BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pengetahuan...

27
11 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pengetahuan Ibu 2.1.1 Pengertian Pengetahuan Pengetahuan adalah hasil pengindraan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indra yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan ebagainya). Dengan sendirinya pada waktu pengindraan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek (Notoatmodjo, 2010 : 27). Dalam hal ini pengetahuan orang tua (ibu) tentang penatalaksanaan diare yang diperoleh melalui penginderaan terhadap objek tertentu. 2.1.2 Tingkatan Pengetahuan Taksonomi Bloom setelah dilakukan revisi oleh Aderson dan Kratwohl (2001), terdapat perbedaan yang tidak banyak pada dimensi Kognitif. Anderson (dalam Widodo, 2006: 140) menguraikan dimensi proses kognitif pada taksonomi Bloom Revisi yang mencakup: a. Mengingat (Remembering) Dapat mengingat kembali pengetahuan yang diperoleh dalam jangka waktu yang lama. Misalnya seorang ibu dapat mengingat kembali pengetahuannya tentang bagaimana perawatan diare pada balita. b. Memahami (Understanding) Membangun makna dari pesan-pesan instruksional, termasuk lisan, tulisan, dan grafik komunikasi, termasuk di dalamnya: meringkas, menyimpulkan,

Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pengetahuan...

11

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Konsep Pengetahuan Ibu

2.1.1 Pengertian Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil pengindraan manusia, atau hasil tahu seseorang

terhadap objek melalui indra yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan

ebagainya). Dengan sendirinya pada waktu pengindraan sampai menghasilkan

pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi

terhadap objek (Notoatmodjo, 2010 : 27). Dalam hal ini pengetahuan orang tua

(ibu) tentang penatalaksanaan diare yang diperoleh melalui penginderaan terhadap

objek tertentu.

2.1.2 Tingkatan Pengetahuan

Taksonomi Bloom setelah dilakukan revisi oleh Aderson dan Kratwohl

(2001), terdapat perbedaan yang tidak banyak pada dimensi Kognitif. Anderson

(dalam Widodo, 2006: 140) menguraikan dimensi proses kognitif pada taksonomi

Bloom Revisi yang mencakup:

a. Mengingat (Remembering)

Dapat mengingat kembali pengetahuan yang diperoleh dalam jangka

waktu yang lama. Misalnya seorang ibu dapat mengingat kembali pengetahuannya

tentang bagaimana perawatan diare pada balita.

b. Memahami (Understanding)

Membangun makna dari pesan-pesan instruksional, termasuk lisan, tulisan,

dan grafik komunikasi, termasuk di dalamnya: meringkas, menyimpulkan,

12

mengklasifikasi, membandingkan, menjelaskan, mencontohkan. Misalnya seorang

ibu yang mempunyai balita diare dapat menyimpulkan dan menjelaskan tentang

apa dan bagaimana sebaiknya tindakan yang tepat untuk dilakukan pada anak

yang diare.

c. Menerapkan (Apply)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan atau

mengaplikasikan materi yang dipelajari pada situasi dan kondisi yang sebenarnya.

Misalnya seorang ibu yang telah paham tentang tata laksana diare pada balita

maka dia dapat mengaplikasikannya pada saat anaknya mengalami diare.

d. Menganalisis (Analysze)

Kemampuan seseorang untuk merinci atau menguraikan suatu bahan atau

keadaan menurut bagian-bagian yang lebih kecil dan mampu memahami

hubungan diantara bagian-bagian yang satu dengan yang lainnya. Contoh :

seorang ibu dapat membedakan antara diare tanpa dehidrasi, diare dehidrasi

ringan/sedang, diare dehidrasi berat, dan sebagainya.

e. Mengevaluasi ( Evaluating)

Kemampuan seseorang untuk membuat pertimbangan terhadap situasi,

nilai atau ide atau mampu melakukan penilaian berdasarkan kriteria dan standar.

Misalnya : seorang ibu dapat menilai seorang anak menderita diare atau tidak, dan

sebagainya.

f. Menciptakan (Creating)

Kemampuan menyusun unsur-unsur untuk membentuk suatu keseluruhan

koheren atau fungsional, mereorganisasi unsur ke dalam pola atau struktur baru,

13

termasuk didalamnya hipotesa (Generating), perencanaan (Planning), penghasil

(Producing).

2.1.3 Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2007), pengetahuan seseorang dapat dipengaruhi

oleh beberapa faktor yaitu :

1. Pengalaman

Pengalaman dapat diperoleh dari pengalaman sendiri atau orang lain.

Pengalaman yang sudah diperoleh dapat memperluas pengetahuan seseorang.

Pengalaman ibu sebelumnya dalam merawat anaknya yang diare dapat

memperluas pengetahuannya tentang bagaimana penatalaksanaan diare pada anak

yang benar dan tepat.

2. Umur

Makin tua umur seseorang maka proses perkembangan mentalnya

bertambah baik, akan tetapi pada umur tertentu, bertambahnya proses

perkembangan mental ini tidak secepat seperti ketika berumur belasan tahun.

Selain itu, daya ingat seseorang dipengaruhi oleh umur. Dari uraian ini maka

dapat kita simpulkan bahwa bertambahnya umur seseorang dapat berpengaruh

pada pertambahan pengetahuan yang diperolehnya, akan tetapi pada umur-umur

tertentu mengingat atau menjelang usia lanjut kemampuan penerimaan atau

mengingat suatu pengetahuan akan berkurang. Seorang ibu yang berumur 40

tahun pengetahuannya akan berbeda dengan saat dia sudah berumur 60 tahun.

14

3. Tingkat Pendidikan

Pendidikan dapat memperluas wawasan atau pengetahuan seseorang.

Secara umum seseorang yang berpendidikan lebih tinggi akan mempunyai

pengetahuan yang lebih luas dibandingkan dengan seseorang yang tingkat

pendidikannya lebih rendah. Seorang ibu yang berpendidikan tinggi akan

memiliki pengetahuan yang lebih tentang penatalaksanaan diare pada balita

dibandingkan dengan ibu yang tingkat pendidikannya lebih rendah.

4. Sumber Informasi

Meskipun seseorang memiliki pendidikan yang rendah tetapi jika ia

mendapatkan informasi yang baik maka pengetahuan seseorang akan meningkat.

Sumber informasi yang dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang misalnya

radio, televise, majalah, koran dan buku. Walaupun seorang ibu berpendidikan

rendah tetapi jika dia memperoleh informasi tentang penatalaksanaan diare pada

balita secara benar dan tepat maka itu akan menambah pengetahuannya.

5. Penghasilan

Penghasilan tidak berpengaruh langsung terhadap pengetahuan seseorang.

Namun bila seseorang berpenghasilan cukup besar maka dia akan mampu untuk

menyediakan atau membeli fasilitas-fasilitas sumber informasi. Ibu yang

keluarganya berpenghasilan rendah akan sulit mendapatkan fasilitas sumber

informasi. Tetapi apabila berpenghasilan cukup maka dia mampu menyediakan

fasilitas sumber informasi sehingga pengetahuannya akan bertambah.

15

6. Sosial Budaya

Kebudayaan setempat dan kebiasaan dalam keluarga dapat mempengaruhi

pengetahuan, persepsi dan sikap seseorang terhadap sesuatu. Misalnya di daerah

lain seorang ibu mempunyai persepsi lain tentang cara merawat balita diare maka

hal itu akan mempengaruhi pengetahuannya tentang perawatan diare pada balita.

2.1.4 Pengetahuan Ibu Tentang Penatalaksanaan Diare Pada Balita

2.1.4.1 Pengertian Diare

Menurut WHO (1999) secara klinis diare didefinisikan sebagai

bertambahnya defekasi (buang air besar) lebih dari biasanya/lebih dari tiga kali

sehari, disertai dengan perubahan konsistensi tinja (menjadi cair) dengan atau

tanpa darah (Roni, 2010). Sedangkan menurut Depkes RI (2005) diare adalah

suatu penyakit dengan tanda-tanda adanya perubahan bentuk dan konsistensi dari

tinja, yang melembek sampai mencair dan bertambahnya frekuensi buang air

besar biasanya tiga kali atau lebih dalam sehari (Roni, 2010).

Diare disebabkan oleh transportasi air dan elektrolit yang abnormal dalam

usus. Di seluruh dunia terdapat kurang lebih 500 juta anak yang menderita diare

setiap tahunnya, dan 20% dari seluruh kematian pada anak yang hidup di Negara

berkembang berhubungan dengan diare serta dehidrasi. Gangguan diare dapat

melibatkan lambung dan usus (gastroenteritis), usus halus (enteritis), kolon

(colitis), atau kolon dan usus (enterokolitis). Diare biasanya diklasifikasikan

sebagai diare akut dan kronik (Wong, 2009 : 995).

16

2.1.4.2 Etiologi Diare

Menurut Suharyono (2008) Rotavirus merupakan etiologi paling penting

yang menyebabkan diare pada anak dan balita. Infeksi Rotavirus biasanya terdapat

pada anak-anak umur 6 bulan-2 tahun (Silvana, 2010). Infeksi Rotavirus

menyebabkan sebagian besar perawatan Rumah Sakit karena diare berat pada

anak-anak kecil dan merupakan infeksi nosokomial yang signifikan oleh

mikroorganisme pathogen. Salmonella, Shigella dan Campylobacter merupakan

bakteri pathogen yang paling sering diisolasi. Mikroorganisme Giardia lambia

dan Cryptosporidium merupakan parasit yang paling sering menimbulkan diare

infeksi akut (Wong, 2009:999). Kebanyakan mikroorganisme penyebab diare

disebarluaskan lewat jalur fekal-oral melalui makanan, air yang terkontaminasi

atau ditularkan antar manusia dengan kontak yang erat, malabsorbsi, keracunan

makanan, alergi, gangguan motilitas, imunodefisiensi (Wong, 2009:999).

Gangguan penyerapan makanan akibat malabsorbsi karbohidrat, pada bayi dan

anak tersering karena intoleransi laktosa, malabsorbsi lemak dan protein. Faktor

makanan misalnya makanan basi, beracun, atau alergi terhadap makanan.

2.1.4.3 Gejala Klinis

Gejala diare atau mencret adalah tinja yang encer dengan frekuensi empat

kali atau lebih dalam sehari, yang kadang disertai : muntah, badan lesu atau

lemah, panas, tidak nafsu makan, darah dan lendir dalam kotoran, rasa mual dan

muntah-muntah dapat mendahului diare yang disebabkan oleh infeksi virus.

Infeksi bisa secara tiba-tiba menyebabkan diare, tinja berdarah, penurunan nafsu

makan atau kelesuan. Selain itu, dapat pula mengalami sakit perut dan kejang

17

perut serta gejala-gejala lain seperti flu misalnya agak demam, nyeri otot atau

kejang dan sakit kepala. Gejala dehidrasi, yaitu mata cekung, ketegangan kulit

menurun, apatis, bahkan gelisah (Widoyono,2008). Gangguan bakteri dan parasit

kadang-kadang menyebabkan tinja mengandung darah atau demam tinggi

(Amiruddin, 2007).

2.1.4.4 Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Penatalaksanaan Diare

Teori Lawrence Green mencoba menganalisis perilaku manusia dari tingkat

kesehatan. Kesehatan seseorang atau masyrakat dipengaruhi oleh 2 faktor pokok,

yakni faktor perilaku (behavior causes) dan faktor di luar perilaku (non-behaviour

causes). Selanjutnya perilaku itu sendiri dalam hal ini penatalaksanaan diare pada

balita ditentukan atau terbentuk dari 3 faktor :

1. Faktro-faktor predisposisi (predisposing factors) yang terwujud dalam

pengetahuan, sikap, pendidikan, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai, dan

sebagainya.

2. Faktro-faktor pendukung (Enabling factors) yang terwujud dalam keterampilan

orang tua (ibu), fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan, ketersediaan

pelayanan, dan sebagainya.

3. Faktro-faktor pendorong (renforcing factors) yang terwujud dalam sikap dan

perilaku petugas kesehatan atau petugas lain, yang merupakan kelompok

referensi dari perilaku masyarakat.

Seseorang yang tidak tepat dalam penatalaksanaan diare pada balita dapat

disebabkan karena orang tersebut tidak atau belum mengetahui bagaimana cara

yang tepat dan benar dalam melakukan perawatan pada anaknya (predisposing

18

factors). Atau barangkali juga karena rumahnya jauh dari puskesmas tempat untuk

membawa anaknya saat mengalami diare (enabling factors). Sebab lain, mungkin

karena para petugas kesehatan disekitarnya tidak memberikan perawatan yang

baik dan benar pada anaknya (reinforcing factors).

2.1.4.5 Dehidrasi

Menurut Suharyono (2007) kehilangan cairan akibat diare akut

menyebabkan dehidrasi yang dapat bersifat ringan, sedang atau berat. Pada diare

akut, dehidrasi merupakan gejala yang segera terjadi akibat pengeluaran cairan

tinja yang berulang. Dehidrasi terjadi akibat kehilangan air dan elektrolit yang

melebihi pemasukannya (Silvana, 2010).

2.1.4.6 Derajat Dehidrasi

Derajat dehidrasi akibat diare dibedakan menjadi tiga yaitu :

1. Tanpa dehidrasi, biasanya anak merasa normal, tidak rewel, masih bisa

bermain seperti biasa. Umumnya karena diarenya tidak berat, anak masih mau

makan dan minum seperti biasa.

2. Dehidrasi ringan atau sedang, defisit cairan 5-10 % dari berat badan

mengakibatkan dehidrasi sedang. Menyebabkan anak rewel atau gelisah, mata

sedikit cekung, turgor kulit masih kembali dengan cepat jika dicubit.

3. Dehidrasi berat, defisit cairan lebih dari 10% berat badan. Anak apatis,

(kesadaran berkabut), mata cekung, pada cubitan turgor kulit kembali lambat,

napas cepat, anak terlihat lemah. (Widoyono, 2008 :150)

19

Tabel 2.1 Derajat Dehidrasi

Gejala &

Tanda

Keadaan

Umum Mata

Mulut

/Lidah

Rasa

Haus Kulit

%

turun

BB

Estim

asi

def.

cairan

Tanpa

Dehidrasi Baik, Sadar Normal Basah

Minum

Normal,

Tidak

Haus

Dicubit

kembali

cepat

<5 50%

Dehidrasi

Ringan-

Sedang

Gelisah,

Rewel Cekung Kering

Tampak

Kehausan

Kembali

lambat 5-10

50-

100%

Dehidrasi

Berat

Letargi,

Kesadaran

Menurun

Sangat

Cekung

dan

Kering

Sangat

Kering

Sulit,

tidak bisa

minum

Kembali

sangat

lambat

>10 >100

%

World Health Organization 2005. Pocket Book of Hospital Care for Children.

2.1.4.7 Penatalaksanaan/Perawatan Balita Diare

Dalam Suraatmaja (2007) menjelaskan saat ini WHO menganjurkan 4 hal

utama yang efektif dalam menangani anak balita yang menderita diare akut, yaitu

penggantian cairan (rehidrasi), cairan diberikan secara oral untuk mencegah

dehidrasi yang sudah terjadi, pemberian makanan terutama ASI selama diare dan

pada masa penyembuhan diteruskan, tidak menggunakan obat antidiare, serta

petunjuk yang efektif bagi ibu serta pengasuh tentang perawatan anak yang sakit

di rumah, terutama cara membuat dan memberi oralit, tanda-tanda yang dapat

dipakai sebagai pedoman untuk membawa anak kembali berobat serta metode

yang efektif untuk mencegah diare (Silvana, 2010).

Menurut Kemenkes RI 2011 (dalam Tami, 2011) prinsip tatalaksana diare

pada balita adalah Lintas Diare (Lima Langkah Tuntaskan Diare), yang didukung

oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia dengan rekomendasi WHO. Rehidrasi bukan

satu-satunya cara untuk mengatasi diare tetapi mempebaiki kondisi usus serta

20

mempercepat penyembuhan/menghentikan diare dan mencegah anak kekurangan

gizi akibat diare juga menjadi cara untuk mengobati diare. Adapun program

Lintas Diare yaitu :

1. Rehidrasi menggunakan oralit osmolalitas rendah

2. Zinc diberikan selama 10 hari berturut-turut

3. Teruskan pemberian ASI dan makanan

4. Antibiotik selektif

5. Nasihat kepada orang tua/pengasuh.

A. Diare Tanpa Dehidrasi

Bila terdapat dua tanda atau lebih :

i. Keadaan umum baik, sadar

ii. Mata tidak cekung

iii. Minum biasa, tidak haus

iv. Turgor kulit kembali segera

1. Oralit

Menurut Kemenkes RI (2011) untuk mencegah terjadinya dehidrasi dapat

dilakukan mulai dari rumah tangga dengan memberikan oralit dan bila tidak

tersedia berikan cairan rumah tangga seperti air tajin, kuah sayur, air matang.

Oralit merupakan cairan yang terbaik bagi penderita diare untuk mengganti cairan

yang hilang. Bila penderita tidak bisa minum harus segera dibawa ke sarana

kesehatan untuk mendapat pertolongan cairan melalui infus. Pemberian oralit

didasarkan pada derajat dehidrasi (Tami, 2011).

Pemberian oralit :

21

Umur < 1 tahun : 3 jam pertama 1 ½ gelas selanjutnya ½ gelas tiap kali mencret.

Umur 1 – 4 tahun : 3 jam pertama 3 gelas selanjutnya 1 gelas setiap kali mencret.

Umur diatas 5 Tahun : 3 jam pertama 6 gelas, selanjutnya 1 ½ gelas tiap mencret.

Tabel 2.2 Kebutuhan Oralit per Kelompok Umur

Umur Jumlah oralit yang

diberikan tiap BAB

Jumlah oralit yang disediakan di

rumah

< 12 bulan 50-100 ml 400 ml/hari ( 2 bungkus)

1-4 tahun 100-200 ml 600-800 ml/hari ( 3-4 bungkus)

> 5 tahun 200-300 ml 800-1000 ml/hari (4-5 bungkus)

Dewasa 300-400 ml 1200-2800 ml/hari

World Health Organization. Pocket Book of Hospital Care for Children Sumber: Depkes RI,

2006

2. Zinc

Zinc dapat menghambat enzim INOS (Inducible Nitrit Oxide Synthase)

dimana ekskresi enzim ini meningkat selama diare dan mengakibatkan

hipersekresi epitel usus. Pemberian Zinc selama diare terbukti mampu

mengurangi lama dan tingkat keparahan diare, mengurangi frekuensi BAB,

mengurangi volume tinja, serta menurunkan kekambuhan kejadian diare pada 3

bulan berikutnya. Berdasarkan bukti ini semua anak diare harus diberi zinc segera

saat anak mengalami diare.

Dosis pemberian Zinc pada balita :

a. Umur < 6 bulan : ½ tablet (10 mg) per hari selama 10 hari.

b. Umur > 6 bulan : 1 tablet (20 mg) per hari selama 10 hari.

Zinc tetap diberikan selama 10 hari walaupun diare sudah berhenti. Cara

pemberian tablet zinc : Larutkan tablet dalam 1 sendok makan air matang atau

ASI, sesudah larut berikan pada anak diare (Kemenkes RI, 2011).

22

3. Pemberian ASI/Makanan Mencegah Kurang Gizi

Pemberian makanan selama diare bertujuan untuk memberikan gizi pada

penderita terutama pada anak agar tetap kuat dan tumbuh serta mencegah

berkurangnya BB. Anak yang masih minum ASI harus lebih sering diberi ASI.

Anak yang minum susu formula juga diberikan lebih sering dari biasanya. Anak

usia 6 bulan atau lebih termasuk bayi yang telah mendapatkan makanan padat

harus diberikan makanan yang mudah dicerna dan diberikan sedikit lebih sedikit

dan lebih sering. Setelah diare berhenti pemberian makanan ekstra selama 2

minggu untuk membantu pemulihan BB (Kemenkes RI, 2011).

4. Pemberian Antibiotika Hanya Atas Indikasi

Antibiotika tidak boleh digunakan secara rutin karena kecilnya kejadian

diare pada balita yang disebabkan oleh bakteri. Antibiotika hanya bermanfaat

pada penderita diare dengan darah (sebagian besar karena shigellosis), suspek

kolera (Kemenkes RI, 2011).

5. Pemberian Nasihat Kepada Ibu/Pengasuh

Menurut Kemenkes RI (2011), ibu atau pengasuh yang berhubungan erat

dengan balita harus diberi nasehat tentang :

5.1 Cara memberikan cairan dan obat di rumah

5.2 Kapan harus membawa kembali balita ke petugas kesehatan bila :

5.2.1 Diare lebih sering

5.2.2 Muntah berulang

5.2.3 Sangat haus

5.2.4 Makan/minum sedikit

23

5.2.5 Timbul demam

5.2.6 Tinja berdarah

5.2.7 Tidak membaik dalam 3 hari

B. Diare dengan dehidrasi ringan - sedang

Bila terdapat dua tanda atau lebih :

a) Gelisah, rewel

b) Mata cekung

c) Ingin minum terus, ada rasa haus

d) Cubitan kulit perut/turgor kembali lambat

Pada keadaan dehidrasi ringan, rehidrasi dapat dilakukan oleh ibu dengan

menggunakan prinsip penanganan diare di rumah yaitu :

1. Beri cairan tambahan sebanyak anak mau, dengan memberi penjelasan

kepada ibu :

a. ASI lebih sering dan lebih lama pada setiap kali pemberian.

b. Jika anak tidak memperoleh ASI eksklusif beri oralit atau air matang

sebagai tambahan.

c. Jika anak tidak memperoleh ASI eksklusif berikan 1 atau lebih cairan

oralit, larutan gula garam, kuah sayur, air tajin dan air matang.

Ajari ibu mencampur dan memberi oralit dengan memberi 6 bungkus

oralit (200 ml) untuk digunakan di rumah.

24

Katakan pada ibu:

a. Agar meminumkan sedikit demi sedikit tetapi sering dari cangkir.

b. Jika timbul muntah, berikan ASI sesering mungkin tetapi sedikit demi

sedikit. Berikan juga minuman rehidrasi sedikit demi sedikit setiap 5

sampai 10 menit (David Werner dkk, 2010 : 209-210).

c. Lanjutkan pemberian cairan tambahan sampai diare berhenti.

2. Memberikan suplemen zinc dengan dosis sebagai berikut dan berikan

selama 10-14 hari :

Dosis pemberian Zinc pada balita :

Umur < 6 bulan : ½ tablet (10 mg) per hari selama 10 hari

Umur > 6 bulan : 1 tablet (20 mg) per hari selama 10 hari.

3. Lanjutkan pemberian makanan karena nutrisi sangat penting dalam tata

laksana diare .

a) Dalam 4 jam pertama, jangan memberikan makanan kecuali ASI.

Menyusui ASI diberikan setiap selesai diare.

b) Setelah 4 jam, jika anak tetap dehidrasi ringan dan tetap berikan CRO,

berikan makanan setiap 3-4 jam.

c) Setiap anak antara 4-6 bulan seharusnya diberikan sedikit makanan.

d) Anak dianjurkan makan sebanyak 6 kali per hari. Beri makanan yang

sama setelah diare berhenti dan berikan makanan ekstra sehari dalam 2

minggu.

25

e) Jika anak berusia kurang dari 1 bulan, usahakan untuk menemui

petugas kesehatan atau dokter sebelum memberikan obat – obatan

(Davir Werner dkk, 2010 : 209-210).

4. Kapan harus kembali ke Puskesmas

Tabel 2.3 Jumlah CRO yang diberikan berdasarkan umur dan berat

badan pada 4 jam pertama

Umur* ≤ 4 bulan 4 – 12 bulan 12 bln – 2 thn 2 th – 5 th

Berat < 6 kg 6 - < 10 kg 10 - < 12 kg 12 – 19 kg

Cairan

Rehidrasi Oral 200 – 400 400 – 700 700 - 900 900 – 1400

World Health Organization 2005. Pocket Book of Hospital Care for Children.

C. Diare Dengan Dehidrasi Berat

Bila terdapat dua tanda atau lebih :

1. Lesu, lunglai, tidsk sadar

2. Mata cekung

3. Malas minum

4. Turgor kulit kembali sangat lambat ≥ 2 detik

Diare dengan dehidrasi berat ditandai dengan mencret terus – menerus,

biasanya lebih dari 10 kali disertai dengan muntah, kehilangan cairan lebih dari

10% berat badan. Diare ini diatasi dengan terapi C, yaitu perawatan di puskesmas

atau rumah akit untuk diinfus RL ( Ringel Laktat ). Penderita diare yang tidak

dapat minum harus segera dirujuk ke Puskesmas untuk di infus. (Kemenkes RI,

2011).

Diare terutama berbahaya bagi bayi dan anak kecil. Seringkali tidak

diperlukan pengobatan, tetapi perawatan khusus harus diberikan karena bayi cepat

meninggal dunia akibat kekurangan air (dehidrasi).

26

2.1.4.8 Pencegahan Diare

Tujuan pencegahan diare adalah untuk tercapainya penurunan angka

kesakitan.

Pencegahan diare menurut Pedoman Tatalaksana Diare Depkes RI (2006

dalam Tami 2011) adalah sebagai berikut:

1. Memberikan ASI

ASI mempunyai khasiat preventif secara imunologik dengan adanya

antibody dan zat-zat lain yang dikandungnya. ASI turut memberikan perlindungan

terhadap diare. Pada bayi yang baru lahir, pemberian ASI secara penuh

mempunyai daya lindung 4x lebih besar terhadap diare daripada pemberian ASI

yang disertai dengan susu formula. Flora normal usus bayi-bayi yang disusui

mencegah timbulnya bakteri penyebab diare. Pada bayi yang tidak diberi ASI

penuh pada 6 bulan pertama kehidupan resiko mendapat diare 30x lebih besar

(Depkes RI, 2006).

2. Makanan Pendamping ASI

Pemberian makanan pendamping ASI adalah saat bayi secara bertahap

mulai dibiasakan dengan makanan orang dewasa. Pada masa tersebut merupakan

masa yang berbahaya bagi bayi sebab perilaku pemberian makanan pendamping

ASI dapat menyebabkan meningkatkan resiko terjadinya diare ataupun penyakit

lain yang menyebabkan kematian. Perilaku pemberian makanan pendamping ASI

yang baik meliputi perhatian terhadap kapan, apa dan bagaimana makanan

pendamping ASI diberikan (Depkes RI, 2006).

27

3. Menggunakan air bersih yang cukup

Sebagian besar kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui jalur

fekal oral mereka dapat ditularkan dengan memasukkan ke dalam mulut, cairan

atau benda yang tercemar dengan tinja misalnya air minum, jari-jari tangan,

makanan yang disiapkan dalam panci yang dicuci dengan air tercemar (Depkes

RI, 2006).

4. Mencuci Tangan

Mencuci tangan dengan sabun, terutama sesudah buang air besar, sesudah

membuang tinja anak, sebelum menyiapkan makanan, sebelum menyuapi

makanan anak dan sebelum makan, mempunyai dampak dalam kejadian diare

(Depkes RI, 2006).

5. Menggunakan Jamban

Pengalaman di beberapa Negara membuktikan bahwa upaya penggunaan

jamban mempunyai dampak yang besar dalam penurunan resiko terhadap

penyakit diare. Keluarga yang tidak mempunyai jamban harus membuat jamban,

dan keluarga harus BAB di jamban (Depkes RI, 2006).

6. Membuang tinja bayi yang benar

Tinja bayi harus dibuang secara bersih dan benar, berikut hal-hal yang

harus diperhatikan :

a. Kumpulkan tinja anak kecil atau bayi secepatnya, bungkus dengan daun

atau kertas koran dan kuburkan atau buang di jamban.

b. Bantu anak untuk membuang air besarnya ke dalam wadah yang bersih dan

mudah dibersihkan, kemudian buang ke dalam WC dan bilas wadahnya.

28

c. Bersihkan anak segera setelah buang air besar dan cuci tangannya (Depkes

RI, 2006).

7. Pemberian Imunisasi Campak

Diare sering timbul menyertai campak sehingga pemberian imunisasi

campak juga dapat mencegah diare oleh karena itu beri anak imunisasi campak

segera setelah berumur 9 bulan (Depkes RI, 2006).

Pengetahuan ibu sangat berpengaruh dalam penatalaksanaan diare di

rumah. Karena bila pengetahuannya baik maka ibu akan mengetahui tentang cara

merawat anak sakit diare di rumah, terutaa tentang upaya rehidrasi oral dan juga

ibu akan mengetahui tentang tanda-tanda untuk membawa anak berobat atau

merujuk ke sarana kesehatan. Tindakan pengobatan yang dilakukan di umah

adalah titik tolak keberhasilan pngelolaan penderita tanpa dehidrasi, juga tindakan

untuk mendorong ibu memberikan pengobatan di rumah secepat mungkin ketika

diare baru mulai. Bila ibu mengetahui prinsip-prinsip pengelolaan efektif diare,

misalnya bila ibu memberikan pengobatan cairan secara oral pada anak di rumah

segera setelah anak menderita diare, ini dapat mencegah terjadinya dehidrasi atau

mengurangi beratnya dehidrasi. Untuk itulah penting sekali ibu-ibu mengetahui

tentang rencana penanganan penderita diare dengan baik. Tetapi bila pengetahuan

ibu kurang maka anak yang menderita diare dapat mengalami dehidrasi dan

keadaan anak tidak bertambah baik,karena ibu tidak mengetahui tentang cara

penanganan penderita diare yang tepat.

29

2.2 Konsep Sikap Ibu

2.2.1 Pengertian Sikap

Newcomb salah seorang ahli psikologi sosial menyatakan bahwa: “sikap

adalah merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan

pelaksanaan motif tetentu. Dalam kata lain fungsi sikap belum merupakan

tindakan (reaksi terbuka) atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi

perilaku (tindakan), atau reaksi tertutup “.

2.2.2 Tingkatan Sikap

Seperti halnya pengetahuan, sikap juga mempunyai tingkat-tingkat

berdasarkan intensitasnya sebagai berikut (Notoatmodjo, 2010:30-31) :

1. Menerima (receiving)

Menerima diartikan bahwa orang atau subjek mau menerima stimulus

yang diberikan (objek). Misalnya sikap seseorang terhadap penatalaksanaan diare

dapat diketahui dari penanganan awal diare yang dilakukan di rumah.

2. Menanggapi (responding)

Menanggapi diartikan memberikan jawaban atau tanggapan terhadap

pertanyaan atau objek yang dihadapi. Misalnya : sikap ibu terhadap

penatalaksanaan diare dapat diketahui dari tanggapan atau jawaban ibu bahwa

diare harus segera ditangani.

3. Menghargai (valuing)

Menghargai diartikan subjek atau seseorang memberikan nilai yang positif

terhadap objek atau stimulus, dalam arti membahasnya dengan orang lain, bahkan

mengajak atau mempengaruhi atau menganjurkan orang lain merespon.

30

4. Bertanggung jawab (responsibel)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan

segala resiko adalah merupakan sikap yang paling tinggi. Misalnya seorang ibu

bertanggung jawab atas perawatan diare yang diberikan kepada anaknya saat

anaknya mengalami diare dengan segala resiko yang ada.

2.2.3 Faktor Yang Mempengaruhi Pembentukan Sikap

a. Pengalaman pribadi

Apa yang dialami seseorang akan mempengaruhi penghayatan dalam

stimulus sosial, tanggapan akan menjadi salah satu dasar dalam pembentukan

sikap, untuk dapat memiliki tanggapan dan penghayatan seseorang harus memiliki

pengamatan yang berkaitan dengan obyek psikologis.

b. Orang lain

Seseorang cenderung akan memiliki sikap yang disesuaikan atau sejalan

dengan sikap yang dimiliki orang yang dianggap berpengaruh antara lain adalah

orang tua, teman dekat, teman sebaya.

c. Media Massa

Sebagai sarana komunikasi, berbagai media massa seperti televisi, radio,

surat kabar mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap pembentukan opini

dan kepercayaan seseorang.

d. Lembaga pendidikan dan lembaga agama

Lembaga pendidikan serta lembaga agama suatu sistem mempunyai

pengaruh dalam pembentukan sikap, dikarenakan keduanya meletakkan dasar dan

pengertian dan konsep moral dalam diri individu.

31

e. Faktor Emosional

Tidak semua bentuk sikap ditentukan oleh situasi lingkungan dan

pengalaman pribadi seseorang. Kadang-kadang suatu bentuk sikap merupakan

pernyataan yang didasari oleh emosi, yang berfungsi sebagai semacam penyaluran

frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego.

2.1.5 Sikap Ibu Dalam Penatalaksanaan Diare

Sikap adalah merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak. Sikap

merupakan predisposisi dari perilaku atau suatu tindakan. Sehingga sikap ibu

dalam penatalaksanaan diare merupakan predisposisi dari tindakan ibu dalam

penatalaksanaan diare pada balita.

Sikap merupakan salah satu faktor predisposisi yang dapat mempengaruhi

perilaku seseorang. Sikap merupakan perasaan seseorang untuk mendukung atau

tidak mendukung terhadap objek tertentu (G.J Ebrahim). Dengan demikian ibu

yang kurang baik sikapnya dalam penatalaksanaan diare tidak mendukung praktek

ibu dalam penatalaksanaan diare.

Selain pengetahuan sikap juga berpengaruh dalam penatalaksanaan diare

di rumah. Misalnya, tindakan penyapihan yang jelek (penghentian ASI yang

terlalu dini, pemberian susu botol) akan mengakibatkan diare pada anak. Sikap ibu

yang kurang baik misalnya tidak memberikan makanan pada anak yang diare

(memuasakan) daripada harus menyiapkan makanan khusus dan membujuk atau

memaksa anakyang sakit untuk makan. Ini bisa menyebabkan keadaan anak akan

bertambah buruk. Jika pemberian oralit atau cairan rumah tangga lainnya

menyebabkan muntah, maka sebaiknya ibu menghentikan pemberian cairan atau

32

oralit tersebut. Sedangkan sikap ibu yang baik misalnya, bila terjadi dehidrasi

maka anak segera dibawa ke petugas kesehatan. Tanda-tanda anak diare yang

harus dibawa ke sarana kesehatan yaitu bila tanda-tanda kekurangan cairan,

keadaan anak tidak bertambah baik, bila anak tidak mau makan dan minum secara

normal dengan baik, anak demam, anak sering buang air besar disertai darah.

Sikap ibu yang baik akan mendukung terhadap kesembuhan anak yang menderita

diare.

Contoh sikap ibu yang baik dalam penatalaksanaan diare diantaranya :

1. Memberikan cairan secara oral di rumah segera setelah anak menderita diare.

2. Segera membawa anaknya ke Puskesmas atau sarana kesehatan bila diare

bertambah parah dan anak mengalami tanda-tanda dehidrasi.

3. Tidak menghentikan pemberian ASI secara dini dan selama anak mengalami

diare.

4. Tidak memberikan obat antidiare kepada anaknya tanpa resep dokter.

5. Selalu mengutamakan kebersihan (cuci tangan) dalam menangani anak yang

diare. Peralatan makan atau botol susu anak di cuci dengan air yang bersih.

6. Mengetahui cara pemberian oralit di rumah saat anak mengalami diare.

7. Jika anak muntah saat pemberian oralit maka pemberiannya dihentikan

kemudian dilanjutkan lagi secara perlahan.

8. Memberikan makanan yang lunak sedikit demi sedikit tapi sering pada anak

yang sedang diare.

33

2.2 Hasil Penelitian Terkait

a) Penelitian yang dilakukan oleh Fediani (2011) dengan judul Hubungan

Pengetahuan Ibu Dengan Tindakan Ibu Terhadap Kejadian Diare Pada

Balita Di Kelurahan Tanjung Sari. Adapun hasil penelitian ini menunjukkan

mayoritas responden mempunyai tingkat pengetahuan sedang (48%) dengan

sebagian besar berpendidikan SMA (48%). Didapatkan mayoritas tindakan

termasuk dalam kategori baik (58%). Didapati hubungan yang bermakna

antara tingkat pengetahuan ibu dengan tindakan ibu terhadap kejadian diare

pada balita dengan hasil p value chi square 0.0001 (<0.05).

b) Penelitian yang dilakukan oleh Noverica (2010) dengan judul Gambaran

Pengetahuan Ibu Tentang Tatalaksana Diare Pada Balita Di Kecamatan

Medan Sunggal Tahun 2010. Dari penelitian ini diperoleh bahwa

pengetahuan responden terhadap tatalaksana diare pada balita berada pada

kategori baik, yaitu sebanyak 67 responden (67%), kategori sedang

sebanyak 33 responden (33%), dan tidak ditemukan responden yang berada

pada kategori kurang. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa

gambaran pengetahuan ibu tentang tatalaksana diare pada balita di

Kecamatan Medan Sunggal berada pada kategori baik.

c) Penelitian yang dilakukan oleh Yurita (2010) dengan judul Hubungan

Pengetahuan Dan Sikap Ibu Tentang Diare Dengan Kejadian Diare Pada

Anak Balita Di Desa Gubug Kecamatan Gubug Kabupaten Grobogan tahun

2010 Universitas Muhammadiyah Semarang. Dengan hasil penelitian

menunjukkan sebagian besar ibu memiliki tingkat pengetahuan rendah

34

tentang diare sebesar 71 orang (53%) dan sikap kurang baik sebesar 69

orang (51,5%) sehingga menyebabkan balita menderita diare sebesar 71

orang (53%). Hasil analisis ada hubungan antara tingkat pengetahuan dan

sikap ibu tentang diare dengan kejadian diare pada anak balita ditunjukkan

dengan hasil semua nilai p < 0,05.

d) Penelitian yang dilakukan oleh Purbasari (2009) dengan judul Tingkat

Pengetahuan, Sikap, Dan Perilaku Ibu Dalam Penanganan Awal Diare Pada

Balita Di Puskesmas Kecamatan Ciputat, Tangerang Selatan, Banten Pada

Bulan September Tahun 2009 Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas

Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta. Dengan hasil : Hasil Tingkat pengetahuan, sikap, dan

perilaku responden mayoritas adalah cukup, nilai untuk masing-masing

yaitu sebanyak 33 orang (48.5 %) responden, 57 orang (83.8 %) responden,

dan 47 orang (69.1 %) responden. Kesimpulan Hasil penelitian ini adalah

tingkat pengetahuan, sikap, dan perilaku ibu dalam penanganan awal diare

pada balita di Puskesmas Ciputat pada bulan September tahun 2009 adalah

cukup.

35

2.3 Kerangka Berpikir

2.4.1 Kerangka Teori

Gambar 2.1 Kerangka Teori

Faktor yang mempengaruhi

perawatan balita diare :

1. Faktor Predisposisi: Pengetahuan,

Sikap, pendidikan, Pekerjaan,

Penghasilan, keyakinan dll.

2. Faktor pendukung: keterampilan

orang tuan ( ibu ), Sarana dan

prasarana kesehatan, terjangkaunya

fasilitas kesehatan, ketersediaan

pelayanan kesehatan.

3. Faktor pendorong: Sikap dan

perilaku petugas kesehatan

(Notoatmodjo, 2007)

Pengetahuan ;

Tahu

Memahami

Aplikasi

Analisis

Sintesis

Evaluasi

( Notoadmodjo, 2010)

Pengetahuan Tentang

Penatalaksanaan Diare :

- Pengertian

- Penyebab

- Gejala dan tanda

- Pencegahan

- Perawatan/penatalaksanaan

( Wong, 2009; Widoyono,

2008; Werner dkk, 2010)

Sikap :

Menerima

Menanggapi

Memahami

Menghargai

Bertanggung jawab

( Notoadmodjo, 2010)

Sikap dalam penatalaksanaan diare pada

balita

- Pemberian ASI

- Pemberian oralit atau CRO

- Pemberian makanan

pendamping ASI

- Pemberian zinc

- Pemberian antibiotik

- Membawa anak diare ke sarana

keseharan

(Kemenkes RI, 2011; Werner, 2010)

Penatalaksanaan Diare

Pada Balita

36

2.4.2 Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 2.2 Kerangka Konsep

Sikap Dalam Penatalaksanaan

Diare :

- Penanganan awal

- Pemberian ASI

- Pemberian oralit atau

CRO

- Pemberian makanan

pendamping ASI

- Pemberian zinc

- Pemberian antibiotik

- Menjaga kebersihan

- Membawa anak diare ke

sarana kesehatan.

Penatalaksanaan Diare Pada Balita

Pengetahuan Penatalaksanaan

Diare :

- Pengertian

- Penyebab

- Gejala dan tanda

- Penatalaksanaan Diare

37

2.4 Hipotesis Penelitian

1. Hipotesis Nol/H0( hipotesis statistik )

Tidak ada hubungan pengetahuan dan sikap ibu dengan penatalaksanaan

diare pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Tilote Kecamatan Tilango

Kabupaten Gorontalo.

2. Hipotesis Alternatif/HA ( Hipotesis penelitian )

Ada hubungan pengetahuan dan sikap ibu dengan penatalaksanaan diare

pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Tilote Kecatamatn Tilango

Kabupaten Gorontalo.