fraksi metanol mempunyai aktivitas antioksidan yang lebih besar dibandingan

dengan fraksi etanol dan etil asetat (Mardawati et al 2011) Hal ini didukung

oleh Li dan Xu (2015) yang menyatakan ekstrak metanol kulit buah manggis

mempunyai aktivitas antioksidan yang kuat karena kandungan polifenolnya sangat

tinggi

Senyawa fenol banyak ditemukan pada berbagai tanaman Senyawa ini

telah dieksploitasi secara intensif karena selain berfungsi sebagai antioksidan juga

memiliki berbagai fungsi biologi seperti anti mutagenik dan anti karsinogenik

Antioksidan alami yang terdapat dalam tanaman akan meredam radikal bebas

yang berbahaya dari tubuh Senyawa-senyawa polifenol dari tanaman seperti

flavonoid digambarkan sebagai peredam SOR Ekstrak kulit buah manggis dapat

mengurangi produksi SOR intrasel secara signifikan yang ditentukan dengan 27-

dichlorofluorescein diacetate (DCFH-DA) dalam SKBR3 saluran sel

(Moongkarndi et al 2004) Aktivitas radikal hidroksil (HO-) diperangkap oleh

58

xanthone yang diisolasi dari beberapa ekstrak kulit buah manggis (Chin et al

2008) Xanthone dapat diklasifikasikan ke dalam lima kelompok yaitu

oxygenated xanthone xanthone glycoside prenylated xanthone xanthonolignoid

dan miscellaneous xanthone Saat ini sekitar 1000 xanthone berbeda telah

diketahui (Chaverri et al 2008)

Kulit buah manggis mengandung 90 xanthone terutama α dan β

mangostin yang disebut panaxanthone dapat memulihkan sistem pertahanan

antioksidan endogen seperti aktivitas SOD GPx dan kadar GSH secara invitro

dan in vivo memecah langsung SOR untuk mengurangi penipisan GSH dan

meghambat peroksidasi lipid Efek protektif α mangostin diduga terhadap stress

oksidatif dimediasi melalui jalur Nrf2 (Jung et al 2006) Ekstrak kulit buah

manggis dapat menurunkan MDA meningkatkan SOD dan GPx pada tikus yang

mengalami peningkatan MDA serta penurunan SOD dan GPx karena perlakuan

latihan (Arsana 2013) Hal yang sama didapatkan oleh Sudjarwo dan

Koerniasari (2015) bahwa pemberian ekstrak kulit buah manggis dapat

meningkatkan aktivitas GPx dan SOD ginjal tikus yang menurun karena diberi

perlakuan logam berat timbal mungkin disebabkan oleh kemampuan ekstrak

kulit buah manggis mengurangi akumulasi radikal bebas

Skrining fitokimia ekstrak kulit manggis juga menunjukkan bahwa kulit

buah manggis mengandung senyawa metabolit sekunder berupa golongan alkaloid

saponin tanin polifenol dan flavonoid (Poeloengan dan Praptiwi 2010)

Saponin merupakan zat aktif yang dapat meningkatkan permeabilitas membran

sehingga terjadi hemolisis sel Apabila saponin berinteraksi dengan sel bakteri

59

maka bakteri tersebut akan rusak atau lisis sedangkan flavonoid merupakan

kelompok senyawa fenol yang mempunyai kecenderungan untuk mengikat

protein sehingga mengganggu proses metabolisme bakteri tersebu Senyawa-

senyawa fenolik dapat bereaksi dengan senyawa oksigen reaktif disebabkan

oleh satu atau dua gugus hidroksil pada cincin aromatik dapat berperan sebagai

donor hidrogen (Dungir et al 2012)

Tanin dalam konsentrasi rendah mampu menghambat pertumbuhan

bakteri sedangkan pada konsentrasi tinggi mampu bertindak sebagai antibakteri

dengan cara menggumpalkan protoplasma bakteri sehingga terbentuk ikatan yang

stabil dengan protein bakteri Selain itu pada saluran pencernaan tanin mampu

mengeliminasi toksin (Poeloengan dan Praptiwi 2010)

Flavonoid merupakan golongan senyawa yang mempunyai kemampuan

sebagai antioksidan Flavonoid juga berperan mengaktifkan enzim kunci dalam

respirasi mitokondria dan melindungi sel neuron sehingga mencegah stres

oksidatif dan kerusakan jaringan Asupan flavonoid berperan sebagai

neuroprotektif berpotensi melindungi neuron dari neurotoksin meningkatkan

fungsi memori pembelajaran dan kognitif (Spencer 2009)

Uji daya antioksidan ekstrak kulit manggis buah dilakukan oleh Lin et al

(2014) menggunakan DPPH Radikal bebas DPPH (DPPHbull) mungkin akan

ditangkap oleh antioksidan dengan memberikan atom hidrogen (Hbull) membentuk

molekul stabil DPPH-H mekanismenya seperti tampak pada Gambar 212

Gambar ini menunjukkan reaksi antara γ-mangostin dengan DPPH akan

menghasilkan senyawa yang stabil sehingga tidak akan terjadi reaksi rantai yang

60

akan menghasilkan radikal-radikal lain yang lebih reaktif Dalam molekul γ-

mangostin gugus ortho-dihidroksil menjadi homolysis menghasilkan radikal

hidrogen (Hmiddot) dan radikal γ-mangostinmiddot (I) Hmiddot kemudian bergabung dengan

DPPHmiddot membentuk molekul DPPH-H dan radikal γ-mangostin menjadi (II)

yang selanjutnya dapat menghasilkan radikal hidrogen (Hmiddot) melebihi yang

diperlukan oleh radikal DPPH (DPPHmiddot) untuk membentuk quinone (III) Hasil ini

mengindikasikan bahwa ekstrak kulit buah manggis sebagai sumber antioksidan

yang baik dengan cara mendonasikan elektron kepada radikal bebas untuk

membentuk produk stabil sehingga tidak menimbulkan reaksi berantai

Gambar 212

Reaksi γ mangostin dengan DPPH sebagai radikal bebas

Lin et al (2014)

61

62

63

Page 25: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pestisida...pestisida menginduksi produksi serotonin dan histamin, sebagai hormon yang memicu reaksi alergi dan dapat menimbulkan senyawa baru yang lebih

33

aktif yang paling banyak dihasilkan oleh berbagai mekanisme di dalam tubuh

seperti mitokondria sistem enzim NADPH oksidase reaksi dari xanthin oksidase

dan metabolisme asam arakidonat

Radikal bebas yang terbentuk di dalam tubuh (radikal bebas internal)

merupakan bagian integral dari proses fisiologis seperti saat pembentukan energi

dalam mitokondria melalui oksidasi fosforilasi Sumber radikal bebas internal

antara lain 1) Organ subseluler seperti mitokondria kloroplas mikrosom

peroksisom dan nuklei menghasilkan O2- 2) inflamasi selama inflamasi terjadi

fagositosis oleh makrofag dan metrofil keduanya membentuk radikal bebas

untuk memfagositosis bakteri 3) ion logam transisi Fe dan Cu berperan

membentuk radikal bebas dan menimbulkan peroksidasi lipid 4) oksidasi

enzimatik seperti xanthin oksidase dan lipoksigenase (Droge 2007) Radikal

bebas dapat juga berasal dari luar tubuh (radikal bebas eksternal) Sumber radikal

bebas eksternal antara lain polusi lingkungan (asap rokok asap kendaraan asap

pabrik) aktivitas fisik yang berlebih sinar ultra violet dari matahari radiasi obat-

obatan dan pestisida

Radikal bebas dapat terbentuk dari senyawa lain yang sebenarnya bukan

radikal bebas tetapi mudah menjadi radikal bebas misalnya hidrogen peroksida

(H2O2) dan ozon Kedua kelompok senyawa ini sering diistilahkan sebagai

Reactive Oxygen Species (ROS) atau senyawa Oksigen Reaktif (SOR) Sel-sel

hidup dari organisme aerob secara kontinyu membentuk SOR sebagai bagian dari

proses fisiologi metabolik dan reaksi-reaksi biokimia lainnya

34

SOR adalah kelompok senyawa yang sebenarnya bukan radikal bebas

tetapi mudah berubah menjadi radikal bebas (Droge 2007) SOR dihasilkan dalam

proses metabolisme oksidatif dalam tubuh misalnya pada proses oksidasi makanan

menjadi energi SOR diproduksi dalam jumlah yang cukup dalam tubuh seperti

sel darah putih menghasilkan H2O2 yang berfungsi untuk membunuh beberapa

jenis bakteri dan jamur namun H2O2 tidak menyerang secara spesifik sehingga

dapat menyerang asam-asam lemak tidak jenuh ganda atau polyunsaturated fatty

acid (PUFA) dari membran sel yang menyebabkan kerusakan struktur dan fungsi

sel (Winarsi 2007) SOR terbentuk sebagai produk samping reaksi oksidasi

fosforilasi untuk membentuk energi berupa Adenosine Tri Phosphate (ATP)

dalam rantai transport elektron pada mitokondria Proses tersebut membutuhkan

O2 tetapi tidak semua O2 berikatan dengan hidrogen untuk membentuk air sekitar

4 sampai 5 dari oksigen yang dikonsumsi berubah menjadi SOR (Marciniak

et al 2009) SOR seperti radikal super oksida (SOO-) dan radikal hidroksil

(OH-) yang dihasilkan oleh metabolisme sel yang normal maupun lingkungan

yang stres dapat menyebabkan sel-sel mati melalui peroksidasi lipid oksidasi

protein menghambat aktivitas enzim-enzim perubahan reduksi oksidasi intra sel

dan kerusakan DNA Hal ini menunjukkan bahwa SOR terlibat dalam timbulnya

beberapa penyakit dan proses penuaan

Organofosfat merupakan senyawa toksik yang mempunyai kemampuan

membentuk radikal bebas pada sistem biologi (Nur et al 2010) Reaksi radikal

bebas dengan komponen sel baik komponen struktural (molekul penyusun

membran) maupun komponen fungsional yaitu enzim dan DNA dapat merusak

35

sel melalui oksidasi lipid tidak jenuh dan protein sel (Zakaria 1996 dalam

Mardawati et al 2011) Kerusakan lebih lanjut pada organ sel adalah kerusakan

DNA dan membran sel Mekanisme tersebut menunjukan bahwa radikal bebas

dapat mempengaruhi timbulnya berbagai jenis penyakit degeneratif seperti

aterosklerosis Penelitian Amran et al (2009) mendapatkan ada korelasi yang

signifikan antara kerusakan DNA dengan perkembangan aterosklerosis dan

meningkatnya jumlah pasien Coronary Artery Disease (CAD)

24 Stres Oksidatif

Radikal bebas dalam jumlah tertentu di dalam tubuh dapat dinetralisir oleh

antioksidan endogen Antioksidan endogen utama pada sel-sel tubuh adalah

enzim SOD (Superoksida dismutase) glutation reduktase dan glutation

peroksidase (GPr dan GPx) serta catalase (CAT) Pembentukan radikal bebas

yang melebihi kemampuan aktivitas antioksidan endogen menyebabkan jumlah

keseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan akan terganggu Apabila

jumlah radikal bebas terus bertambah sedangkan jumlah antioksidan endogen

tetap maka kelebihan radikal bebas tidak dapat dinetralkan akibatnya radikal

bebas bereaksi dengan komponen-komponen sel dan menyebabkan kerusakan sel

Peningkatan jumlah radikal bebas atau oksidan menyebabkan timbulnya

suatu keadaan yang disebut stres oksidatif Stres oksidatif adalah suatu keadaan

ketidak seimbangan antara radikal bebas dan antioksidan dimana jumlah radikal

bebas lebih besar dari antioksidan Stres oksidatif adalah suatu keadaan patologis

yang disebabkan oleh kerusakan jaringan di dalam tubuh karena peningkatan

36

jumlah radikal bebas yang tidak normal (Halliwel 2006) Radikal bebas yang

jumlahnya jauh lebih banyak dari antioksidan akan bereaksi dengan cepat dan

merusak bermacam-macam substrat di dalam tubuh termasuk komponen-

komponen sel protein asam lemak tak jenuh ganda karbohidrat dan asam-asam

nukleat hal ini mengakibatkan berkembangnya penyakit kronik Serangan oksidan

terhadap asam lemak tidak jenuh sebagai komponen penting penyusun membran

sel dapat menimbulkan reaksi rantai yang disebut peroksidasi lipid Proses

tersebut mengakibatkan terputusnya ikatan dalam asam-asam lemak menjadi

berbagai senyawa yang toksik terhadap sel seperti malondialdehid (MDA) dan 9-

hidroksi nonenal MDA yang dihasilkan kemudian dilepaskan ke darah sehingga

kadar MDA di dalam darah dapat dijadikan sebagai penanda tidak langsung

adanya peroksidasi lipid dan peningkatan SOR

25 Malondialdehid (MDA)

Peningkatan stres oksidatif berdampak negatif pada beberapa komponen

penyusun membran sel yaitu kerusakan pada membran lipid membentuk

malondialdehida (MDA) kerusakan protein karbohidrat dan DNA (Kevin et

al2006) Kerusakan oksidatif yang diakibatkan oleh radikal bebas mempengaruhi

kondisi patologis berupa kerusakan sel jaringan dan berbagai organ seperti hati

ginjal dan jantung baik pada manusia maupun hewan Kerusakan ini dapat

berakhir pada kematian sel sehingga terjadi percepatan timbulnya berbagai

penyakit degeneratif (Kevin et al 2006 dan Valko et al 2007) MDA

merupakan metabolit hasil peroksidasi lipid oleh radikal bebas sehingga dapat

37

menggambarkan aktivitas radikal bebas dalam sel dan menjadi petunjuk terjadinya

stres oksidatif akibat radikal bebas (Asni 2009) Semakin tinggi kadar MDA

plasma maka semakin tinggi stres oksidatif yang terjadi dalam sel-sel tubuh

Peroksidasi lipid menghasilkan MDA dari radikal bebas akan selalu membentuk

reaksi berantai yang terus berlanjut sampai radikal bebas ini dihilangkan oleh

sistem antioksidan dari tubuh

MDA adalah hasil proksidasi lipid yang larut dalam air pada kondisi

normal MDA secara parsial diekskresikan melalui urine tetapi tidak diketahui

berapa jumlah MDA yang terbentuk dalam tubuh itu dapat dihilangkan oleh

ginjal MDA merupakan salah satu hasil dari peroksidasi lipid yang digunakan

sebagai indikator dari stres oksidatif (Hundekari et al 2013) Peningkatan

peroksidasi lipid mungkin disebabkan oleh inflamasi yang berkaitan dengan

infeksi virus dan menurunnya kadar antioksidan

Penelitian in vitro pada eritrosit manusia yang menyemprot pestisida

menunjukan peningkatan konsentrasi karbofuran meningkatkan kadar MDA

secara signifikan (Misrha et al 2013) yang mendapatkan kadar MDA pada darah

petani penyemprot pestisida lebih tinggi secara signifikan dibandingkan dengan

kontrol seperti ditunjukan pada Tabel 22

Paparan pestisida atrazine pada tikus dapat meningkatkan peroksidasi lipid

dan merusak membran di dalam sel yang dipapar Kandungan fosfolipid dan

kolesterol dalam membran eritrosit dapat diketahui dengan menggunakan teknik

scanning electron microscopy (SEM) dan dapat diketahui terjadi perubahan

morfologi dalam eritrosit yang sebanding dengan perubahan parameter biokimia

38

termasuk stres oksidatif (Singh et al2006) Kerusakan sel cedera irreversible sel

dan kematian sel dapat terjadi apabila stres oksidatif berlangsung lama

Tabel 22 Perbandingan profil biokimia antara kontrol

dan penyemprot pestisida

Parameters Controls(n=18)

Mean plusmnSD

Sprayers (n=50)

Mean plusmnSD

MDA (nmolTBARSml blood)

943 plusmn078

2630 plusmn202

CAT (μ mol H2O2 hydrolysed X

104mlg Hb)

1055plusmn1520

13569 plusmn 1234

SOD(μmol hydroysed X 104mlg

Hb)

329 plusmn 079 803 plusmn 246

Sumber Mishra et al 2013

26 Antioksidan

Antioksidan adalah molekul yang mampu memperlambat atau mencegah

oksidasi molekul lain (Chakraborty et al 2009) Antioksidan adalah senyawa-

senyawa yang dapat menunda atau menghambat terjadinya oksidasi biomolekul

dengan menghambat reaksi-reaksi oksidasi rantai oleh radikal bebas dan mampu

menurunkan kerusakan oksidatif (Jantan et al 2011) Antioksidan juga

didefinisikan sebagai senyawa yang mampu menunda memperlambat atau

menghambat reaksi oksidasi makanan maupun obat Antioksidan akan bereaksi

dengan oksidan sehingga mengurangi kapasitas oksidan untuk dapat menimbulkan

kerusakan (Shahidi 1997 dalam Asep et al 2012)

Antioksidan dalam sistem biologi baik antioksidan enzim maupun non

enzim melindungi sel dari kerusakan yang disebabkan oleh molekul-molekul yang

39

tidak stabil yang disebut radikal bebas Antioksidan membantu menghancurkan

radikal bebas yang merusak sel mendukung pertumbuhan sel-sel yang sehat

melindungi sel dari penuaan mendukung sistem imun dalam tubuh Antioksidan

bersifat sangat mudah teroksidasi atau bersifat reduktor kuat dibanding dengan

molekul lain sehingga keefektifan antioksidan tergantung dari seberapa kuat daya

oksidasinya semakin mudah teroksidasi maka semakin efektif antioksidan

tersebut Antioksidan mampu melindungi sel melawan kerusakan yang

ditimbulkan oleh radikal bebas dan SOR seperti singlet oksigen peroksi nitrit

superoksida radikal peroksida dan radikal hidroksil (Chaveri et al2008 )

Antioksidan dapat menunda atau mencegah terjadinya reaksi oksidasi

radikal bebas dan oksidasi lipid dalam konsentrasi yang lebih rendah dari substrat

yang dapat dioksidasi Suhartono et al (2008) menyatakan antioksidan dapat

diklasifikasikan dalam 5 tipe yaitu a) Antioksidan primer berupa senyawa-

senyawa fenol yang mampu memutus rantai reaksi pembentukan radikal bebas

asam lemak Senyawa ini memberikan atom hidrogen yang berasal dari gugus

hidroksi sehingga terbentuk senyawa yang stabil seperti BHA (butyl

hidroksilanisol) BHT (butyl hydrotoluen) dan tokoferol b) Antioksidan

perangkap oksigen yaitu senyawa-senyawa yang berperan sebagai pengikat

oksigen sehingga mencegah reaksi oksidasi Senyawa ini mengadakan reaksi

dengan oksigen yang berada dalam sistem sehingga jumlahnya berkurang seperti

vitamin C (asam askorbat) askorbil palminat asam eritorbat dan sulfit c)

Antioksidan sekunder adalah senyawa-senyawa yang mempunyai kemampuan

untuk berdekomposisi dengan hidroperoksida menjadi produk akhir yang stabil

40

d) Antioksidan enzim yaitu enzim yang berperan mencegah terbentuknya radikal

bebas seperti glukose oksidase superoksida dismutase (SOD) glutation

peroksidase (GPx) dan katalase (CAT) dan e) Antioksidan Chelators

sequestrants yaitu senyawa-senyawa yang mampu mengikat logam seperti besi

dan tembaga yang mampu mengkatalisis reaksi oksidasi lemak seperti asam sitrat

asam amino ethylenediaminetetra acetid acid (EDTA) dan fosfolipid

Antioksidan bereaksi dengan radikal bebas dengan mengurangi

konsentrasi oksigen mencegah pembentukan singlet oksigen yang reaktif

mencegah inisiasi rantai pertama dengan menangkap radikal primer seperti radikal

hidroksil mengikat katalis ion logam mendekomposisi produk-produk primer

radikal menjadi senyawa non-radikal dan memutus rantai hidroperoksida

sehingga mengurangi kapasitas radikal bebas untuk menimbulkan kerusakan

(Mardawati et al 2011)

Berdasarkan mekanisme kerjanya antioksidan dikelompokan menjadi 1)

Antioksidan primer yaitu antioksidan yang bereaksi dengan radikal lipid berenergi

tinggi untuk menghasilkan produk yang memiliki kestabilan termodinamis lebih

baik seperti golongan fenol (isoflavon) 2) Antioksidan sekunder yang juga

dikenal dengan antioksidan pencegah (Preventive Antioxidant) yang dapat

memperlambat reaksi inisiasi dengan cara memutus rantai hidroperoksida seperti

dilauril thio-dipropionate dan asam thiodipropionate Antioksidan golongan ini

adalah antioksidan yang berikatan dengan gugus thiol (Shahidi dan Naczk1995

dalam Mardawati et al 2011)

41

Antioksidan pemutus rantai adalah molekul kecil yang dapat menerima

dan memberi elektron dari atau ke radikal bebas sehingga membentuk senyawa

baru yang stabil seperti vitamin E dan vitamin C Sedangkan antioksidan logam

transisi terikat protein bekerja mengikat ion-ion logam Fe2+

dan Cu2+

seperti

flavonoid dapat mencegah radikal bebas Antioksidan jenis ini memperbaiki

kerusakan sel-sel dan jaringan yang disebabkan radikal bebas (Winarsi 2007)

Mekanisme kerja antioksidan senyawa fenolik adalah sebagai berikut

Radikal Lipida Antioksidan Radikal Antioksidan

ROO + AH ROOH + A

RO + AH ROH + A

R + AH RH + A

OH + AH H2O + A

Senyawa antioksidan (AH) dapat memberikan atom hidrogen secara cepat ke

radikal lipida (ROO RO R OH ) dan mengubahnya menjadi bentuk yang lebih

stabil Sementara turunan radikal antioksidan (A) yang dihasilkan lebih stabil

dibandingkan radikal lipida karena akan terjadi delokalisasi perbaikan elektron

dari ikatan rangkap pada cincin benzen sebagai indikasi oleh ikatan isomer

valensi

Peningkatan jumlah gugus hidroksil (alkil hidrogen pada struktur

kimianya) pada posisi para atau ortho seperti pada genistein dapat meningkatkan

aktivitas antioksidan isoflavon Antioksidan dapat menghambat oksidasi atau

42

menghentikan reaksi berantai pada radikal bebas dari lemak yang teroksidasi

dapat melalui empat macam mekanisme reaksi yaitu 1) Pelepasan hidrogen dari

antioksidan 2) Pelepasan elektron dari antioksidan 3) Adisi lemak ke dalam

cincin aromatik pada antioksidan dan 4) Pembentukan senyawa kompleks antara

lemak dan cincin aromatik dari antioksidan

Antioksidan dapat mencegah tidak terkontrolnya pembentukan radikal

bebas dan aktivitas SOR atau mencegah reaksinya dengan struktur biologi (Nisar

et al 2013) Status antioksidan baik yang endogen maupun yang eksogen yang

menurun dapat mengganggu keseimbangan redoks seluler dan kondisi patologis

akan menjadi karakteristik utama dan membentuk stres oksidatif pada sel maupun

jaringan

261 Antioksidan enzimatis

Di dalam sistem biologis sudah tersedia antioksidan berupa enzim

(antioksidan enzimatis) yaitu superoksida dismutase (SOD) katalase (CAT) dan

glutation peroksidase (GPx) Antioksidan-antioksidan ini bekerja dengan cara

mencegah pembentukan senyawa radikal bebas baru atau mengubah radikal bebas

yang telah terbentuk menjadi molekul yang kurang reaktif (Finosh dan Jayabalan

2013) Mekanisme kerja antioksidan enzimatik adalah mengkatalisir pemusnahan

radikal bebas dalam sel Aktivitas enzim intrasel SOD dan CAT mengkatalisasi

dismutasi superoksida dan hidrogen peroksida aktivitas GPx mereduksi hidrogen

peroksida dan peroksida organik menjadi air dan oksigen Aktivitas enzim

intrasel ini dapat dilihat pada Gambar 29

43

GPx merupakan enzim penangkal radikal bebas dengan dua cara yaitu

pertahanan terhadap oksidan dan dengan mengkatalisis peroksida menjadi air dan

oksigen GPx memerlukan glutation sebagai substrat terdapat dalam dua bentuk

yaitu glutation tereduksi atau GSH dan glutation teroksidasi atau GSSG Ketika

mengkatalisis perubahan hidrogen peroksida (H2O2) menjadi H2O GSH

dioksidasi menjadi GSSG kemudian GSSG dapat direduksi kembali oleh NADPH

untuk mendapatkan kembali GSH (Marciniak et al 2009)

Gambar 29

SOD dan CAT mengkatalisasi dismutasi superoksida dan hidrogen peroksida

(Finosh dan Jayabalan 2013)

Enzim GPx terdapat terutama dalam mitokondria merupakan enzim

scavenger terhadap hidrogen peroksida dan berperan utama dalam mengatur

konsentrasi H2O2 dan dan berbagai macam peroksida organik Aktivitas GPx yang

menurun menunjukkan terjadinya penurunan kapasitas menghilangkan H2O2 dan

terjadinya hidroperoksida lemak

44

Enzim GPx sangat berperan dalam pengaktifan kembali enzim

kolinesterase melalui 1) Pengaktifan AMP siklik yang secara langsung dapat

mengaktifkan enzim kolinesterase 2) keseimbangan NADP dan NADPH pada

jalur glikolisis aerobik dalam eritrosit sehingga eritrosit tidak rusak kerusakan

eritrosit dapat menurunkan produksi kolinesterase darah 3) peranan kofaktor

prostaglandin pada sintesis tromboksan A2 yang memacu trombogenesis dan

vasokonstriksi pembuluh darah bersamaan dengan terbentuknya tromboksan akan

diaktifkan cAMP yang secara langsung mengaktifkan kinase protein termasuk

kinase protein enzim kolinesterase 4) sebagai antioksidan yang dapat melindungi

sel termasuk eritrosit dari kerusakan akibat radikal bebas 5) sebagai kofaktor

proses oksidasi dealkilasi ikatan organofosfat dengan kolinesterase darah 6)

berperan sebagai detoksifikasi dalam tubuh dengan mereduksi radikal bebas

peroksida sekaligus membentuk peroksida lipid di dalam membran sel (Stranges

et al 2010)

GPx adalah enzim antioksidan yang dapat mendetoksifikasi hidrogen

peroksida dan lipid hidroperoksida dalam menurunkan glutation Di dalam darah

terdapat beberapa jenis GPx dua diantaranya adalah GPx seluler (cGPx) dalam sel

darah merah dan GPx ekstrasel (eGPx) terdapat dalam plasma GPx sebagai enzim

antioksidan bekerja menjadi peredam (quenching) radikal bebas dan berperan

dalam metabolisme xenobiotik yang ditemukan dalam sel (Sen et al 2010)

GPx dengan konsentrasi tinggi ditemukan dalam hepar dan sel darah

merah sedangkan pada jantung ginjal paru-paru adrenal lambung dan jaringan

adipose mengandung GPx dalam kadar sedang GPx kadar rendah ditemukan

45

dalam otak otot testis dan lensa mata GPx yang rendah berkorelasi dengan

gangguan yang berhubungan dengan radikal bebas (Judge et al 2005) Jika

antioksidan endogen gagal mengatasi produksi metabolit reaktif maka

antioksidan eksogen akan diperlukan untuk menyeimbangkan status redoks

(Noori 2012) Sumber makanan termasuk tanaman rempah-rempah vitamin dan

ekstrak herbal memainkan peran penting dalam hal ini

262 Antioksidan non enzimatis

Antioksidan non enzimatis disebut juga antioksidan sekunder atau

antioksidan eksogen (diperoleh dari luar) digolongkan menjadi dua golongan

yaitu yang larut dalam lemak seperti tokoferol karotenoid flavoniod quinon dan

bilirubin serta yang larut dalam air seperti asam askorbat asam urat protein

pengikat logam dan protein pengikat heme (Winarsi 2007) Antioksidan ini dapat

berupa bahan-bahan alami dan juga sintetis Antioksidan alami seperti vitamin

adalah campuran redoks yang seimbang dengan bentuk tereduksi dan teroksidasi

dan sebaliknya untuk antioksidan sintetis merupakan redoks yang tidak seimbang

bahkan menghasilkan radikal bebas yang pada beberapa kasus berbahaya (Rani

etal 2004)

Vitamin C merupakan antioksidan yang sangat penting dalam cairan

ekstra sel karena dapat menyerang radikal-radikal yang larut dalam darah dan

melindungi lemak plasma dari perusakan peroksidasi oleh radikal-radikal peroksil

Peran utama vitamin C adalah menetralisir radikal bebas yang ada di dalam dan

di luar sel Vitamin C merupakan sumber elektron pendonor bagi radikal bebas

(Nisar et al 2013) Vitamin C berperan positip dalam proses detoksifikasi

46

yang sangat diperlukan untuk sintesis kolagen dan pertumbuhan serta

pemeliharaan jaringan epitel Peranan vitamin C sebagai pembawa hidrogen yang

merupakan siklus esensial dalam metabolisme protein dan karbohidrat yang

berfungsi memelihara kekuatan pembuluh darah Vitamin C sangat penting untuk

melawan radikal bebas dalam cairan ekstra sel dan melindungi biomembran dari

peroksidasi Pemberian air kelapa dapat meningkatkan aktivitas GPx SOD dan

CAT pada pekerja terpapar merkuri karena air kelapa mengandung vitamin C

B1 B6 asam-asam amino metionin selenium dan mineral berfungsi melindungi

sel tubuh dari serangan radikal bebas dan mencegah efek paparan merkuri

(Zulaikhah et al 2013) Defisiensi antioksidan yang berupa vitamin C vitamin

E Se Zn dan glutation dalam derajat ringan hingga berat sangat berpengaruh

terhadap respon imun

Komponen kimia yang berperan sebagai antioksidan adalah senyawa

golongan fenolik dan polifenolik yang memiliki kemampuan untuk menangkap

radikal bebas Flavonoid merupakan golongan terbesar dari senyawa polifenol

yang sangat efektif digunakan sebagai antioksidan Senyawa-senyawa ini banyak

terdapat di alam terutama pada tumbuh-tumbuhan seperti teh buah-buahan

sayuran dan anggur (Ramle et al 2008)

Aktivitas antioksidan dari berbagai tanaman erat hubungannya dengan

kandungan fenolnya ada indikasi substansi fenol seperti flavonoid dan asam-

asam fenolat berpotensi lebih besar sebagai antioksidan dibandingkan dengan

vitamin C dan vitamin E Aktivitas antioksidan flavonoid tergantung pada

struktur molekulnya terutama gugus prenil (CH3)2C=CH-CH2 Department of

47

Environmental and Molecular Toxicology Oregon State University dalam

penelitiannya mendapatkan bahwa gugus prenil flavonoid dikembangkan untuk

pencegahan atau terapi terhadap penyakit-penyakit yang dihubungkan dengan

radikal bebas

Asupan antioksidan diperlukan untuk membantu mengembalikan

ketidakseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan endogen serta

mengurangi kerusakan oksidatif dalam tubuh Salah satu terapi antioksidan yang

digunakan adalah ekstrak kulit buah manggis (Garcinia mangostana L) Kulit

buah manggis memiliki kandungan xanthone yang tinggi sehingga memiliki

kemampuan untuk menangkap radikal bebas Gugus hidroksil (OH) yang dimiliki

oleh xanthone efektif mengikat radikal bebas dengan elektron yang tidak memiliki

pasangan Antioksidan ini bekerja dengan cara memotong reaksi oksidasi berantai

dari radikal bebas atau dengan cara menangkapnya sehingga radikal bebas tidak

akan bereaksi dengan komponen seluler dan kerusakan sel dapat dihindari

Makanan yang kaya antioksidan memegang peran dalam mencegah

penyakit-penyakit kanker dan penyakit penurunan fungsi otak Antioksidan dapat

mengurangi resiko penyakit kronis dan mencegah berbagai penyakit baik dengan

cara meningkatkan pertahanan antioksidan dalam tubuh atau dengan cara

mengkonsumsi makanan yang kaya antioksidan Mengkonsumsi antioksidan yang

ada dalam makanan sehari-hari dapat memberi perlindungan terhadap stres

oksidatif Hundekari et al (2013) mendapatkan perlakuan antioksidan dengan

dosis yang sesuai dapat menurunkan kerusakan oksidatif sehingga efektif untuk

memperbaiki kasus keracunan akut OPs

48

27 Manggis

271 Tumbuhan manggis

Tumbuhan manggis (Garcinia mangostana L) berasal dari Asia Tenggara

dan merupakan tumbuhan fungsional karena hampir semua bagian dari tumbuhan

ini dapat dimanfaatkan sebagai obat Manggis termasuk dalam family Guttiferae

dan merupakan species terbaik dari genus Garcia Buah manggis sering dijuluki

Queen of tropical fruit karena mempunyai rasa enak daging buah putih halus

bentuk buah bagus dan disukai banyak orang (Chaverri et al 2008) Manggis

sering disebut mangostin atau kadang-kadang disebut buah super dengan berbagai

karakteristik seperti rasa aroma kaya nutrisi dan daya antioksidan yang tinggi

Buah manggis (Garcinia mangostana L) merupakan buah yang eksotik

karena memiliki warna yang menarik dan kandungan gizi yang tinggi sehingga

buah manggis memiliki prospek yang cukup baik untuk dikembangkan

(Mardawati et al 2011) Tingkatan taksonomi tanaman manggis adalah sebagai

berikut (Prihatman 2000)

- Kingdom Plantae

- Divisi Spermathophyta (Tumbuhan berbiji)

- Sub Divisi Angiospermae (Berbiji tertutup)

- Kelas Dicotyledonae (Biji berkeping dua)

49

- Ordo Theales

- Famili GuttiferaeClusiaceae

- Genus Garcinia

- Spesies Garcinia mangostana L

Selain sebagai buah yang eksotik manggis juga mengandung berbagai senyawa

yang bermanfaat bagi tubuh seperti triterpenoid mangostin tannin resin

kalsium zat besi dan vitamin B1 Potensi manggis tidak hanya terbatas pada

buahnya saja tetapi juga hampir seluruh bagian tumbuhan manggis menyimpan

potensi yang sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia

Kulit buah manggis mengandung beberapa senyawa yang memiliki

aktivitas farmakologi seperti antiinflamasi antihistamin antibakteri anti penyakit

jantung antijamur bahkan untuk terapi HIV (Chaveri et al 2008) Senyawa

utama kandungan kulit buah manggis yang dilaporkan bertanggung jawab atas

beberapa aktivitas farmakologi adalah golongan xanthone yang meliputi

mangostin mangosterol mangostinon A dan B trapezifolixanthone tovophyllin

B dan beta mangostin garcinon B mangostanol flavonoid epikatekin dan

gartanin136-trihidoksi-7-metoksi-28-bis(3-metil-2-butenil)-9H-xanten-9-on(alfa

mangostin) dan 1367-tetrahidroksi-28-bis (3-metil-2-butenil)-9H-xanten-9-on

(gamma mangostin) yang sangat bermanfaat untuk kesehatan (Qosim 2007)

Kandungan antioksidan manggis banyak terdapat pada kulit buahnya

dikenal sebagai antioksidan yang efektif karena mengandung senyawa biologi

xanthones walaupun dapat juga ditemukan dalam semua bagian manggis baik

pada buah kulit buah kulit kayu maupun daunnya Senyawa xanthone hanya

50

dihasilkan oleh genus garcinia Xanthone memiliki struktur kimia yang unik

terdiri dari sistem aromatik trisiklik (C6-C3-C6) dengan kelompok isoprena

metoksil dan hidroksil terletak pada cincin A dan B sehingga senyawa xanthone

beragam Struktur umum xanthone dapat dilihat pada Gambar 210

Gambar 210

Struktur umum senyawa xanthone (Chaverri et al 2008)

Xanthone termasuk golongan senyawa flavonoid Senyawa ini memiliki

dua cincin benzene dan satu cincin piran Inti xanthone dikenal sebagai 9-

xanthenone atau dibenzo-c-pyrone Xanthone dapat diklasifikasikan ke dalam lima

kelompok yaitu oxygenated xanthone xanthone glycoside prenylated xanthone

xanthonolignoid dan miscellaneous xanthone Menurut Chaverri et al (2008)

terdapat 200 lebih xanthone yang tersedia di alam ini dan 50 diantaranya

terkandung dalam kulit buah manggis

Xanthone memiliki rumus molekul C13H8O2 sehingga memiliki massa

molar sebesar 196191 gram mol Dalam penamaan menurut IUPAC senyawa ini

diberi nama 9H-xanthen-9-one Uji aktivitas antioksidan kulit buah manggis

dengan menggunakan peroksinitrit sebagai radikal bebas diketahui bahwa 8-

hydroxycudraxanthone G gartanin α-mangostin γ-mangostin dan smeath-

xanthone A merupakan komponen yang memiliki aktivitas antioksidan terbesar

51

(Jung et al 2006) Senyawa xanthone yang banyak terdapat pada kulit manggis

yaitu α - dan γ - mangostin (Obolsky et al 2009)

Struktur kimia beberapa turunan xanthone seperti α mangostin β

mangostin dan γ mangostin dapat dilihat pada pada Gambar 211

(Chaivisuthangkura et al 2008)

α mangostin β mangostin γ mangostin

Gambar 211

Struktur Kimia beberapa derivat xanthone

(Chaivisuthangkura et al 2008)

Senyawa-senyawa xanthone juga mempunyai aktivitas antibakteri

melawan S Aureus strain yang resisten terhadap penicillin dan methicillin

aktivitas antifungi melawan F Oxiforum A Tenuls dan D Oryzae (Chomnawang

2007) Garcinia mangostana dan senyawa-senyawa xanthone α-mangostin

mendorong aktivitas antimikroba melawan P acnes dan S epidermis yang

merupakan agen etiologi kritis pada jerawat (Chomnawang et al 2007)

Senyawa alfa-mangostin sebagai turunan xanthone memiliki kemampuan

dalam menekan pembentukan senyawa karsinogen pada kolon Xanthone juga

52

bermanfaat mencegah pertumbuhan sel kanker dan tumor Kemampuan

antioksidannya bahkan melebihi vitamin C dan E yang selama ini dikenal sebagai

antioksidan yang paling efektif (Ummi dan Any 2014) Hasil penelitian Kosem

et al (2007) mendapatkan ekstrak metanol kulit buah manggis mengandung α

mangostin sebesar 2519 g100 g ekstrak

Moongkandi et al (2004) menyatakan kulit buah manggis bermanfaat

penting bagi kesehatan karena kaya akan antioksidan seperti xanthone dan

antosianin Antosianin merupakan salah satu antioksidan kuat yang mampu

mencegah berbagai kerusakan akibat stress oksidatif sehingga mampu melindungi

sel dari radikal bebas Penelitian lain juga mendapatkan bahwa xanthone dari

manggis memiliki aktivitas antioksidan antitumor antiinflamasi antialergi

antifungi dan antibakteri (Suksamrarn et al 2006 dan Chaverri et al 2008)

Garcinia mangostana memiliki aktivitas antioksidan yang signifikan pada

IC50 sebesar 613 μgml juga efektif dalam scavenging radikal bebas dan bisa

mengurangi produksi cytokine sebagai suatu proinflamasi Senyawa xanthone

pada kulit buah manggis merupakan antioksidan tingkat tinggi karena kandungan

antioksidannya 667 kali dari wortel dan 83 kali jeruk (Qosim 2007)

Antioksidan yang terkandung dalam kulit buah manggis didominasi oleh

senyawa fenol yaitu xanthone Kadar xanthone dalam manggis berbeda-beda

tergantung pada kualitas buah yang terbesar didapatkan pada buah dengan kulit

burik atau kasar yakni sebesar 23544 μgg ekstrak sedangkan pada buah besar

dengan kulit mulus mengandung kadar xanthone sebesar 18502 μgg ekstrak

buah kecil sebesar 20434 μgg dan buah dengan kulit mengandung getah kuning

53

15289 μgg ekstrak Xanthone dalam kulit buah yang mengandung getah kuning

berperan dalam mekanisme pertahanan mencegah terjadinya stres akibat serangan

hama atau kerusakan fisik (Arsana 2014)

Xanthone sebagai antioksidan akan memutus rantai reaksi oksidasi radikal

bebas untuk mencegah reaksi oksidasi dengan reaksi reduksi yang melibatkan

hidrogen Keterlibatan hidrogen dalam reaksi-reaksi reduksi dapat menghambat

reaksi oksidasi antara radikal bebas dengan oksigen Kadar Oxygen Radical

Absorbance Capacity (ORAC) dari xanthone mencapai 17000-20000 ORAC per

100 ons kulit manggis lebih besar dari wortel dan jeruk yang kadar ORAC-nya

hanya 300 dan 2400 (Fanany 2013) Manfaat yang demikian besar menyebabkan

xanthone sangat dibutuhkan dalam tubuh sebagai penyeimbang prooksidan

Prenilasi xanthone juga mempunyai efek penghambat terhadap M Tuberculosis

Alfa-mangostin yang merupakan derivat xanthone didapatkan mempunyai potensi

sebagai antimikroba (Suksamrarn et al 2006) Selain itu kulit buah manggis

juga mengandung beberapa senyawa lain seperti yang tertera pada Tabel 23

Tabel 23

Komposisi Tepung Kulit Buah Manggis

Sumber Shahidi 1997 dalam Ummi dan Any 2014

No Komponen Kadar ( bk)

1

Air 900

2 Abu 258

3 Gula 692

4 Protein 269

5 Serat Kasar 3005

6 Lainnya (Tanin lemak dll) 4876

54

272 Ekstrak kulit buah manggis

Ekstrak kulit buah manggis mengandung berbagai senyawa yang diduga

bekerja sebagai antioksidan dengan cara mendonorkan elektronnya kepada radikal

bebas sehingga mencegah terjadinya peroksidasi lipid baik pada tahap inisiasi

propagasi maupun pada tahap terminasi (Middleton et al 2000) Senyawa-

seyawa ini bekerja sebagai sinyal yang akan mengaktivasi nuclear factor

erythroid 2- related factor 2 (Nrf2) yang terikat pada Kelch-like ECH-associated

protein-1 (Keap1) dalam sitoplasma sehingga mengalami disosiasi dan translokasi

menuju nukleus Dalam nukleus Nrf2 berasosiasi pada bagian promoter gen yang

disebut Antioxidant Respone Element (ARE) sehingga memicu ekspresi gen

penyandi antioksidan Senyawa yang terkandung dalam ekstrak kulit buah

manggis disamping bekerja sebagai antioksidan dengan cara mendonorkan

elektronnya kepada radikal bebas juga dapat menstimulasi ekspresi gen penyandi

antioksidan melalui aktivasi Nrf2 Salah satu stimulan tersebut adalah golongan

fenol (Inoue 2001) Ekstrak kulit buah manggis dapat mengatur aktivitas catalase

dalam aktivitasnya sebagai scavenger H2O2 atau mengatur gen Nrf-2 (Bartz et

al 2010) Hal ini sesuai dengan yang didapatkan dalam penelitian

Weecharangsan et al (2006) aktivitas ekstrak air dan ekstrak etanol kulit buah

manggis berperan sebagai scavenger H2O2

Skrining fitokimia dilakukan untuk memberikan gambaran tentang

golongan senyawa yang terkandung dalam ekstrak etanol kulit buah manggis

Hasil uji skrining fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak etanol kulit buah

manggis mengandung senyawa golongan alkaloid triterpenoid saponin

55

flavonoid tannin dan polifenol (Kristianti et al 2008) Polifenol adalah senyawa

fenolik yang memiliki lebih dari satu gugus hidroksil (OH) golongan senyawa ini

terdapat pada berbagai jenis tumbuhan yang mempunyai berbagai macam aktivitas

biologi salah satunya adalah aktivitas antioksidan (Scalbert et al 2005)

Polifenol banyak ditemukan dalam buah-buahan sayuran dan biji-bijian

yang merupakan sumber antioksidan alami Senyawa polifenol terdiri dari

beberapa subkelas yakni flavonol isoflavon (dalam kedelai) flavanon

antosianidin katekin dan biflavan Semua polifenol mampu menjadi perangkap

oksigen dan radikal alkil dengan memberikan donor elektron sehingga terbentuk

radikal fenoksil yang relatif stabil (Mokgope 2006) Senyawa-senyawa polifenol

alami secara langsung sebagai scavenger SOR dan secara tak langsung melindungi

aktivitas beberapa enzim sehingga berpotensi meningkatkan antioksidan endogen

(Masella et al 2005) Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Martin et al

(2010) yang mendapatkan CPE (cocoa polyphenolic extrac) yang mengandung

senyawa-senyawa flavonoid seperti katecin epikatecin dan prosianidin

meningkatkan aktivitas GPx dan glutation reduktase (GR) Senyawa-senyawa ini

mereduksi produksi SOR dan mengatur aktivitas antioksidan enzim Peningkatan

aktivitas enzim antioksidan dapat digunakan sebagai terapi penyakit-penyakit

yang disebabkan oleh stress oksidatif

Senyawa fenol sebagai antioksidan tergantung dari beberapa faktor seperti

ikatan gugus hidroksil pada cincin aromatik posisi ikatan posisi hidroksil bolak

balik pada cincin aromatik dan kemampuannya dalam memberi donor hidrogen

atau donor elektron serta kemampuannya dalam memerangkap radikal bebas (free

56

radical scavengers) Palakawong et al (2010) mendapatkan daya antioksidan

ekstrak kulit buah manggis sebesar 594 microgml yang dianalisis dengan metode

DPPH Ekstrak kulit manggis mengandung total fenol yang cukup tinggi yaitu

sebesar 4112 mgg dengan aktivitas antioksidannya sebesar 8442 (Dyahnugra

et al 2015) Ekstrak etanol kulit buah manggis menunjukkan aktivitas yang

signifikan dalam menghambat pembentukan 50 radikal menghambat radikal

superoxide (O2-) mereduksi produksi ROS dan dapat menangkap radikal

hidroksil (OH-) (Chomnawang et al 2007)

Senyawa flavonoid adalah senyawa-senyawa polifenol yang memiliki 15

atom karbon (C6-C3-C6) terdiri dari dua cincin benzena yang dihubungkan

menjadi satu oleh rantai linier yang terdiri dari tiga atom karbon Flavonoid

dalam ekstrak kulit buah manggis berperan membasmi radikal bebas dengan

berbagai cara misalnya dengan menghambat enzim yang bertanggung jawab

memproduksi anion superoksida yaitu xantin oksidase ada juga dengan

menyumbangkan elektronnya ke radikal superoksida atau radikal lipid agar stabil

(Smith et al 2005)

Ekstrak kulit buah manggis baik dengan pelarut air etanol 50 etanol

95 dan etil asetat menunjukan aktivitas antioksidan dan neuroprotektif

(Weecharangsan et al 2006) Kapasitas antioksidan ekstrak air dan etanol 50

diuji dengan metoda DPPH didapatkan masing-msing sebesar 3498 dan 3076

Kapasitas antioksidan ekstrak ini sudah dicobakan pada sel neuroblastoma

(NG108-15) yang terpapar hidrogen peroksida (H2O2) kedua ekstrak ini

memperlihatkan aktivitas neuroprotektif dengan konsentrasi 50 lgmL Aktivitas

57

neuroprotektif ekstrak etanol 50 kulit buah manggis lebih tinggi dibandingkan

dengan ekstrak air Ekstrak etanol kulit buah manggis juga mempunyai aktivitas

antioksidan yang signifikan sebagai penghambat pembentukan radikal DPPH

(Chomnawang et al 2007)

Ekstrak kulit buah manggis diketahui memiliki daya antioksidan sangat

kuat hal ini dibuktikan dengan menggunakan fraksi pelarut metanol etanol dan

etil asetat semuanya memiliki daya antioksidan EC50 kurang dari 50 Fraksi

metanol mempunyai nilai EC50 yang paling kecil dibanding dengan kedua

fraksi lainnya masing-masing 800 mgL 926 mgL dan 2948 mgL ini berarti

fraksi metanol mempunyai aktivitas antioksidan yang lebih besar dibandingan

dengan fraksi etanol dan etil asetat (Mardawati et al 2011) Hal ini didukung

oleh Li dan Xu (2015) yang menyatakan ekstrak metanol kulit buah manggis

mempunyai aktivitas antioksidan yang kuat karena kandungan polifenolnya sangat

tinggi

Senyawa fenol banyak ditemukan pada berbagai tanaman Senyawa ini

telah dieksploitasi secara intensif karena selain berfungsi sebagai antioksidan juga

memiliki berbagai fungsi biologi seperti anti mutagenik dan anti karsinogenik

Antioksidan alami yang terdapat dalam tanaman akan meredam radikal bebas

yang berbahaya dari tubuh Senyawa-senyawa polifenol dari tanaman seperti

flavonoid digambarkan sebagai peredam SOR Ekstrak kulit buah manggis dapat

mengurangi produksi SOR intrasel secara signifikan yang ditentukan dengan 27-

dichlorofluorescein diacetate (DCFH-DA) dalam SKBR3 saluran sel

(Moongkarndi et al 2004) Aktivitas radikal hidroksil (HO-) diperangkap oleh

58

xanthone yang diisolasi dari beberapa ekstrak kulit buah manggis (Chin et al

2008) Xanthone dapat diklasifikasikan ke dalam lima kelompok yaitu

oxygenated xanthone xanthone glycoside prenylated xanthone xanthonolignoid

dan miscellaneous xanthone Saat ini sekitar 1000 xanthone berbeda telah

diketahui (Chaverri et al 2008)

Kulit buah manggis mengandung 90 xanthone terutama α dan β

mangostin yang disebut panaxanthone dapat memulihkan sistem pertahanan

antioksidan endogen seperti aktivitas SOD GPx dan kadar GSH secara invitro

dan in vivo memecah langsung SOR untuk mengurangi penipisan GSH dan

meghambat peroksidasi lipid Efek protektif α mangostin diduga terhadap stress

oksidatif dimediasi melalui jalur Nrf2 (Jung et al 2006) Ekstrak kulit buah

manggis dapat menurunkan MDA meningkatkan SOD dan GPx pada tikus yang

mengalami peningkatan MDA serta penurunan SOD dan GPx karena perlakuan

latihan (Arsana 2013) Hal yang sama didapatkan oleh Sudjarwo dan

Koerniasari (2015) bahwa pemberian ekstrak kulit buah manggis dapat

meningkatkan aktivitas GPx dan SOD ginjal tikus yang menurun karena diberi

perlakuan logam berat timbal mungkin disebabkan oleh kemampuan ekstrak

kulit buah manggis mengurangi akumulasi radikal bebas

Skrining fitokimia ekstrak kulit manggis juga menunjukkan bahwa kulit

buah manggis mengandung senyawa metabolit sekunder berupa golongan alkaloid

saponin tanin polifenol dan flavonoid (Poeloengan dan Praptiwi 2010)

Saponin merupakan zat aktif yang dapat meningkatkan permeabilitas membran

sehingga terjadi hemolisis sel Apabila saponin berinteraksi dengan sel bakteri

59

maka bakteri tersebut akan rusak atau lisis sedangkan flavonoid merupakan

kelompok senyawa fenol yang mempunyai kecenderungan untuk mengikat

protein sehingga mengganggu proses metabolisme bakteri tersebu Senyawa-

senyawa fenolik dapat bereaksi dengan senyawa oksigen reaktif disebabkan

oleh satu atau dua gugus hidroksil pada cincin aromatik dapat berperan sebagai

donor hidrogen (Dungir et al 2012)

Tanin dalam konsentrasi rendah mampu menghambat pertumbuhan

bakteri sedangkan pada konsentrasi tinggi mampu bertindak sebagai antibakteri

dengan cara menggumpalkan protoplasma bakteri sehingga terbentuk ikatan yang

stabil dengan protein bakteri Selain itu pada saluran pencernaan tanin mampu

mengeliminasi toksin (Poeloengan dan Praptiwi 2010)

Flavonoid merupakan golongan senyawa yang mempunyai kemampuan

sebagai antioksidan Flavonoid juga berperan mengaktifkan enzim kunci dalam

respirasi mitokondria dan melindungi sel neuron sehingga mencegah stres

oksidatif dan kerusakan jaringan Asupan flavonoid berperan sebagai

neuroprotektif berpotensi melindungi neuron dari neurotoksin meningkatkan

fungsi memori pembelajaran dan kognitif (Spencer 2009)

Uji daya antioksidan ekstrak kulit manggis buah dilakukan oleh Lin et al

(2014) menggunakan DPPH Radikal bebas DPPH (DPPHbull) mungkin akan

ditangkap oleh antioksidan dengan memberikan atom hidrogen (Hbull) membentuk

molekul stabil DPPH-H mekanismenya seperti tampak pada Gambar 212

Gambar ini menunjukkan reaksi antara γ-mangostin dengan DPPH akan

menghasilkan senyawa yang stabil sehingga tidak akan terjadi reaksi rantai yang

60

akan menghasilkan radikal-radikal lain yang lebih reaktif Dalam molekul γ-

mangostin gugus ortho-dihidroksil menjadi homolysis menghasilkan radikal

hidrogen (Hmiddot) dan radikal γ-mangostinmiddot (I) Hmiddot kemudian bergabung dengan

DPPHmiddot membentuk molekul DPPH-H dan radikal γ-mangostin menjadi (II)

yang selanjutnya dapat menghasilkan radikal hidrogen (Hmiddot) melebihi yang

diperlukan oleh radikal DPPH (DPPHmiddot) untuk membentuk quinone (III) Hasil ini

mengindikasikan bahwa ekstrak kulit buah manggis sebagai sumber antioksidan

yang baik dengan cara mendonasikan elektron kepada radikal bebas untuk

membentuk produk stabil sehingga tidak menimbulkan reaksi berantai

Gambar 212

Reaksi γ mangostin dengan DPPH sebagai radikal bebas

Lin et al (2014)

61

62

63

Page 26: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pestisida...pestisida menginduksi produksi serotonin dan histamin, sebagai hormon yang memicu reaksi alergi dan dapat menimbulkan senyawa baru yang lebih

34

SOR adalah kelompok senyawa yang sebenarnya bukan radikal bebas

tetapi mudah berubah menjadi radikal bebas (Droge 2007) SOR dihasilkan dalam

proses metabolisme oksidatif dalam tubuh misalnya pada proses oksidasi makanan

menjadi energi SOR diproduksi dalam jumlah yang cukup dalam tubuh seperti

sel darah putih menghasilkan H2O2 yang berfungsi untuk membunuh beberapa

jenis bakteri dan jamur namun H2O2 tidak menyerang secara spesifik sehingga

dapat menyerang asam-asam lemak tidak jenuh ganda atau polyunsaturated fatty

acid (PUFA) dari membran sel yang menyebabkan kerusakan struktur dan fungsi

sel (Winarsi 2007) SOR terbentuk sebagai produk samping reaksi oksidasi

fosforilasi untuk membentuk energi berupa Adenosine Tri Phosphate (ATP)

dalam rantai transport elektron pada mitokondria Proses tersebut membutuhkan

O2 tetapi tidak semua O2 berikatan dengan hidrogen untuk membentuk air sekitar

4 sampai 5 dari oksigen yang dikonsumsi berubah menjadi SOR (Marciniak

et al 2009) SOR seperti radikal super oksida (SOO-) dan radikal hidroksil

(OH-) yang dihasilkan oleh metabolisme sel yang normal maupun lingkungan

yang stres dapat menyebabkan sel-sel mati melalui peroksidasi lipid oksidasi

protein menghambat aktivitas enzim-enzim perubahan reduksi oksidasi intra sel

dan kerusakan DNA Hal ini menunjukkan bahwa SOR terlibat dalam timbulnya

beberapa penyakit dan proses penuaan

Organofosfat merupakan senyawa toksik yang mempunyai kemampuan

membentuk radikal bebas pada sistem biologi (Nur et al 2010) Reaksi radikal

bebas dengan komponen sel baik komponen struktural (molekul penyusun

membran) maupun komponen fungsional yaitu enzim dan DNA dapat merusak

35

sel melalui oksidasi lipid tidak jenuh dan protein sel (Zakaria 1996 dalam

Mardawati et al 2011) Kerusakan lebih lanjut pada organ sel adalah kerusakan

DNA dan membran sel Mekanisme tersebut menunjukan bahwa radikal bebas

dapat mempengaruhi timbulnya berbagai jenis penyakit degeneratif seperti

aterosklerosis Penelitian Amran et al (2009) mendapatkan ada korelasi yang

signifikan antara kerusakan DNA dengan perkembangan aterosklerosis dan

meningkatnya jumlah pasien Coronary Artery Disease (CAD)

24 Stres Oksidatif

Radikal bebas dalam jumlah tertentu di dalam tubuh dapat dinetralisir oleh

antioksidan endogen Antioksidan endogen utama pada sel-sel tubuh adalah

enzim SOD (Superoksida dismutase) glutation reduktase dan glutation

peroksidase (GPr dan GPx) serta catalase (CAT) Pembentukan radikal bebas

yang melebihi kemampuan aktivitas antioksidan endogen menyebabkan jumlah

keseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan akan terganggu Apabila

jumlah radikal bebas terus bertambah sedangkan jumlah antioksidan endogen

tetap maka kelebihan radikal bebas tidak dapat dinetralkan akibatnya radikal

bebas bereaksi dengan komponen-komponen sel dan menyebabkan kerusakan sel

Peningkatan jumlah radikal bebas atau oksidan menyebabkan timbulnya

suatu keadaan yang disebut stres oksidatif Stres oksidatif adalah suatu keadaan

ketidak seimbangan antara radikal bebas dan antioksidan dimana jumlah radikal

bebas lebih besar dari antioksidan Stres oksidatif adalah suatu keadaan patologis

yang disebabkan oleh kerusakan jaringan di dalam tubuh karena peningkatan

36

jumlah radikal bebas yang tidak normal (Halliwel 2006) Radikal bebas yang

jumlahnya jauh lebih banyak dari antioksidan akan bereaksi dengan cepat dan

merusak bermacam-macam substrat di dalam tubuh termasuk komponen-

komponen sel protein asam lemak tak jenuh ganda karbohidrat dan asam-asam

nukleat hal ini mengakibatkan berkembangnya penyakit kronik Serangan oksidan

terhadap asam lemak tidak jenuh sebagai komponen penting penyusun membran

sel dapat menimbulkan reaksi rantai yang disebut peroksidasi lipid Proses

tersebut mengakibatkan terputusnya ikatan dalam asam-asam lemak menjadi

berbagai senyawa yang toksik terhadap sel seperti malondialdehid (MDA) dan 9-

hidroksi nonenal MDA yang dihasilkan kemudian dilepaskan ke darah sehingga

kadar MDA di dalam darah dapat dijadikan sebagai penanda tidak langsung

adanya peroksidasi lipid dan peningkatan SOR

25 Malondialdehid (MDA)

Peningkatan stres oksidatif berdampak negatif pada beberapa komponen

penyusun membran sel yaitu kerusakan pada membran lipid membentuk

malondialdehida (MDA) kerusakan protein karbohidrat dan DNA (Kevin et

al2006) Kerusakan oksidatif yang diakibatkan oleh radikal bebas mempengaruhi

kondisi patologis berupa kerusakan sel jaringan dan berbagai organ seperti hati

ginjal dan jantung baik pada manusia maupun hewan Kerusakan ini dapat

berakhir pada kematian sel sehingga terjadi percepatan timbulnya berbagai

penyakit degeneratif (Kevin et al 2006 dan Valko et al 2007) MDA

merupakan metabolit hasil peroksidasi lipid oleh radikal bebas sehingga dapat

37

menggambarkan aktivitas radikal bebas dalam sel dan menjadi petunjuk terjadinya

stres oksidatif akibat radikal bebas (Asni 2009) Semakin tinggi kadar MDA

plasma maka semakin tinggi stres oksidatif yang terjadi dalam sel-sel tubuh

Peroksidasi lipid menghasilkan MDA dari radikal bebas akan selalu membentuk

reaksi berantai yang terus berlanjut sampai radikal bebas ini dihilangkan oleh

sistem antioksidan dari tubuh

MDA adalah hasil proksidasi lipid yang larut dalam air pada kondisi

normal MDA secara parsial diekskresikan melalui urine tetapi tidak diketahui

berapa jumlah MDA yang terbentuk dalam tubuh itu dapat dihilangkan oleh

ginjal MDA merupakan salah satu hasil dari peroksidasi lipid yang digunakan

sebagai indikator dari stres oksidatif (Hundekari et al 2013) Peningkatan

peroksidasi lipid mungkin disebabkan oleh inflamasi yang berkaitan dengan

infeksi virus dan menurunnya kadar antioksidan

Penelitian in vitro pada eritrosit manusia yang menyemprot pestisida

menunjukan peningkatan konsentrasi karbofuran meningkatkan kadar MDA

secara signifikan (Misrha et al 2013) yang mendapatkan kadar MDA pada darah

petani penyemprot pestisida lebih tinggi secara signifikan dibandingkan dengan

kontrol seperti ditunjukan pada Tabel 22

Paparan pestisida atrazine pada tikus dapat meningkatkan peroksidasi lipid

dan merusak membran di dalam sel yang dipapar Kandungan fosfolipid dan

kolesterol dalam membran eritrosit dapat diketahui dengan menggunakan teknik

scanning electron microscopy (SEM) dan dapat diketahui terjadi perubahan

morfologi dalam eritrosit yang sebanding dengan perubahan parameter biokimia

38

termasuk stres oksidatif (Singh et al2006) Kerusakan sel cedera irreversible sel

dan kematian sel dapat terjadi apabila stres oksidatif berlangsung lama

Tabel 22 Perbandingan profil biokimia antara kontrol

dan penyemprot pestisida

Parameters Controls(n=18)

Mean plusmnSD

Sprayers (n=50)

Mean plusmnSD

MDA (nmolTBARSml blood)

943 plusmn078

2630 plusmn202

CAT (μ mol H2O2 hydrolysed X

104mlg Hb)

1055plusmn1520

13569 plusmn 1234

SOD(μmol hydroysed X 104mlg

Hb)

329 plusmn 079 803 plusmn 246

Sumber Mishra et al 2013

26 Antioksidan

Antioksidan adalah molekul yang mampu memperlambat atau mencegah

oksidasi molekul lain (Chakraborty et al 2009) Antioksidan adalah senyawa-

senyawa yang dapat menunda atau menghambat terjadinya oksidasi biomolekul

dengan menghambat reaksi-reaksi oksidasi rantai oleh radikal bebas dan mampu

menurunkan kerusakan oksidatif (Jantan et al 2011) Antioksidan juga

didefinisikan sebagai senyawa yang mampu menunda memperlambat atau

menghambat reaksi oksidasi makanan maupun obat Antioksidan akan bereaksi

dengan oksidan sehingga mengurangi kapasitas oksidan untuk dapat menimbulkan

kerusakan (Shahidi 1997 dalam Asep et al 2012)

Antioksidan dalam sistem biologi baik antioksidan enzim maupun non

enzim melindungi sel dari kerusakan yang disebabkan oleh molekul-molekul yang

39

tidak stabil yang disebut radikal bebas Antioksidan membantu menghancurkan

radikal bebas yang merusak sel mendukung pertumbuhan sel-sel yang sehat

melindungi sel dari penuaan mendukung sistem imun dalam tubuh Antioksidan

bersifat sangat mudah teroksidasi atau bersifat reduktor kuat dibanding dengan

molekul lain sehingga keefektifan antioksidan tergantung dari seberapa kuat daya

oksidasinya semakin mudah teroksidasi maka semakin efektif antioksidan

tersebut Antioksidan mampu melindungi sel melawan kerusakan yang

ditimbulkan oleh radikal bebas dan SOR seperti singlet oksigen peroksi nitrit

superoksida radikal peroksida dan radikal hidroksil (Chaveri et al2008 )

Antioksidan dapat menunda atau mencegah terjadinya reaksi oksidasi

radikal bebas dan oksidasi lipid dalam konsentrasi yang lebih rendah dari substrat

yang dapat dioksidasi Suhartono et al (2008) menyatakan antioksidan dapat

diklasifikasikan dalam 5 tipe yaitu a) Antioksidan primer berupa senyawa-

senyawa fenol yang mampu memutus rantai reaksi pembentukan radikal bebas

asam lemak Senyawa ini memberikan atom hidrogen yang berasal dari gugus

hidroksi sehingga terbentuk senyawa yang stabil seperti BHA (butyl

hidroksilanisol) BHT (butyl hydrotoluen) dan tokoferol b) Antioksidan

perangkap oksigen yaitu senyawa-senyawa yang berperan sebagai pengikat

oksigen sehingga mencegah reaksi oksidasi Senyawa ini mengadakan reaksi

dengan oksigen yang berada dalam sistem sehingga jumlahnya berkurang seperti

vitamin C (asam askorbat) askorbil palminat asam eritorbat dan sulfit c)

Antioksidan sekunder adalah senyawa-senyawa yang mempunyai kemampuan

untuk berdekomposisi dengan hidroperoksida menjadi produk akhir yang stabil

40

d) Antioksidan enzim yaitu enzim yang berperan mencegah terbentuknya radikal

bebas seperti glukose oksidase superoksida dismutase (SOD) glutation

peroksidase (GPx) dan katalase (CAT) dan e) Antioksidan Chelators

sequestrants yaitu senyawa-senyawa yang mampu mengikat logam seperti besi

dan tembaga yang mampu mengkatalisis reaksi oksidasi lemak seperti asam sitrat

asam amino ethylenediaminetetra acetid acid (EDTA) dan fosfolipid

Antioksidan bereaksi dengan radikal bebas dengan mengurangi

konsentrasi oksigen mencegah pembentukan singlet oksigen yang reaktif

mencegah inisiasi rantai pertama dengan menangkap radikal primer seperti radikal

hidroksil mengikat katalis ion logam mendekomposisi produk-produk primer

radikal menjadi senyawa non-radikal dan memutus rantai hidroperoksida

sehingga mengurangi kapasitas radikal bebas untuk menimbulkan kerusakan

(Mardawati et al 2011)

Berdasarkan mekanisme kerjanya antioksidan dikelompokan menjadi 1)

Antioksidan primer yaitu antioksidan yang bereaksi dengan radikal lipid berenergi

tinggi untuk menghasilkan produk yang memiliki kestabilan termodinamis lebih

baik seperti golongan fenol (isoflavon) 2) Antioksidan sekunder yang juga

dikenal dengan antioksidan pencegah (Preventive Antioxidant) yang dapat

memperlambat reaksi inisiasi dengan cara memutus rantai hidroperoksida seperti

dilauril thio-dipropionate dan asam thiodipropionate Antioksidan golongan ini

adalah antioksidan yang berikatan dengan gugus thiol (Shahidi dan Naczk1995

dalam Mardawati et al 2011)

41

Antioksidan pemutus rantai adalah molekul kecil yang dapat menerima

dan memberi elektron dari atau ke radikal bebas sehingga membentuk senyawa

baru yang stabil seperti vitamin E dan vitamin C Sedangkan antioksidan logam

transisi terikat protein bekerja mengikat ion-ion logam Fe2+

dan Cu2+

seperti

flavonoid dapat mencegah radikal bebas Antioksidan jenis ini memperbaiki

kerusakan sel-sel dan jaringan yang disebabkan radikal bebas (Winarsi 2007)

Mekanisme kerja antioksidan senyawa fenolik adalah sebagai berikut

Radikal Lipida Antioksidan Radikal Antioksidan

ROO + AH ROOH + A

RO + AH ROH + A

R + AH RH + A

OH + AH H2O + A

Senyawa antioksidan (AH) dapat memberikan atom hidrogen secara cepat ke

radikal lipida (ROO RO R OH ) dan mengubahnya menjadi bentuk yang lebih

stabil Sementara turunan radikal antioksidan (A) yang dihasilkan lebih stabil

dibandingkan radikal lipida karena akan terjadi delokalisasi perbaikan elektron

dari ikatan rangkap pada cincin benzen sebagai indikasi oleh ikatan isomer

valensi

Peningkatan jumlah gugus hidroksil (alkil hidrogen pada struktur

kimianya) pada posisi para atau ortho seperti pada genistein dapat meningkatkan

aktivitas antioksidan isoflavon Antioksidan dapat menghambat oksidasi atau

42

menghentikan reaksi berantai pada radikal bebas dari lemak yang teroksidasi

dapat melalui empat macam mekanisme reaksi yaitu 1) Pelepasan hidrogen dari

antioksidan 2) Pelepasan elektron dari antioksidan 3) Adisi lemak ke dalam

cincin aromatik pada antioksidan dan 4) Pembentukan senyawa kompleks antara

lemak dan cincin aromatik dari antioksidan

Antioksidan dapat mencegah tidak terkontrolnya pembentukan radikal

bebas dan aktivitas SOR atau mencegah reaksinya dengan struktur biologi (Nisar

et al 2013) Status antioksidan baik yang endogen maupun yang eksogen yang

menurun dapat mengganggu keseimbangan redoks seluler dan kondisi patologis

akan menjadi karakteristik utama dan membentuk stres oksidatif pada sel maupun

jaringan

261 Antioksidan enzimatis

Di dalam sistem biologis sudah tersedia antioksidan berupa enzim

(antioksidan enzimatis) yaitu superoksida dismutase (SOD) katalase (CAT) dan

glutation peroksidase (GPx) Antioksidan-antioksidan ini bekerja dengan cara

mencegah pembentukan senyawa radikal bebas baru atau mengubah radikal bebas

yang telah terbentuk menjadi molekul yang kurang reaktif (Finosh dan Jayabalan

2013) Mekanisme kerja antioksidan enzimatik adalah mengkatalisir pemusnahan

radikal bebas dalam sel Aktivitas enzim intrasel SOD dan CAT mengkatalisasi

dismutasi superoksida dan hidrogen peroksida aktivitas GPx mereduksi hidrogen

peroksida dan peroksida organik menjadi air dan oksigen Aktivitas enzim

intrasel ini dapat dilihat pada Gambar 29

43

GPx merupakan enzim penangkal radikal bebas dengan dua cara yaitu

pertahanan terhadap oksidan dan dengan mengkatalisis peroksida menjadi air dan

oksigen GPx memerlukan glutation sebagai substrat terdapat dalam dua bentuk

yaitu glutation tereduksi atau GSH dan glutation teroksidasi atau GSSG Ketika

mengkatalisis perubahan hidrogen peroksida (H2O2) menjadi H2O GSH

dioksidasi menjadi GSSG kemudian GSSG dapat direduksi kembali oleh NADPH

untuk mendapatkan kembali GSH (Marciniak et al 2009)

Gambar 29

SOD dan CAT mengkatalisasi dismutasi superoksida dan hidrogen peroksida

(Finosh dan Jayabalan 2013)

Enzim GPx terdapat terutama dalam mitokondria merupakan enzim

scavenger terhadap hidrogen peroksida dan berperan utama dalam mengatur

konsentrasi H2O2 dan dan berbagai macam peroksida organik Aktivitas GPx yang

menurun menunjukkan terjadinya penurunan kapasitas menghilangkan H2O2 dan

terjadinya hidroperoksida lemak

44

Enzim GPx sangat berperan dalam pengaktifan kembali enzim

kolinesterase melalui 1) Pengaktifan AMP siklik yang secara langsung dapat

mengaktifkan enzim kolinesterase 2) keseimbangan NADP dan NADPH pada

jalur glikolisis aerobik dalam eritrosit sehingga eritrosit tidak rusak kerusakan

eritrosit dapat menurunkan produksi kolinesterase darah 3) peranan kofaktor

prostaglandin pada sintesis tromboksan A2 yang memacu trombogenesis dan

vasokonstriksi pembuluh darah bersamaan dengan terbentuknya tromboksan akan

diaktifkan cAMP yang secara langsung mengaktifkan kinase protein termasuk

kinase protein enzim kolinesterase 4) sebagai antioksidan yang dapat melindungi

sel termasuk eritrosit dari kerusakan akibat radikal bebas 5) sebagai kofaktor

proses oksidasi dealkilasi ikatan organofosfat dengan kolinesterase darah 6)

berperan sebagai detoksifikasi dalam tubuh dengan mereduksi radikal bebas

peroksida sekaligus membentuk peroksida lipid di dalam membran sel (Stranges

et al 2010)

GPx adalah enzim antioksidan yang dapat mendetoksifikasi hidrogen

peroksida dan lipid hidroperoksida dalam menurunkan glutation Di dalam darah

terdapat beberapa jenis GPx dua diantaranya adalah GPx seluler (cGPx) dalam sel

darah merah dan GPx ekstrasel (eGPx) terdapat dalam plasma GPx sebagai enzim

antioksidan bekerja menjadi peredam (quenching) radikal bebas dan berperan

dalam metabolisme xenobiotik yang ditemukan dalam sel (Sen et al 2010)

GPx dengan konsentrasi tinggi ditemukan dalam hepar dan sel darah

merah sedangkan pada jantung ginjal paru-paru adrenal lambung dan jaringan

adipose mengandung GPx dalam kadar sedang GPx kadar rendah ditemukan

45

dalam otak otot testis dan lensa mata GPx yang rendah berkorelasi dengan

gangguan yang berhubungan dengan radikal bebas (Judge et al 2005) Jika

antioksidan endogen gagal mengatasi produksi metabolit reaktif maka

antioksidan eksogen akan diperlukan untuk menyeimbangkan status redoks

(Noori 2012) Sumber makanan termasuk tanaman rempah-rempah vitamin dan

ekstrak herbal memainkan peran penting dalam hal ini

262 Antioksidan non enzimatis

Antioksidan non enzimatis disebut juga antioksidan sekunder atau

antioksidan eksogen (diperoleh dari luar) digolongkan menjadi dua golongan

yaitu yang larut dalam lemak seperti tokoferol karotenoid flavoniod quinon dan

bilirubin serta yang larut dalam air seperti asam askorbat asam urat protein

pengikat logam dan protein pengikat heme (Winarsi 2007) Antioksidan ini dapat

berupa bahan-bahan alami dan juga sintetis Antioksidan alami seperti vitamin

adalah campuran redoks yang seimbang dengan bentuk tereduksi dan teroksidasi

dan sebaliknya untuk antioksidan sintetis merupakan redoks yang tidak seimbang

bahkan menghasilkan radikal bebas yang pada beberapa kasus berbahaya (Rani

etal 2004)

Vitamin C merupakan antioksidan yang sangat penting dalam cairan

ekstra sel karena dapat menyerang radikal-radikal yang larut dalam darah dan

melindungi lemak plasma dari perusakan peroksidasi oleh radikal-radikal peroksil

Peran utama vitamin C adalah menetralisir radikal bebas yang ada di dalam dan

di luar sel Vitamin C merupakan sumber elektron pendonor bagi radikal bebas

(Nisar et al 2013) Vitamin C berperan positip dalam proses detoksifikasi

46

yang sangat diperlukan untuk sintesis kolagen dan pertumbuhan serta

pemeliharaan jaringan epitel Peranan vitamin C sebagai pembawa hidrogen yang

merupakan siklus esensial dalam metabolisme protein dan karbohidrat yang

berfungsi memelihara kekuatan pembuluh darah Vitamin C sangat penting untuk

melawan radikal bebas dalam cairan ekstra sel dan melindungi biomembran dari

peroksidasi Pemberian air kelapa dapat meningkatkan aktivitas GPx SOD dan

CAT pada pekerja terpapar merkuri karena air kelapa mengandung vitamin C

B1 B6 asam-asam amino metionin selenium dan mineral berfungsi melindungi

sel tubuh dari serangan radikal bebas dan mencegah efek paparan merkuri

(Zulaikhah et al 2013) Defisiensi antioksidan yang berupa vitamin C vitamin

E Se Zn dan glutation dalam derajat ringan hingga berat sangat berpengaruh

terhadap respon imun

Komponen kimia yang berperan sebagai antioksidan adalah senyawa

golongan fenolik dan polifenolik yang memiliki kemampuan untuk menangkap

radikal bebas Flavonoid merupakan golongan terbesar dari senyawa polifenol

yang sangat efektif digunakan sebagai antioksidan Senyawa-senyawa ini banyak

terdapat di alam terutama pada tumbuh-tumbuhan seperti teh buah-buahan

sayuran dan anggur (Ramle et al 2008)

Aktivitas antioksidan dari berbagai tanaman erat hubungannya dengan

kandungan fenolnya ada indikasi substansi fenol seperti flavonoid dan asam-

asam fenolat berpotensi lebih besar sebagai antioksidan dibandingkan dengan

vitamin C dan vitamin E Aktivitas antioksidan flavonoid tergantung pada

struktur molekulnya terutama gugus prenil (CH3)2C=CH-CH2 Department of

47

Environmental and Molecular Toxicology Oregon State University dalam

penelitiannya mendapatkan bahwa gugus prenil flavonoid dikembangkan untuk

pencegahan atau terapi terhadap penyakit-penyakit yang dihubungkan dengan

radikal bebas

Asupan antioksidan diperlukan untuk membantu mengembalikan

ketidakseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan endogen serta

mengurangi kerusakan oksidatif dalam tubuh Salah satu terapi antioksidan yang

digunakan adalah ekstrak kulit buah manggis (Garcinia mangostana L) Kulit

buah manggis memiliki kandungan xanthone yang tinggi sehingga memiliki

kemampuan untuk menangkap radikal bebas Gugus hidroksil (OH) yang dimiliki

oleh xanthone efektif mengikat radikal bebas dengan elektron yang tidak memiliki

pasangan Antioksidan ini bekerja dengan cara memotong reaksi oksidasi berantai

dari radikal bebas atau dengan cara menangkapnya sehingga radikal bebas tidak

akan bereaksi dengan komponen seluler dan kerusakan sel dapat dihindari

Makanan yang kaya antioksidan memegang peran dalam mencegah

penyakit-penyakit kanker dan penyakit penurunan fungsi otak Antioksidan dapat

mengurangi resiko penyakit kronis dan mencegah berbagai penyakit baik dengan

cara meningkatkan pertahanan antioksidan dalam tubuh atau dengan cara

mengkonsumsi makanan yang kaya antioksidan Mengkonsumsi antioksidan yang

ada dalam makanan sehari-hari dapat memberi perlindungan terhadap stres

oksidatif Hundekari et al (2013) mendapatkan perlakuan antioksidan dengan

dosis yang sesuai dapat menurunkan kerusakan oksidatif sehingga efektif untuk

memperbaiki kasus keracunan akut OPs

48

27 Manggis

271 Tumbuhan manggis

Tumbuhan manggis (Garcinia mangostana L) berasal dari Asia Tenggara

dan merupakan tumbuhan fungsional karena hampir semua bagian dari tumbuhan

ini dapat dimanfaatkan sebagai obat Manggis termasuk dalam family Guttiferae

dan merupakan species terbaik dari genus Garcia Buah manggis sering dijuluki

Queen of tropical fruit karena mempunyai rasa enak daging buah putih halus

bentuk buah bagus dan disukai banyak orang (Chaverri et al 2008) Manggis

sering disebut mangostin atau kadang-kadang disebut buah super dengan berbagai

karakteristik seperti rasa aroma kaya nutrisi dan daya antioksidan yang tinggi

Buah manggis (Garcinia mangostana L) merupakan buah yang eksotik

karena memiliki warna yang menarik dan kandungan gizi yang tinggi sehingga

buah manggis memiliki prospek yang cukup baik untuk dikembangkan

(Mardawati et al 2011) Tingkatan taksonomi tanaman manggis adalah sebagai

berikut (Prihatman 2000)

- Kingdom Plantae

- Divisi Spermathophyta (Tumbuhan berbiji)

- Sub Divisi Angiospermae (Berbiji tertutup)

- Kelas Dicotyledonae (Biji berkeping dua)

49

- Ordo Theales

- Famili GuttiferaeClusiaceae

- Genus Garcinia

- Spesies Garcinia mangostana L

Selain sebagai buah yang eksotik manggis juga mengandung berbagai senyawa

yang bermanfaat bagi tubuh seperti triterpenoid mangostin tannin resin

kalsium zat besi dan vitamin B1 Potensi manggis tidak hanya terbatas pada

buahnya saja tetapi juga hampir seluruh bagian tumbuhan manggis menyimpan

potensi yang sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia

Kulit buah manggis mengandung beberapa senyawa yang memiliki

aktivitas farmakologi seperti antiinflamasi antihistamin antibakteri anti penyakit

jantung antijamur bahkan untuk terapi HIV (Chaveri et al 2008) Senyawa

utama kandungan kulit buah manggis yang dilaporkan bertanggung jawab atas

beberapa aktivitas farmakologi adalah golongan xanthone yang meliputi

mangostin mangosterol mangostinon A dan B trapezifolixanthone tovophyllin

B dan beta mangostin garcinon B mangostanol flavonoid epikatekin dan

gartanin136-trihidoksi-7-metoksi-28-bis(3-metil-2-butenil)-9H-xanten-9-on(alfa

mangostin) dan 1367-tetrahidroksi-28-bis (3-metil-2-butenil)-9H-xanten-9-on

(gamma mangostin) yang sangat bermanfaat untuk kesehatan (Qosim 2007)

Kandungan antioksidan manggis banyak terdapat pada kulit buahnya

dikenal sebagai antioksidan yang efektif karena mengandung senyawa biologi

xanthones walaupun dapat juga ditemukan dalam semua bagian manggis baik

pada buah kulit buah kulit kayu maupun daunnya Senyawa xanthone hanya

50

dihasilkan oleh genus garcinia Xanthone memiliki struktur kimia yang unik

terdiri dari sistem aromatik trisiklik (C6-C3-C6) dengan kelompok isoprena

metoksil dan hidroksil terletak pada cincin A dan B sehingga senyawa xanthone

beragam Struktur umum xanthone dapat dilihat pada Gambar 210

Gambar 210

Struktur umum senyawa xanthone (Chaverri et al 2008)

Xanthone termasuk golongan senyawa flavonoid Senyawa ini memiliki

dua cincin benzene dan satu cincin piran Inti xanthone dikenal sebagai 9-

xanthenone atau dibenzo-c-pyrone Xanthone dapat diklasifikasikan ke dalam lima

kelompok yaitu oxygenated xanthone xanthone glycoside prenylated xanthone

xanthonolignoid dan miscellaneous xanthone Menurut Chaverri et al (2008)

terdapat 200 lebih xanthone yang tersedia di alam ini dan 50 diantaranya

terkandung dalam kulit buah manggis

Xanthone memiliki rumus molekul C13H8O2 sehingga memiliki massa

molar sebesar 196191 gram mol Dalam penamaan menurut IUPAC senyawa ini

diberi nama 9H-xanthen-9-one Uji aktivitas antioksidan kulit buah manggis

dengan menggunakan peroksinitrit sebagai radikal bebas diketahui bahwa 8-

hydroxycudraxanthone G gartanin α-mangostin γ-mangostin dan smeath-

xanthone A merupakan komponen yang memiliki aktivitas antioksidan terbesar

51

(Jung et al 2006) Senyawa xanthone yang banyak terdapat pada kulit manggis

yaitu α - dan γ - mangostin (Obolsky et al 2009)

Struktur kimia beberapa turunan xanthone seperti α mangostin β

mangostin dan γ mangostin dapat dilihat pada pada Gambar 211

(Chaivisuthangkura et al 2008)

α mangostin β mangostin γ mangostin

Gambar 211

Struktur Kimia beberapa derivat xanthone

(Chaivisuthangkura et al 2008)

Senyawa-senyawa xanthone juga mempunyai aktivitas antibakteri

melawan S Aureus strain yang resisten terhadap penicillin dan methicillin

aktivitas antifungi melawan F Oxiforum A Tenuls dan D Oryzae (Chomnawang

2007) Garcinia mangostana dan senyawa-senyawa xanthone α-mangostin

mendorong aktivitas antimikroba melawan P acnes dan S epidermis yang

merupakan agen etiologi kritis pada jerawat (Chomnawang et al 2007)

Senyawa alfa-mangostin sebagai turunan xanthone memiliki kemampuan

dalam menekan pembentukan senyawa karsinogen pada kolon Xanthone juga

52

bermanfaat mencegah pertumbuhan sel kanker dan tumor Kemampuan

antioksidannya bahkan melebihi vitamin C dan E yang selama ini dikenal sebagai

antioksidan yang paling efektif (Ummi dan Any 2014) Hasil penelitian Kosem

et al (2007) mendapatkan ekstrak metanol kulit buah manggis mengandung α

mangostin sebesar 2519 g100 g ekstrak

Moongkandi et al (2004) menyatakan kulit buah manggis bermanfaat

penting bagi kesehatan karena kaya akan antioksidan seperti xanthone dan

antosianin Antosianin merupakan salah satu antioksidan kuat yang mampu

mencegah berbagai kerusakan akibat stress oksidatif sehingga mampu melindungi

sel dari radikal bebas Penelitian lain juga mendapatkan bahwa xanthone dari

manggis memiliki aktivitas antioksidan antitumor antiinflamasi antialergi

antifungi dan antibakteri (Suksamrarn et al 2006 dan Chaverri et al 2008)

Garcinia mangostana memiliki aktivitas antioksidan yang signifikan pada

IC50 sebesar 613 μgml juga efektif dalam scavenging radikal bebas dan bisa

mengurangi produksi cytokine sebagai suatu proinflamasi Senyawa xanthone

pada kulit buah manggis merupakan antioksidan tingkat tinggi karena kandungan

antioksidannya 667 kali dari wortel dan 83 kali jeruk (Qosim 2007)

Antioksidan yang terkandung dalam kulit buah manggis didominasi oleh

senyawa fenol yaitu xanthone Kadar xanthone dalam manggis berbeda-beda

tergantung pada kualitas buah yang terbesar didapatkan pada buah dengan kulit

burik atau kasar yakni sebesar 23544 μgg ekstrak sedangkan pada buah besar

dengan kulit mulus mengandung kadar xanthone sebesar 18502 μgg ekstrak

buah kecil sebesar 20434 μgg dan buah dengan kulit mengandung getah kuning

53

15289 μgg ekstrak Xanthone dalam kulit buah yang mengandung getah kuning

berperan dalam mekanisme pertahanan mencegah terjadinya stres akibat serangan

hama atau kerusakan fisik (Arsana 2014)

Xanthone sebagai antioksidan akan memutus rantai reaksi oksidasi radikal

bebas untuk mencegah reaksi oksidasi dengan reaksi reduksi yang melibatkan

hidrogen Keterlibatan hidrogen dalam reaksi-reaksi reduksi dapat menghambat

reaksi oksidasi antara radikal bebas dengan oksigen Kadar Oxygen Radical

Absorbance Capacity (ORAC) dari xanthone mencapai 17000-20000 ORAC per

100 ons kulit manggis lebih besar dari wortel dan jeruk yang kadar ORAC-nya

hanya 300 dan 2400 (Fanany 2013) Manfaat yang demikian besar menyebabkan

xanthone sangat dibutuhkan dalam tubuh sebagai penyeimbang prooksidan

Prenilasi xanthone juga mempunyai efek penghambat terhadap M Tuberculosis

Alfa-mangostin yang merupakan derivat xanthone didapatkan mempunyai potensi

sebagai antimikroba (Suksamrarn et al 2006) Selain itu kulit buah manggis

juga mengandung beberapa senyawa lain seperti yang tertera pada Tabel 23

Tabel 23

Komposisi Tepung Kulit Buah Manggis

Sumber Shahidi 1997 dalam Ummi dan Any 2014

No Komponen Kadar ( bk)

1

Air 900

2 Abu 258

3 Gula 692

4 Protein 269

5 Serat Kasar 3005

6 Lainnya (Tanin lemak dll) 4876

54

272 Ekstrak kulit buah manggis

Ekstrak kulit buah manggis mengandung berbagai senyawa yang diduga

bekerja sebagai antioksidan dengan cara mendonorkan elektronnya kepada radikal

bebas sehingga mencegah terjadinya peroksidasi lipid baik pada tahap inisiasi

propagasi maupun pada tahap terminasi (Middleton et al 2000) Senyawa-

seyawa ini bekerja sebagai sinyal yang akan mengaktivasi nuclear factor

erythroid 2- related factor 2 (Nrf2) yang terikat pada Kelch-like ECH-associated

protein-1 (Keap1) dalam sitoplasma sehingga mengalami disosiasi dan translokasi

menuju nukleus Dalam nukleus Nrf2 berasosiasi pada bagian promoter gen yang

disebut Antioxidant Respone Element (ARE) sehingga memicu ekspresi gen

penyandi antioksidan Senyawa yang terkandung dalam ekstrak kulit buah

manggis disamping bekerja sebagai antioksidan dengan cara mendonorkan

elektronnya kepada radikal bebas juga dapat menstimulasi ekspresi gen penyandi

antioksidan melalui aktivasi Nrf2 Salah satu stimulan tersebut adalah golongan

fenol (Inoue 2001) Ekstrak kulit buah manggis dapat mengatur aktivitas catalase

dalam aktivitasnya sebagai scavenger H2O2 atau mengatur gen Nrf-2 (Bartz et

al 2010) Hal ini sesuai dengan yang didapatkan dalam penelitian

Weecharangsan et al (2006) aktivitas ekstrak air dan ekstrak etanol kulit buah

manggis berperan sebagai scavenger H2O2

Skrining fitokimia dilakukan untuk memberikan gambaran tentang

golongan senyawa yang terkandung dalam ekstrak etanol kulit buah manggis

Hasil uji skrining fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak etanol kulit buah

manggis mengandung senyawa golongan alkaloid triterpenoid saponin

55

flavonoid tannin dan polifenol (Kristianti et al 2008) Polifenol adalah senyawa

fenolik yang memiliki lebih dari satu gugus hidroksil (OH) golongan senyawa ini

terdapat pada berbagai jenis tumbuhan yang mempunyai berbagai macam aktivitas

biologi salah satunya adalah aktivitas antioksidan (Scalbert et al 2005)

Polifenol banyak ditemukan dalam buah-buahan sayuran dan biji-bijian

yang merupakan sumber antioksidan alami Senyawa polifenol terdiri dari

beberapa subkelas yakni flavonol isoflavon (dalam kedelai) flavanon

antosianidin katekin dan biflavan Semua polifenol mampu menjadi perangkap

oksigen dan radikal alkil dengan memberikan donor elektron sehingga terbentuk

radikal fenoksil yang relatif stabil (Mokgope 2006) Senyawa-senyawa polifenol

alami secara langsung sebagai scavenger SOR dan secara tak langsung melindungi

aktivitas beberapa enzim sehingga berpotensi meningkatkan antioksidan endogen

(Masella et al 2005) Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Martin et al

(2010) yang mendapatkan CPE (cocoa polyphenolic extrac) yang mengandung

senyawa-senyawa flavonoid seperti katecin epikatecin dan prosianidin

meningkatkan aktivitas GPx dan glutation reduktase (GR) Senyawa-senyawa ini

mereduksi produksi SOR dan mengatur aktivitas antioksidan enzim Peningkatan

aktivitas enzim antioksidan dapat digunakan sebagai terapi penyakit-penyakit

yang disebabkan oleh stress oksidatif

Senyawa fenol sebagai antioksidan tergantung dari beberapa faktor seperti

ikatan gugus hidroksil pada cincin aromatik posisi ikatan posisi hidroksil bolak

balik pada cincin aromatik dan kemampuannya dalam memberi donor hidrogen

atau donor elektron serta kemampuannya dalam memerangkap radikal bebas (free

56

radical scavengers) Palakawong et al (2010) mendapatkan daya antioksidan

ekstrak kulit buah manggis sebesar 594 microgml yang dianalisis dengan metode

DPPH Ekstrak kulit manggis mengandung total fenol yang cukup tinggi yaitu

sebesar 4112 mgg dengan aktivitas antioksidannya sebesar 8442 (Dyahnugra

et al 2015) Ekstrak etanol kulit buah manggis menunjukkan aktivitas yang

signifikan dalam menghambat pembentukan 50 radikal menghambat radikal

superoxide (O2-) mereduksi produksi ROS dan dapat menangkap radikal

hidroksil (OH-) (Chomnawang et al 2007)

Senyawa flavonoid adalah senyawa-senyawa polifenol yang memiliki 15

atom karbon (C6-C3-C6) terdiri dari dua cincin benzena yang dihubungkan

menjadi satu oleh rantai linier yang terdiri dari tiga atom karbon Flavonoid

dalam ekstrak kulit buah manggis berperan membasmi radikal bebas dengan

berbagai cara misalnya dengan menghambat enzim yang bertanggung jawab

memproduksi anion superoksida yaitu xantin oksidase ada juga dengan

menyumbangkan elektronnya ke radikal superoksida atau radikal lipid agar stabil

(Smith et al 2005)

Ekstrak kulit buah manggis baik dengan pelarut air etanol 50 etanol

95 dan etil asetat menunjukan aktivitas antioksidan dan neuroprotektif

(Weecharangsan et al 2006) Kapasitas antioksidan ekstrak air dan etanol 50

diuji dengan metoda DPPH didapatkan masing-msing sebesar 3498 dan 3076

Kapasitas antioksidan ekstrak ini sudah dicobakan pada sel neuroblastoma

(NG108-15) yang terpapar hidrogen peroksida (H2O2) kedua ekstrak ini

memperlihatkan aktivitas neuroprotektif dengan konsentrasi 50 lgmL Aktivitas

57

neuroprotektif ekstrak etanol 50 kulit buah manggis lebih tinggi dibandingkan

dengan ekstrak air Ekstrak etanol kulit buah manggis juga mempunyai aktivitas

antioksidan yang signifikan sebagai penghambat pembentukan radikal DPPH

(Chomnawang et al 2007)

Ekstrak kulit buah manggis diketahui memiliki daya antioksidan sangat

kuat hal ini dibuktikan dengan menggunakan fraksi pelarut metanol etanol dan

etil asetat semuanya memiliki daya antioksidan EC50 kurang dari 50 Fraksi

metanol mempunyai nilai EC50 yang paling kecil dibanding dengan kedua

fraksi lainnya masing-masing 800 mgL 926 mgL dan 2948 mgL ini berarti

fraksi metanol mempunyai aktivitas antioksidan yang lebih besar dibandingan

dengan fraksi etanol dan etil asetat (Mardawati et al 2011) Hal ini didukung

oleh Li dan Xu (2015) yang menyatakan ekstrak metanol kulit buah manggis

mempunyai aktivitas antioksidan yang kuat karena kandungan polifenolnya sangat

tinggi

Senyawa fenol banyak ditemukan pada berbagai tanaman Senyawa ini

telah dieksploitasi secara intensif karena selain berfungsi sebagai antioksidan juga

memiliki berbagai fungsi biologi seperti anti mutagenik dan anti karsinogenik

Antioksidan alami yang terdapat dalam tanaman akan meredam radikal bebas

yang berbahaya dari tubuh Senyawa-senyawa polifenol dari tanaman seperti

flavonoid digambarkan sebagai peredam SOR Ekstrak kulit buah manggis dapat

mengurangi produksi SOR intrasel secara signifikan yang ditentukan dengan 27-

dichlorofluorescein diacetate (DCFH-DA) dalam SKBR3 saluran sel

(Moongkarndi et al 2004) Aktivitas radikal hidroksil (HO-) diperangkap oleh

58

xanthone yang diisolasi dari beberapa ekstrak kulit buah manggis (Chin et al

2008) Xanthone dapat diklasifikasikan ke dalam lima kelompok yaitu

oxygenated xanthone xanthone glycoside prenylated xanthone xanthonolignoid

dan miscellaneous xanthone Saat ini sekitar 1000 xanthone berbeda telah

diketahui (Chaverri et al 2008)

Kulit buah manggis mengandung 90 xanthone terutama α dan β

mangostin yang disebut panaxanthone dapat memulihkan sistem pertahanan

antioksidan endogen seperti aktivitas SOD GPx dan kadar GSH secara invitro

dan in vivo memecah langsung SOR untuk mengurangi penipisan GSH dan

meghambat peroksidasi lipid Efek protektif α mangostin diduga terhadap stress

oksidatif dimediasi melalui jalur Nrf2 (Jung et al 2006) Ekstrak kulit buah

manggis dapat menurunkan MDA meningkatkan SOD dan GPx pada tikus yang

mengalami peningkatan MDA serta penurunan SOD dan GPx karena perlakuan

latihan (Arsana 2013) Hal yang sama didapatkan oleh Sudjarwo dan

Koerniasari (2015) bahwa pemberian ekstrak kulit buah manggis dapat

meningkatkan aktivitas GPx dan SOD ginjal tikus yang menurun karena diberi

perlakuan logam berat timbal mungkin disebabkan oleh kemampuan ekstrak

kulit buah manggis mengurangi akumulasi radikal bebas

Skrining fitokimia ekstrak kulit manggis juga menunjukkan bahwa kulit

buah manggis mengandung senyawa metabolit sekunder berupa golongan alkaloid

saponin tanin polifenol dan flavonoid (Poeloengan dan Praptiwi 2010)

Saponin merupakan zat aktif yang dapat meningkatkan permeabilitas membran

sehingga terjadi hemolisis sel Apabila saponin berinteraksi dengan sel bakteri

59

maka bakteri tersebut akan rusak atau lisis sedangkan flavonoid merupakan

kelompok senyawa fenol yang mempunyai kecenderungan untuk mengikat

protein sehingga mengganggu proses metabolisme bakteri tersebu Senyawa-

senyawa fenolik dapat bereaksi dengan senyawa oksigen reaktif disebabkan

oleh satu atau dua gugus hidroksil pada cincin aromatik dapat berperan sebagai

donor hidrogen (Dungir et al 2012)

Tanin dalam konsentrasi rendah mampu menghambat pertumbuhan

bakteri sedangkan pada konsentrasi tinggi mampu bertindak sebagai antibakteri

dengan cara menggumpalkan protoplasma bakteri sehingga terbentuk ikatan yang

stabil dengan protein bakteri Selain itu pada saluran pencernaan tanin mampu

mengeliminasi toksin (Poeloengan dan Praptiwi 2010)

Flavonoid merupakan golongan senyawa yang mempunyai kemampuan

sebagai antioksidan Flavonoid juga berperan mengaktifkan enzim kunci dalam

respirasi mitokondria dan melindungi sel neuron sehingga mencegah stres

oksidatif dan kerusakan jaringan Asupan flavonoid berperan sebagai

neuroprotektif berpotensi melindungi neuron dari neurotoksin meningkatkan

fungsi memori pembelajaran dan kognitif (Spencer 2009)

Uji daya antioksidan ekstrak kulit manggis buah dilakukan oleh Lin et al

(2014) menggunakan DPPH Radikal bebas DPPH (DPPHbull) mungkin akan

ditangkap oleh antioksidan dengan memberikan atom hidrogen (Hbull) membentuk

molekul stabil DPPH-H mekanismenya seperti tampak pada Gambar 212

Gambar ini menunjukkan reaksi antara γ-mangostin dengan DPPH akan

menghasilkan senyawa yang stabil sehingga tidak akan terjadi reaksi rantai yang

60

akan menghasilkan radikal-radikal lain yang lebih reaktif Dalam molekul γ-

mangostin gugus ortho-dihidroksil menjadi homolysis menghasilkan radikal

hidrogen (Hmiddot) dan radikal γ-mangostinmiddot (I) Hmiddot kemudian bergabung dengan

DPPHmiddot membentuk molekul DPPH-H dan radikal γ-mangostin menjadi (II)

yang selanjutnya dapat menghasilkan radikal hidrogen (Hmiddot) melebihi yang

diperlukan oleh radikal DPPH (DPPHmiddot) untuk membentuk quinone (III) Hasil ini

mengindikasikan bahwa ekstrak kulit buah manggis sebagai sumber antioksidan

yang baik dengan cara mendonasikan elektron kepada radikal bebas untuk

membentuk produk stabil sehingga tidak menimbulkan reaksi berantai

Gambar 212

Reaksi γ mangostin dengan DPPH sebagai radikal bebas

Lin et al (2014)

61

62

63

Page 27: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pestisida...pestisida menginduksi produksi serotonin dan histamin, sebagai hormon yang memicu reaksi alergi dan dapat menimbulkan senyawa baru yang lebih

35

sel melalui oksidasi lipid tidak jenuh dan protein sel (Zakaria 1996 dalam

Mardawati et al 2011) Kerusakan lebih lanjut pada organ sel adalah kerusakan

DNA dan membran sel Mekanisme tersebut menunjukan bahwa radikal bebas

dapat mempengaruhi timbulnya berbagai jenis penyakit degeneratif seperti

aterosklerosis Penelitian Amran et al (2009) mendapatkan ada korelasi yang

signifikan antara kerusakan DNA dengan perkembangan aterosklerosis dan

meningkatnya jumlah pasien Coronary Artery Disease (CAD)

24 Stres Oksidatif

Radikal bebas dalam jumlah tertentu di dalam tubuh dapat dinetralisir oleh

antioksidan endogen Antioksidan endogen utama pada sel-sel tubuh adalah

enzim SOD (Superoksida dismutase) glutation reduktase dan glutation

peroksidase (GPr dan GPx) serta catalase (CAT) Pembentukan radikal bebas

yang melebihi kemampuan aktivitas antioksidan endogen menyebabkan jumlah

keseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan akan terganggu Apabila

jumlah radikal bebas terus bertambah sedangkan jumlah antioksidan endogen

tetap maka kelebihan radikal bebas tidak dapat dinetralkan akibatnya radikal

bebas bereaksi dengan komponen-komponen sel dan menyebabkan kerusakan sel

Peningkatan jumlah radikal bebas atau oksidan menyebabkan timbulnya

suatu keadaan yang disebut stres oksidatif Stres oksidatif adalah suatu keadaan

ketidak seimbangan antara radikal bebas dan antioksidan dimana jumlah radikal

bebas lebih besar dari antioksidan Stres oksidatif adalah suatu keadaan patologis

yang disebabkan oleh kerusakan jaringan di dalam tubuh karena peningkatan

36

jumlah radikal bebas yang tidak normal (Halliwel 2006) Radikal bebas yang

jumlahnya jauh lebih banyak dari antioksidan akan bereaksi dengan cepat dan

merusak bermacam-macam substrat di dalam tubuh termasuk komponen-

komponen sel protein asam lemak tak jenuh ganda karbohidrat dan asam-asam

nukleat hal ini mengakibatkan berkembangnya penyakit kronik Serangan oksidan

terhadap asam lemak tidak jenuh sebagai komponen penting penyusun membran

sel dapat menimbulkan reaksi rantai yang disebut peroksidasi lipid Proses

tersebut mengakibatkan terputusnya ikatan dalam asam-asam lemak menjadi

berbagai senyawa yang toksik terhadap sel seperti malondialdehid (MDA) dan 9-

hidroksi nonenal MDA yang dihasilkan kemudian dilepaskan ke darah sehingga

kadar MDA di dalam darah dapat dijadikan sebagai penanda tidak langsung

adanya peroksidasi lipid dan peningkatan SOR

25 Malondialdehid (MDA)

Peningkatan stres oksidatif berdampak negatif pada beberapa komponen

penyusun membran sel yaitu kerusakan pada membran lipid membentuk

malondialdehida (MDA) kerusakan protein karbohidrat dan DNA (Kevin et

al2006) Kerusakan oksidatif yang diakibatkan oleh radikal bebas mempengaruhi

kondisi patologis berupa kerusakan sel jaringan dan berbagai organ seperti hati

ginjal dan jantung baik pada manusia maupun hewan Kerusakan ini dapat

berakhir pada kematian sel sehingga terjadi percepatan timbulnya berbagai

penyakit degeneratif (Kevin et al 2006 dan Valko et al 2007) MDA

merupakan metabolit hasil peroksidasi lipid oleh radikal bebas sehingga dapat

37

menggambarkan aktivitas radikal bebas dalam sel dan menjadi petunjuk terjadinya

stres oksidatif akibat radikal bebas (Asni 2009) Semakin tinggi kadar MDA

plasma maka semakin tinggi stres oksidatif yang terjadi dalam sel-sel tubuh

Peroksidasi lipid menghasilkan MDA dari radikal bebas akan selalu membentuk

reaksi berantai yang terus berlanjut sampai radikal bebas ini dihilangkan oleh

sistem antioksidan dari tubuh

MDA adalah hasil proksidasi lipid yang larut dalam air pada kondisi

normal MDA secara parsial diekskresikan melalui urine tetapi tidak diketahui

berapa jumlah MDA yang terbentuk dalam tubuh itu dapat dihilangkan oleh

ginjal MDA merupakan salah satu hasil dari peroksidasi lipid yang digunakan

sebagai indikator dari stres oksidatif (Hundekari et al 2013) Peningkatan

peroksidasi lipid mungkin disebabkan oleh inflamasi yang berkaitan dengan

infeksi virus dan menurunnya kadar antioksidan

Penelitian in vitro pada eritrosit manusia yang menyemprot pestisida

menunjukan peningkatan konsentrasi karbofuran meningkatkan kadar MDA

secara signifikan (Misrha et al 2013) yang mendapatkan kadar MDA pada darah

petani penyemprot pestisida lebih tinggi secara signifikan dibandingkan dengan

kontrol seperti ditunjukan pada Tabel 22

Paparan pestisida atrazine pada tikus dapat meningkatkan peroksidasi lipid

dan merusak membran di dalam sel yang dipapar Kandungan fosfolipid dan

kolesterol dalam membran eritrosit dapat diketahui dengan menggunakan teknik

scanning electron microscopy (SEM) dan dapat diketahui terjadi perubahan

morfologi dalam eritrosit yang sebanding dengan perubahan parameter biokimia

38

termasuk stres oksidatif (Singh et al2006) Kerusakan sel cedera irreversible sel

dan kematian sel dapat terjadi apabila stres oksidatif berlangsung lama

Tabel 22 Perbandingan profil biokimia antara kontrol

dan penyemprot pestisida

Parameters Controls(n=18)

Mean plusmnSD

Sprayers (n=50)

Mean plusmnSD

MDA (nmolTBARSml blood)

943 plusmn078

2630 plusmn202

CAT (μ mol H2O2 hydrolysed X

104mlg Hb)

1055plusmn1520

13569 plusmn 1234

SOD(μmol hydroysed X 104mlg

Hb)

329 plusmn 079 803 plusmn 246

Sumber Mishra et al 2013

26 Antioksidan

Antioksidan adalah molekul yang mampu memperlambat atau mencegah

oksidasi molekul lain (Chakraborty et al 2009) Antioksidan adalah senyawa-

senyawa yang dapat menunda atau menghambat terjadinya oksidasi biomolekul

dengan menghambat reaksi-reaksi oksidasi rantai oleh radikal bebas dan mampu

menurunkan kerusakan oksidatif (Jantan et al 2011) Antioksidan juga

didefinisikan sebagai senyawa yang mampu menunda memperlambat atau

menghambat reaksi oksidasi makanan maupun obat Antioksidan akan bereaksi

dengan oksidan sehingga mengurangi kapasitas oksidan untuk dapat menimbulkan

kerusakan (Shahidi 1997 dalam Asep et al 2012)

Antioksidan dalam sistem biologi baik antioksidan enzim maupun non

enzim melindungi sel dari kerusakan yang disebabkan oleh molekul-molekul yang

39

tidak stabil yang disebut radikal bebas Antioksidan membantu menghancurkan

radikal bebas yang merusak sel mendukung pertumbuhan sel-sel yang sehat

melindungi sel dari penuaan mendukung sistem imun dalam tubuh Antioksidan

bersifat sangat mudah teroksidasi atau bersifat reduktor kuat dibanding dengan

molekul lain sehingga keefektifan antioksidan tergantung dari seberapa kuat daya

oksidasinya semakin mudah teroksidasi maka semakin efektif antioksidan

tersebut Antioksidan mampu melindungi sel melawan kerusakan yang

ditimbulkan oleh radikal bebas dan SOR seperti singlet oksigen peroksi nitrit

superoksida radikal peroksida dan radikal hidroksil (Chaveri et al2008 )

Antioksidan dapat menunda atau mencegah terjadinya reaksi oksidasi

radikal bebas dan oksidasi lipid dalam konsentrasi yang lebih rendah dari substrat

yang dapat dioksidasi Suhartono et al (2008) menyatakan antioksidan dapat

diklasifikasikan dalam 5 tipe yaitu a) Antioksidan primer berupa senyawa-

senyawa fenol yang mampu memutus rantai reaksi pembentukan radikal bebas

asam lemak Senyawa ini memberikan atom hidrogen yang berasal dari gugus

hidroksi sehingga terbentuk senyawa yang stabil seperti BHA (butyl

hidroksilanisol) BHT (butyl hydrotoluen) dan tokoferol b) Antioksidan

perangkap oksigen yaitu senyawa-senyawa yang berperan sebagai pengikat

oksigen sehingga mencegah reaksi oksidasi Senyawa ini mengadakan reaksi

dengan oksigen yang berada dalam sistem sehingga jumlahnya berkurang seperti

vitamin C (asam askorbat) askorbil palminat asam eritorbat dan sulfit c)

Antioksidan sekunder adalah senyawa-senyawa yang mempunyai kemampuan

untuk berdekomposisi dengan hidroperoksida menjadi produk akhir yang stabil

40

d) Antioksidan enzim yaitu enzim yang berperan mencegah terbentuknya radikal

bebas seperti glukose oksidase superoksida dismutase (SOD) glutation

peroksidase (GPx) dan katalase (CAT) dan e) Antioksidan Chelators

sequestrants yaitu senyawa-senyawa yang mampu mengikat logam seperti besi

dan tembaga yang mampu mengkatalisis reaksi oksidasi lemak seperti asam sitrat

asam amino ethylenediaminetetra acetid acid (EDTA) dan fosfolipid

Antioksidan bereaksi dengan radikal bebas dengan mengurangi

konsentrasi oksigen mencegah pembentukan singlet oksigen yang reaktif

mencegah inisiasi rantai pertama dengan menangkap radikal primer seperti radikal

hidroksil mengikat katalis ion logam mendekomposisi produk-produk primer

radikal menjadi senyawa non-radikal dan memutus rantai hidroperoksida

sehingga mengurangi kapasitas radikal bebas untuk menimbulkan kerusakan

(Mardawati et al 2011)

Berdasarkan mekanisme kerjanya antioksidan dikelompokan menjadi 1)

Antioksidan primer yaitu antioksidan yang bereaksi dengan radikal lipid berenergi

tinggi untuk menghasilkan produk yang memiliki kestabilan termodinamis lebih

baik seperti golongan fenol (isoflavon) 2) Antioksidan sekunder yang juga

dikenal dengan antioksidan pencegah (Preventive Antioxidant) yang dapat

memperlambat reaksi inisiasi dengan cara memutus rantai hidroperoksida seperti

dilauril thio-dipropionate dan asam thiodipropionate Antioksidan golongan ini

adalah antioksidan yang berikatan dengan gugus thiol (Shahidi dan Naczk1995

dalam Mardawati et al 2011)

41

Antioksidan pemutus rantai adalah molekul kecil yang dapat menerima

dan memberi elektron dari atau ke radikal bebas sehingga membentuk senyawa

baru yang stabil seperti vitamin E dan vitamin C Sedangkan antioksidan logam

transisi terikat protein bekerja mengikat ion-ion logam Fe2+

dan Cu2+

seperti

flavonoid dapat mencegah radikal bebas Antioksidan jenis ini memperbaiki

kerusakan sel-sel dan jaringan yang disebabkan radikal bebas (Winarsi 2007)

Mekanisme kerja antioksidan senyawa fenolik adalah sebagai berikut

Radikal Lipida Antioksidan Radikal Antioksidan

ROO + AH ROOH + A

RO + AH ROH + A

R + AH RH + A

OH + AH H2O + A

Senyawa antioksidan (AH) dapat memberikan atom hidrogen secara cepat ke

radikal lipida (ROO RO R OH ) dan mengubahnya menjadi bentuk yang lebih

stabil Sementara turunan radikal antioksidan (A) yang dihasilkan lebih stabil

dibandingkan radikal lipida karena akan terjadi delokalisasi perbaikan elektron

dari ikatan rangkap pada cincin benzen sebagai indikasi oleh ikatan isomer

valensi

Peningkatan jumlah gugus hidroksil (alkil hidrogen pada struktur

kimianya) pada posisi para atau ortho seperti pada genistein dapat meningkatkan

aktivitas antioksidan isoflavon Antioksidan dapat menghambat oksidasi atau

42

menghentikan reaksi berantai pada radikal bebas dari lemak yang teroksidasi

dapat melalui empat macam mekanisme reaksi yaitu 1) Pelepasan hidrogen dari

antioksidan 2) Pelepasan elektron dari antioksidan 3) Adisi lemak ke dalam

cincin aromatik pada antioksidan dan 4) Pembentukan senyawa kompleks antara

lemak dan cincin aromatik dari antioksidan

Antioksidan dapat mencegah tidak terkontrolnya pembentukan radikal

bebas dan aktivitas SOR atau mencegah reaksinya dengan struktur biologi (Nisar

et al 2013) Status antioksidan baik yang endogen maupun yang eksogen yang

menurun dapat mengganggu keseimbangan redoks seluler dan kondisi patologis

akan menjadi karakteristik utama dan membentuk stres oksidatif pada sel maupun

jaringan

261 Antioksidan enzimatis

Di dalam sistem biologis sudah tersedia antioksidan berupa enzim

(antioksidan enzimatis) yaitu superoksida dismutase (SOD) katalase (CAT) dan

glutation peroksidase (GPx) Antioksidan-antioksidan ini bekerja dengan cara

mencegah pembentukan senyawa radikal bebas baru atau mengubah radikal bebas

yang telah terbentuk menjadi molekul yang kurang reaktif (Finosh dan Jayabalan

2013) Mekanisme kerja antioksidan enzimatik adalah mengkatalisir pemusnahan

radikal bebas dalam sel Aktivitas enzim intrasel SOD dan CAT mengkatalisasi

dismutasi superoksida dan hidrogen peroksida aktivitas GPx mereduksi hidrogen

peroksida dan peroksida organik menjadi air dan oksigen Aktivitas enzim

intrasel ini dapat dilihat pada Gambar 29

43

GPx merupakan enzim penangkal radikal bebas dengan dua cara yaitu

pertahanan terhadap oksidan dan dengan mengkatalisis peroksida menjadi air dan

oksigen GPx memerlukan glutation sebagai substrat terdapat dalam dua bentuk

yaitu glutation tereduksi atau GSH dan glutation teroksidasi atau GSSG Ketika

mengkatalisis perubahan hidrogen peroksida (H2O2) menjadi H2O GSH

dioksidasi menjadi GSSG kemudian GSSG dapat direduksi kembali oleh NADPH

untuk mendapatkan kembali GSH (Marciniak et al 2009)

Gambar 29

SOD dan CAT mengkatalisasi dismutasi superoksida dan hidrogen peroksida

(Finosh dan Jayabalan 2013)

Enzim GPx terdapat terutama dalam mitokondria merupakan enzim

scavenger terhadap hidrogen peroksida dan berperan utama dalam mengatur

konsentrasi H2O2 dan dan berbagai macam peroksida organik Aktivitas GPx yang

menurun menunjukkan terjadinya penurunan kapasitas menghilangkan H2O2 dan

terjadinya hidroperoksida lemak

44

Enzim GPx sangat berperan dalam pengaktifan kembali enzim

kolinesterase melalui 1) Pengaktifan AMP siklik yang secara langsung dapat

mengaktifkan enzim kolinesterase 2) keseimbangan NADP dan NADPH pada

jalur glikolisis aerobik dalam eritrosit sehingga eritrosit tidak rusak kerusakan

eritrosit dapat menurunkan produksi kolinesterase darah 3) peranan kofaktor

prostaglandin pada sintesis tromboksan A2 yang memacu trombogenesis dan

vasokonstriksi pembuluh darah bersamaan dengan terbentuknya tromboksan akan

diaktifkan cAMP yang secara langsung mengaktifkan kinase protein termasuk

kinase protein enzim kolinesterase 4) sebagai antioksidan yang dapat melindungi

sel termasuk eritrosit dari kerusakan akibat radikal bebas 5) sebagai kofaktor

proses oksidasi dealkilasi ikatan organofosfat dengan kolinesterase darah 6)

berperan sebagai detoksifikasi dalam tubuh dengan mereduksi radikal bebas

peroksida sekaligus membentuk peroksida lipid di dalam membran sel (Stranges

et al 2010)

GPx adalah enzim antioksidan yang dapat mendetoksifikasi hidrogen

peroksida dan lipid hidroperoksida dalam menurunkan glutation Di dalam darah

terdapat beberapa jenis GPx dua diantaranya adalah GPx seluler (cGPx) dalam sel

darah merah dan GPx ekstrasel (eGPx) terdapat dalam plasma GPx sebagai enzim

antioksidan bekerja menjadi peredam (quenching) radikal bebas dan berperan

dalam metabolisme xenobiotik yang ditemukan dalam sel (Sen et al 2010)

GPx dengan konsentrasi tinggi ditemukan dalam hepar dan sel darah

merah sedangkan pada jantung ginjal paru-paru adrenal lambung dan jaringan

adipose mengandung GPx dalam kadar sedang GPx kadar rendah ditemukan

45

dalam otak otot testis dan lensa mata GPx yang rendah berkorelasi dengan

gangguan yang berhubungan dengan radikal bebas (Judge et al 2005) Jika

antioksidan endogen gagal mengatasi produksi metabolit reaktif maka

antioksidan eksogen akan diperlukan untuk menyeimbangkan status redoks

(Noori 2012) Sumber makanan termasuk tanaman rempah-rempah vitamin dan

ekstrak herbal memainkan peran penting dalam hal ini

262 Antioksidan non enzimatis

Antioksidan non enzimatis disebut juga antioksidan sekunder atau

antioksidan eksogen (diperoleh dari luar) digolongkan menjadi dua golongan

yaitu yang larut dalam lemak seperti tokoferol karotenoid flavoniod quinon dan

bilirubin serta yang larut dalam air seperti asam askorbat asam urat protein

pengikat logam dan protein pengikat heme (Winarsi 2007) Antioksidan ini dapat

berupa bahan-bahan alami dan juga sintetis Antioksidan alami seperti vitamin

adalah campuran redoks yang seimbang dengan bentuk tereduksi dan teroksidasi

dan sebaliknya untuk antioksidan sintetis merupakan redoks yang tidak seimbang

bahkan menghasilkan radikal bebas yang pada beberapa kasus berbahaya (Rani

etal 2004)

Vitamin C merupakan antioksidan yang sangat penting dalam cairan

ekstra sel karena dapat menyerang radikal-radikal yang larut dalam darah dan

melindungi lemak plasma dari perusakan peroksidasi oleh radikal-radikal peroksil

Peran utama vitamin C adalah menetralisir radikal bebas yang ada di dalam dan

di luar sel Vitamin C merupakan sumber elektron pendonor bagi radikal bebas

(Nisar et al 2013) Vitamin C berperan positip dalam proses detoksifikasi

46

yang sangat diperlukan untuk sintesis kolagen dan pertumbuhan serta

pemeliharaan jaringan epitel Peranan vitamin C sebagai pembawa hidrogen yang

merupakan siklus esensial dalam metabolisme protein dan karbohidrat yang

berfungsi memelihara kekuatan pembuluh darah Vitamin C sangat penting untuk

melawan radikal bebas dalam cairan ekstra sel dan melindungi biomembran dari

peroksidasi Pemberian air kelapa dapat meningkatkan aktivitas GPx SOD dan

CAT pada pekerja terpapar merkuri karena air kelapa mengandung vitamin C

B1 B6 asam-asam amino metionin selenium dan mineral berfungsi melindungi

sel tubuh dari serangan radikal bebas dan mencegah efek paparan merkuri

(Zulaikhah et al 2013) Defisiensi antioksidan yang berupa vitamin C vitamin

E Se Zn dan glutation dalam derajat ringan hingga berat sangat berpengaruh

terhadap respon imun

Komponen kimia yang berperan sebagai antioksidan adalah senyawa

golongan fenolik dan polifenolik yang memiliki kemampuan untuk menangkap

radikal bebas Flavonoid merupakan golongan terbesar dari senyawa polifenol

yang sangat efektif digunakan sebagai antioksidan Senyawa-senyawa ini banyak

terdapat di alam terutama pada tumbuh-tumbuhan seperti teh buah-buahan

sayuran dan anggur (Ramle et al 2008)

Aktivitas antioksidan dari berbagai tanaman erat hubungannya dengan

kandungan fenolnya ada indikasi substansi fenol seperti flavonoid dan asam-

asam fenolat berpotensi lebih besar sebagai antioksidan dibandingkan dengan

vitamin C dan vitamin E Aktivitas antioksidan flavonoid tergantung pada

struktur molekulnya terutama gugus prenil (CH3)2C=CH-CH2 Department of

47

Environmental and Molecular Toxicology Oregon State University dalam

penelitiannya mendapatkan bahwa gugus prenil flavonoid dikembangkan untuk

pencegahan atau terapi terhadap penyakit-penyakit yang dihubungkan dengan

radikal bebas

Asupan antioksidan diperlukan untuk membantu mengembalikan

ketidakseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan endogen serta

mengurangi kerusakan oksidatif dalam tubuh Salah satu terapi antioksidan yang

digunakan adalah ekstrak kulit buah manggis (Garcinia mangostana L) Kulit

buah manggis memiliki kandungan xanthone yang tinggi sehingga memiliki

kemampuan untuk menangkap radikal bebas Gugus hidroksil (OH) yang dimiliki

oleh xanthone efektif mengikat radikal bebas dengan elektron yang tidak memiliki

pasangan Antioksidan ini bekerja dengan cara memotong reaksi oksidasi berantai

dari radikal bebas atau dengan cara menangkapnya sehingga radikal bebas tidak

akan bereaksi dengan komponen seluler dan kerusakan sel dapat dihindari

Makanan yang kaya antioksidan memegang peran dalam mencegah

penyakit-penyakit kanker dan penyakit penurunan fungsi otak Antioksidan dapat

mengurangi resiko penyakit kronis dan mencegah berbagai penyakit baik dengan

cara meningkatkan pertahanan antioksidan dalam tubuh atau dengan cara

mengkonsumsi makanan yang kaya antioksidan Mengkonsumsi antioksidan yang

ada dalam makanan sehari-hari dapat memberi perlindungan terhadap stres

oksidatif Hundekari et al (2013) mendapatkan perlakuan antioksidan dengan

dosis yang sesuai dapat menurunkan kerusakan oksidatif sehingga efektif untuk

memperbaiki kasus keracunan akut OPs

48

27 Manggis

271 Tumbuhan manggis

Tumbuhan manggis (Garcinia mangostana L) berasal dari Asia Tenggara

dan merupakan tumbuhan fungsional karena hampir semua bagian dari tumbuhan

ini dapat dimanfaatkan sebagai obat Manggis termasuk dalam family Guttiferae

dan merupakan species terbaik dari genus Garcia Buah manggis sering dijuluki

Queen of tropical fruit karena mempunyai rasa enak daging buah putih halus

bentuk buah bagus dan disukai banyak orang (Chaverri et al 2008) Manggis

sering disebut mangostin atau kadang-kadang disebut buah super dengan berbagai

karakteristik seperti rasa aroma kaya nutrisi dan daya antioksidan yang tinggi

Buah manggis (Garcinia mangostana L) merupakan buah yang eksotik

karena memiliki warna yang menarik dan kandungan gizi yang tinggi sehingga

buah manggis memiliki prospek yang cukup baik untuk dikembangkan

(Mardawati et al 2011) Tingkatan taksonomi tanaman manggis adalah sebagai

berikut (Prihatman 2000)

- Kingdom Plantae

- Divisi Spermathophyta (Tumbuhan berbiji)

- Sub Divisi Angiospermae (Berbiji tertutup)

- Kelas Dicotyledonae (Biji berkeping dua)

49

- Ordo Theales

- Famili GuttiferaeClusiaceae

- Genus Garcinia

- Spesies Garcinia mangostana L

Selain sebagai buah yang eksotik manggis juga mengandung berbagai senyawa

yang bermanfaat bagi tubuh seperti triterpenoid mangostin tannin resin

kalsium zat besi dan vitamin B1 Potensi manggis tidak hanya terbatas pada

buahnya saja tetapi juga hampir seluruh bagian tumbuhan manggis menyimpan

potensi yang sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia

Kulit buah manggis mengandung beberapa senyawa yang memiliki

aktivitas farmakologi seperti antiinflamasi antihistamin antibakteri anti penyakit

jantung antijamur bahkan untuk terapi HIV (Chaveri et al 2008) Senyawa

utama kandungan kulit buah manggis yang dilaporkan bertanggung jawab atas

beberapa aktivitas farmakologi adalah golongan xanthone yang meliputi

mangostin mangosterol mangostinon A dan B trapezifolixanthone tovophyllin

B dan beta mangostin garcinon B mangostanol flavonoid epikatekin dan

gartanin136-trihidoksi-7-metoksi-28-bis(3-metil-2-butenil)-9H-xanten-9-on(alfa

mangostin) dan 1367-tetrahidroksi-28-bis (3-metil-2-butenil)-9H-xanten-9-on

(gamma mangostin) yang sangat bermanfaat untuk kesehatan (Qosim 2007)

Kandungan antioksidan manggis banyak terdapat pada kulit buahnya

dikenal sebagai antioksidan yang efektif karena mengandung senyawa biologi

xanthones walaupun dapat juga ditemukan dalam semua bagian manggis baik

pada buah kulit buah kulit kayu maupun daunnya Senyawa xanthone hanya

50

dihasilkan oleh genus garcinia Xanthone memiliki struktur kimia yang unik

terdiri dari sistem aromatik trisiklik (C6-C3-C6) dengan kelompok isoprena

metoksil dan hidroksil terletak pada cincin A dan B sehingga senyawa xanthone

beragam Struktur umum xanthone dapat dilihat pada Gambar 210

Gambar 210

Struktur umum senyawa xanthone (Chaverri et al 2008)

Xanthone termasuk golongan senyawa flavonoid Senyawa ini memiliki

dua cincin benzene dan satu cincin piran Inti xanthone dikenal sebagai 9-

xanthenone atau dibenzo-c-pyrone Xanthone dapat diklasifikasikan ke dalam lima

kelompok yaitu oxygenated xanthone xanthone glycoside prenylated xanthone

xanthonolignoid dan miscellaneous xanthone Menurut Chaverri et al (2008)

terdapat 200 lebih xanthone yang tersedia di alam ini dan 50 diantaranya

terkandung dalam kulit buah manggis

Xanthone memiliki rumus molekul C13H8O2 sehingga memiliki massa

molar sebesar 196191 gram mol Dalam penamaan menurut IUPAC senyawa ini

diberi nama 9H-xanthen-9-one Uji aktivitas antioksidan kulit buah manggis

dengan menggunakan peroksinitrit sebagai radikal bebas diketahui bahwa 8-

hydroxycudraxanthone G gartanin α-mangostin γ-mangostin dan smeath-

xanthone A merupakan komponen yang memiliki aktivitas antioksidan terbesar

51

(Jung et al 2006) Senyawa xanthone yang banyak terdapat pada kulit manggis

yaitu α - dan γ - mangostin (Obolsky et al 2009)

Struktur kimia beberapa turunan xanthone seperti α mangostin β

mangostin dan γ mangostin dapat dilihat pada pada Gambar 211

(Chaivisuthangkura et al 2008)

α mangostin β mangostin γ mangostin

Gambar 211

Struktur Kimia beberapa derivat xanthone

(Chaivisuthangkura et al 2008)

Senyawa-senyawa xanthone juga mempunyai aktivitas antibakteri

melawan S Aureus strain yang resisten terhadap penicillin dan methicillin

aktivitas antifungi melawan F Oxiforum A Tenuls dan D Oryzae (Chomnawang

2007) Garcinia mangostana dan senyawa-senyawa xanthone α-mangostin

mendorong aktivitas antimikroba melawan P acnes dan S epidermis yang

merupakan agen etiologi kritis pada jerawat (Chomnawang et al 2007)

Senyawa alfa-mangostin sebagai turunan xanthone memiliki kemampuan

dalam menekan pembentukan senyawa karsinogen pada kolon Xanthone juga

52

bermanfaat mencegah pertumbuhan sel kanker dan tumor Kemampuan

antioksidannya bahkan melebihi vitamin C dan E yang selama ini dikenal sebagai

antioksidan yang paling efektif (Ummi dan Any 2014) Hasil penelitian Kosem

et al (2007) mendapatkan ekstrak metanol kulit buah manggis mengandung α

mangostin sebesar 2519 g100 g ekstrak

Moongkandi et al (2004) menyatakan kulit buah manggis bermanfaat

penting bagi kesehatan karena kaya akan antioksidan seperti xanthone dan

antosianin Antosianin merupakan salah satu antioksidan kuat yang mampu

mencegah berbagai kerusakan akibat stress oksidatif sehingga mampu melindungi

sel dari radikal bebas Penelitian lain juga mendapatkan bahwa xanthone dari

manggis memiliki aktivitas antioksidan antitumor antiinflamasi antialergi

antifungi dan antibakteri (Suksamrarn et al 2006 dan Chaverri et al 2008)

Garcinia mangostana memiliki aktivitas antioksidan yang signifikan pada

IC50 sebesar 613 μgml juga efektif dalam scavenging radikal bebas dan bisa

mengurangi produksi cytokine sebagai suatu proinflamasi Senyawa xanthone

pada kulit buah manggis merupakan antioksidan tingkat tinggi karena kandungan

antioksidannya 667 kali dari wortel dan 83 kali jeruk (Qosim 2007)

Antioksidan yang terkandung dalam kulit buah manggis didominasi oleh

senyawa fenol yaitu xanthone Kadar xanthone dalam manggis berbeda-beda

tergantung pada kualitas buah yang terbesar didapatkan pada buah dengan kulit

burik atau kasar yakni sebesar 23544 μgg ekstrak sedangkan pada buah besar

dengan kulit mulus mengandung kadar xanthone sebesar 18502 μgg ekstrak

buah kecil sebesar 20434 μgg dan buah dengan kulit mengandung getah kuning

53

15289 μgg ekstrak Xanthone dalam kulit buah yang mengandung getah kuning

berperan dalam mekanisme pertahanan mencegah terjadinya stres akibat serangan

hama atau kerusakan fisik (Arsana 2014)

Xanthone sebagai antioksidan akan memutus rantai reaksi oksidasi radikal

bebas untuk mencegah reaksi oksidasi dengan reaksi reduksi yang melibatkan

hidrogen Keterlibatan hidrogen dalam reaksi-reaksi reduksi dapat menghambat

reaksi oksidasi antara radikal bebas dengan oksigen Kadar Oxygen Radical

Absorbance Capacity (ORAC) dari xanthone mencapai 17000-20000 ORAC per

100 ons kulit manggis lebih besar dari wortel dan jeruk yang kadar ORAC-nya

hanya 300 dan 2400 (Fanany 2013) Manfaat yang demikian besar menyebabkan

xanthone sangat dibutuhkan dalam tubuh sebagai penyeimbang prooksidan

Prenilasi xanthone juga mempunyai efek penghambat terhadap M Tuberculosis

Alfa-mangostin yang merupakan derivat xanthone didapatkan mempunyai potensi

sebagai antimikroba (Suksamrarn et al 2006) Selain itu kulit buah manggis

juga mengandung beberapa senyawa lain seperti yang tertera pada Tabel 23

Tabel 23

Komposisi Tepung Kulit Buah Manggis

Sumber Shahidi 1997 dalam Ummi dan Any 2014

No Komponen Kadar ( bk)

1

Air 900

2 Abu 258

3 Gula 692

4 Protein 269

5 Serat Kasar 3005

6 Lainnya (Tanin lemak dll) 4876

54

272 Ekstrak kulit buah manggis

Ekstrak kulit buah manggis mengandung berbagai senyawa yang diduga

bekerja sebagai antioksidan dengan cara mendonorkan elektronnya kepada radikal

bebas sehingga mencegah terjadinya peroksidasi lipid baik pada tahap inisiasi

propagasi maupun pada tahap terminasi (Middleton et al 2000) Senyawa-

seyawa ini bekerja sebagai sinyal yang akan mengaktivasi nuclear factor

erythroid 2- related factor 2 (Nrf2) yang terikat pada Kelch-like ECH-associated

protein-1 (Keap1) dalam sitoplasma sehingga mengalami disosiasi dan translokasi

menuju nukleus Dalam nukleus Nrf2 berasosiasi pada bagian promoter gen yang

disebut Antioxidant Respone Element (ARE) sehingga memicu ekspresi gen

penyandi antioksidan Senyawa yang terkandung dalam ekstrak kulit buah

manggis disamping bekerja sebagai antioksidan dengan cara mendonorkan

elektronnya kepada radikal bebas juga dapat menstimulasi ekspresi gen penyandi

antioksidan melalui aktivasi Nrf2 Salah satu stimulan tersebut adalah golongan

fenol (Inoue 2001) Ekstrak kulit buah manggis dapat mengatur aktivitas catalase

dalam aktivitasnya sebagai scavenger H2O2 atau mengatur gen Nrf-2 (Bartz et

al 2010) Hal ini sesuai dengan yang didapatkan dalam penelitian

Weecharangsan et al (2006) aktivitas ekstrak air dan ekstrak etanol kulit buah

manggis berperan sebagai scavenger H2O2

Skrining fitokimia dilakukan untuk memberikan gambaran tentang

golongan senyawa yang terkandung dalam ekstrak etanol kulit buah manggis

Hasil uji skrining fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak etanol kulit buah

manggis mengandung senyawa golongan alkaloid triterpenoid saponin

55

flavonoid tannin dan polifenol (Kristianti et al 2008) Polifenol adalah senyawa

fenolik yang memiliki lebih dari satu gugus hidroksil (OH) golongan senyawa ini

terdapat pada berbagai jenis tumbuhan yang mempunyai berbagai macam aktivitas

biologi salah satunya adalah aktivitas antioksidan (Scalbert et al 2005)

Polifenol banyak ditemukan dalam buah-buahan sayuran dan biji-bijian

yang merupakan sumber antioksidan alami Senyawa polifenol terdiri dari

beberapa subkelas yakni flavonol isoflavon (dalam kedelai) flavanon

antosianidin katekin dan biflavan Semua polifenol mampu menjadi perangkap

oksigen dan radikal alkil dengan memberikan donor elektron sehingga terbentuk

radikal fenoksil yang relatif stabil (Mokgope 2006) Senyawa-senyawa polifenol

alami secara langsung sebagai scavenger SOR dan secara tak langsung melindungi

aktivitas beberapa enzim sehingga berpotensi meningkatkan antioksidan endogen

(Masella et al 2005) Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Martin et al

(2010) yang mendapatkan CPE (cocoa polyphenolic extrac) yang mengandung

senyawa-senyawa flavonoid seperti katecin epikatecin dan prosianidin

meningkatkan aktivitas GPx dan glutation reduktase (GR) Senyawa-senyawa ini

mereduksi produksi SOR dan mengatur aktivitas antioksidan enzim Peningkatan

aktivitas enzim antioksidan dapat digunakan sebagai terapi penyakit-penyakit

yang disebabkan oleh stress oksidatif

Senyawa fenol sebagai antioksidan tergantung dari beberapa faktor seperti

ikatan gugus hidroksil pada cincin aromatik posisi ikatan posisi hidroksil bolak

balik pada cincin aromatik dan kemampuannya dalam memberi donor hidrogen

atau donor elektron serta kemampuannya dalam memerangkap radikal bebas (free

56

radical scavengers) Palakawong et al (2010) mendapatkan daya antioksidan

ekstrak kulit buah manggis sebesar 594 microgml yang dianalisis dengan metode

DPPH Ekstrak kulit manggis mengandung total fenol yang cukup tinggi yaitu

sebesar 4112 mgg dengan aktivitas antioksidannya sebesar 8442 (Dyahnugra

et al 2015) Ekstrak etanol kulit buah manggis menunjukkan aktivitas yang

signifikan dalam menghambat pembentukan 50 radikal menghambat radikal

superoxide (O2-) mereduksi produksi ROS dan dapat menangkap radikal

hidroksil (OH-) (Chomnawang et al 2007)

Senyawa flavonoid adalah senyawa-senyawa polifenol yang memiliki 15

atom karbon (C6-C3-C6) terdiri dari dua cincin benzena yang dihubungkan

menjadi satu oleh rantai linier yang terdiri dari tiga atom karbon Flavonoid

dalam ekstrak kulit buah manggis berperan membasmi radikal bebas dengan

berbagai cara misalnya dengan menghambat enzim yang bertanggung jawab

memproduksi anion superoksida yaitu xantin oksidase ada juga dengan

menyumbangkan elektronnya ke radikal superoksida atau radikal lipid agar stabil

(Smith et al 2005)

Ekstrak kulit buah manggis baik dengan pelarut air etanol 50 etanol

95 dan etil asetat menunjukan aktivitas antioksidan dan neuroprotektif

(Weecharangsan et al 2006) Kapasitas antioksidan ekstrak air dan etanol 50

diuji dengan metoda DPPH didapatkan masing-msing sebesar 3498 dan 3076

Kapasitas antioksidan ekstrak ini sudah dicobakan pada sel neuroblastoma

(NG108-15) yang terpapar hidrogen peroksida (H2O2) kedua ekstrak ini

memperlihatkan aktivitas neuroprotektif dengan konsentrasi 50 lgmL Aktivitas

57

neuroprotektif ekstrak etanol 50 kulit buah manggis lebih tinggi dibandingkan

dengan ekstrak air Ekstrak etanol kulit buah manggis juga mempunyai aktivitas

antioksidan yang signifikan sebagai penghambat pembentukan radikal DPPH

(Chomnawang et al 2007)

Ekstrak kulit buah manggis diketahui memiliki daya antioksidan sangat

kuat hal ini dibuktikan dengan menggunakan fraksi pelarut metanol etanol dan

etil asetat semuanya memiliki daya antioksidan EC50 kurang dari 50 Fraksi

metanol mempunyai nilai EC50 yang paling kecil dibanding dengan kedua

fraksi lainnya masing-masing 800 mgL 926 mgL dan 2948 mgL ini berarti

fraksi metanol mempunyai aktivitas antioksidan yang lebih besar dibandingan

dengan fraksi etanol dan etil asetat (Mardawati et al 2011) Hal ini didukung

oleh Li dan Xu (2015) yang menyatakan ekstrak metanol kulit buah manggis

mempunyai aktivitas antioksidan yang kuat karena kandungan polifenolnya sangat

tinggi

Senyawa fenol banyak ditemukan pada berbagai tanaman Senyawa ini

telah dieksploitasi secara intensif karena selain berfungsi sebagai antioksidan juga

memiliki berbagai fungsi biologi seperti anti mutagenik dan anti karsinogenik

Antioksidan alami yang terdapat dalam tanaman akan meredam radikal bebas

yang berbahaya dari tubuh Senyawa-senyawa polifenol dari tanaman seperti

flavonoid digambarkan sebagai peredam SOR Ekstrak kulit buah manggis dapat

mengurangi produksi SOR intrasel secara signifikan yang ditentukan dengan 27-

dichlorofluorescein diacetate (DCFH-DA) dalam SKBR3 saluran sel

(Moongkarndi et al 2004) Aktivitas radikal hidroksil (HO-) diperangkap oleh

58

xanthone yang diisolasi dari beberapa ekstrak kulit buah manggis (Chin et al

2008) Xanthone dapat diklasifikasikan ke dalam lima kelompok yaitu

oxygenated xanthone xanthone glycoside prenylated xanthone xanthonolignoid

dan miscellaneous xanthone Saat ini sekitar 1000 xanthone berbeda telah

diketahui (Chaverri et al 2008)

Kulit buah manggis mengandung 90 xanthone terutama α dan β

mangostin yang disebut panaxanthone dapat memulihkan sistem pertahanan

antioksidan endogen seperti aktivitas SOD GPx dan kadar GSH secara invitro

dan in vivo memecah langsung SOR untuk mengurangi penipisan GSH dan

meghambat peroksidasi lipid Efek protektif α mangostin diduga terhadap stress

oksidatif dimediasi melalui jalur Nrf2 (Jung et al 2006) Ekstrak kulit buah

manggis dapat menurunkan MDA meningkatkan SOD dan GPx pada tikus yang

mengalami peningkatan MDA serta penurunan SOD dan GPx karena perlakuan

latihan (Arsana 2013) Hal yang sama didapatkan oleh Sudjarwo dan

Koerniasari (2015) bahwa pemberian ekstrak kulit buah manggis dapat

meningkatkan aktivitas GPx dan SOD ginjal tikus yang menurun karena diberi

perlakuan logam berat timbal mungkin disebabkan oleh kemampuan ekstrak

kulit buah manggis mengurangi akumulasi radikal bebas

Skrining fitokimia ekstrak kulit manggis juga menunjukkan bahwa kulit

buah manggis mengandung senyawa metabolit sekunder berupa golongan alkaloid

saponin tanin polifenol dan flavonoid (Poeloengan dan Praptiwi 2010)

Saponin merupakan zat aktif yang dapat meningkatkan permeabilitas membran

sehingga terjadi hemolisis sel Apabila saponin berinteraksi dengan sel bakteri

59

maka bakteri tersebut akan rusak atau lisis sedangkan flavonoid merupakan

kelompok senyawa fenol yang mempunyai kecenderungan untuk mengikat

protein sehingga mengganggu proses metabolisme bakteri tersebu Senyawa-

senyawa fenolik dapat bereaksi dengan senyawa oksigen reaktif disebabkan

oleh satu atau dua gugus hidroksil pada cincin aromatik dapat berperan sebagai

donor hidrogen (Dungir et al 2012)

Tanin dalam konsentrasi rendah mampu menghambat pertumbuhan

bakteri sedangkan pada konsentrasi tinggi mampu bertindak sebagai antibakteri

dengan cara menggumpalkan protoplasma bakteri sehingga terbentuk ikatan yang

stabil dengan protein bakteri Selain itu pada saluran pencernaan tanin mampu

mengeliminasi toksin (Poeloengan dan Praptiwi 2010)

Flavonoid merupakan golongan senyawa yang mempunyai kemampuan

sebagai antioksidan Flavonoid juga berperan mengaktifkan enzim kunci dalam

respirasi mitokondria dan melindungi sel neuron sehingga mencegah stres

oksidatif dan kerusakan jaringan Asupan flavonoid berperan sebagai

neuroprotektif berpotensi melindungi neuron dari neurotoksin meningkatkan

fungsi memori pembelajaran dan kognitif (Spencer 2009)

Uji daya antioksidan ekstrak kulit manggis buah dilakukan oleh Lin et al

(2014) menggunakan DPPH Radikal bebas DPPH (DPPHbull) mungkin akan

ditangkap oleh antioksidan dengan memberikan atom hidrogen (Hbull) membentuk

molekul stabil DPPH-H mekanismenya seperti tampak pada Gambar 212

Gambar ini menunjukkan reaksi antara γ-mangostin dengan DPPH akan

menghasilkan senyawa yang stabil sehingga tidak akan terjadi reaksi rantai yang

60

akan menghasilkan radikal-radikal lain yang lebih reaktif Dalam molekul γ-

mangostin gugus ortho-dihidroksil menjadi homolysis menghasilkan radikal

hidrogen (Hmiddot) dan radikal γ-mangostinmiddot (I) Hmiddot kemudian bergabung dengan

DPPHmiddot membentuk molekul DPPH-H dan radikal γ-mangostin menjadi (II)

yang selanjutnya dapat menghasilkan radikal hidrogen (Hmiddot) melebihi yang

diperlukan oleh radikal DPPH (DPPHmiddot) untuk membentuk quinone (III) Hasil ini

mengindikasikan bahwa ekstrak kulit buah manggis sebagai sumber antioksidan

yang baik dengan cara mendonasikan elektron kepada radikal bebas untuk

membentuk produk stabil sehingga tidak menimbulkan reaksi berantai

Gambar 212

Reaksi γ mangostin dengan DPPH sebagai radikal bebas

Lin et al (2014)

61

62

63

Page 28: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pestisida...pestisida menginduksi produksi serotonin dan histamin, sebagai hormon yang memicu reaksi alergi dan dapat menimbulkan senyawa baru yang lebih

36

jumlah radikal bebas yang tidak normal (Halliwel 2006) Radikal bebas yang

jumlahnya jauh lebih banyak dari antioksidan akan bereaksi dengan cepat dan

merusak bermacam-macam substrat di dalam tubuh termasuk komponen-

komponen sel protein asam lemak tak jenuh ganda karbohidrat dan asam-asam

nukleat hal ini mengakibatkan berkembangnya penyakit kronik Serangan oksidan

terhadap asam lemak tidak jenuh sebagai komponen penting penyusun membran

sel dapat menimbulkan reaksi rantai yang disebut peroksidasi lipid Proses

tersebut mengakibatkan terputusnya ikatan dalam asam-asam lemak menjadi

berbagai senyawa yang toksik terhadap sel seperti malondialdehid (MDA) dan 9-

hidroksi nonenal MDA yang dihasilkan kemudian dilepaskan ke darah sehingga

kadar MDA di dalam darah dapat dijadikan sebagai penanda tidak langsung

adanya peroksidasi lipid dan peningkatan SOR

25 Malondialdehid (MDA)

Peningkatan stres oksidatif berdampak negatif pada beberapa komponen

penyusun membran sel yaitu kerusakan pada membran lipid membentuk

malondialdehida (MDA) kerusakan protein karbohidrat dan DNA (Kevin et

al2006) Kerusakan oksidatif yang diakibatkan oleh radikal bebas mempengaruhi

kondisi patologis berupa kerusakan sel jaringan dan berbagai organ seperti hati

ginjal dan jantung baik pada manusia maupun hewan Kerusakan ini dapat

berakhir pada kematian sel sehingga terjadi percepatan timbulnya berbagai

penyakit degeneratif (Kevin et al 2006 dan Valko et al 2007) MDA

merupakan metabolit hasil peroksidasi lipid oleh radikal bebas sehingga dapat

37

menggambarkan aktivitas radikal bebas dalam sel dan menjadi petunjuk terjadinya

stres oksidatif akibat radikal bebas (Asni 2009) Semakin tinggi kadar MDA

plasma maka semakin tinggi stres oksidatif yang terjadi dalam sel-sel tubuh

Peroksidasi lipid menghasilkan MDA dari radikal bebas akan selalu membentuk

reaksi berantai yang terus berlanjut sampai radikal bebas ini dihilangkan oleh

sistem antioksidan dari tubuh

MDA adalah hasil proksidasi lipid yang larut dalam air pada kondisi

normal MDA secara parsial diekskresikan melalui urine tetapi tidak diketahui

berapa jumlah MDA yang terbentuk dalam tubuh itu dapat dihilangkan oleh

ginjal MDA merupakan salah satu hasil dari peroksidasi lipid yang digunakan

sebagai indikator dari stres oksidatif (Hundekari et al 2013) Peningkatan

peroksidasi lipid mungkin disebabkan oleh inflamasi yang berkaitan dengan

infeksi virus dan menurunnya kadar antioksidan

Penelitian in vitro pada eritrosit manusia yang menyemprot pestisida

menunjukan peningkatan konsentrasi karbofuran meningkatkan kadar MDA

secara signifikan (Misrha et al 2013) yang mendapatkan kadar MDA pada darah

petani penyemprot pestisida lebih tinggi secara signifikan dibandingkan dengan

kontrol seperti ditunjukan pada Tabel 22

Paparan pestisida atrazine pada tikus dapat meningkatkan peroksidasi lipid

dan merusak membran di dalam sel yang dipapar Kandungan fosfolipid dan

kolesterol dalam membran eritrosit dapat diketahui dengan menggunakan teknik

scanning electron microscopy (SEM) dan dapat diketahui terjadi perubahan

morfologi dalam eritrosit yang sebanding dengan perubahan parameter biokimia

38

termasuk stres oksidatif (Singh et al2006) Kerusakan sel cedera irreversible sel

dan kematian sel dapat terjadi apabila stres oksidatif berlangsung lama

Tabel 22 Perbandingan profil biokimia antara kontrol

dan penyemprot pestisida

Parameters Controls(n=18)

Mean plusmnSD

Sprayers (n=50)

Mean plusmnSD

MDA (nmolTBARSml blood)

943 plusmn078

2630 plusmn202

CAT (μ mol H2O2 hydrolysed X

104mlg Hb)

1055plusmn1520

13569 plusmn 1234

SOD(μmol hydroysed X 104mlg

Hb)

329 plusmn 079 803 plusmn 246

Sumber Mishra et al 2013

26 Antioksidan

Antioksidan adalah molekul yang mampu memperlambat atau mencegah

oksidasi molekul lain (Chakraborty et al 2009) Antioksidan adalah senyawa-

senyawa yang dapat menunda atau menghambat terjadinya oksidasi biomolekul

dengan menghambat reaksi-reaksi oksidasi rantai oleh radikal bebas dan mampu

menurunkan kerusakan oksidatif (Jantan et al 2011) Antioksidan juga

didefinisikan sebagai senyawa yang mampu menunda memperlambat atau

menghambat reaksi oksidasi makanan maupun obat Antioksidan akan bereaksi

dengan oksidan sehingga mengurangi kapasitas oksidan untuk dapat menimbulkan

kerusakan (Shahidi 1997 dalam Asep et al 2012)

Antioksidan dalam sistem biologi baik antioksidan enzim maupun non

enzim melindungi sel dari kerusakan yang disebabkan oleh molekul-molekul yang

39

tidak stabil yang disebut radikal bebas Antioksidan membantu menghancurkan

radikal bebas yang merusak sel mendukung pertumbuhan sel-sel yang sehat

melindungi sel dari penuaan mendukung sistem imun dalam tubuh Antioksidan

bersifat sangat mudah teroksidasi atau bersifat reduktor kuat dibanding dengan

molekul lain sehingga keefektifan antioksidan tergantung dari seberapa kuat daya

oksidasinya semakin mudah teroksidasi maka semakin efektif antioksidan

tersebut Antioksidan mampu melindungi sel melawan kerusakan yang

ditimbulkan oleh radikal bebas dan SOR seperti singlet oksigen peroksi nitrit

superoksida radikal peroksida dan radikal hidroksil (Chaveri et al2008 )

Antioksidan dapat menunda atau mencegah terjadinya reaksi oksidasi

radikal bebas dan oksidasi lipid dalam konsentrasi yang lebih rendah dari substrat

yang dapat dioksidasi Suhartono et al (2008) menyatakan antioksidan dapat

diklasifikasikan dalam 5 tipe yaitu a) Antioksidan primer berupa senyawa-

senyawa fenol yang mampu memutus rantai reaksi pembentukan radikal bebas

asam lemak Senyawa ini memberikan atom hidrogen yang berasal dari gugus

hidroksi sehingga terbentuk senyawa yang stabil seperti BHA (butyl

hidroksilanisol) BHT (butyl hydrotoluen) dan tokoferol b) Antioksidan

perangkap oksigen yaitu senyawa-senyawa yang berperan sebagai pengikat

oksigen sehingga mencegah reaksi oksidasi Senyawa ini mengadakan reaksi

dengan oksigen yang berada dalam sistem sehingga jumlahnya berkurang seperti

vitamin C (asam askorbat) askorbil palminat asam eritorbat dan sulfit c)

Antioksidan sekunder adalah senyawa-senyawa yang mempunyai kemampuan

untuk berdekomposisi dengan hidroperoksida menjadi produk akhir yang stabil

40

d) Antioksidan enzim yaitu enzim yang berperan mencegah terbentuknya radikal

bebas seperti glukose oksidase superoksida dismutase (SOD) glutation

peroksidase (GPx) dan katalase (CAT) dan e) Antioksidan Chelators

sequestrants yaitu senyawa-senyawa yang mampu mengikat logam seperti besi

dan tembaga yang mampu mengkatalisis reaksi oksidasi lemak seperti asam sitrat

asam amino ethylenediaminetetra acetid acid (EDTA) dan fosfolipid

Antioksidan bereaksi dengan radikal bebas dengan mengurangi

konsentrasi oksigen mencegah pembentukan singlet oksigen yang reaktif

mencegah inisiasi rantai pertama dengan menangkap radikal primer seperti radikal

hidroksil mengikat katalis ion logam mendekomposisi produk-produk primer

radikal menjadi senyawa non-radikal dan memutus rantai hidroperoksida

sehingga mengurangi kapasitas radikal bebas untuk menimbulkan kerusakan

(Mardawati et al 2011)

Berdasarkan mekanisme kerjanya antioksidan dikelompokan menjadi 1)

Antioksidan primer yaitu antioksidan yang bereaksi dengan radikal lipid berenergi

tinggi untuk menghasilkan produk yang memiliki kestabilan termodinamis lebih

baik seperti golongan fenol (isoflavon) 2) Antioksidan sekunder yang juga

dikenal dengan antioksidan pencegah (Preventive Antioxidant) yang dapat

memperlambat reaksi inisiasi dengan cara memutus rantai hidroperoksida seperti

dilauril thio-dipropionate dan asam thiodipropionate Antioksidan golongan ini

adalah antioksidan yang berikatan dengan gugus thiol (Shahidi dan Naczk1995

dalam Mardawati et al 2011)

41

Antioksidan pemutus rantai adalah molekul kecil yang dapat menerima

dan memberi elektron dari atau ke radikal bebas sehingga membentuk senyawa

baru yang stabil seperti vitamin E dan vitamin C Sedangkan antioksidan logam

transisi terikat protein bekerja mengikat ion-ion logam Fe2+

dan Cu2+

seperti

flavonoid dapat mencegah radikal bebas Antioksidan jenis ini memperbaiki

kerusakan sel-sel dan jaringan yang disebabkan radikal bebas (Winarsi 2007)

Mekanisme kerja antioksidan senyawa fenolik adalah sebagai berikut

Radikal Lipida Antioksidan Radikal Antioksidan

ROO + AH ROOH + A

RO + AH ROH + A

R + AH RH + A

OH + AH H2O + A

Senyawa antioksidan (AH) dapat memberikan atom hidrogen secara cepat ke

radikal lipida (ROO RO R OH ) dan mengubahnya menjadi bentuk yang lebih

stabil Sementara turunan radikal antioksidan (A) yang dihasilkan lebih stabil

dibandingkan radikal lipida karena akan terjadi delokalisasi perbaikan elektron

dari ikatan rangkap pada cincin benzen sebagai indikasi oleh ikatan isomer

valensi

Peningkatan jumlah gugus hidroksil (alkil hidrogen pada struktur

kimianya) pada posisi para atau ortho seperti pada genistein dapat meningkatkan

aktivitas antioksidan isoflavon Antioksidan dapat menghambat oksidasi atau

42

menghentikan reaksi berantai pada radikal bebas dari lemak yang teroksidasi

dapat melalui empat macam mekanisme reaksi yaitu 1) Pelepasan hidrogen dari

antioksidan 2) Pelepasan elektron dari antioksidan 3) Adisi lemak ke dalam

cincin aromatik pada antioksidan dan 4) Pembentukan senyawa kompleks antara

lemak dan cincin aromatik dari antioksidan

Antioksidan dapat mencegah tidak terkontrolnya pembentukan radikal

bebas dan aktivitas SOR atau mencegah reaksinya dengan struktur biologi (Nisar

et al 2013) Status antioksidan baik yang endogen maupun yang eksogen yang

menurun dapat mengganggu keseimbangan redoks seluler dan kondisi patologis

akan menjadi karakteristik utama dan membentuk stres oksidatif pada sel maupun

jaringan

261 Antioksidan enzimatis

Di dalam sistem biologis sudah tersedia antioksidan berupa enzim

(antioksidan enzimatis) yaitu superoksida dismutase (SOD) katalase (CAT) dan

glutation peroksidase (GPx) Antioksidan-antioksidan ini bekerja dengan cara

mencegah pembentukan senyawa radikal bebas baru atau mengubah radikal bebas

yang telah terbentuk menjadi molekul yang kurang reaktif (Finosh dan Jayabalan

2013) Mekanisme kerja antioksidan enzimatik adalah mengkatalisir pemusnahan

radikal bebas dalam sel Aktivitas enzim intrasel SOD dan CAT mengkatalisasi

dismutasi superoksida dan hidrogen peroksida aktivitas GPx mereduksi hidrogen

peroksida dan peroksida organik menjadi air dan oksigen Aktivitas enzim

intrasel ini dapat dilihat pada Gambar 29

43

GPx merupakan enzim penangkal radikal bebas dengan dua cara yaitu

pertahanan terhadap oksidan dan dengan mengkatalisis peroksida menjadi air dan

oksigen GPx memerlukan glutation sebagai substrat terdapat dalam dua bentuk

yaitu glutation tereduksi atau GSH dan glutation teroksidasi atau GSSG Ketika

mengkatalisis perubahan hidrogen peroksida (H2O2) menjadi H2O GSH

dioksidasi menjadi GSSG kemudian GSSG dapat direduksi kembali oleh NADPH

untuk mendapatkan kembali GSH (Marciniak et al 2009)

Gambar 29

SOD dan CAT mengkatalisasi dismutasi superoksida dan hidrogen peroksida

(Finosh dan Jayabalan 2013)

Enzim GPx terdapat terutama dalam mitokondria merupakan enzim

scavenger terhadap hidrogen peroksida dan berperan utama dalam mengatur

konsentrasi H2O2 dan dan berbagai macam peroksida organik Aktivitas GPx yang

menurun menunjukkan terjadinya penurunan kapasitas menghilangkan H2O2 dan

terjadinya hidroperoksida lemak

44

Enzim GPx sangat berperan dalam pengaktifan kembali enzim

kolinesterase melalui 1) Pengaktifan AMP siklik yang secara langsung dapat

mengaktifkan enzim kolinesterase 2) keseimbangan NADP dan NADPH pada

jalur glikolisis aerobik dalam eritrosit sehingga eritrosit tidak rusak kerusakan

eritrosit dapat menurunkan produksi kolinesterase darah 3) peranan kofaktor

prostaglandin pada sintesis tromboksan A2 yang memacu trombogenesis dan

vasokonstriksi pembuluh darah bersamaan dengan terbentuknya tromboksan akan

diaktifkan cAMP yang secara langsung mengaktifkan kinase protein termasuk

kinase protein enzim kolinesterase 4) sebagai antioksidan yang dapat melindungi

sel termasuk eritrosit dari kerusakan akibat radikal bebas 5) sebagai kofaktor

proses oksidasi dealkilasi ikatan organofosfat dengan kolinesterase darah 6)

berperan sebagai detoksifikasi dalam tubuh dengan mereduksi radikal bebas

peroksida sekaligus membentuk peroksida lipid di dalam membran sel (Stranges

et al 2010)

GPx adalah enzim antioksidan yang dapat mendetoksifikasi hidrogen

peroksida dan lipid hidroperoksida dalam menurunkan glutation Di dalam darah

terdapat beberapa jenis GPx dua diantaranya adalah GPx seluler (cGPx) dalam sel

darah merah dan GPx ekstrasel (eGPx) terdapat dalam plasma GPx sebagai enzim

antioksidan bekerja menjadi peredam (quenching) radikal bebas dan berperan

dalam metabolisme xenobiotik yang ditemukan dalam sel (Sen et al 2010)

GPx dengan konsentrasi tinggi ditemukan dalam hepar dan sel darah

merah sedangkan pada jantung ginjal paru-paru adrenal lambung dan jaringan

adipose mengandung GPx dalam kadar sedang GPx kadar rendah ditemukan

45

dalam otak otot testis dan lensa mata GPx yang rendah berkorelasi dengan

gangguan yang berhubungan dengan radikal bebas (Judge et al 2005) Jika

antioksidan endogen gagal mengatasi produksi metabolit reaktif maka

antioksidan eksogen akan diperlukan untuk menyeimbangkan status redoks

(Noori 2012) Sumber makanan termasuk tanaman rempah-rempah vitamin dan

ekstrak herbal memainkan peran penting dalam hal ini

262 Antioksidan non enzimatis

Antioksidan non enzimatis disebut juga antioksidan sekunder atau

antioksidan eksogen (diperoleh dari luar) digolongkan menjadi dua golongan

yaitu yang larut dalam lemak seperti tokoferol karotenoid flavoniod quinon dan

bilirubin serta yang larut dalam air seperti asam askorbat asam urat protein

pengikat logam dan protein pengikat heme (Winarsi 2007) Antioksidan ini dapat

berupa bahan-bahan alami dan juga sintetis Antioksidan alami seperti vitamin

adalah campuran redoks yang seimbang dengan bentuk tereduksi dan teroksidasi

dan sebaliknya untuk antioksidan sintetis merupakan redoks yang tidak seimbang

bahkan menghasilkan radikal bebas yang pada beberapa kasus berbahaya (Rani

etal 2004)

Vitamin C merupakan antioksidan yang sangat penting dalam cairan

ekstra sel karena dapat menyerang radikal-radikal yang larut dalam darah dan

melindungi lemak plasma dari perusakan peroksidasi oleh radikal-radikal peroksil

Peran utama vitamin C adalah menetralisir radikal bebas yang ada di dalam dan

di luar sel Vitamin C merupakan sumber elektron pendonor bagi radikal bebas

(Nisar et al 2013) Vitamin C berperan positip dalam proses detoksifikasi

46

yang sangat diperlukan untuk sintesis kolagen dan pertumbuhan serta

pemeliharaan jaringan epitel Peranan vitamin C sebagai pembawa hidrogen yang

merupakan siklus esensial dalam metabolisme protein dan karbohidrat yang

berfungsi memelihara kekuatan pembuluh darah Vitamin C sangat penting untuk

melawan radikal bebas dalam cairan ekstra sel dan melindungi biomembran dari

peroksidasi Pemberian air kelapa dapat meningkatkan aktivitas GPx SOD dan

CAT pada pekerja terpapar merkuri karena air kelapa mengandung vitamin C

B1 B6 asam-asam amino metionin selenium dan mineral berfungsi melindungi

sel tubuh dari serangan radikal bebas dan mencegah efek paparan merkuri

(Zulaikhah et al 2013) Defisiensi antioksidan yang berupa vitamin C vitamin

E Se Zn dan glutation dalam derajat ringan hingga berat sangat berpengaruh

terhadap respon imun

Komponen kimia yang berperan sebagai antioksidan adalah senyawa

golongan fenolik dan polifenolik yang memiliki kemampuan untuk menangkap

radikal bebas Flavonoid merupakan golongan terbesar dari senyawa polifenol

yang sangat efektif digunakan sebagai antioksidan Senyawa-senyawa ini banyak

terdapat di alam terutama pada tumbuh-tumbuhan seperti teh buah-buahan

sayuran dan anggur (Ramle et al 2008)

Aktivitas antioksidan dari berbagai tanaman erat hubungannya dengan

kandungan fenolnya ada indikasi substansi fenol seperti flavonoid dan asam-

asam fenolat berpotensi lebih besar sebagai antioksidan dibandingkan dengan

vitamin C dan vitamin E Aktivitas antioksidan flavonoid tergantung pada

struktur molekulnya terutama gugus prenil (CH3)2C=CH-CH2 Department of

47

Environmental and Molecular Toxicology Oregon State University dalam

penelitiannya mendapatkan bahwa gugus prenil flavonoid dikembangkan untuk

pencegahan atau terapi terhadap penyakit-penyakit yang dihubungkan dengan

radikal bebas

Asupan antioksidan diperlukan untuk membantu mengembalikan

ketidakseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan endogen serta

mengurangi kerusakan oksidatif dalam tubuh Salah satu terapi antioksidan yang

digunakan adalah ekstrak kulit buah manggis (Garcinia mangostana L) Kulit

buah manggis memiliki kandungan xanthone yang tinggi sehingga memiliki

kemampuan untuk menangkap radikal bebas Gugus hidroksil (OH) yang dimiliki

oleh xanthone efektif mengikat radikal bebas dengan elektron yang tidak memiliki

pasangan Antioksidan ini bekerja dengan cara memotong reaksi oksidasi berantai

dari radikal bebas atau dengan cara menangkapnya sehingga radikal bebas tidak

akan bereaksi dengan komponen seluler dan kerusakan sel dapat dihindari

Makanan yang kaya antioksidan memegang peran dalam mencegah

penyakit-penyakit kanker dan penyakit penurunan fungsi otak Antioksidan dapat

mengurangi resiko penyakit kronis dan mencegah berbagai penyakit baik dengan

cara meningkatkan pertahanan antioksidan dalam tubuh atau dengan cara

mengkonsumsi makanan yang kaya antioksidan Mengkonsumsi antioksidan yang

ada dalam makanan sehari-hari dapat memberi perlindungan terhadap stres

oksidatif Hundekari et al (2013) mendapatkan perlakuan antioksidan dengan

dosis yang sesuai dapat menurunkan kerusakan oksidatif sehingga efektif untuk

memperbaiki kasus keracunan akut OPs

48

27 Manggis

271 Tumbuhan manggis

Tumbuhan manggis (Garcinia mangostana L) berasal dari Asia Tenggara

dan merupakan tumbuhan fungsional karena hampir semua bagian dari tumbuhan

ini dapat dimanfaatkan sebagai obat Manggis termasuk dalam family Guttiferae

dan merupakan species terbaik dari genus Garcia Buah manggis sering dijuluki

Queen of tropical fruit karena mempunyai rasa enak daging buah putih halus

bentuk buah bagus dan disukai banyak orang (Chaverri et al 2008) Manggis

sering disebut mangostin atau kadang-kadang disebut buah super dengan berbagai

karakteristik seperti rasa aroma kaya nutrisi dan daya antioksidan yang tinggi

Buah manggis (Garcinia mangostana L) merupakan buah yang eksotik

karena memiliki warna yang menarik dan kandungan gizi yang tinggi sehingga

buah manggis memiliki prospek yang cukup baik untuk dikembangkan

(Mardawati et al 2011) Tingkatan taksonomi tanaman manggis adalah sebagai

berikut (Prihatman 2000)

- Kingdom Plantae

- Divisi Spermathophyta (Tumbuhan berbiji)

- Sub Divisi Angiospermae (Berbiji tertutup)

- Kelas Dicotyledonae (Biji berkeping dua)

49

- Ordo Theales

- Famili GuttiferaeClusiaceae

- Genus Garcinia

- Spesies Garcinia mangostana L

Selain sebagai buah yang eksotik manggis juga mengandung berbagai senyawa

yang bermanfaat bagi tubuh seperti triterpenoid mangostin tannin resin

kalsium zat besi dan vitamin B1 Potensi manggis tidak hanya terbatas pada

buahnya saja tetapi juga hampir seluruh bagian tumbuhan manggis menyimpan

potensi yang sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia

Kulit buah manggis mengandung beberapa senyawa yang memiliki

aktivitas farmakologi seperti antiinflamasi antihistamin antibakteri anti penyakit

jantung antijamur bahkan untuk terapi HIV (Chaveri et al 2008) Senyawa

utama kandungan kulit buah manggis yang dilaporkan bertanggung jawab atas

beberapa aktivitas farmakologi adalah golongan xanthone yang meliputi

mangostin mangosterol mangostinon A dan B trapezifolixanthone tovophyllin

B dan beta mangostin garcinon B mangostanol flavonoid epikatekin dan

gartanin136-trihidoksi-7-metoksi-28-bis(3-metil-2-butenil)-9H-xanten-9-on(alfa

mangostin) dan 1367-tetrahidroksi-28-bis (3-metil-2-butenil)-9H-xanten-9-on

(gamma mangostin) yang sangat bermanfaat untuk kesehatan (Qosim 2007)

Kandungan antioksidan manggis banyak terdapat pada kulit buahnya

dikenal sebagai antioksidan yang efektif karena mengandung senyawa biologi

xanthones walaupun dapat juga ditemukan dalam semua bagian manggis baik

pada buah kulit buah kulit kayu maupun daunnya Senyawa xanthone hanya

50

dihasilkan oleh genus garcinia Xanthone memiliki struktur kimia yang unik

terdiri dari sistem aromatik trisiklik (C6-C3-C6) dengan kelompok isoprena

metoksil dan hidroksil terletak pada cincin A dan B sehingga senyawa xanthone

beragam Struktur umum xanthone dapat dilihat pada Gambar 210

Gambar 210

Struktur umum senyawa xanthone (Chaverri et al 2008)

Xanthone termasuk golongan senyawa flavonoid Senyawa ini memiliki

dua cincin benzene dan satu cincin piran Inti xanthone dikenal sebagai 9-

xanthenone atau dibenzo-c-pyrone Xanthone dapat diklasifikasikan ke dalam lima

kelompok yaitu oxygenated xanthone xanthone glycoside prenylated xanthone

xanthonolignoid dan miscellaneous xanthone Menurut Chaverri et al (2008)

terdapat 200 lebih xanthone yang tersedia di alam ini dan 50 diantaranya

terkandung dalam kulit buah manggis

Xanthone memiliki rumus molekul C13H8O2 sehingga memiliki massa

molar sebesar 196191 gram mol Dalam penamaan menurut IUPAC senyawa ini

diberi nama 9H-xanthen-9-one Uji aktivitas antioksidan kulit buah manggis

dengan menggunakan peroksinitrit sebagai radikal bebas diketahui bahwa 8-

hydroxycudraxanthone G gartanin α-mangostin γ-mangostin dan smeath-

xanthone A merupakan komponen yang memiliki aktivitas antioksidan terbesar

51

(Jung et al 2006) Senyawa xanthone yang banyak terdapat pada kulit manggis

yaitu α - dan γ - mangostin (Obolsky et al 2009)

Struktur kimia beberapa turunan xanthone seperti α mangostin β

mangostin dan γ mangostin dapat dilihat pada pada Gambar 211

(Chaivisuthangkura et al 2008)

α mangostin β mangostin γ mangostin

Gambar 211

Struktur Kimia beberapa derivat xanthone

(Chaivisuthangkura et al 2008)

Senyawa-senyawa xanthone juga mempunyai aktivitas antibakteri

melawan S Aureus strain yang resisten terhadap penicillin dan methicillin

aktivitas antifungi melawan F Oxiforum A Tenuls dan D Oryzae (Chomnawang

2007) Garcinia mangostana dan senyawa-senyawa xanthone α-mangostin

mendorong aktivitas antimikroba melawan P acnes dan S epidermis yang

merupakan agen etiologi kritis pada jerawat (Chomnawang et al 2007)

Senyawa alfa-mangostin sebagai turunan xanthone memiliki kemampuan

dalam menekan pembentukan senyawa karsinogen pada kolon Xanthone juga

52

bermanfaat mencegah pertumbuhan sel kanker dan tumor Kemampuan

antioksidannya bahkan melebihi vitamin C dan E yang selama ini dikenal sebagai

antioksidan yang paling efektif (Ummi dan Any 2014) Hasil penelitian Kosem

et al (2007) mendapatkan ekstrak metanol kulit buah manggis mengandung α

mangostin sebesar 2519 g100 g ekstrak

Moongkandi et al (2004) menyatakan kulit buah manggis bermanfaat

penting bagi kesehatan karena kaya akan antioksidan seperti xanthone dan

antosianin Antosianin merupakan salah satu antioksidan kuat yang mampu

mencegah berbagai kerusakan akibat stress oksidatif sehingga mampu melindungi

sel dari radikal bebas Penelitian lain juga mendapatkan bahwa xanthone dari

manggis memiliki aktivitas antioksidan antitumor antiinflamasi antialergi

antifungi dan antibakteri (Suksamrarn et al 2006 dan Chaverri et al 2008)

Garcinia mangostana memiliki aktivitas antioksidan yang signifikan pada

IC50 sebesar 613 μgml juga efektif dalam scavenging radikal bebas dan bisa

mengurangi produksi cytokine sebagai suatu proinflamasi Senyawa xanthone

pada kulit buah manggis merupakan antioksidan tingkat tinggi karena kandungan

antioksidannya 667 kali dari wortel dan 83 kali jeruk (Qosim 2007)

Antioksidan yang terkandung dalam kulit buah manggis didominasi oleh

senyawa fenol yaitu xanthone Kadar xanthone dalam manggis berbeda-beda

tergantung pada kualitas buah yang terbesar didapatkan pada buah dengan kulit

burik atau kasar yakni sebesar 23544 μgg ekstrak sedangkan pada buah besar

dengan kulit mulus mengandung kadar xanthone sebesar 18502 μgg ekstrak

buah kecil sebesar 20434 μgg dan buah dengan kulit mengandung getah kuning

53

15289 μgg ekstrak Xanthone dalam kulit buah yang mengandung getah kuning

berperan dalam mekanisme pertahanan mencegah terjadinya stres akibat serangan

hama atau kerusakan fisik (Arsana 2014)

Xanthone sebagai antioksidan akan memutus rantai reaksi oksidasi radikal

bebas untuk mencegah reaksi oksidasi dengan reaksi reduksi yang melibatkan

hidrogen Keterlibatan hidrogen dalam reaksi-reaksi reduksi dapat menghambat

reaksi oksidasi antara radikal bebas dengan oksigen Kadar Oxygen Radical

Absorbance Capacity (ORAC) dari xanthone mencapai 17000-20000 ORAC per

100 ons kulit manggis lebih besar dari wortel dan jeruk yang kadar ORAC-nya

hanya 300 dan 2400 (Fanany 2013) Manfaat yang demikian besar menyebabkan

xanthone sangat dibutuhkan dalam tubuh sebagai penyeimbang prooksidan

Prenilasi xanthone juga mempunyai efek penghambat terhadap M Tuberculosis

Alfa-mangostin yang merupakan derivat xanthone didapatkan mempunyai potensi

sebagai antimikroba (Suksamrarn et al 2006) Selain itu kulit buah manggis

juga mengandung beberapa senyawa lain seperti yang tertera pada Tabel 23

Tabel 23

Komposisi Tepung Kulit Buah Manggis

Sumber Shahidi 1997 dalam Ummi dan Any 2014

No Komponen Kadar ( bk)

1

Air 900

2 Abu 258

3 Gula 692

4 Protein 269

5 Serat Kasar 3005

6 Lainnya (Tanin lemak dll) 4876

54

272 Ekstrak kulit buah manggis

Ekstrak kulit buah manggis mengandung berbagai senyawa yang diduga

bekerja sebagai antioksidan dengan cara mendonorkan elektronnya kepada radikal

bebas sehingga mencegah terjadinya peroksidasi lipid baik pada tahap inisiasi

propagasi maupun pada tahap terminasi (Middleton et al 2000) Senyawa-

seyawa ini bekerja sebagai sinyal yang akan mengaktivasi nuclear factor

erythroid 2- related factor 2 (Nrf2) yang terikat pada Kelch-like ECH-associated

protein-1 (Keap1) dalam sitoplasma sehingga mengalami disosiasi dan translokasi

menuju nukleus Dalam nukleus Nrf2 berasosiasi pada bagian promoter gen yang

disebut Antioxidant Respone Element (ARE) sehingga memicu ekspresi gen

penyandi antioksidan Senyawa yang terkandung dalam ekstrak kulit buah

manggis disamping bekerja sebagai antioksidan dengan cara mendonorkan

elektronnya kepada radikal bebas juga dapat menstimulasi ekspresi gen penyandi

antioksidan melalui aktivasi Nrf2 Salah satu stimulan tersebut adalah golongan

fenol (Inoue 2001) Ekstrak kulit buah manggis dapat mengatur aktivitas catalase

dalam aktivitasnya sebagai scavenger H2O2 atau mengatur gen Nrf-2 (Bartz et

al 2010) Hal ini sesuai dengan yang didapatkan dalam penelitian

Weecharangsan et al (2006) aktivitas ekstrak air dan ekstrak etanol kulit buah

manggis berperan sebagai scavenger H2O2

Skrining fitokimia dilakukan untuk memberikan gambaran tentang

golongan senyawa yang terkandung dalam ekstrak etanol kulit buah manggis

Hasil uji skrining fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak etanol kulit buah

manggis mengandung senyawa golongan alkaloid triterpenoid saponin

55

flavonoid tannin dan polifenol (Kristianti et al 2008) Polifenol adalah senyawa

fenolik yang memiliki lebih dari satu gugus hidroksil (OH) golongan senyawa ini

terdapat pada berbagai jenis tumbuhan yang mempunyai berbagai macam aktivitas

biologi salah satunya adalah aktivitas antioksidan (Scalbert et al 2005)

Polifenol banyak ditemukan dalam buah-buahan sayuran dan biji-bijian

yang merupakan sumber antioksidan alami Senyawa polifenol terdiri dari

beberapa subkelas yakni flavonol isoflavon (dalam kedelai) flavanon

antosianidin katekin dan biflavan Semua polifenol mampu menjadi perangkap

oksigen dan radikal alkil dengan memberikan donor elektron sehingga terbentuk

radikal fenoksil yang relatif stabil (Mokgope 2006) Senyawa-senyawa polifenol

alami secara langsung sebagai scavenger SOR dan secara tak langsung melindungi

aktivitas beberapa enzim sehingga berpotensi meningkatkan antioksidan endogen

(Masella et al 2005) Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Martin et al

(2010) yang mendapatkan CPE (cocoa polyphenolic extrac) yang mengandung

senyawa-senyawa flavonoid seperti katecin epikatecin dan prosianidin

meningkatkan aktivitas GPx dan glutation reduktase (GR) Senyawa-senyawa ini

mereduksi produksi SOR dan mengatur aktivitas antioksidan enzim Peningkatan

aktivitas enzim antioksidan dapat digunakan sebagai terapi penyakit-penyakit

yang disebabkan oleh stress oksidatif

Senyawa fenol sebagai antioksidan tergantung dari beberapa faktor seperti

ikatan gugus hidroksil pada cincin aromatik posisi ikatan posisi hidroksil bolak

balik pada cincin aromatik dan kemampuannya dalam memberi donor hidrogen

atau donor elektron serta kemampuannya dalam memerangkap radikal bebas (free

56

radical scavengers) Palakawong et al (2010) mendapatkan daya antioksidan

ekstrak kulit buah manggis sebesar 594 microgml yang dianalisis dengan metode

DPPH Ekstrak kulit manggis mengandung total fenol yang cukup tinggi yaitu

sebesar 4112 mgg dengan aktivitas antioksidannya sebesar 8442 (Dyahnugra

et al 2015) Ekstrak etanol kulit buah manggis menunjukkan aktivitas yang

signifikan dalam menghambat pembentukan 50 radikal menghambat radikal

superoxide (O2-) mereduksi produksi ROS dan dapat menangkap radikal

hidroksil (OH-) (Chomnawang et al 2007)

Senyawa flavonoid adalah senyawa-senyawa polifenol yang memiliki 15

atom karbon (C6-C3-C6) terdiri dari dua cincin benzena yang dihubungkan

menjadi satu oleh rantai linier yang terdiri dari tiga atom karbon Flavonoid

dalam ekstrak kulit buah manggis berperan membasmi radikal bebas dengan

berbagai cara misalnya dengan menghambat enzim yang bertanggung jawab

memproduksi anion superoksida yaitu xantin oksidase ada juga dengan

menyumbangkan elektronnya ke radikal superoksida atau radikal lipid agar stabil

(Smith et al 2005)

Ekstrak kulit buah manggis baik dengan pelarut air etanol 50 etanol

95 dan etil asetat menunjukan aktivitas antioksidan dan neuroprotektif

(Weecharangsan et al 2006) Kapasitas antioksidan ekstrak air dan etanol 50

diuji dengan metoda DPPH didapatkan masing-msing sebesar 3498 dan 3076

Kapasitas antioksidan ekstrak ini sudah dicobakan pada sel neuroblastoma

(NG108-15) yang terpapar hidrogen peroksida (H2O2) kedua ekstrak ini

memperlihatkan aktivitas neuroprotektif dengan konsentrasi 50 lgmL Aktivitas

57

neuroprotektif ekstrak etanol 50 kulit buah manggis lebih tinggi dibandingkan

dengan ekstrak air Ekstrak etanol kulit buah manggis juga mempunyai aktivitas

antioksidan yang signifikan sebagai penghambat pembentukan radikal DPPH

(Chomnawang et al 2007)

Ekstrak kulit buah manggis diketahui memiliki daya antioksidan sangat

kuat hal ini dibuktikan dengan menggunakan fraksi pelarut metanol etanol dan

etil asetat semuanya memiliki daya antioksidan EC50 kurang dari 50 Fraksi

metanol mempunyai nilai EC50 yang paling kecil dibanding dengan kedua

fraksi lainnya masing-masing 800 mgL 926 mgL dan 2948 mgL ini berarti

fraksi metanol mempunyai aktivitas antioksidan yang lebih besar dibandingan

dengan fraksi etanol dan etil asetat (Mardawati et al 2011) Hal ini didukung

oleh Li dan Xu (2015) yang menyatakan ekstrak metanol kulit buah manggis

mempunyai aktivitas antioksidan yang kuat karena kandungan polifenolnya sangat

tinggi

Senyawa fenol banyak ditemukan pada berbagai tanaman Senyawa ini

telah dieksploitasi secara intensif karena selain berfungsi sebagai antioksidan juga

memiliki berbagai fungsi biologi seperti anti mutagenik dan anti karsinogenik

Antioksidan alami yang terdapat dalam tanaman akan meredam radikal bebas

yang berbahaya dari tubuh Senyawa-senyawa polifenol dari tanaman seperti

flavonoid digambarkan sebagai peredam SOR Ekstrak kulit buah manggis dapat

mengurangi produksi SOR intrasel secara signifikan yang ditentukan dengan 27-

dichlorofluorescein diacetate (DCFH-DA) dalam SKBR3 saluran sel

(Moongkarndi et al 2004) Aktivitas radikal hidroksil (HO-) diperangkap oleh

58

xanthone yang diisolasi dari beberapa ekstrak kulit buah manggis (Chin et al

2008) Xanthone dapat diklasifikasikan ke dalam lima kelompok yaitu

oxygenated xanthone xanthone glycoside prenylated xanthone xanthonolignoid

dan miscellaneous xanthone Saat ini sekitar 1000 xanthone berbeda telah

diketahui (Chaverri et al 2008)

Kulit buah manggis mengandung 90 xanthone terutama α dan β

mangostin yang disebut panaxanthone dapat memulihkan sistem pertahanan

antioksidan endogen seperti aktivitas SOD GPx dan kadar GSH secara invitro

dan in vivo memecah langsung SOR untuk mengurangi penipisan GSH dan

meghambat peroksidasi lipid Efek protektif α mangostin diduga terhadap stress

oksidatif dimediasi melalui jalur Nrf2 (Jung et al 2006) Ekstrak kulit buah

manggis dapat menurunkan MDA meningkatkan SOD dan GPx pada tikus yang

mengalami peningkatan MDA serta penurunan SOD dan GPx karena perlakuan

latihan (Arsana 2013) Hal yang sama didapatkan oleh Sudjarwo dan

Koerniasari (2015) bahwa pemberian ekstrak kulit buah manggis dapat

meningkatkan aktivitas GPx dan SOD ginjal tikus yang menurun karena diberi

perlakuan logam berat timbal mungkin disebabkan oleh kemampuan ekstrak

kulit buah manggis mengurangi akumulasi radikal bebas

Skrining fitokimia ekstrak kulit manggis juga menunjukkan bahwa kulit

buah manggis mengandung senyawa metabolit sekunder berupa golongan alkaloid

saponin tanin polifenol dan flavonoid (Poeloengan dan Praptiwi 2010)

Saponin merupakan zat aktif yang dapat meningkatkan permeabilitas membran

sehingga terjadi hemolisis sel Apabila saponin berinteraksi dengan sel bakteri

59

maka bakteri tersebut akan rusak atau lisis sedangkan flavonoid merupakan

kelompok senyawa fenol yang mempunyai kecenderungan untuk mengikat

protein sehingga mengganggu proses metabolisme bakteri tersebu Senyawa-

senyawa fenolik dapat bereaksi dengan senyawa oksigen reaktif disebabkan

oleh satu atau dua gugus hidroksil pada cincin aromatik dapat berperan sebagai

donor hidrogen (Dungir et al 2012)

Tanin dalam konsentrasi rendah mampu menghambat pertumbuhan

bakteri sedangkan pada konsentrasi tinggi mampu bertindak sebagai antibakteri

dengan cara menggumpalkan protoplasma bakteri sehingga terbentuk ikatan yang

stabil dengan protein bakteri Selain itu pada saluran pencernaan tanin mampu

mengeliminasi toksin (Poeloengan dan Praptiwi 2010)

Flavonoid merupakan golongan senyawa yang mempunyai kemampuan

sebagai antioksidan Flavonoid juga berperan mengaktifkan enzim kunci dalam

respirasi mitokondria dan melindungi sel neuron sehingga mencegah stres

oksidatif dan kerusakan jaringan Asupan flavonoid berperan sebagai

neuroprotektif berpotensi melindungi neuron dari neurotoksin meningkatkan

fungsi memori pembelajaran dan kognitif (Spencer 2009)

Uji daya antioksidan ekstrak kulit manggis buah dilakukan oleh Lin et al

(2014) menggunakan DPPH Radikal bebas DPPH (DPPHbull) mungkin akan

ditangkap oleh antioksidan dengan memberikan atom hidrogen (Hbull) membentuk

molekul stabil DPPH-H mekanismenya seperti tampak pada Gambar 212

Gambar ini menunjukkan reaksi antara γ-mangostin dengan DPPH akan

menghasilkan senyawa yang stabil sehingga tidak akan terjadi reaksi rantai yang

60

akan menghasilkan radikal-radikal lain yang lebih reaktif Dalam molekul γ-

mangostin gugus ortho-dihidroksil menjadi homolysis menghasilkan radikal

hidrogen (Hmiddot) dan radikal γ-mangostinmiddot (I) Hmiddot kemudian bergabung dengan

DPPHmiddot membentuk molekul DPPH-H dan radikal γ-mangostin menjadi (II)

yang selanjutnya dapat menghasilkan radikal hidrogen (Hmiddot) melebihi yang

diperlukan oleh radikal DPPH (DPPHmiddot) untuk membentuk quinone (III) Hasil ini

mengindikasikan bahwa ekstrak kulit buah manggis sebagai sumber antioksidan

yang baik dengan cara mendonasikan elektron kepada radikal bebas untuk

membentuk produk stabil sehingga tidak menimbulkan reaksi berantai

Gambar 212

Reaksi γ mangostin dengan DPPH sebagai radikal bebas

Lin et al (2014)

61

62

63

Page 29: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pestisida...pestisida menginduksi produksi serotonin dan histamin, sebagai hormon yang memicu reaksi alergi dan dapat menimbulkan senyawa baru yang lebih

37

menggambarkan aktivitas radikal bebas dalam sel dan menjadi petunjuk terjadinya

stres oksidatif akibat radikal bebas (Asni 2009) Semakin tinggi kadar MDA

plasma maka semakin tinggi stres oksidatif yang terjadi dalam sel-sel tubuh

Peroksidasi lipid menghasilkan MDA dari radikal bebas akan selalu membentuk

reaksi berantai yang terus berlanjut sampai radikal bebas ini dihilangkan oleh

sistem antioksidan dari tubuh

MDA adalah hasil proksidasi lipid yang larut dalam air pada kondisi

normal MDA secara parsial diekskresikan melalui urine tetapi tidak diketahui

berapa jumlah MDA yang terbentuk dalam tubuh itu dapat dihilangkan oleh

ginjal MDA merupakan salah satu hasil dari peroksidasi lipid yang digunakan

sebagai indikator dari stres oksidatif (Hundekari et al 2013) Peningkatan

peroksidasi lipid mungkin disebabkan oleh inflamasi yang berkaitan dengan

infeksi virus dan menurunnya kadar antioksidan

Penelitian in vitro pada eritrosit manusia yang menyemprot pestisida

menunjukan peningkatan konsentrasi karbofuran meningkatkan kadar MDA

secara signifikan (Misrha et al 2013) yang mendapatkan kadar MDA pada darah

petani penyemprot pestisida lebih tinggi secara signifikan dibandingkan dengan

kontrol seperti ditunjukan pada Tabel 22

Paparan pestisida atrazine pada tikus dapat meningkatkan peroksidasi lipid

dan merusak membran di dalam sel yang dipapar Kandungan fosfolipid dan

kolesterol dalam membran eritrosit dapat diketahui dengan menggunakan teknik

scanning electron microscopy (SEM) dan dapat diketahui terjadi perubahan

morfologi dalam eritrosit yang sebanding dengan perubahan parameter biokimia

38

termasuk stres oksidatif (Singh et al2006) Kerusakan sel cedera irreversible sel

dan kematian sel dapat terjadi apabila stres oksidatif berlangsung lama

Tabel 22 Perbandingan profil biokimia antara kontrol

dan penyemprot pestisida

Parameters Controls(n=18)

Mean plusmnSD

Sprayers (n=50)

Mean plusmnSD

MDA (nmolTBARSml blood)

943 plusmn078

2630 plusmn202

CAT (μ mol H2O2 hydrolysed X

104mlg Hb)

1055plusmn1520

13569 plusmn 1234

SOD(μmol hydroysed X 104mlg

Hb)

329 plusmn 079 803 plusmn 246

Sumber Mishra et al 2013

26 Antioksidan

Antioksidan adalah molekul yang mampu memperlambat atau mencegah

oksidasi molekul lain (Chakraborty et al 2009) Antioksidan adalah senyawa-

senyawa yang dapat menunda atau menghambat terjadinya oksidasi biomolekul

dengan menghambat reaksi-reaksi oksidasi rantai oleh radikal bebas dan mampu

menurunkan kerusakan oksidatif (Jantan et al 2011) Antioksidan juga

didefinisikan sebagai senyawa yang mampu menunda memperlambat atau

menghambat reaksi oksidasi makanan maupun obat Antioksidan akan bereaksi

dengan oksidan sehingga mengurangi kapasitas oksidan untuk dapat menimbulkan

kerusakan (Shahidi 1997 dalam Asep et al 2012)

Antioksidan dalam sistem biologi baik antioksidan enzim maupun non

enzim melindungi sel dari kerusakan yang disebabkan oleh molekul-molekul yang

39

tidak stabil yang disebut radikal bebas Antioksidan membantu menghancurkan

radikal bebas yang merusak sel mendukung pertumbuhan sel-sel yang sehat

melindungi sel dari penuaan mendukung sistem imun dalam tubuh Antioksidan

bersifat sangat mudah teroksidasi atau bersifat reduktor kuat dibanding dengan

molekul lain sehingga keefektifan antioksidan tergantung dari seberapa kuat daya

oksidasinya semakin mudah teroksidasi maka semakin efektif antioksidan

tersebut Antioksidan mampu melindungi sel melawan kerusakan yang

ditimbulkan oleh radikal bebas dan SOR seperti singlet oksigen peroksi nitrit

superoksida radikal peroksida dan radikal hidroksil (Chaveri et al2008 )

Antioksidan dapat menunda atau mencegah terjadinya reaksi oksidasi

radikal bebas dan oksidasi lipid dalam konsentrasi yang lebih rendah dari substrat

yang dapat dioksidasi Suhartono et al (2008) menyatakan antioksidan dapat

diklasifikasikan dalam 5 tipe yaitu a) Antioksidan primer berupa senyawa-

senyawa fenol yang mampu memutus rantai reaksi pembentukan radikal bebas

asam lemak Senyawa ini memberikan atom hidrogen yang berasal dari gugus

hidroksi sehingga terbentuk senyawa yang stabil seperti BHA (butyl

hidroksilanisol) BHT (butyl hydrotoluen) dan tokoferol b) Antioksidan

perangkap oksigen yaitu senyawa-senyawa yang berperan sebagai pengikat

oksigen sehingga mencegah reaksi oksidasi Senyawa ini mengadakan reaksi

dengan oksigen yang berada dalam sistem sehingga jumlahnya berkurang seperti

vitamin C (asam askorbat) askorbil palminat asam eritorbat dan sulfit c)

Antioksidan sekunder adalah senyawa-senyawa yang mempunyai kemampuan

untuk berdekomposisi dengan hidroperoksida menjadi produk akhir yang stabil

40

d) Antioksidan enzim yaitu enzim yang berperan mencegah terbentuknya radikal

bebas seperti glukose oksidase superoksida dismutase (SOD) glutation

peroksidase (GPx) dan katalase (CAT) dan e) Antioksidan Chelators

sequestrants yaitu senyawa-senyawa yang mampu mengikat logam seperti besi

dan tembaga yang mampu mengkatalisis reaksi oksidasi lemak seperti asam sitrat

asam amino ethylenediaminetetra acetid acid (EDTA) dan fosfolipid

Antioksidan bereaksi dengan radikal bebas dengan mengurangi

konsentrasi oksigen mencegah pembentukan singlet oksigen yang reaktif

mencegah inisiasi rantai pertama dengan menangkap radikal primer seperti radikal

hidroksil mengikat katalis ion logam mendekomposisi produk-produk primer

radikal menjadi senyawa non-radikal dan memutus rantai hidroperoksida

sehingga mengurangi kapasitas radikal bebas untuk menimbulkan kerusakan

(Mardawati et al 2011)

Berdasarkan mekanisme kerjanya antioksidan dikelompokan menjadi 1)

Antioksidan primer yaitu antioksidan yang bereaksi dengan radikal lipid berenergi

tinggi untuk menghasilkan produk yang memiliki kestabilan termodinamis lebih

baik seperti golongan fenol (isoflavon) 2) Antioksidan sekunder yang juga

dikenal dengan antioksidan pencegah (Preventive Antioxidant) yang dapat

memperlambat reaksi inisiasi dengan cara memutus rantai hidroperoksida seperti

dilauril thio-dipropionate dan asam thiodipropionate Antioksidan golongan ini

adalah antioksidan yang berikatan dengan gugus thiol (Shahidi dan Naczk1995

dalam Mardawati et al 2011)

41

Antioksidan pemutus rantai adalah molekul kecil yang dapat menerima

dan memberi elektron dari atau ke radikal bebas sehingga membentuk senyawa

baru yang stabil seperti vitamin E dan vitamin C Sedangkan antioksidan logam

transisi terikat protein bekerja mengikat ion-ion logam Fe2+

dan Cu2+

seperti

flavonoid dapat mencegah radikal bebas Antioksidan jenis ini memperbaiki

kerusakan sel-sel dan jaringan yang disebabkan radikal bebas (Winarsi 2007)

Mekanisme kerja antioksidan senyawa fenolik adalah sebagai berikut

Radikal Lipida Antioksidan Radikal Antioksidan

ROO + AH ROOH + A

RO + AH ROH + A

R + AH RH + A

OH + AH H2O + A

Senyawa antioksidan (AH) dapat memberikan atom hidrogen secara cepat ke

radikal lipida (ROO RO R OH ) dan mengubahnya menjadi bentuk yang lebih

stabil Sementara turunan radikal antioksidan (A) yang dihasilkan lebih stabil

dibandingkan radikal lipida karena akan terjadi delokalisasi perbaikan elektron

dari ikatan rangkap pada cincin benzen sebagai indikasi oleh ikatan isomer

valensi

Peningkatan jumlah gugus hidroksil (alkil hidrogen pada struktur

kimianya) pada posisi para atau ortho seperti pada genistein dapat meningkatkan

aktivitas antioksidan isoflavon Antioksidan dapat menghambat oksidasi atau

42

menghentikan reaksi berantai pada radikal bebas dari lemak yang teroksidasi

dapat melalui empat macam mekanisme reaksi yaitu 1) Pelepasan hidrogen dari

antioksidan 2) Pelepasan elektron dari antioksidan 3) Adisi lemak ke dalam

cincin aromatik pada antioksidan dan 4) Pembentukan senyawa kompleks antara

lemak dan cincin aromatik dari antioksidan

Antioksidan dapat mencegah tidak terkontrolnya pembentukan radikal

bebas dan aktivitas SOR atau mencegah reaksinya dengan struktur biologi (Nisar

et al 2013) Status antioksidan baik yang endogen maupun yang eksogen yang

menurun dapat mengganggu keseimbangan redoks seluler dan kondisi patologis

akan menjadi karakteristik utama dan membentuk stres oksidatif pada sel maupun

jaringan

261 Antioksidan enzimatis

Di dalam sistem biologis sudah tersedia antioksidan berupa enzim

(antioksidan enzimatis) yaitu superoksida dismutase (SOD) katalase (CAT) dan

glutation peroksidase (GPx) Antioksidan-antioksidan ini bekerja dengan cara

mencegah pembentukan senyawa radikal bebas baru atau mengubah radikal bebas

yang telah terbentuk menjadi molekul yang kurang reaktif (Finosh dan Jayabalan

2013) Mekanisme kerja antioksidan enzimatik adalah mengkatalisir pemusnahan

radikal bebas dalam sel Aktivitas enzim intrasel SOD dan CAT mengkatalisasi

dismutasi superoksida dan hidrogen peroksida aktivitas GPx mereduksi hidrogen

peroksida dan peroksida organik menjadi air dan oksigen Aktivitas enzim

intrasel ini dapat dilihat pada Gambar 29

43

GPx merupakan enzim penangkal radikal bebas dengan dua cara yaitu

pertahanan terhadap oksidan dan dengan mengkatalisis peroksida menjadi air dan

oksigen GPx memerlukan glutation sebagai substrat terdapat dalam dua bentuk

yaitu glutation tereduksi atau GSH dan glutation teroksidasi atau GSSG Ketika

mengkatalisis perubahan hidrogen peroksida (H2O2) menjadi H2O GSH

dioksidasi menjadi GSSG kemudian GSSG dapat direduksi kembali oleh NADPH

untuk mendapatkan kembali GSH (Marciniak et al 2009)

Gambar 29

SOD dan CAT mengkatalisasi dismutasi superoksida dan hidrogen peroksida

(Finosh dan Jayabalan 2013)

Enzim GPx terdapat terutama dalam mitokondria merupakan enzim

scavenger terhadap hidrogen peroksida dan berperan utama dalam mengatur

konsentrasi H2O2 dan dan berbagai macam peroksida organik Aktivitas GPx yang

menurun menunjukkan terjadinya penurunan kapasitas menghilangkan H2O2 dan

terjadinya hidroperoksida lemak

44

Enzim GPx sangat berperan dalam pengaktifan kembali enzim

kolinesterase melalui 1) Pengaktifan AMP siklik yang secara langsung dapat

mengaktifkan enzim kolinesterase 2) keseimbangan NADP dan NADPH pada

jalur glikolisis aerobik dalam eritrosit sehingga eritrosit tidak rusak kerusakan

eritrosit dapat menurunkan produksi kolinesterase darah 3) peranan kofaktor

prostaglandin pada sintesis tromboksan A2 yang memacu trombogenesis dan

vasokonstriksi pembuluh darah bersamaan dengan terbentuknya tromboksan akan

diaktifkan cAMP yang secara langsung mengaktifkan kinase protein termasuk

kinase protein enzim kolinesterase 4) sebagai antioksidan yang dapat melindungi

sel termasuk eritrosit dari kerusakan akibat radikal bebas 5) sebagai kofaktor

proses oksidasi dealkilasi ikatan organofosfat dengan kolinesterase darah 6)

berperan sebagai detoksifikasi dalam tubuh dengan mereduksi radikal bebas

peroksida sekaligus membentuk peroksida lipid di dalam membran sel (Stranges

et al 2010)

GPx adalah enzim antioksidan yang dapat mendetoksifikasi hidrogen

peroksida dan lipid hidroperoksida dalam menurunkan glutation Di dalam darah

terdapat beberapa jenis GPx dua diantaranya adalah GPx seluler (cGPx) dalam sel

darah merah dan GPx ekstrasel (eGPx) terdapat dalam plasma GPx sebagai enzim

antioksidan bekerja menjadi peredam (quenching) radikal bebas dan berperan

dalam metabolisme xenobiotik yang ditemukan dalam sel (Sen et al 2010)

GPx dengan konsentrasi tinggi ditemukan dalam hepar dan sel darah

merah sedangkan pada jantung ginjal paru-paru adrenal lambung dan jaringan

adipose mengandung GPx dalam kadar sedang GPx kadar rendah ditemukan

45

dalam otak otot testis dan lensa mata GPx yang rendah berkorelasi dengan

gangguan yang berhubungan dengan radikal bebas (Judge et al 2005) Jika

antioksidan endogen gagal mengatasi produksi metabolit reaktif maka

antioksidan eksogen akan diperlukan untuk menyeimbangkan status redoks

(Noori 2012) Sumber makanan termasuk tanaman rempah-rempah vitamin dan

ekstrak herbal memainkan peran penting dalam hal ini

262 Antioksidan non enzimatis

Antioksidan non enzimatis disebut juga antioksidan sekunder atau

antioksidan eksogen (diperoleh dari luar) digolongkan menjadi dua golongan

yaitu yang larut dalam lemak seperti tokoferol karotenoid flavoniod quinon dan

bilirubin serta yang larut dalam air seperti asam askorbat asam urat protein

pengikat logam dan protein pengikat heme (Winarsi 2007) Antioksidan ini dapat

berupa bahan-bahan alami dan juga sintetis Antioksidan alami seperti vitamin

adalah campuran redoks yang seimbang dengan bentuk tereduksi dan teroksidasi

dan sebaliknya untuk antioksidan sintetis merupakan redoks yang tidak seimbang

bahkan menghasilkan radikal bebas yang pada beberapa kasus berbahaya (Rani

etal 2004)

Vitamin C merupakan antioksidan yang sangat penting dalam cairan

ekstra sel karena dapat menyerang radikal-radikal yang larut dalam darah dan

melindungi lemak plasma dari perusakan peroksidasi oleh radikal-radikal peroksil

Peran utama vitamin C adalah menetralisir radikal bebas yang ada di dalam dan

di luar sel Vitamin C merupakan sumber elektron pendonor bagi radikal bebas

(Nisar et al 2013) Vitamin C berperan positip dalam proses detoksifikasi

46

yang sangat diperlukan untuk sintesis kolagen dan pertumbuhan serta

pemeliharaan jaringan epitel Peranan vitamin C sebagai pembawa hidrogen yang

merupakan siklus esensial dalam metabolisme protein dan karbohidrat yang

berfungsi memelihara kekuatan pembuluh darah Vitamin C sangat penting untuk

melawan radikal bebas dalam cairan ekstra sel dan melindungi biomembran dari

peroksidasi Pemberian air kelapa dapat meningkatkan aktivitas GPx SOD dan

CAT pada pekerja terpapar merkuri karena air kelapa mengandung vitamin C

B1 B6 asam-asam amino metionin selenium dan mineral berfungsi melindungi

sel tubuh dari serangan radikal bebas dan mencegah efek paparan merkuri

(Zulaikhah et al 2013) Defisiensi antioksidan yang berupa vitamin C vitamin

E Se Zn dan glutation dalam derajat ringan hingga berat sangat berpengaruh

terhadap respon imun

Komponen kimia yang berperan sebagai antioksidan adalah senyawa

golongan fenolik dan polifenolik yang memiliki kemampuan untuk menangkap

radikal bebas Flavonoid merupakan golongan terbesar dari senyawa polifenol

yang sangat efektif digunakan sebagai antioksidan Senyawa-senyawa ini banyak

terdapat di alam terutama pada tumbuh-tumbuhan seperti teh buah-buahan

sayuran dan anggur (Ramle et al 2008)

Aktivitas antioksidan dari berbagai tanaman erat hubungannya dengan

kandungan fenolnya ada indikasi substansi fenol seperti flavonoid dan asam-

asam fenolat berpotensi lebih besar sebagai antioksidan dibandingkan dengan

vitamin C dan vitamin E Aktivitas antioksidan flavonoid tergantung pada

struktur molekulnya terutama gugus prenil (CH3)2C=CH-CH2 Department of

47

Environmental and Molecular Toxicology Oregon State University dalam

penelitiannya mendapatkan bahwa gugus prenil flavonoid dikembangkan untuk

pencegahan atau terapi terhadap penyakit-penyakit yang dihubungkan dengan

radikal bebas

Asupan antioksidan diperlukan untuk membantu mengembalikan

ketidakseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan endogen serta

mengurangi kerusakan oksidatif dalam tubuh Salah satu terapi antioksidan yang

digunakan adalah ekstrak kulit buah manggis (Garcinia mangostana L) Kulit

buah manggis memiliki kandungan xanthone yang tinggi sehingga memiliki

kemampuan untuk menangkap radikal bebas Gugus hidroksil (OH) yang dimiliki

oleh xanthone efektif mengikat radikal bebas dengan elektron yang tidak memiliki

pasangan Antioksidan ini bekerja dengan cara memotong reaksi oksidasi berantai

dari radikal bebas atau dengan cara menangkapnya sehingga radikal bebas tidak

akan bereaksi dengan komponen seluler dan kerusakan sel dapat dihindari

Makanan yang kaya antioksidan memegang peran dalam mencegah

penyakit-penyakit kanker dan penyakit penurunan fungsi otak Antioksidan dapat

mengurangi resiko penyakit kronis dan mencegah berbagai penyakit baik dengan

cara meningkatkan pertahanan antioksidan dalam tubuh atau dengan cara

mengkonsumsi makanan yang kaya antioksidan Mengkonsumsi antioksidan yang

ada dalam makanan sehari-hari dapat memberi perlindungan terhadap stres

oksidatif Hundekari et al (2013) mendapatkan perlakuan antioksidan dengan

dosis yang sesuai dapat menurunkan kerusakan oksidatif sehingga efektif untuk

memperbaiki kasus keracunan akut OPs

48

27 Manggis

271 Tumbuhan manggis

Tumbuhan manggis (Garcinia mangostana L) berasal dari Asia Tenggara

dan merupakan tumbuhan fungsional karena hampir semua bagian dari tumbuhan

ini dapat dimanfaatkan sebagai obat Manggis termasuk dalam family Guttiferae

dan merupakan species terbaik dari genus Garcia Buah manggis sering dijuluki

Queen of tropical fruit karena mempunyai rasa enak daging buah putih halus

bentuk buah bagus dan disukai banyak orang (Chaverri et al 2008) Manggis

sering disebut mangostin atau kadang-kadang disebut buah super dengan berbagai

karakteristik seperti rasa aroma kaya nutrisi dan daya antioksidan yang tinggi

Buah manggis (Garcinia mangostana L) merupakan buah yang eksotik

karena memiliki warna yang menarik dan kandungan gizi yang tinggi sehingga

buah manggis memiliki prospek yang cukup baik untuk dikembangkan

(Mardawati et al 2011) Tingkatan taksonomi tanaman manggis adalah sebagai

berikut (Prihatman 2000)

- Kingdom Plantae

- Divisi Spermathophyta (Tumbuhan berbiji)

- Sub Divisi Angiospermae (Berbiji tertutup)

- Kelas Dicotyledonae (Biji berkeping dua)

49

- Ordo Theales

- Famili GuttiferaeClusiaceae

- Genus Garcinia

- Spesies Garcinia mangostana L

Selain sebagai buah yang eksotik manggis juga mengandung berbagai senyawa

yang bermanfaat bagi tubuh seperti triterpenoid mangostin tannin resin

kalsium zat besi dan vitamin B1 Potensi manggis tidak hanya terbatas pada

buahnya saja tetapi juga hampir seluruh bagian tumbuhan manggis menyimpan

potensi yang sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia

Kulit buah manggis mengandung beberapa senyawa yang memiliki

aktivitas farmakologi seperti antiinflamasi antihistamin antibakteri anti penyakit

jantung antijamur bahkan untuk terapi HIV (Chaveri et al 2008) Senyawa

utama kandungan kulit buah manggis yang dilaporkan bertanggung jawab atas

beberapa aktivitas farmakologi adalah golongan xanthone yang meliputi

mangostin mangosterol mangostinon A dan B trapezifolixanthone tovophyllin

B dan beta mangostin garcinon B mangostanol flavonoid epikatekin dan

gartanin136-trihidoksi-7-metoksi-28-bis(3-metil-2-butenil)-9H-xanten-9-on(alfa

mangostin) dan 1367-tetrahidroksi-28-bis (3-metil-2-butenil)-9H-xanten-9-on

(gamma mangostin) yang sangat bermanfaat untuk kesehatan (Qosim 2007)

Kandungan antioksidan manggis banyak terdapat pada kulit buahnya

dikenal sebagai antioksidan yang efektif karena mengandung senyawa biologi

xanthones walaupun dapat juga ditemukan dalam semua bagian manggis baik

pada buah kulit buah kulit kayu maupun daunnya Senyawa xanthone hanya

50

dihasilkan oleh genus garcinia Xanthone memiliki struktur kimia yang unik

terdiri dari sistem aromatik trisiklik (C6-C3-C6) dengan kelompok isoprena

metoksil dan hidroksil terletak pada cincin A dan B sehingga senyawa xanthone

beragam Struktur umum xanthone dapat dilihat pada Gambar 210

Gambar 210

Struktur umum senyawa xanthone (Chaverri et al 2008)

Xanthone termasuk golongan senyawa flavonoid Senyawa ini memiliki

dua cincin benzene dan satu cincin piran Inti xanthone dikenal sebagai 9-

xanthenone atau dibenzo-c-pyrone Xanthone dapat diklasifikasikan ke dalam lima

kelompok yaitu oxygenated xanthone xanthone glycoside prenylated xanthone

xanthonolignoid dan miscellaneous xanthone Menurut Chaverri et al (2008)

terdapat 200 lebih xanthone yang tersedia di alam ini dan 50 diantaranya

terkandung dalam kulit buah manggis

Xanthone memiliki rumus molekul C13H8O2 sehingga memiliki massa

molar sebesar 196191 gram mol Dalam penamaan menurut IUPAC senyawa ini

diberi nama 9H-xanthen-9-one Uji aktivitas antioksidan kulit buah manggis

dengan menggunakan peroksinitrit sebagai radikal bebas diketahui bahwa 8-

hydroxycudraxanthone G gartanin α-mangostin γ-mangostin dan smeath-

xanthone A merupakan komponen yang memiliki aktivitas antioksidan terbesar

51

(Jung et al 2006) Senyawa xanthone yang banyak terdapat pada kulit manggis

yaitu α - dan γ - mangostin (Obolsky et al 2009)

Struktur kimia beberapa turunan xanthone seperti α mangostin β

mangostin dan γ mangostin dapat dilihat pada pada Gambar 211

(Chaivisuthangkura et al 2008)

α mangostin β mangostin γ mangostin

Gambar 211

Struktur Kimia beberapa derivat xanthone

(Chaivisuthangkura et al 2008)

Senyawa-senyawa xanthone juga mempunyai aktivitas antibakteri

melawan S Aureus strain yang resisten terhadap penicillin dan methicillin

aktivitas antifungi melawan F Oxiforum A Tenuls dan D Oryzae (Chomnawang

2007) Garcinia mangostana dan senyawa-senyawa xanthone α-mangostin

mendorong aktivitas antimikroba melawan P acnes dan S epidermis yang

merupakan agen etiologi kritis pada jerawat (Chomnawang et al 2007)

Senyawa alfa-mangostin sebagai turunan xanthone memiliki kemampuan

dalam menekan pembentukan senyawa karsinogen pada kolon Xanthone juga

52

bermanfaat mencegah pertumbuhan sel kanker dan tumor Kemampuan

antioksidannya bahkan melebihi vitamin C dan E yang selama ini dikenal sebagai

antioksidan yang paling efektif (Ummi dan Any 2014) Hasil penelitian Kosem

et al (2007) mendapatkan ekstrak metanol kulit buah manggis mengandung α

mangostin sebesar 2519 g100 g ekstrak

Moongkandi et al (2004) menyatakan kulit buah manggis bermanfaat

penting bagi kesehatan karena kaya akan antioksidan seperti xanthone dan

antosianin Antosianin merupakan salah satu antioksidan kuat yang mampu

mencegah berbagai kerusakan akibat stress oksidatif sehingga mampu melindungi

sel dari radikal bebas Penelitian lain juga mendapatkan bahwa xanthone dari

manggis memiliki aktivitas antioksidan antitumor antiinflamasi antialergi

antifungi dan antibakteri (Suksamrarn et al 2006 dan Chaverri et al 2008)

Garcinia mangostana memiliki aktivitas antioksidan yang signifikan pada

IC50 sebesar 613 μgml juga efektif dalam scavenging radikal bebas dan bisa

mengurangi produksi cytokine sebagai suatu proinflamasi Senyawa xanthone

pada kulit buah manggis merupakan antioksidan tingkat tinggi karena kandungan

antioksidannya 667 kali dari wortel dan 83 kali jeruk (Qosim 2007)

Antioksidan yang terkandung dalam kulit buah manggis didominasi oleh

senyawa fenol yaitu xanthone Kadar xanthone dalam manggis berbeda-beda

tergantung pada kualitas buah yang terbesar didapatkan pada buah dengan kulit

burik atau kasar yakni sebesar 23544 μgg ekstrak sedangkan pada buah besar

dengan kulit mulus mengandung kadar xanthone sebesar 18502 μgg ekstrak

buah kecil sebesar 20434 μgg dan buah dengan kulit mengandung getah kuning

53

15289 μgg ekstrak Xanthone dalam kulit buah yang mengandung getah kuning

berperan dalam mekanisme pertahanan mencegah terjadinya stres akibat serangan

hama atau kerusakan fisik (Arsana 2014)

Xanthone sebagai antioksidan akan memutus rantai reaksi oksidasi radikal

bebas untuk mencegah reaksi oksidasi dengan reaksi reduksi yang melibatkan

hidrogen Keterlibatan hidrogen dalam reaksi-reaksi reduksi dapat menghambat

reaksi oksidasi antara radikal bebas dengan oksigen Kadar Oxygen Radical

Absorbance Capacity (ORAC) dari xanthone mencapai 17000-20000 ORAC per

100 ons kulit manggis lebih besar dari wortel dan jeruk yang kadar ORAC-nya

hanya 300 dan 2400 (Fanany 2013) Manfaat yang demikian besar menyebabkan

xanthone sangat dibutuhkan dalam tubuh sebagai penyeimbang prooksidan

Prenilasi xanthone juga mempunyai efek penghambat terhadap M Tuberculosis

Alfa-mangostin yang merupakan derivat xanthone didapatkan mempunyai potensi

sebagai antimikroba (Suksamrarn et al 2006) Selain itu kulit buah manggis

juga mengandung beberapa senyawa lain seperti yang tertera pada Tabel 23

Tabel 23

Komposisi Tepung Kulit Buah Manggis

Sumber Shahidi 1997 dalam Ummi dan Any 2014

No Komponen Kadar ( bk)

1

Air 900

2 Abu 258

3 Gula 692

4 Protein 269

5 Serat Kasar 3005

6 Lainnya (Tanin lemak dll) 4876

54

272 Ekstrak kulit buah manggis

Ekstrak kulit buah manggis mengandung berbagai senyawa yang diduga

bekerja sebagai antioksidan dengan cara mendonorkan elektronnya kepada radikal

bebas sehingga mencegah terjadinya peroksidasi lipid baik pada tahap inisiasi

propagasi maupun pada tahap terminasi (Middleton et al 2000) Senyawa-

seyawa ini bekerja sebagai sinyal yang akan mengaktivasi nuclear factor

erythroid 2- related factor 2 (Nrf2) yang terikat pada Kelch-like ECH-associated

protein-1 (Keap1) dalam sitoplasma sehingga mengalami disosiasi dan translokasi

menuju nukleus Dalam nukleus Nrf2 berasosiasi pada bagian promoter gen yang

disebut Antioxidant Respone Element (ARE) sehingga memicu ekspresi gen

penyandi antioksidan Senyawa yang terkandung dalam ekstrak kulit buah

manggis disamping bekerja sebagai antioksidan dengan cara mendonorkan

elektronnya kepada radikal bebas juga dapat menstimulasi ekspresi gen penyandi

antioksidan melalui aktivasi Nrf2 Salah satu stimulan tersebut adalah golongan

fenol (Inoue 2001) Ekstrak kulit buah manggis dapat mengatur aktivitas catalase

dalam aktivitasnya sebagai scavenger H2O2 atau mengatur gen Nrf-2 (Bartz et

al 2010) Hal ini sesuai dengan yang didapatkan dalam penelitian

Weecharangsan et al (2006) aktivitas ekstrak air dan ekstrak etanol kulit buah

manggis berperan sebagai scavenger H2O2

Skrining fitokimia dilakukan untuk memberikan gambaran tentang

golongan senyawa yang terkandung dalam ekstrak etanol kulit buah manggis

Hasil uji skrining fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak etanol kulit buah

manggis mengandung senyawa golongan alkaloid triterpenoid saponin

55

flavonoid tannin dan polifenol (Kristianti et al 2008) Polifenol adalah senyawa

fenolik yang memiliki lebih dari satu gugus hidroksil (OH) golongan senyawa ini

terdapat pada berbagai jenis tumbuhan yang mempunyai berbagai macam aktivitas

biologi salah satunya adalah aktivitas antioksidan (Scalbert et al 2005)

Polifenol banyak ditemukan dalam buah-buahan sayuran dan biji-bijian

yang merupakan sumber antioksidan alami Senyawa polifenol terdiri dari

beberapa subkelas yakni flavonol isoflavon (dalam kedelai) flavanon

antosianidin katekin dan biflavan Semua polifenol mampu menjadi perangkap

oksigen dan radikal alkil dengan memberikan donor elektron sehingga terbentuk

radikal fenoksil yang relatif stabil (Mokgope 2006) Senyawa-senyawa polifenol

alami secara langsung sebagai scavenger SOR dan secara tak langsung melindungi

aktivitas beberapa enzim sehingga berpotensi meningkatkan antioksidan endogen

(Masella et al 2005) Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Martin et al

(2010) yang mendapatkan CPE (cocoa polyphenolic extrac) yang mengandung

senyawa-senyawa flavonoid seperti katecin epikatecin dan prosianidin

meningkatkan aktivitas GPx dan glutation reduktase (GR) Senyawa-senyawa ini

mereduksi produksi SOR dan mengatur aktivitas antioksidan enzim Peningkatan

aktivitas enzim antioksidan dapat digunakan sebagai terapi penyakit-penyakit

yang disebabkan oleh stress oksidatif

Senyawa fenol sebagai antioksidan tergantung dari beberapa faktor seperti

ikatan gugus hidroksil pada cincin aromatik posisi ikatan posisi hidroksil bolak

balik pada cincin aromatik dan kemampuannya dalam memberi donor hidrogen

atau donor elektron serta kemampuannya dalam memerangkap radikal bebas (free

56

radical scavengers) Palakawong et al (2010) mendapatkan daya antioksidan

ekstrak kulit buah manggis sebesar 594 microgml yang dianalisis dengan metode

DPPH Ekstrak kulit manggis mengandung total fenol yang cukup tinggi yaitu

sebesar 4112 mgg dengan aktivitas antioksidannya sebesar 8442 (Dyahnugra

et al 2015) Ekstrak etanol kulit buah manggis menunjukkan aktivitas yang

signifikan dalam menghambat pembentukan 50 radikal menghambat radikal

superoxide (O2-) mereduksi produksi ROS dan dapat menangkap radikal

hidroksil (OH-) (Chomnawang et al 2007)

Senyawa flavonoid adalah senyawa-senyawa polifenol yang memiliki 15

atom karbon (C6-C3-C6) terdiri dari dua cincin benzena yang dihubungkan

menjadi satu oleh rantai linier yang terdiri dari tiga atom karbon Flavonoid

dalam ekstrak kulit buah manggis berperan membasmi radikal bebas dengan

berbagai cara misalnya dengan menghambat enzim yang bertanggung jawab

memproduksi anion superoksida yaitu xantin oksidase ada juga dengan

menyumbangkan elektronnya ke radikal superoksida atau radikal lipid agar stabil

(Smith et al 2005)

Ekstrak kulit buah manggis baik dengan pelarut air etanol 50 etanol

95 dan etil asetat menunjukan aktivitas antioksidan dan neuroprotektif

(Weecharangsan et al 2006) Kapasitas antioksidan ekstrak air dan etanol 50

diuji dengan metoda DPPH didapatkan masing-msing sebesar 3498 dan 3076

Kapasitas antioksidan ekstrak ini sudah dicobakan pada sel neuroblastoma

(NG108-15) yang terpapar hidrogen peroksida (H2O2) kedua ekstrak ini

memperlihatkan aktivitas neuroprotektif dengan konsentrasi 50 lgmL Aktivitas

57

neuroprotektif ekstrak etanol 50 kulit buah manggis lebih tinggi dibandingkan

dengan ekstrak air Ekstrak etanol kulit buah manggis juga mempunyai aktivitas

antioksidan yang signifikan sebagai penghambat pembentukan radikal DPPH

(Chomnawang et al 2007)

Ekstrak kulit buah manggis diketahui memiliki daya antioksidan sangat

kuat hal ini dibuktikan dengan menggunakan fraksi pelarut metanol etanol dan

etil asetat semuanya memiliki daya antioksidan EC50 kurang dari 50 Fraksi

metanol mempunyai nilai EC50 yang paling kecil dibanding dengan kedua

fraksi lainnya masing-masing 800 mgL 926 mgL dan 2948 mgL ini berarti

fraksi metanol mempunyai aktivitas antioksidan yang lebih besar dibandingan

dengan fraksi etanol dan etil asetat (Mardawati et al 2011) Hal ini didukung

oleh Li dan Xu (2015) yang menyatakan ekstrak metanol kulit buah manggis

mempunyai aktivitas antioksidan yang kuat karena kandungan polifenolnya sangat

tinggi

Senyawa fenol banyak ditemukan pada berbagai tanaman Senyawa ini

telah dieksploitasi secara intensif karena selain berfungsi sebagai antioksidan juga

memiliki berbagai fungsi biologi seperti anti mutagenik dan anti karsinogenik

Antioksidan alami yang terdapat dalam tanaman akan meredam radikal bebas

yang berbahaya dari tubuh Senyawa-senyawa polifenol dari tanaman seperti

flavonoid digambarkan sebagai peredam SOR Ekstrak kulit buah manggis dapat

mengurangi produksi SOR intrasel secara signifikan yang ditentukan dengan 27-

dichlorofluorescein diacetate (DCFH-DA) dalam SKBR3 saluran sel

(Moongkarndi et al 2004) Aktivitas radikal hidroksil (HO-) diperangkap oleh

58

xanthone yang diisolasi dari beberapa ekstrak kulit buah manggis (Chin et al

2008) Xanthone dapat diklasifikasikan ke dalam lima kelompok yaitu

oxygenated xanthone xanthone glycoside prenylated xanthone xanthonolignoid

dan miscellaneous xanthone Saat ini sekitar 1000 xanthone berbeda telah

diketahui (Chaverri et al 2008)

Kulit buah manggis mengandung 90 xanthone terutama α dan β

mangostin yang disebut panaxanthone dapat memulihkan sistem pertahanan

antioksidan endogen seperti aktivitas SOD GPx dan kadar GSH secara invitro

dan in vivo memecah langsung SOR untuk mengurangi penipisan GSH dan

meghambat peroksidasi lipid Efek protektif α mangostin diduga terhadap stress

oksidatif dimediasi melalui jalur Nrf2 (Jung et al 2006) Ekstrak kulit buah

manggis dapat menurunkan MDA meningkatkan SOD dan GPx pada tikus yang

mengalami peningkatan MDA serta penurunan SOD dan GPx karena perlakuan

latihan (Arsana 2013) Hal yang sama didapatkan oleh Sudjarwo dan

Koerniasari (2015) bahwa pemberian ekstrak kulit buah manggis dapat

meningkatkan aktivitas GPx dan SOD ginjal tikus yang menurun karena diberi

perlakuan logam berat timbal mungkin disebabkan oleh kemampuan ekstrak

kulit buah manggis mengurangi akumulasi radikal bebas

Skrining fitokimia ekstrak kulit manggis juga menunjukkan bahwa kulit

buah manggis mengandung senyawa metabolit sekunder berupa golongan alkaloid

saponin tanin polifenol dan flavonoid (Poeloengan dan Praptiwi 2010)

Saponin merupakan zat aktif yang dapat meningkatkan permeabilitas membran

sehingga terjadi hemolisis sel Apabila saponin berinteraksi dengan sel bakteri

59

maka bakteri tersebut akan rusak atau lisis sedangkan flavonoid merupakan

kelompok senyawa fenol yang mempunyai kecenderungan untuk mengikat

protein sehingga mengganggu proses metabolisme bakteri tersebu Senyawa-

senyawa fenolik dapat bereaksi dengan senyawa oksigen reaktif disebabkan

oleh satu atau dua gugus hidroksil pada cincin aromatik dapat berperan sebagai

donor hidrogen (Dungir et al 2012)

Tanin dalam konsentrasi rendah mampu menghambat pertumbuhan

bakteri sedangkan pada konsentrasi tinggi mampu bertindak sebagai antibakteri

dengan cara menggumpalkan protoplasma bakteri sehingga terbentuk ikatan yang

stabil dengan protein bakteri Selain itu pada saluran pencernaan tanin mampu

mengeliminasi toksin (Poeloengan dan Praptiwi 2010)

Flavonoid merupakan golongan senyawa yang mempunyai kemampuan

sebagai antioksidan Flavonoid juga berperan mengaktifkan enzim kunci dalam

respirasi mitokondria dan melindungi sel neuron sehingga mencegah stres

oksidatif dan kerusakan jaringan Asupan flavonoid berperan sebagai

neuroprotektif berpotensi melindungi neuron dari neurotoksin meningkatkan

fungsi memori pembelajaran dan kognitif (Spencer 2009)

Uji daya antioksidan ekstrak kulit manggis buah dilakukan oleh Lin et al

(2014) menggunakan DPPH Radikal bebas DPPH (DPPHbull) mungkin akan

ditangkap oleh antioksidan dengan memberikan atom hidrogen (Hbull) membentuk

molekul stabil DPPH-H mekanismenya seperti tampak pada Gambar 212

Gambar ini menunjukkan reaksi antara γ-mangostin dengan DPPH akan

menghasilkan senyawa yang stabil sehingga tidak akan terjadi reaksi rantai yang

60

akan menghasilkan radikal-radikal lain yang lebih reaktif Dalam molekul γ-

mangostin gugus ortho-dihidroksil menjadi homolysis menghasilkan radikal

hidrogen (Hmiddot) dan radikal γ-mangostinmiddot (I) Hmiddot kemudian bergabung dengan

DPPHmiddot membentuk molekul DPPH-H dan radikal γ-mangostin menjadi (II)

yang selanjutnya dapat menghasilkan radikal hidrogen (Hmiddot) melebihi yang

diperlukan oleh radikal DPPH (DPPHmiddot) untuk membentuk quinone (III) Hasil ini

mengindikasikan bahwa ekstrak kulit buah manggis sebagai sumber antioksidan

yang baik dengan cara mendonasikan elektron kepada radikal bebas untuk

membentuk produk stabil sehingga tidak menimbulkan reaksi berantai

Gambar 212

Reaksi γ mangostin dengan DPPH sebagai radikal bebas

Lin et al (2014)

61

62

63

Page 30: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pestisida...pestisida menginduksi produksi serotonin dan histamin, sebagai hormon yang memicu reaksi alergi dan dapat menimbulkan senyawa baru yang lebih

38

termasuk stres oksidatif (Singh et al2006) Kerusakan sel cedera irreversible sel

dan kematian sel dapat terjadi apabila stres oksidatif berlangsung lama

Tabel 22 Perbandingan profil biokimia antara kontrol

dan penyemprot pestisida

Parameters Controls(n=18)

Mean plusmnSD

Sprayers (n=50)

Mean plusmnSD

MDA (nmolTBARSml blood)

943 plusmn078

2630 plusmn202

CAT (μ mol H2O2 hydrolysed X

104mlg Hb)

1055plusmn1520

13569 plusmn 1234

SOD(μmol hydroysed X 104mlg

Hb)

329 plusmn 079 803 plusmn 246

Sumber Mishra et al 2013

26 Antioksidan

Antioksidan adalah molekul yang mampu memperlambat atau mencegah

oksidasi molekul lain (Chakraborty et al 2009) Antioksidan adalah senyawa-

senyawa yang dapat menunda atau menghambat terjadinya oksidasi biomolekul

dengan menghambat reaksi-reaksi oksidasi rantai oleh radikal bebas dan mampu

menurunkan kerusakan oksidatif (Jantan et al 2011) Antioksidan juga

didefinisikan sebagai senyawa yang mampu menunda memperlambat atau

menghambat reaksi oksidasi makanan maupun obat Antioksidan akan bereaksi

dengan oksidan sehingga mengurangi kapasitas oksidan untuk dapat menimbulkan

kerusakan (Shahidi 1997 dalam Asep et al 2012)

Antioksidan dalam sistem biologi baik antioksidan enzim maupun non

enzim melindungi sel dari kerusakan yang disebabkan oleh molekul-molekul yang

39

tidak stabil yang disebut radikal bebas Antioksidan membantu menghancurkan

radikal bebas yang merusak sel mendukung pertumbuhan sel-sel yang sehat

melindungi sel dari penuaan mendukung sistem imun dalam tubuh Antioksidan

bersifat sangat mudah teroksidasi atau bersifat reduktor kuat dibanding dengan

molekul lain sehingga keefektifan antioksidan tergantung dari seberapa kuat daya

oksidasinya semakin mudah teroksidasi maka semakin efektif antioksidan

tersebut Antioksidan mampu melindungi sel melawan kerusakan yang

ditimbulkan oleh radikal bebas dan SOR seperti singlet oksigen peroksi nitrit

superoksida radikal peroksida dan radikal hidroksil (Chaveri et al2008 )

Antioksidan dapat menunda atau mencegah terjadinya reaksi oksidasi

radikal bebas dan oksidasi lipid dalam konsentrasi yang lebih rendah dari substrat

yang dapat dioksidasi Suhartono et al (2008) menyatakan antioksidan dapat

diklasifikasikan dalam 5 tipe yaitu a) Antioksidan primer berupa senyawa-

senyawa fenol yang mampu memutus rantai reaksi pembentukan radikal bebas

asam lemak Senyawa ini memberikan atom hidrogen yang berasal dari gugus

hidroksi sehingga terbentuk senyawa yang stabil seperti BHA (butyl

hidroksilanisol) BHT (butyl hydrotoluen) dan tokoferol b) Antioksidan

perangkap oksigen yaitu senyawa-senyawa yang berperan sebagai pengikat

oksigen sehingga mencegah reaksi oksidasi Senyawa ini mengadakan reaksi

dengan oksigen yang berada dalam sistem sehingga jumlahnya berkurang seperti

vitamin C (asam askorbat) askorbil palminat asam eritorbat dan sulfit c)

Antioksidan sekunder adalah senyawa-senyawa yang mempunyai kemampuan

untuk berdekomposisi dengan hidroperoksida menjadi produk akhir yang stabil

40

d) Antioksidan enzim yaitu enzim yang berperan mencegah terbentuknya radikal

bebas seperti glukose oksidase superoksida dismutase (SOD) glutation

peroksidase (GPx) dan katalase (CAT) dan e) Antioksidan Chelators

sequestrants yaitu senyawa-senyawa yang mampu mengikat logam seperti besi

dan tembaga yang mampu mengkatalisis reaksi oksidasi lemak seperti asam sitrat

asam amino ethylenediaminetetra acetid acid (EDTA) dan fosfolipid

Antioksidan bereaksi dengan radikal bebas dengan mengurangi

konsentrasi oksigen mencegah pembentukan singlet oksigen yang reaktif

mencegah inisiasi rantai pertama dengan menangkap radikal primer seperti radikal

hidroksil mengikat katalis ion logam mendekomposisi produk-produk primer

radikal menjadi senyawa non-radikal dan memutus rantai hidroperoksida

sehingga mengurangi kapasitas radikal bebas untuk menimbulkan kerusakan

(Mardawati et al 2011)

Berdasarkan mekanisme kerjanya antioksidan dikelompokan menjadi 1)

Antioksidan primer yaitu antioksidan yang bereaksi dengan radikal lipid berenergi

tinggi untuk menghasilkan produk yang memiliki kestabilan termodinamis lebih

baik seperti golongan fenol (isoflavon) 2) Antioksidan sekunder yang juga

dikenal dengan antioksidan pencegah (Preventive Antioxidant) yang dapat

memperlambat reaksi inisiasi dengan cara memutus rantai hidroperoksida seperti

dilauril thio-dipropionate dan asam thiodipropionate Antioksidan golongan ini

adalah antioksidan yang berikatan dengan gugus thiol (Shahidi dan Naczk1995

dalam Mardawati et al 2011)

41

Antioksidan pemutus rantai adalah molekul kecil yang dapat menerima

dan memberi elektron dari atau ke radikal bebas sehingga membentuk senyawa

baru yang stabil seperti vitamin E dan vitamin C Sedangkan antioksidan logam

transisi terikat protein bekerja mengikat ion-ion logam Fe2+

dan Cu2+

seperti

flavonoid dapat mencegah radikal bebas Antioksidan jenis ini memperbaiki

kerusakan sel-sel dan jaringan yang disebabkan radikal bebas (Winarsi 2007)

Mekanisme kerja antioksidan senyawa fenolik adalah sebagai berikut

Radikal Lipida Antioksidan Radikal Antioksidan

ROO + AH ROOH + A

RO + AH ROH + A

R + AH RH + A

OH + AH H2O + A

Senyawa antioksidan (AH) dapat memberikan atom hidrogen secara cepat ke

radikal lipida (ROO RO R OH ) dan mengubahnya menjadi bentuk yang lebih

stabil Sementara turunan radikal antioksidan (A) yang dihasilkan lebih stabil

dibandingkan radikal lipida karena akan terjadi delokalisasi perbaikan elektron

dari ikatan rangkap pada cincin benzen sebagai indikasi oleh ikatan isomer

valensi

Peningkatan jumlah gugus hidroksil (alkil hidrogen pada struktur

kimianya) pada posisi para atau ortho seperti pada genistein dapat meningkatkan

aktivitas antioksidan isoflavon Antioksidan dapat menghambat oksidasi atau

42

menghentikan reaksi berantai pada radikal bebas dari lemak yang teroksidasi

dapat melalui empat macam mekanisme reaksi yaitu 1) Pelepasan hidrogen dari

antioksidan 2) Pelepasan elektron dari antioksidan 3) Adisi lemak ke dalam

cincin aromatik pada antioksidan dan 4) Pembentukan senyawa kompleks antara

lemak dan cincin aromatik dari antioksidan

Antioksidan dapat mencegah tidak terkontrolnya pembentukan radikal

bebas dan aktivitas SOR atau mencegah reaksinya dengan struktur biologi (Nisar

et al 2013) Status antioksidan baik yang endogen maupun yang eksogen yang

menurun dapat mengganggu keseimbangan redoks seluler dan kondisi patologis

akan menjadi karakteristik utama dan membentuk stres oksidatif pada sel maupun

jaringan

261 Antioksidan enzimatis

Di dalam sistem biologis sudah tersedia antioksidan berupa enzim

(antioksidan enzimatis) yaitu superoksida dismutase (SOD) katalase (CAT) dan

glutation peroksidase (GPx) Antioksidan-antioksidan ini bekerja dengan cara

mencegah pembentukan senyawa radikal bebas baru atau mengubah radikal bebas

yang telah terbentuk menjadi molekul yang kurang reaktif (Finosh dan Jayabalan

2013) Mekanisme kerja antioksidan enzimatik adalah mengkatalisir pemusnahan

radikal bebas dalam sel Aktivitas enzim intrasel SOD dan CAT mengkatalisasi

dismutasi superoksida dan hidrogen peroksida aktivitas GPx mereduksi hidrogen

peroksida dan peroksida organik menjadi air dan oksigen Aktivitas enzim

intrasel ini dapat dilihat pada Gambar 29

43

GPx merupakan enzim penangkal radikal bebas dengan dua cara yaitu

pertahanan terhadap oksidan dan dengan mengkatalisis peroksida menjadi air dan

oksigen GPx memerlukan glutation sebagai substrat terdapat dalam dua bentuk

yaitu glutation tereduksi atau GSH dan glutation teroksidasi atau GSSG Ketika

mengkatalisis perubahan hidrogen peroksida (H2O2) menjadi H2O GSH

dioksidasi menjadi GSSG kemudian GSSG dapat direduksi kembali oleh NADPH

untuk mendapatkan kembali GSH (Marciniak et al 2009)

Gambar 29

SOD dan CAT mengkatalisasi dismutasi superoksida dan hidrogen peroksida

(Finosh dan Jayabalan 2013)

Enzim GPx terdapat terutama dalam mitokondria merupakan enzim

scavenger terhadap hidrogen peroksida dan berperan utama dalam mengatur

konsentrasi H2O2 dan dan berbagai macam peroksida organik Aktivitas GPx yang

menurun menunjukkan terjadinya penurunan kapasitas menghilangkan H2O2 dan

terjadinya hidroperoksida lemak

44

Enzim GPx sangat berperan dalam pengaktifan kembali enzim

kolinesterase melalui 1) Pengaktifan AMP siklik yang secara langsung dapat

mengaktifkan enzim kolinesterase 2) keseimbangan NADP dan NADPH pada

jalur glikolisis aerobik dalam eritrosit sehingga eritrosit tidak rusak kerusakan

eritrosit dapat menurunkan produksi kolinesterase darah 3) peranan kofaktor

prostaglandin pada sintesis tromboksan A2 yang memacu trombogenesis dan

vasokonstriksi pembuluh darah bersamaan dengan terbentuknya tromboksan akan

diaktifkan cAMP yang secara langsung mengaktifkan kinase protein termasuk

kinase protein enzim kolinesterase 4) sebagai antioksidan yang dapat melindungi

sel termasuk eritrosit dari kerusakan akibat radikal bebas 5) sebagai kofaktor

proses oksidasi dealkilasi ikatan organofosfat dengan kolinesterase darah 6)

berperan sebagai detoksifikasi dalam tubuh dengan mereduksi radikal bebas

peroksida sekaligus membentuk peroksida lipid di dalam membran sel (Stranges

et al 2010)

GPx adalah enzim antioksidan yang dapat mendetoksifikasi hidrogen

peroksida dan lipid hidroperoksida dalam menurunkan glutation Di dalam darah

terdapat beberapa jenis GPx dua diantaranya adalah GPx seluler (cGPx) dalam sel

darah merah dan GPx ekstrasel (eGPx) terdapat dalam plasma GPx sebagai enzim

antioksidan bekerja menjadi peredam (quenching) radikal bebas dan berperan

dalam metabolisme xenobiotik yang ditemukan dalam sel (Sen et al 2010)

GPx dengan konsentrasi tinggi ditemukan dalam hepar dan sel darah

merah sedangkan pada jantung ginjal paru-paru adrenal lambung dan jaringan

adipose mengandung GPx dalam kadar sedang GPx kadar rendah ditemukan

45

dalam otak otot testis dan lensa mata GPx yang rendah berkorelasi dengan

gangguan yang berhubungan dengan radikal bebas (Judge et al 2005) Jika

antioksidan endogen gagal mengatasi produksi metabolit reaktif maka

antioksidan eksogen akan diperlukan untuk menyeimbangkan status redoks

(Noori 2012) Sumber makanan termasuk tanaman rempah-rempah vitamin dan

ekstrak herbal memainkan peran penting dalam hal ini

262 Antioksidan non enzimatis

Antioksidan non enzimatis disebut juga antioksidan sekunder atau

antioksidan eksogen (diperoleh dari luar) digolongkan menjadi dua golongan

yaitu yang larut dalam lemak seperti tokoferol karotenoid flavoniod quinon dan

bilirubin serta yang larut dalam air seperti asam askorbat asam urat protein

pengikat logam dan protein pengikat heme (Winarsi 2007) Antioksidan ini dapat

berupa bahan-bahan alami dan juga sintetis Antioksidan alami seperti vitamin

adalah campuran redoks yang seimbang dengan bentuk tereduksi dan teroksidasi

dan sebaliknya untuk antioksidan sintetis merupakan redoks yang tidak seimbang

bahkan menghasilkan radikal bebas yang pada beberapa kasus berbahaya (Rani

etal 2004)

Vitamin C merupakan antioksidan yang sangat penting dalam cairan

ekstra sel karena dapat menyerang radikal-radikal yang larut dalam darah dan

melindungi lemak plasma dari perusakan peroksidasi oleh radikal-radikal peroksil

Peran utama vitamin C adalah menetralisir radikal bebas yang ada di dalam dan

di luar sel Vitamin C merupakan sumber elektron pendonor bagi radikal bebas

(Nisar et al 2013) Vitamin C berperan positip dalam proses detoksifikasi

46

yang sangat diperlukan untuk sintesis kolagen dan pertumbuhan serta

pemeliharaan jaringan epitel Peranan vitamin C sebagai pembawa hidrogen yang

merupakan siklus esensial dalam metabolisme protein dan karbohidrat yang

berfungsi memelihara kekuatan pembuluh darah Vitamin C sangat penting untuk

melawan radikal bebas dalam cairan ekstra sel dan melindungi biomembran dari

peroksidasi Pemberian air kelapa dapat meningkatkan aktivitas GPx SOD dan

CAT pada pekerja terpapar merkuri karena air kelapa mengandung vitamin C

B1 B6 asam-asam amino metionin selenium dan mineral berfungsi melindungi

sel tubuh dari serangan radikal bebas dan mencegah efek paparan merkuri

(Zulaikhah et al 2013) Defisiensi antioksidan yang berupa vitamin C vitamin

E Se Zn dan glutation dalam derajat ringan hingga berat sangat berpengaruh

terhadap respon imun

Komponen kimia yang berperan sebagai antioksidan adalah senyawa

golongan fenolik dan polifenolik yang memiliki kemampuan untuk menangkap

radikal bebas Flavonoid merupakan golongan terbesar dari senyawa polifenol

yang sangat efektif digunakan sebagai antioksidan Senyawa-senyawa ini banyak

terdapat di alam terutama pada tumbuh-tumbuhan seperti teh buah-buahan

sayuran dan anggur (Ramle et al 2008)

Aktivitas antioksidan dari berbagai tanaman erat hubungannya dengan

kandungan fenolnya ada indikasi substansi fenol seperti flavonoid dan asam-

asam fenolat berpotensi lebih besar sebagai antioksidan dibandingkan dengan

vitamin C dan vitamin E Aktivitas antioksidan flavonoid tergantung pada

struktur molekulnya terutama gugus prenil (CH3)2C=CH-CH2 Department of

47

Environmental and Molecular Toxicology Oregon State University dalam

penelitiannya mendapatkan bahwa gugus prenil flavonoid dikembangkan untuk

pencegahan atau terapi terhadap penyakit-penyakit yang dihubungkan dengan

radikal bebas

Asupan antioksidan diperlukan untuk membantu mengembalikan

ketidakseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan endogen serta

mengurangi kerusakan oksidatif dalam tubuh Salah satu terapi antioksidan yang

digunakan adalah ekstrak kulit buah manggis (Garcinia mangostana L) Kulit

buah manggis memiliki kandungan xanthone yang tinggi sehingga memiliki

kemampuan untuk menangkap radikal bebas Gugus hidroksil (OH) yang dimiliki

oleh xanthone efektif mengikat radikal bebas dengan elektron yang tidak memiliki

pasangan Antioksidan ini bekerja dengan cara memotong reaksi oksidasi berantai

dari radikal bebas atau dengan cara menangkapnya sehingga radikal bebas tidak

akan bereaksi dengan komponen seluler dan kerusakan sel dapat dihindari

Makanan yang kaya antioksidan memegang peran dalam mencegah

penyakit-penyakit kanker dan penyakit penurunan fungsi otak Antioksidan dapat

mengurangi resiko penyakit kronis dan mencegah berbagai penyakit baik dengan

cara meningkatkan pertahanan antioksidan dalam tubuh atau dengan cara

mengkonsumsi makanan yang kaya antioksidan Mengkonsumsi antioksidan yang

ada dalam makanan sehari-hari dapat memberi perlindungan terhadap stres

oksidatif Hundekari et al (2013) mendapatkan perlakuan antioksidan dengan

dosis yang sesuai dapat menurunkan kerusakan oksidatif sehingga efektif untuk

memperbaiki kasus keracunan akut OPs

48

27 Manggis

271 Tumbuhan manggis

Tumbuhan manggis (Garcinia mangostana L) berasal dari Asia Tenggara

dan merupakan tumbuhan fungsional karena hampir semua bagian dari tumbuhan

ini dapat dimanfaatkan sebagai obat Manggis termasuk dalam family Guttiferae

dan merupakan species terbaik dari genus Garcia Buah manggis sering dijuluki

Queen of tropical fruit karena mempunyai rasa enak daging buah putih halus

bentuk buah bagus dan disukai banyak orang (Chaverri et al 2008) Manggis

sering disebut mangostin atau kadang-kadang disebut buah super dengan berbagai

karakteristik seperti rasa aroma kaya nutrisi dan daya antioksidan yang tinggi

Buah manggis (Garcinia mangostana L) merupakan buah yang eksotik

karena memiliki warna yang menarik dan kandungan gizi yang tinggi sehingga

buah manggis memiliki prospek yang cukup baik untuk dikembangkan

(Mardawati et al 2011) Tingkatan taksonomi tanaman manggis adalah sebagai

berikut (Prihatman 2000)

- Kingdom Plantae

- Divisi Spermathophyta (Tumbuhan berbiji)

- Sub Divisi Angiospermae (Berbiji tertutup)

- Kelas Dicotyledonae (Biji berkeping dua)

49

- Ordo Theales

- Famili GuttiferaeClusiaceae

- Genus Garcinia

- Spesies Garcinia mangostana L

Selain sebagai buah yang eksotik manggis juga mengandung berbagai senyawa

yang bermanfaat bagi tubuh seperti triterpenoid mangostin tannin resin

kalsium zat besi dan vitamin B1 Potensi manggis tidak hanya terbatas pada

buahnya saja tetapi juga hampir seluruh bagian tumbuhan manggis menyimpan

potensi yang sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia

Kulit buah manggis mengandung beberapa senyawa yang memiliki

aktivitas farmakologi seperti antiinflamasi antihistamin antibakteri anti penyakit

jantung antijamur bahkan untuk terapi HIV (Chaveri et al 2008) Senyawa

utama kandungan kulit buah manggis yang dilaporkan bertanggung jawab atas

beberapa aktivitas farmakologi adalah golongan xanthone yang meliputi

mangostin mangosterol mangostinon A dan B trapezifolixanthone tovophyllin

B dan beta mangostin garcinon B mangostanol flavonoid epikatekin dan

gartanin136-trihidoksi-7-metoksi-28-bis(3-metil-2-butenil)-9H-xanten-9-on(alfa

mangostin) dan 1367-tetrahidroksi-28-bis (3-metil-2-butenil)-9H-xanten-9-on

(gamma mangostin) yang sangat bermanfaat untuk kesehatan (Qosim 2007)

Kandungan antioksidan manggis banyak terdapat pada kulit buahnya

dikenal sebagai antioksidan yang efektif karena mengandung senyawa biologi

xanthones walaupun dapat juga ditemukan dalam semua bagian manggis baik

pada buah kulit buah kulit kayu maupun daunnya Senyawa xanthone hanya

50

dihasilkan oleh genus garcinia Xanthone memiliki struktur kimia yang unik

terdiri dari sistem aromatik trisiklik (C6-C3-C6) dengan kelompok isoprena

metoksil dan hidroksil terletak pada cincin A dan B sehingga senyawa xanthone

beragam Struktur umum xanthone dapat dilihat pada Gambar 210

Gambar 210

Struktur umum senyawa xanthone (Chaverri et al 2008)

Xanthone termasuk golongan senyawa flavonoid Senyawa ini memiliki

dua cincin benzene dan satu cincin piran Inti xanthone dikenal sebagai 9-

xanthenone atau dibenzo-c-pyrone Xanthone dapat diklasifikasikan ke dalam lima

kelompok yaitu oxygenated xanthone xanthone glycoside prenylated xanthone

xanthonolignoid dan miscellaneous xanthone Menurut Chaverri et al (2008)

terdapat 200 lebih xanthone yang tersedia di alam ini dan 50 diantaranya

terkandung dalam kulit buah manggis

Xanthone memiliki rumus molekul C13H8O2 sehingga memiliki massa

molar sebesar 196191 gram mol Dalam penamaan menurut IUPAC senyawa ini

diberi nama 9H-xanthen-9-one Uji aktivitas antioksidan kulit buah manggis

dengan menggunakan peroksinitrit sebagai radikal bebas diketahui bahwa 8-

hydroxycudraxanthone G gartanin α-mangostin γ-mangostin dan smeath-

xanthone A merupakan komponen yang memiliki aktivitas antioksidan terbesar

51

(Jung et al 2006) Senyawa xanthone yang banyak terdapat pada kulit manggis

yaitu α - dan γ - mangostin (Obolsky et al 2009)

Struktur kimia beberapa turunan xanthone seperti α mangostin β

mangostin dan γ mangostin dapat dilihat pada pada Gambar 211

(Chaivisuthangkura et al 2008)

α mangostin β mangostin γ mangostin

Gambar 211

Struktur Kimia beberapa derivat xanthone

(Chaivisuthangkura et al 2008)

Senyawa-senyawa xanthone juga mempunyai aktivitas antibakteri

melawan S Aureus strain yang resisten terhadap penicillin dan methicillin

aktivitas antifungi melawan F Oxiforum A Tenuls dan D Oryzae (Chomnawang

2007) Garcinia mangostana dan senyawa-senyawa xanthone α-mangostin

mendorong aktivitas antimikroba melawan P acnes dan S epidermis yang

merupakan agen etiologi kritis pada jerawat (Chomnawang et al 2007)

Senyawa alfa-mangostin sebagai turunan xanthone memiliki kemampuan

dalam menekan pembentukan senyawa karsinogen pada kolon Xanthone juga

52

bermanfaat mencegah pertumbuhan sel kanker dan tumor Kemampuan

antioksidannya bahkan melebihi vitamin C dan E yang selama ini dikenal sebagai

antioksidan yang paling efektif (Ummi dan Any 2014) Hasil penelitian Kosem

et al (2007) mendapatkan ekstrak metanol kulit buah manggis mengandung α

mangostin sebesar 2519 g100 g ekstrak

Moongkandi et al (2004) menyatakan kulit buah manggis bermanfaat

penting bagi kesehatan karena kaya akan antioksidan seperti xanthone dan

antosianin Antosianin merupakan salah satu antioksidan kuat yang mampu

mencegah berbagai kerusakan akibat stress oksidatif sehingga mampu melindungi

sel dari radikal bebas Penelitian lain juga mendapatkan bahwa xanthone dari

manggis memiliki aktivitas antioksidan antitumor antiinflamasi antialergi

antifungi dan antibakteri (Suksamrarn et al 2006 dan Chaverri et al 2008)

Garcinia mangostana memiliki aktivitas antioksidan yang signifikan pada

IC50 sebesar 613 μgml juga efektif dalam scavenging radikal bebas dan bisa

mengurangi produksi cytokine sebagai suatu proinflamasi Senyawa xanthone

pada kulit buah manggis merupakan antioksidan tingkat tinggi karena kandungan

antioksidannya 667 kali dari wortel dan 83 kali jeruk (Qosim 2007)

Antioksidan yang terkandung dalam kulit buah manggis didominasi oleh

senyawa fenol yaitu xanthone Kadar xanthone dalam manggis berbeda-beda

tergantung pada kualitas buah yang terbesar didapatkan pada buah dengan kulit

burik atau kasar yakni sebesar 23544 μgg ekstrak sedangkan pada buah besar

dengan kulit mulus mengandung kadar xanthone sebesar 18502 μgg ekstrak

buah kecil sebesar 20434 μgg dan buah dengan kulit mengandung getah kuning

53

15289 μgg ekstrak Xanthone dalam kulit buah yang mengandung getah kuning

berperan dalam mekanisme pertahanan mencegah terjadinya stres akibat serangan

hama atau kerusakan fisik (Arsana 2014)

Xanthone sebagai antioksidan akan memutus rantai reaksi oksidasi radikal

bebas untuk mencegah reaksi oksidasi dengan reaksi reduksi yang melibatkan

hidrogen Keterlibatan hidrogen dalam reaksi-reaksi reduksi dapat menghambat

reaksi oksidasi antara radikal bebas dengan oksigen Kadar Oxygen Radical

Absorbance Capacity (ORAC) dari xanthone mencapai 17000-20000 ORAC per

100 ons kulit manggis lebih besar dari wortel dan jeruk yang kadar ORAC-nya

hanya 300 dan 2400 (Fanany 2013) Manfaat yang demikian besar menyebabkan

xanthone sangat dibutuhkan dalam tubuh sebagai penyeimbang prooksidan

Prenilasi xanthone juga mempunyai efek penghambat terhadap M Tuberculosis

Alfa-mangostin yang merupakan derivat xanthone didapatkan mempunyai potensi

sebagai antimikroba (Suksamrarn et al 2006) Selain itu kulit buah manggis

juga mengandung beberapa senyawa lain seperti yang tertera pada Tabel 23

Tabel 23

Komposisi Tepung Kulit Buah Manggis

Sumber Shahidi 1997 dalam Ummi dan Any 2014

No Komponen Kadar ( bk)

1

Air 900

2 Abu 258

3 Gula 692

4 Protein 269

5 Serat Kasar 3005

6 Lainnya (Tanin lemak dll) 4876

54

272 Ekstrak kulit buah manggis

Ekstrak kulit buah manggis mengandung berbagai senyawa yang diduga

bekerja sebagai antioksidan dengan cara mendonorkan elektronnya kepada radikal

bebas sehingga mencegah terjadinya peroksidasi lipid baik pada tahap inisiasi

propagasi maupun pada tahap terminasi (Middleton et al 2000) Senyawa-

seyawa ini bekerja sebagai sinyal yang akan mengaktivasi nuclear factor

erythroid 2- related factor 2 (Nrf2) yang terikat pada Kelch-like ECH-associated

protein-1 (Keap1) dalam sitoplasma sehingga mengalami disosiasi dan translokasi

menuju nukleus Dalam nukleus Nrf2 berasosiasi pada bagian promoter gen yang

disebut Antioxidant Respone Element (ARE) sehingga memicu ekspresi gen

penyandi antioksidan Senyawa yang terkandung dalam ekstrak kulit buah

manggis disamping bekerja sebagai antioksidan dengan cara mendonorkan

elektronnya kepada radikal bebas juga dapat menstimulasi ekspresi gen penyandi

antioksidan melalui aktivasi Nrf2 Salah satu stimulan tersebut adalah golongan

fenol (Inoue 2001) Ekstrak kulit buah manggis dapat mengatur aktivitas catalase

dalam aktivitasnya sebagai scavenger H2O2 atau mengatur gen Nrf-2 (Bartz et

al 2010) Hal ini sesuai dengan yang didapatkan dalam penelitian

Weecharangsan et al (2006) aktivitas ekstrak air dan ekstrak etanol kulit buah

manggis berperan sebagai scavenger H2O2

Skrining fitokimia dilakukan untuk memberikan gambaran tentang

golongan senyawa yang terkandung dalam ekstrak etanol kulit buah manggis

Hasil uji skrining fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak etanol kulit buah

manggis mengandung senyawa golongan alkaloid triterpenoid saponin

55

flavonoid tannin dan polifenol (Kristianti et al 2008) Polifenol adalah senyawa

fenolik yang memiliki lebih dari satu gugus hidroksil (OH) golongan senyawa ini

terdapat pada berbagai jenis tumbuhan yang mempunyai berbagai macam aktivitas

biologi salah satunya adalah aktivitas antioksidan (Scalbert et al 2005)

Polifenol banyak ditemukan dalam buah-buahan sayuran dan biji-bijian

yang merupakan sumber antioksidan alami Senyawa polifenol terdiri dari

beberapa subkelas yakni flavonol isoflavon (dalam kedelai) flavanon

antosianidin katekin dan biflavan Semua polifenol mampu menjadi perangkap

oksigen dan radikal alkil dengan memberikan donor elektron sehingga terbentuk

radikal fenoksil yang relatif stabil (Mokgope 2006) Senyawa-senyawa polifenol

alami secara langsung sebagai scavenger SOR dan secara tak langsung melindungi

aktivitas beberapa enzim sehingga berpotensi meningkatkan antioksidan endogen

(Masella et al 2005) Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Martin et al

(2010) yang mendapatkan CPE (cocoa polyphenolic extrac) yang mengandung

senyawa-senyawa flavonoid seperti katecin epikatecin dan prosianidin

meningkatkan aktivitas GPx dan glutation reduktase (GR) Senyawa-senyawa ini

mereduksi produksi SOR dan mengatur aktivitas antioksidan enzim Peningkatan

aktivitas enzim antioksidan dapat digunakan sebagai terapi penyakit-penyakit

yang disebabkan oleh stress oksidatif

Senyawa fenol sebagai antioksidan tergantung dari beberapa faktor seperti

ikatan gugus hidroksil pada cincin aromatik posisi ikatan posisi hidroksil bolak

balik pada cincin aromatik dan kemampuannya dalam memberi donor hidrogen

atau donor elektron serta kemampuannya dalam memerangkap radikal bebas (free

56

radical scavengers) Palakawong et al (2010) mendapatkan daya antioksidan

ekstrak kulit buah manggis sebesar 594 microgml yang dianalisis dengan metode

DPPH Ekstrak kulit manggis mengandung total fenol yang cukup tinggi yaitu

sebesar 4112 mgg dengan aktivitas antioksidannya sebesar 8442 (Dyahnugra

et al 2015) Ekstrak etanol kulit buah manggis menunjukkan aktivitas yang

signifikan dalam menghambat pembentukan 50 radikal menghambat radikal

superoxide (O2-) mereduksi produksi ROS dan dapat menangkap radikal

hidroksil (OH-) (Chomnawang et al 2007)

Senyawa flavonoid adalah senyawa-senyawa polifenol yang memiliki 15

atom karbon (C6-C3-C6) terdiri dari dua cincin benzena yang dihubungkan

menjadi satu oleh rantai linier yang terdiri dari tiga atom karbon Flavonoid

dalam ekstrak kulit buah manggis berperan membasmi radikal bebas dengan

berbagai cara misalnya dengan menghambat enzim yang bertanggung jawab

memproduksi anion superoksida yaitu xantin oksidase ada juga dengan

menyumbangkan elektronnya ke radikal superoksida atau radikal lipid agar stabil

(Smith et al 2005)

Ekstrak kulit buah manggis baik dengan pelarut air etanol 50 etanol

95 dan etil asetat menunjukan aktivitas antioksidan dan neuroprotektif

(Weecharangsan et al 2006) Kapasitas antioksidan ekstrak air dan etanol 50

diuji dengan metoda DPPH didapatkan masing-msing sebesar 3498 dan 3076

Kapasitas antioksidan ekstrak ini sudah dicobakan pada sel neuroblastoma

(NG108-15) yang terpapar hidrogen peroksida (H2O2) kedua ekstrak ini

memperlihatkan aktivitas neuroprotektif dengan konsentrasi 50 lgmL Aktivitas

57

neuroprotektif ekstrak etanol 50 kulit buah manggis lebih tinggi dibandingkan

dengan ekstrak air Ekstrak etanol kulit buah manggis juga mempunyai aktivitas

antioksidan yang signifikan sebagai penghambat pembentukan radikal DPPH

(Chomnawang et al 2007)

Ekstrak kulit buah manggis diketahui memiliki daya antioksidan sangat

kuat hal ini dibuktikan dengan menggunakan fraksi pelarut metanol etanol dan

etil asetat semuanya memiliki daya antioksidan EC50 kurang dari 50 Fraksi

metanol mempunyai nilai EC50 yang paling kecil dibanding dengan kedua

fraksi lainnya masing-masing 800 mgL 926 mgL dan 2948 mgL ini berarti

fraksi metanol mempunyai aktivitas antioksidan yang lebih besar dibandingan

dengan fraksi etanol dan etil asetat (Mardawati et al 2011) Hal ini didukung

oleh Li dan Xu (2015) yang menyatakan ekstrak metanol kulit buah manggis

mempunyai aktivitas antioksidan yang kuat karena kandungan polifenolnya sangat

tinggi

Senyawa fenol banyak ditemukan pada berbagai tanaman Senyawa ini

telah dieksploitasi secara intensif karena selain berfungsi sebagai antioksidan juga

memiliki berbagai fungsi biologi seperti anti mutagenik dan anti karsinogenik

Antioksidan alami yang terdapat dalam tanaman akan meredam radikal bebas

yang berbahaya dari tubuh Senyawa-senyawa polifenol dari tanaman seperti

flavonoid digambarkan sebagai peredam SOR Ekstrak kulit buah manggis dapat

mengurangi produksi SOR intrasel secara signifikan yang ditentukan dengan 27-

dichlorofluorescein diacetate (DCFH-DA) dalam SKBR3 saluran sel

(Moongkarndi et al 2004) Aktivitas radikal hidroksil (HO-) diperangkap oleh

58

xanthone yang diisolasi dari beberapa ekstrak kulit buah manggis (Chin et al

2008) Xanthone dapat diklasifikasikan ke dalam lima kelompok yaitu

oxygenated xanthone xanthone glycoside prenylated xanthone xanthonolignoid

dan miscellaneous xanthone Saat ini sekitar 1000 xanthone berbeda telah

diketahui (Chaverri et al 2008)

Kulit buah manggis mengandung 90 xanthone terutama α dan β

mangostin yang disebut panaxanthone dapat memulihkan sistem pertahanan

antioksidan endogen seperti aktivitas SOD GPx dan kadar GSH secara invitro

dan in vivo memecah langsung SOR untuk mengurangi penipisan GSH dan

meghambat peroksidasi lipid Efek protektif α mangostin diduga terhadap stress

oksidatif dimediasi melalui jalur Nrf2 (Jung et al 2006) Ekstrak kulit buah

manggis dapat menurunkan MDA meningkatkan SOD dan GPx pada tikus yang

mengalami peningkatan MDA serta penurunan SOD dan GPx karena perlakuan

latihan (Arsana 2013) Hal yang sama didapatkan oleh Sudjarwo dan

Koerniasari (2015) bahwa pemberian ekstrak kulit buah manggis dapat

meningkatkan aktivitas GPx dan SOD ginjal tikus yang menurun karena diberi

perlakuan logam berat timbal mungkin disebabkan oleh kemampuan ekstrak

kulit buah manggis mengurangi akumulasi radikal bebas

Skrining fitokimia ekstrak kulit manggis juga menunjukkan bahwa kulit

buah manggis mengandung senyawa metabolit sekunder berupa golongan alkaloid

saponin tanin polifenol dan flavonoid (Poeloengan dan Praptiwi 2010)

Saponin merupakan zat aktif yang dapat meningkatkan permeabilitas membran

sehingga terjadi hemolisis sel Apabila saponin berinteraksi dengan sel bakteri

59

maka bakteri tersebut akan rusak atau lisis sedangkan flavonoid merupakan

kelompok senyawa fenol yang mempunyai kecenderungan untuk mengikat

protein sehingga mengganggu proses metabolisme bakteri tersebu Senyawa-

senyawa fenolik dapat bereaksi dengan senyawa oksigen reaktif disebabkan

oleh satu atau dua gugus hidroksil pada cincin aromatik dapat berperan sebagai

donor hidrogen (Dungir et al 2012)

Tanin dalam konsentrasi rendah mampu menghambat pertumbuhan

bakteri sedangkan pada konsentrasi tinggi mampu bertindak sebagai antibakteri

dengan cara menggumpalkan protoplasma bakteri sehingga terbentuk ikatan yang

stabil dengan protein bakteri Selain itu pada saluran pencernaan tanin mampu

mengeliminasi toksin (Poeloengan dan Praptiwi 2010)

Flavonoid merupakan golongan senyawa yang mempunyai kemampuan

sebagai antioksidan Flavonoid juga berperan mengaktifkan enzim kunci dalam

respirasi mitokondria dan melindungi sel neuron sehingga mencegah stres

oksidatif dan kerusakan jaringan Asupan flavonoid berperan sebagai

neuroprotektif berpotensi melindungi neuron dari neurotoksin meningkatkan

fungsi memori pembelajaran dan kognitif (Spencer 2009)

Uji daya antioksidan ekstrak kulit manggis buah dilakukan oleh Lin et al

(2014) menggunakan DPPH Radikal bebas DPPH (DPPHbull) mungkin akan

ditangkap oleh antioksidan dengan memberikan atom hidrogen (Hbull) membentuk

molekul stabil DPPH-H mekanismenya seperti tampak pada Gambar 212

Gambar ini menunjukkan reaksi antara γ-mangostin dengan DPPH akan

menghasilkan senyawa yang stabil sehingga tidak akan terjadi reaksi rantai yang

60

akan menghasilkan radikal-radikal lain yang lebih reaktif Dalam molekul γ-

mangostin gugus ortho-dihidroksil menjadi homolysis menghasilkan radikal

hidrogen (Hmiddot) dan radikal γ-mangostinmiddot (I) Hmiddot kemudian bergabung dengan

DPPHmiddot membentuk molekul DPPH-H dan radikal γ-mangostin menjadi (II)

yang selanjutnya dapat menghasilkan radikal hidrogen (Hmiddot) melebihi yang

diperlukan oleh radikal DPPH (DPPHmiddot) untuk membentuk quinone (III) Hasil ini

mengindikasikan bahwa ekstrak kulit buah manggis sebagai sumber antioksidan

yang baik dengan cara mendonasikan elektron kepada radikal bebas untuk

membentuk produk stabil sehingga tidak menimbulkan reaksi berantai

Gambar 212

Reaksi γ mangostin dengan DPPH sebagai radikal bebas

Lin et al (2014)

61

62

63

Page 31: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pestisida...pestisida menginduksi produksi serotonin dan histamin, sebagai hormon yang memicu reaksi alergi dan dapat menimbulkan senyawa baru yang lebih

39

tidak stabil yang disebut radikal bebas Antioksidan membantu menghancurkan

radikal bebas yang merusak sel mendukung pertumbuhan sel-sel yang sehat

melindungi sel dari penuaan mendukung sistem imun dalam tubuh Antioksidan

bersifat sangat mudah teroksidasi atau bersifat reduktor kuat dibanding dengan

molekul lain sehingga keefektifan antioksidan tergantung dari seberapa kuat daya

oksidasinya semakin mudah teroksidasi maka semakin efektif antioksidan

tersebut Antioksidan mampu melindungi sel melawan kerusakan yang

ditimbulkan oleh radikal bebas dan SOR seperti singlet oksigen peroksi nitrit

superoksida radikal peroksida dan radikal hidroksil (Chaveri et al2008 )

Antioksidan dapat menunda atau mencegah terjadinya reaksi oksidasi

radikal bebas dan oksidasi lipid dalam konsentrasi yang lebih rendah dari substrat

yang dapat dioksidasi Suhartono et al (2008) menyatakan antioksidan dapat

diklasifikasikan dalam 5 tipe yaitu a) Antioksidan primer berupa senyawa-

senyawa fenol yang mampu memutus rantai reaksi pembentukan radikal bebas

asam lemak Senyawa ini memberikan atom hidrogen yang berasal dari gugus

hidroksi sehingga terbentuk senyawa yang stabil seperti BHA (butyl

hidroksilanisol) BHT (butyl hydrotoluen) dan tokoferol b) Antioksidan

perangkap oksigen yaitu senyawa-senyawa yang berperan sebagai pengikat

oksigen sehingga mencegah reaksi oksidasi Senyawa ini mengadakan reaksi

dengan oksigen yang berada dalam sistem sehingga jumlahnya berkurang seperti

vitamin C (asam askorbat) askorbil palminat asam eritorbat dan sulfit c)

Antioksidan sekunder adalah senyawa-senyawa yang mempunyai kemampuan

untuk berdekomposisi dengan hidroperoksida menjadi produk akhir yang stabil

40

d) Antioksidan enzim yaitu enzim yang berperan mencegah terbentuknya radikal

bebas seperti glukose oksidase superoksida dismutase (SOD) glutation

peroksidase (GPx) dan katalase (CAT) dan e) Antioksidan Chelators

sequestrants yaitu senyawa-senyawa yang mampu mengikat logam seperti besi

dan tembaga yang mampu mengkatalisis reaksi oksidasi lemak seperti asam sitrat

asam amino ethylenediaminetetra acetid acid (EDTA) dan fosfolipid

Antioksidan bereaksi dengan radikal bebas dengan mengurangi

konsentrasi oksigen mencegah pembentukan singlet oksigen yang reaktif

mencegah inisiasi rantai pertama dengan menangkap radikal primer seperti radikal

hidroksil mengikat katalis ion logam mendekomposisi produk-produk primer

radikal menjadi senyawa non-radikal dan memutus rantai hidroperoksida

sehingga mengurangi kapasitas radikal bebas untuk menimbulkan kerusakan

(Mardawati et al 2011)

Berdasarkan mekanisme kerjanya antioksidan dikelompokan menjadi 1)

Antioksidan primer yaitu antioksidan yang bereaksi dengan radikal lipid berenergi

tinggi untuk menghasilkan produk yang memiliki kestabilan termodinamis lebih

baik seperti golongan fenol (isoflavon) 2) Antioksidan sekunder yang juga

dikenal dengan antioksidan pencegah (Preventive Antioxidant) yang dapat

memperlambat reaksi inisiasi dengan cara memutus rantai hidroperoksida seperti

dilauril thio-dipropionate dan asam thiodipropionate Antioksidan golongan ini

adalah antioksidan yang berikatan dengan gugus thiol (Shahidi dan Naczk1995

dalam Mardawati et al 2011)

41

Antioksidan pemutus rantai adalah molekul kecil yang dapat menerima

dan memberi elektron dari atau ke radikal bebas sehingga membentuk senyawa

baru yang stabil seperti vitamin E dan vitamin C Sedangkan antioksidan logam

transisi terikat protein bekerja mengikat ion-ion logam Fe2+

dan Cu2+

seperti

flavonoid dapat mencegah radikal bebas Antioksidan jenis ini memperbaiki

kerusakan sel-sel dan jaringan yang disebabkan radikal bebas (Winarsi 2007)

Mekanisme kerja antioksidan senyawa fenolik adalah sebagai berikut

Radikal Lipida Antioksidan Radikal Antioksidan

ROO + AH ROOH + A

RO + AH ROH + A

R + AH RH + A

OH + AH H2O + A

Senyawa antioksidan (AH) dapat memberikan atom hidrogen secara cepat ke

radikal lipida (ROO RO R OH ) dan mengubahnya menjadi bentuk yang lebih

stabil Sementara turunan radikal antioksidan (A) yang dihasilkan lebih stabil

dibandingkan radikal lipida karena akan terjadi delokalisasi perbaikan elektron

dari ikatan rangkap pada cincin benzen sebagai indikasi oleh ikatan isomer

valensi

Peningkatan jumlah gugus hidroksil (alkil hidrogen pada struktur

kimianya) pada posisi para atau ortho seperti pada genistein dapat meningkatkan

aktivitas antioksidan isoflavon Antioksidan dapat menghambat oksidasi atau

42

menghentikan reaksi berantai pada radikal bebas dari lemak yang teroksidasi

dapat melalui empat macam mekanisme reaksi yaitu 1) Pelepasan hidrogen dari

antioksidan 2) Pelepasan elektron dari antioksidan 3) Adisi lemak ke dalam

cincin aromatik pada antioksidan dan 4) Pembentukan senyawa kompleks antara

lemak dan cincin aromatik dari antioksidan

Antioksidan dapat mencegah tidak terkontrolnya pembentukan radikal

bebas dan aktivitas SOR atau mencegah reaksinya dengan struktur biologi (Nisar

et al 2013) Status antioksidan baik yang endogen maupun yang eksogen yang

menurun dapat mengganggu keseimbangan redoks seluler dan kondisi patologis

akan menjadi karakteristik utama dan membentuk stres oksidatif pada sel maupun

jaringan

261 Antioksidan enzimatis

Di dalam sistem biologis sudah tersedia antioksidan berupa enzim

(antioksidan enzimatis) yaitu superoksida dismutase (SOD) katalase (CAT) dan

glutation peroksidase (GPx) Antioksidan-antioksidan ini bekerja dengan cara

mencegah pembentukan senyawa radikal bebas baru atau mengubah radikal bebas

yang telah terbentuk menjadi molekul yang kurang reaktif (Finosh dan Jayabalan

2013) Mekanisme kerja antioksidan enzimatik adalah mengkatalisir pemusnahan

radikal bebas dalam sel Aktivitas enzim intrasel SOD dan CAT mengkatalisasi

dismutasi superoksida dan hidrogen peroksida aktivitas GPx mereduksi hidrogen

peroksida dan peroksida organik menjadi air dan oksigen Aktivitas enzim

intrasel ini dapat dilihat pada Gambar 29

43

GPx merupakan enzim penangkal radikal bebas dengan dua cara yaitu

pertahanan terhadap oksidan dan dengan mengkatalisis peroksida menjadi air dan

oksigen GPx memerlukan glutation sebagai substrat terdapat dalam dua bentuk

yaitu glutation tereduksi atau GSH dan glutation teroksidasi atau GSSG Ketika

mengkatalisis perubahan hidrogen peroksida (H2O2) menjadi H2O GSH

dioksidasi menjadi GSSG kemudian GSSG dapat direduksi kembali oleh NADPH

untuk mendapatkan kembali GSH (Marciniak et al 2009)

Gambar 29

SOD dan CAT mengkatalisasi dismutasi superoksida dan hidrogen peroksida

(Finosh dan Jayabalan 2013)

Enzim GPx terdapat terutama dalam mitokondria merupakan enzim

scavenger terhadap hidrogen peroksida dan berperan utama dalam mengatur

konsentrasi H2O2 dan dan berbagai macam peroksida organik Aktivitas GPx yang

menurun menunjukkan terjadinya penurunan kapasitas menghilangkan H2O2 dan

terjadinya hidroperoksida lemak

44

Enzim GPx sangat berperan dalam pengaktifan kembali enzim

kolinesterase melalui 1) Pengaktifan AMP siklik yang secara langsung dapat

mengaktifkan enzim kolinesterase 2) keseimbangan NADP dan NADPH pada

jalur glikolisis aerobik dalam eritrosit sehingga eritrosit tidak rusak kerusakan

eritrosit dapat menurunkan produksi kolinesterase darah 3) peranan kofaktor

prostaglandin pada sintesis tromboksan A2 yang memacu trombogenesis dan

vasokonstriksi pembuluh darah bersamaan dengan terbentuknya tromboksan akan

diaktifkan cAMP yang secara langsung mengaktifkan kinase protein termasuk

kinase protein enzim kolinesterase 4) sebagai antioksidan yang dapat melindungi

sel termasuk eritrosit dari kerusakan akibat radikal bebas 5) sebagai kofaktor

proses oksidasi dealkilasi ikatan organofosfat dengan kolinesterase darah 6)

berperan sebagai detoksifikasi dalam tubuh dengan mereduksi radikal bebas

peroksida sekaligus membentuk peroksida lipid di dalam membran sel (Stranges

et al 2010)

GPx adalah enzim antioksidan yang dapat mendetoksifikasi hidrogen

peroksida dan lipid hidroperoksida dalam menurunkan glutation Di dalam darah

terdapat beberapa jenis GPx dua diantaranya adalah GPx seluler (cGPx) dalam sel

darah merah dan GPx ekstrasel (eGPx) terdapat dalam plasma GPx sebagai enzim

antioksidan bekerja menjadi peredam (quenching) radikal bebas dan berperan

dalam metabolisme xenobiotik yang ditemukan dalam sel (Sen et al 2010)

GPx dengan konsentrasi tinggi ditemukan dalam hepar dan sel darah

merah sedangkan pada jantung ginjal paru-paru adrenal lambung dan jaringan

adipose mengandung GPx dalam kadar sedang GPx kadar rendah ditemukan

45

dalam otak otot testis dan lensa mata GPx yang rendah berkorelasi dengan

gangguan yang berhubungan dengan radikal bebas (Judge et al 2005) Jika

antioksidan endogen gagal mengatasi produksi metabolit reaktif maka

antioksidan eksogen akan diperlukan untuk menyeimbangkan status redoks

(Noori 2012) Sumber makanan termasuk tanaman rempah-rempah vitamin dan

ekstrak herbal memainkan peran penting dalam hal ini

262 Antioksidan non enzimatis

Antioksidan non enzimatis disebut juga antioksidan sekunder atau

antioksidan eksogen (diperoleh dari luar) digolongkan menjadi dua golongan

yaitu yang larut dalam lemak seperti tokoferol karotenoid flavoniod quinon dan

bilirubin serta yang larut dalam air seperti asam askorbat asam urat protein

pengikat logam dan protein pengikat heme (Winarsi 2007) Antioksidan ini dapat

berupa bahan-bahan alami dan juga sintetis Antioksidan alami seperti vitamin

adalah campuran redoks yang seimbang dengan bentuk tereduksi dan teroksidasi

dan sebaliknya untuk antioksidan sintetis merupakan redoks yang tidak seimbang

bahkan menghasilkan radikal bebas yang pada beberapa kasus berbahaya (Rani

etal 2004)

Vitamin C merupakan antioksidan yang sangat penting dalam cairan

ekstra sel karena dapat menyerang radikal-radikal yang larut dalam darah dan

melindungi lemak plasma dari perusakan peroksidasi oleh radikal-radikal peroksil

Peran utama vitamin C adalah menetralisir radikal bebas yang ada di dalam dan

di luar sel Vitamin C merupakan sumber elektron pendonor bagi radikal bebas

(Nisar et al 2013) Vitamin C berperan positip dalam proses detoksifikasi

46

yang sangat diperlukan untuk sintesis kolagen dan pertumbuhan serta

pemeliharaan jaringan epitel Peranan vitamin C sebagai pembawa hidrogen yang

merupakan siklus esensial dalam metabolisme protein dan karbohidrat yang

berfungsi memelihara kekuatan pembuluh darah Vitamin C sangat penting untuk

melawan radikal bebas dalam cairan ekstra sel dan melindungi biomembran dari

peroksidasi Pemberian air kelapa dapat meningkatkan aktivitas GPx SOD dan

CAT pada pekerja terpapar merkuri karena air kelapa mengandung vitamin C

B1 B6 asam-asam amino metionin selenium dan mineral berfungsi melindungi

sel tubuh dari serangan radikal bebas dan mencegah efek paparan merkuri

(Zulaikhah et al 2013) Defisiensi antioksidan yang berupa vitamin C vitamin

E Se Zn dan glutation dalam derajat ringan hingga berat sangat berpengaruh

terhadap respon imun

Komponen kimia yang berperan sebagai antioksidan adalah senyawa

golongan fenolik dan polifenolik yang memiliki kemampuan untuk menangkap

radikal bebas Flavonoid merupakan golongan terbesar dari senyawa polifenol

yang sangat efektif digunakan sebagai antioksidan Senyawa-senyawa ini banyak

terdapat di alam terutama pada tumbuh-tumbuhan seperti teh buah-buahan

sayuran dan anggur (Ramle et al 2008)

Aktivitas antioksidan dari berbagai tanaman erat hubungannya dengan

kandungan fenolnya ada indikasi substansi fenol seperti flavonoid dan asam-

asam fenolat berpotensi lebih besar sebagai antioksidan dibandingkan dengan

vitamin C dan vitamin E Aktivitas antioksidan flavonoid tergantung pada

struktur molekulnya terutama gugus prenil (CH3)2C=CH-CH2 Department of

47

Environmental and Molecular Toxicology Oregon State University dalam

penelitiannya mendapatkan bahwa gugus prenil flavonoid dikembangkan untuk

pencegahan atau terapi terhadap penyakit-penyakit yang dihubungkan dengan

radikal bebas

Asupan antioksidan diperlukan untuk membantu mengembalikan

ketidakseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan endogen serta

mengurangi kerusakan oksidatif dalam tubuh Salah satu terapi antioksidan yang

digunakan adalah ekstrak kulit buah manggis (Garcinia mangostana L) Kulit

buah manggis memiliki kandungan xanthone yang tinggi sehingga memiliki

kemampuan untuk menangkap radikal bebas Gugus hidroksil (OH) yang dimiliki

oleh xanthone efektif mengikat radikal bebas dengan elektron yang tidak memiliki

pasangan Antioksidan ini bekerja dengan cara memotong reaksi oksidasi berantai

dari radikal bebas atau dengan cara menangkapnya sehingga radikal bebas tidak

akan bereaksi dengan komponen seluler dan kerusakan sel dapat dihindari

Makanan yang kaya antioksidan memegang peran dalam mencegah

penyakit-penyakit kanker dan penyakit penurunan fungsi otak Antioksidan dapat

mengurangi resiko penyakit kronis dan mencegah berbagai penyakit baik dengan

cara meningkatkan pertahanan antioksidan dalam tubuh atau dengan cara

mengkonsumsi makanan yang kaya antioksidan Mengkonsumsi antioksidan yang

ada dalam makanan sehari-hari dapat memberi perlindungan terhadap stres

oksidatif Hundekari et al (2013) mendapatkan perlakuan antioksidan dengan

dosis yang sesuai dapat menurunkan kerusakan oksidatif sehingga efektif untuk

memperbaiki kasus keracunan akut OPs

48

27 Manggis

271 Tumbuhan manggis

Tumbuhan manggis (Garcinia mangostana L) berasal dari Asia Tenggara

dan merupakan tumbuhan fungsional karena hampir semua bagian dari tumbuhan

ini dapat dimanfaatkan sebagai obat Manggis termasuk dalam family Guttiferae

dan merupakan species terbaik dari genus Garcia Buah manggis sering dijuluki

Queen of tropical fruit karena mempunyai rasa enak daging buah putih halus

bentuk buah bagus dan disukai banyak orang (Chaverri et al 2008) Manggis

sering disebut mangostin atau kadang-kadang disebut buah super dengan berbagai

karakteristik seperti rasa aroma kaya nutrisi dan daya antioksidan yang tinggi

Buah manggis (Garcinia mangostana L) merupakan buah yang eksotik

karena memiliki warna yang menarik dan kandungan gizi yang tinggi sehingga

buah manggis memiliki prospek yang cukup baik untuk dikembangkan

(Mardawati et al 2011) Tingkatan taksonomi tanaman manggis adalah sebagai

berikut (Prihatman 2000)

- Kingdom Plantae

- Divisi Spermathophyta (Tumbuhan berbiji)

- Sub Divisi Angiospermae (Berbiji tertutup)

- Kelas Dicotyledonae (Biji berkeping dua)

49

- Ordo Theales

- Famili GuttiferaeClusiaceae

- Genus Garcinia

- Spesies Garcinia mangostana L

Selain sebagai buah yang eksotik manggis juga mengandung berbagai senyawa

yang bermanfaat bagi tubuh seperti triterpenoid mangostin tannin resin

kalsium zat besi dan vitamin B1 Potensi manggis tidak hanya terbatas pada

buahnya saja tetapi juga hampir seluruh bagian tumbuhan manggis menyimpan

potensi yang sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia

Kulit buah manggis mengandung beberapa senyawa yang memiliki

aktivitas farmakologi seperti antiinflamasi antihistamin antibakteri anti penyakit

jantung antijamur bahkan untuk terapi HIV (Chaveri et al 2008) Senyawa

utama kandungan kulit buah manggis yang dilaporkan bertanggung jawab atas

beberapa aktivitas farmakologi adalah golongan xanthone yang meliputi

mangostin mangosterol mangostinon A dan B trapezifolixanthone tovophyllin

B dan beta mangostin garcinon B mangostanol flavonoid epikatekin dan

gartanin136-trihidoksi-7-metoksi-28-bis(3-metil-2-butenil)-9H-xanten-9-on(alfa

mangostin) dan 1367-tetrahidroksi-28-bis (3-metil-2-butenil)-9H-xanten-9-on

(gamma mangostin) yang sangat bermanfaat untuk kesehatan (Qosim 2007)

Kandungan antioksidan manggis banyak terdapat pada kulit buahnya

dikenal sebagai antioksidan yang efektif karena mengandung senyawa biologi

xanthones walaupun dapat juga ditemukan dalam semua bagian manggis baik

pada buah kulit buah kulit kayu maupun daunnya Senyawa xanthone hanya

50

dihasilkan oleh genus garcinia Xanthone memiliki struktur kimia yang unik

terdiri dari sistem aromatik trisiklik (C6-C3-C6) dengan kelompok isoprena

metoksil dan hidroksil terletak pada cincin A dan B sehingga senyawa xanthone

beragam Struktur umum xanthone dapat dilihat pada Gambar 210

Gambar 210

Struktur umum senyawa xanthone (Chaverri et al 2008)

Xanthone termasuk golongan senyawa flavonoid Senyawa ini memiliki

dua cincin benzene dan satu cincin piran Inti xanthone dikenal sebagai 9-

xanthenone atau dibenzo-c-pyrone Xanthone dapat diklasifikasikan ke dalam lima

kelompok yaitu oxygenated xanthone xanthone glycoside prenylated xanthone

xanthonolignoid dan miscellaneous xanthone Menurut Chaverri et al (2008)

terdapat 200 lebih xanthone yang tersedia di alam ini dan 50 diantaranya

terkandung dalam kulit buah manggis

Xanthone memiliki rumus molekul C13H8O2 sehingga memiliki massa

molar sebesar 196191 gram mol Dalam penamaan menurut IUPAC senyawa ini

diberi nama 9H-xanthen-9-one Uji aktivitas antioksidan kulit buah manggis

dengan menggunakan peroksinitrit sebagai radikal bebas diketahui bahwa 8-

hydroxycudraxanthone G gartanin α-mangostin γ-mangostin dan smeath-

xanthone A merupakan komponen yang memiliki aktivitas antioksidan terbesar

51

(Jung et al 2006) Senyawa xanthone yang banyak terdapat pada kulit manggis

yaitu α - dan γ - mangostin (Obolsky et al 2009)

Struktur kimia beberapa turunan xanthone seperti α mangostin β

mangostin dan γ mangostin dapat dilihat pada pada Gambar 211

(Chaivisuthangkura et al 2008)

α mangostin β mangostin γ mangostin

Gambar 211

Struktur Kimia beberapa derivat xanthone

(Chaivisuthangkura et al 2008)

Senyawa-senyawa xanthone juga mempunyai aktivitas antibakteri

melawan S Aureus strain yang resisten terhadap penicillin dan methicillin

aktivitas antifungi melawan F Oxiforum A Tenuls dan D Oryzae (Chomnawang

2007) Garcinia mangostana dan senyawa-senyawa xanthone α-mangostin

mendorong aktivitas antimikroba melawan P acnes dan S epidermis yang

merupakan agen etiologi kritis pada jerawat (Chomnawang et al 2007)

Senyawa alfa-mangostin sebagai turunan xanthone memiliki kemampuan

dalam menekan pembentukan senyawa karsinogen pada kolon Xanthone juga

52

bermanfaat mencegah pertumbuhan sel kanker dan tumor Kemampuan

antioksidannya bahkan melebihi vitamin C dan E yang selama ini dikenal sebagai

antioksidan yang paling efektif (Ummi dan Any 2014) Hasil penelitian Kosem

et al (2007) mendapatkan ekstrak metanol kulit buah manggis mengandung α

mangostin sebesar 2519 g100 g ekstrak

Moongkandi et al (2004) menyatakan kulit buah manggis bermanfaat

penting bagi kesehatan karena kaya akan antioksidan seperti xanthone dan

antosianin Antosianin merupakan salah satu antioksidan kuat yang mampu

mencegah berbagai kerusakan akibat stress oksidatif sehingga mampu melindungi

sel dari radikal bebas Penelitian lain juga mendapatkan bahwa xanthone dari

manggis memiliki aktivitas antioksidan antitumor antiinflamasi antialergi

antifungi dan antibakteri (Suksamrarn et al 2006 dan Chaverri et al 2008)

Garcinia mangostana memiliki aktivitas antioksidan yang signifikan pada

IC50 sebesar 613 μgml juga efektif dalam scavenging radikal bebas dan bisa

mengurangi produksi cytokine sebagai suatu proinflamasi Senyawa xanthone

pada kulit buah manggis merupakan antioksidan tingkat tinggi karena kandungan

antioksidannya 667 kali dari wortel dan 83 kali jeruk (Qosim 2007)

Antioksidan yang terkandung dalam kulit buah manggis didominasi oleh

senyawa fenol yaitu xanthone Kadar xanthone dalam manggis berbeda-beda

tergantung pada kualitas buah yang terbesar didapatkan pada buah dengan kulit

burik atau kasar yakni sebesar 23544 μgg ekstrak sedangkan pada buah besar

dengan kulit mulus mengandung kadar xanthone sebesar 18502 μgg ekstrak

buah kecil sebesar 20434 μgg dan buah dengan kulit mengandung getah kuning

53

15289 μgg ekstrak Xanthone dalam kulit buah yang mengandung getah kuning

berperan dalam mekanisme pertahanan mencegah terjadinya stres akibat serangan

hama atau kerusakan fisik (Arsana 2014)

Xanthone sebagai antioksidan akan memutus rantai reaksi oksidasi radikal

bebas untuk mencegah reaksi oksidasi dengan reaksi reduksi yang melibatkan

hidrogen Keterlibatan hidrogen dalam reaksi-reaksi reduksi dapat menghambat

reaksi oksidasi antara radikal bebas dengan oksigen Kadar Oxygen Radical

Absorbance Capacity (ORAC) dari xanthone mencapai 17000-20000 ORAC per

100 ons kulit manggis lebih besar dari wortel dan jeruk yang kadar ORAC-nya

hanya 300 dan 2400 (Fanany 2013) Manfaat yang demikian besar menyebabkan

xanthone sangat dibutuhkan dalam tubuh sebagai penyeimbang prooksidan

Prenilasi xanthone juga mempunyai efek penghambat terhadap M Tuberculosis

Alfa-mangostin yang merupakan derivat xanthone didapatkan mempunyai potensi

sebagai antimikroba (Suksamrarn et al 2006) Selain itu kulit buah manggis

juga mengandung beberapa senyawa lain seperti yang tertera pada Tabel 23

Tabel 23

Komposisi Tepung Kulit Buah Manggis

Sumber Shahidi 1997 dalam Ummi dan Any 2014

No Komponen Kadar ( bk)

1

Air 900

2 Abu 258

3 Gula 692

4 Protein 269

5 Serat Kasar 3005

6 Lainnya (Tanin lemak dll) 4876

54

272 Ekstrak kulit buah manggis

Ekstrak kulit buah manggis mengandung berbagai senyawa yang diduga

bekerja sebagai antioksidan dengan cara mendonorkan elektronnya kepada radikal

bebas sehingga mencegah terjadinya peroksidasi lipid baik pada tahap inisiasi

propagasi maupun pada tahap terminasi (Middleton et al 2000) Senyawa-

seyawa ini bekerja sebagai sinyal yang akan mengaktivasi nuclear factor

erythroid 2- related factor 2 (Nrf2) yang terikat pada Kelch-like ECH-associated

protein-1 (Keap1) dalam sitoplasma sehingga mengalami disosiasi dan translokasi

menuju nukleus Dalam nukleus Nrf2 berasosiasi pada bagian promoter gen yang

disebut Antioxidant Respone Element (ARE) sehingga memicu ekspresi gen

penyandi antioksidan Senyawa yang terkandung dalam ekstrak kulit buah

manggis disamping bekerja sebagai antioksidan dengan cara mendonorkan

elektronnya kepada radikal bebas juga dapat menstimulasi ekspresi gen penyandi

antioksidan melalui aktivasi Nrf2 Salah satu stimulan tersebut adalah golongan

fenol (Inoue 2001) Ekstrak kulit buah manggis dapat mengatur aktivitas catalase

dalam aktivitasnya sebagai scavenger H2O2 atau mengatur gen Nrf-2 (Bartz et

al 2010) Hal ini sesuai dengan yang didapatkan dalam penelitian

Weecharangsan et al (2006) aktivitas ekstrak air dan ekstrak etanol kulit buah

manggis berperan sebagai scavenger H2O2

Skrining fitokimia dilakukan untuk memberikan gambaran tentang

golongan senyawa yang terkandung dalam ekstrak etanol kulit buah manggis

Hasil uji skrining fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak etanol kulit buah

manggis mengandung senyawa golongan alkaloid triterpenoid saponin

55

flavonoid tannin dan polifenol (Kristianti et al 2008) Polifenol adalah senyawa

fenolik yang memiliki lebih dari satu gugus hidroksil (OH) golongan senyawa ini

terdapat pada berbagai jenis tumbuhan yang mempunyai berbagai macam aktivitas

biologi salah satunya adalah aktivitas antioksidan (Scalbert et al 2005)

Polifenol banyak ditemukan dalam buah-buahan sayuran dan biji-bijian

yang merupakan sumber antioksidan alami Senyawa polifenol terdiri dari

beberapa subkelas yakni flavonol isoflavon (dalam kedelai) flavanon

antosianidin katekin dan biflavan Semua polifenol mampu menjadi perangkap

oksigen dan radikal alkil dengan memberikan donor elektron sehingga terbentuk

radikal fenoksil yang relatif stabil (Mokgope 2006) Senyawa-senyawa polifenol

alami secara langsung sebagai scavenger SOR dan secara tak langsung melindungi

aktivitas beberapa enzim sehingga berpotensi meningkatkan antioksidan endogen

(Masella et al 2005) Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Martin et al

(2010) yang mendapatkan CPE (cocoa polyphenolic extrac) yang mengandung

senyawa-senyawa flavonoid seperti katecin epikatecin dan prosianidin

meningkatkan aktivitas GPx dan glutation reduktase (GR) Senyawa-senyawa ini

mereduksi produksi SOR dan mengatur aktivitas antioksidan enzim Peningkatan

aktivitas enzim antioksidan dapat digunakan sebagai terapi penyakit-penyakit

yang disebabkan oleh stress oksidatif

Senyawa fenol sebagai antioksidan tergantung dari beberapa faktor seperti

ikatan gugus hidroksil pada cincin aromatik posisi ikatan posisi hidroksil bolak

balik pada cincin aromatik dan kemampuannya dalam memberi donor hidrogen

atau donor elektron serta kemampuannya dalam memerangkap radikal bebas (free

56

radical scavengers) Palakawong et al (2010) mendapatkan daya antioksidan

ekstrak kulit buah manggis sebesar 594 microgml yang dianalisis dengan metode

DPPH Ekstrak kulit manggis mengandung total fenol yang cukup tinggi yaitu

sebesar 4112 mgg dengan aktivitas antioksidannya sebesar 8442 (Dyahnugra

et al 2015) Ekstrak etanol kulit buah manggis menunjukkan aktivitas yang

signifikan dalam menghambat pembentukan 50 radikal menghambat radikal

superoxide (O2-) mereduksi produksi ROS dan dapat menangkap radikal

hidroksil (OH-) (Chomnawang et al 2007)

Senyawa flavonoid adalah senyawa-senyawa polifenol yang memiliki 15

atom karbon (C6-C3-C6) terdiri dari dua cincin benzena yang dihubungkan

menjadi satu oleh rantai linier yang terdiri dari tiga atom karbon Flavonoid

dalam ekstrak kulit buah manggis berperan membasmi radikal bebas dengan

berbagai cara misalnya dengan menghambat enzim yang bertanggung jawab

memproduksi anion superoksida yaitu xantin oksidase ada juga dengan

menyumbangkan elektronnya ke radikal superoksida atau radikal lipid agar stabil

(Smith et al 2005)

Ekstrak kulit buah manggis baik dengan pelarut air etanol 50 etanol

95 dan etil asetat menunjukan aktivitas antioksidan dan neuroprotektif

(Weecharangsan et al 2006) Kapasitas antioksidan ekstrak air dan etanol 50

diuji dengan metoda DPPH didapatkan masing-msing sebesar 3498 dan 3076

Kapasitas antioksidan ekstrak ini sudah dicobakan pada sel neuroblastoma

(NG108-15) yang terpapar hidrogen peroksida (H2O2) kedua ekstrak ini

memperlihatkan aktivitas neuroprotektif dengan konsentrasi 50 lgmL Aktivitas

57

neuroprotektif ekstrak etanol 50 kulit buah manggis lebih tinggi dibandingkan

dengan ekstrak air Ekstrak etanol kulit buah manggis juga mempunyai aktivitas

antioksidan yang signifikan sebagai penghambat pembentukan radikal DPPH

(Chomnawang et al 2007)

Ekstrak kulit buah manggis diketahui memiliki daya antioksidan sangat

kuat hal ini dibuktikan dengan menggunakan fraksi pelarut metanol etanol dan

etil asetat semuanya memiliki daya antioksidan EC50 kurang dari 50 Fraksi

metanol mempunyai nilai EC50 yang paling kecil dibanding dengan kedua

fraksi lainnya masing-masing 800 mgL 926 mgL dan 2948 mgL ini berarti

fraksi metanol mempunyai aktivitas antioksidan yang lebih besar dibandingan

dengan fraksi etanol dan etil asetat (Mardawati et al 2011) Hal ini didukung

oleh Li dan Xu (2015) yang menyatakan ekstrak metanol kulit buah manggis

mempunyai aktivitas antioksidan yang kuat karena kandungan polifenolnya sangat

tinggi

Senyawa fenol banyak ditemukan pada berbagai tanaman Senyawa ini

telah dieksploitasi secara intensif karena selain berfungsi sebagai antioksidan juga

memiliki berbagai fungsi biologi seperti anti mutagenik dan anti karsinogenik

Antioksidan alami yang terdapat dalam tanaman akan meredam radikal bebas

yang berbahaya dari tubuh Senyawa-senyawa polifenol dari tanaman seperti

flavonoid digambarkan sebagai peredam SOR Ekstrak kulit buah manggis dapat

mengurangi produksi SOR intrasel secara signifikan yang ditentukan dengan 27-

dichlorofluorescein diacetate (DCFH-DA) dalam SKBR3 saluran sel

(Moongkarndi et al 2004) Aktivitas radikal hidroksil (HO-) diperangkap oleh

58

xanthone yang diisolasi dari beberapa ekstrak kulit buah manggis (Chin et al

2008) Xanthone dapat diklasifikasikan ke dalam lima kelompok yaitu

oxygenated xanthone xanthone glycoside prenylated xanthone xanthonolignoid

dan miscellaneous xanthone Saat ini sekitar 1000 xanthone berbeda telah

diketahui (Chaverri et al 2008)

Kulit buah manggis mengandung 90 xanthone terutama α dan β

mangostin yang disebut panaxanthone dapat memulihkan sistem pertahanan

antioksidan endogen seperti aktivitas SOD GPx dan kadar GSH secara invitro

dan in vivo memecah langsung SOR untuk mengurangi penipisan GSH dan

meghambat peroksidasi lipid Efek protektif α mangostin diduga terhadap stress

oksidatif dimediasi melalui jalur Nrf2 (Jung et al 2006) Ekstrak kulit buah

manggis dapat menurunkan MDA meningkatkan SOD dan GPx pada tikus yang

mengalami peningkatan MDA serta penurunan SOD dan GPx karena perlakuan

latihan (Arsana 2013) Hal yang sama didapatkan oleh Sudjarwo dan

Koerniasari (2015) bahwa pemberian ekstrak kulit buah manggis dapat

meningkatkan aktivitas GPx dan SOD ginjal tikus yang menurun karena diberi

perlakuan logam berat timbal mungkin disebabkan oleh kemampuan ekstrak

kulit buah manggis mengurangi akumulasi radikal bebas

Skrining fitokimia ekstrak kulit manggis juga menunjukkan bahwa kulit

buah manggis mengandung senyawa metabolit sekunder berupa golongan alkaloid

saponin tanin polifenol dan flavonoid (Poeloengan dan Praptiwi 2010)

Saponin merupakan zat aktif yang dapat meningkatkan permeabilitas membran

sehingga terjadi hemolisis sel Apabila saponin berinteraksi dengan sel bakteri

59

maka bakteri tersebut akan rusak atau lisis sedangkan flavonoid merupakan

kelompok senyawa fenol yang mempunyai kecenderungan untuk mengikat

protein sehingga mengganggu proses metabolisme bakteri tersebu Senyawa-

senyawa fenolik dapat bereaksi dengan senyawa oksigen reaktif disebabkan

oleh satu atau dua gugus hidroksil pada cincin aromatik dapat berperan sebagai

donor hidrogen (Dungir et al 2012)

Tanin dalam konsentrasi rendah mampu menghambat pertumbuhan

bakteri sedangkan pada konsentrasi tinggi mampu bertindak sebagai antibakteri

dengan cara menggumpalkan protoplasma bakteri sehingga terbentuk ikatan yang

stabil dengan protein bakteri Selain itu pada saluran pencernaan tanin mampu

mengeliminasi toksin (Poeloengan dan Praptiwi 2010)

Flavonoid merupakan golongan senyawa yang mempunyai kemampuan

sebagai antioksidan Flavonoid juga berperan mengaktifkan enzim kunci dalam

respirasi mitokondria dan melindungi sel neuron sehingga mencegah stres

oksidatif dan kerusakan jaringan Asupan flavonoid berperan sebagai

neuroprotektif berpotensi melindungi neuron dari neurotoksin meningkatkan

fungsi memori pembelajaran dan kognitif (Spencer 2009)

Uji daya antioksidan ekstrak kulit manggis buah dilakukan oleh Lin et al

(2014) menggunakan DPPH Radikal bebas DPPH (DPPHbull) mungkin akan

ditangkap oleh antioksidan dengan memberikan atom hidrogen (Hbull) membentuk

molekul stabil DPPH-H mekanismenya seperti tampak pada Gambar 212

Gambar ini menunjukkan reaksi antara γ-mangostin dengan DPPH akan

menghasilkan senyawa yang stabil sehingga tidak akan terjadi reaksi rantai yang

60

akan menghasilkan radikal-radikal lain yang lebih reaktif Dalam molekul γ-

mangostin gugus ortho-dihidroksil menjadi homolysis menghasilkan radikal

hidrogen (Hmiddot) dan radikal γ-mangostinmiddot (I) Hmiddot kemudian bergabung dengan

DPPHmiddot membentuk molekul DPPH-H dan radikal γ-mangostin menjadi (II)

yang selanjutnya dapat menghasilkan radikal hidrogen (Hmiddot) melebihi yang

diperlukan oleh radikal DPPH (DPPHmiddot) untuk membentuk quinone (III) Hasil ini

mengindikasikan bahwa ekstrak kulit buah manggis sebagai sumber antioksidan

yang baik dengan cara mendonasikan elektron kepada radikal bebas untuk

membentuk produk stabil sehingga tidak menimbulkan reaksi berantai

Gambar 212

Reaksi γ mangostin dengan DPPH sebagai radikal bebas

Lin et al (2014)

61

62

63

Page 32: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pestisida...pestisida menginduksi produksi serotonin dan histamin, sebagai hormon yang memicu reaksi alergi dan dapat menimbulkan senyawa baru yang lebih

40

d) Antioksidan enzim yaitu enzim yang berperan mencegah terbentuknya radikal

bebas seperti glukose oksidase superoksida dismutase (SOD) glutation

peroksidase (GPx) dan katalase (CAT) dan e) Antioksidan Chelators

sequestrants yaitu senyawa-senyawa yang mampu mengikat logam seperti besi

dan tembaga yang mampu mengkatalisis reaksi oksidasi lemak seperti asam sitrat

asam amino ethylenediaminetetra acetid acid (EDTA) dan fosfolipid

Antioksidan bereaksi dengan radikal bebas dengan mengurangi

konsentrasi oksigen mencegah pembentukan singlet oksigen yang reaktif

mencegah inisiasi rantai pertama dengan menangkap radikal primer seperti radikal

hidroksil mengikat katalis ion logam mendekomposisi produk-produk primer

radikal menjadi senyawa non-radikal dan memutus rantai hidroperoksida

sehingga mengurangi kapasitas radikal bebas untuk menimbulkan kerusakan

(Mardawati et al 2011)

Berdasarkan mekanisme kerjanya antioksidan dikelompokan menjadi 1)

Antioksidan primer yaitu antioksidan yang bereaksi dengan radikal lipid berenergi

tinggi untuk menghasilkan produk yang memiliki kestabilan termodinamis lebih

baik seperti golongan fenol (isoflavon) 2) Antioksidan sekunder yang juga

dikenal dengan antioksidan pencegah (Preventive Antioxidant) yang dapat

memperlambat reaksi inisiasi dengan cara memutus rantai hidroperoksida seperti

dilauril thio-dipropionate dan asam thiodipropionate Antioksidan golongan ini

adalah antioksidan yang berikatan dengan gugus thiol (Shahidi dan Naczk1995

dalam Mardawati et al 2011)

41

Antioksidan pemutus rantai adalah molekul kecil yang dapat menerima

dan memberi elektron dari atau ke radikal bebas sehingga membentuk senyawa

baru yang stabil seperti vitamin E dan vitamin C Sedangkan antioksidan logam

transisi terikat protein bekerja mengikat ion-ion logam Fe2+

dan Cu2+

seperti

flavonoid dapat mencegah radikal bebas Antioksidan jenis ini memperbaiki

kerusakan sel-sel dan jaringan yang disebabkan radikal bebas (Winarsi 2007)

Mekanisme kerja antioksidan senyawa fenolik adalah sebagai berikut

Radikal Lipida Antioksidan Radikal Antioksidan

ROO + AH ROOH + A

RO + AH ROH + A

R + AH RH + A

OH + AH H2O + A

Senyawa antioksidan (AH) dapat memberikan atom hidrogen secara cepat ke

radikal lipida (ROO RO R OH ) dan mengubahnya menjadi bentuk yang lebih

stabil Sementara turunan radikal antioksidan (A) yang dihasilkan lebih stabil

dibandingkan radikal lipida karena akan terjadi delokalisasi perbaikan elektron

dari ikatan rangkap pada cincin benzen sebagai indikasi oleh ikatan isomer

valensi

Peningkatan jumlah gugus hidroksil (alkil hidrogen pada struktur

kimianya) pada posisi para atau ortho seperti pada genistein dapat meningkatkan

aktivitas antioksidan isoflavon Antioksidan dapat menghambat oksidasi atau

42

menghentikan reaksi berantai pada radikal bebas dari lemak yang teroksidasi

dapat melalui empat macam mekanisme reaksi yaitu 1) Pelepasan hidrogen dari

antioksidan 2) Pelepasan elektron dari antioksidan 3) Adisi lemak ke dalam

cincin aromatik pada antioksidan dan 4) Pembentukan senyawa kompleks antara

lemak dan cincin aromatik dari antioksidan

Antioksidan dapat mencegah tidak terkontrolnya pembentukan radikal

bebas dan aktivitas SOR atau mencegah reaksinya dengan struktur biologi (Nisar

et al 2013) Status antioksidan baik yang endogen maupun yang eksogen yang

menurun dapat mengganggu keseimbangan redoks seluler dan kondisi patologis

akan menjadi karakteristik utama dan membentuk stres oksidatif pada sel maupun

jaringan

261 Antioksidan enzimatis

Di dalam sistem biologis sudah tersedia antioksidan berupa enzim

(antioksidan enzimatis) yaitu superoksida dismutase (SOD) katalase (CAT) dan

glutation peroksidase (GPx) Antioksidan-antioksidan ini bekerja dengan cara

mencegah pembentukan senyawa radikal bebas baru atau mengubah radikal bebas

yang telah terbentuk menjadi molekul yang kurang reaktif (Finosh dan Jayabalan

2013) Mekanisme kerja antioksidan enzimatik adalah mengkatalisir pemusnahan

radikal bebas dalam sel Aktivitas enzim intrasel SOD dan CAT mengkatalisasi

dismutasi superoksida dan hidrogen peroksida aktivitas GPx mereduksi hidrogen

peroksida dan peroksida organik menjadi air dan oksigen Aktivitas enzim

intrasel ini dapat dilihat pada Gambar 29

43

GPx merupakan enzim penangkal radikal bebas dengan dua cara yaitu

pertahanan terhadap oksidan dan dengan mengkatalisis peroksida menjadi air dan

oksigen GPx memerlukan glutation sebagai substrat terdapat dalam dua bentuk

yaitu glutation tereduksi atau GSH dan glutation teroksidasi atau GSSG Ketika

mengkatalisis perubahan hidrogen peroksida (H2O2) menjadi H2O GSH

dioksidasi menjadi GSSG kemudian GSSG dapat direduksi kembali oleh NADPH

untuk mendapatkan kembali GSH (Marciniak et al 2009)

Gambar 29

SOD dan CAT mengkatalisasi dismutasi superoksida dan hidrogen peroksida

(Finosh dan Jayabalan 2013)

Enzim GPx terdapat terutama dalam mitokondria merupakan enzim

scavenger terhadap hidrogen peroksida dan berperan utama dalam mengatur

konsentrasi H2O2 dan dan berbagai macam peroksida organik Aktivitas GPx yang

menurun menunjukkan terjadinya penurunan kapasitas menghilangkan H2O2 dan

terjadinya hidroperoksida lemak

44

Enzim GPx sangat berperan dalam pengaktifan kembali enzim

kolinesterase melalui 1) Pengaktifan AMP siklik yang secara langsung dapat

mengaktifkan enzim kolinesterase 2) keseimbangan NADP dan NADPH pada

jalur glikolisis aerobik dalam eritrosit sehingga eritrosit tidak rusak kerusakan

eritrosit dapat menurunkan produksi kolinesterase darah 3) peranan kofaktor

prostaglandin pada sintesis tromboksan A2 yang memacu trombogenesis dan

vasokonstriksi pembuluh darah bersamaan dengan terbentuknya tromboksan akan

diaktifkan cAMP yang secara langsung mengaktifkan kinase protein termasuk

kinase protein enzim kolinesterase 4) sebagai antioksidan yang dapat melindungi

sel termasuk eritrosit dari kerusakan akibat radikal bebas 5) sebagai kofaktor

proses oksidasi dealkilasi ikatan organofosfat dengan kolinesterase darah 6)

berperan sebagai detoksifikasi dalam tubuh dengan mereduksi radikal bebas

peroksida sekaligus membentuk peroksida lipid di dalam membran sel (Stranges

et al 2010)

GPx adalah enzim antioksidan yang dapat mendetoksifikasi hidrogen

peroksida dan lipid hidroperoksida dalam menurunkan glutation Di dalam darah

terdapat beberapa jenis GPx dua diantaranya adalah GPx seluler (cGPx) dalam sel

darah merah dan GPx ekstrasel (eGPx) terdapat dalam plasma GPx sebagai enzim

antioksidan bekerja menjadi peredam (quenching) radikal bebas dan berperan

dalam metabolisme xenobiotik yang ditemukan dalam sel (Sen et al 2010)

GPx dengan konsentrasi tinggi ditemukan dalam hepar dan sel darah

merah sedangkan pada jantung ginjal paru-paru adrenal lambung dan jaringan

adipose mengandung GPx dalam kadar sedang GPx kadar rendah ditemukan

45

dalam otak otot testis dan lensa mata GPx yang rendah berkorelasi dengan

gangguan yang berhubungan dengan radikal bebas (Judge et al 2005) Jika

antioksidan endogen gagal mengatasi produksi metabolit reaktif maka

antioksidan eksogen akan diperlukan untuk menyeimbangkan status redoks

(Noori 2012) Sumber makanan termasuk tanaman rempah-rempah vitamin dan

ekstrak herbal memainkan peran penting dalam hal ini

262 Antioksidan non enzimatis

Antioksidan non enzimatis disebut juga antioksidan sekunder atau

antioksidan eksogen (diperoleh dari luar) digolongkan menjadi dua golongan

yaitu yang larut dalam lemak seperti tokoferol karotenoid flavoniod quinon dan

bilirubin serta yang larut dalam air seperti asam askorbat asam urat protein

pengikat logam dan protein pengikat heme (Winarsi 2007) Antioksidan ini dapat

berupa bahan-bahan alami dan juga sintetis Antioksidan alami seperti vitamin

adalah campuran redoks yang seimbang dengan bentuk tereduksi dan teroksidasi

dan sebaliknya untuk antioksidan sintetis merupakan redoks yang tidak seimbang

bahkan menghasilkan radikal bebas yang pada beberapa kasus berbahaya (Rani

etal 2004)

Vitamin C merupakan antioksidan yang sangat penting dalam cairan

ekstra sel karena dapat menyerang radikal-radikal yang larut dalam darah dan

melindungi lemak plasma dari perusakan peroksidasi oleh radikal-radikal peroksil

Peran utama vitamin C adalah menetralisir radikal bebas yang ada di dalam dan

di luar sel Vitamin C merupakan sumber elektron pendonor bagi radikal bebas

(Nisar et al 2013) Vitamin C berperan positip dalam proses detoksifikasi

46

yang sangat diperlukan untuk sintesis kolagen dan pertumbuhan serta

pemeliharaan jaringan epitel Peranan vitamin C sebagai pembawa hidrogen yang

merupakan siklus esensial dalam metabolisme protein dan karbohidrat yang

berfungsi memelihara kekuatan pembuluh darah Vitamin C sangat penting untuk

melawan radikal bebas dalam cairan ekstra sel dan melindungi biomembran dari

peroksidasi Pemberian air kelapa dapat meningkatkan aktivitas GPx SOD dan

CAT pada pekerja terpapar merkuri karena air kelapa mengandung vitamin C

B1 B6 asam-asam amino metionin selenium dan mineral berfungsi melindungi

sel tubuh dari serangan radikal bebas dan mencegah efek paparan merkuri

(Zulaikhah et al 2013) Defisiensi antioksidan yang berupa vitamin C vitamin

E Se Zn dan glutation dalam derajat ringan hingga berat sangat berpengaruh

terhadap respon imun

Komponen kimia yang berperan sebagai antioksidan adalah senyawa

golongan fenolik dan polifenolik yang memiliki kemampuan untuk menangkap

radikal bebas Flavonoid merupakan golongan terbesar dari senyawa polifenol

yang sangat efektif digunakan sebagai antioksidan Senyawa-senyawa ini banyak

terdapat di alam terutama pada tumbuh-tumbuhan seperti teh buah-buahan

sayuran dan anggur (Ramle et al 2008)

Aktivitas antioksidan dari berbagai tanaman erat hubungannya dengan

kandungan fenolnya ada indikasi substansi fenol seperti flavonoid dan asam-

asam fenolat berpotensi lebih besar sebagai antioksidan dibandingkan dengan

vitamin C dan vitamin E Aktivitas antioksidan flavonoid tergantung pada

struktur molekulnya terutama gugus prenil (CH3)2C=CH-CH2 Department of

47

Environmental and Molecular Toxicology Oregon State University dalam

penelitiannya mendapatkan bahwa gugus prenil flavonoid dikembangkan untuk

pencegahan atau terapi terhadap penyakit-penyakit yang dihubungkan dengan

radikal bebas

Asupan antioksidan diperlukan untuk membantu mengembalikan

ketidakseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan endogen serta

mengurangi kerusakan oksidatif dalam tubuh Salah satu terapi antioksidan yang

digunakan adalah ekstrak kulit buah manggis (Garcinia mangostana L) Kulit

buah manggis memiliki kandungan xanthone yang tinggi sehingga memiliki

kemampuan untuk menangkap radikal bebas Gugus hidroksil (OH) yang dimiliki

oleh xanthone efektif mengikat radikal bebas dengan elektron yang tidak memiliki

pasangan Antioksidan ini bekerja dengan cara memotong reaksi oksidasi berantai

dari radikal bebas atau dengan cara menangkapnya sehingga radikal bebas tidak

akan bereaksi dengan komponen seluler dan kerusakan sel dapat dihindari

Makanan yang kaya antioksidan memegang peran dalam mencegah

penyakit-penyakit kanker dan penyakit penurunan fungsi otak Antioksidan dapat

mengurangi resiko penyakit kronis dan mencegah berbagai penyakit baik dengan

cara meningkatkan pertahanan antioksidan dalam tubuh atau dengan cara

mengkonsumsi makanan yang kaya antioksidan Mengkonsumsi antioksidan yang

ada dalam makanan sehari-hari dapat memberi perlindungan terhadap stres

oksidatif Hundekari et al (2013) mendapatkan perlakuan antioksidan dengan

dosis yang sesuai dapat menurunkan kerusakan oksidatif sehingga efektif untuk

memperbaiki kasus keracunan akut OPs

48

27 Manggis

271 Tumbuhan manggis

Tumbuhan manggis (Garcinia mangostana L) berasal dari Asia Tenggara

dan merupakan tumbuhan fungsional karena hampir semua bagian dari tumbuhan

ini dapat dimanfaatkan sebagai obat Manggis termasuk dalam family Guttiferae

dan merupakan species terbaik dari genus Garcia Buah manggis sering dijuluki

Queen of tropical fruit karena mempunyai rasa enak daging buah putih halus

bentuk buah bagus dan disukai banyak orang (Chaverri et al 2008) Manggis

sering disebut mangostin atau kadang-kadang disebut buah super dengan berbagai

karakteristik seperti rasa aroma kaya nutrisi dan daya antioksidan yang tinggi

Buah manggis (Garcinia mangostana L) merupakan buah yang eksotik

karena memiliki warna yang menarik dan kandungan gizi yang tinggi sehingga

buah manggis memiliki prospek yang cukup baik untuk dikembangkan

(Mardawati et al 2011) Tingkatan taksonomi tanaman manggis adalah sebagai

berikut (Prihatman 2000)

- Kingdom Plantae

- Divisi Spermathophyta (Tumbuhan berbiji)

- Sub Divisi Angiospermae (Berbiji tertutup)

- Kelas Dicotyledonae (Biji berkeping dua)

49

- Ordo Theales

- Famili GuttiferaeClusiaceae

- Genus Garcinia

- Spesies Garcinia mangostana L

Selain sebagai buah yang eksotik manggis juga mengandung berbagai senyawa

yang bermanfaat bagi tubuh seperti triterpenoid mangostin tannin resin

kalsium zat besi dan vitamin B1 Potensi manggis tidak hanya terbatas pada

buahnya saja tetapi juga hampir seluruh bagian tumbuhan manggis menyimpan

potensi yang sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia

Kulit buah manggis mengandung beberapa senyawa yang memiliki

aktivitas farmakologi seperti antiinflamasi antihistamin antibakteri anti penyakit

jantung antijamur bahkan untuk terapi HIV (Chaveri et al 2008) Senyawa

utama kandungan kulit buah manggis yang dilaporkan bertanggung jawab atas

beberapa aktivitas farmakologi adalah golongan xanthone yang meliputi

mangostin mangosterol mangostinon A dan B trapezifolixanthone tovophyllin

B dan beta mangostin garcinon B mangostanol flavonoid epikatekin dan

gartanin136-trihidoksi-7-metoksi-28-bis(3-metil-2-butenil)-9H-xanten-9-on(alfa

mangostin) dan 1367-tetrahidroksi-28-bis (3-metil-2-butenil)-9H-xanten-9-on

(gamma mangostin) yang sangat bermanfaat untuk kesehatan (Qosim 2007)

Kandungan antioksidan manggis banyak terdapat pada kulit buahnya

dikenal sebagai antioksidan yang efektif karena mengandung senyawa biologi

xanthones walaupun dapat juga ditemukan dalam semua bagian manggis baik

pada buah kulit buah kulit kayu maupun daunnya Senyawa xanthone hanya

50

dihasilkan oleh genus garcinia Xanthone memiliki struktur kimia yang unik

terdiri dari sistem aromatik trisiklik (C6-C3-C6) dengan kelompok isoprena

metoksil dan hidroksil terletak pada cincin A dan B sehingga senyawa xanthone

beragam Struktur umum xanthone dapat dilihat pada Gambar 210

Gambar 210

Struktur umum senyawa xanthone (Chaverri et al 2008)

Xanthone termasuk golongan senyawa flavonoid Senyawa ini memiliki

dua cincin benzene dan satu cincin piran Inti xanthone dikenal sebagai 9-

xanthenone atau dibenzo-c-pyrone Xanthone dapat diklasifikasikan ke dalam lima

kelompok yaitu oxygenated xanthone xanthone glycoside prenylated xanthone

xanthonolignoid dan miscellaneous xanthone Menurut Chaverri et al (2008)

terdapat 200 lebih xanthone yang tersedia di alam ini dan 50 diantaranya

terkandung dalam kulit buah manggis

Xanthone memiliki rumus molekul C13H8O2 sehingga memiliki massa

molar sebesar 196191 gram mol Dalam penamaan menurut IUPAC senyawa ini

diberi nama 9H-xanthen-9-one Uji aktivitas antioksidan kulit buah manggis

dengan menggunakan peroksinitrit sebagai radikal bebas diketahui bahwa 8-

hydroxycudraxanthone G gartanin α-mangostin γ-mangostin dan smeath-

xanthone A merupakan komponen yang memiliki aktivitas antioksidan terbesar

51

(Jung et al 2006) Senyawa xanthone yang banyak terdapat pada kulit manggis

yaitu α - dan γ - mangostin (Obolsky et al 2009)

Struktur kimia beberapa turunan xanthone seperti α mangostin β

mangostin dan γ mangostin dapat dilihat pada pada Gambar 211

(Chaivisuthangkura et al 2008)

α mangostin β mangostin γ mangostin

Gambar 211

Struktur Kimia beberapa derivat xanthone

(Chaivisuthangkura et al 2008)

Senyawa-senyawa xanthone juga mempunyai aktivitas antibakteri

melawan S Aureus strain yang resisten terhadap penicillin dan methicillin

aktivitas antifungi melawan F Oxiforum A Tenuls dan D Oryzae (Chomnawang

2007) Garcinia mangostana dan senyawa-senyawa xanthone α-mangostin

mendorong aktivitas antimikroba melawan P acnes dan S epidermis yang

merupakan agen etiologi kritis pada jerawat (Chomnawang et al 2007)

Senyawa alfa-mangostin sebagai turunan xanthone memiliki kemampuan

dalam menekan pembentukan senyawa karsinogen pada kolon Xanthone juga

52

bermanfaat mencegah pertumbuhan sel kanker dan tumor Kemampuan

antioksidannya bahkan melebihi vitamin C dan E yang selama ini dikenal sebagai

antioksidan yang paling efektif (Ummi dan Any 2014) Hasil penelitian Kosem

et al (2007) mendapatkan ekstrak metanol kulit buah manggis mengandung α

mangostin sebesar 2519 g100 g ekstrak

Moongkandi et al (2004) menyatakan kulit buah manggis bermanfaat

penting bagi kesehatan karena kaya akan antioksidan seperti xanthone dan

antosianin Antosianin merupakan salah satu antioksidan kuat yang mampu

mencegah berbagai kerusakan akibat stress oksidatif sehingga mampu melindungi

sel dari radikal bebas Penelitian lain juga mendapatkan bahwa xanthone dari

manggis memiliki aktivitas antioksidan antitumor antiinflamasi antialergi

antifungi dan antibakteri (Suksamrarn et al 2006 dan Chaverri et al 2008)

Garcinia mangostana memiliki aktivitas antioksidan yang signifikan pada

IC50 sebesar 613 μgml juga efektif dalam scavenging radikal bebas dan bisa

mengurangi produksi cytokine sebagai suatu proinflamasi Senyawa xanthone

pada kulit buah manggis merupakan antioksidan tingkat tinggi karena kandungan

antioksidannya 667 kali dari wortel dan 83 kali jeruk (Qosim 2007)

Antioksidan yang terkandung dalam kulit buah manggis didominasi oleh

senyawa fenol yaitu xanthone Kadar xanthone dalam manggis berbeda-beda

tergantung pada kualitas buah yang terbesar didapatkan pada buah dengan kulit

burik atau kasar yakni sebesar 23544 μgg ekstrak sedangkan pada buah besar

dengan kulit mulus mengandung kadar xanthone sebesar 18502 μgg ekstrak

buah kecil sebesar 20434 μgg dan buah dengan kulit mengandung getah kuning

53

15289 μgg ekstrak Xanthone dalam kulit buah yang mengandung getah kuning

berperan dalam mekanisme pertahanan mencegah terjadinya stres akibat serangan

hama atau kerusakan fisik (Arsana 2014)

Xanthone sebagai antioksidan akan memutus rantai reaksi oksidasi radikal

bebas untuk mencegah reaksi oksidasi dengan reaksi reduksi yang melibatkan

hidrogen Keterlibatan hidrogen dalam reaksi-reaksi reduksi dapat menghambat

reaksi oksidasi antara radikal bebas dengan oksigen Kadar Oxygen Radical

Absorbance Capacity (ORAC) dari xanthone mencapai 17000-20000 ORAC per

100 ons kulit manggis lebih besar dari wortel dan jeruk yang kadar ORAC-nya

hanya 300 dan 2400 (Fanany 2013) Manfaat yang demikian besar menyebabkan

xanthone sangat dibutuhkan dalam tubuh sebagai penyeimbang prooksidan

Prenilasi xanthone juga mempunyai efek penghambat terhadap M Tuberculosis

Alfa-mangostin yang merupakan derivat xanthone didapatkan mempunyai potensi

sebagai antimikroba (Suksamrarn et al 2006) Selain itu kulit buah manggis

juga mengandung beberapa senyawa lain seperti yang tertera pada Tabel 23

Tabel 23

Komposisi Tepung Kulit Buah Manggis

Sumber Shahidi 1997 dalam Ummi dan Any 2014

No Komponen Kadar ( bk)

1

Air 900

2 Abu 258

3 Gula 692

4 Protein 269

5 Serat Kasar 3005

6 Lainnya (Tanin lemak dll) 4876

54

272 Ekstrak kulit buah manggis

Ekstrak kulit buah manggis mengandung berbagai senyawa yang diduga

bekerja sebagai antioksidan dengan cara mendonorkan elektronnya kepada radikal

bebas sehingga mencegah terjadinya peroksidasi lipid baik pada tahap inisiasi

propagasi maupun pada tahap terminasi (Middleton et al 2000) Senyawa-

seyawa ini bekerja sebagai sinyal yang akan mengaktivasi nuclear factor

erythroid 2- related factor 2 (Nrf2) yang terikat pada Kelch-like ECH-associated

protein-1 (Keap1) dalam sitoplasma sehingga mengalami disosiasi dan translokasi

menuju nukleus Dalam nukleus Nrf2 berasosiasi pada bagian promoter gen yang

disebut Antioxidant Respone Element (ARE) sehingga memicu ekspresi gen

penyandi antioksidan Senyawa yang terkandung dalam ekstrak kulit buah

manggis disamping bekerja sebagai antioksidan dengan cara mendonorkan

elektronnya kepada radikal bebas juga dapat menstimulasi ekspresi gen penyandi

antioksidan melalui aktivasi Nrf2 Salah satu stimulan tersebut adalah golongan

fenol (Inoue 2001) Ekstrak kulit buah manggis dapat mengatur aktivitas catalase

dalam aktivitasnya sebagai scavenger H2O2 atau mengatur gen Nrf-2 (Bartz et

al 2010) Hal ini sesuai dengan yang didapatkan dalam penelitian

Weecharangsan et al (2006) aktivitas ekstrak air dan ekstrak etanol kulit buah

manggis berperan sebagai scavenger H2O2

Skrining fitokimia dilakukan untuk memberikan gambaran tentang

golongan senyawa yang terkandung dalam ekstrak etanol kulit buah manggis

Hasil uji skrining fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak etanol kulit buah

manggis mengandung senyawa golongan alkaloid triterpenoid saponin

55

flavonoid tannin dan polifenol (Kristianti et al 2008) Polifenol adalah senyawa

fenolik yang memiliki lebih dari satu gugus hidroksil (OH) golongan senyawa ini

terdapat pada berbagai jenis tumbuhan yang mempunyai berbagai macam aktivitas

biologi salah satunya adalah aktivitas antioksidan (Scalbert et al 2005)

Polifenol banyak ditemukan dalam buah-buahan sayuran dan biji-bijian

yang merupakan sumber antioksidan alami Senyawa polifenol terdiri dari

beberapa subkelas yakni flavonol isoflavon (dalam kedelai) flavanon

antosianidin katekin dan biflavan Semua polifenol mampu menjadi perangkap

oksigen dan radikal alkil dengan memberikan donor elektron sehingga terbentuk

radikal fenoksil yang relatif stabil (Mokgope 2006) Senyawa-senyawa polifenol

alami secara langsung sebagai scavenger SOR dan secara tak langsung melindungi

aktivitas beberapa enzim sehingga berpotensi meningkatkan antioksidan endogen

(Masella et al 2005) Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Martin et al

(2010) yang mendapatkan CPE (cocoa polyphenolic extrac) yang mengandung

senyawa-senyawa flavonoid seperti katecin epikatecin dan prosianidin

meningkatkan aktivitas GPx dan glutation reduktase (GR) Senyawa-senyawa ini

mereduksi produksi SOR dan mengatur aktivitas antioksidan enzim Peningkatan

aktivitas enzim antioksidan dapat digunakan sebagai terapi penyakit-penyakit

yang disebabkan oleh stress oksidatif

Senyawa fenol sebagai antioksidan tergantung dari beberapa faktor seperti

ikatan gugus hidroksil pada cincin aromatik posisi ikatan posisi hidroksil bolak

balik pada cincin aromatik dan kemampuannya dalam memberi donor hidrogen

atau donor elektron serta kemampuannya dalam memerangkap radikal bebas (free

56

radical scavengers) Palakawong et al (2010) mendapatkan daya antioksidan

ekstrak kulit buah manggis sebesar 594 microgml yang dianalisis dengan metode

DPPH Ekstrak kulit manggis mengandung total fenol yang cukup tinggi yaitu

sebesar 4112 mgg dengan aktivitas antioksidannya sebesar 8442 (Dyahnugra

et al 2015) Ekstrak etanol kulit buah manggis menunjukkan aktivitas yang

signifikan dalam menghambat pembentukan 50 radikal menghambat radikal

superoxide (O2-) mereduksi produksi ROS dan dapat menangkap radikal

hidroksil (OH-) (Chomnawang et al 2007)

Senyawa flavonoid adalah senyawa-senyawa polifenol yang memiliki 15

atom karbon (C6-C3-C6) terdiri dari dua cincin benzena yang dihubungkan

menjadi satu oleh rantai linier yang terdiri dari tiga atom karbon Flavonoid

dalam ekstrak kulit buah manggis berperan membasmi radikal bebas dengan

berbagai cara misalnya dengan menghambat enzim yang bertanggung jawab

memproduksi anion superoksida yaitu xantin oksidase ada juga dengan

menyumbangkan elektronnya ke radikal superoksida atau radikal lipid agar stabil

(Smith et al 2005)

Ekstrak kulit buah manggis baik dengan pelarut air etanol 50 etanol

95 dan etil asetat menunjukan aktivitas antioksidan dan neuroprotektif

(Weecharangsan et al 2006) Kapasitas antioksidan ekstrak air dan etanol 50

diuji dengan metoda DPPH didapatkan masing-msing sebesar 3498 dan 3076

Kapasitas antioksidan ekstrak ini sudah dicobakan pada sel neuroblastoma

(NG108-15) yang terpapar hidrogen peroksida (H2O2) kedua ekstrak ini

memperlihatkan aktivitas neuroprotektif dengan konsentrasi 50 lgmL Aktivitas

57

neuroprotektif ekstrak etanol 50 kulit buah manggis lebih tinggi dibandingkan

dengan ekstrak air Ekstrak etanol kulit buah manggis juga mempunyai aktivitas

antioksidan yang signifikan sebagai penghambat pembentukan radikal DPPH

(Chomnawang et al 2007)

Ekstrak kulit buah manggis diketahui memiliki daya antioksidan sangat

kuat hal ini dibuktikan dengan menggunakan fraksi pelarut metanol etanol dan

etil asetat semuanya memiliki daya antioksidan EC50 kurang dari 50 Fraksi

metanol mempunyai nilai EC50 yang paling kecil dibanding dengan kedua

fraksi lainnya masing-masing 800 mgL 926 mgL dan 2948 mgL ini berarti

fraksi metanol mempunyai aktivitas antioksidan yang lebih besar dibandingan

dengan fraksi etanol dan etil asetat (Mardawati et al 2011) Hal ini didukung

oleh Li dan Xu (2015) yang menyatakan ekstrak metanol kulit buah manggis

mempunyai aktivitas antioksidan yang kuat karena kandungan polifenolnya sangat

tinggi

Senyawa fenol banyak ditemukan pada berbagai tanaman Senyawa ini

telah dieksploitasi secara intensif karena selain berfungsi sebagai antioksidan juga

memiliki berbagai fungsi biologi seperti anti mutagenik dan anti karsinogenik

Antioksidan alami yang terdapat dalam tanaman akan meredam radikal bebas

yang berbahaya dari tubuh Senyawa-senyawa polifenol dari tanaman seperti

flavonoid digambarkan sebagai peredam SOR Ekstrak kulit buah manggis dapat

mengurangi produksi SOR intrasel secara signifikan yang ditentukan dengan 27-

dichlorofluorescein diacetate (DCFH-DA) dalam SKBR3 saluran sel

(Moongkarndi et al 2004) Aktivitas radikal hidroksil (HO-) diperangkap oleh

58

xanthone yang diisolasi dari beberapa ekstrak kulit buah manggis (Chin et al

2008) Xanthone dapat diklasifikasikan ke dalam lima kelompok yaitu

oxygenated xanthone xanthone glycoside prenylated xanthone xanthonolignoid

dan miscellaneous xanthone Saat ini sekitar 1000 xanthone berbeda telah

diketahui (Chaverri et al 2008)

Kulit buah manggis mengandung 90 xanthone terutama α dan β

mangostin yang disebut panaxanthone dapat memulihkan sistem pertahanan

antioksidan endogen seperti aktivitas SOD GPx dan kadar GSH secara invitro

dan in vivo memecah langsung SOR untuk mengurangi penipisan GSH dan

meghambat peroksidasi lipid Efek protektif α mangostin diduga terhadap stress

oksidatif dimediasi melalui jalur Nrf2 (Jung et al 2006) Ekstrak kulit buah

manggis dapat menurunkan MDA meningkatkan SOD dan GPx pada tikus yang

mengalami peningkatan MDA serta penurunan SOD dan GPx karena perlakuan

latihan (Arsana 2013) Hal yang sama didapatkan oleh Sudjarwo dan

Koerniasari (2015) bahwa pemberian ekstrak kulit buah manggis dapat

meningkatkan aktivitas GPx dan SOD ginjal tikus yang menurun karena diberi

perlakuan logam berat timbal mungkin disebabkan oleh kemampuan ekstrak

kulit buah manggis mengurangi akumulasi radikal bebas

Skrining fitokimia ekstrak kulit manggis juga menunjukkan bahwa kulit

buah manggis mengandung senyawa metabolit sekunder berupa golongan alkaloid

saponin tanin polifenol dan flavonoid (Poeloengan dan Praptiwi 2010)

Saponin merupakan zat aktif yang dapat meningkatkan permeabilitas membran

sehingga terjadi hemolisis sel Apabila saponin berinteraksi dengan sel bakteri

59

maka bakteri tersebut akan rusak atau lisis sedangkan flavonoid merupakan

kelompok senyawa fenol yang mempunyai kecenderungan untuk mengikat

protein sehingga mengganggu proses metabolisme bakteri tersebu Senyawa-

senyawa fenolik dapat bereaksi dengan senyawa oksigen reaktif disebabkan

oleh satu atau dua gugus hidroksil pada cincin aromatik dapat berperan sebagai

donor hidrogen (Dungir et al 2012)

Tanin dalam konsentrasi rendah mampu menghambat pertumbuhan

bakteri sedangkan pada konsentrasi tinggi mampu bertindak sebagai antibakteri

dengan cara menggumpalkan protoplasma bakteri sehingga terbentuk ikatan yang

stabil dengan protein bakteri Selain itu pada saluran pencernaan tanin mampu

mengeliminasi toksin (Poeloengan dan Praptiwi 2010)

Flavonoid merupakan golongan senyawa yang mempunyai kemampuan

sebagai antioksidan Flavonoid juga berperan mengaktifkan enzim kunci dalam

respirasi mitokondria dan melindungi sel neuron sehingga mencegah stres

oksidatif dan kerusakan jaringan Asupan flavonoid berperan sebagai

neuroprotektif berpotensi melindungi neuron dari neurotoksin meningkatkan

fungsi memori pembelajaran dan kognitif (Spencer 2009)

Uji daya antioksidan ekstrak kulit manggis buah dilakukan oleh Lin et al

(2014) menggunakan DPPH Radikal bebas DPPH (DPPHbull) mungkin akan

ditangkap oleh antioksidan dengan memberikan atom hidrogen (Hbull) membentuk

molekul stabil DPPH-H mekanismenya seperti tampak pada Gambar 212

Gambar ini menunjukkan reaksi antara γ-mangostin dengan DPPH akan

menghasilkan senyawa yang stabil sehingga tidak akan terjadi reaksi rantai yang

60

akan menghasilkan radikal-radikal lain yang lebih reaktif Dalam molekul γ-

mangostin gugus ortho-dihidroksil menjadi homolysis menghasilkan radikal

hidrogen (Hmiddot) dan radikal γ-mangostinmiddot (I) Hmiddot kemudian bergabung dengan

DPPHmiddot membentuk molekul DPPH-H dan radikal γ-mangostin menjadi (II)

yang selanjutnya dapat menghasilkan radikal hidrogen (Hmiddot) melebihi yang

diperlukan oleh radikal DPPH (DPPHmiddot) untuk membentuk quinone (III) Hasil ini

mengindikasikan bahwa ekstrak kulit buah manggis sebagai sumber antioksidan

yang baik dengan cara mendonasikan elektron kepada radikal bebas untuk

membentuk produk stabil sehingga tidak menimbulkan reaksi berantai

Gambar 212

Reaksi γ mangostin dengan DPPH sebagai radikal bebas

Lin et al (2014)

61

62

63

Page 33: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pestisida...pestisida menginduksi produksi serotonin dan histamin, sebagai hormon yang memicu reaksi alergi dan dapat menimbulkan senyawa baru yang lebih

41

Antioksidan pemutus rantai adalah molekul kecil yang dapat menerima

dan memberi elektron dari atau ke radikal bebas sehingga membentuk senyawa

baru yang stabil seperti vitamin E dan vitamin C Sedangkan antioksidan logam

transisi terikat protein bekerja mengikat ion-ion logam Fe2+

dan Cu2+

seperti

flavonoid dapat mencegah radikal bebas Antioksidan jenis ini memperbaiki

kerusakan sel-sel dan jaringan yang disebabkan radikal bebas (Winarsi 2007)

Mekanisme kerja antioksidan senyawa fenolik adalah sebagai berikut

Radikal Lipida Antioksidan Radikal Antioksidan

ROO + AH ROOH + A

RO + AH ROH + A

R + AH RH + A

OH + AH H2O + A

Senyawa antioksidan (AH) dapat memberikan atom hidrogen secara cepat ke

radikal lipida (ROO RO R OH ) dan mengubahnya menjadi bentuk yang lebih

stabil Sementara turunan radikal antioksidan (A) yang dihasilkan lebih stabil

dibandingkan radikal lipida karena akan terjadi delokalisasi perbaikan elektron

dari ikatan rangkap pada cincin benzen sebagai indikasi oleh ikatan isomer

valensi

Peningkatan jumlah gugus hidroksil (alkil hidrogen pada struktur

kimianya) pada posisi para atau ortho seperti pada genistein dapat meningkatkan

aktivitas antioksidan isoflavon Antioksidan dapat menghambat oksidasi atau

42

menghentikan reaksi berantai pada radikal bebas dari lemak yang teroksidasi

dapat melalui empat macam mekanisme reaksi yaitu 1) Pelepasan hidrogen dari

antioksidan 2) Pelepasan elektron dari antioksidan 3) Adisi lemak ke dalam

cincin aromatik pada antioksidan dan 4) Pembentukan senyawa kompleks antara

lemak dan cincin aromatik dari antioksidan

Antioksidan dapat mencegah tidak terkontrolnya pembentukan radikal

bebas dan aktivitas SOR atau mencegah reaksinya dengan struktur biologi (Nisar

et al 2013) Status antioksidan baik yang endogen maupun yang eksogen yang

menurun dapat mengganggu keseimbangan redoks seluler dan kondisi patologis

akan menjadi karakteristik utama dan membentuk stres oksidatif pada sel maupun

jaringan

261 Antioksidan enzimatis

Di dalam sistem biologis sudah tersedia antioksidan berupa enzim

(antioksidan enzimatis) yaitu superoksida dismutase (SOD) katalase (CAT) dan

glutation peroksidase (GPx) Antioksidan-antioksidan ini bekerja dengan cara

mencegah pembentukan senyawa radikal bebas baru atau mengubah radikal bebas

yang telah terbentuk menjadi molekul yang kurang reaktif (Finosh dan Jayabalan

2013) Mekanisme kerja antioksidan enzimatik adalah mengkatalisir pemusnahan

radikal bebas dalam sel Aktivitas enzim intrasel SOD dan CAT mengkatalisasi

dismutasi superoksida dan hidrogen peroksida aktivitas GPx mereduksi hidrogen

peroksida dan peroksida organik menjadi air dan oksigen Aktivitas enzim

intrasel ini dapat dilihat pada Gambar 29

43

GPx merupakan enzim penangkal radikal bebas dengan dua cara yaitu

pertahanan terhadap oksidan dan dengan mengkatalisis peroksida menjadi air dan

oksigen GPx memerlukan glutation sebagai substrat terdapat dalam dua bentuk

yaitu glutation tereduksi atau GSH dan glutation teroksidasi atau GSSG Ketika

mengkatalisis perubahan hidrogen peroksida (H2O2) menjadi H2O GSH

dioksidasi menjadi GSSG kemudian GSSG dapat direduksi kembali oleh NADPH

untuk mendapatkan kembali GSH (Marciniak et al 2009)

Gambar 29

SOD dan CAT mengkatalisasi dismutasi superoksida dan hidrogen peroksida

(Finosh dan Jayabalan 2013)

Enzim GPx terdapat terutama dalam mitokondria merupakan enzim

scavenger terhadap hidrogen peroksida dan berperan utama dalam mengatur

konsentrasi H2O2 dan dan berbagai macam peroksida organik Aktivitas GPx yang

menurun menunjukkan terjadinya penurunan kapasitas menghilangkan H2O2 dan

terjadinya hidroperoksida lemak

44

Enzim GPx sangat berperan dalam pengaktifan kembali enzim

kolinesterase melalui 1) Pengaktifan AMP siklik yang secara langsung dapat

mengaktifkan enzim kolinesterase 2) keseimbangan NADP dan NADPH pada

jalur glikolisis aerobik dalam eritrosit sehingga eritrosit tidak rusak kerusakan

eritrosit dapat menurunkan produksi kolinesterase darah 3) peranan kofaktor

prostaglandin pada sintesis tromboksan A2 yang memacu trombogenesis dan

vasokonstriksi pembuluh darah bersamaan dengan terbentuknya tromboksan akan

diaktifkan cAMP yang secara langsung mengaktifkan kinase protein termasuk

kinase protein enzim kolinesterase 4) sebagai antioksidan yang dapat melindungi

sel termasuk eritrosit dari kerusakan akibat radikal bebas 5) sebagai kofaktor

proses oksidasi dealkilasi ikatan organofosfat dengan kolinesterase darah 6)

berperan sebagai detoksifikasi dalam tubuh dengan mereduksi radikal bebas

peroksida sekaligus membentuk peroksida lipid di dalam membran sel (Stranges

et al 2010)

GPx adalah enzim antioksidan yang dapat mendetoksifikasi hidrogen

peroksida dan lipid hidroperoksida dalam menurunkan glutation Di dalam darah

terdapat beberapa jenis GPx dua diantaranya adalah GPx seluler (cGPx) dalam sel

darah merah dan GPx ekstrasel (eGPx) terdapat dalam plasma GPx sebagai enzim

antioksidan bekerja menjadi peredam (quenching) radikal bebas dan berperan

dalam metabolisme xenobiotik yang ditemukan dalam sel (Sen et al 2010)

GPx dengan konsentrasi tinggi ditemukan dalam hepar dan sel darah

merah sedangkan pada jantung ginjal paru-paru adrenal lambung dan jaringan

adipose mengandung GPx dalam kadar sedang GPx kadar rendah ditemukan

45

dalam otak otot testis dan lensa mata GPx yang rendah berkorelasi dengan

gangguan yang berhubungan dengan radikal bebas (Judge et al 2005) Jika

antioksidan endogen gagal mengatasi produksi metabolit reaktif maka

antioksidan eksogen akan diperlukan untuk menyeimbangkan status redoks

(Noori 2012) Sumber makanan termasuk tanaman rempah-rempah vitamin dan

ekstrak herbal memainkan peran penting dalam hal ini

262 Antioksidan non enzimatis

Antioksidan non enzimatis disebut juga antioksidan sekunder atau

antioksidan eksogen (diperoleh dari luar) digolongkan menjadi dua golongan

yaitu yang larut dalam lemak seperti tokoferol karotenoid flavoniod quinon dan

bilirubin serta yang larut dalam air seperti asam askorbat asam urat protein

pengikat logam dan protein pengikat heme (Winarsi 2007) Antioksidan ini dapat

berupa bahan-bahan alami dan juga sintetis Antioksidan alami seperti vitamin

adalah campuran redoks yang seimbang dengan bentuk tereduksi dan teroksidasi

dan sebaliknya untuk antioksidan sintetis merupakan redoks yang tidak seimbang

bahkan menghasilkan radikal bebas yang pada beberapa kasus berbahaya (Rani

etal 2004)

Vitamin C merupakan antioksidan yang sangat penting dalam cairan

ekstra sel karena dapat menyerang radikal-radikal yang larut dalam darah dan

melindungi lemak plasma dari perusakan peroksidasi oleh radikal-radikal peroksil

Peran utama vitamin C adalah menetralisir radikal bebas yang ada di dalam dan

di luar sel Vitamin C merupakan sumber elektron pendonor bagi radikal bebas

(Nisar et al 2013) Vitamin C berperan positip dalam proses detoksifikasi

46

yang sangat diperlukan untuk sintesis kolagen dan pertumbuhan serta

pemeliharaan jaringan epitel Peranan vitamin C sebagai pembawa hidrogen yang

merupakan siklus esensial dalam metabolisme protein dan karbohidrat yang

berfungsi memelihara kekuatan pembuluh darah Vitamin C sangat penting untuk

melawan radikal bebas dalam cairan ekstra sel dan melindungi biomembran dari

peroksidasi Pemberian air kelapa dapat meningkatkan aktivitas GPx SOD dan

CAT pada pekerja terpapar merkuri karena air kelapa mengandung vitamin C

B1 B6 asam-asam amino metionin selenium dan mineral berfungsi melindungi

sel tubuh dari serangan radikal bebas dan mencegah efek paparan merkuri

(Zulaikhah et al 2013) Defisiensi antioksidan yang berupa vitamin C vitamin

E Se Zn dan glutation dalam derajat ringan hingga berat sangat berpengaruh

terhadap respon imun

Komponen kimia yang berperan sebagai antioksidan adalah senyawa

golongan fenolik dan polifenolik yang memiliki kemampuan untuk menangkap

radikal bebas Flavonoid merupakan golongan terbesar dari senyawa polifenol

yang sangat efektif digunakan sebagai antioksidan Senyawa-senyawa ini banyak

terdapat di alam terutama pada tumbuh-tumbuhan seperti teh buah-buahan

sayuran dan anggur (Ramle et al 2008)

Aktivitas antioksidan dari berbagai tanaman erat hubungannya dengan

kandungan fenolnya ada indikasi substansi fenol seperti flavonoid dan asam-

asam fenolat berpotensi lebih besar sebagai antioksidan dibandingkan dengan

vitamin C dan vitamin E Aktivitas antioksidan flavonoid tergantung pada

struktur molekulnya terutama gugus prenil (CH3)2C=CH-CH2 Department of

47

Environmental and Molecular Toxicology Oregon State University dalam

penelitiannya mendapatkan bahwa gugus prenil flavonoid dikembangkan untuk

pencegahan atau terapi terhadap penyakit-penyakit yang dihubungkan dengan

radikal bebas

Asupan antioksidan diperlukan untuk membantu mengembalikan

ketidakseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan endogen serta

mengurangi kerusakan oksidatif dalam tubuh Salah satu terapi antioksidan yang

digunakan adalah ekstrak kulit buah manggis (Garcinia mangostana L) Kulit

buah manggis memiliki kandungan xanthone yang tinggi sehingga memiliki

kemampuan untuk menangkap radikal bebas Gugus hidroksil (OH) yang dimiliki

oleh xanthone efektif mengikat radikal bebas dengan elektron yang tidak memiliki

pasangan Antioksidan ini bekerja dengan cara memotong reaksi oksidasi berantai

dari radikal bebas atau dengan cara menangkapnya sehingga radikal bebas tidak

akan bereaksi dengan komponen seluler dan kerusakan sel dapat dihindari

Makanan yang kaya antioksidan memegang peran dalam mencegah

penyakit-penyakit kanker dan penyakit penurunan fungsi otak Antioksidan dapat

mengurangi resiko penyakit kronis dan mencegah berbagai penyakit baik dengan

cara meningkatkan pertahanan antioksidan dalam tubuh atau dengan cara

mengkonsumsi makanan yang kaya antioksidan Mengkonsumsi antioksidan yang

ada dalam makanan sehari-hari dapat memberi perlindungan terhadap stres

oksidatif Hundekari et al (2013) mendapatkan perlakuan antioksidan dengan

dosis yang sesuai dapat menurunkan kerusakan oksidatif sehingga efektif untuk

memperbaiki kasus keracunan akut OPs

48

27 Manggis

271 Tumbuhan manggis

Tumbuhan manggis (Garcinia mangostana L) berasal dari Asia Tenggara

dan merupakan tumbuhan fungsional karena hampir semua bagian dari tumbuhan

ini dapat dimanfaatkan sebagai obat Manggis termasuk dalam family Guttiferae

dan merupakan species terbaik dari genus Garcia Buah manggis sering dijuluki

Queen of tropical fruit karena mempunyai rasa enak daging buah putih halus

bentuk buah bagus dan disukai banyak orang (Chaverri et al 2008) Manggis

sering disebut mangostin atau kadang-kadang disebut buah super dengan berbagai

karakteristik seperti rasa aroma kaya nutrisi dan daya antioksidan yang tinggi

Buah manggis (Garcinia mangostana L) merupakan buah yang eksotik

karena memiliki warna yang menarik dan kandungan gizi yang tinggi sehingga

buah manggis memiliki prospek yang cukup baik untuk dikembangkan

(Mardawati et al 2011) Tingkatan taksonomi tanaman manggis adalah sebagai

berikut (Prihatman 2000)

- Kingdom Plantae

- Divisi Spermathophyta (Tumbuhan berbiji)

- Sub Divisi Angiospermae (Berbiji tertutup)

- Kelas Dicotyledonae (Biji berkeping dua)

49

- Ordo Theales

- Famili GuttiferaeClusiaceae

- Genus Garcinia

- Spesies Garcinia mangostana L

Selain sebagai buah yang eksotik manggis juga mengandung berbagai senyawa

yang bermanfaat bagi tubuh seperti triterpenoid mangostin tannin resin

kalsium zat besi dan vitamin B1 Potensi manggis tidak hanya terbatas pada

buahnya saja tetapi juga hampir seluruh bagian tumbuhan manggis menyimpan

potensi yang sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia

Kulit buah manggis mengandung beberapa senyawa yang memiliki

aktivitas farmakologi seperti antiinflamasi antihistamin antibakteri anti penyakit

jantung antijamur bahkan untuk terapi HIV (Chaveri et al 2008) Senyawa

utama kandungan kulit buah manggis yang dilaporkan bertanggung jawab atas

beberapa aktivitas farmakologi adalah golongan xanthone yang meliputi

mangostin mangosterol mangostinon A dan B trapezifolixanthone tovophyllin

B dan beta mangostin garcinon B mangostanol flavonoid epikatekin dan

gartanin136-trihidoksi-7-metoksi-28-bis(3-metil-2-butenil)-9H-xanten-9-on(alfa

mangostin) dan 1367-tetrahidroksi-28-bis (3-metil-2-butenil)-9H-xanten-9-on

(gamma mangostin) yang sangat bermanfaat untuk kesehatan (Qosim 2007)

Kandungan antioksidan manggis banyak terdapat pada kulit buahnya

dikenal sebagai antioksidan yang efektif karena mengandung senyawa biologi

xanthones walaupun dapat juga ditemukan dalam semua bagian manggis baik

pada buah kulit buah kulit kayu maupun daunnya Senyawa xanthone hanya

50

dihasilkan oleh genus garcinia Xanthone memiliki struktur kimia yang unik

terdiri dari sistem aromatik trisiklik (C6-C3-C6) dengan kelompok isoprena

metoksil dan hidroksil terletak pada cincin A dan B sehingga senyawa xanthone

beragam Struktur umum xanthone dapat dilihat pada Gambar 210

Gambar 210

Struktur umum senyawa xanthone (Chaverri et al 2008)

Xanthone termasuk golongan senyawa flavonoid Senyawa ini memiliki

dua cincin benzene dan satu cincin piran Inti xanthone dikenal sebagai 9-

xanthenone atau dibenzo-c-pyrone Xanthone dapat diklasifikasikan ke dalam lima

kelompok yaitu oxygenated xanthone xanthone glycoside prenylated xanthone

xanthonolignoid dan miscellaneous xanthone Menurut Chaverri et al (2008)

terdapat 200 lebih xanthone yang tersedia di alam ini dan 50 diantaranya

terkandung dalam kulit buah manggis

Xanthone memiliki rumus molekul C13H8O2 sehingga memiliki massa

molar sebesar 196191 gram mol Dalam penamaan menurut IUPAC senyawa ini

diberi nama 9H-xanthen-9-one Uji aktivitas antioksidan kulit buah manggis

dengan menggunakan peroksinitrit sebagai radikal bebas diketahui bahwa 8-

hydroxycudraxanthone G gartanin α-mangostin γ-mangostin dan smeath-

xanthone A merupakan komponen yang memiliki aktivitas antioksidan terbesar

51

(Jung et al 2006) Senyawa xanthone yang banyak terdapat pada kulit manggis

yaitu α - dan γ - mangostin (Obolsky et al 2009)

Struktur kimia beberapa turunan xanthone seperti α mangostin β

mangostin dan γ mangostin dapat dilihat pada pada Gambar 211

(Chaivisuthangkura et al 2008)

α mangostin β mangostin γ mangostin

Gambar 211

Struktur Kimia beberapa derivat xanthone

(Chaivisuthangkura et al 2008)

Senyawa-senyawa xanthone juga mempunyai aktivitas antibakteri

melawan S Aureus strain yang resisten terhadap penicillin dan methicillin

aktivitas antifungi melawan F Oxiforum A Tenuls dan D Oryzae (Chomnawang

2007) Garcinia mangostana dan senyawa-senyawa xanthone α-mangostin

mendorong aktivitas antimikroba melawan P acnes dan S epidermis yang

merupakan agen etiologi kritis pada jerawat (Chomnawang et al 2007)

Senyawa alfa-mangostin sebagai turunan xanthone memiliki kemampuan

dalam menekan pembentukan senyawa karsinogen pada kolon Xanthone juga

52

bermanfaat mencegah pertumbuhan sel kanker dan tumor Kemampuan

antioksidannya bahkan melebihi vitamin C dan E yang selama ini dikenal sebagai

antioksidan yang paling efektif (Ummi dan Any 2014) Hasil penelitian Kosem

et al (2007) mendapatkan ekstrak metanol kulit buah manggis mengandung α

mangostin sebesar 2519 g100 g ekstrak

Moongkandi et al (2004) menyatakan kulit buah manggis bermanfaat

penting bagi kesehatan karena kaya akan antioksidan seperti xanthone dan

antosianin Antosianin merupakan salah satu antioksidan kuat yang mampu

mencegah berbagai kerusakan akibat stress oksidatif sehingga mampu melindungi

sel dari radikal bebas Penelitian lain juga mendapatkan bahwa xanthone dari

manggis memiliki aktivitas antioksidan antitumor antiinflamasi antialergi

antifungi dan antibakteri (Suksamrarn et al 2006 dan Chaverri et al 2008)

Garcinia mangostana memiliki aktivitas antioksidan yang signifikan pada

IC50 sebesar 613 μgml juga efektif dalam scavenging radikal bebas dan bisa

mengurangi produksi cytokine sebagai suatu proinflamasi Senyawa xanthone

pada kulit buah manggis merupakan antioksidan tingkat tinggi karena kandungan

antioksidannya 667 kali dari wortel dan 83 kali jeruk (Qosim 2007)

Antioksidan yang terkandung dalam kulit buah manggis didominasi oleh

senyawa fenol yaitu xanthone Kadar xanthone dalam manggis berbeda-beda

tergantung pada kualitas buah yang terbesar didapatkan pada buah dengan kulit

burik atau kasar yakni sebesar 23544 μgg ekstrak sedangkan pada buah besar

dengan kulit mulus mengandung kadar xanthone sebesar 18502 μgg ekstrak

buah kecil sebesar 20434 μgg dan buah dengan kulit mengandung getah kuning

53

15289 μgg ekstrak Xanthone dalam kulit buah yang mengandung getah kuning

berperan dalam mekanisme pertahanan mencegah terjadinya stres akibat serangan

hama atau kerusakan fisik (Arsana 2014)

Xanthone sebagai antioksidan akan memutus rantai reaksi oksidasi radikal

bebas untuk mencegah reaksi oksidasi dengan reaksi reduksi yang melibatkan

hidrogen Keterlibatan hidrogen dalam reaksi-reaksi reduksi dapat menghambat

reaksi oksidasi antara radikal bebas dengan oksigen Kadar Oxygen Radical

Absorbance Capacity (ORAC) dari xanthone mencapai 17000-20000 ORAC per

100 ons kulit manggis lebih besar dari wortel dan jeruk yang kadar ORAC-nya

hanya 300 dan 2400 (Fanany 2013) Manfaat yang demikian besar menyebabkan

xanthone sangat dibutuhkan dalam tubuh sebagai penyeimbang prooksidan

Prenilasi xanthone juga mempunyai efek penghambat terhadap M Tuberculosis

Alfa-mangostin yang merupakan derivat xanthone didapatkan mempunyai potensi

sebagai antimikroba (Suksamrarn et al 2006) Selain itu kulit buah manggis

juga mengandung beberapa senyawa lain seperti yang tertera pada Tabel 23

Tabel 23

Komposisi Tepung Kulit Buah Manggis

Sumber Shahidi 1997 dalam Ummi dan Any 2014

No Komponen Kadar ( bk)

1

Air 900

2 Abu 258

3 Gula 692

4 Protein 269

5 Serat Kasar 3005

6 Lainnya (Tanin lemak dll) 4876

54

272 Ekstrak kulit buah manggis

Ekstrak kulit buah manggis mengandung berbagai senyawa yang diduga

bekerja sebagai antioksidan dengan cara mendonorkan elektronnya kepada radikal

bebas sehingga mencegah terjadinya peroksidasi lipid baik pada tahap inisiasi

propagasi maupun pada tahap terminasi (Middleton et al 2000) Senyawa-

seyawa ini bekerja sebagai sinyal yang akan mengaktivasi nuclear factor

erythroid 2- related factor 2 (Nrf2) yang terikat pada Kelch-like ECH-associated

protein-1 (Keap1) dalam sitoplasma sehingga mengalami disosiasi dan translokasi

menuju nukleus Dalam nukleus Nrf2 berasosiasi pada bagian promoter gen yang

disebut Antioxidant Respone Element (ARE) sehingga memicu ekspresi gen

penyandi antioksidan Senyawa yang terkandung dalam ekstrak kulit buah

manggis disamping bekerja sebagai antioksidan dengan cara mendonorkan

elektronnya kepada radikal bebas juga dapat menstimulasi ekspresi gen penyandi

antioksidan melalui aktivasi Nrf2 Salah satu stimulan tersebut adalah golongan

fenol (Inoue 2001) Ekstrak kulit buah manggis dapat mengatur aktivitas catalase

dalam aktivitasnya sebagai scavenger H2O2 atau mengatur gen Nrf-2 (Bartz et

al 2010) Hal ini sesuai dengan yang didapatkan dalam penelitian

Weecharangsan et al (2006) aktivitas ekstrak air dan ekstrak etanol kulit buah

manggis berperan sebagai scavenger H2O2

Skrining fitokimia dilakukan untuk memberikan gambaran tentang

golongan senyawa yang terkandung dalam ekstrak etanol kulit buah manggis

Hasil uji skrining fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak etanol kulit buah

manggis mengandung senyawa golongan alkaloid triterpenoid saponin

55

flavonoid tannin dan polifenol (Kristianti et al 2008) Polifenol adalah senyawa

fenolik yang memiliki lebih dari satu gugus hidroksil (OH) golongan senyawa ini

terdapat pada berbagai jenis tumbuhan yang mempunyai berbagai macam aktivitas

biologi salah satunya adalah aktivitas antioksidan (Scalbert et al 2005)

Polifenol banyak ditemukan dalam buah-buahan sayuran dan biji-bijian

yang merupakan sumber antioksidan alami Senyawa polifenol terdiri dari

beberapa subkelas yakni flavonol isoflavon (dalam kedelai) flavanon

antosianidin katekin dan biflavan Semua polifenol mampu menjadi perangkap

oksigen dan radikal alkil dengan memberikan donor elektron sehingga terbentuk

radikal fenoksil yang relatif stabil (Mokgope 2006) Senyawa-senyawa polifenol

alami secara langsung sebagai scavenger SOR dan secara tak langsung melindungi

aktivitas beberapa enzim sehingga berpotensi meningkatkan antioksidan endogen

(Masella et al 2005) Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Martin et al

(2010) yang mendapatkan CPE (cocoa polyphenolic extrac) yang mengandung

senyawa-senyawa flavonoid seperti katecin epikatecin dan prosianidin

meningkatkan aktivitas GPx dan glutation reduktase (GR) Senyawa-senyawa ini

mereduksi produksi SOR dan mengatur aktivitas antioksidan enzim Peningkatan

aktivitas enzim antioksidan dapat digunakan sebagai terapi penyakit-penyakit

yang disebabkan oleh stress oksidatif

Senyawa fenol sebagai antioksidan tergantung dari beberapa faktor seperti

ikatan gugus hidroksil pada cincin aromatik posisi ikatan posisi hidroksil bolak

balik pada cincin aromatik dan kemampuannya dalam memberi donor hidrogen

atau donor elektron serta kemampuannya dalam memerangkap radikal bebas (free

56

radical scavengers) Palakawong et al (2010) mendapatkan daya antioksidan

ekstrak kulit buah manggis sebesar 594 microgml yang dianalisis dengan metode

DPPH Ekstrak kulit manggis mengandung total fenol yang cukup tinggi yaitu

sebesar 4112 mgg dengan aktivitas antioksidannya sebesar 8442 (Dyahnugra

et al 2015) Ekstrak etanol kulit buah manggis menunjukkan aktivitas yang

signifikan dalam menghambat pembentukan 50 radikal menghambat radikal

superoxide (O2-) mereduksi produksi ROS dan dapat menangkap radikal

hidroksil (OH-) (Chomnawang et al 2007)

Senyawa flavonoid adalah senyawa-senyawa polifenol yang memiliki 15

atom karbon (C6-C3-C6) terdiri dari dua cincin benzena yang dihubungkan

menjadi satu oleh rantai linier yang terdiri dari tiga atom karbon Flavonoid

dalam ekstrak kulit buah manggis berperan membasmi radikal bebas dengan

berbagai cara misalnya dengan menghambat enzim yang bertanggung jawab

memproduksi anion superoksida yaitu xantin oksidase ada juga dengan

menyumbangkan elektronnya ke radikal superoksida atau radikal lipid agar stabil

(Smith et al 2005)

Ekstrak kulit buah manggis baik dengan pelarut air etanol 50 etanol

95 dan etil asetat menunjukan aktivitas antioksidan dan neuroprotektif

(Weecharangsan et al 2006) Kapasitas antioksidan ekstrak air dan etanol 50

diuji dengan metoda DPPH didapatkan masing-msing sebesar 3498 dan 3076

Kapasitas antioksidan ekstrak ini sudah dicobakan pada sel neuroblastoma

(NG108-15) yang terpapar hidrogen peroksida (H2O2) kedua ekstrak ini

memperlihatkan aktivitas neuroprotektif dengan konsentrasi 50 lgmL Aktivitas

57

neuroprotektif ekstrak etanol 50 kulit buah manggis lebih tinggi dibandingkan

dengan ekstrak air Ekstrak etanol kulit buah manggis juga mempunyai aktivitas

antioksidan yang signifikan sebagai penghambat pembentukan radikal DPPH

(Chomnawang et al 2007)

Ekstrak kulit buah manggis diketahui memiliki daya antioksidan sangat

kuat hal ini dibuktikan dengan menggunakan fraksi pelarut metanol etanol dan

etil asetat semuanya memiliki daya antioksidan EC50 kurang dari 50 Fraksi

metanol mempunyai nilai EC50 yang paling kecil dibanding dengan kedua

fraksi lainnya masing-masing 800 mgL 926 mgL dan 2948 mgL ini berarti

fraksi metanol mempunyai aktivitas antioksidan yang lebih besar dibandingan

dengan fraksi etanol dan etil asetat (Mardawati et al 2011) Hal ini didukung

oleh Li dan Xu (2015) yang menyatakan ekstrak metanol kulit buah manggis

mempunyai aktivitas antioksidan yang kuat karena kandungan polifenolnya sangat

tinggi

Senyawa fenol banyak ditemukan pada berbagai tanaman Senyawa ini

telah dieksploitasi secara intensif karena selain berfungsi sebagai antioksidan juga

memiliki berbagai fungsi biologi seperti anti mutagenik dan anti karsinogenik

Antioksidan alami yang terdapat dalam tanaman akan meredam radikal bebas

yang berbahaya dari tubuh Senyawa-senyawa polifenol dari tanaman seperti

flavonoid digambarkan sebagai peredam SOR Ekstrak kulit buah manggis dapat

mengurangi produksi SOR intrasel secara signifikan yang ditentukan dengan 27-

dichlorofluorescein diacetate (DCFH-DA) dalam SKBR3 saluran sel

(Moongkarndi et al 2004) Aktivitas radikal hidroksil (HO-) diperangkap oleh

58

xanthone yang diisolasi dari beberapa ekstrak kulit buah manggis (Chin et al

2008) Xanthone dapat diklasifikasikan ke dalam lima kelompok yaitu

oxygenated xanthone xanthone glycoside prenylated xanthone xanthonolignoid

dan miscellaneous xanthone Saat ini sekitar 1000 xanthone berbeda telah

diketahui (Chaverri et al 2008)

Kulit buah manggis mengandung 90 xanthone terutama α dan β

mangostin yang disebut panaxanthone dapat memulihkan sistem pertahanan

antioksidan endogen seperti aktivitas SOD GPx dan kadar GSH secara invitro

dan in vivo memecah langsung SOR untuk mengurangi penipisan GSH dan

meghambat peroksidasi lipid Efek protektif α mangostin diduga terhadap stress

oksidatif dimediasi melalui jalur Nrf2 (Jung et al 2006) Ekstrak kulit buah

manggis dapat menurunkan MDA meningkatkan SOD dan GPx pada tikus yang

mengalami peningkatan MDA serta penurunan SOD dan GPx karena perlakuan

latihan (Arsana 2013) Hal yang sama didapatkan oleh Sudjarwo dan

Koerniasari (2015) bahwa pemberian ekstrak kulit buah manggis dapat

meningkatkan aktivitas GPx dan SOD ginjal tikus yang menurun karena diberi

perlakuan logam berat timbal mungkin disebabkan oleh kemampuan ekstrak

kulit buah manggis mengurangi akumulasi radikal bebas

Skrining fitokimia ekstrak kulit manggis juga menunjukkan bahwa kulit

buah manggis mengandung senyawa metabolit sekunder berupa golongan alkaloid

saponin tanin polifenol dan flavonoid (Poeloengan dan Praptiwi 2010)

Saponin merupakan zat aktif yang dapat meningkatkan permeabilitas membran

sehingga terjadi hemolisis sel Apabila saponin berinteraksi dengan sel bakteri

59

maka bakteri tersebut akan rusak atau lisis sedangkan flavonoid merupakan

kelompok senyawa fenol yang mempunyai kecenderungan untuk mengikat

protein sehingga mengganggu proses metabolisme bakteri tersebu Senyawa-

senyawa fenolik dapat bereaksi dengan senyawa oksigen reaktif disebabkan

oleh satu atau dua gugus hidroksil pada cincin aromatik dapat berperan sebagai

donor hidrogen (Dungir et al 2012)

Tanin dalam konsentrasi rendah mampu menghambat pertumbuhan

bakteri sedangkan pada konsentrasi tinggi mampu bertindak sebagai antibakteri

dengan cara menggumpalkan protoplasma bakteri sehingga terbentuk ikatan yang

stabil dengan protein bakteri Selain itu pada saluran pencernaan tanin mampu

mengeliminasi toksin (Poeloengan dan Praptiwi 2010)

Flavonoid merupakan golongan senyawa yang mempunyai kemampuan

sebagai antioksidan Flavonoid juga berperan mengaktifkan enzim kunci dalam

respirasi mitokondria dan melindungi sel neuron sehingga mencegah stres

oksidatif dan kerusakan jaringan Asupan flavonoid berperan sebagai

neuroprotektif berpotensi melindungi neuron dari neurotoksin meningkatkan

fungsi memori pembelajaran dan kognitif (Spencer 2009)

Uji daya antioksidan ekstrak kulit manggis buah dilakukan oleh Lin et al

(2014) menggunakan DPPH Radikal bebas DPPH (DPPHbull) mungkin akan

ditangkap oleh antioksidan dengan memberikan atom hidrogen (Hbull) membentuk

molekul stabil DPPH-H mekanismenya seperti tampak pada Gambar 212

Gambar ini menunjukkan reaksi antara γ-mangostin dengan DPPH akan

menghasilkan senyawa yang stabil sehingga tidak akan terjadi reaksi rantai yang

60

akan menghasilkan radikal-radikal lain yang lebih reaktif Dalam molekul γ-

mangostin gugus ortho-dihidroksil menjadi homolysis menghasilkan radikal

hidrogen (Hmiddot) dan radikal γ-mangostinmiddot (I) Hmiddot kemudian bergabung dengan

DPPHmiddot membentuk molekul DPPH-H dan radikal γ-mangostin menjadi (II)

yang selanjutnya dapat menghasilkan radikal hidrogen (Hmiddot) melebihi yang

diperlukan oleh radikal DPPH (DPPHmiddot) untuk membentuk quinone (III) Hasil ini

mengindikasikan bahwa ekstrak kulit buah manggis sebagai sumber antioksidan

yang baik dengan cara mendonasikan elektron kepada radikal bebas untuk

membentuk produk stabil sehingga tidak menimbulkan reaksi berantai

Gambar 212

Reaksi γ mangostin dengan DPPH sebagai radikal bebas

Lin et al (2014)

61

62

63

Page 34: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pestisida...pestisida menginduksi produksi serotonin dan histamin, sebagai hormon yang memicu reaksi alergi dan dapat menimbulkan senyawa baru yang lebih

42

menghentikan reaksi berantai pada radikal bebas dari lemak yang teroksidasi

dapat melalui empat macam mekanisme reaksi yaitu 1) Pelepasan hidrogen dari

antioksidan 2) Pelepasan elektron dari antioksidan 3) Adisi lemak ke dalam

cincin aromatik pada antioksidan dan 4) Pembentukan senyawa kompleks antara

lemak dan cincin aromatik dari antioksidan

Antioksidan dapat mencegah tidak terkontrolnya pembentukan radikal

bebas dan aktivitas SOR atau mencegah reaksinya dengan struktur biologi (Nisar

et al 2013) Status antioksidan baik yang endogen maupun yang eksogen yang

menurun dapat mengganggu keseimbangan redoks seluler dan kondisi patologis

akan menjadi karakteristik utama dan membentuk stres oksidatif pada sel maupun

jaringan

261 Antioksidan enzimatis

Di dalam sistem biologis sudah tersedia antioksidan berupa enzim

(antioksidan enzimatis) yaitu superoksida dismutase (SOD) katalase (CAT) dan

glutation peroksidase (GPx) Antioksidan-antioksidan ini bekerja dengan cara

mencegah pembentukan senyawa radikal bebas baru atau mengubah radikal bebas

yang telah terbentuk menjadi molekul yang kurang reaktif (Finosh dan Jayabalan

2013) Mekanisme kerja antioksidan enzimatik adalah mengkatalisir pemusnahan

radikal bebas dalam sel Aktivitas enzim intrasel SOD dan CAT mengkatalisasi

dismutasi superoksida dan hidrogen peroksida aktivitas GPx mereduksi hidrogen

peroksida dan peroksida organik menjadi air dan oksigen Aktivitas enzim

intrasel ini dapat dilihat pada Gambar 29

43

GPx merupakan enzim penangkal radikal bebas dengan dua cara yaitu

pertahanan terhadap oksidan dan dengan mengkatalisis peroksida menjadi air dan

oksigen GPx memerlukan glutation sebagai substrat terdapat dalam dua bentuk

yaitu glutation tereduksi atau GSH dan glutation teroksidasi atau GSSG Ketika

mengkatalisis perubahan hidrogen peroksida (H2O2) menjadi H2O GSH

dioksidasi menjadi GSSG kemudian GSSG dapat direduksi kembali oleh NADPH

untuk mendapatkan kembali GSH (Marciniak et al 2009)

Gambar 29

SOD dan CAT mengkatalisasi dismutasi superoksida dan hidrogen peroksida

(Finosh dan Jayabalan 2013)

Enzim GPx terdapat terutama dalam mitokondria merupakan enzim

scavenger terhadap hidrogen peroksida dan berperan utama dalam mengatur

konsentrasi H2O2 dan dan berbagai macam peroksida organik Aktivitas GPx yang

menurun menunjukkan terjadinya penurunan kapasitas menghilangkan H2O2 dan

terjadinya hidroperoksida lemak

44

Enzim GPx sangat berperan dalam pengaktifan kembali enzim

kolinesterase melalui 1) Pengaktifan AMP siklik yang secara langsung dapat

mengaktifkan enzim kolinesterase 2) keseimbangan NADP dan NADPH pada

jalur glikolisis aerobik dalam eritrosit sehingga eritrosit tidak rusak kerusakan

eritrosit dapat menurunkan produksi kolinesterase darah 3) peranan kofaktor

prostaglandin pada sintesis tromboksan A2 yang memacu trombogenesis dan

vasokonstriksi pembuluh darah bersamaan dengan terbentuknya tromboksan akan

diaktifkan cAMP yang secara langsung mengaktifkan kinase protein termasuk

kinase protein enzim kolinesterase 4) sebagai antioksidan yang dapat melindungi

sel termasuk eritrosit dari kerusakan akibat radikal bebas 5) sebagai kofaktor

proses oksidasi dealkilasi ikatan organofosfat dengan kolinesterase darah 6)

berperan sebagai detoksifikasi dalam tubuh dengan mereduksi radikal bebas

peroksida sekaligus membentuk peroksida lipid di dalam membran sel (Stranges

et al 2010)

GPx adalah enzim antioksidan yang dapat mendetoksifikasi hidrogen

peroksida dan lipid hidroperoksida dalam menurunkan glutation Di dalam darah

terdapat beberapa jenis GPx dua diantaranya adalah GPx seluler (cGPx) dalam sel

darah merah dan GPx ekstrasel (eGPx) terdapat dalam plasma GPx sebagai enzim

antioksidan bekerja menjadi peredam (quenching) radikal bebas dan berperan

dalam metabolisme xenobiotik yang ditemukan dalam sel (Sen et al 2010)

GPx dengan konsentrasi tinggi ditemukan dalam hepar dan sel darah

merah sedangkan pada jantung ginjal paru-paru adrenal lambung dan jaringan

adipose mengandung GPx dalam kadar sedang GPx kadar rendah ditemukan

45

dalam otak otot testis dan lensa mata GPx yang rendah berkorelasi dengan

gangguan yang berhubungan dengan radikal bebas (Judge et al 2005) Jika

antioksidan endogen gagal mengatasi produksi metabolit reaktif maka

antioksidan eksogen akan diperlukan untuk menyeimbangkan status redoks

(Noori 2012) Sumber makanan termasuk tanaman rempah-rempah vitamin dan

ekstrak herbal memainkan peran penting dalam hal ini

262 Antioksidan non enzimatis

Antioksidan non enzimatis disebut juga antioksidan sekunder atau

antioksidan eksogen (diperoleh dari luar) digolongkan menjadi dua golongan

yaitu yang larut dalam lemak seperti tokoferol karotenoid flavoniod quinon dan

bilirubin serta yang larut dalam air seperti asam askorbat asam urat protein

pengikat logam dan protein pengikat heme (Winarsi 2007) Antioksidan ini dapat

berupa bahan-bahan alami dan juga sintetis Antioksidan alami seperti vitamin

adalah campuran redoks yang seimbang dengan bentuk tereduksi dan teroksidasi

dan sebaliknya untuk antioksidan sintetis merupakan redoks yang tidak seimbang

bahkan menghasilkan radikal bebas yang pada beberapa kasus berbahaya (Rani

etal 2004)

Vitamin C merupakan antioksidan yang sangat penting dalam cairan

ekstra sel karena dapat menyerang radikal-radikal yang larut dalam darah dan

melindungi lemak plasma dari perusakan peroksidasi oleh radikal-radikal peroksil

Peran utama vitamin C adalah menetralisir radikal bebas yang ada di dalam dan

di luar sel Vitamin C merupakan sumber elektron pendonor bagi radikal bebas

(Nisar et al 2013) Vitamin C berperan positip dalam proses detoksifikasi

46

yang sangat diperlukan untuk sintesis kolagen dan pertumbuhan serta

pemeliharaan jaringan epitel Peranan vitamin C sebagai pembawa hidrogen yang

merupakan siklus esensial dalam metabolisme protein dan karbohidrat yang

berfungsi memelihara kekuatan pembuluh darah Vitamin C sangat penting untuk

melawan radikal bebas dalam cairan ekstra sel dan melindungi biomembran dari

peroksidasi Pemberian air kelapa dapat meningkatkan aktivitas GPx SOD dan

CAT pada pekerja terpapar merkuri karena air kelapa mengandung vitamin C

B1 B6 asam-asam amino metionin selenium dan mineral berfungsi melindungi

sel tubuh dari serangan radikal bebas dan mencegah efek paparan merkuri

(Zulaikhah et al 2013) Defisiensi antioksidan yang berupa vitamin C vitamin

E Se Zn dan glutation dalam derajat ringan hingga berat sangat berpengaruh

terhadap respon imun

Komponen kimia yang berperan sebagai antioksidan adalah senyawa

golongan fenolik dan polifenolik yang memiliki kemampuan untuk menangkap

radikal bebas Flavonoid merupakan golongan terbesar dari senyawa polifenol

yang sangat efektif digunakan sebagai antioksidan Senyawa-senyawa ini banyak

terdapat di alam terutama pada tumbuh-tumbuhan seperti teh buah-buahan

sayuran dan anggur (Ramle et al 2008)

Aktivitas antioksidan dari berbagai tanaman erat hubungannya dengan

kandungan fenolnya ada indikasi substansi fenol seperti flavonoid dan asam-

asam fenolat berpotensi lebih besar sebagai antioksidan dibandingkan dengan

vitamin C dan vitamin E Aktivitas antioksidan flavonoid tergantung pada

struktur molekulnya terutama gugus prenil (CH3)2C=CH-CH2 Department of

47

Environmental and Molecular Toxicology Oregon State University dalam

penelitiannya mendapatkan bahwa gugus prenil flavonoid dikembangkan untuk

pencegahan atau terapi terhadap penyakit-penyakit yang dihubungkan dengan

radikal bebas

Asupan antioksidan diperlukan untuk membantu mengembalikan

ketidakseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan endogen serta

mengurangi kerusakan oksidatif dalam tubuh Salah satu terapi antioksidan yang

digunakan adalah ekstrak kulit buah manggis (Garcinia mangostana L) Kulit

buah manggis memiliki kandungan xanthone yang tinggi sehingga memiliki

kemampuan untuk menangkap radikal bebas Gugus hidroksil (OH) yang dimiliki

oleh xanthone efektif mengikat radikal bebas dengan elektron yang tidak memiliki

pasangan Antioksidan ini bekerja dengan cara memotong reaksi oksidasi berantai

dari radikal bebas atau dengan cara menangkapnya sehingga radikal bebas tidak

akan bereaksi dengan komponen seluler dan kerusakan sel dapat dihindari

Makanan yang kaya antioksidan memegang peran dalam mencegah

penyakit-penyakit kanker dan penyakit penurunan fungsi otak Antioksidan dapat

mengurangi resiko penyakit kronis dan mencegah berbagai penyakit baik dengan

cara meningkatkan pertahanan antioksidan dalam tubuh atau dengan cara

mengkonsumsi makanan yang kaya antioksidan Mengkonsumsi antioksidan yang

ada dalam makanan sehari-hari dapat memberi perlindungan terhadap stres

oksidatif Hundekari et al (2013) mendapatkan perlakuan antioksidan dengan

dosis yang sesuai dapat menurunkan kerusakan oksidatif sehingga efektif untuk

memperbaiki kasus keracunan akut OPs

48

27 Manggis

271 Tumbuhan manggis

Tumbuhan manggis (Garcinia mangostana L) berasal dari Asia Tenggara

dan merupakan tumbuhan fungsional karena hampir semua bagian dari tumbuhan

ini dapat dimanfaatkan sebagai obat Manggis termasuk dalam family Guttiferae

dan merupakan species terbaik dari genus Garcia Buah manggis sering dijuluki

Queen of tropical fruit karena mempunyai rasa enak daging buah putih halus

bentuk buah bagus dan disukai banyak orang (Chaverri et al 2008) Manggis

sering disebut mangostin atau kadang-kadang disebut buah super dengan berbagai

karakteristik seperti rasa aroma kaya nutrisi dan daya antioksidan yang tinggi

Buah manggis (Garcinia mangostana L) merupakan buah yang eksotik

karena memiliki warna yang menarik dan kandungan gizi yang tinggi sehingga

buah manggis memiliki prospek yang cukup baik untuk dikembangkan

(Mardawati et al 2011) Tingkatan taksonomi tanaman manggis adalah sebagai

berikut (Prihatman 2000)

- Kingdom Plantae

- Divisi Spermathophyta (Tumbuhan berbiji)

- Sub Divisi Angiospermae (Berbiji tertutup)

- Kelas Dicotyledonae (Biji berkeping dua)

49

- Ordo Theales

- Famili GuttiferaeClusiaceae

- Genus Garcinia

- Spesies Garcinia mangostana L

Selain sebagai buah yang eksotik manggis juga mengandung berbagai senyawa

yang bermanfaat bagi tubuh seperti triterpenoid mangostin tannin resin

kalsium zat besi dan vitamin B1 Potensi manggis tidak hanya terbatas pada

buahnya saja tetapi juga hampir seluruh bagian tumbuhan manggis menyimpan

potensi yang sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia

Kulit buah manggis mengandung beberapa senyawa yang memiliki

aktivitas farmakologi seperti antiinflamasi antihistamin antibakteri anti penyakit

jantung antijamur bahkan untuk terapi HIV (Chaveri et al 2008) Senyawa

utama kandungan kulit buah manggis yang dilaporkan bertanggung jawab atas

beberapa aktivitas farmakologi adalah golongan xanthone yang meliputi

mangostin mangosterol mangostinon A dan B trapezifolixanthone tovophyllin

B dan beta mangostin garcinon B mangostanol flavonoid epikatekin dan

gartanin136-trihidoksi-7-metoksi-28-bis(3-metil-2-butenil)-9H-xanten-9-on(alfa

mangostin) dan 1367-tetrahidroksi-28-bis (3-metil-2-butenil)-9H-xanten-9-on

(gamma mangostin) yang sangat bermanfaat untuk kesehatan (Qosim 2007)

Kandungan antioksidan manggis banyak terdapat pada kulit buahnya

dikenal sebagai antioksidan yang efektif karena mengandung senyawa biologi

xanthones walaupun dapat juga ditemukan dalam semua bagian manggis baik

pada buah kulit buah kulit kayu maupun daunnya Senyawa xanthone hanya

50

dihasilkan oleh genus garcinia Xanthone memiliki struktur kimia yang unik

terdiri dari sistem aromatik trisiklik (C6-C3-C6) dengan kelompok isoprena

metoksil dan hidroksil terletak pada cincin A dan B sehingga senyawa xanthone

beragam Struktur umum xanthone dapat dilihat pada Gambar 210

Gambar 210

Struktur umum senyawa xanthone (Chaverri et al 2008)

Xanthone termasuk golongan senyawa flavonoid Senyawa ini memiliki

dua cincin benzene dan satu cincin piran Inti xanthone dikenal sebagai 9-

xanthenone atau dibenzo-c-pyrone Xanthone dapat diklasifikasikan ke dalam lima

kelompok yaitu oxygenated xanthone xanthone glycoside prenylated xanthone

xanthonolignoid dan miscellaneous xanthone Menurut Chaverri et al (2008)

terdapat 200 lebih xanthone yang tersedia di alam ini dan 50 diantaranya

terkandung dalam kulit buah manggis

Xanthone memiliki rumus molekul C13H8O2 sehingga memiliki massa

molar sebesar 196191 gram mol Dalam penamaan menurut IUPAC senyawa ini

diberi nama 9H-xanthen-9-one Uji aktivitas antioksidan kulit buah manggis

dengan menggunakan peroksinitrit sebagai radikal bebas diketahui bahwa 8-

hydroxycudraxanthone G gartanin α-mangostin γ-mangostin dan smeath-

xanthone A merupakan komponen yang memiliki aktivitas antioksidan terbesar

51

(Jung et al 2006) Senyawa xanthone yang banyak terdapat pada kulit manggis

yaitu α - dan γ - mangostin (Obolsky et al 2009)

Struktur kimia beberapa turunan xanthone seperti α mangostin β

mangostin dan γ mangostin dapat dilihat pada pada Gambar 211

(Chaivisuthangkura et al 2008)

α mangostin β mangostin γ mangostin

Gambar 211

Struktur Kimia beberapa derivat xanthone

(Chaivisuthangkura et al 2008)

Senyawa-senyawa xanthone juga mempunyai aktivitas antibakteri

melawan S Aureus strain yang resisten terhadap penicillin dan methicillin

aktivitas antifungi melawan F Oxiforum A Tenuls dan D Oryzae (Chomnawang

2007) Garcinia mangostana dan senyawa-senyawa xanthone α-mangostin

mendorong aktivitas antimikroba melawan P acnes dan S epidermis yang

merupakan agen etiologi kritis pada jerawat (Chomnawang et al 2007)

Senyawa alfa-mangostin sebagai turunan xanthone memiliki kemampuan

dalam menekan pembentukan senyawa karsinogen pada kolon Xanthone juga

52

bermanfaat mencegah pertumbuhan sel kanker dan tumor Kemampuan

antioksidannya bahkan melebihi vitamin C dan E yang selama ini dikenal sebagai

antioksidan yang paling efektif (Ummi dan Any 2014) Hasil penelitian Kosem

et al (2007) mendapatkan ekstrak metanol kulit buah manggis mengandung α

mangostin sebesar 2519 g100 g ekstrak

Moongkandi et al (2004) menyatakan kulit buah manggis bermanfaat

penting bagi kesehatan karena kaya akan antioksidan seperti xanthone dan

antosianin Antosianin merupakan salah satu antioksidan kuat yang mampu

mencegah berbagai kerusakan akibat stress oksidatif sehingga mampu melindungi

sel dari radikal bebas Penelitian lain juga mendapatkan bahwa xanthone dari

manggis memiliki aktivitas antioksidan antitumor antiinflamasi antialergi

antifungi dan antibakteri (Suksamrarn et al 2006 dan Chaverri et al 2008)

Garcinia mangostana memiliki aktivitas antioksidan yang signifikan pada

IC50 sebesar 613 μgml juga efektif dalam scavenging radikal bebas dan bisa

mengurangi produksi cytokine sebagai suatu proinflamasi Senyawa xanthone

pada kulit buah manggis merupakan antioksidan tingkat tinggi karena kandungan

antioksidannya 667 kali dari wortel dan 83 kali jeruk (Qosim 2007)

Antioksidan yang terkandung dalam kulit buah manggis didominasi oleh

senyawa fenol yaitu xanthone Kadar xanthone dalam manggis berbeda-beda

tergantung pada kualitas buah yang terbesar didapatkan pada buah dengan kulit

burik atau kasar yakni sebesar 23544 μgg ekstrak sedangkan pada buah besar

dengan kulit mulus mengandung kadar xanthone sebesar 18502 μgg ekstrak

buah kecil sebesar 20434 μgg dan buah dengan kulit mengandung getah kuning

53

15289 μgg ekstrak Xanthone dalam kulit buah yang mengandung getah kuning

berperan dalam mekanisme pertahanan mencegah terjadinya stres akibat serangan

hama atau kerusakan fisik (Arsana 2014)

Xanthone sebagai antioksidan akan memutus rantai reaksi oksidasi radikal

bebas untuk mencegah reaksi oksidasi dengan reaksi reduksi yang melibatkan

hidrogen Keterlibatan hidrogen dalam reaksi-reaksi reduksi dapat menghambat

reaksi oksidasi antara radikal bebas dengan oksigen Kadar Oxygen Radical

Absorbance Capacity (ORAC) dari xanthone mencapai 17000-20000 ORAC per

100 ons kulit manggis lebih besar dari wortel dan jeruk yang kadar ORAC-nya

hanya 300 dan 2400 (Fanany 2013) Manfaat yang demikian besar menyebabkan

xanthone sangat dibutuhkan dalam tubuh sebagai penyeimbang prooksidan

Prenilasi xanthone juga mempunyai efek penghambat terhadap M Tuberculosis

Alfa-mangostin yang merupakan derivat xanthone didapatkan mempunyai potensi

sebagai antimikroba (Suksamrarn et al 2006) Selain itu kulit buah manggis

juga mengandung beberapa senyawa lain seperti yang tertera pada Tabel 23

Tabel 23

Komposisi Tepung Kulit Buah Manggis

Sumber Shahidi 1997 dalam Ummi dan Any 2014

No Komponen Kadar ( bk)

1

Air 900

2 Abu 258

3 Gula 692

4 Protein 269

5 Serat Kasar 3005

6 Lainnya (Tanin lemak dll) 4876

54

272 Ekstrak kulit buah manggis

Ekstrak kulit buah manggis mengandung berbagai senyawa yang diduga

bekerja sebagai antioksidan dengan cara mendonorkan elektronnya kepada radikal

bebas sehingga mencegah terjadinya peroksidasi lipid baik pada tahap inisiasi

propagasi maupun pada tahap terminasi (Middleton et al 2000) Senyawa-

seyawa ini bekerja sebagai sinyal yang akan mengaktivasi nuclear factor

erythroid 2- related factor 2 (Nrf2) yang terikat pada Kelch-like ECH-associated

protein-1 (Keap1) dalam sitoplasma sehingga mengalami disosiasi dan translokasi

menuju nukleus Dalam nukleus Nrf2 berasosiasi pada bagian promoter gen yang

disebut Antioxidant Respone Element (ARE) sehingga memicu ekspresi gen

penyandi antioksidan Senyawa yang terkandung dalam ekstrak kulit buah

manggis disamping bekerja sebagai antioksidan dengan cara mendonorkan

elektronnya kepada radikal bebas juga dapat menstimulasi ekspresi gen penyandi

antioksidan melalui aktivasi Nrf2 Salah satu stimulan tersebut adalah golongan

fenol (Inoue 2001) Ekstrak kulit buah manggis dapat mengatur aktivitas catalase

dalam aktivitasnya sebagai scavenger H2O2 atau mengatur gen Nrf-2 (Bartz et

al 2010) Hal ini sesuai dengan yang didapatkan dalam penelitian

Weecharangsan et al (2006) aktivitas ekstrak air dan ekstrak etanol kulit buah

manggis berperan sebagai scavenger H2O2

Skrining fitokimia dilakukan untuk memberikan gambaran tentang

golongan senyawa yang terkandung dalam ekstrak etanol kulit buah manggis

Hasil uji skrining fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak etanol kulit buah

manggis mengandung senyawa golongan alkaloid triterpenoid saponin

55

flavonoid tannin dan polifenol (Kristianti et al 2008) Polifenol adalah senyawa

fenolik yang memiliki lebih dari satu gugus hidroksil (OH) golongan senyawa ini

terdapat pada berbagai jenis tumbuhan yang mempunyai berbagai macam aktivitas

biologi salah satunya adalah aktivitas antioksidan (Scalbert et al 2005)

Polifenol banyak ditemukan dalam buah-buahan sayuran dan biji-bijian

yang merupakan sumber antioksidan alami Senyawa polifenol terdiri dari

beberapa subkelas yakni flavonol isoflavon (dalam kedelai) flavanon

antosianidin katekin dan biflavan Semua polifenol mampu menjadi perangkap

oksigen dan radikal alkil dengan memberikan donor elektron sehingga terbentuk

radikal fenoksil yang relatif stabil (Mokgope 2006) Senyawa-senyawa polifenol

alami secara langsung sebagai scavenger SOR dan secara tak langsung melindungi

aktivitas beberapa enzim sehingga berpotensi meningkatkan antioksidan endogen

(Masella et al 2005) Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Martin et al

(2010) yang mendapatkan CPE (cocoa polyphenolic extrac) yang mengandung

senyawa-senyawa flavonoid seperti katecin epikatecin dan prosianidin

meningkatkan aktivitas GPx dan glutation reduktase (GR) Senyawa-senyawa ini

mereduksi produksi SOR dan mengatur aktivitas antioksidan enzim Peningkatan

aktivitas enzim antioksidan dapat digunakan sebagai terapi penyakit-penyakit

yang disebabkan oleh stress oksidatif

Senyawa fenol sebagai antioksidan tergantung dari beberapa faktor seperti

ikatan gugus hidroksil pada cincin aromatik posisi ikatan posisi hidroksil bolak

balik pada cincin aromatik dan kemampuannya dalam memberi donor hidrogen

atau donor elektron serta kemampuannya dalam memerangkap radikal bebas (free

56

radical scavengers) Palakawong et al (2010) mendapatkan daya antioksidan

ekstrak kulit buah manggis sebesar 594 microgml yang dianalisis dengan metode

DPPH Ekstrak kulit manggis mengandung total fenol yang cukup tinggi yaitu

sebesar 4112 mgg dengan aktivitas antioksidannya sebesar 8442 (Dyahnugra

et al 2015) Ekstrak etanol kulit buah manggis menunjukkan aktivitas yang

signifikan dalam menghambat pembentukan 50 radikal menghambat radikal

superoxide (O2-) mereduksi produksi ROS dan dapat menangkap radikal

hidroksil (OH-) (Chomnawang et al 2007)

Senyawa flavonoid adalah senyawa-senyawa polifenol yang memiliki 15

atom karbon (C6-C3-C6) terdiri dari dua cincin benzena yang dihubungkan

menjadi satu oleh rantai linier yang terdiri dari tiga atom karbon Flavonoid

dalam ekstrak kulit buah manggis berperan membasmi radikal bebas dengan

berbagai cara misalnya dengan menghambat enzim yang bertanggung jawab

memproduksi anion superoksida yaitu xantin oksidase ada juga dengan

menyumbangkan elektronnya ke radikal superoksida atau radikal lipid agar stabil

(Smith et al 2005)

Ekstrak kulit buah manggis baik dengan pelarut air etanol 50 etanol

95 dan etil asetat menunjukan aktivitas antioksidan dan neuroprotektif

(Weecharangsan et al 2006) Kapasitas antioksidan ekstrak air dan etanol 50

diuji dengan metoda DPPH didapatkan masing-msing sebesar 3498 dan 3076

Kapasitas antioksidan ekstrak ini sudah dicobakan pada sel neuroblastoma

(NG108-15) yang terpapar hidrogen peroksida (H2O2) kedua ekstrak ini

memperlihatkan aktivitas neuroprotektif dengan konsentrasi 50 lgmL Aktivitas

57

neuroprotektif ekstrak etanol 50 kulit buah manggis lebih tinggi dibandingkan

dengan ekstrak air Ekstrak etanol kulit buah manggis juga mempunyai aktivitas

antioksidan yang signifikan sebagai penghambat pembentukan radikal DPPH

(Chomnawang et al 2007)

Ekstrak kulit buah manggis diketahui memiliki daya antioksidan sangat

kuat hal ini dibuktikan dengan menggunakan fraksi pelarut metanol etanol dan

etil asetat semuanya memiliki daya antioksidan EC50 kurang dari 50 Fraksi

metanol mempunyai nilai EC50 yang paling kecil dibanding dengan kedua

fraksi lainnya masing-masing 800 mgL 926 mgL dan 2948 mgL ini berarti

fraksi metanol mempunyai aktivitas antioksidan yang lebih besar dibandingan

dengan fraksi etanol dan etil asetat (Mardawati et al 2011) Hal ini didukung

oleh Li dan Xu (2015) yang menyatakan ekstrak metanol kulit buah manggis

mempunyai aktivitas antioksidan yang kuat karena kandungan polifenolnya sangat

tinggi

Senyawa fenol banyak ditemukan pada berbagai tanaman Senyawa ini

telah dieksploitasi secara intensif karena selain berfungsi sebagai antioksidan juga

memiliki berbagai fungsi biologi seperti anti mutagenik dan anti karsinogenik

Antioksidan alami yang terdapat dalam tanaman akan meredam radikal bebas

yang berbahaya dari tubuh Senyawa-senyawa polifenol dari tanaman seperti

flavonoid digambarkan sebagai peredam SOR Ekstrak kulit buah manggis dapat

mengurangi produksi SOR intrasel secara signifikan yang ditentukan dengan 27-

dichlorofluorescein diacetate (DCFH-DA) dalam SKBR3 saluran sel

(Moongkarndi et al 2004) Aktivitas radikal hidroksil (HO-) diperangkap oleh

58

xanthone yang diisolasi dari beberapa ekstrak kulit buah manggis (Chin et al

2008) Xanthone dapat diklasifikasikan ke dalam lima kelompok yaitu

oxygenated xanthone xanthone glycoside prenylated xanthone xanthonolignoid

dan miscellaneous xanthone Saat ini sekitar 1000 xanthone berbeda telah

diketahui (Chaverri et al 2008)

Kulit buah manggis mengandung 90 xanthone terutama α dan β

mangostin yang disebut panaxanthone dapat memulihkan sistem pertahanan

antioksidan endogen seperti aktivitas SOD GPx dan kadar GSH secara invitro

dan in vivo memecah langsung SOR untuk mengurangi penipisan GSH dan

meghambat peroksidasi lipid Efek protektif α mangostin diduga terhadap stress

oksidatif dimediasi melalui jalur Nrf2 (Jung et al 2006) Ekstrak kulit buah

manggis dapat menurunkan MDA meningkatkan SOD dan GPx pada tikus yang

mengalami peningkatan MDA serta penurunan SOD dan GPx karena perlakuan

latihan (Arsana 2013) Hal yang sama didapatkan oleh Sudjarwo dan

Koerniasari (2015) bahwa pemberian ekstrak kulit buah manggis dapat

meningkatkan aktivitas GPx dan SOD ginjal tikus yang menurun karena diberi

perlakuan logam berat timbal mungkin disebabkan oleh kemampuan ekstrak

kulit buah manggis mengurangi akumulasi radikal bebas

Skrining fitokimia ekstrak kulit manggis juga menunjukkan bahwa kulit

buah manggis mengandung senyawa metabolit sekunder berupa golongan alkaloid

saponin tanin polifenol dan flavonoid (Poeloengan dan Praptiwi 2010)

Saponin merupakan zat aktif yang dapat meningkatkan permeabilitas membran

sehingga terjadi hemolisis sel Apabila saponin berinteraksi dengan sel bakteri

59

maka bakteri tersebut akan rusak atau lisis sedangkan flavonoid merupakan

kelompok senyawa fenol yang mempunyai kecenderungan untuk mengikat

protein sehingga mengganggu proses metabolisme bakteri tersebu Senyawa-

senyawa fenolik dapat bereaksi dengan senyawa oksigen reaktif disebabkan

oleh satu atau dua gugus hidroksil pada cincin aromatik dapat berperan sebagai

donor hidrogen (Dungir et al 2012)

Tanin dalam konsentrasi rendah mampu menghambat pertumbuhan

bakteri sedangkan pada konsentrasi tinggi mampu bertindak sebagai antibakteri

dengan cara menggumpalkan protoplasma bakteri sehingga terbentuk ikatan yang

stabil dengan protein bakteri Selain itu pada saluran pencernaan tanin mampu

mengeliminasi toksin (Poeloengan dan Praptiwi 2010)

Flavonoid merupakan golongan senyawa yang mempunyai kemampuan

sebagai antioksidan Flavonoid juga berperan mengaktifkan enzim kunci dalam

respirasi mitokondria dan melindungi sel neuron sehingga mencegah stres

oksidatif dan kerusakan jaringan Asupan flavonoid berperan sebagai

neuroprotektif berpotensi melindungi neuron dari neurotoksin meningkatkan

fungsi memori pembelajaran dan kognitif (Spencer 2009)

Uji daya antioksidan ekstrak kulit manggis buah dilakukan oleh Lin et al

(2014) menggunakan DPPH Radikal bebas DPPH (DPPHbull) mungkin akan

ditangkap oleh antioksidan dengan memberikan atom hidrogen (Hbull) membentuk

molekul stabil DPPH-H mekanismenya seperti tampak pada Gambar 212

Gambar ini menunjukkan reaksi antara γ-mangostin dengan DPPH akan

menghasilkan senyawa yang stabil sehingga tidak akan terjadi reaksi rantai yang

60

akan menghasilkan radikal-radikal lain yang lebih reaktif Dalam molekul γ-

mangostin gugus ortho-dihidroksil menjadi homolysis menghasilkan radikal

hidrogen (Hmiddot) dan radikal γ-mangostinmiddot (I) Hmiddot kemudian bergabung dengan

DPPHmiddot membentuk molekul DPPH-H dan radikal γ-mangostin menjadi (II)

yang selanjutnya dapat menghasilkan radikal hidrogen (Hmiddot) melebihi yang

diperlukan oleh radikal DPPH (DPPHmiddot) untuk membentuk quinone (III) Hasil ini

mengindikasikan bahwa ekstrak kulit buah manggis sebagai sumber antioksidan

yang baik dengan cara mendonasikan elektron kepada radikal bebas untuk

membentuk produk stabil sehingga tidak menimbulkan reaksi berantai

Gambar 212

Reaksi γ mangostin dengan DPPH sebagai radikal bebas

Lin et al (2014)

61

62

63

Page 35: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pestisida...pestisida menginduksi produksi serotonin dan histamin, sebagai hormon yang memicu reaksi alergi dan dapat menimbulkan senyawa baru yang lebih

43

GPx merupakan enzim penangkal radikal bebas dengan dua cara yaitu

pertahanan terhadap oksidan dan dengan mengkatalisis peroksida menjadi air dan

oksigen GPx memerlukan glutation sebagai substrat terdapat dalam dua bentuk

yaitu glutation tereduksi atau GSH dan glutation teroksidasi atau GSSG Ketika

mengkatalisis perubahan hidrogen peroksida (H2O2) menjadi H2O GSH

dioksidasi menjadi GSSG kemudian GSSG dapat direduksi kembali oleh NADPH

untuk mendapatkan kembali GSH (Marciniak et al 2009)

Gambar 29

SOD dan CAT mengkatalisasi dismutasi superoksida dan hidrogen peroksida

(Finosh dan Jayabalan 2013)

Enzim GPx terdapat terutama dalam mitokondria merupakan enzim

scavenger terhadap hidrogen peroksida dan berperan utama dalam mengatur

konsentrasi H2O2 dan dan berbagai macam peroksida organik Aktivitas GPx yang

menurun menunjukkan terjadinya penurunan kapasitas menghilangkan H2O2 dan

terjadinya hidroperoksida lemak

44

Enzim GPx sangat berperan dalam pengaktifan kembali enzim

kolinesterase melalui 1) Pengaktifan AMP siklik yang secara langsung dapat

mengaktifkan enzim kolinesterase 2) keseimbangan NADP dan NADPH pada

jalur glikolisis aerobik dalam eritrosit sehingga eritrosit tidak rusak kerusakan

eritrosit dapat menurunkan produksi kolinesterase darah 3) peranan kofaktor

prostaglandin pada sintesis tromboksan A2 yang memacu trombogenesis dan

vasokonstriksi pembuluh darah bersamaan dengan terbentuknya tromboksan akan

diaktifkan cAMP yang secara langsung mengaktifkan kinase protein termasuk

kinase protein enzim kolinesterase 4) sebagai antioksidan yang dapat melindungi

sel termasuk eritrosit dari kerusakan akibat radikal bebas 5) sebagai kofaktor

proses oksidasi dealkilasi ikatan organofosfat dengan kolinesterase darah 6)

berperan sebagai detoksifikasi dalam tubuh dengan mereduksi radikal bebas

peroksida sekaligus membentuk peroksida lipid di dalam membran sel (Stranges

et al 2010)

GPx adalah enzim antioksidan yang dapat mendetoksifikasi hidrogen

peroksida dan lipid hidroperoksida dalam menurunkan glutation Di dalam darah

terdapat beberapa jenis GPx dua diantaranya adalah GPx seluler (cGPx) dalam sel

darah merah dan GPx ekstrasel (eGPx) terdapat dalam plasma GPx sebagai enzim

antioksidan bekerja menjadi peredam (quenching) radikal bebas dan berperan

dalam metabolisme xenobiotik yang ditemukan dalam sel (Sen et al 2010)

GPx dengan konsentrasi tinggi ditemukan dalam hepar dan sel darah

merah sedangkan pada jantung ginjal paru-paru adrenal lambung dan jaringan

adipose mengandung GPx dalam kadar sedang GPx kadar rendah ditemukan

45

dalam otak otot testis dan lensa mata GPx yang rendah berkorelasi dengan

gangguan yang berhubungan dengan radikal bebas (Judge et al 2005) Jika

antioksidan endogen gagal mengatasi produksi metabolit reaktif maka

antioksidan eksogen akan diperlukan untuk menyeimbangkan status redoks

(Noori 2012) Sumber makanan termasuk tanaman rempah-rempah vitamin dan

ekstrak herbal memainkan peran penting dalam hal ini

262 Antioksidan non enzimatis

Antioksidan non enzimatis disebut juga antioksidan sekunder atau

antioksidan eksogen (diperoleh dari luar) digolongkan menjadi dua golongan

yaitu yang larut dalam lemak seperti tokoferol karotenoid flavoniod quinon dan

bilirubin serta yang larut dalam air seperti asam askorbat asam urat protein

pengikat logam dan protein pengikat heme (Winarsi 2007) Antioksidan ini dapat

berupa bahan-bahan alami dan juga sintetis Antioksidan alami seperti vitamin

adalah campuran redoks yang seimbang dengan bentuk tereduksi dan teroksidasi

dan sebaliknya untuk antioksidan sintetis merupakan redoks yang tidak seimbang

bahkan menghasilkan radikal bebas yang pada beberapa kasus berbahaya (Rani

etal 2004)

Vitamin C merupakan antioksidan yang sangat penting dalam cairan

ekstra sel karena dapat menyerang radikal-radikal yang larut dalam darah dan

melindungi lemak plasma dari perusakan peroksidasi oleh radikal-radikal peroksil

Peran utama vitamin C adalah menetralisir radikal bebas yang ada di dalam dan

di luar sel Vitamin C merupakan sumber elektron pendonor bagi radikal bebas

(Nisar et al 2013) Vitamin C berperan positip dalam proses detoksifikasi

46

yang sangat diperlukan untuk sintesis kolagen dan pertumbuhan serta

pemeliharaan jaringan epitel Peranan vitamin C sebagai pembawa hidrogen yang

merupakan siklus esensial dalam metabolisme protein dan karbohidrat yang

berfungsi memelihara kekuatan pembuluh darah Vitamin C sangat penting untuk

melawan radikal bebas dalam cairan ekstra sel dan melindungi biomembran dari

peroksidasi Pemberian air kelapa dapat meningkatkan aktivitas GPx SOD dan

CAT pada pekerja terpapar merkuri karena air kelapa mengandung vitamin C

B1 B6 asam-asam amino metionin selenium dan mineral berfungsi melindungi

sel tubuh dari serangan radikal bebas dan mencegah efek paparan merkuri

(Zulaikhah et al 2013) Defisiensi antioksidan yang berupa vitamin C vitamin

E Se Zn dan glutation dalam derajat ringan hingga berat sangat berpengaruh

terhadap respon imun

Komponen kimia yang berperan sebagai antioksidan adalah senyawa

golongan fenolik dan polifenolik yang memiliki kemampuan untuk menangkap

radikal bebas Flavonoid merupakan golongan terbesar dari senyawa polifenol

yang sangat efektif digunakan sebagai antioksidan Senyawa-senyawa ini banyak

terdapat di alam terutama pada tumbuh-tumbuhan seperti teh buah-buahan

sayuran dan anggur (Ramle et al 2008)

Aktivitas antioksidan dari berbagai tanaman erat hubungannya dengan

kandungan fenolnya ada indikasi substansi fenol seperti flavonoid dan asam-

asam fenolat berpotensi lebih besar sebagai antioksidan dibandingkan dengan

vitamin C dan vitamin E Aktivitas antioksidan flavonoid tergantung pada

struktur molekulnya terutama gugus prenil (CH3)2C=CH-CH2 Department of

47

Environmental and Molecular Toxicology Oregon State University dalam

penelitiannya mendapatkan bahwa gugus prenil flavonoid dikembangkan untuk

pencegahan atau terapi terhadap penyakit-penyakit yang dihubungkan dengan

radikal bebas

Asupan antioksidan diperlukan untuk membantu mengembalikan

ketidakseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan endogen serta

mengurangi kerusakan oksidatif dalam tubuh Salah satu terapi antioksidan yang

digunakan adalah ekstrak kulit buah manggis (Garcinia mangostana L) Kulit

buah manggis memiliki kandungan xanthone yang tinggi sehingga memiliki

kemampuan untuk menangkap radikal bebas Gugus hidroksil (OH) yang dimiliki

oleh xanthone efektif mengikat radikal bebas dengan elektron yang tidak memiliki

pasangan Antioksidan ini bekerja dengan cara memotong reaksi oksidasi berantai

dari radikal bebas atau dengan cara menangkapnya sehingga radikal bebas tidak

akan bereaksi dengan komponen seluler dan kerusakan sel dapat dihindari

Makanan yang kaya antioksidan memegang peran dalam mencegah

penyakit-penyakit kanker dan penyakit penurunan fungsi otak Antioksidan dapat

mengurangi resiko penyakit kronis dan mencegah berbagai penyakit baik dengan

cara meningkatkan pertahanan antioksidan dalam tubuh atau dengan cara

mengkonsumsi makanan yang kaya antioksidan Mengkonsumsi antioksidan yang

ada dalam makanan sehari-hari dapat memberi perlindungan terhadap stres

oksidatif Hundekari et al (2013) mendapatkan perlakuan antioksidan dengan

dosis yang sesuai dapat menurunkan kerusakan oksidatif sehingga efektif untuk

memperbaiki kasus keracunan akut OPs

48

27 Manggis

271 Tumbuhan manggis

Tumbuhan manggis (Garcinia mangostana L) berasal dari Asia Tenggara

dan merupakan tumbuhan fungsional karena hampir semua bagian dari tumbuhan

ini dapat dimanfaatkan sebagai obat Manggis termasuk dalam family Guttiferae

dan merupakan species terbaik dari genus Garcia Buah manggis sering dijuluki

Queen of tropical fruit karena mempunyai rasa enak daging buah putih halus

bentuk buah bagus dan disukai banyak orang (Chaverri et al 2008) Manggis

sering disebut mangostin atau kadang-kadang disebut buah super dengan berbagai

karakteristik seperti rasa aroma kaya nutrisi dan daya antioksidan yang tinggi

Buah manggis (Garcinia mangostana L) merupakan buah yang eksotik

karena memiliki warna yang menarik dan kandungan gizi yang tinggi sehingga

buah manggis memiliki prospek yang cukup baik untuk dikembangkan

(Mardawati et al 2011) Tingkatan taksonomi tanaman manggis adalah sebagai

berikut (Prihatman 2000)

- Kingdom Plantae

- Divisi Spermathophyta (Tumbuhan berbiji)

- Sub Divisi Angiospermae (Berbiji tertutup)

- Kelas Dicotyledonae (Biji berkeping dua)

49

- Ordo Theales

- Famili GuttiferaeClusiaceae

- Genus Garcinia

- Spesies Garcinia mangostana L

Selain sebagai buah yang eksotik manggis juga mengandung berbagai senyawa

yang bermanfaat bagi tubuh seperti triterpenoid mangostin tannin resin

kalsium zat besi dan vitamin B1 Potensi manggis tidak hanya terbatas pada

buahnya saja tetapi juga hampir seluruh bagian tumbuhan manggis menyimpan

potensi yang sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia

Kulit buah manggis mengandung beberapa senyawa yang memiliki

aktivitas farmakologi seperti antiinflamasi antihistamin antibakteri anti penyakit

jantung antijamur bahkan untuk terapi HIV (Chaveri et al 2008) Senyawa

utama kandungan kulit buah manggis yang dilaporkan bertanggung jawab atas

beberapa aktivitas farmakologi adalah golongan xanthone yang meliputi

mangostin mangosterol mangostinon A dan B trapezifolixanthone tovophyllin

B dan beta mangostin garcinon B mangostanol flavonoid epikatekin dan

gartanin136-trihidoksi-7-metoksi-28-bis(3-metil-2-butenil)-9H-xanten-9-on(alfa

mangostin) dan 1367-tetrahidroksi-28-bis (3-metil-2-butenil)-9H-xanten-9-on

(gamma mangostin) yang sangat bermanfaat untuk kesehatan (Qosim 2007)

Kandungan antioksidan manggis banyak terdapat pada kulit buahnya

dikenal sebagai antioksidan yang efektif karena mengandung senyawa biologi

xanthones walaupun dapat juga ditemukan dalam semua bagian manggis baik

pada buah kulit buah kulit kayu maupun daunnya Senyawa xanthone hanya

50

dihasilkan oleh genus garcinia Xanthone memiliki struktur kimia yang unik

terdiri dari sistem aromatik trisiklik (C6-C3-C6) dengan kelompok isoprena

metoksil dan hidroksil terletak pada cincin A dan B sehingga senyawa xanthone

beragam Struktur umum xanthone dapat dilihat pada Gambar 210

Gambar 210

Struktur umum senyawa xanthone (Chaverri et al 2008)

Xanthone termasuk golongan senyawa flavonoid Senyawa ini memiliki

dua cincin benzene dan satu cincin piran Inti xanthone dikenal sebagai 9-

xanthenone atau dibenzo-c-pyrone Xanthone dapat diklasifikasikan ke dalam lima

kelompok yaitu oxygenated xanthone xanthone glycoside prenylated xanthone

xanthonolignoid dan miscellaneous xanthone Menurut Chaverri et al (2008)

terdapat 200 lebih xanthone yang tersedia di alam ini dan 50 diantaranya

terkandung dalam kulit buah manggis

Xanthone memiliki rumus molekul C13H8O2 sehingga memiliki massa

molar sebesar 196191 gram mol Dalam penamaan menurut IUPAC senyawa ini

diberi nama 9H-xanthen-9-one Uji aktivitas antioksidan kulit buah manggis

dengan menggunakan peroksinitrit sebagai radikal bebas diketahui bahwa 8-

hydroxycudraxanthone G gartanin α-mangostin γ-mangostin dan smeath-

xanthone A merupakan komponen yang memiliki aktivitas antioksidan terbesar

51

(Jung et al 2006) Senyawa xanthone yang banyak terdapat pada kulit manggis

yaitu α - dan γ - mangostin (Obolsky et al 2009)

Struktur kimia beberapa turunan xanthone seperti α mangostin β

mangostin dan γ mangostin dapat dilihat pada pada Gambar 211

(Chaivisuthangkura et al 2008)

α mangostin β mangostin γ mangostin

Gambar 211

Struktur Kimia beberapa derivat xanthone

(Chaivisuthangkura et al 2008)

Senyawa-senyawa xanthone juga mempunyai aktivitas antibakteri

melawan S Aureus strain yang resisten terhadap penicillin dan methicillin

aktivitas antifungi melawan F Oxiforum A Tenuls dan D Oryzae (Chomnawang

2007) Garcinia mangostana dan senyawa-senyawa xanthone α-mangostin

mendorong aktivitas antimikroba melawan P acnes dan S epidermis yang

merupakan agen etiologi kritis pada jerawat (Chomnawang et al 2007)

Senyawa alfa-mangostin sebagai turunan xanthone memiliki kemampuan

dalam menekan pembentukan senyawa karsinogen pada kolon Xanthone juga

52

bermanfaat mencegah pertumbuhan sel kanker dan tumor Kemampuan

antioksidannya bahkan melebihi vitamin C dan E yang selama ini dikenal sebagai

antioksidan yang paling efektif (Ummi dan Any 2014) Hasil penelitian Kosem

et al (2007) mendapatkan ekstrak metanol kulit buah manggis mengandung α

mangostin sebesar 2519 g100 g ekstrak

Moongkandi et al (2004) menyatakan kulit buah manggis bermanfaat

penting bagi kesehatan karena kaya akan antioksidan seperti xanthone dan

antosianin Antosianin merupakan salah satu antioksidan kuat yang mampu

mencegah berbagai kerusakan akibat stress oksidatif sehingga mampu melindungi

sel dari radikal bebas Penelitian lain juga mendapatkan bahwa xanthone dari

manggis memiliki aktivitas antioksidan antitumor antiinflamasi antialergi

antifungi dan antibakteri (Suksamrarn et al 2006 dan Chaverri et al 2008)

Garcinia mangostana memiliki aktivitas antioksidan yang signifikan pada

IC50 sebesar 613 μgml juga efektif dalam scavenging radikal bebas dan bisa

mengurangi produksi cytokine sebagai suatu proinflamasi Senyawa xanthone

pada kulit buah manggis merupakan antioksidan tingkat tinggi karena kandungan

antioksidannya 667 kali dari wortel dan 83 kali jeruk (Qosim 2007)

Antioksidan yang terkandung dalam kulit buah manggis didominasi oleh

senyawa fenol yaitu xanthone Kadar xanthone dalam manggis berbeda-beda

tergantung pada kualitas buah yang terbesar didapatkan pada buah dengan kulit

burik atau kasar yakni sebesar 23544 μgg ekstrak sedangkan pada buah besar

dengan kulit mulus mengandung kadar xanthone sebesar 18502 μgg ekstrak

buah kecil sebesar 20434 μgg dan buah dengan kulit mengandung getah kuning

53

15289 μgg ekstrak Xanthone dalam kulit buah yang mengandung getah kuning

berperan dalam mekanisme pertahanan mencegah terjadinya stres akibat serangan

hama atau kerusakan fisik (Arsana 2014)

Xanthone sebagai antioksidan akan memutus rantai reaksi oksidasi radikal

bebas untuk mencegah reaksi oksidasi dengan reaksi reduksi yang melibatkan

hidrogen Keterlibatan hidrogen dalam reaksi-reaksi reduksi dapat menghambat

reaksi oksidasi antara radikal bebas dengan oksigen Kadar Oxygen Radical

Absorbance Capacity (ORAC) dari xanthone mencapai 17000-20000 ORAC per

100 ons kulit manggis lebih besar dari wortel dan jeruk yang kadar ORAC-nya

hanya 300 dan 2400 (Fanany 2013) Manfaat yang demikian besar menyebabkan

xanthone sangat dibutuhkan dalam tubuh sebagai penyeimbang prooksidan

Prenilasi xanthone juga mempunyai efek penghambat terhadap M Tuberculosis

Alfa-mangostin yang merupakan derivat xanthone didapatkan mempunyai potensi

sebagai antimikroba (Suksamrarn et al 2006) Selain itu kulit buah manggis

juga mengandung beberapa senyawa lain seperti yang tertera pada Tabel 23

Tabel 23

Komposisi Tepung Kulit Buah Manggis

Sumber Shahidi 1997 dalam Ummi dan Any 2014

No Komponen Kadar ( bk)

1

Air 900

2 Abu 258

3 Gula 692

4 Protein 269

5 Serat Kasar 3005

6 Lainnya (Tanin lemak dll) 4876

54

272 Ekstrak kulit buah manggis

Ekstrak kulit buah manggis mengandung berbagai senyawa yang diduga

bekerja sebagai antioksidan dengan cara mendonorkan elektronnya kepada radikal

bebas sehingga mencegah terjadinya peroksidasi lipid baik pada tahap inisiasi

propagasi maupun pada tahap terminasi (Middleton et al 2000) Senyawa-

seyawa ini bekerja sebagai sinyal yang akan mengaktivasi nuclear factor

erythroid 2- related factor 2 (Nrf2) yang terikat pada Kelch-like ECH-associated

protein-1 (Keap1) dalam sitoplasma sehingga mengalami disosiasi dan translokasi

menuju nukleus Dalam nukleus Nrf2 berasosiasi pada bagian promoter gen yang

disebut Antioxidant Respone Element (ARE) sehingga memicu ekspresi gen

penyandi antioksidan Senyawa yang terkandung dalam ekstrak kulit buah

manggis disamping bekerja sebagai antioksidan dengan cara mendonorkan

elektronnya kepada radikal bebas juga dapat menstimulasi ekspresi gen penyandi

antioksidan melalui aktivasi Nrf2 Salah satu stimulan tersebut adalah golongan

fenol (Inoue 2001) Ekstrak kulit buah manggis dapat mengatur aktivitas catalase

dalam aktivitasnya sebagai scavenger H2O2 atau mengatur gen Nrf-2 (Bartz et

al 2010) Hal ini sesuai dengan yang didapatkan dalam penelitian

Weecharangsan et al (2006) aktivitas ekstrak air dan ekstrak etanol kulit buah

manggis berperan sebagai scavenger H2O2

Skrining fitokimia dilakukan untuk memberikan gambaran tentang

golongan senyawa yang terkandung dalam ekstrak etanol kulit buah manggis

Hasil uji skrining fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak etanol kulit buah

manggis mengandung senyawa golongan alkaloid triterpenoid saponin

55

flavonoid tannin dan polifenol (Kristianti et al 2008) Polifenol adalah senyawa

fenolik yang memiliki lebih dari satu gugus hidroksil (OH) golongan senyawa ini

terdapat pada berbagai jenis tumbuhan yang mempunyai berbagai macam aktivitas

biologi salah satunya adalah aktivitas antioksidan (Scalbert et al 2005)

Polifenol banyak ditemukan dalam buah-buahan sayuran dan biji-bijian

yang merupakan sumber antioksidan alami Senyawa polifenol terdiri dari

beberapa subkelas yakni flavonol isoflavon (dalam kedelai) flavanon

antosianidin katekin dan biflavan Semua polifenol mampu menjadi perangkap

oksigen dan radikal alkil dengan memberikan donor elektron sehingga terbentuk

radikal fenoksil yang relatif stabil (Mokgope 2006) Senyawa-senyawa polifenol

alami secara langsung sebagai scavenger SOR dan secara tak langsung melindungi

aktivitas beberapa enzim sehingga berpotensi meningkatkan antioksidan endogen

(Masella et al 2005) Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Martin et al

(2010) yang mendapatkan CPE (cocoa polyphenolic extrac) yang mengandung

senyawa-senyawa flavonoid seperti katecin epikatecin dan prosianidin

meningkatkan aktivitas GPx dan glutation reduktase (GR) Senyawa-senyawa ini

mereduksi produksi SOR dan mengatur aktivitas antioksidan enzim Peningkatan

aktivitas enzim antioksidan dapat digunakan sebagai terapi penyakit-penyakit

yang disebabkan oleh stress oksidatif

Senyawa fenol sebagai antioksidan tergantung dari beberapa faktor seperti

ikatan gugus hidroksil pada cincin aromatik posisi ikatan posisi hidroksil bolak

balik pada cincin aromatik dan kemampuannya dalam memberi donor hidrogen

atau donor elektron serta kemampuannya dalam memerangkap radikal bebas (free

56

radical scavengers) Palakawong et al (2010) mendapatkan daya antioksidan

ekstrak kulit buah manggis sebesar 594 microgml yang dianalisis dengan metode

DPPH Ekstrak kulit manggis mengandung total fenol yang cukup tinggi yaitu

sebesar 4112 mgg dengan aktivitas antioksidannya sebesar 8442 (Dyahnugra

et al 2015) Ekstrak etanol kulit buah manggis menunjukkan aktivitas yang

signifikan dalam menghambat pembentukan 50 radikal menghambat radikal

superoxide (O2-) mereduksi produksi ROS dan dapat menangkap radikal

hidroksil (OH-) (Chomnawang et al 2007)

Senyawa flavonoid adalah senyawa-senyawa polifenol yang memiliki 15

atom karbon (C6-C3-C6) terdiri dari dua cincin benzena yang dihubungkan

menjadi satu oleh rantai linier yang terdiri dari tiga atom karbon Flavonoid

dalam ekstrak kulit buah manggis berperan membasmi radikal bebas dengan

berbagai cara misalnya dengan menghambat enzim yang bertanggung jawab

memproduksi anion superoksida yaitu xantin oksidase ada juga dengan

menyumbangkan elektronnya ke radikal superoksida atau radikal lipid agar stabil

(Smith et al 2005)

Ekstrak kulit buah manggis baik dengan pelarut air etanol 50 etanol

95 dan etil asetat menunjukan aktivitas antioksidan dan neuroprotektif

(Weecharangsan et al 2006) Kapasitas antioksidan ekstrak air dan etanol 50

diuji dengan metoda DPPH didapatkan masing-msing sebesar 3498 dan 3076

Kapasitas antioksidan ekstrak ini sudah dicobakan pada sel neuroblastoma

(NG108-15) yang terpapar hidrogen peroksida (H2O2) kedua ekstrak ini

memperlihatkan aktivitas neuroprotektif dengan konsentrasi 50 lgmL Aktivitas

57

neuroprotektif ekstrak etanol 50 kulit buah manggis lebih tinggi dibandingkan

dengan ekstrak air Ekstrak etanol kulit buah manggis juga mempunyai aktivitas

antioksidan yang signifikan sebagai penghambat pembentukan radikal DPPH

(Chomnawang et al 2007)

Ekstrak kulit buah manggis diketahui memiliki daya antioksidan sangat

kuat hal ini dibuktikan dengan menggunakan fraksi pelarut metanol etanol dan

etil asetat semuanya memiliki daya antioksidan EC50 kurang dari 50 Fraksi

metanol mempunyai nilai EC50 yang paling kecil dibanding dengan kedua

fraksi lainnya masing-masing 800 mgL 926 mgL dan 2948 mgL ini berarti

fraksi metanol mempunyai aktivitas antioksidan yang lebih besar dibandingan

dengan fraksi etanol dan etil asetat (Mardawati et al 2011) Hal ini didukung

oleh Li dan Xu (2015) yang menyatakan ekstrak metanol kulit buah manggis

mempunyai aktivitas antioksidan yang kuat karena kandungan polifenolnya sangat

tinggi

Senyawa fenol banyak ditemukan pada berbagai tanaman Senyawa ini

telah dieksploitasi secara intensif karena selain berfungsi sebagai antioksidan juga

memiliki berbagai fungsi biologi seperti anti mutagenik dan anti karsinogenik

Antioksidan alami yang terdapat dalam tanaman akan meredam radikal bebas

yang berbahaya dari tubuh Senyawa-senyawa polifenol dari tanaman seperti

flavonoid digambarkan sebagai peredam SOR Ekstrak kulit buah manggis dapat

mengurangi produksi SOR intrasel secara signifikan yang ditentukan dengan 27-

dichlorofluorescein diacetate (DCFH-DA) dalam SKBR3 saluran sel

(Moongkarndi et al 2004) Aktivitas radikal hidroksil (HO-) diperangkap oleh

58

xanthone yang diisolasi dari beberapa ekstrak kulit buah manggis (Chin et al

2008) Xanthone dapat diklasifikasikan ke dalam lima kelompok yaitu

oxygenated xanthone xanthone glycoside prenylated xanthone xanthonolignoid

dan miscellaneous xanthone Saat ini sekitar 1000 xanthone berbeda telah

diketahui (Chaverri et al 2008)

Kulit buah manggis mengandung 90 xanthone terutama α dan β

mangostin yang disebut panaxanthone dapat memulihkan sistem pertahanan

antioksidan endogen seperti aktivitas SOD GPx dan kadar GSH secara invitro

dan in vivo memecah langsung SOR untuk mengurangi penipisan GSH dan

meghambat peroksidasi lipid Efek protektif α mangostin diduga terhadap stress

oksidatif dimediasi melalui jalur Nrf2 (Jung et al 2006) Ekstrak kulit buah

manggis dapat menurunkan MDA meningkatkan SOD dan GPx pada tikus yang

mengalami peningkatan MDA serta penurunan SOD dan GPx karena perlakuan

latihan (Arsana 2013) Hal yang sama didapatkan oleh Sudjarwo dan

Koerniasari (2015) bahwa pemberian ekstrak kulit buah manggis dapat

meningkatkan aktivitas GPx dan SOD ginjal tikus yang menurun karena diberi

perlakuan logam berat timbal mungkin disebabkan oleh kemampuan ekstrak

kulit buah manggis mengurangi akumulasi radikal bebas

Skrining fitokimia ekstrak kulit manggis juga menunjukkan bahwa kulit

buah manggis mengandung senyawa metabolit sekunder berupa golongan alkaloid

saponin tanin polifenol dan flavonoid (Poeloengan dan Praptiwi 2010)

Saponin merupakan zat aktif yang dapat meningkatkan permeabilitas membran

sehingga terjadi hemolisis sel Apabila saponin berinteraksi dengan sel bakteri

59

maka bakteri tersebut akan rusak atau lisis sedangkan flavonoid merupakan

kelompok senyawa fenol yang mempunyai kecenderungan untuk mengikat

protein sehingga mengganggu proses metabolisme bakteri tersebu Senyawa-

senyawa fenolik dapat bereaksi dengan senyawa oksigen reaktif disebabkan

oleh satu atau dua gugus hidroksil pada cincin aromatik dapat berperan sebagai

donor hidrogen (Dungir et al 2012)

Tanin dalam konsentrasi rendah mampu menghambat pertumbuhan

bakteri sedangkan pada konsentrasi tinggi mampu bertindak sebagai antibakteri

dengan cara menggumpalkan protoplasma bakteri sehingga terbentuk ikatan yang

stabil dengan protein bakteri Selain itu pada saluran pencernaan tanin mampu

mengeliminasi toksin (Poeloengan dan Praptiwi 2010)

Flavonoid merupakan golongan senyawa yang mempunyai kemampuan

sebagai antioksidan Flavonoid juga berperan mengaktifkan enzim kunci dalam

respirasi mitokondria dan melindungi sel neuron sehingga mencegah stres

oksidatif dan kerusakan jaringan Asupan flavonoid berperan sebagai

neuroprotektif berpotensi melindungi neuron dari neurotoksin meningkatkan

fungsi memori pembelajaran dan kognitif (Spencer 2009)

Uji daya antioksidan ekstrak kulit manggis buah dilakukan oleh Lin et al

(2014) menggunakan DPPH Radikal bebas DPPH (DPPHbull) mungkin akan

ditangkap oleh antioksidan dengan memberikan atom hidrogen (Hbull) membentuk

molekul stabil DPPH-H mekanismenya seperti tampak pada Gambar 212

Gambar ini menunjukkan reaksi antara γ-mangostin dengan DPPH akan

menghasilkan senyawa yang stabil sehingga tidak akan terjadi reaksi rantai yang

60

akan menghasilkan radikal-radikal lain yang lebih reaktif Dalam molekul γ-

mangostin gugus ortho-dihidroksil menjadi homolysis menghasilkan radikal

hidrogen (Hmiddot) dan radikal γ-mangostinmiddot (I) Hmiddot kemudian bergabung dengan

DPPHmiddot membentuk molekul DPPH-H dan radikal γ-mangostin menjadi (II)

yang selanjutnya dapat menghasilkan radikal hidrogen (Hmiddot) melebihi yang

diperlukan oleh radikal DPPH (DPPHmiddot) untuk membentuk quinone (III) Hasil ini

mengindikasikan bahwa ekstrak kulit buah manggis sebagai sumber antioksidan

yang baik dengan cara mendonasikan elektron kepada radikal bebas untuk

membentuk produk stabil sehingga tidak menimbulkan reaksi berantai

Gambar 212

Reaksi γ mangostin dengan DPPH sebagai radikal bebas

Lin et al (2014)

61

62

63

Page 36: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pestisida...pestisida menginduksi produksi serotonin dan histamin, sebagai hormon yang memicu reaksi alergi dan dapat menimbulkan senyawa baru yang lebih

44

Enzim GPx sangat berperan dalam pengaktifan kembali enzim

kolinesterase melalui 1) Pengaktifan AMP siklik yang secara langsung dapat

mengaktifkan enzim kolinesterase 2) keseimbangan NADP dan NADPH pada

jalur glikolisis aerobik dalam eritrosit sehingga eritrosit tidak rusak kerusakan

eritrosit dapat menurunkan produksi kolinesterase darah 3) peranan kofaktor

prostaglandin pada sintesis tromboksan A2 yang memacu trombogenesis dan

vasokonstriksi pembuluh darah bersamaan dengan terbentuknya tromboksan akan

diaktifkan cAMP yang secara langsung mengaktifkan kinase protein termasuk

kinase protein enzim kolinesterase 4) sebagai antioksidan yang dapat melindungi

sel termasuk eritrosit dari kerusakan akibat radikal bebas 5) sebagai kofaktor

proses oksidasi dealkilasi ikatan organofosfat dengan kolinesterase darah 6)

berperan sebagai detoksifikasi dalam tubuh dengan mereduksi radikal bebas

peroksida sekaligus membentuk peroksida lipid di dalam membran sel (Stranges

et al 2010)

GPx adalah enzim antioksidan yang dapat mendetoksifikasi hidrogen

peroksida dan lipid hidroperoksida dalam menurunkan glutation Di dalam darah

terdapat beberapa jenis GPx dua diantaranya adalah GPx seluler (cGPx) dalam sel

darah merah dan GPx ekstrasel (eGPx) terdapat dalam plasma GPx sebagai enzim

antioksidan bekerja menjadi peredam (quenching) radikal bebas dan berperan

dalam metabolisme xenobiotik yang ditemukan dalam sel (Sen et al 2010)

GPx dengan konsentrasi tinggi ditemukan dalam hepar dan sel darah

merah sedangkan pada jantung ginjal paru-paru adrenal lambung dan jaringan

adipose mengandung GPx dalam kadar sedang GPx kadar rendah ditemukan

45

dalam otak otot testis dan lensa mata GPx yang rendah berkorelasi dengan

gangguan yang berhubungan dengan radikal bebas (Judge et al 2005) Jika

antioksidan endogen gagal mengatasi produksi metabolit reaktif maka

antioksidan eksogen akan diperlukan untuk menyeimbangkan status redoks

(Noori 2012) Sumber makanan termasuk tanaman rempah-rempah vitamin dan

ekstrak herbal memainkan peran penting dalam hal ini

262 Antioksidan non enzimatis

Antioksidan non enzimatis disebut juga antioksidan sekunder atau

antioksidan eksogen (diperoleh dari luar) digolongkan menjadi dua golongan

yaitu yang larut dalam lemak seperti tokoferol karotenoid flavoniod quinon dan

bilirubin serta yang larut dalam air seperti asam askorbat asam urat protein

pengikat logam dan protein pengikat heme (Winarsi 2007) Antioksidan ini dapat

berupa bahan-bahan alami dan juga sintetis Antioksidan alami seperti vitamin

adalah campuran redoks yang seimbang dengan bentuk tereduksi dan teroksidasi

dan sebaliknya untuk antioksidan sintetis merupakan redoks yang tidak seimbang

bahkan menghasilkan radikal bebas yang pada beberapa kasus berbahaya (Rani

etal 2004)

Vitamin C merupakan antioksidan yang sangat penting dalam cairan

ekstra sel karena dapat menyerang radikal-radikal yang larut dalam darah dan

melindungi lemak plasma dari perusakan peroksidasi oleh radikal-radikal peroksil

Peran utama vitamin C adalah menetralisir radikal bebas yang ada di dalam dan

di luar sel Vitamin C merupakan sumber elektron pendonor bagi radikal bebas

(Nisar et al 2013) Vitamin C berperan positip dalam proses detoksifikasi

46

yang sangat diperlukan untuk sintesis kolagen dan pertumbuhan serta

pemeliharaan jaringan epitel Peranan vitamin C sebagai pembawa hidrogen yang

merupakan siklus esensial dalam metabolisme protein dan karbohidrat yang

berfungsi memelihara kekuatan pembuluh darah Vitamin C sangat penting untuk

melawan radikal bebas dalam cairan ekstra sel dan melindungi biomembran dari

peroksidasi Pemberian air kelapa dapat meningkatkan aktivitas GPx SOD dan

CAT pada pekerja terpapar merkuri karena air kelapa mengandung vitamin C

B1 B6 asam-asam amino metionin selenium dan mineral berfungsi melindungi

sel tubuh dari serangan radikal bebas dan mencegah efek paparan merkuri

(Zulaikhah et al 2013) Defisiensi antioksidan yang berupa vitamin C vitamin

E Se Zn dan glutation dalam derajat ringan hingga berat sangat berpengaruh

terhadap respon imun

Komponen kimia yang berperan sebagai antioksidan adalah senyawa

golongan fenolik dan polifenolik yang memiliki kemampuan untuk menangkap

radikal bebas Flavonoid merupakan golongan terbesar dari senyawa polifenol

yang sangat efektif digunakan sebagai antioksidan Senyawa-senyawa ini banyak

terdapat di alam terutama pada tumbuh-tumbuhan seperti teh buah-buahan

sayuran dan anggur (Ramle et al 2008)

Aktivitas antioksidan dari berbagai tanaman erat hubungannya dengan

kandungan fenolnya ada indikasi substansi fenol seperti flavonoid dan asam-

asam fenolat berpotensi lebih besar sebagai antioksidan dibandingkan dengan

vitamin C dan vitamin E Aktivitas antioksidan flavonoid tergantung pada

struktur molekulnya terutama gugus prenil (CH3)2C=CH-CH2 Department of

47

Environmental and Molecular Toxicology Oregon State University dalam

penelitiannya mendapatkan bahwa gugus prenil flavonoid dikembangkan untuk

pencegahan atau terapi terhadap penyakit-penyakit yang dihubungkan dengan

radikal bebas

Asupan antioksidan diperlukan untuk membantu mengembalikan

ketidakseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan endogen serta

mengurangi kerusakan oksidatif dalam tubuh Salah satu terapi antioksidan yang

digunakan adalah ekstrak kulit buah manggis (Garcinia mangostana L) Kulit

buah manggis memiliki kandungan xanthone yang tinggi sehingga memiliki

kemampuan untuk menangkap radikal bebas Gugus hidroksil (OH) yang dimiliki

oleh xanthone efektif mengikat radikal bebas dengan elektron yang tidak memiliki

pasangan Antioksidan ini bekerja dengan cara memotong reaksi oksidasi berantai

dari radikal bebas atau dengan cara menangkapnya sehingga radikal bebas tidak

akan bereaksi dengan komponen seluler dan kerusakan sel dapat dihindari

Makanan yang kaya antioksidan memegang peran dalam mencegah

penyakit-penyakit kanker dan penyakit penurunan fungsi otak Antioksidan dapat

mengurangi resiko penyakit kronis dan mencegah berbagai penyakit baik dengan

cara meningkatkan pertahanan antioksidan dalam tubuh atau dengan cara

mengkonsumsi makanan yang kaya antioksidan Mengkonsumsi antioksidan yang

ada dalam makanan sehari-hari dapat memberi perlindungan terhadap stres

oksidatif Hundekari et al (2013) mendapatkan perlakuan antioksidan dengan

dosis yang sesuai dapat menurunkan kerusakan oksidatif sehingga efektif untuk

memperbaiki kasus keracunan akut OPs

48

27 Manggis

271 Tumbuhan manggis

Tumbuhan manggis (Garcinia mangostana L) berasal dari Asia Tenggara

dan merupakan tumbuhan fungsional karena hampir semua bagian dari tumbuhan

ini dapat dimanfaatkan sebagai obat Manggis termasuk dalam family Guttiferae

dan merupakan species terbaik dari genus Garcia Buah manggis sering dijuluki

Queen of tropical fruit karena mempunyai rasa enak daging buah putih halus

bentuk buah bagus dan disukai banyak orang (Chaverri et al 2008) Manggis

sering disebut mangostin atau kadang-kadang disebut buah super dengan berbagai

karakteristik seperti rasa aroma kaya nutrisi dan daya antioksidan yang tinggi

Buah manggis (Garcinia mangostana L) merupakan buah yang eksotik

karena memiliki warna yang menarik dan kandungan gizi yang tinggi sehingga

buah manggis memiliki prospek yang cukup baik untuk dikembangkan

(Mardawati et al 2011) Tingkatan taksonomi tanaman manggis adalah sebagai

berikut (Prihatman 2000)

- Kingdom Plantae

- Divisi Spermathophyta (Tumbuhan berbiji)

- Sub Divisi Angiospermae (Berbiji tertutup)

- Kelas Dicotyledonae (Biji berkeping dua)

49

- Ordo Theales

- Famili GuttiferaeClusiaceae

- Genus Garcinia

- Spesies Garcinia mangostana L

Selain sebagai buah yang eksotik manggis juga mengandung berbagai senyawa

yang bermanfaat bagi tubuh seperti triterpenoid mangostin tannin resin

kalsium zat besi dan vitamin B1 Potensi manggis tidak hanya terbatas pada

buahnya saja tetapi juga hampir seluruh bagian tumbuhan manggis menyimpan

potensi yang sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia

Kulit buah manggis mengandung beberapa senyawa yang memiliki

aktivitas farmakologi seperti antiinflamasi antihistamin antibakteri anti penyakit

jantung antijamur bahkan untuk terapi HIV (Chaveri et al 2008) Senyawa

utama kandungan kulit buah manggis yang dilaporkan bertanggung jawab atas

beberapa aktivitas farmakologi adalah golongan xanthone yang meliputi

mangostin mangosterol mangostinon A dan B trapezifolixanthone tovophyllin

B dan beta mangostin garcinon B mangostanol flavonoid epikatekin dan

gartanin136-trihidoksi-7-metoksi-28-bis(3-metil-2-butenil)-9H-xanten-9-on(alfa

mangostin) dan 1367-tetrahidroksi-28-bis (3-metil-2-butenil)-9H-xanten-9-on

(gamma mangostin) yang sangat bermanfaat untuk kesehatan (Qosim 2007)

Kandungan antioksidan manggis banyak terdapat pada kulit buahnya

dikenal sebagai antioksidan yang efektif karena mengandung senyawa biologi

xanthones walaupun dapat juga ditemukan dalam semua bagian manggis baik

pada buah kulit buah kulit kayu maupun daunnya Senyawa xanthone hanya

50

dihasilkan oleh genus garcinia Xanthone memiliki struktur kimia yang unik

terdiri dari sistem aromatik trisiklik (C6-C3-C6) dengan kelompok isoprena

metoksil dan hidroksil terletak pada cincin A dan B sehingga senyawa xanthone

beragam Struktur umum xanthone dapat dilihat pada Gambar 210

Gambar 210

Struktur umum senyawa xanthone (Chaverri et al 2008)

Xanthone termasuk golongan senyawa flavonoid Senyawa ini memiliki

dua cincin benzene dan satu cincin piran Inti xanthone dikenal sebagai 9-

xanthenone atau dibenzo-c-pyrone Xanthone dapat diklasifikasikan ke dalam lima

kelompok yaitu oxygenated xanthone xanthone glycoside prenylated xanthone

xanthonolignoid dan miscellaneous xanthone Menurut Chaverri et al (2008)

terdapat 200 lebih xanthone yang tersedia di alam ini dan 50 diantaranya

terkandung dalam kulit buah manggis

Xanthone memiliki rumus molekul C13H8O2 sehingga memiliki massa

molar sebesar 196191 gram mol Dalam penamaan menurut IUPAC senyawa ini

diberi nama 9H-xanthen-9-one Uji aktivitas antioksidan kulit buah manggis

dengan menggunakan peroksinitrit sebagai radikal bebas diketahui bahwa 8-

hydroxycudraxanthone G gartanin α-mangostin γ-mangostin dan smeath-

xanthone A merupakan komponen yang memiliki aktivitas antioksidan terbesar

51

(Jung et al 2006) Senyawa xanthone yang banyak terdapat pada kulit manggis

yaitu α - dan γ - mangostin (Obolsky et al 2009)

Struktur kimia beberapa turunan xanthone seperti α mangostin β

mangostin dan γ mangostin dapat dilihat pada pada Gambar 211

(Chaivisuthangkura et al 2008)

α mangostin β mangostin γ mangostin

Gambar 211

Struktur Kimia beberapa derivat xanthone

(Chaivisuthangkura et al 2008)

Senyawa-senyawa xanthone juga mempunyai aktivitas antibakteri

melawan S Aureus strain yang resisten terhadap penicillin dan methicillin

aktivitas antifungi melawan F Oxiforum A Tenuls dan D Oryzae (Chomnawang

2007) Garcinia mangostana dan senyawa-senyawa xanthone α-mangostin

mendorong aktivitas antimikroba melawan P acnes dan S epidermis yang

merupakan agen etiologi kritis pada jerawat (Chomnawang et al 2007)

Senyawa alfa-mangostin sebagai turunan xanthone memiliki kemampuan

dalam menekan pembentukan senyawa karsinogen pada kolon Xanthone juga

52

bermanfaat mencegah pertumbuhan sel kanker dan tumor Kemampuan

antioksidannya bahkan melebihi vitamin C dan E yang selama ini dikenal sebagai

antioksidan yang paling efektif (Ummi dan Any 2014) Hasil penelitian Kosem

et al (2007) mendapatkan ekstrak metanol kulit buah manggis mengandung α

mangostin sebesar 2519 g100 g ekstrak

Moongkandi et al (2004) menyatakan kulit buah manggis bermanfaat

penting bagi kesehatan karena kaya akan antioksidan seperti xanthone dan

antosianin Antosianin merupakan salah satu antioksidan kuat yang mampu

mencegah berbagai kerusakan akibat stress oksidatif sehingga mampu melindungi

sel dari radikal bebas Penelitian lain juga mendapatkan bahwa xanthone dari

manggis memiliki aktivitas antioksidan antitumor antiinflamasi antialergi

antifungi dan antibakteri (Suksamrarn et al 2006 dan Chaverri et al 2008)

Garcinia mangostana memiliki aktivitas antioksidan yang signifikan pada

IC50 sebesar 613 μgml juga efektif dalam scavenging radikal bebas dan bisa

mengurangi produksi cytokine sebagai suatu proinflamasi Senyawa xanthone

pada kulit buah manggis merupakan antioksidan tingkat tinggi karena kandungan

antioksidannya 667 kali dari wortel dan 83 kali jeruk (Qosim 2007)

Antioksidan yang terkandung dalam kulit buah manggis didominasi oleh

senyawa fenol yaitu xanthone Kadar xanthone dalam manggis berbeda-beda

tergantung pada kualitas buah yang terbesar didapatkan pada buah dengan kulit

burik atau kasar yakni sebesar 23544 μgg ekstrak sedangkan pada buah besar

dengan kulit mulus mengandung kadar xanthone sebesar 18502 μgg ekstrak

buah kecil sebesar 20434 μgg dan buah dengan kulit mengandung getah kuning

53

15289 μgg ekstrak Xanthone dalam kulit buah yang mengandung getah kuning

berperan dalam mekanisme pertahanan mencegah terjadinya stres akibat serangan

hama atau kerusakan fisik (Arsana 2014)

Xanthone sebagai antioksidan akan memutus rantai reaksi oksidasi radikal

bebas untuk mencegah reaksi oksidasi dengan reaksi reduksi yang melibatkan

hidrogen Keterlibatan hidrogen dalam reaksi-reaksi reduksi dapat menghambat

reaksi oksidasi antara radikal bebas dengan oksigen Kadar Oxygen Radical

Absorbance Capacity (ORAC) dari xanthone mencapai 17000-20000 ORAC per

100 ons kulit manggis lebih besar dari wortel dan jeruk yang kadar ORAC-nya

hanya 300 dan 2400 (Fanany 2013) Manfaat yang demikian besar menyebabkan

xanthone sangat dibutuhkan dalam tubuh sebagai penyeimbang prooksidan

Prenilasi xanthone juga mempunyai efek penghambat terhadap M Tuberculosis

Alfa-mangostin yang merupakan derivat xanthone didapatkan mempunyai potensi

sebagai antimikroba (Suksamrarn et al 2006) Selain itu kulit buah manggis

juga mengandung beberapa senyawa lain seperti yang tertera pada Tabel 23

Tabel 23

Komposisi Tepung Kulit Buah Manggis

Sumber Shahidi 1997 dalam Ummi dan Any 2014

No Komponen Kadar ( bk)

1

Air 900

2 Abu 258

3 Gula 692

4 Protein 269

5 Serat Kasar 3005

6 Lainnya (Tanin lemak dll) 4876

54

272 Ekstrak kulit buah manggis

Ekstrak kulit buah manggis mengandung berbagai senyawa yang diduga

bekerja sebagai antioksidan dengan cara mendonorkan elektronnya kepada radikal

bebas sehingga mencegah terjadinya peroksidasi lipid baik pada tahap inisiasi

propagasi maupun pada tahap terminasi (Middleton et al 2000) Senyawa-

seyawa ini bekerja sebagai sinyal yang akan mengaktivasi nuclear factor

erythroid 2- related factor 2 (Nrf2) yang terikat pada Kelch-like ECH-associated

protein-1 (Keap1) dalam sitoplasma sehingga mengalami disosiasi dan translokasi

menuju nukleus Dalam nukleus Nrf2 berasosiasi pada bagian promoter gen yang

disebut Antioxidant Respone Element (ARE) sehingga memicu ekspresi gen

penyandi antioksidan Senyawa yang terkandung dalam ekstrak kulit buah

manggis disamping bekerja sebagai antioksidan dengan cara mendonorkan

elektronnya kepada radikal bebas juga dapat menstimulasi ekspresi gen penyandi

antioksidan melalui aktivasi Nrf2 Salah satu stimulan tersebut adalah golongan

fenol (Inoue 2001) Ekstrak kulit buah manggis dapat mengatur aktivitas catalase

dalam aktivitasnya sebagai scavenger H2O2 atau mengatur gen Nrf-2 (Bartz et

al 2010) Hal ini sesuai dengan yang didapatkan dalam penelitian

Weecharangsan et al (2006) aktivitas ekstrak air dan ekstrak etanol kulit buah

manggis berperan sebagai scavenger H2O2

Skrining fitokimia dilakukan untuk memberikan gambaran tentang

golongan senyawa yang terkandung dalam ekstrak etanol kulit buah manggis

Hasil uji skrining fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak etanol kulit buah

manggis mengandung senyawa golongan alkaloid triterpenoid saponin

55

flavonoid tannin dan polifenol (Kristianti et al 2008) Polifenol adalah senyawa

fenolik yang memiliki lebih dari satu gugus hidroksil (OH) golongan senyawa ini

terdapat pada berbagai jenis tumbuhan yang mempunyai berbagai macam aktivitas

biologi salah satunya adalah aktivitas antioksidan (Scalbert et al 2005)

Polifenol banyak ditemukan dalam buah-buahan sayuran dan biji-bijian

yang merupakan sumber antioksidan alami Senyawa polifenol terdiri dari

beberapa subkelas yakni flavonol isoflavon (dalam kedelai) flavanon

antosianidin katekin dan biflavan Semua polifenol mampu menjadi perangkap

oksigen dan radikal alkil dengan memberikan donor elektron sehingga terbentuk

radikal fenoksil yang relatif stabil (Mokgope 2006) Senyawa-senyawa polifenol

alami secara langsung sebagai scavenger SOR dan secara tak langsung melindungi

aktivitas beberapa enzim sehingga berpotensi meningkatkan antioksidan endogen

(Masella et al 2005) Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Martin et al

(2010) yang mendapatkan CPE (cocoa polyphenolic extrac) yang mengandung

senyawa-senyawa flavonoid seperti katecin epikatecin dan prosianidin

meningkatkan aktivitas GPx dan glutation reduktase (GR) Senyawa-senyawa ini

mereduksi produksi SOR dan mengatur aktivitas antioksidan enzim Peningkatan

aktivitas enzim antioksidan dapat digunakan sebagai terapi penyakit-penyakit

yang disebabkan oleh stress oksidatif

Senyawa fenol sebagai antioksidan tergantung dari beberapa faktor seperti

ikatan gugus hidroksil pada cincin aromatik posisi ikatan posisi hidroksil bolak

balik pada cincin aromatik dan kemampuannya dalam memberi donor hidrogen

atau donor elektron serta kemampuannya dalam memerangkap radikal bebas (free

56

radical scavengers) Palakawong et al (2010) mendapatkan daya antioksidan

ekstrak kulit buah manggis sebesar 594 microgml yang dianalisis dengan metode

DPPH Ekstrak kulit manggis mengandung total fenol yang cukup tinggi yaitu

sebesar 4112 mgg dengan aktivitas antioksidannya sebesar 8442 (Dyahnugra

et al 2015) Ekstrak etanol kulit buah manggis menunjukkan aktivitas yang

signifikan dalam menghambat pembentukan 50 radikal menghambat radikal

superoxide (O2-) mereduksi produksi ROS dan dapat menangkap radikal

hidroksil (OH-) (Chomnawang et al 2007)

Senyawa flavonoid adalah senyawa-senyawa polifenol yang memiliki 15

atom karbon (C6-C3-C6) terdiri dari dua cincin benzena yang dihubungkan

menjadi satu oleh rantai linier yang terdiri dari tiga atom karbon Flavonoid

dalam ekstrak kulit buah manggis berperan membasmi radikal bebas dengan

berbagai cara misalnya dengan menghambat enzim yang bertanggung jawab

memproduksi anion superoksida yaitu xantin oksidase ada juga dengan

menyumbangkan elektronnya ke radikal superoksida atau radikal lipid agar stabil

(Smith et al 2005)

Ekstrak kulit buah manggis baik dengan pelarut air etanol 50 etanol

95 dan etil asetat menunjukan aktivitas antioksidan dan neuroprotektif

(Weecharangsan et al 2006) Kapasitas antioksidan ekstrak air dan etanol 50

diuji dengan metoda DPPH didapatkan masing-msing sebesar 3498 dan 3076

Kapasitas antioksidan ekstrak ini sudah dicobakan pada sel neuroblastoma

(NG108-15) yang terpapar hidrogen peroksida (H2O2) kedua ekstrak ini

memperlihatkan aktivitas neuroprotektif dengan konsentrasi 50 lgmL Aktivitas

57

neuroprotektif ekstrak etanol 50 kulit buah manggis lebih tinggi dibandingkan

dengan ekstrak air Ekstrak etanol kulit buah manggis juga mempunyai aktivitas

antioksidan yang signifikan sebagai penghambat pembentukan radikal DPPH

(Chomnawang et al 2007)

Ekstrak kulit buah manggis diketahui memiliki daya antioksidan sangat

kuat hal ini dibuktikan dengan menggunakan fraksi pelarut metanol etanol dan

etil asetat semuanya memiliki daya antioksidan EC50 kurang dari 50 Fraksi

metanol mempunyai nilai EC50 yang paling kecil dibanding dengan kedua

fraksi lainnya masing-masing 800 mgL 926 mgL dan 2948 mgL ini berarti

fraksi metanol mempunyai aktivitas antioksidan yang lebih besar dibandingan

dengan fraksi etanol dan etil asetat (Mardawati et al 2011) Hal ini didukung

oleh Li dan Xu (2015) yang menyatakan ekstrak metanol kulit buah manggis

mempunyai aktivitas antioksidan yang kuat karena kandungan polifenolnya sangat

tinggi

Senyawa fenol banyak ditemukan pada berbagai tanaman Senyawa ini

telah dieksploitasi secara intensif karena selain berfungsi sebagai antioksidan juga

memiliki berbagai fungsi biologi seperti anti mutagenik dan anti karsinogenik

Antioksidan alami yang terdapat dalam tanaman akan meredam radikal bebas

yang berbahaya dari tubuh Senyawa-senyawa polifenol dari tanaman seperti

flavonoid digambarkan sebagai peredam SOR Ekstrak kulit buah manggis dapat

mengurangi produksi SOR intrasel secara signifikan yang ditentukan dengan 27-

dichlorofluorescein diacetate (DCFH-DA) dalam SKBR3 saluran sel

(Moongkarndi et al 2004) Aktivitas radikal hidroksil (HO-) diperangkap oleh

58

xanthone yang diisolasi dari beberapa ekstrak kulit buah manggis (Chin et al

2008) Xanthone dapat diklasifikasikan ke dalam lima kelompok yaitu

oxygenated xanthone xanthone glycoside prenylated xanthone xanthonolignoid

dan miscellaneous xanthone Saat ini sekitar 1000 xanthone berbeda telah

diketahui (Chaverri et al 2008)

Kulit buah manggis mengandung 90 xanthone terutama α dan β

mangostin yang disebut panaxanthone dapat memulihkan sistem pertahanan

antioksidan endogen seperti aktivitas SOD GPx dan kadar GSH secara invitro

dan in vivo memecah langsung SOR untuk mengurangi penipisan GSH dan

meghambat peroksidasi lipid Efek protektif α mangostin diduga terhadap stress

oksidatif dimediasi melalui jalur Nrf2 (Jung et al 2006) Ekstrak kulit buah

manggis dapat menurunkan MDA meningkatkan SOD dan GPx pada tikus yang

mengalami peningkatan MDA serta penurunan SOD dan GPx karena perlakuan

latihan (Arsana 2013) Hal yang sama didapatkan oleh Sudjarwo dan

Koerniasari (2015) bahwa pemberian ekstrak kulit buah manggis dapat

meningkatkan aktivitas GPx dan SOD ginjal tikus yang menurun karena diberi

perlakuan logam berat timbal mungkin disebabkan oleh kemampuan ekstrak

kulit buah manggis mengurangi akumulasi radikal bebas

Skrining fitokimia ekstrak kulit manggis juga menunjukkan bahwa kulit

buah manggis mengandung senyawa metabolit sekunder berupa golongan alkaloid

saponin tanin polifenol dan flavonoid (Poeloengan dan Praptiwi 2010)

Saponin merupakan zat aktif yang dapat meningkatkan permeabilitas membran

sehingga terjadi hemolisis sel Apabila saponin berinteraksi dengan sel bakteri

59

maka bakteri tersebut akan rusak atau lisis sedangkan flavonoid merupakan

kelompok senyawa fenol yang mempunyai kecenderungan untuk mengikat

protein sehingga mengganggu proses metabolisme bakteri tersebu Senyawa-

senyawa fenolik dapat bereaksi dengan senyawa oksigen reaktif disebabkan

oleh satu atau dua gugus hidroksil pada cincin aromatik dapat berperan sebagai

donor hidrogen (Dungir et al 2012)

Tanin dalam konsentrasi rendah mampu menghambat pertumbuhan

bakteri sedangkan pada konsentrasi tinggi mampu bertindak sebagai antibakteri

dengan cara menggumpalkan protoplasma bakteri sehingga terbentuk ikatan yang

stabil dengan protein bakteri Selain itu pada saluran pencernaan tanin mampu

mengeliminasi toksin (Poeloengan dan Praptiwi 2010)

Flavonoid merupakan golongan senyawa yang mempunyai kemampuan

sebagai antioksidan Flavonoid juga berperan mengaktifkan enzim kunci dalam

respirasi mitokondria dan melindungi sel neuron sehingga mencegah stres

oksidatif dan kerusakan jaringan Asupan flavonoid berperan sebagai

neuroprotektif berpotensi melindungi neuron dari neurotoksin meningkatkan

fungsi memori pembelajaran dan kognitif (Spencer 2009)

Uji daya antioksidan ekstrak kulit manggis buah dilakukan oleh Lin et al

(2014) menggunakan DPPH Radikal bebas DPPH (DPPHbull) mungkin akan

ditangkap oleh antioksidan dengan memberikan atom hidrogen (Hbull) membentuk

molekul stabil DPPH-H mekanismenya seperti tampak pada Gambar 212

Gambar ini menunjukkan reaksi antara γ-mangostin dengan DPPH akan

menghasilkan senyawa yang stabil sehingga tidak akan terjadi reaksi rantai yang

60

akan menghasilkan radikal-radikal lain yang lebih reaktif Dalam molekul γ-

mangostin gugus ortho-dihidroksil menjadi homolysis menghasilkan radikal

hidrogen (Hmiddot) dan radikal γ-mangostinmiddot (I) Hmiddot kemudian bergabung dengan

DPPHmiddot membentuk molekul DPPH-H dan radikal γ-mangostin menjadi (II)

yang selanjutnya dapat menghasilkan radikal hidrogen (Hmiddot) melebihi yang

diperlukan oleh radikal DPPH (DPPHmiddot) untuk membentuk quinone (III) Hasil ini

mengindikasikan bahwa ekstrak kulit buah manggis sebagai sumber antioksidan

yang baik dengan cara mendonasikan elektron kepada radikal bebas untuk

membentuk produk stabil sehingga tidak menimbulkan reaksi berantai

Gambar 212

Reaksi γ mangostin dengan DPPH sebagai radikal bebas

Lin et al (2014)

61

62

63

Page 37: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pestisida...pestisida menginduksi produksi serotonin dan histamin, sebagai hormon yang memicu reaksi alergi dan dapat menimbulkan senyawa baru yang lebih

45

dalam otak otot testis dan lensa mata GPx yang rendah berkorelasi dengan

gangguan yang berhubungan dengan radikal bebas (Judge et al 2005) Jika

antioksidan endogen gagal mengatasi produksi metabolit reaktif maka

antioksidan eksogen akan diperlukan untuk menyeimbangkan status redoks

(Noori 2012) Sumber makanan termasuk tanaman rempah-rempah vitamin dan

ekstrak herbal memainkan peran penting dalam hal ini

262 Antioksidan non enzimatis

Antioksidan non enzimatis disebut juga antioksidan sekunder atau

antioksidan eksogen (diperoleh dari luar) digolongkan menjadi dua golongan

yaitu yang larut dalam lemak seperti tokoferol karotenoid flavoniod quinon dan

bilirubin serta yang larut dalam air seperti asam askorbat asam urat protein

pengikat logam dan protein pengikat heme (Winarsi 2007) Antioksidan ini dapat

berupa bahan-bahan alami dan juga sintetis Antioksidan alami seperti vitamin

adalah campuran redoks yang seimbang dengan bentuk tereduksi dan teroksidasi

dan sebaliknya untuk antioksidan sintetis merupakan redoks yang tidak seimbang

bahkan menghasilkan radikal bebas yang pada beberapa kasus berbahaya (Rani

etal 2004)

Vitamin C merupakan antioksidan yang sangat penting dalam cairan

ekstra sel karena dapat menyerang radikal-radikal yang larut dalam darah dan

melindungi lemak plasma dari perusakan peroksidasi oleh radikal-radikal peroksil

Peran utama vitamin C adalah menetralisir radikal bebas yang ada di dalam dan

di luar sel Vitamin C merupakan sumber elektron pendonor bagi radikal bebas

(Nisar et al 2013) Vitamin C berperan positip dalam proses detoksifikasi

46

yang sangat diperlukan untuk sintesis kolagen dan pertumbuhan serta

pemeliharaan jaringan epitel Peranan vitamin C sebagai pembawa hidrogen yang

merupakan siklus esensial dalam metabolisme protein dan karbohidrat yang

berfungsi memelihara kekuatan pembuluh darah Vitamin C sangat penting untuk

melawan radikal bebas dalam cairan ekstra sel dan melindungi biomembran dari

peroksidasi Pemberian air kelapa dapat meningkatkan aktivitas GPx SOD dan

CAT pada pekerja terpapar merkuri karena air kelapa mengandung vitamin C

B1 B6 asam-asam amino metionin selenium dan mineral berfungsi melindungi

sel tubuh dari serangan radikal bebas dan mencegah efek paparan merkuri

(Zulaikhah et al 2013) Defisiensi antioksidan yang berupa vitamin C vitamin

E Se Zn dan glutation dalam derajat ringan hingga berat sangat berpengaruh

terhadap respon imun

Komponen kimia yang berperan sebagai antioksidan adalah senyawa

golongan fenolik dan polifenolik yang memiliki kemampuan untuk menangkap

radikal bebas Flavonoid merupakan golongan terbesar dari senyawa polifenol

yang sangat efektif digunakan sebagai antioksidan Senyawa-senyawa ini banyak

terdapat di alam terutama pada tumbuh-tumbuhan seperti teh buah-buahan

sayuran dan anggur (Ramle et al 2008)

Aktivitas antioksidan dari berbagai tanaman erat hubungannya dengan

kandungan fenolnya ada indikasi substansi fenol seperti flavonoid dan asam-

asam fenolat berpotensi lebih besar sebagai antioksidan dibandingkan dengan

vitamin C dan vitamin E Aktivitas antioksidan flavonoid tergantung pada

struktur molekulnya terutama gugus prenil (CH3)2C=CH-CH2 Department of

47

Environmental and Molecular Toxicology Oregon State University dalam

penelitiannya mendapatkan bahwa gugus prenil flavonoid dikembangkan untuk

pencegahan atau terapi terhadap penyakit-penyakit yang dihubungkan dengan

radikal bebas

Asupan antioksidan diperlukan untuk membantu mengembalikan

ketidakseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan endogen serta

mengurangi kerusakan oksidatif dalam tubuh Salah satu terapi antioksidan yang

digunakan adalah ekstrak kulit buah manggis (Garcinia mangostana L) Kulit

buah manggis memiliki kandungan xanthone yang tinggi sehingga memiliki

kemampuan untuk menangkap radikal bebas Gugus hidroksil (OH) yang dimiliki

oleh xanthone efektif mengikat radikal bebas dengan elektron yang tidak memiliki

pasangan Antioksidan ini bekerja dengan cara memotong reaksi oksidasi berantai

dari radikal bebas atau dengan cara menangkapnya sehingga radikal bebas tidak

akan bereaksi dengan komponen seluler dan kerusakan sel dapat dihindari

Makanan yang kaya antioksidan memegang peran dalam mencegah

penyakit-penyakit kanker dan penyakit penurunan fungsi otak Antioksidan dapat

mengurangi resiko penyakit kronis dan mencegah berbagai penyakit baik dengan

cara meningkatkan pertahanan antioksidan dalam tubuh atau dengan cara

mengkonsumsi makanan yang kaya antioksidan Mengkonsumsi antioksidan yang

ada dalam makanan sehari-hari dapat memberi perlindungan terhadap stres

oksidatif Hundekari et al (2013) mendapatkan perlakuan antioksidan dengan

dosis yang sesuai dapat menurunkan kerusakan oksidatif sehingga efektif untuk

memperbaiki kasus keracunan akut OPs

48

27 Manggis

271 Tumbuhan manggis

Tumbuhan manggis (Garcinia mangostana L) berasal dari Asia Tenggara

dan merupakan tumbuhan fungsional karena hampir semua bagian dari tumbuhan

ini dapat dimanfaatkan sebagai obat Manggis termasuk dalam family Guttiferae

dan merupakan species terbaik dari genus Garcia Buah manggis sering dijuluki

Queen of tropical fruit karena mempunyai rasa enak daging buah putih halus

bentuk buah bagus dan disukai banyak orang (Chaverri et al 2008) Manggis

sering disebut mangostin atau kadang-kadang disebut buah super dengan berbagai

karakteristik seperti rasa aroma kaya nutrisi dan daya antioksidan yang tinggi

Buah manggis (Garcinia mangostana L) merupakan buah yang eksotik

karena memiliki warna yang menarik dan kandungan gizi yang tinggi sehingga

buah manggis memiliki prospek yang cukup baik untuk dikembangkan

(Mardawati et al 2011) Tingkatan taksonomi tanaman manggis adalah sebagai

berikut (Prihatman 2000)

- Kingdom Plantae

- Divisi Spermathophyta (Tumbuhan berbiji)

- Sub Divisi Angiospermae (Berbiji tertutup)

- Kelas Dicotyledonae (Biji berkeping dua)

49

- Ordo Theales

- Famili GuttiferaeClusiaceae

- Genus Garcinia

- Spesies Garcinia mangostana L

Selain sebagai buah yang eksotik manggis juga mengandung berbagai senyawa

yang bermanfaat bagi tubuh seperti triterpenoid mangostin tannin resin

kalsium zat besi dan vitamin B1 Potensi manggis tidak hanya terbatas pada

buahnya saja tetapi juga hampir seluruh bagian tumbuhan manggis menyimpan

potensi yang sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia

Kulit buah manggis mengandung beberapa senyawa yang memiliki

aktivitas farmakologi seperti antiinflamasi antihistamin antibakteri anti penyakit

jantung antijamur bahkan untuk terapi HIV (Chaveri et al 2008) Senyawa

utama kandungan kulit buah manggis yang dilaporkan bertanggung jawab atas

beberapa aktivitas farmakologi adalah golongan xanthone yang meliputi

mangostin mangosterol mangostinon A dan B trapezifolixanthone tovophyllin

B dan beta mangostin garcinon B mangostanol flavonoid epikatekin dan

gartanin136-trihidoksi-7-metoksi-28-bis(3-metil-2-butenil)-9H-xanten-9-on(alfa

mangostin) dan 1367-tetrahidroksi-28-bis (3-metil-2-butenil)-9H-xanten-9-on

(gamma mangostin) yang sangat bermanfaat untuk kesehatan (Qosim 2007)

Kandungan antioksidan manggis banyak terdapat pada kulit buahnya

dikenal sebagai antioksidan yang efektif karena mengandung senyawa biologi

xanthones walaupun dapat juga ditemukan dalam semua bagian manggis baik

pada buah kulit buah kulit kayu maupun daunnya Senyawa xanthone hanya

50

dihasilkan oleh genus garcinia Xanthone memiliki struktur kimia yang unik

terdiri dari sistem aromatik trisiklik (C6-C3-C6) dengan kelompok isoprena

metoksil dan hidroksil terletak pada cincin A dan B sehingga senyawa xanthone

beragam Struktur umum xanthone dapat dilihat pada Gambar 210

Gambar 210

Struktur umum senyawa xanthone (Chaverri et al 2008)

Xanthone termasuk golongan senyawa flavonoid Senyawa ini memiliki

dua cincin benzene dan satu cincin piran Inti xanthone dikenal sebagai 9-

xanthenone atau dibenzo-c-pyrone Xanthone dapat diklasifikasikan ke dalam lima

kelompok yaitu oxygenated xanthone xanthone glycoside prenylated xanthone

xanthonolignoid dan miscellaneous xanthone Menurut Chaverri et al (2008)

terdapat 200 lebih xanthone yang tersedia di alam ini dan 50 diantaranya

terkandung dalam kulit buah manggis

Xanthone memiliki rumus molekul C13H8O2 sehingga memiliki massa

molar sebesar 196191 gram mol Dalam penamaan menurut IUPAC senyawa ini

diberi nama 9H-xanthen-9-one Uji aktivitas antioksidan kulit buah manggis

dengan menggunakan peroksinitrit sebagai radikal bebas diketahui bahwa 8-

hydroxycudraxanthone G gartanin α-mangostin γ-mangostin dan smeath-

xanthone A merupakan komponen yang memiliki aktivitas antioksidan terbesar

51

(Jung et al 2006) Senyawa xanthone yang banyak terdapat pada kulit manggis

yaitu α - dan γ - mangostin (Obolsky et al 2009)

Struktur kimia beberapa turunan xanthone seperti α mangostin β

mangostin dan γ mangostin dapat dilihat pada pada Gambar 211

(Chaivisuthangkura et al 2008)

α mangostin β mangostin γ mangostin

Gambar 211

Struktur Kimia beberapa derivat xanthone

(Chaivisuthangkura et al 2008)

Senyawa-senyawa xanthone juga mempunyai aktivitas antibakteri

melawan S Aureus strain yang resisten terhadap penicillin dan methicillin

aktivitas antifungi melawan F Oxiforum A Tenuls dan D Oryzae (Chomnawang

2007) Garcinia mangostana dan senyawa-senyawa xanthone α-mangostin

mendorong aktivitas antimikroba melawan P acnes dan S epidermis yang

merupakan agen etiologi kritis pada jerawat (Chomnawang et al 2007)

Senyawa alfa-mangostin sebagai turunan xanthone memiliki kemampuan

dalam menekan pembentukan senyawa karsinogen pada kolon Xanthone juga

52

bermanfaat mencegah pertumbuhan sel kanker dan tumor Kemampuan

antioksidannya bahkan melebihi vitamin C dan E yang selama ini dikenal sebagai

antioksidan yang paling efektif (Ummi dan Any 2014) Hasil penelitian Kosem

et al (2007) mendapatkan ekstrak metanol kulit buah manggis mengandung α

mangostin sebesar 2519 g100 g ekstrak

Moongkandi et al (2004) menyatakan kulit buah manggis bermanfaat

penting bagi kesehatan karena kaya akan antioksidan seperti xanthone dan

antosianin Antosianin merupakan salah satu antioksidan kuat yang mampu

mencegah berbagai kerusakan akibat stress oksidatif sehingga mampu melindungi

sel dari radikal bebas Penelitian lain juga mendapatkan bahwa xanthone dari

manggis memiliki aktivitas antioksidan antitumor antiinflamasi antialergi

antifungi dan antibakteri (Suksamrarn et al 2006 dan Chaverri et al 2008)

Garcinia mangostana memiliki aktivitas antioksidan yang signifikan pada

IC50 sebesar 613 μgml juga efektif dalam scavenging radikal bebas dan bisa

mengurangi produksi cytokine sebagai suatu proinflamasi Senyawa xanthone

pada kulit buah manggis merupakan antioksidan tingkat tinggi karena kandungan

antioksidannya 667 kali dari wortel dan 83 kali jeruk (Qosim 2007)

Antioksidan yang terkandung dalam kulit buah manggis didominasi oleh

senyawa fenol yaitu xanthone Kadar xanthone dalam manggis berbeda-beda

tergantung pada kualitas buah yang terbesar didapatkan pada buah dengan kulit

burik atau kasar yakni sebesar 23544 μgg ekstrak sedangkan pada buah besar

dengan kulit mulus mengandung kadar xanthone sebesar 18502 μgg ekstrak

buah kecil sebesar 20434 μgg dan buah dengan kulit mengandung getah kuning

53

15289 μgg ekstrak Xanthone dalam kulit buah yang mengandung getah kuning

berperan dalam mekanisme pertahanan mencegah terjadinya stres akibat serangan

hama atau kerusakan fisik (Arsana 2014)

Xanthone sebagai antioksidan akan memutus rantai reaksi oksidasi radikal

bebas untuk mencegah reaksi oksidasi dengan reaksi reduksi yang melibatkan

hidrogen Keterlibatan hidrogen dalam reaksi-reaksi reduksi dapat menghambat

reaksi oksidasi antara radikal bebas dengan oksigen Kadar Oxygen Radical

Absorbance Capacity (ORAC) dari xanthone mencapai 17000-20000 ORAC per

100 ons kulit manggis lebih besar dari wortel dan jeruk yang kadar ORAC-nya

hanya 300 dan 2400 (Fanany 2013) Manfaat yang demikian besar menyebabkan

xanthone sangat dibutuhkan dalam tubuh sebagai penyeimbang prooksidan

Prenilasi xanthone juga mempunyai efek penghambat terhadap M Tuberculosis

Alfa-mangostin yang merupakan derivat xanthone didapatkan mempunyai potensi

sebagai antimikroba (Suksamrarn et al 2006) Selain itu kulit buah manggis

juga mengandung beberapa senyawa lain seperti yang tertera pada Tabel 23

Tabel 23

Komposisi Tepung Kulit Buah Manggis

Sumber Shahidi 1997 dalam Ummi dan Any 2014

No Komponen Kadar ( bk)

1

Air 900

2 Abu 258

3 Gula 692

4 Protein 269

5 Serat Kasar 3005

6 Lainnya (Tanin lemak dll) 4876

54

272 Ekstrak kulit buah manggis

Ekstrak kulit buah manggis mengandung berbagai senyawa yang diduga

bekerja sebagai antioksidan dengan cara mendonorkan elektronnya kepada radikal

bebas sehingga mencegah terjadinya peroksidasi lipid baik pada tahap inisiasi

propagasi maupun pada tahap terminasi (Middleton et al 2000) Senyawa-

seyawa ini bekerja sebagai sinyal yang akan mengaktivasi nuclear factor

erythroid 2- related factor 2 (Nrf2) yang terikat pada Kelch-like ECH-associated

protein-1 (Keap1) dalam sitoplasma sehingga mengalami disosiasi dan translokasi

menuju nukleus Dalam nukleus Nrf2 berasosiasi pada bagian promoter gen yang

disebut Antioxidant Respone Element (ARE) sehingga memicu ekspresi gen

penyandi antioksidan Senyawa yang terkandung dalam ekstrak kulit buah

manggis disamping bekerja sebagai antioksidan dengan cara mendonorkan

elektronnya kepada radikal bebas juga dapat menstimulasi ekspresi gen penyandi

antioksidan melalui aktivasi Nrf2 Salah satu stimulan tersebut adalah golongan

fenol (Inoue 2001) Ekstrak kulit buah manggis dapat mengatur aktivitas catalase

dalam aktivitasnya sebagai scavenger H2O2 atau mengatur gen Nrf-2 (Bartz et

al 2010) Hal ini sesuai dengan yang didapatkan dalam penelitian

Weecharangsan et al (2006) aktivitas ekstrak air dan ekstrak etanol kulit buah

manggis berperan sebagai scavenger H2O2

Skrining fitokimia dilakukan untuk memberikan gambaran tentang

golongan senyawa yang terkandung dalam ekstrak etanol kulit buah manggis

Hasil uji skrining fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak etanol kulit buah

manggis mengandung senyawa golongan alkaloid triterpenoid saponin

55

flavonoid tannin dan polifenol (Kristianti et al 2008) Polifenol adalah senyawa

fenolik yang memiliki lebih dari satu gugus hidroksil (OH) golongan senyawa ini

terdapat pada berbagai jenis tumbuhan yang mempunyai berbagai macam aktivitas

biologi salah satunya adalah aktivitas antioksidan (Scalbert et al 2005)

Polifenol banyak ditemukan dalam buah-buahan sayuran dan biji-bijian

yang merupakan sumber antioksidan alami Senyawa polifenol terdiri dari

beberapa subkelas yakni flavonol isoflavon (dalam kedelai) flavanon

antosianidin katekin dan biflavan Semua polifenol mampu menjadi perangkap

oksigen dan radikal alkil dengan memberikan donor elektron sehingga terbentuk

radikal fenoksil yang relatif stabil (Mokgope 2006) Senyawa-senyawa polifenol

alami secara langsung sebagai scavenger SOR dan secara tak langsung melindungi

aktivitas beberapa enzim sehingga berpotensi meningkatkan antioksidan endogen

(Masella et al 2005) Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Martin et al

(2010) yang mendapatkan CPE (cocoa polyphenolic extrac) yang mengandung

senyawa-senyawa flavonoid seperti katecin epikatecin dan prosianidin

meningkatkan aktivitas GPx dan glutation reduktase (GR) Senyawa-senyawa ini

mereduksi produksi SOR dan mengatur aktivitas antioksidan enzim Peningkatan

aktivitas enzim antioksidan dapat digunakan sebagai terapi penyakit-penyakit

yang disebabkan oleh stress oksidatif

Senyawa fenol sebagai antioksidan tergantung dari beberapa faktor seperti

ikatan gugus hidroksil pada cincin aromatik posisi ikatan posisi hidroksil bolak

balik pada cincin aromatik dan kemampuannya dalam memberi donor hidrogen

atau donor elektron serta kemampuannya dalam memerangkap radikal bebas (free

56

radical scavengers) Palakawong et al (2010) mendapatkan daya antioksidan

ekstrak kulit buah manggis sebesar 594 microgml yang dianalisis dengan metode

DPPH Ekstrak kulit manggis mengandung total fenol yang cukup tinggi yaitu

sebesar 4112 mgg dengan aktivitas antioksidannya sebesar 8442 (Dyahnugra

et al 2015) Ekstrak etanol kulit buah manggis menunjukkan aktivitas yang

signifikan dalam menghambat pembentukan 50 radikal menghambat radikal

superoxide (O2-) mereduksi produksi ROS dan dapat menangkap radikal

hidroksil (OH-) (Chomnawang et al 2007)

Senyawa flavonoid adalah senyawa-senyawa polifenol yang memiliki 15

atom karbon (C6-C3-C6) terdiri dari dua cincin benzena yang dihubungkan

menjadi satu oleh rantai linier yang terdiri dari tiga atom karbon Flavonoid

dalam ekstrak kulit buah manggis berperan membasmi radikal bebas dengan

berbagai cara misalnya dengan menghambat enzim yang bertanggung jawab

memproduksi anion superoksida yaitu xantin oksidase ada juga dengan

menyumbangkan elektronnya ke radikal superoksida atau radikal lipid agar stabil

(Smith et al 2005)

Ekstrak kulit buah manggis baik dengan pelarut air etanol 50 etanol

95 dan etil asetat menunjukan aktivitas antioksidan dan neuroprotektif

(Weecharangsan et al 2006) Kapasitas antioksidan ekstrak air dan etanol 50

diuji dengan metoda DPPH didapatkan masing-msing sebesar 3498 dan 3076

Kapasitas antioksidan ekstrak ini sudah dicobakan pada sel neuroblastoma

(NG108-15) yang terpapar hidrogen peroksida (H2O2) kedua ekstrak ini

memperlihatkan aktivitas neuroprotektif dengan konsentrasi 50 lgmL Aktivitas

57

neuroprotektif ekstrak etanol 50 kulit buah manggis lebih tinggi dibandingkan

dengan ekstrak air Ekstrak etanol kulit buah manggis juga mempunyai aktivitas

antioksidan yang signifikan sebagai penghambat pembentukan radikal DPPH

(Chomnawang et al 2007)

Ekstrak kulit buah manggis diketahui memiliki daya antioksidan sangat

kuat hal ini dibuktikan dengan menggunakan fraksi pelarut metanol etanol dan

etil asetat semuanya memiliki daya antioksidan EC50 kurang dari 50 Fraksi

metanol mempunyai nilai EC50 yang paling kecil dibanding dengan kedua

fraksi lainnya masing-masing 800 mgL 926 mgL dan 2948 mgL ini berarti

fraksi metanol mempunyai aktivitas antioksidan yang lebih besar dibandingan

dengan fraksi etanol dan etil asetat (Mardawati et al 2011) Hal ini didukung

oleh Li dan Xu (2015) yang menyatakan ekstrak metanol kulit buah manggis

mempunyai aktivitas antioksidan yang kuat karena kandungan polifenolnya sangat

tinggi

Senyawa fenol banyak ditemukan pada berbagai tanaman Senyawa ini

telah dieksploitasi secara intensif karena selain berfungsi sebagai antioksidan juga

memiliki berbagai fungsi biologi seperti anti mutagenik dan anti karsinogenik

Antioksidan alami yang terdapat dalam tanaman akan meredam radikal bebas

yang berbahaya dari tubuh Senyawa-senyawa polifenol dari tanaman seperti

flavonoid digambarkan sebagai peredam SOR Ekstrak kulit buah manggis dapat

mengurangi produksi SOR intrasel secara signifikan yang ditentukan dengan 27-

dichlorofluorescein diacetate (DCFH-DA) dalam SKBR3 saluran sel

(Moongkarndi et al 2004) Aktivitas radikal hidroksil (HO-) diperangkap oleh

58

xanthone yang diisolasi dari beberapa ekstrak kulit buah manggis (Chin et al

2008) Xanthone dapat diklasifikasikan ke dalam lima kelompok yaitu

oxygenated xanthone xanthone glycoside prenylated xanthone xanthonolignoid

dan miscellaneous xanthone Saat ini sekitar 1000 xanthone berbeda telah

diketahui (Chaverri et al 2008)

Kulit buah manggis mengandung 90 xanthone terutama α dan β

mangostin yang disebut panaxanthone dapat memulihkan sistem pertahanan

antioksidan endogen seperti aktivitas SOD GPx dan kadar GSH secara invitro

dan in vivo memecah langsung SOR untuk mengurangi penipisan GSH dan

meghambat peroksidasi lipid Efek protektif α mangostin diduga terhadap stress

oksidatif dimediasi melalui jalur Nrf2 (Jung et al 2006) Ekstrak kulit buah

manggis dapat menurunkan MDA meningkatkan SOD dan GPx pada tikus yang

mengalami peningkatan MDA serta penurunan SOD dan GPx karena perlakuan

latihan (Arsana 2013) Hal yang sama didapatkan oleh Sudjarwo dan

Koerniasari (2015) bahwa pemberian ekstrak kulit buah manggis dapat

meningkatkan aktivitas GPx dan SOD ginjal tikus yang menurun karena diberi

perlakuan logam berat timbal mungkin disebabkan oleh kemampuan ekstrak

kulit buah manggis mengurangi akumulasi radikal bebas

Skrining fitokimia ekstrak kulit manggis juga menunjukkan bahwa kulit

buah manggis mengandung senyawa metabolit sekunder berupa golongan alkaloid

saponin tanin polifenol dan flavonoid (Poeloengan dan Praptiwi 2010)

Saponin merupakan zat aktif yang dapat meningkatkan permeabilitas membran

sehingga terjadi hemolisis sel Apabila saponin berinteraksi dengan sel bakteri

59

maka bakteri tersebut akan rusak atau lisis sedangkan flavonoid merupakan

kelompok senyawa fenol yang mempunyai kecenderungan untuk mengikat

protein sehingga mengganggu proses metabolisme bakteri tersebu Senyawa-

senyawa fenolik dapat bereaksi dengan senyawa oksigen reaktif disebabkan

oleh satu atau dua gugus hidroksil pada cincin aromatik dapat berperan sebagai

donor hidrogen (Dungir et al 2012)

Tanin dalam konsentrasi rendah mampu menghambat pertumbuhan

bakteri sedangkan pada konsentrasi tinggi mampu bertindak sebagai antibakteri

dengan cara menggumpalkan protoplasma bakteri sehingga terbentuk ikatan yang

stabil dengan protein bakteri Selain itu pada saluran pencernaan tanin mampu

mengeliminasi toksin (Poeloengan dan Praptiwi 2010)

Flavonoid merupakan golongan senyawa yang mempunyai kemampuan

sebagai antioksidan Flavonoid juga berperan mengaktifkan enzim kunci dalam

respirasi mitokondria dan melindungi sel neuron sehingga mencegah stres

oksidatif dan kerusakan jaringan Asupan flavonoid berperan sebagai

neuroprotektif berpotensi melindungi neuron dari neurotoksin meningkatkan

fungsi memori pembelajaran dan kognitif (Spencer 2009)

Uji daya antioksidan ekstrak kulit manggis buah dilakukan oleh Lin et al

(2014) menggunakan DPPH Radikal bebas DPPH (DPPHbull) mungkin akan

ditangkap oleh antioksidan dengan memberikan atom hidrogen (Hbull) membentuk

molekul stabil DPPH-H mekanismenya seperti tampak pada Gambar 212

Gambar ini menunjukkan reaksi antara γ-mangostin dengan DPPH akan

menghasilkan senyawa yang stabil sehingga tidak akan terjadi reaksi rantai yang

60

akan menghasilkan radikal-radikal lain yang lebih reaktif Dalam molekul γ-

mangostin gugus ortho-dihidroksil menjadi homolysis menghasilkan radikal

hidrogen (Hmiddot) dan radikal γ-mangostinmiddot (I) Hmiddot kemudian bergabung dengan

DPPHmiddot membentuk molekul DPPH-H dan radikal γ-mangostin menjadi (II)

yang selanjutnya dapat menghasilkan radikal hidrogen (Hmiddot) melebihi yang

diperlukan oleh radikal DPPH (DPPHmiddot) untuk membentuk quinone (III) Hasil ini

mengindikasikan bahwa ekstrak kulit buah manggis sebagai sumber antioksidan

yang baik dengan cara mendonasikan elektron kepada radikal bebas untuk

membentuk produk stabil sehingga tidak menimbulkan reaksi berantai

Gambar 212

Reaksi γ mangostin dengan DPPH sebagai radikal bebas

Lin et al (2014)

61

62

63

Page 38: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pestisida...pestisida menginduksi produksi serotonin dan histamin, sebagai hormon yang memicu reaksi alergi dan dapat menimbulkan senyawa baru yang lebih
Page 39: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pestisida...pestisida menginduksi produksi serotonin dan histamin, sebagai hormon yang memicu reaksi alergi dan dapat menimbulkan senyawa baru yang lebih
Page 40: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pestisida...pestisida menginduksi produksi serotonin dan histamin, sebagai hormon yang memicu reaksi alergi dan dapat menimbulkan senyawa baru yang lebih
Page 41: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pestisida...pestisida menginduksi produksi serotonin dan histamin, sebagai hormon yang memicu reaksi alergi dan dapat menimbulkan senyawa baru yang lebih
Page 42: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pestisida...pestisida menginduksi produksi serotonin dan histamin, sebagai hormon yang memicu reaksi alergi dan dapat menimbulkan senyawa baru yang lebih
Page 43: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pestisida...pestisida menginduksi produksi serotonin dan histamin, sebagai hormon yang memicu reaksi alergi dan dapat menimbulkan senyawa baru yang lebih
Page 44: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pestisida...pestisida menginduksi produksi serotonin dan histamin, sebagai hormon yang memicu reaksi alergi dan dapat menimbulkan senyawa baru yang lebih
Page 45: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pestisida...pestisida menginduksi produksi serotonin dan histamin, sebagai hormon yang memicu reaksi alergi dan dapat menimbulkan senyawa baru yang lebih
Page 46: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pestisida...pestisida menginduksi produksi serotonin dan histamin, sebagai hormon yang memicu reaksi alergi dan dapat menimbulkan senyawa baru yang lebih
Page 47: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pestisida...pestisida menginduksi produksi serotonin dan histamin, sebagai hormon yang memicu reaksi alergi dan dapat menimbulkan senyawa baru yang lebih
Page 48: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pestisida...pestisida menginduksi produksi serotonin dan histamin, sebagai hormon yang memicu reaksi alergi dan dapat menimbulkan senyawa baru yang lebih
Page 49: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pestisida...pestisida menginduksi produksi serotonin dan histamin, sebagai hormon yang memicu reaksi alergi dan dapat menimbulkan senyawa baru yang lebih
Page 50: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pestisida...pestisida menginduksi produksi serotonin dan histamin, sebagai hormon yang memicu reaksi alergi dan dapat menimbulkan senyawa baru yang lebih
Page 51: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pestisida...pestisida menginduksi produksi serotonin dan histamin, sebagai hormon yang memicu reaksi alergi dan dapat menimbulkan senyawa baru yang lebih
Page 52: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pestisida...pestisida menginduksi produksi serotonin dan histamin, sebagai hormon yang memicu reaksi alergi dan dapat menimbulkan senyawa baru yang lebih
Page 53: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pestisida...pestisida menginduksi produksi serotonin dan histamin, sebagai hormon yang memicu reaksi alergi dan dapat menimbulkan senyawa baru yang lebih
Page 54: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pestisida...pestisida menginduksi produksi serotonin dan histamin, sebagai hormon yang memicu reaksi alergi dan dapat menimbulkan senyawa baru yang lebih
Page 55: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pestisida...pestisida menginduksi produksi serotonin dan histamin, sebagai hormon yang memicu reaksi alergi dan dapat menimbulkan senyawa baru yang lebih